id
int64 1
6.24k
| surah_id
int64 1
114
| surah_arabic
stringclasses 114
values | surah_latin
stringclasses 114
values | surah_transliteration
stringclasses 114
values | surah_translation
stringclasses 110
values | surah_num_ayah
int64 3
286
| surah_page
int64 1
604
| surah_location
stringclasses 2
values | ayah
int64 1
286
| page
int64 1
604
| quarter_hizb
int64 0
61
| juz
int64 1
30
| manzil
int64 1
7
| arabic
stringlengths 6
1.22k
| latin
stringlengths 6
1k
| translation
stringlengths 6
1.62k
| no_footnote
stringclasses 678
values | footnotes
stringclasses 678
values | tafsir_wajiz
stringlengths 6
3.62k
| tafsir_tahlili
stringlengths 63
19.5k
| tafsir_intro_surah
stringclasses 114
values | tafsir_outro_surah
stringclasses 113
values | tafsir_munasabah_prev_surah
stringclasses 113
values | tafsir_munasabah_prev_theme
stringlengths 126
2.63k
⌀ | tafsir_theme_group
stringlengths 6
130
⌀ | tafsir_kosakata
stringlengths 52
23k
⌀ | tafsir_sabab_nuzul
stringclasses 172
values | tafsir_conclusion
stringlengths 127
3.71k
⌀ |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
201 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 194 | 30 | 4 | 2 | 1 | اَلشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمٰتُ قِصَاصٌۗ فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ | Asy-syahrul-ḥarāmu bisy-syahril-ḥarāmi wal-ḥurumātu qiṣāṣ(un), famani‘tadā ‘alaikum fa‘tadū ‘alaihi bimiṡli ma‘tadā ‘alaikum, wattaqullāha wa‘lamū annallāha ma‘al-muttaqīn(a). | Bulan haram dengan bulan haram54) dan (terhadap) sesuatu yang dihormati55) berlaku (hukum) kisas. Oleh sebab itu, siapa yang menyerang kamu, seranglah setimpal dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah bersama orang-orang yang bertakwa. | 54, 55 | 54) Maksudnya adalah bahwa jika diserang pada bulan haram, umat Islam diperbolehkan untuk membalas serangan pada bulan itu juga.
55) Sesuatu yang dihormati dapat berarti bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab; tanah haram (Makkah), dan dalam keadaan berihram. | Bulan haram dengan bulan haram. Jika umat Islam diserang oleh orang-orang kafir pada bulan-bulan haram, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab, yang sebenarnya pada bulan-bulan itu tidak boleh berperang, maka diperbolehkan membalas serangan itu pada bulan yang sama. Dan terhadap sesuatu yang dihormati berlaku hukum kisas. Kaum Muslim menjaga kehormatan tanah, tempat, dan keadaan yang dimuliakan Allah seperti bulan haram, tanah haram, yakni Mekah, dan keadaan berihram untuk umrah dan haji dengan melaksanakan hukum kisas serta memberlakukan dam (denda) bagi yang melanggar larangan pada waktu berihram, baik untuk umrah maupun haji. Oleh sebab itu barang siapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya terhadap kamu. Jadi, tindakan kaum muslim memerangi orang-orang musyrik pada bulan yang diharamkan Allah itu merupakan balasan setimpal atas sikap mereka yang memulai menyerang kaum muslim pada bulan yang diharamkan untuk berperang. Kaum muslim berada pada posisi membela diri dan membela kehormatan agama. Bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan apa yang diwajibkan dan menjauhi apa yang diharamkan, dan ketahuilah bahwa keridaan dan kasih sayang Allah beserta orang-orang yang bertakwa setiap waktu. | Pada ayat ini dijelaskan bahwa apabila kaum musyrikin menyerang kaum Muslimin pada bulan haram, maka kaum Muslimin dibolehkan membalas serangan itu pada bulan haram, termasuk apabila kaum Muslimin mendapat serangan dari kaum musyrikin pada 'umratul qaḍā', karena ayat ini dengan tegas telah membolehkan kaum Muslimin mengadakan balasan, meskipun pada bulan haram. Ini lebih dipertegas lagi dengan dibolehkannya membalas dengan balasan yang setimpal setiap pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang harus dihormati. Jika kaum Muslimin mengadakan pembalasan, maka sekali-kali tidak dibolehkan dengan berlebih-lebihan dan mereka harus berhati-hati agar jangan melampaui batas, serta harus bertakwa kepada Allah, karena Allah selalu bersama orang-orang yang bertakwa. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat 189 telah diterangkan bahwa hikmah perubahan bentuk bulan, adalah untuk menentukan waktu bagi manusia dalam melaksanakan ibadah dan urusan kehidupannya terutama yang berhubungan dengan waktu haji, waktunya ditetapkan pada bulan Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Pada bulan-bulan itu menurut tradisi masyarakat jahiliah dilarang berperang. Pada ayat ini kaum Muslimin diizinkan berperang (sekalipun di dalam bulan haram) jika mereka diserang musuh, dengan ketentuan bahwa berperang itu adalah untuk membela dan mempertahankan agama Allah. | PERANG FĪ SABĪLILLĀH DAN TATA CARANYA | Kosakata: At-Tahlukah اَلتَّهْلُكَة (al-Baqarah/2: 195)
Kata ini bentuk masdar dari halaka, yahliku, halkan, tahlukatan, halukan. Artinya “sesuatu yang membawa kepada kebinasaan, kehancuran, kematian, dan lain sebagainya”. Ayat ini mempunyai beberapa kemungkinan arti, yaitu:
Larangan bunuh diri atau melakukan hal-hal yang menyebabkan kematian seseorang.
Larangan enggan berinfak.
Larangan meninggalkan jihad | null | null |
202 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 195 | 30 | 4 | 2 | 1 | وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ | Wa anfiqū fī sabīlillāhi wa lā tulqū bi'aidīkum ilat-tahlukah(ti), wa aḥsinū, innallāha yuḥibbul-muḥsinīn(a). | Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. | null | null | Dan infakkanlah hartamu di jalan Allah dengan menyalurkannya untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim, memberi beasiswa, membangun fasilitas umum yang diperlukan umat Islam seperti rumah sakit, masjid, jalan raya, perpustakaan, panti jompo, rumah singgah, dan balai latihan kerja. Dan janganlah kamu jatuhkan diri sendiri ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri dengan melakukan tindakan bunuh diri dan menyalurkan harta untuk berbuat maksiat. Tentu lebih tepat jika harta itu disalurkan untuk ber-buat baik bagi kepentingan orang banyak, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik dengan ikhlas. | Orang-orang mukmin diperintahkan membelanjakan harta kekayaannya untuk berjihad fī sabīlillāh dan dilarang menjatuhkan dirinya ke dalam jurang kebinasaan karena kebakhilannya. Jika suatu kaum menghadapi peperangan sedangkan mereka kikir, tidak mau membiayai peperangan itu, maka perbuatannya itu berarti membinasakan diri mereka.
Menghadapi jihad dengan tidak ada persiapan serta persediaan yang lengkap dan berjihad bersama-sama dengan orang-orang yang lemah iman dan kemauannya, niscaya akan membawa kepada kebinasaan. Dalam hal infaq fī sabīlillāh orang harus mempunyai niat yang baik, agar dengan demikian ia akan selalu memperoleh pertolongan Allah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat 189 telah diterangkan bahwa hikmah perubahan bentuk bulan, adalah untuk menentukan waktu bagi manusia dalam melaksanakan ibadah dan urusan kehidupannya terutama yang berhubungan dengan waktu haji, waktunya ditetapkan pada bulan Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah. Pada bulan-bulan itu menurut tradisi masyarakat jahiliah dilarang berperang. Pada ayat ini kaum Muslimin diizinkan berperang (sekalipun di dalam bulan haram) jika mereka diserang musuh, dengan ketentuan bahwa berperang itu adalah untuk membela dan mempertahankan agama Allah. | PERANG FĪ SABĪLILLĀH DAN TATA CARANYA | Kosakata: At-Tahlukah اَلتَّهْلُكَة (al-Baqarah/2: 195)
Kata ini bentuk masdar dari halaka, yahliku, halkan, tahlukatan, halukan. Artinya “sesuatu yang membawa kepada kebinasaan, kehancuran, kematian, dan lain sebagainya”. Ayat ini mempunyai beberapa kemungkinan arti, yaitu:
Larangan bunuh diri atau melakukan hal-hal yang menyebabkan kematian seseorang.
Larangan enggan berinfak.
Larangan meninggalkan jihad | null | 1. Perang fī sabīlillāh ialah perang dengan tujuan menjaga terlaksananya dakwah Islam dengan aman, menjaga kebebasan beragama dengan tenang atau untuk membalas serangan, atau membela diri
2. Perang fī sabīlillāh itu tidak untuk memaksa orang lain menjadi mukmin, karena iman tidak dapat dipaksakan.
3. Pada bulan-bulan haram, Rajab, Zulkaidah, dan Zulhijah tidak boleh diadakan peperangan. Tetapi jika kaum Muslimin diperangi oleh orang-orang kafir pada bulan-bulan tersebut maka kaum Muslimin boleh mengadakan pembalasan.
4. Dalam perang fī sabīlillāh orang-orang mukmin tidak boleh melanggar hak-hak asasi kemanusiaan seperti menganiaya orang lanjut usia, wanita, dan anak-anak yang tidak ikut berperang, membakar rumah, merusak tanaman, membunuh binatang ternak, dan lain sebagainya.
5. Perang fī sabīlillāh membutuhkan banyak biaya, karena itu pada waktu perang fī sabīlillāh orang-orang mukmin haruslah menyumbangkan harta kekayaannya. Perang fī sabīlillāh memerlukan persiapan-persiapan yang lengkap. Setelah semua hal itu diselenggarakan dengan baik, Insya Allah pertolongan dari Allah dan kemenangan akan diperoleh. |
203 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 196 | 30 | 4 | 2 | 1 | وَاَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّٰهِ ۗ فَاِنْ اُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ ۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ بِهٖٓ اَذًى مِّنْ رَّأْسِهٖ فَفِدْيَةٌ مِّنْ صِيَامٍ اَوْ صَدَقَةٍ اَوْ نُسُكٍ ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ ۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗذٰلِكَ لِمَنْ لَّمْ يَكُنْ اَهْلُهٗ حَاضِرِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ࣖ | Wa atimmul-ḥajja wal-‘umrata lillāh(i), fa'in uḥṣirtum famastaisara minal-hady(i), wa lā taḥliqū ru'ūsakum ḥattā yablugal-hadyu maḥillah(ū), faman kāna minkum marīḍan au bihī ażam mir ra'sihī fafidyatum min ṣiyāmin au ṣadaqatin au nusuk(in), fa'iżā amintum, faman tamatta‘a bil-‘umrati ilal-ḥajji famastaisara minal-hady(i), famal lam yajid faṣiyāmu ṡalāṡati ayyāmin fil-ḥajji wa sab‘atin iżā raja‘tum, tilka ‘asyaratun kāmilah(tun), żālika limal lam yakun ahluhū ḥāḍiril-masjidil-ḥarām(i), wattaqullāha wa‘lamū annallāha syadīdul-‘iqāb(i). | Sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Akan tetapi, jika kamu terkepung (oleh musuh), (sembelihlah) hadyu56) yang mudah didapat dan jangan mencukur (rambut) kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepala (lalu dia bercukur), dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah, atau berkurban.57) Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah sepuluh hari yang sempurna. Ketentuan itu berlaku bagi orang yang keluarganya tidak menetap di sekitar Masjidilharam. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Keras hukuman-Nya. | 56, 57 | 56) Hadyu adalah hewan ternak yang disembelih di tanah haram Makkah pada Iduladha dan hari-hari tasyrik karena menjalankan haji tamattu’ atau qiran, meninggalkan salah satu manasik haji atau umrah, mengerjakan salah satu larangan manasik, atau murni ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt. sebagai ibadah sunah.
57) Fidyah (tebusan) karena tidak dapat menyempurnakan manasik haji dengan alasan tertentu. | Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah dengan memenuhi syarat, wajib, rukun, maupun sunah-sunahnya dengan niat yang ikhlas semata-mata mengharapkan rida Allah, dalam keadaan aman dan damai, baik di perjalanan maupun di tempat-tempat pelaksanaan manasik haji. Tetapi jika kamu terkepung oleh musuh, dalam keadaan perang atau situasi genting sehingga tidak dapat melaksanakan manasik haji pada tempat dan waktu yang tepat, maka ada ketentuan rukhshah (dispensasi) dengan diberlakukannya dam (pengganti) sebagai berikut. Pertama, sembelihlah hadyu, yaitu hewan yang disembelih sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan atau sebagai denda karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji, yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebagai tanda selesainya salah satu rangkaian ibadah haji sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya dengan tepat. Kedua, jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya lalu dia bercukur sebelum selesai melaksanakan salah satu dari rangkaian manasik haji, maka dia wajib membayar fidyah atau tebusan yaitu dengan memilih salah satu dari berpuasa, bersedekah atau berkurban supaya kamu bisa memilih fidyah yang sesuai dengan kemampuan kamu. Ketiga, apabila kamu dalam keadaan aman, tidak terkurung musuh, dan tidak terkena luka, tetapi kamu memilih tamattu’, yakni mendahulukan umrah daripada haji pada musim haji yang sama, maka ketentuannya adalah bahwa barang siapa mengerjakan umrah sebelum haji, dia wajib menyembelih hadyu yang mudah didapat di sekitar Masjidilharam. Tetapi jika dia tidak mendapatkannya yakni tidak mampu dan tidak memiliki harta senilai binatang ternak yang harus disembelih, maka dia wajib berpuasa tiga hari dalam musim haji dan tujuh hari setelah kamu kembali ke tanah air. Itu seluruhnya sepuluh hari secara keseluruhan. Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada, yakni tinggal atau menetap, di sekitar Masjidilharam melainkan berdomisili jauh di luar Mekah seperti kaum muslim Indonesia. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras hukuman-Nya bagi orang-orang yang tidak menaati perintah dan aturan-Nya. | Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima. Haji mulai diwajibkan bagi umat Islam pada tahun ke enam Hijri. Sebelumnya, Rasulullah saw pernah beribadah haji sebagai ibadah sunah. Di samping ibadah haji ada pula ibadah umrah. Kedua-duanya wajib dikerjakan umat Islam, sekali seumur hidup. Ibadah haji dan umrah lebih dari sekali, hukumnya sunah. Namun Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa ibadah umrah setahun dua kali hukumnya makruh. Ibadah haji dan umrah tidak harus segera dikerjakan, boleh dikerjakan bila keadaan telah mengizinkan. Siapa yang mampu mengerjakan ibadah haji dan umrah sebaiknya ia segera menunaikannya.
Tempat mengerjakan ibadah haji dan umrah itu hanya di tanah suci Mekah dan sekitarnya. Mereka yang diwajibkan pergi mengerjakan ibadah haji dan umrah ialah mereka yang dalam keadaan sanggup dan mampu, yaitu biaya cukup tersedia, keadaan jasmaniah mengizinkan dan keamanan tidak terganggu. Perbedaan ibadah haji dengan umrah ialah haji rukunnya lima, yaitu: niat, wukuf, ṭawaf, sa‘i, dan taḥallul, sedangkan umrah rukunnya hanya empat: niat, ṭawaf, sa‘i, dan taḥallul.
Amal-amal dalam ibadah haji ada yang merupakan rukun, ada yang wajib dan ada yang sunah. Amal-amal yang merupakan rukun ialah jika ada yang ditinggalkan maka ibadah haji dan umrah tidak sah. Amal-amal yang wajib ialah jika ada yang ditinggalkan, maka dikenakan denda (dam) tetapi haji dan umrah sah. Amal-amal yang sunah jika ada yang ditinggalkan, maka haji dan umrah sah dan tidak dikenakan dam. Di samping itu, ada larangan-larangan bagi orang yang sedang beribadah haji dan umrah. Larangan-larangan itu lazimnya disebut muḥarramāt. Barang siapa melanggar muḥarramāt, dikenakan dam. Besar kecilnya sepadan dengan besar kecilnya muḥarramāt yang dilanggar. Bersetubuh sebelum selesai mengerjakan tawaf ifāḍah membatalkan haji dan umrah.
Ibadah haji dan umrah mempunyai beberapa segi hukum. Oleh karena itu, siapa yang akan mengamalkan ibadah itu seharusnya lebih dahulu mempelajarinya. Amalan-amalan ini biasa disebut manasik. Ayat 196 ini diturunkan pada waktu diadakan perdamaian Hudaibiah pada tahun ke-6 Hijri sama dengan turunnya ayat 190 tentang izin berperang bagi kaum Muslimin.
Ayat ini diturunkan berhubungan dengan ibadah haji dan umrah di mana kaum Muslimin diwajibkan mengerjakan haji dan umrah. Yang dimaksud dengan perintah Allah untuk "menyempurnakan" haji dan umrah, ialah mengerjakannya secara sempurna dan ikhlas karena Allah swt. Ada kemungkinan seseorang yang sudah berniat haji dan umrah terhalang oleh bermacam halangan untuk menyempurnakannya. Dalam hal ini Allah swt memberikan ketentuan sebagai berikut: orang yang telah berihram untuk haji dan umrah lalu dihalangi oleh musuh sehingga haji dan umrahnya tidak dapat diselesaikan, maka orang itu harus menyediakan seekor unta, sapi, atau kambing untuk disembelih.
Hewan-hewan itu boleh disembelih, setelah sampai di Mekah, dan mengakhiri ihramnya dengan (mencukur atau menggunting rambut). Mengenai tempat penyembelihan itu ada perbedaan pendapat, ada yang mewajibkan di Tanah Suci Mekah, ada pula yang membolehkan di luar Tanah Suci Mekah. Jika tidak menemukan hewan yang akan disembelih, maka hewan itu dapat diganti dengan makanan seharga hewan itu dan dihadiahkan kepada fakir miskin.
Jika tidak sanggup menyedekahkan makanan, maka diganti dengan puasa, tiap-tiap mud makanan itu sama dengan satu hari puasa. Orang-orang yang telah berihram haji atau umrah, kemudian dia sakit atau pada kepalanya terdapat penyakit seperti bisul, dan ia menganggap lebih ringan penderitaannya bila dicukur kepalanya dibolehkan bercukur tetapi harus membayar fidyah dengan berpuasa 3 hari atau bersedekah makanan sebanyak 3 ṣā‘ (10,5 liter) kepada orang miskin, atau berfidyah dengan seekor kambing. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
204 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 197 | 31 | 4 | 2 | 1 | اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ يَّعْلَمْهُ اللّٰهُ ۗ وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ | Al-ḥajju asyhurum ma‘lūmāt(un), faman faraḍa fīhinnal-ḥajja falā rafaṡa wa lā fusūqa wa lā jidāla fil-ḥajj(i), wa mā taf‘alū min khairiy ya‘lamhullāh(u), wa tazawwadū fa'inna khairaz-zādit-taqwā, wattaqūni yā ulil-albāb(i). | (Musim) haji itu (berlangsung pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi.58) Siapa yang mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, janganlah berbuat rafaṡ,59) berbuat maksiat, dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala kebaikan yang kamu kerjakan (pasti) Allah mengetahuinya. Berbekallah karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat. | 58, 59 | 58) Waktu yang dimaklumi untuk pelaksanaan ibadah haji ialah Syawal, Zulkaidah, dan 10 malam pertama Zulhijah.
59) Rafaṡ berarti ‘mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi, perbuatan yang tidak senonoh, atau hubungan seks’. | Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi, yakni Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijjah. Barang siapa mengerjakan ibadah haji dalam bulan-bulan itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafas), yaitu perkataan yang menimbulkan birahi, perbuatan yang tidak senonoh, atau hubungan seksual; jangan pula berbuat maksiat dan bertengkar dalam melakukan ibadah haji meskipun bukan pertengkaran dahsyat. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya, karena Allah mengetahui yang tersembunyi. Allah tidak mengantuk dan tidak pula tidur, semua yang terjadi di langit dan di bumi berada dalam pantauan-Nya. Bawalah bekal untuk memenuhi kebutuhan fisik, yakni kebutuhan konsumsi, akomodasi, dan transportasi selama di Tanah Suci; termasuk juga bekal iman dan takwa untuk kebutuhan ruhani, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, yakni mengerjakan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang oleh Allah. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat, supaya kamu menjadi manusia utuh lahir batin. | Waktu untuk mengerjakan haji itu sudah ada ketetapannya yaitu pada bulan-bulan yang sudah ditentukan dan tidak dibolehkan pada bulan-bulan yang lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās dan sudah berlaku di dalam mazhab Abu Hanifah, Syafi'i dan Imam Aḥmad, bahwa waktu mengerjakan haji itu ialah pada bulan Syawal, Zulkaidah sampai dengan terbit fajar pada malam 10 Zulhijah. Ketentuan-ketentuan waktu haji ini telah berlaku dari sejak Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Setelah agama Islam datang ketentuan-ketentuan itu tidak diubah, malahan diteruskan sebagai-mana yang berlaku. Orang-orang yang sedang mengerjakan haji dilarang bersetubuh, mengucapkan kata-kata keji, melanggar larangan-larangan agama, berolok-olok, bermegah-megah, bertengkar, dan bermusuhan.
Semua perhatian ditujukan untuk berbuat kebaikan semata-mata. Hati dan pikiran hanya tercurah kepada ibadah, mencari keridaan Allah dan selalu mengingat-Nya. Apa saja kebaikan yang dikerjakan seorang Muslim yang telah mengerjakan haji, pasti Allah akan mengetahui dan mencatatnya dan akan dibalas-Nya dengan pahala yang berlipat ganda. Agar ibadah haji dapat terlaksana dengan baik dan sempurna maka setiap orang hendaklah membawa bekal yang cukup, lebih-lebih bekal makanan, minuman, pakaian dan lain-lain, yaitu bekal selama perjalanan dan mengerjakan haji di tanah suci dan bekal untuk kembali sampai di tempat masing-masing. Diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Abu Daud, an-Nasā'i, dan lain-lain dari Ibnu 'Abbas bahwa dia mengatakan, "Ada di antara penduduk Yaman, bila mereka pergi naik haji tidak membawa bekal yang cukup, mereka cukup bertawakal saja kepada Allah. Setelah mereka sampai di tanah suci, mereka akhirnya meminta-minta karena kehabisan bekal." Maka bekal yang paling baik ialah bertakwa, dan hendaklah membawa bekal yang cukup sehingga tidak sampai meminta-minta dan hidup terlunta-lunta.
Allah mengingatkan, agar ibadah haji itu dikerjakan dengan penuh takwa kepada Allah dengan mengerjakan segala yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Dengan begitu akan dapat dicapai kebahagiaan dan keberuntungan yang penuh dengan rida dan rahmat Ilahi. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
205 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 198 | 31 | 4 | 2 | 1 | لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفٰتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ | Laisa ‘alaikum junāḥun an tabtagū faḍlam mir rabbikum, fa'iżā afaḍtum min ‘arafātin fażkurullāha ‘indal-masy‘aril-ḥarām(i), ważkurūhu kamā hadākum, wa in kuntum min qablihī laminaḍ-ḍāllīn(a). | Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu (pada musim haji). Apabila kamu bertolak dari Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masyarilharam.60) Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kepadamu meskipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. | 60 | 60) Yang dimaksud dengan Masyarilharam adalah bukit Quzah di Muzdalifah. Akan tetapi, telah disepakati bahwa Muzdalifah secara keseluruhan dapat digunakan sebagai tempat mabīt. | Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu beru-pa rezeki yang halal melalui berdagang, menawarkan jasa, dan menyewakan barang. Di antara kaum muslim ada yang merasa berdosa untuk berdagang dan mencari rezeki yang halal pada musim haji, padahal Allah membolehkannya dengan cara-cara yang diatur dalam Al-Qur'an. Maka apabila kamu bertolak dari Arafah setelah wukuf, sejak matahari terbenam pada tanggal 9 Zulhijah dan sudah sampai di Muzdalifah, maka berzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam, yakni di Muzdalifah, dengan tahlil, talbiah, takbir, dan tahmid. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana Dia telah memberi petunjuk kepadamu mengikuti agama yang benar, keyakinan yang kukuh, ibadah yang istikamah, dan akhlak yang mulia, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang yang tidak tahu. Zikir itu merupakan rasa syukur atas nikmat Allah yang telah membimbing para jamaah haji menjadi orang-orang beriman. | Pada musim haji seseorang tidak dilarang berusaha, seperti berdagang dan lain-lain, asal jangan mengganggu tujuan yang utama, yaitu mengerjakan haji dengan sempurna. Ayat ini diturunkan sehubungan dengan keragu-raguan orang Islam pada permulaan datangnya Islam untuk berusaha mencari rezeki, sehingga banyak di antara mereka yang menutup toko-toko mereka pada waktu musim haji, karena takut berdosa. Diriwayatkan oleh al-Bukhārī dari Ibnu ‘Abbās, dia berkata, “Pada zaman jahiliah ada 3 pasar, yaitu Ukaz, Majannah, dan Zulmajaz.”
Pada waktu musim haji, kaum Muslimin merasa berdosa berdagang di pasar-pasar itu, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat ini. Berusaha mencari rezeki yang halal selama mengerjakan haji adalah dibolehkan selama usaha itu dilakukan secara sambilan, bukan menjadi tujuan. Tujuan utama ialah mengerjakan ibadah haji dengan penuh takwa kepada Allah dan dengan hati yang tulus ikhlas.
Kemudian dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada setiap orang yang mengerjakan haji agar berzikir kepada Allah bila telah bertolak dari Padang Arafah menuju ke Muzdalifah, yaitu bila telah sampai di Masy'aril Haram. Masy'aril Haram ialah sebuah bukit di Muzdalifah yang bernama Quzah. Bila telah sampai di tempat itu hendaknya memperbanyak membaca doa, takbir, dan talbiyah. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyuk dan tawāḍu‘, sebagai tanda bersyukur kepada-Nya atas karunia dan hidayah-Nya yang telah melepaskan seseorang dari penyakit syirik pada masa dahulu, menjadi orang yang telah bertauhid murni kepada Allah swt. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
206 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 199 | 31 | 4 | 2 | 1 | ثُمَّ اَفِيْضُوْا مِنْ حَيْثُ اَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ | Ṡumma afīḍū min ḥaiṡu afāḍan-nāsu wastagfirullāh(a), innallāha gafūrur raḥīm(un). | Kemudian, bertolaklah kamu dari tempat orang-orang bertolak (Arafah) dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. | null | null | Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang banyak bertolak, yakni dari Arafah setelah wukuf menuju Masyarilharam, Muzdalifah, Mina, dan Mekah, dan mohonlah ampunan kepada Allah di tempat-tempat tersebut dari semua dosa yang pernah dilakukan. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang kepada orang yang tobat dan memohon ampun. Orang Arab Jahiliah ketika menunaikan ibadah haji merasa tidak perlu mengikuti cara-cara orang banyak berwukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, dan melempar jamrah, padahal semuanya berasal dari manasik haji yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim. Mereka meyakini bahwa tidak keluar dari Mekah merupakan penghormatan terhadap Kakbah dan tanah haram. Al-Qur'an meluruskan hal ini, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan dalam tata cara ibadah antara satu golongan dengan golongan yang lain. Prinsip ibadah adalah menaati perintah Allah dan mengikuti aturan-Nya dengan ikhlas. | Orang-orang Quraisy pada masa jahiliah, kalau mereka mengerja-kan haji, mereka mengerjakan wukuf di Muzdalifah, sedang orang-orang Arab lainnya wuquf di Arafah. Sebabnya ialah karena orang-orang Quraisy itu merasa dirinya lebih tinggi dan mulia dari yang lain, tidak pantas berwuquf bersama sama dengan orang-orang biasa di Arafah, maka turunlah ayat ini. Ayat ini memerintahkan agar bersama-sama wuquf di Arafah dan kemudian sama-sama bertolak dari Arafah ke Muzdalifah. Tegasnya, dalam masa mengerjakan haji itu tidak ada perbedaan, semuanya sama-sama makhluk Allah, harus sama-sama mengerjakan wuquf di Arafah. Semua sama-sama meminta ampun kepada Allah, meninggalkan bermegah-megah dan bersifat sombong. Siapa yang meminta ampun kepada Allah, tentu Allah akan mengampuni dosanya, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-Nya. Diriwayatkan dari Ibnu Jarīr dari Ibnu ‘Abbās. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
207 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 200 | 31 | 4 | 2 | 1 | فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَاۤءَكُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ | Fa iżā qaḍaitum manāsikakum fażkurullāha każikrikum ābā'akum au asyadda żikrā(n), faminan-nāsi may yaqūlu rabbanā ātinā fid-dun-yā wa mā lahū fil-ākhirati min khalāq(in). | Apabila kamu telah menyelesaikan manasik (rangkaian ibadah) haji, berzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” sedangkan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. | null | null | Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji seperti tawaf, sai, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, melempar jamrah, tahalul, dan tawaf wada’, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu dalam tradisi Jahiliah dengan khidmat, khusyuk, dan takzim; bahkan berzikirlah kepada Allah dengan lebih takzim dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami! Berilah kami kebaikan di dunia,” seperti hidup yang sehat, harta yang banyak, dan keturunan yang cerdas sehingga terhormat dan bermartabat, tetapi di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun karena tidak beriman dan beramal saleh. | Allah memerintahkan, jika ibadah haji sudah diselesaikan agar berzikir menyebut nama Allah. Diriwayatkan oleh al-Baihaqī dari Ibnu ‘Abbās, biasanya orang-orang Arab pada zaman jahiliah, kalau sudah selesai mengerjakan haji, mereka berkumpul di Mina, antara masjid dan bukit, sambil berdiri mereka bermegah-megah dan bersifat sombong menyebut dan membanggakan kebesaran nenek moyang mereka masing-masing, maka turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka, bahwa apa yang mereka perbuat itu, sesudah menyelesaikan ibadah haji tidaklah baik, malahan merupakan kebiasaan yang buruk. Yang baik ialah sesudah menyelesaikan ibadah haji, memperbanyak menyebut nama Allah sebagaimana mereka dulunya menyebut nama nenek-moyang mereka, atau diusahakan lebih banyak lagi menyebut nama Allah.
Di dalam khutbah, Nabi Muhammad saw pada waktu mengerjakan haji wada' pada hari yang kedua dari hari-hari tasyrik, memberikan peringatan keras agar meninggalkan cara-cara lama itu, yaitu bermegah-megah menyebut kelebihan nenek-moyang mereka masing-masing. Rasulullah antara lain mengatakan, “Wahai manusia, ketahuilah, bahwa Tuhanmu adalah satu dan nenek moyangmu adalah satu (Adam).”
“Ketahuilah, bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang yang bukan Arab, begitu juga tidak ada kelebihan bagi orang yang bukan Arab atas orang Arab. Tidak ada kelebihan orang berkulit merah atas yang berkulit hitam dan orang yang berkulit hitam atas yang berkulit merah. Kelebihan mereka di sisi Allah hanyalah diukur dengan takwanya kepada Allah.” Kemudian Rasulullah menanyakan kepada mereka, “Sudahkah aku sampaikan peringatan ini?” Lalu hadirin menjawab, “Benar, Rasulullah sudah menyampaikan.” Kemudian Allah membagi tingkat-tingkat manusia yang mengerjakan ibadah haji, yaitu ada orang yang hanya mendapat keuntungan dunia saja, dan tidak mendapatkan keuntungan di akhirat; yaitu orang-orang yang perhatiannya hanya tertuju untuk mencari keuntungan dunia saja, baik di dalam doanya atau di dalam zikirnya. Di dalam berdoa dia hanya meminta kemegahan, kemuliaan, kemenangan, dan harta benda saja. Perhitungannya hanya untung rugi duniawi saja. Orang-orang yang seperti ini adalah karena belum sampai pengetahuannya perihal rahasia dan hakikat haji yang sebenarnya, hatinya belum mendapat pancaran sinar hidayah dari Allah. Baginya keuntungan di dunia lebih utama daripada keuntungan di akhirat. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
208 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 201 | 31 | 4 | 2 | 1 | وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ | Wa minhum may yaqūlu rabbanā ātinā fid-dun-yā ḥasanataw wa fil-ākhirati ḥasanataw wa qinā ‘ażāban-nār(i). | Di antara mereka ada juga yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.” | null | null | Dan diantara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami! berilah kami kebaikan di dunia berupa kesehatan, rezeki yang halal dan berkah, ilmu yang bermanfaat, umur yang panjang dan hidup bermakna guna menopang pengalaman agama dan sukses hidup di dunia, dan berilah juga kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari azab neraka dengan memperoleh keridaan-Mu.” Dengan doa ini, orang-orang beriman yang berilmu dan beramal saleh hidupnya menjadi seimbang lahir batin, dunia akhirat. | Di dalam ayat ini, Allah menyebutkan manusia yang memperoleh keuntungan dunia akhirat, yaitu orang-orang yang di dalam doanya selalu minta agar mendapat kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan terjauh dari siksaan api neraka. Untuk mencapai hidup bahagia di dunia harus melalui beberapa persyaratan, di antaranya harus sabar dalam berusaha, patuh kepada peraturan dan disiplin, pandai bergaul dan dipercaya serta mempunyai maksud baik dalam usahanya. Untuk mencapai hidup bahagia di akhirat haruslah mempunyai iman yang murni dan kuat, serta mengerjakan amal yang saleh dan mempunyai akhlak yang mulia. Maka untuk terlepas dari siksa neraka hendaklah selalu meninggalkan pekerjaan-pekerjaan maksiat, menjauhkan diri dari yang keji serta memelihara diri jangan sampai berbuat hal-hal yang diharamkan Allah karena pengaruh syahwat dan hawa nafsu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
209 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 202 | 31 | 4 | 2 | 1 | اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ نَصِيْبٌ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ سَرِيْعُ الْحِسَابِ | Ulā'ika lahum naṣībum mimmā kasabū, wallāhu sarī‘ul-ḥisāb(i). | Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan. Allah Maha Cepat perhitungan-Nya. | null | null | Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan dengan memperoleh kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat, dan Allah Maha cepat perhitungan-Nya atas semua amal perbuatan manusia. | Mereka yang meminta kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat itulah yang akan mendapat nasib yang baik dan beruntung karena kesungguhannya dalam berusaha dan beramal. Artinya mereka sudah dapat menyamakan permintaan hatinya yang diucapkan oleh lidahnya dengan kesungguhan jasmaninya dalam berusaha dan beramal. Buahnya ialah keberuntungan dan kebahagiaan. Ayat ini ditutup dengan peringatan bahwa Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Maksudnya, agar setiap manusia tidak ragu-ragu dalam berusaha dan beramal, sebab seluruhnya akan diperhitungkan Allah dan tidak akan dirugikan seorang pun juga. Perhitungan Allah sangat cepat dan tepat sehingga dalam waktu sekejap saja, setiap manusia sudah dapat melihat hasil usaha dan amalnya dan sekaligus akan dapat menerima balasan dari usaha dan amalnya itu dari Allah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | null |
210 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 203 | 32 | 4 | 2 | 1 | ۞ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْدُوْدٰتٍ ۗ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِيْ يَوْمَيْنِ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۚوَمَنْ تَاَخَّرَ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۙ لِمَنِ اتَّقٰىۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ | Ważkurullāha fī ayyāmim ma‘dūdāt(in), faman ta‘ajjala fī yaumaini falā iṡma ‘alaih(i), wa man ta'akhkhara falā iṡma ‘alaihi limanittaqā, wattaqullāha wa‘lamū annakum ilaihi tuḥsyarūn(a). | Berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan jumlahnya.61) Siapa yang mempercepat (meninggalkan Mina) setelah dua hari, tidak ada dosa baginya. Siapa yang mengakhirkannya tidak ada dosa (pula) baginya,62) (yakni) bagi orang yang bertakwa. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan. | 61, 62 | 61) Maksud zikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, dan sebagainya. Maksud beberapa hari yang berbilang ialah hari tasyrik, yaitu tiga hari setelah Iduladha (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah).
62) Mempercepat pada ayat ini berarti meninggalkan Mina pada tanggal 12 Zulhijah sebelum matahari terbenam (nafar awwal). Adapun mengakhirkannya berarti meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah (nafar ṡāni). | Dan berzikirlah kepada Allah dengan membaca takbir sesudah salat lima waktu dan ketika melontar pada hari yang telah ditentukan jumlahnya, yaitu hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Barang siapa mempercepat meninggalkan Mina setelah dua hari, tanggal 11 dan 12 Zulhijah, maka tidak ada dosa baginya. Dan barang siapa mengakhirkannya hingga tanggal 13 Zulhijah, tidak ada dosa pula baginya, yakni bagi orang yang bertakwa, yaitu orang-orang menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya di dalam berhaji. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya, yakni kamu semua akan dikumpulkan kepada-Nya kelak pada hari Kiamat. Demikianlah, Allah menjelaskan tata cara yang benar dalam melaksanakan ibadah haji yang disyariatkan bagi orang-orang yang beriman. | Setelah jamaah haji berada di Mina, kembali dari Arafah, sekali lagi Allah memperingatkan agar mereka berzikir mengingat Allah, yakni bertakbir pada hari-hari tertentu, yaitu pada hari-hari tasyrik (11,12,13 Zulhijah) dengan meninggalkan kebiasaan pada zaman jahiliah, yaitu pada hari-hari itu mereka mengadakan rapat besar untuk bermegah-megah, menonjolkan jasa nenek-moyangnya, dan hal-hal lain yang menjadi kebanggaan masing-masing. Untuk ini, maka di kala Nabi Muhammad, selesai mengerjakan haji wada', beliau memberikan khutbah pengarahan di Mina, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Allah memerintahkan agar para jamaah haji berzikir mengingat Allah pada hari-hari tertentu. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hari-hari tertentu, yaitu tiga hari sesudah hari raya haji, tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijah. Arti zikir dalam ayat ini adalah takbir dan dilakukan pada setiap selesai melakukan salat fardu dan pada setiap kali melempar jumrah. Dan lafal takbir tersebut adalah sebagai berikut:
اَلله ُ أَكْبَرُ الله ُ أَكْبَرُ الله ُ أَكْبَرُ. لاَاِلٰهَ اِلاَّ الله ُ وَالله ُ أَكْبَرُ. الله ُأَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ.
Allah Mahabesar; Allah Mahabesar, Allah Mahabesar; Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Allah Mahabesar; Allah Mahabesar; Dan segala puji hanya untuk Allah.
Takbir sesudah salat Asar pada hari ketiga tasyrik merupakan takbir terakhir dalam rangka pelaksanaan perintah takbir yang disebutkan dalam ayat ini.
Para jamaah haji yang berada di Mina dua hari sesudah hari raya haji, boleh segera kembali ke Mekah. Mereka berada di Mina untuk melempar jumrah. Karena itu jamaah haji wajib bermalam di Mina hanya pada malam pertama dan kedua dari hari-hari tasyrik. Mereka boleh pula belakangan kembali ke Mekah, dengan demikian mereka berada di Mina selama tiga hari, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Mana saja dari dua hal tersebut yang dipilih dan dikerjakan oleh mereka, tidak ada dosa baginya, sekalipun yang kembali belakangan (3 hari di Mina) itu lebih afdal.
Ketentuan ini adalah satu penegasan dari Allah swt untuk menghilangkan pendirian orang-orang jahiliah yang sebagian berpendapat bahwa orang yang segera kembali ke Mekah berdosa, dan sebagian lagi berpendapat bahwa orang yang terlambat kembali ke Mekah itulah yang berdosa. Bagi mereka yang bersegera kembali ke Mekah (dua hari sesudah hari raya) dinamakan nafar awal (rombongan pertama), sedangkan menunda sampai hari ketiga dinamakan nafar sani (rombongan kedua). Bagi nafar awal, mereka harus meninggalkan Mina pada hari kedua tasyrik, sesudah melontar jumrah dan sesudah tengah hari sebelum matahari terbenam.
Kalau mereka sampai waktu terbenamnya matahari belum juga meninggalkan Mina karena sesuatu sebab, maka nafar awal menjadi batal dan mereka harus bermalam lagi dan baru bisa meninggalkan Mina sesudah melontar jumrah pada hari ketiga tasyrik sesudah tengah hari.
Kelonggaran dan kesempatan memilih ini diberikan Allah kepada para jamaah haji karena kedua hal itu dapat dilaksanakan dengan penuh ketakwaan kepada Allah swt. Bagi yang bersegera karena takut melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti membunuh binatang-binatang terlarang, tidur dengan istrinya (bersanggama), dan hal-hal yang masih dilarang sesudah tahallul pertama sebelum tahallul kedua, dan bagi yang menunda, adalah karena ingin melakukan yang afdal dan meyakini bahwa dia sanggup menjauhi segala larangan tersebut.
Oleh karena pentingnya takwa dan untuk memantapkan takwa itu dalam hati, Allah swt, menekankan sekali lagi dengan firmannya:
وَاتَّقُوا اللّٰهَ
... Dan bertakwalah kepada Allah,... (al-Baqarah/2: 203)
Lalu disusul dengan kata-kata yang dapat menguatkan hati untuk bertakwa, yaitu:
وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
... Dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya…. (al-Baqarah/2: 203)
Seseorang yang mengetahui dan meyakini bahwa ia akan dikumpulkan di hari kemudian serta mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di dunia, tentu akan lebih banyak berbuat kebaikan dan menambah takwanya kepada Allah swt | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan tentang ibadah haji, ibadah puasa, dan perang dalam Islam, maka pada ayat ini dijelaskan lagi perihal ibadah haji, hukum-hukum dan manasiknya. | IBADAH HAJI DAN UMRAH | Kosakata: al-Ḥajj اَلْحَجّ (al-Baqarah/2: 196)
Dari segi bahasa berarti “datang untuk berkunjung”. Dalam Islam maknanya “melakukan ibadah haji”, yaitu datang ke Baitullah dan melakukan ibadah-ibadah tertentu di sana, dimulai dengan berpakaian iḥrām, lalu berdiam (wuqūf) di ‘Arafah, dilanjutkan dengan melontar jumrah di Mina, kemudian tawaf di Ka‘bah, kemudian melakukan sa‘i, yaitu lari-lari kecil antara Safa dan Marwa, dan diakhiri dengan bercukur rambut. Semuanya itu dilakukan karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ibadah haji adalah rukun Islam kelima. Allah berfirman dalam surah Āli ‘Imrān/3:97, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melakukan ibadah haji, yaitu atas siapa yang mampu melakukan perjalanan ke sana.” Selain ibadah haji, umat Islam diwajibkan pula mengerjakan ibadah ‘umrah, yaitu mengerjakan ibadah sebagaimana di dalam ibadah haji hanya tanpa melakukan wuqūf, melempar jumrah dan bermalam di Mina, sehingga disebut juga “haji kecil”. | null | 1. Kaum Muslimin yang mampu diwajibkan mengerjakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup.
2. Waktu pelaksanaan ibadah haji telah ditentukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah, yaitu pada bulan Syawal, Zulkaidah, dan sampai dengan 10 Zulhijah.
3. Orang yang telah memulai ihram haji dan umrah, harus menyelesaikan manasik haji dan umrahnya sampai sempurna.
4. Tetapi jika ada uzur, seperti dihalangi musuh atau kena penyakit dan lain-lain sehingga haji dan umrahnya tidak dapat diselesaikan, maka ia boleh mengakhiri haji dan umrahnya dengan tahallul, tetapi harus membayar denda dengan menyembelih hewan.
5. Orang yang beribadah haji harus banyak memohon kepada Allah agar ibadah hajinya mabrur, dosanya diampuni dan mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.
6. Jamaah haji boleh mencari keuntungan duniawi, asal saja bersifat sambilan dan tidak mengurangi tujuan pokok dan tidak mengganggu terlaksananya kegiatan ibadah. |
211 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 204 | 32 | 4 | 2 | 1 | وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّعْجِبُكَ قَوْلُهٗ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّٰهَ عَلٰى مَا فِيْ قَلْبِهٖ ۙ وَهُوَ اَلَدُّ الْخِصَامِ | Wa minan-nāsi may yu‘jibuka qauluhū fil-ḥayātid-dun-yā wa yusyhidullāha ‘alā mā fī qalbih(ī), wa huwa aladdul-khiṣām(i). | Di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Nabi Muhammad) dan dia menjadikan Allah sebagai saksi atas (kebenaran) isi hatinya. Padahal, dia adalah penentang yang paling keras. | null | null | Allah menjelaskan perihal dua golongan manusia, yaitu orang munafik dan orang mukmin yang beramal mengorbankan harta dan jiwanya untuk mencari rida-Nya. Ayat 204-206 diturunkan berkenaan dengan seorang munafik bernama al-Akhnas bin Syuraiq as-Saqafi, yang setiap bertemu Nabi Muhammad ia memuji Nabi dan mengucapkan kata-kata yang mengagumkan Nabi. Dan di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia, atau pembicaraannya di dalam kehidupan dunia, tidak di akhirat nanti mengagumkan engkau, wahai Nabi Muhammad, sebab ia mengatakan perkataan yang manis di hadapanmu, dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, yakni ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia beriman kepada engkau, padahal dia adalah penentang yang paling keras. Di akhirat akan terungkap bahwa isi hatinya tidak sesuai dengan ucapannya. | Dengan ayat ini Allah memberitahukan bahwa orang yang seperti Al-Akhnas itu adalah pendusta, tidak dapat dipercaya dan bahwa ia adalah musuh Islam dan penentang yang keras terhadap Nabi Muhammad saw.
Al-Akhnas dan orang-orang munafik lainnya ingin mengelabui dan melakukan makar terhadap umat manusia dengan tiga macam hal:
1. Dengan kata-kata dan ucapan yang menarik, sehingga orang-orang yang mendengarnya terpesona dan terpengaruh, tidak ragu-ragu sedikit pun tentang kebenaran ucapannya itu.
2. Bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk menunjukkan kebenarannya seakan-akan ia bermaksud baik.
3. Gigih dalam berdebat dan berhujjah menghadapi lawan penentangnya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa maksud dan tujuan ibadah ialah takwa kepada Allah dengan jalan memperbaiki iman, zikir kepada Allah, mengingat kebesaran dan kemuliaan-Nya, serta menyadari bahwa urusan-urusan dunia yang membawa kepada kebaikan tidaklah bertentangan dengan takwa, bahkan takwa itu membantu mencapai hal-hal yang diridai Allah dan takwa itu tempatnya dalam hati yang ditandai dengan amal perbuatan yang nyata dan bukan sekadar kata-kata serta ucapan belaka, maka pada ayat-ayat ini Allah menjelaskan, apabila manusia itu diteliti kata-kata dan ucapannya kemudian dihubungkan dengan amal perbuatannya, akan jelaslah bahwa manusia itu ada dua macam, munafik dan mukhlis. Orang munafik ialah orang yang menampakkan apa yang tidak sesuai dengan yang ada di dalam hatinya, dan mukhlis ialah orang yang menampakkan yang sesuai dengan yang sebenarnya tersimpan di dalam hatinya, karena mengharapkan rida Allah swt. | SIFAT ORANG MUNAFIK DAN ORANG YANG MUKHLIS | Kosakata: al-Khiṣām اَلْخِصَامُ (al-Baqarah/2: 204)
Kata ini masdar dari khāṣama, yaitu “penentangan yang sangat gigih”. Kata dasarnya adalah al-khaṣm artinya “permusuhan”. Dalam ayat ini diberikan sebuah contoh sifat manusia yang melukiskan penentangan itu, yaitu orang yang mulutnya manis, menyatakan iman sebenar-benarnya, bahkan bersumpah demi Allah bahwa ia beriman, tetapi sebenarnya hatinya sangat ingkar, bahkan sangat memusuhi Islam. | null | null |
212 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 205 | 32 | 4 | 2 | 1 | وَاِذَا تَوَلّٰى سَعٰى فِى الْاَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيْهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَ اللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ | Wa iżā tawallā sa‘ā fil-arḍi liyufsida fīhā wa yuhlikal-ḥarṡa wan-nasl(a), wallāhu lā yuḥibbul-fasād(a). | Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan. | null | null | Dan di antara perbuatannya ialah apabila dia berpaling dari engkau, tidak lagi bersama engkau, dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, melakukan berbagai kejahatan seperti merusak tanam-tanaman, dan membunuh binatang ternak, kepunyaan orang-orang yang beriman, sedang Allah tidak menyukai hamba-Nya berbuat kerusakan di muka bumi. | Golongan manusia semacam ini, apabila ia telah berlalu dan meninggalkan orang yang ditipunya, ia melaksanakan tujuan yang sebenar-nya. Ia melakukan kerusakan-kerusakan di atas bumi; tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak dibinasakan, apalagi kalau mereka sedang berkuasa, di mana-mana mereka berbuat sesuka hatinya dan wanita-wanita dinodainya. Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya. Fitnah di mana-mana mengancam, masyarakat merasa ketakutan dan rumah tangga serta anak-anak berantakan karena tindakannya yang sewenang-wenang.
Sifat-sifat semacam ini, tidak disukai Allah sedikit pun. Dia murka kepada orang yang berbuat demikian, begitu juga kepada setiap orang yang perbuatannya kotor dan menjijikkan. Hal-hal yang lahirnya baik, tetapi tidak mendatangkan maslahat, Allah tidak akan meridainya karena Dia tidak memandang cantiknya rupa dan menariknya kata-kata, tetapi Allah memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu perbuatan.
Sabda Nabi Muhammad saw:
إِنَّ الله َلاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ (رواه مسلم عن أبي هريرة)
Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuhmu dan juga tidak kepada bentukmu, tetapi Allah (hanya) memandang kepada hatimu. (Riwayat Muslim dari Abū Hurairah ra) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa maksud dan tujuan ibadah ialah takwa kepada Allah dengan jalan memperbaiki iman, zikir kepada Allah, mengingat kebesaran dan kemuliaan-Nya, serta menyadari bahwa urusan-urusan dunia yang membawa kepada kebaikan tidaklah bertentangan dengan takwa, bahkan takwa itu membantu mencapai hal-hal yang diridai Allah dan takwa itu tempatnya dalam hati yang ditandai dengan amal perbuatan yang nyata dan bukan sekadar kata-kata serta ucapan belaka, maka pada ayat-ayat ini Allah menjelaskan, apabila manusia itu diteliti kata-kata dan ucapannya kemudian dihubungkan dengan amal perbuatannya, akan jelaslah bahwa manusia itu ada dua macam, munafik dan mukhlis. Orang munafik ialah orang yang menampakkan apa yang tidak sesuai dengan yang ada di dalam hatinya, dan mukhlis ialah orang yang menampakkan yang sesuai dengan yang sebenarnya tersimpan di dalam hatinya, karena mengharapkan rida Allah swt. | SIFAT ORANG MUNAFIK DAN ORANG YANG MUKHLIS | Kosakata: al-Khiṣām اَلْخِصَامُ (al-Baqarah/2: 204)
Kata ini masdar dari khāṣama, yaitu “penentangan yang sangat gigih”. Kata dasarnya adalah al-khaṣm artinya “permusuhan”. Dalam ayat ini diberikan sebuah contoh sifat manusia yang melukiskan penentangan itu, yaitu orang yang mulutnya manis, menyatakan iman sebenar-benarnya, bahkan bersumpah demi Allah bahwa ia beriman, tetapi sebenarnya hatinya sangat ingkar, bahkan sangat memusuhi Islam. | null | null |
213 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 206 | 32 | 4 | 2 | 1 | وَاِذَا قِيْلَ لَهُ اتَّقِ اللّٰهَ اَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْاِثْمِ فَحَسْبُهٗ جَهَنَّمُ ۗ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ | Wa iżā qīla lahuttaqillāha akhażathul-‘izzatu bil-iṡmi faḥasbuhū jahannam(u), wa labi'sal-mihād(u). | Apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongan yang menyebabkan dia berbuat dosa (lebih banyak lagi). Maka, cukuplah (balasan) baginya (neraka) Jahanam. Sungguh (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat tinggal. | null | null | Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” yakni jangan melakukan perbuatan atau mengucapkan perkataan yang menyebabkan turunnya azab Allah, maka bangkitlah kesombongannya untuk berbuat dosa, ia mengabaikan seruan itu dan dengan sombong ia berbuat dosa, tidak takut kepada ancaman Allah. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh Jahanam itu tempat tinggal yang terburuk. | Orang-orang yang sudah rusak moralnya, apabila diperingatkan dan dinasihati agar mereka bertakwa kepada Allah dan meninggalkan sifat-sifat jeleknya, mereka marah dan terus bangkit memperlihatkan kesombongan dan keangkuhannya, menonjolkan sifat-sifat jahiliah dan watak setaniyahnya. Dengan nasihat dan peringatan tadi, mereka merasa terhina dan menganggap bahwa nasihat dan peringatan itu tidak pantas dan tidak layak baginya, karena ketinggian pangkat dan kedudukanya. Mereka tidak segan-segan berbuat maksiat dan dosa.
Seseorang dengan sifat dan tabiat yang sudah rusak, tentunya tidak akan senang kepada orang yang menasihatinya, karena ia merasa bahwa perbuatan buruknya itu yang selalu dibungkus dengan kata-kata yang muluk-muluk, diselubungi dengan gerak-gerik yang menarik, telah diketahui orang, sehingga kalau dapat ia tidak segan menangkap, memukul, dan kalau perlu membunuh orang yang tidak disenanginya.
Dalam hal ini ‘Umar bin al-Khaṭṭab cukup menjadi contoh teladan. Apabila dikatakan kepada beliau, "Bertakwalah kepada Allah", beliau lalu meletakkan pipinya di tanah menunjukkan kesadarannya tentang kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada padanya, padahal kita mengetahui bahwa beliau adalah seorang sahabat yang terkenal adil terutama ketika beliau menjadi khalifah.
Ibnu Mas'ud r.a. salah seorang sahabat Nabi pernah berkata, “Cukup besar dosa seseorang, apabila dikatakan kepadanya, "Bertakwalah kepada Allah,” lalu ia menjawab, “Cukup kamu menasihati dirimu sendiri, dan janganlah engkau mencoba mencampuri urusan pribadi orang lain.” | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa maksud dan tujuan ibadah ialah takwa kepada Allah dengan jalan memperbaiki iman, zikir kepada Allah, mengingat kebesaran dan kemuliaan-Nya, serta menyadari bahwa urusan-urusan dunia yang membawa kepada kebaikan tidaklah bertentangan dengan takwa, bahkan takwa itu membantu mencapai hal-hal yang diridai Allah dan takwa itu tempatnya dalam hati yang ditandai dengan amal perbuatan yang nyata dan bukan sekadar kata-kata serta ucapan belaka, maka pada ayat-ayat ini Allah menjelaskan, apabila manusia itu diteliti kata-kata dan ucapannya kemudian dihubungkan dengan amal perbuatannya, akan jelaslah bahwa manusia itu ada dua macam, munafik dan mukhlis. Orang munafik ialah orang yang menampakkan apa yang tidak sesuai dengan yang ada di dalam hatinya, dan mukhlis ialah orang yang menampakkan yang sesuai dengan yang sebenarnya tersimpan di dalam hatinya, karena mengharapkan rida Allah swt. | SIFAT ORANG MUNAFIK DAN ORANG YANG MUKHLIS | Kosakata: al-Khiṣām اَلْخِصَامُ (al-Baqarah/2: 204)
Kata ini masdar dari khāṣama, yaitu “penentangan yang sangat gigih”. Kata dasarnya adalah al-khaṣm artinya “permusuhan”. Dalam ayat ini diberikan sebuah contoh sifat manusia yang melukiskan penentangan itu, yaitu orang yang mulutnya manis, menyatakan iman sebenar-benarnya, bahkan bersumpah demi Allah bahwa ia beriman, tetapi sebenarnya hatinya sangat ingkar, bahkan sangat memusuhi Islam. | null | null |
214 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 207 | 32 | 4 | 2 | 1 | وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّشْرِيْ نَفْسَهُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ رَءُوْفٌۢ بِالْعِبَادِ | Wa minan-nāsi may yasyrī nafsahubtigā'a marḍātillāh(i), wallāhu ra'ūfum bil-‘ibād(i). | Di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari rida Allah. Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba(-Nya). | null | null | Ayat berikut diturunkan berkenaan dengan suwaihib bin Sinan arRaimi yang akan mengikuti Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, akan tetapi orang-orang kafir Mekah melarang ia membawa kekayaannya. shuwahaib dengan ikhlas menyerahkan semua kekayaannya asal ia diperbolehkan hijrah ke Madinah, lalu turunlah ayat ini. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya, yakni mengorbankan kekayaannya, untuk mencari keridaan Allah. Nabi Muhammad bersabda, “Sungguh beruntung perdagangan shuwahaib.” Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh untuk memperoleh rida-Nya. Mayoritas ulama mengatakan bahwa ayat ini berlaku bagi siapa pun yang berjuang di jalan Allah. | Setelah menjelaskan sifat-sifat orang-orang munafik yang kotor dan menjijikkan itu, Allah menjelaskan sifat-sifat orang-orang mukmin yang mukhlis.
Ibnu ‘Abbās, Anas, Sa‘id bin Musayyab, dan beberapa sahabat yang lain menyatakan bahwa ayat tersebut diturunkan berhubungan dengan peristiwa Suhaib bin Sinan ar-Rūmī, yang akan mengikuti Nabi saw hijrah ke Medinah. Oleh pihak Quraisy ia dilarang hijrah dengan membawa kekayaannya.
Suhaib tidak mengindahkan larangan Quraisy itu bahkan dengan segala senang hati dan penuh keikhlasan ia menyerahkan semua kekayaannya asal ia dibolehkan berhijrah ke Medinah, maka turunlah ayat tersebut.
Kemudian Sayyidina ‘Umar bin al-Khaṭṭab bersama beberapa orang sahabat pergi menemui Suhaib dan berkata, “Daganganmu benar-benar menguntungkan.” Suhaib berkata, “Semoga dagangan saudara-saudara tidak rugi. Untuk apa kedatangan saudara-saudara ini?” Sayyidina Umar r.a., kemudian memberitahukan bahwa Allah swt telah menurunkan ayat ini berhubung dengan peristiwa yang dialami Suhaib.
Orang mukhlis seperti Suhaib yang selalu sama ucapan dan perbuatannya, kata-katanya sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya, bukan lain di mulut lain di hati, tidak bermuka dua, mereka dengan penuh ikhlas mau menjual dan mengorbankan dirinya dan semua yang ada padanya demi untuk memperoleh rida Allah swt.
Setiap orang yang berjuang di jalan Allah hendaknya demikian, yakni harus berani mengorbankan apa yang ada padanya, tenaga, harta kekayaan atau kedua-duanya menurut kemampuannya, demi untuk berhasilnya perjuangan, sebagai cerminan dari iman dan takwa yang ada di dalam hati masing-masing. Dengan demikian mereka akan memperoleh kemenangan besar. Allah berfirman:
۞ اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَۗ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَيُقْتَلُوْنَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰىةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِۗ وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖۗ وَذٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ١١١ (التوبة)
Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. (at-Taubah/9: 111). | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah pada ayat-ayat sebelumnya dijelaskan bahwa maksud dan tujuan ibadah ialah takwa kepada Allah dengan jalan memperbaiki iman, zikir kepada Allah, mengingat kebesaran dan kemuliaan-Nya, serta menyadari bahwa urusan-urusan dunia yang membawa kepada kebaikan tidaklah bertentangan dengan takwa, bahkan takwa itu membantu mencapai hal-hal yang diridai Allah dan takwa itu tempatnya dalam hati yang ditandai dengan amal perbuatan yang nyata dan bukan sekadar kata-kata serta ucapan belaka, maka pada ayat-ayat ini Allah menjelaskan, apabila manusia itu diteliti kata-kata dan ucapannya kemudian dihubungkan dengan amal perbuatannya, akan jelaslah bahwa manusia itu ada dua macam, munafik dan mukhlis. Orang munafik ialah orang yang menampakkan apa yang tidak sesuai dengan yang ada di dalam hatinya, dan mukhlis ialah orang yang menampakkan yang sesuai dengan yang sebenarnya tersimpan di dalam hatinya, karena mengharapkan rida Allah swt. | SIFAT ORANG MUNAFIK DAN ORANG YANG MUKHLIS | Kosakata: al-Khiṣām اَلْخِصَامُ (al-Baqarah/2: 204)
Kata ini masdar dari khāṣama, yaitu “penentangan yang sangat gigih”. Kata dasarnya adalah al-khaṣm artinya “permusuhan”. Dalam ayat ini diberikan sebuah contoh sifat manusia yang melukiskan penentangan itu, yaitu orang yang mulutnya manis, menyatakan iman sebenar-benarnya, bahkan bersumpah demi Allah bahwa ia beriman, tetapi sebenarnya hatinya sangat ingkar, bahkan sangat memusuhi Islam. | null | 1. Di antara sifat-sifat orang munafik ialah:
a. amat pandai menyusun kata-kata yang menarik, berani bersumpah palsu dengan nama Allah dalam mencari keuntungan duniawi, dan selalu berusaha untuk menimbulkan pertentangan.
ketika berhadapan dengan kaum Muslimin mereka menampakkan sikap yang baik, tetapi setelah berpisah, mereka berusaha membuat fitnah dan kerusakan dengan berbagai cara.
berlaku sombong dan angkuh bila dinasihati agar kembali kepada kebenaran dan bertakwa kepada Allah.
2. Di antara sifat-sifat orang mukhlis ialah rela berkorban dengan harta dan jiwa raganya, untuk kepentingan agama dan untuk mencapai keridaan Allah. |
215 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 208 | 32 | 4 | 2 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ | Yā ayyuhal-lażīna āmanudkhulū fis-silmi kāffah(tan), wa lā tattabi‘ū khuṭuwātisy-syaiṭān(i), innahū lakum ‘aduwwum mubīn(un). | Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam (kedamaian) secara menyeluruh dan janganlah ikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan. Kata as-silm atau as-salm di sini berarti Islam. Laksanakanlah Islam secara total, tidak setengah-setengah, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan yang menyesatkan dan memecah belah kamu. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan seorang Yahudi bernama abdullah bin Salam. Ia memeluk Islam tetapi masih mengerjakan sejumlah ajaran Yahudi, seperti mengagungkan Hari Sabat dan enggan mengonsumsi daging dan susu unta. | Ayat ini menekankan agar orang-orang mukmin, baik yang baru saja masuk Islam seperti halnya seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Salam, maupun orang munafik yang masih melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam agar mereka taat melaksanakan ajaran Islam sepenuhnya, jangan setengah-setengah, jangan seperti mengerjakan ibadah puasa pada bulan Ramadan tetapi salat lima waktu ditinggalkan, dan jangan bersifat sebagaimana yang digambarkan Allah di dalam Al-Qur’an tentang sifat orang Yahudi yang berbunyi:
اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍ
… Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian (yang lain)? …. (al-Baqarah/2: 85).
Dan janganlah mengikuti langkah-langkah dan ajaran setan, karena setan selalu mengajak kepada kejahatan yang menyebabkan banyak orang meninggalkan perintah Allah dan melanggar larangan-larangan-Nya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa di antara manusia ada dua golongan, yaitu: pertama, orang-orang munafik yang kerjanya membuat kerusakan di atas bumi ini serta membinasakan tanaman dan ternak. Kedua, orang mukhlis yang berbuat dan beramal baik dengan ikhlas dan mengharapkan rida Allah. Pada ayat-ayat ini, Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menjadi muslim seutuhnya dan menaati seluruh perintah-Nya. Allah juga mengancam orang-orang yang mengingkari perintah-perintah-Nya dengan azab yang pedih. | PERINTAH MENGIKUTI AJARAN AGAMA
SECARA KESELURUHAN DAN BALASAN BAGI
ORANG YANG MENGINGKARINYA | Kosakata: Kāffah كَافَّةْ (al-Baqarah/2: 208)
Berasal dari kata kaff “telapak tangan” atau kaffa “menghambat sesuatu dengan tangan”. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus tiada lain kecuali untuk kāffatan bagi manusia (Saba’/34:28), yaitu sebagai penghambat mereka dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Juga berarti “seluruhnya”, karena “menghambat dengan tangan” berarti “mencegahnya sama sekali”. Pengertian ini, misalnya, terdapat dalam al-Baqarah/2: 208, di mana Allah meminta mereka yang beriman masuk Islam dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan, yaitu secara total dan sempurna, tanpa mengamalkan sebagian dan mengabaikan sebagian yang lain. | null | null |
216 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 209 | 32 | 4 | 2 | 1 | فَاِنْ زَلَلْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْكُمُ الْبَيِّنٰتُ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ | Fa'in zalaltum mim ba‘di mā jā'atkumul-bayyinātu fa‘lamū annallāha ‘azīzun ḥakīm(un). | Maka, jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) setelah bukti-bukti kebenaran yang nyata sampai kepadamu, ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. | null | null | Tetapi jika kamu tergelincir akibat berbuat maksiat dan tidak melaksanakan Islam secara keseluruhan, kaffah, setelah bukti-bukti yang nyata, yakni dalil tentang kebenaran Islam, sampai kepadamu melalui wahyu yang dibawa oleh para nabi, ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa. Tidak ada yang dapat menghalangi siksaan-Nya. Allah juga Mahabijaksana dalam segala perbuatan-Nya. | Meskipun Allah menekankan kepada kaum Muslimin agar ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan, perintah Allah ditaati, larangan-Nya dijauhi, namun masih ada juga orang yang tergelincir, lalu berbuat sekehendak hatinya, padahal bukti-bukti kebenaran agama Islam cukup jelas baginya. Hendaklah mereka ingat bahwa Allah Mahakuasa untuk mengadakan pembalasan, dan jika Allah menghendaki, tidak ada suatu kekuasaan dan kekuatan apa pun yang dapat menghalangi-Nya, dan Allah Mahabijaksana.
Dia tidak akan membiarkan pelanggar-pelanggar hukum, tetapi Dia akan membalasnya setimpal dengan kesalahan-kesalahan dan kejahatan-kejahatan yang telah dilakukan. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa di antara manusia ada dua golongan, yaitu: pertama, orang-orang munafik yang kerjanya membuat kerusakan di atas bumi ini serta membinasakan tanaman dan ternak. Kedua, orang mukhlis yang berbuat dan beramal baik dengan ikhlas dan mengharapkan rida Allah. Pada ayat-ayat ini, Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menjadi muslim seutuhnya dan menaati seluruh perintah-Nya. Allah juga mengancam orang-orang yang mengingkari perintah-perintah-Nya dengan azab yang pedih. | PERINTAH MENGIKUTI AJARAN AGAMA
SECARA KESELURUHAN DAN BALASAN BAGI
ORANG YANG MENGINGKARINYA | Kosakata: Kāffah كَافَّةْ (al-Baqarah/2: 208)
Berasal dari kata kaff “telapak tangan” atau kaffa “menghambat sesuatu dengan tangan”. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus tiada lain kecuali untuk kāffatan bagi manusia (Saba’/34:28), yaitu sebagai penghambat mereka dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Juga berarti “seluruhnya”, karena “menghambat dengan tangan” berarti “mencegahnya sama sekali”. Pengertian ini, misalnya, terdapat dalam al-Baqarah/2: 208, di mana Allah meminta mereka yang beriman masuk Islam dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan, yaitu secara total dan sempurna, tanpa mengamalkan sebagian dan mengabaikan sebagian yang lain. | null | null |
217 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 210 | 32 | 4 | 2 | 1 | هَلْ يَنْظُرُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيَهُمُ اللّٰهُ فِيْ ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ ۗ وَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ ࣖ | Hal yanẓurūna illā ay ya'tiyahumullāhu fī ẓulalim minal-gamāmi wal-malā'ikatu wa quḍiyal-amr(u), wa ilallāhi turja‘ul-umūr(u). | Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu (pada hari Kiamat), kecuali kedatangan Allah dalam naungan awan bersama malaikat (untuk melakukan perhitungan), sedangkan perkara (mereka) telah diputuskan. Kepada Allahlah segala perkara dikembalikan. | null | null | Tidak ada yang mereka, yakni para pemaksiat dan orang yang tidak melaksanakan Islam secara utuh, tunggu-tunggu kecuali datangnya azab Allah bersama malaikat dalam naungan awan kepada mereka, sedangkan perkara mereka, yakni ditimpakannya siksa atas mereka di hari Kiamat, telah diputuskan. Dan kepada Allah-lah segala perkara dikembalikan. | Kemudian Allah menegaskan kepada orang yang bersifat demikian, tak ada yang ditunggu kecuali datangnya azab pada hari kiamat sebagaimana telah dijanjikan-Nya.
Allah akan mendatangkan azab dan siksa-Nya berupa naungan awan yang semula mereka sangka akan membawa rahmat, padahal awan itu penuh dengan azab, yang dibawa oleh malaikat. Dalam ayat lain disebutkan:
وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاۤءُ بِالْغَمَامِ وَنُزِّلَ الْمَلٰۤىِٕكَةُ تَنْزِيْلًا ٢٥ (الفرقان)
Dan (ingatlah) pada hari (ketika) langit pecah mengeluarkan kabut putih dan para malaikat diturunkan (secara) bergelombang. (al-Furqān/25:25).
Hal ini pasti akan berlaku, karena telah menjadi ketetapan Allah dan tidak ada jalan lagi untuk menghindarinya, karena memang segala sesuatunya akan dikembalikan kepada Allah.
Kiranya tidak banyak waktu lagi bagi orang yang belum juga sadar dan bagi pelanggar-pelanggar hukum Allah untuk cepat-cepat bertobat, meninggalkan perbuatan jahatnya sebelum meninggalkan dunia yang fana ini dan pindah ke alam baka. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa di antara manusia ada dua golongan, yaitu: pertama, orang-orang munafik yang kerjanya membuat kerusakan di atas bumi ini serta membinasakan tanaman dan ternak. Kedua, orang mukhlis yang berbuat dan beramal baik dengan ikhlas dan mengharapkan rida Allah. Pada ayat-ayat ini, Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menjadi muslim seutuhnya dan menaati seluruh perintah-Nya. Allah juga mengancam orang-orang yang mengingkari perintah-perintah-Nya dengan azab yang pedih. | PERINTAH MENGIKUTI AJARAN AGAMA
SECARA KESELURUHAN DAN BALASAN BAGI
ORANG YANG MENGINGKARINYA | Kosakata: Kāffah كَافَّةْ (al-Baqarah/2: 208)
Berasal dari kata kaff “telapak tangan” atau kaffa “menghambat sesuatu dengan tangan”. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus tiada lain kecuali untuk kāffatan bagi manusia (Saba’/34:28), yaitu sebagai penghambat mereka dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Juga berarti “seluruhnya”, karena “menghambat dengan tangan” berarti “mencegahnya sama sekali”. Pengertian ini, misalnya, terdapat dalam al-Baqarah/2: 208, di mana Allah meminta mereka yang beriman masuk Islam dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan, yaitu secara total dan sempurna, tanpa mengamalkan sebagian dan mengabaikan sebagian yang lain. | null | null |
218 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 211 | 33 | 4 | 2 | 1 | سَلْ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ كَمْ اٰتَيْنٰهُمْ مِّنْ اٰيَةٍ ۢ بَيِّنَةٍ ۗ وَمَنْ يُّبَدِّلْ نِعْمَةَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُ فَاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ | Sal banī isrā'īla kam ātaināhum min āyatim bayyinah(tin), wa may yubaddil ni‘matallāhi mim ba‘di mā jā'athu fa innallāha syadīdul-‘iqāb(i). | Tanyakanlah kepada Bani Israil, “Berapa banyak bukti nyata (kebenaran) yang telah Kami anugerahkan kepada mereka?” Siapa yang menukar nikmat Allah (dengan kekufuran) setelah (nikmat itu) datang kepadanya, sesungguhnya Allah Maha Keras hukuman-Nya. | null | null | Tanyakanlah kepada Bani Israil, yakni Yahudi Madinah, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Banyak sekali nikmat yang Allah berikan kepada nenek moyang mereka, seperti terbelahnya lautan, terangkatnya bukit Tur di atas kepala mereka, dan diturunkannya manna dan salwa. Barang siapa menukar nikmat Allah, yakni meng-ingkari nikmat atau petunjuk Allah dan menukarnya dengan kekufuran, setelah nikmat itu datang kepadanya, maka sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya | Bani Israil telah rusak karena pengaruh keduniaan sehingga tidak sedikit dosa yang telah mereka lakukan dan tidak sedikit pula nikmat Allah yang telah diingkarinya. Karena itu, Nabi Muhammad saw diperintahkan Allah swt menanyakan kepada mereka berapa banyak sudah ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang telah diperlihatkan kepada mereka?
Pertanyaan ini bukan untuk dijawab tetapi sebagai peringatan untuk dapat diinsafi dan disadari, agar mereka taat kepada Allah dan meninggalkan perbuatan jahat.
Allah telah memperlihatkan kepada mereka mukjizat-mukjizat yang terjadi pada nabi-nabi mereka yang menunjukkan kebenaran ajaran-ajaran yang dibawanya itu, seperti tongkat Nabi Musa a.s. ketika dipukulkan kepada batu lalu memancarlah dari padanya dua belas mata air, dan awan yang menaungi mereka pada waktu panas ketika berjalan di padang pasir, makanan yang berupa mann dan salwā, dan sebagainya. Tetapi mereka tetap saja keras kepala dan tidak ada tanda-tanda sedikit pun bahwa mereka akan sadar dan insaf. Oleh karena itu, Allah swt memberikan satu peringatan keras, yaitu barang siapa yang menukar nikmat Allah dengan kekafiran sesudah nikmat itu datang kepadanya dan mengganti ayat-ayat-Nya, Allah akan membalas mereka dengan azab yang keras dan pedih terutama di hari kemudian dengan menjebloskan mereka ke dalam neraka Jahanam.
Allah swt berfirman:
۞ اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ بَدَّلُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ كُفْرًا وَّاَحَلُّوْا قَوْمَهُمْ دَارَ الْبَوَارِۙ ٢٨ جَهَنَّمَ ۚيَصْلَوْنَهَاۗ وَبِئْسَ الْقَرَارُ ٢٩ (ابرٰهيم)
Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan ingkar kepada Allah dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?Yaitu neraka Jahanam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (Ibrāhīm/14: 28-29). | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa di antara manusia ada dua golongan, yaitu: pertama, orang-orang munafik yang kerjanya membuat kerusakan di atas bumi ini serta membinasakan tanaman dan ternak. Kedua, orang mukhlis yang berbuat dan beramal baik dengan ikhlas dan mengharapkan rida Allah. Pada ayat-ayat ini, Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menjadi muslim seutuhnya dan menaati seluruh perintah-Nya. Allah juga mengancam orang-orang yang mengingkari perintah-perintah-Nya dengan azab yang pedih. | PERINTAH MENGIKUTI AJARAN AGAMA
SECARA KESELURUHAN DAN BALASAN BAGI
ORANG YANG MENGINGKARINYA | Kosakata: Kāffah كَافَّةْ (al-Baqarah/2: 208)
Berasal dari kata kaff “telapak tangan” atau kaffa “menghambat sesuatu dengan tangan”. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus tiada lain kecuali untuk kāffatan bagi manusia (Saba’/34:28), yaitu sebagai penghambat mereka dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Juga berarti “seluruhnya”, karena “menghambat dengan tangan” berarti “mencegahnya sama sekali”. Pengertian ini, misalnya, terdapat dalam al-Baqarah/2: 208, di mana Allah meminta mereka yang beriman masuk Islam dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan, yaitu secara total dan sempurna, tanpa mengamalkan sebagian dan mengabaikan sebagian yang lain. | null | null |
219 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 212 | 33 | 4 | 2 | 1 | زُيِّنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُوْنَ مِنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ۘ وَالَّذِيْنَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ | Zuyyina lil-lażīna kafarul-ḥayātud-dun-yā wa yaskharūna minal-lażīna āmanū, wal-lażīnattaqau fauqahum yaumal-qiyāmah(ti), wallāhu yarzuqu may yasyā'u bigairi ḥisāb(in). | Kehidupan dunia dijadikan terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kufur dan mereka (terus) menghina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Allah memberi rezeki kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. | null | null | Kehidupan dunia dijadikan oleh Allah terasa indah dalam pandangan orang-orang yang kafir Mekah. Mereka sangat mencintai dunia dan berlomba-lomba mencari kesenangan dunia sehingga lupa kepada akhirat, dan mereka terus-menerus menghina orang-orang yang beriman, seperti Bilal, suwahaib, dan lainnya karena kefakiran mereka. Mereka terus saja berbuat demikian padahal orang-orang yang bertakwa itu berada di atas mereka pada hari Kiamat. Mereka berada di surga sedangkan orang kafir itu berada di neraka. Dan Allah memberi rezeki baik di dunia maupun akhirat kepada orang yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. | Menurut Abdullah bin Abbas, ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Jahal dan teman-temannya. Sedang menurut Muqatil, ayat ini diturunkan berhubungan dengan orang-orang munafik, seperti Abdullah bin Ubay dan pengikut-pengikutnya.
Riwayat lain mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan kaum Yahudi, tokoh-tokoh dan pemimpin-pemimpinnya, dari Bani Quraizah Bani Nadir dan Bani Qainuqa, yang kesemuanya selalu menghina kaum Muslimin.
Imam Fakhrur Razi berkata, “Tidak ada salahnya bila dikatakan bahwa ayat ini diturunkan untuk ketiga golongan tersebut.” Sudah menjadi tabiat yang melekat, terutama dalam hati orang kafir, yaitu mencintai dunia lebih dari segala-galanya. Setan menggambarkan kepada mereka kenikmatan hidup di dunia yang indah permai dengan sehebat-hebatnya sampai seluruh perhatian mereka tercurah kepada dunia. Mereka merebutnya mati-matian, mempertahankannya dengan jiwa raga, tidak mempedulikan larangan agama, kesopanan atau hukum-hukum Allah dan Rasul. Banyak celaan mereka yang ditujukan kepada orang-orang mukmin, seperti Abdullah bin Mas'ud, Ammar bin Yasir, Suhaib, dan sebagainya, dengan sengaja untuk menghina dan merendahkan kedudukan mereka. Mereka berkata, “Muslimin itu suka menyiksa diri dan meninggalkan kesenangan dunia, mereka bersusah payah mengerjakan ibadah, menahan hawa nafsu dengan berpuasa, berzakat, dan mengeluarkan biaya yang besar untuk naik haji, dan lain sebagainya.
Ejekan dan penghinaan kaum kafir terhadap kaum Muslimin dijawab bahwa orang yang bertakwa kepada Allah, nanti pada hari kemudian jauh lebih tinggi martabat dan kedudukannya daripada mereka. Orang yang bertakwa akan dimasukkan ke dalam surga, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:
تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِيْ نُوْرِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا ٦٣ (مريم)
Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam/19: 63).
Orang kafir membanggakan kesenangan dunia yang dimilikinya, kekayaan bertumpuk-tumpuk yang diperolehnya, dan mereka menghina orang yang beriman yang umumnya miskin, tidak banyak yang kaya dibanding mereka. Untuk menjawab penghinaan ini, Allah menutup ayat ini dengan satu penegasan bahwa sangkaan mereka itu tidak benar. Allah memberi rezeki di dunia ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, baik ia orang kafir maupun mukmin, hanya bedanya kalau ia orang kafir, rezekinya itu sebagai "istidraj" yaitu menjerumuskan mereka dengan berangsur-angsur ke dalam siksa yang pedih yang akan ditemuinya. Siksa dan azab yang diterimanya di hari kemudian adalah karena mereka tidak mau sadar dan tidak mau kembali ke jalan Allah, sekalipun dalam keadaan senang dan serba cukup. Sedang bagi orang mukmin rezekinya itu merupakan "fitnah" yaitu cobaan, apakah ia mampu dan sanggup menggunakan dan memanfaatkannya kepada hal-hal yang diridai Allah swt atau tidak?
Di akhirat nanti, orang-orang kafir akan meringkuk dalam neraka, merasakan siksaan dan azab yang amat pedih tak terhingga, dan orang mukmin dimasukkan ke dalam surga, diberi pahala berlipat ganda tak ada batasnya. Allah swt berfirman:
وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُوْنَ فِيْهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
… Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga. (al-Mu’min/40: 40) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat sebelumnya menjelaskan bahwa di antara manusia ada dua golongan, yaitu: pertama, orang-orang munafik yang kerjanya membuat kerusakan di atas bumi ini serta membinasakan tanaman dan ternak. Kedua, orang mukhlis yang berbuat dan beramal baik dengan ikhlas dan mengharapkan rida Allah. Pada ayat-ayat ini, Allah memerintahkan agar orang-orang mukmin menjadi muslim seutuhnya dan menaati seluruh perintah-Nya. Allah juga mengancam orang-orang yang mengingkari perintah-perintah-Nya dengan azab yang pedih. | PERINTAH MENGIKUTI AJARAN AGAMA
SECARA KESELURUHAN DAN BALASAN BAGI
ORANG YANG MENGINGKARINYA | Kosakata: Kāffah كَافَّةْ (al-Baqarah/2: 208)
Berasal dari kata kaff “telapak tangan” atau kaffa “menghambat sesuatu dengan tangan”. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Muhammad diutus tiada lain kecuali untuk kāffatan bagi manusia (Saba’/34:28), yaitu sebagai penghambat mereka dari segala perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Juga berarti “seluruhnya”, karena “menghambat dengan tangan” berarti “mencegahnya sama sekali”. Pengertian ini, misalnya, terdapat dalam al-Baqarah/2: 208, di mana Allah meminta mereka yang beriman masuk Islam dan melaksanakan ajarannya secara keseluruhan, yaitu secara total dan sempurna, tanpa mengamalkan sebagian dan mengabaikan sebagian yang lain. | null | 1. Allah memerintahkan agar ajaran Islam dilaksanakan secara keseluruhan.
2. Allah memberi peringatan kepada orang yang mengikuti ajaran setan, bahwa mereka akan mendapat azab yang pedih di akhirat.
3. Allah memperingatkan Bani Israil, agar mereka mensyukuri nikmat Allah dan mengancam mereka yang tidak mengindahkan peringatan-Nya.
4. Di antara sifat-sifat orang kafir ialah sangat teperdaya dan tertarik oleh kehidupan duniawi dan suka memperolok-olokkan dan menghina orang yang beriman. |
220 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 213 | 33 | 4 | 2 | 1 | كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ | Kānan-nāsu ummataw wāḥidah(tan), fa ba‘aṡallāhun-nabiyyīna mubasysyirīna wa munżirīn(a), wa anzala ma‘ahumul-kitāba bil-ḥaqqi liyaḥkuma bainan-nāsi fīmakhtalafū fīh(i), wa makhtalafa fīhi illal-lażīna ūtūhu mim ba‘di mā jā'athumul-bayyinātu bagyam bainahum, fahadallāhul-lażīna āmanū limakhtalafū fīhi minal-ḥaqqi bi'iżnih(ī), wallāhu yahdī may yasyā'u ilā ṣirāṭim mustaqīm(in). | Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). | null | null | Manusia itu dahulunya satu umat; semuanya beriman kepada Allah, kemudian mereka berselisih, ada yang beriman dan ada yang kafir kepada Allah. Bisa juga dipahami bahwa manusia itu satu umat dalam arti kehidupan manusia diikat oleh kesatuan sosial yang satu dengan lainnya saling membutuhkan. Lalu Allah mengutus para nabi untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang yang beriman bahwa mereka akan masuk surga dan peringatan kepada orang kafir bahwa mereka akan masuk neraka. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran di dalam hukum-hukumnya untuk memberi keputusan yang benar dan adil di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan, yaitu perkara-perkara agama pada umumnya. Dan mereka yang berselisih tentang perkara-perkara itu tidak lain hanyalah orang-orang yang telah diberi Kitab. Mereka berselisih setelah bukti-bukti yang nyata berupa penjelasan-penjelasan sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri, yakni kedengkian orang-orang kafir kepada orang-orang beriman. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran perkara-perkara yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. | Manusia tadinya merupakan umat yang satu. Satu akidah dan satu tujuan amal perbuatan, yaitu untuk memperbaiki dan bukan untuk merusak, berbuat baik dan bukan berbuat jahat, berlaku adil dan bukan berbuat aniaya, kemudian mereka berpaling dan mengerjakan sebaliknya, dan tidak ada lagi kesatuan akidah dan pendapat di antara mereka, yang membawa mereka kepada kebahagiaan, lalu mereka berselisih, bercerai-berai.
Untuk mengembalikan mereka kepada keadaan semula, bersatu dalam kebenaran, Allah mengutus nabi-nabi, manusia pilihan, agar membimbing mereka ke jalan yang benar, memberi petunjuk atas kekeliruan yang diperbuatnya, menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan taat.
Nabi-nabi yang diutus itu dilengkapi dengan kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada mereka, yang seluruhnya mengandung kebenaran, petunjuk-petunjuk dan penjelasan yang lengkap, yang akan dijadikan landasan untuk memberi pertimbangan dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya atas segala sesuatu yang diperselisihkan.
Sebenarnya, manusia tidak perlu lagi berselisih karena kitab samawi yang diberikan mengandung keterangan-keterangan yang nyata, yang semuanya itu telah diketahui dan dimengerti. Jadi apakah gerangan yang menyebabkan mereka saling menyalahkan dan menganggap bahwa hanya dialah yang benar dan yang lain salah. Hal ini dikarenakan sifat dengki dan suka melakukan pelanggaran.
Apabila sifat dengki ini telah tertanam di dalam hati, baik secara perorangan maupun secara bergolongan, maka sukar untuk memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan di antara mereka.
Beruntunglah orang-orang yang beriman, karena dengan kehendak Allah swt mereka telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar.
Aisyah ra berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw apabila bangun di tengah malam, beliau mengerjakan "ṣalah al-Lail" (salat malam), dan beliau berdoa:
اللّهُمَّ رَبَّ جِبْرِيْلَ وَمِيْكَائِيْلَ وَاِسْرَافِيْلَ فَاطِرَ السَّمٰوَاتِ وَاْلأَرْضِ عَالِمَ اْلغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيْمَا كَانُوْا فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ اِهْدِنِي لِمَااخْتُلِفَ فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ (رواه البخاري ومسلم)
"Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Engkaulah yang memberi putusan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk yang benar tentang apa yang diperselisihkan itu dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Di dalam salah satu doa yang ma'ṡur (yang diamalkan) para sahabat terdapat ucapan sebagai berikut:
اللّـهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ وَلاَ تَجْعَلْهُ مُلْتَبِسًا عَلَيْنَا فَنَضِلَّ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا (رواه البخاري ومسلم)
Ya Allah perlihatkanlah kepada Kami yang benar adalah benar, lalu bimbinglah kami untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami yang salah adalah salah, dan bimbinglah kami untuk menghindarinya. Janganlah dijadikan yang benar dan salah itu samar-samar bagi kami, yang akan menyebabkan kami sesat. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang takwa". (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim). | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat yang lalu memerintahkan agar orang mukmin melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara keseluruhan dan selalu menjaga persatuan. Orang-orang yang telah mendapat hidayah Allah sepantasnyalah berhati-hati dalam segala tindak-tanduknya, jangan sampai menjurus kepada perselisihan dan perpecahan. Kemudian Allah mengingatkan lagi bahwa orang yang berani menentang kebenaran hanya mencari kesenangan duniawi saja, pastilah akan sengsara dan rugi.
Pada ayat ini ditegaskan bahwa petunjuk-petunjuk Allah yang dibawa oleh para nabi penting sekali bagi keselamatan manusia, agar dapat menjalin umat untuk bersatu, tolong menolong satu sama lain, sama-sama berusaha mencari kemaslahatan, serta menghindari mara bahaya dan kerusakan. | HIKMAH DIUTUSNYA PARA RASUL
DAN BERBAGAI COBAAN BAGI PARA PENGIKUTNYA | Kosakata: Ummah Wāḥidah اُمَّةْ وَاحِدَةْ (al-Baqarah/2:213)
Bukan hanya ayat ini yang menyebut terminologi Al-Qur’an, ummah wāḥidah. Sekurang-kurangnya, Al-Qur’an menyebut term ini sebanyak 9 kali, yaitu: al-Baqarah/2:213, al-Mā’idah/5:48, Yūnus/10:47, Hūd/11:118, an-Naḥl/16:93, al-Anbiyā’/21:92, al-Mu’minūn/23:52, asy-Syūrā/42:8, dan az-Zukhruf/43:33. Term tersebut terdiri dari dua kata: ummah dan wāḥidah. Secara leksikal, kata ummah mengandung beberapa arti, antara lain: (1) suatu golongan manusia, (2) setiap kelompok manusia yang dinisbatkan kepada seorang nabi, misalnya umat Nabi Muhammad, umat Nabi Musa, (3) setiap generasi manusia yang menjadi umat yang satu (ummah wāḥidah), seperti disinggung oleh ayat ini. Kata wāḥidah berarti satu. Secara bahasa, ummah wāḥidah berarti umat yang satu. Menurut terminologi, ummah wāḥidah lebih mengacu pada pengertian setiap generasi manusia yang diikat oleh kesatuan eksistensi dan kesamaan derajat kemanusiaan atau juga kesatuan keimanan (tauhid). Kata kāna dalam ayat ini tidaklah menunjukkan waktu yang sudah lampau, tetapi untuk menegaskan pengertian tentang kebenaran umum, atau untuk menyatakan semacam sifat benda. Kesatuan umat yang dinyatakan Allah dalam ayat ini merupakan kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kadang Al-Qur’an menerangkan manusia “diciptakan dari satu jiwa” (an-Nisā’/4: 1); disebutkan pula bahwa manusia berasal dari satu ayah dan satu ibu (al-Ḥujarāt/49: 13); dan disebut pula manusia sebagai penghuni satu rumah, mempunyai satu bumi sebagai tempat tinggal, dan satu langit sebagai atap (al-Baqarah/2: 22). Jadi, dengan tegas Al-Qur’an meletakkan prinsip keesaan umat manusia. Oleh sebab itu, kalimat berikutnya menjelaskan bahwa para Nabi telah dibangkitkan untuk manusia yang diikat oleh prinsip kesatuan itu. | null | null |
221 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 214 | 33 | 4 | 2 | 1 | اَمْ حَسِبْتُمْ اَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَّثَلُ الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۗ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاۤءُ وَالضَّرَّاۤءُ وَزُلْزِلُوْا حَتّٰى يَقُوْلَ الرَّسُوْلُ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗ مَتٰى نَصْرُ اللّٰهِ ۗ اَلَآ اِنَّ نَصْرَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ | Am ḥasibtum an tadkhulul-jannata wa lammā ya'tikum maṡalul-lażīna khalau min qablikum, massathumul-ba'sā'u waḍ-ḍarrā'u wa zulzilū ḥattā yaqūlar-rasūlu wal-lażīna āmanū ma‘ahū matā naṣrullāh(i), alā inna naṣrallāhi qarīb(un). | Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan, dan diguncang (dengan berbagai cobaan) sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. | null | null | Ketika orang-orang mukmin di Madinah menderita kemiskinan karena meninggalkan harta benda mereka di Mekah dan juga akibat peperangan yang terjadi, Allah bertanya untuk menguji mereka. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan dan penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Ayat ini memotivasi orang-orang beriman yang sedang menghadapi bermacam kesulitan dan menumbuhkan keyakinan bahwa tidak lama lagi akan datang pertolongan Allah yang membawa mereka menuju kemenangan. | Ada beberapa pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini. Pertama, pendapat dari Qatādah, as-Suddi, dan kebanyakan ahli tafsir yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada waktu perang Khandak ketika kaum Muslimin mengalami bermacam-macam kesulitan dan tekanan perasaan, sehingga mereka merasa gentar dan ketakutan.
Kedua, pendapat lain yang mengatakan bahwa ayat ini turun pada waktu perang Uhud, ketika kaum Muslimin dipukul mundur oleh pasukan musuh. Dalam peperangan itu, Sayyidina Hamzah tewas dianiaya, dan Nabi pun menderita luka.
Ketiga, pendapat golongan lain, bahwa ayat ini turun untuk menghibur hati kaum Muhajirin ketika mereka meninggalkan kampung halamannya, dan harta kekayaannya dikuasai oleh kaum musyrikin, dan kaum Yahudi memperlihatkan permusuhan kepada Rasulullah saw secara terang-terangan dan kesulitan-kesulitan lain yang dialaminya di Medinah. Ayat ini secara tidak langsung, memperkuat ayat-ayat sebelumnya, yaitu agar kaum Muslimin selalu tabah dan sabar dalam perjuangan.
Allah swt berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَمْوَالِ وَالْاَنْفُسِ وَالثَّمَرٰتِۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٥ (البقرة)
Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (al-Baqarah/2: 155)
dan firman-Nya:
اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْٓا اَنْ يَّقُوْلُوْٓا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُوْنَ ٢ (العنكبوت)
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ”Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? (al-‘Ankabūt/29: 2)
Makin berat dan makin tinggi cita-cita yang akan dicapai, makin besar pula rintangan dan cobaan yang akan dialami. Untuk mencapai keridaan Allah dan memperoleh surga, bukan suatu hal yang mudah dan gampang, tetapi harus melalui perjuangan yang gigih yang penuh rintangan dan cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu. Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, nabinya dibunuh, pengikutnya disiksa sampai ada di antara mereka digergaji kepalanya dalam keadaan hidup atau dibakar hidup-hidup. Oleh karena cobaan dan penderitaan yang dialaminya dirasakan lama, sekalipun mereka yakin bahwa bagaimanapun juga pertolongan Allah akan datang, maka rasul mereka dan pengikut-pengikutnya merasa gelisah lalu berkata, “Bilakah datang pertolongan Allah,” pertanyaan itu dijawab oleh Allah, “Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” Pada saatnya nanti mereka akan menang dan mengalahkan musuh, penganiaya dan orang-orang zalim. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat yang lalu memerintahkan agar orang mukmin melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara keseluruhan dan selalu menjaga persatuan. Orang-orang yang telah mendapat hidayah Allah sepantasnyalah berhati-hati dalam segala tindak-tanduknya, jangan sampai menjurus kepada perselisihan dan perpecahan. Kemudian Allah mengingatkan lagi bahwa orang yang berani menentang kebenaran hanya mencari kesenangan duniawi saja, pastilah akan sengsara dan rugi.
Pada ayat ini ditegaskan bahwa petunjuk-petunjuk Allah yang dibawa oleh para nabi penting sekali bagi keselamatan manusia, agar dapat menjalin umat untuk bersatu, tolong menolong satu sama lain, sama-sama berusaha mencari kemaslahatan, serta menghindari mara bahaya dan kerusakan. | HIKMAH DIUTUSNYA PARA RASUL
DAN BERBAGAI COBAAN BAGI PARA PENGIKUTNYA | Kosakata: Ummah Wāḥidah اُمَّةْ وَاحِدَةْ (al-Baqarah/2:213)
Bukan hanya ayat ini yang menyebut terminologi Al-Qur’an, ummah wāḥidah. Sekurang-kurangnya, Al-Qur’an menyebut term ini sebanyak 9 kali, yaitu: al-Baqarah/2:213, al-Mā’idah/5:48, Yūnus/10:47, Hūd/11:118, an-Naḥl/16:93, al-Anbiyā’/21:92, al-Mu’minūn/23:52, asy-Syūrā/42:8, dan az-Zukhruf/43:33. Term tersebut terdiri dari dua kata: ummah dan wāḥidah. Secara leksikal, kata ummah mengandung beberapa arti, antara lain: (1) suatu golongan manusia, (2) setiap kelompok manusia yang dinisbatkan kepada seorang nabi, misalnya umat Nabi Muhammad, umat Nabi Musa, (3) setiap generasi manusia yang menjadi umat yang satu (ummah wāḥidah), seperti disinggung oleh ayat ini. Kata wāḥidah berarti satu. Secara bahasa, ummah wāḥidah berarti umat yang satu. Menurut terminologi, ummah wāḥidah lebih mengacu pada pengertian setiap generasi manusia yang diikat oleh kesatuan eksistensi dan kesamaan derajat kemanusiaan atau juga kesatuan keimanan (tauhid). Kata kāna dalam ayat ini tidaklah menunjukkan waktu yang sudah lampau, tetapi untuk menegaskan pengertian tentang kebenaran umum, atau untuk menyatakan semacam sifat benda. Kesatuan umat yang dinyatakan Allah dalam ayat ini merupakan kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kadang Al-Qur’an menerangkan manusia “diciptakan dari satu jiwa” (an-Nisā’/4: 1); disebutkan pula bahwa manusia berasal dari satu ayah dan satu ibu (al-Ḥujarāt/49: 13); dan disebut pula manusia sebagai penghuni satu rumah, mempunyai satu bumi sebagai tempat tinggal, dan satu langit sebagai atap (al-Baqarah/2: 22). Jadi, dengan tegas Al-Qur’an meletakkan prinsip keesaan umat manusia. Oleh sebab itu, kalimat berikutnya menjelaskan bahwa para Nabi telah dibangkitkan untuk manusia yang diikat oleh prinsip kesatuan itu. | null | 1. Pada mulanya manusia itu bersatu dalam akidah sesuai dengan fitrahnya, kemudian timbullah perselisihan disebabkan perbedaan pendapat, kepentingan dan perebutan pengaruh dan kekuasaan.
2. Kemudian diutuslah nabi-nabi untuk memberi petunjuk dan keputusan dalam soal-soal yang diperselisihkan itu. Namun demikian mereka tetap saja dalam perselisihan dan pertengkaran.
3. Akhirnya datanglah syariat Nabi Muhammad saw yang menyempurnakan syariat-syariat yang terdahulu untuk menjadi pedoman bagi seluruh manusia dalam mengatasi segala kesulitan dan perselisihan yang timbul di kalangan mereka.
4. Setiap perjuangan tentu mengalami ujian dan tantangan. Tabah dan sabar adalah senjata yang ampuh untuk mengatasi ujian dan tantangan itu. Tidak ada satu kesenangan yang dicapai tanpa didahului oleh bermacam-macam ujian dan tantangan. |
222 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 215 | 33 | 4 | 2 | 1 | يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ | Yas'alūnaka māżā yunfiqūn(a), qul mā anfaqtum min khairin falil-wālidaini wal-aqrabīna wal-yatāmā wal-masākīni wabnis-sabīl(i), wa mā taf‘alū min khairin fa innallāha bihī ‘alīm(un). | Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. | null | null | Diriwayatkan bahwa seorang pria lanjut usia dan kaya raya bernama Amr bin al-Jamuh al-Anshari bertanya kepada Rasulullah, “Harta apa yang sebaiknya aku nafkahkan dan kepada siapa aku berikan?” Allah lalu menurunkan ayat ini untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mereka bertanya kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, seperti saudara kandung, paman, bibi, dan anak-anak mereka, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.” Mereka hendaknya diprioritaskan untuk menerima infak sebelum orang lain. Infak pada ayat ini adalah sedekah yang bersifat anjuran, bukan zakat yang diwajibkan dalam agama dan telah ditentukan siapa yang berhak menerimanya seperti dibahas pada Surah at-Taubah/9: 60. Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Dalam ayat ini kata al-khair disebut dua kali; yang pertama berarti harta (al-mal) dan yang kedua berarti kebajikan dalam arti umum. | Ibnu ‘Abbās meriwayatkan bahwa Amir bin al-Jamuh al-Ansari, orang yang telah lanjut usia dan mempunyai banyak harta, bertanya kepada Rasulullah saw, "Harta apakah yang sebaiknya saya nafkahkan dan kepada siapa nafkah itu saya berikan?" Sebagai jawaban, turunlah ayat ini. Nafkah yang dimaksud dalam ayat ini, ialah nafkah sunah, yaitu sedekah, bukan nafkah wajib seperti zakat dan lain-lain.
Ayat ini mengajarkan bahwa apa saja yang dinafkahkan, banyak ataupun sedikit pahalanya adalah untuk orang yang menafkahkan itu dan tercatat di sisi Allah swt sebagai amal saleh sebagaimana dijelaskan dalam satu hadis yang berbunyi:
إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيْهاَ لَكُمْ (رواه مسلم عن أبي ذر الغفاري)
"Bahwasannya pahala perbuatanmu adalah kepunyaanmu. Akulah yang mencatatnya untukmu." (Riwayat Muslim dari Abū Żarr al-Giffārī).
Sesuatu yang dinafkahkan hendaklah diberikan lebih dahulu kepada orang tua yaitu ibu-bapak, karena keduanya adalah orang yang paling berjasa kepada anaknya. Merekalah yang mendidiknya sejak dalam kandungan, dan pada waktu kecil bersusah payah dalam menjaga pertumbuhannya. Sesudah itu barulah nafkah diberikan kepada kaum kerabat, seperti anak-anak, saudara-saudara yang memerlukan bantuan. Mereka itu adalah orang-orang yang semestinya dibantu, karena kalau dibiarkan saja, akhirnya mereka akan meminta kepada orang lain, akibatnya akan memalukan keluarga, lalu kepada anak-anak yatim yang belum bisa berusaha untuk memenuhi keperluannya. Akhirnya kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan untuk menutupi keperluannya, meringankan beban karena sekalipun mereka tidak ada hubungan famili, tetapi mereka adalah anggota keluarga besar kaum Muslimin, yang sewajarnya dibantu ketika mereka dalam kesusahan.
Apa saja yang dinafkahkan oleh manusia, Allah mengetahuinya. Oleh karena itu, tidak boleh digembar-gemborkan, karena Allah-lah yang akan membalasnya dan memberikan pahala berlipat ganda menurut keikhlasan seseorang. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat yang terdahulu menerangkan bahwa yang menjadi sebab terjerumusnya manusia ke jurang perpecahan dan permusuhan serta kekufuran ialah karena kecintaannya terhadap kemewahan hidup duniawi. Ayat-ayat tersebut juga menerangkan bahwa pembela-pembela kebenaran itu ialah orang-orang yang tahan menderita atas segala macam kesusahan dan marabahaya, hanya semata-mata mencari keridaan Allah. Dalam ayat ini dijelaskan keinginan manusia untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah, sehingga mereka bertanya apa yang harus dinafkahkan. Suka menafkahkan harta karena ingin mencari rida Allah termasuk tanda-tanda iman kepada Allah. | INFAK DAN PENDISTRIBUSIANNYA | Kosakata: Yunfiqūn يُنْفِقُوْنَ (al-Baqarah/2: 215)
Secara bahasa, infak berarti “perbelanjaan”. Secara istilah, infak berarti “mengeluarkan sebagian harta untuk kepentingan kemanusiaan”. Pemakaian istilah infak atau yang seakar dengannya di dalam Al-Qur’an mengandung pengertian yang bervariasi. Ada yang berhubungan dengan infak wajib dan ada pula infak sunah. Dengan bervariasinya tingkat pengertian infak dalam Al-Qur’an dapat dipahami bahwa istilah tersebut mengandung pengertian yang umum, mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana, baik berupa kewajiban seperti zakat, maupun kewajiban menafkahi keluarga, rumah tangga, serta ayah dan ibu pada saat membutuhkan, dan infak dalam pengertiannya yang terbatas tetapi populer, yaitu kedermawanan dari seseorang untuk menafkahkan sebagian hartanya untuk kepentingan sosial. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang mendorong manusia untuk rela mengeluarkan sebagian hartanya untuk kepentingan kemanusiaan. | null | Harta yang diinfakkan haruslah yang halal dan baik, dan diutamakan memberikannya kepada ibu-bapak, anak-anak dan saudara-saudara, anak-anak yatim, fakir miskin dan ibnu sabil (orang yang terlantar dalam perjalanan). |
223 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 216 | 34 | 4 | 2 | 1 | كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ | Kutiba ‘alaikumul-qitālu wa huwa kurhul lakum, wa ‘asā an takrahū syai'aw wa huwa khairul lakum, wa ‘asā an tuḥibbū syai'aw wa huwa syarrul lakum, wallāhu ya‘lamu wa antum lā ta‘lamūn(a). | Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. | null | null | Selain diuji dengan kemiskinan dan kemelaratan, orang-orang beriman juga akan diuji dengan diminta mengorbankan jiwa mereka melalui kewajiban perang. Diwajibkan atas kamu berperang melawan orang-orang kafir yang memerangi kamu, padahal berperang itu tidak menyenangkan bagimu, sebab ia mengor-bankan harta benda dan jiwa. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, yakni boleh jadi kamu tidak menyukai peperangan, padahal itu baik bagimu karena kamu mendapat kemenangan atas orang-orang kafir atau masuk surga jika terbunuh atau kalah dalam peperangan, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui apa yang baik bagimu, sedang kamu tidak mengetahui. Karena itu, tunaikanlah perintah Allah yang pasti akan membawa kebaikan bagimu. | Dengan turunnya ayat ini hukum perang itu menjadi wajib kifayah dalam rangka membela diri dan membebaskan penindasan. Bila musuh telah masuk ke dalam negeri orang-orang Islam, hukumnya menjadi wajib 'ain. Hukum wajib perang ini turun pada tahun kedua Hijri. Ketika masih di Mekah (sebelum Hijrah) Nabi Muhammad saw dilarang berperang, baru pada permulaan tahun Hijrah, Nabi diizinkan perang bilamana perlu.
Berperang dirasakan sebagai suatu perintah yang berat bagi orang-orang Islam sebab akan menghabiskan harta dan jiwa. Lebih-lebih pada permulaan Hijrah ke Medinah. Kaum Muslimin masih sedikit, sedang kaum musyrikin mempunyai jumlah yang besar. Berperang ketika itu dirasakan sangat berat, tetapi karena perintah berperang sudah datang untuk membela kesucian agama Islam dan meninggikan kalimatullah, maka Allah menjelaskan bahwa tidak selamanya segala yang dirasakan berat dan sulit itu membawa penderitaan, tetapi mudah-mudahan justru membawa kebaikan. Betapa khawatirnya seorang pasien yang pengobatannya harus dengan mengalami operasi, sedang operasi itu paling dibenci dan ditakuti, tetapi demi untuk kesehatannya dia harus mematuhi nasehat dokter, barulah penyakit hilang dan badan menjadi sehat setelah dioperasi.
Allah memerintahkan sesuatu bukan untuk menyusahkan manusia, sebab di balik perintah itu akan banyak ditemui rahasia-rahasia yang membahagiakan manusia. Masalah rahasia itu Allah-lah yang lebih tahu, sedang manusia tidak mengetahuinya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat sebelumnya telah menerangkan pentingnya berjuang fī sabīlillāh dengan harta benda, serta menafkahkan harta untuk menegakkan ajaran agama Allah; dan untuk mendidik anak-anak, serta membela keluarga dengan memberikan nafkah kepada ibu-bapak, saudara, kerabat, anak-anak yatim, fakir miskin dan lain-lain. Ayat-ayat berikut ini menerangkan pentingnya berjuang dengan jiwa dan harta untuk membela kesucian agama Islam, dan ketinggian kalimah Allah.
Berjuang dengan jiwa dan raga yaitu berperang fī sabīlillāh, erat hubungannya dengan berjuang dengan menafkahkan harta benda, sebab berperang tanpa dana dan harta akan mengakibatkan kegagalan. | HUKUM PERANG DALAM ISLAM | Kosakata: al-Qitāl اَلْقِتَالُ (al-Baqarah/2:216)
Qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala-yuqātilu yang mengandung tiga pengertian, yaitu: 1) berkelahi melawan seseorang, 2) memusuhi, dan 3) memerangi musuh (ḥāraba al-a‘dā’). Secara istilah, qitāl adalah tindakan tegas memerangi pihak musuh, baik dalam rangka bela diri maupun dalam upaya menyingkirkan perlakuan sewenang-wenang, atau menghapuskan kezaliman, dengan cara mengangkat senjata. Kata qitāl dengan berbagai derivasinya, baik kata kerja maupun kata benda ditemukan dalam berbagai surah dalam Al-Qur’an. Kata qitāl itu sendiri disebut 13 kali dalam 7 surah. Semua kata qitāl digunakan Al-Qur’an hanya mengandung pengertian “perang” atau “peperangan”, dan digunakan dalam berbagai konteks pembicaraan. Kata qitāl dalam Al-Baqarah/2 ayat 216 ini dan juga ayat 217, digunakan Al-Qur’an untuk menyatakan bahwa perang atau peperangan merupakan suatu kewajiban yang dibebankan atas orang-orang yang beriman. Kewajiban itu dipahami dari adanya kata kutiba yang dihubungkan dengan kata qitāl itu. Kewajiban ini merupakan sesuatu yang berat, dan karenanya sebagian mereka membencinya. | null | null |
224 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 217 | 34 | 4 | 2 | 1 | يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ ۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا ۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ | Yas'alūnaka ‘anisy-syahril-ḥarāmi qitālin fīh(i), qul qitālun fīhi kabīr(un), wa ṣaddun ‘an sabīlillāhi wa kufrum bihī wal-masjidil-ḥarām(i), wa ikhrāju ahlihī minhu akbaru ‘indallāh(i), wal-fitnatu akbaru minal-qatl(i), wa lā yazālūna yuqātilūnakum ḥattā yaruddūkum ‘an dīnikum inistaṭā‘ū, wa may yartadid minkum ‘an dīnihī fa yamut wa huwa kāfirun fa ulā'ika ḥabiṭat a‘māluhum fid-dun-yā wal-ākhirah(ti), wa ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a). | Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Namun, menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu jika mereka sanggup. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. | null | null | Ayat ini turun ketika tentara Islam yang dipimpin oleh ‘abdullah bin Jahsy berperang melawan orang-orang kafir di permulaan bulan Rajab, satu dari empat bulan haram. Mereka lalu bertanya kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang boleh-tidaknya berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. Tetapi, ada yang lebih besar lagi dosanya, yaitu menghalangi orang beriman dari jalan Allah, yakni melaksanakan perintah-Nya, ingkar kepadaNya, menghalangi orang masuk Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya. Itu semua lebih besar dosanya dalam pandangan Allah. Dan fitnah, yaitu kemusyrikan dan menindas orang mukmin, itu lebih kejam daripada pembunuhan dalam peperangan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad keluar dari agamamu, jika mereka sanggup mengeluarkanmu dari agamamu. Janganlah sekali-kali kamu murtad dari agamamu walaupun mereka tidak akan berhenti memerangimu, sebab barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, yakni keluar dari Islam, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Tidak ada pahala bagi amalnya, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. | Berperang pada bulan-bulan suci memang tidak boleh, haram hukumnya, kecuali kalau musuh menyerang. Ketika orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw, bagaimana hukumnya berperang di bulan-bulan Haram, seperti yang telah dilakukan oleh Abdullah bin Jahsy terhadap rombongan pedagang Quraisy, maka turunlah wahyu yang menyatakan haram hukumnya berperang di bulan itu dan besar dosanya. Tetapi menghalangi manusia dari jalan Allah, adalah perbuatan kafir kepada Allah. Sedangkan menghalangi kaum Muslimin memasuki Masjidilharam, mengusir orang-orang Islam dari Mekah, lebih besar lagi dosanya di sisi Allah. Semua itu adalah fitnah yang lebih besar bahayanya dari pembunuhan di bulan Haram.
Fitnah dalam ayat ini mencakup semua pelanggaran yang berat seperti hal-hal tersebut di atas dan menganiaya serta menyiksa orang-orang Islam. Perbuatan seperti itu lebih besar dosanya daripada berperang. Seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy terhadap Ammar bin Yasir, Bilal, Habbab bin Arat dan lain-lain. Ammar bin Yasir disiksa dengan besi panas yang dilekatkan ke tubuhnya, agar ia keluar dari agama Islam. Namun ia tetap dalam Islam. Bukan ia saja yang disiksa, juga bapaknya, ibunya dan saudaranya. Bilal disiksa pula oleh majikannya, Umayyah bin Khalaf. Bilal tidak boleh makan dan minum siang malam dengan tangan dan kaki terikat, dilemparkan ke tengah-tengah padang pasir yang panas terik, di atas punggungnya diletakkan sebuah batu besar, kemudian Umayyah menyiksanya sambil mengatakan, "Azab ini akan terus kau derita sampai engkau mati, bila engkau tidak mau keluar dari Islam dan kembali menyembah tuhan "Lata dan Uzza". Tetapi Bilāl lebih memilih menderita azab dan siksaan daripada ingkar kepada Allah dan Muhammad. Banyak pengikut-pengikut Nabi Muhammad saw yang sama nasibnya dengan Ammar bin Yasir dan Bilal itu.
Cara yang kejam itu akan terus dilancarkan oleh orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin pada segala masa dan tempat, dimana saja mereka mempunyai kesempatan, sehingga orang-orang Islam menjadi murtad dari agamanya. Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang-orang murtad itu kalau mereka mati dalam keadaan murtad semua amalnya akan dihapus dan mereka akan kekal dalam neraka. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat sebelumnya telah menerangkan pentingnya berjuang fī sabīlillāh dengan harta benda, serta menafkahkan harta untuk menegakkan ajaran agama Allah; dan untuk mendidik anak-anak, serta membela keluarga dengan memberikan nafkah kepada ibu-bapak, saudara, kerabat, anak-anak yatim, fakir miskin dan lain-lain. Ayat-ayat berikut ini menerangkan pentingnya berjuang dengan jiwa dan harta untuk membela kesucian agama Islam, dan ketinggian kalimah Allah.
Berjuang dengan jiwa dan raga yaitu berperang fī sabīlillāh, erat hubungannya dengan berjuang dengan menafkahkan harta benda, sebab berperang tanpa dana dan harta akan mengakibatkan kegagalan. | HUKUM PERANG DALAM ISLAM | Kosakata: al-Qitāl اَلْقِتَالُ (al-Baqarah/2:216)
Qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala-yuqātilu yang mengandung tiga pengertian, yaitu: 1) berkelahi melawan seseorang, 2) memusuhi, dan 3) memerangi musuh (ḥāraba al-a‘dā’). Secara istilah, qitāl adalah tindakan tegas memerangi pihak musuh, baik dalam rangka bela diri maupun dalam upaya menyingkirkan perlakuan sewenang-wenang, atau menghapuskan kezaliman, dengan cara mengangkat senjata. Kata qitāl dengan berbagai derivasinya, baik kata kerja maupun kata benda ditemukan dalam berbagai surah dalam Al-Qur’an. Kata qitāl itu sendiri disebut 13 kali dalam 7 surah. Semua kata qitāl digunakan Al-Qur’an hanya mengandung pengertian “perang” atau “peperangan”, dan digunakan dalam berbagai konteks pembicaraan. Kata qitāl dalam Al-Baqarah/2 ayat 216 ini dan juga ayat 217, digunakan Al-Qur’an untuk menyatakan bahwa perang atau peperangan merupakan suatu kewajiban yang dibebankan atas orang-orang yang beriman. Kewajiban itu dipahami dari adanya kata kutiba yang dihubungkan dengan kata qitāl itu. Kewajiban ini merupakan sesuatu yang berat, dan karenanya sebagian mereka membencinya. | null | null |
225 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 218 | 34 | 4 | 2 | 1 | اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ | Innal-lażīna āmanū wal-lażīna hājarū wa jāhadū fī sabīlillāh(i), ulā'ika yarjūna raḥmatallāh(i), wallāhu gafūrur raḥīm(un). | Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad63) di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. | 63 | 63) Jihad secara umum berarti mencurahkan segala kemampuan, baik harta maupun raga untuk memperjuangkan agama Allah Swt. dengan niat yang ikhlas karena Allah Swt. | Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan orang-orang yang berhijrah meninggalkan negeri dan keluarganya untuk menegakkan agama Allah dan berjihad di jalan Allah dengan memerangi orang-orang musyrik, mereka itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat dan ganjaran Allah. Allah Maha Pengampun kepada orang-orang yang beriman, lagi Maha Penyayang. | Ayat ini menerangkan balasan bagi orang-orang yang kuat imannya menghadapi segala cobaan dan ujian. Begitu juga balasan bagi orang-orang yang hijrah meninggalkan negerinya yang dirasakan tidak aman, ke negeri yang aman untuk menegakkan agama Allah, seperti hijrahnya Nabi Muhammad saw bersama pengikut-pengikutnya dari Mekah ke Medinah, dan balasan bagi orang-orang yang berjihad fī sabīlillāh, baik dengan hartanya maupun dengan jiwanya.
Mereka itu semuanya mengharapkan rahmat Allah dan ampunan-Nya, dan sudah sepantasnya memperoleh kemenangan dan kebahagiaan sebagai balasan atas perjuangan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat sebelumnya telah menerangkan pentingnya berjuang fī sabīlillāh dengan harta benda, serta menafkahkan harta untuk menegakkan ajaran agama Allah; dan untuk mendidik anak-anak, serta membela keluarga dengan memberikan nafkah kepada ibu-bapak, saudara, kerabat, anak-anak yatim, fakir miskin dan lain-lain. Ayat-ayat berikut ini menerangkan pentingnya berjuang dengan jiwa dan harta untuk membela kesucian agama Islam, dan ketinggian kalimah Allah.
Berjuang dengan jiwa dan raga yaitu berperang fī sabīlillāh, erat hubungannya dengan berjuang dengan menafkahkan harta benda, sebab berperang tanpa dana dan harta akan mengakibatkan kegagalan. | HUKUM PERANG DALAM ISLAM | Kosakata: al-Qitāl اَلْقِتَالُ (al-Baqarah/2:216)
Qitāl adalah bentuk masdar dari kata qātala-yuqātilu yang mengandung tiga pengertian, yaitu: 1) berkelahi melawan seseorang, 2) memusuhi, dan 3) memerangi musuh (ḥāraba al-a‘dā’). Secara istilah, qitāl adalah tindakan tegas memerangi pihak musuh, baik dalam rangka bela diri maupun dalam upaya menyingkirkan perlakuan sewenang-wenang, atau menghapuskan kezaliman, dengan cara mengangkat senjata. Kata qitāl dengan berbagai derivasinya, baik kata kerja maupun kata benda ditemukan dalam berbagai surah dalam Al-Qur’an. Kata qitāl itu sendiri disebut 13 kali dalam 7 surah. Semua kata qitāl digunakan Al-Qur’an hanya mengandung pengertian “perang” atau “peperangan”, dan digunakan dalam berbagai konteks pembicaraan. Kata qitāl dalam Al-Baqarah/2 ayat 216 ini dan juga ayat 217, digunakan Al-Qur’an untuk menyatakan bahwa perang atau peperangan merupakan suatu kewajiban yang dibebankan atas orang-orang yang beriman. Kewajiban itu dipahami dari adanya kata kutiba yang dihubungkan dengan kata qitāl itu. Kewajiban ini merupakan sesuatu yang berat, dan karenanya sebagian mereka membencinya. | null | 1. Berperang disyariatkan pada tahun kedua Hijri. Hukumnya fardu kifayah; tetapi bila musuh telah memasuki negeri, hukumnya meningkat menjadi fardu 'ain.
2. Walaupun berperang itu dibenci dan dikhawatirkan bahayanya, tetapi untuk membela agama Islam dan meninggikan kalimatullah, perintah Allah itu harus dilaksanakan.
3. Semua perintah Allah mengandung hikmah untuk keselamatan dan kebahagiaan bila dilaksanakan dengan taat dan ikhlas, sedang rahasia-rahasia itu hanya Allah yang mengetahuinya.
4. Berperang di bulan-bulan Haram besar dosanya. Tetapi orang yang menghalangi orang lain masuk Islam, ia menjadi kafir kepada Allah. Sedangkan melarang orang masuk Masjidilharam untuk beribadah dan mengusir orang-orang dari Masjidilharam, dosanya lebih besar lagi.
5. Orang kafir akan selalu berusaha menyakiti dan membunuh orang-orang Islam bila mereka mempunyai kesempatan dan kekuasaan, agar orang-orang Islam itu murtad dengan masuk ke dalam agama mereka.
6. Orang yang telah murtad, kemudian mati dalam keadaan murtad, amal kebajikannya akan terhapus. Tempat mereka di akhirat adalah neraka dan mereka kekal di dalamnya.
7. Orang yang kuat imannya turut hijrah dari Mekah ke Medinah dan berjihad fī sabilillāh dengan harta dan jiwanya. Mereka akan mendapat curahan rahmat dari Allah di dunia dan akhirat. |
226 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 219 | 34 | 4 | 2 | 1 | ۞ يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ | Yas'alūnaka ‘anil-khamri wal-maisir(i), qul fīhimā iṡmun kabīrw wa manāfi‘u lin nās(i), wa iṡmuhumā akbaru min naf‘ihimā, wa yas'alūnaka māżā yunfiqūn(a), qulil-‘afw(a), każālika yubayyinullāhu lakumul-āyāti la‘allakum tatafakkarūn(a). | Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar64) dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir | 64 | 64) Khamar adalah segala sesuatu yang mengandung unsur yang memabukkan. | Mereka menanyakan kepadamu, wahai Nabi, tentang khamar, yaitu semua minuman yang memabukkan, dan berjudi. Pertanyaan itu muncul antara lain karena di antara rampasan perang yang diperoleh pasukan pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy seperti disinggung pada ayat 217 terdapat minuman keras. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa, yakni mudarat yang besar. Keduanya menimbulkan permusuhan dan menyebabkan kaum muslim melupakan Allah dan enggan menunaikan salat. Dan keduanya juga mengandung beberapa manfaat bagi manusia, seperti keuntungan dari perdagangan khamar, kehangatan badan bagi peminumnya, memperoleh harta tanpa susah payah bagi pemenang dalam perjudian, dan beberapa manfaat yang diperoleh fakir miskin dari perjudian pada zaman Jahiliah. Tetapi dosanya, yakni mudarat yang ditimbulkan oleh khamar dan judi, lebih besar daripada manfaatnya. Khamar diharamkan dalam Islam secara berangsur. Ayat ini menyatakan bahwa minum khamar dan berjudi adalah dosa dengan penjelasan bahwa pada keduanya terdapat manfaat, tetapi mudaratnya lebih besar daripada manfaat itu. Surah an-Nisa'/4: 43 dengan tegas melarang minum khamar, tetapi terbatas pada waktu menjelang salat. Surah al-Ma'idah/5: 90 dengan tegas mengharamkan khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dan menyatakan bahwa semuanya adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan yang harus dijauhi selamanya oleh orang-orang beriman. Bagian akhir ayat ini menjelaskan ketentuan menafkahkan harta di jalan Allah. Dan mereka menanyakan kepadamu tentang apa yang harus mereka infakkan di jalan Allah. Katakanlah, “Kelebihan dari apa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diri dan kebutuhan keluarga. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan. | Ayat ini menjawab pertanyaan para sahabat yang diajukan kepada Rasulullah saw. Jawaban-jawaban itu bukan saja mengenai hukum khamar dan judi, tetapi sekaligus menjawab pertanyaan tentang apa yang akan dinafkahkan; dan juga mengenai persoalan anak-anak yatim.
Larangan minum khamar, diturunkan secara berangsur-angsur. Sebab minum khamar itu bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging sejak zaman jahiliah. Kalau dilarang sekaligus, dikhawatirkan akan sangat memberatkan bagi mereka. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya besar, kemudian dikatakan orang mabuk tidak boleh mengerjakan salat; dan terakhir dikatakan bahwa minum khamar itu adalah keji dan termasuk perbuatan setan. Kemudian mereka dicela dengan mengatakan, "Apakah kamu belum mau juga berhenti meminumnya?" Tegasnya: minum khamar dan main judi itu dilarang, dan haram hukumnya.
Yang dimaksud dengan khamar menurut pendapat jumhur ulama ialah semua minuman yang memabukkan, walaupun terbuat dari bahan apa saja. Jadi minum apa saja yang memabukkan, hukumnya haram, baik sedikit ataupun banyak. Semua ahli kesehatan sependapat, baik dahulu maupun sekarang, bahwa minum khamar itu banyak sekali bahayanya. Allah tidak akan melarang sesuatu, kalau tidak berbahaya bagi manusia.
Sudah tidak diragukan bahwa minum khamar itu berbahaya bagi kesehatan, akal pikiran dan urat syaraf, serta harta benda dan keluarga. Minum khamar sama dengan menghisap candu, narkotika, dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang menimbulkan ketagihan. Seseorang yang telah ketagihan minum khamar, baginya tidak ada nilainya harta benda, berapa saja harga khamar itu akan dibelinya.
Dengan demikian, khamar membahayakan dalam pergaulan masyarakat, menimbulkan permusuhan, perkelahian, dan sebagainya. Rumah tangga akan kacau, tetangga tidak aman dan masyarakat akan rusak, karena minum khamar.
Penyakit kecanduan khamar erat sekali hubungannya dengan segala perbuatan maksiat dan kejahatan. Seorang yang sudah mabuk, tidak akan malu-malu berzina di tempat-tempat maksiat seperti night club, bar dan lain-lain. Kedua perbuatan mesum itu biasa disatukan tempatnya. Bahaya minum khamar akan lebih besar lagi kalau sudah bercampur dengan zina. Bukan saja menghambur-hamburkan harta dan berfoya-foya memperturutkan hawa nafsu, tapi segala macam penyakit kelamin akan merebak, lahirlah anak-anak tanpa bapak yang sah, serta pembunuhan bayi-bayi yang tidak berdosa. Pekerjaan seperti ini merupakan perbuatan yang terkutuk yang tidak berperikemanusiaan, perbuatan keji yang lebih keji dari perbuatan hewan.
Sebagaimana halnya minum khamar, Allah juga melarang main judi sebab bahayanya lebih besar daripada manfaatnya. Judi ialah semua permainan yang menggunakan pertaruhan yang kalah harus membayar kepada yang menang. Taruhan itu berupa apa saja: uang, barang-barang, dan lain-lain.
Bahaya main judi tidak kurang dari bahaya minum khamar. Main judi cepat sekali menimbulkan permusuhan dan kemarahan, dan tidak jarang menimbulkan pembunuhan. Bahaya itu sudah terbukti sejak dahulu sampai sekarang. Bilamana di suatu tempat telah berjangkit perjudian, maka di tempat itu selalu terjadi perselisihan, pemusuhan dan pembunuhan. Pekerjaan nekad, kerap kali terjadi pada pemain-pemain judi, seperti bunuh diri, merampok, dan lain-lain, lebih-lebih bila ia mengalami kekalahan.
Judi adalah perbuatan berbahaya, akibat berjudi seseorang yang baik dapat menjadi jahat, malas mengerjakan ibadah, dan jenuh hatinya dari mengingat Allah. Dia jadi pemalas, pemarah, matanya merah, dan badannya lemas. Dengan sendirinya akhlaknya menjadi rusak, tidak mau bekerja untuk mencari rezeki dengan jalan yang baik, dan selalu mengharap kalau-kalau mendapat kemenangan. Dalam sejarah perjudian, tidak ada orang yang kaya karena berjudi. Malahan sebaliknya yang terjadi, banyak orang kaya tiba-tiba jatuh miskin dan melarat karena berjudi. Banyak pula rumah tangga yang bahagia, tiba-tiba hancur berantakan karena judi.
Adapun manfaat minum khamar sedikit sekali, boleh dikatakan tidak ada artinya dibandingkan dengan bahayanya. Misalnya, khamar, mungkin dapat menjadi obat, dapat dijadikan komoditas perdagangan yang mendatangkan keuntungan, dan dapat menimbulkan semangat bagi prajurit-prajurit yang akan pergi berperang, dan lain-lain. Tapi semua itu bukanlah manfaat yang berarti.
Tentang bahaya minum khamar dan main judi, dan apa yang akan diderita oleh peminum khamar dan pemain judi nantinya, selain dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an juga banyak diterangkan dalam hadis-hadis Nabi Muhammad saw.
Sesudah para sahabat menanyakan kedua masalah yang sangat besar bahayanya itu, yaitu minum khamar dan main judi, maka mereka menanyakan masalah apa yang akan dinafkahkan.
Dalam satu riwayat, dari Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās beberapa orang sahabat Rasulullah saw datang bertanya kepada beliau, "Kami belum tahu, apakah itu nafkah fī sabīlillāh yang diperintahkan kepada kami untuk mengeluarkannya dari harta kami?” Ayat ini adalah jawabannya. Sengaja Allah swt menggabungkan masalah nafkah dengan masalah khamar dan judi dalam satu ayat, untuk menjadi cermin perbandingan bagi manusia, bahwa di samping ada orang yang menghambur-hamburkan hartanya untuk berbuat maksiat seperti minum khamar dan berjudi, ada pula orang yang menggunakan hartanya untuk dinafkahkan di jalan Allah.
Orang-orang yang menghamburkan hartanya di jalan maksiat itu akan mendapat kehancuran dan malapetaka, sebaliknya orang-orang yang mempergunakan hartanya di jalan Allah akan memperoleh kebahagiaan dan keberuntungan. Yang dimaksud dengan nafkah dalam ayat ini ialah memberi sedekah, amal jariah, derma, sumbangan, dan lain-lain yang hukumnya sunah, sedang zakat hukumnya wajib. Hal ini sudah diterangkan dalam ayat-ayat yang lain. Arti al-‘afwa di sini ialah "yang lebih dari keperluan". Jadi yang akan dinafkahkan adalah harta yang sudah berlebih dari keperluan pokok sehari-hari.
Allah menganjurkan agar seseorang berusaha mencari rezeki untuk keperluan anak dan istri serta orang-orang yang di bawah tanggungannya. Tapi kalau rezeki yang diberikan Allah sudah lebih dari kebutuhan tersebut, Allah menganjurkan agar ia berinfak, yaitu memberikan sebagian dari kelebihan harta itu untuk keperluan fī sabīlillāh. Umpamanya untuk membangun rumah-rumah ibadah, seperti masjid, musala atau surau, atau untuk membangun rumah-rumah yatim atau rumah-rumah pendidikan seperti madrasah, asrama-asrama pelajar, fakir miskin, juga kepada pelajar dan mahasiswa dalam bentuk beasiswa, dan lain-lain.
Amal-amal sosial seperti tersebut di atas, dapat dibiayai dengan nafkah yang diberikan kaum Muslimin. Memberikan nafkah dalam hal ini penting sekali, sebab itu merupakan urat nadi pembangunan dalam Islam dan jadi jembatan yang menghubungkan antara yang kaya dengan yang miskin.
Begitulah cara Allah memberikan petunjuk dengan ayat-ayat-Nya untuk kebahagiaan umat manusia. Ditunjukkan-Nya jalan mana yang dapat mendatangkan manfaat dan kebaikan dan jalan yang akan menjerumuskan ke dalam bahaya dan kerusakan. Dalam hal ini, manusia harus memikirkannya. Berpikir bukan untuk dunia saja tetapi juga memikirkan akhirat dalam setiap usaha dan pekerjaannya.
Kaum Muslimin menjadi jaya dan mulia bila mau mempergunakan akalnya untuk memikirkan keselamatan hidupnya dan masyarakatnya di dunia dan di akhirat. Di dunia, mereka menjadi orang yang terhormat dan disegani, karena mereka adalah orang-orang yang mampu, berwibawa, dan memegang tampuk kekuasaan. Di akhirat, dia menjadi orang yang beruntung karena amal kebajikannya yang banyak. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Dalam ayat-ayat yang lalu kaum Muslimin mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi Muhammad saw tentang berperang pada bulan Haram, maka pada ayat ini mereka menanyakan pula tentang hukum minum khamar dan berjudi, dan tentang pengurusan anak-anak yatim. | HUKUM KHAMAR, BERJUDI,
DAN MEMELIHARA ANAK YATIM | 1. al-Khamrاَلْخَمْرُ (al-Baqarah/2: 219)
Al-Khamr berarti “minuman keras”, berasal dari kata khamara-yakhmuru yang berarti “menutupi”. Segala sesuatu yang berfungsi sebagai penutup disebut khimar. Kemudian kata itu lebih populer diartikan sebagai kerudung atau tutup kepala perempuan, seperti yang terdapat di dalam an-Nūr/24: 31. Arti lain dari kata khamr adalah “minuman yang memabukkan”. Minuman yang memabukkan disebut khamr, karena ia berdampak negatif yang dapat menutup atau melenyapkan akal pikiran. Kata khamr yang berarti “minuman keras”, di dalam Al-Qur’an disebutkan, antara lain dalam al-Baqarah/2: 219 dan al-Mā’idah/5: 90-91.
2. Al-Maisir اَلْمَيْسِرْ (al-Baqarah/2: 219)
Kata maisir berarti “judi”, berasal dari kata yusran, yang berasal dari yasara-yaisuru yang berarti “sedikit”, “mudah”, karena maisir merupakan upaya dan cara untuk mendapatkan rezeki dengan mudah, tanpa susah payah. Sedangkan pengertian maisir menurut istilah adalah “permainan terdiri dari dua orang atau lebih, masing-masing memberikan taruhan dengan spekulasi yang menang akan mendapatkan taruhan itu. Kata maisir disebutkan dalam al-Baqarah/2: 219 dan al-Mā’idah/5: 90-91. | null | null |
227 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 220 | 35 | 4 | 2 | 1 | فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْيَتٰمٰىۗ قُلْ اِصْلَاحٌ لَّهُمْ خَيْرٌ ۗ وَاِنْ تُخَالِطُوْهُمْ فَاِخْوَانُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ ۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ لَاَعْنَتَكُمْ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ | Fid-dun-yā wal-ākhirah(ti), wa yas'alūnaka ‘anil-yatāmā, qul iṣlāḥul lahum khair(un), wa in tukhāliṭūhum fa'ikhwānukum, wallāhu ya‘lamul-mufsida minal-muṣliḥ(i), wa lau syā'allāhu la'a‘natakum innallāha ‘azizun ḥakīm(un). | tentang dunia dan akhirat. Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik.” Jika kamu mempergauli mereka, mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. | null | null | Yakni memikirkan tentang dunia dan akhirat. Dunia adalah tempat beramal dan akhirat adalah tempat memanen hasil dari amalan itu. Dunia adalah negeri yang fana dan akhirat kekal abadi. Karena itu, berbuatlah kebajikan selagi kamu di dunia agar di akhirat kamu mendapat kebahagiaan selama-lamanya. Demikianlah Allah memberi petunjuk dengan ayat-ayatnya untuk kebahagiaan manusia, tidak saja kebahagiaan di dunia tetapi juga di akhirat. Selanjutnya Allah memberi tuntunan dalam memelihara anak yatim. Mereka menanyakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka, yakni mengurus anak yatim untuk memperbaiki keadaan mereka, adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli dan menyatukan mereka dengan keluargamu dalam urusan makanan, tempat tinggal, dan keperluan lainnya, maka yang demikian itu baik sebab mereka adalah saudara-saudaramu. Karena itu, sepantasnya engkau bergaul dengan mereka dan menjadikan mereka satu dengan keluargamu.Yang demikian itu lebih baik daripada engkau memisahkan mereka dari keluargamu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, nisacaya Dia datangkan kesulitan kepadamu dengan membiarkan kamu dalam kesulitan mengurus anak yatim. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana dengan tidak menghendaki kesulitan sedikit pun menimpamu. | Kemudian dalam ayat ini, Allah swt sekaligus menjawab pertanya-an tentang masalah anak-anak yatim. Anak-anak yatim yaitu anak-anak yang tidak berbapak lagi, karena sudah meninggal.
Timbulnya pertanyaan mengenai anak-anak yatim ini pada masa Rasulullah saw dari orang-orang yang selama ini hidup bersama anak yatim, bercampur hartanya dengan harta mereka, serta sama-sama makan dan minum dalam satu rumah. Dengan jalan begitu, terpeliharalah anak-anak yatim, baik makan maupun kesejahteraannya, tetapi kemudian turunlah ayat ini:
اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ ١٠ (النساۤء)
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (an-Nisā’/4: 10)
Dengan turunnya ayat itu, maka mereka ragu-ragu, kalau perbuatannya terhadap anak-anak yatim selama ini zalim, termasuk memakan harta anak yatim itu. Ayat 220 ini menjelaskan bahwa yang pokok dalam hal ini adalah pemeliharaan yang baik terhadap anak-anak yatim, jangan sampai tersia-sia hidupnya. Jangan sampai mereka terlantar serta tak terjamin ketenteraman dan kesejahteraannya. Semua macam pemeliharaan dan penjagaan anak-anak yatim adalah merupakan kebaikan. Andaikata mereka dibawa tinggal serumah itu pun juga baik, sebab dengan tinggal bersama-sama sudah merupakan hidup bersaudara. Seolah-olah anak yatim itu merupakan saudara kecil, dipelihara kesehatannya seperti memelihara saudara, atau anak kandung sendiri. Jadi boleh mencampur harta anak-anak yatim dengan harta orang yang memeliharanya, asal ada niat untuk keselamatan mereka dan tidak untuk merugikan mereka. Perkara niat seseorang dan apa yang disimpan di dalam hatinya, hanya Allah-lah yang tahu, sebab Allah Maha Mengetahui siapa yang baik dan siapa yang jahat. Banyak terjadi, orang mengatakan berniat baik memelihara anak yatim, tetapi kenyataannya dia menganiaya dan menyiksanya.
Dalam memelihara anak yatim, tergantung kepada kemampuan yang memelihara, namun yang pokok adalah terjaminnya keselamatan anak-anak yatim tersebut, dan jangan sampai mereka itu tersia-sia, baik mengenai keperluan makan minumnya, pakaian dan tempat tinggalnya, serta pendidikan dan kesehatannya, lebih-lebih mengenai harta bendanya, bila ada. Itu harus dipelihara sebaik mungkin. Apabila anak-anak yatim itu sampai tersia-sia, niscaya hal itu akan menimbulkan kemurkaan Allah swt. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana dalam mengatur kemaslahatan hamba-Nya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Dalam ayat-ayat yang lalu kaum Muslimin mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada Nabi Muhammad saw tentang berperang pada bulan Haram, maka pada ayat ini mereka menanyakan pula tentang hukum minum khamar dan berjudi, dan tentang pengurusan anak-anak yatim. | HUKUM KHAMAR, BERJUDI,
DAN MEMELIHARA ANAK YATIM | 1. al-Khamrاَلْخَمْرُ (al-Baqarah/2: 219)
Al-Khamr berarti “minuman keras”, berasal dari kata khamara-yakhmuru yang berarti “menutupi”. Segala sesuatu yang berfungsi sebagai penutup disebut khimar. Kemudian kata itu lebih populer diartikan sebagai kerudung atau tutup kepala perempuan, seperti yang terdapat di dalam an-Nūr/24: 31. Arti lain dari kata khamr adalah “minuman yang memabukkan”. Minuman yang memabukkan disebut khamr, karena ia berdampak negatif yang dapat menutup atau melenyapkan akal pikiran. Kata khamr yang berarti “minuman keras”, di dalam Al-Qur’an disebutkan, antara lain dalam al-Baqarah/2: 219 dan al-Mā’idah/5: 90-91.
2. Al-Maisir اَلْمَيْسِرْ (al-Baqarah/2: 219)
Kata maisir berarti “judi”, berasal dari kata yusran, yang berasal dari yasara-yaisuru yang berarti “sedikit”, “mudah”, karena maisir merupakan upaya dan cara untuk mendapatkan rezeki dengan mudah, tanpa susah payah. Sedangkan pengertian maisir menurut istilah adalah “permainan terdiri dari dua orang atau lebih, masing-masing memberikan taruhan dengan spekulasi yang menang akan mendapatkan taruhan itu. Kata maisir disebutkan dalam al-Baqarah/2: 219 dan al-Mā’idah/5: 90-91. | null | 1. Allah melarang minum khamar dan main judi karena sangat besar bahayanya.
2. Menafkahkan atau bersedekah yaitu memberikan sebagian dari harta yang sudah berlebih dari keperluan pokok sehari-hari sangat dianjurkan.
3. Berbuat baik kepada anak yatim adalah suatu kebajikan, yaitu memelihara mereka. Bersama-sama tinggal serumah lebih baik dan lebih terjamin pemeliharaannya sebab dengan demikian anak yatim sudah merupakan anggota keluarga. |
228 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 221 | 35 | 4 | 2 | 1 | وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ | Wa lā tankiḥul-musyrikāti ḥattā yu'minn(a), wa la'amatum mu'minatun khairum mim musyrikatiw wa lau a‘jabatkum, wa lā tunkiḥul-musyrikīna ḥattā yu'minū, wa la‘abdum mu'minun khairum mim musyrikiw wa lau a‘jabakum, ulā'ika yad‘ūna ilan-nār(i), wallāhu yad‘ū ilal-jannati wal-magfirati bi'iżnih(ī), wa yubayyinu āyātihī lin-nāsi la‘allahum yatażakkarūn(a). | Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. | null | null | Pada ayat ini Allah memberi tuntunan dalam memilih pasangan. Dan janganlah kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi atau menjalin ikatan perkawinan dengan perempuan musyrik penyembah berhala sebelum mereka benar-benar beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman yang berstatus sosial rendah menurut pandangan masyarakat lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu karena kecantikan, nasab, kekayaannya, atau semisalnya. Dan janganlah kamu, wahai para wali, nikahkan orang laki-laki musyrik penyembah berhala dengan perempuan yang beriman kepada Allah dan Rasulullah sebelum mereka beriman dengan sebenar-benarnya. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu, karena kegagahan, kedudukan, atau kekayaannya. Ketahuilah, mereka akan selalu berusaha mengajak ke dalam kemusyrikan yang menjerumuskanmu ke neraka, sedangkan Allah mengajak dengan memberikan bimbingan dan tuntunan menuju jalan ke surga dan ampunan dengan rida dan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, yakni tanda-tanda kekuasaan-Nya berupa aturan-aturan kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran sehingga mampu membedakan mana yang baik dan membawa kemaslahatan, dan mana yang buruk dan menimbulkan kemudaratan. Pernikahan yang dilandasi keimanan, ketakwaan, dan kasih sayang akan mewujudkan kebahagiaan, ketenteraman, dan keharmonisan . | Di dalam ayat ini ditegaskan larangan bagi seorang Muslim mengawini perempuan musyrik dan larangan mengawinkan perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali kalau mereka telah beriman. Walaupun mereka itu cantik dan rupawan, gagah, kaya, dan sebagainya, budak perempuan atau budak laki-laki yang mukmin lebih baik untuk dikawini daripada mereka. Dari pihak perempuan yang beriman tidak sedikit pula jumlahnya yang cantik, menarik hati, dan berakhlak.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda:
لاَ تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسٰى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ وَلاَ تَنْكِحُوْهُنَّ عَلَى أَمْوَالِهِنَّ فَعَسٰى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ وَانْكِحُوْهُنَّ عَلَى الدِّيْنِ فَـَلأَمَةٌ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِيْنٍ أَفْضَلُ (رواه ابن ماجه عن عبد الله بن عمر)
Jangan kamu mengawini perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membinasakan mereka, janganlah kamu mengawini mereka karena harta kekayaannya, mungkin harta kekayaan itu akan menyebabkan mereka durhaka dan keras kepala. Tetapi kawinilah mereka karena agamanya (iman dan akhlaknya). Budak perempuan yang hitam, tetapi beragama, lebih baik dari mereka yang tersebut di atas. (Riwayat Ibnu Mājah dari Abdullāh bin ‘Umar).
Dalam hadis lain, Rasulullah saw bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة)
Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama, maka engkau akan beruntung. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari Abū Hurairah)
Perkawinan erat hubungannya dengan agama. Orang musyrik bukan orang beragama, mereka menyembah selain Allah. Dalam soal perkawinan dengan orang musyrik ada batas larangan yang kuat, tetapi dalam soal pergaulan, bermasyarakat itu biasa saja. Sebab perkawinan erat hubungannya dengan keturunan dan keturunan erat hubungannya dengan harta warisan, makan dan minum, dan ada hubungannya dengan pendidikan dan pembangunan Islam.
Perkawinan dengan orang musyrik dianggap membahayakan seperti diterangkan di atas, maka Allah melarang mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka. Golongan orang musyrik itu akan selalu menjerumuskan umat Islam ke dalam bahaya di dunia, dan menjerumuskannya ke dalam neraka di akhirat, sedang ajaran-ajaran Allah kepada orang-orang mukmin selalu membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu telah dijelaskan larangan tentang minum khamar, berjudi, dan memakan harta anak yatim dengan cara yang batil, maka dalam ayat ini dijelaskan pula larangan mengenai perkawinan antara kaum Muslimin dan orang-orang musyrik. | PERNIKAHAN LELAKI MUSLIM DENGAN WANITA MUSYRIK | Kosakata: Lā Tankiḥū لاَتَنْكِحُوْا (al-Baqarah/2: 221)
Lā tankiḥū adalah kata kerja yang dibubuhi lā nahiyah yang menunjukkan larangan. Kata tankiḥu diambil dari kata nikāḥ yang berarti ‘aqad (ikatan/perjanjian) dan waṭ‘ (jimā‘, bersebadan). Para ahli bahasa berbeda pendapat tentang makna dari dua macam arti ini yang merupakan arti asal. Ada yang memandang ‘aqad sebagai arti asal dan waṭ‘ sebagai arti kiasan. Menurut istilah, nikah adalah akad perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan syarat dan rukun tertentu menurut syariat Islam. Kata an-nikāḥ dengan segala bentuk kata jadiannya disebut dalam berbagai surah dalam Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2: 221, an-Nisā’/4: 3, 6, 25, dan an-Nūr/24: 33. | null | 1. Islam melarang laki-laki mukmin menikah dengan perempuan musyrik dan melarang menikahkan perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, selama mereka tetap dalam kemusyrikannya.
2. Larangan ini tidak boleh ditawar-tawar lagi, sebab erat hubungannya dengan keturunan dan masa depan Islam.
3. Kaum musyrik yang menyembah selain Allah akan selalu berusaha menjerumuskan orang-orang mukmin ke jurang kehancuran dan kesesatan. |
229 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 222 | 35 | 4 | 2 | 1 | وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ | Wa yas'alūnaka ‘anil-maḥīḍ(i), qul huwa ażā(n), fa‘tazilun-nisā'a fil-maḥīḍ(i), wa lā taqrabūhunna ḥattā yaṭhurn(a), fa'iżā taṭahharna fa'tūhunna min ḥaiṡu amarakumullāh(u), innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn(a). | Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah suatu kotoran.”65) Maka, jauhilah para istri (dari melakukan hubungan intim) pada waktu haid dan jangan kamu dekati mereka (untuk melakukan hubungan intim) hingga mereka suci (habis masa haid). Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. | 65 | 65) Haid adalah darah yang keluar bersama jaringan yang dipersiapkan untuk pembuahan di rahim perempuan. Keluarnya secara periodik, sesuai dengan periode pelepasan sel telur ke rahim. Kondisi seperti itu yang dianggap kotor dan menjadikan perempuan tidak suci secara syar‘i, termasuk tidak suci untuk digauli suaminya. | Pada ayat ini Allah memberi tuntunan perihal aturan-aturan dalam menjalin hubungan suami-istri. Dan mereka, para sahabat, menanyakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang haid. Pertanyaan ini diajukan para sahabat ketika melihat pria-pria Yahudi menghindari istri mereka dan tidak mau makan bersama mereka ketika sedang haid, bahkan mereka pun menempatkan para istri di rumah yang berbeda. Ayat ini kemudian turun untuk menginformasikan apa yang harus dilakukan oleh suami ketika istrinya sedang haid. Katakanlah, wahai Rasulullah, bahwa haid itu adalah sesuatu, yakni darah yang keluar dari rahim wanita, yang kotor karena aromanya tidak sedap, tidak menyenangkan untuk dilihat, dan menimbulkan rasa sakit pada diri wanita. Karena itu jauhilah dan jangan bercampur dengan istri pada waktu haid. Dan jangan kamu dekati mereka untuk bercampur bersamanya sebelum mereka suci dari darah haidnya, kecuali bersenang-senang selain di tempat keluarnya darah. Apabila mereka telah suci dari haid dan mandi maka campurilah mereka sesuai dengan ketentuan yang diperintahkan Allah kepadamu jika kamu ingin bercampur dengan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dari segala kesalahan yang diperbuatnya dan menyukai orang yang menyucikan diri dari kotoran lahiriah dengan mandi atau wudu.I | Dalam ayat ini dijelaskan tentang haid dan sikap menghadapi perempuan yang sedang dalam keadaan haid. Darah haid adalah sel-sel telur yang lemah akibat tidak dibuahi yang keluar dari rahim perempuan tiap-tiap bulan, paling cepat sehari semalam lamanya, dan biasanya 6 atau 7 hari, dan paling lama 15 hari. Bermacam-macam sikap orang dahulu terhadap perempuan yang haid. Orang Yahudi sangat keras sikapnya, tidak mau bergaul dengan istrinya yang haid, tidak mau makan minum bersama, tidak mau bersama-sama serumah dengan mereka, dan tidak mau menyentuh perempuan haid karena kulitnya dianggap najis.
Orang Nasrani sikapnya lain lagi, mereka bergaul biasa saja dengan perempuan haid, tidak ada perbedaan antara yang haid dengan yang tidak haid. Mereka menggaulinya secara bebas dan berbuat sesuka hatinya. Orang Arab pada zaman jahiliah sama saja sikapnya dengan orang Yahudi. Islam melarang suami menggauli istrinya yang sedang haid. Para ahli kesehatan telah banyak menerangkan tentang bahaya bersetubuh dengan perempuan haid. Akhir ayat tersebut menerangkan bahwa Allah sayang sekali kepada orang yang mau bertobat dari kesalahannya, dan kepada orang yang selalu menjaga kebersihan.
Masa haid pada wanita dewasa terjadi saat indung telur yang tidak dibuahi dikeluarkan dari tubuh. Karena tidak terjadi pembuahan, maka dinding rahim yang semula sudah dalam keadaan siap menerima pembuahan akan berkontraksi. Dengan kontraksi ini, maka indung telur yang tidak dibuahi akan dibuang keluar bersama dengan darah yang dikeluarkan dari urat darah rambut yang pecah. Setelah telur dan darah keluar tubuh akan mengulang kembali proses pematang indung telur.
Semua proses ini diulangi terus menerus pada periode waktu tertentu. Setiap bulan, indung telur baru dibentuk, hormon yang sama juga dikeluarkan, semuanya dalam waktu yang sama. Dengan demikian, wanita mempunyai waktu tertentu yang betul-betul siap untuk dibuahi. Apabila pembuahan terjadi, maka pola haid yang berputar secara terus menerus akan berubah.
Terjadinya “kekosongan” di dalam rahim hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan anatomi kandungan dengan menggunakan peralatan canggih. Akan tetapi, ternyata perubahan yang hanya dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan modern ini, telah diungkapkan dalam Al-Qur’an, yang artinya demikian:
“Allah mengetahui apa yang dikandung setiap perempuan, apa yang kurang sempurna dan apa yang bertambah dalam rahim. Dan segala sesuatu ada ukuran di sisi-Nya.” (ar-Ra‘d/13: 8)
Ayat di atas berbicara mengenai terjadinya masa haid. Terjemahaan ayat tersebut kurang dapat memperlihatkan proses haid dengan baik. Akan tetapi, terjemahan bahasa Inggrisnya nampaknya lebih dapat mengungkapkan proses ini, demikian:
“Allah knows what every female bears and every shrinking of the womb and every swelling. Everything has its measure with Him”. (ar-Ra‘d/13: 8)
Pada permulaan masa haid lapisan mukus (lendir) yang melapisi dinding rahim (lapisan endometrium) setebal 0,5 mm. Oleh pengaruh hormon yang dikelurkan oleh indung telur, lapisan ini akan menebal menjadi 5-6 mm. Lapisan inilah yang kemudian dibuang saat telur tidak dibuahi. Sebagaimana dapat dilihat dari ayat di atas, penebalan dan terkelupasnya lapisan di dinding rahim diekspresikan oleh terjemahan “shrinking” dan swelling” | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, telah ditetapkan peraturan yang berupa larangan perkawinan antara kaum Muslimin dan orang-orang musyrik, karena perkawinan semacam itu akan merusak dasar-dasar kepercayaan kaum Muslimin dan tidak akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka dunia dan akhirat. Pada ayat ini, diberikan peraturan tentang kehidupan suami-istri, terutama dalam keadaan si istri mengalami masa haid. | HAID DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Maḥīḍاَلْمَحِيْضُ (al-Baqarah/2: 222)
Al-Maḥīḍ biasa juga disebut al-ḥaiḍ. Kata al-maḥīḍ dan al-ḥaiḍ keduanya adalah kata asal (masdar) dari fi‘il (kata kerja) ḥāḍa-yaḥīḍu-ḥaiḍan wa maḥīḍan, yang berarti “keluar darah” ḥaiḍah, “datang bulan”. Sedangkan menurut istilah, al-maḥīḍ adalah darah yang keluar dari pangkal rahim wanita setelah mencapai umur balig dan memproduksi sel telur. Jika sel telur tidak dibuahi oleh sperma lelaki, maka sel telur tersebut akan membusuk dan rusak, akhirnya keluar dalam bentuk darah haid. | null | null |
230 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 223 | 35 | 4 | 2 | 1 | نِسَاۤؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ ۖ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ اَنّٰى شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ | Nisā'ukum ḥarṡul lakum, fa'tū ḥarṡakum annā syi'tum, wa qaddimū li anfusikum, wattaqullāha wa‘lamū annakum mulāqūh(u), wa basysyiril-mu'minīn(a). | Istrimu adalah ladang bagimu.66) Maka, datangilah ladangmu itu (bercampurlah dengan benar dan wajar) kapan dan bagaimana yang kamu sukai. Utamakanlah (hal yang terbaik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menghadap kepada-Nya. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin. | 66 | 66) Istri diumpamakan sebagai ladang, tempat menanam benih. Maka, tanamlah benih itu sesuai waktu yang disukai. | Istri-istrimu adalah ibarat ladang bagimu tempat kamu menanam benih. Karena itu, maka datangilah ladangmu itu untuk menyemai benih kapan saja kamu suka kecuali bila istrimu sedang haid, dan dengan cara yang kamu sukai, asalkan arah yang dituju adalah satu, yaitu farji. Dan utamakanlah hubungan suami istri itu untuk tujuan yang baik untuk dirimu demi kemaslahatan dunia dan akhirat, bukan sekadar melampiaskan nafsu. Bertakwalah kepada Allah dalam menjalin hubungan suami-istri, dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya untuk menerima imbalan atas amal perbuatanmu selama di dunia. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman yang imannya dapat mengantar mereka mematuhi tuntunan-tuntunan Ilahi. | Dalam ayat ini, istri diumpamakan dengan ladang tempat bercocok tanam dan tempat menyebarkan bibit tanam-tanaman. Boleh mendatangi kebun itu dari mana saja arahnya asal untuk menyebarkan bibit dan untuk berkembangnya tanaman dengan baik dan subur. Istri adalah tempat menyebarkan bibit keturunan agar berkembang dengan baik, maka seorang suami boleh bercampur dengan istrinya dengan berbagai cara yang disukainya, asal tidak mendatangkan kemudaratan.
Jelas bahwa maksud perkawinan itu untuk kebahagiaan hidup berkeluarga termasuk mendapatkan keturunan, bukan hanya sekadar bersenang-senang melepaskan syahwat. Untuk itu, Allah menyuruh berbuat amal kebajikan, sebagai persiapan untuk masa depan agar mendapat keturunan yang saleh, berguna bagi agama dan bangsa, serta berbakti kepada kedua orang tuanya.
Kemudian Allah menyuruh para suami agar berhati-hati menjaga istri dan anak-anaknya, menjaga rumah tangga, jangan sampai hancur dan berantakan. Karena itu bertakwalah kepada Allah. Sebab akhirnya manusia akan kembali kepada Allah jua, dan akan bertemu dengan-Nya di akhirat nanti untuk menerima balasan atas setiap amal perbuatan yang dikerjakannya di dunia. Allah swt menyuruh agar setiap orang mukmin yang bertakwa kepada-Nya diberi kabar gembira bahwa mereka akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
Tanah yang digunakan untuk bercocok-tanam adalah tanah yang subur, di dalamnya penuh dengan nutrisi dan zat-zat fertilizer lainnya, termasuk mineral. Ketika benih dimasukkan ke dalam tanah yang subur seperti itu, maka benih tersebut segera berkecambah, tumbuh dengan subur pula. Kecambah ini tumbuh dengan energi yang di dapat dari nutrisi tanah itu. Jelas bahwa tanah yang digunakan untuk bercocok-tanam itu, merupakan media subur bagi tumbuhnya benih menjadi tanaman baru. Pada ayat di atas, dijelaskan bahwa “istri-istri kamu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam”. Memang demikianlah halnya, karena rahim yang ada pada setiap wanita, merupakan media yang subur bagi terjadinya konsepsi antara sperma (benih laki-laki) dengan sel telur, yang terdapat di dalam rahim wanita. Peristiwa konsepsi ini akan segera diikuti dengan pertumbuhan menjadi janin, dibantu oleh ‘makanan’ yang berupa nutrisi atau vitamin-vitamin yang terdapat dalam rahim ibu tersebut. Bahkan mitokondria ibu, akan memberikan supply energi pada proses pertumbuhan janin menjadi bayi. Jadi tepatlah perumpamaan di atas, bahwa istri-istri merupakan ladang atau tanah untuk bercocok-tanam. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, telah ditetapkan peraturan yang berupa larangan perkawinan antara kaum Muslimin dan orang-orang musyrik, karena perkawinan semacam itu akan merusak dasar-dasar kepercayaan kaum Muslimin dan tidak akan mendatangkan kebahagiaan bagi mereka dunia dan akhirat. Pada ayat ini, diberikan peraturan tentang kehidupan suami-istri, terutama dalam keadaan si istri mengalami masa haid. | HAID DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Maḥīḍاَلْمَحِيْضُ (al-Baqarah/2: 222)
Al-Maḥīḍ biasa juga disebut al-ḥaiḍ. Kata al-maḥīḍ dan al-ḥaiḍ keduanya adalah kata asal (masdar) dari fi‘il (kata kerja) ḥāḍa-yaḥīḍu-ḥaiḍan wa maḥīḍan, yang berarti “keluar darah” ḥaiḍah, “datang bulan”. Sedangkan menurut istilah, al-maḥīḍ adalah darah yang keluar dari pangkal rahim wanita setelah mencapai umur balig dan memproduksi sel telur. Jika sel telur tidak dibuahi oleh sperma lelaki, maka sel telur tersebut akan membusuk dan rusak, akhirnya keluar dalam bentuk darah haid. | null | 1. Bersetubuh dengan istri yang sedang haid adalah haram hukumnya.
2. Boleh saja bergaul dengan istri yang sedang haid, kecuali bersetubuh (jimā‘).
3 Istri-istri diumpamakan ladang, karena ladang adalah tempat me-nyebarkan bibit tanaman, sedang perempuan adalah tempat menyebarkan bibit keturunan. |
231 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 224 | 35 | 4 | 2 | 1 | وَلَا تَجْعَلُوا اللّٰهَ عُرْضَةً لِّاَيْمَانِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْا وَتَتَّقُوْا وَتُصْلِحُوْا بَيْنَ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ | Wa lā taj‘alullāha ‘urḍatal li'aimānikum an tabarrū wa tattaqū wa tuṣliḥū bainan-nās(i), wallāhu samī‘un ‘alīm(un). | Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang dari berbuat baik, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. | null | null | Usai menjelaskan hubungan harmonis suami-istri dalam rumah tangga, Allah menjelaskan adanya hubungan kurang harmonis antara keduanya yang sengaja ditutup-tutupi melalui sumpah. Dan janganlah kamu jadikan nama Allah selalu disebut-sebut dalam sumpahmu lantaran sumpah itu kamu jadikan sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Mengucapkan sumpah atas nama Allah untuk tidak mengerjakan perbuatan baik, seperti “Demi Allah, aku tidak akan membantu anak yatim,” dilarang oleh agama. Jika telanjur diucapkan maka sumpah itu harus dibatalkan dengan membayar kafarat atau denda berupa salah satu dari tiga pilihan, yakni memberi makan sepuluh orang miskin sekali makan, memberi pakaian kepada mereka, memerdekakan budak, atau puasa tiga hari, seperti dijelaskan dalam Surah al-Ma'idah/5: 89. Allah Maha Mendengar apa yang kamu ucapkan, Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. | Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mem-pergunakan nama Allah dalam bersumpah. Jangan berani bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak baik dan yang dilarang oleh agama, sebab nama Allah sangat mulia dan harus diagungkan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan membantu lagi seorang kerabatnya (an-Nūr/24 :22) yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri Rasulullah saw. Riwayat yang mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik disebut hadīṡul-ifki (kabar bohong).
Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau tidak bertakwa atau tidak mengadakan islah di antara manusia. Kalau sumpah seperti itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah tersebut tidak pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus ditebus dengan membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak sanggup, berpuasa selama 3 hari.
Allah selalu mendengar dan mengetahui apa yang diucapkan dan dikerjakan oleh setiap orang. Bersumpah yang hanya ucapan lidah saja tanpa sungguh-sungguh tidaklah akan dihukum Allah. Tapi sumpah yang keluar dari hati dan diucapkan oleh lidah akan dinilai sebagai sumpah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat terdahulu memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya. Dalam ayat ini diterangkan masalah sumpah. | MEMPERMAINKAN SUMPAH | Kosakata: Aimān اَيْمَانٌ (al-Baqarah/2: 225)
Aimān adalah jamak kata yamīn, sinonimnya adalah qasam yang berarti “sumpah”. Menurut istilah, yamīn adalah penguatan urusan dengan menyebut nama Allah, atau menyebut salah satu sifatnya. Kata yamīn dipinjam dari kebiasaan orang yang bersumpah selalu menggunakan tangan kanan untuk bersalaman. | null | null |
232 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 225 | 36 | 4 | 2 | 1 | لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ | Lā yu'ākhiżukumullāhu bil-lagwi fī aimānikum wa lākiy yu'ākhiżukum bimā kasabat qulūbukum, wallāhu gafūrun ḥalīm(un). | Allah tidak menghukummu karena sumpahmu yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia menghukummu karena sumpah yang diniatkan oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.67) | 67 | 67) Allah Swt. Maha Penyantun (ḥalīm) berarti tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa. | Setelah menjelaskan larangan bersumpah untuk tidak berbuat baik, Allah pada ayat ini menjelaskan jenis sumpah lain. Allah tidak menghukum dengan memberi sanksi berupa kafarat terhadap kamu karena sumpahmu yang diucapkan dengan tidak kamu sengaja, yakni ucapan sumpah namun tidak ada maksud bersumpah, tetapi Dia menghukum kamu dengan memberi sanksi atau mengazab di akhirat karena niat yang terkandung dalam hatimu, yakni bila kamu bersumpah untuk meyakinkan orang lain. Allah Maha Pengampun atas sumpah yang telah kamu ucapkan, Maha Penyantun dengan tidak segera mengazab orang yang berbuat dosa agar mereka sadar dan bertobat. | Ayat ini memperingatkan manusia agar berhati-hati mem-pergunakan nama Allah dalam bersumpah. Jangan berani bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk hal-hal yang tidak baik dan yang dilarang oleh agama, sebab nama Allah sangat mulia dan harus diagungkan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarīr bahwa sebab turunnya ayat 224 ini, ialah ketika Abu Bakar bersumpah dengan menyebut nama Allah, bahwa ia tidak akan membantu lagi seorang kerabatnya (an-Nūr/24 :22) yang bernama Mistah yang turut menyiarkan kabar bohong menjelek-jelekkan nama Aisyah istri Rasulullah saw. Riwayat yang mencemarkan nama baik Aisyah oleh orang-orang munafik disebut hadīṡul-ifki (kabar bohong).
Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau tidak bertakwa atau tidak mengadakan islah di antara manusia. Kalau sumpah seperti itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah tersebut tidak pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus ditebus dengan membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak sanggup, berpuasa selama 3 hari.
Allah selalu mendengar dan mengetahui apa yang diucapkan dan dikerjakan oleh setiap orang. Bersumpah yang hanya ucapan lidah saja tanpa sungguh-sungguh tidaklah akan dihukum Allah. Tapi sumpah yang keluar dari hati dan diucapkan oleh lidah akan dinilai sebagai sumpah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat terdahulu memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya. Dalam ayat ini diterangkan masalah sumpah. | MEMPERMAINKAN SUMPAH | Kosakata: Aimān اَيْمَانٌ (al-Baqarah/2: 225)
Aimān adalah jamak kata yamīn, sinonimnya adalah qasam yang berarti “sumpah”. Menurut istilah, yamīn adalah penguatan urusan dengan menyebut nama Allah, atau menyebut salah satu sifatnya. Kata yamīn dipinjam dari kebiasaan orang yang bersumpah selalu menggunakan tangan kanan untuk bersalaman. | null | null |
233 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 226 | 36 | 4 | 2 | 1 | لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِّسَاۤىِٕهِمْ تَرَبُّصُ اَرْبَعَةِ اَشْهُرٍۚ فَاِنْ فَاۤءُوْ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ | Lil-lażīna yu'lūna min nisā'ihim tarabbuṣu arba‘ati asyhur(in), fa'in fā'ū fa'innalāha gafūrur raḥīm(un). | Orang yang meng-ila’ (bersumpah tidak mencampuri) istrinya diberi tenggang waktu empat bulan. Jika mereka kembali (mencampuri istrinya), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. | null | null | Bagi orang laki-laki yang meng-ila’ istrinya, yaitu bersumpah tidak akan mencampuri istri, dan lantaran sumpah tersebut seorang istri menderita karena tidak dicampuri dan tidak pula diceraikan; dalam kondisi ini maka istri harus menunggu empat bulan sebagai batas atau tenggang waktu bagi istri untuk menerima keputusan suami, apakah rujuk dengan membayar kafarat sumpah atau cerai. Kemudian jika dalam masa empat bulan itu mereka kembali kepada istrinya dan hidup bersama sebagai suami-istri dan saling memaafkan, maka sungguh, Allah Maha Pengampun atas kesalahan yang telah mereka perbuat, Maha Penyayang kepada hamba-hamba yang menyadari kesalahan mereka. | Ayat ini berhubungan dengan seseorang yang bersumpah tidak akan mencampuri istrinya, seperti, "Demi Allah, aku tidak akan bersetubuh dengan engkau lagi." Sumpah seperti ini disebut ila'. Dalam hal ini, istri tentu akan tersiksa dan menderita, karena tidak digauli dan tidak pula dicerai (ditalak). Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab perbuatan semacam ini perbuatan zalim. Bila sudah dekat empat bulan lamanya sesudah bersumpah itu, suami harus mengambil keputusan apakah ia akan kembali bergaul sebagai suami-istri atau bercerai. Kalau suami mengambil keputusan kembali berbaik dengan istrinya, maka itulah yang lebih baik, tetapi dia harus membayar kafarat sumpah. Dia harus mengatur rumah tangganya kembali, mendidik anaknya dan tidak boleh diulangi lagi sumpah yang seperti itu. Tapi kalau dia bermaksud untuk menceraikan, maka ceraikanlah secara baik, jangan sampai istri itu teraniaya, sebab Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat terdahulu memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya. Dalam ayat ini diterangkan masalah sumpah. | MEMPERMAINKAN SUMPAH | Kosakata: Aimān اَيْمَانٌ (al-Baqarah/2: 225)
Aimān adalah jamak kata yamīn, sinonimnya adalah qasam yang berarti “sumpah”. Menurut istilah, yamīn adalah penguatan urusan dengan menyebut nama Allah, atau menyebut salah satu sifatnya. Kata yamīn dipinjam dari kebiasaan orang yang bersumpah selalu menggunakan tangan kanan untuk bersalaman. | null | null |
234 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 227 | 36 | 4 | 2 | 1 | وَاِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ | Wa in ‘azamuṭ-ṭalāqa fa innallāha samī‘un ‘alīm(un). | Jika mereka berketetapan hati untuk bercerai, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. | null | null | Dan jika mereka berketetapan hati tanpa keraguan hendak menceraikan istrinya maka mereka wajib mengambil keputusan yang pasti, yaitu cerai, maka sungguh, Allah Maha Mendengar apa yang mereka ucapkan dan Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Penyebutan dua sifat Allah sekaligus mengisyaratkan bahwa talak atau perceraian dianggap sah apabila diucapkan atau diikrarkan dengan jelas dan bukan karena paksaan. | Ayat ini berhubungan dengan seseorang yang bersumpah tidak akan mencampuri istrinya, seperti, "Demi Allah, aku tidak akan bersetubuh dengan engkau lagi." Sumpah seperti ini disebut ila'. Dalam hal ini, istri tentu akan tersiksa dan menderita, karena tidak digauli dan tidak pula dicerai (ditalak). Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sebab perbuatan semacam ini perbuatan zalim. Bila sudah dekat empat bulan lamanya sesudah bersumpah itu, suami harus mengambil keputusan apakah ia akan kembali bergaul sebagai suami-istri atau bercerai. Kalau suami mengambil keputusan kembali berbaik dengan istrinya, maka itulah yang lebih baik, tetapi dia harus membayar kafarat sumpah. Dia harus mengatur rumah tangganya kembali, mendidik anaknya dan tidak boleh diulangi lagi sumpah yang seperti itu. Tapi kalau dia bermaksud untuk menceraikan, maka ceraikanlah secara baik, jangan sampai istri itu teraniaya, sebab Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat terdahulu memerintahkan agar manusia bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari berbuat maksiat dan durhaka kepada-Nya. Dalam ayat ini diterangkan masalah sumpah. | MEMPERMAINKAN SUMPAH | Kosakata: Aimān اَيْمَانٌ (al-Baqarah/2: 225)
Aimān adalah jamak kata yamīn, sinonimnya adalah qasam yang berarti “sumpah”. Menurut istilah, yamīn adalah penguatan urusan dengan menyebut nama Allah, atau menyebut salah satu sifatnya. Kata yamīn dipinjam dari kebiasaan orang yang bersumpah selalu menggunakan tangan kanan untuk bersalaman. | null | 1. Bersumpah dengan menyebut nama Allah untuk tidak akan berbuat yang baik tidak diperbolehkan. Orang yang mengucapkan sumpah seperti itu akan mendapat hukuman dari Allah.
2. Bersumpah untuk tidak akan menggauli istri, masanya tidak boleh lebih dari empat bulan. Kalau sudah dekat empat bulan, suami harus mengambil keputusan, berbaik kembali atau cerai. |
235 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 228 | 36 | 4 | 2 | 1 | وَالْمُطَلَّقٰتُ يَتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ ثَلٰثَةَ قُرُوْۤءٍۗ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ اَنْ يَّكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللّٰهُ فِيْٓ اَرْحَامِهِنَّ اِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ وَبُعُوْلَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِيْ ذٰلِكَ اِنْ اَرَادُوْٓا اِصْلَاحًا ۗوَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ | Wal-muṭallaqātu yatarabbaṣna bi anfusihinna ṡalāṡata qurū'(in), wa lā yaḥillu lahunna ay yaktumna mā khalaqallāhu fī arḥāmihinna in kunna yu'minna billāhi wal-yaumil-ākhir(i), wa bu‘ūlatuhunna aḥaqqu biraddiūhinna fī żālika in arādū iṣlāḥā(n), wa lahunna miṡlul-lażī ‘alaihinna bil-ma‘rūf(i), wa lir-rijāli ‘alaihinna darajah(tun), wallāhu ‘azīzun ḥakīm(un). | Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Suami-suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. | null | null | Setelah menjelaskan masalah perempuan yang ditalak suaminya, berikut ini Allah menjelaskan idah mereka. Dan para istri yang diceraikan bila sudah pernah dicampuri, belum menopause, dan tidak sedang hamil, wajib menahan diri mereka menunggu selama tiga kali quru’, yaitu tiga kali suci atau tiga kali haid. Tenggang waktu ini bertujuan selain untuk membuktikan kosong-tidaknya rahim dari janin, juga untuk memberi kesempatan kepada suami menimbang kembali keputusannya. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, baik berupa janin, haid, maupun suci yang dialaminya selama masa idah. Ketentuan di atas akan mereka laksanakan dengan baik jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka berhak menjatuhkan pilihannya untuk kembali kepada istri mereka dalam masa idah itu, jika mereka menghendaki perbaikan hubungan suami-istri yang sedang mengalami keretakan tersebut. Dan mereka, para perempuan, mempunyai hak seimbang yang mereka peroleh dari suaminya dengan kewajibannya yang harus mereka tunaikan menurut cara yang patut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.3 yaitu derajat kepemimpinan karena tanggung jawab terhadap keluarganya. Allah Mahaperkasa atas orang-orang yang mendurhakai aturan-aturan yang telah ditetapkan, Mahabijaksana dalam menetapkan aturan dan syariat-Nya. | Dalam ayat ini dijelaskan hukum talak sebagai penyempurnaan bagi hukum-hukum yang tersebut pada ayat-ayat sebelumnya. Apabila istri yang mempunyai masa haid, dicerai oleh suaminya, maka hendaklah dia bersabar menunggu tiga kali quru', baru boleh kawin dengan laki-laki yang lain.
Tiga kali quru' ialah tiga kali suci menurut pendapat jumhur ulama [32]. Ini dinamakan masa idah, yaitu masa harus menunggu. Selama dia masih dalam masa idah, ia tidak boleh menyembunyikan apa yang telah terjadi dalam kandungannya, apakah dia telah hamil ataukah dalam haid kembali. Setiap istri yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, dia harus jujur, mengakui terus terang apa yang telah terjadi dalam rahimnya.
Pada masa jahiliyah, di kalangan istri-istri yang tidak jujur, sering tidak mengatakan bahwa dirinya telah hamil. Setelah idah-nya habis dia kawin lagi dengan laki-laki lain, maka tidak lama sesudah kawin lahir anaknya, terjadilah perselisihan dan pertengkaran antara kedua suami istri. Apabila mantan suami tidak mengakui bahwa itu anaknya, maka teraniayalah bayi yang tidak bersalah itu, disebabkan ibunya tidak jujur ketika masih dalam masa idah. Ada pula terjadi pada masa itu, istri tidak mau berterus terang bahwa idah-nya sudah habis, dia mengatakan masih dalam haid, maksud dia berbohong itu, agar suaminya tetap memberi belanja kepadanya selama dia dalam idah, maka turunlah ayat ini melarang istri yang dicerai menyembunyikan apa yang terjadi dalam rahimnya. Selama perempuan yang ditalak itu masih dalam idah, suami boleh rujuk, itulah yang lebih baik jika niat rujuknya ingin membina kembali rumah tangganya yang baik. Cukuplah waktu idah itu bagi suami untuk berpikir apakah ia akan rujuk kembali (lebih-lebih sudah ada anak) atau akan bercerai.
Tetapi kalau rujuk itu bukan didorong oleh maksud yang baik, yakni hanya untuk membalas dendam, atau untuk menyusahkan dan menyakiti istri, maka perbuatan seperti ini dilarang Allah dan itu perbuatan zalim terhadap perempuan. Talak yang dijatuhkan kepada istri seperti ini, bernama talak raj‘ī yaitu talak yang masih boleh rujuk sebelum habis masa idah.
Kemudian firman Allah yang mengatakan bahwa perempuan itu mempunyai hak yang seimbang dengan laki-laki dan laki-laki mempunyai kelebihan satu tingkat dari istrinya, adalah menjadi dalil bahwa dalam amal kebajikan mencapai kemajuan dalam segala aspek kehidupan, lebih-lebih dalam lapangan ilmu pengetahuan, perempuan dan laki-laki sama-sama mempunyai hak dan kewajiban. Meskipun demikian hak dan kewajiban itu disesuaikan dengan fitrahnya baik fisik maupun mental. Umpamanya seorang istri mempunyai kewajiban mengurus rumah tangga, mendidik anak-anak dan memelihara kesehatannya, menjaga kebersihan dan rahasia rumah tangga dan lain-lain. Sedang suami sebagai kepala keluarga bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah yang halal guna membelanjai istri dan anak-anak. Dalam keluarga/rumah tangga, suami dan istri adalah mitra sejajar, saling tolong menolong dan bantu membantu dalam mewujudkan rumah tangga sakinah yang diridai Allah swt. Perbedaan yang ada adalah untuk saling melengkapi dan kerjasama, bukan sebagai sesuatu yang bertentangan dalam membina rumah tangga bahagia.
Meskipun nafkah keluarga merupakan kewajiban suami, bukan berarti istri tidak boleh membantu nafkah keluarga, tetapi bila istri mengeluarkan biaya/nafkah rumah tangga, itu hanya sebagai tabarru‘ bukan sebagai kewajiban. Bila suami jatuh miskin, karena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau sakit yang menjadikan ia tidak bisa memberi nafkah, maka istri berkewajiban membantu biaya rumah tangga, tetapi bila suami sudah berkemampuan memberi nafkah, maka ia wajib mengganti biaya yang telah dikeluarkan oleh istri, kecuali istri tersebut rela tidak diganti, maka nafkah yang telah dikeluarkannya menjadi bantuan suka rela kepada rumah tangga.
Dalam masyarakat, perempuan boleh berlomba dengan laki-laki untuk mencari kemajuan dan berbuat amal kebajikan. Kalau ada orang menuduh, bahwa Islam tidak memberi kemerdekaan asasi kepada perempuan, itu adalah tuduhan yang tidak benar. Islamlah yang mula-mula mengangkat derajat perempuan setinggi-tingginya, sebelum dunia yang maju sekarang ini sanggup berbuat demikian. Sudah sejak 14 abad yang lalu Islam memberikan hak dan kewajiban kepada perempuan dan laki-laki, sedangkan dunia lain pada waktu itu masih dalam gelap gulita. Seorang suami sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keselamatan rumah tangga dengan memberikan biaya rumah tangga yang diperoleh dengan jalan yang halal. Demikian Allah mengatur hubungan suami istri dengan cara-cara yang harmonis untuk mencapai kebahagiaan hidup dalam berumah tangga. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Sebelum ayat ini, telah diterangkan hukum bersumpah tidak akan mencampuri istri yang menyebabkan istri terkatung-katung. Jika pada akhirnya suami memilih cerai dengan istrinya, maka dalam ayat ini diterangkan segala sesuatu yang bertalian dengan talak, masa idah, hukum talak tiga kali, atau sikap terhadap bekas istri yang telah dicerai. | TALAK DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Muṭallaqāt اَلْمُطَلَّقَاتِ (al-Baqarah/2: 228)
Al-Muṭallaqāt adalah jamak dari kata al-muṭallaqah yaitu isim maf‘ūl yang diambil dari kata ṭalāq, berarti “perempuan yang dicerai oleh suaminya”. Kata al-muṭallaqāt dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam berbagai surah Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2:228 dan 241. Arti kata dasarnya (ṭ-l-q [طلق]) adalah “melepaskan”, “mengosongkan”, dan lain sebagainya. | null | null |
236 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 229 | 36 | 4 | 2 | 1 | اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ | Aṭ-ṭalāqu marratān(i), fa imsākum bima‘rūfin au tasrīḥum bi'iḥsān(in), wa lā yaḥillu lakum an ta'khużū mimmā ātaitumūhunna syai'an illā ay yakhāfā allā yuqīmā ḥudūdullāh(i), fa in khiftum allā yuqīmā ḥudūdullāh(i) falā junāḥa ‘alaihimā fīmaftadat bih(ī), tilka ḥudūdullāhi falā ta‘tadūhā, wa may yata‘adda ḥudūdullāhi fa'ulā'ika humuẓ-ẓālimūn(a). | Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya.68) Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah orang-orang zalim. | 68 | 68) Ayat ini menjadi dasar hukum khulu‘ dan penerimaan ‘iwaḍ. Khulu‘ yaitu hak istri untuk bercerai dari suaminya dengan membayar ‘iwaḍ (uang tebusan) melalui pengadilan. | Talak yang memungkinkan suami untuk merujuk istrinya itu dua kali. Setelah talak itu jatuh, suami dapat menahan untuk merujuk istrinya dengan baik atau melepaskan dengan menjatuhkan talak yang ketiga kalinya dengan baik tanpa boleh kembali lagi sesudahnya. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka seperti maskawin, hadiah, atau pemberian lainnya, kecuali keduanya khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah karena tidak ada kecocokan. Jika kamu, para wali, khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah dalam berumah tangga, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang harus diberikan oleh istri berupa maskawin yang pernah ia terima dari suaminya sebagai pengganti untuk menebus dirinya.4 Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggar ketetapan Allah berupa perintah dan larangan-Nya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah yang telah ditetapkan maka mereka itulah orang-orang zalim yang menganiaya diri sendiri. Talak yang masih memungkinkan suami untuk merujuk istrinya hanya dua kali, dan disebut talak raj’i. Suami tidak boleh meminta kembali pemberian yang sudah diberikan kepada istrinya bila telah bercerai. Suami bahkan dianjurkan menambah lagi pemberiannya sebagai mut’ah untuk menjamin hidup istrinya itu di masa depan. | Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa talak raj‘i itu hanya berlaku dua kali. Kalau talak sudah tiga kali, tidak boleh rujuk lagi dan dinamakan talak ba'in. Para ulama berpendapat bahwa seseorang yang menjatuhkan talak tiga kali sekaligus, maka talaknya dihitung jatuh tiga, tetapi ada pula ulama yang berpendapat jatuh talak satu.
Pada masa jahiliah, orang Arab menjatuhkan talak itu menurut kehendak hatinya dan tidak terbatas, kemudian mereka rujuk sekehendak hatinya pula. Pekerjaan seperti itu mempermainkan perempuan dan menghina mereka, padahal mereka adalah hamba Allah yang harus dihormati dan dimuliakan, seperti halnya laki-laki. Maka turunnya ayat ini adalah untuk mengubah dan memperbaiki keadaan yang buruk itu, untuk mengatur urusan pernikahan, talak, dan rujuk dengan sebaik-baiknya.
Selama masih dalam talak satu atau talak dua, suami boleh rujuk dengan cara yang baik, atau tetap bercerai dengan cara yang baik pula. Yang dimaksud dengan yang baik, ialah selama dalam idah perempuan masih mendapat uang belanja, masih boleh tinggal menumpang di rumah suaminya, kemudian diadakan pembagian harta perceraian dengan cara yang baik pula, sehingga perempuan itu sudah diberikan haknya menurut semestinya. Kalau sudah benar-benar cerai, suami tidak boleh mengambil kembali apa yang sudah diberikan kepada istrinya seperti mahar dan lain-lain, bahkan sebaliknya mahar ditambah lagi dengan pemberian, agar terjamin hidupnya sesudah diceraikan.
Apabila suami istri dikhawatirkan tidak akan dapat menjalankan ketentuan-ketentuan Allah, jika hal ini disebabkan oleh pihak suami, maka ia tidak dibenarkan mengambil kembali apa yang telah diberikan kepada istrinya. Tetapi kalau hal itu disebabkan oleh istri karena kebencian kepada suaminya atau takut ia tidak akan berlaku adil terhadapnya maka istri boleh memberikan kembali harta yang telah diberikan suaminya kepadanya untuk melepaskan dirinya dari ikatan perkawinan, agar suaminya mau menceraikannya, dan suaminya tidaklah berdosa mengambil kembali pemberiannya itu. Perbuatan seorang istri yang seperti ini yaitu rela memberikan sebagian hartanya kepada suaminya asal dapat diceraikan, dinamakan khulu'.
Diriwayatkan oleh al-Bukhārī, Ibnu Mājah dan an-Nasā’i' dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang wanita bernama Jamīlah, saudara ‘Abdullah bin Ubay bin Salūl, istri Sābit bin Qais datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Ya Rasulullah, suamiku Sābit bin Qais tidak akan kupatuhi perintahnya lagi karena aku marah melihat tingkah lakunya yang tidak baik, aku takut kalau aku jadi orang kafir kembali karena berkhianat dan durhaka kepada suamiku itu.” Rasulullah saw bertanya, "Apakah engkau bersedia memberikan kembali kebun yang sudah diberikan suamimu sebagai maskawin dulu dan dengan demikian engkau akan dicerainya?" Jamilah menjawab, "Saya bersedia mengembalikannya asal aku diceraikan, ya Rasulullah." Maka Rasulullah saw berkata, “Hai Sābit, terimalah kembali kebunmu itu dan ceraikanlah dia kembali.”
Memberikan kembali dengan rela hati kebun yang sudah menjadi miliknya, asal dia diceraikan, itu namanya menebus diri dan kata kebun adalah kuniyah dari mahar. Perceraian itu dinamakan khulu‘, tidak boleh rujuk lagi kecuali dengan akad dan mahar yang baru, dan tebusan itu disebut ‘iwaḍ.
Ketentuan tersebut adalah ketetapan Allah yang mengatur kehidupan rumah tangga yang tidak boleh dilanggar, agar terwujud rumah tangga yang bahagia. Maka siapa yang tidak mematuhinya, mereka adalah orang-orang yang zalim. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Sebelum ayat ini, telah diterangkan hukum bersumpah tidak akan mencampuri istri yang menyebabkan istri terkatung-katung. Jika pada akhirnya suami memilih cerai dengan istrinya, maka dalam ayat ini diterangkan segala sesuatu yang bertalian dengan talak, masa idah, hukum talak tiga kali, atau sikap terhadap bekas istri yang telah dicerai. | TALAK DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Muṭallaqāt اَلْمُطَلَّقَاتِ (al-Baqarah/2: 228)
Al-Muṭallaqāt adalah jamak dari kata al-muṭallaqah yaitu isim maf‘ūl yang diambil dari kata ṭalāq, berarti “perempuan yang dicerai oleh suaminya”. Kata al-muṭallaqāt dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam berbagai surah Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2:228 dan 241. Arti kata dasarnya (ṭ-l-q [طلق]) adalah “melepaskan”, “mengosongkan”, dan lain sebagainya. | null | null |
237 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 230 | 36 | 4 | 2 | 1 | فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهٗ مِنْۢ بَعْدُ حَتّٰى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهٗ ۗ فَاِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يَّتَرَاجَعَآ اِنْ ظَنَّآ اَنْ يُّقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ | Fa'in ṭallaqahā falā taḥillu lahū mim ba‘du ḥattā tankiḥa zaujan gairah(ū), fa'in ṭallaqahā falā junāḥa ‘alaihimā ay yatarāja‘ā in ẓannā ay yuqīmā ḥudūdullāh(i), tilka ḥudūdullāhi yubayyinuhā liqaumiy ya‘lamūn(a). | Jika dia menceraikannya kembali (setelah talak kedua), perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia menikah dengan laki-laki yang lain. Jika (suami yang lain itu) sudah menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan mantan istri) untuk menikah kembali jika keduanya menduga akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang (mau) mengetahui. | null | null | Kemudian jika dia memilih untuk menceraikan istri-nya setelah talak yang kedua, yakni pada talak ketiga yang tidak lagi memberinya kesempatan untuk rujuk, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dan melakukan hubungan suami-istri dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa dan halangan bagi keduanya, yakni suami pertama dan mantan istrinya, untuk menikah kembali dengan akad yang baru, setelah ia selesai menjalani masa idahnya dari suami kedua. Hal ini dapat ditempuh jika keduanya berpen-dapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah dengan menjalani hidup baru yang lebih baik sesuai dengan aturan yang ditetapkan Allah. Apabila keduanya ragu untuk kembali dengan baikbaik maka niat untuk kembali hidup bersama hendaknya dibatalkan. Itulah ketentuan-ketentuan Allah tentang hukum talak, rujuk, dan khulu’ yang dite-rangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan agar mereka memahami dan memperhatikan hukum-hukum Allah | Ayat ini menerangkan, kalau sudah jatuh talak tiga, tidak boleh lagi rujuk. Apabila kedua belah pihak ingin hidup kembali sebagai suami- istri, maka perempuan itu harus kawin lebih dahulu dengan laki-laki lain, dan telah dicampuri oleh suaminya yang baru, dan kemudian diceraikan atas kehendak sendiri, dan sudah habis masa idahnya, barulah keduanya boleh rujuk kembali.
Ayat ini menyuruh kita berhati-hati dalam menjatuhkan talak, jangan gegabah dan jangan terburu nafsu. Pikirkanlah masak-masak, karena terburu nafsu dalam menjatuhkan talak, akhirnya menyesal. Menjatuhkan talak itu dibolehkan dalam Islam, tapi ia adalah perbuatan yang dibenci Allah. Akibat perceraian itu besar sekali, baik bagi suami, lebih-lebih bagi istri dan anak-anak. Karenanya, apabila masih dalam talak kedua, lebih baik rujuk kembali, kalau memang masih bisa diharapkan terwujudnya rumah tangga bahagia, dan dapat menjalankan perintah Allah dengan sebaik-baiknya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Sebelum ayat ini, telah diterangkan hukum bersumpah tidak akan mencampuri istri yang menyebabkan istri terkatung-katung. Jika pada akhirnya suami memilih cerai dengan istrinya, maka dalam ayat ini diterangkan segala sesuatu yang bertalian dengan talak, masa idah, hukum talak tiga kali, atau sikap terhadap bekas istri yang telah dicerai. | TALAK DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Muṭallaqāt اَلْمُطَلَّقَاتِ (al-Baqarah/2: 228)
Al-Muṭallaqāt adalah jamak dari kata al-muṭallaqah yaitu isim maf‘ūl yang diambil dari kata ṭalāq, berarti “perempuan yang dicerai oleh suaminya”. Kata al-muṭallaqāt dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam berbagai surah Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2:228 dan 241. Arti kata dasarnya (ṭ-l-q [طلق]) adalah “melepaskan”, “mengosongkan”, dan lain sebagainya. | null | null |
238 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 231 | 37 | 4 | 2 | 1 | وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَاَمْسِكُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ سَرِّحُوْهُنَّ بِمَعْرُوْفٍۗ وَلَا تُمْسِكُوْهُنَّ ضِرَارًا لِّتَعْتَدُوْا ۚ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهٗ ۗ وَلَا تَتَّخِذُوْٓا اٰيٰتِ اللّٰهِ هُزُوًا وَّاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ وَمَآ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنَ الْكِتٰبِ وَالْحِكْمَةِ يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗوَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ | Wa iżā ṭallaqtumun-nisā'a fabalagna ajalahunna fa'amsikūhunna bima‘rūfin au sarriḥūhunna bima‘rūf(in), wa lā tumsikūhunna ḍirāral lita‘tadū, wa may yaf‘al żālika faqad ẓalama nafasah(ū), wa lā tattakhiżū āyātillāhi huzuwaw ważkurū ni‘matallāhi ‘alaikum wa mā anzala ‘alaikum minal-kitābi wal-ḥikmati ya‘iẓukum bih(ī), wattaqullāha wa‘lamū annallāha bikulli syai'in ‘alīm(un). | Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya,69) tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas. Siapa yang melakukan demikian, dia sungguh telah menzalimi dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan ayat-ayat (hukum-hukum) Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. | 69 | 69) Idah ialah masa menunggu (tidak boleh menikah) bagi perempuan karena perceraian atau kematian suaminya. | Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan perintah memilih untuk rujuk atau menceraikan istri, berikutnya Allah menjelaskan batas akhir pilihan itu. Dan apabila kamu menceraikan istri-istri kamu dengan talak yang memungkinkan rujuk, setelah talak pertama atau kedua, lalu sampai akhir idahnya5 mendekati habis, maka tahanlah mereka dengan merujuk jika kamu yakin mampu memperbaiki hubungan itu kembali dengan cara yang baik sesuai tuntunan agama dan adat, atau ceraikanlah mereka apabila hubungan itu tidak dapat dilanjutkan dengan cara yang baik pula. Dan janganlah kamu tahan untuk merujuk mereka dengan maksud ingin berbuat jahat atau untuk menzalimi mereka selama hidup bersama. Barang siapa melakukan demikian, yaitu tindakan jahat dan zalim, maka pada hakikatnya dia telah menzalimi dirinya sendiri sehingga ia berhak mendapat murka Allah, kebencian keluarga dan orang sekelilingnya, dan semuanya itu berimbas pada dirinya. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah tentang petunjuk hukum talak sebagai bahan ejekan yang dapat dipermainkan. Ingatlah nikmat Allah yang telah Dia karuniakan kepada kamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu petunjuk tentang hukum keluarga yang terdapat dalam Kitab Al-Qur’an dan Hikmah atau Sunah. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. | Ayat ini mengutarakan cara yang mesti dilakukan oleh suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya sebagai penjelasan ayat-ayat sebelumnya. Adapun sebab turunnya ayat ini ada dua riwayat. Pertama, Ibnu Jarīr meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās bahwa pada masa Rasulullah saw ada seorang laki-laki yang menalak istrinya, kemudian sebelum masa idah istrinya itu habis, dia merujuknya kembali. Setelah itu dijatuhkannya talak lagi kemudian rujuk kembali. Hal ini dilaksanakan untuk menyakiti dan menganiaya istrinya tersebut, maka turunlah ayat di atas.
Riwayat kedua diceritakan oleh as-Suddī bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan tindakan seorang sahabat dari golongan Ansar yaitu Ṡābit bin Yasar yang telah menalak istrinya. Setelah masa idah istrinya tinggal dua atau tiga hari lagi ia rujuk kepada istrinya tersebut, kemudian dijatuhkannya talak kembali dengan tujuan untuk menyusahkan istrinya, maka turunlah ayat ini, melarang perbuatan tersebut.
Apabila seorang suami telah menjatuhkan talak kepada istrinya, maka ketika masa idah dari istrinya itu telah hampir berakhir hendaklah ia memilih salah satu dari dua pilihan, yaitu melakukan rujuk atau tetap bercerai dengan cara yang baik. Dengan habisnya idah maka putuslah perkawinan suami istri, dan bekas istrinya itu bebas memilih jodoh yang lain.
Selanjutnya ayat ini melarang seorang suami melakukan rujuk kepada istrinya dengan tujuan untuk menyakiti dan menganiaya. Larangan Allah ini selain menggambarkan tingkah laku masyarakat pada masa jahiliah di mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya tanpa batas tertentu dan setiap akan mendekati akhir dari masa idah, suami melakukan rujuk kembali dan demikianlah seterusnya. Juga menjadi penjelasan dari tindakan sahabat Sabit bin Yasar yang telah diuraikan dalam hal sebab turunnya ayat ini. Suami yang berbuat demikian adalah menganiaya dirinya sendiri, suatu perbuatan yang dapat menimbulkan permusuhan dengan kaum kerabat keluarga istrinya dan juga dibenci oleh masyarakat, dan akhirnya nanti ia tidak luput dari kemurkaan Allah.
Dalam ayat ini Allah melarang manusia mempermainkan hukum-hukum-Nya termasuk hukum-hukum yang mengatur hubungan suami istri untuk membawa manusia kepada hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Ketentuan-ketentuan itu merupakan suatu nikmat dari Allah yang wajib diingat dan diamalkan sebagai tanda bersyukur kepada-Nya.
Tak ada perselisihan ulama dalam lingkungan mazhab empat tentang sahnya talak yang dijatuhkan oleh suami dengan jalan main-main (tidak sungguh-sungguh). Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw:
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ، النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
Ada tiga masalah, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka hal itu akan terjadi sungguh-sungguh, dan jika dilakukan dengan cara main-main, maka hal itu akan terjadi sungguh-sungguh, yaitu: nikah, talak dan rujuk. (Riwayat al-Arba‘ah kecuali an-Nasā’i dari Abū Hurairah)
Bersetubuh dengan istri yang masih dalam idah raj‘i haram hukumnya menurut mazhab Syafi‘i, karena sahnya rujuk adalah dengan ucapan (lafal). Sedang menurut mazhab Hanafi dan Hambali, persetubuhan dianggap rujuk meskipun tanpa lafal (ucapan). | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Sebelum ayat ini, telah diterangkan hukum bersumpah tidak akan mencampuri istri yang menyebabkan istri terkatung-katung. Jika pada akhirnya suami memilih cerai dengan istrinya, maka dalam ayat ini diterangkan segala sesuatu yang bertalian dengan talak, masa idah, hukum talak tiga kali, atau sikap terhadap bekas istri yang telah dicerai. | TALAK DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Muṭallaqāt اَلْمُطَلَّقَاتِ (al-Baqarah/2: 228)
Al-Muṭallaqāt adalah jamak dari kata al-muṭallaqah yaitu isim maf‘ūl yang diambil dari kata ṭalāq, berarti “perempuan yang dicerai oleh suaminya”. Kata al-muṭallaqāt dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam berbagai surah Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2:228 dan 241. Arti kata dasarnya (ṭ-l-q [طلق]) adalah “melepaskan”, “mengosongkan”, dan lain sebagainya. | null | null |
239 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 232 | 37 | 4 | 2 | 1 | وَاِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ فَبَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ اَنْ يَّنْكِحْنَ اَزْوَاجَهُنَّ اِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوْفِ ۗ ذٰلِكَ يُوْعَظُ بِهٖ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكُمْ اَزْكٰى لَكُمْ وَاَطْهَرُ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ | Wa iżā ṭallaqtumun-nisā'a fabalagna ajalahunna falā ta‘ḍulūhunna ay yankiḥna azwājahunna iżā tarāḍau bainahum bil-ma‘rūf(i), żālika yū‘aẓu bihī man kāna minkum yu'minu billāhi wal-yaumil-ākhir(i), żālikum azkā lakum wa aṭhar(u), wallāhu ya‘lamu wa antum lā ta‘lamūn(a). | Apabila kamu (sudah) menceraikan istri(-mu) lalu telah sampai (habis) masa idahnya, janganlah kamu menghalangi mereka untuk menikah dengan (calon) suaminya70) apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang patut. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hal itu lebih bersih bagi (jiwa)-mu dan lebih suci (bagi kehormatanmu). Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. | 70 | 70) Maksudnya adalah menikah lagi, baik dengan bekas suaminya maupun laki-laki yang lain. | Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan perihal wanita-wanita yang dicerai sebelum idahnya habis, maka pada ayat ini Allah menjelaskan status mereka setelah habis masa idahnya. Dan apabila kamu, para suami, menceraikan istri-istri kamu lalu sampai idahnya habis, maka jangan kamu, mantan suami dan para wali atau siapa pun, halangi atau paksa mereka yang ditalak suaminya untuk kembali rujuk. Biarkanlah ia menetapkan sendiri masa depannya untuk menikah lagi dengan calon suaminya,6 baik suami yang telah menceraikannya atau pria lain yang menjadi pilihannya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Wanita yang dicerai suaminya dan telah habis masa idahnya mempunyai hak penuh atas dirinya sendiri, seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah, “Janda lebih berhak atas dirinya daripada orang lain atau walinya.” Itulah yang dinasihatkan kepada orangorang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Apabila mengikuti petunjuk-petunjuk dan nasihat tentang pemenuhan hak wanita yang diceraikan untuk kembali kepada suaminya atau memilih pasangan baru, itu lebih suci bagimu dan lebih bersih terhadap jiwamu. Dan Allah mengetahui sesuatu yang dapat membawa kemaslahatan bagi hamba-Nya, sedangkan kamu tidak mengetahui di balik ketentuan hukum yang ditetapkan Allah. Wali atau mantan suami tidak boleh memaksa perempuan itu baik untuk rujuk dengan mantan suaminya dengan ketentuan harus memperbarui nikahnya, maupun menikah dengan laki-laki lain. | Ayat ini menjelaskan tentang wanita yang diceraikan oleh suaminya dan kemungkinan akan kawin lagi, baik dia akan kawin dengan bekas suaminya maupun dengan laki-laki lain. Dalam menanggapi ayat ini, para ulama fikih berselisih tentang siapa yang dimaksud oleh ayat tersebut, khususnya dalam kalimat "janganlah kamu menghalang-halangi".
Imam Syafi'i berpendapat bahwa larangan itu ditujukan kepada wali, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhāri tentang Qasim Ma'qil bin Yasir. Ma'qil mempunyai seorang saudara perempuan yang dinikahi oleh Abibaddah. Kemudian ia dicerai oleh suaminya. Setelah selesai idahnya, Abibaddah merasa menyesal dan ingin kembali kepada bekas istrinya itu. Tetapi Ma'qil, sebagai wali, tidak menyetujuinya sehingga peristiwa ini diketahui oleh Rasulullah saw dan kemudian turunlah ayat di atas dan Ma'qil memperkenankan Abibaddah kembali kepada saudaranya.
Dari riwayat yang merupakan sebab turunnya ayat ini, jelas bahwa larangan itu ditujukan kepada wali. Seandainya larangan dalam ayat itu tidak ditujukan kepada wali, niscaya perempuan itu dapat menikah sendiri dan tidak perlu tertunda oleh sikap Ma'qil tersebut sebagai walinya.
Maka jelas bahwa akad nikah tetap dilangsungkan oleh wali. Imam Hanafi berpendapat sebaliknya; larangan itu ditujukan bukan kepada wali tetapi kepada suami. Hal ini dapat terjadi bila bekas suami menghalangi bekas istrinya untuk kawin dengan orang lain. Dengan demikian ayat tersebut menurut Abu Hanifah tidak menunjukkan bahwa wali menjadi syarat sah akad pernikahan. Sebagaimana diketahui, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita yang berstatus janda dapat melakukan akad nikah tanpa melalui wali.
Baik wali atau pun bekas suami tidak boleh menghalang-halangi seorang perempuan yang akan kawin. Adat yang berlaku pada zaman jahiliah para wali terlalu mencampuri dengan cara sewenang-wenang soal perkawinan sehingga perempuan tidak mempunyai kebebasan dalam memilih calon suaminya, bahkan mereka dipaksa menikah dengan laki-laki yang tidak disukainya. Demikianlah ajaran Al-Qur’an mengenai hukum perkawinan, ajaran yang hanya dapat diterima oleh orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, karena hanya orang yang berimanlah yang dapat menerima ajaran Allah dengan menyingkirkan keinginan hawa nafsu dalam mengekang kaum perempuan.
Kembali kepada ajaran Allah ini adalah suatu perbuatan yang baik dan terpuji, Allah Maha Mengetahui dan kamu tidak mengetahui. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Sebelum ayat ini, telah diterangkan hukum bersumpah tidak akan mencampuri istri yang menyebabkan istri terkatung-katung. Jika pada akhirnya suami memilih cerai dengan istrinya, maka dalam ayat ini diterangkan segala sesuatu yang bertalian dengan talak, masa idah, hukum talak tiga kali, atau sikap terhadap bekas istri yang telah dicerai. | TALAK DAN HUKUMNYA | Kosakata: al-Muṭallaqāt اَلْمُطَلَّقَاتِ (al-Baqarah/2: 228)
Al-Muṭallaqāt adalah jamak dari kata al-muṭallaqah yaitu isim maf‘ūl yang diambil dari kata ṭalāq, berarti “perempuan yang dicerai oleh suaminya”. Kata al-muṭallaqāt dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam berbagai surah Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2:228 dan 241. Arti kata dasarnya (ṭ-l-q [طلق]) adalah “melepaskan”, “mengosongkan”, dan lain sebagainya. | null | 1. Idah perempuan yang diceraikan yang masih mendapatkan haid adalah tiga kali suci, dia harus bersabar menunggu habis idahnya, baru boleh menikah lagi.
2. Perempuan yang sudah dicerai harus menyatakan dengan terus terang, apa yang terjadi dalam rahimnya, hamil atau masih haid.
3. Sesudah terjadi perceraian dengan talak satu atau talak dua, sebaiknya suami istri berbaik kembali rujuk sebelum habis idahnya.
4. Suami istri sama-sama mempunyai hak dan kewajiban, hanya suami mempunyai kelebihan satu derajat, karena suami adalah kepala keluarga yang bertanggung jawab.
5. Talak yang boleh rujuk kembali hanya dua kali, dinamakan talak raj‘i tetapi kalau sudah jatuh sampai tiga kali, tidak boleh rujuk lagi, dan dinamakan talak ba'in kubra, yaitu istri harus menikah dulu dengan laki-laki lain, setelah dicerai dan habis masa idahnya, baru mantan suaminya boleh menikahinya kembali.
6. Suami tidak boleh meminta kembali pemberian yang sudah diberikan kepada istrinya bila telah bercerai. Bahkan sebaiknya pemberian itu ditambah lagi kepada istrinya sebagai mut‘ah untuk menjamin hidupnya di masa depan.
7. Kalau istri rela mengembalikan sebagian pemberian suami kepadanya karena ia ingin diceraikan, tidak ada dosa bagi suami untuk menerima harta itu dan gugurlah hak rujuknya, ini namanya khuluk (talak ba’in sugra) yaitu istrinya tidak perlu menikah dulu dengan laki-laki lain, untuk menikah kembali dengan suaminya.
8. Nafkah perempuan yang dicerai masih dalam tanggungan suami selama dalam masa idah.
9. Bila seseorang telah menceraikan istrinya dengan talak raj‘i maka hendaknya ia memilih satu di antara dua kemungkinan: rujuk dengan niat baik, atau tetap bercerai dengan baik pula.
10. Suami dilarang melakukan rujuk dengan maksud menyakiti dan menganiaya pihak perempuan.
11. Dilarang mempermainkan hukum Allah termasuk yang berhubungan dengan pergaulan suami istri.
12. Para wali atau mantan suami dilarang menghalang-halangi perempuan yang hendak menikah lagi dengan mantan suaminya, atau dengan laki-laki lain. |
240 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 233 | 37 | 5 | 2 | 1 | ۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ | Wal-wālidātu yurḍi‘na aulādahunna ḥaulaini kāmilaini liman arāda ay yutimmar-raḍā‘ah(ta), wa ‘alal-maulūdi lahū rizquhunna wa kiswatuhunna bil-ma‘rūf(i), lā tukallafu nafsun illā wus‘ahā, lā tuḍārra wālidatum biwaladihā wa lā maulūdul lahū biwaladihī wa ‘alal-wāriṡi miṡlu żālik(a), fa'in arādā fiṣālan ‘an tarāḍim minhumā wa tasyāwurin falā junāḥa ‘alaihimā, wa in arattum an tastarḍi‘ū aulādakum falā junāḥa ‘alaikum iżā sallamtum mā ātaitum bil-ma‘rūf(i), wattaqullāha wa‘lamū annallāha bimā ta‘malūna baṣīr(un). | Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. | null | null | Usai menjelaskan masalah keluarga, berikutnya Allah membicarakan masalah anak yang lahir dari hubungan suami istri. Di sisi lain, dibicarakan pula ihwal wanita yang dicerai dalam kondisi menyusui anaknya. Dan ibu-ibu yang melahirkan anak, baik yang dicerai suaminya maupun tidak, hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh sebagai wujud kasih sayang dan tanggung jawab ibu kepada anaknya. Air susu ibu (ASI) adalah makanan utama dan terbaik bagi bayi yang tidak bisa digantikan oleh makanan lain. Hal itu dilakukan bagi yang ingin menyusui secara sempurna yaitu dua tahun, seperti dijelaskan dalam Surah Luqman/31: 41. Apabila kurang dari dua tahun, dianjurkan setidaknya jumlah masa menyusui jika digabung dengan masa kehamilan tidak kurang dari tiga puluh bulan sebagaimana ditegaskan dalam Surah al-Ahqaf/43:15. Bila masa kehamilan mencapai sembilan bulan maka masa menyusui adalah dua puluh satu bulan. Apabila masa menyusui dua tahun, berarti masa kehamilan paling pendek adalah enam bulan. Dan kewajiban ayah dari bayi yang dilahirkan adalah menanggung nafkah dan pakaian mereka berdua, yaitu anak dan ibu walaupun sang ibu telah dicerai, dengan cara yang patut sesuai kebutuhan ibu dan anak dan mempertimbangkan kemampuan ayah. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Demikianlah prinsip ajaran Islam. Karena itu, janganlah seorang ayah mengurangi hak anak dan ibu menyusui dalam pemberian nafkah dan pakaian, dan jangan pula seorang ayah menderita karena ibu menuntut sesuatu melebihi kemampuan sang ayah dengan dalih kebutuhan anaknya yang sedang disusui. Jaminan tersebut harus tetap diperolehnya walaupun ayahnya telah meninggal dunia. Apabila ayah telah meninggal dunia maka ahli waris pun berkewajiban seperti itu pula, yaitu memenuhi kebutuhan ibu dan anak. Apabila keduanya, yaitu ibu dan ayah, ingin menyapih anaknya sebelum usia dua tahun dengan persetujuan bersama, bukan akibat paksaan dari siapa pun, dan melalui permusyawaratan antara keduanya dalam mengambil keputusan yang terbaik, maka tidak ada dosa atas keduanya untuk mengurangi masa penyusuan dua tahun itu. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain karena ibu tidak bersedia atau berhalangan menyusui, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran kepada wanita lain berupa upah atau hadiah dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dalam segala urusan dan taatilah ketentuan-ketentuan hukum Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan dan membalas setiap amal baik maupun buruk yang kamu kerjakan. Perceraian antara suami dan istri hendaknya tidak berdampak pada anak yang masih bayi. Ibu tetap dianjurkan merawatnya dan memberinya ASI. Demikian pula ayah wajib memberi nafkah kepada anak dan ibu selama menyusui. Agama sangat memperhatikan kelangsungan hidup anak agar tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas. | Setiap ibu (meskipun ia janda) berkewajiban menyusui anaknya sampai anak itu mencapai usia dua tahun. Tidak mengapa kalau masa susuan itu kurang dari masa tersebut apabila kedua ibu-bapak memandang ada maslahatnya. Demikian pula setiap bapak berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan para ibu baik sandang maupun pangan sesuai dengan kebutuhannya. Ibu laksana wadah bagi anak sedang bapak sebagai pemilik wadah itu. Maka sudah sewajarnya bapak berkewajiban memberi nafkah kepada orang yang di bawah tanggung jawabnya dan memelihara serta merawat miliknya.
Allah mewajibkan kepada ibu menyusui bayinya, karena air susu ibu mempunyai pengaruh yang besar kepada anaknya. Dari hasil penelitian para ahli medis menunjukkan bahwa air susu ibu terdiri dari saripati yang benar-benar murni. Air susu ibu juga merupakan makanan yang paling baik untuk bayi, dan tidak disangsikan lagi oleh para ahli gizi. Di samping ibu dengan fitrah kejadiannya memiliki rasa kasih sayang yang mendalam sehingga penyusuan langsung dari ibu, berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental anak. Dengan demikian kurang tepat tindakan sementara para ibu yang tidak mau menyusui anaknya hanya karena kepentingan pribadinya, umpamanya, untuk memelihara kecantikan. Padahal ini bertentangan dengan fitrahnya sendiri dan secara tidak langsung ia kehilangan kesempatan untuk membina dasar hubungan keibuan dengan anaknya sendiri dalam bidang emosi.
Demikianlah pembagian kewajiban kedua orang tua terhadap bayinya yang diatur oleh Allah swt. Sementara itu diberi pula keringanan terhadap kewajiban, umpama kesehatan ibu terganggu atau seorang dokter mengatakan tidak baik bila disusukan oleh ibu karena suatu hal, maka tidak mengapa kalau anak mendapat susuan atau makanan dari orang lain.
Demikian juga apabila bapak tidak mempunyai kesanggupan melaksanakan kewajibannya karena miskin maka ia boleh melaksanakan kewajibannya sesuai dengan kesanggupannya. Keringanan itu membuktikan bahwa anak tidak boleh dijadikan sebab adanya kemudaratan, baik terhadap bapak maupun terhadap ibu. Dengan pengertian, kewajiban tersebut tidak mesti berlaku secara mutlak sehingga mengakibatkan kemudaratan bagi keduanya. Salah satu pihak tidak boleh memudaratkan pihak lain dengan menjadikan anak sebagai kambing hitamnya. Umpamanya karena ibu mengetahui bahwa bapak berkewajiban memberi nafkah maka ia melakukan pemerasan dengan tidak menyusui atau merawat si bayi tanpa sejumlah biaya tertentu. Atau bapak sangat kikir dalam memberikan nafkah sehingga ibu menderita karenanya.
Selanjutnya andaikata salah seorang dari ibu atau bapak tidak memiliki kesanggupan untuk melaksanakan kewajiban atau meninggal dunia, maka kewajiban-kewajiban itu berpindah kepada ahli warisnya. Lamanya masa penyusuan dua tahun, namun demikian apabila berdasarkan musyawarah antara bapak dan ibu untuk kemaslahatan anak, mereka sepakat untuk menghentikannya sebelum sampai masa dua tahun atau meneruskannya lewat dari dua tahun maka hal ini boleh saja dilakukan.
Demikian juga jika mereka mengambil perempuan lain untuk menyusukan anaknya, maka hal ini tidak mengapa dengan syarat, kepada perempuan yang menyusukan itu diberikan imbalan jasa yang sesuai, sehingga terjamin kemaslahatan baik bagi anak maupun perempuan yang menyusui itu.
Ulama fikih berbeda pendapat tentang siapa yang berhak untuk menyusukan dan memelihara anak tersebut, jika terjadi perceraian antara suami-istri. Apakah pemeliharaan menjadi kewajiban ibu atau kewajiban bapak? Imam Malik berpendapat bahwa ibulah yang berkewajiban menyusukan anak tersebut, walaupun ia tidak memiliki air susu; kalau ia masih memiliki harta maka anak itu disusukan pada orang lain dengan mempergunakan harta ibunya. Imam Syafi'i dalam hal ini berpendapat bahwa kewajiban tersebut adalah kewajiban bapak. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Dalam ayat-ayat yang lalu telah diterangkan hukum-hukum yang berhubungan dengan talak, maka dalam ayat ini diterangkan pula hukum-hukum Allah yang berhubungan dengan penyusuan anak dan cara yang harus ditempuh oleh kedua ibu bapak dalam pemeliharaan bayi mereka. | HUKUM SUSUAN | Kosakata: ar-Raḍā‘ah اَلرَّضَاعَةْ (al-Baqarah/2: 233)
Ar-Raḍā‘ah adalah kata yang berasal dari kata kerja raḍa‘a-yarḍa‘u yang berarti “penyusuan”, yaitu penyusuan bayi pada ibu kandungnya atau bukan. Air Susu Ibu (ASI) sangat berguna bagi bayi terutama setelah melahirkan, karena akan memberikan kekebalan (imun) kepada bayi. ASI mengandung zat-zat yang diperlukan oleh bayi yang tidak ada pada nutrisi lainnya. Penyusuan bayi pada ibu yang bukan ibu kandungnya yang disebut ibu susu, mengakibatkan hubungan mahram antara bayi itu dengan ibu susunya sama halnya dengan mahram antara anak dengan ibu kandungnya, susuan menyebabkan berbagai mahram dengan anak-anak dari ibu susuannya, sama seperti mahram dengan saudara-saudara kandungnya. Kata ar-raḍā‘ah dan dari kata dasar yang sama disebutkan dalam Al-Qur’an, antara lain pada surah al-Baqarah/2: 233 dan surah an-Nisā’/4: 23. | null | 1. Kedua orang tua diwajibkan memelihara anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur dua tahun, dan bapak berkewajiban memberi nafkah kepada ibu.
2. Kedua orang tua dilarang membuat hal-hal yang menyebabkan salah seorang di antaranya mendapat kemudaratan, umpamanya ibu tidak mau menyusui anaknya atau meminta nafkah terlalu besar, atau karena untuk memelihara kecantikan istrinya, suami melarang istri menyusui anaknya, padahal ia mau menyusuinya.
3. Dibolehkan menyapih anak (menghentikan penyusuan) sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua orang tua.
4. Apabila ada kesepakatan kedua orang tua untuk memelihara kesehatan istri, karena istri tidak mampu menyusui anaknya, mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusui anak tersebut dengan syarat harus diberi imbalan yang pantas. Hal ini demi keselamatan anak itu sendiri. |
241 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 234 | 38 | 5 | 2 | 1 | وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ | Wal-lażīna yutawaffauna minkum wa yażarūna azwājay yatarabbaṣna bi'anfusihinna arba‘ata asyhuriw wa ‘asyrā(n), fa'iżā balagna ajalahunna falā junāḥa ‘alaikum fīmā fa‘alna fī anfusihinna bil-ma‘rūf(i),wallāhu bimā ta‘malūna khabīr(un). | Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) idah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka71) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. | 71 | 71) Setelah masa idah selesai, perempuan boleh berhias, bepergian, atau menerima pinangan. | Ayat ini menjelaskan idah cerai mati agar tidak ada dugaan bahwa idah cerai mati sama dengan cerai hidup. Dan orang-orang yang mati di antara kamu, yakni para suami, serta meninggalkan istri-istri yang tidak sedang hamil, hendaklah mereka, para istri, menunggu atau beridah selama empat bulan sepuluh hari termasuk malamnya, sebagai ketentuan syarak yang bersifat qat’i (pasti). Kemudian apabila telah sampai akhir atau selesai masa idah mereka, yakni para istri yang ditinggal mati suaminya, maka tidak ada dosa bagimu, wahai para wali dan saudara-saudara mereka, yakni tidak menghalangi dan melarang mereka mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri yang sebelumnya dilarang ketika masih dalam masa idah, menurut cara yang patut dan sesuai dengan agama dan kewajaran, seperti berhias, menerima pinangan, menikah, dan aktivitas lainnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, baik yang kamu sembunyikan maupun yang kamu tampakkan. | Idah perempuan yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari. Walaupun ayat ini kelihatannya umum (mencakup semua wanita yang ditinggal mati oleh suaminya) namun ada pengecualian yaitu yang tidak dalam keadaan hamil. Sebab untuk wanita hamil, telah ada hukum yang lain pada ayat yang lain. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam tafsir ayat 240. Selama masa idah ia tidak boleh berhias, mempersiapkan diri menerima pinangan atau memberi janji untuk menerima pinangan. Demikian juga ia tidak boleh keluar rumah kecuali karena hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Karena selain masa itu untuk mengetahui kebersihan rahimnya (hamil atau tidak hamil), juga digunakan sebagai masa berkabung. Manakala ia tidak hamil maka ia wajib berkabung menghormati tali hubungan suami istri baik terhadap mendiang suami maupun terhadap keluarga suaminya. Ia harus berkabung selama ia dalam idah. Setelah habis masa empat bulan sepuluh hari tersebut dibolehkan membuat segala sesuatu tentang dirinya menurut cara yang wajar, umpamanya menerima pinangan, keluar rumah dan perbuatan lain yang tidak bertentangan dengan agama.
Allah mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia. Ayat ini menegaskan bahwa mengenai masa berkabung ini Islam memberikan jalan sebaik-baiknya yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Wanita-wanita pada masa jahiliah melakukan masa berkabung selama satu tahun penuh dan tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh makan makanan yang enak dan tidak boleh pula memperlihatkan diri di muka umum. Bahkan pada sebagian kelompok masyarakat kaum wanita yang menjalani masa berkabung ini harus melakukan hal-hal yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan oleh orang di masa jahiliyah, seperti: terus menerus menangis dan meratap. Tidak boleh menghias dirinya dan lain sebagainya. Melakukan masa berkabung ini bukan karena kematian suaminya saja, tetapi karena kematian anak pun mereka berkabung secara demikian. Maka tepat apa yang diatur oleh Islam bahwa masa berkabung untuk wanita yang kematian suami tidak boleh lebih dari empat bulan sepuluh hari dan untuk kematian famili lainnya tidak boleh lebih dari tiga hari.
Penyimpangan dari ketentuan ini harus dihindari karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang dikerjakan manusia. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu telah dijelaskan hukum-hukum yang berhubungan dengan talak, bagaimana cara-caranya dan apa saja hak suami dan istri. Istri yang ditinggalkan (janda) ada kalanya karena dicerai (al-Baqarah/2:228) atau ditinggal mati, maka dalam ayat ini Allah menjelaskan pula hukum yang berkenaan dengan seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya. | IDAH PEREMPUAN YANG SUAMINYA MATI | Kosakata: Yatarabbaṣna يَتَرَبَّصْنَ (al-Baqarah/2: 234)
Yatarabbaṣna berasal dari kata tarabbuṣ, akar kata dari tarabbaṣa-yatarabbaṣu yang berarti menanti. Kata yatarabbaṣna dalam ayat 234 surah al-Baqarah berarti beridah, yaitu perempuan yang ditalak harus menahan diri atau menanti tiga kali suci, baru boleh menikah jika ia ingin menikah lagi. Kata yatarabbaṣna dan dari akar kata yang sama disebutkan dalam surah al-Baqarah/2: 226, 228, dan 234. | null | 1. Perempuan yang suaminya meninggal wajib menjalankan idah empat bulan sepuluh hari, kecuali bagi yang hamil, idahnya sampai ia melahirkan anaknya. Namun ada sementara ulama yang berpendapat bahwa dalam kasus wanita hamil ditinggal mati suaminya, idahnya adalah mana yang paling panjang dari dua idah, yaitu melahirkan atau masa empat bulan sepuluh hari. Sementara, istri yang belum digauli, jika suaminya meninggal, tidak ada idahnya.
2. Setelah melahirkan (masa idah bagi perempuan hamil), perempuan dibolehkan menerima lamaran laki-laki. |
242 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 235 | 38 | 5 | 2 | 1 | وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاۤءِ اَوْ اَكْنَنْتُمْ فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا اِلَّآ اَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًا ەۗ وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗ ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُ ۚوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ࣖ | Wa lā junāḥa ‘alaikum fīmā ‘arraḍtum bihī min khiṭbatin-nisā'i au aknantum fī anfusikum, ‘alimallāhu annakum satażkurūnahunna wa lākil lā tuwā‘idūhunna sirran illā an taqūlū qaulam ma‘rūfā(n), wa lā ta‘zimū ‘uqdatan-nikāḥi ḥattā yablugal-kitābu ajalah(ū), wa‘lamū annallāha ya‘lamu mā fī anfusikum faḥżarūh(u), wa‘lamū annallāha gafūrun ḥalīm(un). | Tidak ada dosa bagimu atas kata sindiran untuk meminang perempuan-perempuan72) atau (keinginan menikah) yang kamu sembunyikan dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka. Akan tetapi, janganlah kamu berjanji secara diam-diam untuk (menikahi) mereka, kecuali sekadar mengucapkan kata-kata yang patut (sindiran). Jangan pulalah kamu menetapkan akad nikah sebelum berakhirnya masa idah. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Maka, takutlah kepada-Nya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. | 72 | 72) Perempuan yang boleh dipinang secara sindiran ialah perempuan yang dalam masa idah karena ditinggal mati oleh suaminya atau karena talak bā’in, sedangkan perempuan yang dalam idah talak raj‘iy (bisa dirujuk) tidak boleh dipinang, walaupun dengan sindiran. | Ayat ini menjelaskan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan yang masih dalam masa idah. Dan tidak ada dosa bagimu, wahai kaum laki-laki, meminang perempuan-perempuan itu yang masih dalam masa idah, baik idah cerai mati maupun karena ditalak tiga, selain yang ditalak raj’i (satu atau dua), dengan sindiran, seperti ucapan, “Aku suka dengan perempuan yang lembut dan memiliki sifat keibuan,” atau kamu sembunyikan keinginanmu dalam hati untuk melamar dan menikahinya jika sudah habis masa idahnya. Demikian ini karena Allah mengetahui bahwa kamu tidak sabar sebagai lelaki akan menyebut-nyebut keinginanmu untuk melamar dan menikahinya kepada mereka, yakni perempuan-perempuan tersebut setelah habis idahnya. Tetapi janganlah kamu, wahai laki-laki, membuat perjanjian, baik secara langsung maupun tidak langsung namun terkesan memberi harapan untuk menikah dengan mereka, yakni perempuan-perempuan yang masih dalam masa idah, secara rahasia, yakni hanya diketahui berdua, kecuali sekadar mengucapkan kata-kata sindiran yang baik. Dan janganlah kamu, wahai para lelaki, menetapkan akad nikah kepada perempuan yang ditinggal mati suaminya atau ditalak tiga sebelum habis masa idahnya, sebab akad nikahmu akan dianggap batal. Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, yakni ketertarikanmu kepada perempuan itu untuk segera menikahinya, maka takutlah kepada-Nya, dari melanggar hukum-hukum-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun atas kesalahan akibat kelemahan dirimu, Maha Penyantun dengan memberimu kesempatan bertobat. | Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran untuk meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian suami, maupun idah karena talak ba’in. Tetapi hal itu sama sekali tidak dibenarkan bila wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj'i.
Ungkapan yang menggambarkan bahwa lelaki itu mempunyai maksud untuk mengawininya, bila telah selesai idahnya, umpamanya si lelaki itu berkata, “Saya senang sekali bila mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau," atau ungkapan lainnya yang tidak mengarah pada berterus terang. Allah melarang bila seorang laki-laki mengadakan janji akan menikah, atau membujuknya untuk menikah secara sembunyi-sembunyi atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal ini tidak dibenarkan karena dikhawatirkan terjadi fitnah.
Seorang laki-laki tidak dilarang meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak ba’in jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana, karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Pinangan tersebut hendaknya tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk pinangan resmi, ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindiran itu tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj'i, karena masih ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula.
Cara seperti ini dimaksudkan agar perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak tersinggung, juga untuk menghindarkan reaksi buruk dari keluarga mantan suami dan masyarakat umum. Karenanya akad nikah dengan wanita yang masih dalam idah dilarang. Suatu larangan yang dianggap ḥaram qaṭ‘i, dan akad nikah tersebut harus dibatalkan. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu telah dijelaskan hukum idah bagi istri yang kematian suami, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan masalah pinangan terhadap perempuan yang kematian suami, selagi ia masih dalam idahnya. | MEMINANG PEREMPUAN YANG SUAMINYA MATI | Kosakata: al-Khiṭbah اَلْخِطْبَةْ (al-Baqarah/2: 235)
Kata khiṭbah adalah asal kata dari kata kerja khaṭaba-yakhṭubu yang berarti “meminang”. Kata khiṭbah terdapat dalam surah al-Baqarah/2:235. Khiṭbah (peminangan), yaitu “pemberitahuan secara resmi dari calon mempelai laki-laki kepada keluarga atau calon mempelai perempuan, bahwa si laki-laki bermaksud menikahinya”. Khiṭbah merupakan pendahuluan nikah, karena itu perempuan yang sudah dipinang, tidak boleh menerima pinangan laki-laki lain, sebelum peminang pertama membatalkan pinangannya. | null | 1. Terhadap perempuan yang masih dalam idah wafat atau idah ba'in boleh diucapkan kata-kata sindiran yang maksudnya ingin meminang bila telah habis idahnya.
2. Tidak boleh mengadakan pertemuan secara sembunyi-sembunyi atau memberi janji-janji terhadap perempuan tersebut untuk melakukan akad nikah.
3. Laki-laki tidak boleh menikahi perempuan selama ia masih dalam masa idah, karena menikahi perempuan yang masih dalam masa idah haram hukumnya.
4. Para ulama sependapat bahwa melakukan peminangan terhadap perempuan yang belum habis masa idahnya adalah haram hukumnya. Dan bila terjadi akad, maka akad tersebut batal. |
243 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 236 | 38 | 5 | 2 | 1 | لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاۤءَ مَا لَمْ تَمَسُّوْهُنَّ اَوْ تَفْرِضُوْا لَهُنَّ فَرِيْضَةً ۖ وَّمَتِّعُوْهُنَّ عَلَى الْمُوْسِعِ قَدَرُهٗ وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهٗ ۚ مَتَاعًا ۢبِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُحْسِنِيْنَ | Lā junāḥa ‘alaikum in ṭallaqtumun-nisā'a mā lam tamassūhunna au tafriḍū lahunna farīḍah(tan), wa matti‘ūhunna ‘alal-mūsi‘i qadaruhū wa ‘alal-muqtiri qadaruhū matā‘am bil-ma‘rūf(i), ḥaqqan ‘alal-muḥsinīn(a). | Tidak ada dosa bagimu (untuk tidak membayar mahar) jika kamu menceraikan istri-istrimu yang belum kamu sentuh (campuri) atau belum kamu tentukan maharnya. Berilah mereka mut‘ah,73) bagi yang kaya sesuai dengan kemampuannya dan bagi yang miskin sesuai dengan kemampuannya pula, sebagai pemberian dengan cara yang patut dan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat ihsan. | 73 | 73) Mut‘ah yang dimaksud adalah pemberian suami kepada istri yang diceraikannya sebagai pelipur, di samping nafkah yang wajib ditunaikannya sesuai dengan kemampuannya. | Pada ayat berikut Allah menjelaskan hukum terkait perceraian antara suami dan istri yang belum dicampuri dan belum ditetapkan maskawinnya. Tidak ada dosa atau tidak apa-apa bagimu, wahai para suami, jika kamu menceraikan istri-istri kamu yang belum kamu sentuh, yakni belum kamu campuri, atau belum kamu tentukan maharnya, untuk tidak memberikan maharnya. Dan hendaklah kamu beri mereka mut’ah, yaitu sesuatu yang diberikan sebagai penghibur kepada istri yang diceraikan, selain nafkah. Bagi yang mampu dianjurkan memberi mut’ah menurut kemampuannya dan bagi yang tidak mampu tetap dituntut untuk memberi mut’ah menurut kesanggupannya, yaitu pemberian dengan cara yang patut dan tidak menyakiti hatinya atau menyinggung perasaannya. Yang demikian itu merupakan kewajiban bagi orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan yang dibuktikan dengan selalu siap berkorban. | Seorang suami yang menjatuhkan talak pada istrinya sebelum dukhūl (digauli), dan sebelum menentukan jumlah maharnya tidak dibebani kewajiban membayar mahar, hanya saja ia didorong untuk memberi mut‘ah yaitu pemberian untuk menyenangkan bekas istrinya. Besar kecilnya jumlah pemberian tersebut tergantung pada suami, yang kaya sesuai dengan kekayaannya dan yang tidak mampu sesuai pula dengan kadar yang disanggupinya. Pemberian mut‘ah tersebut merupakan suatu anjuran bagi laki-laki yang mau berbuat baik. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, telah dijelaskan masalah-masalah istri yang ditinggal mati suami. Dalam ayat ini, diterangkan hukum-hukumnya mengenai pembayaran mas kawin bagi istri yang dicerai sebelum dukhūl (dicampuri, digauli). | TALAK SEBELUM DUKHUL (BERCAMPUR) | Kosakata: Matti‘ūhunna مَتِّعُوْهُنَّ (al-Baqarah/2: 236)
Kata matti‘ū adalah fi‘il amar (kata kerja perintah) dari kata matta‘a-yumatti‘u yang menunjukkan perintah wajib dan sunnah, yang berarti “berikanlah”. Mut‘ah berarti “bekalan yang sedikit”, “barang yang menyenangkan”. Mut‘ah yang dimaksud dalam ayat 236 adalah mut‘ah talak yang berarti barang pemberian bekas suami kepada bekas istrinya yang ditalaknya. Mut‘ah wajib diberikan oleh mantan suami dengan syarat, belum ditetapkan mahar bagi istri ba‘da ad-dukhūl (setelah penetrasi), dan perceraian itu atas kehendak suami. Tetapi mut‘ah sunah diberikan oleh mantan suami tanpa syarat kepada mantan istri. Besar mut‘ah disesuaikan dengan kemampuan mantan suami. Kata mut‘ah yang bertalian dengan talak, dengan segala bentuk kata jadiannya, disebut dalam surah al-Baqarah/2: 236, 240, 241, dan al-Aḥzāb/33: 49. | null | null |
244 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 237 | 38 | 5 | 2 | 1 | وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ | Wa in ṭallaqtumūhunna min qabli an tamassūhunna wa qad faraḍtum lahunna farīḍatan faniṣfu mā faraḍtum illā ay ya‘fūna au ya‘fuwal-lażī biyadihī ‘uqdatun-nikāḥ(i), wa an ta‘fū aqrabu lit-taqwā, wa lā tansawul-faḍla bainakum, innallāha bimā ta‘malūna baṣīr(un). | Jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) separuh dari apa yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka atau pihak yang memiliki kewenangan nikah (suami atau wali) membebaskannya.74) Pembebasanmu itu lebih dekat pada ketakwaan. Janganlah melupakan kebaikan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. | 74 | 74) Yang dimaksud dengan orang yang memiliki kewenangan nikah adalah suami atau wali. Jika yang membebaskan mahar adalah wali, suami dibebaskan dari kewajiban membayar separuh mahar. Apabila suami yang membebaskannya, dalam arti berkomitmen untuk membayar seluruh mahar yang disebutkan, dia harus membayar mahar seluruhnya. Namun, wali yang boleh bertindak demikian hanyalah wali mujbir, yaitu wali yang berhak memaksa anak gadis untuk menikah, seperti ayah atau kakek kandung. | Pada ayat berikut Allah menjelaskan hukum terkait perceraian antara suami dan istri yang belum dicampuri namun sudah ditetapkan maskawinnya. Dan jika kamu, wahai para suami, menceraikan mereka, yakni para istri, sebelum kamu sentuh atau campuri, padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka, yaitu para suami, membebaskan dirinya sendiri dengan membayar penuh mahar tersebut atau suami tersebut dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di tangannya yakni wali istri, dengan cara membebaskan suami tersebut dari kewajiban membayar setengah dari mahar yang telah ditentukan. Jika demikian maka pembebasan itu, baik dari pihak suami maupun dari pihak wali, adalah lebih dekat kepada takwa. Artinya, hal itu lebih layak dilakukan oleh mereka yang termasuk golongan orang bertakwa. Dan janganlah kamu, wahai para suami dan wali, lupa atau melupakan kebaikan di antara kamu, yakni dengan membebaskan kewajiban orang lain atas dirinya atau memberikan haknya untuk orang lain. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan, yakni memberi sesuatu de-ngan yang lebih baik kepada orang lain. Inilah sikap ihsan yang dicintai Allah. Ihsan inilah sikap tertinggi dari keberagamaan seseorang, yakni memberikan lebih dari yang seharusnya dan mengambil haknya lebih sedikit dari yang semestinya. | Jika seorang suami menjatuhkan talak sebelum bercampur sedangkan ia telah menentukan jumlah mahar maka yang menjadi hak mantan istrinya itu adalah separo dari jumlah mahar tersebut, yang dapat dituntutnya selama ia tidak rela dicerai. Perempuan tersebut dapat menerima penuh mahar itu tanpa mengembalikan seperduanya, jika bekas suaminya merelakannya.
Tindakan merelakan pelunasan mahar itu suatu hal yang lebih dekat kepada takwa. Sebab wajarlah seorang suami merelakannya jika perceraian itu terjadi karena keinginannya. Demikian pula wajar seorang istri merelakan hak dari mahar yang mestinya diterimanya jika sebab-sebab perceraian datang dari pihaknya.
Menurut sunah Rasulullah, apabila telah terjadi dukhūl (telah bercampur) sedang pada waktu akad nikah jumlah mahar itu tidak disebutkan, maka jumlah maharnya adalah menurut mahar miṡil, yaitu mahar yang sepadan dengan posisi perempuan di kalangan famili dan masyarakatnya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, telah dijelaskan masalah-masalah istri yang ditinggal mati suami. Dalam ayat ini, diterangkan hukum-hukumnya mengenai pembayaran mas kawin bagi istri yang dicerai sebelum dukhūl (dicampuri, digauli). | TALAK SEBELUM DUKHUL (BERCAMPUR) | Kosakata: Matti‘ūhunna مَتِّعُوْهُنَّ (al-Baqarah/2: 236)
Kata matti‘ū adalah fi‘il amar (kata kerja perintah) dari kata matta‘a-yumatti‘u yang menunjukkan perintah wajib dan sunnah, yang berarti “berikanlah”. Mut‘ah berarti “bekalan yang sedikit”, “barang yang menyenangkan”. Mut‘ah yang dimaksud dalam ayat 236 adalah mut‘ah talak yang berarti barang pemberian bekas suami kepada bekas istrinya yang ditalaknya. Mut‘ah wajib diberikan oleh mantan suami dengan syarat, belum ditetapkan mahar bagi istri ba‘da ad-dukhūl (setelah penetrasi), dan perceraian itu atas kehendak suami. Tetapi mut‘ah sunah diberikan oleh mantan suami tanpa syarat kepada mantan istri. Besar mut‘ah disesuaikan dengan kemampuan mantan suami. Kata mut‘ah yang bertalian dengan talak, dengan segala bentuk kata jadiannya, disebut dalam surah al-Baqarah/2: 236, 240, 241, dan al-Aḥzāb/33: 49. | null | 1. Perempuan yang dicerai sebelum dicampuri, jika pada waktu akad nikah telah disebutkan jumlah maharnya, maka laki-laki yang telah melunasi jumlah tersebut dapat menerima kembali seperdua dari jumlah mahar itu, jika ia menghendakinya. Jika belum dilunasi maka kewajibannya hanya membayar seperdua dari jumlah tersebut jika pihak perempuan atau wali (jika perempuan itu gadis) tidak membebaskannya dari pembayaran mahar.
2. Laki-laki yang mencerai istrinya sebelum bercampur sedang ketika akad tidak disebut jumlah maharnya, hendaklah ia memberikan mut‘ah (pemberian) menurut kesanggupannya. Hukum memberi mut‘ah adalah wajib. |
245 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 238 | 39 | 5 | 2 | 1 | حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ | Ḥāfiẓū ‘alaṣ-ṣalawāti waṣ-ṣalātil-wusṭā, wa qūmū lillāhi qānitīn(a). | Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wusṭā.75) Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk. | 75 | 75) Menurut pendapat yang masyhur, salat Wusṭā adalah salat Asar. | Usai menjelaskan hukum keluarga dalam beberapa ayat sebelumnya, pada ayat ini Allah menjelaskan hukum asasi antara manusia dengan Allah, yakni salat. Hal ini seakan mengingatkan agar persoalan keluarga tidak membuat manusia lupa akan kewajiban asasinya, yaitu salat. Karena itu, ayat ini dimulai dengan kata perintah. Peliharalah secara sungguh-sungguh, baik secara pribadi maupun saling mengingatkan antara satu dengan lainnya tentang semua salat, dan peliharalah secara khusus salat wusta, yakni salat asar dan subuh, karena keutamaannya. Dan laksanakanlah salat karena Allah Pemilik kemuliaan dan keagungan dengan khusyuk, yakni dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. | Dalam ayat ini diterangkan keutamaan melakukan salat, dan selalu memeliharanya. Keluarga merupakan bagian dari masyarakat dan dalam memenuhi segala kebutuhan dan persoalan hidupnya banyak sekali menemui kesulitan yang kadang-kadang dapat menjerumuskannya kepada hal-hal yang dilarang agama. Karena itu telah diberi suatu cara yang baik untuk dilakukan manusia agar selalu terjamin hubungan keduniaannya dengan ketakwaan kepada Allah dengan selalu memelihara salat. Mulai dari bangun tidur sebelum melakukan kontak dengan manusia lainnya ia ingat dan bermunajah lebih dahulu dengan Allah (waktu subuh). Kemudian setelah ia berhubungan dengan masyarakat, dan mungkin sekali terjadi perbuatan yang tidak diridai Allah maka untuk mengingatkan dan menyelamatkannya, ia dipanggil untuk berhubungan lagi dengan Allah pada waktu tengah hari (salat zuhur). Begitulah seterusnya selama 24 jam. Dengan demikian selalu terjalin antara kesibukan manusia (untuk memenuhi hajat hidupnya) dengan ingat kepada Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Hal ini mempunyai pengaruh dan membekas dalam jiwa dan kehidupan manusia sebagaimana ditegaskan bahwa dengan salat manusia dapat terhindar dari perbuatan jahat dan mungkar. Selain itu, memelihara salat adalah bukti iman kepada Allah, dan menjadi syarat mutlak bagi kehidupan seorang Muslim, menguatkan tali persaudaraan, dan dapat menjamin hak-hak manusia. Menurut riwayat Aḥmad, Rasulullah saw bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْـنَنَا وَبَيْـنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ (رواه أحمد)
Perjanjian antara kami dengan kaum kafir adalah salat, siapa yang meninggalkannya (dengan sengaja) maka ia telah menjadi kafir. (Riwayat Aḥmad)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرٌ وَلاَبُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ (رواه أحمد والطبراني)
Barang siapa selalu memelihara salat maka ia akan dapat cahaya dan petunjuk serta akan dapat keselamatan pada hari Kiamat. Sebaliknya orang yang tidak memelihara salat maka tidak ada baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan. Di akhirat nanti ia akan bersama Fir‘aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf di dalam neraka. (Riwayat Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bagaimana pentingnya menjaga dan memelihara salat. Manusia yang melaksanakan perintah ini benar-benar menjadi makhluk Allah yang bertakwa dan hidupnya akan selalu aman, berada di dalam magfirah dan rida Allah.
Adapun sebab turun ayat ini menurut riwayat dari Zaid bin Ṡābit, Rasulullah saw selalu melakukan salat zuhur, meskipun pada siang hari yang panas terik yang bagi para sahabat dirasakan berat, maka turunlah ayat ini. Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk selalu menjaga salat lima waktu. Jika salat itu dilaksanakan, ia dapat memelihara diri dari berbuat hal-hal yang jahat dan mungkar. Salat dapat menjadi penenang jiwa dari segala kegelisahan yang menimpa diri. Karena itu salat merupakan tiang agama.
Allah menekankan salat wusṭā. Salat wusta menurut jumhur Ulama ialah salat Asar. Allah mengajarkan pula, agar dalam melakukan salat kita berlaku khusyuk dan tawaduk. Sebab pemusatan pikiran kepada Allah semata-mata adalah tingkat salat yang paling baik dan salat inilah yang dapat membekas pada jiwa manusia.
Karena pentingnya melaksanakan dan memelihara salat ini seorang Muslim tidak boleh meninggalkannya walau dalam keadaan bagaimanapun. Salat tetap tidak boleh ditinggalkan, meskipun dalam suasana kekhawatiran terhadap jiwa, harta, atau kedudukan. Dalam keadaan uzur, salat dapat dikerjakan menurut cara yang mungkin dilakukan, baik dalam keadaan berjalan kaki, berkendaraan, ataupun sakit. Maka setelah hilang uzur itu, terutama yang berupa kekhawatiran, hendaklah bersyukur kepada Allah, karena Allah mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya termasuk mengenai kaifiat (cara) melakukan salat dalam masa tidak aman/dalam keadaan perang. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat yang lalu menerangkan hukum-hukum yang berkenaan dengan talak, hak dan kewajiban suami istri, tentang wali dan penyusuan anak. Ayat-ayat tersebut selalu diakhiri dengan peringatan kepada manusia bahwa Allah Maha Mengetahui dan selalu memperhatikan segala tindak-tanduk manusia, juga Allah menghendaki agar manusia itu menjadi hamba-Nya yang takwa. Pada ayat ini, Allah memerintahkan agar manusia senantiasa menjaga salatnya. | KEWAJIBAN MEMELIHARA SALAT | Kosakata: Ḥāfiẓūحَافِظُوْا (al-Baqarah/2: 238)
Kata hāfiẓū, yang diterjemahkan dengan “saling peliharalah”, terambil dari kata kerja ḥafiẓa-yaḥfaẓu, yang mengandung makna “mengingat”, dan “memelihara”. Diartikan mengingat, karena seseorang yang mengingat sesuatu berarti ia memeliharanya dalam benak atau pikiran. Kata ini, dalam ayat tersebut, juga dapat diartikan sebagai pesan untuk jangan hilangkan atau sia-siakan, karena sesuatu yang dipelihara tentulah tidak hilang dan juga tidak diabaikan. Bentuk redaksi semacam ini, di samping mengandung makna adanya dua pihak yang saling memelihara, juga mengisyaratkan bahwa aktivitas pemeliharaan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh ketekunan. | null | null |
246 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 239 | 39 | 5 | 2 | 1 | فَاِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا اَوْ رُكْبَانًا ۚ فَاِذَآ اَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَ | Fa'in khiftum farijālan au rukbānā(n), fa'iżā amintum fażkurullāha kamā ‘allamakum mā lam takūnū ta‘lamūn(a). | Jika kamu berada dalam keadaan takut, salatlah dengan berjalan kaki atau berkendaraan. Lalu, apabila kamu telah aman, ingatlah Allah (salatlah) sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui. | null | null | Namun, jika kamu takut ada bahaya, baik karena musuh, binatang buas, atau lainnya, maka salatlah sambil berjalan kaki karena darurat atau ketika berada di kendaraan, baik menghadap kiblat maupun tidak. Kemudian apabila situasinya telah kembali aman, maka ingatlah Allah, yakni salatlah, sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui, seperti cara melaksanakan salat dalam kondisi tidak aman. Ini menunjukkan pentingnya salat. Ia harus ditegakkan dimana saja dan kapan saja, serta dalam situasi apa pun. | Dalam ayat ini diterangkan keutamaan melakukan salat, dan selalu memeliharanya. Keluarga merupakan bagian dari masyarakat dan dalam memenuhi segala kebutuhan dan persoalan hidupnya banyak sekali menemui kesulitan yang kadang-kadang dapat menjerumuskannya kepada hal-hal yang dilarang agama. Karena itu telah diberi suatu cara yang baik untuk dilakukan manusia agar selalu terjamin hubungan keduniaannya dengan ketakwaan kepada Allah dengan selalu memelihara salat. Mulai dari bangun tidur sebelum melakukan kontak dengan manusia lainnya ia ingat dan bermunajah lebih dahulu dengan Allah (waktu subuh). Kemudian setelah ia berhubungan dengan masyarakat, dan mungkin sekali terjadi perbuatan yang tidak diridai Allah maka untuk mengingatkan dan menyelamatkannya, ia dipanggil untuk berhubungan lagi dengan Allah pada waktu tengah hari (salat zuhur). Begitulah seterusnya selama 24 jam. Dengan demikian selalu terjalin antara kesibukan manusia (untuk memenuhi hajat hidupnya) dengan ingat kepada Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Hal ini mempunyai pengaruh dan membekas dalam jiwa dan kehidupan manusia sebagaimana ditegaskan bahwa dengan salat manusia dapat terhindar dari perbuatan jahat dan mungkar. Selain itu, memelihara salat adalah bukti iman kepada Allah, dan menjadi syarat mutlak bagi kehidupan seorang Muslim, menguatkan tali persaudaraan, dan dapat menjamin hak-hak manusia. Menurut riwayat Aḥmad, Rasulullah saw bersabda:
اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْـنَنَا وَبَيْـنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ (رواه أحمد)
Perjanjian antara kami dengan kaum kafir adalah salat, siapa yang meninggalkannya (dengan sengaja) maka ia telah menjadi kafir. (Riwayat Aḥmad)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرٌ وَلاَبُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُوْنَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ (رواه أحمد والطبراني)
Barang siapa selalu memelihara salat maka ia akan dapat cahaya dan petunjuk serta akan dapat keselamatan pada hari Kiamat. Sebaliknya orang yang tidak memelihara salat maka tidak ada baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan. Di akhirat nanti ia akan bersama Fir‘aun, Haman, dan Ubai bin Khalaf di dalam neraka. (Riwayat Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī)
Ayat-ayat di atas menjelaskan bagaimana pentingnya menjaga dan memelihara salat. Manusia yang melaksanakan perintah ini benar-benar menjadi makhluk Allah yang bertakwa dan hidupnya akan selalu aman, berada di dalam magfirah dan rida Allah.
Adapun sebab turun ayat ini menurut riwayat dari Zaid bin Ṡābit, Rasulullah saw selalu melakukan salat zuhur, meskipun pada siang hari yang panas terik yang bagi para sahabat dirasakan berat, maka turunlah ayat ini. Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk selalu menjaga salat lima waktu. Jika salat itu dilaksanakan, ia dapat memelihara diri dari berbuat hal-hal yang jahat dan mungkar. Salat dapat menjadi penenang jiwa dari segala kegelisahan yang menimpa diri. Karena itu salat merupakan tiang agama.
Allah menekankan salat wusṭā. Salat wusta menurut jumhur Ulama ialah salat Asar. Allah mengajarkan pula, agar dalam melakukan salat kita berlaku khusyuk dan tawaduk. Sebab pemusatan pikiran kepada Allah semata-mata adalah tingkat salat yang paling baik dan salat inilah yang dapat membekas pada jiwa manusia.
Karena pentingnya melaksanakan dan memelihara salat ini seorang Muslim tidak boleh meninggalkannya walau dalam keadaan bagaimanapun. Salat tetap tidak boleh ditinggalkan, meskipun dalam suasana kekhawatiran terhadap jiwa, harta, atau kedudukan. Dalam keadaan uzur, salat dapat dikerjakan menurut cara yang mungkin dilakukan, baik dalam keadaan berjalan kaki, berkendaraan, ataupun sakit. Maka setelah hilang uzur itu, terutama yang berupa kekhawatiran, hendaklah bersyukur kepada Allah, karena Allah mengajarkan kepada manusia hal-hal yang tidak diketahuinya termasuk mengenai kaifiat (cara) melakukan salat dalam masa tidak aman/dalam keadaan perang. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat-ayat yang lalu menerangkan hukum-hukum yang berkenaan dengan talak, hak dan kewajiban suami istri, tentang wali dan penyusuan anak. Ayat-ayat tersebut selalu diakhiri dengan peringatan kepada manusia bahwa Allah Maha Mengetahui dan selalu memperhatikan segala tindak-tanduk manusia, juga Allah menghendaki agar manusia itu menjadi hamba-Nya yang takwa. Pada ayat ini, Allah memerintahkan agar manusia senantiasa menjaga salatnya. | KEWAJIBAN MEMELIHARA SALAT | Kosakata: Ḥāfiẓūحَافِظُوْا (al-Baqarah/2: 238)
Kata hāfiẓū, yang diterjemahkan dengan “saling peliharalah”, terambil dari kata kerja ḥafiẓa-yaḥfaẓu, yang mengandung makna “mengingat”, dan “memelihara”. Diartikan mengingat, karena seseorang yang mengingat sesuatu berarti ia memeliharanya dalam benak atau pikiran. Kata ini, dalam ayat tersebut, juga dapat diartikan sebagai pesan untuk jangan hilangkan atau sia-siakan, karena sesuatu yang dipelihara tentulah tidak hilang dan juga tidak diabaikan. Bentuk redaksi semacam ini, di samping mengandung makna adanya dua pihak yang saling memelihara, juga mengisyaratkan bahwa aktivitas pemeliharaan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh ketekunan. | null | Diwajibkan kepada setiap Muslim agar tetap melaksanakan salat lima waktu dengan khusyuk, terutama salat wusṭā.
Dalam keadaan takut atau bahaya, seorang Muslim tetap wajib melaksanakan salat, meskipun sambil berjalan atau berkendaraan. |
247 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 240 | 39 | 5 | 2 | 1 | وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًاۖ وَّصِيَّةً لِّاَزْوَاجِهِمْ مَّتَاعًا اِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ اِخْرَاجٍ ۚ فَاِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْ مَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَّعْرُوْفٍۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ | Wal-lażīna yutawaffauna minkum wa yażarūna azwājā(n), waṣiyyatal li'azwājihim matā‘an ilal-ḥauli gaira ikhrāj(in), fa'in kharajna falā junāḥa ‘alaikum fī mā fa‘alna fī anfusihinna mim ma‘rūf(in), wallāhu ‘azīzun ḥakīm(un). | Orang-orang yang akan mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah membuat wasiat untuk istri-istrinya, (yaitu) nafkah sampai setahun tanpa mengeluarkannya (dari rumah). Akan tetapi, jika mereka keluar (sendiri), tidak ada dosa bagimu mengenai hal-hal yang patut yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. | null | null | Usai sejenak mengingatkan manusia agar tidak melalaikan salat karena persoalan keluarga, pada ayat ini Allah kembali menjelaskan hukum keluarga. Dan orang-orang yang akan mati, baik karena sudah renta maupun sakit menahun, di antara kamu, wahai para suami, dan kamu meninggalkan istri-istri, hendaklah ia sebelum meninggal dunia membuat wasiat untuk istri-istrinya untuk tetap tinggal di rumah, juga berpesan kepada anak-anak dan saudara-saudaranya agar memberi mereka nafkah berupa sandang dan pangan, paling tidak sampai setahun sejak suami wafat tanpa seorang pun boleh mengeluarkannya atau mengusirnya dari rumah itu. Tetapi jika mereka, yakni istri yang ditinggal mati suaminya, sebelum setahun keluar sendiri dari rumah tersebut untuk pindah ke tempat lain, maka tidak ada dosa bagimu, wahai para wali atau siapa saja, mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri dalam hal-hal yang baik yang tidak melanggar syariat. Allah Mahaperkasa sehingga harus ditaati, Mahabijaksana dalam menetapkan hukum demi kemaslahatan hamba-Nya. | Pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suami istri dan menjelaskan tentang keutamaan memelihara salat. Maka pada ayat-ayat ini dijelaskan tentang anjuran kepada suami yang akan meninggal (merasa sudah dekat ajalnya) untuk berwasiat kepada istrinya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suami istri dan menjelaskan tentang keutamaan memelihara salat. Maka pada ayat-ayat ini dijelaskan tentang anjuran kepada suami yang akan meninggal (merasa sudah dekat ajalnya) untuk berwasiat kepada istrinya. | WASIAT SUAMI | Kosakata: Ma‘rūf مَعْرُوْف(al-Baqarah/2: 240)
Kata ma‘rūf merupakan bentuk ism maf‘ūl dari kata kerja ‘arafa-ya‘rifu, yang artinya “mengetahui”, “menetapkan”, atau “memikirkan”. Dengan demikian ma‘rūf dapat diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, ditetapkan, atau dipikirkan. Kata ‘urf atau adat kebiasaan juga tidak lepas dari arti kata dasar kalimat ini, karena sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan berarti sudah diketahui oleh orang banyak. Dalam bahasa agama, ma‘rūf dimaksudkan sebagai suatu perbuatan atau keadaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan norma-norma masyarakat. Sebagai lawan katanya adalah munkar. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan norma kemasyarakatan. Setiap orang yang beriman dianjurkan untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang ma‘rūf, dan menjauhi atau meninggalkan yang munkar. | Sebab turunnya ayat ini berhubungan dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawiah dari Muqatil bin Ribbah bahwa seorang laki-laki dari Taif bernama Hakim hijrah ke Medinah beserta kedua orang ibu bapaknya, istri, dan anaknya, kemudian Hakim meninggal dunia. Hal ini dilaporkan kepada Rasulullah saw. Oleh Rasulullah saw harta peninggalannya dibagi-bagikan kepada kedua orang tuanya dan anak-anaknya. Sedangkan istrinya tidak mendapat apa-apa. Kepada ahli warisnya diperintahkan agar menjamin nafkah istrinya selama setahun yang diambil dari harta peninggalan suaminya, maka turunlah ayat ini. | null |
248 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 241 | 39 | 5 | 2 | 1 | وَلِلْمُطَلَّقٰتِ مَتَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِۗ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ | Wa lil-muṭallaqāti matā‘um bil-ma‘rūf(i), ḥaqqan ‘alal-muttaqīn(a). | Bagi istri-istri yang diceraikan terdapat hak mut‘ah dengan cara yang patut. Demikian ini adalah ketentuan bagi orang-orang yang bertakwa. | null | null | Ayat ini menjelaskan hukum pemberian mut’ah bagi perempuan yang dicerai. Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan, baik talak tiga (ba’in) maupun talak satu dan dua tetapi tidak dirujuk, sementara ia sudah dicampuri, maka hendaklah diberi mut’ah yakni pemberian suami di luar nafkah kepada istri yang ditalak tersebut menurut cara yang patut, yakni besar dan kecilnya pemberian itu disesuaikan dengan kemampuan suami, sebagai suatu kewajiban bagi orang yang bertakwa, yakni mereka yang melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. | Tiap-tiap perempuan yang dicerai berhak menerima mut‘ah sebagai hiburan dari bekas suaminya dengan cara yang baik. Suami yang memberikan hiburan tersebut adalah orang yang bertakwa kepada Allah yang oleh karenanya ia menjadi pemurah memberikan bantuan kepada bekas istrinya dengan ketulusan hati sejalan dengan petunjuk agama yaitu mengambil istri dengan baik atau menceraikannya dengan baik. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suami istri dan menjelaskan tentang keutamaan memelihara salat. Maka pada ayat-ayat ini dijelaskan tentang anjuran kepada suami yang akan meninggal (merasa sudah dekat ajalnya) untuk berwasiat kepada istrinya. | WASIAT SUAMI | Kosakata: Ma‘rūf مَعْرُوْف(al-Baqarah/2: 240)
Kata ma‘rūf merupakan bentuk ism maf‘ūl dari kata kerja ‘arafa-ya‘rifu, yang artinya “mengetahui”, “menetapkan”, atau “memikirkan”. Dengan demikian ma‘rūf dapat diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, ditetapkan, atau dipikirkan. Kata ‘urf atau adat kebiasaan juga tidak lepas dari arti kata dasar kalimat ini, karena sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan berarti sudah diketahui oleh orang banyak. Dalam bahasa agama, ma‘rūf dimaksudkan sebagai suatu perbuatan atau keadaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan norma-norma masyarakat. Sebagai lawan katanya adalah munkar. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan norma kemasyarakatan. Setiap orang yang beriman dianjurkan untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang ma‘rūf, dan menjauhi atau meninggalkan yang munkar. | null | null |
249 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 242 | 39 | 5 | 2 | 1 | كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ࣖ | Każālika yubayyinullāhu lakum āyātihī la‘allakum ta‘qilūn(a). | Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti. | null | null | Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya agar kamu mengerti. Penutup ayat ini seakan memberi jawaban atas pertanyaan apakah ada ketentuan agama menyangkut pemberian, selain harta waris? Jawabannya,” ada”, yaitu memberikan sesuatu sebagai penghibur bagi perempuan yang dicerai karena istri yang dicerai hidup keadaannya seperti ditinggal mati. | Demikian Allah menerangkan hukum-hukum-Nya yang seringkali disertai dengan sebab dan akibatnya untuk menjadi petunjuk bagi manusia dalam mencapai kemaslahatan agar diperhatikan oleh manusia. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu telah diterangkan tentang peraturan-peraturan yang berhubungan dengan suami istri dan menjelaskan tentang keutamaan memelihara salat. Maka pada ayat-ayat ini dijelaskan tentang anjuran kepada suami yang akan meninggal (merasa sudah dekat ajalnya) untuk berwasiat kepada istrinya. | WASIAT SUAMI | Kosakata: Ma‘rūf مَعْرُوْف(al-Baqarah/2: 240)
Kata ma‘rūf merupakan bentuk ism maf‘ūl dari kata kerja ‘arafa-ya‘rifu, yang artinya “mengetahui”, “menetapkan”, atau “memikirkan”. Dengan demikian ma‘rūf dapat diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, ditetapkan, atau dipikirkan. Kata ‘urf atau adat kebiasaan juga tidak lepas dari arti kata dasar kalimat ini, karena sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan berarti sudah diketahui oleh orang banyak. Dalam bahasa agama, ma‘rūf dimaksudkan sebagai suatu perbuatan atau keadaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan norma-norma masyarakat. Sebagai lawan katanya adalah munkar. Istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan norma kemasyarakatan. Setiap orang yang beriman dianjurkan untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang ma‘rūf, dan menjauhi atau meninggalkan yang munkar. | null | 1. Suami yang merasa sudah dekat ajalnya dianjurkan agar berwasiat untuk menjamin hidup istrinya selama 1 tahun, dengan syarat istri tidak meninggalkan rumah suaminya.
2. Terhadap istri yang dicerai oleh suaminya dianjurkan kepada suaminya agar memberi mut‘ah sebagai hiburan. |
250 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 243 | 39 | 5 | 2 | 1 | ۞ اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ خَرَجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَهُمْ اُلُوْفٌ حَذَرَ الْمَوْتِۖ فَقَالَ لَهُمُ اللّٰهُ مُوْتُوْا ۗ ثُمَّ اَحْيَاهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَذُوْ فَضْلٍ عَلَى النَّاسِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَشْكُرُوْنَ | Alam tara ilal-lażīna kharajū min diyārihim wa hum ulūfun ḥażaral-maut(i), faqāla lahumullāhu mūtū, ṡumma aḥyāhum, inallāha lażū faḍlin ‘alan-nāsi wa lākinna akṡaran-nāsi lā yasykurūn(a). | Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dalam jumlah ribuan karena takut mati? Lalu, Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kamu!” Kemudian, Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah Pemberi karunia kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. | null | null | Pada ayat ini Allah menegaskan bahwa tidak ada seorang pun bisa lari dari takdir Allah. Tidakkah kamu memperhatikan, yakni mendengar kisah orang-orang yang keluar dari kampung halamannya, sedang jumlahnya ribuan karena takut mati? Padahal Rasulullah melarang seseorang untuk keluar dari daerahnya yang terjangkit wabah penyakit.7 Lalu apabila Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kalian!” pasti kalian akan mati tanpa bisa menghindar, karena hidup dan mati ada di tangan-Nya, dan kematian pasti datang meski tanpa sebab. Kemudian Allah menghidupkan mereka, artinya mereka terselamatkan dari musuh karena sebagian mereka ada yang ingin maju berjihad. Inilah karunia Allah. Sesungguhnya Allah memberikan karunia, yakni pemberian lebih, kepada manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur, karena ketidakmampuan manusia memahami jenis-jenis nikmat yang dianugerahkan Allah. | Dalam ayat ini, Allah memberikan tamsil atau perumpamaan bagi suatu kelompok masyarakat yang patah semangatnya, tidak mau berjuang untuk kemajuan masyarakat dan agamanya. Dengan ayat ini, Allah memberi-kan semangat agar sifat-sifat tersebut jangan dicontoh dan hendaklah manusia gigih berjuang untuk kejayaan bangsa dan agama. Dijelaskan juga berita orang yang lari dari tanah airnya di mana jumlah mereka ribuan banyaknya. Seharusnya mereka gagah berani, mampu mempertahankan tanah airnya, tetapi mereka lemah kehilangan semangat karena takut mati.
Yang tergambar dalam pikiran mereka yang melarikan diri itu adalah jalan keselamatan. Sedangkan yang terjadi sebaliknya, yaitu larinya mereka itu berarti memperkokoh kedudukan musuh untuk menjajah mereka dengan mudah. Kepada mereka yang penakut seperti ini, Allah berfirman, "Hancurlah kamu karena kamu adalah pengecut.”
Kemudian setelah datang kesadaran mereka untuk bersatu kembali, Allah memberikan rahmat-Nya dengan menghidupkan semangat mereka kembali sehingga mereka bangkit mengumpulkan kekuatan untuk melepaskan diri dari perbudakan kaum penjajah karena Allah mempunyai karunia, Maha Penyantun terhadap manusia, namun demikian manusia tidak bersyukur kepada-Nya.
Sungguh pun Allah menghidupkan semangat mereka kembali sebagai karunia-Nya, namun masih banyak yang tidak bersyukur kepada-Nya. Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa apabila suatu umat selalu menentang ajaran Allah, maka umat ini akan selalu mendapat bahaya dengan berbagai cobaan dari-Nya.
Hal ini telah menjadi sunatullah bagi umat-umat terdahulu sampai sekarang. Menurut sebagian ahli tafsir, ayat ini memberikan suatu pelajaran berupa contoh perbandingan bagi umat yang mati jiwanya, yang lari dari negerinya karena tidak mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan-nya, sehingga negeri mereka menjadi jajahan. Rakyat yang ada di dalamnya menderita kemelaratan, penghinaan, dan kemiskinan karena mereka diperlakukan sebagai budak oleh golongan yang berkuasa yang datang dari luar. Tetapi setelah masa itu berlalu, dengan kesadaran yang diberikan Allah kepada mereka jiwa mereka hidup kembali. Mereka bangun serentak mengusir penguasa-penguasa zalim. Ini karunia dari Allah yang Mahakuasa dan Maha Penyayang. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu dibicarakan masalah pembenahan intern rumah tangga (iṣlāḥ dākhilī), seperti talak dan sebagainya, pada ayat ini dijelaskan tentang pembenahan keluar, seperti masalah jihad dan sebagainya. | MENGHIDUPKAN JIWA UMAT UNTUK BERJIHAD
DAN MEMANFAATKAN HARTA | Kosakata: Qarḍ قَرْض (al-Baqarah/2: 245)
Qarḍ merupakan bentuk masdar yang berasal dari kata kerja qaraḍa-yaqriḍu yang artinya “memutus”, “meninggal”, “membolehkan”, “mengatakan”, atau “memakan”. Dalam konteks ayat di atas, qarḍ diartikan dengan “pinjaman”. Sedang pada tinjauan bahasa Al-Qur’an, kata tersebut pada mulanya bermakna memutus atau memotong sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Asal kata ini memberikan kesan bahwa pinjaman yang diberikan itu dilakukan dalam keadaan jiwa yang sedang mengalami kesulitan. Di sisi lain, pada saat seseorang menggigit sesuatu, jelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu. Karenanya, seorang pakar tafsir mendefinisikan qarḍ sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharapkan imbalan. Selanjutnya, karena yang diberi pinjaman itu Allah, maka bila kita semua percaya kepada-Nya, pasti kita percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang, bahkan akan mendapat imbalan yang wajar. Dengan demikian, barang siapa yang meminjamkan (dalam arti berbuat) kebaikan kepada (jalan) Allah, pasti ia akan mendapatkan balasan kebaikan. Sebab Tuhan tidak akan mengabaikan mereka yang berbuat kebaikan. | null | null |
251 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 244 | 39 | 5 | 2 | 1 | وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ | Wa qātilū fī sabīlillāhi wa‘lamū annallāha samī‘un ‘alīm(un). | Berperanglah kamu di jalan Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. | null | null | Usai menjelaskan bahwa kematian pasti akan tiba, pada ayat ini Allah mengikutinya dengan penjelasan tentang salah satu sebab kematian, yakni terbunuh dalam peperangan. Dan berperanglah kamu di jalan Allah ketika situasi menuntut demikian, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar apa yang kamu katakan, Maha Mengetahui apa yang kamu sembunyikan dalam hati, seperti keinginan untuk tidak turut berperang. | Orang yang beriman hendaklah bangkit ke medan pertempuran untuk menjunjung tinggi kalimah Allah, mengamankan dakwah, dan menyebarkan agama. Kaum penegak kebenaran pasti akan mendapat kemenangan. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui terhadap siapa yang pergi ke medan pertempuran dengan niat membela agama. Demikian juga Dia mengetahui orang-orang yang mengkhianati perjuangan.
Dalam ayat ini, Allah menyuruh agar kita berperang menegakkan kebenaran. Peperangan ini mempunyai 2 macam strategi yaitu bertahan dan menyerang. Strategi bertahan ialah mengatur dan memperkuat umat Islam dalam segala bidang sehingga disegani oleh musuh dan terciptalah suasana aman dan tenteram. Strategi menyerang ialah berperang menghadapi musuh yang mengganggu ketertiban umat serta menjaga kehormatan bangsa dengan sebaik-baiknya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mendengar segala sesuatu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu dibicarakan masalah pembenahan intern rumah tangga (iṣlāḥ dākhilī), seperti talak dan sebagainya, pada ayat ini dijelaskan tentang pembenahan keluar, seperti masalah jihad dan sebagainya. | MENGHIDUPKAN JIWA UMAT UNTUK BERJIHAD
DAN MEMANFAATKAN HARTA | Kosakata: Qarḍ قَرْض (al-Baqarah/2: 245)
Qarḍ merupakan bentuk masdar yang berasal dari kata kerja qaraḍa-yaqriḍu yang artinya “memutus”, “meninggal”, “membolehkan”, “mengatakan”, atau “memakan”. Dalam konteks ayat di atas, qarḍ diartikan dengan “pinjaman”. Sedang pada tinjauan bahasa Al-Qur’an, kata tersebut pada mulanya bermakna memutus atau memotong sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Asal kata ini memberikan kesan bahwa pinjaman yang diberikan itu dilakukan dalam keadaan jiwa yang sedang mengalami kesulitan. Di sisi lain, pada saat seseorang menggigit sesuatu, jelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu. Karenanya, seorang pakar tafsir mendefinisikan qarḍ sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharapkan imbalan. Selanjutnya, karena yang diberi pinjaman itu Allah, maka bila kita semua percaya kepada-Nya, pasti kita percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang, bahkan akan mendapat imbalan yang wajar. Dengan demikian, barang siapa yang meminjamkan (dalam arti berbuat) kebaikan kepada (jalan) Allah, pasti ia akan mendapatkan balasan kebaikan. Sebab Tuhan tidak akan mengabaikan mereka yang berbuat kebaikan. | null | null |
252 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 245 | 39 | 5 | 2 | 1 | مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ | Man żal-lażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fayuḍā‘ifahū lahū aḍ‘āfan kaṡīrah(tan), wallāhu yaqbiḍu wa yabsuṭ(u), wa ilaihi turja‘ūn(a). | Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah?76) Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan. | 76 | 76) Maksud memberi pinjaman kepada Allah Swt. adalah menginfakkan harta di jalan-Nya. | Barang siapa mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan pinjaman yang baik berupa harta yang halal disertai niat yang ikhlas, maka Allah akan melipatgandakan ganti atau balasan kepadanya dengan balasan yang banyak dan berlipat sehingga kamu akan senantiasa terpacu untuk berinfak. Allah dengan segala kebijaksanaanNya akan menahan atau menyempitkan dan melapangkan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan pada hari kebangkitan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang diniatkan. | Diriwiyatkan oleh Ibnu Hibbān, Ibnu Abī Ḥātim, dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu Umar ketika turun ayat 261 surah al-Baqarah yang menerangkan bahwa orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah nafkahnya itu adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan 7 tangkai; pada tiap-tiap tangkai berisi seratus biji, maka Rasulullah saw memohon, "Ya Tuhanku, tambahlah balasan itu bagi umatku (lebih dari 700 kali).
Setelah dikisahkan tentang umat yang binasa disebabkan karena ketakutan dan kelemahan kayakinan, maka dalam ayat ini Allah menganjurkan agar umat rela berkorban menafkahkan hartanya di jalan Allah dan nafkah itu dinamakan pinjaman. Allah, menamakannya pinjaman padahal Allah sendiri maha kaya, karena Allah mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia; hanya segolongan kecil saja yang rela berbuat demikian. Hal ini dapat dirasakan di mana seorang hartawan kadang-kadang mudah saja mengeluarkan kelebihan hartanya untuk menolong kawan-kawannya, mungkin dengan niat untuk menjaga diri dari kejahatan atau untuk memelihara kedudukan yang tinggi, terutama jika yang ditolong itu kerabatnya sendiri. Tetapi jika pengeluaran harta itu untuk mempertahankan agama dan memelihara keluhurannya serta meninggikan kalimah Allah yang di dalamnya tidak terdapat hal-hal yang menguntungkan bagi dirinya sendiri secara langsung di dunia, maka tidak mudah baginya untuk melepaskan harta yang dicintainya itu, kecuali jika secara terang-terangan atau melalui saluran resmi. Oleh karena itu, ungkapan yang dipergunakan untuk menafkahkan harta benda di jalan Allah itu sangat menarik, yaitu: "Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, suatu pinjaman yang baik."
Pinjaman yang baik itu yang sesuai dengan bidang dan kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk mencapai keridaan Allah swt. Allah menjanjikan akan memberi balasan yang berlipat ganda. Allah memberikan perumpamaan tentang balasan yang berlipat ganda itu seperti sebutir benih padi yang ditanam dapat menghasilkan tujuh tangkai padi, setiap tangkai berisi 100 butir, sehingga menghasilkan 700 butir. Bahkan, Allah membalas itu tanpa batas sesuai dengan yang dimohonkan Rasulullah bagi umatnya dan sesuai dengan keikhlasan orang yang memberikan nafkah.
Allah swt membatasi rezeki kepada orang yang tidak mengetahui sunatullah dalam soal-soal pencarian harta benda karena mereka tidak giat membangun di pelbagai bidang yang telah ditunjukkan Allah. Allah melapangkan rezeki kepada manusia yang lain yang pandai menyesuaikan diri dengan sunatullah dan menggarap berbagai bidang usaha sehingga merasakan hasil manfaatnya. Bila Allah menjadikan seorang miskin jadi kaya atau sebaliknya, maka yang demikian itu adalah sepenuhnya dalam kekuasaan Allah. Anjuran Allah menafkahkan sebagian harta ke jalan Allah, semata-mata untuk kemanfaatan manusia sendiri dan memberi petunjuk kepadanya agar mensyukuri nikmat pemberian itu karena dengan mensyukuri akan bertambah banyaklah berkahnya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua makhluk akan dikembalikan kepada-Nya pada hari kiamat untuk menerima balasan amalnya masing-masing. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu dibicarakan masalah pembenahan intern rumah tangga (iṣlāḥ dākhilī), seperti talak dan sebagainya, pada ayat ini dijelaskan tentang pembenahan keluar, seperti masalah jihad dan sebagainya. | MENGHIDUPKAN JIWA UMAT UNTUK BERJIHAD
DAN MEMANFAATKAN HARTA | Kosakata: Qarḍ قَرْض (al-Baqarah/2: 245)
Qarḍ merupakan bentuk masdar yang berasal dari kata kerja qaraḍa-yaqriḍu yang artinya “memutus”, “meninggal”, “membolehkan”, “mengatakan”, atau “memakan”. Dalam konteks ayat di atas, qarḍ diartikan dengan “pinjaman”. Sedang pada tinjauan bahasa Al-Qur’an, kata tersebut pada mulanya bermakna memutus atau memotong sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Asal kata ini memberikan kesan bahwa pinjaman yang diberikan itu dilakukan dalam keadaan jiwa yang sedang mengalami kesulitan. Di sisi lain, pada saat seseorang menggigit sesuatu, jelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu. Karenanya, seorang pakar tafsir mendefinisikan qarḍ sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharapkan imbalan. Selanjutnya, karena yang diberi pinjaman itu Allah, maka bila kita semua percaya kepada-Nya, pasti kita percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang, bahkan akan mendapat imbalan yang wajar. Dengan demikian, barang siapa yang meminjamkan (dalam arti berbuat) kebaikan kepada (jalan) Allah, pasti ia akan mendapatkan balasan kebaikan. Sebab Tuhan tidak akan mengabaikan mereka yang berbuat kebaikan. | null | 1. Kehancuran suatu umat disebabkan karena takut membela kebenaran dan karena lemah keyakinan.
2. Orang yang kikir ialah orang yang tidak mau memanfaatkan harta bendanya untuk perjuangan di jalan Allah. |
253 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 246 | 40 | 5 | 2 | 1 | اَلَمْ تَرَ اِلَى الْمَلَاِ مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ مِنْۢ بَعْدِ مُوْسٰىۘ اِذْ قَالُوْا لِنَبِيٍّ لَّهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُّقَاتِلْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ قَالَ هَلْ عَسَيْتُمْ اِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ اَلَّا تُقَاتِلُوْا ۗ قَالُوْا وَمَا لَنَآ اَلَّا نُقَاتِلَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَقَدْاُخْرِجْنَا مِنْ دِيَارِنَا وَاَبْنَاۤىِٕنَا ۗ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ تَوَلَّوْا اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِالظّٰلِمِيْنَ | Alam tara ilal-mala'i mim banī isrā'īla mim ba‘di mūsā, iż qālū linabiyyil lahumub‘aṡ lanā malikan nuqātil fī sabīlillāh(i), qāla hal ‘asaitum in kutiba ‘alaikumul-qitālu allā tuqātilū, qālū wa mā lanā allā nuqātila fī sabīlillāhi wa qad ukhrijnā min diyārinā wa abnā'inā, falammā kutiba ‘alaihimul-qitālu tawallau illā qalīlam minhum, wallāhu ‘alīmum biẓ-ẓālimīn(a). | Tidakkah kamu perhatikan para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, (yaitu) ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, “Angkatlah seorang raja untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah.” Dia menjawab, “Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan berperang juga.” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan sungguh kami telah diusir dari kampung halaman kami dan (dipisahkan dari) anak-anak kami?”77) Akan tetapi, ketika perang diwajibkan atas mereka, mereka berpaling, kecuali sebagian kecil dari mereka. Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim. | 77 | 77) Mereka diusir dari kampung halaman dan anak-anak mereka ditawan. | Ketika para sahabat Nabi begitu antusias melaksanakan perintah berjihad, ayat ini memperlihatkan kebalikan dari sikap tersebut yang ditunjukkan oleh Bani Israil. Tidakkah kamu, wahai Nabi Muhammad, perhatikan, yakni mendengar kisah, para pemuka Bani Israil setelah Musa wafat, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, setelah mereka berselisih paham siapa yang berhak menjadi pemimpin, dengan mengatakan, “Angkatlah seorang raja, yakni pemimpin perang untuk kami, niscaya kami berperang di jalan Allah besertanya.” Nabi mereka menjawab, “Jangan-jangan jika diwajibkan atasmu berperang, kamu tidak akan menaatinya untuk berperang juga karena takut mati dan kecintaanmu terhadap dunia?” Mereka menjawab, “Mengapa atau bagaimana mungkin kami tidak akan berperang di jalan Allah, sedangkan kami telah diusir dari kampung halaman kami dan dipisahkan dari anak-anak kami, karena mereka ditahan?” Tetapi ketika perang itu benar-benar diwajibkan atas mereka karena permintaan mereka sendiri, justru mereka berpaling dengan segera karena merasa ngeri dan takut, kecuali sebagian kecil dari mereka yang masih konsisten. Dan Allah Maha Mengetahui bahwa mereka adalah orang-orang yang zalim dengan meminta suatu kewajiban yang kemudian mereka sendiri melanggarnya. | Kisah pertama tentang Bani Israil pada ayat yang lalu diuraikan secara umum dan dalam ayat ini diuraikan secara terperinci. Pada masa itu, telah menjadi kebiasaan bagi Bani Israil bahwa soal-soal kenegaraan diatur oleh seorang raja dan soal agama dipimpin oleh seorang yang juga ditaati oleh raja sendiri. Samuel (nabi mereka saat itu) yang mengetahui tabiat Bani Israil, ketika mendengar usul mereka mengangkat seorang raja, timbul keraguan dalam hatinya tentang kesetiaan Bani Israil itu, sehingga beliau berkata, “Mungkin sekali jika kepada kamu nanti diwajibkan perang, kamu tidak mau berperang." Beliau sering menyaksikan sifat penakut di kalangan mereka. Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah. Padahal telah cukup alasan yang mendorong kami untuk melaksanakan perang itu? Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kami pun banyak yang ditawan oleh musuh."
Mereka menyatakan bahwa penderitaan mereka sudah cukup berat sehingga jalan lain tidak ada lagi, kecuali dengan mempergunakan kekerasan. Ternyata benar apa yang diragukan oleh Samuel, yaitu tatkala perang telah diwajibkan kepada Bani Israil dan Samuel telah memilih seorang raja untuk memimpin mereka, mereka banyak yang berpaling dan meninggalkan jihad di jalan Allah serta sedikit sekali yang tetap teguh memegang janjinya.
Allah mengetahui orang-orang yang tidak ikut berjihad itu dan mereka dimasukkan dalam golongan orang-orang yang zalim, yang menganiaya dirinya sendiri disebabkan tidak mau berjihad untuk membela hak dan menegakkan kebenaran. Mereka di dunia menjadi orang-orang yang terhina dan di akhirat menjadi orang-orang yang celaka dan mendapat siksa. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
254 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 247 | 40 | 5 | 2 | 1 | وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ اِنَّ اللّٰهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا ۗ قَالُوْٓا اَنّٰى يَكُوْنُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ اَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِّنَ الْمَالِۗ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهٗ بَسْطَةً فِى الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ ۗ وَاللّٰهُ يُؤْتِيْ مُلْكَهٗ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ | Wa qāla lahum nabiyyuhum innallāha qad ba‘aṡa lakum ṭālūta malikā(n), qālū annā yakūnu lahul-mulku ‘alainā wa naḥnu aḥaqqu bil-mulki minhu wa lam yu'ta sa‘atam minal-māl(i), qāla innallāhaṣṭafāhu ‘alaikum wa zādahū basṭatan fil-‘ilmi wal-jism(i), wallāhu yu'tī mulkahū may yasyā'(u), wallāhu wāsi‘un ‘alīm(un). | Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana (mungkin) dia memperoleh kerajaan (kekuasaan) atas kami, sedangkan kami lebih berhak atas kerajaan itu daripadanya dan dia tidak diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) menjawab, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya (menjadi raja) kamu dan memberikan kepadanya kelebihan ilmu dan fisik.” Allah menganugerahkan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas (kekuasaan dan rezeki-Nya) lagi Maha Mengetahui. | null | null | Nabi atau ulama mereka akhirnya mengabulkan permintaan tersebut. Dan nabi mereka berkata kepada mereka sebagai bentuk pengabulan permintaan mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Talut menjadi raja atau komandanmu.” Mereka, khususnya para pembesar, menjawab dengan nada sinis, “Bagaimana mungkin Talut memperoleh kerajaan atau kekuasaan atas kami dan memimpin kami dalam pertempuran, sedangkan kami dengan segala kebesaran yang kami miliki seharusnya lebih berhak atas kerajaan atau jabatan itu daripadanya, dan dia juga tidak diberi kekayaan yang banyak?” Nabi mereka menjawab, “Allah telah memilihnya sebagai raja kamu dan memberikan kepadanya sesuatu yang menjadikannya layak menerima tugas itu, yaitu kelebihan ilmu untuk memahami strategi perang dan fisik yang kuat agar mampu menjalankan tugas berat tersebut.” Ketahuilah, sesungguhnya Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas anugerah-Nya yang tidak dipengaruhi oleh kekayaan hamba-Nya, lagi Maha Mengetahui apa yang layak dan tidak layak bagi hamba-Nya. | Samuel mengatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah swt telah mengangkat Ṭalut (dalam Bibel Saul) sebagai raja. Orang-orang Bani Israil tidak mau menerima Talut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut tradisi yang boleh dijadikan raja hanyalah dari kabilah Yehuda, sedangkan Ṭalut dari kabilah Bunyamin. Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja itu harus seorang hartawan, sedang Ṭalut bukan hartawan. Oleh karena itu secara spontan mereka menolak, “Bagaimana Ṭalut akan memerintah kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripada dia, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?”
Samuel menjawab bahwa Ṭalut diangkat menjadi raja atas pilihan Allah karena itu Allah menganugerahkan kepadanya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu memimpin Bani Israil. Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa seorang yang akan dijadikan raja itu hendaklah:
1. Mempunyai kekuatan fisik sehingga mampu untuk melaksanakan tugas-tugasnya sebagai kepala negara.
2. Menguasai ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui letak kekuatan umat dan kelemahannya, sehingga dapat memimpinnya dengan penuh bijaksana.
3. Memiliki kesehatan jasmani dan kecerdasan pikiran.
4. Bertakwa kepada Allah agar mendapat taufik dan hidayah-Nya, untuk mengatasi segala kesulitan yang tidak mungkin diatasinya sendiri, kecuali dengan taufik dan hidayah-Nya.
Adapun harta kekayaan tidak dimasukkan menjadi syarat untuk menjadi raja, karena bila syarat-syarat yang empat tersebut telah dipenuhi maka mudah baginya untuk mendapatkan harta yang diperlukan, sebab Allah Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
255 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 248 | 40 | 5 | 2 | 1 | وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ اِنَّ اٰيَةَ مُلْكِهٖٓ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ سَكِيْنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِّمَّا تَرَكَ اٰلُ مُوْسٰى وَاٰلُ هٰرُوْنَ تَحْمِلُهُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ࣖ | Wa qāla lahum nabiyyuhum inna āyata mulkihī ay ya'tiyakumut-tābūtu fīhi sakīnatum mir rabbikum wa baqiyyatum mimmā taraka ālu mūsā wa ālu hārūna taḥmiluhul-malā'ikah(tu), inna fī żālika la āyatal lakum in kuntum mu'minīn(a). | Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda kerajaannya ialah datangnya Tabut78) kepadamu yang di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari apa yang ditinggalkan oleh keluarga Musa dan keluarga Harun yang dibawa oleh para malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagimu jika kamu orang-orang mukmin. | 78 | 78) Tabut ialah peti tempat menyimpan Taurat. | Dan nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya tanda atau bukti kerajaannya, yakni kelayakannya untuk mengemban tugas tersebut, ialah datangnya Tabut, yaitu tempat untuk menyimpan Taurat, kepadamu, yang sebelumnya berada di Palestina, yang di dalamnya terdapat sesuatu yang bisa memberi kamu ketenangan dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dibawa oleh malaikat yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah. Sungguh, pada yang demikian itu, yakni peristiwa besar tersebut, terdapat tanda kebesaran Allah bagimu yang bisa membawamu kepada ketaatan dan kerelaan, jika kamu benar-benar orang beriman. Seorang pemimpin harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya cerdas atau menguasai masalah dan mampu melaksanakan tugas. Untuk membuktikan kelayakannya maka harus dilakukan uji kelayakan. | Samuel menyatakan kepada Bani Israil, bahwa Allah telah memilih Ṭalut sebagai raja yang akan memimpin mereka berperang melawan orang Amalik atau Amaliqah (Amalekit). Sebagai tanda bahwa Ṭalut itu betul-betul telah dipilih oleh Allah ialah kembalinya Tabut (peti pusaka) kepada Bani Israil setelah beberapa tahun hilang dari tangan mereka karena dirampas oleh musuh. Di dalam Tabut itu disimpan beberapa benda sisa peninggalan keluarga Musa dan Harun seperti tongkat Nabi Musa, sandal, serban Nabi Harun, dan beberapa potong pecahan dari piring batu yang dibawa Musa dari Gunung Sinai. Jika Bani Israil mengadakan peperangan, maka Tabut itu selalu dibawa mereka bersama tentara karena dirasakan oleh mereka bahwa Tabut itu dapat menimbulkan semangat dan keberanian dalam peperangan.
Dalam suatu peperangan antara Bani Israil dan orang-orang Amalik, Bani Israil menderita kekalahan yang mengakibatkan Tabut dirampas dan dibawa lari oleh musuh. Setelah Tabut itu berada beberapa lama di tangan orang-orang Amalik, tiba-tiba pada suatu masa Amalik itu ditimpa bermacam-macam malapetaka dan bencana seperti wabah tikus yang merusak tanam-tanaman, dan berjangkitnya penyakit sehingga mereka merasa sial dengan adanya Tabut di tengah-tengah mereka. Mereka beranggapan bahwa malapetaka itu datangnya dari Tuhan Bani Israil yang membalas dendam kepada mereka, lalu mereka mengembalikan Tabut itu kepada Bani Israil dengan jalan menempatkannya dalam sebuah pedati yang ditarik oleh dua ekor sapi. Ternyata pedati itu dikemudikan oleh malaikat sehingga kembali lagi kepada Bani Israil. Kedatangan Tabut itu tepat sekali waktunya dengan terpilihnya Ṭalut sebagai raja. Dengan kembalinya Tabut itu, barulah Bani Israil tunduk dan menerima Ṭalut sebagai raja, sebab yang demikian itu adalah bukti dari Allah bagi orang-orang yang beriman. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
256 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 249 | 41 | 5 | 2 | 1 | فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوْتُ بِالْجُنُوْدِ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ مُبْتَلِيْكُمْ بِنَهَرٍۚ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّيْۚ وَمَنْ لَّمْ يَطْعَمْهُ فَاِنَّهٗ مِنِّيْٓ اِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً ۢبِيَدِهٖ ۚ فَشَرِبُوْا مِنْهُ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗ فَلَمَّا جَاوَزَهٗ هُوَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۙ قَالُوْا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ ۗ قَالَ الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوا اللّٰهِ ۙ كَمْ مِّنْ فِئَةٍ قَلِيْلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيْرَةً ۢبِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ | Falammā faṣala ṭālūtu bil-junūd(i), qāla innallāha mubtalīkum binahar(in), faman syariba minhu falaisa minnī, wa mal lam yaṭ‘amhu fa innahū minnī illā manigtarafa gurfatam biyadih(ī), fa syaribū minhu illā qalīlam minhum, falammā jāwazahū huwa wal-lażīna āmanū ma‘ah(ū), qālū lā ṭāqata lanal-yauma bijālūta wa junūdih(ī), qālal-lażīna yaẓunnūna annahum mulāqullāh(i), kam min fi'atin qalīlatin galabat fi'atan kaṡīratam bi'iżnillāh(i), wallāhu ma‘aṣ-ṣābirīn(a). | Maka, ketika Talut keluar membawa bala tentara(-nya), dia berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan sebuah sungai. Maka, siapa yang meminum (airnya), sesungguhnya dia tidak termasuk (golongan)-ku. Siapa yang tidak meminumnya, sesungguhnya dia termasuk (golongan)-ku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Akan tetapi, mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Allah bersama orang-orang yang sabar. | null | null | Setelah membuktikan sendiri kelayakan Talut sebagai pemimpin melalui keberadaan Tabut, akhirnya mereka mau mengikuti perintahnya. Maka ketika Talut membawa bala tentaranya untuk berangkat perang, sebelumnya dia memberi pengarahan seraya berkata, “Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai yang kamu seberangi. Maka barang siapa meminum airnya, dia bukanlah pengikutku; dan barang siapa tidak meminumnya maka dia adalah pengikutku, kecuali menciduk seciduk dengan tangan, sekadar untuk menghilangkan dahaga.” Tetapi kebanyakan mereka ternyata meminumnya dengan penuh keserakahan karena tidak mampu menahan nafsu minum, kecuali sebagian kecil di antara mereka yang kuat sehingga hanya meminumnya sedikit. Maka, ketika dia, Talut, dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka yang banyak minum dari sungai itu berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Sementara itu, mereka yang minum air sungai sekadarnya dan meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok kecil yang didukung oleh kekuatan fisik dan memiliki keimanan yang kuat mampu mengalahkan kelompok besar lagi kuat dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar dengan memberi mereka pertolongan. Ini menunjukkan bahwa tenggelam dalam hal-hal duniawi dan menuruti hawa nafsu hanya akan melemahkan mental seseorang. Akibatnya, ia tidak mampu bersikap disiplin dalam menaati aturan, menegakkan kebenaran, dan melawan kebatilan. | Tatkala raja Ṭalut keluar membawa tentaranya berperang melawan orang-orang Amalik, beliau memberi petunjuk lebih dahulu tentang peristiwa-peristiwa yang akan dialami, yaitu bahwa mereka nanti akan diuji oleh Allah dengan sebuah sungai yang mengalir di padang pasir. Beliau memperingatkan bahwa sungai itu bukan sungai biasa tetapi sungai untuk menguji mereka siapa yang teguh imannya dan siapa yang akan tergoda. Beliau berkata, “Siapa minum dari air sungai itu, maka bukanlah ia termasuk pengikutku, dan siapa yang tidak minum, maka ia adalah pengikutku, kecuali jika minum sekadar seciduk tangan saja." Diriwayatkan bahwa ketika Bani Israil melihat Tabut telah kembali, mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa mereka akan mendapat kemenangan, karena itu mereka segera mempersiapkan tentara untuk berperang. Atas petunjuk dari raja Ṭalut maka yang boleh ikut perang itu hanyalah laki-laki yang masih muda dan sehat badannya, tidak diperkenankan seorang yang sedang membangun rumah tetapi belum selesai atau seorang pedagang yang sedang sibuk mengurus perniagaannya dan tidak pula laki-laki yang mempunyai utang dan tidak pula pengantin yang belum berkumpul dengan istrinya. Dengan seleksi demikian maka raja Ṭalut dapat menghimpun 80.000 tentara yang dapat diandalkan untuk berperang. Oleh karena pada waktu mereka berangkat itu adalah musim panas dan penjalanan amat jauh melalui padang pasir, maka mereka mohon agar di tengah perjalanan diberi kesempatan minum dari sungai. Sebagian besar tentara itu tidak menghiraukan peringatan raja Ṭalut. Mereka minum sepuas hati dari air sungai itu dan ada pula yang minum hanya seciduk tangan, dan sedikit sekali yang tidak minum sama sekali.
Ketika raja Ṭalut dan orang-orang yang beriman telah menyeberangi sungai itu untuk melangsungkan jihad fī sabilillāh, maka berkatalah orang-orang yang telah minum itu, "Kami tidak sanggup pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Jalut itu adalah seorang yang besar tubuhnya dan menjadi raja bagi orang-orang Amalik.
Ucapan demikian itu tidak menakutkan tentara Ṭalut yang beriman yang berkeyakinan akan menemui Allah pada hari Kiamat dengan penuh keteguhan hati. Mereka berkata, "Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak, dengan izin Allah. Sebab Allah menyertai orang-orang yang sabar dengan pertolongannya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
257 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 250 | 41 | 5 | 2 | 1 | وَلَمَّا بَرَزُوْا لِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ قَالُوْا رَبَّنَآ اَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَّثَبِّتْ اَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ۗ | Wa lammā barazū lijālūta wa junūdihī qālū rabbanā afrig ‘alainā ṣabraw wa ṡabbit aqdāmanā wanṣurnā ‘alal-qaumil-kāfirīn(a). | Ketika mereka maju melawan Jalut dan bala tentaranya, mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kukuhkanlah langkah kami, dan menangkanlah kami atas kaum yang kafir.” | null | null | Dan ketika saat yang mencekam semakin dekat, mereka, yakni kelompok kecil namun didukung keimanan yang kuat, terus maju untuk melawan Jalut dan tentaranya, meski mereka tahu benar kekuatan mereka tidak sebanding dengan kekuatan tentara Jalut. Untuk menguatkan mental, mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami untuk menghadapi situasi yang berat ini; kukuhkanlah langkah kami di medan perang ini; dan tolonglah kami untuk menghadapi dan mengalahkan orang-orang kafir.” Cerita ini memberi kita beberapa pelajaran dalam menghadapi situasi yang berat dan sulit. Pertama, berani menghadapi dengan penuh kesabaran. Kedua, mempersiapkan apa saja yang memungkinkan untuk memantapkan langkah. Ketiga, berdoa untuk menguatkan mental. | Ketika raja Ṭalut beserta tentaranya telah berhadap-hadapan dengan raja Jalut dan tentaranya, dan menyaksikan betapa banyaknya jumlah musuh dan perlengkapan yang serba sempurna, mereka berdoa kepada Allah agar dilimpahkan iman ke dalam hati mereka, sabar dan tawakal pada Allah dan agar Allah menolong mereka mengalahkan musuh-musuhnya yang menyembah berhala itu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
258 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 251 | 41 | 5 | 2 | 1 | فَهَزَمُوْهُمْ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَقَتَلَ دَاوٗدُ جَالُوْتَ وَاٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهٗ مِمَّا يَشَاۤءُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللّٰهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْاَرْضُ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ ذُوْ فَضْلٍ عَلَى الْعٰلَمِيْنَ | Fahazamūhum bi'iżnillāh(i), wa qatala dāwūdu jālūta wa ātāhullāhul-mulka wal-ḥikmata wa ‘allamahū mimmā yasyā'(u), wa lau lā daf‘ullāhin-nāsa ba‘ḍahum biba‘ḍil lafasadatil-arḍu wa lākinnallāha żū faḍlin ‘alal-‘ālamīn(a). | Mereka (tentara Talut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Daud membunuh Jalut. Kemudian, Allah menganugerahinya (Daud) kerajaan dan hikmah (kenabian); Dia (juga) mengajarinya apa yang Dia kehendaki. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Akan tetapi, Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam. | null | null | Maka mereka mampu mengalahkannya, yakni Jalut dan tentaranya, dengan izin Allah, dan bahkan seorang pemuda bernama Dawud yang bergabung dengan tentara Talut berhasil membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya, Dawud, dua anugerah yang belum pernah diberikan kepada rasul-rasul sebelumnya, yaitu kerajaan dan hikmah agar bisa membawa maslahat, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki, seperti membuat baju besi dan memahami bahasa burung. Dan kalau Allah tidak melindungi melalui kekuasaan dan kehendak-Nya kepada sebagian manusia dengan memunculkan kekuatan penyeimbang bagi sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini, karena mereka akan bertindak semenamena dan menindas yang lemah. Tetapi Allah mempu-nyai karunia yang dilimpahkan-Nya atas seluruh alam, yakni apabila kezaliman merajalela, Allah akan memunculkan kekuatan yang mengimbanginya. | Kemudian tentara Ṭalut mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah. Dalam peperangan itu, Nabi Dawud, yang juga ikut berperang, berhasil membunuh raja Jalut. Sebelum terjadi peperangan yang dahsyat itu, raja Jalut yang tubuhnya sangat besar dan tinggi dan memakai baju besi, dengan penuh kesombongan menantang untuk melakukan perang tanding seorang lawan seorang. Dari pihak Bani Israil sendiri tidak ada yang berani tampil ke muka untuk melayani tantangan itu, maka datanglah seorang pemuda penggembala kambing yaitu Dawud (yang kemudian menjadi nabi) dan beliau menyatakan kesediaannya untuk menghadapi raja Jalut. Ternyata yang dipergunakannya hanya sebuah alat pelempar batu yang selalu dipergunakan untuk melindungi kambing-kambingnya dari serangan serigala. Karena raja Jalut ini memakai baju besi, maka sukar sekali ditembus badannya dengan batu. Karena itu Dawud dengan kepandaiannya membidik lobang diantara dua matanya sebagai sasarannya, ternyata lemparan beliau tepat mengenai sasaran sehingga raja Jalut rubuh seketika karena dahinya ditembus oleh peluru batu itu.
Setelah itu Dawud mengambil pedangnya dan memenggal leher Jalut sehingga putus dan terpisah dari badannya. Maka dengan gugurnya raja Jalut itu buyarlah seluruh kaum Amalik karena rajanya telah terbunuh. Seluruh tentara Bani Israil dengan suara gemuruh dan gegap gempita menyambut Dawud yang kemudian dijadikan menantu oleh raja Ṭalut sebagai penghargaan atas jasanya.
Selain kemenangan itu, Allah menganugerahkan pula hikmah dan kerajaan kepada Dawud sehingga ia menjadi orang yang pertama-tama merangkap dua jabatan sekaligus, yaitu sebagai nabi dan raja.
Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, rusaklah bumi ini; dan seandainya Allah tidak menolak orang-orang jahat dan zalim dengan orang-orang yang berbuat kebajikan niscaya kejahatan itu akan tambah merajalela dan menghancurkan orang-orang yang baik. Tetapi Allah sengaja mengatur benteng-benteng pertahanan itu karena Allah mempunyai karunia yang dianugerahkan kepada semesta alam. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | null |
259 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 252 | 41 | 5 | 2 | 1 | تِلْكَ اٰيٰتُ اللّٰهِ نَتْلُوْهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَاِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ۔ | Tilka āyātullāhi natlūhā ‘alaika bil-ḥaqq(i), wa innaka laminal-mursalīn(a). | Itulah ayat-ayat Allah. Kami membacakannya kepadamu (Nabi Muhammad) dengan benar. Sesungguhnya engkau benar-benar termasuk di antara para rasul. | null | null | Itulah sebagian ayat-ayat Allah, khususnya mukjizat-mukjizat yang tertera di dalam surah ini, seperti kisah Bani Israil tersebut. Kami bacakan dan turunkan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar demi menguatkan Al-Qur'an sebagai kitab hidayah. Dan engkau, Nabi Muhammad, adalah benar-benar seorang rasul, sebab tidak ada yang mampu menyebutkan kisah-kisah itu selain orang yang mendapat pengajaran dari Allah. | Demikianlah ayat Allah diturunkan kepada manusia dengan sebenarnya. Sesungguhnya ayat-ayat ini menjadi saksi atas kerasulan Nabi Muhammad saw yang tidak dapat diragukan lagi oleh semua ahli kitab Yahudi maupun Nasrani. Ternyata kisah-kisah yang diuraikan itu sesuai betul dengan apa yang ada di dalam kitab-kitab mereka, meskipun Nabi Muhammad saw tidak menyaksikan sendiri peristiwa-peristiwa itu. Namun semuanya dapat diketahui beliau semata-mata dengan perantaraan wahyu yang diturunkan kepadanya. Allah dengan tegas menyatakan:
وَاِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ۔
… dan engkau (Muhammad) adalah benar-benar seorang rasul. (al-Baqarah/2: 252) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Setelah mewajibkan perang untuk melindungi hak dan kebenaran serta mewajibkan infak fī sabīlillāh untuk memelihara kemuliaan agama dan umat Islam, maka ayat ini mengisahkan segolongan Bani Israil yang diusir dari kampung halamannya dan dipisahkan dari keluarganya dengan kekerasan karena mereka takut dan lemah imannya. | KISAH TALUT DAN JALUT | Kosakata: Tābūt تَابُوْت (al-Baqarah/2: 248)
Tābūt berasal dari bahasa asing (bukan bahasa Arab) yang diarabkan artinya “peti syahadat”, atau “tabut perjanjian”, Ark of the Covenant, benda yang paling suci dalam agama Yahudi, berisi dua keping batu bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan (Ten Commandments).
Tābūt adalah sebuah peti terbuat dari kayu penaga, dua setengah hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah hasta tingginya, dan dibalut dengan emas murni; dibingkai dengan emas dan dituang empat gelang emas, dipasang pada empat penjuru Tabut, dilengkapi dengan kayu pengusung yang dimasukkan ke dalam gelang, dan harus tetap tinggal dalam gelang itu. Demikian menurut Kitab Keluaran 25:1-20, diawali dengan perintah Tuhan kepada Musa, bahwa orang Israel “… harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka …”
Ayat 246 sebelumnya menyebutkan bahwa ada seorang nabi sesudah Musa, yang menurut anggapan ahli kitab orang ini adalah Samuel. Orang-orang Filistin—sebuah suku bangsa purba yang sudah punah menyerang dan menghancurkan mereka. Sebaliknya daripada bertawakal kepada Allah dan berpegang teguh pada keberanian dan persatuan, pihak Israel mengarak Tabut keluar, benda milik mereka yang paling suci, supaya dapat menolong mereka dalam peperangan. Tetapi musuh dapat menaklukkan Israel dan membawa Tabut itu dan menahannya selama tujuh bulan. Setelah itu dikembalikan kepada mereka. Orang-orang Filistin itu kemudian ditaklukkan oleh Samuel (I Samuel vii. 2-7). | null | 1. Umat di zaman dahulu beranggapan bahwa orang yang paling berhak menjadi pemimpin adalah orang-orang kaya dan para bangsawan, padahal sifat-sifat yang harus diutamakan dalam pengangkatan seorang pemimpin ialah segi ilmu pengetahuan, kekuatan pisik, budi pekerti, dan ketakwaan kepada Allah.
2. Kemenangan dalam peperangan dapat tercapai dengan sempurna apabila setiap prajurit mempunyai disiplin yang ketat dan keimanan yang kuat.
3. Golongan yang kecil dapat mengalahkan golongan yang besar jika disertai dengan kesabaran dan ketabahan.
4. Telah menjadi sunnatullah bahwa Allah menolak keganasan manusia dengan sebagian manusia yang lain. |
260 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 253 | 42 | 5 | 3 | 1 | ۞ تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۘ مِنْهُمْ مَّنْ كَلَّمَ اللّٰهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجٰتٍۗ وَاٰتَيْنَا عِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنٰتِ وَاَيَّدْنٰهُ بِرُوْحِ الْقُدُسِۗ وَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِيْنَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ وَلٰكِنِ اخْتَلَفُوْا فَمِنْهُمْ مَّنْ اٰمَنَ وَمِنْهُمْ مَّنْ كَفَرَ ۗوَلَوْ شَاۤءَ اللّٰهُ مَا اقْتَتَلُوْاۗ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيْدُ ࣖ | Tilkar-rusulu faḍḍalnā ba‘ḍahum ‘alā ba‘ḍ(in), minhum man kallamallāhu wa rafa‘a ba‘ḍahum darajāt(in), wa ātainā ‘īsabna maryamal-bayyināti wa ayyadnāhu birūḥil-qudus(i), wa lau syā'allāhu maqtatalal-lażīna mim ba‘dihim mim ba‘di mā jā'athumul-bayyinātu wa lākinikhtalafū fa minhum man āmana wa minhum man kafar(a), wa lau syā'allāhu maqtatalū, wa lākinnallāha yaf‘alu mā yurīd(u). | Para rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Di antara mereka ada yang Allah berbicara (langsung) dengannya dan sebagian lagi Dia tinggikan beberapa derajat. Kami telah menganugerahkan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti yang sangat jelas (mukjizat) dan Kami memperkuat dia dengan Ruhulkudus (Jibril). Seandainya Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak akan saling membunuh setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Akan tetapi, mereka berselisih sehingga ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kufur. Andaikata Allah menghendaki, tidaklah mereka saling membunuh. Namun, Allah melakukan apa yang Dia kehendaki. | null | null | Setelah pada ayat yang lalu dijelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah salah seorang rasul yang diutus Allah, di sini dijelaskan kedudukan para rasul di sisi-Nya dan keadaan umat mereka setelah kepergian para rasul itu. Rasul-rasul yang mulia dan tinggi derajatnya yang telah Kami sebutkan itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain dengan keutamaan yang diberikan kepada mereka. Di antara mereka ada yang Allah berfirman dengannya secara langsung dan mengajaknya berbicara sesuai keagungan-Nya, seperti Nabi Musa saat berada di Tur Sina dan Nabi Muhammad saat mikraj di Sidratulmuntaha, dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat seperti Nabi Muhammad yang dibekali dengan ajaran yang bersifat universal. Dan Kami beri Isa putra Maryam beberapa mukjizat yang menjadi bukti kebenaran risalah yang ia bawa, seperti menyembuhkan anak yang terlahir buta, orang yang menderita penyakit belang; menghidupkan orang yang sudah mati, dan sebagainya; semua atas izin Allah. Dan Kami perkuat dia dengan Rohulkudus, yaitu Jibril yang selalu berada mendampingi dan memberinya dukungan hingga ia diangkat oleh Allah ke langit. Para rasul itu datang dengan membawa petunjuk, agama kebenaran, dan beberapa penjelasan. Maka, sudah semestinya semua manusia beriman, tidak berselisih dan saling memerangi. Tetapi kalau Allah menghendaki, niscaya orang-orang yang datang setelah mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, bertengkar, mengutuk dan berkelahi sebagai puncak perselisihan mereka. Yang lebih buruk lagi, perselisihan mereka justru terjadi setelah bukti-bukti nyata sampai kepada mereka. Bukti-bukti itu mereka putar-balikkan dan disalahpahami, tetapi Allah tidak menghendaki sehingga mereka berselisih dan perselisihan itu mengantar mereka ke dalam pertengkaran, saling mengutuk, berkelahi dan/atau saling membunuh. Maka, dari perselisihan itu juga mengakibatkan ada di antara mereka yang beriman dan ada pula yang kafir. Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka umat para rasul itu berbunuh-bunuhan setelah terjadi perselisihan sesama mereka. Demikianlah, kalau menghendaki, tidak terjadi perselisihan itu, tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya sesuai hikmah dan kebijaksanaan-Nya. | Dalam ayat ini dijelaskan bahwa di antara para rasul ada yang mendapat kesempatan berbicara langsung dengan Allah tanpa perantaraan malaikat Jibril. Rasul yang dimaksud di sini ialah Nabi Musa a.s. Beliau berbicara langsung dengan Allah swt. Pengalaman ini tidak pernah dialami oleh rasul-rasul yang lain. Oleh sebab itu Nabi Musa a.s. disebut “Kalīmullāh”, yang berarti, “Nabi yang diajak berbicara langsung oleh Allah swt”.[35]
Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa Nabi Isa telah diberi bermacam-macam mukjizat yang tidak diberikan kepada yang lain, misalnya: Nabi Isa telah dapat berbicara ketika dia masih berada dalam buaian; dapat menghidupkan kembali orang yang telah mati, serta menyembuhkan orang buta dan orang yang ditimpa penyakit sopak, dengan izin Allah. Allah menyokongnya pula dengan Rohulkudus, yaitu malaikat Jibril, di samping dia sendiri mempunyai jiwa yang murni.
Akhirnya Nabi Muhammad saw diberi derajat yang lebih tinggi daripada rasul-rasul sebelumnya, yaitu: beliau dinyatakan sebagai nabi dan rasul Allah yang terakhir, untuk seluruh umat manusia, sedang rasul-rasul yang lain hanya diutus untuk kaumnya saja. Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad berlaku untuk seluruh umat sampai akhir zaman. Al-Qur’an yang diterimanya, selain menjadi petunjuk bagi umat manusia, juga merupakan mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad, yang tidak tertandingi sepanjang masa.
Selanjutnya dalam ayat ini diterangkan keadaan umat manusia sepeninggal rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Pada umumnya, ketika rasul-rasul itu masih hidup, umatnya dapat bersatu padu, akan tetapi sepeninggal rasul mereka berselisih dan bertengkar, bahkan ada yang saling membunuh. Perbedaan paham dalam masalah agama mendorong mereka untuk saling mencaci, bahkan saling mengafirkan. Kefanatikan mereka terhadap suatu mazhab atau seorang imam menyebabkan mereka tidak mau menerima kebenaran yang dikemukakan oleh golongan lain.
Berbagai perselisihan itu terjadi, padahal mereka sudah mendapatkan berbagai keterangan yang nyata, dan mereka masih terus berselisih, sehingga sebagiannya beriman dan yang lainnya kafir. Andaikata Allah menghendaki agar manusia tidak berselisih dan tidak bermusuhan atau berbunuhan, niscaya Allah kuasa berbuat demikian. Jika Allah berbuat semacam itu tentulah manusia akan menjadi baik semuanya, dan dunia ini akan tenteram dari perselisihan-perselisihan antara manusia.
Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya, berdasarkan kepada hikmah dan pengetahuan yang maha tinggi. Allah memberi manusia tabiat, pikiran, perasaan dan kemauan, agar manusia itu dapat berpikir dan berbuat lebih baik dari makhluk-makhluk yang lain di bumi ini, agar mereka berpikir tentang kekuasaan Allah. Apabila manusia menggunakan pikiran dan perasaannya dengan sebaik-baiknya, niscaya mereka akan melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah dimana-mana, sebab alam yang terbentang luas ini adalah tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran-Nya dan semuanya itu adalah ciptaan-Nya.
Allah mengaruniakan agama kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, untuk menuntun akal manusia ke jalan yang benar. Sebab kemampuan akal manusia itu terbatas, apalagi mengenai masalah-masalah yang gaib atau abstrak, seperti sifat-sifat Allah, hal ihwal hari kemudian dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi perselisihan pendapat antara mereka, maka mereka dapat menyelesaikannya dengan petunjuk dari agama tersebut.
Perbedaan pendapat yang terjadi di antara manusia adalah wajar. Tetapi perbedaan pendapat ini tidak boleh menimbulkan permusuhan yang menyebabkan mereka saling membunuh.
Sejarah telah menunjukkan bahwa kaum Yahudi sepeninggal Nabi Musa telah berselisih dan berpecah-belah. Demikian pula yang terjadi pada umat Nasrani sepeninggal Nabi Isa sampai masa sekarang ini. Antara berbagai golongan Nasrani sendiri terjadi pertengkaran yang berlarut-larut, saling menyerang dan saling membunuh. Golongan yang satu tidak mau beribadah di tempat peribadatan golongan lain, walaupun mereka seagama.
Umat Islam pun tak luput dari perpecahan, padahal ketika Nabi Muhammad masih hidup, mereka telah menjadi umat yang bersatu-padu, dan mempunyai potensi yang besar dalam pembentukan masyarakat yang hidup rukun dan saling menolong. Tetapi kemudian mereka jadi terkotak-kotak, karena adanya perbedaan paham, ditambah dengan fanatisme mazhab dan golongan, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah; mereka menjadi umat yang terbelakang, dengan perekonomian yang lemah; serta menjadi bulan-bulanan umat lain. Padahal Allah telah memberikan petunjuk dalam Al-Qur’an:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ ٥٩ (النساۤء)
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (an-Nisā’/4:59). | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada akhir ayat yang lalu telah ditegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah salah seorang dari utusan Allah. Lalu dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah telah menganugerahkan keistimewaan kepada masing-masing rasul-Nya, sebagian dari mereka telah diberi-Nya derajat kehormatan yang lebih tinggi daripada yang lain34). Nabi Ibrahim a.s. disebut “Khalīlullāh”35). Beliau disebut demikian karena ketaatan dan keikhlasan serta kesabaran beliau dalam menjalankan perintah Allah swt. Nabi Daud a.s. di samping menjadi nabi dan rasul, juga sekaligus menjadi khalifah dan raja bagi umatnya pada masa itu. | KEISTIMEWAAN DAN PERBEDAAN DERAJAT PARA RASUL | Kosakata: Rūḥ al-Qudus رُوْحُ اْلقُدُسْ (al-Baqarah/2: 253)
Rūḥ al-Qudus (Rohulkudus), “Roh yang suci”, yakni malaikat utusan Allah yang membawakan wahyu-Nya kepada Rasulullah. Rohulkudus merupakan salah satu sebutan atau gelar kehormatan malaikat Jibril (al-Baqarah/2: 87, 253, al-Mā’idah/5: 110, an-Naḥl/16: 102). Sebutan lain adalah ar-Rūḥ al-Amīn (asy-Syu‘arā’/26: 193), “Roh yang dapat dipercaya”, atau dipakai juga ar-Rasūl sebagai utusan Allah secara umum.
Dalam hubungannya dengan Nabi Isa, menurut Ibn Abbas, Nabi Isa disebut Ruh (an-Nisā’/4: 171), ketika Nabi Isa a.s. dapat menghidupkan orang mati. Ketika Nabi Isa hendak dibunuh, ia dilindungi oleh Jibril (Rohulkudus). Dalam Ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Isa telah dibantu dan diperkuat posisinya sebagai nabi oleh Rūḥ al-Qudus, yaitu Malaikat Jibril. | null | 1. Allah telah memberikan kepada masing-masing rasul-Nya kelebihan dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
2. Perbedaan paham antara manusia adalah wajar, karena masing-masing telah diberi pikiran, sehingga pendapat dan pemikiran mereka mungkin berbeda-beda. Tetapi perpecahan dan permusuhan yang disebabkan perbedaan paham dalam agama tidaklah dibenarkan, sebab Allah telah menunjukkan bagaimana caranya menyelesaikan perbedaan paham antara sesama umat Islam. |
261 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 254 | 42 | 5 | 3 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰكُمْ مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خُلَّةٌ وَّلَا شَفَاعَةٌ ۗوَالْكٰفِرُوْنَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ | Yā ayyuhal-lażīna āmanū anfiqū mimmā razaqnākum min qabli ay ya'tiya yaumul lā bai‘un fīhi wa lā khullatuw wa lā syafā‘ah(tun), wal-kāfirūna humuẓ-ẓālimūn(a). | Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya serta mengikuti petunjuknya! Infakkanlah dengan mengeluarkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, baik dalam bentuk yang wajib seperti zakat maupun infak yang bersifat sunah. Bersegeralah sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli yang mendatangkan keuntungan, atau seseorang dapat membeli dirinya dengan sejumlah harta yang ia bayarkan sebagai tebusan agar dirinya tidak mendapat siksa Tuhan pada hari kiamat, ketika tidak ada lagi persahabatan yang memungkinkan seseorang membantu walau persahabatan itu sangat dekat yang dapat menyelamatkan dari azab Allah. Kalau sahabat yang sangat akrab saja tidak bisa, apalagi sahabat biasa. Dan pada hari itu tidak ada lagi syafaat pertolongan dari seseorang yang dapat meringankan azab kecuali dari orang-orang yang mendapat izin dan rida dari Allah. Orang-orang kafir itulah orang yang zalim dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah, sebab mereka tidak menyambut baik seruan kebenaran. | Pada ayat ini diperintahkan kepada orang-orang yang beriman agar menafkahkan sebagian dari harta benda yang telah dilimpahkan kepada mereka untuk kepentingan diri dan keluarga, atau kepentingan masyarakat umum. Mereka harus ingat bahwa akan datang suatu hari dimana tidak akan ada lagi kesempatan bagi mereka untuk membelanjakan harta benda tersebut, sebab pada hari itu terjadi hari kiamat yang diikuti oleh hari pembalasan. Tidak ada lagi teman karib yang akan memberikan pertolongan, dan tak ada lagi orang-orang yang dapat menyelamatkan dan memberikan bantuan. Harta benda dan anak cucu pun tak dapat memberikan pertolongan apa-apa. Kecuali orang yang datang menghadap Tuhan dengan hati yang suci dan amalan yang banyak.
Orang yang tidak mau membelanjakan harta bendanya di dunia untuk kepentingan umum (fī sabīlillāh), adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. Dengan demikian mereka akan menjadi orang yang zalim terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Zalim terhadap diri sendiri adalah karena dengan keingkaran itu dia akan mendapat azab dari Allah. Zalim terhadap orang lain, karena dia enggan memberikan hak orang lain yang ada pada harta bendanya itu, baik berupa zakat yang telah diwajibkan kepadanya, maupun sedekah dan berbagai sumbangan yang dianjurkan oleh agama.
Ada berbagai pendapat para ulama mengenai infak atau “pembelanjaan harta” yang dimaksudkan dalam ayat ini. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “infak” dalam ayat ini ialah infak-wajib, yaitu zakat, karena di akhir ayat ini Allah menyebut orang-orang yang tidak mau berinfak itu sebagai kafir. Seandainya yang dimaksudkan dengan infak di sini hanya sunnah, yaitu “sedekah”, tentu mereka yang tidak bersedekah tidak akan disebut sebagai kafir.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini ialah infak untuk kepentingan jihad fī sabīlillāh, yaitu untuk kepentingan perjuangan menegakkan agama Allah serta mempertahankan diri dan negara terhadap ancaman musuh. Sedang ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini adalah infak wajib dan infak sunah, yaitu zakat dan sedekah. Adapun kata-kata “kafir” dalam ayat ini adalah mempunyai arti “enggan berzakat” bukan kafir dalam pengertian tidak beriman.
Harta benda menurut Islam mempunyai fungsi sosial, di samping untuk kepentingan pribadi. Apabila seseorang telah berhasil memperoleh harta benda dengan cara yang halal, maka dia mempunyai kewajiban untuk membelanjakan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan diri dan keluarganya, dan sebagiannya lagi untuk kepentingan umum, baik berupa zakat, sedekah atau sumbangan suka rela untuk kemaslahatan umum.
Menunaikan zakat mengandung dua macam faedah. Pertama, faedah bagi orang yang menunaikan zakat itu, ialah membebaskannya dari kewajiban yang telah dipikulkan Allah kepadanya. Dengan demikian dia akan memperoleh rida dan ganjaran-Nya, dan juga akan menghilangkan sifat kikir dari dirinya. Faedah kedua ialah: bahwa penunaian zakat itu berarti pula menyucikan harta bendanya yang berlebih (yang tersisa) setelah zakat itu dikeluarkan, sebab selama zakat itu belum dikeluarkan, senantiasa pada hartanya itu terkandung hak orang lain, yaitu hak kaum kerabat, fakir miskin, ibnu sabil dan orang-orang lain yang memerlukan pertolongan (at-Taubah/9: 103; ar-Rūm/30: 38; al-An‘ām/6: 141; aż-Żāriyāt/51: 19).
Sungguh amat tinggi hikmah yang terkandung dalam Syariat Islam yang berkenaan dengan zakat. Sebab manusia pada umumnya bersifat kikir. Apabila dia berhasil memperoleh harta benda, berat hatinya untuk membelanjakan harta bendanya untuk kepentingan orang lain. Bahkan ada pula orang yang enggan membelanjakan harta bendanya bagi kepentingan dirinya sendiri, padahal dia telah bersusah payah mengumpulkannya. Kalau dia ingat bahwa pada suatu ketika dia akan meninggalkan dunia fana ini, dan meninggalkan harta benda itu, niscaya dia tidak akan bersifat kikir.
Agama Islam telah menunjukkan obat yang sangat manjur untuk membasmi penyakit bakhil dari hati manusia. Islam memberikan didikan dan latihan kepada manusia untuk bersifat dermawan, murah hati, dan suka berkorban untuk kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain, ialah dengan peraturan zakat dan sedekah (al-Baqarah/2: 245, 261, 265, 274; an-Nūr/24: 22).
Sedekah dan berbagai sumbangan yang kita berikan untuk kepentingan umum, oleh agama dinilai sebagai “amal jariah”, suatu amal yang pahalanya akan tetap mengalir kepada orang yang melakukannya, walaupun dia telah meninggal dunia, selama hasil sumbangannya itu dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dalam penunaian zakat dan sedekah diperlukan niat yang ikhlas, yaitu mencari rida Allah dan terjauh dari sifat ria, ingin dipuji dan disanjung oleh manusia.
Menunaikan zakat dan sedekah adalah merupakan manifestasi dari rasa iman dan syukur kepada Allah yang telah menjanjikan akan menambah rahmat-Nya kepada siapa saja yang mau bersyukur. Sebaliknya orang-orang yang tidak mau bersyukur, sehingga dia enggan berzakat dan bersedekah, telah diancam dengan azab di hari kemudian.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧ (ابرٰهيم)
”Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Ibrāhīm/14:7) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, Allah telah menerangkan keistimewaan dan kelebihan yang telah dikaruniakan kepada masing-masing rasul-Nya. Salah satu ajakan para rasul mengingatkan manusia akan hari akhirat, maka pada ayat ini Allah menghimbau kaum mukmin untuk berinfak. | ANJURAN UNTUK MENGINFAKKAN HARTA | Kosakata: Khullatun خُلَّةٌ (al-Baqarah/2: 254)
Secara etimologis, khullah berarti mawaddah dan persaudaraan (al-ikhā’) atau persahabatan (aṣ-ṣadaqah). Arti kata dasarnya adalah sesuatu yang berada di sela-sela yang lain. Khullah diartikan persahabatan karena kecintaan antara satu dengan lainnya sudah merasuk dalam hati sanubari masing-masing. Nabi Ibrahim dijuluki khalīl ar-raḥmān juga karena kecintaannya kepada Allah sudah mendalam. Maksud tidak ada khullah dalam ayat ini adalah tidak ada lagi persahabatan atau persaudaraan apalagi tolong menolong pada hari kiamat. Sebab itu, Allah menganjurkan kepada umat manusia untuk menginfakkan hartanya di jalan Allah. | null | 1. Orang mukmin diharuskan menginfakkan sebagian dari harta bendanya untuk kemaslahatan umum, baik berupa zakat, maupun sedekah.
2. Mereka harus selalu menyadari bahwa suatu ketika akan datang suatu hari, saat mereka tidak dapat lagi mengeluarkan zakat dan sedekahnya, dan tidak dapat lagi memanfaatkan harta bendanya, yaitu hari kiamat.
3. Yang dimaksud dengan “orang kafir” dalam ayat ini ialah orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat, dengan demikian berarti mereka kafir terhadap nikmat dan karunia Allah. Mereka itu adalah orang yang zalim, baik terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap orang lain. Maka sewajarnyalah mereka mendapat azab dari Allah. |
262 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 255 | 42 | 5 | 3 | 1 | اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ | Allāhu lā ilāha illā huw(a), al-ḥayyul-qayyūm(u), lā ta'khużuhū sinatuw wa lā naum(un), lahū mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ(i), man żal-lażī yasyfa‘u ‘indahū illā bi'iżnih(ī), ya‘lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭūna bisyai'im min ‘ilmihī illā bimā syā'(a), wasi‘a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ(a), wa lā ya'ūduhū ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm(u). | Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. | null | null | Allah; tidak ada tuhan yang pantas disembah dan dipertuhan selain Dia. Yang Mahahidup, kekal, dan memiliki semua makna kehidupan yang sempurna, Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak seperti manusia, Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur, sebab keduanya adalah sifat kekurangan yang membuat-Nya tidak mampu mengurus makhluk-Nya. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia Yang menciptakan, memelihara, memiliki, dan bertindak terhadap semua itu. Tidak ada yang dapat memberi syafaat pertolongan di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia demikian perkasa dan kuasa sehingga berbicara di hadapan-Nya pun harus setelah memperolah restu-Nya, bahkan apa yang disampaikan itu harus sesuatu yang benar. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka, yakni apa saja yang sedang dan akan terjadi, dan apa yang di belakang mereka, yakni sesuatu yang telah berlalu. Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, atau masa depan. Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki untuk mereka ketahui dengan memperlihatkan dan memberitahukannya. Kursi-Nya, yaitu kekuasaan, ilmu, atau kursi tempat kedua kaki Tuhan (yang tidak diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah) berpijak, sangat luas, meliputi langit dan bumi. Dan jangan menduga karena kursi-Nya terlalu luas, Dia letih mengurus itu semua. Tidak! Dia tidak merasa berat maupun kesulitan memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi zat dan sifat-sifat-Nya jika dibanding makhluk-makhlukNya, Mahabesar dengan segala keagungan dan kekuasaan-Nya. Inilah Ayat Kursi, ayat teragung dalam Al-Qur'an karena mencakup namanama dan sifat-sifat Allah yang menunjukkan kesempurnaan zat, ilmu, kekuasaan, dan keagungan-Nya. Ayat ini dinamakan Ayat Kursi. Siapa yang membacanya akan memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu setan. | Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, dan hanya Dia yang berhak untuk disembah. Adapun tuhan-tuhan yang lain yang disembah oleh sebagian manusia dengan alasan yang tidak benar, memang banyak jumlahnya. Akan tetapi Tuhan yang sebenarnya hanyalah Allah. Hanya Dialah Yang hidup abadi, yang ada dengan sendiri-Nya, dan Dia pulalah yang selalu mengatur makhluk-Nya tanpa ada kelalaian sedikit pun.
Kemudian ditegaskan lagi bahwa Allah tidak pernah mengantuk. Orang yang berada dalam keadaan mengantuk tentu hilang kesadarannya, sehingga dia tidak akan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik, padahal Allah swt senantiasa mengurus dan memelihara makhluk-Nya dengan baik, tidak pernah kehilangan kesadaran atau pun lalai.
Karena Allah tidak pernah mengantuk, sudah tentu Dia tidak pernah tidur, karena mengantuk adalah permulaan dari proses tidur. Orang yang tidur lebih banyak kehilangan kesadaran daripada orang yang mengantuk.
Sifat Allah yang lain yang disebutkan dalam ayat ini ialah bahwa Dialah yang mempunyai kekuasaan dan yang memiliki apa yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan yang tak terbatas, sehingga Dia dapat berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Semuanya ada dalam kekuasaan-Nya, sehingga tidak ada satu pun dari makhluk-Nya termasuk para nabi dan para malaikat yang dapat memberikan pertolongan kecuali dengan izin-Nya, apalagi patung-patung yang oleh orang-orang kafir dianggap sebagai penolong mereka.
Yang dimaksud dengan “pertolongan” atau “syafaat” dalam ayat ini ialah pertolongan yang diberikan oleh para malaikat, nabi dan orang-orang saleh kepada umat manusia pada hari kiamat untuk mendapatkan keringanan atau kebebasan dari hukuman Allah. Syafaat itu akan terjadi atas izin Allah. Dalam hadis disebutkan :
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ...فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: شَفَعَتْ اَلْمَلاَئِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّوْنَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُوْنَ (رواه أحمد ومسلم عن ابي سعيد الخدري)
Nabi Saw bersabda, “…Kemudian Allah berfirman, “Para Malaikat memberikan syafaat, para Nabi memberikan syafaat, dan orang-orang mukmin juga memberikan syafaat. (Riwayat Aḥmad dan Muslim dari Abu Sa‘id al-Khudrī)
Sifat Allah yang lain yang disebutkan dalam ayat ini ialah: bahwa Allah senantiasa mengetahui apa saja yang terjadi di hadapan dan di belakang makhluk-Nya, sedang mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari ilmu Allah, melainkan sekadar apa yang dikehendaki-Nya untuk mereka ketahui. Kursi Allah mencakup langit dan bumi. Allah tidak merasa berat sedikit pun dalam memelihara makhluk-Nya yang berada di langit dan di bumi, dan di semua alam ciptaan-Nya. Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Mereka tidak mengetahui ilmu Allah, kecuali apa yang telah dikehendaki-Nya untuk mereka ketahui. Dengan demikian, yang dapat diketahui oleh manusia hanyalah sekadar apa yang dapat dijangkau oleh pengetahuan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka, dan jumlahnya amat sedikit dibanding dengan ilmu-Nya yang luas. Hal ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya:
وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا
“… Sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (al-Isrā’/17:85) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, Allah swt telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar mereka mengeluarkan zakat atau pun sedekah dari harta benda mereka. Dia memperingatkan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat dan menyebut mereka sebagai “orang-orang yang kafir” terhadap nikmat dan karunia-Nya. Dalam ayat ini, Allah swt menyebutkan sebagian dari sifat-sifat-Nya yang maha tinggi. | AYAT KURSI | Kosakata: Kursi كُرْسِيٌّ (al-Baqarah/2: 255)
Secara etimologis, kursi berarti tempat duduk, singgasana atau tahta (ṣād/38: 34). Asal katanya الكرسي artinya tempat berkumpul. Segala sesuatu yang berkumpul disebut kursi. Oleh sebab itu, buku tulis disebut kurrāsah karena tempat berkumpulnya lembaran-lembaran kertas. Kursi dalam ayat ini, oleh sebagian mufasir ditakwil dengan ilmu Allah. Ada pula yang mengartikan kekuasaan-Nya. Menurut Ibnu ‘Abbās dalam riwayat yang sahih, yang dimaksud dengan Kursi adalah tempat dua telapak kaki Allah. Tentu saja dengan pengertian bahwa hal itu tidak sama dengan telapak kaki makhluk-Nya. Ada juga riwayat dari Ibnu ‘Abbās bahwa yang dimaksud dengan Kursi adalah ilmu Allah, tetapi riwayat ini lemah. Dalam ayat ini dijelaskan besar dan luasnya Kursi Allah yang meliputi langit dan bumi. | null | 1. Hanya Allah sajalah Tuhan bagi semua umat manusia yang wajib diimani, disembah, dipuji dan ditaati, sebab Dialah yang wajibul-wujud, hidup abadi. Dialah Pencipta, Pemelihara dan Pelindung alam ini.
2. Allah tidak mengantuk dan tidak tidur. Dia selalu mengurus makhluk-Nya tanpa lalai sedikit pun. Dia mengetahui apa saja yang terjadi di alam ini.
3. Hanya Allah yang menguasai, memiliki dan mengatur serta memelihara langit dan bumi, dan apa-apa yang terdapat pada keduanya. Dia tidak merasa berat memeliharanya.
4. Ilmu Allah Mahaluas, meliputi semua makhluk-Nya dan mengetahui segala yang dikerjakan mereka, baik yang tampak maupun yang tidak. |
263 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 256 | 42 | 5 | 3 | 1 | لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗوَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ | Lā ikrāha fid-dīn(i), qat tabayyanar-rusydu minal-gayy(i), famay yakfur biṭ-ṭāgūti wa yu'mim billāhi fa qadistamsaka bil-‘urwatil-wuṡqā, lanfiṣāma lahā, wallāhu samī‘un ‘alīm(un). | Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut79) dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. | 79 | 79) Kata tagut disebutkan untuk setiap yang melampaui batas dalam keburukan. Oleh karena itu, setan, dajal, penyihir, penetap hukum yang bertentangan dengan hukum Allah Swt., dan penguasa yang tirani dinamakan tagut. | Meski memiliki kekuasaan yang sangat luas, Allah tidak memaksa seseorang untuk mengikuti ajaran-Nya. Tidak ada paksaan terhadap seseorang dalam menganut agama Islam. Mengapa harus ada paksaan, padahal sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Oleh karena itu, janganlah kamu menggunakan paksaan apalagi kekerasan dalam berdakwah. Ajaklah manusia ke jalan Allah dengan cara yang terbaik. Barang siapa ingkar kepada Tagut, yaitu setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah, dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada ajaran agama yang benar sehingga tidak akan terjerumus dalam kesesatan, sama halnya dengan orang yang berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus sehingga dia tidak akan terjatuh. Agama yang benar ibarat tali yang kuat dan terjulur menuju Allah, dan di situ terdapat sebab-sebab yang menyelamatkan manusia dari murka-Nya. Allah Maha Mendengar segala yang diucapkan oleh hamba-Nya, Maha Mengetahui segala niat dan perbuatan mereka, sehingga semua itu akan mendapat balasannya di hari kiamat. | Tidak dibenarkan adanya paksaan untuk menganut agama Islam. Kewajiban kita hanyalah menyampaikan agama Allah kepada manusia dengan cara yang baik dan penuh kebijaksanaan, serta dengan nasihat-nasihat yang wajar, sehingga mereka masuk agama Islam dengan kesadaran dan kemauan sendiri (an-Naḥl/16:125).
Apabila kita sudah menyampaikan kepada mereka dengan cara yang demikian, tetapi mereka tidak juga mau beriman, itu bukanlah urusan kita, melainkan urusan Allah. Kita tidak boleh memaksa mereka. Dalam ayat yang lain (Yūnus/10:99) Allah berfirman yang artinya: “Apakah Engkau ingin memaksa mereka hingga mereka itu menjadi orang-orang yang beriman?”
Dengan datangnya agama Islam, jalan yang benar sudah tampak dengan jelas dan dapat dibedakan dari jalan yang sesat. Maka tidak boleh ada pemaksaan untuk beriman, karena iman adalah keyakinan dalam hati sanubari dan tak seorang pun dapat memaksa hati seseorang untuk meyakini sesuatu, apabila dia sendiri tidak bersedia.
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan kenabian Muhammad saw sudah cukup jelas. Maka terserah kepada setiap orang, apakah akan beriman atau kafir, setelah ayat-ayat itu sampai kepada mereka. Inilah etika dakwah Islam. Adapun suara-suara yang mengatakan bahwa agama Islam dikembangkan dengan pedang hanyalah tuduhan dan fitnah belaka. Umat Islam di Mekah sebelum berhijrah ke Medinah hanya melakukan salat dengan cara sembunyi, dan mereka tidak mau melakukannya secara demonstratif di hadapan kaum kafir.
Ayat ini turun kira-kira pada tahun ketiga sesudah hijrah, yaitu setelah umat Islam memiliki kekuatan yang nyata dan jumlah mereka telah bertambah banyak, namun mereka tidak diperbolehkan melakukan paksaan terhadap orang-orang yang bukan Muslim, baik secara halus, apa lagi dengan kekerasan.
Adapun peperangan yang telah dilakukan umat Islam, baik di Jazirah Arab, maupun di negeri-negeri lain, seperti di Mesir, Persia dan sebagainya, hanyalah semata-mata suatu tindakan beladiri terhadap serangan-serangan kaum kafir kepada mereka. Selain itu, peperangan dilakukan untuk mengamankan jalannya dakwah Islam, sehingga berbagai tindakan kezaliman dari orang-orang kafir yang memfitnah dan mengganggu umat Islam karena menganut dan melaksanakan agama mereka dapat dicegah, dan agar kaum kafir itu dapat menghargai kemerdekaan pribadi dan hak-hak asasi manusia dalam menganut keyakinan.
Di berbagai daerah yang telah dikuasai kaum Muslimin, orang yang belum menganut agama Islam diberi hak dan kemerdekaan untuk memilih: apakah mereka akan memeluk agama Islam ataukah akan tetap dalam agama mereka. Jika mereka memilih untuk tetap dalam agama semula, maka mereka diharuskan membayar “jizyah” yaitu semacam pajak sebagai imbalan dari perlindungan yang diberikan Pemerintah Islam kepada mereka. Keselamatan mereka dijamin sepenuhnya, asal mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang memusuhi Islam dan umatnya.[36]
Ini merupakan bukti yang jelas bahwa umat Islam tidak melakukan paksaan, bahkan tetap menghormati kemerdekaan beragama, walaupun terhadap golongan minoritas yang berada di daerah-daerah kekuasaan mereka. Sebaliknya dapat kita lihat dari bukti-bukti sejarah, baik pada masa dahulu, maupun pada zaman modern sekarang ini, betapa malangnya nasib umat Islam, apabila mereka menjadi golongan minoritas di suatu negara.
Ayat ini selanjutnya menerangkan bahwa barang siapa yang tidak lagi percaya kepada Ṭāgūt, atau tidak lagi menyembah patung, atau benda yang lain, melainkan beriman dan menyembah Allah semata-mata, maka dia telah mendapatkan pegangan yang kokoh, laksana tali yang kuat, yang tidak akan putus. Iman yang sebenarnya adalah iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lidah dan diiringi dengan perbuatan. Itulah sebabnya maka pada akhir ayat, Allah berfirman yang artinya: “Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Artinya Allah senantiasa mendengar apa yang diucapkan, dan Dia selalu mengetahui apa yang diyakini dalam hati, dan apa yang diperbuat oleh anggota badan. Allah akan membalas amal seseorang sesuai dengan iman, perkataan dan perbuatan mereka masing-masing. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, Allah telah menjelaskan sifat-sifat-Nya Yang Mulia, yang hanya dimiliki oleh-Nya semata. Dia mengetahui semua kejadian dan perbuatan yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Dalam ayat ini Dia menegaskan tentang larangan melakukan kekerasan dan paksaan bagi umat Islam terhadap orang yang bukan muslim untuk memaksa masuk agama Islam.
Sabab Nuzul
Riwayat Abū Dāud, Ibnu Ḥibbān, an-Nasā’i, as-Suddiy dan Ibnu Jarīr telah menyebutkan sebab turun ayat 256 ini, seorang lelaki bernama Abū al-Ḥusain dari keluarga Banī Salīm Ibnu ‘Auf al-Anṣāri mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama Nasrani, sebelum Nabi Muhammad saw diutus sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datang ke Medinah (setelah datangnya agama Islam) maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk Islam, dia berkata kepada mereka, “Saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw dan ayah mereka berkata, “Apakah sebagian dari tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat saja?” Maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan mereka itu tetap dalam agama semula. | TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MASUK AGAMA ISLAM | Kosakata: Ikrāh اِكْرَاهْ(al-Baqarah/2: 256)
Secara etimologis, ikrāh berarti paksaan, terbentuk dari kata akraha-yukrihu, bermakna memaksa. Akar katanya (كره), artinya ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi seseorang akibat dibebani sesuatu secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain tidak senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam ayat ini adalah bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk masuk agama Islam. Allah menghendaki agar seseorang masuk agama Islam secara sukarela, ikhlas, tanpa paksaan. Inilah yang menyebabkan keislaman seseorang bisa efektif. Berkaitan dengan misi dakwah, tugas kita hanyalah menyampaikan saja dan tidak diperkenankan memaksa obyek dakwah untuk mengikuti apa yang kita sampaikan, karena hal itu menjadi urusan Allah. | null | null |
264 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 257 | 43 | 5 | 3 | 1 | اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ࣖ | Allāhu waliyyul-lażīna āmanū yukhrijuhum minaẓ-ẓulumāti ilan-nūr(i), wal-lażīna kafarū auliyā'uhumuṭ-ṭāgūtu yukhrijuhum minan-nūri ilaẓ-ẓulumāt(i), ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a). | Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari aneka kegelapan menuju cahaya (iman). Sedangkan orang-orang yang kufur, pelindung-pelindung mereka adalah tagut. Mereka (tagut) mengeluarkan mereka (orang-orang kafir itu) dari cahaya menuju aneka kegelapan. Mereka itulah para penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. | null | null | Mereka yang berpegang teguh pada tali yang kukuh tidak akan sendiri karena Allah selalu menemani dan melindungi-Nya. Allah adalah pelindung orang yang beriman. Dia memelihara, mengangkat derajat, dan menolong mereka. Salah satu bentuk pertolongan-Nya adalah Dia selalu terus menerus mengeluarkan dan menyelamatkan mereka dari kegelapan kekufuran, kemunafikan, keraguan, dorongan mengikuti setan, dan hawa nafsu, kepada cahaya keimanan dan kebenaran. Cahaya iman apabila telah meresap ke dalam kalbu seseorang akan menerangi jalannya, dan dengannya ia akan mampu menangkal kegelapan dan menjangkau sekian banyak hakikat dalam kehidupan. Dan sebaliknya, orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, baik dari kalangan jin maupun manusia, yang mengeluarkan mereka dari cahaya hidayah kepada kegelapan kesesatan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya, dan itu adalah tempat yang palik buruk. | Allah adalah Pelindung orang-orang yang beriman. Dialah yang mengeluarkan mereka dari kekafiran kepada cahaya iman dan petunjuk. Sedang orang-orang kafir itu, pelindung-pelindungnya adalah setan yang mengeluarkan mereka dari cahaya iman kepada kegelapan kekafiran. Mereka adalah penghuni-penghuni neraka pada hari kemudian, dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Apabila orang kafir itu pada suatu ketika mendapatkan sedikit cahaya petunjuk dan iman, maka setan segera berusaha untuk melenyapkannya, sehingga iman yang mulai bersemi itu menjadi sirna, dan mereka kembali kepada kegelapan.
Oleh sebab itu, iman yang telah tertanam dalam hati harus selalu dipelihara, dirawat dan dipupuk dengan baik sehingga ia terus berkembang dan bertambah kuat, dan setan-setan tidak akan dapat merusaknya lagi. Pupuk keimanan adalah: ibadah, amal saleh dan memperdalam ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran agama Islam. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu, Allah telah menjelaskan sifat-sifat-Nya Yang Mulia, yang hanya dimiliki oleh-Nya semata. Dia mengetahui semua kejadian dan perbuatan yang dilakukan oleh makhluk-Nya. Dalam ayat ini Dia menegaskan tentang larangan melakukan kekerasan dan paksaan bagi umat Islam terhadap orang yang bukan muslim untuk memaksa masuk agama Islam.
Sabab Nuzul
Riwayat Abū Dāud, Ibnu Ḥibbān, an-Nasā’i, as-Suddiy dan Ibnu Jarīr telah menyebutkan sebab turun ayat 256 ini, seorang lelaki bernama Abū al-Ḥusain dari keluarga Banī Salīm Ibnu ‘Auf al-Anṣāri mempunyai dua orang anak laki-laki yang telah memeluk agama Nasrani, sebelum Nabi Muhammad saw diutus sebagai nabi. Kemudian kedua anak itu datang ke Medinah (setelah datangnya agama Islam) maka ayah mereka selalu meminta agar mereka masuk Islam, dia berkata kepada mereka, “Saya tidak akan membiarkan kamu berdua, hingga kamu masuk Islam.” Mereka lalu mengadukan hal itu kepada Rasulullah saw dan ayah mereka berkata, “Apakah sebagian dari tubuhku akan masuk neraka, dan aku hanya melihat saja?” Maka turunlah ayat ini, lalu sang ayah membiarkan mereka itu tetap dalam agama semula. | TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MASUK AGAMA ISLAM | Kosakata: Ikrāh اِكْرَاهْ(al-Baqarah/2: 256)
Secara etimologis, ikrāh berarti paksaan, terbentuk dari kata akraha-yukrihu, bermakna memaksa. Akar katanya (كره), artinya ketidaksenangan atau kesulitan yang dihadapi seseorang akibat dibebani sesuatu secara paksa. Pemaksaan adalah pekerjaan yang menyebabkan orang lain tidak senang atau tidak suka. Dengan demikian, maksud tidak ada ikrah dalam ayat ini adalah bahwa kita tidak boleh memaksa orang lain untuk masuk agama Islam. Allah menghendaki agar seseorang masuk agama Islam secara sukarela, ikhlas, tanpa paksaan. Inilah yang menyebabkan keislaman seseorang bisa efektif. Berkaitan dengan misi dakwah, tugas kita hanyalah menyampaikan saja dan tidak diperkenankan memaksa obyek dakwah untuk mengikuti apa yang kita sampaikan, karena hal itu menjadi urusan Allah. | null | 1. Agama Islam tidak membolehkan umatnya menggunakan paksaan terhadap orang yang non Muslim untuk masuk agama Islam.
2. Pendapat yang mengatakan bahwa Islam disiarkan dengan pedang atau kekerasan adalah tidak benar, dan bertentangan dengan kenyataan sejarah.
3. Orang yang memilih agama Islam sebagai agamanya adalah bagaikan orang yang telah mendapatkan pegangan yang kuat dan kokoh, yang tidak dikuatirkan akan putus.
4. Allah swt adalah Pelindung orang yang beriman.
5. Orang-orang kafir memilih setan sebagai pelindung mereka. Karena itu, mereka akan menjadi penghuni neraka, dan mereka akan kekal di dalamnya selama-lamanya. |
265 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 258 | 43 | 5 | 3 | 1 | اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ | Alam tara ilal-lażī ḥājja ibrāhīma fī rabbihī an ātāhullāhul-mulk(a), iż qāla ibrāhīmu rabbiyal-lażī yuḥyī wa yumīt(u), qāla ana uḥyī wa umīt(u), qāla ibrāhīmu fa innallāha ya'tī bisy-syamsi minal-masyriqi fa'ti bihā minal-magribi fabuhital-lażī kafar(a), wallāhu lā yahdil-qaumaẓ-ẓālimīn(a). | Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. | null | null | Tidakkah kamu memperhatikan keadaan yang sangat menakjubkan dari peristiwa orang yang mendebat Ibrahim mengenai keesaan dan kekuasaan Tuhannya dalam memelihara makhluk-Nya, karena Allah telah memberinya kerajaan atau kekuasaan, dan ia sombong dengannya. Kekuasaan itu membuatnya merasa wajar menjadi Tuhan menyaingi Allah. Kekuasaan memang seringkali menjadikan orang lupa diri dan Tuhannya. Kekuasaan itu seharusnya disyukuri, tetapi dengan angkuh ia malah bertanya kepada Ibrahim, “Siapa Tuhanmu?” Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dengan meniupkan roh ke dalam tubuh dan mematikan dengan cara mencabutnya.” Dia berkata dengan nada mengejek, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan,” yakni membiarkan hidup atau membunuh seseorang. Untuk menyudahi perdebatan, Ibrahim menunjukkan bukti kekuasaan Allah dengan berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu dan tidak mampu menjawab tantangan itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim dan menolak mengikuti kebenaran. | Pada ayat ini dicontohkan keadaan dan sifat keangkuhan raja Namrud dari Babilonia, ketika berhadapan dengan Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah. Raja Namrud telah dikaruniai Allah kekuasaan dan kerajaan yang besar, tetapi dia tidak bersyukur atas nikmat tersebut, bahkan menjadi seorang yang ingkar dan zalim. Rahmat Allah yang seharusnya digunakannya untuk menaati Allah, digunakannya untuk mendurhakai-Nya, dengan melakukan perbuatan yang tidak diridai-Nya.
Namrud yang telah mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindungnya itu, dengan sikap congkak berkata menentang Nabi Ibrahim, “Siapakah Tuhanmu yang kamu serukan agar kami beriman kepadanya?” Ibrahim menjawab, “Tuhanku adalah Allah yang kuasa menciptakan makhluk yang semula tidak ada, atau menghidupkan orang yang tadinya sudah mati”. Maka Namrud menjawab, “Kalau begitu, aku pun dapat pula menghidupkan dan mematikan.” Maksudnya, membiarkan hidup atau tidak membunuh seseorang yang seharusnya dia bunuh; dan dia sanggup mematikan seseorang, yaitu dengan membunuhnya. Sedang yang dimaksudkan oleh Ibrahim ialah bahwa Allah swt menciptakan makhluk hidup yang tadinya belum ada, yaitu dengan menciptakan tulang-tulang, daging dan darah, lalu meniupkan roh ke dalamnya, atau dari makhluk yang telah mati, kemudian Allah mengembalikannya menjadi hidup; pada Hari Kebangkitan kelak. Allah kuasa pula mematikan makhluk yang hidup, tidak dengan membunuhnya seperti yang dilakukan oleh manusia, melainkan dengan mengeluarkan roh makhluk tersebut dengan datangnya ajal atau dengan terjadinya hari kiamat kelak. Maka jawaban Namrud yang disebutkan dalam ayat ini adalah olok-olokan belaka, tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Ibrahim a.s.
Oleh karena jawaban Namrud itu tidak ada nilainya, maka Nabi Ibrahim tidak mengindahkan jawaban itu. Lalu dia berkata, “Tuhanku (Allah) kuasa menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah olehmu matahari itu dari barat.” Namrud tidak dapat menjawab. Sebab itu dia bungkam, tidak berkutik.
Di sini dapat dilihat perbedaan antara Nabi Ibrahim dan Namrud. Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah yang beriman dan taat kepada-Nya, senantiasa memperoleh petunjuk-Nya, sehingga dia tidak kehilangan akal dan dalil dalam perdebatan itu, bahkan dalilnya yang terakhir tentang bukti kekuasaan Allah dapat membungkam raja Namrud. Sebaliknya Raja Namrud yang ingkar dan durhaka kepada Allah, benar-benar tidak mendapat petunjuk-Nya, sehingga dia kalah dan tidak dapat berkutik lagi untuk menjawab tantangan Nabi Ibrahim. Itulah akibat orang yang mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindung mereka. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu dijelaskan salah satu dari sifat orang kafir, yaitu: mereka mengambil setan sebagai pemimpin, dan setan mengeluarkan mereka dari cahaya iman kepada kegelapan dan kekafiran. Dengan kata lain orang kafir itu adalah orang yang sangat ingkar, tidak mau beriman dan menerima petunjuk Tuhan. Dalam ayat ini Allah memberikan bukti nyata tentang bagaimana keingkaran mereka itu, serta dalih mereka untuk tidak menerima agama Allah yang dibawa oleh para rasul-Nya | MEMBANGKITKAN KEMBALI ORANG
YANG TELAH MATI | Kosakata: Yaṭma'inn يَطْمَئِنّ (al-Baqarah/2: 260)
Secara etimologi, kata yaṭma'inn adalah bentuk kedua (fi‘il muḍāri‘) dari kata iṭma'anna, masdarnya iṭmi'nān yang bermakna tenang, tenteram, atau aman. Dalam ayat ini, ucapan Ibrahim li yaṭma'inna qalbī, bukan berarti Ibrahim meragukan kekuasaan Allah swt dalam penciptaan makhluk-Nya, melainkan Ibrahim ingin supaya hatinya lebih tenang, tenteram, atau aman atas keimanannya kepada Allah dengan cara melihat langsung bagaimana Allah menghidupkan makhluk dari sesuatu yang mati. Pengalaman ini menjadi bukti kekuasaan Allah yang memperkuat keimanan Nabi Ibrahim. | null | null |
266 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 259 | 43 | 5 | 3 | 1 | اَوْ كَالَّذِيْ مَرَّ عَلٰى قَرْيَةٍ وَّهِيَ خَاوِيَةٌ عَلٰى عُرُوْشِهَاۚ قَالَ اَنّٰى يُحْيٖ هٰذِهِ اللّٰهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۚ فَاَمَاتَهُ اللّٰهُ مِائَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهٗ ۗ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۗ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا اَوْ بَعْضَ يَوْمٍۗ قَالَ بَلْ لَّبِثْتَ مِائَةَ عَامٍ فَانْظُرْ اِلٰى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۚ وَانْظُرْ اِلٰى حِمَارِكَۗ وَلِنَجْعَلَكَ اٰيَةً لِّلنَّاسِ وَانْظُرْ اِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوْهَا لَحْمًا ۗ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗ ۙ قَالَ اَعْلَمُ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ | Au kal-lażī marra ‘alā qaryatiw wa hiya khāwiyatun ‘alā ‘urūsyihā, qāla annā yuḥyī hāżihillāhu ba‘da mautihā, fa'amātahullāhu mi'ata ‘āmin ṡumma ba‘aṡah(ū), qāla kam labiṡt(a), qāla labiṡtu yauman au ba‘ḍa yaum(in), qāla bal labiṡta mi'ata ‘āmin fanẓur ilā ṭa‘āmika wa syarābika lam yatasannah, wanẓur ilā ḥimārik(a), wa linaj‘alaka āyatal lin-nāsi wanẓur ilal-‘iẓāmi kaifa nunsyizuhā ṡumma naksūhā laḥmā(n), falammā tabayyana lah(ū), qāla a‘lamu annallāha ‘alā kulli syai'in qadīr(un). | Atau, seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh menutupi (reruntuhan) atap-atapnya. Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah kehancurannya?” Lalu, Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (kembali). Dia (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Sebenarnya engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, (tetapi) lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-belulang) dan Kami akan menjadikanmu sebagai tanda (kekuasaan Kami) bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging (sehingga hidup kembali).” Maka, ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Aku mengetahui bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”80) | 80 | 80) Sains tidak bisa menjelaskan bagaimana orang yang ditidurkan selama seratus tahun dan makanannya tetap dalam keadaan utuh seperti sedia kala, sementara keledainya telah menjadi tulang belulang, lalu tulang belulang itu dikumpulkan dan atas kuasa Allah Swt. dapat hidup kembali. | Atau tidakkah kamu perhatikan kisah seperti cerita orang yang melewati suatu negeri yang bangunan-bangunannya telah roboh hingga menutupi reruntuhan atap-atapnya, sehingga negeri itu tidak lagi berpenduduk. Melihat keadaan demikian, dia berkata dalam hati, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Dia berkata demikian bukan karena tidak percaya kemampuan Allah menghidupkan yang telah mati; dia hanya mempertanyakan cara Allah menghidupkannya. Untuk membuktikan kekuasaan-Nya, lalu Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian menghidupkan dan membangkitkannya kembali. Setelah mengalami kematian dan dibangkitkan kembali, Dia (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal di sini?” Dia, pria itu, menjawab, “Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Ia tidak tahu persis berapa lama ia di sana sebab tidak ada perubahan berarti yang ia rasakan atau lihat pada dirinya. Allah berfirman, “Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tidak basi, tidak juga berkurang dari sebelumnya, tetapi lihatlah keledaimu yang telah mati seratus tahun yang lalu, menyisakan tulang belulang. Dan Kami lakukan ini semua agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia yang hidup setelah negeri itu mereka bangun kembali. Untuk mengetahui bagaimana cara Allah menghidupkan kembali yang telah mati, lihatlah tulang belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging, maka hidup dan bangkitlah keledai itu seperti sedia kala.” Maka ketika telah nyata baginya bukti kekuasaan Allah dalam menghidupkan kembali objek yang telah mati, dia pun berkata, “Saya mengetahui berdasar pandangan mata dan pengalaman setelah sebelumnya saya tahu berdasar argumen logika, bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” | Dalam ayat ini, Allah memberikan perumpamaan lain, yang juga bertujuan untuk membuktikan kekuasaan-Nya. Akan tetapi tokoh yang dikemukakan dalam perumpamaan ini bukanlah seorang yang ingkar dan tidak percaya kepada kekuasaan-Nya, melainkan seorang yang pada mulanya masih ragu tentang kekuasaan Allah, tetapi setelah melihat berbagai bukti yang nyata maka dia beriman dengan sepenuh hatinya dan mengakui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Disebutkan bahwa orang itu pada suatu kali berjalan melalui suatu desa yang sudah merupakan puing-puing belaka. Bangunannya sudah roboh, sehingga atap-atap yang jatuh ke tanah sudah tertimbun oleh reruntuhan dindingnya. Karena masih meragukan kekuasaan Allah, maka ketika dia menyaksikan puing-puing tersebut dia berkata, “Mungkinkah Allah menghidupkan kembali desa yang telah roboh ini, dan mengembalikannya kepada keadaan semula?”
Keraguannya tentang kekuasaan Allah untuk dapat mengembalikan desa itu kepada keadaan semula, dapat kita terapkan kepada sesuatu yang lebih besar dari itu, yakni: “Kuasakah Allah untuk menghidupkan makhluk-Nya kembali pada Hari Kebangkitan, setelah mereka semua musnah pada hari kiamat?”
Oleh karena orang tersebut bukan orang kafir, melainkan orang yang masih berada dalam tingkat keragu-raguan tentang kekuasaan Allah, dan dia memerlukan bukti dan keterangan, maka Allah berbuat sesuatu yang akan memberikan keterangan dan bukti tersebut kepadanya. Kejadian tersebut adalah demikian: Setelah dia menemukan desa itu sunyi sepi dan bangunan-bangunannya sudah menjadi puing, dia masih menemukan di sana pohon-pohon yang sedang berbuah. Lalu dia berhenti di suatu tempat, dan setelah menambatkan keledainya maka dia mengambil buah-buahan dan dimakannya. Sesudah makan ia pun tertidur. Pada saat itu Allah swt mematikannya, yaitu dengan mengeluarkan rohnya dari jasadnya. Seratus tahun kemudian Allah swt menghidupkan-Nya kembali, dengan mengembalikannya seperti keadaan semula, dan mengembalikan ruhnya ke tubuhnya. Proses “menghidupkan kembali” ini berlangsung dengan cepat dan mudah, tanpa melalui masa kanak-kanak dan sebagainya. Sisa makanan yang ditinggalkannya sebelum dia dimatikan, ternyata masih utuh dan tidak rusak, sedang keledainya sudah mati, tinggal tulang-belulang belaka. Setelah dia dihidupkan seperti semula, maka Allah mengajukan suatu pertanyaan kepadanya, “Sudah berapa lamakah kamu berada di tempat itu?” Allah swt mengajukan pertanyaan itu untuk menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk hal ihwal dirinya sendiri. Hal ini ternyata benar. Orang itu menyangka bahwa dia berada di tempat itu baru sebentar saja, yaitu sehari atau setengah hari. Sebab itu dia menjawab, “Aku berada di tempat ini baru sehari atau setengah hari saja”.
Lalu Allah menerangkan kepadanya bahwa dia telah berada di tempat itu seratus tahun lamanya. Kemudian Allah menyuruhnya untuk memperhatikan sisa-sisa makanan dan minuman yang ditinggalkannya seratus tahun yang lalu, yang masih utuh dan tidak rusak. Ini membuktikan kekuasaan Allah, sebab biasanya makanan menjadi rusak setelah dua atau tiga hari saja. Allah juga menyuruhnya untuk memperhatikan keledainya yang telah menjadi tulang-belulang pada tempat itu. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menyusun tulang-tulang itu di tempat dan susunannya semula. Sesudah itu diberi-Nya daging dan kulit serta alat tubuh lainnya, serta ditiupkan-Nya roh ke tubuh keledai itu sehingga ia hidup kembali.
Setelah melihat berbagai kenyataan itu semuanya, maka orang tersebut menyatakan imannya dengan ucapan, “Sekarang aku yakin benar bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati.” Berdasarkan keyakinan itu hilanglah keragu-raguannya tentang hari kebangkitan.
Dalam ayat ini Allah swt. tidak menjelaskan nama orang tersebut serta nama negeri yang dilaluinya. Yang penting dalam ayat ini adalah pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa itu.
Bukti-bukti kekuasaan Allah yang diperlihatkan dalam ayat ini adalah sebagai berikut:
1. Orang itu dihidupkan kembali sesudah dia mati seratus tahun lamanya. Tulang-belulang keledainya menjadi bukti untuk memastikan bahwa keledainya itu benar-benar telah mati sejak waktu yang lama. Allah kuasa menghidupkannya kembali.
2. Sisa-sisa makanan dan minumannya seratus tahun yang lalu itu ternyata masih utuh, tentu saja atas kehendak dan kekuasaan Allah. Ini membuktikan kekuasaan-Nya sebab dalam keadaan biasa, makanan dan minuman akan rusak setelah beberapa hari. Atau makanan itu memang telah rusak, tetapi Allah dapat mengembalikannya seperti semula. Ini pun menunjukkan kekuasaan-Nya.
3. Keledainya yang telah lama mati dan tinggal tulang-belulangnya, oleh Tuhan dihidupkan kembali seperti semula. Hal ini dilakukan di hadapan mata orang tersebut agar dapat disaksikan dengan nyata.
Semua hal itu merupakan bukti yang nyata tentang kekuasaan Allah, dan bahwa Allah kuasa menciptakan sesuatu, dan kuasa pula untuk mengulangi kejadian makhluknya. Maka sirnalah segala macam syubhat dan keraguan, dan timbullah keyakinan yang kokoh tentang keesaan dan kekuasaan Allah. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, termasuk membangkitkan dan menghidupkan kembali makhluk-Nya di akhirat sesudah kiamat. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu dijelaskan salah satu dari sifat orang kafir, yaitu: mereka mengambil setan sebagai pemimpin, dan setan mengeluarkan mereka dari cahaya iman kepada kegelapan dan kekafiran. Dengan kata lain orang kafir itu adalah orang yang sangat ingkar, tidak mau beriman dan menerima petunjuk Tuhan. Dalam ayat ini Allah memberikan bukti nyata tentang bagaimana keingkaran mereka itu, serta dalih mereka untuk tidak menerima agama Allah yang dibawa oleh para rasul-Nya | MEMBANGKITKAN KEMBALI ORANG
YANG TELAH MATI | Kosakata: Yaṭma'inn يَطْمَئِنّ (al-Baqarah/2: 260)
Secara etimologi, kata yaṭma'inn adalah bentuk kedua (fi‘il muḍāri‘) dari kata iṭma'anna, masdarnya iṭmi'nān yang bermakna tenang, tenteram, atau aman. Dalam ayat ini, ucapan Ibrahim li yaṭma'inna qalbī, bukan berarti Ibrahim meragukan kekuasaan Allah swt dalam penciptaan makhluk-Nya, melainkan Ibrahim ingin supaya hatinya lebih tenang, tenteram, atau aman atas keimanannya kepada Allah dengan cara melihat langsung bagaimana Allah menghidupkan makhluk dari sesuatu yang mati. Pengalaman ini menjadi bukti kekuasaan Allah yang memperkuat keimanan Nabi Ibrahim. | null | null |
267 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 260 | 44 | 5 | 3 | 1 | وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ | Wa iż qāla ibrāhīmu rabbi arinī kaifa tuḥyil-mautā, qāla awalam tu'min, qāla balā wa lākil liyaṭma'inna qalbī, qāla fakhuż arba‘atam minaṭ-ṭairi faṣurhunna ilaika ṡummaj‘al ‘alā kulli jabalim minhunna juz'an ṡummad‘uhunna ya'tīnaka sa‘yā(n), wa‘lam annallāha ‘azīzun ḥakīm(un). | (Ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Dia (Allah) berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang.” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung, lalu dekatkanlah kepadamu (potong-potonglah). Kemudian, letakkanlah di atas setiap bukit satu bagian dari tiap-tiap burung. Selanjutnya, panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.81) | 81 | 81) Sains tidak bisa menjelaskan bagaimana burung yang telah dipotong-potong dan bagian-bagian tubuhnya disebar di tempat-tempat yang saling berjauhan dapat dihidupkan kembali oleh Allah Swt. | Dan bukti lain dari kekuasaan Allah menghidupkan dan mematikan adalah ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati." Allah berfirman dengan balik bertanya,” Belum percayakah engkau?"Dia, Nabi Ibrahim, menjawab, “Tidak! Aku percaya, tetapi aku minta diperlihatkan agar dengan hal itu keyakinanku bertambah sehingga hatiku semakin tenang dan mantap.” Nabi Ibrahim bukannya meragukan kekuasaan Allah menghidupkan dan mematikan; dia hanya ingin tahu prosesnya. Allah mengabulkan permintaan Ibrahim. Dia berfirman, “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung yang berbeda jenisnya; sembelihlah, lalu cincanglah olehmu, kemudian campurlah cincangannya dan letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Cincangan-cincangan burung kembali menyatu, hidup seperti sediakala, dan terbang dengan cepat ke arah Nabi Ibrahim. Ketahuilah, Allah Mahaperkasa, tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya, Mahabijaksana dalam segala ucapan, perbuatan, ajaran dan ketetapan-Nya. | Ayat ini menambahkan suatu perumpamaan lain tentang kekuasaan Allah untuk menghidupkan kembali makhluk yang telah mati. Kalau pada ayat 258 dikemukakan peristiwa dialog antara Nabi Ibrahim dengan raja Namrud, maka pada ayat ini diceritakan dialog antara Nabi Ibrahim dan Tuhannya. Dengan penuh rasa kerendahan dan pengabdian kepada Allah, Ibrahim a.s. mengajukan permohonan kepada-Nya agar Dia bermurah hati untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana cara Allah menghidupkan makhluk yang telah mati.
Jika diperhatikan sepintas lalu, maka permohonan Nabi Ibrahim ini memberikan kesan bahwa dia sendiri seolah-olah masih mempunyai keraguan tentang kekuasaan Allah menghidupkan kembali orang yang telah mati. Sebab itu Allah berfirman kepadanya, “Apakah engkau masih belum percaya bahwa Aku dapat menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati?” Akan tetapi yang dimaksudkan dalam ayat ini bukanlah demikian, sebab Nabi Ibrahim sama sekali tidak mempunyai keraguan tentang kekuasaan Allah. Beliau mengajukan permohonan itu kepada Allah bukan karena keragu-raguan, melainkan karena ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana caranya Allah menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati. Maka Ibrahim menjawab, “Aku sedikit pun tidak meragukan kekuasaan Allah, akan tetapi aku mengajukan permohonan itu untuk sampai kepada derajat ‘ainul yaqīn, yaitu keyakinan yang diperoleh setelah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, sehingga hatiku menjadi lebih tenteram, dan keyakinanku menjadi lebih kuat dan kokoh.
Allah mengabulkan permohonan itu, lau Nabi Ibrahim diperintahkan untuk memotong-motong empat ekor burung, kemudian meletakkan bagian-bagian tubuh burung tersebut pada bukit yang saling berjauhan letaknya. Ibrahim diperintahkan untuk memanggil burung-burung yang telah dipotong-potong itu, ternyata burung-burung itu datang kepadanya dalam keadaan utuh seperti semula. Tentu saja Allah mengembalikan burung-burung itu lebih dahulu kepada keadaan semula, sehingga dapat datang memenuhi panggilan Ibrahim a.s. Dengan ini permohonan Ibrahim a.s. kepada Allah untuk memperlihatkan kepadanya bagaimana Allah menghidupkan kembali makhluk yang telah mati dapat terpenuhi, sehingga hatinya merasa tenteram dan keyakinannya semakin kokoh.
Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Ibrahim diperintahkan agar Ibrahim a.s. mengambil burung-burung itu untuk dijinakkan. Kemudian Allah swt menyuruh Ibrahim a.s. meletakkan masing-masing burung itu di atas bukit tertentu yang berjauhan letaknya satu dengan yang lain.
Sesudah itu Ibrahim a.s. diperintahkan-Nya untuk memanggil burung tersebut. Dengan suatu panggilan saja, burung itu datang kepadanya dengan patuh dan taat. Demikian pulalah halnya umat manusia di hari akhirat nanti. Apabila Allah swt memanggil mereka dengan suatu panggilan saja, maka bangkitlah makhluk itu dan datang kepada-Nya serentak, dengan taat dan patuh.
Pada akhir ayat ini Allah swt memperingatkan Ibrahim a.s. dan semua manusia, agar mereka meyakini benar bahwa Allah Mahakuasa dan Mahabijaksana. Artinya: Kuasa dalam segala hal, termasuk menghidupkan kembali makhluk yang telah mati dan Dia Mahabijaksana terutama dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada hamba-Nya, menuju jalan yang lurus dan benar. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu dijelaskan salah satu dari sifat orang kafir, yaitu: mereka mengambil setan sebagai pemimpin, dan setan mengeluarkan mereka dari cahaya iman kepada kegelapan dan kekafiran. Dengan kata lain orang kafir itu adalah orang yang sangat ingkar, tidak mau beriman dan menerima petunjuk Tuhan. Dalam ayat ini Allah memberikan bukti nyata tentang bagaimana keingkaran mereka itu, serta dalih mereka untuk tidak menerima agama Allah yang dibawa oleh para rasul-Nya | MEMBANGKITKAN KEMBALI ORANG
YANG TELAH MATI | Kosakata: Yaṭma'inn يَطْمَئِنّ (al-Baqarah/2: 260)
Secara etimologi, kata yaṭma'inn adalah bentuk kedua (fi‘il muḍāri‘) dari kata iṭma'anna, masdarnya iṭmi'nān yang bermakna tenang, tenteram, atau aman. Dalam ayat ini, ucapan Ibrahim li yaṭma'inna qalbī, bukan berarti Ibrahim meragukan kekuasaan Allah swt dalam penciptaan makhluk-Nya, melainkan Ibrahim ingin supaya hatinya lebih tenang, tenteram, atau aman atas keimanannya kepada Allah dengan cara melihat langsung bagaimana Allah menghidupkan makhluk dari sesuatu yang mati. Pengalaman ini menjadi bukti kekuasaan Allah yang memperkuat keimanan Nabi Ibrahim. | null | 1. Kekuasaan Allah atas seluruh alam tak dapat ditandingi oleh siapa pun. Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia pulalah yang mengatur gerakan dan perjalanan matahari, bumi, bulan dan planet-planet semuanya.
2. Betapa pun kecilnya iman yang ada dalam hati seseorang, namun Allah swt akan memberinya petunjuk, sehingga akhirnya dia sampai kepada keyakinan yang kuat tentang keesaan dan kekuasaan-Nya.
3. Hari kiamat pasti akan datang, dan manusia akan menerima balasan atas keimanan atau kekafirannya.
4. Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Allah menghidupkan kembali makhluk yang telah mati. Permohonan itu bukanlah karena dia kurang percaya, melainkan untuk menambah ketenteraman hati dan keyakinannya.
5. Untuk memperkokoh keimanan dan keyakinan kita terhadap Allah janganlah segan-segan bertanya dan meminta bimbingan. Nabi Ibrahim walaupun beliau seorang nabi dan rasul Allah, namun beliau tetap berusaha untuk memperkokoh keimanan dan keyakinannya. Keimanan yang kokoh akan menambah ketenteraman batin.
6. Allah menyuruh Nabi Ibrahim untuk mengambil beberapa ekor burung lalu dipotong-potong atau dijinakkan lebih dahulu, kemudian meletakkannya pada bukit-bukit yang berbeda, dan sesudah itu Ibrahim disuruh memanggil burung itu, maka datanglah mereka dengan segera. Itu adalah tamsil bagi kekuasaan Allah, betapa mudahnya bagi Allah untuk menghidupkan makhluk yang sudah mati, betapa cepatnya peristiwa itu terjadi. Hanya dengan satu panggilan saja, semua makhluk yang telah mati akan hidup kembali. |
268 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 261 | 44 | 5 | 3 | 1 | مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ | Maṡalul-lażīna yunfiqūna amwālahum fī sabīlillāhi kamaṡali ḥabbatin ambatat sab‘a sanābila fī kulli sumbulatim mi'atu ḥabbah(tin), wallāhu yuḍā‘ifu limay yasyā'(u), wallāhu wāsi‘un ‘alīm(un). | Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. | null | null | Setelah menjelaskan kekuasaan-Nya menghidupkan makhluk yang telah mati, Allah beralih menjelaskan permisalan terkait balasan yang berlipat ganda bagi orang yang berinfak di jalan Allah. Perumpamaan keadaan yang sangat mengagumkan dari orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dengan tulus untuk ketaatan dan kebaikan, seperti keadaan seorang petani yang menabur benih. Sebutir biji yang ditanam di tanah yang subur menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji sehingga jumlah keseluruhannya menjadi tujuh ratus. Bahkan Allah terus melipatgandakan pahala kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat atau lebih bagi siapa yang Dia kehendaki sesuai tingkat keimanan dan keikhlasan hati yang berinfak. Dan jangan menduga Allah tidak mampu memberi sebanyak mungkin, sebab Allah Mahaluas karunia-Nya. Dan jangan menduga Dia tidak tahu siapa yang berinfak di jalan-Nya dengan tulus, sebab Dia Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima karunia tersebut, dan Maha Mengetahui atas segala niat hamba-Nya. | Hubungan antara infak [37]dengan hari akhirat erat sekali. Seseorang tidak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari akhirat, kecuali dari hasil amalnya sendiri selama hidup di dunia, antara lain amal berupa infak di jalan Allah. Betapa mujurnya orang yang suka menafkahkan hartanya di jalan Allah, orang tersebut seperti seorang yang menyemaikan sebutir benih di tanah yang subur. Benih itu menumbuhkan sebatang pohon, dan pohon itu bercabang menjadi tujuh tangkai, setiap tangkai menghasilkan buah, dan setiap tangkai berisi seratus biji, sehingga benih yang sebutir itu memberikan hasil sebanyak 700 butir. Ini berarti tujuh ratus kali lipat. Bayangkan, betapa banyak hasilnya apabila benih yang ditanamnya itu lebih dari sebutir.
Penggambaran seperti yang terdapat dalam ayat ini lebih baik, daripada dikatakan secara langsung bahwa “benih yang sebutir itu akan menghasilkan 700 butir”. Sebab penggambaran yang terdapat dalam ayat tadi memberikan kesan bahwa amal kebaikan yang dilakukan oleh seseorang senantiasa berkembang dan ditumbuhkan oleh Tuhan sedemikian rupa, sehingga menjadi keuntungan yang berlipat ganda bagi orang yang melakukannya, seperti tumbuh kembangnya tanaman yang ditanam oleh seseorang pada tanah yang subur untuk keuntungan penanamnya.
Pengungkapan tentang perkembangan yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan seperti yang digambarkan dalam ayat ini telah membangkitkan minat para ahli tumbuh-tumbuhan untuk mengadakan penelitian dalam masalah itu. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa sebutir benih yang ditanam pada tanah yang baik dan menumbuhkan sebatang pohon, pada umumnya menghasilkan lebih dari setangkai buah bahkan ada yang berjumlah lebih dari lima puluh tangkai. Jadi, tidak hanya setangkai saja. Setiap tangkai berisi lebih dari satu biji, bahkan kadang-kadang lebih dari enam puluh biji. Dengan demikian jelas bahwa penggambaran yang diberikan ayat tadi bahwa sebutir benih dilipatgandakan hasilnya sampai menjadi tujuh ratus butir, bukanlah suatu penggambaran yang berlebihan, melainkan adalah wajar, dan sesuai dengan kenyataan.
Atas dasar tersebut, dapat kita katakan bahwa semakin banyak penyelidikan ilmiah dilakukan orang, dan semakin tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi umat manusia, semakin tersingkaplah kebenaran yang terkandung dalam Kitab Suci Al-Qur’an, baik mengenai benda, tumbuh-tumbuhan, hewan, ruang angkasa dan sebagainya.
Banyak riwayat yang berasal dari Rasulullah saw yang menggambarkan keberuntungan orang-orang yang menafkahkan harta bendanya di jalan Allah, untuk memperoleh keridaan-Nya dan untuk menjunjung tinggi agama-Nya. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ أَبِي مَسْعُوْدٍ اْلأَنْصَارِيّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ بِنَاقَةٍ مَخْطُوْمَةٍ فَقَالَ هٰذِهِ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَكَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سَبْعُمِائَةِ نَاقَةٍ كُلُّهَا مَخْطُوْمَةٌ. (رواه مسلم)
Dari Ibnu Mas‘ud, bahwa ia berkata, “Seorang lelaki telah datang membawa seekor unta yang bertali di hidungnya [38]lalu orang tersebut berkata, “Unta ini saya nafkahkan di jalan Allah”. Maka Rasulullah saw bersabda, “Dengan nafkah ini, Anda akan memperoleh di akhirat kelak tujuh ratus ekor unta yang juga bertali di hidungnya.” (Riwayat Muslim)
Pada akhir ayat ini disebutkan dua sifat di antara sifat-sifat-Nya, yaitu Mahaluas dan Maha Mengetahui. Maksudnya, Allah Mahaluas rahmat-Nya kepada hamba-Nya; karunia-Nya tidak terhitung jumlahnya. Dia Maha Mengetahui siapakah di antara hamba-hamba-Nya yang patut diberi pahala yang berlipat-ganda, yaitu mereka yang suka menafkahkan harta bendanya untuk kepentingan umum, untuk menegakkan kebenaran, dan untuk kepentingan pendidikan bangsa dan agama, serta keutamaan-keutamaan yang akan membawa bangsa kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Apabila nafkah-nafkah semacam itu telah menampakkan hasilnya untuk kekuatan agama dan kebahagiaan bangsa, maka orang yang memberi nafkah itu pun akan dapat pula menikmatinya baik di dunia atau di akhirat nanti.
Ajaran Islam mengenai infak sangat tinggi nilainya. Selain mengikis sifat-sifat yang tidak baik seperti kikir dan mementingkan diri sendiri, infak juga menimbulkan kesadaran sosial yang mendalam, bahwa manusia senantiasa saling membutuhkan, dan seseorang tidak akan dapat hidup seorang diri. Sebab itu harus ada sifat gotong-royong dan saling memberi sehingga jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin dapat ditiadakan, persaudaraan dapat dipupuk dengan hubungan yang lebih akrab.
Menafkahkan harta di jalan Allah, baik yang wajib seperti zakat, maupun yang sunah seperti sedekah yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat, untuk memberantas penyakit kemiskinan dan kebodohan, untuk penyiaran agama Islam dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan adalah sangat dituntut oleh agama, dan sangat dianjurkan oleh syara’. Sebab itu, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan masalah ini, serta memberikan dorongan yang kuat dan memberikan perumpamaan yang menggambarkan bagaimana beruntungnya orang yang suka berinfak dan betapa malangnya orang yang tidak mau menafkahkan hartanya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu sudah dijelaskan mengenai Hari Kebangkitan, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang telah diperlihatkan Allah kepada seseorang yang lewat di suatu desa yang sudah runtuh, dan juga berbagai bukti yang telah diperlihatkan-Nya kepada Nabi Ibrahim.
Dalam ayat ini digambarkan keberuntungan orang yang suka membelanjakan atau menyumbangkan harta bendanya di jalan Allah, untuk mencapai keridaan-Nya. | PAHALA MENGINFAKKAN HARTA DI JALAN ALLAH | Kosakata: Ri’ā’an Nās رِئَاءَ النَّاسِ (al-Baqarah/2: 264)
Secara harfiah, lafal riyā’ atau ri’ā’a berakar dari lafal ra’ā (رأى) yang berarti melihat. Ri’ā’an di sini dalam wazan fi‘āl untuk menunjukkan suatu perbuatan secara berlebihan atau berulang-ulang yang berarti banyak memperlihatkan atau pamer perbuatan-perbuatan yang baik. Menurut istilah, riyā’ adalah meninggalkan ikhlas di dalam amal demi selain Allah (lihat: at-Ta‘rīfāt, al-Jurjānī, h. 151). Menurut jumhur ulama, orang yang menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima sama seperti orang yang berinfak karena riyā’ kepada manusia, dan disamakan dengan orang kafir yang berinfak agar disebut dermawan. Semua amal mereka tidak dibalas dengan pahala dan sia-sia seperti tanah di atas batu licin lalu tersiram air hingga tersapu bersih. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan sikap menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan si penerima berakibat menghentikan berlipat-gandanya pahala sedekah. Karena, pahala sedekah terus berlipat ganda sampai si pemberi sedekah itu menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima, dan pada saat itu pelipat-gandaan pahala terhenti.
Riyā’ merupakan penyakit hati dan sifat orang yang lemah iman. Riyā’ juga merupakan salah satu sifat orang munafik, sebagaimana dijelaskan di dalam surah an-Nisā'/4:142. Lebih dari itu, di dalam sebuah hadis (riwayat Muslim, Aḥmad dan Baihaqi) disebutkan bahwa riyā’ adalah syirk aṣgar (syirik kecil) yang menjadi jalan bagi masuknya syirk akbar (syirik besar). | null | null |
269 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 262 | 44 | 5 | 3 | 1 | اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ | Allażīna yunfiqūna amwālahum fī sabīlillāhi ṡumma lā yutbi‘ūna mā anfaqū mannaw wa lā ażā(n), lahum ajruhum ‘inda rabbihim, wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn(a). | Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih. | null | null | Pada ayat berikut Allah menerangkan cara berinfak yang direstui Allah dan berhak mendapat pahala yang berlipat ganda. Orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah dalam bentuk aneka kebaikan, kemudian tidak mengiringi apa yang dia infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang yang diberi, tidak pula membanggakannya, dan tidak menyakiti perasaan penerima dengan menyebut-nyebutnya di hadapan orang lain, mereka memperoleh pahala berlipat di sisi Tuhan mereka, seperti dijelaskan pada ayat terdahulu. Selain menerima ganjaran, tidak ada pula rasa takut pada diri mereka. Mereka tidak merisaukan apa yang akan terjadi di masa depan, seperti hilang dan berkurangnya harta di dunia, dan pahala serta siksa di akhirat, dan mereka tidak pula bersedih hati, yaitu keresahan akibat apa yang terjadi dan luput di masa lalu. Tidak jarang seseorang yang bersedekah atau akan bersedekah mendapat bisikan dari dalam diri atau dari orang lain agar tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak demi mengamankan harta yang akan menjadi jaminan bagi diri dan keluarganya di masa depan. Buanglah jauh-jauh pikiran dan perasaan semacam itu. | Pahala dan keberuntungan yang akan didapat oleh orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah bersyarat, yaitu: bahwa dia memberikan hartanya itu benar-benar dengan ikhlas, dan setelah itu dia tidak suka menyebut-nyebut infaknya itu dengan kata-kata yang dapat melukai perasaan orang yang menerimanya. Orang-orang semacam inilah yang berhak untuk memperoleh pahala di sisi Allah, dan tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan mereka tidak merasa sedih. Ini berarti, bahwa orang yang memberikan sedekah kepada seseorang, kemudian dia menyebut-nyebut sedekah dan pemberiannya itu dengan kata-kata yang menyinggung perasaan dan kehormatan orang yang menerimanya, maka orang semacam ini tidak berhak memperoleh pahala di sisi Allah.
Ini adalah ajaran yang sangat tinggi nilainya, sebab ada orang yang menyumbangkan hartanya bukan karena mengharapkan rida Allah, melainkan hanya menginginkan popularitas dan kemasyhuran serta puji-pujian dari masyarakat, disiarkannya infak itu dengan cara yang mencolok, sehingga dia dikagumi sebagai seorang dermawan. Atau ketika memberikan sedekah itu dia mengucapkan kata-kata yang tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian semacam ini bertentangan dengan tujuan agama, karena tidak akan menimbulkan hubungan kasih sayang dan persaudaraan, melainkan menimbulkan kebencian dan permusuhan. Sebab itu wajar jika orang semacam ini tidak akan mendapatkan pahala di sisi Allah.
Ringkasnya, menafkahkan harta di jalan Allah haruslah dengan niat yang ikhlas dan maksud yang suci. Atas niat yang ikhlas inilah Allah akan memberikan pahala, dan masyarakat akan menghargainya. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيـَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَانَوَى (رواه البخاري عن عمر بن الخطّاب)
Semua amal itu harus disertai dengan niat. Dan setiap manusia akan mendapat balasan atas amalnya berdasarkan niatnya itu. (Riwayat Imam al-Bukhārī dari ‘Umar bin al-Khaṭṭāb).
Orang yang berinfak dengan niat yang ikhlas, selain akan memperoleh pahala di sisi Allah, juga tidak dikhawatirkan nasib mereka, sebab mereka itu pasti akan mendapat pahala dan rida Allah. Mereka juga tidak akan bersedih hati, bahkan mereka akan bergembira nanti di akhirat karena mereka telah dapat berbuat kebaikan, dan kebaikan itu mendatangkan pahala bagi mereka. Sebaliknya, orang-orang yang enggan berinfak, nanti di akhirat akan bersedih hati dan menyesal, sebab tidak akan ada lagi kesempatan bagi mereka untuk berbuat kebajikan. Mereka akan menerima azab dari Allah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu sudah dijelaskan mengenai Hari Kebangkitan, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang telah diperlihatkan Allah kepada seseorang yang lewat di suatu desa yang sudah runtuh, dan juga berbagai bukti yang telah diperlihatkan-Nya kepada Nabi Ibrahim.
Dalam ayat ini digambarkan keberuntungan orang yang suka membelanjakan atau menyumbangkan harta bendanya di jalan Allah, untuk mencapai keridaan-Nya. | PAHALA MENGINFAKKAN HARTA DI JALAN ALLAH | Kosakata: Ri’ā’an Nās رِئَاءَ النَّاسِ (al-Baqarah/2: 264)
Secara harfiah, lafal riyā’ atau ri’ā’a berakar dari lafal ra’ā (رأى) yang berarti melihat. Ri’ā’an di sini dalam wazan fi‘āl untuk menunjukkan suatu perbuatan secara berlebihan atau berulang-ulang yang berarti banyak memperlihatkan atau pamer perbuatan-perbuatan yang baik. Menurut istilah, riyā’ adalah meninggalkan ikhlas di dalam amal demi selain Allah (lihat: at-Ta‘rīfāt, al-Jurjānī, h. 151). Menurut jumhur ulama, orang yang menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima sama seperti orang yang berinfak karena riyā’ kepada manusia, dan disamakan dengan orang kafir yang berinfak agar disebut dermawan. Semua amal mereka tidak dibalas dengan pahala dan sia-sia seperti tanah di atas batu licin lalu tersiram air hingga tersapu bersih. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan sikap menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan si penerima berakibat menghentikan berlipat-gandanya pahala sedekah. Karena, pahala sedekah terus berlipat ganda sampai si pemberi sedekah itu menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima, dan pada saat itu pelipat-gandaan pahala terhenti.
Riyā’ merupakan penyakit hati dan sifat orang yang lemah iman. Riyā’ juga merupakan salah satu sifat orang munafik, sebagaimana dijelaskan di dalam surah an-Nisā'/4:142. Lebih dari itu, di dalam sebuah hadis (riwayat Muslim, Aḥmad dan Baihaqi) disebutkan bahwa riyā’ adalah syirk aṣgar (syirik kecil) yang menjadi jalan bagi masuknya syirk akbar (syirik besar). | null | null |
270 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 263 | 44 | 5 | 3 | 1 | ۞ قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَآ اَذًى ۗ وَاللّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ | Qaulum ma‘rūfuw wa magfiratun khairum min ṣadaqatiy yatba‘uhā ażā(n), wallāhu ganiyyun ḥalīm(un). | Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. | null | null | Setelah menjelaskan pemberian berupa nafkah dan larangan menyebut-nyebutnya serta menyakiti hati yang diberi, ayat ini menekankan pentingnya ucapan yang menyenangkan dan pemberian maaf. Perkataan yang baik yang sesuai dengan budaya terpuji dalam suatu masyarakat, yaitu menolak dengan cara yang baik, tidak dengan cara menyakiti; dan pemberian maaf, yaitu memaafkan tingkah laku yang kurang sopan dari peminta, lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti dari pemberi. Allah Mahakaya, tidak memerlukan sedekah dari hamba-Nya yang disertai sikap menyakiti, bahkan tidak butuh kepada pemberian siapa pun, dan Maha Penyantun, sehingga tidak segera menjatuhkan sanksi dan murka kepada siapa yang durhaka kepada-Nya dengan harapan orang itu akan berubah sikapnya kemudian. | Orang yang tidak mampu bersedekah akan tetapi dia dapat mengucapkan kata-kata yang menyenangkan atau yang tidak menyakitkan hati, dan memaafkan orang lain adalah lebih baik dari orang yang bersedekah tetapi sedekahnya itu diiringi dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan hati dan menyinggung perasaan. Apabila orang yang bersedekah tidak dapat menghindarkan diri dari mengucapkan kata-kata yang melukai perasaan atau menyebut-nyebut pemberian itu, baik ketika memberikan atau pun sesudahnya, lebih baik ia tidak bersedekah, tetapi tetap mengucapkan kata-kata yang baik dan menyenangkan kepada siapa saja yang berhubungan dengannya. Itu lebih baik daripada memberikan sesuatu yang disertai dengan caci-maki, dan sebagainya.
Pada akhir ayat ini Allah menyebutkan dua sifat di antara sifat-sifat kesempurnaan-Nya, “Mahakaya dan Maha Penyantun”. Maksudnya ialah, Allah Mahakaya, sehingga Dia tidak memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menyumbangkan harta bendanya untuk kepentingan Allah, tetapi untuk kepentingan hamba itu sendiri yaitu membersihkan diri, dan menumbuhkan harta mereka, agar mereka menjadi bangsa yang kuat dan kompak, serta saling tolong-menolong.
Allah swt tidak menerima sedekah yang disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati, karena Allah hanya menerima amal kebaikan yang dilakukan dengan cara-cara yang baik. Allah Maha Penyantun kepada hamba-Nya yang tidak menyertai sedekahnya dengan kata-kata yang menyakitkan, atau yang suka menyebut-nyebut sedekahnya setelah diserahkan atau ketika menyerahkannya. Oleh karena Allah Mahakaya dan Maha Penyantun, maka Allah kuasa pula untuk memberikan ganjaran dan pertolongan kepada hamba-Nya yang suka menafkahkan hartanya dengan ikhlas. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu sudah dijelaskan mengenai Hari Kebangkitan, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang telah diperlihatkan Allah kepada seseorang yang lewat di suatu desa yang sudah runtuh, dan juga berbagai bukti yang telah diperlihatkan-Nya kepada Nabi Ibrahim.
Dalam ayat ini digambarkan keberuntungan orang yang suka membelanjakan atau menyumbangkan harta bendanya di jalan Allah, untuk mencapai keridaan-Nya. | PAHALA MENGINFAKKAN HARTA DI JALAN ALLAH | Kosakata: Ri’ā’an Nās رِئَاءَ النَّاسِ (al-Baqarah/2: 264)
Secara harfiah, lafal riyā’ atau ri’ā’a berakar dari lafal ra’ā (رأى) yang berarti melihat. Ri’ā’an di sini dalam wazan fi‘āl untuk menunjukkan suatu perbuatan secara berlebihan atau berulang-ulang yang berarti banyak memperlihatkan atau pamer perbuatan-perbuatan yang baik. Menurut istilah, riyā’ adalah meninggalkan ikhlas di dalam amal demi selain Allah (lihat: at-Ta‘rīfāt, al-Jurjānī, h. 151). Menurut jumhur ulama, orang yang menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima sama seperti orang yang berinfak karena riyā’ kepada manusia, dan disamakan dengan orang kafir yang berinfak agar disebut dermawan. Semua amal mereka tidak dibalas dengan pahala dan sia-sia seperti tanah di atas batu licin lalu tersiram air hingga tersapu bersih. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan sikap menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan si penerima berakibat menghentikan berlipat-gandanya pahala sedekah. Karena, pahala sedekah terus berlipat ganda sampai si pemberi sedekah itu menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima, dan pada saat itu pelipat-gandaan pahala terhenti.
Riyā’ merupakan penyakit hati dan sifat orang yang lemah iman. Riyā’ juga merupakan salah satu sifat orang munafik, sebagaimana dijelaskan di dalam surah an-Nisā'/4:142. Lebih dari itu, di dalam sebuah hadis (riwayat Muslim, Aḥmad dan Baihaqi) disebutkan bahwa riyā’ adalah syirk aṣgar (syirik kecil) yang menjadi jalan bagi masuknya syirk akbar (syirik besar). | null | null |
271 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 264 | 44 | 5 | 3 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ | Yā ayyuhal-lażīna āmanū lā tubṭilū ṣadaqātikum bil-manni wal-ażā, kal-lażī yunfiqu mālahū ri'ā'an-nāsi wa lā yu'minu billāhi wal-yaumil-ākhir(i), fa maṡaluhū kamaṡali ṣafwānin ‘alaihi turābun fa'aṣābahū wābilun fatarakahū ṣaldā(n), lā yaqdirūna ‘alā syai'im mimmā kasabū, wallāhu lā yahdil-qaumal-kāfirīn(a). | Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir! Janganlah kamu merusak yaitu menghilangkan pahala sedekahmu de-ngan menyebut-nyebutnya di hadapan yang diberi dan menyakiti perasaan penerima, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Jangan keberatan atau protes hilangnya pahala sedekahmu itu, sebab yang kamu lakukan dan menyebabkan pahala hilang itu keadaannya sama seperti orang yang menginfakkan hartanya karena ria, pamer, kepada manusia untuk mendapat pujian, nama baik atau kepentingan sesaat lainnya, dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir seperti yang dilakukan orang munafik. Perumpamaannya, yakni orang yang pamrih itu, sungguh mencengangkan, seperti batu yang licin, sangat bersih, tidak dinodai apa pun dan tidak sedikit pun retak, yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi, tidak meninggalkan sedikit pun tanah atau debu. Seperti halnya tanah yang subur dan produktif itu hilang dari batu yang licin karena diterpa hujan deras, begitu pula pahala sedekah akan hilang karena perbuatan ria dan menyakiti. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Tidak ada sedikit pun yang dapat diambil manfaatnya. Dan itulah sifat-sifat kaum kafir, maka hindarilah, sebab Allah tidak memberi petunjuk kebaikan kepada orang-orang kafir, antara lain mereka yang mengkufuri nikmat-Nya dan tidak mensyukuri-Nya. | Orang-orang yang beriman agar jangan sampai melenyapkan pahala infak atau sedekah mereka karena menyertainya dengan kata-kata yang menyakitkan hati atau dengan menyebut-nyebut infak yang telah diberikan itu.
Infak atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-miskin, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Itulah sebabnya, maka sedekah tidak boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati si penerimanya.
Apabila sedekah tersebut disertai dengan kata-kata semacam itu, maka tujuan utama dari sedekah tersebut, yaitu untuk menghibur dan meringankan penderitaan, tidak akan tercapai. Sebab itu Allah melarangnya, dan menegaskan bahwa sedekah semacam itu tidak akan mendapatkan pahala.
Orang yang bersedekah karena ria, sama halnya dengan orang yang melakukan ibadah salat dengan ria. Ibadah salatnya tidak akan mendapat pahala, dan tidak mencapai tujuan yang dimaksud. Sebab tujuan salat adalah menghadapkan segenap hati dan jiwa kepada Allah swt serta mengagungkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, dan memanjatkan syukur atas segala rahmat-Nya. Sedang orang yang salat karena riya, perhatiannya bukan tertuju kepada Allah, melainkan kepada orang yang diharapkan akan memuji dan menyanjungnya.
Sifat riya’ adalah tabiat yang tidak baik. Sebagian orang ingin dipuji dan disanjung atas suatu kebajikan yang dilakukannya. Orang yang bersedekah yang mengharapkan pujian dan terima kasih dari yang menerima sedekah atau dari orang lain, bila pada suatu ketika dia merasa kurang dipuji dan kurang ucapan terima kasih kepadanya dari si penerima atau kurang penghargaan si penerima terhadap sedekahnya, dia akan merasa sangat kecewa. Dalam keadaan demikian, sangat besar kemungkinan dia akan mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan si penerima, sehingga sedekahnya tidak akan mendatangkan pahala di sisi Allah. Orang yang bertabiat semacam ini sesungguhnya tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhirat. Sedekah semacam itu adalah seperti debu di atas batu yang licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.
Demikian pula halnya sedekah yang diberikan karena ria, tidak akan mendatangkan pahala apa pun di akhirat nanti, sebab amalan itu tidak dilakukan untuk mencapai rida Allah, melainkan karena mengharapkan pujian manusia semata. Dengan demikian dia tidak memperoleh hasil apa pun, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dia tidak mendapatkan hasil apa-apa dari sedekahnya itu, karena sedekah yang disertai dengan ria atau perkataan yang menyakitkan hati hanya akan menimbulkan kebencian masyarakat kepadanya, sedang di akhirat, dia tidak memperoleh pahala dari sisi Allah, karena ria dan kata-kata yang tidak menyenangkan itu telah menghapuskan pahala amalnya. Allah swt memberikan pahala hanya kepada orang-orang yang beramal dengan ikhlas, ingin menyucikan diri dan memperbaiki keadaan mereka, dan semata-mata mengharapkan rida-Nya.
Allah memberikan perumpamaan bagi sedekah yang disertai riya’ dan umpatan seperti erosi tanah yang berada di atas batu. Erosi adalah proses hilangnya tanah dari permukaan bumi pada umumnya karena terangkut oleh aliran air. Semakin besar curah hujan yang jatuh, maka akan semakin banyak dan cepat partikel tanah yang ter-erosi. Proses pembentukan tanah di atas batuan terjadi dalam waktu yang lama, tetapi oleh hujan yang lebat lapisan tanah itu dapat dengan mudah dan cepat terangkut dan hilang dari permukaan batu. Jika tanah di atas batu telah hilang, maka batu merupakan pertikel yang tidak dapat menumbuhkan tumbuhan. Perumpamaan demikian menggambarkan bahwa orang yang dengan susuah payah mengumpilkan harta, lalu bersedekah tetapi sedekah itu disertai ria dan umpatan, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa, baik manfaat, pahala maupun rida Allah dari apa yang disedekahkannya itu.
Kebiasaan membagi-bagikan uang kepada peminta-minta yang biasa berkerumun di depan masjid selepas salat Jumat atau salat Id, atau di tempat lain di samping tampak sebagai sedekah dan perbuatan sosial terhadap orang miskin, juga mempunyai efek yang kurang baik bahkan mungkin juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan ria. Kebiasaan ini justru akan mengundang orang yang tidak kita kenal datang ke tempat-tempat ibadah hanya untuk meminta-minta, bukan untuk ikut beribadah, sehingga hari raya Islam itu hanya merupakan hari pameran kemiskinan di mana-mana. Ada sebuah masjid yang pimpinannya melarang jemaahnya bersedekah kepada pengemis-pengemis yang biasa datang berkerumun di pintu-pintu masjid kota itu. Ternyata cara ini berhasil, karena kemudian memang tak seorang pun yang datang ke masjid itu untuk meminta-minta. Orang miskin dan kaum duafa seharusnya menjadi tanggung jawab bersama mereka yang mampu. Kita bersyukur bahwa sekarang sudah ada lembaga-lembaga yang dibentuk khusus untuk menghadapi masalah ini.
Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir, karena petunjuk itu berdasarkan iman. Iman itulah yang membimbing seseorang kepada keikhlasan beramal, dan menjaga diri dari perbuatan dan ucapan yang dapat merusak amalnya, serta melenyapkan pahalanya. Maka dalam ayat ini terdapat sindiran, bahwa sifat ria dan kata-kata yang tidak menyenangkan itu adalah sebagian dari sifat dan perbuatan orang-orang kafir yang harus dijauhi oleh orang-orang mukmin.
Banyak hadis Rasulullah saw yang mencela sedekah yang disertai dengan ucapan yang menyakitkan hati. Imam Muslim meriwayatkan hadis berikut dari Abu Żarr, Rasulullah saw bersabda:
ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ الله ُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ، الْمَنَّانُ ِبمَا أَعْطَى وَالْمُسْبِلُ إِزَارَهُ وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ اْلكَاذِبِ (رواه مسلم عن أبي ذر)
Ada tiga macam orang yang pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan berbicara dengan mereka dan tidak akan memandang kepada mereka, dan tidak akan menyucikan mereka dari dosa, dan mereka akan mendapat azab yang pedih, yaitu orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya apabila dia memberikan sesuatu, dan orang yang suka memakai sarungnya terlalu ke bawah sampai menyapu tanah karena congkaknya, dan orang yang berusaha melariskan dagangannya dengan sumpah yang bohong. (Riwayat Muslim dari Abu Żarr)
Imam an-Nasā’i juga meriwayatkan suatu hadis dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ خَمْرٍ وَلاَ عَاقٌّ لِوَالِدَيْهِ وَلاَ مَنَّانٌ (رواه النسائي عن ابن عبّاس)
Tidak akan masuk surga orang yang selalu minum khamr, dan tidak pula orang yang durhaka terhadap ibu-bapaknya, dan tidak pula orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya. (Riwayat an-Nasā’i dari Ibnu ‘Abbās) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu sudah dijelaskan mengenai Hari Kebangkitan, dan dikuatkan dengan bukti-bukti yang telah diperlihatkan Allah kepada seseorang yang lewat di suatu desa yang sudah runtuh, dan juga berbagai bukti yang telah diperlihatkan-Nya kepada Nabi Ibrahim.
Dalam ayat ini digambarkan keberuntungan orang yang suka membelanjakan atau menyumbangkan harta bendanya di jalan Allah, untuk mencapai keridaan-Nya. | PAHALA MENGINFAKKAN HARTA DI JALAN ALLAH | Kosakata: Ri’ā’an Nās رِئَاءَ النَّاسِ (al-Baqarah/2: 264)
Secara harfiah, lafal riyā’ atau ri’ā’a berakar dari lafal ra’ā (رأى) yang berarti melihat. Ri’ā’an di sini dalam wazan fi‘āl untuk menunjukkan suatu perbuatan secara berlebihan atau berulang-ulang yang berarti banyak memperlihatkan atau pamer perbuatan-perbuatan yang baik. Menurut istilah, riyā’ adalah meninggalkan ikhlas di dalam amal demi selain Allah (lihat: at-Ta‘rīfāt, al-Jurjānī, h. 151). Menurut jumhur ulama, orang yang menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima sama seperti orang yang berinfak karena riyā’ kepada manusia, dan disamakan dengan orang kafir yang berinfak agar disebut dermawan. Semua amal mereka tidak dibalas dengan pahala dan sia-sia seperti tanah di atas batu licin lalu tersiram air hingga tersapu bersih. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan sikap menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti perasaan si penerima berakibat menghentikan berlipat-gandanya pahala sedekah. Karena, pahala sedekah terus berlipat ganda sampai si pemberi sedekah itu menyebut-nyebut sedekahnya dan menyakiti perasaan si penerima, dan pada saat itu pelipat-gandaan pahala terhenti.
Riyā’ merupakan penyakit hati dan sifat orang yang lemah iman. Riyā’ juga merupakan salah satu sifat orang munafik, sebagaimana dijelaskan di dalam surah an-Nisā'/4:142. Lebih dari itu, di dalam sebuah hadis (riwayat Muslim, Aḥmad dan Baihaqi) disebutkan bahwa riyā’ adalah syirk aṣgar (syirik kecil) yang menjadi jalan bagi masuknya syirk akbar (syirik besar). | null | 1. Orang yang menginfakkan harta bendanya di jalan Allah dengan ikhlas, akan memperoleh pahala yang berlipat ganda di sisi Allah.
2. Orang yang menginfakkan harta-bendanya di jalan Allah tetapi dia suka menyebut-nyebut infaknya, atau disertainya dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan, pahalanya akan terhapus.
3. Ucapan yang baik dan pemberian maaf, lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati penerima sedekah. Orang yang melakukan perbuatan ini tidak akan mendapat pahala dari Allah swt di akhirat kelak, sedang di dunia mereka dibenci oleh masyarakat.
4. Orang yang bersedekah karena ria, dan tidak karena iman kepada Allah dan hari akhir, sedekahnya laksana debu di atas batu yang licin akan lenyap ditimpa hujan lebat, tidak ada pahalanya di sisi Allah.
5. Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang kafir, karena orang kafir itu tidak beriman, karena iman itulah yang menuntun seseorang kepada keikhlasan dalam beramal, dan keikhlasan itu menjadi syarat untuk mendapatkan pahala. |
272 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 265 | 45 | 5 | 3 | 1 | وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ وَتَثْبِيْتًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۢ بِرَبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَاٰتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَيْنِۚ فَاِنْ لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ | Wa maṡalul-lażīna yunfiqūna amwālahumubtigā'a marḍātillāhi wa taṡbītam min anfusihim kamaṡali jannatim birabwatin aṣābahā wābilun fa'ātat ukulahā ḍi‘fain(i), fa'illam yuṣibhā wābilun faṭall(un), wallāhu bimā ta‘malūna baṣīr(un). | Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka untuk mencari rida Allah dan memperteguh jiwa mereka adalah seperti sebuah kebun di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, lalu ia (kebun itu) menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, hujan gerimis (pun memadai).82) Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. | 82 | 82) Diumpamakan dengan dataran tinggi karena dataran tinggi yang lebih dingin berpotensi mendapatkan awan hujan lebih banyak daripada dataran rendah sehingga tanamannya lebih subur. Kalaupun tidak ada hujan lebat, gerimis pun cukup untuk membasahi tanahnya. | Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari rida dan pahala dari Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka dalam rangka melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, seperti pemilik sebuah kebun yang subur, hijau dengan pepohonan dan menghasilkan buah-buahan yang baik yang terletak di dataran tinggi sehingga mendapat sinar matahari dan udara yang cukup. Selain itu, semakin tinggi sebuah dataran, akan semakin jauh dari sumber air yang mengakibatkan akar tumbuh-tumbuhan menjadi semakin memanjang. Serabut yang berfungsi menyerap makanan pun menjadi banyak, sehingga makanan yang membentuk zat hijau daun (klorofil) menjadi banyak pula. Dengan demikian, pohon itu menjadi produktif menghasilkan buah. Tempat kebun itu berada di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat yang tercurah langsung dari langit; sebagiannya diserap oleh tanah tempat akar-akar tumbuhan menghunjam, sebagian lainnya yang tidak dibutuhkan mengalir ke bawah dan ditampung oleh yang membutuhkannya. Selain sebagai sumber makanan, hujan yang deras itu juga berfungsi melunakkan zat-zat yang diperlukan tumbuhan, membersihkannya dari zat-zat yang menghambat pertumbuhan dan menjaga hama. Maka tidak heran jika kemudian kebun itu menghasilkan buahbuahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun atau hujan gerimis dengan sedikit angin yang lembut pun memadai, sebab tanahnya subur dan berada di ketinggian yang memungkinkan untuk menghasilkan buah dengan baik. Begitulah, infak yang dikeluarkan dengan hati yang ikhlas, sedikit atau banyak, akan diterima dan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah. Yang dapat mengenali niat dan yang disembunyikan seseorang hanya Allah, sebab Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan, dan mengetahui antara yang ikhlas dalam beramal dengan niat ria. | Infak diumpamakan sebagai sebidang kebun yang mendapat siraman air hujan yang cukup, sehingga kebun itu memberikan hasil dua kali lipat dari hasil yang biasa. Andaikata hujan itu tidak lebat, maka hujan gerimis pun cukup, karena kebun tersebut terletak di dataran tinggi yang mendapatkan sinar yang cukup serta hawa yang baik, dan tanahnya pun subur.
Ayat ini bermunasabah dan merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya. Dilihat dari sisi mekanisme erosi, adanya penutup lahan berupa pohon pohonan atau tumbuhan dapat menghindarkan atau mengurangi resiko terjadinya erosi. Hujan di kebun pegunungan bukan penyebab erosi melainkan memberikan manfaat berupa peningkatan hasil untuk tanah yang dibudidayakan sebagai kebun. Dalam hal ini, pembelanjaan harta untuk mencari rida Allah diumpamakan sebagai kebun di pegunungan yang disirami hujan dan menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Seandainya tidak ada hujan lebat, di kebun pegunungan, hujan gerimis bahkan embun pun sudah memadai untuk menghasilkan buah-buahan yang baik.
Dalam pandangan ilmu ekologi, keadaan yang digambarkan dalam ayat 265 Surah al-Baqarah di atas memang betul terjadi. Fenomena alam ini jelas memperlihatkan kebesaran Allah yang mengatur dengan sangat rinci akan alam ini, sehingga semua mahluk mempunyai kesempatan untuk bertasbih kepada-Nya.
Embun, atau lebih tepatnya disebut kabut, adalah awan yang bersentuhan langsung dengan tanah atau pepohonan. Dalam bahasa Inggris, untuk fenomena alam yang satu ini digunakan dua kata, yaitu fog dan mist. Perbedaan keduanya hanyalah pada kepadatan material awan. Kata fog digunakan apabila kabut menyebabkan jarak pandang kurang dari satu kilometer. Sedangkan mist, adalah keadaan kabut yang mengakibatkan jarak pandangnya kurang dari dua kilometer.
Kabut berbeda dengan awan lainnya hanya karena awan itu bersentuhan dengan permukaan bumi. Keadaan ini dapat terjadi baik di dataran rendah maupun pegunungan. Kabut muncul saat terjadi perbedaan suhu udara dan titik beku air sebesar 3oC atau kurang. Kabut dimulai saat uap air memadat menjadi butiran air yang sangat halus di udara. Pemadatan uap air inilah yang kemudian tampak dan menjadi apa yang dinamakan awan. Kabut umumnya terjadi di kawasan yang sangat lembab. Keadaan lembab dapat terjadi karena ada penambahan uap air di udara, atau suhu udara yang menurun. Akan tetapi, kadangkala kabut dapat terjadi tanpa adanya syarat-syarat tersebut. Pada umunya, kabut terjadi saat kelembaban udara mencapai 100%. Pada kondisi ini, udara tidak lagi dapat mengikat uap air yang ada di udara.
Klasifikasi kabut dapat dilakukan karena perbedaan penyebab, sifat, dan lainnya. Misal ada kabut yang dapat terjadi dan menghilang dalam waktu singkat. Kabut ini biasa disebut sebagai flash fog. Juga ada kabut yang dikenal dengan sea fog. yang terjadi di atas permukaan air laut. Di sini, terjadinya kabut sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam. Partikel garam yang renik akan memenuhi udara yang ada di atas permukaan air laut oleh berbagai sebab. Antara lain disebabkan oleh angin atau percikan pecahan ombak dan sebab-sebab lainnya. Partikel garam renik ini kemudian akan berperan sebagai pengumpul uap air. Ada pula tipe kabut yang disebabkan perubahan suhu saat senja atau pagi hari atau suatu keadaan saat ada angin dingin yang melewati kawasan perairan yang hangat, atau air hujan yang melewati lapisan udara yang panas sehingga terjadi penguapan.
Kabut seringkali menghasilkan hujan dalam bentuk gerimis. Keadaan ini umumnya terjadi karena kelembaban udara sudah melebihi angka 100%. Segera awan akan berubah menjadi butiran air hujan. Terutama apabila lapisan kabut naik ke atas dan bersentuhan dengan suhu dingin di bagian atas.
Dalam kaitannya dengan kabut, para ahli ekologi menemukan suatu jenis hutan yang unik karena berasosiasi sangat erat dengan kabut. Hutan ini biasa disebut dengan cloud forest atau fog forest. Hutan demikian ini menunjuk pada hutan hujan basah di kawasan dataran tinggi, baik di pegunungan tropis atau subtropis. Umumnya, lapisan kabut ini akan menebal pada bagian pucuk pohon-pohon hutan (canopy). Umumnya hutan kabut tidak terlalu luas dan terbatas hanya pada kawasan dimana lingkungan atmosfer cocok untuk membentuk kabut.
Hutan ini juga ditandai oleh kabut yang hampir selalu hadir, sehingga memperkecil kemungkinan tumbuhan memperoleh sinar matahari langsung. Pohon-pohon pada kawasan ini ditandai dengan tumbuh lebih pendek dan kecil. Ukuran ini sangat berbeda dengan jenis sama dan tumbuh di dataran rendah atau bagian pegunungan lain yang memperoleh sinar matahari penuh. Kelembaban yang tinggi mendorong tumbuhnya tanaman epifit yang menempel di batang dan cabang pohon, yang sebagian besar didominasi oleh kelompok lumut maupun paku-pakuan. Kehadiran tumbuhan merambat dan lumut ini juga menjadi ciri bahwa ini adalah hutan kabut.
Di dalam hutan kabut, sumber air utamanya adalah butiran renik air yang berasal dari kabut. Kondensasi uap air kabut akan terjadi terutama di daun pepohonan, dan jatuh dalam bentuk butiran air ke lantai hutan.
Suatu fenomena alam yang berada di kawasan yang sangat jauh dari tempat turunnya Al-Qur’an, tetapi dijelaskan dengan rinci dalam Al-Qur’an, merupakan bukti bahwa kitab suci ini bukan karangan manusia. Hanya Tuhan yang Maha Mengetahui yang dapat menurunkan ayat seperti ini.
Dikatakan, bahwa yang diumpamakan dengan kebun itu adalah orang yang menafkahkan hartanya, karena dia menyadari bahwa dia telah menerima rahmat yang banyak dari Allah, maka dia bersedia untuk memberikan infak yang banyak; walaupun suatu ketika dia memperoleh rahmat yang sedikit, namun dia tetap memberikan infak.
Membelanjakan harta di jalan Allah atau berinfak, benar-benar dapat memperteguh jiwa. Sebab cinta kepada harta benda telah menjadi tabiat manusia, karena sangat cintanya kepada harta benda terasa berat baginya untuk membelanjakannya, apa lagi untuk kepentingan orang lain. Maka jika kita bersedekah misalnya, hal itu merupakan perbuatan yang dapat meneguhkan hati untuk berbuat kebaikan, serta menghilangkan pengaruh harta yang melekat pada jiwa.
Ayat ini ditutup dengan firman-Nya: Wallāhu bimā ta‘malūna baṣīr (Allah senantiasa melihat apa-apa yang kamu kerjakan). Ini berarti bahwa Allah selalu mengetahui kebaikan-kebaikan yang dilakukan hamba-Nya, antara lain berinfak dengan niat yang ikhlas, maka Dia akan memberikan pahalanya. Sebaliknya, Allah juga mengetahui semua perbuatan yang tidak baik, maka Dia akan membalasnya dengan azab. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu ada perumpamaan mengenai sedekah yang baik dan memperingatkan orang-orang mukmin apabila bersedekah agar jangan suka menyebut-nyebut sedekah itu atau mengiringinya dengan kata-kata yang menyakiti hati yang menerimanya, dan jangan bersifat ria, sebab semua itu akan melenyapkan pahalanya di sisi Allah. Sifat-sifat semacam itu adalah sebagian dari sifat-sifat orang kafir, dan harus dijauhi oleh orang mukmin. Maka pada ayat ini, Allah swt memberikan perumpamaan lain bagi amal yang dilakukan semata-mata karena mengharapkan keridaan Allah swt dan menambah keteguhan iman dan kekuatan jiwa untuk melakukan perbuatan yang baik. | PERUMPAMAAN INFAK
YANG DIBERIKAN DENGAN IKHLAS | Kosakata: Marḍātillāh مَرْضَاتِ الله (al-Baqarah/2: 265)
Lafal marḍah dan riḍā berakar dari kata raḍiya yang merupakan lawan kata sakhaṭa yang berarti benci atau marah. Rida mempunyai dua dimensi : (1) Rida hamba kepada Allah, diperoleh ketika seorang hamba tidak marah ketika menjalani ketentuan (takdir) Allah; (2) Rida Allah kepada hamba-Nya ketika Allah melihat hamba-Nya melaksanakan perintah-Nya dan meng-hentikan larangan-Nya. Sikap manusia kepada takdir Allah terbagi menjadi tiga; rida, sabar tanpa rida, dan marah atau benci. Yang pertama adalah sifat muqarrabūn, yang kedua sifat orang-orang yang bersahaja dalam iman dan amal, dan yang ketiga adalah sifat orang-orang zalim. Di dalam sebuah hadis Nabi saw. menyuruh kita berbuat rida bila memang mampu. Namun bila tidak, maka cukup dengan sabar dan itu mendatangkan kebaikan yang besar. Tetapi, di dalam masalah keimanan, kita diwajibkan rida kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad saw sebagai rasul. | null | null |
273 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 266 | 45 | 5 | 3 | 1 | اَيَوَدُّ اَحَدُكُمْ اَنْ تَكُوْنَ لَهٗ جَنَّةٌ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ لَهٗ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۙ وَاَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهٗ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاۤءُۚ فَاَصَابَهَآ اِعْصَارٌ فِيْهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ ࣖ | Ayawaddu aḥadukum an takūna lahū jannatum min nakhīliw wa a‘nābin tajrī min taḥtihal-anhār(u), lahū fīhā min kulliṡ-ṡamarāt(i), wa aṣābahul-kibaru wa lahū żurriyyatun ḍu‘afā'(u), fa'aṣābahā i‘ṣārun fīhi nārun faḥtaraqat, każālika yubayyinullāhu lakumul-āyāti la‘allakum tatafakkarūn(a). | Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian, datanglah masa tua, sedangkan dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu, kebun itu ditiup angin kencang yang mengandung api sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan(-nya). | null | null | Sekali lagi Allah memberikan perumpamaan tentang orang yang tidak ikhlas dalam berderma. Ayat ini dimulai dengan sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada siapa pun, adakah salah seorang di antara kamu yang ingin memiliki kebun yang terdapat di dalamnya pohon kurma dan pohon anggur yang mengalir di bawah pohon-pohon-nya sungai-sungai yakni memiliki sumber air yang cukup. Bahkan di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian datanglah masa tuanya sehingga dia tidak bisa lagi bekerja di kebun tersebut dan hanya bisa mengandalkan hasil kebun sedang dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil yang belum bisa bekerja dan masih membutuhkan hasil dari kebun tersebut. Lalu dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kebun itu ditiup angin keras yang me-ngandung api, sehingga terbakar-lah kebun tersebut dan mengha-nguskan semua pohon yang ada. Begitulah perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya karena ria, membangga-banggakan pemberiannya kepada orang lain dan menyakiti hati orang yang diberi. Nanti di akhirat saat dia sangat membutuhkan ganjaran amal tersebut, dia tidak menjumpainya. Amal perbuatannya hangus dan punah karena niat yang tidak ikhlas dan sikap yang menyakiti orang lain. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya sehingga kamu berupaya untuk ikhlas dalam berinfak. Sifat ria merusak pahala amal seseorang seperti halnya kebakaran menghanguskan kebun. | Dalam ayat ini Allah swt memberikan perumpamaan pula bagi orang yang menafkahkan hartanya bukan untuk mendapatkan rida Allah, melainkan karena ria, atau sedekahnya disertai dengan ucapan-ucapan yang melukai perasaan atau suka menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikannya. Orang ini diumpamakan sebagai orang yang mempunyai sebidang kebun yang berisi bermacam-macam tumbuhan, dan kebun itu mendapatkan air yang cukup dari sungai yang mengalir, sehingga menghasilkan buah-buahan yang banyak. Orang tersebut sudah lanjut usianya, dan mempunyai anak-anak dan cucu-cucu yang masih kecil-kecil yang belum dapat mencari rezeki sendiri. Dengan demikian, orang itu dan anak cucunya sangat memerlukan hasil kebun itu. Tapi tiba-tiba datanglah angin samūm yang panas. Sehingga pohon-pohon dan tanaman-tanaman menjadi rusak, tidak mendatangkan hasil apa pun, padahal dia sangat mengharapkannya.
Demikianlah keadaan orang yang menafkahkan hartanya bukan karena Allah. Dia mengira akan mendapatkan pahala dari sedekah dan infaknya. Akan tetapi yang sebenarnya bukan demikian, pahalanya akan hilang lenyap karena niatnya yang tidak ikhlas. Dia berinfak hanya karena riya’, mengikuti bisikan setan. Bukan karena mengharapkan rida Allah swt.
Dengan keterangan-keterangan dan perumpamaan yang jelas ini Allah swt menerangkan ayat-ayatnya kepada hamba-Nya agar mereka berpikir dan dapat mengambil iktibar dan pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan itu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu ada perumpamaan mengenai sedekah yang baik dan memperingatkan orang-orang mukmin apabila bersedekah agar jangan suka menyebut-nyebut sedekah itu atau mengiringinya dengan kata-kata yang menyakiti hati yang menerimanya, dan jangan bersifat ria, sebab semua itu akan melenyapkan pahalanya di sisi Allah. Sifat-sifat semacam itu adalah sebagian dari sifat-sifat orang kafir, dan harus dijauhi oleh orang mukmin. Maka pada ayat ini, Allah swt memberikan perumpamaan lain bagi amal yang dilakukan semata-mata karena mengharapkan keridaan Allah swt dan menambah keteguhan iman dan kekuatan jiwa untuk melakukan perbuatan yang baik. | PERUMPAMAAN INFAK
YANG DIBERIKAN DENGAN IKHLAS | Kosakata: Marḍātillāh مَرْضَاتِ الله (al-Baqarah/2: 265)
Lafal marḍah dan riḍā berakar dari kata raḍiya yang merupakan lawan kata sakhaṭa yang berarti benci atau marah. Rida mempunyai dua dimensi : (1) Rida hamba kepada Allah, diperoleh ketika seorang hamba tidak marah ketika menjalani ketentuan (takdir) Allah; (2) Rida Allah kepada hamba-Nya ketika Allah melihat hamba-Nya melaksanakan perintah-Nya dan meng-hentikan larangan-Nya. Sikap manusia kepada takdir Allah terbagi menjadi tiga; rida, sabar tanpa rida, dan marah atau benci. Yang pertama adalah sifat muqarrabūn, yang kedua sifat orang-orang yang bersahaja dalam iman dan amal, dan yang ketiga adalah sifat orang-orang zalim. Di dalam sebuah hadis Nabi saw. menyuruh kita berbuat rida bila memang mampu. Namun bila tidak, maka cukup dengan sabar dan itu mendatangkan kebaikan yang besar. Tetapi, di dalam masalah keimanan, kita diwajibkan rida kepada Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, Muhammad saw sebagai rasul. | null | 1. Orang yang menginfakkan harta bendanya di jalan Allah karena ingin mendapatkan rida-Nya, dan karena ingin meneguhkan hatinya dalam berbuat kebaikan, niscaya akan memperoleh pahala yang berlipat ganda di sisi Allah, bagaikan sebidang kebun yang terletak di dataran tinggi, meskipun tidak mendapat air yang cukup, ia tetap mendatangkan hasil yang berlipat ganda.
2. Orang yang menginfakkan hartanya karena ria, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati, tidak akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Dia bagaikan orang yang tak dapat menikmati hasil kebunnya, karena kebunnya telah binasa, sebelum dia sempat memungut hasilnya. |
274 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 267 | 45 | 5 | 3 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ | Yā ayyuhal-lażīna āmanū anfiqū min ṭayyibāti mā kasabtum wa mimmā akhrajnā lakum minal-arḍ(i), wa lā tayammamul-khabīṡa minhu tunfiqūna wa lastum bi'ākhiżīhi illā an tugmiḍū fīh(i), wa‘lamū annallāha ganiyyun ḥamīd(un). | Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan diperoleh dengan cara yang halal, sebab Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik. Dan sedekahkanlah sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi berupa hasil pertanian, tambang, dan lainnya, untukmu. Pilihlah yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan itu, walaupun tidak harus semuanya baik, tetapi janganlah kamu memilih secara sengaja yang buruk untuk kamu keluarkan guna disedekahkan kepada orang lain, padahal kamu sendiri kalau diberi yang buruk-buruk seperti itu tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata karena rasa enggan terhadapnya. Cobalah berempati. Posisikan dirimu seperti orang yang diberi. Jika kamu tidak mau menerima yang buruk-buruk, mengapa kamu berikan yang seperti itu kepada orang lain. Dan ketahuilah dan yakinlah bahwa Allah Mahakaya, tidak membutuhkan sedekah kamu, baik pemberian untukNya maupun untuk makhluk-makhluk-Nya, sebab Dia bisa memberi secara langsung. Sedekah itu justru untuk kemaslahatan orang yang memberi. Dia juga Maha Terpuji, antara lain karena Dia memberi ganjaran terhadap hamba-hamba-Nya yang bersedekah. | Orang yang benar-benar beriman, niscaya akan menafkahkan sesuatu yang baik, bila dia bermaksud dengan infaknya itu untuk menyucikan diri dan meneguhkan jiwanya. Sesuatu yang diinfakkan, diumpamakan dengan sebutir benih yang menghasilkan tujuh ratus butir, atau yang diumpamakan dengan sebidang kebun yang terletak di dataran tinggi, yang memberikan hasil yang baik, tentulah sesuatu yang baik, bukan sesuatu yang buruk yang tidak disukai oleh yang menafkahkan, atau yang dia sendiri tidak akan mau menerimanya, andaikata dia diberi barang semacam itu.
Namun demikian, orang yang bersedekah itu pun tidak boleh dipaksa untuk menyedekahkan yang baik saja dari apa yang dimilikinya, seperti yang tersebut di atas. Rasulullah saw pernah bersabda kepada Mu‘āż bin Jabal ketika beliau mengutusnya ke Yaman:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُعَاذًا اِلَى الْيَمَنِ - فَذَكَرَ الْحَدِيْثَ – وَفِيْهِ: اَنَّ اللهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ. (رواه متفق عليه)
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw mengutus Mu‘āż ke Yaman—lalu ia menyebutkan hadis—dan padanya: bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat pada harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya lalu diserahkan kepada fakir miskin di antara mereka. (Riwayat Muttafaq ‘alaih)
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Allah sangat mencela bila yang disedekahkan itu terdiri dari barang yang buruk-buruk. Ini bukan berarti bahwa barang yang disedekahkan itu harus yang terbaik, melainkan yang wajar, dan orang yang menafkahkan itu sendiri menyukainya andaikata dia yang diberi.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. … (Āli ‘Imrān/3:92)
Pada akhir ayat ini Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut “Ketahuilah, bahwasanya Allah Mahakaya dan Maha Terpuji.” Ini merupakan suatu peringatan, terutama kepada orang yang suka menafkahkan barang yang buruk-buruk, bahwa Allah tidak memerlukan sedekah semacam itu. Dia tidak akan menerimanya sebagai suatu amal kebaikan. Bila seseorang benar-benar ingin berbuat kebaikan dan mencari keridaan Allah, mengapa dia memberikan barang yang buruk, yang dia sendiri tidak menyukainya? Allah Mahakaya. Maha Terpuji dan pujian yang layak bagi Allah ialah bahwa kita rela menafkahkan sesuatu yang baik dari harta milik kita, yang dikaruniakan Allah kepada kita. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu dijelaskan bagaimana seharusnya sikap orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, yaitu harus mempunyai niat yang ikhlas semata-mata karena Allah, menyucikan diri, jauh dari sifat ria, dan tidak menyebut-nyebut apa yang telah dinafkahkannya, dan tidak pula mengeluarkan ucapan-ucapan yang menyakitkan hati.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa barang yang dinafkahkan seseorang harus miliknya yang baik, yang disenanginya, bukan barang yang buruk, yang dia sendiri tidak menyukainya, baik berwujud makanan, buah-buahan, atau barang-barang, maupun binatang ternak, dan sebagainya. | BARANG YANG DIINFAKKAN | Kosakata: al-Khabīṡ اَلْخَبِيْث (al-Baqarah/2: 267)
Khabīṡ berasal dari kata khabuṡa (buruk dan rendah) meliputi kepercayaan (اعتقاد) yang batil, dusta pada pembicaraan dan perbuatan jelek (buruk), serta lawan kata ṭāba (baik). Bentuk jamaknya adalah khabā’iṡ. Kedua lafal ini sering disebutkan di dalam Al-Qur’an berkenaan dengan berbagai hal. Berkenaan dengan harta benda, ṭayyib berarti harta-benda yang bernilai tinggi, hukumnya halal dan diusahakan dengan cara yang halal, sedangkan khabīṡ berarti benda yang tidak ada harganya, atau hukumnya haram, atau diusahakan dengan cara yang haram (al-Baqarah/2: 267). Berkenaan dengan golongan manusia, ṭayyib berarti orang-orang mukmin, dan khabīṡ berarti orang-orang munafik. (Āli ‘Imrān/3: 179). Berkenaan dengan bumi, ṭayyib berarti tanah yang subur, dan khabīṡ berarti tanah yang tidak bisa menumbuhkan tanaman. Seluruh perkara yang diharamkan Allah memiliki sifat khabīṡ. Di hari Akhir, golongan ṭayyib berarti golongan surga, dan golongan khabīṡ berarti golongan neraka. (al-Anfāl/8: 37). Berkenaan dengan ucapan- ucapan ṭayyib itu seperti kalimat tauhid, iman dan nasihat, dan khabīṡ adalah seperti kalimat kufur dan syirik (Ibrāhīm/14: 26). Dalam ayat ini Allah melarang menafkahkan sesuatu yang buruk kepada orang lain yang mungkin dia sendiri enggan menerima barang yang dinafkahkannya itu seandainya barang itu diberikan kepadanya. | Riwayat yang menerangkan sebab turunnya ayat ini menyebutkan, bahwa ketika itu ada sebagian dari kaum Muslimin yang suka bersedekah dengan buah kurma yang jelek-jelek, yang tidak termakan oleh mereka sendiri, maka turunlah ayat ini untuk melarang perbuatan itu.
Riwayat lain menyebutkan, bahwa ada seorang lelaki memetik buah kurma, kemudian dipisahkannya yang baik-baik dari yang buruk-buruk. Ketika datang orang yang meminta sedekah, diberikannyalah yang buruk itu. Maka ayat ini turun mencela perbuatan itu. | 1 . Kita diperintahkan untuk menginfakkan sesuatu yang baik di antara harta yang kita peroleh dari usaha yang halal, baik berupa uang, makanan, buah-buahan, atau binatang ternak.
2. Sedekah berupa barang-barang yang diperoleh dari perbuatan haram tidak akan diterima Allah sebagai amal saleh.
3. Kita harus ingat bahwa Allah Mahakaya dan Maha Terpuji. Menginfakkan harta yang baik adalah merupakan rasa syukur dari kita terhadap Allah yang telah mengaruniakan harta benda itu kepada kita. |
275 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 268 | 45 | 5 | 3 | 1 | اَلشَّيْطٰنُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاۤءِ ۚ وَاللّٰهُ يَعِدُكُمْ مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۖ | Asy-syaiṭānu ya‘idukumul-faqra wa ya'murukum bil-faḥsyā'(i), wallāhu ya‘idukum magfiratam minhu wa faḍlā(n), wallāhu wāsi'un ‘alīm(un). | Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan kamu ampunan dan karunia-Nya. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. | null | null | Setan, baik dari kalangan jin maupun manusia, selalu berusaha menjanjikan dengan cara membisiki dan menakuti kemiskinan kepadamu, misalnya dengan bersedekah harta akan berkurang, atau bahkan akan membuatmu terpuruk dalam kemiskinan, dan sebagainya. Dan setan juga selalu menyuruh kamu berbuat keji, yaitu segala sesuatu yang dianggap sangat buruk oleh akal sehat, budaya, agama, dan naluri manusia, antara lain kikir. Itulah ulah setan yang selalu menghalangi manusia untuk berbuat kebaikan, sedangkan Allah menjanjikan ampunan, sebab setiap sedekah yang kita keluarkan akan menghapuskan dosa. Dan selain itu Allah juga menjanjikan akan menambah karunia-Nya kepadamu jika kamu berinfak, sebab harta tidak berkurang dengan disedekahkan, justru sedekah akan menambah berkahnya. Bukan hanya itu, sedekah dan kedermawanan akan menghilangkan kecemburuan dan penyakit sosial lainnya di tengah masyarakat yang pada gilirannya akan menciptakan stabilitas sehingga kegiatan perekonomian akan semakin produktif dan karunia Allah bertambah. Dan Allah Mahaluas ampunan, anugerah dan rahmat-Nya, Maha Mengetahui siapa yang berhak menerima itu semua. | Setan selalu menakut-nakuti orang yang berinfak dan membujuk mereka agar bersifat bakhil dan kikir. Setan membayangkan kepada mereka bahwa berinfak atau bersedekah akan menghabiskan harta benda dan akan menyebabkan mereka menjadi miskin dan sengsara. Oleh sebab itu harta benda mereka harus disimpan untuk persiapan di hari depan.
Menafkahkan barang yang jelek, dan keengganan untuk menafkahkan barang yang baik, oleh Allah disebut sebagai suatu kejahatan, bukan kebajikan, karena orang yang bersifat demikian berarti mempercayai setan dan tidak mensyukuri nikmat Allah serta tidak percaya akan kekayaan Allah dan kekuasaan-Nya untuk memberi tambahan rahmat kepadanya.
Allah menjanjikan kepada hamba-Nya melalui rasul-Nya, untuk memberikan ampunan atas kesalahan-kesalahan yang banyak, terutama dalam masalah harta benda. Karena sudah menjadi tabiat manusia mencintai harta benda sehingga berat baginya untuk menafkahkannya.
Selain menjanjikan ampunan, Allah juga menjanjikan kepada orang yang berinfak akan memperoleh ganti dari harta yang dinafkahkannya. Di dunia dia akan memperoleh kemuliaan dan nama baik di kalangan masyarakatnya karena keikhlasannya dalam berinfak atau dengan bertambahnya harta yang masih tersisa. Di akhirat kelak dia akan menerima pahala yang berlipat ganda.
Dalam hubungan ini Allah berfirman:
وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهٗ ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ
... Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik. (Saba’/34:39)
Berinfak adalah salah satu cara untuk bersyukur. Maka orang yang berinfak dengan ikhlas adalah orang yang bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan harta benda itu kepadanya dan Dia akan menambah rahmat-Nya kepada orang tersebut. Firman-Nya:
لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. (Ibrāhīm/14:7)
Imam al-Bukhārī dan Muslim meriwayatkan suatu hadis, yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ فِيْهِ الْعِبَادُ إِلاَّ وَ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ يَقُوْلُ أَحَدُهُمَا اللّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفًا؛ وَيَقُوْلُ اْلاٰخَرُ: اللّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً (رواه البخاري ومسلم)
“Tidak ada suatu hari di mana hamba-hamba Allah berada pada pagi hari, kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satu dari malaikat itu berdoa, “Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menginfakkan (harta bendanya) ganti.” Dan malaikat yang satu lagi berdoa, ”Berikanlah kepada orang yang enggan (menginfakkan hartanya) kemusnahan.” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Yang dimaksud dengan “ganti” dari harta yang dinafkahkan itu ialah: Allah akan memudahkan jalan baginya untuk memperoleh rezeki, dan dia mendapatkan kehormatan dalam masyarakat. Sedang yang dimaksud dengan “kemusnahan” ialah bahwa harta bendanya itu habis tanpa memberikan faedah kepadanya.
Pada akhir ayat ini Allah swt mengingatkan bahwa Dia Mahaluas rahmat dan karunia-Nya memberikan ampunan dan ganti dari harta yang dinafkahkan itu. Allah Maha Mengetahui apa yang dinafkahkan hamba-Nya, sehingga Dia tidak akan menyia-nyiakannya, bahkan akan diberinya pahala yang baik. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu ada perintah untuk menafkahkan harta yang baik, dan sebaliknya dilarang untuk menyisihkan yang buruk untuk disedekahkan. Maka pada ayat ini dijelaskan bahwa yang menyebabkan seseorang ingin menafkahkan hartanya yang buruk dan enggan menafkahkan yang baik, ialah karena bisikan jahat dari setan yang mengatakan kepadanya, “Jangan kamu nafkahkan hartamu yang baik, nanti kamu menjadi miskin karenanya.” | GODAAN SETAN DAN JANJI ALLAH
KEPADA ORANG BERIMAN | null | null | null |
276 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 269 | 45 | 5 | 3 | 1 | يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ | Yu'til-ḥikmata may yasyā'(u), wa may yu'tal-ḥikmata faqad ūtiya khairan kaṡīrā(n), wa mā yażżakkaru ilā ulul-albāb(i). | Dia (Allah) menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh dia telah dianugerahi kebaikan yang banyak. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran (darinya), kecuali ululalbab. | null | null | Dia memberikan hikmah, yaitu kemampuan untuk memahami rahasia-rahasia syariat agama dan sifat bijak berupa kebenaran dalam setiap perkataan dan perbuatan kepada siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak, sebab dengan sifat bijak, urusan dunia dan akhirat menjadi baik dan teratur. Adakah kebaikan yang melebihi hidayah Allah kepada seseorang sehingga dapat memahami hakikat segala sesuatu secara benar dan proporsional? Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat, sebab akal sehat yang tercerahkan dengan cahaya ketuhanan dapat mengetahui kebenaran hakiki tanpa dipengaruhi hawa nafsu. Maka sinarilah jiwa dengan cahaya ketuhanan bila ingin mendapat kebaikan yang banyak. | Allah akan memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Maksudnya, bahwa Allah mengaruniakan hikmah kebijaksanaan serta ilmu pengetahuan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-Nya, sehingga dengan ilmu dan dengan hikmah itu dia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, antara was-was setan dan ilham dari Allah swt.
Alat untuk memperoleh hikmah ialah akal yang sehat dan cerdas, yang dapat mengenal sesuatu berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti, dan dapat mengetahui sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Barang siapa yang telah mencapai hikmah dan pengetahuan yang demikian itu berarti dia telah dapat membedakan antara janji Allah dan bisikan setan, lalu janji Allah diyakini dan bisikan setan dijauhi dan ditinggalkan.
Allah menegaskan bahwa siapa saja yang telah memperoleh hikmah dan pengetahuan semacam itu, berarti dia telah memperoleh kebaikan yang banyak, baik di dunia, maupun di akhirat kelak. Dia tidak mau menerima bisikan-bisikan jahat dari setan, bahkan dia menggunakan segenap panca indera, akal dan pengetahuannya untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang batil, mana yang petunjuk Allah dan mana yang bujukan setan, kemudian dia berserah diri sepenuhnya kepada Allah.
Pada akhir ayat ini Allah memuji orang yang berakal dan mau berpikir. Mereka selalu ingat dan waspada serta dapat mengetahui apa yang bermanfaat dan dapat membawanya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat yang lalu ada perintah untuk menafkahkan harta yang baik, dan sebaliknya dilarang untuk menyisihkan yang buruk untuk disedekahkan. Maka pada ayat ini dijelaskan bahwa yang menyebabkan seseorang ingin menafkahkan hartanya yang buruk dan enggan menafkahkan yang baik, ialah karena bisikan jahat dari setan yang mengatakan kepadanya, “Jangan kamu nafkahkan hartamu yang baik, nanti kamu menjadi miskin karenanya.” | GODAAN SETAN DAN JANJI ALLAH
KEPADA ORANG BERIMAN | null | null | 1. Setan selalu menghalang-halangi manusia untuk berinfak di jalan Allah dengan membisikkan kepadanya, bahwa berinfak itu akan menghabiskan hartanya dan menjadikannya miskin dan sengsara.
2. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang berinfak akan mendapat ampunan dan karunia-Nya, baik di dunia maupun di akhirat, sebagai ganti dari apa yang telah diinfakkannya. Allah Maha Mengetahui semua perbuatan hamba-Nya.
3. Orang yang telah dikaruniai hikmah kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan, berarti telah memperoleh kebaikan yang banyak dari sisi Allah. Orang itu dapat menghindarkan diri dari godaan-godaan setan. Ia termasuk orang yang berakal. |
277 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 270 | 46 | 5 | 3 | 1 | وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَارٍ | Wa mā anfaqtum min nafaqatin au nażartum min nażrin fa innallāha ya‘lamuh(ū), wa mā liẓ-ẓālimīna min anṣār(in). | Infak apa pun yang kamu berikan atau nazar apa pun yang kamu janjikan sesungguhnya Allah mengetahuinya. Bagi orang-orang zalim tidak ada satu pun penolong (dari azab Allah). | null | null | Dan apa pun infak yang kamu berikan, berupa harta atau lainnya, sedikit atau banyak, berdasar kewajiban atau anjuran Allah, atau nazar yang kamu janjikan, yaitu janji dengan mewajibkan diri melakukan suatu kebajikan yang tidak diwajibkan oleh Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya, maka sungguh, Allah mengetahuinya, sebab Dia Maha Mengetahui segala apa yang kamu niatkan. Siapa yang tidak melaksanakan kewajiban infak dan tidak menepati janjinya, yaitu bernazar tetapi tidak melaksanakannya atau tidak memenuhi hak Allah, maka dia termasuk orang yang zalim, dan bagi orang zalim tidak ada seorang penolong pun yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah. | Nazar adalah niat kepada diri sendiri untuk berbuat suatu kebaikan, apabila suatu maksud yang baik sudah tercapai, atau selesai terlepas dari suatu hal yang tidak disenangi. Misalnya seseorang berkata: “Jika aku lulus ujian, aku akan bersedekah sekian rupiah”, atau “akan berpuasa sekian hari,” atau “Bila aku sembuh dari penyakitku ini, maka aku akan menyumbangkan hartaku untuk perbaikan masjid.”
Nazar semacam ini tentu saja baik dan diperbolehkan dalam agama, karena lulus dari ujian, atau sembuh dari penyakit adalah merupakan nikmat Allah yang patut disyukuri. Berpuasa, bersedekah, dan menyumbangkan harta untuk kepentingan agama dan kesejahteraan umum, adalah perbuatan yang baik dan bermanfaat.
Tetapi ada pula nazar yang tidak baik, bahkan mendatangkan kerusakan, maka nazar semacam itu tentu saja tidak diridai Allah swt. Misalnya seseorang berkata, “Jika nanti aku berbicara dengan saudaraku itu, maka aku harus berpuasa sekian hari (maksudnya, dia tidak akan berbaikan dengan saudaranya itu).” Nazar seperti ini tidak dibenarkan dalam agama, karena walaupun berpuasa itu baik, tetapi bermusuhan dengan saudara sendiri adalah perbuatan yang tercela.
Infak dan nazar yang bagaimanapun yang kita lakukan, Allah senantiasa mengetahuinya, maka Dia akan memberikan balasan pahala atau azab. Jika barang yang dinafkahkan atau yang dinazarkan itu adalah yang baik, dan ditunaikan dengan cara-cara yang baik pula, yaitu dengan ikhlas dan semata-mata mengharapkan rida Allah, maka Allah akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Sebaliknya, apabila barang yang dinafkahkan atau yang dinazarkan itu adalah yang buruk, atau ditunaikan dengan cara-cara yang tidak baik, misalnya dengan menyebut-nyebutnya, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati, atau dilakukan dengan ria, maka Allah tidak akan menerimanya sebagai amal saleh, dan tidak akan membalasnya dengan pahala apa pun.
Demikian pula orang-orang yang enggan menafkahkan hartanya di jalan Allah, atau dia menafkahkannya untuk berbuat maksiat atau dia tidak mau melaksanakan nazar yang telah diucapkannya, maka Allah swt akan membalasnya dengan azab.
Pada akhir ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolong pun baginya. Ini merupakan suatu peringatan, bahwa keengganan menafkahkan harta di jalan Allah, keengganan menunaikan nazar yang telah diucapkan atau melaksanakan infak dan nazar dengan cara-cara yang tidak baik, semua itu adalah perbuatan zalim. Allah swt akan membalasnya dengan azab, tak seorang pun dapat melepaskan diri dari azab tersebut, meskipun dia menebusnya dengan pahala amalnya sendiri. Dalam hubungan ini, Allah berfirman pada ayat lain:
مَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ حَمِيْمٍ وَّلَا شَفِيْعٍ يُّطَاعُۗ
... Tidak ada seorang pun teman setia bagi orang yang zalim dan tidak ada baginya seorang penolong yang diterima (pertolongannya)…(al-Mu’min/40: 18).
Menafkahkan harta di jalan Allah, baik merupakan sedekah untuk meringankan penderitaan fakir miskin, maupun infak untuk kepentingan umum, negara dan agama, adalah merupakan kewajiban orang-orang yang mempunyai harta benda, sebagai anggota masyarakat. Apabila dia enggan menunaikannya, atau ditunaikan dengan cara-cara yang tidak wajar, maka dia sendirilah yang akan menerima akibatnya. Sebab itu adalah wajar sekali apabila Allah mengancam mereka dengan azab seperti tersebut dalam ayat di atas. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa setan selalu menggoda manusia agar tidak berinfak, karena akan menjadi fakir atau miskin dan selalu mengajak ke arah kemungkaran. Tetapi orang yang diberi hikmah dan pengetahuan oleh Allah selalu dapat membedakan mana perintah Allah dan mana ajaran setan.
Dalam ayat ini disebutkan infak pada umumnya, baik infak yang diridai Allah, maupun yang tidak. Demikian pula mengenai nazar. Lalu ditegaskan bahwa Allah mengetahui semua infak dan nazar yang dilakukan manusia, sehingga Dia akan memberikan pahala jika infak dan nazar itu baik, sebaliknya Dia akan memberikan siksa, apabila infak dan nazar itu tidak baik. | BERINFAK DENGAN DIAM-DIAM | Kosakata: Nażar نَذَرْ (al-Baqarah/2: 270)
Nażar adalah janji melakukan suatu kebaikan kepada Allah yang sebenarnya tidak diwajibkan baginya, tapi niat melakukan sesuatu itu dimotivasi oleh suatu kejadian baik yang disenangi atau tidak disenangi. Contohnya, ayat 26 surah Maryam (اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْما). Nazar terbagi menjadi dua; nazar taat kepada Allah dan nazar maksiat kepada Allah. Nazar taat kepada Allah wajib dilaksanakan. Namun bila tidak mampu, maka wajib diganti dengan kaffāratul-yamīn. Sedangkan nazar maksiat kepada Allah tidak boleh dilaksanakan, dan wajib diganti dengan kaffāratul-yamīn. Begitu juga, nazar tidak berlaku pada saat marah, dan wajib diganti pula dengan kaffāratul-yamīn. Nazar lebih kuat daripada yamīn (sumpah). Karena, bila seseorang bersumpah melakukan amal mustaḥabb, maka ia tidak menjadi wajib baginya dan kaffārah telah cukup baginya. Tetapi, seandainya seseorang bernazar amal mustaḥabb, maka ia wajib baginya dan tidak cukup dengan melakukan kaffārah, kecuali dalam kondisi tidak mampu. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nazar apapun yang diniatkan, Allah pasti mengetahuinya dan manusia tidak mampu menghindarkan diri dari hukuman Allah jika nazar itu tidak dilaksanakan. | null | null |
278 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 271 | 46 | 5 | 3 | 1 | اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ | In tubduṣ-ṣadaqāti fani‘immā hiy(a), wa in tukhfūhā wa tu'tūhal-fuqarā'a fahuwa khairul lakum, wa yukaffiru ‘ankum min sayyi'ātikum, wallāhu bimā ta‘malūna khabīr(un). | Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. | null | null | Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, baik yang wajib seperti zakat, maupun yang sunah, bukan untuk tujuan ria dan pamer, maka itu baik selama itu didasari keikhlasan, sebab dapat mendorong orang lain bersedekah dan menutup pintu prasangka buruk yang menjerumuskan pelakunya ke dalam dosa. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu sebab itu dapat menghindari kamu dari sifat ria dan pamrih serta lebih memelihara air muka kaum fakir yang menerima. Dan dengan bersedekah dari harta yang halal dan disertai keikhlasan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu, yang berupa dosa-dosa kecil, bukan dosa besar dan bukan juga yang terkait dengan hak orang lain. Kebajikan yang dilakukan dengan ikhlas dapat menghapuskan dosa-dosa kecil seperti disebut dalam Surah Hud/11: 114. Dan Allah Mahateliti dan Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan, dan Dia akan memberi balasan yang setimpal. | Dalam ayat ini, Allah menyebutkan orang-orang yang memberikan sedekah kepada fakir miskin dengan terang-terangan, terlihat dan diketahui atau didengar orang lain. Cara yang demikian adalah baik, asal tidak disertai perasaan riya’. Sebab, menampakkan sedekah itu akan menghilangkan tuduhan bakhil terhadap dirinya, dan orang yang mendengarnya akan turut bersyukur dan mendoakannya, dan mereka akan menghormati dan meniru perbuatannya itu.
Selanjutnya, Allah menerangkan, bahwa apabila sedekah itu diberikan dengan cara diam-diam dan tidak diketahui orang lain, maka cara yang demikian adalah lebih baik lagi, apabila hal tersebut dilakukan untuk menghindari perasaan riya’ dalam hatinya, agar fakir miskin yang menerimanya tidak merasa rendah diri terhadap orang lain, dan tidak dipandang hina dalam masyarakatnya. Sebab memberikan sedekah dengan diam-diam, akan menumbuhkan keikhlasan dalam beramal bagi si pemberi. Keikhlasan adalah jiwa setiap ibadah dan amal saleh.
Banyak hadis Rasulullah saw yang memuji pemberi sedekah dengan cara sembunyi ini. Di antaranya hadis yang diriwayatkan Iman al-Bukhārī dan Muslim dari Abu Hurairah r.a. beliau mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ الله ُفِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ اْلعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهِ رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ وَاَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة).
“Ada tujuh macam orang yang nanti akan diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat, ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya; mereka adalah: Imam (pemimpin) yang adil, dan pemuda sejak kecilnya telah terdidik dan suka beribadah kepada Allah, orang yang hatinya selalu terpaut kepada masjid, dan dua orang yang saling mengasihi dalam menjalankan agama Allah, mereka berkumpul dan berpisah untuk tujuan itu, dan seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan yang baik dan kecantikan untuk berbuat serong tetapi dia menolak dengan mengatakan, “Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam”, dan orang yang bersedekah serta merahasiakannya, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya, serta orang yang mengingat Allah ketika dia sendirian, lalu dia menangis.” (Riwayat al- Bukhārī dan Muslim dari Abu Hurairah).
Imām Aḥmad dan Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan sebuah hadis dari Abū Umāmah bahwa Abū Żarr mengatakan:
يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: صَدَقَةُ سِرٍّ اِلَى فَقِيْرٍ اَوْ جَهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ (رواه امام أحمد وابن أبي حاتـم)
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah, sedekah yang manakah yang paling utama?“ Maka Rasulullah saw menjawab, “Sedekah secara rahasia yang diberikan kepada fakir miskin, atau usaha keras dari orang yang sedang kekurangan.” (Riwayat Aḥmad dan Ibnu Abī Ḥātim)
Allah akan menutupi dan menghapuskan sebagian dari kesalahan yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya dengan cara yang baik, sesuai dengan sedekah yang diberikannya, di samping pahala yang akan diterimanya kelak.
Kemudian Allah memperingatkan, bahwa Dia senantiasa mengetahui apa saja yang diperbuat hamba-Nya, serta niat yang mendorongnya untuk berbuat. Semua itu akan dibalas-Nya sesuai dengan amal dan niatnya itu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu dijelaskan bahwa setan selalu menggoda manusia agar tidak berinfak, karena akan menjadi fakir atau miskin dan selalu mengajak ke arah kemungkaran. Tetapi orang yang diberi hikmah dan pengetahuan oleh Allah selalu dapat membedakan mana perintah Allah dan mana ajaran setan.
Dalam ayat ini disebutkan infak pada umumnya, baik infak yang diridai Allah, maupun yang tidak. Demikian pula mengenai nazar. Lalu ditegaskan bahwa Allah mengetahui semua infak dan nazar yang dilakukan manusia, sehingga Dia akan memberikan pahala jika infak dan nazar itu baik, sebaliknya Dia akan memberikan siksa, apabila infak dan nazar itu tidak baik. | BERINFAK DENGAN DIAM-DIAM | Kosakata: Nażar نَذَرْ (al-Baqarah/2: 270)
Nażar adalah janji melakukan suatu kebaikan kepada Allah yang sebenarnya tidak diwajibkan baginya, tapi niat melakukan sesuatu itu dimotivasi oleh suatu kejadian baik yang disenangi atau tidak disenangi. Contohnya, ayat 26 surah Maryam (اِنِّيْ نَذَرْتُ لِلرَّحْمٰنِ صَوْما). Nazar terbagi menjadi dua; nazar taat kepada Allah dan nazar maksiat kepada Allah. Nazar taat kepada Allah wajib dilaksanakan. Namun bila tidak mampu, maka wajib diganti dengan kaffāratul-yamīn. Sedangkan nazar maksiat kepada Allah tidak boleh dilaksanakan, dan wajib diganti dengan kaffāratul-yamīn. Begitu juga, nazar tidak berlaku pada saat marah, dan wajib diganti pula dengan kaffāratul-yamīn. Nazar lebih kuat daripada yamīn (sumpah). Karena, bila seseorang bersumpah melakukan amal mustaḥabb, maka ia tidak menjadi wajib baginya dan kaffārah telah cukup baginya. Tetapi, seandainya seseorang bernazar amal mustaḥabb, maka ia wajib baginya dan tidak cukup dengan melakukan kaffārah, kecuali dalam kondisi tidak mampu. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa nazar apapun yang diniatkan, Allah pasti mengetahuinya dan manusia tidak mampu menghindarkan diri dari hukuman Allah jika nazar itu tidak dilaksanakan. | null | 1. Allah seantiasa mengetahui semua infak dan nazar yang dilakukan hamba-Nya, baik mengenai barang yang diinfakkan, maupun mengenai niat yang mendorongnya untuk melakukannya. Allah akan memberikan balasan sesuai dengan niat infak dan nazar itu.
2. Orang yang zalim, akan mendapat siksaan Allah, dan dia tidak akan mendapat pertolongan dari siapa pun; sedang orang yang suka berinfak dan menunaikan nazarnya dengan baik dan ikhlas, niscaya akan mendapatkan pertolongan Allah, dan sebagian kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukannya akan dihapus Allah, sehingga dia bebas dari azab sesuai dengan kadar infaknya itu.
3. Infak wajib yaitu zakat, dan infak sunat lainnya, boleh dilakukan secara terbuka, dan boleh pula secara diam-diam.
4. Sedekah yang diberikan kepada fakir-miskin, lebih baik diserahkan secara diam-diam, sehingga tidak diketahui orang lain. Hal itu akan dapat menghindarkan orang yang memberikan sedekah itu dari perasaan ria; dan dapat pula menjaga martabat dan kehormatan si penerima sedekah dalam pandangan masyarakat. Dengan demikian dia tidak merasa malu untuk menerimanya, dan tidak pula merasa rendah diri. |
279 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 272 | 46 | 6 | 3 | 1 | ۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ | Laisa ‘alaika hudāhum wa lākinnallāha yahdī may yasyā'(u), wa mā tunfiqū min khairin fa li'anfusikum, wa mā tunfiqūna illabtigā'a wajhillāh(i), wa mā tunfiqū min khairiy yuwaffa ilaikum wa antum lā tuẓlamūn(a). | Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi. | null | null | Jangan kaitkan bantuan sedekah dengan hidayah Tuhan. Kita hanya diminta membantu dengan bersedekah. Dahulu para Sahabat pernah enggan berinfak kepada sanak kerabat mereka yang musyrik. Ayat ini, menurut Ibnu Abbas, turun untuk merespons sikap mereka, dan memerintahkan mereka bersedekah, selain yang wajib, kepada setiap yang membutuhkan bantuan terlepas dari apa agama dan keyakinannya. Bukanlah kewajibanmu, wahai Nabi Muhammad, apalagi orang selain engkau, menjadikan mereka, yakni orang-orang kafir dan sesat, mendapat petunjuk yang membuat mereka melaksanakan tuntunan Allah secara benar. Engkau hanyalah sekadar penyampai risalah secara lisan dan dengan keteladanan melalui cara-cara yang terbaik, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, atau keluarkan, maka kebaikannya akan kembali untuk dirimu sendiri selama kamu berusaha keras dan melakukannya secara ikhlas untuk mendapatkan keridaan-Nya. Dan janganlah kamu berinfak mengeluarkan harta melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi balasan secara penuh bahkan akan dilipatgandakan balasannya dan kamu tidak akan dizalimi atau dirugikan, bahkan diuntungkan, sebab seperti dinyatakan dalam Surah an-Nahl/16: 96, harta yang ada pada seseorang akan habis dan punah, sedangkan yang disedekahkan untuk mencari keridaan Allah akan kekal ganjarannya hingga hari kiamat. | Petunjuk (hidayah, taufik) adalah semata-mata urusan Allah, bukan urusan Rasul dan bukan pula urusan umatnya. Kita tidak boleh menahan sedekah kepada orang yang bukan Islam hanya dengan alasan perbedaan agama semata. Namun bersedekah kepada sesama Muslim tentu lebih utama, selagi di kalangan Muslim masih terdapat orang fakir miskin yang memerlukan pertolongan.
Sedekah mempunyai dan mengandung faedah timbal balik. Orang yang menerima sedekah dapat tertolong dari kesukaran, sedang orang yang memberikannya mendapat pahala di sisi Allah, dan dihargai oleh orang-orang sekitarnya, asal ia memberikan sedekah itu dengan cara yang baik dan ikhlas karena Allah semata.
Selanjutnya disebutkan, bahwa apa saja harta benda yang baik yang dinafkahkan seseorang dengan ikhlas, niscaya Allah akan membalasnya dengan pahala yang cukup dan dia tidak akan dirugikan sedikit pun, karena orang-orang yang suka berinfak dengan ikhlas tentu disayangi dan dihormati oleh masyarakat, terutama oleh fakir miskin; dan pahalanya tidak akan dikurangi di sisi Allah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ada beberapa riwayat menerangkan sebab turunnya ayat ini, antara lain riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās sebagai berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَلاَّ نَتَصَدَّقَ إِلاَّ عَلَى أَهْلِ اْلإِسْلاَمِ حَتَّى نَزَلَتْ هٰذِهِ اْلاٰيَةُ (رواه ابن أبي حاتم عن ابن عبّاس)
“Bahwasanya Rasulullah saw dulu menyuruh kita untuk tidak bersedekah, kecuali kepada orang-orang Islam saja, sehingga turunlah ayat ini (yang membolehkan kita untuk bersedekah kepada orang yang bukan Islam).” (Riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās) | ORANG YANG BERHAK MENERIMA SEDEKAH | Kosakata: At-Ta‘affuf اَلتَّعَفُّفْ (al-Baqarah/2: 273)
Ta‘affuf atau ‘iffah menurut harfiah berarti situasi kejiwaan yang mempu mencegah dan bertahan dari godaan hawa nafsu. Asal katanya adalah ‘affa-ya‘iffu, artinya membatasi diri untuk makan/memperoleh sesuatu sedikit saja. Menurut syara‘ adalah menahan diri dari perkara haram dan meminta-minta kepada manusia. ‘Iffah atau menjaga kesucian disyariatkan kepada orang yang belum mampu menikah sebab belum mampu menyediakan mahar dan nafkah, dengan jalan puasa dan lain-lain (an-Nūr/24: 33). Dalam ayat ini digambarkan keadaan orang-orang fakir yang berhak memperoleh infak dan sedekah, meskipun mereka tidak meminta karena ‘iffah mereka sehingga kita menyangka mereka itu orang kaya. | Ada beberapa riwayat menerangkan sebab turunnya ayat ini, antara lain riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās sebagai berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَلاَّ نَتَصَدَّقَ إِلاَّ عَلَى أَهْلِ اْلإِسْلاَمِ حَتَّى نَزَلَتْ هٰذِهِ اْلاٰيَةُ (رواه ابن أبي حاتم عن ابن عبّاس)
“Bahwasanya Rasulullah saw dulu menyuruh kita untuk tidak bersedekah, kecuali kepada orang-orang Islam saja, sehingga turunlah ayat ini (yang membolehkan kita untuk bersedekah kepada orang yang bukan Islam).” (Riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās) | null |
280 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 273 | 46 | 6 | 3 | 1 | لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ | Lil-fuqarā'il-lażīna uḥṣirū fī sabīlillāhi lā yastaṭī‘ūna ḍarban fil-arḍi yaḥsabuhumul-jāhilu agniyā'a minat-ta‘affuf(i), ta‘rifuhum bisīmāhum, lā yas'alūnan-nāsa ilḥāfā(n), wa mā tunfiqū min khairin fa innallāha bihī ‘alīm(un). | (Apa pun yang kamu infakkan) diperuntukkan bagi orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah dan mereka tidak dapat berusaha di bumi. Orang yang tidak mengetahuinya mengira bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara diri dari mengemis. Engkau (Nabi Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya (karena) mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Tahu tentang itu. | null | null | Setelah menjelaskan anjuran untuk berinfak kepada siapa pun yang membutuhkan, ayat ini menjelaskan tengtang siapa yang diprioritaskan untuk mendapat bantuan. Apa yang kamu infakkan adalah untuk orang-orang fakir yakni yang membutuhkan bantuan karena sudah tua, sakit atau terancam, tertutama yang terhalang usahanya karena disibukkan dengan berjihad di jalan Allah, atau mereka terluka atau cedera medan perang, sehingga mereka tidak dapat berusaha untuk memenuhi kehidupan hidup di bumi. Mereka adalah orang-orang yang terhormat dan selalu menjaga kehormatan diri, sehingga orang lain yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri dari meminta-minta. Engkau hai Muhammad dan siapa saja yang memiliki ketajaman pandangan (farasah) mengenal mereka dari ciri-cirinya, yaitu mereka terlihat khusuk, ikhlas, rendah hati, dan sederhana sehingga ketakwannya itu melahirkan kewibawaan di hati dan mata orang yang memandang. Sekiranya mereka terpaksa harus meminta, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain melainkan dengan cara yang sangat halus yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang yang memiliki ketajaman pandangan. Mereka adalag orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan, sehingga apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sedikit atau banyak, secara terang-terangan atau tersembunyi, sungguh, Allah Maha Mengetahui dan akan memberinya balasan yang setimpal. | Ciri-ciri dan hal ihwal orang-orang yang lebih berhak menerima sedekah, yaitu:
1. Mereka yang dengan ikhlas telah mengabdikan diri pada tugas dalam rangka jihad fī sabīlillāh, sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan pekerjaan lain sebagai sumber rezeki. Misalnya kaum muhajirin, yang pada permulaan Islam ada yang termasuk fakir miskin, karena telah meninggalkan harta benda mereka di Mekah, untuk dapat berhijrah ke Medinah, demi mempertahankan dan mengembangkan Agama Islam. Mereka sering bertempur di medan perang, menangkis kezaliman orang-orang kafir sehingga tidak punya waktu luang untuk mencari nafkah.
2. Fakir miskin yang tidak mampu berusaha, baik dengan berdagang maupun dengan pekerjaan lainnya, karena mereka sudah lemah, atau sudah lanjut usia, atau karena sebab-sebab lain.
3. Fakir miskin yang dikira oleh orang lain sebagai orang berkecukupan, karena mereka itu sabar dan menahan diri dari meminta-minta.
4. Mereka yang bertugas untuk menghafal Al-Qur’an, mempelajari ajaran agama serta memelihara sunah Nabi dengan cara hidup sederhana.
Fakir miskin dapat diketahui dari tanda-tanda yang tampak pada diri mereka. Mereka sama sekali tidak mau minta-minta, atau kalau mereka meminta, tidak dengan mendesak atau memaksa. Dalam hubungan ini Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الْمِسْكِيْنُ الَّذِيْ يَطُوْفُ عَلَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ وَاللُّقْمَتَانِ وَالتَّمْرَةُ وَالتَّمْرَتَانِ وَلَكِنْ َالْمِسْكِيْنُ الَّذِيْ لاَيَجِدُ ِغنًى يُغْنِيْهِ وَلاَ يُفْطَنُ لَهُ فَيُتَصَدَّقُ عَلَيْهِ وَلاَ يَقُوْمُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ (متفق عليه)
Yang dinamakan “orang miskin” bukanlah orang yang keliling (untuk minta-minta) pada orang-orang, yang tidak memperoleh sesuap atau dua suap nasi, dan sebiji atau dua biji kurma. Tetapi orang miskin yang sejati adalah orang yang tidak mendapatkan kecukupan untuk dirinya dan tidak diketahui keadaannya sehingga ia diberi sedekah, ia juga tidak pergi untuk meminta-minta kepada orang-orang. (Muttafaq ‘Alaih)
Di dalam agama Islam, mengemis atau meminta-minta hukumnya haram, kecuali dalam keadaan darurat. Rasulullah bersabda:
عَنْ قَبِيْصَةَ بْنِ اَلْمُخَارِقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلَهُ فِيْهَا، فَقَالَ: اَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَدَقَةُ فَنَأْمُرُ لَكَ بِهَا ثُمَّ قَالَ: يَا قَبِيْصَةُ، اِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَتَحِلُّ اِلاَّ ِلأَحَدِ ثَلاَثَةٍ. رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ اَلْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ. وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ ِاجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ اَلْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ –اَوْ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ- وَرَجُلٍ اَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتىَّ يَقُوْلَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَى مِنْ قَوْمِهِ: لَقَدْ اَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ اْلمَسْأَلَةُ حَتىَّ يُصِيْبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشِ اَوْ قَالَ: ِسدَادًا مِنْ عَيْشِ فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ اْلمـَسْأَلَةِ يَا قَبِيْصَةُ سُحْتٌ يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتاً. (رواه مسلم)
Dari Qabiṣah bin al-Mukhariq r.a. dia berkata, “Saya mempunyai tanggungan untuk umat. Kemudian saya mengahadap Rasulullah saw untuk minta dana dari beliau untuk membayar tanggungan itu. Beliau menjawab, “Tunggulah nanti apabila datang dana zakat, saya akan perintahkan agar kamu diberi dari dana itu”. Nabi kemudian berkata, “Hai Qabiṣah, meminta-minta itu tidak halal kecuali bagi salah satu dari tiga orang. Pertama, orang yang mempunyai tanggungan untuk umat, ia halal meminta-minta sampai ia dapat melunasi tanggungannya, kemudian ia berhenti tidak meminta-minta lagi. Kedua, orang yang ditimpa bencana yang menghancurkan hartanya. Ia boleh meminta-minta sampai dapat menegak-kan kehidupannya. Dan ketiga, orang yang ditimpa kefakiran sampai ada tiga orang yang berakal berkata bahwa orang itu benar-benar ditimpa kefakiran. Dia halal meminta-minta sampai dapat menegakkan kehidupan-nya. Meminta-minta di luar itu, hai Qabiṣah adalah perbuatan haram yang dimakan oleh pelakunya dengan cara haram.” (Riwayat Muslim)
Dalam hubungan infak, yaitu zakat dan sedekah, perlu ditegaskan di sini hal-hal sebagai berikut:
1. Agama Islam telah menganjurkan kepada orang yang berharta agar mereka bersedekah kepada fakir miskin. Apabila bersedekah, hendaklah diberikan barang yang baik, berupa makanan, pakaian dan sebagainya, dan tidak boleh disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Artinya, fakir miskin itu harus diperlakukan sebaik mungkin.
2. Anjuran berinfak bukan berarti bahwa Islam memperbanyak fakir miskin dan memberikan dorongan kepada mereka untuk mengemis dan selalu mengharapkan sedekah orang lain sebagai sumber rezeki mereka. Sebab, walaupun di satu pihak agama Islam mewajibkan zakat dan menganjurkan sedekah kepada orang-orang kaya untuk fakir miskin, namun di lain pihak, Islam menganjurkan kepada fakir miskin untuk berusaha melepaskan diri dari kemiskinan, sehingga hidup mereka tidak tergantung kepada sedekah dan pemberian orang lain. Dalam hubungan ini terdapat ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah yang meng-anjurkan untuk giat bekerja, menghilangkan sifat malas dan lalai, serta memuji orang-orang yang dapat mencari rezeki dengan usaha dan jerih payahnya sendiri. Allah berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. … (ar-Ra‘d/13: 11).
Yang dimaksudkan dengan “apa yang terdapat pada diri mereka” itu antara lain ialah sifat-sifat yang jelek yang merupakan penyebab timbulnya kemiskinan. Misalnya, sifat malas, lalai, tidak jujur, tidak mau menuntut ilmu untuk memiliki kecakapan bekerja, dan sebagainya. Apabila mereka mengubah sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang baik, yaitu rajin bekerja, maka Allah akan memberikan jalan kepadanya untuk memperbaiki kehidupannya. Dalam ayat lain, Allah berfirman:
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ
“Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah ….” (al-Jumu‘ah/62:10).
Rasulullah saw memuji orang yang memperoleh rezeki dari hasil jerih payah dan keringatnya sendiri. Beliau bersabda:
مَا أَكَلَ اَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ (رواه البخارى)
“Makanan yang terbaik untuk dimakan seseorang ialah dari hasil kerjanya sendiri”.(Riwayat al-Bukhārī)
Untuk mengangkat harga diri dan menjauhkan dari meminta-minta atau mengharapkan pemberian orang lain, maka Rasulullah saw bersabda:
اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلىَ (رواه البخاري ومسلم)
“Tangan yang di atas (tangan yang memberi), lebih baik dari tangan yang di bawah (tangan yang menerima sedekah atau pemberian orang lain).” (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim)
Demikianlah, Islam menghendaki orang-orang yang mempunyai harta suka membantu fakir-miskin.Sebaliknya, Islam menuntun fakir miskin agar berusaha keras untuk melepaskan diri dari kemiskinan itu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ada beberapa riwayat menerangkan sebab turunnya ayat ini, antara lain riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās sebagai berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَلاَّ نَتَصَدَّقَ إِلاَّ عَلَى أَهْلِ اْلإِسْلاَمِ حَتَّى نَزَلَتْ هٰذِهِ اْلاٰيَةُ (رواه ابن أبي حاتم عن ابن عبّاس)
“Bahwasanya Rasulullah saw dulu menyuruh kita untuk tidak bersedekah, kecuali kepada orang-orang Islam saja, sehingga turunlah ayat ini (yang membolehkan kita untuk bersedekah kepada orang yang bukan Islam).” (Riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās) | ORANG YANG BERHAK MENERIMA SEDEKAH | Kosakata: At-Ta‘affuf اَلتَّعَفُّفْ (al-Baqarah/2: 273)
Ta‘affuf atau ‘iffah menurut harfiah berarti situasi kejiwaan yang mempu mencegah dan bertahan dari godaan hawa nafsu. Asal katanya adalah ‘affa-ya‘iffu, artinya membatasi diri untuk makan/memperoleh sesuatu sedikit saja. Menurut syara‘ adalah menahan diri dari perkara haram dan meminta-minta kepada manusia. ‘Iffah atau menjaga kesucian disyariatkan kepada orang yang belum mampu menikah sebab belum mampu menyediakan mahar dan nafkah, dengan jalan puasa dan lain-lain (an-Nūr/24: 33). Dalam ayat ini digambarkan keadaan orang-orang fakir yang berhak memperoleh infak dan sedekah, meskipun mereka tidak meminta karena ‘iffah mereka sehingga kita menyangka mereka itu orang kaya. | null | null |
281 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 274 | 46 | 6 | 3 | 1 | اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ | Allażīna yunfiqūna amwālahum bil-laili wan-nahāri sirraw wa ‘alāniyatan falahum ajruhum ‘inda rabbihim, wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn(a). | Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih. | null | null | Orang-orang yang menginfakkan hartanya dalam berbagai situasi dan kondisi, di malam dan siang hari, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, banyak atau sedikit, mereka akan mendapat pahala di sisi Tuhannya selama mereka mengeluarkannya secara ikhlas dan dengan cara-cara yang baik. Tidak ada kekhawatiran atas mereka bahwa nanti mereka akan mendapat siksa, sebab mereka aman dari siksa karena amal saleh yang mereka persembahkan, dan mereka tidak pula bersedih hati, risau dan gelisah, sebab hati mereka selalu dalam keadaan tenang. | Ayat ini merupakan ayat yang terakhir dalam rangkaian ayat yang membicarakan masalah infak dalam surah al-Baqarah. Dalam ayat ini, Allah menegaskan keuntungan yang akan didapat orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, baik pada siang hari maupun pada waktu malam, yang diberikan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Mereka pasti akan memperoleh pahala di sisi Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Karena di dunia mereka dikasihi oleh masyarakat, terutama oleh fakir miskin dan siapa saja yang pernah menerima sedekah darinya, sedang di akhirat kelak mereka akan menerima pahala yang berlipat ganda dari sisi Allah.
Mereka pun tidak merasa sedih atas harta yang dinafkahkannya, karena mereka yakin akan memperoleh ganti yang lebih besar dari Allah, baik berupa tambahan rezeki dan kelapangan hidup di dunia, maupun berupa rida Allah dan karunia-Nya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ada beberapa riwayat menerangkan sebab turunnya ayat ini, antara lain riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās sebagai berikut:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَلاَّ نَتَصَدَّقَ إِلاَّ عَلَى أَهْلِ اْلإِسْلاَمِ حَتَّى نَزَلَتْ هٰذِهِ اْلاٰيَةُ (رواه ابن أبي حاتم عن ابن عبّاس)
“Bahwasanya Rasulullah saw dulu menyuruh kita untuk tidak bersedekah, kecuali kepada orang-orang Islam saja, sehingga turunlah ayat ini (yang membolehkan kita untuk bersedekah kepada orang yang bukan Islam).” (Riwayat Ibnu Abī Ḥātim dari Ibnu ‘Abbās) | ORANG YANG BERHAK MENERIMA SEDEKAH | Kosakata: At-Ta‘affuf اَلتَّعَفُّفْ (al-Baqarah/2: 273)
Ta‘affuf atau ‘iffah menurut harfiah berarti situasi kejiwaan yang mempu mencegah dan bertahan dari godaan hawa nafsu. Asal katanya adalah ‘affa-ya‘iffu, artinya membatasi diri untuk makan/memperoleh sesuatu sedikit saja. Menurut syara‘ adalah menahan diri dari perkara haram dan meminta-minta kepada manusia. ‘Iffah atau menjaga kesucian disyariatkan kepada orang yang belum mampu menikah sebab belum mampu menyediakan mahar dan nafkah, dengan jalan puasa dan lain-lain (an-Nūr/24: 33). Dalam ayat ini digambarkan keadaan orang-orang fakir yang berhak memperoleh infak dan sedekah, meskipun mereka tidak meminta karena ‘iffah mereka sehingga kita menyangka mereka itu orang kaya. | null | 1. Sedekah kaum Muslimin tidak hanya terbatas untuk fakir miskin yang Muslim saja, melainkan juga dapat diberikan kepada yang bukan Muslim.
2. Pahala sedekah, yang diberikan oleh seorang Muslim adalah untuk dirinya sendiri, Allah akan memberikan pahala-Nya dengan cukup, tanpa dikurangi sedikit pun.
3. Orang-orang yang berhak menerima sedekah ialah fakir miskin yang tidak dapat bekerja untuk mencari rezeki, baik karena terikat kepada tugas tertentu dalam jihad fī sabilillāh, maupun karena tidak dapat berusaha karena sakit, atau lemah, atau usia lanjut, sedang mereka senantiasa menjaga kehormatan dirinya dan tidak mau mengemis dengan cara mendesak. |
282 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 275 | 47 | 6 | 3 | 1 | اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ | Allażīna ya'kulūnar-ribā lā yaqūmūna illā kamā yaqūmul-lażī yatakhabbaṭuhusy-syaiṭānu minal-mass(i), żālika bi'annahum qālū innamal-bai‘u miṡlur-ribā, wa aḥallallāhul-bai‘a wa ḥarramar-ribā, faman jā'ahū mau‘iẓatum mir rabbihī fantahā falahū mā salaf(a), wa amruhū ilallāh(i), wa man ‘āda fa ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a). | Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. | null | null | Orang-orang yang memakan riba yakni melakukan transaksi riba dengan mengambil atau menerima kelebihan di atas modal dari orang yang butuh dengan mengeksploitasi atau memanfaatkan kebutuhannya, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Mereka hidup dalam kegelisahan; tidak tenteram jiwanya, selalu bingung, dan berada dalam ketidakpastian, sebab pikiran dan hati mereka selalu tertuju pada materi dan penambahannya. Itu yang akan mereka alami di dunia, sedangkan di akhirat mereka akan dibangkitkan dari kubur dalam keadaan sempoyongan, tidak tahu arah yang akan mereka tuju dan akan mendapat azab yang pedih. Yang demikian itu karena mereka berkata dengan bodohnya bahwa jual beli sama dengan riba dengan logika bahwa keduanya sama-sama menghasilkan keuntungan. Mereka beranggapan seper-ti itu, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Substansi keduanya berbeda, sebab jual beli menguntungkan kedua belah pihak (pembeli dan penjual), sedangkan riba sangat merugikan salah satu pihak. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, setelah sebelumnya dia melakukan transaksi riba, lalu dia berhenti dan tidak melakukannya lagi, maka apa yang telah diperolehnya dahulu sebelum datang larangan menjadi miliknya, yakni riba yang sudah diambil atau diterima sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan, dan urusannya kembali kepada Allah. Barang siapa mengulangi transaksi riba setelah peringatan itu datang maka mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. | Ada dua macam riba yang dikenal, yaitu:
1. Riba nasī’ah
2. Riba faḍal
Riba nasī’ah ialah tambahan pembayaran utang yang diberikan oleh pihak yang berutang, karena adanya permintaan penundaan pembayaran pihak yang berutang. Tambahan pembayaran itu diminta oleh pihak yang berpiutang setiap kali yang berutang meminta penundaan pembayaran utangnya. Contoh: A berutang kepada B sebanyak Rp 1.000,- dan akan dikembalikan setelah habis masa sebulan. Setelah habis masa sebulan, A belum sanggup membayar utangnya karena itu A meminta kepada B agar bersedia menerima penundaan pembayaran. B bersedia menunda waktu pembayaran dengan syarat A menambah pembayaran, sehingga menjadi Rp 1.300,- Tambahan pembayaran dengan penundaan waktu serupa ini disebut riba nasī’ah.
Tambahan pembayaran ini mungkin berkali-kali dilakukan karena pihak yang berutang selalu meminta penundaan pembayaran, sehingga akhirnya A tidak sanggup lagi membayarnya, bahkan kadang-kadang dirinya sendiri terpaksa dijual untuk membayar utangnya. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ ١٣٠ (اٰل عمران)
“Hai orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah, agar kamu mendapat keberuntungan. (Āli ‘Imrān/3:130).
Riba nasī’ah seperti yang disebutkan di atas banyak berlaku di kalangan orang Arab jahiliah. Inilah riba yang dimaksud Al-Qur’an. Bila dipelajari dan diikuti sistem riba dalam ayat ini dan yang berlaku di masa jahiliah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Sistem bunga merupakan sistem yang menguntungkan bagi yang meminjamkan dan sangat merugikan si peminjam. Bahkan ada kalanya si peminjam terpaksa menjual dirinya untuk dijadikan budak agar dia dapat melunasi pinjamannya.
2. Perbuatan itu pada zaman jahiliah termasuk usaha untuk mencari kekayaan dan untuk menumpuk harta bagi yang meminjamkan.
Menurut Umar Ibnu Khaṭṭab, ayat Al-Qur’an tentang riba, termasuk ayat yang terakhir diturunkan. Sampai Rasulullah wafat tanpa menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Maka tetaplah riba dalam pengertian yang umum, seperti sistem bunga yang diberlakukan orang Arab pada zaman jahiliah.
Keterangan Umar ini berarti bahwa Rasulullah sengaja tidak menerangkan apa yang dimaksud dengan riba karena orang-orang Arab telah mengetahui benar apa yang dimaksud dengan riba. Bila disebut riba kepada mereka, maka di dalam pikiran mereka telah ada pengertian yang jelas dan pengertian itu telah mereka sepakati maksudnya. Pengertian mereka tentang riba ialah riba nasī’ah. Dengan perkataan lain bahwa sebenarnya Al-Qur’an telah menjelaskan dan menerangkan apa yang dimaksud dengan riba. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw mengenai dua peninggalannya yang harus ditaati:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِي كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رواه ابن ماجه)
Aku telah meninggalkan padamu dua hal, yang kalau kamu berpegang teguh dengannya, kamu tidak akan sesat sepeninggalku ialah Kitabullah dan Sunah Rasul. (Riwayat Ibnu Mājah)
Agama yang dibawa Nabi Muhammad saw adalah agama yang telah sempurna dan lengkap diterima beliau dari Allah, tidak ada yang belum diturunkan kepada beliau.
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
….Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu…. (al-Mā’idah/5:3)
Riba faḍal yaitu menjual sejenis barang dengan jenis barang yang sama dengan katentuan memberi tambahan sebagai imbalan bagi jenis yang baik mutunya, seperti menjual emas 20 karat dengan emas 24 karat dengan tambahan emas 1 gram sebagai imbalan bagi emas 24 karat. Riba faḍal ini diharamkan juga. Dasar hukum haramnya riba faḍal ialah sabda Rasulullah saw:
لاَ تَبِيْعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرَّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيْرَ بِالشَّعِيْرِ وَالتَّمَرَ بِالتَّمَرِ وَالْمِلْحَ بِالْمِلْحِ إِلاَّ مِثْلاً بِمثْلٍ فَمَنْ زَادَ اَوِ ازْدَادَ فَقَدْ أَرْبىَ (رواه البخاري وأحمد)
Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir (padi ladang) dengan sya'ir, tamar dengan tamar (kurma), garam dengan garam, kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama-sama tunai. Barang siapa yang menambah atau meminta tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (Riwayat al-Bukhārī dan Aḥmad)
Sama jenis dan kadarnya dan sama-sama tunai maksudnya ialah jangan merugikan salah satu pihak dari 2 orang yang melakukan barter. Ayat di atas menerangkan akibat yang akan dialami oleh orang yang makan riba, yaitu jiwa dan hati mereka tidak tenteram, pikiran mereka tidak menentu. Keadaan mereka seperti orang yang kemasukan setan atau seperti orang gila.
Orang Arab jahiliah percaya bahwa setan dapat mempengaruhi jiwa manusia, demikian pula jin. Bila setan atau jin telah mempengaruhi jiwa seseorang, maka ia seperti orang kesurupan.
Al-Qur’an menyerupakan pengaruh riba pada seseorang yang melakukannya, dengan pengaruh setan yang telah masuk ke dalam jiwa seseorang menurut kepercayaan orang Arab jahiliah. Maksud perumpamaan pada ayat ini untuk memudahkan pemahaman, bukan untuk menerangkan bahwa Al-Qur’an menganut kepercayaan seperti kepercayaan orang Arab jahiliah.
Menurut jumhur mufasir, ayat ini menerangkan keadaan pemakan riba waktu dibangkitkan pada hari kiamat, yaitu seperti orang yang kemasukan setan. Pendapat ini mengikuti pendapat Ibnu ‘Abbās dan Ibnu Mas‘ud.
Juga berdasarkan sabda Rasulullah saw:
إِيَّاكَ وَالذُّنُوْبَ الَّتِي لاَ تُغْفَرُ: اَلْغُلُوْلُ، فَمَنْ غَلَّ شَيْئاً أَتَى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاَكِلُ الرِّبَا، فَمَنْ اَكَلَ الرِّبَا بُعِثَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَجْنُوْنًا يَتَخَبَّطُ (رواه الطبراني عن عوف بن مالك)
Jauhilah olehmu dosa yang tidak diampuni, yaitu: gulul (ialah menyembunyikan harta rampasan dalam peperangan dan lainnya), maka barang siapa melakukan gulul, nanti barang yang disembunyikan itu akan dibawanya pada hari kiamat. Dan pemakan riba, barang siapa yang memakan riba, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila, lagi kemasukan (setan). (Riwayat aṭ-Ṭabrānī dari ‘Auf bin Mālik)
Dalam kenyataan yang terdapat di dalam kehidupan manusia di dunia ini, banyak pemakan riba kehidupannya benar-benar tidak tenang, selalu gelisah, tak ubahnya bagai orang yang kemasukan setan. Para mufasir berpendapat, bahwa ayat ini menggambarkan keadaan pemakan riba di dunia. Pendapat ini dapat dikompromikan dengan pendapat pertama, yaitu keadaan mereka nanti di akhirat sama dengan keadaan mereka di dunia, tidak ada ketenteraman bagi mereka.
Dari kelanjutan ayat dapat dipahami, bahwa keadaan pemakan riba itu sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat lagi membedakan antara yang halal dan yang haram, antara yang bermanfaat dengan mudarat, antara yang dibolehkan Allah dengan yang dilarang, sehingga mereka mengatakan jual beli itu sama dengan riba.
Selanjutnya Allah menegaskan bahwa Dia menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Allah tidak menerangkan sebabnya. Allah tidak menerangkan hal itu agar mudah dipahami oleh pemakan riba, sebab mereka sendiri telah mengetahui, mengalami dan merasakan akibat riba itu.
Dari penegasan itu dipahami bahwa seakan-akan Allah memberikan suatu perbandingan antara jual-beli dengan riba. Hendaklah manusia mengetahui, memikirkan dan memahami perbandingan itu.
Pada jual-beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli, ada manfaat dan keuntungan yang diperoleh dari kedua belah pihak, dan ada pula kemungkinan mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh mereka. Pada riba tidak ada penukaran dan penggantian yang seimbang. Hanya ada semacam pemerasan yang tidak langsung, yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai barang terhadap pihak yang sedang memerlukan, yang meminjam dalam keadaan terpaksa.
Setelah Allah menerangkan akibat yang dialami oleh pemakan riba, perkataan yang diucapkan oleh pemakan riba, pikiran yang sedang mempengaruhi keadaan pemakan riba, dan penegasan Allah tentang hukum jual beli dan riba, maka Allah mengajak para pemakan riba dengan ajakan yang lemah lembut, yang langsung meresap ke dalam hati nurani mereka, sebagaimana lanjutan ayat di atas.
Allah swt menyebut larangan tentang riba itu dengan cara mau‘iẓah (pengajaran), maksudnya larangan memakan riba adalah larangan yang bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri, agar hidup bahagia di dunia dan akhirat, hidup dalam lingkungan rasa cinta dan kasih sesama manusia dan hidup penuh ketenteraman dan kedamaian.
Barang siapa memahami larangan Allah tersebut dan mematuhi larangan tersebut, hendaklah dia menghentikan perbuatan riba itu dengan segera. Mereka tidak dihukum Allah terhadap perbuatan yang mereka lakukan sebelum ayat ini diturunkan. Mereka tidak diwajibkan mengembalikan riba pada waktu ayat ini diturunkan. Mereka boleh mengambil pokok pinjaman mereka saja, tanpa bunga yang mereka setujui sebelumnya.
Dalam ayat ini terkandung suatu pelajaran yang dapat dijadikan dasar untuk menetapkan undang-undang, peraturan atau hukum, yaitu: suatu undang-undang, peraturan atau hukum yang akan ditetapkan tidak boleh berlaku surut jika berakibat merugikan pihak-pihak yang dikenai atau yang dibebani undang-undang, peraturan atau hukum itu, sebaliknya boleh berlaku surut bila menguntungkan pihak-pihak yang dikenai atau dibebani olehnya.
Akhir ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang telah melakukan riba, dan orang-orang yang telah berhenti melakukan riba, kemudian mengerjakannya kembali setelah turunnya larangan ini, mereka termasuk penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Menurut sebagian mufasir, dosa besar yang ditimpakan kepada pemakan riba ini disebabkan karena di dalam hati pemakannya itu telah tertanam rasa cinta harta, lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri, mengerjakan sesuatu karena kepentingan diri sendiri bukan karena Allah. Orang yang demikian adalah orang yang tidak mungkin tumbuh dalam jiwanya iman yang sebenarnya, yaitu iman yang didasarkan pada perasaan, pengakuan dan ketundukan kepada Allah. Seandainya pemakan riba yang demikian masih mengaku beriman kepada Allah, maka imannya itu adalah iman di bibir saja, iman yang sangat tipis dan tidak sampai ke dalam lubuk hati sanubarinya.
Hasan al-Basri berkata, “Iman itu bukanlah perhiasan mulut dan angan-angan kosong, tetapi iman itu adalah ikrar yang kuat di dalam hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan. Barang siapa yang mengatakan kebaikan dengan lidahnya, sedang perbuatannya tidak pantas, Allah menolak pengakuannya itu. Barang siapa mengatakan kebaikan sedangkan perbuatannya baik pula, amalnya itu akan mengangkat derajatnya,”
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ الله َلاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلٰكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ (رواه مسلم و أحمد)
“Allah tidak memandang kepada bentuk jasmani dan harta bendamu, akan tetapi Allah memandang kepada hati dan amalmu.” (Riwayat Muslim dan Aḥmad) | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
283 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 276 | 47 | 6 | 3 | 1 | يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ | Yamḥaqullāhur-ribā wa yurbiṣ-ṣadaqāt(i), wallāhu lā yuḥibbu kulla kaffārin aṡīm(in). | Allah menghilangkan (keberkahan dari) riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat kufur lagi bergelimang dosa. | null | null | Allah memusnahkan harta yang diperoleh dari hasil praktik riba sedikit demi sedikit sampai akhirnya habis, atau menghilangkan keberkahannya sehingga tidak bermanfaat dan menyuburkan sedekah yakni dengan mengembangkan dan menambahkan harta yang disedekahkan, serta memberikan keberkahan harta, ketenangan jiwa dan ketenteraman hidup bagi pemberi dan penerima. Allah tidak menyukai dan tidak mencurahkan rahmat-Nya kepada setiap orang yang tetap dalam kekafiran karena mempersamakan riba dengan jual beli dengan disertai penolakan terhadap ketetapan Allah, dan tidak mensyukuri kelebihan nikmat yang mereka dapatkan, bahkan menggunakannya untuk menindas dan mengeksploitasi kelemahan orang lain, dan Allah tidak menyukai setiap orang yang bergelimang dosa karena praktik riba tidak hanya merugikan satu orang saja, tetapi dapat meruntuhkan perekonomian yang dapat merugikan seluruh warga masyarakat. | Riba itu tidak ada manfaatnya sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang ada manfaatnya adalah sedekah.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Artinya memusnahkan harta yang diperoleh dari riba dan harta yang bercampur dengan riba atau meniadakan berkahnya. “Menyuburkan sedekah” ialah mengembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya sesuai dengan ketantuan-ketentuan agama atau melipatgandakan berkah harta itu. Allah berfirman:
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۟ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ ٣٩ (الرّوم)
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). (ar-Rūm/30:39).
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perkataan “Allah memusnahkan riba” ialah Allah memusnahkan keberkahan harta riba, karena akibat melakukan riba timbul permusuhan antara orang-orang pemakan riba, dan kebencian masyarakat terhadap mereka terutama orang yang pernah membayar utang kepadanya dengan riba yang berlipat ganda, dan juga menyebabkan bertambah jauhnya jarak hubungan antara yang punya dan yang tidak punya. Kebencian dan permusuhan ini bila mencapai puncaknya akan menimbulkan peperangan dan kekacauan dalam masyarakat.
Allah tidak menyukai orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya berupa harta yang telah dianugerahkan kepada mereka. Mereka tidak menggunakan harta itu menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah, serta tidak memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Demikian pula Allah tidak menyukai orang-orang yang menggunakan dan membelanjakan hartanya semata-mata untuk kepentingan diri sendiri, serta mencari harta dengan menindas atau memperkosa hak orang lain. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
284 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 277 | 47 | 6 | 3 | 1 | اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ | Innal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti wa aqāmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta lahum ajruhum ‘inda rabbihim, wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn(a). | Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih. | null | null | Setelah dijelaskan pelaku kemaksiatan yang berupa praktik riba, selanjutnya dijelaskan keadaan orang-orang saleh yang beruntung. Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat secara benar, khusyuk, dan berkesinambungan dan menunaikan zakat dengan sempurna, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka kapan dan dari siapa pun, karena mereka berada dalam lindungan Allah dan mereka tidak bersedih hati karena apa yang mereka akan peroleh di akhirat jauh lebih baik dari apa yang bisa jadi hilang di dunia. | Ayat ini menegaskan tentang perbuatan yang baik yang dapat menghindarkan diri dari perbuatan yang dimurkai Allah.
Allah menyebutkan bahwasanya orang yang mempunyai empat macam sifat, yang tersebut dalam ayat ini, tidak ada kekhawatiran atas diri mereka, dan mereka tidak bersedih hati terhadap segala cobaan yang ditimpakan Allah kepadanya. Empat macam sifat tersebut ialah:
1. Beriman kepada Allah
2. Mengerjakan amal saleh
3. Menunaikan salat
4. Menunaikan zakat
Keempat macam sifat itu dapat menjadi obat untuk menyembuhkan penyakit akibat praktek riba. Bila seseorang telah beriman kepada Allah, dengan iman yang sebenarnya, sekalipun dia sebelumnya adalah pemakan riba, maka iman itu akan mendorongnya ke arah perbuatan yang baik. Imannya itu akan mendorongnya mengerjakan salat dan menunaikan zakat yang merupakan hak orang lain yang ada pada hartanya.
Ayat ini memberi pelajaran kepada pemakan riba yang tidak dapat menguasai dirinya menghentikan perbuatan itu. Seakan-akan Allah berkata, “Hai pemakan riba, berhentilah dari makan riba. Jika kamu telah berniat menghentikannya, sedang kamu sendiri tidak dapat menguasai diri untuk menghentikannya, lakukanlah yang empat macam ini. Jika kamu melakukannya dengan benar pasti dapat menghentikan riba itu.”
Orang-orang yang mempunyai keempat sifat itu tenteram jiwanya, rela terhadap cobaan yang ditimpakan Allah kepadanya. Hal yang demikian tidak akan diperoleh pemakan riba, yang mereka peroleh hanyalah kegelisahan hati, kecemasan, kebimbangan, seperti orang kemasukan setan. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
285 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 278 | 47 | 6 | 3 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ | Yā ayyuhal-lażīna āmanuttaqullāha wa żarū mā baqiya minar-ribā in kuntum mu'minīn(a). | Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan menghindari jatuhnya siksa dari Allah antara lain akibat praktik riba, dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut sampai datangnya larangan riba jika kamu benar-benar orang beriman yang konsisten dalam perkataan dan perbuatan. | Ayat 275 menerangkan keadaan orang yang memakan riba di dunia dan di akhirat dan ayat 276 menerangkan tentang didikan yang baik yang harus dikerjakan oleh pemakan riba untuk menghilangkan akibat dan pengaruh riba pada dirinya. Semuanya itu disampaikan dengan ungkapan yang halus. Inilah sikap Islam yang sebenarnya terhadap riba. Allah memerintahkan agar orang yang beriman dan bertakwa menghentikan praktek riba.
Perintah meninggalkan riba dihubungkan dengan perintah bertakwa. Dengan hubungan itu seakan-akan Allah mengatakan, ”Jika kamu benar-benar beriman tinggalkanlah riba itu. Jika kamu tidak menghentikannya berarti kamu telah berdusta kepada Allah swt dalam pengakuan imanmu. Mustahil orang yang mengaku beriman dan bertakwa melakukan praktek riba, karena perbuatan itu tidak mungkin ada pada diri seseorang pada saat atau waktu yang sama. Yang mungkin terjadi ialah seseorang menjadi pemakan riba, atau seseorang beriman dan bertakwa tanpa memakan riba.” Ayat ini senada dengan sabda Rasulullah saw:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِيْنَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ (رواه البخاري)
“Tidak berzina seorang pezina dalam keadaan dia beriman.”(Riwayat al-Bukhārī).
Maksudnya orang yang betul-betul beriman tidak akan melakukan zina, begitu pula orang yang betul-betul beriman tidak akan melakukan riba. Dari ayat ini dipahami bahwa iman yang tidak membuahkan amal saleh adalah iman yang lemah. Iman yang demikian tidak meresap dalam hati sanubari seseorang, Oleh sebab itu dia tidak menghasilkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
286 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 279 | 47 | 6 | 3 | 1 | فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ | Fa'illam taf‘alū fa'żanū biḥarbim minallāhi wa rasūlih(ī), wa in tubtum falakum ru'ūsu amwālikum, lā taẓlimūna wa lā tuẓlamūn(a). | Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). | null | null | Jika kamu tidak melaksanakannya, yakni apa yang diperintahkan ini, sehingga kamu memungut sisa riba yang belum kamu pungut, maka yakinlah akan terjadi perang yang dahsyat dari Allah dan Rasul-Nya antara lain berupa bencana dan kerusakan di dunia, dan siksa pedih di akhirat. Tetapi jika kamu bertobat, yakni tidak lagi melakukan transaksi riba dan melaksanakan tuntunan Ilahi, tidak memungut sisa riba yang belum dipungut, maka perang tidak akan berlanjut, bahkan kamu berhak atas pokok hartamu dari mereka. Dengan demikian, kamu tidak berbuat zalim atau merugikan dengan membebani mereka pembayaran utang melebihi apa yang mereka terima dan tidak dizalimi atau dirugikan karena mereka membayar penuh sebesar utang yang mereka terima | Ayat ini merupakan penegasan yang terakhir kepada pemakan riba. Nadanya pun sudah bersifat ancaman keras dan dihadapkan kepada orang yang telah mengetahui hukum riba, tetapi mereka masih terus melakukannya. Ini berarti bahwa mereka yang tidak mengindahkan perintah Allah, disamakan dengan orang yang memerangi agama Allah. Mereka akan diperangi Allah dan Rasul-Nya.
“Diperangi Allah”, maksudnya bahwa Allah akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka di dunia dan di akhirat. “Diperangi rasul-Nya” ialah para rasul telah memerangi pemakan riba di zamannya. Orang pemakan riba dihukumi murtad dan penentang hukum Allah, karena itu mereka boleh diperangi. Jika pemakan riba menghentikan perbuatannya, dengan mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, mereka boleh menerima kembali pokok modal mereka, tanpa dikurangi sedikit pun juga.
Menurut riwayat Ibnu Jarir, ayat 278 dan 279 ini diturunkan berhubungan dengan kesepakatan Abbas bin Abdul Muttalib dengan seseorang dari Bani Mugirah. Mereka sepakat pada zaman Arab jahiliah untuk meminjamkan uang yang disertai bunga kepada orang dari golongan Saqif dari Bani ‘Amar yaitu ‘Amar bin Umair. Setelah Islam datang mereka masih mempunyai sisa riba yang besar dan mereka ingin menagihnya. Maka turunlah ayat ini.
Menurut riwayat Ibnu Juraij: Bani Saqif telah mengadakan perjanjian damai dengan Nabi Muhammad saw, dengan dasar bahwa riba yang mereka berikan kepada orang lain dan riba yang mereka terima dihapuskan. Setelah penaklukan kota Mekah, Rasulullah saw mengangkat ‘Attab bin Asīd sebagai gubernur. Bani ‘Amr bin Umair bin ‘Auf meminjami Mugirah uang dengan jalan riba, demikian pula sebaliknya. Maka tatkala datang Islam, Bani ‘Amr yang mempunyai harta riba yang banyak itu, menemui Mugirah dan meminta harta itu kembali bersama bunganya. Mugirah enggan membayar riba itu. Setelah Islam datang, hal itu diajukan kepada gubernur ‘Attab bin Asīd. ‘Attab mengirim surat kepada Rasulullah saw. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah menyampaikan surat itu kepada ‘Attab, yang isinya antara lain membenarkan sikap Mugirah. Jika Bani ‘Amr mau menerima, itulah yang baik, jika mereka menolak berarti mereka menentang Allah dan Rasul-Nya. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
287 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 280 | 47 | 6 | 3 | 1 | وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ | Wa in kāna żū ‘usratin fanaẓiratun ilā maisarah(tin), wa an taṣaddaqū khairul lakum in kuntum ta‘lamūn(a). | Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya). | null | null | Dan jika orang yang berutang itu dalam kesulitan untuk melunasi, atau bila dia membayar utangnya akan terjerumus dalam kesulitan, maka berilah dia tenggang waktu untuk melunasinya sampai dia memperoleh kelapangan. Jangan menagihnya jika kamu tahu dia dalam kesulitan, apalagi dengan memaksanya untuk membayar. Dan jika kamu menyedekahkan sebagian atau seluruh utang tersebut, itu lebih baik bagimu, dan bergegaslah meringankan yang berutang atau membebaskannya dari utang jika kamu mengetahui betapa besar balasannya di sisi Allah. | Ayat ini merupakan lanjutan ayat sebelumnya. Ayat yang lalu memerintahkan agar orang yang beriman menghentikan perbuatan riba setelah turun ayat di atas. Para pemberi utang menerima kembali pokok yang dipinjamkannya. Maka ayat ini menerangkan: Jika pihak yang berutang itu dalam kesukaran berilah dia tempo, hingga dia sanggup membayar utangnya. Sebaliknya bila yang berutang dalam keadaan lapang, dia wajib segera membayar utangnya. Rasulullah saw bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ (رواه البخاري ومسلم)
Penundaan pembayaran utang oleh orang kaya adalah perbuatan zalim. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim).
Allah swt menyatakan bahwa memberi sedekah kepada orang yang berutang yang tidak sanggup membayar utangnya adalah lebih baik. Jika orang yang beriman telah mengetahui perintah itu, hendaklah mereka melaksanakannya.
Dari ayat ini dipahami juga bahwa:
1. Perintah memberi sedekah kepada orang yang berutang, yang tidak sanggup membayar utangnya.
2. Orang yang berpiutang wajib memberi tangguh kepada orang yang berutang bila mereka kesulitan dalam membayar utang.
3 Bila seseorang mempunyai piutang pada seseorang yang tidak sanggup membayar utangnya diusahakan agar orang itu bebas dari utangnya dengan jalan membebaskan dari pembayaran utangnya baik sebagian maupun seluruhnya atau dengan cara lain yang baik. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada ayat-ayat yang lalu diterangkan cara-cara membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah, seperti bersedekah, memberi nafkah kepada karib-kerabat, menafkahkan harta di jalan Allah serta pahala yang akan diperoleh orang-orang yang melaksanakannya. Ayat-ayat berikutnya menerangkan larangan Allah swt memakan riba, yaitu memakan harta manusia dengan cara tidak sah, diterangkan pula akibat yang akan dialami pemakan riba, baik di dunia maupun di akhirat nanti. | RIBA DAN AKIBATNYA | Kosakata: Ribā رِبٰوا (al-Baqarah/2: 275)
Ribā terderivasi dari kata rabā yang berarti zāda, bertambah. Menurut syara’, riba berarti kelebihan dari nilai tukar yang disyaratkan kepada salah seorang dari dua orang yang bertransaksi. Riba di dalam Islam hukumnya haram dan termasuk dosa besar. Menurut al-Qurṭūbī, di dalam Al-Qur’an (an-Nisā’/4:161) juga disebutkan lafal ribā, tetapi bukan dalam arti syar‘i sebagai riba yang diharamkan atas umat Muhammad, tetapi maksudnya harta haram yang dilarang bagi orang Yahudi di masa lalu. Sebagian besar jenis jual beli yang dilarang karena di dalamnya terdapat sifat riba. Riba ada dua macam; Yaitu riba nasī’ah dan riba faḍl. Riba nasī’ah adalah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan, dan riba faḍl adalah penukaran satu barang dengan barang sejenis, tetapi jumlahnya lebih banyak. | null | null |
288 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 281 | 47 | 6 | 3 | 1 | وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ ࣖ | Wattaqū yauman turja‘ūna fīhi ilallāh(i), ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a). | Waspadalah terhadap suatu hari (kiamat) yang padanya kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian, setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya dan mereka tidak dizalimi. | null | null | Dan takutlah atau hindarilah siksa yang akan terjadi pada hari yang sangat dahsyat, yang pada saat itu kamu semua dikembalikan kepada Allah, yakni meninggal dunia kemudian dibangkitkan kembali. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi yakni tidak dirugikan, bahkan yang beramal saleh akan sangat diuntungkan oleh kemurahan Allah. | Setelah penjelasan seputar ayat-ayat riba diakhiri, maka manusia diberi peringatan agar takut kepada Allah. Di akhirat mereka akan kembali kepada-Nya, ketika seluruh perbuatan hamba dipertanggungjawabkan, termasuk harta yang pernah didapat dan dipergunakan. Jika mereka lalai atau sedang terpengaruh oleh harta benda dan sebagainya, maka hendaklah mereka sadar dan ingat akan kedatangan hari pembalasan/kiamat. Pada hari itu Allah menghukum dengan adil, tidak mengurangi pahala kebaikan sedikit pun dan tidak pula menambah siksa atas kejahatan yang diperbuat.
Menurut riwayat al-Bukhārī dari Ibnu ‘Abbās, ayat ini adalah ayat yang terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Jibril as berkata kepada Rasulullah saw, “Letakkanlah ayat ini antara ayat: Wa in kāna żū ‘usratin .... (al-Baqarah/2:280) dan ayat: “Yā ayyuhallażīna āmanū iżā tadāyantum bi dainin... (al-Baqarah/2:282). Rasulullah saw masih hidup selama 21 hari setelah turunnya ayat ini. Menurut riwayat yang lain beliau wafat 81 hari kemudian. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang menerangkan keutamaan sedekah, menafkahkan harta di jalan Allah yang timbul dari hati sanubari, semata-mata karena Allah, dan dilandasi dengan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia. Selanjutnya Allah melarang melakukan riba dan menerang-kan keburukannya, karena riba itu semata-mata dilakukan untuk mencari keuntungan, tanpa mengindahkan kesulitan dan kesukaran orang lain. Pada ayat ini Allah menerangkan ketentuan-ketentuan dalam muamalah, yang didasarkan pada keadilan dan kerelaan masing-masing pihak, sehingga menghilangkan keragu-raguan, sakwasangka dan sebagainya. | TANDA BUKTI DALAM TRANSAKSI | Kosakata: Dain دَيْن (al-Baqarah/2: 282)
Lafal dain (utang) berasal dari kata dāna-yadīnu yang berarti memberi-kan (meminjamkan) kepada seseorang uang yang harus dikembalikan (dibayarkan kembali) dalam waktu tertentu yang disepakati bersama antara yang meminjamkan dan yang meminjam. Asal kata ad-dain dalam bahasa Arab adalah ganti yang diakhirkan atau ditunda. Dalam ayat ini Allah swt mensyariatkan adanya at-tadāyun (utang piutang) di antara sesama muslim agar tidak ada yang mengatakan bahwa utang piutang itu haram, sebagaimana riba diharamkan, karena utang piutang atau pinjam meminjam itu menjadi sebab beredarnya uang, dimana orang yang hanya bisa meminjamkan uangnya kepada pedagang yang membutuhkan suntikan dana, tanpa pinjaman dia tidak bisa mengembangkan usahanya. Untuk menjamin hak si pemberi pinjaman dan si peminjam, agar keduanya merasa aman maka Allah mensyariatkan supaya utang piutang itu ditulis dan disaksikan oleh dua orang saksi. | null | 1. Riba dalam ayat di atas ialah riba yang biasa berlaku di kalangan orang-orang Arab jahiliah yaitu riba nasī’ah.
2. Akibat riba bagi para pelakunya ialah tidak adanya ketenteraman dalam hati, menimbulkan rasa curiga dan seakan-akan orang yang melakukan riba itu kemasukan setan.
3. Bagi orang-orang yang ingin berhenti melakukan riba tetapi tidak sanggup menguasai dirinya untuk menghentikannya atau orang-orang yang telah berhenti melakukan riba maka untuk menghilangkan dampak akibat melakukan riba itu dari jiwanya, hendaklah ia melatih dirinya dengan:
a. Beriman kepada Allah.
b. Beramal saleh.
c. Mengerjakan salat.
d. Menunaikan zakat dan sedekah.
4. Di antara perbuatan yang diajarkan Allah ialah berusaha untuk meringankan beban orang yang berutang.
5. Wajib memberi waktu kepada orang yang berutang yang belum sanggup membayar utangnya untuk menunda pembayarannya. Sebaliknya haram hukumnya bagi orang yang mampu, menunda pembayaran utangnya. |
289 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 282 | 48 | 6 | 3 | 1 | يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ | Yā ayyuhal-lażīna āmanū iżā tadāyantum bidainin ilā ajalim musamman faktubūh(u), walyaktub bainakum kātibum bil-‘adl(i), wa lā ya'ba kātibun ay yaktuba kamā ‘allamahullāhu falyaktub, walyumlilil-lażī ‘alaihil-ḥaqqu walyattaqillāha rabbahū wa lā yabkhas minhu syai'ā(n), fa'in kānal-lażī ‘alaihil-ḥaqqu safīhan au ḍa‘īfan au lā yastaṭī‘u ay yumilla huwa falyumlil waliyyuhū bil-‘adl(i), wastasyhidū syahīdaini mir rijāliūkum, fa'illam yakūnā rajulaini farajuluw wamra'atāni mimman tarḍauna minasy-syuhadā'i an taḍilla iḥdāhumā fatużakkira iḥdāhumal-ukhrā, wa lā ya'basy-syuhadā'u iżā mā du‘ū, wa lā tas'amū an taktubūhu ṣagīran au kabīran ilā ajalih(ī), żālikum aqsaṭu ‘indallāhi wa aqwamu lisy-syahādati wa adnā allā tartābū illā an takūna tijāratan ḥāḍiratan tudīrūnahā bainakum falaisa ‘alaikum junāḥun allā taktubūhā, wa asyhidū iżā tabāya‘tum, wa lā yuḍārra kātibuw wa lā syahīd(un), wa in taf‘alū fa'innahū fusūqum bikum, wattaqullāh(a), wa yu‘allimukumullāh(u), wallāhu bikulli syai'in ‘alīm(un). | Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu mencatatnya. Hendaklah seorang pencatat di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah pencatat menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajar-kan kepadanya. Hendaklah dia mencatat(-nya) dan orang yang berutang itu mendiktekan(-nya). Hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia menguranginya sedikit pun. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Mintalah kesaksian dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada) sehingga jika salah seorang (saksi perempuan) lupa, yang lain mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Janganlah kamu bosan mencatatnya sampai batas waktunya, baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu pada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perniagaan tunai yang kamu jalankan di antara kamu. Maka, tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak mencatatnya. Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan janganlah pencatat mempersulit (atau dipersulit), begitu juga saksi. Jika kamu melakukan (yang demikian), sesungguhnya hal itu suatu kefasikan padamu. Bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. | null | null | Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu pembayaran yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya untuk melindungi hak masing-masing dan untuk menghindari perselisihan. Dan hendaklah seorang yang bertugas sebagai penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, jujur, dan adil, sesuai ketentuan Allah dan peraturan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Kepada para penulis diingatkan agar janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagai tanda syukur, sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya kemampuan membaca dan menulis, maka hendaklah dia menuliskan sesuai dengan pengakuan dan pernyataan pihak yang berutang dan disetujui oleh pihak yang mengutangi. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan apa yang telah disepakati untuk ditulis, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhan Pemelihara-nya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripada utang-nya, baik yang berkaitan dengan kadar utang, waktu, cara pembayaran, dan lain-lain yang dicakup oleh kesepakatan. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya, tidak pandai mengurus harta karena suatu dan lain sebab, atau lemah keadaannya, seperti sakit atau sangat tua, atau tidak mampu mendiktekan sendiri karena bisu atau tidak mengetahui bahasa yang digunakan, atau boleh jadi malu, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar dan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada saksi dua orang laki-laki, atau kalau saksi itu bukan dua orang laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, yakni yang disepakati oleh yang melakukan transaksi. Hal tersebut agar jika yang seorang dari perempuan itu lupa, maka perempuan yang seorang lagi yang menjadi saksi bersamanya mengingatkannya. Dan sebagaimana Allah berpesan kepada para penulis, kepada para saksi pun Allah berpesan. Janganlah saksi-saksi itu menolak memberi keterangan apabila dipanggil untuk memberi kesaksian, karena penolakannya itu dapat merugikan orang lain. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, baik utang itu kecil maupun besar, sampai yakni tiba batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, yakni penulisan utang piutang dan persaksian yang dibicarakan itu, lebih adil di sisi Allah, yakni dalam pengetahuan-Nya dan dalam kenyataan hidup, dan lebih dapat menguatkan kesaksian, yakni lebih membantu penegakan persaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan terkait jenis utang, besaran dan waktunya. Petunjuk-petunjuk di atas adalah jika muamalah dilakukan dalam bentuk utang piutang, tetapi jika hal itu merupakan perdagangan berupa jual beli secara tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya, sebab memang pencatatan jual beli tidak terlalu penting dibanding transaksi utang-piutang. Dan dianjurkan kepadamu ambillah saksi apabila kamu berjual beli untuk menghindari perselisihan, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi oleh para pihak untuk memberikan keterangan dan kesaksian jika diperlukan, begitu juga sebaliknya para pencatat dan saksi tidak boleh merugikan para pihak. Jika kamu, wahai para penulis dan saksi serta para pihak, lakukan yang demikian, maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah dan rasakanlah keagunganNya dalam setiap perintah dan larangan, Allah memberikan pengajaran kepadamu tentang hak dan kewajiban, dan Allah Maha Mengetahui Segala sesuatu. | Dengan adanya perintah membelanjakan harta di jalan Allah, anjuran bersedekah dan larangan melakukan riba, maka manusia harus berusaha memelihara dan mengembangkan hartanya, tidak menyia-nyiakannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa harta itu bukan sesuatu yang dibenci Allah dan dicela agama Islam. Bahkan Allah di samping memberi perintah untuk itu, juga memberi petunjuk dan menetapkan ketentuan-ketentuan umum serta hukum-hukum yang mengatur cara-cara mencari, memelihara, menggunakan dan menafkahkan harta di jalan Allah. Harta yang diperoleh sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah adalah harta yang paling baik, sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
نِعِمَّا الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ (رواه أحمد والطبراني عن عمرو بن عاص)
“Harta yang paling baik ialah harta kepunyaan orang saleh.” (Riwayat Aḥmad dan aṭ-Ṭabrānī dari ‘Amr bin ‘Āṣ).
Yang dibenci Allah dan yang dicela oleh Islam ialah harta yang diperoleh dengan cara-cara yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan Allah swt dan harta orang-orang yang menjadikan dirinya sebagai budak harta. Seluruh kehidupan, usaha, dan pikirannya dicurahkan untuk menumpuk harta dan memperkaya diri sendiri. Karena itu timbullah sifat-sifat tamak, serakah, bakhil dan kikir pada dirinya, sehingga dia tidak mengindahkan orang yang miskin dan terlantar. Rasulullah saw bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ تَعِسَ عَبْدُ الدِّرْهَمِ (رواه البخاري عن أبي هريرة)
“Celakalah budak dinar, celakalah budak dirham.” (Riwayat al-Bukhārī dari Abū Hurairah).
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang yang beriman agar mereka melaksanakan ketentuan-ketentuan Allah setiap melakukan transaksi utang piutang, melengkapinya dengan alat-alat bukti, sehingga dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul di kemudian hari.
Pembuktian itu bisa berupa bukti tertulis atau adanya saksi.
1. Bukti tertulis
“Bukti tertulis” hendaklah ditulis oleh seorang “juru tulis”, yang menuliskan isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat-syarat juru tulis itu ialah:
a. Orang yang adil, tidak memihak kepada salah satu dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sehingga tidak menguntungkan pihak yang satu dan merugikan pihak yang lain.
b. Mengetahui hukum-hukum Allah terutama yang berhubungan dengan hukum perjanjian dan transaksi, sehingga dia dapat memberi nasihat dan petunjuk yang benar kepada pihak-pihak yang berjanji. Karena juru tulis itu ikut bertanggung jawab dan menjadi saksi antara pihak-pihak yang berjanji, seandainya terjadi perselisihan di kemudian hari. Juru tulis dalam era modern sekarang ini diwujudkan dalam bentuk notaris/pencatat akte jual beli dan utang piutang.
Dalam susunan ayat ini didahulukan menyebut sifat “adil” daripada sifat “berilmu”, adalah karena sifat adil lebih utama bagi seorang juru tulis. Banyak orang yang berilmu, tetapi mereka tidak adil, karena itu diragukan kebenaran petunjuk dan nasihat yang diberikannya. Orang yang adil sekalipun ilmunya kurang, dapat diharapkan daripadanya nasihat dan petunjuk yang benar dan tidak memihak.
Tugas juru tulis ialah menuliskan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang berjanji. Caranya ialah pihak yang berutang mendiktekan kepada juru tulis tentang sesuatu yang telah dipinjamnya, cara serta pelaksanaan perjanjian itu dan sebagainya. Tujuan mendiktekan isi perjanjian itu oleh pihak yang berjanji, ialah agar yang ditulis itu merupakan pengakuan dari pihak yang berutang, karena dengan tulisan semata-mata tanpa ada ucapan yang dilakukan oleh pihak yang berutang, maka yang ditulis itu saja tidak dapat dijadikan sebagai pengakuan.
Allah memperingatkan orang yang berjanji agar dia selalu menepati janjinya dengan baik. Hendaklah dia takut kepada Allah, dan komitmen terhadap janji yang telah diucapkan. Hendaklah bersyukur kepada Allah yang telah melunakkan hati orang yang telah membantunya dalam kesukaran. Bila dia bersyukur, Allah akan selalu menjaga, memelihara serta memberinya petunjuk ke jalan yang mudah dan ke jalan kebahagiaan.
Jika orang yang berjanji itu, orang yang lemah akalnya atau dia sendiri tidak sanggup untuk mendiktekan, maka hak untuk mendiktekan itu pindah ke tangan wali yang bersangkutan. Hendaklah wali itu orang yang adil dan mengetahui tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan muamalah. Hendaklah para wali berhati-hati dalam melaksanakan tugas perwalian itu.
Yang dimaksud dengan “orang yang lemah akalnya” ialah orang yang belum cakap memelihara dan menggunakan hartanya. Orang yang tidak sanggup mendiktekan ialah seperti orang bisu, orang yang gagap dan sebagainya.
2. Saksi
“Saksi” ialah orang yang melihat dan mengetahui terjadinya suatu peristiwa. Persaksian termasuk salah satu dari alat-alat bukti (bayyinah) yang dapat dijadikan dasar untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau perkara.
Menurut ayat ini persaksian dalam muamalah sekurang-kurangnya dilakukan oleh dua orang laki-laki, atau jika tidak ada dua orang laki-laki boleh dilakukan oleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
Mengenai syarat-syarat “laki-laki” bagi yang akan menjadi saksi adalah sebagai berikut:
a. Saksi itu hendaklah seorang Muslim. Pendapat ini berdasarkan perkataan min rijālikum (dari orang laki-laki di antara kamu) yang terdapat di dalam ayat. Dari perkataan itu dipahami bahwa saksi itu hendaklah seorang Muslim. Menurut sebagian ulama: beragama Islam itu bukanlah merupakan syarat bagi seorang saksi dalam muamalah. Karena tujuan persaksian di dalam muamalah ialah agar ada alat bukti, seandainya terjadi perselisihan atau perkara antara pihak-pihak yang terlibat di kemudian hari. Karena itu orang yang tidak beragama Islam dibolehkan menjadi saksi asal saja tujuan mengadakan persaksian itu dapat tercapai.
b. Saksi itu hendaklah orang yang adil, tidak memihak sehingga tercapai tujuan diadakannya persaksian, sesuai dengan firman Allah:
وَّاَشْهِدُوْا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنْكُمْ
… dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu ... (aṭ-Ṭalāq/65: 2)
Selanjutnya ayat ini membedakan persaksian laki-laki dengan persaksian perempuan. Seorang saksi laki-laki dapat diganti dengan dua orang saksi perempuan. Para ulama berbeda pendapat tentang apa sebabnya Allah membedakan jumlah saksi laki-laki dengan jumlah saksi perempuan. Alasan yang sesuai dengan akal pikiran ialah bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing diciptakan Allah mempunyai kelebihan dan kekurangan. Masing-masing mempunyai kesanggupan dan kemampuan dalam suatu perkara lebih besar dari kesanggupan pihak yang lain. Dalam bidang muamalah, laki-laki lebih banyak mempunyai kemampuan dibandingkan dengan perempuan. Pada umumnya muamalah itu lebih banyak laki-laki yang mengerjakannya. Karena perhatian perempuan agak kurang dibandingkan dengan perhatian laki-laki dalam bidang muamalah, maka pemikiran dan ingatan mereka dalam bidang ini pun agak kurang pula. Bila persaksian dilakukan oleh seorang perempuan, kemungkinan dia lupa, karena itu hendaklah ada perempuan yang lain yang ikut sebagai saksi yang dapat mengingatkannya.
Menurut Syekh Āli Aḥmad al-Jurjānī: laki-laki lebih banyak mengguna-kan pikiran dalam menimbang suatu masalah yang dihadapinya, sedang perempuan lebih banyak menggunakan perasaannya. Karena itu perempuan lebih lemah iradahnya, kurang banyak menggunakan pikirannya dalam masalah pelik, lebih-lebih apabila dia dalam keadaan benci dan marah, dia akan gembira atau sedih karena suatu hal yang kecil. Lain halnya dengan laki-laki, dia sanggup tabah dan sabar menanggung kesukaran, dia tidak menetapkan suatu urusan, kecuali setelah memikirkannya dengan matang. [39]
Bidang muamalah adalah bidang yang lebih banyak menggunakan pikiran daripada perasaan. Seorang saksi dalam muamalah juga berfungsi sebagai juru pendamai antara pihak-pihak yang berjanji bila terjadi perselisihan di kemudian hari. Berdasarkan keterangan Syekh Āli Aḥmad al-Jurjānī dan keterangan-keterangan lainnya diduga itulah di antara hikmah mengapa Allah menyamakan seorang saksi laki-laki dengan dua orang saksi perempuan.
Menurut Imām asy-Syāfi‘ī: Penerimaan kesaksian seorang saksi hendaklah dengan bersumpah. Beliau beralasan dengan sunah Rasulullah saw yang menyuruh saksi mengucapkan sumpah sebelum mengucapkan kesaksiannya. Sedang menurut Abu Hanifah: penerimaan kesaksian seseorang tidak perlu disertai dengan sumpah.
Dalam ayat ini disebutkan “janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil.” Maksudnya ialah:
1. Hendaklah seseorang bersedia menjadi saksi dalam suatu kejadian atau peristiwa, bila kesaksian itu diperlukan.
2. Hendaklah seseorang bersedia menjadi saksi bila terjadi suatu perkara, sedang dia adalah orang yang mengetahui terjadinya peristiwa itu.
3. Hendaklah seorang bersedia menjadi saksi terhadap suatu peristiwa yang terjadi, bila tidak ada orang lain yang akan menjadi saksi.
Diriwayatkan oleh ar-Rabī‘ bahwa ayat ini diturunkan ketika seorang laki-laki mencari saksi di kalangan orang banyak untuk meminta persaksian mereka, tetapi tidak seorang pun yang bersedia.
Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan “janganlah mereka enggan” ialah: jangan mereka enggan menerima permintaan menjadi saksi dan melaksanakannya. Enggan melakukan keduanya itu hukumnya haram. Hukum melakukan persaksian itu fardu kifayah.
Kemudian Allah menjelaskan perintah-Nya, agar orang-orang yang beriman jangan malas dan jangan jemu menuliskan perjanjian yang akan dilakukannya, baik kecil maupun besar, dan dijelaskan syarat-syarat dan waktunya. Dalam ayat ini Allah mendahulukan menyebut “yang kecil” daripada “yang besar”, karena kebanyakan manusia selalu memandang enteng dan mudah perjanjian yang terkait dengan hal-hal yang remeh (kecil). Orang yang meremehkan perjanjian yang terkait dengan hal-hal yang remeh (kecil) tentu dia akan menganggap enteng perjanjian yang terkait dengan hal-hal primer (besar). Dari ayat ini juga dapat dipahami bahwa Allah memperingatkan manusia agar berhati-hati dalam persoalan hak dan kewajiban, sekalipun hak dan kewajiban itu terkait dengan hal-hal yang sekunder/remeh.
Allah menyebutkan hikmah perintah dan larangan yang terdapat pada permulaan ayat ini, ialah untuk menegakkan keadilan, menegakkan persaksian, untuk menimbulkan keyakinan dan menghilangkan keragu-raguan. Jika perdagangan dilakukan secara tunai, maka tidak berdosa bila tidak ditulis. Dari ayat ini dipahami bahwa sekalipun tidak berdosa bila tidak menuliskan perdagangan secara tunai, namun yang paling baik ialah agar selalu dituliskan.
Sekalipun tidak diwajibkan menuliskan perdagangan tunai, namun Allah memerintahkan untuk mendatangkan saksi-saksi. Perintah di sini bukan wajib, hanyalah memberi pengertian sunat. Tujuannya ialah agar manusia selalu berhati hati di dalam muamalah.
Selanjutnya Allah memperingatkan agar juru tulis, saksi dan orang-orang yang melakukan perjanjian memudahkan pihak-pihak yang lain, jangan menyulitkan dan jangan pula salah satu pihak bertindak yang berakibat merugikan pihak yang lain. Sebab terlaksananya perjanjian dengan baik bila masing-masing pihak mempunyai niat yang baik terhadap pihak yang lain.
وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۗ
Dan janganlah kamu lupa kebaikan di antara kamu… (al-Baqarah/2: 237)
Jika seseorang mempersulit atau merugikan orang lain, maka perbuatan yang demikian adalah perbuatan orang fasik, dan tidak menaati ketentuan dari Allah.
Pada akhir ayat ini Allah memerintahkan agar manusia bertakwa kepada-Nya dengan memelihara diri agar selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dia mengajarkan kepada manusia segala yang berguna baginya, yaitu cara memelihara harta dan cara menggunakannya, sehingga menimbulkan ketenangan bagi dirinya dan orang-orang yang membantunya dalam usaha mencari dan menggunakan harta itu. Allah mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia, dan Dia akan memberi balasan sesuai dengan perbuatan itu. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang menerangkan keutamaan sedekah, menafkahkan harta di jalan Allah yang timbul dari hati sanubari, semata-mata karena Allah, dan dilandasi dengan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia. Selanjutnya Allah melarang melakukan riba dan menerang-kan keburukannya, karena riba itu semata-mata dilakukan untuk mencari keuntungan, tanpa mengindahkan kesulitan dan kesukaran orang lain. Pada ayat ini Allah menerangkan ketentuan-ketentuan dalam muamalah, yang didasarkan pada keadilan dan kerelaan masing-masing pihak, sehingga menghilangkan keragu-raguan, sakwasangka dan sebagainya. | TANDA BUKTI DALAM TRANSAKSI | Kosakata: Dain دَيْن (al-Baqarah/2: 282)
Lafal dain (utang) berasal dari kata dāna-yadīnu yang berarti memberi-kan (meminjamkan) kepada seseorang uang yang harus dikembalikan (dibayarkan kembali) dalam waktu tertentu yang disepakati bersama antara yang meminjamkan dan yang meminjam. Asal kata ad-dain dalam bahasa Arab adalah ganti yang diakhirkan atau ditunda. Dalam ayat ini Allah swt mensyariatkan adanya at-tadāyun (utang piutang) di antara sesama muslim agar tidak ada yang mengatakan bahwa utang piutang itu haram, sebagaimana riba diharamkan, karena utang piutang atau pinjam meminjam itu menjadi sebab beredarnya uang, dimana orang yang hanya bisa meminjamkan uangnya kepada pedagang yang membutuhkan suntikan dana, tanpa pinjaman dia tidak bisa mengembangkan usahanya. Untuk menjamin hak si pemberi pinjaman dan si peminjam, agar keduanya merasa aman maka Allah mensyariatkan supaya utang piutang itu ditulis dan disaksikan oleh dua orang saksi. | null | null |
290 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 283 | 49 | 6 | 3 | 1 | ۞ وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ وَمَنْ يَّكْتُمْهَا فَاِنَّهٗٓ اٰثِمٌ قَلْبُهٗ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ | Wa in kuntum ‘alā safariw wa lam tajidū kātiban fa riḥānum maqbūḍah(tun), fa'in amina ba‘ḍukum ba‘ḍan falyu'addil-lażi'tumina amānatahū walyattaqillāha rabbah(ū), wa lā taktumusy syahādah(ta), wa may yaktumhā fa'innahū āṡimun qalbuh(ū), wallāhu bimā ta‘malūna ‘alīm(un). | Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Janganlah kamu menyembunyikan kesaksian karena siapa yang menyembunyikannya, sesungguhnya hatinya berdosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. | null | null | Tuntunan pada ayat yang lalu mudah dilaksanakan jika seseorang tidak sedang dalam perjalanan. Jika kamu dalam perjalanan dan melakukan transaksi keuangan tidak secara tunai, sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis yang dapat menulis utang piutang sebagaimana mestinya, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang berpiutang atau meminjamkan. Tetapi menyimpan barang sebagai jaminan atau menggadaikannya tidak harus dilakukan jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya, utang atau apa pun yang dia terima, dan hendaklah dia yang menerima amanat tersebut bertakwa kepada Allah, Tuhan Pemelihara-nya. Dan wahai para saksi, janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, yakni jangan mengurangi, melebihkan, atau tidak menyampaikan sama sekali, baik yang diketahui oleh pemilik hak maupun yang tidak diketahuinya, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor, karena bergelimang dosa. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, sekecil apa pun itu, yang nyata maupun yang tersembunyi, yang dilakukan oleh anggota badan maupun hati. | Ayat ini menerangkan tentang muamalah (transaksi) yang dilakukan tidak secara tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada juru tulis yang akan menuliskannya.
Dalam hal muamalah yang tidak tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang juru tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang tanggungan (agunan/jaminan) yang diserahkan kepada pihak yang berpiutang. Kecuali jika masing-masing saling mempercayai dan menyerahkan diri kepada Allah, maka muamalah itu boleh dilakukan tanpa menyerahkan barang jaminan.
Ayat ini tidak menetapkan bahwa jaminan itu hanya boleh dilakukan dengan syarat dalam perjalanan, muamalah tidak dengan tunai, dan tidak ada juru tulis. Tetapi ayat ini hanya menyatakan bahwa dalam keadaan tersebut boleh dilakukan muamalah dengan memakai jaminan. Dalam situasi yang lain, boleh juga memakai jaminan sesuai dengan hadis yang diriwayatkan al-Bukhārī bahwa Nabi Muhammad saw pernah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi di Medinah.
Pada ayat yang lalu Allah memperingatkan bahwa manusia jangan enggan menjadi juru tulis atau memberikan persaksian bila diminta. Kemudian pada ayat ini Allah menegaskan kembali agar jangan menyembunyikan kesaksian. Penegasan yang demikian mengisyaratkan bahwa penulisan dan kesaksian itu menolong manusia dalam menjaga hartanya, dan jangan lengah melakukan keduanya. Demikian pula pemilik harta tidak disusahkan karena meminjamkan hartanya, dan tidak dibayar pada waktunya.
Dengan keterangan di atas bukan berarti bahwa semua perjanjian muamalah wajib ditulis oleh juru tulis dan disaksikan oleh saksi-saksi, tetapi maksudnya agar kaum Muslimin selalu memperhatikan dan meneliti muamalah yang akan dilakukannya. Bila muamalah itu muamalah yang biasa dilakukan setiap hari, seperti jual beli yang dilakukan di pasar dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari serta dilandasi rasa saling mempercayai, maka muamalah yang demikian tidak perlu ditulis dan disaksikan. Sebaliknya bila muamalah itu diduga akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari, maka muamalah itu wajib ditulis dan disaksikan oleh dua orang saksi. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat-ayat yang menerangkan keutamaan sedekah, menafkahkan harta di jalan Allah yang timbul dari hati sanubari, semata-mata karena Allah, dan dilandasi dengan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia. Selanjutnya Allah melarang melakukan riba dan menerang-kan keburukannya, karena riba itu semata-mata dilakukan untuk mencari keuntungan, tanpa mengindahkan kesulitan dan kesukaran orang lain. Pada ayat ini Allah menerangkan ketentuan-ketentuan dalam muamalah, yang didasarkan pada keadilan dan kerelaan masing-masing pihak, sehingga menghilangkan keragu-raguan, sakwasangka dan sebagainya. | TANDA BUKTI DALAM TRANSAKSI | Kosakata: Dain دَيْن (al-Baqarah/2: 282)
Lafal dain (utang) berasal dari kata dāna-yadīnu yang berarti memberi-kan (meminjamkan) kepada seseorang uang yang harus dikembalikan (dibayarkan kembali) dalam waktu tertentu yang disepakati bersama antara yang meminjamkan dan yang meminjam. Asal kata ad-dain dalam bahasa Arab adalah ganti yang diakhirkan atau ditunda. Dalam ayat ini Allah swt mensyariatkan adanya at-tadāyun (utang piutang) di antara sesama muslim agar tidak ada yang mengatakan bahwa utang piutang itu haram, sebagaimana riba diharamkan, karena utang piutang atau pinjam meminjam itu menjadi sebab beredarnya uang, dimana orang yang hanya bisa meminjamkan uangnya kepada pedagang yang membutuhkan suntikan dana, tanpa pinjaman dia tidak bisa mengembangkan usahanya. Untuk menjamin hak si pemberi pinjaman dan si peminjam, agar keduanya merasa aman maka Allah mensyariatkan supaya utang piutang itu ditulis dan disaksikan oleh dua orang saksi. | null | 1. Ada beberapa macam bentuk muamalah yang diterangkan oleh ayat di atas:
a. Muamalah/transaksi yang tidak tunai yang harus dilengkapi dengan alat-alat bukti, kecuali bila dilakukan atas dasar saling mempercayai.
b. Muamalah yang tunai, boleh tidak dilengkapi dengan alat-alat bukti tersebut.
c. Muamalah yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak tunai, serta tidak ada juru tulis yang dapat menuliskannya maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang oleh yang berpiutang.
2. Alat-alat bukti yang diperlukan dalam muamalah ialah:
a. Bukti tertulis yang ditulis oleh seorang juru tulis.
b. Persaksian yang dilakukan oleh dua orang saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan. |
291 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 284 | 49 | 6 | 3 | 1 | لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗ وَاِنْ تُبْدُوْا مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اَوْ تُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللّٰهُ ۗ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ | Lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ(i), wa in tubdū mā fī anfusikum au tukhfūhu yuḥāsibkum bihillāh(u), fayagfiru limay yasyā'u wa yu‘ażżibu may yasyā'(u), wallāhu ‘alā kulli syai'in qadīr(un). | Milik Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah memperhitungkannya bagimu. Dia mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan mengazab siapa pun yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. | null | null | Allah mengetahui itu semua dan akan meminta pertanggungjawaban manusia, sebab kekuasaan-Nya meliputi seluruh jagat raya. Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Dialah yang mengatur dan mengelola semua itu. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya tentang perbuatan itu bagimu, dan akan memberikan balasan yang setimpal. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki sesuai dengan sikap dan kehendak hamba-Nya, yaitu yang menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak mengulangi dan memohon ampunan, atau Dia akan mengampuni walau tanpa permohonan ampunan dan mengazab siapa yang Dia kehendaki sesuai sikap hamba-Nya yang selalu melakukan dosa dan maksiat. Pilihan berada di tangan manusia. Siapa yang mau diampuni, maka lakukanlah apa yang ditetapkan Allah guna meraih ampun-an-Nya, dan siapa yang hendak berada dalam siksa, maka silakan langgar ketentuan-Nya. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. | Dari ayat ini dapat diambil pengertian tentang kesempurnaan keesaan Allah dalam hal:
1. Esa dalam kekuasaannya.
2. Esa dalam mengetahui segala yang terjadi di alam ini.
Allah Esa dalam memiliki seluruh makhluk. Allah saja yang menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan dan memiliki seluruh alam ini, tidak ada sesuatu pun yang bersekutu dengan Dia.
Allah Esa dalam mengetahui segala sesuatu di alam ini. Allah mengetahui yang besar dan yang kecil, yang tampak dan yang tidak tampak oleh manusia. Segala yang terjadi, yang wujud di alam ini, tidak lepas dari pengetahuan Allah, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Allah Esa dalam kekuasaan-Nya. Apa yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah, tidak ada sesuatu pun yang dapat mengubah kehendak-Nya. Apabila Dia menghendaki adanya sesuatu, pasti sesuatu itu terwujud. Sebaliknya apabila Dia menghendaki lenyapnya sesuatu, lenyaplah ia. Hanya Dialah yang dapat mengetahui perbuatan hamba-Nya, serta mengampuni atau mengazabnya, dan keputusan yang adil hanya di tangan-Nya saja.
Yang ada di dalam hati manusia itu ada dua macam, Pertama: Sesuatu yang ada di dalam hati, yang datang dengan sendirinya, tergerak tanpa ada yang menggerakkannya, terlintas di dalam hati dengan sendirinya. Gerak yang demikian tidak berdasarkan irādah (kehendak) dan ikhtiyār (pilihan) manusia, hanya timbul saja dalam hatinya. Hal yang seperti ini tidak dihukum dan dihisab Allah swt, kecuali bila diikuti dengan iradah, niat dan ikhtiar.
Kedua: Sesuatu yang ada di dalam hati yang timbul dengan usaha, pikiran, hasil renungan dan sebagainya. Gerak yang seperti ini berubah menjadi cita-cita dan keinginan yang kuat, sehingga timbullah iradah, niat dan ikhtiar untuk melaksanakannya. Gerak hati yang seperti inilah yang dihisab dan dijadikan dasar dalam menentukan balasan pekerjaan manusia.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan agar manusia selalu mengawasi, meneliti dan merasakan apa yang ada di dalam hatinya. Bila yang ada dalam hatinya itu sesuai dengan perintah Allah dan tidak berlawanan dengan larangan-larangan-Nya, maka peliharalah dan hidup suburkanlah, sehingga ia bisa mewujudkan amal yang baik. Sebaliknya, bila yang ada di dalam hati itu bertentangan dengan perintah-perintah Allah atau mendorong seseorang mengerjakan larangan-Nya, hapus segera dan enyahkanlah, sehingga ia tidak sampai mewujudkan perbuatan dosa. Hendaklah manusia waspada terhadap kemungkinan adanya niat atau perasaan yang tidak baik di dalam hati, sehingga bisa menyebabkan perbuatan dosa.
Sebagai contoh ialah: rasa dengki, pada mulanya tumbuh karena rasa tidak senang kepada seseorang. Perasaan itu bertambah ketika melihat kesuksesan orang itu, kesuksesan ini menyuburkan rasa tidak senang. Kemudian timbullah marah, dendam, ingin membalas dan sebagainya. Jika demikian perasaannya, sukar untuk menghilangkannya dengan segera. Bahkan dikhawatirkan dapat melahirkan perbuatan dosa. Tetapi bila dipadamkan perasaan itu pada saat ia mulai tumbuh, maka rasa dengki itu tidak akan timbul, dan kalaupun timbul dapat dihilangkan dengan mudah. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada akhir ayat yang lalu diterangkan bahwa “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bermuamalah”. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah pemilik alam semesta, mengetahui segala apa yang ada di dalamnya, baik yang tampak dan yang tidak tampak. Karena hanya Allah saja yang memiliki dan mengetahui segala sesuatu, maka Dia pula yang menentukan, mengampuni, mengazab, menguasai dan memberi keputusan dengan adil terhadap segala hal yang dimiliki-Nya. | PUJIAN ALLAH KEPADA ORANG BERIMAN
DAN DOA MEREKA | Kosakata: Yukallifu يُكَلِّفُ (al-Baqarah/2: 286)
Kata yang berasal dari (كلف) ini mempunyai arti kecintaan atau ketergantungan kepada sesuatu. Al-Kalaf adalah warna kotor di wajah karena kepayahan. Al-Kulfah artinya kesukaran, kesulitan. Dari sinilah muncul arti “beban” .
Lā yukallifullāh, artinya Allah tidak membebani. Hal itu terkait dengan taklīf (pembebanan). Pihak yang dibebani disebut mukallaf. Taklif adalah pembebanan suatu kewajiban kepada seseorang, dengan pengertian menghendaki adanya suatu perbuatan yang mengandung kesukaran atau beban. Bentuk kata kerja dari taklīf, kallafa, dengan segala perubahannya, dengan pesan utama bahwa Allah tidak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya. Demikian pula dalam penegasan-Nya bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, dalam arti petunjuk Al-Qur’an itu pastilah dalam batas-batas kesanggupan manusia untuk melaksanakannya. Tidak ada satu perintah atau satu larangan pun dalam Al-Qur’an, yang pelaksanaannya sedemikian sangat berat, sehingga di luar kesanggupan manusia melaksanakannya. Bahkan hukum ‘azimah (hukum asal) dalam syariat, jika kondisi seseorang tidak memungkinkan untuk melaksanakannya, bisa diganti dengan hukum rukhṣah (keringanan), sebagaimana telah banyak dibahas oleh para ulama, dalam konteks pelaksanaan syariat. | null | null |
292 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 285 | 49 | 6 | 3 | 1 | اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ | Āmanar-rasūlu bimā unzila ilaihi mir rabbihī wal-mu'minūn(a), kullun āmana billāhi wa malā'ikatihī wa kutubihī wa rusulih(ī), lā nufarriqu baina aḥadim mir rusulih(ī), wa qālū sami‘nā wa aṭa‘nā, gufrānaka rabbanā wa ilaikal-maṣīr(u). | Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata,) “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami) kembali.” | null | null | Seorang muslim harus menaati firman Allah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Sikap beliau dan para pengikutnya yang beriman menyangkut kitab suci Al-Qur'an dan kitab-kitab terdahulu serta para nabi dan rasul adalah bahwa Rasul, yakni Nabi Muhammad, beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya, yakni Al-Qur'an, dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman meski dengan kualitas keimanan yang berbeda dengan Nabi. Semua, yakni Nabi Muhammad dan orang mukmin, beriman kepada Allah bahwa Dia wujud dan Maha Esa, Mahakuasa, tiada sekutu bagi-Nya, dan Mahasuci dari segala kekurangan. Mereka juga percaya kepada malaikat-malaikat-Nya sebagai hamba-hamba Allah yang taat melaksanakan segala apa yang diperintahkan kepada mereka dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Demikian juga dengan kitab-kitab-Nya yang diturunkan kepada para rasul, seperti Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, dan juga percaya kepada rasul-rasul-Nya sebagai hamba-hamba Allah yang diutus membimbing manusia ke jalan yang lurus dan diridai-Nya. Mereka berkata, “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya dalam hal kepercayaan terhadap mereka sebagai utusan Allah.” Dan mereka berkata, “Kami dengar apa yang Engkau perintahkan, baik yang melalui wahyu dalam Al-Qur’an maupun melalui ucapan NabiMu, dan kami taat melaksanakan perintah-perintah-Mu dan menjauhi larangan-larangan-Mu.” Dengan rendah hati mereka juga berucap, “Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan hanya kepada-Mu, tidak kepada selain-Mu, tempat kami kembali.” | Diriwayatkan oleh Aḥmad dan Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tatkala Allah menurunkan ayat 284 kepada Rasulullah saw, maka sahabat merasa bebannya bertambah berat, lalu mereka datang menghadap Rasulullah saw dan berkata, “Kami telah dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sanggup kami kerjakan, yaitu salat, puasa, jihad, sedekah, dan kini telah turun pula ayat ini, yang kami tidak sanggup melaksanakannya”. Maka Rasulullah saw bersabda, “Apakah kamu hendak mengatakan seperti perkataan Ahli Kitab sebelum kamu, mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami durhaka”. Katakanlah, “Kami dengar dan kami taat, kami memohon ampunan-Mu Ya, Tuhan kami, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.
Tatkala Rasulullah membacakan ayat ini kepada mereka, lidah mereka mengikutinya. Lalu turun ayat berikutnya, ayat 285 al-Baqarah. Abu Hurairah berkata, “Tatkala para sahabat telah mengerjakan yang demikian Allah menghilangkan kekhawatiran mereka terhadap ayat itu dan Dia menurunkan ayat berikutnya:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (al-Baqarah/2: 286)
Hadis di atas melukiskan kekhawatiran para sahabat yang sangat takut kepada azab Allah. Para sahabat dahulunya adalah orang-orang yang hidup, dididik dan dibesarkan di dalam lingkungan kehidupan Arab jahiliah. Pikiran, hati, kepercayaan dan adat istiadat jahiliah telah sangat berpengaruh di dalam diri mereka. Bahkan di antara mereka ada pemuka dan pemimpin orang-orang Arab jahiliah. Setelah Nabi Muhammad saw diutus, mereka mengikuti seruan Nabi dan masuk agama Islam dengan sepenuh hati. Walaupun demikian bekas-bekas pengaruh kepercayaan dan kebudayaan Arab jahiliah masih ada di dalam jiwa mereka. Kepercayaan dan kebudayaan tersebut hilang dan hapus secara berangsur-angsur, setiap turun ayat-ayat Al-Qur’an dan setiap menjelaskan risalah yang dibawanya kepada mereka.
Mereka sendiri selalu berusaha agar bekas dari pengaruh yang tidak baik itu segera hilang dari diri mereka. Tatkala turun ayat ini mereka merasa khawatir, kalau Allah swt tidak mengampuni dosa-dosa mereka, sebagai akibat dari bekas-bekas kepercayaan dan kebudayaan Arab jahiliah yang masih ada pada hati dan jiwa mereka, walaupun mereka telah berusaha sekuat tenaga menghilangkannya. Karena kecemasan dan kekhawatiran itulah mereka segera bertanya kepada Rasulullah saw.
Rasa kekhawatiran akan diazab Allah swt tergambar pada pertanyaan ‘Umar bin al-Khaṭṭāb kepada Huzaifah. Beliau pernah bertanya kepada Huzaifah, “Adakah engkau (Huzaifah) dapati pada diriku salah satu dari tanda-tanda munafik?” Maka untuk menghilangkan kekhawatiran itu dan menenteramkan hati mereka, turunlah ayat seperti yang dikutip di atas (al-Baqarah/2:286).
Dengan turunnya ayat ini, hati para sahabat merasa tenang dan tenteram, karena mereka telah yakin bahwa segala larangan dan perintah Allah itu sesuai dengan batas kemampuan manusia. Tidak ada perintah dan larangan yang tidak sanggup dilakukan manusia atau dihentikannya. Hanya orang yang ingkar kepada Allah sajalah yang merasa berat menghentikan larangan-Nya. Mereka telah yakin pula bahwa pekerjaan buruk yang terlintas di dalam pikiran mereka dan mereka benci kepada pekerjaan itu, telah mereka usahakan untuk menghilangkannya, karena itu mereka tidak akan dihukum. Allah berfirman:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوْبُكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌ ٢٢٥ (البقرة)
Allah tidak menghukum kamu karena sumpahmu yang tidak kamu sengaja, tetapi Dia menghukum kamu karena niat yang terkandung dalam hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. (al-Baqarah/2: 225)
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia menghisab (memperhitungkan) apa yang ada di dalam hati manusia, baik yang disembunyikan atau yang dinyatakan, dan dengan perhitungan-Nya itu, Dia membalas perbuatan manusia dengan adil, karena perhitungan dan pembalasan itu dilandasi dengan sifat Allah Yang Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya.
Kemudian Allah menegaskan bahwa dengan karunia-Nya Dia mengampuni hamba-Nya dan mengazabnya dengan adil serta memberi pahala yang berlipat ganda kepada orang yang mengerjakan amal saleh.
Akhirnya Allah menyatakan bahwa “Dia Mahakuasa atas segala sesuatu”. Dari ayat ini dipahami bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, maka mintalah pertolongan kepada-Nya, agar dapat melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya, mohonlah taufik dan hidayah-Nya.
Awal surah Al-Baqarah dimulai dengan menerangkan bahwa Al-Qur’an tidak ada keraguan padanya dan juga menerangkan sikap manusia terhadapnya, yaitu ada yang beriman, ada yang kafir, dan ada yang munafik. Selanjutnya disebutkan hukum-hukum salat, zakat, puasa, haji, pernikahan, jihad, riba, hukum perjanjian dan sebagainya. Ayat ini merupakan ayat penutup surah Al-Baqarah yang menegaskan sifat Nabi Muhammad saw, dan para pengikutnya terhadap Al-Qur’an itu. Mereka mempercayainya menjadikannya sebagai pegangan hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ayat ini juga menegaskan akan kebesaran dan kebenaran Nabi Muhammad, dan orang-orang yang beriman, dan menegaskan bahwa hukum-hukum yang tersebut itu adalah hukum-hukum yang benar.
Dengan ayat ini Allah swt menyatakan dan menetapkan bahwa Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman, benar-benar telah mempercayai Al-Qur’an, mereka tidak ragu sedikit pun dan mereka meyakini kebenaran Al-Qur’an itu. Pernyataan Allah ini terlihat pada diri Rasulullah saw dan pribadi-pribadi orang mukmin, terlihat pada kesucian dan kebersihan hati mereka, ketinggian cita-cita mereka, ketahanan dan ketabahan hati mereka menerima cobaan dalam menyampaikan agama Allah, sikap mereka di waktu mencapai kemenangan dan menghadapi kekalahan, sikap mereka terhadap musuh-musuh yang telah dikuasai, sikap mereka di waktu ditawan dan sikap mereka di waktu memasuki daerah-daerah luar Jazirah Arab.
Sikap dan watak yang demikian adalah sikap dan watak yang ditimbulkan oleh ajaran Al-Qur’an, dan ketaatan melaksanakan hukum Allah. Inilah yang dimaksud dengan jawaban 'Aisyah r.a. ketika ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad saw, beliau menjawab:
أَلَسْتَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ؟ قُلْتُ بَلٰى، قَالَتْ: فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللهِ كَانَ الْقُرْآنَ (رواه مسلم)
“Bukankah engkau selalu membaca Al-Qur’an? Jawabnya, “Ya”. 'Aisyah berkata, “Maka sesungguhnya akhlak Nabi itu sesuai dengan Al-Qur’an.” (Riwayat Muslim)
Seandainya Nabi Muhammad saw tidak meyakini benar ajaran-ajaran yang dibawanya, dan tidak berpegang kepada kebenaran dalam melaksanakan tugas-tugasnya, tentulah dia dan pengikutnya tidak akan berwatak demikian. Dia akan ragu-ragu dalam melaksanakan cita-citanya, ragu-ragu menceritakan kejadian-kejadian umat yang dahulu yang tersebut di dalam Al-Qur’an, terutama dalam menghadapi reaksi orang Yahudi dan Nasrani. Apalagi mengingat orang Yahudi dan Nasrani adalah orang yang banyak pengetahuan mereka tentang sejarah purbakala di masa itu, karena itu Nabi Muhammad selalu memikirkan dan tetap meyakini kebenaran setiap ajaran agama yang akan beliau kemukakan kepada mereka.
Orang-orang yang hidup di zaman Nabi, baik pengikut beliau maupun orang-orang yang mengingkari, semuanya mengatakan bahwa Muhammad adalah orang yang dapat dipercaya, bukan seorang pendusta.
Setiap orang yang beriman yakin adanya Allah Yang Maha Esa. Hanya Dia yang menciptakan makhluk, tidak berserikat dengan sesuatu pun. Mereka percaya kepada kitab-kitab Allah yang telah diturunkan kepada para nabi-Nya, percaya kepada malaikat-malaikat Allah, dan malaikat yang menjadi penghubung antara Allah dengan rasul-rasul-Nya, pembawa wahyu Allah. Mengenai keadaan zat, sifat-sifat dan pekerjan-pekerjaan malaikat itu termasuk ilmu Allah, hanya Allah yang Mahatahu. Percaya kepada malaikat merupakan bukti percaya kepada Allah.
Dinyatakan pula pendirian kaum Muslimin terhadap para rasul, tidak membeda-bedakan antara rasul-rasul Allah; mereka berkeyakinan bahwa semua rasul itu sama dalam mengimaninya.
Allah swt berfirman:
قُوْلُوْٓا اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْنَا وَمَآ اُنْزِلَ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ وَاِسْحٰقَ وَيَعْقُوْبَ وَالْاَسْبَاطِ وَمَآ اُوْتِيَ مُوْسٰى وَعِيْسٰى وَمَآ اُوْتِيَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ رَّبِّهِمْۚ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْۖ وَنَحْنُ لَهٗ مُسْلِمُوْنَ ١٣٦ (البقرة)
Katakanlah, ”Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya.” (al-Baqarah/2: 136)
Di ayat lain diterangkan bahwa masing-masing rasul itu mempunyai keutamaan dibandingkan dengan rasul-rasul yang lain. Suatu keutamaan yang dipunyai seorang rasul mungkin tidak dipunyai oleh rasul yang lain, dan rasul yang lain itu mempunyai keutamaan pula.
۞ تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain…… (al-Baqarah/2: 253)
Ayat ini mengisyaratkan keutamaan umat Islam atas umat-umat lainnya yang membedakan rasul-rasul Allah. Ada yang mereka percayai dan ada yang tidak mereka percayai. Bahkan sebagian dari para rasul itu semasa hidupnya ada yang mereka perolok-olokkan. Sementara umat Islam tidak memperlakukan mereka seperti itu.
Allah menerangkan lagi sifat-sifat lain yang dimiliki orang Islam. Yaitu apabila mereka mendengar suatu perintah atau larangan Allah, mereka mendengar dengan penuh perhatian, melaksanakan perintah itu, dan menjauhi larangan-Nya. Mereka merasakan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan yakin bahwa hanya Allah sajalah yang wajib disembah dan ditaati.
Oleh karena orang mukmin mempunyai sifat-sifat yang demikian, maka mereka selalu memanjatkan doa kepada Allah, yaitu: “Ampunilah kami wahai Tuhan kami, dan kepada Engkaulah kami kembali”.
Sesungguhnya doa orang yang beriman bukanlah sekadar untuk meminta ampun kepada Allah swt atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat, bahkan juga memohon ke hadirat Allah agar selalu diberi taufik dan hidayah, agar dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Dari doa ini dapat dipahami bahwa orang yang beriman selalu berusaha melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya setelah mereka mendengar, memahami perintah dan larangan itu. Mereka sadar bahwa mereka seorang manusia yang tidak sempurna, tidak luput dari kekurangan. Sekalipun hati dan jiwa mereka telah berjanji akan menaati perintah dan larangan Allah setelah mendengar dan memahaminya, tetapi tanpa mereka sadari mereka sering lupa dan lalai, sehingga mereka mengabaikan perintah dan larangan itu. Sekalipun mereka telah mengetahui bahwa Allah tidak akan menghukum manusia karena lupa dan lalai, tetapi orang-orang yang beriman merasa dirinya wajib memohon ampun dan bertobat kepada Allah, agar Allah tidak menghukumnya karena perbuatan yang demikian itu.
Pengaruh iman yang demikian tampak pada tingkah laku, sifat, tindakan dan perbuatan mereka. Semuanya itu dijuruskan dan diarahkan ke jalan yang diridai Allah. Hal ini dipahami dari pernyataan mereka, “Hanya kepada Engkaulah kami kembali”.
Pernyataan ini mengungkapkan hakikat hidup manusia yang sebenarnya, menggariskan pedoman hidup dan tujuan akhir yang harus dicapai oleh manusia. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | null | 1. Surah al-Fātiḥah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan dirinci dalam surah al-Baqarah dan surah-surah sesudahnya.
2. Di bagian akhir surah al-Fātiḥah disebutkan permohonan hamba, agar diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedang surah al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu.
3. Di akhir surah al-Fātiḥah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat, sedangkan di awal surah al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir, dan orang munafik. | Pada akhir ayat yang lalu diterangkan bahwa “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bermuamalah”. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah pemilik alam semesta, mengetahui segala apa yang ada di dalamnya, baik yang tampak dan yang tidak tampak. Karena hanya Allah saja yang memiliki dan mengetahui segala sesuatu, maka Dia pula yang menentukan, mengampuni, mengazab, menguasai dan memberi keputusan dengan adil terhadap segala hal yang dimiliki-Nya. | PUJIAN ALLAH KEPADA ORANG BERIMAN
DAN DOA MEREKA | Kosakata: Yukallifu يُكَلِّفُ (al-Baqarah/2: 286)
Kata yang berasal dari (كلف) ini mempunyai arti kecintaan atau ketergantungan kepada sesuatu. Al-Kalaf adalah warna kotor di wajah karena kepayahan. Al-Kulfah artinya kesukaran, kesulitan. Dari sinilah muncul arti “beban” .
Lā yukallifullāh, artinya Allah tidak membebani. Hal itu terkait dengan taklīf (pembebanan). Pihak yang dibebani disebut mukallaf. Taklif adalah pembebanan suatu kewajiban kepada seseorang, dengan pengertian menghendaki adanya suatu perbuatan yang mengandung kesukaran atau beban. Bentuk kata kerja dari taklīf, kallafa, dengan segala perubahannya, dengan pesan utama bahwa Allah tidak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya. Demikian pula dalam penegasan-Nya bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, dalam arti petunjuk Al-Qur’an itu pastilah dalam batas-batas kesanggupan manusia untuk melaksanakannya. Tidak ada satu perintah atau satu larangan pun dalam Al-Qur’an, yang pelaksanaannya sedemikian sangat berat, sehingga di luar kesanggupan manusia melaksanakannya. Bahkan hukum ‘azimah (hukum asal) dalam syariat, jika kondisi seseorang tidak memungkinkan untuk melaksanakannya, bisa diganti dengan hukum rukhṣah (keringanan), sebagaimana telah banyak dibahas oleh para ulama, dalam konteks pelaksanaan syariat. | null | null |
293 | 2 | البقرة | Al-Baqarah | Al-Baqarah | Sapi | 286 | 2 | Madaniyah | 286 | 49 | 6 | 3 | 1 | لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ | Lā yukallifullāhu nafsan illā wus‘ahā, lahā mā kasabat wa ‘alaihā maktasabat, rabbanā lā tu'ākhiżnā in nasīnā au akhṭa'nā, rabbanā wa lā taḥmil ‘alainā iṣran kamā ḥamaltahū ‘alal-lażīna min qablinā, rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih(ī), wa‘fu ‘annā, wagfir lanā, warḥamnā, anta maulānā fanṣurnā ‘alal qaumil-kāfirīn(a). | Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.” | null | null | Tidak ada yang berat dalam beragama, dan tidak perlu ada kekhawatiran tentang tanggung jawab atas bisikan-bisikan hati, sebab Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia, yakni setiap manusia, mendapat pahala dari kebajikan yang dikerjakannya walaupun baru dalam bentuk niat dan belum wujud dalam kenyataan, dan dia mendapat siksa dari kejahatan yang diperbuatnya dan wujud dalam bentuk nyata. Mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa dalam melaksanakan apa yang Engkau perintahkan atau kami melakukan kesalahan karena suatu dan lain sebab. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami seperti orang-orang Yahudi yang mendapat tugas yang cukup sulit karena ulah mereka sendiri, misalnya untuk bertobat harus membunuh diri sendiri. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya, baik berupa ketentuan dalam beragama maupun musibah dalam hidup dan lainnya. Maafkanlah kami, yakni hapuslah dosa-dosa kami, ampunilah kami dengan menutupi aib kami dan tidak menghukum kami akibat pelanggaran, dan rahmatilah kami dengan sifat kasih dan rahmat-Mu yang luas, melebihi penghapusan dosa dan penutupan aib. Engkaulah pelindung kami, karena itu maka tolonglah kami dengan argumentasi dan kekuatan fisik dalam menghadapi orang-orang kafir.” | Dalam mencapai tujuan hidup itu, manusia diberi beban oleh Allah sesuai kesanggupannya, mereka diberi pahala lebih dari yang telah diusahakannya dan mendapat siksa seimbang dengan kejahatan yang telah dilakukannya.
Amal yang dibebankan kepada seseorang hanyalah yang sesuai dengan kesanggupannya. Agama Islam adalah agama yang tidak membebani manusia dengan beban yang berat dan sukar. Mudah, ringan dan tidak sempit adalah asas pokok dari agama Islam. Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ
…. dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. … (al-Ḥajj/22: 78).
يُرِيْدُ اللّٰهُ اَنْ يُّخَفِّفَ عَنْكُمْ ۚ وَخُلِقَ الْاِنْسَانُ ضَعِيْفًا ٢٨ (النساۤء)
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, karena manusia diciptakan (bersifat) lemah. (an-Nisā’/4: 28).
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ
…. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. …. (al-Baqarah/2: 185)
Kemudian Allah menerangkan hasil amalan yang telah dibebankan dan dilaksanakan oleh manusia, yaitu amal saleh yang dikerjakan mereka. Maka balasannya akan diterima dan dirasakan oleh mereka berupa pahala dan surga. Sebaliknya perbuatan dosa yang dikerjakan oleh manusia, maka hukuman mengerjakan perbuatan dosa itu, akan dirasakan dan ditanggung pula oleh mereka, yaitu siksa dan azab di neraka.
Ayat ini mendorong manusia agar mengerjakan perbuatan yang baik serta menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan agama. Ayat ini memberi pengertian bahwa perbuatan baik itu adalah perbuatan yang mudah dikerjakan manusia karena sesuai dengan watak dan tabiatnya, sedang perbuatan yang jahat adalah perbuatan yang sukar dikerjakan manusia karena tidak sesuai dengan watak dan tabiatnya.
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang suci dan telah tertanam dalam hatinya jiwa ketauhidan. Sekalipun manusia oleh Allah diberi potensi untuk menjadi baik dan menjadi buruk, tetapi dengan adanya jiwa tauhid yang telah tertanam dalam hatinya sejak dia masih dalam rahim ibunya, maka tabiat ingin mengerjakan kebajikan itu lebih nyata dalam hati manusia dibanding dengan tabiat ingin melakukan kejahatan.
Adanya keinginan yang tertanam pada diri seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang baik, akan memberikan kemungkinan baginya untuk mendapat jalan yang mudah dalam mengerjakan pekerjaan itu. Apalagi bila dia berhasil dan dapat menikmati usahanya, maka dorongan dan semangat untuk melakukan pekerjaan baik yang lain semakin bertambah pada dirinya.
Segala macam pekerjaan jahat adalah pekerjaan yang bertentangan dan tidak sesuai dengan tabiat manusia. Mereka melakukan perbuatan jahat pada mulanya adalah karena terpaksa. Bila dia mengerjakan perbuatan jahat, maka timbullah pada dirinya rasa takut, selalu khawatir akan diketahui oleh orang lain. Perasaan ini akan bertambah setiap melakukan kejahatan. Akhirnya timbullah rasa malas, rasa berdosa pada dirinya dan merasa dirinya dibenci oleh orang lain. Rasulullah saw bersabda:
اَلْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ (رواه مسلم)
“Kebajikan itu adalah budi pekerti yang baik, dan dosa itu adalah segala yang tergores di dalam hatimu, sedang engkau tidak suka orang lain mengetahuinya”. (Riwayat Muslim)
Kesukaran yang timbul akibat perbuatan jahat akan bertambah terasa oleh manusia bila dia telah mulai menerima hukuman, langsung atau tidak langsung dari perbuatannya itu.
Dari ayat ini juga dipahami pula bahwa seseorang tidak akan menerima keuntungan atau kerugian disebabkan perbuatan orang lain; mereka tidak akan diazab karena dosa orang lain. Mereka diazab hanyalah karena kejahatan yang mereka lakukan sendiri.
اَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۙ ٣٨ وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ ٣٩ (النجم)
(Yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, (an-Najm/53:38 dan 39)
Di sisi lain, manusia bisa menerima keuntungan berupa pahala, apabila sudah mati kelak, dari hasil usahanya semasa hidupnya. Termasuk usaha manusia ialah anaknya yang saleh yang mendoakannya, sedekah jariah yang dikeluarkannya dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat yang diajarkannya. Rasulullah saw bersabda:
إِذَا مَاتَ اْلاِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ اَوْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ (رواه البخاري ومسلم عن أبي هريرة)
Apabila seseorang telah meninggal dunia, putuslah (pahala) amalnya kecuali tiga hal, yaitu: anak saleh yang mendoakannya, sedekah jariah, dan ilmu yang bermanfaat. (Riwayat al-Bukhārī dan Muslim dari Abū Hurairah)
Setelah disebutkan sifat-sifat orang yang beriman dan menyebutkan karunia yang telah dilimpahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, yaitu tidak membebani hamba dengan yang tidak sanggup mereka kerjakan, maka Allah mengajarkan doa untuk selalu dimohonkan kepada-Nya agar diampuni dari segala dosa karena mengerjakan perbuatan terlarang disebabkan lupa, salah atau tidak disengaja.
Doa yang diajarkan kepada kita bukanlah sekadar untuk dibaca dan diulang-ulang lafaznya saja, melainkan maksudnya ialah agar doa itu dibaca dengan tulus ikhlas dengan sepenuh hati dan jiwa, di samping melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, sesuai dengan kesanggupan hamba itu sendiri.
Doa erat hubungannya dengan tindakan dan perbuatan. Tindakan dan perbuatan erat pula hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Sebab itu orang yang berdoa belumlah dapat dikatakan berdoa, bila ia tidak mengerjakan perbuatan yang harus dikerjakan serta menjauhi larangan yang harus ditinggalkan. Berbuat dan beramal haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan. Ada amal yang sanggup dikerjakan dan ada amal yang tidak sanggup dikerjakan, ada amal yang dikerjakan dengan sempurna dan ada pula amal yang tidak dapat dikerjakan dengan sempurna. Untuk menyempurnakan kekurangan ini, Allah mengajarkan doa kepada hamba-Nya. Dengan perkataan lain; doa itu menyempurnakan amal yang tidak sanggup dikerjakan dengan sempurna.
Dari doa itu dipahami bahwa pada hakikatnya perbuatan terlarang yang dikerjakan karena lupa atau salah dan tidak disengaja, ada juga hukumannya. Hukuman itu ditimpakan kepada pelakunya. Karena itu Allah mengajarkan doa tersebut kepada hamba-Nya agar dia terhindar dari hukuman itu.
Setelah diajarkan doa untuk meminta ampun kepada Allah dari segala perbuatan yang dilakukannya karena lupa dan tidak sengaja, maka diajarkan juga doa yang lain untuk memohon agar dia tidak dibebani dengan beban yang berat sebagaimana yang telah dibebankan kepada orang-orang dahulu. Kemudian diajarkan lagi doa untuk memohon agar dia tidak dibebani dengan beban yang tidak sanggup dipikulnya.
Di antara doa orang-orang yang beriman ini sebagai berikut: “Ya Allah, hapuskanlah dosa dan kesalahan kami, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, dan janganlah kami diazab karena dosa perbuatan yang telah kami kerjakan. Janganlah kami disiksa karenanya, berilah kami taufik dan hidayah dalam segala perbuatan kami, sehingga kami dapat melaksanakan perintah-perintah Engkau dengan mudah”.
Kita sudah diberi pedoman dalam berdoa kepada Allah, memohon pertolongan-Nya dalam menghadapi orang kafir.
Pertolongan yang dimohonkan di sini ialah pertolongan agar mencapai kemenangan. Yang dimaksud kemenangan ialah kemenangan dunia dan akhirat, bukan semata-mata kemenangan dalam peperangan. | Surah al-Baqarah yang terdiri dari 286 ayat adalah termasuk golongan surah Madaniyah yang diturunkan pada tahun-tahun permulaan periode Nabi Muhammad saw di Medinah. Ia merupakan surah yang terpanjang dan terbanyak ayat-ayatnya di antara surah yang ada di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamai “al-Baqarah” yang berarti “seekor sapi”, karena di dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan sapi betina itu tampak dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Dinamakan juga fusṭaṭ al-Qur’ān yang berarti “puncak Al-Qur’an” karena surah ini memuat beberapa hukum yang tidak disebut di surah-surah yang lain. Juga dinamakan Alīf Lām Mīm, karena surah ini dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah (abjad) alif lām mīm.
Di antara pokok-pokok isinya ialah:
1. Keimanan: Dakwah Islamiah yang ditujukan kepada umat Islam, Ahli Kitab dan orang-orang musyrik.
2. Hukum: Perintah mengerjakan salat, perintah menunaikan zakat, puasa, haji dan umrah, qiṣaṣ, yang halal dan yang haram, bernafkah di jalan Allah, minum arak dan berjudi, cara bergaul dengan anak yatim, prinsip-prinsip ekonomi, larangan memakan riba, utang piutang, nafkah dan yang berhak menerimanya, wasiat kepada dua orang ibu bapak dan kaum kerabat, hukum sumpah, kewajiban menyampaikan amanat, sihir, hukum merusak masjid, hukum mengubah kitab-kitab Allah, haid, idah, talak, khulu‘, ilā, hukum susuan, meminang, mahar, menikahi wanita musyrik dan sebaliknya, hukum perang, dan lain-lain.
3. Kisah: Penciptaan Nabi Adam a.s., kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah Nabi Musa a.s. dengan Bani Israil.
4. Lain-lain, seperti: sifat orang yang bertakwa, sifat-sifat orang munafik, sifat-sifat Allah, perumpamaan-perumpamaan, kiblat, dan kebangkitan sesudah mati. | Kesimpulan surah al-Baqarah ialah:
1. Menjelaskan beberapa hukum dalam ajaran Islam.
2. Mengemukakan beberapa perumpamaan.
3. Mengemukakan bukti-bukti atas keberadaan/wujud Allah. | null | Pada akhir ayat yang lalu diterangkan bahwa “Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang dilakukan manusia dalam bermuamalah”. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah pemilik alam semesta, mengetahui segala apa yang ada di dalamnya, baik yang tampak dan yang tidak tampak. Karena hanya Allah saja yang memiliki dan mengetahui segala sesuatu, maka Dia pula yang menentukan, mengampuni, mengazab, menguasai dan memberi keputusan dengan adil terhadap segala hal yang dimiliki-Nya. | PUJIAN ALLAH KEPADA ORANG BERIMAN
DAN DOA MEREKA | Kosakata: Yukallifu يُكَلِّفُ (al-Baqarah/2: 286)
Kata yang berasal dari (كلف) ini mempunyai arti kecintaan atau ketergantungan kepada sesuatu. Al-Kalaf adalah warna kotor di wajah karena kepayahan. Al-Kulfah artinya kesukaran, kesulitan. Dari sinilah muncul arti “beban” .
Lā yukallifullāh, artinya Allah tidak membebani. Hal itu terkait dengan taklīf (pembebanan). Pihak yang dibebani disebut mukallaf. Taklif adalah pembebanan suatu kewajiban kepada seseorang, dengan pengertian menghendaki adanya suatu perbuatan yang mengandung kesukaran atau beban. Bentuk kata kerja dari taklīf, kallafa, dengan segala perubahannya, dengan pesan utama bahwa Allah tidak akan membebani seseorang di luar kesanggupannya. Demikian pula dalam penegasan-Nya bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk (hudan) bagi manusia, dalam arti petunjuk Al-Qur’an itu pastilah dalam batas-batas kesanggupan manusia untuk melaksanakannya. Tidak ada satu perintah atau satu larangan pun dalam Al-Qur’an, yang pelaksanaannya sedemikian sangat berat, sehingga di luar kesanggupan manusia melaksanakannya. Bahkan hukum ‘azimah (hukum asal) dalam syariat, jika kondisi seseorang tidak memungkinkan untuk melaksanakannya, bisa diganti dengan hukum rukhṣah (keringanan), sebagaimana telah banyak dibahas oleh para ulama, dalam konteks pelaksanaan syariat. | null | 1. Allah, Penguasa dan Pemilik semesta alam, mengetahui segala sesuatu. Karena itu Dia menetapkan hukum dengan adil, Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya. Hanya Dialah yang kuasa terhadap sesuatu.
2. Niat buruk dalam hati yang belum dilaksanakan tidak dihukum.
3. Allah memuji Nabi Muhammad, dan orang-orang beriman yang telah beriman kepada-Nya dengan iman yang sebenar-benarnya, melaksanakan agama-Nya, mempunyai budi pekerti yang baik, tidak membeda-bedakan antara rasul-rasul Allah, serta patuh dan taat kepada Allah.
4. Manusia disiksa dan diberi pahala karena perbuatannya, dan diberi beban atau tugas sesuai dengan kesanggupannya. Seseorang tidak akan disiksa karena perbuatan orang lain.
5. Manusia menurut tabiatnya lebih mudah mengerjakan kebajikan daripada mengerjakan kejahatan.
6. Pada dasarnya Allah tidak menghukum perbuatan yang dilakukan karena lupa dan keliru (silap).
7. Doa adalah penunjang keberhasilan suatu usaha. |
294 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 1 | 50 | 6 | 3 | 1 | الۤمّۤ | Alif lām mīm. | Alif Lām Mīm. | null | null | Alif Laam Miim. Huruf-huruf hijaiah ini juga menunjukkan kemukjizatan Al-Qur’an, sebab di situ terkandung tantangan kepada orangorang musyrik untuk mendatangkan yang serupa dengannya. Satu hal yang tidak pernah bisa mereka lakukan, dan tidak akan pernah ada seorang pun yang bisa melakukannya, padahal ayat Al-Qur’an terdiri atas rangkaian huruf-huruf yang biasa digunakan dalam bahasa Arab, dan mereka yang hidup pada saat itu sedang berada pada puncak kemahiran berbahasa | Alif Lām Mīm termasuk huruf-huruf muqaṭṭa‘ah (singkatan) yang terletak pada permulaan beberapa surah Al-Qur′an. Para mufasir berbeda pendapat tentang maksud huruf-huruf itu, selanjutnya lihat masalah ini pada judul “Fawātiḥus-suwar” pada permulaan jilid I tafsir ini. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
295 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 2 | 50 | 6 | 3 | 1 | اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُۗ | Allāhu lā ilāha illā huwal-ḥayyul-qayyūm(u). | Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurus (makhluk-Nya) secara terus-menerus. | null | null | Dialah Allah, tidak ada tuhan yang pantas disembah selain Dia, Yang Mahahidup dengan segala kesempurnaan yang sesuai dengan keagungan-Nya, Yang terus-menerus secara sempurna dan berkesinambungan mengurus dan memenuhi kebutuhan makhluk-Nya. | Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan yang berhak disembah tidak lain hanyalah Allah swt Yang hidup kekal, terus menerus mengatur dan menjaga makhluk-Nya. Selanjutnya lihat tafsir ayat 255 al-Baqarah. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
296 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 3 | 50 | 6 | 3 | 1 | نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَۙ | Nazzala ‘alaikal-kitāba bil-ḥaqqi muṣaddiqal limā baina yadaihi wa anzalat-taurāta wal-injīl(a). | Dia menurunkan kepadamu (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) dengan hak, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, serta telah menurunkan Taurat dan Injil | null | null | Dia menurunkan Kitab Al-Qur’an secara berangsur-angsur kepadamu, wahai Nabi Muhammad, yang mengandung kebenaran dan dalam keadaan hak, baik kandungan, cara menurunkan, yang membawanya turun, maupun yang menerimanya. Kandungan Al-Qur’an itu membenarkan wahyu-wahyu Allah dalam kitab-kitab suci sebelumnya yang pernah diwahyukan kepada para nabi dan rasul, yakni yang berkaitan dengan pokok-pokok akidah, syariah dan akhlak. Dan Allah juga menurunkan sekaligus, tidak berangsur-angsur, kepada Nabi Musa kitab Taurat dan kepada Nabi Isa Kitab Injil sebelum turun-nya Al-Qur’an. Ketiga kitab suci tersebut berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Dan Dia menurunkan ketiga kitab suci tersebut sebagai al-Furqan yang berfungsi membedakan antara yang hak dan yang batil. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah dengan menutupi tanda-tanda keesaanNya, baik yang terbentang di alam raya, melalui kitab suci maupun fitrah yang melekat pada diri setiap insan, akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa yang tidak seorang pun dapat mengalahkanNya, lagi mempunyai hukuman bagi orang yang mengingkari bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya. | Ayat ini menerangkan bahwa Tuhan yang berhak disembah itu benar-benar telah menurunkan Al-Qur′an kepada Nabi Muhammad saw dengan perantaraan Jibril, dan menegaskan bahwa sebelum menurunkan Al-Qur′an, Allah telah menurunkan pula kitab-kitab kepada para nabi terdahulu, yang diutus sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw, misalnya kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa dan sebagainya.
Al-Qur′an mengakui kebenaran isi kitab-kitab terdahulu sebagaimana kitab-kitab terdahulu itu membenarkan isi Al-Qur′an sesuai dengan yang diisyaratkan kitab-kitab itu. Penegasan dan pengakuan ini hanyalah secara garis besarnya saja, tidak secara terperinci, yaitu Allah telah mengutus rasul-rasul kepada umat-umat dahulu, dan Allah telah menurunkan wahyu kepada mereka, seperti Taurat, Injil dan sebagainya. Mengenai isi dari kitab-kitab itu tidak dijelaskan Al-Qur′an. Beriman kepada penegasan dan pengakuan ayat itu termasuk iman kepada Allah.
Sebagaimana halnya dengan Al-Qur′an yang mengakui bahwa telah diutus para nabi dan rasul kepada umat-umat yang terdahulu dan telah diturunkan kepada mereka kitab-kitab, maka kitab-kitab yang dahulu pun mengisyaratkan dan mengakui bahwa pada akhir zaman nanti Allah akan mengutus seorang nabi terakhir, nabi penutup dan kepada nabi itu akan diturunkan Allah pula sebuah kitab yang berisi pokok-pokok dari risalah yang dibawa nabi-nabi yang terdahulu.
Menurut ayat ini seluruh isi Taurat dan Injil adalah wahyu dari Allah, yang disampaikan kepada Nabi Musa dan Nabi Isa yang berisi pokok-pokok risalah yang dibawanya, tidak ada sedikit pun terdapat di dalamnya yang berupa perkataan karangan manusia dan sebagainya.
Mengenai Taurat yang ada sekarang bukanlah Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, demikian pula Injil bukanlah Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa karena di dalam kedua kitab itu terdapat karangan pengikut kedua Nabi itu yang datang kemudian.
يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖۙ وَنَسُوْا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهٖۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰى خَاۤىِٕنَةٍ مِّنْهُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۖ
…. Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tidak berkhianat), …(al-Mā′idah/5:13. Lihat juga an-Nisā′/4:46). | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
297 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 4 | 50 | 6 | 3 | 1 | مِنْ قَبْلُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَاَنْزَلَ الْفُرْقَانَ ەۗ اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ ذُو انْتِقَامٍۗ | Min qablu hudal lin-nāsi wa anzalal-furqān(a), innal-lażīna kafarū bi āyātillāhi lahum ‘ażābun syadīd(un), wallāhu ‘azīzun żuntiqām(in). | sebelum (turunnya Al-Qur’an) sebagai petunjuk bagi manusia, dan menurunkan Al-Furqān (pembeda yang hak dan yang batil). Sesungguhnya orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, bagi mereka azab yang sangat keras. Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa). | null | null | Dia menurunkan Kitab Al-Qur’an secara berangsur-angsur kepadamu, wahai Nabi Muhammad, yang mengandung kebenaran dan dalam keadaan hak, baik kandungan, cara menurunkan, yang membawanya turun, maupun yang menerimanya. Kandungan Al-Qur’an itu membenarkan wahyu-wahyu Allah dalam kitab-kitab suci sebelumnya yang pernah diwahyukan kepada para nabi dan rasul, yakni yang berkaitan dengan pokok-pokok akidah, syariah dan akhlak. Dan Allah juga menurunkan sekaligus, tidak berangsur-angsur, kepada Nabi Musa kitab Taurat dan kepada Nabi Isa Kitab Injil sebelum turun-nya Al-Qur’an. Ketiga kitab suci tersebut berfungsi sebagai petunjuk bagi manusia. Dan Dia menurunkan ketiga kitab suci tersebut sebagai al-Furqan yang berfungsi membedakan antara yang hak dan yang batil. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah dengan menutupi tanda-tanda keesaanNya, baik yang terbentang di alam raya, melalui kitab suci maupun fitrah yang melekat pada diri setiap insan, akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa yang tidak seorang pun dapat mengalahkanNya, lagi mempunyai hukuman bagi orang yang mengingkari bukti-bukti keesaan dan kekuasaan-Nya. | Sebelum Al-Qur′an diturunkan, Taurat dan Injil menjadi petunjuk bagi manusia, dan kemudian diturunkanlah Al-Furqan yaitu Al-Qur′an, kitab yang dapat membedakan antara yang benar dengan yang salah.
Pada akhir ayat ini, Allah mengancam dengan azab yang pedih terhadap orang-orang yang tetap ingkar dan tidak mau tahu dengan kitab-kitab yang telah diturunkan Allah kepada para rasul, orang-orang yang tidak mau menggunakan akal pikirannya untuk membedakan antara kepercayaan yang benar dengan yang salah, antara agama-agama yang diridai Allah dengan yang tidak diridai-Nya. Mereka semua akan dimasukkan ke dalam neraka. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengubah keputusan Allah dan tidak ada yang dapat mengelakkan dan mempertahankan diri dari azab-Nya. Allah akan membalas segala bentuk keingkaran dan pembangkangan terhadap hukum-hukum-Nya serta mengazab pelaku-pelakunya dengan azab yang setimpal. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
298 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 5 | 50 | 6 | 3 | 1 | اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخْفٰى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ | Innallāha lā yakhfā ‘alaihi syai'un fil-arḍi wa lā fis-samā'(i). | Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak pula di langit. | null | null | Dia mengurus semua makhluk-Nya, maka bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi, baik makhluk yang berada di bumi dan yang di langit, baik kecil maupun besar. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. | Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang menandingi ilmu Allah dan tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
299 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 6 | 50 | 6 | 3 | 1 | هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاۤءُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ | Huwal-lażī yuṣawwirukum fil-arḥāmi kaifa yasyā'(u), lā ilāha illā huwal-‘azīzul-ḥakīm(u). | Dialah (Allah) yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang Dia kehendaki.83) Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. | 83 | 83) Berawal dari sel telur yang dibuahi, janin secara bertahap tumbuh membentuk organ-organ tubuh di dalam rahim. | Hanya Dialah yang membentuk kamu dalam rahim ibumu menurut yang Dia kehendaki; laki-laki atau perempuan, baik atau buruk, bahagia atau sengsara. Tidak ada tuhan yang pantas disembah selain Dia, Yang Mahaperkasa dan tidak terkalahkan, Mahabijaksana dalam menetapkan dan mengelola segala sesuatu.H | Dengan kodrat-Nya, dijadikan-Nya manusia bermacam-macam bentuk setelah melalui proses demi proses, sejak dari sel mani yang menerobos ke dalam rahim, kemudian menjadi sesuatu yang melekat pada dinding rahim, dan dari sesuatu yang melekat itu menjadi segumpal daging yang melekat, akhirnya berbentuk manusia dan lahirlah ia ke dunia (al-Mu′minūn/23:12-14). Semuanya itu dijadikan Allah sesuai dengan sunah (hukum) dan ilmu-Nya. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |
300 | 3 | اٰل عمرٰن | Āli ‘Imrān | Ali ‘Imran | Keluarga Imran | 200 | 50 | Madaniyah | 7 | 50 | 6 | 3 | 1 | هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرّٰسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ | Huwal-lażī anzala ‘alaikal-kitāba minhu āyātum muḥkamātun hunna ummul-kitābi wa ukharu mutasyābihāt(un), fa'ammal-lażīna fī qulūbihim zaigun fayattabi‘ūna mā tasyābaha minhubtigā'al-fitnati wabtigā'a ta'wīlih(ī), wa mā ya‘lamu ta'wīlahū illallāh(u), war-rāsikhūna fil-‘ilmi yaqūlūna āmannā bih(ī), kullum min ‘indi rabbinā, wa mā yażżakkaru illā ulul-albāb(i). | Dialah (Allah) yang menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Nabi Muhammad). Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat,84) itulah pokok-pokok isi Kitab (Al-Qur’an) dan yang lain mutasyabihat.85) Adapun orang-orang yang dalam hatinya ada kecenderungan pada kesesatan, mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah (kekacauan dan keraguan) dan untuk mencari-cari takwilnya. Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ululalbab. | 84, 85 | 84) Ayat muhkamat adalah ayat yang maksudnya terang, tegas, dan dapat dipahami dengan mudah.
85) Ayat mutasyabihat adalah ayat yang mengandung beberapa pengertian, sulit dipahami, atau hanya Allah yang mengetahui. | Hanya Dialah yang menurunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu, wahai Nabi Muhammad, untuk engkau sampaikan dan jelaskan maksudnya kepada seluruh umat manusia. Apa yang diturunkan itu terdiri atas dua kelompok, di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, yakni yang kandungannya sangat jelas, sehingga hampir-hampir tidak lagi dibutuhkan penjelasan tambahan untuknya, atau yang tidak mengandung makna selain yang terlintas pertama kali dalam benak. Ayat-ayat muhkamat itulah pokok-pokok Kitab suci Al-Qur’an. Dan kelompok ayat-ayat yang lain dalam Al-Qur'an yaitu mutasyabihat, yakni ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian, samar artinya dan sulit dipahami kecuali setelah merujuk kepada yang muhkam, atau hanya Allah yang mengetahui maknanya. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti dengan sungguh-sungguh yang mutasyabihat, dengan berpegang teguh kepada ayat-ayat itu semata-mata dan tidak menjadikan ayatayat muhkamat sebagai rujukan dalam memahami atau menetapkan artinya. Tujuan mereka melakukan itu adalah untuk mencari-cari fitnah, yakni kekacauan dan kerancuan berpikir serta keraguan di kalangan orang-orang beriman, dan untuk mencari-cari dengan sungguh-sungguh takwilnya yang sejalan dengan kesesatan mereka. Mereka melakukan itu padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan sikap mereka itu bertentangan dengan sikap ar-rasikhun fi al-'ilm, yakni orang orang yang ilmunya mendalam dan imannya mantap. Atau, seperti dalam salah satu bacaan (qiraat) yang mutawatir, takwil ayat-ayat mutasyabihat itu juga dapat diketahui oleh ar-rasikhun fi al-'ilm. Dengan demikian, ayat-ayat mutasyabihat itu diturunkan untuk memotivasi para ulama agar giat melakukan studi, menalar, berpikir, teliti dalam berijtihad dan menangkap pesan-pesan agama. Orang-orang yang mendalam ilmunya dan mantap imannya itu berkata, “Kami beriman kepadanya, yakni Al-Qur’an, semuanya, yakni yang mutasyabihat dan muhkamat, berasal dari sisi Tuhan kami.” Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran dan memahami maknanya dengan baik dan benar kecuali orang yang berakal, yaitu orang-orang yang memiliki akal sehat yang tidak mengikuti keinginan hawa nafsu. | Al-Qur′an yang diturunkan Allah itu, di dalamnya terdapat ayat-ayat yang muhkamat dan terdapat pada yang mutasyabihat.
“Ayat yang muhkamat” ialah ayat yang jelas artinya, seperti ayat-ayat hukum, dan sebagainya. “Ayat mutasyabihat” ialah ayat yang tidak jelas artinya, yang dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam penafsiran. Seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal yang gaib dan sebagainya.
Menurut sebagian mufasir, tujuan diturunkannya ayat-ayat ini, ialah:
1. Untuk menguji iman dan keteguhan hati seorang Muslim kepada Allah. Iman yang benar hendaklah disertai dengan penyerahan diri dalam arti yang seluas-luasnya kepada Allah. Allah menurunkan ayat-ayat yang dapat dipahami artinya dengan mudah dan Dia menurunkan ayat-ayat yang sukar diketahui makna dan maksud yang sebenarnya, yaitu ayat-ayat mutasyabihat. Dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabihat ini, manusia akan merasa bahwa dirinya bukanlah makhluk yang sempurna, ia hanya diberi Allah pengetahuan yang sedikit karena itu ia akan menyerahkan pengertian ayat-ayat itu kepada Allah Yang Maha Mengetahui.
2. Dengan adanya ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat kaum Muslimin akan berpikir sesuai dengan batas-batas yang diberikan Allah; ada yang dapat dipikirkan secara mendalam dan ada pula yang sukar dipikirkan, lalu diserahkan kepada Allah.
3. Para nabi dan para rasul diutus kepada seluruh umat manusia yang berbeda-beda, misalnya: Berbeda kepandaiannya, kemampuannya, kekayaannya, berbeda pula bangsa, bahasa dan daerahnya. Karena itu, cara penyampaian agama kepada mereka hendaklah disesuaikan dengan keadaan mereka dan kesiapan bahasa yang dimiliki sesuai dengan kemampuan mereka.
Sikap manusia dalam memahami dan menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihat, yaitu:
1. Orang yang hatinya tidak menginginkan kebenaran, mereka jadikan ayat-ayat itu untuk bahan fitnah yang mereka sebarkan di kalangan manusia dan mereka mencari-cari artinya yang dapat dijadikan alasan untuk menguatkan pendapat dan keinginan mereka.
2. Orang yang mempunyai pengetahuan yang mendalam dan ingin mencari kebenaran, mereka harus mencari pengertian yang benar, dari ayat itu. Bila mereka belum atau tidak sanggup mengetahuinya, mereka berserah diri kepada Allah sambil berdoa dan mohon petunjuk.
Pada akhir ayat ini Allah menerangkan sifat orang yang dalam ilmu pengetahuannya, yaitu orang yang suka memperhatikan makhluk Allah, suka memikirkan dan merenungkannya. Ia berpikir semata-mata karena Allah dan untuk mencari kebenaran. | Surah ketiga adalah Āli ‘Imrān (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200 ayat. Surah ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Āli ‘Imrān, karena dalam surah ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran Nabi Isa a.s., yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa dengan Adam a.s., dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa.
Surah al-Baqarah dan surah Āli ‘Imrān dinamakan az-Zahrawāni (dua surah yang cemerlang), karena kedua surah ini mengungkapkan hal-hal yang disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa a.s., kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya.
Pokok-pokok isinya
1. Keimanan
Dalil-dalil yang membantah perkataan orang Nasrani yang mengakui Isa a.s., adalah salah satu dari oknum-oknum Tuhan yang tiga. Ketauhidan adalah dasar dari agama-agama yang dibawa para nabi.
2. Hukum-hukum
Asas musyawarah; mubāhalah dan hukum riba.
3. Kisah-kisah
Kisah keluarga Imran, Perang Badar dan Perang Uhud dan pelajaran yang dapat diambil daripadanya.
4. Lain-lain
Dalam surah ini disebutkan beberapa golongan manusia dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat, sifat-sifat Allah, sifat-sifat orang yang bertakwa, agama Islam adalah agama yang diridai Allah, akibat menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan, pengambilan perjanjian para nabi oleh Allah; perumpamaan-perumpamaan peringatan kepada orang mukmin; Ka‘bah adalah rumah ibadah yang paling tua; faedah mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya.
| null | HUBUNGAN ANTARA SURAH AL-BAQARAH
DENGAN SURAH ĀLI ‘IMRĀN
1. Dalam surah al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam a.s. langsung diciptakan Allah, sedang dalam surah Ali Imran disebutkan tentang kelahiran Nabi Isa a.s. yang kedua-duanya di luar kebiasaan.
2. Dalam surah al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi, disertai dengan hujah-hujah yang membantah dan membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surah Āli ‘Imrān dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani.
3. Surah al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia, yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik, sedang surah Āli ‘Imrān menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian dalam menakwilkannya.
4. Surah al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan ketaatan, sedang surah Āli ‘Imrān disudahi dengan permohonan kepada Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya.
5. Surah al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah dan pertolongannya, sedang surah Āli ‘Imrān dimulai dengan menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan tersebut, adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua urusan makhluk-Nya. | null | AL-QUR′AN DAN KITAB-KITAB SEBELUMNYA | 1. Muḥkamāt مُحْكَمَاتْ (Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata muḥkamāt dalam surah Āli ‘Imrān, ayat 7, merupakan sifat dari kata ayat sebelumnya. Kata āyātun muḥkamāt berarti ayat-ayat yang muḥkamāt. Kalau yang disebutkan ayat, maka sifatnya adalah muḥkamāt. Kalau yang disifati naṣ (teks), maka sifatnya adalah muḥkam, sehingga lahirlah dua macam terminologi, yaitu ayat muhkamat atau naṣ muḥkam. Ada juga yang mengatakan, kata muḥkamat bentuk jamak dari kata muḥkam, sebagaimana kata mutasyābihāt merupakan bentuk jamak dari kata mutasyābih. Secara harfiah, muḥkam atau muḥkamāt artinya kukuh atau yang dikukuhkan (al-mutqan). Kata dasar dari kalimat ini adalah (ḥakm) yang berarti mencegah, menolak. Bangunan yang kukuh disebut binā′ – muḥkam karena bisa mencegah dari ambruk. Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam memberikan batasan tentang arti kata muḥkamat yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur′an. Sebagian dari mereka ada yang mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan muḥkamāt ialah ayat yang telah jelas maknanya, sehingga tidak perlu ta′wīl atau takhṣīṣ. Dalam terminologi ulama tafsir, ayat-ayat muḥkamāt cenderung mudah ditangkap maknanya karena memang jelas tunjukkannya pada makna tersebut.
2. Mutasyābihāt مُتَشَاِبهَاتْ(Āli ‘Imrān/3: 7)
Kata mutasyābihāt juga merupakan sifat bagi kata ayat. Secara bahasa, kata ini berarti serupa dan samar. Ayat mutasyābihāt berarti ayat yang maknanya samar; dalam arti tidak jelas tunjukan maknanya di antara berbagai kemungkinan makna. Dalam rangka memperoleh kejelasan makna yang dimaksud, seorang ulama perlu melakukan perenungan mendalam (ijtihad) dalam rangka menetapkan pilihan makna yang sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Penetapan makna yang sesuai itu diperoleh melalui kerangka takwil, yang batasannya, antara lain, adalah: memalingkan suatu lafal dari maknanya yang hakiki (harfiah) ke arah salah satu dari beberapa kemungkinan makna yang ada, dengan syarat makna yang dipilih itu sesuai dengan spirit ajaran Al-Qur′an dan sunah. Jadi, ayat mutasyābihāt atau nas mutasyābih, dalam dirinya, membawa sebuah tantangan bagi ulama untuk melakukan penakwilan agar makna yang tersamar menjadi jelas. Ayat mutasyābihāt yang telah di-muḥkamat-kan melalui proses penakwilan, relatif telah jelas maknanya, dan tidak lagi dianggap sebagai ayat mutasyābihāt. | null | null |