question
stringlengths 22
1.58k
| answer
stringlengths 2.46k
21.9k
| context
stringlengths 26
245k
|
---|---|---|
Maraknya fenomena �om telolet om�, sekarang angkot-angkot yang ada di kota saya juga ikut memasang klakson telolet dan sering dibunyikan tanpa alasan, kadang sering belomba-lomba dengan angkot lainnya sehingga menyebabkan kebisingan apalagi di terminal. Bolehkah klakson �telolet� digunakan? Apakah boleh membunyikan klakson lebih dari 2 detik? Adakah aturan klakson? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Aturan Mengenai Bunyi Klakson Kendaraan yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 10 Januari 2017. . Aturan Klakson Kendaraan Bermotor Menurut UU LLAJ , setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. [1] Adapun persyaratan laik jalan antara lain adalah mencakup kebisingan suara dan suara klakson. [2] Penggunaan klakson kendaraan mengacu pada pasal berapa? Pada dasarnya, Pasal 39 PP 55/2012 mengatur bahwa klakson haruslah mengeluarkan bunyi dan dapat digunakan tanpa mengganggu konsentrasi pengemudi. Suara klakson paling rendah 83 desibel atau dB (A) dan paling tinggi 118 desibel atau dB (A) . [3] Kemudian pada dasarnya kendaraan bermotor yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian meliputi uji tipe dan uji berkala. [4] Terhadapnya, akan diterbitkan bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor. [5] Jadi menjawab pertanyaan Anda, mengenai apakah klakson “telolet” diperbolehkan maupun apakah boleh membunyikan klakson lebih dari 2 detik? Dalam UU LLAJ maupun PP 55/2012 pada dasarnya tidak merinci jenis suara atau bunyi klakson seperti apa yang dibolehkan serta berapa lama penggunaan klakson, melainkan yang diatur hanyalah batas bunyi minimal dan maksimal klakson. Sanksi Klakson Tak Sesuai Persyaratan Meski demikian, membunyikan klakson tanpa alasan yang jelas hingga menyebabkan kebisingan tentu dapat mengganggu konsentrasi pengemudi jalan lainnya, hal inilah yang dilarang oleh PP 55/2012. Disarikan dari Fenomena ‘Om Telolet Om’ Viral, Begini Aturan Penggunaan Klakson , menurut Bambang S Ervan selaku Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan pada saat itu, sepanjang suara klakson tidak melebihi batas sebagaimana disebut dalam PP 55/2012, maka hal itu bukan termasuk pelanggaran. Hanya saja, perlu diperhatikan bahwa ada tempat-tempat tertentu dimana penggunaan klakson oleh pengendara bermotor dilarang. Tempat itu misalnya di sekitar sekolah atau rumah ibadah. Jika penggunaan klakson kendaraan bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, yang salah satunya meliputi klakson sebagaimana disebutkan sebelumnya, maka pengemudi dapat dihukum sebagai berikut: Pengemudi sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson , lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban dipidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu. [6] Pengemudi kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson , lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca dipidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500 ribu. [7] Sebagai tambahan informasi, kapan klakson digunakan? Kami berpendapat penggunaan klakson harus diperhatikan urgensinya, misalnya saat hendak mendahului kendaraan bermotor lain, saat hendak mengingatkan pengguna jalan lain untuk lebih berhati-hati, atau saat hendak melewati persimpangan jalan. Hindari penggunaan klakson yang berlebihan dan mengganggu konsentrasi pengemudi jalan lainnya. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan . [1] Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) [2] Pasal 48 ayat (3) huruf b dan f UU LLAJ [3] Pasal 69 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (“PP 55/2012”) [4] Pasal 121 ayat (1) dan (3) PP 55/2012 [5] Pasal 152 ayat (1) PP 55/2012 [6] Pasal 285 ayat (1) UU LLAJ [7] Pasal 285 ayat (2) UU LLAJ TAGS terminal angkutan umum hukum lalu lintas bus | {609: "['(1) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.', '(2) persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan; g. penggunaan; h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor.', '(3) persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: a. emisi gas buang; b. penelitian . . . b. kebisingan suara; c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan; f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.']", 610: "['(1) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.', '(2) persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan; b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan; g. penggunaan; h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor.', '(3) persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: a. emisi gas buang; b. penelitian . . . b. kebisingan suara; c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan; f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.']", 611: 'pasal 69 suara klakson sebagaimana dimaksud dalam pasal 64 ayat (2) huruf f paling rendah 83 (delapan puluh tiga) desibel atau db (a) dan paling tinggi 118 (seratus delapan belas) desibel atau db (a). paragraf 7 daya pancar dan arah sinar lampu utama', 612: "['(1) kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian.', '(2) kendaraan . . . (2) kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi yang dibuat atau dirakit di dalam negeri dan/atau diimpor.', '(3) pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. uji tipe; dan b. uji berkala.']", 613: "['(1) kendaraan wajib uji berkala yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan dan pengujian diberikan bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor.', '(2) bukti lulus uji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk kartu uji dan tanda uji.']", 614: "['(1) setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (3) juncto pasal 48 ayat', '(2) dan ayat', '(3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).']", 615: "['(1) setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (3) juncto pasal 48 ayat', '(2) dan ayat', '(3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).']"} |
Seseorang melaporkan terjadinya suatu peristiwa kemudian perkaranya ditindaklanjuti oleh kepolisian sampai kemudian disidangkan akan tetapi dalam putusan menyatakan terdakwa tersebut bebas. Pertanyaan saya apakah kemudian terdakwa yang dinyatakan bebas tersebut dapat menuntut kembali kepada si pelapor dalam perkara pencemaran nama baik? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Pencemaran Nama Baik (Pengaduan Fitnah) yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 5 Agustus 2010. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Jerat Pasal Pencemaran Nama Baik Menurut The Law Dictionary , pencemaran nama baik ( defamation ) adalah perbuatan yang merusak atau membahayakan reputasi seseorang dengan pernyataan palsu dan jahat. Di Indonesia, seseorang bisa dituntut karena pencemaran nama baik jika perbuatannya memenuhi unsur-unsur pasal KUHP atau UU 1/2023 yang disebutkan dalam artikel Perbuatan yang Termasuk dalam Pasal Pencemaran Nama Baik . Selain itu, pelaku pencemaran nama baik di media sosial juga dapat dijerat dengan Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta. Disamping tuntutan pidana, perbuatan pencemaran nama baik/penghinaan juga bisa digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1372-1380 KUH Perdata . Gugatan perdata bisa ditempuh jika korban penghinaan menghendaki ganti kerugian atau permintaan maaf oleh pelaku. Dalam praktik bisa saja pelaku perbuatan pencemaran nama baik atau pengihaan diperkarakan secara bersamaan antara pidana dengan gugatan perdata. Hal ini pernah terjadi dalam kasus pencemaran nama baik dalam perkara pidana, Putusan MA No. 882.K/Pid.Sus/2010 menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah dan menjatuhkan sanksi 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun. Sedangkan dalam perkara perdatanya, Putusan MA No. 300.K/Pdt/2010 membebaskan terdakwa dari tuntutan ganti kerugian. [1] Terkait dengan dua putusan yang bertentangan tersebut, selanjutnya terdakwa mengajukan peninjauan kembali, dan ahkirnya Putusan MA No. 225 PK/PID.SUS/2011 membatalkan Putusan MA No. 882.K/Pid.Sus/2010. Pengajuan tuntutan pencemaran nama baik harus disertai kebijakan berdasarkan pertimbangan yang utuh. Dalam banyak kasus yang terjadi di Indonesia tampak fenomena delik pencemaran nama baik bisa dimanfaatkan oleh pihak yang powerful untuk menekan pihak yang lebih lemah posisi tawarnya. Di kalangan aktivis HAM sering mempertentangkan keberadaan delik pencemaran nama baik dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat yang demokratis. [2] Bisakah Terdakwa yang Dibebaskan Menuntut Balik Pelapor? Menurut Pasal 1 butir 24 KUHAP , laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Dengan demikian melaporkan peristiwa pidana merupakan: Hak bagi setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana ( Pasal 108 ayat (1) KUHAP ). Kewajiban , bagi: Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik ( Pasal 108 ayat (2) KUHAP ); Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana ( Pasal 108 ayat (3) KUHAP ). Setelah laporan diterima oleh penyelidik atau penyidik dan apabila selanjutnya proses pemeriksaan berlanjut pada tahap penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan, pada akhirnya hakim harus menjatuhkan putusan. Ada tiga kemungkinan putusan hakim: [3] Jika terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya, maka hakim akan menjatuhkan putusan berupa pemidanaan ( Pasal 193 ayat (1) KUHAP ); Jika perbuatan terdakwa terbukti namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, maka hakim akan menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum ( Pasal 191 ayat (2) KUHAP ). Jika perbuatan yang didakwakan pada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka hakim akan menjatuhkan putusan bebas ( Pasal 191 ayat (1) KUHAP ). Jadi bisa saja terjadi bahwa apa yang dilaporkan oleh seseorang ternyata tidak terbukti, dan berakibat diterbitkannya putusan bebas. Menyambung pertanyaan Anda, kami berpendapat pada prinsipnya tindakan melaporkan seseorang atas dugaan terlibat pada peristiwa tindak pidana, adalah hak yang dilindungi undang-undang. Bahkan untuk tindak pidana tertentu dan bagi pegawai negeri melaporkan tindak pidana yang diketahui merupakan kewajiban. Dengan demikian, sebuah laporan yang dilandasi oleh iktikad baik, sekalipun dalam persidangan ternyata tidak terbukti, bukanlah merupakan pencemaran nama baik karena dalam hal ini tidak terdapat unsur sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang (terlapor). Pengecualian dari prinsip tersebut adalah apabila dalam membuat laporan, seseorang (pelapor) memiliki niat atau tujuan untuk menyerang kehormatan atau nama baik terlapor dengan sengaja mengajukan laporan palsu. Jika terjadi demikian, pelapor harus didukung dengan bukti-bukti yang cukup untuk memenuhi unsur-unsur pasal pencemaran nama baik. Pelapor dalam penyelesaian perkara pidana juga dilindungi oleh undang-undang. Pasal 10 ayat (1) UU 31/2014 , mengatur bahwa saksi, korban, saksi pelaku dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. Pasal 310 ayat (3) KUHP mengatur bahwa tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Peran pelapor dalam mengungkap terjadinya tindak pidana dan bekerjanya sistem peradilan sangatlah penting. Laporan dalam sistem peradilan pidana lebih ditujukan untuk kepentingan umum berkaitan dengan penanggulangan kejahatan. Jadi, pada prinsipnya laporan merupakan hak atau kewajiban seseorang (pelapor) yang dilindungi hukum, sehingga tidak dapat dituntut balik baik secara pidana maupun perdata sekalipun laporannya tidak terbukti. Dikecualikan dari prinsip tersebut jika laporan diajukan tidak dengan iktikad baik. Misalnya pelapor sengaja membuat laporan palsu untuk merusak reputasi orang lain (terlapor). Jika benar demikian, seseorang yang dirugikan (terlapor) bisa menuntut si pelaku pembuat laporan palsu, dengan harus mempersiapkan bukti yang kuat guna pemenuhan unsur-unsur tindak pidana. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Mahkamah Agung Nomor 300.K/Pdt/2010; Putusan Mahkamah Agung Nomor 882.K/Pid.Sus/2010; Putusan Mahkamah Agung Nomor 225 PK/PID.SUS/2011. Referensi : Al. Wisnubroto, Konsep Hukum Pidana Telematika , Yogyakarta: UAJY, 2011; Al. Wisnubroto dan Cesar A. Munthe, Hukum Acara Pidana: Sistem, Regulasi & Praktik, Yogyakarta: Suluh Media, 2022; Yesuneh Aweke Kabtiyemer, Defamation Law in Ethiopia: The Interplay between the Right to Reputation and Freedom of Expression , Beijing Law Review Vol. 09 No. 03, 2018; The Law Dictionary , yang diakses pada 21 Mei 2024, pukul 15.00 WIB. [1] Al. Wisnubroto, Konsep Hukum Pidana Telematika , Yogyakarta: UAJY, 2011, hal. 333-334 [2] Yesuneh Aweke Kabtiyemer, Defamation Law in Ethiopia: The Interplay between the Right to Reputation and Freedom of Expression , Beijing Law Review Vol. 09 No. 03, 2018 [3] Al. Wisnubroto dan Cesar A. Munthe, Hukum Acara Pidana: Sistem, Regulasi & Praktik , Yogyakarta: Suluh Media, 2022, hal 264-266 TAGS terdakwa pencemaran nama baik penghinaan kuhp | {616: ' kasus pencemaran nama baik dalam perkara pidana, Putusan MA No. 882.K/Pid.Sus/2010 menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah dan menjatuhkan sanksi 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun. Sedangkan dalam perkara perdatanya, Putusan MA No. 300.K/Pdt/2010 membebaskan terdakwa dari tuntutan ganti kerugian', 617: 'Di kalangan aktivis HAM sering mempertentangkan keberadaan delik pencemaran nama baik dengan prinsip-prinsip kehidupan masyarakat yang demokratis.', 618: 'Ada tiga kemungkinan putusan hakim: Jika terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya, maka hakim akan menjatuhkan putusan berupa pemidanaan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP); Jika perbuatan terdakwa terbukti namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, maka hakim akan menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 ayat (2) KUHAP). Jika perbuatan yang didakwakan pada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka hakim akan menjatuhkan putusan bebas (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).'} |
Saya perempuan yang sudah bertunangan, dan sebentar lagi akan menikah. Sudah hampir 10 tahun ini, ada seseorang yang berusaha mendekati saya, sebut saja X, teman sekolah saya. Saya mulai merasa terganggu dengan pesan dan telepon dari X. Saya tidak pernah menjawabnya. Tapi, dia semakin menggila dan bahkan meneror nomor HP calon suami saya. Kami berdua bahkan sampai mengganti nomor HP. Namun X tetap berusaha menggunakan segala cara untuk menghubungi saya. Pesan-pesannya yang provokatif melalui media sosial dan e-mail sengaja saya save sebagai bukti. Saya sudah menegaskan, supaya jangan mengganggu. Saat saya pindah rumah, X bahkan mencari tahu rumah saya dan mendapat nomor telepon rumah saya. Beberapa kali dia menelepon rumah, marah-marah karena bukan saya yang mengangkat telepon. Saya merasa terintimidasi dan ketakutan jika X datang dan melakukan tindakan yang mengancam jiwa kami. Adakah tindakan hukum yang bisa saya lakukan? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP keempat dari artikel dengan judul Apakah Hukum Indonesia Dapat Menjerat Stalker (Penguntit)? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 29 November 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada 16 Oktober 2018, yang dimutakhirkan kedua kalinya pada Selasa, 23 November 2021, dan dimutakhirkan ketiga kalinya pada 17 April 2023. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Apa Itu Stalker? Stalker itu artinya apa? Dikutip Cambridge Dictionary yang kemudian kami terjemahkan secara bebas, apa yang dimaksud dengan stalker ? Stalker adalah seseorang yang secara ilegal mengikuti dan mengawasi seseorang yang lain, terutama wanita. Stalker dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai penguntit sebagaimana Anda maksud. Sepanjang penelusuran kami, tidak ada undang-undang secara khusus yang mengatur mengenai stalker atau penguntit ini. Kemudian, setelah mengetahui apa itu stalker , perlu Anda ketahui, apa yang dilakukan stalker ? Obsesi adalah dasar dari perilaku stalking , di mana stalker (penguntit) akan melakukan observasi dan juga berkontak dengan korban dengan tujuan untuk memenuhi keinginannya untuk memiliki kedekatan dengan korban. Para stalker mengikuti korban sampai ke tempat mereka beraktivitas dan tempat tinggal. [1] Ciri-ciri stalker adalah mereka tertarik terhadap informasi-informasi personal dari korbannya seperti nomor telepon, email , ukuran pakaian, nama lengkap, dan lain-lain yang cenderung bersifat privasi. Stalker juga berusaha mencari informasi tentang jati diri korban melalui internet, arsip personal, atau media lain yang mengandung informasi korban, bahkan ada yang sampai mendekati orang-orang terdekat korban untuk memperoleh hal tersebut tanpa izin. [2] Jerat Hukum Stalker yang Meneror Terus-Menerus Selanjutnya kami akan membahas mengenai apakah stalking melanggar hukum? Namun sebelumnya Anda tidak menjelaskan pesan-pesan provokatif atau ancaman seperti apa yang stalker lakukan beserta motifnya. Sebab, sebenarnya hukum positif Indonesia mengatur beberapa pasal terkait pengancaman yang diatur dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan serta UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, [3] yakni pada tahun 2026 sebagai berikut. KUHP UU 1/2023 Pasal 335 ayat (1) angka 1 jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta, [4] barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Pasal 448 ayat (1) huruf a Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta, [5] setiap orang yang: a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau Pasal 368 ayat (1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 482 ayat (1) Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk: a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Selain itu, perbuatan stalker yang melakukan pengancaman bahkan pemerasan juga dilarang dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 dengan bunyi sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk: memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Adapun yang dimaksud dengan “ancaman kekerasan” adalah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan . [6] Kemudian jika ancaman itu mengandung kekerasan atau menakut-nakuti juga dilarang dalam Pasal 29 UU 1/2024 yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti . Menyambung kronologi yang Anda ceritakan, stalker meneror melalui instant messenger , email , dan juga telepon, oleh karenanya kami berpendapat, stalker tersebut berpotensi dijerat menggunakan pasal-pasal dalam UU ITE dan perubahannya. Untuk mengetahui apakah stalker tersebut bisa dijerat Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024, Anda bisa membaca pedoman penerapan pasalnya dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Cyberstalking . Apabila stalker tersebut tak memenuhi unsur-unsur pasal tersebut, menurut hemat kami, ia bisa dijerat menggunakan Pasal 29 UU 1/2024 dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. [7] Jadi, apabila Anda telah mencoba berbagai upaya untuk menyampaikan secara baik-baik kepada stalker agar tidak mengganggu lagi, namun ia masih terus mengganggu kehidupan Anda, lalu apakah stalker bisa dilaporkan ke polisi? Singkatnya bisa, sebagaimana yang telah kami terangkan, Anda dapat melaporkan stalker tersebut ke polisi atas dugaan tindak pidana di atas. Bagaimana prosedur yang harus ditempuh? Anda bisa mengikuti petunjuknya di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 . Referensi : Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang) . Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. 3 No. 2, 2019; Cambridge Dictionary , yang diakses pada 21 Mei 2024, pukul 10.00 WIB. [1] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang) . Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. 3 No. 2, 2019, hal. 14 [2] Afnibar dan Dyla Fajhriani N. Perilaku Stalking Remaja Zaman Now dalam Bingkai Teori Behavior (Studi terhadap Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang) . Jurnal Bimbingan dan Konseling, Vol. 3 No. 2, 2019, hal. 14 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [6] Penjelasan Pasal 27B ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [7] Pasal 45B UU 1/2024 TAGS google hukum hukumonline informasi dan transaksi elektronik ite online pidana teknologi telekomunikasi | {619: 'Para stalker mengikuti korban sampai ke tempat mereka beraktivitas dan tempat tinggal.', 620: 'Stalker juga berusaha mencari informasi tentang jati diri korban melalui internet, arsip personal, atau media lain yang mengandung informasi korban, bahkan ada yang sampai mendekati orang-orang terdekat korban untuk memperoleh hal tersebut tanpa izin.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 369: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 621: 'Yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.', 622: 'Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/ atau menakutnakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tqjuh ratus lima puluh juta rupiah).'} |
Belakangan ini, kasus pembunuhan sadis remaja di Cirebon yang terjadi tahun 2016 viral kembali. Berdasarkan berita yang beredar, sebelum diperkosa geng motor secara bergiliran, korban dianiaya terlebih dahulu hingga pingsan. Penganiayaan tersebut kemudian mengakibatkan korban meninggal. Saya ingin bertanya perihal kasus perkosaan dan penganiayaan di tahun 2016 tersebut. Apakah kejadian sudah kedaluwarsa? Masih bisakah mengajukan penuntutan ke meja hukum? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pada 2 Januari 2019. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Daluwarsa Tindak Pidana dalam KUHP Mengenai ketentuan daluwarsa pengajuan penuntutan, dapat kita temukan dalam Pasal 78 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 136 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 78 KUHP Pasal 136 UU 1/2023 1. Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa : mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah 1 tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama 3 tahun, sesudah 6 tahun; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesudah 12 tahun ; mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah 18 tahun. 2. Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum 18 tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi 1/3. Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila: a. setelah melampaui waktu 3 tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta; [2] b. setelah melampaui waktu 6 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 tahun dan paling lama 3 tahun; c. setelah melampaui waktu 12 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 tahun dan paling lama 7 tahun; d. setelah melampaui waktu 18 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 7 tahun dan paling lama 15 tahun ; dan e. setelah melampaui waktu 20 tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati. Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak, tenggang waktu gugurnya kewenangan untuk menuntut karena kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikurangi menjadi 1/3. R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 92), menjelaskan bahwa Pasal 78 KUHP mengatur tentang gugurnya hak penuntutan hukuman (strafsactie) karena lewat waktunya , yaitu hak untuk menuntut seseorang di muka hakim supaya dijatuhi hukuman. : Ini Alasan Mengapa Ada Daluwarsa Penuntutan dalam Hukum Pidana Tindak Pidana Perkosaan Selanjutnya, seorang pemerkosa dapat dikenakan pasal sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun . Pasal 473 ayat (1) Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun . Pasal 286 Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun . Pasal 473 ayat (2) huruf c Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan: c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya ; Berdasarkan pasal yang kami jabarkan, dapat disimpulkan bahwa tindak pidana perkosaan terbagi menjadi 2 jenis yaitu perkosaan dengan kekerasan/ancaman kekerasan dan perkosaan pada wanita yang pingsan/tidak berdaya . Menurut P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang , tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut: [3] barangsiapa; dengan kekerasan atau dengan ancaman akan memakai kekerasan; memaksa; seorang wanita (perempuan); mengadakan hubungan kelamin di luar perkawinan; dengan dirinya. Sedangkan tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 286 KUHP memiliki unsur: barang siapa; bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan; diketahui bahwa wanita dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Mengenai definisi “pingsan” atau “tidak berdaya”, R. Soesilo dalam buku yang sama merujuk pada Pasal 89 KUHP atau Pasal 156 UU 1/2023 . “Pingsan” adalah tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya , umpamanya memberi minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi akan dirinya (hal. 212). Sedangkan, “tidak berdaya” adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun , misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya (hal. 98). Pada intinya, pasal tindak pidana perkosaan terhadap wanita pingsan/tidak berdaya memberi keharusan bagi pelaku untuk menyadari bahwa perempuan itu dalam kondisi tidak berdaya atau pingsan . [4] : Memaknai Keadaan Pingsan dan Keadaan Tidak Berdaya dalam Hukum Pidana Perhitungan Daluwarsa Pidana Perkosaan Terhadap tindak pidana perkosaan pada kasus yang terjadi tahun 2016 (sekitar 8 tahun yang lalu), jika pelaku memenuhi unsur Pasal 285 atau Pasal 286 KUHP , pelaku berpotensi dipidana penjara maksimal 12 tahun atau maksimal 9 tahun . Oleh karena itu, daluwarsa kasus tersebut menurut Pasal 78 ayat (1) ke-3 KUHP adalah 12 tahun . Sementara dalam KUHP baru, jika pelaku memenuhi unsur Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023 atau Pasal 473 ayat (1) dan (2) huruf c UU 1/2023 , ia berpotensi dipidana penjara maksimal 12 tahun . Maka, kedaluwarsa kasus tersebut menurut Pasal 136 ayat (1) huruf d UU 1/2023 adalah 18 tahun . : Masa Daluwarsa Menuntut Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Tindak Pidana Penganiayaan Selanjutnya, tindak pidana penganiayaan diatur dalam pasal berikut: Pasal 351 KUHP Pasal 466 UU 1/2023 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [5] Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun . Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [6] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun . Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan. Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka. [7] Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 , ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan. Unsur-unsur dan penjelasan selengkapnya mengenai pasal penganiayaan dapat Anda baca dalam artikel Ini Bunyi Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan . Perhitungan Daluwarsa Pidana Penganiayaan Kemudian, berdasarkan informasi yang Anda berikan, korban dianiaya geng motor hingga meninggal dunia. Sehingga, jika pelaku memenuhi unsur Pasal 351 ayat (3) KUHP , ia berpotensi dipidana penjara maksimal 7 tahun . Maka, daluwarsa kasus tersebut menurut Pasal 78 ayat (1) ke-3 KUHP adalah 12 tahun . Sedangkan dalam KUHP baru, jika pelaku memenuhi Pasal 466 ayat (3) UU 1/2023 , pelaku dapat dipidana penjara paling lama 7 tahun , sehingga kedaluwarsa kasus penganiayaan menurut Pasal 136 ayat (1) huruf d UU 1/2023 adalah 18 tahun . Dengan demikian, dugaan tindak pidana perkosaan dan penganiayaan yang terjadi sekitar 8 tahun lalu, masih dapat dilakukan laporan ke polisi dan terhadap pelaku dapat dilakukan penuntutan. Cara melapor tindak pidana ke polisi dapat Anda temukan pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . : Berapa Lama Masa Daluwarsa Penuntutan Menjalankan Pidana? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Multiwijaya Puspitasari, (et.al). Perbandingan Tindak Pidana Perkosan Berdasarkan Pasal 285 dan 286 KUHP Indonesia dengan Article 177 dan 178 Penal Code of Japan (Act No. 45 of 1907) . Jurnal Amicus Curiae, Vol. 1, No. 1; Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb) . Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019; P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan . Jakarta: SInar Grafika, 2009; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [3] P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan . Jakarta: SInar Grafika, 2009, hal. 97 [4] Multiwijaya Puspitasari, (et.al). Perbandingan Tindak Pidana Perkosan Berdasarkan Pasal 285 dan 286 KUHP Indonesia dengan Article 177 dan 178 Penal Code of Japan (Act No. 45 of 1907) . Jurnal Amicus Curiae, Vol. 1, No. 1, hal. 162 [5] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [6] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [7] Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb) . Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hal. 664 TAGS kedaluwarsa tuntutan pemerkosaan penganiayaan daluwarsa | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 623: 'Lamintang dan Theo Lamintang, tindak pidana perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut:', 624: 'tindak pidana perkosaan terhadap wanita pingsan/tidak berdaya memberi keharusan bagi pelaku untuk menyadari bahwa perempuan itu dalam kondisi tidak berdaya atau pingsan', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 625: 'Selanjutnya, tindak pidana penganiayaan diatur dalam pasal berikut: Menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka.'} |
Belakangan ini viral rekaman video pasangan sesama jenis mesum di masjid. Dalam video tersebut, ada sepasang laki-laki melakukan adegan tidak senonoh dalam masjid. Tindakan asusila itu pun terekam dalam CCTV masjid dan video beredar di media sosial. Lantas, apa sanksi hukum bagi orang yang mesum di masjid? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Tindak Pidana Asusila di Tempat Umum Berdasarkan informasi yang Anda berikan, terdapat pasangan yang melakukan tindakan asusila di masjid. Menurut hemat kami, tempat ibadah dalam hal ini masjid, memiliki kriteria sebagai suatu tempat umum dikarenakan diperuntukkan bagi masyarakat umum . Disarikan dari WNA Mesum di Tempat Umum, Ini Sanksi Pidananya , asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma atau kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat. Dilihat dari perspektif Pancasila, perbuatan asusila merupakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai moral manusia. Berdasarkan KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, tindak pidana asusila diatur dalam pasal berikut. Pasal 281 KUHP Pasal 406 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [2] : barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta [3] setiap orang yang: melanggar kesusilaan di muka umum; atau melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut. Berdasarkan bunyi Pasal 281 KUHP, setidaknya terdapat beberapa unsur: barang siapa; dengan sengaja dan terbuka; dengan sengaja dan di depan orang lain; melanggar kesusilaan. Lalu, menurut Penjelasan Pasal 406 huruf a UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Menurut S. R. Sianturi , perbuatan yang melanggar kesopanan juga merupakan pelanggaran kesusilaan. Perbuatan tersebut harus berhubungan dengan kelamin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan rasa malu, rasa jijik, atau menimbulkan rangsangan nafsu birahi orang lain. [4] Serupa dengan pendapat S.R. Sianturi, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 204), mencontohkan kasus asusila adalah bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya. Jadi, jika memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023, orang yang melakukan tindakan asusila di masjid dapat dipidana berdasarkan ketentuan tersebut. Namun, berdasarkan pertanyaan Anda, pasangan yang mesum di masjid adalah pasangan sesama jenis. Lantas, bagaimana aturan mengenai homoseksual dalam KUHP maupun UU 1/2023? Homoseksual dalam Perspektif Hukum Pidana di Indonesia Pada dasarnya, ketentuan mengenai jerat pidana bagi pelaku homoseksualitas dapat ditemukan pada Pasal 292 KUHP . Akan tetapi, ketentuan ini tidak secara tegas melarang homoseksual yang dilakukan antar orang dewasa. Pasal 292 KUHP mengatur tentang larangan perbuatan homoseksual terhadap orang yang belum dewasa yang berbunyi: Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin , yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa , diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Berapa usia dewasa atau batasan usia anak di Indonesia? Disarikan dari Ragam Ketentuan Usia Dewasa di Indonesia , ketentuan usia dewasa menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah 18 tahun atau 21 tahun. Adapun, menurut R. Soesilo, yang dimaksud “belum dewasa” adalah mereka yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin. Jika orang kawin dan bercerai sebelum umur 21 tahun, ia tetap dipandang dengan dewasa. Sedangkan dalam UU 1/2023 , ketentuan mengenai homoseksualitas diatur dalam Pasal 414 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya : di depan umum , dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta. [5] secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Dari bunyi Pasal 292 KUHP dan Pasal 414 ayat (1) UU 1/2023 di atas, dapat disimpulkan bahwa jerat pidana bagi pelaku homoseksualitas memang ada tetapi apabila diikuti dengan perbuatan cabul, dilakukan di depan umum, disertai adanya kekerasan ataupun dipublikasikan sebagai muatan pornografi. Namun, memiliki sifat penyuka atau ketertarikan dengan sesama jenis tidak dipidana . : Apakah Homoseksual Bisa Dipidana? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP . Referensi : Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP . Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1995. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP (“Perma 2/2012”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [4] J.M Van Bemmelen. Hukum Pidana III: Bagian Khusus Delik- Delik Khusus. Jakarta: Bina Cipta, 1986, hal. 177-178, yang dikutip ulang dari Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP . Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021, hal. 114 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 TAGS asusila kuhp hukum pidana | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 626: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 627: 'Perbuatan melanggar kesusilaan harus berhubungan dengan kelamin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan rasa malu, rasa jijik, atau menimbulkan rangsangan nafsu birahi orang lain.', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Belakangan ini viral kecelakaan bus di Subang. Menurut berita yang beredar, bus yang mengangkut siswa SMK beroperasi dengan keadaan tidak layak. Sebelum kecelakaan bus terjadi, supir bus mengaku�sudah merasakan ada kondisi yang bermasalah pada rem bus. Ketika bus memasuki jalan menurun di daerah Ciater, supir bus merasakan rem bus blong. Akhirnya, bus�rombongan pelajar mengalami�kecelakaan�dan mengakibatkan 11 orang meninggal dan 13 orang luka berat. Pertanyaan saya, apakah pemilik bus/pengelola travel dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum atas kecelakaan bus di Subang? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Pertanggungjawaban Pemilik Mobil Travel Jika Terjadi Kecelakaan yang dibuat pertama kali oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada 27 Februari 2014. . Kecelakaan Lalu Lintas Berat Sebelumnya, kami turut berduka cita atas kecelakaan bus di Subang yang mengakibatkan 11 orang menjadi korban jiwa dan 13 orang luka berat. Kecelakaan bus dalam pertanyaan Anda merupakan jenis kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana yang disebut dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c jo. Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ . Kecelakaan lalu lintas berat adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Adapun yang dimaksud dengan luka berat adalah luka yang mengakibatkan korban: [1] jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan; kehilangan salah satu pancaindra; menderita cacat berat atau lumpuh; terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih; gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 hari. Standar Pelayanan Minimal Selanjutnya, kami berasumsi bahwa pemilik bus/pengelola travel dalam cerita Anda adalah orang yang menyediakan jasa angkutan orang. Selain itu, pengemudi bus tersebut merupakan orang yang dipekerjakan oleh pemilik bus/pengelola travel. Sebagai perusahaan angkutan umum, pemilik bus/pengelola travel pada dasarnya wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: [2] keamanan; keselamatan; kenyamanan; keterjangkauan; kesetaraan; dan keteraturan. Yang dimaksud dengan perusahaan angkutan umum itu sendiri menurut Pasal 1 angka 21 UU LLAJ adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan bermotor umum. Dari sini, dapat kita ketahui bahwa pemilik bus/pengelola travel sebagai perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar keamanan bagi pengguna jasa. Adapun yang dimaksud dengan pengguna jasa yakni perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum. [3] Lalu, bagaimana bentuk pertanggungjawaban pemilik bus/pengelola travel jika terjadi kecelakaan berat terkait penggunaan jasa penyediaan bus? Pertanggungjawaban Pemilik Bus Berdasarkan Pasal 191 UU LLAJ , perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan . Masih berkaitan dengan penggantian kerugian oleh penyedia jasa angkutan umum, perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan , kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang, sebagaimana diatur dalam Pasal 192 ayat (1) dan (4) UU LLAJ . Mengacu pada kedua pasal di atas, apabila pengemudi bus (sebagai orang yang dipekerjakan oleh pemilik bus/pengelola travel) dalam bekerja menyebabkan suatu kerugian, pada dasarnya pemilik bus/pengelola travel tersebut ikut bertanggung jawab. Lebih daripada itu, jika penumpang bus meninggal dunia atau luka berat, pemilik bus/pengelola travel juga bertanggung jawab atas kerugian tersebut, kecuali disebabkan karena kesalahan penumpang. Sebagai informasi, kerugian tersebut dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan. [4] Lalu, besaran kerugian tersebut ditentukan berdasarkan putusan pengadilan . [5] Selain itu, pengemudi dan/atau pemilik bus/pengelola travel bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi. [6] Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku jika: [7] ada keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar kemampuan pengemudi; disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau pihak ketiga, dan/atau disebabkan gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan. Jadi, apabila kecelakaan bus yang mengakibatkan korban luka berat dan meninggal dunia tersebut disebabkan oleh keadaan di luar kemampuan pengemudi, perilaku penumpang sendiri, dan/atau gerakan orang dan/atau hewan walaupun telah diambil tindakan pencegahan, maka si pengemudi dan/atau pemilik bus/pengelola travel tersebut tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Lebih lanjut, jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas, pengemudi bus, pemilik bus dan/atau pengelola travel wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana . [8] Lalu apa sanksi pidana bagi pemilik bus/pengelola travel jika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa? Sanksi Pidana Pada dasarnya, jika pengemudi bus terbukti melakukan kelalaian dan menyebabkan kecelakaan, ia dapat dikenakan sanksi pidana. Menurut Pasal 310 ayat (3) UU LLAJ , setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat , berpotensi dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 juta. Sedangkan jika kecelakaan mengakibatkan orang lain meninggal dunia , pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (4) UU LLAJ . Namun, perlu diketahui bahwa dalam hukum pidana dikenal prinsip pertanggungjawaban pidana , yakni setiap orang yang melakukan tindak pidana maka ketentuan hukuman pidana akan dikenakan padanya. Prinsip tersebut diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [9] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 55 KUHP Pasal 20 UU 1/2023 Dipidana sebagai pelaku tindak pidana : mereka yang melakukan , yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika : melakukan sendiri tindak pidana ; melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; turut serta melakukan tindak pidana; atau menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan. Penjelasan selengkapnya mengenai Pasal 55 KUHP dan Pasal 20 UU 1/2023 dapat Anda baca di Jerat Hukum Membujuk Orang Lain Melakukan Tindak Pidana dan Bisakah Dipidana Jika Tak Sengaja Membantu Tindak Pidana? Dengan demikian, berdasarkan penjelasan kami di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pemilik bus/pengelola travel tidak bisa turut dikenakan sanksi pidana oleh karena prinsip pertanggungjawaban pidana. Akan tetapi, tanggung jawab lain yang bisa dimintakan kepada pemilik bus/pengelola travel adalah tanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang yang meninggal dunia dan luka berat. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . [1] Penjelasan Pasal 229 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) [2] Pasal 141 ayat (1) UU LLAJ [3] Pasal 1 angka 22 UU LLAJ [4] Pasal 192 ayat (2) UU LLAJ [5] Pasal 236 ayat (1) UU LLAJ [6] Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ [7] Pasal 234 ayat (3) UU LLAJ [8] Pasal 235 ayat (1) UU LLAJ [9] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS kecelakaan lalu lintas kecelakaan transportasi | {628: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 629: "['(1) perusahaan angkutan umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d. keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. c. kemampuan . . .', '(2) standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan.']", 630: '22. pengguna jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa perusahaan angkutan umum.', 631: "['(1) perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang.', '(2) kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata-nyata dialami atau bagian biaya pelayanan.', '(3) tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak penumpang diangkut dan berakhir di tempat tujuan yang disepakati.', '(4) pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian barang bawaan penumpang, kecuali jika penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian pengangkut. paragraf 2 . . .']", 632: "['(1) pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 wajib mengganti kerugian yang besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan.']", 633: "['(1) pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.', '(2) setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi. (2) perusahaan . . .']", 634: "['(1) pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian pengemudi.', '(2) setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan pengemudi. (2) perusahaan . . .']", 635: "['(1) jika korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (1) huruf c, pengemudi, pemilik, dan/atau perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.']", 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Belakangan ini viral video PNS salah satu Kementerian di Indonesia yang mengajak YouTuber asal Korea Selatan ke hotel. Menurut berita yang beredar, ASN diduga lecehkan YouTuber Korsel dengan mengatakan "Mampir ke hotel aku boleh." Pertanyaan saya, apakah mengajak orang asing ke hotel merupakan pelecehan seksual? Mengingat banyaknya komentar netizen yang menilai bahwa menawarkan mampir ke hotel diasumsikan atau dinilai sebagai perbuatan yang tidak sopan dan melecehkan perempuan. | ULASAN LENGKAP . Pelecehan Seksual Non Fisik Pada dasarnya, menurut Pasal 1 UU TPKS , tindak pidana kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini. Kemudian, Pasal 4 UU TPKS mengatur bahwa tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas: pelecehan seksual nonfisik ; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; dan kekerasan seksual berbasis elektronik. Berdasarkan informasi yang Anda berikan, kami asumsikan terdapat dugaan pelecehan seksual nonfisik. Namun, penting untuk mengetahui terlebih dahulu apa itu pelecehan seksual nonfisik? Menurut Penjelasan Pasal 5 UU TPKS , yang dimaksud dengan "perbuatan seksual secara nonfisik" adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. Sedangkan menurut Komnas Perempuan , tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban , termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual , colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan (hal. 6). Sanksi Pidana Berdasarkan Pasal 5 UU TPKS , jika seseorang terbukti melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, ia berpotensi dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta. Namun, penting untuk diketahui bahwa pelecehan seksual nonfisik merupakan delik aduan , [1] artinya delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Pada delik aduan ini, korban tindak pidana dapat mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang atau polisi apabila telah terjadi suatu perdamaian. Penjelasan selengkapnya mengenai delik aduan dapat Anda baca pada Apakah Delik Aduan Bisa Dicabut Kembali? Sebagai informasi, ketentuan mengenai pelecehan seksual nonfisik sebagai delik aduan tidak berlaku bagi korban penyandang disabilitas atau anak . [2] Dengan demikian, dapat kami simpulkan bahwa jika seseorang terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur dalam Pasal 5 UU TPKS dan Penjelasannya, ia berpotensi dipidana karena melakukan perbuatan seksual secara nonfisik atau pelecehan seksual nonfisik. Namun, karena pelecehan seksual nonfisik adalah delik aduan, maka yang mengadukan adalah korban yang bersangkutan. Artinya, jika korban merasa keberatan dengan perkataan yang dilontarkan kepadanya mengenai ajakan ke hotel, korban berhak mengadukan perbuatan ke polisi. : Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual . Referensi : Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , yang diakses pada Selasa, 14 Mei 2024 pukul 12.00 WIB. [1] Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual [2] Pasal 7 ayat (2) UU TPKS TAGS hotel pelecehan seksual pelecehan delik aduan | {636: "['(1) pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.']", 117: "['(1) pelecehan seksual nonfisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan pelecehan seksual fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan delik aduan.']"} |
Belakangan viral kasus seorang suami tusuk istri dengan menggunakan sikat gigi hingga tewas. Apakah kasus suami tusuk istri tersebut termasuk KDRT atau pembunuhan? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka terlebih dahulu perlu mengurai definisi dari KDRT dan pembunuhan itu sendiri. KDRT UU PKDRT mendefinisikan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“KDRT”) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. [1] Pasal 5 UU PKDRT mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: kekerasan fisik ; kekerasan psikis; kekerasan seksual; atau penelantaran rumah tangga. Mengenai kekerasan fisik KDRT dalam ketentuan Pasal 44 UU PKDRT diatur jerat pidana sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp5 juta. Pembunuhan dalam KUHP Terkait pidana pembunuhan, KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026 mengatur secara khusus adanya sanksi hukum pidana pembunuhan dengan bunyi sebagai berikut. Pasal 338 KUHP Pasal 458 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap ibu, Ayah, istri , suami, atau anaknya, pidananya dapat ditambah 1/3. Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri atau peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau untuk memastikan penguasaan. Barang yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. KDRT atau Pembunuhan? Melihat rumusan pasal-pasal dalam UU PKDRT, KUHP, serta UU 1/2023 di atas, menurut hemat kami tindakan kekerasan dalam rumah tangga hingga menyebabkan korban meninggal dunia tergantung pada kesengajaan pelaku. Teori kesengajaan ( opzet ) yang dikemukakan oleh J.E. Jonkers dalam Handboek van het Nederlandsc–Indische Strafrecht menunjukkan bahwa hukum pidana mengenakan 3 gradasi opzet, yaitu: opzet als oogmerk, yaitu kesengajaan yang memang ditujukan terhadap orang yang dimaksud; opzet bij noodzakelijkheid of zekerbewustzijn, yaitu kesengajaan yang secara pasti diketahui oleh pelakunya bahwa kesengajaan itu mempunyai akibat sampingan; dan opzet bij mogelijkheidsbewustzijn atau voorwardelijk opzet, yaitu kesengajaan yang mungkin menyebabkan akibat samping atau kesengajaan bersyarat. Ia dapat dikatakan KDRT yang berakibat mati karena terdapat kesengajaan ( opzet ) untuk melakukan KDRT dari pelakunya dan bukan melakukan kesengajaan ( opzet ) maupun kelalaian ( culpa ) untuk membunuh korban. Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami merujuk pada UU PKDRT karena didasarkan pada asas lex specialis derogate legi generali (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum) di mana KUHP merupakan undang-undang yang bersifat umum, sedangkan UU PKDRT merupakan undang-undang yang bersifat khusus. Dengan demikian, merujuk pada uraian di atas, maka kasus suami tusuk istri yang Anda paparkan termasuk dalam perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan matinya korban. Pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta. Disarikan dari KDRT Hingga Meninggal, Penganiayaan atau Pembunuhan? , dalam beberapa kasus terdapat juga hakim yang tidak menerapkan Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT atas tindak pidana KDRT yang mengakibatkan matinya korban, melainkan melihat kepada konsepsi pidana pembunuhan dalam KUHP. Hal ini dikarenakan KUHP mengandung unsur delik yang lebih jelas dan mudah diterapkan dibanding dalam UU PKDRT, yaitu kekerasan fisik yang menyebabkan matinya korban dibanding dengan tindak pidana kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga. Atau bisa saja hakim mengabulkan dakwaan jaksa yang bersifat kumulatif, yakni adanya dakwaan primair dan subsidair dari Pasal 338 KUHP (dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun); Pasal 351 ayat (3) KUHP (penganiayaan yang mengakibatkan mati dan diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun); dan Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT, sehingga pasal mana yang digunakan adalah bergantung pada kasusnya dan persangkaan/keyakinan hakim. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga . Referensi: J.E. Jonkers. Handboek van het Nederlandsch-Indische strafrecht . Leiden: E.J. Brill, 1946. [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS kdrt pembunuhan penganiayaan kekerasan dalam rumah tangga | {637: 'pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 2. penghapusan … 2. penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. 3. korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 4. perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. 5. perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. 6. perintah perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan oleh pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada korban. 7. menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemberdayaan perempuan.', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Adik saya menjalin hubungan suami istri dengan seorang pria. Si pria bilang kalau nanti tidak direstui oleh orang tuanya maka akan menghamili adik saya dulu biar dapat restu. Saat ini memang status adik saya sudah janda dan pria tersebut masih bujang. Setelah adik saya hamil, ternyata pria tersebut tidak mau menikahi, bahkan adik saya dipaksa minum jamu penggugur kandungan dengan iming-iming �kalau sudah minum jamu tersebut, tapi janin tidak gugur, si pria tersebut akan bilang ke orang tua untuk menikahi adik saya.� Tapi setelah diminum, janin tidak gugur. Namun si pria itu tetap mengelak untuk tanggung jawab. Apa yang bisa dilakukan oleh adik saya agar bisa menuntut pria tersebut? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Jerat Hukum Bagi Pasangan yang Mencoba Aborsi yang dibuat pertama kali oleh Lezetia Tobing., S.H., M.Kn. , pada 30 Oktober 2012 . Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Hukum Percobaan Aborsi di Indonesia Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu apa itu aborsi. Aborsi menurut KBBI adalah pengguguran kandungan. Selanjutnya sebagaimana disarikan dari Bunyi Pasal 346 KUHP tentang Aborsi , aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan abortus provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain . Berdasarkan cerita Anda, dapat diketahui bahwa aborsi yang dilakukan oleh adik Anda dan pacarnya atas dasar persetujuan adik Anda karena bujukan dari pacarnya tidaklah terjadi karena hal-hal di luar kehendak mereka. Walaupun aborsi tidak terjadi, adik Anda dan pacarnya tetap dapat dipidana atas tindakan percobaan melakukan aborsi. Lantas, apa risiko hukum jika melakukan tindak percobaan aborsi? Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU Kesehatan secara jelas melarang setiap orang untuk melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam KUHP. Adapun pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan untuk pelaksanaan aborsi hanya dapat dilakukan dengan syarat: [1] oleh tenaga medis dan dibantu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan; pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri; dan dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 428 UU Kesehatan , sanksi yang bisa dijerat bagi Adik Anda sebagai pelaku yang melakukan aborsi dengan “persetujuan perempuan”, yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun. Selain dalam UU Kesehatan, pada dasarnya aturan mengenai percobaan aborsi menggunakan jamu penggugur kandungan juga diatur di dalam KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan. [2] Adapun bunyi ketentuannya adalah sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 53 ayat (1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi 1/3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. Pasal 17 ayat (1) Percobaan melakukan tindak pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri. Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika: perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya tindak pidana; dan perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan tindak pidana yang dituju. Pidana untuk percobaan melakukan tindak pidana paling banyak 2/3 dari maksimum ancaman pidana pokok untuk tindak pidana yang bersangkutan. Percobaan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pidana tambahan untuk percobaan melakukan tindak pidana sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidana yang bersangkutan. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal 463 Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis. Pasal 348 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya seorang perempuan dengan izin perempuan itu dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Jika karena perbuatan itu perempuan itu jadi mati, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Pasal 464 Setiap orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan: dengan persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun; atau tanpa persetujuan perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Adik Anda dapat dikenakan pidana terkait Pasal 60 ayat (1) jo. Pasal 428 UU Kesehatan jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 17 ayat (1) UU 1/2023 dalam hal aborsi yang adik Anda lakukan termasuk ke dalam aborsi yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 60 ayat (2) UU Kesehatan sebagai aborsi ilegal. Apabila aborsi tersebut terjadi, maka berdasarkan Pasal 428 UU Kesehatan , adik Anda diancam dengan pidana pidana penjara paling lama 5 tahun. Sedangkan berdasarkan Pasal 346 KUHP atau Pasal 463 UU 1/2023 , perbuatan aborsi tersebut apabila terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Sedangkan, pacar adik Anda dapat dipidana dengan Pasal 348 ayat (1) atau Pasal 464 ayat (1) UU 1/2023 . Namun perlu diperhatikan, tindakan aborsi dengan minum jamu penggugur kandungan yang Anda lakukan tidak sampai pada tujuannya yaitu menggugurkan kandungan adik Anda, maka adik Anda dan pacarnya hanya dapat dipidana dengan percobaan aborsi. R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menyinggung secara jelas mengenai unsur-unsur percobaan yang termuat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP atau Pasal 17 ayat (1) UU 1/2023 yang diantaranya: Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu; Orang sudah mulai berbuat kejahatan itu; dan Perbuatan kejahatan itu tidak sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri. Dalam hal ini, niat untuk menggugurkan kandungan tersebut sudah dari adik Anda dan pacarnya, tetapi tidak terlaksana karena hal yang di luar kehendak mereka. Sedangkan, mengenai apakah adik Anda dapat menuntut pacarnya karena telah menghamili dan enggan menikahi, Anda dapat membaca ulasan berjudul Bisakah Menuntut Pacar Anak yang Enggan Menikahinya? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan . Referensi : Aborsi , yang diakses pada 7 Mei 2024, pukul 08.21 WIB. [1] Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS aborsi pidana uu kesehatan | {638: '(2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. ', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Akhir-akhir ini viral beberapa kasus mayat dalam koper. Kasus pertama, ditemukan mayat wanita dalam koper di Cikarang. Menurut berita yang beredar, tersangka diduga menyetubuhi korban lalu membunuhnya. Tidak hanya itu, tersangka dikabarkan mengambil uang Rp43 juta milik korban. Setelah membunuh korban, tersangka membeli koper yang akan digunakan untuk menyimpan jasad korban. Apakah ini pembunuhan berencana?
Kasus kedua, ditemukan mayat wanita dalam koper di Bali. Menurut berita yang beredar, tersangka melakukan penganiayaan dengan cara menggorok leher korban menggunakan pisau dapur. Pelaku menikam tubuh korban berulang-ulang hingga tewas. Namun, karena tubuh korban tidak muat, dengan sadis pelaku mematahkan leher korban terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam koper.
Pertanyaan saya, apa saja pasal dalam KUHP dan UU 1/2023 yang bisa menjerat pelaku pembunuhan mayat dalam koper di Cikarang maupun Bali? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pasal Pencurian dengan Kekerasan Berdasarkan informasi yang Anda berikan, pada kasus penemuan mayat dalam koper di Cikarang, ada seseorang yang diduga mengambil/mencuri uang milik korban, yang mana perbuatan mencuri tersebut didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan . Menurut hemat kami, pelaku dapat dijerat Pasal 365 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 479 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 365 KUHP Pasal 479 UU 1/2023 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan , terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian , atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun: jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; jika perbuatan dilakukan oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu; jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian , maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3. (1) Setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang , dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai Barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. (2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau secara bersama-sama dan bersekutu. (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. (4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Namun, untuk dapat dijerat Pasal 365 ayat (3) KUHP atau Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 , penting untuk diketahui apakah kematian seseorang (korban) disengaja oleh pelaku atau tidak. Menurut R. Sugandhi dalam bukunya KUHP dan Penjelasannya , isi Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 hampir sama dengan isi Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 yang mengatur tentang pencurian dengan kekerasan sehingga mengakibatkan matinya orang lain. Akan tetapi perbedaannya, dalam Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang lain itu memang disengaja oleh si penjahat , sedangkan dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang itu tidak disengaja oleh si penjahat , hanya sebagai akibat bahkan yang sama sekali tidak dikehendaki oleh si penjahat (hal. 358). Berkaitan dengan kasus dalam pertanyaan Anda, jika kematian orang itu tidak disengaja oleh pelaku, melainkan hanya sebagai akibat bahkan yang sama sekali tidak dikehendaki oleh pelaku, maka pelaku dapat dijerat Pasal 365 ayat (3) KUHP atau Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023. Penjelasan selengkapnya mengenai pasal pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan matinya orang lain, dapat Anda baca dalam Simak Begini Bunyi dan Unsur-Unsur Pasal 365 KUHP . Pasal Perkosaan Selanjutnya, pada kasus mayat wanita dalam koper di Cikarang, tersangka diduga menyetubuhi korban. Maka, kami asumsikan telah terjadi perkosaan terhadap seorang wanita tersebut. Menurut Pasal 285 KUHP , barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan , diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Sedangkan barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 286 KUHP . Sedangkan dalam Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023 , setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya , dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Lalu, persetubuhan dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya juga termasuk tindak pidana perkosaan dan pelaku dapat dipenjara paling lama 12 tahun. [2] Kemudian, jika tindak pidana perkosaan tersebut mengakibatkan matinya orang , pidananya dapat ditambah 1/3 dari ancaman pidana yang dimaksud dalam Pasal 473 ayat (1) UU 1/2023. [3] Sebagai informasi, mengenai pengertian “pingsan” atau “tidak berdaya”, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal merujuk pada Pasal 89 KUHP atau Pasal 156 UU 1/2023 . “Pingsan” adalah tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya , umpamanya memberi minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi akan dirinya (hal. 212). Sedangkan, “tidak berdaya” adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali , sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya (hal. 98). Pasal Pembunuhan Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai apakah perbuatan dalam kasus pertama merupakan pembunuhan berencana? Menurut hemat kami, jika pelaku sudah menyiapkan koper sebelum membunuh korban dengan tujuan untuk membawa mayat korban, ia bisa dikenakan pasal pembunuhan berencana dalam Pasal 340 KUHP atau Pasal 459 UU 1/2023 . Namun, dalam kasus ini pelaku baru mencari koper setelah membunuh korban, sehingga terhadap pelaku dapat dikenakan pasal pembunuhan sebagai berikut: Pasal 338 KUHP Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain , diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Setiap orang yang merampas nyawa orang lain , dipidana karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Unsur tindak pidana pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP adalah: [4] barang siapa atau setiap orang; dengan sengaja; merampas (menghilangkan); nyawa; orang lain. Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 458 ayat (1) UU 1/2023 , pembunuhan selalu diartikan bahwa korban harus mati dan kematian ini dikehendaki oleh pelaku . Dengan demikian pengertian pembunuhan secara implisit mengandung unsur kesengajaan . Apabila tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut mati, perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana pembunuhan menurut ayat ini. Unsur dan penjelasan selengkapnya mengenai pasal pembunuhan dapat Anda baca pada Bunyi Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan Unsur Pasalnya . Pasal Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian Pada kasus kedua, yaitu penemuan mayat wanita dalam koper di Bali, pelaku dapat dijerat pasal penganiayaan yang menyebabkan kematian sebagai berikut: Pasal 351 KUHP Pasal 466 UU 1/2023 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [5] Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun . Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [6] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun . Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan. Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat , mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam buku yang sama, berpendapat bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu (hal. 245). Walau demikian, menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah: [7] sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan; menyebabkan rasa sakit; menyebabkan luka. Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 , ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan. : Ini Bunyi Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019; P.A.F Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , Bogor: Politeia, 1991; R. Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya . Surabaya: Usaha Nasional, 2007. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 473 ayat (2) huruf c UU 1/2023 [3] Pasal 473 ayat (8) UU 1/2023 [4] P.A.F Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 202 [5] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [6] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [7] Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hal. 664 TAGS pembunuhan pencurian perkosaan pidana | {639: 'Pasal 624 Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 640: "['(1) setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.', '(2) termasuk tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan: a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah; b. persetubuhan dengan anak; c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau d. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.', '(3) dianggap juga melakukan tindak pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara: a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain; b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau c. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.', '(4) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori iv dan paling banyak kategori vii.', '(5) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi setiap orang yang memaksa anak untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain. 114 / 260', '(6) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan korban.', '(7) jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.', '(8) jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).', '(9) jika korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah anak kandung, anak tiri, atau anak dibawah perwaliannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).', '(10) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).']", 558: "['(1) setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya, dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.', '(2) termasuk tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan: a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah; b. persetubuhan dengan anak; c. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; atau d. persetubuhan dengan penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan menggerakkannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan dengannya, padahal tentang keadaan disabilitas itu diketahui.', '(3) dianggap juga melakukan tindak pidana perkosaan, jika dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dengan cara: a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain; b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya sendiri; atau c. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.', '(4) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dilakukan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori iv dan paling banyak kategori vii.', '(5) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku juga bagi setiap orang yang memaksa anak untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf c, ayat (2) huruf d, dan ayat (3) dengan orang lain. 114 / 260', '(6) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ikatan perkawinan, tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan korban.', '(7) jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.', '(8) jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).', '(9) jika korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah anak kandung, anak tiri, atau anak dibawah perwaliannya, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (4).', '(10) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (9) dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu, atau dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan bahaya, keadaan darurat, situasi konflik, bencana, atau perang, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).']", 641: 'Unsur tindak pidana pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP adalah: barang siapa atau setiap orang; dengan sengaja; merampas (menghilangkan); nyawa; orang lain.', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 625: 'Selanjutnya, tindak pidana penganiayaan diatur dalam pasal berikut: Menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka.'} |
Baru-baru ini sedang viral berita penyitaan harta seorang artis yang suami terjerat kasus korupsi timah di Indonesia. Dalam proses penyidikan, Kejagung menyita aset tersangka. Pertanyaan saya, jika pasangan suami istri memiliki perjanjian perkawinan pisah harta, dan suaminya terlibat kasus korupsi, bisakah aset istrinya juga ikut disita? | ULASAN LENGKAP . Penyitaan Aset Milik Tersangka Tipikor Penyitaan aset milik tersangka tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik bertujuan untuk pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Hal ini termaktub dalam pengertian penyitaan menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud, atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan . Adapun, benda yang dapat dikenai penyitaan menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalah: benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana ; benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan . Benda yang berada dalam sitaan karena perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1) di atas. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 ayat (2) KUHAP . Perlu diketahui bahwa aset atau benda yang disita dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada yang paling berhak jika: [1] kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim, benda itu dirampas untuk negara , dimusnahkan atau dirusakkan sampai tidak dapat digunakan lagi, atau jika masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. [2] Bisakah Menyita Aset Istri Tersangka Tipikor Jika Ada Perjanjian Perkawinan? Lantas, apakah aset milik istri tersangka korupsi tetap disita meski ada perjanjian perkawinan? Menurut Disriani Latifah Soroinda, S.H., M.H., M.Kn., Dosen Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Indonesia , untuk dilakukan penyitaan, maka perlu secara jelas diperhatikan bagaimana bentuk dari perjanjian perkawinan mengenai apa saja yang memang menjadi milik bersama dan apa saja yang menjadi milik masing-masing . Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diketahui bahwa salah satu jenis perjanjian perkawinan adalah terkait dengan pemisahan harta dengan meniadakan harta bersama dan memisahkan harta secara penuh sepanjang perkawinan. Selengkapnya mengenai jenis-jenis perjanjian perkawinan dapat Anda simak dalam artikel Fungsi, Isi Materi, dan Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin . Dengan demikian, kami berpendapat bahwa penyitaan terhadap harta tersangka korupsi tetap harus melihat isi perjanjian perkawinannya . Apabila perjanjian perkawinan tersebut meniadakan harta bersama selama perkawinan atau lazim disebut dengan perjanjian pisah harta, maka penyitaan benar-benar harus memperhatikan aset mana yang hanya dimiliki oleh tersangka dan mana aset milik istrinya. Akan tetapi, menurut hemat kami, apabila aset sang istri memenuhi kriteria Pasal 39 ayat (1) KUHAP , misalnya tergolong sebagai benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka, maka Kejagung dapat menyita aset tersebut. Contohnya aset yang disita merupakan hadiah sang suami kepada istri, yang didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi, maka aset tersebut dapat disita dalam proses penyidikan. Jika penyitaan aset atau barang yang disita Kejagung tersebut dianggap tidak sah, maka tersangka memiliki hak untuk mengajukan upaya praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf a KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 110). : Seluk Beluk Praperadilan: Dari Objek Hingga Upaya Hukumnya Jika tersangka mengajukan praperadilan dan hakim berkeyakinan bahwa penyitaan aset tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka penyitaan dinyatakan sah. Sebaliknya, apabila penyitaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka hakim akan menyatakan bahwa penyitaan aset tidak sah dan bertentangan dengan hukum, serta memerintahkan penyidik untuk melepaskan dan menyerahkan aset kepada pemohon. Salah satu contoh putusan mengenai sah tidaknya suatu penyitaan dapat Anda simak dalam Putusan PN Tarakan No. 1/Pid.Pra/2022/PN Tarakan . Namun demikian, perlu diperhatikan lebih lanjut, bahwa hakim praperadilan hanya berhak menentukan sah atau tidaknya suatu tindakan penyitaan . Sementara, pemeriksaan terkait apakah barang yang disita ada hubungannya dengan tindak pidana atau bukan merupakan wewenang dari hakim pidana pemeriksa pokok perkara (hal. 21). Masih berdasarkan putusan yang sama, suatu tindakan penyitaan pada dasarnya dapat dikatakan sah apabila memenuhi berbagai ketentuan sebagai berikut (hal. 22-23): Mendapatkan izin atau persetujuan Ketua Pengadilan Negeri; Tanda terima bukti penyitaan yang diberikan kepada orang dari mana barang itu disita; Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani semua pihak yang terlibat (termasuk tanda tangan dari orang yang menyerahkan barang sitaan tersebut); Dengan demikian, untuk memutuskan suatu aset terkait atau tidak terkait sama sekali dengan tindak pidana yang disangkakan atau dituduhkan kepada tersangka, maka diputuskan oleh hakim pidana yang memeriksa pokok perkara . Disarikan dari artikel Dasar Hukum Penyitaan Aset yang Dilakukan KPK , apabila pengadilan telah memeriksa pokok perkara dan menyatakan terdakwa bersalah maka majelis hakim juga dapat menilai apakah barang-barang yang disita oleh Kejagung benar hasil dari tindak pidana korupsi yang didakwakan . Jika majelis hakim yakin dan menganggap demikian , maka barang yang disita dapat dinyatakan disita oleh negara . Namun, apabila majelis hakim berpendapat bahwa barang yang disita tidak ada hubungan dengan tindak pidana yang didakwakan , maka majelis hakim dapat memerintahkan untuk mengembalikan barang-barang yang disita tersebut kepada terdakwa atau pihak yang berhak . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 ; Putusan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor 1/Pid.Pra/2022/PN Tarakan . Catatan : Kami telah melakukan wawancara dengan Ibu Disriani Latifah Soroinda, S.H., M.H., M.Kn selaku Dosen Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia via Whatsapp pada Jum’at, 26 April 2024, jam 11.00 WIB. [1] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [2] Pasal 46 ayat (2) KUHAP TAGS perjanjian perkawinan penyitaan penyidikan | {642: "['(1) benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila : a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.']", 643: "['(1) benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila : a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.']"} |
Adik saya meminjam ATM kepada saya untuk keperluan bisnisnya. Ternyata adik saya itu dilaporkan ke kantor polisi atas tindakan penipuan. Sekarang pelapor menuduh saya ikut bersekongkol. Padahal saya tidak tahu apa apa bisnis mereka. Apakah saya bisa juga terjerat tindak pidana? Mohon penjelasannya. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Bisakah Dipidana Apabila Secara Tidak Sengaja Membantu Tindak Pidana? yang dibuat pertama kali oleh Sovia Hasanah, S.H. pada 16 September 2016. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023 . . Penadahan dalam KUHP Perlu diketahui bahwa mengenai terminologi “sekongkol” atau “penadahan” dapat kita temukan dalam ketentuan hukum pidana pada Pasal 480 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau atau Pasal 591 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 480 KUHP Pasal 591 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu [2] : Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan ; Barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan . Dipidana karena penadahan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta [3] , setiap orang yang: membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menerima jaminan atau gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana ; atau menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana . Mengenai hal ini R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 314) menjelaskan terkait unsur pasal tersebut di atas sebagai berikut. Sesuatu yang dinamakan sebagai “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah” dalam bahasa asingnya “ heling” ini sebenarnya hanya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 dari Pasal 480 ayat (1) KUHP . Adapun elemen penting dari pasal ini adalah pihak terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu dari suatu jenis tindakan kejahatan apa (baik pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu sifatnya “gelap” bukan barang yang “terang”. Akan tetapi, di sini Anda tidak menjelaskan secara rinci sekongkol seperti apa yang dituduhkan kepada Anda. Apakah memang “sekongkol” dalam artian melakukan tindakan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 480 KUHP atau Pasal 591 UU 1/2023 atau “sekongkol” dalam artian lain. Jika yang dimaksudkan “sekongkol” adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 480 KUHP atau Pasal 591 UU 1/2023 , maka Anda dapat dihukum jika unsur pasal tersebut terpenuhi, yaitu Anda melakukan tindakan membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena kehendak mendapat untung, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena kejahatan . Bersekongkol dalam KUHP Selanjutnya perlu diperhatikan, jika bukan itu yang Anda maksud, maka harus dilihat kembali apa yang sebenarnya Anda maksud dengan “bersekongkol”. Menurut KBBI , sekongkol berarti orang yang turut serta berkomplot melakukan kejahatan (kecurangan dan sebagainya). Sedangkan bersekongkol artinya berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan; bersekutu dengan maksud jahat. Adapun jika yang Anda maksud dengan “bersekongkol” ini adalah sebagaimana disebutkan dalam KBBI, yaitu “turut serta” melakukan kejahatan, ini berkaitan dengan ketentuan dalam Pasal 55 KUHP atau Pasal 20 UU 1/2023 sebagai berikut: Pasal 55 KUHP Pasal 20 UU 1/2023 Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan ; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya. Setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika: melakukan sendiri tindak pidana; melakukan tindak pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan; turut serta melakukan tindak pidana ; atau menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan kekerasan, menggunakan ancaman kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan. Sebagaimana pernah dibahas dalam artikel Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan Tindak Pidana , R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” ( medepleger ) . Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan ( pleger ) dan orang yang turut melakukan ( medepleger ) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “ medepleger ” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” ( medeplichtige ) dalam Pasal 56 KUHP atau Pasal 21 UU 1/2023 . Dengan demikian, harus dilihat kembali pemenuhan unsur perbuatan yang Anda lakukan terhadap unsur tindak pidana. Apakah benar turut serta melakukan tindak pidana atau membantu melakukan tindak pidana. Sebab jika berdasarkan keterangan Anda, didapati Anda tidak tahu apa-apa, yang dapat berarti Anda tidak tahu tindakan Anda telah memberikan kesempatan kepada adik Anda untuk melakukan tindak pidana, maka Anda tidak dapat dikatakan turut serta atau membantu melakukan tindak pidana. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi: R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1996; Bersekongkol , yang diakses pada 6 Mei 2024, pukul 16.00 WIB; Sekongkol , yang diakses pada 6 Mei 2024, pukul 15.52 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS tindak pidana penadahan kuhp | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Akhir-akhir ini viral sebuah kasus tentang pastor Katolik yang dituding tiduri istri orang. Menurut berita yang beredar, pastor kepergok tiduri istri orang dengan kondisi berpelukan satu selimut. Adapun pastor/romo mengakui bahwa ia berada di kamar bersama perempuan tersebut hingga digerebek suaminya. | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pastor Agama Katolik Berdasarkan informasi yang Anda berikan, pastor yang diduga tiduri istri orang lain adalah pastor dari agama Katolik. Pada dasarnya, seorang imam di agama Katolik disebut dengan pastor atau dengan panggilan romo . Gereja Katolik memiliki hukum di mana pastor tidak menikah seumur hidup . Hal tersebut dikenal dengan istilah hidup selibat atau “ caecibatus ” dalam bahasa Latin yang berarti “hidup tidak menikah”. Gereja Katolik Roma menuntut para imamnya untuk tidak menikah seumur hidup dan taat pada kemurnian pribadi dalam pikiran maupun dalam perbuatan . [1] Lantas, apa hukumnya jika seorang pastor terbukti meniduri istri orang lain? Pasal Perzinaan dalam KUHP Untuk menjawab pertanyaan Anda tentang jerat hukum pastor yang diduga tiduri istri orang lain, kami akan sampaikan ketentuan dalam KUHP lama yang saat artikel ini terbit masih berlaku dan juga berdasarkan KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun setelah diundangkan. [2] Pasal 284 KUHP Pasal 411 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan: a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak ( overspel ), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [3] Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. Unsur-unsur Pasal Perzinaan Dari bunyi Pasal 284 KUHP di atas, terdapat beberapa unsur: Salah satu pihak baik laki-laki atau perempuan harus telah terikat perkawinan secara sah (dalam ikatan perkawinan sah) sebagaimana diatur di dalam UU Perkawinan dan perubahannya; Harus ada persetubuhan, yaitu masuknya kelamin laki-laki ke kelamin wanita atas dasar suka sama suka atau suka rela. Dengan demikian, persetubuhan atas dasar suka sama suka harus benar-benar terjadi (tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak); [4] Harus ada pengaduan dari suami/istri yang tercemar sebagai korban atau pihak yang dirugikan. Selain itu, delik tersebut merupakan delik aduan absolut, sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan. Menurut R. Soesilo , pengaduan ini tidak boleh dibelah. Misalnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut. [5] Dengan demikian dalam kasus ini, atas pengaduan pihak suami, jika pastor dan istri orang tersebut terbukti melakukan perzinaan, pihak pastor dan istri dapat dijerat pasal perzinaan. Kemudian sebagai informasi, Pasal 27 KUH Perdata ( Burgerlijk Wetboek / “BW”) yang disebut dalam Pasal 284 KUHP berbunyi sebagai berikut: Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023 , yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” sebagaimana disebutkan di atas adalah: laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan. Adapun yang dimaksud dengan “anaknya” dalam pasal ini adalah anak kandung yang sudah berumur 16 tahun. [6] Selanjutnya, baik dalam Pasal 284 KUHP maupun Pasal 411 UU 1/2023, tindak pidana perzinaan baru dapat dituntut apabila ada pengaduan. Namun, pengaduan dalam KUHP baru berasal dari suami/istri bagi yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi yang tidak terikat perkawinan. Lalu, pengaduan ini dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. [7] : Bunyi Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan Kitab Hukum Kanonik Sebagaimana telah dijelaskan, Gereja Katolik menuntut para imamnya untuk tidak menikah seumur hidup dan taat pada kemurnian pribadi dalam pikiran maupun dalam perbuatan . Dengan demikian, imam Gereja Katolik tidak diperbolehkan untuk berzina atau melakukan hubungan seksual/persetubuhan. Pada dasarnya, dalam Gereja Katolik terdapat Kitab Hukum Kanonik yang mengikat para imam. Kitab Hukum Kanonik adalah susunan atau kodifikasi peraturan kanonik untuk Gereja Latin dalam Gereja Katolik. Berdasarkan Kitab Hukum Kanonik ( Codex Iuris Canonici ) Edisi Resmi Bahasa Indonesia yang kami kutip dari laman Gereja Katolik Keuskupan Surabaya, terdapat beberapa aturan (paragraf) yang dapat dikenakan terhadap pastor yang terbukti melakukan perzinaan: Kan. 1395 § 1. Klerikus yang berkonkubinat , selain kasus yang disebut dalam kan. 1394, dan klerikus yang tetap berada dalam dosa lahiriah lain melawan perintah keenam dari Dekalog dengan memberikan sandungan, hendaknya dihukum dengan suspensi ; jika sesudah diperingatkan, tindak pidana masih berjalan terus, secara bertahap dapat ditambah dengan hukuman-hukuman lain sampai dikeluarkan dari status klerikal . § 2. Klerikus yang melakukan kejahatan lain melawan perintah keenam dari Dekalog , apabila tindak pidana itu dilakukan dengan paksaan atau ancaman atau secara publik atau dengan anak di bawah umur enam belas tahun, hendaknya dihukum dengan hukuman-hukuman lain yang adil, tak terkecuali, jika perlu, dikeluarkan dari status klerikal . Berdasarkan peraturan di atas, klerikus (pendeta) yang berkonkubinat (seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah) [8] , dan klerikus yang melawan perintah keenam dekalog, berpotensi dihukum dengan suspensi hingga dikeluarkan dari status klerikal dirinya. Adapun perintah keenam dari dekalog (10 Perintah Allah) diatur dalam Kitab Keluaran 20:1-21 yang berbunyi “jangan berzinah”. [9] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Bernhard I. M. Supit. Pembatalan Nikah menurut Hukum Kanonik dalam Hubungannya dengan Sistem Perundang-Undangan di Indonesia . Lex Privatum, Vol. 3, No. 1, 2015; Nur Fitriyana. Selibat dalam Paham Keagamaan Gereja Katolik. Jurnal Ilmu Agama, Vol. 14, No. 2, 2013; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; Tim Komisi Kateketik Regio Jawa. Pendampingan Iman Katolik Anak Usia Dini: Formatio Iman Berjenjang . Yogyakarta: PT Kanisius, 2019; Kitab Hukum Kanonik ( Codex Iuris Canonici ) Edisi Resmi Bahasa Indonesia , yang diakses pada 1 Mei 2024, pukul 21.00 WIB; Klerikal , yang diakses pada 1 Mei 2024, pukul 23.20 WIB; Klerikus , yang diakses pada 1 Mei 2024, pukul 23.30 WIB. [1] Nur Fitriyana. Selibat dalam Paham Keagamaan Gereja Katolik. Jurnal Ilmu Agama, Vol. 14, No. 2, 2013, hal. 8-9 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [4] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991, hal. 209 [5] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 209 [6] Penjelasan Pasal 411 ayat (2) UU 1/2023 [7] Pasal 284 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 411 ayat (4) UU 1/2023 [8] Bernhard I. M. Supit. Pembatalan Nikah menurut Hukum Kanonik dalam Hubungannya dengan Sistem Perundang-Undangan di Indonesia . Lex Privatum, Vol. 3, No. 1, 2015, hal. 14 [9] Tim Komisi Kateketik Regio Jawa. Pendampingan Iman Katolik Anak Usia Dini: Formatio Iman Berjenjang . Yogyakarta: PT Kanisius, 2019, hal. 14 TAGS perzinaan zina kuhp | {644: 'Gereja Katolik Roma menuntut para imamnya untuk tidak menikah seumur hidup dan taat pada kemurnian pribadi dalam pikiran maupun dalam perbuatan.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 418: '**418:** Dalam bukunya, *Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal* (Bogor: Politeia, 1991), R. Soesilo pada halaman 209 menjelaskan mengenai delik aduan dalam pasal perzinaan. Soesilo menekankan bahwa pengaduan tidak boleh dipecah. Jika suami mengadukan perzinaan istrinya dengan pria lain, maka keduanya harus dituntut, bukan hanya salah satu. Penjelasan ini relevan dalam konteks kasus perzinaan yang melibatkan pastor.', 645: "['(1) setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori ii.', '(2) terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.', '(3) terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 , pasal 26 , dan pasal 30 .']", 646: 'pasal 284 setiap orang yang melepaskan atau memberi pertolongan ketika seseorang meloloskan diri dari penahanan yang dilakukan atas perintah pejabat yang berwenang atau meloloskan diri dari pidana penjara atau pidana tutupan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.', 647: '**647:** Meskipun referensi ini tidak secara langsung membahas kasus perzinaan pastor, berdasarkan judul artikel Bernhard I.M. Supit, "Pembatalan Nikah menurut Hukum Kanonik dalam Hubungannya dengan Sistem Perundang-Undangan di Indonesia" yang dimuat di *Lex Privatum*, Vol. 3, No. 1, 2015, halaman 14, menerangkan bahwa klerikus (pendeta) yang berkonkubinat (seorang laki-laki dan perempuan hidup bersama tanpa perkawinan atau sekurang-kurangnya memiliki hubungan tetap untuk melakukan persetubuhan kendati tidak hidup bersama dalam satu rumah)', 648: 'Sepuluh Perintah Allah lainnya adalah: Akulah TUHAN Allahmu Jangan ada allah lain Jangan membuat patung apa pun Jangan sembarangan menyebut nama TUHAN Kuduskanlah hari Sabat Hormatilah ayahmu dan ibumu Jangan membunuh Jangan mencuri Jangan bersaksi dusta Jangan mengingini Sepuluh Perintah Allah tertulis dalam Kitab Taurat (Keluaran 20:1-17 dan Ulangan 5:4-22). Perintah-perintah tersebut ditulis pada dua loh batu yang dibawa Nabi Musa ketika turun dari gunung Sinai.'} |
Saya ingin menanyakan kasus yang saya alami. Saya pernah terlibat kasus tawuran dan didakwa menggunakan pasal pengrusakan di tahun 2022. Adapun atas tindakan saya, saya menerima hukuman berupa hukuman percobaan selama 6 bulan tahanan kota. Saat ini saya ingin mengajukan permohonan SKCK untuk keperluan melanjutkan pendidikan S2. Pertanyaan saya, apakah seseorang bisa mendapatkan SKCK jika pernah melakukan tindak pidana? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada 3 Agustus 2016. . Surat Keterangan Catatan Kepolisian Untuk menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu pengertian dari Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“SKCK”) . Menurut Pasal 1 angka 1 Perpolri 6/2023 , SKCK adalah surat keterangan resmi yang diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”) terkait ada atau tidaknya catatan kepolisian. Pada dasarnya, penerbitan SKCK dilakukan minimal untuk keperluan: [1] melamar pekerjaan; melanjutkan pendidikan ; pencalonan pejabat publik; pendaftaran prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Polri atau Aparatur Sipil Negara; pengangkatan anggota organisasi profesi; penerbitan visa; atau pindah kewarganegaraan. Lalu sebagai informasi, penerbitan SKCK digunakan untuk satu jenis keperluan. [2] Cara Memperoleh SKCK Perlu diketahui bahwa penerbitan SKCK dapat diajukan oleh pemohon, baik Warga Negara Indonesia (“WNI”) maupun Warga Negara Asing (“WNA”) yang harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan. [3] Lalu, untuk mempersingkat jawaban, kami asumsikan Anda adalah WNI. Adapun persyaratan administrasi penerbitan SKCK bagi pemohon WNI yang wajib dipenuhi yaitu: [4] fotokopi Kartu Tanda Penduduk; fotokopi Kartu Keluarga; fotokopi akta lahir/kenal lahir; pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 x 6 cm sebanyak 5 lembar; fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk, seperti kartu pelajar dan kartu identitas anak [5] ; dan tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (“JKN”), dalam bentuk hasil tangkapan layar/ screenshot kepesertaan aktif pada sistem informasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. [6] Sebagai informasi, apabila status kepesertaan aktif dalam program JKN masih dalam proses pengaktifan, maka dapat diganti dengan tanda bukti berupa: [7] dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon WNI setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program JKN; dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran JKN bagi pemohon WNI setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon WNI setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program JKN. Sementara jika tanda bukti masih belum terpenuhi, maka pemohon WNI diharuskan untuk segera memproses kepesertaan JKN sebelum SKCK diserahkan. [8] Adapun perlu diperhatikan bahwa persyaratan kepesertaan aktif dalam program JKN tidak berlaku bagi WNI yang telah berdomisili/tinggal di luar negeri. [9] Prosedur Penerbitan SKCK Selanjutnya, prosedur penerbitan SKCK adalah dengan tahapan berikut: [10] Pendaftaran Tahapan pendaftaran dapat diajukan oleh pemohon dengan cara elektronik melalui laman resmi Polri dengan mengunggah dokumen persyaratan administrasi yang dibutuhkan [11] , atau langsung pada loket pelayanan SKCK dengan mengisi formulir daftar pertanyaan dan menyerahkan kembali kepada petugas pelayanan SKCK beserta dokumen persyaratan administrasi. [12] Setelah melakukan pendaftaran, pemohon dapat melakukan pembayaran biaya penerbitan SKCK. [13] Pencatatan Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik dan/atau manual oleh petugas loket pelayanan SKCK yang minimal memuat informasi berupa: [14] nomor urut registrasi; nomor dan tanggal surat permohonan dari penjamin bagi pemohon WNA; nomor, masa berlaku, dan tanggal SKCK diterbitkan; nama; tempat dan tanggal lahir; jenis kelamin; alamat lengkap; pekerjaan; dan keperluan permohonan. Identifikasi Tahapan identifikasi dilakukan dengan kegiatan pengisian formulir sidik jari dan pengambilan sidik jari oleh petugas loket pelayanan SKCK atau petugas identifikasi, kemudian pengisian kartu Tanda Identifikasi Khusus (“TIK”) oleh petugas loket pelayanan SKCK. [15] Penelitian Penelitian dilakukan oleh petugas loket layanan SKCK terhadap: [16] keperluan dari SKCK yang dimohonkan; keabsahan dan keaslian kelengkapan persyaratan administrasi; daftar pertanyaan yang telah diisi oleh pemohon; identitas pemohon; dan data menyangkut pernah atau tidak pernah dijatuhi pidana dan/atau sedang menjalani proses pidana . Dalam hal penelitian di atas tidak lengkap, tidak terbaca dan/atau tidak sesuai, maka pemohon diminta untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan administrasi beserta dokumennya. [17] Koordinasi Tahapan koordinasi dilakukan apabila terdapat keragu-raguan terhadap persyaratan administrasi dan/atau catatan kepolisian pemohon . [18] Pencetakan Pencetakan SKCK dibuat dalam rangkap 2 dengan ketentuan 1 lembar asli untuk pemohon dan 1 lembar untuk arsip. [19] Pencetakan tersebut dilakukan dengan ketentuan salah satunya pada kolom catatan kepolisian mencantumkan: [20] apabila pemohon tidak ditemukan catatan kepolisian dituliskan “bahwa nama tersebut di atas tidak memiliki catatan atau keterlibatan dalam kasus kriminal apapun”; dan apabila pemohon memiliki catatan kepolisian dituliskan status hukum, jenis dan pasal tindak pidana yang dilakukan . Penyerahan Penyerahan dilakukan oleh petugas loket pelayanan SKCK kepada pemohon setelah pemohon menunjukkan bukti pembayaran biaya penerbitan SKCK. [21] Perlu diketahui bahwa SKCK berlaku selama 6 bulan mulai tanggal penerbitan dan dapat diperpanjang sebelum habis berlakunya dengan melampirkan fotokopi SKCK sebelumnya dan pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 5 lembar. [22] Ketentuan mengenai prosedur penerbitan SKCK selengkapnya dapat Anda temukan dalam Pasal 8 s.d. Pasal 17 Perpolri 6/2023 . Penerbitan SKCK bagi Mantan Terpidana Mengenai Anda yang pernah melakukan tindak pidana dan dipidana hukuman percobaan selama 6 bulan tahanan kota, hal ini memiliki keterkaitan dengan prosedur penelitian, koordinasi, dan pencetakan. Sebagaimana telah dijelaskan, pada tahapan penelitian, salah satunya akan dilakukan penelitian terhadap data tentang pernah atau tidak pernah dijatuhi pidana. Terkait data ini, jika ada keragu-raguan terhadap catatan kepolisian pemohon, maka dapat dilakukan koordinasi internal dan eksternal, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Perpolri 6/2023 . Kemudian, dalam pencetakan SKCK, pada kolom catatan kepolisian akan dicantumkan informasi apabila pemohon memiliki catatan kepolisian dituliskan status hukum, jenis dan pasal tindak pidana yang dilakukan. Menjawab pertanyaan Anda, dari penjelasan kami di atas dapat diketahui bahwa pernah atau tidaknya melakukan tindak pidana bukan persyaratan untuk mendapatkan SKCK. SKCK justru merupakan surat keterangan resmi yang memuat ada atau tidaknya catatan kepolisian tentang diri Anda, termasuk pernah atau tidaknya melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, Anda tetap dapat meminta SKCK. Sedangkan mengenai Anda pernah dihukum dengan hukuman percobaan selama 6 bulan tahanan kota karena melakukan tindak pidana pengrusakan, hal tersebut akan menjadi catatan yang dicantumkan dalam SKCK. Demikian jawaban dari kami semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian . [1] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (“Perpolri 6/2023”) [2] Pasal 2 ayat (2) Perpolri 6/2023 [3] Pasal 3 Perpolri 6/2023 [4] Pasal 4 ayat (1) Perpolri 6/2023 [5] Pasal 4 ayat (2) Perpolri 6/2023 [6] Pasal 4 ayat (3) Perpolri 6/2023 [7] Pasal 4 ayat (4) Perpolri 6/2023 [8] Pasal 4 ayat (5) Perpolri 6/2023 [9] Pasal 5 Perpolri 6/2023 [10] Pasal 8 Perpolri 6/2023 [11] Pasal 9 huruf a jo. Pasal 10 ayat (1) Perpolri 6/2023 [12] Pasal 9 huruf b jo. Pasal 10 ayat (2) Perpolri 6/2023 [13] Pasal 10 ayat (3) Perpolri 6/2023 [14] Pasal 11 Perpolri 6/2023 [15] Pasal 12 ayat (1), (2), (3) Perpolri 6/2023 [16] Pasal 13 ayat (1) Perpolri 6/2023 [17] Pasal 13 ayat (2) Perpolri 6/2023 [18] Pasal 14 ayat (1) Perpolri 6/2023 [19] Pasal 15 ayat (1) Perpolri 6/2023 [20] Pasal 15 ayat (2) huruf b Perpolri 6/2023 [21] Pasal 16 ayat (1) Perpolri 6/2023 [22] Pasal 17 ayat (1) Perpolri 6/2023 TAGS skck pidana tindak pidana | {649: "['(1) penerbitan skck dilakukan minimal untuk keperluan: a. melamar pekerjaan; b. melanjutkan pendidikan; c. pencalonan pejabat publik; d. pendaftaran prajurit tentara nasional indonesia, anggota polri atau aparatur sipil negara; e. pengangkatan anggota organisasi profesi; f. penerbitan visa; atau g. pindah kewarganegaraan.', '(2) penerbitan skck sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk 1 (satu) jenis keperluan.']", 650: "['(1) penerbitan skck dilakukan minimal untuk keperluan: a. melamar pekerjaan; b. melanjutkan pendidikan; c. pencalonan pejabat publik; d. pendaftaran prajurit tentara nasional indonesia, anggota polri atau aparatur sipil negara; e. pengangkatan anggota organisasi profesi; f. penerbitan visa; atau g. pindah kewarganegaraan.', '(2) penerbitan skck sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk 1 (satu) jenis keperluan.']", 651: "['(1) penerbitan skck sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 diajukan oleh pemohon.']", 652: "['(1) persyaratan administrasi penerbitan skck bagi pemohon wni sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat', '(2) huruf a sebagai berikut: a. fotokopi kartu tanda penduduk; b. fotokopi kartu keluarga; c. fotokopi akta lahir/kenal lahir; d. pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar; e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; f. fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk; dan g. tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program jkn. (2) identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dapat berupa kartu pelajar atau kartu identitas anak.', '(3) tanda bukti kepesertaan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dalam bentuk hasil tangkapan layar (screenshot) kepesertaan aktif pada sistem informasi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan.', '(4) dalam hal status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, masih dalam proses pengaktifan, dapat diganti dengan tanda bukti berupa: a. dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon wni setiap orang selain 2023, no.802 pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program jkn; b. dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran jkn bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau c. dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program jkn.']", 653: "['(1) persyaratan administrasi penerbitan skck bagi pemohon wni sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat', '(2) huruf a sebagai berikut: a. fotokopi kartu tanda penduduk; b. fotokopi kartu keluarga; c. fotokopi akta lahir/kenal lahir; d. pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar; e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; f. fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk; dan g. tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program jkn. (2) identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dapat berupa kartu pelajar atau kartu identitas anak.', '(3) tanda bukti kepesertaan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dalam bentuk hasil tangkapan layar (screenshot) kepesertaan aktif pada sistem informasi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan.', '(4) dalam hal status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, masih dalam proses pengaktifan, dapat diganti dengan tanda bukti berupa: a. dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon wni setiap orang selain 2023, no.802 pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program jkn; b. dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran jkn bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau c. dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program jkn.']", 654: "['(1) persyaratan administrasi penerbitan skck bagi pemohon wni sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat', '(2) huruf a sebagai berikut: a. fotokopi kartu tanda penduduk; b. fotokopi kartu keluarga; c. fotokopi akta lahir/kenal lahir; d. pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar; e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; f. fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk; dan g. tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program jkn. (2) identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dapat berupa kartu pelajar atau kartu identitas anak.', '(3) tanda bukti kepesertaan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dalam bentuk hasil tangkapan layar (screenshot) kepesertaan aktif pada sistem informasi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan.', '(4) dalam hal status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, masih dalam proses pengaktifan, dapat diganti dengan tanda bukti berupa: a. dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon wni setiap orang selain 2023, no.802 pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program jkn; b. dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran jkn bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau c. dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program jkn.']", 655: "['(1) persyaratan administrasi penerbitan skck bagi pemohon wni sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat', '(2) huruf a sebagai berikut: a. fotokopi kartu tanda penduduk; b. fotokopi kartu keluarga; c. fotokopi akta lahir/kenal lahir; d. pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar; e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; f. fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk; dan g. tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program jkn. (2) identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dapat berupa kartu pelajar atau kartu identitas anak.', '(3) tanda bukti kepesertaan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dalam bentuk hasil tangkapan layar (screenshot) kepesertaan aktif pada sistem informasi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan.', '(4) dalam hal status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, masih dalam proses pengaktifan, dapat diganti dengan tanda bukti berupa: a. dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon wni setiap orang selain 2023, no.802 pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program jkn; b. dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran jkn bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau c. dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program jkn.']", 656: "['(1) persyaratan administrasi penerbitan skck bagi pemohon wni sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat', '(2) huruf a sebagai berikut: a. fotokopi kartu tanda penduduk; b. fotokopi kartu keluarga; c. fotokopi akta lahir/kenal lahir; d. pasfoto berwarna latar belakang merah ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar; e. fotokopi paspor dengan masa berlaku paling sedikit 6 (enam) bulan sebelum berakhir untuk keperluan ke luar negeri; f. fotokopi identitas lain bagi yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan kartu tanda penduduk; dan g. tanda bukti status kepesertaan aktif dalam program jkn. (2) identitas lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dapat berupa kartu pelajar atau kartu identitas anak.', '(3) tanda bukti kepesertaan aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dalam bentuk hasil tangkapan layar (screenshot) kepesertaan aktif pada sistem informasi badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan.', '(4) dalam hal status kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, masih dalam proses pengaktifan, dapat diganti dengan tanda bukti berupa: a. dokumen cetak bukti nomor virtual account pendaftaran bagi pemohon wni setiap orang selain 2023, no.802 pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran belum terdaftar dalam program jkn; b. dokumen cetak bukti telah mengikuti program cicilan pembayaran tunggakan iuran jkn bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dengan status nonaktif; atau c. dokumen cetak bukti pembayaran lunas iuran bulan berjalan bagi pemohon wni setiap orang selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran program jkn.']", 657: 'pasal 5 persyaratan kepesertaan aktif dalam program jkn sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf g, tidak berlaku bagi wni yang telah berdomisili/tinggal di luar negeri.', 658: 'pasal 8 tata cara penerbitan skck dengan tahapan, sebagai berikut: a. pendaftaran; b. pencatatan; c. identifikasi; d. penelitian; e. koordinasi; f. pencetakan; dan g. penyerahan.', 659: 'pasal 9 pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a, diajukan oleh pemohon, dengan cara: a. elektronik melalui laman resmi polri; atau b. langsung pada loket pelayanan skck.', 660: 'pasal 9 pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a, diajukan oleh pemohon, dengan cara: a. elektronik melalui laman resmi polri; atau b. langsung pada loket pelayanan skck.', 661: "['(1) pendaftaran elektronik melalui laman resmi polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a, diajukan oleh pemohon dengan mengunggah dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 6 yang selanjutnya diterbitkan bukti pendaftaran secara elektronik.', '(2) pendaftaran langsung pada loket pelayanan skck sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b, diajukan oleh pemohon dengan mengisi formulir daftar pertanyaan dan menyerahkan kembali kepada petugas pelayanan skck beserta dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 6.']", 662: "['(1) pencatatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, dilakukan secara elektronik dan/atau manual oleh petugas loket pelayanan skck.']", 663: "['(1) identifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, dilakukan dengan kegiatan: a. pengisian formulir sidik jari; b. pengambilan sidik jari; dan c. pengisian kartu tik.', '(2) pengisian formulir dan pengambilan sidik jari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b, dilakukan oleh petugas loket pelayanan skck atau petugas identifikasi.', '(3) pengisian kartu tik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan oleh petugas loket pelayanan skck.']", 664: "['(1) penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf d, dilakukan oleh petugas loket pelayanan skck, terhadap: a. keperluan dari skck yang dimohonkan; b. keabsahan dan keaslian kelengkapan persyaratan administrasi; c. daftar pertanyaan yang telah diisi oleh pemohon; d. identitas pemohon; dan e. data menyangkut pernah atau tidak pernah dijatuhi pidana dan/atau sedang menjalani proses pidana.']", 665: "['(1) penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf d, dilakukan oleh petugas loket pelayanan skck, terhadap: a. keperluan dari skck yang dimohonkan; b. keabsahan dan keaslian kelengkapan persyaratan administrasi; c. daftar pertanyaan yang telah diisi oleh pemohon; d. identitas pemohon; dan e. data menyangkut pernah atau tidak pernah dijatuhi pidana dan/atau sedang menjalani proses pidana.']", 666: "['(1) koordinasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf e, dilakukan apabila terdapat keragu-raguan terhadap persyaratan administrasi dan/atau catatan kepolisian pemohon.', '(2) koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. internal; dan b. eksternal.', '(3) koordinasi internal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yaitu satuan kerja polri yang mengemban fungsi penegakan hukum dan pengelola sistem informasi kriminal nasional. 2023, no.802']", 667: "['(1) pencetakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf f, dibuat dalam rangkap 2 (dua), dengan ketentuan: a. 1 (satu) lembar asli untuk pemohon; dan b. 1 (satu) lembar untuk arsip.', '(2) pencetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan: a. ditulis dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa indonesia dan bahasa inggris; b. pada kolom catatan kepolisian, mencantumkan: 1. apabila pemohon tidak ditemukan catatan kepolisian dituliskan “bahwa nama tersebut di atas tidak memiliki catatan atau keterlibatan dalam kasus kriminal apapun”; dan 2. apabila pemohon memiliki catatan kepolisian dituliskan status hukum, jenis dan pasal tindak pidana yang dilakukan. c. mencantumkan pasfoto pemohon yang direkatkan pada bagian tengah bawah formulir skck; d. ditandatangani pejabat yang berwenang dan dibubuhi cap stempel dinas atau tanda tangan elektronik sebagai autentikasi; e. pada sudut kiri bawah formulir skck, mencantumkan tulisan “apabila di kemudian hari yang bersangkutan terlibat kejahatan/ pelanggaran, skck ini dinyatakan tidak berlaku”; dan f. dicetak dan diterbitkan paling lama 2 (dua) jam setelah berkas diterima secara lengkap dan dinyatakan memenuhi syarat.']", 668: "['(1) pencetakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf f, dibuat dalam rangkap 2 (dua), dengan ketentuan: a. 1 (satu) lembar asli untuk pemohon; dan b. 1 (satu) lembar untuk arsip.', '(2) pencetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan: a. ditulis dalam 2 (dua) bahasa yaitu bahasa indonesia dan bahasa inggris; b. pada kolom catatan kepolisian, mencantumkan: 1. apabila pemohon tidak ditemukan catatan kepolisian dituliskan “bahwa nama tersebut di atas tidak memiliki catatan atau keterlibatan dalam kasus kriminal apapun”; dan 2. apabila pemohon memiliki catatan kepolisian dituliskan status hukum, jenis dan pasal tindak pidana yang dilakukan. c. mencantumkan pasfoto pemohon yang direkatkan pada bagian tengah bawah formulir skck; d. ditandatangani pejabat yang berwenang dan dibubuhi cap stempel dinas atau tanda tangan elektronik sebagai autentikasi; e. pada sudut kiri bawah formulir skck, mencantumkan tulisan “apabila di kemudian hari yang bersangkutan terlibat kejahatan/ pelanggaran, skck ini dinyatakan tidak berlaku”; dan f. dicetak dan diterbitkan paling lama 2 (dua) jam setelah berkas diterima secara lengkap dan dinyatakan memenuhi syarat.']", 669: "['(1) penyerahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf g, dilakukan oleh petugas loket pelayanan skck kepada pemohon setelah pemohon menunjukkan bukti pembayaran biaya penerbitan skck.', '(2) skck sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diserahkan kepada pemohon dengan menandatangani tanda terima. 2023, no.802', '(3) dalam hal kepesertaan jkn masih dalam proses pengaktifan, skck sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan setelah pemohon menyerahkan tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat']", 670: "['(1) skck berlaku selama 6 (enam) bulan mulai tanggal penerbitan dan dapat diperpanjang sebelum habis masa berlakunya dengan melampirkan persyaratan administrasi sebagai berikut: a. fotokopi skck sebelumnya; dan b. pasfoto ukuran 4 (empat) x 6 (enam) cm (sentimeter) sebanyak 5 (lima) lembar.']"} |
Belakangan ini banyak diberitakan kasus tindak pidana anak seperti penganiayaan hingga mengakibatkan korban luka berat atau meninggal dunia, bullying, dan sebagainya. Sebenarnya, bagaimana jika anak di bawah umur melakukan tindak pidana? Akankah anak dipenjara? Mohon penjelasannya. Terima kasih. | ULASAN LENGKAP ketiga dari artikel dengan judul Apakah Anak Nakal Dapat Dijatuhi Hukuman Mati? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 03 April 2012, kemudian pertama kali dimutakhirkan oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. pada 29 Februari 2016, dan dimutakhirkan kedua kali oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 15 Maret 2023. . Hukuman Pidana untuk Anak Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda tentang hukuman pidana untuk anak di bawah umur, perlu diketahui, anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum , yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. [1] Kemudian menjawab pertanyaan Anda tentang bagaimana jika anak di bawah umur melakukan tindak pidana? Hal ini berkaitan dengan persoalan hukum pidana untuk anak apa saja? Dalam UU SPPA , dibedakan menjadi pidana pokok dan pidana tambahan sebagai berikut. Pidana pokok bagi anak terdiri atas: [2] pidana peringatan; pidana dengan syarat: pembinaan di luar lembaga; pelayanan masyarakat; atau pengawasan. pelatihan kerja; pembinaan dalam lembaga; dan penjara. Sedangkan pidana tambahan bagi anak terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat. Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental anak. [3] Patut Anda catat, tindak pidana anak apabila dalam hukum materiel diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. [4] Sebab, pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak . [5] Berdasarkan penjelasan di atas, sekaligus menjawab pertanyaan Anda yang lain, apakah anak yang melakukan tindak pidana boleh dipenjara? Jawabannya ya, hukuman pidana untuk anak berupa penjara dapat dijatuhkan kepada anak sebagai salah satu pidana pokok. Selanjutnya timbul pula pertanyaan berapa tahun anak bisa dipenjara? Hukuman pidana penjara anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) dapat dijatuhkan paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Sebagai informasi, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat . [6] Adapun anak yang telah menjalani 1/2 dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. [7] Mengingat pidana penjara anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir. [8] : Sistem Peradilan Pidana Anak serta Pendekatan Restoratif dan Diversi Lalu bagaimana dengan pertanyaan apakah anak bisa dikenakan hukuman mati? Jika tindak pidana anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, hukuman yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun. [9] Tindakan Selain pidana pokok atau pidana tambahan sebagai hukuman pidana anak di bawah umur, anak juga bisa dikenai tindakan , khususnya anak yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam UU Pidana Anak. [10] Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. [11] Apa saja tindakan yang dapat dikenakan kepada anak? Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi: [12] pengembalian kepada orang tua/wali; penyerahan kepada seseorang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab oleh hakim serta dipercaya oleh anak; perawatan di rumah sakit jiwa jika anak pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa; perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (“LPKS”); kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana, misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana. Ketentuan selengkapnya mengenai sanksi/hukuman pidana untuk anak dan tindakan dapat Anda temukan dalam Pasal 71 s.d. Pasal 83 UU Pidana Anak . : Ketentuan Terbaru Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil Contoh Putusan Kami mencontohkan putusan atas tindak pidana anak yang dilakukan terdakwa secara bersama-sama melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga yang mengakibatkan mati dan melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga. Kasus ini telah diputus dalam Putusan PN Medan No. 26/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn (hal. 48). Selanjutnya pada tingkat banding dan kasasi kembali menguatkan isi Putusan PN Medan No. 26/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn yang menjatuhkan pidana anak kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5 tahun di LPKA Medan serta menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalaninya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan (hal. 48). Sebagai informasi, pada tingkat kasasi melalui Putusan MA No. 844K/Pid.Sus/2015 , Mahkamah Agung telah memperhatikan Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP jo. Pasal 5 ayat (2) ke-1 UU Pidana Anak dan Pasal 44 ayat (1) PKDRT jo. Pasal 5 ayat (2) ke-1 UU Pidana Anak (hal. 72). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak . Putusan : Putusan Mahkamah Agung Nomor 844K/Pid.Sus/2015 . [1] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU Pidana Anak”) [2] Pasal 71 ayat (1) UU Pidana Anak [3] Pasal 71 ayat (2) UU Pidana Anak dan penjelasannya [4] Pasal 71 ayat (3) UU Pidana Anak [5] Pasal 71 ayat (4) UU Pidana Anak [6] Pasal 81 ayat (1) dan (2) UU Pidana Anak [7] Pasal 81 ayat (4) UU Pidana Anak [8] Pasal 81 ayat (5) UU Pidana Anak [9] Pasal 81 ayat (6) UU Pidana Anak [10] Pasal 69 UU Pidana Anak [11] Pasal 70 UU Pidana Anak [12] Pasal 82 ayat (1) UU Pidana Anak dan penjelasannya TAGS anak anak berhadapan dengan hukum hukum hukumonline klinik hukumonline pidana sistem peradilan pidana anak uu sppa | {671: '3. anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana', 672: "['(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.', '(2) pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.', '(3) apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.', '(4) pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.']", 673: 'Yang dimaksud dengan “kewajiban adat” adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental Anak.', 674: "['(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.', '(2) pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.', '(3) apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.', '(4) pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.']", 675: "['(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.', '(2) pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.', '(3) apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.', '(4) pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.']", 676: "['(1) anak dijatuhi pidana penjara di lpka apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.', '(2) pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.', '(3) pembinaan di lpka dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.', '(4) anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di lpka dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.', '(5) pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.']", 677: "['(1) anak dijatuhi pidana penjara di lpka apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.', '(2) pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.', '(3) pembinaan di lpka dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.', '(4) anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di lpka dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.', '(5) pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.']", 678: "['(1) anak dijatuhi pidana penjara di lpka apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.', '(2) pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.', '(3) pembinaan di lpka dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.', '(4) anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di lpka dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.', '(5) pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.']", 679: "['(1) anak dijatuhi pidana penjara di lpka apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.', '(2) pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.', '(3) pembinaan di lpka dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.', '(4) anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di lpka dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.', '(5) pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.']", 680: "['(1) anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam undang- undang ini.']", 681: 'pasal 70 ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. bagian kedua . . . bagian kedua pidana', 682: 'Huruf b Yang dimaksud dengan ”penyerahan kepada seseorang” adalah penyerahan kepada orang dewasa yang dinilai cakap, berkelakuan baik, dan bertanggung jawab, oleh Hakim serta dipercaya oleh Anak. Huruf c Tindakan ini diberikan kepada Anak yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa. ;Huruf g Yang dimaksud dengan ”perbaikan akibat tindak pidana” misalnya memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana.'} |
Kakak saya menemukan beberapa chat mencurigakan di WhatsApp ada beberapa bukti screen capture telah dihapus suaminya. Setelah bertengkar, kakak saya keluar dari rumah. Tidak lama ada notifikasi bahwa suami install tinder dan ada beberapa chat ke beberapa wanita dan mengajak bertemu. Linimasa pun mengarah ke hotel dan diskotik atau club malam. Apakah bukti-bukti tersebut bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai tindakan perselingkuhan dan perzinahan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Selingkuh via Telepon dan E-mail, Apa Bisa Dituntut? yang dibuat oleh Liza Elfitri, S.H., M.H. , dan pertama kali dipublikasikan pada 3 Juni 2013. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Definisi Selingkuh Definisi “selingkuh” berdasarkan KBBI adalah menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong; menggelapkan uang; korup; menyeleweng. Disarikan dari Bisakah Selingkuhan Suami yang Mengirim Foto Bugil Dipidana? , perselingkuhan dapat menjadi pemicu retaknya rumah tangga, jika perselingkuhan telah mengarah ke perbuatan zina, maka suami/istri yang melakukan zina serta selingkuhannya dapat dilaporkan oleh pasangan sahnya ke polisi atas dasar perbuatan perzinaan. Pidana Selingkuh dalam KUHP Terkait pidana selingkuh, KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026 mengatur secara khusus adanya sanksi hukum pidana suami selingkuh yang melakukan perzinaan dengan bunyi sebagai berikut. Pasal 284 ayat (1) dan (2) KUHP Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, 2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [2] Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Menurut hemat kami, untuk dapat dijerat dengan pidana selingkuh sebagaimana diatur dalam pasal ini, pasangan selingkuh tersebut harus sudah bersetubuh atau berhubungan badan (telah terjadi penetrasi alat kelamin). : Pidana Selingkuh Tanpa Bersetubuh bagi Pasangan, Adakah? Pembuktian Pidana Perselingkuhan Menjawab pertanyaan Anda, bukti beberapa chat ke beberapa wanita dan mengajak bertemu dan mengarah ke hotel dan diskotik atau club malam bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai tindakan perselingkuhan dan perzinahan. Akan tetapi, jika penerapan unsur pasal perselingkuhan yakni Pasal 284 ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 411 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 tidak terpenuhi, maka belum dapat dibuktikan sebagai tindak pidana perzinaan. Contoh Putusan Guna mempermudah pemahaman Anda, kami mencontohkan kasus serupa dalam Putusan PN Klaten No. 15/PID.B/2013/PN.KLT , bahwa perzinaan bisa dimulai dengan komunikasi via alat komunikasi. Dalam putusan ini, sebelum terdakwa dan saksi melakukan perzinaan, mereka terlebih dahulu berkomunikasi via telepon hingga akhirnya melakukan perzinaan. Dengan begitu dapat kami simpulkan bahwa bukti beberapa chat ke beberapa wanita dan mengajak bertemu dan mengarah ke hotel dan diskotik atau club malam bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai bukti awal tindakan perselingkuhan dan perzinaan, karena komunikasi tersebut bisa mengarahkan kepada perzinaan. Akan tetapi untuk membuktikan terjadinya perzinaan, maka dibutuhkan bukti lain yang benar menyatakan telah terjadi persetubuhan sebagaimana unsur pasal yang dimuat di Pasal 284 ayat (1) dan (2) KUHP. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor 15/PID.B/2013/PN.KLT . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; KBBI , yang diakses pada 24 April 2024, pukul 13.43 WITA. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 TAGS kuhp zina selingkuh perzinaan | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Sepengetahuan saya, Pasal 310 KUHP diubah oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023. Lantas, apa bunyi Pasal 310 KUHP pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023? Pasal 310 KUHP tentang apa? Apakah Pasal 310 KUHP mengatur tentang pencemaran nama baik? Jika benar, apa isi Pasal 310 KUHP pasca putusan MK? | ULASAN LENGKAP dengan judul Bunyi Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik yang dipublikasikan pertama kali pada 29 Januari 2024. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 310 KUHP sebelum Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Secara historis, tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dengan bunyi sebagai berikut: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta . [1] Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta . [2] Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Bunyi Pasal 310 KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Sebagai informasi, dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 . Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai (hal. 358): Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan , yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Unsur-unsur Pasal 310 KUHP Kemudian, pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023, dapat kami simpulkan bahwa Pasal 310 ayat (1) KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut: barang siapa; dengan sengaja; menyerang kehormatan atau nama baik seseorang; dengan menuduhkan sesuatu hal; dengan cara lisan; yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum. Lebih lanjut, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) menjelaskan mengenai Pasal 310 KUHP, terkait definisi “menghina” adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Lalu, yang diserang ini biasanya merasa malu. Sedangkan “kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang nama baik, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksual atau kehormatan yang dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Sedangkan menurut Oemar Seno Adji dalam bukunya Perkembangan Delik Pers di Indonesia (hal. 36) perbuatan pencemaran nama baik adalah suatu tindakan dengan maksud menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang dikenal dengan istilah aanranding of goede naam. Isi dan Penjelasan Pasal 433 UU 1/2023 Kemudian, pasal pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [3] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi: Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta . [4] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta . [5] Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Adapun menurut Penjelasan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023 , sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu tindak pidana. Objek tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal ini adalah orang perseorangan. Sedangkan, penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini. Patut dicatat, baik tindak pidana Pasal 310 KUHP maupun Pasal 433 UU 1/2023 tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari korban tindak pidana. [6] Pertimbangan MK dalam Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Lebih lanjut, berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 356), setelah dicermati materi muatan dari ketentuan Pasal 433 UU 1/2023, menurut Mahkamah, terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023, yakni dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan “ dengan lisan ” dimana unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Oleh karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan “dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP. Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas. Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. : Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 . Referensi : Oemar Seno Adji. Perkembangan Delik Pers di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 1990; Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali [2] Pasal 3 Perma 2/2012 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [6] Pasal 319 KUHP dan Pasal 440 UU 1/2023 TAGS kuhp pencemaran nama baik penghinaan | {129: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 683: 'pasal 319 setiap orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan listrik atau mengakibatkan fungsi bangunan tersebut terganggu, atau menggagalkan atau mempersulit usaha penyelamatan atau perbaikan bangunan tersebut, dipidana dengan: a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori v, jika perbuatan tersebut mengakibatkan rintangan atau kesulitan dalam mengalirkan tenaga listrik untuk kepentingan umum; b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya umum bagi orang atau barang; c. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat; atau d. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.'} |
Saya punya pertanyaan, unsur apa yang harus terpenuhi sehingga perkara wanprestasi bisa dilaporkan pidana penipuan? Apakah kasus wanprestasi bisa dilaporkan jadi tindak penipuan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Alfin Sulaiman, S.H., M.H. dari DPC Peradi Jakarta Selatan dan dipublikasikan pada 24 Juni 2011. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pengertian Wanprestasi Sebelum menjawab pertanyaan Anda, mari kita simak terlebih dahulu definisi wanprestasi dan penipuan. Pada dasarnya, wanprestasi sering dikaitkan dengan permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian/perikatan dalam ranah hukum perdata. Wanprestasi adalah perbuatan seseorang yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. [1] Adapun secara yuridis, pengertian dari wanprestasi dapat ditemukan dalam Pasal 1243 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. Melalui isi pasal tersebut, terdapat 3 unsur wanprestasi, yaitu: ada perjanjian; ada pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian; dan telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak melaksanakan isi perjanjian. Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum , hal yang dapat menyebabkan timbulnya wanprestasi adalah karena adanya cidera janji dalam perjanjian yang menyebabkan salah satu pihak ingkar akan janjinya atau melanggar janji. Maka, pihak yang cidera janji harus bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan. Adapun tindakan debitur yang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi di antaranya: [2] tidak memenuhi prestasi yang telah diperjanjikan; memenuhi prestasi dengan tidak sebagaimana semestinya; memenuhi prestasi tidak sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan dan melakukan hal yang dilarang menurut kontrak yang disepakati. Selengkapnya mengenai wanprestasi dapat Anda baca pada Bunyi Pasal 1243 KUH Perdata tentang Wanprestasi . Pengertian Penipuan dan Dasar Hukumnya Selanjutnya, penipuan merupakan suatu tindak pidana dan masuk ke dalam ranah hukum pidana. Penipuan adalah tindakan apabila ada keterangan yang tidak benar (palsu) disertai kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada rangkaian kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya. Dalam hal ini, pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang. [3] Tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [4] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 378 KUHP Pasal 492 UU 1/2023 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [5] Menurut R. Sugandhi dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya (hal. 396-397), unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Kemudian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 261) menjelaskan bahwa kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya: membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang; maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong. Selanjutnya menurut hemat kami, unsur poin nomor 3 di atas dapat diartikan sebagai “dengan menggunakan salah satu upaya atau cara penipuan”. Cara penipuan adalah unsur pokok delik yang harus dipenuhi untuk mengkategorikan suatu perbuatan dikatakan sebagai penipuan. Hal tersebut nampak dalam Yurisprudensi MA No. 1601.K/Pid/1990 yang berbunyi: Unsur pokok delict penipuan (ex Pasal 378 KUHP) adalah terletak pada cara/upaya yang telah digunakan oleh si pelaku delict untuk menggerakan orang lain agar menyerahkan sesuatu barang. : Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan Menjawab pertanyaan Anda, apakah kasus wanprestasi bisa dilaporkan jadi kasus penipuan? Sebagaimana telah dijelaskan, secara yuridis, wanprestasi dan penipuan adalah dua hal yang berbeda. Kemudian, dalam Yurisprudensi MA No. 4/Yur/Pid/2018 terdapat kaidah hukum yang berbunyi: Para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah perdata, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan iktikad buruk/tidak baik. Dalam yurisprudensi tersebut, Mahkamah Agung menjelaskan bahwa seseorang yang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian, dimana perjanjian tersebut dibuat secara sah dan tidak didasari iktikad buruk, maka perbuatan tersebut bukan penipuan, namun masalah keperdataan. Sehingga, orang tersebut harus dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum. Namun demikian, sebagaimana dijelaskan dalam Apakah Wanprestasi Sama dengan Penipuan? , tidak semua perbuatan tidak melaksanakan kewajiban perjanjian tidak dapat dipandang sebagai penipuan. Apabila perjanjian tersebut didasari iktikad buruk/tidak baik, niat jahat untuk merugikan orang lain, maka perbuatan tersebut bukan merupakan wanprestasi, tetapi tindak pidana penipuan. Oleh karena itu, untuk dapat menilai apakah suatu wanprestasi termasuk sebagai penipuan atau masalah keperdataan, maka harus dilihat apakah perjanjian tersebut didasari atas iktikad buruk/tidak baik atau tidak . Selain itu, unsur yang harus dipenuhi apabila perkara perdata berupa wanprestasi dilaporkan sebagai tindak pidana penipuan adalah apabila perjanjian telah dibuat dengan memakai nama palsu, martabat palsu/keadaan palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan . Contoh Kasus Untuk mempermudah pemahaman Anda, berikut kami berikan contoh kasus dalam Yurisprudensi MA No. 133 K/Kr/1973 . Dalam yurisprudensi tersebut, pihak A memberikan pinjaman dana kepada B, kemudian B akan melakukan pengembalian dana berikut bunganya dengan menerbitkan cek dengan tanggal yang telah disepakati antara A dan B. Apabila B menerbitkan cek yang disadari olehnya bahwa cek tersebut tidak akan pernah ada dananya, padahal dia telah menjanjikan kepada A bahwa cek tersebut ada dananya, maka perbuatan B dapat dikategorikan sebagai perbuatan penipuan dengan cara tipu muslihat. Hal ini dapat dikecualikan apabila B tahu cek tersebut memang ada dananya pada saat diterbitkan, namun, jika saat tanggal jatuh tempo dananya tidak ada, maka perbuatan B baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi murni. Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 133 K/Kr/1973; Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1601.K/Pid/1990; Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pid/2018 . Referensi : Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa . Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1986; R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya . Surabaya: Usaha Nasional. 1980; Subekti. Hukum Perjanjian . Jakarta: Intermassa, 1996. [1] Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa . Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022, hal. 60 [2] Subekti. Hukum Perjanjian . Jakarta: Intermassa, 1996, hal. 45 [3] Agoes Parera. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Polis Akibat Wanprestasi terkait dengan Perjanjian Baku dalam Polis Asuransi Jiwa . Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2022, hal. 144 [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [5] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS wanprestasi penipuan tindak pidana | {684: 'Wanprestasi adalah perbuatan seseorang yang tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.', 685: 'Adapun tindakan debitur yang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi di antaranya:', 686: 'Dalam hal ini, pihak tersebut bertindak secara aktif untuk menjerumuskan seseorang.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Belakangan ini viral seorang pendeta kembali dipolisikan terkait dugaan penistaan agama yang dilakukan ketika khotbah melalui video. Viralnya video khotbah tersebut membuat pendeta kembali menyampaikan permintaan maaf atas ucapannya. Selain itu di Indonesia, ada juga kasus TikToker yang jadi tersangka penistaan agama. Konten penistaan agama tersebut juga diunggah TikToker dalam akun media sosialnya.
� | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Delik Penghinaan Terhadap Agama yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. , dan pertama kali dipublikasikan pada 28 Maret 2011, dan dimutakhirkan oleh Donny P. Manullang, S.H. pada 20 November 2023. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Agama yang Diakui di Indonesia Penghinaan , yang juga biasa disebut dengan penodaan atau penistaan terhadap agama adalah tindakan dengan maksud menjelekkan, menghina, mengotori, memperlakukan tidak dengan hormat sebagaimana mestinya terhadap suatu agama, tokoh-tokoh agama, simbolnya, ajarannya, ritusnya, ibadatnya, rumah ibadahnya, dan sebagainya dari suatu agama yang diakui secara sah di Indonesia. Penodaan agama juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang merendahkan, menghina, melecehkan, menyebutkan atau melakukan suatu ajaran agama tertentu yang tidak sesuai dengan ajaran agama tersebut. Salah satu bentuk delik penodaan agama adalah penghinaan terhadap Tuhan ( blasphemy atau godslastering ) dalam bentuk melukai, merusak, mencemarkan reputasi/ nama baik Tuhan. [1] Sebagai contoh, berikut adalah beberapa perbuatan yang termasuk penistaan agama: [2] Penistaan agama secara verbal , misalnya mengolok-olok, menyindir, menuduh, mengejek, menghina, dan candaan yang tidak pantas terhadap agama tertentu. Penistaan agama secara non-verbal , yaitu penistaaan agama yang dilakukan tidak menggunakan ucapan baik lisan maupun tulisan. Jenis penistaan ini menggunakan tindakan, perilaku, atau pandangan, contohnya membakar kitab suci terang-terangan, memasukan kitab suci ke dalam kloset, dan perbuatan penistaan lainnya. Selain itu penistaan jenis ini dapat dilakukan dengan body language atau bahasa tubuh yang bertujuan mencela atau mencemooh ajaran atau simbol agama tertentu. Adapun, agama yang diakui berdasarkan Penjelasan Pasal 1 Penpres 1/1965 atau lazim disebut dengan UU 1/PNPS/1965 sebagaimana dikuatkan dalam Putusan MK No. 140/PUU-VII/2009 yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Khong Hu Cu ( Confucius ). Namun demikian, lebih lanjut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 bahwa tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya Yahudi, Zarazustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama lain tersebut mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 , dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Delik Penistaan Agama dalam UU 1/PNPS/1965 Menjawab pertanyaan Anda mengenai menghina agama kena pasal berapa? Perlu diketahui bahwa aturan penghinaan atau penistaan agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri agama, menteri/jaksa agung, dan menteri dalam negeri. [3] Jika pelanggaran Pasal 1 UU 1/PNPS/1965 dilakukan oleh organisasi atau aliran kepercayaan, maka presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi/aliran kepercayaan tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, setelah mendapat pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung, dan menteri dalam negeri. [4] Namun, apabila telah dilakukan tindakan oleh 3 menteri atau oleh presiden, organisasi/aliran kepercayaan masih terus melanggar ketentuan Pasal 1 UU 1/PNPS/1965, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun. [5] Delik Penistaan Agama dalam KUHP Selanjutnya dari ketentuan Pasal 4 UU 1/PNPS/1965 , lahirlah penambahan pasal pada Pasal 156a KUHP yang berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hingga saat ini, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP di atas. Tidak hanya itu, KUHP juga mengatur pasal-pasal yang masih berkaitan tentang delik terhadap kehidupan beragama sebagaimana diatur dalam Pasal 175 , Pasal 176 , Pasal 177 , dan Pasal 503 KUHP . Sementara itu, dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [6] yaitu tahun 2026, terdapat beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku penistaan agama, salah satunya diatur dalam Pasal 304 UU 1/2023 sebagaimana berikut: Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap orang yang sedang menjalankan atau memimpin penyelenggaraan ibadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III. Sebagai informasi, pidana denda paling banyak kategori III adalah maksimal Rp50 juta. [7] Selain itu delik-delik yang berhubungan dengan kehidupan beragama juga diatur dalam Pasal 302 , Pasal 303 , dan Pasal 305 UU 1/2023 . Delik Penistaan Agama dalam UU ITE 2024 Selain dalam KUHP, delik penghinaan terhadap agama juga diatur dalam UU 1/2024 sebagai perubahan kedua UU ITE . Berdasarkan pertanyaan Anda, kami kurang memiliki informasi mengenai bagaimana bentuk penistaan agama yang dilakukan oleh pendeta maupun influencer TikTok tersebut. Namun, kami asumsikan perbuatannya berkaitan dengan menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (“SARA”) melalui media elektronik. Pada dasarnya, perbuatan tersebut dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik. Kemudian, orang yang melanggar Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024 . Penjelasan selengkapnya mengenai Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 dapat Anda baca pada artikel Pasal 28 ayat (2) UU ITE 2024 yang Menjerat Penyebar Kebencian SARA . Lebih lanjut, perlu diperhatikan dalam Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 28 ayat (2) UU ITE sebelum diubah dengan Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 , bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE motifnya membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA . Aparat penegak hukum harus membuktikan motif membangkitkan yang ditandai dengan adanya konten mengajak, mempengaruhi, menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian, dan/atau permusuhan (hal. 17 – 19). Adapun penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu atau kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan ada upaya melakukan ajakan, mempengaruhi, dan/atau menggerakkan masyarakat, menghasut/mengadu domba untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan isu sentimen perbedaan SARA (hal. 19). Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama ; Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 . Referensi : Muhammad Hatta (et.al). Kejahatan Penistaan Agama dan Konsekuensi Hukumnya. Al’ Adl: Jurnal Hukum, Universitas Islam Kalimantan, Vol. 13, No. 2, 2021; Yaya Mulya Mantri. Kasus Penistaan Agama pada Berbagai Era dan Media di Indonesia. Definisi: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora, Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. 1, No. 3, 2022. [1] Muhammad Hatta (et.al). Kejahatan Penistaan Agama dan Konsekuensi Hukumnya. Al’ Adl: Jurnal Hukum, Universitas Islam Kalimantan, Vol. 13, No. 2, 2021, hal. 354 [2] Yaya Mulya Mantri. Kasus Penistaan Agama pada Berbagai Era dan Media di Indonesia. Definisi: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora, Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Vol. 1, No. 3, 2022, hal. 125 [3] Pasal 2 ayat (1) Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (“UU 1/PNPS/1965”) [4] Pasal 2 ayat (2) UU 1/PNPS/1965 [5] Pasal 3 UU 1/PNPS/1965 [6] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [7] Pasal 79 ayat (1) huruf 3 UU 1/2023 TAGS pidana agama penghinaan | {687: 'Salah satu bentuk delik penodaan agama adalah penghinaan terhadap Tuhan (blasphemy atau godslastering) dalam bentuk melukai, merusak, mencemarkan reputasi/ nama baik Tuhan.', 688: '[1] Sebagai contoh, berikut adalah beberapa perbuatan yang termasuk penistaan agama:', 689: 'pasal 2 … pasal 2 . daerah hukum pengadilan tinggi tersebut pada pasal 1 meliputi daerah hukum semua pengadilan negeri dalam daerah- daerah tingkat i bali, nusa tenggara barat dan nusa tenggara timur.', 690: 'pasal 2 … pasal 2 . daerah hukum pengadilan tinggi tersebut pada pasal 1 meliputi daerah hukum semua pengadilan negeri dalam daerah- daerah tingkat i bali, nusa tenggara barat dan nusa tenggara timur.', 691: 'pasal 3 . daerah hukum pengadilan tinggi di makasar dikurangi dengan daerah hukum semua pengadilan negeri dalam daerah tingkat i bali, daerah tingkat i nusa tenggara barat dan daerah tingkat i nusa tenggara timur. peraturan peralihan.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 692: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Bagaimana formulasi hukum pidana bagi notaris yang memalsukan akta autentik? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Jerat Hukum bagi Notaris yang Memalsukan Akta Autentik yang dibuat pertama kali oleh Abi Jam’an Kurnia, S.H. pada 11 Februari 2019. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Notaris dan Akta Autentik Pada dasarnya perlu diketahui apa itu pengertian dari profesi notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 2/2014 yang didefinisikan sebagai berikut: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Adapun yang dimaksud dengan akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UU Jabatan Notaris dan perubahannya. [1] Selain akta notaris, dalam UU Jabatan Notaris ini dikenal istilah minuta akta, yaitu asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris. [2] Sedangkan yang dimaksud dengan protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. [3] Sanksi Menurut UU Jabatan Notaris Perlu dipahami bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf b UU 2/2014 , dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris. Adapun kewajiban ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya. [4] Apabila notaris melanggar kewajiban untuk menjaga keauntentikan akta tersebut, maka notaris tersebut dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran berat dan oleh karena itu dapat dikenai sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas usul Majelis Pengawas Pusat. [5] Sanksi Pemalsuan Akta Autentik dalam KUHP Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Waspadai Tuntutan Pidana yang Mungkin Dihadapi Notaris dalam Bertugas , dalam menjalankan tugasnya, notaris memiliki berbagai potensi pemidanaan yang mungkin menjeratnya, salah satunya adalah berkaitan dengan pemalsuan surat. Adapun pidana pemalsuan surat diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [6] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 264 KUHP Pasal 392 UU 1/2023 Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakukan terhadap: akta-akta otentik; surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dan suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap: akta autentik; surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum; saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan; talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu surat yang dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut; surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan; surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang menggunakan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana sama pada ayat (1). Mengenai hal ini R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 197) menjelaskan Pasal 264 ayat (1) KUHP atau Pasal 392 UU 1/2023 sebagai berikut: Bahwa sudah barang tentu perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini harus memuat segala elemen-elemen atau syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 263 dan selain dari pada itu ditambah dengan syarat, bahwa surat yang dipalsukan itu terdiri dari surat authentik dsb. yang tersebut berturut-turut pada sub 1 s/d 5 dalam pasal ini, surat-surat mana bersifat umum dan harus tetap mendapat kepercayaan dari umum. Memalsukan surat semacam itu berarti membahayakan kepercayaan umum, sehingga menurut pasal ini diancam hukuman yang lebih berat dari pada pemalsuan surat biasa. Adapun masih dalam bukunya R. Soesilo menjelaskan mengenai akta autentik adalah akta yang dibuat di hadapan seorang pegawai negeri umum yang berhak untuk itu, biasanya notaris, pegawai pencatatan jiwa dan sebagainya . [7] : Unsur Pidana dan Bentuk Pemalsuan Dokumen Sebagai informasi tambahan, Notaris juga dapat diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih . [8] Contoh Kasus Sebagai contoh kasus dapat dilihat dalam Putusan PN Lhokseumawe 40/Pid.B/2013/PN-LSM yang membahas mengenai pembuatan minuta akta yang mana terdakwa (notaris) melakukan pemalsuan isi surat/akta yang tidak sesuai sebagaimana kebenarannya, dengan cara menyebutkan nama seseorang sebagai salah satu orang yang menghadap di hadapan terdakwa, padahal orang tersebut sebagaimana tertuang di dalam akta notaris yang dibuat terdakwa, tidak pernah menghadap untuk pembuatan akta karena sedang berada di luar Aceh. Atas perbuatan tersebut, majelis hakim mengabulkan tuntutan penuntut umum yang didasarkan dengan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam amarnya, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Akta Otentik” dan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (bulan) serta hakim memerintahkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris . Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 40/Pid.B/2013/PN-LSM . [1] Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU 2/2014”) [2] Pasal 1 angka 8 UU 2/2014 [3] Pasal 1 angka 13 UU 2/2014 [4] Penjelasan Pasal 16 ayat (1) huruf b UU 2/2014 [5] Pasal 16 ayat (11) huruf d UU 2/2014 jo. Pasal 12 huruf d dan Penjelasan Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”) [6] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [7] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991, hal. 197 [8] Pasal 13 UU Jabatan Notaris jo . Pasal 1 angka 14 UU 2/2014 TAGS akta otentik akta autentik notaris pemalsuan surat | {705: '7. akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini', 706: '8. minuta akta adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris', 707: '13. protokol notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.', 708: 'Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga keautentikan suatu Akta dengan menyimpan Akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.', 709: '[\'(1) dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib: a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris; c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta; d. mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta; e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; j. mengirimkan . . . j. mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; dan n. menerima magang calon notaris.\', \'(2) kewajiban menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta in originali.\', \'(3) akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. akta penawaran pembayaran tunai; c. akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. akta kuasa; e. akta keterangan kepemilikan; dan f. akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.\', \'(4) akta . . . (4) akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua".\', \'(5) akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.\', \'(6) bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan peraturan menteri.\', \'(7) pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan notaris.\', \'(8) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala akta, komparasi, penjelasan pokok akta secara singkat dan jelas, serta penutup akta.\', \'(9) jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.\', \'(10) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.\', \'(11) notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat.\', \'(12) selain . . . (12) selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris.\']', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 710: 'Soesilo menjelaskan mengenai akta autentik adalah akta yang dibuat di hadapan seorang pegawai negeri umum yang berhak untuk itu, biasanya notaris, pegawai pencatatan jiwa dan sebagainya.', 711: 'Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. '} |
Apakah narapidana bawa handphone ke lapas melanggar hukum? Adakah aturan yang mengatur penggunaan handphone dalam lapas? Dalam kasus yang saya alami, ada narapidana yang meneror saya di media sosial dan menyebar foto yang tidak pantas dan tidak layak. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Rano William Stefano Tewu, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan dipublikasikan pada 8 Juli 2019. . Larangan Penggunaan Handphone oleh Napi Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan. [1] Sedangkan lembaga pemasyarakatan (“lapas”) adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pembinaan terhadap narapidana. [2] Dari pengertian narapidana dan lapas di atas, artinya, setiap orang yang ditempatkan di lapas telah selesai menjalani proses hukum melalui persidangan di pengadilan dan kini sedang menjalani masa hukumannya berupa pidana hilang kemerdekaan . Pidana hilang kemerdekaan tersebut berarti para narapidana di dalam lapas tidak mempunyai kehidupan bebas selayaknya setiap orang yang berada di luar lapas. Untuk menjamin terselenggaranya kehidupan di lapas, terdapat tata tertib yang wajib dipatuhi oleh narapidana dalam menjalani masa pemidanaan, termasuk pula mekanisme penjatuhan hukuman disiplin bagi yang melanggar tata tertib tersebut sebagaimana diatur dalam Permenkumham 8/2024 . Sesuai dengan pertanyaan yang Anda ajukan, larangan menggunakan alat elektronik berupa handphone diatur dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b jo. Pasal 26 huruf i Permenkumham 8/2024 yang melarang narapidana dan tahanan memiliki , membawa , atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik . Dengan pengaturan di atas, jelas bahwa setiap narapidana tidak diperkenankan untuk memiliki , membawa , dan menggunakan telepon genggam ( handphone ) . Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap setiap narapidana yang diketahui memiliki, membawa, dan/atau menggunakan handphone diatur dalam Pasal 46 ayat (3) huruf f Permenkumham 8/2024 , yaitu penjatuhan sanksi tingkat berat . Sanksi tingkat berat tersebut meliputi: [3] penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 hari; atau penundaan atau pembatasan hak bersyarat. Namun, perlu dicatat bahwa penjatuhan sanksi tingkat berat tidak diberikan kepada tahanan dan narapidana dalam fungsi reproduksi . [4] Apabila Anda mengetahui adanya Narapidana yang menggunakan handphone di dalam lapas, Anda dapat membuat laporan yang ditujukan kepada Kepala Satker Pemasyarakatan melalui Petugas Pemasyarakatan . Karena pada dasarnya, penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pada Satker Pemasyarakatan dilaksanakan oleh Kepala Satker Pemasyarakatan melalui Petugas Pemasyarakatan. [5] Selain itu, pelaksanaan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pada Satker Pemasyarakatan oleh Kepala Satker Pemasyarakatan memiliki ruang lingkup salah satunya pengamanan pada rumah tahanan (“rutan”) dan lapas. [6] Selanjutnya, setelah laporan atas dugaan pelanggaran diselidiki dan apabila laporan tersebut terbukti, maka narapidana yang bersangkutan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (5) Permenkumham 8/2024. Menyambung pertanyaan Anda terkait teror yang dilakukan narapidana melalui media sosial, apabila Anda mengetahui adanya narapidana yang melakukan teror atau mengirimkan/menyebarkan gambar yang tidak pantas melalui handphone , maka Anda dapat membuat laporan polisi ke Kantor Kepolisian setempat atas dugaan tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dengan membawa bukti permulaan yang cukup. Mengenai cara melapor tindak pidana ke polisi dapat Anda simak pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . : Perlindungan Terhadap Napi Korban Bullying di Lapas Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan ; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Pada Satuan Kerja Pemasyarakatan . [1] Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (“UU Pemasyarakatan”) [2] Pasal 1 angka 18 UU Pemasyarakatan [3] Pasal 45 ayat (5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Pada Satuan Kerja Pemasyarakatan (“Permenkumham 8/2024”) [4] Pasal 45 ayat (6) Permenkumham 8/2024 [5] Pasal 4 ayat (1) Permenkumham 8/2024 [6] Pasal 4 ayat (4) huruf a Permenkumham 8/2024 TAGS penjara narapidana rutan tahanan handphone lapas lembaga pemasyarakatan | {693: '6. narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan', 694: '18. lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pembinaan terhadap narapidana.', 712: "['(1) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) huruf d diberikan kepada tahanan dan narapidana yang berdasarkan hasil investigasi dan reka ulang terbukti melanggar ketentuan tata tertib.', '(2) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. sanksi tingkat ringan; b. sanksi tingkat sedang; dan c. sanksi tingkat berat.', '(3) sanksi tingkat ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. memberikan peringatan secara lisan; atau b. memberikan peringatan secara tertulis.', '(4) sanksi tingkat sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi menunda atau meniadakan kunjungan.', '(5) sanksi tingkat berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 (dua belas) hari; atau b. penundaan atau pembatasan hak bersyarat.']", 704: "['(1) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) huruf d diberikan kepada tahanan dan narapidana yang berdasarkan hasil investigasi dan reka ulang terbukti melanggar ketentuan tata tertib.', '(2) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. sanksi tingkat ringan; b. sanksi tingkat sedang; dan c. sanksi tingkat berat.', '(3) sanksi tingkat ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. memberikan peringatan secara lisan; atau b. memberikan peringatan secara tertulis.', '(4) sanksi tingkat sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi menunda atau meniadakan kunjungan.', '(5) sanksi tingkat berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 (dua belas) hari; atau b. penundaan atau pembatasan hak bersyarat.']", 713: '(1) Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pada Satker Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Kepala Satker Pemasyarakatan melalui Petugas Pemasyarakatan.', 714: '(4) Pelaksanaan penyelenggaraan keamanan dan ketertiban pada Satker Pemasyarakatan oleh Kepala Satker Pemasyarakatan memiliki ruang lingkup: a. pengamanan pada Rutan dan Lapas;'} |
Apakah ada dasar hukum penjaga rutan bisa melakukan tindak penyiksaan terhadap tahanan? Kasusnya abang saya dituduh melakukan pencurian uang di m-banking tahanan lainnya yang satu sel dengan abang saya, sedangkan dalam satu sel itu terdapat beberapa tahanan, dan abang saya disiksa oleh penjaga tahanan untuk mengakui bahwa dia yang melakukan pencurian itu. Dan yang membuat saya makin bingung kenapa tahanan yang menuduh abang saya ini bisa menggunakan handphone di dalam penjara? Mohon penjelasannya apakah yang dilakukan penjaga tahanan ini tidak bertentangan dengan undang-undang? Dan apakah diperbolehkan seorang narapidana menggunakan handphone di dalam penjara? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Sanksi Penjaga Rutan yang Menyiksa Tahanan yang dibuat oleh Theo Evander, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan dipublikasikan pada 31 Januari 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pelanggaran Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan Penjaga rumah tahanan negara (“rutan”) atau biasa disebut sebagai petugas rutan, memiliki tugas dan fungsi yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 PP 58/1999 sebagai berikut: Petugas RUTAN/Cabang Rutan adalah Petugas Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan perawatan terhadap tahanan di RUTAN/Cabang Rutan. Pegawai pemasyarakatan atau penjaga rutan sesungguhnya melakukan tugas dan fungsinya untuk melakukan pelayananan, pembinaan terhadap warga binaan rutan/pemasyarakatan sehingga tidak ada ketentuan hukum yang memperbolehkan oknum tersebut melakukan hal di luar dari pedoman dalam menjalankan profesinya , khususnya melakukan tindak pidana kekerasan secara fisik . Hal ini diatur secara khusus dalam Pasal 4 Permenkumham 16/2011 yang berbunyi: 1. Setiap Pegawai Pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas kedinasan dan pergaulan hidup sehari-hari wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam: a. Berorganisasi; b. Melakukan pelayanan terhadap masyarakat; c. Melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan; d. Melakukan pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan; e. Melakukan hubungan dengan aparat hukum lainnya; dan f. Kehidupan bermasyarakat, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. 2. Setiap Pegawai Pemasyarakatan wajib mematuhi, mentaati, dan melaksanakan etika sebagaimana diatur pada ayat (1). Lebih lanjut, dijelaskan juga dalam Pasal 7 huruf a Permenkumham 16/2011 , bahwa yang dimaksud dengan etika pegawai pemasyarakatan dalam melakukan pelayanan, pembinaan, dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan, yaitu: Menghormati harkat dan martabat Warga Binaan Pemasyarakatan, meliputi: menghormati hak Warga Binaan Pemasyarakatan; menjauhkan diri dari segala bentuk tindak kekerasan dan pelecehan ; menghormati dan menjaga kerahasiaan Warga Binaan Pemasyarakatan; dan selalu ramah dan sopan dalam berinteraksi dengan Warga Binaan Pemasyarakatan. Sedangkan sanksi etik bagi oknum pegawai pemasyarakatan yang diduga melakukan pelanggaran kode etik diatur dalam Pasal 25 Permenkumham 16/2011 , yaitu: 1. Pegawai pemasyarakatan yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral. 2. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. 3. Sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. pernyataan secara tertutup; atau b. pernyataan secara terbuka. 4. Dalam hal pegawai pemasyarakatan dikenai sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disebutkan kode etik yang dilanggar oleh Pegawai Pemasyarakatan tersebut. 5. Pejabat Pembina Kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mendelegasikan wewenang kepada pejabat lain di lingkungannya sampai dengan pangkat paling rendah pejabat struktural eselon IV sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena telah kami sebutkan di awal bahwa penjaga rutan juga merupakan petugas pemasyarakatan, maka menurut hemat kami sanksi di atas dapat dikenakan kepada penjaga rutan yang melakukan kekerasan terhadap tahanan. : Perbedaan Rutan dan Lapas dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia Sanksi Pidana Penjaga Rutan yang Melakukan Penyiksaan Fisik Selain sanksi etik, pada dasarnya, seseorang yang melakukan kekerasan dapat dijerat pasal penganiayaan . Jika penganiayaan menyebabkan luka berat dan mati , maka pelaku dapat dijerat Pasal 351 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 466 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 351 KUHP Pasal 466 UU 1/2023 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [2] Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat , yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika mengakibatkan mati , diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [3] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan. Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Unsur-unsur dan penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana penganiayaan berat dapat Anda baca dalam artikel Ini Bunyi Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan . Sebagai informasi, jika tindak pidana merupakan penganiayaan ringan , maka pelaku dapat dijerat Pasal 352 KUHP atau Pasal 471 UU 1/2023 . Pada intinya, tindak pidana disebut penganiayaan ringan karena penganiayaan ini tidak menyebabkan luka atau penyakit dan tidak menyebabkan korban tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-harinya. Pasal 352 KUHP Pasal 471 UU 1/2023 Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan , dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta. [4] Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencaharian, dipidana karena penganiayaan ringan , dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [5] Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya, pidananya dapat ditambah 1/3. Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Penjelasan mengenai pasal penganiayaan ringan beserta unsur-unsurnya, dapat Anda temukan di Begini Bunyi Pasal 352 KUHP tentang Penganiayaan Ringan . Dengan demikian, apabila abang Anda telah mengalami penganiayaan oleh petugas rutan, kami menyarankan agar abang Anda segera membuat pengaduan kepada pejabat rutan yang berwenang dalam melakukan pengawasan. Selain itu, Anda dapat segera melaporkan ke Kepolisian terkait adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang oknum petugas rutan. Selanjutnya mengenai cara melapor tindak pidana ke polisi dapat Anda baca di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Larangan Tahanan Membawa Handphone Menjawab pertanyaan Anda berikutnya, pada dasarnya, setiap tahanan yang berada di lingkungan rutan memiliki kewajiban dan larangan . [6] Salah satu larangannya adalah tahanan dilarang memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik . [7] Sehingga, tahanan dilarang untuk memiliki dan menggunakan handphone . Kemudian, tahanan yang memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik berpotensi dijatuhi sanksi tingkat berat , [8] berupa: [9] penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 hari; atau penundaan atau pembatasan hak bersyarat. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan ; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-16.KP.05.02 Tahun 2011 tentang Kode Etik Pegawai Pemasyarakatan ; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Pada Satuan Kerja Pemasyarakatan ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan 1.000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [4] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dilipatgandakan 1.000 kali [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [6] Pasal 24 ayat 2 huruf b Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban Pada Satuan Kerja Pemasyarakatan (“Permenkumham 8/2024”) [7] Pasal 26 huruf i Permenkumham 8/2024 [8] Pasal 46 ayat (3) huruf f Permenkumham 8/2024 [9] Pasal 45 ayat (5) Permenkumham 8/2024 TAGS kuhp pemasyarakatan pidana penganiayaan tahanan rumah tahanan | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 715: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 716: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 717: "['(1) pelaksanaan tata tertib sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf b merupakan upaya untuk menciptakan kondisi patuh terhadap peraturan tata tertib.']", 718: 'pasal 26 larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) huruf b meliputi: a. tidak melaksanakan program pelayanan atau pembinaan; b. mempunyai hubungan keuangan dengan tahanan dan narapidana lain maupun dengan petugas pemasyarakatan; c. mengancam, menyerang, atau melakukan penyerangan terhadap petugas pemasyarakatan atau sesama tahanan dan narapidana; d. memasuki steril area atau tempat tertentu yang ditetapkan tanpa izin dari petugas pemasyarakatan; e. membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang berharga lainnya; f. membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya; g. merusak fasilitas rutan dan lapas; h. mengancam, memprovokasi, atau perbuatan lain yang menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban; i. memiliki, membawa, atau menggunakan alat komunikasi atau alat elektronik; j. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan atau mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol; k. membuat, membawa, menyimpan, mengedarkan, atau mengkonsumsi narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif lainnya; 2024, no.108 l. melarikan diri atau membantu tahanan dan narapidana lain untuk melarikan diri; m. membawa dan/atau menyimpan barang yang dapat menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran; n. melakukan tindakan kekerasan terhadap tahanan dan narapidana maupun petugas pemasyarakatan; o. melakukan pemasangan atau menyuruh orang lain melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian; p. melengkapi untuk kepentingan pribadi di luar ketentuan yang berlaku dengan alat pendingin, kipas angin, kompor, televisi, slot pintu, dan/atau alat elektronik lainnya di kamar hunian; q. melakukan perbuatan asusila atau penyimpangan seksual; r. melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan; s. menerima kunjungan di luar jam kunjungan; dan t. menyebarkan paham atau ideologi radikal.', 719: "['(1) penjatuhan sanksi tingkat ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat', '(2) huruf a diberikan kepada tahanan dan narapidana yang melakukan pelanggaran: a. tidak memelihara perikehidupan yang bersih, aman, tertib, dan damai; b. tidak mengenakan pakaian seragam yang telah ditentukan; c. tidak mengikuti apel pada waktu yang telah ditentukan; d. mengenakan anting, kalung, cincin, dan ikat pinggang; e. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas dan melanggar norma kesopanan atau kesusilaan; dan/atau f. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat ringan. (2) penjatuhan sanksi tingkat sedang sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) huruf b diberikan kepada tahanan dan narapidana yang melakukan pelanggaran: a. memasuki area steril tanpa izin petugas pemasyarakatan; b. membuat tato dan/atau peralatannya, tindik, atau sejenisnya; c. melakukan aktifitas yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri atau orang lain; d. melakukan perbuatan atau mengeluarkan perkataan yang tidak pantas yang melanggar norma keagamaan; e. melakukan aktifitas jual beli atau utang piutang; f. menerima kunjungan di luar jam kunjungan; g. melakukan perbuatan yang termasuk dalam kategori yang mendapatkan hukuman disiplin tingkat ringan secara berulang lebih dari 1 (satu) kali; dan/atau h. melakukan tindakan yang berdasarkan pertimbangan sidang tim pengamat pemasyarakatan termasuk dalam perbuatan yang dapat dikenakan hukuman disiplin tingkat sedang.']", 703: "['(1) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (1) huruf d diberikan kepada tahanan dan narapidana yang berdasarkan hasil investigasi dan reka ulang terbukti melanggar ketentuan tata tertib.', '(2) penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. sanksi tingkat ringan; b. sanksi tingkat sedang; dan c. sanksi tingkat berat.', '(3) sanksi tingkat ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. memberikan peringatan secara lisan; atau b. memberikan peringatan secara tertulis.', '(4) sanksi tingkat sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi menunda atau meniadakan kunjungan.', '(5) sanksi tingkat berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. penempatan dalam sel pengasingan paling lama 12 (dua belas) hari; atau b. penundaan atau pembatasan hak bersyarat.']"} |
Apa bunyi Pasal 336 KUHP? Apakah Pasal 336 KUHP mengatur tentang pengancaman pembunuhan? Jika benar, apa unsur-unsur Pasal 336 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 336 KUHP Pada dasarnya, seseorang yang melakukan pengancaman pembunuhan dapat dihukum berdasarkan Pasal 336 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku. Berikut adalah bunyi Pasal 336 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan, barang siapa mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang secara terang-terangan dengan tenaga bersama, dengan suatu kejahatan yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang, dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan, dengan sesuatu kejahatan terhadap nyawa , dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran. Bilamana ancaman dilakukan secara tertulis dan dengan syarat tertentu, maka dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun. Unsur-unsur Pasal 336 KUHP Dari bunyi Pasal 336 ayat (1) KUHP di atas, setidaknya terdapat beberapa unsur sebagai berikut: [1] barang siapa; mengancam dengan kekerasan di muka umum dengan memakai kekuatan bersama-sama kepada orang atau barang; dengan sesuatu kejahatan yang mendatangkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang; dengan memaksa atau dengan perbuatan yang melanggar kesopanan (perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan); dengan suatu kejahatan terhadap jiwa orang; dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran. Dari unsur-unsur tersebut, dapat kami simpulkan bahwa selain tindakan pengancaman pembunuhan, ancaman juga dapat berupa kekerasan terhadap orang atau barang yang menimbulkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang, dengan perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan, dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran. Bunyi Pasal 449 UU 1/2023 Selain diatur dalam KUHP lama, tindak pidana pengancaman pembunuhan diatur dalam Pasal 449 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta [3] , Setiap Orang yang mengancam dengan: Kekerasan secara terang terangan dengan tenaga bersama yang dilakukan terhadap orang atau barang; suatu Tindak Pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan umum terhadap orang atau barang; perkosaan atau dengan perbuatan cabul; suatu Tindak Pidana terhadap nyawa orang ; penganiayaan berat; atau pembakaran. Jika ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis dan dengan syarat tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [4] Adapun menurut Penjelasan Pasal 449 ayat (1) UU 1/2023 , tindak pidana dalam ketentuan ini diklasifikasikan sebagai tindak pidana pemerasan yang menyangkut perampasan kemerdekaan . Pemerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai bentuk ancaman. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Muchamad Iksan. Kebijakan Penal dalam Perlindungan Saksi Perkara Pidana. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14, No. 1, 2011. [1] Muchamad Iksan. Kebijakan Penal dalam Perlindungan Saksi Perkara Pidana. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14, No. 1, 2011, hal. 113. [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 TAGS pembunuhan ancaman kuhp potd | {720: 'Unsur-unsur Pasal 336 KUHP Dari bunyi Pasal 336 ayat (1) KUHP di atas, setidaknya terdapat beberapa unsur sebagai berikut: barang siapa; mengancam dengan kekerasan di muka umum dengan memakai kekuatan bersama-sama kepada orang atau barang; dengan sesuatu kejahatan yang mendatangkan bahaya umum bagi keamanan orang atau barang; dengan memaksa atau dengan perbuatan yang melanggar kesopanan (perkosaan atau perbuatan yang melanggar kehormatan kesusilaan); dengan suatu kejahatan terhadap jiwa orang; dengan penganiayaan berat atau dengan pembakaran.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Apabila ada wanita yang tidur, lalu ada seorang pria yang meraba-raba kemaluannya, bagaimana sanksi hukum yang bisa diberikan kepada pria tersebut? | ULASAN LENGKAP Artikel ini merupakan pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Hukum Jika Meraba Kemaluan Orang yang Sedang Tidur yang ditulis oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada 12 Agustus 2013. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Tindak Pidana Pencabulan Apa itu pencabulan? Pencabulan adalah semua perbuatan yang berkenaan dengan kehidupan di bidang seksual yang melanggar kesusilaan (kesopanan). Tindak pidana pencabulan juga dapat diartikan sebagai suatu kejahatan dengan cara melampiaskan nafsu seksual, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan cara melanggar hukum dan norma kesusilaan yang berlaku. [1] Selanjutnya, perlu diketahui bahwa ketentuan hukum pidana di Indonesia tidak mengatur mengenai pencabulan pada orang yang sedang tidur. Akan tetapi, mengenai pencabulan yang dilakukan terhadap orang yang pingsan atau tidak berdaya diatur dalam Pasal 290 ke-1 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 415 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, [2] sebagai berikut: Pasal 290 ke-1 KUHP Pasal 415 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun: 1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya ; Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang: melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya ; atau melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak. Penjelasan Pasal 415 Yang dimaksud dengan "perbuatan cabul" adalah kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan. Terkait Pasal 290 ke-1 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan apa yang dimaksud dengan “ perbuatan cabul ” dengan merujuk pada penjelasannya dalam Pasal 289 KUHP atau Pasal 414 UU 1/2023 . Menurut R. Soesilo, yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkupan nafsu birahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya (hal. 216). Selain itu, mengenai pengertian “ pingsan ” atau “ tidak berdaya ”, R. Soesilo merujuk pada Pasal 89 KUHP atau Pasal 156 UU 1/2023 . Adapun yang dimaksud dengan “pingsan” adalah tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya , umpamanya memberi minum racun kecubung atau lain-lain obat, sehingga orangnya tidak ingat lagi. Orang yang pingsan itu tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi akan dirinya (hal. 212). Sedangkan, yang dimaksud dengan “tidak berdaya” adalah tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali , sehingga tidak dapat mengadakan perlawanan sedikitpun, misalnya mengikat dengan tali kaki dan tangannya, mengurung dalam kamar, memberikan suntikan, sehingga orang itu lumpuh. Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya. [3] : Jerat Pidana Perbuatan Cabul di Lingkungan Kerja Tindak Pidana Kesusilaan Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran kami terdapat bunyi pasal KUHP atau UU 1/2023 lainnya yang dapat digunakan untuk menuntut seseorang yang melakukan perbuatan meraba-raba kelamin korban saat korban sedang tidur, yaitu Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023 sebagai berikut: Pasal 281 KUHP Pasal 406 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [4] : barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta [5] setiap orang yang: Melanggar kesusilaan di muka umum; atau Melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut. Penjelasan Pasal 406 huruf a Yang dimaksud dengan “melanggar kesusilaan” adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Penjelasan selengkapnya mengenai pasal tindak pidana asusila dapat Anda baca pada artikel Tentang Tindak Pidana Asusila: Pengertian dan Unsurnya . Pelecehan Seksual dalam UU TPKS Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, berdasarkan Pasal 6 huruf a UU TPKS , setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 juta. Kemudian, jika pelecehan seksual dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , pidana dalam Pasal 6 huruf a UU TPKS ditambah 1/3 . [6] : Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya Contoh Kasus Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami akan berikan contoh Putusan PN Sumber No. 434/Pid.B/2011/PN.Sbr . Dalam perkara tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Putusan, terdakwa bersama dengan korban dan 2 orang saksi (saksi I dan saksi II) bermaksud berbelanja bahan dagangan di Jakarta dengan menumpang di atas kendaraan truk yang dikemudikan oleh seorang saksi lainnya (saksi III). Pada saat korban, saksi I dan saksi II sedang tertidur, terdakwa dengan penerangan korek api, membuka kain yang dikenakan oleh korban, kemudian terdakwa meraba-raba kemaluan dan paha korban. Hal tersebut dilihat oleh saksi I dan saksi II, yang baru melaporkan kepada korban sesampainya di Jakarta. Atas perbuatannya tersebut, terdakwa dipidana berdasarkan Pasal 281 ayat (1) KUHP dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 bulan dan 15 hari. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Sumber No.434/Pid.B/2011/PN.Sbr. Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; Renna Prisdawati. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan . Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC), Vol. 1, No. 2, 2020. [1] Renna Prisdawati. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan . Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC), Vol. 1, No. 2, 2020, hal. 170 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 98. [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dikali 1000 kali [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [6] Pasal 15 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual TAGS pencabulan kesusilaan tindak pidana hukum pidana | {721: 'Tindak pidana pencabulan juga dapat diartikan sebagai suatu kejahatan dengan cara melampiaskan nafsu seksual, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain dengan cara melanggar hukum dan norma kesusilaan yang berlaku.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 722: 'Orang yang tidak berdaya itu masih dapat mengetahui apa yang terjadi atas dirinya.', 342: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 723: "['(1) pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 , pasal 6 , dan pasal 8 sampai dengan pasal 14 ditambah 1/3 (satu per tiga), jika: a. dilakukan dalam lingkup keluarga; b. dilakukan oleh tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk melakukan penanganan, pelindungan, dan pemulihan; sk no 146013 a c. dilakukan presiden republik indonesia c. dilakukan oleh pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; d. dilakukan oleh pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap orang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya; e. dilakukan lebih dari i (satu) kali atau dilakukan terhadap lebih dari 1 (satu) orang; f. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu; g. dilakukan terhadap anak; h. dilakukan terhadap penyandang disabilitas; i. dilakukan terhadap perempuan hamil; j. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya; k. dilakukan terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana, atau perang; l. dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik; m. korban mengalami luka berat, berdampak psikologis berat, atau penyakit menular; n. mengakibatkan terhentinya dan/ atau rusaknya fungsi reproduksi; dan/ atau o. mengakibatkan korban meninggal dunia.']"} |
Seseorang membuat tweet dan berkata-kata kasar terkait produk minuman yang dibelinya. Lalu, perusahaan produksi minuman tersebut tidak terima dan menyatakan merasa telah terjadi penghinaan/pencemaran nama baik. Dapatkah perusahaan melaporkan penghinaan/pencemaran nama baik terhadapnya? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Adakah Hukum Pencemaran Nama Baik pada Badan Hukum? yang dibuat oleh Ardi Ferdian, S.H., M.Kn , dan pertama kali dipublikasikan pada 17 Oktober 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pasal Pencemaran Nama Baik Setiap bentuk penghinaan selalu bersifat mencemarkan nama baik dan kehormatan orang. [1] Penghinaan pada dasarnya diatur dalam Pasal 310 KUHP . Namun jika dilakukan di media sosial yaitu dengan cara mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik maka diatur secara khusus dalam Pasal 27A UU 1/2024 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. Dalam Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah. Namun, patut diperhatikan bahwa Pasal 27A UU 1/2024 tersebut tidak mengatur norma hukum pidana baru, melainkan hanya mempertegas berlakunya norma hukum pidana penghinaan dalam KUHP, sehingga norma dasar penghinaan dalam UU 1/2024 mengikuti norma dalam KUHP. Informasi yang juga penting Anda ketahui adalah setelah adanya Putusan MK No. 78/PUU-XX1/2023 yang memuat uji materiel terhadap Pasal 310 ayat (1) KUHP, Mahkamah Konstitusi (“MK”) berkesimpulan bahwa Pasal 310 ayat (1) KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai (hal. 358): Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan , yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. MK tanpa bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yaitu KUHP yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah 3 tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur “perbuatan dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP (hal. 356). : Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Dalam norma penghinaan dirumuskan tentang siapa subjek hukum ( addressaat norm ) atau sasaran yang sebenarnya dituju oleh suatu norma hukum tentang suatu tindak pidana. Addressaat norm Pasal 310 KUHP dapat diketahui dari bunyi pasal “barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang”. Barang siapa ( hij die ) dalam KUHP merujuk kepada orang perseorangan [2] dan yang diserang pun nama baik orang, sehingga baik Pasal 310 KUHP maupun Pasal 27A UU 1/2024 hanya bisa ditujukan kepada orang atau manusia sebagai subjek hukum ( natuurlijk persoon ) dan tidak ditujukan kepada badan hukum ( rechts persoon ). Pencemaran Nama Baik Terhadap Badan Hukum Tapi bukan berarti kekosongan norma tersebut mengakibatkan pelaku penghinaan terhadap badan hukum tidak bisa dipidana, karena ada asas curia novit jus atau ius curia novit berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara. [3] : Arti Asas Ius Curia Novit Prinsip ini terkandung dalam Pasal 10 ayat (1) UU 48/2009 yakni pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Cara yang dilakukan hakim adalah dengan penemuan hukum , dalam wujud melakukan penafsiran bunyi undang-undang. Interpretasi (penafsiran) adalah salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah tersebut diterapkan kepada peristiwanya. Dengan demikian, agar objek penghinaan dapat ditujukan ke badan hukum, kami berpendapat, hakim perlu menggunakan penafsiran ekstentif, yaitu memperluas makna [4] dari objek kehormatan yang tidak hanya pada diri seseorang tetapi juga pada badan hukum ( rechts persoon ). Contoh Putusan Sepanjang penelusuran kami, terdapat yurisprudensi kasus pencemaran nama baik terhadap badan hukum yaitu dalam Putusan MA No. 183 K/Pid/2010 . Dalam putusan tersebut disebutkan bahwa badan hukum bisa menjadi objek pencemaran nama baik (hal. 15). Putusan MA ini juga menjelaskan bahwa untuk melaporkan adanya tindak pidana pencemaran nama baik yang ditujukan kepada badan hukum, yang wajib melaporkan tindak pidana tersebut adalah Direktur Utama yang dapat mewakili suatu PT (hal. 15-16). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Mahkamah Agung Nomor 183 K/Pid/2010 ; Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XX1/2023 . Referensi : Adami Chazawi. Hukum Pidana Positif Penghinaan (Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat Pribadi Maupun Komunal) Edisi Revisi . Malang: Media Nusa Creative, Malang, Cetakan ke-3, 2020; Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2 (Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2021; Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan . Jakarta: Sinar Grafika, 2016. [1] Adami Chazawi. Hukum Pidana Positif Penghinaan (Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat Pribadi Maupun Komunal) Edisi Revisi . Malang: Media Nusa Creative, Malang, Cetakan ke-3, 2020, hal. 288 [2] Adami Chazawi. Hukum Pidana Positif Penghinaan (Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat Pribadi Maupun Komunal) Edisi Revisi . Malang: Media Nusa Creative, Malang, Cetakan ke-3, 2020, hal. 38 [3] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan . Jakarta: Sinar Grafika, 2016, hal. 81 [4] Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2 (Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2021, hal. 12 TAGS kuhp pencemaran nama baik penghinaan uu ite | {724: 'Setiap bentuk penghinaan selalu bersifat mencemarkan nama baik dan kehormatan orang.', 725: 'Barang siapa (hij die) dalam KUHP merujuk kepada orang perseorangan', 726: 'Tapi bukan berarti kekosongan norma tersebut mengakibatkan pelaku penghinaan terhadap badan hukum tidak bisa dipidana, karena ada asas curia novit jus atau ius curia novit berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.', 727: 'Buku "Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2" karya Adami Chazawi (2021) halaman 12 menerangkan bahwa agar objek penghinaan dapat ditujukan ke badan hukum, kami berpendapat, hakim perlu menggunakan penafsiran ekstentif, yaitu memperluas makna'} |
Apakah penyebaran hoax termasuk tindak pidana? Lalu bisakah UU ITE 2024 menjadi dasar hukum untuk menghukum pelaku penyebaran hoax ini? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 10 Januari 2019, dan dimutakhirkan pertama kali oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H. pada 10 Agustus 2021. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Apa itu Hoax ? Menurut KBBI, hoax atau hoaks adalah informasi bohong . Sedangkan menurut Merriam Webster Dictionary , hoax memiliki arti to trick into believing or accepting as genuine something false and often preposterous; an act intended to trick or dupe; something accepted or established by fraud or fabrication . Jika diterjemahkan secara bebas, hoaks diartikan sebagai tindakan untuk mengelabui agar percaya atau menerima sebagai sesuatu yang asli dari sesuatu yang palsu dan sering kali tidak masuk akal; suatu tindakan yang dimaksudkan untuk mengelabui atau menipu; sesuatu yang diterima atau ditetapkan dari penipuan atau fabrikasi Lantas, apakah hoax merupakan tindak pidana? Istilah hoax /hoaks tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, melainkan istilah yang dikenal adalah “berita bohong”. Berikut penjelasannya. Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 Dihapus Secara historis, penyiaran atau pemberitahuan bohong diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 sebagai berikut: Pasal 14 Barangsiapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun. Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan la patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 3 tahun. Pasal 15 Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya 2 tahun. Namun dalam perkembangannya, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap oleh oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 358). Berdasarkan pertimbangan mahkamah, penggunaan kata “keonaran” dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 berpotensi menimbulkan multitafsir, karena antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan (hal. 350). Penyiaran Berita Bohong dalam KUHP Pada dasarnya, seseorang yang menyiarkan berita bohong dapat dihukum berdasarkan KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: . KUHP UU 1/2023 Pasal 390 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat- surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Pasal 506 Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [2] Pasal 263 Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [3] Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [4] Pasal 264 Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [5] Dari bunyi Pasal 390 KUHP di atas, setidaknya terdapat beberapa unsur sebagai berikut: Barang siapa; dengan maksud dan secara melawan hukum; menguntungkan diri sendiri atau orang lain; menyiarkan kabar bohong; perbuatan menyiarkan kabar bohong menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat- surat berharga menjadi turun atau naik. Kemudian, menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP, apabila ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong . Yang dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian. Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 506 UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "kabar bohong" adalah tidak hanya pemberitahuan palsu tentang suatu fakta tetapi juga pemberitahuan palsu tentang suatu keuntungan yang dapat diharapkan . Lalu dapat kami simpulkan, perbuatan menyiarkan kabar bohong dalam Pasal 506 UU 1/2023 tersebut menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat- surat berharga, maupun transaksi keuangan menjadi turun atau naik. Sedangkan perbuatan menyiarkan kabar bohong dalam Pasal 263 dan Pasal 264 UU 1/2023 menyebabkan kerusuhan di masyarakat. Penyebaran Hoax dalam UU ITE 2024 Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, jika penyebaran hoax dilakukan melalui media elektronik, maka pelaku penyebaran hoax dapat dipidana berdasarkan Pasal 28 jo. Pasal 45A UU 1/2024 sebagai perubahan kedua UU ITE sebagai berikut: Setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan informasi dan/atau dokumen elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. : Pasal 28 Ayat (3) UU ITE 2024 tentang Hoax yang Menimbulkan Kerusuhan Menurut hemat kami, pelaku yang menyebarkan berita bohong yang disebarkan melalui media elektronik (sosial media) juga dapat dipidana menurut UU 1/2024 tergantung dari muatan konten yang disebarkan seperti: Jika berita bohong bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) ; Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) ; Jika bermuatan tuduhan yang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dipidana berdasarkan Pasal 27A ; Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27B ; Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 . : Pasal 28 ayat (2) UU ITE 2024 yang Menjerat Penyebar Kebencian SARA Jadi menjawab pertanyaan Anda, hoax atau menyebarkan berita bohong adalah sebuah tindak pidana yang diatur dalam UU 1/2024, KUHP dan UU 1/2023. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; KBBI, hoaks , diakses pada 5 April 2024, pukul 08.21 WIB; Merriam Webster Dictionary , hoax , diakses pada 5 April 2024, pukul 10.38 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [4] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 TAGS uu ite hoax berita bohong pidana | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Apakah cyberstalking itu termasuk dalam ranah hukum pidana di Indonesia? Jika ya, dalam pengaturan hukum di Indonesia, cyberstalking masuk ke dalam pengaturan yang mana? Jika cyberstalking merupakan salah satu bentuk kejahatan cybercrime, maka bagaimana pemidanaan serta pembuktian tindak pidana cyberstalking tersebut? Apakah UU ITE 2024, KUHP dan UU 1/2023 sudah mampu melindungi kepentingan hukum atas tindak pidana cyberstalking? Mengingat di luar negeri kasus cyberstalking merupakan salah satu kasus pidana yang sangat diperhatikan oleh negaranya. | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 5 Mei 2010, kemudian dimutakhirkan oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 1 Juli 2021. . Cyberstalking Pertama, arti dari cyberstalking menurut Black's Law Dictionary 7th edition adalah: The act of threatening, harassing, or annoying someone through multiple e-mail messages, as through the internet, esp. with the intent of placing the recipient in fear that an illegal act or an injury will be inflicted on the recipient or a member of the recipient's family or household. Dari rumusan di atas, maka bisa disimpulkan unsur-unsur utama dari cyberstalking adalah: act of threatening, harassing, or annoying someone berarti tindakan mengancam, melecehkan, atau mengganggu seseorang; through internet berarti melalui internet; dan with the intent of placing the recipient in fear that an illegal act or an injury berarti dengan maksud membuat korban takut akan tindakan ilegal atau cedera. Perlu diketahui, ada banyak alasan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan cyberstalking . Adapun diantaranya karena pelaku merasa marah atau sakit hati, frustasi dan ingin balas dendam kepada korban atau sifat superior yang suka mengintimidasi orang lain. Namun ada juga sebagian besar pelaku yang melakukan dengan maksud untuk hiburan dan lucu–lucuan. [1] Cyberstalking biasanya diawali dengan mencari informasi lengkap si korban atau bisa disebut menguntit melalui internet. Selain itu, cyberstalking juga berpotensi menimbulkan tindak pidana lain seperti hacking , cyberbullying , hingga melakukan penculikan atau pemerkosaan. Jerat Hukum Pelaku Cyberstalking menurut UU ITE 2024 Melihat unsur-unsur di atas, menurut hemat kami cyberstalking dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk: memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Dari bunyi pasal di atas, yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah informasi dan/atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan. [2] Adapun pelaku yang melanggar Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. [3] Dalam hal perbuatan dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan. [4] Lebih lanjut, Lampiran SKB UU ITE menerangkan perihal Pasal 27 ayat (4) UU ITE sebelum diubah dengan Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 (hal. 14-16), sebagai berikut: Titik berat penerapannya pada perbuatan “mendistribusikan”, “mentransmisikan”, dan “membuat dapat diaksesnya” secara elektronik konten (muatan) pemerasan dan/atau pengancaman oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum. Perbuatan pemerasan tersebut berupa pemaksaan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Termasuk pula perbuatan mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi. Pengancaman dan/atau pemerasan dapat disampaikan secara terbuka atau tertutup. Harus dibuktikan adanya motif keuntungan ekonomis yang dilakukan pelaku. Norma pidana Pasal 27 ayat (4) UU ITE mengacu pada norma pidana Pasal 368 KUHP. Selain itu, menurut hemat kami pelaku cyberstalking juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 29 jo. 45B UU 1/2024 yaitu: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 29 UU 1/2024 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “korban” adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh tindak pidana. Termasuk dalam perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah perundungan di ruang digital ( cyber bullying ). : Bunyi Pasal 29 UU ITE tentang Ancaman Kekerasan Melalui Media Elektronik Jerat Hukum Pelaku Cyberstalking menurut KUHP Selain menggunakan UU 1/2024, pelaku cyberstalking juga dapat dijerat dengan tindak pidana pemaksaan dengan kekerasan dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [5] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 Pasal 448 UU 1/2023 (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. 1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta [6] setiap orang yang: a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau b. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana. Penjelasan selengkapnya mengenai Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 dan Pasal 448 UU 1/2023 dapat Anda baca pada artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya dan Bunyi Pasal 335 KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan . Selain itu, perbuatan pelaku cyberstalking juga dapat dijerat atas tindak pidana pemerasan dengan kekerasan berdasarkan Pasal 368 KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 dengan bunyi sebagai berikut: Pasal 368 KUHP Pasal 482 UU 1/2023 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. 1. Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk: a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Unsur-unsur dan penjelasan pasal tindak pidana pemerasan dengan kekerasan dapat Anda simak pada Bunyi Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan Kekerasan . Namun perlu digarisbawahi, pengenaan pasal-pasal KUHP atau UU 1/2023 harus melihat pada tujuan ( intention ) dari pelaku. Apabila tujuannya adalah untuk membuat korban menyerahkan sesuatu barang/membuat utang/menghapuskan piutang dengan kekerasan/ancaman kekerasan , maka yang dikenakan adalah Pasal 368 KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 . Sementara apabila tujuannya adalah untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu dengan kekerasan/ancaman kekerasan , maka yang dikenakan adalah Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023 . Apabila terdapat dugaan tindak pidana, maka pihak yang menjadi korban atau yang mengetahui tindakan tersebut dapat melaporkan ke kepolisian setempat, yang prosedurnya telah kami ulas dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . : Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 . Referensi : Black’s Law Dictionary, Seventh Edition . United States of America: West Group, 1999; Muhammad Redha Azhari. Aspek Pidana Mayantara (Cyberstalking). Badamai Law Journal, Vol. 4, Issues 1, Maret 2019. [1] Muhammad Redha Azhari. Aspek Pidana Mayantara (Cyberstalking) . Badamai Law Journal, Vol. 4, Issues 1, Maret 2019, hal. 153 [2] Penjelasan Pasal 27B ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [3] Pasal 45 ayat (8) UU 1/2024 [4] Pasal 45 ayat (9) UU 1/2024 [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [6] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 TAGS whatsapp hacker kuhp uu ite pidana cyber cyber crime | {728: 'Namun ada juga sebagian besar pelaku yang melakukan dengan maksud untuk hiburan dan lucu–lucuan.', 621: 'Yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.', 729: '(8) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk: a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (Ll dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).', 730: '(9) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Baru-baru ini saya dengar berita terkait seorang pengasuh yang aniaya anak selebgram Malang. Menurut berita yang beredar, anak selebgram yang dianiaya berusia 3 tahun. Pengasuh melakukan tindak kekerasan kepada anak majikannya dengan menjambak anak, pukul anak pakai buku, hingga siram minyak gosok kepada anak, sehingga anak mengalami luka lebam di salah satu mata dan telinganya. Pertanyaan saya, apa ancaman pidana pengasuh yang aniaya anak majikan? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Tindak Pidana Kekerasan terhadap Anak Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. [1] Adapun anak wajib mendapatkan perlindungan , yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. [2] Kekerasan sendiri diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. [3] Berdasarkan pertanyaan Anda, anak korban mendapatkan kekerasan dari pengasuhnya melalui pukulan, jambakan, dan siraman minyak yang menyebabkan anak terluka. Menurut hemat kami, perbuatan pengasuh anak tersebut sudah melanggar Pasal 76C UU 35/2014 sebagai berikut: Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Selanjutnya, setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76C UU 35/2014 berpotensi dipidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 . Namun, apabila anak mengalami luka berat , maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta. [4] Sedangkan jika anak mati , pelaku dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan/atau denda maksimal Rp 3 miliar. [5] Adapun pidana ditambah 1/3 jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tuanya sendiri. [6] Tindak Pidana Kekerasan dalam UU PKDRT Sebagai informasi, dalam UU PKDRT , lingkup rumah tangga meliputi anak dan orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Sehingga, pengasuh anak termasuk dalam orang yang bekerja dan dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. [7] Pada dasarnya, menurut Pasal 5 huruf a UU PKDRT , setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik. Kekerasan fisik tersebut adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. [8] Adapun orang yang melanggar ketentuan ini dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta. [9] Tindak Pidana Penganiayaan dalam KUHP Sementara itu, apabila merujuk pada KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [10] yaitu tahun 2026, pelaku kekerasan/penganiayaan dapat dijerat menggunakan pasal berikut: Pasal 351 KUHP Pasal 466 UU 1/2023 Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [11] Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [12] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan. Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Disarikan dari artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat , mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , berpendapat bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu (hal. 245). Namun menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah: [13] sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan; menyebabkan rasa sakit; menyebabkan luka. Adapun menurut Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 , ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan. Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j UU 1/2023 dalam rangka pemberatan pidana. Penjelasan selengkapnya mengenai pasal penganiayaan dapat Anda baca pada Ini Bunyi Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan . : Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan Kesimpulannya, karena korban kekerasan/penganiayaan masih berusia 3 tahun, kami akan mengacu pada ketentuan UU 35/2014. Hal ini karena UU 35/2014 merupakan lex specialis dari KUHP dan UU 1/2023 sebagai lex generali , sehingga berlaku asas lex specialis derogat legi generali . Dengan demikian, pelaku berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 dengan pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda maksimal Rp 72 juta. Namun, jika anak korban ternyata mengalami luka berat, maka pelaku dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014. Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur kekerasan/penganiayaan sebagaimana diatur dalam UU 35/2014, UU PKDRT, KUHP atau UU 1/2023. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut. : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ; Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb) . Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) [2] Pasal 1 angka 2 UU 35/2014 [3] Pasal 1 angka 16 UU 35/2014 [4] Pasal 80 ayat (2) UU 35/2014 [5] Pasal 80 ayat (3) UU 35/2014 [6] Pasal 80 ayat (4) UU 35/2014 [7] Pasal 2 ayat (1) huruf a dan c dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) [8] Pasal 6 UU PKDRT [9] Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT [10] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [11] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP [12] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [13] Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb) . Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hal. 664 TAGS penganiayaan kekerasan kekerasan anak kdrt | {354: '1. ketentuan angka 7, angka 8, angka 12, angka 15, dan angka 17 diubah, di antara angka 15 dan angka 16 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 15a, dan ditambah 1 (satu) angka yakni angka 18, sehingga pasal 1 berbunyi sebagai berikut: pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. ', 731: '2. perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi', 732: '16. setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.', 155: "['(1) setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).', '(2) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).', '(3) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).']", 156: "['(1) setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).', '(2) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).', '(3) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).']", 733: "['(1) setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).', '(2) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).', '(3) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).']", 734: "['(1) lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi : a. suami … a. suami, isteri, dan anak; b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.']", 103: 'pasal 6 kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.', 104: "['(1) setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).', '(2) dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).', '(3) dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).']", 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 369: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 625: 'Selanjutnya, tindak pidana penganiayaan diatur dalam pasal berikut: Menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka.'} |
Ada seorang oknum mengambil foto/gambar dari rekaman CCTV milik perusahaan tanpa izin dan memberikan informasi tersebut kepada media online. Oknum juga diketahui memberikan informasi yang mencemarkan kehormatan seseorang. Kemudian, media online tersebut membuat judul berita yang menyudutkan pihak perusahaan serta memuat berita bohong (tidak sesuai fakta).
Dari kejadian ini, kami ingin bertanya:
Apa ancaman pidana bagi pelaku yang mengambil foto/gambar tanpa izin dari rekaman CCTV milik perusahaan?
Apa ancaman pidana bagi orang yang melakukan pencemaran nama baik dan menyebarkan berita bohong?
Bagaimana langkah hukum jika dirugikan oleh pemberitaan pers?
Bagaimana cara pencegahan untuk menghindari kejadian serupa agar tidak terjadi kembali? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 15 September 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . CCTV sebagai Sistem Elektronik Disarikan dari Hukumnya Menyebarluaskan Perbuatan Tetangga yang Terekam CCTV Rumah , CCTV termasuk sebagai alat bukti elektronik yang merupakan alat bukti yang sah. Kehadiran rekaman CCTV sebagai alat bukti elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang ditentukan KUHAP sebagaimana disampaikan dalam CCTV Sebagai Alat Bukti Pidana . Lebih lanjut, rekaman CCTV dapat dikategorikan sebagai bentuk dari informasi elektronik yaitu satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik ( electronic mail ), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. [1] Adapun informasi elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan ketentuan UU ITE dan perubahannya. Sementara itu, sepanjang penelusuran kami, CCTV sendiri merupakan sistem keamanan, [2] sehingga kami berpendapat CCTV termasuk sebagai suatu sistem elektronik yaitu serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. [3] Jerat Hukum Mengakses CCTV Perusahaan Tanpa Izin Menjawab pertanyaan Anda, perbuatan mengambil foto atau gambar tanpa izin dari rekaman CCTV milik perusahaan menurut hemat kami dapat dikategorikan perbuatan Pasal 30 UU ITE yang selengkapnya berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apapun. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan. Patut diperhatikan khusus untuk Pasal 30 ayat (2) UU ITE, dijelaskan bahwa secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dapat dilakukan, antara lain dengan: [4] melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan yang dimaksud sistem pengaman dalam Pasal 30 ayat (3) UU ITE adalah sistem yang membatasi atau melarang akses ke dalam komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan. [5] Berdasarkan kronologi yang Anda ceritakan, kami mengasumsikan bahwa CCTV milik perusahaan hanya dapat diakses oleh sebagian pihak yang berwenang saja, sehingga ada pembatasan sistem pengaman. Namun entah bagaimana caranya, ada oknum yang mendapatkan rekaman CCTV dan menyebarkan foto atau gambar dari CCTV tersebut. Oleh karena itu, patut diduga perbuatan oknum tersebut dapat dikenai ancaman pidana dalam Pasal 46 jo. Pasal 30 UU ITE : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp600 juta. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp700 juta. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta. Jika Rekaman CCTV Memuat Pencemaran Nama Baik Menjawab pertanyaan Anda, jika oknum menyebarkan informasi lewat media elektronik, dan informasi mengandung muatan yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain , dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, maka pelaku dapat dijerat Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 , dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta. : Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet Tak hanya dalam UU 1/2024, tindak pidana pencemaran nama baik secara historis juga diatur dalam Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dengan bunyi sebagai berikut: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [6] Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [7] Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Namun dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 . Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan , yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Kemudian, pasal pencemaran nama baik juga diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [8] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi: Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [9] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [10] Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Patut dicatat, baik tindak pidana Pasal 310 KUHP maupun Pasal 433 UU 1/2023 tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari korban tindak pidana. [11] Selengkapnya mengenai pasal pencemaran nama baik dapat Anda simak pada artikel Bunyi Pasal Pencemaran Nama Baik KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 . Jika Rekaman CCTV Memuat Berita Bohong Kemudian, seseorang yang menyiarkan berita bohong dapat dihukum berdasarkan KUHP atau UU 1/2023 sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 263 Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [12] Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [13] Pasal 264 Setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [14] Pasal 390 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat- surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Pasal 506 Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [15] Kemudian, apabila penyebaran berita bohong dilakukan melalui media elektronik, dalam UU 1/2024 , larangan seseorang untuk menyebarkan berita bohong secara khusus diatur dalam Pasal 28 jo. Pasal 45A sebagai berikut: Setiap Orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Pengaduan Pemberitaan Media Online yang Merugikan Untuk menyederhanakan jawaban, kami asumsikan bahwa media online yang Anda maksud termasuk dalam kategori pers sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1 angka 1 UU Pers sebagai berikut: Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia. Lalu, jika pemberitaan pers merugikan seseorang, maka pihak yang dirugikan dapat menempuh mekanisme antara lain: mekanisme hak jawab dan hak koreksi; dan pengaduan ke dewan pers. Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada Langkah Hukum Jika Dirugikan oleh Pemberitaan Pers . Rekomendasi Langkah Preventif Untuk mencegah perbuatan serupa terjadi, kami menyarankan perusahaan dapat memasang tanda khusus ‘Dilarang Masuk Kecuali Petugas’ pada ruangan untuk pengawasan CCTV. Perusahaan juga bisa memasang kode akses pada pintu maupun sistem CCTV yang hanya diketahui oleh petugas pengawas CCTV. Selain itu, perusahaan dapat menerapkan aturan larangan penggunaan kamera ponsel atau profesional untuk memfoto atau merekam lingkungan perusahaan, kecuali telah mendapat izin dari petugas. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 . Referensi : Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik yang Hemat dan Tahan Lama . Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015. [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) [2] Lasarus Setyo P dan Natalia Damastuti. Sistem Keamanan Berbasis CCTV dan Penerangan Otomatis dengan Modifikasi UPS sebagai Pengganti Sumber Listrik yang Hemat dan Tahan Lama . Jurnal Narodroid, Vol. 1 No. 2 Juli 2015, hal. 65 [3] Pasal 1 angka 5 UU 19/2016 [4] Penjelasan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) [5] Penjelasan Pasal 30 ayat (3) UU ITE [6] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali [7] Pasal 3 Perma 2/2012 [8] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [9] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [10] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [11] Pasal 319 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 440 UU 1/2023 [12] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [13] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [14] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [15] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 TAGS cctv pencemaran nama baik uu ite uu pers | {735: '1. di antara angka 6 dan angka 7 pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 6a sehingga pasal 1 berbunyi sebagai berikut: pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1', 736: 'Sementara itu, sepanjang penelusuran kami, CCTV sendiri merupakan sistem keamanan,', 737: 'penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/ atau masyarakat.', 738: 'Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan: a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.', 739: 'Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan', 129: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 130: 'pasal 319 setiap orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan listrik atau mengakibatkan fungsi bangunan tersebut terganggu, atau menggagalkan atau mempersulit usaha penyelamatan atau perbaikan bangunan tersebut, dipidana dengan: a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori v, jika perbuatan tersebut mengakibatkan rintangan atau kesulitan dalam mengalirkan tenaga listrik untuk kepentingan umum; b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya umum bagi orang atau barang; c. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat; atau d. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Saya hanya ingin mengetahui informasi lebih jelas mengenai pencemaran nama baik. Ibu saya bekerja di salah satu instansi pemerintahan dan menjadi tertuduh kasus kehilangan/pencurian di kantornya. Tanpa bukti yang kuat, pihak atasan dari ibu saya menuduh ibu saya, dimana isi tuduhan tersebut ibu saya melakukan pencurian, lalu tuduhan diberitakan kepada orang-orang secara lisan, dan atasan meminta ganti rugi atas hal-hal yang tidak ibu lakukan. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Pencemaran Nama Baik oleh Atasan yang ditulis oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H. dan dipublikasikan pada 14 Maret 2012. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Asas Praduga Tak Bersalah Pada prinsipnya, dengan mendasarkan pada arti asas praduga tak bersalah , ibu Anda belum dapat dinyatakan bersalah karena melakukan pencurian sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan beliau bersalah. Asas praduga tak bersalah diatur dalam KUHAP dan UU Kekuasaan Kehakiman . Pada KUHAP , asas praduga tak bersalah diatur dalam Penjelasan Umum angka 3 huruf c yaitu: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam UU Kekuasaan Kehakiman , asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1) yang berbunyi: Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. : Logika Hukum Asas Praduga Tak Bersalah: Reaksi Atas Paradigma Individualistik oleh Romli Atmasasmita Bunyi Pasal 310 KUHP Pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 Berkaitan dengan pertanyaan Anda, secara historis, tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dengan bunyi sebagai berikut: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [1] Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [2] Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Namun dalam perkembangannya, Pasal 310 ayat (1) KUHP telah diubah dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 . Dalam amar putusan tersebut, Pasal 310 ayat (1) KUHP dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai : Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan , yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Sehingga, pasca Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023, Pasal 310 ayat (1) KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut: barang siapa; dengan sengaja; menyerang kehormatan atau nama baik seseorang; dengan menuduhkan sesuatu hal; dengan cara lisan; yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum. Bunyi Pasal 433 UU 1/2023 dan Penjelasannya Kemudian, pasal pencemaran nama baik juga diatur dalam Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [3] yaitu tahun 2026 yang selengkapnya berbunyi: Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [4] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [5] Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023 , sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh , baik secara lisan , tulisan , maupun dengan gambar , yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu tindak pidana. Objek tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal ini adalah orang perseorangan. Sedangkan, penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini. Patut dicatat, baik tindak pidana Pasal 310 KUHP maupun Pasal 433 UU 1/2023 tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari korban tindak pidana . [6] Selanjutnya, berdasarkan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 356), setelah dicermati materi muatan dari ketentuan Pasal 433 UU 1/2023, menurut Mahkamah, terdapat perbedaan antara ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP dengan norma Pasal 433 UU 1/2023, yakni dalam Pasal 433 UU 1/2023 terdapat penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan “dengan lisan” dimana unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Oleh karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan (2 Januari 2026), maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan “dengan lisan” yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP. Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas. Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat . Dalam hal ini, apabila atasan ibu Anda terbukti dengan sengaja menuduh ibu Anda melakukan pencurian dan memberitahukan hal tersebut secara lisan kepada orang banyak sehingga ibu Anda malu atau terserang nama baiknya, sedangkan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk mendukung tuduhan itu, perbuatan atasan tersebut dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik/penghinaan. : Alasan MK Batalkan Pasal Penyebaran Berita Bohong dalam KUHP Pencemaran Nama Baik terhadap PNS Selanjutnya, berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan ibu Anda adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (“PNS”). Maka, kita perlu merujuk pula pada Pasal 316 KUHP dan Pasal 441 ayat (2) UU 1/2023 yang menyatakan: Pasal 316 KUHP Pasal 441 ayat (2) UU 1/2023 Pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dalam bab ini, dapat ditambah dengan 1/3 jika yang dihina adalah seorang pejabat pada waktu atau karena menjalankan tugasnya yang sah. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Pasal 434, dan Pasal 436 dapat ditambah 1/3 , jika yang dihina atau difitnah adalah seorang pejabat yang sedang menjalankan tugasnya yang sah. Jadi, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan ibu Anda bersalah melakukan pencurian, jika atasannya dengan sengaja menuduhkan dan menyebarkan hal tersebut kepada banyak orang secara lisan, hal tersebut termasuk pencemaran nama baik. Lalu, jika ibu Anda adalah seorang PNS yang sedang menjalankan tugas yang sah, maka ancaman pidana yang diberlakukan terhadap pelaku dapat ditambah 1/3. : Hukumnya Menuduh Orang Melakukan Tindak Pidana Tanpa Bukti Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-XXI/2023 . [1] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali [2] Pasal 3 Perma 2/2012 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [6] Pasal 319 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 440 UU 1/2023 TAGS pencemaran nama baik kuhp putusan mk | {129: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 130: 'pasal 319 setiap orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau membuat tidak dapat dipakai bangunan listrik atau mengakibatkan fungsi bangunan tersebut terganggu, atau menggagalkan atau mempersulit usaha penyelamatan atau perbaikan bangunan tersebut, dipidana dengan: a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori v, jika perbuatan tersebut mengakibatkan rintangan atau kesulitan dalam mengalirkan tenaga listrik untuk kepentingan umum; b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan bahaya umum bagi orang atau barang; c. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat; atau d. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang.'} |
Apa ada perbedaan antara barang bukti dengan benda sitaan dalam perkara pidana? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Apakah Perbedaan antara Barang Bukti dengan Benda Sitaan? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 1 September 2011. . Benda Sitaan Untuk menjelaskan apa itu benda sitaan, kami akan menjelaskan terlebih dahulu tentang apa itu penyitaan. Menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Selanjutnya, menurut Pasal 1 angka 4 PP 58/2010 , benda sitaan adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan. Terkait dengan benda sitaan, Pasal 39 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa yang dapat dikenakan penyitaan adalah: benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Kemudian, dalam Pasal 39 ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1) KUHAP di atas. Lalu, dimana benda sitaan disimpan? Benda sitaan menurut KUHAP disimpan di rumah benda sitaan negara . [1] Jika belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, maka penyimpanan benda sitaan tersebut dilakukan di kantor kepolisian, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita. [2] Namun, jika benda sitaan terdiri atas benda yang lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin disimpan sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau biaya penyimpanan terlalu tinggi, maka dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat dilakukan tindakan sebagai berikut: [3] jika perkara masih di tangan penyidik atau penuntut umum, benda dapat dijual lelang atau diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; jika perkara sudah di pengadilan, maka benda dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkara dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. Dalam hal benda sitaan bersifat terlarang atau dilarang diedarkan, maka akan dirampas untuk digunakan bagi kepentingan negara atau dimusnahkan. [4] Barang Bukti Pengertian barang bukti diatur di dalam Pasal 1 angka 5 Perkapolri 10/2010 yang berbunyi sebagai berikut: Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan . Barang bukti juga diatur dalam KUHAP sebagai berikut: Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti . [5] Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti. [6] Barang bukti dapat digolongkan berdasarkan benda bergerak dan tidak bergerak . [7] Benda bergerak adalah benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain, yang digolongkan berdasarkan sifatnya antara lain mudah meledak, mudah menguap, mudah rusak, dan mudah terbakar. [8] Sedangkan berdasarkan wujudnya , benda bergerak antara lain benda padat, cair, dan gas. [9] Adapun barang bukti berupa benda tidak bergerak merupakan benda selain yang digolongkan sebagai benda bergerak antara lain: [10] tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya; kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong; kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan pesawat terbang. Patut Anda perhatikan bahwa dalam konsideran Menimbang Perkapolri 10/2010 huruf a disebutkan bahwa barang bukti merupakan benda sitaan yang perlu dikelola dengan tertib dalam rangka mendukung proses penyidikan tindak pidana. Jadi, dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya benda- benda yang menjadi objek penyitaan adalah merupakan barang-barang bukti . Sehingga, menurut pendapat kami tidak ada perbedaan antara barang bukti dan benda sitaan, selain dari pada tahapan prosesnya sehingga suatu benda/barang dapat disebut barang bukti atau benda sitaan. Yang mana benda sitaan dilakukan melalui proses penyitaan, kemudian benda sitaan tersebut digunakan sebagai barang bukti dalam proses peradilan. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana ; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 . [1] Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [2] Penjelasan Pasal 44 ayat (1) KUHAP [3] Pasal 45 ayat (1) KUHAP [4] Pasal 45 ayat (4) KUHAP [5] Pasal 40 KUHAP [6] Penjelasan Pasal 46 ayat (1) KUHAP [7] Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkapolri 10/2010”) [8] Pasal 5 ayat (1) dan (2) Perkapolri 10/2010 [9] Pasal 5 ayat (3) Perkapolri 10/2010 [10] Pasal 6 Perkapolri 10/2010 TAGS barang bukti penyitaan penyidik | {756: "['(1) benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.']", 757: 'Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap ditempat semula benda itu disita.', 758: "['(1) dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut : a. apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum,. benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; b. apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.', '(2) hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.', '(3) guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).']", 759: "['(1) dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut : a. apabila perkara masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum,. benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya; b. apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.', '(2) hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.', '(3) guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).']", 760: 'pasal 40 dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.', 761: 'Benda yang dikenakan penyitaan diperlukan bagi pemeriksaan sebagai barang bukti. Selama pemeriksaan berlangsung, dapat diketahui benda itu masih diperlukan atau tidak. Dalam hal penyidik atau penuntut umum berpendapat, benda yang disita itu tidak diperlukan lagi untuk pembuktian, maka benda tersebut dapat dikembalikan kepada yang berkepentingan atau pemiliknya. Dalam pengembalian benda sitaan hendaknya sejauh mungkin diperhatikan segi kemanusiaan, dengan mengutamakan pengembalian benda yang menjadi sumber kehidupan.', 762: 'pasal 4 barang bukti dapat digolongkan berdasarkan benda: a. bergerak; dan b. tidak bergerak. 4', 763: "['(1) benda bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a, merupakan benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.', '(2) benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan sifatnya antara lain: a. mudah meledak; b. mudah menguap; c. mudah rusak; dan d. mudah terbakar.', '(3) benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan wujudnya antara lain: a. padat; b. cair; dan c. gas.']", 764: "['(1) benda bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a, merupakan benda yang dapat dipindahkan dan/atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain.', '(2) benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan sifatnya antara lain: a. mudah meledak; b. mudah menguap; c. mudah rusak; dan d. mudah terbakar.', '(3) benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan wujudnya antara lain: a. padat; b. cair; dan c. gas.']", 765: 'pasal 6 benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf b, merupakan benda selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 , antara lain: a. tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya; b. kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon-pohon yang berbatang tinggi selama kayu-kayuan itu belum dipotong; c. kapal laut dengan tonase yang ditetapkan dengan ketentuan; dan d. pesawat terbang. 5 bab iii barang temuan sebagai barang bukti'} |
Apakah suatu badan hukum/perusahaan dapat melakukan gugatan/tuntutan atas pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong dari pemberitaan yang dilakukan oleh seseorang dan/atau badan hukum lain di suatu sarana media online maupun media cetak? | ULASAN LENGKAP . Merujuk pada istilah “pemberitaan” yang Anda sebutkan dalam pertanyaan, kami berasumsi bahwa media online atau media cetak yang Anda maksud adalah pers sebagaimana diatur dalam UU Pers . Selanjutnya, kami juga mengasumsikan bahwa dua jenis perbuatan hukum yaitu pencemaran nama baik dan/atau berita bohong itu ada dalam konten berita yang disiarkan oleh pers. Namun, ada tiga kesan soal subjek seseorang dan/atau badan hukum yang menjadi sasaran gugatan atau tuntutan atas pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong tersebut. Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada pers sebagai badan hukum yang menyiarkan berita? Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada wartawan sebagai orang yang bekerja membuat berita untuk pers ? Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada orang dan/atau badan hukum yang menjadi narasumber berita ? Untuk menjawab hal tersebut, pertama-tama kami akan menjelaskan mengenai pengertian pers yaitu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia. [1] Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada dua kemungkinan jenis pers berdasarkan UU Pers [2] sebagai sarana pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong yang Anda maksud, yaitu: media cetak; media online (media elektronik). Upaya Hukum Jika Pemberitaan Pers dan Wartawan Merugikan Selanjutnya, hal yang harus menjadi perhatian bahwa konten berita yang disiarkan pers adalah produk kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya. [3] Sejak UU Pers berlaku, seluruh kegiatan dan produk pers memiliki payung hukum khusus yang bisa mengecualikan berbagai ketentuan hukum yang umum. Asas lex specialis derogat legi generali berlaku dalam ketentuan hukum mengenai pers . Oleh karena pertanyaan Anda berkaitan dengan pers, maka pertanyaan Anda akan kami jawab dengan merujuk pada ketentuan dalam UU Pers. UU Pers telah mengatur perkara yang berkaitan dengan keberatan atas pemberitaan pers yaitu dengan tiga upaya yaitu: [4] Hak jawab yaitu hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya . [5] Hak koreksi yaitu hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. [6] Pengaduan ke Dewan Pers apabila dua upaya sebelumnya tidak memberikan hasil yang memuaskan. [7] Merujuk pada keterangan Dewan Pers, perbedaan antara hak jawab dan hak koreksi terletak wewenang pada pihak yang melakukannya . Hak jawab diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang. Hak jawab berisi tanggapan atau sanggahan terhadap berita yang menyangkut langsung diri dari pihak yang dirugikan. Sementara, hak koreksi berisi koreksi dari siapa saja menyangkut informasi apapun yang dinilainya salah, terutama kekeliruan fakta dan data teknis. [8] Ketentuan lebih lanjut tentang cara mengajukan hak jawab diatur dengan Peraturan Dewan Pers 9/2008 . Jadi, apabila Anda merasa dirugikan atas suatu pemberitaan misalnya karena dianggap sebagai pencemaran nama baik atau berita bohong, upaya pertama yang bisa dilakukan adalah menggunakan hak jawab . Isi hak jawab akan ditayangkan secara proporsional oleh pers terkait dalam waktu secepatnya atau pada kesempatan pertama. [9] Melayani hak jawab dan hak koreksi adalah kewajiban hukum bagi pers yang disertai ancaman pidana denda paling banyak Rp500 juta jika tidak melaksanakannya. [10] Artinya, persoalan hak jawab bukan hanya masalah etik tetapi juga masalah hukum. Apabila hak jawab belum cukup memuaskan, Anda bisa mengadukan perkara pemberitaan yang merugikan itu kepada Dewan Pers. Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada yang ditunjuk Dewan Pers sebagai Ahli Dewan Pers, [11] Herlambang Perdana Wiratraman memberikan penjelasan tambahan tentang mekanisme pengaduan. Setiap pengaduan keberatan yang masuk ke Dewan Pers akan ditanggapi dengan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi. Isinya adalah saran penyelesaian yang diberikan Dewan Pers. [12] Ketentuan lebih lengkap tentang pengaduan ke Dewan Pers diatur dalam Peraturan Dewan Pers 01/2017 . Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers dan Wartawan? Menjawab pertanyaan Anda mengenai bisakah seseorang atau badan hukum menggugat atau menuntut pers, dapat kami sampaikan bahwa apabila pihak pengadu yang tidak puas dengan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi dari Dewan Pers, maka bisa melanjutkan pada mekanisme gugatan perdata . Namun, Herlambang mengatakan mekanisme gugatan perdata jarang terjadi karena pengadilan sejauh ini mengikuti mekanisme Dewan Pers . [13] Adapun, berkaitan dengan tuntutan pidana, SEMA 13/2008 juga memberi pedoman agar pengadilan mendengar atau meminta keterangan ahli dari Dewan Pers dalam menangani delik pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers secara teori dan praktik. Penting dicatat bahwa Dewan Pers telah memiliki nota kesepahaman dengan Polri [14] dan Kejaksaan Agung. [15] Isinya menegaskan kerja sama untuk menegakkan perkara hukum terkait kegiatan jurnalistik sesuai dengan UU Pers. Secara khusus disepakati bahwa laporan pidana ke kepolisian atas produk pers akan diarahkan untuk diselesaikan di Dewan Pers terlebih dahulu . [16] Herlambang menegaskan bahwa sejauh ini berbagai upaya pemidanaan akibat produk pemberitaan pers hampir tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia dan dunia. [17] Berdasarkan SEMA 13/2008 serta Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri maupun Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kejaksaan Agung , ada indikasi bahwa aparat penegak hukum Indonesia pun mengutamakan mekanisme penyelesaian di Dewan Pers alih-alih secara hukum (pidana). Namun, harus dipahami bahwa peluang untuk mengajukan gugatan atau tuntutan kepada pers maupun wartawan tetap ada. Hanya saja, Herlambang telah menegaskan jika berkaitan dengan produk pers yang telah memenuhi UU Pers kecil kemungkinan akan diproses oleh aparat penegak hukum. Berkaitan dengan media online atau media elektronik yang juga terikat sebagai penyelenggara sistem elektronik berdasarkan UU ITE (dan perubahannya), Dewan Pers menilai pasal-pasal UU ITE tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dan jelas diatur dalam UU Pers. Pernyataan sikap itu disampaikan lewat Siaran Pers No. 25/SP/DP/XII/2023 . Dewan Pers merujuk pada Lampiran angka 3 huruf l SKB UU ITE bahwa untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis bukan UU ITE . Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers. Perlu diketahui pula bahwa Dewan Pers juga sudah menerbitkan pedoman khusus untuk media online yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber . Bisakah Menggugat atau Menuntut Narasumber Berita? Terakhir, mengenai kemungkinan gugatan atau tuntutan kepada narasumber berita yang diperkarakan, Putusan Kasasi MA No. 646 K/Pid.Sus/2019 pernah membebaskan narasumber berita yang didakwa atas penghinaan atau pencemaran nama baik dalam UU ITE. Mahkamah Agung menilai bahwa (hal. 5): … tidak dapat dinilai sebagai perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik . Jadi, pernyataan narasumber berita yang disiarkan media elektronik tidak bisa membuatnya dijerat delik pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong. Lebih lanjut, Mahkamah Agung juga menilai (hal. 6): Bahwa hasil wawancara Terdakwa dengan beberapa media karena sudah diolah menjadi berita sehingga termasuk karya jurnalistik, maka pertanggungjawabannya ada pada pengelola media yang bersangkutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Artinya, dugaan pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong narasumber berita dalam hasil wawancara pemberitaan juga diakui sebagai produk pers yang tunduk pada mekanisme UU Pers. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Peraturan Dewan Pers Nomor: 01/Peraturan-DP/VII/2017 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers ; Peraturan Dewan Pers Nomor: 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab ; Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli ; Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Dan Kapolri Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana Telah DIubah dengang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2019, Nomor KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia ; Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 03/DP/MoU/III/2022, Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan . Putusan : Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 646 K/Pid.Sus/2019 . Referensi: Apa saja syarat menjadi ahli dari Dewan Pers yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB; FAQ Dewan Pers; Apa beda ak jawab dan hak koreksi? yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB; Pedoman Pemberitaan Media Siber yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB; Siaran Pers No. 25/SP/DP/XII/2023 yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB. Catatan : Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB. [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) [2] Pasal 1 angka 1 UU Pers [3] Pasal 1 angka 1 UU Pers [4] Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) jo. Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers [5] Pasal 1 angka 11 UU Pers [6] Pasal 1 angka 12 UU Pers [7] Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers [8] FAQ Dewan Pers; Apa beda ak jawab dan hak koreksi? (hal. 33) yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB. [9] Angka 13 huruf d Peraturan Dewan Pers Nomor: 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab [10] Pasal 18 ayat (2) UU Pers [11] Lihat Apa saja syarat menjadi ahli dari Dewan Pers , yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB. [12] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB. [13] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB. [14] Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 03/DP/MoU/III/2022, Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan (“Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri”) [15] Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2019, Nomor KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia [16] Pasal 4 ayat (2) Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri [17] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB. TAGS pers dewan pers pencemaran nama baik uu pers | {766: '1. pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia', 767: '1. pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia', 768: "['(1) pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.', '(2) pers wajib melayani hak jawab.']", 769: '11. hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.', 770: '12. hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.', 771: 'Pertimbangan atas pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d adalah yang berkaitan dengan Hak Jawab, Hak Koreksi dan dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik.', 772: 'Perbedaan antara hak jawab dan hak koreksi terletak wewenang pada pihak yang melakukannya. Hak Jawab diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang. Hak jawab berisi tanggapan atau sanggahan terhadap berita yang menyangkut langsung diri dari pihak yang dirugikan. Hak koreksi berisi koreksi dari siapa saja menyangkut informasi apapun yang dinilainya salah, terutama kekeliruan fakta dan data teknis.', 773: 'd. Pelaksanaan Hak Jawab harus dilakukan dalam waktu yang secepatnya, atau pada kesempatan pertama sesuai dengan sifat pers yang bersangkutan; 1) Untuk pers cetak wajib memuat Hak Jawab pada edisi berikutnya atau selambat-lambatnya pada dua edisi sejak Hak Jawab dimaksud diterima redaksi. 2) Untuk pers televisi dan radio wajib memuat Hak Jawab pada program berikutnya. ', 774: "['(1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat', '(2) dan ayat']", 775: 'Untuk dapat dipilih menjadi anggota Dewan Pers harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memahami kehidupan pers nasional. b. Mendukung kemerdekaan pers berdasarkan Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Wartawan, pemimpin perusahaan pers dan tokoh masyarakat yang memiliki catatan tidak mendukung kemerdekaan pers tidak dapat dipilih menjadi anggota Dewan Pers. c. Memiliki integritas pribadi. d. Memiliki sense of objectivity dan sense of fairness. e. Memiliki pengalaman yang luas tentang demokrasi, kemerdekaan pers, dan mekanisme kerja jurnalistik. f. Ahli di bidang pers dan atau hukum di bidang pers', 776: 'Apabila hak jawab belum cukup memuaskan, Anda bisa mengadukan perkara pemberitaan yang merugikan itu kepada Dewan Pers. Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada yang ditunjuk Dewan Pers sebagai Ahli Dewan Pers, Herlambang Perdana Wiratraman memberikan penjelasan tambahan tentang mekanisme pengaduan. Setiap pengaduan keberatan yang masuk ke Dewan Pers akan ditanggapi dengan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi. Isinya adalah saran penyelesaian yang diberikan Dewan Pers.', 777: "['(1) Maksud Perjanjian Kerja Sama ini sebagai pedoman bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.', '(2) Tujuan Perjanjian Kerja Sama ini guna terwujudnya kerja sama yang sinergis bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.']", 778: "['(1) Maksud Perjanjian Kerja Sama ini sebagai pedoman bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.', '(2) Tujuan Perjanjian Kerja Sama ini guna terwujudnya kerja sama yang sinergis bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.']", 779: "['(1) Maksud Perjanjian Kerja Sama ini sebagai pedoman bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.', '(2) Tujuan Perjanjian Kerja Sama ini guna terwujudnya kerja sama yang sinergis bagi PARA PIHAK dalam rangka teknis pelaksanaan pelindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan.']"} |
Apakah mengadakan kegiatan sahur on the road (SOTR) itu ada akibat hukumnya? Apakah ada hukum yang mengatur sahur on the road?
Apa saja perizinan yang diperlukan untuk mengadakan SOTR?
Apakah SOTR perlu dikawal Polisi? Jika tidak, bagaimana jika panitia SOTR menghentikan kendaraan di persimpangan/perempatan jalan?
Apakah boleh menggunakan klakson yang mirip suara sirene polisi bagi posisi mobil yang paling depan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Apakah Kegiatan Sahur di Jalan Melanggar Hukum? yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada 30 Juni 2015. . Pengertian Sahur on the Road Berdasarkan pertanyaan Anda, istilah " sahur on the road ” jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia adalah “ sahur di jalan ”. Sesuai dengan istilahnya, sahur on the road adalah kegiatan santap sahur atau makan sebelum waktu subuh bagi yang hendak menjalankan ibadah puasa Ramadan. Pada umumnya, sahur on the road dilakukan secara berkelompok , yaitu selain bersantap sahur, kelompok tersebut biasanya akan berkeliling jalan untuk membagikan makanan sahur kepada umat muslim lain yang membutuhkan. [1] Dari pengertian sahur on the road , dapat kami asumsikan kegiatan tersebut dilakukan secara berkelompok atau konvoi , yaitu iring-iringan kendaraan (dalam suatu perjalanan Bersama). Ketertiban Umum Mengenai akibat hukum sahur on the road , harus dilihat kembali apa saja yang dilakukan pada saat sahur on the road . Seperti misalnya akan melakukan konvoi dan sebagainya. Namun pada dasarnya, kegiatan yang dilakukan secara konvoi (dalam hal ini sahur on the road ) tidak boleh sampai mengganggu ketertiban umum. Mengenai ketertiban umum ini dapat dilihat di peraturan daerah setempat. Misalnya dalam Perda DKI Jakarta 8/2007 . Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan berbentuk konvoi yang berkaitan dengan ketertiban umum: dilarang memasuki atau berada di jalur hijau atau taman yang bukan untuk umum; [2] dilarang melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun yang dapat merusak pagar, jalur hijau, atau taman, beserta kelengkapannya; [3] dilarang membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan kebersihan lingkungan; [4] jika setelah konvoi, Anda merencanakan melakukan kegiatan keramaian, Anda wajib mendapatkan izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk sepanjang bukan merupakan tugas, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Pusat; [5] jika Anda juga menyelenggarakan kegiatan keramaian dengan memanfaatkan jalur jalan yang dapat mengganggu kepentingan umum, Anda wajib mendapat izin dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk; [6] jika Anda menggunakan atribut, Anda dilarang membuang benda-benda atau atribut tersebut di jalan, jalur hijau, dan tempat umum lainnya. [7] Sebagai informasi, secara historis sebagaimana dijelaskan dalam Satgas PA Dukung Larangan Sahur di Jalan , Satgas Perlindungan Anak pernah mendukung kebijakan Walikota Jakarta Selatan yang melarang pelaksanaan sahur on the road karena hal itu adalah bentuk pelanggaran Perda DKI Jakarta 8/2007 . Salah satu yang diatur dalam perda tersebut adalah larangan memberi kepada pengemis di jalan . [8] Satgas Perlindungan Anak lalu menyarankan agar pelaksanaan sahur on the road bisa langsung dilakukan di tempat semestinya, misalnya perumahan kumuh dan miskin, panti asuhan, tempat penampungan atau tempat rehabilitasi sosial lainnya. Kemudian, mengenai perizinan, sepanjang penelusuran kami, tidak ada yang mengatur mengenai perizinan sahur on the road . Jika kegiatan sahur on the road Anda sampai mengganggu lalu lintas karena misalnya Anda melakukan konvoi, maka sebaiknya Anda meminta izin dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”). Hal ini dikarenakan kegiatan konvoi berpotensi mengganggu lalu lintas, seperti misalnya konvoi tersebut membutuhkan pengawalan atau akan memberhentikan lalu lintas. : Aturan Konvoi dan Tata Cara Pengaturannya Pengawalan oleh Polri Selanjutnya mengenai kendaraan yang dikawal polisi, pengawalan kendaraan oleh Polri pada prinsipnya bertujuan untuk mewujudkan dan memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan jalan. [9] Pada dasarnya, kendaraan yang harus mendapatkan pengawalan adalah kendaraan yang mendapatkan hak utama, yaitu: [10] a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; b. ambulans yang mengangkut orang sakit; c. kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas; d. kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia; e. kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; f. iring-iringan pengantar jenazah; dan g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri. Adapun yang dimaksud dengan " kepentingan tertentu " adalah kepentingan yang memerlukan penanganan segera, antara lain kendaraan untuk penanganan ancaman bom, kendaraan pengangkut pasukan, kendaraan untuk penanganan huru-hara, dan kendaraan untuk penanganan bencana alam. [11] Berdasarkan ketentuan di atas, menurut hemat kami pihak yang melakukan konvoi dapat meminta pengawalan polisi jika memang dirasa hal tersebut untuk keamanan lalu lintas. Menghentikan Kendaraan di Persimpangan Jalan Mengenai menghentikan kendaraan di persimpangan/perempatan jalan, yang berhak melakukan hal tersebut adalah Polri. Memberhentikan kendaraan di jalan dapat dilakukan dalam hal Polri melakukan pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu, sebagaimana diatur dalam Perkapolri 10/2012 . Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Perkapolri 10/2012 , pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu adalah tindakan petugas dalam hal mengatur lalu lintas di jalan dengan menggunakan gerakan tangan, isyarat bunyi, isyarat cahaya dan alat bantu lainnya dalam keadaan tertentu. Pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk kelancaran lalu lintas yang disebabkan antara lain oleh: [12] perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional; adanya pengguna jalan yang diprioritaskan ; adanya pekerjaan jalan; adanya kecelakaan lalu lintas; adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional antara lain peringatan hari ulang tahun kemerdekaan republik indonesia, hari ulang tahun suatu kota, dan hari-hari nasional lainnya; adanya kegiatan olahraga, konferensi berskala nasional maupun internasional; terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, dan kebakaran; dan adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas. Mengenai pengguna jalan yang diprioritaskan, kami asumsikan satunya adalah konvoi. Kemudian, dalam keadaan-keadaan tertentu/darurat tersebut, akan ada tindakan pengaturan lalu lintas yang meliputi: [13] memberhentikan arus lalu lintas dan/atau pengguna jalan ; mengatur pengguna jalan untuk terus jalan; mempercepat arus lalu lintas; memperlambat arus lalu lintas; mengalihkan arus lalu lintas; dan/atau menutup dan membuka arus lalu lintas . Ini berarti jika ada konvoi (kendaraan yang mendapatkan hak utama/prioritas), Polri mempunyai hak untuk memberhentikan lalu lintas. Sirene Polisi Menjawab pertanyaan Anda mengenai penggunaan klakson menyerupai bunyi sirene polusi, untuk kepentingan tertentu , kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene . [14] Yang dimaksud dengan " kepentingan tertentu " disini adalah kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai tanda yang memerlukan perhatian khusus dari pengguna jalan untuk keselamatan. [15] Penggunaan lampu isyarat dan sirene adalah sebagai berikut: [16] lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan lampu isyarat warna kuning tanpa sirine digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus. Sebagai informasi, jika seseorang menggunakan lampu isyarat atau sirene padahal ia bukan orang yang berhak sebagaimana diuraikan di atas, maka pelakunya dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp250 ribu. [17] Larangan Sahur on the Road Walaupun terdapat ketentuan mengenai konvoi di jalan, namun Anda perlu perhatikan aturan setempat mengenai konvoi sahur on the road , yaitu ada atau tidaknya larangan sahur on the road di daerah Anda tinggal. Sebagai contoh, dikutip dari laman Humas Polri , Kapolda Metro Jaya menerbitkan Maklumat No: Mak/01/III/2024 , yang berisi larangan sejumlah kegiatan masyarakat selama bulan Ramadan 1445/2024. Maklumat tersebut berguna untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum Polda Metro Jaya, DKI Jakarta. Berikut isi Maklumat Kapolda Metro Jaya: Bahwa untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, demi menjaga ketenangan dan kenyamanan masyarakat dalam melaksanakan ibadah puasa serta mengantisipasi kegiatan masyarakat yang disalahgunakan sehingga dapat mengakibatkan terganggunya ketertiban umum, maka dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut: Larangan berkonvoi berkendaraan (Pasal 134 huruf g Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, “ Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia)”; Bermain petasan/kembang api (Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951); dan Berkumpul atau berkerumun sambil menunggu berbuka puasa dan sahur yang dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat seperti: Balapan liar (Pasal 115 dan Pasal 297 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan); dan Tawuran (Pasal 170, 351, 355, 358 KUHP yang merupakan bentuk kejahatan, dan Pasal 489 KUHP yang merupakan bentuk pelanggaran). Bahwa apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan Maklumat ini, maka anggota Polda Metro Jaya dapat melakukan tindakan Kepolisian sesuai ketentuan Pasal 212 KUHP, Pasal 216 ayat (1) KUHP dan Pasal 218 KUHP. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas ; Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum ; Maklumat Nomor: Mak/01/III/2024 Referensi : Patrik Sixdio Gian Hiwono (et.al). Implikasi Terhadap Interaksi Sosial Dan Tata Cara Ibadah Puasa Dalam Kehidupan Selama Bulan Ramadhan . Moderasi: Jurnal Kajian Islam Kontemporer, Vol. 1, No. 2, 2023; Humas Polri , Menjaga Kondusifitas Selama Bulan Ramadhan, Kapolda Metro Jaya Terbitkan Maklumat , yang diakses pada hari Selasa, 19 Maret 2024, pukul 12.00 WIB; KBBI, konvoi , yang diakses pada hari Selasa, 19 Maret 2024, pukul 10.21 WIB. [1] Patrik Sixdio Gian Hiwono (et.al). Implikasi Terhadap Interaksi Sosial Dan Tata Cara Ibadah Puasa Dalam Kehidupan Selama Bulan Ramadhan . Moderasi: Jurnal Kajian Islam Kontemporer, Vol. 1, No. 2, 2023, hal. 9 [2] Pasal 12 huruf a Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI Jakarta 8/2007”) [3] Pasal 12 huruf b Perda DKI Jakarta 8/2007 [4] Pasal 21 huruf b Perda DKI Jakarta 8/2007 [5] Pasal 49 Perda DKI Jakarta 8/2007 [6] Pasal 51 Perda DKI Jakarta 8/2007 [7] Pasal 54 ayat (2) Perda DKI Jakarta 8/2007 [8] Pasal 40 ayat (3) Perda DKI Jakarta 8/2007 [9] Pasal 200 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) [10] Pasal 135 jo. Pasal 134 UU LLAJ [11] Penjelasan Pasal 134 huruf g UU LLAJ [12] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas (“Perkapolri 10/2012”) [13] Pasal 4 ayat (2) Perkapolri 10/2012 [14] Pasal 59 ayat (1) UU LLAJ [15] Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU LLAJ [16] Pasal 59 ayat (5) UU LLAJ [17] Pasal 287 ayat (4) UU LLAJ TAGS puasa ramadan larangan polisi ramadhan | {780: 'Pada umumnya, sahur on the road dilakukan secara berkelompok, yaitu selain bersantap sahur, kelompok tersebut biasanya akan berkeliling jalan untuk membagikan makanan sahur kepada umat muslim lain yang membutuhkan.', 781: 'pasal 12 setiap orang atau badan dilarang: a. memasuki atau berada di jalur hijau atau aman yang bukan untuk umum; b. melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun yang dapat merusak pagar, jalur hijau, atau taman, beserta kelengkapannya; c. bertempat tinggal di jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; d. menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; e. berdiri dan/atau duduk pada sandaran jembatan dan pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; f. melompati, atau menerobos sandaran jembatan atau pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; g. memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau dan taman. h. berjongkok dan berdiri di atas bangku taman serta membuang sisa permen karet pada bangku taman. bab iv tertib sungai, saluran, kolam dan lepas pantai', 782: 'pasal 12 setiap orang atau badan dilarang: a. memasuki atau berada di jalur hijau atau aman yang bukan untuk umum; b. melakukan perbuatan atau tindakan dengan alasan apapun yang dapat merusak pagar, jalur hijau, atau taman, beserta kelengkapannya; c. bertempat tinggal di jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; d. menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; e. berdiri dan/atau duduk pada sandaran jembatan dan pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; f. melompati, atau menerobos sandaran jembatan atau pagar sepanjang jalan, jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum; g. memotong, menebang pohon atau tanaman yang tumbuh di sepanjang jalan, jalur hijau dan taman. h. berjongkok dan berdiri di atas bangku taman serta membuang sisa permen karet pada bangku taman. bab iv tertib sungai, saluran, kolam dan lepas pantai', 783: 'pasal 21 setiap orang atau badan dilarang: a. mencoret-coret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau di tembok, jembatan lintas, jembatan penyebrangan orang, halte, tiang listrik, pohon, kendaraan umum dan sarana umum lainnya; b. membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan tempat- tempat lain yang dapat merusak keindahan dan kebersihan lingkungan; c. membuang air besar dan kecil di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan saluran air.', 784: 'pasal 49 setiap penyelenggaraan kegiatan keramaian wajib mendapat izin dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk sepanjang bukan merupakan tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat,', 785: 'pasal 51 penyelenggaraan kegiatan keramaian di luar gedung dan/atau memanfaatkan jalur jalan yang dapat mengganggu kepentingan umum wajib mendapat izin dari gubernur atau pejabat yang ditunjuk. bab xi tertib peran serta masyarakat', 786: "['(1) setiap orang atau badan dilarang merusak prasarana dan sarana umum pada waktu berlangsungnya penyampaian pendapat, unjuk rasa dan/atau pengerahan massa.']", 787: 'pasal 40 setiap orang atau badan dilarang: a. menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil; b. menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil; c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil.', 788: "['(1) kepolisian negara republik indonesia bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan dalam mewujudkan dan memelihara keamanan lalu lintas dan angkutan jalan.', '(2) penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kerja sama antara pembina lalu lintas dan angkutan jalan dan masyarakat.']", 789: "['(1) kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam pasal 134 harus dikawal oleh petugas kepolisian negara republik indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.', '(2) angkutan . . . (2) petugas kepolisian negara republik indonesia melakukan pengamanan jika mengetahui adanya pengguna jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).']", 790: 'pasal 134 pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut: a. kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas; b. ambulans yang mengangkut orang sakit; c. kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas; d. kendaraan pimpinan lembaga negara republik indonesia; e. kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara; f. iring-iringan pengantar jenazah; dan g. konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas kepolisian negara republik indonesia. paragraf 2 tata cara pengaturan kelancaran', 791: 'Pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dilakukan pada saat sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk Kelancaran Lalu Lintas yang disebabkan antara lain oleh: a. perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau situasional; b. adanya pengguna jalan yang diprioritaskan; c. adanya pekerjaan jalan; d. adanya kecelakaan lalu lintas; e. adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional antara lain peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun suatu kota, dan hari-hari nasional lainnya; f. adanya kegiatan olahraga, konferensi berskala nasional maupun internasional; g. terjadi keadaan darurat antara lain kerusuhan massa, demonstrasi, bencana alam, dan kebakaran; dan h. adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan Lalu Lintas.', 792: 'Tindakan pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu meliputi; a. memberhentikan arus lalu lintas dan/atau pengguna jalan; b. mengatur pengguna jalan untuk terus jalan; c. mempercepat arus lalu lintas; d. memperlambat arus lalu lintas; e. mengalihkan arus lalu lintas; dan/atau f. menutup dan membuka arus lalu lintas.', 171: "['(1) untuk kepentingan tertentu, kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.', '(2) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna: a. merah; b. biru; dan c. kuning.', '(3) lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama.', '(4) lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada pengguna jalan lain.', '(5) penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas kepolisian negara republik indonesia; (5) pengawasan . . . b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan tentara nasional indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.', '(6) ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.']", 793: 'Yang dimaksud dengan “kepentingan tertentu” adalah Kendaraan yang karena sifat dan fungsinya diberi lampu isyarat berwarna merah atau biru sebagai tanda memiliki hak utama untuk kelancaran dan lampu isyarat berwarna kuning sebagai tanda yang memerlukan perhatian khusus dari Pengguna Jalan untuk keselamatan.', 794: "['(1) untuk kepentingan tertentu, kendaraan bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.', '(2) lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna: a. merah; b. biru; dan c. kuning.', '(3) lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda kendaraan bermotor yang memiliki hak utama.', '(4) lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada pengguna jalan lain.', '(5) penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut: a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas kepolisian negara republik indonesia; (5) pengawasan . . . b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan tentara nasional indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah; dan c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek kendaraan, dan angkutan barang khusus.', '(6) ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.']", 795: "['(1) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).', '(2) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau larangan yang dinyatakan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).', '(3) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan gerakan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat', '(4) huruf d atau tata cara berhenti dan parkir sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf e dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (3) setiap . . . (4) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar ketentuan mengenai penggunaan atau hak utama bagi kendaraan bermotor yang menggunakan alat peringatan dengan bunyi dan sinar sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 , pasal 106 ayat (4) huruf f, atau pasal 134 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).', '(5) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf g atau pasal 115 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).']"} |
Apakah benar Pasal 5 UU 1/2023 mengatur tentang asas pelindungan dan asas nasionalitas aktif? Jika benar, apa itu asas pelindungan dan asas nasionalitas pasif? Bagaimana bunyi Pasal 5 KUHP baru? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pengertian Asas Nasionalitas Pasif Menurut I Wayan Parthiana , dalam hukum internasional, negara memiliki yurisdiksi atas orang yang bukan warga negaranya yang melakukan tindakan atau perbuatan yang merugikan negara itu ataupun warga negaranya sendiri, yang dilakukan di/dari luar wilayahnya. Hal ini disebut yurisdiksi kewarganegaraan pasif , atau dikenal dengan asas nasionalitas pasif . Dengan demikian, yurisdiksi semacam ini disebut dengan yurisdiksi personal berdasarkan prinsip pelindungan ( protective principle ) . [1] Hal serupa juga dijelaskan oleh Sefriani , yaitu berdasarkan prinsip nasionalitas pasif, negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri. [2] : Asas Nasionalitas Aktif dan Asas Personalitas dalam Hukum Pidana Lantas, bagaimana rumusan asas nasionalitas pasif di dalam hukum pidana Indonesia? Asas Nasionalitas Pasif dalam KUHP Dalam hukum pidana Indonesia, rumusan asas nasionalitas pasif / asas pelindungan diatur dalam Pasal 3 dan 4 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, sebagai berikut: Pasal 3 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Pasal 4 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia : salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131; suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh Pemerintah Indonesia; pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan calon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu; salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. Walaupun pada prinsipnya negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri, namun Pasal 3 dan 4 KUHP menggunakan istilah “setiap orang” . Dengan demikian, berdasarkan hukum pidana Indonesia, makna “setiap orang” bisa saja orang yang berkewarganegaraan Indonesia , orang yang berkewarganegaraan asing , ataupun orang tanpa kewarganegaraan . [3] Asas Pelindungan dan Asas Nasionalitas Pasif dalam UU 1/2023 Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [4] yaitu tahun 2026, asas pelindungan dan asas nasionalitas pasif diatur dalam Pasal 5 sebagai berikut: Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan: keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan; martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/atau Pejabat Indonesia di luar negeri; mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia; perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia; keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan; keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia; keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik; kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana. Penjelasan Pasal 5 UU 1/2023 Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 5 UU 1/2023 , ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional tertentu di luar negeri . Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan terbuka . Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis tindak pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis tindak pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka dalam batas yang telah ditentukan sebagai tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia. Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan formulasi tindak pidana oleh pembentuk undang-undang pada masa yang akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan tindak pidana yang menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional yang dilindungi . Lalu, pelaku hanya dituntut atas tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia . Pelaku tindak pidana yang dikenai ketentuan ini adalah setiap orang , baik warga negara Indonesia maupun orang asing , yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia . Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya tindak pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara, oleh negara tempat tindak pidana dilakukan tidak selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana. : 5 Asas-Asas Hukum Pidana dalam KUHP Baru Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : I Wayan Parthiana. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi. Bandung: CV. Yrama Widya, 2004; Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010. [1] I Wayan Parthiana. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi. Bandung: CV. Yrama Widya, 2004, hal. 14 [2] Sefriani. Hukum Internasional: Suatu Pengantar . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 243 [3] I Wayan Parthiana. Hukum Pidana Internasional dan Ekstradisi. Bandung: CV. Yrama Widya, 2004, hal. 15 [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS kuhp hukum pidana potd | {796: 'Dengan demikian, yurisdiksi semacam ini disebut dengan yurisdiksi personal berdasarkan prinsip pelindungan (protective principle).', 797: '[1] Hal serupa juga dijelaskan oleh Sefriani, yaitu berdasarkan prinsip nasionalitas pasif, negara memiliki yurisdiksi terhadap warganya yang menjadi korban kejahatan yang dilakukan orang asing di luar negeri.', 798: 'Dengan demikian, berdasarkan hukum pidana Indonesia, makna “setiap orang” bisa saja orang yang berkewarganegaraan Indonesia, orang yang berkewarganegaraan asing, ataupun orang tanpa kewarganegaraan.', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Saya merental motor, namun saya ditangkap polisi karena dituduh mencuri motor. Saya baru tahu kalau motor yang saya rental itu merupakan motor curian. Saya katakan bahwa saya hanya merental motor tersebut, namun polisi malah menuduh lain yaitu saya dituduh melakukan penadahan. Jika saya tidak bersalah, apakah saya bisa dihukum? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 25 Januari 2017. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP Pada dasarnya, tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 476 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026. [1] Pasal 362 KUHP Pasal 476 UU 1/2023 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian , dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. [2] Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian , dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [3] Terkait pasal pencurian, menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249), Pasal 362 KUHP adalah “pencurian biasa”. Lalu, agar suatu perbuatan dapat dijerat dengan pasal pencurian, maka perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: perbuatan mengambil; yang diambil harus sesuatu barang; barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain; pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak). Dilihat dari unsur-unsur tindak pidana pencurian di atas, dapat kami simpulkan bahwa barang kepunyaan orang lain yang diambil secara melawan hukum merupakan barang hasil kejahatan . Selanjutnya, menurut Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 , yang dimaksud dengan “mengambil” tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan mengambil lainnya secara fungsional (nonfisik) yang mengarah pada maksud “memiliki barang orang lain secara melawan hukum.” Misalnya, pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga listrik tanpa hak. Sementara yang dimaksud dengan “dimiliki” adalah mempunyai hak atas barang tersebut. Penjelasan selengkapnya mengenai pasal pencurian dapat Anda baca pada artikel Ini Bunyi Pasal 362 KUHP tentang Pencurian . Tindak Pidana Penadahan dalam KUHP Adapun terhadap barang hasil kejahatan dapat dilakukan penadahan, sebagaimana termuat dalam Pasal 480 KUHP dan Pasal 591 UU 1/2023 sebagai berikut: Pasal 480 KUHP Pasal 591 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu: [4] barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan; barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. Dipidana karena penadahan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta, [5] setiap orang yang: membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menerima jaminan atau gadai, menerima hadiah atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana; atau menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana. Kemudian, untuk dijerat pasal di atas perlu dilihat apakah perbuatan Anda memenuhi unsur-unsur tindak pidana penadahan. Menurut R. Soesilo, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Tidak Tahu Barang yang Dibeli Hasil Curian, Bisakah Dipidana? , unsur-unsur pasal tindak pidana penadahan adalah: Yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah” itu sebenarnya hanya perbuatan yang disebutkan pada Pasal 480 sub 1 KUHP . Perbuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian: Membeli, menyewa , dan sebagainya (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan. Misalnya, A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya, bahwa barang itu berasal dari curian. Disini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli arloji itu hendak mencari untung. Menjual, menukarkan, menggadaikan, dan sebagainya dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan. Misalnya, A yang mengetahui, bahwa arloji asal dari curian, disuruh oleh B (pemegang arloji itu) menggadaikan arloji itu ke rumah gadai dengan menerima upah. Elemen penting pasal ini adalah terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu asal dari kejahatan . Di sini, terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai) bahwa barang itu bukan barang “terang”. Untuk membuktikan elemen tersebut memang sukar, akan tetapi dalam praktiknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan. Barang asal dari kejahatan misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, sekongkol, dan lain-lain. Selain itu, dalam Penjelasan Pasal 591 UU 1/2023 , benda dalam ketentuan ini adalah benda yang berasal dari tindak pidana, misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, atau penipuan. Tindak pidana yang diatur dalam ketentuan ini disebut dengan tindak pidana proparte dolus proparte culpa . Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan tindak pidana penadahan dan tindak pidana pencurian merupakan delik yang berbeda yang diatur dalam pasal-pasal yang berbeda dan unsur-unsur tindak pidananya pun berbeda pula. Menjawab pertanyaan Anda, seseorang terbukti atau dinyatakan sebagai penadah jika memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 480 KUHP atau Pasal 591 UU 1/2023 yang kami sebutkan di atas. Sehingga, apabila Anda sebagai orang yang merental atau menyewa motor hasil curian tersebut dituduh sebagai penadah, maka harus dibuktikan bahwa Anda memenuhi unsur penadahan , yaitu Anda sebagai penyewa harus patut mencurigai bahwa motor yang disewa merupakan barang hasil curian . : Tindak Pidana Penadah Barang Curian dan Jerat Hukumnya Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Sukabumi: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dikali 1000 [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [4] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikali 1000 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS kendaraan bermotor pencurian motor penadahan sepeda motor pidana | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 200: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 202: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,'} |
Bagaimana legalitas lokasi tempat pelacuran/prostitusi yang bahkan dilakukan dan/atau diketahui pemerintah? Rumah pelacuran melanggar ketentuan apa? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh BBKH Fakultas Hukum Universitas Pasundan dan pertama kali dipublikasikan pada 9 November 2020. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Larangan Prostitusi Sejauh ini, kami tidak menemukan adanya legalitas mengenai tempat pelacuran/prostitusi. Terkait dengan tempat prostitusi yang Anda maksud, maka dalam hal ini kami menganggap bahwa pemerintah itu sendiri telah melanggar kebijakan yang telah dibentuknya. Pemerintah hendaknya bersikap tegas terhadap keberadaan tempat prostitusi. Lalu, kami mengasumsikan prostitusi yang Anda maksud adalah penjaja seks komersial atau Pekerja Seks Komersial (“PSK”) yang sudah berusia dewasa. Pada dasarnya, PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau uang dari yang telah memakai jasa mereka tersebut. [1] Sedangkan menurut KBBI , prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan atau pelacuran. Perlu Anda ketahui, beberapa daerah di Indonesia telah menuangkan peraturan daerah terkait upaya pemberantasan prostitusi. Sebagai contoh, Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mengatur mengenai larangan prostitusi dalam Perda DKI 8/2007 . Dalam Pasal 42 ayat (2) Perda DKI 8/2007 terdapat larangan yang berbunyi: Setiap orang dilarang: menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial; menjadi penjaja seks komersial; memakai jasa penjaja seks komersial. Adapun pada bagian penjelasan, kegiatan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial dikenal sebagai germo. [2] Lalu pada umumnya, penjaja seks komersial dilakukan oleh penyandang masalah tuna susila baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dikenal masyarakat umum dengan sebutan Wanita Tuna Susila, Pria Tuna Susila (gigolo), Waria Tuna Susila, yang melakukan hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapatkan imbalan baik berupa uang, materi maupun jasa. [3] Selanjutnya, setiap orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila . [4] Yang dimaksud dengan bangunan atau rumah antara lain hotel, losmen, barber shop, spa, panti pijat tradisional, salon kecantikan dan rumah kost. [5] Orang atau badan yang menjadi PSK atau memakai jasa PSK diancam pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta. [6] Sedangkan orang atau badan yang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 30 hari dan paling lama 180 hari atau denda paling sedikit Rp5 juta dan paling banyak Rp50 juta. [7] Patut dicatat, bentuk tindak pidana menjadi PSK, memakai jasa PSK, dan menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila adalah tindak pidana pelanggaran . [8] Sedangkan bagi orang atau badan yang menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi PSK dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan termasuk tindak pidana kejahatan . [9] Di daerah lain, misalnya Tangerang juga mempunyai peraturan terkait prostitusi yang tercantum dalam Perda Tangerang 8/2005 . Adapun Pasal 2 Perda Tangerang 8/2005 mengatur secara lengkap sebagai berikut: Setiap orang di Daerah baik sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dilarang mendirikan dan/atau mengusahakan atau menyediakan tempat dan/atau orang untuk melakukan pelacuran. Siapapun di Daerah dilarang baik secara sendiri ataupun bersama-sama untuk melakukan perbuatan pelacuran. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, berlaku juga bagi tempat-tempat hiburan, hotel, penginapan atau tempat-tempat lain di daerah. Pelanggaran ketentuan di atas diancam kurungan paling lama 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp15 juta. [10] Sanksi Pidana Muncikari Dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [11] yaitu tahun 2026, terdapat ketentuan untuk menjerat penyedia PSK/germo/muncikari sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 296 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 15 juta. [12] Pasal 420 Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Pasal 506 Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun. Pasal 421 Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419 atau Pasal 420 dilakukan sebagai kebiasaan atau untuk menarik keuntungan sebagai mata pencaharian pidananya dapat ditambah 1/3. Penjelasan selengkapnya mengenai pasal-pasal di atas dapat Anda baca di artikel Pasal untuk Menjerat Pemakai Jasa PSK . Sanksi Pidana Pengguna Jasa PSK dan PSK Lantas, apakah para pengguna PSK dan PSK bisa dipidana? Berdasarkan penelusuran kami, tidak ada pasal dalam KUHP maupun UU 1/2023 yang secara khusus menjerat pengguna jasa PSK . Namun, jika pelanggan PSK tersebut telah mempunyai pasangan resmi (atas dasar pernikahan sah), dan kemudian pasangannya tersebut mengadukan perbuatan pasangannya yang memakai jasa PSK, maka orang yang memakai jasa PSK dan PSK tersebut dapat dijerat dengan pasal perzinaan dalam Pasal 284 KUHP dan Pasal 411 UU 1/2023 . Penjelasan selengkapnya mengenai pasal perzinaan dapat Anda baca di artikel Bunyi Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan . : Bisakah Konsumen VCS Dipidana? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ; Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran ; Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum . Referensi : Zeti Utami dan Hadibah Zachra Wadjo. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Seks Komersil Anak di Kabupaten Kepulauan Aru . Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum, Vol. 1, No. 1, 2021; KBBI, prostitusi , yang diakses pada Kamis, 14 Maret 2024, pukul 14.12 WIB. [1] Zeti Utami dan Hadibah Zachra Wadjo. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Seks Komersil Anak di Kabupaten Kepulauan Aru . Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum, Vol. 1, No. 1, 2021, hal. 27 [2] Penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf a Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”) [3] Penjelasan Pasal 42 ayat (2) huruf a Perda DKI 8/2007 [4] Pasal 43 Perda DKI 8/2007 [5] Penjelasan Pasal 43 Perda DKI 8/2007 [6] Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007 [7] Pasal 61 ayat (3) Perda DKI 8/2007 [8] Pasal 61 ayat (4) Perda DKI 8/2007 [9] Pasal 63 Perda DKI 8/2007 [10] Pasal 9 Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran [11] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [12] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dikali 1000 TAGS pelacuran prostitusi asusila pidana | {801: 'Pada dasarnya, PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau uang dari yang telah memakai jasa mereka tersebut.', 802: 'Kegiatan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial pada umumnya dikenal sebagai germo. Pada umumnya penjaja seks komersial dilakukan oleh penyandang masalah tuna susila baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dikenal masyarakat umum dengan sebutan Wanita Tuna Susila (WTS), Pria Tuna Susila (gigolo), Waria Tuna Susila, yang melakukan hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapatkan imbalan baik berupa uang, materi maupun jasa.', 803: 'Kegiatan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial pada umumnya dikenal sebagai germo. Pada umumnya penjaja seks komersial dilakukan oleh penyandang masalah tuna susila baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dikenal masyarakat umum dengan sebutan Wanita Tuna Susila (WTS), Pria Tuna Susila (gigolo), Waria Tuna Susila, yang melakukan hubungan seksual diluar perkawinan yang sah untuk mendapatkan imbalan baik berupa uang, materi maupun jasa.', 804: 'pasal 43 setiap orang atau badan dilarang menyediakan dan/atau menggunakan bangunan atau rumah sebagai tempat untuk berbuat asusila.', 805: 'Yang dimaksud dengan bangunan atau rumah antara lain: hotel, losmen, barber shop, spa, panti pijat tradisional, salon kecantikan dan rumah kost.', 806: "['(1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1), ayat', '(2), ayat', '(3), pasal 3 huruf i, pasal 4 ayat (2), pasal 5 huruf a, pasal 1 ayat (1), pasal 8, pasal 9, pasal 11 ayat (2), pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, pasal 14 ayat (1), ayat (2), pasal 17 ayat (2), ayat (3), pasal 19 huruf b, pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, pasal 25 ayat (2), ayat (3), pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 28 ayat (2), pasal 29 ayat (3), pasal 31 ayat (1), pasal 38 huruf a, huruf b, pasal 39 ayat (1), pasal 40 huruf a, huruf c, pasal 51, pasal 54 ayat (2) dan pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan paling banyak rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). (2) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat']", 807: "['(1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1), ayat', '(2), ayat', '(3), pasal 3 huruf i, pasal 4 ayat (2), pasal 5 huruf a, pasal 1 ayat (1), pasal 8, pasal 9, pasal 11 ayat (2), pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, pasal 14 ayat (1), ayat (2), pasal 17 ayat (2), ayat (3), pasal 19 huruf b, pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, pasal 25 ayat (2), ayat (3), pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 28 ayat (2), pasal 29 ayat (3), pasal 31 ayat (1), pasal 38 huruf a, huruf b, pasal 39 ayat (1), pasal 40 huruf a, huruf c, pasal 51, pasal 54 ayat (2) dan pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan paling banyak rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). (2) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat']", 808: "['(1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1), ayat', '(2), ayat', '(3), pasal 3 huruf i, pasal 4 ayat (2), pasal 5 huruf a, pasal 1 ayat (1), pasal 8, pasal 9, pasal 11 ayat (2), pasal 12 huruf a, huruf e, huruf h, pasal 14 ayat (1), ayat (2), pasal 17 ayat (2), ayat (3), pasal 19 huruf b, pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, pasal 25 ayat (2), ayat (3), pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), pasal 28 ayat (2), pasal 29 ayat (3), pasal 31 ayat (1), pasal 38 huruf a, huruf b, pasal 39 ayat (1), pasal 40 huruf a, huruf c, pasal 51, pasal 54 ayat (2) dan pasal 57 dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) dan paling banyak rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). (2) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat']", 809: "['(1) setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam pasal 16 ayat (1), ayat', '(2), ayat']", 810: "['(1) barang siapa melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1) dan ayat']", 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 811: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,'} |
Apa bunyi Pasal 406 KUHP? Lalu, apa unsur-unsur Pasal 406 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 406 KUHP Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya tindak pidana menghancurkan atau merusakkan barang diatur dalam Pasal 406 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku. Berikut adalah bunyi Pasal 406 KUHP: Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan , merusakkan , membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh , merusakkan , membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan , yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain . Terkait dengan pidana denda dalam pasal tersebut, berdasarkan Pasal 3 Perma 2/2012 denda dikalikan 1000, yang artinya pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. Unsur-unsur Pasal 406 KUHP Menurut S. R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 676), unsur-unsur dari tindak pidana Pasal 406 ayat (1) KUHP adalah: unsur subjek: barangsiapa; unsur kesalahan: dengan sengaja; unsur bersifat melawan hukum: dengan melawan hukum; dan unsur tindakan yang terlarang: menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Sedangkan dalam Pasal 406 ayat (2) KUHP , kata-kata “dijatuhkan pidana yang sama” menunjukkan bahwa tindak pidana dalam Pasal 406 ayat (2) KUHP diancam dengan pidana yang beratnya sama dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. Perbedaan unsur antara Pasal 406 ayat (2) dengan ayat (1) KUHP adalah dalam ayat yang ke-2, terdapat unsur “membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”. Sehingga, dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP objek tindak pidana adalah barang , sedangkan dalam Pasal 406 ayat (2) KUHP objek tindak pidana adalah hewan atau binatang . [1] Tindakan-tindakan yang dilarang itu dijelaskan satu persatu sebagai berikut: [2] Tindakan “membunuh”, adalah membuat hewan/binatang tidak hidup lagi. Tindakan “merusakkan” adalah membuat hewan itu cacat. Tindakan “membikin tak dapat digunakan” terhadap hewan diberi contoh oleh R. Soesilo , misalnya A benci pada B, pada malam hari A membacok kudanya B di urat kakinya, sehingga kuda B itu tidak dapat dipakai lagi. [3] Tindakan “menghilangkan” hewan mencakup juga melepaskan seekor binatang dari kandangnya agar ia lari, atau menghalaunya sehingga ia tak dapat kembali lagi. Pokoknya suatu perbuatan yang mengakibatkan sipemiliknya tidak dapat menemukannya dalam waktu yang wajar. Jadi, misalnya melepaskan burung kesayangan seorang lain dari kandangnya, sehingga burung itu terbang dan sulit ditangkap kembali. Bunyi Pasal 521 UU 1/2023 Selain diatur dalam KUHP lama, tindak pidana perusakan dan penghancuran barang juga diatur dalam Pasal 521 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [4] yaitu tahun 2026. Berikut adalah isi Pasal 521 UU 1/2023: Setiap orang yang secara melawan hukum merusak , menghancurkan , membuat tidak dapat dipakai , atau menghilangkan barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [5] Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp50 ribu, pelaku tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [6] Adapun menurut Penjelasan Pasal 521 ayat (1) UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "merusak" adalah membuat tidak dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi. Sedangkan "menghancurkan" adalah membinasakan atau merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Euaggelion Christian Kiling (et.al). Tindak Pidana Perusakan Barang yang Bersifat Memberatkan. Jurnal Lex Crimen, Vol. IX, No. 4, 2020; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; S. R. Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya . Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1983. [1] Euaggelion Christian Kiling (et.al). Tindak Pidana Perusakan Barang yang Bersifat Memberatkan. Jurnal Lex Crimen, Vol. IX, No. 4, 2020, hal. 92 [2] S. R. Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya . Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1983, hal. 676-677 [3] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991, hal. 279 [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [5] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [6] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 TAGS potd kuhp pidana | {201: 'Artikel ini merujuk pada penelitian Euaggelion Christian Kiling dkk. dalam Jurnal Lex Crimen, volume IX, nomor 4 tahun 2020, halaman 92, yang membahas Tindak Pidana Perusakan Barang yang Bersifat Memberatkan. Meskipun isi spesifik penelitian tidak dijelaskan dalam artikel ini, dapat diasumsikan penelitian tersebut membahas berbagai bentuk perusakan barang dan tingkat pemidanaan yang lebih berat berdasarkan faktor-faktor yang memberatkan, sesuai dengan konteks pembahasan vandalisme dan pasal-pasal KUHP yang mengatur perusakan. Penelitian ini mungkin mempertimbangkan aspek-aspek seperti nilai kerugian, tujuan perusakan, dan dampak sosial dari tindakan tersebut.', 812: 'Tindakan “membunuh”, adalah membuat hewan/binatang tidak hidup lagi. Tindakan “merusakkan” adalah membuat hewan itu cacat. Tindakan “membikin tak dapat digunakan” terhadap hewan diberi contoh oleh R. Soesilo, misalnya A benci pada B, pada malam hari A membacok kudanya B di urat kakinya, sehingga kuda B itu tidak dapat dipakai lagi. Tindakan “menghilangkan” hewan mencakup juga melepaskan seekor binatang dari kandangnya agar ia lari, atau menghalaunya sehingga ia tak dapat kembali lagi. Pokoknya suatu perbuatan yang mengakibatkan sipemiliknya tidak dapat menemukannya dalam waktu yang wajar. Jadi, misalnya melepaskan burung kesayangan seorang lain dari kandangnya, sehingga burung itu terbang dan sulit ditangkap kembali.', 813: 'Tindakan “membikin tak dapat digunakan” terhadap hewan diberi contoh oleh R. Soesilo, misalnya A benci pada B, pada malam hari A membacok kudanya B di urat kakinya, sehingga kuda B itu tidak dapat dipakai lagi.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Belakangan ini, viral kasus diduga pelakor rebut suami WNA Korea yang tinggal di Indonesia. Menurut berita yang beredar, selain rebut suami WNA Korea, diduga pelakor tersebut juga rebut empat anak hasil pernikahan pihak istri (WNA Korea) dengan pihak suami. Pasalnya, wanita asal Korea Selatan ini mengunggah video di akun X dan TikTok. Video tersebut berisi cuplikan kejadian saat ia mengejar anak-anaknya di rumah sakit, namun ia tidak diperbolehkan untuk bertemu anak-anaknya oleh pihak suami dan diduga pelakor. Padahal, salah satu anaknya baru berusia empat bulan. Sepengetahuan saya, ketika WNA Korea hendak mengejar dan mengambil bayinya, diduga pelakor tidak mau menyerahkan bayi tersebut, menarik anak-anak tersebut, dan pergi. Lantas, apa ancaman pidana bagi orang yang mengambil anak secara paksa? Kemana pihak istri sah (WNA Korea) dapat melaporkan kasus ini? | ULASAN LENGKAP Terima kasih untuk pertanyaan Anda. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pertama-tama, perlu kami tegaskan bahwa pembahasan kali ini akan dibatasi perihal kasus pengambilan anak secara paksa dari kekuasaan orang tua, tidak mencakup perihal masalah perselingkuhan. Kemudian, sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu hubungan antara orang tua dengan anak. Hubungan Antara Orang Tua dengan Anak Pada dasarnya, menurut UU Perkawinan , kedua orang tua diwajibkan untuk memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya . [1] Kewajiban orang tua ini dianggap berlaku sampai anak itu telah kawin atau berdiri sendiri, dan meskipun perkawinan di antara kedua orang tuanya putus kewajiban akan tetap berlaku. [2] Disarikan dari Analisis Yuridis Pengambilan Paksa Anak oleh Orang Tua , kewajiban tersebut merupakan bentuk dari perlindungan anak sebagaimana termuat dalam Pasal 1 angka 2 UU 35/2014 , yaitu untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Lebih lanjut, salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang. Namun, pencabutan kekuasaan tersebut harus disertai dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal: [3] ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; la berkelakuan buruk sekali. Akan tetapi, meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. [4] Hukumnya Merebut Anak dari Kekuasaan Orang Tua Berdasarkan informasi yang Anda berikan, terdapat ibu kandung/ Warga Negara Asing (“WNA”) Korea mengejar anak-anaknya (salah satunya bayi), namun ia tidak diperbolehkan untuk bertemu anak-anaknya oleh pihak suami dan diduga pelakor . Ketika WNA Korea hendak mengambil bayinya, diduga pelakor tidak mau menyerahkan bayi, menarik anak-anak tersebut, dan pergi. Menurut hemat kami, perbuatan seseorang yang mengambil anak secara paksa termasuk dalam kejahatan terhadap kemerdekaan orang/ perampasan kemerdekaan terhadap anak dan perempuan yang diatur dalam Pasal 330 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 452 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [5] yaitu tahun 2026. Berikut adalah bunyi pasal-pasal tersebut: Pasal 330 KUHP Pasal 452 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan , atau bilamana anaknya belum berumur 12 tahun , dijatuhkan pidana penjara paling lama 9 tahun. Setiap orang yang menarik anak dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [6] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tipu muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan , atau terhadap anak yang belum berumur 12 tahun , dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [7] R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 235) menyatakan unsur-unsur dari Pasal 330 KUHP akan terpenuhi dalam hal: Orang yang melarikan orang yang belum dewasa tersebut niatnya sengaja mencabut kekuasaan dari orang yang berhak dapat diancam dengan hukuman. Pada waktu melarikan, orang itu harus mengetahui bahwa orang tersebut belum dewasa. Dalam hal ini harus dapat dibuktikan, bahwa terdakwalah yang mencabut (melarikan), jadi bukan dengan kemauan anaknya sendiri yang lari dari orang tua tersebut . Jika anak yang belum dewasa dengan kemauannya sendiri melepaskan dirinya dari kekuasaan orang tua atau walinya dan pergi meminta perlindungan kepada orang lain, dan orang tersebut menolak untuk menyerahkan kembali anak itu kepada walinya, maka tindakan tersebut tidak dapat disebut sebagai tindakan menarik atau mencabut anak yang belum dewasa dari kekuasaan orang tua atau walinya. Tipu daya adalah akal cerdik dan muslihat yang dapat memikat atau memasukkan perangkap orang yang ditipu itu. Sehingga pada intinya, menurut R. Soesilo, dalam peristiwa pada Pasal 330 KUHP harus dibuktikan bahwa memang pelaku yang mengambil anak tersebut , bukan keinginan dari anaknya sendiri yang melepaskan diri dari pemegang hak asuh anak yang sah . Selanjutnya, dari bunyi Pasal 330 KUHP di atas, terdapat istilah “seorang yang belum cukup umur” dan “anak”. Lantas, usia berapa seseorang dikategorikan sebagai anak? Menurut Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 , anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan. Lebih lanjut, merujuk pada Penjelasan Pasal 452 UU 1/2023 , ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pelindungan terhadap anak yang telah mendapatkan pelindungan hukum. Misalnya, anak yang ditempatkan di panti asuhan, apabila mereka dilarikan, maka pelaku tindak pidana dapat dipidana. Adapun menurut Pasal 25 ayat (1) UU 1/2023 , dalam hal korban tindak pidana aduan belum berumur 16 tahun , yang berhak mengadu merupakan orang tua atau walinya. Dengan demikian, jika seseorang merebut anak dari kekuasaan orang tua dan memenuhi unsur-unsur kejahatan terhadap kemerdekaan orang/ perampasan kemerdekaan terhadap anak dan perempuan, ia berpotensi dijerat Pasal 330 KUHP atau Pasal 452 UU 1/2023. : Pasal 330 KUHP tentang Pengambilan Paksa Anak Hak Anak dalam UU Perlindungan Anak Masih bersumber dari artikel sama yang ditulis oleh Achmad Roni , sebagai informasi, polemik perebutan hak asuh anak yang dilakukan orang tua berpotensi melanggar hak-hak anak dan tumbuh kembang anak yang mana seharusnya anak mendapatkan perlindungan dan pemenuhan haknya sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak dan perubahannya. Apalagi jika perebutan anak dilakukan dengan tindakan berlebih seperti diculik, dibawa paksa dengan kekerasan , disekap, ditarik-tarik dan kekerasan fisik lainnya . Tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 , Pasal 13 , Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU Perlindungan Anak , sebagai berikut Pasal 4 Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 13 1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lainnya. 2. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. Pasal 16 ayat (1) dan (2) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Melaporkan Tindak Pidana Menjawab pertanyaan Anda terkait pelaporan tindak pidana, berikut kami berikan beberapa opsi yang dapat ditempuh pihak istri/ibu kandung: Melapor ke Kantor Polisi Pihak istri/ibu kandung yang merasa dirugikan karena anaknya yang belum cukup umur ditarik oleh seseorang dari kekuasaannya dapat datang dan melapor ke kantor polisi terdekat dari lokasi tindak pidana. Selain itu, terdapat layanan Call Center 110 Polri , dimana masyarakat yang melakukan panggilan ke nomor akses 110 akan langsung terhubung ke agen yang akan memberikan layanan berupa informasi, pelaporan (kecelakaan, bencana, kerusuhan, dan lain-lain) dan pengaduan (penghinaan, ancaman, tindak kekerasan, dan lain-lain) secara gratis. Selengkapnya mengenai prosedur melaporkan tindak pidana ke polisi dapat Anda baca pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Melapor ke KPAI Menurut hemat kami, karena kasus ini melibatkan anak, tindak pidana bisa dilaporkan juga ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (“KPAI”) secara langsung maupun online dengan mengisi formulir pengaduan . Melapor ke Konsulat Jenderal Republik Korea di Indonesia Mengingat pihak istri/ibu kandung adalah WNA Korea Selatan yang tinggal di Indonesia , ia juga bisa meminta bantuan kepada Pejabat Perwakilan Konsuler Republik Korea di Indonesia. Pada dasarnya, fungsi perwakilan konsuler telah ditetapkan dalam Vienna Convention 1963 (Konvensi Wina 1963) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU 1/1982 , sebagai berikut: Pasal 5 huruf a Melindungi kepentingan negara dan warga negara pengirim di negara penerima , baik secara individual maupun badan-badan usaha (seperti yayasan, perusahaan, dan lembaga/Badan Usaha Milik Negara) dalam batas yang diperkenankan oleh hukum internasional. Pasal 5 huruf e Menolong dan membantu warga negara dari negara pengirim yang memerlukan pertolongan secara perorangan maupun badan-badan usaha dari negara pengirim. [8] Informasi selengkapnya mengenai lokasi dan kontak dapat dibaca pada laman Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia . Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on diplomatic Relations and Optional Protocol to the Vienna Convention on Diplomatic Relations concerning Acquisition of Nationality,1961) dan Pengesahan Konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler Beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations and optional Protocol to the Vienna Convention on Consular Relations concerning Acquisition of Nationality, 1963) ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan kedua kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Vienna Convention on Consular Relations 1963 . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politea, 1996; Syahmin. Hukum Diplomatik dalam Kerangka Studi Kasus . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008; Call Center 110 Polri , yang diakses pada 8 Maret 2024, pukul 12.14 WIB; Formulir pengaduan , yang diakses pada 8 Maret 2024, pukul 14.17 WIB; Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia , yang diakses pada 8 Maret 2024, pukul 14.20 WIB; Komisi Perlindungan Anak Indonesia , yang diakses pada 8 Maret 2024, pukul 14.20 WIB; [1] Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) [2] Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan [3] Pasal 49 ayat (1) UU Perkawinan [4] Pasal 49 ayat (2) UU Perkawinan [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [6] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [7] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [8] Syahmin. Hukum Diplomatik dalam Kerangka Studi Kasus . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 190 TAGS anak uu perlindungan anak dewasa pidana orang tua kekuasaan warga negara asing | {814: "['(1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.']", 815: "['(1) kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.']", 816: "['(1) salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. la berkelakuan buruk sekali.']", 817: "['(1) salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. la berkelakuan buruk sekali.']", 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 818: 'berdasarkan konteks pembahasan mengenai bantuan konsuler bagi WNA Korea yang mengalami masalah di Indonesia, dapat diasumsikan bagian tersebut menjelaskan tentang kewenangan dan wewenang pejabat konsuler dalam memberikan perlindungan dan bantuan kepada warga negara mereka di luar negeri, termasuk dalam hal penyelesaian masalah hukum seperti kasus perebutan hak asuh anak. Kemungkinan besar, halaman tersebut merujuk pada konvensi internasional atau hukum internasional yang mengatur hal tersebut, seperti Vienna Convention on Consular Relations 1963 yang mengatur hak dan kewajiban konsulat dalam melindungi warga negaranya. Pasal 5 huruf a dan e dalam UU 1/1982 yang meratifikasi Konvensi Wina kemungkinan besar dibahas di halaman tersebut.'} |
Apa bunyi Pasal 330 KUHP? Apakah Pasal 330 KUHP mengatur tentang pengambilan paksa anak oleh orang tua? Jika benar, apa unsur-unsur Pasal 330 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 330 KUHP Pada dasarnya, perbuatan seseorang yang mengambil anak secara paksa dari orang tua atau walinya, termasuk dalam kejahatan terhadap kemerdekaan orang yang diatur dalam Pasal 330 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku. Berikut adalah bunyi Pasal 330 KUHP: Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat , kekerasan atau ancaman kekerasan , atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun , dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Dari bunyi pasal tersebut, terdapat istilah “seorang yang belum cukup umur” dan “anak”. Lantas, usia berapa seseorang dikategorikan sebagai anak? Menurut Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 , anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun , termasuk anak yang masih dalam kandungan. Unsur-unsur Pasal 330 KUHP Kemudian, dari bunyi Pasal 330 ayat (1) KUHP di atas, terdapat beberapa unsur: barang siapa; dengan sengaja; melakukan perbuatan menarik seorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu. Selanjutnya, Pasal 330 ayat (2) KUHP menyatakan apabila perbuatan dalam ayat (1) ada tindakan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dan anak masih belum cukup umur, maka dikenakan pidana penjara maksimal 9 tahun. Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam Analisis Yuridis Pengambilan Paksa Anak oleh Orang Tua , meskipun yang mengambil anak tersebut adalah orang tuanya, jika proses pengambilan anak tersebut dilakukan secara paksa, maka tindakan tersebut masuk dalam Pasal 330 KUHP. Namun, jika anak dengan kemauan sendiri tidak mau diasuh oleh pemegang hak asuh, maka hal tersebut tidak masuk dalam ketentuan Pasal 330 KUHP. R. Soesilo juga menjelaskan bahwa dalam peristiwa pada Pasal 330 KUHP harus dibuktikan bahwa memang pelaku yang mengambil anak tersebut , bukan keinginan dari anaknya sendiri yang melepaskan diri dari pemegang hak asuh anak yang sah . Isi Pasal 452 UU 1/2023 Selain diatur di dalam KUHP lama, perbuatan menarik anak dari kekuasaan termasuk ke dalam tindak pidana perampasan kemerdekaan terhadap anak dan perempuan . Perbuatan tersebut diatur dalam Pasal 452 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Setiap Orang yang menarik Anak dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun (enam) atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [2] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tipu muslihat , Kekerasan atau Ancaman Kekerasan , atau terhadap anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [3] Adapun menurut Pasal 25 ayat (1) UU 1/2023 , dalam hal korban tindak pidana aduan belum berumur 16 tahun , yang berhak mengadu merupakan orang tua atau walinya . Menurut Penjelasan Pasal 452 ayat (1) UU 1/2023 , ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan pelindungan terhadap anak yang telah mendapatkan pelindungan hukum. Misalnya, anak yang ditempatkan di panti asuhan, apabila mereka dilarikan, maka pelaku tindak pidana dapat dipidana. Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS potd kuhp anak | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Bagaimana hukum dan denda bagi penjual gas suntikan? Dimana gas 3 kg disuntikkan ke tabung gas 12kg dan 50kg dengan menggunakan selang. | ULASAN LENGKAP . Sasaran Penggunaan Gas LPG Liquefied Petroleum Gas atau yang kita kenal dengan gas LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. [1] Adapun, LPG tabung 3 kilogram merupakan LPG bersubsidi [2] dan hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro , kelompok nelayan sasaran dan kelompok petani sasaran yang menggunakan LPG tabung 3 kilogram dengan harga dan ditetapkan oleh menteri . [3] Selain LPG bersubsidi tabung 3 kilogram (“kg”), terdapat pula jenis LPG umum yaitu LPG yang merupakan bahan bakar yang pengguna/penggunaannya, kemasannya, volume dan harganya tidak diberikan subsidi . [4] Adapun, pendistribusian LPG non subsidi seperti LPG tabung 12kg dan 50kg adalah untuk pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga, dan/atau pengguna besar LPG. [5] Berdasarkan pemaparan di atas, gas LPG tabung 3kg merupakan LPG bersubsidi yang sasaran dan harganya berbeda dengan harga LPG tabung 12kg atau 50kg yang tidak bersubsidi. Tindakan menyuntikkan (memindahkan) gas dari tabung LPG bersubsidi ke tabung gas LPG non subsidi dan menjualnya kembali tentu memberikan keuntungan bagi penjual, karena terdapat selisih harga. Namun, apakah hal tersebut dibenarkan oleh hukum? Jerat Pidana bagi Penjual Gas LPG Suntikan Tindakan menyuntikkan gas LPG tabung 3kg ke tabung 12kg dan 50kg merupakan tindakan menyalahgunakan niaga (penjualan) gas LPG bersubsidi sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 40 angka 9 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 UU 22/2001 sebagai berikut: Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi dan/atau penyediaan dan pendistribusiannya diberikan penugasan Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Selain itu, penjual gas LPG suntikan juga melanggar ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dan c jo. Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 ayat (1) huruf a dan c UU Perlindungan Konsumen (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. …; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram ; Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas ; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram . [1] Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (“Perpres 104/2007”) [2] Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 166 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, dan Pertanggungjawaban Dana Subsidi Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram [3] Pasal 3 ayat (1) Perpres 104/2007 dan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (“Permen ESDM 28/2021”) [4] Pasal 1 angka 10 Permen ESDM 28/2021 [5] Pasal 11 ayat (1) Permen ESDM 28/2021 TAGS gas bumi bbm bersubsidi subsidi | {819: 'pasal 1 dalam peraturan presiden ini yang dimaksud dengan : 1. liquefied petroleum gas yang selanjutnya disebut lpg adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. 2. lpg tabung 3 kilogram yang selanjutnya disebut lpg tabung 3 kg adalah lpg yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 kilogram. 3. badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah negara kesatuan republik indonesia, termasuk pt pertamina (persero). 4. rumah ... 4. rumah tangga adalah konsumen yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup rumah tangga dan tidak mempunyai kompor gas untuk dialihkan menggunakan lpg tabung 3 kg termasuk tabung, kompor gas beserta peralatan lainnya. 5. usaha mikro adalah konsumen dengan usaha produktif milik perorangan yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup usaha mikro dan tidak mempunyai kompor gas untuk dialihkan menggunakan lpg tabung 3 kg termasuk tabung, kompor gas beserta peralatan lainnya. 6. minyak tanah untuk rumah tangga dan usaha mikro adalah jenis bahan bakar minyak yang ditetapkan sebagai salah satu jenis bahan bakar minyak tertentu yang penyediaan dan pendistribusiannya dilakukan oleh badan usaha yang mendapat penugasan dari pemerintah. 7. harga patokan adalah harga yang didasarkan pada harga indeks pasar lpg yang berlaku pada bulan yang bersangkutan ditambah biaya distribusi (termasuk handling) dan margin usaha yang wajar. 8. menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi.', 820: '(3) LPG Tabung 3 Kilogram yang selanjutnya disebut LPG Tabung 3 Kg adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 Kilogram dan diberikan subsidi.', 821: "['(1) penyediaan dan pendistribusian lpg tabung 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro.', '(2) penyediaan dan pendistribusian lpg tabung 3 kg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap pada daerah tertentu dalam wilayah negara kesatuan republik indonesia.']", 822: 'Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) Direktur Jenderal menetapkan pedoman dan tata cara penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu melalui penunjukan langsung dan/atau seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4). (2) Untuk melaksanakan penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu melalui seleksi, Direktur Jenderal menetapkan dokumen seleksi.', 823: '(1) Badan Usaha pemegang Izin Usaha Niaga LPG melaksanakan kegiatan pendistribusian LPG Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a kepada: a. pengguna skala kecil, pelanggan kecil, transportasi dan rumah tangga; dan/atau b. Pengguna Besar LPG, melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.'} |
Bagaimana hukum Indonesia berkenaan dengan pemerasan melalui internet? Misalnya seseorang mengancaman mengunggah video porno ke publik apabila saya tidak mentransferkan sejumlah uang. Ke mana melaporkan pelaku? Bagaimana bila pelaku mengaku tinggal di luar negeri? Bagaimana hukumnya menurut UU ITE 2024? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Teguh Aifiyadi, S.H., M.H. , dan pertama kali dipublikasikan pada 11 Januari 2019, dan dimutakhirkan oleh Nafiatul Munawaroh, S.H., M.H pada 30 Desember 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pemerasan dengan Ancaman Penyebaran Video Pribadi ke Internet Pemerasan dengan ancaman melalui internet pada prinsipnya sama dengan pemerasan dan pengancaman secara konvensional. Yang membedakan hanya sarananya, yakni melalui media internet, sehingga video dan foto pribadi termasuk ke dalam informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik . Berdasarkan pertanyaan Anda, seseorang mengancaman untuk mengunggah video porno ke internet apabila Anda tidak mentransferkan sejumlah uang. Menurut hemat kami, yang dilakukan pelaku termasuk perbuatan ancaman pencemaran di dunia siber yang dilarang dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE sebagai berikut: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik , dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia , memaksa orang supaya: memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 , yang dimaksud dengan "ancaman pencemaran" adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. Lalu, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024 . Namun, penting untuk diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana . [1] : Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet Adapun mengenai perbuatan seseorang yang menyebarkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan , dalam hal ini video porno, pelaku dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 . Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024 tentang Kesusilaan . Tindak Pidana Pengancaman dengan Pemerasan dalam KUHP Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 pada dasarnya mengacu pada ketentuan tindak pidana pengancaman dengan pemerasan dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 369 KUHP Pasal 483 UU 1/2023 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan , atau dengan ancaman akan membuka rahasia , memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan orang yang dikenakan kejahatan itu. 1. Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta, [3] setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis dengan ancaman akan membuka rahasia , memaksa orang supaya a. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. 2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana. Dari bunyi Pasal 369 ayat (1) KUHP , unsur-unsur tindak pidana pengancaman dengan pemerasan adalah: [4] barangsiapa; dengan maksud; untuk secara melawan hukum; menguntungkan diri sendiri atau orang lain; memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia; supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang. Lalu, karakteristik utama dari Pasal 369 ayat (1) KUHP adalah cara memaksa yang berupa “ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka sesuatu rahasia”. [5] Selanjutnya, menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , unsur tersebut adalah unsur cara melakukan, yaitu memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia. Adapun perbuatan “memaksa” adalah melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak sendiri (hal. 256). Lebih lanjut, berdasarkan Penjelasan Pasal 483 ayat (1) UU 1/2023 , pada tindak pidana pengancaman, sarana paksaannya lebih bersifat nonfisik atau batiniah yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan, baik lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia. Ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau membuka rahasia tidak harus berhubungan langsung dengan orang yang diminta untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang lain, misalnya, terhadap anak, istri, atau suami, yang secara tidak langsung juga menyerang kehormatan atau nama baik yang bersangkutan. Bagaimana Jika Pelaku Tinggal di Luar Negeri? UU ITE dan perubahannya secara prinsip mengatur batas teritorial suatu kejahatan siber secara borderless . Yurisdiksi UU ITE dan perubahannya tidak hanya berlaku di wilayah Republik Indonesia, melainkan juga berlaku atas kejahatan yang dilakukan di luar wilayah teritorial Indonesia. Pasal 2 UU ITE menegaskan bahwa UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini , baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia , yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Perbuatan pengancaman dengan pemerasan sebagaimana kami jelaskan termasuk kategori perbuatan yang memberikan akibat hukum di wilayah hukum Indonesia meskipun pelakunya di luar wilayah hukum Indonesia. Dalam prosesnya, tentu penyidik akan meminta bantuan dari otoritas penegak hukum negara terkait untuk membantu maupun bersama-sama mengungkap kasus tersebut. Cara Melaporkan Pelaku Saran kami, mengingat perbuatan pengancaman dengan pemerasan adalah delik aduan baik berdasarkan UU 1/2024 maupun KUHP atau UU 1/2023, sebaiknya Anda segera melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum. Adapun prosedur untuk menuntut pelaku, secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: [6] Orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik Polri pada unit/bagian cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan berdasarkan hukum acara pidana dan UU ITE serta perubahannya. Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Selengkapnya mengenai prosedur melaporkan tindak pidana ke polisi dapat Anda baca pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 45 ayat (11) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022, hal. 3 [5] Dina Rahayu Pardiman (et.al). Tindak Pidana Pengancaman sebagai Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Menurut Pasal 369 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Jurnal Lex Crimen, Vol. 11, No. 4, 2022, hal. 6 [6] Pasal 42 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 43 UU 1/2024 dan Pasal 102 sampai dengan Pasal 143 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana TAGS ancaman asusila hukum pidana internet kuhp pemerasan pornografi uu ite | {824: '(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum; b. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau c. Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/ atau ilmu pengetahuan.', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 825: 'unsur-unsur tindak pidana pengancaman dengan pemerasan adalah: barangsiapa; dengan maksud; untuk secara melawan hukum; menguntungkan diri sendiri atau orang lain; memaksa seseorang dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka suatu rahasia; supaya memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang ataupun menghapuskan piutang.', 826: 'Dari bunyi Pasal 369 ayat (1) KUHP, unsur-unsur tindak pidana pengancaman dengan pemerasan adalah:[4] Lalu, karakteristik utama dari Pasal 369 ayat (1) KUHP adalah cara memaksa yang berupa “ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis, ataupun akan membuka sesuatu rahasia”.', 827: 'Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang- Undang ini.'} |
Pasal 221 KUHP tentang apa? Apakah benar Pasal 221 KUHP mengatur tentang Obstruction of Justice? Jika benar, apa itu Obstruction of Justice dan apa bunyi Pasal 221 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Apa itu Obstruction of Justice ? Obstruction of justice adalah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana berupa penghalang keadilan dalam hukum pidana dan dinyatakan sebagai tindakan yang menghambat proses hukum yang sedang dilakukan. [1] Obstruction of justice juga dikenal sebagai tindakan atau perilaku yang diambil/dilakukan , atau tidak dilakukan , dengan tujuan untuk menunda atau mengganggu proses hukum dari kasus yang sedang berlangsung. [2] : Pengertian, Kedudukan, dan Unsur Obstruction of Justice dalam Proses Hukum Bunyi Pasal 221 KUHP Menjawab pertanyaan Anda, obstruction of justice diatur dalam Pasal 221 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 282 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [3] yaitu tahun 2026. Berikut adalah isi Pasal 221 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta: [4] barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan , atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian; barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya , atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya , menghancurkan , menghilangkan , menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang- undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian. Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suami/ istrinya atau bekas suami/istrinya. Unsur-Unsur Pasal 221 KUHP Dari bunyi Pasal 221 ayat (1) ke-1 KUHP di atas, berikut adalah unsur-unsur pasal tersebut: [5] barang siapa; dengan sengaja; perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan; perbuatan memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian. Sedangkan unsur Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP adalah: barang siapa; setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya; melakukan perbuatan menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman/kepolisian/oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian. Adapun menurut Pasal 221 ayat (2) KUHP , ketentuan ini merupakan suatu alasan penghapus pidana , yaitu suatu alasan yang mengakibatkan seseorang tidak dapat dipidana. [6] Jadi, Pasal 221 ayat (2) KUHP merupakan suatu alasan penghapus pidana yang bersifat sebagai alasan penghapus pidana khusus, artinya hanya berlaku untuk tindak pidana yang tertentu saja, dalam hal ini tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal 221 ayat (1) KUHP. [7] Menurut Pasal 221 ayat (2) KUHP, ketentuan ini hanya dapat diterapkan jika hubungan antara pihak adalah: [8] Antara anggota keluarga sedarah dalam garis lurus , yaitu: orang tua dengan anak; kakek/nenek dengan cucu, dan seterusnya dalam garis lurus. Antara anggota keluarga sedarah dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga , yaitu hubungan antara: kakak-adik; dan paman/bibi dengan keponakan. Antara anggota keluarga semenda dalam garis lurus . Yang dimaksudkan di sini adalah hubungan antara: menantu dengan mertua; menantu dengan orangtua dari mertua, dan seterusnya dalam garis lurus. Antara anggota keluarga semenda dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga , yaitu hubungan antara: seseorang dengan kakak atau adik dari suami/istrinya; dan, seseorang dengan paman/bibi dari suami/istrinya. Antara suami-istri ; Antara bekas suami-istri . Isi Pasal 282 UU 1/2023 Dalam KUHP baru, obstruction of justice diatur dalam Pasal 282 UU 1/2023 yang berbunyi sebagai berikut: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp25 juta [9] setiap orang yang: menyembunyikan orang yang melakukan tindak pidana atau orang yang dituntut atau dijatuhi pidana ; atau memberikan pertolongan kepada orang yang melakukan tindak pidana untuk melarikan diri dari penyidikan, penuntutan, atau pelaksanaan putusan pidana oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda kategori IV, yaitu Rp200 juta; [10] Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud untuk menghindarkan dari penuntutan terhadap keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus derajat kedua atau dalam garis menyamping derajat ketiga, terhadap istri atau suami, atau terhadap mantan istri atau suaminya. : Sanksi Jika Membantu Menghilangkan Jejak Pelaku Tindak Pidana Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Abdul R. H. Lalelorang. Tindak Pidana Menyembunyikan Pelaku Kejahatan. Lex Crimen, Vol. 3, No. 1, 2014; Amelia Mardhatilla. Tindak Pidana Obstruction of Justice oleh Kepolisian dalam Upaya Mengungkap Kejahatan. UNJA Journal of Legal Studies, Vol. 1, No. 1, 2023; Christian A. M. Lasut (et.al). Upaya yang Menghalang-halangi Penyidikan dan Penuntutan untuk Kepentingan Orang Lain Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. 10, No. 5, 2022; Johan Dwi Junianto. Obstruction of Justice dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Media Iuris, Vol. 2, No. 3, 2019. [1] Johan Dwi Junianto. Obstruction of Justice dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Media Iuris, Vol. 2, No. 3, 2019, hal. 5 [2] Amelia Mardhatilla. Tindak Pidana Obstruction of Justice oleh Kepolisian dalam Upaya Mengungkap Kejahatan. UNJA Journal of Legal Studies, Vol. 1, No. 1, 2023, hal. 343 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dikali 1000 [5] Abdul R. H. Lalelorang. Tindak Pidana Menyembunyikan Pelaku Kejahatan. Lex Crimen, Vol. 3, No. 1, 2014, hal. 34 [6] Christian A. M. Lasut (et.al). Upaya yang Menghalang-halangi Penyidikan dan Penuntutan untuk Kepentingan Orang Lain Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. 10, No. 5, 2022, hal. 2 [7] Christian A. M. Lasut (et.al). Upaya yang Menghalang-halangi Penyidikan dan Penuntutan untuk Kepentingan Orang Lain Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. 10, No. 5, 2022, hal. 8 [8] Christian A. M. Lasut (et.al). Upaya yang Menghalang-halangi Penyidikan dan Penuntutan untuk Kepentingan Orang Lain Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. 10, No. 5, 2022, hal. 8 [9] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [10] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 TAGS obstruction of justice kuhp hukum pidana potd | {828: 'Obstruction of justice adalah perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana berupa penghalang keadilan dalam hukum pidana dan dinyatakan sebagai tindakan yang menghambat proses hukum yang sedang dilakukan.', 829: '[1] Obstruction of justice juga dikenal sebagai tindakan atau perilaku yang diambil/dilakukan, atau tidak dilakukan, dengan tujuan untuk menunda atau mengganggu proses hukum dari kasus yang sedang berlangsung.', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 535: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 830: 'Unsur-Unsur Pasal 221 KUHP barang siapa; dengan sengaja; perbuatan menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan; perbuatan memberikan pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.', 831: 'menurut Pasal 221 ayat (2) KUHP, ketentuan ini merupakan suatu alasan penghapus pidana, yaitu suatu alasan yang mengakibatkan seseorang tidak dapat dipidana.', 832: 'ketentuan ini merupakan suatu alasan penghapus pidana, yaitu suatu alasan yang mengakibatkan seseorang tidak dapat dipidana', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Saya mau bertanya untuk kasus percobaan pembakaran rumah. Kejadian percobaan pembakaran rumah ini saya alami. Rumah saya hendak beberapa kali mau dibakar tetangga tetapi tidak berhasil. Awalnya, saya ditegur karena masalah pembuangan sampah selokan yang dibuang di depan rumah saya. Saya mau melakukan mediasi baik-baik, tapi disambut anarkis sampai perusakan rumah dengan pintu depan rumah kami dipukul dengan besi-besi dilempar batu, botol kaca sampai atas atap rumah kami penuh batu kecil dan batu bata. Selain itu, belakangan ini juga ada kasus percobaan pembakaran rumah di Cangkuang, Kabupaten Bandung. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. pada 16 April 2019. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pertama-tama, perlu kami tegaskan bahwa pembahasan kali ini akan dibatasi perihal kasus percobaan pembakaran rumah di Cangkuang dan kasus yang menimpa Anda sebagai korban, tidak mencakup perihal masalah pembuangan sampah selokan di depan rumah Anda. Perbuatan Pembakaran Rumah Pada dasarnya, perbuatan sengaja membakar rumah orang lain diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 187 KUHP Pasal 308 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran , ledakan atau banjir, diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang ; 2. dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain ; 3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati . Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kebakaran , ledakan, atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 154) menjelaskan bahwa kejahatan ini adalah suatu delik dolus , artinya harus dilakukan dengan sengaja . Jika tidak dilakukan dengan sengaja (karena salahnya), atau jika dilakukan karena kealpaannya , maka orang itu dihukum menurut delik culpa dalam Pasal 188 KUHP atau Pasal 311 UU 1/2023 . Supaya dapat dihukum, maka perbuatan-perbuatan itu harus dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang, bahaya maut atau bahaya maut bagi orang lain dan ada orang mati. R. Soesilo juga mengatakan bahwa “bahaya umum bagi barang” artinya bahaya bagi barang-barang kepunyaan dua orang atau lebih, atau sejumlah banyak barang kepunyaan seseorang. Peristiwa yang banyak terjadi dalam peradilan di Indonesia dan dapat dikenakan pasal ini ialah, bahwa untuk membalas dendam, orang sengaja membakar rumah orang lain dan ada yang rumah itu. Kebakaran semacam ini biasanya menimbulkan bahaya bagi rumah itu sendiri dan bagi barang-barang perabotan rumah yang ada di dalamnya. Banyak pula terjadi pembakaran rumah-rumah di desa-desa oleh gerombolan-gerombolan pengacau yang terlarang oleh negara. Lebih lanjut, R.Soesilo menambahkan yang dibakar itu tidak perlu kepunyaan orang lain , mungkin kepunyaan tersangka sendiri . Artinya, yang penting ialah kebakaran itu harus dapat menimbulkan bahaya umum bagi barang tersebut . Bahkan, dalam Pasal 187 ter. KUHP atau Pasal 309 UU 1/2023 , telah diatur bahwa permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan dalam Pasal 187 KUHP atau Pasal 308 UU 1/2023 dapat dipidana. Selengkapnya, pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: Pasal 187 ter. KUHP Permufakatan jahat untuk melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 187 dan 187 bis, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Pasal 309 UU 1/2023 Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat dan persiapan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 308 dipidana. Adapun dalam buku yang sama (hal. 97), R. Soesilo mengatakan bahwa yang masuk dalam pengertian permufakatan jahat adalah permufakatan untuk berbuat kejahatan. Sedangkan segala pembicaraan atau perundingan untuk mengadakan permufakatan itu belum masuk dalam pengertian permufakatan jahat. Percobaan Tindak Pidana Berikutnya, mengenai percobaan tindak pidana, dalam hal ini adalah pembakaran rumah, aturannya adalah sebagai berikut: Pasal 53 KUHP Pasal 17 UU 1/2023 1. Mencoba melakukan kejahatan dipidana , jika niat untuk itu telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. 2. Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi 1/3. 3. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. 4. Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai. Percobaan melakukan tindak pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari tindak pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri. Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi jika: perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditujukan untuk terjadinya tindak pidana; dan perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan tindak pidana yang dituju. Pidana untuk percobaan melakukan tindak pidana paling banyak 2/3 dari maksimum ancaman pidana pokok untuk tindak pidana yang bersangkutan. Percobaan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pidana tambahan untuk percobaan melakukan tindak pidana sama dengan pidana tambahan untuk tindak pidana yang bersangkutan. Berkaitan dengan hal ini, R. Soesilo (hal. 69) menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dimaksud dengan percobaan itu, tetapi yang diberikan ialah ketentuan mengenai syarat-syarat supaya percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum. Lebih lanjut, R. Soesilo menerangkan bahwa yang diartikan dengan percobaan yaitu menuju ke suatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai, akan tetapi tidak selesai. Misalnya bermaksud membunuh orang, orang yang hendak dibunuh tidak mati, atau hendak mencuri barang, tetapi tidak sampai dapat mengambil barang itu. Dari bunyi Pasal 53 KUHP atau Pasal 17 UU 1/2023, supaya percobaan pada kejahatan (pelanggaran tidak) dapat dihukum, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu; Orang sudah memulai berbuat kejahatan itu; dan Perbuatan kejahatan itu tidak jadi sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri. Penjelasan selengkapnya mengenai percobaan tindak pidana dapat Anda baca pada artikel Tentang Percobaan Tindak Pidana (Poging) . Jadi, untuk perbuatan percobaan pembakaran rumah dalam kasus yang Anda sampaikan, pelaku dapat dipidana berdasarkan Pasal 187 jo. Pasal 53 KUHP atau Pasal 308 jo. Pasal 17 UU 1/2023 . Perbuatan Perusakan Rumah Untuk perbuatan merusak rumah sebagaimana Anda jabarkan dalam pertanyaan, sanksi bagi pelaku dapat dilihat dalam pasal berikut: Pasal 200 KUHP Pasal 327 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung atau bangunan diancam: dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang ; dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain ; dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati . Setiap orang yang secara melawan hukum merusak , menghancurkan , atau membuat tidak dapat dipakai suatu gedung atau bangunan lain , dipidana dengan: pidana penjara paling lama 9 tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum bagi orang atau barang ; pidana penjara paling lama 12 tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat ; atau pidana penjara paling lama 15 tahun, jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya orang . Menurut R. Soesilo (hal. 161), supaya dapat dihukum, maka perbuatan tersebut dalam Pasal 200 KUHP atau Pasal 327 UU 1/2023 harus dilakukan dengan sengaja dan harus mendatangkan akibat-akibat sebagaimana termaktub dalam pasal tersebut. Apabila dilakukan tidak dengan sengaja, ialah karena salahnya (kurang hati-hati atau alpa), maka ini merupakan delik culpa dan dikenakan Pasal 201 KUHP atau Pasal 328 UU 1/2023 . Sebagai informasi, hukum bukan hanya sekadar aturan, melainkan juga argumentasi dan pembuktian di persidangan. Jadi perihal laporan yang dibuat korban, korban bisa saja membuat laporan atas perbuatan percobaan pembakaran rumah dan merusak rumah dengan dasar pasal-pasal yang telah dijabarkan di atas, tetapi nanti di persidangan, Penuntut Umum memiliki wewenang untuk menentukan pasal mana yang akan digunakan baik dalam surat dakwaan maupun dalam tuntutannya. Selain itu, perlu diketahui bahwa hukum pidana merupakan ultimum remedium (upaya terakhir) . Saran kami, korban dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan sebelum memutuskan melaporkan pada polisi. : Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya Contoh Kasus Percobaan Pembakaran Rumah Mengenai kasus percobaan pembakaran rumah, dapat dilihat dalam Putusan PN Jaksel 1927/PID/B/2009/PN.JKT.SEL . Dalam kasus tersebut, terdakwa ingin melakukan pembakaran rumah karena permintaan terdakwa kepada ibunya untuk membetulkan sepeda motornya tidak dituruti. Terdakwa mengambil korek api kayu dan menyulut kasur busa yang berada di kamar tidur terdakwa. Setelah itu tidak lama kemudian, ada dua orang yang berteriak “api-api” yang berasal dari kamar terdakwa dan sebagian kasur busa sudah terbakar (hal. 3-4). Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 187 jo. Pasal 53 KUHP (hal. 4). Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana percobaan pembakaran dan menjatuhkan pidana selama 5 bulan. : Sengaja Mengakibatkan Kebakaran, Ini Sanksi Pidananya Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1827/PID/B/2009/PN.JKT.SEL . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS percobaan tindak pidana rumah kebakaran | {20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024 tentang apa? Apakah benar Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024 mengatur tentang muatan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan? Jika benar, apa bunyi Pasal 27 ayat (1) UU ITE 2024? | ULASAN LENGKAP . Isi Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 Pada dasarnya, seseorang yang menyebarkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dapat dikenakan pidana berdasarkan UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE . Hal tersebut sebagaimana diatur dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum. Unsur-unsur Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 Dari bunyi Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024, penjelasan unsur-unsur pasal tersebut adalah: [1] " Menyiarkan " termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam sistem elektronik. " Mendistribusikan " adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik. " Mentransmisikan " adalah mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui sistem elektronik. " Membuat dapat diakses " adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sistem elektronik yang menyebabkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. “ Melanggar kesusilaan " adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu ( contemporary community standard ). " Diketahui umum " adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal Selanjutnya, seseorang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 . Kemudian sebagai informasi, pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang. [2] Dalam melakukan pencegahan tersebut, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum. [3] Lalu, perintah kepada penyelenggara sistem elektronik berupa pemutusan akses dan/atau moderasi konten secara mandiri terhadap informasi dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pornografi , perjudian, atau muatan lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang dimungkinkan secara teknologi. [4] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . [1] Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [2] Pasal 40 ayat (2a) UU 1/2024 [3] Pasal 40 ayat (2b) UU 1/2024 [4] Pasal 40 ayat (2c) UU 1/2024 TAGS uu ite kesusilaan potd | {221: 'Yang dimaksud dengan "menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "mentransmisikan" adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard). Yang dimaksud dengan "diketahui umum" adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.', 833: '(2a) Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.', 834: '(2b) Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan Akses dan/atau memerintahkan kepada Penyeleprggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum.', 835: '(2c) Perintah kepada Penyelenggara Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2b) berupa pemutusan Akses dan/ atau moderasi konten secara mandiri terhadap Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pornografi, perjudian, atau muatan lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang dimungkinkan secara teknologi.'} |
Saya mau bertanya apabila ada orang dengan sengaja menambah isi pada kuitansi tanpa sepengetahuan pihak kedua, apakah hal itu melanggar hukum? Jika ya, apa jerat pidana bagi pemalsu kuitansi? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 28 Oktober 2019. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Mengubah Isi Kuitansi Sebagai Pemalsuan Surat Pada dasarnya, dalam KBBI , kuitansi diartikan sebagai surat bukti penerimaan uang. Kami mengasumsikan bahwa dalam kuitansi yang Anda maksud sudah tertulis informasi terkait penerimaan uang, baik nominal maupun para pihak yang terlibat. Adapun perbuatan mengubah isi kuitansi yang dilakukan secara sepihak tanpa sepengetahuan pihak lainnya berpotensi dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 263 KUHP Pasal 391 UU 1/2023 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak , perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati , jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian . Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat yang dapat menimbulkan suatu hak , perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan Surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [2] Setiap Orang yang menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu , seolah-olah benar atau tidak dipalsu , jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana yang sama dengan ayat (1). Menurut S.R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 416), tindak pidana pemalsuan surat yang dirumuskan dalam Pasal 263 KUHP disebut sebagai “pemalsuan surat sederhana”. Adapun unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat sederhana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP antara lain: barangsiapa; membuat surat palsu atau memalsukan surat; yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal; dengan maksud; untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Sedangkan unsur-unsur Pasal 263 ayat (2) KUHP adalah: barangsiapa; dengan sengaja; memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli; dan bila pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Kemudian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan mengenai Pasal 263 KUHP sebagai berikut (hal. 195 - 196): Yang diartikan dengan surat adalah segala surat baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik dan lain-lainnya, termasuk kuitansi ; Memalsukan surat diartikan sebagai mengubah surat sedemikian rupa , sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain dari yang asli. Caranya bermacam-macam, termasuk mengurangi , menambah , mengubah sesuatu dari surat itu , atau memalsu tanda tangan ; Perbuatan memalsukan surat tersebut harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu ; Penggunaan surat palsu itu harus mendatangkan kerugian , namun kerugian yang dimaksud tidak perlu sudah ada, sehingga baru kemungkinan saja akan adanya kerugian sudah cukup diartikan sebagai kerugian; dan Yang dihukum tidak hanya memalsukan surat , namun juga secara sengaja menggunakan surat palsu . “Sengaja” berarti orang yang menggunakan harus mengetahui benar bahwa surat yang ia gunakan adalah palsu . Sedangkan menurut Penjelasan Pasal 391 UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "surat" adalah semua gambaran dalam pikiran yang diwujudkan dalam perkataan yaitu yang dituangkan dalam tulisan baik tulisan tangan maupun melalui mesin, termasuk juga antara lain salinan, hasil fotokopi, faksimile atas surat tersebut. Surat yang dipalsu harus dapat: menimbulkan suatu hak, misalnya karcis atau tanda masuk; menimbulkan suatu perikatan, misalnya perjanjian kredit, jual beli, sewa menyewa; menerbitkan suatu pembebasan utang; atau dipergunakan sebagai bukti bagi suatu perbuatan atau peristiwa, misalnya buku tabungan, surat tanda kelahiran, surat angkutan, buku kas, dan lain-lain. Dengan demikian, perbuatan mengubah isi kuitansi tanpa sepengetahuan dari pihak lain yang bersangkutan, misalnya dengan mengubah nominal uang atau pihak yang menerima atau bahkan memalsukan tanda tangan, dapat dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat dalam Pasal 263 KUHP atau Pasal 391 UU 1/2023. Penjelasan lebih lanjut mengenai tindak pidana pemalsuan surat dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat . : Unsur-unsur dan Bentuk Pemalsuan Dokumen Contoh Kasus Untuk mempermudah pemahaman Anda, berikut kami jelaskan kasus pidana pemalsuan kuitansi dalam Putusan PN Sukoharjo 28/PID.B/2014/PN SKH . Pada kasus ini, ditemukan fakta terdakwa mengubah isi dari kuitansi yaitu pada tulisan dalam kuitansi berupa (hal. 20): mencoret nama salah satu pihak dalam kuitansi; dan mencoret dan mengganti kata “menyerahkan” menjadi “menerima”. Awalnya, terdakwa menerima uang sebesar Rp15 juta dari saksi korban pada 27 April 2009 yang tertuang dalam kuitansi (hal. 21). Terdakwa mengubah tanggal dalam kuitansi tersebut menjadi 27 April 2011 dan mencoret informasi mengenai pihak pemberi uang tersebut dan diganti dengan nama terdakwa sendiri (hal. 21). Selanjutnya, terdakwa mencoret dan mengganti kata “menyerahkan” menjadi “menerima”, sehingga atas seluruh perbuatan tersebut, seolah-olah terdakwa telah mengembalikan uang sebesar Rp15 juta kepada saksi korban, sehingga isi dari kuitansi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya (hal 20 – 21). Patut dicatat bahwa dalam pertimbangan terhadap hal yang memberatkan, PN Sukoharjo menilai bahwa perbuatan terdakwa yang telah merugikan saksi korban merupakan hal yang memberatkan, karena seolah-olah saksi korban telah menerima sejumlah uang tersebut padahal dalam kenyataan sebenarnya terdakwa belum menyerahkan uangnya (hal. 22 – 23), sehingga uang korban sebenarnya masih belum dikembalikan. Atas perbuatannya, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun (hal. 24). Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Nomor 28/PID.B/2014/PN.SKH . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor : Politeia, 1994. S.R. Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya . Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1983; Kamus Besar Bahasa Indonesia, kuitansi , yang diakses pada Rabu, 28 Februari 2024, pukul 15.00 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 TAGS pemalsuan surat pidana kuitansi pemalsuan surat | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 296: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Apakah laporan dapat dicabut kembali? Dalam hal ini penuntutan terhadap tindak pidana penggelapan dalam Pasal 372 KUHP. Apabila bisa, apa dasar hukumnya? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Apakah Penuntutan Kasus Penggelapan Akan Dihentikan Jika Laporan Dicabut? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 20 Agustus 2011. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Jerat Pasal Penggelapan Tindak pidana penggelapan diatur dalam pasal tersendiri dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Berapa lama hukuman pidana penggelapan? Berikut bunyi pasalnya sebagai berikut: Pasal 372 KUHP Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu . [2] Pasal 486 UU 1/2023 Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta . [3] : Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya Lebih lanjut, jika penggelapan terjadi di lingkungan keluarga, ada ketentuan tersendiri yang sudah kami ulas dalam Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga, Ini Sanksi Pidananya . Apakah Laporan Dapat Dicabut Kembali? Namun, perlu digarisbawahi bahwa tindak pidana penggelapan merupakan delik aduan jika terjadi dalam lingkup keluarga. [4] Dalam hal tindak pidana penggelapan dilakukan di luar lingkup keluarga tersebut, tindak pidana penggelapan bukanlah merupakan delik aduan, melainkan delik biasa. Lalu apakah laporan dapat dicabut kembali? Meskipun laporan di kepolisian dicabut oleh korban, proses penuntutan tindak pidana penggelapan akan terus berjalan. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materiel yaitu kebenaran yang sesungguhnya mengenai siapa pelaku tindak pidana yang sesungguhnya yang seharusnya dituntut dan didakwa. Dalam hal pengaduan tindak pidana penggelapan dalam lingkup keluarga telah dilakukan, namun kemudian korban hendak mencabut pengaduannya, maka berdasarkan Pasal 75 KUHP , pengaduan dapat ditarik kembali/dicabut dalam waktu 3 bulan setelah pengaduan diajukan. Sedangkan Pasal 29 ayat (1) UU 1/2023 menyebutkan pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu: 6 bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya tindak pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di Indonesia; atau 9 bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya tindak pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia. Jika yang berhak mengadu lebih dari 1 orang, tenggang waktu di atas dihitung sejak tanggal masing-masing pengadu mengetahui adanya tindak pidana. [5] Jadi, pencabutan laporan/pengaduan di kepolisian tidak akan menghentikan penuntutan terhadap tindak pidana penggelapan, kecuali hal tersebut terjadi dalam lingkup keluarga seperti yang telah kami paparkan di atas. Sebagai tambahan informasi, apakah kasus penggelapan bisa kadaluarsa? Bisa, menurut Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP atau Pasal 136 ayat (1) huruf c UU 1/2023 yaitu setelah melampaui 12 tahun. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Pasal 367 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) atau Pasal 481 ayat (2) UU 1/2023 [5] Pasal 29 ayat (2) UU 1/2023 TAGS penggelapan laporan polisi kuhp | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 836: 'pasal 367 setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 289 dan pasal 364 sampai dengan pasal 366 masuk ke tempat terjadinya tindak pidana atau dapat mencapai benda tersebut dengan cara membongkar, merusak, memanjat, memakai anak kunci palsu, berdasarkan perintah palsu atau karena memakai pakaian dinas palsu, dipidana paling lama 2 (dua) kali lipat dari pidana yang diancamkan. bagian kedua penganjuran desersi, pemberontakan, dan pembangkangan tentara nasional indonesia', 837: "['(1) pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu: a. 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya tindak pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di wilayah negara kesatuan republik indonesia; atau 9 / 260 b. 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya tindak pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar wilayah negara kesatuan republik indonesia.']"} |
Sekarang marak sekali iklan di medsos joki skripsi. Mohon penjelasannya, apakah joki skripsi ilegal? Dan bagaimana hukumnya orang yang jadi joki skripsi dan orang yang menggunakan jasa joki skripsi? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Apa itu Joki Skripsi? Untuk menjawab pertanyaan Anda, pertama-tama, perlu diketahui terlebih dahulu arti dari joki menurut KBBI adalah: penunggang kuda pacuan; pengatur lagu yang menangani mesin perekam lagu atau piringan hitam (di studio radio atau diskotek); orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang ; orang yang memberi layanan kepada pengemudi kendaraan yang bukan angkutan umum untuk memenuhi ketentuan jumlah penumpang (tiga orang) ketika melewati kawasan tertentu. Dalam konteks skripsi, apa yang dimaksud dengan joki skripsi? Joki skripsi dapat dikatakan sebagai orang yang mengerjakan skripsi orang lain (mahasiswa) dan skripsi tersebut atas nama mahasiswa yang memesan, kemudian pihak joki menerima imbalan uang. Hukumnya Menjadi Joki Skripsi Lantas, joki skripsi apakah melanggar hukum? Disarikan dari artikel Hati-hati, Ini Konsekuensi Hukum Jika Tugas Akhir Dikerjakan Orang Lain , hingga saat ini, memang belum ada peraturan yang gamblang mengenai larangan jasa joki skripsi. Sehingga, belum ada sanksi pidana yang eksplisit mengancam perbuatan tersebut. Namun demikian, menurut Fachrizal Afandi, pakar pidana Universitas Brawijaya dalam artikel tersebut menyatakan bahwa salah satu pasal yang dapat dikenakan adalah pasal pemalsuan surat. Fachrizal menganalogikan dengan kasus-kasus joki ujian masuk perguruan tinggi negeri yang kerap diganjar dengan Pasal 263 KUHP oleh polisi. Alasannya, para joki tersebut mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menggunakan identitas palsu. Begitu pula joki skripsi yang mengerjakan suatu perbuatan dengan menggunakan identitas orang lain. Selain itu, skripsi dianggap sebagai surat yang memiliki nilai dan menimbulkan hak baru. Pasal pemalsuan surat, diatur di dalam Pasal 263 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku atau Pasal 391 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026: Pasal 263 KUHP Pasal 391 UU 1/2023 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [2] Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana sama dengan ayat (1). Selengkapnya mengenai unsur-unsur pasal pemalsuan surat dapat Anda simak dalam artikel Unsur-unsur dan Bentuk Pemalsuan Dokumen . Jerat Hukum Mahasiswa yang Pakai Joki Skripsi Mahasiswa yang menggunakan jasa joki skripsi ketika mengerjakan tugas akhir, dapat dikategorikan sebagai bentuk tindakan plagiat atau menjiplak. Plagiat berarti pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri. Misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan. Adapun, menjiplak berarti mencontoh atau meniru (tulisan, pekerjaan orang lain); menyontek; mencuri karangan orang lain dan mengakui sebagai karangan sendiri; mengutip karangan orang lain tanpa seizin penulisnya. Plagiarisme merupakan tindakan melakukan copy dan paste dari produk intelektual orang lain yang disalahgunakan tanpa menyebutkan nama penulis, penemu, dan penggagas orisinal. [3] Salah satu bentuk plagiarisme adalah mempekerjakan atau memakai jasa orang lain untuk menulis suatu karya tulis kemudian mempublikasikannya dengan nama sendiri . [4] Dengan demikian, perbuatan menggunakan joki skripsi untuk menulis tugas akhir mahasiswa dapat dikategorikan sebagai plagiarisme . Memplagiat atau menjiplak tersebut dilarang dalam UU Sisdiknas . Pasal 25 ayat (2) UU Sisdiknas mengatur bahwa lulusan perguruan tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan jiplakan dicabut gelarnya . Lebih lanjut, Pasal 70 UU Sisdiknas mengatur mengenai ancaman pidana bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme atau jiplakan, yang berbunyi: Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapat gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) terbukti merupakan jiplakan dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200 juta. Adapun, menurut Pasal 9 Permendikbudristek 39/2021 pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah dapat berupa fabrikasi, falsifikasi, plagiat, kepengarangan yang tidak sah, konflik kepentingan, dan pengajuan jamak. Dari bentuk-bentuk pelanggaran tersebut, kategori yang dekat dengan tindakan menggunakan joki skripsi untuk membuat karya ilmiah adalah plagiat dan kepengarangan yang tidak sah. Plagiat merupakan perbuatan: [5] mengambil sebagian atau seluruh karya milik orang lain tanpa menyebut sumber secara tepat ; menulis ulang tanpa menggunakan bahasa sendiri sebagian atau seluruh karya milik orang lain walaupun menyebut sumber; dan mengambil sebagian atau seluruh karya atau gagasan milik sendiri yang telah diterbitkan tanpa menyebut sumber secara tepat. Sementara, kepengarangan yang tidak sah adalah kegiatan seseorang yang tidak memiliki kontribusi dalam sebuah karya ilmiah berupa gagasan, pendapat, dan/atau peran aktif yang berhubungan dengan bidang keilmuan berupa: [6] menggabungkan diri sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam karya; menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam karya; dan/atau menyuruh orang lain untuk membuat karya sebagai karyanya tanpa memberikan kontribusi . Terhadap mahasiswa yang melakukan pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah dikenai sanksi administratif berupa: [7] pengurangan nilai atas karya ilmiah; penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa; pembatalan pemberian sebagian hak mahasiswa; pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa; pemberhentian dari status sebagai mahasiswa; atau pembatalan ijazah, sertifikat kompetensi, atau sertifikat profesi. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah . Referensi : Johan Pramudya Utama. Tindak Pidana Plagiarisme Jasa Pembuatan Skripsi sebagai Pelanggaran Hak Cipta. Recidive Vol. 2 No. 3, 2013; Muhammad Abdan Shadiqi. Memahami dan Mencegah Perilaku Plagiarisme dalam Menulis Karya Ilmiah. Buletin Psikologi Vol. 27 No. 1, 2019; Joki , yang diakses pada Senin, 26 Februari 2024, pukul 18.21 WIB; Menjiplak , yang diakses pada Selasa, 27 Februari 2024, pukul 10.21 WIB; Plagiat , yang diakses pada Selasa, 27 Februari 2024, pukul 10.26 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 [3] Muhammad Abdan Shadiqi. Memahami dan Mencegah Perilaku Plagiarisme dalam Menulis Karya Ilmiah. Buletin Psikologi Vol. 27 No. 1, 2019, hal. 32 [4] Johan Pramudya Utama. Tindak Pidana Plagiarisme Jasa Pembuatan Skripsi sebagai Pelanggaran Hak Cipta. Recidive Vol. 2 No. 3, 2013, hal. 204 [5] Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah (“Permendikbudristek 39/2021”) [6] Pasal 10 ayat (4) Permendikbudristek 39/2021 [7] Pasal 17 ayat (1) Permendikbudristek 39/2021 TAGS skripsi mahasiswa pemalsuan surat plagiat | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 296: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 838: 'Plagiarisme merupakan tindakan melakukan copy dan paste dari produk intelektual orang lain yang disalahgunakan tanpa menyebutkan nama penulis, penemu, dan penggagas orisinal.', 839: 'Artikel Johan Pramudya Utama, "Tindak Pidana Plagiarisme Jasa Pembuatan Skripsi sebagai Pelanggaran Hak Cipta" yang dimuat dalam jurnal Recidive, Volume 2 Nomor 3 tahun 2013 halaman 204, membahas tentang plagiarisme dalam konteks jasa pembuatan skripsi. Artikel tersebut kemungkinan membahas aspek hukum dari penggunaan jasa joki skripsi, mengargumenkan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hak cipta dan menganalisis pasal-pasal hukum yang relevan untuk menjerat pelaku, baik mahasiswa yang menggunakan jasa maupun pembuat skripsi tersebut. Artikel ini mungkin juga mengkaji sanksi yang bisa dijatuhkan berdasarkan regulasi yang berlaku saat itu.', 840: '(3) Plagiat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c merupakan perbuatan: a. mengambil sebagian atau seluruh karya milik orang lain tanpa menyebut sumber secara tepat; b. menulis ulang tanpa menggunakan bahasa sendiri sebagian atau seluruh karya milik orang lain walaupun menyebut sumber; dan c. mengambil sebagian atau seluruh karya atau gagasan milik sendiri yang telah diterbitkan tanpa menyebut sumber secara tepat.', 841: '(4) Kepengarangan yang tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d merupakan kegiatan seseorang yang tidak memiliki kontribusi dalam sebuah Karya Ilmiah berupa gagasan, pendapat, dan/atau peran aktif yang berhubungan dengan bidang keilmuan berupa: a. menggabungkan diri sebagai pengarang bersama tanpa memberikan kontribusi dalam karya; b. menghilangkan nama seseorang yang mempunyai kontribusi dalam karya; dan/atau c. menyuruh orang lain untuk membuat karya sebagai karyanya tanpa memberikan kontribusi.', 592: '(1) Pelanggaran terhadap Integritas Akademik dalam menghasilkan Karya Ilmiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang dilakukan oleh Mahasiswa dikenai sanksi administratif berupa: a. pengurangan nilai atas Karya Ilmiah; b. penundaan pemberian sebagian hak Mahasiswa; c. pembatalan pemberian sebagian hak Mahasiswa; d. pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh Mahasiswa; e. pemberhentian dari status sebagai Mahasiswa; atau f. pembatalan ijazah, sertifikat kompetensi, atau sertifikat profesi.'} |
Beberapa waktu lalu, ibu saya terlibat cekcok dengan tetangga, hingga tetangga memukul ibu saya. Kemudian saya berusaha melerai dan seketika refleks memukul balik tetangga saya, dengan menjambak dan mendorongnya karena ingin melindungi ibu saya. Pada akhirnya saya dilaporkan karena telah melakukan tindakan kekerasan. Apakah saya bersalah? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bisakah Dipidana Karena Membalas Tetangga yang Memukuli Ibu? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kalinya dipublikasikan pada 12 Maret 2012. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Sudah sewajarnya kita melindungi keluarga, seperti halnya yang Anda lakukan untuk melindungi ibu Anda di saat dipukuli oleh orang lain. Namun di sisi lain, perbuatan dengan tujuan melindungi tersebut terkadang bisa menimbulkan masalah hukum lain. Pembelaan Terpaksa ( Noodweer) Berkaitan dengan pertanyaan Anda, perlu diketahui soal pembelaan terpaksa atau pembelaan darurat ( noodweer) yang diatur dalam dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026 [1] yaitu: Pasal 49 KUHP UU 1/2023 Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum . Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. Pasal 34 Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain. Pasal 43 Setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana. Dikutip dari Putusan PT Kupang No. 61/PID/2016/PT KPG (hal. 9), yang menyarikan tulisan R. Sugandhi dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya terkait Pasal 49 KUHP menjelaskan agar suatu tindakan dapat digolongkan sebagai “pembelaan darurat” dan tidak dapat dihukum , maka tindakan itu harus memenuhi 3 macam syarat sebagai berikut: Tindakan yang dilakukan itu memang harus dilakukan secara terpaksa dengan maksud mempertahankan diri . Pertahanan atau pembelaan itu harus demikian perlu sehingga boleh dikatakan tidak ada jalan lain yang lebih baik ; Pembelaan yang harus dilakukan itu hanya terhadap kepentingan dari diri sendiri atau orang lain, peri kesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau kepunyaan orang lain; Harus ada serangan yang melawan hak dan ancaman yang mendadak (pada saat itu juga). Untuk dapat diatakan “melawan hak”, penyerang yang melakukan serangan itu harus melawan hak orang lain atau tidak mempunyai hak untuk itu. Pemukulan = Penganiayaan dalam KUHP Pada prinsipnya tindakan memukul yang dilakukan oleh tetangga Anda kepada ibu Anda dapat dijerat pasal penganiayaan atau penganiayaan ringan yang telah kami ulas dalam artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat . Namun menjawab pertanyaan Anda, apabila benar tindakan Anda yang memukul balik tetangga dalam rangka pembelaan terpaksa melindungi ibu Anda yang dipukuli dapat dikategorikan sebagai pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa sepanjang memenuhi unsur-unsurnya sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP atau Pasal 34 UU 1/2023 , maka Anda tidak dapat pidana. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi: R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya . Surabaya: Usaha Nasional, 1980. Putusan: Putusan Pengadilan Tinggi Kupang Nomor 61/PID/2016/PT KPG . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”). TAGS pembelaan diri penganiayaan kuhp | {842: 'Pasal 624 Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Saya ingin bertanya tentang masalah teman saya. Intinya, ia membeli obat aborsi, setelah itu ia ditipu karena barang tidak kunjung datang (penjual lepas tanggung jawab). Jika teman saya lapor polisi atas dasar penipuan, apakah ia bisa kena pidana juga karena membeli obat aborsi? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Sovia Hasanah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 31 Januari 2017. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Larangan Aborsi dalam KUHP Larangan aborsi diatur di dalam Pasal 346 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 463 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 346 KUHP Pasal 463 UU 1/2023 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Setiap perempuan yang melakukan aborsi , dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis. Adapun menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 243) yang dapat dihukum oleh Pasal 346 KUHP adalah: perempuan yang sengaja menggugurkan atau membunuh kandungannya atau suruhan orang untuk itu; orang yang sengaja menggugurkan atau membunuh kandungan seseorang perempuan dengan tidak izin perempuan atau seizing perempuan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan oleh R. Soesilo, cara mengugurkan atau membunuh kandungan itu bermacam-macam, baik dengan obat yang diminum maupun dengan alat-alat yang dimasukkan melalui anggota kemaluan. Menggugurkan kandungan yang sudah mati, tidak dihukum, demikian pula tidak dihukum orang yang untuk membatasi kelahiran anak mencegah terjadinya hamil. Penjelasan selengkapnya mengenai Pasal 346 KUHP dan Pasal 463 UU 1/2023 dapat Anda baca dalam artikel Bunyi Pasal 346 KUHP tentang Aborsi . Kemudian, apabila seorang dokter, bidan atau ahli obat membantu kejahatan aborsi, maka bagi mereka hukuman pidananya ditambah 1/3 dan dapat dipecat dari jabatannya, sebagaimana diatur dalam pasal berkut: Pasal 349 KUHP Pasal 465 UU 1/2023 Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut pada Pasal 346 , ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan 1/3 dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 464 , pidananya ditambah 1/3 . Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud Pasal 86 huruf a dan huruf f. Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis, atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud Pasal 463 ayat (2), tidak dipidana. Dari bunyi pasal di atas, pengertian “membantu melakukan” dalam Pasal 349 KUHP dapat disamakan dengan pengertian membantu melakukan dalam Pasal 56 KUHP . Dalam kedua konteks tersebut, membantu melakukan mempunyai makna sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan yang bersangkutan . [2] Penjelasan selengkapnya mengenai pembantuan dalam tindak pidana dapat Anda baca pada artikel Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan Tindak Pidana . : Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya Larangan Aborsi dalam UU Kesehatan Larangan aborsi juga diatur dalam Pasal 60 ayat (1) UU Kesehatan , yaitu setiap orang dilarang untuk melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana. Lalu, pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan hanya dapat dilakukan: [3] oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan; pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan. Adapun setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan berpotensi dipidana penjara paling lama 4 tahun. [4] Hukumnya Menjual Obat Aborsi Menjawab pertanyaan Anda mengenai apa hukumnya menjual obat aborsi, sepanjang penelusuran kami tidak ada ketentuan yang secara eksplisit mengatur hal tersebut dalam KUHP , UU 1/2023 , maupun UU Kesehatan . Walau demikian, terdapat ketentuan mengenai pengedaran sediaan farmasi dalam UU Kesehatan. Sediaan farmasi adalah obat , bahan obat, obat bahan alam, termasuk bahan obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat kuasi. [5] Adapun definisi dari obat diatur dalam Pasal 1 angka 15 UU Kesehatan yaitu: Obat adalah bahan, paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Lebih lanjut, pengedaran sediaan farmasi diatur dalam Pasal 138 UU Kesehatan dengan bunyi sebagai berikut: Ayat (1) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau serta memenuhi ketentuan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Setiap orang dilarang mengadakan , memproduksi , menyimpan , mempromosikan , dan/atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan , khasiat/kemanfaatan , dan mutu . Ayat (4) Pengadaan, produksi, penyimpanan, promosi, peredaran, dan pelayanan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, orang yang melanggar ketentuan Pasal 138 ayat (2) UU Kesehatan berpotensi dipidana penjara maksimal 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 435 UU Kesehatan . Dengan demikian, menurut hemat kami, jika pelaku yang menjual obat aborsi memenuhi semua unsur dalam pasal-pasal tersebut, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU Kesehatan . Selain itu, perlu dicatat menurut Pasal 143 ayat (1) UU Kesehatan , setiap orang yang memproduksi dan/atau mengedarkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan PKRT harus memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lalu, walaupun orang tersebut telah memperoleh perizinan berusaha, namun jika ia terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, maka dapat dikenai sanksi administratif . [6] Pasal Penipuan dalam KUHP Selanjutnya, berkaitan dengan penipuan yang dilakukan oleh penjual obat, pada dasarnya perbuatan ini dapat jerat pasal penipuan sebagai berikut: Pasal 378 KUHP Pasal 492 UU 1/2023 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [7] Penjelasan dan unsur pasal penipuan dapat Anda simak di Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan . Lantas, jika seseorang lapor polisi atas dasar penipuan penjualan obat aborsi, apakah ia bisa kena pidana karena membeli obat aborsi? Perlu diperhatikan berdasarkan KUHP, UU 1/2023, dan UU Kesehatan tidak diatur mengenai perbuatan membeli obat aborsi . Adapun pihak yang dapat dipidana berdasarkan KUHP, UU 1/2023, dan UU Kesehatan adalah seseorang yang melakukan aborsi, menyuruh orang lain untuk aborsi, dan/atau membantu melakukan aborsi. Selain itu berkaitan dengan penjualan obat aborsi, dalam UU Kesehatan pihak yang dapat dipidana adalah orang yang menjual sediaan farmasi yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Walau demikian, menurut hemat kami perlu diselidiki lebih lanjut tujuan teman Anda membeli obat aborsi, apakah untuk melakukan aborsi, menyuruh orang lain untuk aborsi, dan/atau membantu melakukan aborsi. Jika teman Anda terbukti melakukan aborsi, maka teman Anda berpotensi dipidana berdasarkan ketentuan KUHP atau UU 1/2023, dan/atau UU Kesehatan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan . Referensi : Marlisa Frisilia Saada. Tindakan Aborsi yang dilakukan Seseorang yang Belum Menikah Menurut KUHP . Lex Crimen, Vol. VI, No. 6, Agustus 2017; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Marlisa Frisilia Saada. Tindakan Aborsi yang dilakukan Seseorang yang Belum Menikah Menurut KUHP . Lex Crimen, Vol. VI, No. 6, Agustus 2017, hal. 51 [3] Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) [4] Pasal 427 UU Kesehatan [5] Pasal 1 angka 12 UU Kesehatan [6] Pasal 143 ayat (2) UU Kesehatan [7] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS aborsi obat ilegal pidana | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 843: 'Dalam kedua konteks tersebut, membantu melakukan mempunyai makna sebagai perbuatan yang mempermudah atau melancarkan pelaksanaan kejahatan yang bersangkutan.', 844: '(2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. ', 845: 'Setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.', 846: '12. sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat bahan aiam, termasuk bahan obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan obat kuasi.', 847: '(2) Setiap Orang yang memproduksi dan/ atau mengedarkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan PKRT yang telah memperoleh perizinan berusaha, yang terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perizinan berusaha.', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Akhir-akhir ini viral kasus bullying di salah satu sekolah di Indonesia, dan terduga pelaku bullying libatkan anak artis. Pertanyaan saya, bullying anak kena pasal berapa? Apakah Pasal 76C UU 35/2014 mengatur tentang bullying anak? Jika benar, apa bunyi pasal 76C UU 35/2014? | ULASAN LENGKAP . Apa itu Bullying ? Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu bullying atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perundungan . Dalam hal bullying terjadi di sekolah, bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. [1] Adapun kategori bullying setidaknya meliputi 5 kategori sebagai berikut: [2]  Fisik : memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.  Verbal : mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama ( name-calling ), sarkasme, merendahkan ( put-downs ), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.  Perilaku non-verbal langsung : menempelkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam (biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).  Perilaku non-verbal tidak langsung : mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. Pelecehan seksual : kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan baik pelaku maupun korban bullying adalah anak. Lantas, apa hukumannya bagi pelaku bullying anak? Isi Pasal 76C UU 35/2014 Pada dasarnya, tindak pidana bullying atau perundungan anak diatur dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak . Dari bunyi Pasal 76C UU 35/2014, yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang perseorangan atau korporasi. [3] Sedangkan arti “anak” adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. [4] Selanjutnya, jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak dalam Pasal 76C UU 35/2014 dilanggar, pelaku bisa dijerat Pasal 80 UU 35/2014 , yaitu: Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta. Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya. Sanksi Pidana Pelaku Bullying di Bawah Umur Walau demikian, mengingat diasumsikan bahwa pelaku juga masih berusia anak atau di bawah umur , maka kita perlu merujuk pada UU SPPA yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif . [5] Apa itu keadilan restoratif? Sebagaimana dikutip dari artikel Restorative Justice Ujungnya Tak Melulu Penghentian Perkara , keadilan restoratif atau restorative justice adalah pendekatan penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan dengan melibatkan para pihak baik korban, pelaku, atau pihak yang terkait, dengan proses dan tujuan yang mengupayakan pemulihan, bukan pembalasan. Prinsip keadilan restoratif bertujuan untuk membuat pelanggar bertanggung jawab memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya, memberikan kesempatan kepada pelanggar membuktikan kapasitas dan kuantitasnya di samping mengatasi rasa bersalahnya secara konstruktif, melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar, sekolah, dan teman sebaya, serta menciptakan forum untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. [6] Selanjutnya, pelaku anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. [7] Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dalam hal tindak pidana diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. [8] Jika pelaku anak belum berusia 14 tahun, maka anak hanya dapat dikenai tindakan seperti: [9] pengembalian kepada orang tua/wali; penyerahan kepada seseorang; perawatan di rumah sakit jiwa; perawatan di LPKS; kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana. Adapun pidana pokok bagi pelaku anak terdiri atas: [10] pidana peringatan; pidana dengan syarat, yaitu pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat, atau pengawasan; pelatihan kerja; pembinaan dalam lembaga; dan penjara. Kemudian jenis pidana tambahan terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat. [11] Patut dicatat, anak dijatuhi pidana penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, yakni paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. [12] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan kedua kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak . Referensi : Ali Subroto Suprapto. Penjara Tanpa Anak: Akses Keadilan Restoratif dan Masa Depan Anak Berhadapan Hukum . Yogyakarta: CV Budi Utama, 2023; Antonius P.S. Wibowo. Penerapan Hukum Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019. [1] Antonius P.S. Wibowo. Penerapan Hukum Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019, hal. 9 [2] Antonius P.S. Wibowo. Penerapan Hukum Pidana dalam Penanganan Bullying di Sekolah. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019, hal. 9 [3] Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) [4] Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 [5] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) [6] Ali Subroto Suprapto. Penjara Tanpa Anak: Akses Keadilan Restoratif dan Masa Depan Anak Berhadapan Hukum . Yogyakarta: CV Budi Utama, 2023, hal. 76-77 [7] Pasal 1 angka 3 UU SPPA [8] Pasal 7 UU SPPA [9] Pasal 69 ayat (2) jo. Pasal 82 ayat (1) UU SPPA [10] Pasal 71 ayat (1) UU SPPA [11] Pasal 71 ayat (2) UU SPPA [12] Pasal 81 ayat (1) dan (2) UU SPPA TAGS bullying sistem peradilan pidana anak pidana anak potd | {848: 'bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Adapun kategori bullying setidaknya meliputi 5 kategori sebagai berikut: Fisik: memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain. Verbal: mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. Perilaku non-verbal langsung: menempelkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam (biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal). Perilaku non-verbal tidak langsung: mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng. Pelecehan seksual: kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.', 849: '17. pemerintah pusat yang selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden republik indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara republik indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945.', 850: '1. ketentuan angka 7, angka 8, angka 12, angka 15, dan angka 17 diubah, di antara angka 15 dan angka 16 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 15a, dan ditambah 1 (satu) angka yakni angka 18, sehingga pasal 1 berbunyi sebagai berikut: pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.', 851: "['(1) sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.', '(2) sistem peradilan pidana anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini; b. persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.']", 852: 'Prinsip keadilan restoratif bertujuan untuk membuat pelanggar bertanggung jawab memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya, memberikan kesempatan kepada pelanggar membuktikan kapasitas dan kuantitasnya di samping mengatasi rasa bersalahnya secara konstruktif, melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar, sekolah, dan teman sebaya, serta menciptakan forum untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah.', 853: '3. anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana', 854: "['(1) pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi.']", 855: "['(1) anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam undang- undang ini.']", 856: "['(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.', '(2) pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.', '(3) apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.', '(4) pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.']", 857: "['(1) pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat: 1) pembinaan di luar lembaga; 2) pelayanan masyarakat; atau 3) pengawasan. c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan e. penjara.', '(2) pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat.', '(3) apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.', '(4) pidana yang dijatuhkan kepada anak dilarang melanggar harkat dan martabat anak.']", 858: "['(1) anak dijatuhi pidana penjara di lpka apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat.', '(2) pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.', '(3) pembinaan di lpka dilaksanakan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.', '(4) anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di lpka dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.', '(5) pidana penjara terhadap anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.']"} |
Dalam kasus pelecehan seksual, tersangka dijerat dengan pasal berapa dalam KUHP dan UU TPKS? Apa saja bentuk kekerasan seksual? Lalu, bagaimana pembuktian kasus pelecehan seks? | ULASAN LENGKAP ketiga artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Mei 2011, dan pertama kali dimutakhirkan pada 16 Maret 2022 oleh Justika.com , dam dimutakhirkan kedua kali pada 22 Februari 2023 oleh Dian Dwi Jayanti, S.H. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Apa itu Pelecehan Seksual? Disarikan dari Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas , mengutip buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , karya R. Soesilo , istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya. Berdasarkan pengertian menurut R. Soesilo tersebut berarti segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment yang dikatakan sebagai unwelcome attention ( Martin Eskenazi and David Gallen , 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “ imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments ”. Lalu, menurut Komnas Perempuan , pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. [1] Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual . Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Jenis-jenis Pelecehan Seksual Masih bersumber dari Komnas Perempuan, setidaknya terdapat 15 bentuk kekerasan seksual, antara lain (hal. 4): perkosaan; intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan; pelecehan seksual; eksploitasi seksual; perdagangan perempuan untuk tujuan seksual; prostitusi paksa; perbudakan seksual; pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung; pemaksaan kehamilan; pemaksaan aborsi; pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi; penyiksaan seksual; penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual; praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama. Jerat Hukum Pelecehan Seksual dalam KUHP Kemudian, pada dasarnya dalam hukum pidana di Indonesia tidak dikenal istilah pelecehan seksual, melainkan istilah perbuatan cabul dan kejahatan terhadap kesusilaan/tindak pidana kesusilaan . Perbuatan tersebut diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, [2] yakni pada tahun 2026, sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [3] : barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Pasal 406 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta [4] setiap orang yang: a. melanggar kesusilaan di muka umum; atau b. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut. Penjelasan Pasal 406 huruf a Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Pasal 289 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 414 (1)Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya: a. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta; [5] b. secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. (2) Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 290 Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun: barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin; barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Pasal 415 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang: a. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau b. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak. Penjelasan Pasal 415 Yang dimaksud dengan "perbuatan cabul" adalah kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan. Pasal 291 Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun; Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pasal 416 Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Pasal 292 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Pasal 293 Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah-lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan. Pasal 417 Setiap orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga anak, untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Penjelasan Pasal 417 Tindak pidana dalam ketentuan ini adalah perbuatan menggerakkan seseorang yang belum dewasa, belum kawin, dan berkelakuan baik untuk melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul. Pasal 294 (1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. (2) Diancam dengan pidana yang sama: pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya. Pasal 418 1. Setiap orang yang melakukan percabulan dengan anak kandung, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. 2. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun: a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; atau b. dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada Lembaga pemasyarakatan, lembaga negara, tempat latihan karya, rumah pendidikan, rumah yatim dan/atau piatu, rumah sakit jiwa, atau panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut. Penjelasan Pasal 418 ayat (1) Tindak pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan inses. Pasal 295 (1) Diancam: dengan pidana penjara paling lama 5 tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain; dengan pidana penjara paling lama 4 tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga. Pasal 419 Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut diduga anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 296 Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp15 juta. [6] Pasal 420 Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Pasal 421 Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419 atau Pasal 420 dilakukan sebagai kebiasaan atau untuk menarik keuntungan sebagai mata pencaharian pidananya dapat ditambah 1/3. Penjelasan Pasal 421 Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberantas tempat pelacuran. Pasal 422 Setiap orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau menyerahkan anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan anak memperoleh pekerjaan atau janji lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun. Penjelasan Pasal 422 Termasuk Tindak Pidana ini adalah mengirimkan laki-laki atau perempuan yang belum dewasa itu ke daerah lain atau ke luar negeri guna melakukan pelacuran atau perbuatan lain yang melanggar kesusilaan Pasal 423 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 sampai dengan Pasal 422 merupakan tindak pidana kekerasan seksual. Jadi, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan menggunakan pasal percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 281 s.d. 296 KUHP atau Pasal 406 s.d. 423 UU 1/2023 dengan tetap memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Jika bukti-bukti dirasa cukup, penuntut umum akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan. Selengkapnya mengenai pasal-pasal kejahatan terhadap kesusilaan dapat Anda baca dalam Bab XIV KUHP dan Bab XV UU 1/2023 . Jerat Hukum Pelecehan Seksual dalam UU TPKS Dalam UU TPKS , pelecehan seksual adalah salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik, [7] sebagai berikut: Pelecehan seksual non-fisik adalah perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya . [8] Adapun contoh perbuatan seksual secara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. [9] Lalu, berdasarkan Pasal 5 UU TPKS , orang yang melakukan pelecehan seksual non-fisik bisa dipidana penjara maksimal 9 bulan dan/atau denda maksimal Rp10 juta. Pelecehan seksual fisik terdiri dari tiga bentuk yaitu: [10] Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya . Menurut Pasal 6a UU TPKS , orang yang melakukan perbuatan ini dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 juta. Perbuatan seksual fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum , baik di dalam maupun di luar perkawinan . Orang yang melakukan perbuatan ini berpotensi dipidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp30 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 6b UU TPKS . Penyalahgunaan kedudukan , wewenang , kepercayaan , atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan , ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang , memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau orang lain . Menurut Pasal 6c UU TPKS , perbuatan ini dapat dipidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp300 juta. Sebagai informasi, jika merujuk pada asas lex specialis derogat legi generali , maka ketentuan yang berlaku adalah UU TPKS karena merupakan peraturan yang secara khusus mengatur tentang pelecehan seksual. Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur pelecehan seksual sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU 1/2023 serta UU TPKS. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut. Pembuktian Pelecehan Seksual Menjawab pertanyaan Anda terkait pembuktian pelecehan seksual, pembuktian pelecehan seksual dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 KUHAP , menggunakan 5 macam alat bukti, yaitu: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. : Alat Bukti Sah Menurut Pasal 184 KUHAP Terkait saksi, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK 65/2010 memperluas makna definisi saksi dalam KUHAP, sehingga yang dimaksud dengan saksi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (hal. 92). Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et Repertum . Menurut Kamus Hukum oleh J.C.T. Simorangkir , Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo , Visum et Repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan. Meninjau pada definisi di atas, maka Visum et Repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP . Penggunaan Visum et Repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP : Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya . Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, hakim yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan. : Pengakuan Pelaku Cabul dan Visum et Repertum sebagai Alat Bukti Adapun alat bukti dalam UU TPKS , diatur dalam Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut: Alat bukti yang sah dalam pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana; alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana atau sebagai hasil Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan/atau benda atau barang yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut. Termasuk alat bukti keterangan Saksi yaitu hasil pemeriksaan terhadap Saksi dan/atau Korban pada tahap penyidikan melalui perekaman elektronik. Termasuk alat bukti surat yaitu: surat keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater/dokter spesialis kedokteran jiwa; rekam medis; hasil pemeriksaan forensik; dan/atau hasil pemeriksaan rekening bank. Langkah Hukum Jika Menjadi Korban Pelecehan Seksual Menghubungi Orang Terpercaya Pertama-tama, korban pelecehan seksual dapat terlebih dahulu menghubungi keluarga terdekat atau kerabat terpercaya guna memberitahukan kejadian tersebut. Mungkin bagi sebagian korban, terasa sulit untuk menceritakan kembali kejadian pelecehan seksual yang dialami dengan berbagai kondisi takut, cemas, trauma, dan lain-lain. Namun demikian, korban pelecehan seksual tetap memerlukan support dari orang terpercaya. Laporkan Tindakan Tersebut Ke Polisi Korban dapat mendatangi kantor kepolisian terdekat di sekitar tempat tinggal, korban juga bisa membawa kerabat maupun keluarga yang sebelumnya telah mengetahui kronologi kejadian secara lengkap. Jika pelecehan seksual berupa tindakan fisik, korban wajib melaporkan kasus tersebut sesegera mungkin karena berkaitan dengan proses Visum et Repertum untuk alat bukti. Prosedur melaporkan tindak pidana ke kantor polisi dapat Anda baca pada artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Menunggu Hasil Penyidikan Proses ini membutuhkan kesabaran ekstra di dalamnya. Pasalnya, dalam praktiknya, dibutuhkan waktu kurang lebih selama 3 bulan untuk melanjutkan kejadian tersebut ke meja hijau dan memulai persidangan pertama hingga pelaku dijerat menggunakan pasal pelecehan seksual. Hilangkan Rasa Trauma Langkah lainnya yang tak kalah penting adalah menghilangkan atau mengatasi rasa trauma, takut, cemas pasca kejadian pelecehan seksual. Korban dapat mencari bantuan konseling ke psikolog atau dokter guna mengembalikan kondisi mental. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 . Referensi : J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum . Jakarta: Sinar Grafika, 2009; Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , yang diakses pada Kamis, 22 Februari 2024 pukul 14.00 WIB. [1] Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , hal. 6 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dikali 1000 kali [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [6] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikali 1000 kali [7] Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”) [8] Pasal 5 UU TPKS [9] Penjelasan Pasal 5 UU TPKS [10] Pasal 6 UU TPKS TAGS hukum pidana pelecehan pelecehan seksual kejahatan seksual kekerasan seksual | {859: 'Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dalam publikasinya "15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan" di halaman 6 mendefinisikan pelecehan seksual sebagai tindakan seksual, baik fisik maupun non-fisik, yang menargetkan organ seksual atau seksualitas korban. Definisi ini menekankan berbagai bentuk pelecehan, mulai dari sentuhan fisik hingga tindakan non-fisik yang merendahkan atau mempermalukan korban secara seksual. Publikasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang berbagai bentuk kekerasan seksual dan bagaimana mengidentifikasi tindakan-tindakan tersebut.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 860: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 861: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 862: "['(1) tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b. pelecehan seksual fisik; d sk no 146006a presiden republik indonesia -7 - c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan sterilisasi; e. pemaksaan perkawinan; f. penyiksaan seksual; g. eksploitasi seksual; h. perbudakan seksual; dan i. kekerasan seksual berbasis elektronik.']", 112: 'pasal 5 setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak rp10.00o.000,00 (sepuluh juta rupiah).', 111: "Yang dimaksud dengan 'perbuatan seksual secara nonfisik' adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.", 863: 'pasal 6 dipidana karena pelecehan seksual frsik: a. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara ftsik yang ditqjukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). b. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yarrg ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.o00.00o,00 (tiga ratus juta rupiah). sk no 146008 a presiden repijblik inoonesia -9- c. setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.00o.00o,00 (tiga ratus juta rupiah).'} |
Seperti yang kita ketahui Bersama, Dana BOS yang ditujukan untuk setiap sekolah guna memperingan orang tua/wali murid selalu menjadi perbincangan. Salah satu perbincangannya adalah tentang penyalahgunaan Dana BOS yang masih saja memberatkan para orang tua/wali murid, dengan tuntutan dari pihak sekolah yang mengharuskan membeli buku LKS (Lembar Kerja Siswa), uang pembangunan sekolah, dll. Lantas, adakah sanksi bagi sekolah/pejabat yang bersangkutan, dalam hal ini adalah kepala sekolah serta komite sekolah, yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan apa yang telah diperuntukkan bagi Dana BOS tersebut? Lalu, apakah dalam hal ini pihak sekolah swasta juga dapat dikenakan sanksi? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Sanksi Bagi Penyalahguna Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan dipublikasikan pada 10 Oktober 2014. . Pengertian Dana BOS Apa itu Dana BOS? Pertama-tama, Anda perlu mengetahui arti Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan yang (“Dana BOSP”) yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 Permendikbudristek 63/2023 , yaitu dana alokasi khusus nonfisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi satuan pendidikan. Sedangkan Dana Bantuan Operasional Sekolah (“Dana BOS”) adalah Dana BOSP untuk operasional satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah. [1] Lalu, yang dimaksud dengan satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. [2] Kemudian, satuan pendidikan penerima Dana BOS meliputi: [3] Sekolah Dasar; Sekolah Menengah Pertama; Sekolah Menengah Atas; Sekolah Luar Biasa; dan Sekolah Menengah Kejuruan. Dana BOS tersebut terdiri: [4] Dana BOS Reguler , yaitu Dana BOS yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional rutin satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah; [5] dan Dana BOS Kinerja , yaitu Dana BOS yang digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan Pendidikan menengah yang dinilai berkinerja baik. [6] Kemudian, untuk menjawab keseluruhan mengenai penggunaan Dana BOS, kita mengacu pada Permendikbud 76/2014 . Sebagaimana diuraikan dalam Lampiran I huruf C Permendikbud 76/2014 , secara khusus program Bantuan Operasional Sekolah (“BOS”) bertujuan untuk: membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SD-SMP SATAP/SMPT negeri terhadap biaya operasi sekolah; membebaskan pungutan seluruh peserta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik di sekolah swasta. Adapun sasaran program BOS adalah semua SD/SDLB dan SMP/SMPLB/SMPT, termasuk SD/SMP Satu Atap (“SATAP”) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (“TKB Mandiri”) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D Permendikbud 76/2014 . Sanksi Bagi Penyalahguna Dana BOS Berdasarkan uraian di atas, aturan petunjuk teknis penggunaan Dana BOS ini tidak hanya berlaku bagi sekolah negeri saja, tetapi juga berlaku bagi sekolah swasta. Maka, menjawab pertanyaan Anda, jika ada penyelewengan Dana BOS yang dilakukan oleh pihak sekolah swasta maupun negeri, pihak-pihak yang bersangkutan dikenakan sanksi. Apa sanksi bagi sekolah/pejabat (dalam hal ini kepala sekolah serta komite sekolah) yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan apa yang telah diperuntukkan bagi Dana BOS tersebut? Masih mengacu pada Lampiran I Permendikbud 76/2014 , dalam Bab VIII huruf B tercantum sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan negara dan/atau sekolah dan/atau peserta didik akan dijatuhkan oleh aparat/pejabat yang berwenang. Sanksi kepada oknum yang melakukan pelanggaran dapat diberikan dalam berbagai bentuk, misalnya seperti berikut: Penerapan sanksi kepegawaian sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku (pemberhentian, penurunan pangkat, mutasi kerja). Penerapan tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi , yaitu Dana BOS yang terbukti disalahgunakan agar dikembalikan kepada satuan pendidikan atau ke kas daerah provinsi. Penerapan proses hukum , yaitu mulai proses penyelidikan, penyidikan dan proses peradilan bagi pihak yang diduga atau terbukti melakukan penyimpangan Dana BOS. Pemblokiran dana dan penghentian sementara seluruh bantuan pendidikan yang bersumber dari APBN pada tahun berikutnya kepada provinsi/kabupaten/kota, bilamana terbukti pelanggaran tersebut dilakukan secara sengaja dan tersistem untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok, atau golongan. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami mengenai sanksi penyalahgunaan Dana BOS, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 76 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 101 Tahun 2013 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2014 ; Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan . [1] Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (“Permendikbudristek 63/2023”) [2] Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 63/2023 [3] Pasal 7 ayat (1) Permendikbudristek 63/2023 [4] Pasal 7 ayat (2) Permendikbudristek 63/2023 [5] Pasal 1 angka 8 Permendikbudristek 63/2023 [6] Pasal 1 angka 11 Permendikbudristek 63/2023 TAGS sanksi dana bos sekolah | {864: '5. Dana Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya disebut Dana BOS adalah Dana BOSP untuk operasional Satuan Pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah.', 865: '1. Satuan Pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.', 866: '(1) Satuan Pendidikan penerima Dana BOS meliputi: a. SD; b. SMP; c. SMA; d. SLB; dan e. SMK.', 867: '(2) Dana BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Dana BOS Reguler; dan b. Dana BOS Kinerja.', 868: '8. Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler yang selanjutnya disebut Dana BOS Reguler adalah Dana BOS yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional rutin Satuan Pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dasar dan menengah.', 869: '11. Dana Bantuan Operasional Sekolah Kinerja yang selanjutnya disebut Dana BOS Kinerja adalah Dana BOS yang digunakan untuk peningkatan mutu pendidikan Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang dinilai berkinerja baik.'} |
Orang tua saya dituduh menyantet tetangga yang juga masih saudara. Hubungan yang dulu harmonis menjadi tidak harmonis dan tidak ada tegur sapa lagi. Itu setelah mereka mendatangi dukun dan diberitahukan bahwa orang tua saya yang menyebabkan sakit saudara saya. Lalu saudara saya menyebarkan cerita tuduhan tersebut kepada tetangga sekitar. Kami tentu mengelak tuduhan tersebut. Apa hukumnya menuduh orang tanpa bukti? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Tuduh Orang Lain Dukun Santet, Ini Ancaman Hukumannya yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. yang pertama kali dipublikasikan pada 19 Agustus 2013. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pasal Pencemaran Nama Baik Perbuatan dukun maupun tetangga atau saudara Anda yang menuduh orang tua Anda melakukan santet tentu dapat dijerat hukum. Apa hukumnya menuduh orang tanpa bukti? Perihal ini dapat menggunakan dasar pasal pencemaran nama baik dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku: Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perlu diketahui bahwa denda sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (1) KUHP tersebut saat ini disesuaikan dengan ketentuan Pasal 3 Perma 2/2012 bahwa nominal denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali. Artinya, denda dalam pasal tersebut menjadi paling banyak Rp4,5 juta . Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225) mengatakan bahwa yang disebut “menghina” yaitu menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Lebih lanjut, dikatakan bahwa untuk dapat dipidana dengan pasal tersebut, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui oleh orang banyak) . Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina, dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan. Mengenai perbuatan yang dituduhkan itu, S.R. Sianturi dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 560) berpendapat bahwa yang dituduhkan itu dapat berupa berita yang benar-benar terjadi dan dapat juga ‘isapan jempol’ belaka . Sedangkan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026 sebagai berikut: Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran , dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Denda kategori II sebagaimana dimaksud pasal di atas menurut Pasal 79 ayat (1) huruf b adalah paling banyak sebesar Rp10 juta . Tindak pidana pencemaran nama baik atau penghinaan hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari orang yang menderita (delik aduan). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 319 KUHP atau Pasal 440 UU 1/2023 . Jadi menurut hemat kami, dukun dan saudara Anda tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dengan melakukan menuduh orang tua Anda menyantet hingga menyebabkan sakit yang diderita oleh saudara Anda. Terlebih tuduhan tersebut kemudian disebarkan kepada orang banyak. Atas perbuatan dukun dan saudara Anda, orang tua Anda dapat menuntut atas dasar pencemaran nama baik sebagaimana terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023. Mengingat yang dituduhkan dapat berupa berita yang benar-benar terjadi atau dapat juga merupakan ‘isapan jempol’ saja. Yang terpenting adalah hal tersebut cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan. Sebagai tambahan informasi, jika kemudian timbul pertanyaan santet diatur dalam pasal berapa? Kami telah mengulasnya dalam artikel Pasal Santet dalam KUHP Baru dan Pembuktiannya . Contoh Putusan Contoh kasus pencemaran nama baik dapat Anda simak dalam Putusan PN Merauke No. 132/PID.B/2010/PN.Mrk . Terdakwa merusak nama baik korban dengan mengatakan dirinya merupakan tim sukses korban dan merupakan orang suruhan korban untuk mendaftarkan masyarakat yang berminat mendapatkan rumah translokal dengan persyaratan biaya administrasi dan dokumen (hal. 14). Atas perbuatannya, masyarakat pun percaya dan mendaftarkan diri kepada terdakwa sambil memberikan uang dan persyaratan lainnya. Namun dikarenakan hal ini tidak benar, perbuatan terdakwa yang telah menggunakan nama korban membuat malu dan merusak kehormatan atau nama baik korban (hal. 15). Terdakwa kemudian dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik secara lisan di muka umum berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 bulan (hal. 17). Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan: Putusan Pengadilan Negeri Merauke Nomor 132/PID.B/2010/PN.Mrk . Referensi: R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; S.R Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya . Jakarta: Alumni, 2002. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS penghinaan pencemaran nama baik santet | {20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Ada orang yang menawarkan pekerjaan terhadap saya dan teman-teman, namun dengan memberikan uang terlebih dahulu kepada dia. Tapi hingga saat ini sudah hampir 3 bulan, belum ada kepastian lanjutan tentang kerjaan yang dia tawarkan kepada saya, dengan alasan yang berbelit-belit. Saya juga menemukan bukti-bukti bahwa dia itu penipu. Apakah bisa dilaporkan secara pidana dan pasal apakah yang cocok? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 28 Oktober 2013. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Disarikan dari laman Kedutaan Besar Republik Indonesia Yangon Myanmar menghimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap pengumuman lowongan pekerjaan di media sosial. Misalnya sejak pandemi COVID-19 pada tahun 2020, terjadi peningkatan kasus yang melibatkan warga negara Indonesia/pekerja migran Indonesia menjadi korban dari rekrutmen pekerja dalam sektor judi online atau investasi palsu di wilayah Asia Tenggara. Biasanya, lowongan pekerjaan tersebut menawarkan gaji besar dan fasilitas menarik. Calon pekerja sering diminta untuk menyetor sejumlah uang dan membeli tiket perjalanan sendiri ke negara tujuan. Adapun perihal tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku yang selengkapnya mengatur: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan bunyi pasal tindak pidana penipuan dalam Pasal 492 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026 adalah: Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan , dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [2] Selengkapnya perihal unsur-unsur tindak pidana penipuan dapat Anda pelajari dalam artikel Bunyi dan Unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan . Dengan demikian, Anda dan teman-teman yang merasa ditipu dapat melapor ke polisi atas penipuan lowongan kerja. Sistem Informasi Ketenagakerjaan Kemudian perlu Anda ketahui, telah terbit Perpres 57/2023 sebagai bagian dari pelayanan informasi pasar kerja serta bagian dari pelayanan penempatan tenaga kerja yang bertujuan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. [3] Pemberi kerja wajib melaporkan lowongan pekerjaan melalui Sistem Informasi Ketenegakerjaan . [4] Jika pemberi kerja tidak melaporkan lowongan pekerjaan, ia dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis. [5] Tips Terhindar dari Penipuan Lowongan Pekerjaan Untuk menghindari risiko penipuan lowongan pekerjaan, berikut ini beberapa tipsnya: Berhati-hati pada setiap penawaran pekerjaan yang masuk, terutama jika sebelumnya belum pernah mengajukan pendaftaran. Berhati-hati dalam memberikan informasi atau data pribadi dan keuangan kepada pihak yang tidak dikenal. Tidak mengirimkan sejumlah uang kepada perusahaan meskipun diminta dengan alasan sebagai proses rekrutmen. Jika ada kesempatan, Anda dapat melakukan double check pada perusahaan yang bersangkutan, dengan cara menghubungi pada nomor resmi atau mendatangi kantor. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana ; Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan . Referensi : Kedutaan Besar Republik Indonesia Yangon Myanmar , yang diakses pada 20 Februari 2024, pukul 17.00 WIB; Sistem Informasi Ketenegakerjaan , yang diakses pada 20 Februari 2024, pukul 18.02 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [3] Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan (“Perpres 57/2023”) [4] Pasal 4 ayat (2) Perpres 57/2023 [5] Pasal 17 ayat (1) Perpres 57/2023 TAGS penipuan kuhp kementerian ketenagakerjaan | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 870: "['(1) lowongan pekerjaan merupakan bagian dari pelayanan informasi pasar kerja.', '(2) pelayanan informasi pasar kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari pelayanan penempatan tenaga kerja.', '(3) pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan, serta pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan. sk no 147382 a', '(4) pelayanan . . . presiden republik indonesia -4- (4) pelayanan penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh pengantar kerja dan/ atau petugas antarkerja melalui sistem informasi ketenagakerjaan.']", 871: "['(1) lowongan pekerjaan yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a dilaporkan oleh pemberi kerja.', '(2) pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan lowongan pekerjaan kepada menteri melalui sistem informasi ketenagakerjaan.', '(3)sistem informasi ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikelola oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.']", 872: '(1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota menjatuhkan sanksi administratif berupa peringatan tertulis kepada Pemberi Kerja yang tidak melaporkan lowongan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21 dan lowongan pekerjaan yang telah terisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sesuai dengan kewenangannya.'} |
Belakangan ini viral kasus dokter forensik menjabarkan hasil autopsi jenazah anak artis dan DJ di Indonesia. Menurut keterangan dokter forensik, hasil autopsi jenazah anak meninggal karena tenggelam. Lantas, apa yang dimaksud dengan autopsi? Apa dasar hukum autopsi di Indonesia? Mengapa autopsi penting untuk pengadilan? | ULASAN LENGKAP . Pengertian Autopsi Istilah autopsi berasal dari bahasa Latin “autopsia” yang berarti pembedahan mayat. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “autopsy” yang bermakna pemeriksaan terhadap jasad orang yang telah mati, untuk mengetahui penyebab kematiannya. [1] Sedangkan menurut KBBI, autopsi adalah pemeriksaan mayat dengan jalan pembedahan untuk mengetahui penyebab kematian, penyakit, dan sebagainya, atau secara singkat berarti bedah mayat . Untuk mengungkap penyebab kematian korban secara tidak wajar, penegak hukum membutuhkan ilmu bantu yaitu ilmu autopsi yang dilaksanakan oleh dokter forensik untuk meneliti bagian-bagian tubuh korban yang masih tersisa, atau tubuh korban yang sudah terlanjur dikubur oleh pihak keluarga. Autopsi merupakan salah satu ilmu kedokteran sangat penting yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari anatomi manusia, cara mendiagnosa penyakit, menentukan terapi dan hasil autopsi dapat dijadikan alat bukti di pengadilan untuk mengungkap sebab musabab kematian manusia . [2] Kemudian, ilmu kedokteran sebagai salah satu ilmu bantu dalam hukum pidana sering disebut dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau kedokteran forensik . [3] Sebagai informasi, ilmu kedokteran kehakiman adalah ilmu yang mempergunakan semua cabang ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan . [4] Mengapa Autopsi Penting untuk Pengadilan? Pada dasarnya, tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana , kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang , mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman . Sebagaimana telah dijelaskan, autopsi/bedah mayat forensik bertujuan untuk mengetahui sebab kematian dan cara kematian, misalnya apakah ada pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan atau mati karena penyakit. Upaya ini sangat dibutuhkan dalam proses peradilan dari tahap penyidikan, penuntutan, sampai pada pemeriksaan di persidangan. Dalam proses penyelesaian perkara pidana, penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti dan fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin, sebagaimana pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam proses peradilan adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil dalam perkara pidana. [5] Lantas, apa dasar hukum autopsi di Indonesia? Dasar Hukum Autopsi di Indonesia Dalam aspek hukum acara pidana di Indonesia, keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang dapat memperjelas suatu fakta dalam kasus pidana. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP , yang dimaksud dengan alat bukti adalah: keterangan saksi; keterangan ahli ; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Apakah yang disebut ahli? Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus. [6] : Alat Bukti Sah Menurut Pasal 184 KUHAP Kemudian, keterangan ahli dapat diberikan oleh siapa saja di pengadilan dengan kualifikasi kepakaran tertentu yang berhubungan dengan perkara yang sedang diadili di pengadilan. Misalnya, seorang dokter spesialis di bidang ilmu kedokteran kehakiman mempunyai kepakaran sehingga dapat mengetahui penyebab korban terluka, diracuni ataupun korban mati disebabkan suatu tindakan pidana. [7] : Autopsi Forensik Sebagai Alat Bukti Perkara Pidana Pelaksanaan autopsi forensik telah diatur dalam Pasal 133 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya; Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat; Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. Selanjutnya, dalam praktik, hasil pemeriksaan bedah mayat tersebut dikenal dengan surat keterangan visum et repertum bedah mayat. Penjelasan lebih lanjut mengenai visum et repertum bedah mayat dapat Anda baca pada artikel Jerat Hukum Pelaku Manipulasi Hasil Autopsi . Kemudian, menurut Pasal 134 ayat (1) KUHAP , dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban . Jika keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukannya pembedahan tersebut. [8] Namun, jika dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera mengirim mayat tersebut kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit dengan memberi label yang memuat identitas mayat, yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. [9] Sanksi Pidana Mencegah, Menghalangi, atau Menggagalkan Autopsi Sebagai informasi, sanksi pidana bagi orang yang mencegah, menghalangi, atau menggagalkan autopsi diatur dalam Pasal 222 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 283 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [10] yaitu tahun 2026. Pasal 222 KUHP Pasal 283 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja mencegah , menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik , diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [11] Setiap orang yang mencegah , menghalang-halangi , atau menggagalkan pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [12] Dari bunyi Pasal 222 KUHP di atas, unsur-unsurnya adalah: barang siapa; dengan sengaja; melakukan perbuatan mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat forensik. Adapun menurut Penjelasan Pasal 283 UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "pemeriksaan jenazah untuk kepentingan peradilan" adalah pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna mengetahui sebab kematian untuk kepentingan pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk dilakukan pemeriksaan jenazah. : Bolehkah Keluarga Korban Tidak Memberi Izin Autopsi Jenazah? Ini Penjelasan Hukumnya Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ; Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012; Kastubi. Fungsi Bedah Mayat Forensik (Autopsi) untuk Mencari Kebenaran Materiil dalam Suatu Tindak Pidana . Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13, No. 1, 2016; Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019; Yanti Widamayanti. Kumpulan Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Kehakiman: Revisi Keempat . Bogor: MediaDIKA, 2000; Autopsi , yang diakses pada Selasa, 20 Februari 2024, pukul 00.25 WIB. [1] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 30 [2] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspek t if Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 28 [3] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspektif Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 39 [4] Yanti Widamayanti. Kumpulan Catatan Kuliah Ilmu Kedokteran Kehakiman: Revisi Keempat . Bogor: MediaDIKA, 2000, hal. 1 [5] Kastubi. Fungsi Bedah Mayat Forensik (Autopsi) untuk Mencari Kebenaran Materiil dalam Suatu Tindak Pidana . Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 13, No. 1, 2016, hal. 74-75 [6] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 273 [7] Muhammad Hatta (et.al). Autopsi Ditinjau dari Perspek t if Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam. Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 40 [8] Pasal 134 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [9] Pasal 134 ayat (3) jo . Pasal 133 ayat (3) KUHAP [10] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [11] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali [12] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 TAGS alat bukti acara pidana kedokteran | {873: 'Istilah autopsi berasal dari bahasa Latin “autopsia” yang berarti pembedahan mayat. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “autopsy” yang bermakna pemeriksaan terhadap jasad orang yang telah mati, untuk mengetahui penyebab kematiannya.', 874: 'Autopsi merupakan salah satu ilmu kedokteran sangat penting yang bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari anatomi manusia, cara mendiagnosa penyakit, menentukan terapi dan hasil autopsi dapat dijadikan alat bukti di pengadilan untuk mengungkap sebab musabab kematian manusia.', 875: '[2] Kemudian, ilmu kedokteran sebagai salah satu ilmu bantu dalam hukum pidana sering disebut dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau kedokteran forensik.', 876: 'ilmu kedokteran kehakiman adalah ilmu yang mempergunakan semua cabang ilmu kedokteran untuk kepentingan pengadilan.', 877: 'Dalam proses penyelesaian perkara pidana, penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti dan fakta mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin, sebagaimana pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam proses peradilan adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil dalam perkara pidana.', 878: 'Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.', 879: 'Misalnya, seorang dokter spesialis di bidang ilmu kedokteran kehakiman mempunyai kepakaran sehingga dapat mengetahui penyebab korban terluka, diracuni ataupun korban mati disebabkan suatu tindakan pidana.', 480: "['(1) dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.', '(2) dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.']", 880: "['(1) dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.', '(2) dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.']", 128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 182: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Apa perbedaan pidana kurungan dan penjara? Mohon penjelasannya. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Pengertian Pidana Kurungan, Pidana Penjara, dan Pidana Seumur Hidup yang dibuat oleh Kartika Febryanti dan Diana Kusumasari dan pertama kali dipublikasikan pada 6 Januari 2012. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pidana Penjara dan Pidana Kurungan dalam KUHP Sebelum menjawab pertanyaan Anda, tentang perbedaan pidana kurungan dan penjara. Patut Anda ketahui, jenis-jenis pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku adalah sebagai berikut: Pidana terdiri atas: pidana pokok: pidana mati; pidana penjara ; pidana kurungan ; pidana denda; pidana tutupan. pidana tambahan pencabutan hak-hak tertentu; perampasan barang-barang tertentu; pengumuman putusan hakim. : Jenis-jenis Hukuman Pidana dalam KUHP Mengenai perbedaan pidana kurungan dan penjara dalam KUHP, S.R Sianturi dalam bukunya berjudul Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (hal. 471) menerangkan pidana kurungan dalam berbagai hal ditentukan lebih ringan dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara. Apa yang dimaksud dengan kurungan? Adapun pidana kurungan adalah paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun . [1] Jika ada pemberatan pidana karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 KUHP , pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan. [2] Kemudian apa yang dimaksud dengan hukuman penjara? Pidana penjara adalah terdiri dari penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu . Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut . [3] Namun bisa jadi pidana penjara dijatuhkan untuk 20 tahun berturut-turut dalam kondisi Pasal 12 ayat (3) KUHP . Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi 20 tahun . [4] Sebagai informasi tambahan, mengenai pemaknaan arti pidana penjara seumur hidup dapat Anda baca penjelasannya dalam Arti Pidana Penjara Seumur Hidup . Adakah Pidana Kurungan dalam UU 1/2023? Sementara itu, Pasal 64 s.d. 67 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [5] yaitu tahun 2026 membagi jenis pidana terdiri atas pidana pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus. Lebih lanjut, Pasal 65 UU 1/2023 menyebutkan jenis pidana pokok terdiri atas: pidana penjara ; pidana tutupan; pidana pengawasan; pidana denda; dan pidana kerja sosial. Pidana penjara adalah dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu paling lama 15 tahun berturut-turut atau paling singkat satu hari , kecuali ditentukan minimum khusus. [6] Dalam hal kondisi tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 68 ayat (3) UU 1/2023 tersebut, maka pidana penjara dapat dijatuhkan untuk waktu 20 tahun berturut-turut. Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh dijatuhkan lebih dari 20 tahun . [7] Namun jenis pidana kurungan yang sebelum diatur dalam KUHP tidak lagi dikenal dalam UU 1/2023. Sebab terdapat Pasal 615 UU 1/2023 yang mengatur bahwa pidana kurungan diganti menjadi pidana denda pada saat UU 1/2023 sudah mulai berlaku, dengan ketentuan: pidana kurungan kurang dari 6 bulan diganti dengan pidana denda paling banyak kategori I, Rp1 juta. [8] pidana kurungan 6 bulan atau lebih diganti dengan denda paling banyak kategori II, Rp10 juta. [9] Dalam hal pidana denda yang diancamkan secara alternatif dengan pidana kurungan sebagaimana disebutkan sebelumnya melebihi kategori II (Rp10 juta), tetap berlaku ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut. [10] Demikian jawaban dari kami tentang perbedaan pidana kurungan dan penjara, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi: S.R Sianturi. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya . Jakarta: Alumni, 2002. [1] Pasal 18 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) [2] Pasal 18 ayat (2) KUHP [3] Pasal 12 ayat (1) dan (2) KUHP [4] Pasal 12 ayat (4) KUHP [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [6] Pasal 68 ayat (1) dan (2) UU 1/2023 [7] Pasal 68 ayat (4) UU 1/2023 [8] Pasal 79 ayat (1) huruf a UU 1/2023 [9] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023s [10] Pasal 615 ayat (2) UU 1/2023 TAGS penjara pidana denda pidana denda | {881: "['(1) pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.', '(2) jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.']", 882: "['(1) pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.', '(2) jika ada pidana yang disebabkan karena perbarengan atau pengulangan atau karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun empat bulan.']", 883: "['(1) pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.', '(2) pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.', '(3) pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.']", 884: "['(1) pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.', '(2) pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.', '(3) pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan pasal 52.']", 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 885: "['(1) pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.', '(2) pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) hari, kecuali ditentukan minimum khusus.', '(3) dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.']", 886: "['(1) pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau untuk waktu tertentu.', '(2) pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling singkat 1 (satu) hari, kecuali ditentukan minimum khusus.', '(3) dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan pidana atas tindak pidana yang dijatuhi pidana penjara 15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh) tahun berturut turut.']", 887: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 888: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 889: "['(1) pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pidana kurungan dalam undang-undang lain di luar undang-undang ini dan peraturan daerah diganti menjadi pidana denda dengan ketentuan: a. pidana kurungan kurang dari 6 (enam) bulan diganti dengan pidana denda paling banyak kategori i; dan b. pidana kurungan 6 (enam) bulan atau lebih diganti dengan pidana denda paling banyak kategori ii.']"} |
Apa bentuk tanggung jawab hukum sekolah jika terjadi tindakan bullying di lingkungan sekolahnya? Beberapa kasus bullying yang menimpa anak sekolah justru ditanggapi pihak sekolah sebagai suatu candaan antar anak-anak, sehingga tidak disikapi secara serius. | ULASAN LENGKAP . Bullying sebagai Bentuk Kekerasan Bullying adalah istilah dalam Bahasa Inggris yang berarti perundungan. Dalam KBBI , merundung mempunyai pengertian menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis, dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik berulang kali dari waktu ke waktu, seperti memanggil nama seseorang dengan julukan yang tidak disukai, memukul, mendorong, menyebarkan rumor, mengancam, atau merongrong. Tujuan pelaku bullying umumnya adalah untuk merendahkan orang lain dan menunjukkan bahwa mereka mempunyai kuasa terhadap korban. Di lingkungan sekolah, tak jarang siswa melakukan aksi bullying kepada siswa lainnya yang dilakukan dalam berbagai cara, mulai dari kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi. Secara hukum, bullying merupakan suatu bentuk kekerasan . Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 6 Permendikbud 46/2023 yang menjelaskan bahwa kekerasan di sekolah dapat dilakukan secara fisik, verbal, nonverbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi yang terdiri atas: kekerasan fisik; kekerasan psikis; perundungan; kekerasan seksual; diskriminasi dan intoleransi; kebijakan yang mengandung kekerasan; dan bentuk kekerasan lainnya. Perundungan sendiri merupakan kekerasan fisik (seperti penganiayaan, perkelahian, dan lain-lain) dan/atau kekerasan psikis (seperti pengucilan, penghinaan, pengabaian, intimidasi, teror, pemerasan, dan sebagainya) yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa. [1] Kewajiban Sekolah untuk Mencegah Bullying Sekolah sebagai tempat pendidikan memiliki kewajiban untuk mencegah terjadinya bullying , baik secara etis dan moral maupun secara hukum. Hal ini karena ketika para siswa berada di sekolah, sekolah bertindak sebagai “orang tua pengganti”, yang memiliki tugas untuk mendidik dan melindungi para siswa semaksimal mungkin dari segala bentuk kekerasan. Terkait dengan kewajiban sekolah secara hukum untuk melindungi siswanya dari tindakan bullying , hal tersebut mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1a) UU 35/2014 yang berbunyi: Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan Kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain . Lebih lanjut, Pasal 54 UU 35/2014 juga menerangkan bahwa anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau masyarakat. Terhadap pihak sekolah yang tidak melakukan upaya pencegahan atau perlindungan terhadap siswa dari tindakan bullying, maka terdapat ketentuan sanksi yang diatur di dalam UU Perlindungan Anak beserta perubahannya. Pasal 76 C UU 35/2014 menyatakan bahwa: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal tersebut dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014 yaitu pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta. Adapun, pengaturan mengenai tanggung jawab sekolah untuk melakukan pencegahan perilaku bullying diatur lebih lanjut di dalam Permendikbud 46/2023. Tanggung Jawab Sekolah Jika Terjadi Bullying Pada prinsipnya, sekolah memiliki tanggung jawab untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang meliputi penguatan tata kelola, edukasi, dan penyediaan sarana dan prasarana. [2] Bentuk penguatan tata kelola untuk mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan satuan pendidikan di antaranya menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan dan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (“TPPK”) di sekolah. [3] Adapun, TPPK adalah tim yang dibentuk satuan pendidikan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. [4] Anggota TPPK berjumlah gasal dan minimal 3 orang yang terdiri dari perwakilan pendidik selain kepala sekolah dan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali. [5] Syarat menjadi anggota TPPK adalah: [6] tidak pernah terbukti melakukan kekerasan; tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman pidana 5 tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau tidak pernah dan/atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat. Tugas dari TPPK adalah melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. [7] Untuk menjalankan tugasnya, TPPK memiliki fungsi untuk: [8] menyampaikan usulan/rekomendasi program pencegahan kekerasan kepada kepala sekolah; memberikan masukan/saran kepada kepala sekolah mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan; melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan (sekolah); menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan; melakukan penanganan terhadap temuan adanya dugaan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/wali dari peserta didik yang terlibat kekerasan; memeriksa laporan dugaan kekerasan ; memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala sekolah berdasarkan hasil pemeriksaan ; mendampingi korban dan/atau pelapor kekerasan di lingkungan sekolah; memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, dan/atau saksi; memberikan rujukan bagi korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan; memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal peserta didik yang terlibat kekerasan merupakan anak yang berhadapan dengan hukum; dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas Pendidikan melalui kepala sekolah minimal 1 kali dalam 1 tahun. TPPK berwenang untuk: [9] memanggil dan meminta keterangan pelapor, korban, saksi, terlapor, orang tua/wali, pendamping, dan/atau ahli; berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pencegahan dan penanganan kekerasan; dan berkoordinasi dengan satuan pendidikan lain terkait laporan kekerasan yang melibatkan korban, saksi, pelapor, dan/atau terlapor dari satuan pendidikan yang bersangkutan. Jika terbukti adanya kekerasan, maka TPPK membuat mengeluarkan rekomendasi yang memuat: [10] Sanksi administratif kepada pelaku; Pemulihan korban/pelapor dan/atau saksi dalam hal belum dilakukan atau sepanjang masih dibutuhkan; dan Tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan. Rekomendasi TPPK tersebut, kemudian ditindaklanjuti oleh kepala sekolah atau kepala Dinas Pendidikan dengan menerbitkan keputusan berupa pengenaan sanksi administratif terhadap terlapor jika terbukti adanya kekerasan . [11] Adapun sanksi administratif terhadap pelaku bullying yang berstatus sebagai siswa adalah sanksi administratif ringan berupa teguran tertulis, sanksi administratif sedang berupa tindakan yang bersifat edukatif selama minimal 5 hari dan maksimal 10 hari, dan sanksi administratif berat berupa pemindahan siswa ke satuan pendidikan lain. [12] Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di atas, sekolah sebagai satuan pendidikan berperan sebagai garda terdepan untuk memberikan edukasi, pencegahan, dan bertanggung jawab jika terjadi tindakan bullying di lingkungan sekolah. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ; Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan . Referensi: Merundung yang diakses pada Selasa, 20 Februari 2024 pukul 11.34 WIB. [1] Pasal 9 jo. Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (“Permendikbud 46/2023”) [2] Pasal 14 Permendikbud 46/2023 [3] Pasal 15 ayat (1) huruf d dan e jo. Pasal 24 ayat (1) Permendikbud 46/2023 [4] Pasal 1 angka 8 Permendikbud 46/2023 [5] Pasal 27 ayat (1) dan (2) Permendikbud 46/2023 [6] Pasal 27 ayat (5) Permendikbud 46/2023 [7] Pasal 25 ayat (1) Permendikbud 46/2023 [8] Pasal 25 ayat (2) Permendikbud 46/2023 [9] Pasal 25 ayat (3) Permendikbud 46/2023 [10] Pasal 53 ayat (4) Permendikbud 46/2023 [11] Pasal 55 jo. Pasal 56 ayat (1) huruf a Permendikbud 46/2023 [12] Pasal 60 ayat (1), (2), dan (3) Permendikbud 46/2023 TAGS bullying sekolah siswa | {890: 'pasal 9 Perundungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c merupakan Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dan/atau Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) yang dilakukan secara berulang karena ketimpangan relasi kuasa. ;; pasal 7 (2) Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. tawuran atau perkelahian massal; b. penganiayaan; c. perkelahian; d. eksploitasi ekonomi melalui kerja paksa untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi pelaku; e. pembunuhan; dan/atau f. perbuatan lain yang dinyatakan sebagai Kekerasan fisik dalam ketentuan peraturan perundangundangan. ;; pasal 8 (2) Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pengucilan; b. penolakan; c. pengabaian; d. penghinaan; e. penyebaran rumor; f. panggilan yang mengejek; g. intimidasi; h. teror; i. perbuatan mempermalukan di depan umum; j. pemerasan; dan/atau k. perbuatan lain yang sejenis.', 891: 'Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan meliputi: a. penguatan tata kelola; b. edukasi; dan c. penyediaan sarana dan prasarana', 892: '(1) Satuan pendidikan melakukan penguatan tata kelola dengan cara: ... d. menerapkan pembelajaran tanpa Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; e. membentuk TPPK di lingkungan satuan pendidikan; ;; pasal 24 (1) Satuan pendidikan membentuk TPPK.', 893: '8. Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan yang selanjutnya disingkat TPPK adalah tim yang dibentuk satuan pendidikan untuk melaksanakan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan.', 894: "['(1) keanggotaan tppk berjumlah gasal dan minimal 3 (tiga) orang.', '(2) keanggotaan tppk terdiri atas perwakilan: a. pendidik yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan; dan b. komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.', '(3) dalam hal diperlukan, keanggotaan tppk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambahkan tenaga administrasi yang berasal dari perwakilan tenaga kependidikan.', '(4) dalam hal tidak terdapat komite sekolah pada satuan pendidikan nonformal, tppk beranggotakan pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.', '(5) keanggotaan tppk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersyaratkan: a. tidak pernah terbukti melakukan kekerasan; b. tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau c. tidak pernah dan/atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat.', '(6) persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani dan dibubuhi materai.', '(7) dalam hal calon anggota tppk memberikan pernyataan yang tidak sesuai, dapat dilakukan tindakan hukum.', '(8) tppk dipimpin oleh koordinator yang berasal dari unsur pendidik.']", 895: "['(1) keanggotaan tppk berjumlah gasal dan minimal 3 (tiga) orang.', '(2) keanggotaan tppk terdiri atas perwakilan: a. pendidik yang tidak ditugaskan sebagai kepala satuan pendidikan; dan b. komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.', '(3) dalam hal diperlukan, keanggotaan tppk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambahkan tenaga administrasi yang berasal dari perwakilan tenaga kependidikan.', '(4) dalam hal tidak terdapat komite sekolah pada satuan pendidikan nonformal, tppk beranggotakan pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.', '(5) keanggotaan tppk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersyaratkan: a. tidak pernah terbukti melakukan kekerasan; b. tidak pernah terbukti dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman pidana 5 (lima) tahun atau lebih yang telah berkekuatan hukum tetap; dan/atau c. tidak pernah dan/atau tidak sedang menjalani hukuman disiplin pegawai tingkat sedang atau berat.', '(6) persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam surat pernyataan yang ditandatangani dan dibubuhi materai.', '(7) dalam hal calon anggota tppk memberikan pernyataan yang tidak sesuai, dapat dilakukan tindakan hukum.', '(8) tppk dipimpin oleh koordinator yang berasal dari unsur pendidik.']", 896: "['(1) tppk mempunyai tugas melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.', '(2) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tppk memiliki fungsi: a. menyampaikan usulan/rekomendasi program pencegahan kekerasan kepada kepala satuan pendidikan; b. memberikan masukan/saran kepada kepala satuan pendidikan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan; c. melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan; d. menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan; e. melakukan penanganan terhadap temuan adanya dugaan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/wali dari peserta didik yang terlibat kekerasan; g. memeriksa laporan dugaan kekerasan; h. memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala satuan pendidikan berdasarkan hasil pemeriksaan; i. mendampingi korban dan/atau pelapor kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; j. memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, dan/atau saksi; k. memberikan rujukan bagi korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan; l. memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal peserta didik yang terlibat kekerasan merupakan anak yang berhadapan dengan hukum; dan m. melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas pendidikan melalui kepala satuan pendidikan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.']", 897: "['(1) tppk mempunyai tugas melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.', '(2) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tppk memiliki fungsi: a. menyampaikan usulan/rekomendasi program pencegahan kekerasan kepada kepala satuan pendidikan; b. memberikan masukan/saran kepada kepala satuan pendidikan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan; c. melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan; d. menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan; e. melakukan penanganan terhadap temuan adanya dugaan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/wali dari peserta didik yang terlibat kekerasan; g. memeriksa laporan dugaan kekerasan; h. memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala satuan pendidikan berdasarkan hasil pemeriksaan; i. mendampingi korban dan/atau pelapor kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; j. memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, dan/atau saksi; k. memberikan rujukan bagi korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan; l. memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal peserta didik yang terlibat kekerasan merupakan anak yang berhadapan dengan hukum; dan m. melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas pendidikan melalui kepala satuan pendidikan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.']", 898: "['(1) tppk mempunyai tugas melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.', '(2) dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tppk memiliki fungsi: a. menyampaikan usulan/rekomendasi program pencegahan kekerasan kepada kepala satuan pendidikan; b. memberikan masukan/saran kepada kepala satuan pendidikan mengenai fasilitas yang aman dan nyaman di satuan pendidikan; c. melaksanakan sosialisasi kebijakan dan program terkait pencegahan dan penanganan kekerasan bersama dengan satuan pendidikan; d. menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan; e. melakukan penanganan terhadap temuan adanya dugaan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; f. menyampaikan pemberitahuan kepada orang tua/wali dari peserta didik yang terlibat kekerasan; g. memeriksa laporan dugaan kekerasan; h. memberikan rekomendasi sanksi kepada kepala satuan pendidikan berdasarkan hasil pemeriksaan; i. mendampingi korban dan/atau pelapor kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; j. memfasilitasi pendampingan oleh ahli atau layanan lainnya yang dibutuhkan korban, pelapor, dan/atau saksi; k. memberikan rujukan bagi korban ke layanan sesuai dengan kebutuhan korban kekerasan; l. memberikan rekomendasi pendidikan anak dalam hal peserta didik yang terlibat kekerasan merupakan anak yang berhadapan dengan hukum; dan m. melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas pendidikan melalui kepala satuan pendidikan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.']", 899: "['(1) tppk atau satuan tugas menyusun kesimpulan dan rekomendasi sebagai bagian dari laporan hasil pemeriksaan.', '(2) kesimpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi: a. terbukti adanya kekerasan; atau b. tidak terbukti adanya kekerasan.', '(3) kesimpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat informasi: a. identitas terlapor; b. bentuk kekerasan sebagaimana diatur dalam peraturan menteri ini; dan c. pernyataan terbukti atau tidak terbukti adanya kekerasan.', '(4) dalam hal dinyatakan terbukti adanya kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, rekomendasi memuat: a. sanksi administratif kepada pelaku; b. pemulihan korban/pelapor dan/atau saksi dalam hal belum dilakukan atau sepanjang masih dibutuhkan; dan c. tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan.']", 900: 'pasal 55 kepala satuan pendidikan atau kepala dinas pendidikan menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54 maksimal 5 (lima) hari kerja dengan menerbitkan keputusan.', 901: "['(1) sanksi administratif ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1) huruf a bagi terlapor peserta didik berupa teguran tertulis.', '(2) sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1) huruf b bagi terlapor peserta didik berupa tindakan yang bersifat edukatif yang harus dilakukan dalam kurun waktu minimal selama 5 (lima) hari sekolah dan maksimal selama 10 (sepuluh) hari sekolah.', '(3) sanksi administratif berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 ayat (1) huruf c bagi terlapor peserta didik berupa pemindahan peserta didik ke satuan pendidikan lain.', '(4) pengenaan sanksi administratif berat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya terakhir yang hanya dilakukan apabila: a. tindakan kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik mengakibatkan korban mengalami: 1. luka fisik berat; 2. kerusakan fisik permanen; 3. kematian; dan/atau 4. trauma psikologis berat, dan b. terdapat rekomendasi dari satuan tugas dan/atau dinas pendidikan.']"} |
Seseorang menebang pohon dan menjatuhi pagar tetangga yang mengakibatkan pagar tersebut rusak. Apa hukum merusak barang orang lain? Saya dengar dapat dijerat Pasal 406 ayat 1 KUHP. Jika benar, Pasal 406 KUHP ayat 1 tentang apa? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Akibat Hukum Jika Merusak Barang Orang Lain Tanpa Sengaja yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 15 September 2016. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Sanksi Pidana Merusak Barang Orang Lain Apa hukum merusak barang orang lain? Jerat hukum perbuatan merusak barang orang lain dapat diancam pidana dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP atau Pasal 521 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, dengan masing-masing bunyi sebagai berikut. Pasal 406 ayat (1) KUHP Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan , membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau , sebagian milik orang lain , diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [2] Adapun unsur-unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP, mencakup: barang siapa; dengan sengaja dan melawan hukum; melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu; barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain. R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 279) terkait Pasal 406 KUHP menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum harus dibuktikan: bahwa terdakwa telah membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang; bahwa pembinasaan dan sebagainya itu harus dilakukan dengan sengaja dan dengan melawan hak; bahwa barang itu harus sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain. Kemudian, R. Soesilo menjelaskan lebih lanjut, yang dimaksud dengan: Membinasakan adalah menghancurkan, misalnya membanting gelas, cangkir, tempat bunga, sehingga hancur. Merusakkan adalah kurang dari membinasakan, misalnya memukul gelas, piring, cangkir dan sebagainya, tidak sampai hancur, akan tetapi hanya pecah sedikit dan retak atau hanya putus pegangannya. Membuat sehingga tidak bisa dipakai lagi adalah tindakan itu mengakibatkan barang tidak dapat diperbaiki lagi. Apabila melepaskan roda kendaraan dengan mengulir sekrupnya, belum berarti tidak bisa dipakai lagi, karena dengan cara memasang kembali roda itu masih bisa dipakai. Menghilangkan yaitu membuat barang itu tidak ada lagi, misalnya dibakar sampai habis, dibuang di laut sehingga hilang. Sementara bunyi Pasal 521 jo. Pasal 79 ayat (1) UU 1/2023 adalah: Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak , menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan Barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Rp200 juta. Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp500 ribu, pelaku Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, Rp10 juta. Berdasarkan Penjelasan Pasal 521 ayat (1) UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "merusak" adalah membuat tidak dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi. Sedangkan "menghancurkan" adalah membinasakan atau merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi. Kemudian, untuk dapat dipidana dengan Pasal 406 ayat (1) KUHP atau Pasal 521 UU 1/2023 di atas, harus dipenuhi semua unsur-unsur pasal tersebut. Namun, berdasarkan keterangan Anda, perbuatan merusak pagar tetangga terjadi secara tidak sengaja pada saat pelaku menebang pohon dan menjatuhi pagar tetangga . Maka, perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP atau Pasal 521 UU 1/2023 . Perbuatan tersebut digolongkan sebagai perbuatan kelalaian/kealpaan . Dalam hal ini, menurut S. R. Sianturi dalam bukunya Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya (hal. 675), apabila kehancuran dan kerusakan itu terjadi karena suatu kealpaan, maka penyelesaiannya adalah di bidang hukum perdata. Jadi, orang yang menebang pohon dan mengakibatkan pohon terjatuh menimpa pagar tetangga secara tidak sengaja hingga rusak tidak dapat dituntut secara pidana. Melainkan, si pemilik pagar yang dirugikan dapat menggugat secara perdata atas kerusakan yang ditimbulkan oleh si penebang pohon. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Si pemilik pagar yang dirugikan dapat menggugat secara perdata. Lantas, merugikan orang lain kena pasal berapa? Dalam kasus ini, pemilik pagar dapat menggugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) , yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Lalu apa saja unsur-unsur perbuatan melawan hukum? Anda dapat membaca ulasan terkait dalam Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata dan Pidana dan Apa itu Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata? Contoh Kasus Sebagai contoh, kasus kelalaian yang mengakibatkan kerusakan barang dapat kita lihat dalam Putusan PN Jakarta Barat No. 640/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Bar . Bangunan rumah tinggal penggugat mengalami kerusakan akibat pembangunan gedung bertingkat empat lantai milik tergugat. Penggugat meminta ganti kerugian terhadap tergugat melalui gugatan perbuatan melawan hukum. Hakim menyatakan secara hukum pekerjaan konstruksi bangunan gedung bertingkat empat lantai milik tergugat, yang telah menyebabkan struktur bangunan rumah tinggal penggugat menjadi rusak adalah perbuatan melawan hukum dan merugikan penggugat. Akhirnya hakim menghukum tergugat membayar ganti kerugian materiil kepada penggugat secara seketika dan sekaligus sebesar Rp. 1.007.108.500,- atas rusaknya rumah penggugat. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : R.Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Politeia: Bogor, 1996; S. R Sianturi. Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya . Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1983. Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 640/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Bar . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali TAGS perbuatan melawan hukum tetangga kelalaian pidana pmh rusak | {20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 129: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,'} |
Seorang istri dilaporkan oleh suaminya karena telah melakukan zina tanpa ada barang bukti. Namun sang istri sebenarnya telah membuat pengakuan dalam BAP (tanpa sumpah). Apakah BAP tersebut dapat dijadikan barang bukti?����
Istri pada saat yang bersamaan mengajukan gugatan cerai pada suami. Lalu, apakah nanti jika sudah resmi bercerai, proses hukum terhadap perzinaan tetap dapat diteruskan? ����� | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Masalah perzinahan yang dibuat oleh Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada 26 September 2003. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bisakah BAP Jadi Alat Bukti? Secara singkat, Berita Acara Pemeriksaan (“BAP”) bisa menjadi alat bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf a KUHAP dan Pasal 184 ayat (1) KUHAP . Disarikan dari Memahami Kaitan Antara BAP dan Putusan Hakim , BAP yang dibuat oleh penyidik memiliki kaitan yang erat dengan putusan hakim dalam suatu perkara pidana. BAP bukan hanya sekedar pedoman bagi hakim untuk memeriksa suatu perkara pidana melainkan juga sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian dan menjadi pertimbangan hakim dalam memutus. Keabsahan BAP dapat tergantung pada berbagai faktor, termasuk apakah prosedur-prosedur yang ditetapkan. Jika ada ketidakpatuhan terhadap prosedur atau adanya unsur paksaan atau ketidaksesuaian lainnya, BAP tersebut mungkin dapat disangkal atau dipertanyakan keabsahannya di pengadilan. Selama BAP tersebut didapatkan dengan sah, maka ia dapat dijadikan barang bukti. Dalam beberapa kasus terdapat BAP yang diperoleh di bawah tekanan sehingga menjadi tidak sah demi hukum. Dikutip dari Kaitan antara BAP dan Putusan Hakim , BAP juga merupakan salah satu alat bukti surat. Hal ini sesuai dengan Pasal 187 huruf a KUHAP , yang berbunyi: Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah , adalah: berita acara dan surat lainnya dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; Pasal 184 ayat (1) KUHAP jo . Putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010 , alat bukti dalam perkara pidana terdiri dari 5 jenis, yakni: Keterangan saksi, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri; Keterangan ahli; Surat ; Petunjuk; Keterangan terdakwa. D engan demikian, sepanjang BAP diperoleh dengan cara yang sah menurut hukum, maka BAP dapat dijadikan bukti di persidangan . Sedangkan mengenai sumpah sebagaimana Anda sebutkan, patut diperhatikan Pasal 116 ayat (1) KUHAP bahwa s aksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di pengadilan . Namun, d alam praktik peradilan di Indonesia, keterangan saksi di depan persidangan dapat berbeda dengan keterangan yang saksi berikan pada proses penyidikan yang tertuang di dalam BAP . Apabila terjadi perbedaan keterangan seperti ini maka keterangan di depan pengadilanlah yang lebih diutamakan. [1] : Saksi Batalkan Keterangan BAP di Persidangan, Bolehkah? Sudah Keluar Putusan Cerai, Bisakah Proses Hukum Perzinaan Berlanjut? Jika merujuk pada KUHP yang berlaku pada saat ini, Pasal 284 KUHP dinyatakan bahwa perbuatan zina dilakukan oleh salah satu atau kedua belah pihak yang masih terikat dalam ikatan perkawinan. Sementara dalam KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang akan berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, [2] pazal perzinaan tercantum dalam Pasal 411 UU 1/2023 . Patut dicatat, baik Pasal 284 KUHP maupun Pasal 411 UU 1/2023 termasuk delik aduan absolut, sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan. Dengan demikian, meskipun keduanya sudah bercerai, proses terhadap tindak pidana perzinaan tetap dapat dilanjutkan. Mengingat dalam proses beracara pidana, terdapat unsur tempus menentukan kewenangan negara untuk melakukan penuntutan. Sedang unsur locus menentukan kompetensi pengadilan untuk mengadili. Adapun menyambung kasus yang Anda ceritakan, pada saat perzinaan terjadi, status kedua pasangan masih suami istri yang terikat perkawinan. Akan tetapi, jika dalam prosesnya ternyata tidak ada cukup bukti, berlaku Pasal 109 ayat (2) KUHAP diatur bahwa dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya . Selain itu, perlu Anda ketahui pula ketentuan hapusnya kewenangan menuntut tindak pidana perzinaan dalam Pasal 78 ayat (1) angka 2 KUHP yaitu sesudah enam tahun. Sedangkan menurut Pasal 136 ayat (1) huruf a UU 1/2023, daluwarsa tindak pidana perzinahan adalah setelah melampaui waktu tiga tahun. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Erick Malombeke, dkk. Peranan Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) dalam Proses Peradilan Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021. Putusan : Putusan M ahkamah K onstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 . [1] Erick Malombeke, dkk. Peranan Berita Acara Pemeriksaan Perkara (BAP) dalam Proses Peradilan Pidana . Jurnal Lex Administratum, Vol. IX/No. 4/Apr/EK/2021, hal. 145 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS | {902: 'Apabila terjadi perbedaan keterangan seperti ini maka keterangan di depan pengadilanlah yang lebih diutamakan.', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Pasal 365 KUHP tentang apa? Bagaimana bunyi Pasal 365 KUHP selengkapnya? Apakah Pasal 365 KUHP benar mengatur pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan orang mati? Jika benar, apa perbedaan Pasal 339 dan 365 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 365 KUHP Pada dasarnya, aturan mengenai pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan orang mati diatur dalam Pasal 365 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, yaitu: Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan , terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun: jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. Jika perbuatan mengakibatkan kematian , maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3. Unsur-unsur Pasal 365 KUHP Apabila dicermati, beberapa unsur Pasal 365 KUHP adalah sebagai berikut: [1] Ayat (1): dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang; dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya. Ayat (2) angka 1: perbuatan pencurian dilakukan pada waktu malam; di dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya; di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. Ayat (2) angka 2: Perbuatan pencurian dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih. Ayat (2) angka 3: Masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan jalan membongkar atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Ayat (2) angka 4: Perbuatan pencurian menjadikan ada orang mendapat luka berat. Ayat (3): Jika pencurian dengan kekerasan menyebabkan orang mati, maka ancaman pidananya maksimal 15 tahun. Ayat (4): perbuatan pencurian menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati; dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih; disertai kekerasan/ancaman kekerasan; mengakibatkan ada orang mati. Bunyi Pasal 479 UU 1/2023 Kemudian, dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, perbuatan pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan orang mati diatur dalam Pasal 479 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai Barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau secara bersama-sama dan bersekutu. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Penjelasan Pasal 479 UU 1/2023 Adapun menurut Penjelasan Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023 , tindak pidana pencurian dalam ketentuan ini dikualifikasi sebagai pencurian dengan pemberatan . Unsur pemberatnya adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian. Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan. Kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan ancaman kekerasan menunjukkan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam. Lalu, penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini tidak perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik barang, tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu rumah tangga atau penjaga rumah. [3] Perbedaan Pasal 339 dan 365 KUHP Kemudian, menjawab pertanyaan Anda mengenai apa perbedaan Pasal 339 dan 365 KUHP? Sebagai informasi, Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 mengatur tentang pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana . Lalu, isi Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 tersebut hampir sama dengan isi Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 yang mengatur tentang pencurian dengan kekerasan sehingga mengakibatkan matinya orang lain. Namun perbedaannya, dalam Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang lain itu memang disengaja oleh si penjahat , sedangkan dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang itu tidak disengaja oleh si penjahat , hanya sebagai akibat bahkan yang sama sekali tidak dikehendaki oleh si penjahat. [4] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Basri (et.al). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan. The 2nd University Research Coloquium 2015; R. Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya . Surabaya: Usaha Nasional, 2007. [1] Basri (et.al). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan. The 2nd University Research Coloquium 2015, hal. 156-157 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Penjelasan Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023 [4] R. Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya . Surabaya: Usaha Nasional, 2007, hal. 358 TAGS kuhp pencurian kekerasan | {903: 'Unsur-unsur Pasal 365 KUHP Ayat (1): dihukum pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang; dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan (terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 904: "['(1) setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.', '(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; b. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; 116 / 260 c. yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau d. secara bersama-sama dan bersekutu.', '(3) jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.']", 905: 'dalam Pasal 339 KUHP dan Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang lain itu memang disengaja oleh si penjahat, sedangkan dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP dan Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 kematian orang itu tidak disengaja oleh si penjahat, hanya sebagai akibat bahkan yang sama sekali tidak dikehendaki oleh si penjahat.'} |
Mohon izin bertanya bapak/ibu. Apakah menerima gadai kendaraan secara sadar hanya diperlihatkan fisik kendaraan dan STNK-nya saja apakah perbuatan yang salah secara hukum? Akhirnya berujung masalah ternyata mobil yang digadai itu adalah mobil rental. Apakah bisa yang menerima gadai itu dikenakan Pasal 480 KUHP? Terimakasih bapak atau ibu atas perhatiannya. | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Menggadaikan Mobil Rental Merupakan Tindak Pidana Penggelapan Tindakan menggadaikan kendaraan sewa atau dalam hal ini adalah mobil rental, merupakan tindak pidana penggelapan. Penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu pada tahun 2026. Berikut adalah pengaturan mengenai penggelapan: Pasal 372 KUHP Pasal 486 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. [2] Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [3] Pada tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana . Hal ini berbeda dengan pencurian dimana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana. [4] Saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum , juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian, sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku . [5] Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana , misalnya suatu barang yang berada dalam pengusaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya. [6] Dengan demikian, dalam kasus menggadaikan mobil rental, barang dikuasai secara nyata oleh pelaku dan diperoleh bukan hasil dari tindak pidana, melainkan dari transaksi sewa menyewa, yang kemudian digadaikan tanpa seizin pemiliknya. : Hukum Menggadaikan BPKB Tanpa Sepengetahuan Pemilik Penerima Gadai Dapat Dijerat Pasal Penadahan Adapun, bagi pihak yang menerima gadai mobil rental, dapat dikenakan pasal penadahan yang secara pokok diatur dalam Pasal 480 KUHP atau Pasal 591 UU 1/2023 . Berikut adalah pengaturan mengenai tindak pidana penadahan: Pasal 480 KUHP Pasal 591 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu: [7] 1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai , menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan ; 2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. Dipidana karena penadahan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta, [8] setiap orang yang: a. membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menerima jaminan atau gadai , menerima hadian atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana ; atau b. menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diuga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana. Berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan, objek gadai merupakan mobil rental, yang mana objek gadai bukanlah milik pribadi si pemberi gadai, melainkan milik orang lain. Sehingga objek gadai merupakan benda yang diduga diperoleh dari kejahatan. Dalam hal ini, penerima gadai dapat dikenakan pasal penadahan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP dan dapat dikenakan Pasal 480 ayat (2) KUHP apabila penerima gadai menarik keuntungan dari benda tersebut. Untuk dapat dijerat dengan Pasal 480 KUHP, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur tindak pidana penadahan. Disarikan dari artikel Tidak Tahu Barang yang Dibeli Hasil Curian, Bisakah Dipidana? R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , memaparkan mengenai unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam tindak pidana penadahan, yaitu sebagai berikut: Yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah” itu sebenarnya hanya perbuatan yang disebutkan pada sub 1 dari Pasal 480 KUHP. Perbuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian: membeli, menyewa, dan sebagainya (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan; menjual, menukarkan, menggadaikan , dan sebagainya dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan . Elemen penting pasal ini adalah terdakwa harus mengetahui atau patut dapat menyangka bahwa barang itu berasal dari kejahatan . Di sini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasan, uang palsu atau lain-lain), akan tetapi sudah cukup apabila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai) bahwa barang itu bukan barang “terang” . Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam praktiknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran di tempat itu memang mencurigakan. Barang asal dari kejahatan misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, sekongkol, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas, Pasal 480 ayat (1) KUHP memiliki dua unsur subjektif, yaitu kesengajaan dan ketidaksengajaan. Secara sengaja maupun tidak sengaja, seseorang dapat dituntut melakukan tindakan pidana penadahan apabila memenuhi unsur Pasal 480 ayat (1) KUHP. Unsur kesengajaan terlihat dalam kata “yang diketahui”, sedangkan unsur ketidaksengajaan terlihat dalam kata “yang sepatutnya harus diduga”. Berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan, bahwa penerima gadai hanya diperlihatkan fisik kendaraan dan STNK-nya saja. Dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa penerima gadai tersebut tidak mengetahui bahwa objek gadai diperoleh dari tindak pidana penggelapan atau dengan kata lain tidak mengetahui bahwa mobil tersebut bukan milik sah dari pemberi gadai melainkan mobil rental. Namun sebagai penerima gadai, sudah sepatutnya memeriksa keadaan mobil dan surat-surat yang ada, atau setidaknya memeriksa BPKB mobil tersebut sebelum menerimanya dari pemberi gadai. Sehingga, dalam benak penerima gadai, seharusnya timbul pertanyaan, apakah pemberi gadai adalah pemilik sah dari mobil tersebut? Menurut hemat kami, dalam hal ini, penerima gadai juga dapat dikatakan lalai karena telah menerima gadai atas suatu barang yang digadaikan bukan oleh pemilik gadai. Oleh karena itu, penerima gadai dapat dikenakan Pasal 480 ayat (1) KUHP . Mengenai tindak pidana penadahan ini, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Yurisprudensi MA 3/Yur/Pid/2018 memberikan kaidah hukum: Apabila seseorang membeli kendaraan bermotor tanpa dilengkapi surat-surat kendaraan yang sah , orang tersebut seharusnya patut menduga kendaraan tersebut berasal dari kejahatan . Lebih lanjut, dalam pendapat Mahkamah Agung dijelaskan bahwa: Apabila kendaraan bermotor diperoleh dengan tidak dilengkapi surat-surat kendaraan , maka patut diduga kendaraan bermotor tersebut diperoleh dari tindak pidana . Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah sepatutnya penerima gadai menduga kendaraan yang diterimanya berasal dari hasil kejahatan karena kendaraan tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat kendaraan yang sah dan lengkap, misalnya seperti BPKB. Dalam hal ini penerima gadai dapat dikenakan Pasal 480 ayat (1) KUHP. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Yurisprudensi : Yurisprudensi Mahkamah Agung 3/Yur/Pid/2018 . [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dikalikan 1000 [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 [5] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 [6] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 [7] Pasal 3 Perma 2/2012, denda dikalikan 1000 [8] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 TAGS penggelapan penadahan gadai | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 906: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 247: 'pasal 486 setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.', 907: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Pasal 335 KUHP tentang apa? Apakah pasal perbuatan tidak menyenangkan masih berlaku? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 335 KUHP Pada dasarnya, Pasal 335 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dulunya mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan yang menyatakan: Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4,5 juta: [1] Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan , atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan , baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi (“MK”) melalui Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa frasa, “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (hal. 40-41) atau dengan kata lain frasa pada pasal perbuatan tidak menyenangkan dihapus . MK menilai frasa “sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan” dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Karena, perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan tidak menyenangkan yang mana merupakan implementasi ketentuan itu memberi peluang terjadinya kesewenang-wenangan penyidik dan penuntut umum terutama bagi pihak yang dilaporkan, sebagaimana dijelaskan dalam artikel MK Cabut Aturan Delik Perbuatan Tidak Menyenangkan . Sehingga, rumusan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP yang tadinya mengatur pasal tentang perbuatan tidak menyenangkan menjadi berbunyi: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan , tidak melakukan atau membiarkan sesuatu , dengan memakai kekerasan , atau dengan memakai ancaman kekerasan , baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Sehingga, unsur perbuatan tidak menyenangkan tidak lagi berlaku untuk Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP , dan pasal tersebut tidak lagi bisa disebut pasal perbuatan tidak menyenangkan. Unsur-unsur Pasal 335 KUHP Untuk dapat dijerat Pasal 335 KUHP, maka perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: barang siapa; secara melawan hukum; memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu; memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain. Kemudian, mengenai kekerasan dan ancaman kekerasan, R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 238) mengatakan, yang harus dibuktikan adalah: Ada orang yang dengan melawan hak dipaksa melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu atau membiarkan sesuatu; Paksaan itu dilakukan dengan memakai kekerasan, ataupun ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu, maupun terhadap orang lain. Dalam hal ini, definisi “kekerasan” menurut R. Soesilo adalah menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya (hal. 98). Isi Pasal 448 UU 1/2023 Dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, pasal pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 448 sebagai berikut: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan , tidak melakukan , atau membiarkan sesuatu , dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan , baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari Korban Tindak Pidana. Adapun, pidana denda paling banyak kategori II sebagaimana dimaksud Pasal 448 di atas yaitu Rp10 juta. [3] : Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1994. [1] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 TAGS kuhp kekerasan ancaman perbuatan tidak menyenangkan | {369: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Saya punya saudara, beliau merupakan kakak dari ibu saya. Setiap akhir bulan, saya selalu mendapat bekal uang dari ibu saya, namun bekal uang ini tidak langsung terkirim pada saya. Karena sudah biasa melalui pihak kedua, yaitu saudara saya melalui rekening bersama. Namun, kali ini saudara saya tidak mengirimkan bekal uang kepada saya, yang artinya bekal tersebut ditahan oleh saudara ibu saya. Ibu saya marah mengetahui hal ini. Apakah ini yang dinamakan tindak pidana penggelapan dana? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga yang ditulis oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. dan dipublikasikan pada 14 Desember 2018. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Tindak Pidana Penggelapan Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026, [1] sebagai berikut: Pasal 372 KUHP Pasal 486 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain , tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. [2] Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain , yang ada dalam kekuasaannya bukan karena Tindak Pidana , dipidana karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp 200 juta. [3] Menurut P.A.F. Lamintang dalam bukunya berjudul Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan , tindak pidana penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP di dalamnya mengandung unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut (hal. 105): a. unsur subjektif, yaitu dengan sengaja b. unsur objektif: menguasai secara melawan hukum; suatu benda; sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; dan berada padanya bukan karena kejahatan. : Bunyi Jerat Pasal Penggelapan dengan Pemberatan Perbuatan penggelapan ini juga dicontohkan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258), misalnya A meminjam sepeda B, kemudian dengan tidak seizin B dijualnya atau A (bendaharawan) menyimpan uang negara lalu uang itu dipakai untuk keperluan sendiri. Lebih lanjut R. Soesilo (hal.258) menambahkan, kadang-kadang sulit sekali untuk membedakan antara pencurian dengan penggelapan, misalnya A menemui uang di jalanan lalu diambilnya. Jika pada waktu mengambil itu sudah ada niat untuk memiliki uang tersebut, maka peristiwa ini adalah pencurian. Apabila pada waktu mengambil itu pikiran A adalah “uang itu akan saya serahkan ke kantor polisi” dan betul diserahkannya, maka A tidak berbuat suatu peristiwa pidana, akan tetapi jika sebelum sampai di kantor polisi kemudian timbul maksud untuk memiliki uang itu dan dibelanjakan, maka A telah melakukan penggelapan. : Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan Kemudian, berdasarkan Penjelasan 486 UU 1/2023 , pada tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana. Saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian. Sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam penguasaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya. Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana penggelapan dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya . Penggelapan yang Dilakukan Oleh Keluarga Lantas, bagaimana jika pelaku penggelapan adalah saudara sendiri atau kakak dari ibu Anda? Perlu dilihat bahwa berdasarkan Pasal 376 KUHP dan Pasal 490 UU 1/2023 , ketentuan dalam Pasal 367 KUHP dan Pasal 481 UU 1/2023 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab penggelapan. Untuk itu, perlu dijabarkan rumusan dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP dan Pasal 481 ayat (2) UU 1/2023 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 367 ayat (2) KUHP Pasal 481 ayat (2) UU 1/2023 Jika dia (pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini) adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua , maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan. Penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas pengaduan Korban jika pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah Harta Kekayaan, atau merupakan keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua . R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 256) juga mengatakan bahwa jika yang melakukan atau membantu penggelapan itu adalah sanak keluarga yang tersebut pada alinea dua dalam pasal ini, maka si pembuat hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang memiliki barang itu (delik aduan). Lalu, P.A.F. Lamintang, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 217-218) menyatakan hal sebagai berikut: Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan . Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan . Jadi, menjawab pertanyaan terkait permasalahan keluarga Anda, walaupun kakak dari ibu Anda dapat dituntut atas tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP atau Pasal 486 UU 1/2023 atas dasar pengaduan dari Anda atau ibu Anda selaku pemilik uang (delik aduan), kami tetap menyarankan permasalahan ini untuk diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu, karena tuntutan pidana hendaknya dilakukan sebagai jalur terakhir (ultimum remedium) apabila segala upaya seperti perdamaian telah ditempuh. [4] Sebagai referensi, Anda dapat membaca penjelasan dari artikel Arti Ultimum Remedium sebagai Sanksi Pamungkas . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Mas Putra Zenno Januarsyah. Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi . Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, 2017; P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia . Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997; P.A.F. Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan . Bandung: Sinar Baru, 2009; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Politeia: Bogor, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Mas Putra Zenno Januarsyah. Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi . Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, 2017, hal. 257 TAGS pidana penggelapan keluarga kuhp | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 369: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 16: 'Artikel ini membahas penerapan prinsip *ultimum remedium* dalam konteks tindak pidana, khususnya penggelapan. Penulis, Mas Putra Zenno Januarsyah, dalam jurnalnya yang diterbitkan tahun 2017, menganalisis prinsip *ultimum remedium* dalam konteks tindak pidana korupsi. Meskipun fokusnya berbeda (korupsi bukan penggelapan), prinsipnya—bahwa tuntutan pidana merupakan jalan terakhir setelah upaya damai ditempuh— relevan dengan kasus penggelapan dalam konteks keluarga. Artikel tersebut mungkin menjelaskan secara detail bagaimana prinsip ini diterapkan dalam sistem peradilan, memberikan contoh kasus, dan menjelaskan implikasinya pada proses penegakan hukum. Meskipun fokus utamanya bukan penggelapan keluarga, prinsip *ultimum remedium* yang dibahas dapat diterapkan pada konteks tersebut.'} |
Pasal 311 KUHP tentang apa? Apakah Pasal 311 KUHP mengatur tentang fitnah? Jika benar, apa isi Pasal 311 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 311 KUHP Tindak pidana fitnah diatur dalam Pasal 311 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, yang berbunyi: Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis diperbolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui , maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan. Unsur-unsur Pasal 311 KUHP Unsur-unsur tindak pidana fitnah dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah: [1] seseorang (pelaku); pelaku melakukan kejahatan pencemaran secara lisan atau pencemaran tertulis; pelaku dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar; pelaku tidak membuktikannya; dan tuduhan itu diketahuinya tidak benar. Kemudian, pada dasarnya delik fitnah dalam Pasal 311 KUHP merupakan delik kelanjutan dari delik pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 310 KUHP . Penjelasan selengkapnya mengenai tindak pidana pencemaran nama baik dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik . : Syarat Agar Tuduhan Dapat Dianggap Sebagai Fitnah Isi dan Penjelasan Pasal 434 UU 1/2023 Kemudian, pasal tindak pidana fitnah diatur dalam Pasal 434 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya , dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya , dipidana karena fitnah , dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pembuktian kebenaran tuduhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal: hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri; atau Pejabat dituduh melakukan suatu hal dalam menjalankan tugas jabatannya. Pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dilakukan jika hal yang dituduhkan tersebut hanya dapat dituntut atas pengaduan, sedangkan pengaduan tidak diajukan Adapun Pasal 433 UU 1/2023 yang disebutkan dalam Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023 mengatur tentang pencemaran nama baik. Kemudian, menurut Penjelasan 434 ayat (2) huruf a UU 1/2023 , dalam hal pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini diberi kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran dari apa yang dituduhkan , tetapi ia tidak dapat membuktikan bahwa yang dituduhkan itu benar , pelaku tindak pidana dipidana sebagai pemfitnahan . Lalu, pembuktian kebenaran tuduhan hanya dibolehkan apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran bahwa terdakwa melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum, atau karena terpaksa membela diri. Pembuktian kebenaran tuduhan juga diperbolehkan apabila yang dituduh adalah seorang pegawai negeri dan yang dituduhkan berkenaan dengan menjalankan tugasnya. [3] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Rivaldi Exel Wawointana (et.al). Sanksi Pidana Bagi yang Menuduh Orang Melakukan Tindak Pidana Tanpa Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Lex Crimen, Vol., XII, No. 2, 2023. [1] Rivaldi Exel Wawointana (et.al). Sanksi Pidana Bagi yang Menuduh Orang Melakukan Tindak Pidana Tanpa Bukti Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Lex Crimen, Vol. XII, No. 2, 2023, hal. 3 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Penjelasan Pasal 434 ayat (3) UU 1/2023 TAGS fitnah kuhp pencemaran | {908: 'Unsur-unsur tindak pidana fitnah dalam Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah: seseorang (pelaku); pelaku melakukan kejahatan pencemaran secara lisan atau pencemaran tertulis; pelaku dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar; pelaku tidak membuktikannya; dan tuduhan itu diketahuinya tidak benar.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 909: "['(1) jika setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.', '(2) pembuktian kebenaran tuduhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan dalam hal: a. hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri; atau b. pejabat dituduh melakukan suatu hal dalam menjalankan tugas jabatannya.']"} |
Jika ada orang mabuk di jalan dan mengganggu ketertiban umum, bisakah ia dipidana? Dia beralasan bahwa yang dia minum itu air putih. Padahal, walaupun dia memegang botol air minum, tapi di dalamnya jelas-jelas itu minuman keras. Kami warga merasa terganggu sekali dengan fenomena itu. Adakah pasal mengganggu ketertiban umum yang dapat dikenakan kepada orang mabuk tersebut?� | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Bolehkah Melaporkan Orang Mabuk yang Mengganggu di Jalan? Yang ditulis oleh Dimas Hutomo, S.H. dan dipublikasikan pada 1 Juli 2019. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Dapatkah Minum Miras Dipidana? Sebelum mengetahui apakah orang mabuk minuman keras menggunakan botol air minum bisa dipidana atau tidak, pada dasarnya, kita perlu mengetahui bahwa perbuatan mabuk yang dapat dipidana adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 492 ayat (1) KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 316 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026 sebagai berikut: Pasal 492 ayat (1) KUHP Pasal 316 ayat (1) UU 1/2023 Barang siapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban , atau mengancam keamanan orang lain , atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati-hati atau dengan mengadakan tindakan penjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 hari, atau pidana denda paling banyak Rp375 ribu. [2] Setiap Orang yang mabuk di tempat umum mengganggu ketertiban atau mengancam keselamatan orang lain , dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp 10 juta. [3] Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal 322), supaya dapat dikenakan Pasal 492 ayat (1) KUHP, maka harus dibuktikan bahwa: orang itu mabuk, yaitu kebanyakan minum minuman keras sehingga tidak dapat menguasai lagi salah satu panca inderanya atau anggota badannya; tempat umum, yaitu tidak saja di jalan umum tetapi juga di tempat-tempat yang dapat dikunjungi orang banyak. Jika dirumah sendiri, tidak masuk di sini. merintangi lalu lintas atau mengganggu ketertiban umum dan sebagainya (jika orang itu diam saja di rumahnya dan tidak mengganggu apa-apa, tidak dikenakan pasal ini). Adapun dalam Penjelasan Pasal 316 UU 1/2023 , dinyatakan bahwa dalam keadaan mabuk seseorang tidak dapat sepenuhnya dapat menguasai atau mengontrol dirinya. Oleh karena itu, dalam keadaan yang sedemikian seseorang dilarang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini. Sehingga menurut hemat kami, bukan cara mabuknya (cara minum) yang menjadi unsur tindak pidana , yang penting adalah membuktikan bahwa tindakan yang dilakukan orang itu mengakibatkan keadaan mabuk dan mengganggu ketertiban umum sebagaimana dikemukakan R. Soesilo. : Jerat Pasal Kecelakaan karena Mabuk Saat Berkendara Hak Melapor Jika Terganggu Karena Anda merasa terganggu, Anda dan warga memiliki hak untuk melaporkan tindakan orang yang mabuk tersebut kepada pihak kepolisian. Adapun pengertian laporan menurut Pasal 1 angka 24 KUHAP yaitu: Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana . Kemudian, Pasal 108 ayat (1) KUHAP mengatur hak melapor bagi seseorang sebagai berikut: Setiap orang yang mengalami , melihat , menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis. Meskipun nantinya pihak kepolisian yang menentukan apakah tindakan tersebut adalah tindak pidana atau bukan, namun, Anda sebagai warga memiliki hak untuk melapor atas perbuatan orang mabuk yang telah mengganggu Anda. Apabila penyidik menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh orang yang mabuk tersebut adalah tindak pidana, maka dapat dilanjutkan ke tahapan persidangan oleh penuntut umum. [4] Sehingga, status orang mabuk tersebut yang awalnya merupakan tersangka berubah statusnya menjadi terdakwa dan ia berhak segera diadili oleh pengadilan. [5] Walaupun nantinya hakimlah yang memutus seseorang itu melakukan tindak pidana atau tidak. Cara melaporkan tindak pidana ke polisi dapat Anda baca dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Contoh Kasus Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami akan berikan contoh kasus yang mengganggu ketertiban umum dalam Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 78/Pid.C/2018/PN Blt . Di dalam perkara ini, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan tindak pidana tanpa izin minum minuman keras di tempat umum yang dilakukan dengan cara mabuk karena meminum 1/2 botol air minum oplosan MJ. Lalu, yang menjadi perhatian Majelis Hakim dalam memutus terdakwa bersalah berdasarkan Pasal 492 ayat (1) KUHP bukan botol minum oplosan tetapi terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana mabuk-mabukan di tempat umum dan mengganggu ketertiban umum. Akibat perbuatannya, hakim menghukum terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp50 ribu dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 hari. Maka sejalan dengan pendapat kami di atas, bahwa tindak pidana yang ditujukan kepada keadaan mabuknya seseorang di tempat umum dan mengganggu ketertiban umum bukan bagaimana cara meminum minuman tersebut. Meskipun demikian, cara mabuk dengan menggunakan botol air minum tersebut penting untuk membuktikan tindak pidana dalam pembuktian di persidangan. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 78/Pid.C/2018/PN Blt . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [4] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHAP”) [5] Pasal 50 ayat (3) KUHAP TAGS ketertiban umum ketertiban laporan polisi | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 910: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 911: "['(1) tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.']", 912: "['(1) tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.', '(2) tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.']"} |
Bisakah cagar budaya digusur untuk pembangunan perluasan kilang minyak atau kegiatan pertambangan lainnya? Bukankah cagar budaya tersebut merupakan situs yang dilindungi? Lalu, bagaimana dengan ketentuan pemindahan cagar budaya? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Penggusuran Cagar Budaya untuk Pembangunan Kilang Minyak yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 28 Desember 2016. . Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu terkait pengaturan cagar budaya dan pelestariannya berdasarkan hukum di Indonesia. Definisi Cagar Budaya Cagar budaya adalah benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya. Benda tidak bergerak ini selain menjadi sumber informasi sejarah, juga menjadi sarana dalam memperkokoh karakter dan jati diri bangsa. [1] Secara yuridis, pengertian cagar budaya dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) UU Cagar Budaya sebagai berikut: Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya , dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan, sebagaimana Anda sebutkan, yang dimaksud dengan situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. [2] Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya Kemudian, untuk melestarikan cagar budaya, negara juga bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. [3] Cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya. [4] Adapun pengelolaan cagar budaya adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. [5] Sedangkan pelestarian cagar budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. [6] Selain itu, merujuk pada Pasal 75 ayat (1) UU Cagar Budaya , telah ditegaskan bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk memelihara cagar budaya yang dimiliki atau dikuasainya . Dari ketentuan pasal tersebut, kami asumsikan pemeliharaan terhadap cagar budaya tidak hanya dibebankan kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat saja, namun setiap orang. Lalu, apabila cagar budaya tersebut ditelantarkan maka akan dikuasai oleh negara. [7] Ketentuan Pemindahan Cagar Budaya Menjawab pertanyaan Anda mengenai pemindahan cagar budaya, pada dasarnya, setiap orang dilarang merusak cagar budaya , baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal. [8] Kemudian, setiap orang juga dilarang memindahkan dan memisahkan cagar budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya. [9] Namun, perlu diketahui bahwa UU Cagar Budaya juga memberikan pengecualian atas pemindahan cagar budaya sebagai wujud dari penyelamatan dalam keadaan darurat . Hal ini sebagaimana tercermin dalam Pasal 58 UU Cagar Budaya , sebagai berikut: Ayat (1) Penyelamatan Cagar Budaya dilakukan untuk: mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Penyelamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa. Selain itu, cagar budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman. Pemindahan cagar budaya ini dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koordinasi Tenaga Ahli Pelestarian. [10] Sementara yang dimaksud keadaan darurat adalah kondisi yang mengancam kelestarian cagar budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa bumi, dan perang. [11] Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai penggusuran cagar budaya untuk pembangunan perluasan kilang minyak, berikut kami jelaskan ketentuannya. Kegiatan Usaha Kilang Minyak Berdasarkan KBBI , kilang adalah instalasi industri tempat minyak bumi dimurnikan menjadi produk yang lebih berguna dan yang dapat diperdagangkan. Pembangunan Kilang Minyak di Dalam Negeri yang selanjutnya disebut Pembangunan Kilang Minyak adalah pembangunan kilang minyak baru beserta fasilitas pendukungnya di dalam negeri. [12] Berdasarkan pengertian ini, maka pembangunan kilang minyak merupakan bentuk kegiatan usaha industri minyak. Kemudian, pada dasarnya kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan indonesia, [13] yaitu wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia. [14] Lalu, penting untuk diketahui, menurut Pasal 33 ayat (3) UU Migas , kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilarang untuk dilaksanakan di: tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya , serta tanah milik masyarakat adat; lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya; bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara; bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Berdasarkan berbagai peraturan yang telah kami sebutkan, menurut hemat kami, peraturan perundang-undangan telah melarang adanya pembangunan dan perluasan kegiatan usaha pada cagar budaya. Cagar budaya sebagai warisan budaya perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting, dan tidak selayaknya dapat digusur maupun dipindahkan demi perluasan kilang minyak atau kegiatan pertambangan lainnya. Sanksi Pidana Melalui UU Cagar Budaya, hukum di Indonesia telah memberikan sanksi secara tegas bagi pihak-pihak yang merusak, memindahkan, dan memisahkan cagar budaya tanpa izin, termasuk dalam hal cagar budaya digunakan sebagai kegiatan pertambangan. Menurut Pasal 105 UU Cagar Budaya , setiap orang yang dengan sengaja merusak cagar budaya berpotensi dipidana pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp5 miliar. Kemudian, setiap orang yang tanpa izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, memindahkan cagar budaya dapat dipidana penjara paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU Cagar Budaya . Sedangkan bagi orang yang tanpa izin menteri, gubernur atau bupati/wali kota, memisahkan cagar budaya berpotensi dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp2.5 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 108 UU Cagar Budaya . Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri . Referensi : Arifin Pasaribu. Hotel Indonesia: Gagasan Bung Karno, Cagar Budaya Bangsa Dibangun dengan Dana Pampasan Perang Jepang . Jakarta: PT Gramedia, 2014 KBBI, kilang , yang diakses pada Selasa, 6 Februari 2024, pukul 14.21 WIB. [1] Arifin Pasaribu. Hotel Indonesia: Gagasan Bung Karno, Cagar Budaya Bangsa Dibangun dengan Dana Pampasan Perang Jepang . Jakarta: PT Gramedia, 2014, hal. 174 [2] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (“UU Cagar Budaya”) [3] Huruf b Konsiderans UU Cagar Budaya [4] Huruf c Konsiderans UU Cagar Budaya [5] Pasal 1 angka 21 UU Cagar Budaya [6] Pasal 1 angka 22 UU Cagar Budaya [7] Pasal 75 ayat (2) UU Cagar Budaya [8] Pasal 66 ayat (1) UU Cagar Budaya [9] Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU Cagar Budaya [10] Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU Cagar Budaya [11] Penjelasan Pasal 57 UU Cagar Budaya [12] Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri [13] Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU Migas”) [14] Pasal 40 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang mengubah Pasal 1 angka 15 UU Migas TAGS minyak dan gas kebudayaan pertambangan kilang minyak budaya adat | {913: 'Cagar budaya adalah benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang merupakan aset nasional yang tidak ternilai harganya. Benda tidak bergerak ini selain menjadi sumber informasi sejarah, juga menjadi sarana dalam memperkokoh karakter dan jati diri bangsa.', 914: '5. situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu', 915: 'b. bahwa untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya;', 916: 'c. bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya; ', 917: '21. pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar- besarnya kesejahteraan rakyat.', 918: '22. pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.', 919: "['(1) setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang dimiliki dan/atau dikuasainya.']", 920: "['(1) setiap orang dilarang merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.']", 921: "['(1) setiap orang dilarang memindahkan cagar budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.', '(2) setiap . . . (2) setiap orang dilarang memisahkan cagar budaya peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya.']", 922: "['(1) cagar budaya yang terancam rusak, hancur, atau musnah dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman.', '(2) pemindahan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tata cara yang menjamin keutuhan dan keselamatannya di bawah koodinasi tenaga ahli pelestarian.']", 923: 'Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kondisi yang mengancam kelestarian Cagar Budaya, seperti terjadinya kebakaran, banjir, gempa bumi, dan perang', 924: "['pasal 1 dalam peraturan presiden ini yang dimaksud dengan: 1. pembangunan kilang minyak di dalam negeri yang selanjutnya disebut pembangunan kilang minyak adalah pembangunan kilang minyak baru beserta fasilitas pendukungnya di dalam negeri. bab i ketentuan umum presiden republik indonesia 11. anggaran ... pengadaan, dan penanggung jawab, serta pengawasan pembangunan. 10. izin usaha pengolahan adalah izin yang diberikan kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan minyak bumi untuk menghasilkan bahan bakar minyak sebagai produk utama. pelaksanaan dokumen perencanaan, dokumen 6. kerja sama pemerintah dan badan usaha yang selanjutnya disingkat kpsu adalah kerja sama antara pemerintah dan sadan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/ badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. 7. penanggung jawab proyek kerja sama yang selanjutnya disingkat pjpk adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang- undangan. 8. badan usaha pelaksana kpsu yang selanjutnya disebut sadan u saha pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh sadan u saha pemenang lelang a tau ditunjuk langsung. 9. penanggung jawab kegiatan yang selanjutnya disingkat pjk adalah badan usaha milik negara yang menyiapkan presiden republik indonesia (2) pembangunan ... transparan, adil, dan akuntabel. secara efisien, efektif, diselenggarakan min yak pasal 3 (1) pembangunan kilang minyak dan pengembangan kilang bagian kesatu um um bab ii pembangunan kilang minyak dan pengembangan kilang minyak']", 925: "['(1) kegiatan usaha minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan indonesia.', '(2) hak atas wilayah kerja tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi.', '(3) kegiatan usaha minyak dan gas bumi tidak dapat dilaksanakan pada: presiden republik indonesia a. tempat pemakaman, tempat yang dianggap suci, tempat umum, sarana dan prasarana umum, cagar alam, cagar budaya, serta tanah milik masyarakat adat; b. lapangan dan bangunan pertahanan negara serta tanah di sekitarnya; c. bangunan bersejarah dan simbol-simbol negara; d. bangunan, rumah tinggal, atau pabrik beserta tanah pekarangan sekitarnya, kecuali dengan izin dari instansi pemerintah, persetujuan masyarakat, dan perseorangan yang berkaitan dengan hal tersebut.']", 926: '15. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia.'} |
Saya adalah seorang karyawan di sebuah kantor. Beberapa hari yang lalu saya dipanggil ke kantor dan bertemu dengan bagian HRGA, dan saya mendapatkan tuduhan bahwa saya telah melakukan perbuatan sexual harassment terhadap tim saya, karena saya telah merangkul teman kerja saya (lawan jenis), lalu saya diminta untuk mengundurkan diri.
Pertanyaannya:
Apakah merangkul termasuk pelecehan seksual? Saya merangkul teman kerja saya dengan tujuan agar lebih�friendly�dengan tidak ada unsur�seksual. Jika saya benar terjerat hukum pelecehan seksual, pelecehan seksual pasal berapa?
Pada saat itu juga saya diminta untuk mengundurkan diri (dengan paksaan dan ancaman akan diproses hukum jika saya tidak membuat surat resign). Pada surat resign juga saya tidak masukkan kata-kata "dibuat tanpa adanya paksaan". Bagaimana saya mendapatkan keadilan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul sama yang ditulis oleh Timothy Nugroho, S.H. dari Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron dan dipublikasikan 15 Desember 2020. . Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Pengertian Pelecehan Seksual Berkenaan dengan pelecehan seksual, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ratna Batara Munti dalam artikel Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas , istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment yang diartikan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi dan David Gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai "imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments" (hal. 5). Definisi lain dikemukakan oleh Judith Berman dari Advisory Committee Yale College Grievance Board and New York University sebagaimana dikutip Romany Sihite dalam bukunya Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan (hal. 69). Ia merumuskan pengertian sexual harassment sebagai semua tingkah laku seksual atau kecenderungan untuk bertingkah laku seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang baik verbal (psikologis) atau fisik yang menurut si penerima tingkah laku sebagai merendahkan martabat , penghinaan , intimidasi , atau paksaan . Lalu, menurut Komnas Perempuan , pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. [1] Berdasarkan definisi-definisi di atas, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perbuatan yang bersifat seksual . Lantas, apa saja yang termasuk kasus pelecehan seksual? Jenis-jenis Pelecehan Seksual Dalam UU TPKS , pelecehan seksual adalah salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik , [2] sebagai berikut: Pelecehan seksual non-fisik adalah perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya. [3] Sedangkan yang dimaksud dengan ‘perbuatan seksual secara nonfisik’ adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. [4] Pelecehan seksual fisik terdiri dari tiga bentuk yaitu: [5] Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh , keinginan seksual , dan /atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya ; Perbuatan seksual fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan. Penyalahgunaan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau orang lain. Contoh pelecehan seksual adalah antara lain siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh. [6] Kemudian, jika seseorang terbukti melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, ia berpotensi dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf a UU TPKS . Pasal Pelecehan Seksual menurut KUHP Kemudian, perlu Anda ketahui bahwa dalam konteks hukum pidana Indonesia tidak dikenal istilah pelecehan seksual, tetapi yang dikenal adalah perbuatan cabul sebagaimana diatur dalam Pasal 289 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 414 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [7] yaitu tahun 2026. Pasal 289 KUHP Pasal 414 UU 1/2023 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul , dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 tahun. (1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya: di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta; [8] secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. (2) Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. R. Soesil o dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal berpendapat bahwa yang dimaksud perbuatan cabul adalah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin , misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya (hal. 212). Sedangkan P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang dalam buku Delik-Delik Khusus: Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan (hal. 135) mengutip Arrest Hoge Raad tanggal 5 November 1946, NJ 1947 Nomor 17 yang menyatakan bahwa tindak pidana ini dipandang selesai dilakukan segera setelah pelaku berhasil mengatasi perlawanan yang diberikan oleh korban. Adapun dalam KUHP baru, "perbuatan cabul" diartikan sebagai kontak seksual yang berkaitan dengan nafsu birahi, kecuali perkosaan. [9] Dengan demikian, adanya perlawanan , penolakan , atau ketidakinginan dari korban adalah unsur yang penting , baik dalam pelecehan seksual yang telah kami sampaikan definisinya di atas, atau perbuatan cabul dalam konteks KUHP dan UU 1/2023. Tanpa adanya perlawanan, penolakan, atau ketidakinginan dari korban, tentu pelaku tidak dapat dijerat dengan Pasal 289 KUHP atau Pasal 414 UU 1/2023. Maka, dalam kasus yang Anda sampaikan, perlu dilihat apakah terdapat perlawanan, penolakan, atau ketidakinginan dari anggota tim yang Anda rangkul ketika Anda melakukan hal tersebut. Apabila memang tidak ada, maka tentu perbuatan Anda tidak termasuk dalam pelecehan seksual ataupun tindak pidana perbuatan cabul dalam Pasal 6 huruf a UU TPKS, Pasal 289 KUHP atau Pasal 414 UU 1/2023. Selain itu, dari contoh-contoh perbuatan cabul yang disebutkan oleh R. Soesilo, perbuatan merangkul juga tidak bisa langsung dikategorikan sebagai perbuatan cabul karena tidak dilakukan dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Kemudian, terhadap Pasal 289 KUHP dan Pasal 414 UU 1/2023, dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali , yang berarti hukum khusus menyampingkan hukum umum. [10] Menyambung kasus hukum yang Anda tanyakan, tindak pidana khusus contohnya tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam UU TPKS. Pasal 6 huruf a UU TPKS memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik dibandingkan Pasal 289 KUHP dan Pasal 414 UU 1/2023. Namun, penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU 1/2023 serta UU TPKS. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut. : Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya Paksaan dalam Pengunduran Diri Menjawab pertanyaan kedua Anda, aturan tentang pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagai salah satu alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja (“PHK”) diatur dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan yang selengkapnya berbunyi: Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat: mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri; tidak terikat dalam ikatan dinas; dan tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri Berdasarkan rumusan pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa pengunduran diri harus didasarkan atas kemauan sendiri, bukan adanya paksaan atau ancaman dari pihak lain. Mengenai pernyataan Anda atas adanya paksaan dan ancaman akan diproses hukum pada saat membuat surat pengunduran diri (resign) , jika Anda keberatan, maka Anda harus dapat membuktikan adanya paksaan dan ancaman tersebut. : Ada Pelecehan di Tempat Kerja? Tempuh Langkah Ini Upaya Hukum Sebagai informasi, langkah hukum yang dapat Anda tempuh untuk memperjuangkan hak Anda adalah dengan menempuh upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mekanisme yang diatur dalam UU PPHI , mengingat kasus yang Anda alami dapat dikategorikan sebagai perselisihan pemutusan hubungan kerja , yaitu perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. [11] Selain itu, terhadap tuduhan bahwa Anda telah melakukan pelecehan seksual, tindakan tersebut dapat Anda laporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang tersebar pada beberapa pasal, yakni: Pencemaran secara lisan ( Pasal 310 ayat (1) KUHP atau Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023 ); Pencemaran secara tertulis ( Pasal 310 ayat (2) KUHP atau Pasal 433 ayat (2) UU 1/2023 ); Fitnah ( Pasal 311 KUHP atau Pasal 434 ayat UU 1/2023 ); : Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 . Referensi : P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus: Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan dan Norma Kepatutan . Jakarta: Sinar Grafika, 2011; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1996.; Romany Sihite. Perempuan, Kesetaraan, & Keadilan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007; Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana . Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015; Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , yang diakses pada Jumat, 2 Februari 2024 pukul 14.00 WIB. [1] Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , hal. 6 [2] Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”) [3] Pasal 5 UU TPKS [4] Penjelasan Pasal 5 UU TPKS [5] Pasal 6 UU TPKS [6] Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , hal. 6 [7] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [8] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [9] Penjelasan Pasal 415 UU 1/2023 [10] Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana . Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol 44, No. 4, 2015, hal. 504 [11] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial TAGS pelecehan seksual pidana kekerasan seksual | {859: 'Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dalam publikasinya "15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan" di halaman 6 mendefinisikan pelecehan seksual sebagai tindakan seksual, baik fisik maupun non-fisik, yang menargetkan organ seksual atau seksualitas korban. Definisi ini menekankan berbagai bentuk pelecehan, mulai dari sentuhan fisik hingga tindakan non-fisik yang merendahkan atau mempermalukan korban secara seksual. Publikasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang berbagai bentuk kekerasan seksual dan bagaimana mengidentifikasi tindakan-tindakan tersebut.', 862: "['(1) tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b. pelecehan seksual fisik; d sk no 146006a presiden republik indonesia -7 - c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan sterilisasi; e. pemaksaan perkawinan; f. penyiksaan seksual; g. eksploitasi seksual; h. perbudakan seksual; dan i. kekerasan seksual berbasis elektronik.']", 112: 'pasal 5 setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak rp10.00o.000,00 (sepuluh juta rupiah).', 111: "Yang dimaksud dengan 'perbuatan seksual secara nonfisik' adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.", 863: 'pasal 6 dipidana karena pelecehan seksual frsik: a. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara ftsik yang ditqjukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). b. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yarrg ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.o00.00o,00 (tiga ratus juta rupiah). sk no 146008 a presiden repijblik inoonesia -9- c. setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.00o.00o,00 (tiga ratus juta rupiah).', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 287: 'pasal 415 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, setiap orang yang: a. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau b. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak.', 931: 'Kemudian, terhadap Pasal 289 KUHP dan Pasal 414 UU 1/2023, dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali, yang berarti hukum khusus menyampingkan hukum umum.', 932: '4. perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak'} |
Bila saya menulis keluhan tentang pengusaha di suatu perusahaan dan mengunggahnya ke media sosial dengan tujuan mendapat perhatian publik, apakah ada UU yang dapat menjerat saya? Permasalahannya adalah pengusaha yang bersangkutan (bos/atasan saya) tidak membayarkan gaji karyawan beberapa bulan. Apakah perbuatan saya termasuk pencemaran nama baik dalam UU ITE 2024/UU ITE terbaru? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Soal UU ITE (Menulis Keluhan Melalui Surat Pembaca) yang ditulis oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 29 Juni, 2010. . Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. Berdasarkan informasi yang Anda berikan, Anda menulis keluhan di media sosial (“medsos”) mengenai seorang pengusaha yang tidak membayarkan upah karyawan di perusahaan tersebut. Secara garis besar, terdapat ketentuan dalam UU 1/2024 , KUHP , atau UU 1/2023 yang dapat menjerat Anda (pengunggah keluhan). Berikut ulasannya. Pasal Menyerang Kehormatan/Nama Baik Orang Lain dalam UU 1/2024 Pada dasarnya, perbuatan Anda yang mengunggah/ posting keluhan mengenai orang lain, berpotensi menyerang kehormatan atau nama baik orang tersebut. Hal ini termasuk dalam perbuatan yang dilarang di Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE , sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. Lalu, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah . Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024. Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta. [1] Selain itu, dalam hal perbuatan Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, dipidana karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. [2] : Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan , sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum. [3] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri. [4] Kemudian menyambung pertanyaan Anda, jika postingan tersebut merupakan sebuah fakta atau kenyataan, apakah termasuk dalam pencemaran nama baik? Sepanjang penelusuran kami berdasarkan Lampiran SKB UU ITE yang menerangkan perihal Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik sebelum diubah dengan Pasal 27A UU 1/2024 , jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan , maka bukan termasuk delik pencemaran nama baik (hal. 11). Lalu, disarikan dari artikel Memviralkan Fakta di Medsos, Bisa Kena Pasal Pencemaran Nama Baik? , konten dan konteks adalah bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan arti lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sehingga dari konten dan konteks tersebut perlu ditafsirkan lebih lanjut apakah benar memenuhi unsur pencemaran nama baik atau tidak. Pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP Selanjutnya, unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang” dalam Pasal 27A UU 1/2024 merujuk pada ketentuan pada Pasal 310 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [5] yaitu tahun 2026 dengan bunyi sebagai berikut: Pasal 310 KUHP Pasal 433 UU 1/2023 Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal , yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum , diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [6] ; Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [7] ; Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal , dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum , dipidana karena pencemaran , dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta [8] ; Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta [9] ; Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri. Berdasarkan bunyi Pasal 310 KUHP di atas, berikut adalah unsur-unsur pasal tersebut: [10] barang siapa; dengan sengaja; menyerang kehormatan atau nama baik seseorang; dengan menuduhkan sesuatu hal; yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum. Kemudian, mengenai Pasal 310 KUHP ini R. Soesilo berpendapat dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal (hlm. 225), bahwa objek dari penghinaan tersebut haruslah manusia perseorangan , bukan instansi pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain. Adapun menurut Penjelasan Pasal 433 ayat (1) UU 1/2023 , sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu tindak pidana. Tindak pidana menurut ketentuan dalam pasal ini objeknya adalah orang perseorangan . Namun, penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini. Selengkapnya mengenai pasal pencemaran nama baik, dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik . : Adakah Hukum Pencemaran Nama Baik pada Badan Hukum? Pasal Fitnah dalam KUHP Selain itu, jika tuduhan Anda mengenai pengusaha yang tidak membayarkan upah karyawannya tidak terbukti benar, Anda berpotensi dijerat berdasarkan pasal menuduh orang tanpa bukti, yang dikategorikan sebagai fitnah. Pasal 311 ayat (1) KUHP Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023 Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhannya itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar , dihukum karena salah memfitnah dengan hukum penjara selama-lamanya 4 tahun. Jika setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 diberi kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak dapat membuktikannya , dan tuduhan tersebut bertentangan dengan yang diketahuinya , dipidana karena fitnah , dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV yaitu Rp200 juta. [11] Unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah: [12] barangsiapa; melakukan kejahatan pencemaran lisan atau pencemaran tertulis; adanya izin untuk membuktikan kebenaran tuduhan; dapat membuktikan kebenaran itu; tuduhan dilakukan; dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui. Dalam buku yang sama, R. Soesilo mengatakan bahwa kejahatan pada pasal ini dinamakan memfitnah. Atas pasal ini, R. Soesilo merujuk kepada catatannya pada Pasal 310 KUHP yang menjelaskan tentang apa itu menista (hal. 227). Untuk dikatakan sebagai menista, penghinaan itu harus dilakukan dengan cara menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan itu akan tersiar atau diketahui orang banyak. Salah satu bentuk penghinaan adalah memfitnah (hal. 225-226). Patut digarisbawahi, delik hukum pencemaran nama baik dan menuduh orang tanpa bukti yang diatur dalam KUHP adalah delik aduan , sehingga hanya korban yang bisa memproses ke polisi. : Syarat Agar Tuduhan Dapat Dianggap Sebagai Fitnah Terhadap keberadaan Pasal 310 KUHP atau Pasal 433 UU 1/2023, dan Pasal 311 ayat (1) KUHP atau Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023 dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali , yang berarti undang-undang yang khusus meniadakan keberlakukan undang-undang yang umum, atau secara sederhana hukum khusus menyampingkan hukum umum. [13] Pada kasus ini, Pasal 27A UU 1/2024 memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik/lebih khusus dibandingkan KUHP dan UU 1/2023. Walau demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU 1/2023 serta UU 1/2024. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ; Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Referensi : Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009) . Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010; Nurfaqih Irfani. Asas Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior: Pemaknaan, Problematika, dan Penggunaannya dalam Penalaran dan Argumentasi Hukum . Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 16, No. 3, 2020; P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir. Hukum Pidana Indonesia . Bandung: Sinar Baru, 1983; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991 [1] Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [2] Pasal 45 ayat (6) UU 1/2024 [3] Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024 [4] Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024 [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [6] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dilipatgandakan menjadi 1.000 kali [7] Pasal 3 Perma 2/2012 [8] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [9] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [10] P.A.F. Lamintang dan C.D. Samosir. Hukum Pidana Indonesia . Bandung: Sinar Baru, 1983, hal. 155 [11] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [12] Mahrus Ali. Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (Kajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009) . Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 6, 2010, hal. 129 [13] Nurfaqih Irfani. Asas Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior: Pemaknaan, Problematika, dan Penggunaannya dalam Penalaran dan Argumentasi Hukum . Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 16, No. 3, 2020, hal. 313 TAGS karyawan pencemaran nama baik uu ite | {606: '(4) Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya ha1 tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp4O0.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).', 933: '(6) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (41 tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan bertentangan dengan apa yang diketahui padahal telah diberi kesempatan untuk membuktikannya, dipidana karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.00O,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).', 608: '(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.', 934: '(7) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan untuk kepentingan umum; atau b. dilakukan karena terpaksa membela diri.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 129: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 935: 'Selanjutnya, unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang” dalam Pasal 27A UU 1/2024 merujuk pada ketentuan pada Pasal 310 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026 dengan bunyi sebagai berikut: Berdasarkan bunyi Pasal 310 KUHP di atas, berikut adalah unsur-unsur pasal tersebut: barang siapa; dengan sengaja; menyerang kehormatan atau nama baik seseorang; dengan menuduhkan sesuatu hal; yang maksudnya supaya hal itu diketahui umum.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 936: 'Unsur-unsur Pasal 311 ayat (1) KUHP adalah:[12] barangsiapa; melakukan kejahatan pencemaran lisan atau pencemaran tertulis; adanya izin untuk membuktikan kebenaran tuduhan; dapat membuktikan kebenaran itu; tuduhan dilakukan; dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui.', 937: 'Terhadap keberadaan Pasal 310 KUHP atau Pasal 433 UU 1/2023, dan Pasal 311 ayat (1) KUHP atau Pasal 434 ayat (1) UU 1/2023 dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali, yang berarti undang-undang yang khusus meniadakan keberlakukan undang-undang yang umum, atau secara sederhana hukum khusus menyampingkan hukum umum.'} |
Apakah hakim boleh mengajukan saksi dalam suatu perkara di persidangan yang tidak diajukan oleh PU, PH dan terdakwa? Dalam hal ini secara spontan, atau memang harus mengajukan kepada PU, PH dan terdakwa terlebih dahulu supaya dihadirkan? | ULASAN LENGKAP . Pengertian Saksi Saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat dan alami sendiri. Terhadap ketentuan tersebut, Putusan M K No . 65/PUU-VIII/2010 memberikan perluasan makna sehingga yang dimaksud dengan saksi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, lihat, dan alami sendiri (hal 92). Keterangan saksi, berupa apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan, adalah salah satu alat bukti yang sah dalam perkara pidana. [1] Patut diperhatikan, keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya kecuali disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. [2] Adapun dalam hal terdapat keterangan dari saksi yang tidak disumpah, jika keterangannya sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah, maka dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain. [3] : Alat Bukti Sah Menurut Pasal 184 KUHAP Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana? Untuk menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu perlu diketahui terlebih dahulu pihak-pihak yang dapat mengajukan saksi dalam pembuktian perkara pidana di pengadilan. Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP menerangkan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Korban yang diwakili oleh penuntut umum memiliki hak untuk mengajukan saksi serta membuktikan kesalahan terdakwa. Hal ini karena penuntut umum adalah pihak yang bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya upaya untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaan. [4] Selain itu, di dalam Pasal 14 huruf f KUHAP ditetapkan bahwasanya penuntut umum mempunyai wewenang untuk menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan , baik kepada terdakwa maupun kepada saksi , untuk datang pada sidang yang telah ditentukan . Kewenangan penuntut umum untuk memanggil saksi juga termaktub dalam Pasal 146 ayat (2) KUHAP. Adapun, saksi yang diajukan oleh penuntut umum tersebut adalah saksi yang memberatkan terdakwa atau saksi a charge. [5] Selain penuntut umum, terdakwa atau diwakili oleh penasihat hukumnya bisa mengajukan saksi guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Saksi yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa adalah saksi yang meringankan atau saksi a de charge. [6] Kewenangan terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan saksi a de charge tersebut diatur di dalam Pasal 65 KUHAP yang menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. : Saksi Memberatkan, Meringankan, Mahkota, dan Alibi Dengan demikian, pada dasarnya yang dapat mengajukan saksi dalam sidang perkara pidana adalah penuntut umum dan penasihat hukum yang mewakili terdakwa atau terdakwa sendiri. Lantas, bagaimana kewenangan hakim untuk “mengajukan” saksi pada perkara pidana? Perlu diketahui bahwa pembuktian dalam perkara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiel , yaitu kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga, dalam persidangan, hakim pada perkara pidana adalah aktif , artinya hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh. [7] Konsekuensi dari hakim bersifat aktif dalam perkara pidana tersebut yakni apabila dirasa perlu, hakim dapat memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi tambahan dan juga apabila dirasa oleh hakim cukup, maka hakim dapat menolak alat-alat bukti yang diajukan dengan alasan hakim sudah menganggap tidak perlu karena sudah cukup meyakinkan. [8] Hal ini juga ditegaskan oleh M. Alif Akbar Pranagara, S.H. Hakim Pengadilan Negeri Tembilahan, bahwa majelis hakim demi pembuktian materiel dapat memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi tambahan dalam pembuktian . Hal ini dilakukan sebelum pemeriksaan ditutup dan masuk agenda penuntutan. Mengenai wewenang hakim untuk menghadirkan saksi, hal tersebut diatur di dalam Pasal 152 ayat (2) KUHAP sebagai berikut: Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan. Dalam hal saksi tidak hadir meski telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan . [9] Selain itu, juga dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 160 ayat (1) KUHAP , yang berbunyi: Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum; Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi; Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. M. Yahya Harahap , dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua) menerangkan mengenai pasal tersebut bahwa kewajiban ketua sidang untuk mendengar keterangan saksi tidak terbatas terhadap saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara yang telah diperiksa oleh penyidik . Akan tetapi, meliputi seluruh saksi “yang diajukan” oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa atau penasihat hukum, di luar saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara (hal.1 79). Ketua sidang tidak boleh menolak saksi-saksi tambahan yang diajukan penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum tanpa mempersoalkan apakah saksi tambahan yang diajukan bersifat meringankan atau memberatkan terdakwa (hal. 179). Dengan demikian, dalam persidangan perkara pidana pada dasarnya hakim tidak dapat “mengajukan” saksi , melainkan hakim ber wewenang untuk menghadirkan saksi ke persidangan dengan memerintahkan kepada penuntut umum . Artinya, secara hukum, hakim dapat menghadiran (bukan mengajukan) saksi ke dalam persidangan pidana. Wewenang hakim untuk menghadirkan saksi tersebut dilakukan terhadap saksi-saksi yang diajukan oleh penuntut umum ataupun penasihat hukum, maupun saksi tambahan di luar yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa/penasihat hukumnya demi pembuktian materiel. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Referensi : Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana; Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, 2014; Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png). Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021); M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua). (Jakarta: Sinar Grafika), 2000; Ronaldo Naftali dan Aji Lukman Ibrahim. Proses Pembuktian Perkara Pidana dalam Persidangan yang Dilakukan secara Online. Jurnal Esensi Hukum Vol. 3 No. 2 Desember 2021. Catatan: Kami telah melakukan wawancara dengan M. Alif Akbar Pranagara, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Tembilahan pada tanggal 1 Februari 2024 pukul 10.18 WIB melalui pesan Whatsapp. [1] Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [2] Pasal 185 ayat (2) dan (3) KUHAP [3] Pasal 185 ayat (7) KUHAP [4] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png) . Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 613 [5] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png) . Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 613 [6] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png) . Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 611 [7] Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana; Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, 2014, hal. 229 [8] Ronaldo Naftali dan Aji Lukman Ibrahim. Proses Pembuktian Perkara Pidana dalam Persidangan yang Dilakukan secara Online. Jurnal Esensi Hukum Vol. 3 No. 2 Desember 2021, hal. 145 [9] Pasal 159 ayat (2) KUHAP TAGS hakim saksi perkara pidana hukum acara pidana | {947: "['(1) keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.', '(2) keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.', '(3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.', '(4) keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.', '(5) baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.', '(6) dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya; www.djpp.kemenkumham.go.id']", 948: "['(1) keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.', '(2) keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.', '(3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.', '(4) keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.', '(5) baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.', '(6) dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya; www.djpp.kemenkumham.go.id']", 949: "['(1) keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.', '(2) keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.', '(3) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.', '(4) keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.', '(5) baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.', '(6) dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan: a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu; d. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya; www.djpp.kemenkumham.go.id']", 950: 'Laras Iga Mawarni dalam jurnal Verstek, Volume 9 Nomor 3 (September-Desember 2021) halaman 613, meneliti keabsahan alat bukti keterangan saksi a de charge dalam putusan perkara Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png terkait tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Penelitian ini menganalisis bagaimana hakim menggunakan keterangan saksi a de charge dan menilai keabsahannya dalam memutus perkara tersebut. Kajian ini difokuskan pada aspek yuridis dan prosedural penggunaan saksi a de charge dalam konteks putusan pengadilan yang diteliti.', 951: 'Saksi yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa adalah saksi yang meringankan atau saksi a de charge.', 952: 'Sehingga, dalam persidangan, hakim pada perkara pidana adalah aktif, artinya hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh.', 953: 'Ronaldo Naftali dan Aji Lukman Ibrahim dalam Jurnal Esensi Hukum, Volume 3 Nomor 2 (Desember 2021) halaman 145 membahas proses pembuktian perkara pidana dalam persidangan online. Artikel ini mengkaji bagaimana proses pembuktian dilakukan secara virtual dan tantangan hukum yang muncul. Penulis menganalisis aspek-aspek prosedural dan teknis terkait pembuktian digital, termasuk peran saksi dan alat bukti elektronik dalam persidangan daring. Kesimpulannya berfokus pada efektifitas dan legalitas proses pembuktian tersebut.', 494: "['(1) hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah samua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.']"} |
Apakah Pasal 346 KUHP mengatur tentang larangan aborsi? Jika benar, apa isi Pasal 346 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 346 KUHP Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan aborsi. Disarikan dari Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam , aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan Abortus Provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain . [1] Aborsi juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan sang ibu sebelum waktu yang seharusnya dalam kondisi meninggal dunia. [2] Aturan mengenai aborsi diatur di dalam Pasal 346 KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 463 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [3] yaitu tahun 2026. Adapun ketentuan Pasal 346 KUHP adalah sebagai berikut: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Beberapa unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dijerat Pasal 346 KUHP adalah: [4] seorang wanita; dengan sengaja; menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu. Bunyi Pasal 463 UU 1/2023 Sedangkan dalam KUHP baru, Pasal 463 UU 1/2023 berbunyi sebagai berikut: Setiap perempuan yang melakukan aborsi , dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan Korban Tindak Pidana perkosaan atau Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis . Berdasarkan Penjelasan Pasal 463 UU 1/2023 , ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati , ketentuan pidana dalam pasal ini tidak berlaku . Lalu, tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi, melainkan yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan , yaitu matinya kandungan itu. Dari bunyi Pasal 463 UU 1/2023, dapat kami simpulkan bahwa Pasal 463 UU 1/2023 dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis . Adapun yang dimaksud dengan "tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan", antara lain, pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual. [5] Ketentuan selengkapnya mengenai larangan aborsi dapat Anda baca pada Pasal 346 s.d Pasal 349 KUHP dan Pasal 463 s.d. Pasal 465 UU 1/2023 . : Disuruh Aborsi oleh Calon Mertua, Ini Hukumnya Larangan Aborsi dalam UU Kesehatan Sebagai informasi, selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, larangan aborsi secara spesifik diatur dalam Pasal 60 UU Kesehatan sebagai berikut: Setiap Orang dilarang melakukan aborsi , kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana. Pelaksanaan aborsi dengan kriteria yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan: oleh Tenaga Medis dan dibantu Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan; pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri; dan dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan. Berdasarkan bunyi Pasal 60 UU Kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa korban perkosaan merupakan pengecualian dari larangan aborsi . Lalu, menurut Pasal 427 UU Kesehatan , setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan, dipidana penjara maksimal 4 tahun. Adapun menurut Pasal 428 UU Kesehatan , setiap orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan terhadap seorang perempuan: dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 5 tahun; atau tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana penjara paling lama 12 tahun. Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan , UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023 . Selain itu, berlaku juga asas lex posterior derogat legi priori dimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama. Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan . Referensi : Bayu Anggara. Harmonisasi Pengaturan Aborsi di Indonesia. Jurnal Hukum Saraswati, Vol. 3, No. 1, 2021; Widowati. Tindakan Aborsi dalam Sudut Pandang Hukum dan Kesehatan di Indonesia . Vol. 6, No. 2, 2020. [1] Bayu Anggara. Harmonisasi Pengaturan Aborsi di Indonesia. Jurnal Hukum Saraswati, Vol. 3, No. 1, 2021, hal. 121 [2] Bayu Anggara. Harmonisasi Pengaturan Aborsi di Indonesia. Jurnal Hukum Saraswati, Vol. 3, No. 1, 2021, hal. 123 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [4] Widowati. Tindakan Aborsi dalam Sudut Pandang Hukum dan Kesehatan di Indonesia . Vol. 6, No. 2, 2020, hal. 24 [5] Penjelasan Pasal 463 ayat (2) UU 1/2023 TAGS aborsi kuhp potd | {954: 'Disarikan dari Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam, aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan Abortus Provocatus yang ditulis dalam bahasa latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain.', 955: '[1] Aborsi juga dapat diartikan sebagai kondisi dimana keluarnya hasil kehamilan yaitu bayi dari kandungan sang ibu sebelum waktu yang seharusnya dalam kondisi meninggal dunia.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 956: 'Artikel Widowati, "Tindakan Aborsi dalam Sudut Pandang Hukum dan Kesehatan di Indonesia" (Vol. 6, No. 2, 2020, hal. 24) menjelaskan aborsi atau *Abortus Provocatus* sebagai pengguguran kandungan yang disengaja. Artikel ini membahas aborsi dari perspektif hukum positif dan kesehatan di Indonesia, menganalisis aturan-aturan hukum yang berkaitan dengannya, serta implikasi kesehatan bagi perempuan yang melakukan aborsi. Kajian tersebut meliputi analisis Pasal 346 KUHP lama dan UU Kesehatan terkait larangan aborsi serta pengecualiannya, khususnya bagi korban pemerkosaan. Diskusi juga mencakup perspektif hukum Islam mengenai aborsi.', 957: "['(1) setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun. 111 / 260']"} |
Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan "intimidasi", baik dalam doktrin, yurisprudensi, MvT (memorie van toelichting), atau sumber-sumber hukum lain? Apakah intimidasi termasuk tindak pidana dan diatur dalam pasal-pasal tertentu dalam KUHP? Atas jawaban yang diberikan, sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih. | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Makna Intimasi Menurut Hukum Pidana yang ditulis oleh Muhammad Yasin, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 5 Juni 2017. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Arti Intimidasi Secara Harfiah Intimidasi atau intimidation dalam Bahasa Inggris menurut Cambridge Dictionary berarti tindakan menakut-nakuti atau mengancam seseorang, biasanya bertujuan untuk membuat mereka melakukan sesuatu yang pelaku inginkan ( the action of frightening or threatening someone, usually in order to persuade them to do something that you want them to do ). Atau berasal dari kata intimidatie dalam Bahasa Belanda berarti perbuatan menakut-nakuti. Adapun, menurut KBBI intimidasi adalah tindakan menakut-nakuti (terutama untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan; ancaman. Pasal Intimidasi dalam KUHP Berdasarkan pengertian secara harfiah di atas, maka dalam kata intimidasi terkandung makna menakut-nakuti, memaksa, menggertak, atau mengancam. Dalam KUHP , intimidasi umumnya dirumuskan dalam pasal yang memuat unsur ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan’ ( door geweld atau door bedreiging met geweld ). Rumusan tersebut misalnya ditemukan dalam Pasal 146 KUHP atau Pasal 232 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan [1] yang menggunakan kalimat ‘kekerasan atau dengan ancaman kekerasan’ mengganggu sidang legislatif, yang berbunyi: Pasal 146 KUHP Pasal 232 UU 1/2023 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan rapat badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, atau memaksa badan-badan itu supaya mengambil atau tidak mengambil sesuatu putusan atau mengusir ketua atau anggota rapat itu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan membubarkan rapat lembaga legislatif dan/atau badan pemerintah atau memaksa lembaga dan/atau badan tersebut agar mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan, atau mengusir pimpinan atau anggota rapat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Lebih lanjut, dalam Penjelasan Pasal 232 UU 1/2023 dinyatakan bahwa yang dimaksud sebagai “ kekerasan atau ancaman kekerasan” tidak hanya pengancaman terhadap orang melainkan juga terhadap barang seperti membakar gedung tempat rapat . Selain itu, contoh pasal intimidasi dan pengancaman juga dapat ditemukan dalam Pasal 336 KUHP atau Pasal 449 UU 1/2023 tentang tindakan mengancam dengan kekerasan terhadap orang atau barang yang selengkapnya dapat dibaca dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman Pembunuhan . Contoh pasal intimidasi lainnya adalah Pasal 335 KUHP jo. Putusan MK No. 1/PUU-XI/2013 (hal. 39 – 40) atau Pasal 448 UU 1/2023 yang berkaitan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa orang lain melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu. Selengkapnya dapat dibaca dalam artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya . Intimidasi juga dapat ditemukan di dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 dan Pasal 369 KUHP atau Pasal 483 UU 1/2023 yang memuat unsur ‘memaksa orang lain’. Pasal 368 ayat (1) KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 disebut ‘pemerasan dengan kekerasan’ ( afpersing ) sedangkan Pasal 369 KUHP atau Pasal 483 UU 1/2023 disebut ‘pemerasan dengan menista’ ( afdreiging atau chatage ). Bedanya terletak pada alat yang digunakan untuk memaksa, Pasal 368 menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan Pasal 369 menggunakan alat ‘akan menista atau menista dengan surat atau akan membuka rahasia’. [2] Adapun, dalam UU 1/2023, sepanjang penelusuran kami, terdapat beberapa pasal yang menyebutkan kata intimidasi secara tegas , yaitu Pasal 281 UU 1/2023 dan Pasal 530 UU 1/2023 yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 281 UU 1/2023 Setiap Orang yang menghalang-halangi, mengintimidasi , atau memengaruhi Pejabat yang melaksanakan tugas penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, atau putusan pengadilan dengan maksud untuk memaksa atau membujuknya agar melakukan atau tidak melakukan tugasnya dipidana deng an pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori VI. Pasal 530 UU 1/2023 Setiap Pejabat atau orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas Pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan Pejabat publik melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik atau mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau orang ketiga, menghukumnya atas perbuatan yang dilakukan atau disangkakan telah dilakukan olehnya atau orang ketiga, atau melakukan intimidasi atau memaksa orang tersebut atau orang ketiga atas dasar suatu alasan diskriminasi dalam segala bentuknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Pasal Intimidasi di Luar KUHP Pengaturan rumusan intimasi juga dikenal dalam beberapa pengaturan tindak pidana di luar KUHP, yang contohnya adalah sebagai berikut: Penggunaan unsur “ ancaman kekerasan ” dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPPO yang dapat dimaknai sebagai setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. [3] Penggunaan frasa “ ancaman kekerasan” untuk menggambarkan intimidasi sebagaimana dimuat dalam Pasal 76D UU 35/2014 dengan bunyi sebagai berikut: Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Unsur “ancaman kekerasan” dan “menakut-nakuti” digunakan dalam rumusan Pasal 29 UU 1/2024 sebagai perubahan kedua UU ITE yang dapat dibaca selengkapnya dalam Bunyi Pasal 29 UU ITE tentang Ancaman Kekerasan Melalui Media Elektronik . Intimidasi Menurut Pandangan Ahli dan Yurisprudensi Dalam doktrin, setidaknya terdapat beberapa pandangan mengenai unsur ‘dengan kekerasan atau ancaman kekerasan’. D. Simons berpendapat mengenai kekerasan sebagai setiap penggunaan tenaga badan yang tidak terlalu tidak berarti, atau tidak terlalu ringan. TJ Noyon dan GE Langemeijer berpendapat geweld merupakan suatu krachtdalig optreden atau suatu perbuatan bertindak dengan tenaga. Namun, menurut kedua ahli pidana Belanda ini, tidak setiap pemakaian tenaga dapat dimasukkan ke dalam pengertian kekerasan. Misalnya, jika hanya tenaga ringan. [4] Perlu diketahui bahwa undang-undang memang tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana ancaman dengan kekerasan ( bedreiging met geweld )itu dilakukan. [5] Alhasil, maknanya berkembang dalam yurisprudensi. Menurut Hoge Raad dalam beberapa arrest membuat syarat adanya ancaman itu, yaitu: [6] Ancaman itu harus diucapkan dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dapat menimbulkan kesan pada orang yang diancam, bahkan yang diancamkan itu benar-benar akan dapat merugikan kebebasan pribadinya; Maksud pelaku memang telah ditujukan untuk menimbulkan kesan tersebut. Contoh dari penjelasan di atas adalah perbuatan mengancam akan menembak mati seseorang jika orang yang diancam tidak memenuhi keinginan pengancam. Perbuatan ini adalah suatu perbuatan mengancam dengan kekerasan. Jika ia melepaskan tembakan, tembakan itu tidak selalu menghapus kenyataan bahwa pelaku sebenarnya hanya bermaksud untuk mengancam. Demikianlah pandangan Hoge Raad dalam arrest tanggal 14 Juni 1926. [7] Adapun menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 98) menyebutkan definisi kekerasan adalah mempergunakan kekuatan atau kekuasaan yang agak besar secara tidak sah (hal. 127). Adapun definisi melakukan kekerasan setidaknya termuat dalam KUHP pada Pasal 89 KUHP yakni menggunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil dan tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Yang disamakan dengan “melakukan kekerasan” ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang ; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013 . Referensi : KBBI, intimidasi , yang diakses pada Selasa, 23 Januari 2024, pukul 16.00 WIB; Cambridge Dictionary , yang diakses pada Selasa, 30 Januari 2024, pukul 14.05 WIB; PAF Lamintang dan Theo Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara . Edisi kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2010; Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1994; Wirjono Prodjodikoro. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia . Bandung: Eresco, 1986. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”). [2] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. (Bogor: Politeia, 1994), hal. 127 [3] Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang [4] PAF Lamintang dan Theo Lamintang . Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara , Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334 [5] PAF Lamintang dan Theo Lamintang . Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara , Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334 [6] PAF Lamintang dan Theo Lamintang . Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara , Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334-335. [7] PAF Lamintang dan Theo Lamintang . Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara , Edisi kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 334-335. TAGS kekerasan hukum pidana intimidasi ancaman | {842: 'Pasal 624 Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 958: 'Bedanya terletak pada alat yang digunakan untuk memaksa, Pasal 368 menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, sedangkan Pasal 369 menggunakan alat ‘akan menista atau menista dengan surat atau akan membuka rahasia’.', 959: '12. ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang.', 960: 'tidak setiap pemakaian tenaga dapat dimasukkan ke dalam pengertian kekerasan. Misalnya, jika hanya tenaga ringan', 961: 'Menurut Hoge Raad dalam beberapa arrest membuat syarat adanya ancaman itu, yaitu:'} |
Apakah seorang karyawati dapat melakukan pengaduan atau tuntutan atas peristiwa pelecehan di tempat kerja yang pernah dialaminya pada waktu lalu? Pada saat itu, karyawati tidak berani bertindak karena takut dipecat bos. Saat ini dia sedang dalam proses PHK, dan dari rekan kerja lainnya diperoleh informasi ternyata bosnya memang sering melakukan pelecehan seksual kepada para karyawatinya. | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Jika Ada Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Lakukan Ini yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. yang pertama kali dipublikasikan pada 19 Oktober 2011, dan dimutakhirkan pertama kali pada 7 November 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Kewajiban Pengusaha Menciptakan Lingkungan Kerja yang Aman Setiap pekerja, baik laki-laki maupun perempuan berhak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan di tempat kerja, termasuk kekerasan seksual. Dalam UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: [1] keselamatan dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan ; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Selain itu, diatur pula ketentuan bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 – 07.00 wajib untuk menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. [2 Meskipun dalam UU Ketenagakerjaan tidak diatur secara spesifik mengenai pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, namun ada rambu-rambu yang wajib dilaksanakan pengusaha terkait pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan di atas . Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Sebelum menjawab pertanyaan Anda mengenai langkah hukum atas kasus pelecehan seksual di tempat kerja, perlu kami sampaikan mengenai apa itu pelecehan seksual. Menurut Komnas Perempuan , pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. [3] Lantas, apa saja yang termasuk kasus pelecehan seksual? Dalam UU TPKS , pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non-fisik , [4] sebagai berikut: Pelecehan seksual non-fisik adalah perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya. [5] Sedangkan yang dimaksud dengan ‘perbuatan seksual secara nonfisik’ adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan. [6] Pelecehan seksual fisik terdiri dari tiga bentuk yaitu: [7] Perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya; Perbuatan seksual fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan. Penyalahgunaan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau orang lain. Contoh pelecehan seksual adalah antara lain siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh. [8] Berdasarkan penjelasan di atas, kami mengasumsikan bahwa kejadian pelecehan seksual yang dialami oleh karyawati tersebut adalah berupa pelecehan seksual fisik. Selanjutnya, Anda menyampaikan bahwa pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh bos selaku atasan kepada bawahan, sehingga perbuatan ini termasuk pelecehan seksual yang berbentuk penyalahgunaan kedudukan dan wewenang dengan memanfaatkan ketidaksetaraan untuk melakukan perbuatan cabul. Adapun jerat pidana bagi pelaku menurut Pasal 6 huruf c UU TPKS adalah pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta . Sedangkan menurut KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan KUHP baru yakni UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [9] yaitu tahun 2026, pelecehan seksual atau perbuatan cabul yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan, dapat dijerat dengan pasal berikut ini: Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP Pasal 418 ayat (2) huruf a UU 1/2023 Dipidana dengan pidana yang sama (yaitu pidana penjara paling lama 7 tahun): 1. Pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun: a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; Ketentuan dalam Pasal 294 ayat (2) angka 1 KUHP merupakan delik biasa (tindak pidana biasa) dan bukan delik aduan, maka yang berlaku adalah daluwarsa penuntutan yaitu 12 tahun jika merujuk ketentuan pidana dan ketentuan daluwarsa dalam KUHP [10] atau 18 tahun jika ketentuan pidana dan daluwarsanya merujuk pada UU 1/2023. [11] Maka, jika ancaman hukumannya mengacu pada Pasal 6 huruf c UU TPKS, maka daluwarsa menurut KUHP adalah 12 tahun atau 18 tahun menurut UU 1/2023. [12] Selengkapnya mengenai ketentuan masa daluwarsa dalam hukum pidana, dapat Anda baca di artikel Berapa Lama Masa Daluwarsa Penuntutan dan Menjalankan Pidana? Adapun, jika merujuk pada asas lex specialis derogat legi generali , maka ketentuan yang berlaku adalah UU TPKS karena merupakan peraturan yang secara khusus mengatur tentang kekerasan seksual. Oleh karena itu, karyawati tersebut masih dapat melakukan penuntutan (dengan melaporkannya ke kepolisian) dalam jangka waktu 12 sejak tindak pidana tersebut dilakukan, dengan catatan ketentuan pidananya adalah UU TPKS dan ketentuan daluwarsanya adalah KUHP lama. : Perbedaan Delik Biasa dan Delik Aduan Beserta Contohnya Cara Mengatasi Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Pertama , korban dapat mengadukan pelecehan seksual kepada penyelia (pengawas/ supervisor ), manajer lain atau pejabat penanganan keluhan yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran SE Menaker 03/2011 (hal. 16). Menurut hemat kami, korban dapat juga melapor kepada pimpinan perusahaan, serikat pekerja, atau kantor dinas tenaga kerja setempat. Kedua , korban dapat melaporkan ke polisi berdasarkan KUHP dan UU TPKS. Adapun mengenai prosedur melaporkan tindak pidana ke polisi, dapat disimak dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Ketiga , apabila korban takut melaporkan sendiri ke polisi, dapat juga dilaporkan oleh atau orang yang mengetahui, melihat dan/atau menyaksikan kejadian tersebut ataupun oleh tenaga medis. Keempat , mencari pendampingan. Salah satunya ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (“UPTD PPA”), lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat untuk diberikan pendampingan dan pelayanan terpadu yang dibutuhkan korban. [13] Disarikan dari artikel Cara Melaporkan Pelecehan Seksual Tanpa Bukti dijelaskan bahwa korban dapat melaporkan pelecehan seksual melalui layanan call center Sabahat Perempuan dan Anak (“SAPA”) 129 yang dapat diakses melalui hotline 021-129 atau Whatsapp 08111-129-129. SAPA 129 ini memiliki 6 jenis layanan yaitu layanan pengaduan masyarakat, penjangkuan korban, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, mediasi, dan pendampingan korban. Perlu Anda ketahui bahwa korban kekerasan seksual pada dasarnya mempunyai hak atas penanganan, pelindungan dan pemulihan seperti penguatan psikologis, kerahasiaan identitas, rehabilitasi medis, mental dan sosial. [14] Selain itu, ketika melaporkan kasus ke polisi dan selama proses peradilan pidana, korban juga berhak atas pendampingan hukum [15] oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (“LPSK”), tenaga kesehatan, psikolog, pekerja sosial, psikiater, advokat, paralegal dan lain-lain. [16] Kemudian, korban kekerasan seksual juga berhak untuk mendapatkan restitusi yaitu pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel/imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya. [17] Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja Selain upaya hukum di atas, menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari pelecehan seksual adalah hal penting untuk mencegah pelecehan seksual dan kekerasan seksual terjadi di tempat kerja. Pekerja maupun serikat pekerja/buruh perlu mendorong perusahaan untuk melakukan beberapa kebijakan terkait dengan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Adapun pencegahan yang perlu dilakukan pemberi kerja yaitu: [18] Membuat, mengesahkan, dan menginformasikan kepada semua pekerja mengenai kebijakan tentang pelecehan seksual dalam lingkungan kerja termasuk dari masa rekrutmen hingga orientasi; Mengambil tindakan perbaikan yang efektif dan wajar bila terjadi pelecehan seksual. Selain kedua hal tersebut, upaya bagaimana menghindari pelecehan seksual pada dunia kerja, maka perlu ada tindakan berupa komunikasi, edukasi, pelatihan serta mendorong perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja , termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin bagi pelaku melalui kebijakan perusahaan, perjanjian kerja/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama. [19] Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja . Referensi : Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , yang diakses pada Minggu, 28 Januari 2024 pukul 23.01 WIB. [1] Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) [2] Pasal 76 ayat (3) huruf b UU Ketenagakerjaan [3] Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , hal. 6 [4] Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”) [5] Pasal 5 UU TPKS [6] Penjelasan Pasal 5 UU TPKS [7] Pasal 6 UU TPKS [8] Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan , hal. 6 [9] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [10] Pasal 78 ayat (1) angka 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) [11] Pasal 136 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [12] Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP dan Pasal 136 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [13] Pasal 39 dan Pasal 40 UU TPKS [14] Pasal 67, Pasal 68 huruf d, Pasal 69 huruf d dan Pasal 70 ayat (1) huruf a dan b UU TPKS [15] Pasal 70 ayat (2) huruf e UU TPKS [16] Pasal 26 ayat (2) UU TPKS [17] Pasal 1 angka 20 UU TPKS [18] Lampiran Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE.03/MEN/IV/2011 Tahun 2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja (“SE Menaker 03/2011”), hal. 11 [19] Lampiran SE Menaker 03/2011, hal. 13 TAGS kekerasan seksual ketenagakerjaan pekerja perempuan pelecehan pelecehan seksual | {962: "['(1) setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.', '(2) untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.']", 963: "['(1) pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.', '(2) pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. presiden republik indonesia', '(3) pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.', '(4) pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00.']", 859: 'Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dalam publikasinya "15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan" di halaman 6 mendefinisikan pelecehan seksual sebagai tindakan seksual, baik fisik maupun non-fisik, yang menargetkan organ seksual atau seksualitas korban. Definisi ini menekankan berbagai bentuk pelecehan, mulai dari sentuhan fisik hingga tindakan non-fisik yang merendahkan atau mempermalukan korban secara seksual. Publikasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang berbagai bentuk kekerasan seksual dan bagaimana mengidentifikasi tindakan-tindakan tersebut.', 862: "['(1) tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas: a. pelecehan seksual nonfisik; b. pelecehan seksual fisik; d sk no 146006a presiden republik indonesia -7 - c. pemaksaan kontrasepsi; d. pemaksaan sterilisasi; e. pemaksaan perkawinan; f. penyiksaan seksual; g. eksploitasi seksual; h. perbudakan seksual; dan i. kekerasan seksual berbasis elektronik.']", 112: 'pasal 5 setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorzrng berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya, dipidana karena pelecehan seksual nonfisik, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/ atau pidana denda paling banyak rp10.00o.000,00 (sepuluh juta rupiah).', 111: "Yang dimaksud dengan 'perbuatan seksual secara nonfisik' adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.", 863: 'pasal 6 dipidana karena pelecehan seksual frsik: a. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara ftsik yang ditqjukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). b. setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yarrg ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/ atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.o00.00o,00 (tiga ratus juta rupiah). sk no 146008 a presiden repijblik inoonesia -9- c. setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak rp300.00o.00o,00 (tiga ratus juta rupiah).', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 964: "['(1) kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: 1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun; 2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun; 4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.']", 965: "['(1) kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila: a. setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau hanya denda paling banyak kategori iii; b. setelah melampaui waktu 6 (enam) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. setelah melampaui waktu 12 (dua belas) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun; d. setelah melampaui waktu 18 (delapan belas) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan 35 / 260 pidana penjara di atas 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun; dan e. setelah melampaui waktu 20 (dua puluh) tahun untuk tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.']", 966: "['(1) pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.']", 967: "['(1) korban atau orang ya.ng mengetahui, melihat, dan/ atau menyaksikan peristiwa yang merupakan tindak pidana kekerasan seksual melaporkan kepada uptd ppa, unit pelaksana teknis dan unit pelaksana teknis daerah di bidang sosial, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, dan/ atau kepolisian, baik di tempat korban berada maupun di tempat terjadinya tindak pidana. sk no 145027 a fresiden repuelik indonesia']", 968: "['(1) hak korban meliputi: a. hak atas penanganan; b. hak atas pelindungan; dan c. hak atas pemulihan.']", 969: '[\'(1) hak korban atas pemulihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) huruf c meliputi: a. rehabilitasi medis; b. rehabilitasi mental dan sosial; c. pemberdayaan sosial; d. restitusi dan/ atau kompensasi; dan e. reintegrasi sosial.\', "(2) pemulihan sebelum dan selama proses peradilan meliputi: a. penyediaan layanan kesehatan untuk pemulihan fisik; b. penguatan psikologis; c. pemberian informasi tentang hak korban dan proses peradilan; d. pemberian informasi tentang layanan pemulihan bagi korban; e. pendampingan hukum; f. pemberian aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi korban penyandang disabilitas; sk no 146044a presiden republik indonesia g.penyediaan bantuan transportasi, konsumsi, biaya hidup sementara, dan tempat kediaman sementara yang layak dan aman; h. penyediaan bimbingan rohani dan spiritual; i. penyediaan fasilitas pendidikan bagi korban; j. penyediaan dokumen kependudukan dan dokumen pendukung lain yang dibutuhkan oleh korban; k. hak atas informasi dalam \'hal narapidana telah selesai menjalani hukuman; dan l. hak atas penghapusan konten bermuatan seksual untuk kasus kekerasan seksual dengan sarana elektronik.", \'(3) pemulihan setelah proses peradilan meliputi: a. pemantauan, pemeriksaan, serta pelayanan kesehatan fisik dan psikologis korban secara berkala dan berkelanjutan; b. penguatan dukungan komunitas untuk pemulihan korban; c. pendampingan penggunaan restitusi dan/ atau kompensasi; d. penyediaan dokumen kependudukan dan dokumen pendukung lainnya yang dibutuhkan oleh korban; e. penyediaan layanan jaminan sosial berupa jaminan kesehatan dan bantuan sosial lainnya sesuai dengan kebutuhan berdasarkan penilaian tim terpadu; f. pemberdayaan ekonomi; dan g. penyediaan kebutuhan lain berdasarkan hasil identilikasi uptd ppa dan/atau lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat. sk no 145045 a presiden republik indonesia\']', 970: "['(1) korban dapat didampingi oleh pendamping pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan.', '(2) pendamping korban meliputi: a. petugas lpsk; b. petugas uptd ppa; c. tenaga kesehatan; d. psikolog; e. pekerja sosial; f. tenaga kesejahteraan sosial; g. psikiater; h. pendamping hukum, meliputi advokat dan paralegal; i. petugas lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat; dan j. pendamping lain. sk no 146021a presiden publik indonesia', '(3) pendamping korban harus memenuhi syarat: a. memiliki kompetensi tentang penanganan korban yang berperspektif hak asasi manusia dan sensitivitas gender; dan b. telah mengikuti pelatihan penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual.']", 971: '20. restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materiel dan/ atau imateriel yang diderita korban atau ahli warisnya.', 972: 'Pembuat kerja wajib: Membuat, mengesahkan, dan menginformasikan kepada semua pekerja mengenai kebijakan tentang pelecehan seksual dalam lingkungan kerja termasuk dari masa rekrutmen hingga orientasi; Mengambil tindakan perbaikan yang efektif dan wajar bila terjadi pelecehan seksual.', 973: 'Pekerja maupun serikat pekerja/buruh perlu mendorong perusahaan untuk melakukan beberapa kebijakan terkait dengan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja. Adapun pencegahan yang perlu dilakukan pemberi kerja yaitu: 1. Membuat, mengesahkan, dan menginformasikan kepada semua pekerja mengenai kebijakan tentang pelecehan seksual dalam lingkungan kerja termasuk dari masa rekrutmen hingga orientasi; 2. Mengambil tindakan perbaikan yang efektif dan wajar bila terjadi pelecehan seksual. Selain kedua hal tersebut, upaya bagaimana menghindari pelecehan seksual pada dunia kerja, maka perlu ada tindakan berupa komunikasi, edukasi, pelatihan serta mendorong perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin bagi pelaku melalui kebijakan perusahaan, perjanjian kerja/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama.'} |
Santet diatur dalam pasal berapa? Apakah santet merupakan tindak pidana? Pasal 252 KUHP baru tentang apa? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pengertian Santet Pengertian santet menurut KBBI adalah sihir. Santet juga dapat diartikan sebagai masuknya benda-benda atau sesuatu ke tubuh orang lain secara gaib dengan tujuan merusak kesejahteraan orang lain, atau untuk menyakiti. [1] Kemudian, menurut Ronny Nitibaskara , santet atau tenung termasuk dalam sorcery (ilmu tenung) atau witchcraft (ilmu sihir) dimana keduanya termasuk dalam ilmu hitam. Tenung maupun sihir dikatakan ilmu hitam karena motif, ataupun tujuan penggunaannya yang pada umumnya memiliki sifat menyakiti dan merugikan. Lalu, santet juga merupakan teori bahwa benda dengan molekul padat seperti paku atau berbagai hal lain bisa diubah menjadi bentuk energi yang tidak kelihatan (dematerialisasi) untuk kemudian diubah lagi menjadi benda padat setelah terkirim atau sampai pada seseorang yang dituju. [2] Lantas, apakah santet merupakan tindak pidana? Jika ya, santet diatur dalam pasal berapa? Bunyi Pasal 252 UU 1/2023 Berdasarkan penelusuran kami, hingga diundangkannya UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [3] yaitu tahun 2026, terdapat kekosongan hukum tindak pidana yang berkaitan dengan santet. Namun, dengan diundangkannya ketentuan tindak pidana yang berkaitan dengan santet dalam KUHP baru, maka kekosongan hukum tersebut telah diakomodir. Adapun pasal tentang santet diatur dalam Pasal 252 UU 1/2023 sebagai berikut: Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib , memberitahukan , memberikan harapan , menawarkan , atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit , kematian , atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [4] Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3. Unsur Pasal 252 UU 1/2023 Berdasarkan bunyi Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 , unsur-unsur pasal tersebut adalah: setiap orang (pelaku santet); yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain; karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang. Penjelasan Pasal 252 UU 1/2023 tentang Pasal Santet Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 , ketentuan Pasal 252 UU 1/2023 dimaksudkan untuk mencegah praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan mampu melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Lalu, disarikan dari artikel Pasal Santet dalam KUHP Baru dan Pembuktiannya , delik yang diatur dalam Pasal 252 UU 1/2023 ini merupakan delik formil , yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan ( handeling ), tanpa mensyaratkan terjadinya akibat dari perbuatan tersebut. Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat. [5] Dalam delik formil, akibat (suatu perbuatan) bukan merupakan syarat selesainya delik. [6] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Faisal (et.al). Pemaknaan Kebijakan Kriminal Perbuatan Santet dalam RUU KUHP. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 5, No. 1, 2023; Nur Falikhah. Santet dan Antropologi Agama . Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 11 No. 22, 2012; Topo Santoso. Asas-Asas Hukum Pidana. Depok: Rajawali Pers Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, 2023; Santet , yang diakses pada hari Minggu, 21 Januari 2023, pukul 12.32 WIB. [1] Nur Falikhah. Santet dan Antropologi Agama . Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 11 No. 22, 2012, hal. 134 [2] Nur Falikhah. Santet dan Antropologi Agama . Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 11 No. 22, 2012, hal. 135 [3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [4] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [5] Topo Santoso. Asas-Asas Hukum Pidana. Depok: Rajawali Pers Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, 2023, hal. 129 [6] Faisal (et.al). Pemaknaan Kebijakan Kriminal Perbuatan Santet dalam RUU KUHP. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 5, No. 1, 2023, hal. 22 TAGS kuhp santet hukum pidana | {974: 'Pengertian santet menurut KBBI adalah sihir. Santet juga dapat diartikan sebagai masuknya benda-benda atau sesuatu ke tubuh orang lain secara gaib dengan tujuan merusak kesejahteraan orang lain, atau untuk menyakiti', 975: 'Lalu, santet juga merupakan teori bahwa benda dengan molekul padat seperti paku atau berbagai hal lain bisa diubah menjadi bentuk energi yang tidak kelihatan (dematerialisasi) untuk kemudian diubah lagi menjadi benda padat setelah terkirim atau sampai pada seseorang yang dituju.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 976: 'Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat.', 977: '[5] Dalam delik formil, akibat (suatu perbuatan) bukan merupakan syarat selesainya delik.'} |
Beberapa waktu lalu muncul berita bahwa korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal di Jalan Kom Yos Sudarso, di Kota Singkawang malah ditetapkan polisi sebagai tersangka. Bukankah seharusnya korban yang mendapatkan keadilan hukum? Namun ternyata yang berlaku malah sebaliknya. Lantas, bagaimana hukumnya jika korban kecelakaan menjadi tersangka? | ULASAN LENGKAP Terimakasih atas pertanyaan Anda. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Sanksi Pidana dalam Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Pasal 1 angka 24 UU LLAJ , kecelakaan lalu lintas adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas tersebut dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklayakan kendaraan, serta ketidaklayakan jalan. [1] Kecelakaan lalu lintas dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu: [2] kecelakaan lalu lintas ringan merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang; [3] kecelakaan lalu lintas sedang merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang; [4] kecelakaan lalu lintas berat merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. [5] Kami mengasumsikan bahwa kecelakaan lalu lintas yang Anda maksud terjadi karena suatu kelalaian, bukan karena suatu kesengajaan. Adapun, kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena suatu kelalaian, sanksi pidananya diatur di dalam Pasal 310 UU LLAJ , sebagai berikut: Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) UU LLAJ , dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp1 juta. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3) UU LLAJ , dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 juta. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 bulan dan/atau denda paling banyak Rp10 juta. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud ayat (3) mengakibatkan orang lain meninggal dunia , dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta. Bisakah Orang yang Meninggal Dunia Ditetapkan Menjadi Tersangka? Menjawab pertanyaan Anda, kami akan menjelaskan mengenai hukumnya menetapkan “korban” kecelakaan yang meninggal menjadi tersangka. Terlebih dahulu perlu dipahami bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP bahwa seseorang dapat dijadikan sebagai tersangka atas perbuatan atau keadaannya setelah adanya bukti permulaan . Berdasarkan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, dijelaskan bahwa frasa “bukti permulaan” sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP di atas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan” adalah minimal 2 alat bukt i sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP (hal. 109). Adapun, alat bukti yang sah tersebut yaitu adalah keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. [6] Selain itu, dalam pertimbangan MK disebutkan selain ada minimal dua alat bukti juga disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya , kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya ( in absentia ) (hal. 98). Sepanjang penelusuran kami, KUHAP tidak mengatur secara langsung terkait penetapan tersangka terhadap orang yang telah meninggal . Namun, dalam ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP dinyatakan secara jelas bahwa penghentian penyidikan hanya dapat didasarkan oleh tiga alasan yaitu: tidak terdapat cukup bukti; peristiwanya bukan merupakan tindak pidana; atau demi hukum Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua, alasan terhapusnya hak untuk menuntut dengan penghentian penyidikan dapat dilakukan atas dasar alasan demi hukum. Penghentian proses penyidikan yang didasarkan pada alasan demi hukum tersebut dapat disamakan dengan alasan penghapusan penuntutan atau alasan hapusnya hak untuk menuntut (hal. 152 – 153). Alasan penghapusan penuntutan termuat di dalam Pasal 77 KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan atau Pasal 132 ayat (1) UU 1/2023 yang berlaku tiga tahun sejak tanggal diundangkan [7] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: Pasal 77 KUHP Pasal 132 ayat (1) UU 1/2023 Kewenangan menuntut pidana hapus jika tertuduh meninggal dunia. Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur jika: a. ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap setiap orang atas perkara yang sama; b. tersangka atau terdakwa meninggal dunia ; c. kedaluwarsa; d. maksimum pidana denda dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II; e. maksimum pidana denda kategori IV dibayar dengan sukarela bagi tindak pidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak kategori III; f. ditariknya pengaduan bagi tindak pidana aduan; g. telah ada penyelesaian di luar proses peradilan sebagaimana diatur dalam undang-undang; atau h. diberikannya amnesti atau abolisi. Lebih lanjut, dijelaskan dalam artikel Tentang Penetapan Tersangka Terhadap Orang yang Telah Meninggal , menurut Yahya Harahap, orang yang telah meninggal dunia tidak dapat ditetapkan menjadi tersangka dan penyidikan harus dihentikan dengan alasan demi hukum . Hal yang demikian sama dengan penghentian penuntutan dengan alasan tertuduh meninggal dunia. Menurut Mudzakkir pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) sebagaimana dikutip artikel Korban Tewas Jadi Tersangka, Pakar: Itu Penghinaan, Tidak Adil, dan Tidak Beradab , penetapan status tersangka pada orang meninggal tidak dapat dilakukan karena orang tersebut tidak lagi termasuk sebagai subjek hukum . Penetapan status tersangka orang yang meninggal adalah batal demi hukum. Apabila dalam penetapan tersangka tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak memenuhi syarat, maka dapat diajukan upaya praperadilan. Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 77 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 110). Selengkapnya mengenai praperadilan dapat Anda baca dalam Seluk Beluk Praperadilan: Dari Objek Hingga Upaya Hukumnya . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Referensi: Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntuta n Edisi Kedua. Cet. 14. Jakarta: Sinar Grafika, 2012. [1] Pasal 229 ayat (5) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) [2] Pasal 229 ayat (1) UU LLAJ [3] Pasal 229 ayat (2) UU LLAJ [4] Pasal 229 ayat (3) UU LLAJ [5] Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ [6] Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [7] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana TAGS kecelakaan lalu lintas penetapan tersangka status tersangka praperadilan | {978: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 939: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 940: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 941: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 942: "['(1) kecelakaan lalu lintas digolongkan atas: a. kecelakaan lalu lintas ringan; b. kecelakaan lalu lintas sedang; atau c. kecelakaan lalu lintas berat.', '(2) kecelakaan lalu lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.', '(3) kecelakaan lalu lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang. b. melaporkan . . .', '(4) kecelakaan lalu lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.']", 979: "['(1) alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa.']", 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Saya ingin bertanya terkait tindakan bullying di media sosial dalam hal ini melalui WhatsApp yang di dalamnya terkandung penghinaan nama baik dan menyerang kehormatan seseorang yang dilakukan oleh kelompok tertentu. Penghinaan dilakukan oleh lebih dari 2 orang. Bagaimana bunyi pasal tentang bullying menurut UU ITE terbaru/ UU ITE 2024? Apa langkah hukum yang bisa dilakukan korban cyberbullying? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Jerat Pasal Pelaku Bullying di Media Sosial yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 20 Juli 2018, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Dian Dwi Jayanti, S.H. pada 12 April 2023. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui kata bullying dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perundungan . Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya. [1] Selain itu, bullying juga dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk perilaku kekerasan, dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang. [2] Sedangkan yang dimaksud dengan cyberbullying atau perundungan digital adalah bentuk intimidasi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan yang disengaja, dilakukan terus menerus, dengan tujuan untuk merugikan orang lain dengan cara mengintimidasi, mengancam, menyakiti atau menghina harga diri orang lain, hingga menimbulkan permusuhan oleh seorang individu atau kelompok. [3] Secara singkat, cyberbullying adalah kekerasan melalui media sosial. [4] Adapun yang dimaksud dengan media sosial (“medsos”), disarikan dari artikel Apakah Blackberry Messenger (BBM) Termasuk Media Sosial? , secara sederhana dapat diartikan sebagai media yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang terhubung dalam suatu jaringan. Dengan keterhubungan tersebut, mereka dapat berbagi, antara satu dan yang lain, ide atau gagasan serta informasi lainnya baik teks, gambar, atau bahkan video. Ini artinya, layanan WhatsApp sebagai media untuk berbagi teks, gambar, atau bahkan video yang bertujuan untuk menjalin interaksi dengan orang-orang yang terhubung di dalamnya termasuk dinamakan media sosial. Perlu diketahui bahwa dalam Ketentuan Layanan WhatsApp menyatakan bahwa aplikasi Whatsapp harus digunakan untuk tujuan yang baik dan sesuai aturan hukum. WhatsApp melarang segala tindakan pengguna untuk memfitnah, mengancam, mengintimidasi, melecehkan, kebencian, rasial, yang ilegal atau tidak pantas. Tindak Pidana Penghinaan Ringan dalam KUHP Pada dasarnya, bullying berupa menghina dengan ucapan kata-kata kasar seperti makian, cacian, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau medsos, pelaku dapat dijerat dengan pasal tindak pidana penghinaan ringan . Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam artikel Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar Body Shaming . Tindak pidana penghinaan ringan diatur dalam Pasal 315 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 436 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [5] yaitu tahun 2026 sebagai berikut: Pasal 315 KUHP Pasal 436 UU 1/2023 Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta. [6] Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [7] Unsur-unsur serta penjelasan selengkapnya mengenai pasal tindak pidana penghinaan ringan dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan Ringan . Pasal Bullying di Media Sosial menurut UU 1/2024 Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, mengenai pasal bullying di media sosial atau pasal cyberbullying dalam bentuk penghinaan, menyerang kehormatan/nama baik seseorang, kami juga mengacu pada ketentuan UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE . Pada prinsipnya, menyerang kehormatan/nama baik seseorang termasuk dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 yaitu: Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal , dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. Menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 , yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah. Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 . : Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet Lebih lanjut, perbuatan yang dilarang khususnya terkait ancaman pencemaran diatur secara terpisah oleh Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 , yaitu: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik , dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya: memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Berdasarkan Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 , yang dimaksud dengan “ancaman pencemaran” adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. Kemudian, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024 . Sementara, jika perbuatan penghinaan di media sosial dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang) maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan turut serta melakukan tindak pidana (medepleger) . [8] “Turut serta melakukan” di sini dalam arti kata “bersama-sama melakukan”, sedikitnya harus ada dua orang, orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan Tindak Pidana . Tindak Pidana Aduan Sebagai informasi, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan , sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana , dan bukan oleh badan hukum. [9] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri. [10] Sama halnya dengan ketentuan tersebut, tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 juga hanya dapat dituntut atas pengaduan korban. [11] Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE (sebelum diubah oleh Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2023) juga menegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan (hal. 110). Ini berarti, perkara dapat diproses hukum jika ada aduan dari orang yang dihina di WhatsApp. Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial , dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya. Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai objektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan) konten. Oleh karena itu, untuk memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan ahli komunikasi. : Fenomena Spill The Tea di X, Adakah Jerat Hukumnya? Langkah yang Dapat Dilakukan Korban Bullying di Media Sosial Secara hukum, seseorang yang merasa nama baiknya dicemarkan dapat melakukan upaya pengaduan kepada aparat penegak hukum setempat, yakni kepolisian. Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Untuk diketahui, perbuatan pencemaran nama baik, penghinaan, penistaan, dan lainnya termasuk pada bentuk ujaran kebencian sebagaimana dimaksud dalam Angka 2 huruf f SE Hate Speech . Kita sebagai masyarakat yang terlibat dalam perbuatan ujaran kebencian dapat memanfaatkan SE Hate Speech sebagai dasar untuk meminta anggota Polri memediasi atau mempertemukan pelaku dengan korban ujaran kebencian. Hal ini karena salah satu kewajiban anggota Polri apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian adalah mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban dan mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai. [12] Anggota Polri perlu melakukan tindakan preventif dan apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaian dilakukan salah satunya melalui penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian. [13] Contoh Kasus Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan PN Sleman No. 471 /Pid.Sus/2013/PN.Slmn . Diketahui terdakwa di akun Twitter miliknya meluapkan kejengkelannya dengan men-tweet kata-kata kasar dan tidak pantas kepada saksi penjaga kos. Saksi merasa dirugikan dan merasa dipermalukan atas tuduhan terdakwa yang menyerang harga dirinya, merasa malu dan dilecehkan nama baiknya (hal. 4 – 5). Hakim memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 bulan dan denda sebesar Rp 1 juta, subsidair satu bulan kurungan (hal. 29 – 30). Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP ,; Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) . Putusan : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 ; Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 471 /Pid. Sus /2013/PN.Slmn . Referensi : Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying . Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017; Friskilla Clara S.A.T (et.al). Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Cyberbullying dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana . Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016; Nurlaila Sari Rumra dan Bety Agustina Rahayu. Perilaku Cyberbullying Remaja . Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, Vol. 3, No. 1, 2021; Ketentuan Layanan WhatsApp , diakses pada Jumat, 17 Januari 2024, pukul 16.00 WIB. [1] Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullyin g. Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017, hal. 325 [2] Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying . Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017, hal. 326 [3] Friskilla Clara S.A.T (et.al). Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Cyberbullying dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana. Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016, hal. 2 [4] Nurlaila Sari Rumra dan Bety Agustina Rahayu. Perilaku Cyberbullying Remaja . Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, Vol. 3, No. 1, 2021, hal. 41 [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [6] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali [7] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [8] Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 20 huruf c UU 1/2023 [9] Pasal 45 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [10] Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024 [11] Pasal 45 ayat (11) UU 1/2024 [12] Angka 3 huruf a angka 5d Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) (“SE Hate Speech ”) [13] Angka 3 huruf b SE Hate Speech TAGS media sosial pencemaran nama baik penghinaan pidana uu ite kuhp | {980: 'Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.', 981: '[1] Selain itu, bullying juga dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk perilaku kekerasan, dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang.', 982: '[2] Sedangkan yang dimaksud dengan cyberbullying atau perundungan digital adalah bentuk intimidasi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan yang disengaja, dilakukan terus menerus, dengan tujuan untuk merugikan orang lain dengan cara mengintimidasi, mengancam, menyakiti atau menghina harga diri orang lain, hingga menimbulkan permusuhan oleh seorang individu atau kelompok.', 983: 'Definisi cyberbullying atau perundungan digital menurut Nurlaila Sari Rumra dan Bety Agustina Rahayu dalam jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, Vol. 3, No. 1, 2021, halaman 41, merupakan intimidasi melalui teknologi informasi dan komunikasi. Dilakukan secara sengaja dan berulang, bertujuan merugikan orang lain dengan mengintimidasi, mengancam, menyakiti, atau menghina harga diri. Korban mengalami tekanan, trauma, dan merasa tak berdaya akibat tindakan ini. Perilaku ini memanfaatkan teknologi untuk melakukan kekerasan secara digital, sehingga dampaknya meluas dan sulit dihindari. Studi ini kemungkinan membahas dampak psikologis cyberbullying pada remaja dan strategi pencegahannya.', 128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 182: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 984: 'pasal 55 setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana berdasarkan alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang 14 / 260 dapat menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.', 985: '(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.', 934: '(7) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan untuk kepentingan umum; atau b. dilakukan karena terpaksa membela diri.', 986: '(11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.', 987: 'Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah padatindak pidana ujaran kebencian maka setiap anggota Polri wajibmelakukan tindakan: 1; memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benihpertikaian di masyarakat; 2;melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukanujaran kebencian; 3;mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujarankebencian dengan korban ujaran kebencian; 4;mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai;dan 5;memberikan pemahaman mengenai dampak yang akantimbul dari ujaran kebencian di masyarakat.', 988: 'apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaian dapat dilakukan melalui: penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian dengan mengacu pada ketentuan: a; Pasal 156 KUHP'} |
Seiring dengan teknologi yang berkembang pesat, teknologi deepfake sering digunakan untuk membuat pornografi ilegal. Lalu, jika AI jadi alat kejahatan seksual, bagaimana hukumnya di Indonesia? Apa jerat pidana bagi pelaku yang membuat deepfake porn? | ULASAN LENGKAP Artikel ini adalah pemutakhiran dengan judul sama yang dipublikasikan pertama kali pada 19 Oktober 2023. . Pengertian Deepfake Porn Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan deepfake . Deepfake adalah teknologi rekayasa atau teknik sintetis citra manusia yang didasari pada kecerdasan buatan atau artificial intelligence (“AI”). [1] Kemudian, Marissa Koopman (et.al) menjelaskan deepfake sebagai berikut: [2] The deepfake algorithm allows a user to switch the face of one actor in a video with the face of a different actor in a photorealistic manner. Artinya, deepfake adalah istilah yang diberikan pada algoritma, dimana algoritma tersebut memungkinkan penggunanya untuk mengubah wajah dari satu aktor menjadi wajah dari aktor lain dalam video yang berbentuk photorealistic [3] yakni meniru objek visual yang nyata. [4] Selain dalam bentuk video, teknologi deepfake juga dapat digunakan untuk merekayasa gambar. [5] Kemudian, teknologi deepfake sering kali disalahgunakan sehingga dapat menimbulkan kejahatan seperti penggunaan teknologi deepfake dalam menyebarkan konten pornografi. Hal ini dikenal dengan deepfake porn . [6] Deepfake Porn sebagai Kekerasan Gender Berbasis Online Pada dasarnya, deepfake porn termasuk dalam Kekerasan Gender Berbasis Online (“KGBO”). Menurut Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum , berikut adalah dampak yang mungkin dialami para korban dan penyintas KBGO, dalam hal ini deepfake porn, antara lain: [7] kerugian psikologis; keterasingan sosial; kerugian ekonomi; mobiltas terbatas; dan sensor diri, yaitu hilangnya kepercayaan terhadap keamanan menggunakan teknologi digital. Lebih lanjut, pelaku deepfake porn dalam melakukan aksinya akan mencuri otoritas tubuh korban dengan merekayasa korban melakukan sesuatu yang pelaku inginkan tanpa izin dan bahkan sepengetahuan korban. Pelaku bertindak seolah ia memiliki kuasa sepenuhnya akan korban yang berada dalam dunia maya . Hal ini termasuk dalam perbuatan kriminal, dimana pelakunya melakukan beberapa kejahatan sekaligus ketika membuat deepfake porn , [8] sebagai contoh mencuri data pribadi, menyebarkan informasi dengan muatan yang melanggar kesusilaan, dan juga manipulasi/pemalsuan data. Berdasarkan jenis-jenis kejahatan tersebut, maka kami akan merujuk pada ketentuan dalam UU ITE dan perubahannya, UU PDP , UU Pornografi , atau UU 1/2023 tentang KUHP baru. Berikut masing-masing ulasannya. Deepfake Porn Menurut UU 1/2024 Berdasarkan penelusuran kami, saat ini Indonesia belum memiliki pengaturan khusus mengenai teknologi kecerdasan buatan atau AI . Namun menurut hemat kami, teknologi kecerdasan buatan memiliki kemiripan karakteristik dengan “agen elektronik” yang diatur dalam UU ITE dan perubahannya. Pasal 1 angka 8 UU 19/2016 menyatakan bahwa agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh orang. Kata “otomatis” pada pasal tersebut berarti bekerja sendiri . Selain itu, teknologi kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai sistem pengolahan berbasis komputer yang bisa berpikir sendiri dan membuat keputusan sendiri. Maka, karakteristik teknologi kecerdasan buatan dapat disamakan dengan karakteristik dari agen elektronik itu sendiri. [9] Dengan demikian, deepfake porn sebagai penyalahgunaan terhadap AI adalah salah satu perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan , mempertunjukkan , mendistribusikan , mentransmisikan , dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum . Dari bunyi Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024, terdapat beberapa penjelasan atas unsur pasal sebagai berikut: [10] "Menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen elektronik dalam sistem elektronik. "Mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi dan/atau dokumen elektronik kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik. "Mentransmisikan" adalah mengirimkan informasi dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui sistem elektronik. "Membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui sistem elektronik yang menyebabkan informasi dan/atau dokumen elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. "Melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard). "Diketahui umum" adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal. Kemudian, orang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 . Namun, perbuatan dalam Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 tidak dipidana dalam hal: [11] dilakukan demi kepentingan umum; dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu pengetahuan. : Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet Deepfake Menurut UU PDP Sebagaimana telah kami uraikan, teknologi deepfake digunakan untuk merekayasa gambar atau video menggunakan wajah orang lain dalam pembuatannya. Sebagai informasi, gambar wajah termasuk dalam data biometrik yang bersifat spesifik. [12] Berdasarkan UU PDP, ketentuan deepfake terdapat dalam Pasal 66 UU PDP , yaitu setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain . Lalu, orang yang melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar. [13] Deepfake Porn Menurut UU Pornografi Apabila mengacu pada UU Pornografi, penyalahgunaan deepfake porn termasuk dalam unsur-unsur yang diatur di Pasal 1 angka 1 UU Pornografi sebagai berikut: Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto , tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak , animasi , kartun, percakapan, gerak tubuh , atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Di dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi melarang setiap orang memproduksi, membuat , memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak. Kemudian, pelaku yang melanggar larangan dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU Pornografi . Deepfake Porn Menurut UU 1/2023 Selain diatur dalam beberapa undang-undang di atas, deepfake bermuatan pornografi juga diatur dalam Pasal 407 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, [14] yakni pada tahun 2026. Berikut adalah bunyi Pasal 407 UU 1/2023: Setiap Orang yang memproduksi, membuat , memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi , dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling sedikit kategori IV, yaitu Rp200 juta [15] dan pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [16] Kemudian, penting untuk diketahui bahwa pada saat KUHP baru mulai berlaku, Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 (sebelum diubah oleh Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. [17] Kesimpulannya, saat ini di Indonesia belum terdapat aturan yang secara spesifik dan komprehensif mengatur mengenai penyalahgunaan AI berupa deepfake porn . Akan tetapi, karena kejahatan deepfake porn dilakukan melalui kecerdasan buatan, memiliki muatan pornografi, dan pelaku menggunakan wajah orang lain dalam pembuatan deepfake porn , maka kita dapat merujuk pada UU ITE dan perubahannya, UU PDP, UU Pornografi, atau UU 1/2023 tentang KUHP baru. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum. Memahami dan Menyikapi Kekerasan Gender Berbasis Online: Sebuah Panduan. Southeast Asia Freedom of Expression Network, 2019; Eva Istia Utawi dan Neni Ruhaeni. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pornografi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pornografi Melalui Media Sosial. Bandung Conference Studies: Law Studies , Vol. 3, No. 1, 2023; Itsna Hidayatul Khusna dan Sri Pangestuti. Deepfake, Tantangan Baru Untuk Netizen. Jurnal Promedia, Vol. 5, No. 2, 2019; Ivana Dewi Kasita. Deepfake Pornografi: Tren Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) Di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Wanita dan Keluarga, Vol. 3, No. 1, 2022; Lysy C. Moleong (et.al). Implementasi Cluster Computing Untuk Render Animasi. E-Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, Vol. 2, No. 3, 2013; Marissa Koopman (et.al). Detection of Deepfake Video Manipulation. Proceedings of the 20 th Irish Machine Vision and Image Processing Conference , University of Amsterdam & Netherlands Forensic Institute, 2018; Muhammad Faqih Faathurrahman dan Enni Soerjati Priowirjanto. Pengaturan Pertanggungjawaban Pelaku Penyalahgunaan Deepfakes dalam Teknologi Kecerdasan Buatan pada Konten Pornografi Berdasarkan Hukum Positif Indonesia. Jurnal JIST, Vol. 3, No. 11, 2022. [1] Itsna Hidayatul Khusna dan Sri Pangestuti. Deepfake, Tantangan Baru Untuk Netizen. Jurnal Promedia, Vol. 5, No. 2, 2019, hal. 2 [2] Marissa Koopman (et.al). Detection of Deepfake Video Manipulation. Proceedings of the 20 th Irish Machine Vision and Image Processing Conference , University of Amsterdam & Netherlands Forensic Institute, 2018, hal. 133 [3] Ivana Dewi Kasita. Deepfake Pornografi: Tren Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) Di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Wanita dan Keluarga, Vol. 3, No. 1, 2022, hal. 18 [4] Lysy C. Moleong (et.al). Implementasi Cluster Computing Untuk Render Animasi. E-Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, Vol. 2, No. 3, 2013, hal. 4 [5] Eva Istia Utawi dan Neni Ruhaeni. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pornografi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pornografi Melalui Media Sosial. Bandung Conference Studies: Law Studies , Vol. 3, No. 1, 2023, hal. 368 [6] Ivana Dewi Kasita. Deepfake Pornografi: Tren Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) Di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Wanita dan Keluarga, Vol. 3, No. 1, 2022, hal. 17 [7] Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum. Memahami dan Menyikapi Kekerasan Gender Berbasis Online: Sebuah Panduan. Southeast Asia Freedom of Expression Network, 2019, hal. 10 [8] Ivana Dewi Kasita. Deepfake Pornografi: Tren Kekerasan Gender Berbasis Online (KGBO) Di Era Pandemi Covid-19. Jurnal Wanita dan Keluarga, Vol. 3, No. 1, 2022, hal. 22 [9] Muhammad Faqih Faathurrahman dan Enni Soerjati Priowirjanto. Pengaturan Pertanggungjawaban Pelaku Penyalahgunaan Deepfakes dalam Teknologi Kecerdasan Buatan pada Konten Pornografi Berdasarkan Hukum Positif Indonesia. Jurnal JIST, Vol. 3, No. 11, 2022, hal. 1161 [10] Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [11] Pasal 45 ayat (2) UU 1/2024 [12] Pasal 4 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (“UU PDP”) dan penjelasannya [13] Pasal 68 UU PDP [14] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [15] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [16] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 [17] Pasal 622 ayat (1) huruf r UU 1/2023 TAGS artificial intelligence pornografi pelindungan data pribadi | {989: 'Deepfake adalah teknologi rekayasa atau teknik sintetis citra manusia yang didasari pada kecerdasan buatan atau artificial intelligence (“AI”).', 990: 'The deepfake algorithm allows a user to switch the face of one actor in a video with the face of a different actor in a photorealistic manner', 991: 'Artinya, deepfake adalah istilah yang diberikan pada algoritma, dimana algoritma tersebut memungkinkan penggunanya untuk mengubah wajah dari satu aktor menjadi wajah dari aktor lain dalam video yang berbentuk photorealistic', 992: 'Deepfake adalah teknologi rekayasa atau teknik sintetis citra manusia yang didasari pada kecerdasan buatan atau artificial intelligence (“AI”). ;; Marissa Koopman (et.al) menjelaskan deepfake sebagai berikut: The deepfake algorithm allows a user to switch the face of one actor in a video with the face of a different actor in a photorealistic manner. deepfake adalah istilah yang diberikan pada algoritma, dimana algoritma tersebut memungkinkan penggunanya untuk mengubah wajah dari satu aktor menjadi wajah dari aktor lain dalam video yang berbentuk photorealistic yakni meniru objek visual yang nyata. teknologi deepfake juga dapat digunakan untuk merekayasa gambar. teknologi deepfake sering kali disalahgunakan sehingga dapat menimbulkan kejahatan seperti penggunaan teknologi deepfake dalam menyebarkan konten pornografi. Hal ini dikenal dengan deepfake porn. deepfake porn termasuk dalam Kekerasan Gender Berbasis Online (“KGBO”). Menurut Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum, berikut adalah dampak yang mungkin dialami para korban dan penyintas KBGO, dalam hal ini deepfake porn, antara lain: kerugian psikologis; keterasingan sosial; kerugian ekonomi; mobiltas terbatas; dan sensor diri, yaitu hilangnya kepercayaan terhadap keamanan menggunakan teknologi digital. Pelaku bertindak seolah ia memiliki kuasa sepenuhnya akan korban yang berada dalam dunia maya termasuk dalam perbuatan kriminal, dimana pelakunya melakukan beberapa kejahatan sekaligus ketika membuat deepfake porn, sebagai contoh mencuri data pribadi, menyebarkan informasi dengan muatan yang melanggar kesusilaan, dan juga manipulasi/pemalsuan data. karakteristik teknologi kecerdasan buatan dapat disamakan dengan karakteristik dari agen elektronik itu sendiri.', 993: '[4] Selain dalam bentuk video, teknologi deepfake juga dapat digunakan untuk merekayasa gambar.', 994: 'teknologi deepfake sering kali disalahgunakan sehingga dapat menimbulkan kejahatan seperti penggunaan teknologi deepfake dalam menyebarkan konten pornografi yang dikenal dengan deepfake porn.', 995: 'Menurut Ellen Kusuma dan Nenden Sekar Arum, berikut adalah dampak yang mungkin dialami para korban dan penyintas KBGO, dalam hal ini deepfake porn, antara lain:', 996: 'Pelaku bertindak seolah ia memiliki kuasa sepenuhnya akan korban yang berada dalam dunia maya yang termasuk dalam perbuatan kriminal, dimana pelaku melakukan beberapa kejahatan sekaligus ketika membuat deepfake porn, seperti mencuri data pribadi, menyebarkan informasi dengan muatan yang melanggar kesusilaan, dan juga manipulasi/pemalsuan data.', 997: 'Maka, karakteristik teknologi kecerdasan buatan dapat disamakan dengan karakteristik dari agen elektronik itu sendiri.', 221: 'Yang dimaksud dengan "menyiarkan" termasuk perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "mendistribusikan" adalah mengirimkan dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada banyak Orang atau berbagai pihak melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "mentransmisikan" adalah mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui Sistem Elektronik. Yang dimaksud dengan "membuat dapat diakses" adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik. Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard). Yang dimaksud dengan "diketahui umum" adalah untuk dapat atau sehingga dapat diakses oleh kumpulan orang banyak yang sebagian besar tidak saling mengenal.', 998: '(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum; b. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau c. Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/ atau ilmu pengetahuan.', 999: "['pasal 4 (1) data pribadi terdiri atas: a. data pribadi yang bersifat spesifik; dan b. data pribadi yang bersifat umum. sk no 155205 a presiden repi.jblik indonesia -5- l2l data pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: . a. data dan informasi kesehatan; b. data biometrik; c. data genetika; d. catatan kejahatan; e. data anak; f. data ker.rangan pribadi; dan/ atau g. data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.', 'penjelasan :Yang dimaksud dengan data biometrik adalah data yang berkaitan dengan fisik, fisiologis, atau karakteristik perilaku individu yang memungkinkan identifikasi unik terhadap individu, seperti gambar wajah atau data daktiloskopi. Data biometrik juga menjelaskan pada sifat keunikan dan/atau karakteristik seseorang yang harus dijaga dan dirawat, termasuk namun tidak terbatas pada rekam sidik jari, retina mata, dan sampel DNA.']", 1000: 'pasal 68 setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 296: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1001: '[\'(1) pada saat undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam: a. undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana (berita negara republik indonesia ii nomor 9); 148 / 260 b. pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf c undang-undang darurat nomor 1 tahun 1951 tentang tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan-pengadilan sipil (lembaran negara republik indonesia nomor 9 tahun 1951, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 81); c. pasal 1 dan pasal 2 undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951 tentang mengubah "ordonnantie tijdelijke byzondere strafbepalingen" (stbl. 1948 no. 17) dan undang-undang r.i. dahulu nr 8 tahun 1948 (lembaran negara republik indonesia nomor 78 tahun 1951); d. undang-undang nomor 73 tahun 1958 tentang menyatakan berlakunya undang-undang no. 1 tahun 1946 republik indonesia tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh wilayah republik indonesia dan mengubah kitab undang-undang hukum pidana (lembaran negara republik indonesia tahun 1958 nomor 127, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 1660); e. undang-undang nomor 1 tahun 1960 tentang perubahan kitab undang-undang hukum pidana; f. undang-undang nomor 16 prp. tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam kitab undang- undang hukum pidana (lembaran negara tahun 1960 nomor 50, tambahan lembaran negara nomor 1976); g. undang-undang nomor 18 prp. tahun 1960 tentang perubahan jumlah hukuman denda dalam kitab undang-undang hukum pidana dan dalam ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 agustus 1945 (lembaran negara tahun 1960 nomor 52, tambahan lembaran negara nomor 1978); h. pasal 4 penetapan presiden nomor 1 tahun 1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama (lembaran negara republik indonesia tahun 1965 nomor 3, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 2726); i. undang-undang nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian (lembaran negara republik indonesia tahun 1974 nomor 54, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3040); j. undang-undang nomor 4 tahun 1976 tentang perubahan dan penambahan beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana bertalian dengan perluasan berlakunya ketentuan perundang-undangan pidana, kejahatan penerbangan, dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan (lembaran negara republik indonesia tahun 1976 nomor 26, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3080); k. undang-undang nomor 27 tahun 1999 tentang perubahan kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara (lembaran negara republik indonesia tahun 1999 nomor 74, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3850); l. pasal 2 ayat (1), pasal 3 , pasal 5 , pasal 11 , dan pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (lembaran negara republik indonesia tahun 1999 nomor 140, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (lembaran negara republik indonesia tahun 2001 nomor 134, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4150); m. pasal 8 , pasal 9 , dan pasal 36 sampai dengan pasal 40 undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (lembaran negara republik indonesia tahun 2000 nomor 208, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4026); n. pasal 81 ayat (1) dan pasal 82 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (lembaran negara republik indonesia tahun 2002 nomor 109, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4235) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 23 149 / 260 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang (lembaran negara republik indonesia tahun 2016 nomor 237, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5946); o. pasal 6 dan pasal 7 undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, menjadi undang-undang (lembaran negara republik indonesia tahun 2003 nomor 45, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4284) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang perubahan atas undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadi undang-undang (lembaran negara republik indonesia tahun 2018 nomor 92, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6216); p. pasal 69 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (lembaran negara republik indonesia tahun 2003 nomor 78, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4301); q. pasal 2 undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (lembaran negara republik indonesia tahun 2007 nomor 58, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4720); r. pasal 27 ayat (1), pasal 27 ayat (3), pasal 28 ayat\', \'(2), pasal 30 , pasal 31 ayat (1), pasal 31 ayat (2), pasal 36 , pasal 45 ayat (1), pasal 45 ayat\', \'(3), pasal 45 a ayat (2), pasal 46 , pasal 47 , dan pasal 51 ayat (2) undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (lembaran negara republik indonesia tahun 2008 nomor 58, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4843) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (lembaran negara republik indonesia tahun 2016 nomor 251, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5952); s. pasal 15 dan pasal 17 undang-undang nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis (lembaran negara republik indonesia tahun 2008 nomor 170, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4919); t. pasal 29 undang-undang nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi (lembaran negara republik indonesia tahun 2008 nomor 181, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4928); u. pasal 66 sampai dengan pasal 71 undang-undang nomor 24 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan (lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 109, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5035); v. pasal 192 , pasal 194 , dan pasal 195 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5063) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (lembaran negara republik indonesia tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6573); w. pasal 111 sampai dengan pasal 126 undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika (lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 143, tambahan lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 5062) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (lembaran negara republik indonesia tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6573); x. pasal 2 ayat (1), pasal 3 , pasal 4 , dan pasal 5 undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (lembaran negara republik indonesia tahun 2010 nomor 122, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5164); y. pasal 120 ayat (1) dan pasal 126 huruf e undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang 150 / 260 keimigrasian (lembaran negara republik indonesia tahun 2011 nomor 52, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5216) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (lembaran negara republik indonesia tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6573); z. pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat\', \'(4) undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang (lembaran negara republik indonesia tahun 2011 nomor 64, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5223); aa. pasal 136 undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan (lembaran negara republik indonesia tahun 2012 nomor 227, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5360) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (lembaran negara republik indonesia tahun 2020 nomor 245, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6573); bb. pasal 4 undang-undang nomor 9 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme (lembaran negara republik indonesia tahun 2013 nomor 50, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5406); dan cc. pasal 37 , pasal 38 , pasal 39 , dan pasal 41 undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban (lembaran negara republik indonesia tahun 2006 nomor 64, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4635) sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban (lembaran negara republik indonesia tahun 2014 nomor 293, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5602), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana tentang senjata api, amunisi, bahan peledak, dan senjata lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 1 pengacuannya diganti dengan pasal 306 ; dan b. pasal 2 pengacuannya diganti dengan pasal 307 . (3) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h mengacu pasal 4 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 300 dan pasal 302 ayat (1) undang-undang ini. (4) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 603 ; b. pasal 3 pengacuannya diganti dengan pasal 604 ; c. pasal 5 pengacuannya diganti dengan pasal 605 ; d. pasal 11 pengacuannya diganti dengan pasal 606 ayat (2); dan e. pasal 13 pengacuannya diganti dengan pasal 606 ayat (1).\', \'(5) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 8 dan pasal 36 pengacuannya diganti dengan pasal 598 ; dan 151 / 260 b. pasal 9 dan pasal 37 sampai dengan pasal 40 pengacuannya diganti dengan pasal 599 .\', \'(6) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana persetubuhan atau pencabulan dengan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n mengacu pasal 81 ayat (1) undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 473 ayat (4) undang-undang ini.\', \'(7) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf o diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 6 pengacuannya diganti dengan pasal 600 ; dan b. pasal 7 pengacuannya diganti dengan pasal 601 .\', \'(8) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana penggunaan ijazah atau gelar akademik palsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p mengacu pasal 69 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 272 ayat (2) undang-undang ini.\', \'(9) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q mengacu pasal 2 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 455 undang-undang ini.\', \'(10) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana terhadap informatika dan elektronika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf r diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 27 ayat (1) dan pasal 45 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 407 ; b. pasal 27 ayat (3) dan pasal 45 ayat (3) pengacuannya diganti dengan pasal 441 ; c. pasal 28 ayat (2) dan pasal 45 a ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 243 ; d. pasal 30 dan pasal 46 pengacuannya diganti dengan pasal 332 ; dan e. pasal 31 ayat (1), pasal 31 ayat (2), dan pasal 47 pengacuannya diganti dengan pasal 258 ayat (2).\', \'(11) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana atas dasar diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf s diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 15 pengacuannya diganti dengan pasal 244 ; dan b. pasal 17 pengacuannya diganti dengan pasal 245 .\', \'(12) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf t mengacu pasal 29 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 407 ayat (1) undang-undang ini.\', \'(13) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana penodaan terhadap bendera negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf u diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 66 pengacuannya diganti dengan pasal 234 ; b. pasal 67 pengacuannya diganti dengan pasal 235 ; c. pasal 68 pengacuannya diganti dengan pasal 236 ; d. pasal 69 pengacuannya diganti dengan pasal 237 ; e. pasal 70 pengacuannya diganti dengan pasal 238 ; dan 152 / 260 f. pasal 71 pengacuannya diganti dengan pasal 239 .\', \'(14) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana terhadap organ manusia, jaringan tubuh manusia, darah manusia, dan aborsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf v diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 192 pengacuannya diganti dengan pasal 345 huruf a; b. pasal 194 pengacuannya diganti dengan pasal 463 , pasal 464 , dan pasal 465 ; dan c. pasal 195 pengacuannya diganti dengan pasal 345 huruf b.\', \'(15) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf w diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 112 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (1) huruf a; b. pasal 112 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (2) huruf a; c. pasal 113 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (1) huruf a; d. pasal 113 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (2) huruf a; e. pasal 117 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (1) huruf b; f. pasal 117 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (2) huruf b; g. pasal 118 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (1) huruf b; h. pasal 118 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (2) huruf b; i. pasal 122 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (1) huruf c; j. pasal 122 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 609 ayat (2) huruf c; k. pasal 123 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (1) huruf c; l. pasal 123 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 610 ayat (2) huruf c.\', \'(16) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf x diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 2 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 607 ayat (2); b. pasal 3 pengacuannya diganti dengan pasal 607 ayat (1) huruf a; c. pasal 4 pengacuannya diganti dengan pasal 607 ayat (1) huruf b; d. pasal 5 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 607 ayat (1) huruf c; dan e. pasal 5 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 608 .\', \'(17) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana penyelundupan manusia atau pemalsuan paspor, surat perjalanan laksana paspor, atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf y diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 120 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 457 ; dan b. pasal 126 huruf e pengacuannya diganti dengan pasal 398 ayat (1). 153 / 260\', \'(18) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf z diacu oleh ketentuan pasal undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal dalam undang-undang ini dengan ketentuan sebagai berikut: a. pasal 36 ayat (1) pengacuannya diganti dengan pasal 374 ; b. pasal 36 ayat (2) pengacuannya diganti dengan pasal 375 huruf b; c. pasal 36 ayat (3) pengacuannya diganti dengan pasal 375 huruf a; dan d. pasal 36 ayat (4) pengacuannya diganti dengan pasal 375 huruf b.\', \'(19) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana di bidang pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf aa mengacu pasal 136 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 504 dalam undang-undang ini.\', \'(20) dalam hal ketentuan pasal mengenai tindak pidana pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bb mengacu pasal 4 undang-undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan pasal 602 dalam undang-undang ini.\']'} |
Apa bunyi pasal 368 KUHP? Pasal 368 KUHP tentang apa? Berapa lama hukuman pasal 368 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 368 KUHP Tindak pidana pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan KUHP baru yaitu Pasal 482 UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Berikut adalah bunyi Pasal 368 KUHP: Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu , yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan , dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. Unsur-Unsur Pasal 368 KUHP Selanjutnya, berikut adalah unsur-unsur Pasal 368 ayat (1) KUHP : [2] Unsur-unsur Objektif perbuatan memaksa; yang dipaksa (seseorang); upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; tujuan, sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, yaitu: orang menyerahkan benda; orang memberi hutang; orang menghapus piutang. Unsur-unsur Subjektif dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; dengan melawan hukum. Kemudian, perbuatan dalam Pasal 368 KUHP juga dikenal dengan perbuatan pemerasan dengan kekerasan , yang mana pemerasnya: [3] memaksa orang lain; untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Lalu, pada dasarnya tindak pidana pemerasan ini hampir sama dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan, perbedaannya adalah dalam pencurian dengan kekerasan, pelaku mengambil sendiri barang korban. Sedangkan dalam tindak pidana pemerasan, k orban sendirilah yang menyerahkan barangnya kepada si pelaku setelah mendapat ancaman ataupun kekerasan . [4] Isi Pasal 482 UU 1/2023 Dalam KUHP baru, tindak pidana pengancaman dengan kekerasan diatur di dalam Pasal 482 UU 1/2023, sebagai berikut: Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk: memberikan suatu Barang , yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penjelasan Pasal 482 UU 1/2023 Menurut Penjelasan Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 , ketentuan ini mengatur tindak pidana pemerasan. Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan fisik atau lahiriah , antara lain, dengan todongan senjata tajam atau senjata api . Lalu, kekerasan atau ancaman kekerasan tidak harus ditujukan pada orang yang diminta untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri atau suami. Lebih lanjut, pengertian “memaksa” sebagaimana disebut dalam Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 meliputi pemaksaan yang berhasil (misalnya barang diserahkan) maupun yang gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak berhasil atau gagal, pelaku tetap dituntut berdasarkan ketentuan ini, bukan dengan ketentuan mengenai percobaan. : Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman Pembunuhan Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Mohammad Kenny Alweni. Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368 KUHP. Jurnal Lex Crimen, Vol. 3, No. 3, 2019; Beni Wirawan (et.al). Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pemerasan di Wilayah Hukum Polsek Wonosari. Vol. 2, No., 10, 2022; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [2] Mohammad Kenny Alweni. Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368 KUHP. Jurnal Lex Crimen, Vol. 3, No. 3, 2019, hal. 48 [3] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991 hal. 256 [4] Beni Wirawan (et.al). Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Pemerasan di Wilayah Hukum Polsek Wonosari. Vol. 2, No., 10, 2022, hal. 3158 TAGS kuhp pemerasan potd | {20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 946: 'unsur-unsur Pasal 368 ayat (1) KUHP: Unsur-unsur Objektif perbuatan memaksa; yang dipaksa (seseorang); upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; tujuan, sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, yaitu orang menyerahkan benda, orang memberi hutang, atau orang menghapus piutang. Unsur-unsur Subjektif dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; dengan melawan hukum.', 1002: 'perbuatan dalam Pasal 368 KUHP juga dikenal dengan perbuatan pemerasan dengan kekerasan, yang mana pemerasnya:memaksa orang lain; untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.', 1003: 'dalam tindak pidana pemerasan, korban sendirilah yang menyerahkan barangnya kepada si pelaku setelah mendapat ancaman ataupun kekerasan.'} |
Pasal dan ayat berapakah UU ITE yang digunakan untuk kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA? Apa isi Pasal 28 ayat (2) UU ITE 2024/UU ITE terbaru? | ULASAN LENGKAP . Isi Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 Menjawab pertanyaan Anda mengenai pasal dan ayat berapakah UU ITE yang digunakan untuk kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA? Pada dasarnya, perbuatan seseorang yang menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan (“SARA”) melalui media elektronik termasuk perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 yang berbunyi sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik . Sanksi Pidana Penyebar Kebencian SARA dalam UU 1/2024 Kemudian, orang yang melanggar Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 berpotensi dipidana berdasarkan Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024 yang berbunyi: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) . Kemudian, sebenarnya tujuan Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024 tersebut adalah mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif. Isu SARA dalam pandangan masyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu, pasal ini diatur dalam delik formil , dan bukan delik materiel . [1] Disarikan dari artikel Macam Jenis Delik dalam Hukum Pidana , delik formil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. Pada permasalahan tindak pidana formil harus selesai tanpa mengetahui atau menyebutkan akibatnya . Sedangkan, delik materil adalah delik yang dianggap telah selesai dengan ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang . Dengan demikian, jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 yang motifnya membangkitkan rasa kebencian dan/atau permusuhan atas dasar SARA, maka ia berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik . Referensi : Oksidelfa Yanto. Pemidanaan atas Kejahatan yang Berhubungan dengan Teknologi Informasi . Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2021. [1] Oksidelfa Yanto. Pemidanaan atas Kejahatan yang Berhubungan dengan Teknologi Informasi . Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2021, hal. 89 TAGS uu ite potd sara | {1004: 'Oleh karena itu, pasal ini diatur dalam delik formil, dan bukan delik materiel.'} |
Saya dengar bunyi Pasal 284 KUHP adalah tentang perzinaan. Jika itu salah, lalu bunyi Pasal 284 KUHP tentang apa? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 284 KUHP Pada dasarnya, tindak pidana perzinaan (overspel) telah diatur dalam Pasal 284 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 411 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Berikut adalah bunyi Pasal 284 KUHP: Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan: a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel) , padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak , padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya; a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar , dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. Menurut R. Soesilo , gendak/ overspel sebagai perbuatan zina , adalah persetubuhan yang dilakukan laki-laki/perempuan yang telah kawin dengan perempuan/laki-laki yang bukan istri/suaminya. Untuk dapat dikenakan pasal tersebut, persetubuhan harus dilakukan atas dasar suka sama suka , tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak. [2] Selain itu, delik tersebut merupakan delik aduan absolut , sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan. R. Soesilo juga menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah . Misalnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut . [3] Kemudian, sebagai informasi, Pasal 27 KUH Perdata ( Burgerlijk Wetboek / “BW”) yang disebut dalam Pasal 284 KUHP berbunyi sebagai berikut: Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja. Isi Pasal 411 UU 1/2023 Selanjutnya, tindak pidana perzinaan dalam Pasal 411 UU 1/2023 berbunyi sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya , dipidana karena perzinaan , dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [4] Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan : suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai. Serupa dengan Pasal 284 KUHP, berdasarkan Pasal 411 UU 1/2023, tindak pidana perzinaan baru dapat dituntut apabila ada pengaduan . Namun, pengaduan dalam KUHP baru berasal dari suami/istri bagi yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi yang tidak terikat perkawinan. Lalu, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 284 KUHP maupun Pasal 411 UU 1/2023, pengaduan ini dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. [5] Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023 Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023 , yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” sebagaimana disebutkan di atas adalah: laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan. Adapun yang dimaksud dengan “anaknya” dalam pasal ini adalah anak kandung yang sudah berumur 16 tahun. [6] : Pidana Selingkuh Tanpa Bersetubuh bagi Pasangan, Adakah? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 209 [3] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 209 [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [5] Pasal 284 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 411 ayat (4) UU 1/2023 [6] Penjelasan Pasal 411 ayat (2) UU 1/2023 TAGS kuhp perzinaan potd | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 418: '**418:** Dalam bukunya, *Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal* (Bogor: Politeia, 1991), R. Soesilo pada halaman 209 menjelaskan mengenai delik aduan dalam pasal perzinaan. Soesilo menekankan bahwa pengaduan tidak boleh dipecah. Jika suami mengadukan perzinaan istrinya dengan pria lain, maka keduanya harus dituntut, bukan hanya salah satu. Penjelasan ini relevan dalam konteks kasus perzinaan yang melibatkan pastor.', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 646: 'pasal 284 setiap orang yang melepaskan atau memberi pertolongan ketika seseorang meloloskan diri dari penahanan yang dilakukan atas perintah pejabat yang berwenang atau meloloskan diri dari pidana penjara atau pidana tutupan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.', 645: "['(1) setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori ii.', '(2) terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. b. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.', '(3) terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 , pasal 26 , dan pasal 30 .']"} |
Baru-baru ini, saya melihat sebuah iklan yang menawarkan jasa bully di media sosial, yang katanya akan dilakukan oleh buzzer profesional dengan menyerang psikis targetnya. Saya ingin bertanya, sebenarnya bagaimana buzzer menurut hukum? Lalu, bisakah si penyedia jasa dan buzzer ini dipidana karena mem-bully di media sosial? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Buzzer Bisa Dijerat UU ITE, Ini Penjelasannya yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan dipublikasikan pada 29 Oktober 2021. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Buzzer Cambridge Academic Content Dictionary mendefinisikan buzzer sebagai “ an electronic device that makes a buzzing sound”. Jika diterjemahkan secara bebas, buzzer dapat diartikan sebagai perangkat elektronik yang mengeluarkan suara mendengung. Adapun dalam konteks media sosial, buzzer adalah orang yang memanfaatkan akun media sosial miliknya guna menyebarluaskan informasi, atau dengan kata lain, melakukan promosi, baik iklan dari suatu produk maupun jasa pada perusahaan tertentu, demikian yang diterangkan oleh Dista Davilla L dalam artikel “Pengaruh Buzzer dalam Pilpres 2019” yang dimuat dalam buku Media Kiblat Baru Politik Indonesia (hal. 31). Rieka Yulita Widaswara, dkk dalam artikel “Tantangan Pers di Era Digital” yang dimuat dalam buku Book Series Jurnalisme Kontemporer: Etika dan Bisnis dalam Jurnalisme (hal. 196) menerangkan, pada umumnya, buzzer memiliki akun media sosial palsu yang bertujuan untuk membantu kegiatan kampanye. Melalui akun tersebut, buzzer mempromosikan suatu produk atau isu tertentu ke publik dengan tujuan agar followers (pengikut) terpengaruh, atau setidaknya mengetahui informasi tertentu . Biasanya, buzzer akan mempublikasikan konten yang mirip selama periode tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan pihak pengguna jasanya (hal. 196). Buzzer Bisa Dijerat UU ITE Kemudian, menjawab pertanyaan Anda, bagaimana hukum memandang profesi buzzer ini? Meskipun tidak ada peraturan yang melarang secara tegas keberadaan buzzer , menurut hemat kami, setiap perbuatan buzzer yang dilakukan melalui internet atau media sosial tunduk pada ketentuan dalam UU ITE dan perubahannya. Berikut ini beberapa tindakan buzzer yang berpotensi melanggar hukum, jika melakukan di antaranya: Menyebarkan konten bermuatan melanggar kesusilaan Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. [1] : Sebar Video dan Gambar Pornografi ke Internet, Ini Sanksinya Menyebarkan konten bermuatan penghinaan/pencemaran nama baik Setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta. [2] : Netizen Anonim Sebar Fitnah di Medsos, Ini Sanksinya dalam UU ITE 2024 Menyebarkan informasi yang menimbulkan permusuhan individu/kelompok berdasarkan SARA Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik. [3] Jika dilanggar, yang bersangkutan berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. [4] Mengirimkan informasi berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti Setiap orang, termasuk buzzer , dengan sengaja dan tanpa hak dilarang mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti. [5] Jika dilanggar, pelaku dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta. [6] Menyebarkan berita bohong atau menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen Setiap orang, termasuk buzzer , dilarang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam transaksi elektronik . [7] Jika dilanggar, pelaku diancam pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. [8] Menyebarkan informasi pribadi pihak lain tanpa izin Pada dasarnya, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. [9] Sehingga, buzzer tidak dibenarkan menggunakan informasi yang menyangkut data pribadi orang lain tanpa izin orang tersebut. Jika terjadi penggunaan data pribadi seseorang tanpa izin, orang yang dilanggar haknya itu dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan. [10] Menyebarkan berita bohong (hoaks) yang membuat onar Buzzer yang menyebarkan berita bohong (hoaks) yang menerbitkan keonaran di kalangan rakyat dapat dijerat Pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun. Menyiarkan kabar tidak pasti, berlebihan, atau tidak lengkap Kemudian bila buzzer menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebihan, atau yang tidak lengkap , sedangkan ia mengerti, setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun. [11] Membuat akun palsu ( fake account ) Selain itu, buzzer umumnya membuat dan memakai banyak akun palsu ( fake account ), serta menggunakan foto orang lain sebagai foto profil pada akun palsu tersebut. Pembuatan akun palsu berpotensi dijerat Pasal 35 jo. Pasal 51 ayat (1) UU ITE yang melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak memanipulasi informasi dan/atau dokumen elektronik dengan tujuan agar dianggap seolah-olah data otentik, diancam pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 miliar. Jerat Hukum Buzzer yang Mem- bully di Sosmed Selanjutnya menjawab pertanyaan Anda, apa jerat hukum bagi buzzer dan penyedia jasa buzzer yang mem- bully target yang diminta oleh klien di media sosial? Pada dasarnya, perbuatan bullying (perundungan) di dunia internet dapat dikategorikan sebagai cyberbullying . Disarikan dari Jerat Hukum Pelaku Cyberbullying , cyberbullying merupakan bentuk intimidasi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan yang disengaja, dilakukan terus-menerus, dengan tujuan untuk merugikan orang lain dengan cara mengintimidasi, mengancam, menyakiti atau menghina harga diri orang lain , hingga menimbulkan permusuhan oleh seorang individu atau kelompok. C yberbullying ini menimbulkan dampak yang signifikan bagi korban. Ditinjau dari perspektif psikologi, Wirdatul Anisa , seorang psikolog menerangkan, orang yang mengalami cyberbullying akan merasa gelisah, takut, tidak berdaya, malu, marah, serta mengembangkan pikiran negatif tentang diri sendiri atau lingkungan di sekitarnya, sehingga korban menarik diri dari lingkungan sosialnya. Kondisi tertekan yang dialami akibat perundungan tersebut juga dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, menurunnya kualitas tidur, serta gejala sakit fisik. Hal tersebut juga berdampak ke produktivitas dan pemenuhan peran sehari-hari, prestasi akademik atau performa kerja menurun, serta korban tidak dapat menjalankan fungsi sehari-harinya dengan baik. Selain itu, cyberbullying juga dapat mendorong korban untuk melukai diri, bahkan berusaha bunuh diri. Dari perspektif hukum sendiri, cyberbullying dipidana sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan. Misalnya bila melakukan penghinaan/pencemaran nama baik, maka dapat berlaku Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 sebagaimana telah kami sebutkan di atas. Di sisi lain baik para buzzer , penyedia jasa buzzer , serta klien yang memerintahkan cyberbullying , menurut Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 20 UU 1/2023 yang menyatakan bahwa baik orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan dipidana sebagai pelaku tindak pidana, maka buzzer , penyedia jasa buzzer , dan klien yang memerintahkan cyberbullying dipidana sebagai pelaku tindak pidana. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Referensi : Media Kiblat Baru Politik Indonesia . Malang: Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang bekerjasama dengan Inteligensia Media (Intrans Publishing Group), 2020; Book Series Jurnalisme Kontemporer: Etika dan Bisnis dalam Jurnalisme. Aceh: Syiah Kuala University Press, 2021; Cambridge Academic Content Dictionary , yang diakses pada 11 Januari 2024, pukul 15.00 WIB. Catatan : Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Psikolog Wirdatul Anisa pada Selasa, 26 Oktober 2021 pukul 08.30 WIB. [1] Pasal 27 ayat (1) jo . Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (“UU 1/2024”) [2] Pasal 27A jo . Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024 [3] Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024 [4] Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024 [5] Pasal 29 UU 1/2024 [6] Pasal 45B UU 1/2024 [7] Pasal 28 ayat (1) UU 1/2024 [8] Pasal 45A ayat (1) UU 1/2024 [9] Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) [10] Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU 19/2016 [11] Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana TAGS uu ite pidana | {1009: "['(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.', '']", 1010: "['Pasal 27A Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.', '(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).']", 427: '(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik.', 1011: '(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana dalam hal: a. dilakukan demi kepentingan umum; b. dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri; atau c. Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik tersebut merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/ atau ilmu pengetahuan.', 428: 'Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancam.rn kekerasan dan/ atau menakutnakuti.', 622: 'Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/ atau menakutnakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tqjuh ratus lima puluh juta rupiah).', 426: '(1) Setiap Orang dengan sengaja dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik.', 1012: '(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).', 1013: "['(3), ayat', '(4), dan ayat']", 1014: "['(3), ayat', '(4), dan ayat']", 1015: 'pasal 15 . barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.'} |
Unsur-unsur apa sajakah yang dapat menjerat seseorang dikenakan pasal pemalsuan dokumen?
Apa yang dimaksud tindak pidana pemalsuan surat?
Apa saja bentuk-bentuk pemalsuan dokumen?
Sepengetahuan saya, pemalsuan dokumen diatur dalam Pasal 263 KUHP, jika benar, Pasal 263 KUHP tentang apa? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. yang pertama kali dipublikasikan pada 9 Oktober 2014, kemudian dimutakhirkan pertama kalinya oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 29 Desember 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Jerat Pasal Pemalsuan Dokumen Sebelumnya, kami menyimpulkan bahwa dokumen yang Anda maksud di sini adalah dokumen menurut KBBI , yaitu surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan (seperti akta kelahiran, surat nikah, surat perjanjian). Lalu, apa yang dimaksud tindak pidana pemalsuan surat? Pada dasarnya, tindak pidana pemalsuan surat adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang tampak dari luar seolah-olah benar adanya, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya. [1] Namun, sebelum menjawab pertanyaan Anda tentang unsur-unsur apa sajakah yang dapat menjerat seseorang dikenakan pasal pemalsuan dokumen, perlu Anda ketahui dulu pasal-pasal yang mengatur tentang pemalsuan dokumen. Kasus pemalsuan dokumen termasuk dalam tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 263 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dann tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 391 Setiap orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana karena pemalsuan surat , dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [3] Setiap orang yang menggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana sama dengan ayat (1). Pasal 264 Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakukan terhadap: akta-akta otentik; surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dan suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Pasal 392 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, setiap orang yang melakukan pemalsuan surat terhadap: akta autentik; surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum; saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan; talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu surat yang dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut; surat kredit atau surat dagang untuk diedarkan; surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang menggunakan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana sama pada ayat (1). Unsur-unsur Pemalsuan Dokumen R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya (hal. 195). Surat yang dipalsukan itu harus surat yang: dapat menimbulkan sesuatu hak, misalnya ijazah, karcis tanda masuk, surat andil, dan lain-lain; dapat menerbitkan suatu perjanjian, misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa, dan sebagainya; dapat menerbitkan suatu pembebasan hutang seperti kuitansi atau surat semacam itu; atau surat yang digunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa, misalnya surat tanda kelahiran, buku tabungan pos, buku kas, buku harian kapal, surat angkutan, obligasi, dan lain-lain. Adapun bentuk-bentuk pemalsuan surat itu menurut R. Soesilo dilakukan dengan cara: Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar). Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau mengubah sesuatu dari surat itu. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak. Misalnya foto dalam ijazah sekolah. Unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat selain yang disebut di atas adalah (hal. 196): Pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan. Penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Tidak hanya untuk yang memalsukan, tetapi yang dihukum juga yang sengaja menggunakan surat palsu. Sengaja maksudnya bahwa orang yang menggunakan itu harus mengetahui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum. Sudah dianggap “mempergunakan” misalnya menyerahkan surat itu kepada orang lain yang harus mempergunakan lebih lanjut atau menyerahkan surat itu di tempat di mana surat tersebut harus dibutuhkan. Dalam hal menggunakan surat palsu harus pula dibuktikan bahwa orang itu bertindak seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, demikian pula perbuatan itu harus dapat mendatangkan kerugian. Lebih lanjut, tindak pidana pemalsuan surat terhadap surat-surat otentik dihukum lebih berat. Surat otentik, menurut R. Soesilo adalah surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang, oleh pegawai umum seperti notaris (hal. 197). Bentuk-bentuk Pemalsuan Dokumen Selanjutnya, terkait bentuk-bentuk pemalsuan dokumen, selain yang diatur dalam pasal-pasal di atas, ada pula yang berupa tindak pidana berikut ini. KUHP UU 1/2023 Pasal 275 Barang siapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 264 No. 2 - 5, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [4] Bahan-bahan dan benda-benda itu dirampas Pasal 393 Setiap orang yang menyimpan bahan atau alat yang diketahui digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 392 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [5] Bahan dan alat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk negara atau dirampas untuk dimusnahkan. Pasal 266 Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya, sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun; Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian. Pasal 394 Setiap orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [6] Pasal 267 Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama 8 tahun 6 bulan. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 395 Dokter yang memberi surat keterangan tentang keadaan kesehatan atau kematian seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [7] Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan maksud untuk memasukkan atau menahan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar. [8] Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi setiap orang yang menggunakan surat keterangan palsu tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya. Pasal 268 Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu. Pasal 396 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta [9] setiap orang yang: a. membuat secara tidak benar atau memalsu Surat keterangan dokter tentang ada atau tidak ada penyakit, kelemahan, atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi; atau b. mempergunakan Surat keterangan dokter yang tidak benar atau dipalsu, seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu dengan maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung asuransi. Pasal 269 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsu surat keterangan tanda kelakuan baik, kecakapan, kemiskinan, kecacatan atau keadaan lain, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan kemurahan hati dan pertolongan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan. Pasal 397 Dipidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta, [10] setiap orang yang: a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan tidak pernah terlibat tindak pidana, kecakapan, tidak mampu secara finansial, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk mempergunakan atau meminta orang lain menggunakannya supaya diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan iba dan pertolongan; atau b. menggunakan surat keterangan yang tidak benar atau palsu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak palsu. Pasal 270 Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barang siapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 398 Setiap orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta, [11] jika: membuat secara tidak benar atau memalsu paspor, surat perjalanan laksana paspor, atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia; atau meminta untuk memberi surat serupa atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakannya seolah-olah benar atau tidak palsu. Setiap orang yang menggunakan surat yang tidak benar atau yang dipalsu pada ayat (1) seolah-olah benar dan tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran dipidana sama. Pasal 271 Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah sejati dan tidak dipalsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. Pasal 399 Dipidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta, [12] setiap orang yang: a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat pengantar bagi hewan atau ternak, atau memerintahkan untuk memberi surat serupa atas nama palsu atau menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan surat tersebut seolah-olah benar dan tidak palsu; atau b. menggunakan surat yang tidak benar atau dipalsu dalam huruf a, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak palsu. Pasal 274 Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang sah, tentang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk menyesatkan pejabat kehakiman atau kepolisian tentang asalnya, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan. Pasal 400 Dipidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta, [13] setiap orang yang a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan seorang pejabat yang berwenang membuat keterangan tentang hak milik atau hak lainnya atas suatu benda, dengan maksud untuk memudahkan pengalihan atau penjaminan atau untuk menyesatkan pejabat penegak hukum tentang asal benda tersebut; atau b. menggunakan surat keterangan dalam huruf a, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak palsu. Selengkapnya mengenai tindak pidana pemalsuan surat dapat Anda baca dalam Pasal 263 s.d. Pasal 276 KUHP, dan Pasal 391 s.d. Pasal 400 UU 1/2023 . Contoh Kasus Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami mencontohkan kasus pemalsuan surat yang telah diputus di tingkat kasasi melalui Putusan MA No. 1382 K/PID/2016 , bahwa perbuatan terdakwa mengubah ex. Persil 92 dari atas nama Samsu menjadi atas nama Sukon dapatlah dikualifikasi sebagai memalsukan surat/akta otentik sesuai Pasal 263 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP (hal. 11). Mahkamah Agung kemudian menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memalsukan surat dan dipidana penjara selama 1 tahun 6 bulan (hal. 12). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan Mahkamah Agung Nomor 1382 K/PID/2016 . Referensi : Adami Chazawi dan Ardi Ferdian. Tindak Pidana Pemalsuan: Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap Kepercayaan Masyarakat Mengenai Kebenaran Isi Tulisan Dan Berita Yang Disampaikan . Jakarta: Rajawali Pers, Cet. ke-2, 2016; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; Kamus Besar Bahasa Indonesia, dokumen , yang diakses pada Senin, 15 Januari 2024, pukul 16.23 WIB. [1] Adami Chazawi dan Ardi Ferdian. Tindak Pidana Pemalsuan: Tindak Pidana Menyerang Kepentingan Hukum Terhadap Kepercayaan Masyarakat Mengenai Kebenaran Isi Tulisan Dan Berita Yang Disampaikan . Jakarta: Rajawali Pers, Cet. ke-2, 2016, hal. 3 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 [4] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan menjadi 1000 kali [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [6] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 [7] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [8] Pasal 79 ayat (1) huruf f UU 1/2023 [9] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [10] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [11] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [12] Pasal 79 ayat (1) huruf d KUHP [13] Pasal 79 ayat (1) huruf d KUHP TAGS dokumen kuhp kuhp baru palsu pemalsuan | {1016: 'Lalu, apa yang dimaksud tindak pidana pemalsuan surat? Pada dasarnya, tindak pidana pemalsuan surat adalah kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang tampak dari luar seolah-olah benar adanya, tetapi sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 296: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 370: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1017: 'pasal 79 tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut: 1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan: 2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau meninggal dunia; 3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, menurut aturan-aturan umum yang biro hukum dan humas badan urusan administrasi mahkamah agung-ri\x01 \x01 menentukan bahwa register-register catatan sipil harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor tersebut.'} |
Bolehkah polisi menolak laporan masyarakat terkait telah terjadinya suatu perkara? Lalu, adakah upaya yang bisa kami lakukan jika telah lapor polisi tapi kami ditolak? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Jika Laporan Ditolak Polisi, Lakukan Ini yang pertama kali dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan dipublikasikan pada 18 Oktober 2021. . Lapor Polisi Apa saja syarat melapor ke polisi? Pada dasarnya, setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau jadi korban tindak pidana berhak mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis, sebagaimana diterangkan dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya . Dalam hal ini, yang dimaksud dengan laporan dan pengaduan yaitu: Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana yang merugikannya. Selanjutnya, disarikan dari Perbedaan Pelaporan dan Pengaduan , laporan dapat disampaikan oleh setiap orang terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya dan terbatas pada tindak pidana yang mempersyaratkan adanya aduan. Sehingga, memang pada dasarnya, setiap orang berhak melaporkan dugaan adanya tindak pidana ke polisi, kecuali pengaduan yang hanya dapat diajukan oleh orang-orang tertentu saja, yang merupakan delik aduan. Sebagai tambahan informasi, berapa biaya untuk melapor ke polisi? Tidak ada biaya yang dipungut oleh polisi kepada masyarakat yang lapor polisi. Apakah Laporan ke Polisi Bisa Ditolak? Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, apakah polisi berhak menolak laporan masyarakat? Pasal 3 ayat (3) huruf b Perkapolri 6/2019 mengatur: Pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan Penyidik/Penyidik Pembantu yang ditugasi untuk: … Melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi; dan ... Setelah dilakukan kajian awal, dibuat tanda penerimaan laporan dan laporan polisi. Dari ketentuan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setelah menerima laporan/pengaduan tindak pidana, penyidik/penyidik pembantu akan melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya laporan/pengaduan tersebut untuk dibuatkan tanda penerimaan laporan dan laporan polisi. Sehingga, secara hukum, jika penyidik/penyidik pembantu berdasarkan hasil kajian awal menilai tidak layak dibuatkan laporan polisi, maka bisa saja polisi menolak laporan dalam arti laporan polisi tidak dibuat atas laporan/pengaduan yang diberikan. Namun demikian, menurut hemat kami, dalam memutuskan tidak dibuatnya laporan polisi atas laporan/aduan yang disampaikan, penyidik yang bersangkutan harus memiliki alasan yang sah menurut hukum , misalnya polisi menolak laporan karena tindak pidana tersebut merupakan delik aduan, sedangkan yang mengadukannya bukanlah orang yang berhak menurut hukum. Hal ini penting, sebab Pasal 12 huruf a dan f Perpolri 7/2022 mengatur: Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kemasyarakatan, dilarang: a. menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau Laporan dan Pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya ; f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan; Selain itu, setiap pejabat Polri dalam etika kelembagaan dilarang di antaranya melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan/atau standar operasional prosedur meliputi penegakan hukum antara lain seperti: mengabaikan kepentingan pelapor, terlapor, atau pihak lain yang terkait dalam perkara yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum; menghambat kepentingan pelapor, terlapor, dan pihak terkait lainnya yang sedang berperkara untuk memperoleh haknya dan/atau melaksanakan kewajibannya; mengurangi, menambahkan, merusak, menghilangkan dan/atau merekayasa barang bukti. Terhadap dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (“KEPP”) yang dilakukan anggota Polri tersebut yakni menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan masyarakat, dilakukan penegakan KEPP melalui: Pemeriksaan pendahuluan , yang dilaksanakan oleh akreditor (pejabat Polri pengemban fungsi profesi dan pengamanan Polri bidang pertanggungjawaban profesi), dengan cara audit investigasi, pemeriksaan, dan pemberkasan. Namun tahapan audit investigasi dapat dilewati jika telah ada minimal 2 alat ukti yang cukup berdasarkan hasil gelar perkara. Sidang Komisi Kode Etik Polri (“KKEP”) , yang dilaksanakan untuk memeriksa dan memutus salah satunya perkara pelanggaran KEPP, setelah selesainya pemeriksaan pendahuluan, yang bisa dilaksanakan dengan acara pemeriksaan cepat (untuk pelanggaran kategori ringan) atau acara pemeriksaan biasa (untuk pelanggaran kategori sedang dan berat). Sidang KKEP Banding , yang diajukan oleh pemohon yang dijatuhi sanksi administratif kepada pejabat pembentuk KKEP banding melalui sekretariat KKEP secara tertulis dalam jangka waktu maksimal 3 hari kerja setelah putusan sidang dibacakan KKEP. Sidang KKEP Peninjauan Kembali , yang dilakukan oleh Kapolri atas putusan KKEP atau putusan KKEP banding yang telah final dan mengikat apabila dalam putusan tersebut terdapat suatu kekeliruan dan/atau ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat sidang KKEP sebelumnya. Peninjauan kembali ini dapat dilakukan maksimal 3 tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP banding. Adapun pejabat Polri yang dinyatakan melanggar KEPP (“pelanggar”) dikenakan sanksi berupa sanksi etika dan/atau administratif. Sanksi etika terhadap pelanggar dengan kategori ringan mencakup: Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; Pelanggar wajib meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan; Pelanggar wajib mengikuti pembinaan rohani, mental dan pengetahuan profesi selama 1 bulan. Sedangkan sanksi administratif bagi pelanggar dengan kategori sedang dan berat mencakup: Mutasi bersifat demosi minimal 1 tahun; Penundaan kenaikan pangkat paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun; Penundaan pendidikan paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun; Penempatan pada tempat khusus paling lama 30 hari kerja; dan Pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH). Jadi, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya, polisi menolak laporan jika berdasarkan hasil kajian awal disimpulkan bahwa laporan tersebut dinilai tidak layak dibuatkan laporan polisi. Namun, hal ini tidak berlaku jika laporan/pengaduan yang telah disampaikan merupakan lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya. Jika benar terdapat dugaan pelanggaran KEPP dalam hal polisi menolak laporan/pengaduan secara sewenang-wenang, maka Anda dapat mengadukan pelanggaran ini secara online kepada Propam Polri melalui laman Pengaduan Propam Polri atau bisa melalui aplikasi PROPAM PRESISI . Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami tentang langkah jika polisi menolak laporan masyarakat, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia ; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana . Referensi : Pengaduan Propam Polri , yang diakses pada 15 Januari 2024, pukul 09.00 WIB; PROPAM PRESISI , yang diakses pada 15 Januari 2024, pukul 09.10 WIB. TAGS penyelidikan penyidikan kepolisian pidana | {1018: 'pasal 12 setiap pejabat polri dalam etika kemasyarakatan, dilarang: a. menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; b. mencari-cari kesalahan masyarakat; c. menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat; d. mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat; e. bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang; f. mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan; g. melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian; h. membebankan biaya dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan; i. bersikap diskriminatif dalam melayani masyarakat; dan j. bersikap tidak perduli dan tidak sopan dalam melayani pemohon. 2022, no.597 -19- paragraf 4 etika kepribadian', 1019: "['(1) penyelidik berwenang menerima laporan/pengaduan baik secara tertulis, lisan maupun menggunakan media elektronik tentang adanya tindak pidana.', '(2) laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterima di: a. satker pengemban fungsi penyidikan pada tingkat mabes polri; atau b. spkt/spk pada tingkat polda/polres/polsek.', '(3) pada spkt/spk yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan penyidik/penyidik pembantu yang ditugasi untuk: a. menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan laporan polisi; b. melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan laporan polisi; dan c. memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada polri.', '(4) setelah dilakukan kajian awal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dibuat: a. tanda penerimaan laporan; dan b. laporan polisi.', '(5) laporan polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, terdiri atas: a. laporan polisi model a, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota polri yang mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi; dan b. laporan polisi model b, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota polri atas laporan yang diterima dari masyarakat. portal.divkum.polri.go.id', '(6) laporan polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberi penomoran, sebagai registrasi administrasi penyidikan.']"} |
Belakangan ini viral kasus supir taxi yang palak turis asing di Bali. Menurut berita yang beredar, kasus pemerasan sopir taxi terhadap WNA ini berawal saat korban naik ke dalam taxi, sopir (pelaku) mengatakan biayanya $50. Namun, yang didengar korban biayanya Rp50 ribu. Ketika hendak bayar, korban mau bayar dengan menyerahkan uang Rp50 ribu namun ditolak pelaku dengan dalih sudah sepakat $50. Karena kesalahpahaman, antara pelaku dan korban terjadi keributan hingga membuat pelaku emosi. Pada saat itu, pelaku sempat mencoba memukul korban, tapi tidak kena. Kemudian pelaku mengambil benda dari dalam dashboard yang diduga pisau.
Lalu, apa sanksi pidana bagi pelaku pemerasan dengan pengancaman? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pasal Pemerasan dan Pengancaman dalam KUHP Perbuatan sopir taksi yang mencoba memukul korban dan mengancam korban menggunakan benda yang diduga pisau, dengan tujuan supaya korban memberikan uang, merupakan tindak pidana pemerasan dan pengancaman yang diatur dalam Pasal 368 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan KUHP baru yaitu Pasal 482 UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, [1] yakni pada tahun 2026. Pasal 368 KUHP Pasal 482 UU 1/2023 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan , dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Ketentuan Pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini. Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum , memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk: memberikan suatu barang , yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Berdasarkan bunyi Pasal 368 ayat (1) KUHP , unsur-unsurnya adalah: [2] Unsur-unsur Objektif perbuatan memaksa; yang dipaksa (seseorang); upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; tujuan, sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, yaitu: orang menyerahkan benda; orang memberi hutang; orang menghapus piutang. Unsur-unsur Subjektif dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; dengan melawan hukum. Kemudian, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 256) menamakan perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang mana pemerasnya: memaksa orang lain; untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau menghapuskan piutang; dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan. Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 , ketentuan ini mengatur tindak pidana pemerasan. Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan fisik atau lahiriah , antara lain, dengan todongan senjata tajam atau senjata api. Lalu, kekerasan atau ancaman kekerasan tidak harus ditujukan pada orang yang diminta untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri atau suami. Kemudian, pengertian “memaksa” sebagaimana disebut dalam Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 meliputi pemaksaan yang berhasil (misalnya barang diserahkan) maupun yang gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak berhasil atau gagal, pelaku tetap dituntut berdasarkan ketentuan ini, bukan dengan ketentuan mengenai percobaan. [3] Dengan demikian, jika sopir taksi yang peras turis asing di Bali memenuhi unsur-unsur di atas, ia berpotensi dipidana maksimal 9 tahun karena melakukan tindak pidana pemerasan dengan ancaman kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP atau Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023. : Pasal untuk Menjerat Pelaku Pengancaman Pembunuhan Lapor Tindak Pidana ke Polisi Sebagai tambahan informasi, korban WNA dapat melaporkan sopir taksi (pelaku) tersebut ke polisi atas dugaan tindak pidana pemerasan dengan ancaman kekerasan. Korban dapat langsung datang ke kantor polisi terdekat dari lokasi tindak pidana itu terjadi . Misalnya, jika tindak pidana terjadi di Bali, maka korban dapat mendatangi Polresta Denpasar . Bagaimana prosedur yang harus ditempuh? Anda bisa membaca petunjuknya di Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya : Bisakah WNA di Luar Negeri Melapor Pidana ke Polisi Indonesia? Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Mohammad Kenny Alweni. Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368 KUHP. Jurnal Lex Crimen, Vol. 3, No. 3, 2019; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; Polresta Denpasar , yang diakses pada Jumat, 12 Januari 2024, pukul 08.13 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Mohammad Kenny Alweni. Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan Pasal 368 KUHP. Jurnal Lex Crimen, Vol. 3, No. 3, 2019, hal. 48 [3] Penjelasan Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 TAGS pemerasan warga negara asing kuhp | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 946: 'unsur-unsur Pasal 368 ayat (1) KUHP: Unsur-unsur Objektif perbuatan memaksa; yang dipaksa (seseorang); upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan; tujuan, sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, yaitu orang menyerahkan benda, orang memberi hutang, atau orang menghapus piutang. Unsur-unsur Subjektif dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; dengan melawan hukum.', 1021: "['(1) dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk: a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.']"} |
Apa perbedaan penyelidikan dengan penyidikan? Mohon pencerahannya. | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Soal Penyidik, Penyelidik, Penyidikan, dan Penyelidikan yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan dipublikasikan pertama kali pada Jumat, 31 Mei 2013, yang pertama kali dimutakhirkan pada 21 April 2022. . Beda Penyelidikan dan Penyidikan Menurut KUHAP Dalam KUHAP sendiri telah memberikan pengertian mengenai apa itu penyidik, penyidikan, penyelidik, dan penyelidikan sebagai berikut: Pasal 1 angka 1 KUHAP Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Pasal 1 angka 2 KUHAP Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pasal 1 angka 4 KUHAP Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Pasal 1 angka 5 KUHAP Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Mengenai beda penyelidikan dan penyidikan, patut Anda pahami bahwa penyidikan dan penyelidikan adalah bagian dari hukum acara pidana. Masyarakat pun sering terbalik tentang proses penyelidikan atau penyidikan dulu sebelum berlanjut ke penuntutan dan persidangan. M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, tahapan penyelidikan adalah tindakan tahap pertama permulaan dari penyidikan . Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang digunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. Lebih lanjut, M. Yahya Harahap menyatakan penyelidikan dilakukan oleh pejabat penyelidik sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. M. Yahya Harahap (hal. 102) juga menerangkan jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Jadi, kapan penyelidikan menjadi penyidikan? Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti lewat penyelidikan, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Berapa lama proses penyidikan dan penyelidikan? Hal ini tidak ditentukan secara spesifik dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga bisa jadi proses penyelidikan dan penyidikan suatu perkara begitu lama. Namun demikian, penyelidik tetap wajib membuat laporan hasil penyelidikan secara tertulis kepada penyidik. [1] Setelahnya penyidikan dilakukan dengan diterbitkannya surat perintah penyidikan. Kemudian diterbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) yang mana dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan. [2] Adapun perihal lembaga yang berwenang melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan adalah kepolisian yang diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan . [3] Sedangkan aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyidikan adalah kepolisian atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. [4] Contohnya, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang bekerja di lingkungan Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan di seluruh Indonesia. [5] Oleh karena itu, tugas penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh masing-masing pejabat yang berwenang yaitu kepolisian untuk penyelidikan dan penyidikan, serta penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang punya wewenang khusus berdasarkan undang-undang untuk melakukan penyidikan. Adapun khusus terkait penghentian penyidikan, patut Anda ketahui, berdasarkan KUHAP, penegak hukum yang berwenang mengadakan penghentian penyidikan adalah pihak kepolisian. [6] Beda Penyelidikan dan Penyidikan Menjawab pokok pertanyaan Anda, guna memudahkan pemahaman, mengenai beda penyelidikan dan penyidikan telah kami rangkumkan dalam tabel berikut ini: Perbedaan Penyelidikan Penyidikan Tujuan Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. - Pasal 1 angka 5 KUHAP Mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. - Pasal 1 angka 2 KUHAP Pihak yang berwenang Setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia. - Pasal 4 KUHAP Pejabat polisi negara Republik Indonesia; Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. - Pasal 6 ayat (1) KUHAP Wewenang pihak yang berwenang Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang: menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; mencari keterangan dan barang bukti; menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Selain itu, atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa: penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penahanan; pemeriksaan dan penyitaan surat; mengambil sidik jari dan memotret seorang; membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik. - Pasal 5 ayat (1) KUHAP Khusus penyidik dari kepolisian, karena kewajibannya mempunyai wewenang: menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; mengambil sidik jari dan memotret seorang; memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; mengadakan penghentian penyidikan; mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. - Pasal 7 ayat (1) KUHAP Sedangkan untuk penyidik dari pegawai negeri sipil tertentu wewenangnya sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik kepolisian. - Pasal 7 ayat (2) KUHAP Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami tentang beda penyelidikan dan penyidikan sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana ; Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tugas dan Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Lingkungan Dinas Perhubungan . Referensi : M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan . Jakarta: Sinar Grafika, 2006. [1] Pasal 8 ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (“Perkapolri 6/2019”) [2] Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (1) Perkapolri 6/2019 [3] Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [4] Pasal 1 angka 1 KUHAP [5] Angka 1 Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tugas dan Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Lingkungan Dinas Perhubungan [6] Pasal 7 ayat (1) huruf i KUHAP TAGS acara pidana kuhap penyelidikan penyidikan | {1022: "['(1) penyelidik wajib membuat laporan hasil penyelidikan secara tertulis kepada penyidik.', '(2) laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit berisi: a. tempat dan waktu; b. kegiatan penyelidikan; c. hasil penyelidikan; d. hambatan; dan e. pendapat dan saran.']", 1023: "['(1) penyidikan dilakukan dengan dasar: a. laporan polisi; dan b. surat perintah penyidikan.', '(2) surat perintah penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat: a. dasar penyidikan; b. identitas tim penyidik; c. perkara yang dilakukan penyidikan; d. waktu dimulainya penyidikan; dan e. identitas penyidik selaku pejabat pemberi perintah.']", 1024: '4. penyelidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan', 1025: '1. penyidik adalah pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan', 1026: '[\'(2) undang_undang dasar negara republik indonesia tahun 194s; 2. undang--undang nomor i tahun 2oll tentang perumahan dan kawasan permukiman (lembaran weg".e republik indonesia tahun 2011 nomor 7, tambaian lembaran negara republik indonesia nomor 5lgg); memutuskan: peraturan pemerintah perumahan dan kawasan tentang penyelenggaraan permukiman. bab i presiden repu b lii( indonesia -2- bab i ketentuan umum bagian kesatu pengertian pasal i dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan: l. penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistern pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 2. perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan p,ermukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakit. 3. kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa fawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempa! kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 4. lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan permukiman. 5. permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. 6. perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pcrmukiman, baik.perkotaan maupun perd.sa"rr, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umuri sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. 7. rumah adalah_ bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 8. presiden repu blii( indonesia -3- hunian berimbang adalah perumahan dan kawasan permukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam rumah tunggal dan rumah deret antara rumah sederhana, rumah menengah dan rumah mewah, atau dalam rumah susun antara rumah susun umum dan rumah susun komersial, atau dalam rumah tapak dan rumah susun umum. prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. utilitas umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian. rencana kawasan permukiman yang selanjutnya disingkat rkp adalah dokumen rencana sebagai pedom"r, dalam memenuhi kebutuhan lingkungan hunian di perkotaan dan perdesaan serta tempat kegiatan pendukung yang dituangkan dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, danjangka panjang. rencana pembangunan dan pbngembangan perumahan yang selanjutnya disingkat rp3 adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan penyediaan perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan sebagai bagian dari perwujudan pemanfaatan tata ruang yang mengacu pada rkp. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat rtrw kabupaten/kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari rtrw provinsi, dan yang beribi tujuan, keb{jakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur .ruang wilayah kabupaten/ kota, rencana pola ruang . wilayah kabupaten/ kota, penetapan kawasan strategis _ kabupaten/kota, arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendaliai pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/ kota. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. rencana . 17. 18. 15. 16. 19. 20. 2r. 22. fresidei.i repu blii( indonesia -4- rencana detail tata ruang kabupaten/ kota yang selanjutnya disingkat rdtr adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota. peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. per:mukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. lingkungan siap bangun yang selanjutnya disebut lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari kawasan siaf bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. konsolidasi tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan perumahan dan permukiman gu.ra meningkatkan kualitas linglungan dan pemeliharain sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat. kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan-fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotain, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemlrintahan, pelayanan sosial, dankegiatan ekonomi. 23. kawasan 23. fresiden repuelik indonesia -5- kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengeiolaan sumber daya alam dengan susunan furgsi kiwasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiata-n ekonomi. perencanaan perumahan dan kawasan permukiman adalah suatu .proses perencanaan lingkungan hunian perkoraan, , lingkungan hunian perdesaan, tempat pendukung kegiatan, permukiman, perumahan, rumih,. dan prasarana, sarana dan utilitas umum untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman. pembangunan perumahan dan kawasan permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan rencana kawasan permukiman melalui pelaksanaan konstruksi. pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman lddt! suatu proses untuk memanfaatkan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan rencana yang ditetapkan, termasuk kegiatan pemelihiraan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. pengendalian perumahan dan adalah suatu proses untuk penyelenggaraan perumahan dan yeing dilaksanakan pada pembangunan, dan pemanfaatan. kawasan permukiman mewujudkan tertib kawasan permukiman tahap perencanaan, s-etiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. masyarakat adalah orang perseorangan yang kegiatannya di bidang perumahan dan xaiasan ?.-.riukim"n, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, iurg . berkepentingan dengan penlelenggaraan perumahan dan kawasan permukliman badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kalwasan "permukiman. masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disingkat mbr adalah ..masyarakat y.rf *.*prrry"i keterbatasan daya beli . sihingg" i"ri" mendapat dukungan pemerintah untuk memli."t.t n.r-"t. 31. 32. pemerintah . presiden republii( tndonesia -6- 32. pemerintah pusat yang selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden republik tndon-esia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara nepuutit< indon"esii sebagaimana dimaksud dalam undang_undang dasar negara repubtik indonesia tahun 1945. 33. pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat dlaerah seuagl;i unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 34. menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perurnahan* dan kawasan permukiman. bagian kedua tujuan pasal 2 penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertujuan untuk: a. mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; b. memberikan kepastian- hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan -tugas dan wewening serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraai perumahan dan kawasan permukiman; dan c. mewujudkan keadilarr bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi mbir dalam penyelirrgg*i* perumahan dan kawasan permukiman. bagian ketiga lingkup pasal 3 lingkup peraturan pemerintah ini meliputi: a. penyelenggaraanperumahan; b. penyelenggaraankawasan permukiman; c. keterpaduan prasarana, sarana, utilitas umum penrmahan dan kawasan permukiman; d. pemeliharaan dan perbaikan; e. pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman fumuh; f. konsolidasi tanah; dan g. sanksiadministrasi. pasal 4 (1) (2)\', \'(3) piles idei\\\\ ref]ublii( ii!donesia -7 - pasal 4 penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan. penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagai- dasai penyelenggaraan perumahan. prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (21 merupakan perwujudan kegiatan pembangunan \\\' peruntukan perumahan di kawasan permukiman sebag.i*.na yang dituangkan di dalam rencana tata ruang yang mengutamakan keterpaduan prasarana, sarana, - dan utilitas umum kawasan sebagai pengendalian dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. pasal 5 penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman. kebijakan dalam kawasan (1) (2) kebijakan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencanal t"rp.ar, a"i berkelanjutan; dan b. peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan penyelenggaraan perumahan din permukiman. (3) strategi kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan ti4angkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, ierpadu, dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud p.dr. ayat (zi huruf a meliputi: a. penyediaan kebutuhan pemenuhan perumahan dan kawasan permukiman melalui perencanaan dan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; dan b. keterjangkauan\', \'(4) (s) (1) (2t 15residen repliblii<. inidonesia -8- b. keterjangkauan pembiayaan dan pendayagunaan teknologi. strategi peningkatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. pelaksanaan keterpaduan kebijakan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman antar pemangku lintas sektor, lintas wilayah, dan masyarakat; b. peningkatan kapasitas kelembagaan bidang perumahan dan kawasan permukiman. ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi nasional bidang perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan presiden. (3) rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menurut jenis dan bentuknya. (4) jenis rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan aari penghunian meliputi rumah komersial, rumah umum, rumah swadaya, rumah khusus, dan rumah negara. bab ii penyelenggaraan perumahan bagian kesatu umum pasal 6 penyelenggaraan perumahan meliputi: a. perencanaanperumahan; b. pembangunanperumahan; c. pemanfaatan perumahan; dan d. pengendalianperumahan. perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rumah atau perumahan beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.\', \'(5) bentuk (s)\', \'(6) pres idei\\\\ repu".\\\'1;ndonesta bentuk rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan meliputi rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun. ketentuan lebih lanjut mengenai rumah negara sebagaimana dimaksud pada "y"t 1+1 dan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (s) diatur dengan peraturan pemerintah tersendiri. pasal 7 (1) dalam hal penyelenggaraan perumahan bagi mbr, pemerintah dan/atau pemerintah daerah- dapai memberikan fasilitasi terhadap perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan perumahan. (2) fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga atau badan yang dituiasi oleh pemerintah dan/atau pemerintah naerah. (3) penugasan lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan sesuai -d.ng.r, ketentuan peraturan perundang_undangan. bagian kedua perencanaan perumahan paragraf 1 umum pasal 8 (1) perencanaan perumahan menghasilkan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan yang mengacu pada dokumen rkp. (2) re-ncana pembangunan dan pengembangan perumahan sebagaimana dimaksud pada "y"1 1ty diietapkan daram rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengih, dan ,""rr""rr^ tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_ undangan. (3) dokumen r e f, rr jtt,? t,\\\',$5|* u\\\' o - 10- (3) dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan disusun untuk memenuhi kebutuhan rumah serta keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. (4) dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan sebagaimana dimaksud piaa- ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus dki jakarta ditetapkan oleh gubernur. (5) dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayatll) ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam sltimai tahun. pasal 9 (1) dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan mencakup: a. kebijakan pembangunan dan pengembangan; b. rencana kebutuhan penyediaan rumah; c. rencana keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan d. program pembangunan dan pemanfaatan. (2) rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dilakukan dalam bentuk rencana: a. pembangunan dan pengembangan; b. pembangunan baru; atau c. pembangunan kembali. pasal 10 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penjrusunan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal g dan pasal 9 diatur dengan peraturan menteri. pasal 1 1 (1) perencanaan perumahan terdiri atas: a. perencanaan dan perancangan rumah; dan b. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. (2) perencanaan (2) (3) $tr$ -il9y4# i]residen repijblii( indonesia - 1l - perencanaan perumahan merupakan bagian dari perencanaan permukiman yang terintegraji dengan sistem prasarana, sarana, dan utilitas urium kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. perencanaan perumahan mencakup rumah sederhana, rumah menegah, dan/atau rumah mewah. paragraf 2 perencanaan dan perancangan rumah (r) pasal 12 perencanaan dan perancangan dimaksud dalam pasal l l ayat untuk: a. menciptakan rumah yang layak huni; b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pemerintah; dan c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. (2) perencanaan dan perancangan rumah untuk menciptakan rumah layak huni iebagaimana dimaksud pada . ayat (l) huruf a dilakukan dalam rangka mewujudkan rumah yang sehat, aman, dan teratur. (3) perencanaan dan perancangan mendukung upaya pemenuhan sebagaimana dimaksud pada dalam rangka memenuhi masyarakat. rumah sebagaimana (l) huruf a dilakukan rumah untuk kebutuhan rumah ayat (1) huruf b dilakukan kebutuhan rumah bagi (4) perencanaan dan perancangan rumah untuk meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur sebagaimana dimaksud pada ayat 1f 1 nuruf i dilakukan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang fungsional, dan sesuai dengan tata banguian b""gunai yang serasi dan selaras dengan lingkungan. pasal 13 (l) perencanaan dan perancangan rumah dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan rumah. (2) setiap. (2) (3) (4) pres iden repu blik indonesia -12- setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib memiliki sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi. sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi klasifikasi dan kualilikasi perencanaan dan perancangan rumah. sertilikat keahlian dan lembaga sertifikasi di bidang perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan. (1) pasal 14 hasil perencanaan dan perancangan rumah harus memenuhi persyaratan: a. teknis; b. administratif; c. tata ruang; dan d. ekologis. persyaratan teknis dalam perencanaan dart perancangan rumah meliputi: a. tata bangunan dan lingkungan; dan b. keandalan bangunan. persyaratan administratif dalam perencanaan dan perancangan rumah meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; dan b. status kepemilikan bangunan. persyaratan tata ruang dan ekologis dalam perencanaan dan perancangan rumah sesuai dengan rencana detil tata ruang dan peraturan zonasi. pemenuhan persyaratan teknis dan administratif dalam perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2t (3) (4) (s) pasal 15 (1) presiden republik indonesia -13- pasal 15 p-erencanaan dan perancangan dimaksud dalam pasal ln pen]rusunan: a. prarencana; b. pengembanganrencana; paragraf 3 perencanaan prasarana, sarana, rumah sebagaimana dilaksanakan melalui dan utilitas umum (21 (3) c. gambar kerja; d. spesifikasi teknis; dan e. rencana anggaran biaya. perencanaan _dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (t) dilakukan untuk mengf,asilkan ookumen rencana teknis sebagai lampiran dokumen permohonan izin mendirikan bangunan. - dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. gambar rencana arsitektur, struktur, dan utilitas; b. spesifikasi teknis rencana arsitektur, struktur dan utilitas; dan c. perhitungan struktur untuk kompleksitas tertentu. ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan perancangan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. (4) (1) pasal 16 perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 lyat (1) huruf b mengacu pada rencana keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan meliputi: a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan b. ::l9"""_ kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. (21 (3) rencana (3) (4) (l) (21 presiden repu blii( indonesia -14- rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a digunakan untuk: a. landasan perencanaan prasarana, sarana dan utilitas umum; dan b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah sesuai dengan rencana tapak (site - plan) atau rencana tata bangunan dan lingkungan. rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas u-mum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan untuk: a. mewu-judkan lingkungan perumahan yang layak huni; dan b. membangun rumah. (3) persyaratan teknis sebagaimana dimaksud huruf b meliputi: a. gambar struktur yang dilengkapi dengan gambar detil teknis; b. jenis bangunan; dan c. cakupan layanan. l4l persy.aratan - ekologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dengan penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan; dan b. mengutamakan penggunaan energi non fosil untuk utilitas umum. pasal 17 perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum harus memenuhi persyaratan: a. administratif; b, teknis; dan c. ekologis. persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. status penguasaan kaveling tanah; dan b. kelengkapanperizinan. pada ayat (l) (5) perencanaan (s) (6) itrresidei{ republik indonesia _15- perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum falus mempertimbangkan kelayakan hunian serta kebutuhan masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik. persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan ekologis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_ undangan. pasal 18 perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah memenuhi persyaratan wqiib mendapat pengesahan dari pemerintah daerah sesuai kewen.rrg.rrrryu. pasal 19 perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. setiagr.-o.rang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat keahlian yang diterbitk"., ol.h i"*u"g" sertifikasi. sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi klasifikasi dan kualilikasi perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum. sertifikat keahlian dan lembaga sertifikasi di bidang perencanaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat 121 sesuai dengan ketentuan peraturan perunda.rg-pe.rri".rg".r. -- (1) (2) (s) (41 bagian ketiga pembangunan perumahan paragraf 1 umum pasal 20 (1) pembangunan perumahan meliputi: a. pembangunan rumah dan prasarana, sarana, utilitas umum; dan/atau b. peningkatan kualitasperumahan. (2) pembangunan (2) pres ideni reputt\\\']rrh_oonesta pembangunan perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber 9"y. dalam negeri dan kearifan lokal yang aman bagi kesehatan. pembangunan perumahan dilaksanakan melalui upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum yang terpadu dengan penataan lingkungan sekitar. pembangunan perumahan untuk peningkatan kualitas perumahan dilaksanakan melalui upaya penanganan dan pencegahan terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta penurunan kualitas lingkungan. pembangunan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan status penguasaan atau kepemilikan tanah dan perizinan berdasarkin ketentuan peraturan perundang-undangan. pasal 2 1 (1) badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan wqiib mewujudkan perumahan dingan hunian berimbang. (2) pembangunan perumahan skara besar yang dilakukan oleh badan hukum wajib mewujudkan hunian berimbang dalam satu hamparan. (3) kewajiban sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk badan hukum perumahan yang seluruhnya pemenuhan rumah umum. (4) dalam hal pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan, p.r.rb.rrgrrr"r, rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota, khusus untuk dki jakarta dalam satu provinsi. (5) badan hukum yang melakukan pembangunan perumahan dengan hunian berimbang tidak dalam satu hamparan wajib menyediakan akses dari rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. (3) (4) (s) pada ayat (1) yang membangun ditujukan untuk (6) ketentuan presiden republik indonesia -17- (6) ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan akses dari rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja sebagaimana dimaksud padi "v"t lst diatur dengan peraturan daerah kabupatentkol; khusus untuk daerah khusus ibukota jaliarta diatui dengan peraturan daerah provinsi. (r) (2) (3) paragraf 2 pembangunan rumah pasal22 pembangunan rumah meliputi pembangunan rumah tunggal, dan/ atau rumah deret. pembangunan rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. rumah tunggal dan/atau rumah deret yang masih dalam .tahap proses pembangunan perumlhan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah memlnuhi persyaratan kepastian atas: a. status pemilikan tanah; b. hal yang diperjanjikan; c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk; d. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan e. keterbangunan perumahan paling sedikit 2}vo (dv puluh persen). (5) badan_ h,ukum yang melakukan pembangunan rumah tunggal dan/atau rumah deret, tidak bolih melakukan serah terima dan/ atau menarik dana lebih dari 8o% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (4) paragraf 3 (l) (2t presiden republii( ii{donesia -18- paragraf 3 pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum pasal 23 pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan: a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah; b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum. prasarana, sarana, dan utilitas umum yang telah selesai dibangun -oleh setiap orang harus diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. p-enyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah berakhirnya masa pemeliharaan dan perawatan prasarana, sarana dan utilitas umum. p.enyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap. ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri. (3) (4) (s) (6) (l) (2) paragraf 4 peningkatan kualitas perumahan pasal 24 peningkatan kualitas perumahan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang. peningkatan kualitas perumahan sebagaimana aimarcua pada ayat (1) dilakukan terhadap penuru.ran kualitas rumah serta prasarana, sarana, din utilitas umum. (3) peningkatan presii)en reiii-lblii( indonesia _19_ (3) peningkatan kualitas perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus dki jakarta ditetapkan oleh gubernur.\\\' bagian keempat pemanfaatan perumahan pasal 25 pemanfaatan perumahan meliputi: a. b. c. pemanfaatan rumah; pemanfaatan prasarana, dan sarana perumahan; dan pelestarian rumah, perumahan, serta prasarana dan sarana perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pasal 26 pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf -a dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayaka-n dan tidak mengganggu fungsi hunian. pemanfaatan rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan lingkungan hunian. ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan rumah sebagaimana dimaksud pada ayai (l) diatur dengan peraturan daerah. (1) (2) (3) pasal27 pemanfaatan prasarana dan sarana perumahan dimaksud dalam pasal 25 huruf b dilakukan : a. berdasarkan jenis prasarana dan sarana sesuai dengan ketentuan peraturan undangan; dan b. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan. sebagaimana perumahan perundang- pasal 28 (r) (2) (3) (4) pres iden repu blik indonesia -20- pasal 28 setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni rumah. penghunian rumah dapat berupa: a. hak milik sesuai dengan ketentuan peratur€rn perundang-undangan; b. cara sewa menyewa; atau c. cara bukan sewa menyewa. penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) huruf b dan huruf c hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik rumah. penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. perjanjian- tertulis sebagaimana dimaksud pada. ayat (4) sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa menyewa, dan besarnya harga sewa serta kondisi force majeure, ty*u! yang sedang dalam sengketa tidak dapat disewakan. pasal 29 harga sewa bagi rumah sewa yang pembangunannya memperoleh kemudahan dari pemerinlah dan pimerintah daerah ditetapkan oleh kepala daerah sesuai kewenangannya berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri. dalam menetapkan harga sewa sebagaimana dimaksud pada,ayat (1), kepala daerah harus tetap memperhatikan spesifikasi rumah dan lokasi rumah yang disewakan serta kelangsungan usaha atau kegiatan seira menyewa rumah. pasal 30 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengenai penghunian rumah dengan cara sewa menyewa atau cara bukan .sewa menyewa diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri. (s) (6) (l) (21 (1) (2t pres idei{ republii( indonesia -21 - bagian kelima pengendalian perumahan pasal 3l pengendalian perumahan mulai dilakukan pada tahap: a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. pengendalian perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dalam bentuk: a. perizinan; b. penertiban;dan/atau c. penataan. pasal 32 pengendalian perumahan oleh pemerintah dilakukan melalui penetapan-norma, standar, prosedur, dan kriteria. (1) (2t (t) pasal 33 pemerintah. daerah dapat membentuk atau menunjuk satuan kerja perangkat daerah untuk melaksanakan pengendalian perumahan. pembentukan atau penunjukan satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayai 1iy sesuai dengan ketentuan peraturan peru.rdang-u.rdarrg"rr. pasal 34 pengendalian perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui plmberian izin yang efektif dan efisien. pengendalian perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk penertiban dilakukan - untuk menjamin kesesuaian perencanaan perumahan dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan peraturan perundang_ undangan. (2t (3) pengendalian . presiden republii( ii\\\'idonesia _22_ (3) pengendalian perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan perumahan dengan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. (1) (2t pasal 35 pengendalian perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui kesesuaian pembangunan dengan perizinan. pengendalian perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan perumahan dengan rencana tata ruang wilayah, perencanaan perumahan, izin mendirikan bangunan, dan persyaratan lain sesuai peraturan perundang-undangan. pengendalian perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin pembangunan perumahan yang layak huni sehat, aman, serasi, dan teratur serta mencegah terjadinya penurunan kualitas perumahan. pasal 36 pengendalian perumahan pada tahap pemanfataan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui pemberian arahan penerbitan sertilikat laik fungsi. penerbitan sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan rumah dengan fungsinya. pengendalian perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan perumahan dengan sertifikat laik fungsi. pengendalian perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan perumahan dengan fungsi hunian. (3) (l) (21 (3) (4) bagian. (1) (2) q,# presiden repu blii( indonesia _23_ bagian keenam kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi mbr pasal 37 pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi mbr. untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi mbr sebagaimana dimaksud pada ayat (l), pernerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. kemudahan dan/ atau bantuan pembangunan dan perole_han rumah bagi mbr sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. subsidi perolehan rumah; b. stimulan rumah swadaya; c. insentif perpajakan sesuai dengan (3) peraturan perundang-undangan di perpajakan; perizinan; asuransi dan penjaminan; penyediaan tanah; sertifikasi tanah; dan/atau prasarana, sarana, dan utilitas umum. ketentuan bidang d. e. f. b. h. (1) pasal 38 pemberian kemudahan dan/atau bantuan subsidi perolehan rumah sebagai.mana dimaksud dalam pasal 37 ayat (3) huruf a dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan. kemudahan dan/atau bantuan stimulan rumah swadaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 3t ayat (3) huruf b diberikan berupa perbaikan dan pemb-angunan baru rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas ll=-rr.r. (2) (3) kemudahan (s) (4t (s) presiden rei3ublii( indonesia -24- kemudahan/ bantuan insentif perpajakan dan asuransi dan penjaminan sebagaimana ahatsua dalam pasal 37 ayat (3) huruf c dan huruf e diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (3) huruf d diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pemberian kemudahan penyediaan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3z -ayat (3) huruf f dilakukan melalui: a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; b. konsolidasi tanah oleh pemilik tanah; c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah; d. pe.manfaatan dan pemindah tanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sesuai dengai ketentuan peraturan perundang_undangan; e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau f, pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai dengan" ketentuan peraturan perundang-undangan. sertifikasi tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (3) huruf g dilakukan melalui fasilitasi sertilikasi hak atas tanah. bantuan pembangunan berupa penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum "ib.gai*arra dimaksud dalam. pasal 37 ayat (3) huruf h dipat diberikan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerlh. pasal 39 b,.antuan -pembangunan rumah bagi mbr dapat diberikan dalam bentuk: a. dana; b. bahan bangunan rumahl dan/atau c. prasarana, sarana, dan utilitas umum. (2) bantuan pembangunan rumah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang_undangan. (6) 17t (l) pasal 4o r e p u jrt,t t,\\\',?5|* u u, o -25- pasal 40 bantuan pembangunan rumah bagi mbr dapat diperoreh dari badan hukum melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang_undangan. pasal 41 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan kemudahan perolehan rumah bagi mbr "ib.gli*u..ru. dimaksud dalam pasal 37 diatur dengaln peraturan uei-rteri. pasal 42 orang perseorangan yang memiliki rumah umum dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengarihkan kepemilikannya atas rumatr- kepada pihak lain dalam hal: a. pewarisan; b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau c\\\' pm"! tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. pasal 43 pengalihan kepemilikan rumah umum melalui sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf ketentuan peraturan perundang-undangan. pewansan a sesuai (1) pasal 44 pengalihan kepemilikan daram hal penghunian setelah jangka waktu paling sedikit s (lima) i"t i" *"u.g.i*.r* dimaksud dalam pasal 42 huruf \\\'b, dapat dil.k k.r, dengan berdasarkan bukti pembayaran pumah umum dan surat penyataan kepemilikan rumah umum. bukti pembayaran rumah umum dan surat penyataan kepemilikan rumah umum sebagaimana dimarisua pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundlng_ undangan. (2) pasal 45 presiden rei]u blik indonesia -26- pasal 45 (1) pengalihan kepemilikan karena pindah tempat tinggal sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 hurui- c dilakukan karena: a. pindah kota tempat tugas; atau b. memiliki rumah baru. (2) pengalihan kepemilikan karena pindah tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib melfror kepada 191baga yang ditunjuk dengan melampirkan paling sedikit: a. surat pindah dari pimpinan instansi atau pejabat yang berwenang; dan b. surat pernyataan mengembalikan rumah umum. pasal 46 d,alam hal.dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 dan pasal 45, pengalihannla wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuf "ti" dibeniuk oleh pemerintah atau pemerintair dairah dalam bidang perumahan dan permukiman. bab iii penyelenggaraan kawasan permukiman bagian kesatu arahan pengembangan kawasan permukiman pasal 47 (1) arahan pengembangan kawasan permukiman meliputi: a. hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawa-san lindung; b. keterkaitan lingkungan. hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan; c. keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengemba.rgan kawasan perkotaan; d. keterkaitan (21 presidei{ ref\\\'ublii( indones,ia -27- d. keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan; e. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup; f. keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang; dan g. lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman. arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam mewujudkan: a. hubungan antara pengembangan perumahan sebagai bagian dari kawasan permrlkiman; dan b. kemudahan penyediaan pembangunan perumahan sebagai bagian dari kawasan permukiman. paragraf 1 hubungan antarkawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luaikawasan liidung pasal 4g hubungan antarkawasan, fungsional sebagai bagian lingkungan }idup di luar kawasln [ndung selgaimana dimaksud dalam pasal 4z ayat (l) hurui " aiumun untuk mewujudkan keterpaduan \\\' dan sinergi fungsi antarkawasan yang saling mendukung -kegiatin budidaya. hubungan antarkawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan intuk: a. mengendalikan lingkungan hunian dalam kawasan or r.dtclaya lainnya sesuai dengan peraturan zonasi dalam rencana tata ruang agar tidak mengubah fungsi utama kawasan budidayl lainnya; b. mengembangkan kawasan permukiman sebagai pendukung kegiatan pemanfaatan sumber da]ra pada kawasan budidaya lain di sekitarnya; dan (1) (2) c. mengoptimalkan (3) (41 presiden r ep li b lii( ii"idonesia -2a- c. mengoptimalkan hasil budidaya secara terpadu dan berkelanjutan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawas-an lindung sebagaimana di;aks;d pada ayat (l) merupakan kawasan budidaya yang ditetaplian dalam rencana tata ruang wilayah. hubungan antarkawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemanfaatan kawasan permukiman sebagai lingkungan hunian sesuai peraturan zonasi dalam rencana tata ruangwilayah; b. pemenuhan standar pelayanan minimal permukiman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; kawasan peraturan (l) (2) c. keterpaduan akses prasarana antara kawasan permukiman dengan kawasan budidaya lainnya; dan d. penyediaan sarana untuk lingkungan hunian dengan kapasitas pelayanan berdasarkin hubungan fungsional yang terbentuk. paragraf 2 keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan pasal 49 keterkaitan lingkungan, hunian perkotaan dengan l.ingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4z ayat (1) huruf b dilakukan untuk mewujudkan keserasian dan keseimbangan antara lingj<ungan hunian perkotaan dan lingkunian hunian perdesaan yang saling mendukung. keterkaitan lingkungan_ hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjaga: a. hubungan fungsional antara peran perkotaan dengan perdesaan yang saling meniukungi b. keserasian dan keseimbangan kualitas pembangunan perkotaan dengan perdesaan; dan c. fungsi (3) (4) (s) presiden repu blii( inidonesia -29- c. fungsi kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan yang sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah. lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lingkungan hunian dalam kawasan perkotaan yang .rrendukung kegiatan utama yang bukan pertanian. lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan lingkungan hunian dalam kawasan perdesaan yang mendukung kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumbir daya alam. keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan dil"kukan melalui penyediaan konektivitas: a. iisik, antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan; b. fungsional antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan; dan c. ekonomi antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan. . paragraf3 keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan kawaian perkotaan pasal so keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan pengembangan kawisan- perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (l) huruf c dilalukan untuk mewujudkan -pengembangan lingkungan. .hunian perkotain yang "..r"ui d".r!"., rencana, kebijakan dan strategi pengemba.rg"n kawasan perkotaan yang telah ditetapkan.- keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian pe,rkotaan dan pengembangan kawisan"perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mengendalikan lingkungan hunian dalam kawasan perkotaan sesuai dengan peraturan zonasi dalam rencana tata ruang kawasan perkotaan agar tidak mengubah fungsi kawasan lainnya; dan (1) (2) b. mengembangkan (3) (41 presiden repu blik inidonesia -30- b. mengembangkan lingkungan hunian dalam kawasan perkotaan sebagai pendukung kegiatan pemanfaatan sumber daya pada kawasan bucl-idaya lain secara efektif dan efisien sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan. pengembangan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan upaya mengembangkan lingkungan hunian sebagai bagian-dari kawasan perkotaan yang mendukung kjgiatan utama bukan pertanian. pengembangan kawasan perkotaan sebagaimana dimaksurd -pada ayat (l) merupakan upaya mengembangkan kawasan perkotaan yang: a. menjadi bagian wilayah kabupaten; atau b. mencakup 2 (dua) kabupaten/kota pada provinsi. (5) keterkaitan _ pengembangan lingkungan hunian perkotaan dengan pengembangan k"-rj.r, perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayit (l) dilakukan dengan: a. perencanaan lingkungan hunian perkotaan yangsesuai dengan tujuan, kebijakan dan strategi dari rencana tata ruang kawasan-perkotaan; b. perencanaan lingkungan hunian perkotaan yang mendukung sistem pusat kegiatan dan sisteri jaringan prasarana kawasan perkotaan; c. perencanaan lingkungan hunian perkotaan yang s-esuai dengan pola ruang kawasan budi daya d\\\'i kawasan perkotaan; d. pengembangan lingkungan hunian perkotaan yang sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan berupa indikasi program utama yang bersifat interdependen antarwilayah administiatifl dan e. pengendalian pengembangan lingltungan hunian perkotaan sesuai ketentuari pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan. atau lebih wilayah satu atau lebih wilayah paragraf 4 refr u #t,t t,\\\',?55* = =, o -31 - paragraf 4 keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan plrdesaan pasal 51 (1) keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4t ayat (1) huruf d dilakukan untuk mewujudkan pengembangan lingkungan_ -hunian perdesaan yang "."rii denfan rencana, kebijakan dan strategi pengembangan kawaian perdesaan yang telah ditetapkan. (2) keterkaitan antara pengembangan lingkungan hunian perdesaan dan pengembangan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mengendalikan lingkungan hunian dalam kawasan perdesaan sesuai dengan peraturan zonasi dalam rencana tata ruang kawasan perdesaan agar tidak mengubah fungsi kawasan lainnya melalui; dan b. mengembangkan lingkungan hunian dalam kawasan perdesaan sebagai pendukung kegiatan pemanfaatan sumber daya pada kawasan bud\\\'idaya lain secara efektif dan efisiin sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan. (3) pengembangan. lingkungan hunian perdesaan sebagaimana-dimaksud pada ayat (1) -..rrp"kan upaya mengembangkan lingkungan hunian sebagai bagian\\\'diri kawasan perdesaan yang mendukung kegiatai utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam. (4) pengembangan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud -pada ayat (1) merupakan ,p"y" mengembangkan kawasan perdesaan ya.rg, a. menjadi bagian wilayah kabupaten; atau b. mencakup _ 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. (5) keterkaitan _ pengembangan lingkungan hunian perdesaan dengan pengembangan r"-"""r, perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1t1 dilakukan dengan: a. perencanaan c. presidei{ reittjelii( indonesia _32_ perencanaan lingkungan , hunian perdesaan yang sesuai dengan tqiuan, kebijakan dan strategi rencana tata ruang kawasan perdesaan; perencanaan lingkungan hunian perdesaan yang mendukung sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana kawasan perdesaan; perencanaan lingkungan hunian perdesaan yang sesuai dengan pola ruang kawasan budi daya di kawasan perdesaan; pengembangan lingkungan hunian perdesaan yang sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang kawasan perdesaan berupa indikasi program utama yang bersifat interdependen antardesa; dan pengendalian pengembangan lingkungan hunian perdesaan sesuai ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan. paragraf 5 keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup pasal 52 keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat-(l) huruf e dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan manusia yang serasi dengan lingkungan hidup. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayai 1t1 bertujuan untuk menjaga berbagai kegiatan manusia dalam rangka mencapai keberlanjutan kehidupan manusia. paragraf 6 keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang pasal 53 keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dirnaksud dalam pasal 47 ayat (1) huruf f dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan antara pemenuhan kepentingan publik dengan kepentingan setiap orang. e. (l) (2) (1) (2) keseimbangan presiden repu blii( indonesia -33- (2) keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sasaran penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang dilakukan melalui: a. pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian; b. pemberian informhsi rencana kawasan permukiman secara terbuka kepada masyarakat; c. pemberian hak ganti rugi bagi setiap orang yang terkena dampak penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman; dan/atau d. pemberian insentif kepada setiap orang yang dengan sukarela memberikan haknya untuk dimanfatkan bagr kepentingan umum. paragraf 7 lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman pasal 54 lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1) huruf g merupakan kelompok kerja pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berjenjang ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan tugas kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan peraturan menteri. (r) (2) (3) bagian kedua penyelenggaraan paragraf i umum pasa.l 55 penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. pasal 56 (1) (2) pres iden republik indonesia -34- pasal 56 penyelenggaraan kawasan permukiman melalui tahapan: a. perencanaan; b. pembangunan; c. pemanfaatan; dan d. pengendalian. penyelenggaraan kawasan permukiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam: a. pengembangan yang telah ada; b. pembangunan baru; atau c. pembangunankembali. dilaksanakan sebagaimana paragral2 perencanaan pasal 57 perencanaan kawasan permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. pasal 58 (l) perencanaan kawasan permukiman harus mencakup: a. peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan; b. mitigasi bencana; dan c. penyediaan atau peningkatan prasarana, sarana, dan utilitas umum. (2) perencanaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud-pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pemirintah, pemerintah daerah, dan setiap orang. perencanaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan dokumen rkp. (3) pasal 59 (1) (2) presiden republik indonesia -35- pasal 59 dokumen rkp sebagaimana dimaksud dalam pasal 5g ayat (3) untuk memenuhi kebutuhan lingkungan hunian dan.tempat kegiatan pendukung dahmlang[a pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. dokumen rkp sebagaimana dimaksud pada ayat (l) terdiri atas: a. kebijakan dan strategi pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman; b. rencana lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan; c. rencana keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan d. indikasi program pembangunan dan pemanfaatan kawasan permukiman. dokumen rkp sebagaimana dimaksud pada ayat (l) menjadi acuan pen]rusunan rencanu p"*burg,rnan dan pengcmbangan perumahan serta rencina induk masing_ masing sektor. f.9ku1en rkp sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus dki jakarta ditetapkan oleh gubernur. d,.okumen- rkp sebagaimana dimaksud pada ayat (l) 9ililj"l kembali paling sedikit l(satui kali dalam 5 (lima) tahun. pasal 60 ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penjrusunan, penetapan, dan peninjauan kembali rkp diatur dalam peraturan menteri. pasal 61 (1) rencana - lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayaf (2) huruf b ailakukan melalui: a. perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan; (3) (4) (s) b. perencanaan presideni repu blik indonesia _36_ b. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan; dan/ atau c. perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan. (2) penyusunan rencana lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. menentukan sebaran permukiman dan perumahan perkotaan berdasarkan rtrw kabupaten/kota, rdtr, dan/atau peraturan zonasi; dan b. merumuskan arahan pengembangan satuan permukiman dan perumahan perkotaan berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan karakteristik kegiatan kawasan perkotaan. pasal 62 (1) perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari lingkungan hunian perkotaan yang telah terbangun. (21 perencanaan pengembangan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mencakup penyusunan rencana: a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan; b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan; c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan; d. pencegahan terhadap tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh; dan e. pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana aan tiaat teratur. (3) penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui: a. kajian (41 pres iden republik indonesia -37- a. kajian fungsi dan peranan perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perkotaan; b. identifikasi potensi lingkungan hunian perkotaan yang meliputi potensi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi ekonomi, potensi sosial dan potensi budaya; c. kajian kebijakan peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan dalam mendukung fungsi dan peranan perkotaan, yang memanfaatkan sumber daya dan kegiatan sosial ekonomi setempat; dan d. rumusan indikasi program elisiensi lingkungan hunian perkotaan. rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayai (2) huruf b berisi: a. identilikasi pelayanan lingkungan hunian perkotaan yang ada; b. identifikasi kebutuhan pelayanan lingkungan hunian perkotaan sesuai alokasi rencana tata ruing kawasan perkotaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan yang ada; d. arahan penyediaan pelayanan lingkungan hunian perkotaan yang belum ada; e. indikasi program peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan yang ada berdasarkan arahan keterpaduar sara.ra, prasarana, dan utilitas umum; dan f. indikasi program peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan yang bilum ada berdasarkan arahan keterpaduan sarana, prasarana, dan utilitas umum. rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c beiisi: a. identifikasi kinerja kapasitas prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan yang ada; b. ka.jian keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan sesuai rencana tata ruang kawasan perkotaan dan standar teknis; (s) c, arahan (6) fres iden republii( indonesia -38- c. arahan peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan yang ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perkotaan yang belum ada secara terpadu. rencana pencegahan terhadap tumbuhnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berisi: a. arahan pencegahan tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada lokasi tidak kumuh; b. indikasi program pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian perizinan, standar teknis, dan kelaiakan fungsi; dan c. indikasi . program pendampingan dan pelayanan informasi. rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak tgratur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan melalui pemberian arahan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. pasal 63 perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimakiud tahm pasal 6l ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk membangun lingkungan hunian baru perkotaan pada kawasan permukiman sesuai rtrw kabupaten/ kota. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimalisud pada ayat (1) mencakup penjrusunan: a. rencana penyediaan lokasi permukiman; b. rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan c. rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ikonomi. (71 (l) (2) (3) rencana presiden republik indonesia _39_ (3) rencana penyediaan lokasi permukiman. sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perkotaan; b. identifikasi pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada lokasi permukiman baru perkotaan; c. arahan penyediaan tanah permukiman barrr perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang; dan d. indikasi program penyediaan tanah untuk permukiman baru perkotaan sesuai rencana tata rlang. (41 rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman sebagaimana dimalsud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identilikasi kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman di sekitar lokasi permukiman baru perkotaan; b. identilikasi kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman pada lokasi permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perkotaan; c. rencana integerasi prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman baru perkotaan dengan prasana, sarana, dan utilitas umum yang telah ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman pada lokasi permukiman baru perkotaan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. (5) rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan . sosial, dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identifikasi rencana lokasi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perkotaan; dan b. indikasi program penyediaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi permukiman baru perkotaan. pasal 64 . . nip (l) (2) (3) (41 (1) presiden republik indonesia _40_ pasal 64 perencanaan pembangunan t ingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) meliputi perencanaan: a. lingkungan hunian baru skala besar dengan kasiba; dan b. lingkungan hunian baru bukan skala besar dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. lingkungan hunian baru skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan lingkungan hunian yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. lingkungan hunian baru bukan skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b lingkungan hunian yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya diselesaikan dengan jangka waktu tertentu. ketentuan lebih lanjut mengenai kasiba sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a diatur dengan peraturan menteri. pasal 65 perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) didahului dengan penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru yang dapat diusulkan oleh badan hukum bidang perumahan dan kawasan permukiman atau pemerintah daerah. lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. penetapan lokasi pembangunan lingkungan hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan: a. rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; b. rencana penyediaan tanah; dan c. analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan. (2) (3) pasal 66 (2) pres iden repu blik indonesia -41 - pasal 66 (1) perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6l ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perkotaan. pcrencanaan pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pen]rusunan: a. rencanarehabilitasi; b. rencana rekonstruksi; atau c. rencana peremajaan. pasal 67 rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (21 huruf a merupakan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru untuk memulihkan fungsi hunian secara wajar sampai tingkat yang memadai. rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan rehabilitasi; b. identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan rehabilitasi; dan c. indikasi program pelaksanaan rehabilitasi lingkungan hunian perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang. pasal 68 rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (21 huruf b merupakan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru dengan sa"".i.r, utama menumbuh kembangkan kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya. rencana rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat(2) hurufb mencakup: (1) (2) (1) (2t a. identifikasi b. presiden republik indonesia _42_ identilikasi lokasi dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan rekonstruksi; identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan rekonstruksi; dan indikasi program pelaksanaan rekonstruksi lingkungan hunian perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang. pasal 69 peremajaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (21 huruf c merupakan pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan yang dilakukan melalui penataan secara menyeluruh. rencana peremqjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat(21 hurufc mencakup: a. identilikasi lokasi dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan peremajaan; b. identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perkotaan yang membutuhkan peremajaan; dan c. indikasi program pelaksanaan peremajaan lingkungan hunian perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/ atau setiap orang. (1) (2) (1) pasal 7o perencanaan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. perencanaan pengembangan lingkungan hunian perdesaan; b. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau c. perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan. penyusunan rencana lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: (2t a. menentukan b. merumuskan arahan pengembangan satuan permukiman dan perumahan perdesaan berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan karakteristik kegiatan kawasan perdesaan. pasal 71 (1) perencanaan pengembangan lingkungan hunian perdesaan sebngaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (l) huruf a dimaksudkan mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari lingkungan hunian perdesaan yang telah terbangun. (2) perencanaan pengembangan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penjrusunan rencana: a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan; b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan; c. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan; d. penetapan bagian lingkungan hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembingannya; dan e. peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan. (3) rencana peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dengan mempeihatikan fuilsi fan peranan perdesaan sebagaimana dimalsud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi fungsi dan peranan perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perdesaan; b. identifikasi potensi lingkungan hunian perdesaan yang meliputi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi ekonomi, potensi sosial dan potensi budaya; presiden repuelik indonesia _43_ a. menentukan sebaran permukiman dan perumahan perdesaan berdasarkan rencana peraturan zonasi; dan tata ruang dan c. arahan (4) presiden republii( indonesia -44- c. qah.an peningkatan elisiensi potensi lingkungan hunian perdesaan dalam mendukung fungsi dan peranan perdesaan, melalui efisiensi pemanfaatan sumber daya dan efisiensi kegiatan produktif; dan d. indikasi program peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya dan efisiensi kegiatan produktif. rencana peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identifikasi pelayanan lingkungan hunian perdesaan yang ada; b. identifikasi kebutuhan pelayanan lingkungan hunian perdesaan sesuai perhitungan dan proyeksi populasi rencana tata ruang kawasan perdesaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan pelayanan lingkungan perdesaan yang ada; d. arahan penyediaan pelayanan lingkungan perdesaan . yang belum ada; e. indikasi program peningkatan pelayaan lingkungan perdesaan yang ada sesuai arahan peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan f. indikasi program penyediaan pelayanan lingkungan perdesaan yang belum ada sesuai arahan peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum. rencana peningkatan keterpaduan prasarana, sarana,. dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identilikasi prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan yang ada; b. identifikasi keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan sesuai rencana tata ruang kawasan perdesaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan yang ada; dan d. arahan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan yang belum ada secara terpadu. (s) (6) rencana {.w (6) presiden repijblik indonesia _45_ rencana penetapan bagian perdesaan yang dibatasi pengembangannya sebagaimana huruf d mencakup: lingkungan hunian dan yang didorong dimaksud pada ayat (2) a. identifikasi bagian lirr*lrngan hunian perdesaan yang dibatasi dan didorong pengembangannya sesuai arahan tata ruang kawasan perdesaan; b. arahan pembatasan pengembangan bagian lingkungan hunian perdesaan berupa pembatasan intensitas dan pembatasan kegiatan tertentu melalui pengenaan disinsentif dan pengenaan sanksi; dan c. arahan pengembangan bagian lingkungan hunian perdesaan berupa peningkatan intensitas dan pengembangan kegiatan tertentu melalui pemberian insentif.\', \'(7) rencana peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e mencakup: a. identifikasi kondisi alam yang dimiliki; b. identifikasi potensi sumber daya perdesaan yang dimiliki; c. arahan peningkatan kelestarian alam dan sumber daya perdesaan melalui pengendalian dampak lingkungan; dan d. indikasi program pengendalian dampak lingkungan. pasalz2 perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal zo ayat (1) huruf b dimaksudkan membangun lingkungan hunian baru perdesaan yang belum grbangtrn paaa kawasan peruntukan permukiman sesuai reniana tata ruang wilayah. perencanaan pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penyusunan: a. rencana penyediaan lokasi permukiman; b. rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman; dan (l) (2) c. rencana presiden republii< indonesia -46- c. rencana penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (3) rencana penyediaan lokasi permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi permukiman baru perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perdesaan; b. identifikasi penguasaan tanah pada lokasi permukiman baru perdesaan; c. arahan penyediaan tanah permukiman baru perdesaan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/ atau setiap orang; dan d. indikasi program penyediaan tanah untuk permukiman baru sesuai rencana tata ruang. (4) rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identilikasi kondisi prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman di sekitar lokasi permukiman baru perdesaan; b. identilikasi kebutuhan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman pada lokasi permukiman baru perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang kawasan perdesaan; c. rencana integerasi prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman baru perdesaan dengan prasana, sarana, dan utilitas umum yang telah ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman pada lokasi permukiman baru perdesaan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang. (5) re-ncana penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identifikasi rencana lokasi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi permukiman baru perdesaan sesuai arahln rencana tata ruang kawasan perdesaan; dan b. indikasi #ip (1) t2l presiden republik indonesia -47 - b. indikasi program penyediaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi permukiman baru perdesaan. pasal 73 perencanaan pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal zo ayat (f ) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi lingkungan hunian perdesaan. perencanaan pembangunan kembali dilakukan dengan cara penrusunan: a. rencanarehabilitasi; b. rencana rekonstruksi; atau c. rencana perem4jaan. rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan rehabilitasi; b. identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan rehabilitasi; c. arahan pelaksanaan rehabilitasi lingkungan hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program pelaksanaan rehabilitasi lingkungan hunian perdesaan. rencana rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 12) huruf b mencakup: a. identifikasi lokasi dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan rekonstruksi; b. identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan rekonstruksi; c. arahan pelaksanaan rdkonstruksi lingkungan hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemlrintafr, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program rekonstruksi lingkungan hunian perdesaan. (3) (41 (5) rencana pres iden repu blik indonesia -48- (5) rencana peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf c mencakup: a. identifikasi lokasi dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan peremajaan; b. identifikasi aspek-aspek dari lingkungan hunian perdesaan yang membutuhkan peremajaan; c. arahan pelaksanaan peremajaan lingkungan hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program peremajaan lingkungan hunian perdesaan. paragraf 3 pembangunan pasal t4 pembangunan kawasan permukiman dilakukan sesuai {9ngan indikasi program dalam dokumen rkp yang telah ditetapkan. selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencafla dan izin pembangunan lingkungan hunian dan kegiatan pendukung. pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh pemirintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui sinkronisasi program dan anggaran pembangunan antara pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. pasal 75 pembangunan kawasan permukiman terdiri atas: a. lingkungan hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan; dan b. lingkungan hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan. (1) (2) (3) (4) pasal 76 pres iden repuelik indonesia _49_ (1) (2) (3) pasal 76 pembangunan lingkungan hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 huruf a dilakukan untuk mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional. pembangunan lingkungan hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan melalui pelaksanaan: a. pengembanganlingkunganhunian; b. pembangunan lingkungan hunian baru; dan/atau c. pembangunan kembali lingkungan hunian. pengembangan lingkungan hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan; b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian perkotaan; c. pengembangan lingkungan hunian perkotaan yang mendukung pengembangan kota layak huni, kota hijau, dan kota cerdas; d. peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkunan hunian perkotaan; e. pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh; f. pengembangan permukiman perkotaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat; dan g. pengembangan tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencalup: a. penyediaan lokasi permukiman perkotaan; b. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; c. pembangunan lingkungan hunian perkotaan yang mendukung pembangunan kota layak huni, koti hijau, dan kota cerdas; (4) d. pembangunan (s) presiden republik indonesia -50- d. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum permukiman yang terpadu dan berketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana; dan e. pembangunan permukiman perkotaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mincakup: a. rehabilitasi lingkungan hunian perkotaan; b. rekonstruksi lingkungan hunian perkotaan; dan/atau c. peremqiaan lingkungan hunian perkotaan pasal tt pembangunan lingkungan hunian perdesaan termasuk tgmplt kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 huruf b dilakukan untuk: a. mendukung perwujudan lingkungan hunian perdesaan berkelanjutan yang memiliki ketahanan ekologi, sosial, dan ekonomi; dan b. meningkatkan konektivitas dan keterkaitan ekonomi lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan. pembangunan lingkungan hunian perdesaan termasuk t9mp1t kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengembangan lingkungan hunian perdesaan; b. pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan; atau c. pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan. pengembangan lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. peningkatan kelestarian alam dan efisiensi potensi sumber daya pada lingkungan hunian perdesaan; b. pembatasan pengembangan dan/atau mendorong pengernbangan bagian lingkungan hunian perdesaan; c. peningkatan pelayanan lingkungan hunian perdesaan; (r) (21 (3) d. peningkatan (4) pres iden republik indonesia -51 - d. peningkatan konektivitas lingkungan hunian perdesaan dengan lingkungan hunian perkotaan; e. peningkatan hubungan kegiatan ekonomi hulu di lingkungan hunian perdesaan dengan kegiatan ekonomi hilir di lingkungan hunian perkotaan; f. peningkatan kualitas dan kuantitas serta keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum lingkungan hunian perdesaan; g. pengembangan permukiman perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat; dan h. pengembangan tempat pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial; d4n kegiatan ekonomi. pembangunan lingkungan hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. penyediaan lokasi permukiman perdesaan; b. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; c. pembentukan konektivitas lingkungan hunian perdesaan dengan dengan lingkungan hunian perkotaan; d. pembangunan basis ekonomi hulu di permukiman perdesaan untuk mendukung kegiatan ekonomi hilir lingkungan hunian perkotaan; e. pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perdesaan; dan f. pembangunan permukiman perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. pembangunan kembali lingkungan hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. rehabilitasi lingkungan hunian perdesaan; b. rekonstruksi lingkungan hunian perdesaan; atau c. peremajaan pada lingkungan hunian perdesaan. paragraf 4 pemanfaatan pasal 78 (l) pemanfaatan kawasan permukiman dilakukan untuk: (s) a. menjamin pres iden republik indonesia -52- a. menjamin kawasan permukiman sesuai fungsinya sebagaimana ditetapkan dalam kabupaten/kota; dan b. mewujudkan struktur ruang sesuai perencanaan kawasan permukiman. (2) pemanfaatan kawasan permukiman dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: sebagaimana a. pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan; b. pemanfaatan lingkungan hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan. pasal 79 pemanfaatan lingkungan hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan dan pemanfaatan lingkungan hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 ayat (21 huruf a dan huruf b dilakukan melalui: a. pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian; b. pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian baru; atau c. pemanfaatan hasil pembangunan kembali lingkungan hunian. pemanfaatan hasil pengembangan lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a berupa: a. peningkatan efisiensi potensi lingkungan hunian; b. peningkatan pelayanan lingkungan hunian; c. peningkatan keterpaduan perumahan dan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan d. peningkatan kinerja produktivitas ekonomi dan pelayanan sosial di perkotaan dan perdesaan. pemanfaatan hasil pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan dan perdesaan serta pemanlaatan hasil pembangunan kembali lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada- ayat (1) huruf b dan huruf c berupa: a. kesesuaian dan kelayakan tempat tinggal; dengan rtrw dengan (1) (2) (3) b. keterpaduan presiden republik indonesia _53_ keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan; dan kesesuaian lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. paragraf 5 pengendalian pasal 80 pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pengendalian dalam penyelenggzrraan kawasan permukiman. pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan pada tahap: a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. pasal 81 (u pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat (2) huruf a dilakukan untuk menjamin: a. pemenuhan kebutuhan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta alokasi ruang yang ditetapkan dalam rtrw kabupaten/kota; b. kesesuaian peruntukan dan intensitas perumahan dan kawasan permukiman dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi; c. keterpaduan rencana penyediaan prasarana, sarana dan utilitas umum berdasarkan hirarkinya sesuai dengan struktur ruang dan standar pelayanan minimal. (2) pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan dengan: b. (1) (2) a. mengawasi (s) presiden republik indonesia -54- a. mengawasi rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan standar pelayanan minimal; dan b. memberikan batas zonasi lingkungan hunian dan tempat kegiatan pendukung. pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penyusunan rkp yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah. pasal 82 pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat (2) huruf b dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman. pcngendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk: a. menjamin kualitas fisik dan fungsional kawasan permukiman; b. menjaga kesesuaian proses pembangunan kawasan permukiman dengan rkp; dan c. menjaga kesesuaian proses pembangunan kawasan permukiman dengan perizinan yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. pasal 83 pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (l) meliputi kegiatan: a. pemantauan; b. evaluasi; dan c. pelaporan. (1) {2t (3) pasal 84 (1) pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal g3 huruf a merupakan kegiatan pengamatan terhadap pembangunan kawasan permukiman yang dilakukan secara: a. langsung (2t (3) presiden republik indonesia -55- a. langsung; b. tidak langsung; dan/atau c. melalui laporan masyarakat. pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan kawasan permukiman dengan perizinan yang diberikan. pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian antara rencana pembangunan yang disusun oleh pelaku pembangunan dengan rencana pembangunan yang disahkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, khusus untuk dki jakarta oleh pemerintah daerah provinsi. pemantauan melalui laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai dengan mekanisme peran masyaralat dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman. pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota, khusus untuk dki jakarta oleh pemerintah daerah provinsi. pasal 85 pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal g3 huruf a ditindaklanjuti melalui evaluasi untuk menilai tingkat pencapaian penyelenggaraan kawasan permukiman secara terukur dan objektif. evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menilai hasil pemantauan. evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) menghasilkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh s4tuan keda perangkat daerah atau instansi pemerintah yang membidangi perumahan dan kawasan permukiman. pasal 86 rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam pasal gs ayat (3) disusun dalam bentuk pelaporan. (4) (s) (1) (2t (3) (l) (2) pelaporan #,d (t) pres iden republik indonesia -56- (21 pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah secara berjenjang sesuai dengah kewenangannya. pasal 87 pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat (2) huruf c dilakukan dengan: a. pemberian insentif untuk mendorong pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang; b. pengenaan disinsentif untuk membatasi pengembangan kawasan permukiman sesuai rencana tata ruang; dan- c. pengenaan sanksi terhadap setiap pelanggaran penyelenggaraan kawasan permukiman. pasal 88 pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 huruf a berupa: a. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; b. pemberiankompensasi; c. subsidi silang; d. pembangunan serta pengadaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan/ atau e. kemudahan prosedur perizinan. pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh instansi yang betwenang sisuai .i..rg." ketentuan peraturan perundang-undangan. pasal 89 pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 huruf b berupa: a. pengenaan retribusi daerah; b. pembatasan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; c. pengenaan kompensasi; dan/atau (2t (l) d. pengenaan presiden republik indonesia -57- d. pengenaan sanksi sesuai undang-undang di bidang perumahan dan kawasan permukiman. (3) pemberian disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangin. (l) (2) (3) (41 bab iv keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pasal 90 keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman dilakukan sebagai pengikat satu kesatuan sistem perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan hierarkinya berdasarkan rtrw. keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai dengan rencana penyediaan tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud rada ayat (l) dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan pelayanan sesuai denlan standar teknis yang berlaku. ketentuan mergenai pedoman keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai hierarki perumahan dan kawasan fermukiman diatur dalam peraturan menteri. pasal 9l pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perlrnahan dan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disahkan dan izir: yang telah diterbitkan oleh pemeiintah daerah. (1) (2) pembangunan (21 (3) presiden republii( indonesia _58_ pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemirintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. dalam pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama antara: a. pemerintah dengan pemerintah daerah; b. pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya; c. pemerintah dan/ atau pemerintah daerah dengan badan hukum; dan/ atau d. badan hukum dengan badan hukum lainnya. {:.:." sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. bab v pemeliharaan dan perbaikan bagian kesatu umum pasal 92 pemeliharaan dan perbaikan dimaksudkan untuk menjaqa fungsi perumahan dan kawasan permukiman yang. dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan kualitas hidup orang perorangan. pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan pada rumah serta prasaraaa, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. pemeliharaan dan perbaikan dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau setiap orang. (41 (1) (2) (3) bagian kedua . pres iden repuelik indonesia -59- (1) (21 bagian kedua pemeliharaan pasal 93 pemerintah dan/atau pemerintah daerah melakukan penyusunan pedoman pemeliharaan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum di perumahan, permukiman, lingkungan hunian dan kawasan permukiman. pemeliharaan rumah serta prasarana, sarana, dan utilitas umum dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala. pasal 94 pemeliharaan rumah wajib dilakukan oleh setiap orang. pemeliharaan rumah dilakukan terhadap rumah yang telah selesai dibangun. rumah sebelum diserahterimakan kepada pemilik, pemeliharaan rumah menjadi tanggung jawab- pelaku pembangunan. t3\\\'ngqrrrrg jawab pelaku pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan. pemeliharaan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai ketentuan peraturan pirundang_ undangan. pasal 95 pemeliharaan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan, dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah dan/atau setiap orang. pemeliharaan sarana dan utilitas umum untuk lingkungan hunian wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. pemeliharaan prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau badan hukum. (l) (2t (3) (41 (s) (1) (2t (3) (4) pemeliharaan (4) (s) bagian ketiga perbaikan pasal 96 perbaikan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas umum dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran. presiden refublii( indonesia -60- pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat .(.2.1,.-daq,avat (3) dilakukan oleh setlap orang yang memiliki keahlian. ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan menteri. pasal 97 perbaikan lumah wajib dilakukan oleh setiap orang. perbaikan rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan terhadap rumah milik setiap orang. pasal 9g perbaikan prasarana, sarana, dan utilitas umum untuk perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah daerah. perbaika.n prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap p.rasaranra, sarana, dan utilitas umum yang tehl diserahkan kepada pemerintah daerah. pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pad,a ayat (2) da.pat menunjuk atau bekerjasama dengan badan hukum untuk melakukan perbaikan prasaralna, sarana, dan utilitas umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. dalam hal prasarana, sarana, dan utilitas umum yang belum, diserahkan kepada pemerintah daerah maka perbaikan merupakan kewajiban penyelenggara pembangunan. (1) (2) (1) (2t (3) (41 pasal 99 (1) (2) presiden republik indonesia -61 - pasal 99 perbaikan prasarana untuk lingkungan hunian dan kawasan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. perbaikan prasarana untuk kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penunjukan atau bekerjasama dengan badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. pasal 10o ketentuan mengenai tata cara perbaikan rumah dan prasarana, sarana dan utilitas umum untuk perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman diatur dengan peraturan menteri. (r) (2) pasal 101 perbaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 yang mengakibatkan beban tambahan terhadap konstruksi bangunan wajib memperoleh pertimbangan penilai ahli bidang konstruksi. ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri. bab vi pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh bagian kesatu umum pasal 102 pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan un[uk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh d"., permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. bagian kedua . (1) presiden republik indonesia -62- bagian kedua pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh pasal 103 pencegahan __ terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanikan melalui: a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaanmasyarakat. pasal 104 pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap: a. perizinan; b. standar teknis; dan c. kelaikan fungsi. kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) huruf a dilakukan terhadap pemenuhan perizinan sesuai dengan ketentuan peratur;n perundang_ undangan. kesesuaian terhadap standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf b dilakukan tirhadap pemenuhan standar teknis: a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan; c. penyediaan air minum; d. drainaselingkungan; e. pengelolaan air limbah; f. pengelolaan persampahan; dan g. proteksi kebakaran. kesesuaian terhadap kelaikan dimaksud pada ayat (l) huruf c pemenuhan: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. (21 (3) fungsi sebagaimana dilakukan terhadap (4) (5) dalam (s) (1) (2) (3) presiden republik indonesia -63- dalam. hal hasil pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) terdapat ketidaksesuaian, pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang melakukan upaya penanganan sesuai dengan kewenangannya. pasal 105 pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 huruf b dilakukan oleh pemerintah dan/ atau pemerintah daerah melalui: a. pendampingan; dan b. pelayananinformasi. pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pelayinan i<epada masyarakat dalam bentuk: a. penyuluhan; b. pembimbingan; dan c. bantuan teknis. pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk membuka akses informasi bagi masyarakat meliputi pemberian informasi mengenai: a. rencana tata ruang; b. penataan bangunan dan lingkungan; c. perizinan; dan d. standar teknis dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman. bagian ketiga peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pasal 106 peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi. penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (l) didahului proses pendataan yang dilakukan oleh \\\' i?emerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat. (l) (2) (3) penetapan (3) l4l presiden republik indonesia -64- p.enetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus untuk dki jakarta oleh gubernur. l:l.fp?" lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti dengan perencanaan penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh -yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk dki jakarta oleh gubernur. (l) pasal 107 (1) proses pendataan sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat(2) meliputi: a. identifikasi lokasi; dan b. penilaian lokasi. (2) identifikasi lokasi dan penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan terhadap: a. kondisi kekumuhan; b. legalitas tanah; dan c. pertimbangan lain. pasal 109 kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 107 ayat(2) hurufa dilakukan berdasarkan kriteria kekumuhan yang ditinjau dari: a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan; c. penyediaan air minum; d. drainaselingkungan; e. pengelolaan air limbah; f. pengelolaanpersampahan; dan/atau g. proteksi kebakaran. kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurul a m".r&kup,- a. ketidakteraturanbangunan; b. tingkat kepadatan bangunan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; aantatiu - c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat. (2t (3) kriteria fresiden republik indonesia -65- (3) kriteria kekumuhan ditinjau dar{lalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b rn"ri"ut r"p, a. jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukimin; dan/atau b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk. (4) kriteria kekumuhan ditinjau daripenyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat if 1 truruf c mencakup: a. akses aman air minum tidak tersedia; dan/atau b. kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak terpenuhi. (5) kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meic"hlp, a. drainase lingkungan tidak tersedia; b. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan; dan/ atau c. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk. (6) kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat [ty truruf e mencakup: a. sistem pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau b. prasarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis. (71 kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada a5rat 1i) huruf f mencakup: a. prasarana persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau dengan b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis.\']', 1027: "['(1) penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang : www.djpp.kemenkumham.go.id a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ; d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. mengambil sidik jari dan memotret seorang; g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; i. mengadakan penghentian penyidikan; j. mengadakan tindakan hlain menurut hukum yang bertanggung jawab.', '(2) penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a.']"} |
Penggelapan dalam jabatan termasuk perkara pidana atau perdata? Apa dasar hukumnya dan apa sanksi hukum bagi pelaku penggelapan dalam jabatan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Penggelapan dalam Jabatan, Pidana atau Perdata? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 15 Juni 2011. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pasal Penggelapan dalam Jabatan dalam KUHP Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Tindak pidana dalam pasal-pasal tersebut dikenal dengan penggelapan dalam bentuk pokok . Menurut Pasal 372 KUHP, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp900 ribu. [2] Kemudian, menurut Pasal 486 UU 1/2023, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp200 juta. [3] Selengkapnya, Anda dapat membaca Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya . Adapun tindak pidana penggelapan dalam jabatan adalah penggelapan dengan pemberatan , atau penggelapan dalam bentuk pokok yang ditambah unsur-unsur perbuatan tertentu yang menjadikan ancaman pidananya menjadi lebih berat, sebagai berikut. Pasal 374 KUHP Pasal 488 UU 1/2023 Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap Barang tersebut karena ada hubungan kerja , karena profesinya , atau karena mendapat upah untuk penguasaan Barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp 500 juta. [4] Disarikan dari artikel Bunyi Jerat Pasal Penggelapan dengan Pemberatan , unsur-unsur yang memberatkan yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh: karena adanya hubungan kerja; karena mata pencaharian/profesi; dan karena mendapatkan upah untuk itu. Jadi, apa itu penggelapan dengan pemberatan? Menurut Adami Chazawi dalam bukunya Kejahatan Terhadap Harta Benda (hal. 86), penggelapan dengan pemberatan adalah beradanya benda di tangan pelaku yang disebabkan oleh ketiga hal di atas. Hal ini menunjukan adanya hubungan khusus antara orang yang menguasai benda tersebut, di mana terdapat kepercayaan yang lebih besar pada orang itu. Sehingga, seharusnya ia lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusan benda itu, dan bukan menyalahgunakan kepercayaan yang lebih besar itu. Kemudian, sebagai informasi, jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan pencarian/profesinya, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu atau pencabutan hak menjalankan profesi tertentu. [5] Penggelapan oleh Pejabat Umum Selanjutnya, berbeda halnya apabila penggelapan dalam jabatan dilakukan oleh pejabat umum. Penggelapan oleh pejabat umum diatur dalam Pasal 415 KUHP sebagai berikut: Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya , atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Kemudian, dalam UU 20/2001 juga diatur beberapa ketentuan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum, antara lain: Pasal 8 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya , atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Pasal 10 huruf a Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100 juta, dan paling banyak Rp350 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja : a. menggelapkan , menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang , akta , surat , atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya ; Jadi, menjawab pertanyaan Anda, tindakan pejabat yang melakukan penggelapan termasuk dalam ranah hukum pidana . Berdasarkan pasal-pasal di atas, pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan bagi mereka yang bukan menjalankan jabatan umum dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun berdasarkan Pasal 374 KUHP, atau dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta berdasarkan Pasal 488 UU 1/2023. Sedangkan bagi pelaku penggelapan yang merupakan pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum , berpotensi dipidana penjara paling lama 7 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 415 KUHP. Kemudian, bagi pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum yang melakukan penggelapan uang/surat berharga , diancam pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal Rp150 juta dan maksimal Rp750 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU 20/2021. Sedangkan dalam Pasal 10 huruf a UU 20/2021, jika penggelapan berkaitan dengan barang , akta , surat , atau daftar tertentu , maka pelaku bisa dipidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun dan pidana denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp350 juta. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Adami Chazawi. Kejahatan Terhadap Harta Benda . Malang: Media Nusa Creative, 2016. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [5] Pasal 377 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 491 ayat (2) jo. Pasal 86 huruf f UU 1/2023 TAGS penggelapan pejabat pidana perdata | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1028: 'pasal 377 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori vi, setiap orang yang: a. mengedarkan mata uang yang nilainya dikurangi atau mengedarkan mata uang yang pada waktu diterimanya diketahui bahwa mata uang tersebut rusak sebagai mata uang yang tidak rusak; atau b. menyimpan, memasukkan ke wilayah negara kesatuan republik indonesia mata uang sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan maksud mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai mata uang yang tidak rusak.'} |
Bagaimana bunyi Pasal 27 UU ITE, yang sering dianggap sebagai pasal karet? Apa perbedaannya dengan isi Pasal 27 UU 1/2024 atau UU ITE terbaru? | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada 4 Desember 2023, dan pertama kali dimutakhirkan pada 12 Desember 2023. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 27 UU ITE sebelum Perubahan Perbuatan-perbuatan mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi/dokumen elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, muatan yang melanggar kesusilaan, dan pemerasan dan/atau pengancaman dilarang dalam Pasal 27 UU ITE . Adapun, bunyi Pasal 27 UU ITE adalah sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik . Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman. Pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1), (2) dan (4) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Sementara itu, pelanggaran Pasal 27 ayat (3) UU ITE dipidana dengan pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta. [1] Khusus Pasal 27 ayat (3) UU ITE di atas, memuat unsur “penghinaan” dan “pencemaran nama baik” yang merujuk pada Pasal 310 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026. : Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial Mengapa Pasal 27 ayat (3) UU ITE Dianggap Pasal Karet? Secara historis, unsur Pasal 27 ayat (3) UU ITE bersifat sangat subjektif dan dapat menjadi bahan “karet” bagi penegak hukum. [3] Lalu, Pasal 27 ayat (3) UU ITE dianggap sebagai pasal karet karena isi dari pasal tersebut memiliki pengertian yang multitafsir. [4] Mengapa Pasal 27 ayat (3) UU ITE dianggap pasal karet? Hal ini karena ketentuan dari pasal tersebut merujuk pada delik aduan, namun tidak adanya batasan yang jelas terhadap unsur penghinaan dan pencemaran nama baik , menimbulkan beberapa ancaman masalah dalam implikasi pasal tersebut, antara lain: [5] pembatasan kebebasan beropini yang dijamin oleh konstitusi dan hak asasi manusia; kurang terjaminnya kepastian hukum; berpotensi terjadinya kriminalisasi terlalu banyak (over kriminalisasi) kepada orang yang tidak bersalah atau tidak patut dihukum, karena landasan hukum yang tidak jelas; [6] ketidakefektifan pasal tersebut akibat duplikasi pada klausa penghinaan dalam KUHP; dan tindakan sewenang-wenang terhadap penentuan para terdakwa oleh para penegak keadilan. Dengan kata lain, keadaan multitafsir pada pasal tersebut menimbulkan tidak terpenuhinya tujuan hukum untuk menciptakan kepastian, kemanfaatan, dan keadilan. [7] Namun demikian, perlu diperhatikan penjelasan dalam Lampiran SKB UU ITE (hal. 11) bahwasanya bukan delik yang berkaitan dengan muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, jika muatan atau konten yang didistribusikan, ditransmisikan, dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan. Bunyi Pasal 27 UU 1/2024 Perlu diketahui bahwa Pasal 27 UU ITE di atas telah diubah oleh Pasal 27 UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE. Adapun bunyi Pasal 27 UU 1/2024 adalah sebagai berikut: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ketentuan dalam Pasal 27 UU 1/2024 tidak mengatur perihal penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana sebelumnya. Namun, di antara Pasal 27 dan Pasal 28 UU 1/2024 disisipkan 2 pasal, yakni Pasal 27A dan Pasal 27B UU 1/2024 . Berdasarkan Pasal 27A UU 1/2024, setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik, dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta. [8] Menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024 , perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah. Lalu, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum . [9] Lebih lanjut, perbuatan yang dilarang khususnya terkait ancaman pencemaran diatur secara terpisah oleh Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 , yaitu: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia , memaksa orang supaya: memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Menurut Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 , yang dimaksud dengan “ancaman pencemaran” adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum. Kemudian, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024 . Namun, penting untuk diketahui bahwa tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana . [10] Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Referensi : Amri Dunan dan Bambang Mudjiyanto. Pasal Karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Bermasalah . Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, Vol. 3, No. 1, 2022; Fairus Augustina Rachmawati (et.al). Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik . Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 7, No. 2, 2021. [1] Pasal 45 ayat (1) s.d. (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [3] Amri Dunan dan Bambang Mudjiyanto. Pasal Karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Bermasalah . Majalah Semi Ilmiah Populer Komunikasi Massa, Vol. 3, No. 1, 2022, hal. 27 [4] Fairus Augustina Rachmawati (et.al). Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 7, No. 2, 2021, hal. 499 [5] Fairus Augustina Rachmawati (et.al). Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 7, No. 2, 2021, hal. 491 [6] Fairus Augustina Rachmawati (et.al). Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 7, No. 2, 2021, hal. 494 [7] Fairus Augustina Rachmawati (et.al). Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang, Vol. 7, No. 2, 2021, hal. 491 [8] Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”) [9] Pasal 45 ayat (5) UU 1/2024 [10] Pasal 45 ayat (11) UU 1/2024 TAGS uu ite pencemaran nama baik pasal penghinaan penghinaan potd | {1029: 'pasal 45 diubah serta di antara pasal 45', 20: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 1030: 'Secara historis, unsur Pasal 27 ayat (3) UU ITE bersifat sangat subjektif dan dapat menjadi bahan “karet” bagi penegak hukum.', 1031: 'Makalah ini membahas implikasi pasal multitafsir UU ITE terhadap unsur penghinaan dan pencemaran nama baik. Penulis, Fairus Augustina Rachmawati dkk., dalam seminar nasional hukum di Universitas Negeri Semarang tahun 2021, menganalisis bagaimana tafsir yang beragam pada pasal-pasal UU ITE, khususnya yang berkaitan dengan penghinaan dan pencemaran nama baik, menimbulkan ketidakpastian hukum dan mempengaruhi penegakan hukum yang adil. Penelitian ini meneliti bagaimana ambiguitas dalam rumusan pasal tersebut menyebabkan kesulitan dalam penerapannya di lapangan dan berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Kesimpulannya menekankan perlunya revisi dan penyempurnaan rumusan pasal untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih baik.', 1032: '[4] Mengapa Pasal 27 ayat (3) UU ITE dianggap pasal karet? Hal ini karena ketentuan dari pasal tersebut merujuk pada delik aduan, namun tidak adanya batasan yang jelas terhadap unsur penghinaan dan pencemaran nama baik, menimbulkan beberapa ancaman masalah dalam implikasi pasal tersebut, antara lain:', 1033: 'Pasal 27 ayat (3) UU ITE dianggap sebagai pasal karet karena isi dari pasal tersebut memiliki pengertian yang multitafsir.', 606: '(4) Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya ha1 tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp4O0.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).', 608: '(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban atau orang yang terkena tindak pidana dan bukan oleh badan hukum.', 986: '(11) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (10) hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.'} |
Pasal 372 KUHP tentang apa? Berapa lama hukuman pasal 372 KUHP? Lalu, unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Bunyi Pasal 372 KUHP Pada dasarnya, tindak pidana penggelapan telah diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 372 KUHP Pasal 486 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. [2] Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [3] Pada dasarnya, dalam pasal penggelapan, barang tersebut oleh pemilik dipercayakan atau dapat dianggap dipercayakan kepada si pelaku. Maka, dengan perbuatan penggelapan, si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang. [4] Lantas, unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP? Unsur-Unsur Pasal 372 KUHP Menurut P.A.F. Lamintang dalam bukunya berjudul Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan , tindak pidana penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP di dalamnya mengandung unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut (hal. 105): unsur subjektif, yaitu dengan sengaja; unsur objektif: menguasai secara melawan hukum; suatu benda; sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; dan berada padanya bukan karena kejahatan. : Bunyi Jerat Pasal Penggelapan dengan Pemberatan Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 Kemudian, berdasarkan Penjelasan 486 UU 1/2023 , pada tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana . Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana. Saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian. Sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku . Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana , misalnya suatu barang yang berada dalam penguasaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya. : Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : P.A.F. Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan . Bandung: Sinar Baru, 2009; Devi Neng Hartanti (et.al). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Cash on Delivery dalam Putusan Pengadilan Nomor: 139/Pid.B/2020/PN.Amb. TATOHI Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 2, 2021. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan 1.000 kali [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Devi Neng Hartanti (et.al). Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Uang Cash on Delivery dalam Putusan Pengadilan Nomor: 139/Pid.B/2020/PN.Amb. TATOHI Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1, No. 2, 2021, hal. 113 TAGS penggelapan kuhp hukum pidana potd | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 246: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1034: 'dalam pasal penggelapan, barang tersebut oleh pemilik dipercayakan atau dapat dianggap dipercayakan kepada si pelaku. Maka, dengan perbuatan penggelapan, si pelaku tidak memenuhi kepercayaan yang dilimpahkan kepadanya oleh yang berhak atas suatu barang.'} |
Teman saya meminjamkan BPKB mobilnya kepada temannya hampir satu tahun. Ketika diminta untuk mengembalikan, ia menyatakan bahwa BPKB tersebut telah digadaikan. Apakah bisa gadai BPKB pakai nama orang lain? Bisakah ini disebut sebagai penggelapan kepada si peminjam? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Jerat Pidana Penggelapan BPKB yang Dijaminkan Tanpa Izin yang dibuat oleh Dian Dwi Jayanti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 2 Desember 2022. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Penggelapan Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan penggelapan. Mengenai penggelapan ini diatur dalam KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026 [1] dengan bunyi selengkapnya sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 372 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu [2] Pasal 486 Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena Tindak Pidana, dipidana karena penggelapan , dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp 200 juta. [3] Pasal 373 Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372, apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp250 ribu. [4] Pasal 487 Jika yang digelapkan bukan Ternak atau Barang yang bukan sumber mata pencaharian atau nafkah yang nilainya tidak lebih dari Rp1 juta, Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486, dipidana karena penggelapan ringan , dengan pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp 10 juta. [5] Adapun unsur-unsur tindakan penggelapan adalah sebagai berikut: Barang siapa; Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain; Tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan atau tindak pidana. Pada tindak pidana penggelapan, perlu diketahui bahwa barang yang bersangkutan sudah dikuasai oleh pelaku tindak pidana secara nyata. Adapun niat untuk memiliki barang baru ada setelah barang yang bersangkutan sudah berada di tangan pelaku untuk beberapa waktu. Adapun unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki bukan karena tindak pidana. Hal ini dapat ditemukan pada contoh misalnya barang berada dalam penguasaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutang, yang kemudian pelaku menjualnya tanpa izin pemiliknya. [6] Hukum Menggadaikan BPKB Tanpa Izin Pemilik Pada dasarnya dalam menggadaikan kendaraan atau dalam hal ini gadai BPKB dapat melalui lembaga pegadaian maupun jaminan fidusia. Berdasarkan Pasal 1152 KUH Perdata menyebutkan kegiatan gadai adalah sah bilamana benda gadai harus dilepaskan dari kekuasaan si pemilik benda dan diserahkan kepada penerima gadai atau pihak ketiga ( inbezitstelling) . Penyerahan atas benda gadai kepada penerima gadai atau pihak ketiga bukanlah diartikan sebagai levering atau penyerahan yang bermaksud mengalihkan namun penyerahan untuk dibebani jaminan gadai. [7] : Bolehkah Penerima Gadai Menggunakan Barang Gadai? Selain gadai, perihal hukum utang dengan jaminan BPKB mobil digadaikan, Anda juga dapat menggunakan jaminan fidusia. Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia menjelaskan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud UU Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Sedangkan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. [8] Pasal 4 UU Jaminan Fidusia kemudian menjelaskan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Lalu siapa saja pihak dalam perjanjian jaminan fidusia? Yang dapat melakukan perjanjian jaminan fidusia adalah pemberi fidusia yaitu orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. [9] : 5 Jenis dan Contoh Jaminan Kebendaan Dikaitkan dengan pertanyaan Anda, apakah bisa gadai BPKB pakai nama orang lain? Pada dasarnya orang yang menggadaikan BPKB mobil milik teman Anda tidak berhak untuk menjaminkan BPKB tersebut kepada pihak lain karena ia bukan pemilik mobil tersebut. Oleh karena itu, hukum menggadaikan BPKB tanpa sepengetahuan pemilik adalah dilarang dan tindakan tersebut termasuk perbuatan penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP yang saat ini masih berlaku atau Pasal 486 UU 1/2023 yang berlaku pada tahun 2026. [10] Namun demikian, kami menyarankan agar teman Anda dapat melakukan musyawarah agar si peminjam yang menggadaikan dan yang menerima BPKB beriktikad baik mau mengembalikan BPKB mobil milik teman Anda, sebab cara melacak BPKB yang digadaikan memang tidaklah mudah. Jika tidak ada iktikad baik, langkah hukum lapor secara pidana dapat ditempuh. : Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya Contoh Kasus Penggelapan Guna mempermudah pemahaman Anda, kami mencontohkan kasus penggelapan BPKB. Yang diputus berdasarkan Putusan PN Ambon Nomor 50/Pid.B/2019/PN Amb yang dikuatkan kembali dalam Putusan PT Ambon Nomor 37/PID/2019/PT AMB yang menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan. Dalam Putusan PN Ambon Nomor 50/Pid.B/2019/PN, perbuatan terdakwa dalam kasus ini telah memenuhi unsur penggelapan dari Pasal 372 KUHP, yaitu (hal. 11-15): Barang siapa Barangsiapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang diajukan ke persidangan oleh penuntut umum sebagai terdakwa. Terdakwa dalam perkara ini dipandang sebagai subjek hukum yang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain Saksi korban minta tolong kepada terdakwa untuk membayarkan pajak dan pengurusan perpanjangan masa berlaku nomor polisi dengan menyerahkan STNK dan BPKB. Ternyata terdakwa dengan sengaja dan melawan hukum menggadaikan BPKB milik saksi korban dengan pinjaman sebesar Rp7 juta tanpa sepengetahuan dan seizin saksi korban. Yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan Terdakwa telah menguasai BPKB karena diberikan saksi korban selaku pemiliknya untuk membayarkan pajak dan pengurusan perpanjangan masa berlaku nomor polisi. Sehingga, penguasaan terdakwa bukan karena kejahatan, akan tetapi karena memang saksi korban yang telah menyerahkan sendiri kepada terdakwa. Atas perbuatannya, hakim memberikan vonis terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 6 bulan. Namun pidana itu tidak perlu dijalani kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun berakhir (hal. 17). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Putusan : Putusan PT Ambon Nomor 37/PID/2019/PT AMB , yang diakses pada 4 Januari 2023, pukul 16.00 WIB. Referensi : Arick Hermawan Cavalera (et.al). Implementasi Penguasaan Obyek Gadai (Motor) di Lembaga Pegadaian Denpasar. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 2, No. 1, Februari 2014. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [4] Pasal 3 Perma 2/2012 [5] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [6] Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 [7] Arick Hermawan Cavalera (et.al). Implementasi Penguasaan Obyek Gadai (Motor) di Lembaga Pegadaian Denpasar. Jurnal Kertha Semaya, Vol.2, No.1, Februari 2014, hal. 3 [8] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”) [9] Pasal 1 angka 5 dan 6 UU Jaminan Fidusia [10] Pasal 624 UU 1/2023 TAGS bpkb fidusia gadai jaminan fidusia penggelapan | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 266: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 247: 'pasal 486 setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.', 1035: 'Penyerahan atas benda gadai kepada penerima gadai atau pihak ketiga bukanlah diartikan sebagai levering atau penyerahan yang bermaksud mengalihkan namun penyerahan untuk dibebani jaminan gadai.', 1036: 'pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 2. jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. 3. piutang adalah hak untuk menerima pembayaan. 4. benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. 5. pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 6. penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. 7. utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen. 8. kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 9. debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang. 10. setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. bab ii ruang lingkup', 1037: 'pasal 1 dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. 2. jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. 3. piutang adalah hak untuk menerima pembayaan. 4. benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki atau dialihkan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotik. 5. pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 6. penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. 7. utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen. 8. kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 9. debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang. 10. setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. bab ii ruang lingkup', 34: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.'} |
Saya memiliki kasus, yaitu 2 minggu yang lalu toko mebel kami mengalami kebakaran, lalu api yang membakar toko mebel kami merambat, dan membakar salah satu rumah tetangga yang ada di samping toko mebel kami. Secara hukum, kami ingin mengerti apakah tetangga yang rumahnya terbakar dapat menuntut kami atas insiden itu? | ULASAN LENGKAP Terima kasih untuk pertanyaan Anda. dari artikel dengan judul Hukum Bagi Orang yang Menyebabkan Kebakaran yang dibuat oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada 2 September 2013. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Kesalahan dalam Hukum Pidana Dalam pertanyaan, Anda tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apakah toko mebel Anda mengalami kebakaran karena kelalaian Anda sendiri atau karena hal lain. Walau demikian, perlu Anda ketahui apa saja bentuk kesalahan dalam hukum pidana. Menurut hukum pidana terdapat dua bentuk kesalahan yakni kesengajaan ( opzet ) , yaitu suatu perbuatan yang sifatnya dikehendaki, dan kelalaian ( culpa ) , yaitu suatu perbuatan yang tidak dikehendaki oleh pelakunya melainkan dikarenakan oleh sifat kurang hati-hati atau kecerobohan dari pelaku. [1] Pada dasarnya, kelalaian atau kealpaan juga diartikan sebagai suatu bentuk kesalahan yang tidak berupa suatu kesengajaan namun bukan juga terjadi karena suatu kebetulan. Dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, tidak ditemukan suatu definisi tentang kealpaan, sehingga perlu merujuk kepada suatu doktrin hukum. [3] Van Hamel mengartikan kealpaan sebagai tidak mengadakan penduga-dugaan sebagaimana yang diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan kehati-hatian seperti diharuskan oleh hukum. Adapun menurut Simons , kealpaan adalah tidak adanya sikap kehati-hatian dan tidak menduga akibatnya. [4] Sedangkan mengenai kesengajaan, Wirjono Prodjodikoro dalam buku Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia menerangkan bahwa sebagian besar tindak pidana memiliki unsur kesengajaan atau opzet , bukan culpa (hal. 65). Hal ini dikarenakan, pada umumnya, yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja (hal. 65 – 66). Lantas, apa itu unsur dengan sengaja? Menurut Wirjono, kesengajaan terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: Kesengajaan yang bersifat tujuan; Kesengajaan secara keinsafan kepastian; dan Kesengajaan keinsafan kemungkinan. Penjelasan selengkapnya dapat Anda baca pada Perbedaan ‘Sengaja’ dan ‘Tidak Sengaja’ dalam Hukum Pidana . Kealpaan yang Menyebabkan Kebakaran Jika kebakaran pada toko mebel Anda terjadi karena kelalaian Anda, maka Anda dapat dipidana dengan pasal sebagai berikut: Pasal 188 KUHP Pasal 311 UU 1/2023 Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran , ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta, [5] jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati. Setiap orang yang karena kealpaannya mengakibatkan terjadinya kebakaran , ledakan, atau banjir yang mengakibatkan bahaya umum bagi Barang, bahaya bagi nyawa orang lain, atau mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [6] Artinya, walaupun kebakaran toko mebel Anda terjadi dengan tidak disengaja, namun karena kealpaan Anda, Anda tetap dapat dituntut pidana berdasarkan Pasal 188 KUHP atau Pasal 311 UU 1/2023. : Kelalaian Mengakibatkan Kebakaran, Ini Hukumannya Kesengajaan yang Menyebabkan Kebakaran Sementara jika kebakaran di toko mebel Anda disebabkan karena kesengajaan, jerat hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku adalah Pasal 187 KUHP atau Pasal 308 UU 1/2023 sebagai berikut: Pasal 187 KUHP Pasal 308 UU 1/2023 Barang siapa dengan sengaja menimbulkan kebakaran , ledakan atau banjir, diancam: dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang; dengan pidana penjara paling lama 15 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain; dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kebakaran , ledakan, atau banjir sehingga membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Adapun unsur yang harus dipenuhi agar pelaku dapat dijerat dengan Pasal 187 KUHP tersebut adalah: [7] barangsiapa; dengan sengaja; menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir; dan karena perbuatan tersebut: timbul bahaya umum bagi barang; atau timbul bahaya bagi nyawa orang lain; atau timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati. Menurut terjemahan dari S.R Sianturi mengenai “menimbulkan atau mengadakan kebakaran” ialah membakar sesuatu dan karena terjadi suatu kebakaran, maka kebakaran itulah yang dikehendakinya. Adapun bagaimana caranya dalam membakar bisa dengan menjulurkan api, dengan cara kimiawi yang menyalah kemudian, ataupun dengan cara elektronik tidaklah dipersoalkan. Kebakaran diartikan sebagai kobaran api itu tidak di tempat semestinya. Namun jika si petindak hanya menyalah api di jalan umum atau di dekat suatu bangunan sehingga khawatir terjadi kebakaran , maka untuk tindakan itu diterapkan Pasal 497 KUHP atau Pasal 315 UU 1/2023 . [8] Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan Hukum Perdata Selain bisa dituntut dengan hukum pidana, tetangga Anda yang rumahnya ikut terbakar dapat meminta ganti rugi melalui gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain , mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan (hal. 117), seperti dikutip Rosa Agustina menyatakan yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum atau PMH adalah: [9] Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; Bertentangan dengan hak subjektif orang lain; Bertentangan dengan kesusilaan; dan Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. Penjelasan selengkapnya mengenai PMH dalam hukum perdata dapat Anda baca pada Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum . Contoh Kasus Sebagai contoh, Anda dapat melihat Putusan PN Jayapura 480/PID.B/2010/PN-JPR . Dalam putusan tersebut, terdakwa sebagai seorang pemilik toko sembako, minuman keras (minuman beralkohol) dan kembang api dituntut karena kelalaiannya tidak mencabut kabel rol dari terminal listrik yang mengakibatkan kebakaran di tokonya. Kebakaran tersebut merambat membakar toko-toko lainnya dan beberapa rumah kos di sekitar toko tersebut (hal. 6-7). Selain itu, terdakwa juga dipandang telah mengetahui sebelumnya bahwa kembang api dan minuman keras yang tersimpan dalam toko pun rawan meledak bila terkena panas, sehingga semestinya terdakwa selalu mengawasi dan mengontrol karyawannya untuk mengecek kembali alat-alat elektronik yang terpasang kabel rol agar dicabut sebelum menutup dan meninggalkan toko tersebut, tindakan terdakwa sebagaimana tersebut di atas dipandang sebagai suatu kelalaian dari terdakwa (hal. 29). Atas hal tersebut, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana dalam Pasal 188 KUHP dan dijatuhi pidana penjara selama 5 bulan. Majelis Hakim juga menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalankan kecuali di kemudian hari ada perintah lain dalam putusan Hakim, bahwa terpidana sebelum waktu percobaan selama 10 bulan berakhir telah bersalah melakukan sesuatu tindak pidana (hal. 32-33). Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : John Tomi Siska dan Tantimin. Analisis Hukum terhadap Kelalaian dalam Pemasangan Arus Listrik yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain di Indonesia . Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 7, No. 2, Agustus 2021; Masruchin Ruba’i. Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia . Malang: IKIP Malang, 1994; Max Sepang dan Karel Yossi Umboh. Menyebabkan Kebakaran, Peletusan, dan Banjir dalam Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP sebagai Delik Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang . Jurnal Lex Administratum, Vol. VIII, No. 4, Okt-Des 2020; Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana . Jakarta: Bina Aksara, 1983; Rosa Agustina. Perbuatan Melawan Hukum . Depok: Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003; S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya . Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1983; Wirjono Prodjodikoro. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Bandung: Refika Aditama, 2003. Putusan : Putusan PN Jayapura 480/PID.B/2010/PN-JPR . [1] John Tomi Siska dan Tantimin. Analisis Hukum terhadap Kelalaian dalam Pemasangan Arus Listrik yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Orang Lain di Indonesia . Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 7, No. 2, Agustus 2021, hal. 973 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Masruchin Ruba’i. Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia . Malang: IKIP Malang, 1994, hal. 58 [4] Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana . Jakarta: Bina Aksara, 1983, hal. 201. [5] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dilipatgandakan menjadi 1000 kali [6] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [7] Max Sepang dan Karel Yossi Umboh. Menyebabkan Kebakaran, Peletusan, dan Banjir dalam Pasal 187 dan Pasal 188 KUHP sebagai Delik Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang atau Barang . Jurnal Lex Administratum, Vol. VIII, No. 4, Okt-Des 2020, hal. 234 [8] S.R. Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya . Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1983, hal. 353 [9] Rosa Agustina. Perbuatan Melawan Hukum . Depok: Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003, hal. 117 TAGS hukum pidana kebakaran kesalahan korban pmh perbuatan melawan hukum | {1038: 'Menurut hukum pidana terdapat dua bentuk kesalahan yakni kesengajaan (opzet), yaitu suatu perbuatan yang sifatnya dikehendaki, dan kelalaian (culpa), yaitu suatu perbuatan yang tidak dikehendaki oleh pelakunya melainkan dikarenakan oleh sifat kurang hati-hati atau kecerobohan dari pelaku.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 1039: 'Dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[2] yaitu tahun 2026, tidak ditemukan suatu definisi tentang kealpaan, sehingga perlu merujuk kepada suatu doktrin hukum.', 1040: '**1040:** Van Hamel mengartikan kealpaan sebagai tidak mengadakan penduga-dugaan sebagaimana yang diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan kehati-hatian seperti diharuskan oleh hukum. Adapun menurut Simons, kealpaan adalah tidak adanya sikap kehati-hatian dan tidak menduga akibatnya.', 370: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1041: 'unsur-unsur Pasal 187 KUHP: barangsiapa; dengan sengaja; menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir; dan karena perbuatan tersebut: timbul bahaya umum bagi barang; atau timbul bahaya bagi nyawa orang lain; atau timbul bahaya bagi nyawa orang lain dan mengakibatkan orang mati.', 1042: 'jika si petindak hanya menyalah api di jalan umum atau di dekat suatu bangunan sehingga khawatir terjadi kebakaran, maka untuk tindakan itu diterapkan Pasal 497 KUHP atau Pasal 315 UU 1/2023.', 1043: 'yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum atau PMH adalah: Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; Bertentangan dengan hak subjektif orang lain; Bertentangan dengan kesusilaan; dan Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian'} |
Akhir-akhir ini viral sejoli WNA berbuat mesum di kelab Bali. Lantas, apa sanksinya mesum di tempat umum? Apakah WNA yang melakukan tindak pidana di Indonesia dapat dihukum? | ULASAN LENGKAP . Pengertian Susila, Kesusilaan, dan Asusila Sebelumnya menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan susila dan kesusilaan. Menurut KBBI , susila adalah baik budi bahasanya, beradab, atau sopan. Lalu, kesusilaan merupakan perihal susila yang berkaitan dengan adab dan sopan santun. Kemudian, Anda menyebutkan sejoli Warga Negara Asing (“WNA”) berbuat mesum di Kelab Bali. Perbuatan mesum yang Anda maksud kami asumsikan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. Pada dasarnya, sesuatu yang bertentangan dengan definisi susila dan kesusilaan adalah asusila. Arti asusila menurut KBBI adalah tidak susila atau tidak baik tingkah lakunya. Dalam pengertian lain, asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma atau kaidah kesopanan yang cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat. Dilihat dari perspektif Pancasila, perbuatan asusila merupakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai moral manusia. [1] Tindak Pidana Asusila dalam KUHP Adapun berdasarkan KUHP yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [2] yaitu tahun 2026, ketentuan terkait tindak pidana asusila adalah sebagai berikut. Pasal 281 KUHP Pasal 406 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta [3] : barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan; barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta, [4] setiap orang yang: melanggar kesusilaan di muka umum; atau melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut. Dari penjelasan diatas, dalam Pasal 281 KUHP maupun Pasal 406 UU 1/2023 unsur dari pasal tindak pidana asusila adalah: barang siapa/setiap orang; dengan sengaja terbuka/di muka umum; dan melanggar kesusilaan Penjelasan unsur-unsur dalam Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023 dapat Anda baca pada artikel Tentang Tindak Pidana Asusila: Pengertian dan Unsurnya . Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 406 huruf a UU 1/2023 , yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Lebih lanjut, S. R. Sianturi memberikan penjelasan bahwa perbuatan yang melanggar kesopanan juga merupakan pelanggaran kesusilaan. Perbuatan tersebut harus berhubungan dengan kelamin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan rasa malu, rasa jijik, atau menimbulkan rangsangan nafsu birahi orang lain. [5] Sementara menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 204), mencontohkan kasus asusila adalah bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya. [6] Selain itu, berikut adalah beberapa contoh tindak pidana asusila mencakup: [7] seseorang tidak berbusana yang memperlihatkan diri di muka umum (disebut juga sebagai exhibitionism ); sepasang suami istri melakukan perbuatan cabul di muka umum; sepasang muda-mudi berpeluk-pelukan sedemikian rupa di muka umum sehingga merangsang nafsu birahi bagi yang melihatnya. Bisakah WNA Dipidana dengan Hukum Pidana Indonesia? Berdasarkan artikel Bisakah WNA Dipidana dengan Hukum Indonesia? , prinsip yang bisa diterapkan kepada Warga Negara Asing (“WNA”) sebagai pelaku tindak pidana yang terjadi di Indonesia adalah prinsip teritorialitas . Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia (hal. 51), prinsip teritorialitas adalah prinsip yang menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP dan Pasal 4 huruf a UU 1/2023 yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah negara Indonesia . Kemudian, menurut Van Hattum , prinsip teritorialitas didasari oleh setiap negara berkewajiban dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayah negara masing-masing. Maka dari itu, negara dapat mengadili setiap orang yang melanggar peraturan pidana yang berlaku di negara tersebut. [8] Selain itu, R. Soesilo juga menjelaskan tiap orang berarti baik Warga Negara Indonesia (“WNI”) maupun WNA, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah Republik Indonesia. [9] Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, WNA yang melakukan tindak pidana asusila di tempat umum di wilayah Indonesia, akan tunduk pada hukum Indonesia. Jika WNA memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 281 KUHP atau Pasal 406 UU 1/2023, artinya kedua WNA tersebut bisa diadili sesuai hukum negara Indonesia, berdasarkan prinsip teritorialitas. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP . Referensi : Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP . Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021; P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia . Jakarta: PT Sinar Grafika, 2014; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1991; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1995; Surajiyo. Manusia Susila di Indonesia dalam Perspektif Filosofis . Jurnal Humaniora, Vol. 12, No. 2, 2000; Wirjono Prodjodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia . Bandung: Refika Aditama, 2003; Kamus Besar Bahasa Indonesia, asusila , diakses pada Rabu, 3 Januari 2024, pukul 09.23 WIB; Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesusilaan , diakses pada Rabu, 3 Januari 2024, pukul 09.21 WIB; Kamus Besar Bahasa Indonesia, susila , diakses pada Rabu, 3 Januari 2024, pukul 09.21 WIB. [1] Surajiyo. Manusia Susila di Indonesia dalam Perspektif Filosofis . Jurnal Humaniora, Vol. 12, No. 2, 2000, hal. 157 [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP (“Perma 2/2012”) [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 [5] J.M Van Bammelen. Hukum Pidana III: Bagian Khusus Delik- Delik Khusus. Jakarta: Bina Cipta, 1986, hal. 177-178, yang dikutip ulang dari Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP . Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021, hal. 114 [6] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Bogor: Politeia, 1995, hal. 204-309 [7] Gabriela Wowiling (et.al). Merusak Kesusilaan di Depan Umum Sebagai Delik Susila Berdasarkan Pasal 281 KUHP . Lex Crimen, Vol. 10, No. 2, 2021, hal. 114 [8] P.A.F. Lamintang dan Franciscus Theojunior Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia . Jakarta: PT Sinar Grafika, 2014, hal. 90 [9] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991, hal. 29 TAGS asusila tindak pidana warga negara asing | {1044: 'Dilihat dari perspektif Pancasila, perbuatan asusila merupakan pelanggaran dan menyimpang dari nilai moral manusia.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 626: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1045: 'Perbuatan tersebut harus berhubungan dengan kelamin dan/atau bagian badan tertentu lainnya yang pada umumnya dapat menimbulkan rasa malu, rasa jijik, atau menimbulkan rangsangan nafsu birahi orang lain.', 1046: '204), mencontohkan kasus asusila adalah bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan wanita, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium dan sebagainya.', 1047: 'Dalam pengertian lain, asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang', 1048: '"Perbuatan asusila merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai moral yang terkandung dalam Pancasila, khususnya sila ke-2 dan ke-5 yang menekankan kemanusiaan dan keadilan. Hal ini sesuai dengan pemahaman bahwa hukum pidana Indonesia berlandaskan pada nilai-nilai moral dan agama yang hidup di masyarakat. Pelanggaran terhadap nilai-nilai tersebut dapat dijerat dengan pasal-pasal yang mengatur tindak pidana asusila dalam KUHP."', 1049: 'Soesilo juga menjelaskan tiap orang berarti baik Warga Negara Indonesia (“WNI”) maupun WNA, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah Republik Indonesia.'} |
Apa bunyi Pasal 363 KUHP? Pasal 363 KUHP tentang apa? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 363 KUHP Pada dasarnya, tindak pidana pencurian dengan pemberatan telah diatur dalam Pasal 363 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 479 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026, dengan bunyi masing-masing berikut ini: Pasal 363 KUHP Diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun: pencurian ternak; pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Pasal 479 UU 1/2023 Setiap Orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai Barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): pada Malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada Barang yang diambil; yang mengakibatkan Luka Berat bagi orang; atau secara bersama-sama dan bersekutu. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Luka Berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Dari kedua ketentuan di atas, sebagai informasi, menurut Pasal 98 KUHP dan Pasal 186 UU 1/2023 , yang disebut malam adalah waktu antara matahari terbenam dan matahari terbit. Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan Pasal 363 KUHP merupakan tindak pidana pencurian dengan pemberatan . Apa itu pencurian dengan pemberatan? Pada intinya, pencurian dengan pemberatan adalah pencurian biasa yang dalam pelaksanaannya disertai oleh keadaan tertentu yang memberatkan . [2] Selengkapnya mengenai tindak pidana pencurian biasa dapat Anda baca pada artikel Ini Bunyi Pasal 362 KUHP tentang Pencurian . Menurut Hermien Hadiati Koeswadji , karena sifatnya, maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya. [3] Lalu, menurut R. Soesilo , pencurian dengan pemberatan dikenal dengan istilah pencurian dengan kualifikasi (gekwalificeerde diefstal) . Unsur-unsur yang memberatkan ancaman pidana dalam pencurian dengan kualifikasi disebabkan karena perbuatan itu ditujukan kepada objeknya yang khas atau karena dilakukan dengan cara yang khas dan dapat terjadi karena perbuatan itu menimbulkan akibat yang khas . Sedangkan Wirjono menerjemahkan Pasal 363 KUHP dengan pencurian khusus , sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara tertentu . [4] Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 479 UU 1/2023 , tindak pidana pencurian dalam ketentuan ini dikualifikasi sebagai pencurian dengan pemberatan. Unsur pemberatnya adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian . Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan. Lalu, kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan ancaman kekerasan menunjukkan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini tidak perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik barang, tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu rumah tangga atau penjaga rumah. [5] Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Alan Wahyu Pratama (et.al) . Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan yang dilakukan oleh Anak Secara Bersama-Sama (Studi Putusan No.03/Pidsusanak/2015 /Pn.Pwd). Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016; Hermien Hadiati Koeswadji. Delik Harta Kekayaan. Asas-asas Kasus dan Permasalahannya, Cetakan Pertama . Surabaya: Sinar Wijaya, 1984; Wahyu Nugroho. Disparitas Hukuman dalam Perkara Pidana Pencurian dengan Pemberatan . Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Alan Wahyu Pratama (et.al) . Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan yang dilakukan oleh Anak Secara Bersama-Sama (Studi Putusan No.03/Pidsusanak/2015 /Pn.Pwd). Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016, hal. 6 [3] Hermien Hadiati Koeswadji. Delik Harta Kekayaan. Asas-asas Kasus dan Permasalahannya, Cetakan Pertama . Surabaya: Sinar Wijaya, 1984, hal. 25 [4] Wahyu Nugroho. Disparitas Hukuman dalam Perkara Pidana Pencurian dengan Pemberatan . Jurnal Yudisial, Vol. 5, No. 3, Desember 2012, hal. 265 [5] Penjelasan Pasal 479 UU 1/2023 TAGS pencurian kuhp hukum pidana potd | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 439: 'Apa itu pencurian dengan pemberatan? Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian biasa yang dalam pelaksanaannya disertai oleh keadaan tertentu yang memberatkan.', 1050: 'Menurut Hermien Hadiati Koeswadji, karena sifatnya, maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya.', 1051: 'Wirjono menerjemahkan Pasal 363 KUHP dengan pencurian khusus, sebab pencurian tersebut dilakukan dengan cara tertentu.', 1052: "['(1) setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.', '(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; b. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; 116 / 260 c. yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau d. secara bersama-sama dan bersekutu.', '(3) jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.']"} |
Apakah jerat Pasal 170 KUHP adalah peraturan yang mengatur tentang perbuatan main hakim sendiri? Bagaimana nasib korban main hakim sendiri apabila ingin mengadu? Terima kasih. | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Jerat Pidana Bagi Pelaku Main Hakim Sendiri yang dibuat oleh Kartika Febryanti, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 1 Maret 2012, yang pertama kali dimutakhirkan oleh pada Dian Dwi Jayanti, S.H. pada 16 Mei 2023 . Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Sebelum menjawab pertanyaan Anda, tentang bunyi Pasal 170 KUHP tentang apa, perlu diketahui terlebih dahulu menurut KBBI yang dimaksud dengan main hakim sendiri adalah menghakimi orang lain tanpa memedulikan hukum yang ada, yang biasanya dilakukan dengan pemukulan, penyiksaan, pembakaran, dan sebagainya. : Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan Jika merujuk berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia belum memiliki ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai main hakim sendiri. Namun dalam hal terjadinya tindakan main hakim sendiri, korban dapat melaporkan kepada pihak yang berwenang atas dasar ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, yakni pada tahun 2026, [1] yaitu sebagai berikut: KUHP UU 1/2023 Pasal 351 ayat (1), (2), dan (3) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [2] Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Pasal 466 ayat (1), (2), dan (3) Setiap orang yang melakukan penganiayaan , dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta. [3] Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. Pasal 170 ayat (1) dan (2) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Yang bersalah diancam: dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. Pasal 262 Setiap orang yang dengan terang-terangan atau di muka umum dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [4] Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hancurnya barang atau mengakibatkan luka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [5] Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika kekerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d. Pasal 406 Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan , membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. [6] Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Pasal 521 Setiap orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan , membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta. [7] Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp500 ribu rupiah, pelaku tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta. [8] Perbuatan main hakim sendiri dapat dikenakan Pasal 351 KUHP atau Pasal 466 UU 1/2023 mengenai penganiayaan. Selain itu, main hakim sendiri dapat dikenakan Pasal 170 KUHP atau Pasal 262 UU 1/2023 mengenai kekerasan apabila perbuatan tersebut dilakukan di muka umum dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Terakhir, pelaku main hakim sendiri dapat dikenakan Pasal 406 KUHP atau Pasal 521 UU 1/2023 mengenai perusakan atau penghancuran barang milik orang lain. Secara spesifik, menjawab pertanyaan Anda, ketentuan dalam Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Adapun Pasal 170 KUHP ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Namun, apabila misalnya korban pengeroyokan mengalami luka berat, pelaku dijerat Pasal 170 KUHP ayat (2) yaitu pidana penjara paling lama 9 tahun. Sehingga untuk menjerat pelaku main hakim sendiri bergantung pada pemenuhan unsur Pasal 170 KUHP atau Pasal 262 UU 1/2023 serta Pasal 351 KUHP atau Pasal 466 UU 1/2023 mengenai penganiayaan. Maka, menjawab pertanyaan Anda, bagi korban tindakan main hakim sendiri dapat melapor pada pihak kepolisian atas dasar ketentuan-ketentuan tersebut di atas. : Jerat Pasal Perusakan Barang Milik Orang Lain dalam KUHP Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Main hakim sendiri , yang diakses pada Jumat, 22 Desember 2023, pukul 10.00 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”) [3] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [4] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [5] Pasal 79 UU 1/2023 [6] Pasal 3 Perma 2/2012 [7] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [8] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 TAGS penganiayaan pengeroyokan pidana | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 266: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1053: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 259: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 37: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']"} |
Salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi atau suap terhadap seorang tersangka tindak pidana korupsi. Lalu, apa sanksi etiknya? Mohon penjelasan dan dasar hukumnya. | ULASAN LENGKAP . Larangan bagi Pimpinan KPK Sebelum membahas lebih lanjut mengenai larangan bagi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”), perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pimpinan KPK terdiri atas 5 orang anggota KPK dengan susunan 1 orang ketua yang merangkap anggota dan wakil ketua terdiri dari 4 orang dan masing-masing merangkap anggota. [1] Lebih lanjut, pada setiap pimpinan KPK melekat larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 36 UU KPK sebagai berikut: mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oelh KPK dengan alasan apa pun ; menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dengan anggota KPK yang bersangkutan; menjabat komisaris atau direksi suatu perseroan, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. Kode Etik Insan KPK Kode etik KPK apa saja? Secara umum, KPK memiliki 5 nilai dasar bagi insan KPK yaitu nilai integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan. [2] Dalam setiap nilai dasar tersebut terdapat kode etik dan pedoman perilaku yang selengkapnya dapat Anda simak di dalam Pasal 4 s.d. 8 Peraturan Dewas KPK 2/2020 . Untuk menyederhanakan jawaban, kami akan membahas mengenai kode etik pimpinan KPK dan pedoman perilaku yang berkenaan dengan pemerasan dan gratifikasi. Pasal 4 ayat (1) huruf g Peraturan Dewas KPK 2/2020 mewajibkan setiap insan KPK untuk menolak setiap gratifikasi yang dianggap suap , yaitu yang berhubungan dengan tugas dan kewajiban, yang diberikan secara langsung. Selain itu, setiap insan KPK, termasuk pimpinan KPK, dilarang untuk menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai insan KPK baik dalam pelaksanaan tugas maupun kepentingan pribadi. Insan KPK juga dilarang menerima penghasilan lain yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas dan fungsi KPK serta merugikan kepentingan KPK. [3] Sanksi Pidana bagi Pimpinan KPK yang Melakukan Tindak Pidana Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dipidana apabila gratifikasi tersebut dianggap sebagai suap apabila diberikan dan berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Hal ini diatur di dalam Pasal 12B UU 20/2001 . Selengkapnya mengenai aspek pidana bagi penerima gratifikasi dapat Anda simak selengkapnya dalam Jerat Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi . Adapun, pemerasan terhadap tersangka tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU 20/2001 yaitu dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Sanksi pidana terhadap pimpinan KPK yang melakukan tindak pidana korupsi, maka pidananya diperberat dengan menambah 1/3 dari ancaman pidana pokok . [4] Selain itu, setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan Pasal 36 UU KPK maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun . [5] Sanksi Etik bagi Pimpinan KPK yang Melakukan Tindak Pidana Lalu, apa sanksi yang dapat dikenakan terhadap pimpinan KPK yang melakukan tindak pidana gratifikasi yang dianggap suap dan pemerasan? Selain sanksi pidana sebagaimana disebutkan sebelumnya, pimpinan KPK juga dapat dikenai sanksi etik. Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) UU 19/2019 diatur bahwa pimpinan KPK dapat berhenti atau diberhentikan karena: meninggal dunia; berakhir masa jabatannya; melakukan perbuatan tercela yaitu perbuatan yang dapat merendahkan martabat KPK; menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan ; berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari 3 bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; mengundurkan diri; atau dikenai sanksi berdasarkan UU KPK . Dalam hal pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, maka pimpinan KPK yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya . Bagi pimpinan KPK yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal pengunduran dirinya. [6] Untuk menentukan sanksi etik, menurut Peraturan Dewas KPK 2/2020 ditentukan terlebih dahulu jenis pelanggarannya. Pelanggaran terhadap kode etik dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran ringan, sedang, dan berat yang didasarkan pada dampak atau kerugian yang ditimbulkan. [7] Adapun klasifikasi dampak atau kerugian tersebut adalah: [8] Pelanggaran ringan , untuk dampak atau kerugian terhadap kedeputian dan/atau sekretariat jenderal; Pelanggaran sedang , untuk dampak atau kerugian terhadap KPK; Pelanggaran berat , untuk dampak atau kerugian terhadap negara. Terhadap pelanggaran ringan, maka dikenai sanksi ringan yang terdiri atas teguran lisan yang masa berlaku hukuman selama 1 bulan, teguran tertulis I yang masa berlaku hukuman selama 3 bulan, teguran tertulis II yang masa berlaku hukuman selama 6 bulan. [9] Sementara, terhadap pelanggaran sedang, dikenai sanksi sedang berupa pemotongan gaji pokok selama 6 bulan sebesar, 10%, 15%, 20%. [10] Dalam hal terjadi pelanggaran berat, maka dikenai sanksi berat bagi pimpinan KPK terdiri atas: [11] pemotongan gaji pokok sebesar 40% selama 12 bulan; diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK. Dengan demikian, jika pimpinan KPK terbukti melakukan tindak pidana gratifikasi yang dianggap suap dan/atau pemerasan, maka hal tersebut juga merupakan pelanggaran kode etik dan menurut hemat kami berdampak atau merugikan negara yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat . Atas pelanggaran berat tersebut, pimpinan KPK seharusnya dikenai sanksi berat yaitu diminta mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Hal ini juga merujuk pada ketentuan dalam UU 19/2019, bahwa pimpinan KPK yang menjadi tersangka tindak pidana diberhentikan sementara dari jabatannya. Kemudian jika statusnya menjadi terdakwa maka pimpinan KPK dapat berhenti atau diberhentikan. Adapun, pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK yang dilakukan oleh pimpinan KPK adalah Dewan Pengawas KPK. [12] Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi ; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ; Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi . [1] Pasal 21 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan penjelasannya (“UU 19/2019”) [2] Pasal 3 Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi (“Peraturan Dewas KPK 2/2020”) [3] Pasal 4 ayat (2) huruf b dan d Peraturan Dewas KPK 2/2020 [4] Pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU KPK”) [5] Pasal 65 UU KPK [6] Pasal 32 ayat (2) UU 19/2019 [7] Pasal 9 ayat (1) dan (2) Peraturan Dewas KPK 2/2020 [8] Pasal 9 ayat (3) Peraturan Dewas KPK 2/2020 [9] Pasal 11 ayat (1) huruf a jo. Pasal 10 ayat (2) Peraturan Dewas KPK 2/2020 [10] Pasal 11 ayat (1) huruf b jo. Pasal 10 ayat (3) Peraturan Dewas KPK 2/2020 [11] Pasal 11 ayat (1) huruf c jo. Pasal 10 ayat (4) Peraturan Dewas KPK 2/2020 [12] Pasal 13 ayat (1) Peraturan Dewas KPK 2/2020 TAGS ketua kpk kode etik kpk komisi pemberantasan korupsi | {1054: "['(1) komisi pemberantasan korupsi terdiri atas: a. dewan pengawas yang berjumlah 5 (lima) orang; b. pimpinan komisi pemberantasan korupsi yang terdiri dari 5 (lima) orang anggota komisi pemberantasan korupsi; dan c. pegawai komisi pemberantasan korupsi.', '(2) susunan pimpinan komisi pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari: a. ketua merangkap anggota; dan b. wakil ketua terdiri dari 4 (empat) orang, masing-masing merangkap anggota.', '(3) pimpinan komisi pemberantasan korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pejabat negara.']", 1055: "['(1) Nilai dasar dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi yaitu sebagai berikut: a. Integritas; b. Sinergi c. Keadilan; d. Profesionalisme; dan e. Kepemimpinan. ', '(2) Nilai dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam bentuk kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap Insan Komisi.']", 1056: '(2) Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Integritas, setiap Insan Komisi dilarang: a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka, terdakwa, terpidana, atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang diketahui perkaranya sedang ditangani oleh Komisi kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan sepengetahuan Pimpinan atau atasan langsung; b. menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan pribadi; c. menyalahgunakan tanda pengenal Insan Komisi, surat penugasan, ataupun bukti kepegawaian lainnya; d. menerima penghasilan lain yang menimbulkan benturan kepentingan dengan tugas dan fungsi Komisi serta merugikan kepentingan Komisi; e. melakukan pekerjaan atau memiliki usaha/badan usaha yang memberikan jasa maupun usaha dagang yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Komisi serta menimbulkan benturan kepentingan; f. menerima honorarium atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas kecuali uang transpor, uang harian (uang saku, transpor lokal, uang makan), akomodasi, makanan dan minuman yang dihidangkan dalam rangka rapat, pelatihan, seminar/lokakarya, kemitraan, dan sosialisasi yang berlaku secara umum dan sesuai Peraturan Komisi serta sepanjang tidak dibiayai oleh Komisi; g. memberitahukan, meminjamkan, mengirimkan atau mentransfer, mengalihkan, menjual atau memperdagangkan, memanfaatkan seluruh atau sebagian dokumen, data, atau informasi milik Komisi dalam bentuk elektronik atau nonelektronik untuk kepentingan pribadi, kepada pihak yang tidak berhak, atau membiarkan hal tersebut terjadi, kecuali atas persetujuan atasan langsung atau Pimpinan Komisi; h. menyembunyikan, mengubah, memindahtangankan, menghancurkan, merusak catatan atau dokumen milik Komisi kecuali untuk kepentingan pelaksanaan tugas; i. menggunakan dokumen, barang, dan fasilitas milik Komisi untuk hal-hal di luar pelaksanaan tugas kecuali atas persetujuan atasan; j. menggunakan point atau manfaat dari program frequent flyer, point rewards, atau sejenisnya yang diperoleh dari pelaksanaan perjalanan dinas untuk ditukarkan dengan tiket pesawat, barang, dan/atau voucer guna kepentingan pribadi; k. mengikutsertakan keluarga atau pihak lain yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas pada saat melakukan perjalanan dinas kecuali terdapat alasan kemanusiaan dan berdasarkan izin atasan langsung dan tidak menghambat atau menyampingkan pelaksanaan tugas serta tidak merugikan keuangan Komisi; l. memasuki tempat yang dipandang tidak pantas secara etika dan moral yang berlaku di masyarakat, seperti tempat prostitusi, perjudian, dan kelab malam kecuali karena penugasan; m. menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi.', 1057: 'pasal 67 setiap anggota komisi pemberantasan korupsi dan pegawai pada komisi pemberantasan korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi, presiden republik indonesia pidananya diperberat dengan menambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidana pokok. bab xi ketentuan peralihan', 1058: 'Setiap Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.', 1059: "['(1) pimpinan komisi pemberantasan korupsi berhenti atau diberhentikan karena: a. meninggal dunia; b. berakhir masa jabatannya; c. melakukan perbuatan tercela; d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan; e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya; f. mengundurkan diri; atau g. dikenai sanksi berdasarkan undang-undang ini.', '(2) dalam hal pimpinan komisi pemberantasan korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, pimpinan komisi pemberantasan 2019, no. 197 -18- korupsi diberhentikan sementara dari jabatannya.', '(3) pimpinan komisi pemberantasan korupsi yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, dilarang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal pengunduran dirinya menduduki jabatan publik.']", 1060: "['(1) Pelanggaran terdiri atas: a. Pelanggaran Ringan; b. Pelanggaran Sedang; dan c. Pelanggaran Berat.', '(2) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 dapat diklasifikasikan sebagai Pelanggaran Ringan, Sedang, atau Berat berdasarkan pada dampak atau kerugian yang ditimbulkan.']", 1061: '(3) Klasifikasi dampak atau kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2): a. Dampak atau kerugian terhadap Kedeputian dan/atau Sekretariat Jenderal termasuk Pelanggaran Ringan. b. Dampak atau kerugian terhadap Komisi termasuk Pelanggaran Sedang. c. Dampak atau kerugian terhadap Negara termasuk Pelanggaran Berat.', 1062: "['(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dijatuhkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi Ringan terhadap Pelanggaran Ringan; b. Sanksi Sedang terhadap Pelanggaran Sedang; dan c. Sanksi Berat terhadap Pelanggaran Berat.', '(2) Sanksi Ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ,terdiri atas: a. Teguran Lisan, dengan masa berlaku hukuman selama 1 (satu) bulan; b. Teguran Tertulis I, dengan masa berlaku hukuman selama 3 (tiga) bulan; c. Teguran Tertulis II, dengan masa berlaku hukuman selama 6 (enam) bulan.']", 1063: "['(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dijatuhkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi Ringan terhadap Pelanggaran Ringan; b. Sanksi Sedang terhadap Pelanggaran Sedang; dan c. Sanksi Berat terhadap Pelanggaran Berat.', '(3) Sanksi Sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. pemotongan gaji pokok sebesar 10% (sepuluh persen) selama 6 (enam) bulan; b. pemotongan gaji pokok sebesar 15% (lima belas persen) selama 6 (enam) bulan; c. pemotongan gaji pokok sebesar 20% (dua puluh persen) selama 6 (enam) bulan.']", 1064: "['(1) Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dijatuhkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi Ringan terhadap Pelanggaran Ringan; b. Sanksi Sedang terhadap Pelanggaran Sedang; dan c. Sanksi Berat terhadap Pelanggaran Berat.', '(4) Sanksi Berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c bagi Dewan Pengawas dan Pimpinan, terdiri atas: a. pemotongan gaji pokok sebesar 40% (empat puluh persen) selama 12 (dua belas) bulan; b. diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Dewan Pengawas dan Pimpinan.']", 1065: '(1) Pejabat yang berwenang menjatuhkan Sanksi atas Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi yang dilakukan oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi adalah Dewan Pengawas.'} |
Belakangan ini, beredar berita tentang debat capres bahas pelanggaran HAM berat. Apa itu pelanggaran HAM berat? Lalu, Pasal 104 UU HAM tentang apa? Apa bunyi Pasal 104 UU HAM? | ULASAN LENGKAP . Isi Pasal 104 UU HAM Pada dasarnya, Pasal 104 UU HAM mengatur tentang pengadilan hak asasi manusia (“HAM”) , yang berbunyi sebagai berikut: Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang- undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun. Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang. Jenis-jenis Pelanggaran HAM Berat Menurut Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU HAM , yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide) , pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extrajudicial killing) , penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination) . Berikut kami jelaskan masing-masing pengertian jenis pelanggaran HAM berat. Pembunuhan Massal/Genosida Secara etimologis, istilah genosida berasal dari Bahasa Yunani “ geno ” yang berarti ras, dan Bahasa Latin “ cidium ” yang berarti membunuh. Maka secara harfiah, genosida diartikan sebagai pembunuhan terhadap ras atau pemusnahan ras . [1] Dalam Pasal 8 UU Pengadilan HAM dijelaskan bahwa kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Selengkapnya mengenai pengertian kejahatan genosida dapat Anda baca dalam Kejahatan Genosida dalam Konteks Hukum Internasional . Arbitrary/Extrajudicial Killing Extrajudicial killing diartikan sebagai pembunuhan yang dilakukan oleh aparat negara tanpa melalui proses hukum dan putusan pengadilan yang sah. Tindakan pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan adalah suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, atau non derogable rights . [2] : Arti Derogasi dalam Hukum Hak Asasi Manusia dan Syaratnya Disarikan dari Mengenali Istilah Extra Judicial Killing dalam Perspektif HAM , orang-orang yang diduga terlibat kejahatan memiliki hak ditangkap dan dibawa ke muka persidangan serta mendapat peradilan yang adil (fair trial) guna pembuktian, apakah tuduhan yang disampaikan oleh negara adalah benar. Lalu, arbitrary killing memiliki kaitan dengan asas presumption of innocent atau asas praduga tak bersalah, dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah, sehingga aparat penegak hukum tidak berhak memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan selama masih terdapat keraguan atas kesalahannya atau sepanjang belum ada keputusan pengadilan yang sah. [3] Penyiksaan Pengertian penyiksaan diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU HAM , yaitu setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang lelah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik. Penghilangan Orang Secara Paksa Penghilangan paksa dikenal dengan istilah enforced disappearance atau penghilangan tidak dengan sukarela (involuntary disappearance) , yaitu metode yang digunakan oleh kekuatan untuk melumpuhkan perlawanan. Korban penghilangan paksa dapat saja terlebih dahulu ditangkap, ditahan, atau diculik. Karena sifatnya yang kejam, hukum internasional mengkategorikan penghilangan paksa sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan pelakunya adalah musuh umat manusia (hostis humani generis) . [4] Perbudakan Pengertian perbudakan diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g Statuta Roma , yaitu segala bentuk pelaksanaan hak milik terhadap objek yang berupa orang, termasuk tindakan mengangkut objek tersebut, khususnya perempuan dan anak-anak. Systematic Discrimination Diskriminasi secara sistematis (systematic discrimination) dikenal juga dengan istilah diskriminasi struktural (structural discrimination) . Dewan Eropa telah menyatakan bahwa structural discrimination didasarkan pada bagaimana masyarakat diorganisir dan lembaga-lembaga disusun. Diskriminasi struktural ini terjadi melalui norma-norma, rutinitas, pola sikap dan perilaku yang menciptakan hambatan dalam mencapai kesetaraan atau kesempatan yang sama. [5] Lalu, diskriminasi secara sistematis ini melibatkan prosedur, rutinitas, dan budaya organisasi yang seringkali tanpa disengaja berkontribusi pada hasil yang kurang menguntungkan bagi kelompok minoritas, dibandingkan dengan mayoritas populasi. [6] : Proses Hukum untuk Mengadili Kasus Pelanggaran HAM Berat Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia ; The Rome Statute of the International Criminal Court 1998 . Referensi : Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022; Bhatara Ibnu Reza. Menguak Penghilangan Paksa: Suatu Tinjauan dari Segi Politik dan Hukum Internasional. Indonesian Journal of International Law, Vol. 1, No. 4, 2004; Tolib Effendi. Hukum Pidana Internasional. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2014; Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level , Council of Europe , 2020, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB. [1] Tolib Effendi. Hukum Pidana Internasional. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2014, hal. 111. [2] Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022, hal. 954 [3] Alya Salsabila Munir (et.al). Extra Judicial Killing: Pelanggaran Hak atas Hidup dan Kaitannya dengan Asas Praduga Tak Bersalah. Jurnal Hukum Lex Generalis, Vol. 3, No. 12, 2022, hal. 955 [4] Bhatara Ibnu Reza. Menguak Penghilangan Paksa: Suatu Tinjauan dari Segi Politik dan Hukum Internasional. Indonesian Journal of International Law, Vol. 1, No. 4, 2004, hal. 769-770 [5] Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level , Council of Europe , 2020, hal. 5, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB [6] Identifying and Preventing Systemic Discrimination at the Local Level , Council of Europe , 2020, hal. 6, yang diakses pada Kamis, 14 Desember 2023, pukul 17.23 WIB TAGS hak asasi manusia pelanggaran ham pelanggaran ham berat potd | {1066: 'Maka secara harfiah, genosida diartikan sebagai pembunuhan terhadap ras atau pemusnahan ras.', 1067: 'Tindakan pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan adalah suatu pelanggaran hak hidup seseorang yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, atau non derogable rights.', 1068: 'Lalu, arbitrary killing memiliki kaitan dengan asas presumption of innocent atau asas praduga tak bersalah, dimana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah, sehingga aparat penegak hukum tidak berhak memberikan hukuman kepada pelaku kejahatan selama masih terdapat keraguan atas kesalahannya atau sepanjang belum ada keputusan pengadilan yang sah.', 1069: 'hukum internasional mengkategorikan penghilangan paksa sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan pelakunya adalah musuh umat manusia (hostis humani generis)', 1070: 'Dewan Eropa telah mengidentifikasi bahwa “diskriminasi struktural” didasarkan pada cara masyarakat diorganisasikan dan lembaga-lembaga disusun. Diskriminasi struktural ini beroperasi “melalui norma-norma, rutinitas, pola sikap dan perilaku yang menciptakan hambatan dalam mencapai kesetaraan sejati atau kesempatan yang samaDewan Eropa telah mengidentifikasi bahwa “diskriminasi struktural” didasarkan pada cara masyarakat diorganisasikan dan lembaga-lembaga disusun. Diskriminasi struktural ini beroperasi “melalui norma-norma, rutinitas, pola sikap dan perilaku yang menciptakan hambatan dalam mencapai kesetaraan sejati atau kesempatan yang sama', 1071: 'Diskriminasi sistemik melibatkan prosedur, rutinitas, dan budaya organisasi dari setiap organisasi yang, seringkali tanpa sengaja, berkontribusi pada hasil yang kurang menguntungkan bagi kelompok minoritas daripada bagi mayoritas penduduk, dari kebijakan, program, pekerjaan, dan layanan organisasi.'} |
Saya dengar dalam KUHP Baru diatur mengenai pasal santet. Apakah hal ini benar? Bagaimana bunyi dan penjelasan pasalnya? Jika benar, bagaimana cara pembuktiannya? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Pembuktian Santet yang dibuat oleh Kartika Febryanti, S.H., M.H. , dan pertama kali dipublikasikan pada 22 November 2011 Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pengertian Santet dan Latar Belakang Diundangkannya “Pasal Santet” Secara bahasa, santet menurut KBBI diartikan sebagai sihir. Istilah santet ini kadang kala digunakan untuk menyebut praktik memasukkan benda-benda asing ke perut korban, yang merupakan salah satu bentuk sihir yang dilakukan oleh dukun. Dapat pula berupa kemampuan membuat orang datang ke suatu tempat dengan kemampuannya sendiri yang disebut dengan gendam ; serta berbagai jenis magi cinta untuk menarik lawan jenis yang disebut dengan guna-guna. Selain itu ada juga magi pencuri barang-barang berharga yang disebut dengan sirep, atau sihir yang memaksa korban melakukan apa saja yang diperintahkan ( nuraga ). [1] Tujuan dari santet adalah mematikan atau melumpuhkan. Santet adalah perbuatan untuk meminta kepada roh sesat untuk membunuh atau mencelakakan orang lain. [2] Santet merupakan suatu perbuatan magis terlarang secara norma kebiasaan yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dalam konsep memiliki layaknya perbuatan pidana. Namun konsep santet sebagai suatu tindak pidana memiliki tantangan tersendiri mengingat konteks tindak pidana di Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki kerangka hukum yang normatif pula. [3] Namun, hingga diundangkannya UU 1/2023 yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [4] yaitu tahun 2026, terdapat kekosongan hukum tindak pidana yang berkaitan dengan santet. Kekosongan hukum ini memiliki dampak yaitu akan menimbulkan tindakan main hakim sendiri dari korban atau pihak yang mengatasnamakan korban bahkan masyarakat yang menduga bahwa rasa sakit, atau kematian yang dialami korban adalah akibat perbuatan pelaku santet. [5] Dengan diundangkannya ketentuan tindak pidana yang berkaitan dengan santet dalam KUHP baru, maka kekosongan hukum tersebut telah diakomodir. Bunyi Pasal 252 KUHP Baru dan Unsur Pasalnya Adapun, pasal santet tersebut termaktub di dalam Pasal 252 KUHP Baru yaitu UU 1/2023 yang berbunyi: (1) Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga). Sebagai informasi, ketentuan pidana denda dalam Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 adalah sebesar Rp200 juta. [6] Memperhatikan rumusan Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 di atas, terdapat beberapa unsur perbuatan pidananya, yaitu: setiap orang (yaitu pelaku santet); yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain; bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang. Menurut hemat kami, ruang lingkup pengaturan dalam Pasal 252 UU 1/2023 ini adalah tindakan si pelaku santet yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain, bukan pada perbuatan santet itu sendiri . Selanjutnya dengan memperhatikan kata “dapat” dalam unsur ketiga Pasal 252 UU 1/2023 di atas, menunjukkan bahwa penekanan tindak pidana dalam pasal tersebut bukan pada berhasilnya perbuatan pidana santet yaitu timbulnya penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, tetapi pada unsur kedua, yaitu bagaimana si pelaku santet mampu membuat orang lain percaya dan/atau menggunakan jasanya . Dengan demikian, delik yang diatur dalam Pasal 252 UU 1/2023 ini merupakan delik formil , yaitu delik yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan ( handeling ), tanpa mensyaratkan terjadinya akibat dari perbuatan tersebut. Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat. [7] Dalam delik formil, akibat (suatu perbuatan) bukan merupakan syarat selesainya delik. [8] Pembuktian Santet Dalam hal terjadi tindak pidana yang memenuhi rumusan Pasal 252 UU 1/2023, persoalan selanjutnya adalah bagaimana pembuktian perkara tersebut. Adapun alat bukti yang dapat digunakan mengacu pada ketentuan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Jika diperhatikan rumusan Pasal 252 KUHP Baru, ada 3 pihak yang berkaitan dengan tindak pidana santet, yaitu: Pelaku santet yaitu orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain, yang dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang/korban. Pengguna jasa santet yaitu orang yang menggunakan jasa dari pelaku santet agar korban mengalami penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik. Korban yang menjadi target si pelaku santet dan pengguna jasa santet. Dalam hal yang mengajukan laporan kepada kepolisian adalah korban , maka setidaknya korban harus mempunyai bukti di antaranya: Keterangan saksi. Korban dapat menjadi saksi apabila ia memiliki bukti percakapan atas ungkapan dari si pelaku santet yang ia dengar sendiri atau dari saksi lain yang mendengar perkataan si pelaku santet itu sendiri. Keterangan ahli. Dalam konteks ini, akan sangat sulit diperoleh bila ahli yang dimaksud adalah ahli santet karena belum ada kualifikasi atau standar tentang validasi ahli dalam santet. Hal ini mengingat Pasal 252 UU 1/2023 merupakan delik formil sehingga timbulnya akibat bukan syarat pembuktian tindak pidana santet. Adapun, ahli yang dapat diajukan adalah dalam hal penyakit, atau kematian yang dialami korban ditemukan benda di dalam tubuh korban yang tidak lazim misalnya paku, pecahan kaca, atau benda lainnya. Ahli yang dapat diajukan yaitu dokter yang memeriksa hasil rontgen atau dokter forensik. Surat, dapat diajukan sesuai dokumen hasil rontgen atau berita acara laboratorium forensik. Petunjuk. Adanya persesuaian dari keterangan saksi dengan alat bukti lainnya baik keterangan ahli atau surat. Keterangan terdakwa atau dalam hal ini adalah pelaku santet. Namun, perlu dicatat bahwa ia mempunyai hak ingkar di persidangan dan menjadi tugas berat bagi aparat penegak hukum untuk membuatnya berbicara jujur dan mengakui perbuatannya. Adapun, bila yang mengajukan laporan adalah pengguna jasa santet , maka setidaknya harus mengantongi bukti di antaranya: Keterangan saksi. Pengguna jasa santet dapat menjadi saksi apabila ia memiliki bukti percakapan atas ungkapan dari si pelaku santet yang ia dengar sendiri atau dari saksi lain yang mendengar perkataan si pelaku santet itu sendiri bahwa si pelaku santet telah memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepadanya. Keterangan ahli. Adapun ahli yang dapat diajukan adalah ahli pidana dalam ranah tindak pidana penipuan. Hal ini karena perbuatan pelaku santet yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib dan selanjutnya memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada si pengguna jasa santet, merupakan upaya untuk menggerakkan si pengguna jasa santet percaya dan mau menyerahkan uang atau barang dengan tujuan semata-mata demi keuntungan pribadi si pelaku santet. Surat. Dapat saja diajukan apabila penyerahan uang atau barang dari si pengguna jasa santet kepada si pelaku santet didukung oleh bukti berupa kuitansi, bukti transfer, atau bukti setruk pembelian barang. Petunjuk. Adanya persesuaian dari keterangan saksi dengan alat bukti lainnya baik keterangan ahli atau surat. Keterangan terdakwa yaitu pelaku santet. Pemenuhan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, akan menjadi tantangan bagi korban/pengguna jasa santet terutama bagi aparat penegak hukum. Salah satunya adalah mengenai keterangan saksi yang akan sangat subjektif. Apabila tidak didukung oleh alat bukti lainnya, maka keterangan saksi ini tidak memiliki nilai sebagaimana ketentuan di dalam Pasal 185 ayat (2) dan (3) KUHAP. Kendala selanjutnya adalah alat bukti keterangan ahli terutama yang dapat menerangkan unsur Pasal 252 UU 1/2023 terkait dengan frasa “ karena perbuatannya ”. Akan sulit menemukan ahli yang dapat menerangkan “perbuatan” tersebut apa saja, metode atau cara melakukan perbuatan serta alat yang digunakan untuk melakukan perbuatan, meskipun di pasal ini akibat dari perbuatan itu sendiri tidak perlu dibuktikan karena adanya kata “dapat”. Menurut hemat kami, Pasal 252 UU 1/2023 menyimpan persoalan pembuktian khususnya pemenuhan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Referensi : Abdul Mukti Thabrani. Korban Santet dalam Perspektif Antropologi Kesehatan dan Hukum Islam di Kabupaten Pamekasan. Al Ihkam: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, Vol. 9 No. 1 Juni 2014; Faisal et.al. Pemaknaan Kebijakan Kriminal Perbuatan Santet dalam RUU KUHP. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2023; Novritsar Hasintongan Pakpahan. Penggunaan Tes Provokasi dalam Pembuktian Pidana Santet. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3 Nomor 1, Oktober 2022; Topo Santoso. Asas-Asas Hukum Pidana. Depok: Rajawali Pers Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, 2023; KBBI, santet , yang diakses pada Selasa, 19 Desember 2023 pukul 13.04 WIB. [1] Abdul Mukti Thabrani. Korban Santet dalam Perspektif Antropologi Kesehatan dan Hukum Islam di Kabupaten Pamekasan. Al Ihkam: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, Vol. 9 No. 1 Juni 2014, hal. 44 [2] Abdul Mukti Thabrani. Korban Santet dalam Perspektif Antropologi Kesehatan dan Hukum Islam di Kabupaten Pamekasan. Al Ihkam: Jurnal Hukum & Pranata Sosial, Vol. 9 No. 1 Juni 2014, hal. 44 [3] Novritsar Hasintongan Pakpahan. Penggunaan Tes Provokasi dalam Pembuktian Perbuatan Pidana Santet. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3 Nomor 1, Oktober 2022, hal. 41 [4] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [5] Lihat Penjelasan Pasal 252 ayat (1) UU 1/2023 [6] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023 [7] Topo Santoso. Asas-Asas Hukum Pidana. Depok: Rajawali Pers Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja Grafindo Persada, 2023, hal 129 [8] Faisal et.al. Pemaknaan Kebijakan Kriminal Perbuatan Santet dalam RUU KUHP. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2023, hal. 22 TAGS santet pidana alat bukti | {1072: 'Selain itu ada juga magi pencuri barang-barang berharga yang disebut dengan sirep, atau sihir yang memaksa korban melakukan apa saja yang diperintahkan (nuraga).', 1073: 'Namun konsep santet sebagai suatu tindak pidana memiliki tantangan tersendiri mengingat konteks tindak pidana di Indonesia sebagai negara hukum harus memiliki kerangka hukum yang normatif pula.', 4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 1074: "['(1) setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori iv.']", 6: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1075: 'Delik selesai dengan dilakukannya perbuatan dan tidak menunggu timbulnya akibat.', 1076: 'Dalam delik formil, akibat (suatu perbuatan) bukan merupakan syarat selesainya delik'} |
Apa bunyi Pasal 351 KUHP? Pasal 351 KUHP tentang apa? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 351 KUHP Pada dasarnya, tindak pidana penganiayaan biasa yang berakibat luka berat dan mati diatur dalam Pasal 351 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 466 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 351 KUHP (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat , yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (3) Jika mengakibatkan mati , diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Sebagai informasi, pidana denda sebagaimana diatur di dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP saat ini telah disesuaikan dengan ketentuan Pasal 3 Perma 2/2012 yaitu denda dilipatgandakan 1.000 kali, sehingga bernilai Rp4,5 juta. Pasal 466 UU 1/2023 (1) Setiap Orang yang melakukan penganiayaan , dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III. (2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. (4) Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan. (5) Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana. Ketentuan pidana denda kategori III sebagaimana dimaksud Pasal 466 ayat (1) UU 1/2023 adalah sebesar Rp50 juta. [2] Unsur-unsur Pasal 351 KUHP Disarikan dari artikel Perbedaan Pasal Penganiayaan Ringan dan Penganiayaan Berat , mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , berpendapat bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu (hal. 245). Namun menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah: [3] sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan; menyebabkan rasa sakit; menyebabkan luka. Menurut Pasal 351 angka 4 KUHP , sengaja merusak kesehatan orang juga masuk dalam pengertian penganiayaan. R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh mengenai apa yang dimaksud dengan perasaan tidak enak, rasa sakit, luka, dan merusak kesehatan: [4] perasaan tidak enak misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya; rasa sakit misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya; luka misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain; merusak kesehatan misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin. Selanjutnya, menurut R. Soesilo, tindakan-tindakan di atas harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan . Sebagai contoh, seorang dokter gigi mencabut gigi dari pasiennya, sebenarnya ia sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan penganiayaan, karena ada maksud baik (mengobati). Lalu, seorang bapak dengan tangan memukul anaknya di arah pantat, karena anak itu nakal. Inipun sebenarnya sengaja menyebabkan rasa sakit, akan tetapi perbuatan itu tidak masuk penganiayaan, karena ada maksud baik (mengajar anak). Meskipun demikian, maka kedua peristiwa itu apabila dilakukan dengan melewati batas-batas yang diizinkan , misalnya dokter gigi tadi mencabut gigi sambil bersenda gurau dengan istrinya, atau seorang bapak mengajar anaknya dengan memukul memakai sepotong besi dan dikenakan di kepalanya maka perbuatan ini dianggap pula sebagai penganiayaan . [5] : Perbuatan-perbuatan yang Termasuk Penganiayaan Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 Kemudian, menurut Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 , ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan. Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur "dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j UU 1/2023 dalam rangka pemberatan pidana. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , Bogor: Politeia, 1991; Rahmi Zilvia dan Haryadi. Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Kasus Tindak Pidana Penganiayaan . Vol. 1, No. 1, 2020. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023 [3] Munajat dan Kartono. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan yang Mengakibatkan Luka Berat (Analisis Putusan Perkara No: 10/Pid.B/2018/PN Rkb). Rechtsregel Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 2, No. 2, 2019, hal. 664 [4] R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal , Bogor: Politeia, 1991, hal. 245 [5] Rahmi Zilvia dan Haryadi. Disparitas Pidana Terhadap Pelaku Kasus Tindak Pidana Penganiayaan . Vol. 1, No. 1, 2020, hal. 97-98 TAGS penganiayaan kuhp hukum pidana potd | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 25: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 625: 'Selanjutnya, tindak pidana penganiayaan diatur dalam pasal berikut: Menurut yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak/penderitaan, menyebabkan rasa sakit, dan/atau menyebabkan luka.', 1077: 'R. Soesilo memberikan contoh mengenai apa yang dimaksud dengan perasaan tidak enak, rasa sakit, luka, dan merusak kesehatan: perasaan tidak enak misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya; rasa sakit misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya; luka misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain; merusak kesehatan misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.', 1078: 'Meskipun demikian, maka kedua peristiwa itu apabila dilakukan dengan melewati batas-batas yang diizinkan, misalnya dokter gigi tadi mencabut gigi sambil bersenda gurau dengan istrinya, atau seorang bapak mengajar anaknya dengan memukul memakai sepotong besi dan dikenakan di kepalanya maka perbuatan ini dianggap pula sebagai penganiayaan.'} |
Apa bunyi Pasal 362 KUHP? Pasal 362 KUHP tentang apa? | ULASAN LENGKAP Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Isi Pasal 362 KUHP Pada dasarnya, tindak pidana pencurian telah diatur dalam Pasal 362 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 476 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Pasal 362 KUHP Pasal 476 UU 1/2023 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian , dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu. [2] Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian , dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta. [3] Unsur-unsur Pasal 362 KUHP Berdasarkan bunyi Pasal 362 KUHP tersebut, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 249-250) menjelaskan bahwa Pasal 362 KUHP adalah “pencurian biasa”, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut: Perbuatan mengambil Mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Yang diambil harus sesuatu barang Barang di sini adalah segala sesuatu yang berwujud, termasuk pula binatang (manusia tidak termasuk). Dalam pengertian barang, termasuk pula “daya listrik” dan “gas”, meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan di kawat atau pipa. Lalu, barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian milik orang lain Barang tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan. [4] Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hak) Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif, yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum. [5] Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 Selanjutnya, Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mengambil” tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan mengambil lainnya secara fungsional (nonfisik) yang mengarah pada maksud “memiliki barang orang lain secara melawan hukum.” Misalnya, pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga listrik tanpa hak. Sementara yang dimaksud dengan “dimiliki” adalah mempunyai hak atas barang tersebut. Pasal-pasal yang mengatur tindak pidana pencurian dapat Anda baca selengkapnya pada Pasal 362 s.d. Pasal 367 KUHP , dan Pasal 476 s.d. Pasal 481 UU 1/2023 . Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP . Referensi : Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum dalam Pasal 362 KUHP Tentang Tindak Pidana Pencurian . Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013; Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia . Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Sukabumi: Politeia, 1991. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP , denda dikali 1000 [3] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023 [4] Marsudi Utoyo. Pencurian Ringan dalam Hukum Positif Indonesia dalam Sisi Pembangunan Hukum Indonesia . Bandar Lampung: Universitas Bandar Lampung Press, 2019, hal. 78 [5] Jatiana Manik Edawanti (et.al). Unsur Melawan Hukum dalam Pasal 362 KUHP tentang Tindak Pidana Pencurian . Jurnal Kertha Semaya, Vol. 1, No. 3, Mei 2013, hal. 5 TAGS pencurian kuhp tindak pidana potd | {128: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 535: 'Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHPkecuali pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kall,', 7: "['(1) pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan: a. kategori i, rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. kategori ii, rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah); c. kategori iii, rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); d. kategori iv, rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); e. kategori v, rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); f. kategori vi, rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah); g. kategori vii, rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan h. kategori viii, rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).']", 1079: 'apabila barang milik bersama A dan B kemudian B menjualnya, maka hal tersebut bukan termasuk pencurian melainkan penggelapan.', 1080: '[4] Unsur melawan hukum dalam rumusan Pasal 362 KUHP mengandung makna sebagai unsur melawan hukum yang subjektif, yaitu suatu perbuatan dapat disebut melawan hukum apabila perbuatan mengambil barang milik orang lain dengan maksud memilikinya, telah terbukti dilakukan berdasarkan dengan kehendak atau niat yang jahat dan orang yang melakukannya sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum.'} |
Belakangan ini, banyak sekali kasus penjambretan yang terjadi. Menurut berita yang beredar, viral oknum ojol jambret HP pelajar hingga korban terseret motor. Lalu, ada juga remaja jambret ponsel pemotor wanita. Lalu, apabila aksi penjambretan menyebabkan korban meninggal dunia, apakah pelaku jambret dapat dipidana dengan pasal pembunuhan? | ULASAN LENGKAP dari artikel dengan judul Jerat Pidana Bagi Penjambret Hingga Menyebabkan Korban Mati yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 7 Agustus 2018. Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023. . Pencurian dengan Kekerasan yang Menyebabkan Orang Mati Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami dulu apa itu jambret. Menurut KBBI , jambret artinya renggut atau rebut. Maka, kami asumsikan kasus yang Anda maksud berkaitan dengan seseorang yang sedang mengendarai motor atau menjadi penumpang di motor, yang merenggut atau merebut barang milik orang lain. Lalu, mengenai kasus jambret yang menyebabkan orang meninggal dunia sebagaimana Anda tanyakan, pelaku dapat dipidana dengan pasal pencurian dengan kekerasan . Tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagai pemberatan dari pasal pencurian biasa tertuang dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, [1] yaitu tahun 2026. Berikut ulasannya. Pasal 365 KUHP Pasal 479 UU 1/2023 Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. Diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun: jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. Jika perbuatan mengakibatkan kematian , maka diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu , disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3. Setiap orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya sendiri atau orang lain untuk tetap menguasai Barang yang dicurinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): pada malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan angkutan umum yang sedang berjalan; pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong, memecah, memanjat, memakai anak kunci palsu, menggunakan perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk masuk ke tempat melakukan tindak pidana atau sampai pada barang yang diambil; yang mengakibatkan luka berat bagi orang; atau secara bersama-sama dan bersekutu. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan matinya orang , dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Berkaitan dengan pertanyaan Anda, jika aksi penjambretan menyebabkan korban meninggal dunia, maka pelaku memenuhi unsur tindak pidana pencurian yang mengakibatkan matinya orang. [2] Sehingga, pelaku berpotensi dihukum berdasarkan Pasal 365 ayat (3) KUHP atau Pasal 479 ayat (3) UU 1/2023 . Namun, pelaku juga dapat dijerat dengan Pasal 365 ayat (4) KUHP atau Pasal 479 ayat (4) UU 1/2023 jika memenuhi unsur sebagai berikut: [3] perbuatan pencurian menjadikan ada orang mendapat luka berat atau mati; dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih; disertai kekerasan/ancaman kekerasan; mengakibatkan ada orang mati. Menurut R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 254), yang dimaksud dengan kekerasan adalah termasuk di dalamnya mengikat orang yang punya rumah atau menutup (menyekap korban) di dalam kamar. Kekerasan atau ancaman kekerasan tersebut haruslah dilakukan terhadap orang dan bukan terhadap barang, dan dapat dilakukan sebelumnya, bersama-sama, atau setelah pencurian itu dilakukan dengan maksud untuk memudahkan pencurian tersebut. Jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya atau kawannya yang turut melakukan akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap berada di tangannya. Lebih lanjut, Soesilo menjelaskan jika pencurian dengan kekerasan berakibat pada kematian seseorang, ancaman hukumannya diperberat. Artinya, kematian di sini bukan dimaksudkan oleh si pembuat, karena apabila kematian itu dimaksud (diniat) oleh si pembuat, maka ia dikenakan Pasal 339 KUHP atau Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 yaitu tentang tindak pidana pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana . Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 479 ayat (1) UU 1/2023 , tindak pidana pencurian dalam ketentuan ini dikualifikasi sebagai pencurian dengan pemberatan. Unsur pemberatnya adalah adanya kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian. Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan. Lalu, kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan ancaman kekerasan menunjukkan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini tidak perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik barang, tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu rumah tangga atau penjaga rumah. Pembunuhan yang Diikuti, Disertai atau Didahului oleh Suatu Perbuatan Pidana Sebagaimana dijelaskan oleh R. Soesilo di atas, aksi penjambretan yang membuat orang mati atau pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan orang mati dapat dikatakan sebagai pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana yang diatur dalam Pasal 339 KUHP atau Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 sebagai berikut: Pasal 339 KUHP Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana , yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului suatu tindak pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri atau peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun. Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam rumusan Pasal 339 KUHP atau Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 adalah: [4] Unsur subjektif: dengan sengaja; dengan maksud. Unsur objektif: menghilangkan nyawa orang lain; diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain; untuk menyiapkan/memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah dilakukan; untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan; untuk dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan tindak pidana. Masih bersumber dari buku yang sama, R. Soesilo menjelsakan bahwa pembunuhan biasa yang bukan pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, diancam hukuman lebih berat apabila dilakukannya dengan diikuti, disertai atau didahului dengan peristiwa pidana yang lain. Akan tetapi, pembunuhan itu dilakukan harus dengan maksud untuk menyiapkan atau memudahkan peristiwa pidana itu atau jika tertangkap tangan akan melindungi dirinya atau kawan-kawannya dari pada hukuman atau akan mempertahankan barang yang didapatkannya dengan melawan hak (hal. 241). : Jerat Pasal Pembunuhan untuk Menguasai Harta Korban Jadi menjawab pertanyaan Anda, apabila kematian korban pada saat peristiwa penjambretan disengaja oleh pelaku, maka perbuatan tersebut bisa dijerat dengan pasal pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP atau Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023. Contoh Kasus Sebagai contoh kasus, Anda dapat membaca Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 306/Pid.B/2014/PN.Jmr , dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana “turut serta melakukan pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan orang lain mati”. Dalam kasus tersebut, terdakwa bersama rekannya dengan mengendarai sepeda motor mendekati (memepet) sepeda motor korban dan langsung menarik tas korban dengan paksa sehingga tas korban putus talinya dan berhasil diambil oleh rekan dari terdakwa. Akibat perbuatan tersebut, korban jatuh dengan kepala menghantam aspal hingga mengalami gegar otak dan meninggal. Karena perbuatannya tersebut, terdakwa dihukum berdasarkan Pasal 365 ayat (3) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan pidana penjara 15 tahun. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana . Putusan : Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 306/Pid.B/2014/PN.Jmr. Referensi : Basri (et.al). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan. The 2nd University Research Coloquium , Universitas Muhammadiyah Semarang, 2015; Frangky Maitulung. Penanganan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Psikopat . Jurnal Lex Crimen, Vol. 2, No. 7, 2013; R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal . Politeia: Bogor, 1991; Kamus Besar Bahasa Indonesia, jambret , yang diakses pada Rabu, 14 Desember 2023, pukul 18.00 WIB. [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”) [2] Basri (et.al). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan. The 2nd University Research Coloquium , Universitas Muhammadiyah Semarang, 2015, hal. 157 [3] Basri (et.al). Kajian Yuridis Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan. The 2nd University Research Coloquium , Universitas Muhammadiyah Semarang, 2015, hal. 157 [4] Frangky Maitulung. Penanganan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Psikopat . Jurnal Lex Crimen, Vol. 2, No. 7, 2013, hal. 129-130 TAGS pencurian korban motor sepeda motor pidana pembunuhan | {4: 'Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.', 1081: 'jika aksi penjambretan menyebabkan korban meninggal dunia, maka pelaku memenuhi unsur tindak pidana pencurian yang mengakibatkan matinya orang.', 420: 'Unsur-unsur dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam rumusan Pasal 339 KUHP atau Pasal 458 ayat (3) UU 1/2023 adalah: Unsur subjektif: dengan sengaja; dengan maksud. Unsur objektif: menghilangkan nyawa orang lain; diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain; untuk menyiapkan/memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah dilakukan; untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan; untuk dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara melawan hukum, dalam ia/mereka kepergok pada waktu melaksanakan tindak pidana.'} |
Apa pengertian anak pidana, anak negara dan anak sipil? Tolong jelaskan. | ULASAN LENGKAP kedua dari artikel dengan judul Arti Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 9 Agustus 2018, yang pertama kali dimutakhirkan oleh Erizka Permatasari, S.H. pada 2 Maret 2022. . Perlu kami terangkan bahwa istilah Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil sebagaimana Anda tanyakan merupakan istilah yang digunakan terkait Anak Didik Pemasyarakatan yang diatur dalam UU 12/1995 . [1] Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (“LAPAS”) Anak maksimal sampai usia anak pidana mencapai 18 tahun. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak maksimal sampai berumur 18 tahun. Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun. Namun, perlu diketahui, bahwa per 3 Agustus 2022 lalu, UU 12/1995 telah dicabut dan digantikan dengan UU 22/2022 atau Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Lebih lanjut, dalam UU 22/2022, istilah Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil tidaklah dikenal. Istilah untuk “anak” yang digunakan adalah Anak dan Anak Binaan. Anak atau Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. [2] Anak Binaan adalah anak yang telah berumur 14 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak. [3] Perlu kami informasikan bahwa mengenai istilah Anak Pidana sebagaimana ditanyakan, sejak UU SPPA diundangkan, istilah Anak Pidana dikenal dengan “Anak yang Berkonflik dengan Hukum”, [4] yang mana kemudian istilah “Anak yang Berkonflik dengan Hukum” ini disebut dengan “Anak” dalam UU 22/2022. Selain itu, istilah LAPAS Anak yang disebut dalam definisi Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil sesuai UU 12/1995 sudah tidak lagi dikenal. Pasal 104 UU SPPA mengatur, setiap Lapas Anak harus melakukan perubahan sistem menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) sesuai dengan UU SPPA maksimal 3 tahun. Yang dimaksud dengan LPKA yakni lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. [5] Hal serupa juga diatur dalam Pasal 1 angka 8 jo . Pasal 1 angka 10 Permenkumham 7/2022 yang menegaskan perbedaan Lembaga Pemasyarakatan (“Lapas”) dengan LPKA. Lapas merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana, sementara LPKA merupakan lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. Pada saat UU SPPA mulai berlaku, anak negara dan/atau anak sipil yang masih berada di LAPAS Anak diserahkan kepada : [6] Orang tua/wali; Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (“LPKS”), yakni lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak [7] /keagamaan; atau Kementerian atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini . Demikian jawaban dari kami mengenai pengertian anak pidana, anak negara, dan anak sipil sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan ; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat yang kedua kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat dan terakhir kalinya diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat . [1] Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (“UU 12/1995”) [2] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (“UU 22/2022”) [3] Pasal 1 angka 7 UU 22/2022 [4] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) [5] Pasal 1 angka 20 UU SPPA [6] Pasal 103 ayat (1) UU SPPA [7] Pasal 1 angka 22 UU SPPA TAGS anak lembaga pemasyarakatan pidana anak sistem peradilan pidana anak | {1082: '8. anak didik pemasyarakatan adalah : a. anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di lapas anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; b. anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di lapas anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun; c. anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di lapas anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.', 1083: '5. anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana', 1084: '7. anak binaan adalah anak yang telah berumur 14 (empat belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pembinaan khusus anak.', 1085: '3. anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana', 1086: '20. lembaga pembinaan khusus anak yang selanjutnya disingkat lpka adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya.', 1087: "['(1) pada saat undang-undang ini mulai berlaku, anak negara dan/atau anak sipil yang masih berada di lembaga pemasyarakatan anak diserahkan kepada: a. orang tua/wali; b. lpks/keagamaan; atau c. kementerian atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.']", 1088: '22. lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang selanjutnya disingkat lpks adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak.'} |
Apa bunyi pasal 184 KUHAP? Apa saja alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP? | ULASAN LENGKAP . Isi Pasal 184 KUHAP Pasal 184 ayat (1) KUHAP mengatur tentang alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, yang bunyinya sebagai berikut: Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa. Kemudian, kekuatan alat bukti dapat membuktikan putusan pengadilan bahwa putusan itu benar, sehingga si tersangka dinyatakan bersalah. Dalam penyelesaian perkara pidana, seseorang dianggap bersalah apabila sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) . Kekuatan alat bukti inilah yang mendukung putusan hakim di pengadilan dalam memutuskan perkara. [1] Sebagai informasi, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. [2] Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan dan kepastian hukum bagi seorang. [3] Namun, dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti yang sah . [4] Selanjutnya, menurut Pasal 184 ayat (2) KUHAP , hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Jenis-jenis Alat Bukti yang Sah dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP Keterangan Saksi Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. [5] Pada umumnya, semua orang dapat menjadi saksi. Namun, kekecualian menjadi saksi terdapat dalam Pasal 168 KUHAP . Lalu, dalam hal kewajiban saksi mengucapkan janji atau sumpah, KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR), di mana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak suatu kesaksian sebagai alat bukti. [6] Dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP ditentukan bahwa sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. Keterangan Ahli Apakah yang disebut ahli? Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus. [7] Lalu, pada dasarnya keterangan ahli berbeda dengan keterangan saksi. Keterangan seorang saksi adalah mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri, sedangkan keterangan ahli adalah mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu. [8] Alat Bukti Surat Surat-surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran. [9] Selain Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebut alat bukti surat, terdapat Pasal 187 KUHAP yang mengatur tentang alat bukti surat sebagai berikut: berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Alat Bukti Petunjuk Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberikan definisi petunjuk sebagai berikut: Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Lalu, petunjuk sebagaimana dimaksud hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan/atau keterangan terdakwa. [10] Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya. [11] Alat Bukti Keterangan Terdakwa Pada dasarnya, semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat sebagai berikut: [12] Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan; Mengaku ia bersalah. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas dari pengertian pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie van Toelichting Ned. Sv ., penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah. [13] : Perbedaan Alat Bukti dan Barang Bukti dalam Hukum Pidana Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum : Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana . Putusan: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 . Referensi : Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012; Rusyadi. Kekuatan Alat Bukti dalam Persidangan Perkara Pidana. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5, No. 2, 2016. [1] Rusyadi. Kekuatan Alat Bukti dalam Persidangan Perkara Pidana. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 5, No. 2, 2016, hal. 130 [2] Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) [3] Penjelasan Pasal 183 KUHAP [4] Penjelasan Pasal 184 KUHAP [5] Pasal 1 angka 27 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 hal. 92 [6] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 260 – 263 [7] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 273 [8] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 274 [9] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 276 [10] Pasal 188 ayat (2) KUHAP [11] Pasal 188 ayat (3) KUHAP [12] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 278 [13] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal. 278 TAGS kuhap acara pidana alat bukti potd | {1089: 'Kekuatan alat bukti inilah yang mendukung putusan hakim di pengadilan dalam memutuskan perkara.', 1090: 'pasal 183 hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.', 1091: 'pasal 183 hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.', 1092: "['(1) alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa.']", 1093: '27. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.;; pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”; \x83 Menyatakan Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”;', 1094: 'Lalu, dalam hal kewajiban saksi mengucapkan janji atau sumpah, KUHAP masih mengikuti peraturan lama (HIR), di mana ditentukan bahwa pengucapan sumpah merupakan syarat mutlak suatu kesaksian sebagai alat bukti.', 878: 'Sebagai ahli, seseorang dapat didengar keterangannya mengenai persoalan tertentu yang menurut pertimbangan hakim orang itu mengetahui bidang tersebut secara khusus.', 1095: 'Keterangan seorang saksi adalah mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri, sedangkan keterangan ahli adalah mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu.', 1096: 'Surat-surat adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.', 1097: "['(1) petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.', '(2) petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa.']", 1098: "['(1) petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.', '(2) petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari : a. keterangan saksi; b. surat; c. keterangan terdakwa.']", 1099: 'Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat sebagai berikut: Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan; Mengaku ia bersalah.'} |