id
stringlengths 36
36
| url
stringlengths 46
109
| text
stringlengths 5k
1.51M
|
---|---|---|
85b69dcc-91e5-43fa-90e1-433b0b2c2eee | https://ejurnal.uij.ac.id/index.php/JM/article/download/641/597 |
## Hubungan Paritas dengan Kejadian BBLR di RSUD Cilacap Tahun 2014
Dhiah Dwi Kusumawati¹, Rochany Septiyaningsih²
STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap E-mail: [email protected], [email protected]
## Abstrak
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya kejadian BBLR adalah sebagai berikut : Faktor Ibu (usia, paritas dan riwayat penyakit). Penyebab kejadian BBLR yang termasuk dalam karakteristik ibu adalah usia, paritas, dan riwayat penyakit. Angka kejadian BBLR pada bayi di RSUD Cilacap pada tahun 2014 terdapat 360 bayi dengan BBLR dan terjadi kenaikan dari tahun 2013 yang hanya terdapat 360 bayi Tujuan dari penelitian ini untuk melihat hubungan antara paritas dengan kejadian BBLR. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control di RSUD Cilacap dengan sampel 45 kasus dan 45 kontrol. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling. Data yang digunakan data sekunder dengan melihat catatan rekam medik. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian BBLR di RSUD Cilacap Tahun 2014 ( p = 0,002< = 0,05; OR = 4,182; CI 95%= 1,641-10,657). Key words: Paritas; BBLR ; Prematuritas
## Abstract
LBW is a newborn whose weight at birth is less than 2500 grams. The factors that cause LBW events are as follows: Maternal factors (age, parity and disease history). Causes of LBW events included in maternal characteristics are age, parity, and history of the disease. The incidence of LBW in infants in Cilacap District Hospital in 2014 there were 360 babies with LBW and an increase from 2013 which only had 360 babies. The purpose of this study was to look at the relationship between parity and LBW incidence. This study uses a case control research design in Cilacap District Hospital with a sample of 45 cases and 45 controls. Samples were taken using purposive sampling. The data used secondary data by looking at medical records. The results showed that there was a significant relationship between parity and LBW incidence in Cilacap Regional Hospital in 2014 (p = 0.002 < α= 0.05; OR = 4.182; 95% CI = 1.641-10,657). Key words: Parity; LBW; prematurity
## Pendahuluan
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (Pantiawati, 2010). Klasifikasi BBLR menurut (Proverawati dan Ismawati, 2010) yaitu : menurut harapan hidupnya (BBLR, BBLSR, BBLER), menurut masa gestasinya (premature, dismature). Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya kejadian BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) adalah sebagai berikut : Faktor Ibu (usia, paritas dan riwayat penyakit), Faktor Janin (kelainan kromosom, infeksi janin kronik, radiasi, disautonomis familial), Faktor Plasenta (berat plasenta berkurang atau berongga keduanya, luas permukaan berkurang, plasentivis vilus, infark, tumor, plasenta yang lepas, sindrom tranfusi bayi kembar). Penyebab kejadian BBLR yang termasuk dalam karakteristik ibu adalah usia, paritas, dan riwayat penyakit.
Pada tahun 2009 angka kematian bayi di Jawa Tengah sebesar 10,37/1000KH. Tiga penyebab kematian bayi terbesar di Jawa Tengah adalah BBLR dan prematuritas sebesar 31%, kelainan kongenital 95% dan asfiksia 6%. Berdasarkan hasil survey
pendahuluan, angka kejadian BBLR pada bayi di RSUD Cilacap pada tahun 2014 terdapat 360 bayi dengan BBLR dan terjadi kenaikan dari tahun 2013 yang hanya terdapat 360 bayi. Melihat fenomena di atas kejadian BBLRdan ditinjau pula dari karakteristik ibu, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan paritas degan kejadian BBLR di RSUD Cilacap tahun 2014. Pemilihan lokasi di RSUD Cilacap atas dasar pertimbangan bahwa RSUD Cilacap merupakan rumah sakit tipe B, rujukan, serta Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
## Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan kasus kontrol (case control) yang merupakan penelitian analitik (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli 2014. Tempat penelitian di RSUD Cilacap. Populasi dalam penelitian ini seluruh bayi neonatal yang lahir hidup 0-7 hari. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dengan 45 kasus dan 45 kontrol dengan jumlah keseluruhan sampel adalah 90. Teknik pengumpulkan data menggunakan bantuan
checklist dan data sekunder rekam medis. Analisa data yang digunakan menggunakan uji statistik Chi-Square.
## Hasil Dan Pembahasan
Hasil Analisi Bivariat Tabel 1. Analisis Bivariat factor paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSU Cilacap adalah sebagai berikut:
Sumber : Data Sekunder, 2014
Hasil uji chi square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Cilacap Tahun 2014 ( p = 0,002 < = 0,05). Berdasarkan nilai OR = 4,182 dapat dinyatakan bahwa paritas ibu merupakan faktor risiko terjadinya BBLR. Ibu hamil pada kelompok paritas berisiko 4,182 kali lebih besar mengalami BBLR dibandingkan dengan ibu hamil pada kelompok tidak berisiko.
## Pembahasan
Hasil uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Cilacap Tahun 2014 ( p = 0,550 < = 0,05). Berdasarkan nilai OR = 1,43 dapat dinyatakan bahwa paritas ibu merupakan faktor risiko terjadinya BBLR. Ibu hamil pada kelompok paritas berisiko 1,43 kali lebih besar mengalami BBLR dibandingkan dengan ibu hamil pada kelompok tidak berisiko.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahardjo (2011) paritas ibu > 4 dapat menimbulkan resiko pada persalinan. Hal ini disebakan oleh fungsi-fungsi otot reproduksi sudah mengalami kemunduran sehingga memiliki peluang yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kholifah di tahun 2012 yaitu menunjukkan bahwa tidak hanya paritas tinggi saja yang berpotensi terjadinya kelahiran BBLR, namun paritas rendahpun berpotensi melahirkan BBLR. Dimana BBLR juga dapat dialami pada ibu dengan primipara (melahirkan bayi pertama kali) karena pengalaman melahirkan dan kondisi rahim yang baru menyesuaikan atau belum pernah mengalami kehamilan, terjadi perubahan fisik dan psikologis yang kompleks, maka kelainan dan komplikasi yang
dialami cukup besar seperti kelahiran prematur dengan BBLR, distosia persalinan dan juga kurang informasi tentang persalinan mempengaruhi proses persalinan dan resiko ini tidak dapat di hindari. Kejadiannya akan berkurang dengan meningkatnya jumlah paritas yang cukup bulan sampai dengan paritas keempat (Krisnadi, 2009).
Ibu dengan paritas beresiko tetapi tidak mengalami BBLR hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor status sosial ekonomi yang baik, dimana cenderung lebih memperhatikan status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan status gizi yang cukup yang dapat mempengaruhi perawatan kesehatan sehingga bayi yang dilahirkan dapat terhindar dari BBLR. Selain itu dapat didukung juga oleh status pendidikan, usia ibu antara 20 – 35 tahun dan kehamilan yang cukup bulan (Proverawati, 2010).
Menurut Walyani (2015) paritas adalah keadaan wanitaberkaitan dengan jumlah anaka yang dilahirkan. Hasil penelitian dari 94 responden menunjukkan bahwa responden dengan jumlah paritas yang beresiko 1 atau >3 yang melahirkan bayi BBLR terdapat 19 ( 65,5%) dan responden dengan paritas berisiko melahirkan bayi BBLR terdapat 24 (36,9%) dan responden dengan paritas tidak berisiko melahirkan bayi BBLN terdapat 41 (63,1%). Manuaba (2010) Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Penelitian Nur ( 2016) menyatakan bahwa ibu melahirkan dengan paritas tinggi memiliki risiko sebesar 1,703 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR.
## Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
BBLR merupakan masalah umum di RSUD Cilacap dan menjadi faktor penting dalam kematian dan kesakitan perinatal. Ada hubungan yang bermakna antara faktor paritas ibu dengan kejadian BBLR di RSUD Cilacap Tahun 2014 ( p = 0,002 < = 0,05), nilai OR = 4,182.
Saran 1. Bidan/tenaga kesehatan terus mengupdate pengetahuan dan
keterampilan terutama dalam hal penanganan kasus BBLR serta memberikan pendidikan kesehatan tentang ANC terpadu dan KB salah satu upaya untuk mencegah terjadinya BBLR.
2. Bagi peneliti lain, perlunya penelitian lebih lanjut dengan variabel atau faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR.
Kejadian BBLR Paritas Tidak BBLR BBLR f % f % Tidak Berisiko 36 80 22 48.9 Berisiko 9 20 23 51,1 Total 45 100 45 100 OR= 4,182 p=0,002
## Daftar Pustaka
Kholifah. 2012. Hubungan Paritas Dengan Berat Badan Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang. Krisnadi. 2009. Prematuritas. Bandung: PT Retika Aditama.
Manuaba, I. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk Pendidikan
Bidan.EGC . Jakarta.
Notoatmodjo 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi, Rineka Cipta
Jakarta.
Nur Rosmala, Arifuddin A, Novilia R. ,2016, Analisis faktor risiko kejadian berat badan lahir rendah di RSU Anutapura Palu. Jurnal Preventif,; 7(1):1-64. Pantiawati,2010, Bayi dengan BBLR, Nuha Medika,Yogyakarta
Proverawati, Atikah. (2010). Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika. Rahardjo, Bambang. (2011). Hubungan Antara Usia Ibu Dan Paritas Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di
RSU Dr. Saiful Anwar Malang.
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn1 2012010/article/view/1197/ 1250. Walyani, S. E. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta: Pustaka Baru
|
d7a6f7bf-11c2-4fff-83f3-c46d3ee340cd | https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/jhk/article/download/2918/1932 |
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
Volume : 19, Nomor : 3 ISSN Online : 2613-9340 ISSN Offline : 1412-1255
Tanggung Jawab Hukum PT. Grab Indonesia Cabang Medan Dalam Pengangkutan Barang (grab express) Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Di Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara)
oleh: Melati Prana Rossi.S [email protected]
## Abstrak
Seiring berkembangnya teknologi, komunikasi dan informasi pada masa ini mendorong masyarakat untuk berkembang, baik dari sisi sosial maupun non sosial. saat ini, terdapat transportasi yang dapat dipesan dan dibayar secara sistem daring. Sistem daring (online). Salah satu jenis transportasi yang menggunakan sistem daring ini adalah Uber , Go-jek , dan Grab. Grab adalah perusahaan dari Malaysia, yang beroperasi di Indonesia yang bergerak di bidang pemasaran teknologi aplikasi yang bekerja sama dengan perusahaan rental mobil. Grab melakukan penawaran yang menawarkan berbasis aplikasi mobile . Aplikasi Uber dapat diunduh pada smartphone pengguna jasa. Tujuan penelitian adalah mengetahui dan menganalisis tentang tanggung jawab hukum terhadap konsumen jika barang yang dikirimkan mengalami kerusakan, dan menganalisis apa saja kendala yang dihadapi konsumen kepada driver jika barang yang dikirimkan mengalami kerusakan.
Ketentuan hukum dalam tanggung jawab PT. Grab Indonesia merupakan perusahaan dimana kegiatannya menggunakan teknologi aplikasi sebagai alat transaksi untuk memberikan akses mudah bagi konsumen untuk memesan barang dan terdapat kendala apa saja yang dihadapi konsumen terhadap driver Grab indonesia cabang
Medan. PT. Grab Indonesia
menerapkan 2 (dua) bentuk sistem perjanjian kemitraan, yaitu: sistem perjanjian kemitraan tertulis yang dilakukan ketika Mitra atau pengemudi mendaftar pertama kali di kantor cabang PT. Grab Indonesia dan yang kedua secara elektronik, Perjanjian Kerjasama Kemitraan tertulis surat antara mitra atau pengemudi dengan PT. Grab Indonesia dapat diketahui tentang hak dan kewajiban antara mitra/ pengemudi dan PT. Grab .
Kata Kunci : Tanggung Jawab, PT. Grab Indonesia, Pengangkutan
Barang (Grab
Express)
## Abstract
At this time, communication and information encourage people to develop, both socially and non-socially along with the development of technology. Currently, there are transportations that can be booked and paid for online system. One type of transportation that uses this online system is Uber, Go-jek, and Grab. Grab is a Malaysian company, which operates in Indonesia which is engaged in the application of technology marketing in cooperation with the car rental company. Grab is doing deals that offer based on mobile applications. Uber application can be downloaded on service user smartphones. The purpose of this research is to find out and analyze the legal liability to consumers if the goods sent are damaged, and analyze what are the obstacles faced by the consumers to the driver if the goods sent are damaged..
Legal provisions in the liability of PT. Grab Indonesia, it is a company where its activities use application technology as a transaction tool to provide easy access for consumers to order goods and there are any obstacles faced by the consumers against Medan branch Indonesian Grab drivers. PT. Grab Indonesia applies 2 (two) forms of partnership agreement system, namely: a written partnership agreement system that is implemented when a Partner or driver registers for the first time at the branch office of PT. Grab Indonesia and the second, it can be done electronically. Partnership Cooperation Agreement in a written letter between partners or drivers with PT. Grab Indonesia can be known about the rights and obligations between partners / drivers and PT. Grab.
Keywords : Liability, PT. Grab Indonesia, Freightage (Grab Express)
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
I. Pendahuluan A. Latar Belakang Seiring berkembangnya teknologi, komunikasi dan informasi pada masa ini mendorong masyarakat untuk berkembang, baik dari sisi sosial maupun non sosial. ditambah sifat manusia modern terjangkiti oleh penyakit hedonisme yang tidak pernah puas dengan kebutuhan materi. 1
Transportasi merupakan bagian penting dalam hidup masyarakat Transportasi berasal dari kata Latin yaitu transportare , di mana trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Pengertian Transportasi berarti mengangkut atau membawa (sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat lainnya. Hal ini berarti transportasi merupakan suatu jasa yang diberikan, guna menolong orang dan barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lainnya.Transportasi dapat diberi definisi sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya. 2
Transportasi semakin berkembang mengikuti perkembangan zaman. Pada zaman dahulu transportasi dapat berupa sepeda, sepeda motor, becak, dan lain-lain. di dalam perkembangannya, transportasi telah mengalami perubahan yang semakin modern maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan ketersediaan jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan
1 Absori, Deklarasi Pembangunan Berkelanjutan dan Implikasinya di Indonesia, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9, No.1, Maret 2006:39-52 diakses tanggal 28 Agustus 2019 pukul10.30 wib.
2 Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi Karakteristik, Teori dan Kebijakan , Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal.13.
yang tertib, nyaman, cepat, lancar dan berbiaya murah. 3 Indonesia sendiri transportasi memegang peranan
penting dalam pembangunan ekonomi misalnya meningkatkan pendapatan nasional dan menciptakan serta memelihara kesempatan kerja bagi masyarakat dan masyarakat memerlukan transportasi untuk melakukan perpindahan orang atau barang dari satu tempat ketempat yang lain dengan menggunakan kendaraan. 4 Alat transportasi di Indonesia meliputi transportasi darat, laut, dan udara, 5 sedangkan alat Transportasi darat seperti sepeda motor atau yang lebih dikenal dalam masyarakat adalah ojek.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Ojek adalah sepeda atau sepeda motor yang ditambangkan
dengan cara memboncengkan penumpang atau penyewanya untuk memperoleh (tambahan) nafkah. 6 Dalam Kamus Bahasa Inggris
penyewaan sepeda motor berarti motorcyle rental 7 , yang artinya sebagai alat transportasi. Dalam waktu singkat, layanan ojek online ini berhasil menjaring ribuan tenaga kerja di Indonesia untuk menjadi pengemudi ojek ( driver ) dan mendapatkan pasar yang begitu luas dalam mengembangkan usahanya.
Pasal 34 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia yang berbunyi, “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”, maka
3 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga , Citra Aditya Bakti, Bandung,1998, hal.7.
4 Abbas Salim, Manajemen Transportasi , PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal.45.
5 Sri Rejeki Hartono,1980. Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat . Penerbit Undip,hal.8.
6 Ana Retnoningsih dan Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Widya Karya, Semarang, 2011, hal.342.
7 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007, hal.478.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
transportasi sangat berpotensi menjaga, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan, serta mempelancar hubungan antara satu pulau dengan pulau lainnya ataupun antar negara di Indonesia.
Pada perkembangan saat ini, terdapat transportasi yang dapat dipesan dan dibayar secara sistem daring . Sistem daring (online). 8
Salah satu jenis transportasi yang menggunakan sistem daring ini adalah Uber , Go-jek , dan Grab.
Berdasarkan kemajuan dari masyarakat kita melihat kehadiran grab sebagai salah satu angkutan yang digunakan dengan aplikasi yang telah disediakan perusahaan, akan tetapi realitanya Plat BK yang ditemukan berbeda dengan apa yang ditemukan oleh konsumen.
Grab adalah perusahaan dari Malaysia, yang beroperasi di Indonesia yang bergerak di bidang pemasaran teknologi aplikasi yang bekerja sama dengan perusahaan rental mobil. Grab melakukan penawaran yang menawarkan berbasis aplikasi mobile . Aplikasi
Uber dapat diunduh pada smartphone pengguna jasa.
Grab merupakan aplikasi interaktif di Malaysia, yang dapat digunakan dengan mudah via komputer atau smartphone yang menjadi mediasi untuk mempertemukan kebutuhan penumpang sebagai pengguna jasa dengan supir dan mobil sebagai penyedia jasa transportasi. Adapun cara pembayarannya menggunakan sistem Ovo .
Di Indonesia
Perusahaan Grab merupakan jasa transportasi darat yaitu Taksi. Grab adalah taksi yang memakai aplikasi mobile
8 Menurut Ashadi Siregar pengertian media online adalah penyebutan umum kepada media berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputer dan internet). Media online ini termasuk website, radio-online, pers online, dan e-commerce.(dalam Kurniawan, 2005, hal.20.)
dengan menggunakan mobil yang berplat warna hitam. Grab telah beroperasi di Indonesia sejak tahun
2015 hadir
sebagai Social enterpreneurship inovatif untuk mendorong perubahan sektor transportasi informal agar dapat beroperasi secara profesional. Grab menawarkan kenyamanan taksi dengan harga rendah dan cukup bersaing dibandingkan dengan taksi resmi lainnya sehingga Uber mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat cepat di tanah air maupun manca negara. Layanan Grab ditujukan untuk memberikan alternatif berkendara bagi para pengemudi dan penumpang yang menekankan pada kecepatan, keselamatan, dan kepastian. Adapun beberapa layanan Grab meliputi:
1. Grab bike dengan menggunakan layanan ini dapat memesan ojek untuk mengantar satu orang dari satu tempat ke tempat tujuan.
2. Grab taxi Layanan yang membantu mendapatkan layanan taksi yang cepat.
3. Grab Express Layanan kurir secara kilat menggunakan Grab bike .
4. Grab Food Layanan yang membantu membelikan makanan dengan cepat.
5. Grab Hitch Bike Merupakan produk layanan tebengan dengan sepeda motor dari Grab
Indonesia dengan harga terjangkau sambil mengurangi polusi. Grab Hitch akan mencari pengemudi dan dicocokkan dengan calon penumpang dengan arah/rute yang sama. Pembayarannya sendiri untuk layanan ini hanya separuh harga dari layanan Grab Bike.
6. Grab Parcel Merupakan layanan kurir yang lebih kompleks dari Grab Express dengan maksimum pengiriman yang lebih besar
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
namun belum menjangkau ke seluruh kota di Indonesia. 9
Adapun logo Grab yang dapat kita lihat sebagai berikut: 10
Gambar Logo Grab Indonesia Identitas merek baru mewakili aplikasi layanan Grab yang sedang tumbuh untuk melayani industri transportasi secara menyeluruh, selain itu, pergantian nama dan logo pada tanggal 28 Januari 2016 menekankan komitmen Grab yaitu menyediakan kebebasan untuk mencapai tempat yang aman dan nyaman, kebebasan memilih moda transportasi terbaik, dan kebebasan untuk meraih kehidupan yang layak. Dua garis pada logo baru tersebut terinspirasi dari jalan raya dan mewakili jalan dengan segala kemungkinan yang tak berujung. 11 Berdasarkan website
wikipedia pembagian penghasilan untuk pengendara yang disebut biker Grab adalah 20 % (dua puluh persen) dan 80 % (delapan puluh persen) untuk perusahaan Grab , sedangkan untuk anggotanya sudah mencapai angka sekitar 1000-an. 12
Angkutan Grab mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Efisiensi dalam hal waktu, cara pemesanan, mampu melayani pada saat diperlukan, daya jelajahnya cukup tinggi.
9 http://www.wikipedia.com diakses pada tanggal 2 Juli 2019 pukul 20.15 wib.
10 http;//sumberGrabindonesia ,2016 diakses pada tanggal 03 Juli 2019 pukul 08.56 wib.
11 www.sumber.com, diakses pada tanggal 03 Juli 2019 pukul 09.02 wib.
12 http://www.wikipedia.com, diakses pada tanggal 2 Juli 2019 pukul 20.15 wib.
b. Memiliki ciri khas tersendiri yaitu menggunakan atribut berupa helm dan jaket berwarna hijau dengan logo Grab.
Adapun persoalan hukum yang timbul terkait kehadiran Grab , diantaranya mengenai keabsahan atau legalitas perihal hubungan hukum yang terjadi antara driver Grab (pengangkut) dengan penumpang Grab dan Mengenai status hubungan hukum antara driver Grab dengan PT. Grab Indonesia selaku pelaku usaha yang menjalin kemitraan,yang dapat dikaji dengan menggunakan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas, Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen.
Masalah seputar Grab menarik untuk dibahas karena permasalahan mengenai bentuk perjanjian antara perusahaan Grab , dan Driver , adalah hal yang perlu dikaji. Hal ini terkait masalah pertanggungjawaban khususnya jika merugikan Pengguna Jasa atau Konsumen. dari judul penelitian ini dalam rangka menyelesaikan Program Studi S2 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), yaitu: “Tanggung Jawab Hukum PT.
Grab Indonesia Cabang Medan Dalam Pengangkutan Barang ( Grab Express )
Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tent ang Perlindungan Konsumen”.
## B. Permasalahan
Permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apa saja kendala yang dihadapi Konsumen kepada Driver Grab Indonesia dalam
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
pengangkutan barang jika barang yang dikirimkan mengalami kerusakan ?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Hukum PT. Grab Indonesia Cabang Medan dalam Pengangkutan Barang ( Grab Express ) ditinjau dari Undang-Undang 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ?
## C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan mengenai apa yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah tertentu”. 13 Maksudnya untuk menggambarkan permasalahan yang berkaitan dengan syarat-syarat dan perjanjian kerja antara driver dengan PT. Grab Indonesia Penelitian ini di tujukan untuk mendapatkan petunjuk atau saran terhadap hal –hal yang harus di lakukan untuk mengatasi permasalahan –permasalahan dalam perjanjian kerja tersebut.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan Wawancara terhadap Driver Grab adalah sebagai pelengkap data. Menurut Soerjono Soekanto penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan- peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 14 .
13 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum , Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hal. 35.
14 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hal.13-14.
II. Pembahasan A. Kendala Yang Dihadapi Konsumen Kepada Driver Grab Indonesia Dalam Pengangkutan Barang Jika Barang Yang Dikirimkan Mengalami Kerusakan.
Sebelum membahas apa saja kendala yang dihadapi konsumen kepada driver Grab Indonesia Cabang Medan dalam pengangkutan barang jika barang yang dikirimkan mengalami kerusakan terlebih dahulu dalam penelitian membahas Mengenai tanggung jawab hukum apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang dalam penyelenggaraan pengangkutan barang menggunakan sepeda motor pada aplikasi grab express dalam aplikasi grab ini, akan dibahas siapa pihak yang bertanggung jawab dan berupa apa tanggung jawab tersebut apabila terjadi kerugian berupa kerusakan atau kehilangan barang.
Melalui website resmi dari PT. Grab Indonesia menyatakan bahwa PT. Grab Indonesia adalah suatu perusaan teknologi dan bukanlah merupakan perusahaan transportasi. PT. Grab Indonesia tidak mempekerjakan penyedia layanan transportasi atau kurir sehingga tidak memberikan tanggung jawab atas setiap perbuatan dan/atau kelalaian penyedia layanan. Penyedia yang dimaksud disini adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan jasa layanan dan selanjutnya bekerja sama dengan PT. Grab Indonesia. 15
Penyedia layanan misalnya pengemudi ojek atau yang kerap disebut driver grab . Dengan kata lain PT. Grab Indonesia merupakan perusahaan jasa yang berbasis teknologi aplikasi online yang berfungsi untuk
15 Dikutip dari https://www.grab.com/terms, yang diakses tanggal 5 September 2019 pukul 09.00 WIB.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
mempertemukan orang sebagai pembeli dan penjual.
Dalam hal ketika barang yang diangkut mengalami kerusakan, hilang atau musnah, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga telah mengaturnya dalam Pasal 193 Ayat (1), yakn i “Perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim barang karena barang musnah, hilang, atau rusak akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali terbukti bahwa musnah, hilang, atau rusaknya barang disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau kesalahan pengiriman”. Begitu juga ketika terjadi kerugian bagi konsumen, maka yang seharusnya bertanggung jawab adalah mitra PT. Grab Indonesia sebagai pihak yang melaksanakan kegiatan pengangkutan, namun tidak demikian, melainkan pihak manajemen PT. Grab Indonesia yang akan bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan nominal sesuai dengan kesepakatan pihak perusahaan dengan konsumen. 16
Ada 2 (dua) kemungkinan yang akan terjadi apabila barang yang dikirim tidak selamat, yaitu barang tersebut hilang atau rusak. Barang hilang artinya barang tersebut terbakar, tenggelam, atau dicuri. Sedangkan barang rusak artinya, barang tersebut ada tetapi barang tersebut tidak dapat digunakan sebagai mana mestinya atau tidak berwujud sebagaimana mestinya.
Dua keadaan tersebut menjadi tanggung jawab pengangkut sehingga harus memberikan ganti rugi terhadap barang yang bersangkutan. Tetapi terdapat pengecualian apabila kerugian terjadi dikarenakan sebab- sebab seperti cacat nya barang yang
16 Hasil wawancara dengan Ibu Maria sebagai Customer Service PT. Grab Indonesia cabang Medan.
bersangkutan, karena kesalahan atau kelalain pengirim, dan keadaan memaksa yang menyebabkan barang tersebut hilang atau rusak.
Pengemudi grab sebagai pengangkut dapat dimintai
pertanggung jawaban perseorangan karena pengemudi grab dalam penyelenggaraan
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan Grab Express dalam aplikasi grab tidak dalam naungan perusahaan angkutan umum. 17
Proses penyelenggaraan pengangkutan menggunakan layanan Grab Express adalah berada di darat sebab dilakukan menggunakan sepeda motor sebagai moda pengangkutannya. Pengirimannya juga dilakukan terbatas hanya dalam kota saja. Misalnya untuk pengiriman dalam kota Medan, grab express hanya dapat mengantarkan paket di daerah sekitar kota Medan saja. Hal ini sejalan dengan tujuan dari Grab Express sendiri yakni sebagai layanan kurir instan . Namun, pengiriman yang dilakukan dengan menggunakan Grab Express hanya terbatas pada suatu ruang lingkup wilayah saja. Sehingga kemungkinan terjadinya resiko kerusakan barang pada saat pengiriman tidak dapat dihindari begitu saja. Pelaksanaan pengangkutan barang melalui jalur darat merupakan salah satu penyelenggaraan pengangkutan yang memiliki resiko tinggi.
1. Faktor-faktor yang dihadapi dalam proses pengangkutan menggunakan jalur darat yang dapat menimbulkan resiko.
Kendala yang dialami oleh penyelenggara pengangkutan barang melalui jalur darat. Faktor-faktor yang dihadapi dalam proses pengangkutan menggunakan jalur darat
17 Hasil wawancara dengan bapak alfan Parangin- angin selaku Driver Grab Indonesia Cabang Medan.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
yang dapat menimbulkan risiko adalah sebagai berikut:
a. Faktor alam seperti cuaca yang buruk atau hujan. Dalam keadaan hujan maka jarak pandang dari pengemudi sangat terbatas dan sangat rawan terjadi kecelakaan, tidak jarang proses pengangkutan itu dihentikan dengan
tujuan untuk menjaga keselamatan barang. Upaya yang dapat dilakukan oleh driveradalah menghentikan kegiatan
pengiriman barang untuk sementara waktu sehingga dapat mencegah
terjadinya risiko kecelakaan yang berakibat pada kerusakan barang dan keterlambatan pengiriman.
b. Faktor kondisi lingkungan jalanan yang rusak dan tidak memadai sehingga menyebabkan barang rusak. Keadaan jalan raya yang rusak dapat menjadi faktor rusaknya barang yang diantar. Sebab pada saat drivermelintasi jalanan tersebut, terdapat kemungkinan terjadi guncangan yang memungkinkan membuat barang tersebut rusak.
c. Kecelakaan lalu lintas, hal ini bisa terjadi
karena kondisi dari kelalaian pengemudi itu sendiri dan dari pengemudi lain. Kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang dapat dialami oleh driver dapat menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan barang yang dikirim.
d. Kurang siapnya kondisi armada yang digunakan sebagai alat pengangkut, seperti ban atau rem yang sudah aus atau tipis, lampu depan atau belakang yang mati atau tidak menyala yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan
ehingga menimbulkan keterlambatan ataupun kerusakan barang paket. 18 e. Kurang bagus atau sempurnanya pembungkusan barang atau paket yang berakibat pada kerusakan barang paket.
2. Faktor yang menyebabkan resiko kerusakan pada barang saat proses penyelenggaraan pengiriman berlangsung.
Menurut Caroline Endah Safitri sebagai Pusat Pengaduan dan keluhan Konsumen Menindak lanjuti adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan resiko kerusakan pada barang saat proses penyelenggaraan pengiriman berlangsung, maka upaya yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Demi keselamatan driver dan barang yang dikirim, untuk menghindari faktor cuaca yang buruk ataupun hujan, upaya yang dapat dilakukan oleh driver adalah menghentikan kegiatan pengiriman barang untuk sementara waktu sehingga dapat mencegah terjadinya risiko kecelakaan yang berakibat pada kerusakan barang dan keterlambatan pengiriman.
b. Terkait dengan faktor jalanan yang rusak dan tidak memadai untuk di lewati, driver Grab Express harus lebih berhati hati dalam melajukan kendaraannya. Upaya lain yang dapat diambil adalah dengan menggunakan akses jalan lain yang keadaannya baik dan dapat dilewati sehingga pengiriman barang dapat berjalan aman dan selamat sampai tempat tujuan.
18 Wawancara dengan ibu Caroline Endah Safitri sebagai Pusat Pengaduan dan keluhan Konsumen pada PT. Grab Indonesia Cabang Medan.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
c. Menghindari faktor yang ketiga yakni kecelakaan yang disebabkan oleh driver itu sendiri. Upaya dari Grab Indonesia adalah telah melakukan pelatihan khusus bagi para driver Grab Express dalam proses pengiriman barang agar tetap aman dan selamat pada saat pengiriman barang. Pada website resminya, Grab
Indonesia telah menjelaskan bahwa
setiap driver pada Grab Express dibedakan dengan driverbiasa pada Grab Bike . Para driver Grab Express telah
mendapat pelatihan khusus untuk
mengantarkan barang.
d. Demi meminimalisasi adanya kecelakaan, para driver harus memastikan bahwa armada yang digunakan dalam kondisi baik. Kondisi ban, rem dan juga lampu
pada sepeda motor juga dapat
mempengaruhi keselamatan
dalam
pengiriman barang.
e. Driver wajib memastikan bahwa barang yang dikirim sudah dibungkus dengan baik oleh pengirim. Demi menghindari adanya rusak dan/atau cacat barang pada saat pengiriman, driverdapat meminta pada pengirim untuk melakukan pembungkusan sempurna pada barang.
Sehingga dalam hal tersebut dapat memudahkan pengiriman barang sehingga aman dan selamat sampai tujuan. Meskipun telah dilakukan upaya pencegahan terhadap faktor yang dapat membuat barang tersebut tidak aman, akan selalu ada celah terhadap kerugian yang dialami pengirim dan/atau penerima selaku konsumen.
3. Barang yang tidak dapat dikirimkan melalui Grab Express
Adapun ketentuan barang yang tidak dapat dikirimkan melalui grab express yaitu:
a. Hewan Ternak dan Stok Darah.
b. Amunisi, petasan, korek api, bensin dalam jumlah besar atau bahan peledak lainnya dan/atau bahan yang mudah terbakar dalam jumlah besar.
c. Uang kertas, wesel, cek berjalan, dan sejenisnya.
d. Hewan hidup kecuali lebah, lintah, ulat sutra, parasit, serangga, dan serangga pengusir serangga perusak yang dikirim oleh badan yang diakui secara resmi.
e. Senjata, perlengkapan militer dan suku cadang.
f. Opium morfin, kokain dan obat-obatan terlarang lainnya.
g. Minuman beralkohol.
h. Emas, Berlian dan Bahan Berharga. 19
Grab hanya akan menerima klaim atas kerusakan barang 7x24 (tujuh kali dua puluh empat) jam setelah barang diterima. Sedangkan untuk barang yang hilang, Grab hanya akan menerima klaim 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal pengiriman.
Kerugian yang dialami oleh konsumen akibat pengiriman yang kurang hati-hati dan aman akan mengakibatkan barang tidak selamat.Tentunya hal ini dapat menimbulkan tuntutan pengirim kepada Grab
Indonesia karena tidak menyelenggarakan proses pengangkutan dengan aman dan selamat. Sebab pada saat driver Grab Express telah menerima barang dari pengirim, maka pada saat itu driver Grab Express bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pengangkutan
19 https://help.grab.com/passenger/id-id/
diakses pada tanggal 21 November 2019 pukul 13.30 wib.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
untuk dikirim ke tempat tujuan dengan selamat Artinya pihak Grab Indonesia yang diwakili oleh driver Grab Express
bertanggung jawab mulai sejak diterimanya
barang hingga saat barang tersebut diserahkan ditangan penerima.
4. Informasi mengenai klaim ganti rugi untuk jasa pengiriman Grab
Adapun informasi mengenai klaim
ganti rugi untuk jasa pengiriman Grab adalah sebagai berikut:
a. Grab Instant Delivery menyediakan opsi asuransi atas kehilangan/kerusakan
produk dalam proses pengiriman
dengan nilai tanggungan sebesar harga produk, selama produk tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan.
Nominal maksimal penggantian adalah Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
b. Grab Same Day Delivery menyediakan opsi asuransi atas kehilangan produk dalam proses pengiriman dengan nilai tanggungan sebesar harga produk, selama produk tersebut sesuai dengan informasi yang diberikan. Nominal penggantian akan dihitung berdasarkan struk pembelian dan/atau mengacu kepada nilai wajar harga produk. Pengiriman yang tidak diasuransikan hanya mendapatkan penggantian setinggi-tingginya 10 (sepulu) kali biaya kirim atau maksimal nilai wajar harga produk dengan membandingkan mana yang lebih rendah.
c. Grab berhak menolak barang yang tidak diasuransikan.
d. Jenis barang yang tidak dapat
diasuransikan:
1) Perhiasan berharga dan batu mulia.
2) Makanan dan minuman yang mudah rusak atau perlu penanganan khusus.
3) Obat-obatan, alkohol, dan narkotika.
4) Surat-surat berharga.
5) Barang-barang yang termasuk kedalam kategori larangan kiriman. 20
5. Y ang Bukan Menjadi Tanggung Jawab Grab
Untuk Memberikan Ganti Kerugian Pihak Grab tidak bertanggung
jawab dan tidak memberikan penggantian atas hal-hal sebagai berikut:
a. Bila isi kiriman tidak sesuai dengan keterangan pengakuan isi kiriman.
b. Resiko teknis apapun yang terjadi selama pengiriman yang menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsi, baik yang menyangkut mesin atau sejenisnya ataupun barang barang elektronik lainnya seperti TV, radiotape, komputer, handphone, tablet dan barang lain yang sejenis.
c. Barang-barang kebutuhan untuk pengobatan/medis.
d. Kerugian non material bila terjadi kesalahan teknis pelayanan pengiriman barang.
e. Kerugian tidak langsung yang disebabkan oleh kerusakan atau kehilangan barang dalam proses pengiriman. f. Kebocoran, kerusakan atau pembusukan akibat kemasan/pembungkus (packing) yang kurang baik.
g. Kerugian/kerusakan dari perbuatan yang disengaja (willfull act) , termasuk penggelapan.
h. Kerugian/kerusakan akibat sifat alamiah dari barang itu sendiri, termasuk bunga,
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
tanaman, makanan basah, dry ice , dan barang-barang yang memerlukan suhu terjaga.
i. Kerugian/kerusakan yang disebabkan oleh penahanan dan penyitaan atau pemusnahan terhadap suatu jenis barang kiriman yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang berwenang seperti Bea Cukai, Karantina, Kejaksaan dan instansi instansi lainnya baik dalam wilayah hukum Indonesia maupun negara tujuan. Denda, kehilangan, kerusakan Kiriman selama
berada dalam Penahana/Penyitaan menjadi tanggung jawab pengirim. j. Kerugian/kerusakan akibat keterlambatan alat angkut. 21 Dalam semua tuntutan
penggantian atas klaim yang diajukan wajib melampirkan Surat pernyataan klaim berikut perincian barang yang rusak atau hilang dengan menyebutkan nomor resi dari kiriman tersebut, Fotokopi KTP pengirim (untuk pengiriman atas nama pribadi), Foto barang yang rusak.
Apabila dalam pengangkutan barang tersebut berjalan tidak aman dan selamat, maka hal ini juga menjadi tanggung jawab pengangkut. Dimana dalam hal ini pengangkut adalah Grab Indonesia yang diwakili oleh driver Grab Express .
6. Layanan Grab Express Yang Mengatur Hal Penting Dalam Pengiriman
Menurut panduan resmi penggunaan layanan Grab Express yang dapat diakses
melalui situs resmi Grab Indonesia,
21 www.callcentergrab.com , diakes pada tanggal 21 November 2019 Pukul 13.30 wib.
didalamnya mengatur terkait beberapa hal penting dalam pengiriman, yakni sebagai berikut:
a. Pengiriman dengan motor menggunakan
tas kanvas. Seperti pada proses pengiriman paket secara konvensional,
Grab Express juga menerapkan penggunaan tas kanvas sebagai tempat menyimpan objek pengiriman. Tujuan utama dengan digunakannya tas kanvas ini adalah agar barang yang dikirim dapat tiba ditempat tujuan dengan aman dan selamat.
Adapun apabila tidak
menggunakan tas kanvas, driver diwajibkan untuk mengikat barang dengan tali pengait motor. Hal ini sesuai dengan kewajiban pengangkut
sebagaimana yang telah banyak
dijelaskan bahwa berkewajiban untuk memastikan barang disimpan dan dikirim ke tempat tujuan dengan kondisi aman dan selamat.
b. Jenis barang yang dapat dikirimkan dengan Grab Express
Berbeda dengan pengiriman paket konvensional yang memperbolehkan konsumen untuk
mengirimkan barang apa saja selama tidak melanggar ketentuan hukum, Grab Express memberi batasan terkait barang apa saja yang dapat dikirim. Pada dasarnya Grab Express digunakan untuk melakukan pengiriman barang kilat dalam satu area yang meliputi dokumen dan barang. Pada pengiriman barang sendiri ada beberapa jenis barang yang dapat dikirimkan menggunakan Grab Express yaitu paket dengan ukuran sedang, karangan bunga, jas hujan, makanan kering yang terbungkus rapi,
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
barang belanjaan dan juga baju. Grab Indonesia juga memiliki jenis barang yang disarankan untuk tidak dikirimkan dengan menggunakan layanan ini yaitu hewan hidup, perhiasan, senjata tajam, uang, surat berharga, narkotika dan barang-barang yang dilarang oleh
hukum.
c. Ukuran barang yang dapat dikirim Dalam praktiknya Grab Indonesia
memiliki ketentuan bahwa paket yang dikirimkan berbobot tidak lebih dari lima kilogram atau maksimal berat paket lima kilogram. Selain itu ketentuan ukuran pada paket yang dikirimadalah dengan dimensi ukuran panjang maksimal 25 sentimeter, lebar maksimal 32 cm (tiga puluh dua sentimeter) dan tinggi maksimal 12 cm (dua belas sentimeter). Pemberlakuan pembatasan ukuran paket
oleh Grab Indonesia yang dikirim sejalan dengan ketentuan hukum terkait penggunaan sepeda motor sebagai moda pengangkutan barang. Sebelumnya telah dibahas bahwa menurut Pasal 10 Ayat 4 PP 74 tahun 2014, pengiriman barang menggunakan sepeda motor tidak dilarang namun tetap harus memperhatikan beberapa hal yaitu muatan memiliki lebar tidak melebihi setang kemudi, tinggi muatan tidak melebihi 900 mm (Sembilan ratus milimeter) dari atas duduk pengemudi, barang muatan ditempatkan di belakang pengemudi d. Pertanggungan asuransi pada setiap barang yang dikirimkan
Sebagaimana yang telah ditulis di dalam situs resmi Grab Indonesia, konsumen
tidak perlu khawatir barang akan
mengalami kerusakan. Pihak Grab Indonesia telah menjamin bahwa pada setiap pengiriman barang menggunakan Grab Express mendapatkan jaminan asuransi hingga sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Pemberian jaminan ini adalah sebagai wujud bentuk
perlindungan bagi konsumen. 22 Ketentuan dalam penyelenggaraan
Grab Express yang telah diatur pada situs resmi Grab Indonesia, driver memiliki hak untuk membuka dan memeriksa paket barang tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya kepada konsumen. Sehingga paket yang mungkin berisi barang yang dilarang oleh ketentuan pengiriman dan dengan ini memiliki hak untuk menolak penerimaan dan pengiriman paket barang apa punyang mana dalam pendapatnya tidak dapat dikirimkan dengan aman atau tidak melanggar hukum. 23
Grab Express tidak menerima pengiriman barang pecah-belah yang tidak dikemas dengan baik, makanan maupun minuman yang membutuhkan pendingin ataupun penanganan khusus, minuman beralkohol, obat-obatan, perhiasan, uang tunai ataupun benda lain yang dilarang oleh ketentuan undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia. 24
Berbeda dengan penyedia layanan angkutan berbasis aplikasi lainnya yang menjadi pesaing dari Grab Indonesia yaitu Go-Jek . Go- Jek juga memiliki layanan pengiriman paket kilat yang memiliki konsep layaknya Grab Express , bernama Go-Send .
22 Ketentuan Umum Penyelenggaran Grab Express pada tanggal 05 september 2019
23 ibid 24 Dikutip dari situs resmi Grab Indonesia, http://www.grab.com/id/ pada tanggal 05 September 2019 Pukul 10.22 wib.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
Pada layanan ini, pengiriman dilakukan dengan driver gojek driver biasa yang telah terdaftar pada PT Go-Jek Indonesia dapat melakukan layanan Go-jek dan juga Go-Send .
Pada Go-Send , para driver tidak mendapat pelatihan khusus untuk melakukan pengantaran barang yang akan dikirim. Semua driver dianggap sama dan dapat melakukan semua layanan yang ada menggunakan sepeda motor. Untuk pengiriman, pada praktiknya, Go-Send tidak difasilitasi oleh tas kanvas ataupun tali pengait seperti yang berlaku pada Grab Express . Sehingga pada pengiriman barang menggunakan layanan Go-Send memiliki resiko terjadinya kerusakan barang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan Grab Express .
Berdasarkan hal ini, yang menjadi fokus utama adalah adanya resiko yang tidak pasti dalam penyelenggaraan pengiriman barang tersebut. Resiko yang dapat terjadi seperti barang tersebut hilang dan/atau rusak. Untuk itu, diperlukan lembaga yang mampu menanggung sebagian dari resiko yang mungkin dialami oleh setiap orang. 25 Pada hal ini lembaga yang cocok dan diperlukan adalah asuransi.
Adanya berbagai faktor yang memicu terjadinya permasalahan pada pengiriman barang, membuat Grab Indonesia wajib memberikan sebuah perlindungan kepada para konsumennya yakni pengirim barang. Sesuai dengan amanat Pasal 188 dan Pasal 189 UULLAJ 26 , maka perlindungan yang diberikan
25 Hilda Yunita Sabrie dan Rizky Amalia, ‘ Karakteristik Hubungan Hukum Dalam Asuransi Jasa raharja Terhadap Klaim Korban Kecelakaan Angkutan Umum’ , Yuridika, Vol. 30, No.3, 2015, hal.389. 26 Lihat Pasal 188 Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu: Perusahaan Angkutan Umum wajib mengganti kerugian yang diderita oleh Penumpang atau pengirim barang karena lalai dalam melaksanakan pelayanan angkutan. Lihat Pasal 189 Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu: Perusahaan Angkutan Umum
Grab Indonesia kepada konsumen Grab Express adalah memberikan asuransi terhadap barang yang dikirimkan.
Dilansir pada website resmi Grab Indonesia pada penjelasan layanan Grab Express , menyatakan bahwa seluruh
pengiriman paket melalui Grab Express diasuransikan hingga Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Kelebihan yang dimiliki oleh Grab Indonesia adalah dalam setiap pengiriman paket dengan menggunakan Grab Express pengirim tidak perlu menambah biaya penjaminan asuransi.
Biasanya pada ekspedisi
konvensional, pengirim paket yang ingin menggunakan layanan asuransi sebagai proteksi terhadap barang diwajibkan untuk membayar biaya tambahan diluar biaya pengiriman yang disebut premi asuransi. Prinsip asuransi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 246 KUHD yaitu,
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanyakarena suatu perist iwa yang tak tentu”.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut UU Perasuransian) pada Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi
wajib mengasuransikan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung
jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau
pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Melihat definisi diatas bahwa tujuan utama dari diadakannya suatu asuransi adalah untuk mengalihkan resiko dari tertanggung yang mempunyai kepentingan terhadap objek
asuransi kepada penanggung yang timbul sebagai akibat adanya ancaman bahaya resiko.
Pada
setiap dilaksanakannya penutupan asuransi pasti terdapat perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi ini dibuat oleh para pihak yakni penanggung dan tertanggung. Penanggung adalah pihak yang mengambil alih risiko pihak lain dengan memberikan kompensasi ataupun ganti rugi kepada tertanggung atau si penderita kerugian. Sedangkan tertanggung adalah pihak yang berhak mendapat kompensasi akibat adanya kerugian yang diderita dan ganti rugi tersebut diberikan oleh si penanggung. Bila dikaitkan dengan penyelenggaraan pengiriman barang menggunakan Grab Express , asuransi yang diberikan juga harus memperhatikan prinsip- prinsip dalam hukum asuransi.
7. Kepuasan pelanggan/konsumen PT. Grab
Indonesia Cabang Medan.
Adapun mengenai kepuasan pelanggan PT. Grab Indonesia Cabang Medan yaitu : a. Kesesuian harapan
Merupakan tingkat kesesuaian antara kinerja produk yang diharapkan oleh pelanggan dengan yang dirasakan oleh pelanggan, meliputi:
1) Produk yang diperoleh sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
2) Pelayanan oleh driver yang diperoleh sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
3) Fasilitas penunjang yang didapat sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan.
b. Minat menggunakan kembali
Merupakan kesediaan pelanggan untuk menggunakan kembali atau melakukan pembelian ulang terhadap produk yang terkait, yaitu:
1) Berminat untuk menggunakan kembali karena pelayanan yang diberikan driver memuaskan.
2) Berminat untuk menggunakan kembali karena nilai dan manfaat yang diperoleh setelah mengkonsumsi produk.
3) Berminat untuk menggunakan kembali karena fasilitas penunjang yang
disediakan memadai. c. Kesediaan merekomendasikan
Merupakan kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan produk yang telah dirasakannya kepada teman atau keluarga meliputi:
1) Menyarankan teman atau kerabat untuk membeli produk yang ditawarkan karena pelayanan yang memuaskan.
Menyarankan teman atau kerabat untuk membeli produk yang ditawarkan karena nilai
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
atau manfaat yang didapat setelah
mengkonsumsi sebuah produk jasa. 27 B. Tanggung Jawab Hukum PT. Grab Indonesia Cabang Medan Dalam Pengangkutan Barang ( Grab Express ) Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
## Konsumen
Tanggung jawab pelaku usaha timbul karena adanya hubungan antara produsen dengan konsumen tetapi terdapat tanggung jawab masing-masing. Atas dasar keterkaitan yang berbeda maka pelaku usaha melakukan kontak dengan konsumen dengan tujuan tertentu yaitu mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan peningkatan
produktifitas dan efisiensi. Sedangkan konsumen hubungannya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan hidup. Maka dalam hal tersebut diatas pelaku usaha dapat dikenakan pertanggung jawaban apabila barang-barang yang dibeli oleh konsumen terdapat: 1) Konsumen menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang/jasa yang diproduksi produsen.
2) Produk cacat dan berbahaya dalam pemakaian secara normal.
3) Bahaya terjadi karena tidak diketahui sebelumnya. 28
Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam perbuatan melanggar hukum ( tort liability ) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu:
a) Tanggung jawab akibat perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan dengan
27 Data Responden Masyarakat Medan yang menggunakan jasa transportasi Online Grab Indonesia.
28 http://blogspot.com/2008/06/perbandinganprinsipp ertanggungjawaban.html. diakses pada tanggal 18 September 2019 pukul 09.40 Wib.
sengaja ( intertional tort liability ), tergugat harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan
kerugian. b) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian ( negligence tort lilability ),
didasarkan pada konsep kesalahan ( concept of fault )yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur ( interminglend ).
c) Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan ( stirck liability ),didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat perbuatannya. 29
PT. Grab Indonesia
sebagai
perusahaan penyedia aplikasi jelas memiliki perbedaan dengan perusahaan trasnportasi umum/konvensional. Begitupun dengan tanggung jawab yang dimilikinya, dimana PT.
Grab Indonesia hanya bertanggung jawab pada penggunaan teknologi aplikasi yang disediakannya, contohnya tanggung jawab atas data dan informasi pribadi konsumen yang menggunakan aplikasi tersebut, bukan pada penyelenggaraan angkutan umumnya.
Apabila PT. Grab Indonesia bermitra dengan perusahaan angkutan umum, maka dari perspektif Hukum Perlindungan Konsumen, dalam skema kegiatan jual beli barang atau jasa melalui teknologi aplikasi dengan sistem elektronik, tanggung jawab pelaku usaha dapat diklasifikasikan menjadi:
29 Abdulkadir Muhammad, Op.cit , hal. 503.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
(1) Tanggung jawab pelaku usaha penyedia barang/jasa
(2) Tanggung jawab pelaku usaha teknologi aplikasi yang menghubungkan kegiatan jual beli tersebut.
Pertanggung jawaban Pengangkut dalam Proses Pengiriman Barang
menggunakan layanan Grab Express Segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh manusia pastilah memiliki resiko. Termasuk juga pada pengiriman barang menggunakan Grab Express . resiko tersebut tidak bisa diketahui
dengan pasti
waktu terjadinya. Pada penyelenggaraan pengiriman barang Grab Express misalnya, para pihak tidak akan mengetahui bahaya atau resiko yang akan terjadi sehingga memiliki dampak pada pengiriman barang tersebut contohnya barang yang dikirim rusak.
Sedangkan untuk pelaku usaha teknologi aplikasi, kewajibannya sebagai pelaku usaha yang terkait dengan perlindungan konsumen adalah kewajiban untuk melindungi data pribadi, karena dalam penggunaan teknologi aplikasi konsumen memasukkan data ke dalam sistem elektronik yang digunakan dalam menghubungkan konsumen dengan penyedia barang atau jasa melalui teknologi aplikasi. Perlindungan terhadap data pribadi saat ini diatur secara terbatas dalam Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE).
Tanggung jawab semacam ini juga dikenal dalam Common Law system , apabila
penumpang selaku konsumen ingin
memperoleh ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, maka penumpang wajib
membuktikan kesalahan pengangkut selaku pelaku usaha tersebut.
Grab Express adalah layanan kurir secara kilat, pasti dan aman menggunakan baik Grab Car ataupun Grab Bike yang dapat dipesan melalui aplikasi Grab . 30
Berdasarkan sumber dari Grab pengertian Grab Express adalah adalah layanan kurir ekspres berbasis aplikasi yang menjanjikan kecepatan, kepastian, dan yang paling utama adalah keamanan. 31
Bagi Pengguna aplikasi Grab Adapun Alasan menggunakan Aplikasi Grab Express diantaranya:
a) Pengiriman barang sangat cepat.
b) Pengiriman barang terjamin, lokasi bisa
konsumen lacak dimana keberadaan barang tersebut.
c) Kompetitif dimana barang biaya pengiriman berdasarkan jarak tempuh. 32
Pada aplikasi Grab Adapun cara memesan grab express diantaranya:
1) Buka Aplikasi Grab .
2) Pilih Layanan Grab Express Dan Lokasi Anda Terdeteksi Otomatis.
3) Masukkan Lokasi Pengirim Dan Penerima.
4) Mendapatkan Driver Grab Express .
5) Konfirmasi Driver .
6) Lacak Driver Melalui Aplikasi Grab .
7) Barang Yang Bisa Dikirim Via Grab Express . Proses pengiriman barang menggunakan Grab Express seperti yang sudah
30 https://help.grab.com/driver/id , diakses pada Rabu, 22 Januari 2020, Pukul 11.05 wib.
31 https://www.grab.com/id/express/ , diakses pada tanggal 08 Agustus 2019 pukul 08.26 wib.
32 https://www.grab.com, diakses pada Rabu, 22 Januari 2020 Pukul 11.15 wib.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
diulas diatas, tentunya melibatkan beberapa pihak. Seperti yang dijelaskan diatas, pihak yang dapat diidentifikasi adalah pengirim barang, penerima barang, driver dan Grab Indonesia. Para pihak tersebut tentunya memiliki peran,tugas serta hak dan kewajiban masing-masing, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Grab Indonesia Pada pelaksanaan
pengiriman barang Grab Express , Grab Indonesia berperan sebagai ekspeditor.
2) Driver bertugas untuk mengantarkan paket.
3) Pengirim Barang Kedua pihak ini bertindak selaku konsumen layanan Grab Express .
Sebagai pemakai jasa angkutan. 33
Berdirinya PT. Grab Indonesia ini adalah berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga Grab menjadi perusahaan yang telah berbadan hukum. Tetapi pada kenyataannya, PT. Grab Indonesia terdaftar di Kemenkumham sebagai perusahaan penyedia
jasa aplikasi.
Hubungan hukum antara Grab Indonesia sebagai perusahaan penyedia aplikasi dengan driver sebagai penyedia layanan untuk penumpang sebagai konsumen adalah hubungan kemitraan bukan hubungan kerja. Sedangkan, hubungan antara driver ojek sebagai penyedia layanan dengan penumpang sebagai konsumen merupakan hubungan
hukum. 1) PT. Grab Indonesia berhak atas kerahasiaan yang ada dalam perusahaan dan mitra/ driver wajib untuk menjaga kerahasiaan perusahaan tersebut selama menjadi driver /mitra PT. Grab Indonesia.
2) PT. Grab Indonesia berhak 20% dalam
pembagian keuntungan pada setiap
33 ibid
pembayaran yang dilakukan oleh pengguna jasa/ konsumen kepada mitra/ driver Grab .
Kewajiban PT. Grab . Adalah :
1) PT. Grab Indonesia berkewajiban untuk meminjamkan 2 (dua) buah jaket dan 2 (dua) buah helm Grab.
2) PT. Grab Indonesia berkewajiban untuk memberikan alat kerja kepada Mitra/ driver berupa handphone android yang harus diangsur selama 25 (dua puluh lima) minggu dengan angsuran per-minggu sebanyak Rp20.000,- (dua puluh ribu rupiah).
III. Penutup
## A. Kesimpulan
1. Berdasarkan Kendala yang dihadapi konsumen Apabila barang rusak pada saat dilakukan pengiriman, Grab Indonesia juga telah menyediakan perlindungan bagi konsumennya berupa asuransi di setiap pengiriman barangnya maksimal sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Terdapat beberapa faktor yang menjadi resiko kerusakan pada saat proses penyelenggaraan pengiriman
barang berlangsung diantaranya, faktor cuaca, faktor kondisi jalanan yang rusak, dan faktor kecelakaan yang disebabkan oleh driver itu sendiri.
2. Berdasarkan tanggung jawab PT. Grab Indonesia terhadap Driver dalam Pengiriman dan Pengemasan Barang dalam Grab Express juga menjadi unsur penting untuk meminimalisasi kemungkinan resiko seperti terjadinya kerusakan barang dan pihak yang harus bertanggung jawab apabila terjadi kerugian berupa kerusakan atau kehilangan barang dalam penyelenggaraan
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
pengangkutan barang menggunakan sepeda motor melalui layanan Grab Express dalam aplikasi grab adalah pengangkut/pengemudi. Sedangkan Grab Express bertanggung jawab sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku
## B. Saran
1. Seharusnya Grab Indonesia melalui laman resminya memberikan transparansi terkait besar nominal dan jumlah penggantian ganti rugi kepada konsumennya secara jelas sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan oleh PT. Grab Indonesia.
2. PT. Grab Indonesia yang mempunyai tanggung jawab berupa tanggung jawab terbatas, maka diharapkan pemerintah juga turut memastikan bahwa tanggung jawab perusahaan penyedia layanan ini tidak merugikan pengguna ataupun masyarakat. Harus terdapat regulasi yang jelas dari pemerintah mengenai pemisahan tanggung jawab antara pelaku usaha teknologi berbasis aplikasi online dengan pelaku usaha penyedia barang dan jasa dikarenakan antara pelaku usaha teknologi berbasis aplikasi online dan pelaku usaha penyedia barang dan jasa memiliki tanggung jawab tersendiri. Grab Indonesia sebaiknya memberikan info yang lebih jelas terutama dalam hak-hak terhadap PT. Grab dan
Driver kepada konsumen sehingga termasuk hal-hal yang tidak diinginkan terkait perusahaan asuransi apa yang turut menanggung bila terjadi kerugian pada proses pengiriman barang.
Daftar Bacaan A. Buku
A.Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Achmad Ali, Heryani Wiwie, Asas Hukum Pembuktian Perdata . Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen.
Asrori H Hudi M S, Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, Kreasi Wacana. Yogyakarta, 2010.
Atmadjaja Djoko Imbawani, Hukum Dagang Indonesia. Barkatulah Halim, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoretis dan
Perkembangan Pemikiran , Nusa Media,
Bandung, 2008.
Febrian Shinta, Titik Triwulan, Perlindungan Hukum bagi Pasien, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010.
Hamzah Andi, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, 2005.
Handri Raharho, Hukum Perjanjian di Indonesia,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009.
H S Salim, Perkembangan Teori dalam Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
Harahap M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986,
Hartono Rejeki Sri, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, UNDIP, 1980.
Huijbers Heo, , Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah , Kasius, Yogyakarta, 1982.
Ibrahim Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatiif, Bayumedia Publishing, Malang. Khairandy Rhidwan, Pengantar Hukum Pengangkutan Niaga. Kamaluddin Rustian, Ekonomi Transportasi Karakteristik Teori dan Kebijakan , Ghalia Indonesia, Jakarta2003.
## JURNAL HUKUM KAIDAH
## Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat
Kansil C S T, Modul Hukum Perdata Termasuk
Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta,
Pradnya Paramita, 2006.
--------------------, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1986.
Kelsen Hans, Pengantar Teori Hukum Murni,
Nusa Media, Bandung, 2010 ------------------, sebagaimana diterjemahkan oleh
Somardi, General Theory Of law and State ,Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta 2007.
Koentjarajingrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat/Redaksi Koentjaraningrat,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1997. Muhammad Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2010. ---------------------------------, Hukum Pengangkutan
Niaga Cetakan Ke III, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1998. ---------------------------------, Pengertian Tanggung Jawab Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000.
Mahmud Marzuki Peter, Pengantar Ilmu Hukum,
Kencana, Jakarta, 2008.
Mulhadi, Dasar-Dasar Hukum Asuransi , Jakarta,
Rajawali, 2017.
Mamudji Sri, Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat),: Rajawali Pers, Jakarta 2001.
Notoatmojo Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,
2010. Projodikoro Wirjono, Asas-Asas Hukum Perjanjian, : Sumur, Bandung, 1981, Purwosutjipto H M N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia , Hukum
Pengangkutan, Djambatan. Jakarta, 1991. Retnoningsih Suharso Ana, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Widya Karya,
Semarang, 2011.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2006.
R. Subekti , Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Bandung, 1987.
Salim Abbas, Manajemen Transportasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Shadily Hassan, Echols John M, Kamus Inggris
Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2007.
Soekardono R, Hukum Dagang Indonesia ,: CV
Rajawali, Jakarta, 1981.
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Prenada Media
Prenada Media, Jakarta, 2004. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, : Alfabeta, Bandung, 2017.
Sunggono Bambang, , Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, 2013.
Wiradipradja E.Saefullah, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta:1989. Yuhefizar, Kamus Hukum.
## B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek
|
0156a75e-bc8f-46da-bb7e-ecd0b5af489f | https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika/article/download/6519/6597 |
## PRAKTIK DIGITALPRENEUR INDUSTRI 4.0
(Studi Kasus Digitalpreneur Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Perspektif Pierre Bourdieu)
Moh. Hamzah Fansuri¹, Hisnuddin Lubis² Universitas Trunojoyo Madura [email protected]
## Abstrak
Digitalpreneur merupakan jenis wirausahawan yang menggeluti bisnisnya melalui jaringan internet sebagai tempat jual/beli produk (barang/jasa) berbasis online . Namun pada penelitian ini, fokus pada praktik digitalpreneur mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura dengan melihat model penerapan bisnis yang sedang berjalan dari segi pemarasan (e-marketing) , transaksi pembayaran (emoney/vitual) serta pengiriman tanpa harus bertemu langsung dengan konsumen yang merupakan bentuk produksi dan reproduksi dari praktik kuasa media atas narasi-narasi yang dibangun.Tujuan dari penelitian inimelihat praktik-praktik baru yang lahir dalam proses tersebut yang mampu mengubah kegemaran masyarakat dulu (masyarakat tradisional) dalam berbelanja, terlihat mencolok perubahan pada pola berfikir berbelanja online khususnya pada masyarakat generasi milenial yang memiliki kecenderunagan dengan sesuatu hal yang baru persepektif Pierre Bourdieu.Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Informan dalam penelitian ini dipilih melalui metode penentuan informan secara purposive sampling . Analisis yang digunakan dengan teknik analisis. Sedangkan dalam pemeriksaan keabsahan data menggunakan metode trianggulasi sumber.
Kata Kunci: Digitalpreneur, Pierre Bourdieu, Industri 4.0
## Abstract
Digitalpreneur is one form of an entrepreneur business through an internet network, the network is used by various groups as a place to sell/buy products (goods/services) based online. In this study, the focus of digitalpreneur among the students of University of Trunojoyo Madura, where this business model is classified as easy to run from the perspective of (e-marketing), payment transactions (e- money/virtual) and shipping without having to meet directly with consumers.The purpose of this study is to find out the opportunities of Digitalpreneur for students of University of Trunojoyo Madura in facing the challenges of Industry 4.0 Pierre Bourdieu's perspective by looking at new practices born in the process which able to change the hobby of community (traditional society) in shopping, noticeable changes in patterns think online shopping especially for millennial generations.The method used is qualitative with data collection methods using observation, interviews, and documentation. Informants in this study are selected using purposive sampling. The analysis used by using Miles and Huberman analysis techniques. while in checking the validity of the data using the source triangulation method.
Keywords: Digitalpreneur, Pierre Bourdieu, Industry 4.0
## PENDAHULUAN
Hadirnya teknologi digital di era Industri 4.0 mampu mempengaruhi aspek serta elemen penting dalam masyarakat, salah satunya pada aspek ekonomi. Tidak sedikit para wirausahawanmemanfaatkan peran media sebagai sarana pemasaran dari produk yang ditawarkan. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan keuntungan yang optimal serta menjadikan produk tersebut bisa dikenal oleh masyarakat secara luas (Musahim, 2017: 54). Tak hanya sebatas itu, Industri 4.0 mampu melahirkan jenis pekerjaan barudengan berbasis jaringan internet (digitalpreneur) yang mengalami peningkatan secara cepat serta mampu mengubah beberapa jenis pekerjaan menjadi bentuk model baru dengan menggunakan jaringan internet. Selain itu, hadirmya Industri 4.0 mampu menggantikan Industri 3.0 yang dulunya hanya fokus dalam memberikan kemudahan pada sistem informasi dan
komunikasi namun seiring
berkembangnya jaman, kini mengalami perubahan dan tergolong cepat, mengenai suatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Salah satu bentuk implementsi dari Industri 4.0
dalam dunia ekonomi digital dimana jaringan internet dijadikan sebagai sarana pemasaran (e-marketing) produk (barang/jasa) juga sebagai informasi bagi konsumen dalam mengetahui kualitas produk (barang/jasa) tanpa harus bersusah payah menggunakan modal pemasaran melalui mulut ke mulut sebagai pusat informasi ataupun pemasaran pokoknya(Dwi, 2011: 70). Inisiatif lain bagi beberapa digitalpreneur juga dapat mengelola bisnisnya secara individu tanpa harus bersinergi dengan perusahaan (star up) besar, yakni dengan cara memanfaatkan beberapa media, diantaranya: Facebook, Instagram dan sejenisnya sebagai sarana pemasaranke khalayak (Miftah, 2015: 2). Namun, tantangan ini juga mulai bermunculan terutama dalam persaingan penjualan produk yang memiliki kesamaan/sejenis, kualitas barang serta dalam menyuguhkan tampilan ketika mempromosikan produk terkait.
Namun, dunia wirausaha pun tidak menutup kemungkinan bagi mahasiswa di era sekarang ini, sudah banyak cerita mahasiswa sukses dengan memanfaatkan jaringan internet dalam menjalankan bisnisnya. Padahal dulu mahasiswa sendiri identik dengan
seseorang yang berjiwa kritis, kutu buku bahkan hanya sekedar melarikan diri dari kenyataan. Mahasiswa sendiri merupakan salah satu kalangan intelektual, dimana ide serta gagasannya selalu dinanti supaya dapat berkontribusi kepada negara. Hal tersebut merupakan wujud implementasi dari makna agen perubahan (agent of change) . Beberapa ide kreatif selalu muncul dari kalangan ini seperti halnya pencipta aplikasi Bukalapak dulunya merupakan mahasiswa aktif dari ITB Program Studi Informatika, Ahmad Zaky merupakan mahasiswa asal Sragen yang karyanya sekarang menjadi salah satu perusahaan (star up) ternama dengan berbasis jaringan internetyang digunakan oleh masyarakat yang ada di Indonesia (Hidayat, 2015).
Jika dikaitkandalam konteks kemahasiswaan Kementerian Koperasi dan UKM bersama 59 perguruan tinggi yang ada di Indonesia membentuk gerakan mahasiswa pengusaha, program ini digalakkan melalui berbagai cara termasuk lewat kampus dengan meningkatkan rasio kewirausahaan nasional dari 1,6% di tahun 2014 menjadi 3,1% di tahun 2016. Gerakan mahasiswa pengusaha ini diikuti oleh
1.400 mahasiswa yang tersebar pada sembilan Provinsi yang ada di Indonesia. Program ini merupakan program dari Kementerian Koperasi dan UKM, jika program usulan dari mahasiswa lolos seleksi maka akan mendapatkan bantuan wirausaha pemula dari Kementerian sebesar 10 juta sampai.13 juta. Program ini dapat dikaitkan dengan jenis kewirausahaan yang kekinian salah satunya dengan memanfaatkan jaringan internet sebagai media pemasaran (Aquinus, 2018). Sejalan dengan hal terkait bahwa munculnya Industri 4.0 menciptakan budaya baru yakni budaya belanja online , budaya tersebut mulai digemari oleh kebanyakan masyarakat, khususnya bagi generasi milenial dan tak terkecuali pada mahasiswa yang mengikuti gayakekinian dengan memiliki kecenderungan tertentu, karena ingin merasakan sensasi yang mudah dalam mencari serta memilih kebutuhan yang sesuai dengan keinginan tanpa harus datang langsung ke tempat untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan keinginan. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat umum serta mahasiswa sibuk dengan urusan pekerjaan, belajar dan belum sempat memikirkan kapan untuk belanja
ke malatau tempat belanja lainnya (Andria, 2015: 207) Terkadang untuk menjalankan bisnis yang sesuai kesukaan/keinginan, mahasiswa juga masih mengalami kebingungan mengenai bisnis apa yang seharusnya akan digelutinya. Sejalan dengan hal terkait Rektor Universitas Trunojoyo Madura dalam sambutan disetiap periode kelulusan bahwa ratusan mahasiswa lulusan Universitas Trunojoyo Madura kebanyakan masih kebingungan dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan bakat yang dimiliki. Padahal peluang berbisnis melalui media sosial memiliki keuntungan yang akan diperoleh, antara lain: penghematan biaya mencapai 35%, pelayanan konsumen mencapai 32%, peningkatan penghasilan mencapai 18% dan pemasaran mencapai 13%.
Sedangkan keunggulanya, dapat memasarkan dalam jangkauan luas, cepat, murah dan mudah (Yenty, 2018: 51). Oleh karena itu, peneliti ingin fokus mendalami
praktik
digitalpreneur mahasiswa khususnya mahasisawa Universitas Trunojoyo
Madura dalam memanfaatkan jaringan internet di era Industri 4.0.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah,
“Bagaimana praktik digitalpreneur mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura perspektif Pierre Bourdieu?”Berdasarkan uraian latar belakang serta rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin diperoleh peneliti, untuk mengetahui praktik digitalpreneur mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura perspektif Pierre Bourdieu.
## METODE
Metode ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara secara mendalam. Informan subyek dalam penelitian ini dibagai 2 yakni 1) informan utama (mahasiswa digitalpreneur Universitas Trunojoyo
Madura) 2) informan penunjang (mahasiswa konsumen Universitas Trunojoyo Madura). pemilihan informan menggunakan purposive sampling . Data yang diperoleh diuji keabsahannya menggunakan trianggulasi sumber. Hal ini, dikroscek ulang dengan membandingkan data dari sumber data yang berada sebelum akhirnya dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi Digitalpreneur Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura Bourdieu memperkenalkan kata doxa mengacu pada skema-skema pemikiran dan persepsi yang dihasilkan oleh struktur-struktur sosial objektif sebagai sesuatu yang dialami dan terbukti dengan sendirinya padahal meraka diterima begitu saja. Doxa terbentuk dari semua sistem klasifikasi yang menempatkan batasan-batasan pada kesabaran (cognition) sekaligus menghasilkan kesalahpengenalan atas kearbitreran (berubah) yang menjadi dasar pada sistem (Takwin, 2009: 32). Jika diimplementasikan pada konteks mahasiswa digitalpreneur ,
perkembangan serta perubahan dalam jual beli sangat terasa namun masyarakat mengikuti alur tersebut, khususnya pada generasi milenial. Tidak adanya perlawanan dalam proses perkembangannya justru dengan hadirnya para digitalpreneur dapat mempermudah proses transaksi jual beli produk melalui internet dengan jenis platform yang sesuai dengan
kecintaan/kesukaan konsumen terhadap
produk yang dijual.
Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura memiliki variasi jenis pekerjaan
yang berbeda-beda, khususnya
pekerjaan yang hadir di era Revolusi Industri 4.0
sekarang ini.
Perkembangannya disetiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup pesat, salah satunnya model bisnis yang diganrungi oleh mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura adalah bisnis produk kecantikan dan pakaian dengan menggunakan peran internet dalam menjalankannya melalui WhatApps,
Intagram maupun Facebook . Berikut variasi digitalpreneur di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo
Madura.
a) Online Design (Jasa Desain Online ) Kedua informan desain ini, memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnyakhususnya dalam pemasaran, dimana lapak Oke.art (informan Eko) menggunakan mediapemasaran melalui WhatsApp, Facebook dan beberapa pamflet. Sedangkan informan Priyo ini bergabung dalam media/aplikasi Shutterstoke.com dalam memasarkan produknya. Kedua informan ini, sama- sama menggeluti bisnis dibidang desain, namun dalam pelaksanaannya memiliki perbedaan baik jenis desain yang dibuat maupun pemasarannya.
Desain sendiri merupakan kemahiran seseorang dalam menata/ editing pada hal tertentu, biasanya dikaitkan dengan
seni terapan, arsitektur dan jenis pencapaian lainnya. Proses desain biasanya melihat pada beberapa aspek penting diantarannya: fungsi, estetika dan berbagai jenis aspek lainnya dengan bersumber pada riset, pemikiran, branstorming maupun jenis desain yang sudah ada pada sebelumnya. Bakat ini dijadikan salah satu jenis pekerjaan yang kini lebih fokus pada Informatian Technology (IT) biasanya menggunakan aplikasi Corel Draw/Adobele Photoshop. Aplikasi ini mampu membuat desain seperti: pamflet, kemasan, banner yang disesuaikan dengan permintaan konsumen. Namun secara keseluruhannya hal yang perlu diperhatikan dalam desain adalah perpaduan warna, teks dan gambar (Durdev dan Matic dalam Nugrahani, 2015: 130).
Namun dengan hadirnya era Industri 4.0, perubahan dalam konteks ini sedikit mencolok. Terlihat dalam sistem pemanfaatan media sosial untuk membantu melancarakan bisnis/usahanya. Informan yang penulis sajikan ada dua karakter, Pertama, informan
yang memanfaatkan
marketplace pada link/aplikasi Shutterstock.com dalammempermudahk an Pemasaran bisnis jasa desain. Kedua,
jasa desain yang hanya memasarkan melalui media sosial Faceebook,
WhatsApp dan sejenisnya.
b) Online Shop (Belanja Online )
Kedua informan ini, memanfaatkan media internet dalam pemasarannya. Informan Amin (BerkahIlmu.com) ini merupakan salah satu informan sekaligus mahasiswa yang bekerja mengandalkan situs website , informan menjadi pihak ketiga yang mempertemukan konsumen dengan agen buku melalui situs website nya, yang mengambil keuntungan dari agen buku. Berbeda dengan Uus (Uswah Shoping) ini yang menjualkan barang dari agen namun akan dijual kembali ke konsumen, informan juga memilki toko pakaian dan alat kecantikan sebagai bentuk untuk tetap ada stock barang yang akan dijual olehnya.
Tuntutan gaya hidup saat ini telah memiliki makna lain terkait dengan identitas diri yang bersifat prestisius. Kondisi tersebut digambarkan oleh Veblen dalam The Theory of Leisure Class (Deliarnov dalam Sari, 2015: 208) menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan adanya dorongan dan pola perilaku konsumsi masyarakat. Hal ini menjadi peluang bagi digitalprenenur dalam mempromosikan produk yang
dijualnya dengan memakai strategi- strategi tertentu, supaya konsumen tetap setia menjadi pelanggan tetap walaupun dengan produk yang lain. Berikut kelebihan toko online yang tidak dimiliki oleh transaksi bisnis yang dilakukan secara offline : 1) Produk:
Banyak jenis produk yang dipasarkan dan dijual memlalui internet seperti: pakaian, hand phone , alat rumah tangga dan kelengkapan lainnya. 2) Tempat menjual produk: Harus memiliki domain dan hosting. 3) Cara menerima pesanan: Email, WhatsApp
dan sejenisnya. 4) Cara pembayaran: Credit Card, Paypal, Tunai. 5) Metode pengiriman: Pos, JNE dan sejenisnya. 6) Pelayanan: Email, Telepon, Contact us dan sejenisnya. (Hidayat, 2008: 7). Dalam pengelolaannya dibedakan ke dalam beberapa
pengkategorian diantarannya: 1. Business to Custemer ( B2C) 2. Business to Business (B2B) 3.
Consumer to Consumer (C2C) 4. Peer to Peer (P2P) 5. Mobile Commerce (M- Commerce) ( Laudon dalam Maulana,
2015: 5).
c) Online Translate
Sektor ekonomi dalam praktiknya merupakan salah satu sektor penggerak dalam mendorong
pertumbuhan dan pembangunan
nasioanal. Sesuai dengan topik diatas adalah aspek jumlah penduduk yang sudah bekerja maupun yang belum bekerja (pengangguran). Data pada tahun 2017 menjelaskan bahwa jumlah pengangguran naik dengan jumlah 7,04 juta jiwa, hal ini naik dari jumlah sebelumnya 7,03 juta jiwa ditahun 2016. Namun disisi lain dari peningkatan tersebut juga diiringi dengan penurunan angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari 5,61% menjadi 5,50% . TPT sendiri merupakan jumlah pengangguran yang termasuk dalam penduduk usia kerja terhadap jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2018 melaporkan bahwa pengangguran di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 140.000 jiwa. Presentase TPT yang juga menurun keangka 5,13% dari 5,33% pada tahun 2017 (Februari). Total jumlah angkatan kerja tahun 2018 naik sebanyak 2,39 juta jiwa dengan jumlah pengangguran sebanyak 6,87 juta jiwa dan yang bekerja 127,07juta jiwa (BPS, 2018). Perkembangan dan kecanggihan teknologi kini benar-benar merubah gaya hidup yang lebih praktis dan serba online . Misalnya saja, jasa translate pun kini mulai membuka dengan berbasis online cara
pemesanannya.
Kepercayaan terhadap google translate yang masih diragukan khususnya dalam kepenulisan susunan tensesnya membuat peluang usaha bagi para mahasiswa yang mahir dalam berbahasa inggris untuk membuka jasa translator. Kebanyakan mahasiswa yang membuka jasa translate adalah mahasiswa dari Program Studi Sastra Inggris. Jajaran mahasiswa ini memanfaatkan skill nya untuk pemenuhan tambahan biaya hidup menjadi mahasiswa.
Rekam jejak mulai adanya jenis pekerjaan ini di Universitas Trunojoyo Madura, dikarenakan ada teman yang meminta untuk mentranslitkan buku bacaan yang berbahasa asing, dan lama kelamaan terbentuklah pekerjaan ini dan mulai dipublikasikan ke media sosial supaya jangkauannya lebih luas. Syarat dalam pekerjaan ini harus tersumpah dan sudah ada bukti yang nyata dan dipercaya oleh konsumen sebelumnya dan mendapat respon yang baik.
d) Online Makeup (Jasa Rias Online ) Selain jenis usaha diatas, jasa make up pun kini mulai memasarkan produk jasanya melalui internet dalam beberapa jenis pemasaran, seperti: Facebook , Instagram, WhatsApp dan jenis lainnya.
Mahasiswa identik dengan suatu hal
yang fashionable dan bisa merawat dirinya dengan berpenampilan yang rapi sesuai dengan gaya dari mahasiswa masing-masing. Make up mungkin buat mahasiswa sudah menjadi hal yang biasa namun jika dituntut untuk dandan saat wisuda, kemantin dan sejenisnya pasti akan mengalami kesulitan. Inisiatif dari informan yang mahir dalam memoles wajah (make up) membuka jasa make up ini karena menjadi peluang. Apalagi sudah masuk semester atas yang sudah tidak disibukkan dengan pembelajaran kuliah tinggal menyelesaikan tugas skripsi.
Informan memaksimalkan bakatnya dengan membuka jasa kursus make up dibeberapa daerah, khusunya di daerah Kabupaten Bangkalan. Sudah menjalani kariernya selama 2 tahun dan akhirnya jasa make up miliknya mulai dikenal. Tak disangka beberapa model/duta kampus menginginkan untuk didandani olehnya. Kini informan telah membuka pelatihan kepada beberapa jasa make up yang ada di Kabupaten Bangkalan, dengan mendatangkan/mengundang informan untuk memberikan pelatihan dan juga langsung mempraktekkannya kepada masyarakat yang ingin mengetahui hasil make up darinya.
Hasilnya sangat luar bisa dimana
awalnya konsumen yang bermuka pas- pasan (biasa) menjadi lebih cantik dan mempesona. Tak lain karena hasil polesan dari informan yang digelutinya sudah cukup lama dengan berbagai macam pengalaman serta pengetahuan tentang dunia rias seperti yang di gellutinnya pada saat sekarang ini. Hal yang perlu diperhatikan di era Industri 4.0 ini, khususnya dalam 4 desain prinsip indusri 4.0, antara lain:
Pertama, interkoneksi (sambungan) yaitu mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan
berkomunikasi satu sama lain melalui Internet of Thing (IoT) atau Internet of
People (IoP), prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan dan standart.
Kedua, transparansi informasi
merupakan
kemampuan
sistem
informasi untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi: (a) kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu singkat, (b) kemampuan
sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu melelahkan, atau tidak aman, (c) meliputi bantuan virtual dan fisik. Keempat, keputusan terdesentralilasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin (Hermann dalam Yahya, 2018).
Gambar. 1
Pola Perilaku Belanja Bergeser ke Online
Sumber. https://nexstren.grid.id
Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada setiap tahunnya pola perilaku belanja online mengalami peningkatan tajam, dimana mengalami peningkatan 15% dalam kurun waktu 1 tahun. Pada tahun 2015 dengan 11%, tahun 2016 dengan 26% hinngga tahun 2017 dengan persentase 41%. Hal ini menunjukkan pada era sekarang ini didominasi sistem Internet of Thing (IoT) dan mulai digemari, yang
menjadi peluang bagi masyarakat khususnya bagi mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura dalam menjalankan bisnis dengan berbasis online. Namun salah satu bisnis semacam ini yang digemari oleh masyarakat, terkadang dikarenakan
adanya
paket diskon/penawaran khusus yang dapat menarik minat konsumen untuk segera membeli barang/jasa yag diinginkan.
e) Online Food
(Makanan/Minuman Online )
Perkembangan dunia bisnis di area kampus Universitas Trunojoyo Madura, beberapa tahun ini juga mulai tumbuh bisnis model baru yakni makanan/minuman siap saji (online delevery) . Salah satunya yang ditekuni oleh informan Nelvi, dimana informan menekuni bisnis ini hampir 1,5 tahun dengan hiruk pikuknya mempromosikan dalam proses pengembangan bisnis salad buah. Konsumen didominasi oleh mahasiswa, khususnya mahasiswa yang tinggal di Asrama
Universitas Trunojoyo Madura.
Perilaku konsumtif di era sekarang ini jangan diragukan lagi, terlihat beberapa perusahaan online mulai memberikan label promo/diskon kepada masyarakat atau calon konsumen sebagai salah satu strategi
supaya lebih banyak yang berminat dalam membeli produk dari perusahaan terkait. Inilah nilai transaksi bukan lagi berdasarkan suatu hal yang dibutuhkan melainkan suatu hal yang diinginkan sesuai dengan tinggi rendahnya diskon yang ditawarkan oleh toko online tertentu yang mampu menarik calon konsumen supaya dapat sesegera mungkin melakukan transaksi pembayaran.
Gambar. 2
Pengaruh Promo terhadap Perilaku Belanja
Sumber. https://nexstren.grid.id
Pomosi semacam ini yang mampu menarik calon konsumen, supaya lebih konsumtif dalam berbelanja online . Tanpa disadari sistem ini mampu mempengaruhi kehidupan di era Industri 4.0 ini. Namun juga memiliki dampak positif yang dihasilkan, yakni dengan model belanja online seperti ini dapat mempermudah sistem transaksi serta pemesanan yang dilakukan oleh konsumen. Hal inilah
yang menjadi peluang bagi Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura, dalam mempersiapkan diri untuk menjadi wirausahawan muda dan outputnya setelah lulus kuliah sudah tidak sibuk dengan mencari pekerjaan yang sesuai dengankemampuannya .
Praktik Industri 4.0 di Kalangan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura
.Praktik sendiri
merupakan implementasi dari orientasi dialektik antara struktur objektif dan fenomena subjektif dalam melihat realitas sosial. Orientasi tersebut tergambar dalam makna habitus dan ranah sebagai model perubahan yang terjadi dalam dunia IoT (Internet of Things) dimana pada topik ini berkaitan dengan penggunaan jaringan internet sebagai sarana dalam membantu para digitalpreneur dalam menjalankan usahanya.Pengembangan konsep habitus merupakan bentuk upaya dari Bourdieu untuk menciptakan agen-agen sosial sebagai individu yang mengkontruksi dunia di sekelilingnya. Namun proses kontruksinya dilengkapi dengan suatu sistem skema perolehan. Skema tersebut berfungsi sebagai kategori persepsi dan apresiasi hingga bertindak praktis dengan
mengorganisasi tindakan serta
pengklasifikasian (Takwim, 2009: 44). Dari ungkapan tersebut, dapat dijadikan landasan dalam proses perubahan yang terjadi dalam penggunaan media sosial. Media menjadi suatu alat baru, salah satunya berperan dibidang ekonomi yang mampu bersaing bahkan menggusur pasar tradisional maupun retail di era Industri 4.0 ini.
Tansformasi digital ini telah terjadi secara global termasuk di Indonesia. Salah satu jenis perusahaan yang banyak diminati oleh masyarakat dimasanya adalah Matahari. Dimana tergolong dalam perusahaan retail berbasis offline yang berhasil dikembangkan dihampir semua daerah yang ada di Indoensia. Seiring dengan kecanggihan teknologi di era sekarang ini, perkembangan usaha jenis ini mengalami penurunan di Indonesia karena dengan hadirnya usaha yang berbasis online (online shop) (Oktivian dan Febrianti, 2018: 152).
Kondisi yang terjadi saat ini benar- benar telah menunjukkan perubahan yang luar biasa, baik konsumen, pengusaha dan jejaringan. Budaya praktis, instan benar-benar menjadi praktik pada kehidupan sehari-hari, sehingga menyuburkan model belanja online, delevery makanan dengan
berbasis aplikasi/ website base, ojek dan taksi online . Hal ini telah menimbulkan keminggiran sosial (social exslusion)
(Capra, 2009). Media sosial disini sebagai perantara dalam tranformasi interaksi yang tidak perlu bertemu secara langsung melainkan melalui media sosial dengan sesuai pada platform pemesanan dari calon konsumen/pengguna jasa.
Bourdieu juga menambahkan konsep gaya hidup seseorang yang dipahami sebagai hasil dari interaksi antara manusia sebagai objek sekaligus subjek dalam masyarakat, hasil pemikiran itu baik secara sadar maupun tak sadar yang terbentuk dalam sejarah hidupnya. Bourdieu menenpatkan gaya hidup dalam sebuah rangkaian atau sebuah proses sosial yang panjang melibatkan modal, kondisi objektif, habitus, disposisi, praktik, gaya hidup sistem tanda serta struktur selera (Adlin, 2006:82).
## Gambar.3
Skema Relasi dalam Gaya Hidup
Menurut Pierre Bourdieu
Sumber. Adlin, 2006: 82
Dari
gambar tersebut menjelaskan bahwa konsep perubahan gaya hidup yang dilalui oleh masyarakat selalu mengalami perubahan, hal ini juga terjadi dalam era Industri 4.0 yang mengalami perubahan baik selaku penjual (digitalpreneur) maupun pembeli (konsumen) baik dalam proses transaksi, pemesanan dan model-model lainnya yang disepakati bersama dan menjadi selera tersendiri khususnya bagi generasi milenial yang paham akan dunia digital.
Praktik Mahasiswa( Digitalpreneur)
## Universitas Trunojoyo Madura
Informan lain juga berpendapat bahwa di era Industri 4.0 ini memiliki peluang bagi para pelaku/penggerak ekonomi pada mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (digitalpreneur) , khususnya bagi informan yang memanfaatkan internet dalam mempromosikan/memasarkan produknya melalui beberapa jenis platform yang sesuai dengan produk yang dijual. Media tersebut dijadikan alat penting dalam mengembangkan bisnisnya, tak heran beberapa informan gencar memanfaatkan internet tersebut dengan men gupload produk yang ditawarkan melalui WhatsApp,
Facebook, Instagram, Website maupun
jenis platform lainnya.Selain itu, informan lain juga berpendapat hal yang sama terutama dalam memanfaatkan internet untuk sarana meningkatkan penghasilan, promosi dan sejenisnya. Melihat peluang inilah sangat disarankan kepada mahasiswa lain,
khususnya mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura dalam memanfaatkan internet sebagai wadah dalam menjual produk secara mudah, cepat dan efisien.
Dari penjelasan
tersebut,
menjelaskan bahwa mahasiswa
(digitalpreneur) memiliki peluang usaha yang menjanjikan di era Industri 4.0 ini, terlihat dari ungkapan informan yang merasakan dampak positif dengan adanya jaringan internet untuk menjalankan usaha yang digelutinnya. Hal ini dikarenakan adanya modal budaya yang terinternalisasi dalam proses pengaktualisasian nilai-nilai yang terdapat dalam bisnis online tersebut. Berikut ini beberapa bentuk praktik digitalpreneur mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura di era Industtri 4.0 perspektif Pierre Bourdieu, antara lain:
Munculnya Habitus Baru pada Mahasiswa (Digitalpreneur) di
Universitas Trunojoyo Madura
Perkembangan dunia yang serba digital ini, mampu merubah tatanan kebiasaan yang sejak lama tertanam yang dilakukan oleh para wirausahawan dalam menjual produknya dengan menjual produk tersebut ke beberapa tempat yang tergolong masih tradisional haingga modern namun belum berbasis jaringan internet seperti: pasar, toko ataupun retail. Sedangkan di era sekarang ini hampir semua aktivitas menggunakan jaringan internet seperti halnya pada dunia jual beli baik berupa barang/jasa. Namun masyarakat merasakan dampak positif dari adanya jaringan internet ini, masyarakat dipermudah dalam menjalankan aktivitas setiap harinnya khususnya pada aspek ekonomi, dengan hadirnya internet kebiasaan lama yang masyarakat membeli produk ke pasar, toko serta retail semakin hari mulai semakin ditinggalkan terlebih bagi generasi milenial yaang tidak mau berbelit-belit dalam membeli produk yang ingin dipakainnya.
Hal ini memberikan peluang baru bagi para digitalpreneur khususnya digitalpreneur di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura, dimana dala menjalankan usahannya ini tergolong mudah, karena kebiasaan
masyarakat atau generasi milenial ini lebih cenderung suka membeli dengan berbasis online tanpa harus membeli secara langsung ke tempat tersebut.
Implementasi habitus baru juga terlihat pada jasa rias Lolyta MakeUp dimana dalam prosedurnya, jaringan internet memberikan habitus baru dalam memesan produk jasa dari informan. Tak perlu bertemu langsung serta membicarakan model rias yang akan diminta oleh konsumen, namun konsumen bisa melihat pilihan yang disajikan di akun milik informan dan langsung melakukan kesepakatan dengan informan. Hal inilah salah satu bentuk model habitus yang tercipta pada salah satu jenis digitalpreneur pada mahasiswa Universitas
Trunojoyo
Madura.
a) Habitus dalam transaksi jual beli produk menggunakan e-money/virtual
Terlihat dalam transaksi yang ditawarkan oleh para digitalpreneur di kalangan mahasiswa
Universitas
Trunojoyo Madura mulai menggunakan transaksi berbasis virtual/ e-money . Informan Amin Nasir (BerkahIlmu.com), Uswatun Hasanah
(Uzwah Shopping) dalam transaksi jual beli menggunakan e-money dengan melalui pembayaran tanpa harus
melakukan pembayaran secara tunai. Dari hal tersebut tampak jelas bahwa habitus baru mampu menarik masyarakat luas dalam melakukan transaksi berbasis e-money /virtual, perkembangannya berjalan baik tanpa adanya penolakan, khususnya di era digital sekarang ini.
b) Habitus dalam pembelian produk didasarkan banyaknya diskon
Penawaran yang diberikan oleh para digitalpreneur era sekarang ini sangat mudah diketahui dengan mengunjungi platform akun yang dibuat sebagai sarana pemasaran, calon konsumen dapat mengetahui besaran diskon yang ditawarkan oleh para digitalpreneur . Hal ini mengubah sistem yang mulanya berinteraksi antara pedagang dan pembeli di lapak secara offline namun kini memiliki perbedaan, dimana era digitalisasi hampir semua aspek berbasis digital, salah satunya adalah diskon sebagai strategi menarik masyarakat dunia maya untuk membeli produk yang ditawarkan oleh para digitalpreneur . Seperti halnya pada lapak BerkahIlmu.com yang memberikan penawaran kepada pembeli jika memenuhi persyaratan tertentu, salah satunnya jika membeli produk lebih dari yang telah ditentukan maka
akan diberikan diskon serta pengiriman produk secara gratis.
c) Habitus dalam komunikasi berbasis jaringan internet Dalam komunikasi/interaksi untuk memesan produk yang ditawarkan pada lapak online dan supaya dapat memastikan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang sama seperti yang tertera pada saat di upload dalam lapaknya, maka perlu adanya komunikasi serta melihat komentar sebelumnya dari pembeli lainnya dengan produk yang sama yang sudah pernah dibeli oleh konsumen.
Hal ini dilakukan supaya dapat meghindari kejadian yang tidak sesuai dengan harapan, pada fokus kali ini informan kebanyakan menggunakan platform Facebook, Instagram dan bisa langsung menghubungi melalui WhatsApp.
d) Habitus perspektif pemasaran (e- marketing)
Hadirnya jaringan internet memberikan kemudahan dalam mengoptimalkan pemasaran produk bagi para digitalpreneur. Menguacu analisis tentang pemasaran yang dikemukakan oleh Yenti, 2018 menjelaskan bahwa saat ini dengan hadirnya basis digital maka penghematan biaya pemasaran
hingga mencapai 13 %. Inilah yang menjadi nilai lebih dan keuntungan dengan adanya perubahan era, khususnya pada era Industri 4.0 yang mampu mengurangi pengeluaran materi dan merupakan dambaan bagi para digitalpreneur untuk lebih giat dalam melakukan pemasaran.
Hal ini sangat berbeda dengan model pemasaran pada zaman sebelum adanya era sekarang ini, dulu jika ingin memasarkan produk yang akan dijual ke masyarakat, maka memerlukan biaya seperti biaya post pemasaran melalui media koran cetak, spanduk, bahkan yang dilakukan dengan pemasaran melalui mulut ke mulut yang pastinya membutuhkan karyanan dibidang tersebut. Berbeda dengan sekarang, dimana dalam proses pemasaran dapat langsung melalui media sosial yang digunakan oleh para digitalpreneur , dengan menggunakan beberapa
platform, diantarannya: WhatsApp,
Facebook, Instagram dan sejenisnya yang dapat dibagikan melalui broadcase kebeberapa teman sejawatnya atas dasar suka rela untuk membantu melakukan pemasaran. Walaupun ranahnya masih belum terlalu luas akan tetapi bagi digitalpreneur di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura ini
mampu memberikan sumbangsih yang lumayan, dengan dilihat dari hasil yang dicapainnya (pendapatan)
Munculnya Ranah Baru pada Mahasiswa (Digitalpreneur) Universitas Trunojoyo Madura.
Hadirnya teknologi digital berbasis jaringan internet mampu merubah ruang, khususnya pada model jual beli produk/jasa yang ada di Universitas Trunojoyo Madura. Masuknya jaringan internet mampu merubah tatanan yang telah diterapkan pra Industri 4.0 ini, terlihat pada sistem jual/beli produk mengalami perubahan namun pergerakannya masih tergolong belum signifikan akan tetapi mulai merubah ranah dalam sistem jual beli. Munculnya jaringan internet memiliki dampak pada generasi milenial di Universitas Trunojoyo Madura, seperti halnya dalam bisnis salad buah dari “Dapur Sholehah” ini tak perlu beli secara langsung ke tempanya, namun dengan kecanggihan jaringan internet dalam memesan produk tersebut, konsumen tinggal memesan melalui WhatsApp yang diketahui dari informasi Facebook serta WhatsApp Story
maupun hasil dari Broadcase informasi.
Dari penjelasan dari informan menjelaskan bahwa dengan adanya jaringan internet mempermudah serta merubah ranah yang dulunnya harus bertemu secara langsung dengan sister saling tawar menawar seperti yang ada di pasar, namun kini tinggal pesan dan siap diantar oleh informan khususnya yang bertempat di area sekitar kampus Universitas Trunojoyo Madura. Hal ini, muncul ruang baru dalam memasarkan produk dengan sangat luas, mudah serta tanpa batas yang menguntungkan bagi para mahasiswa digitalpreneur di
Universitas
Trunojoyo Madura. Perkembangan tak bisa dihindari lagi dengan semakin canggihnya teknologi di era Industri 4.0 ini. Mahasiswa digitalpreneur dengan bebas memanfaatkan ranah baru yang muncul di era Industri 4.0 dengan mengelola akun Facebook, WhatsApp maupun Instagram dengan baik dan memberikan peluang bagi para digitalpreneur di kalangan mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura. Munculnya Modal Baru pada Mahasiswa
(Digitalpreneur)
## Universitas Trunojoyo Madura.
Era sekarang ini modal yang harus dimiliki oleh para digitalpreneur di
kalangan mahasiswa Universitas
Trunojoyo Madura tidak hanya modal ekonomi, sosial dan simbolik melainkan juga modal IoT (Internet of Things) yang merupakan bentuk modal budaya dengan berbasis jaringan internet serta paham tentang pengoperasiannya. Hal ini merupakan bentuk modal dengan bentuk baru akibat adanya pembaharuan pada era Industri 4.0 yang tidak terlihat namun dapat dirasakan keberadaannya mungkin kalimat itulah yang cocok dengan kehadiran dunia digital di era sekarang ini. Perkembangan Industri 4.0 sudah tidak bisa dihindari lagi, perkembangannya masuk dalam semua elemen masyarakat baik kelas atas, menengah sampai bawah mampu mengenal dan menggunakan dunia digital dalam aktivitas disetiap harinnya.
Hal inilah menjadi salah satu peluang bagi para digitalpreneur dalam mengembangkan usahannya dengan memanfaat kecanggihan teknologi digital dengan berbasis jaringan internet sebagai tempat atau wadah toko online , pemasaran (e-marketing) serta kegiatan lainnya guna menarik perhatian masyarakat supaya minat untuk membeli produk tersebut tinggi. Peneliti mengidentifikasi ke beberapa kategori yang menyesuaikan dengan topik
tentang praktik
digitalpreneur mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura perspektif Pierre Bourdieu.
## SIMPULAN
Praktik digitalpreneur di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura pada saat ini mulai mengalami perubahan terlebih dengan adanya era Revolusi Industri 4.0 dimana mahasiswa pebisnis di kampus tersebut mulai mengalami pergeseran. Hal ini didasari karena adanya model pengembangan bisnis berbasis jaringan internet. Dalam praktiknya
pengembangan bisnis ini mampu menginternalisasi khalayak yang menjadi budaya baru. Hasil penelitian ini, jika dikaitkan dengan teori dari tokoh Pierre Bourdieu tentang Teori Praktik yang menyatakan produk dari relasi habitus adalah sebagai produk sejarah, ranah pun sama yang merupakan produk sejarah sedangkan modal menjadi kekuatan yang tergolong urgen untuk berjalannya ranah (arena).
Jaringan internet menjadi sarana proses perubahan pada digitalpreneur yang terjadi di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura. Berikut praktik-praktik digitalpeneur yang
mengalami perubahan akibat dampak dari Industri 4.0, antara lain:
1) Munculnya habitus baru diantaranya:
transaksi yang berkembang mulai menggunakan e-money /virtual, mulai beralihnya sistem tawar menawar yang diganti dengan munculnya diskon, pola interaksi yang disuguhkan tanpa harus bertemu secara langsung malainkan berbasis online , produk yang diinginkan bisa diakses melalui jaringan internet untuk melihatnya.
2) Munculnya ranah baru yang diciptakan sebagai dampak dari hadirnya Industri 4.0, diantaranya: lapak yang dulunya hadir sebagai tempat bertemunnya antara pihak penjual dan pembeli namun dengan adanya Industri 4.0 ini lapak menjadi hal yang tak nampak secara nyata namun keberadaannya dapat dirasakan oleh khalayak, ranah dalam konteks ini tidak terbatas dan bisa menjalin kerjasama dengan star up yang kiranya dapat membantu dalam proses pengembangan produk yang dimiliki oleh para digitalpreneur.
3) Modal pada era Industri 4.0 ini,
diantaranya: modal ekonomi sebagai salah satu modal yang dibutuhkan oleh
pera digitalpreneur dalam proses pengembangan bisnisnya seperti: modal produksi, materi serta uang. Namun jika
dalam dunia digital modal yang menjadi salah satu unsur yang paling urgen adalah modal kultur (budaya) karena pada dasarnya merupakan bentuk keyakinan akan nilai mengenai suatu yang dianggap benar dan senantiasa diikuti dengan upaya mengaktualisasikannya. Jaringan intenet menjadi tonggak dalam pencapaian keberhasilan dalam menjalin relasi- relasi yang dibentuk.
Meskipun dalam praktiknya, unsur habitus, ranah serta modal yang terjadi pada digitalpreneur di kalangan mahasiswa Universitas Trunojoyo
Madura sudah mulai berkembang namun banyak mahasiswa yang belum menyadari akan hal tersebut yang dapat dijadikan sebagai proses awal dalam mengenal dunia bisnis. Selain itu, model bisnis ini memiliki peluang progresif sesuai dengan hasil analisis SWOT yang merujuk pada diagram agrasif strategi dimana sangat cocok untuk diterapkan dilingkungan kampus Universitas Trunojoyo Madura.
## DAFTAR PUSTAKA
## BUKU
Bourdieu, Pierre. 1993. The Field of Cultural Production: Essays on Art and Literature. Cambridge: Polity P.
Emzir. 2012. Metode Penelitian
Kualitatif “Analisis Data” . Jakarta: PT Grafindo Persada.
Field, John. 2010. Modal Sosial .
Sidoarjo: Kreasi Wacana
Hidayat, Taufik. 2008. Panduan
Membuat Toko Online dengan OSCommerce . Jakarta: Mediakita Joewono, Handito. 2012. Strategy Management . Jakarta: Ambey
Moleong, J. Lexy. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Karsito, Andri. 2008. Perencanaan Sistem Informasi dan Aplikasinnya. Yogyakarta: Gaya Media Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Takwin, Bagus. 2009. Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran
Pierre Bourdieu . Yogyakarta:
Jalasutra.
Triton PB. 2006. Mengenal Dunia E-
Commerce dan Bisnis di Dunia Cyber . Yogyakarta: Argo Publisher Zulkarnain dkk. 2017. Perspektif Media dan Masyarakat . Yogyakarta:
## IKAPI
JURNAL
Apriyadi, Deni dkk. 2017 . E-commerce
Berbasis Marketplace dalam Upaya Mempersingkat Distribusi Penjualan Hasil Pertanian . Jurnal
RESTI Vol. 1 No. 2 ISSN: 2580-
0760
Candra, Emanuel. 2012. Pasar Tradisional-Modern Surabaya . Jurnal E-Dimensi Aristektur: Universitas Kristen Petera Surabaya. No. 1
Durdev, P B dan Maletic, V. 2011.
Visual Impact of Graphic Information in the Package.
Proceedings of Information Science
& IT Education Coference (InSITE) Irmawati, Dewi. 2011. Pemanfaatan E- commerce dalam Dunia Bisnis. Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis (Politeknik Negeri Sriwijaya).
Edisi ke IV ISSN: 2085-1375.
Maulana, Shabur Miftah dkk. 2015.
Implementasi E-commerce Sebagai Media Penjualan Online (Studi Kasus pada Toko Pastbrik Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 29 No.1
Nugrahani, Rahina. 2015. Peran Desain Grafis pada Label dan Kemasan Produk Makanan UMKM . Jurnal: Universitas Negeri Semarang. Vol.IX No. 2
Prasetyo, Hoedi dkk. 2017. Industri 4.0:
Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset. Jurnal Teknik Industri (Universitas Sebelas Maret). Vol. 13. No.1 Sari, Chacha Andira. 2015. Perilaku Belanja Online di Kalangan Mahasiswa Antropologi Universitas
Airlangga . Jurnal: AntroUnairNet. Vol. IV No. 2 Sudarwana, Hendra. 2017. Revolusi Industri 4.0 Berbasis Revolusi Mental. Jurnal Jati Unik. Vol. 1 No.
2
Sukwadi, Ronald dkk. 2016. Perilaku Konsumen dalam Pemilihan Online Shop Instagram. Jurnal Metris
(Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya). ISSN: 1411-3287 Taryadi dkk. 2015. Analisis Tingkat Kesiapan Adopsi E-marketpalce UMKM Batik di Kota Pekalongan . Jurnal Litbang Vol. 8
## SKRIPSI
Arganita, Mei Pungki. 2018. Media Sosial Baru (Studi Kasus tentang Media Sosial pada Dropshiper Oriflame di Surabaya). Skripsi:
Universitas Trunojoyo Madura.
Bangkalan
Fahmi, Intan. 2018. Analisis SWOT
Terhadap Pengimplementasian
Teknologi Finansial Pada Bank X Cabang Y Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur. Skripsi: Universitas Negeri Islam Sumatera Utara. Medan
Masriyah, Ike. 2016. Penggunaan Smart Phone di Kalangan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura . Skripsi: Sosiologi, Universitas Trunojo Madura. Bangkalan Rambe, Irapah. 2018. Analisis Strategi Usaha Pembuatan Tahu Pada Pengrajin Tahu Bandung Kecamatan Padang Hulu Tebing
Tinggi. Skripsi: Universitas Negeri Islam Sumatera Utara. Medan Yaskurnia. 2017. Fenomena Bisnis Online Shop pada Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura .
Skripsi: Sosiologi, Universitas Trunojoyo Madura. Bangkalan
|
2776b13a-243f-428b-bc22-b2f665d10a45 | https://jurnal.unismuhpalu.ac.id/index.php/MPPKI/article/download/4988/3905 |
## Gaya Kepemimpinan Spiritualitas Kepala Ruang terhadap Kinerja Perawat Pelaksana: Literature Review
Leadership Style Spirituality of the Head Nurse on the Performance of the Nursing Staff: Literature Review
Theresia Lesomar 1* , Asnet Leo Bunga 2 1 Mahasiswa Program Studi Magister Keperawatan STIK SINT Carolus Jakarta
2 STIK SINT Carolus Jakarta *Korespondensi Penulis: [email protected]
Latar belakang: Gaya kepemimpinan akan menunjukkan bagaimana seorang manajer dapat mempengaruhi pandangan dan keyakinan para staf dengan membimbing dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan spiritualitas adalah suatu paradigma baru untuk transformasi dan pertumbuhan organisasi yang berbasis visi, harapan, dan cinta altruistik.
Tujuan: Untuk mendeskripsi dan menganalisa pengaruh pelatihan gaya kepemimpinan spritualitas kepala ruang terhadap kinerja staf pelaksana.
Metode Penelitian: Studi literature review , dengan menggunakan database dari Google Scholar, Pubmed, dan ProQuest yang menggunakan kata kunci “gaya kepemimpinan” dan “kinerja perawat“.
Hasil: Kepemimpinan spiritual meningkatkan kinerja perawat pelaksana; meningkatkan reputasi staf di tempat kerja; meningkatkan keterikatan di tempat kerja; meningkatkan kepatuhan dalam melakukan asesmen keperawatan; meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien; meningkatkan motivasi kerja perawat di tempat kerja; mengurangi kelelahan emosional, burount, dan niat berpindah. Kesimpulan: Pelatihan gaya kepemimpinan spiritualitas yang diberikan kepada kepala ruang dapat meningkatkan nilai kepedulian pimpinan terhadap staf mereka, mencintai orang lain seperti diri sendiri, melayani orang lain dengan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri, loyalitas, dan berfokus pada motivasi untuk menolong sesama dan melakukan sesuatu tanpa pamrih sehingga kinerja perawat pelaksana dan kualitas pelayanan kepada pasien dapat terus ditingkatkan.
Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan Spiritualitas; Kinerja Perawat Pelaksana
Abstract
Background: Leadership style will show how a manager can influence the views and beliefs of staff by guiding and encouraging them to achieve organizational goals. Spiritual leadership is a new paradigm for organizational transformation and growth based on vision, hope and altruistic love
Objective: To describe and analyze the influence of head nurses spiritual leadership style training on the staf nurse performance Method: Literature review study, using databases from Google Scholar, Pubmed, and ProQuest using the keywords "leadership style" and "nurse performance".
Result: Spiritual leadership improves the performance of staf nurse performance; improve staff reputation in the workplace; increasing workplace engagement; increasing compliance in carrying out nursing assessments; improving the quality of service to patients; increasing nurses' work motivation in the workplace; reduces emotional exhaustion, fugitiveness, and turnover intentions.
Conclusion: Spirituality leadership style training given to head nurses can increase the value of leadership caring for their staff, loving others as themselves, serving others by prioritizing the interests of others over their own interests, loyalty, and focusing on motivation to help others and doing something selflessly so that the nurses performance and the quality of service to patients can continue to be improved.
Keywords: Spirituality Leadership Style; Staf Nurse Performance
## ISSN 2597 –
6052
DOI: https://doi.org/10.56338/mppki.v7i5.4988
MPPKI
## Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia The Indonesian Journal of Health Promotion
Review Articles
Open Access
## PENDAHULUAN
Rumah Sakit memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan secara menyeluruh. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah salah satu cara untuk mencapai peningkatan derajat kesehatan ini. Perawat adalah salah satu tenaga medis yang berperan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit karena mereka lebih banyak berinteraksi langsung dengan pasien, tetapi seringkali perawat juga mendapatkan banyak tekanan, baik fisik maupun mental (1).
Gaya kepemimpinan akan menggambarkan bagaimana seorang manajer mampu mempengaruhi pandangan dan keyakinan para staf dengan membimbing dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan sangat penting bagi suatu organisasi, keberhasilan dari suatu organisasi dipengaruhi oleh adanya pemimpin yang baik dan efektif. Kepemimpinan yang efektif sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan dan kepuasan pasien, pengembangan staf yang positif, kepuasan kerja perawat, komitmen pengembangan kelembagaan, manajemen konflik yang efektif dan kinerja perawat.
Kepemimpinan spiritualitas merupakan paradigma baru dari transformasi dan pertumbuhan organisasi yang berbasis pada cinta altruistik, visi dan misi. Altruisme adalah Tindakan mencintai dan melayani orang lain seperti diri sendiri, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Tindakan altruisme memiliki ciri setia, dan berpusat pada motivasi untuk membantu sesama dan melakukan sesuatu pekerjaan dengan ikhlas. Kepemimpinan spiritual memberikan inspirasi dan dorongan para staf untuk mencapai visi misi dan tujuan organisasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut organisasi yang disusun untuk mendorong terwujudnya motivasi internal dan pembelajaran dalam organisasi. Dampak dari kepemimpinan spiritual adalah peningkatan kinerja perawat sehingga kualitas pelayanan kepada pasien dapat terus ditingkatkan (2,3).
Kinerja Perawat adalah nilai atau kualitas kerja yang dicapai perawat dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab mereka dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Tingkat kepercayaan yang tinggi antara manajemen dan staf, adanya komunikasi dan kolaborasi antara manajemen dan staf yang baik, iklim kerja yang menjamin kesejahteraan karyawan, emosional, dan keselamatan fisik adalah ciri dari kinerja perawat yang sehat (4,5).
Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan tentang gaya kepemimpinan spiritual berfokus pada hubungan yang baik antara kepala ruang dan staf atau antar staf, kepedulian kepala ruang terhadap staf yang baik akan berdampak besar terhadap kinerja perawat, mutu pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, keterikatan kerja perawat, kepuasan kerja perawat, ketahanan perawat dalam pekerjaan, motivasi kerja, kepatuhan perawat, rendahnya skor kelelahan, t urnover perawat, stress perawat, (6-10).
Oleh karena itu, gaya kepemimpinan spiritualitas kepala ruang khususnya bagian keperawatan di Rumah Sakit sangat penting untuk meningkatkan kinerja perawat pelaksana, kualitas pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat dirasakan sebagai dampak dari proses kesembuhan setelah mendapatkan perawatan di layanan kesehatan. Namun saat ini jumlah pelatihan gaya kepemimpinan spiritualitas yang diikuti oleh kepala ruang masih sangat terbatas sehingga pemahaman tentang gaya kepemimpinan spiritualitas kepala ruang terhadap kinerja staf pelaksana secara umum masih sangat kurang. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk mendeskripsi dan menganalisa bagaimana pengaruh pelatihan gaya kepemimpinan spiritualitas kepala ruang terhadap kinerja perawat pelaksana.
## METODE
Penelitian ini menggunakan metode literatur review. Database yang digunakan sebagai sumber literatur terdiri dari Google Scholar, Pubmed, dan ProQuest. Keywords yang dipakai dalam pencarian jurnal berbahasa Indonesia adalah “gaya kepemimpinan spiritualitas” dan “kinerja perawat pelaksana” dan keywords jurnal berbahasa Inggris adalah “ Leadership style” dan “ Nurse performance” . Kriteria inklusi artikel adalah dipublikasikan 2019-2023 dalam 5 tahun terakhir, full text berbahasa Indonesia atau Inggris, merupakan penelitian kuantitatif.
## HASIL
Berdasarkan hasil penelusuran jurnal dari database online, artikel yang memenuhi kriteria inklusi dan dapat dilanjutkan dengan analisa jurnal adalah 10 artikel. Seluruh artikel penelitian merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan desain quasi experimental dan cross sectional dan merupakan penelitian yang dilakukan di berbagai negara.
Tabel 2. Hasil Penelusuran Literature Review/Intervensi No Nama Peneliti Tahun Nama Jurnal Judul Jurnal Ringkasan Hasil Penelitian 1 Shehab Magda Abdelmonem; Eid Nermin Mohamed; Kamel Fawzia Farouk 2022 Journal of Nursing Science-Benha University Spiritual Leadership Educational Program for Head Nurses and its Effect on Nurses' Motivation Pelatihan kepemimpinan spiritual tidak hanya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepala perawat tentang kepemimpinan, tetapi juga meningkatkan motivasi staf perawat secara signifikan 2 Ibrahim, Salwa Ahmed Mohamed; Ebraheem, Shaimaa Mohammed Araby; Ebraheem, Shaimaa Mohammed Araby 2022 Egyptian Journal of Health Care Effect of Educational Program about Head Nurses' Agile Leadership on Staff Nurses' Workplace Spirituality and Job Reputation Pelatihan kepemimpinan meningkatkan persepsi perawat mengenai spiritualitas di tempat kerja dan reputasi kerja secara signifikan
3 Sureskiarti, Enok;
Masnina, Rusni; Zulaikha, Fatma; Praja, Andi; Wijayanti, Tri 2020 Borneo Nursing Journal Efektifitas Spiritual Leadership Terhadap Kualitas Mutu Pelayanan Kesehatan Penerapan spiritual leadership kepada para perawat berpengaruh terhadap kualitas mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien secara signifikan
4 Wu, Xiaxin;
Hayter, Mark; Lee, Amanda J;
Yuan, Yuan; Li, Shuang; Bi,
Yaxin; Zhang, Lu; Cao, Chaoyu; Gong, Weijuan; Zhang, Yu 2020 Journal Of Nursing Management Positive Spiritual Climate Supports Transformational Leadership As Means To Reduce Nursing Burnout And Intent To Leave Spiritualitas menurunkan skor kelelahan emosional, burnout dan keinginan untuk pindah secara signifikan
5 Yudaningsih, Yunita; Sujianto, Untung; Kana, Nico 2019 Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia Pengaruh Pelatihan Kepemimpinan Spiritual Terhadap Peningkatan Kinerja Ketua Tim Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Pelatihan kepempimpinan spiritual meningkatkan kinerja perawat secara signifikan 6 Sureskiarti, Enok; Zulaikha, Fatma; Muflihatin, Siti Khoiroh 2019 Jurnal Ilmu Kesehatan Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership terhadap Kinerja Perawat Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Aisiyah Samarinda Pelatihan spiritual leadership meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara signifikan
7 Ardhani Millatul; Aini Qurratul 2022 Archivos Venezolanos de Farmacologia y Terapeutica The Effect Of Spiritual Leadership and Spiritual Intelligence on Low Nurse Burnout in a Hospital During COVID -19 Pandemic Kepemimpinan spiritual menurunkan angka kelelahan perawat secara signifikan
8 Lapian, Lady Galatia; Zulkifli, Andi; Razak, Amran; Sidin, Indahwaty; 2022 Macedonian Journal Of Medical Sciences Differences in Nurse Burnout Rates Based on Spiritual Aspects through Self- Leadership Training and - Intervensi Spiritualitas berpengaruh signifikan terhadap self leadership dan emotional intelligence.
## MPPKI (Mei, 2024) Vol. 7 No. 5
Russeng,
Syamsiar; Saleh,
Ariyanti; Tamar, Muhammad; Chalidyanto Emotional Intelligence Mentoring - Spiritualitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap burnout secara signifikan
9 Kachie, Arielle Doris; Zhou Lulin; Quansyah P, Xu, Xinlong; Epalle, Thomas; Ngajie, Berty 2023 PLos One Role Demands And Turnover Intention Among Covid-19 Frontline Nurses: The Mediating And Moderating Roles Of Compassion Fatigue And Spiritual Leadership Kepemimpinan spiritualitas (dimensi visi dan cinta altruistic) menurunkan niat berpindah perawat secara signifikan 10 Wu, Wei Li; Lee, Yi Chih 2020 International Journal of Environmental Research and Public Health How Spiritual Leadership Boosts Nurses’ Work Engagement: The Mediating Roles of Calling and Psychological Capital Kepemimpinan spiritualitas meningkatkan keterikatan kerja secara signifikan
## PEMBAHASAN
Kepemimpinan spiritual adalah kepemimpinan yang berlandaskan visi, harapan, dan cinta altruistik. Altruisme adalah tindakan untuk mencintai dan melayani orang lain seperti diri sendiri, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Tindakan altruisme berupa kesetiaan, dan berfokus pada motivasi untuk menolong sesama dan melakukan sesuatu pekerjaan dengan ikhlas. Kepemimpinan spiritual memberikan iinspirasi dan dorongan kepada para staf dalam mencapai visi misi dan tujuan dari organisasi yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh organisasi. Kepemimpinan spiritual juga dapat mendorong perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan lebih baik lagi. Hal ini didukung dari penelitian yang dilakukan oleh Shehab yang menyebutkan bahwa Pelatihan kepemimpinan spiritual meningkatkan skor motivasi staf perawat secara signifikan (setelah intervensi p=0,017, follow up p=0,019) (2,11–13). Selain itu cinta altruistik juga dapat diartikan sebagai rasa keutuhan, kesejahteraan, dan harmoni yang muncul dari sikap peduli dan menghargai diri sendiri dan orang lain. Pemimpin yang menerapkan cinta altruistik dalam kepemimpinannya akan memiliki kepedulian dan kepercayaan yang kuat terhadap stafnya sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman sehingga keterlibatan staf dalam pekerjaan dan reputasi kerja juga mengalami peningkatan. Penelitian dari Wu et al menunjukkan kepemimpinan spiritual dapat meningkatkan keterlibatan staf di tempat kerja secara signifikan (b = 0,73, p < 0,001); sedangkan penelitian dari Ibrahim et al menunjukkan pelatihan kepemimpinan spiritualitas meningkatkan persepsi tentang spiritualitas di tempat kerja dan meningkatkan persepsi tentang reputasi pekerjaan (14,15).
Penerapan kepemimpinan spiritual akan memiliki tujuan, makna dan kapasitas untuk memimpin orang lain dengan efektif dan keinginan untuk meningkatkan kemampuan serta realisasi diri. Individu yang menerapkan kepemimpinan spiritual akan saling menghormati dan memiliki hubungan dengan rekan sejawatnya yang baik sehingga akan berdampak baik pada kesejahteraan psikologis dan kesehatan humanisme. Kepemimpinan spiritual mempunyai dampak pada peningkatan kinerja perawat dalam membuat asuhan keperawatan, meningkatkan produktivitas untuk mencapai visi organisasi. Penelitian dari Sureskiarti et al, menunjukkan bahwa pelatihan kepemimpinan spiritual meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan secara signifikan, dengan mean sebelum intervensi 85,02 dan setelah intervensi 111,62, dengan p=0,000. Penelitian dari Yudaningsih juga menunjukkan bahwa kepemimpinan spiritual meningkatkan kinerja perawat secara signifikan (p=0,001) (2,3). Penelitian dari Sureskiarti et al juga menunjukkan bahwa pelatihan kepemimpinan spiritual meningkatkan kualitas mutu pelayanan yang signifikan (p=0,021) dengan mean sebelum intervensi 106,15 dan setelah intervensi 117,10 (16).
Penelitian dari Lapian et al menunjukkan bahwa pelatiihan kepemimpinan self leadership dan spiritualitas berpengaruh signifikan terhadap self leadership dan emotional intelligence . Spiritualitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap burnout secara signifikan. Spiritualitas dapat membuat manusia menjadi seutuhnya secara intelektual, emosional dan spiritual, sehingga para staf dapat memotivasi diri sendiri untuk lebih meningkatkan kinerja dan menentukan sikap dalam mengatasi kelelahan di tempat kerja (17). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Wu et al, dan Ardhani et al, yang menyebutkan bahwa kepemimpinan spriritualitas menurunkan angka kelelahan, burnout dan keinginan untuk berpindah (7,12).
## KESIMPULAN
Pelatihan gaya kepemimpinan spiritual yang berlandaskan visi, harapan, dan altruistic love penting diberikan kepada kepala ruang. Melalui pelatihan, kepala ruang dapat mengeksplorasi nilai kepedulian dari pimpinan kepada staf, mencintai dan melayani orang lain seperti diri sendiri, mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri
sendiri, loyalitas, dan berpusat pada motivasi untuk menolong sesama dan melakukan sesuatu pekerjaan dengan ikhlas sehingga kinerja perawat dan kualitas pelayanan kepada pasien dapat terus ditingkatkan. Dampak dari kepemimpinan spiritual adalah peningkatan kinerja peningkatan reputasi kerja; peningkatan keterikatan kerja; peningkatan kepatuhan dalam melakukan asesmen keperawatan; peningkatan mutu pelayanan kepada pasien; peningkatan motivasi kerja perawat; penurunan kelelahan emosional, burount, dan niat berpindah.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Ardiana A. Nurses’ Job Satisfaction And Leadership Styles In A Public Hospital : A Systematic Review. Indonesia Proceeding International Agronursing Conference. 2023;306(1):2023.
2. Sureskiarti E, Zulaikha F, Muflihatin SK. Pengaruh Penerapan Spiritual Leadership Terhadap Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Aisiyah Samarinda. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2019;5(1):27–33.
3. Yudaningsih Y, Sujianto U, Kana N. Pengaruh Pelatihan Kepemimpinan Spiritual Terhadap Peningkatan Kinerja Ketua Tim Keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia. 2019;4(3):242–9.
4. Istiqomah I, Afriani T. Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan terhadap Kinerja Perawat. Journal of Telenursing (JOTING). 2023 Jun 30;5(1):1327–36.
5. Roshida DS, Paskarini I, Martiana T. Leadership Style Influence On Nurses’ Burnout : A Systematic Review. Indonesian Journal of Public Health. 2023 Aug 1;18(2):341–52.
6. Kim E, Lee JY, Lee SE. Associations among leadership, resources, and nurses’ work engagement: findings from the fifth korean Working Conditions Survey. BMC Nurs. 2023 Dec 1;22(1).
7. Wu X, Hayter M, Lee AJ, Yuan Y, Li S, Bi Y, et al. Positive Spiritual Climate Supports Transformational Leadership As Means To Reduce Nursing Burnout And Intent To Leave. J Nurs Manag. 2020 May 1;28(4):804– 13.
8. Ariani N, Bin Sansuwito T, Prasath R, Novera M, Sarli D, Poddar S. The Effect of Leadership Styles on Nurse Performances and Job Satisfaction Among Nurses in Dumai Public Hospital: Technological Innovation as Mediator. Vol. 18, Malaysian Journal of Medicine and Health Sciences. 2022.
9. Smama’h Y, Eshah NF, Al-Oweidat IA, Rayan A, Nashwan AJ. The Impact of Leadership Styles of Nurse Managers on Nurses’ Motivation and Turnover Intention Among Jordanian Nurses. J Healthc Leadersh. 2023;15:19–29.
10. Astuti W, Pujiyanto TI, Nurhayati S. The supervision and transformational leadership styles on nurses’ compliance in prevention and control of infection risks at a hospital in Kotamobagu, Indonesia. GHMJ (Global Health Management Journal). 2023 Feb 8;6(1):11–7.
11. Shehab MA, Eid NM, Kamel FF. Spiritual Leadership Educational Program for Head Nurses and its Effect on Nurses’ Motivation. Journal of Nursing Science-Benha University. 2022;3(2):621–36.
12. Ardhani M, Aini Q. The Effect Of Spiritual Leadership and Spiritual Intelligence on Low Nurse Burnout in a Hospital During COVID -19 Pandemic. Archivos Venezolanos de Farmacologia y Terapeutica [Internet]. 2022;4(2). Available from: http://doi.org/10.5281/zenodo.6571128
13. Kachie ADT, Zhou L, Quansah PE, Xu X, Epalle TM, Ngajie BN. Role Demands And Turnover Intention Among Covid-19 Frontline Nurses: The Mediating And Moderating Roles Of Compassion Fatigue And Spiritual Leadership. PLoS One. 2023 Aug 1;18(8 August).
14. Wu WL, Lee YC. How Spiritual Leadership Boosts Nurses’ Work Engagement: The Mediating Roles Of Calling And Psychological Capital. Int J Environ Res Public Health. 2020 Sep 1;17(17):1–13.
15. Ibrahim SAM, Ebraheem SMA, Mahfouz HHES. Effect of Educational Program about Head Nurses’ Agile Leadership on Staff Nurses’ Workplace Spirituality and Job Reputation. Egyptian Journal of Health Care. 2022;13(1):1661–80.
16. Sureskiarti E, Masnina R, Zulaikha F, Praja A, Wijayanti T. Efektivitas Spiritual Leadership Terhadap Kualitas Mutu Pelayanan Kesehatan. Borneo Nursing Journal [Internet]. 2020;2(2):16–21. Available from: https://akperyarsismd.e-journal.id/BNJ
17. Lapian LG, Zulkifli A, Razak A, Sidin I, Russeng S, Saleh A, et al. Differences in Nurse Burnout Rates Based on Spiritual Aspects through Self-Leadership Training and Emotional Intelligence Mentoring. Open Access Maced J Med Sci. 2022 May 19;10(G):594–8.
|
dad4a7e5-d088-486f-894c-6c372c63389f | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt/article/download/31797/20955 | http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
e-ISSN : 2620-309X
## PENGARUH PEMBERIAN OVAPRIM DAN HUMAN CHORIONIC
GONADOTROPIN (hCG) TERHADAP PEMIJAHAN SIPUT GONGGONG Laevistrombus turturella
EFFECT OF OVAPRIM AND HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN (hCG) ADMINISTRATION ON GONGGONG CONCH Laevistrombus turturella SPAWNING
Muzahar 1* , Wiwin Kusuma Atmaja Putra 1 , Aminatul Zahra 1 , & Lily Viruly 2 1 Program Studi Budidaya Perairan, FIKP-UMRAH, Tanjungpinang, 29115, Indonesia
2 Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, FIKP-UMRAH, Tanjungpinang, 29115, Indonesia
* E-mail: [email protected]
## ABSTRACT
The success of spawning determines the availability of gonggong conch seeds. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of different types of hormones namely ovaprim® and hCG in stimulating the spawning of gonggong conch. Eighty-four pairs of broodstock were injected according to the design with ovaprim® or hCG, or combination of both hormones at a dose of 0.5 µL/g BW. Post-injection broodstock are spawned in an aquarium with a density of 7 pairs per aquarium. The observed parameters were the number of spawned broodstocks, the number of released eggs, the latency time, and the histological of the broodstock gonads. The Kruskal Wallis test was used to analyze the number of spawned broodstock, and the analysis of variace (ANOVA) was used to analyze the number of released eggs. The results showed that there was no significant differences between the treatments (P>0.05) on the number of spawned broodstocks, but hCG administration gave the highest number of spawned broodstocks (52.38%). The latency time of broodstock spawned generally began on the 2nd and 3rd day after 0.5 µL/g BW ovaprim administration. Based on the percentage of spawned broodstock and the value of all observation parameters, it was concluded that the hCG with a dose of 0.5 µL/g BW (P1) gives a better response than the other treatments.
Keywords: gonggong conch, hCG, Laevistrombus turturella, ovaprim®, spawning
## ABSTRAK
Keberhasilan pemijahan menentukan ketersediaan benih siput gonggong. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektivitas penggunaan jenis hormon berbeda yaitu ovaprim® dan hCG dalam menstimulasi pemijahan siput gonggong. Delapanpuluh empat pasang induk disuntik sesuai rancangan dengan ovaprim® atau hCG, atau kombinasi keduanya masing-masing dengan dosis 0,5 µL/g BB. Induk pascasuntik dipijahkan dalam akuarium dengan densitas 7 pasang per akuarium . Parameter yang diamati adalah: jumlah induk yang memijah, jumlah telur dikeluarkan oleh induk, waktu latensi, dan tampilan histologi gonad induk. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk menganalisis data jumlah induk mijah, dan analysis of variance (ANOVA) untuk menganalisis jumlah telur dikeluarkan oleh induk siput. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (P>0,05) jumlah induk mijah di antara perlakuan, namun pemberian hCG memberikan jumlah induk mijah paling tinggi (52,38%). Waktu latensi induk mijah umumnya mulai mijah pada hari ke-2 dan ke-3 setelah pemberian 0,5 µL/gBB ovaprim. Berdasarkan persentase induk mijah dan nilai seluruh parameter pengamatan disimpulkan bahwa pemberian suntikan hCG dosis 0,5 µL/g BB (P1) memberikan respons lebih baik dibanding perlakuan lain.
Kata kunci: hCG, Laevistrombus turturella, ovaprim®, pemijahan, siput gonggong.
## I. PENDAHULUAN
Siput gonggong ( L. turturella ) me- rupakan siput laut dari Famili Strombidae yang paling banyak dieksploitasi dan di- konsumsi oleh masyarakat kota Tanjung- pinang karena citarasanya yang lezat dan mengandung protein tinggi 46,65% (Muzahar & Viruly, 2014). Cangkang siput gonggong dimanfaatkan sebagai bahan kera- jinan tangan ( souvenir ) seperti bunga, bros dan gantungan kunci yang harganya cukup terjangkau. Siput ini memiliki lima varian morfologi, namun yang paling banyak disa- jikan sebagai lauk pauk adalah yang ber- cangkang tebal (Muzahar et al ., 2018; Muzahar & Viruly, 2014). Siput gonggong kebanyakan hidup di habitat lumpur berpasir atau pasir berlumpur dan sedikit yang hidup di habitat pasir. Sentra penangkapan siput gonggong antara lain adalah di perairan laut Pulau Bintan (di daerah Madong, Tanjung Sebauk, Senggarang, Kelam Pagi, Batu Licin, Desa Busung, Lobam dan Tembeling), Pulau Dompak, Penyengat dan Pengujan. Kemungkinan populasi siput ini di alam telah mengalami tangkap lebih untuk memenuhi permintaan pasar sehingga terjadi penurunan. Ukuran dan jumlah siput gonggong hasil tangkapan yang diperoleh para nelayan semakin kecil (Muzahar & Hakim, 2018). Overexploitation pada keong Strombus canarium telah terjadi di Selat Johor, Malaysia (Cob et al ., 2008). Kegiatan budi daya dapat meningkatkan produksi gonggong dan melestarikan populasinya di alam. Produksi budi daya dapat memper- baiki populasi siput gonggong melalui re- stocking dan dapat mengurangi penang- kapan di alam. Titik awal dan kunci sukses dalam usaha budi daya perikanan adalah pembenihan (Afriani, 2016). Pembenihan adalah salah satu kegiatan utama dalam budi daya siput gonggong. Keberhasilan pembe- nihan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan pemijahan induk siput gonggong.
Kendala utama pembenihan siput gonggong adalah masih rendahnya tingkat
pemijahan induk dan tingkat kelangsungan hidup ( survival rate , SR) larva di wadah budi daya (Muzahar et al ., 2019), disamping itu sumber induk matang gonad masih me- ngandalkan penangkapan dari alam. Salah satu cara yang paling efektif dalam mensti- mulasi pemijahan organisme akuatik adalah melalui manipulasi hormonal (Yudha et al ., 2017). Proses reproduksi siput laut Thais clavigera dan kerang Sinonovacula constricta dikendalikan oleh hormon (Lu et al ., 2001; Yan et al ., 2011). Pemijahan kerang Placopecten magellanicus berhasil diinduksi dengan pemberian hormon testos- teron dan 17β-estradiol (Wang & Croll, 2006).
Ovaprim®, human chorionic gonadotropin (hCG), atau kombinasi kedua- nya luas digunakan dalam memicu pe- mijahan ikan. Penggunaan hCG dengan dosis 250 IU/kg bobot tubuh (BB) mampu menstimulasi pemijahan ikan bawal bintang ( Trachinotus blochii ) (Mulah et al ., 2017; Putra et al ., 2018), ikan tengadak ( Barbonymus schwanenfeldii ) (Dewantoro et al ., 2017), serta ikan lele dumbo ( Clarias gariepinus ) (Sinjal, 2014). Penggunaan kombinasi ovaprim® dosis 0,7 mL/kg dan hCG dosis 500 IU/kg memberikan respons pemijahan terbaik pada ikan agamysis ( Agamyxis albomaculatus ) (Nur et al ., 2017). Pemberian ovaprim® pada siput ini tercatat baru satu penelitian, yaitu dengan dosis rendah 0,5 μL/g bobot tubuh lunak (BB) menghasilkan induk betina yang me- mijah lebih banyak daripada dosis 0,7 μL/g BB dan 0,9 μL/g BB, berturut-turut sebesar 34,48%, 27,59% dan 20,69% (Muzahar et al ., 2019). Penelitian tentang pemberian hCG, dan kombinasi dengan ovaprim® untuk memicu pemijahan siput gonggong tidak pernah dilaporkan sehingga sehingga perlu dikaji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) jenis hormon yang lebih efektif dalam menginduksi pemijahan siput gonggong ditinjau dari jumlah induk mijah dan waktu latensinya, (2) jumlah telur yang
dikeluarkan oleh siput gonggong, dan (3) perbedaan profil histologis gonad induk yang mijah dan tidak mijah.
## II. METODE PENELITIAN
## 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2020 di Marine Aquaculture Laboratory dan Marine Biology Laboratory , Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang. Induk siput gonggong yang digunakan berasal dari tangkapan dari empat titik sampel di laut Madong-Kota Tanjungpinang seperti disajikan pada Table 1 . Tipe substrat di lokasi ini umumnya adalah lumpur berpasir dengan vegetasi lamun dengan kepadatan sedang (Muzahar et al ., 2019). Preparat histologi gonad induk siput dikerjakan oleh Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan FPIK-IPB University.
## 2.2. Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang diguna- kan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Jumlah siput uji yang dipakai berjumlah 168 ekor (84 pasang). Dosis dan volume larutan hormon per gram bobot badan lunak (BB) yang disuntikkan pada siput gonggong ber- pedoman pada Muzahar et al . (2019) yaitu 0,5 µL/g BB. Bobot badan lunak rata-rata siput gonggong adalah 10,7±3,4 g/ekor (betina) dan 8,1±2,3 g/ekor (jantan). Volume hormon disuntikkan pada induk adalah hasil
perkalian dosis yang diberikan dengan bobot badan lunak rata-rata siput gonggong seperti ditampilkan pada Table 2 . Wadah yang di- pakai adalah dua belas buah akuarium masing-masing berukuran (80×40×50) cm³.
Table 1. The coordinates of the gonggong conch sampling area.
No. The coordinate Information 1 104°26'2.714"BT 0°58'58.563"LS Location 1 2 104°26'8.025"BT 0°58'55.907"LS Location 2 3 104°26'12.565"BT 0°58'56.507"LS Location 3 4 104°26'16.42"BT 0°58'59.762"LS Location 4
## 2.3. Penyiapan Wadah Pemeliharaan
Seluruh akuarium untuk wadah pemeliharaan induk pascasuntikan dibersih- kan dan dipasang seperangkat aerator. Sedi- men lumpur sebagai pakan untuk induk diambil dari habitat alami siput gonggong diletakkan di dasar semua akuarium sampai ketinggian 10 cm. Air dimasukkan ke dalam semua akuarium sampai ketinggian 45 cm, dan kemudian aerator diaktifkan (Muzahar & Hakim, 2018).
2.4. Penyiapan Siput Uji, Ovaprim® dan hCG, dan Teknik Pemijahan Siput gonggong uji memiliki panjang cangkang >67 mm (betina) dan >64 mm (jantan) dan bobot badan lunak tanpa cang-
Table 2. Treatments, injection volume of hCG hormone and ovaprim®.
Treatments Volume of injection (µL/ekor) on female broodstock Volume of injection (µL/ekor) on male broodstock Dosage of 0.5 IU/g BB hCG (P1) 5.35 4.05 Dosage of 0.5 µL/g BB ovarim® (P2) 5.35 4.05 Dosage of 0.25 IU/g BB hCG + 0.25 µL/g BB ovaprim® (P3) 5.35 4.05 Dosage of 0.5 µL/g BB physiological solution NaCl (P4) 5.35 4.05
kang (BB) 10,7±3,4 g/ekor (betina) dan 8,1±2,3 g/ekor (jantan) sesuai kriteria Muzahar et al . (2019). Induk siput sebelum perlakuan diaklimatisasi dalam air laut ber- salinitas 30 ppt dalam bak fiber berkapasitas 1ton selama 48 jam. Induk selama aklima- tisasi diberi pakan berupa sedimen lumpur yang diambil dari habitat alaminya. Ovaprim® yang digunakan produksi Syndel-India, dan hCG merek Chorulon TM produksi MSD-Netherland.
Semua induk siput gonggong betina diberi suntikan larutan sesuai dosis seperti terlihat pada Table 1 , sedangkan semua induk jantan diberi suntikan ovaprim® sebanyak 4,05 µL/ekor. Jarum suntik ber- ukuran 0,60x32 mm (23G×1¼”) digunakan untuk memasukkan larutan hormon pada bagian otot kaki siput (Muzahar et al ., 2019). Induk pascasuntik dipelihara dalam akuarium dengan densitas 7 pasang/ akuarium selama 13 hari . Induk siput selama masa perlakuan pemijahan diberi pakan berupa sedimen lumpur. Penambahan air dalam akuarium hanya dilakukan untuk mengganti air yang menguap.
## 2.5. Parameter Uji dan Analisis Data
Parameter yang diamati terdiri atas (1) jumlah induk yang memijah, (2) jumlah telur dikeluarkan oleh masing-masing induk, (3) waktu latensi, dan (4) histologi gonad siput gonggong yang memijah dan tidak mijah. Telur yang dikeluarkan oleh induk diambil sejumlah tertentu secara acak kemudian ditimbang dan dihitung. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk meng- analisis jumlah induk yang memijah dan analysis of variance (ANOVA) untuk menganalisis data jumlah telur yang di- keluarkan oleh induk siput gonggong, dan bila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Data waktu latensi induk dan analisis histologi gonad induk siput gonggong perlakuan dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Analisis data secara statistik dilakukan dengan bantuan software SPSS versi 16.
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil dan Pembahasan
3.1.1. Jumlah Induk Mijah, Jumlah Telur Dikeluarkan dan Waktu Latensi
Persentase jumlah induk siput gonggong betina yang memijah dan waktu latensinya disajikan pada Figure 1 , serta jumlah rata-rata telur yang dikeluarkan (fekunditas) ditampilkan pada Figure 2 . Induk siput gonggong betina dite- mukan pertama kali memijah ( latency time tercepat) pada hari ke-2 pengamatan yaitu pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB ovaprim (P2) dan terakhir pada hari ke-13 pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB hCG (P1). Waktu latensi pada semua induk perlakuan beragam, namun umumnya induk memijah pada hari ke-2 dan ke-3. Waktu latensi tercepat pada perlakuan pemberian suntikan 0,5 µL/g BB ovaprim (P2) yang diperoleh pada penelitian ini sama dengan hasil Muzahar et al . (2019) yang mem- berikan jenis, dosis hormon serta spesies hewan uji yang sama yaitu pada hari ke-2. Waktu latensi ini jauh lebih lambat di- bandingkan dengan golongan ikan ( finfish ), seperti ikan gurami Ospronemous gouramy dan ikan tengadak B. schwanenfeldii yang diberi perlakuan dosis dan jenis hormon sama yaitu hanya 8-13 jam (Dewantoro et al ., 2017). Jumlah induk yang memijah terbanyak adalah pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB hCG (P1) yaitu 11 ekor (52,38%), dan paling sedikit pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB kombinasi hCG dan ovaprim (P3) yaitu 3 ekor (14,29%). Pemakaian ovaprim dan hCG untuk men- stimulasi pemijahan golongan gastropoda masih sangat sedikit dilakukan. Mekanisme kerja hormon hCG dan ovaprim yang di- injeksikan pada siput gonggong masih belum diketahui. Hal ini selaras dengan pendapat Appeldoorn (1995), bahwa hanya sedikit yang dipahami tentang kontrol hormonal dan sistem endokrin dalam repro- duksi gastropoda. Pemberian ovaprim pada
Figure 1. Percentage of female gonggong broodstock spawned (a) and its latency time (b).
Figure 2. Average of eggs released (grain/head broodstock) on each treatments.
ikan finfish berbeda pengaruhnya dengan golongan gastropoda. Ovaprim yang diberi- kan pada ikan meningkatkan efektifitas luteinizing hormone releasing hormone (LHRH) pada ikan karena sekresi hormon gonadotropin pada ikan berada di bawah kontrol ganda antara LHRH dan anti- dopamin (Zairin Jr., 2003) sehingga men- stimulasi pemijahan ikan.
Jumlah rata-rata induk betina mijah secara keseluruhan adalah 33,33%. Per- bedaan persentase jumlah induk yang memijah berdasarkan uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil tidak berbeda nyata di antara perlakuan (P>0,05), namun perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB hormon hCG (P1) memiliki persentase induk betina mijah paling besar yaitu 52,38%. Perbedaan per- sentase ini disebabkan oleh perbedaan tingkat kematangan gonad induk dan adanya beberapa induk yang tidak matang gonad sebagaimana hasil analisis histologi pada sampel gonad induk ( Figure 3a ). Adanya beberapa induk yang tidak matang gonad yang digunakan dalam penelitian ini di- sebabkan oleh sulitnya memastikan tingkat kematangan gonad. Kesulitan ini disebabkan posisi gonad gonggong berada di bagian dalam ujung cangkang mulai dari apeks sampai kira-kira sepertiga cangkang se- hingga tidak dapat dilihat dari luar. Teknik penentuan induk matang gonad yang ada saat ini hanya berdasarkan panjang cang- kang total. Oleh karena itu, penemuan teknik baru dalam menentukan kematangan gonad gonggong perlu dikembangkan. Persentase induk mijah tersebut (0,5 µL/g BB hormon hCG, P1), dan perlakuan dosis 0,5 µL/g BB ovaprim (42,62%) pada penelitian ini mem- perlihatkan persentase hasil yang jauh lebih tinggi dibanding hasil Muzahar et al . (2019) yang hanya sebesar 34,48%. Perlakuan pem- berian suntikan 0,5 µL/g BB hormon hCG (P1) pada penelitian ini memberikan respons lebih baik untuk menstimulasi pemijahan induk siput gonggong betina berdasarkan persentase induk yang memijah (52,38%). Hasil ini berbeda dengan kesimpulan dari
Nur et al . (2017) yang memberikan perla- kuan jenis hormon yang sama pada finfish ikan agamysis ( Agamyxis albomaculatus ) yaitu bahwa penggunaan kombinasi hormon hCG dosis 500 IU/kg+ovaprim dosis 0,7 mL/kg memberikan respons terbaik di- banding penggunaan hormon tunggal hCG atau ovaprim saja. Faktor yang ikut menen- tukan keberhasilan pemijahan gastropoda adalah musim. Produksi dan biomas siput Strombus canarium lebih tinggi pada musim hujan dibanding musim kemarau, dimulai bulan Nopember sampai bulan Maret (Cob, 2008), dan lama penyinaran (foto periode- sitas) (Cala et al . 2012).
Jumlah telur yang dikeluarkan oleh masing-masing induk betina berbeda-beda pada semua perlakuan. Jumlah rata-rata tertinggi telur yang dikeluarkan oleh induk betina terdapat pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB kombinasi hormon hCG dan ovaprim (P3) yaitu 60.806±32.539 butir/ ekor, dan terendah pada perlakuan suntikan 0,5 µL/g BB NaCl (P4) yaitu 29.179±25.160 butir/ekor. Jumlah rata-rata secara keselu- ruhan telur yang dikeluarkan sebesar 38.852 butir/ekor. Jumlah rata-rata telur yang dike- luarkan oleh induk betina siput gonggong berdasarkan analysis of variance (ANOVA) tidak berbeda nyata di antara perlakuan (P>0,05). Hasil ini disebabkan oleh jumlah telur yang dikeluarkan oleh masing-masing induk pada semua perlakuan sangat ber- variasi dengan selisih yang besar antara jumlah terkecil dan terbesar. Faktor pe- nyebab lainnya adalah perkembangan sel telur pada gonad betina pada ketiga per- lakuan tidak seragam. Pemberian suntikan 0,5 µL/g BB kombinasi hormon hCG dan ovaprim (P3) yang memberikan hasil lebih baik dalam penelitian ini sejalan dengan hasil Nur et al . (2017) pada golongan ikan ( finfish ) yaitu secara umum perlakuan peng- gunaan kombinasi hCG 500 IU dengan ovaprim 0,7 mL/kg bobot badan ikan agamysis menghasilkan telur yang lebih baik dibanding dengan perlakuan hormon tunggal. Fungsi pemberian hCG adalah me-
nyeragamkan tingkat kematangan akhir telur dan menyiapkan telur yang matang untuk diovulasikan sehingga dapat menaikkan tingkat kepekaan oosit pada pada saat pemberian ovaprim (Cacot et al ., 2002). Jumlah rata-rata telur yang dikeluarkan oleh induk betina baik pada setiap perlakuan maupun secara keseluruhan dalam penelitian ini lebih rendah daripada hasil Muzahar et al . (2019) yaitu 39.347±16.667 butir/ekor. Perbedaan jumlah telur yang dikeluarkan oleh masing-masing induk disebabkan per- bedaan tingkat kematangan telur dalam masing-masing gonad induk betina ( Figure 3 ). Telur-telur matang secara keseluruhan akan dikeluarkan oleh induk betina secara total dan jika belum matang maka terjadi pemijahan secara parsial. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh beberapa golongan siput ketika memijah memang bervariasi, sebagai bukti pada keong dog conch ( Strombus canarium ) berkisar antara 48.745±877
sampai 93.643±1.685 butir/ekor (Cob et al ., 2009), keong gonggong ( S. turturella ) dari laut Bangka sebanyak 75.000-95.000 butir (Dody, 2012), keong queen conch ( S. gigas ) sebesar 400.000 butir/ekor (Davis, 2005), dan pada siput lola ( Trochus niloticus ) antara 3 x 10 5 sampai dengan 1 x 10 6 butir/ekor (Pradina & Dwiono, 1994). Faktor lingkungan hidup tempat individu ikan berada, kondisi fisiologis, umur, jenis ikan, kepadatan populasi, ukuran tubuh, makanan, dan sifat ikan merupakan pe- nyebab adanya variasi jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) ikan (Yildirim et al. , 2006). Beberapa faktor penting di atas diduga juga berlaku pada siput gonggong.
## 3.1.2. Profil Histologi Gonad Induk yang Mijah dan Tidak Mijah
Pofil mikroskopis histologis gonad induk yang mijah dan tidak mijah ditampil- kan pada Figure 3 . Histologi gonad induk
Figure 3. Gonadal histological profile of broodstock spawned (a), and gonadal histological profile of broodstock not spawned (b); *visceral, ** gonadal.
siput gonggong perlakuan yang memijah menunjukkan perkembangan yang baik, namun sebagian kecil perkembangan telur- nya tidak seragam terutama pada ujung luar jaringan gonad, sedangkan pada induk gonggong perlakuan yang tidak memijah tampilan gonadnya memiliki telur yang tidak/sedikit sekali yang berkembang.
## Figure 4. The collection of gonggong conch spermatozoa observed in famale gonad (yellow arrow).
Profil perkembangan gonad induk- induk gonggong perlakuan baik yang me- mijah dan tidak memijah yang beragam ter- sebut mirip dengan yang terjadi pada siput Lambis-lambis yang masih dalam satu famili Strombidae. Tingkat kematangan gonad siput Lambis diamati terdiri atas TKG I sampai TKG IV yang mengindikasikan proses pembentukan dan pematangan gonad serta pemijahan yang terjadi sepanjang tahun (Widyastuti & Aji, 2016) . Hasil ini juga selaras dengan temuan Leimena & Subahar (2006) pada keong lola ( Trochus niloticus ) betina, yaitu bahwa dalam satu individu terdapat beberapa tahap perkem- bangan gonad, yaitu oosit muda, oosit yang sedang berkembang, dan oosit matang. Kondisi seperti ini mengindikasikan bahwa proses perkembangan gonad keong lola ter- jadi terus menerus sehingga pemijahannya berlangsung sepanjang tahun, dan keadaan ini diduga juga terjadi pada siput gonggong. Proses perkembangan gonad beberapa jenis
siput laut secara umum berlangsung terus menerus sepanjang tahun seperti pada siput laut Turbo torquatus (Ward & Davis, 2002). Proses pembuahan sel telur oleh sel sperma terjadi di dalam tubuh individu betina yang dibuktikan dengan ditemukan- nya sperma dalam seluruh sampel gonad induk gonggong betina yang diamati. Sampel kumpulan sperma yang berhasil diamati dalam gonad induk gonggong betina ditampilkan pada Figure 4 .
## IV. KESIMPULAN
Pemberian hCG dosis 0,5 µL/g BB (P1) memiliki persentase pemijahan terting- gi dibanding perlakuan lain, yaitu 52,38%. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk dengan perlakuan pemberian kombinasi hormon hCG dan ovaprim (P3) dosis 0,5 µL/g BB memiliki jumlah telur terbanyak, yaitu 60.806±32.539 butir/ekor. Waktu latensi pada semua perlakuan umumnya di- mulai pada hari ke-2 dan ke-3. Histologi gonad induk gonggong betina menunjukkan perkembangan telur yang tidak seragam. Berdasarkan persentase induk yang memijah dan keseluruhan para-meter yang diamati dapat disimpulkan bahwa pemberian sun- tikan hCG dosis 0,5 µL/g BB (P1) mem- berikan respons lebih baik dibanding dua perlakuan lain.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Research Grant Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan-Universitas Maritim Raja Ali Haji Tahun 2020. Terima kasih disampaikan kepada Dekan dan WD II FIKP UMRAH, Kepala Marine Aquaculture Laboratory - BDP, Kepala Marine Biology Laboratory FIKP-UMRAH atas bantuan fasilitas dan dukungannya dalam penelitian ini, sahabat- ku Zulpikar, S.Pi., Hamzah, Budi Primulia, M.AP., Hary Wibowo, M.Ak., Agus Muslim, M.Si., Dian Novitasari, M.Si., Firdaus, S.Pi., para mahasiswa Rian
Sukamto dan Ad durunnafis serta semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan penelitian dan tulisan ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Afriani, D.T. 2016. Peranan pembenihan ikan dalam usaha budidaya ikan. J. Warta , 49: 1-9.
https://doi.org/10.46576/wdw.v0i49. 158 Appeldoorn, R.S. 1995. Potential depensatory mechanisms operating on reproductive output in
gonochoristic molluscs, with
particular reference to strombid gastropods. ICES mar. Sei. Symp, 199: 13-18 pp.
Cacot, P., M. Legendre, T.Q. Dan, L.T. Hung, P.T. Liem, C. Mariojouls, & J. Lazard. 2002. Induced ovulation of
Pangasius bocourti (Sauvage, 1880) with a progressive hCG treatment.
Aquaculture , 213: 199-206.
Cala, Y.R., A. de Jesús-Navarrete, F.A.
Ocana, & J. Oliva-Rivera. 2013. Density and reproduction of the queen conch Strombus gigas at Cabo
Cruz, Desembarco del Granma National Park, Cuba. J. Tropical.
Biology, 61(2): 645-655.
https://www.redalyc.org/pdf/449/449 27436014.pdf Cob, Z.C., A. Arshad, M.A. Ghaffar, J.S. Bujang, & W.L.W. Muda. 2009. Development and growth of larvae of the dog conch, Strombus canarium (Mollusca: Gastropoda), in the laboratory. J. of Zoology Study , 48(1): 1-11. https://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/
download?doi=10.1.1.598.5147&rep =rep1&type=pdf Cob, Z.C., A. Arshad, M.A. Ghaffar, & J.S. Bujang. 2008. Sexual maturity and sex determination in Strombus canarium . J. Biological Science, 8(3): 616-621.
https://doi.org/10.3923/jbs.2008.616. 621 Dewantoro, E., N.R. Yudhaswara, & Farida. 2017. Pengaruh penyuntikan hormon ovaprim terhadap kinerja pemijahan ikan tengadak. J. Ruaya , 5(2): 1-9. http://doi.org/10.29406/rya.v5i2.715
Dody, S. 2012. Pemijahan dan perkemba- ngan larva siput gonggong ( Strombus turturella ). J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis , 1(4): 107-113.
https://doi.org/10.29244/jitkt.v4i1.78 11 Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 p.
Leimena, H.E.P. & S.S.T Subahar. 2006.
Potensi reproduksi keong lola ( Trochus niloticus ) di Pulau Saparua,
Maluku Tengah. Hayati , 13(2):49- 52.
https://doi.org/10.4308/hjb.13.2.49
Lu, M., T. Horiguchi, H. Shiraishi, Y. Shibata, M. Abo, A. Okubo, & S. Yamazaki. 2001. Discrepancy of analytical values of steroid hormones in marine gastropods between GC/MS and ELISA. J. Analytical Sciences , 17:1619-1622. https://doi.org/10.14891/analscisp.17 icas.0.i1619.0
Mulah, A., T.S. Raza’I, & W.K.A. Putra. 2017. Efektivitas penggunaan hor- mon human chorionic gonadotropin (hCG) dan ovaprim terhadap waktu latensi dan fekunditas dalam pemi- jahan ikan bawal bintang ( Trachinotus blochii ). J. Intek Akuakultur , 1(2): 1-6.
https://doi.org/10.31629/intek.v1i2.2
60
Muzahar, M. Zairin Jr., F. Yulianda, M.A. Suprayudi, Alimuddin, & I. Effendi. 2019. Pemijahan semi-buatan siput gonggong Laevistrombus turturella dengan induksi kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin. J. Riset Akuakultur, 14(4): 1-6.
http://doi.org/10.15578/jra.14.4.2019
.225-232
Muzahar, M. Zairin Jr., F. Yulianda, M.A. Suprayudi, Alimuddin, & I. Effendi. 2018 The phenotype comparison and genotype analysis of five Indonesian Laevistrombus sp. variants as a basis of species selection for aquaculture. AACL Bioflux , 11(4): 1164-1172. http://www.bioflux.com.ro/docs/201 8.1164-1172.pdf Muzahar & A.A. Hakim. 2018. Spawning and development of dog conch Strombus sp. larvae in the laboratory.
J. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(1): 209-216. http://doi.org/10.29244/jitkt.v10i1.18 607
Muzahar & L. Viruly. 2013. Karakterisasi kimia, sensori dan laju pemijahan gonggong ( Strombus sp.) sebagai ikon Kepulauan Riau. J. Dinamika Maritim , 3(2): 20-29.
Nur, B., A. Permana, A. Priyadi, S.Z. Mustofa & S. Murniasih. 2017.
Induksi ovulasi dan pemijahan ikan agamysis Agamyxis albomaculatus menggunakan hormon yang berbeda.
J. Riset Akuakultur , 12(2): 169-177.
http://doi.org/10.15578/jra.12.2.2017 .169-177. Pradina & S.A.P Dwiono. 1994.
Karakteristik fase-fase perkemba- ngan ovaria lola, Trochus niloticus (Moluska, Gastropoda). PRM LIPI ,
8: 15-21. http://doi.org/10.1016/S1978- 3019(16)30380-1
Putra, W.K.A., T.S. Raza’i, R.T. Zulfikar, R. Handrianto, Zulpikar, & Fauzanadi. 2018. Kajian pemijahan ikan bawal bintang ( Trachinotus blochii ) secara induksi hormonal. Intek Akuakultur , 2(1): 54-62. https://ojs.umrah.ac.id/index.php/inte k/article/download/540/388/
Sinjal, H. 2014. Efektifitas ovaprim terhadap lama waktu pemijahan, daya tetas
telur dan sintasan larva ikan lele dumbo Clarias gariepinus . J. Budi- daya Perairan , 2(1): 14-21. https://doi.org/10.35800/bdp.2.1.201 4.3788
Wang, C. & R.P. Croll. 2006. Effects of sex steroids on spawning in the sea scallop, Placopecten magellanicus .
Aquaculture , 256: 423-432.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture. 2006.01.017
Ward, D.W. & A.R. Davis. 2002. Reproduction of the turban shell Turbo torquatus Gmelin 1791 (Mollusca: Gastropoda) in New South Wales, Australia. Mar. Freshwater Res., 53: 85-91.
https://doi.org/10.1071/MF00066
Widyastuti, A. & L.P. Aji. 2016. Beberapa Aspek Reproduksi Siput Lambis lambis di Pesisir Perairan Yenusi, Biak. J. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia , 1(3): 1-9.
http://doi.org/10.14203/oldi.2016.v1i 3.74 Yildirim, A.H.I., Haliloglu, O. Erdogan, & M. Turkmen. 2006.
Some reproduction characteristics of Chalcalburnus mossulini (Heckel,
1843) Inhabiting the Karasau River (Erzurum, Turkey). Tubitak. Turk J.
Zool. , 31(27): 193-200. https://journals.tubitak.gov.tr/zoolog y/issues/zoo-07-31-2/zoo-31-2-15-
0603-2.pdf
Yudha, H.T., A.O. Sudrajat, & Haryanti. 2017. Pengaruh rangsangan hormon aromatase inhibitor dan oodev terhadap perubahan kelamin dan perkembangan gonad ikan kerapu sunu ( Plectropomus leopardus ) . JRA, 12(4): 325-333. http://doi.org/10.15578/jra.12.4.2017 .325-333
Yan, H., Q. Li, W. Liu, Q. Ke, R. Yu, & L. Kong. 2011. Seasonal changes of oestradiol-17β and testosterone concentrations in the gonad of the
razor clam ( Sinonovacula constricta ,
Lamarck, 1818). J. of Molluscan Studies Advance , 0: 1-7.
https://doi.org/10.1093/mollus/eyq04 5. Zairin Jr., M. 2003. Endokrinologi dan perannya bagi masa depan perikanan
Indonesia. Orasi ilmiah guru besar Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 p.
Received : 1 August 2020 Reviewed : 10 October 2020 Accepted : 10 December 2020
|
8e9f25c9-7dc2-4c0a-8e5b-14799331247f | https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/josh/article/download/780/531 |
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
Perancangan Game RPG (Role Playing Game) “Nusantara Darkness Rises”
Roberto Kaban 1 , Fandy Syahputra 1 , Fajrillah 2,*
1 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi dan Bisnis Indonesia, Deli Serdang, Indonesia
2 Program Studi S1 Manajemen, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Universitas IBBI, Medan, Indonesia Email: 1 [email protected], 2 [email protected], 3,* [email protected]
Abstrak−Game umumnya digunakan untuk hiburan, sehingga dengan memainkan game maka pemainnya akan merasa senang. Game dapat juga dijadikan sebagai media pembelajaran dengan konsep belajar sambil bermain. Setiap game memiliki kumpulan fungsi logika dan aturan yang menuntun jalannya permainan, serta target yang harus dicapai pada setiap levelnya. Antara game satu dengan lainnya memiliki fungsi logika dan target yang berbeda-beda. RPG (Role Playing Game) adalah salah satu genre game yang paling banyak diminati. Pada game RPG , memungkinkan pemainnya memainkan peran beberapa tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk menyelesaikan tantangan dalam game . Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah game dengan genre RPG yang bertemakan budaya dan sejarah Indonesia. Tools yang digunakan untuk perancangan game ini adalah RPG Maker Mv, yang merupakan sebuah software khusus untuk membuat game ber- genre RPG. Dalam tahapan perancangan, penulis menggunakan metode ADDIE dengan tahapan yang terdiri Analysis, Design, Development, Implementation, dan Evaluation . Hasil dari penelitian ini adalah sebuah game RPG berjudul “Nusantara Darkness Risess” . Diharapkan dengan adanya game ini, dapat menarik minat masyarakat utuk mempelajari sejarah dan kebudayaan Indonesia.
Kata Kunci: Perancangan Game; Role Playing Game; RPG; RPG Maker; ADDIE
Abstract− Games are generally used for entertainment, so by playing games the players will feel happy. Games can also be used as learning media with the concept of learning while playing. Each game has a set of logical functions and rules that guide the course of the game, as well as targets that must be achieved in each level. Each game has different logic and target functions. RPG(Role Playing Game) is one of the most popular game genres. In RPG games, it allows players to take on the roles of multiple imaginary characters and collaborate to complete in-game challenges. This study aims to create a game with the RPG genre with the theme of Indonesian culture and history. The tools used for designing this game are RPG Maker Mv, which is a special software for creating RPG genre games. In the design stage, the author uses the ADDIE method with stages consisting of Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation. The result of this research is an RPG game entitled "Nusantara Darkness Risess". It is hoped that with this game, it can attract people's interest to study Indonesian history and culture.
Keywords : Game Design; Role Playing Game; RPG; RPG Maker; ADDIE
## 1. PENDAHULUAN
Kata Game berasal dari bahasa Inggris yang artinya permainan. Permainan dalam hal ini merujuk pada kelincahan intelektual (Intellectual Playability) yang juga dapat diartikan sebagai arena keputusan dan aksi pemainnya, dan biasanya dalam konteks yang tidak serius atau dengan tujuan refreshing [1]. Kelincahan intelektual pada tingkat tertentu merupakan ukuran sejauh mana game itu menarik untuk dimainkan secara maksimal. Umumnya game digunakan oleh seseorang untuk hiburan, menghilangkan rasa penat dan jenuh akibat rutinitas, sehingga ketika pengguna memainkan game maka akan terasa senang. Setiap game memiliki kumpulan aturan-aturan [2] dan fungsi logika yang menuntun jalannya permainan serta target( goal ) yang harus dicapai pengguna pada setiap levelnya. Antara game satu dengan lainnya memiliki fungsi logika dan target yang berbeda-beda.
Pada awal kemunculan game pertama kalinya masih disajikan secara sederhana dan di prakarsai oleh Steven Russel dan proyek yang bernama Computer Games pada tahun 1962 dengan produk andalannya bernama Star Wars. Beberapa puluh tahun kemudian , banyak game bermunculan, mulai dari game dua dimensi dan game tiga dimensi. Game berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang ini, game disajikan dengan kualitas visualisasi yang cukup canggih karena didukung oleh teknologi mumpuni sehingga pemain lebih interkatif sesuai kemauan pemain sendiri dan pemain terasa hidup dalam game tersebut [3]. Hingga kini, game tidak hanya sebatas hiburan dengan penggunaan aturan- aturan tertentu saja, tetapi sudah menggunakan basis data kecerdasan buatan [4]. Bahkan, game sudah menjadi event olahraga ( esport ) yang dipertandingkan [5]. Game dapat dijadikan aplikasi yang edukatif dan dapat dijadikan media pembelajaran dengan konsep belajar sambil bermain. Definisi dari aplikasi yang edukatif sendiri adalah semua bentuk permainan yang dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para pemainnya, termasuk permainan tradisional dan modern yang diberi muatan pendidikan dan pengajaran [1].
Berdasarkan cara bermainnya, game dapat dijalankan pada perangkat yang tidak terhubung ke internet ( offline ) dan harus terhubung ke internet ( online ) untuk dapat mengakses suatu server yang terpusat. Oleh karena itu, pengguna tidak dapat bermain game online apabila perangkatnya tidak terhubung ke internet. Berdasarkan genre , game terdiri dari a) Action; b) Fighting; c) Shooter; d) Racing; e) Sport; f) Adventure; g) Strategy ; h) RPG (Role Playing Game) [3]. Di Indonesia game bukanlah menjadi hal yang tabu atau asing untuk didengar. Baik itu game online ataupun game offline. Namun tidak sedikit game dari negara luar yang populer memperkenalkan produk mereka seperti makanan, minuman, dan budaya yang berasal dari negara sang pembuat game itu.
Dilihat dari jenis, banyak game pada saat ini ber- genre Role Playing Game (RPG). Dimana game ber- genre ini merupakan salah satu jenis game pilihan karena memasukkan unsur- unsur penceritaan yang kompleks serta seni peran yang membuat seseorang merasa seperti menjadi tokoh yang diperankannya dalam game tersebut [6]. Game RPG adalah
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
sebuah permainan yang para pemainnya memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita bersama [3]. Berdasarkan survei yang dilakukan Agate Studio, salah satu studio game yang produktif di Indonesia terhadap 1200 gamer , game yang paling disukai gamer Indonesia sekarang ini adalah game ber- genre RPG. Hasil survei menunjukkan bahwa game bergenre RPG berada di peringkat pertama sebagai game terfavorit dengan persentase 46% [7].
Terdapat banyak software yang digunakan untuk mengembangkan game ber- genre RPG yang dimainkan pada platform Desktop PC (Komputer), salah satunya adalah RPG Maker. RPG Maker merupakan sebuah software yang khusus digunakan untuk membuat game RPG. Pada RPG Maker sudah terdapat parameter perhitungan, pengaturan kelas aktor game, logika dan algoritma penyusunan jalan cerita per scene, animasi serta efek sihir yang mendukung jalannya game sehingga mempermudah dalam membuat game. RPG Maker juga sudah menyediakan pengaturan kemampuan seperti jumlah daya serang (atk), daya bertahan (dfn), kekuatan sihir (mp), kekuatan serangan sihir (m.atk), kekuatan pertahanan sihir (m.dfn), kelincahan ( agility ) dan keberuntungan ( Luck ) baik actor maupun musuh didalam game [8]. RPG Maker MV adalah game engine terbaru dari seri RPG Maker yang dirilis pada tanggal 24 oktober 2015 [9].
Pada penelitian ini, penulis merancang game RPG dua dimensi menggunakan RPG Maker Mv. Game yang memiliki genre petualangan ( Adventure ) dan fantasi ini, mengangkat tema pembelajaran tentang pengetahuan umum sejarah dan budaya Indonesia. Model pengembangan yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah ADDIE. Tahapan pada ADDIE dimulai dari Analysis (analisis), Design (desain), Development (pengembangan), Implementation (implementasi), dan Evaluation (evaluasi) [4]. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah Game ber- genre RPG yang bertemakan nusantara dengan memperkenalkan tokoh, budaya serta suku bangsa indonesia.
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
Tahapan perancangan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari Analyzing, Designing, Developing, Implementing, and Evaluating atau disingkat dengan ADDIE. ADDIE merupakan model yang umum digunakan untuk mengembangkan suatu aplikasi pembelajaran yang berbasis Game . ADDIE merupakan sebuah model yang berawal dari model ID ( Instructional Design ) yang digunakan untuk tujuan pengembangan landasan teoritis desain pembelajaran [10]. Salah satu fungsi ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri. Model ADDIE memiliki fokus atau penekanan pada iterasi dan refleksi. Sehingga perbaikan secara terus menerus dapat dilakukan yang berfokus dari umpan balik [11]. Model pendekatan ini umumnya merekomendasikan urutan aktivitas yang meliputi analisis, desain, development, implementasi, dan evaluasi (ADDIE). Gambar Model ADDIE [12] [13]:
Gambar 1. Model ADDIE
a. Analisis
Pada tahap ini, diidentifikasi hal-hal apa saja yang akan dipelajari oleh pengguna sistem( game ), kemudian dilakukan analisis kebutuhan (needs assessment) , mengidentifikasi masalah serta kebutuhan, dan melakukan analisis tugas. Hasil akhir dari proses ini adalah hasil dari analisis yang telah dilakukan meliputi permasalahan yang dihadapi, kebutuhan yang diperlukan untuk desain sistem, serta tugas yang harus dapat diselesaikan oleh game yang akan dirancang. [13].
b. Desain
Proses desain merupakan proses yang dilakukan sebelum perancangan. Pada tahapan ini dilakukan dengan penentuan cara atau strategi pembelajaran dalam game yang nantinya akan digunakan. Hasil akhir dari tahapan desain ini adalah rancangan atau desain yang mampu menjawab permasalahan dari proses analisis sebelumnya dan memiliki rencana terkait dengan pengalaman yang diperoleh pengguna [14].
c. Development
Tahapan pengembangan adalah tahapan untuk mewujudkan secara benar dari tahapan desain yang telah di buat sebelumnya sesuai dengan aturan sebuah pencangan perangkat lunak (software). Pada tahapan ini meliputi penentuan dan pemilihan metode pengembangan sistem, serta pemilihan tools dan aplikasi pendukung yang akan digunakan dalam pembuatan sistem atau aplikasi ini nantinya. Hasil dari tahapan ini adalah rancangan aplikasi yang sesuai aturan pengembangan perangakat lunak [15]. [16]
d. Implementasi
Tahapan ini adalah tahapan mengimplemetaskan semua desain atau perancangan yang telah dibuat pada tahapan sebelumya kedalam sebuah aplikasi dengan menggunakan tools yang telah di pilih pada tahapan sebelumnya. Pada
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
proses ini, perancangan yang telah disiapkan sesuai dengan kebutuhannya diimplementasikan sesuai dengan peran serta fungsinya [16]. Pada tahap ini game sudah siap digunakan, namun masih harus dilakukan proses eveluasi terlebih dahulu sebelum digunakan secara umum.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan terakhir yang dilakukan dalam model ADDIE. Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi apakah aplikasi yang dibangun sudah sesuai atau belum dengan yang diharapkan. Pada tahapan evaluasi dilakukan pengujian dan mencari kesalahan(bug) dan melakukan perbaikan [14]. Hasil akhir dari tahapan evaluasi dapat berupa hasil pengujian sistem.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Perancangan Game
## a. Rancangan Alur Cerita Game
Game ini dimainkan dengan pemain tunggal (single player) dan tidak dibatasi oleh waktu bermain pada setiap levelnya. Tokoh utama dalam game adalah pangeran dan putri nusantara dari lima kerajaan besar. Game menceritakan tentang kekaisaran Hastinapura, bernama Rahwana yang sangat berambisi untuk menguasai seluruh nusantara. Kaisar hastinapura membunuh siapaun yang tidak tunduk terhadap kekaisaran. Terdapat lima kerajaan besar yang menentang kekaisaran, lalu kelima kerajaan tesebut mengutus tiga pangeran dan dua putri untuk melawan kekaisan hastinapura. Game menggunakan keyboard dan mouse untuk menggerakkan karakter dan berinteraksi dengan None Player Character (NPC). Pada setiap level game, pemain harus menjawab pertanyaan dari monster dan memasuki rumah monster (Dugeon). Setiap pertanyaan dari monster berisi pengetahuan umum tentang Indonesia.
Pemain dapat melanjutkan ke level berikutnya jika berhasil menjawab pertanyaan dengan benar, jika tidak maka pemain harus bertarung dan mengalahkan monster. Pemain dikerikan Experience (EXP) jika berhasil mengalahkan monster dan dapat melanjutkan game ke level berikutnya. Game akan berakhir setelah pemain memasuki level 15 dan mengalahkan kekasisaran Hastinapura. Pada game juga diperkenalkan tentang makanan khas nusantara yaitu Nasi Gurih, Pagit-pagit, Tasak Telu, Cipera, Rujak, Cigur, Lotong Sayur, Lumpia Semarang, Roti Jala, Halua, Sop Konro, Juku Palu Ce'la, Mie Aceh, gulai Kambing, dan Dengke Mas Na Niura. Makanan ini sebagai item dalam game yang dapat dikoleksi oleh pemain.
## b. Level Game
Game ini dimulai dengan tahap awal yang berada di kota aceh kemudian selanjutnya akan terdiri dari 15 level dan 6 level Boss. Tabel berikut berisi level game:
Tabel 1 . Level game Level Keterangan Awal Kota Banda Aceh sebagai level pembuka game ini. Pada level ini pemain mempersiapkan perlengkapan seperti senjata dan item yang diperlukan untuk memasuki level 1. Level 1 s/d 3
Level 1 sampai dengan 3, pemain diharuskan untuk mengalahkan musuh yang ada pada setiap levelnya untuk menuju gerbang masuk ke level selanjutnya (level 2 dan 3). Pada setiap gerbang masuk level berikutnya akan terdapat monster yang memberikan pertanyaan yang berisi tentang pengetahuan umun sejarah indonesia. Jika pemain menjawab dengan benar maka akan langsung masuk ke level berikutnya, tetapi jika pemain salah menjawab pertanyaan maka harus mengalahkan monster pada setiap levelnya.
Level Boss (Gua Genderuwo)
Level ini berjumlah lima level dugeon , raja genderuwo berada pada level dugeon yang paling bawah. Saat memenangkan level ini, maka level 4 akan terbuka.
Level 4 s/d level 6 Level 4 sampai dengan 6, pemain diharuskan untuk mengalahkan musuh yang ada pada setiap levelnya untuk menuju gerbang masuk ke level selanjutnya (level 5 dan 6). Pada setiap gerbang masuk level berikutnya akan terdapat monster yang memberikan pertanyaan yang berisi tentang pengetahuan umun sejarah indonesia. Jika pemain menjawab dengan benar maka akan langsung masuk ke level berikutnya, tetapi jika pemain salah menjawab pertanyaan maka harus mengalahkan monster pada setiap levelnya.
Level Boss (Menara Belanda) Level ini berjumlah tiga level dugeon, Garuda berada pada level dugeon yang paling atas. Saat memenangkan pert [17]arungan di level ini maka level 7 akan terbuka. Level 7 s/d
9 Level 7 sampai dengan 9, pemain diharuskan untuk mengalahkan musuh yang ada pada setiap levelnya untuk menuju gerbang masuk ke level selanjutnya (level 8 dan 9). Pada setiap gerbang masuk level berikutnya akan terdapat monster yang memberikan pertanyaan yang berisi tentang
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Level Keterangan
pengetahuan umun sejarah indonesia. Jika pemain menjawab dengan benar maka akan langsung masuk ke level berikutnya, tetapi jika pemain salah menjawab pertanyaan maka harus mengalahkan monster pada setiap levelnya.
Level Boss (Altar Petir) Level ini berjumlah tiga level dugeon, Barong berada pada level dugeon yang paling atas. Saat memenangkan level ini maka akan membuka level 10 Level 10 s/d level 12
Level 10 sampai dengan 12, pemain diharuskan untuk mengalahkan musuh yang ada pada setiap levelnya untuk menuju gerbang masuk ke level selanjutnya (level 11 dan 12). Pada setiap gerbang masuk level berikutnya akan terdapat monster yang memberikan pertanyaan yang berisi tentang pengetahuan umun sejarah indonesia. Jika pemain menjawab dengan benar maka akan langsung masuk ke level berikutnya, tetapi jika pemain salah menjawab pertanyaan maka harus mengalahkan monster pada setiap levelnya.
Level Boss (Gua Kidul) Level ini berjumlah tiga level dugeon, Nyi Roro Kidul berada pada level dugeon yang paling bawah. Saat memenangkan level ini maka akan membuka level 13 Level 13
dan 14 Level 13 dan 14, pemain diharuskan untuk mengalahkan musuh yang ada pada setiap levelnya untuk menuju gerbang masuk ke level berikutnya. Pada setiap gerbang masuk level berikutnya akan terdapat monster yang memberikan pertanyaan yang berisi tentang pengetahuan umun sejarah indonesia. Jika pemain menjawab dengan benar maka akan langsung masuk ke level berikutnya, tetapi jika pemain salah menjawab pertanyaan maka harus mengalahkan monster pada setiap levelnya. Boss (Gunung Sinabung) Level ini berjumlah tiga level dugeon, Banaspati berada pada level dugeon yang paling bawah. Saat memenangkan level ini maka akan membuka level 15. Level 15 Pada level 15 pemain diharuskan menjawab pertanyaan tentang pengetahuan umum sejarah indonesia yang diberikan oleh monster yang menjaga gerbang untuk masuk ke level akhir, jika pemain menjawab dengan benar maka lavel akhir(final) akan terbuka, jika salah makan pemaiin harus mengalahkan monster penjaga gerbang. Level akhir (Kekaisaran Hastinapura) Final level ini berjumlah tiga level dugeon, Kaisar Rahwana berada pada level dugeon yang paling atas.
## c. Use Case Diagram
Use Case Diagram mempresentasikan secara sederhana bagaimana interaksi antara pengguna dengan sistem (game) yang di bangun, sehingga pengguna nantinya dapat memahami fungsi sistem [18] . Berikut ini adalah use case diagram game yang dibangun :
## Gambar 2. Use Case Diagram game
## d. Activity Diagram
Activity diagram menggambarkan aliran aktivitas dalam game yang sedang dirancang, bagaimana masing- masing aliran proses berawal, decission yang mungkin terjadi dan bagaimana aktivitas itu berakhir [18]. Activity diagram juga dapat menggambarkan proses lebih dari satu aksi salama waktu bersamaan. Berikut ini adalah activity diagram game yang dibangun :
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
Gambar 3 . Activity Diagram game
## e. Sequence Diagram
Sequence Diagram adalah suatu diagram yang menjelaskan interaksi objek untuk menjelaskan perilaku pada sebuah skenario dan menggambarkan bagaimana entitas dan berinteraksi, termasuk pesan yang dipakai saat interaksi [17]. Berikut ini adalah squence diagram menu utama game yang dibangun:
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
Gambar 4 . Sequence Diagram menu utama game
## 3.2 Desain Antarmuka
Perancangan antarmuka bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam mengimplementasikan game yang akan dibangun. Antarmuka ini juga berfungsi sebagai sarana interaksi antara pemain dan game. Perancangan antarmuka yang baik dilakukan dengan mengatur letak menu dan tombol yang ada dalam game serta letak halaman yang akan menampilkan konten game.
## a. Antarmuka Menu utama
Halaman menu utama akan muncul secara otomatis secara otomatis setelah splashscreen. Pada menu utama, terdapat tiga item yang dapat dipilih oleh user yaitu new game , continue , dan setting . Berikut rancangan antarmuka menu utama:
New Game Continues Setting
## NUSANTARA DARKNESS RISESS
Gambar 5. Antarmuka Menu utama
b. Antarmuka Peta Game
Peta game menampilkan skema gema per-levelnya sehingga mempermudah pemain untuk melihat detail setiap level game. Berikut rancangan antarmuka peta game:
KOTA ACEH Lv.1 Lv.2 Lv.3 Lv.4 Lv.5 Lv.6 Lv.7 Lv.8 Lv.9 Lv.10 Lv.11 Lv.12 Lv.13 Lv.14 Lv.15 BOSS GUA GENDERUWO BOSS MENARA BELANDA KOTA STABAT BOSS ALTAR PETIR BOSS GUA KIDUL BOSS GUNUNG SINABUNG BOSS KEKAISARAN HASTINAPURA KOTA DAYAK KOTA BANJAR Gambar 6 . Antarmuka Peta game
## c. Antarmuka Menu player
Pada menu player memungkinkan pemain untuk melakukan pengaturan skill, status, formasi dan daftar koleksi item-item yang terdapat pada game. Berikut rancangan antarmuka menu player pada game:
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
Item Skill Pakai Status Formasi Setting Simpan Keluar Status Gold
## Event per Menu
Gambar 7 . Antarmuka Menu player
## d. Antarmuka Battle Screen
Pada menu antarmuka battle screen ini akan menampilkan beberapa fungsi dan fitur didalam game seperti status bar battle, enemy region dan actor fight command . Berikut rancangan antarmuka battle screeen pada game:
ACTION ACTOR FIGHT COMMAND ACTOR STATUS WINDOWS FACE ACTOR REGION ENEMY REGION STATUS BAR BATTLE
Gambar 8. Antarmuka Battle Screen
## 3.3 Pemodelan
Pemodelan merupakan proses perancangan karakter dalam bentuk grafis(gambar) yang akan digunakan dalam game. Tools yang digunakan pada proses pemodelan gambar-gambar pada penelitian ini adalah Adobe Photoshop dan Open canvas. Proses modeling karakter menggunakan sprite yang nantinya menjadi base sprite semua karakter.
## a. Walk character sprite (karakter berjalan)
Walk Caracther Sprite menggunakan tiga jenis animasi, yaitu front walk sprite, middle walk sprite dan bottom walk sprite . Berikut rancangan Walk character sprite :
## Gambar 9. Walk character sprite
## b. Fighting character sprite (karakter bertarung)
Fighting character Sprite atau sideview battle (tampilan samping), adalah karakter yang digunakan dalam pertarungan face to face saat melawan musuh yang telah di tentukan, berikut rancangan Fighting character Sprite:
Gambar 10 . Fighting character Sprite
## 3.4 Parameter Karakter
Parameter Karakter dilakukan untuk memberikan informasi berdasar kelas (job), daya tahan karakter, serta berbagai macam informasi seperti kekuatan sihir player dan sebagainya. Berikut adalah parameter karakter utama yang dirancang didalam game:
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
## a. Parameter Baratha Yudha
Karakter Baratha yudha seorang pangeran dari kesultanan langkat yang memiliki kekuatan alami petir dan mewakili suku melayu, corak dari kesultanan adalah warna kuning. Berikut rancangan karakter Baratha yudha berserta parameternya:
Tabel 2 . Parameter Baratha yudha Nama Kelas Atribut Level Baratha Yudha White Knight Health Point 100-9999 Magic Power 112-130 Attack 8-120 Defense 8-120 Magic.Attack 5-120 Magic.Defense 5-120 Agility 6-200 Luck 60-400
## b. Parameter Dewi Sasmaya
Karakter Dewi sasmaya seorang putri kerajaan Kalingga mewakili suku jawa, corak dari warna baju karakter ini adalah warna biru. Dewi sasmaya memiliki kekuatan air dan penyembuhan cepat sebagai kemampuan utamanya. Berikut rancangan karakter Dewi sasmaya berserta parameternya:
Tabel 3. Parameter Dewi sasmaya Nama Kelas Atribut Level Dewi Sasmaya Sage Health Point 80-9999 Magic Power 100-9999 Attack 10-210 Defense 5-195 Magic.Attack 30-300 Magic.Defense 10-230 Agility 40-400 Luck 14-200
## c. Parameter Ambo enre
Karakter Ambo enre seorang pangeran kerajaan Kedatuan Luwu mewakili suku Bugis, corak dari warna baju karakter ini adalah warna coklat cerah dan gelap. Ambo enre memiliki kekuatan tanah dan permainan panah yang tepat serta kuat. Berikut rancangan karakter Ambo enre berserta parameternya:
Tabel 4 . Parameter Ambo enre Nama Kelas Atribut Level Ambro Enre Acher Health Point 50-9999 Magic Power 120-3000 Attack 10-140 Defense 10-200 Magic.Attack 20-200 Magic.Defense 6-138 Agility 60-400 Luck 90-800
## d. Parameter Tumonggi ambarita
Karakter Tumonggi ambarita seorang putri kerajaan Batak Toba mewakili suku batak, corak dari warna baju karakter ini adalah warna merah maron. Tumonggi ambarita memiliki kekuatan api dan kekuatan fisik yang luar biasa dan dapat mengendalikan lava di gunung berapi sebagai kemampuan utamanya. Berikut rancangan karakter Tumonggi ambarita berserta parameternya:
Tabel 5 . Parameter Tumonggi Ambarita Nama Kelas Atribut Level Tumonggi ambarita Assasins Health Point 90-9999 Magic Power 40-1000
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
Nama Kelas Atribut Level Attack 40-500 Defense 6-138 Magic.Attack 8-113 Magic.Defense 8-138 Agility 60-400 Luck 18-203
## e. Parameter Tunggama
Karakter Tunggama seorang pangeran Minangkabau, corak dari warna baju karakter ini adalah warna kuning keemasan. Tunggama memiliki kekuatan angin dan kecepatan yang luar biasa. Berikut rancangan karakter Tunggama berserta parameternya:
Tabel 6 . Parameter Tunggama Nama Kelas Atribut Level Tunggama Assasins Health Point 50-9999 Magic Power 50-2200 Attack 20-219 Defense 15-173 Magic.Attack 11-103 Magic.Defense 11-108 Agility 19-200 Luck 17-203
## 3.5 Implementasi Program
## a. Tampilan event opening
Saat new game, maka akan muncul tampilan opening event , dimana tampilan ini akan dipandu oleh None Player Character(NPC) yang bernama Ayu untuk memberikan tutorial kepada pada pemain. Berikut tampilan event opening :
Gambar 11 . Tampilan event opening b. Tampilan pemilihan karakter
Setelah opening, maka akan berpindah pada menu pemilihan karakter game. Berikut tampilan hasil pemilihan karakter:
Gambar 12. Tampilan pemilihan karakter
## c. Tampilan peta game
Peta game berisi tampilan urutan level beserta informasi setiap level di dalam game. Berikut tampilan hasil peta game:
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
.
## Gambar 13. Tampilan peta game
## d. Tampilan pertanyaan didalam game
Setiap membuka level baru akan di suguhi pertanyaan tentang sejarah dan kebudayaan Indonesia, berikut tampilan pertanyaan di dalam game:
Gambar 14 . Tampilan Pertanyaan didalam game
e. Tampilan battle screen Pertarungan di dalam game di tampilkan pada battle screen , berikut tampilan battle screen game:
Gambar 15 . Tampilan battle screen
## 3.6 Hasil Pengujian
Pada penelitian ini, metode pengujian yang akan digunakan adalah Blackbox testing . Blackbox testing dilakukan dengan mengamati hasil eksekusi melalui data uji dan memeriksa fungsional dari game. Berikut ini adalah tabel pengujian Black Box:
Tabel 7. Pengujian menu utama Skenario Hasil yang diharapkan Pengamatan Hasil Memilih New Game Masuk Kedalam Game Pemain dapat masuk kedalam game Valid Memilih Continues Meneruskan game sebelumnya yang telah tersimpan Pemain dapat melanjutkan game yang telah disimpan Valid
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Skenario Hasil yang diharapkan Pengamatan Hasil Memilih Setting Dapat mengatur interface game Pemain dapat mengatur interface seperti mengatur suara Valid Berpindah Map Berpindah map dari satu tempat ketempat yang lainnya Pemain dapat berpindah dari satu peta ke peta lainnya. Valid Alt + f4 Untuk keluar dari game Pemain dapat keluar dari game Valid Tabel 8 . Pengujian kontrol pada game Skenario Hasil yang diharapkan Pengamatan Hasil Tombol Digerakkan ke kanan Karakter game dapat bergerak kekanan Pemain dapat menggerakkan karakter kearah kanan Valid Tombol Digerakkan ke kiri Karakter game dapat bergerak kekiri Pemain dapat menggerakkan karakter kearah kiri Valid Tombol Digerakkan keatas Karakter game dapat bergerak keatas Pemain dapat menggerakkan karakter kearah keatas Valid Tombol Digerakkan ke kebawah Karakter game dapat bergerak kebawah Pemain dapat menggerakkan karakter kearah bawah Valid Tombol Z Untuk berinteraksi/ accept Dengan NPC Pemain dapat berinteraksi dengan NPC Valid Tombol X Untuk membuka menu party/delice Dengan NPC Pemain dapat membuka menu dan berinteraksi dengan NPC Valid Tabel 9. Pengujian event pada game Skenario Hasil yang diharapkan Pengamatan Hasil Event Opening Muncul visualisasi opening pada game Pemain dapat melihat visualisasi opening pada game Valid Event Pertanyaan Muncul pertanyaan dialam game Pemain dapat melihat pertanyaan didalam game Valid Event Tamat Muncul visualiasasi ending pada game Pemain dapat melihat Visualisasi ending pada game Valid
## 4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah diselesaikan dan telah dilakukannya pengujian dengan metode blackbox , dapat disimpulkan bahwa game RPG “Nusantara Darkness Rises” yang dirancang melalui tahap-tahap dalam model ADDIE dapat berjalan dengan baik. Tampilan game yang menarik, tokoh utama dan item dalam game yang mengangkat tema nusantara, serta pertanyaan pada setiap level game tentang sejarah dan kebudayaan indonesia, maka akan meningkatkan minat pemain untuk mengenal sejarah dan kebudayaan Indonesia.
## REFERENCES
[1] E. Adams, Fundamentals of Game Design 3rd Edition, Berkeley, CA: New Riders Publishing, 2013.
[2] A. Trisnadoli, “Analisis Kebutuhan Kualitas Perangkat Lunak Pada Software Game Berbasis Mobile,” Jurnal Komputer Terapan, vol. 1, no. 2, pp. 67-74, 2015.
[3] W. Pratama, “Game Adventure Misteri Kotak Pandora,” Jurnal Telematika, vol. 7, no. 2, pp. 13-31, 2014.
[4] I. Millington dan J. Funge, Artificial Intelligence for Games, Belanda: CRC Press, 2009.
[5] F. Kurniawan, “E-Sport dalam Fenomena Olahraga Kekinian,” JORPRES (Jurnal Olahraga Prestasi), vol. 15, no. 2, pp. 61-66, 2019.
[6] B. S. Ginting dan F. Ramadhan, “Perancangan Game Become A King Berbasis Artificial Intelegence,” METHOMIKA: Jurnal Manajemen Informatika & Komputerisasi Akuntansi, vol. 2, no. 1, pp. 12-21, 2018.
[7] P. C. Joni, “Analisis Kualitas Software Pada Pembangunan Mobile Game RPG Berdasarkan Kebutuhan Kualitas Untuk Mobile Game,” IT Journal Research and Development, vol. 3, no. 1, pp. 62-71, 2018.
[8] “rpgmakerweb.com,” [Online]. Available: https://www.rpgmakerweb.com/products/rpg-maker-mv . [Diakses 3 4 2021].
[9] “gematsu.com,” [Online]. Available: https://www.gematsu.com/2015/08/rpg-maker-mv-announced-pc-mac. [Diakses 3 4 2021].
[10] R. Brook, J. Burton dan B. Lockee, Using the ADDIE Model to Create an Online Strength Training Program : An Exploration ( Instru-ctional Design and Technology ), 2014.
[11] G. P. Mahardhika, “Digital game based learning dengan model ADDIE untuk pembelajaran doa sehari-hari,” Teknoin, vol. 21, no. 2, pp. 115–122,, 2015..
[12] educationaltechnology, 9 4 2021. [Online]. Available: https://educationaltechnology.net/the-addie-model-instructional-design/.
[13] N. A. Zin, W. S. Yue dan A. Jaafar, “Digital game-based learning (DGBL) model and development methodology for teaching history,” WSEAS Trans. Comput., vol. 8, no. 2, p. 322–333, 2009.
## Journal of Information System Research (JOSH)
Volume 2, No. 4, Juli 2021 ISSN 2686-228X (media online) Hal: 235-246
Submitted: 01/07/2020 ; Accepted: 15/07/2021 ; Published: 31/07/2021
[14] T. J. A. Harjanta dan A. B. Herlambang, “Rancang Bangun Game Edukasi Pemilihan Gubernur Jateng Berbasis Android Dengan Model ADDIE,” TRANSFORMTIKA, pp. 91 - 97, 2018.
[15] S. J. Mcgriff, Instructional System Design ( ISD ): Using the ADDIE Model, Pennsylvania: Instr. Syst. Coll. Educ. Penn State Univ, 2000.
[16] G. W. Sasongko dan H. Suswanto, “Pengembangan Game Sebagai Media Evaluasi Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Perakitan Komputer Kelas X,” Jurnal Pendidikan, p. 1017–1023, 2017.
[17] D. W. T. Putra dan R. Andriani, “Unified Modelling Language (UML) dalam Perancangan Sistem Perancangan Sistem Informasi Permohonan Pembayaran Restitusi SPPD,” Jurnal TEKNOIF, pp. 32-39, 2019.
[18] R. Kaban dan F. Fajrillah, “PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PERPUSTAKAAN DENGAN FRAMEWORK CSS BOOTSTRAP DAN WEB DEVELOPMENT LIFE CYCLE,” JIMI (Jurnal Ilmiah Informatika), vol. 2, no. 1, pp. 83-89, 2017.
[19] H. Fatta A, “Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Untuk Keunggulan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern,” jimi jurnal manajemen, vol. 4, no. 1, pp. 36-40, 2017.
|
ebcc3b44-90b1-41fe-87d7-1c737dd8aa98 | https://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jel/article/download/83/71 |
## EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DITINJAU DARI KEMANDIRIAN BELAJAR
## Muhammad Gazali
STKIP Hamzanwadi Selong Email: [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Manakah model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI Guide Note Taking , model TAI atau model konvensional; (2) Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi, kemandirian belajar sedang atau kemandirian belajar rendah. Hasil penelitian menunjukan: (1) Pada masing-masing kategorikemandirian belajar yaitu tinggi, sedang dan rendah, model pembelajran TAI GNT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan penggunaan model pembelajaran TAI dan konvensional, sedangkan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran TAI lebih baik dari model pembelajaran konvensional; (2) Pada masing-masing model pembelajaran yaitu TAI GNT, TAI dan konvensional, prestasi belajar matematika siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, dan prestasi belajar siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah.
Kata kunci : Team Assisted Individualization Guide Note Taking, Team Assisted Individualizatio n dan kemandirian belajar siswa
## Abstract
The aim of the research was to determine the effect of learning models on mathematics learning achievement viewed from students independence learning. The learning models compared were cooperative learning model of TAI GNT, cooperative learning model of TAI, and conventional model. The type of the research was a quasi-experimental research. The population was the tenth grade students of senior high school at East Lombok. The results of this research are as follows. (1) In each level of independence learning (high, medium, and low), TAI GNT model gives better mathematics learning achievement than TAI and conventional model, besides, TAI model gives better mathematic learning achievement than conventional model. (2) In each learning models (TAI GNT, TAI and conventional), the students with high independence learning have better mathematics learning achievement than the students with medium and low independence learning, and the students with medium independence learning have the same mathematics learning achievement as the students with low independence learning.
Keywords : Cooperative learning, Team Assisted Individualization, Guide Note Taking, Independence Learning.
## PENDAHULUAN
Laporan hasil ujian nasional tingkat SMA tahun pelajaran 2011/2012 Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan matematika siswa rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan suatu upaya yaitu dengan perbaikan dan pengembangan mutu pendidikan khususnya pembelajaran matematika, diantaranya perbaikan dan penyempurnaan sistem pendidikan dan semua aspek yang tercakup dalam pembelajaran matematika.
Tirtarahardja (2005) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar mengajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi pembelajaran yang tidak optimal menghasilkan skor hasil ujian yang baik maka kemungkinan hasil belajar tersebut semu. Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Slameto (2003) Menyataan keberhasilan suatu proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah hal-hal yang berasal dari dalam diri siswa diantaranya intelegensi, minat, motivasi, kemandirian belajar, kemampuan awal dan sebagainya. Faktor eksternal adalah hal-hal yang berasal dari luar diri siswa diantaranya kurikulum, metode pembelajaran, sosial ekonomi dan sebagainya.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam meningkatkan prestasi belajar tersebut adalah faktor internal. Perbedaan-perbedaan individu tersebut harus diapresiasi karena perbedaan-perbedaan tersebut merupakan ekspresi dari keunikan kepribadian peserta didik secara individu, konfigurasi diri seseorang juga berperan dalam menciptakan identitas kepribadian orang tersebut. Terkait dengan hal itu, sebagai calon pendidik hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar yang optimal adalah tentunya menerapkan model pembelajaran yang inovatif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Bruce (2009) menyatakan bahwa dengan memanfaatkan model pembelajaran, guru bisa memenuhi langkah tersebut dengan menjauhi dua kesalahan. Pertama, anggapan bahwa satu model pembelajaran adalah model yang sudah cocok dan paten untuk digunakan. Kedua, anggapan bahwa masing-masing pembelajar memiliki gaya yang pas dalam pembelajaran yang tidak mungkin diubah atau diperbaiki. Pernyataan tersebut mengindikasikankan bahwa suatu model pembelajaran belum tentu sesuai dengan karateristik siswa sehingga memungkinkan penggunaan suatu model pembelajaran yang bervariasi.
Dari beberapa faktor yang diduga menjadi masalah terhadap prestasi belajar matematika, peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan model pembelajaran yang pada hakekatnya melibatkan tugas yang memungkinkan peserta didik saling membantu dan mendukung dalam menyelesaikan tugas sehingga peserta didik mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe
team assisted individualization siswa dikelompokkan dalam suatu kelompok kecil yang heterogen dalam hal kemampuan akademis, jenis kelamin, sosial ekonomi. Kesulitan pemahaman materi yang tidak dapat dipecahkan sendiri dapat dipecahkan secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya serta bimbingan guru. Sehingga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization diduga akan meningkatkan kemampuan akademik siswa yaitu prestasi belajar siswa.
Beberapa penelitian menggunakan model kooperatif sebelumnya pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lain seperti yang telah dilakukan oleh Tarim & Akdeniz (2007). Ia meneliti tentang The Effects of cooperative learning on Turkish elementary students mathematics achievement and attitude towards mathematics using TAI and STAD methods. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model TAI memberikan dampak yang lebih baik dari model STAD. Peneliti lain yang melakukan penelitian yang mengggunakan model pembelajaran kooperatif Pandya (2011). Ia juga melakukan penelitian tentang Interactive Effect Of Cooperative Learning Model And Learning Goals Of Students On Academic Achievement Of Student In Mathematics . Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penguasaan matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif lebih baik dari model tradisional (konvensional). Penelitian tersebut juga menghasilkan bahwa model kooperatif lebih evektif dibandingkan dengan model konvensional.
Sebagai bentuk pengembangan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli tersebut di atas, penelitian ini juga akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Asissted Individualization. Namun hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitan-penelitian sebelumnya yaitu peneliti sebelumnya hanya melakukan penelitian dengan model kooperatif tanpa tinjauan dan tidak melakukan modifikasi model pembelajaran yang digunakan. Sementara penelitian ini akan menggunakan model kooperatif tipe TAI dengan modifikasi guide note taking yang ditinjau dari tingkat kemandirian belajar siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui: (1) manakah model pembelajaran yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI guide note taking , model TAI atau model konvensional, (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara siswa dengan kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah, (3) pada masing-masing tingkat kemandirian belajar, manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model TAI guide note taking , model TAI atau model konvensional, (4) pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik antara kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah.
## METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu ( quasi eksperimental ) karena keterbatasan peneliti tidak memungkinkan untuk mengontrol semua variabel yang ada yang tujuannya adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh
dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasi semua variabel yang relevan (Budiyono, 2003).
Sukmadinata (2010) menyatakan bahwa pupulasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian kita . Selain itu, Sugiyono (2009) menyatakan bahwa populasi adalah bukan hanya orang tetapi juga benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMA kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Pelajaran 2012/2013.
Pengambilan sampel dilakukan secara stratified cluster random sampling. Sekolah yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Labuhan Haji, SMA Negeri 1 Sukamulia, dan SMA NW Tebaban dan masing-masing sekolah diambil dua kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Teknik pengambilan data dilakukan dengan model dokumentasi, angket dan tes. Metode dokumentasi diterapkan dengan mengambil data nilai hasil ujian nasional SMP mata pelajaran matematika, yang selanjutnya digunakan untuk uji keseimbangan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Metode angket digunakan untuk mengetahui tingkat kemandirian belajar peserta didik, yang kemudian dikelompokkan tingkat kemandirian belajar menjadi tiga kelompok yaitu kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan tes digunakan untuk mengetahui prestasi belajar matematika pada materi persamaan kuadrat, pertidaksamaan dan fungsi kuadrat.
Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan dengan sel tak sama dengan desain faktorial 3 x 3. Sebelum dilakukan analisis variansi terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dengan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi dengan uji Bartlett (Budiyono, 2009).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan analisis data tersebih dahulu dilakukan beberapa tahapan yaitu uji keseimbangan, uji normalitas dan uji homogenitas kemudian uji anava untuk uji hipotesis. Hasil uji keseimbangan disajikan pada berikut:
Tabel 1. Uji Keseimbangan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Sumber JK dK RK Keputusan Metode 2,287 2 1,144 1,188 3,00 H 0 diterima Galat 300,4 312 0,963 - - - Total 302,687 314 - - - - Dari perhitungan uji keseimbangan di atas diperoleh sehingga H 0 diterima. Hasil tersebut menujukkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama (seimbang).
Uji persyaratan analisis yang dilakukan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Dari hasil uji normalitas yang telah dilakukan menghasilkan bahwa masing-masing kelompok berasal dari populasi- populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada beriku:
Tabel 2. Rangkuman Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika
No Kelompok L obs Kep Uji Kesimpulan 1 Model TAI GNT 0,0732 0,0868 Diterima Normal 2 Model TAI 0,0705 0,0860 Diterima Normal 3 Model konensional 0,0736 0,0864 Diterima Normal 4 Kemandirian belajar tinggi 0,0803 0,0909 Diterima Normal 5 Kemandirian belajar sedang 0,0643 0,0812 Diterima Normal 6 Kemandirian belajar rendah 0,0761 0,0881 Diterima Normal
Berdasarkan tabel di atas pada masing-masing kelompok diperoleh
sehingga H 0 diterima. Hal ini berarti masing-masing kelompok berasal dari populasi-populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi Kelompok Keputusan Kesimpulan Model pembelajran 2,608 5,991 H 0 diterima Homogen Kategori kemandirian belajar siswa 1,537 5,991 H 0 diterima Homogen
Berdasarkan tabel di atas pada masing-masing kelompok diperoleh
sehingga H 0 diterima. Hal ini berarti bahwa variansi-variansi populasi sama (homogen).
Setelah semua uji persyaratan analisis dilakukan, langkah terakhir yang dilakukan adalah uji hipotesis. Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Rangkuman Analisis Variansi Sumber JK dk RK F obs F α Kep Uji Model Pembelajaran (A) 9953,878 2 4979,862 38,372 3,000 H 0 ditolak Kemandirian Belajar (B) 4383,723 2 2191,862 16,899 3,000 H 0 ditolak Interaksi (AB) 517,214 4 129,304 0,997 2,370 H 0 diterima Galat (G) 39689,079 306 129,703 - - - Total 54543,894 314 - - - -
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa :
1. Pada efek utama baris (A) H 0A ditolak. Hal ini berarti tedapat perbedaan efek antar model pembelajaran TAI GNT, model TAI dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar siswa.
2. Pada efek utama kolom (B) H 0B ditolak. Hal ini berarti tedapat perbedaan efek antar kategori kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah terhadap prestasi belajar siswa.
3. Pada efek utama interaksi (AB) H 0AB diterima. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa.
Hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama menunjukkan H 0A dan H 0B ditolak, sehingga perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui perbedaan rerata dari setiap model pembelajaran dan kategori kemandirian belajar siswa. Uji lanjut menggunakan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe . Uji komparasi ganda dikenakan antar baris dan antar kolom. Sebelum melihat hasil komparasi antar baris, dan komparasi antar kolom terlebih dahulu disajikan rangkuman rerata sel dan rerata marginalnya pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata Sel dan Rerata Marginal
Model Kemandirian Belajar Rerata Marginal Tinggi Sedang Rendah TAI GNT 79,72 69,42 70,20 72,05 TAI 72,97 66,18 62,86 67,67 Konvensional 62,55 59,58 55,38 58,98 Rerata Marginal 71,75 65,06 62,81
Pada efek utama H 0A ditolak berarti terdapat perbedaan efek antar model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa sehingga perlu dilakukan uji lanjut anava. Uji lanjut anava yang dilakukan adalah uji komparasi rerata antar baris dan uji komparasi rerata antar kolom. Rangkuman uji komparasi rerata antar baris disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Komparasi Antar Baris
Komparasi F abs F tabel Keputusan Uji µ 1. VS µ 2. 7,764 6,00 H 0 ditolak µ 1. VS µ 3. 68,814 6,00 H 0 ditolak µ 2. VS µ 3. 30,420 6,00 H 0 ditolak Tebel di atas menunjukkan bahwa: 1)
sehingga H
0 : µ 1. VS µ 2. ditolak. Hal ini berarti siswa yang diberikan model pembelajaran koopeatif tipe TAI GNT dengan rerata marginal 72,05 memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang diberikan model pembelajaran koopeatif tipe TAI dengan rerata marginal 67,67.
2) sehingga H 0 : µ 1. VS µ 3. ditolak. Hal ini berarti siswa yang diberikan model pembelajaran koopeatif tipe TAI GNT dengan rerata marginal 72,05 memiliki prestasi belajar yang lebih baik dari siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional dengan rerata marginal 58,98.
3) sehingga H 0 : µ 2. VS µ 3. ditolak . Hal ini berarti siswa yang diberikan model pembelajaran koopeatif tipe TAI dengan rerata marginal 67,67 memiliki prestasi belajar yang
lebih baik dari siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional dengan rerata marginal 5,98.
Dari hasil uji komparasi antar baris disimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI GNT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan model pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe TAI GNT dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, mempermudah siswa untuk mengkonstruksikan pemikiran mereka karena adanya bantuan melalui catatan terbimbing yang sudah dibuat sebagai petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Selain itu, pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI GNT terlihat kerjasama yang baik antar siswa dalam satu kelompok dimana setiap kelompok bertanggungjawab atas anggotanya masing-masing baik dari kemampuan memahami materi tersebut maupun menyelesaikan permaslahan yang diberikan. Dari hasil komparasi tersebut juga disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TAI memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran konvensional. Hal ini juga dikarenakan pada model pembelajaran koperatif tipe TAI lebih menyenangkan, lebih meningkatkan aktifitas siswa, ada keterbukaan antara siswa yang satu dengan yang lainnya dalam proses pembelajaran dan setiap siswa memiliki pembimbing dalam pembelajaran yaitu ketua kelompok mereka sehingga siswa tidak sungkan bertanya jika mengalami kesulitan atau belum memahami materi yang didiskusikan. Berbeda dengan model pembelajaran konvensional, pada prakteknya hampir semua proses pembelajaran guru mendominasi pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dalam memperoleh informasi yang disampaikan, selain itu ada kecendrungan siswa malu bahkan takut untuk bertanya pada gurunya apabila ada materi yang belum mereka pahami. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya persamaan dengan hasil penelitian sebelumnya yaitu penggunaan model pembelajaran kooperatif memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional (individual).
Hasil uji komparasi antar kolom disajikan pada tabel Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Uji Komparasi Antar Kolom
Komparasi F abs F α Keputusan Uji 11,125 6,00 H 0 ditolak 26,728 6,00 H 0 ditolak 4,367 6,00 H 0 diterima Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa
1) sehingga ditolak. Dengan demikian siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki rerata marginal 70.95 mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang yang memiliki rerata marginal 65,66.
2)
sehingga ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki rerata marginal 70,65 mempunyai
prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah yang memiliki rerata marginal 62,44.
3)
sehingga diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa dengan kategori kemandirian sedang mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah.
Dari hasil uji komparasi antar kolom disimpulkan sebagai berikut. (1) Siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Hal ini dikarenakan siswa dengan tingkat kemandirian belajar tinggi lebih rajin, lebih aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi sering berdiskusi atau bertanya jika mereka mengalami kesulitan. Mereka juga banyak menggunakan sumber belajar yang lain dan berusaha mencari refrensi sebanyak- banyaknya. Usaha tersebut berdampak positif pada siswa yaitu bertambanya pengetahuan mereka terkait dengan materi pelajaran tersebut sehingga adanya peningkatan prestasi belajar. Berbeda dengan siswa dengan kategori kemandirian belajarnya sedang atau rendah, mereka jarang berdiskusi dan enggan mencari refrensi-refrensi lain sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang dihadapi bahkan mereka bingung darimana memulai menyelesaian permasalahan tersebut. (2) Siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah memiliki prestasi belajar yang sama baiknya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI GNT yang diterapkan. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI GNT dan tipe TAI siswa dengan kategori kemandirian belajar rendah selain mendapatkan bimbingan dari temannya, mereka juga dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik karena adanya bantuan lember kerja siswa (LKS) yang sudah disiapkan. LKS tersebut berisi petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Siswa tinggal mengikuti petunjuk tersebut kemudian melengkapi bagian kosong yang sengaja disiapkan. Dengan adanya LKS seperti ini kesulitan belajar matematika yang ditemukan seperti kesulitan menyelesaikan masalah yang diberikan serta kesulitan untuk memulai menyelesaiakan permasalahan tersebut dapat dikurangi.
## SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) Model pembelajaran kooperatif tipe TAI GNT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model TAI dan model pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran kooperatif TAI memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional. (2) Siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, dan siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan siswa dengan katergori kemandirian belajar rendah memiliki prestasi belajar yang sama baiknya. (3)
Pada masing-masing kategori kemandirian belajar model pembelajaran TAI GNT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari model pemelajaran kooperatip tipe TAI dan model konvensional, dan model TAI memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional. (4) Pada masing-masing model pembelajaran siswa dengan kategori kemandirian belajar tinggi memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, dan siswa dengan kategori kemandirian belajar sedang dan siswa dengan katergori kemandirian belajar rendah memiliki prestasi belajar yang sama baiknya.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terdapat persmaan dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh pra ahli diatas. Penelitian ini juga berkesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kemudian model TAI guide note taking lebih baik dari model konvesional.
## DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. (2003). Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
________. (2009). Statistika Untuk Penelitian Edisi ke-2. Surakarta: UNS Press.
Bruce, J, Marsa, W & Emily, C. (2009). Model-model of Teaching . (Terjemahan Achmad Fawaid dan Ateilla Mirza). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D . Bandung: Alfabeta.
Pandya, S. (2011). Interactive effect of co-operative learning model and learning goals of students on academic achievement of student in mathematics. International Journal of Education. Vol 1, pp 27-34.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sukmadinata. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya
Tarim, K. & Akdeniz, F. (2007). The Effects of Cooperative Learning on Turkish Elementary Students Mathematics Achievement and Attitude Towards Mathematics using TAI and STAD Methods. International Electronic Journal of Mathematics Education . Vol. 67: 77-91.
Tarim, K. (2009). The Effect of Cooperative Learning on Preschooler Mathematics Problem Solving Ability. International Electronic Journal of Mathematics Education. Vol 72: 325-340.
Umar Tirtarahardja. (2004). Pengantar Pendidikan . Jakarta: Rineka Cipta.
|
c6f2a20f-689f-43f8-88e1-28c676c36bb4 | https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah/article/download/268/235 | Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan Volume 12, Nomor 1, April 2020, 1-201
ISSN 1979-2549 (p), 2461-0461 (e) https://e-jurnal.iainsorong.ac.id/index.php/Al-Riwayah
## Pesantren Sebagai Lembaga Dakwah Perubahan Sosial Budaya
## Akramun Nisa Harisah
Dosen UIN Alauddin Makassar Dpk. Universitas Islam Makassar [email protected]
Abstract : As educational and dakwah agencies, Islamic Boarding Schools have played an important social role, which acts as a social change and culture change. Islamic Boarding schools are institutions that can change not only the structures of ideas and thoughts in society but also the various cultures that exist in the society. The main topic of this research is the existence of Islamic boarding school as propaganda agencies conduct socio-cultural changes in society. Descriptive approach is used to describe the characteristics of the boarding school, the purpose and function as institutions of education and propaganda to tafaqquh fi al-din through the study of classical science, kitab kuning. The findings of this study, that as agents of social and cultural change, schools play a role in three lines, namely: (1) tafaqquh fi al-din through educational institutions and propaganda; (2) Teaching Kitab Kuning through a dialogical approach, critical, 3) Investment of morals (akhlakul al-karimah) in boarding schools and surrounding communities.
Keywords : Islamic Boarding School, Propaganda, Socio-Cultural Change.
Abstrak: Sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, pesantren telah memainkan peran sosial yang penting, yakni berperan sebagai social change dan culture change. Pesantren adalah lembaga yang dapat mengubah struktur-struktur ide dan pe- mikiran dalam masyarakat serta mengubah berbagai budaya yang ada dalam masyarakat. Topik utama dalam penelitian ini adalah eksistensi pesantren sebagai lembaga dakwah melakukan perubahan sosial budaya di tengah masyarakat. Pendekatan des- kriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik pesantren, tujuan dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan dan dakwah untuk tafaqquh fi al-din melalui kajian ilmu klasik, yakni kitab kuning. Temuan dari hasil penelitian ini, bahwa sebagai agen perubahan sosial dan budaya, pesantren memainkan peran dalam tiga jalur, yaitu: (1) Tafaqquh fi al-din melalui lembaga pendidikan dan dakwah; (2) Pengajaran kitab kuning melalui pendekatan dialogis, kritis dan terbuka; (3) Penanaman akhlak al- karimah dalam lingkungan pesantren dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Kata Kunci: Pesantren, Dakwah, Perubahan, Sosial Budaya
## Pendahuluan
Pesantren merupakan bagian integral dari struktur internal pen- didikan Islam di Indonesia yang diselenggarakan secara tradisional yang telah menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. 1 Pesantren yang tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan (tarbawiyyah), tetapi berfungsi pula sebagai lembaga sosial (ijtimāiyyah), dan penyiaran agama (dakwah untuk tafaqquh fi al-din 2 , telah memainkan peran penting dalam proses perubahan sosial seirama dengan dinamika masyarakat. Perubahan ini memang menjadi suatu keniscayaan dimana kompleksitas kebutuhan
1 Lihat Amin Haedari dan Abdullah Hanif (ed), Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangn Kompleksitas Global (Cet. I; Jakarta: IRD PRESS, 2004), 14.
2 Tafaqquh fi al-din yang dimaksud adalah memahami dan mendalami ilmu-ilmu agama.
manusia modern sepertinya menjadi pendorong kemunculan beragam orientasi dan kebutuhan jenis pendidikan dan dakwah, yang berimplikasi pada lahirnya beragam tingkat dan model dakwah di tengah masyarakat. Ciri perubahan pesantren dan hubungan timbal balik dengan sistem di luarnya terjadi melalui proses adaptasi, inovasi, bahkan adopsi sistem pendidikan yang berasal dari luar pesantren. 3
Kaitannya dengan fungsi pesantren sebagai pendidikan sekaligus sebagai lembaga dakwah tafaqquh fi al-din , maka diharapkan dari pesantren memunculkan ulama- ulama kelas yang berkomitmen dengan keilmuwan dan keislaman serta dewasa secara spiritual dan intelektual. Dasar keilmuan pesantren yang berdsarakan al-Qur’an dan hadis sebagai pendorong bagi bangkitnya ilmu pengetahuan dan peradaban Islam masa depan. Olehnya itu, perlu adanya sebuah terobosan yang sistematis sebagai sebuah solusi baru untuk menghasilkan konsep yang mengakar pada basis epistemologi yang kuat untuk pesantren dan lulusannya benar-benar mampu menjawab tantangan zaman dan mampu memenuhi kebutuhan umat dalam berdakwah.
Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana eksistensi pesantren sebagai lembaga dakwah melakukan perubahan sosial budaya di tengah masyarakat. Pesantren merupakan lembaga pendidikan tra- disional untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. 4 Sebuah lembaga disebut pesantren, jika memiliki elemen-elemen kepesantrenan, yaitu: (1) Pondok, yang berbentuk asrama ( full residential Islamic boarding school ); (2) Mesjid, sebagai pusat kegiatan; (3) Kitab kuning, adalah materi yang diajarkan; (4) Kiai, sebagai central figure/uswah hasanah yang berperan sebagai guru ( mu’allim ), pendidik (murabbi), dan pembimbing (mursyid) ;
(5) Santri, sebagai peserta didik yang diajar oleh kiai. 5
3 Puslitbang Pendidikan Agama dan Diklat Keagamaan, Khazanah Intelektual Pesantren (Cet. I; Jakarta: Maloho Jaya Abadi, 2009), 1.
4 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), 55.
5 Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaruan Pendidikan Pesantren (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005), 4.
## 4 AL-RIWAYAH, Volume 12, Nomor 1, April 2020
Perubahan sosial budaya yang dimaksudkan adalah segala perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masya rakat, yang mempengaruhi sistem sosial budayanya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok- kelompok dalam masyarakat, serta mengubah berbagai budaya yang ada dalam masyarakat. Pada pembahasannya, pendekatan deskriptif di guna- kan untuk menggambarkan karakteristik pesantren, sistem pembelajaran yang mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama serta peran dan fung- sinya sebagai lembaga tarbiyyah, sekaligis sebagai lembaga dakwah untuk tafaqquh fi al-din melalui kajian ilmu klasik, yakni kitab kuning.
## Karakteristik Pesantren
Pesantren dianggap sebagai satu-satunya sistem pendidikan di Indonesia yang menganut sistem tradisional (konservatif). Bahkan Ulil Abshar Abdallah, menyatakan bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mewarisi tradisi intelektual Islam di Indonesia. 6 Usaha untuk mengidentifikasi pesantren pernah dilakukan oleh Kafrawi, yang mencoba membagi pola pesantren menjadi lima pola, yaitu; pola I, ialah pesantren yang memiliki unit kegiatan dan elemen berupa mesjid dan rumah kiai. Pesantren ini masih sederhana, kiai mempergunakan mesjid atau rumahnya untuk tempat mengaji, biasanya santri datang dari daerah sekitarnya, namun pengajian telah di- selenggarakan secara kontinyu dan sistematik. Pola ini belum dianggap memiliki elemen pondok bila diukur dengan teori Zamakhsyari. Pola II, sama dengan pola I ditambah adanya pondokan bagi santri. Ini sama dengan syarat Zamakhsyari. Pola III, sama dengan pola II tetapi ditambah adanya madrasah. Pesantren pola III ini telah ada pengajian sistem klasikal. Pesantren Pola IV, adalah pesantren pola III ditambah adanya unit keterampilan 7 seperti peternakan, kerajinan, koperasi, sawah, ladang,
6 Lihat Ulil Abshar Abdallah, “Humanisasi Kitab Kuning; Refleksi dan Kritik atas Tradisi Intelektual Pesantren”, dalam Marzuki Wahid dkk (ed), Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren (Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 28.
7 Unit keterampilan yang ditambahkan oleh Kafrawi tersebut sebetulnya telah
dan lain-lain. Adapun Pola V, adalah Pesantren pola IV ditambah adanya universitas, gedung pertemuan, tempat olahraga, dan sekolah umum. 8
Berdasarkan jenis pengetahuan yang diajarkan, pesantren terbagi menjadi dua macam. Pertama, Pesantren Salaf , yaitu pesantren yang mengajarkan kitab Islam klasik (kitab kuning) saja dan tidak diberikan pembelajaran pngetahuan umum. Kedua, Pesantren Khalaf , yang selain memberikan pembelajaran kitab Islam klasik, juga memberikan penge- tahuan umum dengan jalan membuka sekolah umum di lingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren. 9 Demikian pula yang dikemukakan oleh Bahaking Rama, bahwa dari segi aktivitas pendidikan yang dikembangkan, pesantren dapat diklasifikasi dalam beberapa tipe, yaitu; (1) Pesantren tradisional, yaitu pesantren yang hanya menyelenggarakan pengajian kitab dengan sistem sorogan, bandongan dan wetonan, (2) Pesantren semi modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pen- didikan campuran antara sistem pengajian kitab tradisional dengan madrasah formal dan mengadopsi kurikulum pemerintah. (3) Pesantren modern, yaitu pesantren yang menyelenggarakan pola campuran antara sistem pengajian kitab tradisonal, sistem madrasah, dan sistem sekolah umum dengan mengadopsi kurikulum pemerintah (Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) dan ditambah dengan kurikulum muatan lokal. 10
Berdasarkan defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dibawah pimpinan seorang kiai, baik melalui jalur formal maupun non formal yang bertujuan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan
disyaratkan juga oleh Al-Zarnuji yang menemukakan ukuran belajar dan tata tertib pesantren antara lain adalah pelaksanaan pelajaran keterampilan. Lihat Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim (Semarang: Toha Putra, t. th), 20.
8 Akramun Nisa Harisah, Tradisi Kitab Kuning; Upaya Peningkatan Intektualitas dan Moralitas Santri (Kajian Pondok Pesantren An Nahdlah Makassar) (Makassar: Pustaka An Nahdlah, 2011), 55
9 Ibid., h. 56.
10 Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren; Kajian Pesantren As’adiyah Sengkang Sulawesi Selatan (Cet. I; Jakarta: Parodatama Wiragemilang, 2003), 45.
ajaran Islam yang bersumber dari kitab-kitab klasik (kitab kuning) yang ditulis dalam bahasa Arab dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman kehidupan sehari-hari.
Perkembangan dan kemajuan peradaban telah mendorong pesantren untuk mengadopsi ragam elemen bagi teroptimalisasikannya pelaksanaan pendidikan pesantren. Seiring dengan itu, pengkategorisasian bagian- bagian yang termasuk dalam unsur penting pesantren pun menjadi be ragam. M. Arifin, misalnya, menegaskan bahwa sistem pendidikan pesantren harus meliputi infrastruktur maupun suprastruktur penunjang. Infra struktur dapat meliputi perangkat lunak (soft-ware) ; seperti kuri- kulum, metode pembelajaran dan perangkat keras (hard-ware) ; seperti bangunan pondok, mesjid, sarana dan prasarana belajar (laboratorium, komputer, perpustakaan, dan tempat praktikum lainnya). Sedangkan suprastruktur pesantren meliputi; yayasan, kiai, santri, ustazd, pengasuh, dan para pembantu kiai atau ustazd. 11 Kelengkapan unsur-unsur tersebut berbeda-beda diantara pesantren yang satu dan pesantren yang lain. Ada pesantren yang secara lengkap dan jumlah besar memiliki unsur-unsur tersebut, dan ada pesantren yang hanya memiliki unsur-unsur tersebut dalam jumlah kecil dan tidak lengkap. Adapun menurut Zamakhsyari Dhofier, bahwa pesantren itu terdiri dari lima unsur pokok, yaitu; kiai, santri, mesjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab klasik yang sering disebut dengan kitab kuning. 12
Adapun kelima unsur tersebut, akan diuraikan sebagai berikut: Pertama, Kiai. Kiai merupakan unsur pertama dan utama dalam pesantren, berdirinya sebuah pesantren berawal dari kehadiran seorang tokoh agama (kiai). Predikat atau panggilan “Kiai” diberikan oleh masyarakat sebagai wujud pengakuan terhadap kedalaman pengetahuan dan penguasaanya dalam ilmu-ilmu agama. 13 Sentaralisasi peran kiai dalam kehidupan
11 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bina Aksara, 1995), 257.
12 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai (Cet. III; Jakarta: LP3ES, 1984), 47.
13 Lihat Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 49.
pesantren, terutama disebabkan oleh tiga hal, yaitu: (1) Keunggulan ilmu dan integritas kepribadian yang kemudian melahirkan pengakuan dan kepercayaan masyarakat. (2) Keberadaan kiai sebagai pendiri, pemilik, dan perawat pesantren itu sendiri. (3) Kultur pesantren yang sangat kondusif bagi terciptanya pola hubungan kiai-santri yang bersifat atasan-bawahan, dengan model komunikasi cenderung satu arah. 14 Inilah yang menjadi faktor penting sentralitas peran kiai di pesantren dan masyarakat pada umumnya, sehingga mereka pun menjadikan para kiai sebagai sesepuh dan tempat mengembalikan berbagai persoalan hidup.
Kedua, Santri. Santri adalah siswa yang belajar di pesantren. Seorang ulama bisa disebut kiai jika memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren tersebut untuk mempelajari ilmu-ilmu agama Islam melalui kitab-kitab klasik (kitab kuning). Pada umumnya, santri terbagi dalam dua kategori: (1) Santri mukim, yaitu santri-santri yang berasal dari daerah yang jauh yang tidak memungkinkan pulang ke rumahnya setiap hari, mereka tinggal di pondok yang disediakan pesantren atau di rumah penduduk sekitarnya dan mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu terhadap pesantrennya; (2) Santri kalong, 15 yaitu para santri yang berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren dan mereka tidak tinggal dalam pesantren. Mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya sendiri. 16 Selain dua istilah santri diatas ada juga istilah “santri kelana” yakni santri yang selalu berpindah- pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya, hanya untuk memperdalam ilmu agama. Santri kelana ini akan selalu berambisi untuk memiliki ilmu dan keahlian tertentu dari kiai yang dijadikan tempat belajar atau dijadikan gurunya. Namun setelah pesantren mengadopsi
14 Abuddin Nata (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001) , 55.
15 Kalong menurut bahasa adalah kelelawar besar yang makan buah-buahan pada waktu malam, pada siang hari tidur dengan menggantungkan diri pada dahan kayu. Lihat Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi. III; (Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002) , 495.
16 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, 51- 52.
sistem pendidikan modern, seperti; sekolah atau madrasah, tradisi kelana ini mulai ditinggalkan. 17
Ketiga, Kitab Kuning. Di pesantren, terutama pesantren-pesantren tradisional, pengajaran kitab-kitab klasik atau kitab kuning menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan dan pengajaran pesantren. Malah seperti yang disebutkan Martin van Bruinessen, alasan pokok mun culnya pesantren adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu. 18 Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam delapan kelompok; Nahwu (syntax) dan sharaf (morfologi), fiqh, ushul fiqh, hadīs , tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, serta cabang-cabang lain seperti tarikh dan balagah. Kesemuanya ini dapat pula digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu; kitab-kitab dasar, kitab-kitab menengah, dan kitab-kitab besar. 19
Keempat, Mesjid. Mesjid dianggap sebagai simbol yang tidak ter- pisahkan dari pesantren. Mesjid tidak hanya sebagai tempat praktek ritual ibadah, tetapi juga tempat pengajaran kitab-kitab klasik dan aktifitas pesantren lainnya. Kedudukan mesjid sebagai pusat pendidikan dan dakwah dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam yang pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. Artinya, telah terjadi proses berkesinambungan fungsi masjid sebagai pusat kegiatan umat. 20 Upaya menjadikan mesjid sebagai pusat pengkajian dan pendidikan Islam berdampak pada tiga hal, yaitu: (1) Mendidik anak agar tetap beribadah dan selalu mengingat kepada Allah swt; (2) Menanamkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan dan menumbuhkan rasa solidaritas sosial yang tinggi sehingga bisa menyadarkan hak-hak dan kewajiban manusia; (3) Memberikan ketentraman, kedamaian, kemakmuran, dan potensi-potensi positif melalui pendidikan kesabaran,
17 Ibid ., h 37.
18 Martin van Bruinessen, Kitab Kuning; Pesantren dan Tarekat (Bandung; Mizan,
1999), 17.
19 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, 50.
20 Ibid., 49.
keberanian, dan semangat dalam hidup beragama. 21 Kendatipun sekarang ini model pendidikan di pesantren mulai dialihkan di kelas-kelas seiring dengan perkembangan sistem pendidikan modern, bukan berarti mesjid kehilangan fungsinya. Para kiai umumnya masih setia menyelenggarakan pengajaran kitab kuning dengan sistem sorogan dan bandongan atau wetonan di mesjid. Pada sisi lain, para santri juga tetap menggunakan mesjid sebagai tempat belajar, karena alasan lebih tenang, sepi, kondusif juga diyakini mengandung nilai ibadah. 22
Kelima, Pondok. Pondok atau asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakannya dengan sistem pendidikan lainnya. Setidaknya ada beberapa alasan mengapa pesantren harus menyediakan pondok (asrama) untuk tempat tinggal para santrinya, di antaranya: (1) Kemasyhuran seorang kiai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam, merupakan daya tarik para santri dari jauh untuk dapat menggali ilmu dari kiai tersebut; (2) Hampir semua pesantren berada di desa-desa terpencil jauh dari keramaian dan tidak tersedianya perumahan yang cukup untuk menampung para santri, dengan demikian diperlukan pondok khusus; (3) Adanya timbal balik antara santri dan kiai, dimana para santri menganggap kiainya seolah-olah seperti bapaknya sendiri, sedangkan kiai memperlakukan santri seperti anaknya sendiri juga. Sikap timbal balik ini menimbulkan suasana keakraban dan kebutuhan untuk saling berdekatan secara terus menerus. 23 Kedudukan pondok sangat besar manfaatnya, yakni; (a) Santri dapat konsentrasi belajar sepanjang hari; (b) Sangat mendukung pembentukan kepribadian santri baik dalam tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama santri lainnya; (3) Pelajaran yang diperoleh di kelas dapat sekaligus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan pesantren. Dalam lingkungan pondok inilah para santri tidak hanya having, tetapi being terhadap ilmu. 24
21 Amin Haedari dan Abdullah Hanif (ed), Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangn Kompleksitas Global, 34.
22 Ibid, 35.
23 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai, 50.
24 Amin Haedari dan Abdullah Hanif (ed), Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangn Kompleksitas Global, 32.
## 10 AL-RIWAYAH, Volume 12, Nomor 1, April 2020
Kelima unsur yang telah dikemukakan, merupakan bagian-bagian penting dalam suatu pesantren. Kesemuanya terkait erat satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan pesantren. Jika salah satu unsur atau elemen tersebut tidak ada atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka sistem pendidikan kepesantrenan yang dilaksanakan mengalami kegagalan paling tidak pesantren tersebut akan melahirkan out put yang kurang optimal.
## Tujuan Dan Fungsi Pesantren
Tujuan pendidikan pesantren sebagaimana tercantum dalam ber bagai literatur tampaknya belum menunjukkan suatu rumusan yang kompre- nhesif, sampai kini belum ada suatu rumusan yang definitif. Antara satu pesantren dengan pesantren yang lain terdapat perbedaan dalam tujuan, meskipun semangatnya sama, yakni untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat serta meningkatkan ibadah kepada Allah swt. Adanya keragaman ini menandakan keunikan masing-masing pesantren sekaligus menjadi karakteristik kemandirian dan independensinya. Pada hakikatnya tujuan pesantren tidak terlepas dari tujuan utama dari pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam tidak hanya terbatas pada aspek jasmani dan rohani tetapi juga pada ‘ aqliyyah, khuluqiyyah dan ijtimā’iyyah. 25 Sehingga dari sini, dapat dipahami bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tidak hanya melaksanakan transfer of knowledge, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah melaksanakan hal yang paling mendasar di tengah masyarakat, yaitu transfer of values .
Mastuhu mengemukakan bahwa, tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagai rasul, yaitu menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad saw., mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan
25 Lihat Shalih Abdul Aziz, Al-Tarbiyyat wa al-T uruq al-Tadris (Cairo: Dār al-Ma ‛ ārif, 1979), 59.
umat Islam di tengah-tengah masyarakat (‘Izzu al-Islam wa al-Muslimīn) , dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. 26 Demikian halnya dengan Manfred Ziemiek, yang juga tertarik melihat sudut keterpaduan aspek perilaku dan intelektual. Tujuan pesantren menurut pengamatannya, adalah membentuk kepribadian, memantapkan akhlak dan melengkapinya dengan pengetahuan. 27 Formulasi tujuan menurut Mastuhu dan Ziemiek pada hakikatnya sama. Jika Ziemek menyebutkan kepribadian menjadi sasaran yang dicita-citakan hanya secara garis besar, maka Mastuhu merinci wilayah kepribadian sehingga menge sankan adanya cakupan multidimensional.
Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap memper- tahankan hakikatnya dan diharapkannya menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok Pesantren di Jakarta yang berlangsung pada 2 - 6 Mei 1978, yaitu : Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan negara. 28
Adapun tujaun khusus pesantren adalah sebagai berikut: (1) Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah swt., berakhlak mulia memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir dan batin sebagai warga negara yang berpancasila; (2) Mendidik santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan mubalig yang berjiwa ikhlas, tabah, dan tangguh dalam meng- amalkan ajaran Islam secara utuh dan dinamis; (3) Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembagunan yang dapat mem- bangun dirinya dan bertanggungjawab kepada pembangunan bangsa
26 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren , 55-56.
27 Lihat Manfred Ziemiek, “Pesantren dalam Perubahan Sosial” (tej) , dikutip oleh Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, t.t), 4.
28 Ibid., 6.
dan negara; (4) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya); (5) Men didik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan mental-spritual; (6) Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan masyarakat bangsa. 29 Rumusan tujuan ini adalah yang paling rinci di antara rumusan yang pernah diungkapkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, tetapi harapan untuk memberlakukan tujuan tersebut bagi seluruh pesantren rupanya kandas. Kiai-kiai pesantren tidak mentransfer rumusan tersebut secara tertulis sebagai tujuan baku bagi pesantrennya kendati orientasi pesantren tidak berbeda dengan kehendak tujuan tersebut. 30 Semua tujuan yang dirumuskan baik melalui perkiraan (asumsi), wawancara maupun keputusan musyawarah/lokakarya, dapat disimpulkan bahwa tujuan pesantren adalah membentuk kepribadian muslim yang menguasai ajaran- ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan negara.
Adapun fungsi pesantren, tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan (tarbawiyyah), tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial (ijtimāiyyah), dan penyiaran agama (dakwah dīniyyah) , yakni: Pertama, Sebagai lembaga tarbawiyyah , pesantren menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi), dan pendidikan nonformal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ulama fiqh, hadīs, tafsīr , dan tasawuf; Kedua, Sebagai lembaga ijtimāiyyah , pesantren menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim, tanpa membeda-bedakan tingkat sosial-ekonomi mereka. Sementara itu, setiap hari menerima tamu yang datang dari masyarakat umum, baik dari masyarakat sekitar maupun dari masyarakat jauh. Mereka yang datang bertamu mempunyai motif yang berbeda-beda; ada yang ingin bersilaturrahmi, ada yang berkonsultasi, meminta nasehat, memohon doa, berobat, dan ada pula yang meminta jimat untuk penangkal gangguan dalam kehidupan sehari-hari; Ketiga,
29 Ibid, h. 6-7.
30 Ibid.
Sebagai lembaga dakwah dīniyyah , mesjid pesantren juga berfungsi sebagai mesjid umum, yakni sebagai tempat belajar agama dan ibadah bagi para jamaah. Mesjid pesantren sering dipakai untuk majlis ta’lim (pengajian), diskusi-diskusi keagamaan, dan sebagainya. Selain itu, kiai dan santri- santri senior disamping mengajar juga berdakwah baik di dalam kota maupun di luarnya, bahkan sampai ke daerah-daerah pedalaman. 31
Selain ketiga fungsi tersebut, pesantren juga berfungsi sebagai lembaga pembinaan moral dan kultural, baik di kalangan para santri maupun santri dengan masyarakat. 32 Pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Masyarakat umum memandang pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan. Dilihat dari segi fungsinya, pesantren sangat berperan di tengah-tengah masyarakat, menjadikannya semakin eksis dan dapat diterima oleh semua kalangan. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak menggunakan pendekatan kultural. 33
Adapun yang berkaitan dengan fungsi tradisionalnya, pesantren di- identifikasi memiliki tiga fungsi penting, yaitu: (a) Sebagai pusat ber- langsungnya transmisi ilmu-ilmu keislaman tradisional. (b) Sebagai penjaga dan pemelihara keberlangsungan/tradisi Islam tradisional. (c) Sebagai pusat reproduksi ulama. 34 Keberadaan pesantren yang semakin beragam dalam bentuk dan fungsi ini menjadikan adanya fenomena yang cukup berarti dalam upaya membuat suatu pola yang dapat dipahami sebagai acuan untuk pengembangan pesantren masa depan. Dengan posisi dan kedudukannya yang khas, pesantren diharapkan menjadi alternatif pem bangunan yang berpusat pada masyarakat itu sendiri (people-centered
31 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, 59-60.
32 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, 23.
33 Abuddin Nata (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, h. 113.
34 Lihat Azyumardi Azra, “Pesantren; Kontinuitas dan Perubahan” , dikutip oleh Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997) , xxi.
development) dan sekaligus sebagai pusat pengembangan pembangunan yang berorientasi pada nilai (value-oriented development). 35 Dalam kaitan gagasan itulah pesantren diharapkan tidak hanya sekedar memainkan fungsi-fungsi tersebut, tetapi berupaya meningkatkan pengembangan masyarakat di berbagai sektor kehidupan.
## Pesantren Dan Perubahan Sosial
Pesantren diakui memainkan peran sosial yang penting, selain eksis- tensinya sebagai institusi pendidikan agama. Ditinjau dari perspektif sosiologi pendidikan, pesantren dapat dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu pertama, pesantren sebagai lembaga yang dapat berperan sebagai social change ; sebuah lembaga yang dapat mengubah struktur- struktur ide dan pemikiran dalam masyarakat. Kedua, pesantren merupakan lembaga yang dapat berperan sebagai culture change ; sebuah lembaga yang dapat mengubah berbagai budaya yang ada dalam masyarakat. 36
Integrasi ilmu agama dan ilmu umum merupakan corak sistem pem- belajaran pesantren modern yang memahami tafaqquh fi al-din dalam bentuk gabungan ilmu agama dan ilmu umum bertujuan memberikan wawasan yang lebih luas. Namun penggabungan kedua ilmu tersebut bukan merupakan hasil integrasi ilmu naqli dan ilmu aqli yang didesain secara konseptual, atau dengan kata lain bukan merupakan hasil konsep ilmu yang integral, melainkan lebih merupakan upaya mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum dengan mempelajarinya secara bersamaan. Upaya tersebut dilakukan untuk membangun keragaman pemahaman santri dengan memperdalam ilmu agamanya, khususnya mengenai ke- ragaman pemahaman agama dan memperluas wawasan tentang perbedaan dan keragaman social, budaya, suku, adat, bahasa, dan gender melalui
35 Ibid .
36 Afifuddin, “Pluralisme dalam Perspektif Pesantren di Sulawesi Selata dan Peranannya dalam Mencegah Radikalisme Agama” Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2013, 4.
ilmu pengetahuan umum seperti ilmu sosial, antropologi, ilmu alam, ilmu seni dan budaya, Pkn dan sebagainya. 37
Konsep kurikulum pendidikan yang integral antara ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, bertujuan menghilangkan pandangan dikotomis para santri, bahwa tidak ada satu bidang ilmu pun yang ter- pisah dan terputus dengan bidang ilmu lainnya, khususnya ilmu agama, semua ilmu include dalam ilmu agama, olehnya itu semakin luas dan mendalam ilmu agama seseorang semakin bijaksana dalam bertutur dan ber tindak, yang nantinya membentuk sikap dan pandangan santri yang pluralis. Integrasi ilmu agama dan ilmu umum dalam kurikulum madrasah dan kurikulum pesantren, serta menambahkan muatan lokal, khusus nya matapelajaran agama, adalah upaya pesantren mencetak ulama yang intelektual atau intelektual yang ulama. Olehnya itu di pesantren, ke bebasan berpendapat yang pada gilirannya memunculkan keragaman pen dapat dibolehkan selama berdasarkan pada dalil-dalil yang kuat.
Misi tafaqquh fi al-din juga dijabarkan secara kurikuler dalam bentuk kajian kitab kuning yang terbatas pada fiqhi, akidah, hadis, tafsir, tata bahasa Arab dan akhlak. Medote pembelajaran dapat diartikan sebagai cara-cara yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran sampai ke tujuan. Dalam kaitannya dengan pesantren, ajaran adalah apa yang terdapat dalam kitab kuning, atau kitab rujukan atau referensi yang di- pegang oleh pesantren tersebut. Pemahaman terhadap teks-teks ajaran tersebut dapat dicapai melalui metode pembelajaran tertentu yang biasa digunakan oleh pesantren.
Selama kurun waktu yang panjang, pesantren telah memperkenalkan dan menerapkan beberapa metode; weton atau bandongan, sorogan, hafalan ( tahfiz ) , diskusi ( munaz arah ) dan majlis ta’lim. Metode-metode ini dapat diterapkan dalam klasikal maupun non klasika. Adapun penjelasan singkat mengenai metode tersebut : (1) Metode Bandongan (Wetonan) . Metode bandongan ( wetonan ) merupakan cara penyampaian ajaran kitab kuning dimana seorang guru, kiai atau ustaz membacakan dan menjelaskan isi ajaran/kitab kuning tersebut, sementara santri atau siswa mendengarkan,
37 Akramun Nisa Harisah, “Pluralisme Persepektif Pesantren; Pondok Pesantren Nurul Yaqin Kabupaten Sorong” Laporan Hasil Penelitian, P3M STAIN Sorong, 2013, 50.
memaknai dan menerima. Dalam metode ini, guru berperan aktif se- mentara murid bersikap pasif; (2) Metode Sorogan. Dalam metode sorogan , seorang santri yang menyodorkan kitab yang akan dibahas, dan sang guru mendengarkan, setelah itu beliau. (3) Metode Hafalan (tahfiz) . Dalam metode ini santri diharuskan membaca dan menghafal teks-teks berbahasa Arab secara individual, guru menjelaskan arti kata demi kata. Metode ini amat penting pada sistem keilmuan yang lebih mengutamakan argumen naqli, transmisi dan periwayatan (normatif). (4) Metode Diskusi (musyāwarah/munāz arah/muzākarah) . Metode ini berarti penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara santri membahasnya bersama- sama melalui tukar pendapat tentang suatu topik atau masalah tertentu yang ada dalam kitab kuning. Dalam kegiatan ini, kiai atau guru bertindak sebagai moderator. Melalui metode ini akan tumbuh dan berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analisis, dan logis. (5) Sistem Majelis Ta’lim . Metode yang dirgunakan adalah pembelajaran dengan cara ceramah, biasanya disampaikan dalam kegiatan tablig , atau kuliah umum. 38
Selain metode-metode tersebut di atas, di pesantren juga mengenal metode- metode lain yang tidak jauh berbeda pengertiannya dengan metode yang telah dikemukakan sebelumnya, seperti; Bahsul Masā’il, Hiwār, Fath al-Kutub, Muqāranah , dan metode-metode lain yang banyak di praktekkan di pesantren. Metode Bahsul Masā’il mengacu kepada pemecahan masalah dalam persoalan fiqh (hukum Islam atau furu ‛ iyyah ). Metode ini bisa digambarkan sebagai bentuk kegiatan belajar mengajar dalam sebuah forum (biasanya di kelas atau mesjid) yang dipandu oleh seorang pembimbing/guru dan diikuti oleh santri-santri yang dianggap sudah menguasai kitab-kitab tertentu untuk memecahkan permasalahan kontemporer di sekitar hukum-hukum fiqh (termasuk di dalamnya fiqh ibadah). Metode ini biasanya diterapkan untuk pengajaran santri-santri yang sudah senior, dimana santri-santri tersebut sudah dianggap mampu atau menguasai kitab-kitab yang menjadi rujukan masalah yang akan dibahas. 39
38 Akramun Nisa Harisah, Tradisi Kitab Kuning; Upaya Peningkatan Intektualitas dan Moralitas Santri, 44-47. 39 Amin Haedari dan Abdullah Hanif (ed), Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan
Metode Hiwār hampir sama dengan metode-metode diskusi yang umum kita kenal selama ini. Bedanya metode Hiwār dilaksanakan dalam rangka pendalaman atau pengayaan materi-materi yang sudah dipelajari (kitab-kitab kuning). Yang menjadi ciri khas dari Hiwār ini, adalah bahwa santri dan guru biasanya terlibat dalam sebuah forum perdebatan untuk memecahkan masalah yang ada dalam kitab-kitab (berbahasa Arab) yang sedang dipelajari. Dalam Hiwār terjadi proses kritik dan argumentasi ( mujādalah ) untuk memperkuat kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh. Tidak semua pesantren memasyarakatkan metode ini sebagai metode yang dikembangkan dalam pembelajaran di pesantren. Sebab di sementara pesantren masih ada norma-norma yang bersifat doktrinal yang belum bisa direformasi, seperti siswa/santri tidak boleh banyak bertanya, harus menundukkan wajah ketika berhadapan dengan guru dan semacamnya. 40
Metode Fath al-Kutub biasanya dilaksanakan untuk santri-santri senior yang sudah akan menyelesaikan pendidikan tingkat tertentu di pesantren. Pada dasarnya metode ini adalah metode penugasan mencari rujukan ( reference ) terhadap beberapa topik dalam bidang ilmu tertentu ( fiqh, aqidah, tafsir , dan h adīs ). 41 Metode Muqāranah adalah sebuah metode yang terfokus pada kegiatan perbandingan, baik perbandingan materi, faham ( mazhab ), metode, maupun perbandingan kitab. Metode Muqāranah akhirnya berkembang pada perbandingan ajaran-ajaran agama. Untuk model metode Muqāranah ajaran agama biasanya ber- kembang di bangku Perguruan Tinggi Pondok Pesantren (Ma’had ‘Ali). 42
Proses pembelajaran kitab dapat pula dilakukan melalui metode penulisan karya ilmiah, sekurang-kurangnya dengan menulis resume atau ikhtisar atas topik yang ada dalam kitab kuning. Cara ini dapat dilakukan dengan bahasa Arab, atau bahasa Indonesia. Metode ini diharapkan dapat menghasilkan banyak manfaat: pertama , sebagai evaluasi agar guru dapat mengetahui sejauhmana santri mampu memahami materi-materi yang disajikan; kedua , sebagai motivator bagi santri untuk membaca dan
Modernitas dan Tantangn Kompleksitas Global, 100.
40 Ibid., 101.
41 Ibid.
42 Ibid. h. 102.
menelaah kitab yang diajarkan maupun kitab lain dalam tema atau topik yang sejenis. 43 Pesantren dituntut untuk dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan. Sehingga diperlukan adanya inovasi- inovasi baru yang perlu dikembangkan sebagai langkah untuk menjawab tantangan tersebut. Salah satunya adalah yang berkaitan dengan metode pembelajaran seperti yang telah disebutkan di atas. Mungkin suatu saat nanti akan bermunculan metode pembelajaran baru yang diharapkan lebih efektif dan efisien.
Menyikapi keragaman dan perbedaan dalam memahami agama melalui kajian kitab kuning, kalangan pesantren dituntut mengedepankan keterbukaan dan jauh dari kesan radikal dan ekstrem. Pengajaran materi- materi keilmuan Islam klasik (kitab kuning) yang dilaksanakan secara terbuka dan kritis, dengan memberikan kebebasan para santri untuk menilai dan memilih pendapat-pendapat imam mujtahid yang dianggap benar, Ini pada gilirannya memberikan stimulasi-stimulasi pedagogis ke arah pembentukan sikap kedewasaan dan kesediaan untuk menerima perbedaan. Santri tidak merasa terdoktrinasi untuk mempertahankan satu pendapat secara ekstrem, tanpa analisis yang kritis. Karena itu, meski harus memilih mazhab sebagai anutan, tetapi santri tidak dipaksakan dan tetap diperbolehkan mengkritisi pendapat mazhabnya dengan syarat ada dalil yang lebih rājih . 44
Sebagai agen dakwah perubahan sosial dan budaya, pesantren me- mainkan peran dalam tiga jalur, yaitu: (1) Tafaqquh fi al-din melalui lembaga pendidikan dan dakwah, yang dipahami sebagai upaya menguasai ilmu-ilmu agama beserta cabang-cabangnya dan ilmu alatnya secara maksimal dan mendalam, dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan umum untuk menambah wawasan yang lebih luas; (2) Pengajaran kitab kuning melalui pendekatan dialogis, kritis dan terbuka, tanpa upaya dogmatis untuk memaksakan doktrin dan pendapat tertentu. Kitab-kitab
43 Lihat Husein Muhammad, “Kontekstualisasi Kitab Kuning; Tradisi Kajian dan Metode Pengajaran”, dalam Marzuki Wahid dkk (ed), Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, h. 284. 44 Akramun Nisa Harisah, “Pluralisme Persepektif Pesantren; Pondok Pesantren Nurul Yaqin Kabupaten Sorong”, 58.
dan materi-materi ajar disampaikan dengan mengemukakan berbagai corak pemahaman serta memberikan kebebasan kepada para santri untuk memilih pendapat yang terkuat; (3) Menanamkan akhlak al-karimah dalam lingkungan pesantren dengan latar belakang santri yang majemuk dan relatif heterogen dari segi budaya, suku, gender, adat kebiasaan, pola pikir, latar belakang sosial dan ekonomi mendorong terciptanya lingkungan pergaulan yang berefek terbangunnya sebuah sikap empatik dengan perbedaan-perbedaan di sekitarnya.
Pesantren juga memainkan peran perekat sosial budaya dengan merangkul santri-santri yang datang dari lapisan sosial dan etnik berbeda, serta keragaman pemahaman agama para pembinanya. Keragaman dan perbedaan mampu direspon dengan baik oleh komunitas pesantren melalui proses pembelajaran dan pendidikan yang tersistematisasi baik secara formal dan non formal dalam bentuk halaqah kajian kitab kuning. Pelaksanaan pendidikan agama secara intensif di pesantren diaplikasikan dalam kerangka penguasaan dan pendalaman ilmu agama ( tafaqquh fi al-din ). Tafaqquh fi al-din melalui kajian kitab kuning merupakan pondasi penting dalam memainkan peran sebagai agen perubahan sosia budaya. Pelaksanaan pengajaran agama ( tafaqquh fi al-din ) secara intensif dengan pendekatan dan materi berbasis pluralistik, yaitu memberikan pemahaman tentang perbedaan dan kemajemukan, serta keragaman agama secara eksternal dan pluralitas pemahaman agama secara internal pada gilirannya membentuk dengan baik pemahaman keragaman para santri. Tafaqquh fi al-dīn (pendalaman ilmu agama) dan aktualisasi nilai akhlak mulia dalam kehidupan beragama dan berbangsa merupakan substansi sekaligus media perwujudan perubahan sosial budaya dalam lingkungan pesantren.
## Penutup
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dibawah pimpinan seorang kiai, baik melalui jalur formal maupun non formal yang bertujuan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam yang bersumber dari kitab-kitab klasik (kitab kuning) dengan menekankan pembinaan akhlak dan kepribadian
sebagai pedoman kehidupan sehari-hari, serta semangat pengabdian mencari nilai-nilai ilāhiyyah. Pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, fungsi pesantren, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan (tarbawiyyah), tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial (ijtimāiyyah), dan penyiaran agama (dakwah dīniyyah) , serta menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Masyarakat umum memandang pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan. Sebagai agen perubahan sosial budaya, pesantren memainkan peran dalam tiga jalur, yaitu: (1) Tafaqquh fi al-din melalui lembaga pendidikan dan dakwah, sebagai upaya menguasai ilmu-ilmu agama secara maksimal dan mendalam, dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan umum untuk menambah wawasan yang lebih luas; (2) Pengajaran kitab kuning melalui pendekatan dialogis, kritis dan terbuka, tanpa upaya dogmatis untuk memaksakan doktrin dan pendapat tertentut. (3) menanamkan akhlak al-karimah dalam lingkungan pesantren dengan latar belakang santri yang majemuk dan relatif heterogen dari segi budaya, suku, gender, adat kebiasaan, pola pikir, latar belakang sosial dan ekonomi mendorong terciptanya lingkungan pergaulan yang harmonis.
## Daftar Pustaka
Afifuddin. “Pluralisme dalam Perspektif Pesantren di Sulawesi Selata dan Peranannya dalam Mencegah Radikalisme Agama” Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 2013.
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bina Aksara. 1995.
Aziz, Shalih Abdul. Al-Tarbiyyat wa al-T uruq al-Tadris. Cairo: Dār al- Ma ‛ ārif. 1979. Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning; Pesantren dan Tarekat. Bandung; Mizan. 1999. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Cet. III; Jakarta: LP3ES. 1984.
Haedari, Amin., dan Abdullah Hanif (ed). Masa Depan Pesantren; Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangn Kompleksitas Global . Cet. I; Jakarta: IRD PRESS. 2004.
Harisah, Akramun Nisa. Tradisi Kitab Kuning; Upaya Peningkatan Intelek- tualitas dan Moralitas Santri (Kajian Pondok Pesantren An Nahdlah Makassar). Makassar: Pustaka An Nahdlah. 2011.
………. “Pluralisme Persepektif Pesantren; Pondok Pesantren Nurul Yaqin Kabupaten Sorong” Laporan Hasil Penelitian, P3M STAIN Sorong, 2013.
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1996.
Puslitbang Pendidikan Agama dan Diklat Keagamaan. Khazanah Intelektual Pesantren. Cet. I; Jakarta: Maloho Jaya Abadi. 2009.
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS. 1994. Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan . Jakarta: Paramadina, 1997.
Nata, Abuddin (ed). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga- lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia. 2001.
Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga, t.t.
Rama, Bahaking Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren; Kajian Pesantren As’adiyah Sengkang Sulawesi Selatan. Cet. I; Jakarta: Parodatama Wiragemilang, 2003.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi. III. Cet. II; Jakarta:
Balai Pustaka. 2002.
Wahid, Marzuki. dkk (ed). Pesantren Masa Depan; Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Cet. I; Bandung: Pustaka Hidayah. 1999.
Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor dan Pembaruan Pendidikan Pesantren. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005.
Al-Zarnuji. Ta’lim al-Muta’allim . Semarang: Toha Putra. t. th.
|
b9be2c51-7724-4932-a48d-54387f03de4d | https://ejournal.upi.edu/index.php/JPAK/article/download/15451/8710 |
## DAMPAK KEPEMILIKAN MANAJER DAN UTANG TERHADAP KEMAMPULABAAN PERUSAHAAN
(Studi kasus pada perusahaan manufaktur di BEI tahun 2003-2010).
Oleh: Iwan Dermawan
## Abstract
This empirical study aims to examine the relationship manager ownership (KSM) and debt (Lev), and the effect of stock manager ownership and debt to the company's ability of profitable (ROA). The study shows that managers stock ownership variables associated negative and significant with debt. While the effect of stock ownership by managers and debt to the company ability of profitable (ROA) negative and significant results.
Keywords: the company ability of profitable (ROA), stock ownership by manager (KSM) and debt (Lev).
Pendahuluan Brigham dan Enhard (2003), mengatakan bahwa informasi akuntasi mengenai kegiatan operasi perusahaan dan posisi keuangan perusahaan dapat diperoleh dari laporan keuangan. Informasi akuntansi berupa laporan keuangan sangat penting bagi para pelaku bisnis seperti investor dalam pengambilan keputusan. Para investor akan menanamkan investasinya pada perusahaan yang dapat memberikan return yang tinggi. Financial Accounting Standards Board (FASB) (1978), Statement of Financial Accounting Concepts No. 1, menyatakan bahwa fokus utama laporan keuangan adalah laba, jadi informasi laporan keuangan
seharusnya mempunyai kemampuan untuk memprediksi laba di masa depan. Laba sebagai suatu pengukuran kinerja
perusahaan merefleksikan terjadinya proses peningkatan atau penurunan modal dari berbagai sumber transaksi (Takarini dan Ekawati, 2003). Laba perusahaan diharapkan setiap periode akan mengalami kenaikan, sehingga dibutuhkan estimasi laba yang akan dicapai perusahaan untuk periode mendatang. Estimasi terhadap laba dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan. Setiap perusahaan selalu membutuhkan dana operasional untuk membelanjai sehari-hari, misalkan untuk memberikan persekot pembelian bahan mentah, membayar upah buruh, gaji pegawai dan lain sebagainya, di mana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produksinya. Uang yang masuk berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian maka dana tersebut akan terus menerus berputar setiap periodenya selama hidupnya perusahaan. Pilihan yang strategis antara pembiayaan utang dan ekuitas didasarkan pada setiap bentuk pembiayaan jangka panjang. Oleh karena itu, pilihan perusahaan antara utang dan ekuitas harus di analisa kembali dari keputusan strategis membuat perspektif. Kebijakan utang merupakan bagian dari struktur modal perusahaan. Struktur modal adalah penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Secara umum, sebuah perusahaan dapat memilih diantara banyak alternatif struktur modal. Beberapa teori menyatakan bahwa struktur modal perusahaan yang menentukan berbagai biaya dan manfaat, terkait dengan utang dan ekuitas.
Pemegang saham adalah pemilik dari sebuah perseroan terbatas, dan mereka membeli saham karena mereka ingin mendapatkan pengembalian modalnya. Pemegang saham akan memilih direksi, yang kemudian akan menunjuk para manajer untuk menjalankan perusahaan secara harian. Manajer bekerja mewakili para pemegang saham, artinya mereka hendaknya mematuhi kebijakan yang dapat meningkatkan nilai para pemegang saham (Brigham dan Houston, 2006).
## Landasan teori Utang Perusahaan
Utang sebagai bagian dari struktur modal perusahaan, mempunyai pengaruh meningkatkan risiko perusahaan karena selain harus membayar pokok pinjaman juga harus membayar bunga. Leyland dan Pyle (1977), menjelaskan penggunaan utang yang melebihi ambang batas tertentu dapat menurunkan nilai perusahaan, hal ini disebabkan karena meningkatnya biaya kebangkrutan.
Utang didalam akuntansi didifinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomis yang akan datang, yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan usaha dimasa kini untuk mentransfer aktiva atau
menyediakan jasa pada badan usaha lain dimasa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian dimasa lalu (Baridwan, 2000). Tingkat penggunaan utang sebagai sumber pembiayaan perusahaan disebut leverage (Schall dan Halley, 1992).
Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah mempunyai risiko kerugian yang lebih kecil pada saat keadaan perekonomian menurun, tetapi juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian ( return ) pada saat perekonomian tinggi.
Sebaliknya Perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi menghadapi risiko kerugian yang besar tetapi juga kesempatan mendapatkan laba yang tinggi.
## Kepemilikan manajer.
Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang (Iturriaga dan Sanz, 1998) yaitu pendekatan keagenan ( agency approach ) dan pendekatan ketidak seimbangan informasi ( asymmetric information approach ). Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrument untuk mengurangi konflik kepentingan diantara berbagai pemegang klaim. Pendekatan asymmetric information memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidak seimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal (Leland dan Pyle, 1997).
Teori keagenan ( agency theory ) memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik yaitu pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut muncul sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara kedua belah pihak. Kepemilikan managerial atau kepemilikan insider kemudian dipandang sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik tersebut. Dalam hal ini kepemilikan insider dipandang dapat menyamakan kepentingan antara pemilik dan manajer, sehingga semakin tinggi kepemilikan insider akan semakin tinggi pula nilai perusahaan. Shleifer dan Vishny (1986), menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Jansen dan Meckling, 1976). Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Jensen dan Meckling (1976), Mao (2003), Pawlina dan Renneboog (2005), dan Chen et al . (2006), mengungkapkan bahwa untuk mengurangi agency problem , pihak pemegang saham dapat membatasi kegiatan agen melalui pemberian insentif yang tepat, seperti peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Hal ini dapat diartikulasikan bahwa bahwa proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan adalah untuk mengatasi konflik keagenan di dalam perusahaan, karena dengan melakukan pendanaan eksternal untuk meningkatkan proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan dapat memberikan insentif bagi manajer ( equity holders’ risk- shifting incentive ).
## Kemampu Labaan Perusahaan.
Kemampu labaan perusahaan adalah ukuran kinerja perusahaan. Kinerja peru- sahaan merupakan rasio laba bersih dengan total assets perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan telah dikelola dengan tingkat pengembalian atas assets yang tinggi. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, pengukuran kinerja juga dibutuhkan untuk menetapkan strategi yang tepat dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Informasi akuntansi sangat bermanfaat untuk menilai pertanggungjawaban kinerja manajer. Karena penilaian kinerja pada dasarnya merupakan penilaian perilaku
manusia dalam
melaksanakan peran yang dimainkannya dalam mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Kemungkinan yang lain adalah digunakannya
informasi
akuntansi bersamaan dengan informasi non akuntansi untuk menilai kinerja manajer atau pimpinan perusahaan. Mulyadi (1997, hal 419) menjelaskan kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
## Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan
teori keagenan,
menjelaskan hubungan antara pemilik dan pengelola dan antara pemilik dan pihak luar (investor dan kreditor), dimana dalam hubungan tersebut terjadi masalah agensi ( agency problem ). Jensen dan Mekling (1976), mendifinisikan hubungan keagenan sebagai sebuah kontrak dimana satu atau lebih prinsipal menyewa orang lain ( agent ) untuk melakukan beberapa jasa bagi kepentingan mereka dengan mendelegasikan beberapa wewenang pembuat keputusan
kepada agen. Hubungan kontraktual ini biasanya dilakukan dengan menggunakan angka-angka akuntansi yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya. Scott (2000), mengatakan pendesainan kontrak yang tepat untuk menselaraskan kepentingan agen dan prinsipal bilamana terjadi konflik kepentingan. Berdasarkan uraian diatas berikut hipotesis yang diformulasikan untuk menguji antara :
Hubungan Kepemilikan Manajer dan Utang
. Jensen dan Meckling (1976); Chrutchley dan Hansen (1989); Jensen, Solberg dan Zorn (1992); Pawlina dan Renneboog (2005); Chen et al (2006), mengungkapkan bahwa untuk mengurangi agency problem dapat dilakukan dengan membatasi kegiatan agen melalui pemberian insentif yang tepat, seperti peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Sebagian besar literatur mengungkapkan kepemilikan perusahaan dapat diuji melalui sejumlah dimensi, antara lain dengan melihat pengaruh insider dan outsider ownership , board independent , committee Auditor , dan kepemilikan terkonsentrasi. Semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan pada satu orang maka kendali akan menjadi semakin kuat dan cenderung menekan konflik keagenan. Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan, bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri.
Hubungan struktur Kepemilikan dan struktur Modal antara lain hubungan kepemilikan manajerial dan utang, Chen dan Steiner (1999), mengatakan kepemilik-an manajerial dan kebijakan utang memiliki hubungan negatif. Hal ini disebabkan adanya faktor substitusi antara keduanya. Beberapa peneliti menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan debt ratio perusahaan (Kim dan Sorensen 1986, Agrawal dan Mendelker 1987, Mehran 1998 dalam Wahidahwati 2002, Soliha dan Taswan 2002). Menurut Jensen, Solberg dan Zorn (1992) dalam Crutchley et al (1999), menemukan bahwa kebijakan utang dan dividen tidak mempengaruhi insider ownership , namun insider ownership mempengaruhi pembiayaan dan dividen. Menurut An, Jin and Simon (2006), Insider ownership meningkat atau tinggi akan menurunkan debt to equity ratio /DER. Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan utang perusahaan tanpa kepemilikan
manajerial akan berbeda dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan hipotesis 1 sebagai berikut:
H1: Kepemilikan manajerial dan utang memiliki hubungan (asosiasi) yang negatif.
## Pengaruh Kepemilikan Manajer terhadap Kemampu Labaan perusahaan.
Berbagai studi yang mengidentifikasi adanya hubungan positif antara kepemilikan oleh pihak dalam ( insider ownership ) dengan kinerja perusahaan antara lain dilakukan Kim, Lee dan Francis (1988), Schellenger, Wood dan Tashakori (1989), dan Oswald dan Jahera (1991). Sedang studi lainnya yang menunjukkan hasil kurang mendukung (secara statistik tidak signifikan) atau bertentangan dengan penelitian sebelumnya yaitu dilakukan oleh Lloyd, Jahera dan Goldstein (1986) dan Tsetsekos dan DeFusvo (1990). Studi yang dilakukan mereka menunjukkan bahwa hubungan antara dua faktor, yaitu kepemilikan oleh manajer top terhadap perusahaan dan kinerja perusahaan secara keseluruhan ternyata tidak cukup signifikan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan hipotesis 2 sebagai berikut:
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap Kemampu Labaan/kiner-ja perusahaan. Pengaruh Utang terhadap Kemampu
Labaan perusahaan.
Kemampu Labaan perusahaan adalah Profitabilitas, didasarkan pada investasi yaitu diukur dari perbandingan antara laba operasi dengan total aktiva: Return On Assets (ROA).
Tingkat ROA berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan datang. Tingkat ROA yang rendah atau negatif akan menurunkan kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang. Kondisi seperti ini menunjukkan kinerja perusahaan yang buruk akan menurunkan kridibilitas perusahaan untuk mendapatkan dana akibatnya dibutuhkan biaya modal yang lebih besar. Hal ini bisa menurunkan harapan dan keuntungan pemilik dan cenderung menurunkan nilai saham perusahaan.
Hubungan antara profitabilitas dan utang dapat dijelaskan dengan bukti menurut Titman dan Wessels (1988) dan Barton et al . (1989), setuju bahwa
keuntungan perusahaan yang tinggi, akan menjaga rasio utang relatif rendah. DeAngelo dan Masulis (1980), Strebulaev (2003) dan Gaud et al.
(2005) yang menemukan bahwa terdapat suatu hubungan yang positif antara tingkat leverage dengan profitabilitas perusahaan. Bukti empiris dari studi sebelumnya konsisten dengan sebagian besar studi, menemukan
hubungan negatif antara profitabilitas dan struktur modal (Friend dan Lang, 1988; Barton et al ., 1989; Shydam-Myers, 1999; Van der Wijst dan Thurik, 1993; Chittenden et al ., 1996; Mishra dan Mc Conanghy, 1999
Michaelas et al ., 1999). Cassar dan Holmes (2003), Esperanca et al ., (2003) dan Hall et al ., (2004) menyatakan terdapat hubungan negatif antara profitabilitas dan utang jangka pendek. Petersen dan Rajan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditentukan hipotesis 2 sebagai berikut: H3: Utang berpengaruh negatif terhadap Kemampu
Labaan/kinerja perusahaan.
## Metode Penelitiian 1. Data Penelitian
Studi ini menggunakan populasi perusahaan yang berasal dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama 8 tahun, yaitu tahun 2003-2010. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yang diperoleh dari Indonesian Capital Market (ICMD) tahun 2011.
## 2. Definisi dan operasional variabel
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel laten, dua variabel independen (ek- sogen) yaitu Kepemilikan manajerial dan Utang . Satu variabel dependen (endogen) yaitu Kemampu Labaan/kinerja perusahaan.
- Kepemilikan manajerial sebagai variabel independen (exogen).
Variabel ini merupakan persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajemen/manajerial (KSM) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan ( insider ownership /InO) dari seluruh modal saham yang beredar.
- Variabel Utang ( Leverage ) sebagai variabel independen (exogen) Variabel struktur modal diproksi dengan Leverage yaitu perbandingan antara total utang dan total aset.
s TotalAsset TotalDebt Leverage
- Kemampu Labaan/ Profitabilitas sebagai variabel dependen (endogen) Profitabilitas diproksi dengan return on assets (ROA), alasan digunakannya return on assets (ROA) sebagai proksi dari profitabilitas adalah bahwa return on assets (ROA) ini merupakan rasio akuntansi yang paling penting, karena
ROA mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dari seluruh aset perusahaan yang diinvestasikan dimana pendanaannya menggunakan sumber sebagian besar dari utang dan sebagian sisanya dari equity.
s TotalAsset EAT ROA
dimana: ROA = Return On Assets EAT = Earning After Tax
## 3. Alat Analisis Data dan Olah data.
Dalam penelitian ini alat analisis data menggunakan alat bantu software SPSS versi 18.0 for Windows . Alat analisis yang akan digunakan untuk mengestimasi Dampak Kepemilikan Saham Manajer dan Utang ( Leverage ) terhadap kemampu labaan perusahaan (ROA) melalui regresi dan korelasi. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut:
ROA = a + b1KSM + b2Lev dimana: ROA = Return On Assets KSM = Kepemilikan Saham Manajer Lev = Ratio Total Debt to Total Assets
## Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian Pengujian Asumsi Klasik Melalui analisis regresi, untuk
menunjukan hubungan yang valid atau tidak bias maka perlu pengujian asumsi klasik pada model regresi yang digunakan yaitu multikolinieritas, autokorelasi dan heterosedakstisitas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan alat bantu software SPSS versi 18.0 for windows.
a. Multikolinearitas. Multikolinieritas menunjukkan adanya hubungan linier yang sempurna diantara variabel independen. Pengujian multikolinieritas menggunakan VIF
( variance inflation factor ) dengan batas nilai toleransi adalah terendah 0,10 dan tertinggi 10. Gujarati (2003) mengatakan bila nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat kolinearitas sangat tinggi.
Tabel 1. Colinearity Statistics (Coefficients)
Model Unstandardi zed Coefficients Standardi zed Coefficien ts
t Sig. 95,0% Confide nce Interval for B Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta Upper Bound Zero - order Parti al Part Toleran ce VIF 1 (Constan t) ,094 ,009 10,152 ,000 ,112 KSM -,174 ,047 -,247 -3,717 ,000 -,081 -,223 -,279 -,247 ,997 1,003 Lev -,114 ,016 -,476 -7,157 ,000 -,082 -,464 -,488 -,476 ,997 1,003 a. Dependent Variable: ROA Berdasarkan hasil pengujian dengan software SPSS versi 18.0 for windows, menunjukkan bahwa nilai VIF untuk KSM adalah 1.003, dan Lev adalah 1.003 ini berarti model regresi tidak terjadi multikolinieritas karena nilai VIF terletak diantara nilai batas toleransi.
## b. Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya kondisi yang berurutan diantara
gangguan atau disturbance ui atau ei yang masuk ke dalam fungsi regresi. Pengujian terjadi autokorelasi apabila nilainya mendekati 0 atau 4 terjadi autokorelasi. Durbin-Watson test digunakan untuk menguji autokorelasi, Gunawan (1999) menjelaskan bahwa autokorelasi tidak terjadi bila DW terletak diantara du (4-du) dan (du<DW<4-du).
Tabel 2. Autocorrelations Durbin-Watson Test (Model Summary)
Berdasarkan hasil pengujian regresi pada Model summary dengan
software SPSS versi 18.0 for windows, menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson (DW) adalah 1.909, ini berarti model regresi tidak mengalami autokorelasi karena rata- rata nilai Durbin Watson mendekati Hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa Dw = 1.909; atau dapat dituliskan sebagai berikut: 0< 1.909< 4; ini berarti tidak ada autokorelasi. Dari table 2 diatas, juga dapat menjelaskan goodness of fit melalui hasil R square dan Ftestnya.
## c. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan variansi antar variabel tersebar dan tidak sama. Untuk mendeteksinya dapat menggunakan uji Glejser. Uji Glejser meregresikan nilai absolut residual dengan variabel
independennya. Jika nilai t signifikan berarti terjadi heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil pengujian dengan software SPSS versi 18.0 for windows, menunjukkan bahwa signifikansi nilai t dari kedua variabel independen sebesar kurang dari 1 (lihat Tabel 1) artinya model regresi tidak terjadi heteroskedastisi-tas.
Dari uji asumsi klasik pada penelitian ini telah memberikan hasil bahwa independent
variable memiliki hubungan dan pengaruh terhadap dependent variable .
Hubungan Kepemilikan Saham Manajer dan Utang ( Leverage ) Untuk mengetahui hubungan antar masing-masing variabel independen dengan variabel dependen menggunakan software SPSS versi 18.0 for windows, ditunjukkan tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Correlations
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin- Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 ,525 a ,276 ,267 ,042366 ,276 31,242 2 164 ,000 1,909 a. Predictors: (Constant), Lev, KSM b. Dependent Variable: ROA
ROA KSM Lev Pearson Correlation ROA 1,000 -,223 -,464 KSM -,223 1,000 -,051 Lev -,464 -,051 1,000 Sig. (1-tailed) ROA . ,002 ,000 KSM ,002 . ,256 Lev ,000 ,256 . N ROA 167 167 167 KSM 167 167 167 Lev 167 167 167
Dari Tabel 3 diatas dapat diketahui Kepemilikan Saham Manajer dan Lev berhubungan negatif (-0,051). Kepemilikan Saham Manajer dan ROA berhubungan negatif (-0,223) dan Lev dan ROA berhubungan negatif (-0,464).
## Pemodelan.
Dari hasil analisis statistik dengan software SPSS versi 18.0 for windows didapat keterangan seperti terlihat pada tabel 1: persamaan regresi berganda linier untuk kasus yang diteliti berdasarkan nilai B ( constant ) dan konstanta variabel bebas (KSM, Lev dan KLP) adalah sebagai berikut: ROA = 0.094 - 0.174 KSM - 0.114
Lev Pengujian Model Regresi Karena asumsi klasik telah
terpenuhi, maka pengujian model regresi layak untuk dilakukan.
## Pengujian Serentak
Hasil pengujian model regresi secara serentak melalui Uji F (F test ) untuk menge-tahui pengaruh variabel bebas secara simultan berpengaruh tehadap variabel terikat, sebagai berikut:
Ho: b1 >= 0 (signifikan) Ha: bj ≠ 0 (tidak signifikan)
V 1 =K –1= 3–1 =2 dan V 2 = K –3 = 164 maka F tabel : F 0.05(2,164) = 3,05 Hasil F hitung melalui analisis regresi software SPSS versi 18.0 for windows didapat 31.242 (lihat tabel 2), berdasarkan uji dua pihak : F hitung (=31,242) > F tabel (=3,05) diterima (signifikan).
## Pengujian Individu
Selanjutnya koefisien
regresi
berganda linier diatas diuji tingkat signifikansinya dengan uji t (t test ) untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara partial terhadap variabel terikat, sebagai berikut:
Untuk Variabel KSM
Ho : KSM = 0 (signifikan) H1: KSM ≠ 0 (tidak signifikan) t tabel untuk df = n – 2 = 167- 2 = 165, dengan α = 5% diperoleh t tabel = 1,651. Dari table 1, t hitung diperoleh. = - 3,717 t hitung berdasarkan uji dua pihak : t hitung < t tabel , diterima
Untuk Variabel Lev
Ho : Lev = 0 (signifikan) H1: Lev ≠ 0 (tidak signifikan) t tabel untuk df = n –2= 167-2 = 165, uji 1 pihak dengan α = 5% diperoleh t tabel = 1.651. Dari Tabel 1 t hitung diperoleh =-7,157 t hitung berdasarkan uji dua pihak : t hitung < t tabel , diterima.
## Goodness of fit
Dari hasil olah data SPSS didapat Rsquare didapat sebesar 0.276 dan F test (uji F): didapat F tabel : F 0.05(2,164) = 3,05 dan F hitung 31.242 (lihat tabel 2), maka uji F hasilnya F hitung > F tabel , diterima. Dengan R 2 = 27.6% (Tabel 2), hal ini dapat diartikan bahwa sebesar 27.6% keragaman/variasi dari ROAdapat dijelaskan oleh masuknya kedua variabel dalam model.
## 2. Pembahasan
Hubungan struktur modal dan struktur aset dari hasil analisis korelasi software SPSS versi 18.0 for windows didapat KSM dengan ROA berhubungan negatif dan Lev dengan ROA berhubungan negatif.
Dari model regresi ROA = 0.094 - 0.174 KSM - 0.114 Lev , didapat bahwa variabel KSM dan Lev mempunyai hubungan negatif dengan ROA. Model regresi diatas dapat diartikan bahwa setiap peningkatan nilai KSM sebesar 1 rupiah, akan memberikan pengaruh negatif terhadap nilai ROA sebesar -.174 rupiah. Demikian halnya peningkatan nilai Lev sebesar 1 rupiah akan member-kan dampak negatif terhadap nilai ROA sebesar -
0.114 rupiah. Pengaruh negatif ini membuktikan, apabila penggunaan Utang ( Leverage ) besar akan menurunkan kemampu labaan
perusahaan (ROA). Hal in disebabkan
karena beban pokok dan bunga pinjaman semakin besar mengurangi ROA. Sebaliknya apabila penggunaan Utang ( Leverage ) kecil akan meningkatkan kemampu labaan peru- sahaan (ROA) karena beban pokok dan bunga pinjaman semakin kecil mengurangi ROA. Demikian halnya apabila KSM
besar akan menurunkan kemampu labaan perusahaan (ROA). Hal in disebabkan karena jumlah kepemilikan yang besar oleh manajer agency cost semakin besar mengurangi ROA. Sebaliknya apabila KSM kecil akan meningkatkan kemampu labaan perusahaan (ROA). Hal in disebabkan karena jumlah kepemilikan yang kecil oleh manajer agency cost semakin kecil mengurangi ROA.
Persamaan regresi dengan
memasukkan ketiga variable: KSM, Lev dan ROA menghasilkan R sebesar 52,5% dengan R 2 = 27,6% (Tabel 2), hal ini dapat diartikan bahwa sebesar 27,6% keragaman/variasi dari ROA dapat dijelaskan oleh masuknya kedua variabel dalam model.
Berdasarkan uji statistik parsial
(uji t) menggunakan analisis statistik koefisien regresi linier berganda, didapat KSM berpengaruh negatif, dan signifykan terhadap ROA, demikian juga untuk Lev berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.
Hasil Rsquare: R 2 = 27.6% ini menunjukkan model tidak memenuhi Goodness of fit (R 2 < 50%), ini berarti variabel yang tidak termasuk dalam model masuk kedalam variabel error.
## Kesimpulan
Sumber pembiayaan perusahaan dari utang (eksternal) dapat dipengaruhi oleh kepemilikan manajer, dimana pada akhirnya utang dan kepe-milikan manajer akan berpengaruh terhadap kemampu labaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah yang lebih besar pula. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang besar dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral utang perusahaan.
Dari hasil olah data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan:
Dari Tabel 3 Correlations diatas dapat diketahui Kepemilikan Saham Manajer dan Lev berhubungan negatif (-0,051) hasil ini sesuai hipotesis 1.
Dari model regresi: ROA = 0.094 - 0.174 KSM - 0.114 Lev (table 1) didapat bahwa variabel KSM dan Utang mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap ROA hasil ini sesuai hipotesis 2 dan 3.
## Saran
Sebaiknya perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI lebih memperhatikan pengelolaan modalnya (struktur pendanaannya), dimana proporsi antara aktiva lancar dan aktiva tetap kurang atau tidak berimbang karena pendanaan internal sebagian besar tertanam di aktiva lancar. Lev perusahaan juga tinggi, jika Lev semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan profitability akan semakin rendah.
Sebaiknya utang yang dijamin oleh dana internal jangan melebihi jumlah dana internal tersebut, bahkan kalau bisa di bawah 50% dari jumlah dana internalnya.
Penilitian ini hanya menggunakan pendanaan eksternal (utang) saja, belum diukur bagaimana pengaruh kepemilikan manajer terhadap equity (pendanaan internal). Model ini tidak memenuhi Goodness of fit (R 2 < 50%), diharapkan untuk peneliti berikutnya yang mengembangkan penelitian ini menambah observasi sehingga tidak terjadi model tidak memenuhi Goodness of fit .
## Daftar Pustaka
Brigham, Eugene R., and Daves, Phillip R., 2002, Intermediate Financial Manage- ment , 8 th Edition, Thomson Analytics Business School Edition .
Baridwan, Zaki, 2000, Intermediate Accounting, edisi 7, Yogyakarta,
BPFE.
Cassar, G. and Holmes S., 2003, Capital structure and financing of SMEs: Australian evidence, Journal of Accounting and Finance 43, pp.123 –
147.
Chittenden, F., Hall, G., & Hutchinson, P.,
1996, Small Firm Growth, Access to Capital Markets and Financial Structure : Review of Issues and an Empirical Investigation, Small Business Economics , 8, pp.59 –67.
Esperanca JP, Ana PMG & Mohamed AG., 2003, Corporate debt policy of small firms: an empirical (re)examination, Journal of Small Business and Enterprise Develop-ment , 10(1), pp.62-80. Euis Soliha d an Taswan, 2002, “Pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusa-
Finacial Accounting Standards Board (FASB), 1978, Statement of Financial Accounting Concepts No.1 : Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, Stamfort, Connecticut
Holmes, S. and Kent, P., (1991), ‘An Empirical Analysis of the Financial Structure of Small and Large Australian Manufacturing Enterprises’, Journal of Small Business Finance , 1 (2), pp.141-154.
Jensen, Michael C., 1986, Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Take-overs, American Economic Association.
Takarini, Nurjanti dan Erni Ekawati, 2003,
“ Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur di Pasar Modal Indonesia” , Ventura , Vol. 6 No.
3.
Leland, Hayne E., and Pyle, David H., 1977, Informational Asymmetries, Financial Structure and Financial Intermediation,
The Journal of Finance, vol.32 no.2, pp.371-387.
Michaelas, N., F. Chittenden, and P. Poutziouris, 1999, Financial policy and capital structure Choice in UK SMEs:
Empirical Evidence from Company Panel Data, Small Bu-siness Economics, 12, pp.113-130 Mulyadi (1997). Akuntansi Manajemen: Konsep, manfaat dan rekayasa . (Edisi kedua). Yokyakarta : Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Schall and Halley, 1979, The Theory of Financial Decision, New York, McGraw Hill Titman, S., 1984, The Effect of Capital Structure on a Firm’s Liquidation Decisions, Journal of Financial Economics , 13, pp.137 –151
Titman, S. and Wessels, R., 1988, “ The Determinants of Capital Structure Choice” Journal of Finance” , 43(1), pp.1 –19.
Van der Wijst, N., & Thurik, R., 1993, Determinants of Small Firm Debt Ratios: An Analysis of Retail Panel Data. Small Business Economics ,
5(1), pp.55-65 Wald, JK., 1999, “ How Firm Characteristics Affect Capital Structure: An International Comparison”, Journal of Financial Research , 22, pp.161-187.
|
99859835-28c6-4532-a2c4-b7861af232a6 | https://jurnal.polsri.ac.id/index.php/jupiter/article/download/766/581 |
## Model Social Media Content Marketing untuk Pengrajin di Kota Kudus
Esti Wijayanti *
Universitas Muria Kudus, Gondangmanis, Bae Kudus, (0291) 438229 Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muria Kudus
Email : [email protected]
## Abstrak
Perkembangan teknologi informasi yang ada saat ini berkembang semakin pesat. Informasi untuk para penjual dan pembeli dapat bertransaksi dengan mengunakan internet. Perkembangan teknologi ini membuat pasar local khususnya mau tidak mau harus dapat mengikuti perubahan trend tekonlogi dan mengimbangi untuk menunjang kemajuan usaha sebagai sarana prasarana. Social media content marketing adalah sistem yang untuk membantu mempermudah pengusaha dalam memasarkan product yang dimilikinya. Sosial Media Content Marketing (SMCM) memiliki peran penting dalam memasarkan barang produksi karena merupakan media untuk konsumen untuk mendapatkan informasi, pebisnis cenderung menggunakan media pemasaran social untuk memasarkan tentang produk mereka kepada konsumen. Melalui social platform media, mereka terlibat dengan konsumen mereka dan membangun interaksi aktif antara mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk pengusaha untuk memiliki konten pemasaran yang baik untuk menarik lebih banyak pelanggan untuk mengunjungi halaman mereka, dan mengikuti berita pembaruan dan akhirnya mengulangi pembelian.
## Kata kunci: Sosial Media Content Marketing, E-Commerce, Pengrajin Miniatur
## 1. PENDAHULUAN
Perkembangan industri dewasa ini telah memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Di lain pihak hal tersebut juga memberi dampak pada lingkungan akibat buangan industri maupun eksploitasi sumber daya yang semakin intensif dalam pengembangan industri. Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi kerangka kontekstual dalam pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa operasi industri secara keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi sebagaimana mestinya dalam batasan ekosistem lokal hingga biosfer. Efisiensi bahan dan energi dan air dalam pemanfaatan, pemrosesan, dan daur ulang, akan menghasilkan keunggulan kompetitif dan manfaat ekonomi. Perkembangan di bidang industri ini memacu pertumbuhan industri -industri di suatu negara, dengan jenis yang beragam mulai dari industri rumah tangga sampai industri besar.
Saat ini industri kerajinan tangan banyak dilakukan oleh usaha kecil dan menengah. Usaha ini kebanyakan ditopang oleh masyarakat kecil. Mungkin itu sebabnya industri kerajinan terus tumbuh, apalagi di Indonesia yang memiliki budaya sangat beragam, yang menjadi tempat tumbuhnya industri kerajinan. Salah satu industri rumah tangga yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan di Desa Bacin adalah industri kerajinan miniatur menara dari bahan kayu. Semakin pesatnya perkembangan industri kecil soufenir, akan berdampak positif bagi kemajuan yang membawa peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat kecil. Industri kerajinan miniature menara yang terletak di Desa Basin Kecamatan Kota Kabupaten Kudus ini merupakan kategori industri kecil atau industri rumah tangga.
Daerah kudus yang banyak orang kunjungi untuk berziarah dan kudus sangat terkenal kota wali ini memiliki lambang menara kudus dengan itu banyak pengrajin menara kudus yang ada
34 Jurnal JUPITER, Vol. 10 No. 1 Bulan 4 Tahun 2018, Hal. 33 - 43
di kudus. Berikut ini adalah peta Administratif Kabupaten Kudus yang di tunjukan pada Gambar 1.
## Gambar 1. Peta Administratif Kabupaten Kudus
Berdasarkan analisis situasi pasar yang biasanya kita sebut market share adalah pasar yang selama ini ada biasanya dikuasai oleh perusahaan besar. Sehingga para penguasa kecil atau yang disebut usaha kecil dan menengah (UMKM) mengalamai kesulitan dalam pemasaran yang tradisional terhadap keseluruhan penjualan seluruh pesaing. Dalam hal ini pemilik produk miniature menara megunakan metode penjualan tradisonal yang mana penjual dan pembeli harus bertemu dalam waktu yang bersamaan dan melaksanakan transaksi jual beli.
Sosial Media Content Marketing (SMCM) memainkan peran penting dalam kesediaan merek karena merupakan media untuk konsumen untuk mendapatkan informasi tentang merk[1]. Pada saat ini, para pebisnis cenderung menggunakan media pemasaran social untuk memasarkan tentang merk mereka kepada konsumen. Melalui social platform media, mereka terlibat dengan konsumen mereka dan membangun interaksi aktif antara mereka. Oleh karena itu, sangat penting untuk perusahaan untuk memiliki konten pemasaran yang baik untuk menarik lebih banyak pelanggan untuk mengunjungi halaman mereka, mengikuti berita pembaruan dan akhirnya mengulangi pembelian.
.
Dalam pembuatan e- Commerce ini ada kerangka sistem informasi yang akan di kerjakan, untuk variable yang akan digunakan adalah data barang yaitu miniature menara kudus, jumlah barang yang diproduksi, harga barang yang di produksi, sedangkan untuk prosesnya menggunakan social media marketing yang akan di implemantasi untuk pemasarannya mengunakan social media untuk menarik pelanggan atau customer. Sebagai outputnya adalah pemasaran di internet mengunakan social media marketing. Yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Sistem Informasi Social Media Marketing untuk pengrajin miniature menara kudus.
## 2. METODE PENELITIAN
Adapun metode yang dilaksanakan dalam kegiatan ini adalah:
1. Analisa Keadaaan Masyarakat pengrajin Miniatur Menara. Salah satu industri rumah tangga yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan di Desa Bacin adalah industri kerajinan miniatur menara dari bahan kayu. Semakin pesatnya perkembangan industri kecil soufenir, akan berdampak positif bagi kemajuan yang membawa peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat kecil. Industri kerajinan miniature menara yang terletak di Desa Basin Kecamatan Kota Kabupaten Kudus ini merupakan kategori industri kecil atau industri rumah tangga.
2. Studi literatur
Untuk memperkuat ide yang sudah ada maka kami melakukan studi literature dari buku- buku, artikel-artikel baik dari internet maupun jurnal ilmiah serta data-data pengrajin kerajinan Miniatur Menara di Desa Bacin kab.Kudus.
3. Analisa kebutuhan sistem
Berdasarkan keterangan dari pengrajin tersebut kegiatan pemasaran masih dilakukan dengan cara manual, belum ada penerapan teknologi. Dengan cara manual maka otomatis penjualan akan sedikit karena hanya menggandalkan konsumen datang. Maka dari itu harus diterapkan sebuah sistem informasi yang dapat memudahkan proses penjualan dengan media social internet.
4. Perancangan dan Pembuatan Sistem Perancangan pembuatan sistem mengunakan usecase diagram, usecase diagram untuk social media marketing untuk pengrajin miniature menara kudus dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Usecase Diagram Social Media Marketing untuk pengrajin miniature menara kudus.
5. Pengujian sistem
Pengujian ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kinerja masing-masing sistem dari hasil pembuatan perangkat keras maupun perangkat lunak dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan.
6. Pendampingan dan sosialisasi Kami melakukan pengujian, pendampingan serta sosialisasi kepada pengrajin sehingga dapat menggunakan dan memaksimalkan sistem tersebut.
Berikut ini bagan alir langkah-langkah pelaksanaan kegiatan Pengabdaian kepada masyarakat penerapan teknologi informasi yang dapat di lihat pada Gambar 4.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil kegiatan diperlukan adanya upaya untuk mengatasi kendala – kendala yang ada sehingga pengrajin miniatur dapat meningkatkan pendapatan. Untuk itu melalui penelitian ini ada beberapa program yang perlu diterapkan :
a. Memberikan informasi bahwa produk-produk miniature menara dapat diterapkan dengan teknologi sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan.
b. Melakukan pendampingan dengan penerapan media sosial sebagai sarana pemasaran jual beli secara online.
c. Memberikan kemudahan bagi mitra pengrajin dalam berkomunikasi dengan konsumen.
d. Dengan teknologi internet ini dapat melakukan proses pemasaran tanpa didampingi oleh pakar IT
e. Melatih pengrajin kerajinan miniatur menjadi mandiri dan melakukan pemasaran hingga tingkat nasional.
Sedangkan hasil luaran dari teknologi tepat guna adalah :
Software aplikasi media marketing yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pemasaran pengrajin dan customer. Berikut ini bentuk aplikasi Berikut yang sudah diimplementasikan :
1. Mendaftarkan pada aplikasi untuk regestrasi tahap awal
Gambar 5. Form create account
2. Form verifikasi keamanan, untuk meningkatkan keamanan website
Gambar 6. Verifikasi aktivasi Form
Langkah selanjutnya yaitu membuat atau create account, lalu mengisi informasi yang dibutuhkan untuk mengupload product yaitu miniature menara kudus
3. Mengisi form deskripsi tentang miniature menara kudus
Gambar 7. Form deskripsi tentang miniature menara kudus
4. Mengisi form lokasi penjemputan barang atau denah lokasi pembuatan miniature menara kudus.
Gambar 8. Form penjemputan barang atau denah lokasi pembuatan miniature menara kudus
5. Pemilihan pengiriman saat memesan miniature menara kudus
Gambar 9. Form pengiriman saat memesan miniature menara kudus
6. Klik buka toko untuk mensetujui apabila owner
Gambar 10. Buka toko untuk mensetujui apabila owner
7. tampilan toko anda dapat di akses pada url https://www.tokopedia.com/pengrajinminiatu
Gambar 11. Tampilan alamat URL miniature menara kudus
8. Mengisi form untuk menambah barang
Gambar 12. Form menambah barang miniature menara kudus
9. Form untuk menambahkan gambar barang atau produk yang ingin dipasarkan
Gambar 13. Form menambahkan gambar barang miniature menara kudus
10. Mengisi form deskripsi produk, agar customer mengetahui product secara rinci
Gambar 14. Form deskripsi produk miniature menara kudus
11. Halaman form selanjutnya (rincian product)
Gambar 15. Form rincian produk miniature menara kudus Tampilan product miniature menara kudus yang dilihat oleh customer
Gambar 16. Tampilan miniature menara kudus
## 4. KESIMPULAN
Untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah memberikan pengetahuan kepada pengrajin miniature untuk memasarkan barang produksi ke internet sesuai dengan konten. Pemecahan solusi pada proses produksi agar menghasilkan produk berkualitas. Untuk mengatasi permasalahan pada aspek manajemen, melalui kegiatan pelatihan manajemen usaha kecil (administrasi, akuntansi dan perpajakan). Pembuatan e-commerce untuk memperluas jaringan usaha.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Bapak Cilik yang bersedia meluangkan waktunya untuk memngajarkan kepada penulis untuk belajar atau mengetahui teknik membuat miniature menara kudus.
## DAFTAR PUSTAKA
[1]Ahamad N. S., Musa R., Harun M.H.M., 2015, The Impact of Social Media Content Marketing (SMCM) towards Brand Health. Fifth international conference on marketing and retailing (5thincomar)
[2]Alalwana, A.A., Ranab, N.P., Dwivedib, Yogesh K., RaedAlgharabatc, 2017, Social media in marketing: A review and analysis of the existing literature: Telematics and Informatics, 44, 137- 140
[3]Kuechel Marie C., 2010, Showcase Your Service:Social Media and MarketingBasics in a Dynamic, OverPopulated, Mixed-Message,and Highly Competitive World, Elsevier Inc, 18, 533 – 536
[4]Stephen, Andrew T., 2016, The role of digital and social media marketing in consumer behavior,Current Opinion in Psychology, 10:17 – 21
[5]Wang,Z., Kim, Hyun G., 2017, Can Social Media Marketing Improve Customer Relationship Capabilities and Firm Performance? Dynamic Capability
Perspective, Journal of Interactive Marketing 39, 15 – 26
[6]Yates C., 2015, Exploring variation in the ways of experiencing health information literacy: A phenomenographic study, Library & Information Science Research, 37, 220-227.
[7]Martin Fowler, Panduan Singkat Pemodalan Objek Standar, Jogyakarta: Andi, 2005.
[8]Muhammad S., 2006,Membangun Aplikasi Berbasis Php Dan Mysql, Yogyakarta: Andi Offset.
[9]Roger S Pressman, Rekayasa Perngkat Lunak Pendekatan Praktisi, Yogyakarta: Andi Offset, 2010.
[10]Rahgu. Gehrke Johannes Ramakhisnan, Sistem Management Database, Yogyakarta: Andi Offset, 2007.
[11]Wijayanti, Esti. 2016. MetodeSerqual rule base Asean University network untukpenilaiankualitas program studi.Tesis, Program Pasca Sarjana Sistem Informasi, Universitas Diponegoro, Semarang.
[12]Kendall, K. E., Kendall , J . E., 2011, Systems Analysis and Design (8th ed). Prentice Hall, One Lake Street, Upper Saddle River, New Jersey 07458.
.
|
ad70a4c6-7c3c-4486-9a79-50f92263153e | https://jurnal.ceredindonesia.or.id/index.php/jas/article/download/975/1025 | E-ISSN: 2746-3591
Email: [email protected]
## Hexagonal Rotary Dryer Untuk Peningkatan Efisiensi Pengeringan Biji Kopi Di Desa Sempajaya, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo
Rivaldi Sidabutar, Rondang Tambun, Iriany, Taslim, M. Thoriq Al Fath, Daniel Reymondo Manurung, Venansia Matondang, Reny Arapenta Ginting, Juan Surya Manurung, Josua Manurung
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Email : [email protected]
Abstract : Post-harvest handling of community agricultural products needs attention in order to improve the quality of the harvest. Drying is one of the post-harvest treatments that requires attention. Conventional methods applied by farmers currently still need improvement. Coffee farmers need to pay attention to post-harvest handling. The treatment commonly carried out by farmers is drying directly under sunlight (natural solar drying). This drying does not guarantee uniformity of quality due to fluctuations in sunlight intensity. Apart from that, the cleanliness of the dried material is also not guaranteed because it is left in the open. Hexagonal rotary dryer is a type of drying that utilizes sunlight. This dryer operates in the morning, afternoon, evening, or on a cloudy/rainy day by passing dry air through the drying medium (shell). The use of a Hexagonal rotary dryer also aims to facilitate the drying mechanism, especially when collecting harvests when it rains. Apart from that, another aim of this program is to produce a drying system that is capable of producing agricultural products of better and uniform quality, to produce a new drying tool, namely the Hexagonal rotary dryer prototype, and to obtain techniques and supporting variables for this drying tool.
Keywords: Drying, Quality, and Hexagonal rotary dryer
Abstrak : Penanganan pascapanen hasil tani masyarakat perlu mendapat perhatian guna meningkatkan mutu hasil panen. Pengeringan merupakan salah satu penanganan pasca panen yang perlu mendapat perhatian. Metode konvensional yang diterapkan oleh petani saat ini masih perlu perbaikan. Petani kopi perlu mendapat perhatian dalam penanganan pasca panen. Penanganan yang umum dilakukan oleh petani adalah pengeringan langsung di bawah cahaya matahari (pengeringan surya alami). Pengeringan ini tidak menjamin keseragaman mutu karena fluktuasi intensitas cahaya matahari. Selain itu kebersihan bahan yang dikeringkan juga tidak terjamin karena dibiarkan di alam terbuka . Hexagonal rotary dryer adalah suatu pengeringan yang memanfaatkan cahaya matahari. Pengeringan ini beroperasi pada pagi, sore, malam hari, atau siang yang mendung/hujan dengan melewatkan udara kering pada media pengering (selongsong). Penggunaan Hexagonal rotary dryer juga bertujuan untuk memudahkan mekanisme penjemuran terutama saat pengumpulan hasil panen saat hujan. Selain itu tujuan lain daripada program ini adalah menghasilkan suatu sistem pengeringan yang mampu menghasilkan hasil tani dengan kualitas yang lebih baik dan seragam, menghasilkan alat pengeringan baru yaitu prototip Hexagonal rotary dryer , serta mendapatkan teknik serta variable pendukung alat pengeringan tersebut.
Kata Kunci : Pengeringan, Mutu, dan hexagonal rotary dryer
## PENDAHULUAN
Desa Sempajaya berada di kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini merupakan desa yang memiliki lahan perkebunan yang luas. Produktivitas Komoditi Kabupaten Karo Sumatera Utara 194 komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian daerah. Penanganan pascapanen merupakan salah satu mata rantai penting dalam pertanian. Proses pasca panen hasil pertanian yang sering menjadi masalah adalah pengeringan. Pengeringan diperlukan untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan dan memperpanjang umur simpan. Pengeringan sering menjadi masalah dalam penanganan pasca panen karena petani sering melakukan panen pada saat musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Tercatat pada bulan Mei tahun 2023 daerah Desa Sempajaya diketahui memiliki curah hujan rendah dengan suhu rata-rata sekitar 24 o C. Penanganan yang umum dilakukan oleh petani Desa Sempajaya Kabupaten Karo dalam adalah pengeringan langsung di bawah cahaya matahari (pengeringan surya alami). Pengeringan ini tidak menjamin keseragaman mutu karena fluktuasi intensitas cahaya matahari. Selain itu kebersihan bahan yang dikeringkan juga tidak terjamin karena dibiarkan di alam terbuka . hexagonal rotary dryer adalah suatu pengeringan yang memanfaatkan cahaya matahari. Pengeringan ini beroperasi pada pagi, sore, malam hari, atau siang yang mendung/hujan dengan melewatkan udara kering pada media pengering (selongsong). Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan bagi masyarakat desa Sempajaya, Kabupaten Karo, tentang alternatif Penggunaan hexagonal rotary dryer juga bertujuan untuk memudahkan mekanisme penjemuran terutama saat pengumpulan hasil panen saat hujan.
## KOPI
Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Sumatera Utara. Hal ini mengingat dari segi lingkungan (tanah, iklim, ketinggian tempat dan suhu) yang sangat mendukung pertumbuhan kopi. Untuk Kabupaten Karo perkembangan luas lahan mengalami peningkatan dari 5.261 Ha menjadi 9.754 Ha dalam kurun waktu 2010- 2019. Seiring dengan itu produksi kopi juga menunjukkan peningkatan dari 4.984,51 ton menjadi 13.445,56 ton. Kopi arabika merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Karo. Untuk menjaga kinerja komoditi kopi tersebut perlu ditingkatkan produksi dan mutu kopi. Kopi arabika merupakan salah satu komoditas unggulan selain produksi hortikultura di Kabupaten Karo (Ginting & Kartiasih, 2019).
Gambar 1. Kopi arabika produksi hortikultura di Kabupaten Karo
Kopi (Coffee Sp) merupakan salah satu tanaman utama di Sumatera Utara yang banyak diusahakan oleh rakyat termasuk Kabupaten Karo. Tanaman ini merupakan Produktivitas Komoditi Kabupaten Karo Sumatera Utara 194 komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian daerah Kabupaten Karo karena dapat menyumbangkan devisa untuk daerah ini. Secara umum tanaman kopi tumbuh pada ketinggian 500 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 21-24 o C dan menghendaki curah hujan 2000 - 3000 mm. Jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat Kabupaten Karo tahun 2020 adalah Biji kopi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 kabupaten karo tingkat produksi kopi sebesar 7.411 ton/tahun dengan luas panen biji kopi sebesar 921 ha.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peran strategis dalam perekonomian baik skala kecil maupun skala besar. Namun, sektor ini masih membutuhkan perhatian secara masif dari pemerintah, akademisi, dan masyarakat sekitar. Sektor ini diharapkan dapt menjadi salah satu sumber ekonomi yang dapat menampung luapan tenaga kerja maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada proses produksi kopi, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas tanaman kopi diidentifikasi menjadi dua faktor yaitu faktor fisik dan non fisik. Kedua faktor tersebut saling bersinergi dalam menunjang pertumbuhan dan produksi kopi. Faktor fisik antara lain iklim (curah hujan, sinar matahari, suhu, dan kelembapan udara), tanah (sifat fisik tanah, tekstur, drainase, dan sifat kimia). Sedangkan faktor non fisik meliputi pemilihan bibit unggul, pemanasan, pemupukan, perawatan, serta modal.
## HEXAGONAL ROTARY DRYER
Proses pasca panen hasil pertanian yang sering menjadi masalah adalah pengeringan. Pengeringan diperlukan untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan dan memperpanjang umur simpan. Pengeringan sering menjadi masalah dalam penanganan pasca panen karena petani sering melakukan panen
pada saat musim hujan dengan kondisi lingkungan yang lembab dan curah hujan yang tinggi. Tercatat pada bulan Mei tahun 2023 daerah Desa Sempajaya diketahui memiliki curah hujan rendah dengan suhu rata-rata sekitar 24 o C.
Teknik pengolahan pangan terutama untuk hasil produksi kopi cukup beragam dari cara sederhana seperti penjemuran, hingga memerlukan peralatan yang canggih dan sumber daya manusia yang terlatih. Dalam hal ini, pengetahuan dan peralatan modern akan membantu pemahaman tentang pengolahan pangan tersebut terutama kopi. Di Indonesia pengeringan butiran terutama kopi pada umumya masih menggunakan tenaga matahari, namun cara ini sangat bergantung terhadap faktor fisik, tenaga kerja yang banyak dan membutuhkan lahan yang luas.
Dari hasil pengamatan, terutama Kabupaten Karo menunjukkan bahwa teknologi yang biasa digunakan petani masih membutuhkan peningkatan, proses pascapanen dan peralatan untuk proses pascapanen. Petani Desa Sempajaya, terutama petani kopi masih menggunakan prosedur pengeringan konvensional dalam melakukan pengeringan menggunakan panas di bawah sinar matahari. Metode ini adalah cara yang cukup efektif tetapi sulit untuk menjaga kebersihan hasil pertanian. Karena secara umum, pengering dilakukan di tempat-tempat umum seperti halaman rumah, tanah lapang bahkan di pinggir jalan.
Rotary dryer secara umum merupakan alat pengering yang berbentuk sebuah drum yang berputar secara kontinyu yang dipanaskan dengan tungku. Prinsip kerja alat pengering tipe rotari ini adalah mengeringkan produk yang umumnya berbentuk granular atau padatan di dalam silinder horisontal berputar yang dialiri udara panas untuk menguapkan air produk. Pengunaan silinder horisontal berputar dimaksudkan untuk memungkinkan aliran udara mengalir secara merata melalui permukaan produk yang dikeringkan.
Penanganan yang umum dilakukan oleh petani Desa Sempajaya Kabupaten Karo dalam adalah pengeringan langsung di bawah cahaya matahari (pengeringan surya alami). Pengeringan ini tidak menjamin keseragaman mutu karena fluktuasi intensitas cahaya matahari. Selain itu kebersihan bahan yang dikeringkan juga tidak terjamin karena dibiarkan di alam terbuka. hexagonal rotary dryer adalah suatu pengeringan yang memanfaatkan cahaya matahari. Pengeringan ini beroperasi pada pagi, sore, malam hari, atau siang yang mendung/hujan dengan melewatkan udara kering pada media pengering (selongsong). Penggunaan hexagonal rotary dryer juga bertujuan untuk memudahkan mekanisme penjemuran terutama saat pengumpulan hasil panen saat hujan.
Pengeringan secara konvensional ini membutuhkan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan serangga dan ditutup saat hujan dan malam hari. Apalagi saat kondisi cuaca hujan tiba-tiba akan menyulitkan untuk tutup dan simpan sementara. Selain itu, paparan sinar matahari sangat rentan terhadap pencemaran lingkungan seperti debu, sehingga penjemuran harus dijauhkan dari jalan atau tempat yang udaranya kotor.
Dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan perbaikan dalam penanganan pasca panen yaitu pengeringan. Untuk itu diperlukan metode pengeringan yang sesuai untuk biji-bijian seperti beras, kopi dan kacang-kacangan yang merupakan hasil produksi pertanian Desa Sempajaya. Pengering ini dapat meningkatkan metode pengeringan bahan pertanian dan meningkatkan kualitas produk pertanian. Pengeringan yang digunakan sebagai solusi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh mitra, maka digunakan pengeringan dengan tipe rotary dryer, yaitu Hexagonal rotary dryer .
## METODE PELAKSANAAN
A. Teknik Pengumpulan Data:
1. Survei Lokasi
Pada tahap awal kegiatan, sudah dilaksanakan survei awal untuk mendapatkan informasi berupa kondisi pasca panen hasil pertanian, data ekonomi masyarakat desa dan potensi kopi dan jenis produk kerajinan yang dapat dan telah dikembangkan serta data layanan publik yang telah terlaksana di Desa Sempajaya. Dari hasil penjajakan, diperoleh informasi terkait perkembangan kondisi ekonomi masyarakat disekitar.
## 2. Focus Group Discussion (FGD)
Data-data yang didapat akan diduskusikan bersama dengan perangkat Desa, tim LPPM USU dan pihak pengelola, pengguna dan pemerhati fasilitas pengeringan kopi melalui teknik FGD (Focus Group Discussion) untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan menentukan alternatif pemecahan masalah. Berdasarkan hasil FGD yang telah dilakukan, ditarik kesimpulan langkap selanjutnya dalam penyelesaian masalah ini, yakni perlunya sebuah tahap revitalisasi dan pengembangan fasilitas. Revitalisasi dapat berupa perbaikan dan penataan kembali fasilitas pengeringan biji kopi, serta pengembangan fasilitas berupa pengembangan teknologi pasca panen, seperti penentuan lama waktu terbaik antara proses kontak media pemanas dengan biji kopi, perbandingan antara ruang isi dan ruang kosong dalam alat pengering, dan
pelatihan-pelatihan dalam upaya peningkatan kualitas SDM, peningkatan produksi, dan peningkatan kualitas pengelolaan.
## B. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data yang telah digunakan merupakan teknik kualitatif yaitu sebagai berikut:
1. Reduksi data, data diambil dari hasil wawancara dan observasi kepada mitra. Selanjutnya data tersebut dipilih dan dikategorikan sesuai dengan kebutuhan.
2. Penyajian data, data yang telah dipilih dan dikategorikan selanjutnya akan disajikan dalam bentuk naratif, bentuk matriks, grafik, bagan, dan lain- lain.
3. Menarik kesimpulan, kesimpulan dibuat dalam bentuk informasi-informasi yang diperlukan serta dibuat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
## C. Teknik Pelatihan
Pelatihan dan penyuluhan dilakukan oleh tim pelaksana pembangunan, pelatih dan tenaga ahli dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Sumatera Utara dengan didampingi oleh narasumber yang berpengalaman. Pelatihan ini juga dilaksanakan dan dipraktekkan secara langsung di area dan dibagi menjadi beberapa sesi, yaitu sesi pemaparan, tanya jawab, dan praktek langsung dari alat yang telah dibawa oleh tim pengabdian.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## A. Desain dan Pabrikasi Hexagonal Rotary Dryer
Desain dan Pabrikasi Hexagonal Rotary Dryer dilaksanakan di Laboratorium Ekologi, Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. Hasil rancangan alat pengering sistem hexagonal rotary dryer memiliki dimensi panjang 320 cm, lebar 92 cm dan tinggi 160 cm. Alat pengering hexagonal rotary dryer hasil rancangan menunjukkan bahwa kondisi fisik pengering yang berbentuk hexagonal ini sangat berbeda dengan pengering rotary yang kebanyakan berbentuk silinder. Pemilihan bentuk hekasagonal memiliki keunggulan diantaranya dapat mengeringkan baik lapisan luar ataupun dalam dari suatu padatan, proses pencampuran yang baik, memastikan bahwa terjadinya proses pengeringan bahan yang merata, menghasilkan efisiensi panas tinggi dan kesinambungan operasi. Pada alat pengering ini masing-masing unit proses dipastikan dapat beroperasi secara normal
Secara fungsional rancangan alat pengering hexagonal rotary dryer terdiri atas beberapa komponen dan bagian dengan fungsi-fungsi tertentu, antara lain drum pengering berbentuk heksagonal, termometer, tempat pemasukan dan pengeluaran bahan, pemanas kolektor panas, motor listrik (handle On/Off) dan reducer (gear
box), tempat penampung produk, dan dudukan kerangka alat. Drum pengering ( hexagonal rotary dryer ) berfungsi untuk menempatkan produk pertanian (biji-bijian). Drum pengering produk pertanian dengan panjang 320 cm diameter 92 cm terbuat dari wire mess, dilengkapi dengan termometer 100 o C, tempat masuk dan keluar produk bahan berukuran 20x94 cm, terdapat as/poros di dalam drum pengering terbuat dari besi baja ukuran diameter 1,5 inci. Proses desain dan pabrikasi alat pengering kopi hexagonal rotary dryer dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 . Desain dan Pabrikasi Alat Pengering Kopi Hexagonal Rotary Dryer
## B. Sosialisasi dan Pelatihan Operasional
Pelatihan dilakukan sebagai sosialisasi penggunaan alat pengeringan. pelatihan yang akan dilaksanakan yaitu terbagi menjadi dua, yang pertama yaitu sosialisasi atau penyuluhan yang dilakukan untuk memberikan informasi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap alat hexagonal rotary dryer. Setelah selesai pemaparan materi mengenai hexagonal rotary dryer, maka tahap selanjutnya yaitu praktek langsung penggunaan alat hexagonal rotary dryer untuk mengeringkan biji kopi yang telah dipersiapkan oleh warga setempat yang telah dikupas kulitnya dan siap untuk dikeringkan, sosialisasi dan pelatihan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Sosialiasi Pengabdian Hexagonal Rotary Dryer
Sosialisasi dan pelatihan diberikan oleh tim LPPM Universitas Sumatera Utara secara langsung dengan masyarakat desa Sempajaya. Kegiatan dilakukan secara terbuka dengan langsung melihat proses pengoperasian alat hexagonal rotary dryer untuk mengeringkan biji kopi yang didapat dari perkebunan kopi Desa Sempajaya. Para warga sangat antusias dan ikut berpartisipasi aktif dalam setiap rencana kegiatan yang telah dilakukan, baik dalam proses pengupasan kulit biji kopi, hingga memasukkan biji kopi tersebut ke dalam alat hexagonal rotary dryer. Lalu di akhir acara dilaksanakan foto bersama dengan warga yang sudah ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Dari hasil sosialisasi dan pelatihan yang diberikan mitra akan bisa mendapatkan wawasan baru dalam mengatasi masalah menyelesaikan masalah perubahan cuaca yang di alami oleh masyarakat petani kopi di saat melakukan panen kopi. Selain itu, manfaat lain yang diberikan dengan budidaya maggot ini juga dapat meminimalisasi kontaminan dari biji kopi saat proses pengeringan karena pengeringan dengan alat hexagonal rotary dryer lebih tertutup dibandingkan pengeringan langsung yang sebelumnya di gunakan masyarakat.
Gambar 4. Foto Bersama Mitra dan Tim LPPM USU
Mitra juga dilibatkan dalam evaluasi program untuk menilai sejauh mana program telah dilaksanakan, apa dampak yang timbul setelah dilakukan berbagai kegiatan program, dan apa yang perlu dibenahi atau dikembangkan pada tahun mendatang. Mitra nantinya diharapkan menjadi acuan dalam pelaksanaan program kemandirian yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan pengeringan biji kopi yang membutuhkan alat pendukung agar dapat dilakukan walupun situasi cuaca terus berubah.
## KESIMPULAN
Program pengabdian kepada masyarakat telah dilaksanakan dengan baik mulai dari survei lokasi, kegiatan FGD, hingga kegiatan sosialisasi dan pelatihan. Program penyuluhan dan pelatihan dapat dilaksanakan baik dikarenakan adanya antusias para mitra yang tertarik akan wawasan baru dalam mengatasi permasalahan pengeringan biji kopi dalam kondisi cuaca apa pun, dimana dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini menggunakan alat hexagonal rotary dryer sebagai cara alternatif untuk mengeringkan biji kopi di saat kondisi cuaca sedang tidak mendukung. Diharapkan program ini dapat terus dikembangkan dan dapat dijadikan sebagai peluang bisnis baru dan menjanjikan yang dapat mendorong perekonomian di Desa Sempajaya.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penulisan artikel ini :
1. LPPM Universitas Sumatera Utara atas dukungan dana untuk tahun anggaran 2023 No. 517/UN5.2.4.1/PPM/2023, tanggal 28 Agustus 2023.
2. Pihak Mitra Kepala Desa Sempajaya dan Masyarakat setempat yang mendukung program pengabdian Masyarakat ini.
## REFERENSI
Badan Pusat Statistik, 2021, Kabupaten Karo dalam Angka, Sumatera Utara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Tanaman Obat. Departemen Pertanian. Jakarta Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2016, Swasembada Pangan Indonesia Ginting, C. P., & Kartiasih, F. (2019). Analisis Ekspor Kopi Indonesia ke Negara-
negara ASEAN. Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 16(2), 143 –157.
Kemp, I.C., Christran, F.B., Laurent, S., Michel, A.R., Carda, E.G., Evangelos, T., Alberto, A.S., Cathenne, B.B., Jean, J.B. & Mathhues, K. 2001. Methods for processing experimental drying kinetics data. Drying technology , 19 (1): 15- 34
Rosdanelli, H. & Daud, W.R.W. 2003. The effects of temperature and velocity on drying rate in superheated steam drying of EFB fibers . Proc. 3 rd Asia-Pacific Drying Conference, hlm. 619 – 626
Tarigan, R. A., T, N. Budi dan S. Tarmadja. 2023. Produktivitas Komoditi Kopi di Simpang Gunung Kecamatan Tiga Binanga Kabupaten Karo Sumatera Utara. Agroforetech. 1(1):193-200.
|
e3b2aa7c-2d12-4436-b3a0-4a4acd472237 | http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/ibtida/article/download/3405/1930 | 76
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
## IMPLEMENTASI TEKNIK ICE BREAKING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V MI MATHALIUL ULUM I MALANGAN PADEMAWU TIMUR PAMEKASAN
## SITI ROHMAH
MI Mathaliul Ulum I Malangan Pademawu Timur Pamekasan [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Penelitian dilakukan di MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas V. Dan pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan wawancara, observasi, dan dokumentasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama langkah-langkah teknik ice breaking ialah direncanakan dan dimasukkan dalam skenario pembelajaran pada awal pembelajaran, inti proses pembelajaran maupun akhir proses pembelajaran, ice breaking yang digunakan yaitu nyel-yel, games, tepuk tangan, dan tepuk harmoni. Kedua , keberhasilan teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa yaitu dapat membuat siswa lebih kondusif dan aktif dalam mengikuti pembelajaran. Ketiga , keberhasilan teknik ice breaking untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu ketika guru memberikan atau menanyakan materi, pertanyaan, dan tugas siswa bisa menjawab dan mengerjakannya. Keempat , faktor pendukung seperti sarana dan prasarana, minat dan motivasi siswa, kesabaran guru dalam mengajar. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu, sumber belajar masih minim, alat peraga atau media masih terbatas, dan juga siswa yang berbicara sendiri ketika pembelajaran berlangsung.
Kata Kunci : Teknik Ice Breaking, Aktivitas Belajar
## Abstract
This research uses a qualitative approach with a descriptive type. The study was conducted at MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan, the research subjects were Grade V students. Data collection was carried out by conducting interviews, observations, and documentation. The results showed that: the first steps of the ice breaking technique were planned and included in the learning scenario at the beginning of the learning process, the core of the learning process and the end of the learning process, ice breaking used was yells, games, applause, and applause of harmony. Second, the success of the ice breaking technique to increase student learning activities is to make students more conducive and active in participating in learning. Third, the success of ice breaking techniques to improve student learning outcomes, namely when the teacher gives or asks material, questions, and assignments students can answer and do it. Fourth, supporting factors such as facilities and infrastructure, student interest and motivation, teacher patience in
77
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
teaching. While the inhibiting factors are, learning resources are still minimal, teaching aids or media are still limited, and also students who speak for themselves when learning takes place.
## Keywords: Ice Breaking Techniques, Learning Activities
## PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara optimal dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik bergantung pada dua unsur yang saling mempengaruhi, yakni bakat yang dimiliki oleh peserta didik sejak lahir, dan lingkungan yang mempengaruhi hingga bakat itu tumbuh dan berkembang.
Berbicara Pendidikan tentunya tidak lepas dengan sistem pendidikan, yang keberadaanya masih transparan dilihat dari tatanan dan pemberlakuan kurikulum 2013, dan ini sudah saya rasakan, karena pemberlakuan kurikulum 2013 ini membutuhkan tenaga ekstra bagi guru-guru yang mengajar di sekolah dan sudah menerapkan kurikulum 2013 ini. Maka dari itu guru sekarang di tuntut untuk selalu terus melakukan pembaharuan karena di kurikulum 2013 ini guru sebagai fasilitator yang berperan memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Pembaharuan yang dilakukan oleh guru ialah pembaharuan dalam menentukan sebuah model, strategi, pendekatan, dan teknik pembelajaran yang menempati posisi yang penting dalam suatu pembelajaran, karena keberhasilan sebuah pengajaran diantaranya ditentukan oleh penggunaan model, strategi, pendekatan, dan teknik yang tepat. Dan dengan begitu juga guru dapat mengetahui karakteristik dari setiap individu, sehingga guru menjadi lebih mudah dan mampu membawa peserta didiknya keranah pembelajaran yang sesuai tujuan pendidikan.
Mencapai hasil belajar tentunya tidak jarang menemukan beberapa peserta didik yang cenderung malas ketika suatu proses pembelajaran berlangsung, guru kadang di hadapkan dengan peserta didik yang ngantuk, capek, jenuh atau mungkin keadaan kelas sudak tidak terkontrol lagi (tidak kondusif), sehingga siswa tidak tertarik lagi untuk mendengarkan guru menyampaikan pelajaran, sehingga ini dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar.Menurut Roestiyah dalam buku “Strategi Belajar Mengajar” menyatakan bahwa didalam proses belajar mengajar, guru harus memiliki strategi, model, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efesien, mengenai pada tujuan yang diharapkan.
78
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah harus menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya disebut metode mengajar dalam pendidikan.
Dimana kenyataannya dalam proses pembelajaran lebih sering terjadi secara rutin dan berjalan biasa-biasa saja sesuai dengan prosedur dan jadwal yang telah ditentukan. Guru dalam melaksanakan pembelajaran lebih sering patuh terhadap rutinitas tersebut tanpa memperhatikan kondisi dan kebutuhan siswa, disamping itu guru juga jarang memperhatikan pengaruh pergantian mata pelajaran, apakah itu membuat siswa keletihan, ataupun kesulitan, kejenuhan, bahkan kejemuan akibat faktor pergantian mata pelajaran ataupun guru yang kurang menyenangkan dan itu semua jarang terpikirkan oleh guru.Sehingga disini menurut saya teknik yang cocok untuk memecahkan masalah diatas yang berkenaan dengan aktivitas belajar dan hasil belajar yaitu teknik ice breaking yang mana teknik ini mampu memusatkan perhatian siswa dengan memilih ice breaking apa yang tepat digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Penerapan teknik ice breaking di MI Mathaliul Ulum ini memang ditujukan untuk kelas tinggi seperti kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan, karena pada kenyataanya di kelas-kelas tinggi ini memugkinkan terjadinya suatu masalah yang berkenaan dengan konsentrasi siswa pada saat pembelajaran tidak fokus, entah itu ngantuk, bosan, jenuh, dan lain-lain.
Dengan demikian seorang pendidik khususnya guru harus mampu menentukan suatu teknik yang dapat menciptakan situasi dan kondisi kelas yang kondusif serta pembelajaran akan lebih variatif, inovatif, dan kontruktif, sehingga siswa dapat mempelajari konsep yang dipelajarinya dengan pemberian arahan dan kontrol secara ketat dan tercapainya ketuntusan muatan akademik, keterampilan, dan juga meningkatnya percaya diri siswa.
Maka atas dasar fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti “Implementasi Teknis Ice Breaking Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Dan Hasil Belajar Siswa Kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan”
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang lebih mengacu pada landasan filosofis fenomenologis , dimana unsur pemahaman mendalam dari sudut objek yang diteliti (subjek penelitian) merupakan hal yang utama, maka desain yang disusun pun harus memungkinkan teraplikasikan landasan tersebut secara optimal. Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Secara Harfiah metode deskriptif adalah metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga berkehendak mengadakan akumulasi data dasar, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang benar dan jelas, sehingga dapat memberikan data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
79
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Dan kehadiran peneliti disini yaitu untuk memperoleh pemahaman terhadap fenomena yang terjadi maka dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat partisipan. Dimana peneliti sambil mengamati kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peneliti juga ikut melakukan kegiatan dalam proses pembelajaran. Selain itu, kehadiran peneliti juga diketahui statusnya sebagai peneliti oleh informan.
Penelitian ini dilakukan di kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan. Sekolah ini terletak di Dusun Malangan Tengah Desa Pademawu Timur Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan. Peneliti memilih untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut karena lokasi tersebut merupakan tempat peneliti sebagai guru PPL/ PM2, sehingga peneliti disini ingin meneliti bagaimana ketika teknik ice breaking ini diterapkan dan sejauh mana teknik Ice breaking ini diterapkan . Karena memang di Sekolah ini sudah menerapkan teknik ice breaking di sela-sela pembelajaran.
Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia dan non manusia, dan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Yang menjadi data manusia adalah guru kelas V karena merupakan orang yang berinteraksi langsung dengan peserta didik sehingga guru benar-benar tahu dengan kondisi peserta didik dan beliau juga yang menentukan model pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran, dan juga peserta didik kelas V yang berjumlah 10 orang, dengan jumlah siswi 6 orang dan siswa 4 orang, dan mereka adalah subjek dari proses belajar mengajar sehingga mereka yang merasakan berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Sedangkan data non manusia adalah data-data guru, data siswa, jadwal pelajaran, dan juga dokumen-dokumen lainnya yang terkait.
Prosedur Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan subjek yang diteliti. Mengingat pentingnya pengumpulan data dalam penelitian, maka peneliti dituntut untuk menentukan metode pengumpulan data yang tepat dalam proses penelitian yang akan berlangsung.Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka prosedur pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Observasi digunakan untuk melihat yang ada dilapangan sehingga dengan observasi peneliti dapat mengumpulkan data yaitu secara mekanis sesuai yang diinginkan oleh peneliti. yang digunakan peneliti adalah observasi partisipan yaitu peneliti berpartisipasi dan terlibat langsung dalam kegiatan yang diamati. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan wawancara semi terstruktur karena peneliti akan menyusun terlebih dahulu hal-hal apa saja yang akan ditanyakan. Dokumentasi digunakan untuk pencarian data mengenai hal-hal yang berupa transkip, buku-buku yang relevan, surat kabar, laporan, dan foto.
80
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain. Sehingga dapat dipahami, dan temuannya di informasikan kepada orang lain. Sedangkan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian ini, yang dianalisis adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang ada, langkah-langkahnya yaitu dengan 1) reduksi data, berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yeng penting, dicari tema dan polanya dengan reduksi data ini, peneliti perlu mengecek, dan mengedit. 2) Data display, dimana peneliti yang dapat memberikan peluang untuk mengambil kesimpulan. Peneliti disini menyusun data yang diperoleh dalam bentuk uraian singkat sehingga data dapat tersaji dengan baik tanpa ada data yang sudah tidak dibutuhkan. 3) Penarikan kesimpulan, atau interaktif, hipotesis atau teori. Setelah semua data terkumpul dilakukanlah pemilihan secara selektif disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Dan proses verifikasi dalam hal ini peneliti meninjau ulang terhadap catatan lapangan, dari mereduksi data, penyajian data kemudian penarikan kesimpulan yang benar-benar valid sesuai dengan bukti-bukti yang mendukung.
Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dari penelitian ini valid dan bisa di pertanggungjawabkan, maka peneliti berusaha mengeceknya agar tidak sia-sia. Dalam mengukur validitas data temuan digunakan teknis sebagai berikut: 1) Perpanjangan keikutsertaan, Perpanjangan keikutsertaan yang digunakan oleh peneliti digunakan apabila data yang dibutuhkan belum lengkap, maka peneliti harus memperpanjang lagi penelitian di lapangan untuk mencapai hasil yang sangat valid dan benar. 2) Ketekunan peneliti, Ketekunan peneliti disini yaitu mengecek kembali hasil penelitiannya apakah benar atau ada yang salah, ketika mengecek kembali ternyata ada kesalahan, maka peneliti bisa memperbaiki data tersebut sehingga peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. Peneliti disini melakukan pengamatan secara cermat dan mendalam untuk mendapatkan kepastian data, oeh karena itu penelitipun membaca berbagai referensi dari berbagai sumber dan hasil penelitian yang berkaitan dengan temuan peneliti. 3) Triangulasi, Adapun dalam penelitian ini yang digunakan adalah triangulasi sumber dan waktu, peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam hal ini berarti data yang di peroleh dari hasil wawancara oleh pihak peneliti di cek, kemudian dibandingkan dan diperkuat dengan hasil observasi dan dokumentasi. Atau jika
81
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
perlu demi menjaga keabsahan data, ada kemungkinan peneliti akan kembali mewawancarai informan pada waktu yang berbeda.
Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui obyek penelitian secara sistematis sebagai berikut: 1) Pra- penelitian, membuat judul, menentukan konteks penelitian, memilih lokasi penelitian, membuat fokus penelitian, membuat usulan proposal, penelitian, mengurus izin penelitian, menjajaki dan menilai keadaan lokasi penelitian, mempersiapkan perlengkapan penelitian. 2) Pelaksanaan penelitian, memahami latar belakang penelitian, menyiapkan fisik dan mental diri, melakukan penelitian, mengumpulkan data yang dibutuhkan baik yang primer ataupun sekunder. Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis data yang telah diperoleh. 3) Pelaporan, Dalam menyusun laporan peneliti menulis kerangka dan isi laporan hasil penelitian, adapun mekanisme yang diambil dalam penyusunan laporan disesuikan dengan buku pedoman penulisan karya ilmiah IAIN Madura.
## HASIL PENELITIAN
1. Langkah-langkahTeknik Ice Breaking yang Digunakan Guru untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa Kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan
Pemilihan sebuah model dan teknik pembelajaran sangatlah penting dalam proses belajar mengajar yang dikarenakan model dan teknik pembelajaran banyak sekali macamnya. Mungkin suatu model dengan teknik tertentu dalam pembelajaran sangatlah efektif digunakan pada mata pelajaran tertentu, akan tetapi belum tentu efektif diterapkan untuk mata pelajaran lainnya. Oleh sebab itu, agar memperoleh model dan teknik pembelajaran yang tepat, maka diperlukan kepandaian seorang guru dalam menerapkanmodel dan teknik pembelajaran yang nantinya bisa membawa anak didiknya belajar sesuai dengan apa yang di inginkannya. Seperti halnya guru kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur yang menerapkan teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa.
Sebagaimana dalam buku M Said, yang berjudul 80+ ice breakergames, bahwasanya ice breaker adalah permainan atau kegiatan yang berfungsi untuk mengubah suasana kebekuan dalam kelompok. Ice breaker yang dipilih, yang mungkin bersifat spontan atau tanpa persiapan khusus. Ice breaker bisa digunakan baik untuk kelompok kecil maupun kelompok besar. Maka dari itu, untuk memulai suatu traning, pembelajaran, permainan, dinamika kelompok. Ice breaker yang dipilih atau yang digunakan harus benar-benar relevan dan tepat guna.Dan teknik ice breaking yang digunakan oleh guru MI Matahaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V ini bervariasi sesuai dengan
82
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
situasi dan kondisi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan ini tentunya sudah senada dengan pendapatnya M Said di atas, bahwasanya ice breaking yang digunakan harus relevan dan tepat guna sesuai dengan kebutuhan pada saat pembelajaran. Dan teknik ini juga memiliki prinsip tertentu dalam penerapannya yaitu, sebagai penyeimbang antara otak kanan dan otak kiri, dilakukan ketika jeda materi saat mulai muncul kejenuhan, dan bentuk pendekatan kepada peserta didik.
langkah-langkah teknik ice breaking yang digunakan guru untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yaitu dengan melihat situasi kondisi, karena dalam penerapan ice breaking dalam pembelajaran dapat dilakukan pada awal pembelajaran, pada inti proses pembelajaran maupun pada akhir proses pembelajaran. Sehingga ice breaking yang digunakan guru untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik diantaranya ialah:
a. Yel-yel
Yel-yel ini sangat efektif dalam menyiapkan aspek psikologi siswa didik untuk siap mengikuti pelajaran, terutama pada jam-jam awal pembelajaran. yel-yel juga sangat efektif membangun kekompakan dan kerja sama dalam kelompok. Dan yel-yel disini ada 2 model yaitu:
1) Model mono yel
Model yel-yel yang di ucapkan sendiri oleh peserta didik baik secara individual maupun kelompok secara satu arah mulai awal hingga selesai yel di ucapkan. Yel-yel ini biasanya digunakan oleh siswa atau kelompok sendiri seperti ketika akan melaksanakan suatu tugas atau maju mempresentasikan hasil kerja. Contohnya: mana dimana kelompok paling hebat, kelompok paling hebat adalah kelompok venus. Mana dimana kelompok paling dahsyat, kelompok paling dahsyat adalah kelompok venus.
2) Model interaktif yel
Interaktif yel yaitu model yel-yel yang diucapkan secara bersahutan antara guru dengan siswa didik atau antara siswa didik dengan siswa didik lainnya. Yel-yel yang sering dipakai bentuk ini adaah salam sapa untuk memusatkan perhatian. Misalnya ketika guru mengucapkan HALO, maka siswa menjawab dengan kata HAI. Juga sebaliknya jika guru mengucapkan kata HAI, maka siswa menjawab dengan kata HALO.
b. Tepuk tangan
Jenis ice breaker ini adalah jenis paling sering digunakan oleh para pendidik. Dalam kepramukaan tepuk tangan sangat populer dimanfaatkan oleh para pendidikan dengan segala variasinya, mulai dari tepuk pramuka, tepuk setan, tepuk sambel, dan sebagainya. Teknik tepuk merupakan teknik ice breaker yang paling mudah, karena tidak memerukan persiapan yang membutuhkan banyak waktu.
c. Tepuk harmoni
83
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Dimana tepuk harmoni disini siswa diajak berdiri dalam bentuk lingkaran, siswa diminta bertepuk tangan panjang, sampai tercipta bunyi yang mempunyai harmoni, jika tidak berhasil, beri aba-aba tepuk tangan pramuka.
d. Games
Games atau permainan adalah jenis ice breaker yang paling membuat siswa heboh. Siswa akan muncul semangat baru yang lebih saat melakukan permainan. Rasa ngantuk menjadi hilang dan sikap apatis spontan berubah menjadi aktif, melalui permainan suasana menjadi cair sehingga kondisi belajar menjadi kondusif, dengan permainan juga dapat membangun konsentrasi anak untuk dapat berpikir, bertindak lebih baik dan lebih efektif. Dengan kegiatan permainan konsentrasi siswa akan kembali terfokus sehingga materi pelajaran akan lebih mudah di cerna.
2. Keberhasilan Teknik Ice Breaking untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan
Melihat pengimplementasian teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan ini perlu adanya suatu proses dan tahapan-tahapan. Dimana tahapan-tahapan tersebut dapat membawa perubahan yang diharapkan dapat meningkatkan suatu pembelajaran yang diinginkan seperti halnya penerapan sebuah model dan teknik pembelajaran, dimana model pembelajaran adalah sebuah rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan teknik pembelajaran adalah implementasi dari metode pembelajaran yang secara nyata berlangsung di dalam kelas tempat terjadinya proses pembelajaran. Ini yang besar harapannya untuk dapat meningkatkan aktivitas belajar yang terjadi di dalam kelas, dan tentunya perlu suatu kekreatifan guru untuk menemukan seperti apa tipe belajar anak dan seperti apa gaya belajar anak yang di inginkan. Dan juga seorang pendidik hendaknya menyadari bahwa peserta didik memiliki berbagai cara belajar. beberapa peserta didik paling baik belajar dengan cara melihat orang lain melakukannya. Mereka lebih senang mencatat apa yang pengajar katakan. Selama pelajaran, mereka biasanya tenang dan jarang teganggu oleh suara.
Hal ini juga dikemukakan oleh Dierich dalam buku konsep strategi belajar, bahwasanya aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, diantaranya kegiatan- kegiatan visual yaitu, membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pemeran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. Sehingga mereka betul-betul ada pada kemampuannya untuk mendengar dan mengingat. Sehingga ini juga dikatakan jenis aktivitas belajar menghafal yang merupakan aktivitas menanamkan suatu
84
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
materi verbal melalui proses mental dan menyimpannya dalam ingatan, sehingga dapat diproduksi kembali ke alam sadar ketika diperlukan.
Aktivitas belajar dalam pembelajaran itu sendiri memiiki manfaat tertentu antara lain:
a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri:
b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa
c. Memupuk kerja sama yanh harmonis dikalangan para siswa yang pada gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.
d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaa individual.
e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.
f. Membina dan memupuk kerja sama antara sekoah dan masyarakat dan hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pendidikan siswa.
g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalisme.
h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana mana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.
Dimana dalam penerapan teknik ice breaking pastilah sedikit banyak menghasilkan perubahan dalam aktivitas belajar siswa, sebagaimana menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana dalam buku”Konsep Strategi Pembelajaran” bahwasanya, aktivitas dalam belajar dapat memberikan nilai tambah dan manfaat (value) salah satunya peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.Dimana minat belajar secara bahasa terdiri dari dua suku kata yaitu minat dan belajar. Dimana minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah atau keinginan. Sedangkan belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu maka dapat dirumuskan bahwa secara bahasa adalah keinginan hati yang tinggi untuk berusaha memporoleh kepandaian atau ilmu.
Keberhasilan dalam meningkatkan aktivitas belajar yang di capai oleh siswa/siswi kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan ini terlihat pada hal-hal diantaranya:
a. Peserta didik kelas V sudah mulai memperhatikan, menyimak/mendengarkan dan menulis ketika guru menerangkan suatu materi maupun berdiskusi.
Seperti halnya menurut Puger Honggowiyono dalam bukunya “Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik”, salah satunya ialah ciri-ciri belajar auditorial, dimana ciri belajar auditorial disini belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang
85
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
didiskusikan dari apa yang dilihat. Sehingga dapat peneliti lihat bahwasanya sebagian besar peserta didik kelas V ciri belajarnya yaitu auditorial (belajar dengan cara mendengar). Juga di jelaskan dalam buku “Revolusi Belajar”, bahwasanya tipe belajar auditorial lebih mudah mencerna, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan jalan mendengarkan secara langsung. Mereka cenderung belajar atau menerima informasi dengan mendengarkan atau secara lisan. Dan ini sudah jelas dari peningkatan peserta didik yang semula jarang memperhatikan, sekarang sudah mulai memperhatikan. Dan ini juga peneliti lihat ketika guru kelas V mengajar, pendekatan guru terhadap peserta didik terjalin dengan baik, guru mengajak bernyanyi disela-sela pembelajaran (ice breaking), bercerita, dan bermain. Sehingga membuat peserta didik lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.
b. Kekondusifan peserta didik itu sendiri, yang biasanya main-main, bicara sendiri, sekarang sudah memusatkan perhatiannya terhadap guru pengajar,dan juga antusias mereka pada saat menerima materi juga beda dari sebelumnya, mereka yang enggan melakukan kegiatan-kegiatan belajar seperti, kegiatan visual, kegiatan lisan, dan belajar berpikir. Dan Mereka sudah mulai termotivasi sedikit demi sedikit, sudah mulai mengerjakan soal sendiri dengan nalar mereka.
Sebagaimana menurut Hendra Surya dalam buku “menjadi Manusia Pembelajar” bahwasanya motivasi adalah dorongan atau usaha untuk mewujudkan perbuatan dalam bentuk aktivitas mencapai kebutuhan atau tujuan tertentu. Ketiga komponen minat, perhatian, dan motivasi merupakan faktor-faktor yang ada pada setiap orang untuk melakukan aktivitas tertentu. dan dalam aktivitas belajar, jika ketiga komponen seperti halnya diatas yang sudah dijelaskan yaitu minat, perhatian, dan motivasi tidak optimal, maka akan mengalami kesulitan melakukan konsentrasi belajar. dan dengan ini sudah jelas bahwasanya ketiga komponen seperti minat, perhatian, dan motivasi peserta didik khususnya kelas V sudah optimal, karana mereka sudah terdorong untuk melakukan aktivitas yang berkenaan dengan pembelajaran dan sudah konsentrasi dalam belajar.
c. Peserta didik merasa senang dan terhibur dengan penerapan teknik ice breaking ini, yang semula biasa-biasa saja mengikuti pelajaran, sekarang mereka lebih bisa memahami dan mengerti apa yang sudah guru jelaskan di depan kelas. Dan ini berkenaan langsung dengan cara bagaimana guru berinteraksi langsung dengan peserta didik, khususnya dalam menjelaskan suatu materi.
Seperti halnya dalam buku Marno yang berjudul “Strategi, Metode, dan Teknik Mengajar”, dijelaskan bahwasanya menjelaskan adalah menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran yang disampaikan secara sistematis dan terencana sehingga memudahkan siswa untuk memahami bahan pelajaran. Hal ini sudah menyadari akan banyaknya peristiwa belajar mengajar yang menuntut guru untuk dapat menjelaskan, maka
86
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
keterampilan menjelaskan merupakan dasar keterampilan mengajar yang harus dikuasai oleh guru khusunya guru kelas V.
d. Dan peserta didik pun tidak merasakan bosan, ngantuk, capek, dan lain-lain pada saat pergantian jam pelajaran. Karena mereka begitu bersemangat dan antusias mengikuti pelajaran.
3. Keberhasilan Teknik Ice Breaking untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan
Berbeda dari keberhasilan pengimplementasian teknik ice breaking untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa, pengimplementasian teknik ice breaking untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasanyang di capai oleh siswa/siswi kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan ini terlihat diantaranya:
a. Ketika guru kelas V memberikan atau menanyakan materi yang telah di jelaskan (evaluasi) siswa sudah bisa menjawab, dan juga ketika guru memberikan tugas individu atau kelompok mereka bisa mengerjakannya, tanpa melihat ke temannya yang lain.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru agar mencapai hasil maksimal, dimuat dalam buku Ngainun Naim yang salah satunya menjelaskan bahwasanya guru memberikan feedback (umpan balik) yaitu sebuah proses pembelajaran akan senantiasa berada dalam situasi yang ideal jika terus menerus terjadi umpan balik. Adanya umpan balik berfungsi sebagai sarana untuk membantu memelihara minat dan antusiasme siswa dalam melaksanakan pembelajaran. 1 hal ini dapat dilakukan melalui evaluasi, untuk bentuk umpan balik sendiri dapat dimodifikasi sedemikian rupa secara kreatif sesuai dengan kondisi kelas yang diajarnya. Dan bapak Subhan disini tentunya memberikan umpan balik dengan cara mengevaluasi atau menanyakan kembali materi yang sudah dijelaskan dalam pertemuan yang sebelumnya.
b. Dan pada pertemuan berikutnya, seperti biasa guru melakukan evaluasi berupa pertanyaan terlebih dahulu mengenai materi yang sebelumnya, dan ternyata siswa/siswi masih bisa mengingat materi yang sudahdijelaskan sebelumnya.
Seperti yang sudah dikatakan oleh Kartono dalam buku Psikologi Pendidikan bahwa ingatan atau yang dikenal dengan memori ialah kemampuan untuk mencamkan, menyimpan dan memproduksi kembali hal-hal yang pernah diketahui. Jadi dengan begitu peserta didik kelas V menurut peneliti sudah mampu mengingat karena mereka sudah memberikan jawaban ketika evaluasi pembelajaran, dan dari sinilah keberhasilan model
1 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2016), hlm. 26.
87
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
pembelajaran langsung dengan teknik ice breaking untuk meningkatkan hasil belajar siswa sudah nampak jelas dari perubahan-perubahan yang ada.
c. Sikap, akhlak dan kepribadiaannya lebih berkembang atau meningkat, dari yang semula jarang menghargai guru di depan untuk menjelaskan materi, sekarang sudah mulai fokus mendengarkan.
Dan yang semula mereka membuat guru kelas marah, sekarang mereka lebih sopan dengan mengikuti perintah guru. Seperti halnya pengertian hasil belajar menurut bapak Subhan selaku guru kelas V memang kebanyakan identik dengan nilai, nilai tambah yang di dapat oleh peserta didik. Tapi menurut beliau, nilai tambah itu ialah ketika peserta didik dapat mempertahankan akhlak dan kepribadiaannya lebih berkembang atau meningkat, dari yang semula jarang menghargai guru di depan menjelaskan materi, sekarang sudah mulai fokus mendengarkan.
d. Dan peserta didik aktif dan mudah menjawab pertanyaan dari bapak Subhan, contohnya materi mengenai “iklan” dengan bermain peran, disitu banyak sekali permainan, lagu-lagu yang mengasah peserta didik giat belajar, sehingga dibentuklah kelompok dengan membuat iklan dan langsung ke depan kelas untuk mendemonstrasikan hasil kerja kelompok, dan Alhamdulillah peneliti lihat adek- adek bisa berani menjawab dan mengerjakan sesuai dengan kemauan bapak Subhan selaku guru kelas V.
e. Juga dilihat dari pak Subhan ketika memberikan tugas individu dengan pemberian waktu yang sedikit, sehingga siswa/siswi harus menjawab, dan Alhamdulillah mereka bisa mengerjakan dan tepat waktu. Dilihat dari mereka yang grasak-grusuk menjawab, dan juga ketika pak Subhan memberikan PR mereka sudah mengerjakannya dan maju kedepan kelas, meskipun sebagian besar dari mereka yang masih saja kurang teliti dalam mengerjakannya.
Seperti yang dikemukakan oleh Wahidmurni, dkk bahwa peserta didik dikatakan berhasil dalam belajar jika pada diri mereka telah terjadi perubahan dari minimal salah satu aspek, contoh perubahan dalam aspek kemampuan bepikir misalnya dapat terjadi jika terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, atau perubahan dari tidak paham menjadi paham dan seterusnya. Contoh aspek sikap, misalnya dari sikap yang buruk menjadi sikap yang baik atau dari sikap yang buruk menjadi sikap yang baik, atau dari semula bersikap tidak sopan menjadi sikap yang sopan. Contoh perubahan dalam aspek ketrampilan misalnya, dari tidak dapat melakukan wudhu menjadi terampil berwudhu dari tidak terampil melukis menjadi terampil melukis dan setersnya.
Sehingga, dengan adanya ini peneliti menyimpulkan bahwasanya model pembelajaran langsung dengan teknik ice breaking untuk meningkatkan hasil belajar siswa
88
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
itu berhasil dan lebih meningkat dilihat dari perubahan-perubahan yang semula tidak mengerjakan tugas sekolah, justru sekarang membuat siswa giat belajar dan mengerjakan tugas sesuai perintah guru.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat TerlaksananyaTeknik IceBreaking untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan hasil Belajar Siswa Kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan
Disetiap pembelajaran pastilah ada faktor yang dapat membuat suatu teknik pembelajaran terdorong untuk diterapkan ataupun menjadi gagal di terapkan, baik itu faktor pendukung maupun faktor penghambat yang mempunyai kriteria masing-masing, begitu juga dengan implementasi model pembelajaran langsung dengan teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Pamekasan yang di dalamnya juga terdapat faktor pendukung dan penghambat.
Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan bapak Subhan selaku guru kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan beliau mengemukakan bahwasanya ada beberapa poin yang menjadi faktor pendukung terlaksananya model pembelajaran langsung dengan teknik ice breaking ini salah satunya yaitu:
a. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah.
Sarana dan prasana pendidikan adalah sebuah benda bergerak dan tidak bergerak dibutuhkan untuk menunjang penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sarana dan prasarana ini digunakan agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai dengan efektif dan efesien.Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sarana dan prasarana sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar, mengingat pentingnya sarana prasarana dalam kegiatan pembelajaran, maka peserta didik, guru dan sekolah akan terkait secara langsung. Peserta didik akan lebih terbantu dengan dukungan sarana dan prasarana pembelajaran. dan sarana yang ada di sekolah MI Mathaliul Ulum I Malangan Pademawu Timur yaitu: gedung, ruangan belajar/kelas, alat- alat atau media pendidikan, meja, kursi, dan perpustakaan. Sedangkan prasarana yang menunjang jalannya pendidikan, seperti halaman, taman sekolah, dan jalan menuju sekolah.
b. Semangat dan minat siswa itu sendiri.
Semangat dan minat dalam belajar timbulah sebuah motivasi atau dorongan dari dalam siswa itu sendiri. Seperti yang dikatakan Slameto dalam buku “Revolusi Belajar” bahwasanya minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Sehingga minat sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar
89
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
siswa. Jika bahan yang dipelajari tidak sesuai dengan minat seseorang, tentunya ia tidak akan begitu bersemangat dalam belajar. Hal ini akan membawa pengaruh negatif terhadap hasil belajarnya kemudian. Berbeda halnya dengan seseorang yang belajar tentang bahan pelajarn yang sesuai dengan minatnya. Tentu saja ia akan sangat bersemangat dalam proses belajar sehingga hal ini akan membawa pengaruh positif bagi hasil belajarnya.
c. Kekreatifan guru
Kekreatifan guru dalam memilih dan memilah model, strategi, pendekatan, serta teknik yang cocok untuk diterapkan kepada peserta didik itu sangatlah penting, sehingga dapat mengetahui pola belajar seperti apakah yang diinginkan oleh peserta didik.Karena kunci keberhasilan yang di dapat oleh peserta didik ialah dari guru yang senantiasa memberikan dan menerapkan inovasi pendidikan yang terbaru bagi peserta didiknya, dan juga seorang pendidik atau guru harus memiliki kompetensi guru yang meliputi, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sehingga sangat jelas disini bahwasanya seorang guru harus berkompeten terutama dalam merencanakan program- program pembelajaran yang terbaru, karena kompetensi pedagogik guru berkaitan dengan kemampuan guru untuk mengelola program pembelajaran didalamnya mencangkup kemampuan untuk mengeloborasi kemampuan peserta didik, merencanakan program pembelajaran, melaksanakan program pembelajaran, dan mengevaluasi program pembelajaran.
d. Dan yang terakhir karena faktor lingkungan.
Hal yang dapat menunjang optimalisasi proses dan hasil belajar salah satunya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman. Dalam sekolah misalnya, paling tidak seluruh warga sekolah senantiasa menciptakan situasi, kondisi, serta suasana yang baik, aman, dan nyaman. Lingkungan sekolah yang baik tentunya akan membuat semua warga sekolah terutama peserta didik akan betah di sekolah.
Adapun faktor penghambat terlaksananya model pembelajaran langsung dengan teknik ice breaking yang diterapkan oleh bapak Subhan dalam meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V salah satunya yaitu:
a. Sumber belajar diantaranya buku-buku yang di pakai yaitu buku tematik (buku guru dan buku siswa), yang kurang memadai
b. Alat peraga atau media yang bisa digunakan dalam simulasi pembelajaran, masih terbatas.
c. Emosi yang disebabkan dari siswa itu sendiri, yang mana emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. seperti menurut William James mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh. Sehingga peneliti disini dapat menyimpulkan
90
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
bahwasanya emosi merupakan suatu perasaan yang dimiliki oleh setiap insan yang terjadi secara sadar atau tidak sadar, sehingga keberadaanya berubah-rubah sesuai dengan suasana hati atau perasaan seseorang.
## KESIMPULAN
Berdasarkan temuan dan pembahasan hasil penelitian di atas. sebagaimana dibahas pada bab sebelumnya dapat disimpulkan berikut ini:
Berdasarkan pada temuan dan pembahasan hasil penelitian di atas dan fenomena yang ada sebagai hasil penelitian dari “Implementasi Teknik Ice Breaking untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan” dapat peneliti simpulkan bahwasanya langkah-langkah ice breaking yang digunakan guru untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan yang direncanakan dan dimasukkan dalam skenario pembelajaran. yang telah ditetapkan. Ice breaking dalam pembelajaran dapat lakukan pada awal pembelajaran, pada inti proses pembelajaran maupun pada akhir proses pembelajaran sedangkan ice breaking yang digunakan guru yaitu yel-yel, Games (permainan), Tepuk tangan, dan tepuk harmoni. Yang tentunya dapat membuat peserta didik lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran.
Keberhasilan teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan juga dapat dilihat ketika peserta didik memperhatikan, mendengarkan, dan menyimak guru, melakukan kegiatan- kegiatan yang berkenaan dengan aktivitas belajar, yang semula bermain-main sendiri sekarang justru fokus untuk memperhatikan guru menjelaskan materi.
Berbeda dengan keberhasilan teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan dapat dilihat dari ketika peserta didik mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari guru, ketika guru mengevaluasi pembelajaran mereka begitu antusias untuk menjawab. Ketika guru memberikan atau menanyakan materi, pertanyaan, dan tugas siswa bisa menjawab dan mengerjakannya.
Sedangkan faktor pendukung dan penghambat terlaksananya teknik ice breaking untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa kelas V MI Mathaliul Ulum 1 Malangan Pademawu Timur Pamekasan ialah, ketelatenan guru, sarana dan prasarana, dan juga kekreatifan guru dalam memilih model dan teknik pembelajaran. Faktor penghambat ialah, sumber belajar dan alat peraga yang masih minim, emosi yang diciptakan oleh peserta didik sendiri. Sehingga itu dapat mempengaruhi proses belajar mengajar.
91
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
## DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar . Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Afi Parnawi, Psikologi Belajar . Sleman: Deepublish, 2019.
Aryfiani Dwi Lestari, “Peningkatan Aktivitas Belajar IPA dengan Model Discovery Berbantuan Media Gambar di Kelas V SD Negeri Pakis 1 Magelang”, Jurnal Konvergensi, Vol. VI. Januari 2019.
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta, 2009. Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Rineka Cipta, 2013.
Emi Mursidawati, “Implementasi Ice Breaking dalam Pembelajaran Bahasa Arab di Lembaga Boarding Scholl SMP IT Ihsanul Fikri Mungkid Magelang”, Thesis , hlm. 25.
Halid hanafi dan muzakkir, Profesionalisme Guru dalam Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran disekolah (yogyakarta: cv budi utama, 2019.
Komaruddin hidayat, Active learning 101 Pembelajaran Aktif. yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009.
M said, 80+ ice breaker games . Yogyakarta: cv andi offset, 2010.
Moch Ilham Sidik dan Hendri Winata, “Meningkatkan Hasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Direct Instruction” .
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran . Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif . Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2016. Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran . Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2012.
Rahmat Putra Yudha, Motivasi Berprestasi dan Disiplin Peserta Didik . Pontianak: Yudha English Gallery, 2018.
Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar . Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008.
Rohiat, Manajemen Sekolah . Bandung: PT. Refika Aditama, 2012.
Rusman, Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . Jakarta: Kencana, 2017.
Sunarto, Ice Breaker Dalam Pembelajaran Aktif . Surakarta: Cakrawala Media, 2012
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran. Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2016 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar . Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Sutrisno, Tri. 2019. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas VI di SDN Kota Sumenep. ELSE ( Elementary School Education Journal ): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Volume 3 Jilid 2. Hal. 98-110
92
P – ISSN : 2715 – 7067 E – ISSN : 2720 – 8850
Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Nuansa, 2011. Wahidmurni,Dkk. EvaluasiPembelajaran .Yogyakarta:NuhaLitera, 2010.
|
7a45ad78-9e67-402b-b8f7-b943d2c67972 | https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRF/article/download/2343/1276 |
## Uji In Silico Aktivitas Senyawa Kumarin Turunannya Terhadap Enzim Alfa Glukosidase Antidiabetes
Syifa Prahayati, Bertha Rusdi *
Prodi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Bandung, Indonesia
## A R T I C L E I N F O
Article history : Received : 8/6/2023 Revised : 4/7/2023
Published : 20/7/2023 Creative Commons Attribution- NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
Volume : 3
No. : 1
Halaman : 9-16 Terbitan : Juli 2023
## A B S T R A K
Enzim alfa glukosidase adalah salah satu target pengobatan diabetes mellitus. Senyawa Kumarin yang terkandung dalam tanaman alpukat ( Persea americana Mill .). diketahuo memiliki efek antidiabetes secara in vitro. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui parameter fisikokimia, afinitas, dan toksisitas senyawa yang paling berpotensi sebagai antidiabetes. Parameter yang dilakukan mengidentifikasi sifat fisikokimia senyawa uji menggunakan software SwissADME dan Scibio- iitd.res.in. kemudian dilakukan Preparasi makromolekul menggunakan software BIOVIA Discovery Studio 2021 . Pada parameter fisiko kimia menunjukan bahwa lipofilisitas, berat molekul, reaktivitas molar, dan ikatan hidrogen bahwa senyawa kumarin dan turunanya memenuhi persyaratan Lipinski’s Rule of Five yang artinya senyawa tersebut diprediksi dapat diabsorpsi dan dapat berikatan dengan reseptor target. Hasil penambatan molekular dari senyawa kumarin dan turunannya memiliki afinitas terhadap reseptor alfa glukosidase. Senyawa yang memiliki afinitas paling baik yaitu senyawa edgeworoside c dengan nilai energi bebas ikatan -8,91 kkal/mol dan konstanta inhibisi 0,29255 μmolar. Hasil toksisitas yang diperoleh adalah seluruh senyawa uji termasuk ke dalam toksisitas kelas III yang artinya pada konsentrasi yang tinggi tidak dijamin keamanan dalam penggunaannya. Kemudian seluruh senyawa uji kumarin dan turunnya tidak bersifat karsinogenik maupun mutagenik.
Kata Kunci: Diabetes mellitus, Coumarin, Avocado (Persea americana Mill.)
## ABSTRACT
Alpha glucosidase enzyme is one of the treatment targets for diabetes mellitus. Coumarin compounds contained in the avocado plant ( Persea americana Mill. ). known to have antidiabetic effects in vitro This study aims to determine the physicochemical parameters, affinity, and toxicity of compounds with the most potential as antidiabetics. Parameters carried out identified the physicochemical properties of the test compounds using SwissADME software and Scibio-iitd.res.in . Then macromolecular preparation was carried out using the BIOVIA Discovery Studio 2021 software. The toxicity test was carried out using Toxtree version 3.1.0. The physico-chemical parameters show that the lipophilicity, molecular weight, molar reactivity, and hydrogen bonds show that coumarin compounds and their derivatives meet the requirements of Lipinski's Rule of Five , which means that these compounds are predicted to be absorbed and can bind to target receptors. The results of molecular docking of coumarin compounds and their derivatives have an affinity for alpha glucosidase receptors. The compound that has the best affinity is edgeworoside c with a bond free energy value of -8.91 kcal/mol and an inhibition constant of 0.29255 μmolar. The toxicity results obtained were that all the tested compounds were included in the toxicity class III, which means that at high concentrations safety in use is not guaranteed. Then all coumarin test compounds and their derivatives were neither carcinogenic nor mutagenic.
Keywords : Diabetes mellitus, Coumarin, Avocado (Persea americana Mill.)
@ 2023 Jurnal Riset Ekonomi Syariah Unisba Press. All rights reserved.
## A. Pendahuluan
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia, dimana hal tersebut dikaitkan akibat terjadi abnormalitas metabolisme, karbohidrat, lemak dan protein didalam tubuh. Abnormalitas ini dapat terjadi dikarenakan akibat adanya penurunan sekresi insulin, kerja insulin pada sel target (resistensi insulin) ataupun keduannya (Sunarti, 2017).
Strategi target obat yang dapat menurunkan kadar gula darah adalah golongan obat alfa-glukosidase (Liu et al , 2011). Alfa glukosidase merupakan enzim yang yang berperan dalam proses metabolisme karbohidrat yang terdapat pada bagian tepi permukaan sel usus halus dan juga sebagai proses pembentukan glikoprotein dan glikolipid yang dimana alfa glukosidase akan bekerja memecah oligosakarida atau polisakarida menjadi monosakrida yang dapat di serap di usus halus (Gholamhoeinian et al. , 2008). Adapun salah satu obat antidiabetes yang dapat bekerja menghambat alfa glukosidase yaitu akarbosa (Soegondo, 2011). Akarbosa juga merupakan oligosakarida kompleks yang berfungsi untuk menghambat alfa glukosidase di usus halus yang dimana akarbosa bekerja diusus halus dengan mengurangi absorpsi glukosa, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Sehingga dengan menghambat reseptor enzim glukosidase maka dapat mencegah dan menunda perkembangan DM tipe 2 (Van der larr et al, 2015). Namun pada obat akarbosa terdapat efek samping pada penggunanya seperti kembung dan flatuensi (Perkeni, 2011). Untuk meminimalisir efek samping tersebut maka penggunaan bahan obat tradisional dapat dijadikan sebagai alternatif terapi pengobatan diabetes dengan efek samping yang lebih rendah (Widywati, 2017).
Salah satu tanaman yang dapat berfungsi sebagai obat tradisional adalah alpukat ( Persea Amercana Mill.) yang dimana alpukat mempunyai efek farmakologi yaitu seperti hipertensi, penyakit ginja kencing manis, antipiretik, antioksidan, dan diabetes (Lima et al ., 2012). Pada suatu penelitian menunjukan bahwa pemberian sampel uji ekstrak etanol daun alpukat mampu menurunkan kadar gula darah pada tikus jantan (Sujana et al ., 2019). Adapun terjadi efek penurunan kadar gula darah ini dikarenakan adanya senyawa kumarin yang terkandung pada ekstrak etanol daun alpukat (Mamadou et al ., 2016). Senyawa kumarin tersebut terdapat golongan yang mampu menurunkan kadar gula darah yaitu golongan senyawa kumarin sederhana dan turunannya (umbelliferone, scoparon, scopaletin, fraxetin, esculin, dan osthole) senyawa furanokumarin (psoralen dan rutamarin), prianokumarin (decursinol dan decursidin), kemudian senayawa bis-kumarin yaitu (edgeworin, daphnoretin, dan edgeworoside c) (Hanbing et a l., 2017). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa kumarin sintetik dan alami dapat menghambat penurunan kadar glukosa darah secara in vitro (Ranđelović et al ., 2021; dan Xu et al ., 2020).
Pada data penambahan informasi obat baru yang berpotensi sebagai kandidat obat antidiabetes maka pendekatan secara in silico dapat dilakukan dengan cara menggunakan perangkat lunak komputer melalui simulasi penambatan molekul (molecular docking). Molecular docking ini membantu untuk mempelajari tentang obat atau ligan, dan interaksi reseptor atau protein dengan menggunakan situs aktif yang cocok, serta berikutnya akan mendapatkan hasil geometri yang terbaik dari ligan kompleks reseptor, serta menghitung energi interaksi pada ligan yang berbeda untuk merancang ligan yang lebih efektif (Mukesh et al., 2011). Berdasarkan latar belakang tersebut maka pada penelitian ini dimaksudkan untuk menguji aktivitas senyawa kumarin dan turunanya terhadap enzim alfa glukosidase sebagai antidiabetes secara in silico dengan metode molecular docking dan untuk mengetahui interaksi senyawa yang lebih baik dibandingkan dengan akarbosa. Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah senyawa sifat fisikokima dari senyawa kumarin dan turunannya telah memenuhi aturan hukum lipinski’s Rule of Five, apakah kumarin dan turunannya memiliki interaksi yang lebih baik dibandingkan dengan akarbosa, bagaimana afinitas terhadap enzim alfa glukosidase dan toksisias kumarin dan turunannya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui senyawa yang paling berpotensi sebagai antidiabetes dengan melihat afinitas dan toksisitas senyawa kumarin terhadap enzim alfa glukosidase secara in silico dengan metode molecular docking. Hasil dari penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai kemungkinan efek mekanisme kerja antidiabtes dari senyawa kumarin dan turunannya dapat dimanfaatkan sebagai penunjang pengobatan antidiabetes.
## B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan studi in silico interaksi antara enzim alfa glikosidase dengan ligan alami (akarbosa), serta senyawa kumarin dan turunannya yaitu umbelliferone, scoparon, scopaletin, fraxetin, esculin, osthole, psoralen, rutamarin, decursinol, decursidin, edgeworin, daphnoretin, dan edgeworoside c. Senyawa aktivitas biologis yang akan digunakan pertama dicari memlalui website Google Schoolar dan Pubmed , kemudian dilakukan penggambaran senyawa 2D dan 3D yang diambil dari website pubchem atau digambar dengan menggunakan software ChemBioDraw 16.0 dan Chembio3D Ultra 16.0. setelah itu dilakukan penetuan parameter sifat fisiko kimia menggunakan SwissADME dan Scibio-iitd.res.in . optimasi geometri dialakukan menggunakan software GaussView versi 5.0.8 dan software Gaussian 09 dengan metode DFT basis set 3-21G. Pengunduhan alfa glukosidase dilakukan melalui website Protein Data Bank (www.rcsb.org) dengan kode PDB 3W37. Selanjutnya, penghapusan molekul air untuk memisahkan antara ligan alami dan protein menggunakan software BIOVIA Discovery Studio 2021. Tahap berikutnya, Validasi metode molecular docking dengan cara melihat nilai parameter RMSD ≤ 2.0 Å. Selanjutnya dilakukan docking antara reseptor alfa glukosidase dengan senyawa uji kumarin dan turunanya menggunakan software MGLTools versi 1.5.6 yang telah dilengkapi dengan Autodock Tools versi 4.2 dan dilakukan analisis hasil docking menggunakan software BIOVIA Discovery Studio 2021. Terakhir dilakukan prediksi toksisitas menggunakan software Toxtree versi 3.1.0.
## C. Hasil dan Pembahasan
## Pencarian Data Aktivitas Biologi
Pada tahap pertama, dilakukan pencarian data aktivitas biologi senyawa kumarin melalui jurnal penelitian yang dilakukan oleh Sujana et al (2019) yang dimana telah ditemukan bahwa ekstrak etanol daun alpukat memiliki aktivitas antidiabetes pada tikus jantan. Aktivitas antidiabetes tersebut salah satunya mengandung senyawa kumarin, senyawa ini juga dibuktikan pada salah satu jurnal penelitian lainnya oleh Hanbing et al, (2017) bahwa kumarin diklasifikasikan berdasarkan golongan yang terdiri dari senyawa umbelliferone, scopoletin, scoparon, fraxetin, esculin, dan osthole, psoralen, dan rutamarin, dekursinol dan dekursidin, menjadi edgeworin, daphnoretin, dan edgeworoside c.
## Penggambaran Struktur
Penggambaran struktur senyawa umbelliferone, scopaletin, scoparone, fraxetin, esculin, osthole, psoralen, rutamarin, decursinol, decursidin, edgeworin, daphnoretin, edgeworoside c, dan ligan alami (akarbosa) menggunakan ChemDraw 16.0
## Penentuan Parameter Sifat FisioKimia
Penentuan parameter sifat fisikomia dilihat berdasarkan atur hukum Lipinski rule of five yang meliputi lipofilisitas tidak lebih dari 5, nilai molar refractivity (MR) dalam rentang 40-130, bobot molekul tidak lebih dari 500 g/mol, ikatan hidrogen tidak lebih dari 5, dan donor ikatan akseptor tidak lebih dari 10 ( Lipinski , 2001).
Tabel 1 . Parameter FisikoKimia Nama Senyawa ClogP
MR
BM (g/mol) Jumlah Donor Ikatan Hidrogen Jumlah Akseptor Ikatan Hidrogen Kumarin 1,75 42,48 146,14 0 2 Umbelliferone 1,44 44,51 162,14 1 3 Scopoletin 1,86 51 192,17 1 4 Scoparon 2,23 55,47 206,19 0 4 Fraxetin 1,52 53,02 208,17 2 5 Esculin 1,33 78,65 340,28 5 9 Osthole 2,93 72,7 244,29 0 3 Psoralen 2,01 52,26 186,17 0 3 Rutamarin 3,69 100,79 356,41 0 5 Decursinol 2,36 67,45 246,26 1 4 Decursidin 3,74 115,98 426,46 0 7 Edgeworin 2,39 87,07 322,27 1 6 Daphnoretin 2,87 93,56 352,29 1 7 Edgeworiside C 2,14 118,97 468,41 4 10 Akarbosa (ligan alami) 2,13 93,56 645,00
14
18
Berdasarkan data Tabel 1. Ke-14 senyawa kumarin dan turunannya, serta akarbosa (ligan Alami) menunjukkan bahwa lipofilisitas (ClogP) memenuhi aturan yaitu kurang dari 5 yang artinya nilai dari senyawa tersebut dapat dikatakan baik dan dapat diperkirakan akan terabsorpsi didalam tubuh. Nilai Molar Refractivity (MR) pada senyawa kumarin dan turunannya, serta akarbosa memenuhi aturan hukum Lipinski’s rule of five dimana memiliki nilai rentang 40-130 yang artinya senyawa tersebut akan memiliki sifat sterik yang baik. Kemudian pada bobot molekul dari senyawa kumarin dan turunanya sudah memenuhi aturan yang dimana bobot molekul kurang dari 500 dalton, sedangkan dibandingkan dengan ligan alami (akarbosa) tidak memenuhi aturan karena memiliki nilai yang lebih besar yaitu 645,00 dimana ligan alami (akarbosa) tersebut akan cukup sulit untuk berdifusi menembus membrane sel. Terakhir yaitu jumlah donor ikatan hidrogen dan jumlah akseptor ikatan hidrogen yang dimana dari ke-14 senyawa tersebut telah memnuhi aturan Lipinski’s rule of five sedangkan pada ligan alami (akarbosa) memiliki nilai rentang yang lebih besar dibandingkan dengan ke- 14 senyawa tersebut yang menandakan bahwa dari ke-14 senyawa tersebut memiliki kestabilan koformasi dengan protein target dibandingkan ligan alami (akarbosa).
## Optimasi Geometri
Optimasi geometri dilakukan terhadap ke-14 senyawa, yaitu umbelliferone, scopoletin, scoparone, fraxetin, esculin, osthole, psoralen, rutamarin, decursinol, decursidin, anomalin, edgeworin, daphnoretin, edgeworoside c, serta ligan alami (akarbosa), dilakukannya optimasi geometri ini bertujuan untuk memperoleh konformasi yang paling stabil dan struktur terbaik yang didapat berdasarkan nilai energi total (Darusman and Fakih, 2022)
Tabel 2. Energi Total Nama Senyawa Energi Total (kJ/mol) Kumarin -494,2581786 Umbelliferone -569,0844928 Scopoletin -628,2967027 Scoparon -722,076911 Fraxetin -757,7607469 Esculin -1251,275351 Osthole -802,4581773 Psoralen -644,8682507 Rutamarin -1184,296593 Decursinol -838,1949536 Decursidin -1448,819555 Edgeworin -1136,973714 Daphnoretin -1250,87408 Edgeworiside C -1288,749179 Akarbosa (ligan alami) -2374,09477534
Berdasarkan tabel 2. Energi total dari ke-l4 senyawa kumarin dan turunanya dan ligan alami (akarbosa) yang memiliki energi total terendah yaitu Decursidin karena memiliki nilai terkecil yang menunjukkan bahwa semakin rendah nilai energi total suatu senyawa maka memiliki konformasi paling stabil. Dimana nilai konformasi optimasi ini juga akan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu simulasi docking. (Bi et al., 2014).
## Pengunduhan dan Preparasi Struktur Makromolekul
Pengunduhan struktur molekul atau reseptor alfa-glukosidase dilakukan melalui laman Protein Data Bank dengan kode PDB 3W37 yang nantinya akan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu pada proses validasi metode molecular docking. Setelah dilakukan pengunduhan reseptor, lalu makromolekul di dibuka dengan menggunakan software BIOVIA Discovery Studio Visualizer 2019 untuk menghapus molekul air, yang dimana pada saat pengunduhan struktur molekul dari situs Protein Data Bank masih terdapat banyak molekul air yang nantinya bisa mengganggu pada proses metode molecular docking.
## Validasi Molecular Docking
Validasi metode Molecular Docking dilakukan untuk memastikan bahwa metode yang akan digunakan tersebut sudah valid dengan cara melakukan docking ulang antara ligan alami (akarbosa) dengan emzim alfa glukosidase yang sudah dipreparasi. Parameter yang dilihat pada metode ini yaitu nilai RMSD (Root Mean Square Deviation) yang dihasilkan dari penambatan antara ligan dengan reseptornya. RMSD yaitu merupakan parameter yang menggambarkan seberapa besar perubahan interaksi protein dengan ligan pada struktur kristal sebelum dan sesudah yang stabil dan memiliki energi potensial terendah (Lestari, 2015). Nilai RMSD ini ditunjukkan dengan jarak yang dihasilkan oleh interaksi ligan alami dengan reseptornya dan metode dinyatakan valid apabila memiliki nilai RMSD <2Å, (Purnomo, 2013). Ukuran grid box yang digunakan adalah 36 x 48 x 36 , sedangkan ukuran grid center x = 0,699, y = 1,87, z = -23,212 dengan spacing 0,375 Å.
Gambar V.3. Visualisasi Ligand Alami (Akarbosa) Sebelum (hitam) dan Sesudah Dilakukan
Tabel 3. Tabel RMSD
Rank Sub-Rank Run Biding Energy Reference RMSD Grep Patern 1 1 8 -8,70 0,86 Ranking
Berdasarkan gambar 1. Menunjukkan bahwa ligan alami (akarbosa) sebelum dan sesudah dilakukan validasi docking memiliki kemiripan yang mendekati ligan alami (akarbosa). Kemudian pada tabel 3. RMSD yang diperoleh yaitu sebesar 0,86 Å, yang artinya validasi metode docking dinyatakan valid karena hasil RMSD <2Å sehingga dapat digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu simulasi docking senyawa uji.
## Simulasi Molecular Docking
Dilakukan simulasi metode molecular docking antara senyawa uji kuramarin dan turunannyan dengan enzim alfa glukosidase. Parameter yang dilihat dari hasil simulasi metode molecular docking adalah nilai energi bebas ikatan dan konstanta inhibisi, yang dimana nilai tersebut berkaitan dengan afinitas pengikatan antara ligan dan reseptor yang berinteraksi.
## Tabel 4. Energi Bebas Ikatan dan Konstanta Inhibisi
Nama Senyawa Energi Ikatan (Kcal/mol) Konstanta Inhibisi (μM) Kumarin -6,31 23,67 Umbelliferone -6,55 15,74 Scopoletin -6,25 26,01 Scoparon -5,59 80,24 Fraxetin -6,68 12,63 Esculin -6,90 8,68 Osthole -8,79 0,36283 Psoralen -6,97 7,75 Rutamarin -7,77 2,00 Decursinol -7,83 1,82 Decursidin -7,21 5,16 Edgeworin -7,04 6,96 Daphnoretin -7,98 1,42 Edgeworiside C -8,92 0,29255 Akarbosa (ligan alami) -8,70 6,86
Berdasarkan Tabel 4. Menunjukkan bahwa dari ke-14 senyawa kumarin dan turnannya, serta ligan alami, yang memiliki energi bebas ikatan yang lebih baik adalah edgeworoside c dengan nilai energi bebas ikatan -8,92 kkal/mol, karena semakin rendah energi bebas memiliki konstanta inihibisi yang paling kecil dibandingkan senyawa lainnya, artinya apabila semakin rendah nilai konstanta inhibisi maka semakin efektif
aktivitas penghambatan atau dalam konsentrasi sedikit saja senyawa Edgeworoside C sudah dapat menghambat reseptor. Oleh karena itu, senyawa yang memiliki afinitas yang paling baik adalah senyawa edgeworoside C (Herman, 2019).
## Analisis Hasil Molecular Docking
Analisis hasil docking ini meliputi pengamatan interaksi residu asam amino pada ligan alami dan ikatan maka semakin baik afinitas pengikatan senyawa terhadap reseptor dan semakin stabil, yang dimana bahwa senyawa edgeworoside c memiliki potensi berinteraksi dengan enzim alfa glukosidase. Kemudian jika dilihat dari konstanta inhibisi, Edgeworoside C senyawa uji kumarin, umbelliferone, scopoletin, scoparone, fraxetin, psoralen, rutamarin, decursinol, edgeworin, daphnoretin, osthole, esculin, decursidin, edgeworoside c, dengan melakukan visualisasi terhadap ikatan pada ligan alami dengan ke-14 senyawa tersebut dengan reseptor alfa- glukosidase. Parameter hasil yang diamati yaitu meliputi ada atau tidaknya residu asam amino yaitu ikatan hidrogen, ikatan elektrostatik, dan interaksi hidrofobik. Berikut adalah hasil visualisasi dari ligan alami dan senyawa uji.
(a) (b) (c)
(d)
(e)
(f) (g) (h)
(i) (j)
(k) (l) (m) (n) (o) Gambar 1 . (a) Ligan alami (Akarbosa), (b) Kumarin, (c) Umbelliferone, (d) Scopaletin, (e) Scoparon, (f) Fraxetin, (g) Osthole, (h) Esculin, (i) Psoralen, (j) Rutamarin, (k) Decursinol, (l) Edgeworin, (m), Daphnoretin, (n) Decursidin), (o)
## Edgeworoside C
Dari hasil interaksi tersebut menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sama antara ligan alami dengan ke-14 senyawa yaitu membuktikan ikatan hidrogen dengan residu asamk amino TRP329, ASP 357, HIS 626, TRP432, ARG 552, ASP 568, ASN 237, ASP232, ALA 234, dan HIS 626, serta membentuk ikatan hidrofobik
dengan TRP 329 dan PHE 601. Dari hasil interakasi yang didapat dari ke-14 senyawa, diprediksi asam amino yang berada pada senyawa kumarin dan turunannya dapat berperan sebagai penyusun sisi aktif dari reseptor alfa-glukosidase sebagai makromolekular target.
## Prediksi Toksisitas Senyawa Uji
Prediksi toksisitas senyawa uji merupakan proses untuk memprediksi sifat toksik dari suatu senyawa yang nantinya akan digunakan sebagai kandidat obat. Prediksi toksisitas ini dilakukan dengan menggunakan software Toxtree versi 2.6.0, parameter yang digunakan untuk mengetahui prediksi toksisitas yaitu meliputi Cramer Rules , Benigni , dan Kroes TCC. Beradasarkan Prediksi toksisitas dari parameter Cramer Rules senyawa kumarin, umbelliferone, scopaletin, scoparone, fraxetin, esculin, osthole, psoralen, rutamarin, decursinol, decursidin, edgeworin, daphnoretin, edgeworoside c, termasuk toksisitas kelas III, yang dimana konsentrasinya tinggi dari senyawa tersebut tidak dijamin keamanan pada penggunaanya. Kemudian jika dilihat dari parameter Kroes TTC , ke-14 senyawa yang diuji tidak mengandung asupan yang melebihi ambang batas paparan pada manusia. Sedangkan untuk parameter Benigni/Bossa Rulebase , ke-14 senyawa uji diprediksi tidak menimbulkan karsinogenitas dan mutagenitas, sedangkan pada ligan alami (akarbosa) menunjukan adanya peringatan senyawa untuk menyebabkan karsinogenisitas menunjukan senyawa tersebut dapat menyebabkan munculnya sel kanker dan negatif untuk mutagenisitas.
## D. Kesimpulan
Pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa kumarin, umbelliferone, scopoletin, scoparone, fraxetin, esculin, osthole, psoralen, rutamarin, decursinol, decursidin, edgeworin, daphnoretin, dan edgeworoside c telah memenuhi aturan Lipinski’s Rule of Five yaitu parameter C log p, reaktivitas molar, bobot molekul, jumlah donor ikatan hidrogen, jumlah akseptor ikatan hidrogen yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut diprediksi dapat diabsorpsi yang baik dan memiliki afinitas dengan reseptor alfa-glukosidase. Sedangkan pada ligan alami akabosa pada parameter bobot molekul tidak memenuhi Lipinski’s Rule of Five . Berdasarkan hasil simulasi docking antara reseptor alfa glukosidase dengan keempat belas senyawa uji golongan kumarin menunjukkan bahwa senyawa edgeworoside c memiliki afinitas dan kekuatan ikatan paling baik terhadap reseptor alfa glukosidase dibandingkan senyawa uji lainnya. Edgeworoside c memiliki nilai konstanta dan energi bebas ikatan paling rendah, yaitu nilai energi bebas ikatan tersebut -8.91 kkal/mol dan nilai konstanta inhibisinya yaitu 0.29255 μ M, nilai konstanta inhibisi senyawa ini jauh lebih kecil dibandingkan ligan alami (akarbosa) yang nilai konstanta inhibisinya 6,86 μ M. Toksisitas senyawa kumarin berserta turunanya yang diuji pada penelitian ini berada pada kelas III, yang artinya pada konsentrasi yang tinggi tidak menjamin keamanan dalam penggunaanya dan tidak bersifat karsinogenik maupun mutagenik.
## Daftar Pustaka
[1] Bi H.M., J. P. Hu, F. Y. You, M. M. Gao, C. H. Dong, (2014), QSAR Studies of Biological Activity with Phenylpropyl Aldehyde Thiosemicarbazone Compounds, Asian Journal of Chemistry, 26, 18, 5947-5950.
[2] Darusman, F., & Fakih, T. M. (2020). Studi Interaksi Senyawa Turunan Saponin dari Daun Bidara Arab (Ziziphus spina-christi L.) sebagai Antiseptik Alami secara In Silico. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 7(3): 229−235.
[3] Gholamhoseinian, A., Hosein F., Fariba, S., & Mansour, M. (2008). T he Inhibitor effect of some Iranian plants extract on the alpha glucosidase . Iran. J. Of Basic Med Scie., 11(1), 1- 9.
[4] Hanbing Li, Yuanfa Yao, Linghuan Li., (2017). Coumarins as potential antidiabetic agents. Royal Pharmaceutical. Journal Of Pharmacy and Pharmacology, Volume 69: 101253- 1264, doi.org:10.1111/jphp/12774.
[5] Herman, L. L., Padala S. A., Ahmed I., Bashir K. (2021). Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEI) . Treasure Island: StatPearls Publishing.
[6] Lestari, Tresna. (2015). Jurnal Farmasi Indonesia. STIKes Bakti Tunas Husada.
Taksimalaya, 7(3).
[7] Lima, C. R., Vasconcelos, C. F. B., Costa Silva, J. H., Maranhão, C. A., Costa, J., Batista, T. M., Wanderley, A. G. (2012). Anti-diabetic activity of extract from Persea americana Mill. leaf via the activation of protein kinase B (PKB/Akt) in streptozotocin-induced diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology, 141(1), 517–525. https://doi.org/10.1016/j.jep.2012.03. 026.
[8] Lipinski C A, Lombardo F, Dominy B W, Feeney P J. (2001). Experimental and computational approaches to estimate solubility and permeability in drug discovery and development settings. Advance Drug Delivery Reviews. Rev.23, 3-25
[9] Liu, L., Deseo, M.A., Morris, C., Winter, K.M., Leach, D.N., 2011 . Investigation of a- glucosidase inhibitory activity of wheat bran and germ . Food Chem. 126 (2), 553–561.
[10] Mamadou, K., N’Goran, M. K., Eugene, K., Amani, B. K., Koffi, C., N’Guessan, A. R. Y., Henri, M. D.-K. (2016). Acute toxicity and hypoglycaemic activity of the leaf extracts of Persea americana Mill. (Lauraceae) in Wistar rats . African Journal of Pharmacy and
Pharmacology, 10(33), 690–698. https://doi.org/10.5897/ajpp2016.461
[11] Mukesh, B., Rakesh, K. (2001). Molecular Docking: a Review. International Journal of Research In Ayurveda & Pharmacy, 2(6): 1746-1751.
[12] Pangribowo, Supriyono. (2020). Infodatin Diabetes Melitus: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
[13] Perkeni. (2015). Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan endikronologi Indonesia.
[14] Soegondo, S. 2011. Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat hipoglikemik oral. Balai penerbit FKUI. Jakarta.
[15] Sunarti. (2017). Serat Pangan Dalam Penanganan Sindrom Metabolik . Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Van de Laar, F.A., Lucassen, P.L., Akkermans, R.P., Van Weel, C. (2005). α.-Glucosidase inhibitors for patients with type 2 diabetes . Diabetes Care, 28(1): 16.
[16] Sujana, D., Nurul, Hasbi Taobah R . (2019). Jurnal Review Aktivitas Antidiabetes dan Kandungan Senyawa Kimia dari Berbagai Bagian Tanaman Alpukat (Persea Americana) . Jurnal Medika Cendikia 6(01):76-81.
[17] Widyawati, T. (2017). Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees). Majalah Kedokteran Nusantara, 40(3):216-222.
[18] Xu Xue-Tao , Xu-Yang Deng, Jie Chen, Qi-Ming Liang, Kun Zhang, Dong-Li Li, Pan-Pan Wu, Xi Zheng, Ren-Ping Zhou, Zheng-Yun Jiang, Ai-Jun Ma, Wen-Hua Chen, Shao-Hua Wang. (2019). Synthesis and biological evaluation of coumarin derivatives as α- glucosidase inhibitors. European
Journal of Medicinal Chemistry 189.
doi:10.1016/j.ejmech.2019.112013.
|
8a572688-c271-430d-87ee-1487fbf3ca2f | https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/bits/article/download/1628/1105 |
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
## Klasifikasi Sentimen Masyarakat Terhadap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Menggunakan Text Mining Pada Twitter
Asdar Mustofa 1 , Rice Novita 2
Sains dan Teknologi, Sistem Informasi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Pekanbaru, Indonesia Email: 1 [email protected], 2 [email protected] Email Penulis Korespondensi: [email protected] Submitted: 08/06/2022 ; Accepted: 25/06/2022 ; Published : 30/06/2022
Abstrak− Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) saat ini menjadi suatu pandemi yang ada di dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 salah satunya kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM menjadi salah satu topik yang banyak dibicarakan di sosial media termasuk Twitter. Tweets di Twitter yang diberikan masyarakat terhadap kebijakan PPKM yang diselenggarakan memunculkan sentimen, jika diolah dengan baik dan benar dapat menjadi bahan evaluasi penerapan PPKM, maka perlu dilakukan klasifikasi sentimen masyarakat menggunakan text mining, pada penelitian ini menggunakan algoritma K-Nearest Neightbor (KNN) dan Naïve Bayes Classifier (NBC) dengan data dari ciutan Twitter selama penyelenggaran PPKM setahun terakhir dengan 3.516 data. Dimana didapatkan hasil akurasi bahwa algoritma NBC lebih baik daripada algoritma KNN dengan akurasi 79,67% berbanding 78,86%, didapatkan juga polaritas sentimen masyarakat terhadap PPKM dengan sentimen positif sebesar 36,83% dengan jumlah 1.295, sentimen netral tweets 54,15% dengan jumlah 1.902 tweets, dan sentimen negatif 9,02% dengan jumlah 317 tweets.
Kata Kunci: Covid-19; klasifikasi; text mining; PPKM; KNN; NBC; Twitter
Abstract −Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) is currently a pandemic in the world, including in Indonesia. Various policies have been carried out to break the chain of the spread of Covid-19, one of which is the government's policy of implementing Community Activity Restrictions (PPKM). PPKM is one of the most discussed topics on social media, including Twitter. Tweets on Twitter given by the public to the PPKM policy that was held to evaluate the implementation of PPKM, it is necessary to classify public sentiment using text mining, in this study using the K-Nearest Neighbor (KNN) and Naïve Bayes Classifier (NBC) algorithms with data from tweets. Twitter during the PPKM last year with 3,516 data. Where the results are that the NBC algorithm is better than the KNN algorithm with an accuracy of 79.67% compared to 78.86%, the polarity of public sentiment towards PPKM is also obtained with positive sentiment of 36.83% with a total of 1,295, neutral sentiment of tweets 54.15% with the number of 1,902 tweets, and 9.02% negative sentiment with a total of 317 tweets.
Keywords : Covid-19; classification; text mining; PPKM; KNN; NBC; Twitter
## 1. PENDAHULUAN
Sosial media merupakan sarana yang efektif serta efisien untuk berbagi informasi kepada masyarakat umum, sosial media juga dapat memberikan dampak yang signifikan baik pada perubahan negatif maupun positif, sehingga sosial media juga memungkinkan komunikasi terbuka dari latar belakang yang berbeda dengan pemangku kepentingan yang berbeda [1]. Masyarakat Indonesia terkenal sebagai pengguna paling aktif bermedia sosial di dunia [2]. Sosial media yang banyak digunakan dikalangan masyarakat dewasa ini oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah Twitter [3].
Twitter ialah salah satu contoh sosial media yang sedang popular saat ini, Twitter menggunakan konsep microblogging yang memiliki user lebih dari 500 juta dan 400 tweets setiap harinya [4]. Microblogging seperti Twitter digunakan secara publik untuk memberikan pendapat maupun melakukan penilaian mengenai segala hal dan mengunggah postingan dengan berbagai opini melalui tweets [5]. Pengguna Twitter saat ini seperti orang dewasa, remaja, dan bahkan anak-anak.
Kelebihan sosial media untuk mengkomunikasikan informasi terbaru maupun informasi penting, sosial media sangat berperan sebagai alur penyebaran informasi bagi masyarakat umum disegala bidang [6], sosial media bisa menjadi sistem sensor bagi masyarakat umum dengan menggunakannya. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan media sosial memiliki hashtag atau tagar tertentu, longitude , dan memberikan informasi lokasi dimana postingan tersebut dibuat. Salah satu yang menjadi banyak perbincangan di media sosial termasuk Twitter saat ini ialah mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang terapkan di seluruh kota di Indonesia.
Diselenggarakannya PPKM agar dapat membantu mengurangai laju dari kenaikan dari angka positif kasus Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) [7]. Sejak pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah telah menetapkan bermacam istilah untuk menghadapi Covid-19. Hingga bulan April 2020, pemerintah memakai setidaknya ada tujuh penamaan yang berbeda-beda. Mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dari sejak April 2020 hingga yang terbaru yaitu PPKM hingga Juli 2021 [8] . PPKM diterapkan berdasarkan Intruksi Mendagri No.15 Tahun 2021 mengenai PPKM Darurat Covid-19 [9]. Dengan diselenggarakannya PPKM ini berdampak pada kalangan masyarakat, seperti: tutupnya pusat-pusat pemberlanjaan (1), bangkrutnya para pedagang pasar (2), sulitnya kondisi hotel dan restoran (3), dan jatuhnya omzet pedagang kuliner (4) [10]. Hal ini menimbulkan opinin-opini masyarakat yang ada terhadap kebijakan yang diterapkan, menurut mereka pemberlakuan PPKM yang dilakukan mulai dari pusat sampai ke daerah malah menyengsarakan masyarakat dan dianggap tidak berdampak terhadap pengendalian Covid-19 [11].
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
Penerapan PPKM ini juga banyak memunculkan mural-mural dinding seperti, “Tuhan Aku Lapar”, “404: not found”, “Dipaksa sehat di negara yang sakit” [12]. Opini-Opini juga banyak disampaikan media sosial seperti pada cuitan tweets yang rata-rata mengandung teks. Hal-hal semaca ini seringkali disebut dengan sentimen. Jika diolah dengan baik dan benar, maka dapat menjadi suatu informasi yang bermanfaat. Data-data berbentuk teks tersebut dapat diolah menggunkan text mining yang mana sebagai teknik mengekstrak informasi dari sekumpulan data yang tidak terstruktur berkualitas tinggi serta diperoleh data-data masalah-masalah dalam teks topik terntentu [13].
Pada penelitian ini menerapkan dua algoritma klasifikasi yaitu K-Nearest Neighbor (KNN) dan Naïve Byaes Classifier (NBC). Algoritma ini metode klasifikasinya sangat sederhana dan sangat berguna untuk mengklasifikasikan data baru berdasarkan atribut dan pola pelatihan yang dihasilkan dari titik pelatihan yang paling dekat dengan titik pertanyaan [14] . Selanjutnya algoritma NBC merupakan algoritma klasifikasi statistik yang digunakan untuk memprediksi probabilitas anggota suatu kelas [15]. Kelebihan dari algoritma ini adalah pada dataset yang berukuran besar dapat mengurangi data noise [16] seperti data ciutan pada Twitter.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dkk (2019), penelitian ini melakukan pengklasifikasian opini masyarakat terhadap toko online menggunakan KNN dan PNN ( Probabilistic Neural Network ) pada Twitter. Didapatkan hasil akurasi yang menunjukkan KNN lebih baik dibandingkan PNN dimana KNN memiliki nilai akurasi lebih tertinggi yaitu 71,57% pada data Lazada dan 66,71% pada data Blibli dibandingkan dengan metode PNN yang bernilai akurasi sebesar 68,29% pada data Lazada dan 65,29% pada data Blibli [17]. Kemudian penelitian mengenai Analisis Sentimen Masyarakat Terhadapa PPKM Menggunakan Algoritma NBC pada software RStudio, dengan Hasil berupa hingga 99 sentimen positif, hingga 1% sentimen negatif, atau dapat dilihat dari hasil klasifikasi sentimen. Sebagian besar "tidak diketahui" atau tidak diketahui, dan dominan polaritas positif [18]. Kemudiaan penelitian mengenai Analisis Sentimen Masyarakat menggunkan Algoritma NBC dan Particle Swarm Optimization , dengan hasil akurasi sebesar 77,16% dari 302 data tweets [19]. Kemudian penelitani mengenai Sentimen Anallysis of User Review on Covid-19 Infomartion Application Using NBC, Support Vector Machine , and KNN didapatkan hasil diantaranya akurasi NBC lebih baik dibandingkan dengan KNN dengan akurasi 72,3% berbanding 59,1% [20]. Selanjutnya penelitian mengenai Penerapan Algoritma NBC dan PNN Untuk Klasifikasi Nasabah Bank Dalam Membayar Kredit, didapatkan hasil PNN memiliki nilai akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan NBC, 93,58% berbanding 89,90% [16].
Penelitian ini bertujuan mendapatkan sentimen masyarakat terhadap kebijakan PPKM dan dapat menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam penerapan kebijakan PPKM, serta mendapatkan hasil perbandingan algoritma KNN dan NBC dengan data yang didapatkan melalui crawling data Twitter dengan kata kunci “PPKM” selama setahun terakhir penyelenggaraan PPKM.
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun metodologi penelitian dalam penelitian ini secara garis besar terdiri dari 6 tahapan yang dilakukan. Berikut adalah tahap-tahap dalam penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1.
## Gambar 1. Metodologi Penelitian
Tahap awal pada penelitian ini dengan mengumpulkan data yang di dapat dengan metode crawling . Data yang di kumpulkan adalah data tweet pada Twitter dengan kata kunci “PPKM” dengan jumlah data yaitu 3.516 data. Selanjutnya dilakukan preprocessing data , karena data yang di dapatkan adalah data yang tidak terstruktur. Data yang sudah melalui tahapan preprocessing data selanjutnya dilakukan pelabelan untuk untuk menentukan sentimen, pelabelan ini dilakukan secara manual oleh tiga orang yaitu, Nuratika, S.Hum, M.Pd., Dina Hartanti Hermawan, S.Pd., dan Wahyudi, S.Pd.. Selanjutnya dilakukan pembobotan kata menggunakan Term Frequency-Invers Document Frequency (TF-IDF) untuk mendapatkan bobot nilai pada setiap kata. Pada proses klasifikasi pada penelitian ini menggunakan KNN dan NBC. Tahapan terakhir pada penelitian ini adalaah melakukan analisis hasil klasifikasi dari algoritma yang digunakan, mendapatkan visualisasi kata, dan hasil perbandingan algoritma.
## 2.1 Text Mining
Text mining ialah sebagai teknik mengekstrak informasi dari sekumpulan data tidak terstruktur berkualitas tinggi serta diperoleh data-data masalah-masalah dalam teks topik terntentu [13]. Text Mining dapat menemukan informasi penting dari sumber data dengan mengidentifikasi dan memeriksa pola tertentu [21].
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
## 2.2 Algoritma K-Nearest Neightbor (KNN)
KNN merupakan salah satu metode yang memakai algoritma supervised dengan hasil dari query instance yang baru diklasifasikan yang didapat dari data pembelajaran terdekat [22]. KNN termasuk dalam grup pembelajaran berbasis instans. Algoritma ini juga merupakan teknik pembelajaran yang malas. JST dapat dilakukan dengan mencari sekelompok k objek pada data training yang paling dekat dengan objek pada data testing atau data baru.
## 2.3 Algoritma Naïve Bayes Classifier (NBC)
NBC mempunyai tingkat akurasi yang tinggi, yaitu akurat, cepat, dan akurat ketika digunakan dalam database yang besar. Algoritma ini dapat mengklasifikasikan pohon keputusan dan jaringan saraf [23]. NBC menggunkan dua tahapan dalam proses klasifikasi, yaitu tahapan trainig dan tahapan classification . Pada tahapan classification , nilai kategori salah satu dokumen ditentukan didasarkan atas istilah-istilah yang muncul pada dokumen rahasia tersebut [24].
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dan diambil dari data tweets pada Twitter dengan jumlah data 3.516 data, pengambilan data pada Twitter dilakukan dengan teknik crawling menggunakan bahasa pemograman python versi 3.6.0.. Data yang digunakan yaitu data tweets dengan kata kunci yang dipakai yaitu “PPKM” dalam rentang waktu April 2021 sampai Desember 2021. Selanjutnya data tersebut akan di proses di preprocessing data sebelum diolah menggunakan algoritma Klasifikasi KNN dan NBC, karena data tersebut masih berbentuk data tidak terstruktur. Selanjutnya dilakukan pelabelan dan TF-IDF untuk memberikan bobot nilai pada data-data tersebut. Kemudian dilakukan klasifikasi menggunakan algoritma KNN dan NBC.
## 3.1 Data Awal
Pada tahapan ini, data penelitian yang digunakan adalah data tweets yang didapatkan dari crawling data tweets periode April 2021 sampai Desember 2021. Berikut adalah data awal yang digunakan, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Awal No username Tweet 1 dkijakarta (2/2) Jalankan terus protokol kesehatan 3M. Jangan keluar rumah bila tdk mendesak. Selalu gunakan masker dgn benar dan jaga jarak bila harus keluar rumah. Sering cuci tangan dgn sabun. Ingatkan sesama warga. #JagaJakarta #HadapiBersama #COVID19 #PSBBJakarta #PPKM https://t.co/ChBrZS7r36 2 dkijakarta
[TERBARU] Penanganan #COVID19 di Jakarta. (1/2) Update data tes
PCR/antigen, kasus dan vaksinasi DKI Jakarta 4 April 21. Strategi tes, lacak dan isolasi terus digencarkan untuk temukan sebanyaknya kasus positif agar tidak menularkan virus. #JagaJakarta #PSBBJakarta #PPKM https://t.co/9dgQoNr05U … … … 3515 pikobar_jabar Ketahui informasi pembagian #PPKM di wilayah Jabar berdasarkan level 2 dan 1 di #PikoData https://t.co/qsYrXdHOPA 3516 redaksisuma Polda Lampung mengingatkan para bupati dan wali kota menerapkan kebijakan PPKM Mikro untuk mencegah penyebaran covid-19. #poldalampung #ppkm #ppkmlampung #ppkmmikro #sumaid https://t.co/N7nrgwsZHh
## 3.2 Preprocessing
Pada tahapan preprocessing merupakan kegiatan untuk menyiapakan data mentah sebelum masuk ke proses selanjutnya . Preprocessing dapat dilakukan dengan menghapus data yang tidak terstruktur ( unsupervised) atau mengubahnya menjadi format suatu data yang lebih mudah untuk diolah atau diproses oleh sistem.
## 3.2.1 Case Folding
Case folding merupakan tahapan pertama dalam preprocessing, case folding dilakukan karenda data awal yang didapat masih beragam tidak hanya teks. Pada tahapan case folding dilakukan penghapusan semua karakter menjadi huruf dan mengubah semuag jenis teks maupun huruf menjadi huruf kecil. Hasil dari case folding dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Data Case Folding
No Tweet
1 (2/2) jalankan terus protokol kesehatan 3m. jangan keluar rumah bila tdk mendesak. selalu gunakan masker dgn benar dan jaga jarak bila harus keluar rumah. sering cuci tangan dgn sabun. ingatkan sesama warga. #jagajakarta #hadapibersama #covid19 #psbbjakarta #ppkm https://t.co/chbrzs7r36
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
2 [terbaru] penanganan #covid19 di jakarta. (1/2) update data tes pcr/antigen, kasus dan vaksinasi dki jakarta 4 april 21. strategi tes, lacak dan isolasi terus digencarkan untuk temukan sebanyaknya kasus positif agar tidak menularkan virus. #jagajakarta #psbbjakarta #ppkm https://t.co/9dgqonr05u
… …
3515 ketahui informasi pembagian #ppkm di wilayah jabar berdasarkan level 2 dan 1 di #pikodata https://t.co/qsyrxdhopa
3516 polda lampung mengingatkan para bupati dan wali kota menerapkan kebijakan ppkm mikro untuk mencegah penyebaran covid-19. #poldalampung #ppkm #ppkmlampung #ppkmmikro #sumaid https://t.co/n7nrgwszhh
## 3.2.2 Cleaning
Data tweets yang diproses dalam format teks terlebih dahulu melalui proses cleaning , dikarenakan pada data tweets dengan bahasa Indonesia masih banyak menggunaka simbol, kalimat maupun kata yang belum baku, angka, hashtag (#), link url, username maupun data kalimat yang duplicate . Hasil dari data cleaning dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Data Cleaning
No Tweet
1 jalankan terus protokol kesehatan m jangan keluar rumah bila tdk mendesak selalu gunakan masker dgn benar dan jaga jarak bila harus keluar rumah sering cuci tangan dgn sabun ingatkan sesama warga
2 terbaru penanganan di jakarta update data tes pcr antigen kasus dan vaksinasi dki jakarta april strategi tes lacak dan isolasi terus digencarkan untuk temukan sebanyaknya kasus positif agar tidak menularkan virus
… …
3515 ketahui informasi pembagian di wilayah jabar berdasarkan level dan di
3516 polda lampung mengingatkan para bupati dan wali kota menerapkan kebijakan ppkm mikro untuk mencegah penyebaran covid
3.2.3 Filtering
Filtering merupakan pengambilan kata-kata yang penting dari sebuah kalimat untuk membuang atau menghilangkan kata-kata atau kalimat tidak penting seperti tanda baca maupun stopword [25] . Daftar kata yang digunakan adalah stoplist yang berjumlah 758 stopwords . Beberapa stopword yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Kata Stopword No Stopword No Stopword No Stopword No Stopword 1 ada 6 akhiri 11 antaranya 16 atas 2 adalah 7 akhirnya 12 apa 17 atau 3 adanya 8 aku 13 apaan 18 ataukah 4 adapun 9 akulah 14 apabila … … 5 akhir 10 antara 15 asalkan 758 yang
Hasil dari preprocessing dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Preprocessing
No Tweet
1 jalankan protokol kesehatan m rumah tdk mendesak masker dgn jaga jarak rumah cuci tangan dgn sabun ingatkan warga
2 terbaru penanganan jakarta update data tes pcr antigen vaksinasi dki jakarta april strategi tes lacak isolasi digencarkan temukan sebanyaknya positif menularkan virus
…
…
3515 ketahui informasi pembagian wilayah jabar berdasarkan level 3516 polda lampung bupati wali kota menerapkan kebijakan ppkm mikro mencegah penyebaran covid
## 3.2.4 Stemming
Pada tahap stemming merupakan tahap menrubah kata yang berimbuhan menjadi akar kata. Pada tahap ini dilakukan dengan mencari akar kata pada setiap kata menggunakan modul sastrawi pada pyhton. Hasil dari stemming dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Stemming No Stemming
1 jalan protokol sehat m rumah tdk desak masker dgn jaga jarak rumah cuci tangan dgn sabun ingat warga
2 baru tangan jakarta update data tes pcr antigen vaksinasi dki jakarta april strategi tes lacak isolasi gencar temu banyak positif tular virus
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
…
…
3515 tahu informasi bagi wilayah jabar dasar level
3516 polda lampung bupati wali kota terap bijak ppkm mikro cegah sebar covid
## 3.3 Pelabelan
Data tweets tehadap PPKM yang tersedia adalah unsupervised data atau yang tidak berlabel. Sehingga diperlukan suatu metode untuk dilakaukan pelabelan pada data tweets tersebut. Pada penelitian ini dilakukan pelabelan data tweets terhadap PPKM dilakukan secara manual oleh tiga orang pakar, yaitu Nuratika, S.Hum, M.Pd., Dina Hartanti Hermawan, S.Pd., dan Wahyudi, S.Pd. Hasil dari pelabelan data tweets adalah pada kelas positif yaitu 1295 tweets, pada kelas netral yaitu 1904 tweets , dan pada kelas negatif yaitu 317 tweets . Berikut adalah hasil dari pelabelan data tweets terhadap PPKM dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 2.
Tabel 7. Hasil Pelabelan No Tweet Sentimen 1 jalankan terus protokol kesehatan m jangan keluar rumah bila tdk mendesak selalu gunakan masker dgn benar dan jaga jarak bila harus keluar rumah sering cuci tangan dgn sabun ingatkan sesama warga Positif 2 terbaru penanganan di jakarta update data tes pcr antigen kasus dan vaksinasi dki jakarta april strategi tes lacak dan isolasi terus digencarkan untuk temukan sebanyaknya kasus positif agar tidak menularkan virus Positif … … … 3515 ketahui informasi pembagian di wilayah jabar berdasarkan level dan di Positif 3516 polda lampung mengingatkan para bupati dan wali kota menerapkan kebijakan ppkm mikro untuk mencegah penyebaran covid Positif
Gambar 2. Pelabelan Sentimen
## 3.4 Algoritma K-Nearest Neightbor (KNN)
Pada penelitian ini digunakan 10 split K-Fold Cross Validation pada pembagian data training dan data testing untuk mengahasilkan sebuah akurasi yang akan dibentuk. Data yang digunakan berjumlah 3.516 data set dari data tweets . Setelah dibagi menjadi 10 k, maka nantinya akan dilakukan sebanyak enam kali percobaan menggunakan algoritma KNN dengan parameter K yang memiliki nilai berbeda-beda yaitu k = 5, k = 10, k = 25, k = 50, k = 100, dan k = 200. Hasil dari pembagian data training dan data testing menggunakan 10 K-Fold Cross Validation pada KNN dengan parameter k = 5, k = 10, k = 25, k = 50, k = 100, dan k = 200 dapat dilihat pada Gambar 3 dan Tabel 8.
Positif 36,83% Netral 54,15 Negatif 9,02% 88,00% 90,00% 92,00% 94,00% 96,00% 98,00% 100,00% K- 1 K- 2 K- 3
K- 4 K- 5 K- 6 K- 7 K- 8 K- 9 K- 10 K = 5 K = 10 K = 25 K = 50 K = 100 K = 200
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
Tabel 8. Hasil dari Pembagian Data Training dengan K-Fold Cross Validation pada NBC K-Fold Parameter K K = 5 K = 10 K = 25 K = 50 K = 100 K = 200 K- 1 69,63% 68,82% 67,61% 67,20% 65,99% 65,99% K- 2 78,86% 78,45% 78,04% 78,04% 79,67% 78,04% K- 3 62,19% 67,88% 66,66% 68,29% 66,66% 67,07% K- 4 53,25% 48,37% 45,93% 39,83% 42,68% 42,27% K- 5 55,28% 58,53% 56,91% 56,50% 58,13% 58,13% K- 6 61,78% 69,10% 66,26% 68,69% 69,10% 69,10% K- 7 62,60% 62,60% 65,44% 67,07% 67,47% 64,47% K- 8 41,05% 44,71% 66,66% 67,88% 67,88% 67,88% K- 9 62,19% 65,44% 63,82% 66,66% 66,26% 66,66% K- 10 72,35% 67,47% 69,10% 69,51% 68,69% 68,69% Nilai Max 78,86% 78,45% 78,04% 78,04% 79,67% 78,04%
Berdasarkan dari Gambar 3 dan Tabel 8 dapat disimpulkan hasil percobaan tertinggi berada pada Parameter k = 10 di split K-4 dengan nilai akurasi sebesar 98,64%.
## 3.5 Algoritma Naïve Bayes Classifier (NBC)
Pada penelitian ini pengujian 10 K-Fold Cross Validation pada NBC menggunakan 3.516 data set dari data tweets , pembagian data dibagi menjadi data training dan data testing . Dengan mengulang k-kali secara random untuk dibagi menjadi k himpunan bagian yang paling bebas dengan mengulang k-kali, setiap perulangan dibagi menjadi himpunan pelatihan dan himpunan. Hasil dari pembagian data training dan data testing menggunakan 10 K-Fold Cross Validation pada NBC dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil dari Pembagian Data Trainging dengan K-Fold Cross Validation pada NBC K-Fold Akurasi K-1 70,85% K-2 78,86% K-3 71,13% K-4 45,52% K-5 56,09% K-6 67,07% K-7 62,19% K-8 65,04% K-9 70,32% K-10 70,73% Nilai Max 78,86%
Berdasarkan dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa hasil percobaan tertinggi berada pada split K-3 dengan nilai akurasi sebesar 78,86%.
3.6 Analisis dan Hasil Klasifikasi
## 3.6.1 Perbandingan Akurasi
Percobaan pembagian data menggunakan metode 10 K-Fold Cross Validation , didapatkan hasil perbandingan akurasi antara KNN dan NBC terhadap data t weets . Dimana hasil akurasi dari KNN lebih baik dibandingkan dengan NBC, KNN dengan akurasi sebesar 79,67% berbanding 78,86 %. Perbandingan akurasi KNN dan NBC dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Hasil Perbandingan Akurasi KNN dan NBC
79,67% 78,86%
NBC
## Perbandingan Akurasi KNN dan NBC
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
## 3.6.2 Visualisasi Kata
Berikut merupakan hasil dari visualisasi kata dengan memanfaatkan suatu situs web wordclouds yaitu https://wordart.com/ . Kemunculan kata dengan 3 frekuensi tertinggi pada data tweets mengenai PPKM yaitu “Ppkm”, “Level”, dan “Mikro Hasil visualisasi kata pada data tweets mengenai PPKM dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Visualisai Semua Kata
a. Visualisasi Kata Positif
Kemunculan kata dengan 3 frekuensi tertinggi pada opini netral pada data tweets mengenai PPKM yaitu “Ppkm”, “Level”, dan “Panjang”. Hasil visualisasi kata pada data tweets mengenai PPKM dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Visualisai Opini Positif
## b. Visualisasi Kata Negatif
Kemunculan kata dengan 3 frekuensi tertinggi pada opini negatif pada data tweets mengenai PPKM yaitu “Ppkm”, “Covid”, dan “Panjang”. Hasil visualisasi kata pada data tweets mengenai PPKM dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Visualisai Opini Negatif
## c. Visualisasi Kata Netral
Kemunculan kata dengan 3 frekuensi tertinggi pada opini netral pada data tweets mengenai PPKM yaitu “Ppkm”, “Level”, dan “Panjang”. Hasil visualisasi kata pada data tweets mengenai PPKM dapat dilihat pada Gambar 8.
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan dari rangkaian setiap tahapan yang dilakukan menggunkan bahasa python pada data tweets pada Twitter dengan jumlah 3.516 data mengenai tanggapan masyarakat terhadap kebijakan PPKM, diperoleh hasil yaitu perbandingan akurasi antara NBC dan KNN dengan akurasi terbaik yaitu KNN 79,67% sedangakan NBC 78,86% dengan pembagian data menggunakan 10 K-Fold Cross Validation. Selanjutnya didapatkan polaritas sentimen masyarakat terhadap PPKM dengan sentimen positif sebesar 36,83% dengan jumlah 1.295, sentimen netral tweets 54,15% dengan jumlah 1.902 tweets , dan sentimen negatif 9,02% dengan jumlah 317 tweets . Didapatkan juga kemunculan kata dengan 3 frekuensi tertinggi yaitu “Covid”, “Masyarakat”, dan “Kota”. Pada kelas positif kemunculan kata dengan 3 frekuensi kata tertinggi yaitu “Ppkm”, “Kota”, dan “Covid”. Pada kelas netral kemunculan kata dengan 3 frekuensi kata tertinggi yaitu “Ppkm”, “Level”, dan “Panjang”. Pada kelas negatif kemunculan kata dengan 3 frekuensi kata tertinggi yaitu “Ppkm”, “Covid”, dan “Panjang”.
## REFERENCES
[1] D. R. Rahadi, “Perilaku Pengguna Dan Informasi Hoax Di Media Sosial,” Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, vol. 5, no. 1, pp. 58–70, 2017, doi: 10.26905/jmdk.v5i1.1342.
[2] Liputan6, “Jumlah Pengguna Instagram dan Facebook Indonesia Terbesar ke-4 di Dunia - Tekno Liputan6.com,” 2019. https://www.liputan6.com/tekno/read/3998624/jumlah-pengguna-instagram-dan-facebook-indonesia-terbesar-ke-4-di-dunia (accessed Nov. 10, 2021).
[3] suara.com, “Jumlah Pengguna Media Sosial Indonesia Capai 191,4 Juta per 2022 - Bagian 2.” https://www.suara.com/tekno/2022/02/23/191809/jumlah-pengguna-media-sosial-indonesia-capai-1914-juta-per- 2022?page=2 (accessed Feb. 27, 2022).
[4] M. S. Hadna, P. I. Santosa, and W. W. Winarno, “Studi Literatur Tentang Perbandingan Metode Untuk Proses Analisis Sentimen Di Twitter,” Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi, vol. 2016, no. Sentika, pp. 57–64, 2016.
[5] Hartanto, “Text Mining Dan Sentimen Analisis Twitter Pada Gerakan Lgbt,” Intuisi : Jurnal Psikologi Ilmiah, vol. 9, no. 1, pp. 18–25, 2017, doi: 10.15294/intuisi.v9i1.9561.
[6] Y. Fitriani, “Analisis Pemanfaatan Berbagai Media Sosial sebagai Sarana Penyebaran Informasi bagi Masyarakat,” Paradigma - Jurnal Komputer dan Informatika, vol. 19, no. 2, p. 152, 2017.
[7] Tribunnews.com, “Apa Itu PPKM? Simak Penjelasannya dan Ini Rincian Lengkap Aturannya,” 2021. https://www.tribunnews.com/corona/2021/07/12/apa-itu-ppkm-simak-penjelasannya-dan-ini-rincian-lengkap-aturannya (accessed Nov. 10, 2021).
[8] Nasional Tempo.co, “Gonta-ganti Istilah Penanganan Covid-19: PSBB Hingga Terkini PPKM Level 4 ,” 2021. https://nasional.tempo.co/read/1486390/gonta-ganti-istilah-penanganan-covid-19-psbb-hingga-terkini-ppkm-level- 4/fullview=ok (accessed Nov. 10, 2021).
[9] H. Y. P. Sibuea, “Penegakan Hukum Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa dan Bali,” Info Singkat, vol. XIII, pp. 1–6, 2021.
[10] detikFinance, “Begini Pahitnya Dampak dari PPKM Darurat - Halaman 2,” 2021. https://finance.detik.com/berita-ekonomi- bisnis/d-5648999/begini-pahitnya-dampak-dari-ppkm-darurat/2 (accessed Nov. 10, 2021).
[11] Top Jabar, “Demo Tolak PPKM: Si Miskin Teriak Lapar, Si Kaya Teriak Prokes,” 2021. https://topjabar.co/2021/07/21/demo-tolak-ppkm-si-miskin-teriak-lapar-si-kaya-teriak-prokes/peristiwa/30543/ (accessed Nov. 10, 2021).
[12] JawaPos.com, “Graffiti dan Mural: Curahan Hati Rakyat tentang PPKM,” 2021.
https://radarbanyuwangi.jawapos.com/kolom/27/08/2021/graffiti-dan-mural-curahan-hati-rakyat-tentang-ppkm (accessed Nov. 29, 2021).
[13] F. Ratnawati, “Implementasi Algoritma Naive Bayes Terhadap Analisis Sentimen Opini Film Pada Twitter,” INOVTEK Polbeng - Seri Informatika, vol. 3, no. 1, p. 50, 2018, doi: 10.35314/isi.v3i1.335.
[14] G. N. Bagaskoro, M. A. Fauzi, and P. P. Adikara, “Penerapan Klasifikasi Tweets Pada Berita Twitter Menggunakan Metode K-Nearest Neighbor Dan Query Expansion Berbasis Distributional Semantic,” Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, vol. 2, no. 10, pp. 3849–3855, 2018.
[15] A. Tarigan, E. Wahyudi, and J. Adhiva, “Klasifikasi Status Kesejahteraan Rumah Tangga di Kabupaten Siak Menggunakan Algoritma Naive Bayes Classifier,” Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 11, no. November, pp. 187–196, 2019.
[16] T. Qurahman, “Klasifikasi Nasabah DAlam Membayar Kredit Bank Menggunakan Algoritma Naive Bayes Classifier dan Probabilistic Neural Network,” Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2019.
[17] A. Hidayat, Mustakim, M. Z. Fauzi, and I. Syukra, “Implementasi Algoritma K-Nearest Neighbor dan Probabilistic Neural Network untuk Analisis Opini Masyarakat Terhadap Toko Online di Indonesia,” Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI) 11, no. November, pp. 254–261, 2019.
[18] T. Krisdiyanto, “Analisis Sentimen Opini Masyarakat Indonesia Terhadap Kebijakan PPKM pada Media Sosial Twitter Menggunakan Naïve Bayes Clasifiers,” Jurnal CoreIT: Jurnal Hasil Penelitian Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, vol. 7, no. 1, pp. 32–37, 2021.
[19] S. D. Pramukti, A. Nugroho, and A. S. Sunge, “Analisis Sentimen Masyarakat Dengan Metode Naïve Bayes dan Particle Swarm Optimization,” Techno.Com, vol. 21, no. 1, pp. 61–74, 2022, doi: 10.33633/tc.v21i1.5332.
[20] A. Salma and W. Silfianti, “Sentiment Analysis of User Reviews on COVID-19 Information Applications Using Naive Bayes Classifier , Support Vector Machine , and K-Nearest Neighbor,” vol. 6, no. 4, pp. 158–162, 2021.
[21] J. A. Pratama, Y. Suprijadi, and Z. Zulhanif, “The Analisis Sentimen Sosial Media Twitter Dengan Algoritma Machine Learning Menggunakan Software R,” Jurnal Fourier, 2017, doi: 10.14421/fourier.2017.62.85-89.
## Building of Informatics, Technology and Science (BITS)
Volume 4, No 1, Juni 2022 Page: 200 − 208 ISSN 2684-8910 (media cetak) ISSN 2685-3310 (media online) DOI 10.47065/bits.v4i1.1628
[22] N. D. Mentari, M. A. Fauzi, and L. Muflikhah, “Analisis Sentimen Kurikulum 2013 Pada Sosial Media Twitter Menggunakan Metode K-Nearest Neighbor dan Feature Selection Query Expansion Ranking,” Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, vol. 2, no. 8, pp. 2739–2743, 2018.
[23] W. Muslehatin, M. Ibnu, and Mustakim, “Penerapan Naïve Bayes Classification untuk Klasifikasi Tingkat Kemungkinan Obesitas Mahasiswa Sistem Informasi UIN Suska Riau,” Seminar Nasional Teknologi Informasi, Komunikasi dan Industri (SNTIKI), pp. 250–256, 2017.
[24] I. M. B. S. Darma, R. S. Perdana, and Indriati, “Penerapan Sentimen Analisis Acara Televisi Pada Twitter Menggunakan Support Vector Machine dan Algoritma Genetika sebagai Metode Seleksi Fitur,” Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2018.
[25] W. Gata, “Akurasi Text Mining Menggunakan Algoritma K-Nearest Neighbour pada Data Content Berita SMS,” vol. 6, pp. 1–13, 2017.
|
65812a08-2e84-4364-be69-5dab95ba9c54 | https://cdkjournal.com/index.php/cdk/article/download/628/590 |
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
## Akreditasi PP IAI–2 SKP
[email protected]
## Tinjauan atas Glucagon-like Peptide-1 Receptor Agonist
## Johan Indra Lukito
Medical Department, PT. Kalbe Farma Tbk. Jakarta, Indonesia
## ABSTRAK
GLP-1 receptor agonist secara struktur mirip hormon alami GLP-1 yang memiliki efek incretin , namun degradasinya dapat dicegah oleh DPP-4. Saat ini terdapat 8 jenis yang terdiri dari exenatide, exenatide ER, liraglutide, albiglutide, dulaglutide, lixisenatide, semaglutide injeksi, dan semaglitode oral. GLP-1 receptor agonist merupakan pilihan pengobatan DM tipe 2 baik sebagai tambahan maupun monoterapi.
Kata kunci: Diabetes , glucagon-like peptide-1 receptor agonist, incretin .
## ABSTRACT
The GLP-1 receptor agonist is structurally similar to the natural hormone GLP-1 which has an incretin effect but prevented from breakdown by DPP-4. There are currently 8 types of GLP-1: exenatide, exenatide ER, liraglutide, albiglutide, dulaglutide, lixisenatide, injection semaglutide, and oral semaglutide. GLP-1 receptor agonist is an option for the treatment of type 2 DM both as adjunctive and as monotherapy. Johan Indra Lukito. Review on Glucagon-like Peptide-1 Receptor Agonist
Keywords: Diabetes, glucagon-like peptide-1 receptor agonist, incretin.
## PENDAHULUAN
Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) ditandai dengan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin yang mengarah pada terjadinya hiperglikemia. 1,2 Resistensi insulin berkorelasi kuat dengan obesitas. 1,3 Pencegahan hipoglikemia merupakan tantangan signifikan dalam pengobatan diabetes, terutama pengobatan dengan sulfonylurea dan insulin. 1,2 Efek samping lain terkait pengobatan diabetes adalah peningkatan berat badan pada penggunaan sebagian besar obat antidiabetes, termasuk sulfonylurea , insulin, dan thiazolidinedione , sehingga efikasi obat tersebut menjadi terbatas. 1,2
Biaya juga merupakan pertimbangan penting dalam memilih obat antidiabetes. 1,3 Glucagon- like peptide-1 (GLP-1) receptor agonist umumnya merupakan obat antidiabetes yang paling mahal; obat antidiabetes membutuhkan biaya signifikan (12% seluruh biaya perawatan diabetes), tetapi biaya untuk
mengobati komplikasi diabetes (18%) dan perawatan rawat inap terkait diabetes (43%) lebih tinggi. 3 Oleh karena itu, biaya akan lebih efektif jika diabetes dapat terkendali baik. 1,3
Pengobatan yang meniru pola normal sekresi insulin fase pertama berkorelasi dengan perbaikan toleransi glukosa. 1,5,6
## GLP-1 Receptor Agonist
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan hormon alami yang memiliki efek incretin . 1,7 Efek incretin adalah respons untuk melepaskan lebih banyak insulin karena kadar glukosa yang tinggi setelah makan. Pasien DMT2 memiliki efek incretin menurun, diduga karena penurunan kadar GLP-1 aktif. 7 Bukti menunjukkan bahwa GLP-1 mengatur ekspresi gen sel beta dengan menghambat apoptosis sel beta, mencegah glukolipotoksisitas pada sel beta, meningkatkan fungsi sel beta, menekan pelepasan glukagon dan pembentukan glukosa hepatik,
memperlambat pengosongan lambung dan sekresi asam, sehingga mengurangi nafsu makan dan berkontribusi terhadap penurunan berat badan. 7
GLP-1 terdegradasi oleh dipeptidyl peptidase -4 (DPP-4) sehingga waktu paruhnya lebih pendek. Sebagai obat, GLP-1 memiliki waktu paruh sangat singkat sehingga memerlukan infus berkelanjutan. Oleh karena itu, dikembangkan GLP-1 receptor agonist yang secara struktur memiliki manfaat mirip hormon alami GLP-1 tetapi degradasinya oleh DPP-4 dapat dicegah. 1,7,8
## Exenatide
Exenatide merupakan derivat sintetik exendin -4. 1,16 Exendin -4 (EX-4) merupakan mimetik hormon peptida incretin yang memiliki efek kerja seperti GLP-1. EX-4 disekresikan dalam air liur kadal Gila Monster ( Heloderma suspectum ). EX-4 diperkirakan berfungsi mengaktifkan pankreas kadal
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
tersebut. Exenatide dan EX-4 berbagi 53 persen urutan asam amino. 16 Pada tahun 2005, exenatide merupakan GLP-1 RA pertama yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat untuk pengobatan DM tipe 2. 1,16 Exenatide memiliki durasi kerja lebih lama dan berpotensi menurunkan glukosa lebih dari 1000 kali lipat dibandingkan GLP-1. 1 Exenatide telah terbukti merangsang produksi insulin sebagai respons terhadap konsentrasi glukosa darah, menghambat pelepasan glukagon postprandial , memperlambat pengosongan lambung, memperlambat penyerapan nutrisi, dan mengurangi nafsu makan. 1 Juga ditemukan dapat mencetuskan proliferasi sel beta dan neogenesis sel beta dari sel prekursor. 1,16
Exenatide diteliti dalam uji klinis fase 3 AMIGO I, II, dan III. 17,18 Dalam ketiga uji klinis tersebut, pasien melanjutkan terapi sebelumnya (dengan metformin saja, sulfonylurea saja, atau kombinasi keduanya) ditambah exenatide atau plasebo. Kelompok exenatide menunjukkan penurunan konsentrasi postprandial plasma glucose (PPG) dan HbA1c yang signifikan dibandingkan kelompok plasebo. Mual merupakan efek samping yang paling umum, lebih sering di kelompok exenatide dibandingkan di kelompok plasebo. Tingkat hipoglikemia pada AMIGO I, yang mencakup pasien yang telah menerima metformin , adalah sama antara kelompok exenatide dan plasebo; Namun, dalam studi AMIGO III,
yang mencakup pasien yang telah menerima terapi kombinasi sulfonylurea dan metformin , kelompok 10 mcg exenatide mengalami peningkatan kejadian hipoglikemia (28% vs 13% kelompok plasebo). Tidak ditemukan perubahan denyut jantung, tekanan darah, dan elektrokardiogram. 1,17,18
Buse, dkk. 19 membandingkan exenatide 5 mcg dua kali sehari selama 4 minggu dilanjutkan 10 mcg dua kali sehari setelahnya dengan plasebo pada pasien yang menerima insulin glargine . Insulin glargine dititrasi untuk mencapai kadar glukosa darah puasa <100 mg/dL. Studi ini menunjukkan penurunan HbA1c sebesar 1,74% dengan exenatide vs 1,04% dengan plasebo. Tidak ada peningkatan kejadian hipoglikemia atau penambahan berat badan yang signifikan. Serupa dengan uji AMIGO, exenatide dikaitkan dengan kejadian mual (41% vs 8%) dan muntah lebih banyak (18% vs 4%) dibandingkan kelompok plasebo. 19
## Exenatide ER
Exenatide extended-release (ER) injeksi 2 mg sekali seminggu disetujui FDA pada tahun 2012 sebagai terapi tambahan atau monoterapi pada pasien DMT2. 1 Exenatide ER mencapai tingkat terapeutik setelah 2 minggu dan setelah 6 minggu mencapai konsentrasi maksimum yang lebih tinggi daripada yang dicapai dengan injeksi tunggal exenatide 10 mcg. 1,20
Exenatide ER diteliti dalam uji klinis fase 3 DURATION 1 hingga 6. 1,21-28 Uji DURATION 1 dan 5 membandingkan exenatide dua kali sehari dengan exenatide ER, menunjukkan bahwa exenatide ER menurunkan HbA1c lebih besar dan kontrol glukosa lebih baik dibandingkan exenatide dua kali sehari. 21-27 DURATION 2 dan 4 membandingkan exenatide ER dengan obat antidiabetes oral lain, termasuk pioglitazone , sitagliptin , dan metformin , menunjukkan efikasi yang sebanding dalam menurunkan HbA1c dan exenatide ER secara signifikan menurunkan berat badan. 22,24
Exenatide dikaitkan dengan peningkatan efek samping gastrointestinal (GI), termasuk mual, muntah, dan diare. 1,22-28 Kejadian mual paling menonjol selama beberapa minggu pertama terapi dan diminimalkan dengan titrasi dosis bertahap. Dalam DURATION 2 dan 4, tidak ada perbedaan signifikan tingkat hipoglikemia antara exenatide ER dan metformin , pioglitazone , atau sitagliptin . 22,24 DURATION-3 menunjukkan kejadian hipoglikemik di exenatide ER 3 kali lebih sedikit dibandingkan di kelompok insulin glargine . 23
Pruritus ringan pada lokasi injeksi timbul lebih sering dengan exenatide ER, tetapi mereda seiring berlanjutnya pengobatan. Meskipun ada kekhawatiran adanya hubungan exenatide dan GLP-1 receptor agonist lain dengan peningkatan risiko pankreatitis, hal ini tidak ditemukan dalam uji DURATION. 1,20-28
Tabel. Jenis GLP-1 receptor agonist 9-15 Kandungan Sediaan Dosis Frekuensi Pemberian Exenatide 5 mcg/dosis, 60 dosis, 1,2 mL prefilled pen
10 mcg/ dosis, 60 dosis, 2,4 mL prefilled pen 5 mcg (selama 1 bulan pertama) → dilanjutkan 5-10 mcg 2x/hari a.c Exenatide ER 2 mg single-dose dual chamber pen 2 mg Bcise autoinjector 2 mg 1x/minggu Liraglutide Disposable, pre-filled, multi-dose pens (0,6 mg, 1,2 mg, atau 1,8 mg) (6 mg/mL, 3 mL) 0,6 mg (1 minggu pertama) → 1,2 mg → 1,8 mg (max) 1x/hari,kapan saja Lixisenatide 50 mcg/mL, 3 mL, prefilled pen (14 dosis; 10 mcg/dosis)
100 mcg/mL, 3 mL prefilled pen (14 dosis; 20 mcg/dosis) 10 mcg (14 hari) → 20 mcg 1x/hari a.c Albiglutide 30 mg single-dose pen 50 mg single-dose pen 30 mg 50 mg 1x/minggu Dulaglutide 0,75 mg/0,5 mL single-dose pen 1,5 mg/0,5 mL single-dose pen 0,75 mg → 1,5 mg 1x/minggu Semaglutide Pre-filled, disposable pen (1.34 mg/mL) dengan takaran dosis : 0,25 mg atau 0,5 mg 1 mg 0,25 mg (4 minggu) 0,5 mg (min. 4 minggu) → 1 mg (maks.) 1x/minggu Semaglutide Tablet 3 mg
7 mg
14 mg
Awal: 3 mg (30 hari) → 7 mg (30 hari) → 14 mg (jika diperlukan) CATATAN:
Tidak dianjurkan meminum dua tablet 7 mg untuk mencapai dosis 14 mg Dosis 3 mg dimaksudkan untuk memulai pengobatan dan tidak efektif untuk kontrol glikemik 1x/hari
ER: extended release; a.c: sebelum makan.
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
Liraglutide Liraglutide adalah GLP-1 receptor agonist kedua yang disetujui FDA pada tahun 2009 untuk pengobatan diabetes tipe 2. 1,29 Pada Liraglutide Effect and Action in Diabetes (LEAD) yang terdiri dari 6 uji klinis fase 3, liraglutide dikaitkan dengan penurunan signifikan kadar HbA1c, tekanan darah, glukosa plasma puasa ( fasting plasma glucose /FPG), dan kadar PPG. 30-36 Liraglutide lebih unggul daripada insulin glargine dan exenatide dua kali sehari dalam menurunkan HbA1c. Penurunan berat badan serupa antara kelompok liraglutide dan exenatide , penurunan berat badan lebih besar terlihat dengan liraglutide dibandingkan dengan insulin glargine . 1,30-36
Uji klinik LEAD 30-36 menunjukkan liraglutide memiliki risiko rendah hipoglikemia dan secara signifikan lebih rendah dibandingkan sulfonylurea atau exenatide dua kali sehari. Seperti exenatide , liraglutide dikaitkan dengan peningkatan efek samping GI, termasuk mual dan muntah, umumnya ringan dan sementara. Secara umum, efek samping GI dapat dikelola dengan memulai dari dosis liraglutide yang lebih rendah dan kemudian secara bertahap ditingkatkan. Liraglutide terkait dengan pembentukan antibodi yang lebih rendah daripada exenatide , mungkin karena urutan asam amino yang lebih mirip (97%) dengan GLP-1 manusia. 1,30-36
Terdapat beberapa laporan kasus pankreatitis terkait liraglutide . Studi pada tikus menunjukkan bahwa liraglutide menginduksi proliferasi sel C, karsinoma, dan adenoma tiroid meduler melalui aktivasi GLP-1 receptor agonist serta pelepasan kalsitonin, namun pola ini tidak terlihat pada manusia. Studi tindak lanjut tidak meyakinkan hubungan sebab-akibat antara liraglutide dan pankreatitis, karena pasien DMT2 sudah mengalami peningkatan risiko 3 kali lipat untuk pankreatitis. 37 Dalam uji klinik LEADER, terapi liraglutide selama 3,5 tahun dikaitkan dengan penurunan gangguan kardiovaskuler sebesar 23%, penurunan mortalitas kardiovaskuler sebesar 22%, dan penurunan tingkat mortalitas akibat semua penyebab sebesar 15%. 1,38
## Albiglutide
Albiglutide disetujui FDA pada 2014 sebagai pengobatan tambahan diabetes. 39 Albiglutide 97% homolog dengan urutan asam amino GLP 1. Substitusi asam amino tunggal (alanin
menjadi glisin) menjadikan albiglutide resisten terhadap degradasi protein yang dimediasi DPP-4 sehingga menghasilkan waktu paruh yang lebih lama. 1,39
Albiglutide diteliti dalam uji klinis fase 3 HARMONY, yang terdiri dari 8 uji klinik. 40-47 HARMONY-2 menunjukkan keunggulan monoterapi albiglutide bersama diet dan olahraga dalam kontrol glikemik. 41 Dalam HARMONY-3, terapi add-on albiglutide sekali tiap minggu non-inferior dengan sitagliptin sekali sehari dan glimepiride sekali sehari dalam menurunkan kadar HbA1c pada pasien yang tidak terkontrol dengan metformin saja. 42 Uji HARMONY-4 dan -6 menunjukkan bahwa albiglutide non-inferior dengan terapi insulin pada pasien yang tidak terkontrol dengan terapi antidiabetes oral. 43,45 Namun, uji HARMONY-5 menunjukkan albiglutide lebih inferior dibanding pioglitazone dalam penurunan HbA1c. 44 Uji HARMONY-8 mengungkapkan bahwa albiglutide lebih superior daripada sitagliptin pada pasien dengan dan tanpa gangguan ginjal. 47
Penggunaan albiglutide menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dalam semua uji klinik dibandingkan sitagliptin , glimepiride , pioglitazone , dan terapi insulin, meskipun ditemukan lebih banyak efek samping GI. Di semua uji klinik tidak ada perbedaan signifikan dalam insidens hipoglikemia, kecuali pada pasien dengan gangguan ginjal yang menggunakan albiglutide dan sulfonylurea . 1,40-47
## Dulaglutide
Dulaglutide disetujui FDA pada tahun 2014 sebagai terapi tambahan bersama diet dan olahraga untuk meningkatkan kontrol glikemik pada pasien DMT2. 48 Dulaglutide terdiri dari 2 rantai peptida analog GLP-1 yang sekitar 90% homolog dengan GLP-1 manusia yang terhubung dengan rantai berat imunoglobulin (Ig) G4. Perubahan analog GLP-1 memberikan perlindungan terhadap degradasi oleh DPP-4, meningkatkan kelarutan, dan mengurangi imunogenisitas. Penambahan IgG4 meningkatkan ukuran protein, yang membantu mengurangi laju bersihan ginjal, dan fragmen Fc dari IgG4 mencegah pembentukan antibodi sehingga makin mengurangi potensi sitotoksisitas imunologis. 1,48
Dulaglutide telah diteliti dalam uji klinik fase 3 AWARD. 1,49-55 Uji klinik ini menunjukkan bahwa dosis 1,5 mg dulaglutide sekali seminggu lebih baik daripada metformin , insulin glargine , dan sitagliptin dalam menurunkan kadar HbA1c, sedangkan dosis 0,75 mg dulaglutide non-inferior dengan obat-obat antidiabetes tersebut. Pasien dalam uji klinik ini mengalami penurunan berat badan yang lebih besar dengan dosis 1,5 mg dan 0,75 mg dulaglutide dibandingkan obat-obat antidiabetes tersebut. Pasien pengguna dulaglutide dan insulin secara bersamaan mengalami peningkatan berat badan lebih rendah atau penurunan berat badan secara keseluruhan dibandingkan pasien yang mendapat plasebo. 1,49-55 Pada uji klinik AWARD-6, pasien yang mendapat liraglutide 1,8 mg mengalami penurunan berat badan yang lebih besar daripada mereka yang menerima dulaglutide 1,5 mg. 54
Serupa dengan GLP-1 receptor agonist lainnya, efek samping GI paling sering dilaporkan pada penggunaan dulaglutide mencakup mual, muntah, dan diare yang umumnya ringan hingga sedang, Insidensnya memuncak pada 2 minggu terapi dan dengan cepat menurun pada 4 minggu berikutnya. 1 Sebagian besar efek samping dilaporkan selama 2 sampai 3 hari pertama setelah dosis awal dan menurun pada dosis berikutnya. Kejadian hipoglikemia tidak umum pada pasien pengguna dulaglutide , dan lebih jarang dibandingkan pasien yang mendapat terapi insulin, seperti yang ditunjukkan pada AWARD-2 dan -4. 52- 53 Namun, uji klinik AWARD-8 menunjukkan bahwa kejadian hipoglikemik dilaporkan signifikan lebih banyak pada penggunaan dulaglutide bersamaan dengan sulfonylurea dibandingkan dengan plasebo. 55
Dalam aspek keamanan terhadap pankreas, 4 kejadian pankreatitis akut dilaporkan pada pasien pengguna dulaglutide selama uji klinik AWARD (3 pasien mendapat dulaglutide 1,5 mg dan 1 pasien mendapat dosis 0,75 mg). Didapatkan peningkatan kadar amilase dan lipase rata-rata 14% hingga 20% pada pasien yang mendapat dulaglutide . 1,49-55 Namun, kejadian ini tidak dapat memprediksi pankreatitis akut. Hanya 1 kasus karsinoma tiroid meduler yang dilaporkan pada uji klinik AWARD-5, dengan catatan ini merupakan kasus yang sudah ada sebelumnya. 1,53
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
Lixisenatide
Lixisenatide disetujui oleh FDA pada Juli 2016 untuk pengobatan diabetes tipe 2 pada orang dewasa. 56 Lixisenatide dirancang dengan modifikasi terminal-C dengan 6 residu lisin dan delesi 1 prolin, sehingga tahan terhadap degradasi oleh DPP-4. Lixisenatide diekskresikan melalui ginjal dengan waktu paruh 2 hingga 4 jam. Meskipun waktu paruhnya singkat, dosis sekali sehari cukup karena afinitas pengikatan yang kuat terhadap reseptor GLP-1. Tidak ada perbedaan klinis yang relevan dalam tingkat penyerapan jika lixisenatide disuntikkan di perut, paha, atau lengan. Dosis 5 mcg, 10 mcg, dan 20 mcg lixisenatide mencapai konsentrasi puncak antara 1 dan 2 jam. Berdasarkan hasil uji praklinik bahwa pemberian GLP-1 receptor agonist ditambah insulin glargine menunjukkan efek perlindungan pada sel beta, FDA menyetujui kombinasi lixisenatide dengan insulin glargine pada November 2016. 1,56
Lixisenatide diteliti dalam 10 uji klinik fase 3 GETGOAL untuk menilai efikasi dan keamanannya. 1,57-65 Dalam uji tersebut, dosis 20 mcg lixisenatide dipilih karena telah menunjukkan rasio efikasi/keamanan terbaik. Uji klinik fase 3 menilai lixisenatide dalam titrasi 1 langkah dimulai dengan dosis 10 mcg selama 2 minggu, kemudian dosis ditingkatkan menjadi 20 mcg sekali sehari secara subkutan, dan dalam titrasi 2 langkah dimulai dengan dosis 10 mcg selama 1 minggu, dosis 15 mcg selama 1 minggu, dan kemudian dosis 20 mcg. Dalam semua uji coba ini kecuali GETGOAL-M, lixisenatide diberikan pada pagi hari. Tidak ada perbedaan signifikan dalam efikasi dan efek samping antara pemberian titrasi 1 dan 2 langkah. 1,57-65
Lixisenatide unggul dalam menurunkan HbA1c, PPG, dan FPG dibandingkan plasebo sebagai monoterapi atau terapi tambahan. Dalam GETGOAL-X, lixisenatide non-inferior dibandingkan exenatide 10 mcg dua kali sehari dalam hal penurunan HbA1c. Penurunan berat badan lebih superior dengan lixisenatide dalam semua uji klinik, kecuali GETGOAL-M (dibandingkan plasebo). Pada GETGOAL-X, pengobatan lixisenatide menghasilkan penurunan rata-rata berat badan 2,8 kg dibandingkan 3,8 kg pada kelompok exenatide . 1,57-65
Seperti analog GLP-1 lainnya, ada peningkatan
efek samping GI pada lixisenatide , termasuk mual dan muntah, seperti yang dilaporkan dalam GETGOAL-F1, GETGOAL-S, GETGOAL-L, GETGOAL-P, dan GETGOAL-M, dengan insidens mual lebih sedikit dibandingkan dengan exenatide . Dalam semua uji klinik lixisenatide tidak dikombinasikan dengan insulin, pioglitazone , atau sulfonylurea , tidak terjadi peningkatan kejadian hipoglikemia dibandingkan plasebo. Namun, apabila dikombinasikan dengan obat-obat tersebut, kelompok lixisenatide menunjukkan lebih banyak peristiwa hipoglikemia. 1,57-65
Efek lixisenatide terhadap kardiovaskuler dicatat dalam uji fase 3 ELIXA. 66 Pasien pengguna lixisenatide tidak mengalami peningkatan efek samping kardiovaskuler pasca-sindrom koroner akut dibandingkan plasebo. Selain itu, lixisenatide tidak menunjukkan adanya benefit kardiovaskuler dibandingkan plasebo. 1,66
## Semaglutide
Formulasi injeksi semaglutide disetujui FDA pada tahun 2017. 1,67,68 Uji klinik SUSTAIN-6 menunjukkan formulasi injeksi subkutan semaglutide menurunkan HbA1c secara signifikan sebesar 0,7% dengan dosis 0,5 mg, dan 1% dengan dosis 1 mg, dibandingkan plasebo. 69 Pasien kelompok 0,5 mg mengalami penurunan berat badan 2,9 kg, dan kelompok 1 mg mengalami penurunan berat badan 4,3 kg. Infark miokard non-fatal terjadi pada 2,9% pasien penerima semaglutide dibandingkan 3,9% pasien penerima plasebo. Stroke non- fatal terjadi pada masing-masing 1,6% dan 2,7% pasien. 69 Tingkat mortalitas terkait kardiovaskuler sama pada kedua kelompok. Insidens nefropati baru atau yang memburuk lebih rendah pada kelompok semaglutide dibandingkan di kelompok plasebo, meskipun tingkat komplikasi retinopati secara signifikan lebih tinggi dengan semaglutide . 1,69,70
Semaglutide oral Tablet semaglutide oral disetujui FDA pada September 2019 untuk pengobatan DMT2 dewasa bersama diet dan olahraga. 71,72 Formulasi oral ini dikombinasikan dengan zat peningkat penyerapan SNAC ( sodium N-[8-(2- hydroxybenzoyl ) amino ] caprylate ), yang meningkatkan pH lokal; memungkinkan kelarutan lebih tinggi dan melindungi semaglutide dari degradasi enzimatik. 1,73
Efikasi dan keamanan semaglutide oral dalam
menurunkan kadar gula darah pada pasien DMT 2 diteliti dalam beberapa uji klinik, dua di antaranya dibandingkan dengan plasebo dan beberapa di antaranya dibandingkan dengan injeksi GLP-1 lain. Semaglutide oral diteliti sebagai monoterapi dan dalam kombinasi dengan obat antidiabetes lainnya, termasuk metformin , sulfonylurea , penghambat SGLT-2, insulin dan thiazolidinedione . 71,72
Dalam uji klinik yang terkontrol plasebo, monoterapi semaglutide oral menghasilkan penurunan HbA1c signifikan dibandingkan plasebo. Setelah 26 minggu, 69% pasien yang mendapat dosis 7 mg sekali sehari dan 77% pasien yang mendapat dosis 14 mg sekali sehari mengalami penurunan HbA1c menjadi kurang dari 7%, dibandingkan 31% pasien yang mendapat plasebo. 71
Informasi penggunaannya mencakup peringatan potensi peningkatan risiko tumor sel tiroid dan semaglutide oral tidak direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama diabetes karena relevansi yang tidak pasti dari temuan tumor sel C tiroid tikus pada manusia. Pasien dengan riwayat karsinoma tiroid meduler/ medullary thyroid carcinoma (MTC) atau yang memiliki riwayat keluarga mengidap MTC serta pasien dengan riwayat multiple endocrine neoplasia syndrome type 2 (MEN 2) dikontraindikasikan. 4 Semaglutide oral tidak digunakan pada pasien diabetes tipe 1 dan ketoasidosis diabetikum. 71,72
Semaglutide oral diminum setidaknya 30 menit sebelum makanan, minuman, atau obat oral lain pertama pada hari tersebut, dengan tidak lebih dari 4 oz (120 mL) air putih. Efek samping paling umum berupa mual (13%-34%), muntah (6%-22%), dan diare (7%- 23%), penurunan nafsu makan, gangguan pencernaan dan konstipasi. 71,72
Perbandingan GLP-1 Receptor Agonist Beberapa studi telah membandingkan GLP-1 receptor agonist secara head-to-head . Perbandingan exenatide dua kali sehari dengan exenatide ER sekali seminggu menunjukkan penurunan HbA1c lebih besar secara signifikan dengan exenatide ER dengan perbedaan 0,7%. Tingkat kejadian efek samping serupa, namun reaksi di lokasi suntikan lebih umum pada exenatide ER. 22 Dalam uji DURATION-6, liraglutide 1,8 mg sekali sehari menghasilkan penurunan
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
HbA1c dan penurunan berat badan lebih besar dibandingkan exenatide ER 2 mg sekali seminggu, meskipun efek samping GI terjadi lebih sering pada liraglutide . 28
Dalam uji LEAD-6, liraglutide 1,8 mg secara signifikan menurunkan HbA1c lebih besar (perbedaan 0,33%) dengan efek samping lebih minimal, termasuk hipoglikemia, dibandingkan exenatide 10 mcg dua kali sehari. 36 HARMONY-7 menunjukkan pengurangan HbA1c lebih besar dengan liraglutide 1,8 mg (perbedaan 0,21%; non- inferior) dibandingkan albiglutide 50 mg sekali seminggu. 46 Reaksi di lokasi injeksi lebih banyak pada albiglutide (perbedaan 7,5%), tetapi lebih banyak kejadian efek samping GI dengan liraglutide (perbedaan 13,1%). 46
AWARD-6 menunjukkan pengurangan HbA1c lebih besar dengan dulaglutide 1,5 mg sekali seminggu (perbedaan -0,06%; non-inferior), meskipun liraglutide menurunkan berat badan lebih besar secara signifikan (perbedaan, 0,71 kg) dibandingkan liraglutide 1,8 mg. Tidak ada perbedaan signifikan terkait profil efek samping dalam penelitian ini. 54 Uji GETGOAL-X membandingkan lixisenatide 20 mcg dengan exenatide 10 mcg dua kali sehari menunjukkan pengurangan HbA1c yang serupa, terdapat lebih sedikit kejadian hipoglikemia dan mual dengan lixisenatide . 64
## SIMPULAN
GLP-1 receptor agonist merupakan pilihan untuk pengobatan DMT2 baik sebagai terapi tambahan maupun monoterapi. Uji klinik
mendukung penggunaan GLP-1 receptor agonist, khususnya bagi pasien komorbid berat badan berlebih atau obesitas, penyakit kardiovaskuler atau penyakit ginjal, atau berisiko tinggi hipoglikemia. Uji klinik menunjukkan keunggulan GLP-1 receptor agonist dibandingkan obat antidiabetes lain dalam hal penurunan HbA1c, penurunan tekanan darah, dan penurunan berat badan, risiko hipoglikemia lebih rendah. Meskipun terdapat beberapa perbedaan signifikan di antara berbagai jenis GLP-1 receptor agonist , efikasi masing-masing obat umumnya sebanding. Pemilihan jenis GLP-1 receptor agonist tergantung kondisi dan persetujuan pasien, efek samping, dan biaya.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Tran KL, Park YI, Pandya S, Muliyil NJ, Jensen BD, Huynh K, et al. Overview of glucagon-like peptide-1 receptor agonists for the treatment of patients with type 2 diabetes. Am Health Drug Benefits 2017;10(4):178–88.
2. Centers for Disease Control and Prevention. National Diabetes Statistics Report: Estimates of diabetes and its burden in the United States [Internet]. 2014 [cited 2019 October 2]. Available from: https://www.fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-oral-glp-1-treatment-type-2-diabetes www.cdc.gov/ diabetes/pubs/statsreport14/national-diabetes-report-web.pdf.
3. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes—2017. Diabetes Care. 2017;40(suppl 1):1-135.
4. American Diabetes Association. Economic costs of diabetes in the U.S. in 2012. Diabetes Care. 2013;36:1033-46.
5. Byrne MM, Sturis J, Sobel RJ, Polonsky KS. Elevated plasma glucose 2 h postchallenge predicts defects in beta-cell function. Am J Physiol. 1996;270(4 pt 1):572-9.
6. Bergstrom RW, Wahl PW, Leonetti DL, Fujimoto WY. Association of fasting glucose levels with a delayed secretion of insulin after oral glucose in subjects with glucose intolerance. J Clin Endocrinol Metab. 1990;71:1447-53.
7. Nauck M, Stöckmann F, Ebert R, Creutzfeldt W. Reduced incretin effect in type 2 (non-insulin-dependent) diabetes. Diabetologia. 1986;29:46-52.
8. Vilsbøll T, Krarup T, Madsbad S, Holst JJ. Defective amplification of the late phase insulin response to glucose by GIP in obese type II diabetic patients. Diabetologia. 2002;45:1111-9
9. Exenatide injectable solution. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/byetta-exenatide- injectable-solution-342892
10. Exenatide injectable suspension. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/bydureon-bcise- bydureon-exenatide-injectable-suspension-999717
11. Liraglutide injectable suspension. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/victoza-saxenda- liraglutide-999449
12. Lixisenatide. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/adlyxin-lixisenatide-1000059 13. Albiglutide injectable suspension. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/tanzeum- albiglutide-999914
14. Dulaglutide injectable suspension. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/trulicity- dulaglutide-999965
15. Semaglutide. Medscape [Internet]. 2019 [cited 2019 October 10]. Available from: https://reference.medscape.com/drug/ozempic-rybelsus-semaglutide-1000174#0 16. Chakraborti CK. A new promising antidiabetic agent. Indian J Pharm Sci. 2010;72(1):1–11. doi: 10.4103/0250-474X.62228 17. Coleman CI, Gryskiewicz KA. Exenatide: A novel incretin mimetic hormone for the treatment of type 2 diabetes. Formulary. 2005;40:86-90.
18. Jose B, Tahrani AA, Piya MK, Barnett AH. Exenatide once weekly: Clinical outcomes and patient satisfaction. Patient Prefer Adherence. 2010;4:313-24. 19. Buse JB, Bergenstal RM, Glass LC, Heilmann CR, Lewis MS, Kwan AYM, et al. Use of twice-daily exenatide in basal insulin-treated patients with type 2 diabetes: A randomized, controlled trial. Ann Intern Med. 2011;154:103-12.
20. Bydureon (exenatide extended-release) for injectable suspension [prescribing information]. Wilmington, DE: AstraZeneca Pharmaceuticals; 2015..
21. Buse JB, Drucker DJ, Taylor KL, Kim T, Walsh B, Hu H, et al; for the DURATION-1 Study Group. DURATION-1: Exenatide once weekly produces sustained glycemic control and weight loss over 52 weeks. Diabetes Care. 2010;33:1255-61.
22. Drucker DJ, Buse JB, Taylor K, et al; for the DURATION-1 Study Group.
23. Exenatide once weekly versus twice daily for the treatment of type 2 diabetes: A randomised, open-label, non-inferiority study. Lancet. 2008;372:1240-50. 24. Wysham C, Bergenstal R, Malloy J, Yan P, Walsh B, Malone J, et al. DURATION-2: Efficacy and safety of switching from maximum daily sitagliptin or pioglitazone to once-weekly exenatide. Diabet Med. 2011;28:705-14.
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
25. Diamant M, Van Gaal L, Guerci B, Stranks S, Han J, Malloy J, et al. Exenatide once weekly versus insulin glargine for type 2 diabetes (DURATION-3): 3-year results of an open-label randomised trial. Lancet Diabetes Endocrinol. 2014;2:464-73. Erratum in: Lancet Diabetes Endocrinol. 2014;2:13.
26. Russell-Jones D, Cuddihy RM, Hanefeld M, Kumar A, Gonzalez JG, Chan M, et al; for the DURATION-4 Study Group. Efficacy and safety of exenatide once weekly versus metformin, pioglitazone, and sitagliptin used as monotherapy in drug-naïve patients with type 2 diabetes (DURATION-4): A 26-week double blind study. Diabetes Care. 2012;35:252-8.
27. Blevins T, Pullman J, Malloy J, Yan P, Taylor K, Schulteis C, et al. DURATION-5: Exenatide once weekly resulted in greater improvements in glycemic control compared with exenatide twice daily in patients with type 2 diabetes. J Clin Endocrinol Metab. 2011;96:1301-10.
28. Buse JB, Nauck M, Forst T, Sheu WHH, Shenouda SK, Heilmann CR, et al. Exenatide once weekly versus liraglutide once daily in patients with type 2 diabetes (DURATION-6): A randomised, open-label study. Lancet. 2013;381:117-24.
29. Harder H, Nielsen L, Tu DT, Astrup A. The effect of liraglutide, a long-acting glucagon-like peptide 1 derivative, on glycemic control, body composition, and 24-h energy expenditure in patients with type 2 diabetes. Diabetes Care. 2004;27:1915-21
30. Marre M, Shaw J, Brändle M, Bebakar WMW, Kamaruddin NA, Strand J, et al; for the LEAD-1 SU Study Group. Liraglutide, a once-daily human GLP-1 analogue, added to a sulphonylurea over 26 weeks produces greater improvements in glycaemic and weight control compared with adding rosiglitazone or placebo in subjects with type 2 diabetes (LEAD-1 SU). Diabet Med. 2009;26:268-78.
31. Nauck M, Frid A, Hermansen K, Shah NS, Tankova T, Mitha IH, et al; for the LEAD-2 Study Group. Efficacy and safety comparison of liraglutide, glimepiride, and placebo, all in combination with metformin, in type 2 diabetes: the LEAD (Liraglutide Effect and Action in Diabetes)-2 study. Diabetes Care. 2009;32:84-90.
32. Garber A, Henry R, Ratner R, et al; for the LEAD-3 (Mono) Study Group.
33. Liraglutide versus glimepiride monotherapy for type 2 diabetes (LEAD-3 Mono): a randomised, 52-week, phase III, double-blind, parallel-treatment trial. Lancet. 2009;373:473-81.
34. Zinman B, Gerich J, Buse JB, Lewin A, Schwartz S, Raskin P, et al; for the LEAD-4 Study Investigators. Efficacy and safety of the human glucagon-like peptide-1 analog liraglutide in combination with metformin and thiazolidinedione in patients with type 2 diabetes (LEAD-4 Met+TZD). Diabetes Care. 2009;32:1224-30.
35. Russell-Jones D, Vaag A, Schmitz O, Sethi BK, Lalic N, Antic S, et al; for the Liraglutide Effect and Action in Diabetes 5 (LEAD-5) met+SU Study Group. Liraglutide vs insulin glargine and placebo in combination with metformin and sulfonylurea therapy in type 2 diabetes mellitus (LEAD-5 met+SU): A randomised controlled trial. Diabetologia. 2009;52:2046-55.
36. Buse JB, Rosenstock J, Sesti G, Schmidt WE, Montanya E, Brett JH, et al; for the LEAD-6 Study Group. Liraglutide once a day versus exenatide twice a day for type 2 diabetes: A 26-week randomised, parallel-group, multinational, open label trial (LEAD-6). Lancet. 2009;374:39-47.
37. Montanya E, Sesti G. A review of efficacy and safety data regarding the use of liraglutide, a once-daily human glucagon-like peptide 1 analogue, in the treatment of type 2 diabetes mellitus. Clin Ther. 2009;31:2472-88.
38. Thompson PL, Davis TM. Cardiovascular effects of glucose-lowering therapies for type 2 diabetes: new drugs in perspective. Clin Ther. 2017;39:1012-25
39. Tanzeum (albiglutide) for injection [prescribing information]. Research Triangle Park, NC: GlaxoSmithKline; 2016.
40. Reusch J, Stewart MW, Perkins CM, Cirkel DT, Ye J, Perry CR, et al. Efficacy and safety of once weekly glucagon-like peptide 1 receptor agonist albiglutide (HARMONY 1 trial): 52- week primary endpoint results from a randomized, double-blind, placebo-controlled trial in patients with type 2 diabetes mellitus not controlled on pioglitazone, with or without metformin. Diabetes Obes Metab. 2014;16:1257-64.
41. Nauck MA, Stewart MW, Perkins C, Jones-Leone A, Yang F, Perry C, et al. Efficacy and safety of once weekly GLP-1 receptor agonist albiglutide (HARMONY 2): 52 week primary endpoint results from a randomised, placebo-controlled trial in patients with type 2 diabetes mellitus inadequately controlled with diet and exercise. Diabetologia. 2016;59:266-74.
42. Ahrén B, Johnson SL, Stewart M, Cirkel DT, Yang F, Perry C, et al; for the HARMONY 3 Study Group. HARMONY 3: 104-week randomized, double-blind, placebo- and active-controlled trial assessing the efficacy and safety of albiglutide compared with placebo, sitagliptin, and glimepiride in patients with type 2 diabetes taking metformin. Diabetes Care. 2014;37:2141-8.
43. Weissman PN, Carr MC, Ye J, Cirkel DT, Stewart M, Perry C, et al. HARMONY 4: Randomised clinical trial comparing once-weekly albiglutide and insulin glargine in patients with type 2 diabetes inadequately controlled with metformin with or without sulfonylurea. Diabetologia. 2014;57:2475-84.
44. Home PD, Shamanna P, Stewart M, Yang F, Miller M, Carr MC. Efficacy and tolerability of albiglutide versus placebo or pioglitazone over 1 year in people with type 2 diabetes currently taking metformin and glimepiride: HARMONY 5. Diabetes Obes Metab. 2015;17:179-87.
45. Rosenstock J, Fonseca VA, Gross JL, Ratner RE, Ahren B, Chow FCC, et al; for the HARMONY 6 Study Group. Advancing basal insulin replacement in type 2 diabetes inadequately controlled with insulin glargine plus oral agents: A comparison of adding albiglutide, a weekly GLP-1 receptor agonist, versus thrice-daily prandial insulin lispro. Diabetes Care. 2014;37:2317-25.
46. Pratley RE, Nauck MA, Barnett AH, Feinglos MN, Ovalle F, Harman-Boehm I, et al; for the HARMONY 7 Study Group. Once-weekly albiglutide versus once-daily liraglutide in patients with type 2 diabetes inadequately controlled on oral drugs (HARMONY 7): A randomised, open-label, multicentre, non-inferiority phase 3 study. Lancet Diabetes Endocrinol. 2014;2:289-97.
47. Leiter LA, Carr MC, Stewart M, Jones-Leone A, Scott R, Yang F, et al. Efficacy and safety of the once-weekly GLP-1 receptor agonist albiglutide versus sitagliptin in patients with type 2 diabetes and renal impairment: A randomized phase III study. Diabetes Care 2014;37(10):2723-30.
48. Trulicity (dulaglutide) injection [prescribing information]. Indianapolis, IN: Eli Lilly; February 2017.
49. Wysham C, Blevins T, Arakaki R, Colon G, Garcia P, Atisso C, et al. Efficacy and safety of dulaglutide added onto pioglitazone and metformin versus exenatide in type 2 diabetes in a randomized controlled trial (AWARD-1). Diabetes Care. 2014;37:2159-67.
50. Giorgino F, Benroubi M, Sun JH, Zimmermann AG, Pechtner V. Efficacy and safety of once-weekly dulaglutide versus insulin glargine in patients with type 2 diabetes on metformin and glimepiride (AWARD-2). Diabetes Care. 2015;38:2241-9.
51. Umpierrez G, Tofé Povedano S, Pérez Manghi F, Shurzinske L, Pechtner V. Efficacy and safety of dulaglutide monotherapy versus metformin in type 2 diabetes in a randomized controlled trial (AWARD-3). Diabetes Care. 2014;37:2168-76.
52. Blonde L, Jendle J, Gross J, Woo V, Jiang H, Fahrbach JL, et al. Once-weekly dulaglutide versus bedtime insulin glargine, both in combination with prandial insulin lispro, in patients with type 2 diabetes (AWARD-4): A randomised, open-label, phase 3, non-inferiority study. Lancet. 2015;385:2057-66.
53. Nauck M, Weinstock RS, Umpierrez GE, Guerci B, Skrivanek Z, Milicevic Z. Efficacy and safety of dulaglutide versus sitagliptin after 52 weeks in type 2 diabetes in a randomized controlled trial (AWARD-5). Diabetes Care. 2014;37:2149-58.
## CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT
54. Dungan KM, Povedano ST, Forst T, Gonzalez JGG, Atisso C, Sealls W, et al. Lancet. 2014;384:1349-57.
55. Dungan KM, Weitgasser R, Perez Manghi F, Pintilei E, Fahrbach JL, Jiang HH, et al. A 24-week study to evaluate the efficacy and safety of once-weekly dulaglutide added on to glimepiride in type 2 diabetes (AWARD-8). Diabetes Obes Metab. 2016;18:475-82.
56. Adlyxin (lixisenatide) injection [prescribing information]. Bridgewater, NJ: sanofi-aventis US; 2016.
57. Seino Y, Yabe D, Takami A, Niemoeller E, Takagi H. Long-term safety of once-daily lixisenatide in Japanese patients with type 2 diabetes mellitus: GetGoal-Mono- Japan. J Diabetes Complications. 2015;29:1304-9.
58. Fonseca VA, Alvarado-Ruiz R, Raccah D, Boka G, Miossec P, Gerich JE, et al; for the EFC6018 GetGoal-Mono Study Investigators. Efficacy and safety of the once- daily GLP-1 receptor agonist lixisenatide in monotherapy: A randomized, double-blind, placebo- controlled trial in patients with type 2 diabetes (GetGoal-Mono). Diabetes Care. 2012;35:1225-31.
59. Bolli GB, Munteanu M, Dotsenko S, Niemoeller E, Boka G, Wu Y, et al. Efficacy and safety of lixisenatide once daily vs. placebo in people with type 2 diabetes insufficiently controlled on metformin (GetGoal-F1). Diabet Med. 2014;31:176-84.
60. Onishi Y, Niemoeller E, Ikeda Y, Takagi H, Yabe D, Seino Y. Efficacy and safety of lixisenatide in Japanese patients with type 2 diabetes mellitus inadequately controlled by sulfonylurea with or without metformin: subanalysis of GetGoal-S. J Diabetes Investig. 2015;6:201-9.
61. Riddle MC, Aronson R, Home P, Marre M, Niemoeller E, Miossec P, et al. Adding once-daily lixisenatide for type 2 diabetes inadequately controlled by established basal insulin: A 24-week, randomized, placebo-controlled comparison (GetGoal-L). Diabetes Care. 2013; 36:2489-96.
62. Pinget M, Goldenberg R, Niemoeller E, Muehlen-Bartmer I, Guo H, Aronson R. Efficacy and safety of lixisenatide once daily versus placebo in type 2 diabetes insufficiently controlled on pioglitazone (GetGoal-P). Diabetes Obes Metab. 2013;15:1000-7.
63. Seino Y, Min KW, Niemoeller E, Takami A; for the EFC10887 GETGOAL-
64. L Asia Study Investigators. Randomized, double-blind, placebo controlled trial of the once-daily glp-1 receptor agonist lixisenatide in Asian patients with type 2 diabetes insufficiently controlled on basal insulin with or without a sulfonylurea (GetGoal-L-Asia). Diabetes Obes Metab. 2012;14:910-7.
65. Rosenstock J, Raccah D, Korányi L, Maffei L, Boka G, Miossec P, et al. Efficacy and safety of lixisenatide once daily versus exenatide twice daily in type 2 diabetes inadequately controlled on metformin: A 24-week, randomized, open-label, active-controlled study (GetGoal-X). Diabetes Care. 2013;36:2945-51.
66. Yu Pan C, Han P, Liu X, Yan S, Feng P, Zhou Z, et al. Lixisenatide treatment improves glycaemic control in Asian patients with type 2 diabetes mellitus inadequately controlled on metformin with or without sulfonylurea: A randomized, double-blind, placebo-controlled, 24-week trial (GetGoal-M-Asia). Diabetes Metab Res Rev. 2014;30:726-35.
67. Pfeffer MA, Claggett B, Diaz R, Dickstein K, Gerstein HC, Kober LV, et al; for the ELIXA Investigators. Lixisenatide in patients with type 2 diabetes and acute coronary syndrome. N Engl J Med. 2015;373:2247-57.
68. Novo Nordisk. Novo Nordisk files for regulatory approval of once-weekly semaglutide with the FDA for the treatment of type 2 diabetes. Press release [Internet]. 2016 December 5 [cited 2017 May 18]. Available from: http://press.novonordisk-us.com/2016-12-05-Novo-Nordisk- Files-for-Regulatory-Approval-of-Once-Weekly- Semaglutide-with-the-FDAfor- the-Treatment-of-Type-2-Diabetes.
69. Lau J, Bloch P, Schäffer L, Pettersson I, Spetzler J, Kofoid J, et al. Discovery of the once-weekly glucagon-like peptide-1 (GLP-1) analogue semaglutide. J Med Chem. 2015;58:7370-80.
70. Marso SP, Bain SC, Consoli A, Eliaschewitz FG, Jodar E, Leiter LA, et al; for the SUSTAIN-6 Investigators.
71. Semaglutide and cardiovascular outcomes in patients with type 2 diabetes. N Engl J Med. 2016;375:1834-44.
72. US Food and Drug Administration. FDA approves first oral GLP-1 treatment for type 2 diabetes [Internet]. 2019 [cited 2019 October 2]. Available from: https://www. fda.gov/news-events/press-announcements/fda-approves-first-oral-glp-1-treatment-type-2-diabetes
73. US Food and Drug Administration. HIGHLIGHTS OF PRESCRIBING INFORMATION: RYBELSUS [Internet]. 2019 [cited 2019 October 2]. Available from: https://www. accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2019/213051s000lbl.pdf
74. Davies M, Jabbour S, Pieber TR, Rosenstock J, Hartof-Nielsen ML, Hansen OKH, et al. Robust dose-dependent glucose lowering and body weight (BW) reductions with the novel oral formulation of semaglutide in patients with early type 2 diabetes (T2D). Endocr Rev. 2016; 37(2 suppl):Abstract OR15-3.
|
ed2cca97-bcc1-48ca-8778-eaf222148886 | https://iptek.its.ac.id/index.php/limits/article/download/7888/5719 | Limits: Journal of Mathematics and Its Applications E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 18, No. 1, Mei 2021, 15-21 DOI: http://dx.doi.org/10.12962/limits.v18i1.7888
## Pergerakan Aliran MHD Ag -AIR Melewati Bola Pejal
Yolanda Norasia 1 , Basuki Widodo 2 , Dieky Adzkiya 2 1 Jurusan Pendidikan Matematika, UIN Walisongo, Semarang,
2 Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia email: [email protected]
Diajukan: 21 Oktober 2020, Diperbaiki: 10 Maret 2021, Diterima: 31 Maret 2021
Abstrak
Fluida merupakan zat yang dapat mengalir dan mengalami perubahan secara kontinu akibat adanya tegangan geser. Analisis pengukuran dari ketahanan fluida terhadap tegangan geser menggunakan viskositas. Berdasarkan viskositas, fluida dibagi menjadi dua yaitu fluida newtonian dan fluida non- newtonian. Fluida non-newtonian terdiri atas fluida viskos, fluida mikropolar dan fluida nano. Salah satu contoh fluida nano adalah Ag-Air. Fluida tersebut tersusun dari fluida dasar air dan partikel nano Ag yang memiliki daya hantar dan tingkat konduktivitas yang tinggi. Adanya pengaruh medan magnet pada Fluida nano Ag -Air, maka menjadi fluida tersebut dapat menghantarkan arus listrik (memiliki sifat magnetohidrodinamik/MHD). Merujuk pada hasil riset sebelumnya bahwa parameter magnetik dan konveksi dapat mempengaruhi profil kecepatan dan temperatur pada fluida. Pada penelitian ini dibahas mengenai model matematika dan penyelesaian numeriknya dari permasalahan pergerakan aliran MHD Ag - Air yang melewati bola pejal dengan pengaruh parameter magnetik dan konveksi. Diperoleh hasil bahwa variasi magnetik yang meningkat mengakibatkan pergerakan Ag -Air melambat dan temperatur Ag -Air meningkat. Dengan meningkatkan parameter konveksi diperoleh pergerakan Ag -Air lebih cepat dan temperatur Ag -Air mengalami penurunan . Kata Kunci : Fluida Nano, Ag-Air, Parameter Magnetik, Parameter Konveksi.
## Abstract
Fluid is a substance that can flow and change continuously due to shear stress. Measurement analysis of fluid resistance to shear stress using viscosity. Based on the viscosity, fluids are divided into two, namely Newtonian fluids and non-Newtonian fluids. Non-Newtonian fluids consist of viscous fluids, micropolar fluids and nano fluids. One example of a nano fluid is Ag-Water. This fluid is composed of water and nanoparticles Ag which has high conductivity and level of conductivity. The influence of magnetic fields on Ag-Water nano fluid, then this fluid can conduct electric current (magneto hydro dynamic/ MHD properties). Referring to the results of previous research that magnetic and convection parameters can affect velocity and temperature profiles in the movement of fluids. This research discusses the mathematical model and its numerical solution of the MHD Ag-Water flow movement problem passing through a solid ball is influenced by magnetic and convection parameters. The results showed that the increasing magnetic variation resulted in the movement of Ag-Water slowing down and the Ag-Air temperature increasing. By increasing the convection parameter, it is obtained that the movement of Ag-Water is faster and the temperature of Ag-Water has decreased.
Keywords : Nano fluid, Ag-Water, Magnetic Parameters, Convection Parameter
## 1 Pendahuluan
Fluida adalah zat yang dapat berubah bentuk secara kontinu apabila terkena tegangan geser [1]. Tegangan geser terjadi akibat adanya laju deformasi pada fluida. Semakin besar laju deformasi maka tegangan geser juga mengalami peningkatan. Analisis pengukuran dari ketahanan fluida terhadap laju deformasi menggunakan viskositas. Berdasarkan viskositas, fluida dibagi menjadi dua yaitu fluida newtonian dan fluida non-newtonian. Fluida newtonian adalah fluida yang tegangan gesernya berbanding lurus dengan gradien kecepatan, seperti air, etanol, dan benzene. Berkebalikan dengan fluida newtonian, fluida non-newtonian bersifat kental karena mengalami pergeseran akibat adanya gaya yang bekerja pada fluida. Fluida non-newtonian berupa fluida viskos, fluida mikropolar, dan fluida nano. Fluida nano merupakan larutan yang mengandung partikel nano dengan ukuran satu sampai 100 nanometer (nm) dalam fluida dasar [2]. Fluida dasar (base fluid) dapat berupa air dan partikel nano berupa logam yakni Ag (Perak). Partikel nano Ag memiliki daya hantar dan tingkat kondutivitas yang tinggi [3]. Adanya pengaruh medan magnet pada Fluida nano Ag -Air, maka menjadi fluida tersebut dapat menghantarkan arus listrik. Dengan kata lain, fluida tersebut memiliki sifat MHD (Magnetohidrodinamik).
Penerapan MHD banyak diterapkan dalam perkembangan teknologi dan industri, contohnya pada pengeboran minyak, pemipaan zat-zat kimia pada pabrik dan penggerak pada kapal. Fluida nano dengan sifat MHD mampu mengoptimalkan perpindahan panas dan mengontrol separation flow [4]. Merujuk pada hasil riset sebelumnya, selain medan magnet, profil kecepatan dan temperatur pada fluida juga dapat dipengaruhi oleh konveksi. Terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh konveksi pada aliran fluida seperti pada penelitian [5] tentang model aliran konveksi pada fluida viskoelastik yang melewati sebuah bola dan dikaji pengaruh parameter konveksi yang mempengaruhi karakteristik aliran fluida.
Dalam penelitian ini dikaji dan diteliti mengenai pergerakan aliran fluida nano Ag -Air yang melewati bola pejal dengan pengaruh medan magnet dan konveksi secara teori dengan membuat model matematikanya. Selanjutnya disimulasikan secara numerik menggunakan metode Euler Implicit untuk mengkaji pergerakan fluida terhadap profil kecepatan dan temperatur pada aliran fluida dengan perangkat lunak MATLAB.
## 2 Metode Penelitian
Metode penelitian terdiri atas studi literatur, pembangunan model matematika, penyelesaian model, simulasi, analisis dan pembahasan, dan finalisasi. Pada tahap pembangunan model merujuk
## Yolanda Norasia, Basuki Widodo, Dieky Adzkiya
pada hukum-hukum fisika yang berkaitan dengan permasalahan. Selanjutnya diselesaikan secara numerik menggunakan metode Euler Implicit .
## 3 Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini, persamaan pembangun yang digunakan adalah persamaan kontinuitas, persamaan momentum linier, dan persamaan energi yang diuraikan dari hukum konservasi massa, hukum II Newton, dan hukum I Termodinamika pada kondisi unsteady state dan incompressible , adalah
𝜕𝜕 𝜕𝜕𝑥𝑥̅ ( 𝑟𝑟̅𝑢𝑢� ) + 𝜕𝜕 𝜕𝜕𝑦𝑦� ( 𝑟𝑟̅𝑣𝑣̅ ) = 0 (1)
𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 � 𝜕𝜕𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑡𝑡̅ + 𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑥𝑥̅ + 𝑣𝑣̅ 𝜕𝜕𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑦𝑦� � = −∇𝑝𝑝 + 𝜇𝜇 𝑓𝑓𝑓𝑓 ∇ 2 𝐕𝐕 + 𝜎𝜎 (B 0 ) 2 𝑢𝑢� + ( 𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝜌𝜌 ∞ ) 𝑔𝑔 𝑥𝑥̅ (2)
𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 � 𝜕𝜕𝑣𝑣� 𝜕𝜕𝑡𝑡̅ + 𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑣𝑣� 𝜕𝜕𝑥𝑥̅ + 𝑣𝑣̅ 𝜕𝜕𝑣𝑣� 𝜕𝜕𝑦𝑦� � = −∇𝑝𝑝 + 𝜇𝜇 𝑓𝑓𝑓𝑓 ∇ 2 𝐕𝐕 + 𝜎𝜎 (B 0 ) 2 𝑣𝑣̅ + ( 𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 − 𝜌𝜌 ∞ ) 𝑔𝑔 𝑦𝑦� (3)
� 𝜕𝜕𝑇𝑇� 𝜕𝜕𝑡𝑡̅ + 𝑢𝑢� 𝜕𝜕𝑇𝑇� 𝜕𝜕𝑥𝑥̅ + 𝑣𝑣̅ 𝜕𝜕𝑇𝑇� 𝜕𝜕𝑦𝑦� � = 𝛼𝛼 𝑓𝑓𝑓𝑓 � 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇� 𝜕𝜕𝑥𝑥̅ 2 + 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇� 𝜕𝜕𝑦𝑦� 2 � (4)
dengan
𝑟𝑟̅
: jari jari bola pejal
𝑢𝑢� : komponen kecepatan fluida pada sumbu-x
𝑣𝑣̅ : komponen kecepatan fluida pada sumbu-y
𝑔𝑔 𝑥𝑥̅ : percepatan grafitasi sumbu-x 𝑔𝑔 𝑦𝑦� : percepatan grafitasi sumbu-y
𝑝𝑝 : tekanan
𝛼𝛼 𝑓𝑓𝑓𝑓 : difusivitas panas fluida nano
𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 : massa jenis fluida nano
𝜌𝜌 ∞ : massa jenis fluida dasar air lapisan batas 𝜇𝜇 𝑓𝑓𝑓𝑓 : viskositas fluida nano
𝜎𝜎
: konduktivitas listrik
## 𝐵𝐵 0
: besar medan magnet dari bola
Fluida yang digunakan adalah Ag -Air, maka dengan substitusi variabel-variabel yang berhubungan antara partikel Ag dengan air diberikan sebagai berikut [6].
Densitas Fluida Nano
𝜌𝜌 𝑓𝑓𝑓𝑓 = (1 − 𝜒𝜒 ) 𝜌𝜌 𝑓𝑓 + 𝜒𝜒𝜌𝜌 𝑠𝑠
Viskositas
𝜇𝜇 𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝜇𝜇 𝑓𝑓 1 (1 − 𝜒𝜒 ) 2 . 5
## Kalor spesifik Fluida Nano
( 𝜌𝜌𝜌𝜌 𝑝𝑝 ) 𝑓𝑓𝑓𝑓 = (1 − 𝜒𝜒 )( 𝜌𝜌𝜌𝜌 𝑝𝑝 ) 𝑓𝑓 + 𝜒𝜒 ( 𝜌𝜌𝜌𝜌 𝑝𝑝 ) 𝑠𝑠
## Konduktivitas termal
𝑘𝑘 𝑓𝑓𝑓𝑓 = 𝑘𝑘 𝑠𝑠 + 2 𝑘𝑘 𝑓𝑓 − 2 𝜒𝜒 ( 𝑘𝑘 𝑠𝑠 − 𝑘𝑘 𝑓𝑓 ) 𝑘𝑘 𝑠𝑠 + 2 𝑘𝑘 𝑓𝑓 + 𝜒𝜒 ( 𝑘𝑘 𝑠𝑠 − 𝑘𝑘 𝑓𝑓 ) 𝑘𝑘 𝑓𝑓
## maka diperoleh
𝜕𝜕𝑢𝑢 𝜕𝜕𝑡𝑡 + 𝑢𝑢 𝜕𝜕𝑢𝑢 𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝑣𝑣 𝜕𝜕𝑢𝑢 𝜕𝜕𝑦𝑦 = − 𝜕𝜕𝑝𝑝 𝜕𝜕𝑥𝑥 + � 1 ( 1−𝜒𝜒 ) 2 . 5 1 ( 1−𝜒𝜒 ) +𝜒𝜒� 𝜌𝜌𝑠𝑠 𝜌𝜌𝑓𝑓 � � ∂ 2 𝑢𝑢 ∂𝑦𝑦 2 + 𝑀𝑀𝑢𝑢 + 𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆 𝑥𝑥 (5)
� 𝜕𝜕𝑇𝑇 𝜕𝜕𝑡𝑡 + 𝑢𝑢 𝜕𝜕𝑇𝑇 𝜕𝜕𝑥𝑥 + 𝑣𝑣 𝜕𝜕𝑇𝑇 𝜕𝜕𝑦𝑦 � = 1 𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑘𝑘 𝑠𝑠 +2𝑘𝑘 𝑓𝑓 −2𝜒𝜒 ( 𝑘𝑘 𝑠𝑠 −𝑘𝑘 𝑓𝑓 ) 𝑘𝑘 𝑠𝑠 +2𝑘𝑘 𝑓𝑓 +𝜒𝜒 ( 𝑘𝑘 𝑠𝑠 −𝑘𝑘 𝑓𝑓 ) 1 ( 1−𝜒𝜒 ) +𝜒𝜒� ( 𝜌𝜌𝜌𝜌𝑝𝑝 ) 𝑠𝑠 ( 𝜌𝜌𝜌𝜌𝑝𝑝 ) 𝑓𝑓 � 𝜕𝜕 2 𝑇𝑇 𝜕𝜕𝑦𝑦 2 (6)
untuk menghubungkan dua fungsi kecepatan pada u dan v pada bidang –x dan –y, digunakan fungsi alir sebagai berikut [7]
𝑢𝑢 = 1 𝑃𝑃 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝑦𝑦 dan 𝑣𝑣 = − 1 𝑃𝑃 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕𝑥𝑥 (7)
dengan melakukan substitusi Persamaan (7) ke Persamaan (5) dan (6), sehingga
� 1 (1 − 𝜒𝜒 ) 2 . 5 � (1 − 𝜒𝜒 ) + �𝜌𝜌 𝑠𝑠 𝜌𝜌 𝑓𝑓 �� � 𝜕𝜕 3 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜂𝜂 3 + 𝜂𝜂𝜕𝜕 2 𝑓𝑓 2 𝜕𝜕𝜂𝜂 2 + 3 2 𝑡𝑡 cos 𝑥𝑥 � 1 − � 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜂𝜂� 2 + 2 𝑓𝑓 𝜕𝜕 2 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜂𝜂 2 ) � = 𝑡𝑡 𝜕𝜕 2 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝜕𝑡𝑡 + 3 2 𝑡𝑡 sin 𝑥𝑥 � 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜕𝜕 𝜕𝜕 2 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝑥𝑥𝜕𝜕𝜕𝜕 − 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕 2 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜕𝜕 2 � + 𝑀𝑀𝑡𝑡 � 1 − 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜕𝜕 � − 2 3 𝜆𝜆𝜆𝜆𝑡𝑡 (8)
� 𝑘𝑘 𝑠𝑠 +2𝑘𝑘 𝑓𝑓 −2𝜒𝜒�𝑘𝑘 𝑠𝑠 −𝑘𝑘 𝑓𝑓 � 𝑘𝑘 𝑠𝑠 +2𝑘𝑘 𝑓𝑓 +𝜒𝜒�𝑘𝑘 𝑠𝑠 −𝑘𝑘 𝑓𝑓 � 1 ( 1−𝜒𝜒 ) +𝜒𝜒� ( 𝜌𝜌𝜌𝜌𝑝𝑝 ) 𝑠𝑠 �𝜌𝜌𝜌𝜌𝑝𝑝�𝑓𝑓 � � 𝜕𝜕 2 𝑠𝑠 𝜕𝜕𝜕𝜕 2 + 𝑃𝑃𝑟𝑟 𝜂𝜂 2 𝜕𝜕𝜆𝜆 𝜕𝜕𝜂𝜂 + 3 𝑐𝑐𝑐𝑐𝜆𝜆 𝑥𝑥 𝑃𝑃𝑟𝑟 𝑡𝑡 𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜆𝜆 𝜕𝜕𝜂𝜂 = 𝑃𝑃𝑟𝑟 𝑡𝑡 𝜕𝜕𝜆𝜆 𝜕𝜕𝜂𝜂 + Pr 𝑡𝑡 3 2 sin 𝑥𝑥 � 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝜂𝜂 𝜕𝜕𝜆𝜆 𝜕𝜕𝑥𝑥 − 𝜕𝜕𝑓𝑓 𝜕𝜕𝑥𝑥 𝜕𝜕𝜆𝜆 𝜕𝜕𝜂𝜂 � (9)
## 19
## Yolanda Norasia, Basuki Widodo, Dieky Adzkiya
Pada simulasi dari model yang telah dikerjakan, dilakukan variasi parameter non dimensional yaitu parameter magnetik dan konveksi. Partikel yang digunakan adalah partikel nano Ag yang memiliki nilai kapasitas panas ( 𝑐𝑐 𝑝𝑝 ) , densitas ( 𝜌𝜌 ) dan konditivitas termal ( k) seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Thermo-physical Ag -Air
Sifat Thermo-physical Air Partikel Ag 𝜌𝜌 ( 𝑘𝑘𝑔𝑔 / 𝑚𝑚 3 ) 997.1 10500 𝑐𝑐 𝑝𝑝 ( 𝐽𝐽 𝑘𝑘𝑔𝑔 𝐾𝐾 )
4179 236
k ( 𝑊𝑊 𝑚𝑚𝑚𝑚 ) 0.613 427
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi parameter magnetik pada pergerakan aliran MHD Ag -Air terhadap profil kecepatan dan profil temperatur, sehingga diberikan nilai inputan variasi magnetik yaitu 0,1,3,5 dan 7.
Gambar 1. Kurva Kecepatan Variasi Magnetik
## Gambar 2. Kurva Temperatur Variasi Magnetik
Pada Gambar 1 menunjukkan kurva kecepatan mengalami peningkatan mulai dari 𝑓𝑓 ′ = 0 sampai 𝑓𝑓 ′ ≈ 1 . Sedangkan Gambar 2 kurva temperatur menunjukkan terjadi penurunan pada profil temperatur fluida nano mulai dari 𝜆𝜆 = 1 sampai 𝜆𝜆 ≈ 0. Pada saat 0 < 𝜂𝜂 < 5 , parameter magnetik yang lebih besar bergerak lebih lambat untuk mencapai kecepatan maksimum. Hal tersebut merupakan akibat pengaruh gaya Lorentz dari bola pejal bermagnet. Gaya Lorentz berbanding lurus dengan besarnya medan magnet, sehingga semakin meningkatnya gaya magnet pada bola, maka pergerakan fluida Ag -Air mengalami perlambatan. Medan magnet dari bola pejal menimbulkan energi internal Ag -Air semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan temperatur fluida mengalami penurunan seiring penambahan parameter magnetik.
Gambar 3. Kurva Kecepatan Variasi Konveksi
Gambar 4. Kurva Temperatur Variasi Konveksi
Pada Gambar 3 menunjukkan kurva kecepatan mengalami peningkatan mulai dari nol sampai mendekati satu. Kecepatan aliran fluida dengan variasi parameter konveksi bergerak dari nol dan konvergen ke satu. Kecepatan maksimum adalah satu, mengikuti kecepatan aliran bebas 𝑈𝑈 ∞ . Koefisien konveksi berbanding lurus dengan suhu fluida, akibatnya semakin besar variasi pada parameter konveksi, maka aliran fluida bergerak lebih cepat mencapai kecepatan maksimum. Sebaliknya, Pada Gambar 4 menunjukkan penurunan pada profil temperatur Ag- Air mulai dari 𝜆𝜆 = 1 sampai dengan 𝜆𝜆 ≈ 0 . Pengamatan terhadap variasi konveksi menunjukkan bahwa profil temperatur mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena koefisien konveksi berbanding lurus dengan suhu fluida.
## 4 Simpulan
Penelitian ini mempelajari pergerakan aliran fluida nano Ag -Air yang melewati bola pejal dengan pengaruh medan magnet dan konveksi. Model matematika aliran fluida nano Ag -Air yang telah diperoleh diselesaikan dengan menggunakan metode Euler Implicit. Variasi magnetik yang meningkat mengakibatkan pergerakan Ag -Air melambat dan temperatur Ag -Air meningkat karena adanya pengaruh gaya Lorentz. Variasi konveksi yang meningkat mengakibatkan pergerakan Ag- Air lebih cepat dan temperatur Ag -Air menurun. Hal ini terjadi karena koefisien konveksi berbanding lurus dengan suhu fluida.
## 5 Daftar Pustaka
[1] Widodo, B., Pemodelan Matematika , ITSpress, Surabaya, 2012
[2] Ramadhan, A. I., Analisis Perpindahan Panas Fluida Pendingin Nano fluida Di Teras Reaktor PWR (PressurizedWater Reactor) Dengan Computational Fluid Dynamics , Tesis Program Magister, Universitas Pancasila, Jakarta, 2012.
## 21
## Yolanda Norasia, Basuki Widodo, Dieky Adzkiya
[3] Ekpunobi, U.E. Okwukogu, O.K. Anozie, A.I. Ogbuagu, A. S. Ajiwe, V.I. dan C.I. Nwezw., Deposition and Characterization of Silver Oxide from Silver Solution Recovered from Industrian Waste, American Chemical Science Journal. Volume 3(3): 307-312, 2013.
[4] Widodo, B., Arif, D.K., Aryany, D., Asiyah, N., Widjajati, F.A., & Kamiran., The Effect of Magnetohydrodynamic Nano Fluid Flow Through Porous Cylinder , AIP ADVANCES, 6, 020069, 2017.
[5] Ghani, M., Widodo, B. dan Imron, C. Model Aliran Konveksi Campuran yang Melewati Permukaan Sebuah Bola , Seminar Nasional Pendidikan Matematika Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 2014.
[6] Rabeti, M.,Mixed Convection Heat Transfer of Nanofluids about a Horizontal Circular Cylinder in Porous Media , SOP Transaction on Nano Technology, volume 1, number 1, 2014.
[7] Widodo, B., Anggriani, I., Imron, C., The Characterization Of Boundary Layer Flow in The Magnetohydrodynamic Micropolar Fluid Past A Solid Sphere , International Journal of Advances in Science Engineering and Technology, ISSN:2321-9009, 2016.
|
7d143991-039e-45c4-9468-d278803cb63d | https://journal.yrpipku.com/index.php/msej/article/download/1773/1095 | Submitted : 5 Februari 2023, Accepted : 15 februari 2023, Published : 1 Maret 2023 Copyright © 2023 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International license, http://journal.yrpipku.com/index.php/msej
The Influence of Live Streaming and Trust on Impulsive Buying in The Purchase Of Skintific Skincare Products
Pengaruh Live Streaming dan Trust terhadap Impulsive Buying dalam Pembelian Produk Skincare Skintific
Salsabila Vania Suhyar 1* , Sri Astuti Pratminingsih 2 Universitas Widyatama, Indonesia 1, 2 [email protected] 1 , [email protected] 2
* Corresponding Author
## ABSTRACT
People can now conduct a variety of activities online, including making purchases, thanks to easier access to the internet. Due to the enormous volume of transactions made online, e-commerce was born. The promotion strategies utilized by sellers have also changed to the internet system with the development of e-commerce. One of the services that vendors employ today is live streaming. Consumers who buy products online evaluate them for suitability and quality using the product descriptions, which can boost consumer confidence in the business. An attitude of impulsive purchasing emerged as a result of the growth of brand trust and live streaming sales. This study examines the impact of live broadcasting and trust on the impulsive purchase of the study's subject, Skintific skincare products. A quantitative research methodology involving questionnaire data gathering approaches was applied. 150 respondents made up the study's sample. This study's analysis method makes use of multiple linear analysis. The study's findings demonstrate that live broadcasting has a favorable and significant impact on impulsive purchasing. Nevertheless, impulsive purchasing is positively impacted by trust.
Keywords: Impulsive Buying, Live Streaming, Skincare, Trust
## ABSTRAK
Masyarakat kini dapat melakukan berbagai aktivitas secara online, termasuk melakukan pembelian, berkat akses internet yang lebih mudah. Karena besarnya volume transaksi yang dilakukan secara online, lahirlah e-commerce. Strategi promosi yang digunakan penjual juga telah berubah menjadi sistem internet dengan berkembangnya e-commerce. Salah satu layanan yang digunakan vendor saat ini adalah live streaming. Konsumen yang membeli produk secara online mengevaluasi kesesuaian dan kualitasnya menggunakan deskripsi produk, yang dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap bisnis tersebut. Sikap pembelian impulsif muncul akibat tumbuhnya kepercayaan merek dan penjualan live streaming. Studi ini mengkaji dampak siaran langsung dan kepercayaan terhadap pembelian impulsif subjek penelitian, produk perawatan kulit Skintific. Metodologi penelitian kuantitatif yang melibatkan pendekatan pengumpulan data kuesioner diterapkan. 150 responden dijadikan sampel penelitian. Analisis penelitian ini menggunakan beberapa analisis linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa live streaming dan kepercayaan berdampak besar pada pembelian impulsif. Namun, kepercayaan juga berdampak pada pembelian impulsif.
Kata Kunci : Impulsive Buying, Live Streaming, Skincare, Trust
## 1. Pendahuluan
Saat ini teknologi berkembang pesat di segala bidang, termasuk informasi, yang mengarahkan pelanggan untuk memperoleh informasi yang baik dan akurat dari produk yang diiklankan untuk dicoba oleh pelanggan. terutama karena orang suka mencoba hal baru, dan kosmetik perawatan kulit adalah salah satunya. Bagi sebagian wanita modern, perawatan kulit merupakan kebutuhan. Karena pasar perawatan kulit merupakan salah satu yang bisa dibilang cukup dinamis, banyak perusahaan dengan berbagai merek perawatan kulit bermunculan dan ingin berpartisipasi dan memperluas pasarnya di Indonesia.
Salah satu industri multi-miliar dolar terbesar di dunia adalah sektor kosmetik, yang mencakup berbagai barang seperti pembersih wajah, toner, serum, pelembab, alas bedak, bedak padat, lipstik, eyeliners, eyeshadow, perona pipi, dan maskara. (Jia, Mei and Mohd, 2019; Chin and Harizan, 2017). Daftar industri kosmetik dan perawatan terus berkembang dan meningkat menjadi bisnis kosmetik secara agresif dengan meluncurkan produk yang lebih mutakhir dan disempurnakan di pasar. Industri kosmetik ini merupakan perlengkapan tambahan untuk kulit yang telah berkembang sejauh ini. Berdasarkan hasil survey Populix, mayoritas konsumen wanita membeli atau berbelanja produk kecantikan dan perawatan tubuh saat Harbolnas, Persentasenya mencapai 78%.
Tabel 1. Persentase Kegiatan Belanja Online Masyarakat Indonesia Berdasarkan Kategori Barang No Kategori Barang Persentase 1 Kecantikan dan Perawatan 78% 2 Pakaian 70% 3 Makanan dan Minuman 40% 4 Perabot Rumah Tangga 32% 5 Elektronik/ gadget /aksesor 27% 6 Kebutuhan Bayi dan Anak 23% 7 Perlengkapan Hobi 16% 8 Produk Kesehatan 15% 9 Peralatan Olahraga 6% 10 Kebutuhan Perjalanan 6% Sumber: Data diolah 2023
Salah satu produk kosmetik skincare yang banyak di minati adalah brand skincare Skintific. Skincare Skintific merupakan brand skincare milik Kanada yang dikembangkan oleh Skintific Ltd, dan tahun produksinya tahun 2022. Produk yang ditawarkan berguna untuk perawatan kulit yang dikembangkan dan diformulasikan oleh para ilmuwan di laboratorium Kanada.
Saat ini, Skintific Ltd memiliki kurang lebih 200 karyawan (Glints, 2022). Karena persaingan brand skincare semakin ketat, maka dari itu Skintific menggunakan strategi marketing dengan cara memanfaatkan fitur live streaming guna menaikkan minat beli para masyarakat. Melalui fitur live streaming, banyak penjual mulai bersaing untuk meraih pelanggan sebanyak mungkin karena konten live streaming dapat dengan mudah diakses dimanapun dan kapanpun. Ketergantungan masyarakat yang besar akan gadget menyebabkan proses pembelian lebih mudah melalui live streaming, sehingga dapat menimbulkan sikap impulsive buying (impulsive buying behavior). Kondisi ini kerap menimbulkan pembelian yang sebelumnya tidak direncakan oleh konsumen karena adanya ketertarikan pada konten yang disajikan. Hal ini sejalan dengan beberapa jenis impulsive buying yang dipaparkan oleh (Nanda dan Aristyanto, 2021), bahwa terdapat tiga jenis pembelian impulsif: pertama, sama sekali tidak direncanakan, di mana konsumen tidak memiliki keinginan untuk membeli barang atau jasa sebelum melakukan kontak dengan pengecer; kedua, sebagian tidak terencana, di mana seorang konsumen telah memutuskan untuk membeli barang atau jasa tetapi belum memutuskan merek dan modelnya; dan ketiga, terencana. Ketiga, substitusi tidak terencana, di mana pelanggan berniat membeli produk atau layanan dari merek dan model tertentu, tetapi berubah pikiran karena interaksi dengan pedagang.
(Rahma et al, 2022) mengemukakan bahwa masalah pembelian impulsif ini menjadi lebih umum, yang mendorong pemasar untuk mencari ide pemasaran produk baru. Hal ini dilakukan guna meningkatkan pendapatan penjualan produk. Merujuk pada kesiapan pelanggan untuk percaya dan bergantung pada kinerja pihak lain dari suatu aktivitas penting,
membuat konsumen rentan terhadap penjual (Wijoseno et al., 2015). Dengan demikian bertujuan untuk mengetahui peran live streaming terhadap perilaku impulse buying pada produk kosmetik skincare, peran trust rerhadap perilaku impulse buying pada produk kosmetik skincare, serta bagaimana pengaruh keduanya terhadap perilaku impulse buying pada produk kosmetik skincare.
## 2. Tinjauan Pustaka
## Live Streaming Commerce dan Impulsive buying
Live streaming atau siaran langsung merupakan sebuah perkembangan arik media yang melibatkan dengan interaksi arik secara real-time (Cai & Wohn, 2019). Peran live streaming commerce menunjukkan pada aktivitas jual beli pada e-commerce di bawah platform live streaming (Chao & Chien, 2021). Hal ini tentu melibatkan platform live streaming yang mencakup teknologi dan infrastruktur live streaming untuk menyediakan lingkungan virtual yang menyediakan interaksi secara real-time, hiburan, aktivitas arik, dan perdagangan. Dalam lingkungan seperti itu, ruang live streaming menciptakan ruang virtual bagi live streamer untuk streaming dan memberi pengguna saluran untuk menonton dan berinteraksi dengan streamer langsung. Pembelian melalui siaran langsung, sering dikenal sebagai perdagangan live streaming, merupakan fenomena yang relatif baru. Perdagangan live streaming dicirikan sebagai bagian dari e-commerce yang menggabungkan interaksi sosial waktu nyata, karakteristik yang eksklusif untuk siaran langsung (Cai et al., 2018). Terdapat dua bentuk perdagangan live streaming, yang pertama adalah ketika kemampuan siaran langsung ditambahkan ke situs web e-commerce/belanja atau aplikasi seluler. Beberapa perusahaan telah memasuki industri ini dan menargetkan segmen pasar tertentu, seperti Livby, yang memperkenalkan aplikasi belanja live streaming seluler pertama di Amerika Serikat pada tahun 2016 (PR Newswire, 2016).
Umumnya, aktivitas live streaming yang khas untuk menjual produk melibatkan streamer langsung yang menunjukkan aspek yang berbeda dari produk dan mendorong audiens untuk membelinya. Interaksi arik merupakan hal utama dari lingkungan live streaming commerce, karena hal tersebut menciptakan sikap, kepercayaan dan perilaku aktif pengguna dalam berkomunikasi dan bertransaksi. Adapun ariktor live streaming menurut Chao dan Chien (2021), menyatakan terkait dengan daya tarik, kompetensi adalah keterampilan yang dilihat dari pengetahuan, pengalaman, dan keahlian, sedangkan kepercayaan adalah kepercayaan yang dilihat dari kejujuran dan integritas. Dalam (Gusnia, 2022), Shimp mendefinisikan trustworthiness sebagai keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki oleh pengirim pesan, memungkinkan orang lain memandang pengirim sebagai dapat dipercaya. Keahlian adalah pemahaman pembawa pesan tentang produk yang dipromosikan. Daya tarik fisik, rasa hormat, dan kemiripan adalah beberapa faktor daya tarik. Rasa hormat adalah atribut yang menjadi pujian atau penghargaan seseorang karena prestasi atau kecerdasan selebriti, dan kesamaan adalah sejauh mana selebriti dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan audiens, seperti usia, jenis kelamin, etnis, dan lain-lain. Attractiveness adalah daya tarik fisik selebriti yang mengiklankan. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa streaming langsung berperan dalam cara pelanggan melakukan pembelian impulsif.. Dengan demikian hipotesis pertama diajukan sebagai berikut:
H 1 . Live streaming commerce berpengaruh positif terhadap impulsive buying
## Trust dan Impulsive buying
Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai penilaian pelanggan terhadap kejujuran dan integritas perusahaan. Hal ini berkaitan dengan persepsi dan keyakinan pelanggan bahwa perusahaan tidak akan mengecewakan mereka dan bekerja keras untuk mencapai keuntungan
mereka (Roman dan Ruiz, 2005). Selain mengevaluasi interaksi langsung dengan penjual, pelanggan juga dapat mempertimbangkan apakah kinerja penjual memuaskan (Chen dan Mau, 2009). Kepercayaan juga didefinisikan sebagai keyakinan bahwa orang lain mempertahankan komitmen yang diharapkan (Flavian et al., 2022; Luhmann, 2018). Membangun kepercayaan di Internet menghadirkan tantangan tambahan. Dalam lingkungan online yang terbuka seperti itu, banyak entitas yang mungkin benar-benar asing dan dipisahkan oleh jarak fisik. Beberapa organisasi di Internet menggunakan identitas asli mereka, sementara yang lain memiliki lokasi fisik. Ini tidak selalu terjadi. Sebagian besar entitas tidak memiliki identifikasi fisik, dan terdapat banyak entitas anonim. Selain itu, seperti halnya di dunia fisik, Internet memiliki beberapa domain dengan kebutuhan yang berbeda. Saat membangun kepercayaan untuk suatu domain, kebutuhannya harus diperhitungkan. Proses membangun kepercayaan untuk interaksi Internet harus mempertimbangkan kebutuhan berbagai organisasi.
Tindakan kepercayaan bersifat emosional dan rasional. Secara emosional, ini adalah keadaan mengekspos kelemahan kepada orang lain sambil percaya bahwa mereka tidak akan memanfaatkan seseorang. Logikanya, ini adalah saat seseorang telah mengevaluasi kemungkinan untung dan rugi, menghitung utilitas yang diantisipasi menggunakan data kinerja keras, dan memutuskan bahwa individu yang bermasalah akan bertindak secara terprediksi (David, 2008). Trust adalah kesiapan suatu pihak untuk rentan terhadap tindakan pihak lain berdasarkan antisipasi bahwa pihak lain akan melakukan tindakan tertentu yang signifikan terhadap pemberi kepercayaan, terlepas dari kapasitas untuk memantau atau mengendalikan pihak lain adalah definisi yang paling umum diberikan (Mayer et al., 1995). Konsep ini menunjukkan bahwa pemberi kepercayaan akan kehilangan sesuatu yang penting (yaitu, kerentanan). Kepercayaan adalah strategi yang sangat sukses untuk mengurangi kompleksitas, meskipun faktanya pengguna tidak dapat mengontrol perilaku orang lain. Corritore et al (2003) menggambarkan online trust sebagai sikap harapan percaya diri bahwa kerentanan seseorang tidak akan disalahgunakan dalam lingkungan online yang berisiko. Chang et al (2005) mendefinisikan trust sebagai keyakinan yang dimiliki terhadap keinginan dan kapasitas untuk menyediakan layanan berkualitas di lingkungan tertentu dan dalam Slot Waktu tertentu. Konsep ini menunjukkan atribut trust yang bergantung pada konteks.
Jika perusahaan dapat memperkuat kepercayaan dan komitmen kepada komunitas di ranah virtual dan non-virtual, keberhasilan dan kelangsungan hidup komunitas, dalam jangka panjang, dapat dipastikan. Kepercayaan adalah bagian inti dan penting dalam menciptakan hubungan antara perusahaan dan konsumen. Adapun indikator dari variabel trust yaitu belief, ease, quality of information, service quality. Menurut Bromiley dan Cummings (1995) belief merupakan komponen kunci dari trust. Sementara itu, (Juliana et al., 2020) mendefinisikan ease sebagai sejauh mana seseorang menganggap penggunaan sistem tertentu bebas masalah, seperti mudah dipahami atau digunakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemudahan penggunaan adalah konsep yang dapat dengan mudah dipahami dan diterapkan pada teknologi baru atau asing sehingga pelanggan tidak merasa kesulitan untuk memanfaatkannya. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa trust memiliki pengaruh terhadap pembelian impulsif. Dengan demikian hipotesis diajukan sebagai berikut:
H 2 . Trust berpengaruh positif terhadap pembelian impulsif
Gambar 1. Conceptual Framework
## 3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metodologi kuantitatif dan metode verifikasi. Konsumen yang berbelanja online dan rutin menonton live streaming, serta pengguna produk skincare Skintific menjadi subjek dan kriteria yang dijadikan responden dalam penelitian ini. Perdagangan live streaming, kepercayaan, dan pembelian impulsif adalah variabel yang diamati dalam penelitian ini. Sampling non-probabilitas yang dikombinasikan dengan pendekatan convenience sampling adalah strategi pengambilan sampel yang digunakan. 150 responden membuat sampel, dan purposive sampling digunakan dalam proses pengambilan sampel. Kuesioner yang diberikan kepada responden secara online melalui Google Form digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis regresi berganda dengan menggunakan SPSS 23 for Windows merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. Setelah mengumpulkan data, peneliti menguji kelayakan instrumen dan kebenaran pernyataan yang disertakan. Uji kelayakan instrumen yang dilakukan terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas dilakukan dengan uji Pearson Correlation, sementara itu uji reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Apabila nilai Pearson Correlation (r hitung) > nilai r tabel, maka item pernyataan dinyatakan valid. Adapun r tabel dalam penelitian ini ialah 0,778, sebagaimana yang tercantum dalam distribusi tabel r untuk 150 responden. Sementara itu, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,600, maka item pernyataan dinyatakan reliabel. Nilai 0,600 merupakan ketetapan ambang batas Alpha Cronbach.
## 4. Hasil Dan Pembahasan Deskripsi Responden
Di bawah ini merupakan tabel dari profil responden sejumlah 150 responden, yang disebarkan dengan kuesioner yang dilakukan secara online melalu media sosial dan dari mulut ke mulut kepada responden.
Tabel 2. Deskripsi responden Keterangan Persentase (%) Jenis Kelamin 1. Laki – Laki 26% 2. Perempuan 74% Usia 1. < 18 tahun 4% 2. 18 – 20 tahun 22,7% 3. 21 – 23 tahun 68,7% 4. 24 – 26 tahun 2,7% 5. > 26 tahun 2% Uang Saku 1. < Rp1.000.000 28% 2. Rp1.100.000- Rp2.000.000 32,7% 3. Rp2.100.000- Rp3.000.000 23,3%
Live streaming Trust Impulsive buying
Keterangan Persentase (%) 4. >3.000.000 16% Lama Kuliah 1. 1 tahun 9,3% 2. 2 tahun 10,7% 3. 3 tahun 56% 4. 4 tahun 22,7% 5. > 5 tahun 1,3% Frekuensi berbelanja dalam 1 bulan 1. 1 kali 9,3% 2. 2 kali 22% 3. 3 kali 25,3% 4. 4 kali 13,3% 5. > 4 kali 30% Pengguna social media dan e-commerce 1. Ya 98,7% 2. Tidak 1,3% Sumber: Data diolah 2023
## Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan untuk memastikan setiap item pernyataan yang terdapat di dalam kuesioner dan telah didistribusikan kepada respoden valid. Apabila nilai Pearson Correlation (rhitung) lebih dari nilai rtabel untuk 150 responden sebagaimana yang tertera dalam distribusi tabel t, yakni 0,1339, maka dapat dipastikan bahwa item pernyataan tersebut valid.
Tabel 3. Uji Validitas Variabel Item r tabel r hitung Keterangan Live streaming X1.P1 0,1339 0,778 Valid X1.P2 0,1339 0,712 Valid X1.P3 0,1339 0,700 Valid X1.P4 0,1339 0,757 Valid X1.P5 0,1339 0,702 Valid X1.P6 0,1339 0,705 Valid X1.P7 0,1339 0,786 Valid Trust X2.P1 0,1339 0,735 Valid X2.P2 0,1339 0,800 Valid X2.P3 0,1339 0,803 Valid X2.P4 0,1339 0,780 Valid X2.P5 0,1339 0,874 Valid X2.P6 0,1339 0,851 Valid X2.P7 0,1339 0,851 Valid X2.P8 0,1339 0,780 Valid X2.P9 0,1339 0,757 Valid X2.P10 0,1339 0,762 Valid Impulsive buying Y.P1 0,1339 0,714 Valid Y.P2 0,1339 0,706 Valid Y.P3 0,1339 0,491 Valid Y.P4 0,1339 0,646 Valid Y.P5 0,1339 0,685 Valid Y.P6 0,1339 0,753 Valid Y.P7 0,1339 0,689 Valid
Variabel Item r tabel r hitung Keterangan Y.P8 0,1339 0,850 Valid Y.P9 0,1339 0,763 Valid Y.P10 0,1339 0,836 Valid Y.P11 0,1339 0,794 Valid Y.P12 0,1339 0,799 Valid
Sumber: Data diolah 2023
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh item pernyataan dinyatakan valid karena seluruh rhitung > rtabel. Kemudian hasil dari pengujian reliabilitas didapatkan bahwa nilai Alpha Cronbach yang didapatkan lebih dari ambang batas Alpha Cronbach yang ditetapkan, yakni 0,600, maka disimpulkan bahwa item pernyataan tersebut reliabel.
Tabel 4. Uji reliabilitas Variabel Item Ambang Alpha Cronbach Keterangan Live Streaming X1.P1 0,600 0,855 Reliabel X1.P2 0,600 0,856 Reliabel X1.P3 0,600 0,855 Reliabel X1.P4 0,600 0,855 Reliabel X1.P5 0,600 0,857 Reliabel X1.P6 0,600 0,855 Reliabel X1.P7 0,600 0,855 Reliabel Trust X2.P1 0,600 0,856 Reliabel X2.P2 0,600 0,855 Reliabel X2.P3 0,600 0,856 Reliabel X2.P4 0,600 0,855 Reliabel X2.P5 0,600 0,854 Reliabel X2.P6 0,600 0,855 Reliabel X2.P7 0,600 0,854 Reliabel X2.P8 0,600 0,854 Reliabel X2.P9 0,600 0,855 Reliabel X2.P10 0,600 0,855 Reliabel Impulsive buying Y.P1 0,600 0,854 Reliabel Y.P2 0,600 0,854 Reliabel Y.P3 0,600 0,856 Reliabel Y.P4 0,600 0,855 Reliabel Y.P5 0,600 0,854 Reliabel Y.P6 0,600 0,853 Reliabel Y.P7 0,600 0,854 Reliabel Y.P8 0,600 0,851 Reliabel Y.P9 0,600 0,853 Reliabel Y.P10 0,600 0,851 Reliabel Y.P11 0,600 0,852 Reliabel Y.P12 0,600 0,851 Reliabel
Sumber: Data diolah 2023
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa seluruh item pernyataan dinyatakan reliabel. Hal ini dikarenakan seluruh nilai Alpha Cronbach > Ambang batas, yakni 0,600.
## Uji Normalitas
Tes Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menentukan kenormalan. Jika Asimp. Sig. (2 tailed) > 0,05, maka data penelitian dianggap terdistribusi secara teratur.
Tabel 5. Uji normalitas Unstandardized Residual N 150 Normal Parameters a,b Mean 0,0000000 Std. Deviation 8,39914890 Most Extreme Differences Absolute 0,070 Positive 0,070 Negative -0,051 Test Statistic 0,070 Asymp. Sig. (2-tailed) c 0,066 Monte Carlo Sig. (2-tailed) d Sig. 0,067 99% Confidence Interval Lower Bound 0,060 Upper Bound 0,073
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa nilai Asymp Sig. (2 tailed) > 0,05, yakni, 0,060. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian telah terdistribusi secara normal.
## Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dijalankan untuk memastikan data penelitian tidak memiliki tanda-tanda multikolinearitas. Tidak akan terjadi tanda-tanda multikolinearitas pada data penelitian jika nilai tolerance dan VIF dari kedua variabel independen adalah tolerance > 0,01 dan VIF > 10.
Tabel 6. Uji Multikolinearitas Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 5,168 5,355 0,965 0,336 Live streaming 0,660 0,234 0,279 2,826 0,005 0,570 1,755 Trust 0,307 0,158 0,192 1,943 0,054 0,570 1,755
Sumber: Data diolah 2023
Dari temuan uji pada tabel di atas bahwa data studi tidak menunjukkan tanda-tanda multikolinearitas. Ini terlihat dari nilai toleransi dan VIF yang telah dicapai oleh dua variabel independen, live streaming dan kepercayaan. Nilai tolerance untuk variabel live streaming dan trust sebesar 0,570, sedangkan nilai VIF sebesar 1,755. Temuan ini menunjukkan bahwa nilai VIF dibawah 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,01.
## Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas dilakukan untuk memastikan bahwa di dalam data penelitian tidak terjadi gejala heterokedastisitas. Apabila nilai signifikansi pada dua variabel lebih dari taraf signifikansi 5%, yakni 0,05. Maka, dapat dipastikan tidak terjadi gejala heterokedastisitas di dlaam data penelitian.
Tabel 7. Uji Heterokedastisitas Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 5,588 3,093 1,807 0,073
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta Live streaming -0,032 0,135 -0,026 -0,236 0,814 Trust 0,051 0,091 0,061 0,556 0,579
Sumber: Data diolah 2023
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas di dalam data penelitian. Hal ini dikarenakan nilai signifikansi yang didapatkan pada variabel live streaming sebesar 0,814 dan nilai signifikasi pada variabel trust sebesar 0,579. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 0,814 > 0,05 dan 0,579 > 0,05.
## Analisis Regresi Berganda
Untuk menentukan dampak spesifik dari faktor independen terhadap variabel dependen, digunakan uji parsial atau uji t. Dapat disimpulkan bahwa faktor independen memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap variabel dependen jika nilai thitung yang diturunkan lebih besar dari nilai ttabel. Berdasarkan distribusi nilai ttabel untuk df 147, maka nilai ttabel penelitian adalah 1,655. Selain itu, jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%, maka dapat dikatakan pengaruhnya signifikan.
Tabel 8. Analisis regresi Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 5,168 5,355 0,965 0,336 Total X1 0,660 0,234 0,279 2,826 0,005 Total X2 0,307 0,158 0,192 1,943 0,007
Sumber: Data diolah 2023
Berdasarkan hasil pengujian di atas, terlihat nilai thitung variabel live streaming sebesar 2,826 dan nilai thitung variabel kepercayaan sebesar 1,943. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa live streaming dan faktor kepercayaan memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap pembelian impulsif. Dua angka thitung—2,826 > 1,655 dan 1,943 > 1,655—keduanya lebih tinggi dari nilai ttabel. Nilai signifikansi variabel live streaming adalah 0,005, sedangkan nilai signifikansi variabel kepercayaan adalah 0,007. Jadi, dapat dikatakan bahwa kepercayaan dan live streaming sama-sama mempengaruhi pembelian impulsif. Karena 0,005 > 0,05 dan 0,007 > 0,05, inilah masalahnya.
## Uji F (Simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat besaran pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama atau secara simultan. Apabila nilai signifikansi yang didapatkan lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, yakni 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan.
Tabel 9. Uji Simultan Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2379,764 2 1189,882 16,640 .000 b Residual 10511,310 147 71,506 Total 12891,073 149
Sumber: Data diolah 2023 Berdasarkan hasil pengujian di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi yang didapatkan sebesar 0,000. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama, live streaming dan trust berpengaruh terhadap impulsive buying.
## Uji Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui seberapa baik variabel dependen dapat menjelaskan variabel independen digunakan uji koefisien determinasi. Anda dapat memperhatikan nilai Adjusted R Square yang dikalikan 100% untuk mengetahui nilai ini. Nilai R2 harus berkisar dari 0 hingga 1, dan jika mendekati 1 lebih sering, kemampuan variabel dependen untuk menjelaskan variabel independen dianggap meningkat.
Tabel 10. Uji koefisien determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .430 a 0,185 0,174 8,45609
Sumber: Data diolah 2023 Berdasarkan hasil pengujian pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai Adjusted R Square yang didapatkan sebesar 0,174. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa impulsive buying dapat dijelaskan live streaming dan trust sebesar 17,4%.
Menurut temuan penelitian yang diuraikan di atas, live streaming memiliki dampak yang menguntungkan dan penting pada pembelian impulsif. Hasil penyelidikan ini menguatkan penelitian oleh Rahma et al. (2022), Tumanggor dkk. (2022), dan Xiaohan et al. (2022). Ketiga studi ini menunjukkan bahwa siaran langsung memiliki dampak menguntungkan pada pembelian impulsif. Hal ini dikarenakan pasar untuk e-commerce menjadi lebih padat, sehingga para pedangan melakukan perluasan ke perdagangan live streaming sangat penting bagi pengecer online untuk membedakan diri mereka di pasar online yang ramai (Marshall et al., 2012). Dari sudut pandang praktis, temuan penelitian ini dapat membantu streaming langsung platform perdagangan dan pemasok dalam mengidentifikasi elemen guna promosi impulsive buying urge dan impulsive buying behavior, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan konversi penjualan.
Selain itu, mengingat sifat live streaming langsung yang sensitif terhadap waktu, di mana berkaitan pada waktu streaming yang kadang terbatas hingga delapan jam, pembelian impulsif sangat penting untuk fungsinya. Impulsive buying dalam perdagangan live streaming memiliki relevansi tertinggi, karena temuan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan vendor dan tentang sikap dan perilaku pembeli, sehingga meningkatkan operasi bisnis mereka dalam perdagangan live streaming. Dari sudut pandang teoretis, hasilnya memberikan sudut pandang baru yang menggabungkan konten streaming langsung, dan trust dalam meningkatkan pembelian impulsif pelanggan (Xue et al., 2020).
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, trust menunjukkan pengaruh positif terhadap impulsive buying. Temuan penelitian ini mendukung temuan penelitian dari Zhenfang, 2022; dan Lavenia dan Erdiansyah, 2022. Hal ini dikarenakan ketiga temuan penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh positif dari trust terhadap impulsive buying. Kepercayaan (trust) di sini tidak hanya diinginkan tetapi juga vital. Kahneman dan Tversky (1979) menemukan bahwa karena keamanan transaksi online, konsumen lebih sensitif terhadap ketidakpastian dan kemungkinan kerugian. Wang (2017) mengusulkan bahwa kepercayaan pelanggan online memainkan peran penting dalam mempengaruhi kecenderungan mereka untuk membeli. Misalnya, jika pelanggan merasakan ambiguitas dan kurangnya pengetahuan tentang barang yang ingin mereka beli, tingkat kepercayaan mereka merupakan penentu penting dari pilihan akhir mereka (Kauffman, Lai, & Lin, 2010).
## 5. Penutup
Penelitian ini berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pada pembelian impulsif pada produk skincare. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa Live streaming berpengaruh positif dan signifikan terhadap impulsive buying, sehingga hipotesis pertama diterima. Trust berpengaruh positif terhadap impulsive
buying, sehingga hipotesis kedua diterima. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti merumuskan beberapa saran, yakni Peneliti selanjutnya dapat mengeksplor anteseden impulsive buying yang lebih luas. Hal ini dikarenakan munculnya banyak variabel lain dalam penelitian terdahulu, seperti electronic word of mouth, keputusan pembelian, dan lainnya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam bahasan mengenai internet marketing, khususnya yang berkaitan dengan live streaming, trust, dan implikasinya terhadap impulsive buying.
## Daftar Pustaka
Bromiley, P., & Cummings, L. L. (1995). Transactions Costs in Organizations with Trust. Research on Negotiations in Organizations, 5(January 1995), 219–247. Cai, J., Wohn, D. Y., Mittal, A., & Sureshbabu, D. (2018). Utilitarian and hedonic motivations for live streaming shopping. TVX 2018 - Proceedings of the 2018 ACM International Conference on Interactive Experiences for TV and Online Video , 81–88. https://doi.org/10.1145/3210825.3210837
Chang, E., Dillon, T. S., & Hussain, F. K. (2005). Trust and reputation relationships in service- oriented environments. Proceedings - 3rd International Conference on Information Technology and Applications, ICITA 2005 , I, 4–14. https://doi.org/10.1109/ICITA.2005.168
Corritore, C. L., Kracher, B., & Wiedenbeck, S. (2003). On-line trust: Concepts, evolving themes, a model. International Journal of Human Computer Studies , 58(6), 737–758. https://doi.org/10.1016/S1071-5819(03)00041-7
David, S. (2008). Changing Minds : in Detail. Syque Press.
Glints. (2022). Skintific. Glints. https://glints.com/id/companies/skintific-cosmetics- ltd/6b8f3aae-674b-4553-8629-143cdae56c38
Juliana, J., Noval, T., Hubner, I. B., & Bernarto, I. (2020). Ease Of Use Dan Trust Terhadap
Purchase Intention Melalui Customer Satisfaction Pada Situs Web Tokopedia. Jurnal Ecodemica: Jurnal Ekonomi, Manajemen, Dan Bisnis, 4(2), 217–229.
https://doi.org/10.31294/jeco.v4i2.6909
Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk.
Economica, 47(2), 263–291.
Lavenia, G., & Erdiansyah, R. (2022). Analisis Pengaruh Influencer Marketing dan Perceived Trust terhadap Impulsive Buying Menantea. Prologia , 6(2), 328–333. Mayer, R. C., Davis, J. H., & Schoorman, F. D. (1995). Model of Trust Theory. The Academy of Management Review, 20(3), 709–734.
Nanda, A. S., & Aristyanto, E. (2021). Peran Impulsive Buying Saat Live Streaming Pada Masa Pandemi Covid-19 (Studi Kasus E-Commerce Shopee). Jurnal Masyarakat Al-Syarah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 6(2), 542–555.
PR Newswire. (2016). Livby Launches The First Mobile Live Streaming Shopping App. Cision. https://www.prnewswire.com/news-releases/livby-launches-the-first-mobile-live- streaming-shopping-app-300377106.html
Rahma, N. A., Dirgantara, I. M. B., & Almadana, A. V. (2022). Analisis Pengaruh Pesan Kelangkaan dan Live Commerce terhadap Perilaku Pembelian Impulsif (Studi Empiris pada Mahasiswa Pelanggan Marketplace Shopee di Kota Semarang). Diponegoro Journal of Management , 11(5), 1–12.
Sawicki, A. (2016). Digital Marketing. World Scientific News , 82(48), 82–88. https://eshoped.gr/ti-einai-to-neuromarketing-kai-i-sxesi-tou-me-to-digital- marketing/?fbclid=IwAR0b9YiiZa0k0UCh5zPsVa7gCKKGBy44DKq5kemWWf_eTFiujS7CH MH7krY
Tumanggor, S., Hadi, P., & Sembiring, R. (2022). Pembelian impulsif pada e-commerce shopee (studi pada konsumen shopee di Jakarta Selatan). Jpurnal of Business and Banking, 11(2), 251–270. https://doi.org/10.14414/jbb.v11i2.2733
Wijoseno, J., Wr, J. W., & Ariyanti, M. (2015). Perceived Factors Influencing Consumer Trust and Its Impact on Online Purchase Intention in Indonesia Indonesian E-commerce Purchase Intention View project Perceived Factors Influencing Consumer Trust and Its Impact on Online Purchase Intention in Indones. International Journal of Science and Research , 6(April), 2319–7064. https://doi.org/10.21275/8081706 Xue, J., Liang, X., Xie, T., & Wang, H. (2020). Information & Management See now, act now:
How to interact with customers to enhance social commerce engagement?. Information & Management, 57(6), 103324. https://doi.org/10.1016/j.im.2020.103324
|
096e6fe9-50d3-4ea2-99da-61f7576454da | http://fishscientiae.ulm.ac.id/index.php/fs/article/download/197/181 |
## POTENSI KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KESEGARAN BELUT SAWAH
(Monopterus albus Zuieuw) PADA RANTAI PASOK DI 5 (LIMA) PASAR
## WILAYAH KOTAMADYA BANJARBARU
POTENTIAL AVAILABILITY AND FRESHITY LEVEL OF FIELD EEL (Monopterus albus Zuieuw) IN SUPPLY CHAIN IN 5 (FIVE) MARKETS AREA
## OF THE CITY OF BANJARBARU
Candra* 1 , Rusdayanti Asma 2 , Rabiatul Adawyah 1 , Findya Puspitasari 1 , Ahmad Rujani 1
1 Prodi THP FPK ULM, Jl A. Yani km 36.5, Banjarbaru, KalSel, Indonesia
2 Prodi Manajemen FEB ULM, Jl. Brigjend Hasan Basri, Banjarmasin, Indonesia *Corresponding author [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan yaitu mempelajari ketersediaan belut (Monopterus albus zuieuw) yang dijual pada 5 (lima) pasar di wilayah Kotamadya Banjarbaru dan mempelajari tingkat kesegaran belut pada nelayan dan penjual di 5 (lima) pasar Kotamadya Banjarbaru. Pasar di wilayah Banjarbaru sebagai salah satu tempat penjualan belut memperoleh sumbernya dari beragam pelosok baik di wilayah Kotamadya Banjarbaru maupun sekitarnya seperti Kabupaten Banjar. Pasar yang terletak pada 5 kecamatan di Banjarbaru tidak semua menjual belut sawah, karena khususnya di Kalimantan Selatan, belut merupakan hasil dari tangkapan alam bukan dari produksi budidaya. Data tentang ketersediaan belut di pasar, suplayer belut sampai dengan habitat dari belut perlu dikaji lebih dalam untuk memastikan bahwa belut yang dijual dan timgkat kesegaran sampai ke tangan konsumen, Hasil penelitian tentang Identifikasi Keamanan Pangan Belut Sawah (Monopterus albus Zuieuw) pada tingkat suplayer pasar Banjarbaru Kalimantan Selatan dapat diambil kesimpulan adalah penjualan belut di pasar pada wilayah Kodamadya Banjarbaru hanya tersedia pada pasar tertentu saja disebabkan tidak kesukaan terhadap belut yang didominasi oleh suku jawa; tingkat kesegaran belut umumnya masih bagus karena pada proses distribusi belut masih dalam kondisi sehat dan ditangani dengan baik, serta jarak tempuh antara daerah penangkapan dengan pasar paling jauh berkisar 25 – 34 km; dan pasar dengan jumlah penjualan belut terbanyak ada pada Pasar Bauntung di Kecamatan Banjarbaru Selatan, sedangkan terbanyak kedua adalah Pasar Ulin Raya.
Keywords :Monopterus albus zuieuw, nelayan, pasar, penjual, organoleptik
## PENDAHULUAN
Perikanan belut sawah di Indonesia masih terbatas pada
penangkapan alam dan pembesaran belut sawah berukuran kecil sampai mencapai ukuran konsumsi. Populasi belut sawah diduga semakin menurun karena perairan umum air tawar dan sawah yang menjadi habitatnya berkurang luasannya karena berkompetisi untuk kebutuhan manusia sementara konsumsi belut semakin meningkat. Belut sawah (Monopterus albus zuiew) memiliki tubuh silindris memanjang seperti ular, tidak bersisik, mengeluarkan lendir dari seluruh bagian tubuh, tanpa sirip ekor dan sirip dada, sirip punggung dan sirip anal tereduksi menjadi lipatan kulit yang menyatu menjadi ekor, bukan insang bersatu membentuk seperti huruf “V” dibawah kepala, rahang terbagi menjadi dua atas dan bawah dan mata yang kecil ditutupi oleh lapisan kulit (Herdiana dkk., 2017). Ikan belut sawah (Monopterus albus) atau asian swamp eel (common name) merupakan satu dari 13 spesies pada genus Monopterus yang memiliki distribusi yang luas meliputi kawasan Asia tropis hingga sub tropis sebagai habitat aslinya (Allen 2011). Belut sawah (Monopterus albus) merupakan salah satu komoditas potensial budidaya karena memiliki permintaan pasar yang tinggi
terutama pasar ekspor. Permintaan belut yang terus meningkat dikhawatirkan dapat mengurangi populasi belut di alam, karena belut yang ada di pasaran merupakan belut hasil tangkapan. Selain itu, penangkapan belut hanya dapat dilakukan pada musim hujan sehingga suplai belut tidak dapat dilakukan secara kontinyu. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan budidaya belut. Budidaya belut yang dilakukan selama ini belum intensif sehingga produksi masih rendah. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan usaha pembenihan secara intensif melalui peningkatan padat tebar (Effendi et al., 2006). Belut merupakan jenis ikan air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin, biasanya hidup disawah atau lumpur. ikan belut memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Belut sawah (monepterus albus zuiew) sangat bermanfaat bagi kesehatan karena kandungan gizinya yang tinggi. menurut puspita (2012), 100 gram belut memiliki kandungan 303 kal; 27 glemak; dengan
Candra dkk, Potensi Ketersediaan Dan Tingkat Kesegaran Belut Sawah . . .
kandungan asam lemak ak jenuh omega- 3 yang berkisar antara 4,48 gram – 11,80 gram; 18,4 gram protein; dengan jenis asam aminonya antara lain leusin, asam aspartat, dan asam glutamat (Winarno, 2004). Pasar di wilayah Banjarbaru sebagai salah satu tempat penjualan belut memperoleh sumbernya dari beragam pelosok baik di wilayah Kotamadya Banjarbaru maupun sekitarnya seperti Kabupaten Banjar. Pasar yang terletak pada 5 kecamatan di Banjarbaru tidak semua menjual belut sawah, karena khususnya di Kalimantan Selatan, belut merupakan hasil dari tangkapan alam bukan dari produksi budidaya. Data tentang ketersediaan belut di pasar, suplayer belut sampai dengan habitat dari belut perlu dikaji lebih dalam untuk memastikan bahwa belut yang dijual dan timgkat kesegaran sampai ke tangan konsumen, Sehingga pada penelitian ini akan dikaji tentang infomasi daerah penangkapan belut, penanganan pasca tangkap dan tingkat kesegaran belut.
## METODE PENELITIAN
## Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Juni sampai Agustus tahun 2022 yang bertempat di wilayah Kotamadya Banjarbaru dan
Kabupaten Banjar. Untuk analisa di laksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
## Prosedur Kerja
3.4. Tahapan Penelitian 3.4.1. Survei Lapangan
Survei lapangan akan dilakukan melalui :
1. Kunjungan dan survei lokasi pasar dan daerah penangkapan belut sawah.
2. Menggunakan wawancara semi-terstruktur ( semi-structured interview ) sebagai metode utama dengan wawancara khusus dengan :
a. Penjual belut di pasar 5 Kecamatan di wilayah Kotamadya Banjarbaru
b. Suplayer, pengepul dan nelayan penangkap belut
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Wiyono, 2016). Sementara itu instrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Arikanto, 2010). Seperti pengumpulan data berupa prosedur analisa, hasil analisa check list , kuesioner, pedoman wawancara, hingga kamera untuk foto atau untuk merekam gambar.
Data yang dapat dikumpulkan berupa data primer dan sekunder, data primer didapatkan dari wawancara dan observasi tentang informasi dan fenomena yang berkaitan dengan masalah di lokasi pesantren. Data
sekunder didapatkan dari dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau dokumen arsip yang ada di lokasi pesantren serta sumber-sumber lain yang dinilai relevan.
Metode yang digunakan dibawah ini dimaksudkan untuk mempermudah proses pengumpulan data diantaranya:
1. Studi Lapangan
Studi lapangan adalah melakukan peninjauan ulang secara langsung untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan laporan. Studi lapangan dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh objek yang meliputi: (a). Metode Observasi Metode observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung pada objek. Metode observasi dilakukan dengan cara yang paling dasar untuk
mendapatkan informasi mengenai gejala-gejala sosial melalui proses pengamatan (Indrawati, 2007).
Metode observasi digunakan penulis untuk memperoleh data tentang kenyataan mengenai objek yang diamati yang selanjutnya disajikan dalam bentuk data. Berikut langkah- langkah yang harus dilakukan dalam observasi :
1). Menentukan tujuan dan fungsi kegiatan observasi.
2). Mencatat data yang diperlukan dan menyesuaikannya dengan tujuan / fungsi observasi.
3). Melakukan survei tempat dam melanjutkan observasi.
4). Menemui narasumber untuk wawancara sebagai bukti penguat dan sumber acuan (referensi).
5). Mencatat hasil observasi (b). Metode Wawancara
Metode wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan yang disampaikan oleh narasumber. Menurut (Hariwijaya, 2007)
Wawancara merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dilakukan jika data yang diperoleh melalui observasi kurang mendalam. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan (Sugiyono, 2005) bahwa wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peniliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan dalam wawancara :
1). Menentukan topik wawancara.
2). Menentukan narasumber/ responden.
3). Menyusun daftar pertanyaan.
Candra dkk, Potensi Ketersediaan Dan Tingkat Kesegaran Belut Sawah . . .
4). Melakukan wawancara dengan bahasa yang santun, baik, dan benar.
5). Mencatat pokok-pokok informasi berdasarkan jawaban narasumber.
6). Menulis laporan hasil wawancara.
(c). Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan mencatat data penelitian yang tersedia dalam bentuk buku, arsip, dokumen. Metode dokumentasi bertujuan memperlengkap data
wawancara dan observasi. Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode dokumentasi :
1). Mengumpulkan buku, arsip, dan dokumen hasil pengujian.
2). Menganalisis data-data yang
diperlukan. 3). Mencatat data-data
yang
diperlukan.
2. Metode Studi Pustaka
Studi kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam kegiatan ilmiah akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan/fondasi untuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukan dugaan sementara. Sehingga peneliti dapat
mengelompokkan, mengalokasikan,
mengorganisasikan dan menggunakan beragam pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti (Kartiningrum, 2015).
Berikut
langkah-langkah dalam
melakukan metode studi pustaka:
1). Mengidentifikasi topik yang sesuai.
2). Menemukan konteks dan informasi latar belakang.
3). Mencari buku, jurnal, artikel, dan prosiding.
4). Mengevaluasi sumber data.
5). Mengutip sumber menggunakan ketentuan yang berlaku.
3.4.2. Analisa Proksimat
Analisa prosimat berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan oleh AOAC 1999
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Hasil dari penelitian adalah merupakan hasil dari penelitian tahap 1 yaitu karakteristik belut pada tingkat nelayan dan penjual di wilayah Kotamadya Banjarbaru. Data hasil penelitian tentang data ketersediaan belut pada pasar di wilayah Banjarbaru disajikan pada Tabel 3.1.
Sedangkan Penelitian tahap II adalah karakterisasi proksimat belut pada level nelayan dan penjual berdasarkan ketersediaan setiap hari. Data hasil uji proksimat belut pada
level nelayan dan penjual dapat dilihat pada Tabel 3.2.
.
Tabel 3.1. Data ketersediaan dan tingkat kesegaran belut pada pasar di Wilayah Kotamadya Banjarbaru
Nama Pasar Penjual Kondisi Belut Daerah Tangkapan Kondisi Belut Pasar Cempaka Alex Mati, tidak segar Sungai Batang Martapura Hidup Pasar Ulin Raya Bapak Yusfi Mati, segar, disiangi/dipotong Martapura, Hulu Sungai Selatan Hidup Pasar Pagi Lianganggang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Laura Landasan Ulin Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Palam Bapak Amin Hidup Palam, Martapura, Bangkal Hidup Pasar Loktabat Selatan Bapak Likman Hidup Martapura, Simpang Empat Kertak Anyar Hidup Pasar Bauntung Bapak Muhid Hidup Martapura lama Hidup Pasar Banjarbaru Lama Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Karanganyar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Pagi Bina Putra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Manunggal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Pasar Landasan Ulin Timur Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tabel 3.2. Data uji proksimat pada level nelayan dan penjual belut Tempat Protein Abu Lemak Air Karbohidrat Nelayan Sungai Batang Martapura 18,81 % 2,37 % 0,32 % 77,29 % 0,71 % Pasar Ulin Raya 17,13 % 2,08 % 0,29 % 78,20 % 2,30 %
## Pembahasan
Pasar dalam pengelolaan pemerintah
Kotamadya Banjarbaru tersebar pada 5 Kecamatan dengan letak geografis berjauhan. Peta administrasi Kota Banjarbaru dengan letak Pasar tempat survey ketersediaan dan tingkat kesegaran belut dapat dilihat pada Gambar 3.1.
.
Gambar 3.1. Peta letak pasar di wilayah Kotamadya Banjarbaru ( www.google.co.id/maps/dir/ )
Tabel 3.1. menunjukan hasil bahwa tidak semua pasar yang ada di wilayah Banjarbaru tersedia belut hanya beberapa pasar saja yang menyediakan. Berdasarkan data hasil survey, jumlah belut terbanyak di level penjual ada pada Pasar Bauntung dan Pasar Ulin Raya. Pasar Bauntung merupakan pasar terbesar di wilayah Kotamadya Banjarbaru sehingga pusat dari pembeli kebutuhan pangan pada setiap harinya. Sedangkan bagian barat dari
Banjarbaru pasar besarnya adalah pasar Ulin Raya. Ketersediaan belut terkait dengan
kesukaan konsumen mengkonsumsi hewan tersebut. Faktanya tidak semua orang khususnya suku Banjar menyukai belut disebabkan bentuknya yang menyerupai ular. Suhanda dkk (2020) mengemukan Belut merupakan salah satu jenis bahan makanan hewani yang bersifat musiman. Namun, masih cukup mudah didapatkan khususnya pada daerah persawahan. Rendahnya minat masyarakat untuk mengonsumsi bahan
makanan hewani dikarenakan bentuknya yang hampir menyerupai ular, padahal memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi.
BPS (2012) melaporkan bahwa hasil peta masyarakat berdasarkan suku menunjukkan 32,7% dari penduduk Banjarbaru adalah suku Jawa. Apabila dilihat data ini, maka suku jawa banyak yang menyukai belut, sehingga sangat erat hubungan dengan tingkat konsumsi belut. Masyarakat Jawa mendominasi jumlahnya di wilayah kecamatan Landasan Ulin, sehingga sangat wajar belut tersedia setiap hari di pasar Landasan Ulin, ketersediaan belut ada setiap hari. Kondisi ini ditunjukan pada sudah banyaknya budidaya belut di pulau jawa, sdangkan di Kalimantan Selatan khususnya kota Banjarbaru belum ada budidaya tersebut.
Pasar yang menyediakan belut berdasarkan uji organoleptik kondisi ada yang masih hidup dan segar kecuali di pasar Cempaka. Penanganan yang dilakukan nelayan adalah membiarkan kondisi belut hidup selama distribusi sampai ke pasar karena jarak antara
daerah penangkapan dengan pasar terjauh ditempuh dalam waktu maksimal 1 jam. Pada Gambar 3.2. dapat dilihat jarak antara daerah
penangkapan di wilayah Desa Sungai Batang Martapura sampai dengan pasar Ulin Raya
.
Gambar 5.2. Peta jarak daerah penangkapan ke pasar ( www.google.co.id/maps/dir/ )
Berdasarkan jarak tempuh antara daerah penangkapan di Desa Sungai Batang Martapura ke pasar Ulin Raya adalah 25 s/d 34 km, dimana memungkinkan untuk distribusi belut dalam kondisi hidup agar menjaga tingkat kesegarannya. Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa tidak banyak penurunan kandungan gizi belut pada sampel di daerah penangkapan dengan pasar. Selain distribusi dalam kondisi hidup faktor penanganan yang baik mulai penangkapan dan selama distribusi juga berpengaruh dalam mempertahankan kesegaran belut.
Lestari dkk (2015) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan fisik ikan harus menjadi perhatian serius, baik oleh nelayan, distributor, dan pedagang (pengecer). Penanganan yang baik dan tepat dapat mengeliminir probabilitas tingkat kerusakan fisik yang terjadi, sehingga
nilai jualnya tetap tinggi dan gizi yang terkandung di dalamnya tidak berkurang. Afiyah dkk (2019) menambahkan Peran distribusi sangat menentukan tersampaikannya sebuah produk sampai ke tangan konsumen sehingga membtuhkan suatu proses yang efisien. Hal tersebut untuk menjamin ketersediaan, kesinambungan, harga dan mutu ikan. Proses pendistribusian ke tingkat konsumen melewati banyak pelaku yang menyebabkan rantai distribusi semakin panjang dan semakin jauh pendistribusiannya sehingga dapat menyebabkan penurunan mutu ikan apabila tidak ditangani dengan baik.
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Hasil penelitian tentang Identifikasi Keamanan Pangan Belut Sawah ( Monopterus albus Zuieuw) pada tingkat suplayer pasar Banjarbaru Kalimantan Selatan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Penjualan belut di pasar pada wilayah
Kodamadya Banjarbaru hanya tersedia pada pasar tertentu saja disebabkan tidak kesukaan terhadap belut yang didominasi
oleh suku jawa.
2. Tingkat kesegaran belut umumnya masih bagus karena pada proses distribusi belut masih dalam kondisi sehat dan ditangani dengan baik, serta jarak tempuh antara daerah penangkapan dengan pasar paling jauh berkisar 25 – 34 km.
3. Pasar dengan jumlah penjualan belut terbanyak ada pada Pasar Bauntung di Kecamatan Banjarbaru Selatan, sedangkan
terbanyak kedua adalah Pasar Ulin Raya
## Saran
## Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada LPPM ULM atas pendanaan penelitian melalui DIPA Universitas Lambung Mangkurat Tahun Anggaran 2022 Nomor : SP DIPA – 023.17.2.677518/2022 tanggal 17 November 2021 Universitas Lambung Mangkurat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sesuai dengan SK Rektor Universitas Lambung Mangkurat Nomor :
458/UN8/PG/2022 Tanggal 28 Maret 2022dan Nomor Kontrak 023.02/UN8.2/PL/2022.
## DAFTAR PUSTAKA
Afiyah NN, I Solihin, E Lubis. 2019. Pengaruh Rantai Distribusi Dan Kualitas Ikan Tongkol ( Euthynnus Sp.) Dari Ppp Blanakan Selama Pendistribusian Ke Daerah Konsumen. J Sosek KP . 14(2):225 – 237
[AOAC] Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists . 16 th edition. Washington, D.C.
Arif, Prahasta. dan Hasanawi, Masturi. 2009. Budidaya-Usaha-Pengolahan Agribisnis sepat. Pustaka Grafika. Bandung.
Arifudin, R. 1993. Bandeng Presto. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pascapanen Perikanan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Astawan, M. 2002. Membuat Mie, Makaroni dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunujuk Pengujian Organoleptik Sensori. Jakarta: Badan Standarsasi Nasional. 23 Hal.
Suhanda J, Candra, Purnomo, Suryawati. 2020. Akseptasi Konsumen Terhadap Komposisi Dan Konsentrasi Bumbu Mi Belut (Monopterus albus Zuieuw) Instan. Jurnal Fish Scientiae. 10(2): 32 – 42
King, D.E.S. 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Ikan Sepat Rawa ( Trichogaster trichopterus ) terhadap Kualitas Kue Kering. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Kottelat, M; A.J. Whitten; S.N kartikasari dan S. Wirjaotmodjo. 1992. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions. Jakarta.
Lestari N, Yuwana, Z Efendi. 2015. Identifikasi Tingkat Kesegaran Dan Kerusakan Fisik Ikan Di Pasar Minggu Kota Bengkulu. Jurnal Agroindustri . 5(1): 44 -56
Murjani, A.2009. Budidaya Ikan Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus) Dengan Pemberian Pakan Komersil. Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.
Rahmawati, H., & Aisyah, S. (2018). Komposisi proksimat ikan sepat rawa (Trichogaster trichopterus Pall) Crispy menggunakan perisa instant. Jurnal Fish Scientiae , 8 (1), 61- 72.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan (Jilid 1 dan 2). Bogor: Binacipta.
SNI 01-7152-2006. Bahan Tambahan Pangan Persyaratan Perisa Dan Penggunaan Dalam Produk Pangan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Saparinto, C. 2007. Membuat Aneka Olahan Bandeng. Jakarta.: Penebar Swadaya.
Stone, H dan Joel, L. 2004. Sensory Evaluation Practices, Edisi Ketiga. Elsevier AcademicPress, California, USA.
Pandit S, 2008. Optimalkan Distribusi Hasil Perikanan. Diakses 02 Agustus 2017
|
bfc11a23-3dcf-4548-922a-cee47117a604 | https://e-journal.sttikat.ac.id/index.php/sikip/article/download/38/12 |
## Jurnal Pendidikan Agama Kristen
Volume 1, No 1, Pebruari 2020 (60-77)
Available at: http://sttikat.ac.id/e-journal/index.php/sikip
## Pengaruh Kompetensi dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru yang Bersertifikasi
Eliana Setyanti Fakultas Theologia Universitas Kristen Surakarta, Jawa Tengah [email protected]
## Abstract
The teacher is the party most often accused of being the person most responsible for the quality of education. Teachers who have the ability in four teacher competencies, will be able to show better performance. A teacher's competence will also be better, if accompanied by a strong achievement motivation. Competence that is accompanied by the achievement motivation will affect the performance of teachers in all fields that are done. This research was conducted to obtain empirical evidence about the presence or absence of the influence of teacher competence and achievement motivation simultaneously and significantly to the performance of Certified Public Elementary School teachers in Kendal District, Kendal District. The population in this study were all certified elementary school teachers in the Regional Education Unit of the Kendal District, who were civil servants. While the sample selection method used is random sampling. Data about the variables in this study were obtained using a scale instrument (questionnaire). The data that has been collected will be analyzed with the classic assumption test and hypothesis test. To test the hypothesis in this study, multiple regression analysis was used. The results showed that the competence and achievement motivation did not significantly influence the performance of certified teachers.
Keywords: achievement motivation; certified teacher; teacher competence; teacher performance
## Abstrak
Guru merupakan pihak yang paling sering mendapat tudingan sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan. Guru yang memiliki kemampuan dalam empat kompetensi guru, akan dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik. Kompetensi seorang guru juga akan lebih baik, jika dibarengi dengan adanya motivasi berprestasi yang kuat. Kompetensi yang dibarengi dengan adanya motivasi berprestasi akan mempengaruhi kinerja guru dalam segala bidang yang dikerjakan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris tentang ada tidaknya pengaruh kompetensi guru dan motivasi berprestasi secara simultan dan signifikan terhadap kinerja guru SD Negeri yang Bersertifikasi di Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua guru SD Negeri yang bersertifikasi di UPTD Pendidikan Daerah Kecamatan-Kabupaten Kendal, yang berstatus sebagai PNS. Sedangkan metode pemilihan sampel yang digunakan adalah random sampling. Data tentang variabel-variabel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa skala (angket). Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi dan motivasi berprestasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja guru bersertifikasi.
Kata kunci: guru sertifikasi; kinerja guru; kompetensi guru; motivasi berprestasi
## PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan, spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecakapan, aklak mulia, keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara (dalam Depdiknas, 2003). Pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu peserta didik agar menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan bersosialitas. (dalam Sujarwo, 2006). Fungsi dan tujuan pendidikan yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (dalam Mulyasa, 2008).
Berbagai usaha dan inovasi telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Beberapa kebijakan pemerintah yang telah dilaksanakan adalah meningkatkan jenjang pendidikan guru. Dalam hal ini pendidikan formal minimal yang dipersyaratkan bagi guru telah dinaikan dari SPG, ke tingkat Diploma II PGSD, bahkan sekarang sampai ketingkat sarjana (S1). Selain itu, adanya program sertifikasi sebagai sarana yang diambil pemerintah dalam meningkatkan profesionalisme guru yang tercantum dalam UU No.14 tahun 2005. Hingga saat ini, kualitas pendidikan nasional masih memprihatinkan. Data Education for All (EFA) Global Monitroring Report 2011 yang dikeluarkan oleh UNESCO menyatakan indeks pengembangan pendidikan atau Education Development Index (EDI), Indonesia berada pada peringkat 69 dari 127 negara yang disurvei. Temuan ini cukup memprihatinkan karena ada penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya di mana Indonesia sempat berada pada peringkat 65. (Sindonews, 2011).
Guru merupakan pihak yang paling sering mendapat tudingan sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan . Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Guru memiliki tiga tugas utama yaitu sebagai pendidik, pengajar dan pelatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, melatih mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa (Usman, 2000). Kualitas kinerja guru akan sangat menentukan pada kualitas pendidikan/pembelajaran, yang akan berimplikasi pada kualitas output pendidikan setelah menyelesaikan sekolah, karena guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan peserta didik dalam proses pendidikan/pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah. Sertifikasi guru merupakan suatu upaya dari pemerintah untuk menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, meningkatkan proses dan hasil mutu pendidikan, meningkatkan martabat guru, meningkatkan profesionalitas guru dan meningkatkan kesejahteraan guru.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kinerja guru sangat kompleks, baik yang bersifat internal yang melekat dalam individu itu sendiri maupun yag bersifat eksternal dari lingkungan atau situasi. Guru yang memiliki kemampuan dalam empat kompetensi guru, akan
dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik. Kompetensi seorang guru juga akan lebih baik, jika dibarengi dengan adanya motivasi berprestasi yang kuat. Seorang guru yang memiliki motivasi berpretasi yang tinggi, biasanya akan tetap terus belajar dan tidak cepat puas dengan hasil prestasinya. Kompetensi yang dibarengi dengan adanya motivasi berprestasi akan mempengaruhi kinerja guru dalam segala bidang yang dikerjakan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti empiris tentang ada tidaknya pengaruh kompetensi guru dan motivasi berprestasi secara simultan dan signifikan terhadap kinerja guru SD Negeri yang Bersertifikasi di Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal.
## TINJAUAN PUSTAKA
## Kinerja Guru
Kinerja guru merupakan prestasi kerja guru dalam mengelola dan melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran, karena guru merupakan salah satu komponen penting dan memiliki posisi sentral dalam proses pembelajaran (Jalal & Supriyadi, 2001). Selain itu, kinerja guru juga dapat diartikan suatu hasil perilaku kerja yang dinilai oleh beberapa kriteria atau standar mutu (Mitchell dan Larson,1978). Diknas belum melakukan perubahan yang mendasar tentang standar kinerja guru. Secara garis besar masih mengacu pada rumusan 12 kompetensi dasar yang dimiliki guru yaitu menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai prestasi belajar, melaksanakan tindak lanjut penilaian prestasi belajar peserta didik, memahami landasan kependidikan, memahami kebijakan pendidikan, memahami tingkat perkembangan peserta didik, memahami pendekatan pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran, menerapkan kerjasama dalam pekerjaan, memanfaatkan kemajuan IPTEK, menguasai keilmuan dan ketrampilan sesuai materi pembelajaran dan mengembangkan profesi (Depdikbud, 2004). Kinerja dalam konteks profesi guru adalah kemampuan guru untuk menjalankan tugasnya khususnya dalam proses belajar mengajar yang meliputi kegiatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan hubungan interpersonal (menyangkut hubungan guru dengan siswa) dalam mencapai tujuan pembelajaran.
## Penilaian Kinerja Guru
Penilaian terhadap kinerja guru menggunakan teacher performance assessment instrument yang dikembangkan oleh Georgia Depatement of Education dan telah dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) sebagai insrumen yang standar yang ditetapkan oleh Depdiknas. Ada 3 aspek kinerja guru yang ditetapkan oleh Depdiknas, 2003; Depiknas, 2008):
Pertama, perencanaan pembelajaran/pengajaran ( teaching plans and materials ). Peren- canaan pengajaran dapat menolong pencapaian suatu sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan memberi peluang untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaan- nya. Perencanaan pengajaran meliputi penentuan bahan pembelajaran dan merumuskan tujuan, perencanaan pengorganisasian materi, media dan sumber belajar, perencanaan skenario pembelajaran, merancang pengelolaan kelas, perencanaan hasil belajar siswa.
Kedua, prosedur/pelaksanaan pembelajaran ( classroom procedure ). Kegiatan terpenting dalam proses pembelajaran adalah menciptakan kondisi dan situasi dengan sebaik-baiknya
sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna. Prosedur pembelajaran ini meliputi pelaksanaan kegitan pembelajaran di kelas, mengelola interaksi kelas, mendemontrasikan penguasaan mata pelajaran, mengorganisasikan / mengelola waktu, ruang, fasilitas belajar, dan melaksanakan evaluasi hasil belajar.
Ketiga, hubungan antar pribadi ( interpersonal skill ). Ditinjau dari prosesnya, kegiatan belajar- mengajar merupakan proses komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi dibina oleh guru akan tercermin dalam mengembangkan sikap positif siswa, bersikap luwes dan terbuka pada siswa.
Hasil pengukuran terhadap ketiga aspek tersebut menggambarkan jumlah dan mutu proses dan hasil kerja yang dicapai guru dalam mengajar selama periode tertentu. Higgins (1982) dalam bukunya Human Relations, Concept and Skills mengemukakan suatu model siklis proses motivasi dan kinerja “ A Cyclical Model of the Motivation / Performance Process ” yang menunjukkan bahwa kinerja seseorang berkaitan dengan berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, baik bersifat internal maupun eksternal.
Robbins (2001) mengemukakan variabel yang dapat menentukan tingkat kinerja organisasi/individu yaitu: Motivasi, yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual; Komitmen, yaitu suatu keadaan di mana seorang pegawai memihak terhadap organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk bekerja dan mempertahankan keanggotaanya dalam organisasi tersebut; Kompetensi, sebagai ability , yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kegiatan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan ketrampilan; Produktivitas, suatu ukuran kinerja termasuk di dalamnya efisiensi dan efektivitas, dan hal ini berkaitan dengan kerja individu maupun kelompok, di mana ada suatu dorongan untuk berusaha mengembangkan diri dan meningkatkan kemampun kerja; Kemangkiran, ketidakhadiran di kantor tanpa izin; Kepuasan kerja, yaitu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya.
Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang turut memengaruhi kinerja di antaranya, faktor tim yang meliputi dukungan, faktor sistem, misalnya menyangkut kualitas kerja dan iklim kerja/iklim organisasi dan faktor kontekstual (situasional) meliputi tekanan dan perubahan lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarso dan Sumadi (2007) menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya lingkungan kerja dan kepemimpinan. Kinerja guru juga dipengaruhi oleh individual attributes , seperti karakteristik demografik, karakteristik kompetensi, karakteristik personal, work effort dan organizational support (Wood ,Wallace, Zeffane, Schermenhorn, Hunt dan Osborn, 2001). Selanjutnya Sim dan Szilagi (dalam Wijono, 2010) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu keahlian, minat, motivasi dan situasi pekerjaan.
## Kompetensi Guru
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan Dosen dijelaskan bahwa: “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.” Kompetensi guru merupakan karakteristik dalam diri guru yang dapat dijelaskan melalui sikap atau perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan atau skill .
Teori kompetensi guru berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Undang-undang mengenai guru dan dosen di Indonesia, bahwa kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang harus dimiliki oleh guru. (Himpunan Peraturan Perundang-undangan, 2009). Seorang guru memiliki seperangkat kompetensi yang hendak diajarkan kepada peserta didiknya dalam proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas, luar kelas maupun laboraturium yang ada di sekolah. Kompetensi guru adalah kemampuan dasar guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik, melatih, membimbing dan memfasilitasi kegiatan peserta didik untuk mencapai pembelajaran secara efektif dan efisiensi, yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan dan perilaku.
Ada beberapa aspek yang terkait dengan kompetensi guru. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.14/2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 14/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), seorang guru harus memiliki empat kompetensi dasar, yakni kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pribadi meliputi kemampuan seseorang guru agar dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang dapat diteladani oleh anak didik dan anggota masyarakat pada umumnya serta mampu menilai diri sendiri. Kompetensi sosial/ kemasyarakatan yaitu kemampuan menempatkan diri sebagai anggota masyarakat dan dapat mengembangkan hubungan yang baik dan harmonis serta mampu mewujudkan kerja sama dengan semua yang ikut bertanggung jawab terhadap proses pendidikan dalam rangka mempersiapkan siswa menjadi anggota masyarakat yang baik di masa yang akan datang. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi khas, yang akan membedakan guru dengan profesi lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan proses dan hasil pembelajaran peserta didiknya. Kompetensi profesi adalah kemampuan dasar tekhnis edukatif dan adminis- tratif yang meliputi, mengembangkan kepribadian, menguasai landasan pendidikan, mengua- sai bahan pengajaran, menyusun progam pengajaran, melaksanakan progam pengajaran, menilai hasil dan kegiatan belajar mengajar, menyelenggarakan progam bimbingan, menyelenggarakan administrasi sekolah, berinteraksi dengan sejawat dan masyarakat, menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Menurut Wasserman dan Erggert (1973) kompetensi guru dalam mengajar ( teaching competency ) adalah kemampuan dasar profesional guru dalam menjalankan tugas tanggung jawabnya dalam mendidik, melatih, membimbing dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
## Motivasi Berprestasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan berbagai aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (Suryabrata,1998). Withenington (Purwanto,2003) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga yang mendorong sesorang berbuat sesuatu. Menurut McCelland (1961), motivasi sosial sebagai tenaga pendorong tingkah laku manusia meliputi motivasi berprestasi ( need for achievement ), motivasi berkuasa ( need of power ), dan motivasi bersahabat ( need for affliation ). Dalam diri manuasia, ketiga motivasi tersebut hanya satu yang bisa menonjol. Motivasi adalah sesuatu dorongan dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berperilaku mencapai tujuan-tujuannya.
Menurut Keith Davis dan John W. New Storm, motivasi berprestasi ( achievement motivation ) adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk mengatasi segala hambatan dan tantangan dalam upaya mencapai tujuan. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah orang yang berusaha untuk berbuat sesuatu atau menyelesaikan sesuatu tugas yang dipercayakan kepadanya lebih baik dibandingkan dengan orang lain.
Menurut McClelland (Luthans, 2006) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berpres- tasi tinggi yaitu: Pertama, pengambilan resiko sedang. Individu memilih pencapaian prestasi dengan resiko sedang sehingga dalam pengambilan tugas individu memiliki keyakinan dapat meraih sukses dan menghindari kegagalan, serta sukses dicapai dengan cara yang inovatif. Kedua, menginginkan umpan balik. Individu menyukai aktivitas yang dapat memberikan umpan balik berharga dan cepat mengenai kemajuan dalam mencapai tujuan. Ketiga, puas dengan prestasi. Individu yang tingkat prestasinya tinggi menganggap bahwa menyelesaikan tugas merupakan hal yang menyenangkan secara pribadi, mereka tidak mengharapkan penghargaan material, namun memiliki pemikiran yang berorientasi pada pengharapan di masa depan. Keempat, totalitas terhadap tugas. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung total dan gigih dengan mengerjakan tugas, hingga dapat menyelesaikannya dengan sukses. Mereka tidak mau meninggalkan pekerjaan yang terbengkalai dan tidak cepat puas dengan diri sendiri sehingga mereka menggunakan usaha maksimal dan memperoleh hasil yang optimal, dan dalam bekerja lebih mengutamakan pencapaian prestasi daripada hubungan sosial.
## Kompetensi dan Kinerja Guru
Guru yang memiliki kompetensi yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya, akan memiliki kecenderungan untuk selalu meningkatkan kinerjanya. Dengan demikian terdapat pengaruh yang positif antara kompetensi dan kinerja guru, artinya apabila guru memiliki kompetensi tinggi diduga kinerjanya juga tinggi, dan sebaliknya jika kompetensinya rendah diduga kinerjanya juga rendah. Toruan (2004) menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara kompetensi dengan kinerja. Yani (2005) menemukan korelasi antara kompetensi dengan kinerja sebesar 0,458. Sementara itu Helistiawan (2008) menemukan adanya pengaruh kompetensi sebesar 66,6% pada kinerja. Rahayu (2009) dan Setiawati (2009) menemukan bahwa kompetensi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Chumba (2011) menemukan adanya korelasi yang kuat antara peningkatan
kompetensi dengan kinerja guru. Herman (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan antara kompetensi dengan kinerja guru.
## Motivasi Berprestasi dan Kinerja Guru
Kinerja guru yang optimal akan tercapai jika mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi dalam bekerja. Dengan demikian terdapat pengaruh yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru, artinya apabila guru memiliki motivasi berprestasi yang tinggi diduga kinerjanya juga tinggi, dan sebaliknya jika motivasinya rendah diduga kinerjanya juga rendah.
Menurut Wijono (1997), terdapat hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja.
Hal ini didukung oleh penelitian Landis, Varga, Forgionne dan Peeters, Chemers dan Ayman, Lush dan Serpkenci, Parker dan Chusmir dan Ramadass (dalam Wijono,1997) yang menemukan adanya hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja. Kemudian Siswanto, Swasto dan Setiawan (2001) menemukan bahwa motivasi instrinsik berpengaruh terhadap tingkat kinerja guru. Sutiawan (2001) dan Widodo (2002) menemukan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang positif dan sedang pada kinerja.
Johanis (2003) menemukan bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan pada tingkat kekuatan hubungan yang tinggi dengan kinerja guru. Sementara itu, Sulung dan Sanusi (2007) menemukan bahwa motivasi dan kinerja memiliki hubungan yang positif dengan tingkat kekuatan hubungan yang rendah. Sejalan dengan penelitian Sulung dan Sanusi, motivasi berprestasi diukur ke dalam motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik oleh Badra dan Prawitasari (2005). Hasil penelitian menunjukkan kekuatan hubungan yang sedang antara motivasi instrinsik dengan kinerja guru namun terdapat kekuatan hubungan yang kuat antara motivasi ekstrinsik dengan kinerja guru. Hasil peneltian Widayanti (2008) menunjuk- kan bahwa motivasi berprestasi berpengaruh secara signikan sebesar 59,90% thd kinerja dosen Universitas Hang Tuah Surabaya secara simultan dengan intensitas pelatihan. Wardana (2013) dan Waworuntu (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif dan sangat signifi- kan antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru.
## Hubungan Kompetensi dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru
Kompetensi dan motivasi berprestasi dalam dunia pendidikan sama-sama mengarah pada tujuan demi peningkatan kinerja guru. Kompetensi merupakan kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab seorang guru. Guru yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik akan termotivasi untuk berprestasi sehingga akan tercipta kinerja yang baik dalam penga- jaran maupun administrasi pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian terdapat pengaruh yang positif antara kompetensi dan motivasi berprestasi dengan kinerja guru, artinya apabila kompetensi dan motivasi berprestasi guru tinggi maka diduga kinerja guru juga akan tinggi. Widodo (2002), Harwanto (2005), dan Rahayu (2009) menemukan bahwa kompetensi dan motivasi berprestasi secara simultan dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap kinerja. Sartika (2011) menyatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara kompetensi dengan motivasi berprestasi terhadap kinerja guru yang tersertifikasi.
Peran guru dalam upaya keberhasilan pendidikan perlu selalu ditingkatkan. Kinerja atau prestasi guru harus selalu ditingkatkan mengingat semakin beratnya tantangan dunia
pendidikan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global. Kompetensi guru merupakan seperangkat kemampuan guru dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Adanya motivasi berprestasi guru dalam melaksanakan kompetensinya diharapkan akan meningkatkan kinerja guru.
Toruan (2004) yang meneliti 117 orang pejabat struktural di Badan Kepegawaian Negara melalui kuesioner yang disusun pada skala Likert menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kompetensi yang dimilki pejabat dengan kinerja mereka di BKN. Yani (2005) menemukan bahwa kompetensi manajerial memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kinerja pada 125 orang pejabat strutural eselon III-IV pada Sekretriat Jendral DPR RI dengan nilai koefisien sebesar 0,458. Helistiawan (2008) yang melakukan penelitian terhadap 100 orang responden di Direktoral Jenderal Imigrasi menemu- kan bahwa kompetensi mempunyai pengaruh terhadap kinerja pegawai sebesar 66,6%.
Menurut hasil penelitian Hapsari (2007), motivasi memang memberikan pengaruh terhadap kinerja pada staf perpustakaan FIB UI. Kuswardhanti (2009) menemukan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja. Ma’sum (2002) meneliti 80 orang responden dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh terhadap kinerja sebesar 54%. Julita (2009) menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai di Direktorat Jendral Imigrasi sebesar 69,7%. Widayati (2008) menemukan bahwa motivasi berprestasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja dosen Universitas Hang Tuah Surabaya sebesar 59,90% secara simultan dengan intensitas pelatihan. Kemudian Siswanto, Swasto dan Setiawan (2001) menemukan dalam penelitian mereka bahwa motivasi instrinsik berpengaruh terhadap kinerja.
Wijono (1997) menemukan adanya hubungan yang positif antara motivasi dengan kinerja. Kemudian Sutiawan (2001) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan positif (r=0,47) dan sangat signifikan (α=0,00) antara motivasi berprestasi dengan kinerja pejabat struktural di lingkungan Sekretariat Negara. Dalam penelitiannya pada pegawai administrasi persuratan Sekretariat Negara Republik Indonesia, Widodo (2002) menemukan bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif dan sedang dengan kinerja (ditunjukkan dengan r =0,550).
Sementara itu, Sulung dan Sanusi (2007) menemukan bahwa motivasi dan kinerja memiliki hubungan yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah. Sejalan dengan penelitian Sulung dan Sanusi, dalam penelitian Desmaniar (2004) terhadap 75 orang pegawai di Biro Umum Sekretariat Jendral Departemen Kehakiman dan Hak Asasi manusia diketahui bahwa motivasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kinerja namun dengan tingkat hubungan yang rendah (r=0,429).
Sementara itu, Prasetyoadi (2009) menemukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kinerja dosen di Fakultas Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang. Wiranatakusumah dan Naomi (2006) menemukan bahwa motivasi berprestasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja mahasiswa di Universitas Paramadina Jakarta. Dalam penelitiannya, Nimas (2010) juga menemukan bahwa motivasi tidak berpenga- ruh secara signifikan terhadap kinerja manajerial di PT Semen Gresik. Widodo (2002) mene- mukan motivasi berprestasi dan kemampuan kerja secara bersama-sama dengan kinerja
memiliki hubungan yang positif dan kuat (r=0,728) dan memberikan kontribusi secara bersamaan kepada kinerja sebesar 52,9%. Dalam penelitiannya kepada pegawai di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Narkotika, Jakarta, Harwanto (2005) menemukan adanya pengaruh secara simultan dari persepsi kemampuan dan motivasi terhadap kinerja sebesar 4,3%.
Selain itu, Rahayu (2009) juga menemukan bahwa kompetensi dan motivasi berprestasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja dari 105 orang responden. Senada dengan hal itu, Harjanti (2009) menemukan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kompetensi dan motivasi terhadap kinerja pejabat struktural Eselon III dan IV di Sekretariat Negara Republik Indonesia. Mereka menemukan hasil yang sama bahwa kompetensi dan motivasi berprestasi secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja.
## METODE PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua guru SD Negeri yang bersertifikasi di UPTD Pendidikan Daerah Kecamatan-Kabupaten Kendal, yang berstatus sebagai PNS. Sedangkan metode pemilihan sampel yang digunakan adalah random sampling. Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel bebas dan 1 variabel terikat, yaitu: Variabel bebas ( independent variable ) yang meliputi: kompetensi dan motivasi berprestasi. Kompetensi adalah kemampuan dasar guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mendidik, melatih, membim- bing dan memfasilitasi kegiatan peserta didik untuk mencapai pembelajaran secara efektif dan efisiensi, yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan dan perilaku yang meliputi empat kompetensi guru, yaitu: Kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, sosial. Untuk mengukur kompetensi guru digunakan instrumen skala kompetensi guru yang diadaptasi oleh Ruata (2011) yang telah dimodifikasi sesuai dengan tujuan penelitian. Skala disusun dari konsep sertifikasi guru yang didasarkan pada Undang-Undang No.14 Tahun 2005, bab V pasal 32 ayat 2 tentang Guru dan Dosen Negara Republik Indonesia.
Motivasi berprestasi adalah kebutuhan seseorang yang mendorong untuk mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan prestasi maksimal.Variabel motivasi berprestasi guru menggunakan skala yang didasarkan pada teori kebutuhan McClelland (Luthans, 2006), yang dijelaskan dalam 4 aspek kebutuhan yaitu pengambilan resiko sedang, menginginkan umpan balik, puas dengan prestasi, totalitas terhadap tugas. Untuk mengukur motivasi berprestasi guru digunakan instrumen skala motivasi berprestasi yang diadaptasi dari skala motivasi berprestasi yang disusun oleh Noya (2011), kemudian dimodifikasi pada beberapa bagian sesuai dengan tujuan penelitian.
Variabel terikat ( dependent variable ) adalah kinerja guru. Kinerja guru merupakan kemampuan kerja guru dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan, terutama dalam proses belajar mengajar, yang meliputi 3 aspek yaitu kegiatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan hubungan antar pribadi. Untuk mengukur kinerja guru, digunakan instrumen skala penilaian kinerja guru yang mengacu pada Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang ditetapkan oleh Diknas. Instrumen skala untuk mengukur kinerja guru, dikembangkan oleh Depdiknas. Instrumen ini menggunakan 5 skor
(1-5) di mana semakin tinggi skor menunjukkan kinerja yang semakin baik, dan sebaliknya semakin rendah skor menunjukkan kinerja yang semakin buruk.
Data tentang variabel-variabel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen berupa skala (angket). Alasan penggunaan instrumen berupa skala (angket) karena tidak mengharuskan kehadiran peneliti, dapat dibagikan serentak kepada banyak responden sekaligus, waktu pelaksanaan pengisian tidak mengikat sehingga dapat disesuaikan dengan waktu yang dimiliki responden.
Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, data perlu terlebih dahulu diuji asumsi klasik agar memenuhi Criteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), sehingga dapat menghasilkan parameter pembuka yang sahih. Uji asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji heteroske- dasisitas, uji multikolinearitas, uji linearitas dan uji autokorelasi. Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan program SPSS for Windows Evaluation version 17.0. Analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel dependen, apabila dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor dimanipulasi (Sugiyono, 2006).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Asumsi Klasik
Hasil Uji Normalitas Data
Gambar 1: Hasil Uji Normalitas Data
Grafik Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual pada gambar 1 menunjukkan bahwa sebaran data (titik-titik) berada di sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal tersebut, sehingga data penelitian dapat diasumsikan berdistribusi normal.
## Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pada gambar 2 di atas menunjukkan bahwa data penelitian menyebar secara acak, baik di bagian atas angka nol atau di bagian bawah angka nol dari sumbu vertikal (sumbu Y). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas dalam model regresi.
## Hasil Uji Multikolinieritas
Tabel 1: Hasil Uji Multikolinieritas
Coefficients a
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 Kompetensi Guru .876 1.141 Motivasi Berprestasi .876 1.141 a. Dependent Variable: Kinerja Guru Bersertifikasi
Berdasarkan pada hasil uji multikolinieritas pada tabel 1 di atas, diketahui bahwa nilai VIF sebesar 1,141 dengan nilai tolerance untuk masing-masing variabel independen sebesar 0,876. Hal ini menunjukkan bahwa nilai VIF < 10 (1,141 < 10). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas di antara variabel-variabel independen dalam model penelitian ini.
## Hasil Uji Linearitas
Tabel 2: Hasil Uji Linieritas Kompetensi Guru dengan Kinerja Guru Bersertifikasi
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Kinerja Guru Bersertifikasi * Kompetensi Guru Between Groups (Combined) 7704.455 36 214.013 .953 .556 Linearity 12.604 1 12.604 .056 .814 Deviation from Linearity 7691.852 35 219.767 .978 .522 Within Groups 10110.667 45 224.681 Total 17815.122 81
Dari tabel 2 di atas, diperoleh nilai signifikan pada Deviation from Linearity sebesar 0,522 di mana 0,522 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat linearitas antara kompetensi guru dengan kinerja guru bersertifikasi.
Tabel 3: Hasil Uji Linieritas Kompetensi Guru dengan Kinerja Guru Bersertifikasi
ANOVA Table
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Kinerja Guru Bersertifi kasi *Motivasi Berprestasi Between Groups (Combined) 6343.743 34 186.581 .764 .792 Linearity 51.055 1 51.055 .209 .650 Deviation from Linearity 6292.689 33 190.688 .781 .770 Within Groups 11471.379 47 244.072 Total 17815.122 81
Dari tabel 3 di atas, diperoleh nilai signifikan pada Deviation from Linearity sebesar 0,792 di mana 0,792 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat linearitas antara motivasi berprestasi dengan kinerja guru bersertifikasi.
## Hasil Uji Autokorelasi
Tabel 4: Hasil Uji Autokorelasi dengan Durbin-Watson
Model Summary b
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson 1 .072 a .005 -.020 14.978 .720
a. Predictors: (Constant), Motivasi Berprestasi, Kompetensi Guru
b. Dependent Variable: Kinerja Guru Bersertifikasi
Berdasarkan pada tabel 4 di atas, diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 0,720. Nilai tersebut berada dalam interval -2 ≤ 0,720 ≤ 2. Hal ini berarti nilai tersebut berada pada daerah yang dinyatakan tidak terjadi autokorelasi. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi setiap pengukuran observasi satu ke observasi selanjutnya memenuhi syarat memiliki varian yang homogen.
## Hasil Uji Hipotesis
Tabel 4: Hasil Uji Regresi Berganda Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 155.572 18.189 8.553 .000 Kompetensi Guru .060 .139 .052 .432 .667 Motivasi Berprestasi -.082 .137 -.072 -.599 .551
a. Dependent Variable: Kinerja Guru Bersertifikasi
ANOVA b Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 93.011 2 46.506 .207 .813 a Residual 17722.111 79 224.331 Total 17815.122 81
a. Predictors: (Constant), Motivasi Berprestasi, Kompetensi Guru
b Dependent Variable: Kinerja Guru Bersertifikasi
Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .072 a .005 -.020 14.978
a. Predictors: (Constant), Motivasi Berprestasi, Kompetensi Guru
b. Dependent Variable: Kinerja Guru Bersertifikasi
Berdasarkan pada tabel 4 di atas, diperoleh suatu persamaan regresi linier (garis lurus) sebagai berikut Y = 155,572 + 0,060 X 1 + (-0,82) X 2 Jika variabel independen dianggap konstan, maka nilai kinerja guru bersertifikasi sebesar 155,572. Setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan kompetensi guru akan berdampak pada meningkatnya kinerja guru bersertifikasi sebesar 0,052 satuan. Setiap penambahan satu satuan atau satu tingkatan motivasi berprestasi akan berdampak pada meningkatnya kinerja guru bersertifikasi sebesar -0,072 satuan.
Berdasarkan pada tabel Anova, diperoleh nilai F hitung sebesar 0,207 dengan nilai signifikansi sebesar 0,813 (p>0,05) yang mengandung arti tidak ada pengaruh secara simultan antara kompetensi guru dan motivasi berprestasi terhadap kinerja guru bersertifikasi. Tabel Model Summary juga menunjukkan bahwa nilai R (koefisien korelasi) yang diperoleh sebesar 0,072 yang menggambarkan tidak adanya pengaruh secara simultan antara kompetensi guru dan motivasi berprestasi terhadap kinerja guru bersertifikasi.
## Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh kompetensi guru dan motivasi berpres- tasi terhadap kinerja guru bersertifikasi. Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini. Pertama, sebagian besar guru SD Negeri tersebut telah memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan sekolah sehingga sekolah perlu lebih memotivasi mereka dengan memberikan bimbingan dan pendidikan untuk mempertahankan kinerja guru. Hal ini didukung oleh Cooper (Wijaya, 1991), yang menyatakan bahwa kompetensi guru merupakan pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia; menguasai bidang studi yang diajarkannya, mempunyai ketrampilan dalam mengajar. Kompetensi guru sangat primer dibutuhkan karena merupakan kemampuan dasar yang dimiliki guru yang profesional sebab guru harus bertanggung jawab dalam mendidik, melatih, membimbing dan memfasilitasi kegiatan belajar para siswa dengan ketrampilan mengajar yang dimiliki guru (menurut Wasserman dan Erggert, 1973).
Kedua, sebagian besar guru SD Negeri tersebut telah mempunyai motivasi berprestasi yang baik sesuai dengan kebutuhan sekolah, sehingga dapat mempertahankan kinerjanya. Pendapat tersebut didukung oleh teori motivasi berprestasi yang dihubungkan dengan kinerja guru berdasarkan pada teori Mc. Clleland, yang menyatakan bahwa usaha individu untuk memenuhi kebutuhan individu guna mencapai tingkah laku tertentu dalam merealisasikan prestasi kerja atau kinerja (Wijono, 2010).
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Widodo (2002), Harwanto (2005) dan Rahayu (2009). Menurut Mc. Clleland (dalam Vazirani, 2010) kompetensi merupakan predictor terbaik dalam mengukur kinerja seseorang. Sedangkan menurut Wijono (1997), terdapat hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kinerja. Hasil penelitian juga bertentangan dengan hasil penelitian Toruan (2004), Yani (2005), Helistiawan (2008), Rahayu (2009) dan Setiawati (2009) yang menyatakan adanya pengaruh positif yang signifikan kompetensi guruy terhadap kinerja guru. Dalam penelitian ini, kompetensi guru dan motivasi berprestasi merupakan faktor yang tidak mempengaruhi kinerja guru bersertifikasi. Kompetensi guru dan motivasi berprestasi guru tidak mengarah pada pencapaian tujuan, akan tetapi lebih mengarah pada mempertahankan kinerja guru bersertifikasi.
## KESIMPULAN
Kompetensi guru dan motivasi berprestasi guru tidak dapat digunakan sebagai prediktor kinerja guru bersertifikasi SD Negeri di UPTD Pendidikan Daerah Kecamatan Kendal, Kabupaten Kendal. Penelian ini memiliki beberapa keterbatasan, yakni tentang masih banyak variabel lain yang ikut berpengaruh terhadap kinerja yang belum dijelaskan dan diteliti; hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dan kesulitan untuk menjangkau semua responden dalam pengisian kuesioner. Kondisi tersebut juga menyebabkan peneliti tidak dapat memberikan penjelasan tentang item pernyataan yang mungkin kurang dipahami oleh responden.
## REFERENSI
Ani. (2010). Pengembangan Model Peningkatan Motivasi Berprestasi Guru SD di Kabupaten Kendal. Jurnal Penelitian Pendidikan. 27.1.
Aritonang, K.T. (2005). Kompensasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kinerja Guru SMP Kristen BPK PENABUR. Jurnal Pendidikan Penabur,4, 4.
Azwar, Saifuddin, (2012). Skala Pengukuran Psikologis , Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Badra, W.I., dan Prawitasari, E.J.(2005). Hubungan antara Stres dan Motivasi dengan Kinerja Dosen Tetap pada AKPEE Sorong. Working Paper Series KMPK,8,1-10. Chumba, E.N., dan Bipoupout J. C.(2011). Teacher’s Pedagogic Competence and Pupils’ Academic Performance in English in Francophone Schools. Educational Research. University of Yaoundé 1.
Desmaniar. (2004). Hubungan Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pegawai Biro Umum Sekretariat Jendral Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Depdiknas. (1994). Kurikulum SD , Jakarta : Depdikbud. Depdiknas. ( 2003). UU Sisdiknas , Jakarta : Depdiknas.
________.(2003). Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional RI.
Depdikbud. (2004). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Depdiknas. (2008). Penilaian Kinerja Guru. Jakarta : Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Drost, J.I.G.M.S.J. 2001. Sekolah Mengajar atau Mendidik . Yogyakarta : Kanisius. Fattah, N.(2004). Manajemen Berbasis Sekolah : Strategi Pemberdayaan Sekolah dalam rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung : Andira. Gisela,H. (1993). Motivasi untuk Pembinaan Organisasi , Jakarta : PT Gramedia. Harwanto, T.(2005). Pengaruh Persepsi Kemampuan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIa narkotika. Tesis . Jakarta : Universitas Indonesia.
Higgins, J.M. (1982). Human Relation : Concepts and Skills . New York : Random House Inc.
Israwati. (2008). Pengaruh Iklim Organisasi Sekolah terhadap Kinerja Mengajar. Jurnal Edukasi, IV , 1, 137-145.
Julita, F.(2009). Pengaruh Motivasi Kerja dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai Direktorat Jendral Imigrasi. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Jalal, F., dan Supriyadi, D. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta : Adi Citra karya Nusa.
Johanis, Y.E. (2003). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Dosen Tetap pada Akademi Keperawatan Pemerintah Daerah Kotawaringin Timur di Sampit. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
King, A.P.(2005). Hubungan antara Kecerdasan Majemuk dan Motivasi Berprestasi Guru dengan Kinerja Guru SD, Soe : Gugus I.
Lasmahadi, A. (2002). Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi , e-psikologi : com.
Le deist, F. O. D., dan Winterton, J. (2005) What is competence?. Journal Human Resources Development International, 8.1,27-46.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mangku, N.(2003). Pengaruh Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru dalam Pembelajaran, Tesis : UKSW. Martoyo,S.(1968). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : PBFE.
Ma’sum, H.(2002). Hubungan Motivasi Kerja dan Lingkungan Kerja dengan Kinerja Pegawai Administrasi : Survai di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tesis . Jakarta : Universitas Indonesia.
Maisah dan Yamin M. (2010). Standarisasi Kinerja Guru, Jakarta : Gaung Press. Munandar, A.S. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta : Universitas Indonesia. Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Mitchell, T.R., dan Larson. (1978). People and Organization : an Introduction to Organizational Behavior . New York : McGraw-Hill.
McClelland, D.C. (1961). The Achieving Society, New York : Van Noorst Straud Reinhold. Mulyasa,E. (2003). Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung : Remaja Rusdakarya.
________. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : Rosdakarya. Mullins, L.J. (2005). Management and Organizational Behaviour. (7th ed.) Harlow`: Pearson Education Limited.
Nawawi, S. (2004). Pengaruh Pendidikan Motivasi, Kesejahteraan dan Pengalaman terhadap Kinerja Guru, Tesis : UKSW. Notage, A. (2006). Motivation in Action. Noya, A. (2011). Motivasi Berprestasi dan Disiplin Diri Sebagai Prediktor Prestasi Belajar Mahasiswa di Institut Injil Indonesia, Tesis : UKSW. Nimas,A. M. C. (2010). Pengaruh Motivasi, Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Manajerial pada P.T. Semen Gresik (Persero) Tbk. Tesis . Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 dari http://eprints.upn jtim.ac.id/625/.
Ningsih, S. (2010). Pengaruh Aspek Kompetensi Profesionalisme terhadap Kinerja Guru Ekonomi (Studi pada Guru Bersertifikasi di Kota Kediri) . http://library.um.ac.id. Media Indonesia. (2012). Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Anjlok . Diakses 20-05- 2012, dari http://www.mediaindonesia.com/read/2011/11/04/273638/265/114/Indeks- Pembangunan-Manusia-Indonesia-Anjlok.
Nuchiyah, N. (2007). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kinerja Mengajar Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Dasar , V(7). Nggeolima, M.R.N. (2005).Hubungan Kesejahteraan Guru, Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru pada Dua SMA Negeri Di Kota SoE Kabupaten Timur Tengah Selatan, Tesis Progam Pasca Sarjana UKSW.
Oskamp, S., dan Schultz, P. W. (2005). Attitude and Opinions . New Jersey : Routledge.
Purwanto,N.M. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Setiawati, T. (2009). Pengaruh Kompetensi Kerja terhadap Kinerja Dosen (Studi Kasus FPTK UPI) . Jurnal Media Pendidikan,Gizi dan Kuliner, 1.1.1-6.
Sunarso, dan Sumadi. (2007). Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Kinerja Guru Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Management Sumber Daya Manusia , 2 (1), 59- 70. Suryabrata,S.(1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sumardi. (2003). Pengaruh Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Guru dalam Pembelajaran pada 4 SLTP Negeri di Kabupaten Semarang, Tesis, Progam Pasca Sarjana UKSW.
Siswanto., Swasto., B., dan Setiawan, M.(2001). Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi dan Dampaknya terhadap Kinerja Dosen (Studi terhadap Dosen Tetap Fakultas Ekonomi pada Beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Kediri Jawa Timur). Laporan Penelitian. Diakses pada 7 Juli 2010, dari http://ppsub.ub.ac.id/. Siagian, S.P. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta : Bumi Aksara. Ruky,S.A. (2002). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Rahayu, K.A (2009). Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai
Direktorat Merek, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Retno.(2010). Hubungan antara Kepemimpinan Situasional dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Guru. Journal Guruvulah. Rivai, V., dan Sagala, E.J. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan : dari Teori ke Praktik . Jakarta : Raja Grafindo Persada. Robbins,P.S. (2001). Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Alih bahasa : Handayana Pujaatmika. Jakarta : Prenhalino.
Siswanto.,Swasta.,B., dan Setiawan.M. (2001). Pengaruh Kompensasi terhadap Motivasi dan Dampaknya terhadap Kinerja Dosen (Studi terhadap Dosen Tetap Fakultas Ekonomi pada Beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Kediri Jawa Timur). Laporan Penelitian. Diakses pada 7 Juli 2010, dari http://ppsbub.ub.ac.id/.
Sulung,N.,dan Sanusi, R. (2007). Hubungan antara Motivasi dan Kinerja Dosen Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Padang. Working Paper Series. KMPK,9-1-9. Sutiawan,C.(2002). Analisis Hubungan Motivasi dan Kepemimpinan dengan Kinerja Pejabat Struktural di Lingkungan Sekretariat Negara . Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Schultz, D.dan Schultz, S.E.(2006). Psychology and Work Today. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Sanchez, J.(2000). Development and Examination of an Expetancy. American. 85.5(739- 750).
Sedarmayanti. (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja , Bandung : Mandor Maju.
Simamora,H. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : STIE YKPN.
Sindonews (2011). Kualitas Manusia Indonesia Harus Ditingkatkan . Diakses 17-02-2012, darihttp://www.sindonews.com/read/2011/11/16/435/529962/kualitasmanusia- indonesia-harus-ditingkatkan.
Subagyo, P., dan Djarwanto. (1996). Statistik Induktif . Yogyakarta : BPFE. Sugiyono, (2006 ). Metode Penelitian Bisnis , Bandung : Alfabeta. Suhardi, F.(2002). Pengaruh Intelegensi dan Motivasi terhadap Semangat Penyempurnaan dalam Membentuk Perilaku Efisien. Anima Indonesia. Psycological Journal.3.4(346- 367).
Sujarwo. (2006). Reorientasi Pengembangan Pendidikan di Era Global,Yogyakarta : UNY.
Suyanto. (2006). Dinamika Pendidikan Nasional dalam Peraturan di Indonesia.
Supriyo .(2010). Hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Sikap Guru terhadap Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Kinerja Guru. Journal guruvulah. 20 com
Susilastuti .(2005). Pengaruh Persepsi tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Berprestasi dan Profesionalisme Guru terhadap Kinerja Guru SMA Swasta di Kota Salatiga.
Schuler, R., dan Jackson, S. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia`: Menghadapi Abad ke 21, jilid 2 (ed. 6). Jakarta : Erlangga. Spector, P. E. (2007). Industrial and Organizational Psychology (Research and Practice). USA : John Wiley & Sons, Inc.
Hasanah, S.D. (2010). Pengaruh Diklat Kepemimpinan Guru dan Iklim Kerja terhadap Kinerja Guru SD se Kecamatan Babakancikao Kabupaten Purwakarta. Jurnal Peneltian Pendidikan. 11.2.
Helistiawan,A.(2008). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kompetensi terhadap Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jendral Imigrasi. Tesis .Jakarta : Universitas Indonesia.
Hapsari, A.A. (2007). Pengaruh Motivasi terhadp Kinerja Staf Perpustakaan FIB UI. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hoy and Miscel. (1982). Education Administration, Jakarta : Raja Grafindo. Ilyas, Y. (1999). Kinerja . Depok : Badan Penerbit FKM UI.
Israwati. (2008). Pengaruh Iklim Organisasi Sekolah terhadap Kinerja Mengajar. Jurnal Edukasi, IV , 1, 137-145.
Indrawati, Y.(2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru Matematika dalam Pelaksanaan KBK pada SMA Kota Palembang. Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya . 4. 7.
Jumadi. (2006). Peranan Kultur Sekolah terhadap Kinerja Guru, Motivasi Berprestasi dan Prestasi Akademik Siswa. Jurnal Peneltian Bappeda Kota Yogyakarta.1.1.
Toruan,U.L.(2004). Hubungan antara Kompetensi dan Motivasi terhadap Kinerja Pejabat Struktural di Badan Kepegawaian Negara. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Usman, M.U. (2000). Menjadi Guru Profesional . Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
__________.(2005). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Usmara, A. (2002). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta : Amara books.
Vazirani, N. (2010). Review Paper. Competencies and Competency Model-a brief Overview of its Development and Application. Journal of Management,7(1),121-131. Wijono,S. (1997). Hubungan di antara Motivasi Kerja dan Personaliti dengan Prestasi Kerja di Sebuah Organisasi. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Wijono, S. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi : dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Widodo,A. (2002). Analisis tentang Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja dan Kinerja Sekretariat Negara Republik Indonesia. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia. Widayati,W. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja dan Intensitas Pelatihan terhadap Kinerja Dosen di Universitas Hang Tuah Surabaya. Tesis. Surabaya :Universitas Airlangga. Diakses 22 Maret 2011, dari http://garuda dikti.go.id.
Winardi. (2001). Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wiranatakusumah, R.M., dan Naomi, P.(2006). Pengaruh Motivasi Diri terhadap Kinerja Belajar Mahasiswa (Studi Kasus pada Mahasiswa Universitas Paramadina). Tesis . Diakses pada tanggal 16 Oktober 2011 dari http://jurnal.upi.edu /file.
Wei-Wen-Wu.(2000). Development Strategis for Competency Models, Taiwan :
International Trade Departement.
Wood.,Wallace.,Zeffane.,Schermerhorn.,Hunte.,Osborn. (2001) . Organizational Behavior (a Global Perspective) . Australia : John Wiley&Sons Australia, Ltd. Wijoyo, S. (2007). Motivasi Kerja, Salatiga : Widyasari Press. Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia . Jakarta : Salemba Empat. Wasserman,S dan Eiggert. (1973). Profiles of Teaching Competency, British Colombia : Centre for the Study of Curriculum and Instruction
Yani,S. (2005). Hubungan anatara Kompetensi Manajerial dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Pejabat Struktural Eselon III-IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Tesis. Jakarta : Universitas Indonesia.
|
60321ef3-30a3-4f2a-84a9-7706a1ab4c2f | https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/article/download/412/272 |
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Islamia Nuraini 1 , Arnowo Hari Wibowo 2 , Muhammad Asrol 3 , Taufik 4 , Dyah Lang Wilis 5 1,2, Industrial Engineering Department, BINUS Graduate Program – Master of Industrial
Engineering, Bina Nusantara University Correspondet author : [email protected] Jakarta, 11480, Indonesia
## Abstract
Utilizing the team to carry out operational vehicle maintenance activities is crucial to maintaining smooth mobility. Well-scheduled maintenance can prevent unexpected problems and minimize disruption to vehicle operations. The problem is that the implementation of operational vehicle maintenance policies is not yet optimal. The aim of this research is to focus on operational vehicles so that use is not disrupted so that mobility runs smoothly, maintenance scheduling is needed. Completion of this research method will use the Naïve Bayes and Decision Tree data mining applications. This research produces a comparison of the two data mining applications to determine maintenance performance with an accuracy level of the Naïve Bayes method of 33.33% and Decision Tree 75.00%. The results of the best algorithm performance analysis are used as a reference for implementing vehicle maintenance scheduling.
Keywords: Body Repair; Decision Tree; General Repair; Naïve Bayes; Periodic Maintenance;
## Vehicle maintenance
## Abstrak
Pendayagunaan tim melakukan kegiatan pemeliharaan kendaraan operasional memang krusial untuk menjaga mobilitas yang lancar. Pemeliharaan yang terjadwal dengan baik dapat mencegah masalah yang tidak terduga dan meminimalkan gangguan pada operasional kendaraan. Adapun permasalahannya pelaksanaan kebijakan pemeliharaan kendaraan operasional belum optimal. Tujuan penelitian ini fokus pada kendaraan operasional supaya tidak terganggu penggunaan supaya mobilitas lancar, maka diperlukan penjadwalan pemeliharaan. Penyelesaian metode penelitian ini akan menggunakan aplikasi data mining Naïve Bayes dan Decision Tree . Penelitian ini menghasilkan perbandingan pada kedua aplikasi data mining tersebut untuk mengetahui kinerja pemeliaharaan dengan tingkat akurasi metode Naïve Bayes 33.33% dan Decision Tree 75.00%. Hasil analisis kinerja algoritma terbaik digunakan sebagai acuan implementasi penjadwalan pemeliharaan kendaraan.
Kata Kunci: Body Repair; Decision Tree; General Repair, Naïve Bayes; Perawatan Berkala;
## Perawatan Kendaraan
Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index Journal Publicuho is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
## PENDAHULUAN
Negara Indonesia mampu mengembangkan teknologi yang membantu kehidupan manusia. Manusia pada konteks ini sebagai user upaya untuk memperoleh informasi secara real time. Perkembangan informasi ini mampu mengelola datamenjadi sangat mudah, sehingga menghasilkan suatu informasi yang dibutuhkan oleh user secara akurat dan real
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
time. Kebutuhan manusia terhadap penggunaan teknologi sudah menjadi kebutuhan yang mendasar bagi manusia, karena teknologi mampu meringankan pekerjaan. Perkembangan teknologi saat ini mampu menuntut Masyarakat supaya lebih up to date dengan menguasai wawasan teknologi. Lingkup Perusahaan juga menggunakan teknologi untuk mengolah data dengan tujuan mencari kemudahan pada suatu pekerjaan menjadi lebih efektif dan efesien. Hal ini juga mempermudah pekerjaan terutama melibatkan banyak data dan pihak.
Kebutuhan data yang diubah menjadi suatu informasi yang didukung dengan penggunaan teknologi ini memiliki proses untuk mengambil data dan menemukan pola pada sekumpulan data dengan metode ilmu data yang disebut data mining. Data mining mampu merancang studi kasus dengan mengetahui kebutuhan user untuk meningkatkan nilai positif dari user. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini fokus pada perusahaan yang bergerak di bidang otomotif yang memiliki mobilitas operasional tinggi. User sebagai operator di lapangan sangat bergantung pada kendaraan tersebut untuk operasional sehari-hari. Oleh karena itu pemeliharaan kendaraan sangat diperlukan untuk menghindari kerusakan yang dapat mengakibatkan operasional di lapangan terganggu.
Penelitian ini menggunakan data historis kendaraan untuk memprediksi kendaraan tersebut akan kembali ke dealer kendaraan untuk dilakukan pemeliharaan. Penelitian ini mengusulkan pendekatan pemecahan masalah menggunakan Naïve Bayes dan Decision Tree . Tujuan penelitian ini menentukan waktu pemeliharaan prediktif kendaraan berdasarkan database service record menggunakan Naïve Bayes dan Decision Tree. Motivasi penelitian ini untuk melakukan pemeliaharaan prediktif kendaraan operasional menggunakan algoritma Naïve Bayes supaya tepat sasaran dalam pengambilan keputusan dengan menentukan nilai peluang sehingga perusahaan mampu menghitung cepat dan efisien terhadap kendaraan operasional yang perlu dilakukan pemeliharaan secara berkala. Dikarenakan, urgensi permasalahan selama ini perusahaan tidak melaksanakan pemeliharaan berkala secara tepat sasaran terhadap kendaraan operasional perusahaan itu optimalisasi rute, manajemen waktu, pemeliharaan preventive dan prediktif, downtime kendaraan, biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan, lingkungan, keberlanjutan, keselamatan dan kepatuhan, teknologi dan inovasi perusahaan terhadap pemeliharaan kendaraan operasional tersebut.
Penelitian tentang kendaraan operasional perusahaan melibatkan berbagai aspek yang perlu dioptimalkan untuk mencapai efisiensi, keandalan, dan keberlanjutan. Permasalahan yang dihadapi mencakup optimalisasi rute, pemeliharaan, biaya operasional, keselamatan, kepatuhan regulasi, teknologi, manajemen pengemudi, pengelolaan armada, dan analitik data. Mengatasi permasalahan ini membutuhkan pendekatan yang holistik dan inovatif, serta penerapan teknologi modern dan praktik
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
manajemen yang baik. Kemudian, kontribusi penelitian ini mampu memberikan hasil yang signifikan bagi peningkatan efisiensi, pengurangan biaya, dan peningkatan keselamatan serta keberlanjutan operasional
Permasalahan penelitian ini didukung oleh Thakur dan Singh (2014) Prediction of Online Vehicle Insurance System using Decision Tree Classifier and Bayes Classifier A Comparative Analysis. Penelitian ini tentang tujuan utama dari algoritma pembelajaran adalah untuk membangun model dengan kemampuan generalisasi yang baik, yaitu model yang secara akurat memprediksi label kelas dari catatan yang sebelumnya tidak diketahui. Akurasi atau tingkat kesalahan yang dihitung dari set pengujian juga dapat digunakan untuk membandingkan kinerja relatif dari pengklasifikasi berbeda pada domain yang sama. Namun, hasil akurasi yang diperoleh baik dan tingkat kesalahan rata-rata yang diperoleh juga dapat diterima untuk rekaman pengujian yang label kelas rekaman pengujiannya tidak diketahui, di kedua pengklasifikasi. Dalam hal kompleksitas komputasi, Bayes Classifier berkinerja lebih baik daripada Decision Tree Classifier di sistem kami. Sedangkan Decision Tree Classifier memiliki kinerja lebih baik dibandingkan Bayes Classifier berdasarkan prediksi dalam sistem ini
Menurut Attari, Ejlaly et al (2022) Application of Data Mining Techniques for the Investigation of Factors Affecting Transportation Enterprises. Penelitian ini tentang menyajikan tiga teknik penambangan data yaitu pengelompokan, aturan asosiasi, dan klasifikasi untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi biaya dan waktu transportasi jalan raya dan kereta api. Dengan menggunakan metode berdasarkan algoritma K-means dengan membandingkan empat pengelompokan, kami telah mengusulkan klasifikasi Naive Bayes (probabilistik) untuk menentukan total akurasi persen transportasi hingga 97,91%. Terakhir, algoritma pohon klasifikasi seperti teori Bayesian dan hutan acak telah digunakan, dan hasil serta aturan keluaran telah dibandingkan. Artikel ini komprehensif dan baru dalam menggunakan berbagai parameter efektif transportasi darat. Kami akan memastikan efisiensinya dengan menggunakan kriteria (5v) (yang akan kami jelaskan sebagai gantinya) dan kemudian hasil di lapangan. Transportasi yang lebih besar, yang disebut transit darat, dapat digeneralisasikan antara kedua negara.
Menurut Irawana et al (2022) Comparison of Data Mining Classification Methods for Predicting Credit Appropriation through Naïve Bayes and Decision Tree Methods . Penelitian ini tentang enelitian ini terlihat pada penilaian yang kurang tepat terhadap kemampuan debitur dalam melunasi pinjaman usahanya sehingga sering menimbulkan permasalahan kredit. Data Mining digunakan dalam menilai atau memprediksi kelayakan kredit calon debitur. Penulis mencoba membandingkan klasifikasi data mining untuk menganalisis prediksi kelayakan kredit melalui metode Naïve Bayes dan Decision Tree . Data calon debitur
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
telah diolah melalui tahapan data mining dengan Naïve Bayes dan Decision Tree . Data diuji melalui validasi silang k-folds (k = 10). Hasil penelitian ini adalah akurasi metode Decision Tree (J-48) lebih tinggi dibandingkan metode Naïve Bayes . Hasil perbandingan kedua algoritma tersebut adalah algoritma Decision Tree (J-48) mempunyai akurasi sebesar 95,24% dan algoritma Naïve Bayes memiliki akurasi sebesar 79,59%.
Penelitian ini didukung oleh Juliane et al (2020) Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklasifikasikan tren pelanggaran angkutan barang berdasarkan data pelanggaran yang ada di UPPKB. Data penelitian merupakan data primer yang diperoleh dari Direktorat Prasarana Transportasi Jalan Kementerian Perhubungan melalui sistem jembatan timbang online (JTO). Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mengetahui pola kecenderungan klasifikasi gangguan kendaraan angkutan barang berdasarkan hasil pohon keputusan algoritma C.45, sehingga hasil penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja akurasi pada pengujian data mining untuk klasifikasi kecenderungan gangguan kendaraan angkutan barang dengan 10 fold cross validation linear sampling.
Pendukung penelitian terdahulu menurut Jain, Vasdev, Sharma et al (2022)
Systematic literature review on predictive maintenance of vehicles and diagnosis of vehicle's health using machine learning techniques dari industri otomotif, telah mengalihkan perhatian mereka ke arah pemeliharaan prediktif. Industri otomotif menganggap pemeliharaan prediktif sebagai pemain kunci dalam meningkatkan servis dan kendaraan yang mereka kirimkan. Penting juga bagi pemilik kendaraan untuk mendiagnosis kendaraan untuk mencegah risiko yang mungkin dihadapi kendaraan dengan melakukan servis tepat waktu. Manfaat pemeliharaan prediktif, sulit untuk mendeteksi kerusakan pada sektor otomotif sejak dini. Hal ini disebabkan terbatasnya aksesibilitas ke sensor dan tidak tersedianya beberapa aplikasi desain. Namun, dengan kemajuan teknologi yang berkelanjutan, metode pembelajaran mesin (ML) telah menjadi solusi yang tepat untuk menganalisis data dan mengembangkan solusi bahkan ketika data terbatas. Artikel ini bermaksud untuk memberikan tinjauan literatur tentang teknik ML yang digunakan untuk pemeliharaan prediktif mobil dan diagnosis kesehatan kendaraan menggunakan ML. Tinjauan ini berfokus pada teknik pembelajaran mesin dalam praktiknya, ekstraksi data dari sistem diagnosis onboard, dan kesulitan yang dihadapi model
Pendukung penelitian dari Goleiji dan Tarokh (2015) Fraud Detection in the Insurance using Decision Tree, Naïve Bayesian and Support Vector Machine Data Mining Algorithms (Case Study Automobile's Body Insurance) . Penelitian ini tentang tujuan memperoleh keuntungan finansial, klaim ini dilakukan. Saat ini, teknik penambangan data dapat membantu dalam menentukan kebenaran dan kesalahan orang yang diasuransikan. Dalam tulisan ini, tiga metode data mining yaitu pohon keputusan, naif
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
Bayesian dan mesin vektor pendukung telah digunakan untuk mengidentifikasi penipuan dalam asuransi bodi mobil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pohon keputusan dengan akurasi sebesar 92,50% memiliki efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan metode naïve Bayesian dengan akurasi sebesar 90,28% dan metode support vector machine dengan akurasi sebesar 30,28%.
Pendukung penelitian menurut Theissler et al (2021) Predictive maintenance enabled by machine learning: Use cases and challenges in the automotive industry . Studi kasus ini mengkategorikan makalah serta menganalisisnya dari perspektif aplikasi dan ML. Setelah itu, kami mengidentifikasi tantangan terbuka dan mendiskusikan kemungkinan arah penelitian. Kami menyimpulkan bahwa (a) data yang tersedia untuk umum akan meningkatkan kegiatan penelitian, (b) sebagian besar makalah bergantung pada metode yang diawasi yang memerlukan data berlabel, (c) menggabungkan berbagai sumber data dapat meningkatkan akurasi, (d) penggunaan metode pembelajaran mendalam akan semakin meningkat tetapi membutuhkan metode yang efisien dan dapat ditafsirkan serta ketersediaan data (yang diberi label) dalam jumlah besar.
Oleh karena itu, penelitian ini menghasilkan usulan pendekatan dalam pemecahan masalah menggunakan Naïve Bayes dan Decision Tree dengan cara menentukan waktu pemeliharaan prediktif kendaraan berdasarkan tools database service record didalam perusahaan. Rumusan masalah yang dikaji dan dijawab dalam tulisan ini antara lain Kapan kendaraan tersebut akan kembali ke dealer kendaraan untuk dilakukan pemeliharaan?
## METODE
Kajian yang dilakukan bersumber dari beberapa penelitian pendahulu Perusahaan perlu memprediksi kapan mesin dilakukan pemeliharaan. Metode menggunakan Algorithma Naïve Bayes untuk membantu menemukan prediksi dari 2 jenis pemeliharaan (WP: Preventive & WE: Emergency). Hasil menunjukan bahwa Preventive Maintenance di Plant Cold Roll Mills sudah berjalan dengan baik (Pardede et al., 2022).
Pemeliharaan prediktif sangat penting dalam memelihara armada dan menjaganya agar tetap tersedia untuk beroperasi dengan waktu henti minimum. Hasil menggunakan Gradient Boosted Trees mencapai akurasi prediksi 41,24%. Manajer armada harus melihat data historis yang dimiliki dan membiarkan algoritma AI menemukan pola untuk diterapkan pada jadwal pemeliharaan prediktif yang lebih baik (AlGanem et al., 2022).
## Decision Tree
Decision tree adalah algoritma yang paling banyak digunakan untuk masalah klasifikasi. Sebuah decision tree terdiri dari beberapa sim pul yaitu tree’s roo, internal nod dan leafs.
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
Konsep entropi digunakan untuk penentuan pada atribut mana sebuah pohon akan terbagi (split). Semakin tinggi entropy sebuah sampel, semakin tidak murni sampel tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung ent ropy sampel S adalah Entropy(S) = −p1log2p1– p2log2p2. Pada persamaan 1, p1 adalah proporsi sampel atau grup yang akan jatuh bangkrut dan p2 adalah proporsi untuk perusahaan yang tidak akan jatuh bangkrut
## Naïve Bayes
Klasifikasi Bayesian adalah klasifikasi statistik yang bisa memprediksi probabilitas sebuah class. Klasifikasi Bayesian ini dihitung berdasarkan Teorema Bayes dengan rumus ini P(H|X) = P(H|X)P(H) / P(X) memiliki konteks prediksi kebangkrutan, berdasarkan rumus di atas, kejadian H merepresentasikan kebangkrutan perusahaan. P(H) adalah prior probability di mana dalam kasus ini merupakan probabilitas perusahaan yang mendeklarasikan bangkrut.P(H|X) merefleksikan probabilitas perusahaan dengan data X akan mengalami kebangkrutan. P(X|H) adalah posterior probability yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kebangkrutan berdasarkan prediktor X. P(X) merupakan prior probability dalam hal ini adalah probabilitas sebuah perusahaan dengan kriteria X.
Metode penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2023 dengan menggunakan data historis perawatan kendaraan operasional. Untuk metode penelitian dimulai dengan mengumpulkan service record, kemudian melakukan analisa dengan metode Naïve Bayes dan Decision Tree, dan terakhir melihat akurasi dan prediksi pemeliharaan yang dihasilkan algoritma terbaik. Metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 . Metode penelitian.
Tahapan penelitian yang dijelaskan pada gambar 2, maka setelah data sudah dikumpulkan, maka dilakukan data pre-processing (pra-pemrosesan data) untuk diolah dengan tahap
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
seleksi data, deskripsi data, pembersihan data, dan transformasi data. Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Raschka (2020), bahwa data yang sudah dipersiapkan akan dipisah menjadi data latih dan data uji, kemudian proporsi data dibuat berdasarkan rasio data yang umumnya adalah 60/40, 70/30, atau 80/20. Dengan penjelasan tersebut, maka data dibagi menjadi data latih dan data uji dengan rasio70% : 30% yang dianggap rasio yang optimal untuk menghasilkan model data. Kemudian, pemodelan dilakukan dengan algoritma klasifikasi Naive Bayes, Decision Tree. Data yang sudah dimodelkan akan dievaluasi untuk hasil klasifikasinya, untuk tahapannya dapat diketahui sebagai berikut :
## Business Understanding
Business understanding merupakan proses bisnis untuk menilai suatu situasi dengan mengetahui tujuan data mining. Penelitian ini memiliki tujuan data mining untuk mendukung proses pemeliharan kendaraan operasional secara berkala efektif dengan menghindari aspek permasalahan penelitian, sehingga menghasilkan nilai tambah pada suatu perusahaan.
## Data Understanding
Tahapan ini menjelaskan proses pengumpulan data, dengan melakukan Analisa data juga evaluasi kualitas data yang digunakan pada penelitian ini Proses perijinan data diajukan untuk memperoleh data transaksi penggunaan kendaraan operasional tahun 2022 sejumlah 44 record data, dan tahun 2023 sejumlah 78 record data.
## Konstruksi Model
Konstruksi model penelitian ini memiliki kerangka waktu yang digunakan dari data window di data latih. Data latih adalah data pemeliharaan kendaraan operasional selama 1 tahun dimulai dari tahun 2022-2023.
## Data Processing
Tahapan ini merupakan pembersihan data dengan mengelompokan atribut-atribut atau field yang telah terpilih menjadi 1tabel.
Tabel 1. Data Prosesing Pemeliharaan Kendaraan Operasional Field Keterangan GeneralRepair kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki peralatan, mesin, kendaraan, atau infrastruktur agar tetap berfungsi dengan aman dalam kondisi optimal dan menghindari kerusakan yang lebih serius. PeriodicMaintenance Kegiatan pemeriksaan, pelumasan, penyetelan, dan penggantian komponen tertentu untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang umur kendaraan BodyRepair Kegiatan mengembalikan penampilan dan fungsi struktur luar kendaraan, termasuk rangka, panel bodi, dan cat.
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
## Data latih dan Data Uji
Tahapan ini merupakan data yang sudah dipersiapkan akan dipisah menjadi data latih dan data uji, kemudian proporsi data dibuat berdasarkan rasio data yang umumnya adalah 60/40, 70/30, atau 80/20. Dengan penjelasan tersebut, maka data dibagi menjadi data latih dan data uji dengan rasio70%:30% yang dianggap rasio yang optimal untuk menghasilkan model data.
## Segmentasi Pemeliharaan Prediktif Kendaraan Operasional
Segmentasi adalah proses mengidentifikasi pemeliharaan kendaraan operasional berdasarkan aspek permasalahan perusahaan dengan 3 kategori yaitu:
## 1. General repair
General repair atau perbaikan umum adalah kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan memperbaiki peralatan, mesin, kendaraan, atau infrastruktur agar tetap berfungsi dengan baik dan aman. Dalam konteks kendaraan operasional perusahaan, general repair mencakup berbagai jenis perawatan dan perbaikan yang diperlukan untuk menjaga kendaraan dalam kondisi optimal dan menghindari kerusakan yang lebih serius.
a. Keandalan: Memastikan kendaraan selalu siap digunakan tanpa risiko kerusakan mendadak yang dapat mengganggu operasional.
b. Keselamatan: Meningkatkan keselamatan pengemudi dan penumpang dengan memastikan semua sistem kendaraan berfungsi dengan baik.
c. Efisiensi Biaya: Mengurangi biaya perbaikan besar dengan melakukan perawatan rutin dan perbaikan kecil secara tepat waktu.
d. Umur Panjang Kendaraan: Memperpanjang masa pakai kendaraan dengan menjaga kondisi komponen dan sistem kendaraan.
## 2. Periodic Maintenance
Perawatan berkala adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara rutin pada interval waktu tertentu atau berdasarkan jarak tempuh untuk memastikan bahwa peralatan, mesin, atau kendaraan tetap berfungsi dengan baik dan dapat diandalkan. Dalam konteks kendaraan operasional perusahaan, periodic maintenance melibatkan pemeriksaan, pelumasan, penyetelan, dan penggantian komponen tertentu untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang umur kendaraan.
a. Mencegah Kerusakan Mendadak: Dengan melakukan perawatan berkala, potensi kerusakan dapat dideteksi dan diperbaiki sebelum menjadi masalah besar.
b. Menjaga Performa Optimal: Kendaraan yang dirawat secara berkala akan beroperasi pada performa optimal, yang berarti efisiensi bahan bakar lebih baik dan kinerja keseluruhan yang lebih stabil.
c. Meningkatkan Keselamatan: Perawatan berkala memastikan semua sistem kendaraan berfungsi dengan baik, sehingga mengurangi risiko kecelakaan akibat kerusakan teknis.
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
d. Memperpanjang Umur Kendaraan: Pemeliharaan rutin membantu mengurangi keausan komponen, memperpanjang masa pakai kendaraan.
3. Body Repair
Proses perbaikan dan pemulihan komponen eksterior kendaraan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan, benturan, atau keausan alami. Body repair melibatkan berbagai teknik untuk mengembalikan penampilan dan fungsi struktur luar kendaraan, termasuk rangka, panel bodi, dan cat.
a. Estetika: Mengembalikan penampilan kendaraan sehingga terlihat seperti baru dan meningkatkan nilai jual kembali
b. Keselamatan: Memastikan bahwa komponen struktural dan bodi kendaraan berfungsi dengan baik, yang penting untuk keselamatan pengemudi dan penumpang.
c. Perlindungan: Mencegah kerusakan lebih lanjut akibat korosi atau keausan dengan memperbaiki dan melindungi permukaan yang rusak.
d. Kepuasan Pengemudi: Meningkatkan kepuasan pengguna kendaraan dengan mengembalikan kondisi estetis dan fungsional kendaraan.
Pembangunan Model Decision Tree dan Na ï ve Bayes
Tahapan Pembangunan model decision tree yaitu algoritma yang membagi data ke dalam subset berdasarkan fitur yang paling penting untuk klasifikasi atau regresi. Sedangkan Naïve Bayes adalah algoritma berbasis probabilitas yang mengasumsikan independensi antara fitur-fitur dengan perbandingan persentase 70/30 (70% sebagai data training & 30% data testing) dengan tabel 2. Sebagai berikut.
Tabel 2. Ratio Parameter Ratio Parameter Hasil Data Training 0.70 Data Testing 0.30
## Evaluasi Perbaikan
Evaluasi perbaikan analisis pemeliharaan prediktif menggunakan algoritma Naïve Bayes dan Decision Tree memerlukan analisis menyeluruh terhadap kinerja model, identifikasi area perbaikan, dan implementasi perbaikan tersebut. Dengan menggunakan metrik evaluasi yang tepat, dan pemantauan berkelanjutan, model dapat terus dioptimalkan untuk memberikan prediksi yang lebih akurat dan andal dalam pemeliharaan prediktif kendaraan operasional perusahaan.
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Naïve Bayes dan Decision Tree .
Penelitian ini menggunakan aplikasi RapidMiner Studio Educational 10.1.003 untuk melakukan pemodelan Naïve Bayes dan Decision tree seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Implementasi pengolahan data mining dengan Example Set (44 examples, 1 special attribute, 6 regular attribute) kemudian split data 70% untuk data training dan 30% untuk data testing. Untuk label menggunakan Service Type , yaitu Periodic Maintenance (PM),
General Repair (GR), dan Body Repair (BR).
Gambar 2. Pemodelan Naïve Bayes dan Decision Tree .
Hasil akurasi prediksi dari Naïve Bayes dan Decision Tree dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Hasil akurasi prediksi dari Naïve Bayes dan Decision Tree.
Performance Vector Naïve Bayes dengan accuracy 33.33% dan Performance Vector Decision Tree dengan accuracy 75.00%. Kinerja algoritma Decision Tree lebih baik dari Naïve Bayes . Detail confusion matrix hasil dari algoritma Decision Tree dapat dilihat pada Gambar 4.
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
## Gambar 4. Performansi NaÏive Bayes
Gambar 5 menjelaskan bahwa performansi NaÏive Bayes dengan nilai akurasi GR (General Repair) persentase 33.333%, PM (Periodic Maintenance) persentase 100%, dan BR (Body Repair) persentase 20% .
Gambar 5. Confusion matrix hasil algoritma Decision Tree .
Gambar 6 merupakan hasil prediksi pemeliharaan kendaraan dapat dilihat pada dengan total pemeliharaan sebanyak 12 kali (BR 1 kali, GR 2 kali, dan PM 9 kali).
## ANALISIS PEMELIHARAAN PREDIKTIF KENDARAAN OPERASIONAL MENGGUNAKAN ALGORITMA NAÏVE BAYES DAN DECISION TREE
Volume 7 Number 2 (May-July 2024), pp.591-603 Islamia Nuraini. et.al DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412 Accredited SINTA 4 , SK. NOMOR 105/E/KPT/2022
Gambar 6 menjelaskan bahwa Prediction Service Type (PM) menghasilkan nilai lebih tinggi mencapai 9.
Kontribusi penelitian ini mampu memberikan hasil yang signifikan bagi peningkatan efisiensi, pengurangan biaya, dan peningkatan keselamatan serta keberlanjutan operasional. Dikarenakan, manajerial perusahaan selama ini tidak melaksanakan pemeliharaan berkala secara tepat sasaran terhadap kendaraan operasional perusahaan itu optimalisasi rute, manajemen waktu, pemeliharaan preventive dan prediktif, downtime kendaraan, biaya bahan bakar, biaya pemeliharaan, lingkungan, keberlanjutan, keselamatan dan kepatuhan, teknologi dan inovasi perusahaan dengan melakukan pemeliharaan kendaraan operasional tersebut.
## KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tingkat akurasi metode Naïve Bayes 33.33% dan Decision Tree 75.00%, sehingga untuk penelitian ini metode Decision Tree diteruskan untuk prediksi. Hasil Decision Tree prediksi pemeliharaan kendaraan dengan total pemeliharaan sebanyak 12 kali (BR 1 kali, GR 2 kali, dan PM 9 kali). Selanjutnya, penelitian diharapkan dapat menampilkan detail penjadwalan pemeliharaan dari hasil proses data mining tersebut.
Pengukuran kinerja sebuah algoritma data mining dapat dilakukan berdasarkan beberapa kriteria antar lain akurasi, kecepatan komputasi, robustness, skalabilitas dan interpretabilitas. Penelitian ini baru menggunakan satu kriteria yaitu berdasarkan akurasi. Akan lebih baik jika semua kriteria diuji coba agar algoritma yang diteliti lebih teruji kinerjanya. Akurasi sebuah algoritma bisa ditingkatkan dengan menggunakan beberapa teknik antara lain teknik bagging dan boosting. Penelitian ini juga belum menggunakan kedua teknik tersebut untuk meningkatkan akurasi karena penelitian ini hanya terbatas pada perbandingan algoritma decision tree dan naïve bayes . Penelitian ini juga menggunakan data sampel yang cukup terbatas pada perusahaan dengan kendaraan operasional yang dengan menentukan waktu pemeliharaan prediktif kendaraan berdasarkan database service record menggunakan Naïve Bayes dan Decision Tree . Untuk mengestimasi akurasi sebuah algoritma akan lebih baik jika jumlah data sampel yang digunakan mendekati populasi yang ada. Diharapkan pada penelitian selanjutnya, data perusahaan yang digunakan lebih banyak dibandingkan penelitian ini agar pengklasifikasian data jauh lebih akurat.
## Journal Publicuho
ISSN 2621-1351 (online), ISSN 2685-072 9 (print) Volume 7 No 2 (May-July 2024) pp.591-603 Accredited SINTA 4 , SK.NOMOR 105/E/KPT/2022 Open Access at: https://journalpublicuho.uho.ac.id/index.php/journal/index DOI: https://doi.org/10.35817/publicuho.v7i2.412
## DAFTAR PUSTAKA
## Buku
Daniel T. Larose. Discovering Knowledge In Data, an Introduction to Data Mining. Wiley Interscience, New Jersey, 2005.
Data Mining, Teknik Pemanfaatan Data untuk Keperluan Bisnis. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2007.
## Artikel
AlGanem, H. S., & Abdallah, S. (2022). Exploring the Hidden Patterns Data to Predict Failures of Heavy Vehicles. In Recent Innovations in Artificial Intelligence and Smart Applications (pp. 171-187). Cham: Springer International Publishing.
Blank, S. (2013, May). Why the Lean Start-Up Changes Everything. Harvard Business Review. https://hbr.org/2013/05/why-the-lean-start-up-changes-everything
Dellermann, D., Ebel, P., Lipusch, N., Popp, K. M., & Leimeister, J. M. (2017). Finding the Unicorn: Predicting Early Stage Startup Success Through a Hybrid Intelligence Method. International Conference on Information Systems (ICIS), 1 – 12. https://doi.org/https://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3159123
Çınar, Z. M., Abdussalam Nuhu, A., Zeeshan, Q., Korhan, O., Asmael, M., & Safaei, B. (2020). Machine learning in predictive maintenance towards sustainable smart manufacturing in industry 4.0. Sustainability , 12 (19), 8211
Glupker, J., Nair, V., Richman, B., Riener, K., & Sharma, A. (2019). Predicting investor success using graph theory and machine learning. Journal of Investment Management, 17(1), 92 – 103.
Gupta, S., Pienta, R., Tamersoy, A., Chau, D. H., & Basole, R. C. (2015). Identifying Successful Investors in the Startup Ecosystem. Proceedings of the 24th International Conference on World Wide Web, 39 – 40. https://doi.org/10.1145/2740908.2742743
Hastuti, K. (2012). Analisis Komparasi Algoritma Klasifikasi Data Mining untuk Prediksi Mahasiswa Non Aktif. Seminar Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2012, 14(1), 241 – 249
Jain, M., Vasdev, D., Pal, K., & Sharma, V. (2022). Systematic literature review on predictive maintenance of vehicles and diagnosis of vehicle's health using machine learning techniques. Computational Intelligence , 38 (6), 1990-2008.
Massaro, A., Selicato, S., & Galiano, A. (2020). Predictive maintenance of bus fleet by intelligent smart electronic board implementing artificial intelligence. IoT , 1 (2), 12.
Prakash P. Shenoy dan Lili Sun. Using bayesian networks for bankruptcy prediction : Some methodological issues. In European Journal of Operational Research, volume 18, pages 738 – 753, 2007.
Shodiqin, H. (2022). Sustainable Maintenance Melalui Prediksi Preventive Maintenance di Plant Cold Roll Mills (CRM) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dengan Algoritma Naïve Bayes Classifier dan Decision Tree. JATISI (Jurnal Teknik Informatika dan Sistem Informasi) , 9 (2), 876-890
Subqi, F. M., & Anggraini, D. (2021). Data Mining Untuk Pemeliharaan Prediktif Mesin Produksi berdasarkan Database Kerusakan Mesin menggunakan Naïve Bayes
Theissler, A., Pérez-Velázquez, J., Kettelgerdes, M., & Elger, G. (2021). Predictive maintenance enabled by machine learning: Use cases and challenges in the automotive industry. Reliability engineering & system safety , 215 , 107864.
|
c319dd76-b9e5-43de-a850-533095e42038 | https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/STRING/article/download/8660/4137 |
## ANALISIS CAPACITY REQUIREMENT PLANNING PADA MESIN ROBOTIC FIBER LASER DI PT. KIYOKUNI INDONESIA
Achmad Yusuf Ruswantoro 1 , Dene Herwanto 2
Program Studi Teknik Industri, Universitas Singaperbangsa Karawang 1,2 [email protected] 1
Submitted February 2, 2021; Revised May 9, 2021; Accepted May 10, 2021
## Abstrak
Ketidaktepatan dalam membuat rencana kebutuhan kapasitas akan menyebabkan perusahaan mengalami kerugian. Kerugian tersebut seperti terhabatnya proses produksi akibat tidak memperhitungkan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas yang dimiliki serta beban produksi yang diterima oleh mesin yang terdapat pada PT. Kiyokui Indonesia khususnya mesin Robotic Fiber Laser dengan menggunakan metode Capacity Requirement Planning yang berfungsi untuk menampilkan perbandingan antara beban yang diresmikan pada pusat- pusat kerja lewat pesanan kerja yang terdapat serta kapasitas dari tiap pusat kerja sepanjang periode waktu tertentu. PT. Kiyokuni Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang produksi part printer yang dihasilkan dari proses stamping press dan dibantu oleh Robotic Fiber Laser dalam melakukan assembly . Dengan permintaan customer yang sangat tinggi menuntut mesin Robotic Fiber Laser memiliki beban kerja hampir 24 jam, dengan menggunakan metode Capacity Requirement Planning diketahui bahwa pada bulan Januari dan Februari mesin Robotic Fiber Laser mengalami overload , dimana kebutuhan kapasitas pada bulan Januari 58.673 menit dan pada bulan Februari 38.891 menit, lalu ketersediaan kapasitas yang dimiliki pada bulan Januari dan Februari hanya 34.500 menit tidak dapat dipenuhi kebutuhan kapasitas yang seharusnya.
Kata Kunci : Kapasitas, Beban, Capacity Requirement Planning
## Abstract
Inaccuracy in planning capacity requirements will cause the company to suffer losses. Such losses include disruption in the production process due to not taking into account the number of workers and machines needed to complete production activities. This study aims to determine the capacity that is owned and the production load received by the machines contained in PT. Kiyokui Indonesia, especially the Robotic Fiber Laser machine, uses the Capacity Requirement Planning method which functions to display the comparison between the load that is inaugurated at work centers through existing work orders and the capacity of each work center during a certain period of time. PT. Kiyokuni Indonesia is a company engaged in the production of printer parts that are produced from the stamping press and assisted by the Robotic Fiber Laser in performing assemblies. With very high customer demand demanding that the Robotic Fiber Laser machine has a workload of almost 24 hours, using the Capacity Requirement Planning method, it is known that in January and February the Robotic Fiber Laser machine has overloaded, where the capacity requirement is 58,673 minutes in January and in February. 38,891 minutes, then the available capacity in January and February was only 34,500 minutes which could not be fulfilled the capacity needs that it should have.
Key Words : Capacity, Load, Capacity Requirement Planning
## 1. PENDAHULUAN
Ketidaktepatan dalam membuat rencana kebutuhan kapasitas hendak menimbulkan
industri hadapi kerugian. Kerugian tersebut semacam terhambatnya proses penciptaan akibat tidak memperhitungkan jumlah tenaga kerja serta mesin yang diperlukan
buat menuntaskan aktivitas penciptaan. Hingga dari itu, diperlukan sesuatu pendekatan yang dapat menolong industri dalam merancang kebutuhan kapasitas penciptaan.
Ada pula pendekatan yang dapat dicoba merupakan dengan memakai Capacity
Requierment Planning (CRP). CRP
merupakan guna buat memastikan, mengukur, serta membiasakan tingkatan kapasitas ataupun proses buat memastikan jumlah tenaga kerja serta sumber energi mesin yang dibutuhkan buat melakukan penciptaan. [1]
PT. Kiyokuni Indonesia adalah perusahaan yang bergerak dibidang produksi part yang dihasilkan dari proses stamping yang menggunakan dies sebagai untuk pembuatan suatu produk. Selain bergerak dibidang produksi part, perusahaan ini juga bergerak dibidang pembuatan dies , perawatan dies dan jasa seperti assembly .
Sumber: PT. Kiyokuni Indonesia
Gambar 1. Cabine Mesin Robotic Fiber Laser
Pada PT. Kiyokuni terdapat robotic yang digunakan sebagai alat bantu untuk proses assembly, robotic yang dimaksud adalah Robotic Fiber Laser . Cara kerja Robotic ini adalah mengelas part sesuai program yang telah dibuat, Dengan permintaan customer yang sangat tinggi ini menuntut mesin
Robotic Fiber Laser memiliki beban kerja hampir 24 jam perhari, ini menuntu para pekerja ( operator ) harus bekerja overtime tiap harinya begitupun dengan jam operasi yang diterima oleh mesin Robotic Fiber Laser .
Tabel 1. Data Part yang Dikerjakan Robotic Fiber Laser
## Sumber: PT. Kiyokuni Indonesia
Namun walaupun sudah diberikan beban kerja selama hampir 24 jam kerja untuk Robotic Fiber Laser , ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan kapasitas yang diminta oleh customer.
Standarisasi merupakan proses penentuan spesifikasi sesuatu produk ataupun (dimensi, wujud, ciri, yang lain). Pada CRP yang terdapat pada PT. Kiyokuni Indonesia mempunyai standar yang wajib dipadati supaya jadi perataan beban kerja pada mesin Robotic Fiber Laser.
1 GAGA 1 1668208-03 FRAME ASSY, MAIN CASSETTE,FR 2 GAGA 1 1688223-02 FRAME ASSY, SCANNER, FR 3 GAGA 1 1689295-06 FRAME ASSY, MAIN LU 4 GAGA 1 1688620-03 FLAP ASSY, FU,MU, UPPER EJ 5 GAGA 1 1688624-00 FLAP ASSY, FU, FD, UPPER EJ 6 GAGA 1 1688709-01 FLAP, DUP, ASSY, EJ 7 GAGA MU 1611947-02 FRAME BASE, ASSY, MU 8 GAGA MU 1711968-01 FLAP ASSY, DIVEGENT, UPPER, MU 9 GAGA MU 1711975-01 FLAP ASSY, RIGHT, UPPER, MU 10 GAGA 2 1799918-00 FRAME ASSY, CASSETTE, FR 11 GAGA 2 1798384-00 FRAME ASSY SCANNER, FR 12 GAGA 2 1799983-00 FRAME ASSY, MAIN LU 13 GAGA 2 1799937-00 PLATE ASSY BASE, HM 14 GAGA 2 MU 1809304-00 PAPER GUIDE ASSY RIGHT 15 GAGA 2 MU 1809305-00 FLAP ASSY DIVERGENT UPPER MU 2 16 GAGA 2 MU 1809306-00 PG ASSY MOVABLE MU 2 17 GAGA 2 MU 1809307-00 PG ASSY LEFT MOVABLE MU 2 18 GAGA 2 MU 1809284-00 FRAME BASE ASSY MU 2 19 GAGA FINISHER 1812273-00 STAY ASSY RIGHT UPPER FI 20 GAGA FINISHER 1812284-00 FRAME ASSY FRONT UPPER FI 21 GAGA FINISHER 1814928-00 LEVER ASSY FLAP 1ST FI 22 GAGA FINISHER 1818322-00 FRAME ASSY LEFT UPPER FI No Model Nomor Part
Nama Part
Sumber: PT. Kiyokuni Indonesia Gambar 2. Standart CRP Robotic Fiber
Laser
Dari gambar diatas adalah grafik yang menunjukan hasil CRP yang telah dihitung, dan diketahui standar yang dimiliki adalah 100% atau kapasitas tersedia sama dengan kebutuhan kapasitas (Kapasitas tersedia = Kebutuhan kapasitas). Namun lebih baik kapasitas tersedia lebih banyak dari kebutuhan kapasitas, karena sisa dari part atau produk yang ada bisa dijadikan safety stock apabalia terjadi keadaan yang tidak diinginkan
Dengan permasalahan yang terjadi pada perusahaan tersebut maka harus dilakukan perencanaan kapasitas produksi kembali. Tujuan dari penelitian ini mengtahui perbandingan kapasitas dan beban yang dimiliki oleh mesin Robotic Fiber Laser apakah overload atau underload , sekaligus menjadi pertimbangan untuk melakukan perencanaan kapasitas produksi untuk kedepannya.
Kapasitas merupakan sesuatu tingkatan keluaran sesuatu kuantitas keluaran dalam periode tertentu serta ialah kuantitas keluaran paling tinggi yang bisa jadi sepanjang periode waktu itu. [2]. Menurut Handoko jenis kapasitas dapat dibagi atas; design capacity, rated capacity, standart capacity, actual / operation capacity, peak capacity.
Beban (load) merupakan banyaknya kerja yang dijadwalkan buat dicoba oleh sarana manufacturing dalam periode waktu yang sudah diresmikan. Beban ( load ) biasa dinyatakan dalam dimensi jam kerja ataupun unit penciptaan. Beban ialah
volume kerja yang dikerjakan. Beban ( load ) menggambarkan waktu setup ( setup time ) serta waktu penerapan yang diperlukan dari sesuatu pusat kerja, tidak tercantum waktu menunggu, waktu antri serta waktu bergerak. [1] Tujuan utama CRP merupakan menampilkan perbandingan antara beban yang diresmikan pada pusat- pusat kerja lewat pesanan kerja yang terdapat serta kapasitas dari tiap pusat kerja sepanjang periode waktu tertentu. Lewat identifikasi overloads ataupun underloads , bila terdapat, aksi perencanaan kembali ( replanning ) bisa dicoba buat melenyapkan suasana itu guna menggapai sesuatu penyeimbang antara beban serta kapasitas ( balanced load ). Bila arus kehadiran pesanan melebihi kapasitas, beban hendak bertambah, yang diisyarati oleh inventory yang terletak dalam antrian kerja yang tidak diproses di depan pusat kerja. Kebalikannya bila arus kehadiran pesanan lebih sedikit daripada kapasitas yang terdapat, beban (pesanan yang menunggu buat diproses) hendak menurun. [3]
Tujuan dari perencanaan kapasitas pada tingkat ketiga dari hierarki perencanaan kapasitas
merupakan berupaya mengendalikan secara bersama- sama pesanan kerja yang tiba serta/ ataupun kapasitas dari pusat kerja buat menggapai sesuatu aliran yang mantap ataupun balance . Apabila beban meningkat, yang diisyarati oleh banyaknya antrian, hingga waktu tunggu pusat kerja ( work center lead time ) hendak lebih panjang. Penindakan ikatan antara kapasitas serta beban didasarkan pada keahlian sistem perencanaan serta penerapan buat membiasakan tingkatan kehadiran pesanan serta kapasitas. Unit pengukuran dari beban serta kapasitas paling banyak memakai jam kerja selam interval waktu tertentu. [4]
CRP
membolehkan untuk
menyeimbangkan beban ( load ) terhadap
Vol. 6 No. 1 Agustus 2021
kapasitas ( capacity ). Tindakan- tindakan ini bisa dicoba secara sendiri ataupun dalam bermacam wujud campuran yang disesuaikan dengan suasana serta keadaan aktual dari industri industri manufaktur tersebut. 5 aksi dasar bagi Gaspersz yang bisa jadi diambil apabila terjalin perbandingan (ketidakseimbangan) antara kapasitas yang terdapat dengan beban yang diperlukan ialah; tingkatkan kapasitas, kurangi beban, merendahkan kapasitas, menaikan beban, mendistribusikan kembali beban. [5]
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati langsung kejadian atau proses yang terjadi, pengamatan dilakukan selama 1 bulan mulai dari tanggal 20 Januari 2020 hingga 20 Februari 2020 pada PT.
Kiyokuni Indonesia
pada bagian Production Press Divisi Fiber Laser .
Data yang digunakan dalam perhitungan CRP merupakan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung namun masih relevan dan terkait dengan topik masalah pada penelitian ini. Data- data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data forecasting model GAGA, cycle time tiap proses, hari kerja dan jam kerja. [6]
Adapun alur dalam menentukan CRP ( Capcity Requirement Planning) dan cara perhitungan maupun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: [7]
a. Penentuan Peramalan (Forcasting) Penentuan forcasting didapat dari hasil perhitungan berdasarkan permintaan dari tahun-tahun sebelumnya.
b. Penentuan Cycle Time Penentuan cycle time pada PT. Kiyokuni Indonesia dengan cara melakukan trial running process beberapa kali dan mencari rata-rata dari trial running process tersebut yang
digunakan sebagai acuan untuk mentukan kapasitas produksi.
c. Menghitung Kapasitas Produksi Perhitungan kapasitas produksi
dipengaruhi oleh jam dan hari kerja operator yang mengoperasikan mesin Robotic Fiber Laser . PT. Kiyokuni Indonesia mengklasifikasikan kedalam 8 kategori.
d. Menghitung Beban Kerja Perhitungan beban kerja didapat dari perkalian antara cycle time dan forecasting.
e. Menghitung CRP ( Capacity
## Requirement Planning)
Perhitungan CRP dilakukan untuk mengetahui jumlah kapasitas dimiliki, beban kerja yang didapat, serta perbandingan antara beban kerja dan kapasitas produksi.
Selain melakukan pengamatan dilakukan juga wawancara secara non formal kepada karyawan atau operator yang bekerja pada mesin Robotic Fiber Laser, untuk mendapatkan data forecasting, cycle time, schedule receipt, kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan metode Capacity Requirement Planning (CRP). CRP adalah proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan produksi, data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari perusahaan.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pengumpulan data dari ketetapan perusahaan yaitu forecasting yang berguna untuk peramalan target jumlah produsi. Forecasting merupakan sesuatu aktivitas ataupun usaha buat mengenali peristiwa- peristiwa ataupun events yang hendak terjalin pada waktu yang hendak tiba. Sesuai data yang diperoleh dari PT. Kiyokuni Indonesia, data forecasting yang diperoleh adalah data forecasting pada bulan Januari dan Februari.
## Tabel 2. Data Forecasting Model GAGA
## Sumber: PT. Kiyokuni Indonesia
Dari diatas merupakan hasil forecasting, dimana terdapat 5 model yang harus dipenuhi kebutuhannya oleh perusahaan. Dalam satu model terdapat 4 hingga 5 part yang harus dibuat.
Kapasitas Tersedia ialah output penciptaan ataupun jumlah unit yang ditahan, ditaruh, diterima, ataupun dibuat oleh suatu mesin dalam satu periode tertentu. Sesuai dengan data yang diperoleh dari PT. Kiyokuni Indonesia mesin Robotic Fiber Laser dalam 1 (satu) bulan rata-rata terdapat 22 hari kerja dan 23 jam kerja dalam sehari. Perhitngan kapasitas tersedia dilakukan dengan persamaan berikut:
## (1)
Tabel 3. Data Kapasitas Tersedia mesin Robotic Fiber Laser bulan Januari dan Februari
## Sumber: Pengolahan Data
Dari tabel diatas, maka diketahui hasil perhitungan kapasitas tersedia dari bulan Januari dan Februari, Adapun klasifikasi yang dibuat yaitu:
a. 1-A: Normal Day One Shift
b. 1-B: Normal Day One Shift + Overtime
c. 1-C: Normal Day 2 Shift
d. 1-D: Normal Day 2 Shift + Overtime
e. 2-A: With Saturday One Shift f. 2-B: With Saturday One Shift+Overtime g. 2-C: With Saturday 2 Shitf
h. 2-D: With Saturday 2 Shift + Overtime
Cycle time ialah waktu yang digunakan buat menuntaskan penciptaan satu unit ataupun proses dari dini sampai akhir
Tabel 4. Cycle Time Tiap Part
## Sumber: PT. Kiyokuni Indonesia
Kebutuhan Kapasitas atau beban kerja yang harus dapat dipenuhi oleh mesin Robotic Fiber Laser . Beban ialah banyaknya kerja yang dijadwalkan buat dicoba oleh sarana manufacturing dalam periode waktu yang sudah diresmikan. Beban ( load ) biasa dinyatakan dalam dimensi jam kerja ataupun unit produksi. Perhitungan kebutuhan kapasitas ( load ) yang dilakukan dengan persamaan:
(2)
January February 1 GAGA 1 Mecha 595 252 2 GAGA 2 Mecha 1329 1002 3 GAGA MU Option 54 73 4 GAGA 2 MU Option 703 127 5 GAGA FINISHER Option 200 200
No Model Category Forcasting
Januari Februari Januari Februari 1-A 22 20 8 10560 9600 1-B 22 20 12 15840 14400 1-C 22 20 15 19800 18000 1-D 22 20 23 30360 27600 2-A 25 25 8 12000 12000 2-B 25 25 12 18000 18000 2-C 25 25 15 22500 22500 2-D 25 25 23 34500 34500 Jumlah Hari Kerja (Hari) Jam Kerja (Jam) Kapasitas Tersedia (Menit) Klasifikasi 1 GAGA 1 1668208-03 FRAME ASSY, MAIN CASSETTE,FR 1 11.05 11.05 2 GAGA 1 1688223-02 FRAME ASSY, SCANNER, FR 1 2.15 2.15 3 GAGA 1 1689295-06 FRAME ASSY, MAIN LU 1 6.48 6.48 4 GAGA 1 1688620-03 FLAP ASSY, FU,MU, UPPER EJ 3 2.46 0.82 5 GAGA 1 1688624-00 FLAP ASSY, FU, FD, UPPER EJ 3 1.38 0.46 6 GAGA 1 1688709-01 FLAP, DUP, ASSY, EJ 2 1.20 0.60 7 GAGA MU 1611947-02 FRAME BASE, ASSY, MU 1 1.22 1.22 8 GAGA MU 1711968-01 FLAP ASSY, DIVEGENT, UPPER, MU 2 2.47 1.23 9 GAGA MU 1711975-01 FLAP ASSY, RIGHT, UPPER, MU 3 1.16 0.39 10 GAGA 2 1799918-00 FRAME ASSY, CASSETTE, FR 1 1.53 1.53 11 GAGA 2 1798384-00 FRAME ASSY SCANNER, FR 1 2.63 2.63 12 GAGA 2 1799983-00 FRAME ASSY, MAIN LU 1 8.57 8.57 13 GAGA 2 1799937-00 PLATE ASSY BASE, HM 1 1.85 1.85 14 GAGA 2 MU 1809304-00 PAPER GUIDE ASSY RIGHT 1 0.84 0.84 15 GAGA 2 MU 1809305-00 FLAP ASSY DIVERGENT UPPER MU 2 1 1.26 1.26 16 GAGA 2 MU 1809306-00 PG ASSY MOVABLE MU 2 1 1.85 1.85 17 GAGA 2 MU 1809307-00 PG ASSY LEFT MOVABLE MU 2 1 4.56 4.56 18 GAGA 2 MU 1809284-00 FRAME BASE ASSY MU 2 1 7.02 7.02 19 GAGA FINISHER 1812273-00 STAY ASSY RIGHT UPPER FI 2 3.57 1.78
20 GAGA FINISHER 1812284-00 FRAME ASSY FRONT UPPER FI 1 0.85 0.85 21 GAGA FINISHER 1814928-00 LEVER ASSY FLAP 1ST FI 2 0.27 0.14
22 GAGA FINISHER 1818322-00 FRAME ASSY LEFT UPPER FI 1 0.58 0.58 Cycle Time (Menit) Cycle Time/Unit (Menit) No Model Nomor Part Nama Part Cavity
Tabel 5. Kebutuhan Kapasitas GAGA 1
Sumber: Pengolahan Data
## Tabel 6. Kebutuhan Kapasitas GAGA 2
Sumber: Pengolahan Data
## Tabel 7. Kebutuhan Kapasitas GAGA MU
## Sumber: Pengolahan Data
## Tabel 8. Kebutuhan Kapasitas GAGA 2 MU
## Sumber: Pengolahan Data
## Tabel 9. Kebutuhan Kapasitas GAGA FINISHER
## Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan tabel 5 hingga 9 diatas merupakan hasil perhitungan kebutuhan kapasitas yang harus dipenuhi mesin Robotic Fiber Laser, tiap model memiliki forecasting yang berbeda beda sehingga
penentuan jumlah kebutuhan kapasitas produksi beragam.
Maka total kebutuhan kapasitas produksi yang harus dipenuhi oleh mesin Robotic Fiber Laser yaitu sesuai dengan tabel 10 berikut:
## Tabel 10. Kebutuhan Kapasitas Model GAGA
## Sumber: Pengolahan Data
Berdasarkan Tabel 10, maka didapat kebutuhan kapasitas proses Robotic Fiber Laser Model GAGA.
Capacity Requirement Planning (CRP) ialah proses memastikan jumlah mesin, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan buat menuntaskan aktivitas penciptaan, dan CRP pula bisa memastikan beban kerja masing- masing pusat aktivitas yang didasarkan pada agenda produksi. Perhitungan Capacity Requirement Planning yang dilakukan dengan persamaan:
(3)
Tabel 11. Capacity Requirement Planning
Mesin Robotic Fiber Laser
## Sumber: Pengolahan Data
Jadi diperoleh hasil perhitungan kapasitas produksi dengan metode Capacity Requirement Planning (CRP) yaitu terjadi
Januari Februari 595 252 1 GAGA 1 1668208-03 FRAME ASSY, MAIN CASSETTE,FR Mecha 11.05 6575 2785
2 GAGA 1 1688223-02 FRAME ASSY, SCANNER, FR Mecha 2.15 1279 542 3 GAGA 1 1689295-06 FRAME ASSY, MAIN LU Mecha 6.48 3858 1634 4 GAGA 1 1688620-03 FLAP ASSY, FU,MU, UPPER EJ Mecha 0.82 274 116 5 GAGA 1 1688624-00 FLAP ASSY, FU, FD, UPPER EJ Mecha 0.46 238 101 6 GAGA 1 1688709-01 FLAP, DUP, ASSY, EJ Mecha 0.60 361 153 Cycle Time/Unit (Menit) Beban Kerja (Menit)
No Model Nomor Part Nama Part Category Januari Februari 1329 1002
1 GAGA 2 1799918-00 FRAME ASSY, CASSETTE, FR Mecha 1.53 14883 11221 2 GAGA 2 1798384-00 FRAME ASSY SCANNER, FR Mecha 2.63 2452 1849 3 GAGA 2 1799983-00 FRAME ASSY, MAIN LU Mecha 8.57 20650 15569 4 GAGA 2 1799937-00 PLATE ASSY BASE, HM Mecha 1.85 4738 3572 No Model Nomor Part Nama Part Category Cycle Time/Unit (Menit) Beban Kerja Januari Februari 54 73
1 GAGA MU 1611947-02 FRAME BASE, ASSY, MU
Option 1.22 133 180
2 GAGA MU 1711968-01 FLAP ASSY, DIVEGENT, UPPER, MU Option 1.23 31 42 3 GAGA MU 1711975-01 FLAP ASSY, RIGHT, UPPER, MU Option 0.39 28 37 Cycle Time/Unit (Menit)
Beban Kerja No Model Nomor Part Nama Part Category Januari Februari 703 127
1 GAGA 2 MU 1809304-00 PAPER GUIDE ASSY RIGHT Option 0.84 599 108
2 GAGA 2 MU 1809305-00 FLAP ASSY DIVERGENT UPPER MU 2 Option 1.26 190 34 3 GAGA 2 MU 1809306-00 PG ASSY MOVABLE MU 2 Option 1.85 406 73 4 GAGA 2 MU 1809307-00 PG ASSY LEFT MOVABLE MU 2 Option 4.56 294 53 5 GAGA 2 MU 1809284-00 FRAME BASE ASSY MU 2
Option 7.02 1010 182 No Model Nomor Part Nama Part Category Cycle Time/Unit (Menit)
Beban Kerja Januari Februari 200 200
1 GAGA FINISHER 1812273-00 STAY ASSY RIGHT UPPER FI Option 1.78 93 93 2 GAGA FINISHER 1812284-00 FRAME ASSY FRONT UPPER FI Option 0.85 84 84 3 GAGA FINISHER 1814928-00 LEVER ASSY FLAP 1ST FI Option 0.14 83 83
4 GAGA FINISHER 1818322-00 FRAME ASSY LEFT UPPER FI Option 0.58 379 379 Cycle Time/Unit (Menit) Beban Kerja
No Model Nomor Part Nama Part Category
January February 1 GAGA 1 Mecha 12584 5330 2 GAGA 2 Mecha 42723 32211 3 GAGA MU Option 192 259 4 GAGA 2 MU Option 2498 451 5 GAGA FINISHER Option 639 639
TOTAL 58637 38891
Kebutuhan Kapasitas No Model Category Januari Februari Januari Februari Januari Februari 1-A 10560 9600 58637 38891 555% 405% 1-B 15840 14400 58637 38891 370% 270% 1-C 19800 18000 58637 38891 296% 216% 1-D 30360 27600 58637 38891 193% 141% 2-A 12000 12000 58637 38891 489% 324% 2-B 18000 18000 58637 38891 326% 216% 2-C 22500 22500 58637 38891 261% 173% 2-D 34500 34500 58637 38891 170% 113% Kapasitas Tersedia Kebutuhan Kapasitas CRP Klasifikasi
overload atau berkelebihan kerja yang dialami mesin Robotic Fiber Laser . Diketahui Robotic Fiber Laser memiliki beban kerja pada bulan Januari sebanyak 58.637 menit dan pada bulan Februari sebanyak 38.891 menit, dimana Robotic Fiber Laser hanya memiliki kapasitas tersedia sebanyak 34.500 menit pada bulan Januari dan Februari. Ini membuat Robotic Fiber Laser memiliki persentase Capacity Requirement Planning (CRP) melebihi dari standart perusahaan yaitu 100%.
## 4. SIMPULAN
Penerapan Capacity Requierment Planning pada mesin Robotic Fiber Laser di PT. Kiyokuni Indonesia sudah memenuhi seluruh kriteria dari perencanaan
kebutuhan kapasitas. Namun diperoleh bahwa hasil perhitungan dengan menggunakan metode Capacity Requierment Planning bahwa pada bulan
Januari dan Februari mesin Robotic Fiber Laser Mengalami Overload dengan hasil CRP pada semua klasifikasi diata 100% ini harus menjadi perhatian penting bagi perusahaan. Perusahaan harus dapat menyeimbangkan kebutuhan kapasitas dengan kapasitas tersedia agar dapat menyelesaikan kegiatan produksi sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. Dari analisis diatas diketahui bahwa mesin Robotic Fiber Laser tidak dapat memenuhi kebutuhan kapasitas yang diinginkan oleh customer , maka dari itu ada beberapa cara untuk menyimbangkan beban kerja yang didapat oleh mesin Robotic Fiber Laser , yaitu: Penambahan jumlah mesin;
Mempercepat cycle time dari tiap part; Menambah jam kerja ( over time );
Subcontrac dengan perusahaan lain; dan Membatasi permintaan customer
## DAFTAR PUSTAKA
[1] V. Gaspersz, Production Planning and Inventory Control, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2005.
[2] T. Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BEFE, 1986.
[3] T. Baroto, Perencanaan dan
Pengendalian Produksi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
[4] S. Lalu, Dasar Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Jakarta:
Salemba Empat, 2003. [5] A. Pangestu, "Analisis Kapasitas Produksi Okky Jelly Drink dengan Metode Capacity
Requirement Planning," p. 1, 2020.
[6] T. R. Nita Marikena, "Capacity Requirement Planning Produk Mainan Kereta pada PT.X," IESM, p. 1, 2019.
[7] A. W. Rika Kartika Sihotang, "Perencanaan Kapasitas Produksi Dengan Metode Capacity Requirement Planning di Teaching Factory Manufacture Electronic Politeknik
Negeri Batam," Journal of business
Adminitration, p. 01, 2017.
[8] Z. H. Siregar, "Penggunaan Metode Capacity Requirement Planning dengan Aplikasi POM for Windows dalam perhitungan Kapasitas Produksi," Vorteks, p. 01, 2020.
|
8c896b1d-00aa-499a-9d2b-67d40b48da6f | https://talenta.usu.ac.id/dinamis/article/download/7097/4258 | ISSN 0216-7492
## PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN KARBON AKTIF UNTUK MESIN PENDINGIN TENAGA SURYA
Bonardo S. 1 , Himsar Ambarita 2 , Tulus B. Sitorus 3 , Dian M. Nasution4, Syahril Gultom 5 1,2,3,4,5 Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
E-mail : [email protected]
## ABSTRAK
Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para ahli karena disamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy terbarukan yaitu energi surya. Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin adsorpsi dapat berjalan dengan baik perlu diketahui jumlah perbandingan yang ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disini untuk mencari perbandingan antara absorben karbon aktif menggunakan baut maupun tidak menggunakan baut. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat penguji kapasitas adsorpsi. Alat penguji kapasitas adsorpsi yang digunakan dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumber panas. Adsorber pada alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan terhadap korosi akibat dari refrigeran yang digunakan. karbon aktif yang digunakan sebagai adsorben sebanyak 1 kg. Sedangkan refrigeran yang digunakan yaitu metanol. Kapasitas metanol yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif mengunakan baut adalah sebanyak 350 mL. Sedangkan kapasitas metanol yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben karbon aktif tidak menggunakan baut adalah sebanyak 275 mL.
Kata kunci: Adsorpsi, desorpsi, adsorber, karbon aktif, refrigeran
## 1. PENDAHULUAN
Dalam pengujian sebuah alat pendingin dapat kita ketahui bahwa sistem pendingin adalah untuk mengembalikan gas menjadi cairan dan selanjutnya kembali menguap menjadi gas. Dalam bidang teknik, istilah pendinginan harus dibayangkan lebih dari sekedar pendingin atau menjaga sesuatu tetap dingin, melainkan semua teknik yang dapat digunakan untuk menurunkan temperatur suatu medium sampai lebih rendah daripada temperatur lingkungannya (Ambarita,2012).
Proses pendinginan merupakan suatu usaha untuk menurunkan suhu pada ruangan ataupun pada suatu material, dengan kata lain mendapatkan kondisi yang diinginkan oleh produk atau material, dalam hal ini temperatur yang rendah agar produk atau material dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, baik untuk konsumsi, produksi, maupun perdagangan. Penyimpanan dan transportasi bahan pangan, proses pengolahan makanan dan minuman, pembuatan es ( ice making ) merupakan beberapa contoh kegiatan yang memerlukan proses pendinginan dan pembekuan. Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor / panas suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut. Sehingga proses pendinginan merupakan rangkaian proses pindah panas. Proses pindah panas dapat terjadi secara konveksi, konduksi maupun radiasi.
Salah satu opsi yang cukup potensial memanfaatan energi surya termal adalah untuk menggerakkan siklus adsorpsi untuk daerah-daerah yang tidak mempunyai aliran listrik. Sementara banyak desa-desa di Indonesia yang sangat membutuhkan mesin pendingin (refrigerasi) untuk membantu aktivitas ekonomi. Misalnya untuk pengawetan dan pembuatan makanan, atau untuk penyimpanan vaksin dan lain-lain. Oleh karena itu mesin pendingin yang dapat digerakkan tenaga surya dan tidak memerlukan listrik sangat dibutuhkan terutama untuk daerah-daerah pedesaan di Indonesia.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## Siklus Adsorpsi
Siklus adsorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan untuk menghasilkan efek pendinginan, siklus ini menggunakan panas sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan efek pendinginan (Ambarita, 2013).
## Adsorben
Pada adsorben berpori mikro seperti karbon aktif, salah satu teori yang paling sering digunakan untuk memberi gambaran adsorpsi fisik molekul gas adalah teori pengisian volume pori mikro ( TVFM, Theory Of Volume Filling of Micropores) yang dikembangkan oleh M.M Dubinin. Berbeda dengan teori – teori sebelumnya yang memberikan gambaran fisik berupa pembentukan satu atau lebih lapisan (film) adsorpsi pada permukaan adsorben. Teori pengisian volume mikro menekankan bahwa adsorpsi tidak terjadi melalui pembentukan lapisan (film) adsorpsi tetapi berupa pengisian volume dalam ruang adsorpsi dan zat yang teradsorpsi berada dalam bentuk cair (Wuntu dan Kamu, 2008).
Persamaan adsorpsi dapat dilihat dibawah ini :
W = W 0 exp [– (𝐴/(𝐸 0 ) 𝑛 ] (1)
(2.1)
Dengan W adalah Volume adsorbat yang terkondensasi pada suhu (T) dan tekanan Relative (P/P 0 ) (cm 3 /gr), T adalah suhu mutlak (K), P adalah tekanan parsial adsorbat (atm), P 0 adalah tekanan uap jenuh adsorbat (atm),W 0 adalah volume total pori mikro yang dapat diakses oleh adsorbat (cm 3 /gr), A adalah kemampuan adsorpsi dari karbon aktif, E 0 merupakan Energy adsorpsi (J/mole), n adalah parameter yang bergantung pada jenis adsorbat.
Dalam persamaan ini, parameter n pada persamaan Dubinin – Astakhov ditetapkan memiliki nilai 2 sehingga persamaan Dubinin – Astakhov dinyatakan dalam bentuk :
W = W 0 exp [– (𝐴/(𝐸 0 ) 2 ] (2) (2.2)
Persamaan (2) selanjutnya dapat diubah ke dalam bentuk :
Ln W = LnW 0 - (1/(E 0 ) 2 A 2 (3)
## Refrigeran
Refrigeran adalah fluida kerja utama pada suatu siklus pendingin ( refrigerasi ) yang berfungsi menyerap panas pada temperature dan tekanan rendah dan membuang panas pada temperature dan tekanan tinggi.
## Kalor (Q)
Kalor adalah energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan temperatur (Holman, 1984).
## Kalor Laten
Q L = L e m (4) (2.6)
dengan Q L adalah Kalor laten (J), Le adalah kapasitas kalor spesifik laten (J/kg), m adalah massa zat (kg).
## Kalor Sensibel
Kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut (Holaman, 1984).
Q s = m C p ∆T (5)
## Perpindahan Panas
Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah.
## Konduksi
Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya (Ambarita, 2011).
𝑄 𝑐 = 𝑘𝐴 ∆𝑇 ∆𝑥 (6)
## Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida mengalir.
Q h =hA(T s -T L ) (7)
## Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkangelombang elektromagnetik.
Q h =hA(T s -T L ) (8)
## 3. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu
Tempat penelitian adalah laboratorium Teknik Pendingin, gedung Fakultas Teknik USU. Waktu pelaksanaan penelitian ± 6 bulan.
## Bahan
Pada penelitian ini, bahan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Adsorben karbon aktif
2. Refrigeran
## Alat Ukur yang Digunakan pada Pengujian Kapasitas Adsorpsi
Alat-alat ukur yang digunakan pada pengujian kapasitas adsorpsi ini adalah sebagai berikut.
1. Pace XR5 Data Logger 2. Thermokopel
3. Sensor Tekanan
## Peralatan yang Digunakan
1. Pompa Vakum
2. Katup
3. Pipa Penghubung
4. Selang Karet
5. Baut
6. Kotak Isolasi gelas ukur
## Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian dapat diuraikan sebagai berikut ini.
1. Proses assembling /penyambungan alat penguji kapasitas adsorpsi. Komponen adsorber dengan gelas ukur dirangkai/dihubungkan dengan baik. Pada persambungan pipa dilem dengan baik dan kuat untuk menghindari kebocoran.
2. Kemudian dipasang termokopel dan sensor tekanan. Pemasanangan termokopel pada adsorber (4 titik) dan pada gelas ukur (3 titik). Setelah terpasang dengan baik, termokopel dan sensor tekanan kemudian dihubungkan ke terminal (port) Pace XR5 data logger .
3. Adsorber dipanaskan selama 7 jam (mulai pukul 13.05 WIB sampai dengan pukul 20.05 WIB).
4. Kemudian pada pukul 20.05 WIB dilakukan pemvakuman dengan mengunakan pompa vakum untuk mengeluarkan gas/udara dan air/uap air yang terdapat pada adsorben karbon aktif. Setelah kondisi vakum, kemudian semua katup ditutup.
5. Pada gelas ukur diisi refrigeran. Pengujian mengunakan metanol dengan adsorber menggunakan baut, pengujian kedua menggunakan adsorber tanpa baut. Kemudian lampu alat penguji kapasitas adsorpsi dimatikan. Data tekanan, temperatur adsorber dan gelas ukur akan otomatis tersimpan pada Pace XR5 Data Logger dalam bentuk Notepad yang kemudian dapat di transfer dalam bentuk grafik dan dalam bentuk microsoft xl.
ISSN 0216-7492
6. Kemudian gelas ukur dimasukkan ke dalam kotak styrofoam dan pada styrofoam diisi es sebanyak 5 kg. Hal ini bertujuan untuk melihat berapa refrigeran yang dapat diserap oleh karbon aktif dengan kondisi bagian luarnya sudah menjadi es. Karena gelas ukur nantinya akan digantikan fungsinya oleh evaporator pada mesin pendingin siklus adsorpsi tenaga surya.
7. Katup antara adsorber dan gelas ukur dibuka untuk memulai proses adsorpsi (pukul 20.05 WIB sampai keesokan harinya pukul 13.05 WIB). Temperatur adsorber dan tekanan akan turun seiring dengan turunnya temperatur lingkungan. Pada malam hari dengan turunya temperatur adsorber, maka karbon aktif akan menyerap refrigeran sehingga refrigeran akan menguap dan naik ke adsorben karbon aktif.
8. Proses desorpsi mulai pukul 13.05 WIB sampai dengan pukul 20.05 WIB dengan menyalakkan lampu pemanas alat penguji kapasitas adsorpsi (1000 W). Seiring dengan naiknya temperatur adsorber maka refrigeran akan menguap dari adsorben karbon aktif dan masuk ke gelas ukur dalam fasa cair.
## 4. HASIL PENGUJIAN
## Data Pemanasan Awal Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi Adsorber Menggunakan Baut
Pengujian kapasitas refrigeran metanol yang teradsorpsi. Pada pengujian ini adsorber di kenakan baut dan tanpa dikenakan baut dengan gelas ukur diisolasi. Adsorber mulai dipanaskan mulai pukul 13.05 WIB sampai dengan pukul 20.05 WIB dengan mengunakan lampu pemanas alat uji kapasitas adsorpsi. Kemudian pada pukul 20.05 WIB dilakukan pemvakuman alat pengujian kapasitas adsorpsi dengan menggunakan pompa vakum. Pemvakuman dilakukan untuk mengeluarkan partikel-partikel pengotor dan uap air. Perhatikan gambar grafik berikut.
Gambar 4.1 Grafik Temperatur vs Waktu Pemanasan Awal Alat Penguji Adsorpsi (metanol) menggunakan baut.
ISSN 0216-7492
Temperatur awal percobaan pada adsorber adalah 29,50 o C pada pukul 13.05 WIB. Temperatur maksimum adsorber yang dapat dicapai ketika pemanasan adalah 259,3 o C yaitu berada titik 3 thermocouple pada pukul 17.50 WIB .
Gambar 4.2 Grafik Temperatur gelas ukur vs Waktu Pada Saat Pemanasan Awal
Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 11,2 o C pada pukul 18.47 WIB.
Gambar 4.3 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan maximum yang dapat dicapai pada porses pemanasan awal yaitu 19,53 Psi pada pukul 17.53 WIB.
## Adsorber Tidak Menggunakan Baut
Gambar 4.4 Grafik Temperatur vs Waktu Pemanasan Awal Alat Penguji Adsorpsi (metanol) Tidak mengunakan baut
Temperatur awal percobaan pada adsorber adalah 29,50 o C pada pukul 13.05 WIB. Temperatur maksimum adsorber yang dapat dicapai ketika pemanasan adalah 201,9 o C yaitu berada titik 3 thermocouple pada pukul 19.38. WIB .
Gambar 4.5 Grafik Temperatur gelas ukur vs Waktu Pada Saat Pemanasan Awal Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 13,2 o C pada pukul 18.50 WIB.
Gambar 4.6 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan maximum yang dapat dicapai pada porses pemanasan awal yaitu 16,04 Psi pada pukul 15.59 WIB.
## Data Pengujian Adsorpsi Metanol
Adsorpsi dimulai pada pukul 20.08 WIB setelah selesai proses pemanasan dan pemvakuman dan selasai pada pukul 13.02 WIB. Pada pengujian ini gelas ukur diisolasi, sehingga temperatur lingkungan tidak berpengaruh terhadap gelas ukur.
## Adsorber Menggunakan Baut
Gambar 4.7 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (metanol) menggunakan baut
Temperatur terendah yang dapat dicapai pada adsorber terjadi yaitu 26 o C pada pukul 06.32 WIB.
Gambar 4.8 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (metanol) Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 8 o C pada pukul 07.14 WIB.
Pada proses adsorpsi ini, volume refrigeran metanol yang mampu diserap oleh karbon aktif 1 kg beserta baut adalah sebanyak 350 mL.
Gambar 4.9 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan minimum yang dapat dicapai pada porses adsorpsi yaitu -12,95 Psi pada pukul 02.23 WIB.
## Adsorber Tanpa Menggunakan Baut
Gambar 4.10 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (metanol) tanpa baut.
Temperatur terendah yang dapat dicapai pada adsorber yaitu 25 o C pada pukul 06.29 WIB.
Gambar 4.11 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (metanol)
Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 8 o C pada pukul 01.29.
Pada proses adsorpsi ini, volume refrigeran metanol yang mampu diserap oleh karbon aktif 1 kg tanpa baut adalah sebanyak 275 mL.
Gambar 4.12 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan minimum yang dapat dicapai pada porses yaitu -12,95 Psi pada pukul 02.38 WIB.
## Data Pengujian Desorpsi Metanol
Adsorber Menggunakan Baut
Gambar 4.13 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (metanol) menggunakan baut.
## Gambar 4.14 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant
(metanol)
Pada pengujian. pada gelas ukur dapat dilihat jumlah volume metanol yang kembali pada proses desorpsi. Volume metanol yang kembali setelah dilakukan pemanas dari pukul 13.05 WIB sampai dengan jam 20.05 WIB ke gelas ukur adalah sebanyak 350 mL.
Gambar 4.15 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan maximum yang dapat dicapai pada desorpsi yaitu 18,95 Psi pada pukul 17.38.
## Adsorber Tanpa Menggunakan Baut
Gambar 4.16 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (metanol) tanpa menggunakan Baut
Temperatur maksimum yang dapat dicapai pada adsorber ketika dilakukan pemanasan adalah 201,9 o C pada pukul 19.38 WIB.
Gambar 4.18 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant (metanol)
Volume metanol yang kembali setelah dilakukan pemanas dari pukul 13.05 WIB sampai dengan jam 20.05 WIB ke gelas ukur adalah sebanyak 275 mL.
Gambar 4.19 Grafik Tekana vs Waktu
Tekanan maximum yang dapat dicapai pada desorpsi yaitu 16,04 Psi pada pukul 15.47 WIB.
## 5. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut ini.
1. Energi adsorpsi dari karbon aktif selama proses adsorpsi pada pengujian masing- masing refrigeran berlangsung selama 17 jam (mulai jam 20.05 WIB sampai dengan pukul 13.05 WIB pada keesokan harinya).
• Karbon Aktif dengan adsorber menggunakan baut energy adsorpsinya adalah 510,48 J/mol
• Karbon Aktif dengan adsorber tidak menggunakan baut energy adsorpsinya adalah 371,55 J/mol
2. Adsorpsi pada pengujian masing-masing refrigeran berlangsung selama 17 jam (mulai jam 20.05 WIB sampai dengan pukul 13.05 WIB pada keesokan harinya).
Desorpsi pada pengujian masing-masing refrigeran berlangsung selama 8 jam (mulai pukul 13.05 WIB sampai dengan pukul 20.05 WIB). hasil/data dari proses adsorpsi dan desorpsi dengan gelas ukur diisolasi dengan styrofoam:
a. Volume refrigeran metanol yang dapat diserap (adsorpsi) sama dengan volume refrigeran metanol yang didesorpsi dari karbon aktif dengan menggunakan baut yaitu sebesar 350 mL.
b. Volume refrigeran metanol yang dapat diserap (adsorpsi) sama dengan volume refrigeran metanol yang didesorpsi dari karbon aktif dengan tanpa baut yaitu sebesar 275 mL.
3. Efisiensi kolektor
a. Efisiensi kolektor dengan menggunakan baut 48,24 %
b. Efisiensi kolektor tanpa menggunakan baut 32,92 %
4. Efisiensi Gelas Ukur, dengan kondisi gelas ukur diisolasi Styrofoam:
- Efisiensi gelas ukur dengan adsorber menggunakan baut 17,74 %
- Efisiensi gelas ukur dengan adsorber tanpa baut 20,69 %
5. Dalam percobaan ini jumlah refrigeran yang diserap lebih maksimal dari percobaan sebelumnya, hal ini dikarenakan penyerapan panas di dalam adsorber lebih maksimal karena adanya penggunaan baut.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Holman,J.P., Perpindahan Panas, Penerbit Erlangga, Jakarta Pusat.
2. Sitorus T.B., Napitupulu F.H. & Ambarita H. 2016. International Journal of Technology, IJTech Journal, Vol. 7 Issue 5, pp. 910-920.
3. Purba, Oloan., (2013), Pembuatan Alat Penguji Kapsitas Adsorpsi pada Mesin Pendingin Adsorpsi Dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif ., Skripsi, Fakultas Teknik, USU, Medan.
4. Tulus B. Sitorus, Farel H. Napitupulu, Himsar Ambarita. 2017. J. Eng. Technol. Sci., Vol. 49, No. 5, 657-670.
5. Wuntu, A.D dan Kamu, V.S., (2008),
6. Jurnal Kimia Online: Adsorpsi Aseton Benzena, dan Toluena pada Karbon Aktif Tempurung Kelapa Sebagai Pembersih Udara Ruang Tertutup : 66 – 67.
|
8cca05ea-222d-4b71-9785-61e69e1b1330 | https://jom.fti.budiluhur.ac.id/index.php/IDEALIS/article/download/994/219 |
## PERANCANGAN SISTEM ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN PADA PT. EDI INDONESIA BERBASIS OBJECT ORIENTED
Sapta Ramadhan 1 , Dian Anubhakti 2
1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Budi Luhur
1,2 Jl. Raya Ciledug, Petukangan Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12260 Telp.(021) 5853753 ext.303, Fax. 5853489 E-mail: [email protected] 1) ; [email protected] 2)
## ABSTRAK
Pendataan administrasi operasional perusahaan PT. EDI Indonesia sering terjadi permasalahan dalam proses reimburse seperti rawat jalan, rawat gigi, rawat melahirkan, pengajuan cuti tahunan dan lembur. Pemrosesan yang ada masih secara filing dokumen secara hardcopy. Data yang ada dilakukan dengan dicatat berulang kali untuk menyusun laporan yang dibutuhkan. Akibat banyaknya data proses sering terjadi kesalahan pencatatan serta data sering hilang atau rusak. Kelemahan dari sistem yang ada yaitu sistem tersebut tidak efisien, banyak memakan waktu dalam pencatatan dan mengolah proses Penggajian maupun reimburse. Untuk pengolahan data yang lebih efisien dan efektif, dilakukan lewat komputerisasi jauh lebih baik dibandingkan dengan cara sistem yang ada. Adapun perancangan sistem yang digunakan menggunakan metode pengembangan waterfall dengan metode pendekatan sistem berupa pendekatan analisis dan pemrograman terstruktur sebagai alat bantu proses. Pengembangan aplikasi database menggunakan bahasa pemograman PHP dan MySql.
Kata Kunci : Sistem Informasi, Metode Waterfall, Php, Mysql
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Teknologi informasi telah banyak digunakan oleh perusahaan sebagai alat untuk proses dalam memudahkan pekerjaan operasional sehari-hari. Persaingan yang semakin ketat memicu berkembangnya sebuah sistem informasi yang awalnya masih secara manual kini banyak beralih dengan sistem yang telah berteknologi informasi berbasis komputer.
Sistem komputerisasi mampu mempercepat pengolahan data dan akan menghasilkan laporan secara cepat dan akurat. Untuk pihak perusahaan dan manajemen bisa mengambil keputusan dengan tepat, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan perusahaan dan membuat maju perusahaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perusahaan dituntut untuk membuat suatu kebijakan sistem administrasi operasional perusahaan seperti reimbursement, pengajuan lembur, cuti, penggajian dan pengajuan alat tulis kantor (atk) yang baik bagi perusahaan dalam mencapai efektivitas dan efisiensi. Sistem yang andal juga akan mencegah terjadinya kerugian akibat kesalahan ataupun penyimpangan atas peraturan, hukum, dan sistem perusahaan secara keseluruhan. Karena itu, sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki sistem administrasi dan penggajian karyawan yang andal untuk memenuhi prinsip-prinsip keandalan sistem, dan sekaligus mendukung pengendalian internal perusahaan.
PT. EDI Indonesia adalah salah satu perusahaan yang melakukan pemrosesan
administrasi seperti, gaji, uang reimbursement serta uang lembur, sistem yang ada saat ini belum ideal untuk sebuah perusahaan karena perhitungan masih dilakukan secara manual. Perhitungan dan pembayaran sering mengalami terlambatan dalam pemrosesan administrasi. Dengan demikiam perusahaan membutuhkan sebuah sistem handal yang dapat menangani hal tersebut.
Berdasarkan hal tersebut ada beberapa hal yang menjadi catatan penting berkaitan dengan sistem administrasi yang diterapkan pada perusahaan. Sistem informasi administrasi operasional belumlah terkomputerisasi dan terintegrasi sepenuhnya seperti yang idealnya dan seharusnya diterapkan dalam perusahaan yang besar seperti ini karena masih terdapat distribusi informasi yang manual antar bagian ataupun antarfungsi yang terkait dengan proses administrasi operasional. Penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu analisis atas sistem administrasi operasional pada perusahaan ini dan mengevaluasi keandalan sistem tersebut bagi perusahaan untuk mendukung pengendalian internal.
Penulis melihat begitu pentingnya dilakukan analisis dan evaluasi atas sistem administrasi dan penggajian karyawan pada perusahaan ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian penyusunan jurnal yang berjudul “Perancangan Sistem Administrasi Kepegawaian pada PT. EDI Indonesia Berbasis Object Oriented”.
## 1.2. MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas dan setelah penulis melakukan penelitan pada sistem yang ada
atau yang sedang berjalan, permasalahan yang sering terjadi dalam proses reimbursement, pengajuan cuti, pengajuan lembur, pengajuan atk dan penggajian yaitu:
a. Lamanya waktu yang diperlukan untuk pengecekan sisa uang reimbursement yang bisa dicairkan, pengecekan dilakukan secara manual karena harus membuka form klaim yang sudah dilakukan pencatatan sebelumnya.
b. Proses approvement oleh bagian admin personalia masih memakan waktu yang cukup lama, karena sering kali tidak ada di ruang kerja.
c. Form upah lembur, reimbursement, cuti dan atk diarsipkan dalam file tanpa tersimpan di dalam sebuah basis data sehingga tidak aman dari resiko rusak dan kehilangan, serta pencarian data lembur, reimbursement dan cuti karyawan sulit dilakukan.
d. Sering terjadinya kesalahan pencatatan data, sehingga informasi tidak akurat.
e. Proses pembuatan laporan pengajuan cuti, upah lembur, atk dan reimbursement memakan waktu lama karena dilakukan entry ulang.
## 1.3. BATASAN MASALAH
Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan mengenai sistem administrasi kepegawaian, maka penulis hanya akan membahas mengenai proses pengajuan cuti, proses pengajuan lembur, proses penggajian, proses pengelolaan dan pengajuan atk serta reimbursement.
## 2. LANDASAN TEORI
2.1. TEORI PENDUKUNG
a. Definisi Analisa Sistem
Analisa sistem ialah suatu penguraian sistem informas secara utuh yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi
suatu permasalahan, hambatan, kesempatan, yang terjadi untuk menentukan kebutuhan sehingga bias untuk diusulkan perbaikan.
Menurut Yakub (2012:142), analisa sistem diartikan sebagai “Proses untuk memahami sistem, dengan menganalisa sebuah jabatan dan uraian tugas, proses bisnis, aturan dan ketentuan, masalah dan mencari solusinya dan rencana perusahaan”.
## b. Langkah-langkah Analisa Sistem
Menurut Taufiq (2013:159) agar hasil analisis dapat maksimal, langkah yang dilakukan harus terstruktur, tujuannya adalah agar tidak tumpang tindih antara hasil analisa satu dengan yang lainnya. Dengan tujuannya yaitu hasil analisa sistem dapat dikelompokkan sesuai langkah yang dilakukan untuk dipelajari, pahami dan mudah dikembangkan.
Langkah-langkah dalam analisa sistem adalah sebagai berikut:
1. Analisa Pendahuluan Dalam analisa pendahuluan melakukan pengumpulan sebuah informasi agar memperoleh sebuah gambaran yang menyeluruh tempat kita analisa. Analis sistem mengambil lembar kerja dan mengumpulkan informasi untuk analisa pendahuluan.
2. Studi Keleyakan Manfaat studi kelayakan yaitu peningkatan dalam pengambilan keputusan oleh manajemen, manfaat untuk peningkatan kepuasan pelanggan, manfaat dari sesi nilai ekonomis serta manfaat lainnya.
3. Mengidentifikasi permasalahan dari kebutuhan user/pemakai
Mengidentifikasikan masalah pada sistem lama atau berjalan agar bisa diperbaiki pada sebuah sistem yang baru. Mengidentifikasikan masalah bisa dilakukan dengan mencari penyebab masalah yang merupakan sumber dari permasalahan. Pelaksanaan sistem analisa dirancang oleh analis dalam suatu dokumen tertulis. Maksud dokumen tertulis adalah untuk mempertemukan pikiran pemakai informasi.
4. Memahami Sistem Yang Berjalan. Memahami sistem yang berjalan yaitu untuk mendapatkan data dan menganalisis permasalahan yang terjadi. Memahami sistem yang sedang berjalan dapat dilakukan dengan penelitian untuk mendapatkan data tentang sistem yang ada saat ini atau system berjalan.
5. Anilisis Hasil Penelitian Hasil penelitian dikumpulkan dan langkah selanjutnya yaitu dengan menganalisis hasil penelitian tersebut. Menganalisis kelemahan sistem yang berjalan atau yang lama dimaksudkan untuk menemukan penyebab permasalahan yang terjadi yang menyebabkan sistem yang lama tidak berfungsi dengan baik atau dengan yang harapkan.
## c. Tahapan Analisa Sistem
Menurut Sutabri (2012:220), Analisis sistem dalam pengembangan sistem informasi adalah suatu prosedur yang harus dilakukan untuk melakukan pemeriksaan masalah yang ada dan penyusunan langkah dari pemecahan masalah yang timbul serta membuat spesifikasi sistem yang baru atau sistem yang akan diusulkan dan dimodifikasi. Tujuan utama dari tahap analisis sistem adalah sebagai berikut:
1. Dapat memberikan sebuah pelayanan fungsi- fungsi manajerial pada pengendalian pelaksanaan kegiatan dalam operasional perusahaan.
2. Membantu para pemimpin dalam pengambilan
keputusan, sebagai bahan perbandingan atau sebagai tolak ukur hasil yang telah dicapai oleh perusahaan.
3. Evaluasi terhadap sistem yang telah ada atau system berjalan sampai baik pengolahan data maupun pembuatan laporannya.
4. Perumusan tujuan yang ingin dicapai berupa bentuk pengolahan data dan pembuatan data laporan baru.
5. Melakukan penyusunan suatu tahapan atau rencana tentang pengembangan sistem serta penerapan kebijaksanaan.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tahapan Penelitian
1. Pengumpulan Informasi Data Tahapan ini merupakan mencari permasalahan yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan. Proses ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan Bagian Administrasi dan Kepegawaian (HRD).
Tahapan ini juga dilakukan untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam PT. EDI Indonesia. Dalam hal ini identifikas imasalah dilakukan melalui pengumpulan data dengan teknik yang ada seperti: wawancara, observasi, teknik dokumentasi, serta literatur.
2. Metode Pengumpulan Data
Berikut adalah metode pengumpulan data:
a. Observasi (Pengamatan)
Penulisa meninjau dan Mengamati langsung untuk memperoleh dan
mengumpulkan data yang dibutuhkan.
Pendekatan observasi dapat diklarifikasikan kedalam observasi perilaku (behavioral observation) dan observasi non-perilaku (nonbehavioral observation).
b. Wawancara Metode pengumpulan data dengan
wawancara dengan pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. Dengan metode ini diharapkan dapat diperoleh keterangan yang jelas dan lengkap sesuai dengan tujuan penelitian. Wawancara ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai proses penjualan ikan laut beku yang berjalan pada PT. EDI Indonesia.
c. Studi Literatur Dalam penulisan laporan jurnal ini penulis menggunakan berbagai sumber bacaan baik buku-buku ilmiah, diktat semasa kuliah. Beberapa referensi jurnal-jurnal yang sudah dipublikasikan. Serta penulis juga melengkapi data-data dengan hasil pencarian melalui internet yang hubungan dengan penulisan laporan.
d. Analisis Dokumen
Pada sebuah penelitian terdapat sumber data yang berasal dari foto-foto, dokumen, dan berasal dari bahan statistic. Metode dokumentasi ini salah satu dari bentuk pengumpulan data paling mudah yaitu karena penelitiannya mengamati benda mati (dokumen, foto, dll), apabila mengalami sebuah kesulitan atau kekeliruan sangat mudah untuk merevisinya dikarenakan sumber data tidak berubah atau tetap.
3.2. Metode Pengembangan Sistem Waterfall
a. Planing Perencanaan atau planning adalah sebuah proses dasar untuk memahami mengapa sebuah sistem informasi harus dibangun dan harrrus menentukan bagaimana membangun tentang system yang akan dibangun. Ini memiliki dua langkah:
1. Identifikasi kebutuhan dan bagaimana biaya itu akan lebih rendah atau peningkatan pendapatan? Kebanyakan ide-ide untuk sistem baru datang dari user atau pengguna (dari departemen Genenral Affair, akuntansi, dll).
2. Setelah proses perancannaan disetujui, memasuki manajemen proyek. penulis
menciptakan rencana kerja penyampaian untuk manajemen pembuatan adalah rencana pembuatan yang menggambarkan bagaimana akan melakukan pembuatan sistem.
## b. Analysis
Pada tahap analisis sistem yaitu menjawab tentang siapa yang akan memakan atau nggunakan sistem, apa yang akan dilakukan oleh system tersebut, dan di mana dan kapan sistemnya akan digunakan oleh user. Pada tahap atau fase ini, tim pembuat sistem menyelidiki sistem yang ada atau sistem saat ini, yaitu dengan mengidentifikasi peluang sisitem untuk diperbaiki, dan mengembangkan sebuah konsep sistem baru. Pada tahap atau Fase ini memiliki tiga tangga: 1. Strategi analisis dikembangkan untuk memandu upaya penulis. Misalnya Strategi biasanya mencakup studi tentang sistem saat ini dan masalah, dan membayangkan cara untuk merancang sistem baru.
2. Langkah berikutnya adalah pengumpulan persyaratan (misalnya, melalui wawancara, observasi, atau kuesioner). Konsep Sistem ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan satu set model analisis bisnis yang menggambarkan bagaimana bisnis akan beroperasi jika sistem baru dikembangkan. set biasanya mencakup model yang mewakili data dan proses yang diperlukan untuk mendukung bisnis yang mendasari proses.
3. Analisis, konsep sistem, dan model digabungkan ke dalam dokumen yang disebut sistem usulan, yang disampaikan kepada perusahaan.
## c. Design
Pada tahap desain ini melakukan pengembilan keputusan bagaimana sistem akan berjalan atau beroperasi seperti perangkat keras, software, dan infrastruktur jaringan yang akan berada di tempat; antarmuka pengguna, bentuk dan laporan yang akan digunakan; dan spesifik program, database, serta file-file yang dibutuhkan pada tahap ini. Meskipun sebagian besar keputusan strategis tentang sistem yang dibuat dalam pengembangan konsep sistem selama tahap analisis, tahapan- tahapan dalam tahap ini atau tahap desain sangat menentukan bagaimana sistem akan berjalan atau beroperasi. Tahap desain memiliki empat langkah: 1. Strategi desain harus ditentukan. Ini menjelaskan
apakah sistem akan
dikembangkan oleh programmer perusahaan sendiri, apakah perkembangannya akan outsourcing ke perusahaan lain (biasanya perusahaan konsultan), atau apakah perusahaan akan membeli paket perangkat lunak yang ada.
2. Mengarah pada sebuah pengembangan desain arsitektur dasar sistem menggambarkan
hardware, software, dan infrastruktur. Desain interface menentukan bagaimana pengguna akan berinterasu dengan sistem (seperti menu dan di layar tombol) dan bentuk-bentuk dan laporan bahwa sistem akan digunakan. 3. Spesifikasi database dan file yang dikembangkan. Ini menentukan apa yang Data akan disimpan dan di mana mereka akan disimpan.
4. Mengembangkan rancangan program, yang mendefinisikan program yang perlu ditulis dan apa yang masing-masing program yang akan dilakukan (desain arsitektur, desain interface, database dan berkas spesifikasi, dan desain program).
d. Implementations
Tahap implementasi, di mana sistem sebenarnya dibangun. Ini adalah fase yang biasanya mendapat perhatian yang besar, karena untuk sebagian besar sistem itu adalah terpanjang dari proses pembangunan. Fase ini memiliki tiga langkah:
1. Konstruksi Sistem yaitu sebuah langkah pertama bagaimana sistem ini dibangun dan diuji untuk dapat memastikan bahwa ia melakukan seperti yang dirancang. Salah satu langkah yang paling penting dalam implementasi. sebagian besar organisasi menghabiskan lebih banyak waktu dan
perhatian pada pengujian dari pada menulis program.
2. Aspek yang paling penting adalah konversi rencana pelatihan, digunakan untuk mengajar pengguna bagaimana menggunakan baru
Sistem dan bantuan mengelola perubahan yang disebabkan oleh sistem baru.
3. Review pasca-pelaksanaan formal atau informal, serta sistematis cara untuk mengidentifikasi perubahan besar dan kecil yang diperlukan untuk sistem.
## e. System
Pada tahap sistem dilakukan pengujian (testing) dan pemeliharaan, yang dapat digunakan untuk menentukan apakah sistem/perangkat lunak telah sesuai dengan requirement atau kebutuhan pengguna atau belum. Tahap pemeliharaan pertama yaitu melakukan pengoperasian pada sistem dan apabila diperlukan untuk melakukan pengoperasian sistem dan apabila diperlukan dapat melakukan perbaikan-perbaikan kecil yang belum sesuai. Kemudian jika waktu penggunaan sistem habis, maka kita akan masuk lagi pada tahap perancanaan (design).
## 3.3. Kerangka Pemikiran
4. PEMBAHASAN
4.1. Profil Organisasi
Didirikan pada tanggal 1 Juni 1995 PT. Electronic Data Interchange Indonesia adalah sebuah anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), sebagai pelopor dalam mengembangkan Jasa Pertukaran Data Elektronik (PDE) di Indonesia yang mendukung dalam sebuah kegiatan perdagangan, khususnya perdagangan internasional.
Pengguna jasa PT. Electronic Data Interchange Indonesia adalah importir, eksportir, meliputi instansi pemerintah, BUMN, perusahaan pelayaran, perusahaan retail, bank, asuransi dan perusahaan farmasi, dan otomotif.
Dalam memperluas target pemasaran PT. Electronic Data Interchange Indonesia ke zona
internasional dengan memberikan sebuah pelayanan menghubungkan perusahaan dengan perusahaan partner bisnis baik di dalam negeri maupun luar negeri yaitu dengan menjalin sebuah kerjasama interkoneksi ke beberapa e- business provider di negara lain.
PT. Electronic Data Interchange Indonesia memiliki layanan bisnis berupa digital yaitu e- business yang di dukung oleh sumberdaya yang sangat berpengalaman di bidang Application Development, Kepabeanan, Supply Chain Management dan Kepelabuhanan.
## 4.2. Analisa Sistem Berjalan
Pengolahan data reimbursement seperti rawat jalan, gigi, serta pengajuan lembur dam alat tulis kantor, pengajuan cuti melahirkan dan pengelolaan data gaji pegawai tentu menjadi salah satu hal penting dalam perusahaan, sehingga perusahaan membutuhkan suatu sistem informasi yang dapat melakukan fungsi-fungsi pengolahan dan pengelolaan data secara efektif dan efisien. Berdasarkan sistem yang ada saat ini, berikut adalah skstem berjalan yang ada saat ini: a. Penggajian
Berdasarkan arsip gaji karyawan, bagian Keuangan membayar gaji kepada karyawan dengan memberikan slip gaji karyawan. Slip gaji tersebut berisi rincian detail gaji yang diterima karyawan yang bersangkutan dan bagian Keuangan juga memberikan tanda terima gaji karyawan untuk ditandatangani sebagai bukti pembayaran dan setelah ditandatangani, tanda terima tersebut diarsipkan.
b. Pengajuan ATK
Prosedur pengajuan barang ATK bagian mengisi sebuah formulir Permintaan barang yaitu Alat Tulis Kantor (ATK) yang kemudian dilanjutkan menyerahkan formulir permintaan tserbut kepada pihak Staff yaitu bagian General Affair (GA), setelah diterima, pada Staff GA akan melakukan rekapitulasi kebutuhan barang ATK dan meminta persetujuan kepada pihak atau bagian Manajer GA. Jika disetujui oleh phak atau bagian Manajer GA maka permintaan ATK langsung diberikan.
c. Pengajuan Cuti
Pegawai harus meminta form atau blangko perngajuan cuti. Dan kemudian mengisinya untuk dimintakan persetujuan dan tanda tangan kepada Kepala bagian Divisi. Setelah disetujui Form pengajuan cuti yang telah ditanda tangani. Proses permohonan cuti tersebut dan menghasilkan Surat Cuti yang kemudian di mintakan tanda tangan. Setelah di tanda tangani Surat Cuti tersebut di berikan kembali kepada pegawai. Dan proses pengajuan cuti selesai.
d. Pengajuan Lembur
Kepala Head Unit Pegawai mengisi form atau blangko pengajuan lembur yang telah dindatangani oleh Head Unit/Divisi, kemudian menyerahkannya kepada pihak HRD, Pihak HRD mereview pengajuan lembur tersebut, jika disetujui form tersebut diserahkan kembali.
e. Pengajuan Reimbursement
Pegawai mengisi form atau blangko pengajuan reimburse beserta bukti yang harus di reimburse, kemudian menyerahkannya kepada pihak HRD, Pihak HRD mereview pengajuan reimbursement tersebut, jika disetujui form tersebut ditanda tangani dan diserahkan uang reimburse.
## Gambar Use Case Sistem Berjalan
## 4.3. Analisa Masalah
Berikut ini hasil analisa permasalahan yang dihadapi sistem berjalan yang digambarkan dengan tools Ishikawa fishbone.
## 4.4. Logical Record Struktur
## 4.5. Struktur Tampilan
4.6. Racangan Layar Gambar Tampilan Login Gambar Tampilan Dashboard Gambar Form Tambah Divisi Gambar Form Tambah Karyawan Gambar Form Tambah Plafon
## Gambar Form Pengajuan ATK
## 4.7. Class Diagram Boundary Sistem
## 4.8. Deployment Diagram
Diagram Deployment adalah sebuah diagram yang menggambarkan secara rinci komponen dalam infrastruktur pada suatu atau sebuah sistem, komponen akan terletak pada sebuah mesin atau yang disebut dengan Server atau perangkat keras, dan akan mengukur kemampuan jaringan di lokasi tersebut, spesifikasi pada sebuah Server dan hal-hal yang lain bersifat fisikal. Gambaran arsitektur fisik dari perangkat keras dan perangkat lunak dari aplikasi fasilitas umum seperti ditunjuk dalam gambar dibawah ini:
.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah Setelah dilakukan analisis dan Perancangan Sistem Administrasi Kepegawaian pada PT. EDI Indonesia
Berbasis Object Oriented, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dengan sistem komputerisasi dan terintegrasi antar bagian kendala pengecekan data reimbursement dapat diatasi karena data sudah tersimpan dalam database sistem. 2. Proses review dan approvement dapat dilakukan dengan masuk pada system dan dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun.
3. Form pengajuan telah diarsipkan dalam database system sehingga aman dan resiko kerusakan dapat diminimalisisr dan untuk pencaraian dapat dilakukan dengan mudah karena telah dibuatkan tools pencarian pada system.
4. Kesalahan-kesalahan human error ataupun ketidaksengajaan pencatatan dapat diminimalisir dengan penggunaan system, karena system melakukan validasi data masukan.
5. Laporan rekap pendataan reimbursement, pengaujuan cuti, pengajuan lembur dan laporan penggajian telah tersedia pada system dengan periode laporan yang bisa ditentukan sendiri. Laporan dapat dijadikan pengambilan keputusan karena informasi yang dihasilkan lebih cepat dan akurat.
## 5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka untuk lebih meningkatkan system yang telah dirancang untuk kebutuhan jangka Panjang, penulis akan memberikan saran-saran yang kiranya dapat berguna bagi PT. EDI Indonesia diantaranya sebagai berikut:
1. Back-up data secara terjadwal atau secara periodik untuk dapat menjaga dari hal-hal tidak diinginkan.
2. Dapat dikembangkan lagi sesuai dengan kebutuhan, baik secara fitur maupun secara administrasi yang lebih luas.
3. Perlunya maintenance hardware serta software untuk menunjang kelancaran dari system yang sudah terkomputerisasi tersebut.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Alan Dennis, Barbara Haley Wixom and David tegarden 2012. System Analysis and Design 5thedition, John Wiley&Sons,Inc.
[2] Budiman, Agustiar.2012. Pengujian Perangkat Lunak dengan Metode Black Box Pada Proses Pra Registrasi User Via Website.
[3] Henderi, Maimunah, dan Randy Andrian. 2011. Desain Aplikasi E-learning Sebagai Media Pembelajaran Artificial Informatics. Tangerang: Jurnal CCIT. Vol. 4, No.3-Mei 2011.
[4] Marpaung, Ridwan, 2009. Sosial Ekonomi Bencana Debris Sungai Jeneberang, Medan: Laporan Penelitian.
[5] Nugroho, Bunafit. 2013. Dasar Pemograman Web
PHP – MySQL dengan Dreamweaver. Yogyakarta : Gava Media.
[6] Rosa, A.S., and M. Shalahuddin. Rekayasa Perangkat Lunak Terstruktur dan Berorientasi Objek. Bandung : Informatika. 2013.
[7] Shelly dan Velmaart (2011) Discovering Computers: Menjelajah Dunia Komputer. Yogyakarta:Andi.
[8] Sugiarti, Yuni,S.T.M.Kom, 2013. Analisis dan Perancangan UML (Unified Modeling Languege), Graha Ilmu. Yogyakarta.
[9] Sutabri, Tata. 2012. Analisis Sistem Informasi. Andi. Yogyakarta.
[10] Taufiq, Rohmat (2013). Sistem Informasi Manajemen Konsep Dasar, Analisis dan Metode Pengembangan. Graha Ilmu, Yogyakarta.
[11] Yakub. (2012). Pengantar Sistem informasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
|
3dd0629e-8efc-44e8-83d6-7d34fe521e05 | https://journal.umpr.ac.id/index.php/jsm/article/download/6487/3729 | Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting di Kalimantan Tengah Berdasarkan Literature Review
Analysis of Factors Influence Stunting in Central Kalimantan Based on Literature Review
Vita Natalia 1*
Dessy Hertati 2
*1 Program Studi Sarjana Kebidanan, STIKes Eka Harap,
Palangka Raya, Kalimantan
Tengah, Indonesia
*email: [email protected]
## Abstrak
Kejadian stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih dihadapi oleh Anak balita dikatakan stunting apabila tinggi badan dan panjang tubuh anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 standar deviasi (stunted) dan kurang - 3.00 standar deviasi (severely stunted) yang diketahui berdasarkan standar Multicentre Growth Reference Study oleh WHO. Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) yang diumumkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 24,4 % di tahun 2021 dan turun menjadi 21,6% di tahun 2022. Pada tahun 2021 prevalensi stunting di Kalimantan Tengah yaitu sebesar 27,4 %, dan pada tahun 2022 turun menjadi 26,9%. Angka tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu kurang dari 20%. Negara berkembang termasuk Indonesia (UNICEF 2017). Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting di Kalimantan tengah. Penelitian ini menggunakan metode literature review , meliputi studi pencarian sistematis data base komputerisasi Google Scholer 4 tahun terakhir dan ditemukan 6 artikel yang relevan. Hasil penelitian literature review ini menunjukkan kejadian stunting dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung penyebab stunting adalah riwayat pemberian ASI Eksklusif, asupan gizi mikro, dan sumber air minum sedangkan faktor tidak langsung kejadian stunting adalah pekerjaan ibu, pendidikan ibu, status ANC, dan pengetahuan orangtua. Dari hasil literature review diharapkan bagi ibu agar melakukan upaya pencegahan terjadinya stunting dengan mempersiapkan kehamilan dengan baik, kunjungan ANC yang rutin agar memiliki pengetahuan yang baik mengenai gizi pada 1000 hari pertama dan dapat menerapkannya. Selain itu, bagi bidan dan kader kesehatan diharapkan lebih aktif lagi dalam memberikan informasi mengenai pentingya asupan gizi pada balita. Kata Kunci: Faktor-faktor Balita Stunting Kalimantan Tengah Keywords : Factors Toddler Stunting Central Kalimantan
## Abstract
The incidence of stunting is a health problem that is still faced by children under five are said to be stunted if the height and body length of children under five with a z-score value less than -2.00 standard deviation (stunted) and less -3.00 standard deviation (severely stunted) are known based on Multicentre Growth Reference Study standard by WHO. The prevalence of stunting in Indonesia based on the results of the Indonesian Nutrition Status Survey (SSGI) announced by the Ministry of Health is 24.4% in 2021 and will decrease to 21.6% in 2022. In 2021 the prevalence of stunting in Central Kalimantan is 27.4 %, and in 2022 it will drop to 26.9%. This figure is still far from the target set by WHO, which is less than 20%. Developing countries including Indonesia (UNICEF 2017). The research aims to determine the factors that influence the incidence of stunting in Central Kalimantan. This study used the literature review method, which included a systematic search of the Google Scholer computerized data base for the last 4 years and found 6 relevant articles. The results of this literature review study show that the incidence of stunting can be influenced by 2 factors, namely direct and indirect factors. The direct factors that cause stunting are a history of exclusive breastfeeding, micronutrient intake, and drinking water sources, while the indirect factors that cause stunting are the mother's occupation, mother's education, ANC status, and parental knowledge. From the results of the literature review it is hoped that mothers will make efforts to prevent stunting by preparing for pregnancy well, regular ANC visits so that they have good knowledge about nutrition in the first 1000 days and can apply it. In addition, midwives and health cadres are expected to be more active in providing information about the importance of nutritional intake for toddlers.
© 2023 The Authors. Published by Institute for Research and Community Services Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. This is Open Access article under the CC-BY-SA License (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). DOI: https://doi.org/10.33084/jsm.v9i3.6487
## PENDAHULUAN
Kejadian stunting merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih dihadapi oleh negara berkembang termasuk Indonesia (UNICEF 2017). Stunting merupakan kondisi yang terjadi ketika seseorang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pemeriksaan antropometri berupa tinggi badan adalah indikator dari status gizi seseorang. Stunting ditunjukkan dengan adanya kejadian malnutrisi atau status gizi yang kurang pada seseorang yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Anak balita dikatakan stunting apabila tinggi badan dan panjang tubuh anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2.00 standar deviasi (stunted) dan kurang - 3.00 standar deviasi (severely stunted) yang diketahui berdasarkan standar Multicentre Growth Reference Study oleh WHO.
Prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) yang diumumkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 24,4 % di tahun 2021 dan turun menjadi 21,6% di tahun 2022. Pada tahun 2021 prevalensi stunting di Kalimantan Tengah yaitu sebesar 27,4 %, dan pada tahun 2022 turun menjadi 26,9%. Meskipun mengalami penurunan namun masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu kurang dari 20%.
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dimana jumlahnya melebihi 250 juta jiwa. Penduduk yang jumlahnya besar diharapkan memiliki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik namun di Indonesia justru sebaliknya. Salah satu penyebabnya yaitu malnutrisi, dimana malnutrisi kronis ditandai dengan adanya stunting dan fungsi kognitif yang rendah. Oleh karena itu masalah stunting merupakan masalah yang penting yang perlu segera diatasi (Candra Aryu, 2020).
Stunting dapat menimbulkan dampak buruk bagi seseorang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak buruk pada jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan, dampak buruk jangka panjang yaitu menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh , serta resiko tinggi terjadinya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua (Pariadi Desi, 2020).
## METODOLOGI
Penelitian ini merupakan studi literature review. Terdapat batasan studi yang digunakan peneliti menggunakan format PICO sebagai berikut: 1) populasi yaitu ibu dengan anak, (2) penelitian tidak melakukan intervensi, (3) tidak ada pembanding dalam penelitian ini, (4) outcome /hasil yaitu kejadian stunting pada anak.
Waktu pencarian literature yaitu tahun 2018 sampai 2022. Penelitian ini menggunakan database google scholar untuk penelusuran literature. Hasil pencarian Literatur ditemukan 6 artikel.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Tabel 1. Analisis Literature Review
Komponen Judul penelitian/penul is /tahun Tempat penelitian (Negara) Tujuan Penelitian Metode Penelitian Responden dan jumlah sampel Hasil penelitian Jurnal 1 : [MANUJU: MALAHAYATI NURSING JOURNAL, ISSN CETAK: 2655- 2728 ISSN ONLINE: 2655- 4712, VOLUME 4 NOMOR 7 JULI 2022] HAL 1828- 1838 Faktor Risiko Maternal Terhadap Kejadian Stunting Balita Usia 12 – 24 Bulan Di Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah 2020/ Titik Istiningsih1 , Riyanti2* ingin mengetahui faktor risiko Maternal yang berhubungan dengan kejadian stunting dan hubungan antara masing-masing variabel (Tinggi badan ibu, Indek Massa Tubuh, status pekerjaan dan status ANC) terhadap kejadian stunting balita usia 12 – 24 bulan. observasional analitik, dengan desain penelitian cross sectional.” Populasi dalam penelitian ini berjumlah 212 ibu balita, sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita berusia 12-24 bulan yang terdaftar dalam Kohort KIA atau register posyandu, yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas.” Jumlah sampel 136 balita, penghitungan besar sampel pada setiap desa dilakukan secara proporsional sesuai proporsi di masing- masing desa yang berjumlah 15 desa dengan jumlah populasi baduta diwilayah kerja Puskesmas Mantangai sebesar 212 balita.
Analisis data dengan analisis univariat, analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariate menggunakan uji regresi logistic ganda. sebagian besar responden memiliki tinggi badan normal (75,7%), indeks masa tubuh (IMT) yang normal (61,8%), status pekerjaan tidak bekerja (82,4%), status ANC yang lengkap (87,5%). Prevalensi kejadian stunting sebesar 30,9%. Hasil uji chi Square Status Pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting dengan nilai p=0,007. Status Tinggi Badan Ibu dengan kejadian stunting nilai p=0,224, Status IMT Ibu dengan kejadian stunting (p=0,719), dan Status ANC Ibu dengan kejadian stunting (p=0,207). Analisis multivariat menunjukkan Status Pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting, ditunjukkan dengan nilai OR 0,285 (0,113-0,721) dan p-value 0,008 dan Status ANC Ibu dengan kejadian stunting dengan nilai OR = 2,670 (1,093 – 6,526) dan p-value 0,031. Kesimpulan: Status pekerjaan dan status ANC memiliki pengaruh terhadap kejadian stunting Balita Usia 12 – 24
Bulan di Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah Jurnal 2 : ISSN : ISSN 2442-4986 An-Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8 (2) Desember 2021 :143-147 https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.ph p/ANN/article/vie w/5518 Hubungan tingkat pendidikan ibu dan sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja upt. Puskesmas palangkau tahun 2021/ Edy Ariyanto1* , Fahrurazi2 , Muhammad Amin3 Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu dan sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja UPT. Puskemas Palangkau Kecamatan Kapuas Murung Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah Tahun 2021. Jenis penelitian ini yaitu kuantittatif dengan memakai desain cross secttional Pengambilan sampel memakai teknik Total Sampling sebanyak 56 responden. Analisi data penelitian memakai Uji Chi- Squre dengan ( α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan maka 26 balita (46,4%) menderita Stunting, tingkat pendidikan ibu yang rendah sebanyak 39 ibu (69,6%), sedangkan yang mengunsumsi sumber air minum tidak bersih sebanyak 37(66,1%). Hasil Uji Chi- Squre menunjukkan maka ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu (P-Value= 0,002), sumber air minum (P-Value= 0,003) dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja UPT Puskesmas Palangkau Kecamatan Kapuas murung Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah tahun 2021. Diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran ibu akan pentingnya pemberian air minum yang bersih kepada balita. Jurnal 3 : Jurnal Surya Medika vol 7 No 2 Februari 2022, Page 1 – 9 p-ISSN: 2460- 7266; e-ISSN: 2655-2051 Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019/ Rezqi Handayani 1* Nurul Qamariah 2 Haris Munandar 3 analisis hubungan tingkat pendidikan ibu dan pembeiaran ASI ekslusif pada balita kejadian stunting di Provinsi Kalimantan Tengah Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan analisis data univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan distribusi balita berdasarkan usia, berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, Sampel dalam penelitian ini diambil dari total keseluruhan populasi dengan jumlah 3138 jumlah balita diprovinsi Kalimantan Tengah.
Ada hubungan yang signfikan atau bermakna antara tingkat Pendidikan ibu dan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting pada balita di provinsi Kalimantan tengah tahun 2019.
distribusi pemberian asi ekslusif, dan status gizi balita berdasarkan data profil kesehatan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisis bivariat pada penelitian ini menggunakan uji Chi-square test. Jurnal 4: ISSN : ISSN 2442-4986 An-Nadaa: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 8 (1)
Juni 2021 :58-62 https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.ph p/ANN/article/vie w/4768 Riwayat Pemberian Asi Ekslusif , Imunisasi Dan Paritas Dengan Status Gizi Baduta Di Puskesmas Pahandut Palangkaraya Tahun 2020/ Yena Wineini Migang menganalisa hubungan dan prevalensi ratio (PR) variabel riwayat pemberian ASI Ekslusif, imunisasi, dan paritas dengan status gizi baduta Desain studi cross sectional, dengan uji chi- square. Subyek penelitian 72 anak baduta usia 7- 24 bulan dengan tehnik purposive sampling. riwayat pemberian ASI Ekslusif berhubungan dengan status gizi baduta, nilai ρ (0,0200,05. Nilai PR 4,000 pada variable ASI ekslusif dengan status gizi baduta, artinya baduta yang tidak ASI ekslusif beresiko 4 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang dibanding baduta yang mendapatkan ASI ekslusif.
Jurnal 5 : ISSN :
ISSN 2442-4986
An-Nadaa: Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 9 (1)
Juni 2022 :39-44 https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.ph p/ANN/article/vie w/7184 Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengetahuan Tentang Status Gizi Dengan Kejadian Stunting Anak 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Kupang Kabupaten Kapuas Tahun 2021/ Rizcewaty1 , Eddy Rahman2*, Deni Suryanto3 mengetahui Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Tentang Status Gizi Dengan Kejadian Stunting Anak 12- 59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Kupang Kabupaten Kapuas Tahun 2021. Jenis penelitian ini merupakan desain penelitian analitik dengan metode Cross Sectional. Uji statistik yaitu Uji Chi-Square, Populasi pada penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak usia 12-59 bulan. Sampel sebanyak 55 responden yang diambil dengan meggunakan teknik Random sampling Dari penelitian ini diperoleh hasil dari 55 responden, sebagian besar responden mengalami kejadian stunting pendek sebanyak 33 responden (60%), dan mempunyai pendidikan dasar sebanyak 40 responden (72,7%) , dan memiliki pengetahuan kurang sebanyak 45 responden (81,1%). Hasil penelitian ini tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian stunting (p- value 0,757 > 0,05), dan ada hubungan antara pengetahuan tentang status gizi dengan kejadian stunting (p-value 0,004 < 0,05). Diharapkan dari hasil penelitian ini, Puskesmas Pulau Kupang mampu bekerja sama dengan lintas sektor terdekat dalam upaya penanggulangan penyakit stunting. Jurnal 6: Jurnal Forum Kesehatan: Media Publikasi Kesehatan Ilmiah p-ISSN : 2087- 9105 | e-ISSN : 2715-2464 Volume 10, Nomor 2 Bulan Agustus, Tahun 2020 Asupan Zat Gizi Mikro Dan Stunting Pada Anak Balita Di Bukit Rawi Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau Tahun 2019/ Yetti Wira Citerawati SY1 , Erma Nurjanah Widiastuti2 mengetahui keterkaitan antara Zat Gizi Mikro Terhadap Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskemas Bukit Rawi. Desain penelitian ini adalah analitik observasional dengan metode case control.. 65 sampel anak balita (27 kasus dan 38 kontrol) (Rumus dari Lemeshow dkk.,1997). Teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling.
Berdasarkan hasil penelitian yaitu sampel yang mengalami stunting sebanyak 27 (41,5%) dan 38 (58,5%) tidak stunting. Rata-rata usia balita adalah 28 bulan dengan usia minimal 19,00 bulan dan maksimal 58,00 bulan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan Vitamin A, Fe, Zink, dan Fosfor terhadap kejadian stunting (p=0,987; p=0,842; p=0,590; p=0,523). Namun Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium terhadap kejadian stunting (p=0,032). Balita dengan asupan kalsium yang kurang mempunyai kemungkinan 5,09 kali untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan asupan kalsium yang baik (95%CI=1,026 – 25,270), sehingga balita dengan asupan kalsium kurang mempunyai probabilitas untuk mengalami stunting sebesar 83,6%.
## Pembahasan
Karakteristik Literature Review
Analisis data dilakukan dengan melakukan lierature review pada enam jurnal di lima tahun terakhir terkait
dengan penelitian ini. Berdasarkan review literature pada 6 artikel, berikut angka kejadian stunting di Kalimantan Tengah secara keseluruhan pada tahun
2019, kabupaten Kapuas, kota Palangkaraya dan kabupaten pulang pisau:
Tabel II. Angka Kejadian Stunting di Kalimantan Tengah Tempat Penelitian Jumlah Balita Stunting Persentase (%) Kalimantan Tengah Tahun 2019 988 32 Pulang Pisau tahun 2019 27 41,5 Palangkaraya tahun 2010 21 29,2 Kapuas tahun 2020 42 30,9 Puskesmas Palingkau Kapuas tahun 2021 26 46,4 Pulang Kupang Kapuas tahun 2021 33 60
Berdasarkan hasil literature review yang telah dilakukan, ditinjau dari usia balita dalam penelitian sebagian besar stunting terjadi pada usia 2-5 tahun. Periode ini dikenal sebagai “Periode Emas” atau “Window of Opportunity”.
## Faktor Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil review pada artikel pertama didapatkan adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting. Hal ini terlihat dari analisis multivariat Status Pekerjaan Ibu dengan kejadian stunting, ditunjukkan dengan nilai OR 0,285 (0,113- 0,721) dan p-value 0,008. Ketika bekerja, ibu akan meninggalkan anakanya di rumah dan dirawat oleh orang lain. Hal ini membuat sebagian besar ibu memberhentikan pemberian asi kepada anaknya sebelum usia 6 bulan (leo, subagyo, & kartasurya, 2018).
Hal ini selaras dengan penelitian wicaksono tahun 2020 menyatakan bahwa dari 20 responden terdapat 12 responden yang memiliki anak stunting dengan pekerjaan sebagai buruh tani yaitu sebesar 60%. (wicaksono & alfianto, 2020) Sedangkan status ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki anak yang normal atau tidak mengalami stunting sebanyak 66%. Hal ini berhubungan dengan pola asuh anak yang baik dikarenakan ibu selalu ada dalam proses perawatan
anak. Di satu sisi hal ini berdampak positif bagi penambahan pendapatan, namun disisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak (syahida, 2019). Kejadian stunting selain terkait dengan tingkat pendidikan dan status pekerjaan berkaitan juga dengan pendapatan keluarga. Terdapat 48 dari 80 anak mengalami stunting dari orang tua yang mengalami pendapatan yang rendah (nurmalasari, anggunan, & febriany, 2020).
## Faktor Pendidikan Ibu dengan Kejadian Stunting
Hasil review pada artikel kedua dan ketiga terdapat hubungan antara pendidikan ibu dan kejadian stunting, hal tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis multivariate dimana nilai korelasi dengan taraf signifikansi (p) sebesar 0.002 dan 0,000 (p<0,005).
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kesehatan, salah satunya adalah status gizi. Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki kemungkinan lebih besar mengetahui pola hidup sehat dan cara menjaga tubuh tetap bugar yang tercermin dari penerapan pola hidup sehat seperti konsumsi diet bergizi. Individu dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung menghindari kebiasaan buruk seperti rokok dan alkohol, sehingga memiliki status kesehatan yang lebih baik. Tingkat pendidikan juga berhubungan dengan pendapatan, dimana tingkat pendapatan cenderung meningkat seiring peningkatan tingkat pendidikan. Pendapatan yang cukup memungkinkan untuk hidup dengan kualitas yang lebih baik. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingkat pengetahuan. Tingkat pengetahuan yang baik membantu pemilihan makanan dengan bijak dan tepat, serta penanganan gangguan kesehatan dengan baik (Huang W, 2015).
## Faktor Status ANC dengan Kejadian Stunting
Berdasrkan hasil review pada artikel pertama diketahui bahwa terdapat korelasi antara status ANC dan kejadian ANC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status ANC Ibu dengan kejadian stunting dengan nilai
OR = 2,670 (1,093 – 6,526) dan p-value 0,031. Penelitian ini sejalan dengan penelitian di Probolinggo oleh Nurmasari & Sumarni tahun 2018 menunjukkan ibu hamil yang tidak rutin melakukan Ante Natal Care akan beresiko 4x lipat mengalami anemia. Ibu yang tidak rutin konsumsi tablet fe beresiko 3,46x beresiko untuk anemia. Sementara ibu dengan anemia sangat berpotensi untuk melahirkan bayi dengan berat badan rendah dan selanjutnya berpotensi untuk stunting (Makhoul, 2007, Utami 2013). Pemeriksaan Ante Natal Care diharapkan sebanyak empat kali. Pada trimester pertama I dan II sama-sama 1 kali, dan 2 kali pada trimester terakhir (trimester III). Pemeriksaan antenatal sangat penting, bukan hanya kuantitasnya tetapi lebih pada kualitas kunjungan.
## Faktor Pengetahuan Orangtua dengan Kejadian Stunting
Pada artikel 5, ditemukan hasil ada hubungan antara pengetahuan tentang status gizi dengan kejadian stunting (p-value 0,004 < 0,05). Dengan pengetahuan gizi yang baik khususnya seorang ibu maka dapat dipastikan status gizi pada anak juga semakin baik. Ketika seorang ibu memiliki pengetahuan yang rendah tentang gizi maka akan berdampak pada kejadian stunting dengan resiko 8,8 kali lebih besar (Wulandari & Rahayu, 2019). Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi akan mampu menyediakan bahan yang berkualitas dan membuat menu makanan yang tepat untuk meningkatkan status gizi keluarganya. Ketidaktahuan atau kurangnya pengetahuan tentang gizi tentunya benrpengaruh terhadap mutu dan kualitas asupan makanan yang dikonsumsi oleh balita (Pariadi Desi, 2010).
## Faktor Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
Hasil literature review pada artikel 3 dan 4 diketahui terdapat hubungan antara asi ekslusif dengan kejadian stunting. Balita yang tidak diberikan ASI ekslusif beresiko 4 kali lebih besar untuk mengalami status gizi
kurang dibanding yang mendapatkan ASI ekslusif. Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan Sr. Anita Sampe, SJMJ, dkk, 2020, balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang 61 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi ASI eksklusif. Kemudian, balita yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki peluang 98% untuk mengalami stunting.
Menurut Mufdlilah (2017) ASI adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim, selama 6 bulan. Menurut Kusumayanti & Nindya (2017) bayi yang mendapatkan ASI eksklusif merupakan bayi yang hanya menerima ASI saja sehingga tidak ada cairan atau padatan lainnya diberikan, bahkan air dengan pengecualian rehidrasi oral, atau tetes/sirup vitamin, mineral atau obat-obatan. United Nation Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berusia 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun.
## Faktor Sumber Air Minum dengan Kejadian Stunting
Hasil literature review pada artikel 2 didapatkan hasil analisis bahwa sumber air minum memeiliki kolerasi yang signifikan (P-Value= 0,003) dengan kejadian stunting pada balita. Beberapa bukti temuan di Indonesia, memiliki kesamaan dengan hasil temuan dari luar negeri yang mengungkapkan bahwa air (water) unimproved meningkatkan kejadian stunting pada balita. Temuan di Ethiopia mengungkapkan bahwa sumber air minum berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita (Kwami., et al, 2019).
Penelitian Batiro et al, (2017) di Ethiopio mengungkapkan bahwa mengkonsumsi air dari sumber unimproved, beresiko tujuh kali meningkatkan kejadian stunting pada anak. Penelitian lain mengatakan sumber air minum yang tidak aman, jarak sumber air dari tempat pembuangan, kuantitas, kualitas, penyimpanan, pengolahan dan keterjangkan air berhubungan dengan kejadian stunting pada balita (Cumming & Cairncross, 2016; Dodos et al, 2017).
Ketersediaan air minum yang unimproved berasal dari sumber unimproved, jarak sumber air terlalu dekat dengan jamban, pengolahan air yang tidak sesuai sebelum dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan gizi pada anak-anak. Hal ini terjadi karena air mengandung mikroorganisme patogen dan bahan kimia lainnya, menyebabkan anak mengalami penyakit diare dan EED (Aguayo & Menon, 2016). Jika diare berlanjut melebihi dua minggu mengakibatan anak mengalami gangguan gizi berupa stunting (Akombi et al., 2017). Oleh karena itu dibutuhkan perhatian dari semua pihak terutama keluarga terhadap kebutuhan air minum yang aman di mulai dari sumber air terlindungi, kuantitas, kualitas, penyimpanan dan pengolahan air terutama pada 1000 HPK untuk mencegah dan mengurangi kejadian stunting pada balita di Indonesia.
## Faktor Asupan Gizi Mikro Khususnya kalsium dengan Kejadian Stunting
Berdasarkan hasil review pada artikel 6 Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium terhadap kejadian stunting (p=0,032). Balita dengan asupan kalsium yang kurang mempunyai kemungkinan 5,09 kali untuk mengalami stunting dibandingkan balita dengan asupan kalsium yang baik (95%CI=1,026 – 25,270), sehingga b alita dengan asupan kalsium kurang mempunyai probabilitas untuk mengalami stunting sebesar 83,6%. Asupan zat gizi yang menjadi faktor risiko terjadinya stunting dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu asupan zat gizi makro atau mkronutrien dan
asupan zat gizi mikro atau mikronutrien (Candra A., Nugraheni, 2015).
Kalsium merupakan mineral utama yang menyusun tulang. Pada anak dalam masa pertumbuhan, kekurangan kalsium menyebabkan pertumbuhan tulang terhambat sedangkan pada dewasa kekurangan kalsium menyebabkan pengeroposan tulang atau osteoporosis. Hasil penelitian menyatakan bahwa defisiensi kalsium berhubungan dengan kejadian stunting. Salah satunya penelitian yang dilakukan di kota Pontianak yang menyimpulkan bahwa Asupan protein, kalsium, dan fosfor signifikan lebih rendah pada anak stunting dibandingkan pada anak tidak stunting usia 24-59 bulan (Sari EM, dkk, 2016).
## KESIMPULAN
Berdasarkan 6 artikel yang telah dianalisis pada literature review dapat disimpulkan bahwa kejadian stunting dapat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung penyebab stunting adalah riwayat pemberian ASI Eksklusif, asupan gizi mikro, dan sumber air minum sedangkan faktor tidak langsung kejadian stunting adalah pekerjaan ibu, pendidikan ibu, status ANC, dan pengetahuan orangtua. Dari hasil literature review diharapkan bagi ibu agar melakukan upaya pencegahan terjadinya stunting dengan mempersiapkan kehamilan dengan baik, kunjungan ANC yang rutin agar memiliki pengetahuan yang baik mengenai gizi pada 1000 hari pertama dan dapat menerapkannya. Selain itu, bagi bidan dan kader kesehatan diharapkan lebih aktif lagi dalam memberikan informasi atau penyuluhan kepada ibu balita terkait dengan pemberian gizi yang baik dan benar sebagai upaya perbaikan dalam pemberian gizi maupun pencegahan stunting pada generasi berikutnya.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas dukungan STIKes Eka Harap yang sudah mendukung dan memfasilitasi proses penulisan Literatur Review ini.
## REFERENSI
Ariyanto Edy, Fahrurazi dan Muhammad Amin. 2021. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dan Sumber Air Minum Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja UPT. Puskesmas Palangkau. ISSN : ISSN 2442-4986 An-Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat . 8(2) Desember 2021 :143-147 https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/ANN/article/view/5518
Batiro, B., Demissie, T., Halala, Y., & Anjulo, A. A. 2017.
Determinants Of Stunting Among Children Aged 6-59 Months At Kindo Didaye Woreda, Wolaita Zone, Southern Ethiopia : Unmatched Case Control Study. PLoS ONE 12(12): e0189106. https://doi.org/10.1371/journal.pone.018910 6 .
Candra A., Nugraheni N., 2015. Hubungan Asupan Mikronutrien Dengan Nafsu Makan Dan Tinggi Badan 50 Balita," Jnh ( Journal Of Nutrition And Health) . 3(2)
Candra Aryu. 2010. Epidemiologi Stunting . Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang. ISBN: 978-623-7222-63-7 Citerawati SY Yetti Wira dan Erma Nurjanah Widiastuti. 2019. Asupan Zat Gizi Mikro Dan Stunting Pada Anak Balita Di Bukit Rawi Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Forum Kesehatan : Media Publikasi Kesehatan Ilmiah p-ISSN: 2087- 9105 | e-ISSN: 2715-2464. Volume 10, Nomor 2 Bulan Agustus, Tahun 2020
Cumming, O., & Cairncross, S. 2016. Review Article
Can Water, Sanitation And Hygiene Help Eliminate Stunting? Current Evidence And Policy Implications. 12, 91–105.
https://doi.org/10.1111/mcn.12258
Handayani Rezqi, Nurul Qamariah dan Haris Munandar. 2019. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Di Provinsi Kalimantan Tengah Tahun. Jurnal Surya Medika vol 7 No 2 Februari 2022, Page 1 – 9 p-ISSN: 2460-7266; e-ISSN: 2655-2051
Istiningsih Titik dan riyanti. 2020. Faktor Resiko Maternal terhadap kejadian Stunting Balita Usia 12-24 Bulan di Puskesmas Mantangai Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Manuju: Malahayati Nursing Journal . ISSN Cetak: 2655-2728 ISSN Online: 2655- 4712, VOLUME 4 NOMOR 7 JULI 2022. HAL 1828-1838
Kusumayanti, N., & Nindya, T. S. 2017. Hubungan dukungan suami dengan pemberian asi eksklusif di daerah perdesaan. Media Gizi Indonesia, 12(2), 98–106.
Kwami, C. S., Godfrey, S., Gavilan, H., Lakhanpaul, M., & Parikh, P. 2019. Water, Sanitation, and Hygiene : Linkages with Stunting in Rural Ethiopia. Int. J. Environ. Res. Public Health, 16, 3793; doi:10.3390/ijerph16203793
Leo, A. R., Subagyo, H. W., & Kartasurya, M. I. 2018. Faktor Resiko Stunting Pada Anak Usia 2-5
Migang Yena Wineini. 2020. Riwayat Pemberian Asi Ekslusif, Imunisasi Dan Paritas Dengan Status Gizi Baduta Di Puskesmas Pahandut Palangkaraya. ISSN: ISSN 2442-4986 An- Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat . 8 (1) Juni 2021:58-62 https://ojs.uniskabjm.ac.id/index.php/ANN/a rticle/view/4768
Mufdlilah. 2017. Buku Pedoman Pemberdayaan Ibu Menyusui pada Program ASI Eksklusif . Yogyakarta.
Nurmasari, V dan Sumarni, S. 2019. Hubungan keteraturan Kunjungan Ante Natal Care dengan kepatuhan konsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia pada ibu hamil trimester III di Kecamatan Probolinggo. Jurnal
Amerta Nutrition . volume 3 nomo1 tahun 2019. Tersedia di https://e- journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/10446
Nurmalasari, Y., Anggunan, & Febriany, T. W. 2020. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dan Pendapatan Keluarga Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-59 Bulan. Jurnal Kebidanan . 6(2).
Ollo Anita, dkk. 2010. Hubungan Faktor Air dan Sanitasi dengan kejadian Stunting pada balita Di Indonesia. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 5(2):1113-1126. DOI:10.31004/obsesi.v5i2.788
Pariadi Desi. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Stunting Berdasarkan Literature
Review. Tersedia dari:
http://digilib.unisayogya.ac.id/5295/
Rizcewaty, Eddy Rahman dan Deni Suryanto. 2021.
Hubungan Tingkat Pendidikan Dan
Pengetahuan Tentang Status Gizi Dengan Kejadian Stunting Anak 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pulau Kupang Kabupaten Kapuas. ISSN: ISSN 2442-4986 An-Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat . 9 (1) Juni 2022: 39-44 https://ojs.uniska- bjm.ac.id/index.php/ANN/article/view/7184
Sari EM, Juffrie M, Nurani N, Sitaresmi MN. 2016. Asupan protein, kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan. J Gizi Klin Indonesia . 2016;12(4):152.
Survey Status Gizi Indonesia (SSGI). (2022). Prevalensi stunting di Indonesia
UNICEF. 2017. First 1000 Days The Critical Window to Ensure that Children Survive and Thrive .
Wicaksono, K. E., & Alfianto, A. G. 2020. Dampak Positif Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Managemen Nutrisi Balita Stunting . Conference on Innovation and Application Of Science and Technology, 981-986.
|
c92fe346-e836-48b3-8643-1e630c4b5bd9 | https://jurnal.uns.ac.id/prima/article/download/51599/34128 | Transformasi Kulit Singkong Menjadi Nata de Cassava dan Biostarter Kompos di Kecamatan Jatipuro Karanganyar
Vita Ratri Cahyani 1* , Rofandi Hartanto 2 , Pardono 3 , Feriana Dwi Kurniawati 4 , Iqbal Firmansyah 1 , Kynthavi Paramitha Lakshitarsari 1 , Nadine Yuki Azzahra 1
1 Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
2 Program Studi Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
3 Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret
4 Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan, Kabupaten Karanganyar
*Correspoding Author : [email protected] Dikirim : 30-05-2021 Diterima : 30-12-2021
## ABSTRAK
Kelompok Wanita Tani (KWT) Tani Waras V di Desa Jatisobo dan KWT Makmur di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatipuro telah memanfaatkan berlimpahnya singkong dengan mengolahnya menjadi rengginang dan mocaf. Kulit singkong yang mencapai 10% dari berat basah singkong merupakan sisa proses pembuatan rengginang singkong dan mocaf yang dibuang sebagai limbah. Tujuan kegiatan ini mentransfer inovasi teknologi tepat guna berupa transformasi kulit singkong menjadi nata de cassava dan biostarter kompos kepada ibu-ibu di 2 KWT tersebut. Metode kegiatan pengabdian mencakup 2 tahapan. Tahap I terdiri dari formulasi resep nata de cassava , isolasi mikroba dekomposer dari kulit singkong untuk biostarter kompos, preparasi bahan-bahan untuk didemontrasikan kepada 2 KWT. Tahap II yaitu pelaksanaan interaksi dengan mitra dalam kegiatan (1) penyuluhan prinsip-prinsip pengetahuan dan teknologi, peragaan prosedur pembuatan nata de cassava dan preparasi biostarter kompos, (2) kegiatan panen nata dan hasil isolasi mikroba dekomposer, dan (3) kegiatan aplikasi biostarter kompos. Hasil evaluasi kegiatan pengabdian menunjukkan bahwa anggota di 2 KWT sangat antusias ditunjukkan dengan 90-95% anggota aktif mengikuti semua kegiatan pengabdian. Kedua KWT sudah melaksanakan semua tahapan pembuatan nata (100%), mereka mampu mengembangkan berbagai variasi resep termasuk menggunakan bahan limbah lain dengan tingkat keberhasilan 90-95%. Keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh per resep media fermentasi nata diestimasikan sebesar Rp 51.500. Peserta kegiatan pengabdian juga diperdalam pemahaman dan kemampuannya dalam perbanyakan biostarter kompos untuk pembuatan pupuk organik sehat.
Kata kunci : kelompok wanita tani, mocaf, pengabdian masyarakat, penyuluhan pertanian, transformasi limbah
Transformation of Cassava Peel into Nata de Cassava and Compost Biostarter in Jatipuro District Karanganyar
## ABSTRACT
The Women Farmer Group (WFG) of Tani Waras V in Jatisobo Village and WFG Makmur in Jatimulyo Village of Jatipuro District have taken advantage of the abundance of cassava by processing it into rengginang and mocaf. The peel of cassava which reaches 10% of the wet weight of the cassava is the main waste in these productions. The purpose of this community service activity was to transfer the technology innovation to turn the cassava peel into "nata de cassava" and "compost biostarter" to the 2 WFGs. The service activity consisted of 2 phases. Phase I was the formulation of nata de cassava recipes, isolation of decomposer microbes from cassava peel for biostarter compost, and preparation of materials to be demonstrated to WFGs. Phase II was carried out with partners (1) delivering principal knowledge and technology, demonstrating the procedure
of making nata de cassava and preparing compost biostarter (2) harvesting nata and isolates of decomposer microbes, and (3) application of compost biostarter. The evaluation results showed that the WFG members were very enthusiastic, as indicated by 90-95% of the members actively participated in all activities. They had performed the whole procedure of making nata (100%), moreover they were able to develop various recipes including using other waste materials with a success rate of 90-95%. The economic profit per recipe for nata fermentation media was estimated at Rp 51,500. Participants in the service activity also deepened their understanding and ability in the propagation of compost biostarter to produce healthy organic fertilizers.
Keywords : agricultural extension, community service, mocaf, waste transformation, women farmer group
## PENDAHULUAN
Singkong merupakan salah satu tanaman andalan utama bagi petani di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2016, Kecamatan Jatipuro menunjukkan produksi singkong tertinggi di Kabupaten Karanganyar yang mencapai 15.941 ton (BPS Kabupaten Karanganyar, 2018). Tingginya produksi singkong di Kecamatan Jatipuro telah dimanfaatkan oleh ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kecamatan Jatipuro, khususnya oleh KWT Tani Waras V di Desa Jatisobo yang memproduksi rengginang singkong dan KWT Makmur di Desa Jatimulyo yang mengolah singkong menjadi mocaf ( modified cassafa fluor ).
Pada saat musim panen singkong, KWT Tani Waras V dan KWT Makmur, masing masing mampu mengolah sekitar 25 kuintal singkong per bulan untuk dijadikan 100 kg mocaf dan 100 kg rengginang singkong. Kulit singkong sisa pembuatan mocaf dan rengginang singkong selama ini hanya dibuang percuma sebagai limbah. Limbah kulit singkong jika tidak dimanfaatkan dengan tepat akan menimbulkan masalah pencemaran yang semakin parah.
Kulit singkong mencapai 10% dari berat basah singkong, kulit singkong merupakan sumber daya potensial yang penting jika dimanfaatkan dengan tepat secara teknologi (Oboh, 2006). Untuk pemanfaatan kulit singkong diperlukan inovasi teknologi tepat guna dengan memperhatikan kandungan nutrisi dan komposisi senyawa organiknya.
Kulit singkong terdiri 2 (dua) lapisan, yaitu lapisan dalam yang tebal berwarna putih dan lapisan luar yang tipis kasar berwarna coklat tua. Lapisan kulit singkong bagian dalam yang tebal dan berwarna putih mengandung protein kasar (5,29%) (Akanbi at al ., 2007) dan karbohidrat (4,55%) (Resimanuk at al ., 2018).
Kandungan karbohidrat pada kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses fermentasi. Fermentasi merupakan salah satu cara detoksifikasi kandungan sianida dan menurunkan kandungan serat kasar pada kulit singkong dan dapat meningkatkan kualitas protein singkong (Cardoso at al ., 2005). Kandungan nutrisi tersebut menjadikan kulit singkong lapisan dalam memiliki potensi untuk diolah menjadi produk pangan “nata” dengan nama nata de cassava melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum yang mempunyai nilai fungsional gizi dan bernilai jual menguntungkan. Selama ini limbah singkong yang sudah dimanfaatkan dengan diolah menjadi nata de cassava adalah limbah cair tapioka (Alfarisi at al ., 2021), limbah cair rengginang singkong (Permatasari at al ., 2019), dan limbah ampas basah tapioka (Mayasti & Nugroho, 2013).
Alternatif lain, kulit singkong berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber isolat dekomposer lignoselulitik untuk biostarter kompos. Limbah kulit singkong memiliki kandungan lignin 7,2%, selulola 13,8% dan hemiselulosa 11% (Sandi, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa kulit singkong termasuk bahan organik yang sulit terdekomposisi. Bahan pengurai lignoselulosa bisa diperoleh dari berbagai sumber seperti tangkai kayu, daun dan kulit kayu (Anindyawati, 2010). Isolat yang diperoleh dari sumber kulit singkong diestimasikan memperkaya keragaman hayati dekomposer yang bermanfaat untuk pengomposan, seperti yang diperoleh dari hasil deteksi common dan specific mikrobiota dalam proses pengomposan jerami padi (Cahyani at al ., 2002; 2003; 2004a; 2004b; 2009)
Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah mentransfer inovasi teknologi tepat guna (TTG) berupa transformasi kulit singkong limbah mocaf dan rengginang singkong menjadi nata de cassava dan biostarter kompos kepada KWT
Tani Waras V dan KWT Makmur di Kecamatan Jatipuro,
Karanganyar, sehingga mitra memperoleh pengetahuan, pemahaman, kemampuan praktik (skill ) dalam memanfaatkan limbah kulit singkong menjadi produk yang mempunyai nilai fungsional dan nilai ekonomis secara mandiri dan berkelanjutan.
## METODE
Mitra dalam kegiatan pengabdian ini adalah ibu-ibu petani dari 2 KWT, yaitu KWT Tani Waras V produsen rengginang singkong di Desa Jatisobo dan KWT Makmur produsen mocaf di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Metode kegiatan pengabdian terdiri dari 2 tahapan, yaitu Tahap Pelaksanaan I meliputi formulasi resep pembuatan nata de cassava dan isolasi dan perbanyakan mikroba dekomposer lignoselulolitik dari kulit singkong untuk dijadikan induk biostarter kompos, dilanjutkan dengan preparasi bahan untuk peragaan saat penyuluhan dan bahan-bahan yang untuk diserahkan ke semua ibu-ibu KWT untuk pelatihan/praktik. Tahap Pelaksanaan II yaitu pelaksanaan berinteraksi dengan mitra ibu-ibu 2 KWT dalam beberapa kali pertemuan meliputi (1) kegiatan penyuluhan, peragaan dan praktik bersama pembuatan nata de cassava dan penyuluhan tentang biostarter kompos, proses pengomposan dan produk kompos sehat, (2) kegiatan panen nata dan peragaan hasil isolasi mikroba dekomposer dari kulit singkong, dan (3) kegiatan aplikasi biostarter kompos bersamaan dengan rapat evaluasi dan rancangan keberlanjutan.
Pada saat penyuluhan, peragaan dan praktik bersama pembuatan nata, ibu-ibu KWT diberi bahan utama (starter/bibit nata, gula, asam
cuka) dan juga diberi wadah fermentasi per orang, selanjutnya saat panen nata ibu-ibu KWT diberi lagi starter/bibit nata untuk pengembangan, sedangkan saat praktik biostarter kompos, petani diberi bahan induk biostarter dekomposernya. Sedangkan bahan kompos dipersiapkan oleh ibu-ibu dibantu bapak-bapak petani.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Tahap Pelaksanaan I
Formulasi resep pembuatan nata cassava dari kulit singkong (bagian dalam)
Untuk formulasi resep pembuatan nata de cassava dari kulit singkong, dilakukan percobaan pengujian proporsi bahan dan prosedur penyiapan kulit singkong lapisan dalam yang berwarna putih untuk digunakan sebagai media fermentasi hingga diperoleh prosedur dan resep (inovasi TTG) pembuatan nata de cassava yang menghasilkan bacterial cellulose nata yang optimal. Proporsi bahan yang optimal diperoleh dengan proporsi 100 gram kulit singkong yang sudah dihaluskan dicampur dengan 2 L air. Setelah proses pengendapan, larutan supernatannya digunakan sebagai media fermentasi. Resep untuk tiap 1 L media fermentasi, dilengkapi dengan 100 g gula pasir, 100 mL ekstrak tauge, 50 mL cuka 25%, dan starter nata 75 mL ( Gambar 1a ). Hasil inkubasi selama 11 hari sudah diperoleh ketebalan nata 1,5 cm yang setara dengan media fermentasi yang dibuat dari bahan utama singkong ( Gambar 1b ).
Nata yang terbentuk selanjutnya dipanen, dicuci, direndam hingga bau dan rasa masam hilang, dan kemudian direbus dengan air gula atau sirup siap dikonsumsi.
Gambar 1. Bahan-bahan untuk pengujian formulasi resep nata de cassava (a), hasil percobaan pengujian formulasi resep pembuatan nata de cassava dari kulit singkong (lapisan dalam), setelah inkubasi 11 hari menunjukkan ketebalan yang setara dengan nata dari singkong (b)
a b
Pengujian organoleptik mencakup bau, rasa, dan kekenyalan menunjukkan nata hasil formulasi resep uji coba tidak berbeda dengan nata yang dibuat dari bahan air limbah kelapa.
Isolasi dan perbanyakan
mikroba dekomposer lignoselulolitik dari kulit singkong
Isolasi bakteri dan fungi menggunakan sumber isolat dari kulit singkong bagian kulit luar dan kulit dalam, dan juga dari bagian bonggol. Media isolasi yang digunakan ada 4 macam, Potato Dextrosa Agar (PDA), media lignoselulitik, media Carboxylmethyl Cellulose (CMC), dan media Omeliansky . Semua isolat kemudian disub-kultur dan diperbanyak di media cair PDA. Selanjutnya kultur campuran isolat dari kulit singkong ditambah dengan kultur stok dekomposer tim peneliti untuk memenuhi dosis yang diperlukan 500mL/25kg bahan kompos. Kemudian diaplikasikan dalam tumpukan jerami padi yang telah memasuki fase pertengahan ( middle stage ) dalam proses pengomposan (Cahyani at al ., 2002; 2003; 2004a; 2004b; 2009) dan proses pengomposan dilanjutkan hingga 60 hari.
Semua proses penyiapan didokumentasikan dan disampaikan ke ibu-ibu KWT saat penyuluhan. Isolat hasil sub-kultur ditunjukkan dalam penyuluhan ( Gambar 2 ). Hasil dari produk kompos jerami padi yang memperoleh perlakuan penambahan kultur cam-
Gambar 2. Isolat dari kulit singkong pada media PDA (a), Omeliansky (b), CMC (c), dan lignolitik (d)
puran isolat kulit singkong menjadi biostarter kompos yang untuk diberikan ke ibu-ibu KWT untuk bahan praktik bersama perbanyakan dekomposer melalui pengomposan.
## Tahap Pelaksanaan II
Penyuluhan, peragaan dan praktik pembuatan nata de cassava dan penyuluhan tentang biostarter kompos
Kegiatan penyuluhan, peragaan dan praktik pembuatan nata de cassava dan penyuluhan tentang biostarter kompos dilaksanakan pada tanggal 1 Mei 2019 untuk 2 KWT secara terpisah karena lokasi dua desa yang cukup jauh. Sesi pagi yaitu jam 09.00- 11.30 WIB kegiatan penyuluhan, peragaan dan praktik dilaksanakan di rumah Ketua KWT Tani Waras V di Desa Jatisobo ( Gambar 3a dan 3b ) dan dilanjutkan sesi siang jam 12.30-15.00 WIB di rumah Ketua KWT Makmur di Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar ( Gambar 3c dan 3d ). Peserta yang hadir pada tiap KWT sekitar 40 orang, terdiri atas anggota KWT 20-25 orang, perwakilan bapak anggota kelompok tani desa setempat, ditambah Pamong Desa, Petugas Penyuluh Pertanian Kecamatan Jatipuro, staf dari Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Karanganyar.
Materi penyuluhan dijelaskan menggunakan media LCD proyektor, setiap peserta juga diberi salinan materi. Materi penyuluhan meliputi : (1) potensi kulit singkong yang berlimpah yang belum dimanfaatkan, (2) pengertian tentang nata, (3) cara pembuatan nata de cassava , dan (4) alternatif bahan fermentasi lain yang dapat digunakan seperti: air cucian beras (air leri), ekstrak kulit buah-buahan, (5) penyuluhan tentang kegunaan kompos dalam pertanian berkelanjutan dan tentang pentingnya biostarter kompos dalam proses pengomposan untuk menghasilkan produk kompos yang sehat. Untuk praktik pembuatan nata, setiap peserta KWT diberi wadah fermentasi dilengkapi bahan gula pasir, asam cuka dan starter/bibit nata ( Gambar 4a ), baik di KWT Tani Waras V ( Gambar 4b ) maupun KWT Makmur ( Gambar 4c ). Ekstrak tauge disiapkan oleh Ibu Ketua KWT. Peserta diberikan contoh peragaan membuat nata de cassava dan dilanjutkan beberapa peserta mengikuti praktik di tempat, tetapi sebagian besar peserta sepakat untuk praktik bersama di lain hari saat agenda kegiatan KWT. a b c d
Gambar 3. Penyuluhan, peragaan dan praktik pembuatan nata de cassava di KWT Tani Waras V Desa Jatisobo (a & b) dan KWT Makmur Desa Jatimulyo (c & d)
Setelah menerima materi penyuluhan ibu- ibu dari KWT Tani Waras V ( Gambar 5a ) dan KWT Makmur ( Gambar 5b ) sangat antusias mempraktikkan pembuatan nata de cassava dari kulit singkong secara bersama-sama. Hal ini ditunjukkan dari laporan Ketua KWT melalui komunikasi whatsapp dengan mengirimkan foto saat mereka praktik bersama. Keingintahuan
para anggota KWT juga sangat tinggi, hal ini ditunjukkan saat praktik mandiri mereka berinisiatif menggunakan berbagai bahan lain sebagai media fermentasi sebagai perbandingan seperti: media dari limbah cair mocaf, limbah cair rengginang, air cucian beras (leri), ekstrak kulit wortel, buah pepaya, ekstrak kulit buah melon, semangka, dan jambu.
Gambar 4. Penyerahan perangkat pembuatan nata de cassava ; (a) bahan dan wadah fermentasi nata (b) penyerahan kepada Ibu Ketua KWT Tani Waras V dan (c) penyerahan kepada Ibu Ketua KWT Makmur
a b
c d
a b c
Gambar 5. Praktik mandiri membuat nata de cassava dari kulit singkong dan nata dari bahan fermentasi lain oleh KWT Tani Waras V (a) dan KWT Makmur (b)
Panen nata de cassava dan peragaan hasil isolasi mikroba dekomposer dari kulit singkong
Setelah proses inkubasi nata berlangsung sekitar 3 minggu, pada tanggal 27 Mei 2019 dilakukan kegiatan pengamatan dan pemanenan nata de cassava di KWT Tani Waras V dan KWT Makmur secara terpisah berurutan. Sesi pagi jam 09.30 – 12 .00 kegiatan di KWT Tani Waras V, dilanjutkan sesi siang jam 12.30 – 15.00 WIB kegiatan di KWT Makmur.
Pada KWT Tani Waras V dari 20 wadah fermentasi yang dibuat ibu-ibu KWT, ditemukan 2 wadah fermentasi yang tidak terbentuk nata dengan baik, sedangkan pada KWT Tani Makmur dari 20 wadah fermentasi hanya ditemukan 1 wadah yang tidak terbentuk nata. Kegagalan proses pembentukan nata pada kedua KWT tersebut dikarenakan beberapa faktor, yaitu (1) adanya semut-semut di dalam wadah yang disertai tumbuh jamur di sebagian lapisan nata bagian atas, (2) media fermentasi yang dibuat tidak mengikuti protokol, yaitu ekstrak kulit singkong yang langsung dipakai tanpa proses pengendapan dan pemisahan dari endapan, dan (3) proporsi kulit singkong tidak
mengikuti protokol, porsi kulit singkong terlalu tinggi sehingga media terlalu pekat. Peserta memperoleh contoh pengalaman yang berharga untuk lebih memahami bahwa faktor kebersihan saat bekerja dan faktor formula resep sangat menentukan keberhasilan pembentukan nata.
Pada wadah fermentasi yang terbentuk nata dengan baik, dilakukan pemanenan bersama, diawali pengukuran ketebalan nata dan berat nata. Lapisan tipis bagian bawah nata dikelupas dan dicampur dengan sisa media fermentasi yang selanjutnya campuran ini dijadikan sebagai starter/bibit untuk pembuatan nata pada media fermentasi yang baru. Misal, sisa media fermentasi 500 mL, maka dapat dijadikan starter/bibit untuk 6 – 7 resep media fermentasi yang baru (1 L media fermentasi per formula resep). Dari tiap wadah fermentasi nata yang dibuat ibu-ibu KWT Tani Waras V ( Gambar 6a dan 6b ) dan ibu-ibu KWT Makmur ( Gambar 6c dan 6d ), baik yang menggunakan bahan kulit singkong (bagian dalam) dan juga bahan limbah lain (limbah buah-buahan, air leri, dan limbah cair mocaf dan limbah cair rengginang singkong
Gambar 6. Hasil panen nata de cassava dan nata dari bahan lainnya dari KWT Tani Waras V (a & b) dan KWT Makmur (c & d)
a
b
a b
c d
Gambar 7. Pengamatan tebal dan berat nata (a), pelepasan lapisan tipis paling bawah (b), pemotongan nata dan perendaman nata dalam air (c)
diperoleh hasil nata dengan ketebalan sekitar 1,5 – 3,5 cm, dan berat segar sekitar 200 – 400 g per wadah fermentasi ( Gambar 7a ). Nata hasil panen selanjutnya dipisahkan lapisan tipis paling bawah ( Gambar 7b ), dipotong dadu (Gambar 7c), dicuci dan direndam air (Gambar 7d).
Selanjutnya Ibu-ibu kedua KWT diberi arahan untuk melanjutkan proses pengolahan nata secara mandiri, yaitu untuk meneruskan proses perendaman nata selama kira-kira 3 hari, dengan perlakuan tiap hari air rendaman diganti untuk menghilangkan bau asamnya. Setelah bau asam hilang, nata direbus, rebusan pertama air rebusannya biasanya masih berasa masam, sehingga air rebusan dibuang. Pada rebusan selanjutnya dapat ditambahkan larutan gula dan esens sesuai selera. Pada tahap ini nata sudah dapat dikonsumsi. Nata yang sudah diolah tersebut dapat disimpan di kulkas atau
selanjutnya dikemas dalam beragam bentuk kemasan, seperti dalam kantong plastik atau dimasukkan dalam kemasan wadah gelas atau pot plastik seperti yang biasa ditemukan di pasaran. Nata yang disimpan dan/atau dikemas tersebut dalam bentuk direndam dalam larutan gula atau sirup. Nata yang diolah dengan baik dan secara higienis, dengan disiplin menjaga kebersihan dalam tiap tahap proses, tanpa menggunakan pengawet, dapat disimpan hingga 1 (satu) bulan dalam kulkas.
Ibu-ibu anggota KWT Tani Waras V Desa Jatisobo dan KWT Makmur Desa Jatimulyo pada saat kegiatan panen nata ini, selain dapat memanfaatkan sisa fermentasi untuk starter/bibit pembuatan nata selanjutnya juga diberi lagi starter/bibit nata yang baru, yang diarahkan untuk pengembangan ke pembuatan yang lebih banyak.
Gambar 8. Peragaan hasil kultur isolat dari kulit singkong untuk biostarter kompos di KWT Tani Waras V (a) dan di KWT Makmur (b)
a b c
a b
Gambar 9. Biostarter kompos (a) dan praktik aplikasi biostarter kompos pada tumpukan kompos jerami padi yang telah melewati fase termofilik (b)
Pada saat pemanenan nata ini, kepada ibu-ibu di 2 KWT ( Gambar 8a dan 8b ) diberikan penjelasan tentang proses pembuatan biostarter kompos dari kulit singkong dan ditunjukkan contoh isolat dekomposer dari kulit singkong dan sedang diperbanyak dalam kompos jerami padi di Laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Aplikasi biostarter kompos, rapat evaluasi dan rancangan keberlanjutan
Rapat evaluasi pelaksanaan kegiatan pengabdian dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober 2019 jam 09.30 – 12.00 WIB secara bersama dengan menggabung ibu-ibu KWT Tani Waras V dan ibu-ibu KWT Makmur berkumpul di rumah Ketua KWT Tani Waras V Desa Jatisobo. Pada rapat evaluasi ini hadir juga bapak-bapak Kelompok Tani (KT) perwakilan desa setempat, Pamong Desa, Petugas Penyuluh Pertanian Kecamatan Jatipuro, Staf dari Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Karanganyar.
Sebelum rapat evaluasi, kegiatan diawali dengan aplikasi biostarter kompos ( Gambar 9a ). ke dalam tumpukan kompos jerami padi yang sudah melewati fase termofilik. Tumpukan kompos jerami tersebut ( Gambar 9b ) sudah disiapkan ibu-ibu KWT dan bapak-bapak perwakilan KT 2 (dua) minggu sebelumnya. Hasil kompos jerami padi jika dipanen saat akhir middle stage atau awal curing stage (Cahyani at al ., 2002; 2003; 2004a; 2004b) akan menjadi biostarter kompos selanjutnya.
Setelah aplikasi biostarter kompos selesai, kegiatan dilanjutkan dengan rapat evaluasi dan rancangan keberlanjutan ( Gambar 10a dan 10b ). Pada kesempatan ini, dibuka diskusi seluas- luasnya untuk membahas hal-hal yang menjadi kendala atau kesulitan bagi ibu-ibu KWT Tani Waras V dan KWT Makmur tentang semua materi pemahaman maupun hal-hal praktis
dalam kegiatan yang sudah terlaksana. Terkait pembuatan nata de cassava , beberapa ibu-ibu kedua KWT menyatakan kesulitan menggunakan starter/bibit hasil sisa fermentasi karena tidak dapat disimpan lama. Mereka melaporkan bahwa setelah nata dipanen, sisa media fermentasi yang dibiarkan seminggu, teryata muncul jamur kontaminan.
Ibu-ibu KWT diberikan penjelasan bahwa setelah nata terbentuk dengan ketebalan optimal sekitar 2 – 3 cm, maka jika sisa media fermentasi masih cukup nutrisi dan pH masih berkisar 4 – 5 yang masih optimal bakteri nata yaitu Acetobacter xylinum (Mayasti & Nugroho, 2013), maka dimungkinkan sisa media fermentasi masih akan membentuk nata lagi, asal saat panen pertama dilakukan dengan higienis, menggunakan alat yang bersih, tidak ada sumber kontaminan yang masuk, dijaga semut atau serangga tidak masuk wadah. Alternatif lain, jika setelah panen pertama nutrisi menipis dan terjadi peningkatan pH sehingga kondisi tidak ideal bagi bakteri nata maka akan muncul mikroba lain yang mendominasi kondisi. Oleh karena itu, setelah panen sebaiknya sisa media dipindah sebagai starter/bibit ke media fermentasi yang baru supaya bakteri nata dapat berfungsi berkelanjutan.
Terkait dengan biostarter kompos, Ibu-ibu KWT dan bapak-bapak perwakilan KT ( Gambar 10) menyampaikan kesulitan untuk memperoleh jerami padi karena tidak semua mitra mempunyai sawah. Tentang hal ini, mitra diberi penjelasan bahwa pembuatan kompos tidak hanya terbatas untuk jerami padi, tetapi ada berbagai bahan organik yang potensial untuk digunakan, antara lain yang banyak dimiliki mitra adalah seresah sisa pekarangan, kotoran ayam, sisa dapur, sisa tanaman jagung, kacang tanah, sisa tanaman jahe, kunyit yang banyak ditanam mitra, bahkan sejenis gulma kirinyuh juga dapat digunakan sebagai bahan kompos (Panjaitan at al ., 2018).
a
Gambar 10. Rapat evaluasi dan rancangan keberlanjutan, dihadiri Staf dari Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kab. Karanganyar, Ibu-ibu KWT Tani Waras V, dan KWT Makmur (a) serta Perwakilan bapak-bapak KT (b)
Pada kesempatan itu juga diberikan perhitungan keuntungan ekonomis jika ibu-ibu KWT dapat mengembangkan produksi nata menjadi bentuk usaha. Prospeknya sangat menguntungkan, diestimasikan untuk modal awal pembuatan nata de cassava hanya memerlukan biaya sekitar Rp 2.500,- untuk pembelian gula pasir, cuka dapur dan tauge, sedangkan untuk starter dan wadah sudah memperoleh dari Tim Pengabdian secara gratis. Berdasar hasil praktik, diperhitungkan 1 resep media fermentasi (terdiri 1 L media dari kulit singkong bagian dalam, 100 g gula pasir, 50 mL cuka dapur 25%, dan 75mL starter nata) dapat menghasilkan 1 kg nata segar, yang jika diolah dengan ditambah larutan gula 50% dengan perbandingan nata dan larutan gula 1 :1, akan menjadi 2 kg nata dalam larutan gula yang mempunyai nilai jual sekitar Rp 30.000,-/kg. Sehingga dengan tambahan pengeluaran untuk pembelian 0,5 kg gula yaitu sekitar Rp 6000,- dapat diestimasikan nilai keuntungan sekitar Rp (2x30.000) – Rp (2.500+6.000) = Rp 51.500,- per resep media fermentasi. Selain dari kulit singkong, ibu-ibu dari kedua KWT tersebut juga dapat menggunakan bahan media fermentasi lain yang tersedia berlimpah dari limbah cair dan ampas pembuatan mocaf dan rengginang singkong, dan juga dari sisa limbah dapur keseharian lainnya yang juga telah diuji dan dibuktikan bersama bahwa dapat dijadikan media pembuatan nata.
Terkait dengan biostarter kompos dan tentang kompos, ibu-ibu KWT dan bapak-bapak perwakilan KT dimantapkan pemahamannya tentang pentingnya menjaga, mempertahankan, bahkan meningkatkan kemampuan lahan secara berkelanjutan dengan masukan organik yang sangat esensial bagi kesehatan dan produktivitas
lahan. Di akhir acara, tim pengabdian dan mitra sepakat untuk tetap menjalin komunikasi dan kerja sama untuk keberlanjutan usaha pertanian.
## KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan pengabdian di KWT Tani Waras V Desa Jatisobo dan KWT Makmur Desa Jatimulyo, Kecamatan Jatipuro dapat dikristalkan dari aspek keberhasilan TTG transformasi kulit singkong menjadi nata de cassava dan biostarter kompos, dan dari aspek respons dan keberhasilan ibu-ibu peserta kegiatan pengabdian dalam memahami dan mempraktikkan TTG tersebut. Kulit singkong sebagai limbah produksi mocaf dan rengginang singkong terbukti dapat dimanfaatkan menjadi 2 produk bermanfaat yaitu nata de cassava dan biostarter kompos. Pengolahan kulit singkong (lapisan dalam) menjadi nata de cassava diperlukan perlakuan khusus perbandingan berat bahan kulit singkong dengan volume bahan fermentasi dan perlakuan pengendapan. Proses pembuatan harus dilakukan secara higienis, disiplin menjaga kebersihan untuk mencegah kontaminasi. Limbah kulit singkong (lapisan dalam dan luar, bagian bonggol) juga potensial dijadikan sumber isolat dekomposer kompos yang mampu mempercepat proses dekomposisi dalam pembuatan kompos berkualitas, dan sekaligus sebagai sumber biostarter kompos selanjutnya. Ibu-ibu KWT Tani Waras V dan KWT Makmur sangat antusias, bersemangat, berpartisiasi aktif dan berkontribusi nyata, ditunjukkan dengan 90-95% anggota yang aktif mengikuti semua tahapan kegiatan pengabdian, sisanya karena sudah sepuh atau karena bekerja di luar desa. Semua tahapan pembuatan nata de
a b
cassava (100%) sudah dipraktikkan oleh ibu-ibu KWT, bahkan mereka mampu mengembangkan dengan berbagai variasi resep termasuk menggunakan bahan limbah lainnya dengan tingkat keberhasilan 90-95%. Ibu-ibu KWT dan dan perwakilan bapak-bapak KT diperdalam pemahaman tentang fungsi biostarter kompos dalam proses pengomposan, dan juga bertambah skill dalam perbanyakan biostarter kompos.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Universitas Sebelas Maret (UNS) yang mendukung pendanaan kegiatan Pengabdian ini melalui Hibah Pengabdian Skema Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Sumber Dana PNBP UNS Tahun Anggaran 2019 dengan nomor kontrak 517/UN27.21/PM/2019.
## DAFTAR PUSTAKA
Akanbi, W. B., Adebooye, C. O., Togun, A. O., Ogunrinde, J. O., & Adeyeye, S. A. (2007). Growth, herbage, and seed yield and quality of Telfairia occidentalis as influenced by cassava peel compost and mineral fertilizer. World Journal of Agricultural Sciences , 3 (4), 508–516.
Alfarisi, C. D., Yelmida, Zahrina, I., & Mutamima, A. (2021). Production of nata de cassava from tapioca starch wastewater using different natural sources of nitrogen.
Jurnal Ilmiah Pertanian , 17 (2), 93–100. https://doi.org/10.31849/jip.v17i2.6208
Anindyawati, T. (2010). Potensi selulase dalam mendegradasi lignoselulosa limbah pertanian untuk pupuk organik. Berita Selulosa , 45 (2), 70–77.
BPS Kabupaten Karanganyar. (2018). Ubi Kayu 2015-2017 .
http://karanganyarkab.bps.go.id/linkTabl eDinamis/view/id/8
Cahyani, V. R., & Kimura, M. (2009). Succession and phylogenetic composition of microbial communities responsible for the composting process of rice straw. In J. C. Pereira & J. L. Bolin (Eds.), Composting: Processing, Materials and Approaches (pp. 69–112). Nova Science Publishers.
Cahyani, V. R., Matsuya, K., Asakawa, S., &
Kimura, M. (2003). Succession and phylogenetic composition of bacterial communities responsible for the
composting process of rice straw estimated by PCR-DGGE analysis. Soil Science and Plant Nutrition , 49 (4), 619– 630. https://doi.org/10.1080/00380768.2003.1
0410052
Cahyani, V. R., Matsuya, K., Asakawa, S., & Kimura, M. (2004a). Succession and phylogenetic profile of eukaryotic communities in the composting process of rice straw estimated by PCR-DGGE analysis. Biology and Fertility of Soils , 40 ,
334–344. https://doi.org/10.1007/s00374- 004-0783-x
Cahyani, V. R., Matsuya, K., Asakawa, S., & Kimura, M. (2004b). Succession and phylogenetic profile of methanogenic archaeal communities during the composting process of rice straw estimated by pcr-dgge analysis. Soil Science and Plant Nutrition , 50 (4), 555– 563.
https://doi.org/10.1080/00380768.2004.1
0408512
Cahyani, V. R., Watanabe, A., Matsuya, K., Asakawa, S., & Kimura, M. (2002). Succession of microbiota estimated by phospholipid fatty acid analysis and changes in organic constituents during the composting process of rice straw. Soil Science and Plant Nutrition , 48 (5), 735–
743.
https://doi.org/10.1080/00380768.2002.1
0409264
Cardoso, A. P., Mirione, E., Ernesto, M., Massaza, F., Cliff, J., Rezaul Haque, M.,
& Bradbury, J. H. (2005). Processing of cassava roots to remove cyanogens. Journal of Food Composition and
Analysis , 18 (5), 451–460. https://doi.org/10.1016/j.jfca.2004.04.002
Mayasti, N. K. I., & Nugroho, D. A. (2013).
Pemanfaatan ampas basah tapioka sebagai media fermentasi dalam pembuatan nata de cassava. Pangan , 22 (4), 365–372.
Oboh, G. (2006). Nutrient enrichment of cassava peels using a mixed culture of
Saccharomyces cerevisae and Lactobacillus spp solid media
fermentation techniques. Electronic Journal of Biotechnology , 9 (1), 46–49.
Panjaitan, E., Manalu, C. J., & Damanik, S. P. (2018). Effect of mycorrhizae and kirinyu (Chromolaena odorata L.) compost on the production of red onion in ultisol soil. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science , 205 (1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/205/1/012017
Permatasari, A. S., Winaningsih, I., & Prasetiyo, J. A. (2019). Inovasi limbah cair singkong menjadi nata de cassava sebagai bisnis kuliner. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement) , 5 (3), 398–415.
https://doi.org/10.22146/jpkm.42397
Resimanuk, Y. H., Nizar, A., & Despita, R.
(2018). Pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi dendeng kulit singkong dengan penambahan berbagai sumber protein. Agriekstensia , 17 (1), 1–9.
Sandi, S. (2010). Kandungan serat kasar kulit bagian dalam singkong yang mendapat perlakuan bahan pengawet selama penyimpanan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia , 5 (2), 123–128. https://doi.org/10.31186/jspi.id.5.2.123- 128
|
415e1774-a313-44e8-ae81-cb2c1df7ae51 | http://journal.uny.ac.id/index.php/diksi/article/download/43914/16448 |
## NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM CERITA ANAK MINANGKABAU
Satya Gayatri, Ria Ariany, Ratni Prima Lita, dan Isramirawati Universitas Andalas, Padang, Indonesia. Email: [email protected]
Abstract
This article describes human values in oral stories for children from Minangkabau. This issue was raised because many traditional stories are neglected and underapprecia- ted. The stories analyzed were 30 stories by considering the message of the story. The oral story data was obtained by recording and transcribing. Analyzing the story is done by re- ading it many times so that the news is received. The study results found that the story’s message was to respect parents, especially mothers, the value of honesty was carried out under any conditions, to maintain a friendship in all forms of activity, and to restrain emo- tions in all actions.
Keywords: Humanitarian Values, Oral Stories, Minangkabau Children’s Stories, and Human- itarian Values.
## PENDAHULUAN
Awal abad ke-20, para intelektual dan pe- mimpin Indonesia banyak berasal dari Minangkabau sehingga membawa Indonesia lepas dari penjajahan (Chaniago, 2010). Mere- ka dari kalangan birokrat, alim ulama, pemikir, sastrawan, dan penulis yang muncul di bagian terdepan serta memainkan peranan berarti dalam proses pembentukan bangsa, pergerakan nasional, pergerakan Islam, serta penentu sastra dan budaya Indonesia (Hadler, 2010: 2). Karak- ter kepemimpinan itu datang dari latar belakang budaya yang didapatnya sejak kecil. Kehidupan waktu kecil merupakan modal bagi mereka menjadi pemimpin yang terkemuka. Keadaan itu membuktikan bahwa nilai-nilai tradisional Minangkabau seperti nasehat, nilai kebijaksa- naan, kearifan dalam bentuk ajaran membuat mereka berkepribadian yang kuat. Semua nilai- nilai dalam budaya Minangkabau itu dituang- kan dalam bentuk lisan melalui ungkapan
tradisional (Hasanuddin, 2006: 140), termasuk juga hukum, falsafah, dan peraturan-peraturan berbentuk lisan (Anwar, 1995). Waktu itu, tra- disi lisan merupakan alat berkomunikasi dan domain yang bisa dilihat dari berbagai ilmu (Wilson, 2014).
Tradisi lisan dalam masyarakat Minangka- bau telah diperkenalkan dan disampaikan sejak dari kecil, terutama terhadap anak laki-laki. Anak laki-laki jika sudah berumur 10 tahun tidak “diizinkan” lagi tidur di rumah gadang. Mereka menerima pelajaran, bergaul, dan beradaptasi dengan kehidupan di luar keluarga dan rumah gadang nya. Mereka akan bergabung dan tidur di surau bersama dengan laki-laki yang berasal dari kaum yang sama (Azra, 2003; Hadler, 2010). Di surau, mereka belajar persoalan agama seperti belajar sholat, mengaji, belajar persoalan adat, hidup bermasyarakat (Naim, 1985). Setelah anak-anak selesai belajar dan menjelang tidur mereka mendengarkan cerita-cerita (Hadler,
2010: 193). Cerita yang disampaikan dengan mendongeng atau kontak sosial menjalin ke- dekatan emosi dan rasa gembira (Jirata, 2013). Anak perempuan mendengarkan cerita dari nenek atau saudara ibu perempuan yang belum menikah. Semua orang ini tidur di rumah gadang yang sama. Dengan bercerita orang tua dan karib kerabat menyampaikan pendidikan dan pesan yang positif kepada anak-anaknya sebelum tidur (Gayatri, 2020). Tradisi lisan merupakan salah satu bentuk folklor yang juga digunakan untuk menyampai- kan nilai-nilai seperti di atas. Tradisi lisan sarat dengan pendidikan, maka bagi peneliti folklor di Amerika, tradisi bukan hanya kelompok ma- syarakat, tetapi juga meliputi norma, sistem ni- lai-nilai estetika dan budaya etnis, agama dan kepercayaan yang digunakan oleh rakyat se- tempat (Sukatman, 2009). Tradisi merupakan aktifitas kehidupan manusia yang berlangsung berulang-ulang. Tradisi dan pendidikan karak- ter dapat dilakukan melalui folklor biasanya le- wat folklor lisan (Endraswara, 2013; 7). Folklor lisan salah satunya adalah cerita anak. Namun, cerita lisan ini telah banyak tidak dikenal oleh anak-anak saat ini (Mursini, 2011).
Anak-anak yang telah mampu membaca bisa menikmati cerita lewat tulisan dan salah satu menyebabkan anak-anak jauh dari tradisi lisan. Akhirnya, tradisi bercerita mengalami pergeseran dari oral ke tulisan. Keadaan ini membuat mereka mengetahui cerita tidak lagi lewat lisan tetapi melalui bacaan (Sugihastuti, 2013: 6). Tradisi bercerita yang awalnya di- lakukan secara lisan mengalami perubahan seiring dengan ditemukannya mesin cetak. Tradisi lisan berangsur mengalami erosi dan akibatnya kontak sosial antara anak dengan orang tua atau sesama semakin hilang (Jirata, 2013, Sugihastuti, 2013: 7 dan 31).
Cerita lisan salah satu tradisi yang men- gandalkan performan lisan yang kuat, indah,
memiliki nilai artistik dan kemanusiaan yang tinggi (Ong. 2013: 19; Ahimsa-Putra, 2003). Selain sebagai alat penghibur, pengisi waktu senggang, serta penyalur perasaan bagi penu- tur dan pendengarnya, cerita lisan juga ber- fungsi cerminan sikap, pandangan dan angan- angan kelompok, alat pendidik bagi anak- anak, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan serta pemeliharaan norma ma- syarakat (Danadjaja, 1984; Fitrah, 2012). Cerita lisan berasal dari berbagai cerita rakyat atau mitos yang ada di masyarakat dan tidak dituliskan serta mengandung keindahan (Ahimsa-Putra, 2003: 78).
Selain nilai-nilai yang terdapat dalam cerita lisan, tradisi bercerita bagi seorang anak ternyata cukup efektif mengurangi perasaan stress dan gangguan tidurnya (Musfiroh, 2008). Bagi anak-anak di usia dini dengan cara mendongeng terjalin komunikasi yang efektif antara anak dengan pengasuhnya serta mampu menurunkan detak jantung anak terse- but. Mendongeng yang diberikan oleh penga- suh dapat meningkatkan komunikasi, konsen- trasi, dan media pengajaran yang efektif. Wa- laupun dongeng hanya diberikan dalam waktu lebih kurang 15 menit, namun hasilnya cukup efektif untuk perkembangan kognitif dan psikologi anak asuh (Khoiriyah, 2015).
Tradisi bercerita bagi anak-anak di Mi- nangkabau saat ini sudah hampir hilang. Banyak anak-anak tidak kenal lagi dengan ceri- ta tradisional yang ada di daerahnya. Jika mere- ka menikmati cerita dapat dengan cepat diaksesnya melalui media seperti televisi, film kartun, internet dan lain-lain. Kegiatan berceri- ta seperti ini dimulai sejak masuknya televisi ke daerah mereka (Bunanta, 1998: 28; Udasmoro, 2012: 2) sehingga interaksi sosial seperti antara orang tua dengan anak-anak semakin berku- rang (Tulius, 2013). Meskipun demikian, seki- tar dua puluh tahun yang lalu tepatnya sebelum
internet ditemukan maka tradisi bercerita masih hidup dalam masyarakat. Namun, sekarang in- ternet secara fundamental telah mengubah du- nia ke dalam kehidupan sehari-hari. Seharus- nya kemajuan ini dimanfaatkan seperti di be- berapa negara yang mendokumentasikan tradisi lisan secara profesional (Blank, 2009).
Cerita lisan anak di Minangkabau tidak banyak dikenal dan telah dituliskan juga min- im. Keadaan ini sudah berlangsung lama (Gayatri, 2010), seperti majalah untuk anak- anak yang terbit di awal tahun 1900-an juga tidak memuat cerita anak (Sunarti, 2013). Penelitian terhadap nilai-nilai dalam cerita anak telah banyak dilakukan sesuai dengan tu- juan dari cerita anak untuk menyampaikan ni- lai atau pendidikan kepada anak-anak. Zakaria (2013) mengungkapkan adanya nilai-nilai murni yang terdapat dalam cerita rakyat “Si Luncai” dari Malaysia. Nilai-nilai murni itu adalah nilai-nilai di kalangan anak-anak yang berkaitan dengan perlakuan baik, peradaban dan tata susila individu untuk berhubungan dengan sesama manusia, alam, dan Tuhan. Dalam cerita “Si Luncai” adanya nilai dan perwatakan pemimpin di Malaysia pada saat ini dan cerita ini mengandung pengajaran, pendidikan, dan dapat jadikan sindiran terha- dap kalangan politik pada waktu itu. Cerita anak-anak bisa juga dihadirkan dalam bentuk gambar seperti komik (Nurgiyantoro, 2010). Dengan membaca cerita anak berbentuk gambar akan memperlihatkan cara tokoh ber- interaksi, bernegosiasi dengan sesama tokoh atau dengan lingkungan sehingga bercerita akan terjalin rasa sosial. Kehidupan dan kebersamaan sosial pada anak-anak telah mulai dan dibentuk ketika mereka berusia 3-5 tahun. Pada usia 10- 12 tahun ini mulai timbul dan semakin tinggi tingkat kepeduliannya. Oleh sebab itu, pada umur ini anak-anak disugguhkan cerita yang menanamkan kepekaan sosial. Kepekaan sosial,
pertumbuhan rasa etis, dan religius bisa dilaku- kan melalui tingkah laku orang tua serta lewat tokoh-tokoh yang ada dalam cerita yang me- nyampaikan. Selanjutnya, nilai pendidikan dalam cerita bisa terlihat dalam bentuk eksplora- si dan penemuan, perkembangan bahasa, pengembangan nilai keindahan, penanaman wa- wasan multikultural, menanamkan kebiasaan membaca (Nurgiyantoro, 2010: 40-47). Melalui cerita dapat memberikan nilai yang positif bagi seorang anak dengan mengamati tingkah laku, sikap, dan pandangan yang dilakukan oleh tokoh (Nurgiyantoro, 1998; Fitrah, 2012).
## METODE PENELITIAN
Cerita diambil dari cerita lisan. Cerita li- san ditranskripsikan dan bagian cerita yang di- kutip diterjemahkan ke dalam Bahasa Indone- sia. Metode terjemahan menggunakan terje- mahan komunikatif ( communicative translati- on ) sesuai dengan konteks cerita bukan terje- mahan secara kata perkata supaya pembaca memahami konteks yang disampaikan (Harto- no, 2017). Data primer merupakan cerita yang menyampaikan nilai-nilai bersifat universal di masyarakat.
Menganalisis data dilakukan dengan membaca cerita secara berulang. Membaca se- perti ini untuk membedakan nilai-nilai yang dari cerita. Pesan itu dapat ditarik dengan me- nentukan tokoh, tindakan, sikap dan nasari yang disampaikan. Dari semua elemen yang ada dalam cerita tersebut dilakukan interpreta- si agar pesan yang disampaikan ditemukan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Hasil
Kajian sastra dapat dibedakan dua ben- tuk. Pertama , berasal dari tradisi lisan dan ke- mudian ditranskripsikan ke bentuk tertulis dan dicetak (Sarumpaet, 2010). Materinya diang- kat dari cerita tradisional yang beredar secara
lisan, seperti dongeng, legenda, hikayat, mi- tos, cerita binatang, dan cerita lainnya. Kedua , sastra anak yang sengaja ditulis, diciptakan untuk dikomsumsi anak-anak. Dari segi isi- nya, cerita ini sesuai dengan minat, intelektu- al, dan emosi anak-anak. Kedua bentuk karya sastra ini sesuai dengan hakikat sastra secara umum yang bertujuan dan berfungsi utile et dulce (Sikana, 2007, Musfiroh, 2008; Mursini,
2011). Dalam dunia pendidikan, sastra meru- pakan alat pengajaran yang kuat untuk mena- namkan karakter, membantu anak-anak me- nyerap, dan mengembangkan karakter yang kuat (Almerico, 2004).
Cerita dianalisis untuk anak-anak yang berusia 6-12 tahun (Sastriyani, 2006: 2). Kon- sep masa kanak-kanak bervariasi dari satu bu- daya dengan budaya lain. Dunia pendidikan di Amerika misalnya mendefinisikan anak seko- lah dari TK sampai kelas 12 (Tucker, 2008: 21). Cerita disampaikan kepada anak yang be- lum bisa membaca di bawah bimbingan dan arah orang tua. Namun, jika cerita itu ditulis maka penulisannya bisa saja dilaksanakan oleh orang dewasa. Cerita anak seperti ini me- rupakan karya yang khas dari dunia anak, di- baca untuk anak, dan dibimbing oleh orang tua (Sarumpaet, 2010: 2). Tokoh dalam cerita anak digambarkan secara simbolik dan mere- ka akan mudah mengidentifikasi tokoh mana yang baik dan buruk. Tokoh dalam cerita itu lazim menampilkan stereotip tertentu, gaya bahasanya bersifat sederhana dan tidak detil ceritanya, serta tidak membingungkan (Bu- nanta, 1998: 14-15). Demikian juga dengan tema dari tidak bervariasi, sangat dominan un- sur didaktiknya, serta bersifat monoton (Sastri- yani, 2006 :10).
Sastra anak bertumpu sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari (Fitriana, 2013). Oleh karena itu, sastra anak bermanfaat untuk 1) membantu membentuk pribadi dan moral
anak-anak, 2) menyalurkan kebutuhan imaji- nasi dan fantasi, 3) memacu kemampuan ver- bal, 4) merangsang minat menulis, 5) merang- sang minat baca, dan 6) membuka cakrawala pengetahuan anak (Musfiroh, 2008: 81- 100). Di waktu menceritakan atau membaca sebuah cerita misalnya, emosi anak sedang bergerak yang dipengaruhi oleh tema dan masalah ceri- ta. Anak-anak membutuhkan cerita karena memerlukan pengalaman bathin untuk mem- perkaya bathin dan emosinya. Melalui cerita anak-anak diharapkan memperoleh pengalam- an bathin dan segala kemungkinan untuk me- lengkapi psikologi mereka (Sugihastuti, 2013: 39-41).
## Pembahasan
Cerita lisan tidak mengutamakan fakta dan kebenaran tetapi yang dipentingkan supa- ya cerita dapat memberikan hiburan dan pen- gajaran (Sikana, 2007:17-18), walaupun ada cerita yang tidak mungkin terjadi sesuai den- gan pemikiran dan nalar manusia. Fakta cerita itu terjadi pada teks persuasif yaitu cerita den- gan tokoh binatang. Meskipun demikian, ceri- ta fabel merupakan cerita yang bersifat men- gajarkan sesuatu hal, menyakinkan, menim- bulkan humor, mengharukan, dan memberi- kan informasi untuk anak-anak (Sugihastuti, 2013: 25). Di samping itu, cerita anak mem- berikan prioritas kepada penerima, pembaca, atau pendengar yang disesuaikan dengan pe- mikiran anak-anak dan membuat mereka ter- hibur. Pendidikan karakter tidak hanya diajar- kan di sekolah, tetapi justru disampaikan pada anak-anak sedini mungkin waktu otak mereka masih ‘kosong’ (Ratna, 2014). Oleh sebab itu, cerita corak pendidikan layak diberikan pada anak-anak sebelum mereka berumur 8 tahun atau sekitar kelas dua sekolah dasar. Namun, cerita bukan hanya berfungsi sebagai hiburan tetapi juga bermanfaat bagi perkembangan
anak termasuk perkembangan holistik anak, emosional, moral, bahasa, dan sosial. Cerita dapat juga mengajarkan anak akan rasa cinta, benci, marah, sedih, gembira dll. Dari sebuah cerita lisan. anak-anak dapat mengembangkan kemampuannya bernarasi serta menumbuh- kan minat untuk membaca (Bunanta, 1998: 52; Sugihastuti, 2013).
Sebelum menjelaskan nilai, pesan, edu- kasi, dan persoalan positif dari cerita anak, ter- lebih dahulu ditampilkan judul-judul cerita anak Minangkabau yang telah peneliti kum- pulkan. Cerita yang telah dikumpulkan seban- yak 28 cerita. Judul cerita sama dengan judul yang disampaikan oleh informan. Pesan cerita dimuat di tabel ditampilkan secara garis besar dan analisis dilakukan di bawahnya.
Tabel 1 Cerita Anak Minangkabau dan Pesannya No Pesan yang Disam- paikan Nama Cerita 1 Anak harus santun kepada orang tua terutama terhadap ibu Si Buncik, Sapan Mandidiah, Bancah Birunguik, Batu Bangkai, Batu Balacan, Awang Tingkuluak, Aia Manggaloggak, Boncah Tangkuluak, Tobek si Ombie, Batu Manangih. 2. Kesetiakawanan di- tuntun walaupun da- lam kondisi yang terbatas Kawan Nan Setia, Tupai jo Limbek, Tu- pai jo Limbek. 3 Bertindak harus dip- ikirlan dan hati-hati Kucing Jo Paladang, 4 Kejujuran akan bera- khir dengan kebaha- giaan Anak Nan Jujur, dan Anak Mudo, Si Aik Dari Padang Panjang,
dan Limau Hanyuik,
5 Kesombongan tidak baik dalam kehidu- pan Rumah Raksasa, Kisah Boruak, dan Unggeh si Ninik, 6 Ketangkasan makhluk berbeda dan terbatas Kuciang Jo Harimau 7 Perhatikan nasihat orang tua jika mau selamat Dek Ndak Mandon- gaan Kecek Urang Tuo dan Harimau Jo Anaknyo 8 9 10 11 Pikiran kreatif diper- lukan dalam hidup Pituah yang tidak di- jaga baik bisa mem- bawa permusuhan Berteman hendaklah dicari sesuai dengan kondisi dari ma- sing-masing Orang Minangkabau hidup berbaur den- gan di luar budayan- ya Kania Makan Anti- mun dan Binatang
Kancia
Baa Ayam Sampai Kini Dek Mangakeh Pipik Jo Onggang Panyabab Urang Minangkabau Ma- makai Sistem Matri- lineal
Pesan yang disampaikan oleh cerita ada yang sama antara satu cerita dengan cerita la- in. Terjadinya persamaan pesan dalam cerita sesuai dengan tujuan dan fungsi dari cerita li- san yaitu menyampaikan nilai dan edukasi se- cara umum kepada masyarakat (Jirata, 2013). Persamaan dan perbedaan dalam mengemas pesan, nilai, atau edukasi dalam cerita menga- kibat terjadi variasi. Variasi itu bukan hanya pada cerita yang berbeda tetapi juga terjadi da- lam cerita yang sama. Variasi itu suatu yang logis terjadi pada tradisi lisan karena yang di- perhatikan dalam tradisi ini adalah nilai dan pesan utama (Eklund, 2017). Nilai dan pesan
utama cerita dipertahankan walaupun ada ba- gian cerita yang ditambah, dikurangi, diper- panjang, dipendekkan, atau sengaja dihilang- kan. Namun, cerita masih memperlihat adanya nilai dan pesan tersebut (Swenney, 1980, Lo- rd, 1991, Rubin, 1995).
Demikian juga dengan nilai-nilai kema- nusiaan dalam cerita anak tidak bervariasi, dominan unsur didaktik, dan bersifat monoton (Sastriyani, 2006: 10). Nilai-nilai kemanu- siaan yang sering muncul dan hampir muncul di berbagai daerah yaitu mengajak supaya menghormati orang tua. Nilai itu disampaikan lewat tokoh anak laki-laki dan maupun tokoh anak perempuan. Jika tokoh anak tidak meng- hormati ibu maka berakibat fatal bagi kelang- sungan hidup sang anak seperti menjadi batu, terbenam dalam lumpur, berubah menjadi benda mati atau makhluk lain yang tidak di- inginkan. Cerita seperti pesan di atas pada cerita anak di Minangkabau dominan ditemu- kan walaupun berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena daerah adat yang berlainan. Daerah adat di Minangkabau dibedakan atas 1) daerah darek yang disebut dengan luhak, 2) daerah rantau , dan 3) daerah pasisia (Benda- Beckmann, 1979, Naim, 1985, Azra, 2003). Semua daerah adat ini mempunyai cerita yang mengedukasi supaya anak bersikap sopan dan hormat kepada ibu. Ada 9 cerita dengan pesan yang sama yaitu dari cerita nomor 1 sampai nomor 10. Cerita itu adalah cerita Si Buncik, Sapan Mandidiah, Bancah Birunguik, Batu Bangkai, Batu Balacan, Awang Tingkuluak, Aia Manggaloggak, Boncah Tangkuluak, To- bek si Ombie, dan cerita Batu Manangih (Gay- atri, 2015 dan 2020).
Cerita lisan tidak hanya berfungsi sebagai alat penghibur, pengisi waktu senggang, dan penyalur perasaan penutur dan pendengarnya. Cerita lisan juga mencerminkan sikap, pan- dangan dan angan-angan kelompok, alat pen-
didik anak-anak, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan serta pemeliharaan nor- ma masyarakat (Danadjaja, 1984: Djamaris, 1993: Endraswara, 2013: Fachrudin, 1981: 1). Cerita anak Minangkabau salah satu bentuk folklor sama-sama memperlihatkan fungsi se- lain pendidikan juga mencerminkan sikap, atau mengesahkan pranata sosial, dan lain- lain.
Cerita anak yang telah dianalisis ini mem- berikan pesan dominan agar hormat kepada ibu yaitu sebanyak 10 cerita. Pesan ini mem- berikan pendidikan, terutama kepada anak, ibu, dan lingkungan untuk membentuk karak- ter seorang anak. Masyarakat Minangkabau berdasarkan garis keturunan matrilineal men- empatkan ibu sebagai tokoh sentral dalam rangka menanamkan karakter seorang anak. Jika edukasi yang diberikan ibu tidak benar maka kewenangan dan posisi dari sistem matrilineal untuk membesarkan, mengarah- kan, dan membimbing anaknya menjadi kan- das. Oleh sebab itu, cerita berfungsi juga un- tuk mengingatkan seorang ibu untuk mendidik anaknya. Ibu yang tidak baik dan tidak mampu memberikan pendidikan kepada anak mem- buat anak menjadi pribadi yang tidak disukai oleh lingkungan, keluarga, dan Allah. Salah satu kegagalan dari ibu adalah anak yang tidak bersikap baik kepada ibunya.
Cerita anak Minangkabau dengan tokoh binatang diantaranya, cerita Si Kancil dengan Tukang Kebun , Kacil dengan Harimau , An- jing dengan Kuncing dan lain-lain. Cerita den- gan tokoh binatang dianggap cerita yang pal- ing tua. Hal ini mengingat binatang dianggap makhluk yang sejak awal banyak bergaul den- gan manusia (Bunanta, 1998; Sarumpaet, 2010: 20). Melalui tokoh binatang untuk me- nyampaikan unsur didaktik dan moral serta diibaratkan bertingkah laku seperti manusia dan menyampaikan pesan kepada pendengar-
nya (Nurgiyantoro, 1998). Cerita dengan to- koh binatang termasuk kategori dongeng. Dongeng adalah cerita khusus tentang manu- sia dan binatang yang dianggap benar terjadi dengan bersifat hiburan walaupun ada men- gandung kebenaran dan pesan moral (Ahi- mya-Putra, 2003).
Dari kumpulan cerita itu ditemukan cerita tergolong fabel diantaranya 1) Tupai jo Lim- bek , 2) Kuciang jo Paladang , 3) Kuciang Jo Harimau , 4) Harimau Jo Anaknyo , 5) Kisah Boruak , 6) Kancia Makan Antimun , 7) Bina- tang Kancia , 8) Pipik Jo Onggang , dan 9) Unggeh si Ninik, 10) Kawan Nan Setia (Gay- atri, dkk, 2015). Cerita dengan tokoh binatang ini ada yang menyampaikan pesan dan nasi- hat, tetapi ada juga cerita tersebut bersifat hi- buran dan mengandung lelucon. Cerita yang menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan adalah cerita 1) Tupai jo Limbek , 2) Kuciang jo Pal- adang , 3) Kuciang Jo Harimau , dan 4) Hari- mau Jo Anaknyo , 5) Kawan Nan Setia , 6) Tu- pai Jo Limbek dan lain-lain.
Nilai kemanusiaan dari cerita dengan to- koh binatang dan tokoh manusia yaitu nilai kejujuran. Nilai kejujuran pada cerita ditemu- kan sebanyak 4 cerita walaupun ada juga pada cerita yang lain. Kejujuran merupak-
an inti dari pendidikan karakter yang sedang digalakkan oleh pemerintah. Kejujuran pon- dasi utama untuk bertahannya nilai-nilai ke- benaran karena jujur sangat identik dengan ke- benaran. Dalam ajaran agama Islam, kejujuran merupakan salah satu sifat dari Nabi Muha- mad (Amin, 2017). Kejujuran adalah salah satu karakter bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila maka dimasukkan ke dalam nilai moral dan dasar dari segala prilaku ter- puji lainnya. Karakter jujur sesuatu yang pent- ing agar dimiliki oleh semua generasi muda dan ke depan agar tercipta generasi berkuali- tas. Dengan adanya karakter kejujuran pada
generasi akan datang maka di dalam dirinya tidak akan mau merugikan orang lain. Cerita yang menyampaikan pesan keju- juran yaitu “cerita Anak Mudo , Limau Anyuik, Anan Nan Jujur, dan Si Aik Dari Padang Pan- jang . Kejujuran dari dua cerita yaitu cerita Anak Mudo dan Limau Anyuik sama-sama mengisahkan seorang pemuda mencari orang yang mempunyai buah yang telah dimakan- nya. Buah dimakan terlebih dahulu karena pemuda itu sangat haus. Buah tersebut tidak diketahui siapa yang mempunyai dan ditemu- kan hanyut di sungai. Oleh sebab itu, tanpa pikir panjang dimakan buah tersebut. Setelah buah habis dimakan, kemudian timbul pikiran pemilik buah yang telah dimakan. Buah telah habis tetapi belum minta izin kepada yang mempunyainya. Oleh sebab itu, pemuda beru- saha mencari orang yang mempunyai buah dengan menelusuri tepi sungai sampai dite- muinya batang buah yang telah dimakan. Batang buah itu tumbuh di sebuah rumah. Lalu dipanggilnya orang di dalam rumah dan diceritakan kejadian yang dilakukan. Pemuda itu minta restu supaya direlakan buah yang telah di- makannya. Orang yang mempunyai buah itu merelakan buah yang telah dimakan, tetapi harus mengawini anak perempuannya. Anak perem- puannya dinyatakan anak yang cacat, buta, tuli, serta tidak mempunyai tangan dan kaki.
Dengan berat hati sang pemuda menerima pinangan bapak yang mempunyai buah. Setelah pemuda menyatakan bersedia meneri- ma pinangan bapak itu, maka keluar seorang anak gadis cantik dan tidak ada tubuh yang ca- cat. Bapak itu mengibaratkan anaknya tidak mempunyai mata dan anggota tubuh karena tidak pernah melihat dan melakukan perbua- tan berdosa. Anak gadis itu juga berkepriba- dian baik dan sopan. Akhir cerita dikisahkan keluarga pemuda itu menjadi keluarga yang sejahtera.
Demikian juga pada cerita “ Anak Nan Ju- jur ” masih menekankan nilai kejujuran. Keju- juran dilakukan dalam segala aktifitas di- tekannkan dan harus ditanamkan sejak dari kecil. Cerita ini memperkuat pentingnya keju- juran walaupun sedang mengancam nyawa, tapi kejujuran terus dilakukan.
Cerita “ Anak Nan Jujur” mengkisahkan seorang anak berjalan di hutan seorang diri. Di hutan, dia bertemu dengan tiga orang penya- mun yang galak. Penyamun itu akan mengam- bil uangnya. Sebelumnya, penyamun menan- yakan apakah anak kecil itu mempunyai uang. Dengan jujur anak kecil itu menjawab, bahwa dia mempunyai uang yang diletakkan di bawah ketiaknya. Pernyataan itu diucapkan- nya sebanyak tiga kali dengan tidak merasa gemetar, walaupun kondisi jiwanya terancam yang sedang berada di tengah hutan. Kegent- ingan kondisi itu terlihat dari kutipan cerita di bawah ini.
Tibo lah inyo di dalam rimbo, baso- roboklah inyo jo 3 urang. “Hai anak mudo kama ang?”, kecek pan- yamun itu. Ndak dijawabnyo do. “Lai ado ang bapiti?, keceknyo panyamun iko baliak.
“Lai Pak, jawabnyo. “Dimaa ang lotak- an?”
“Di bawah katiak Pak,” jawab anak iko tadi.
Dek lah tigo kali dijawabnyo takah itu, tantu berang urang panyamun itu. “Maa ang latak-an di bawah katiak den?, kecek urang panyamun itu. “Iko piti di bawah katiak den ang,” ke- ceknyo baliak “Ondeh jujurnyo anak iko ndak tantu dek inyo ka mati do,” kecek salah surang pa- nyamun. Iko anak ketek baru lah pandai mangecek jujur.” (Gayatri, 2015: 65).
(Tibalah dia di dalam rimba, bertemulah dia dengan 3 orang. “Hai anak muda kemana kamu?”, kata pe- nyamun itu. Tidak dijawabnya. “Apa ka- mu punya uang?, tanya penyamun itu kembali.
“Ada Pak, jawabnya. “Dimana kamu le- takkan?”
“Di bawah ketiak Pak,” jawab anak itu tadi.
Karena sudah tiga kali dijawabnya seperti itu, tentu marah orang penyamun itu. “Mana kamu letakkan, di bawah ketiak saya?, kata orang penyamun itu. “Ini uang di bawah ketiak saya,” katanya kembali
“ Aduh jujurnya anak ini, tidak tahu dia akan mati,” kata salah seorang penyamun. Ini adalah anak kecil yang pandai berkata jujur.”)
Nilai kejujuran yang diperlihatkan pada cerita “ Si Aik dari Padang Panjang” meng- kisahkan anak laki-laki yang bernama si Aik. Anak ini bersifat jujur. Terbukti waktu dia menemukan dan mengembalikan anting kepu- nyaan dari anak kepala penjara. Anting di- dapatkan si Aik waktu dia mengambil sampah di rumah kepala penjara. Anak perempuan ke- pala penjara mengetahui antingnya hilang dan dia sangat sedih karena anting itu dibuat di Belanda.
Waktu si Aik menemukan anting dan memberikan kepada istri kepala penjara meskipun tidak ada orang melihat dia mene- mukan anting itu. Melihat kejujuran si Aik, maka keluarga kepala penjara menyuruh ti- dur di rumahnya. Selama ini si Aik tidur di penjara. Pada akhir cerita, si Aik dinikahkan dengan anak kepala penjara. Di bawah ini, dikutip bagian yang menceritakan kejujuran dari si Aik.
Malang tibo dek si Risani jatuah suban- gnyo. Subangnyo dari intan, dibuek di Balando. Manangih-nangihnyo dek ba- rangnyo hilang. Ndak baraa lamo kudian, pulang ayahnyo. Kecek ayahnyo, “ndak baa hilang do”. Bisuaknyo basuo ma.” “Tapi bueknyo kan ndak di siko do Yah, kan dibuek di Balando,” kecek si Rasani. Ndak baraa lamo, si Aik pai ka rumah urang Balando tu ndak maambiak sarok di rumah Risani. Kudian, dibaonyo ka Muaro. Inyo dek kamanyampak-an sarok ka Muaro, nampak dek inyo subang. Su- bang tu diambiaknyo, lalu pai inyo ka ru- mah si Risani. Dikecek-an disinan. “Ambo dapek subang Bu, ikonyo ah. Lai Ibu yang punyo iko?” Nan kecek Ibu Risani, “Iyo ambo nan pu- nyo maa.” Lalu diagiahanlah dek si Aik ka inyo (Gayatri, 2015: 32).
(Malang tiba oleh si Risani jatuh antin- gnya. Antingnya dari intan, dibuat di Be- landa. Menangis-nangis dia karena antin- gnya hilang. Tidak berapa lama kemudian, pulang ayahnya. Kata ayahnya, “tidak apa- apa hilang”. Besok akan ketemu kembali.” “Tapi antingnya tidak dibuat di sini. Ayah, anting ini dibuat di Belanda,” kata si Rasa- ni. Tidak berapa lama, si Aik pergi ke rumah orang Belanda itu hendak mengambil sam- pah di rumah Risani. Kemudian, dibawan- ya ke Muaro. Karena dia akan membuang sampah ke Muaro, tampak olehnya anting. Anting itu diambilnya, lalu pergi dia ke ru- mah si Risani. Dikatakan di situ. “Hamba dapat anting Bu, ini. Apa Ibu yang punya ini?”
Kata Ibu Risani, “Iya hamba yang punya.” Lalu dikasihkan oleh si Aik ke ibunya).
Cerita di atas menyampaikan pesan bahwa kejujuran sangat penting dan harus dijaga da- lam kondisi apapun. Setiap kejujuran yang di- lakukan memperoleh balasan kebahagiaan. Ketiga cerita di atas menyampaikan nilai kejujuran dan ketiga tokoh tersebut di akhir cerita mendapatkan kebahagiaan. Kebaha- giaan diperlihatkan dengan menemukan jodoh istri cantik, baik, sholehah, atau perempuan dari segi status sosial lebih baik dari tokoh. Pernikahan terjadi mirip pada cerita Bawang Merah dan Bawang Putih . Tokoh Bawang Pu- tih hidup miskin sehingga selalu direndahkan oleh Bawang Merah. Namun, berkat kerenda- han dan kesederhanaan sikap Bawang Putih maka dia dipinang oleh pangeran. Pernikahan yang di luar perkiraan semua orang (Bunanta, 1998).
Selain nilai kejujuran, nilai kesetiakawa- nan juga ditemui dalam cerita yang dianalisis. Kesetiakawanan itu diperlihatkan juga oleh tokoh binatang yaitu pada cerita Tupai jo Lim- bek dan cerita Kawan Nan Setia. Kedua cerita ini sama-sama mengisahkan 2 binatang bertu- buh kecil dengan tempat hidup yang berbeda. Tokoh cerita Tupai jo Limbek yaitu tupai yang hidup di pohon sedangkan limbek hidup di air. Limbek adalah sejenis ikan lele. Kedua bina- tang ini dikisahkan bersahabat. Ikatan sahabat ini saling membantu walaupun dalam kondisi anggota tubuh yang tidak memungkinkan. Suatu hari tupai sakit sampai matanya ti- dak bisa melihat. Waktu itu ikan lele bermim- pi. Dalam mimpinya dikatakan bahwa obat sakit mata tupai adalah telur ayam. Pergilah ikan lele mencari telur ayam dengan susah payah karena tidak mempunyai tangan. Den- gan keterbatasan fisik itu ikan lele tetap gigih berusaha membantu temannya. Akhirnya, ikan lele mendapatkan telur dan dilemparkannya ke tupai sehingga tupai sembuh dan bisa meli- hat kembali. Rentetan peristiwa yang sama
juga terjadi pada cerita Kawan Nan Setia. Per- bedaan hanya terjadi pada tokohnya yaitu macik (tikus) dengan ikan ruan (ikan gabus). Pesan yang disampaikan dari fabel ini adalah persahabat dan saling tolong-menolong dalam kondisi apapun. Keterbatasan fisik ti- dak menjadikan alasan untuk tidak menolong sahabat. Terbukti ikan lele yang tidak mempu- nyai tangan, tetapi tetap membantu sahabat- nya.
Berbeda kenyataannya pada cerita Ku- ciang jo Palandang , kesetiaan, dan kepatu- han dari kucing kepada tuannya justru diba- las dan menjadi petaka bagi dirinya. Cerita Kuciang jo Paladang mengisahkan kehidu- pan seorang petani yang mempunyai seorang anak bayi dan seekor kucing. Kuncing itu sangat setia dan patuh kepada tuannya. Suatu hari, petani pergi ke ladang bersama istrinya sehingga anaknya dititip dan dijaga oleh kuncing. Kuncing itu patuh dengan perintah tuannya dan selalu menjaga anaknya sampai kucing tidak mau tidur. Waktu itu, ular ma- suk ke dalam rumah dan akan menggigit bayi tuannya. Kuncing langsung menghalan- gi sehingga terjadi perkelahian antara kucing dengan ular. Akhirnya, ular mati dengan me- ninggalkan bekas darah di halaman rumah. Melihat halaman rumah berdarah-darah ma- ka petani yang baru datang dari kebun marah-marah. Petani menduga anaknya su- dah dimakan oleh kucing. Dia menggambil kayu, langsung dipukulnya kucing sehingga mati. Kemudian, petani masuk ke dalam rumahnya. Ternyata anaknya masih tidur dan terlihat ada ular yang berdarah. Waktu itu, timbul penyesalannya melihat kucing yang telah mati. Kuncing yang sangat setia dan patuh pada dirinya, tetapi telah mati di tan- gannya. Akhirnya, timbul penyesalan meli- hat kucing yang telah mati padahal sudah menjaga anaknya.
Dari cerita ini, dapat ditarik pelajaran dan pesan supaya tidak cepat menaruh curiga serta emosional melihat suatu kejadian. Selidiki dan amati terlebih dahulu agar tidak timbul penye- salan, seperti yang dilakukan oleh petani ke- pada kucing kesayangannya. Cerita ini mem- berikan nasehat supaya perbuatan dan tinda- kan harus dilakukan dengan cermat dan hati- hati.
Fungsi dari sastra lisan juga digunakan untuk mengkritik secara tidak langsung fenomena yang terjadi di masyarakat. Jika ti- dak mungkin menyampaikan sesuatu hal se- cara langsung maka disampaikan dengan cara sindiran melalui cerita (Finnegan, 1992: En- draswara, 2013). Banyak terjadi di masyarakat seseorang yang melakukan tindakan secara gegabah dan emosional. Mungkin saja cerita ini memberikan sindiran kepada manusia. Bi- natang seperti kucing bisa bersikap setia dan patuh pada tuannya. Justru manusia makhluk sempurna yang diberi perasaan dan pikiran malahan lebih beringas dari pada binatang. Terlihat ketidakmampuan manusia mengenda- likan emosinya. Jadi cerita ini mungkin juga merupakan kritikan yang bersifat sinisme ter- hadap manusia.
## KESIMPULAN
Artikel ini berusaha mengungkapkan ni- lai-nilai kemanusiaan yang ditemui dalam cerita anak Minangkabau meskipun cerita ini sudah jarang disampaikan kepada anak-anak. Padahal cerita anak mengandung pesan dan nilai-nilai yang masih relevan saat ini. Nilai yang ditemukan dari cerita ini bisa juga dis- ampaikan untuk anak-anak di luar Minangka- bau. Cerita anak sesuai dengan fungsinya leb- ih mengutamakan pendidikan demikian juga dengan cerita anak Minangkabau banyak memberikan pendidikan bersifat umum kepa- da anak-anak.
Nilai-nilai kemanusiaan yang ditemui dalam cerita anak Minangkabau adalah men- gajak anak bersikap hormat kepada orang ter- utama ibu, kejujuran harus dilakukan dalam segala kehidupan dan dilaksanakan, kese- tiakawanan harus diperlihatkan walaupun dalam kondisi yang sulit, dan manusia bertin- dak jangan gegabah karena dapat menghilang- kan rasionalitasnya. Jadi nilai yang ditemukan dalam cerita anak di Minangkabau disarankan juga disampaikan kepada anak-anak di luar Minangkabau karena nilai tersebut bersifat universal dan netral.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Artikel ini merupakan salah satu output dari hibah penelitian di Universitas Andalas. Oleh karena itu, tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian, serta staf Univer- sitas Andalas atas bantuan moril dan materil- nya dalam melaksanakan penelitian ini. Selan- jutnya, diucapkan terima kasih kepada semua informan dan pihak-pihak yang telah mem- bantu kelancaran penelitian ini semoga men- jadi amal ibadah bagi Bapal/ibu/ dan saudara. Aamiin.
## DAFTAR PUSTAKA
Ahimya-Putra, H. (2003). “Dari Antropologi Budaya ke Sastra, dan Sebaliknya”. Dalam Sastra Interdisipliner Menyand- ingkan Sastra dan Disiplin Ilmu Sosial, ed. Muh. Arif Rokhman, dkk. Yogyakar- ta: Qalam.
Almerico, G. (2004). “Building character through literacy with children’s litera- ture”. Dalam Research in Higher Educa- tion Journal Volume 26 Oktober, 2014, pp. 1-13. http://www.aabri.com/copy- right.html. Amin, M. (2017). “Peranan Guru dalam
Menanamkan Nilai Kejujuran Pada Lem- baga Pendidikan”. Tadbir Jurnal Studi Menajemen Pendidikan. Vol. 1 Nomor. 1.
Tahun 2017. Hal. 105- 124. Anwar, K. (1995). Beberapa Aspek Sosio-Kel- tural Masalah Bahasa. Yogyakarta. Gad- jah Mada University Press.
Apriliya S, H, dan Umul K (2020). “Pagi Sam- pai Malam Hari: Representasi Latar Waktu Dalam Cerita Anak Indonesia”.
Jurnal Diksi Vol. 28, No. 2, September 2020. Hal. 155-161 https://journal.uny. ac.id/index.php/diksi/article/view/33354. Diakses tanggal 11 Agus 2021.
Azra, A. (2003). Surau Pendidikan Islam Tra- disional dalam Transisi dan Modernisa- si . Terjemahan oleh Iding Rasyidin. Ja- karta. Logos Wacana Ilmu.
Ben-Amos, D. (1984). “The Seven Strands of Tradition: Varieties in Its Meaning in Amer- ican Folklore Studies”. Journal of Folklore
Research , Vol. 21, No. 2/3, Culture, Tradi- tion, Identity Conference, March 26-28, 1984 (May-Dec., 1984), pp. 97-131. https:// www.jstor.org/stable/3814548. Diakses pa- da 8 Desember 2018. Benda-Beckmann, F. (1979). Property in So- cial Continuity: Continuity and Change in the Maintenance of Property Relation- ships through Time in Minangkabau, West Sumatra . Leiden: The Hague - Mar- tinus Nijhoff
Benda-Beckmann, F. (2012). “Islamic Law in a Plural Context: lhe Struggle over Inher- itance Law in Colonial West Sumatra”.
Journal of The Economic and Social His- tory of the Orient (2012), pp. 771-793. Blank, J. (2009). “Folklore and the Internet:
Vernacular Expression in a Digital
World”. Western Folklore , Vol. 70, No. 3/4 (Summer/Fall 2011), pp. 376-377.
Blank, J. (2009). Folklore and The Internet: Vernacular Expression In a Digital World . Logan Utah: Utah State Universi-
ty Press.
Bunanta, M. (1998). Problematika Penulisan
Cerita Rakyat Untuk Anak di Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka. Chaniago, H. (2010). 101 Orang Minang di Pentas Sejarah . Padang:
Yayasan Citra Budaya Indonesia. Danadjaja, J. (1984). Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti Medika Pers Djamaris, E. (1993). Nilai Budaya Sastra Nu- santara: Nilai Budaya dalam Kaba Meget Manadin . Jakarta: Pusat Pembi- naan dan Pengembangan Bahasa. Eklund, E. (2017). “Memory and Enshrining Writing: Rethinking the Ethnocentrism Imbedded in Written vs. Oral Traditions”.
Jurnal Arizona Antropology No. 28, pp.
76-87. Endraswara, S. (2013). Pendidikan Karakter dalam Folklor Konsep, Bentuk, dan Mod- el. Yogyakarta: Pustaka Rumah Suluh. Finnegan, R. (1992). Oral Traditions and The Verbal Arts A Guide to R e s e a r c h Practices . London and New York. Routledge.
Fitrah, Y, (2012). “Pembelajaran Sastra Anak:
Materi Ajar Sederhana Menuju Pemben- tukan Budi Pekerti dan Akhlak Anak”, pp. 87-92. Artikel disampaikan pada Konferensi Internasional Kesusastraan XXII UNY-HISKI, 2012
Fitriana, I. (2013). “Penerjemahan Karya Sas- tra Anak”. Jurnal Diglossia Vol. 4 No. 2 Hal. 1-12. Diunduh pada tanggal 6 De- sember 2020 dari http://www.journal. unipdu.ac.id/index.php/diglosia/article/ view/286.
Gayatri, S. (2015). Kumpulan Cerita Anak Minangkabau. Sastra Minangkabau- Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Gayatri, S. (2020). “ Carito Anak Minangkabau Variasi Teks Dan Sistem Pewarisannya: Pendekatan Kelisanan”. Yogyakarta. Di- sertasi. Pascasarjana Universitas Gajah Mada. Gunawan, R. (2008). “Kearifan Lokal dalam Tradisi Lisan dan Karya Sastra”. Maka- lah Kongres Bahasa 28—31 Oktober 2008, Jakarta. Gwyndaf, R. (1993). “Folk Legends in Welsh
Oral Tradition: Principles of Research, Continuity And Function” Finscealta Agus Litriocht: Paipeir a cuireadh I lathair ag an Siompoisiam Nordach- Ceiltech/Legends and Fiction: Papers Presented at the Nordic-Celtic Legend Symposium (1992/1993), pp. 215-240 Diunduh pada tanggal 8 Desember 2019 02:06 UTC URL: https://www.jstor.org/ stable/20522408 Hadler, J. (2010). Sengketa Tiada Putus Ma- triarkat, Reformisme Islam, dan Kolonia- lisme di Minangkabau. Terjemahan oleh Samsudin Berlian. Jakarta: Freedom In- stitute.
Hartono, R. (2017). Pengantar Ilmu Mener- jemah (Teori Dan Praktek Penerjemah- an). Semarang: Green Vilage Hasanuddin, W.S, (2006). “Warisan Budaya
Tak Benda Ungkapan Tradisional Minangkabau: Kearifan Lokal Masyara- kat Tentang Tunjuk Ajar dan Nilai-Nilai Budaya”. Jurnal Humanus , Vol. XV No.
2. Oktober 2006, hal 131-141.
Jirata, T. (2013). “Children and Oral Tradition Among the Guji-Oromo in Southern Ethiopia”. Thesis for the degree of Phi- losophiae Doctor. Norwegian University
of Science and Technology Faculty of Social Sciences and Technology Man- agement Norwegian Centre for Child Re- search.
Kechik, T. (2013). “Cerita Rakyat Sebagai Pendidikan ke Arah Pembentukan Karak- ter Pemimpin Politik” Dalam Folklor
dan Folklife Dalam Kehidupan Dunia Modern Kesatuan dan Keberagaman.
(ed) Endraswara, dkk. Yogjakarta. Om- bak.
Khoiriyah, R. (2015). “Pemberian Relaksasi Melalui Dongeng Untuk Menurunkan Stress dan Gangguan Tidur Pada Anak Panti Asuhan”. Tesis Program Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Uni- versitas Gajah Mada. Lord, A. (1991). The Singer of Tales . Ithaca And London: Cornell University Press Mursini, (2011). Apresiasi & Pembelajaran Sastra Anak-Anak . Bandung: Citapusta- ka Media Perintis.
Musfiroh, T. (2008). Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Di- ni. Yogyakarta. Tiara Wacana.
Naim, M. (1985). Merantau Pola Migrasi
Suku Minangkabau . Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
Nurgiyantoro, B. (1998). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Univer- sity Press.
Nurgiyantoro, B. (2010). Sastra Anak Pen- gantar Pemahanan Dunia Anak . (Ce- takan ke-2). Yogjakarta: Gadjah Mada University Press.
Ong. W. (2013). Kelisanan dan Keberaksara- an . Terjemahan oleh Rika Iffati. Yogja- karta: Gading Publishing. Sarumpaet, R. (2010). Pedoman Penelitian
Sastra Anak . Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia.
Sastriyani, S. (2006). Kajian Sastra Anak Per- ancis . Yogyakarta: Bigraf Publishing. Sikana, M. (2007). Teras Sastera Melayu Tradisional . Singapura. Pustaka Karya. Sugihastuti, (2013). Tentang Cerita Anak . (Cetakan ke-3) Yogyakarta: Pustaka Pe- lajar.
Sukatman, (2009). Butir-Butir Tradisi Lisan
Indonesia Pengantar Teori dan Pembela- jarannya . Yogyakarta: LaksBang
PRESSindo.
Sunarti, S. (2013). Kelisanan dan Keberak- saraan dalam Surat Kabar Terbitan Awal di Minangkabau (1859 - 1940-an) . Jakar- ta: Gramedia.
Sweeney, A. (1980). Authors and Audiences in Traditional Malay Literature. Berkeley:
University of Colifornia Press.
Rahman, F. (2010). “Sastra Anak Dalam Per- simpangan” Jurnal Lensa Budaya Vol 5
No 1, April 2010, pp. 26-35. Ratna, N. (2014). Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya Dalam Pendidikan Karak- ter . Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rubin, D. (1995). Memory In Oral Traditions the Cognitive Psychology of Epic, Bal- lads, and Counting-Out Rhymes. New York: Oxford University Press
Tucker, E. (2008). Children’s Folklore: A Handbook. Westport, London: Green- wood Press.
Tulius, J. (2013). “Family Stories: Oral Tradi- tion, Memories of The Past, And Con- temporary Conflicts Over Land in Men- tawai-Indonesia”. Wacana, Journal of The Humanities of Indonesia . Wacana , Vol. 15 No. 1 (2013).
Udasmoro, W. (2012). Sastra Anak dan Pendi- dikan Karakter . Yogyakarta: Program
Studi Sastra Perancis Fak. Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada.
Wilson D, D. (2014). “A Study on Oral Tradi- tion as a Communication Tool”. Interna- tional Journal of Social Sciences. Vol- ume-2, Issue-3) June 2014 pp. 7-10. Di- unduh http://www.ijss.publicationsup- port.com/docs/paper/Volume-2/Issue_3/ IJSSV2I1-116.pdf Widyastuti, S. “Resensi Buku Menimbang
Sastra Anak”. Jurnal Diksi Vol. 13, No. 1 Hal. 104-105. Diunduh pada tanggal 12 Agus 2021. https://journal.uny.ac.id/in- dex.php/diksi/article/view/6447. WS, H. (2006). “Warisan Budaya Takbenda Ungkapan Tradisional Minangkabau: Kearifan Lokal Masyarakat tentang Tun- juk Ajar dan Nilai-Nilai Budaya”. dalam jurnal Humanus, Vol. XV No. 2. Oktober 2006. Hal 131-141. Printed ISSN 1410- 8062. Online ISSN 2928-3936 Padang:
FPBS Universitas Negeri Padang.
Zakaria, N., & Che R., (2013). “Cerita Rakyat sebagai Penerapan Nilai-Nilai Murni Da- lam Kalangan Kanak-Kanak”. Dalam Folklor dan Folklife Dalam Kehidupan Dunia Modern Kesatuan dan Keberaga- man, ed. Endraswara, dkk Yogyakarta. Ombak.
|
9095aaaa-35e2-42cd-8581-342bc2ab7abc | https://talenta.usu.ac.id/abdimas/article/download/8894/5690 | *Corresponding author at: Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Bengkulu, Indonesia E-mail address: [email protected]
Copyright © 2022 Published by Talenta Publisher, p-ISSN: 2549-4341; e-ISSN: 2549-418X Journal Homepage: https://abdimas.usu.ac.id or https://talenta.usu.ac.id/abdimas
## ABDIMAS TALENTA
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Vol. 7, No. 2, 2022 | 797 - 804
Training on Cultivation and Production of Manila Duck in a Venture Group of RT. 12, RW. 01 Sukamerindu Village, Bengkulu City
Nanang Sugianto 1 , Refrizon 2 , Muhammad Dani 3
1,2 [Program Studi Geofisika, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Bengkulu, Indonesia] 3 [Program Studi Ilmu Peternakan Fakulta Pertanian Universitas Bengkulu, Indonesia]
Abstract. The procurement of Day Old Duck of manila or better known as manila duck seeds is a major problem experienced by joint venture groups owned by RT residents. 12, RW. 01 Kelurahan Sukamerindu (partner) has just started operating and has a limited budget. The production of the partner's manila ducklings is carried out conventionally and is considered very slow and has only 50% hatching success. The use of an egg incubator (incubator egg machine) is considered to be an alternative solution for solving problems experienced by partners. However, the limited knowledge, skills, and experience of group members caused the alternative solution to be delayed. Therefore, the partners asked the service team to provide education, training, practice, and assistance in poultry farming and the application of egg incubators to optimize and accelerate the production of manila duck seeds. The method that will be applied is to provide learning, training, and mentoring with a theoretical and practical approach that includes the basics of poultry farming (Manila ducks), management and care of manila ducks (feed, housing and prevention and overcoming diseases in manila ducks), basics and use of egg incubator and simple egg incubator making. The pre-test and post-test results illustrate that partners have understood the technique of selecting eggs for the hatching process, operating and maintenance techniques for fully automatic egg incubators, and maintenance techniques ranging from DOD to adult manila ducks. The target audience is also equipped with techniques for maintaining ideal cage conditions, main feed, and alternative feed for manila ducks. The mentoring process by the service team continues to be carried out so that the optimization of manila duck production for this joint venture group can be achieved properly.
Keyword: DOD, Manila Ducks, Business Group, RT. 12, RW. 01 Sukamerindu
Abstrak. P engadaan DOD (Day Old Duck) itik manila manila merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh kelompok usaha bersama milik warga RT. 12, RW. 01 Kelurahan Sukamerindu (mitra). Produksi anak itik manila milik mitra dilakukan secara konvensional dan dinilai sangat lambat dan memliki keberhasilan tetas hanya 50%. Penggunaan mesin tetas telur (incubator egg machine) dinilai dapat menjadi solusi alternatif untuk pemecahan masalah yang dialami oleh mitra. Metode PPM yang diterapkan adalah memberikan pembelajaran, pelatihan serta pendampingan melalui pendekatan teori dan praktek yang meliputi dasar-dasar dalam budidaya peternakan unggas (itik manilia), manajemen pengelolaan dan perawatan itik manila (pakan, perkandangan dan pencegahan serta mengatasi penyakit pada itik manila), dasar-dasar dan penggunaan mesin penetas telur.
Hasil Pre-test dan post-test memberikan gambaran bahwa mitra telah memahami teknik pemilihan telur untuk proses penetasan, teknik operasi dan maintenance mesin tetas telur full otomatis, dan teknik perawatan mulai dari DOD hingga itik manila dewasa. Khalayak sasaran juga dibekali teknik menjaga kondisi kandang yang ideal, pakan utama, dan pakan alternatif untuk itik manila. Proses pendampingan oleh tim pengabdian terus dilakukan agar optimalisasi produksi itik manila bagi kelompok usaha bersama ini dapat tercapai dengan baik.
Kata Kunci: DOD, Itik Manila, Kelompok Usaha Bersama, RT. 12, RW. 01 Sukamerindu Received 2 June 2022 | Revised 12 August 2022 | Accepted 19 November 2022
## 1 Pendahuluan
Bersama warga (12 orang), ketua RT. 12, RW. 01 Sukamerindu membentuk dan memulai kelompok usaha bersama (selanjutnya disebut sebagai mitra) yang bergerak di bidang peternakan itik manila. Usaha bersama ini mulai beroperasi pada awal Februari 2021 dan hingga saat ini jumlah itik manila milik mitra saat ini adalah sebanyak 9 ekor yaitu 1 ekor jantan, 6 ekor betina dan 2 ekor anakan. Menurut mitra, pengadaan itik manila untuk dibudidaya tergolong sangat sulit terutama untuk kelompok yang baru saja beroperasi. Pengadaan bibit (anak) itik manila harus minimal 500 ekor yang dipesan dari Pulau Jawa karena belum tersedianya di pulau Sumatera dan dengan harga yang cukup tinggi. Berdasarkan data BPS (2021) pada Tabel 1, bila dibandingkan jumlah populasi dengan jumlah massa (kg) produksi telur itik dan itik manila, data ini memperjelas bahwa bibit (anak) itik dan itik manila diperoleh atau didatangkan dari luar propinsi Bengkulu. Anggaran biaya yang terbatas membuat tahapan pengadaan bibit itik manila pada mitra sempat terkendala dan masih menjadi persoalan yang masih sangat serius dalam budidaya peternakan itik manila. Walaupun demikian, alternatif yang telah diambil oleh mitra yaitu membeli itik manila kepada masyarakat yang ada di sekitar kota Bengkulu dengan jumlah seadanya. Itik manila dibeli berada pada usia remaja yang ditargetkan akan bertelur dan berkembangbiak dalam waktu yang tidak terlalu lama [1-2].
Pada awal pertengahan Maret 2021, 1 ekor betina itik manila bertelur 4 butir (Gambar 2a). Setelah dierami oleh induknya beberapa hari, dari 4 butir menetas 2 butir (Gambar 2b) yang saat ini sudah berusia 1 bulan (Gambar 1b lingkaran kuning) dan 2 butir lainnya tidak menetas. Meskipun proses perkembangbiakan mulai berjalan, bagi mitra kecepatan produksi anak itik manila untuk penambahan populasi masih sangat yang lambat dan 50% dari telur yang dierami induk masih tidak menetas. Berdasarkan kondisi ini, mitra meminta tim untuk melakukan pelatihan dan pendampingan dalam menerapkan mesin penetas telur itik manila sekaligus budidaya peternakan itik manila [3-4]. Harapan setelah pelatihan dan pendampingan ini, permasalahan mitra dapat berangsur diselesaikan. Penerapan teknologi egg incubator machine ini dapat juga diharapkan menjadi contoh bagi masyarakat setempat. Selain mudah diterapkan, hal ini juga ekonomis dan terjangkau serta tingkat keberhasilan mencapai 95% [5].
## 2 Metode Pelaksanaan
Melalui identifikasi permasalahan dan focus group discussion (FGD) bersama khalayak sasaran, solusi yang diambil dalam menyelesaikan permasalahan mitra adalah melaksanakan program pendidikan, pelatihan, dan pendampingan melalui pendekatan teori dan praktek. Tahapan yang dilakukan antara lain tahap pesiapan dan pelakasanan kegiatan [6]. Tahap persiapan meliputi (1) sosialisai jadwal kegiatan dan materi kegiatan di lokasi pengabdian, (2) Pengumpulan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan pengabdian yang terdiri dari penggandaan peralatan dan bahan, dan (3) Pembuatan Modul Pelatihan dengan materi meliputi teknologi mesin penetas telur otomatis, nutrisi makanan unggas, manajemen budidaya peternakan unggas, perkandangan hingga cara mengatasi permasalahan penyakit yang sering terjadi pada unggas (itik manila), operasi mesin penetas telur otomatis [7-8].
Tahapan pelaksanaan kegiatan terdiri dari pendidikan, pelatihan, praktek dan pendampingan mulai dari pengenalan (1) teknologi mesin penetas telur otomatis, (2) Pendidikan tentang nutrisi makanan unggas, (3) Pendidikan tentang manajemen budidaya peternakan unggas yang meliputi perkandangan hingga cara mengatasi permasalahan penyakit yang sering terjadi pada unggas (itik manila), (4) pelatihan dan pendampingan penggunaan egg incubator machine , dan (5) pelatihan dan pendampingan mengadopsi (merancang dan membuat) dan menerapkan mesin penetas telur otomatis sederhana [9-11]. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan di kediaman ketua RT. 12, RW. 01 Kelurahan Sukamerindu yaitu di Jalan Jawa 2, No. 10. RT. 12, RW. 01 Kelurahan Sukamerindu, Kecamatan Sungai Serut, Kota Bengkulu. Pelaksanaan kegiatan Pendidikan dan praktik dilakukan selama 2 kali pertemuan dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendampingan.
## 3 Hasil dan Pembahasan
Berbagai persiapan sebelum dilakukannya pelatihan diantaranya pembuatam modul pelatihan, pembuatan bahan presentasi dan pengadaaan mesin tetas telur full otomotis. Pembuatan modul pelatihan yang kemudian diberi nama modul singkat adalah buku panduan yang telah disiapkan oleh tim pengabdian untuk khalayak sasaran yang mengikuti kegiatan pelatihan. Modul seingkat ini diberi judul “Teknologi Incubator Egg Machine untuk produksi DO Itik Manila”. Modul singkat ini terdiri dari 20 halaman yang berisi tentang teknologi mesin penetas telur, jenis-jenis mesin penetas telur, Langkah-langkah pemilihan telur, perlakuan persiapan dan operasi mesin penetas telur otomatis dan cara pembuatan mesin tetas telur sederhana. Adapun halaman sampur buku modul singkat ditunjukkan pada Gambar 1a. Selanjutnya, selain buku modul singkat, persiapan pra pelatihan adalah menyiapkan bahan presentasi. Materi yang disampaikan pada sesi kelas ini adalah beternak itik manila dan implementasi mesin tetas (Gambar 1b), Mulai dari Teknik pengelolaan kandang, Teknik perawatan dan Teknik budidaya itik manila yang itensif. Materi presentasi memperdalam informasi yang terdapat pada buku modul singkat.
Gambar 1. Foto kenampakan (a) halaman sampul modul singkat pelatihan dan (b) screenshot halaman presentasi materi pelatihan.
Tahapan persiapan berikutnya adalah pengadaan mesin tetas telur full otomatis. Seperti Namanya, mesin penetas telur ini memiliki rak yang dapat bergerak secara otomatis dengan kontrol yang masih dapat dilakukan oleh pengguna. Mesin penetas telur ini berkapasitas 100 butir telur. Pemanas ruangan menggunakan lampu bohlam sebanyak 2 buah dan dilengkapi dengan thermostat untuk pengukur suhu ruangan. Pada bagian bawah rak disediakan wadah untuk air, hal ini dimaksud untuk menjaga kelembaban ruang penetas telur. Mesin ini juga disediakan mode setting untuk mengatur suhu yang akan digunakan untuk mengerami telur yang akan ditetaskan. Adapun kenampakan mesin penetas telur full otomatis untuk mitra ditunjukkan pada Gambar 2. Mesin penetas telur ini juga dilengkapi dengan buku petunjuk operasi mesin.
## Gambar 2. Mesin penetas telur jenis full otomotis
Berikutnya, tahapan Pendidikan dan pelatihan merupakan tahapan tatap muka antara tim pengabdi dengan khalayak sasaran. Tahapan Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan pada dua sesi, yaitu sesi kelas dan sesi lapangan. Namun, sebelum kegiatan Pendidikan dan pelatihan dimulai, dilakukan pembukaan kegiatan dan dilanjutkan dengan mengerjakan soal pre-test . Soal pre-test ini akan memberi gambaran tingkat pengetahuan khalayak sasaran terhadap budidaya itik manila dan mesin tetas telur otomatis. Soal pre-test terdiri dari 10 soal dan hasilnya ditunjukkan pada
Gambar 3. Hasil pre-test ini memberikan gambaran bahwa semua peserta mengetahui apa itu mesin tetas telur. 50 % dari khalayak sasaran belum pernah melihat mesin penetas telurnya meskipun mengetahui manfaat dari mesin penetas telur. Hasil ini diperkuat dengan 80% peserta tidak mengetahui komponen dan perangkat utama dalam sebuah mesin penetas telur dan 100% khalayak sasaran belum pernah menggunakannya, termasuk tahapan-tahapan dalam mengoperasikan mesin penetas telur. Minimnya pengetahuan warga terhadap mesin penetas telur, 80% khalayak sasaran tidak mengetahui cara atau teknik pemilihan hasil fertilisasi untuk ditetaskan. Selanjutnya khayalak sasaran juga ditemukan masih banyak yang belum mengetahui syarat lingkungan yang baik untuk DOD itik manila dan itik manila dewasa serta pemilihan indukan berkualitas untuk proses fertilisasi itik manila.
Gambar 3 . Grafik tingkat pengetahuan khalayak sasaran terhadap budidaya itik manila dan mesin penetas telur
Setelah melakukan pre-test terhadap khalayak sasaran, sesi pertama adalah sesi kelas atau pemaparan materi (Gambar 4a-b) dan dilanjutkan dengan sesi kedua yaitu sesi lapangan yang diisi dengan penjelasan materi di kendang itik manila skaligus mengevaluasi kondisi kendang yang dimiliki mitra saat ini (Gambr 4c-d). Kegiatan ini diikuti oleh 10 orang khalayak sasaran dan dibantu oleh 2 mahasiswa program studi fisika dan 2 mahasiswa program studi geofisika. Kegiatan pendidikan dan pelatihan dilaksanakan pada sabtu tanggal 25 September 2021. Pada tahapan ini tim pengabdian berdiskusi (tanya jawab) seputar budidaya unggas khususnya itik manila dan efesiensi peningkatan produksi DO itik manila. Selain perawatan yang cukup mudah, peluang usaha budidaya itik manila cukup besar untuk masuk ke pasar penjualan. Setelah sesi kelas berakhir, kemudian dilanjutkan dengan sesi lapangan. Hal pertama yang dilakukan pada sesi lapangan ada mendatangi kendang itik manila dan melakukan evaluasi secara bersama dengan acuan materi yang telah disampaikan pada sesi kelas. Sesi lapngan terakhir adalah praktik
pengoperasian mesin tetas telur. Sebelum kegiatan pelatihan selesai, maka kepada khalayak sasaran dilakukaan evaluasi pasca pelatihan melalui pemberikan kuisioner (post-test). Dari 8 soal post-test hasilnya ditunjukkan pada Gambar 5. Peningkatan pengetahuan signifikan terjadi pada khalayak sasaran. Tidak ada khalayak sasaran yang tidak mengetahui bagaimana budidaya, produksi DOD itik manila dan mesin penetas telur otomatis. Namun demikian, pendampingan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan khalayak sasaran dalam memanfaatkan teknologi mesin penetas telur untuk produk DO berbagai unggas
Gambar 4. Foto-foto prosesi tahapan pendidikan sesi kelas (a-b) dan sesi lapangan (c-f)
## Gambar 5 . Grafik hasil post test kepada khalayak sasaran
## 4 Kesimpulan
Program pengabdian kepada masyarakat berupa pelatihan penerapan incubator egg machine pada usaha mikro bersama RT. 12, RW. 01 Kelurahan Sukamerindu Kota Bengkulu signifikan telah meningkatan pengetahuan mitra untuk mengoptimalkan produksi bibit itik manila. Hasil post-test memberikan gambaran bahwa khalayak sasaran telah memahami Teknik pemilihan telur untuk proses penetasan, Teknik operasi dan maintenance mesin tetas telur full otomatis, dan Teknik perawatan mulai dari DOD hingga itik manila dewasa. Khalayak sasaran juga dibekali bagaimana menjaga kondisi kendang yang ideal, pakan utama, dan pakan alternatif untuk itik manila. Proses pendampingan oleh tim pengabdian terus dilakukan dengan harapan optimalisasi produksi itik manila bagi kelompok usaha bersama ini dapat tercapai dengan baik
## 5 Ucapan Terima Kasih
Program pengabdian kepada masyarakat ini dibiayai dari PNBP FMIPA Universitas Bengkulu melalui hibah pengabdian kepada masyarakat skema pembinaan tahun anggaran 2021
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Dewanti, R. 2007.Potensi nutrisi tepung azolla microphylla dalam memperbaiki performan itik manila ( Cairina moschata ). Sains Peternakan 5 (2): 12-17.
[2] Zainudhin, Z. 2017. Model kandang itik menurut umurnya. https://www.agrotani.com/model-kandang-itik-menurut-umurnya/. Diakses 23 Mei 2021.
[3] Bagau, B., F. R. Wolayan, M. Najoan, dan S. C. Rimbing. 2018. Pemberdayaan ekonomi melalui beternak itik pada kelompok sinar harapan desa ponto kecamatan wori minahasa utara. SEMNAS Persepsi III Manado: 547-553
[4] Wijayanti, E. S., & Setiawan, Y., (2015). Pemanfaatan Mesin Tetas Telur untuk Peningkatan Sektor Peternakan di Desa Lalang Kabupaten Belitung Timur. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 57-63.
[5] Dewi, R. P dan Arnadi, W. 2019. Peningkatan Produktivitas Peternak itik Melalui Penerapan Mesin Penetas Telur. Jurnal Pengbdian dan Pembedayaan Masyarajat. Vol. 2, No. 3. Pp: 193-196
[6] Mangasih, I., dan Sukamto, B., (2016). Pelatihan Budidaya Itik Secara Semi Intensif Dan Penetasan Telur Di Desa Kebakalan Banjarnegara. Jurnal Info, XVIII (1), 13- 28
[7] Witanto. Y, Kurniawan. A, dan Indriani. A. 2020. Pelatihan Pembuatan Mesin Penetas Telur Puyuh Otomatis Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kelurahan Sukarami Bengkulu. Dharma Raflesia: Jurnal Ilmiah Pengembangan dan Penerapan IPTEKS, 18(2), pp: 170-179
[8] Dewi, R. P, dan Kholik, M. 2019. Pembuatan Mesin Penetas Telur Untuk Meningkatkan Produktifitas Peternak Itik Di Desa Ngrajek. Civitas Ministerium, 3(1), pp:5-8
[9] I. Nurhadi and E. Puspita, “Rancang Bangun Mesin Penetas Telur Otomatis Berbasis Mikrokontroler ATMega8 Menggunakan Sensor SHT 11,” Students’ Creat. Eepis Final Proj. Compet., pp. 1–8, 2009.
[10] R. Hartono, M. Fathuddin, and A. Izzuddin, “Perancangan dan Pembuatan Alat Penetas Telur Otomatis Berbasis Arduino,” ENERGY, vol. 7, no. 1, pp. 30–37, 2017.
[11] E. Fadhila and H. H. Rachmat, “Pengendalian Suhu Berbasis Mikrokontroler Pada Ruang Penetas Telur,” J. Reka Elkomika, vol. 2, no. 4, pp. 275–284, 2014
|
3b7ff93b-8d46-4017-8f55-e04f54ed5e88 | https://journal.umg.ac.id/index.php/matriks/article/download/518/436 |
## PERENCANAAN PERAWATAN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE PADA UNIT NPK GRANULASI II DI PT PETROKIMIA GRESIK
Jazuli Mustofa PT. Petrokimia Gresik – Jawa Timur Email : [email protected]
## ABSTRAK
Untuk mencapai target produksi yang telah direncanakan maka harus didukung oleh keandalan peralatan yang tinggi. Untuk meningkatkan keandalan peralatan produksi maka harus didukung oleh tim pemeliharaan yang mampu melaksanakan perawatan dan perbaikan peralatan dengan efektif dan efisien. Dengan tingginya downtime unit produksi NPK Granulasi II berpotensi tidak tercapainya target produksi sehingga diperlukan suatu metode pemeliharaan yang dapat menurunkan downtime unit tersebut. Untuk menyelesaikan masalah tersebut digunakan metode reliability centered maintenance guna mengurangi downtime unit tidak terjadwal. Hasil penelitian menunjukkan peralatan kritis pada unit NPK Granulasi II adalah Recycle Drag Conveyor dan Recycle Bucket Elevator dengan total waktu perbaikan 17,36 hari atau setara dengan 416,64 jam.
Penyebab utama kegagalan komponen dan interval perawatan pada Recycle Drag Conveyor adalah Baut adjuster dengan interval perawatan 8 hari , motor dengan interval perawatan 47 hari , Cross bar dengan interval perawatan 8 hari , Bearing tail wheel dengan interval perawatan 14 hari , Rantai dengan interval perawatan 5 hari dan Body dengan interval perawatan 9 hari sedangkan Recycle Bucket Elevator adalah Pen rantai dengan interval perawatan 1 hari , Rantai dengan interval perawatan 4 hari dan Tail wheel dengan interval perawatan 16 hari.
Kata kunci : Perawatan, RCM, FMEA
## ABSTRACT
To achieve the planned production targets it must be supported by high equipment reliability. To improve the reliability of production equipment maintenance must be supported by a team that is able to carry out maintenance and repair of equipment effectively and efficiently. With high production unit downtime NPK Granulation II potentially not achieving the target production so we need a method that can reduce downtime maintenance of the unit.
To resolve the problem of reliability centered maintenance methods used to reduce unscheduled downtime of the unit. The results showed the critical equipment on NPK Granulation unit II is Recycle Drag Conveyor and Bucket Elevator with total repair time 17.36 days, equivalent to 416.64 hours.
The major cause of component failure and maintenance intervals on Recycle Drag Conveyor is the adjuster bolt with 8 day maintenance interval, the motor with a 47 day maintenance interval, cross bar with 8 day maintenance interval, Tail wheel bearings with a 14-day maintenance interval, Chain with 5-day maintenance interval and body maintenance at intervals of 9 days while the Recycle Bucket Elevators are Pen chain with intervals of 1 day maintenance, maintenance interval Chains with 4 days and Tail wheel with a 16- day maintenance interval.
Keyword : Maintenance, RCM, FMEA
## PENDAHULUAN
Kelancaran proses produksi dipengaruhi oleh beberapa hal seperti sumber daya manusia serta kondisi dari fasilitas produksi yang dimiliki, dalam hal ini mesin produksi dan peralatan pendukung lain.
Dengan adanya tuntutan meningkatnya kebutuhan fasilitas produksi, diperlukan proses perawatan yang baik. Oleh karena itu, kegiatan maintenance menjadi sangat penting guna menunjang keandalan suatu mesin karena mesin yang tidak terawat dengan baik akan mengurangi efisiensi produksi dan menghambat kinerja proses produksi secara keseluruhan.
Bagian NPK Granulasi II/III/IV memproduksi pupuk NPK Kebomas dengan kapasitas terpasang masing-masing 100.000 ton/tahun. Proses produksi di unit NPK Granulasi II adalah proses kontinyu sehingga jika satu peralatan mengalami kegagalan maka produksi harus berhenti. Untuk menjalankan proses kembali diperlukan waktu untuk start up sehingga sebisa mungkin unit dijaga agar tidak mengalami kegagalan. Operator produksi bekerja selama 24 jam yang dibagi menjadi 3 shift.
Kegiatan pemeliharaan di unit NPK Granulasi II yang dilakukan saat ini terjadwal selama 2 hari setiap bulan, namun pemeliharaan dilakukan hanya pada peralatan-peralatan yang mengalami kerusakan. Belum ada analisis untuk memperkirakan peralatan-peralatan yang kritis. Sehingga masih banyak breakdown unit diluar jadwal pemeliharaan yang tentu saja hal ini berdampak pada berhentinya proses produksi.
Diagram perbandingan downtime unit NPK Granulasi II Reliability Centered Maintenance (RCM) merupakan landasan dasar untuk perawatan fisik dan suatu teknik yang dipakai untuk mengembangkan perawatan pencegahan ( preventive maintenance ) yang terjadwal. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa keandalan dari peralatan dan struktur dari kinerja yang akan dicapai adalah fungsi dari perancangan dan kualitas pembentukan perawatan pencegahan yang efektif akan menjamin terlaksananya desain keandalan dari peralatan (Moubray, 1997).
## Tujuan
1. Mengidentifikasi peralatan kritis pada unit NPK II.
2. Mengidentifikasi penyebab kegagalan dan efek kegagalan.
3. Memberikan rekomendasi jenis tindakan / aktivitas perawatan ( maintenance task ) yang dilakukan pada setiap peralatan yang diteliti.
4. Menentukan interval waktu perawatan untuk peralatan kritis yang sering mengalami kerusakan.
## TINJAUAN PUSTAKA Perawatan
Sistem perawatan merupakan suatu metode yang digunakan dalam kegiatan untuk mengadakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, serta pengawasan dari mesin produksi dan mesin pendukung. Pengertian maintenance adalah suatu kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas, mesin dan peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi
Volume XV No.1, September 2014, p 35-41
doi: 10.30587/matrik.v15i1.xxx
yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan.
## Klasifikasi perawatan
## Keandalan
Keandalan ( reliability ) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi-kondisi pengoperasian yang telah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu.
Menurut Ebeling (1997), Laju kegagalan adalah banyaknya kegagalan per satuan waktu. Laju kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya kegagalan yang terjadi selama selang waktu tertentu dengan total waktu operasi dari suatu komponen, subsistem atau sistem.
## Laju Kegagalan
## Reliability Centered Maintenance
Reliability
Centered
Maintenance
merupakan sebuah proses teknik logika untuk menentukan tugas-tugas pemeliharaan yang akan menjamin sebuah perancangan sistem keandalan dengan kondisi pengoperasian yang spesifik pada sebuah lingkungan pengoperasian yang khusus. Penekanan terbesar pada Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah menyadari bahwa konsekuensi atau resiko dari kegagalan adalah jauh lebih penting dari pada karakteristik teknik itu sendiri. RCM dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang digunakan untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk
menjamin bahwa beberapa aset fisik dapat berjalan secara normal melakukan fungsi yang diinginkan penggunanya dalam konteks operasi sekarang ( present operating ) (Moubray, 1997).
Langkah-langkah penerapan RCM
## Interval Perawatan
Penentuan interval perawatan digunakan rumus :
CM = [( BiayaOperator + BiayaMekanik ) × MTTR ] + HargaKomponen
CF = [( BiayaOperator + BiayaMekanik + BiayaDowntime ) × MTTR ] +
HargaKomponen MTTF CM CF CM TM
Dimana : CM = Biaya karena perawatan CF = Biaya karena kerusakan TM = Interval perawatan optimal
MTTF = Waktu rata-rata antar kerusakan MTTR = Waktu rata-rata perbaikan
## METODOLOGI PENELITIAN
## HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Peralatan Kritis
Persyaratan peralatan yang masuk kedalam kategori peralatan kritis tersebut antara lain : a. Bila terjadi kerusakan menyebabkan terhentinya proses produksi akibat perbaikan.
b. Proses perbaikan memerlukan waktu yang paling lama.
c. Frekuensi kejadian terbanyak.
Dengan kriteria diatas dapat ditentukan bahwa peralatan yang dianggap kritis adalah Recycle Drag Conveyor (18M2109) dengan total waktu perbaikan selama periode Januari 2010 sampai dengan September 2013 adalah 210,96 jam dan Recycle Bucket Elevator (18M2110) dengan jumlah kejadian selama periode Januari 2010 sampai dengan September 2013 sebanyak 67
kali. Analisis
Penyebab dan Dampak dari Kegagalan Penyebab kegagalan peralatan dan dampak dari kegagalan peralatan tersebut dicari dengan menggunakan tabel FMEA. Rekomendasi Perawatan Rekomendasi tindakan perawatan didasarkan pada tabel RCM decision worksheet. Jenis tindakan yang direkomendasikan berdasarkan tabel tersebut ada tiga macam, yakni perawatan sesuai kondisi ( scheduled on- condition task ), perawatan sesuai jadwal ( scheduled restoration task ) dan penggantian komponen sesuai jadwal ( scheduled discard task ).
Untuk tindakan scheduled on-condition task dapat diterapkan pada komponen baut adjuster . Untuk tindakan scheduled restoration task dapat diterapkan pada komponen rantai drag conveyor , motor drag conveyor , body drag conveyor , rantai bucket elevator dan tail wheel bucket elevator . Sedangkan tindakan scheduled discard task dapat diterapkan pada komponen cross bar , bearing tail wheel drag conveyor dan pen rantai bucket elevator .
## Rekomendasi Jadwal Perawatan Komponen
Perhitungan Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Reppair (MTTR). Dengan menggunakan software Minitab 16 pada menu Stat > Reliability/Survival > Distribution Analysis (Right Censoring) > Parametric Distribution Analysis (lampiran 6) , nilai MTTF
dan MTTR dapat diperoleh sebagai berikut :
Nilai MTTF dan MTTR
Perhitungan interval perawatan menggunakan rumus :
MTTF CM
## CF
CM
TM
## Interval Perawatan Optimal
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Peralatan-peralatan kritis di NPK Granulasi II adalah peralatan utama pada Granulation Loop dengan prioritas tertinggi pada peralatan Recycle Drag Conveyor dan Recycle Bucket
Elevator .
Kedua peralatan tersebut menyebabkan downtime pada granulation loop sebesar 15,6% untuk Recycle Drag Conveyor dan 13,1% untuk Recycle Bucket Elevator dengan total waktu downtime selama periode Januari 2010 sampai dengan September 2013 selama 17,36 hari atau setara
dengan 416,64 jam.
2. Penyebab kegagalan utama pada peralatan Recycle Drag conveyor adalah :
a. Baut adjuster putus yang berakibat rantai tidak dapat berputar karena tidak ada penegang
b. Motor trip yang berakibat tidak ada tenaga untuk menjalankan drag conveyor
c. Cross bar lepas yang berakibat terjadi penumpukan material di dalam drag conveyor
d. Bearing tail wheel rusak yang berakibat rantai macet
e. Rantai kendor yang berakibat amper motor tinggi dan terjadi penumpukan material didalan drag conveyor
f. Body tidak tertutup rapat yang berakibat material tercecer keluar.
Sedangkan untuk peralata Recycle Bucket Elevator penyebab kegagalan yang utama adalah :
a. Pen rantai putus yang berakibat sambungan rantai lepas
b. Rantai kendor yang berakibat bucket bersinggungan dengan body bagian bawah c. Tail wheel macet yang berakibat rantai bergesekan dengan tail wheel sehingga tail wheel aus.
3. Tindakan perawatan untuk komponen baut adjuster adalah scheduled on-condition task , untuk komponen rantai drag conveyor, motor drag conveyor, body drag conveyor, rantai bucket elevator dan tail wheel bucket elevator adalah scheduled restoration task , komponen cross bar, bearing tail wheel drag conveyor dan pen rantai bucket elevator adalah scheduled discard task . 4. Interval perawatan untuk komponen motor drag conveyor mempunyai interval perawatan 1.120,92 jam atau sama dengan 47 hari, cross bar 201,88 jam atau 8 hari, rantai drag conveyor 114,61 jam atau 5 hari, bearing tail wheel drag conveyor 336,14 jam atau 14 hari, baut adjuster 198,84 jam atau 8 hari, body drag conveyor 221,09 jam atau 9 hari, pen rantai bucket elevator 9,04 jam atau dianggap 1 hari, rantai bucket elevator 91,2 jam atau 4 hari dan tail wheel bucket elevator 372,35 jam atau sama dengan 16 hari.
## DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dorothea Wahyu, 2004, Pengendalian Kualitas Statistik . Andi, Yogyakarta.
Assauri, Sofjan, 1999. Manajemen Produksi Dan Operasi Edisi Keempat. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Corder, Antony, 1992. Teknik Manajemen Pemeliharaan. Erlangga, Jakarta.
Ebelling, C.E. 1997. An introduction to Reliability and Maintainability Engineering . The Mc.Graw Hill Companier Inc, New York. Gaspersz, Vincent, 2002. Pedoman Implementasi Program SIX SIGMA . PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Handoko, Susilo, 2005. Analisa Keandalan Pada Boiler Untuk Menyusun Strategi Preventive Maintenance (Studi Kasus di Pusdiklat Migas Cepu). ITS, Surabaya.
Masruroh, Nisa, 2008. Perencanaan Kegiatan
Perawatan Pada Unit Produksi Butiran (Padat) Dengan Basic RCM (Reliability Centered Maintenance) Di PT Petrokimia Kayaku Gresik. UPN Veteran, Jawa Timur. Moubray, J. 1997. Reliability Centered Maintenance II . Industrial Press Inc,
New York,
Nowlan, F. Stanley & Heap, Howard F., 1978.
Relaibility Centered Maintenance .
Dolby Access Press, San Fransisco.
Purnomo, Cahyo dan Suparno, 2006. Perancangan Sistem Kebijakan Perawatan Berdasarkan Reliability Centered Maintenance II di PG. Meritjan-Kediri. ITS, Surabaya. Sachbudi Abbas Ras, 2005. Rekayasa Keandalan Produk. Universitas Indonusa Esa Unggul, Jakarta. Siswanto, Y. 2010. Perancangan Preventive Maintenance Berdasarkan Metode Reliability Centered Maintenance
(RCM) Pada PT. Sinar Sosro. Sumatera Utara, Medan.
Smith, A.M., & Hinchcliffe, G.R. 2004. RCM- Gateway to World Class Maintenance .
Elsevier Inc, United Kingdom.
|
70aed848-87ad-493b-8680-43ca8af72d8b | https://ojs.ustj.ac.id/dinamis/article/download/524/387 |
## ANALISIS RASIO CAMEL UNTUK MENENTUKAN KINERJA BANK PADA PT. BPD PAPUA
## Ahadi Rerung
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay Jayapura Email: [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui kondisi kesehatan PT. BPD Papua. Faktor-faktor yang digunakan dalam penentuan kondisi bank adalah rasio keuangan CAMEL sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia. Penelitian ini dilakukan di PT. BPD Papua. Data yang digunakan adalah laporan keuangan PT. BPD Papua selama lima tahun dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Proses analisis rasio dilakukan dengan menghitung rasio keuangan CAMEL yang terdiri dari CAR, BDR, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR untuk mengetahui kondisi kesehatan PT. BPD Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, rasio Pemenuhan PPAP, dan rasio ROA lebih besar dari rasio minimal kriteria bank sehat. Sedang BDR, rasio BOPO, dan LDR lebih kecil dari rasio maksimal kriteria bank sehat. Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan aspek Capital, Asset Quality, Earning , dan Liquidity Bank Papua dalam kategori bank sehat. Sedangkan tingkat kesehatan PT. BPD Papua pada aspek manajemen yang diproksi dengan rasio NPM, menujukan bahwa rasio NPM lebih kecil dari rasio minimal kriteria bank sehat. Sehingga berdasarkan rasio NPM, PT. BPD Papua dikategorikan bank tidak sehat (NPM < 51,0%). Berdasarkan tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum yang mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL, diketahui bahwa PT. BPD Papua pada tahun 2009 – 2013 berada pada predikat cukup sehat atau berada pada kondisi tidak bermasalah.
Kata kunci : rasio keuangan CAMEL, Kesehatan Bank
## I. PENDAHULUAN
Setiap bank mempunyai tugas dan fungsi yang harus dikerjakan agar bisa meningkatkan kinerja bank dalam melayani nasabah untuk memperoleh laba secara maksimal. Dalam dunia kerja perbankan belum tentu berjalan dengan baik. Bank seringkali mendapat kendala atau risiko yang disebut manajemen risiko. Ada beberapa risiko yang dialami bank antara lain: risiko kredit, risiko suku bunga ( Interest Rate Risk ) , risiko likuiditas, dan risiko manajemen
Risiko yang dialami bank ini bisa mempengaruhi kinerja suatu bank. Hal itu dapat menunjukkan bahwa bank tersebut tidak sehat dan bank bisa mengalami kebangkrutan. Kebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh BI pada dasarnya ditunjukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan pada sistem induvidu maupun perbankan secara menyeluruh. Kesehatan bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus terhadap
bank. Selain itu kesehatan bank juga menjadi hal yang penting bagi pihak-pihak yang terkait seperti: pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa bank.
Akibat dari permasalahan yang kompleks pada usaha perbankan apalagi bila ditambah dengan adanya krisis moneter dan ekonomi (seperti yang terjadi pada tahun 1997), maka banyak bermunculan bank-bank yang mengalami kesulitan keuangan. Bahkan sebagai langkah terakhir pemerintah akan mengambil proses likuidasi berdasarkan keputusan Menkeu No. 524-593/KMK/017/ 1997 tanggal 1 Desember 1997. Langkah ini diambil dengan pertimbangan bahwa kesulitan keuangan bank tersebut tidak saja dapat membahayakan kelangsungan hidup usahanya tetapi dapat menimbulkan systematic risk terhadap usaha perbankan.
Dampak negatif dari banyaknya bank-bank bermasalah dan kepailitan sangat terasa oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap dunia perbankan. Dengan banyaknya bank bermasalah dan kepailitan akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga masyarakat memiliki
keengganan untuk menyimpan uangnya di bank dan melarikan dana ke luar negeri ( capital flight ). Hal ini menyebabkan kurangnya dana di bank dan fungsi bank sebagai intermediasi tidak berjalan dengan baik yang merugikan pihak investor dan kreditor.
Di lain pihak, banyak perusahaan yang membutuhkan dana (pinjaman) untuk operasional perusahaan atau perluasan perusahaan. Dana tersebut pada umumnya bisa diperoleh dari bank, sedangkan bank kekurangan dana sehingga kebutuhan dana tidak dapat dipenuhi. Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mengakibatkan perusahaan-perusahaan tersebut terancam kesulitan keuangan yang lama kelamaan akan mengakibatkan kepailitan. Akhirnya hal ini akan berdampak kepada perekonomian yang semakin terpuruk.
Penilaian kesehatan bank perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Bank yang sehat mempunyai tingkat efisiens yang tinggi, operasional bank tidak boros, dan tidak mempunyai risiko keuangan yang tinggi, kuat dalam permodalannya, tidak sedang mengalami masalah likuidasi, dan tumbuh dengan baik (Payamta, 2008). Sebagian besar aktiva bank merupakan aktiva produktif, jika kondisi tersebut terpenuhi, maka pada umumnya bank dapat tumbuh dengan baik. Aktiva bank tumbuh, permodalannya juga tumbuh, kemampuan menyalurkan kredit semakin besar.
Bank-bank yang secara teknis mengalami masalah harus secara dini diketahui oleh pihak- pihak yang berkepentingan sehingga bisa sesegera mungkin diambil suatu keputusan terbaik untuk penanganannya. Salah satu penyebab kepailitan adalah kesulitan keuangan yang secara terus-menerus dan tidak segera diantisipasi.
BPD didirikan untuk menopang target dalam membangun daerahnya, mengumpulkan informasi dari sisi keuangan, dan menyalurkan kredit. Ada tiga tantangan yang harus dilakukan BPD, yaitu meningkatkan komprehensif untuk memperbaiki kualitas pelayanan, mengubah strategi bisnis agar lebih produktif, efisien, dan optimal bagi perekonomian daerah, serta memperbaiki infrastruktur agar dapat mendukung inovasi produk BPD ke depan.
Bank Indonesia (BI) mendorong penguatan daya saing dan kelembagaan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Bank semacam ini dianggap mampu memperkuat perekonomian daerah dan berfungsi sebagai agen pembangunan setempat, karena BPD memiliki potensi yang besar dan layak
dikembangkan.
Bank Indonesia (BI) mengungkapkan terdapat tujuh
keberhasilan yang harus digapai oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk meningkatkan pertumbuhan di daerah- daerah. Tujuh keberhasilan yang harus digapai adalah modal minimum Rp 1 triliun, penyaluran kredit minimal 20%, memiliki LDR 78% – 100%, memiliki DPK (dana pihak ketiga) di luar dana Pemda 70 %, dapat meningkatkan linkage program ke BPR dan LKM, menjadi bank pengayom dan menjadi champion (juara) produk TabunganKu di daerah . Menurut hasil pemeriksaan BPK RI (Metrotvnews.com
dan PedomanNEWS.com, 2011) menunjukkan bahwa peran BPD dalam pengembangan ekonomi daerah belum optimal, fungsi intermediasi belum optimal, pemberian kredit belum memperhatikan prinsip kehati-hatian, penyelesaian kredit macet dan kredit bermasalah belum optimal, pemberian kredit kepada pemerintah daerah belum sesuai ketentuan, masih terdapat penetapan jasa produksi/tentiem tidak berdasarkan laba bersih sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar, dan temuan signifikan lainnya. Fakta juga menunjukkan bahwa kinerja keuangan hampir seluruh BPD masih lemah, dimana ketergantungan dana Pemerintah Daerah sangat kuat yang notabene merupakan giro yang sangat likuid. Artinya, apabila terdapat penarikan yang besar oleh pemerintah daerah, maka BPD menjadi ilikuid atau tidak mempunyai sisa dana yang cukup untuk menjalankan fungsinya. Sedang sisi giro sebagai dana pihak ketiga di BPD mencapai rata-rata 55% – 90% dari simpanan pihak ketiga, bandingkan dengan tabungan yang hanya 20% – 35% dari simpanan pihak ketiga atau deposito antara 10% – 20% dari simpanan pihak ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa BPD masih disusui oleh induknya, sangat ironis apabila dibandingkan dengan kinerja beberapa BPD yang digembar-gemborkan memperoleh predikat sangat baik oleh salah satu majalah Perbankan Nasional.
Menurut UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Menurut Kuncoro (2002: 68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang. Menurut G. M. Verryn Stuart (2005: 33), bank adalah suatu badan usaha yang bertujuan untuk memberi kredit, dengan baik uang sendiri maupun uang yang dipinjam dari orang lain, dan mengedarkan alat penukar berupa uang kertas dan uang giral. Sedangkan Kasmir (2010:11) mengatakan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainnya. Kondisi kesehatan bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepentingan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko.
Status usaha perbankan dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu kategori bank bermasalah dan bank tidak bermasalah. Kategori bank bermasalah adalah bank yang memperoleh peringkat kesehatan dinyatakan bank “kurang sehat” dan “tidak sehat”, sedangkan bank tidak bermasalah adalah bank yang memperoleh
tingkat
kesehatan dinyatakan bank “cukup sehat” dan “sehat”. Klasifikasi peringkat kesehatan bank dihitung berdasarkan ketetapan Bank Indonesia yaitu dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
## Tabel 1. Predikat Tingkat Kesehatan Bank
No. Predikat Nilai Kredit CAMEL 1 Sehat 80 – 100 2 Cukup sehat 66 – < 81 3 Kurang sehat 51 – < 66 4 Tidak sehat 0 – < 51
Sumber; Dendawijaya, 2005
Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 (Dendawijaya, 2001). Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank umum mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL ( Capital, Assets, Management,
Earnings, dan Liquidity ).
Penelitian terdahulu mengenai kategori kesehatan bank dengan menggunakan CAMEL dilakukan oleh Whalen dan Thomson (1988) yang menguji manfaat rasio CAMEL bank di lingkungan Federal Reserve Bank of Cleveland berdasarkan pengujian dengan data rasio
keuangan. Rentang peringkat bergerak antara 1 (risiko terendah) dan 5 (risiko tertinggi). Mereka menentukan model relative sederhana dengan menggunakan beberapa variable yang diturunkan dari data keuangan publikasi untuk menjelaskan peringkat CAMEL bank. Riset ini menemukan bahwa rasio keuangan CAMEL cukup akurat untuk menyusun rating bank dengan keakuratan sebesar 82% sampai 90%.
Penelitian lainnya adalah Abdul Mongid (2000) yang menggunakan model logit dan analisis unvariat untuk membangun model prediksi kegagalan bank di Indonesia. Variable independent yang digunakan mengacu pada klasifikasi rasio-rasio CAMEL. Data akuntansi dari 87 sampel bank tahun 1996 digunakan untuk memprediksi tahun 1997 hingga 1998. Hasil penelitiannya yaitu secara keseluruhan, probabilitas kebangkrutan bank dapat diprediksi berdasarkan rasio-rasio CAMEL. Rasio-rasio yang signifikan yang menjelaskan kegagalan bank adalah loan to deposit ratio (LDR), interest cost ratio (ICR) dan loans loss to reserve to gross loans.
Berdasarkan fenomena ini diperoleh gambaran mengenai tingkat kesehatan perbankan. Sehingga diperlukan suatu penelitian untuk melihat tingkat kesehatan bank pada PT. BPD Papua melalui rasio keuangan CAMEL.
## II. METODE PENELITIAN
A. Bahan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan PT. BPD Papua. Hasilnya nanti diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi usaha perbankan di masa mendatang.
Alat analisis yang digunakan adalah analisis fundamental. Kinerja bank dinilai berdasarkan informasi laporan keuangan yang sudah dipublikasikan. Angka-angka laporan keuangan dianalisis dengan cara menghitung rasio-rasio keuangan. Jenis data yang diperlukan dan dikumpulkan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh melalui laporan keuangan PT. BPD Papua. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah PT. BPD Papua dan yang dijadikan objek penelitian adalah penilaian kesehatan bank berdasarkan rasio keuangan CAMEL yang berasal dari laporan keuangan PT. BPD Papua per 31 Desember periode 2009 – 2013. Penilaian kesehatan bank dihitung langsung oleh penulis berdasarkan tata cara penilaian kesehatan
perbankan SK Direksi Bank Indonesia
No.30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997. Selain itu, karena keterbatasan data yang diperoleh dalam penilaian kesehatan bank (rasio keuangan CAMEL), maka peneliti hanya menghitung penilaian kesehatan bank secara kuantitatif yang terdapat dalam laporan keuangan bank. Sehingga dalam penelitian ini, penilaian unsur manajemen yang bersifat kualitatif tetap dihitung tetapi menggunakan data kuantitatif (Taswan, 2006).
## B. Methodology
Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank umum mencakup penilaian:
1. Capital (Permodalan), besaran modal bank ditentukan oleh persentase minimum terhadap jumlah nilai aktiva bank tersebut, sesuai dengan risiko yang melekat pada masing-masing unsurnya. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) di atas 8%, sehingga semakin tinggi
CAR
mengindikasikan semakin baik tingkat kesehatan bank.
CAR dihitung dengan rumus:
ܥܣܴ = Modal Sendiri
ܣܶܯܴ × 100%
2. Asset Quality (Kualitas Aset), kualitas aset digunakan untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank, yang didasarkan pada dua rasio yaitu :
a) Bad Debt Ratio (BDR) yaitu perbandingan antara Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) terhadap Aktiva Produktif (AP). Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki Bad Debt Ratio (BDR) maksimal 10,35%. Semakin tinggi BDR memperlihatkan kondisi kesehatan bank semakin buruk..
ܤܦܴ =
## APYD
Aktiva Produktif × 100%
b) Pemenuhan penyisihan penghapusan aktiva produktif yaitu rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk oleh bank terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk oleh bank. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki rasio PPPAP di atas 81%, sehingga semakin tinggi rasio PPPAP mengindikasikan semakin baik tingkat kesehatan bank.
PPPAP = ୷ୟ୬ ୲ୣ୪ୟ୦ ୢ୧ୠୣ୬୲୳୩
୷ୟ୬ ୵ୟ୨୧ୠ ୢ୧ୠୣ୬୲୳୩ × 100 %
3. Management (Managemen), dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen aktiva,
manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Karena penelitian ini bersifat kuantitatif maka aspek manajemen dinilai dengan menggunakan rasio Net Profit Margin (Taswan, 2006). NPM digunakan karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha. Semakin besar rasio NPM mengindikasikan tingkat kesehatan bank semakin bagus.
NPM = ܰ݁ݐ ܫ݊ܿ݉݁ ܱ݁ݎܽݐ݅݊݃ ݅݊ܿ݉݁ × 100% 4. Earning (Rentabilitas), merupakan kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan, didasarkan pada dua rasio yaitu:
a) Return on Asset (ROA) yaitu rasio laba sebelum pajak terhadap total aktiva. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki rasio ROA di atas 1,22%. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi tidak sehat semakin kecil.
ROA = ܮܾܽܽ ݏܾ݈݁݁ݑ݉ ݆ܲܽܽ݇ ܶݐ݈ܽ ܣ݇ݐ݅ݒܽ x 100%
b) Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Bank yang dianggap sehat adalah bank yang memiliki rasio BOPO maksimal sebesar 93,52%. Semakin besar rasio BOPO mengindikasikan beban operasional yang dikeluarkan lebih besar daripada pendapatan operasional yang diperoleh sehingga kemungkinan bank
mengalami kondisi tidak sehat semakin besar BOPO = ை௦
ௗ௧ ை௦ x
100%
5. Liquidity (Likuiditas) , penilaian terhadap rasio likuiditas didasarkan pada Loan to Deposit Ratio (LDR) ) yaitu jumlah kredit yang diberikan bank terhadap dana yang diterima oleh bank dalam rupiah dan valuta asing. ketentuan Bank Indonesia jumlah maksimal LDR adalah 94,75%.
LDR =
## ௗ௧ ௬ ௗ
## (ௗ ௧ାூ)
## III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Capita l (Permodalan) Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) melalui Capital Adequacy
Ratio (CAR) PT. Bank papua Tbk pada tahun 2009 sebesar 46,99%, tahun 2010 sebesar 41,02%, tahun 2011 sebesar 35,20%, tahun 2012 sebesar 26,07%, dan tahun 2013 sebesar 22,57%. Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk bank sehat adalah minimal 8%. Hasil perhitungan CAR tahun 2009 sampai tahun 2013 menunjukkan bahwa permodalan PT. Bank Papua (Tbk) dalam kategori sehat karena mampu menyediakan modal yang digunakan untuk menutup resiko kemungkinan rugi yang ditimbulkan dari kegiatan usaha.. Dengan peraturan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) minimal sebesar 8%, bank cenderung menjaga agar Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak lebih dari 8% karena berarti terjadi idle fund . Tetapi kenyataannya bahwa PT. Bank Papua (Tbk) mempunyai Capital Adequacy Ratio (CAR) jauh lebih besar dari 8% bahkan sampai lebih dari 40%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar saham PT. BPD Papua dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
## B. Asset Quality (Kualitas Aset)
a. Bad Debt Ratio (BDR) yaitu perbandingan antara Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD) terhadap Aktiva
Produktif.
Dari hasil analisis diketahui bahwa BDR PT. BPD Papua pada tahun 2009 sebesar 0,73%, tahun 2010 sebesar 0,84%, tahun 2011 sebesar 0,54%, tahun 2012 sebesar 0,58%, dan pada tahun 2013 sebesar 0,76%. Semakin kecil rasio ini maka semakin baik karena aktiva produktif yang bermasalah pada bank tersebut relatif kecil. Untuk BDR, kriteria penilaian sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maksimal 10,35%. Bad Debt Ratio (BDR) yang dicapai PT. BPD Papua tahun 2009 sampai 2013 lebih kecil dari kriteria yang ditetapkan BI
sehingga PT. BPD
Papua dapat dikategorikan dalam bank yang sehat.
b. Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPPAP). Hasil perhitungan rasio Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPPAP) pada tahun 2009 yang dicapai PT. BPD Papua adalah 95,44%, tahun 2010 sebesar 65,05%, tahun 2011 sebesar
92,20%, tahun 2012 sebesar 101,70%, dan pada tahun 2013 sebesar 137,37%.
Untuk rasio Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPPAP), kriteria penilaian seh at yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah minimal 81%. Rasio PPPAP yang dicapai PT. BPD Papua tahun 2009, 2011, 2012 dan 2013 lebih besar dari kriteria yang ditetapkan BI sehingga pada tahun itu PT. BPD Papua dapat dikategorikan dalam bank sehat. Sedang rasio PPPAP tahun 2010 (65,05%) lebih kecil dari kriteria sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maka rasio PPPAP untuk tahun 2010 yang dicapai PT. BPD Papua dikategorikan dalam bank kurang sehat (51,0% – 66,0%).
C. Manajement (Managemen) Hasil perhitungan rasio Net Profit Margin (NPM) pada tahun 2009 yang dicapai PT. BPD Papua sebesar 25,29%, tahun 2010 sebesar 22,08%, tahun 2011 sebesar 20,93%, tahun 2012 sebesar 18,37%, dan tahun 2013 sebesar 21,45%. Kriteria penilaian sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 81% – 100%. Rasio Net Profit Margin (NPM) yang dicapai PT. BPD Papua tahun 2009 sampai 2013 lebih kecil dari kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sehingga NPM pada PT. BPD Papua dikategorikan dalam bank tidak sehat (NPM < 51,0%).
D. Earning (Rentabilitas)
a. Rasio laba bersih terhadap total asset (ROA).
Berdasarkan hasil perhitungan rasio Return On Asset (ROA), rasio yang dicapai PT. BPD Papua pada tahun 2009 sebesar 3,25%, tahun 2010 sebesar 2,78%, tahun 2011 sebesar 2,86%, tahun 2012 sebesar 2,81%, dan tahun 2013 sebesar 2,85%.
Rasio Return On Asset (ROA) tahun 2009 sampai tahun 2013 lebih besar dari kriteria bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu diatas 1,22% sehingga rasio Return On Asset (ROA) yang dicapai
PT. BPD Papua dikategorikan dalam kelompok sehat.
b. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)
Berdasarkan hasil perhitungan
biaya operasional
terhadap pendapatan operasional (BOPO) pada tahun 2009 yang dicapai PT. BPD Papua sebesar 65,88%, tahun 2010 sebesar 70,80%, tahun 2011 sebesar 69,43%, tahun 2012 sebesar 75,55%, dan tahun 2013 yang dicapai PT. BPD Papua sebesar 71,67%.
Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) tahun 2009 sampai tahun 2013 lebih kecil dari kriteria sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah maksimal 93,52% maka rasio yang dicapai PT. BPD Papua dikategorikan dalam kelompok sehat.
E. Liquidity (Likuiditas)
Berdasarkan hasil perhitungan Loan to Deposit Ratio ( LDR), rasio yang dicapai PT. BPD Papua pada tahun 2009 sebesar 32,44%,
tahun 2010 sebesar 37,38%, tahun 2011 sebesar 42,12%, tahun 2012 sebesar 61,51%, dan pada tahun 2013 rasio yang dicapai sebesar 67,90%. Berdasarkan kriteria sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 94,75% maka nilai LDR pada tahun 2009 sampai tahun 2013 lebih kecil dari kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sehingga PT. BPD Papua dikategorikan dalam kelompok sehat.
Hasil analisis rasio untuk penilaian kesehatan (CAMEL) PT. BPD Papua yang memperlihatkan nilai dari Capital Adequacy Ratio (CAR), Bad Debt Ratio (BDR), Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Hasil Analisis Rasio Keuangan CAMEL PT. BPD Papua
No. RASIO TAHUN 2009 2010 2011 2012 2013 1 CAR 46,99 % 41,02 % 35,20 % 26,07 % 22,57 % 2 BDR 0,73 % 0,84 % 0,54 % 0,58 % 0,76 % 3 PPPAP 95,44 % 65,05 % 92,20 % 101,70 % 137,37 % 4 NPM 25,29 % 22,08 % 20,93 % 18,37 % 21,45 % 5 ROA 3,25 % 2,78 % 2,86 % 2,81 % 2,85 % 6 BOPO 65,88 % 70,80 % 69,43 % 75,55 % 71,67 % 7 LDR 32,44 % 37,38 % 42,12 % 61,51 % 67,90 %
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa secara umum tingkat kesehatan PT. BPD Papua dari hasil perhitungan rasio CAR, BDR, PPPAP, ROA, BOPO, dan LDR. dari tahun 2009 – 2013 berada pada kategori sehat. Tetapi rasio NPM dari tahun 2009 – 2013 berada pada kategori tidak sehat. Demikian pula rasio PPPAP pada tahun 2010 berada pada kategori kurang sehat.
Walaupun rasio CAR, BDR, ROA, BOPO, dan LDR dalam kategori sehat, tetapi rasio NPM dalam kategori tidak sehat sehingga hal itu mempengaruhi penilaian kesehatan bank secara keseluruhan. Berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang
tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum, diatur pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank umum mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL. Jadi dari hasil perhitungan rasio kemudian ditetapkan besarnya nilai kredit lalu dikalikan dengan bobot dari masing-masing faktor CAMEL.
Dari hasil perhitungan penilaian tingkat kesehatan bank dapat diketahui bahwa PT.BPD Papua berada pada predikat cukup sehat atau berada pada kondisi tidak bermasalah. Dalam tabel 3 di bawah ini dapat dilihat hasil predikat kesehatan PT. BPD Papua periode 2009-2013.
## Tabel 3. Tingkat Kesehatan PT. BPD Papua
NO. FAKTOR YANG DINILAI NILAI BOBOT 2009 2010 2011 2012 2013 1 CAR 25 25 25 25 25 2 BDR 24,86 24,68 25 25 24,81 3 PPPAP 5 4,87 5 5 5 4 NPM 1,58 1,38 1,31 1,15 1,34 5 ROA 5 5 5 5 5 6 BOPO 5 5 5 5 5 7 LDR 10 10 10 10 10 SUB TOTAL 76,44 75,93 76,31 75,15 76,15 PREDIKAT Cukup Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat Sumber: data diolah
## IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian serta analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa Capityal Adequacy Ratio (CAR), rasio Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (Pemenuhan PPAP),dan rasio Return On Asset (ROA) lebih besar dari kriteria bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (CAR > 8%, PPPAP > 81%, dan ROA > 1,22%). Sedang Bad Debt Ratio (BDR), rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio ( LDR) lebih kecil dari kriteria bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BDR < 10,35%, BOPO < 93,52% dan LDR < 94,75%). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan aspek Capital (Permodalan), Asset Quality (Kualitas Aset), Earning (Rentabilitas), dan Liquidity (Likuiditas) PT. BPD Papua dalam kategori bank sehat. Sedangkan Tingkat kesehatan PT. BPD Papua pada aspek manajemen diproksi rasio Net Profit Margin (NPM) menujukan bahwa rasio NPM lebih kecil dari kriteria bank sehat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (sebesar 81% – 100%), sehingga berdasarkan rasio NPM, PT. BPD Papua dikategorikan bank tidak sehat (NPM < 51,0%).
Berdasarkan tata cara penilaian tingkat kesehatan bank umum mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMEL, dapat diketahui bahwa PT.BPD Papua pada tahun 2009 – 2013 berada pada predikat cukup sehat atau berada pada kondisi tidak bermasalah.
## IMPLIKASI
Berdasarkan penelitian ini, PT. BPD Papua diharapan berhati-hati dalam mengelola equity capitalnya karena sebagian besar modal bersumber dari Pemda. Hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya idle fund , yang selanjutnya dapat menyebabkan berkurangnya pendapatan yang akan diperoleh. PT. BPD Papua diharapkan mampu mempertahankan permodalan dengan cara menggalang DPK dari luar Pemda. Dengan kecukupan modal ini, PT. BPD Papua akan menjadi kuat dan mampu menopang bisnis secara ideal di daerah Papua.
## V. DAFTAR PUSTAKA
Almilia, L. S. dan Herdiningtyas, Winny. 2005. Analisis Rasio CAMEL Terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Lembaga Perbankan Periode 2000 – 2002 . Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 7, No. 2, Nopember, Hal.: 1 – 26
Ayuningtyas, Insa Yuningsih, Rusliansyah, “Analisis Rasio Camel Untuk Menilai Tingkat Kesehatan Pada Bank Muamalat Indonesia”, Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman
Hadad, M. D., Santoso, W, Sarwedi. 2004. Model Prediksi Kepailitan Bank Umum di Indonesia . Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank
Indonesia, Juni.
Mongid, Abdul. 2000. Prediction of Bank Failure Using CAMEL Type Data: A Review of Empirical Works . Jurnal Ventura Vol.7, No.1, April, pp.: 84-98
Payamta, 2008, Model Deteksi Dini Kesehatan Bank Umum Di Indonesia, Jurnal Manajemen Dan Bisnis, Vol. 8, 163 – 178
Wahyudi, N. A. T. dan Sutapa. 2010, “ Model
Prediksi Tingkat kesehatan Bank Melalui Rasio
CAMELS” ; Jurnal
Dinamika Keuangan dan Perbankan, Vol.2 No.2, Nopember, hal.: 111-124
Whalen, G. and Thomson. 1988. “ Using Financial Data to Identify Changes in Bank Condotion”, Journal of Finance Research
Wilopo. 2001. “Prediksi Kebangrutan Bank”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.4 No.2, Mei: hal. 184-198
Anonim, 2004. Undang - Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Jakarta : Sinar Grafika.
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perbankan ; edisi kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Hery, 2012. Mengenal dan Memahami Laporan Keuangan, CAPS (center for academic publishing service)
Irham Fahmi, 2013. Pengantar Manajemen Keuangan, Teori dan Soal Jawab, Alfabeta cv.
Kasmir, 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
---------- 2006. Manajemen Perbankan , Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja
Grafindo Persada,Jakarta.
Taswan, 2006. Manajemen Perbankan Konsep Teknik & Aplikasi Bangking Risk Assessment , Cetakan Pertama, UUP STIM YKPN, Yogyakarta, 2006.
Riyadi slamet, 2004, Banking Asset and Liability Management , Edisi kedua, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://www.republika.co.id/berita/breaking news/ekonomi/11/01/23/160108- kinerja-bank-pembangunan-daerah- membaik http://www.indonesiafinancetoday.com/read/88 23/Kinerja-10-Bank-Skala-Menengah- Beri-Kontribusi-Signifikan
http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1806868/b i-ini-3-tantangan-bank-pembangunan- daerah http://pedomannews.com/investasi/9292-bpk-ri- menemukan-kejanggalan-dalam- pemeriksaan-bpd
|
cc8d2fd3-6140-47d2-9cab-5e073c68d669 | https://stiemuttaqien.ac.id/ojs/index.php/OJS/article/download/391/238 | Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. 9 No. 2 Maret 2022 P - ISSN : 2503-4413 E - ISSN
: 2654-5837, Hal 25 - 34
## PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DALAM PEREKONOMIAN EMPAT PROVINSI DI PULAU JAWA
Oleh: Akhmad Solikin
Politeknik Keuangan Negara STAN Email: [email protected] Articel Info Abstract Article History : Received 24 February - 2022 Accepted 24 March - 2022 Available Online 30 March - 2022
Manufacturing sector is substantial for economic development in terms of economic growth, value added, export, and employment. This article investigates and compares manufacturing sectors’ roles on economies in four provinces in Java Island, Indonesia, i.e. the Province of Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah and Jawa Timur. This article used secondary data in terms of Input Output Table in general and backward linkage effect ratio and forward linkage effect ratio in particular. By doing so, the article discusses leading sectors in manufacturing subsectors. The Input Output Tables were published by BPS in 2021 which represents 2016 data. The results show that five manufacturing industries play significant roles as leading sectors, i.e. food and beverages, textile and garments, paper and printing, chemical and pharmacy, and rubber and plastic. In contrast, tobacco processing, coal and oil refinery, and base metal are three manufacturing subsector which are not included in key sectors in majority of provinces . In general, more manufacturing sectors have stronger backward linkage effects ratio rather than forward linkage effects ratio. The provincial governments could use information about leading sectors in development planning, such as Medium-Term Development Planning (RPJMD) in quest to achieve more sustainable developments.
Keywords : Input Output Table, Leading sector, Manufacturing industry, Power of dispersion, Sensitivity of dispersion
## 1. PENDAHULUAN
Sektor industri pengolahan berperan sangat penting bagi suatu negara sebagai sumber pertumbuhan, nilai tambah, ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, industri pengolahan di Indonesia berperan besar dalam PDB. Pada tahun 2021, industri pengolahan berkontribusi lebih dari 20 persen PDB jika menggunakan harga konstan tahun 2010. Dua sektor berikutnya yang penting adalah sektor perdagangan dan sektor pertanian, kehutanan,
dan perikanan. Dengan demikian, sektor industri merupakan sektor strategis yang diharapkan mampu mendorong dan menarik pembangunan ekonomi pada sektor yang lain (Rahmah & Widodo, 2019).
Ditinjau dari segi penyebaran industri secara regional, secara umum diketahui bahwa Pulau Jawa relatif maju dibanding pulau-pulau yang lain, meskipun juga terdapat perbedaan antara satu provinsi dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Pada umumnya, aspek perbedaan antar daerah di Pulau Jawa ini sering terlewat
dalam diskusi. Sebagai ilustrasi, dilihat dari persentase perusahaan besar dan sedang pada periode 2010-2015, ternyata Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah mendominasi, masing- masing dengan 32,03 persen, 31,08 persen serta 20,40 persen (Nugroho & Wahyuni, 2019). Demikian pula, ditinjau dari penyerapan tenaga kerja, urutan kontribusinya tetap Jawa Barat (35,66 persen), Jawa Timur (24,77 persen), dan Jawa Tengah (20,19 persen), dengan Banten menempati posisi keempat dengan 11,63 persen (Nugroho & Wahyuni, 2019). Dari segi jumlah aglomerasi industri besar dan sedang, Jawa Barat dan Jawa Tengah mendominasi (masing- masing dengan 7 wilayah), disusul Jawa Timur (6 wilayah) dan kemudian Banten (4 wilayah) (Nugroho & Wahyuni, 2019).
Sayangnya bahwa peran industri pengolahan terhadap perekonomian di Indonesia kurang menggembirakan, yang dikenal dengan istilah deindustrialisasi. Deindustrialisasi dicirikan dengan peran sektor industri yang semakin menurun dalam hal nilai tambah, ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi. Deindustrialisasi telah terjadi di Indonesia sejak krisis ekonomi tahun 1997/1998 (Prasetyo, 2011).
## Tabel 1. PDB Lapangan Usaha 2021
(Harga konstan 2010) Lapangan Usaha % Pertanian, kehutanan, perikanan 12.62 Pertambangan & penggalian 7.39 Industri pengolahan 20.55 Pengadaan gas & listrik 1.03 Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah & daur ulang 0.09 Konstruksi 9.92 Perdagangan besar & eceran; Reparasi mobil & sepeda motor 13.04 Transportasi & pergudangan 3.65 Penyediaan akomodasi & makan minum 2.79 Informasi & komunikasi 6.26 Jasa keuangan & asuransi 4.18 Real estate 3.00 Jasa perusahaan 1.77 Administrasi pemerintahan, pertahanan & jaminan sosial wajib 3.28 Jasa pendidikan 3.15 Jasa kesehatan & kegiatan sosial 1.41 Jasa lainnya 1.81 Pajak dikurangi subsidi produk 4.04 PDB 100.00 Sumber: BPS (2021)
Meskipun mengalami deindustrialisasi, peran sektor industri masih sangat penting sehingga masih layak terus dipelajari, salah satunya dengan mempelajari peran sektor
tersebut dalam perekonomian daerah. Cukup banyak penelitian yang mengkaji mengenai peran sektor tertentu dalam perekonomian, terutama dengan menggunakan Tabel Input- Output pada umumnya atau Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Daya Kepekaan (IDK) pada khususnya. Sektor yang diteliti juga beraneka ragam, misalnya sektor pertanian (Haris et al., 2017; Muchendar et al., 2020; Rafiqah et al., 2018), pariwisata (Arianti, 2016; Yusroni & Chadiq, 2021), dan sektor industri pengolahan (Anas, 2015; Purnomo & Istiqomah, 2008; Rahmah & Widodo, 2019). Level analisis penelitian tersebut dapat dilakukan di tingkat nasional (misalnya (Rahmah & Widodo, 2019; Solikin, 2021)), tingkat provinsi (misalnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Tenrini, 2013), Provinsi Jawa Barat (Haris et al., 2017), Provinsi Jawa Tengah (Anas, 2015; Rafiqah et al., 2018; Septiadi et al., 2017; Yusroni & Chadiq, 2021), Provinsi Jawa Timur (Wijaya et al., 2014) dan Provinsi Banten (Muchendar et al., 2020)), atau kabupaten/kota (misalnya Kota Bukittinggi (Arianti, 2016)). Tinjauan lebih lanjut atas literatur yang telah terbit, khususnya studi pada sektor industri pengolahan, akan dibahas pada bagian kajian pustaka.
Dari banyak penelitian yang telah dilakukan, sepanjang pengetahuan penulis, masih terbatas penelitian yang melakukan pembandingan antar daerah atau antar propinsi. Oleh karena itu, artikel ini berusaha membandingkan peran empat provinsi di Pulau Jawa khususnya untuk sektor industri manufaktor dengan menggunakan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK). Pengetahuan mengenai IDP dan IDK sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan, karena dapat diidentifikasi sektor unggulan ( key sector atau leading sector ) (BPS, 2021). Dengan identifikasi sektor unggulan tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan dan alokasi belanja sehingga memberikan penggandan yang besar (Purnomo & Istiqomah, 2008; Tenrini, 2013). Berdasarkan data BPS pada tahun 2010 dalam data agregasi 9 sektor, sektor yang mempunyai IDP>1 adalah sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor bangunan, dan sektor industri pengolahan. Di lain pihak, sektor yang mempunyai IDK > 1 hanya sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih. Informasi tentang sektor unggulan
tersebut kemudian dapat dibandingkan dengan strategi pembangunan provinsi yang bersangkutan (Tenrini, 2013). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui IDP dan IDK khususnya sektor manufaktur pada empat provinsi di Jawa sebagai lokasi terbesar perusahaan besar dan menengah. Pengetahuan ini dapat berguna untuk merumuskan kebijakan ekonomi dalam rangka pembangunan sektor industri (Bappeda Banten & BPS Banten, 2013).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum terdapat lima subsektor unggulan di empat provinsi di Jawa (yaitu sektor makanan dan minuman, tekstil dan garmen, kertas dan percetakan, kimia dan farmasi, serta karet dan plastik). Selain itu juga dapat diidentifikasi tiga subsektor non-unggulan, yaitu pengolahan tembakau, batubara dan pengilangan minyak dan gas bumi serta logam dasar. Hasil tersebut kemudian akan dibahas dengan kajian empiris yang ditemukan dalam literatur.
Susunan artikel ini terdiri dari lima bagian. Setelah pedahuluan ini akan dilanjutkan dengan kajian pustaka, metode penelitian, serta hasil dan pembahasan. Setelah itu, artikel ditutup dengan kesimpulan dan daftar pustaka yang digunakan dalam penulisan artikel ini.
## 2. KAJIAN PUSTAKA
Beberapa penelitian telah menggunakan indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) untuk meneliti peran sektor tertentu di dalam perekonomian. Sebagai contoh, Septiadi et al., (2017) menghitung indeks penyebaran dan derajat kepekaan 12 sektor ekonomi di Jawa Tengah dan menemukan bahwa industri pengolahan merupakan sektor unggulan. Selanjutnya, Rafiqah et al. (2018) meneliti tentang peran sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai daya penyebaran di atas rata-rata tetapi mempunyai daya kepekaan yang relatif rendah. Muchendar et al. (2020) meneliti peran sektor pertanian di Provinsi Banten dan menemukan bahwa subsektor peternakan merupakan satu-satunya subsektor yang mempunyai indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks daya kepekaan (IDK) yang lebih dari 1.
Penelitian pada sektor industri pengolahan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Misalnya, Anas (2015) meneliti dalam konteks Provinsi Jawa Tengah. Tabel Input Output yang
digunakan adalah edisi tahun 2013 klasifikasi 19 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 9 sektor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di Jawa Tengah industri pengolahan mempunyai daya penyebaran dan derajat kepekaan lebih dari satu, sehingga tergolong sebagai sektor pemimpin ( leading sector ). Senada dengan hal tersebut, Yusroni dan Chadiq, (2021) menemukan bahwa di Jawa Tengah sektor manufaktur merupakan sektor unggulan apabila ditinjau dari pengganda pendapatan dan pengganda output. Hasil penelitian Wahyuningsih (2017) dapat memberikan gambaran yang lebih detail karena menggunakan Tabel Input Output 85 sektor. Sektor yang termasuk unggulan (IDP>1 dan IDK >1) sebanyak 9 sektor, yaitu sektor pengolahan dan pengawetan ikan, sektor minyak dan lemak, sektor penggilingan padi, sektor industri tepung terigu dan tepung lainnya, sektor makanan ternak, sektor pemintalan, sektor tekstil, sektor kayu dan bahan bangunan dari kayu, serta sektor karet dan barang dari karet.
Studi oleh Utami (2018) untuk kasus Jawa
Timur menggunakan Tabel Input Output tahun 2006 dengan dimensi 66 sektor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa IDP >1 dengan indeks tiga tertinggi adalah sektor pengilangan minyak bumi, alat pengangkutan dan perbaikannya, serta industri barang lain-lain. Dalam daftar sepuluh besar IDP>1 termasuk di dalamnya sektor industri makanan (urutan 70 dan rokok (urutan 8). Dalam daftar sektor dengan IDK >1, yang termasuk tiga besar yaitu industri minuman, barang mineral bukan logam, dan pemintalan. Dalam sepuluh besar juga tercantum sektor rokok (urutan 4), pengolahan dan pengawetan makanan (urutan 7), serta tekstil dan pakaian jadi (urutan 8). Agregasi atau klasifikasi Tabel Input Output yang digunakan dalam analis berperan penting dalam menentukan apakah suatu sektor masuk dalam kategori unggulan. Sebagai contoh, dalam penelitiannya untuk kasus Jawa Tengah, Purnomo dan Istiqomah (2008) menggunakan klasifikasi 19 sektor. Dalam klasifikasi tersebut, industri makanan, minuman dan tembakau dimasukkan dalam satu kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan salah satu sektor kunci perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2000 dan 2004, selain sektor industri lainnya (tahun 2000 dan 2004) dan sektor pengilangan minyak (tahun 2000). Industri
makanan dan minuman tentu berperan besar dalam perekonomian Indonesia mengingat jumlah penduduk yang besar, sedangkan industri tembakau perannya masih perlu dikaji. Dengan demikian, hal tersebut memberikan alasan tambahan pentingnya penelitian ini yang menganalisis industri pengolahan dengan Tabel Input-Output yang lebih terperinci.
## 3. METODE PENELITIAN
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, penelitian ini berfokus pada empat provinsi di Jawa, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. DKI Jakarta dan DI Yogyakarta dikeluarkan dari analisis karena kesebandingan luas wilayah, potensi ketenagakerjaan, dan struktur ekonomi yang relatif berbeda dengan provinsi-provinsi yang lain. Demikian pula, ruang lingkup analisis difokuskan pada industri pengolahan, dengan sektor yang lain dibahas sebagai pembanding.
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari situs BPS masing-masing provinsi (BPS Banten, 2021b; BPS Jawa Barat, 2021b; BPS Jawa Tengah, 2021b; BPS Jawa Timur, 2016). Tabel yang digunakan yaitu Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Derajat Kepekaan yang meliputi 52 sektor. Data tersebut merupakan data tahun 2016 yang dipublikasikan pada bulan Mei 2021. Tabel 52 sektor dipilih untuk digunakan karena dibanding Tabel 19 sektor, Tabel 52 sektor memberikan perincian yang lebih detail atas sektor industri pengolahan. Pembagian industri pengolahan dicantumkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perincian Sektor Industri Pengolahan
Kode Industri I-12 Batubara & pengilangan migas I-13 Makanan & minuman I-14 Pengolahan tembakau I-15 Tekstil & pakaian jadi I-16 Kulit, barang dari kulit & alas kaki I-17 Kayu, barang dari kayu & gabus, & barang anyaman dari bambu, rotan & sejenisnya
I-18 Kertas & barang dari kertas, percetakan & reproduksi media rekaman
I-19 Kimia, farmasi & obat tradisional I-20 Karet, barang dari karet & plastik I-21 Barang galian bukan logam I-22 Logam dasar I-23 Barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik & peralatan listrik I-24 Mesin & perlengkapan YTDL I-25 Alat angkutan I-26 Furnitur I-27 Pengolahan lainnya, jasa reparasi & pemasangan mesin & peralatan
Sumber: BPS Banten (2021), BPS Jawa Barat (2021)
IDP merupakan turunan dari keterkaitan ke belakang ( backward linkage ) sedangkan IDK merupakan turunan keterkaitan ke depan ( forward linkage ) (BPS, 2021). IDP dihitung dengan membandingkan antara dampak ke belakang terhadap rata-rata seluruh dampak sektor, sedangkan IDK dihitung dengan membandingkan antara dampak ke depan terhadap rata-rata seluruh dampak sektor (Daryanto & Hafizrianda, 2010). Rumus untuk menghitung IDP dan IDK sebagaimana tercantum di (1) dan (2) berikut:
𝐼𝐷𝑃 𝑗 = ∑ 𝑔 𝑖𝑗 𝑛 𝑖=1 1 𝑛 ∑ ∑ 𝑔 𝑖𝑗 𝑗 𝑖 .................................. (1),
𝐼𝐷𝐾 𝑖 = ∑ 𝑔 𝑖𝑗 𝑛 𝑗=1 1 𝑛 ∑ ∑ 𝑔 𝑖𝑗 𝑗 𝑖 ................................... (2), dimana i dan j adalah sektor dalam perekonomian berdasar baris dan kolom pada Tabel Input Output, sedangkan 𝑔 𝑖𝑗 merupakan matriks kebalikan Leontief (Daryanto & Hafizrianda, 2010).
Lebih lanjut, IDP sebagai turunan keterkaitan ke hulu, menunjukkan seberapa besar suatu sektor mampu mendorong perubahan output terhadap sektor-sektor hulunya, baik yang terikat langsung maupun tidak langsung. IDK, di lain pihak, dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar kenaikan permintaan akhir suatu sektor memengaruhi output sektor tersebut serta sektor-sektor hilir atau pengguna, baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung. Dengan diwujudkan dalam angka indeks, dapat diketahui urutan sektor yang memberikan multiplier yang lebih besar terhadap sektor hulunya (dalam hal IDP) atau sektor hilirnya (dalam hal IDK) (Purwoko, 2012).
Jika IDP suatu sektor lebih dari 1, maka permintaan akhir sektor tersebut dapat mendorong pertumbuhan sektor yang lain. Selanjutnya, IDK yang lebih dari 1 menunjukkan suatu sektor tersebut mampu memenuhi permintaan akhir dari sektor-sektor pengguna lain di atas rata-rata (BPS, 2021). Subsektor industri manufaktur yang bersifat unggulan pada keempat provinsi diketahui dari mayoritas yang mempunyai IDP dan IDK lebih dari satu. Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan pada keempat provinsi, artikel ini menggunakan
kriteria bahwa minimal enam dari delapan IDP dan IDK provinsi tersebut bernilai lebih dari satu. Selanjutnya, sektor yang dianggap non- unggulan apabila hanya maksimal dua dari delapan skor IDP dan IDK bernilai lebih dari satu.
Artikel ini mengunakan Tabel Input Output secara umum dan IDP dan IDK secara khusus untuk mengidentifikasi sektor unggulan. Data sekunder yang tersedia dan diterbitkan oleh lembaga resmi (BPS) serta metode yang telah baku menjadi keunggulan pemilihan metode ini. Metode lain tentu tersedia, misalnya dengan studi literatur, observasi lapangan, FGD, dan/atau diskusi ahli sebagaimana yang dilakukan oleh Nopiana dan Maulana (2016) untuk menentukan sektor unggulan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini menyajikan hasil penelitian meliputi IDP dan IDK pada empat provinsi, serta pembahasan yang dikaitkan dengan literatur yang relevan. Penyajian dilakukan dengan tabel dan kemudian dijelaskan kecenderungan yang dapat diamati.
## IDP dan IDK Empat Provinsi
Tabel 3 menunjukkan IDP dan IDK Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Banten. Dari data yang disajikan tersebut, secara umum dapat dilihat beberapa kecenderungan.
Pertama, secara umum lebih banyak sektor industri yang mempunyai IDP > 1 dibanding IDK > 1. Hal tersebut mengindikasikan bahwa lebih banyak subsektor manufaktur yang bersifat strategis karena menggunakan input dari domestik (dalam provinsi yang bersangkutan), tetapi kurang memenuhi permintaan akhir dari subsektor yang lainnya. Tabel 3. IDP dan IDK Industri Pengolahan Sektor Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten IDP IDK IDP IDK IDP IDK IDP IDK I-12 0.8797 1.5092 0.8429 0.7903 0.7348 2.4550 0.8354 0.7995 I-13 1.1183 0.8556 1.1445 1.5135 1.2375 2.0021 1.1358 1.4201 I-14 0.7785 0.6782 0.9026 0.7695 0.8452 0.7481 0.7824 0.7824 I-15 1.2192 1.4273 1.3214 1.0163 1.1585 0.9470 1.0693 1.2280 I-16 1.1667 0.8363 1.1984 0.8210 1.1811 0.7716 0.9543 0.7929 I-17 1.1033 0.8456 1.1095 1.0342 1.1800 1.1505 0.9641 0.7825 I-18 1.1540 0.9540 1.1437 1.1911 1.1991 1.0193 1.2271 1.1658 I-19 1.1165 1.5692 1.1175 1.8861 1.1958 2.0683 0.8772 0.7828 I-20 1.0817 0.9322 1.0348 1.2624 1.2107 0.9740 1.0621 1.3529 I-21 1.1450 0.8985 1.2082 0.9706 1.1672 0.8062 1.1893 1.2128 I-22 0.8419 0.8646 0.8385 0.7142 1.1984 0.8666 1.0667 0.9480 I-23 1.1343 1.5585 1.0668 1.0438 1.0208 0.8586 0.9617 0.7830 I-24 1.2489 1.4209 1.1424 0.7133 0.9767 0.8553 1.0104 0.7824 I-25 1.1230 1.3073 1.0144 0.7487 0.9480 0.7218 0.9889 0.9628 I-26 1.2083 0.7275 1.0709 0.7221 1.1894 0.6872 0.9826 0.7855 I-27 1.2512 0.9700 0.9877 0.7149 1.1366 0.9331 1.0819 0.8314
Keterangan: sel yang diarsir menunjukkan sektor dengan IDP <1 atau IDK < 1 Sumber: BPS Banten (2021); BPS Jawa Barat (2021); BPS Jawa Tengah (2021); BPS Jawa Timur,
(2016)
Kedua, subsektor unggulan pada keempat provinsi yang ditandai dengan IDK dan IDP lebih dari 1 secara mayoritas, adalah subsektor makanan dan minuman (kode I-13), tekstil dan pakaian jadi (kode I-15), kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman (kode I-18), serta disusul dengan subsektor kimia, farmasi dan obat tradisional (kode I-19) serta karet, barang dari karet dan plastik (kode I-20).
Ketiga, subsektor industri pengolahan yang secara umum bukan bersifat unggulan
pada keempat provinsi tersebut yaitu subsektor pengolahan tembakau (kode I-14), batubara dan pengilangan migas (kode I-12) serta logam dasar (kode I-22). Pengolahan tembakau tidak termasuk sektor unggulan cukup menarik mengingat Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah merupakan pusat produksi produk hasil tembakau. Subsektor pengolahan batubara dan pengilangan migas tidak merupakan sektor unggulan mengingat keempat provinsi tersebut bukan pengolah utama komoditas energi tersebut.
Keempat, Provinsi Banten secara umum mempunyai subsektor industri pengolahan yang tidak bersifat sebagai sektor unggulan. Subsektor yang mempunyai IDP dan IDK yang keduanya positif terbatas pada subsektor makanan dan minuman; tekstil dan pakaian jadi; kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman; karet, barang dari karet dan plastik; serta barang galian bukan logam.
Kelima, pada setiap provinsi, terdapat subsektor unggulan masing-masing. Sektor ini dapat diketahui dengan IDP dan IDK yang keduanya mempunyai nilai di atas 1. Jika IDP dan IDK dimasukkan dalam kuadran, maka terdapat empat kuadran, dimana kuadran 1 berisi sektor yang mempunyai IDP dan IDK tinggi, kuadran 2 untuk sektor dengan IDP tinggi tetapi IDK rendah, kuadran 3 untuk IDP rendah dan IDK tinggi, serta kuadran 4 untuk IDP dan IDK rendah.
Pada Provinsi Jawa Barat, sebagaimana tercantum pada Tabel 4, yang termasuk sektor pemimpin terdiri dari 5 sektor yaitu kode I-15 (tekstil dan pakaian jadi), kode I-19 (Kimia, farmasi dan obat tradisional), kode I-23 (barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik), kode I-24 (mesin dan perlengkapan lain) serta kode I-25 (alat angkutan).
Tabel 4. Matrik IDP dan IDK Jawa Barat
IDK Tinggi Rendah IDP Tinggi I-15, I-19, I- 23, I-24, I-25 I-13, I-16, I-17, I-18, I-20, I-21, I-26, I-27 Rendah I-12 I-14, I-22
Sumber: Hasil olahan dari Tabel 3
Pada Provinsi Jawa Timur (lihat Tabel 5), jumlah sektor industri pengolahan yang berkategori unggulan lebih banyak, yaitu sejumlah 7 subsektor. Sektor-sektor tersebut meliputi kode I-13 (makanan dan minuman), kode I-15 (tekstil dan garmen), kode I-17 (kayu), kode I-18 (kertas dan percetakan), kode I-19 (kimia dan farmasi), kode I-20 (karet) serta kode I-23 (logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik).
Tabel 5. Matrik IDP dan IDK Jawa Timur
IDK Tinggi Rendah IDP Tinggi I-13, I-15, I- 17, I-18, I-19, I-20, I-23, I-16, I-21, I-24, I-25, I-26 Rendah I-12, I-14, I-22, I-27
Sumber: Hasil olahan dari Tabel 3
Sektor unggulan pada sektor industri pengolahan pada Provinsi Jawa Tengah berjumlah 4 subsektor yaitu subsektor makanan dan minuman (kode I-13), subsektor kayu, barang dari kayu dan gabus, serta barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya (kode I-17), subsektor kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman (kode I-18), dan subsektor kimia, farmasi dan obat tradisional (kode I-19).
Tabel 6. Matrik IDP dan IDK Jawa Tengah
IDK Tinggi Rendah IDP Tinggi I-13, I-17, I- 18, I-19 I-15, I-16, I-20, I-21, I-22, I-23, I-26, I-27 Rendah I-12 I-14, I-24, I-25 Sumber: Hasil olahan dari Tabel 3 Selanjutnya, pada Provinsi Banten, terdapat 5 subsektor industri pengolahan yang termasuk sektor unggulan. Subsektor tersebut yaitu: (1) makanan dan minuman, (2) tekstil dan pakaian jadi, (3) kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman, (4) karet, barang dari karet dan plastik, serta (5) barang galian bukan logam. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Perlu dicatat bahwa barang galian bukan logam tidak termasuk dalam sektor unggulan rata-rata pada empat provinsi.
## Tabel 7. Matrik IDP dan IDK Banten
IDK Tinggi Rendah IDP Tinggi I-13, I-15, I- 18, I-20, I-21 I-22, I-24, I-27 Rendah I-12, I-14, I-16, I-17, I-19, I-23, I-25, I-26 Sumber: Hasil olahan dari Tabel 3
## Pembahasan
Industri makanan dan minuman (kode I- 13) merupakan sektor unggulan pada hampir semua provinsi, kecuali pada Provinsi Jawa Barat dimana sektor ini mempunyai IDK < 1. Kondisi tersebut sesuai dengan fakta bahwa empat provinsi tersebut mempunyai jumlah
penduduk yang sangat besar sehingga mempunyai permintaan yang besar atas komoditas makanan dan minuman. Sebagai contoh, di Jawa Barat pada tahun 2018, industri besar dan sedang berjumlah 1.255 perusahaan dengan tenaga kerja sebanyak 179.212 orang yang merupakan penyerap tenaga kerja urutan ketiga setelah industri tekstil dan pakaian jadi (BPS Jawa Barat, 2021a). Detail jumlah industri besar dan sedang serta jumlah tenaga
kerja pada tiga sektor unggulan (kode I-13, I- 15, dan I-18) dan tiga sektor non-unggulan (kode I-14, I-12, dan I-20) pada empat provinsi kajian dapat dilihat pada Tabel 8. Data ini hanya sebagai indikasi dan mungkin tidak dapat menjelaskan secara penuh karena relatif besarnya peran Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia.
Tabel 8. Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang (2018)
Sektor Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten Keterangan Usaha Tenaga Kerja Usaha Tenaga Kerja Usaha Tenaga Kerja Usaha Tenaga Kerja I-13 1.430 217.807 1.520 214.958 1.005 101.022 277 54.031 Unggul I-15 2.318 774.021 576 61.950 1.012 414.635 273 71.984 Unggul I-18 355 49.923 298 40.536 235 38.356 158 26.718 Unggul I-19 587 113.274 335 47.908 182 35.489 268 54.839 Unggul I-20 739 142.667 442 69.847 219 53.756 364 71.420 Unggul I-14 10 3.253 272 139.763 202 138.256 n.a. n.a. Non-unggul I-12 34 5.439 24 3.042 10 7.208 13 1.134 Non-unggul I-22 173 33.194 101 20.321 180 7.244 75 14.658 Non-unggul
Sumber: (BPS Banten, 2021a; BPS Jawa Barat, 2021a; BPS Jawa Tengah, 2021a; BPS Jawa Timur, 2021)
Industri tekstil dan produk tekstil di Pulau Jawa merupakan industri unggulan, meskipun mengalami deindustrialisasi mulai tahun 2000- an (Riyardi et al., 2013). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang disajikan dalam Tabel 3, dimana industri tekstil dan pakaian jadi (kode I-15) merupakan sektor unggulan, yang mempunyai IDP > 1 dan IDK > 1 pada hampir semur povinsi, kecuali IDK Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai IDK 0,9470. Peran industri tekstil dan produk tekstil juga tergambar dari besarnya ekspor produk tersebut. Sebagai contoh, untuk Jawa Tengah, tekstil dan produk tekstil merupakan komoditas ekspor dengan nilai paling tinggi pada periode 2010-2015 (Wahyuningsih, 2017).
Subsektor kimia dan farmasi merupakan sektor unggulan di tiga provinsi, kecuali di Provinsi Banten. Sehubungan dengan besarnya jumlah penduduk, proporsi penduduk yang tua dan perkembangan industri, kinerja sektor kimia dan farmasi semakin baik. Pada tahun 2016 terdapat minat investor baik asing maupun domestik untuk berinvestasi di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tnegah, Banten dan DKI Jakarta (Mawarti, 2017). Hal ini sejalan dengan hasil identifikasi bahwa sektor kimia dan farmasi merupakan sektor unggulan.
Subsektor pengolahan tembakau (kode I- 14) mempunyai IDP dan IDK yang konsisten di
bawah 1 pada keempat provinsi yang dianalisis. Hal tersebut sesuai dengan analisis Wijaya et al. (2014) yang menemukan bahwa di Jawa Timur keterkaitan ke belakang sektor rokok adalah rendah sedangkan sektor pengolahan tembakau adalah tinggi. Demikian pula, keterkaitan ke depan sektor rokok dan sektor tembakau olahan adalah rendah. Apabila di Jawa Timur sebagai sentra produksi rokok dan tembakau, IDP dan IDK relatif rendah, tentu bisa dipahami bahwa di provinsi-provinsi lain karakternya juga relatif mirip dengan hal tersebut.
Selanjutnya, sektor logam dasar tidak termasuk sektor unggulan kemungkinan karena komoditas hasil tambangnya sebagian besar diekspor (Suseno et al., 2019). Dengan kebijakan untuk memproses bijih dan bahan mentah di dalam negeri, diharapkan keterkaitan industri ini dengan industri-industri lain di dalam negeri semakin besar sehingga dapat memberikan nilai tambah, output, dan/atau penyerapan tenaga kerja yang lebih besar.
Bagaimana mengaitkan hasil penelitian ini dengan perencanaan pembangunan? Dalam sistem perencanaan daerah, gubernur dan wakil gubernur terpilih menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berisi strategi pembangunan jangka menengah (5 tahun). Selain memperhitungkan kepentingan politis,
gubernur dan wakil gubernur harus memperhitungkan kesesuaian RPJMD dengan rencana jangka panjang (Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah, RPJPD) serta tujuan pembangunan berkelanjutan ( sustainable development goals , SDGs) (Noor
& Jayus, 2021), sehingga peran RPJMD sangat strategis.
RPJMD kemudian dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang bersifat tahunan. RKPD kemudian dibiayai lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian penentuan sektor prioritas lewat Tabel Input- Output dapat digunakan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan tersebut. Hal ini karena pentingnya peningkatan efisiensi belanja, yang salah satunya dilakukan dengan memilih belanja yang bersifat produktif dan memberikan nilai tambah yang besar serta manfaat yang luas bagi masyarakat (Tenrini, 2013).
Dalam strategi pembangunan industri tersebut, tentu tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan atas infrastruktur. Sektor unggulan tidak dapat berkembang tanpa dukungan faktor- faktor lain, termasuk di sini adalah kebutuhan infrastruktur. Infrastruktur yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi diantara adalah infrastruktur transportasi utama, infrastruktur moda transportasi alternatif, pelabuhan, dan jaringan internet (Gunarta et al., 2021).
## 5. KESIMPULAN
Artikel ini menganalisis tentang peran sektor industri pengolahan pada empat provinsi di Pulau Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor-sektor yang merupakan sektor unggulan yaitu sektor industri makanan dan minuman, sektor industri tekstil dan pakaian jadi, sektor kimia, farmasi dan obat tradisional serta sektor karet, barang dari karet dan plastik. Di lain pihak, yang bukan merupakan sektor unggulan adalah subsektor pengolahan tembakau, batu bara dan pengilangan migas, serta logam dasar. Selain itu, setiap provinsi juga mempunyai sektor unggulan dan non- unggulan yang sesuai dengan karakteristik perekonomian masing-masing.
Pembuat kebijakan dapat menggunakan hasil penelitian ini dan penelitian sejenis sebagai masukan bagi penyusunan kebijakan pembangunan industri, misalnya dalam RPJMD. Dengan memilih sektor unggulan,
diharapkan alokasi anggaran akan memberikan manfaat yang lebih luas dan besar.
Artikel ini mempunyai kekurangan bahwa Tabel Input Output dan Tabel Indeks Daya Penyebaran dan Indeks Daya Kepekaan masih menggunaan data tahun 2016, yang merupakan data yang paling mutakhir tersedia. Saran bagi penelitian yang akan datang dapat memperbaharui tabel tersebut, misalnya seperti yang dilakukan oleh Fajar (2021).
## 6. REFERENSI
Anas, M. A. (2015). Peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Economics Development Analysis Journal , 4 (3), 282–291.
Arianti, D. (2016). Pengaruh sektor pariwisata terhadap perekonomian dan keruangan Kota Bukittinggi (Pendekatan Analisis Input Output). Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota , 12 (4), 347–360. https://doi.org/10.14710/pwk.v12i4.1350
2
Bappeda Banten & BPS Banten. (2013).
Analisis Input Output Sektor Industri Pengolahan Banten Tahun 2013 . Serang:
BPS Banten.
BPS. (2021). Tabel Input-Output Indonesia 2016 . Jakarta: BPS.
BPS Banten. (2021a). Provinsi Banten Dalam Angka 2021 . Serang: BPS Banten.
BPS Banten. (2021b). Tabel Input-Output Provinsi Banten Tahun 2016 . Serang: BPS Banten.
BPS Jawa Barat. (2021a). Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2021 . Bandung: BPS Jawa Barat.
BPS Jawa Barat. (2021b). Tabel Input Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 .
Bandung: BPS Jawa Barat.
BPS Jawa Tengah. (2021a). Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2021 . Semarang: BPS Jawa Tengah.
BPS Jawa Tengah. (2021b). Tabel Input Output Provinsi Jawa Tengah 2016 . Semarang: BPS Jawa Tengah.
BPS Jawa Timur. (2016). Tabel Input Output Provinsi Jawa Timur 2015 . Surabaya: BPS Jawa Timur.
BPS Jawa Timur. (2021). Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2021 . Surabaya: BPS Jawa Timur.
Daryanto, A., & Hafizrianda, Y. (2010).
Analisis Input-Output & Social
Accounting Matrix untuk Pembangunan
Ekonomi Daerah . Bogor: IPB Press.
Fajar, M. (2021). Estimasi matriks transaksi antar sektor tahun 2020 di Provinsi Banten. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah , 5 (2), 100–109.
Gunarta, I. S., Santosa, W., & Sutandi, A. C.
(2021). Kesesuaian penyediaan infrastruktur pada pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia. Jurnal HPJI (Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia) , 7 (1), 1–10.
Haris, W. A., Sarma, M., & Falatehan, A. F.
(2017). Analisis peranan subsektor tanaman pangan terhadap perekonomian Jawa Barat. Journal of Regional and Rural Development Planning , 1 (3), 231–
242.
https://doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.3. 231-242
Mawarti, R. S. (2017). Prospek industri farmasi di Indonesia. Jurnal Inspirasi , 8 (2), 69– 72.
Muchendar, A., Aliudin, A., & Anggraeni, D. (2020). Peran sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Banten. Jurnal Agribisnis Terpadu , 13 (2), 298–314.
https://doi.org/10.33512/jat.v13i2.9875
Noor, M., & Jayus. (2021). Analisis penyusunan rencana dan pencapaian target RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2018. Public Service and Governance Journal , 2 (1), 36–46.
Nopiana, M., & Maulana, A. (2016). Analisis penentuan industri prioritas Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah. Eqien Jurnal Ekonomi dan Binis , 5 (1), 11–22.
Nugroho, Y. D., & Wahyuni, K. T. (2019). Aglomerasi dan dinamika industri manufaktur pada era revolusi industri 4.0 di Koridor Ekonomi Jawa. Seminar Nasional Official Statistics , 2019 (1), 687– 699.
Prasetyo, P. E. (2011). Deindustrialisasi sebuah ancaman kegagalan triple track strategy pembangunan di Indonesia. Jejak , 4 (1),
1–13. https://doi.org/10.15294/jejak.v4i1.4636
Purnomo, D., & Istiqomah, D. (2008). Analisis peranan sektor industri terhadap perekonomian Jawa Tengah tahun 2000 dan tahun 2004 (Analisis Input Output).
Jurnal Ekonomi Pembangunan , 9 (2),
137–155. https://doi.org/10.23917/jep.v9i2.1021
Purwoko. (2012). Model Ekonomi Berbasis
Input Output: Konsep, Pembangunan dan Aplikasi . Yogyakarta: Deepublish.
Rafiqah, I. W., Darsono, D., & Sutrisno, J.
(2018). Daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.
AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research , 4 (1), 51–58. https://doi.org/10.18196/agr.4160
Rahmah, A. N., & Widodo, S. (2019). Peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian di Indonesia dengan pendekatan Input – Output tahun 2010– 2016. Economie , 1 (1), 14–37. Riyardi, A., Hasmarini, M. I., Setyowati, E., Setiaji, B., Wardhono, A., & Wahab, N. (2013). Deindustrialisasi pada industri tekstil dan produk tekstil di Pulau Jawa. JEJAK: Jurnal Ekonomi dan Kebijakan ,
6 (1),
106–119. https://doi.org/10.15294/jejak.v6i1.3752
Septiadi, A. D., Pinilih, M., & Shaferi, I.
(2017). Analisis daya penyebaran dan derajat kepekaan sektor ekonomi di Jawa Tengah. Pro Bisnis , 10 (2), 38–47.
Solikin, A. (2021). Peran industri minuman beralkohol dalam perekonomian Indonesia Analisis input-output. Jurnal Perspektif Bea dan Cukai , 5 (2), 203–217. Suseno, T., Suciyanti, M., & Madiutomo, N. (2019). Analysis of the linkage of metals mining sector with national economic. Indonesian Mining Journal , 22 (2), 129–
143. https://doi.org/10.30556/imj.vol22.no2.2 019.705 Tenrini, R. H. (2013). Perencanaan pembangunan berdasarkan analisis Tabel I-O tahun 2005: Studi kasus Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik , 4 (2), 163–174.
Utami, B. S. A. (2018). Analisis keterkaitan sektor industri manufaktur besar dan sedang di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Tabel Input-Output. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan (JDEP) , 1 (1), 29–36.
Wahyuningsih, W. S. (2017). Analisis daya saing ekspor sektor unggulan di Jawa Tengah.
Economics Development Analysis Journal , 6 (2), 221–238. https://doi.org/10.15294/edaj.v4i3.14840 Wijaya, I. R. A., Masyhuri, Irham, & Hartono,
S. (2014). Analisis input output pengolahan tembakau di Provinsi Jawa
Timur. Agro Ekonomi , 24 (1), 1–9.
Yusroni, N., & Chadiq, U. (2021). Analysis of the effect of the tourism sector on the establishment of multiplier output and
multiplier income during the Covid-19 pandemic in Central Java. International Journal of Economics, Business and Accounting Research (IJEBAR) , 5 (4), 580–586.
|
4c7a96f7-29ab-4b48-8de6-d811f1aff4a1 | https://jurnal.uns.ac.id/SHES/article/download/46065/28968 | Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dalam Tugasku Sehari - hari di Sekolah Menggunakan Power Point Pada Peserta Didik Kelas II SDN Karanganyar 01
Sri Mulyati SDN Karanganyar 01 [email protected]
Article History accepted 14/11/2020 approved 21/11/2020 published 26/11/2020
## Abstract
The purpose of this study was to improve student learning outcomes in thematic learning in grade II SD. This research is a classroom action research (PTK) which is carried out in three cycles, each cycle consisting of planning, implementation, observation, and reflection stages. The subjects of this study were 14 grade students of SDN Karanganyar 01 in the 2020/2021 academic year. Data collection techniques using observation and tests. Data analysis includes data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Research shows that the use of learning powerpoint media can improve student learning outcomes in the subject matter of Theme 3 Sub Theme 2 Learning 1 in class II Karanganyar 01 Elementary School for the 2020/2021 school year as evidenced by the percentage of learning outcomes in cycle I by 70% to 90% in the cycle II and becomes 100% in cycle III Keywords: Learning Powerpoint, Thematic, Students
## Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik kelas II SD. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam tiga siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas II SDN Karanganyar 01 tahun pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 14 peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes. Analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media powerpoint pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 1 di kelas II SDN Karanganyar 01 tahun pelajaran 2020/2021 yang dibuktikan dengan persentase ketuntasan hasil belajar pada siklus I sebesar 70% menjadi 90% pada siklus II dan menjadi 100% pada siklus III Kata kunci: Powerpoint Pembelajaran,Tematik,Siswa
Social, Humanities, and Education Studies (SHEs): Conference Series https://jurnal.uns.ac.id/shes
p-ISSN 2620-9284 e-ISSN 2620-9292
## PENDAHULUAN
Belajar merupakan suatu proses yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu indikasi bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan perubahan nilai dan sikap (afektif). Perubahan yang terjadi pada tingkah laku tersebut merupakan perubahan yang bernilai positif. Sehingga tujuan dari belajar tersebut dapat tercapai dengan maksimal.
Dalam hal ini guru memerlukan ketrampilan dasar mengajar berupa adanya variasi mengajar siswa dan kemampuan merancang, mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan minat dan bakat serta sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Agar siswa tidak merasa bosan, perhatiannya bertambah, dan pembelajaran yang dilaksanakan dapat tercapai. Dalam proses belajar mengajar ada variasi bila guru menunjukkan adanya perubahan dalam gaya mengajar, media yang digunakan berganti-berganti, dan ada perubahan dalam pola interaksi antara guru-siswa, siswa-guru, dan siswa-siswa. Kurangnya variasi guru dalam menggunakan media pembelajaran membuat siswa cepat bosan dan komunikasi dua arah kurang terlihat dalam pembelajaran.
Situasi dan kondisi ini terlihat jelas ketika guru melaksanakan pembelajaran pada Kelas II Tema 3 Subtema 2 Pembelajaran 1 di SDN Karanganyar 01. Dimana ketika guru mengajar terlihat banyak siswa yang kurang interaktif saat pembelajaran. Banyak guru yang belum menggunakan media pembelajaran yang mengasyikkan.
Hasil pengamatan guru pada pembelajaran Tema 3 Subtema 2 Pembelajaran 1 dari 14 siswa hanya 4 anak (30%) yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal. Sebagai guru yang profesional merasa termotivasi untuk melakukan perbaikan, untuk meningkatkan minat belajar siswa. Upaya perbaikan yang peneliti lakukan dengan mengadakan Peneltian Tindakan Kelas (PTK).
Permasalahan tersebut diduga karena : (1) Guru belum menggunakan metode pembelajaran tematik yang bervariasi (2) Kelemahan guru dalam pembuatan dan pemanfaatan media pembelajaran (3) Kurangnya minat siswa dalam mengikuti pembelajaran (4) Kurannya daya dukung orang tua dan lingkungan terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Untuk mengatasi kendala tersebut, maka penulis mecoba melakukan perbaikan pembelajaran menggunakan media powerpoint pembelajaran. Menurut Riski Ilham (2004: 18), powerpoint adalah program aplikasi yang berfungsi untuk membuat presentasi dalam bentuk slide-slide.
Berdasarkan uraian diatas, penulis akan mencoba melakukan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Berbagai Pekerjaan melalui Media Powerpoint pada Peserta Didik Kelas II SDN Karanganyar 01.
Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 1.
## METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) kolaboratif yang dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas II di SDN Karanganyar 01 Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 14 peserta didik.
Data yang dianalisis berupa data kualitatif yaitu penggunaan media powerpoint pembelajaran dan data kuantitatif yaitu hasil belajar tematik peserta didik. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes. Uji validitas data menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah diuraikan maka pembahasan pada penelitian ini sebagai berikut. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan penggunakan powerpoint pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Terilhat pada tabel berikut.
## Tabel 1. Peningkatan Penggunakan Media Vidio Pembelajaran
Aspek Skor Rata-rata Siklus I Siklus II Siklus III Membuka pelajaran (ketrampilan membuka pelajaran) 2 3 3 Menjelaskan materi pelajaran dengan media powerpoint (ketrampilan menjelaskan) 3 3 3 Bertanya (ketrampilan bertanya) 2 3 3 Membagi kelas ke dalam beberapa kelompok (keterampilan mengelola kelas) 3 3 3 Membimbing siswa untuk merangkum materi pembelajaran dan bergantian membacakan hasil rangkuman kepada pasangannya (keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan, membimbing diskusi dan kelompok kecil) 2 2 3 Mengajarkan materi dengan menggunakan media powerpoint(ketrampilan mengadakan variasi) 3 3 3 Membimbing jalannya diskusi dengan menerapkan model pembelajaran cooperative learning (keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil) 2 2 3 Memberi penguatan (ketrampilan memberi penguatan) 2 2 3 Menutup pelajaran (keterampilan menutup pelajaran) 2 3 3
Dari data observasi yang diperoleh pada tabel di atas bahwa aktivitas mengajar atau kegiatan mengajar guru (peneliti) mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II hingga Siklus III.mHasil penelitian menunjukkan peningkatan hasil belajar pada materi Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran ke 1. Terilhat pada tabel berikut.
## Tabel 2. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Nilai Jumlah Siswa Siklus I Siklus II Siklus III 100 0 0 1 90 0 3 4 80 4 4 7 70 2 2 2 60 4 5 0 50 4 0 0 Jumlah 14 14 14 Rata-rata 65 74 83 Tuntas 6 9 14
Peningkatan hasil belajar tematik peserta didik pada materi Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 1 diukur dengan menggunakan teknik tes hasil belajar dengan instrument soal evaluasi menggunakan google form. Teknik pengumpulan data hasil belajar peserta didik diterapkan disetiap pertemuan setelah dilakukan proses pembelajaran.
Penggunaan media Powerpoint pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik di kelas II SDN Karanganyar 01 secara signifikan. Pada hasil Penilaian sebelumnya terdapat 10 dari 14 peserta didik yang belum mencapai KKM dengan persentase ketuntasan hasil belajar hanya 30%. Setelah dilakukan tindakan, persentase ketuntasan hasil belajar pada siklus I meningkat menjadi 43%. Pada siklus II terjadi peningkatan kembali menjadi 64% dan siklus ke III mencapai 100%. Pada siklus I belum mencapai indikator kinerja penelitian yang ditetapkan. Hasil belajar pada siklus I telah mencapai indikator kinerja penelitian dan terus meningkat pada siklus II. Pada siklus III, ketuntasan hasil belajar peserta didik telah mencapai 100% dengan KKM 70 sehingga pelaksanaan tindakan dapat dihentikan.
Berdasarkan analisis hasil belajar peserta didik setelah pelaksanaan tindakan, dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan media Powerpoint pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar tematik pada materi Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran ke 1. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aji Susilo, dan Afrinia Nur Fatimah yang membuktikan bahwa penggunaan media Powerpoint dalam pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SD secara signifikan.
## SIMPULAN
Uraian hasil Penelitian pada Penelitian Tindakan Kelas dan pembahasan pada bab sebelumnya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Berbagai Pekerjaan melalui Media Powerpoint pada Peserta Didik Kelas II SDN Karanganyar 01 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti meneliti tentang hasil belajar siswa. (2) Hasil belajar siswa sebelum menggunakan Media Powerpoint pada Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 1 materi Berbagai Pekerjaan memiliki hasil belajar kelas dengan rata-rata sebesar 53 dengan ketuntasan kelas 30%. Dalam hal ini hasil belajar peserta didik masih di bawah indikator keberhasilan dan ingin dilakukan perubahan. (3) Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I, siklus II, dan siklus III setelah diterapkannya Model Pembelajaran dengan menggunakan Media Powerpoint dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada Tema 3 Sub Tema 2 Pembelajaran 1 materi Tugasku Sehari - hari di Sekolah di kelas II SDN Karanganyar 01, kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil belajar peserta didik yang meningkat setelah diterapkannya Model Pembelajaran menggunakan Media Powerpoint. Pada tahap Pra Siklus rata-rata hasil belajar 53 dengan ketuntasan klasikal 30%. Pada Siklus I rata-rata 65 dengan ketuntasan klasikal 43%. Pada Siklus II rata-rata 74 dengan ketuntasan klasikal mencapai 64%. Dan pada siklus III Tuntas 100% dengan rata-rata 83.
## DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Abu dan Cholid Narbuko, 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2015. Penelitian Pendidikan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Alamul Huda. (2007). Panduan Praktis Microsoft Powerpoint 2007. Surabaya: PenerbitIndah
Ashar Arsyad. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Majid. (2004). Pembelajaran Tematik terpadu. Bandung: Remaja Rosda Karya. Oemar Hamalik. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Riski Ilham (2004). Belajar Sendiri Langsung Praktek Microsoft Powerpoint
2002.Surabaya: Indah
Triyanto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wardhani, I. (2019). Penelitian Tindakan Kelas. Tanggerang: Universitas Terbuka
|
dcf46f37-4373-4879-9a06-40bb14b6fe52 | https://jurnal.umpwr.ac.id/index.php/intek/article/download/3572/1871 | Perancangan User Interface Dan User Experience Pada Customer Interface Website Perusahaan Transportasi Menggunakan
## Metode Usability Testing
Imam Syafii 1* , Ahmad Aufar Ribhi 2 , Mutia Ulfa 2 , Vincensia Seranede 3 , Nita Ilmiyatul Lailiah 4
1 2 3 4 Bisnis Digital, Institut Teknologi Sains dan Kesehatan Sugeng Hartono, 47442, Indonesia [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
## Abstrak
Pemesanan layanan transportasi melalui customer service memerlukan waktu yang lama untuk negosi- asi terkait harga, jenis armada dan jumlah jasa angkut barang. Negosiasi tersebut membutuhkan waktu yang lama sampai dengan setuju untuk memesan. Dari permasalahan tersebut dibuatkan halaman in- terface dimana pelanggan dapat mengetahui harga per rute dan jenis armada serta jumlah jaasa angkut barang secara mandiri dan bisa menjadi pertimbangan oleh pelanggan terkait harga yang dapat dita- warkan. Halaman user interface (UI) dibuat untuk memudahkan implementasi berbasis website . Hal- aman user interface dibuat dengan software figma dengan menggunakan metode usability testing . Hasil dari analisis menunjukan adanya 4 UI/UX meliputi User interface (UI) halaman customer , user interface (UI) halaman cek pengiriman, user interface (UI) halaman stepper 1, user interface (UI) hal- aman stepper 2, user interface (UI) halaman stepper 2, user interface (UI) halaman stepper 3. Hasil dari usability testing menggunakan aspek indikator indikator learnability , memorability , efficiency , er- rors , dan satisfaction yang telah dihitung menghasilkan nilai rata-rata diatas 0,78% per indikator. Hasil nilai tersebut menunjukan nilai yang besar dan menunjukan halaman UI/UX dari customer inter- face sangat baik.
Kata kunci: UI/UX, Usability Testing, Figma
## Abstract
Ordering transportation services through customer service requires a long time for negotiations re- garding prices, types of fleets and the amount of goods transportation services. The negotiations took a long time until agreed to order. From these problems, a safe interface is created where customers can find out the price per route and type of fleet as well as the number of goods transport services in- dependently and can be considered by customers regarding the prices that can be offered. The user in- terface (UI) page is made to facilitate website-based implementation. User interface pages are created with figma software using the usability testing method. The results of the analysis show that there are 4 UI/UX including User interface (UI) customer page, user interface (UI) check delivery page, user interface (UI) page stepper 1, user interface (UI) page stepper 2, user interface ( UI) page stepper 2, user interface (UI) page-safe stepper 3. The results of usability testing using aspects of the indicators of learnability, memorability, efficiency, errors, and satisfaction have been calculated to produce an average value above 0.78% per indicator. The results of this value show a large value and show that the UI/UX page of the customer interface is very good.
Keywords: UI/UX, Usability Testing, Figma
## 1. PENDAHULUAN
Di era Revolusi Industri 3.0 saat ini, hampir se- luruh aktivitas kehidupan manusia tidak lepas dari penggunaan teknologi informasi sebagai alat penunjang aktivitas dan layanan lainnya.
Layanan TI yang muncul sebagai sistem infor- masi yang tersedia secara luas untuk semua ka- langan (Triyunsari, 2022). Pesatnya perkem- bangan teknologi informasi mendorong PT Pi- lar Transport untuk membuat sistem informasi berbasis web yang mampu memfasilitasi
pemesanan pelanggan (Rachmatsyah et al. 2022). Sebelumnya pelanggan melakukan pemesanan dengan cara menghubungi customer service untuk melakukan pemesanan, sehingga proses pemesanan membutuhkan waktu untuk bernegosiasi sehingga tidak efisien dan efisien (Arumsari, Lailyah, and Rahayu 2022). Aki- batnya, sistem informasi baru dibuat, lebih us- er-friendly dalam tampilan dan lebih spesifik dalam fungsi (Rahmawati, Sharyanto, and ... 2022).
Dalam pengembangan website terbagi menjadi beberapa bagian yaitu User Interface (UI) dan User Experience (UX) (Oktaviani, Candra, and Irsyad 2022). Melihat potensi di atas, penulis mengusulkan untuk merancang User Interface (UI) dan User Experience (UX) (Relawati, Primanda, and Zamroni 2022). Saat mendesain antarmuka pengguna (UI) dan pengalaman pengguna (UX), beberapa pendekatan dapat digunakan termasuk desain yang berpusat pada manusia, pemikiran desain, dual diamond , UX Lean, menilai berdasarkan pengalaman, dll (Hasibuan et al. 2022). Pendekatan Human- Centered Design (HCD) adalah pendekatan de- sain produk yang berfokus pada pengguna dan kegunaan produk (Isangula et al. 2022). Oleh karena itu, hasil desain dari desain layar dapat meningkatkan pengalaman pengguna. Metode ini memiliki beberapa langkah proses seperti observasi, ide, prototyping , dan pengujian.
Metode Human Centered-Design (HCD) yang kemudian dilanjutkan ke tahap evaluasi kegunaan dengan menggunakan metode Usabil- ity Testing (Ravelino and Susetyo 2022). Kedua metode dipilih penulis karena dapat menjawab kebutuhan pengguna yang berfokus pada user dan bagaimana produk atau layanan yang terse- dia dengan mendeskripsikan hasil pengamatan aplikasi berdasarkan evaluasi kegunaan dari sudut pandang pengguna dan melakukan iterasi perbaikan (Rahmah, 2016). Tools atau alat yang digunakan penulis untuk membuat perancangan User Interface (UI) adalah Figma, karena ap- likasi yang ringan serta dapat menghemat waktu dengan fitur kolaborasi sepserti mengubah rancangan design dalam waktu yang bersamaan atau memberi komentar (Al-Faruq, Nur‟aini, and Aufan 2022).
Dengan adanya pengembangan kembali website PT Pilar Transport berupa customer interface dapat menjadi solusi yang bagus guna mem- berikan efektifitas dan efisien dalam melakuan
pemesanan. Customer interface juga dapat membantu pelanggan memukan rate harga yang dibutuhkan oleh pelanggan sehingga pelanggan memiliki pengetahuan dan perencanaan dalam menggunakan jasa layanan PT Pilar Transport.
## 2. METODE
## 2.1. Observasi
Dalam aktivitas ini dilakukan observasi lang- sung kepada pihak karyawan dan pelanggan un- tuk mengetahui kebutuhan pengguna. Hasil dari aktivitas observasi adalah berupa definisi masa- lah yang akan diselesaikan. Terdapat beberapa langkah yang dilakukan pada penelitian, yaitu :
a) Mengumpulkan informasi kebutuhan Dalam langkah ini, penulis mengumpulkan informasi menggunakan teknik wawancara yang dilakukan dengan CEO PT Pilar Transport dan didapatkan hasil sebagai berikut :
Perlunya optimasi pemesanan yang dil- akukan oleh pelanggan sehingga pelanggan dapat mengetahui harga per rute yang ditawarkan. Pemesanan yang dilakukan secara mandiri oleh pelanggan menyingkat waktu tanya jawab yang dilakukan oleh customer service. Sehingga customer ser- vice hanya melakukan konfirmasi atas pe- sanan yang dilakukan oleh pelanggan.
b) Analisis kebutuhan informasi Perancangan User Interface (UI) dan User Experience (UX) website PT Pilar Transport yang akan dibuat ini akan memuat dua sisi, yaitu dari sisi customer service dan sisi pelanggan. Untuk sisi cus- tomer service akan diakses oleh karyawan, dari sisi pelanggan akan diakses oleh cus- tomer PT Pilar Transport. Seperti yang ter- tera pada gambar 1, alur pemesanan dimu- lai dari pelanggan menuju ke PT Pilar Transport. Kemudian, setelah sampai di perusahaan akan melakukan konfirmasi atas pemesanan yang dilakukan. Proses bisnis dapat dilihat pada Gambar 1.
c) Analisis pengumpulan data Pada penelitian ini instrumen penelitian yang dibuat berupa kuesioner dengan- menurunkan item-item pernyataan dari kelima indikator yang ada pada usability testing. Kelima indikator yang digunakan adalah learnability , memorability , efficien-
cy , errors , dan satisfaction . Adapun kuesioner yang digunakan tertera pada Tabel 1.
Gambar 1. Skema Sistem Tabel 1. Kuesioner Indikator Kode Keterangan learnabil- ity Q1 Customer interface web- site mudah dipelajari memora- bility Q2 Saya dengan mudah mengingat penggunaan customer interface efficiency Q3 Saya dengan mudahnya memperoleh informasi yang ada terkait customer interface Q4 Saya mampu langsung menemukan informasi yang saya ingin cari dari awal membuka pada customer interface errors Q5 Saya tidak menemukan menu yang error atau tid- ak sesuai dengan fungsinya satisfac- tion Q6 Saya senang dengan de- sign antarmuka yang ada pada customer interface secara keseluruhan
## 2.2. Idea Generation
Dalam tahap ideation setelah masalah yang ingin diselesaikan sudah diketahui, langkah se- lanjutnya adalah men- generate solusi potensial atas masalah yang ada. Hasil dari aktivitas idea generation berupa ide pengembangan sebagai solusi potensial (berupa ide user interface (UI) design dalam bentuk wireframe yang nantinya akan dibuat dalam versi mockup ).
Dari analisis kebutuhan fungsional, dapat disimpulkan user interface (UI) yang dibutuh- kan adalah :
a) User interface (UI) halaman customer b) User interface (UI) halaman cek pengi- riman c) User interface (UI) halaman stepper 1 d) User interface (UI) halaman stepper 2 e) User interface (UI) halaman stepper 2 f) User interface (UI) halaman stepper 3
## 2.3. Human Centered-Design (HCD)
Sebuah pendekatan untuk mendesain produk yang berfokus pada manusia atau pengguna. HCD dimulai dengan memahami orang-orang terlebih dahulu dan mengetahui apa kebu- tuhannya (Putu et al. 2021). Untuk dapat me- mahami orang atau pengguna bisa dilakukan observasi terlebih dahulu. Dalam pendekatan HCD dilakukan iterasi-iterasi supaya dapat mencapai apa yang dibutuhkan oleh pengguna. Seperti yang dikatakan Don Norman pada buku “The Design of Everyday Things” dalam siklus iteratif HCD terdapat 3 aktivitas, yaitu observa- tion , idea generation (ideation), prototyping , dan testing (Chen et al. 2022).
## 2.4. Usability Testing
Sebuah metode untuk mengevaluasi User Expe- rience (UX) terhadap software ataupun website yang dibuat. Pada umumnya, metode ini dil- akukan oleh para UX developer dengan meli- batkan beberapa user (pengguna) tertentu untuk diteliti bagaimana proses mereka selama ber- interaksi dengan website (Valentino Adhy Nuantra et al. 2022). Usability Testing perlu dilakukan untuk mengetahui lebih dulu kemungkinan kendala penggunaan aplikasi yang akan dihadapi oleh pengguna. Usability juga berkaitan dengan kualitas dari pengalaman yang dirasakan user pada saat menggunakan ap- likasi baik berupa peralatan ataupun aplikasi berbasis website , berbasis desktop, hingga ber- basis mobile (Relawati, Primanda, and Zamroni 2022).
Dalam perhitungan statistik deskriptif ini, hasil rata-rata usability testing yang dilakukan pada website customer interface kemudian dibagi menjadi empat kategori dan rentang penaliaian. Tabel 2 menunjukkan kategori dan rentang penilaian website. Aspek usability dikatakan baik jika hasil persentase menunjukkan nilai yang tinggi.
## Tabel 2. Kategori dan Rentang Penilaian
Persentase Keterangan 1 Sangat Buruk 2 Kurang Baik (Tidak Setuju)
3 Baik (Setuju) 4 Sangat Baik (Sangat Setuju) Tabel 3. Aspek Usability Persentase Keterangan 0 – 23,99 Sangat Buruk 24 – 39,99 Kurang Baik (Tidak Setuju) 40 – 73,99 Baik (Setuju) 74 – 100 Sangat Baik (Sangat Setuju)
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1. User Interface
Berdasarkan hasil analisis kebutuhan disimpul- kan terdapat 4 jenis user interface (UI) yang akan diimplementasikan ke dalam website.
a) User interface (UI) halaman customer
Tampilan user interface halaman customer berisi keterangan yang ada dalam perus- ahaan meliputi logo perusahaan, jenis layanan yang ada, spesifikasi armada yang ditawarkan, sosial media perusahaan dan lokasi perusahaan. Halaman customer merupakan antar muka terdepan setelah membuka alamat website. User interface halaman customer dapat dilihat pada Gam- bar 2.
b) User interface halaman cek pengiriman Tampilan user interface halaman cek pengiriman diawali dengan memilih jenis layanan yang ada meliputi pindahan, sewa truck , dan kargo. Setelah memasuki jenis layanan akan diberikan form alamat origin berupa provinsi, kabupaten/kota, kecama- tan, serta keluruhan, form alamat destinasi berupa provinsi, kabupaten/kota, kecama- tan serta kelurahan, jenis armada yang digunakan, dan nomer whatsapp. Setelah terisi pelanggan dapat melihat harga yang ditawarkan oleh perusahaan. Apabila harga tersebut disepakati oleh customer dapat melanjutkan dengan menekan tombol pemesanan. User interface halaman cek pengiriman dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. User Interface Customer
Gambar 2. User Interface Cek Pengiriman
c) User interface (UI) halaman stepper 1 Tampilan user interface halaman step- per 1 berisi form nama pemensan, nomer whatsapp pemesan dan email pemesan. Informasi tersebut digunakan untuk melakan konfirmasi pihak cus- tomer service setelah pemesanan dil- akukan. User interface halaman stepper 1 dapat dilihat pada Gambar 3.
d) User interface (UI) halaman stepper 2 Tampilan user interface halaman step- per 2 berisi form data alamat pemesan berupa form provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan pemesan. Us- er interface halaman stepper 2 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. User Interface Stepper 1
Gambar 4. User Interface Stepper 2
e) User interface (UI) halaman stepper 2
Tampilan user interface halaman step- per 2 berisi detail pemesanan dari cus- tomer yang dilakukan pada halaman cek pengiriman. Pelanggan hanya perlu menambahi alamat catatan secara detail guna menghindari salah rute atau salah alamat. User interface halaman stepper 2 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. User Interface Stepper 2
f) User interface (UI) halaman stepper 3 Tampilan user interface halaman step- per 3 berisi rangkuman hasil pemesan- an dari pelanggan. Dihalaman ini pelanggan dapat melihat rangkuman yang telah dipesanan sebelum di kirim ke dalam pesanan pelanggan. User in-
terface halaman stepper 3 dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. User Interface Stepper 3.
## 3.2. Usability Testing
Dilakukan usability testing design baru kepada meliputi karyawan dan pelanggan tetap. Hasil usability testing dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
Tabel 2. Usability Testing Que stion Q1 Q2 Q2 Q3 Q4 Q6 R1 3 3 3 2 3 4 R2 2 3 3 3 3 4 R2 3 4 4 4 4 4 R3 3 3 3 3 3 4 R4 3 3 3 3 3 4 R6 4 3 3 3 3 4 R7 3 3 3 2 3 4 R8 4 3 3 2 3 4 R9 4 3 3 3 3 4 R10 4 3 3 3 3 4 R11 3 3 3 3 3 4 R12 3 3 3 2 3 4 R12 3 3 3 2 3 4 R13 3 3 3 3 3 3 R14 4 3 3 3 3 4 Jum 49 46 46 41 46 55 ave 0,84 0,81 0,78 0,81 0,99
Berdasarkan hasil kuesioner terhadap usability testing , didapatkan bahwa indikator satisfaction menjadi indikator aspek tertinggi dengan nilai 0,99. Hasil indikator aspek tersebut menun-
jukan nilai indikator sangat baik. Hal ini pengguna senang dengan design antarmuka yang ada pada customer interface secara kese- luruhan. Dilanjutkan kedua aspek indikator learnability dengan nilai 0,84. Hasi ini menun- jukan aspek indikator sangat baik. Hal ini menunjukan customer interface website mudah dipelajari oleh pengguna.
Indikator aspek memorability , dan errors me iliki nilai yang sama dengan nilai 0,81. Hasil tersebut menunjukan aspek indikator yang sa gat baik. Hal ini menunjukan pelanggan dengan mudah mengingat penggunaan customer inter- face dan tidak menemukan menu yang error atau tidak sesuai dengan fungsinya.
Indikator aspek efficiency memiliki nilai aspek terendah dibandingkan ke 4 aspek tersebut. Nilai aspek tersebut menjadi rata-rata sebesar 0,78. Hasil tersebut masih menunjukan sangat baik.
## 4. KESIMPULAN
Design website customer interface PT Pilar Transport telah dirancang dengan menggunakan perangkat lunak figma yang meliputi menu pemesanan pelanggan untuk mempermudah dan mempersingkat kegiatan negosiasi antara pelanggan dan customer service . Hasil custom- er interface ditesting menggunakan usability testing pada semua fitur dengan menggunakan lima indikator learnability , memorability , effi- ciency , errors , dan satisfaction yang telah dihi- tung menghasilkan nilai rata-rata diatas 0,78% per indikator yang memiliki arti bahwa design tersebut sangat baik
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada ITSK Sugeng Hartono atas dukungan dalam melakukan penelitian. Terimakasih kepada PT Pilar Transport atas dukungan guna melancarkan proses penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Al-Faruq, Muhammad Naufal Muhadzib, Siti
Nur‟aini, and Muhammad Haikal Aufan.
2022. “Perancangan Ui/Ux Semarang
Virtual Tourism Dengan Figma.” Walisongo Journal of Information
Technology 3(1): 32–42.
Arumsari, Nurul Rizka, Nurzahroh Lailyah, and Tina Rahayu. 2022. “Peran Digital Marketing Dalam Upaya Pengembangan
UMKM Berbasis Teknologi Di Kelurahan Plamongansari Semarang.” SEMAR (Jurnal Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni bagi Masyarakat) 11(1): 92.
Chen, You et al. 2022. “Human-Centered Design to Address Biases in Artificial Intelligence.” Journal of Medical Internet Research 24(Figure 1): 1–10.
Hasibuan, Fadliansyah, Hengki Setiawan, Edwar Ali, and Junadhi. 2022. “Prototype Design User Interface Sistem Preloved Menggunakan Metode Lean Ux.” ZONAsi: Jurnal Sistem Informasi 4(1): 127–38.
Isangula, Kahabi et al. 2022. “Strengthening
Interpersonal Relationships in Maternal and Child Health Care in Rural Tanzania: Protocol for a Human-Centered Design
Intervention.” JMIR Research Protocols 11(7).
Oktaviani, Bebi, Reski Mai Candra, and Muhammad Irsyad. 2022. “Desain Sistem Pemasaran Produk UMKM Dengan Konsep UI/UX Menggunakan Metode
Design Thinking.” Journal of Information System Research 3(2): 980–87. https://ejurnal.seminar- id.com/index.php/josh/.
Pranatawijaya, Viktor Handrianus, Widiatry Widiatry, Ressa Priskila, and Putu Bagus
Adidyana Anugrah Putra. 2019.
“Penerapan Skala Likert Dan Skala Dikotomi Pada Kuesioner Online.” Jurnal Sains dan Informatika 4(2): 128–27.
Putu, Gusti et al. 2021. “„Penerapan Metode
Human Centered Design Dalam
Perancangan User Interface (Studi Kasus:
PT.X).‟” JITTER : Jurnal Ilmiah Teknologi dan Komputer
2(2): 349–70. https://ojs.unud.ac.id/index.php/jitter/articl
e/view/77829.
Rachmatsyah, Agus Dendi et al. 2022.
“Penggunaan Pelayanan Sistem Transportasi Umum Bus Berbasis Web.” Teknomatika 12(01): 38–48.
http://ojs.palcomtech.com/index.php/tekno matika/article/view/443/302.
Rahmah, Devi M. 2016. “Analisis Efektifitas Pendekatan Human Center Design Dalam Pengembangan Industri Kecil Menengah Di Kawasan Pedesaan.” Agricore: Jurnal Agribisnis dan Sosial Ekonomi Pertanian Unpad 1(1): 27–22.
Rahmawati, D, S Sharyanto, and ... 2022.
“Information System Design And Manufacture Online Booking Car Service Website Based And Spare Part Availability At CV. Bersama Maju Service Central Jakarta ….” Journal of … 2: 1–10. http://journal.binainternusa.org/index.php/j etcom/article/view/80.
Ravelino, Calvin, and Yeremia Alfa Susetyo.
2022. “Perancangan UI/UX Untuk Aplikasi Bank Jago Menggunakan Metode User Centered Design.” Jurnal JTIK (Jurnal
Teknologi Informasi dan Komunikasi) 7(1): 121–29.
Relawati, Ambar, Yanuar Primanda, and Guntur Maulana Zamroni. 2022. “Unmoderated Remote Usability Testing: An Approach during Covid-19 Pandemic.” International Journal of Advanced Computer Science and Applications 12(1): 282–89.
Triyunsari, Desra. 2022. “Analisis Tingkat
Kematangan Manajemen Layanan Pegawai Berbasis Teknologi Informasi
Menggunakan Framework COBIT 4 Pada SMA Negeri 19 Palembang.” Indonesian Journal of Multidisciplinary on Social and Technology 1(2): 136–42.
Valentino Adhy Nuantra et al. 2022. “Faktor Usability Testing Terhadap Penggunaan Presensi Di Web SIA UTY.” Jurnal
Teknologi dan Manajemen Industri Terapan 1(2): 172–82.
|
244a6fd0-eb33-466d-8a2e-ffea74065586 | https://ejurnal.stiuda.ac.id/index.php/althiqah/article/download/146/93 | Tinjauan Ulama’ Fiqih Terhadap Vaksin Rubellah Melalui Konsep Istiḥālah
## Lailatul Mas’udah
Universitas Kiai Abdullah Faqih [email protected]
## Abstract
Various efforts are made by a person in order to obtain physical and spiritual health and survive against various kinds of diseases and their triggering factors. The composition of the drug, which often contains ingredients that are considered not to be in accordance with the Shari'a, has become the theme of a lengthy discussion in discussions about whether or not it is permissible to consume it. Among these are the ingredients contained in the measles and rubella vaccines, which are considered drugs mixed with pork, which is one of the animals that are forbidden in Islam.The concept of istilah is an attempt to find a middle ground between the various points of view among scholars regarding the law on consuming measles and rubella anti-virus.The discussion of differences among scholars regarding the law on the content of anti-virus compositions uses the library research method and the tarjih approach.The concept of Istilah using the Al-Taf'ul al- Kimiyaw method is the strongest basis for declaring that the Rubella vaccine is halal and holy. Thus, it can be used by Muslims. Despite the fact that the Rubella vaccine contains pig gelatin, the pig gelatin serves no purpose other than breeding.
key word : Rubella, Isti h ̣ a ̄ lah,
## Pendahuluan
Terjadi perbedaan argumen antara intelektual Muslim yang fokus dalam bidang disiplin ilmu fikih mengenai hukum berobat. Perbedaan argumen mengenai hal itu terbagi menjadi 4 hukum yaitu: 1) ulama Hanafiyah dan Malikiyah beranggapan mubah hukumnya seseorang untuk berobat. 1 2) menurut Syafi’iyah dan Ahmad hukumnya wajib. 2 3) mayoritas mandzhab Hambali beranggapan hukumnya mubah, namun meninggalkannya merupakan salah satu langkah tawakal pada Allah. 3 4) Menurut sebagian dari Syafiʽiyah, Ibn ʽAqīl, Ibn al-Jawzī, dan lainnya sunnah hukumnya. 4
Mengenai kewajiban berobat ini intelektual Muslim masih terjadi perbedaan pendapat mengenai legalitas mengkonsumsi obat yang mengandung unsur yang
1 Jamal al-Din Muhammad bin Abdullah al-Zailai, Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanz Al-Daqaiq (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010). J 6 p32
2 Yahya bin Syarf al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Bin Al-Hajjaj (Bairut: Dᾱr Ihya’ al-Turath, 1392). J14 p191
3 Mansur bin Yunus bin Idris, Kasyf Al-Qinaʽ an Matan Al-Iqna’ (Bairut: Dᾱr al-Fikr, 1402). J2 p 76
4 Yahya bin Syarf al-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Bin Al-Hajjaj . J14 p191
diharamkan. Maksud unsur yang diharamkan ialah obat-obatan yang dicampur dengan sesuatu yang telah dipastikan keharamannya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah seperti halnya anjing, babi, organ manusia, kamar, air kencing manusia atau hewani, dan lainnya. Perbedaan ini dapat dipetakan menjadi tiga pendapat besar yaitu: 1) haram. Melihat dari hukum asal dari campurannya dari sesuatu yang diharamkan. 5 2) tafshīl . Haram hukumnya bila ada obat lain yang dihukumi halal dan mubah bila tidak ditemukan obat selain dari sesuatu yang haram tersebut. 6 3) halal. Hal ini disebabkan sesuatu yang haram tersebut sudah berubah bentuk baik dari datiyah dan namanya. 7
Dari perbedaan ini tugas akademisi dan intelektual Muslim berusaha mencari hukum yang sesuai dengan perkembangan zaman dengan cara meninjau al-Maqāshid al- Syariah untuk menyikapi kebutuhan primer manusia dan menjaga kehidupan manusia yang sehat. Melihat dari sabda Nabi Muhammad (H.R. al-Baihaqī: 20173)
ح , َناَيْفُس ُنْب ُنَسَحْلا انثدح, ٍرَفْعَج يِبَأ ُنْب و ِرْمَع وُبَأ يِن َرَبْخَأ , ُظِفاَحْلا ِالله ِدْبَع وُبَأ اَن َرَبْخَأ , َةَبْيَش يِبَأ ُنْب ِرْكَب وُبَأ انثد
ُنْب ِالله ُدْبَع انثدح
َرْي َرُه يِبَأ ْنَع , ِجَرْعَ ْلْا ِنَع , َناَّبَح ِنْب ىَيْحَي ِنْب ِدَّمَحُم ْنَع , َناَمْثُع ِنْب َةَعيِب َر ْنَع , َسي ِرْدِإ َي ِض َر , َة
َلِإ ُّبَحَأ َو ٌرْيَخ ُّيِوَقْلا ُنِم ْؤُمْلا " :َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص ِالله ُلوُس َر َلاَق :َلاَق ُهْنَع ُالله
ٍ لُك يِف َو , ِفيِعَّضلا ِنِم ْؤُمْلا َنِم ِالله ى ِ نَأ ْوَل :ْلُقَت َلََف ٌءْيَش َكَباَصَأ ْنِإ َو , ْزَجْعَت َلَ َو , ِللهاِب ْنِعَتْسا َو , َكُعَفْنَي اَم ىَلَع ْص ِرْحا , ٌرْيَخ ُرَدَق :ْلُق , اَذَك َو اَذَك ُتْلَعَف ي
َل َّنِإَف , َلَعَف َءاَش اَم َو , ِالله
" ِناَطْيَّشلا َلَمَع ُحَتْفَت ْو
8
Hadis di atas menunjukkan bahwa Allah lebih mencintai umat Islam yang kuat dari segala hal termasuk kesehatan daripada umat Islam yang lemah. Selah satu sebab kesehatan ialah berobat dan mengkonsumsi obat baik bagi orang yang sedang sakit atau untuk pencegahan penyakit. Salah satu penyakit yang diperbincangkan dewasa ini ialah jenis penyakit Rubella. Menurut penelitian jenis penyakit Rubella ini dapat melanda pada anak dan dewasa muda. 9 Dampak dari penyakit Rubella tidak begitu nampak bagi anak, namun dapat ditandai dengan adanya bintik merah pada kulit, demam, dan flu. 10 Dampak virus Rubella terlihat jelas bila yang dilanda wanita sedang hamil muda. Penyakit ini
5 Muhammad bin Isa al-Tirmiẓi, Al-Jᾱmi’ Al-Kabῑr (Bairut: Dᾱr al-Gharb al-Islami, 1998). J5 p338
6 Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah, Majmu’ Al-Fatawa (Bairut: Dᾱr al-Wafa’, 2005).
7 Ibid. 12/601.
8 Ahmad bin al-Husain bin ʽAli al-Baihaqī, Sunan Al-Kubrā (Bairūt: Dār al-Kutub al-ʽIlmiyah, 2003).j10 p152
9 Dkk Sarwo Handayani, “Imunisasi Terhadap Rubella Pada Balita Dan Wanita Usia Subur Di Kota Surabaya Dan Kabupaten Tabanan”,” , Bul. Panel. Kesehatan, 36, no. 2 (2008). P83
10 S. Darmadi, “Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan Pemeriksaan Serologist Dan RNA Virus,” Indonesia Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 13, no. 2 (Maret2007). P 69
dapat menimbulkan keguguran, cacat lahiriah bagi janin, atau bahkan kematian bagi janin. 11 Virus Rubella menurut para medis merupakan virus yang mudah menyebar dan menular. Penularan virus ini dapat dari nafas, bersin, batuk, atau sentuhan fisik. 12
Melihat dari dampak dan proses penularan virus Rubella perlu adanya perhatian dan penanganan yang tepat, agar virus tersebut tidak menyebar luas yang menyebabkan hilangnya kesehatan jasmani bagi warga negara Indonesia. Salah satu langkah untuk pencegahan menyebarnya virus Rubella di Indonesia ialah diadakannya kewajiban imunisasi bagi balita yang bersifat nasional dengan menggunakan obat yang diimpor dari Serum Institute of India. Langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia merupakan langkah yang tepat, sebab vaksin tersebut menjadi landasan untuk mencegah virus Rubella. Namun, yang menjadi kegelisahan akademisi ialah vaksin tersebut mengandung sesuatu yang jelas diharamkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah yaitu babi.
MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang bertugas melacak kehalalan dan keharam sesuatu yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia memberikan hukum haram terhadap vaksin rubella tersebut. Putusan hukum dari MUI berlandaskan hasil riset kandungan vaksin tersebut yang berupa babi. Namun, dengan adanya unsur darurah , maka sesuatu yang haram tersebut dapat berubah menjadi legal. Oleh karena itu, kesimpulan akhir dari putusan MUI mengenai vaksin rubella ialah haram tapi mubah. 13 Bila dilihat dari poses istimbāṭ al-Aḥkām yang digunakan oleh MUI berdasarkan firman Allah surat al-Baqarah: 173, al-Naḥl: 115, dan al-Anʽam: 145.
Meninjau dan meneliti ulang konsep yang pilih oleh MUI di atas, setelah mengadakan penelitian lebih dalam, peneliti merasa kurang pas terhadap konsep tersebut, sebab MUI seakan-akan tidak meninjau konsep istiḥlāl dalam berbagai pandangan intelektual Muslim yang fokus dalam bidang fikih dan ilmunya. Dari sini, maka butuh adanya penelitian ulang terhadap hukum menggunakan vaksin rubella dengan menggunakan perbandingan konsep istiḥlāl menurut intelektual Muslim.
Fokus pembahasan dalam penelitian ini ialah menggali hakikat hukum menggunakan vaksin rubella dengan menggunakan konsep Istiḥālah versi ulama fikih. Meninjau proses pembuatan vaksin rubella mengandung unsur babi yang telah jelas
11 Ibid. 70.
12 dkk Acep T. Hardiana, “Analisis Penyebaran Dan Genotipe Rubela Di Jawa Barat Tahun 2011-2013”,” Jurnal Farmasi Klinik Indonesia 4, no. 1 (Maret 2012.).p 5
13 Putusan MUI Tahun 2018 No 33 tentang vaksin MR.
diharamkan dalam al-Qur’an. Mengenai konsep Istiḥālah ini para ulama fikih masih terjadi perbedaan pendapat bila yang terjadi Istiḥālah tergolong sesuatu yang jelas keharamannya dalam al-Qur’an seperti babi, bangkai, darah, dan lainnya. Namun, sebagian ulama fikih tetap mengategorikan sesuatu yang telah terjadi Istiḥālah .
## Metode Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian diskriptif-kualitatif. Bila dilihat dari sumber data, maka penelitan ini menggunakan riset kepustakaan murni, dalam arti seluruh sumber datanya berasal dari data-data tertulis yang memiliki keterkaitan dengan topik yang dibahas. Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini ialah kitab-kitab fikih seperti, al-Muḥalā , Tabyīn al-Ḥaqāiq Sharh Kanz al-Daqāiq , al-Kāfī fī Fiqh Ahl al-Madinah , dan lainnya. Sumber sekunder dari penelitian ini di antaranya, Tafsīr al-Ṭabarī, Ṣaḥīḥ Muslim , Sharh al-Muhadzab , dan lainnya.
Meninjau pada permasalahan fikih yang berhubungan dengan hal furūiyah , maka hal tersebut tidak lepas dari perbedaan argumen antara ulama fikih. Oleh karena itu, pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan tarjih . Menurut ulama Syafiiyah metode tarjih ialah mengumpulkan dua argumen yang bertentangan kemudian dicari titik temu antara keduanya. Bila tidak ditemukan titik temu, maka langkah yang harus diambil ialah menggulkan salah satu argumen dari argumen lainnya. Langkah terakhir ialah menggugurkan argumen yang lemah dan menetapkan argumen yang lebih kuat.
Dengan metode tarjih ini diharapkan penelitian mengenai hukum menggunakan vaksin rubella mendapatkan hukum yang lebih sesuai dengan relevan terhadap ruang dan waktu yang ada di Indonesia. Dengan demikian, maka tidak ada keraguan dalam menggunakan vaksin rubella yang masih menjadi polemik pada kalangan umat Islam di Indonesia.
## Konsep Istiḥālah Dalam Tinjauan Usul Fiqh
Fikih merupakan rumusan produk hukum bagi umat Islam. Fungsi fikih sebagai pemecah kegelisahan hukum amaliyah yang dihadapi oleh umat Islam. Oleh sebab itu, fikih merupakan hal urgen dalam kehidupan sehari-hari umat Islam. Dengan adanya
produk fikih umat Islam dapat mengetahui legal atau ilegalnya sesuatu fenomena yang terjadi. Meski fikih menjadi hal urgen dalam menghasilkan sebuah hukum, namun hukum yang muncul dari fikih tidak dapat dipastikan kebenarannya secara absolut
Setiap fenomena baru butuh adanya jawaban hukum dari mujtahid, sebab bila tidak ditemukan jawaban hukum terhadap fenomena baru tersebut, maka fenomena yang terjadi tidak dapat dihukum legal atau ilegalnya dan bagi mujtahid harus segera memberikan jawaban hukum demi menjaga dari kekosongan hukum.
Jika dalam penggunaan vaksin rubella dihukumi legal dengan landasan darurat, maka hukum tersebut tidak dapat dibenarkan, sebab yang mendapatkan vaksin bukan orang yang telah didiagnosa sakit, tetapi sebagai suplemen agar tidak terserang penyakit. Dengan demikian, maka tidak dapat dikategorikan sebagai keadaan darurat sehingga dapat dihukumi legal menggunakan vaksin rubella. Oleh karena itu, butuh adanya penelitian ulang terhadap hukum mengkonsumsi vaksin rubella atau obat-obat yang mengandung sesuatu yang jelas diharamkan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai suplemen.
Teori yang dapat digunakan dalam penelitian dalam menjawab problematika ini ialah teori Istiḥālah. Istiḥālah menurut pandangan ulama Hanafiyah ialah berubahnya bentuk dan berubah dari wujud aslinya. 14 Ulama Syafi’iyah mendefinisikan dengan perubahan satu sifat menjadi bentuk sifat yang lain. Dari konsep Istiḥālah ini ulama sepakat bahwa ketika sesuatu yang najis telah berubah bentuk dan wujudnya, maka dapat dihukumi sucil. Mengenai hal ini ulama Hanafiyah memberikan contoh ketika bagkai tikus telah berubah bentuk menjadi misik, maka dapat dihukumi suci. 15 Teori Istiḥālah ini yang akan digunakan dalam penelitian mengenai hukum menggunakan vaksin rubella yang diangkap mengandung unsur babi atau organ tubuh manusia.
## Analisis Kandungan Vaksin Rubella Perspektif Ulama Indonesia
Campak dan Rubella adalah penyakit infeksi menular melalui saluran nafas yang disebabkan oleh virus Campak dan Rubella. 16 Campak merupakan
14 Muhammad Amin bin ʽUmar Ibn ʽAbidin, Durr Al-Mukhtār Wa Ḥashiyah Ibn ʽA̅bidin (Bairūt: Dᾱr al- Fikr, 1992).j1 p316
15 Muhammad bin Muhammad bin ʽAbd al-Rahman al-Baghribī, Mawahib Al-Jalil Fi Syarh Mukhtaṣar Khalῑl (Bairūt: dᾱr al Fikr, 1992). J1 p97
16 “Imunisasi Campak - Rubella (MR).,” IDAI, 2017.
penyakit menular yang disebabkan oleh virus genus Morbillivirus. 17 Rubella termasuk dalam penyakit ringan pada anak, tetapi dapat memberikan dampak buruk apabila terjadi pada ibu hamil trimester pertama yaitu keguguran dan kecacatan pada bayi, yang sering disebut Congenital Rubella Syndrom (CRS) seperti kelainan jantung dan mata, ketulian dan keterlambatan perkembangan. 18 Selain itu, Rubella juga dapat menyebabkan komplikasi serius yaitu diare, radang paru, pneumonia, radang otak, kebutaan gizi buruk, dan bahkan kematian. 19
Menarik untuk dikaji lebih dalam perihal hasil pemeriksaan MUI terhadap kandungan yang ada dalam vaksin MR. MUI menyatakan dalam fatwanya bahwa vaksin MR mengandung sesuatu yang diharamkan dalam pandangan hukum Islam. Kandungan vaksin MR yang menjadi penyebab keharaman perspektif MUI ialah: 1) gelatin yang berasal dari kulit babi, 2) enzim tripsin dari pankreas babi, 3) lactalbumin hydrolysate yang dalam prosesnya bersinggungan dengan bahan dari babi, 4) human diploid cell dari sel tubuh manusia. Di bawah ini merupakan penjelasan dua usnur yang disebutkan oleh MUI dalam fatwanya sehingga mengelurkan fatwa haram terhadap vaksin MR.
1. Gelatin yang berasal dari kulit babi
Gelatin adalah senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara mengekstrak kolagen hewan dan mengeringkannya. Karakteristik gelatin adalah bening sehingga tembus cahaya, tak berwarna, rapuh (jika kering), dan tak berasa. Kemampuannya membentuk gel menjadikan gelatin banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, minuman, industri farmasi, kecantikan, industri kimia. Dalam industri pangan, gelatin luas dipakai sebagai salah satu bahan baku dari permen lunak, jeli, dan es krim.
Pada prinsipnya gelatin dapat dibuat dari bahan apa saja yang kaya akan kolagen seperti kulit dan tulang baik dari babi, ikan, sapi atau hewan lainnya. Akan tetapi perlu diketahui bahwa faktor ketersediaan dan kemudahan bahan baku serta efisiensi proses dan nilai ekonomis menyebabkan sebagian gelatin yang beredar kebanyakan dari kulit babi.
Untuk mendapatkan gelatin bukan hanya semata-mata dengan kulit babi semata, akan tetapi membutuhkan proses yang begitu panjang. Suparno, dkk menjelaskan dalam
17 P. et al Kutty, “Measles. VP D Surveillance Manual,” Measles 6 (2013).
18 Depkes RI, Pedoman Pengelolaan Vaksin Jakarta: Dirjen Bina Farmasi Dan Alat Kesehatan. , 2017.
19 Ibid.
karyanya yang terbit pada tahun 2001, terdapat tujuh proses untuk menghasilkan gelatin yaitu: 1) Pengecilan ukuran. Terlebih dahulu sebelum dijadikan gelatin, bahan tersebut harus dijemur hingga kering. Setelah kering bahan tersebut dipotong bila ukurannya besar, maka proses yang harus dilakukan adalah dengan memotong menjadi kecil. Kemudian dihancurkan dan dimasak selama kurang lebih 3 jam pada suhu 154 Celsius. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak.
## 2. Enzim tripsin dari pankreas babi
Tripsin adalah suatu enzim yang penting baik untuk keperluan riset maupun industri farmasi, obat dan kesehatan, terutama untuk dikembangkan sebagai bahan baku enzim pencernaan. Bila dilihat dari fungsi trispin ini ialah dapat digunakan untuk mengurangi gejala alergi, juga dapat digunakan sebagai suplemen makanan dan menunjukkan efek antri-tumor. 20
Sukamto Mamada dalam salah satu artikelnya menjelaskan, tripsin adalah sejinis protein yang secara alami dihasilkan dari pankreas hewan. Tripsin miliki fungsi utama dalam proses pencernaan makanan, utamanya protein. Dengan adanya tripsin, maka beberapa proses digestif bisa berlangsung dengan baik. Namun setelah melalui banyak penelitian, ditemukan bahwa tripsin yang berasal dari babi ternyata bisa pula digunakan untuk menjadi bahan tambahan dalam pembuatan vaksin. Hal ini didasari oleh temuan bahwa tripsin babi memiliki kedetaan secara struktural dengan tripsin yang dihasilkan oleh tubuh manusia. 21
Enzim tripsin yang terbuat dari pankreas babi ini dibutuhkan untuk proses pembuatan vaksin untuk menumbuhkan bibit beberapa vaksin. Hingga saat ini belum ditemukan pengganti bahan pembuatan tripsin tersebut. 22 Meski proses pembuatan vaksin sangat rentang bersinggungan dengan tripsin dari pankreas babi, namun Pratiwi Sulistiyani dalam salah satu artikelnya menjelaskan bahwa ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi kemudian induk bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan
20 dkk Trismilah, “Isolasi Dan Karakterisasi Protease Serupa Tripsin (PST) Dari Lactobacillus Plantarum FNCC 0270,” Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 12, no. 1 (2014). P 57
21 Sukamto Mamada, “Mengenal Peranan Tripsin Dalam Pembuatan Vaksin,” https://www.kompasiana.com/soekamto/5529cb916ea8345521552d0d/mengenal-peranan-tripsin-dalam- pembuatan-vaksin?page=all, 2013.
22 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI No 4 Tahun 2016. Tentang Imunisasi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia , 2016.
total, sehingga tidak mengandung tripsin babi. 23 Senada dengan penjelasan Pratiwi, Endang Sulistyowati menegaskan, Tidak ada vaksin yang mengandung unsur babi, tetapi dalam proses produksinya ada vaksin yang membutuhkan peran enzim tripsin babi sebagai katalisator. Namun, tidak semua jenis vaksin membutuhkan enzim ini pada proses produksinya. Enzim tersebut hanya berfungsi untuk mempercepat proses laju produksi vaksin. Enzim tersebut juga tidak mengalami perubahan sehingga pada akhir produksi vaksi, enzim tersebut akan dijumpai dalam bentuk dan jumlah yang sama.
Enzim tipsin babi berperan membercepat proses produksi vaksin dengan cara memecah protein menjadi peptide dan asam amino, dimana peptide dan asam amino ini merupakan makanan bagi kuman yang akan dibiakkan sehingga kuman akan cepat tumbuh. Enzim tersebut tidak dimakan oleh kuman. Setelah kuman bisa dibiakkan maka proses lanjutnya adalah fermentasi. Dari permentasi tersebut akan dihasilkan poliskarida yang tumbuh didinding sel kuman. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian dengan metode ultrafiltrasi. Perumniaannya dilakukan secara berulang-ulang sampai tersisa hanya komponen vaksin. Produk akhir vaksin tidak boleh tercampur dengan bahan- bahan berupa hewan termasuk enzim tripsin. 24
Konsep dan Metode Istiḥālah Perspektif Ulama Fikih
1. Konsep Istiḥālah Perspektif Ulama Fikih
Kata Istiḥālah dalam sudut pandang bahasa merupakan isim maṣdar yang mengikut wazn ةلاعفتسا. Istiḥālah merupakan isim maṣdar dari fi‘il لوحي لاح. 25 Arti kata Istiḥālah dalam tinjauan bahasa memiliki arti berubah dari tabiat dan sifatnya هعبط نع ريغت( )هفصوو. 26 Fairuz A̅badī mengartikan Istiḥālah dengan tiga arti: 1) perpindahan dari satu tempat pada tempat lainnya atau dari satu posisi pada posisi lainnya. 2) pindah pada hal lainnya. 3) condong dari satu posisi dan perubahan. 27 Al-Manāwī menjelaskan arti kata Istiḥālah , “ perubahan sesuatu seperti halnya memanaskan air dan mendinginkannya
23 Pratiwi Sulistiyani Dkk, “Gambaran Penolakan Masyarakat Terhadap Imuniasisi Dasar Lengkap Bagi Balita (Studi Di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang),” Jurnal Kesehatan Masyarakat 5, no. 5 (2017). P 1086
24 Endang Sulistyowati, “Peran Enzym Tripsin Babi Dalam Proses Produksi Vaksin,” https://seruji.co.id/iptek/kesehatan/peran-enzym-tripsin-babi-dalam-proses-produksi-vaksin/, 2017.
25 Aḥmad bin Muhammad bin ‘Alī Al-Fayyumī, Al-Miṣbāḥ Al-Munīr Fī Gharīb Al-Sharḥ Al-Kabīr Li Al- Rāf‘Ī (Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, n.d.).j1 p157
26 Ibid., 60.
27 Muhammad bin Ya‘qūb Fairūz A̅badī, Al-Qāmus Al-Muḥīṭ (Bairūt: Muassasah al-Risālah, 2005).j3 p532
walaupun wujud dan jenisnya masih tetap . Dan dalam kitab al-Miṣbāḥ diartikan dengan perubahan sesuatu dari tabiat dan sifatnya .” 28 Lebih lanjut Ramaḍān Ḥamdun ‘Alī menegaskan dalam salah artikelnya setelah menghimpun semua arti Istiḥālah dalam bahasa, “dari semua kamus bahasa Arab Istiḥālah merupakan isim maṣdar dari fi’il Māḍī لوحي لاح ketika terjadi perubahan, perpindahan, atau hilangnya sesuatu dari tabiat dan sifat asalnya.” 29
Istiḥālah dilihat dari definisi secara istilah para ulama fikih sepatkan bahwa maksud dari Istiḥālah ialah berubahnya sesuatu pada sesuatu yang lain. Meski terjadi kesepakatan bahwa arti Istiḥālah sebagaimana dijelaskan di atas, namun terjadi perbedaan antara ulama fikih ketika mendeskripsikan Istiḥālah secara detailnya. ‘Alā’ al-Dīn al-Ḥanafī mendefinisikan, “merubah sifat-sifat dan tabiatnya dari sesuatu yang najis, hingga keluar dari dzatiyahnya sesuatu yang najis tersebut, disebabkan hilangnya sifat najasah yang ada. 30
Mengnai Istiḥālah ini para sahabat dan tabi‘in melegalkan dan sering kali menerapkannya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa ‘Alī bin Abū Ṭālib, Ibn ‘Abbās, Abū Dardā’, ‘Aṭā’ bib Abū Rabāḥ, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azīz, dan lainnya berpendapat bahwa ketika minuman keras telah terjadi Istiḥālah , maka halal hukumnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Tahānawī. 31 Oleh karena itu, tidak salah bila Ibn ‘A̅bidīn dan Ṭahmās memberikan contoh ketika barang najis telah dibakar dan menjadi abu atau lemak hewan najsi telah diproses dan menjadi sabun, maka menjadi suci. 32
Di bawah ini merupakan rincian secara deskriptif penjelasan pada ulama tentang Istiḥālah perspektif ulama fikih:
1) Ulama Ḥanafiyah
Dari paparan Istiḥālah perspektif ulama al-Ḥanafiyah ini dapat ditemukan bahwa konsep Istiḥālah harus memenuhi tiga kriteria yaitu: 1) ketika terjadi perubahan dari sifat asalnya. 2) perubahan tersebut dari sesuatu yang jelek/najis
28 ‘Abd al-Rāuf bin Tāj al-‘A̅rifīn bin ‘Alī Al-Manāwī, Al-Tawqīf ‘alā Muhimmāt Al-Ta‘Ārīf (Kairo: ‘Alām al-Kutub, 1990).p55
29 Ramaḍān Ḥamdūn ‘Alī, “Impossibility in Islamic Jurisprudence (Fiqh),” Majallah Kuliyyah Al-‘Ulūm Al-Islāmiyah, 2, no. 14 (2013). P3
30 ‘Alā’ al-Dīn Abū Bakar bin Mas‘ūd bin Aḥmad Al-Kāsāinī, Badāi‘ Al-Ṣāni‘ Fī Tartib Al-Sharā‘I (Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986).j1 p185
31 Al-Tahānawī, Ẓafr Aḥmad al-‘Uthmāinī, I‘lāl Al-Sunan (Pakistan: Idārah al-Qur’ān wa al-‘Ulūm al- Islāmiyah, 1418). J1 p84
32 ‘Abd al-Ḥamīd Maḥmūd Ṭahmās, Al-Fiqh Al-Ḥanafī Fī Thawb Al-Jadīd (Mesir: Mesir: Dār al-Shāmilah, n.d.).j1 p47
menjadi sesuatu yang lebih baik. 3) adanya perubahan tersebut merupakan perubahan keseluruhan dari sebelum terjadinya perubahan baik dzatiyah dan sifatnya. Mengenai tiga konsep Istiḥālah ini juga dijelaskan oleh ‘Alī Muhammad ‘Alī Mahdi ‘Uthmān:
تريغت ام ىلعو ,ةبيطلل هفاصوأ تريغت ام ىلعو ,هفاصوأ تريغت ام ىلع قلطت ةيفنحلا دنع ةلاحتسلإاف اذإ .هتافصو هتاذ 33
2) Ulama Mālikiyah
Ulama’ golongan Mālikiyah berpendapat bahwa konsep Istiḥālah yang digunakan oleh madzhab tersebut ialah Istiḥālah dapat menjadikan sesuatu menjadi halal atau suci, akan tetapi dengan syarat sesuatu yang najis tersebut telah berubah bentuk dan mengandung sesuatu yang baik atau kemaslahatan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh al-Ḥaṭṭāb. Jika barang najis yang telah mengalami proses Istiḥālah namun tidak mengandung kebaikan atau kemaslahatan, maka tidak dapat dihukumi sebagai barang yang suci atau halal. Demikian ini sesuatu dengan yang dijelaskan oleh al-Dardīr.
3) Ulama Shāfi‘iyah
Dari golongan ulama’ Syafi' bahwa konsep Istiḥālah yang digunakan oleh madzhab al-Shāfi‘īyah lebih simpel daripada konsep Istiḥālah yang digunakan oleh dua madzbah sebelumnya. Hal ini dapat dilihat bahwa sesuatu yang najis ketika telah berubah sifatnya walau bentuknya masih tetap, maka Istiḥālah tetap berlaku dan dapat merubah sesuatu tersebut yang pada awalnya haram atau najis menjadi sesuatu yang halal atau suci. Dengan demikian, maka konsep Istiḥālah yang digunakan oleh madzhab al-Shāfi‘īyah hanya butuh pada adanya perubahan sifat semata tanpa membutuhkan pada hal lainnya.
4) Ulama Ḥanābilah
Tidak jauh beda dengan argumentasi ulama madzhab yang telah dijelaskan sebelumnya. Ḥanābilah juga berpendapat bahwa Istiḥālah dapat menjadikan sesuatu yang awalnya najis atau haram menjadi suci atau halal. Sebagai bukti bawah
33 Alī Muhammad ‘Alī Mahdi ‘Uthmān, “Al-Istiḥālah Wa Atharuha Fī Taṭhīr Al-Najāsah,” Journal Ḥawliyah 1, no. 32 (2017). 2064
golongan Ḥanābilah mengakui adanya Istiḥālah dapat dilihat dari pendapat salah satu tokoh mandzhabnya yaitu Abū Faḍl al-Ba‘lā. Ia menjelaskan:
هيلع ناك امع ءيشلا لاح نم لاعفتسإ : ةلاحتسلَا و .لاز ريغ وا ادامر ةسجنلا نيعلا ريصت نأ لثم كلذ
.كلذ 34
Dari redaksi di atas dapat difahami maksud Istiḥālah ialah perubahan dari satu keadaan yang dapat menghilangkan keadaan asilnya.
2. Metode Istiḥālah dalam Kacamata Ulama Fikih
Setelah melakukan penelitian terhadap metode yang dianggap sah oleh ulama fikih perihal sucinya sesuatu yang najis disebabkan Istiḥālah , dapat disimpulkan terdapat tujuh metode Istiḥālah yaitu:
1) Al-Iḥrāq
Maksud dari al-Iḥrāq di sini ialah membakar benda najis atau mutanajis (terkena najis) dengan api yang membara. Mengenai al-Iḥrāq ini dijelaskan oleh al-Manāwī, “memasukkan sesuatu kedalam api yang membara.” 35 Dengan membarak benda yang najis atau mutanajjis ini menurut sebagian ulama dapat menghilangkan sifat dan karakteristik yang dimiliki benda tersebut. Oleh karena itu, sebagian ulama menganggap metode ini dapat dijadikan sebagai salah satu langkah Istiḥālah . Lebih lanjut, terdapat pendapat ulama Ḥanafiyah yang menegaskan metode ini dapat dijadikan sucinya sesuatu yang najis. Al-Zayla‘ī berkata:
.للَحتسلَل اهتراهطب مكحي ناف .. رانلاب تقرحاوا ابارت تراص اذا ةرذعلاو
36
“Kotoran ketika telah menjadi debu atau dibakar dengan api, maka dapat dihukumi suci, karena telah terjadi Istiḥālah .”
2) Al-Takhalul
Al-Takhalul disini lebih difokuskan pada sesuatu yang dapat berubah dengan sendirinya karena disebabkan waktu yang lama. Para ulama fikih biasanya menggunakan istilah ini untuk minuman keras (perasan anggur) yang telah menjadi
34 Muhammad bin Abū al-Fatḥ Al-Ba‘lā, Al-Maṭla‘ ‘ala Abwāb Al-Fiqh (Bairūt: Maktab al-Islāmī, 1981).p35
35 Al-Manāwī, Al-Tawqīf ‘alā Muhimmāt Al-Ta‘Ārīf . P40
36 Uthmān bin ‘Alī Al-Zayla‘ī, Tabyīn Al-Ḥaqāiq Sharḥ Kanz Al-Taqāiq Wa Ḥashiyah Al-Shilibī (Kairo: al-Maṭba‘ah al-Amiriyah, 1313).p1 j76
cuka. Dengan adanya perubahan ini, maka perasan anggur yang awalnya dihukumi haram karena memabukkan menjadi halal karena sudah tidak memabukkan lagi. Mengenai hal ini al-Shāfi‘ī dalam karyanya al-Umm menjelaskan:
.اهنمث لح لَخ تراص اذاف ..لحت لَ هل بهوت وا رمخلا ثري ملسملا 37
“Seorang Muslim tidak diperkenankan untuk mewarikan atau menghibahkan minuman keras. Tapi ketidak telah menjadi cuka, diperbolehkan.”
3) Al-Istihlāk
Menurut para ulama al-Istihlāk adalah memasukkan sesuatu yang najis pada sesuatu lain yang tidak najis hingga terjadi pencampuran antara kedua dan tidak bisa dipilah kembali. Dengan model seperti ini ulama sepakat bahwa sesuatu yang najis tersebut sudah tidak lagi dihukmi sebagai sesuatu yang najis, karena telah terjadi pembauran antara dua unsur yaitu najis dan tidak najis. Al-Rāfi‘ī dalam karyanya al- ‘Azīz Sharḥ al-Wajīz memberikan contoh, najis yang dimasukkan pada air yang banyak dan telah terjadi pencampuran, maka tidak dapat dihukumi sebagai sesuatu yang najis lagi. Lebih lanjut al-Rāfi‘ī memberikan contoh yang lebih detail, orang yang minum minuman keras yang telah dicampur dengan sesuatu dan telah berbaur, maka orang tersebut tidak mendapat sanksi sebagai peminum minuman keras. Begitu juga dengan orang yang menjalankan ihram ketika ia memakan makan yang dicampuri dengan parfum, maka ia mendapatkan fidyah. 38
4) Al-Tabakhur
Al-Tabakhur dalam kamus istilah fikih diartikan dengan perubahan benda padat atau cair menjadi gas yang senyawa dengan asap. 39 Al-Tabakhur ini merupakan salah satu metode untuk menyucikan benda najis perspektif sebagian ulama seperti hanya golongan madzhab Ḥanafiyah. Mengenai hal ini Ibn ‘A̅bidi ̅ n menjelaskan, “anomia yang dikumpulkan dari benda najis, hukumnya suci.” Meski golongan madzhab Ḥanafiyah mengakui adanya metode al-Tabakhur sebagai salah satu metode Istiḥālah , namun, metode ini tidak dianggap benar oleh kalangan Shāfi‘iyah. Hal ini dapat dibuktikan bahwa al-Ramlī dan Sulaymān Jamal memberikan penegasan:
37 Muhammad bin Idrīs Al-Shāfi‘ī, Al-Umm (Bairūt: Dār al-Ma‘rifah, 1990).j7 p234
38 ‘Abd al-Karīm bin Muhammad bin ‘Abd al-Karīm Al-Rāfi‘ī, , Al-‘Azīz Sharḥ Al-Wajīz Al-Ma‘rūf Bi Al- Sharḥ Al-Kabīr (Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997).j9 p556
39 Muhammad Rawās Qal‘ah Jī, Mu‘jam Lughah Al-Fiqh (Bairūt: Dār al-Nafāis, 1985).p120
## 5) Al-Ta‘aruḍ li ‘Awāmil al-Ṭabi‘iyah
Salah satu metod Istiḥālah yang dapat menyucikan benda najis adalah adanya perubahan secara natural dari benda najis itu sendiri disebabkan oleh waktu. Seperti bangkai yang ada ditahan kemudia dengan seiringnya waktu bangkai tersebut berubah menjadi debu, menjadi tanah liat, atau disebabkan terkenal sengatan matahari dan hujun sehingga menjadi benda lain. Dengan adanya perubahan ini, maka bangkai yang awalnya najis tersebut menjadi suci.
Mengenai metode ini dijelaskan oleh al-Sarkhasī dalam karyanya yang berjudul al-Mabsūṭ :
اهيف ءايشلَا هذه ريثأت دعب اهنيع يقبت لَف ءاوهلا اهفشنيو ,اهنيع لوحتو حيرلا اهقرفتو ,سمشلا اهقرحت ةساجنلا .ةباصلَا لبق تناك امك ضرلَا دوعتف 40
“Sesuatu yang najis ketika telah terbakar oleh matahari, tertiup angin, dan terpapar oleh udara sehingga tidak tersisa lagi wujud benda najis tersebut, maka tanah yang terkena sesuatu najis tersebut tetap dihukumi suci sebagaimana sebelum terkenal benda najis tersebut.”
Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa perubahan secara natural yang disebabkan oleh waktu dapat menjadikan benda najis menjadi benda suci.
6) Al-Dibāgh
Dalam kitab fikih istilah al-Dibāgh bukan sesuatu yang asing lagi. Hal ini sering kali disinggung ketika hendak menyucikan kulit hewan. Al-Dibāgh ini merupakan salah satu metode Istiḥālah yang disepakati oleh seluruh madzhab fikih. Kesepakatan perihal al-Dibāgh menjadi metode Istiḥālah disebabkan adanya hadis Nabi yang menjelaskan sucinya kulit yang di samak. Hadis tentang al-Dibāgh ini sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn ‘Abbās dalam kitab Saḥīḥ -nya:
رهط دقف باهرلَا غبد اذا :ملسو هيلع الله ىلص الله لوسرلا لاق 41
40 Muhammad bin Aḥmad bin Abū Sahl Al-Sarkhasī, Al-Mabsūṭ (Bairūt: Dār al-Ma‘rifah, 1993).j1 p205
41 Muslim bin al-Ḥajjāj al-Naysabūrī, Al-Musnad Al-Ṣaḥīḥ Al-Mukhtaṣar Bi Naql Al-‘Adl ‘an ‘Adl Ilā Rusūlillah (Bairūt: Dār al-Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī, n.d.).j1 p227
Al-Dibāgh dalam tinjauan fikih memiliki arti menghilangkan lebih-lebihnya kulit hewan yang terkena darah atau kotoran. 42 Kulit hewan yang telah disamak perspektif ulama fikih dapat digunakan untuk selimut, pakaian, dan lainnya. Dengan samak ini sama saja dengan merubah bentuk beda najis menjadi benda yang suci. 43
## 7) Al-Tafā‘ul al-Kimiyawī
Metode yang terakhir ini tidak ditemukan dari penjelasan ulama fikih klasik atau pertengahan. Metode ini berkembang pada masa-masa modern, ketika ditemukan alat- alat canggih dari laboratorium. Pada masa sekarang, metode ini yang lebih dominan untuk dijadikan proses Istiḥālah . Terdapat sekian banyak penelitian yang membahas tentang metode ini sebagai salah satu metode dalam Istiḥālah . Seperti halnya ‘Alī Muhammad ‘Alī Mahdī, Fāṭimah Rashād Sulaymān, Qadāfī ‘Izzāt al-Ghanānim, dan lain sebagainya.
‘Alī Muhammad menjelaskan mengenai metode ini, “dengan adanya perkembangan teknologi dan bahan-bahan kimia ini dapat merubah sesuatu yang awalnya najis menjadi suci dengan syarat adanya pengawasan yang ketat. Seperti halnya minyak hewani yang diambil dari bangkai yang dijadikan makanan atau obat- obatan sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia. 44
Tujuh metode dalam Istiḥālah inilah yang digunakan oleh para ulama fikih untuk memutuskan halal atau haramnya benda najis atau mutanajis. Meski dari tujuh metode ini tidak semuanya disepakati oleh setiap golongan madzhab, namun metode Istiḥālah diakui keberaannya dan kebenarannya oleh para ulama generasi setelahnya. Demikian ini, disebabkan tujuh metode ini yang digunakan oleh empat madzhab fikih terkemuka.
## Vaksin Rubella dalam Tinjauan Konsep Istiḥālah
Dari paparan data pada pembahasan sebelumnya dapat diketahui bagaimana konsep Istiḥālah dan hukum dari komposisi yang najis dapat menjadi suci dengan ada proses Istiḥālah . Pada prinsipnya segala sesuatu yang najis atau mutanajjis, dapat dihukumi suci dan halal. Hal ini lepas dari polemik yang terjadi antara para ulama perihal harus berubah secara keseluruhan atau harus mengandung kemanfaatan. Memanfaatkan
42 Muhammad bin Qāsim al-Ghazzī, Fatḥ Al-Qarīb Al-Mujīb Fī Sharḥ Alfāẓ Al-Taqrīb (Bairūt: Dār al- Kutub al-‘Ilmiyah, 1978).p227
43 Muhammad Khāṭib al-Sharbīnī, Mughnī Al-Muḥtāj Ilā Ma‘rifah Ma‘ānī Alfāẓ Al-Minhāj (Bairūt: Dār al- Fikr, n.d.).j1 p238
44 Alī Muhammad ‘Alī Mahdi ‘Uthmān, “Al-Istiḥālah Wa Atharuha Fī Taṭhīr Al-Najāsah,.”2056-2075
sesuatu yang telah terjadi Istiḥālah hukumnya legal baik itu dalam keadaan darutat atau tidak, sebab hukumnya dari sesuatu tersebut telah berubah yang awalnya najis menjadi suci.
Namun, sebelum masuk dalam pembahasan vaksin Rubella dalam tinjauan konsep Istiḥālah , alangkah baiknya bila terlebih dahulu membahas argumentasi para ulama Muslim dalam menyikapi hukum gelatin yang hewan atau sesuatu yang pada dasarnya diharamkan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad. Pada dasarnya yang menjadi titik tekan perbedaan pendapat tentang hukum memanfaatkan atau mengkonsumsi gelatin ini muncul dari adanya perbedaan argumen apakah gelatin tersebut telah terjadi perubahan yang sempurna sehingga tidak lagi dinamakan dengan barang yang harus tersebut, ataukah perubahan gelatin tersebut hanya terjadi terjadi perubahan sebagaian saja atau bahkan tidak terjadi perubahan sama sekali. Di sisi lain, terdapat juga perbedaan dalam memastikan apakah gelatin yang terbuat dari hewan yang jelas kehalalannya seperti sapi setelah melalui proses yang benar yakni sapi tersebut disembelih dengan sebelelihan secara Islami atau tidak dan atau gelatin tersebut dari bangkai sapi. Menurut para peneliti Muslim ini butuh untuk diteliti ulang, sebab pada industri barat kehalalan dan kebenaran proses tidak begitu diperhati.
Namun, jika pada realitanya gelatin tersebut telah terjadi perubahan yang sempurna, maka jelas hukumnya halal. Namun, jika terjadi perubahan pada sebagian jenisnya saja, maka dalam penentuan hukumnya para ulama Islam masih terjadi perbedaan pendapat. Perhal memanfaatkan gelatin yang terbuat dari bangkai hewan halal dan babi para intelektual Muslim modern telah membicarakannya. Bila di petakan kembali perihal ini, pendapat para intelektual Muslim modern terbagi menjadi dua kubu yaitu: kubu yang melegalkan dan yang tidak melegalkan. Di bawah ini merupakan penjelasan detail perihal hukum gelatin yang terbuat dari sesuatu yang diharamkan:
1. Kontroversi Hukum Gelatin
a. Golongan yang melegalkan
Perspektif golongan ini semua gelatin yang terbuat dari bangkai hewan halal atau babi hukumnya halal dan boleh dimanfaatkan oleh orang Islam. Hal ini meninjau bahwa gelatin tersebut telah terjadi perupahan secara keseluruhan dari segi sifatnya yang berbeda dengan wujud asalanya. Argumen ini muncul dari hasil keputusan
muktamar pada tahun 1419 yang dilaksanankan di Kuwait. Kesimpulan yang dapat dipetik dari hasil muktamar tersebut ialah:
.للَح هلكاو ,رهاط هراتواو هدلجو سجنلا ناويحلا مظع ةلاحتسا نم نوكتملا نيتلَيجلا نا “sesungguhnya gelatin yang terbuat dari tulang hewan najis, kulit, atau ekornya setelah terjadi proses Istiḥālah , maka hukumnya suci dan halal untuk mengkonsumsinya.”
Dari penjelasan ini nampak jelas bahwa hukum gelatin yang terbuat dari dari sesuatu yang diharamkan tetap dilegalkan dan suci hukumnya. Namun, dengan syarat harus telah terjadi proses Istiḥālah . Selain itu, menurut golongan ini, Istiḥālah yang terjadi dalam proses pembuatan gelatin telah terjadi perubahan secara keseluruhan, dengan demikian maka konsep Istiḥālah telah berlaku dalam permasalahan ini.
b. Golongan yang berargumen ilegal
Golongan ini beranggapan bahwa gelatin yang tersebar tidak terjadi perubahan secara sempurna/keseluruhan, akan tetapi hanya terjadi perubahan dalam sebagian saja. Dengan demikian, maka tidak haram hukumnya memanfaatkan gelatin yang terbuat dari bangkai atau hewan yang diharamakan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad, sebab persyaratan Istiḥālah yang dianggap benar oleh golongan ini harus terjadi perubahan secara keseluruhan. Hukum ilegal ini muncul dari hasil muktamar majma’ fikih sedunia yang diselenggarakan pada tahun 1914 mengeluarkan hasil kesimpulan sebagaimana berikut: 45
ملا تاناويحلا نمو ,ةحابملا داوملا نم جرختسملا نيتلَيجلا لامعتسا زوجي همادختسا زوجي لَو ,ةيعرش ةيكذت ةاكذ
.ةمرحملا داوملاو تاناويحلا نم هريغو هماظعو ريزنخلا دلجك مرحم نم “diperbolehkan memanfaatkan gelatin yang dihasilkan dari sesuatu yang dimubahkan dan hewan yang telah disembelih dengan penyembelihan syarat. Tidak diperbolehkan memanfaatkan gelatin yang dari sesuatu yang diharamkan seperti kulit babi, tulang, dari hewan-hewan yang diharamkan, dan sesuatu yang jelas keharamannya.
2. Landasan kehalalan vaksin Rubella yang mengandung babi menurut ulama fikih
45 Faṭmah Muhammad Rashād, “Aḥkām Isti‘māl Al-Mawād Al-Kimiyawiyah Fī Al-Fiqh Al-Islāmī” (Jami‘ah Um al-Qurā, 2018). 174
Masuk pada pembahasan vaksin Rubella yang mengandung unsur babi atau sel manusia sebagaimana yang dijelaskan oleh MUI dalam fatwanya dan setelah mengkaji lebih dalam perihal konsep Istiḥālah , serta setelah memaparkan argumentasi dari para pakar kesehatan, maka dapat disimpulkan bahwa vaksin Rubella yang dicampuri dengan unsur dari babi dan manusia menurut pandangan peneliti hukumnya legal secara mutlak untuk dikonsumsi oleh manusia. Demikian ini setelah meninjau bahwa unsur babi dan campuran lainnya telah berubah dari bentuk asilnya pada bentuk lain. Lepas dari adanya perubahan tersebut secara keseluruhan atau tidak, sebab sebagaian dari kalangan Shāfi‘iyah telah menganggap halal dan suci benda najis atau mutanajjis bila telah terjadi Istiḥālah meski hanya sebagian saja yang berubah.
Lebih dari itu, penjelasan yang telah terkumpul dari para ahli medis menyatakan bahwa gelatin dari babi tersebut hanya berfungsi untuk mengembangbiakkan bibit vaksin tersebut dan setelah itu dipisahkan dari vaksin. Selanjutnya untuk proses mencapai vaksin yang dapat dikonsumsi oleh manusia, maka butuh proses panjang, baik dari proses pemurnian atau pencucian ulang. 46 Dengan adanya proses ini, maka jelas vaksin Rubella bukanlah babi dan walau telah bercampur dengan babi, namun hal ini telah terjadi Istiḥālah . Jika telah terjadi Istiḥālah , maka tidak pantas vaksin Rubella dihukumi haram, sebab Istiḥālah dapat menyucikan sesuatu yang najis dan pada menghalalkan sesuatu yang pada awal mulanya haram.
Bila telah ditetapkan sebagaimana penjelasan di atas, maka vaksin Rubella dapat dikonsumsi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun. Landasan darurat sangat tidak tepat untuk melegalkan vaksin Rubella. Peneliti bisa berargumen demikian, sebab tidak ada landasan mencegah sesuatu yang belum terjadi sehingga melegalkan sesuatu yang diharamkan dengan alasan darurat. Adanya darurat ketika telah benar-benar menimpa, bukan fatamorgana.
Oleh sebab itu, peneliti sangat tidak setuju dengan keputusan fatwa MUI yang menjelaskan bahwa vaksin Rubella dari SII hukumnya haram tapi mubah dengan alasan darurat dan tidak ditemukan vaksin lain yang halal. 47 Terkesan dari fatwa MUI demi melegalkan vaksin Rubella dengan dalih darurat. Padahal tidak ada darurat sama sekali pada kondisi bayi yang mendapatkan vaksin Rubella. Posisi bayi dapat
46 Majelis Ulama Indonesia, Fatwa MUI No 4 Tahun 2016. Tentang Imunisasi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia .
47 Majelis Ulama Indonesia.
dikategorikan sebagai darurat apabila bayi yang mendapatkan vaksin Rubella telah nyata jangkit virus Rubella. Bila belum benar-benar terjangkit, maka hukum mubah dengan alasan darurat tidak dapat dibenarkan. Hal ini berlaku bila MUI tetap beranggapan bahwa vaksin Rubella haram.
Lebih dari itu, dari fatwa MUI terkesan tidak menjelaskan secara detail konsep Istiḥālah . Padahal dengan penjelasan lebih detail perihal konsep Istiḥālah dapat memberikan keputusan yang lebih akurat dalam fatwanya. Namun, hal ini tidak disinggung oleh MUI ketika merumuskan permasalahan vaksin Rubella. Malah MUI lebih memfokuskan pada permasalahan darurat perspektif kaidah fikih dan pendapat ulama fikih. Hal ini yang menjadikan hasil fatwa MUI cenderung mengharamkan vaksin Rubella tapi bersifat mubah yang disebabkan tidak ada pengganti vaksin lain selain yang dikeluarkan oleh SII. Ketika ada vaksin lain yang tidak mengandung sesuatu yang diharamkan, maka haram hukumnya memanfaatkan vaksin Rubella dari SII.
Seandainya MUI lebih memfokuskan pada konsep Istiḥālah , maka dapat dipastikan keputusan fatwa tidak demikian, akan tetapi lebih cenderung menghalalkan, sebab telah terjadi Istiḥālah dengan metode Al-Tafā‘ul al-Kimiyawī sebagaimana yang telah peneliti jelaskan pada pembahasan sebelumnya.
## Kesimpulan
Hukum imunisasi dengan vaksin Rubella yang mengandung babi menurut ulama fikih: terjadi perbedaan pendapat antara para ulama fikih perihal obat-obatan yang mengandung unsur babi atau organ manusia. Di antara ulama ada yang melegalkan dan ada pula yang melarang. Namun, penurut pandang penulis, vaksin Rubella legal hukumnya walau mengandung babi atau organ manusia, bukan karena unsur darurat, akan tetapi vaksin Rubella yang mengandung babi atau organ manusia telah berubah dari wujud asli sesuatu yang diharamkan menjadi sesuatu lain baik dari dzatiyah atau sifatnya.
Landasan kehalalan vaksin Rubella yang mengandung babi menurut ulama fikih: konsep Istiḥālah dengan menggunakan metode Al-Tafā‘ul al-Kimiyawī merupakan landasan paling kuat untuk menyatakan bahwa vaksin Rubella halal dan suci. Dengan demikian, maka boleh dimanfaatkan oleh umat Islam. Pada vaksin Rubella meski
dicampuri dengan gelatin babi, namun fungsi dari gelatin babi bukan untuk menciptakan vaksin, akan tetapi untuk pembibitan. Vaksin Rubella yang siap untuk diedarkan tidak mengandung babi. Hal ini yang terjadi kesalahan fahaman dalam pemahaman kandungan vaksin Rubella. Jika benar, vaksin Rubella mengandung bibi, maka Istiḥālah ini dapat dijadikan solusi untuk merumuskan hukum.
## Daftar Pustaka
. Acep T. Hardiana, dkk. “Analisis Penyebaran Dan Genotipe Rubela Di Jawa Barat Tahun 2011-2013”.” Jurnal Farmasi Klinik Indonesia 4, no. 1 (n.d.).
Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah. Majmu’ Al-Fatawa . Bairut: Dᾱr al-Wafa’,
2005.
Ahmad bin al-Husain bin ʽAli al-Baihaqī. Sunan Al-Kubrā . Bairūt: Dār al-Kutub al-
ʽIlmiyah, 2003.
Al-Ba‘lā, Muhammad bin Abū al-Fatḥ. Al-Maṭla‘ ‘ala Abwāb Al-Fiqh . Bairūt: Maktab al-Islāmī, 1981.
Al-Fayyumī, Aḥmad bin Muhammad bin ‘Alī. Al-Miṣbāḥ Al-Munīr Fī Gharīb Al-Sharḥ Al-Kabīr Li Al-Rāf‘Ī . Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, n.d.
Al-Kāsāinī, ‘Alā’ al-Dīn Abū Bakar bin Mas‘ūd bin Aḥmad. Badāi‘ Al-Ṣāni‘ Fī Tartib Al-Sharā‘I . Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986.
Al-Manāwī, ‘Abd al-Rāuf bin Tāj al-‘A̅rifīn bin ‘Alī. Al-Tawqīf ‘alā Muhimmāt Al- Ta‘Ārīf . Kairo: ‘Alām al-Kutub, 1990.
Al-Rāfi‘ī, ‘Abd al-Karīm bin Muhammad bin ‘Abd al-Karīm. , Al-‘Azīz Sharḥ Al-Wajīz Al-Ma‘rūf Bi Al-Sharḥ Al-Kabīr . Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997.
Al-Sarkhasī, Muhammad bin Aḥmad bin Abū Sahl. Al-Mabsūṭ . Bairūt: Dār al-Ma‘rifah, 1993.
Al-Shāfi‘ī, Muhammad bin Idrīs. Al-Umm . Bairūt: Dār al-Ma‘rifah, 1990.
Al-Tahānawī, Ẓafr Aḥmad al-‘Uthmāinī. I‘lāl Al-Sunan . Pakistan: Idārah al-Qur’ān wa al-‘Ulūm al-Islāmiyah, 1418.
Al-Zayla‘ī, Uthmān bin ‘Alī. Tabyīn Al-Ḥaqāiq Sharḥ Kanz Al-Taqāiq Wa Ḥashiyah Al-Shilibī . Kairo: al-Maṭba‘ah al-Amiriyah, 1313.
Alī Muhammad ‘Alī Mahdi ‘Uthmān. “Al-Istiḥālah Wa Atharuha Fī Taṭhīr Al-
Najāsah,.” Journal Ḥawliyah 1, no. 32 (2017).
Depkes RI. Pedoman Pengelolaan Vaksin Jakarta: Dirjen Bina Farmasi Dan Alat
Kesehatan. , 2017.
Endang Sulistyowati. “Peran Enzym Tripsin Babi Dalam Proses Produksi Vaksin.” https://seruji.co.id/iptek/kesehatan/peran-enzym-tripsin-babi-dalam-proses- produksi-vaksin/, 2017.
Fairūz A̅badī, Muhammad bin Ya‘qūb. Al-Qāmus Al-Muḥīṭ . Bairūt: Muassasah al- Risālah, 2005.
Faṭmah Muhammad Rashād. “Aḥkām Isti‘māl Al-Mawād Al-Kimiyawiyah Fī Al-Fiqh Al-Islāmī.” Jami‘ah Um al-Qurā, 2018.
“Imunisasi Campak - Rubella (MR).” IDAI, 2017.
Jamal al-Din Muhammad bin Abdullah al-Zailai. Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanz Al- Daqaiq . Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010.
Kutty, P. et al. “Measles. VP D Surveillance Manual.” Measles 6 (2013).
Majelis Ulama Indonesia. Fatwa MUI No 4 Tahun 2016. Tentang Imunisasi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia , 2016.
Mansur bin Yunus bin Idris. Kasyf Al-Qinaʽ an Matan Al-Iqna’ . Bairut: Dᾱr al-Fikr, 1402.
Muhammad Amin bin ʽUmar Ibn ʽAbidin. Durr Al-Mukhtār Wa Ḥashiyah Ibn ʽA̅bidin . Bairūt: Dᾱr al-Fikr, 1992.
Muhammad bin Isa al-Tirmiẓi. Al-Jᾱmi’ Al-Kabῑr . Bairut: Dᾱr al-Gharb al-Islami, 1998.
Muhammad bin Muhammad bin ʽAbd al-Rahman al-Baghribī. Mawahib Al-Jalil Fi Syarh Mukhtaṣar Khalῑl . Bairūt: dᾱr al Fikr, 1992.
Muhammad bin Qāsim al-Ghazzī. Fatḥ Al-Qarīb Al-Mujīb Fī Sharḥ Alfāẓ Al-Taqrīb .
Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1978.
Muhammad Khāṭib al-Sharbīnī. Mughnī Al-Muḥtāj Ilā Ma‘rifah Ma‘ānī Alfāẓ Al- Minhāj . Bairūt: Dār al-Fikr, n.d.
Muhammad Rawās Qal‘ah Jī. Mu‘jam Lughah Al-Fiqh . Bairūt: Dār al-Nafāis, 1985.
Muslim bin al-Ḥajjāj al-Naysabūrī. Al-Musnad Al-Ṣaḥīḥ Al-Mukhtaṣar Bi Naql Al-‘Adl
‘an ‘Adl Ilā Rusūlillah . Bairūt: Dār al-Iḥyā’ al-Turāth al-‘Arabī, n.d.
Pratiwi Sulistiyani Dkk. “Gambaran Penolakan Masyarakat Terhadap Imuniasisi Dasar Lengkap Bagi Balita (Studi Di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang),.” Jurnal Kesehatan Masyarakat 5, no. 5 (2017).
Ramaḍān Ḥamdūn ‘Alī. “Impossibility in Islamic Jurisprudence (Fiqh),.” Majallah
Kuliyyah Al-‘Ulūm Al-Islāmiyah, 2, no. 14 (2013).
## S. Darmadi. “Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan Pemeriksaan Serologist
Dan RNA Virus.” Indonesia Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory 13, no. 2 (n.d.).
Sarwo Handayani, Dkk. “Imunisasi Terhadap Rubella Pada Balita Dan Wanita Usia Subur Di Kota Surabaya Dan Kabupaten Tabanan”.” , Bul. Panel. Kesehatan, 36, no. 2 (2008).
Sukamto Mamada. “Mengenal Peranan Tripsin Dalam Pembuatan Vaksin.” https://www.kompasiana.com/soekamto/5529cb916ea8345521552d0d/mengenal- peranan-tripsin-dalam-pembuatan-vaksin?page=all, 2013.
Ṭahmās, ‘Abd al-Ḥamīd Maḥmūd. Al-Fiqh Al-Ḥanafī Fī Thawb Al-Jadīd . Mesir: Mesir: Dār al-Shāmilah, n.d.
Trismilah, dkk. “Isolasi Dan Karakterisasi Protease Serupa Tripsin (PST) Dari Lactobacillus Plantarum FNCC 0270.” Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 12, no. 1 (2014).
Yahya bin Syarf al-Nawawi. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Bin Al-Hajjaj . Bairut: Dᾱr Ihya’ al-Turath, 1392.
|
60d72bcb-3410-49bc-9b28-c2ddc7353aa9 | https://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/yuridika/article/download/4678/2952 | licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License http://publishing-widyagama.ac.id/ejournal-v2/index.php/yuridika/
Mahkamah Konstitusi Setengah-Hati: Final tetapi Tidak Mengikat dalam Kewenangan Pengujian Konstitusional erlawanan Pihak Ketiga Pemegang Sertifikat Hak Pakai Atas Sita Eksekusi Tanah Sriwedari The Significanity of Academic Manuscripts Dignity on Legal Products Marcelino Ceasar Kishan 1 , Umbu Rauta 2 , Freidelino Paixao Ramos Alves de Sousa 3 Azmi Hawari Sunny 1 , Artaji 2 , Betty Rubiati 3 Muhammad Ramadhana Alfaris 1 , Sulthon Miladiyanto 2
1 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana, [email protected] 2 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana 3 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana 1 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, [email protected] 2 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, Indonesia 3 Fakultas Hukum, Ilmu Hukum, Universitas Padjadjaran, Indonesia 1 Faculty of Law, Universitas Widya Gama, Malang, Indonesia, [email protected] 2 Faculty of Law, Universitas Widya Gama, Malang, Indonesia
## ABSTRACT
MANUSCRIPT INFO
This article aims to discuss the bindingness of constitutional review decisions of the Constitutional Court of the Republic of Indonesia (MKRI). In particular, this article looks at the relevance between the grand design of the nature of the MKRI decision in Article 24C paragraph (1) The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia (UUD NRI 1945) with the practice of constitution disobedience. Based on that issue, this article argues that the MKRI is designed not to have a final and binding decision, but only final decisions. Because based on the Supremacy-of-Text Principle which is coherent with the concept of applying law based on regulations in the Rule of Law, the non-appreance of binding phrases in Article 24C paragraph (1) of the 1945 UUD NRI 1945 makes the decision of the Constitutional Court in the authority of constitutional review has no binding legal force. Grammatical argumentation comes from interpretation with original meaning and textualism methods which find that the word final does not mean binding due the two words stand separately. By drawing on the concepts of strong-form judicial review and weak-form judicial review, the non-binding nature of MKRI decisions can legitimize the disagreement. Because the indecisivenesss of the Constitution establish a half- hearted form of MKRI, namely the partial weak-form judicial review. Thus, the form of MKRI is a strong and weak-form judicial review that makes MKRI
decisions can be opposed. This article uses normative research methods with conceptual approach, statutory approach, and comparative approach.
Manuscript History:
Received: 2023-05-25
Accepted: 2024-03-25
Corresponding Author: Marcelino Ceasar Kishan, [email protected] m Keywords : Constitutional Court; Final and Binding; The Rule of Law; Supremacy-of-Text Principle
Widya Yuridika: Jurnal Hukum is L icensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License Layout Version: v.7.2024 Cite this paper Kishan, M. C., Rauta, U., & Sousa, F. P. (2024). Mahkamah Konstitusi Setengah-Hati: Final tetapi Tidak Mengikat dalam Kewenangan Pengujian Konstitusional. Widya Yuridika: Jurnal Hukum, 7 (1).
## PENDAHULUAN
Tulisan ini hendak menganalisa sifat kekuatan mengikat ( bindingness ) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dalam kewenangan yudisial untuk menguji undang- undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Konstitusi/UUD NRI 1945) 1 atau constitutional review 2 . Isu bindigness putusan MKRI mencuat akibatnya adanya pembangkangan terhadap putusan MKRI ( constitution disobedience ) yang seharusnya tidak terjadi di negara yang menjadikan peradilan konstitusional sebagai anti tesis terhadap supremasi parlemen. Sebab identitas dasar dari constitutional review dalam negara berasas supremasi konstitusi adalah regarded as binding on other departments of government (Michelman, 2004). Tetapi, fakta tarik-menarik kepentingan dari pemerintah (dalam arti luas) mengakibatkan praktik constitution disobedience tetap ada.
Dalam data yang dipaparkan oleh hakim konstitusi Anwar Usman pada sidang laporan MKRI tahun 2019, dari 109 putusan pengujian undang-undang oleh MKRI tahun 2013-2018 terdapat 22,01% putusan MKRI yang tidak dipatuhi, serta 5,5% putusan MK yang hanya dipatuhi sebagian ( Ningrum, Khanif, & Antikowati, 2022). Data tersebut menunjukan bahwa kepatuhan terhadap putusan MKRI bersifat dinamis yakni tidak terdapat kemutlakan bahwa putusan MKRI absolut dipatuhi, vice versa . Dari kenyataan tersebut, tulisan ini berposisi bahwa grand design bindingness putusan MKRI menjadi masalah hulu/dasar yang mengakibatkan adanya praktik constitution disobedience . Hal tersebut berangkat dari tidak adanya frasa “mengikat” dalam ketentuan Pasal 24C ayat (1) Konstitusi. Poin ini pernah disinggung oleh Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar sebagai kesalahan fatal organ pembentuk undang-undang (Indrayana & Mochtar, 2007). Isu ini diupayakan selesai oleh legislator dengan memberikan penafsiran otentik melalui Penjelasan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi, pasca adanya penafsiran tersebut, tampak tetap terjadi constitution disobedience . Dalam posisi ini, Penulis hendak menguraikan rasionalisasi teoretis-yuridis terkait korelasi antara ketidaktegasan Konstitusi dengan constitution disobedience .
Secara gradual, Penulis beranjak dari konsep dasar Negara Hukum ( The Rule of Law ) yang menjadi lawan dari The Rule of Man . Dalam pemahaman dasar tersebut, prinsip yang harus dipertahankan dalam pembentukan Konstitusi dan interpretasi terhadap Konstitusi untuk mencapai Negara Hukum adalah Supremacy-of-Text Principle dengan penjelasan, “ The words of a governing text are of paramount concern, and what they convey, in their context, is what the text means (Scalia & Garner, 2012) .” Lebih lanjut dijelaskan oleh Justice Scalia yang bertolak dari asas the rule of law ialah: “ It’s the law that governs, not the intent of the lawgiver … the objective indication of the words, rather than the intent of the legislature, is what constitutes the law (Kurnia, 2018) .” Oleh karena itu, seharusnya dalam peneguhan N egara Hukum, Konstitusi wajib untuk menciptakan norma yang tegas dan lugas. Hal tersebut didasarkan pada pemahaman hanya aturan-aturan tertulis dalam konstitusilah yang memiliki daya ikat pada addresatnya. Oleh karena itu dalam supremacy-of-text principle , norma yang tidak ada (tidak tertulis) otomatis tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dasarnya tidak hanya terkait form yang berkaitan dengan arus pemikiran formalism , tetapi termasuk pada pemahaman masyarakat terkait unsur gramatikal dalam peraturan.
Posisi tersebut memberi preskripsi dasar bahwa constitution disobedience tidak lahir secara murni karena evil side dari Pemerintah terhadap putusan MKRI, tetapi didasari pula dari “legitimasi” Konstitusi yang “memperbolehkan” untuk tidak patuh pada Putusan MKRI. Scope Penulis dalam penelitian ini adalah prespektif yang jujur untuk mencegah konsekuensialisme negatif: sekalipun MKRI adalah peradilan konstitusional, akan tetapi apa
1 Untuk tidak membingungkan penggunaan istilah dalam tulisan ini, penggunaan kata “Konstitusi” ataupun akronim “UUD NRI 1945” merujuk pada Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2 Dalam tulisan ini, constitutional review yang dimaksudkan oleh Penulis adalah judicial review on the constitutionality of law sehingga konsep judicial review juga akan digunakan dalam tulisan ini.
yang diatur dalam Konstitusi adalah norma yang harus diakui – tidak ditambah-tambahkan atau dikurangi. Perspektif tersebut bertalian erat dengan usaha mempertahankan objektivitas dari penerapan peraturan. Untuk elaborasi yang lebih tajam tulisan ini beranjak dari isu hukum: apakah sifat bindingess putusan MKRI berdasarkan supremacy-of-text principle dan korelasinya terhadap constitution disobedience ? Jawaban dari isu hukum tersebut memiliki nilai urgensi untuk memahami korelasi antara grand design putusan MKRI dengan kepatuhan terhadap putusan MKRI, serta dapat mendorong amandemen terhadap UUD NRI 1945.
## METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif atau disebut juga penelitian hukum doctrinal yang objek kajiannya adalah murni normatif hukum, sehingga tidak dimungkinkan untuk menggunakan metode-metode penelitian sosial pada umumnya (Bachtiar, 2018). Sehingga dalam jenis penelitian normatif, isu hukum yang hendak dijawab terkait masalah norma atau kaidah dalam suatu perundang-undangan (Bachtiar, 2018). Untuk memperluas preskipsi Penulis, penelitian ini menggunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan konseptual ( conseptual approach ), pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dan pendekatan perbandingan ( comparative approach ).
Pendekatan Konseptual digunakan untuk mendalam doktrin-doktrin termasuk dan tidak terbatas pada Rules of Law dan Supremacy-of-Text Principle . Makna termasuk dan tidak terbatas yang Penulis maksudkan yakni masuknya konsep lain selain dua konsep yang dicantumkan oleh Penulis guna mencegah kedangkalan penelitian yang terjebak pada preposisi pada latar belakang penelitian ini. Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk memahami penerapan doktrin yang ditemukan pada pendekatan konseptual dalam sistem hukum Indonesia. Pendekatan perbandingan dalam penelitian ini bersifat sebagai penunjang terhadap 2 (dua) pendekatan lainnya agar penelitian ini bersifat komprehensif. Setiap pendekatan tersebut digunakan untuk mencari kaidah normatif (kaidah ideal) yang hendak menjadi filter untuk menemukan hukum. Untuk menunjang penemuan hukum dalam penelitian ini, Penulis menggunakan beberapa bahan hukum. Bahan hukum primer dalam penelitian ini meliputi peraturan perundang-undangan. Untuk mempertegas doktrin- doktrin, Penulis menggunakan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, dan artikel dalam jurnal-jurnal hukum. Kemudian sebagai pelengkap Supremacy-of-Text Principle , Penulis menggunakan bahan hukum tersier berupa kamus hukum dan kamus bahasa.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Kekuatan Mengikat sebagai Sifat Normatif Constitutional Review
Madison dalam pidatonya pada 23 Juli 1787 memberikan konsep yang sederhana dari constitutional review , yakni, “ Hukum yang melanggar konstitusi yang diterapkan oleh rakyat sendiri, akan dianggap batal dan tidak berlaku oleh para Hakim (Levy, 2005) .” Menurut Daniel Finck sebagimana dikuti Kurnia (2018), salah satu prakondisi agar constitutional review dapat dilaksanakan adalah “ … the constitution must establish the judicial means for guaranteeing the supremacy of the constitution over l egislative acts.” Constitutional review sebagai anti-tesis kedaulatan parlemen tercermin dari prakondisi yang ketiga, sebab dua diantara tiga aspek kedaulatan parlemen menurut John Alder yang didasarkan pada pandangan Dicey adalah keabsolutan produk parlemen : “ … Kedua, validitas hukum yang dibuat oleh Parlemen tidak dapat dipertanyakan oleh lembaga lain… (Hermawan, 2020). ”
Sebagai antitesis, constitutional review hendak menegaskan bahwa supremasi konstitusi adalah sifat fundamental dari negara hukum yang meletakan konstitusi sebagai
norma tertinggi dalam hierarki hukum negara sehingga tidak ada keabsolutan parlemen. Dalam konteks pengujian produk legislasi, kewajiban patuh legislator terhadap putusan constitutional review melekat setidak-tidaknya pada legislasi jangka pendek atau menengah yang diistilahkan oleh Tushnet (2003) sebagai “ short to medium run” . Oleh Michelman, legislator dapat melakukan perubahan terhadap hasil putusan badan yudisial tersebut hanya dengan melalui amandemen konstitusi. Selebihnya, revisi hanya dapat dilakukan oleh badan yudisial itu sendiri. Sehingga tidak ada peran bagi legislator untuk mengajukan disagreement . Jika ditarik pada aspek The Rule of Law dari Tamanaha (2009), hal ini merupakan prospek dari fungsi “ impose legal restraint on government official by imposing legal limits on law-making power ” . Menjawab persoalan penegakan legal restraint dari Thomas Hobbes: “ he that is bound to himself, is not bound (Tamanaha, 2009) .”
Sekalipun secara fundamental constitutional review adalah anti-tesis dari kedaulatan parlemen, akan tetapi tidak semua praktik constitutional review menjamin terjadi supremasi konstitusi. Prinsip tersebut dapat dijelaskan oleh Michelman yang merangkum pandangan Tushnet, yakni dikotomi weak-form judicial review dan strong-form judicial review . Dikotomi tersebut berkaitan dengan “ the final say on the matter ” dalam interpretasi konstitusi antara cabang kekuasaan pemerintahan. Penentunya pada sifat mengikat dari putusan judicial review .
Weak-form judicial review dijelaskan oleh Tushnet sebagai:
“ court asses legislation against constitutional norms, but do not have the final word on whether statutes comply with those norms. In some version, the court are directed to interpret legislation to make it consistent with constitutional norms if doing so is fairly possible according to (previously) accepted standards of statutory interpretation. In other version the courts gain the additional power to declare statutes inconsistent with constitutional norms, but not to enforce such judgments coercively against a losing party (Titon, 2018) .”
Sebaliknya, konsep strong-form judicial review dirangkum oleh Michelman (2004) dengan mendasarkan pada pandangan Tushnet sebagai berikut:
“ questions of the constitutionality of legislation are regularly brought before courts for resolution; the courts address these questions afresh, with a substantial degree of independence from the explicit or implicit opinions of other agents in the system including those who enacted the questioned law; the resulting judgments of jurisdictionally competent courts are regarded as binding on other departments of government unless and until revised either by judicial decision or by constitutional amendment; and the result of a judicial declaration of a legislative enactment's unconstitutionality is that the enactment thenceforth is treated as invalid, voided of the force of law. ”
Bila supremasi konstitusi dimaknai sama dengan kewajiban untuk patuh pada putusan peradilan konstitusional, maka supremasi konstitusi hanya tercermin dalam wujud strong-form judicial review . Sebab sifat kekuatan hukum mengikat adalah sifat fundamental dari strong-form judicial review . Hal tersebut terlihat secara tegas pada definisi sederhana Tushnet (2006) terkait strong-form judicial review , yakni: “ In a system of strong-form review, the courts' resolution of constitutional questions is final and binding on the political branches .” Menilik kembali pada rangkuman Michelman, hal ini dikategorikan sebagai “ the resulting judgments of jurisdictionally competent courts are regarded as binding on other departments of government …”. Sedangkan pada weak-form judicial review tidaklah mewajibkan adanya kepatuhan legislator terhadap hasil interpretasi badan yudisial sebab: “ judges' rulings on constitutional questions are expressly open to legislative revision in the short run (Tushnet,
2006) .” Sehingga putusan constitutional review dalam weak-form bersifat tidak mengikat. Dari dikotomi tersebut, urgensi untuk adanya sifat mengikat dalam constitutional review bertujuan untuk menciptakan strong-form judicial review .
Oleh Tushnet, bentuk weak-form judicial review maupun strong-form judicial review tidaklah bersumber secara politik terkait kepatuhan pemerintah terhadap putusan constitutional review . Akan tetapi, kondisi suatu constitutional review memiliki weak-form ataupun strong-form didasarkan pada grand design badan yudisial pemegang kewenangan constitutional review dalam konstitusi: “ Drafters of constitutions have recently embraced weak-form judicial review because it appears to go a long way toward overcoming the well- known ‘countermajoritarian difficulty’ of strong -form judicial review (Tushnet, 2006) .” Secara lebih tegas: “ Strong-and weak-form systems operate on the level of constitutional design, in the sense that their characteristics are specified in constitutional documents or in deep-rooted constitutional traditions (Tushnet, 2003) . ”
Interpretasi berdasarkan The Rule of Law as a Law of Rules
Konsep fundamental dari The Rule of Law yakni menentang Rule of Man adalah rasio klasik yang tidak hanya mencerminkan konsep kedaulatan hukum tetapi mengandung pula dimensi dasar terkait rasionalisasi sifat dasar manusia dan konsep penerapan hukum yang objektif. Secara umum, konsep hukum yang seharusnya mengatur bukan manusia menjawab realita ketidakpastian manusia sebagaimana penjelasan Tamanaha (2012): “It is to be shielded from the familiar human weaknesses of bias, passion, prejudice, error, ignorance or whim. This sense of the rule of law is grounded upon fear and distrust of others .” Hal senada telah disinggung oleh Aristoteles: “ Therefore he who bids the law rule may be deemed to bid God and Reason alone rule, but he who bids man rule adds an element of the beast; for desire is a wild beast, and passion perverts the minds of rulers, even when they are the best of men. The law is reason unaffected by desire (Tamanaha, 2012) .”
Ketidakpastian manusia bertentangan dengan kepastian hukum yang merupakan salah satu unsur superior dari The Rule of Law sebagaimana dijelaskan Marzena Kordela (2008) , bahwa: “ The legal certainty as the superior principle of the system of formal principles of the rule of law (Cetak tebal oleh Penulis) justifies the legal validity of a defined group of values .” Dalam konsep yang berlapis-lapis, maksud kepastian hukum dalam The Rule of Law adalah “ provides predictability through law ” dengan adanya formal legality dari the rule of law itu sendiri. Dalam konsep Hayek yang dikutip Tamanaha (2012), adanya formal legality berfungsi untuk “ possible to foresee with fair certainty how the authority will use its coercive powers in given circumstance and to plan one’s individual affairs on the basis of this knowledge .” Sehingga secara praktikal, formal legality adalah wujud pembatasan hukum ( legal restraint ) bagi pemerintah dalam konsep The Rule of Law yang secara kontekstual melekat dalam government of laws and not of men . Isu ini adalah basis dari pengidealan aktualisasi nilai The Rule of Law sebab Kauper (1961) menegaskan bahwa: “ the Rule of Law means the subjection of governmental authority to legal restraint, then a system like ours means the elevation of the Rule of Law concept to its highest level . ” Kauper menganalogikan salah satu wujud highest level adalah perlindungan hak-hak masyarakat oleh pengadilan. Analogi Kauper tersebut sejatinya mencerminkan makna substantif dari The Rule of Law yang mencangkup “ reference to fundamental rights, democracy, and/or criteria of justice or right (Titon, 2012) .” Sehingga pemenuhan formal legality adalah kewajiban paling mendasar oleh pemerintah.
Konsep penerapan hukum yang objektif pun dapat dikembangkan melalui prinsip dasar The Rule of Law terutama untuk menjawab realitas penerapan hukum yang dijelaskan oleh Tamanaha (2012) : “ The idea of ‘the rule of law, not man’ has been forever dogged by the fact that laws are not self-interpreting or self-applying .” Justice Antonin Scalia menanggapi
realitas tersebut – bukan pandangan kepada pandangan Tamanaha – dengan menerapkan konsepnya dalam peradilan yakni The Rule of Law as a Law of Rules . Scalia sebagaimana dijelaskan Calabresi dan Lawson (2014) berpandangan bahwa, “ the essence of law is impersonal rules that can be impersonally applied .” Lebih spesifik, Scalia (1989) mengistilahkan impersonal rules sebagai general rules yang kemudian menjadi vis a vis dengan personal discretion within the narrow context of law that is made by the courts . Dalam mengeksplorasi dikotomi tersebut, Scalia mengambil kesimpulan dengan mengutip pendapat dari Aristoteles bahwa:
“I stand with Aristotle, then -which is a pretty good place to stand-in the view that ‘personal rule, whether it be exercised by a single person or a body of persons, should be sovereign only in those matters on which law is unable, owing to the difficulty of framing general rules for all contingencies, to make an exact pronouncement.’ In the case of court- made law, the ‘difficulty of framing general rules’ arises not merely from the inherent nature of the subject at issue, but from the imperfect scope of the materials that judges are permitted to consult (Scalia, 1989) .”
Oleh karena itu, ia menutup dengan pendapat bahwa ia “lebih nyaman” untuk mengadili berdasarkan peraturan, yakni: “ Even where a particular area is quite susceptible of clear and definite rules, we judges cannot create them out of whole cloth, but must find some basis for them in the text that Congress or the Constitution has provided (Scalia, 1989) .”
Pendirian Scalia untuk mendasarkan pada peraturan adalah pendirian formalisme sebab eksklusif mencerminkan pendirian formalisme sebagiamana penjelasan Fred Schauer yang dikutip Nachbar (2020): “ [a]t the heart of the word ‘formalism,’ in many of its numerous uses, lies the concept of decision making according to rule .” Isunya adalah bagaimana relevansi antara memaknai law dalam The Rule of Law sebagai peraturan dengan kepastian hukum? Isu ini penting untuk dijawab guna mencegah klaim bahwa konsep Scalia hanyalah terkait aliran hukum formalisme yang mengutamakan form . Bila kepastian adalah jantung dari The Rule of Law , maka harusnya konsep dari Scalia pun harus memenuhi jantung tersebut. Terkait itu, jawabannya dapat melihat pada penjelasan Strauss (2008) terkait sifat dari peraturan: “ Rules generally make matters more predictable; they reduce the danger of arbitrary or discriminatory action; and they are usually easier and less expensive to apply.” Gambaran yang lebih jelas dikemukakan oleh Balkin (2014) terkait penggunaan peraturan: “ Adopters use fixed rules because they want to limit discretions …” Dasar rasionalisasi Scalia secara praktikal terkait vaque standard yang dapat terjadi dengan penggunaan diskresi dalam law-making oleh hakim yakni, “ And the trouble with the discretion-conferring approach to judicial law making is that it does not satisfy this sense of justice very well (Scalia, 1989) .” Sehingga efeknya pada diskresi: “ those discretionary ‘modes of analysis’ should be ‘avoided where possible’ and rules should be used instead (Strauss, 2008) .” Selain itu, menarik pada makna subsntatif dari The Rule of Law , Grégoire Webber, dkk sebagaimana dikutip Izzaty (2020) menegaskan bahwa: “ Without positive action by legislation, and positive law more generally, many human rights would fail to be realized.” Dengan demikian, pelandasan pada peraturan adalah kunci pemenuhan The Rule of Law secara statis maupun substantif.
Konsep yang dijelaskan Scalia dapat dikatakan terbatas pada penerapan hukum oleh Hakim, akan tetapi prinsip yang hendak digambarkan oleh Penulis ialah terkait isu peran peraturan dalam The Rule of Law yakni peraturan mencegah (membatasi) diskresi manusia yang merupakan semangat dari The Rule of Law sebagai lawan dari Rule of Man. Dalam kesimpulan ini, Penulis menggunakan penegasan Twining dan Meirs (2010): “The long - standing idea that citizens should be subject to a government by a rules and not of men is intended to exclude the possibility that they will be subject to the exercise of arbitrary power, for example deprive them of liberty or property or a means of livelihood.”
## DISKUSI
Bindingness Putusan MKRI berdasarkan Supremacy-of-Text Principle
Sub-bab ini hendak menafsir makna Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945. Penafsiran akan menggunakan metode interpretasi yang koheren dengan konsep The Rule of Law as a Law of Rules , akan tetapi Penulis tidak akan sepenuhnya menggunakan metode penafsiran Scalia – original intent . Penulis menggunakan metode interpetasi textualism dan original intent . Pemilihan tersebut didasarkan pada prinsip supremacy-of-text principle yang diurai oleh Scalia.
Supremacy-of-Text Principle menggunakan teks peraturan sebagai sumber utama penafsiran. Sejalan dengan pemahaman peraturan sebagai jantung The Rule of Law . Rasionya dijelaskan Scalia dan Graner (2012) yakni : “ When deciding an issue governed by the text of a legal instrument, the careful lawyer or judge trusts neither memory nor paraphrase but examines the very words of the instrument. As Justinian’s Digest put it: A verbis legis non est recedendum .” Akar rasio tersebut dari nilai objektivitas penerapan peraturan. Sehingga teks dalam peraturan menjadi hal yang krusial karena jika melihat kekuatan mengikat suatu peraturan, bagian yang memiliki kekuatan mengikat adalah norma-norma di dalamnya yang disusun dengan teks-teks itu sendiri. Secara a contrario , konsekuensi utama dari Supremacy- of-Text Principle ialah bila suatu ketentuan tidak diatur secara expressis verbis dalam peraturan, maka suatu norma tersebut harus dianggap tidak ada. Sebab kata-kata dalam batang tubuh peraturan adalah jantung dari Supremacy-of-Text Principle . Sehingga suatu norma yang diakui adalah norma yang tertulis dalam batang tubuh peraturan, vice versa , norma yang tidak tertulis merupakan norma yang tidak diakui.
Pemahaman “harus tertulis” secara tegas sejatinya telah dipositifkan dalam sistem hukum Indonesia. Secara abstrak dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, yakni pengakuan negara hukum dengan pemahaman menjadikan peraturan sebagai jantung The Rule of Law . Kemudian secara yuridis-teknis diorientasikan sebagai salah satu asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam Pasal 5 huruf f Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) yakni, Asas Kejelasan Rumusan yang bermakna: “ bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya .”
Dengan asas tersebut, terdapat tuntutan kepada pembentuk undang-undang maupun penyusun konstitusi untuk menggunakan bahasa yang jelas karena secara prospektif hal ini akan berkorelasi dengan daya kerja dari undang-undang maupun undang-undang dasar (Kurnia, 2014). Sifat jelas tersebut merupakan gradual dari keharusan tertulis. Sehingga, suatu ketentuan yang mengikat, seharusnya diawali dengan ketentuan tersebut bersifat tertulis, kemudian dituliskan secara jelas. Makna jelas tersebut pun juga bertalian dengan keharusan untuk menciptakan kemanunggalan arti dalam setiap kata dalam suatu peraturan. Lampiran II Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memberi catatan penting terkait hal ini, yakni batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan dengan lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda. Catatan tersebut memberi penekanan bahwa bahasa dalam peraturan perundang-undangan tidak dibenarkan menimbulkan makna ganda.
Dengan keharusan untuk melekat pada bunyi peraturan, tidak jarang hasil penafsiran yang lahir adalah hal yang irasional, misalnya makna search and seizure dalam Olmstead v . United States. Namun, hal tersebut bukan kesalahan dari penafsir. Kesalahan melekat pada pembentuk peraturan sebagaimana ditegaskan Lord Esher MR dalam R. v . The Judge of the City of London Court: “ if the words of an Act are clear you must follow them, even though they lead to manifest absurdity. The Court has nothing to do with the question whether the legislature has committed an absurdity (Bhat & Mir, 2020) .” Penafsiran dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 pun harus demikian, yakni tegak lurus pada bunyi peraturan, bukan pada ekstentifikasi penafsiran yang keluar dari makna gramatikal apalagi pada intent penyusun Konstitusi sebab: “ It’s the law that governs, not the intent of the lawgiver … the objective indication of the words, rather than the intent of the legislature, is what constitutes the law (Kurnia, 2014) .” Menarik makna yang timbul dari ekstentifikasi diluar batas gramatikal pun harus dicegah untuk menghindari gejala sukarnya pemahaman hukum oleh masyarakat sebagaimana penjelasan Yus Badudu yang dikutip Sirajuddin (2016) : “… seolah-olah bahasa hukum itu bahasa dengan corak sendiri, yang tidak sejalan dengan bahasa umum yang digunakan oleh masyarakat. Dengan demikian bahasa hukum menjadi bahasa yang sukar dipahami …” Pandangan Yus Badudu searah dengan penegasan Scholten bahwa menafsir peraturan dengan menggunakan bahasa sehari-hari merupakan hal yang primer, karena makna tersebut seyogianya yang mengikat masyarakat:
“Arti dari rumusan -rumusan menurut bahasa sehari-hari itulah yang pertama-tama harus ditetapkan pada penemuan hukum. Secara intuitif setiap penafsiran undang- undang mengikat, maka dapatlah hal itu berarti lain daripada bahwa keputusan itu mengikat sebagaimana keputusan itu dimengerti oleh warga negara menurut bahasa sehari-hari? (Titon, 2018). ”
Metode yang koheren dengan prinsip patuh pada peraturan adalah textualism dan original meaning . Secara metodologis, textualism bertitik-tolak pada teks dengan penjelasan, “ focusing intently on the words of a given constitutional provision in splendid isolation (Titon, 2018) .” Fokus pada teks -teks mengakibatkan textualism menegaskan bahwa suatu ketentuan menjadi norma hukum apabila ketentuan tersebut dicantumkan secara eksplisit dalam peraturan tersebut dengan orientasi, “ See here, it says X (Titon, 2018) .” Bahan yang menjadi sumber penemuan hukum oleh textualist (orang yang menggunakan metode textualism ) adalah kamus sebagaimana dijelaskan Amar (1999) , yakni: “ A plain-meaning textualist might look to today's dictionaries to make sense of a contested term like ‘commerce’ or ‘cruel’ or ‘privileges’ or ‘process,’ …” Sedangkan metode original meaning menekankan makna yang berusaha diperoleh secara historis dari undang-undang dasar atau original public meaning ketika undang-undang disahkan (Titon, 2014) . Alasannya: “ the Constitution is a text, it should be interpreted according to its original meaning (Anonim, 2007) .” Dengan kata lain: “ that the Constitution should be interpreted to have the same applications it would have been given when ratified (Anonim, 2007) .” Steven D. Smith sebagaimana dikutip Laksono (2014) menjelaskan bahwa original meaning menafsir berdasarkan konteks the words ( in Historical Context ), kata-kata memiliki makna, yang diberikan oleh sesuatu seperti “aturan bahasa” pada saat itu, terlepas dari niat semantik penyusunnya. Jika yang dimaksud penyusun adalah A akan tetapi digunakan kata-kata yang (menurut aturan bahasa) berarti B, maka B yang benar (Laksono, 2014). Searah dengan konsep Shidarta (2017) : “ Legal language must follow the laws of language (grammar) that widely known and commonly used by the public, including groups of the scientist .”
Terkait penafsiran Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945, sebelum akan menafsir lebih jauh, Penulis akan membedah unsur-unsur dalam Pasal tersebut terlebih dahulu. Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 secara utuh berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan t erakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan te ntang hasil pemilihan umum.”
Pasal a quo terdiri atas 3 (tiga) unsur utama yakni, tingkatan persidangan MKRI, sifat putusan MKRI, dan kewenangan MKRI. Selain dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945, kewenangan MKRI juga seyogianya diatur pada ayat setelahnya yakni ayat (2). Perbedaannya terletak pada sifat putusan dalam kewenangan itu. Berkaitan dengan konteks penelitian ini, Penulis akan terbatas menganalisis pada sifat putusan MKRI pada kewenangan constitutional review , yakni apakah makna final dalam sifat putusan MKRI (apakah final bermakna mengikat atau tidak?).
Melalui metode interpretasi textualism , rujukan utama untuk mengetahui makna Final adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tentu KBBI yang berlaku pada saat ini, landasannya sebagaimana dijelaskan Amar bahwa “ textualist … look to to day's dictionaries .” Apabila melihat pada KBBI, maka makna dari Final tidak berarti memiliki kekuatan hukum mengikat ( legally binding ). Sebab makna Final dalam KBBI adalah “ Final/fi·nal/ n 1 tahap (babak) terakhir dari rangkaian pemeriksaan (pekerjaan, pertandingan); 2 tahap penyelesaian .” Jika ditarik pada konteks hukum acara, maka Final hanyalah terkait tahapan persidangan. Sedangkan daya cengkram suatu putusan, dapat dijelaskan dengan frasa mengikat yang oleh KBBI dimaknai sebagai:
“Mengikat/meng·i·kat/ v 1 mengebat; mengeratkan (menyatukan dan sebagainya) dengan tali: orang-orang telah ~ tangan pencuri yang tertangkap itu; ~ kayu api, memberkas kayu api; 2 menarik; menawan: cerita yang ~ hati; 3 wajib ditepati: perjanjian yang ~, perjanjian yang mengharuskan kedua belah pihak menepatinya dengan sungguh-sungguh ; (cetak tebal oleh Penulis) … “
Dengan demikian menurut KBBI, Final dan mengikat adalah dua hal yang berbeda.
Penafsiran melalui metode interpretasi sekunder yakni metode original meaning cukup sulit untuk dilakukan, sebab tidak terdapat pembahasan terkait definisi sifat putusan MKRI yang dibahas pada proses amandemen. Pembahasan yang lebih dominan terdapat pada original intent , walaupun tidak banyak dibahas pula (Laksono, 2014). Oleh karena itu, Penulis akan menggunakan Black Law Dictionary 7 th Edition yang diterbitkan pada tahun 1999 untuk menganalisis makna Final yang relevan untuk diadopsi pada proses amandemen. Alasan Penulis menggunakan kamus tersebut – selain hakikat original meaning melihat pada original public meaning – yakni untuk menjawab klaim teks ditafsir berdasarkan konteks hukum: “Thus, to understand the rules of law and legal language, in principle, they are one unit in a legal discipline. If you want to learn and understand the rule of law, you must use good legal language. Legal rules are composed of a systematic legal language (Mulya & Dikrurahman, 2022) .” Oleh karena itu, Penulis hendak menggunakan kamus yang bersinggungan dengan ilmu hukum untuk lebih presisi menganalisis peraturan.
Serupa dengan KBBI, Black Law Dictionary 7 th Edition pula mendikotomikan antara Final dalam Final Judgment dan mengikat dalam binding , serta tidak mengartikan mengikat sebagai bagian dari makna Final, sebagaimana makna final judgement , ialah: “ Final judgment. A court's last action that settles the rights of the parties and disposes of all issues in controversy, except for the award of costs (and, sometimes, attorney's fees) and enforcement of the judgment (Garner, 1999) . ” Sedangkan, makna binding adalah: “ Binding, adj. 1. (Of an agreement) that binds <a binding contract>. 2. (Of an order) that requires obedience <the temporary injunction was binding on the parties> (Garner, 1999) .” Makna mengikat dalam Black’s Law Dictionary
7 th Edition sejatinya sama persis dengan makna mengikat menurut KBBI berdasarkan penafsiran textualism . Sehingga baik dari metode interpretasi textualism maupun metode original meaning tidaklah dapat ditemukan bahwa makna Final adalah termasuk mengikat. Sehingga putusan MKRI berdasarkan dua penafsiran tersebut adalah Final tetapi tidak mengikat. “Hukum” grand design tersebut terlihat cukup absurd bagi sebuah lembaga pengadilan, namun demikianlah produk pembentuk Konstitusi.
Hasil penafsiran gramatikal tersebut menolak klaim bahwa final bermakna mengikat. Sehingga orientasinya bila suatu putusan hendak diatur final dan mengikat maka kedua kata tersebut harus melekat dalam suatu materi muatan suatu peraturan, terutama kata mengikat (titik kritis Penelitian ini). Praktiknya dapat dilihat di Thailand, Albania, Irak, Kroasia dan Jerman:
Tabel 1. 1 Frasa Mengikat dalam Sifat Putusan Peradilan Constitutional Review Negara Dasar Peraturan Perundang-Undangan Materi Muatan Thailand Section 211 of The Constitution of the Kingdom of Thailand, 2017. “ The decision of the Constitutional Court shall be final and binding on the National Assembly, the Council of Ministers, Courts,
Independent Organs, and State agency .” Albania Article 131 paragraph (1) of The Constitution of the Republic of Albania, 1988. “ The decisions of the Constitutional Court shall be final and binding for enforcement . ”
Irak Article 94 of The Constitution of the Republic of Iraq, 2005. “ Decisions of the Federal Supreme Court are final and binding for all authorities . ”
Kroasia Article 31 paragraph (1) of The Constitutional Act on The Constitutional Court of The Republic of Croatia number 49/2002. “ The decisions and the rulings of the Constitutional Court are obligatory and every individual or legal person shall obey them . ” Jerman Article 31 paragraph (1) of Germany Federal Constitutional Court Act, 1951. “ The decisions of the Federal Constitutional Court shall be binding upon the constitutional organs of the Federation and of the Länder, as well as on all courts and those with public authority . ”
Dalam norma-norma tersebut terdapat dua model untuk menegaskan sifat mengikat, yakni: model normatif yang menegaskan sifat mengikat dalam kata binding ; dan model praktis yang menegaskan sifat mengikat dengan tidak menggunakan kata binding , namun melalui melalui frasa yang lebih praktikal, misalnya “… are obligatory and every individual or legal person shall obey them …” di Undang -Undang Kroasia. Perbedaan tersebut tidak menjadi persoalan, sebab prinsip yang tetap ditegaskan dalam ketentuan-ketentuan tersebut adalah sifat putusan mengikat seharusnya diatur secara expressis verbis karena tidak bisa diekstensifikasikan dari sifat putusan final. Bahkan dalam ketentuan-ketentuan tersebut, terdapat adressat yang spesifik terkait subjek yang harus mematuhi putusan constitutional review .
Relevansi Kesalahan Grand Design Mahkamah Konstitusi dengan Constitution Disobdience
Model grand design MKRI yang “final tetapi tidak mengikat” tidak sesuai dengan wujud strong-form judicial review maupun weak-form judicial review . Sebab storng-form judicial review adalah final dan mengikat, sedangkan weak-form judicial review adalah tidak final terkait the final say on the matter dan tidak mengikat. Makna oksimoron dalam grand design MKRI menjadikan MKRI bersifat setengah-hati sebab adanya wujud inkonsisten dalam sifat putusan MKRI: strong and weak-form judical review . Sifat tidak mengikat yang menjadikan MKRI memiliki wujud weak-form judicial review parsial (tidak mengikat) mengakibatkan terjadinya constitution disobedience . Rasionalisasinya beranjak dari Constitution disobedience yang memiliki korelasi dengan disagreement : “ With weak-form review, legislators have alternatives to compliance or disobedience where they strongly disagree with judges’ rulings (Carver, 2008) .” Adanya disagreement pun merupakan sifat dari weak-form judicial review , sebagaimana ditegaskan juga oleh Tushnet (2006) : “ One possibility is that weak-form review invites repeated interactions between legislatures and courts over constitutional meaning .”
Rasionalisasi klaim tersebut dapat melihat pada pandangan Arnold (2006) yang menerjemahkan ketentuan Article 31 paragraph (1) of Germany Federal Constitutional Court Act, 1951 (Lihat tabel 1.1), yakni : “ The basic provision in the Constitutional Court Act is Article 31. Quite generally it is said that the decisions bind all constitutional institutions .” Implikasi nya: “ This binding effect is extended beyond the parties of the case, having an effect ‘erga omnes’ (Arnold, 2006) .” Pandangan Arnold tersebut memperihatkan relevansi antara sifat mengikat melahirkan kepatuhan yang sifatnya erga omnes . Komparasi untuk menguatkan pandangan Arnold dapat melihat praktik constitutional review di Belanda yang sengaja dibentuk weak-form judicial review . Article 120 The Constitution of the Kingdom of the Netherlands menegaskan: “ The constitutionality of Acts of Parliament and Treaties shall not be reviewed by the courts. ” Dampak dari grand design tersebut mengakibatkan peradilan konstitusional hanya menjadi penginterpretasi konstitusi, namun tidak memiliki efek apapun terhadap legislator sebab tidak dapat membatalkan undang-undang yang inkonstitusional (Titon, 2018). Praktik di Belanda adalah wujud ekstrim dari kegagalan supremasi konstitusi. Namun, secara tidak langsung, wujud tersebut bisa saja terjadi pada MKRI dengan indikator adanya disagreement dapat menciptakan u-turn pada supremasi parlemen.
Dalam sejarah peradilan Indonesia, peradilan dilemahkan karena kesalahan grand design dalam Konstitusi misalnya pernah terjadi pada Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Dalam pandangan Todung Mulya Lubis sebagaimana dikutip Asrun (2004), hambatan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka pada masa MARI di bawah pemerintahan Soeharto di dasarkan pada lemahnya grand design dari kebebasan dan independensi sistem peradilan masa itu. Secara spesifik, isu tersebut bersumber dari Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen yang terasa sumir dan penjelasan kedua Pasal itu tidak menjabarkan sistem kebebasan dan kekuasaan kehakiman (Asrun, 2004). Ketidakjelasan itu menimbulkan disagreement : memungkinkan lahirnya interpretasi lain dari wujud peradilan yang seharusnya.
## PENUTUP
Berdasarkan pembahasan di atas, konsep dasar negara hukum adalah hukum yang memerintah, bukan manusia. Sehingga jika ditarik dalam penerapannya, maka setiap penerapan hukum harus berdasarkan pada peraturan. Itulah yang ditekankan oleh Scalia dalam konsep The Rule of Law as a Law of Rules. Sehingga peran pengadilan dalam penerapan hukum adalah menginterpretasi peraturan, bukan membentuk peraturan. Bila melihat secara lebih luas, prinsip yang harus diperhatikan adalah peraturan berperan untuk mencegah subjektivitas manusia, sehingga penerapan hukum harus berdasarkan peraturan.
Beranjak dari hal itu, Penulis melakukan interpretasi Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 dengan Supremacy-of-Text Principle sehingga metode yang digunakan adalah textualism dan original meaning . Hasil penafsiran makna final dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 adalah final tidak bermakna mengikat. Sebab menurut Supremacy-of-Text Principle , suatu sifat yang tidak diatur secara formal bukanlah bagian dari peraturan yang dibentuk secara formal. Sehingga Pasal a quo hanya memuat sifat final saja, tidak mengikat. Dalam gramatikalnya, final dan mengikat adalah dua kata yang terpisah. Makna gramatikal itu kemudian yang dipahami dan mengikat masyarakat. Praktik interpretasi yang menjadikan makna final mencangkup makna mengikat adalah bentuk interpretasi yang keluar dari batasan gramatikal yakni kemanunggalan arti. Serta wujud subjektivitas yang bersumber dari penafsiran original intent . Kemanunggalan arti itu sejatinya pun merupakan bagian dari batasan yang harus dipatuhi dalam pembentukan peraturan perundang- undangan. Hal tersebut menjadikan MKRI memiliki grand design semi strong-form judicial review : final but not legally binding . Dengan efek putusan MKRI tidak mutlak untuk dipatuhi, yang juga menjadikan MKRI tidak optimal menciptakan supremasi konstitusi.
## DAFTAR PUSTAKA
Buku
Asrun, M. A. (2004) Krisis Peradilan Mahkamah Agung di Bawah Soeharto . ELSAM
Bachtiar. (2018). Metode Penelitian Hukum . Unpam Press.
Balkin, J. M. (2014). Living Originalism . The Belknap Press of Harvard University Press Hermawan, M. I. (2020). Teori Penafsiran Konstitusi . Kencana.
Kurnia, T. S. (2014). Konstitusi HAM . Pustaka Pelajar.
_____________. (2018). Interpetasi Hak-Hak Asasi Manusia Oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia The Jimly Court 2003-2008 . Mandar Maju.
Scalia, A., Garner, B. A. (2012). Reading law: The interpretation of legal texts . St. Paul: Thomson/West.
Sirajuddin. (2016). Legislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan . Setara Press.
Twining, W., Miers, D. (2010) How to Do Things with Rules. Cambridge University Press.
## Bab dalam Buku
Levy, L. W. (2005). Judicial Review, Sejarah, & Demokrasi: Sebuah Pengantar. Dalam Leonard W. Levy (ed), Judicial Review: Sejarah Kelahiran, Wewenang, dan Fungsinya dalam Negara Demokrasi . Nusamedia.
Tamanaha, B. Z. (2009). A Concise Guide to The Rule of Law. Dalam Gianluigi Palombella dan Neil Walker (eds), Relocating the Rule of Law . Hart Publishing.
## Artikel Jurnal
Anonim. (2007). Original Meaning and Its Limits. Harvard Law Review Notes , 1279-1280. https://harvardlawreview.org/wp- content/uploads/2007/02/original_meaning.pdf
Bhat, S. A., Mir. M. (2020). Law of Interpretation to Fulfill the Aim and Object of Legislature: An Analysis. Journal of Emerging Technologies and Innovative Research , 7(9), 802- 810. http://doi.one/10.1729/Journal.24627
Carver, P. (2008). Weak Courts, Strong Rights: Judicial Review and Social Welfare Rights in Comparative Constitutional Law, Mark Tushnet. Alberta Law Review , 46(1), 243- 251. https://doi.org/10.29173/alr246
Indrayana, D., & Mochtar, Z. A. (2007). Komparasi Sifat Mengikat Putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Mimbar Hukum , 19(3), 437-454. https://doi.org/10.22146/jmh.19074
Izzaty, R. (2020). Urgensi Ketentuan Carry-Over dalam Pembentukan Undang-undang di Indonesia. Jurnal Ham , 11(1), 85-98. http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.85- 98
Kauper, P. G. (1961). The Supreme Court and the Rule of Law. Michigan Law Review . 59(4).
531-552. https://www.jstor.org/stable/i254853
Kordela, M. (2008). The Principle of Legal Certainty as A Fundamental Element of The Formal Concept of The Rule Of Law. Revue du Notariat , 110, 587-605. https://doi.org/10.7202/1045553ar
Kurnia, T. S. (2012). Konsep Negara Berbasis Hak Sebagai Argumen Justifikasi Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang. Jurnal Konstitusi , 9(3), 563-582. https://doi.org/10.31078/jk937
Lawson, G. S., & Calabresi, S. (2014). The Rule of Law as a Law of Law. Notre Dame Law Review , 90, 483-504. https://scholarship.law.nd.edu/ndlr/vol90/iss2/1
Michelman, F., I. (2004). Justice as Fairness, Legitimacy, and the Question of Judicial Review:
A Comment. Fordham Law Review , 72(5), 1407-1420. http://fordhamlawreview.org/issues/justice-as-fairness-legitimacy-and-the- question-of-judicial-review-a-comment/
Mulya, J., & Dikrurahman, D. (2022). The Role of Legal Language in Formulating Written Legal Rules in Indonesia. Budapest International Research and Critics Institute- Journal , 5 (2), 11386-11394. https://doi.org/10.33258/birci.v5i2.4961
Nachbar, T. B. (2020). Twenty-First Century Formalism. University of Miami Law Review , 75(1), 113-189. https://repository.law.miami.edu/umlr/vol75/iss1/4
Ningrum, D. A. W., & Antikowati, A. (2022). Format Ideal Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi untuk Mengefektifkan Asas Erga Omnes. Jurnal Konstitusi , 19(2), 314- 358. https://doi.org/10.31078/jk1924
Scalia, A. (1989). The Rule of Law as A Law of Rules. The University of Chicago Law Review, 56(4), 1175-1188. https://chicagounbound.uchicago.edu/uclrev/vol56/iss4/1
Shidarta, S. (2017). Laws of Language and Legal Language: A Study of Legal Language in
Some Indonesian Regulations. Humaniora , 8 (1), 97-104.
https://doi.org/10.21512/humaniora.v8i1.3700
Soeroso, F. L. (2014). Aspek Keadilan Dalam Sifat Final Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi , 11(1), 64-84. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/download/1114/10
Strauss, D. A. (2008). On the Origin of Rules (with Apologies to Darwin): A Comment on
Antonin Scalia's The Rule of Law as a Law of Rules. The University of Chicago Law Review, 75(3), 997-1013.
https://chicagounbound.uchicago.edu/uclrev/vol75/iss3/2
Tamanaha B., Z. (2012). The History and Elements of The Rule of Law. Singapore Journal of Legal Studies, 140, 232-247. https://www.jstor.org/stable/24872211
Tushnet M., V. (2003). Alternative Forms of Judicial Review. Michigan Law Review , 101,
2781-2802. https://repository.law.umich.edu/mlr/vol101/iss8/9
_____________. (2006). Weak- Form Judicial Review and “Core” Civil Liberties. Harvard Civil Rights , 41, 1-22.
https://scholarship.law.georgetown.edu/cgi/viewcontent.cgi?referer=&httpsredir =1&article=1231&context=facpub
## Laporan
Arnold, R. (2006). Interrelations Between The Constitutional Court and Ordinary Court. European Commission for Democracy Through Law (Venice Commission) with The Constitutional Court of Azerbaijan , 11. https://www.venice.coe.int/webforms/documents/default.aspx?pdffile=CDL-
JU(2006)044prog-e
Kamus
Garner, B. A. (ed). (1999) Black Law Dictionary 7 th Edition . West Publishing Company, College & School Division.
## Kamus Daring
Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. (2023). Diakses melalui https://kbbi.web.id.
## Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5226) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 5, Tambahan Lembara Negara Nomor 5456) dan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara 6554).
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Pertama atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6398) dan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Tambahan Lembaran Negara Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6801).
The Constitution of the Republic of Albania, 1998.
The Constitution of the Republic of Iraq, 2005.
The Constitution of the Kingdom of Thailand, 2017.
The Constitution of the Kingdom of the Netherlands.
Germany Federal Constitutional Court Act, 1951.
The Constitutional Act on The Constitutional Court of The Republic of Croatia number 49/2002.
|
cf208a3b-ced9-48c7-8ed5-d64cb71ef5a0 | https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft/article/download/20072/11590 | Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91 DOI: 10.24252/jft.v8i1.20072
## JURNAL FISIKA DAN TERAPANNYA
p-ISSN: 2302-1497, e-ISSN: 2715-2774 http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jft
## PENGARUH INTENSITAS KEBISINGAN TERHADAP TEKANAN DARAH PEKERJA DI PERCETAKAN CV RINJANI PERKASA
## Citra Wardani, Sri Zelviani, dan Nurul Fuadi
Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar email: [email protected]
## INFO ARTIKEL
Status artikel: Diterima: 28 Februari 2021 Disetujui: 30 Juni 2021 Tersedia online: 30 Juni 2021
Keywords: Noise, Blood Pressure, Systolic, Diastoli
## ABSTRACT
This research was attempted to identify the effect of the seriousness of noise on CV Rinjani Perkasa's blood pressure. This study used a procedure to compare blood pressure before and after exposure to sound sources from the press. Fifteen respondents measured blood pressure between the ages of 20-40 years during working hours using a digital blood monitor. The average measured sound seriousness is 107.8 dB in the room where the sound source is made and 99.1 dB in the room directly adjacent to the sound source. Blood pressure measurements showed that blood pressure increased more in 15 respondents. For example, Respondent 4 who is located next to the noise source has a systolic blood pressure of 20.62% and a diastolic blood pressure of 15.96%, whereas Respondent 1 is located next to the noise source. There is a problem, the percentage increase. With blood pressure. Low blood pressure Systolic blood pressure of 7.48% and diastolic blood pressure of 6.08%.
## 1. PENDAHULUAN
Di masa globalisasi, teknologi tumbuh sangat pesat, perihal ini diakibatkan sebab kebutuhan warga yang terus menjadi bertambah. Kegiatan warga mayoritas menggunakan teknologi terkadang dapat menimbulkan kebisingan, disadari atau tidak sehingga terkadang aktivitas tersebut dapat mengganggu penduduk di sekitarnya. Kebisingan berasal dari kata latin nausea, yang berarti suara yang tidak diinginkan. Kebisingan bisa dikatakan selaku suara yang melebihi batasan wajar yang bersumber dari usaha ataupun aktivitas dalam tingkatan serta waktu tertentu, sehingga bisa menimbulkan kendala dalam berbicara, kendala kesehatan, serta berakibat terhadap kenyamanan area.
Kebisingan meningkatkan denyut pembuluh darah perifer, terutama di tungkai, dan dapat menyebabkan pucat dan masalah sensorik. Hal ini menyebabkan suasana reseptor
Citra Wardani, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91
vestibular di telinga bagian dalam, karena pusing dan vertigo, mual, gangguan tidur, sesak napas karena rangsangan akustik pada sistem saraf, ketidakseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah dan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran. sistem pencernaan, serta keseimbangan elektrolit (Tarwaka, 2010).
Penelitian dan pengambilan data akan dilakukan terhadap 15 karyawan di percetakan CV Rinjani Perkasa selama sebulan, tiga hari seminggu, senin, rabu dan jumat, dan masing- masing karyawan berusia 20 dan 40 tahun. Data dari penelitian ini membantu para pekerja memahami pengaruh intensitas kebisingan terhadap tekanan darah.
Menurut temuan Misbahuddin Usman (2016), judulnya “Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Manusia” yang menggunakan knalpot racing dan speaker sebagai sumber kebisingan. Tekanan darah pada beberapa responden tercatat mengalami penurunan tekanan darah. Selain itu, beberapa responden tidak menemukan perubahan tekanan darah. Rata-rata perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik akibat knalpot berkisar antara 1 sampai 4 mmHg untuk kenaikannya dan penurunan 3 sampai 6 mmHg karena kenaikan atau penurunan suara yang berkisar antara 2 sampai 4 mmHg. Di sisi lain, perubahan rata-rata tekanan darah sistolik karena efek kebisingan knalpot lebih besar daripada pengeras suara.
Pada dasarnya bunyi ataupun suara merupakan pemampatan mekanis ataupun gelombang longitudinal yang merambat lewat medium. Medium atau zat perantara ini bisa berbentuk zat cair, zat padat, serta zat gas. Jadi, gelombang bunyi bisa merambat misalnya di dalam air, batu bara, ataupun udara. Dimana gelombang longitudinal merupakan gelombang yang mempunyai arah getaran yang sama dengan arah rambatnya. Maksudnya arah gerakan medium gelombang sama ataupun bertentangan arah dengan perambatan gelombang. Gelombang longitudinal mekanis pula diucap selaku gelombang mampatan ataupun gelombang kompresi. Contoh-contoh gelombang longitudinal merupakan gelombang suara serta gelombang- P seismik yang diakibatkan oleh gempa serta ledakan. Persamaan Maxwell mengindikasikan gelombang elektromagnetik berupa gelombang transversal dalam ruang hampa, tetapi gelombang elektromagnetik dalam medium plasma dapat berupa transversal, longitudinal ataupun kombinasi keduanya. Bunyi ialah pergantian tekanan dalam hawa yang ditangkap oleh gendang kuping serta disalurkan ke otak(Harrington dan Gill, 2005).
Mekanisme pendengaran adalah suara yang keluar dari daerah yang diterima oleh daun telinga dan liang telinga, yaitu telinga luar. Semua suara yang sampai ke telinga sebenarnya adalah kekuatan gelombang suara. Gelombang suara selanjutnya mengenai gendang telinga atau gendang telinga yang merupakan selaput bening dan transparan. Getaran kemudian mulai mencapai telinga tengah, yang meliputi tulang pendengaran seperti palu, lengkungan dan aduk. Bagian palu melekat pada bagian dalam atap dan bergetar ketika atap gendang telinga bergetar. Pengaduk terhubung ke jendela oval yang menutupi telinga bagian dalam. Karena ketiga getaran itu dilekatkan satu sama lain untuk memicu getaran dari atap, mereka meningkat dan mengirimkannya ke telinga bagian dalam. Koklea memiliki telinga bagian dalam yang berisi cairan elektrolit, yang memiliki struktur tubular dengan 2 lingkaran mirip dengan koklea. Pergerakan tulang-tulang pendengaran bergetar di membran jendela oval, menyebabkan cairan koklea mengalir. Arus listrik ini menggerakkan sel-sel rambut tipis yang
Citra Wardani, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91
menempel pada saluran koklea dan mengubah gelombang suara menjadi gelombang radio. Potensi yang dihasilkan diteruskan ke otak untuk diproses oleh saraf pendengaran. Munculnya gelombang suara pada potensial saraf melalui ossicles dikenal sebagai indikator sensasi suara atau konduksi tulang. Proses pembentukan getaran di gendang telinga untuk mencapai tulang-tulang pendengaran disebut konduksi udara. Artinya, gelombang diangkut dari telinga luar ke telinga bagian dalam dengan konduksi.
Intensitas suara adalah energi gelombang suara yang melewati permukaan setiap bidang, satu area per detik. Intensitas suara berasal dari bahasa Latin dan intentio berarti ukuran intensitas, tingkat atau ukuran. Pada dasarnya gelombang bunyi adalah perambatan energi dari sumber bunyi yang merambat ke segala arah sehingga permukaan gelombang dapat berbentuk lingkaran.
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dirasakan oleh telinga, kompresi mekanis atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Media atau intermediet ini dapat berupa cairan, padat atau gas (Luxson, 2012). Bising disebut juga bunyi, tetapi keberadaannya tidak diinginkan (Suma'mur, 2009). Dennis, Spooner bunyi merupakan suara getaran periodik yang tidak beraturan. Ward, kebisingan adalah suara yang kompleks dengan sedikit atau tidak ada periodisitas dan tidak dapat disertai atau dihasilkan pada waktu tertentu. Spooner dan noise adalah suara tanpa kualitas musik. Satarov, kebisingan adalah suara yang terdiri dari frekuensi acak dan tidak terkait satu sama lain. Burn, Littler, dan Wall bising adalah suara yang tidak diinginkan dari orang-orang yang mendengarkan dan mengganggu.
Tekanan darah ialah tekanan di dalam pembuluh darah dimana dikala jantung memompa darah ke dalam badan yang dimana tekanan darah pula diketahui selaku kekuatan darah yang mengalir lewat pembuluh darah setelah itu keluar dari jantung ataupun arteri serta kembali ke jantung ataupun vena. Tekanan darah bisa dibedakan jadi 2, ialah:
## 1). Tekanan sistolik
Tekanan darah sistolik merupakan tekanan intravaskular maksimum kala jantung berkontraksi. Tekanan sistolik merupakan puncak tekanan yang terjalin dikala jantung berkontraksi. Tekanan terbentuk kala otot jantung memencet pompa serta memompa darah ke arteri. Kisaran tekanan ini merupakan 95- 140 mmHg.
## 2). Tekanan darah diastolik
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan yang terjalin dikala jantung berelaksasi dikala berdenyut. Tekanan darah dilatasi merupakan tekanan darah diastolik dikala jantung hadapi dilatasi. Rentang tekanan ini merupakan 60- 95 mmHg. Sound level meter merupakan alat untuk menguji atau mengukur tingkat kebisingan, alat tersebut digunakan saat di kawasan industri seperti kawasan atau wilayah penerbangan untuk mengetahui tingkat kebisingan atau tekanan suara yang di hasilkan.
Perlengkapan pemantau tekanan darah ataupun yang biasa diketahui dengan blood pressure monitor ini awal kali ditemui oleh fisikawan Yahudi Austria Samuel Siegfried Karl Ritter von Bash. Sphygmomanometer berasal dari 2 kata ialah sphygmum dalam bahasa Yunani yang berarti detak serta manometer yang berarti pengukuran tekanan (Booth, 1977).
Citra Wardani, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91
Tensimeter merupakan perlengkapan buat mengukur tekanan darah (tensi) secara digital serta elektronis sehingga bisa dengan gampang mendapatkan hasil pengukurannya. Tensimeter digital pula sangat instan dalam pemakaian sebab tinggal memencet tombol serta perlengkapan hendak bekerja sendiri dalam menghitung tekanan darah. Tensimeter digital ialah tensimeter modern yang akurat serta disarankan digunakan di rumah buat memantau tekanan darah tiap hari. Berbeda dengan tensimeter air raksa yang membutuhkan stetoskop buat mencermati suara selaku tanda- tanda tekanan sistolik serta diastolik, tensimeter digital memakai sensor selaku perlengkapan pendeteksinya (Pembelajaran keluarga, 2015).
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di percetakan CV Rinjani Perkasa dengan perlengkapan serta bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Sound level meter, tensimeter digital dan responden (15 orang). Penelitian ini merupakan penelitian dengan pengambilan data dilapangan (Gambar 1) .
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tekanan darah pekerja diukur 3 kali seminggu, masing- masing senin, rabu dan jumat. Pengukuran dicoba dalam 4 minggu maupun 1 bulan. Total pengukuran tekanan darah
Gambar 1. Diagram alir penelitian
Citra Wardani, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91
masing- masing pekerja ialah 24 kali, dimana pengukuran tekanan darah ini merupakan pengukuran tekanan darah dikala para pekerja belum mulai bekerja serta sehabis berakhir bekerja. Pengukuran ini membutuhkan 12 kali pengukuran dikala saat sebelum mulai bekerja dan 12 kali sehabis bekerja.
Tabel 1. Nilai tekanan darah sistolik responden saat sebelum bekerja pada minggu ke I hingga minggu ke IV
Tabel 2. Nilai tekanan darah sistolik responden sehabis bekerja pada minggu ke I hingga minggu ke IV
Gambar 2. Pengaruh kkebisingan terhadap tekanan darah sistolik responden
Hasil yang diperoleh pada pengukuran tekanan darah sistolik dikala saat sebelum para pekerja mulai bekerja maupun tekanan darah awal selama 4 minggu dirata- ratakan dengan hasil terendah ialah 86 mmHg dan tekanan darah sistolik tertinggi 119 mmHg. Grafik di atas menunjukkan jika tekanan darah sistolik pekerja berubah dimana tekanan darah yang terjalin tidak tetap tercermin pada peningkatan tekanan darah sistolik; sebaliknya, pekerja yang telah terpapar kebisingan pula hadapi penurunan tekanan darah sistolik relatif terhadap rata- rata tekanan darah sistolik awal dikala saat sebelum pekerja mulai bekerja.
Pada Gambar 2 menunjukkan jika 15 responden lebih cenderung hadapi peningkatan tekanan darah sehabis terkena kebisingan pencetakan daripada penyusutan tekanan darah. Demikian pula buat responden 1 dari 12 kali pengukuran 10 kali pengukuran hadapi peningkatan tekanan darah dan 2 pengukuran yang lain menunjukkan penyusutan tekanan darah sistolik. 6 responden, spesialnya yang tidak pernah hadapi penyusutan tekanan darah sistolik sehabis terpapar kebisingan di tempat kerja, tercatat rata- rata meningkat sebesar 2,32% pada responden 4, 12,28% pada responden 6 dan responden 7 sebesar 11,36%, responden 9 sebesar 9,35%, responden 10 ialah 11,74% dan responden 15 ialah 15,37%. Buat segala pengukuran tekanan darah, 6 responden secara tidak berubah selalu mengalami peningkatan tekanan darah sejauh 4 minggu.
Tabel 3. Nilai tekanan darah diastolik responden saat sebelum bekerja pada minggu ke I hingga minggu ke IV
Tabel 4. Nilai tekanan darah diastolik responden sehabis bekerja pada minggu ke I hingga minggu ke IV
Gambar 3. Pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah diastolic responden
Rerata tekanan darah diastolik maupun tekanan darah dini 4 minggu yang diukur dikala saat sebelum pekerja mulai bekerja ialah 59 mmHg buat tekanan darah diastolik terendah dan 82 mmHg buat tekanan darah diastolik sangat besar. Grafik menunjukkan jika 15 responden lebih sering mengalami peningkatan tekanan darah diastolik sehabis terpapar kebisingan di tempat kerja daripada penyusutan tekanan darah. Semacam pada responden 8 dari 12 kali pengukuran, 9 kali pengukuran menunjukkan peningkatan tekanan darah dan hanya 3 kali pengukuran yang lain yang menunjukkan penyusutan tekanan darah diastolik. Pada responden 13 menunjukkan jika 12 kali pengukuran tekanan darah, sebanyak 11 kali hadapi peningkatan dan 1 kali pengukuran hadapi penyusutan tekanan diastolik. 3 responden yang tidak pernah hadapi penyusutan tekanan darah diastolik sehabis terpapar kebisingan di tempat kerja, ialah responden 4 dengan persentase rata- rata kenaikan 15,96%, responden 7 sebanyak 14,77% dan responden 15 sebanyak 8,54%. Buat segala pengukuran tekanan darah, 3 responden secara tidak berubah hadapi peningkatan tekanan darah diastolik dalam 4 minggu.
Riset ini sejalan dengan survei Boedhi Raharjani terhadap pekerja PT. Kereta Api Indonesia menghasilkan jika tekanan darah dikala saat sebelum bekerja rata- rata dalam kisaran yang wajar, tetapi menghasilkan jika baik tekanan darah sistolik dan diastolik meningkat sehabis bekerja. Kondisi ini diperkirakan tidak hendak disebabkan oleh beban kerja mekanik( ringan), tetapi lebih dipengaruhi oleh aspek kebisingan yang besar dari ruang kerja mekanik.
Dalam penelitiannya tentang ikatan antara tingkatan kebisingan serta tekanan darah pada pekerja groundhandling di Lapangan terbang Internasional Adisucipto Yogyakarta, Dewi menyatakan kalau paparan kebisingan menimbulkan tekanan darah pekerja bertambah sehabis bekerja. Peningkatan tekanan darah meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik. Hasil studi merumuskan jika terdapat perbandingan yang signifikan antara rerata tekanan darah sistolik dan diastolik dikala saat sebelum dan sehabis bekerja.
Berdasarkan penelitian tentang pengaruh kebisingan terhadap tekanan darah yang dilakukan oleh Sasongko dapat dilihat dari tingkat stress atau respon fisiologis pekerja yang
Citra Wardani, dkk. / Jurnal Fisika dan Terapannya (2021) Vol. 8 (1): 83 - 91
meliputi suhu tubuh, denyut nadi dan tekanan darah serta menyebabkan gangguan pendengaran dan dapat menyebabkan masalah psikologis dan emosional serta sistem kardiovaskular. Ada pembatasan emosional dan psikologis berupa terganggunya kenyamanan kerja, gampang marah, dan gampang tersinggung. Adrenalin dibuat oleh mekanisme hormonal yang tingkatkan denyut jantung serta tekanan darah. Perihal ini cocok dengan teori kalau kebisingan di atas ambang batasan pengaruhi fisiologi( denyut jantung) serta detak jantung seorang dapat tingkatkan tekanan darah.
Intensitas kebisingan sampai 60 dB bisa tingkatkan hormon tekanan pikiran semacam adrenalin, non- adrenalin, serta kortisol dalam badan manusia. Perihal ini menimbulkan pergantian denyut jantung serta tekanan darah. Suara terus menerus yang diambil seorang menghasilkan pembatasan fisiologis pada jaringan otot badan serta memicu emosi abnormal. Ketidakstabilan emosi ini mengusik keahlian jantung buat memompa lebih banyak darah ke segala badan. Bila ini terjadi secara terus menerus maka bisa menimbulkan tekanan darah terus bertambah dan terjadilah tekanan darah tinggi atau biasa disebut juga hipertensi.
## 4 . SIMPULAN
Pada penelitian ini diperoleh nilai buat hasil pengukuran tekanan darah menampilkan bila terdapat perbandingan tekanan darah sistolik ataupun diastolik disaat dikala saat sebelum serta sehabis bekerja pada pekerja yang terpapar kebisingan dari mesin percetakan, dimana 15 responden lebih kerap hadapi kenaikan tekanan darah.
## 4. DAFTAR PUSTAKA
Booth, J. (1997). Sejarah singkat pengukuran tekanan darah. Prosedur Umum Pengobatan Pemerintah . 70 (11): 793-9. PMID 341169. PMC1543468,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC1543468/, diakses 22 Januari 2020. Dewi, C.C.P. Setiani. O. & Rahardjo, M. (2018). Hubungan Tingkat Kebisingan dengan Tekanan Darah Pada Pekerja Ground Handling Di Bandara Internasional Adisutjipto Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-journal), 6 (4), 419-426).
Harrington J.M., Gill F.S. (2003). Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC Luxso M, Darlina S dan Malaka T. (2012). Badai di Tempat Kerja. Jurnal Kesehatan Bina Husada. Jil.6. No.2. Agustus 2010. Palembang: Program Pascasarjana STIK Luxso M, Darlina S dan Malaka T. (2012). Kebisingan Di Tempat Kerja . Jurnal Kesehatan Bina Husada. Vol.6. No.2. Agustus 2010. Palembang: Program Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat STIK Bina Husada.
Pendidikan Keluarga, (2015) . Glucose Monitor Diakses pada tanggal 22 januari 2020. Sum’amur. (2009). Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Edisi2 . Jakarta: Penerbit Sagung Seto.
Tarwaka. (2010) . Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja . Surakarta: Harapan Press.
|
b7f8ea45-d5c6-4f09-8291-160a3d36e298 | https://journal.lppm-unasman.ac.id/index.php/mitzal/article/download/1839/655 |
## STRATEGI PROMOSI WISATA PADA DINAS PARIWISATA KABUPATEN MAMASA
Idastin 1 Muhammad Abid 2
1 Prodi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Al Asyariah Mandar Email: [email protected]
1 Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Al Asyariah Mandar Email: [email protected]
## ABSTRACT
This study aims to determine the tourism promotion strategy at the Mamasa Regency Tourism Office. This research use desciptive qualitative approach. Data collection techniques obtained from observation, interviews and documentation. The results of his research show that the seven main strategies carried out by the Mamasa Regency Tourism Office have been implemented but all of them have not run optimally so the desired results have not been achieved according to the target. This is due to inhibiting factors, namely insufficient facilities and infrastructure; human resources are still lacking; lack of regulations and a strong legal basis to regulate Mamasa tourism; and forms of overlapping management between government, foundations or families and the private sector
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi promosi wisata pada Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tujuh straregi pokok yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa telah terlaksana namun keseluruhannya belum berjalan secara maksimal sehingga hasil yang diinginkan belum tercapai sesuai target. Hal ini disebabkan oleh faktor penghambat yaitu sarana dan prasarana masih kurang memadai; sumber daya manusia masih kurang; kurangnya peraturan dan landasan hukum yang kuat untuk mengatur kepariwisataan Mamasa; dan bentuk pengelolaan saling tumpang tindih antara pemerintah, yayasan atau keluarga dan swasta.
Kata Kunci : Strategi, Promosi, Wisata.
2 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi
## PENDAHULUAN
Sektor pariwisata merupakan alternatif pemasukan bagi pendapatan daerah maupun bagi devisa negara, bahkan bagi negara-negara maju sekalipun pariwisata serius untuk dikembangkan. Terkait dengan hal itu, dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 menyatakan bahwa kepariwisataan mempunyai peranan penting untuk memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah, memperbesar pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta memupuk rasa cinta tanah air, memperkaya kebudayaan nasional dan memantapkan pembinaannya dalam rangka memperkukuh jati diri bangsa dan mempererat persahabatan antar bangsa.
Kabupaten Mamasa yang terletak di Propinsi Sulawesi Barat juga memiliki keunikan pariwisata dan budaya tersendiri. Keunikan tersebut merupakan daya tarik pariwisata yang berupa wisata alam, seperti air terjun, hutan dan bukit.Wisata buatan, seperti waterpark dan monument. Wisata budaya, seperti rumah adat tongkonan dan prasasti. Sedangkan wisata minat khusus, seperti pendakian Tanete (gunung) Gandang Dewata, Tanete (gunung) Mambulilling (Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa, 17 Oktober 2012).
Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang kebudayaan dan kepariwisataan dan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan rumah tangga Pemerintah Daerah di bidang kepariwisataan. Pelaksana tugas Dinas Pariwisata, adalah berusaha meningkatkan daya tarik wisata yang diharapkan akan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, sehingga Dinas pariwisata dapat menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sesuai target yang dibebankan oleh pemerintah Kabupaten Mamasa. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah nyata dalam menjalin saling pengertian dan kepercayaan dengan berbagai pihak dalam mengenalkan potensi wisata dan menarik wisatawan agar berkunjung (Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa, 17 Oktober 2012).
Berdasarkan data observasi awal yang diperoleh dari Dinas pariwisata Kabupaten Mamasa mengenai jumlah kunjungan wisatawan, terlihat adanya ketidakstabilan jumlah wisatawan dari tahun ke tahun. Ketidakstabilan tersebut terhitung mulai tahun 2007 dengan jumlah kunjungan di Mamasa adalah 105.544 orang. Kemudian turun menjadi 81.510 orang pada tahun 2008. Tahun 2009 mengalami banyak kenaikan menjadi 289.305 orang. Kemudian turun lagi menjadi 258.467 orang pada tahun 2010. Tahun 2011 mengalami kenaikan lagi menjadi 341.963 orang.
Volume 5, Nomor 1, Mei 2020
| 3 p-ISSN: 2541-4364, e-ISSN: 2541-4372
Secara umum, jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Mamasa terjadi penurunan pada tahun 2007-2008 sebesar 12,8%, kemudian terjadi kenaikan jumlah kunjungan wisatawan yang cukup pesat pada tahun 2008- 2009 sebesar 56%, tahun 2009-2010 mengalami penurunan kembali sebesar 5,6% dan terjadi kenaikan kembali sebesar 13,9%pada tahun 2010-2011. Hingga saat ini, jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Mamasa belum merata pada keseluruhan objek wisata yang ada. Hal tersebut dikarenakan belum dikenalnya objek-objek wisata lain di Mamasa.
Sejalan dengan persoalan objek wisata di Kabupaten Mamasa dalam usaha meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, maka keberadaan public relations pada Dinas pariwisata sangat diperlukan. Adanya bagian tersendiri yang khusus menangani masalah public relations akan lebih meningkatkan pelaksanaan komunikasi efektif yang akan mendukung pelaksanaan strategi promosi wisata Dinas pariwisata Kabupaten Mamasa.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menggali fakta tentang strategi promosi wisatapada Dinas pariwisata Kabupaten Mamasa.
Data atau informasi yang diperoleh dideskripsikan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan dan disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat kemudian ditarik suatu kesimpulan.
Adapun sumber datanya berupa data primer yang diperoleh dari observasi dan wawancara dari para informan, sedangkan data sekunder yaitu dokumentasi. diperoleh dari Kantor Pariwisata Kabupaten Mamasa serta jurnal dan buku pendukung lainnya terkait penelitian ini.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Pariwisata Mamasa, Jalan Demmatande Mamasa. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari sampai Maret 2019.
## HASIL PENELITIAN
Dalam mencapai sektor pariwisata yang unggul dan berkembang, tentulah dibutuhkan perencanaan yang mengatur dan mengelola agar sektor pariwisata ini dapat memberikan sebuah sumbangsih yang maksimal terhadapa daerah. Tidak hanya itu, diharapkan dari sektor pariwisata ini kemudian juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sesuai dengan UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan dijelaskan pada:
a. Pasal 8: 1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk
4 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi
pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota.
b. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.
Atas dasar inilah, kemudian Pemerintah Kabupaten Mamasa dalam hal ini Dinas Periwisata membuat strategi pengembangan pariwisata kabupaten Mamasa yang tercantum dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwsata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Mamasa tahun 2011-2019.
Adapun capaian utama pengembangan pariwisata d Kabupaten Mamasa seperti yang disampaikan oleh Kepala Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa Ibu Agustina Toding, S.Pd. M.Pd bahwa:
“Strategi pengembangan yang kita rumuskan dalam RIPPDA 20112019 ada 7 strategi, namun secara pokok capaian utama dari 7 strategi itu mengarah sesuai dengan visi dan misi kita secara umum, yakni diharapkan Mamasa dapat menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal dengan kondisi alam dan budayanya yang khas, produk wisata yang ditawarkan kemudian diharapkan mendorong industri, usaha, dan jasa pariwisata semakin berkembang sehingga daya guna masyarakat setempat turut serta aktif dalam pengembangan pariwisata ini”
Tak jauh berbeda dengan yang disampaikan oleh Kepala bidang pengembangan pariwisata Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa, Bapak Alfredi SE.M.Si di bahwa:
“Strategi yang ada di dalam RIPPDA itu merupakan landasan kita untuk mengembangkan pariwisata Mamasa terkhusus untuk bidang pengembangan pariwisata sendiri, tetapi yang perlu kemudian diingat bahwa capaian utama dari strategi ini nantinya adalah sektor pariwisata di Mamasa dapat diperhitungkan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap daerah, memacu perkembangan pembangunan di Mamasa sendiri sehingga dari situ masyarakat Mamasa dapat hidup dengan sejahtera. Kemudian strategi ini direncanakan dilaksanakan selama 5 tahun dari tahun 2011-2019 dengan demikian perlu evaluasi kekurangan dan kelebihannya agar kedepannya harapan kita melalui evaluasi ini penyusunan RIPPDA selanjutnya bisa lebih baik”
Adapun strategi pengembangan pariwisata yang dirumuskan dalam RIPPDA Mamasa tahun 2011-2019 oleh Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa adalah:
Volume 5, Nomor 1, Mei 2020
| 5
p-ISSN: 2541-4364, e-ISSN: 2541-4372
1. Strategi dasar yang bersifat multipler effect atau strategi dengan berbagai effect
2. Strategi terkait dengan pengelolahan interest pariwisata
3. Strategi keterkaitan dan pengembangan produk
4. Strategi pemantapan pemasaran
5. Strategi pengembangan sumberdaya manusia
6. Strategi rasionalisasi pengembangan ruang wisata
7. Strategi pengembangan pariwisata bidang distribusi
## Strategi Dasar Bersifat Multipler Effect
Strategi pengembangan ini dimaksudkan untuk memberikan dasar pengembangan pariwisata yang mempunyai dampak terhadap berkembangnya industri pariwisata yang terdiri dari:
a. Meningkatkan citra (image) dan identitas (identity) yang jelas tentang pariwisata Kabupaten Mamasa yang bernuansa wisata yang atraktif dan alami
b. Menciptakan dan mengembangkan produk wisata yang bernuansa kultural, natural, dan religius, yang mengarah ke wisata rohani dan budaya serta pengembangan wisata alam dan agro yang berwawasan lingkungan dengan keunikan tongkonan, erong, liang, dan tau-tau sebagai fenomena objek wisata yang unik.
c. Membuat suatu ketertarikan yang terpadu antara sosial budaya (unbiotic), lingkungan (biotic), dan ekonomi (economic), terhadap kemungkinan terciptanya suatu daya tarik wisata (DTW) yang berdaya guna dan berdaya saing tinggi.
d. Penciptaan dan pengembangan usaha-usaha pariwisata harus selektif dan akomodatif agar dapat mendukung usaha pengembangan sektor pariwisata
e. Memberikan rangsangan dan motivasi kepada pihak swasta atau perorangan untuk berusaha dalam bidang pariwisata
f. Mengembangkan wisata remaja dalam rangka penanggulangan kenakalan remaja
Pemaparan dari Kepala Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa Ibu Agustina Toding S.Pd. M.Pd, menyatakan bahwa:
“Ya untuk strategi ini karna ini merupakan stratgei kunci menuju strategi lainnya saya rasa sudah berhasil 80 % terlihat strategi ini kan memang dasar pengembangan, dimana dasar pariwisata di Mamasa yang perlu dikembangkan adalah dari segi wisata alam, seni dan budaya, sejarah, dan wisata agro yang berdampak pada objek-objek wisata mampu dikategorikan dan dibagi menurut jenisnya dan setelah itu tercipta lah produk-produk khas wisata Mamasa seperti bernuansa budaya yang natural dan berdaya saing kemudian dari situnyalah mampu menarik kunjungan dan usaha pariwisata, hanya saja satu poin dari
Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi
strategi ini yang belum berjalan yakni pengembangan wisata remaja yang dimana karena mungkin pihak terkait yang mengelola dan mengurus belum maksimal.”
Sama dengan yang disampaikan oleh Bapak Donatus, pengelola objek wisata Dona Dey bahwa:
“Sudah bagus memang jika pariwisata itu dikembangkan menggunakan hal-hal dasar supaya dengan begitu kalo ada dasarnya kan kita berlandasakan dari itu, kemudian jika dilihat hal-hal yang ingin dicapai dari strategi dasar ini sudah cukup bagus untuk mendukung perkembangan pariwisata di Mamasa, apalagi sudah semakin banyaknya objek wisata yang mulai dikenal kalo dari dasarnya sudah bagus otomatis ke depan strategi pengembangan yang lain pasti bagus. Saran saya cuma kalo bisa kita pengelola di ikut sertakan dalam pembuatan kalo ada rencana pengembangan seperti ini supaya kita bisa memberikan masukan”
Dari pemaparan ini, dapat dievaluasi bahwa strategi ini telah berjalan meskipun belum maksimal. Hal ini disebabkan masih ada satu poin capaian yang belum terlaksana dan juga penyusunan strategi belum melibatkan pengelolah secara umum, namun demikian strategi ini telah berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan.
## Strategi Terkait dengan Pengelolahan Interest Pariwisata
Strategi yang diharapkan untuk dapat mengembangkan aspekaspek yang berkaitan dengan pengembangan industri pariwisata meliputi:
a. Meluruskan usaha-usaha positif bernuansa wisata yang telah dilakukan sebelumnya, baik oleh pemerintah, swasta maupun perseorangan.
b. Dikembangkan sesuai dengan spesifikasi dan karakter wilayah dan lingkungan dalam strategi pemasaran melalui perencanaan yang terarah, terpadu dan terkendali.
c. Pengembangan jangkauan pasar wisata di dalam perencanaan seharusnya dirancang berdasarkan pengelolahan dan biro regional dalam kaitannya dengan interest wisata disetiap kecamatan agar terarah.
d. Peranan dan keterlibatan pihak swasta dalam penyelenggaraan pariwisata secara berkelanjutan sangat diharapkan.
e. Hubungan kerja dengan biro perjalanan harus lebih ditingkatkan terutama dalam skala lokal, nasional, maupun internasional.
Penjelasan dari Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa Ibu Agustina Toding S.Pd. M.Pd bahwa:
“Untuk strategi ini sebenarnya berjalan tapi yang maksimal itu hanyalah pada meluruskan usaha-usaha positif bernuansa wisata yang telah dilakukan
Volume 5, Nomor 1, Mei 2020
| 7 p-ISSN: 2541-4364, e-ISSN: 2541-4372
sebelumnya juga kita kembangkan sesuai dengan spesifikasi dan karakter wilayah dan lingkungan Mamasa melalui perencanaan yang terarah, butkinya itu kita mampu menjalin kerjasama selama beberapa tahun dengan kepariwisataan provinsi dan pihak swasta dalam mengadakan event besar setiap tahun seperti Lovely December. Tapi kita seperti berdiam di tempat sebab acuan kita adalah mengikuti apa yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga pada poin yaitu pasar pariwisata di tiap kecamatan itu tidak berjalan sama sekali hanya di kecamatan makale saja sebagai pusat kota yang pasar wisatanya berkembang”
## Faktor yang mempengaruhi pengembangan pariwisata di Kabupaten Mamasa
Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berencana, menyeluruh dan melibatkan berbagai aspek yang harus dilakukan secara terpadu dan terencana dengan baik. Dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan, tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaannya. Termasuk dalam pelaksanaan strategi yang telah direncanakan oleh Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa untuk mengembangkan sektor pariwisata. Adapun faktor-faktor pendukung atau penghambat yang dihadapi dalam pelaksanaan strategi pengembangan pariwisata di Mamasa adalah sebagai berikut:
## Faktor Pendukung
1. Alam dan Budaya Menunjang Kenaturalan Objek Wisata
Kabupaten Mamasa sendiri dikenal sebagai surga pegunungan, kondisi alam yang masih terjaga dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan membuat Mamasa menjadi surga bagi para wisatawan yang ingin berwisata. Inilah yang menjadi salah satu modal utama yang mendukung sektor pariwisata di Mamasa yakni kondisi alamnya. Tak hanya itu budaya orang Mamasa yang beragam nahkan dikenal hingga ke mancanegara menjadi nilai jual tersendiri. Kepala Dinas Periwisata Kabupaten MamasaIbu Agustina Toding S.Pd. M.Pd mengatakan bahwa :
“Jikalau kita hendak membandingkan Mamasa dengan daerah wisata lainnya seperti di Bali ataupun Wakatobi Mamasa sebenarnya tertinggal jauh, tetapi jika dibandingkn objek wisatanya Mamasa mempunyai nilai jual tersendiri yakni kondisi alamnya yang terjaga dan masih alami, daerah pegunungan yang dingin dan masih jauh dari polusi, serta keadaan budaya yang beragam dan tak dapat dijumpai di daerah lain. Sebut saja budaya Rambu Tuka’ atau upacara adat orang mati, hanya di Mamasa saja anda akan mendapati mayat yang di kubur di atas tebing batu setinggi puluhan meter, diupacarakan dengan adu kerbau yang memakan biaya ratusan juta. Budaya lain yang tak kalah nilai jualnya yaitu pesona perkampungan adat dimana rumah adat tongkonan yang
Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi
unik berdiri tertata, serta kuburan alam berusia ratusan tahun yang masih terjaga”
Sama dengan yang disampaikan oleh pengelola objek wisata Permandian Air Panas yaitu Bapak Edi Sombolinggi bahwa:
“ Sejak saya pertama kali ditugaskan oleh yayasan passanan tengko untuk bertugas mengelola objek wisata ini sejak 1998 kondisinya masih alami sampai sekarang, yayasan sudah melakukan pemugaran namun kenaturalannya tetap terjaga, sekalipun mungkin banyak objek wisata di daerah lain tetapi sampe sekarang objek wisata ini masih tetap diminati jika datang di Mamasa dan bahkan setiap tahun pengunjung semakin bertambah, atau “Na bolloanna mira sese’” (sebuah kalimat kiasan dalam bahasa Mamasa yang berarti tetap alami dan tak akan habis kecuali berkat dan rejekinya diputus oleh Tuhan)”
2. Kondisi Masyarakat dan Partisipasi Akan Sadar Wisata Tinggi
Kondisi masyarakat Mamasa yang dikenal memiliki budaya gotong- royong yang kuat membuat masyarakat Mamasa mampu hidup berdampingan dengan damai, tak hanya itu masyarakat Mamasa dikenal ramah terhadap sesamanya, sekalipun kental dengan gaya bahasa yang keras dan dominan menekan tetapi tidak kasar serta santun dalam berbahasa. Sekalipun kepercayaan diri orang Mamasa tergolong rendah dan cenderung pemalu namun dikenal ulet, mempunyai tingkat kesadaran tinggi dan kuat dalam bertanggung jawab. Seperti yang disampaikan oleh jepp salah seorang pengunjung objek wisata asal kota palopo bahwa:
“Orang Mamasa itu baik dan ramah saya sudah disini selama 2 malam berkesempatan berjalan-jalan kesini setelah datang mengikuti acara pernikahan teman, saya lihat masyarakat disini begitu bersatu menjalin hubungan, ketika acara pernikahan teman saya kemarin di rantepao semua saling membantu membuat pondok dan pelaminan, memasak, dan mempersiapkan acara pernikahan saya tanyakan ke saya punya teman kenapa yang datang banyak sekali bukan di kerja sama eo saja supaya gampang katanya memang sudah tugas bersama ketika ada acara para tetangga dan kerabat yang bekerja dan juga kesan waktu saya juga masuk ke objek wisata ini tadi pengelola dan para pedagang miniatur begitu ramah dan senyum kepada saya, jadi secara tidak langsung saya katakan tidak hanya objek wisatanya Mamasa yang bagus tetapi juga orangorang Mamasa baik hati dan menyenangkan dan yang tidak akan saya lupa kebersamaannya seperti ketika acara kemarin kami menikmati minuman ballo bersama sampai mabuk tetapi tidak saling mencederai”
Tak hanya kebersamaan dan adat istiadat yang terus dijaga oleh masyarakat Mamasa tetapi juga kesadaran terhadap sadar wisata. Kesadaran masyarakat Mamasa untuk mengembangkan sektor pariwisata dan menjaga
Volume 5, Nomor 1, Mei 2020
| 9 p-ISSN: 2541-4364, e-ISSN: 2541-4372
kelestarian objek wisata, dari hasil yang dilihat peneliti di lapangan objek wisata yang dipilih menjadi fokus lokasi penelitian rata-rata objek wisata dikelola oleh keluarga dengan menjalin kerjasama dengan pemda, berikut tabel penjelasannya.
## Tabel 1;
Pemilik dan Bentuk Pengelolaan Objek Wisata Yang Menjadi Lokasi Penelitian No Nama Objek Wisata Pemilik pengelola (bentuk pengelolaan) 1 Dona Dey Keluarga Donatus 2 Air Terjun Liawan Pemerintah Kabupaten Mamasa 3 Air Terjun Sambabo Swasta 4 Buntu Liarra Pemerintah Kabupaten Mamasa 5 Buntu Mussang Swasta 6 Air Terjun Lambanan Pemeriontah Daerah Mamasa. *di awal tahun 2019 masyarakat sekitar objek telah membentuk yayasan, telah dilakukan pembicaraan dengan dinas terkait untuk pengelolaannya 7 To Pinus Pemerintah Daerah Mamasa 8 Perkampungan Tradisional Keluarga 9 Banua surak Keluarga Sumber Data: Dinas Pariwisata Kabupaten Mamasa Dari tabel ini dapat dilihat bahwa betapa tingginya partisipasi sadar wisata oleh masyrakat Mamasa. Salah seorang masyarakat di objek wisata Dona Dey yakni Bapak Daud Mangalik menjelaskan bahwa :
“Masyarakat asli disini melihat objek wisata ini sejak resmi dibuka di bulan oktober 2015 objek wisata Dona Dey menarik begitu banyak wisatawan tetapi tidak ada kemudian inisiatif dari pemda untuk proses pengelolaan baik itu penjualan karcis masuk dan penataan lokasi akhirnya kami sadar sebagai masyarakat asli di Suppiran kemudian berinisiatif sendiri mengelola objek wisata ini kami menata objek dengan membuka kios yang khusus masyrakat disini yang menjual, kami juga melakukan pendataan pengunjung yang datang dengan memasang portal sekalipun kami tidak mematok tarif masuk kami hanya meminta sumbangan sukarela kepada pengunjung yang datang untuk kami putar uangnya membeli karung, kantong sampah dan biaya makan siang kami setelah membersihkan dan apabila ada yang tersisa kami simpan sebagai kas yayasan.”
## KESIMPULAN
10 | MITZAL (Demokrasi, Komunikasi, dan Budaya): Jurnal Ilmu Pemerintahan & Ilmu Komunikasi
Strategi untuk pengembangan pariwisata yang direncanakan oleh Dinas Periwisata Kabupaten Mamasa berdasarkan 7 strategi pokok yaitu telah dilaksanakan namun ada yang berjalan secara maksimal ada juga yang belum berjalan secara maksimal sehingga hasil yang diinginkan belum tercapai karena dipengaruhi oleh banyak hal.
Adapun faktor yang mempengaruhi dalam pengembangan pariwisata di Mamasa adalah faktor pendukung berupa alam dan budaya menunjang kenaturalan objek wisata; kondisi masyarakat dan partisipasi akan sadar wisata tinggi; kondisi objek wisata memiliki nilai jual; promosi dan pasar pariwisata Mamasa sudah merambah hingga mancanegara. Sedangkan faktor penghambatnya ialah akses jalan dan sarana prasarana; sumber daya; kurangnya peraturan dan landasan hukum yang kuat untuk mengatur kepariwisataan Mamasa; dan bentuk pengelolaan saling tumpang tindih antara pemerintah, yayasan/keluarga dan swasta
## SARAN
Dinas Pariwisata kabupaten Mamasa sebaiknya menganalisis lebih mendalam dalam penyusunan strategi selanjutnya terlaksana dengan baik; pengelola pariwisata sebaiknya dibina dan diperhatikan kualitas sumber daya manusianya; sarana dan prasarana perlu perhatian khusus dan pengembangan agar akses dan keperluan wisatawan yang berkunjung semakin berkualitas; kondisi alam dan budaya serta semangat sadar wisata masyarkat Mamasa harus dijaga dan dilestarikan agar pariwisata Mamasa tetap berkesan; daya tarik wisata dan nilai jual pada objek wisata harus dipertahankan; dan Pemerintah Daerah Kabupaten Mamasa sebaiknya memperbanyak kerjasama dengan investor, pihak sponsor, melakukan promosi ke berbagai pihak baik itu melalui media cetak maupun online untuk menarik kunjungan wisatawan serta membuat peraturan daerah yang khusus mengatur tentang pelaksanaan dan pengelolaan pariwisata di Mamasa agar Kepariwisataan Mamasa dapat tertata dan terlindungi karena memiliki landasan hukum.
## DAFTAR PUSTAKA
Swastha, Basu & Irawan. 1983. Manajemen Pemasaran Modern . Mamasa :
Liberty.
Himna, Edwin Ismedi. 2013. Daya Tarik Wisatawan . Kedaulatan Rakyat (19 Januari 2013).
Garjito, Gunaning. 2005. Strategi Promosi Wisata Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul. Skripsi . FIS-UNY.
Karyono, Hari. 1997. Kepariwisataan . Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya.
Volume 5, Nomor 1, Mei 2020
| 11 p-ISSN: 2541-4364, e-ISSN: 2541-4372
Rachmawati, Indria Desy. 2005. Strategi Publik Relations Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamasa. Skripsi . FIS-UNY
Gitosudarmo, Indriyo. 2008. Manajemen Pariwisata . Mamasa : BPFE.
Kesrul. 2003. Penyelenggaraan Operasi Perjalanan Wisata . Jakarta : Garasindo.
Moleong, Lexi J. 2002. Metode penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Miles M. B. dan Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah:
Tjetjep Rohendi Rohini. Jakarta : Universitas Indonesia.
Desky, M. A. 1991. Manajemen Perjalanan Wisata . Mamasa : Adicita Karya Nusa.
Yoeti. Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata . Bandung : Angkasa.
Effendy, Onong Uchjana. 1992. Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kotler, Philip. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran . Jakarta: Erlangga
Nyoman S, Pendit. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana . Jakarta: Pradnya Paramita.
Lupiyoadi, Rambat. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa . Jakarta: Salemba empat.
Wahab, Salah. 2003. Manajemen Kepariwisataan . Jakarta: Pradnya Paranita.
|
8b91b70f-2d7c-4f1d-8de4-65bb3c2f4a6c | https://spizaetus.nusanipa.ac.id/index.php/spizaetus/article/download/362/121 |
## Original Article
Received December 2023 / Revised February 2024 / Accepted February 2024
## Spizaetus: Jurnal Biologi dan Pendidikan Biologi
p-ISSN: 2716-151X
e-ISSN: 2722-869X
## Keragaman Koloni Jamur Mikroskopis pada Rizosfer Pohon Kelapa Sawit di Lingkungan Lahan Basah
Diversity of Microfungi Colonies in the Rhizosphere of Oil Palm Trees (Elaeis guineensis Jacq ) at Wetland Environments
Annisa Widyana Mentari* 1 , Aulia Ajizah 2 , Sri Amintarti 2
1 Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 70123, Indonesia
2 Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 70123, Indonesia *Corresponding author: [email protected]
Abstrak. Rizosfer merupakan daerah di sekitar perakaran tanaman yang menjadi tempat ideal bagi hidupnya mikroba tanah. Tempat ini biasanya terdapat pada perkebunan kelapa sawit yang menjadi lahan penelitian serta mempunyai ciri khas, di mana pohon-pohon tersebut tumbuh di tepi-tepi sungai sehingga menunjukkan bahwa pohon kelapa sawit hidup di lingkungan lahan basah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui keberagaman koloni jamur mikroskopis pada rizosfer pohon kelapa sawit serta untuk mengetahui pentingnya membedakan morfologi antara koloni yang satu dengan yang lain. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif dengan pengambilan sampel di perkebunan kelapa sawit Desa Jelapat I Kecamatan Tamban, Barito Kuala. Sampel tanah dibiakkan pada medium Potato Dextrose Agar dan hasil keragaman koloni jamur yang didapatkan dideskripsikan berdasarkan morfologi dan sifat-sifat koloni. Hasil penelitian ditemukan 13 jenis koloni jamur mikroskopis yang tumbuh pada medium Potato Dextrose Agar . Koloni yang tumbuh memiliki berbagai bentuk di antaranya circular, irregular, filamentous dan rhizoid dengan permukaan koloni yang ditemukan terdiri dari raised, umbonate, flat, crateriform dan convex . Koloni yang ditemukan bertepi filiform, undulate, entire dan lobate dan di antaranya memiliki warna filamen yang berbeda-beda yaitu coklat, putih, kuning, dan hijau. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penunjang mata kuliah Mikrobiologi.
Kata Kunci : Koloni jamur mikroskopis; Kelapa sawit; Rizosfer
DOI: https://dx.doi.org/10.55241/spibio.v5i2.362
## 1. Pendahuluan
Lahan basah dikenal sebagai wilayah yang tergenang air atau wilayah yang memiliki kandungan air cukup tinggi. Menurut Hatta [1] habitat tersebut merupakan habitat utama di Kalimantan yang memiliki luas lebih dari 10 juta ha, kira-kira 20% massa daratan. Komoditas pohon kelapa sawit merupakan komoditas di Kalimantan Selatan yang kini sedang berkembang
pesat. Menurut Hamdani [10] sejak tahun 2009 pengembangan komoditas kelapa sawit di Kalimantan Selatan semakin meluas hingga mencapai 312.719 hektar dengan produksi CPO 424.309 ton. Perluasan komoditas tanaman ini menyebabkan tanaman kelapa sawit mulai dikembangkan di lingkungan lahan basah seperti di
pinggiran sungai, persawahan dan rawa.
Pohon kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman yang umum untuk perkebunan dari famili Palmae yang berbatang lurus [2]. Tanaman penghasil minyak ini dapat menjadi sumber penghasilan dengan bentuk usaha perkebunan. Perkebunan kelapa sawit sering kali ditemukan di sekitar pinggiran sungai maupun rawa yang menyediakan air berlimpah. Menurut Pasaribu et al . [3], dalam proses pertumbuhan, pohon kelapa sawit adalah tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak yaitu sekitar 4,10-4,65 mm per hari. Dengan demikian, perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit dapat memberikan dampak terhadap semakin berkurangnya ketersediaan air.
Perkebunan kelapa sawit juga menjadi faktor penyebab kesuburan tanah berkurang. Menurut Susilawati et al . [4], mikroorganisme tanah merupakan salah satu faktor penting dalam ekosistem tanah. Hal ini dikarenakan mikroorganisme tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara suatu tanaman serta mampu menjaga kestabilan struktur tanah. Pada tanah, umumnya keberadaan mikroorganisme pada tanah rizosfer lebih banyak dan beragam dibanding di tanah non rizosfer. Menurut Ristiari et al . [5], rizosfer adalah area di sekitar perakaran tanaman yang menjadi tempat ideal bagi tumbuh kembangnya mikroorganisme tanah. Perakaran tanaman tersebut mengeluarkan atau menghasilkan eksudat
yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Salah satu jenis
mikroorganisme yang hidup di sekitar rizosfer adalah jamur mikroskopis.
Perkebunan kelapa sawit yang menjadi lahan penelitian mempunyai ciri khas, di mana pohon-pohon tersebut tumbuh di tepi-tepi sungai, sehingga menunjukkan bahwa pohon kelapa sawit hidup di lingkungan lahan basah. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kondisi ini mempengaruhi simbiosis antara perakaran kelapa sawit dengan mikroorganisme di sekitarnya?
Jamur mikroskopis adalah jamur yang memiliki ukuran sangat kecil sehingga membutuhkan alat bantu berupa mikroskop untuk melihat strukturnya secara jelas. Suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan jamur. Menurut Hakim et al . [6], diameter koloni jamur dapat dipengaruhi oleh kondisi suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan koloni adalah 28ºC dan suhu minimum untuk pertumbuhan koloni adalah 39ºC. pertumbuhan jamur optimum dengan pH 5 – 7 sedangkan dengan pH di bawah 5 pertumbuhan jamur menjadi lambat dan produksi pigmen berkurang.
Namun
pertumbuhan jamur juga akan melambat jika pH di atas 7 namun tidak memengaruhi produksi pigmen jamur.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui keragaman koloni jamur mikroskopis pada rizosfer pohon kelapa sawit dari perkebunan kelapa sawit di Desa Jelapat I, Kecamatan Tamban, Barito Kuala. Pertumbuhan koloni jamur mikroskopis pada rizosfer pohon sawit dapat diamati setelah melakukan penanaman sampel ke dalam media tanam. Hasil dari percobaan akan memperlihatkan bentuk koloni dari keberadaan jamur rizosfer tersebut.
## 2. Metode
Pengambilan sampel tanah rizosfer pada pohon kelapa sawit untuk penelitian ini berlokasi di Desa Jelapat I, Kecamatan Tamban, Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan.
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak dua kali pada tiga titik yang berbeda. Kondisi tempat pengambilan sampel tanah dilakukan tepat di bawah pohon kelapa sawit dekat dengan akar dan sampel tanah yang diambil adalah tanah yang ada di permukaan. Sampel yang telah diambil kemudian diuji secara mikrobiologi di laboratorium Biologi PMIPA FKIP ULM Banjarmasin bulan Oktober 2022.
Bahan-bahan yang akan digunakan adalah sampel tanah rizosfer pohon kelapa sawit, aquadest, Potato dextrose Agar dan NaCl 0,9%. Proses sterilisasi dilakukan pada alat dan bahan yang digunakan dengan autoclave pada suhu 121 o C selama 15 menit.
Pembuatan medium dilakukan dengan cara mencampur 14 g media PDA dengan aquasdest sebanyak 350 ml. Pembuatan suspensi dilakukan dengan mengambil sampel tanah
sebanyak 1 gram, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl 0,9% pertama dan menghomogenkannya menggunakan vortex . Dari hasil suspensi pertama dilakukan pengenceran secara seri sampai memperoleh suspensi 10 -3 . Suspensi pengenceran
10 -3 diambil menggunakan mikropipet dan disebarkan ke cawan petri steril kemudian larutan PDA dituangkan ke dalam cawan petri. Biakan mikroba yang berada pada cawan petri kemudian diinkubasi pada inkubator selama 2x24 jam pada suhu 37 o C. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Keragaman koloni jamur mikroskopis yang ditemukan ditelaah menggunakan sumber literatur dari buku Dasar-Dasar Mikrobiologi oleh Dwidjoseputro [11], buku Mikrobiologi Umum oleh Waluyo [12], E-Book Microbiology An Introduction oleh Tortora, Funke & Case [13] dan Jurnal Sanitary Biology Oleh Rybak, Adamiak & Kolwzan [14] Hasil yang dianalisis mencakup morfologi koloni yang tumbuh meliputi bentuk, tepi, permukaan dan warna.
## 3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh 13 koloni jamur mikroskopis yang berbeda dari hasil pembiakan sampel tanah rizosfer
pohon kelapa sawit (Gambar 1-4). Hasil identifikasi morfologi koloni jamur mikroskopis yang tumbuh pada medium dapat dilihat pada Tabel 1.
## Tabel 1. Morfologi Koloni Jamur Mikroskopis yang ditemukan
Koloni Morfologi Bentuk Tepi Permukaan Warna Koloni 1 Circular Filiform Raised Coklat dengan filamen berwarna putih kekuningan Koloni 2 Irregular Filiform Umbonate Coklat dengan filamen berwarna putih kekuningan
Koloni 3 Filamentous Filiform Raised Putih dengan tepi berwarna putih kekuningan Koloni 4 Filamentous Filiform Raised Kuning dengan tepi berwarna putih Koloni 5 Filamentous Filiform Raised Hijau tua dengan tepi berwarna putih Koloni 6 Irregular Undulate dan berfilamen Flat Kuning pucat Koloni 7 Circular Entire dan berfilamen Crateriform Putih Koloni 8 Rhizoid Filiform Flat Kuning Koloni 9 Circular Filiform Convex Putih kekuningan Koloni 10 Filamentous Filiform Raised Hitam dengan tepi berwarna kuning. Koloni 11 Filamentous Filiform Convex Hitam dengan tepi berwarna coklat Koloni 12 Circular Entire Umbonate Coklat dengan tepi berwarna jingga Koloni 13 Irregular Lobate Raised Putih
Gambar 1 . a) koloni 1, b) koloni 2, c) koloni 3
Gambar 2 . d) koloni 4, e) koloni 5, f) koloni 6 a b
c
d
e f
Gambar 3 . g) koloni 7, h) koloni 8, i) koloni 9
Gambar 4 . j) koloni 10, k) koloni 11, l) koloni 12, m) koloni 13
Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa semua koloni yang ditemukan memiliki filament dengan berbagai bentuk di antaranya circular, irregular, filamentous dan rhizoid . Selain itu, koloni yang ditemukan bertepi filiform, undulate, entire dan lobate dan Permukaan koloni yang ditemukan terdiri dari raised, umbonate, flat, crateriform dan convex . Selain dari bentuk, tepi dan permukaan, koloni yang ditemukan juga memiliki
warna filament yang berbeda-beda yaitu coklat, putih, kuning, dan hijau.
Pengukuran parameter lingkungan juga dilakukan sebagai data penunjang analisis deskriptif terhadap keterkaitan dengan jamur mikroskopis dan lingkungannya. Parameter yang dilakukan adalah kelembaban tanah dan keasaman tanah yang dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali seperti uraian pada Tabel 2.
## Tabel 2 . Parameter Lingkungan
Parameter Hasil Pengukuran Kisaran 1 2 3 Kelembaban Tanah (%) a. Titik 1 b. Titik 2 c. Titik 3 90% 80% 100% 90% 100% 90% 80,5% 80% 100% 80,5%-90% 80%-100% 90%-100%
i g h j m l k
Keasaman Tanah (pH)
a. Titik 1 b. Titik 2 c. Titik 3 5,2 6 6 5,8 4,5 5,9
5,8 5,9 4,9 5,2-5,8 4,5-6 4,9-6
Berdasarkan hasil pengukuran parameter pada tiga titik dan tiga kali pengulangan dapat diketahui bahwa kelembaban tanah rizosfer pohon kelapa sawit berkisar 80-100%. Kisaran tersebut menandakan tingginya kelembaban tanah di daerah tersebut sedangkan keasaman tanah berkisar dari 4,5-6 yang mengindikasikan bahwa tanah tersebut bersifat asam. Kedua parameter di atas dapat diyakini mempengaruhi keberadaan dan keragaman koloni jamur mikroskopis yang tumbuh di sekitar rizosfer pohon kelapa sawit.
Keragaman Koloni
Jamur
## Mikroskopis
Pengamatan keragaman koloni jamur mikroskopis pada rizosfer pohon kelapa sawit didasari oleh ilmu mikrobiologi tanah. Mikrobiologi tanah adalah ilmu yang mempelajari mikroorganisme tanah dan berbagai proses di dalamnya. Pemilihan lokasi pengambilan sampel tanah di rizosfer karena adanya observasi awal peneliti bahwa keberadaan jamur yang bersimbiosis dengan akar pohon kelapa sawit. Ristiari et al . [5] menyatakan bahwa rizosfer adalah daerah di sekitar perakaran tanaman yang menjadi daerah ideal bagi tumbuh kembangnya mikroorganisme tanah. Selain itu, salah satu faktor keberadaan jamur di sekitar akar dikarenakan bentuk simbiosis mutualisme yang terjadi antara akar tanaman dengan jamur. Dengan demikian, penelitian pada sampel tanah rizosfer pohon kelapa sawit cocok
untuk mengetahui keberagaman koloni jamur mikroskopis.
Keberagaman koloni jamur mikroskopis pada rizosfer pohon kelapa sawit menandakan bahwa adanya kesesuaian lingkungan hidup dengan kemampuan perkembangan mikroorganisme. Akar yang dihasilkan oleh akar tanaman berbentuk air dan senyawa terlarut berupa gula dan asam organik yang akan memberikan manfaat bagi jamur sebagai nutrisi. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dari jamur. Menurut Mukarlina [7]
keberadaan jamur di sekitar perakaran berkaitan dengan faktor lingkungan di daerah perakaran tersebut. hal ini dikarenakan jamur memiliki sifat saprofit yang menyebabkannya bergantung pada lingkungan dan bahan organik substrat.
Berdasarkan hasil penelitian Asnidar et al . [8], pertumbuhan jamur lebih maksimal dibanding bakteri dan actinomyces pada kondisi pH tanah yang asam khususnya jamur pelarut fosfat. Beberapa jenis jamur yang ditemukan pada tanah dengan pH asam berkisar 4,32-4,37 di antaranya Aspergillus sp., Mucor sp., Penicillium sp., dan Trichoderma sp. Keberadaaan jamur pelarut fosfor memiliki peran penting di tanah asam karena jamur tersebut dapat melarutkan fosfat- anorganik tak larut dengan cara menyekresi asam-asam organik sehingga fosfat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Perkebunan kelapa sawit sering ditemukan di sepanjang sungai ataupun
aliran air. Menurut Pasaribu et al . [3] secara ekologis dalam proses pertumbuhannya, pohon kelapa sawit adalah pohon dengan kebutuhan air paling banyak yaitu sekitar 4,10-4,65 mm per hari. Berdasarkan hal tersebut maka tanah di sekitar tanaman tersebut memiliki tingkat kelembaban tanah yang cukup tinggi. Hasil pengukuran parameter kelembaban tanah pohon kelapa sawit di tempat penelitian berkisar 80% - 100% dari tiga titik pengukuran. Untuk pertumbuhan jamur, kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan jamur yaitu 80%. Tingginya kelembaban tanah di tempat tersebut dipengaruhi oleh faktor kondisi cuaca setelah hujan. Berdasarkan data tersebut, kelembaban tanah yang demikian tentunya mempengaruhi kehidupan mikroorganisme.
Pengukuran keasaman tanah juga dilakukan untuk mengetahui kondisi dari tanah yang akan digunakan sebagai sampel. Menurut Nisma [15] pohon kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4-5,5 dengan pH optimum 5-6,5. Hasil pengukuran parameter pada keasaman tanah pohon kelapa sawit di tempat penelitian berkisar 4,5 – 6 dari tiga titik pengukuran. Untuk pertumbuhan jamur, kesesuaian pH substrat dengan pertumbuhan kapang sangat penting. Hal ini dikarenakan enzim-enzim tertentu dapat menguraikan suatu substrat apabila kondisi lingkungan tersebut sesuai dengan pH dan aktivitasnya. pH umum untuk pertumbuhan jamur adalah di bawah 7. Berdasarkan data tersebut, keasaman tanah di tempat penelitian yang menunjukkan pH di bawah 7 memiliki kesesuaian dengan pH untuk pertumbuhan jamur.
Kesesuaian faktor lingkungan kelembaban tanah dan keasaman tanah dengan kemampuan hidup jamur memunculkan keberagaman jamur
mikroskopis di tanah. Berdasarkan hasil dari pembiakan jamur mikroskopis dari sampel tanah rizosfer pohon kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit Desa Jelapat I diperoleh sebanyak 13 jenis koloni jamur mikroskopis. Koloni jamur yang didapatkan kemudian di deskripsikan melalui morfologi jamur yang tumbuh pada medium. Metode ini digunakan para ilmuwan untuk menggambarkan karakteristik koloni individu jamur yang tumbuh di agar dalam cawan Petri.
Koloni jamur mikroskopis yang ditemukan pada medium yang berasal dari sampel tanah rizosfer pohon kelapa sawit memiliki hifa di sekelilingnya. Karakteristik morfologi 13 koloni jamur ini dilihat dari segi bentuknya, tepinya, permukaannya, dan warnanya. Pembahasan tentang karakteristik koloni jamur yang dilakukan hanya sampai pada tahap pengamatan morfologi saja sehingga tidak sampai pada tingkat genus.
Pada pengamatan, koloni yang ditemukan memiliki filamen dengan berbagai bentuk di antaranya circular, irregular, filamentous dan rhizoid . Selain itu, koloni yang ditemukan bertepi filiform, undulate, entire dan lobate dan Permukaan koloni yang ditemukan terdiri dari raised, umbonate, flat, crateriform dan convex . Selain dari bentuk, tepi dan permukaan, koloni yang ditemukan juga memiliki warna filamen yang berbeda-beda yaitu coklat, putih, kuning, dan hijau. Bentuk dan tekstur koloni merupakan perbedaan utama dari koloni jamur dan bakteri. Selain itu, koloni jamur memiliki ukuran yang lebih besar dibanding koloni bakteri, serta koloni jamur berbulu halus sebagian besar terbentuk dari hifa jamur.
Menurut Dhanti & Sudarsono [16] hifa merupakan tubuh jamur yang berupa benang dan hifa berkumpul
membentuk miselium. Pada miselium terkandung pigmen dengan berbagai macam warna seperti kuning, merah, coklat, ungu, coklat, abu-abu dan warna lainnya. Selain itu, jamur juga membentuk spora berwarna hijau, biru- hijau, jingga, kuning, merah muda dan warna lainnya. Dengan demikian, koloni jamur mikroskopis dapat diidentifikasi berdasarkan dari hifa, pigmen dan bentuk morfologi lainnya.
Beberapa jenis fungi selama masa pertumbuhan dapat menghasilkan metabolit sekunder sehingga setiap jamur dapat memiliki warna yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi pigmen yang dihasilkan jamur seperti ketersediaan nutrien, tingkat pH, keadaan suhu, dan waktu inkubasi Sudarma et al. [9]. Jamur yang mampu menghasilkan pigmen dapat bersumber dari kondisi lingkungan yang beragam.
## 4. Simpulan
Keragaman koloni
jamur mikroskopis yang didapatkan pada biakan sampel tanah rizosfer pohon kelapa sawit di lingkungan lahan basah sebanyak 13 koloni yang dideskripsikan berdasarkan morfologi dan sifat koloni yang tumbuh pada medium. Koloni yang ditemukan memiliki bentuk circular, irregular, filamentous dan
rhizoid dengan permukaan koloni yang ditemukan terdiri dari raised, umbonate, flat, crateriform dan convex . Koloni yang ditemukan bertepi filiform, undulate, entire dan lobate dan di antaranya memiliki warna filament yang berbeda-beda yaitu coklat, putih, kuning, dan hijau.
## Daftar Pustaka
[1] GustiMuhammad Hatta, “LAHAN BASAH, KEARIFAN LOKAL,DAN TEKNOLOGIWetlands, Local Wisdom, and Technology,” Pros. Semin. Nas. Lahan Basah Tahun 2016 Potensi Peluang Dan Tantangan Pengelolaan Lingkung. Lahan Basah Secara Berkelanjutan , pp. 7 – 13, 2017.
[2] Y. Sepriani, “PENGARUH PERBEDAAN HABITAT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP KELIMPAHAN MUSUH ALAMI ULAT API (LEPIDOPTERA : PSYCHIDAE), ” J. Agroplasma , vol. 5, no. 1, pp. 15 – 24, 2019, doi: 10.36987/agr.v5i1.175.
[3] H. Pasaribu, A. Mulyadi, and S. Tarumun, “Neraca Air di Perkebunan Kelapa Sawit di PPKS Sub Unit Klianta Kabun Riau,” J. Ilmu Lingkung. , vol. 6, no. 2, pp. 99 – 113, 2012.
[4] Susilawati, E. Budhisurya, R. C. W. Anggono, and B. H. Simanjuntak, “Analisis Kesuburan Tanah Dengan Indikator Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Plateau Dieng,” Agric , vol. 25, no. 1, p. 64, 2016, doi: 10.24246/agric.2013.v25.i1.p64-72.
[5] N. P. N. Ristiari, K. S. M. Julyasih, and I. A. P. Suryanti, “Isolasi dan identifikasi jamur mikroskopis pada rizosfer tanaman jeruk siam (Citrus nobilis Lour.) di Kecamatan Kintamani, Bali,” J. Pendidik. Biol. Undiksha , vol. 6, no. 1, pp. 10 – 19, 2018.
[6] L. Hakim, R. Kurniatuhad, and Rahmawati, “Pertumbuhan Bakteri Anaerob dan Aerob Pada Medium MSM Modifikasi,” J. Biol. Makassar , vol. 5, no. 2, pp. 227 – 232,
2020.
[7] S. H. R. Mukarlina, “Jenis -Jenis Jamur Rizosfer dan Jamur Busuk Batang Karet dari Perkebunan Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg.) di Desa Tajok Kayong,” J. Protobiont , vol. 8, no. 2, pp. 24 – 29, 2019, doi: 10.26418/protobiont.v8i2.32478.
[8] Asnidar, S. Darma, and R. Paranoan Rachel, “Eksplorasi Jamur Pelarut Fosfat pada Tanah Masam dengan Penutup Lahan Hutan Sekunder, Padang Alang-Alang dan Perkebunan Kelapa Sawit Di Samarinda,” J. Agroekoteknologi Trop. Lembab , vol. 4, no. August, pp. 35 – 41, 2021, doi: 10.35941/jatl.4.1.2021.5795.
[9] I. D. G. A. Sudarma, I. D. K. Sastrawidana, and S. Maryam, “Produksi pigmen warna merah dari jamur penicillium purpurogenum yang diisolasi dari tanah tercemar limbah susu kambing dengan metode submerged fermentation,” Wahana Mat. Dan Sains J. Mat. Sains Dan Pembelajarannya , vol. 11, no. 1, pp. 19 – 32, 2017.
[10] Hamdani, H. "Kajian Ekonomi dan Model Kebijakan Pengembangan Sawit Lahan Rawa di Kalimantan Selatan", 2011
[11] Dwidjoseputro, "Dasar-dasar Mikrobiologi", Jakarta: Djambatan, 2010.
[12] Suprihatin, Waluyo, " Kebutuhan Hara Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan Di Lahan Kering Masam Sumatera Selatan", In Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian , 2015.
[13] Tortora, G. J., Funke, B. R., Case, C. L, Microbiology: an introduction (p. 912). San Francisco, CA: Pearson Benjamin Cummings, 2007.
[14] Rybak, J., Adamiak, W, Kolwzan, B, Sanitary Biology, https://www.researchgate.net , 2011.
[15] Nisma, N. W.H, "Kajian Sifat Kimia Tanah pada Perkebunan Sawit dengan Menggunakan Mucuna Bracteata di Pt. pp. London Sumatra Indonesia, tbk Unit Sei Merah Estate'' Agroprimatech , 4(1), 34-41, 2020.
[16] Dhanti, K. R., & Sudarsono, T. A, "Karakterisasi Morfologi Jamur dan Deteksi Aflatoksin pada Buah, Biji dan Sayuran dari Pasar Swalayan di Purwokerto'. Jurnal Ilmiah Kesehatan , 11 (2), 2018.
|
a8f869de-9156-4eeb-975f-0cb353783b1a | https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/gandrung/article/download/2033/1318 |
## Literacy Training to Increase Students Reading Interest in Gending II State Elementary School
Ryzca Siti Qomariyah 1 , Ani Anjarwati 2 , Ika Silviana 3 , Tria Riasih 4 , Fathimatus Zahra 5 1,2,3,4,5 Universitas Panca Marga Email: 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected],
4 [email protected], 5 [email protected] https://doi.org/10.36526/gandrung.v2i2.2033
Abstract: The School Literacy Movement has an important role in increasing students' interest in reading, so we took the initiative to serve the school so that it can increase student interest in reading which is starting to decline. The method we use is a service method where the main target for mentoring is fourth grade students at Gending II State Elementary School. The activity was carried out for one week, from 09 May 2022 to 20 May 2022. We re-managed the monotonous reading corner so that students are interested in reading and add reading books for students. The expected result is that students can reuse the reading corner and the school can facilitate it according to student needs.
Keyword: Literacy, Reading Interest, Service Method
## Pendahuluan
Pendidikan yang berkualitas merupakan pendidikan yang memiliki faktor-faktor penentu kualitas misalnya dari SDM, fasilitas serta kurikulum dan materi pembelajarannya. Fasilitas yang dapat mendukung pendidikan merupakan fasilitas yang dapat menjadi wadah bagi siswanya dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh siswanya.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan membuat program sebuah program gerakan literasi sekolah menumbuhkan sikap baik kepada siswa melalui bahasa. Gemar membaca di zaman yang serba digital menurun, akibatnya banyak siswa yang kurang minat dalam membaca buku bacaan. Pada saat ini maraknya pojok literasi guna untuk meningkatkan minat baca terhadap siswa.
Terdapat banyak jenis program gerakan literasi sekolah diantaranya mengajak pihak sekolah untuk mengimplementasikan kegiatan GLS, mengadakan sosialisasi untuk menambah wawasan kepada pihak sekolah, orang tua, guru maupun siswa tentang pentingnya GLS serta memfasilitasi penyediaan buku bacaan untuk siswa (Teguh, 2017).
Dalam meningkatkan minat baca siswa, fasilitas yang digunakan merupakan faktor penting keberhasilan dari GLS sebab apabila fasilitas tidak memadai maka siswa enggan untuk diajak kerjasama. Pembuatan pojok literasi yang menarik dan nyaman akan membuat siswa penasaran serta memperbarui buku-buku yang lama (Zakaria, 2019).
Kita sudah tidak asing lagi dengan kata literasi pada saat ini, literasi merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam hal membaca dan juga menulis. Di dalam kamus Oxford ada kalimat “ Literacy is ability to read and write ” artinya literasi adalah kemampuan membaca dan menulis (Teguh, 2017).
Terdapat 5 jenis literasi, yaitu (1) literasi dasar merupakan kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. (2) literasi perpustakaan merupakan literasi yang memanfaatkan perpustakaan dalam menyelesaikan sebuah tulisan. (3) literasi media merupakan kemampuan mengetahui bentuk media, seperti cetak, elektronik dan digital. (4) Literasi teknologi meruapakan kemampuan memahami teknologi software dan hardware . (5) Literasi visual merupakan pemahaman tingkat lanjut mengenai literasi median dan literasi teknologi (Syekhnurjati, 2018).
Dalam meningkatkan minat baca perlu adanya kesadaran dari diri peserta didik untuk menuju kesuksesannya. Minat baca dapat di ajarkan sejak dini atau juga di mulai dari bangku ssekolah dasar untuk menjadi kebiasaan dalam membaca agar mendapat pengetahuan yang lebih luas. Dalam aspek meningkatkan minat baca perlu dikembangkan lagi untuk mengurangi rendahnya minat baca pada peserta didik (Elendiana, 2020).
## Metode
Penelitian menggunakan metode pengabdian dengan cara melakukan kerjasama dalam bentuk pelatihan literasi yang memanfaatkan pojok baca untuk meningkatkan minat baca siswa. Dalam penelitian tersebut banyak pihak yang turut andil dalam mensukseskan kegiatannya. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan sebagai tempat yang memfasilitasi untuk memberikan surat tugas atau sebagai perantara dalam melaksanakan pengabdian di Sekolah Dasar Negeri Gending II, pihak sekolah yang memberikan izin tempat untuk pengabdian, siswa kelas IV yang menjadi objek pengabdian untuk meningkatkan minat baca.
Pengabdian dilaksanakan pada hari Senin 09 Mei 2022 hingga hari Jumat 20 Mei 2022. Lokasi pengabdian yaitu di Sekolah Dasar Negeri Gending II, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo. Pengabdian yang dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan minat baca siswa dengan memanfaatkan adanya pojok baca di kelas IV serta mengaktfikan kegiatan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai agar menjadi kegiatan rutin sehingga menjadi kebiasaan membaca bagi mereka.
## Hasil dan Diskusi
Pelatihan literasi pada siswa kelas IV di Sekolah Dasar Negeri Gending II dengan memanfaatkan
pojok baca. Pelatihan literasi ini sebagai bentuk pengabdian Tim Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Panca Marga dengan memberikan beberapa buku bergambar dan buku cerita. Karena menurut kami dengan memberikan buku gambar dan buku cerita dapat membangun semangat anak dalam membaca, karena pada dasarnya anak sekolah dasar sangat suka dengan buku yang berwarna dan menarik. Pada saat pelatihan literasi pojok baca di dampingi oleh wali kelas IV. Kegiatan awal yang dilakukan yaitu memberikan pengetahuan serta pemahaman kepada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gending II tentang pentingnya membaca.
Pada saat pelatihan literasi terdapat sesi tanya-jawab, menurut wali kelas IV masih banyak siswa yang kurang gemar membaca dikarenakan tempat pojok literasi di kelas IV kurang menarik, penataan buku yang terlihat monoton serta buku yang berada di rak pojok baca masih belum memadai. Sehingga pada kesempatan pengabdian tersebut kami memberikan beberapa buku yang layak guna untuk menarik dan meningkatkan minat baca terhadap siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gending II dan berinisiatif untuk men desain ulang tempat pojok baca agar terlihat lebih nyaman dan menjadikan pojok baca lebih digemari oleh siswa kelas IV.
Membaca 15 menit mampu meningkatkan niat membaca (Sugandi, 2016). Sehingga dalam pelatihan tersebut kami membimbing siswa kelas IV untuk membaca terlebih dahulu. Untuk
Gambar 1. Keadaan Pojok Baca
Gambar 2. Membaca 15 Menit
menumbuhkan budaya gemar membaca pada zaman yang serba instan seperti saat ini lebih susah, sehingga pendapat tersebut kami kelolah secara bertahap dengan melakukan pelatihan literasi agar gemar membaca tetap menjadi budaya dan sasaran utama yaitu pada siswa Sekolah Dasar (Haidar, 2021).
## Kesimpulan
Kegiatan pelatihan literasi yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Gending II, Kabupaten Probolinggo berlangsung selama satu minggu, yaitu di mulai dari hari Senin 09 Mei 2022 hingga hari Jumat 20 Mei 2022. Sasaran dari kegiatan tersebut yaitu siswa kelas IV dengan di dampingi oleh wali kelas. Topik yang dibahas yaitu memanfaatkan adanya pojok baca untuk meningkatkan membaca siswa. Dengan memanfaatkan pojok baca kembali serta men desain ulang rak buku agar tidak terlihat monoton merupakan salah satu cara agar siswa kembali membaca serta membiasakan untuk membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.
## Ucapan Terima Kasih
Tim Pengabdian mengucapkan terima kasih kepada Kepala Sekolah Dasar Negeri Gending II yang telah menyediakan tempat untuk melaksanakan kegiatan Abdimas, serta para donator yang telah membantu dalam pengadaan buku dalam kegiatan Abdimas.
## Daftar Referensi
Elendiana, M. (2020). Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK) , 2 (1), 54–60.
Haidar, A. (2021). Program Literasi Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Minat Baca Siswa. Jurnal Inspirasi Manajemen Pendidikan , 9 (3), 639–647.
Teguh, Mulyo. (2017). Aktualisasi Kurikulum 2013 Di Sekolah Dasar Melalui Gerakan Literasi Sekolah Untuk Menyiapkan Generasi Unggul Dan Berbudi Pekerti. Prosiding Seminar Nasional , 18–26.
Sugandhi, D. F. P. (2016). Pemanfaatan Hasil Belajar Pada Pelatihan Keterampilan Mekanik Otomotif :
Studi Kasus Pada Lulusan Lembaga Pendidikan Keterampilan Pelita Massa . 1984 , 7–41.
Syekhnurjati. (2018). Hubungan Gerakan Literasi Dengan Minat Baca Siswa Kelas VII Di SMP Negeri Kota Cirebon . 8–22.
Zakaria. (2019). Implementasi Program Pojok Literasi Di SDN Karang Tengah 7 Kota Tangerang. Dirasah: Jurnal Studi Ilmu Dan Manajemen Pendidikan Islam , 2 , 1–10.
|
391e4c89-43b9-412e-b3ba-4dcb7635c4a2 | https://jurnal.umb.ac.id/index.php/JMPKP/article/download/4521/2713 |
## DESA WISATA PENTINGSARI; UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DESA WISATA
Tyas Kusumah Admaja 1 , Oktiva Anggraini 2 , Suwarjo 3
Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Widya Mataram [email protected]
Abstract: Efforts to empower people in managing Pentingsari tourism villages are described through aspects of access to natural resources that are managed as tourism objects and local wisdom, human resources that have the potential to become managers and establish cooperation with the tourism agency and the private sector (banking). The aspect of participation has been manifested in community participation in various village tourism activities (reception, attractions, companion activities and others). The Control Aspect has been carried out by the Sleman Regency Tourism Office through mentoring activities such as the Tourism Village festival competition which is held once a year, and the evaluation every two years on all Tourism Villages in Sleman Regency and the establishment of a communication forum between Tourism Villages. The benefit aspect for the community from the tourism village management is in the form of material (wages as a companion to the activity) and non-material benefits in the form of capacity building regarding the management of the tourism village, organizational management, financial management and improvement of group work.
Keywords : Community Empowerment, Tourism Village
Abstrak: Upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan desa wisata Pentingsari digambarkan melalui aspek akses sumber daya alam yang dikelola sebagai objek wisata dan kearifan lokal, SDM yang berpotensi menjadi pengelola dan menjalin kerjasama dengan dinas pariwisata dan swasta (perbankan ). Aspek partisipasi diwujudkan dalam partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan wisata desa (resepsi, atraksi, kegiatan pendamping dan lain-lain). Aspek Pengendalian telah dilakukan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman melalui kegiatan pendampingan seperti lomba festival Desa Wisata yang diadakan setahun sekali, dan evaluasi setiap dua tahun sekali terhadap seluruh Desa Wisata di Kabupaten Sleman serta pembentukan forum komunikasi. antar Desa Wisata. Aspek kemanfaatan bagi masyarakat dari pengelolaan desa wisata berupa materi (pengupahan sebagai pendamping kegiatan) dan manfaat non materi berupa peningkatan kapasitas mengenai pengelolaan desa wisata, pengelolaan organisasi, pengelolaan keuangan. dan peningkatan kerja kelompok.
Kata kunci : Pemberdayaan Masyarakat, Desa Wisata.
## LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam potensi sumberdaya, yang banyak diantaranya telah dikembangkan adalah membuat daya tarik wisatawan. Pariwisata terjadi karena adanya daya tarik wisata di destinasi tujuan wisata, baik berupa daya tarik alam, daya tarik budaya, maupun daya tarik buatan. Program desa wisata yang dibentuk pemerintah secara langsung telah mampu melibatkan masyarakat dalam aktivitas pariwisata. Desa wisata memberikan kebebasan bagi masyarakat untuk mengelola kampung halamannya sesuai dengan keotentikan desa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Pasal 4 menyebutkan bahwa pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan antarbangsa.
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai destinasi wisata memiliki tempat- tempat yang dapat dinikmati keindahannya baik wisata alam, budaya, sejarah, seni dan lainnya. Salah satunya obyek desa wisata yang memiliki ciri khas dan daya tarik masing-masing, yang mendukung Yogyakarta sebagai daerah destinasi wisata. Desa-desa tersebut yang kemudian dikembangkan menjadi desa wisata. Ada banyak desa wisata yang ada di Yogyakarta, melalui desa wisata, wisatawan dapat ikut mempelajari berbagai hal yang telah menjadi budaya masyarakat lokal. Contohnya selain dapat menikmati keindahan alam dan menyaksikan atraksi kesenian masyarakat setempat.
Salah satu jenis wisata alternatif yang banyak dikembangkan saat ini adalah desa-desa wisata yang tersebar hampir di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, secara khusus lagi yang banyak ditemui di Kabupaten Sleman salah satunya adalah Desa Umbulharjo di Kecamatan Cangkringan. Desa Umbulharjo yang dikenal dengan nama Desa Wisata Pentingsari memiliki potensi mencakup potensi budaya, pertanian, kerajinan, serta bukti peninggalan sejarah. Desa Wisata Pentingsari dengan basis potensi wisata alam juga menawarkan kegiatan wisata pengalaman berupa pembelajaran dan interaksi tentang alam, lingkungan hidup, pertanian, perkebunan, wirausaha, kehidupan
sosial budaya, aneka seni tradisi dan kearifan lokal yang masih mengakar kuat di masyarakat dengan suasana khas pedesaan di lereng gunung Merapi dalam kehidupan masyarakat sehari-harinya.
Semenjak ditetapkan menjadi desa wisata pada tanggal 15 April 2008 diperoleh data statistik dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta dimana Desa Wisata Pentingsari merupakan desa wisata yang memiliki jumlah wisatawan yang boleh dibilang cukup banyak, hal ini merupakan desa wisata yang diminati dari dari beberapa desa wisata lainnya, bahkan wisatawan yang datang bukan hanya dari wisatawan lokal/nusantara tetapi melainkan juga wisatawan asing atau mancanegara, di bawah ini adalah tabel 1 laporan tahunan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman di Tahun 2018
Tabel 1. Data pengunjung Desa Wisata di Sleman No. Jenis Obyek Desa Wisata di Sleman
Mancanegara Nusantara 1 Tanjung, Ngaglik - 396 2 Grogol, Sayegan 75 12.476 3 Garongan, Turi - 15.680 4 Gabugan, Turi - 1.628 5 Kelor, Turi - 11.680 6 Gamplong, Moyudan - 5.675 7 Tunggularum, Turi - 3.675 8 Pentingsari, Cangkringan 144 20.273 9 Jetak II - 1.829 10 Dome, Prambanan - 61.027 11 Pancoh - 6.102 12 Pulesari - 51.991 13 Blue Lagoon - 10.977 14 Nganggring - 1.820 Jumlah 219 205.229 Total 205.448
Sumber: Data Statistik Kepariwisataan Dinas Pariwisata Kab. Sleman 2018
Melihat tabel data statistik di atas dari dinas pariwisata kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pengunjung wisatawan baik mancanegara dan nusantara ke obyek Desa Wisata di Sleman total berjumlah 205.448 orang antara lain : wisatawan nusantara berjumlah 205.229 orang dan wisatawan mancanegara berjumlah 219 orang, adapun jumlah wisatawan nusantara yang berkunjung di Desa Wisata Pentingsari berjumlah 20.273 orang dan wisatawan mancanegara berjumlah 144 orang, hal ini menunjukkan bahwa potensi Desa Wisata
Pentingsari yang merupakan peninggalan sejarah tidak kalah dengan desa wisata lainnya.
Desa Pentingsari belum begitu lama menjadi Desa Wisata, namun Desa Wisata Pentingsari kini telah menjadi Desa Wisata yang pantas diperhitungkan dan layak dikunjungi, sehingga dapat menjadi contoh untuk Desa Wisata lainnya. Semua itu tidak lepas dari partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa Wisata Pentingsari. Partisipasi masyarakat adalah salah satu faktor pendukung adanya pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Pentingsari, selain adanya dukungan dari pemerintah dan potensi yang terdapat di Desa Wisata Pentingsari, tanpa adanya partisipasi masyarakat maka pemberdayaan masyarakat tidak akan berjalan.
Seiring berjalannya waktu Desa Wisata Pentingsari menemui beberapa kendala dilapangan dalam melaksanakan proses pemberdayaan masyarakat, berdasarkan pra survey dilapangan kami mendapatkan informasi bahwasanya ditengah meningkatnya kunjungan wisatawan ke Pentingsari namun masih ada beberapa masyarakat yang belum peduli dan belum mau terlibat dalam pemberdayaan Desa Pentingsari dengan beberapa alasan yang mereka tidak mau kemukakan, salah satunya pengelola rumah tanaman herbal yang tidak mau dikelola pihak desa tetapi disewakan pihak luar desa.
Faktor lain ada beberapa obyek wisata belum dirawat atau dikelola dengan baik sejak erupsi merapi seperti pancuran dan watu dakon dan lainnya, masalah yang lain yaitu ketika ada kunjungan wisatawan di desa tersebut, maka masyarakat yang berprofesi PNS atau pegawai kantoran sulit mengatur waktunya karena harus melaksanakan kewajiban dikantornya, dan bagi mereka yang masih sekolah atau kuliah mereka otomatis tidak bisa ikut berpartispasi dalam permberdayaan, sehingga ketika banyak tamu wisatawan, para pemandu sangat terbatas, dan dilapangan juga ditemukan bahwasanya ditengah kunjungan wisatawan yang meningkat setiap tahun penyediaan sarana prasana masih sangat
terbatas, itu tidak lepas dari kesediaan masyarakat untuk menyediakan fasilitas desa wisata seperti lampu penerangan jalan yang kurang.
Kepedulian lingkungan agar terlihat bersih masih kurang, karena sampah masih terlihat menumpuk di sudut tertentu, itu karena bak sampah yang terbatas, dan tidak semua masyarakat yang ada dilapangan mau menyediakan homestay, padahal ada kurang lebih 130-an KK baru sekitar 55 homestay yang ada, sebenarnya rumah mereka itu layak untuk menjadi homestay , sehingga ketika tamu wisatawan banyak yang berkunjung, para tamu dengan terpaksa berjubel atau beberapa orang tinggal dalam 1 homestay karena keterbatasan tempat tinggal.
Masih ada kecemburuan dalam pembagian tamu menginap homestay dan pembagian tugas kegiatan yang dirasa kurang adil. Kepedulian sebagian masyarakat masih rendah, padahal sebagai desa wisata semestinya penduduk itu punya kesadaran untuk menjaga menata lingkungan dengan menjaga kebersihan agar menjadi minat wisatawan untuk datang, dimana mereka akan menginformasikan banyak orang agar datang ke Desa Pentingsari, tapi pada kenyataannya masih ada juga beberapa penduduk yang belum peduli pada kebersihan dan menata lingkungannya, sehingga beberapa titik masih kurang tertata kurang rapi dan bersih, dan terkadang ketika air tidak mengalir tidak diantisipasi dengan adanya tampungan air, parkir bis juga terkadang sampai penuh dijalan-jalan karena area parkir yang terbatas, papan informasi desa wisata juga kurang.
Faktor yang lain ada beberapa orang yang yang tidak sepakat dengan adanya Desa Wisata, dan ada juga beberapa orang masih setengah hati menjalankan desa wisata, karena penghasilan yang didapat di Pentingsari lebih sedikit dari pada penghasilan diluar dan terkadang ada juga sebagian kecil masyarakat dengan membuat gaduh dengan sengaja mengatur parkir dijalan raya, agar wisatawan yang mau berkunjung sulit untuk mengakses jalan karena ada ketidakcocokan dengan pengurus Desa Wisata.
Semua ini merupakan tantangan bagi pengelola Desa Wisata Pentingsari, bahwasanya desa ini bukan satu-satunya desa wisata yang menarik wisatawan karena masih ada Desa Wisata yang lain, bahkan ada Desa Wisata yang dahulu sangat menarik dan berkembang, tetapi sekarang beberapa desa wisata tersebut agak sepi pengujung karena tidak ada kaderisasi atau sedikit yang ikut berpatisipasi dalam pemberdayaan, bahkan mungkin karena layananan wisata yang diberikan kurang baik, ada kemungkinan kunjungan wisatawan akan menurun ditengah kompetitor Desa Wisata yang mencoba untuk memperbaiki layanan desa wisata yang ada, sehingga akibatnya pengunjung semakin sedikit yang boleh kita bilang mati suri, seperti beberapa desa yang telah disebutkan di atas baca tabel 1 data statistik kepariwisataan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman.
Para pakar terdahulu menjelaskan untuk mengoptimalkan pembangunan di desa – desa solusi adalah dengan mengoptimalkan modal social yang ada di desa, Darmi, Titi ( 2016) pemberdayaan masyarakat. Penguatan modal social tentunya dilakukan dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Secara harfiah, empowerment berarti pemberian kekuasaan atau kekuatan. Ife dalam Fahrudin (2004) mengatakan pemberdayaan bertujuan memberikan kekuatan atau kekuasaan kepada orang-orang yang tidak beruntung. Sedang menurut Steward dalam Fahrudin (2004), mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Proses pelimpahan keputusan bukan berarti pelepasan pengendalian tetapi lebih mengarah pada penyerahan pengendalian yang didukung oleh pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri.
Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa
yang mereka lakukan tersebut. Ambar Teguh, (2004: 80-81). Dalam konteks pemberdayaan masyarakat, menurut Riant Nugroho (2008:164) mengemukakan, ada empat indikator pemberdayaan masyarakat, yaitu :
a. Akses , yaitu dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya- sumber daya produktif di dalam lingkungan.
b. Partisipasi , yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan aset atau sumber daya yang terbatas tersebut.
c. Kontrol , yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya-sumber daya tersebut.
d. Manfaat , yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil-hasil pemanfaatan sumber daya atau pembangunan secara bersama dan setara.
e. Kemudian menurut Saut M. Lubis(2000:22) mengemukakan bahwa memberikan peran atau fungsi yang lebih besar kepada masyarakat sebagai pelaku atau aktor utama, sehingga fungsi masyarakat merupakan sumber kekuatan dalam menggerakan roda pembangunan dan hal ini senada dengan apa yang dikemukakan Suharto (2010) bahwa prinsip yang perlu diperhatikan dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten.
Desa wisata menurut Muliawan (2008) adalah desa yang memiliki potensi keunikan dan daya tarik wisata yang khas, baik berupa karakter fisik lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya kemasyarakatan yang dikelola dan dikemas secara menarik dan alami dengan pengembangan fasilitas pendukung wisatanya, dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan pengelolaan yang baik dan terencana sehingga siap untuk menerima dan menggerakkan kunjungan wisatawan ke desa tersebut, serta mampu menggerakkan aktifitas ekonomi pariwisata yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat setempat.
Menurut Henny Ferniza (2017:61) dalam pengembangan pariwisata, tentu tidak luput dari permasalahan-permasalahan ataupun kendala. Permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam pengembangan kawasan wisata di Indonesia antara lain :
a. Keterbatasan dukungan sarana dan prasarana penunjang
b. Terbatasnya biaya atau anggaran pembangunan sektor wisata
c. Belum tersedianya SDM yang betul-betul mampu melihat peluang maupun tantangan dari sektor kepariwisataan
d. Belum terbinanya koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah daerah setempat.
e. Belum ada program pemasaran dan promosi pariwisata yang efektif yang menggunakan pendekatan proffesional , kemitraan antara swasta, pemerintah dan masyarakat bertujuan memperkuat jaringan kelembagaan, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun nusantara.
Pemberdayaan masyarakat merupakan pembangunan atau pengelolaan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, dimana masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi untuk pembangunan desa wisata demi untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggambarkan pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Pentingsari. Menurut Sugiyono (2017:11) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih ( independen ) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
Dalam penelitian ini, digunakan metode pengambilan sampel purposife , dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Bungin, 2007:50). Informan penelitian ini yang dipilih yaitu Kepala Dinas Parwisata Kabupaten Sleman, Pengelola Desa Wisata, masyarakat setempat, dan para pengunjung atau wisatawan. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan teknik dokumentasi.
Adapun untuk menguji validitas data pada penelitian kualitatif ini menggunakan metode triangulasi adalah sebagai usaha meningkatkan derajat
kepercayaan data. Pada penelitian kualitatif, pemeriksaan terhadap keabsahan data selain digunakan untuk menyanggah balik apa yang dituduhkan terhadap penelitian kualitatif yang tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Lexy J. Moleong, 2005:320).
Metode triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Sugiyono, 2017:83). Pada penelitian ini metode triangulasi yang digunakan peneliti adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya, membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda waktu dan alat dalam penelitian kulitatif dilakukan langkah-langkah:
a. Membandingkan data hasil observasi dengan hasil wawancara.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan yang dilakukan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan yang dikatakannya sepanjang waktu.
d. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang.
## PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Pentingsari Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta secara umum berjalan dengan optimal, namun masih banyak pembenahan. Data di lapangan menunjukkan antara lain :
## Proses Pemberdayaan Masyarakat di Desa Wisata Pentingsari
Proses pemberdayaan Desa Wisata Pentingsari berasal dari semangat gotong royong untuk berubah menjadi Desa Wisata yang mandiri. Adapun pemberdayaan masyarakat Desa Wisata Pentingsari dijabarkan dalam lima variabel yakni : Pertama , Jangkauan Akses Pemberdayaan. Akses dalam indikator ini telah terpenuhi dalam 3 aspek, yakni akses terhadap sumberdaya
alam, sumberdaya manusia dan terjalinnya kerjasama. Akses terhadap sumberdaya alam yang dapat dideskripsikan melalui beberapa obyek wisata yang masih alami atau bersifat natural. Akses pada sumberdaya manusia, terwujud dalam manajeman Desa Wisata Pentingsari yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Akses kerjasama dilihat dalam kerjasama yang dijalin oleh pengelola desa wisata, pemerintah desa dan pemerintah daerah dan pihak swasta yang turut serta dalam mengembangkan Desa Wisata Pentingsari. Kedua , Tingkat Partisipasi Masyarakat . Dalam pemberdayaan Desa Wisata Pentingsari, indikator partisipasi dapat dilihat dalam keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat Desa Wisata Pentingsari. Partisipasi masyarakat yang turut serta dan terlibat aktif dalam penyediaan kuliner untuk wisatawan, kesenian dan kebudayaan, gamelam, campursari, tayub dan cokekan. Keterlibatan remaja dan anak-anak terakomodir dalam pelaksanaan outbond yang juga menjadi pilihan wisata bagi pengunjung. Ketiga , Kontrol / Pengawasan Desa Wisata Pentingsari. Kontrol merupakan upaya dalam pengawasan. Kontrol bertujuan agar sumberdaya alam tetap terjaga dan tidak dilakukan eksploitasi. Peran kontrol atau pengawasan telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam hal ini dinas pariwisata, pihak pengelola dan masyarakat dan masyarakat. Salah satu upaya pengawasan atau kontrol dari dinas pariwisata adalah adanya pengelompokkan Desa Wisata dan melalui festival atau lomba yang bersifat memotivasi agar Desa Wisata menjadi lebih baik.
## Manfaat Pemberdayaan Desa Wisata Pentingsari
Manfaat dari hasil Desa Wisata Pentingsari sudah cukup dapat dirasakan untuk masyarakat secara luas. Manfaat tersebut bisa dikelompokkan menjadi dua, yakni manfaat secara material dan non material. Secara material, adanya Desa Wisata Pentingsari dapat meningkatkan pemasukan atau ekonomi warga, penghasilan tambahan berupa honorarium, pembangunan desa semakin berkembang, semakin bersih dan tertata rapi, koordinasi antar warga lebih solid, dan untuk mengurangi pengangguran masyarakat desa. Secara non materiil, masyarakat Desa mendapatkan peningkatan kapasitas mengenai pengelolaan Desa wisata, pelatihan pelayanan prima, pelayanan kepada pengunjung,
manajemen organisasi, pengelolaan keuangan dan juga meningkatkan kerja kelompok atau teamwork yang solid.
Kendala dalam proses pemberdayaan masyarakat di Desa Wisata Pentingsari.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pemberdayaan masyarakat Desa Wisata Pentingsari antara lain : Pertama , Desa Wisata Pentingsari Merupakan Daerah Rawan Bencana Alam. Terjadinya bencana Erupsi Merapi memberikan pengaruh yang signifikan. Selain rusaknya beberapa obyek wisata, tetapi juga mengembalikan kepercayaan wisatawan untuk kembali berkunjung atau berwisata dengan nyaman. Manajemen sempat terhenti dan benar-benar mengalami penurunan drastis dalam hal kunjungan dan pemasukan yakni pada saat terjadi erupsi Merapi tahun 2010. Masyarakat ketakutan untuk berkunjung ke Desa Pentingsari. Baru setelah proses recovery mulai lagi membangun Desa Wisata Pentingsari. Kedua , Tidak meratanya kapasitas sumberdaya manusia. Kapasitas pengelola dan masyarakat mengalami kesenjangan, sehingga hasil yang didapat tidak semua merata ke seluruh warga masyarakat Desa Wisata Pentingsari. Kesulitan yang dihadapi adalah bagaimana mendistribusikan hasil secara adil, karena hasil itu tidak bisa merata, tetapi adil itu sesuai kontribusi. Selain itu adalah persoalan bahasa dijumpai saat mendapatkan tamu asing. Jumlah relawan terkadang dirasakan kurang, saat ramai pengunjung. Jika sedang sepi, maka pengurus sampai ada yang tidak bertugas. Kemampuan marketing Desa Wisata Pentingsari perlu untuk ditingkatkan agar lebih optimal. Ketiga , Kurangnya rasa memiliki ( Sense of belonging ). Kurangnya rasa memiliki Desa Wisata berakibat kurang pedulinya terhadap sumber daya alam yang dimiliki, sehingga obyek wisata dibiarkan tidak terawat dengan baik, kebebasan dalam mengelola homestay, masih ada hubungan sebagian masyarakat yang kurang harmonis, masih adanya masyarakat yang masih belum memiliki kesadaran diri dengan menyewakan rumah herbal kepada pihak luar, rapat koordinasi dan evaluasi yang dirasa masih kurang intensif.
Aktor dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat di Desa Wisata Pentingsari
Aktor dalam pemberdayaan masyarakat Desa Wisata Pentingsari telah melibatkan seluruh warga masyarakat, tokoh masyarakat, pemerintah dan pihak swasta. Keberadaan aktor dalam pemberdayaan masyarakat desa wisata mempunyai peran penting dan pengaruh yang signifikan. Hal ini bisa dilihat dari capaian Desa Wisata Pentingsari yang berhasil mendapatkan penghargaan dan prestasi yang baik.
Aktor dalam inisiasi dan pengembangan Desa Wisata Pentingsari ini adalah masyarakat setempat, pengelola, tokoh masyarakat yang terdiri dari Bapak Sumardi Wardikusuma, Bapak Eddy Ketaren, Bapak Ajung Ketaren, dan dibantu oleh Bapak Tony Sukoyo, Ibu Agustin serta beberapa tokoh dalam pemerintah Desa Pentingsari, Pemerintah Kabupaten Sleman dalam hal ini Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman serta pihak swasta yakni Bank BCA dengan program Corporate Social Responsibility (CSR).
## KESIMPULAN
Proses pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Pentingsari Umbulharjo Cangkringan Sleman D.I. Yogyakarta telah berjalan dengan baik namun masih diperlukan pembenahan dan peningkatan. Kapasitas sumber daya manusia pengelola desa wisata dan masyarakat relatif masih lemah dari sisi kemampuan manajemen dan layanan wisata. Kemudian dari aspek partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata desa secara umum sudah baik, namun koordinasi masih belum secara intens dilakukan. Selain itu, pengelolaan Desa Wisata Pentingsari saat ini belum terkoordinasi baik dalam lingkup manajemen organisasi yang lebih mapan dan memiliki dasar hukum yang kuat, seperti BUMDes. Demikian juga letak geografis Desa Wisata Pentingsari yang dekat dengan puncak Gunung Merapi sangat rawan terhadap bencana. Kesiapsiagaan terhadap bencana sangat diperlukan.
Hasil penelitian ini merekomendasikan solusi sebagai berikut :
1. Perlu adanya peningkatan partisipasi aktif seluruh masyarakat untuk mendukung seluruh aktivitas desa wisata, yaitu salah satunya dengan meningkatkan intensitas rapat koordinasi baik dengan internal maupun eksternal.
2. Perlunya peningkatan kapasitas manajemen pengelola dengan kemampuan manajemen professional , perlu banyak berlatih dalam hal pemasaran atau marketing dan belajar kursus bahasa inggris untuk menyambut wisatawan asing.
3. Pemerintah Desa perlu lebih aktif dengan membentuk BUMDes yang menaungi Pengelolaan Desa Wisata agar lebih kuat secara hukum dan tingkat kebermanfaatan lebih banyak dirasakan oleh semua warga Desa Wisata Pentingsari.
4. Perlu peningkatan kemampuan siap siaga bencana apabila terjadi Erupsi Merapi karena Desa Wisata Pentingsari berada di Kawasan rawan bencana.
## DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif . Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Darmi, Titi. 2016. Optimalisasi Peran Perempuan Berbasis Modal Sosial Pada Sektor Pemerintahan Desa (Study pada Pengelolaan Dana Desa). J. Antropol. Isu-Isu Sos. Budaya , vol. 18 (1), no. Isu Sosial Budaya, pp. 21 –27.
Fahrudin, Adi, 2004 Pemberdayaan, Partisipasi, dan Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung: Humaniora.
Henny Ferniza, 2017, Antara Potensi dan kendala dalam Pengembangan Pariwisata di Sumatera, Jurnal, Pembangunan dan Wilayah Kota, Volume 13 Nomor 1 Maret 2017 hal. 61, UNDIP.
Muliawan, H., 2008. Pengembangan Pariwisata berbasis masyarakat konsep dan implementasi , tanpa kota: tanpa penerbit.
Moleong, Lexy J, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Riant Nugroho, 2008. Gender dan strategi pengarus-utamaannya di Indonesia, Pustaka Pelajar.
Rizky Indarwati, 2017, Strategi pelaksanaan tim pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di kecamatan Samarinda Utara, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Volume 5 Nomor 2 Tahun 2017, Hal. 3-4, ISSN 2477- 2458, ejournal.ipfisip-unmul.ac.id.
Riant Nugroho, 2008. Gender dan strategi pengarus-utamaannya di Indonesia, Pustaka Pelajar.
Siti Zuliyah, 2010, Strategi Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Menunjang Pembangunan Daerah , Jurnal of Rural and Development, Volume I No. 2 hal 153, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Administrasi , CV. Alfabeta, Bandung.
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat . Bandung: Refika Aditama
|
adfc4d14-1084-4678-b506-04484e564d23 | https://journal.untar.ac.id/index.php/jmts/article/download/5831/3877 |
## ANALISIS VALUE ENGINEERING PADA PROYEK PERUMAHAN DJAJAKUSUMAH
RESIDENCE
Hanifah Amelia 1 , Hendrik Sulistio 2
1 Program Studi Sarjana Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: hanifah. [email protected]
2 Program Studi Doktor Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Letjen S. Parman No.1 Jakarta Email: [email protected]
## ABSTRAK
Pemilihan material pada konstruksi sebuah bangunan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mencapai perencanaan proyek yang efisien. Terdapat berbagai macam pilihan material mulai dari material komposit sampai dengan material non komposit. Dengan menggunakan value engineering dapat memungkinkan tercapainya perencanaan proyek yang efisien. Pada proyek perumahan djajakusumah residence terdapat beberapa pekerjaan konstruksi. Pekerjaan dinding merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki biaya tertinggi sehingga memiliki kemungkinan untuk dilakukan value engineering . Penelitian ini bertujuan untuk memndapatkan pilihan material terbaik untuk pekerjaan dinding menggunakan value engineering . Alternatif yang terdapat untuk pilihan material dinding dalam penelitian ini adalah bata merah, batako dan m-panel. Material dinding pada desain awal proyek djajakusumah residence adalah bata ringan. Metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam penelitian ini dengan membandingkan antara net present value (NPV) dengan value masing-masing alternatif. Didapatkan hasil perbandingan antara NPV dengan value untuk desain awal bata ringan sebesar 5.34, bata merah sebesar 5.46, batako sebesar 4.87, dan m-panel sesbesar 5.05. Berdasarkan perbandingan tersebut didapatkan bahwa yang tertinggi adalah bata merah dengan hasil perbandingan 5.46 dan biaya konstruksi yang dimiliki bata merah adalah Rp52,942,866,059.83, sehingga menghemat biaya desain awal sebesar Rp 258,762,864.47. Dapat dinyatakan bahwa bata merah merupakan alternatif yang terbaik pada proyek perumahan djajakusumah residence.
Kata kunci: Value engineering , Net Present Value , Material
## 1. PENDAHULUAN
## Latar belakang
Dalam satu pekerjaan konstruksi dapat memiliki beberapa metode pekerjaan dan pilihan material. Mulai dari yang menggunakan bahan konvesional hingga menggunakan bahan alternatif yang sekarang sudah banyak dikembangkan. Bahan material konvensional merupakan sebutan dari bahan material yang umumnya dipakai untuk membangun sebuah konstruksi yang berasal dari alam. Bahan material alternatif tumbuh dan berkembang seiring perkembangan zaman.
Bahan material merupakan komponen utama pada setiap kegiatan konstruksi. Bila ada kesalahan dalam penggunaan atau pemilihan material dapat berimplikasi kepada biaya dan waktu pada sebuah konstruksi. Jika volume material rencana melebihi material yang sebenarnya akan timbul waste material. Oleh karena itu, perencanaan material harus dilakukan dengan baik agar waste material yang dihasilkan tidak banyak, begitu pula dengan waktu dan biaya tidak mengalami pembengkakan.
Untuk mendapatkan biaya dan waktu yang efisien dapat dilakukan dengan metode rekayasa nilai yang dapat membantu menentukan material yang baik dan sesuai untuk suatu proyek. Rekayasa nilai merupakan suatu pendekatan untuk mentukan alternatif-alternatif untuk dapat mengurangi biaya yang tidak dibutuhkan tanpa harus mengurangi mutu dan fungsinya. Seperti yang dikatakan dalam jurnal yang berjudul Value Engineering and Its Applications in Civil Engineering “ VE describes the process of defining alternative solutions that can provide the same functions at an equal or better level as the originally presented idea while simultaneously reducing costs and adding benefits .” (Sanchez, Grecia dan Linda Navarro, 2018)
Analisis Value Engineering pada Proyek Perumahan Djajakusumah Residence
## Rumusan masalah
Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah alternatif yang terpilih setelah dilakukan value engineering pada proyek perumahan djajakusumah residence ? 2. Berapa besar saving cost yang terjadi setelah dilakukan metode value engineering ?
## Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui alternatif yang terpilih setelah dilakukan value engineering pada proyek perumahan djajakusumah residence . 2. Dapat mengetahui hasil saving cost yang terjadi setelah dilakukan value engineering .
## Batasan penelitian
Batasan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini akan membahas tentang kemungkinan alternatif value engineering yang bisa dilakukan pada pekerjaan dinding.
2. Penelitian dilakukan pada proyek perumahan sebanyak 118 unit.
3. Perhitungan menggunakan AHSP Dirjen PU 2016.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## Proyek konstruksi
Proyek konstruksi merupakan kumpulan beberapa kegiatan dalam membangun suatu bangunan dengan waktu dan biaya yang terbatas. Proyek pada umumnya dibagi dalam beberapa tahap, meliputi survei penyuluhan, studi kelayakan, perencanaan teknis (awal), perencanaan detail (detail desain) dan pelaksanaan konstruksi
## Manajemen Proyek
Manajemen konstruksi adalah suatu proses manajemen untuk pelaksanaan konstruksi dalam rangka untuk mencapai sasaran, dalamabentuk produk konstruksi secara rasional, efisien, dan efektif. Manajemen konstruksi adalah suatu cara untuk mengelola pelaksanaanaproyek dimana tahapan pelaksanaan diperlukan sebagai satu kesatuan sistem membangun (Lantang, 2014). Manajamen konstruksi digunakanakarena memiliki banyak keuntungan dari berbagai aspek. Keuntungan tersebut dapat ditinjau dari aspek biaya, aspek mutu, aspek waktu dan aspekalainnya.
## Perencanaan Biaya
Yang dimaksud dengan perencanaan dan biaya ini adalah merencanakan sesuatu dalam bentuk faedah dalam penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan dan susunan-susunan pelaksanaan dalam bidang a administrasi maupun pelaksanaan kerja dalam bentuk teknik. Perencanaan biaya suatu bangunan atau proyek ialah perhitungan biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaanabangunan dan proyek tersebut. Perencanaan biaya nyata/aktual adalah proses perhitungan volume pekerjaan, harga dari berbagai macamabahan dan pekerjaan pada suatu bangunan atau proyek bedasarkan data-data yang sebenarnya. Kegiatan perencanaan merupakan dasar untuk membuat sistem pembiayaan dari a jadwal pelaksanaan a konstruksi, untuk meramalkan kejadian pada suatu bangunan atau proyek, berdasarkan data-data yang sebenarnya (Lantang, 2014).
Rencana anggaran Biaya (RAB) proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut (Ibrahim, 2001). Harga satuan pekerjaan (HSP) adalahabiaya yang dihitung dalam suatu analisis harga satuan suatu pekerjaan, yang terdiri atas biaya langsung (tenaga kerja, bahan, dan alat), dan biaya tidak langsung (biaya umum atau overhead, dan keuntungan) sebagai mata pembayaran suatu jenis pekerjaan tertentu, termasuk pajak-pajak. Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) merupakanaperhitungan kebutuhan biaya tenaga kerja, bahan dan peralatan untuk mendapatkan harga satuan atau satu jenis pekerjaan tertentu.
## Value engineering
Value engineering atau rekayasa nilai merupakan pendekatan yang dapat membandingkan beberapa alternatif sehingga dapat membuat biaya yang dibutuhkan menjadialebih efisien. Value engineering adalah suatu sistem pemecahan masalah yang dilaksanakan dengan menggunakan kumpulan teknik tertentu, ilmu pengetahuan, tim ahli – pendekatan kreatifateroganisasi yang memiliki tujuan untuk mengidentifikasi secara efisien biayaa yang tak diperlukan seperti biaya yang tidak menghasilkan kualitas, kegunaan, umur, dan penampilan produk serta daya tarik terhadap konsumen menurut Lawrence D. Miles.
Penerapan value engineering dilakukan secara sistematis dan kreatif guna mendapatkan penghematan biaya namun tetap dalam batasan fungsinya. Menurut Irsan Ilyas, tidak ada pihak a manapun yang dirugikan oleh VE baik owner , konsultan, kontraktor, maupun pengguna jasa sebab dengan teknik VE memungkinkan pengguna jasa, perencana dan kontraktor untuk bersama-sama mempelajari kriteria dari suatu kegiatan guna menghasilkan a penghematan biaya dari pelaksanaan suatu produk atau sistem tertentu.
(Kurniawan, 2009) dalam tesisnya menyebutkan sebelum menerapkan suatu program value engineering dalam suatu proyek khususnya a proyek konstruksi fisik, perlu terlebih dulu diperjelas a mengenai pengertian dari value engineering itu sendiri untuk menghindari kesan terutama dari perancang bahwa kegiatan value engineering adalah kritikan untuk rancangan/desain suatu proyek tanpa melibatkan aspek-aspek teknis.
## Material Konstruksi
Besarnya jumlah material yang dibutuhkan harus a sesuai dengan kebutuhan proyek. Jika jumlah material mengalami kekurangan maka kegiatan proyek akan terhambat, dan harus menunggu sampai kedatangan material yang a mencukupi. Hal ini dapat dihindari dengan cara membeli material sebanyak mungkin sebelum permintaan akan material ini datang. Namun penyelesaian dengan cara ini memiliki kerugian karena semakin banyak material yang dibeli a sebelum waktunya digunakan berarti semakin banyak pula modal yang tertanam dalam bentuk jumlah persediaan sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lebih menguntungkan.
## 3. METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data pada proyek perumahan djajakusumah residence yang memiliki 118 unit rumah, setiap rumahnya memiliki 2 lantai. Proyek perumahan djajakusumah residence berada di daerah Tangerang Selatan.
Pengumpulan data dalam penilitian ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu, untuk data primer dilakukan dengan wawancara dan observasi lapangan. Data sekunder yang dibutuh kan adalah gambar kerja, rencana anggaran biaya, daftar harga satuan pekerjaan dan rencana kerja.
Data yang sudah ada akan dilakukan breakdown cost dan pembuatan diagram pareto untuk mengetahui pekerjaan yang termasuk biaya tertinggi dan dapat dilakukan value engineering . Tahap value engineering yang dilakukan setelah mengetahui pekerjan yang akan ditinjau yaitu, tahap analisis fungsi dengan membuat FAST diagram, tahap kreatif dengan menginformasikan alternatif yang dapat dilakukan pada pekerjaan yang ditinjau, tahap evaluasi dan pengembangan dengan memaparkan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif, tahap evaluasi kriteria dengan menyebutkan kriteria yang akan ditinjau dan mencari bobot masing-masing kriteria, tahap selanjutnya adalah menghitung net present value dan value index .
dengan, NPV = Net Present Value (Selisih cash out dan cash in)
Value Index = NPV / material value (1)
Gambar 1. Diagram alir
## 4. PEMBAHASAN DAN HASIL
## Tahap informasi
Tahap ini merupakan pemaparan rancangan anggaran biaya (RAB) dimiliki proyek sebagai dasar pemilihan pekerjaan yang akan dilakukan value engineering . Berdasarkan tabel 1. dan gambar 2. diagram pareto pekerjaan dinding/beton menunjukkan bahwa pekerjaan yang termasuk pada pekerjaan yang memiliki biaya tertinggi pada sub pekerjaan tersebut adalah plesteran & acian, dinding hebel, pelat beton dan balok beton. Pekerjaan pelat beton dan balok memiliki kemungkinan kecil untuk dilakukannya value engineering karena 2 pekerjaan tersebut sudah memakai persyaratan minimum yang diperbolehkan oleh peraturan seperti, tebal pelat beton 12 cm. Kemungkinan pekerjaan yang dapat dilakukan value engineering adalah pekerjaan dinding yang dapat mempengaruhi juga pekerjaan plesteran dan acian tergantung pada jenis bahan apa yang digunakan pada pekerjaan dinding.
## Tahap evaluasi kriteria
Tahap evaluasi kriteria dilakukan setelah melalui tahap analisis fungsi dengan membuat diagram fast, tahap kreatif dan tahap evaluasi dan pengembangan, sehingga sudah diketahui fungsi dan alternatif yang digunakan serta kelebihan dan kekurangan pada masing-masing alternatif. Akternatif yang digunakan adalah bata ringan (desain awal), bata merah, batako dan m-panel. Tahap evaluasi kriteria melakukan pencarian bobot setiap kriteria dengan matriks yang diisikan oleh beberapa responden yang bekerja dibidang konstruksi. Pada matriks diisikan nilai 0 sampai 5, 0 jika kedua kriteria sama penting, 5 jika hanya satu kriteria yang sangat penting dan 1-4 diantarnya. Dapat dilihat pada gambar 3.
Dilanjutkan dengan pemberian peringkat pada masing-masing alternatif berdasarkan kriteria dengan angka 0-10 semakin besar angka yang diberikan maka material semakin menguntungkan. Pemberian peringkat seperti tabel 2. Setelah pemberian peringkat dilanjutkan dengn menghitung material value dengan cara mengkalikan peringkat dengan bobot kriteria dapat dilihat pada tabel 3.
Gambar 2. Diagram pareto pekerjaan beton dan dinding
Tabel 1. RAB pekerjaan beton dan dinding
Gambar 3. Contoh pemberian nilai
## Perhitungan Net Present Value (NPV)
Perhitungan NPV pada masing-masing alternatif berasal dari selisih pemasukkan dan pengeluaran proyek seperti pada tabel 4. dan tabel 5.
Didapatkan NPV masing-masing alternatif yang tertinggi adalah M-Panel sebesar Rp 29,057,109,272.60 dan yang terendah adalah batako sebesar Rp29,004,934,594.11
## Perhitungan value index
Perhitungan value index merupakan pembagian antara NPV dan material value setiap alternatif seperti pada tabel 6. Value index tertinggi merupakan alternatif yang terpilih.
Tabel 2. Contoh pemberian peringkat
Tabel 3. Contoh penghitungan material value
Tabel 4. Pemaparan pemasukkan dan pengeluaran proyek
Tabel 5. Perhitungan NPV
## 5. KESIMPULAN
1. Dari alternatif-alternatif yang ada pada pekerjaan dinding yang terpilih sebagai pengganti material bata ringan adalah bata merah berdasarkan penilaian pada material value dan juga net present value material
Tabel 6. Value index
Gambar 4. Diagram NPV
Gambar 5. Diagram NPV
Gambar 6. Diagram value index
Analisis Value Engineering pada Proyek Perumahan Djajakusumah Residence
tersebut. Dengan penilaian untuk material value tersebut adalah 5.31 dan net present value yang dimiliki adalah Rp 29,004,934,594.11
2. Berdasarkan perbandingan antara material value dan net present value masing-masing alternatif didapatkan bahwa bata merah merupakan yang tertinggi sebesar 5.46 dan batako merupakan yang terendah sebesar 5.05.
3. Berdasarkan alternatif yang terpilih saving cost yang terjadi sebesar Rp 258,762,864.47.
## 6. SARAN
1. Penggunaan material dinding bata merah disarankan pada perumahan djajakusumah residence berdasarkan perbandingan NPV dengan material value .
2. Pemberian bobot kriteria lebih baik diisikan dari berbagai divisi pada bidang konstruksi untuk mendapat value yang tepat.
3. Pada penelitian selanjutnya untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, perlu ditambah kriteria dan juga alternatif yang ditinjau.
## 7. DAFTAR PUSTAKA
Borza, John . (2011). FAST Diagram:The Foundation. for Creating Effective Function Models . Trizcon Detroit .
El-Nashar, Walaa Younes dan Ahmed Hussien E. (2017). Value Engineering For Canal Tail Irrigation Water Problem. Ain Shams Engineering Journal.
El-Nashar, Walaa Younes. (2017). Effect of drains coverings on environment by using value engineering. Alexandria Engineering Journal.
Hansen, Seng. (2017). Quantity Surveying . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Ibrahim, Bachtiar. (2001) . Rencanaadan Estimate Real of Cost . Jakarta: PT. Bumi Aksara. Khamelda, Lila, Benedictus Sonny Yoedono dan Anna Chatarina S.P.S. (2018). Perbandingan Karakteristik, Biaya dan Waktu Material Dinding Komposit dan Non Komposit . Jurnal Ilmiah Teknik Sipil dan Teknik Kimia. Vol. 3: 108-121.
Kurniawan, Vincentius Utoro. (2009). Penerapan Value Engineering dalam Penyelenggaraan Infrastruktur Bidang Ke-PU-an di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum dalam Usaha Meningkatkan Efektivitas Penggunaan Anggaran . Tesis . Depok: Universitas Indonesia. Lantang, Fharel Novel. (2014). Perencanaan Biaya Dengan Menggunakan Perhitungan Biaya Nyata pada Proyek Perumahan (Studi Kasus Perumahan Green Hill Residence) . Jurnal Sipil Statik. Vol.2: 73-80. M, Diolana Prian dan Ferry Kurniawan A. (2017). Analisis Perbandingan Waktu, Biaya dan Direct Waste Pengguna Tulangan Konvensional, Wire Mesh dan Floordeck Pada Pekerjaan Plat Lantai . Jurnal Karya Teknik Sipil. Vol.6: 69-80.
Onibala, Etika Christin, Revo L. Inkiriwang dan Mochtar Sibi . (2018). Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Dalam Proyek Pembangunan Sekolah SMK Santa Familia Kota Tomohon . Jurnal Sipil Statistik. Vol.6: 927-940.
Putra, Nyoman Dita Pahang dan Mudjahidin. (2009). Value Engineering Pembangunan Rusunawa . Jurnal Teknik Industri. Vol. 10, 173-179.
Pratiwi, Rahmawati Eka. (2012). Analisis Pengaruh Cost Management Terhadap Efisiensi pada Proyek Konstruksi Studi pada Perusahaan PT. Adhi Karya (Persero) Tbk . Jurnal Bisnis Strategi. Vol. 21: 62-71 Sanchez, Grecia dan Linda Navarro. (2018). Value Engineering and Its Applications in Civil Engineering . Construction Research Congress.
Sasongko, Rinto. (2018). Survey Rekayasa Konstruksi . Malang: Polinema Press.
Simatupang, Juan Sebastian. (2015). Pengaruh Percepatan Durasi Terhadap Waktu pada Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Pembangunan Persekolahan Eben Haezar Manado). Jurnal Sipil Statik. Vol. 3: 281-291.
Sugiarto, Teguh. Pengertian proyek konstruksi . Tersedia di www: https://docplayer.info/29762607-A-pengertian- proyek-konstruksi.html (10 Juni 2019).
|
8627f890-d832-43e3-8b38-baf624e1d229 | https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/article/download/315/148 | Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121
https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
## 317
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License .
## Klasterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia
Pasien Menggunakan K-Means Clustering
Muhammad Bhakti Fajri 1 , Susan Dian Purnamasari 2
1,2 Information System Department, Bina Darma University, Palembang, Indonesia
Email: 1 [email protected], 2 [email protected]
## Abstrak
Terdapat catatan kunjungan pasien pada setiap poli sebagai arsip bagi pihak Puskesmas Muara Enim. Pada catatan tersebut memuat Informasi usia, jenis kelamin, jenis penyakit serta Poli pemeriksaan. Data-data pasien tersebut mengalami penumpukan sehingga sulit menarik kesimpulan untuk memperbaiki kualitas serta layanan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari pola baru yaitu kecenderungan penyakit dengan usia melalui data pasien di Puskesmas Muara Enim dari tahun 2020-2021. Dengan menggunakan teknik data mining serta memanfaatkan algoritma K-Means clustering untuk mengelompokan usia pasien berdasarkan kelompok usia yang berpotensi dalam penyebaran penyakit pada Puskesmas Muara Enim. Data tersebut akan dilakukan cleaning, selection dan akan ditentukan jarak usia pasien yang akan di bagi menjadi 4 kelompok yaitu Anak-anak, Remaja, Dewasa dan Lansia, yang selanjutnya akan dilakukan clustering data. Dibantu dengan aplikasi rapidminer , data yang sudah diolah akan dihitung secara manual yang menghasilkan sebanyak total 5015 pasien ditahun 2020 dan 5466 pasien ditahun 2021. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok rentang usia tertinggi yang mengidap penyakit adalah Pasien Dewasa dan Anak – Anak kemudian pasien lansia dan terakhir pasien remaja pada setiap tahunnya. Pada tahun 2020 dan 2021 penyakit Asma, Diare, Penyakit tekanan darah tinggi, Tuberkolusis, Imunisasi dan Demam, batuk pilek merupakan penyakit dengan penderita tertinggi.
Kata Kunci: K-Means, Clustering, Puskesmas, Usia, Penyakit
## 1. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi saat ini sudah sangat pesat, tidak hanya pada bidang informasi, industri, pendidikan, budidaya tetapi pada bidang kesehatan. Para ahli terus mengembangkan teknologi yang ada, sehingga dengan adanya teknologi tersebut para ahli merasa terbantu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan berkembangnya teknologi tersebut diharapkan dapat mempermudah seseorang memperoleh pengetahuan tentang kesehatannya [1].
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
318 | Klasterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia .....
Puskesmas merupakan salah satu instansi kesehatan yang berada ditingkat Kabupaten, termasuk Puskesmas Muara Enim yang berada di Kabupaten Muara Enim, Puskesmas Muara Enim merupakan suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang berkesinambungan pada suatu masyarakat khususnya di daerah Kabupaten Muara Enim [2].
Dalam rangka menciptakan pelayanan Instansi Kesehatan yang baik diperlukan tata kerja yang tertib, rapi, dan teliti sehingga menghasilkan informasi yang cepat, akurat, dan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan. Seperti instansi kesehatan pada umumnya, Puskesmas Muara Enim juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat setiap harinya. Masyarakat yang ingin berobat di Puskesmas Muara Enim terlebih dahulu melakukan pendaftaran pada bagian registrasi dan selanjutnya masyarakat tersebut akan diarahkan kepada Poli yang dituju berdasarkan usia pasien. Seiring dengan bertambahnya jumlah pasien tersebut, maka bertambah pula data pasien setiap harinya, sehingga data yang banyak tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Puskemas Muara Enim untuk dijadikan arsip setiap tahunnya dan hasilnya dapat dijadikan bahan atau dasar penyuluhan kesehatan oleh Puskesmas Muara Enim [3].
Metode K-Means Clustering merupakan metode yang digunakan dalam data mining yang cara kerjanya mencari dan mengelompokan data yang mempunyai kemiripan karakteristik antara data satu dengan data lain yang telah diproleh data yang memiliki kesamaan bukan data yang sama tetapi memiliki karakteristik yang sama [4]. Dengan menerapkan metode K-Means Clustering dapat membantu pihak pemerintah khususnya Puskesmas Muara Enim agar dapat mengetahui pasien apa yang sering terkena penyakit berdasarkan usianya.
## Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul “Klasterisasi Data Rekam Medis
Pasien Menggunakan Metode K-Means Clustering Di Rumah Sakit Anwar Medika Bolong Bendi Sidoarjo” pada tahun 2019 Data pasien yang tersimpan pada database aplikasi SIMRS di rumah sakit pada umumnya hanya dimanfaatkan untuk membuat laporan dan grafik pasien rumah sakit, data penyakit pasien serta biaya berobat pasien. Database yang ada belum dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Dengan menggunakan metode k-means untuk membagi data menjadi subset data berdasarkan kesamaan atau kemiripan sehingga dalam menemukan informasi baru berdasarkan data rekam medis pasien yang tersimpan dalam database SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) Anwar
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 319
Medika Sidoarjo agar dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan oleh pihak manajemen rumah sakit agar tepat sasaran. Peneliti dapat mengidentifikasi data rekam medis dari rumah sakit anwar medika sebanyak 534 data pasien dengan waktu penyelesaian sebanyak 0.06 detik oleh sistem. Pengelompokan data rekam medis pasien dari proses data mining diatas adalah untuk menghasilkan informasi baru mengenai pola pengelompokan penyebaran penyakit di setiap kecamatan [5].
Terdapat pula penelitan dengan judul ”Klusterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia Pasien Dengan Menggunakan K-Mea ns Clustering” yang menyatakan saat ini tumpukan data pasien yang ada di RSU Pusat Haji Adam Malik Medan umumnya hanya dimanfaatkan pada pemenuhan laporan dan grafik pasien rumah sakit, data penyakit serta biaya perawatan pasien. Tumpukan data yang ada belum menyajikan pola khusus terhadap data seperti kecenderungan penyakit pasien dikaitkan dengan usia pasien. Dengan diketahuinya pola kecenderungan penyakit pasien dikaitkan dengan usia pasien. diharapkan pihak rumah sakit dapat melakukan program penyuluhan dengan tepat serta dapat melakukan tindakan antisipasi prioritas layanan. dari sejumlah pasien yang ada, persentasi usia pasien paling tinggi adalah pasien dengan usia tua dan kemudian pasien dengan usia parobaya. Melalui penelitan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan berkaitan dengan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat [6].
Dari penelitian penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa algoritma K-Means dapat mengelompokan dataset yang belum mempunyai label sehingga dapat digunakan pada dataset kunjungan pasien Puskesmas Muara Enim dari tahun 2020-2021 untuk mencari pola kesaamaan antar data dengan menggunakan variabel usia, jenis kelamin dan jenis penyakit sehingga menghasilkan informasi baru yang dapat dimanfaatkan oleh pihak Puskesmas Muara Enim dalam pengambilan keputusan serta instansi terkait dalam menyelenggarakan penyuluhan khususnya didaerah Muara Enim.
## 2. METODOLOGI PENELITIAN
Algoritma K-Means merupakan algoritma klasterisasi yang mengelompokkan data berdasarkan titik pusat klaster (centroid) terdekat dengan data. Tujuan K-Means adalah pengelompokkan data dengan memaksimalkan kemiripan data dalam satu klaster dan meminimalkan kemiripan data antara klaster. ukuran kemiripan yang digunakan dalam klaster adalah fungsi jarak. sehingga pemaksimalan kemiripan data didapatkan berdasarkan jarak terpendek antara data titik centroid [7] .
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
320 | Klasterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia .....
Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian klusterisasi pola penyebaran penyakit pasien berdasarkan usia menggunakan k-means clustering yang dapat dilihat sebagai berikut [8] :
## Gambar 1. Tahapan Penelitian
## 2.1 Pengumpulan Data
Penelitian ini mengambil data kunjungan pasien ditahun 2020-2021 dikarenakan penulis memerlukan data terkini dari objek penelitian yaitu Puskesmas Muara Enim. Data tersebut pula sudah dilakukan rekaptulasi serta digitalisasi oleh pihak Puskesmas Muara Enim. dimana pada data kunjungan pasien yang didapat dari Puskesmas Muara Enim memuat beberapa informasi seperti kode penyakit, jenis penyakit, rentang usia pasien, jenis kelamin, dan poli pemeriksaan, lalu data kunjungan pasien tersebut diurutkan berdasarkan bulan pada setiap sheet yang ada. Untuk proses analisa pada penelitian ini menggunakan teknik data mining yang memanfaatkan algoritma K-Means clustering dibantu dengan aplikasi rapidminer.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 321
## 2.2 Data Selection
Dari data yang didapat dari objek penelitan berupa data kunjungan pasien di tahun 2020-2021 akan dilakukan seleksi data atau atribut yang relevan untuk penelitian. Sehingga didapatkan atribut yang akan diseleksi untuk penelitian ini yaitu atribut tahun, atribut bulan, atribut usia, atribut jenis kelamin dan atribut penyakit. Setelah menentukan seleksi atribut yang akan digunakan, maka data kunjungan pasien akan dikelompokkan berdasarkan kolom tahun, kolom bulan, kolom usia, kolom jenis kelamin dan kolom penyakit, dimana data kunjungan pasien yang dilakukan data selection, pada tahun 2020 terdapat 5015 data pasien dan tahun 2021 terdapat 5466 data pasien yang melakukan pemeriksaan pada Puskesmas Muara Enim sehingga didapatkan hasil dataset seperti pada gambar 2.
Gambar 2. Dataset kunjungan pasien
2.3 Data Cleaning
Kemudian setelah dilakukan data selection, pada tahapan ini dilakukan data cleaning, dimana nilai yang ada pada setiap atribut yang kosong akan dihapus agar meminimalisir terjadinya error pada saat proses clustering di aplikasi rapidminer, pada penelitian ini untuk dataset kunjungan pasien dari tahun 2020 dan 2021 tidak terdapat data dan atribut yang hilang atau missing. Dibuktikan dengan berhasilnya proses input pada aplikasi rapidminer yang menandakan bahwa tidak terdapat nilai yang hilang pada setiap atribut yang dapat dilihat pada gambar 3.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
322 | Klasterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia .....
Gambar 3. Cleaning Dataset Kunjungan Pasien.
2.3 Data Transformation
Dalam proses clustering Algoritma K-Means hanya dapat menerima input data berupa angka. Oleh karena itu Dataset Kunjungan Pasien akan ditransformasi kedalam bentuk angka pada beberapa atribut yang terdapat huruf, dan dipilih 3 atribut yang digunakan dalam proses clustering yaitu atribut usia, jenis kelamin dan penyakit berikut adalah hasil data transformation pada penelitian ini :
## a) Transformasi Rentang Usia
Departemen Kesehatan RI tahun 2009 membagi kelompok usia menjadi beberapak kategori diantaranya masa balita dari usia 0 – 5 tahun, masa kanak – kanak 5 – 11 tahun, masa remaja 12 -25 tahun, masa dewasa 25 – 45 tahun [9]. Dan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia , Departemen Kesehatan RI tahun 2009 membagi kaelompok lansia menjadi 3 yaitu masa lansia awal 46- 55 tahun, masa lansia akhir 56 – 65 tahun, dan masa manula 65 – sampai atas [10]. Oleh karena itu transformasi rentang usia yang dapat dilakukan pada penelitian ini dengan berdasarkan dari kategori usia yang dikelompokan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 1.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 323
Tabel 1 Transformasi data pada atribut usia Rentang Usia Kelompok Usia Inisialisasi 0-7 hari Anak - Anak 1 8-28 Hari 1 Bln - < 1 Tahun 1-5 Tahun 6-9 Tahun 10-14 Tahun 15-19 Tahun Remaja 2 20-44 Tahun Dewasa 3 45-54 Tahun Lansia 4 55-59 Tahun 60-69 Tahun >70 Tahun
Terdapat 12 kelompok rentang usia pasien yang ada pada Puskesmas Muara Enim yang kemudian dikelompokan kedalam 4 kelompok yaitu anak – anak, remaja, dewasa dan lansia.
## b) Transformasi Jenis Kelamin
Untuk atribut jenis kelamin yang merupakan data diskrit terdapat 2 entitas yaitu laki-laki dan perempuan. pada atribut jenis kelamin juga perlu merubah skala data kedalam bentuk angka sehingga data pada atribut jenis kelamin memiliki distribusi yang sama dengan nilai aslinya. Oleh karena itu ke-2 entitas tersebut dapat diwakilkan dengan angka yang dimana laki-laki diubah menjadi 1 sementara perempuan diubah menjadi 2 agar dapat diolah oleh algortima K-Mean.
## c) Transformasi Penyakit
Pada atribut penyakit dilakukan proses inisialisasi yang diurutkan berdasarkan banyaknya pasien yang menderita penyakit tersebut pada Puskesmas Muara Enim, dimana ada perbedaan jumlah penyakit yang diidap oleh pasien yang ada pada Puskesmas Muara Enim. Terdapat perbedaan Jenis penyakit antara tahun 2020 dan tahun 2021 dimana pada tahun 2020 terdapat 26 jenis penyakit dan pada tahun 2021 terdapat 25 jenis penyakit yang lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 2.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
## Tabel 2 Transformasi data penyakit pasien tahun 2020 dan 2021
No Penyakit 2020 2021 1 Keguguran 2 0 2 Pendarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas 3 3 3 Kelainan Kornea dan refraksi 16 52 4 Gizi Buruk 21 10 5 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 22 26 6 Penyakit kulit infeksi 48 93 7 Katarak 49 27 8 Kesehatan Reproduksi 50 51 9 Demam Berdarah 71 62 10 Karies Gigi 75 100 11 Infeksi pada telinga 84 183 12 Penyakit rongga mulut, kelenjar ludah, rahang dan lainnya 94 85 13 Persalinan 97 133 14 PKB (Keluarga Berencana) 98 126 15 Penyakit mata lainnya 110 167 16 Cacar 113 115 17 Diabetes 119 83 18 Kolera 120 122 19 Disentri 129 148 20 Penyakit kulit Alergi 160 279 21 Asma 261 295 22 Diare 352 306 23 Penyakit tekanan darah tinggi 357 310 24 Tuberkolusis 532 531 25 Imunisasi 576 594 26 Demam, Batuk Pilek 1455 1566
Dapat dilihat pada tabel 2 bahwa beberapa penyakit yang diidap oleh pasien di Puskesmas Muara Enim mengalami peningkatan dari tahun 2020 hingga 2021. Beberapa contoh penyakit yang mengalami peningkatan secara signifikan adalah penyakit demam, batuk pilek, imunisasi, asma, penyakit kulit alergi, penyakit mata lainnya, persalinan, KB dan infeksi pada telinga. Serta diikuti oleh beberapa penyakit yang pula mengalami penurunan jumlah secara signifikan dari tahun 2020 hingga 2021 beberapa diantaranya adalah penyakit tekanan darah tinggi, diare, diabetes, katarak dan gizi buruk. Dari tabel 2 pula dapat dilihat bahwa untuk penyakit yang paling banyak diidap oleh pasien di Puskesmas Muara Enim baik di tahun 2020 dan 2021 yaitu demam, batuk, pilek disusul oleh imunisasi dan tuberkulosis. Untuk penyakit yang paling sedikit diidap oleh pasien di Puskesmas Muara Enim di tahun 2020 adalah keguguran, sementara di tahun 2021 penyakit
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 325
yang paling sedikit diidap oleh pasien di Puskesmas Muara Enim adalah Pendarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Perhitungan Algoritma K-Means secara manual
Algoritma K-Means merupakan algoritma unsupervised learning yang dipakai untuk mengelompokkan dataset yang belum dilabel ke dalam cluster yang berbeda [11]. Dimana data yang ada akan dikelompokan berdasarkan jumlah k atau cluster yang telah ditentukan. Dalam penerapan algoritma K-Means untuk dataset kunjungan pasien pada Puskesmas Muara Enim akan diambil sampel data dari dataset kunjungan pasien pada tahun 2020 secara tidak berurutan sebanyak 20 record dimana data tersebut telah di transformasi kedalam bentuk angka dan akan di kelompokan kedalam 3 cluster.
Tabel 3 Sampel dataset kunjungan pasien tahun 2020 Pasien Transformasi Usia Transformasi Jenis Kelamin Transformasi Penyakit 1 4 1 26 2 3 1 26 3 3 1 26 4 3 1 26 5 3 2 26 183 4 2 26 184 4 2 26 185 4 2 26 186 4 2 26 187 4 2 26 2736 3 2 1 2737 3 2 2 2851 4 2 3 3211 3 2 13 3212 3 2 13 3213 3 2 13 3214 4 2 13 3215 4 2 13 3332 4 1 3 4031 4 1 3
Secara umum penerapan algoritma K-Means dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yang dapat dilihat sebagai berikut.
1. Tentukan jumlah cluster yang di bentuk. Dimana pada penelitian ini dipilih jumlah cluster sebanyak 3. yaitu cluster 1 merupakan cluster dengan penyakit
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
326 | Klasterisasi Pola Penyebaran Penyakit Pasien Berdasarkan Usia .....
dan penderita tertinggi, cluster 2 merupakan cluster dengan penyakit dan penderita sedang sementara pada cluster 3 merupakan cluster dengan penyakit dan penderita sedikit.
2. Tentukan titik pusat cluster awal secara random. Dimana pada penelitian ini titik pusat cluster dipilih dari sampel data pasien ke 183 untuk cluster 1 , sampel data pasien ke 3211 untuk cluster 2 dan sampel data pasien ke 2736 untuk cluster 3.
Tabel 4 Titik pusat cluster Titik pusat cluster Transformasi usia
Transformasi Jenis Kelamin Transformasi Penyakit Cluster 1 4 2 26 Cluster 2 3 2 13 Cluster 3 3 2 1
3. Hitung jarak setiap objek pada setiap centroid dari masing-masing cluster. lalu hitung jarak antara objek dengan centroid, dengan menggunakan rumus
Euclidian Distance.
d ( q,r ) = √∑ (q i -r i ) 2 n i=1 ;i=1,2,3,…..n
Dimana: q : objek q ke-i r : daya r ke-i n : banyaknya objek
Berikut hasil perhitungan jarak dari sampel dataset kunjungan pasien tahun 2020 dengan titik pusat cluster pada iterasi pertama dengan rumus Euclidian Distance:
Jarak data ke 1 pada tiap pusat cluster adalah:
d (1,1) = √ (4-4) 2 +(1-2) 2 +(26-26) 2
= 1
Dan seterusnya, dilanjutkan menghitung data ke n pada tiap pusat cluster dan didapatkan seluruh hasil perhitungan pada Tabel 7.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 327
Tabel 5 Hasil perhitungan sampel data pasien pada iterasi 1 Pasien Jarak cluster 1 Jarak cluster 2 Jarak cluster 3 Hasil Cluster 1 1 13,0767 25,03997 1 2 1,414214 13,0384 25,01999 1 3 1,414214 13,0384 25,01999 1 4 1,414214 13,0384 25,01999 1 5 1 13 25 1 183 0 13,0384 25,01999 1 184 0 13,0384 25,01999 1 185 0 13,0384 25,01999 1 186 0 13,0384 25,01999 1 187 0 13,0384 25,01999 1 2736 25,01999 12 0 3 2737 24,02082 11 1 3 2851 23 10,04988 2,236068 3 3211 13,0384 0 12 2 3212 13,0384 0 12 2 3213 13,0384 0 12 2 3214 13 1 12,04159 2 3215 13 1 12,04159 2 3332 23,02173 10,0995 2,44949 3 4031 23,02173 10,0995 2,44949 3
Alokasikan masing-masing objek atau data ke dalam titik pusat cluster yang paling terdekat. Sehingga didapatkan sampel data dengan masing masing cluster, dimana data pasien 1, 2, 3, 4, 5, 183, 184, 185, 186, 187 merupakan anggota dari cluster 1 dan data pasien 2736, 2737, 2851, 3332, 4031 merupakan anggota dari cluster 3 kemudian data pasien 3211, 3212, 3213, 3214, 3215 merupakan anggota dari cluster 2.
4. Setelah menentukan anggota tiap cluster kemudian dilakukan penenentuan titik pusat cluster baru. Titik pusat cluster yang baru didapatkan dari perhitungan nilai rata rata dari setiap anggota cluster pada iterasi pertama dengan rumus sebagai berikut :
cb= ∑ q i n i=1 n ;i=1,2,3,…n
Penentuan titik pusat cluster baru :
C1 = 4+3+3+3+3+4+4+4+4+4 10 = 3,6
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
= 1+1+1+1+2+2+2+2+2+2 10
= 1,6 = 26+26+26+26+26+26+26+26+26+26 10 = 26
Dan seterusnya sehingga didapatkan hasil perhitungan nilai titik pusat cluster yang baru pada Tabel 6.
Tabel 6 Titik pusat cluster baru Cluster 1 3,6 1,6 26 Cluster 2 3,4 2 13 Cluster 3 3,4 1,6 9 5. Ulangi kembali perhitungan jarak yang sama dengan menggunakan rumus Euclidian Distance dan titik pusat cluster yang baru sehingga data pasien pada setiap anggota cluster tidak berubah lagi. Pada sampel dataset pasien, iterasi berhenti pada iterasi ke 2 karena nilai pada masing masing cluster sama dengan iterasi ke 1 sehingga tidak diperlukan lagi perhitungan jarak dan menandakan bahwa data pasien pada tiap anggota cluster telah optimal dan dapat dilihat padat Tabes 7.
Tabel 7 Hasil perhitungan sampel data pasien pada iterasi 2 Pasien Jarak cluster 1 Jarak cluster 2 Jarak cluster 3 Hasil Cluster 1 0,72111 13,0522 17,02116 1 2 0,848528 13,04454 17,01529 1 3 0,848528 13,04454 17,01529 1 4 0,848528 13,04454 17,01529 1 5 0,72111 13,00615 17,00941 1 183 0,565685 13,01384 17,01529 1 184 0,565685 13,01384 17,01529 1 185 0,565685 13,01384 17,01529 1 186 0,565685 13,01384 17,01529 1 187 0,565685 13,01384 17,01529 1 2736 25,0104 12,00666 8,019975 3 2737 24,01083 11,00727 7,02282 3 2851 23,00696 10,01798 6,043178 3 3211 13,01998 0,4 4,039802 2 3212 13,01998 0,4 4,039802 2 3213 13,01998 0,4 4,039802 2 3214 13,0123 0,6 4,06448 2 3215 13,0123 0,6 4,06448 2 3332 23,0113 10,06777 6,059703 3 4031 23,0113 10,06777 6,059703 3
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 329
## 3.2 Implementasi Rapidminer
Dalam implementas algoritma K-Means clustering pada aplikasi rapidminer dataset kunjungan pasien pada tahun 2020 dan 2021 yang telah melalui tahapan data mining kemudian dilakukan clustering pada aplikasi rapidminer sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :
## 1. Dataset kunjungan pasien tahun 2020
Gambar 4. Visualisasi dataset kunjungan pasien tahun 2020
Terdapat 5015 pasien dan 26 jenis penyakit pada tahun 2020 dimana pada cluster 0 yang merupakan cluster dengan penderita tertinggi terdapat 6 jenis penyakit yaitu transformasi penyakit 21-26 dengan 2 rentang usia yang paling tinggi yaitu usia anak – anak dengan penderita sebanyak 1259 dan dewasa sebanyak 1246 kemudian disusul dengan usia lansia sebanyak 770 dan terakhir remaja sebanyak 258. Lalu pada cluster 2 yang merupakan cluster dengan penderita sedang, terdapat 7 jenis penyakit dengan transformasi penyakit 13-20 dengan rentang usia yang paling tinggi yaitu dewasa dengan penderita sebanyak 357, lansia sebanyak 285, anak – anak sebanyak 203 dan remaja sebanyak 101 dan terakhir cluster 1 terdapat 12 jenis penyakit dengan penderita sedikit dengan 12 jenis juga didapat 2 rentang usia tertinggi yaitu dewasa sebanyak 225 pasien,
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
lansia sebanyak 200, anak – anak sebanyak 71 dan remaja sebanyak 40 pasien, sehingga didapatkan hasil 6 penyakit dan rentang usia terbanyak pada tahun 2020 yang dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Jenis penyakit dan rentang usia pasien terbanyak pada tahun 2020 No Jenis Penyakit Rentang Usia Jumlah Penderita 1 Asma Anak - Anak 25 Remaja 27 Dewasa 108 Lansia 101 2 Diare Anak - Anak 157 Remaja 42 Dewasa 126 Lansia 27 3 Penyakit tekanan darah tinggi Anak - Anak 0 Remaja 0 Dewasa 93 Lansia 264 4 Tuberkolusis Anak - Anak 142 Remaja 19 Dewasa 368 Lansia 0 5 Imunisasi Anak - Anak 576 Remaja 0 Dewasa 0 Lansia 0 6 Demam Batuk Pilek Anak - Anak 359 Remaja 170 Dewasa 551 Lansia 375
## 2. Dataset kunjungan pasien tahun 2021
Pada tahun 2021 terdapat 5466 data pasien dengan 25 jenis penyakit, transformasi jenis penyakit 21-25 berada pada cluster 0 yang merupakan cluster dengan penderita tertinggi didapatkan rentang usia dewasa sebanyak 1229 pasien, anak-anak sebanyak 1188 pasien, lansia sebanyak 707 pasien dan remaja sebanyak 183 pasien, lalu pada cluster 2 didapatkan transformasi penyakit 13-20 yang merupakan cluster dengan penderita sedang dimana rentang usia dewasa menjadi rentang usia paling tinggi pada cluster 2 sebanyak 662 pasien, lansia sebanyak 451 pasien, anak – anak sebanyak 230 pasien dan terakhir pasien remaja sebanyak 109. Dan pada cluster 1 didapatkan transformasi jenis
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 331
penyakit 1-12 yang merupakan cluster dengan penderita sedikit memiliki pasien dewasa sebanyak 272, pasien lansia sebanyak 228, pasien anak – anak sebanyak 114 dan pasien remaja sebanyak 93 dimana didapatkan hasil 6 penyakit dan rentang usia terbanyak pada tahun 2021 yang dapat dilihat pada tabel 9.
Gambar 4. Visualisasi dataset kunjungan pasien tahun 2021 Tabel 9 Jenis penyakit dan rentang usia pasien terbanyak pada tahun 2021 No Jenis Penyakit Rentang Usia Jumlah Penderita 1 Asma Anak - Anak 13 Remaja 14 Dewasa 114 Lansia 154 2 Diare Anak - Anak 144 Remaja 48 Dewasa 78 Lansia 36 3 Penyakit tekanan darah tinggi Anak - Anak 0 Remaja 0 Dewasa 97 Lansia 213 4 Tuberkolusis Anak - Anak 128
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Remaja 19 Dewasa 380 Lansia 4 5 Imunisasi Anak - Anak 594 Remaja 0 Dewasa 0 Lansia 0 6 Demam Batuk Pilek Anak - Anak 322 Remaja 116 Dewasa 674 Lansia 454
Pada setiap tahunnya penyakit tertinggi pada tahun 2020 dan 2021 adalah demam, batuk, pilek, imunisasi, tuberkolusis, penyakit tekanan darah tinggi, diare dan asma. Sedangkan keguguran, Pendarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas, Gizi Buruk, Kelainan Kornea dan refraksi merupakan penyakit yang paling sedikit diderita, Rentang usia dewasa merupakan penderita terbanyak pada setiap tahunnya kemudian disusul dengan anak-anak dan lansia, kemudian remaja merupakan rentang usia pasien yang paling sedikit melakukan pemeriksaan pada Puskesmas Muara Enim.
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari visualisasi dataset kunjungan pasien pada tahun 2020 dan 2021 pada Puskesmas Muara Enim dengan metode algoritma K-Means pada aplikasi rapidminer, setelah dilakukan pemodelan data kemudian dianalisa, maka hasil pengujian pada penelitian ini menemukan bahwa :
a) Dalam penerapan dataset kunjungan pasien dengan memanfaatkan algoritma K-Means dan dibantu aplikasi rapidminer, data pasien dapat dibagi kedalam 3 cluster dimana cluster 0 merupakan cluster dengan penyakit dan penderita tertinggi, cluster 2 merupakan cluster dengan penyakit dan penderita sedang sementara pada cluster 1 merupakan cluster dengan penyakit dan penderita sedikit pada Puskesmas Muara Enim dari tahun 2020 hingga 2021.
b) Berdasarkan dari hasil cluster pada dataset kunjungan pasien, dapat disimpulkan bahwa kelompok rentang usia tertinggi mengidap penyakit pada Puskesmas Muara Enim adalah Pasien Dewasa dan Anak – Anak kemudian disusul dengan pasien lansia dan terakhir pasien remaja pada setiap tahunnya.
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
Muhammad Bhakti Fajri, Susan Dian Purnamasari | 333
c) Berdasarkan cluster 0 yang merupakan cluster dengan penyakit dan penderita tertinggi, penyakit Asma, Diare, Penyakit tekanan darah tinggi,
Tuberkolusis, Imunisasi dan Demam, batuk pilek merupakan penyakit yang memiliki penderita tertinggi pada Puskesmas Muara Enim dari tahun 2020 dan 2021.
d) Dari penelitian ini hasil clustering dataset kunjungan pasien pada tahun 2020 dan 2021 diharapkan dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas Muara Enim dalam melakukan kegiatan penyuluhan bagi masyarakat khususnya pada kota Muara Enim, dan juga dalam pendistribusian stok obat ke Puskesmas Muara Enim, berdasarkan penyakit dengan penderita tertinggi, sedang dan sedikit.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] C. A. Sugianto, A. H. Rahayu, and A. Gusman, "Algoritma k-means untuk pengelompokkan penyakit pasien pada puskesmas cigugur tengah," Journal of Information Technology, pp. 39-44, 2020.
[2] Dr. J. Leimena, “Peletak Konsep Dasar Pelayanan Kesehatan Primer (Puskesmas)” Depkes, 2005 .
[3] T. Tanty, B. S. Ginting, and M. Simanjuntak. "Pengelompokan Penyakit Pada Pasien Berdasarkan Usia Dengan Metode K-Means Clustering (Studi Kasus: Puskesmas Bahorok," ALGORITMA: JURNAL ILMU KOMPUTER DAN INFORMATIKA, 2021.
[4] F. Yunita, "Penerapan Data Mining Menggunkan Algoritma K-Means Clustring Pada Penerimaan Mahasiswa Baru," Sistemasi: Jurnal Sistem Informasi, pp. 238-249, 2018.
[5] A. Ali, "Klasterisasi Data Rekam Medis Pasien Menggunakan Metode K- Means Clustering di Rumah Sakit Anwar Medika Balong Bendo Sidoarjo." MATRIK: Jurnal Manajemen, Teknik Informatika dan Rekayasa Komputer, pp. 186-195, 2019.
[6] P. Silitonga, I. S. Morina, "Klusterisasi pola penyebaran penyakit pasien berdasarkan usia pasien dengan menggunakan K-Means clustering," Jurnal TIMES, pp. 22-25, 2017.
[7] N. Purba, Ponigsih, H. S. Tambunan, "Penerapan Algoritma K-Means Clustering Pada Penyebaran Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Provinsi Riau," Journal of Information System Research (JOSH), pp. 220-226, 2021.
[8] N. Y. Wardani, N. N. Murni, S. S. P. Luka, and G. Indrawan
, “A nalisis Penerapan K-means Untuk Pengelompokkan Diagnosa Penyakit Kulit dan Kelamin Berdasarkan Re ntang Usia,” SENAPATI 2016, 2016.
## Journal of Information Technology Ampera
Vol. 3, No. 3, December 2022 e-ISSN: 2774-2121 https://journal-computing.org/index.php/journal-ita/index
[9] A. Ramadhan, "Kategori Umur Menurut Depkes RI Tahun 2009,” Departemen Kesehatan RI, 2014.
[10] Hukum, Biro, and B. P. K. P. Humas, "Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia," 2004.
[11] A. Muzakir, H. Syaputra, and F. Panjaitan, “A Comparative Analysis of Classification Algorithms for Cyberbullying Crime Detection: An Experimental Study of Twitter Social Media in Indonesia,” Sci. J. Informatics; Vol 9, No 2 Novemb. 2022DO doi:10.15294/sji.v9i2.35149
|
bd1803ed-8a30-41ff-a9ef-126313af2287 | https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe/article/download/2849/1870 |
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
## Pengaruh Kompensasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Terhadap Disiplin Kerja Pada Dinas Perdagangan Mandailing Natal
Rahmad Hidayat * , R Sabrina, Fajar Pasaribu
Program Studi Magister Manajemen, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan Jl. Denai No.217, Tegal Sari Mandala II, Kec. Medan Denai, Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia Email: [email protected]
Email Penulis Korespondensi: [email protected] Submitted: 05/01/2023 ; Accepted: 28/02/2023 ; Published: 28/02/2023
Abstrak -Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaji terhadap kinerja karyawan, pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan, pengaruh gaji terhadap disiplin kerja, pengaruh komitmen organisasi terhadap disiplin kerja, dan pengaruh disiplin kerja. pada disiplin kerja. disiplin kerja. Kinerja karyawan, pengaruh gaji terhadap kinerja karyawan. Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja pegawai melalui disiplin kerja dan komitmen organisasi melalui disiplin kerja. Penelitian ini menggunakan penelitian relasional dengan sampel sebanyak 66 partisipan yang merupakan pegawai Kantor Niaga Mandailing Natal. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan daftar pernyataan, seperti survei dan teknik analisis data menggunakan At least Partial Squares (SmartPls) untuk menguji tujuh hipotesis. Ini adalah hadiah intern riset. Di sini kesimpulan riset menampilkan gaji berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan , komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, gaji berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja , komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap disiplin kerja, disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan , remunerasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai terhadap pegawainya melalui disiplin kerja (dengan kata lain disiplin kerja, perantara), komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. melalui disiplin kerja (Dengan kata lain, disiplin kerja adalah alat).
Kata kunci: Kompensasi; Komitmen Organisasi; Disiplin Kerja; Kinerja Pegawai
Abstrack -The purpose of this study was to identify and analyze the effect of additional salary on employee performance, the effect of organizational commitment on employee performance, the effect of additional salary on work discipline, the effect of organizational commitment on work discipline, and its effect on work discipline. work discipline. . Discipline on employee performance, the effect of additional salary on employee performance through work discipline, and the influence of organizational commitment on employee performance through work discipline. This study uses relational research with a sample of 66 participants who are employees o f the Mandailing Natal Commercial Office. Interviews and annotation list data collection techniques such as surveys and data analysis techniques Partial Least Square (SmartPls) to test the seven hypotheses proposed in this study. The results showed that extra pay had a significant effect on employee performance, organizational commitment had a significant effect on employee performance, extra pay had a significant effect on employee performance, work discipline, organizational commitment had a significant effect on work discipline, and work discipline was very influential. have a significant impact on business discipline. little effect on work discipline. significant effect on employee performance, extra pay significant effect on performance. Employee work discipline (ie mediation work discipline) while organizational commitment has a significant effect on employee performance through medium work discipline (ie work discipline).
Keyword: Additional Compensation; Organizational Commitment; Work; Discipline and Employee Performance
## 1. PENDAHULUAN
Keberhasilan suatu fasilitas atau organisasi tidak hanya ditentukan oleh modal dan peralatan yang dimilikinya, tetapi juga oleh ketersediaan sumber daya manusia yang handal. Setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang teliti, disiplin, antusias, terampil dan terspesialisasi, yang akan membawa hasil terbaik untuk memajukan organisasi, yang sehat jasmani dan rohani, disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan dunia kerja.
Kinerja merupakan salah satu kunci penting bagi organisasi atau instansi karena setiap instansi dapat melihat peningkatan tidak hanya melalui upaya satu atau dua orang, tetapi juga melalui upaya bersama dari anggota organisasi. Kinerja adalah suatu kondisi yang perlu diketahui dan diterima oleh pihak-pihak tertentu untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu organisasi telah dicapai dalam kaitannya dengan visi atau visi organisasi dan untuk mengetahui dampak positif dan negatifnya terhadap kebijakan operasional (Mattalata, 2018) . Suatu organisasi yang dapat berfungsi dengan baik tidak lepas dari kinerja para anggotanya. Oleh karena itu, suatu organisasi harus mampu mengkoordinir seluruh anggotanya untuk mencapai efisiensi operasional yang optimal.
Untuk memahami pentingnya sumber daya manusia berkinerja terbaik, lembaga perlu memperhatikan faktor- faktor yang mempengaruhi mereka, seperti bakat dan kompetensi.Keterampilan, pengetahuan, pelatihan atau pengembangan pribadi , kepribadian , motivasi kerja , kepemimpinan, kontrol, budaya organisasi, kepuasanlingkungan kerjaKerja, komitmen, komitmen, disiplin kerja (Kasmir, 2016). Manfaat penilaian kinerja antara lain penyesuaian kompensasi (Rivai, 2014), sehingga jika kompensasi adalah imbalan yang sebenarnya atas imbalan yang diberikan kepada karyawan, kompensasi juga harus dipertimbangkan. Remunerasi bagi pekerja cenderung menentukan taraf hidup dan status sosial dalam masyarakat. Pentingnya memberi penghargaan kepada karyawan memiliki dampak besar pada perilaku dan kinerja mereka. Semakin tinggi remunerasi karyawan organisasi, semakin tinggi manfaatnya. Ini memotivasi karyawan untuk melakukan tugas pekerjaan seperti gaji rendah, tunjangan karyawan rendah, moral rendah, merugikan agensi dan kegagalan mencapai tujuan agensi. Oleh karena itu, merupakan faktor penting yang mendorong karyawan
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
untuk meningkatkan kinerjanya (Kadarisman, 2013) . Pandangan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Qalbi, Hakam, & Djudi, 2016) dan (Tilaar, 2016) yang menyimpulkan bahwa gaji berkaitan erat dengan kinerja karyawan. Ketika kebutuhan karyawan yang bekerja di suatu instansi terpenuhi sesuai dengan harapannya, maka karyawan tersebut akan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk kemajuan instansi tersebut.
Selain gaji, salah satu faktor yang mendukung terciptanya kinerja pegawai yang baik adalah komitmen organisasi. Komitmen organisasi adalah keadaan komitmen karyawan untuk organisasi tertentu dan untuk tujuan dan kemauan mereka untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Menurut (Robbins, 2013), komitmen kerja yang tinggi didefinisikan sebagai melakukan pekerjaan tertentu oleh individu, dan komitmen organisasi yang tinggi didefinisikan sebagai memberikan individu kepada organisasi untuk menerima. Pegawai dalam suatu organisasi adalah pegawai yang harus bekerja dengan baik untuk memajukan organisasi, sehingga dalam menjalankan tugasnya pegawai dapat menerapkan kebijakan dengan tujuan tertentu dan memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi tempatnya bekerja.
Komitmen berkaitan erat dengan hasil kinerja, yang mencerminkan rasa tanggung jawab atas tugas yang diberikan kepada mereka. Ini akan meningkatkan antusiasme untuk bekerja, semangat kerja dan mencapai tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap manajer efektif dalam peran kepemimpinannya ketika bawahannya berkinerja baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Lesmana & Nasution, 2021).(Jufrizen, 2018) dan (Setiawan & Dewi, 2014)Hal ini menyimpulkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Faktor lain yang mempengaruhi efisiensi kerja adalah disiplin kerja; Di sini, disiplin kerja adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan "kesediaan untuk meningkatkan semua kemungkinan pengaturan kelembagaan dan lingkungan sosial" serta sarana di mana seorang manajer mengomunikasikan kepada karyawan kesediaan untuk bersedia mengubah perilaku mereka. . kuota. (Rivai, 2014) .
Karyawan harus memiliki pikiran yang disiplin dan kuat serta sikap yang konsisten untuk bekerja secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Disiplin kerja membawa manfaat yang sangat besar baik bagi organisasi maupun karyawannya. Adanya disiplin kerja bagi organisasi akan menjamin ketertiban tetap terjaga dan tugas dapat diselesaikan dengan lancar untuk mencapai hasil yang optimal. Disiplin kerja akan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan bagi karyawan dan meningkatkan semangat kerja karyawan. Hal ini memungkinkan karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan penuh kesadaran. (Sutrisno, 2016) . Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian (Arianty, 2016) yang menyimpulkan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai . Organisasi harus menetapkan aturan atau peraturan dalam pelaksanaan disiplin bisnis. Semua karyawan dalam organisasi harus mengikuti aturan atau peraturan yang ditetapkan. Setiap organisasi memiliki gaya kepemimpinan dan disiplin kerja yang berbeda yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Kesepakatan tersebut merupakan badan eksekutif untuk pengelolaan negara di bidang tertentu. Tugas Dinas Perdagangan Mandailing Natal adalah untuk pelayanan, antara lain pemungutan retribusi, perizinan, struktur organisasi, ketertiban dan keamanan pasar, serta pelayanan penggunaan fasilitas pasar. Oleh karena itu, pegawai memegang peranan penting dalam setiap kegiatan yang dilakukan dalam organisasi.
Menurut pengamatan penulis di Dinas Perdagangan Mandailing Natal, kinerja pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal sangat kurang baik, yang tercermin dengan jelas dari hasil usaha yang tidak memuaskan dan kesalahan dalam usaha yang ditimbulkan. Pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal, hal ini disebabkan rendahnya kualitas pegawai dan kurangnya ketelitian dalam pengelolaan/pengoperasian data bisnis serta rendahnya tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
Manipulasi kinerja pegawai Dinas Komersil Natal masih kurang optimal, seperti yang telah dijelaskan di atas, kompensasi dan keterlibatan pegawai saja tidak cukup. Salah satu masalah kompensasi yang penulis hadapi di Kantor Dinas Perdagangan Mandailing Natal adalah kompensasi pegawai sebatas gaji pokok dan tambahan penghasilan (TTP) yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain yang tidak tersedia. Keadaan ini menyebabkan kurang atau tidak adanya kepuasan kerja pegawai, mengurangi disiplin kerja dan mempengaruhi efisiensi kerja.
Pada saat itu, komitmen pegawai terhadap organisasi relatif kecil, masih ada beberapa pekerja yang lalai dalam menggunakan waktunya, sehingga pekerjaan tertunda dan tidak serius, tidak sesuai dengan yang diinginkan. Keterikatan tersebut erat kaitannya dengan disiplin kerja dan efisiensi, menunjukkan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas- tugas yang diberikan, namun tanggung jawab menyelesaikan pekerjaan karyawan masih kurang dalam organisasi ini. Ketika seorang karyawan dituntut untuk bekerja, karyawan tersebut melakukan aktivitas lain seperti jejaring sosial, game, dan media lainnya, fenomena ini menyebabkan orang terlambat masuk kerja. Hal ini juga menunjukkan bahwa disiplin karyawan masih rendah karena komitmen yang rendah. Kedisiplinan pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal juga dapat dilihat dari seringnya banyak pegawai yang datang terlambat, tidak datang tanpa keterangan dan meninggalkan kantor pada saat jam kerja.
## 2. METODE PENELITIAN
Pada gambar kerangka konseptual tersebut, dapat di jelaskan bahwa semuanya saling memiliki pengaruh baik Kompensasi terhadap Kinerja Pegawai, Kompensasi terhadap Disiplin kerja. Begitu juga dengan Komitmen Organisasi memiliki pengaruh terhadap Kinerja Pegawai dan Komitmen Organisasi dengan Disiplin Kerja. Untuk itu, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
1. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Niaga Mandailing Natal .
2. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan.Tentang kinerja staf Dinas Perdagangan Mandailing Natal .
3. Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin usaha pada Dinas Perdagangan Mandailing Natal .
4. berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja. Di Kantor Komersial Mandailing Natal
5. Pada Kantor Niaga Mandailing Natal Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
6. Remunerasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Disiplin Usaha Dinas Perdagangan Mandailing Natal .
7. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Disiplin Bisnis di Mandailing Natal Deal .
Gambar 1. Hubungan Dari Kompensasi terhadat Kinerja Pegawai, Disiplin Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Pegawai dan Disiplin Kerja
Penelitian ini dilakukan di Ruko Mandailing Natal Komplek Perkantoran Payaloting Kec. Tautan Kota Bupati. Prov. Sumatera Utara . Periode penelitian diharapkan dari Februari 2022 sampai Agustus 2022. Pendekatan dalam penelitian ini adalah Pendekatan relasional. Pendekatan relasional adalah pendekatan penelitian dimana peneliti mencoba menganalisis masalah bahwa ada hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengidentifikasi dan merangkum berbagai kondisi, situasi, dan variabel.
Penelitian ini juga menggunakan Populasi dan sempel. Sugiono (2018) Dinyatakan bahwa populasi adalah suatu wilayah umum yang terdiri dari objek-objek atau subjek-subjek dengan kualitas dan karakteristik tertentu yang ingin diselidiki oleh peneliti, kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan (Juliandi, Irfan, & Manurung, 2015) menyatakan bahwa populasi adalah jumlah keseluruhan dari semua faktor di daerah penelitian. Tim peneliti ini terdiri dari 66 orang yang merupakan pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal. Sedangkan sampel contohnya adalah bagian dari jumlah dan karakteristik penduduk (Sugiyono, 2018) . Yang dimaksud dengan sampling jenuh adalah teknik pengambilan sampel dimana semua anggota populasi dijadikan sampel, hal ini dilakukan bila populasinya relatif kecil, kurang dari 100, atau bila penelitian ingin menggeneralisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain untuk sampel jenuh adalah sensus dimana seluruh populasi dijadikan sampel. Berdasarkan penelitian ini penulis mengambil 100% populasi di Kantor Niaga Mandailing Natal yaitu 66 orang yang artinya penelitian ini menggunakan sampel jenuh/sensus.
Analisis data bersifat kuantitatif/statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode pengumpulan data apa yang digunakan harus bersifat konsisten dengan validitas dan reliabilitas atau konsistensi. Menurut (Juliandi , Irfan & Manurung, 2015) ada 3 alat pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu studi pustaka, wawancara dan survey/survey. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan analisis statistik, partial least squares Structured Query Model (PLSSEM), yang memenuhi tujuan analisis jalur dengan variabel laten . Analisis ini sering disebut sebagai analisis multivariat generasi kedua (Ghozali, 2013) . Analisis Persamaan Struktural (SEM) berdasarkan variansItu dapat menguji model pengukuran dan memeriksa model konstruksi secara bersamaan.
Ada dua fase pengelompokan untuk analisis SEM-PLS versi 3 untuk windows: (1) Analisis model pengukuran (model eksternal) , yaitu (a) reliabilitas dan struktur validitas ; dan (b) nilai diskriminan . (2) Analisis model struktural (internal model) , yaitu (a) koefisien determinasi (R squared) ; (b) F kuadrat ; (c) Pengujian hipotesis, yaitu (1) pengaruh langsung ; (2) efek tidak langsung dan (3) efek keseluruhan(Juliandi, 2018) .
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
## 3.1 Hasil penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal . Dalam penelitian ini, penulis mengembangkan kuesioner berupa data yang meliputi 8 pertanyaan untuk variabel gaji (X1), 8 pertanyaan untuk variabel komitmen organisasi (X2), 8 pertanyaan untuk variabel kinerja karyawan (Y). ekspresi. ekspresi untuk variabel disiplin kerja (Z). ). Kuesioner yang disebar diberikan kepada seluruh pegawai Dinas Komersial Mandailing Natal yang dijadikan sampel penelitian sebanyak 6-6 orang dan menggunakan skala likert dengan 5 (lima) pilihan sebagai berikut:
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
Tabel 1. Skala Likert
Tuduhan Punggung bukit saya sangat setuju 5 saya setuju _ 4 Pendeksaya setuju 3 Angkasaya setuju 2 tidak adasaya setuju 1
Aturan di atas berlaku untuk perhitungan variabel X, Y dan Z. Oleh karena itu, untuk setiap peserta yang menjawab kuesioner, skor tertinggi adalah 5 dan skor terendah adalah 1.
## 3.1.1 Analisis variabel penelitian Variabel Kinerja Karyawan (Y)
Berdasarkan penyebaran kuesioner kepada pegawai Dinas Perdagangan Mandailing Natal diperoleh nilai frekuensi tanggapan yang diberikan responden terhadap variabel kinerja pegawai sebagai berikut :
Tabel 2. Skor survei untuk variabel kinerja karyawan jawaban alternatif Angka SS Dia KS TS Personil Jumlah F % F % F % F % F % F % 1 47 71.2 7 10.6 4 6.1 0 0 18 12.1 66 seratus 2 43 56.2 5 7.6 4 6.1 3 4,5 11 16.7 66 seratus 3 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 4 45 68.2 5 7.6 4 6.1 2 3 10 15.2 66 seratus 5 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 6 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 7 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 8 40 60.6 6 9.1 3 4,5 1 1.5 16 24.2 66 seratus
Dari Tabel 2. di atas, pernyataan mengenai variabel kinerja karyawan dapat disimpulkan bahwa kinerja Dinas Perdagangan Mandailing Natal sangat baik, terbukti dari semua laporan yang disampaikan kepada pegawai, sebagian besar pegawai memberikan jawaban sangat setuju dan setuju dan itu lebih dari layak. 50%. ,
## 3.1.2 Analisis variabel penelitian Variabel kompensasi (X1)
Didapatkan variabel komplementer sebagai berikut :
Tabel 3. Skor survei untuk variabel pelengkap jawaban alternatif Angka SS Dia KS TS Personil Jumlah F % F % F % F % F % F % 1 42 63.6 5 7.6 2 3.0 0 0 17 25.8 66 seratus 2 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 3 42 63.6 7 10.6 1 1.5 4 6.1 12 18.2 66 seratus 4 43 65.2 4 6.1 5 7.6 7 10.6 7 10.6 66 seratus 5 32 48.5 12 18.2 2 3 4 6.1 16 24.2 66 seratus 6 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 7 46 69.7 4 6.1 2 3 3 4,5 11 16.7 66 seratus 8 39 59.1 6 9.1 3 4,5 1 1.5 17 25.8 66 seratus
Dari semua pernyataan mengenai ganti rugi, Dinas Perdagangan Mandailing Natal Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, yang dapat dipahami dari setiap pernyataan yang disampaikan kepada pekerja, sebagian besar tindakan pekerja, lebih dari 50% memberikan jawaban Saya sangat setuju dan setuju.
## 3.1.3 Analisis variabel penelitian Variabel komitmen organisasi (X2)
Berdasarkan penyebaran kuesioner kepada staf sales office Mandailing Natal diperoleh nilai frekuensi tanggapan yang diberikan partisipan terhadap variabel komitmen organisasi sebagai berikut :
Tabel 3 4. Skor survei untuk variabel komitmen organisasi
jawaban alternatif Angka SS Dia KS TS Personil Jumlah F % F % F % F % F % F % 1 42 63.6 5 7.6 2 3 0 0 17 25.8 66 seratus
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
jawaban alternatif Angka SS Dia KS TS Personil Jumlah F % F % F % F % F % F % 2 54 81,8 2 3 3 4,5 1 1.5 6 9.1 66 seratus 3 42 63.6 7 10.6 1 1.5 4 6.1 12 18.2 66 seratus 4 41 1.5 45 68.2 5 7.6 4 6.1 11 16.7 66 seratus 5 41 1.5 45 68.2 5 7.6 4 6.1 11 16.7 66 seratus 6 44 66.7 5 7.6 4 6.1 0 0 13 19.7 66 seratus 7 47 71.2 7 10.6 4 6.1 0 0 8 12.1 66 seratus 8 44 66.7 5 7.6 4 6.1 3 4,5 10 15.2 66 seratus
Dari semua ungkapan yang berhubungan dengan variabel komitmen organisasi, dapat disimpulkan bahwa komitmen pegawai terhadap organisasi tempatnya bekerja adalah Dinas Perdagangan Mandailing Natal. cukup baik bagi karyawan, karena semua pernyataan kepada karyawan menunjukkan bahwa mayoritas karyawan setuju dan setuju, angka ini lebih dari 50%.
## 3.1.4 Hidupkan Disiplin Bisnis (Z)
Variabel disiplin kerja dikumpulkan sebagai berikut :
Tabel 5. Skor survei untuk variabel disiplin kerja jawaban alternatif Angka SS Dia KS TS Personil Jumlah F % F % F % F % F % F % 1 47 71.2 4 6.1 2 3 2 3 11 16.7 66 seratus 2 39 59.1 6 9.1 3 4,5 1 1.5 17 25.8 66 seratus 3 42 63.6 5 7.6 2 3 0 0 27 25.8 66 seratus 4 53 80.3 2 3 3 4,5 1 1.5 7 10.6 66 seratus 5 42 63.6 7 10.6 1 1.5 4 6.1 12 18.2 66 seratus 6 41 1.5 45 68.2 5 7.6 4 6.1 11 16.7 66 seratus 7 41 1.5 44 66.7 6 9.1 4 6.1 11 16.7 66 seratus 8 43 65.2 5 7.6 4 6.1 0 0 14 21.2 66 seratus
Mengharuskan pegawai KADIN Natal dari segala pernyataan yang berkaitan dengan perubahan disiplin usaha Pegawai memiliki disiplin kerja yang cukup, hal ini dapat dipahami dari semua pernyataan yang disampaikan kepada pegawai pekerja, sebagian besar pekerja memberikan jawaban sangat setuju dan lainnya dari 50%.
## 3.1.5 Uji Hipotesis
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui faktor jalur dari model struktural. Tujuannya adalah untuk menguji signifikansi dari setiap hubungan atau menguji hipotesis. Yang pertama adalah koefisien jalur : (a) Jika nilai koefisien jalur positif, pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya searah. dan (b) Jika koefisien jalur negatif, maka pengaruh satu variabel terhadap variabel lainnya berlawanan arah, karena nilai satu variabel bertambah/bertambah maka nilai variabel lain berkurang/menurun. Kedua, probabilitas/nilai signifikan (P - value): (1) Jika nilai P < 0,05 maka signifikan; dan (2) tidak signifikan jika nilai P > 0,05 (Juliandi, 2018).
Tabel 6. Koefisien Jalur Statistik TSt (|O/STDEV|) P.nilai kompensasi(X1) -> Kinerja Karyawan (Y) 2,759 0,006 _ kompensasi(X1) -> disiplin kerja(NIN-NIN) 4.351 0,000 _ Keterlibatan Perusahaan (X2) -> Kinerja Karyawan (Y) 11.435 0,000 _ Komitmen pada organisasi (X2) -> disiplin kerja(NIN-NIN) 3.280 0,001 Disiplin Kerja (Z) -> Kinerja Karyawan (Y) 2.592 0,010
Pengaruh tidak langsung berguna untuk menguji hipotesis bahwa pengaruh tidak langsung suatu variabel (eksternal) terhadap variabel yang mempengaruhi (internal) dimediasi/dimediasi oleh variabel intervening (Juliandi, 2018). Kriteria untuk menentukan pengaruh tidak langsung ( Juliandi, 2018):
1) P signifikan jika < 0,05 yaitu variabel antara (Z/disiplin kerja) memediasi pengaruh variabel eksogen (X1/gaji) dan (X2/komitmen organisasi) terhadap variabel endogen (Y/). ) Kinerja karyawan ). Dengan kata lain, pengaruhnya tidak langsung.
2) P-value tidak signifikan jika > 0,05 yaitu variabel perantara (Z/disiplin kerja) tidak berpengaruh terhadap pengaruh variabel eksogen (X/reward) dan (X2/komitmen organisasi).posisi). variabel antara internal (Y/kinerja pekerja). Dengan kata lain, efeknya langsung.
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
Tabel 7. Efek Tidak Langsung Statistik TSt (|O/STDEV|) P.nilai Gaji (X1) -> Disiplin Kerja (Z) -> Kinerja Karyawan (Y) 2.038 0,042 _ Komitmen organisasi (X2)-> Disiplin Kerja (Z) -> Kinerja Karyawan (Y) 2.084 0,038
Dapat disimpulkan bahwa nilai- nilai pengaruh tidak langsung diberikan pada Tabel 7.:
1) dampak tidak langsung (X1) -> Disiplin kerja (Z) -> Kinerja karyawan (Y) Nilai statistik (|O/STDEV|)2.038 dengan nilai P 0,042 <0,05 (signifikan), diikuti Z (disiplin kerja)Ini memediasi pengaruh X1 (gaji) pada Y (kinerja karyawan).
2) Pengaruh Tidak Langsung Komitmen Organisasi (X2) -> Disiplin Kerja (Z) -> Kinerja Karyawan (Y) Statistik TS (|O/STDEV|)Nilai P 0,038 < 0,05 (signifikan) hingga 2,084, diikuti oleh Z (disiplin kerja) yang memediasi pengaruh X2 (komitmen organisasi) terhadap Y (kinerja karyawan).
## 3.2 Perdebatan
Menganalisis pengaruh langsung gaji (variabel bebas) terhadap kinerja pegawai ( dependen), pengaruh langsung komitmen organisasi (variabel bebas) terhadap hasil kerja pegawai pegawai ( terkait), pengaruh imbalan (variabel bebas) terhadap disiplin kerja (antara variabel) , komitmen organisasi (variabel bebas)) berpengaruh terhadap disiplin kerja ( variabel menengah). ) , pengaruh kerja terhadap disiplin kerja (variabel menengah)) kinerja karyawan (variabel terikat), pengaruh gaji (variabel bebas) terhadap kinerja karyawan ( variabel terikat) terikat), disiplin kerja dimediasi (variabel menengah) dan komitmen organisasi (variabel bebas) mempengaruhi kinerja karyawan yang dimediasi oleh disiplin kerja (variabel terikat) (variabel terikat).
## 4 KESIMPULAN
Berdasarkan data dari 66 partisipan dalam penelitian ini, kemudian dianalisis dan diambil kesimpulan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Kantor Komersial Mandailing Natal. Artinya jika reward tinggi maka akan meningkatkan kinerja dan reward sangat erat kaitannya dengan baik buruknya kinerja pegawai. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan. Tentang kinerja staf Dinas Perdagangan Mandailing Natal . Artinya jika pegawai memiliki komitmen kerja yang tinggi maka kinerjanya akan meningkat, dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang sangat kuat dengan kinerja pegawai. Berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja pada Kantor Niaga Mandailing Natal. Dengan kata lain, jika gaji memenuhi kebutuhan pekerja maka berpengaruh langsung terhadap disiplin kerja karyawan dan gaji memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat kedisiplinan gerak karyawan. Berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin usaha di Kantor Niaga Mandailing Natal. Artinya jika komitmen kerja pegawai tinggi maka kedisiplinan pegawai juga akan tinggi dan komitmen organisasi sangat erat hubungannya dengan pembentukan disiplin kerja pegawai. Pada Kantor Niaga Mandailing Natal Disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Artinya jika disiplin kerja seorang pegawai tinggi maka kinerjanya akan tinggi pula, dan disiplin kerja sangat erat hubungannya dengan terciptanya kinerja yang optimal. Mandailing berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai melalui disiplin kerja di Kantor Niaga Natal. Dengan kata lain, disiplin kerja bekerja seperti ini:alat. Artinya jika penghargaan karyawan sesuai dengan harapannya, karyawan akan lebih disiplin dalam bekerja dan secara tidak langsung meningkatkan kinerjanya, sedangkan disiplin kerja akan menjadi variabel sedang. Waktu sangat penting untuk meningkatkan hubungan antara gaji karyawan dan prestasi kerja. Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai melalui disiplin kerja di Kantor Niaga Mandailing Natal. Artinya, disiplinbersikap sepertialat. Artinya ketika employee engagement tinggi, karyawan lebih disiplin dalam bekerja dan secara tidak langsung meningkatkan kinerjanya, dan disiplin kerja menjadi variabel perantara yang juga sangat penting pentingnya hubungan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan.
## REFERENCES
Adhan, M., Jufrizen, J., Prayogi, MA dan Siswadi, Y. (2020). Peran eksekutif komitmen organisasi terhadap pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja dosen pada perguruan tinggi swasta di Kota Medan. Jurnal Bisnis dan Ekonomi Kelautan , 11 (1), 1-15. Afandi, P. (2017). Manajemen sumber daya manusia . Yogyakarta: Zanafa Verlag. Augustini, F. (2011). Manajemen sumber daya manusia yang canggih . Medan: Madenatera.
Emirullah. (2015). Pengantar Manajemen . Jakarta: Mitra pembicara media.
Andhika, R. dan Pane, DN (2018). Pengaruh komitmen organisasi dan supervisi terhadap disiplin kerja karyawan di PT. Artha Gita Sejahtera Medan. Jurnal Alat Manajemen , 9 (1), 95-103.
Andryane., Rahmayuni., Mukaffi., & Zaim. (2019). Pengaruh gaji sebagai variabel terhadap kinerja karyawan melalui disiplin kerja (studi kasus karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Witel Kediri). Jurnal Ekonomi, Masyarakat dan Humaniora (JSEH) , 5 (2), 216-225.
Anggriani, AD (2014). Pengaruh motivasi dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan (Studi Karyawan PT. Nusantara Medika Utama Mojokerto). Jurnal Bisnis , 14 (1–8).
Arianty, N. (2016). Pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan di PT. Cabang Pelindo Belawan. Jurnal Administrasi Pajak , 4 (2), 400-410.
Arianty, N., Bahagia, R., Lubis, AA, dan Siswadi, Y. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia (Cetak pe.). Medan: Penerbit Perdana. Astiti, R. (2020). Pengaruh reward dan motivasi terhadap kinerja karyawan pada PT Tunas Jaya Utama. Majalah Manajemen Bisnis
## Journal of Business and Economics Research (JBE)
Vol 4, No 1, Februari 2023, pp. 18 − 24 ISSN 2716-4128 (media online) DOI 10.47065/jbe.v4i1.2849 https://ejurnal.seminar-id.com/index.php/jbe
Eka Prasetya , 5 (2), 1-10. Bangun, W. (2012). Inti pengontrol . Bandung: PT. Aditama Refika. Dessler, G. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia: Jilid 1 . Jakarta: Direktori.
Paramitadewi, KF (2017). Dampak Beban Kerja dan Kompensasi Terhadap Kinerja Sekretariat Daerah Kabupaten Tabanan. Jurnal Elektronik Manajemen Universitas , 6 (6), 3370-3397.
Prayogi, MA, Lesmana, MT dan Siregar, LH (2019). Pengaruh kompetensi dan disiplin kerja terhadap kinerja pegawai. Prosiding Festival Riset Ilmiah Manajemen dan Akuntansi (FRIMA-2019) , 665–670. Diambil dari http://prosidefrima.stembi.ac.id/index Sangadji, EM dan Sopiah. (2018). Manajemen strategis sumber daya manusia . Jawa Timur: Andi Offset.
Setyorini, CT, Maghfiroh, S., dan Farida, YN (2012). Pengaruh Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi dan Keterlibatan Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai Baitul Maal Wat Tanwil (BMT). Fasilitas Riset Akuntansi , 2 (1), 32-47.
Simanjuntak, PJ (2011). Manajemen Kinerja (edisi ke-3). Jakarta: Fakultas UI. Siswanto (2015). Pengantar Manajemen . Jakarta: PT Bumi Aksara.
sugiyono (2018). Kuantitatif, kualitatif dan metode penelitian penelitian dan pengembangan . Bandung: Alfabet. Supriyanto, S. (2013). Metodologi penelitian manajemen sumber daya manusia . Jawa Timur: UIN-Maliki Press. Sutedi, PW dan Nupus, H. (2021). Pengaruh komitmen organisasi dan supervisi sebagai variabel intervensi terhadap disiplin pegawai melalui kepuasan kerja (studi pada Koperasi Simpan Pinjam Cabang Kota Tangerang) simpan Makmur Mandiri). Jurnal Penelitian dan Manajemen Bisnis Tirtayasa (JRBMT) , 5 (1), 84–97.
Sutrisno, E. (2016). Manajemen sumber daya manusia . Jakarta: Kencana. Titisari, P. (2014). Peran disiplin kerja dalam meningkatkan kinerja pegawai (edisi ke-1). Jakarta: Mitra pembicara media. Yusuf, RM dan Sharif, D. (2018). Komitmen organisasi . Makassar: Nas Media Pustaka.
|
74de951b-5001-4837-9753-671e6929f650 | https://jurnal.um-palembang.ac.id/JGSA/article/download/4557/3056 |
## Identifikasi Plankton Dalam Pencernaan Ikan Seluang (Rasbora sp.) dari Sungai Musi Bagian Hilir
Identification of Planktones in Digestion of Seluang (Rasbora sp.) from The Musi River Downstream
Elva Dwi Harmilia 1)* , Khusnul Khotimah 1) , Ando Kasmaran 1)
1) Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Palembang JL. Jend. A. Yani, 13 Ulu Palembang, Sumatera Selatan *Penulis korespondensi: [email protected]
Received Mei 2022, Accepted Juli 2022
## ABSTRAK
Pemanfaatan ikan seluang (Rasbora sp.) dikonsumsi dan dikoleksi masyarakat sebagai ikan hias sehingga dapat menjadi sumber perekonomian. Penelitian mengenai identifikasi plankton dalam pencernaan ikan seluang dari Sungai Musi bagian hilir bertujuan untuk mengetahui varian plankton yang dikonsumsi ikan seluang, apakah fitoplankton atau zooplankton yang merupakan pakan alami ikan seluang. Sehingga untuk upaya budidaya, varian plankton dapat dijadikan informasi sebelum domestikasi dilakukan. Penelitian dilakukan pada bulan Mei, Juni dan Juli 2019 pada tiga stasiun. Sampel ikan yang tertangkap diamati di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang. Ikan dibedah menggunakan pisau bedah dan pencernaannya dimasukan ke dalam toples kecil berisi larutan formalin 10%. Pencernaan ikan yang diformalin dipindahkan ke gelas ukur dengan tambahan akuades 10 ml, diaduk-aduk sampai hancur dan diamati di bawah mikroskop menggunakan cawan petri. Hasil penelitian bahwa spesies ikan seluang ( Rasbora sp.) yang tertangkap adalah Rasbora argyrotaenia dan Rasbora borapetensis. Di dalam pencernaan terdapat fitoplankton yang terdiri dari 4 kelas yaitu Cyanophycea, Chlorophyceae, Bacillariophyceae , dan Eugleanophycea, sedangkan pada zooplankton hanya ditemukan satu kelas yaitu Entomostraca. Komposisi fitoplankton lebih besar daripada zooplankton dari kelas Cyanophyceae mendominasi 34,7%. Indeks keanaekaragaman plankton dalam pencernaan adalah sedang, komunitas biota stabil dan Indeks dominansi menunjukkan ada spesies yang mendominasi di setiap stasiun. Kualitas air tergolong normal hanya pada stasiun 2 nilai oksigen terlarut dan pH yang bernilai rendah. Komposisi fitoplankton lebih besar daripada zooplankton.
Kata kunci: Bacillariophyceae; fitoplankton; komposisi
## ABSTRACT
Utilization of seluang fish (Rasbora sp.) for food and collection by the community as decorative fish to serve as a source of income. The objective of research on the identification of plankton in the digestion of seluang fish from the Musi river downstream is to determine the type of plankton ingested by seluang fish, phytoplankton or zooplankton, which are seluang fish's natural food source. Prior to domestication, plankton variations can be exploited for cultivation efforts as a source of knowledge. The study was conducted in May, June and July 2019 at three stations. Samples of fish caught were observed in the Biology laboratory of the Faculty of Agriculture, University of Muhammadiyah Palembang. The fish is dissected using a scalpel, and its digestion is put in a small jar containing a 10% formalin solution. The fish digestion was formalized, transferred into a measuring cup with the addition of 10 ml of an aqueduct, stirred until crushed and observed under a microscope using a petri dish. The study results showed that the seluang fish species (Rasbora sp.) caught were Rasbora argyrotaenia and Rasbora borapetensis. In digestion, there are phytoplankton consisting of 4 classes, namely Cyanophycea, Chlorophyceae, Bacillariophyceae, and Eugleanophycea, while in zooplankton, only one class is found, namely Entomostraca. The composition of phytoplankton is greater than that of zooplankton of the class Cyanophyceae predominating by 34.7%. Thek-index of plankton diversity in digestion is moderate, the biota community is stable, and the dominance index indicates species dominate at each station. Water quality is relatively normal only at station 2, with the value of dissolved oxygen and low-value pH . The phytoplankton composition is greater than that of zooplankton.
Keywords: Bacillariophyceae; phytoplankton; composition
## PENDAHULUAN
Ikan seluang ( Rasbora sp.) dapat ditemui di sungai dan rawa. Penelitian Rosadi et al ., (2014) bahwa Rasbora argyrotaenia dapat ditemui di sungai utama ( main river ), anak sungai ( tributary ), dan daerah rawa ( flood plain ) pada hulu DAS Barito ketika penghujan. Ikan seluang ( Rasbora sp.) memiliki nama lokal yang bervariasi di setiap daerah seperti ikan seluang batang, ikan bada, paray, wader, pantau, depik, dan lain-lain. Ikan wader pari (seluang) menjadi komoditas penting bagi warga Kulon Progo ( Sentosa et al ., 2010). Menurut Lukman (2017), di wilayah Danau Maninjau ikan bada dijadikan menu spesial di seluruh rumah makan dan restoran dengan variasi masakan sehingga menjadi sumber pendapatan. Di Sumatera Selatan ikan seluang sangat digemari dan harganya cukup tinggi. Penelitian Harmilia et al., (2019) bahwa Rasbora borapetensis yang ditemukan di anak Sungai Musi daerah Mariana dimanfaatkan warga untuk membuat pempek, kerupuk dan lauk makan. Sogandi (2019) menjelaskan bahwa dalam 100g ikan seluang mengandung protein 47,54 mg, lemak 12,36 mg, 21,53 kilo kalori dan zat besi 2,9 ppm. Ini menunjukkan bahwa ikan seluang sangat bermanfaat bagi tubuh.
Tingginya animo masyarakat terhadap ikan seluang berefek pada penangkapan secara kontinyu dan tidak lestari. Overfishing dapat menyebabkan populasi ikan seluang berkurang seperti yang terjadi pada Rasbora bankanensis, merupakan Rasbora dari Bangka yang populasinya sudah sulit ditemukan (BRPPU, 2007). Suraya (2018) menyatakan bahwa ikan saluang ( Rasbora sp. ) di Danau Lutan termasuk ikan yang memiliki harga jual cukup tinggi sehingga nelayan melakukan eksploitasi tanpa batas.
Pemanfaatan ikan seluang dapat berkelanjutan dan lestari dengan cara domestikasi yang diteruskan dengan budidaya. Domestikasi adalah upaya melestarikan populasi suatu spesies yang kritis kontinuitasnya untuk diadaptasi dari habitat asli (alami) ke habitat baru (budidaya) (Teletchea, 2016) dan (Augusta, 2016). Domestikasi dapat berjalan optimal jika diketahui pakan alami dari ikan yang didomestikasi. Menurut Dolgov (2005) analisis isi lambung dapat digunakan untuk mengetahui pakan alami yang dikonsumsi ikan. FAO (2016) menyatakan bahwa fish stock assessment dapat dimonitor dengan melakukan studi kebiasaan makan ikan dari analisis isi lambung. Penelitian
Hidayah (2018), kebiasaan makan ikan lemuru ( Sardinella lemuru ) dan ikan tembang ( Sardinella fimbriata ) sangat penting diketahui karena dapat digunakan sebagai peninjau tersedianya makanan yang cukup di perairan melalui analisis pencernaan ikan. Oleh karena itu identifikasi plankton dalam pencernaan ikan seluang ( Rasbora sp.) perlu dilakukan yang merupakan pakan alami sebelum didomestikasi terutama fitoplankton. Menurut Sulistiyarto (2013), fitoplankton adalah salah satu pakan penting bagi ikan seluang.
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan pengamatan pencernaan ikan seluang yang dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Mei - Juli 2019. Metode survei dengan teknik purposive sampling digunakan di Sungai Musi bagian hilir yang menetapkan 3 titik sampling. Penetapan didasarkan pada karakteristik perairan yang disesuaikan dengan habitat hidup ikan seluang yaitu Desa Prajin titik koordinat S' 02. 94597º E104. 88998º (Stasiun 1), di Desa Mariana titik koordinat S' 02. 9662º E104. 87627º (Stasiun2), dan di Pulau Salah Nama dengan titik titik koordinat S' 02.98269º E104. 86377º (Stasiun 3) Kabupaten Banyuasin. Titik sampling dicatat dengan menggunakan GPS ( Global Positioning System ).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Sumber : Google Earth Pengambilan sampel ikan dilakukan delapan kali; bulan Mei tiga kali, bulan Juni tiga kali dan bulan Juli dua kali di setiap titik sampling. Alat tangkap yang digunakan adalah tangkul dengan ukuran jaring 0,6-2,4inchi. Ikan seluang diambil sebanyak 5 ekor di setiap titik sampling, dibersihkan tubuhnya dari kotoran dan lendir, lalu dilakukan pembedahan pada bagian pencernaannya menggunakan pisau bedah. Pencernaannya dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam toples kecil berisi formalin 10%. Pengamatan spesies ikan seluang dan pencernaannya dilakukan di laboratorium Biologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
Palembang sesuai Kottelat et al ., (1993) dan Sachlan (1982). Pencernaan ikan yang diformalin dibersihkan menggunakan air dan tisu lalu dibuka, isinya dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan akuades 10ml, diaduk- aduk sampai hancur (melarut). Pengamatan segera dilakukan di bawah mikroskop dengan cawan petri dengan 2kali pengulangan. Pengamatan kualitas perairan dilakukan secara insitu sesuai (APHA, 2005), dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter Fisika-Kimia Perairan Parameter Alat Ukur Satuan Suhu Termometer ºC Kedalaman Depth Sounder m pH pH meter Oksigen Terlarut DO meter mg/L
## Analisis Data Indeks Keanekaragaman
Indeks Keanekaragaman diperoleh dengan menggunakan persamaan Shanon-Wiener (Odum, 1996) :
H’ = -∑ pi ln pi Dimana pi = ni/N Keterangan: H’ = indeks keanekaragaman spesies pi = peluang untuk masing-masing bagian secara keseluruhan (ni/N)
ni = jumlah individu jenis ke-i N = jumlah total individu
Kriteria Indeks Keanekaragaman (Odum, 1996). Indeks H’<1 keanekaragaman kecil dan komunitas rendah. H ’1-3 keanekaragaman dan komunitas biota sedang, dan H’>3 keanekaragaman dan komunitas biota tinggi Indeks Dominansi
Indeks dominansi diperoleh dengan menggunakan indeks Simpson (Odum, 1996) : C = ∑ (ni / N) 2
Keterangan: C = indeks dominansi Simpson Ni = jumlah individu masing-masing genus N = jumlah total individu dalam komunitas
## HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Plankton
Ikan seluang yang tertangkap di titik sampling hanya dua spesies yaitu Rasbora argyrotaenia dan Rasbora borapetensis . Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di dalam pencernaan ikan seluang terdapat fitoplankton
dan zooplankton yang terdiri dari 5 kelas. Pada fitoplankton terdapat 4 kelas yaitu Cyanophycea, Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Eugleanophycea, sedangkan pada zooplankton hanya satu kelas yaitu Entomostraca. Spesies plankton yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa di dalam pencernaan ikan seluang jenis Rasbora argyrotaenia ditemukan fitoplankton yang berasal dari 4 kelas yaitu Cyanophycea, Chlorophyceae, Bacillariophyceae dan Eugleanophycea dengan 22 spesies. Sedangkan pada zooplankton hanya ditemukan 1 kelas yaitu Entomostraca dengan 1 spesies. Sedangkan pada pencernaan Rasbora borapetensis ditemukan fitoplankton yang terdiri dari 3 kelas yaitu Cyanophycea, Chlorophyceae, dan Bacillariophyceae dengan 13 spesies dan pada zooplankton tidak ditemukan spesies apapun.
Hasil identifikasi membuktikan bahwa ikan seluang ( Rasbora argyrotaenia dan Rasbora borapetensis ) pada Sungai Musi bagian hilir mengkonsumsi pakan alami berupa plankton yang bervariasi (fitoplankton dan zooplankton) sehingga dapat dikategorikan kelompok omnivora. Sejalan dengan pernyataan Arsyad dan Syaefudin (2010) bahwa pakan alami Rasbora dapat berupa hewan dan tumbuhan renik. Penelitian Haris et al ., (2018) menunjukan ikan seluang (Rasbora argyrotaenia ) tergolong omnivora karena mengkonsumsi fitoplankton (Spermatophyta) sebagai makanan primer dan zooplankton (Arthropoda dan Annelida) sebagai makanan sekunder. Sulistiyarto (2012) menjelaskan, ikan seluang termasuk ikan pemakan generalis yaitu memanfaatkan semua makanan yang ada di areanya baik ketika kemarau maupun penghujan sehingga konsumsi makanannya cukup baik dan bervariasi.
Penangkapan ikan seluang dilakukan oleh warga ( enumerator ) menggunakan alat tangkap tangkul dengan ukuran tangkul yang berbeda- beda di setiap stasiun. Komposisi plankton dari bulan Mei – Juli ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Komposisi Plankton Berdasarkan Kelas pada Bulan Mei-Juli 2019.
Tabel 2. Plankton yang Terdapat di dalam Pencernaan Rasbora Argyrotaenia dan Rasbora Borapetensis Kelas Rasbora Argyrotaenia Rasbora Borapetensis Fitoplankton Cyanophyceae Anabaena Cycadae Gleocapsa sanguinea Aphanizomenon sp . Lyngbya spirulinoides Gomont Coelosphaerium dubium Gronow Microcystus airugionosa Kutz Lyngbya spirulinoides Gomont Oscillatoria principa Vaucher Microcystus airugionosa Kutz Rivularia sp. Nostoc Commune Oscillatoria principa Vaucher Rivularia sp . Chlorophyceae Closterium porectum Kordst Closterium kuetzingii Hydrodictyon reticulatum Spondylosium planum West & West Microspora sp . Volvox sp . Spirogyra sp . Spirotaenia condensata Spondylosium planum West & West Bacillariophyceae Biddulphia mobiliensis Navicula brachysira Fragillariopsis sp . Nitzschia curvula Navicula brachysira Ochromonas sp. Nitzschia curvula Pinnularia sp .
Ochromonas sp . Synura sp . Pinnularia sp. Synura sp. Euglenaphyceae Euglena sp . Zooplankton Entomostraca Diaptomus gracilis
Komposisi plankton pada bulan Mei sampai Juli 2019 menunjukkan kelas Cyanophyceae memiliki komposisi tertinggi yaitu 34,7% sedangkan yang terendah Entomostraca dengan 4,1%. Komposisi Cyanophyceae tertinggi diduga karena Cyanophycea atau alga biru mudah ditemukan di berbagai lingkungan karena dapat hidup di laut bersalinitas tinggi, danau, maupun sungai air tawar serta pada kondisi-kondisi lingkungan ekstrim seperti keasaman tinggi dan suhu tinggi. Menurut Masithah (2020), kemampuan mengikat nitrogen dari udara menyebabkan Cynophyceae mampu survive di lingkungan yang miskin nutrisi sehingga terkenal sebagai mikroorganisme pionir. Cynophyceae memiliki ciri khas yaitu tahan kering dan tahan panas di dalam air. Sebagai tumbuhan perintis, Cynophyceae dapat mengawali munculnya kehidupan di tanah-tanah gersang, sehingga mendukung untuk terbentuknya ekosistem yang lebih kompleks. Pengamatan suhu air disetiap bulan berkisar antara 30-32,8ºC yang merupakan kondisi suhu hangat yang disukai oleh kelas Cynophyceae.
Berdasarkan kelas, komposisi Cynophyceae memang tertinggi tetapi untuk jumlah individu hanya 91 individu. Sedangkan komposisi Bacillariophyciae 30,6% tetapi jumlah
individunya paling banyak diantara kelas lainnya yang berjumlah 132 individu. Menurut Astuti et al. , (2017) jumlah individu dari mikroalga dapat menentukan kemelimpahannya, selain itu jika total individu tinggi maka nilai kelimpahannya juga akan tinggi. Purwanti et al. , (2012) menjelaskan jika jumlah individu dari mikroalga meningkat maka belum tentu jumlah jenis atau spesies mikroalga tersebut juga meningkat. Komposisi plankton pada bulan Mei dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Komposisi Plankton Pada Bulan Mei
Pada Bulan Mei komposisi tertinggi berada pada kelas Bacillariophyceae dan Chlorophycae dengan 31,6%. Hal ini dapat terjadi karena kedua kelas ini merupakan devisi dari Crysophyta yang mempunyai dinding sel yang tebal. Sulastri (2018) menyatakan Bacillariophycea atau diatom memiliki ciri khas berdinding sel silikat yang kuat
yang disebut frustule. Jika Crysophyta dicerna oleh ikan, sulit untuk dihancurkan bahkan tidak membusuk sehingga ketika pencernaan ikan seluang dibuka Bacillariophycea dan Chlorophyceae masih utuh (Sachlan, 1982). Faktor lain Bacillariophycea dapat hidup di semua perairan bahkan dapat hidup dilingkungan yang tidak stabil karena mudah beradaptasi (Baytut, 2013). Maresi et al ., (2015) menyatakan bahwa Chlorophyceae umumnya terdapat di perairan tawar dan berlimpah karena karakternya yang mudah menyesuaikan diri dan bereproduksi dengan membelah diri.
Pada bulan Juni populasi ikan seluang tidak banyak tertangkap karena bulan Juni memasuki musim kemarau. Ketika musim kemarau ikan seluang bersembunyi atau berteduh di bawah pohon karena tidak menyukai suhu yang tinggi (BRPPU, 2007). Ikan yang paling banyak terperangkap di tangkul adalah ikan seluang kecil atau anakan, menurut Atetiningsih dan Windarti (2004) di alam ikan seluang memijah di musim penghujan (Oktober- Desember). Oleh karena itu ikan seluang yang terperangkap tangkul ketika musim kemarau masih berukuran kecil (anakan). Suryani et al .,
(2019) menyatakan bahwa
Rasbora argyrotaenia berukuran kecil (2-6cm) tertangkap lebih banyak di hilir perairan Sekadau ketika bulan Maret hingga Mei dari pada yang berukuran sedang dan besar. Penelitian Harmilia et al., (2019), saat musim kemarau di sepanjang anak Sungai Musi terdapat ikan seluang yang berukuran kecil. Selain itu semakin besar ikan maka semakin menyukai pakan yang besar pula. Aryzegovina et al ., (2022) menjelaskan, ikan betok yang bertumbuh besar mengkonsumsi larva ikan atau ikan yang ukurannya lebih kecil dari tubuhnya dan semakin sedikit memakan fitoplankton.
Komposisi plankton pada bulan Juni terdapat pada Gambar 4. Pada Bulan Juni, Cyanophyceae merupakan spesies yang mendominasi pada pencernaan ikan seluang. Hal ini disebabkan pada bulan Juni air mulai surut memasuki musim kemarau sehingga kualitas air sangat mudah terkontaminasi oleh proses alamiah maupun pencemaran. Masitha (2020) menjelaskan bahwa Cynophyceae mudah sekali berkembang di perairan dengan bahan organik tinggi, terutama yang kaya nitrogen dan fosfat. Stasiun 1 di Desa Prajin merupakan lokasi yang berdekatan dengan pemukiman warga yang padat sehingga daerah aliran sungai sering dimanfaatkan warga setempat untuk mencuci
menggunakan detergen, selain itu juga berdiri beberapa industri di sekitar lokasi sampling sehingga Cynophyceae mudah berkembang. Menurut Aisyah et al. , (2020) perairan sungai yang multiguna, aliran limbahnya dapat berpengaruh terhadap biota akuatik seperti ikan dan plankton.
Gambar 4. Komposisi Plankton Pada Bulan Juni
Pada bulan Juli spesies tertinggi terdapat pada kelas Bacillariophycea dan Cyanophyceae dengan nilai 36,4%. Cyanophyceae kembali mendominasi di pencernaan ikan seluang pada bulan Juli. Hal ini terjadi karena plankton dari kelas ini mudah bertoleransi terhadap kondisi lingkungan yang minim. Pada musim kemarau debit air tidak tinggi serta suhu panas menyebabkan plankton dari Cynophyceae mudah ditemukan. Selain itu juga Cynophyceae dengan mudah menghilang dengan sangat cepat. Menurut Nontji (2005), Cyanophyta akan muncul tiba-tiba dalam ledakan yang sangat besar karna adanya blooming dan kemudian akan menghilang dengan sangat cepat disuatu perairan. Komposisi plankton pada bulan Juli dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Komposisi Plankton Pada Bulan Juli
Pada bulan Juli
keberadaan Bacillariophycea juga mendominasi di dalam pencernaan ikan. Menurut Madinawati (2010) Bacillariophyciae berkarakter fototaksis positif sehingga pada siang hari kelimpahannya lebih tinggi. Oleh karena itulah Bacillariophycea mudah ditangkap oleh ikan seluang untuk dikonsumsi. Menurut Syahputra et al ., (2014)
kelas Bacillarophyceae ketersediaannya di alam melimpah karena merupakan makanan ikan jenis herbivora dan omnivora.
Komposisi fitoplankton yang ditemukan dalam pencernaan ikan lebih banyak dibandingkan zooplankton baik di dalam pencernaan Rasbora argyrotaenia maupun pencernaan Rasbora borapetensis. Total individu pada fitoplankton terdapat 349 individu sedangkan pada zooplankton hanya terdapat 2 individu. Ini dapat disebabkan oleh kualitas perairan yang cenderung kurang baik (Tabel 3). Menurut Yusanti (2019) Zooplankton dapat hidup dan bertumbuh dengan baik pada perairan sungai, waduk dan laut dengan lingkungan perairan yang normal. Yuliana & Ahmad (2017) menjelaskan zooplankton dapat ditemukan pada lingkungan perairan dengan keadaan yang baik tanpa adanya tekanan darimanapun. Riyantini et al ., (2020) biota akuatik seperti zooplankton sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Indeks Keanekaragaman Plankton Indeks keanekaragaman plankton ditunjukkan pada Gambar 6. Berdasarkan Gambar 6 bahwa nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1,31 –2,34 yang termasuk kategori sedang, artinya keanekaragaman dan komunitas biota dalam pencernaan ikan seluang adalah sedang. Sesuai dengan Odum (1996) bahwa jika indeks keanekaragaman berkisar antara 1-3 maka keanekaragaman dan stabilitas komunitas biota sedang. Pratiwi et al ., (2015)
menjelaskan bahwa berkurangnya
keanekaragaman populasi perairan dipengaruhi oleh kualitas air yang tercemar yang menyebabkan populasi menurun.
## Gambar 6. Indeks Keanekaragaman Plankton
## Indeks Dominanasi
Indeks Dominansi plankton merupakan cara yang umum dipakai untuk mengetahui ada tidaknya plankton yang mendominasi dalam suatu jenis populasi disuatu perairan (Pratiwi et al. , 2015). Hasil analisis indeks dominansi ( Simpson ) terdapat pada Gambar 7.
Plankton dapat bertoleransi terhadap suhu sehingga suhu dapat digunakan sebagai pemantau ekosistem perairan (Marson & Harmilia, 2021). Suhu perairan yang terukur pada semua stasiun antara 30-32,5ºC. Hasil
menunjukkan nilai yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton. Menurut Effendi (2003) bahwa suhu optimum utuk pertumbuhan fitoplankton diperairan adalah 20-30ºC. Al Diana et al., (2021) menyatakan bahwa jika temperatur di perairan tinggi maka kelimpahan plankton akan ikut tinggi dan sebaliknya. Kedalaman berkisar antara 1-6,5m dan kedalaman terendah berada pada stasiun 2 yaitu 1m. Ini terjadi karena stasiun 2 merupakan anak Sungai Musi dengan diameter lebih kurang 3m, dan kedalaman hanya 2m sehingga ketika surut menjadi 1m saja.
Gambar 7. Indeks Dominansi Plankton Metabolisme tubuh biota akuatik dapat terganggu jika keasaman pada perairan yang ditempatinya begitu tinggi atau begitu rendah Harmilia et al ., (2021). Nilai pH yang terukur berkisar 3-6,4 dengan pH terendah berada pada stasiun 2 yaitu bernilai 3. Ini dapat terjadi karena stasiun 2 merupakan anak sungai Musi yang tergolong sebagai sungai pasang surut yang biasa digunakan warga untuk MCK serta tempat pembuangan sampah, dan sungai inipun terlihat kumuh. Menurut Harmilia & Khotimah (2018) nilai pH rendah dapat terjadi karena air sungai yang mulai tercemar akibat limbah domestik dan lainnya. Nilai pH 4,5-5 dapat menyebabkan terjadinya penurunan keanekargaman dan komposisi jenis plankton dan perifiton (Effendi, 2003). Harmilia & Ma’ruf (2019) menyatakan di Sungai Musi bagian hilir pH 6-7,5 merupakan nilai pH yang layak untuk biota perairan.
Nilai oksigen terlarut pada setiap stasiun yaitu berkisar 2-5,6 mg/L. Nilai ini tergolong rendah karena menurut Harmilia & Dharyati (2017) nilai oksigen terlarut dibawah 5 mg/L kurang baik untuk budidaya perikanan dan dapat menyebabkan penurunan kelimpahan fitoplankton sebagai penghasil oksigen terbanyak. Pratiwi et al ., (2015) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen lebih dari 3 mg/L plankton dapat hidup dengan baik. Effendi (2003)
Tabel 3. Pengukuran Fisika Kimia Perairan Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Mei Juni Juli Mei Juni Juli Mei Juni Juli Suhu (ºC) 32,5 31,5 31,5 30 30 30,5 31 31,5 31,5 Kedalaman 6,5 5 6 2 1 1,5 6,5 5 6 Oksigen Terlarut (mg/L) 5,2 5 4,9 4 3,5 2 5,6 5,3 5 pH 5,8 5,5 5,3 4 4 3 6,4 6 5,5
menjelaskan, nilai oksigen terlarut 1-5 mg/L ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhannya terganggu. Stasiun2 memiliki nilai oksigen terlarut paling rendah yaitu 2mg/L pada bulan Juni. Hal ini terjadi karena pengukuran dilakukan ketika musim kemarau dan air sungai mengalami penyurutan sehingga menyebabkan air mudah terkontaminasi dengan proses alamiah dan pencemaran. Selain itu juga pengukuran dilakukan pada pagi hari ketika kegiatan MCK pada anak Sungai Musi sedang berlangsung.
Berdasarkan perhitungan nilai indeks dominansi berkisar 0,66-0,89, artinya ada spesies plankton yang mendominansi. Menurut klasifikasi Basmi (2000), jika C 0 (nilai kurang dari 0,5), menunjukkan tidak ada jenis yang mendominasi, dan jika C 1 (nilai lebih dari 0,5), menunjukkan ada jenis yang mendominansi. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya populasi spesies plankton yang mudah ditemui di setiap perairan dan jumlahnya melimpah sehingga ikan seluang mudah mendapatkannya. Ferianita- fachrul et al ., (2008) menyatakan bahwa di setiap wilayah dalam suatu lingkungan perairan komposisi mikroalga tidak selalu merata, ada jenis tertentu melimpah dan jenis lain tidak. Faktor lain karena plankton tersebut mampu beradaptasi dan bertahan dengan semua kondisi lingkungan. Penelitian Harmoko et al. , (2018) mikroalga sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan perairan yang baik untuk hidupnya dan dapat menyokong pertumbuhan dan perkembangannya,
## Parameter Fisika Kimia Perairan
Hasil analisis pengukuran fisika kimia perairan ditunjukkan pada Tabel 3.
## KESIMPULAN
Spesies ikan seluang yang tertangkap di Sungai Musi bagian hilir adalah Rasbora argyrotaenia dan Rasbora borapetensis . Varian plankton yang ditemukan di dalam pencernaannya adalah fitoplankton yang terdiri dari 4 kelas yaitu Cyanophycea, Chlorophyceae,
Bacillariophyceae dan
Eugleanophycea.
Sedangkan pada zooplankton hanya kelas
Entomostraca. Komposisi dari kelas
Cyanophyceae mendominasi dengan nilai 34,7%. Indeks keanaekaragaman plankton dalam pencernaan adalah sedang dan komunitas biota stabil. Indeks dominansi menunjukkan ada spesies yang mendominasi di setiap stasiun. Kualitas air tergolong normal hanya pada stasiun 2 nilai oksigen terlarut dan pH yang bernilai rendah.
## DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Munzir, A., Mustapha, M. A., & Putra, A. (2020). Analysis of Pond Land Suitability for Catfish Cultivation using GIS in Padang City . (May). https://doi.org/10.35940/ijmh.I0880.054
920
Al Diana, N. Z., Sari, L. A., Arsad, S., Pursetyo, K. T., & Cahyoko, Y. (2021). Monitoring of Phytoplankton Abundance and Chlorophyll-a Content in the Estuary of Banjar Kemuning River , Sidoarjo Regency , East Java. Journal of Ecological Engineering , 22 (1), 29 –35. APHA. (2005). Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water . American Public Health.
Arsyad dan Syaefudin. (2010). Food and Feeding
Habit of Rasbora ( Rasbora Argyrotaenia , Blkr) in The Down Stream of Musi River. Proceeding of International Conference on Indonesian Inland Waters II. , 217 – 224. Palembang: Research Institute for Inland Fisheries, Palembang.
Aryzegovina, R., Aisyah, S., & Desmiati, I. (2022). Analisis Isi Usus dan Lambung Untuk Menentukan Food and Feeding Habit.
Konservasi Hayati, 18 (1), 9 –21. Astuti, W., Astuti, S. P., Suripto, & Japa, L. (2017). Microalgae Community in the River Waters and Estuary of the Pelangan River Sekotong District, West Lombok Regency. Jurnal Biologi Tropis , 17 (1).
Atetiningsih dan Windarti. (2004). Perkembangan Gonad Ikan Pantau ( Rasbora trili-ineata ) yang Ditangkap di Lubuk Siam, Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Perairan , 2 (2), 48 –53. Augusta, T. S. (2016). Upaya Domestikasi Ikan Tambakan ( Helostoma temminckii ) yang Tertangkap dari Sungai Sebangau. Jurnal Ilmu Hewani Tropika , 5 (2), 82 – 87. Basmi. (2000). Plankton as an Indicator of Water Quality . Bogor: Faculty of Fisheries and Marine Science.
Baytut, Ö. (2013). A study on the phylogeny and phylogeography of a marine cosmopolite diatom from the southern Black Sea. Oceanological and Hydrobiological Studies , 42 (4), 406 –
411. https://doi.org/10.2478/s13545-
013-0096-5
BRPPU. (2007). Mengenal Ikan Perairan Umum .
Palembang: Balai Riset Perikanan
Perairan Umum.
Dolgov, A. V. (2005). Feeding and food consumption by the Barents Sea skates. Journal of Northwest Atlantic Fishery
Science , 35 (May), 495 –503. https://doi.org/10.2960/J.v35.m523
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air . Bogor:
Kanisius.
Endang Dewi Masithah. (2020). Cyanophyta, Antagonisme Pembunuh dan Pionir Kehidupan. In Universitas Airlangga News . Retrieved from http://news.unair.ac.id/2020/02/25/cyan ophyta-antagonisme-pembunuh-dan-
pionir-kehidupan/
FAO. (2016). The State of World Fisheries and Aquaculture .
Ferianita-fachrul, M., Ediyono, S. H., & Wulandari, M. (2008). Komposisi dan Model Kemelimpahan Fitoplankton di Perairan Sungai Ciliwung , Jakarta Composition and abundance model of phytoplankton in water of Ciliwung River
, Jakarta. Biodiversitas , 9 (4), 296 –300.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d090412 Haris, H., Mutiara, D., & Arsyad, N. (2018). Kebiasaan Makan Ikan Seluang
( Rasbora argyrotaenia ) di Perairan
Sungai Musi. Sainmatika: Jurnal Ilmiah
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam , 15 (2), 123. https://doi.org/10.31851/sainmatika.v15i 2.2244
Harmilia, E. D., & Dharyati, E. (2017). Kajian
Pendahuluan Kualitas Air Perairan
Fisika-Kimia Sungai Ogan Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Fiseries , VI , 7 –11. Retrieved from http://www.tjyybjb.ac.cn/CN/article/dow nloadArticleFile.do?attachType=PDF&i d=9987
Harmilia, E. D., Helmizuryani, Ma’ruf, I., & Nimas,
M. (2019). Domestikasi Ikan Sebagai Upaya Membudidayakan Ikan Seluang (Rasbora sp.). Seminar Nasional
Perikanan Tangkap Ke-8 , 23 –35. Harmilia, E. D., & Khotimah, K. (2018). Kondisi Perairan Sungai Di Ogan Ilir
Berdasarkan Parameter Fisika Kimia.
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia , 6 (2),
107 –116.
Harmilia, E. D., & Ma’ruf, I. (2019). Community Structure And Distribution Pattern Of Fish In The Downstream Of Musi River. First Capture Fisheries International Symposium , 42 –51. Bogor: Faculty of Fisheries and Marine Sciences IPB University.
Harmilia, E. D., Puspitasari, M., & Hasanah, A. U. (2021). Analysis of Water Chemistry
Physics for Fish Cultivation Activities in The Tributary Komering River, Banyuasin District. Journal of Global Sustainable Agriculture , 2 (1), 16 –24.
Harmoko, Triyanti, M., & Aziz, L. (2018).
Eksplorasi Mikroalga di Sungai Mesat Kota Linggau. Biodidaktika: Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya , 13 (2), 19 –23. Hidayah, P. A. (2018). Analisis Isi Lambung Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) dan Ikan Tembang (Sardinela fimbriata) di Perairan Prigi Trenggalek . Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kottelat, M., A.J. Whiten., S. N. K. dan S. W. (1993). Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi . Periplus Editions & EMDI.
Lukman. (2017). Perkembangan Pemanfaatan dan Penelitian Ikan Bada ( Rasbora argyrotaenia ) di Danau Maninjau (Utilization and research progress of Bada, Rasbora argyrotaenia in Lake Maninjau). Warta Iktiologi , 1 (1), 24 –27. Retrieved from http://iktiologi- indonesia.org/wp- content/uploads/2020/02/4.-Syahroma- Didisain-danau-laut-tawar-5.pdf Madinawati. (2010). Kelimpahan dan keanekaragaman plankton di perairan
laguna desa tolongano kecamatan banawa selatan. Media Litbang Sulteng III , 2 (September), 119 –123.
Maresi, S. R. P., Priyanti, & Yunita, E. (2015).
Phytoplanktone as a Bioindicator of Water Saprobity in Situ Bulakan, Tangerang City. Al-Kauniyah Jurnal Biologi , 8 (2), 113 –122.
Marson, & Harmilia, E. D. (2021). Plankton Community in Ogan River, Kertapati District, Palembang, South Sumatra.
Journal of Global Sustainable Agriculture , 1 (2), 40 –45. Retrieved from https://doi.org/10.32502/jgsa.v1i2.3187 Nontji, A. (2005). Archipelago Sea (4th ed.).
Jakarta: Djambatan. Odum, E. P. (1996). Fundamentals of Ecology
(3rd ed.). Universitas Gadjah Mada.
Pratiwi, E. D., Koenawan, C. J., & Zulfikar, A. (2015). Relationship of Plankton Affairs To Water Quality In Malang Waters Meeting Of Bintan Regency, Riau Islands Province. Jurnal FIKP UMRAH ,
14.
Purwanti, S., Hariyati, R., Wiryani, E., Biologi, J.,
Sains, F., & Diponegoro, U. (2012).
Plankton Community at High and Low tides in the Waters of the Demaan River Estuary, Jepara Regency. Buletin
Anatomi Dan Fisiologi , 19 (2), 65 –74.
Riyantini, I., Ismail, M. R., Mulyani, Y., & Gustiani.
(2020). Zooplankton as a Bioindicator of Water Fertility In Mangrove Forest Ciletuh Bay, Sukabumi Regency Diversity and Abundance Of
Zooplankton In Various Mangrove Compositions of Ciletuh Bay, Sukabumi. Jurnal Akuatika Indonesia , 5 (2), 86 –93. Rosadi, E., Yuli H, E., Setyohadi, D., & Bintoro, G. (2014). Distribution, Composition, and Abiotic Environment of Silver Rasbora ( Rasbora argyrotaenia Blkr)
Fish in Upstream Areas of Barito Watershed, South Kalimantan. Journal of Environment and Ecology , 5 (1), 117. https://doi.org/10.5296/jee.v5i1.5880 Sachlan, M. (1982). Planktonologi . Semarang: Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro.
Sentosa, A. A., & Djumanto. (2010). Habitat Pemijahan Ikan Wader Pari ( Rasbora lateristriata ) di Sungai Ngrancah,
Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Iktiologi Indonesia , 10 (1), 55 –63.
Sogandi, Sanjaya, R. E., Baity, N., & Syahmani.
(2019). Identifikasi Kandungan Gizi dan
Profil Asam Amino dari Ikan Seluang (Rasbora sp.). Nutrition and Food Research , 2 (1), 73 –80. Retrieved from https://www.neliti.com/publications/223 576/hubungan-asupan-energi-lemak- dan-serat-dengan-rasio-kadar- kolesterol-total-hdl Sulastri. (2018). Fitoplankton Danau-danau di Pulau Jawa (Pertama). LIPI Press. Sulistiyarto, B. (2013). Hubungan antara Kelimpahan Ikan Saluang ( Rasbora argyrotaenia Blkr) dengan Populasi Fitoplankton di Dataran Banjir Sungai Rungan Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Hewani Tropika , 2 (1), 27 –30.
Suraya, U. (2018). Hubungan kualitas air terhadap ikan Saluang ( Rasbora sp.) di danau Lutan kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika (Journal of Tropical Animal Science) , 7 (1), 12 –16. Retrieved from
https://unkripjournal.com/index.php/JIH
T/article/view/122
Suryani, F. Y., Setyawati, T. R., & Yanti, A. H.
(2019). Struktur Populasi Ikan Seluang (Rasbora argyrotaenia) di Hilir Sungai Sekadau Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau . 8 (2), 74 –81.
Syahputra, H., Bakti, D., & Kurnia, M. R. (2014).
Studi Komposisi Makanan Ikan Sepat Rawa ( Trichogaster trichopterus Pallas ) di Rawa Tergenang Desa Marindal Kecamatan
Patumbak. Aquacoastmarine. , 5 (4), 111 –122.
Teletchea, F. (2016). Is Fish Domestication Going Too Fast? Natural Resources ,
07 (06), 399 –404. https://doi.org/10.4236/nr.2016.76034 Yuliana, & Ahmad, F. (2017). Komposisi Jenis dan Kelimpahan Zooplankton di Perairan Teluk Buli , Halmahera Timur.
Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan Perikanan (Agrikan UMMU-Ternate) , 10 (2), 44 –50. Yusanti, I. A. (2019). The abundance of zooplankton as an Indicator of Water Fertility in the Flood Swamp, Medium Village, Sauk Tapeh District, Banyuasin Regency. Sainmatika: Jurnal Ilmiah Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam , 16 (1), 33 –39.
https://doi.org/10.31851/sainmatika.v16i
1.2849
|
d41c8db4-2877-4df5-a667-c7b43c26d51b | https://jurnal.peko.uniba-bpn.ac.id/index.php/Edueco/article/download/148/110 |
## FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA USAHA UMKM DI BALIKPAPAN PADA MASA PANDEMI COVID 19
Deden Universitas Balikpapan Pos-el : [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha UMKM sentra industry tahu dan tempe di Balikpapan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah orientasi kewirausahaan (X1), inovasi produk (X2) dan teknologi (Y) sedangkan variabel terikat yaitu kinerja usaha UMKM (Y). Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode penelitian kuantitatif Adapun pengambilan sampel menggunakan Teknik non-probability random sampling yaitu sampel jenuh dimana jumlah anggota sampel merupakan seluruh jumlah populasi yang berjumlah 56 orang pemilik usaha.
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian didapatkan bahwa secara parsial orientasi kewirausahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja usaha, Inovasi Produk berpengaruh terhadap Kinerja Usaha dan Teknologi berpengaruh terhadap kinerja usaha. Dan secara simultan orientasi kewirausahaan, inovasi produk dan teknologi berpengaruh terhadap kinerja usaha.
Kata Kunci : Orientasi kewirausahaan, Inovasi Produk, Teknologi, Kinerja Usaha
## ABSTRACT
This study aims to determine the factors that influence the business performance of SMEs in the tofu and tempe industry centers in Balikpapan. The factors tested are entrepreneurial orientation, product innovation and technology on business performance. The method in this study is to use quantitative research methods. The sample is taken using a non-probability sampling technique, namely a saturated sample where the total number of members in the sample is the entire population, totaling 56 business owners.
The analysis technique in this study uses multiple linear regression. The results showed that partially entrepreneurial orientation did not affect business performance, Product Innovation had an effect on Business Performance and Technology had an effect on business performance. And simultaneously entrepreneurial orientation, product innovation and technology affect business performance.
Keywords: Entrepreneurship orientation, Product Innovation, Technology, Business Performance
## 1. PENDAHULUAN
Corona virus deases (covid-19) yang masuk ke Indonesia pada tanggal 2 maret 2020 secara resmi di umumkan oleh pemerintah Indonesia setelah 2 orang warga negara
Indonesia dinyatakan terkonfirmasi posotif covid- 19. Hal yang pertama dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pencegahan penyebaran virus tersebut adalah dengan
selalu memakai masker, selalu mencuci tangan dan menjaga jarak. Pencegahan utama yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menerapkan PSBB
(pembatasan social berskala besar) dan menginstruksikan masyarakat untuk melakukan kegiatan dari rumah atau stay at home . Penerapan PSBB atau pembatasan social berskala besar telah mempengaruhi geliat perekonomian
MIKRO KECIL MENENGAH JASA INDUSTRI DAGANG 1 BALIKPAPAN BARAT 3,626 297 87 4,010 502 88 3,420 4,010 2 BALIKPAPAN UTARA 4,354 392 11 4,757 835 644 3,278 4,757 3 BALIKPAPAN TIMUR 3,813 287 9 4,109 520 261 3,328 4,109 4 BALIKPAPAN TENGAH 4,384 539 25 4,948 924 212 3,812 4,948 5 BALIKPAPAN SELATAN 5,007 1,022 70 6,099 1,016 796 4,303 6,115 6 BALIKPAPAN KOTA 2,686 863 54 3,603 626 206 2,771 3,603 23,870 3,400 256 27,526 4,423 2,207 20,912 27,542 JUMLAH JUMLAH UMKM JUMLAH JUMLAH No. KECAMATAN
JENIS SEKTOR
dunia tak terkecuali perekonomian usaha kecil mikro dan menengah atau UMKM, setidaknya ada 4 jenis industry yang paling terdampak pada masa pandemic covid-19 yaitu industry pariwisata, industry maskapai penerbangan, indutri manufaktur dan UMKM (glint.com).
Menurut Amri (2020) dalam Caherani, dkk (2020) menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 dapat
memberi ancaman dan juga peluang bagi para pengusaha. Ancaman terlihat dari banyaknya UMKM yang akhirnya tidak mampu bertahan di tengah krisis ekonomi akibat pandemi ini. UMKM banyak yang kehilangan omzetnya dan terpaksa harus gulung tikar karena tidak
ada pemasukan sama sekali akibat dari kebijakan pemerintah dalam melakukan pembatasan pergerakan masyarakat. Melihat ancaman tersebut hendaknya pelaku UMKM mampu melihat peluang dalam menghadapi pandemi ini.
Sama halnya dengan daerah lain, UMKM yang ada di Balikpapan juga mengalami dampak dari adanya virus covid-19. Balikpapan memiliki lebih dari 27 ribu UMKM pada tahun 2020 yang terbagi pada tiga sektor yaitu sektor jasa, industri dan perdagangan. Jumlah UMKM terbesar ada pada sektor perdagangan sebanyak 20.912 unit usaha. Data jumlah UMKM dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini.
## Tabel 1 Data UMKM Kota Balikpapan Tahun 2020
(Sumber: Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Kota Balikpapan)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa UMKM terbanyak ada di wilayah kecamatan Balikpapan selatan sebesar 6.099 unit usaha dengan klasifikasi UMKM mikro sebesar 82%, UMKM kecil sebesar 16,7% dan UMKM menengah sebesar 1,14%. Serta terbagi ke dalam 3 sektor usaha yaitu sektor jasa sebanyak 16,6%, sektor industri
sebanyak 13% dan sektor perdagangan sebanyak 70,5%.
Usaha kecil adalah sebuah usaha yang pemiliknya memiliki kontak langsung dengan aktivitas operasi, serta dengan mayoritas karyawan yang terlibat dalam bisnis tersebut, dan biasanya mempekerjakan tidak lebih dari 50 orang (Made, 2016) sedangkan UMKM menurut Abdurohim, D (2021)
adalah suatu unit usaha yang produktif, dan berdiri sendiri yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha pada semua sektor ekonomi. Peranan UMKM sangat besar sekali dalam perekonomian Indonesia, dimana dengan adanya UMKM dapat menciptakan lapangan usaha baru, menghasilkan devisa melalui pajak badan usaha.
Hal yang dilakukan agar UMKM mampu bertahan adalah dengan melihat kinerja usaha UMKM itu sendiri, menurut Robbin dalam Romansyah (2015) kinerja usaha merupakan suatu formula dari kemampuan, motivasi dan kesempatan yang dimilki oleh seseorang dalam mengelola usaha. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai performa suatu usaha sehingga jika kinerja baik maka
produksi yang dihasilkan akan baik. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha diantaranya yaitu orientasi kewirausahaan, inovasi produk dan teknologi yang digunakan. Orientasi kewirausahaan menjadi salah satu factor yang dapat mempengaruhi kinerja usaha, dimana orientasi kewirausahaan
menurut
Lumpkin dan Dess (Djodjobo & Tawas, 2014) adalah suatu tatanan nilai perusahaan yang menjadi penentu pergerakan usaha atau strategi perusahaan. Orientasi kewirausahaan menitik beratkan pada bagaimana seorang wirausahawan dalam menjalankan usahanya secara efektif dan efisien serta melakukan berbagai perencanaan pemasaran. Orientasi kewirausahaan tidak dapat berjalan jika tidak diiringi oleh inovasi produk dan teknologi yang menyertainya. Inovasi produk merupakan hal yang paling penting dalam
meningkatkan kinerja usaha. Dimana inovasi produk merupakan penerapan dari sebuah produk baru atau proses, metode pemasaran baru atau metode organisasi yang baru dalam praktek- praktek bisnis, tempat kerja atau hubungan dengan pihak luar. (Oslo, 2015 dalam Susdiani, 2020). Disamping inovasi produk, teknologi juga dapat mempengaruhi kinerja usaha. Dimana penggunaan teknologi tepat guna dapat meningkatkan hasil produksi yang secara tidak langsung
dapat meningkatkan kinerja usaha juga.
UMKM Industri Tahu dan Tempe di Kota Balikpapan berada pada wilayah kecamatan Balikpapan Utara. Berdasarkan wawancara dengan kepala dinas UMKM dan perindustrian Kota
Balikpapan, pemerintah kota Balikpapan telah menyediakan wadah untuk mengembangkan usaha UMKM yang terpsat di dua daerah, yaitu sentra industri kecil di somber dan sentra industri kecil di teritib. Seluruh UMKM yang ada di wilayah tersebut telah di data oleh pemerintah kota Balikpapan.
UMKM produksi tahu dan tempe berada di sentra industri kecil somber (SIKS) berada di wilayah kecamatan Balikpapan utara. UMKM industry tahu dan tempe menjadi salah satu UMKM yang terdampak dari pandemic covid-19. Adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di awal masa pandemi mengakibatkan terhambatnya kegiatan produksi dan juga menghambat kinerja usaha UMKM tersebut. Selain itu meningkatnya harga beli kedelai sebagai bahan baku pembuatan Tahu dan Tempe ikut mengalami peningkatan di awal masa pandemi. Keadaan demikian membuat pegusaha industry tahu dan tempe yang ada di SIKS mengalami penurunan omzet yang signifikan. Banyak diantara pengusaha industry Tahu dan Tempe akhirnya gulung tikar atau menutup usahanya karena tidak mampu bertahan dengan keadaan krisis ekonomi yang disebabkan oleh covid-19 ini.
Kebijakan Pembatasan
pergerakan masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memutus mata rantai virus corona mengharuskan masyarakat harus terus di rumah yaitu bekerja dari rumah dan belajar dari rumah. Pelaku UMKM hendaknya melihat ini sebagai peluang untuk memasarkan produknya secara online dengan memanfaatkan pemasaran secara digital.
## 2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode ex post facto dimana penelitian sebuah sebab akibat
yang tidak ada dimanipulasi atau diberi perlakuan khusus oleh peneliti. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 59 orang yang merupakan pemilik atau
pengurus dari Usaha kecil tahu dan tempe di sentra insuatri Balikpapan.
Sampel yang digunakan menggunakan Teknik non-probability sampling atau
sampel jenuh, karena jumlah polulasi yang ada semua dijadikan sampel.
Adapun kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1 : Kerangka pemikiran
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan Uji regresi linier berganda dimana sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap variabel- variabel dalam penelitian yaitu pengujia asumsi klasik. Uji asumsi klasik ini terdiri dari
a. Uji Linieritas
b. Uji Normalitas
c. Uji Heterokedastisitas
d. Uji Multikolinieritas
e. Uji Autokorekasi
Adapun persamaan untuk pengujian regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏 1 𝑋 1 + 𝑏 2 𝑋 2 + 𝑏 3 𝑋 3 + 𝑒 Keterangan: 𝑌 = Kinerja Usaha 𝑎 = Konstanta 𝑏 = Koefisien Regresi 𝑋 1 = Orientasi Kewirausahaan
𝑋 2 = Inovasi Produk 𝑋 3 = Teknologi 𝑒 = Faktor Pengganggu
## 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a. Deskripsi tempat penelitian Pusat produksi tahu dan tempe
berada di Kawasan Sentra Industri Kecil Somber (SIKS) yang beralamat di jalan AW. Syahrini RT. 85 kelurahan Muara Rapak Kecamatan Balikpapan Utara dengan luas kurang lebih Kawasan 9 Hektar area (Ha). SIKS Merupakan salah satu kawasan yang mendapat perhatian khusus dari Pemerintah
yang diperuntukan sebagai pusat berbagai kegiatan industri dan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi Kota Balikpapan dalam beberapa waktu kedepan (Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Kota Balikpapan, 2016) Hal tersebut sesuai dengan dasar hukum yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Balikpapan yaitu Keputusan
Walikota Balikpapan No. 06 Tahun 2000
tentang Kawasan Industri Kecil di Somber Keluarahan Muara Rapak Kecamatan Balikpapan Utara, Keputusan Walikota Balikpapan Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pembentukan Badan Pengelola Kawasan Industri Kecil Somber Balikpapan selaku Pendamping
Pengurus Primkopti Balikpapan, Perwali Kota Balikpapan No. 33 Tahun 2018 tentang pembentukan
susunan organisasi, ukuran tugas dan fungsi unit pelaksana teknis daerah Sentra Industri Kecil (Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Kota Balikpapan, 2016)
Pada kawasan ini baru menampung pengrajin tahu tempe dan turunannya. Dengan mengacu pada site plan yang diumumkan Dinas Koperasi
UMKM dan Perindustrian Kota
Balikpapan, akan ada lima kelompok industri di kawasan tersebut. Kelompok tersebut meliputi industri makanan,
bengkel, pengolahan kayu, briket dan pengolahan limbah. Hingga saat ini upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mempercepat pengembangan kawasan SIKS dilakukan melalui pembangunan infrastruktur pendukung, seperti pembangunan jaringan pipa pembuangan limbah untuk perusahaan produksi. Pembangunannya dilakukan dengan bantuan dana hibah khusus (DAK) senilai lebih dari 700 juta rupiah dari pemerintah pusat pada tahun 2019 (Puspa, 2019) Selain itu, kawasan SIKS juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti kantor Unit Pengelola Teknis (UPT), drainase, sumur air dan instalasi penjernihan air, serta apartemen sewa.
Jumlah pengrajin tahu dan tempe yang terdaftar di Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Kota Balikpapan di
SIKS sebanyak 59 orang pengusaha dan dengan jumlah rumah produksi
terbangun 94 Unit yang seluruhnya merupakan IKM tahu dan tempe. Hasil wawancara dari beberapa pengrajin menyatakan bahwa mereka menyewa dari pemerintah dengan membayar sebesar Rp500.000 perbulan. Namun, beberapa diantaranya ada yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang berlaku selama 20 tahun.
Jumlah pemilik atau pengelola industri tahu dan tempe di dalam sentra Industri Kecil Somber sebanyak 59 orang. terdiri dari laki-laki yaitu sebanyak 51 orang sedangkan sisanya perempuan. Tenaga kerja perempuan membantu tenaga laki-laki dalam hal pengepakan hasil yang siap di jual. Rata- rata usia pekerja di sentra pembuatan tahu dan tempe yaitu berusia antara 41 – 50 tahun. Sedangkan yang berusia antara 51 – 60 tahun sebanyak 5 orang.
Dalam memproduksi tahu dan tempe, para pengrajin mendapat bantuan berupa tempat produksi dari pemerintah kota Balikpapan. Tentunya fasilitas yang diberikan tersebut dirawat atau dilakukan maintenance dengan baik oleh para pengguna. Sebagai UMKM binaan, sentra produksi tahu tempe ini sering mendapatkan pelatihan cara membuat tahu dan tempe dengan baik dengan memperhatikan kebersihan dan pengolahan limbah sehingga keterampilan, pengetahuuan serta
pemahaman para pelaku usaha UMKM ini dapat meningkat. Sehingga produksi tahu dan tempe yang dihasilkan tetap pada standar yang telah ditetapkan. Tidak berubah baik terhadap rasa, dan harga miski bahan baku kedelai kadang mengalami kenaikan.
b. Analisis data
Tabel 2. Uji Regresi Linier Berganda
Dari hasil pengujian regresi linier
berganda tersebut didapat bahwa Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t
Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1.422 0.654 2.174 0.034 Orientasi Kewirausahaan (X1) 0.123 0.103 0.148 2.192 0.003 Inovasi Produk (X2) 0.068 0.128 0.069 2.530 0.001 Teknologi (X3) 0.425 0.113 0.479 3.767 0.000 R = 0.518 a F hitung= 6.352 R Square = 0.268 t tabel = 2.00665 Adjusted R Square = 0.226 f tabel = 3.17 Durbin - Watson = 1.737 Sig.t = 0.05 Sig. F = 0.05
orientasi kewirausahaan (X1) berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha (Y), Inovasi Produk (X2) berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha (Y) dan Teknologi (X3)
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja usaha (Y).
Di dapatkan persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y = 1,422 + 0,123 𝑿 𝟏 + 0,068 𝑿 𝟐 + 0,425 𝑿 𝟑
Variabel Orientasi Kewirausahaan (X1) terhadap kinerja usaha (Y)
Dari hasil uji hipotesis pertama di dapatkan bahwa variabel orientasi kewirausahaan (X1) berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha (Y) hal ini menekankan bahwa dalam meningkatkan kinerja usaha diperlukan sebuah orientasi dalam berwirausaha, dan variabel orientasi kewirausahaan menjadi komponen penting dalam mengembangkan suatu usaha. Pemilik usaha harus mempunyai sebuah orientasi kewirausahaan dalam mengembangkan usahanya. Dimana menurut lee (2001) dalam Romansyah (2015) orientasi kewirausahaan merupakan kepribadian wirausahawan yang terdiri dari motivasi berprestasi, letak kendali, kepedulian, inovasi, bertindak proaktif dan mengambil resiko. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Toyib (2017) yang menyatakan bahwa variabel orientasi kewirausahaan melalui beberapa
indicator yaitu keinginan untuk berkembang, sikap kemandirian dan keterbukaan terhadap lingkungan sekitar telah memberikan sebuah pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha kecil menengah di kabupaten monokwari.
Variabel Inovasi produk (X2) terhadap Kinerja usaha (Y)
Dari hasil uji hipotesis kedua bahwa
Inovasi produk (X2) berpengaruh
terhadap kinerja usaha (Y). hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Elgi caylina, (2019) dimana inovasi produk berpengaruh positif terhadap kinerja usaha. Kemampuan seorang manajer atau pemilik peusahaan dalam melakukan inovasi produk akan mampu membawa perusahaan pada persaingan di dunia usaha dan inovasi produk dapat mempercepat tujuan dari perusahaan yaitu mendapatkan profit sebanyak- banyaknya.
Variabel Teknologi (X3) Terhadap Kinerja Usaha (Y) Dari hasil uji hipotesis ketiga di dapatkan bahwa variabel teknologi (X3) berpengaruh terhadap kinerja usaha (Y). penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Azlina & Fatimah, 2021 bahwa teknologi dapat mempengaruhi kinerja usaha. Penggunaan teknologi di masa pandemic menjadi salah satu alternatif dalam rangka meningkatkan performa UMKM. Pemasaran
dengan menggunakan teknologi digital mampu memperluas pasar sehingga kinerja usaha akan meningkat pula.
## 4. KESIMPULAN
Setelah melakukan pentelaahan mengenai penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa variabel orientasi kewirausahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja usaha
UMKM, variabel Inovasi produk berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha UMKM, dan variabel Teknologi berpengaruh signifikan terhadap kinerja usaha UMKM pada industry tahu dan tempe di Balikpapan pada masa pandemic covid-19
## DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim, D. (2021). Pengembangan UMKM : Kebijakan, Strategi,
Digital Marketing dan Model
Bisnis UMKM. Bandung. Refika.
Anggraini, R., kamalia & Nazrizal. 2022. Factor-faktor yang mempengaruhi kinerja usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di provinsi Riau pada masa Pandemi covid-19. Manajement studies and Entrepreneurship Journal. Vol. 3(6) 2022. Hal 3756-3772. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan
pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta
Chaerani, D., Talytha, M. N., Perdana, T., Rusyaman, E., & Gusriani, N.
(2020). Pemetaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Pada Masa Pandemi Covid-19 Menggunakan Analisis Media Sosial Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan. Dharmakarya , 9 (4),
275-282. Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian Kota Balikpapan. (2016, Januari 20). Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian .
Retrieved Juni 18, 2021, from KIKS Berkembang Dan Makin Produktif: http://disperindagkop.balikpapan.
go.id/index.php/web/berita?&load =berita&page=14 Dinas Koperasi UMKM dan
Perindustrian Kota Balikpapan.
(n.d.). Dinas Koperasi UMKM dan
Perindustrian . Retrieved Juni 18,
2021, from Site Plan Kawasan Industri Kecil Somber Kota Balikpapan Kalimantan Timur: http://disperindagkop.balikpapan.
go.id/content/57/sentra-industri- kecil-somber
Fatimah, Siti dan Azlina, Nur. 2021. Pengaruh Teknologi Informasi dan Inovasi Terhadap Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) (Studi pada UKM berbasis Online di Kota Dumai). Jurnal riset akuntansi dan perbankan Vol. 15
No 1 Feb 2021 (444-459)
Made, D. D. (2016). Kewirausahaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Nizar, M. (2018). Pengaruh Sumber Daya Manusia, Permodalan dan Pemasaran Terhadap Kinerja Usaha Kecil dan Menengah Sari Apel di Kecamatan Tutur. Iqtishoduna , 51-69. Prawirokusumo, S. (2010). Kweirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Sahabudin, Romansyah. 2015. Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam Perspektif Kewirausahaan. Carabaca. Kompleks Griya Semata Permai.
|
9529082e-c394-435f-a864-87a01550ade2 | https://bastrindo.jurnal.unram.ac.id/index.php/jb/article/download/1289/63 |
## PENGUATAN APRESIASI BAHASA DAN SASTRA DAERAH SECARA INTENSIF DALAM MENGHADAPI ERA TEKNOLOGI DIGITAL
## Heru Pratikno
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Bandung
Posel: [email protected]
Abstrak: Derasnya perkembangan teknologi digital yang masif belakangan ini membuat aspek kehidupan menjadi terpengaruh dampaknya. Dampak itu terlihat dari minimnya penggunaan bahasa daerah dan pembacaan sastra daerah oleh masyarakat Indonesia saat ini. Akibatnya, masyarakat menjadikan bahasa daerah berada di prioritas ketiga dalam tingkatan penggunaan bahasa di lingkungannya setelah bahasa nasional dan bahasa asing. Hal itu amat dirasakan bagi masyarakat saat ini, khususnya Generasi Z dan setelahnya. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah menelusuri faktor apa saja yang menyebabkan Gen Z dan setelahnya tidak mengapresiasi bahasa dan sastra Sunda. Tujuan selanjutnya adalah mencari solusi dalam mewujudkan kesadaran berbahasa dan bersastra Sunda bagi Gen Z dan setelahnya. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan penyebaran angket. Hasil penelitian ini adalah bukan hanya faktor teknologi yang menyebabkan anak tidak mengenal budaya Sunda, melainkan kurangnya kesadaran orang tua dalam membiasakan anak mengapresiasi bahasa dan sastra Sunda dalam lingkungannya pun berpengaruh.
Kata kunci : apresiasi bahasa, sastra daerah, teknologi digital
Intensive Appreciation of Regional Languages and Literature as A Nation's Strength in Facing The Era of Digital Technology
Abstract: The rapid development of massive digital technology lately has affected aspects of life. This impact can be seen from the lack of use of regional languages and reading of regional literature by the Indonesian people today. As a result, people make local languages the third priority in the level of language use in their environment after national and foreign languages (Sutisno et al., 2021). It is very felt for today's society, especially Generation Z and after. Therefore, the purpose of this study is to explore what factors cause Gen Z and after that they do not appreciate Sundanese language and literature. The next goal is to find a solution in realizing Sundanese language and literature awareness for Gen Z and beyond. The research method in this research is quantitative by distributing questionnaires. The results of this study are not only technological factors that cause children not to know Sundanese culture, but the lack of awareness of parents in getting their children to appreciate Sundanese language and literature in their environment also has an effect.
Keywords: appreciation of language, regional literature, digital technology
## PENDAHULUAN
Dalam suasana pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, interaksi yang dilakukan seseorang tidak akan pernah berhenti. Walaupun telah ada aturan untuk menjaga jarak dan tidak boleh berkumpul di suatu tempat, bukan berarti komunikasi mereka menjadi terhambat. Dengan kondisi yang demikian ini, mereka justru memanfaatkan media digital sebagai sarana untuk tetap bisa berinteraksi dengan lawan bicaranya. Hal itu mau tidak mau mereka lakukan karena berbicara kepada orang lain sudah menjadi suatu kebutuhan dalam aktivitasnya. Meskipun demikian, pembicaraan yang mereka lakukan itu penuh dengan keterbatasan, seperti sulitnya mengakses jaringan internet, kendala perangkat komunikasi, dan beban biaya yang mahal harus dikeluarkan.
Derasnya perkembangan teknologi digital yang begitu pesat membuat kehidupan manusia menjadi sangat berdampak. Dampak itu memberikan perubahan yang luar biasa bagi aspek pendidikan di Indonesia. Hal itu terbukti selama pandemi Covid-19 sekarang ini. Setiap anak belajar dengan menggunakan ponsel atau laptopnya masing-masing, mulai dari guru menyampaikan materi, berdiskusi, memiliki bahan ajar, sampai mengerjakan soal latihan. Semua itu mereka lakukan di rumah dan dengan perangkatnya masing-masing. Namun demikian, penerapan pembelajaran berbasis digital tentu memiliki dampak dan pengaruh bahasa bagi anak (Pratikno, 2020). Selain itu, kebiasaan baru tersebut ternyata dapat menurunkan semangat anak-anak terhadap minat baca sastra dan berbicara dengan bahasa daerahnya.
Dengan begitu, hal tersebut membuat lemahnya pengetahuan anak-anak tentang kesusastraan di Indonesia, khususnya sastra lisan yang ada di Jawa Barat. Dengan kurangnya pengetahuan anak tentang karya sastra Sunda, seperti cerita rakyat; perilaku anak akan semakin jauh dari nilai-nilai budaya setempat. Padahal, sastra mampu menjadi media untuk berbagi atau bahkan dakwah yang manjur (Sofwan Yahya, 2014). Di samping itu, komunikasi yang mereka gunakan juga tidak kental dengan logat kesunda- sundaannya. Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penelitian ini justru akan menguatkan peran bahasa dan sastra daerah dalam menghadapi gempuran teknologi digital.
Dalam kondisi sekarang ini, seharusnya anak-anak lebih fokus menggunakan bahasa daerah dibandikan dwibahasa karena proses pembelajarannya masih dari rumah dan mereka berada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya (Heru Pratikno, 2021b). Pembelajaran yang dilakukan itu disebut dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau sekarang ini lebih dikenal dengan pembelajaran online (Belawati, 2019). Melihat fenomena yang demikian itu sangat memungkinkan akan muncul generasi baru yang tidak peka terhadap adanya warisan budaya bangsa. Generasi yang dimaksud itu adalah generasi Z. Generasi tersebut ialah yang terlahir tahun 1995 s.d. 2010. Mereka lebih senang menyendiri ketimbang berkumpul bersama temannya. Mereka sangat tertarik dengan permainan digital, seperti bermain game di hp daripada bermain mainan tradisional. Mereka lebih bangga berbahasa asing dibanding bahasa daerahnya sendiri. Terlebih lagi, mereka condong memilih menghargai karya-karya bangsa lain ketimbang karya besar dari bangsanya sendiri.
Hal seperti itulah yang menjadi perhatian kita sebagai orang tua untuk mau memberikan pemahaman yang benar kepada anak terkait keberadaan bahasa, sastra, dan budaya nusantara. Maka dari itu, untuk menguatkan karakter kebangsaan bagi generasi Z
diperlukan sinergitas antara pihak-pihak yang langsung bersentuhan dengan anak-anak. Pihak-pihak yang dimaksud itu di antaranya adalah (1) orang tua yang berada di lingkungan keluarga; (2) guru-guru yang berada di lingkungan sekolah; (3) masyarakat yang berada di lingkungan sosial; dan (4) pemerintahan terkait yang mengelola ruang publik. Mereka semua harus mau meluangkan waktunya untuk menyampaikan pendidikan karakter kebangsaan melalui budaya setempat dan cerita-cerita rakyat nusantara.
Dari keempat pihak tersebut, yang paling eksis untuk memberikan perkenalan bahasa, sastra, dan budaya lokal adalah orang tuanya. Alasannya adalah mereka sangat dominan dan lebih intensif bertemu dengan anak-anaknya. Berbicara suku Sunda, tentu tidak asing lagi kedengarannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Penyebabnya adalah banyaknya masyarakat Sunda yang kini sudah menyebar ke berbagai daerah, seperti tinggal di daerah perbatasan, yakni di Jabodetabek. Kemudian, mereka menikah dengan suku yang berbeda pula. Dengan begitu, hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya akulturasi.
Menurut KBBI, akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi (Kemendikbud, 2019). Namun demikian, masyarakat Sunda yang menetap berada di pinggiran daerah Pasundan, misalnya, di Bogor belum bisa mempertahankan nilai-nilai kesundaannya kepada generasi di bawahnya, yakni anak-anaknya. Mereka cenderung memasabodohkan anaknya untuk mengenal/tidak mengenal budaya leluhurnya, yakni bahasa dan sastra Sunda. Jika dibiarkan dan tidak mampu survive dalam perkembangannya menghadapi modernitas, bahasa akan mati secara perlahan sebab ditinggalkan oleh penggunanya (Ahmadi, 2020). Padahal, anak-anak seusia TK dan SD perlu dikenalkan cerita-cerita rakyat nusantara. Setelah itu, mereka harus mengapresiasinya dengan penghayatan dan pemahaman yang baik.
Cerita rakyat yang berasal dari Jawa Barat di antaranya ada Sangkuriang, Lutung Kasarung, Situ Bagendit, Ciung Wanara, Si Kabayan, dan sebagainya. Memperkenalkan cerita rakyat tersebut sangat baik untuk anak, yakni ia mampu mengembangkan kognisinya; menambah imajinasinya; menguatkan daya ingatnya; memahami nilai moral dan budaya Sunda; dan menjalin keakraban anak dengan orang tua. Selain itu, manfaat penting lainnya dari bercerita Sunda bagi anak adalah kemampuan anak dalam berbahasa Sunda menjadi meningkat. Dengan begitu, ia akan menguasai banyak kosakata bahasa Sunda; berani berbicara di depan umum dengan bahasa Sunda yang lancar; dan mampu menulis bahasa Sunda dengan benar. Hal itu pun akan menjadi bekal mereka ketika sudah menjadi mahasiswa.
Itu artinya, ada korelasi yang kuat dari sebuah cerita rakyat Sunda dengan kemampuan berbahasa Sunda yang dimiliki anak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri sejauh mana kemampuan anak-anak mampu berbahasa Sunda. Selain itu, penelitian ini pun berupaya mengetahui pemahaman anak-anak tentang kesusastraan yang ada di Jawa Barat. Tujuan yang terakhir dari penelitian ini adalah mengungkapkan perubahan yang terjadi pada diri anak setelah mereka mengapresiasi bahasa dan sastra lisan di tanah Pasundan. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan akan mampu menghasilkan keterkaitan bagi pengguna bahasa Sunda dengan pemahaman kesusastraannya dan dengan sikap yang dimilikinya.
## LANDASAN TEORI
Penelitian tentang bahasa daerah, khususnya bahasa Sunda telah banyak dilakukan oleh para akademisi, baik penelitian yang membahas internal bahasa maupun penelitian yang mengaitkan dengan disiplin ilmu lainnya. Di samping itu, banyak pula penelitian yang membahas tentang kesusatraan yang ada di Jawa Barat dengan berbagai metode dan pisau analisisnya. Namun demikian, penelitian tersebut tidak boleh hanya berhenti dalam bentuk paper, tetapi harus ada tidak lanjut agar sampai diperkenalkan kepada masyarakat Jawa Barat. Dengan begitu, hal tersebut akan menjadi bentuk pembelajaran masyarakat untuk mengetahui kondisi kekinian bahasa, sastra, dan budaya Sunda.
Bahasa Sunda merupakan bagian dari kekayaan nonfisik bangsa Indonesia. Tak hanya itu, bahasa tersebut juga menjadi kekuatan bangsa dalam hal pergaulan masyarakat di Jawa Barat. Selain itu, bahasa Sunda pun berkontribusi dalam memperkaya perkembangan bahasa Indonesia. Hal itu sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kulsum (2015) yang mengungkapkan bahwa ada beberapa kosakata yang berkaitan dengan bidang kesenian yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kosakata-kosakata yang dimaksud itu di antaranya adalah angklung, dog-dog, kempul, tarawangsa , dan sebagainya. Jadi, sebagai bahasa daerah dengan penutur yang cukup banyak, bahasa Sunda mempunyai kemantapan, baik dalam korpus maupun dalam pemakaiannya (Kulsum, 2015).
Dengan jumlah penutur bahasa Sunda yang cukup banyak, para penutur tersebut pun tinggal dan menetap dengan menyebar ke berbagai daerah di luar Jawa Barat. Meskipun begitu, para penutur tetap konsisten menggunakan bahasa Sunda sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi dengan sesama sukunya walaupun tidak berada di tanah Sunda. Keunikan tersebut telah diteliti oleh Sutisno et al. (2021) yang mengamati pengguna bahasa Sunda yang berada di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas menggunakan bahasa Jawa. Adanya fenomena pemertahanan bahasa Sunda di Desa Luwung Bata tidak terlepas dari unsur historis desa tersebut. Dalam upaya mempertahankan bahasa Sunda di Desa Luwung Bata, mereka melestarikan bahasanya dengan cara memperkenalkan dan mengajarkan bahasa pertama kepada anaknya dengan menggunakan bahasa Sunda (Sutisno et al., 2021).
Keberadaan bahasa daerah itu tidak dapat dihindari, bahkan harus dilindungi dan dihormati karena masing-masing memiliki fungsi dan kedudukan yang penting bagi pembinaan dan pengembangan bahasa Indoneisa (Salam, 2018). Perlakuan tersebut juga merupakan bagian dari apresiasi terhadap bahasa daerah. Namun, bukan hanya bahasa yang perlu diapresiasi, melainkan sastra daerah. Alasannya adalah penggunaan bahasa yang baik dapat membentuk karakter bagi seseorang (Pratikno, 2023). Selain itu, sastra mampu menjadi perenungan moral untuk memperbaiki karakter diri (heru pratikno, 2023). Dengan begitu, penguatan bahasa dan sastra sangat diperlukan bagi generasi penerus (Pratikno, 2021a). Jadi, apresiasi sastra adalah penilaian, pemahaman, dan penghargaan terhadap karya sastra (Gasong, 2019). Salah satu bentuk apresiasi sastra adalah mendongeng atau bercerita sastra. Bercerita juga harus dapat memberikan pendidikan moral dan kesantunan berbahasa maupun berperilaku pada anak (Sulastri, 2013).
## METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi lapangan dengan mengamati secara langsung munculnya fenomena unik tentang kebahasaan. Bahasa daerah yang dimaksud adalah bahasa Sunda yang ada di daerah Bogor. Bahasa Sunda yang ada di daerah Bogor ini terbilang unik karena kosakata yang digunakan penuturnya tidak lagi murni berbahasa Sunda, tetapi sudah ada campur kode dengan bahasa Indonesianya. Bahkan, penggunaan bahasa Indonesia menjadi lebih dominan daripada bahasa Sundanya.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penyebaran angket. Kuesioner tersebut dibuat dalam bentuk angket secara online yang ditujukan secara terbatas dan dengan sistem acak. Artinya, hal itu hanya dilakukan kepada beberapa responden yang berada di sekitar penulis. Angket tersebut ditujukan kepada generasi Z, yakni mahasiswa dan generasi setelahnya, yakni siswa sekolah dengan tautan sebagai berikut dan bukti jumlah pengisian responden.
1. https://docs.google.com/forms/d/1Csjtt3rxl46DqbATN2g- cebrNZhPxXGTJGzyvHRpOmw/edit
2.
Tentunya, dalam pengisian angket tersebut, orang tua juga turut mendampingi anaknya sekaligus terlibat mengisi. Rentang waktu pengisian angket dimulai dari tanggal 17 s.d. 26 Juni 2021 melalui Google Form yang disebar melalui grup WA atupun japri. Responden yang dimintai datanya adalah orang yang dikenal penulis, seperti tetangga, rekan kerja, dan mahasiswa. Dari 100 responden yang dimintai tanggapannya untuk mengisi kuesioner, hanya ada 72 orang yang bersedia dan aktif merespons. Dengan demikian, data-data kuesioner tersebut nantinya akan diakumulasikan oleh penulis secara bertahap dan berurutan.
Setelah data lengkap terkumpul, kemudian penulis memindahkannya dari Google Form ke naskah artikel untuk diuraikan secara rinci. Dalam menganalisis data tersebut, penulis menggunakan metode kuantitatif. Dalam tradisi kuantitatif, instrumen yang digunakan tertata dengan baik (Mulyadi, 2013). Selanjutnya, data tersebut akan ditampilkan secara utuh dan alamiah untuk dianalisis kesesuaiannya berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Untuk meneliti suatu bahasa secara kuantitatif harus jelas batasan ruang lingkupnya. Ruang lingkup yang dimaksud itu adalah kapan waktunya, di mana tempatnya, dan apa objek penelitiannya. Dengan demikian, metode kuantitatif ini akan menghasilkan penelitian yang objektif dan komprehensif.
## PEMBAHASAN
Saat ini, penggunaan bahasa daerah mulai sedikit sekali dipakai oleh anak-anak dan mahasiswa zaman sekarang. Dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitarnya, mereka sangat jarang bahkan tidak pernah menggunakan bahasa daerah. Padahal, ketika mereka berada di lingkungan keluarga dan masyarakat, alangkah baiknya menggunakan bahasa daerahnya, seperti bahasa Sunda. Hal itu diterapkan sebagai upaya untuk mempertahankan bahasa nusantara di Indonesia. Untuk itu, perlu dukungan dari orang tua dan pihak-pihak terkait. Karena masih berada di lingkungan Jawa Barat, orang tua perlu membiasakan anaknya untuk berbicara menggunakan bahasa Sunda.
Dalam kenyataannya, penggunaan bahasa Sunda di wilayah perbatasan, seperti di daerah Bogor, kini menjadi suatu tantangan untuk bisa eksis digunakan oleh generasi Z. Salah satu faktor penyebab hal tersebut adalah banyaknya pendatang dari Jakarta dan luar Jawa Barat yang menetap tinggal di Bogor. Alhasil, anak mereka tidak bisa berbahasa Sunda dengan baik karena adanya campur kode dengan bahasa asli orang tuanya. Untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui sekolah telah melakukan upaya dalam melestarikan bahasa Sunda, yakni dengan mewajibkan siswa untuk mengikuti mata pelajaran bahasa Sunda di sekolahnya. Namun demikian, kesulitan memahami bahasa Sunda masih dialami anak yang bukan penutur asli bahasa Sunda.
Oleh karena itu, tenaga pengajar sangat memerlukan strategi khusus untuk mengajarkan bahasa Sunda bagi siswa non-Sunda yang ada di daerah Bogor. Senada dengan penelitian yang telah di lakukan Rohayati (2016) yang berjudul “Strategi Pengajaran Bahasa Daerah (Sunda) untuk Mahasiswa Non-Sunda di PGSD UPI Kampus Cibiru”. Untuk memelihara bahasa daerah diperlukan kesengajaan usaha yang terprogram, yakni berupa penyelenggaraan pengajaran di sekolah, penerbitan buku dan majalah, pembentukan lembaga bahasa, penetapan peraturan formal, dan mengadakan penyuluhan atau seminar (Rohayati, 2016).
Jadi, bahasa Sunda yang digunakan anak tentu harus memperhatikan kesantunan berbahasa. Anak harus diajarkan bagaimana menggunakan bahasa Sunda yang santun apalagi ketika berbicara dengan orang yang lebih tua darinya. Pemilihan diksi juga harus diperhatikan oleh anak saat ia sedang menyampaikan pendapatnya. Hal itu amat penting baginya sebagai pembelajaran dan pembiasaan dalam bertutur kata santun yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kenyataannya adalah bukan bahasa Sunda yang digunakan oleh siswa dan mahasiswa di lingkungannya, melainkan bahasa Indonesia. Hal itu terbukti dalam diagram batang berikut ini.
## Diagram 1 Penggunaan Bahasa Keseharian
Melihat kondisi yang terjadi pada diagram 2, bahasa daerah masih menjadi sesuatu yang kurang popular di kalangan generasi Z, yakni mahasiswa. Tak hanya mereka, ternyata generasi setelahnya pun demikian, yakni anak-anak yang terlahir setelah tahun 2010 sudah mulai menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya dalam kehidupan sehari-hari. Jika diperhatikan diagram tersebut, pengguna bahasa daerah hanya terdapat 27 orang dengan rincian 14 orang menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Sementara itu, sisanya adalah 13 orang berbahasa daerah lainnya, seperti bahasa Jawa, Betawi, dan Melayu. Hal itu terjadi lantaran banyaknya pendatang dari luar Jawa Barat yang tinggal di daerah perbatasan dan pinggiran, yakni di Jabodetabek. Para pendatang tersebut masih mempertahankan dialek aslinya yang kemudian diterapkan kepada anak-anak mereka.
Sebagai contoh, banyak masyarakat Sumatera, Jawa Tengah, atau Jawa Timur yang bekerja di Ibu Kota Jakarta dan memiliki pasangan hidup dari daerah yang sama pula, tetapi mereka tinggal di wilayah Jawa Barat, seperti di Bogor, Depok, dan Bekasi. Wilayah- wilayah tersebut termasuk daerah yang berbatasan langsung dengan ibu kota Jakarta. Dengan demikian, tidak heran walaupun mereka tinggal di Jawa Barat, bahasa yang mereka gunakan di lingkungan keluarganya masih mempertahankan bahasa asalnya. Selain itu, tak tertutup kemungkinan akan terjadi percampuran bahasa atau campur kode antara bahasa asli mereka dengan bahasa Sunda dan/atau Betawi. Bahasa Betawi ternyata masih termasuk ke dalam bahasa Melayu Jakarta dialek setempat (Collins, 2005).
Dalam digram terlihat bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa dan anak-anak, yakni sebanyak 66 responden atau sekitar 91,7%. Hal itu disebabkan karena orang tua mereka berasal dari daerah yang memiliki budaya dan bahasa yang berbeda sehingga dalam berkomunikasi mereka menerapkan bahasa Indonesia sebagai pengantar. Contohnya, ayah mereka berasal dari suku Sunda dan ibunya berasal dari suku Jawa. Dengan begitu, untuk memudahkan komunikasinya, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa yang netral, yakni bahasa Indonesia. Begitu pula, mereka pun akan menerapkannya kepada anak-anak mereka dengan berinteraksi
menggunakan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga. Maka dari itu, kebiasaan anak tersebut dalam berbahasa Indonesia akan diterapkan juga di dalam lingkungan sekitarnya, termasuk di masyarakat saat anak bermain.
Namun demikian, apabila diperhatikan diagram tersebut, jumlah pengguna bahasa, baik Sunda, Indonesia, asing, maupun bahasa daerahnya ada sebanyak 97 pengguna. Itu artinya, dari 72 responden terdapat beberapa anak yang menggunakan 2, bahkan 3 bahasa berbeda dalam kehidupan sehari-harinya. Kebanyakan dari anak pengguna bilingual itu yang paling dominan digunakan adalah bahasa Indonesia dan selebihnya ada yang menggunakan bahasa daerah dan ada pula bahasa asing. Bukan berarti mereka anti bahasa asing, tetapi aneh kalau anak mengasingkan bahasa daerahnya (Situmorang, 2021). Untuk mengimbangi pertumbuhan bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang demikian besar, diupayakan penggalian budaya daerah melalui penelitian untuk meningkatkan jumlah kosakata di bidang kebudayaan yang ada di Indoneia (Khafid, 2005). Berikut ini adalah data anak yang menggunakan beberapa bahasa dalam kesehariannya.
Tabel 1 Penggunaan Beberapa Bahasa Nomor Bahasa yang digunakan Responden 1. Bahasa Sunda dan bahasa Indonesia 9 2. Bahasa daerah lainnya dan bahasa Indonesia 8 3. Bahasa Sunda, bahasa daerah lainnya, dan bahasa Indonesia 1 4. Bahasa Sunda, bahasa asing, dan bahasa Indonesia 1 5. Bahasa asing dan bahasa Indonesia 2 6. Bahasa asing, bahasa daerah lainnya, dan bahasa Indonesia 1 Jumlah 22
Berdasarkan tabel 1 tersebut, anak-anak bilingual yang menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sangat dominan, yakni sebanyak 22 orang. Itu artinya, bahasa Indonesia sudah berhasil menjadi lingua franca di lingkungan keluarga, saudara, dan masyarakat mereka. Namun demikian, bukan berarti bahasa daerah mereka tidak digunakan sama sekali. Oleh karena itu, perlu ada proporsional penggunaan bahasa bagi mereka yang bilingual. Misalnya, ada kewajiban menggunakan bahasa daerah ketika anak berada di tempat-tempat tertentu dan pada hari-hari tertentu.
Sebagai contoh, ketika ada di lingkungan keluarga, mereka wajib menggunakan bahasa daerahnya kapan pun dan sesering mungkin. Karenanya, keluarga merupakan sarana sosialisasi primer bagi seseorang untuk mengenal dan belajar tentang budaya yang dimilikinya (Fitriyani et al., 2015). Lalu, saat di lingkungan masyarakat, bahasa daerah yang mereka gunakan harus dikondisikan dengan lawan bicaranya karena beragamnya orang dari berbagai suku bangsa. Sementara itu, jika anak berada di lingkungan sekolah, anak harus menerapkan kebijakan menggunakan bahasa daerah pada hari-hari tertentu, misalkan, dalam seminggu 3 kali wajib diterapkan dengan diselang-seling harinya, yakni
hari Senin, Rabu, dan Jumat. Dengan begitu, secara tidak sadar anak-anak telah membantu ikut melestarikan bahasa daerahnya.
Berikutnya, bahasa Sunda merupakan bahasa yang banyak juga digunakan oleh anak bilingual, yakni sebanyak 11 responden. Kemudian, diikuti oleh bahasa daerah lainnya, yakni sebanyak 10 anak. Dari keduanya, perbedaan itu amat tipis dan boleh dikatakan mendekati. Hal itu tentu lebih disebabkan ruang lingkup penelitian yang hanya disurvei di sekitar Jawa Barat pinggiran yang dekat dengan Ibu Kota Jakarta, yakni Bogor. Daerah tersebut boleh dikatakan sebagai daerah rantauan bagi para pendatang yang bekerja di Jakarta. Dengan demikian, bahasa Sunda di lingkungan keluarga dan masyarakat di Bogor mulai tergeser dan tergantikan dengan bahasa daerah lainnya, seperti bahasa Betawi, Jawa, Melayu, dll.
Di lain hal, ada pula anak-anak yang mampu menggunakan tiga bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Tiga bahasa yang dimaksud itu di antaranya adalah bahasa Sunda, bahasa daerah lainnya, dan bahasa Indonesia, yakni ada 1 anak; pengguna bahasa Sunda, bahasa asing, dan bahasa Indonesia sebanyak 2 anak; pengguna bahasa asing, bahasa daerah lain, dan bahasa Indonesia hanya ada 1 anak. Jadi, total anak bilingual yang bisa lebih dari 2 bahasa berjumlah 4 anak. Mereka itu adalah anak yang memiliki kecerdasan otak kiri yang lebih baik karena mampu memahami banyak bahasa sekaligus.
Dapat dipastikan bahwa anak-anak tersebut dapat berpikir secara analitis, kritis, dan sistematis tentang sesuatu dengan menggunakan bahasa lisan dan/atau tulisan. Walaupun menggunakan bahasa keseharian yang berbeda-beda dan karena masih tinggal di Jawa Barat atau dekat dengan perbatasan Jawa Barat, mereka setidaknya mengenal bahasa Sunda seperti apa. Dipilihnya bahasa Sunda sebagai fokus penelitian ini adalah karena wilayah Provinsi Jawa Barat identik dengan penggunaan bahasa Sunda. Berikut ini merupakan hasil survei kemampuan anak-anak berbahasa Sunda dalam bentuk diagram 2.
## Diagram 2
## Penggunaan Bahasa Daerah
Dari 72 orang responden yang disurvei, lebih dari setengahnya, yakni sebanyak 37 anak atau sekitar 51,4% tidak bisa berbahasa Sunda, baik lisan maupun tulisan. Padahal, kebanyakan dari mereka tinggal dan menetap di wilayah Jawa Barat. Selain itu, bahasa Sunda pun masih diajarkan di sekolah lingkungan Jawa Barat. Itu artinya, bahasa Sunda yang diberikan di sekolah masih belum cukup efektif membantu siswa bisa
menggunakannya. Oleh karena itu, perlu ada tambahan belajar bahasa Sunda di luar sekolah. Hal itu tentunya perlu ada koordinasi dengan pihak-pihak terkait yang ikut terlibat dalam pemberdayaan bahasa Sunda. Pihak yang dimaksud itu adalah pemerintah, mulai dari level RT sampai ke tingkat provinsi. Selain itu, LSM, ormas, dan tokoh masyarakat juga harus peduli dan membantu dalam pelestarian budaya, sastra, dan bahasa daerahnya. Hal itu harus dilakukan karena kepunahan bahasa daerah memiliki dampak yang signifikan bagi keberlangsungan suatu budaya daerah (Gischa, 2021).
Di lingkungan masyarakat, misal, pengurus RT berkoordinasi dengan perguruan tinggi di Jawa Barat, seperti Unisba, Unpad, dan UPI untuk melakukan sosialiasi dan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan bahasa Sunda bagi anak-anak. Di lain hal, perlu ada upaya pendokumentasian karya-karya berbahasa Sunda dalam bentuk digital agar jejaknya tidak hilang dan punah begitu saja (Fadila, 2020). Tokoh masyarakat dan perangkat desa pun juga ikut membantu pengabdian kepada masyarakat terkait penyuluhan bahasa Sunda. Di samping itu, baik ormas maupun LSM yang konsen dalam bidang kebudayaan Sunda perlu mengadakan kegiatan-kegiatan yang bernuansa Sunda, seperti perlombaan pidato dan cerita dengan bahasa Sunda. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga bahasa Sunda agar tetap eksis dalam diri anak-anak ketika bermasyarakat. Walaupun bahasa Sundanya masih kasar atau kurang bagus, mereka harus terus belajar memperbaiki diri agar jangan sampai jati diri bahasa dan budaya Sunda menjadi hilang (Adji, 2017).
Meskipun demikian, ada pula hampir separuh responden yang dapat berbahasa Sunda, yakni sekitar 48,6% atau sebanyak 35 anak. Hal itu berarti pengguna bahasa Sunda sudah mulai tergeser di kalangan generasi Z yang berada di zona barat pinggiran Jawa Barat. Namun, dari jumlah itu, anak-anak yang berbahasa Sunda di lingkungannya, kemampuan mereka dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Mereka yang bisa berbicara dan menulis bahasa Sunda berjumlah 20,8% atau sebanyak 15 anak. Responden yang demikian ini kecenderungannya merupakan anak dari orang tua asli dari suku Sunda yang sudah dewasa. Mereka besar, tinggal, dan berasal dari Jawa Barat.
Klasifikasi lainnya adalah anak-anak yang hanya bisa berbicara dengan bahasa Sunda secara lisan, yakni sebanyak 26% atau 19 anak. Kemampuan anak yang seperti ini biasanya hanya dimiliki oleh anak-anak yang terlahir setelah gen Z, yakni yang lahir setelah tahun 2010. Mereka hanya menerima bahasa Sunda dari apa yang mereka dengar di lingkungan sekitar. Artinya, mereka pun belum menerima pendidikan formal yang mempelajari bahasa Sunda secara serius di sekolah. Di lain hal ada pula 1,4% atau 1 anak yang hanya bisa menulis dengan bahasa Sunda. Anak yang demikian biasanya bukan berasal dari orang tua Jawa Barat, namun mempelajari bahasa Sunda di sekolahnya. Penulis tak hanya menyoroti soal bahasa Sunda pada anak di pinggiran Jawa Barat, tetapi pengetahuan sastra pun juga menjadi perhatian penulis untuk ditelusuri. Berikut ini adalah data hasil surveinya.
## Diagram 3 Pengetahuan tentang Sastra Lisan
Berdasarkan diagram 3 tersebut, anak-anak yang mengetahui sastra lisan yang ada di lingkungan Jawa Barat hanya sedikit jumlahnya, yakni 41,7% atau hanya ada 30 anak dari 72 responden. Hal itu amat disayangkan apabila terdapat lebih banyak siswa yang tidak mengetahui cerita rakyat dari daerahnya sendiri padahal mereka berada di daerah pinggiran Jawa Barat. Dengan begitu, literasi tentang sastra lisan bagi anak-anak di Jawa Barat masih sangat lemah, terutama mereka yang berada di daerah pinggiran sebelah barat, yakni Bogor. Oleh karena itu, perlu ada penguatan kemampuan memahami sastra Sunda bagi anak-anak selama di sekolah. Dengan begitu, keterampilan berbahasa Sunda bagi anak pun akan semakin bagus (Pratikno, 2023).
Sementara itu, anak yang telah mengetahui sastra lisan Sunda tidak cukup sekadar tahu saja. Mereka harus bisa memahami cerita tersebut secara mendalam sehingga bisa mengambil hikmah atau pesan moral dari setiap cerita. Kemudian juga, anak harus mendapatkan bimbingan khusus dari guru dan orang tua terhadap bacaan sastranya, misalnya, sang anak perlu diarahkan perbuatan mana yang baik dan mana yang tidak baik dari cerita tersebut. Hal itu diharapkan anak akan mampu membiasakan diri menjadi pribadi yang lebih baik ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat. Dari responden yang mengetahui sastra lisan di Jawa Barat, apa saja yang diketahui anak tentang cerita rakyat Sunda? Berikut ini adalah hasil surveinya dalam bentuk tabel 2.
Table 2 Pengetahuan Sastra Lisan di Jawa Barat Nomor Judul Cerita Rakyat Responden 1. Sangkuriang 19 2. Tangkuban Perahu 11 3. Carita dongeng sakandang buaya jeng sakandang uncal 1 4. Bulu kelinci jadi bodas 1 5. Si Kancil, Sakadang Kuya, Si Monyet 1
6. Cerita Lutung Kasarung 8 7. Si Kabayan 6 8. Si Leungli 1 9. Sekarang kuya jeung sekarang monyet 1 10. Talaga Warna 1 Jumlah 50
Cerita rakyat yang ada di Jawa Barat memang banyak sekali jumlahnya, namun yang dipahami oleh siswa hanya beberapanya saja. Berdasarkan data para siswa yang mengetahui sastra lisan, pertanyaan lanjutannya adalah apa saja yang diketahui anak tentang cerita rakyat Sunda? (sebutkan judul/isi ceritanya). Kemudian, penulis telah merekap hasil jawaban dari responden, yakni sesuai tabel 2. Jika dilihat dari tabel tersebut, jumlah responden yang mengisi pertanyaan lanjutan ada sebanyak 50 anak yang mengetahui cerita rakyat Sunda. Itu berarti dari 50 anak tersebut ada yang mengetahui lebih dari satu cerita rakyat Sunda.
Dari 10 cerita rakyat Sunda tersebut, yang paling banyak diketahui oleh generasi Z dan setelahnya adalah cerita Sangkuriang. Kemudian, urutan kedua yang dominan mereka ketahui adalah Legenda Gunung Tangkuban Perahu, yakni ada 11 anak. Sebenarnya, antara cerita Sangkuriang dengan Legenda Gunung Tangkuban Perahu sama saja isi ceritanya. Namun, kedua hal itu bergantung dari isi cerita yang direkam dalam pemikiran sang anak sehingga mereka lebih mengingat tokoh utamanya atau peristiwa kejadiannya sebagai judul ceritanya. Jadi, jika digabungkan, responden yang mengetahui isi cerita tersebut menjadi sebanyak 30 anak. Kemudian, cerita rakyat Sunda yang diketahui dan dianggap popular oleh gen Z dan setelahnya adalah cerita Lutung Kasarung sebanyak 8 anak dan Si Kabayan sebanyak 6 anak. Berkenaan dengan hal tersebut, pertanyaan lanjutannya adalah dari manakah cerita rakyat Sunda yang anak-anak ketahui itu? Berikut ini adalah hasil survei dari pertanyaan tersebut yang terdapat dalam bentuk diagram 4.
## Diagram 4
Sumber Pengetahuan Cerita Rakyat
Berdasarkan diagram 4 tersebut terjadi penurunan jumlah responden, yakni hanya ada 53 orang yang mengisi pertanyaan tersebut. Hal itu disebabkan yang mengisi
pertanyaan ini adalah semua responden yang hanya mengetahui sastra lisan di Jawa Barat. Namun, ada pula responden yang mengisi pertanyaan ini walaupun mereka tidak mengetahui sastra lisan di Jawa Barat. Itu berarti sang anak hanya sekilas membaca atau menonton film cerita rakyat Sunda sementara mereka tidak mengetahui isi teks atau film tersebut. Lagi-lagi hal seperti ini sangat memiriskan kita karena lemahnya budaya literasi sastra anak. Dengan begitu, anak akan kehilangan jati diri budaya bangsanya sehingga mudah sekali mereka disusupi pengaruh budaya asing. Tak menutup kemungkinan, hal itu akan mengakibatkan westernisasi. Buktinya, mudah sekali masuknya budaya korea yang kian santer di kalangan remaja, seperti serial drama korea, musik K-POP, dan gaya penampilan mereka yang telah terhipnotis olehnya (BPPB Kemendikbud, 2013).
Untuk itu, perlu ada pencegahan terhadap ancaman bahaya westerniasi bagi anak- anak. Salah satu bentuk pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasinya, yaitu anak diajak belajar sambil bermain. Kemudian, anak dikenalkan dengan kesusastraan dan kebudayaan Sunda. Wujud perkenalan itu bisa berbentuk narasi yang didongengkan; membacakannya buku cerita; atau mengajaknya menonton film/pertunjukan budaya Sunda. Dengan begitu, anak akan merasa senang dan terhibur sehingga sastra lisan ataupun cerita rakyat Sunda dapat mereka pahami dengan baik. Dengan demikian, budaya daerah akan tetap terjaga dan kebudayaan bangsa pun akan semakin kuat.
Dari ketiga cara anak mengenal cerita rakyat Sunda, ternyata hampir setengahnya mereka mengetahui cerita tersebut dari membaca buku teks. Persentasenya adalah 49,1% atau sebanyak 26 anak. Anak-anak yang seperti itu tentu harus diapresiasi dan didukung dengan harapan bisa menularkan budaya membaca teks sastra kepada temannya. Setelah memiliki kebiasaan yang baik, anak-anak akan mudah memanajemen dirinya agar tidak terlalu sering bermain gawainya. Namun, apabila dikaitkan dengan jumlah keseluruhan responden, berarti hanya ada seperempat anak yang mau membaca buku teks cerita rakyat Sunda. Memang sekarang ini, virus ganas yang menyebar di kalangan siswa adalah rendahnya minat dan kemampuan membaca (Suryaman, 2012). Oleh karena itu, orang tua dan guru perlu menggalakkan lebih intensif lagi program literasi membaca sejak dini (Pratikno, n.d.). Di samping itu, sebuah karya sastra harus hadir dengan kesederhanaan dan tidak rumit agar karya yang mereka buat dibaca oleh banyak orang (Zustiyantoro, 2015). Selain membaca buku teks, anak-anak juga memahami cerita rakyat Sunda dengan didongengkan oleh orang tuanya. Persentase itu menunjukkan angka 32,1% atau terdapat 17 anak. Jumlah tersebut pun juga masih sedikit dari tolal responden yang mengisi kuesioner. Padahal, kegiatan mendongeng ini sangat penting dan bermanfaat bagi anak. Dengan mendongeng, anak mampu mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya. Dari segi bahasa, mendongeng juga dapat menambah kosakata yang dimiliki anak sehingga kemampuan verbalnya pun juga akan meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya orang tua juga menggunakan bahasa Sunda saat bercerita atau minimal ada kosakata bahasa Sunda yang disisipkan. Dengan begitu, kemampuan anak dalam berbahasa Sunda akan menjadi lebih baik lagi.
Yang terakhir, yakni pengetahuan anak terhadap cerita rakyat Sunda mereka dapatkan dari menonton video. Persentase itu dipilih sebanyak 18,9% atau terdapat 10 anak. Sekarang ini, kegiatan menonton memang tidak dapat dilepaskan dari anak-anak
gen Z dan setelahnya. Pencarian apapun dapat mereka cari melalui media digital, termauk cerita rakyat Sunda. Seiring pesatnya perkembangan teknologi digital, anak pun menjadi terlena karenanya. Apabila hal tersebut terus-menerus terjadi, tentu akan berdampak buruk bagi perkembangan anak dan pelemahan budaya bangsa. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembatasan-pembatasan aktivitas di media digital bagi anak. Yang harus dilakukan adalah sebaliknya, yakni anak harus dimotivasi dan difasilitasi agar gemar membaca. Dengan menerapkan hal seperti itu, anak akan tahu batasan kapan ia harus bermain gadget atau menonton film. Selain itu, mereka pun akan selalu dekat dengan buku bacaan dan lebih mencintai budaya bangsanya sendiri. Menurut mendikbud, perlindungan bahasa dan sastra juga harus dilaksanakan secara paralel melalui kerja sama dengan pemerintah daerah karena perlindungan itu juga berarti perlindungan terhadap keberagaman Indonesia yang multietnis dan multilingual (Hutapea, 2019).
## PENUTUP
Penelitian yang dilakukan di pinggiran barat Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Jakarta, yakni Bodebek, terutama di Bogor menyoroti problematika bahasa dan sastra Sunda. Dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekitarnya, anak-anak sangat jarang sekali menggunakan bahasa daerah. Kenyataannya adalah bukan bahasa Sunda yang digunakan oleh mereka di lingkungannya, melainkan bahasa Indonesia. Bahasa daerah masih menjadi sesuatu yang kurang populer di kalangan generasi Z, yakni mahasiswa. Tak hanya mereka, ternyata generasi setelahnya pun demikian, yakni anak-anak yang terlahir setelah tahun 2010 sudah mulai menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya dalam kehidupan sehari- hari. Hal itu terjadi lantaran banyaknya pendatang dari luar Jawa Barat yang tinggal di daerah perbatasan tersebut. Para pendatang masih mempertahankan dialek aslinya yang kemudian diterapkan kepada anak-anak mereka.
Setelah mengapresiasi cerita rakyat Sunda, tentu ada perubahan yang terjadi pada diri anak. Perubahan yang dialami anak bisa dari segi kognitif, sikap, dan afektif. Perubahan tersebut di antaranya adalah anak semakin antusias terhadap cerita-cerita rakyat nusantara; bisa berbahasa Sunda; baik, rajin, dan kritis terhadap sesuatu; meneladani dan mempraktikkan hal-hal positif; patuh terhadap orang tua; menghargai budaya Sunda; dan mencintai tanah Sunda. Di samping itu, anak pun juga menjadi tahu akan sejarah daerahnya; menambah wawasan budaya bangsa; dan paham bahwa Indonesia kaya akan kebudayaan nusantara.
## DAFTAR PUSTAKA
Adji, Y. (2017, February 22). No Title. Bahasa Sunda Dan Permainan Tradisional Harus Dilestarikan . https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-
01274898/bahasa-sunda-dan-permainan-tradisional-harus-dilestarikan- 394258 Ahmadi, A. (2020). Perencanaan Bahasa dan Sastra Indonesia . Penerbit Graniti. Belawati, T. (2019). Pembelajaran online. Jakarta, Universitas Terbuka . BPPB Kemendikbud. (2013). Dari Serial Drama hingga Musik K-POP . Kemendikbud. http://repositori.kemdikbud.go.id/430/1/Nuansa 1 2013.pdf
Collins, J. T. (2005). Bahasa Melayu bahasa dunia: Sejarah singkat . Yayasan Obor Indonesia.
Dhoni Zustiyantoro. (2015, March). No Title. Masa Depan Sastra Jawa , 36 – 37. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Esen si 3, 2015.pdf
Erwin Hutapea. (2019, October 29). Sumpah Pemuda Jadi Momen Ingatkan Perkembangan Bahasa dan Sastra. Kompas.Com . https://edukasi.kompas.com/read/2019/10/29/16243751/sumpah-pemuda- jadi-momen-ingatkan-perkembangan-bahasa-dan-sastra Fadila, R. U. (2020, February 22). Bahasa Sunda Hadapi Tantangan Besar, Pemerintah Lakukan Beragam Upaya. Pikiran Rakyat . https://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-01342765/bahasa-sunda- hadapi-tantangan-besar-pemerintah-lakukan-beragam-upaya Fitriyani, A., Suryadi, K., & Syam, S. (2015). Peran Keluarga dalam Mengembangkan Nilai Budaya Sunda. Sosietas , 5 (2). https://doi.org/10.17509/sosietas.v5i2.1521 Gasong, D. (2019). Apresiasi Sastra Indonesia . Deepublish.
Gischa, S. (2021, January 25). Cara Mencegah Kepunahan Bahasa Daerah. Kompas.Com . https://www.kompas.com/skola/read/2021/01/25/201842269/cara- mencegah-kepunahan-bahasa-daerah Hari Sulastri. (2013, January). No Title. Fungsi Dan Manfaat Bercerita Dalam Kemampuan Berbahasa Bagi Anak-Anak , 40 – 43. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/Esen si_1_2013.pdf
heru pratikno. (2023). Strengthening Character Education Values through Indonesian Culture, Language and Literature Approaches. Jurnal Pendekar ,
6 (4), 279 – 285. https://doi.org/https://doi.org/10.31764/pendekar.v6i4.20082
Heru Pratikno. (n.d.). Improving Elementary School Students’compliance With Literature Through The “Kampus Mengajar” Program . Golden Age: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 7 (2). https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/golden_age/article/view/12039
Heru Pratikno. (2021a). Konsistensi Pengembangan Bahasa Dan Sastra di Media Massa. Seminar Dan Lokakarya Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Internasional , 43 – 55. https://doi.org/https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/produk-
detail/757/prosiding-elektronik Heru Pratikno. (2021b). Parents ’ Perception of The Determination Of Bilingual Schools In Early Childhood And Primary School in The Pandemic Time Covid-19. Golden Age: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini , 5 (1), 61 – 70. Heru Pratikno. (2023). Bahasa Indonesia sebagai Pembentuk Kepribadian Mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam. Jurnal Pendekar , 6 (3), 229 – 235. https://doi.org/https://doi.org/10.31764/pendekar.v6i3.16466 Kemendikbud. (2019). KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa
## Indonesia .
Kulsum, U. (2015). Potensi Bahasa Sunda dalam Memperkaya Bahasa Indonesia. Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra , 15 (2), 253.
https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v15i2.1245
Maman Suryaman. (2012, January). No Title. UN Bahasa Indonesia Apa Dan Mengapa? , 3 – 9. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/ESE NSI 2012.pdf
Mulyadi, M. (2013). Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media , 15 (1), 128. https://doi.org/10.31445/jskm.2011.150106
Pratikno, H. (2020). Building Awareness of Religious Education in Families in The Digital Age. Jurnal Pendidikan Islam Ta ’ dib Unisba , 9 (2), 59 – 68.
https://doi.org/https://doi.org/10.29313/tjpi.v9i2.6287 Pratikno, H. (2023). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Mahasiswa Unisba dalam Menganalisis dan Menulis Teks dengan Penguatan Materi Kebahasaan. Jurnal Bastrindo , 4 (1), 14 – 27. https://doi.org/https://doi.org/10.29303/jb.v4i1.948
Riduan Situmorang. (2021). Pelajaran Bahasa Ibu di Ruang Pendidikan . BPPB Kemendikbud. http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/3450/pelajaran -bahasa-ibu-di-ruang-pendidikan
Rohayati, E. (2016). Strategi Pengajaran Bahasa Daerah (Sunda) untuk Mahasiswa Nonsunda Di PGSD UPI Kampus Cibiru. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru , 1 (2). https://doi.org/10.17509/eh.v1i2.2729 Salam, A. (2018). Seni Tutur Madihin: Ekspresi Bahasa dan Sastra Banjar . Deepublish. Sofwan Yahya. (2014, March). No Title. Pesantren Merindu Sastra , 4 – 9.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/ESE NSI 3, 2015.pdf Supriyantho Khafid. (2005, March 8). Penghargaan Sastra untuk Indonesia dan Negara Tetangga. Koran Tempo . https://koran.tempo.co/read/budaya/35349/penghargaan-sastra-untuk- indonesia-dan-negara-tetangga
Sutisno, A., Muliawati, H., Andika Dutha Bahari, & Bediyanto. (2021). Pemertahanan Bahasa Sunda sebagai Wujud Identitas Masyarakat di Desa Luwung Bata, Brebes, Jawa Tengah. Bahtera Indonesia; Jurnal Penelitian Bahasa Dan Sastra Indonesia , 6 (1), 95 – 102. https://doi.org/10.31943/bi.v6i1.113
|
ae03b701-9c6a-4daa-b955-c48dfe22aa7c | https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jpmpi/article/download/6251/4005 |
## Original Research Paper
Sosialisasi Pembuatan Pakan Ikan Putih ( Caranx sp) Pada Masyarakat Nelayan Di Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Selatan
Wellem H. Muskita 1 , Agus Kurnia 1 , Ruslaini 1 , Muhaimin Hamzah 1 , La Ode Aslin 1 , Wa Jali 2 , Wa Ode Piliana 3
1 Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari
2 Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari
3 Jurusan Agribisnis Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari
DOI : https://doi.org/10.29303/jpmpi.v6i4.6251
Sitasi: Muskita, W. H., Kurnia, A., Ruslaini., Aslin, L. O., Jali, W., & Piliana, O. (2023). Sosialisasi Pembuatan Pakan Ikan Putih (Caranx sp) Pada Masyarakat Nelayan Di Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA , 6(4)
## Article history
Received: 27 Agustus 2023 Revised: 10 November 2023
Accepted: 20 November 2023
*Corresponding Author:
Ruslaini
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo
Email: [email protected]
Abstract: Ikan putih ( Caranx sp.) merupakan salah satu jenis ikan karang yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai beberapa keunggulan komparatif antara lain mampu hidup dalam kondisi kepadatan yang tinggi (150 ekor/m 3 ), mempunyai laju pertumbuhan tinggi, sangat tanggap terhadap penambahan pakan dari ikan rucah, konversi pakan cukup efisien dan digemari konsumen. Pakan ikan yang berkualitas memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas budidaya ikan. Pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan untuk mensosialisasikan teknik pembuatan pakan ikan putih ( Caranx sp.) dan meningkatkan keterampilan masyarakat nelayan terkait pembuatan pakan yang sesuai di Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe. Metode sosialisasi meliputi sosialisasi, pelatihan, demonstrasi, dan pendampingan langsung dalam upaya meningkatkan pemahaman dan keterampilan nelayan terkait pembuatan pakan yang sesuai. Hasil yang didapatkan dalam kegiatan ini adalah peningkatan yang signifikan dalam pemahaman dan penerapan teknik pembuatan pakan ikan putih. Diharapkan bahwa sosialisasi ini dapat memberikan kontribusi pada peningkatan produksi perikanan dan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan di Desa Tapulaga serta menjadi model untuk pengembangan budidaya ikan di wilayah sekitarnya.
Keywords: Sosialisasi, Pakan, Ikan Putih, Masyarakat Nelayan
## Pendahuluan
Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan daerah pesisir yang kaya akan sumber daya perikanan yang terdiri dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Desa Tapulaga adalah salah satu wilayah yang berada di daerah pesisir yang secara administrasi terletak di Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe yang perairan lautnya memiliki potensi sumber daya ikan yang cukup produktif untuk dimanfaatkan sebagai lahan perikanan tangkap dan kegiatan budidaya. Melihat luas areal budidaya laut yang dimiliki oleh Desa Tapulaga
sehingga masyarakat memanfaatkan luas areal tersebut dengan usaha budidaya ikan sebagai alternatif dalam pemenuhan cadangan sumber daya ikan (Frayogi, et al., 2021).
Beragam jenis sumber daya yang hidup diperairan Desa Tapulaga dan salah satu jenis ikan yang menjadi target penangkapan untuk dibudidayakan adalah ikan putih ( Caranx sp.). Menurut Irianto, dkk (2002), b udidaya ikan putih merupakan salah satu jenis ikan karang yang sangat potensial untuk dikembangkan karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain mampu hidup dalam kondisi kepadatan yang tinggi
Muskita et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1115-1120
(150 ekor/m³), mempunyai laju pertumbuhan tinggi, sangat tanggap terhadap penambahan pakan dari ikan rucah, konversi pakan cukup efisien dan digemari konsumen. Keunggulan lain dari jenis ikan putih dalam lingkungan budidaya yaitu tidak memerlukan perawatan yang terlalu intensif, tahan terhadap penyakit, mampu beradaptasi pada perubahan kualitas perairan yang ekstrim (Lumi, et al., 2019). Menurut (Hasriyanti, 2019) bahwa potensi kelautan sangat strategis tetapi belum banyak dimanfaatkan dan dikelola secara baik dengan memanfaatkan peralatan-peralatan canggih.
Budidaya ikan putih ( Caranx sp.) sudah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat pantai. Masyarakat terus menerus membudidayakan ikan putih karena ditunjang oleh nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lainnya. Proses produksi usaha budidaya ikan putih menggunakan keramba mulai dari pengadaan bibit, pemeliharaan dan pemanenan. Bibit ikan putih yang dibudidayakan di Desa Tapulaga secara umum yang diperoleh dari hasil pancing kemudian ditebar pada keramba untuk dilakukan proses budidaya. Pada kegiatan pemeliharaan dilakukan pemberian pakan dengan memperhatikan jumlah dan frekuensi pemberian pakan sehingga menghasilkan nilai produksi saat panen yang maksimal. Proses pemanenan dilakukan dengan mempertimbangkan umur panen dan kondisi perairan seperti pasang surut. Proses pemanenan biasanya dilakukan pada sore hari mengingat suhu perairan pada saat itu relatif rendah. Pemanenan ikan mulai dilakukan saat ukuran ikan mencapai 300g-1kg disesuaikan dengan permintaan pasar (Siti, et al, 2021).
Manfaat ikan putih ( Caranx sp.) selain diolah menjadi masakan yang nikmat, ikan putih juga memiliki manfaat yang bagus untuk kesehatan, juga berpotensi sebagai ikan hias terutama pada ukuran yuwana (5-10 cm) yang dikenal dengan nama Pidana kuning atau Simbha kuning (Hadi, 2009). Mempunyai pangsa pasar cukup tinggi sehingga sangat prospektif dalam mendukung pengembangan budidaya laut . Budidaya ikan putih sudah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat pantai. Masyarakat terus menerus membudidayakan ikan putih karena ditunjang oleh nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lainnya (Fakhrudin, dkk, 2017).
Pendapatan suatu usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi (Ulfah, 2019). Hal
tersebut menyebabkan usaha budidaya ikan putih merupakan salah satu bentuk pekerjaan alternatif bagi masyarakat pantai yang dapat menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan juga membantu sumber devisa negara sehingga kesejahteraan hidup masyarakat meningkat, meskipun tidak jarang ada kendala-kendala yang masih sering kali ditemui oleh masyarakat yang mengembangkannya.
Pengabdian ini bertujuan mensosialisasikan metode pembuatan pakan ikan putih ( Caranx sp.) yang efisien secara ekonomis, sehingga dapat meningkatkan efektivitas biaya dalam budidaya ikan. Dengan melibatkan masyarakat nelayan secara aktif, diharapkan dapat tercipta pemahaman yang mendalam dan penerapan praktis dalam upaya meningkatkan kualitas pakan, produktivitas budidaya, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan di wilayah tersebut.
## Metode
Kegiatan Sosialisasi dilaksanakan di Desa Tapulaga, Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara, yang diikuti oleh para nelayan pembudidaya ikan. Metode yang digunakan dalam upaya mencapai target luaran yang telah direncanakan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah sosialisasi kegiatan pemabuatan pakan dan dibantuh oleh mahasiswa kegiatan MBKM dengan memberikan ceramah dan diskusi. Metode ceramah digunakan pada saat penyampaian materi dan metode diskusi dilaksaankan pada saat sesi tanya jawab. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberi pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana cara budidaya ikan putih dan bagaiman cara membuat pakan ikan yang efektif dan efisien. Tahap kedua adalah praktik pembuatan pakan ikan putih dan kegiatan monitoring budidaya ikan putih Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat meliputi (Gambar 1):
Muskita et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1115-1120
## Gambar 1. Tahapan dalam Kegiatan Pengabdian
## Hasil dan Pembahasan
## 1. Kegiatan Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan pada peserta kegiatan pengabdian yang terdiri dari 30 orang berasal dari nelayan pembudidaya ikan dan ibu-ibu pembudidaya ikan. Kegiatan sosialisasi dilakukan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif kepada peserta tentang tata cara pembuatn pakan ikan putih secara efektif dan efisien serta cara pemberian pakan dalam kegiatan budidaya ikan putih yang sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan sosialisasi melalui aktifitas penyampaian materi, tanya jawab dan diskusi.
Sosialisasi mengenai pentingnya budidaya ikan putih dalam menyokong ekonomi keluarga dengan cara menumbuhkan jiwa wirausaha melalui peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam usaha budidaya ikan putih. Tahap awal dari kegiatan tersebut, adalah memberikan sosialisasi secara bertahap kepada kelompok nelayan dan pembudidaya, kelompok masyarakat yang menjadi sasaran adalah kelompok Usaha Budidaya Ikan yang berada di Desa Tapulaga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar dikarenakan terkadang perikanan tangkap tidak mampu mencapai kebutuhan pasar tersebut, apalagi saat cuaca buruk (Gambar 2).
Tahap Persiapan Kegiatan sosialisasi pada masyarakat nelayan Pembudidaya Tahap Pelaksanaan Tahap Monitoring dan Evaluasi Kegiatan pengontrolan kegiatan budidaya ikan putih Rapat tim pengabdian
Survei lokasi kegiatan dan lokasi budidaya Ikan Putih Pelatihan pembuatan pakan ikan putih
Muskita et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1115-1120
## Gambar 2. Kegiatan Sosialisasi, Penjelasan Tim Pengabdian
## 2. Pelaksanaan Pembuatan Pakan Ikan Putih
Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya (Agustono, dkk., 2009; Karimah, dkk., 2018). Pakan berfungsi sebagai sumber energi utama bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Biaya pakan dapat mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Santoso&Agusmansyah, 2011; Zakaria, dkk., 2018). Kenaikan harga pakan menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat sehingga keuntungan menurun. Efisiensi dalam penentuan jenis dan frekuensi pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan ikan secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan
Proses pebuatan pakan ikan putih di mulai dari tahap penyiapan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan pakan ikan putih. bahan-bahan baku seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan vitamin harus dicampur dalam proporsi yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memastikan keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan putih.
Setelah pencampuran, adonan ini kemudian diproses melalui mesin ekstrusi. Mesin ini membentuk pakan menjadi butiran-butiran kecil atau pelet. Proses ekstrusi penting karena membantu meningkatkan daya serap nutrisi oleh ikan dan membuat pakan lebih mudah dicerna.
Setelah itu, pelet dikeringkan atau dipanggang untuk mengurangi kadar airnya dan membuatnya tahan lama. Selama proses ini, sejumlah bahan tambahan seperti vitamin, mineral, dan zat tambahan lainnya dapat ditambahkan untuk meningkatkan kualitas pakan. (Gambar 3).
Muskita et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1115-1120
e-ISSN: 2655-5263
## Gambar 3. Proses Pembuatan pakan Ikan Putih
3. Monitoring dan Evaluasi
P roses monitoring dan evaluasi kegiatan budidaya ikan putih di KJA menjadi penting dalam kegiatan pengabdian ini, diawali dengan proses pemilihan benih ikan yang sehat hingga pemberian pakan yang terukur, setiap langkah dicatat untuk memberikan dasar yang kuat bagi evaluasi.
Pemantauan kualitas air dilakukan secara rutin seperti suhu, pH, dan oksigen. Informasi ini dijadikan petunjuk untuk menyesuaikan kondisi lingkungan agar sesuai dengan kebutuhan ikan yang dipelihara. Selain itu, melakukan pengambilan sampel untuk memeriksa kesehatan ikan. Hasil pemantauan ini kemudian dijadikan dasar untuk mengambil tindakan pencegahan atau penanganan yang cepat.
Aspek evaluasi juga meliputi analisis pertumbuhan ikan, konversi pakan, dan tingkat kelangsungan hidup. Dengan data-data ini, pembudidaya ikan putih dapat menilai efektivitas metode budidaya yang digunakan. Selain itu, aspek ekonomi juga menjadi fokus evaluasi seperti biaya produksi, dan pendapatan dari hasil kegiatan budidaya ikan putih untuk memastikan bahwa kegiatan budidaya ikan tidak hanya berkelanjutan secara ekologis, tetapi juga secara ekonomis.
## Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan ini adalah:
1. Pembuatan pakan meliputi pemilihan bahan baku berkualitas tinggi, pencampuran yang tepat, proses ekstrusi dan pengeringan,
penambahan nutrisi, pengendalian kualitas, dan pengemasan.
2. Setiap tahapan ini memiliki peran krusial dalam menciptakan pakan yang memberikan nutrisi seimbang untuk mendukung pertumbuhan dan kesehatan ikan secara optimal.
3. Keseluruhan proses ini memerlukan perhatian terhadap detail dan pengawasan kualitas untuk memastikan bahwa pakan ikan yang dihasilkan memenuhi standar tertinggi.
## Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Halu Oleo yang telah memberi dukungan finansial terhadap kegiatan ini, serta masyarakat nelayan pembudidaya ikan Desa Tapulaga Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe yang sangat antusias dalam melakukan kegiatan pengabdian ini.
## Daftar Pustaka
Agustono, W. Permata, Y. Cahyoko. 2009. Pemberian Pakan Dengan Energi yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1(2): 149- 156
Fakhrudin, A.G., Wijayanto, D., & Ayunita, D. 2017. Analisis Rantai Nilai Komoditas Ikan Kuwe (Caranx Sp) Di Kecamatan
Muskita et al. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 2023, 6 (4): 1115-1120
e-ISSN: 2655-5263
Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, Hlm 187-194
Frayogi D, Diane K, Ockstan J. Kalesaran, Suzanne L. 2021. Kelayakan lokasi budidaya ikan Kuwe (Caranx sp.) ditinjau dari parameter fisika kimia kualitas air pada karamba jaring apung di Desa Tuntung Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Budidaya Perairan 2021, Vol. 9
No. 2: 25-23. Hadi, C.S. 2009. Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Awal Terhadap Sifat Biologi Larva Ikan Kuwe (Gnathanodon Speciosus). Skripsi. Mahasiswa Fak. Pertanian, Jurusan Perikanan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta, 89 hlm.
Hasriyanti, H. (2019). Persepsi Nelayan Menurut Stratifikasi Sosial Tentang Pendidikan Anak di Desa Aeng Batu batu Kec. Galesong Utara Kab. Takalar. LaGeografia, 17(2), 87-93 Irianto, B., Zubaidi, T., Hasan, N., Harwanti, S., Suwarda, R. 2002. Potensi Pengembangan Budidaya Ikan Kuwe, Caranx Spp., Dengan Sistem Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros Karimah, U., I. Samidjan, Pinandoyo. 2018. Performa Pertumbuhan dan Kelulushidupan Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus) yang Diberi Jumlah Pakan yang Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology 7(1): 128-135
Lumi KW, Rembet UNW, Darwisito, S. 2019. Kajian Ekologi ekonomi budidaya Ikan Kuwe (Caranx sp) di Kecamatan Lembeh Utara Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax Vol 7(1); 121-133.
Santoso, L. & H. Agusmansyah. 2011. Pengaruh Substitusi Teoung Kedelai Dengan Tepung Biji Karet pada Pakan Buatan terhadap Pertumbuhan ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum).
Berkala Perikanan Terubuk 39(2): 41- 50.
Siti J, Yolanda MTN Apituley, Johanis H,
Dionisius B. 2021. Perbandingan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan Kuwe (Caranx sp.)
Dengan konstruksi keramba jaring apung Yang Berbeda. Conference: Seminar Nasional Tahunan XVIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. UGM Jogjakarta.
Ulfah, M. (2019). Usaha Tiram Di Kelurahan Coppo Kecamatan Barru Kabupaten Barru. LaGeografia, 17(2), 80-86
Zakaria, H. M., Suminto, I. Samidjan. 2018. Pengaruh Penambahan Probiotik pada Pakan yang Memanfaatkan Sumber Protein dari Tepung Telur Ayam Afkir Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Nila (Oreochromis niloticus). Journal of Aquaculture Management and Technology 7(1): 71- 79
|
54d12be1-2d0c-4eea-be77-5fedae6e4257 | https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jrpk/article/download/3048/2201 |
## PENINGKATAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LARUTAN PENYANGGA MELALUI PENDEKATAN SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) PADA SISWA KELAS XI SMAN 21 JAKARTA
Arieztania Rahmadhani, Irma Ratna Kartika, dan Muktiningsih* Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda 10 Rawamangun, Jakarta. Indonesia.
*Corresponding Author: [email protected]
## Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran larutan penyangga melalui pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dengan menggunakan panduan dan CD praktikum pada siswa kelas XI SMAN 21 Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai Desember 2011 hingga April 2012. Untuk dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Larutan Penyangga melalui pendekatan SAVI, terlebih dahulu perlu diketahui gaya belajar dominan siswa dan karakteristik materi yang diajarkan. Setelah itu, guru dapat menentukan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan gaya belajar dominan siswa. Penggunaan panduan dan CD praktikum sebagai implementasi dari pendekatan SAVI dapat mengoptimalkan gaya belajar visual dan auditori siswa. Selain itu, kegiatan praktikum di laboratorium yang sesuai dengan karakteristik materi Larutan Penyangga dapat mengoptimalkan gaya belajar somatis siswa.Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang dilakukan selama dua siklus. Penelitian ini dimulai dengan analisis pendahuluan berupa wawancara guru dan angket siswa untuk memperoleh data acuan perencanaan tindakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pembelajaran Larutan Penyangga mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Salah satu indikatornya adalah kualitas hasil belajar siswa, yaitu meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa dari 73,89 pada siklus I menjadi 81,28 pada siklus II.
Kata kunci : efektivitas, pendekatan SAVI, larutan penyangga
## Abstract
The purpose of this research was to increase learning effectiveness of buffer solution through SAVI (Somatic, Auditory, Visual, and Intellectual) approach using experiment guide and CD in class XI SMAN 21 Jakarta. It started from December 2011 until April 2012. The method was classroom action research in two rounds. This research started with preliminary analysis by teacher interview and student questionnaire to make the lesson plan. The results showed that the learning effectiveness had enhancement from first cycle to second cycle. It could be seen from the average of learning outcomes that increased from 73,89 in first round to 81,28 in second round. To increase learning effectiveness of buffer solution through SAVI approach, first we could know the dominant learning style of student in that class and the characteristic of subject that learnt. After that, teacher could determine learning method and media that suited with them. Application of experiment guide and CD as implememtation of SAVI approach could optimized visual and auditory learning style of student. Besides that, experiment in the laboratory could optimized somatic learning style of student.
Keywords : effectiveness, SAVI approach, buffer solution
## 1. Pendahuluan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh kualitas pendidikan. Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah mulai mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses layanan pendidikan yang berkualitas dan menghasilkan lulusan yang diakui secara nasional maupun internasional, yaitu melalui Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSMA-
BI). Hal tersebut sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan bahwa pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional [1].
Rintisan SMA Bertaraf Internasional pada umumnya menerapkan kurikulum nasional yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang diperkaya dengan kurikulum internasional seperti kurikulum Cambridge. Proses pembelajaran di RSMA-BI berlangsung secara bilingual atau menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Selain itu, pelaksanaan proses pembelajarannya juga didukung dengan penggunaan media berbasis Information and Communication Technology (ICT) [2].
Kualitas hasil belajar, selain dipengaruhi oleh kemampuan intelektual siswa, juga dipengaruhi oleh gaya belajar masing-masing siswa. Gaya belajar yang dimaksud antara lain, gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik. Masing-masing gaya belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Gaya belajar visual menitikberatkan pada penglihatan (visual), sedangkan auditori mengandalkan pendengaran (audio) untuk memahami dan mengingat. Berbeda dengan keduanya, gaya belajar kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan untuk menyentuh sesuatu yang bisa memberikan informasi tertentu agar bisa mengingatnya. Dalam proses pembelajaran, dibutuhkan suatu pendekatan yang dapat mengakomodasi semua gaya belajar tersebut, yaitu melalui pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) [3].
Dalam KTSP 2006, materi larutan penyangga diberikan pada siswa kelas XI SMA pada semester 2. Berdasarkan kurikulum tersebut, materi larutan penyangga meliputi sifat larutan penyangga, penentuan pH larutan penyangga, serta fungsi larutan penyangga. Pada kurikulum Cambridge ( A & AS Level ), larutan penyangga ( Buffer Solution ) termasuk kedalam kesetimbangan ion. Dalam kurikulum tersebut, hal-hal yang dipelajari pada materi larutan penyangga antara lain konsep larutan penyangga dapat mempertahankan pH, fungsi dan aplikasi larutan penyangga, serta penentuan pH larutan penyangga.
Pada materi larutan penyangga, kegiatan praktikum di laboratorium sangat penting dilakukan oleh siswa untuk memperkuat atau meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi larutan penyangga yang diperoleh di kelas. Minimnya kegiatan praktikum di SMA umumnya disebabkan oleh kurang lengkapnya fasilitas laboratorium, waktu yang terbatas, serta kurangnya panduan praktikum. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu media pembelajaran yang dapat memvisualisasikan materi yang diajarkan sehingga siswa dapat memahami materi tersebut dengan lebih baik.
Sebagai implementasi dari pendekatan SAVI, digunakan suatu panduan dan CD praktikum untuk SMA kelas XI yang telah dikembangkan oleh Epik Mutiara (2011) [5]. Panduan dan CD praktikum tersebut untuk memudahkan siswa dalam melakukan praktikum larutan penyangga. Dari hasil analisis pendahuluan siswa SMAN 21 Jakarta yang dilaksanakan pada Desember 2011 diketahui bahwa lebih dari 60% siswa mengaku menyukai belajar kimia dengan menggunakan CD pembelajaran terutama yang dilengkapi dengan animasi-animasi. Menurut para siswa, penggunaan CD pembelajaran sedikitnya dapat memudahkan dalam memahami materi kimia bilingual. Panduan praktikum tersebut mendukung proses pembelajaran yang terpusat kepada siswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas pembelajaran larutan penyangga dengan menggunakan panduan praktikum pada siswa SMA kelas XI.
## 2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 21 Jakarta pada kelas XI semester genap tahun ajaran 2011/2012 mulai Desember 2011 hingga April 2012. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 3 SMA Negeri 21 Jakarta di semester genap tahun ajaran 2011/2012. Metode yang digunakan pada penelitian ini
adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan ( planning ), (2) tindakan/pelaksanaan ( acting ), (3)
pengamatan ( observing ), dan (4) refleksi ( reflecting ) [4].
Penelitian ini difokuskan pada peningkatan efektivitas pembelajaran Larutan Penyangga melalui pendekatan SAVI menggunakan panduan dan CD praktikum pada siswa kelas XI SMA Negeri 21 Jakarta. Indikator yang digunakan adalah keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, kemampuan dan keterampilan guru, Interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, dan kualitas hasil belajar siswa.
Penelitian ini diamati melalui lembar observasi, catatan lapangan, tes hasil belajar siswa pada akhir siklus, angket siswa pada akhir siklus. Instrumen yang digunakan adalah lembar wawancara guru, angket analisis pendahuluan untuk siswa, catatan lapangan, tes hasil belajar siswa pada akhir siklus, angket siswa pada akhir siklus. Alat pendukung yang digunakan pada penelitian ini adalah panduan dan CD praktikum materi Larutan Penyangga.
## 3. Hasil Penelitian
## Analisis Pendahuluan
Dari hasil wawancara dengan guru kimia di SMA Negeri 21, diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran kimia, khususnya materi Larutan Penyangga, telah sesuai dengan kurikulum
Indikator Aspek Penilaian Siklus I Siklus II Lembar Observasi Angket Siswa Lembar Observasi Angket Siswa Keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa Siswa memahami petunjuk guru dengan benar 97,50% 97% 100% 97% Siswa turut serta dalam pembelajaran 72,50% 64% 82,80% 85% Pemanfaatan sumber belajar yang disediakan 47,15% 63,50% 47,15% 82,33% Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Siswa bertanya bila tidak memahami materi pelajaran 31,30% 86,50% 51,40% 89,50% Siswa terlibat dalam pemecahan masalah 48,60% 77,50% 69,30% 83,50% Interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa Tanya jawab antara guru dengan siswa 100% 88% 100% 91% Tanya jawab antar siswa 100% - 100% - Guru sebagai fasilitator 100% 94% 100% 97% Kemampuan dan keterampilan guru Guru menguasai materi pelajaran 100% 97% 100% 100% Guru terampil menggunakan media pembelajaran 100% 91% 100% 98% Guru mengendalikan kegiatan siswa 100% - 100% - Kualitas hasil belajar siswa Rerata nilai tes akhir siklus 73,89 - 81,28 - Jumlah siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (75) 20 - 27 -
Tabel 1. Perbandingan Hasil Pencapaian Indikator Efektivitas Pembelajaran Larutan Penyangga pada Siklus I
dan II.
Gambar 1. Grafik Pencapaian Indikator
Keterlaksanaan Program Pembelajaran oleh Siswa padaSiklus I dan II dari Hasil Observasi dan Angket Siswa. Dari hasil observasi (biru), pencapaian indikator keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa pada siklus I dan II adalah 75,82%. Dari hasil angket siswa (merah), pencapaian indikator keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa mengalami peningkatan yaitu dari 74,83% pada siklus I menjadi 82,33% pada siklus II
yang digunakan, yaitu KTSP dan Cambridge. Metode pembelajaran yang biasa digunakan adalah diskusi informasi dan eksperimen di laboratorium. Metode eksperimen digunakan karena karakteristik materi Larutan Penyangga membutuhkan pengetahuan prosedural untuk menganalisis larutan yang bersifat penyangga dan bukan penyangga melalui percobaan.
Menurut beberapa guru, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran umumnya masih kurang. Jumlah siswa yang aktif dalam diskusi, baik kelompok maupun kelas, hanya sekitar 20%. Namun, sebagian besar siswa sudah mau bertanya kepada guru apabila ada hal-hal yang belum dipahami pada proses pembelajaran. Meskipun keaktifan siswa masih kurang, hasil belajar siswa sudah cukup baik. Pada materi Larutan Penyangga, kira-kira lebih dari 70% siswa tuntas atau telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Pada pelaksanaannya, belum banyak guru yang menggunakan media pembelajaran berbasis ICT dengan alasan sering terjadi masalah teknis sehingga hanya akan menghabiskan waktu di kelas.
Dari hasil angket gaya belajar siswa, diketahui bahwa sebanyak 27,27% siswa memiliki gaya belajar dominan visual; 30,30% siswa memiliki gaya belajar dominan kinestetik (somatis); dan 42,42% siswa memiliki gaya belajar dominan auditori. Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa kelas XI IPA 3 memiliki beragam gaya belajar. Untuk mengatasinya, pada proses pembelajaran digunakan pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual).
Gambar 2.
Grafik Pencapaian Indikator Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran pada Siklus Idan II dari Hasil Observasi dan Angket Siswa. Dari hasil observasi (biru), indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran meningkat dari 39,95% pada siklus I menjadi 60,35% pada siklus II. Dari hasil angket siswa (merah), indikator keaktifan dalam proses pembelajaran meningkat dari 60,35% pada siklus I menjadi 86,50% pada siklus II.
## Siklus I
Siklus I terdiri dari empat pertemuan. Pada pertemuan pertama dilakukan pembelajaran Larutan Penyangga melalui kegiatan praktikum di laboratorium menggunakan panduan dan CD praktikum. Pertemuan kedua adalah pendalaman konsep Larutan Penyangga yang telah diperoleh siswa dari praktikum pada pertemuan pertama. Pada pertemuan ketiga, siswa mencoba menyelesaikan permasalahan mengenai Larutan Penyangga yang diberikan oleh guru. Setelah itu, dilakukan tes tertulis pada pertemuan keempat.
Pada pertemuan pertama, proses
pembelajaran dimulai di kelas dengan mengingatkan kembali siswa tentang materi sebelumnya, yaitu asam dan basa. Hal ini karena untuk mempelajari materi larutan penyangga, siswa membutuhkan pengetahuan dasar mengenai larutan asam dan basa. Apabila ditinjau dari definisinya, larutan penyangga merupakan larutan yang terdiri dari asam/basa dengan basa/asam konjugasinya. Ketika guru mengajukan pertanyaan mengenai asam dan basa, sebanyak 5 dari total 35 siswa langsung mengacungkan tangan untuk menjawab. Hal ini mengindikasikan bahwa keaktifan siswa sudah cukup baik.
Setelah itu, guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan hubungan antara materi asam dan basa dengan larutan penyangga. Kemudian, guru membagikan LKS praktikum kepada masing-masing siswa dan menayangkan video praktikum yang akan dilakukan. Siswa mengamati dan menyimak dengan baik untuk mendapatkan sedikit gambaran mengenai praktikum yang akan mereka lakukan.
Sebelum ke laboratorium, guru membagi siswa menjadi delapan kelompok yang terdiri dari 4-5 orang. Pembagian kelompok tersebut didasarkan pada kemampuan intelektual dan keaktifan siswa. Siswa yang aktif, memiliki kemampuan intelektual sangat baik, dan siswa yang memiliki keduanya disebar kedalam masing-masing kelompok. Dengan pembagian kelompok tersebut diharapkan siswa yang aktif dapat membantu temannya yang kurang aktif dan siswa yang pandai dapat membantu temannya yang kurang pandai.
Siswa melakukan kegiatan praktikum di laboratorium sesuai dengan instruksi guru. Namun, saat praktikum, kondisi kelas kurang terkendali. Hal ini disebabkan antusiasme siswa terlihat sangat tinggi. Hasil praktikum yang dilakukan ditulis oleh masing-masing siswa pada lembar data pengamatan yang
telah disediakan dan dipresentasikan di depan kelas.
Pada pertemuan kedua, hasil praktikum sebelumnya didiskusikan oleh guru dengan para siswa. Kemudian, guru membahas tentang komponen larutan penyangga, cara kerja larutan penyangga, dan cara menghitung pH larutan penyangga. Selanjutnya, guru memberikan latihan soal kepada siswa untuk dikerjakan. Soal yang belum selesai dikerjakan di rumah dan dibahas pada pertemuan ketiga. Pada pertemuan keempat, dilakukan tes akhir siklus I. Secara umum, hasil pengamatan indikator-indikator efektivitas adalah sebagai berikut :
a. Keterlaksanaan Program Pembelajaran oleh Siswa Indikator
keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa dilihat dari beberapa sub indikator diantaranya siswa memahami petunjuk guru dengan benar, siswa turut serta dalam pembelajaran, dan siswa memanfaatkan sumber belajar yang disediakan ( text book dan LKS praktikum).
Untuk indikator keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa pada siklus I ini, terdapat satu sub-indikator yang belum terpenuhi, yaitu pemanfaatan sumber belajar yang disediakan berupa text book (buku pelajaran) dan LKS praktikum. Dari lembar observasi maupun angket siswa, diketahui bahwa siswa belum memanfaatkan sumber belajar secara maksimal (47,15%). Hal ini juga didukung dari catatan lapangan yaitu hampir seluruh siswa tidak membawa buku pelajaran kimia ketika proses pembelajaran berlangsung. Namun, secara keseluruhan indikator
keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa telah tercapai dengan baik (>70%).
b. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran Indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran meliputi beberapa sub-
Gambar 3. Grafik Pencapaian Indikator Interaksi Guru dengan Siswa dan Siswa dengan Siswa padaSiklus I dan II dari Hasil Observasi dan Angket Siswa. Dari hasil observasi (biru), pencapaian indikator interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa pada siklus I dan II adalah 100%. Dari hasil angket siswa (merah), indikator interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa meningkat dari 91% pada siklus I menjadi 94% pada siklus II.
indikator, diantaranya siswa bertanya bila tidak memahami materi pelajaran dan siswa terlibat dalam pemecahan masalah. Siswa dapat bertanya kepada guru atau kepada siswa lain apabila ada materi pelajaran yang belum dipahami. Dari catatan lapangan, siswa lebih banyak bertanya kepada siswa lain dibandingkan kepada guru. Keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah dilihat dari diskusi kelompok dan diskusi kelas. Dari hasil observasi, diketahui bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang (<70%). Berdasarkan catatan lapangan, hanya sekitar 7 siswa (dari total 35 siswa) yang berani bertanya kepada guru apabila ada materi pelajaran yang belum dipahami. Keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah juga belum banyak (48,60%). Banyak siswa belum terlibat secara aktif untuk memecahkan masalah baik dalam kelompok maupun dalam kelas.
c. Interaksi Guru dengan Siswa dan Siswa dengan Siswa
Adanya interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa dilihat dari beberapa sub indikator yaitu adanya tanya jawab, baik antara guru dengan siswa maupun siswa
dengan siswa, dan guru sebagai fasilitator. Guru sebagai fasilitator dapat dilihat dari guru melengkapi jawaban siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan menanggapi pendapat atau pertanyaan siswa lain, serta mengontrol setiap siswa selama kegiatan pembelajaran. selama proses pembelajaran, terdapat tanya jawab baik antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa lain. Hal tersebut didukung juga dari hasil catatan lapangan. Selain itu, guru juga bertindak sebagai fasilitator selama kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa indikator interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa telah tercapai dengan baik (>70%).
d. Kemampuan dan Keterampilan Guru
Indikator kemampuan dan keterampilan guru terdiri dari sub indikator guru menguasai materi pelajaran, terampil menggunakan media pembelajaran, dan mampu mengendalikan kegiatan siswa. Penguasaan materi pelajaran oleh guru dapat dilihat dari kemampuan guru dalam menjelaskan materi dan kemampuan guru dalam menjawab pertanyaan siswa. Keterampilan guru dalam menggunakan media pembelajaran dilihat dari kemampuan guru mengoperasikan laptop dan LCD proyektor. Berdasarkan hasil observasi, 100% observer menyatakan bahwa penguasaan materi pelajaran oleh guru sudah sangat baik. Selain itu, guru juga terampil menggunakan media pembelajaran dan mampu mengendalikan kegiatan siswa dengan baik. Hal tersebut didukung oleh hasil angket siswa yaitu sebanyak 97% menyatakan bahwa guru menguasai materi pelajaran dan 91% siswa menyatakan bahwa guru terampil menggunakan media pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa indikator kemampuan dan keterampilan guru telah tercapai dengan baik (>70%).
e. Kualitas Hasil Belajar Siswa
Indikator terakhir yang diamati adalah kualitas hasil belajar siswa yang diperoleh siswa dari hasil tes akhir siklus. Pada evaluasi akhir siklus I, rerata hasil belajar siswa adalah 73,89. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 75 (belum mencapai KKM) sebanyak 12 orang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas hasil belajar siswa pada siklus I masih kurang baik.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa belum semua indikator efektivitas pembelajaran pada siklus I tercapai dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh antara lain :
a. Siswa yang memanfaatkan text book (buku
pelajaran) dan LKS praktikum sebagai
referensi belajar selama
proses pembelajaran di kelas masih kurang
(47,15%).
b. Masih banyak siswa (69,30%) yang kurang aktif dalam diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
Untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui pada siklus I, dilakukan beberapa perubahan pada siklus II, diantaranya : a. Guru menugaskan siswa untuk membawa text book (buku pelajaran) setiap proses pembelajaran.
b. Pembelajaran melalui diskusi antar kelompok
c. Pembentukan kelompok baru yang terdiri dari siswa yang aktif dan yang kurang aktif lebih merata sehingga keaktifan siswa dapat meningkat.
## Siklus II
Siklus II terdiri dari dua pertemuan. Pada pertemuan pertama dilakukan pembelajaran Larutan Penyangga melalui kegiatan praktikum di laboratorium menggunakan panduan berupa LKS dan CD praktikum. Pertemuan kedua adalah tes tertulis.
Seperti pada pertemuan pertama pada siklus I, pertemuan pertama siklus II diawali dengan pembelajaran di kelas. Guru mengingatkan kembali kepada siswa mengenai materi larutan penyangga yang telah dipelajari pada siklus I. Kemudian, guru membagikan LKS praktikum kepada masing- masing siswa dan menayangkan video praktikum yang akan dilakukan, yaitu mengenai larutan penyangga dalam produk minuman komersial. Siswa mengamati dan menyimak dengan baik untuk mendapatkan gambaran mengenai praktikum yang akan mereka lakukan.
Gambar 4. Grafik Pencapaian Indikator
Kemampuan dan Keterampilan Guru pada Siklus I dan IIdari Hasil Observasi dan Angket Siswa. Dari hasil observasi (biru), pencapaian indikator kemampuan dan keterampilan guru pada siklus I dan II adalah 100%. Dari hasil angket siswa (merah), indikator kemampuan dan keterampilan guru meningkat dari 94% pada siklus I menjadi 99% pada siklus II.
Sebelum ke laboratorium, guru membagi siswa menjadi delapan kelompok baru (berbeda dengan kelompok pada siklus I) yang terdiri dari 4-5 orang. Selanjutnya, seluruh siswa menuju laboratorium untuk melakukan kegiatan praktikum sesuai instruksi yang diberikan oleh guru. Secara umum, hasil pengamatan indikator-indikator efektivitas adalah sebagai berikut :
a. Keterlaksanaan Program Pembelajaran oleh Siswa
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa
pemanfaatan sumber belajar, oleh siswa
masih sangat kurang (47,15%) meskipun dari hasil angket siswa ada peningkatan dari siklus I (63,50% menjadi 65%). Berdasarkan hasil catatan lapangan, sudah ada beberapa siswa (5 orang) yang membawa buku pelajaran, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini kemungkinan disebabkan guru kurang tegas dalam menugaskan siswa untuk selalu membawa buku pelajaran ketika proses pembelajaran kimia. Secara keseluruhan, indikator keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa pada siklus II telah tercapai dengan baik. Grafik perbandingan pencapaian indikator keterlaksanaan program pembelajaran oleh siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 5. Grafik Perbandingan Rerata Hasil
Belajar Siswa pada Siklus I dan II. Pada siklus I, rerata hasil belajar siswa adalah 73,89. Pada siklus II, rerata hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu menjadi 81,28.
b. Keaktifan
Siswa
dalam Proses Pembelajaran
Indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Hal ini terlihat pada meningkatnya jumlah siswa yang bertanya apabila tidak memahami materi pelajaran, yaitu dari 31,30% pada siklus I menjadi 51,40% pada siklus II. Selain itu, keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah juga terlihat meningkat, yaitu dari 48,6% pada siklus I menjadi 69,3% pada siklus II. Meskipun mengalami peningkatan, indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siklus
II belum tercapai dengan baik (<70%). Grafik perbandingan pencapaian indikator keaktifan siswa dalam proses pembelajaran pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 2.
c. Interaksi Guru dengan Siswa dan Siswa dengan Siswa
Selama proses pembelajaran pada siklus II, terdapat tanya jawab antara guru dengan siswa dengan frekuensi yang lebih banyak dibandingkan pada siklus I. Hal tersebut didukung oleh hasil angket siswa, yaitu sebanyak 91% siswa menyatakan adanya tanya jawab antara guru dengan siswa. Hasil tersebut meningkat bila dibandingkan hasil angket siswa pada siklus I yang hanya 88%. Selain antara guru dengan siswa, tanya jawab juga terjadi antara siswa dengan siswa selama proses pembelajaran, sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Secara keseluruhan, indikator interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa pada siklus II telah tercapai dengan baik (>70%). Grafik perbandingan pencapaian indikator interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 3.
d. Kemampuan dan Keterampilan Guru Berdasarkan hasil pengamatan,
penguasaan materi pelajaran oleh guru dan keterampilan guru menggunakan media pembelajaran jauh lebih baik dari sebelumnya. Hal ini didukung oleh hasil angket siswa, yaitu 100% siswa menyatakan guru menguasai materi pelajaran (meningkat dibanding pada siklus I yang hanya 97%) dan sebanyak 98% siswa menyatakan guru terampil
menggunakan media pembelajaran
(meningkat dibanding pada siklus I yang hanya 91%).
Selain itu, guru juga mampu mengendalikan kegiatan siswa dengan baik. Secara keseluruhan indikator kemampuan dan keterampilan guru pada siklus II telah tercapai dengan baik (>70%). Grafik perbandingan
pencapaian indikator kemampuan dan keterampilan guru dapat dilihat pada Gambar 4.
e. Kualitas Hasil Belajar Siswa
Pada evaluasi akhir siklus II, rerata hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus I, yakni 81,28. Jumlah siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 75 (KKM) juga jauh lebih sedikit dibandingkan siklus I, yaitu sebanyak 5 orang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kualitas hasil belajar siswa pada siklus II jauh lebih baik dibanding siklus I. Grafik perbandingan rerata hasil belajar siswa pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa semua indikator efektivitas pembelajaran telah tercapai dengan baik dan mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Secara umum, persentase pencapaian indikator efektivitas pembelajaran pada siklus I dan II disajikan dalam Tabel 1.
## 4. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan SAVI dan panduan dan praktikum dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Larutan Penyangga pada siswa kelas XI IPA 3 SMAN 21 Jakarta. Untuk dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran Larutan Penyangga melalui pendekatan SAVI menggunakan panduan praktikum berbasis ICT, terlebih dahulu perlu diketahui gaya belajar dominan siswa dan karakteristik materi yang diajarkan. Setelah itu, guru dapat menentukan metode dan media pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi dan gaya belajar dominan siswa. Penggunaan panduan dan CD praktikum sebagai implementasi dari pendekatan SAVI dapat mengoptimalkan gaya belajar visual dan auditori siswa. Selain itu, kegiatan praktikum di laboratorium yang sesuai dengan karakteristik materi Larutan Penyangga dapat mengoptimalkan gaya belajar somatis siswa.
## Saran
Berdasarkan kegiatan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan kepada :
1. Para guru untuk menerapkan pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual) dalam proses pembelajaran pada materi lain.
2. Para guru untuk menggunakan panduan praktikum berbasis ICT pada materi lain yang membutuhkan kegiatan praktikum di laboratorium.
3. Para guru dan peneliti agar lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan media pembelajaran.
4. Para peneliti yang ingin melakukan penelitian mengenai efektivitas pembelajaran agar menggunakan skala Likert pada lembar observasi untuk mengamati indikator kemampuan dan keterampilan guru serta interaksi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif dan terperinci.
## Penghargaan
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Negeri Jakarta serta SMA Negeri 21 Jakarta yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini
## Daftar Pustaka
[1] Anonim. 2008. Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional (RSMA-BI) . Jakarta : Depdiknas.
[2] Anonim. 2007. Pedoman Penjaminan Mutu Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta : Depdiknas.
[3] Meier, D. 2005. The Accelerated Learning Handbook . New York : McGraw-Hill.
[4] Arikunto, S., Suhardjono, dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta : Bumi Aksara.
[5] Mutiara, E. 2011. Pengembangan LKS dan CD Pendukung Praktikum Bilingual Berbasis ICT pada Materi Larutan Penyangga di Kelas XI Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional . Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
|
9e4a7d61-9abf-4927-906f-08e75fb55126 | https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/nukleus/article/download/10809/6240 | Desember 2023, Vol. 10 No. 2: 1 – 8
pISSN : 2355-9942, eISSN:2656-792X
Terakreditasi Nasional, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI
S.K. No. 105/E/KPT/2022
https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/nukleus/issue/view/671
## KARKAS, LEMAK ABDOMINAL DAN ORGAN AKSESORIS AYAM BROILER PADA PENAMBAHAN FITOBIOTIK JAHE MERAH (Zingiber officinale var
Rubrum) DAN GULA AREN DALAM RANSUM
(Carcas, abdominal fat and accessory organs of broiler chickens on the addition of phytobiotics of red ginger (Zingiber officinale var Rubrum) and palm sugar in the diets)
Lilis Ambarwati*, Nurqholis Amir, Muhlan Muhlan, Sulkiana Sulkiana Program Studi Peternakan, Universitas Sulawesi Barat, Majene, Sulawesi Barat 941414
* Correspondent author, email: [email protected]
## ABSTRAK
Kualitas produk peternakan saat ini menjadi prioritas bagi para pelaku perunggasan khususnya peternak ayam broiler. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penambahan serbuk jahe merah (SJM) dan gula aren terhadap kualitas daging (bobot potong, bobot karkas, serta lemak abdomen) dan organ akesoris (liver, pancreas, dan limpa) ayam broiler. Metode penelitian ini mengunakan metode eksperimental dengan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dan lima ulangan setiap ulangan terdiri dari lima ekor ayam. Alat dan bahan yang digunakan meliputi kandang metabolis dengan ukuran 30 x 40 x 40 cm sebanyak 100 unit, tempat pakan dan minum, termohygrometer, timbangan, DOC dengan berat 44 g sebanyak 100 ekor. Ransum penelitian sebagai perlakuan terdiri atas P0= Ransum komersial (kontrol), P1= ransum komersil + 1,25% SJM + gula aren 6%, P2 = ransum komersil + 1,5% SJM + gula aren 6% dan P3 = ransum komersil + 1,75% SJM + gula aren 6%. Hasil penelitian berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan penambahan serbuk jahe merah berpengaruh sangat signifikan (P<0,01) terhadap bobot potong dan bobot karkas, berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap bobot limfa namun tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) terhadap bobot liver, pancreas dan lemak abdomen ayam broiler. Penambahan 1,75% serbuk jahe merah memperoleh bobot potong dan bobot karkas terbaik, sedangkan pada perlakuan P0 (pakan kontrol) menghasilkan bobot limfa yang paling besar. Kesimpulan dari penelitian bahwa penambahan fitobiotik serbuk jahe merah dengan dosis 1,75% mampu menghasilkan kualitas terbaik dengan rata-rata bobot potong sebesar 1.976,40 g dan bobot karkas sebesar 1.389,4 g, namun tidak berpengaruh terhadap organ aksesoris ayam broiler.
Kata-kata kunci: fitobiotik, jahe merah, kualitas daging, organ aksesoris, ayam broiler
## ABSTRACT
The quality of livestock products is currently a priority for poultry sector, especially broiler breeders. The purpose of this study was to evaluate the addition of red ginger powder and palm sugar on the quality of meat (slaughter weight, carcass weight, and abdominal fat) and accessory organs (liver, pancreas, and spleen) of broiler chickens. This research method used an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD) pattern consisting of four treatments and five replications. The tools and materials used included 40 units of metabolism cages measuring 30 x 40 x 40 cm, feeder and drinkers, thermohygrometers, scales, 100 DOC with initial weight around 44 g. The research diets consisted of P0 = diets (control), P1 = diets + 1.25% SJM + 6% palm sugar, P2 = diets + 1.5% SJM + 6% palm sugar and P3 = diets + 1 .75% SJM + 6% palm sugar. The results based on analysis of variance showed that the addition of red ginger powder had a very significant effect (P<0.01) on slaughter weight and carcass weight, had a significant effect (P<0.05) on lymph weight but had no significant effect (P>0.05 ) on the weight of liver, pancreas and abdominal fat of broiler chickens. The addition of 1.75% red ginger powder obtained the best slaughter weight and carcass weight, while the P0 treatment (control diets) produced the highest lymph weight. The conclusion from the study was that the addition of red ginger powder phytobiotics at a dose of 1.75% was able to produce the best quality with a slaughter weight of 1,976.40 g and carcass weight of 1,389.4 g, but had no effect on the accessory organs of broiler chickens.
Keywords: phytobiotics, red ginger, meat quality, accessory organs, broiler chickens
## PENDAHULUAN
Kebutuhan protein hewan asal daging ayam broiler terus mengalami peningkatan setiap tahunnya yang didasarkan pada pemahaman pentingnya mengkonsumsi protein hewani khususnya utuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Data BPS Provinsi Sulawesi Barat, (2021), menunjukan populasi ayam broiler tahun 2020 sebesar 2.656.590 ekor dengan produksi daging sebesar 2.409.394 kg/tahun. Konsumsi daging ayam broiler di Provinsi Sulawesi Barat tergolong rendah, hal ini disebabkan lokasi yang merupakan daerah pesisir pantai, sehingga konsumsi utamanya adalah ikan laut. Semakin berkembangnya infrastruktur dan banyaknya pendatang menyebabkan konsumsi ayam broiler dapat dikatakan mengalami peningkatan yang sinifikan. Hal ini tentunya menjadi peluang bagi para peternak untuk membudidayakan ayam broiler di Sulawesi Barat.
Tantangan terbesar beternak ayam broiler dengan sistem kandang terbuka adalah pertumbuhan ayam tidak dapat optimal dikarenakan tidak bisa mengontrol suhu dan ventilasi yang dibutuhkan oleh ternak. Upaya untuk memperkecil cekaman stres pada ternak saat dikandang terbuka antara lain dengan memperbaiki kualitas pakan. Usaha yang dapat dilakukan guna meningkatkan produktifitas yaitu menambahkan zat additive ke dalam ransum. Penambahan feed additive herbal seperti penggunaan jahe merah dan gula aren dapat menjadi jalan keluar bagi peternak untuk meningkatkan produktivitas ternak khususnya kualitas daging.
Pada jahe merah terdapat senyawa bioaktif berupa gingerol, atsiri dan oleoresin yang memiliki fungsi untuk menambah palatabilitas, memperkuat proventrikulus, dan memperbaiki pencernaan (Ambarwati et al., 2021). Minyak atsiri yang terdapat pada rimpang jahe merah akan mempermudah kerja enzim pencernaan, sehingga absorbsi mengalami peningkatan sehingga sintesis pembentukan
daging juga mengalami peningkatan (Kurniawan et al., 2021). Minyak atsiri yang dikeluarkan oleh jahe merah mampu merangsang selaput lendir dalam lambung, sehingga mendorong proventrikulus cepat kosong dan unggas akan makan dengan cepat (Setyanto, et al., 2012). Kandungan gingerol yang ada dalam jahe merah bersifat antikoagulan yang mampu mengurangi resiko pembekuan darah, dan diharapkan mampu mengurangi kadar kolesterol.
Pemberian tepung jahe jenis emprit dalam ransum mampu memperbaiki kualitas karkas, menghasilkan daging yang memiliki warna, tekstur dan aroma yang lebih baik serta mampu menurunkan lemak abdomen (Adiwinarto, 2016). Penambahan serbuk kunyit dan jahe yang ditambahkan dalam pakan mampu menurunkan lemak abdomen sehingga akan meningkatkan karkas ayam broiler. Kandungan minyak atsiri pada rimpang jahe mampu merangsang pancreas jus untuk memecah lemak komplek menjadi sederhana dan sebagai sumber energi untuk memperbaiki organ pencernaan. Pratama et al., (2012) menyatakan pemberian jahe sebesar 2,5- 10% dalam ransum mampu menurunkan lemak abdomen ayam pedaging.
Penambahan gula aren dalam ransum ayam broiler sangat diperlukan karena dapat menjadi sumber energi dan sebagai larutan isotonik, karena di dalam gula aren terdapat inulin yang akan membuat pakan lebih lama berada dalam jejenum dan adanya riboflavin membantu dalam proses seluler seperti meningkatkan kecernaan dalam tubuh
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi penggunaan serbuk jahe merah dan gula aren dalam pakan dilihat dari kualitas daging dan organ aksesori ayam broiler. Tujuan lainnya adalah memanfaatkan tanaman herbal untuk meningkatkan kualitas daging sehingga dapat membantu peternak dalam meningkatkan pendapatan dan lebih efisien dalam penggunaan pakan.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan DOC strain Cobb dari PT. Charoen Pokphand Indonesia sebanyak 100 ekor dengan berat 44 g, dan pakan sebanyak 52,398 kg, tepung jahe merah 900 g dan gula aren 3,6 kg. Pakan diperoleh dari PT. Japfa Confeed dengan merk AD 1 untuk pakan
periode starter dan merk Surya SB 12 Super untuk pakan periode finisher. Pakan diberikan 2x sehari sesuai dengan kebutuhan, sedangkan pemberian air minum dilakukan ad libitum. Peralatan yang dibutuhkan seperti tempat pakan dan minum, gasolec, sekam, thermometer,
termohygrometer, timbangan digital. Kandang pemeliharaan menggunakan sistem bateray dengan ukuran 30 x 40 x 40cm dan setiap petak diisi 1 ekor dengan total terdapat 100 petak.
Pembuatan serbuk jahe merah dilakukan dengan membersihkan jahe dari kotoran yang menempel menggunakan air bersih, kemudian jahe merah diiris tipis untuk memudahkan dalam proses penghalusan. Blender jahe merah sampai berbentuk bubur, kemudian letakan dalam nampan selanjutnya di oven pada suhu 55°C selama 30 menit. Selanjutnya jahe merah
diblender kembali utuk menjadi serbuk jahe merah.
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan dan lima ulangan dengan total 100 unit percobaan. Perlakuan terdiri atas P0= ransum komersil (pakan kontrol), P1 = ransum + 1,25% SJM + 6% gula arean, P2 = ransum + 1,5% SJM + 6% gula aren, P3 = ransum + 1,75% SJM +6% gula aren.
Table 1. Kandungan pakan ayam broiler fase starter dan finisher
Japfa Comfeed AD 1 CRB, Makassar (2021). Japfa Comfeed Surya SB 12 Super, Makassar (2022)
Variabel yang diukur adalah kualitas daging meliputi (bobot potong, karkas, lemak abdomen) serta organ aksesoris (hati, pancreas dan limfa). Cara pengukurannya dilakukan dengan ditimbang masing-masing organ (g).
Pengambilan data kualitas daging dan organ aksesoris dilakukan pada minggu kelima
penelitian. Stell and Torie, (1995) data ditabulasikan ke dalam tabel kemudian dianalisis variansi (ANOVA), apabila diperoleh hasil yang signifikan dilanjutkan dengan uji jarak berganda (Uji Duncan).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil tabulasi penambahan fitobiotik pada serbuk jahe merah dan gula aren pada ransum terhadap kualitas daging dan organ aksesoris ayam broiler dapat dilihat pada tabel 2.
## Bobot Potong
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa penambahan fitobiotik serbuk jahe merah dan
gula aren berpengaruh sangat signifikan (P<0,01) pada bobot potong ayam broiler. Nilai bobot potong didapatkan dengan menimbang bobot akhir dengan memuasakan ayam selama 4 jam sebelum dipotong (Horhoruw dan Rajab, 2020). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kurniawan et al., (2021) dimana bobot potong ayam broiler yang diberi
Kandungan Nutrisi Uraian Komposisi (%) Starter finisher Kadar Air Maks 14 12 Abu Maks 8 7 Protein Kasar Min 19 19 Lemak Kasar Min 3 5 Serat Kasar Maks 7 5 Kalsium (Ca) 0,9 1,2 55 Fosfor (P) 0,6 1,0 45 Enzim Filase > 40µ - FTU/Kg Urea (Non Detection) Aflatoksin total Maks 50 ug/Kg Asam Amino Lisin Min 0,87 1,05 Metionin Min 0,37 0,40 Metionin + Sistin Min 0,55 0,75 Triptotan Min 0,18 0,18 Treonin Min - 0,65 Sumber : Japfa comfeed AD 1 CRB,Makassar( 2021)
Japfa comfeed Surya SB 12 Super,Makassar(2022)
penambahan tepung daun talas 2-4% sebesar 408,75 g/ekor sampai 433,19 g/ekor. Namun masih lebih rendah dari penelitian Horhoruw
dan Rajab, (2020) pada penambahan kunyit dan gula aren 20% dalam air minum dengan bobot potong berkisar 1.988,4 – 2.060 g/ekor.
Tabel 2. Rerata kualitas daging dan organ aksesoris ayam broiler
Perlakuan Bobot Potong (g) karkas (g) Lemak Abdominl (g) Hati (g) Pancreas (g) Limfa (g) P0 1.609 ± 77,65 a 1.052,8 ± 61,73 a 15,8 ± 4,32 32,8 ±1,64 4,6 ± 0,89 2,6±0,89 B P1 1.620 ± 155,69 ab 1.110,8 ± 42,67 ab 18,2 ± 2,49 36,2 ±5,63 4,00 ±0,00 1,4±0,54 A P2 1.791,2 ± 100,61 b 1.239,8 ± 108,2 b 27,8 ± 7,91 30,4 ± 17 3,4 ± 0,54 1,0±0,00 A P3 1.976,4 ± 70,78 c 1.389,4 ± 60,28 c 23,8 ± 10,84 44,6±7,76 4,40±2,07 1,80±0,49 AB
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berpengaruh sangat nyata (P<0,01) antar perlakuan. A-B berpengaruh nyata (P<0,05) antar perlakuan. P0 = Pakan komersil; P1 = 1,25% tepung jahe merah + gula aren 6%; P2 = 1,5% tepung jahe merah + gula aren 6%; P3 = 1,75% tepung jahe merah + gula aren 6%.
Pada perlakuan P3 diperoleh rata-rata bobot potong tertinggi dengan nilai 1.976,4 g/ekor yaitu pemberian SJM 1,75% dalam ransum. Semakin tinggi pemberian serbuk jahe merah mampu meningkatan bobot potong ayam broiler. Hal tersebut kemungkinan mekanisme kerja zat aktif dari atsiri dan kurkumin yang terkandung dalam rimpang jahe merah mampu menguraikan lemak, serat kasar, dan protein dalam pakan menjadi lebih sederhana sehingga mudah untuk dicerna ternak. Ningrum et al., (2017), menyatakan bahwa jahe mengandung kurkumin dan minyak atsiri berperan dalam meningkatkan kerja proventrikulus, ventrikulus dan duodenum untuk merangsang getah pancreas berupa pancreas jus yang mengandung enzim lipase, amilase dan protease. Sedangkan pada P0 (pakan kontrol) memiliki nilai bobot potong paling rendah yaitu 1.609 g/ekor, sedangkan pada P1 (penambahan 1,25% SJM + 6% gula araen) dan P2 (penambahan 1,5% SJM + 6% gula aren) kemungkinan pemberian jahe merah dosisnya belum tepat sehingga minyak atsiri dan kurkumin yang terkandung dalam jahe merah belum bekerja secara optimal di dalam organ pencernaan sehingga proses absorbsi nutrien tidak dapat maksimal. Minyak atsiri dalam jahe merah terdiri dari senyawa zingeberin, lemanfena, lemonin, zingeberin, zingeberal, gingerol dan shoqool (Adiwinarto, 2016). Kaunang et al., (2019) menyatakan bahwa jahe merah bermanfaat untuk meningkatkan palatabilitas, memperkokoh proventrikulus dan memperbaiki absorbsi pakan dalam usus halus. Adanya minyak atsiri dan kurkumin mengakibatkan proventrikulis menjadi tertekan ke ventrikulus dan mengakibatkan ayam akan meningkat nafsu makannya (Jumiati dan Nuraini, 2017).
## Bobot Karkas
Berat karkas diperoleh dari proses pemotongan ayam dikurangi berat darah, bulu, kepala, shank dan organ dalam. Berdasarkan hasil analisis variansi (ANOVA) penambahan tepung jahe merah dan gula aren berpengaruh signifikan (P<0,05) terhadap bobot karkas ayam broiler. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilaporkan Ohanakabe et al., (2022) pada penambahan abu cangkang kelapa sawit pada ransum ayam broiler menghasilkan berat karkas yang lebih tinggi dibanding ransum kontrol pada karkas bagian dada, paha dan sayap. Hasil penelitian ini lebih baik dibandingkan penelitian Kurniawan et al., (2021) yang mendapatkan bobot karkas berkisar 229,9 - 262,94 g/ekor pada pemberian tepung daun kemangi kedalam ransum ayam broiler, namun masih lebih rendah dibanding penelitian Adiwinarto, (2016) dimana berat karkas yang diberoleh berkisar 1.400- 1.513 g/ekor pada penambahan ekstrak jahe pada ransum broiler betina.
Bobot karkas terbaik dihasilkan pada perlakuan P3 (penambahan SJM 1,75% + gula aren 6%) dengan berat 1.389,4 g/ekor. Semakin tinggi pemberian serbuk jahe merah semakin meningkatkan bobot karkas. Pemberian serbuk jahe merah dengan dosis yang tepat akan mengakibatkan proventrikulus terstimulasi untuk mempercepat laju pengosongan lambung sehingga metabolisme pencernaan berlangsung dengan sempurna. Arifin et al., (2019) menyatakan bahwa pemberian jahe dalam ransum menyebabkan proses metabolisme pencernaan berjalan dengan baik khususnya bagian proventrikulus akan terstimulasi, sehingga dengan perubahan pakan peningkatan otot akan berjalan dengan baik. Jayanti et al., (2018) menyatakan bahwa persentase karkas sangat dipengaruhi oleh kualitas ransum yang
diberikan, dan adanya zat additive dalam ransum akan menstimulus organ pencernaan khususnya usus halus untuk meningkatkan massa otot.
Jahe dalam bentuk serbuk yang dicampurkan dalam pakan dapat menghasilkan peningkatan kualitas karkas dan menurunkan kadar lemak tubuh. Arifin et al., (2019) menyatakan bahwa jahe dapat memperbaiki kinerja pencernaan non ruminansia, karena dapat merangsang keluarnya pancreas jus dan minyak atsiri yang terkandung pada rimpang jahe sehingga mempercepat pengosongan proventrikulus. Pada penelitian ini penambahan tepung jahe merah 1,75% dan gula aren 6% memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya karena rasa pedas yang dikeluarkan oleh tepung jahe merah dapat dinetralisir oleh gula aren sehingga konsumsi pakan antar perlakuan tidak ada beda dengan perlakuan kontrol. Penggunaan gula aren dalam pakan mampu menambah palatabilitas, meningkatkan daya tahan tubuh pasca melahirkan dan disimpan sebagai sumber energi nutrisi dalam penggemukan ternak (Sipahutar dan Khairani, 2018).
## Bobot Lemak Abdominal
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa ayam broiler dengan penambahan fitibiotik serbuk jahe merah dan gula aren dalam pakan tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) terhadap bobot lemak abdominal. Penelitian ini selaras dengan Horhoruw dan Rajab, ( 2020) yang melaporkan bahwa penambahan gula merah dan kunyit lewat air minum tidak berpengaruh nyata terhadap lemak abdominal broiler. Namun tidak sejalan dengan penelitian Adiwinarto, (2016) yang menambahkan ekstrak jahe merah berpengaruh nyata pada bobot lemak abdominal pada broiler betina. Kadar lemak ayam broiler turun setelah diberikan ekstrak jahe dengan dosis 0,4 – 0,6% dalam air minum dan mampu memperbaiki fisiologi (Irianto et al., 2014)
Hasil penelitian menunjukan bahwa antar perlakuan tidak berbeda nyata bobot lemak abdominal. Hal ini dimungkinkan karena senyawa gingerol pada jahe merah yang memberikan rasa pedas belum mampu meningkatkan aktifitas ayam broiler selama penelitian. Selanjutnya kurangnya aktifitas ayam menyebabkan energi yang dibutuhkan relatif kecil dan energi tersebut tersimpan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Faktor lain yang ikut mempengaruhi bobot abdominal ialah faktor genetik dan lingkungan disekitar kandang.
Kondisi lingkungan pada saat pemeliharaan memasuki musim pancaroba. Adiwinarto, (2016) menyatakan bahwa suhu pemeliharaan mempengaruhi bobot abdominal, semakin rendah temperatur pemeliharaan maka akan semakin tinggi kadar lemak abdominal yang ditimbun. Umur pemotongan turut mempengaruhi hasil bobot lemak abdominal, semakin muda ayam yang dipotong maka lemak abdominalnya semakin sedkit, karena umur yang mendekati dewasa kelamin mulai terbentuk jaringan tubuh dan perlemakan.
## Bobot Liver
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa fitibiotik serbuk jahe merah dan gula aren dalam pakan tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) pada bobot liver ayam broiler. Hasil penelitian ini sama dengan penelitia Fati et al., (2018) pada penambahan ekstrak daun bangun-bangun belum menujukan pengaruhnya terhadap bobot liver ayam pedaging. Rimbawanto et al., (2019) mengemukakan bahwa penambahan acidifier dalam pakan tidak mempengaruhi bobot liver ayam broiler. Damara et al., (2021) menyatakan penambahan magot dalam pakan tidak memberikan pengaruh signifikan pada bobot liver ayam broiler dan diperoleh rerata 30,81g/ekor sampai 39,61 g/ekor.
Rataan bobot liver ayam broiler dalam setiap perlakuan termasuk dalam ukuran normal dengan kisaran 23,8 g/ekor sampai 36,2 g/ekor. Damara et al., (2021) menyatakan bahwa penambahan magot dalam ransum ayam broiler memiliki bobot liver dengan rataan 30,81g/ekor sampai 39,61g/ekor. Ini menunjukan bahwa dalam tepung jahe merah tidak memiliki zat-zat racun atau senyawa yang ada dalam bahan pakan tidak mengganggu kesehatan ayam broiler samapai level 1,75%. Liver dapat mendeteksi benda asing yang mengandung zat anti nutrisi yang ada dalam perlakuan yang ditandai dengan tidak adanya perubahan pada fisik seperti bentuk dan warna yang mencolok. Detoksikasi merupakan salah satu fungsi liver, apabila terdapat zat berbahaya dalam pakan dalam jumlah banyak mengakibatkan bobot hati meningkat dan terjadi perubahan warna pada liver (Yuliani et al., 2022). Bobot hati berbanding lurus dengan berat badan. (Damara et al., 2021) menyatakan bahwa ternak memiliki ukuran tubuh atau bobot tubuh yang lebih besar dari ukuran normal maka liver akan bekerja lebih keras guna membantu proses memetabolisme dan memenuhi nutrsi ternak
tersebut dan mengakibatkan bobot hati meningkat.
## Bobot Pancreas
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa penambahan fitobiotik serbuk jahe merah dan gula aren dalam pakan tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) pada bobot pancreas ayam broiler. Hasil penelitian (Suparjo et al., 2009) melaporkan, penambahan limbah udang terfermentasi pada ransum ayam broiler memperoleh rataan bobot pancreas 2,4 g/ekor sampai 2,9 g/ekor. (Syafriadi et al., 2016) penambahan tepung kulit pisang fermentasi pada ransum broiler tidak mempengaruhi bobot pancreas dan diperoleh rataan 3 g/ekor sampai 3,75 g/ekor. Penelitian (Yuliani et al., 2022) pada penambahan jamu dan ragi dalam pakan berpengaruh signifikan terhadap berat pancreas broiler dengan bobot rata-rata 2,7 g/ekor sampai 3,35 g/ekor. Ini berarti jahe merah tidak mengadung zat-zat yang berbahaya bagi ternak dan masih dapat ditorerir sampai 1,75% tidak menggangu metabolisme pencernaan ayam broiler.
Pancreas berfungsi untuk mensekresikan enzim seperti enzim amylase, lipase dan tripsin. Adanya gingerol didalam jahe berfungsi mecegah pembekuan darah dan menurunkan kadar kolesterol. Vertiprakhov, et al., (2016) menyatakan pancreas mengeluarkan pancreas jus untuk memproduksi enzim seperti amylase, lypase dan protease yang diteruskan ke usus 12 jari yang berperan menghidrolisis nutrisi pakan dan absorbsi ke dalam pembuluh darah. Rimbawanto et al., (2019) menyatakan pakcreas mensekresikan enzim pencernaan menuju usus 12 jari untuk mendapatkan karbohidrat, protein dan lemak.
Kandungan gingerol yang ada dalam jahe merah dan gula aren mampu merangsang kelenjar pancreas sehingga mampu
mengeluarkan enzym pencernaan seperti lipase, amilase dan protease yang disekresi duodenum. Yuliani et al.,(2022) menyatakan penambahan jamu seperti temulawak, jahe, pala, bawang dan jinten dalam pakan akan mingkatkan sekresi asam empedu di hati ,dan proses pengeluaran dalam kantung empedu berpengaruh baik terhadap pencernaan dan absorbsi lemak. (Kumar et al., 2014) menyatakan sebagian rimpang yang banyak terdapat pada bahan rempah-rempah mampu merangsang enzim pancreas, sehingga akan meningkatkan aktivitas enzim pencernaan pada permukaan dinding lambung.
## Bobot Limfa
Hasil analisis variansi menunjukan bahwa fitobiotik serbuk jahe merah dan gula aren dalam pakan berpengaruh signifikan (P < 0,05) pada bobot limfa ayam broiler. Hasil riset ini sesuai dengan riset (Rimbawanto et al., 2019) yang menambahkan acidifier dalam ransum ayam broiler memperoleh rerata bobot pancreas 1,2 g/ekor sampai 1,5 g/ekor. Hasil riset ini tidak sejalan dengan riset (Yuliani et al., 2022) pada penambahan jamu dan ragi dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot limfa ayam broiler dengan bobot rata-rata 0,97 g/ekor sampai 1,44 g/ekor. Penambahan fitobiotik serbuk jahe merah sampai dosis 1,75% pada ransum aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan pembengkakan organ limfa. Limfa berfungsi untuk memfilter darah dan menyimpan Vitamin khususnya Fe untuk membantu sintesis hemoglobin (Syafriadi et al., 2016). Organ limfa membentuk sel limfosit dan akan memproduksi antibodi pada tubuh sehingga apabila terdapat benda asing yang bersifat toksit melalui makanan, zat nutrisi maupun agen (Yuliani et al., 2022).
## SIMPULAN
Penambahan fitobiotik serbuk jahe merah sampai level 1,75% dan gula aren 6% mampu meningkatkan bobot potong, karkas, dan limfa
namun tidak berpengaruh terhadap tampilan bobot lemak abdominal, hati dan pancreas ayam broiler.
## SARAN
Perlu dilakukan kajian lebih lanjut dengan menambahan ekstrak jahe merah menggunakan teknik mikroenkapsulasi agar zat
aktif yang terkandung dalam feed additive dapat terserap maksimal di dalam organ pencernaan.
## DAFTAR PUSTAKA
Adiwinarto G. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak jahe merah terhadap karkas dan lemak abdominal pada ayam broiler betina. Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian 13(24): 7. https://doi.org/10.36626/jppp.v13i24.82
Ambarwati L, Marsudi M, Ninsar N. 2021.
Penambahan silase ikan terbang (hyrundicthys oxycephalus) secara
kimiawi terhadap persentase organ dalam ayam KUB. Prosiding STAP 9(9): 24–25. Arifin R, Suprijatna E, Sunarti D. 2013.
Pengaruh penambahan tepung jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) dalam ransum terhadap performans ayam
kampung periode layer. Animal Agriculture Journal 2(3): 31–38.
BPS, Provinsi Sulawesi Barat. 2021. Provinsi Sulawesi Barat dalam angka. https://sulbar.bps.go.id/publication/2021/0 2/26/5c1afd42ea8085442b3c506a/provins
i-sulawesi-barat-dalam-angka-2021.html Damara D, Berata IK, Ardana IBK, Setiasih NLE, Sulabda IN. 2021. Hubungan berat badan dengan berat hati serta gambaran histologi hati broiler yang diberikan tepung maggot. Indonesia Medicus Veterinus 10(5): 714–724. https://doi.org/10.19087/imv.2021.10.5.71 4 Fati N, Siregar R, Sujatmiko. 2018. Pengaruh pemberian ekstrak daun bangun-bangun
(Coleus amboinius, L) terhadap persentase karkas dan organ fisiologis broiler. Lumbung 17(1): 42–56.
Horhoruw WM, dan Rajab R. 2019. Bobot potong, karkas, giblet dan lemak abdominal ayam broiler yang diberi gula merah dan kunyit dalam air minum sebagai feed additive. Agrinimal Jurnal Ilmu Ternak Dan Tanaman 7(2): 53–58. https://doi.org/10.30598/ajitt.2019.7.2.53- 58
Irianto AB, Atmomarsono U, dan Suprijatna.
2014. Pengaruh penambahan tepung jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) dalam ransum terhadap efisiensi
penggunaan protein pada ayam kampung periode pertumbuhan (16-22 Minggu). Animal Agriculture Journal, 3(1), 61–69. Jayanti ZD, Herpandi, Lestari SD. 2018.
Pemanfaatan limbah ikan menjadi tepung silase dengan penambahan enceng gondok (Eichhornia crassipes). FIshtech-Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, 7(1), 86–97.
Kaunang SR, Asyiah LN, Aprilya S. 2019.
Etnobotani (pemanfaatan tumbuhan secara tradisional) dalam pengobatan hewan ternak oleh masyarakat di
Kabupaten Banyuwangi. Indonesian Journal of Biotechnology and Biodiversity 3(1): 27–32.
Kumar M, Kumar V, Roy D, Kushwaha R, dan Vaswani S. 2014. Application of herbal feed additives in animal nutrition - a review. International Journal of Livestock Research 4(9): 1. https://doi.org/10.5455/ ijlr.20141205105218
Kurniawan B, Syamsuddin, dan Baim A. 2021.
Bobot potong, persentase karkas dan persentase giblet ayam broiler yang diberi ransum mengandung tepung daun talas (Colocasia esculenta) yang berbeda. JITRO 3(2): 143–149.
Ohanakabe AUC, Nwougu, Ogbuewe IP, Etuk IF, Uchegbu MC, Okali IC. 2022. Growth performance and carcass charakcteristics of broiler chickens feed supplemental Palm kernel shell ash. Nigerian Journal of Animal Science and Technology 5(2): 28– 39.
Pratama AY, Atmomarsono U, dan Mahfudz LD. 2012. Pengaruh penggunaan tepung jahe (Zingiber offinale) dalam ransum terhadap perlemakan dan trigliserida ayam kampung. Animal Agriculture Journal 1(1), 733–741.
Rimbawanto EA, Iriyanti N, dan Hartoyo B.
2019. Bobot dan panjang usus halus serta bobot organ assesoris ayam broiler dengan pmberian berbagai jenis acidifier. Prosiding Seminar Nasional Dan Call for Papers, 9 (November), 105–112.
Setiyanto A, Atmomarsono U dan R. Muryani.
2012. Pengaruh penggunaan tepung jahe emprit (Zingiber officinale var amarum) dalam ransum terhadap laju pakan dan kecernaan pakan ayam kampung umur 12 minggu. Animal Agriculture 1(1): 713– 720.
Sipahutar LW, dan Khairani. 2018. Potensi suplementasi nira aren (Arenga pinnata Merr.) terhadap performa ayam broiler.
Jurnal Peternakan 2(1): 1–6.
Sri J, Nuraini, dan Rahmi A. 2017. Bobot potong, karkas, giblet dan lemak abdominal ayam broiler yang temulawak (Curcumaxanthorrhiza roxb) dalam pakan. JITRO 4(3): 11–19.
Steel RGD, and Torrie JH. 1995. Prinsip dan prosedur statistik. Penerjemah : Sumantri, B. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Suparjo S, Wiryawan KG, Laconi EB, dan Mangunwidjaja D. 2009. Performa dan bobot organ pencernaan ayam broiler yang diberi pakan limbah udang hasil fermentasi Bacillus sp. Media Peternakan 32(3).
https://doi.org/10.5398/medpet.v32i3.113 5
Syafriadi S, Daud M, dan Zulfan Z. 2016. Pengaruh substitusi ransum komersil dengan tepung kulit pisang fermentasi + feed supplement terhadap berat dan persentase organ dalam ayam broiler. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 1(1): 671–684. https://doi.org/10.17969/jimfp.v1i1.1284 Vertiprakhov VG, Grazina AA, Dolgurukova DM. 2016. The activity of pancreatic enzymes on different stage of metabolism in broiler chicks. Agricultural Biology
51(4): 509–515. https://doi.org/10.15389/agrobiology.2016 .4.509rus
Yuliani NS, Sakan GYI, dan Suryatni NPF. 2022. Efek penambahan jamu dan ragi terhadap profil organ dan saluran pencernaan ayam broiler. Buletin Veteriner Udayana 14(3): 255–265. https://doi.org/10.24843/bulvet.2022.v14.i 03.p09
|
66f8b7e4-45f5-44fd-abcd-f4f200abe4c4 | https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/transformasi/article/download/5108/2433 | Transformasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 18 (2), 2022: 194-204 p-ISSN 1858-3571 | e-ISSN 2580-9628
## MENUMBUHKAN KUALITAS KEAGAMAAN MASYARAKAT MUSLIM PERKOTAAN MELALUI PROGRAM PENGABDIAN MASYARAKAT
Lukman Abdurrahman 1 *, Wiwin Aminah 1 , Mochammad Arif Bijaksana 1 , Djusnimar Zultilisna 1
1 Universitas Telkom, Bandung, Indonesia *[email protected]
Abstrak: Penguatan kehidupan keberagamaan diperlukan dalam kehidupan masyarakat muslim terutama daerah perkotaan. Penguatan ini sebagai langkah untuk mewujudkan masyarakat madani yang dapat mengamalkan ajaran agamanya dengan baik serta melek terhadap perkembangan teknologi dan informasi. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah untuk membentuk masyarakat yang kohesif dan meningkatkan pemahaman komunitas terhadap konsep masyarakat madani. Metode yang digunakan adalah ABCD ( Asset-Based Community Development) dengan menitikberatkan kepada pengembangan masyarakat atas aset-aset yang telah mereka miliki. Hasil program pengabdian kepada masyarakat ini menunjukkan bahwa aset yang telah dimiliki masyarakat merupakan aset spiritual yang menjadi modal utama pembentukan masyarakat madani dengan bingkai aturan masyarakat dan agama. Program ini juga berhasil memperkuat jalinan silaturahmi antar masyarakat beragama serta mampu meningkatkan pemahaman agama dan pengetahuan terhadap perkembangan teknologi informasi.
Kata Kunci: Asset-Based Community Development, keagamaan, masyarakat madani
Abstract: Strengthening religious life is essential in the life of Muslim communities, especially in urban areas. This strengthening is a step towards realizing a civil society that can practice its religious teachings well and is literate in developing technology and information. This community service program aimed to form a cohesive community and increase community understanding of the concept of civil society. The method used was ABCD (Asset-Based Community Development) by emphasizing community development on the assets they already have. The results of this community service program show that the assets owned by the community are spiritual assets which are the main capital for forming a civil society with the frame of community and religious rules. The program also strengthened the relationship between religious communities and improved religious understanding and knowledge of the development of information technology.
Keywords: Asset-Based Community Development, religious, civilized society
## Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang berfalsafah Pancasila dengan sila pertamanya adalah “Ketuhanan Yang Mahaesa” yang meniscayakan kehidupan beragama dapat tumbuh subur di dalamnya (Safitri & Dewi, 2021 ). Pada dasarnya, adalah tugas negara untuk memfasilitasi kehidupan beragama yang baik dalam kehidupan masyarakatnya. Namun dalam prakteknya, peran negara dalam hal ini Kementrian Agama, tidak dapat melingkupi semua aspek kehidupan beragama warga negara. Jika kehidupan beragama warga negara itu dibagi dua bagian besar, yakni pertama secara struktural dan yang kedua secara kultural (Abdurrahman, 2014 ), maka peran Kementrian Agama lebih pada tata kelola keberagamaan yang bersifat struktural seperti penyelenggaraan peradilan agama, pencatatan prosesi pernikahan, penyelenggaraan ibadah haji dan kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan kehadiran negara
dalam prosesnya. Adapun pembinaan kehidupan keberagamaan yang bersifat kultural dan privat banyak diserahkan kepada warga negara itu sendiri atau komunitas-komunitas yang berkembang di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Di satu sisi, pembinaan secara kultural menghendaki upaya intensif guna menguatkan keberadaan falsafah negara Pancasila yang harus menjadi akar budaya bangsa supaya ketahanan bangsa tetap terpelihara dengan baik (Safitri & Dewi, 2021 ). Namun, di sisi lain upaya ini masih belum terselenggara secara efektif dan membutuhkan peran beragam pihak.
Oleh karena itu, untuk kepentingan di atas dapat membuka peluang pihak-pihak lain untuk ikut serta dalam menumbuhsuburkan perkembangan kehidupan beragama di lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, program pengabdian masyarakat (Abdimas) dari beragam kampus merupakan salah satu pihak yang dapat memerankan tugas di atas. Salah satu tim pengabdian masyarakat dari Universitas Telkom Bandung menyoba masuk ke ranah ekslusif tersebut dalam rangka mewujudkan salah satu tri darma perguruan tinggi yang berkelindan dengan penguatan kehidupan keberagamaan secara kultural dalam bentuk program pengabdian masyarakat.
Permasalahan yang diupayakan dalam pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana agar pembinaan jamaah pengajian masjid tidak terhenti akibat wabah covid-19? Dan 2) Bagaimana melakukan pemeliharaan kualitas pembinaan jamaah masjid tidak saja yang terkait peribadahan ritual namun diperluas dalam pengembangan pola kemasyarakatan dalam kemodernan dengan tetap merujuk pada petunjuk-petunjuk Al-Quran dan Al-Hadits? Dengan demikian, untuk menjawab permasalahan tersebut, beberapa upaya ditawarkan untuk ditempuh sebagai berikut: 1) Wabah covid-19 sesungguhnya bukan penghalang program pemeliharaan pembinaan jamaah masjid dan masyarakat beragama umumnya. Ia hanya meniscayakan agar jamaah tidak berkerumun di satu tempat, misalnya di ruangan masjid. Oleh karena itu pembinaan dapat tetap dilakukan melalui pertemuan daring via media Teknologi Informasi (TI) berupa virtual meeting secara online dari rumah masing- masing atau tetap onsite di masjid dengan tetap mengindahkan protokol kesehatan. Selanjutnya 2) Pembinaan melalui pertemuan maya dan media TI dapat berjalan lebih fleksibel dalam ragam bentuknya. Dari sisi materi dapat lebih kaya, karena materi dapat disajikan melalui content sharing dengan kemungkinan muatan yang lebih padat karena aksesnya secara softcopy dan bukan hardcopy, kebergantungan hanya pada persiapan yang matang penyaji. 3) Dengan demikian, berbagi materi dapat lebih diperluas mencakup pula persoalan muamalah atau hubungan sosial kemasyarakatan, selain peribadahan dan 4) Efektivitas capaian makin luas mengingat pembinaan yang dilakukan bersifat terbuka, artinya dapat berlangsung dua arah karena masyarakat sasaran adalah masyarakat terbuka pula disebabkan tingkat pendidikan mereka relatif bagus.
Hal di atas sesungguhnya bercermin dari upaya pemberdayaan masyarakat beragama yang telah diupayakan oleh pelbagai komunitas atau organisasi masyarakat yang tidak pernah mengenal kata berhenti. Peran besar yang telah dilakukan oleh Muallaf Center , misalnya, demikian intensif guna membina masyarakat muallaf (seseorang yang baru masuk Islam) baik melalui pertemuan luring maupun daring (Ikhwanuddin, 2022 ). Begitu pula, dalam komunitas
perusahaan atau lembaga-lembaga komersial pembinaan anggotanya secara keagamaan, khususnya keislaman, demikian masif yang akan berefek bukan saja untuk membangun kualitas pribadi masing-masing anggota, tapi pada gilirannya dapat membangun etos kerja yang cerdas dan ikhlas bagi lembaga tersebut (Albarsyah, 2022 ). Dalam hal ini, ada dua upaya pemberdayaan masyarakat beragama, yaitu pertama dakwah billisaan (melalui retorika) dan kedua dakwah bilisaanil hal (amal nyata) (Sasongko, 2022 ; Aliyuddin, 2010 ). Apa yang dilakukan oleh Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Telkom dalam ranah ini adalah dakwah billissan dengan sasaran masyarakat terbuka, artinya bukan komunitas lembaga tertentu seperti di atas, namun mereka yang terafiliasi dengan Masjid An-Naas Cikutra Bandung, baik secara luring maupun daring.
Berdasarkan uraian di atas, tujuan program pengabdian kepada masyarakat ini adalah: 1) Membangun silaturahmi khususnya antar anggota jamaah masjid sebagai bagian masyarakat perkotaan guna membangun masyarakat madani ( civil society ) yang berperadaban luhur dan berakhlak, 2) Meningkatkan wawasan jamaah masjid dalam pemahaman agama dan hal kekinian terutama terkait perkembangan Teknologi Informasi baik dalam pelaksanaan kajian maupun dalam pemakaian sehari-harinya di masyarakat sehingga batas-batas akhlak tetap diindahkan.
## Metode
Metode yang dikembangkan dalam Program Pengabdian Masyarakat ini bertumpu pada teori ABCD ( Asset-Based Community Development ), yaitu satu teori yang menyatakan bahwa pengembangan sebuah masyarakat cukup berbekal aset yang mereka miliki tanpa harus bergantung pada aset-aset di luar yang tidak mereka miliki (Maulana, 2019 ). Aset terbesar yang jamaah masjid miliki adalah aset spiritual yang dapat menjadi modal dalam membangun masyarakat berperadaban tinggi, disamping aset-aset lainnya seperti aset manusia, aset ekonomi, aset sosial, aset budaya dan sebagainya (Maulana, 2019 ). Aset spiritual ini perlu mendapat pemberdayaan supaya sejalan dengan semangat keberagamaan (baca: keislaman), mengingat belum tentu kecerdasan spiritual ( spiritual quotient ) berhubungan erat dengan keberagamaan seseorang (Zohar dan Marshall, 2001 ). Dengan kata lain, aset spiritual yang bersifat inherent pada tiap diri manusia membutuhkan pembinaan agar sejalan dengan semangat agama yang bersumber dari wahyu Tuhan. Oleh karena itu, bertumpu pada teori ABCD tersebut maka metode yang digunakan dalam program pengabdian masyarakat ini dapat dilihat pada Bagan 1 dengan rincian tahapan sebagaimana di bawah ini.
1. Skema kegiatan
a. Bahan kajian atau referensi dipegang oleh kedua belah pihak (penyaji dan para peserta), malahan beberapa hari sebelumnya bahan kajian tersebut sudah diberitahukan atau dibagikan kepada para peserta secara online dengan maksud supaya dipelajari sebelum kajian sehingga dapat mengundang diskusi intensif sebagai penggalian aset spiritual yang telah ada sebelumnya. Dengan kata lain, penyaji hanya sebagai fasilitator dan para peserta didorong untuk proaktif membahas persoalan kajian
terutama untuk tindak lanjut dalam keseharian.
b. Penyaji membahas bahan kajian sesuai tema yang direncanakan yang telah diplot sebelumnya, seusai pembahasan dilakukan tanya jawab dan diskusi terbuka ( continuous empowerment and participatory ) dengan tetap saling menghargai kemungkinan perbedaan pemahaman, di satu sisi. Di sisi lainnya, jika terjadi permufakatan dalam pembahasan, maka menjadi modal penguatan hubungan sosial antar jamaah.
c. Pasca acara diskusi, dilakukan ramah tamah bagi para peserta kajian luring yang hadir di masjid untuk membangun hubungan keakraban antar peserta dan sebagai upaya membangun motivasi menerapkan hasil kajian dalam praktek keseharian.
1. Jamaah Masjid An-Naas, RW 14 Kel. Cikutra Kec. Cibeunying Kidul Bandung
2. Pembinaan harus berkesinambungan walau dalam situasi sulit
## SOLUSI
• Kajian daring • Luaran
• Publikasi media massa
• Video kegiatan
• Protap pembinaan jamaah
METODE
## DUKUNGAN
➢ Dukungan Pengurus DKM An-Naas
➢ Sarana daring
➢ Sarana luring
1. Jamaah Masjid An-Naas, Kel. Cikutra Kec. Cibeunying Kidul Kota Bandung 2. Pembinaan berdasarkan bahan materi yang telah ditentukan sebelumnya • Kajian daring dan luring terbatas
• Luaran • Makalah abdimas
• Publikasi media massa
• Video kegiatan • Protap pembinaan jamaah INPUT SOLUSI Continuous empowerment melalui continuous participatory DUKUNGAN
➢ Pendanaan Pengabdian Masyara- kat
➢ Kehadiran masyarakat sasar via daring maupun luring
➢ Kompetensi tim abdimas: selain dosen juga aktivis dakwah
## METODE PELAKSANAAN
Metode & bentuk kegiatan 1. Metode 1: Perkuliahan tematik 2. Metode 2: Diskusi dan tanya jawab
OUTPUT &
## EVALUASI
1. Masyarakat madani 2. Evaluasi hasil abdimas via survey
3. Harapan: keberlanjutan program
EVALUASI ➢ Evaluasi masyarakat sasaran
➢ Evaluasi oleh tim abdimas terhadap respon masyarakat sasaran
2. Materi kegiatan
a. Kajian pola kemasyarakatan yang berperadaban mengacu pada perkembangan pengetahuan dan teknologi kekinian seperti Revolusi Industri 4.0 berlandaskan pedoman Al-Quran dan Al-Hadits. Dalam hal ini, Al-Quran didasarkan pada Tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000 ) dan Al-Hadits mengacu pada bahasan Kitab Fathul Baary (Asqolani,
1960 ) yang merupakan syarah atau penjelasan dari Kitab Shahih Bukhary .
b. Diskusi seputar kajian untuk penerapan di lapangan baik secara individual maupun komunal yang dapat memberi nilai tambah bagi pengembangan kohesivitas kemasyarakatan pada sisi kultural (Abdurrahman, 2014 ).
c. Sekali-kali dilakukan survey untuk analisis kebutuhan acara pembinaan komunitas tersebut, juga terkait dengan dan kelebihan serta kekurangan Program Pengabdian Masyarakat ini.
3. Partisipasi Mitra
Mitra Pengabdian Masyarakat dalam hal ini sebagai lembaga adalah Dewan Keluarga Masjid (DKM) An-Naas. Peran yang dilakukannya bertindak sebagai fasilitator penyelenggaraan pembinaan karena tanggung jawab moral untuk terus mengembangkan jamaahnya. Dalam hal kajian dilakukan secara tatap muka, DKM An-Naas menyediakan ruang utama masjid sebagai tempat kajian dan pelbagai fasilitas lain seperti sound systems , infokus, layar kajian, virtual meeting tools dan lain-lain. Namun dalam hal kajian dilakukan secara daring, DKM An-Naas berperan sebagai perekat virtual keberadaan jamaah peserta kajian sebagai tempat afiliasi mereka.
4. Output Kajian
Partisipasi para peserta dalam setiap acara kajian yang diselenggarakan tiap Hari Ahad paska Sholat Subuh. Partisipasi ini dapat diukur melalui survey (jajak pendapat) secara online yang diselenggarkan dalam rentang kajian tersebut dilakukan.
5. Evaluasi Pelaksanaan Program dan Keberlanjutan Program Evaluasi secara langsung dilakukan melalui sesi tanya jawab antara penyaji dan peserta pembinaan. Akan tampak beberapa hal yang dipahami dan kurang dipahami oleh peserta sehingga hal ini dapat menjadi bahan perbaikan. Demikian pula evaluasi secara menyeluruh untuk keberlanjutan program dilakukan melalui survey di atas.
## Hasil dan Pembahasan
Dalam pelaksanaan Abdimas tersebut materi pembahasan pada dasarnya dibagi dua rujukan, yakni pertama adalah Tafsir Ibnu Katsir (Katsir, 2000 ) yang memaparkan pembacaan dan pemahaman Kitab Suci Al-Quran. Kedua adalah Syarah atau Tafsir terhadap Kitab Shahih Bukhary dengan mengacu pada Kitab Fathul Baary (Asqolani, 1960 ). Kedua materi ini menjadi rujukan utama, walaupun dalam pembahasannya dapat disertai dengan mendiskusikan perkembangan kekinian terkait materi utama tersebut, terutama dihubungkan dengan perkembangan Teknologi Informasi sebagai identitas keilmuan para pelaku Abdimas yang berasal dari kampus yang mengusung Information and Communication Technology .
Sasaran dalam program ini adalah perintisan kelompok-kelompok masyarakat perkotaan yang madani atau masyarakat madani ( civil society ) yang dicirikan oleh beberapa kriteria (Ibnu et al., 2019 ; Khalis, 2014 ) sebagai berikut: 1) Universalitas dalam tataran egaliter yakni pandangan persamaan derajat sebagai sesama manusia; 2) Penghargaan kepada pihak lain berdasarkan pada prestasi bukan pada hal-hal primordialisme seperti etnis, keturunan dan sebagainya; 3) Inklusif, yakni terbuka saat berhadapan dengan pelbagai persoalan untuk meraih kebajikan; 4) Berkeadilan, yakni proposionalitas dengan menilai bahwa segala sesuatu harus ditempatkan pada tempatnya; 5) Bertoleransi dalam arti tidak anti perbedaan, kalau pun ada perbedaan tidak saling mengganggu namun memberikan kesempatan untuk berbeda dalam keragaman atau pluralitas; dan 6) Penyelesaian setiap persoalan antar mereka dilakukan dengan musyawarah guna mencari solusi yang disepakati kebaikannya bersama.
Kemungkinan akan ada pertanyaan, apa hubungan materi utama yang dibawakan di atas dengan sasaran Abdimas guna perintisan pembentukan masyarakat madani ini? Pada dasarnya, ada perbedaan pengertian antara masyarakat madani dengan civil society yang bercorak masyarakat Barat walaupun persamaannya pun cukup besar. Untuk hal demikian, Nurcholish Madjid dalam (Ibnu et al., 2019 ; Hamali, 2017 ) membedakan kedua istilah tersebut, dalam hal ini, masyarakat madani adalah kelompok warga negara yang berkomitmen berkehidupan dalam kesehariannya dengan mendasarkan pedoman hidupnya pada motivasi dan etos agama. Artinya, agama menjadi sumber nilai dalam membentuk masyarakat beperadaban (masyarakat madani), di satu sisi. Sisi lainnya, civil society adalah juga sebagai kelompok masyarakat berperadaban namun kaitannya lebih pada aspek-aspek politik kekuasaan, juga terutama untuk kesamaan kedudukan dalam hukum dan perlindungannya jika terjadi perbenturan antara negara dengan warganya sendiri. Dengan kata lain, keberadaan kelompok-kelompok masyarakat madani ini sejalan pula dengan landasan falsafah negara Pancasila, yakni masyarakat ber- Ketuhanan Yang Mahaesa, ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, menjaga Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan mengusahakan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Safitri & Dewi, 2021 ). Adapun peta jalan ( roadmap ) Abdimas ini digambarkan pada Gambar 1 . Terlihat bahwa Abdimas telah dilakukan secara berseri sejak tahun 2020 sampai tahun 2022 dengan sasaran setidaknya terbentuk embrio masyarakat madani yang mulai menyadari dan menerapkan kriteria-kriteria di atas (Abdurrahman et al., 2021 ).
Oleh karena itu skema pengajian yang diusung dalam Abdimas untuk merintis mewujudkan cita-cita pembentukan masyarakat madani atau civil society tersebut memperoleh justifikasi -nya. Terlebih jika hal ini dikaitkan dengan sejarah, bahwa pembentukan masyarakat berdasarkan pada aqidah (keyakinan) masyarakat sendiri di lingkungan kaum Muslim memiliki landasan yang kokoh sejak terbentuknya warga Kota Madinah yang majemuk zaman Nabi Muhammad SAW, kemudian dilanjutkan oleh para khalifah yang bijaksana ( khulafaur-raasyidiin ). Demikian pula dilanjutkan oleh para pemegang kekuasaan setelahnya mulai Bani Umayah, Bani Abbasiah, Kekhalifahan Turki Utsmani dan lain-lain. Saat-saat itu terbentuk kelompok-kelompok masyarakat madani yang berperadaban tinggi dengan penguasaan pengetahuan dalam arti luas dan ciri-ciri masyarakat madani lainnya (Hamali, 2017 ).
Gambar 1. Peta jalan ( roadmap ) Program Abdimas
Dari hasil jajak pendapat perihal pelaksanaan Abdimas pada tahun 2020 diperlihatkan oleh Tabel 1 sebagai berikut (Abdurrahman et al., 2020 ).
Tabel 1. Hasil survey Program Pengabdian Masyarakat tahun 2020 Penilaian Terhadap Kegiatan Jumlah masing-masing faktor yang penting Sangat Tdk Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju 1. Kegiatan ini sudah sesuai dengan tujuan kegiatan itu sendiri. 0 0 5 55 2. Kegiatan ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasarnya. 0 0 4 56 3. Waktu pelaksanaan kegiatan ini relatif telah mencukupi sesuai kebutuhan. 0 0 3 57 4. Tim Abdimas bersikap ramah, cepat dan tanggap membantu selama kegiatan. 0 0 7 53 5. Masyarakat setempat menerima dan mengharapkan kegiatan Abdimas Universitas Telkom saat ini dan masa yang akan datang. 0 0 10 50 Jumlah 0 0 29 271 Persentase 0% 0% 10% 90% Jumlah Persentase Setuju+Sangat Setuju 100%
2 0 2 0 Inisiasi pembinaan kelompok masyarakat jamaah masjid
2020
2021
Terbentuk masyarakat sadar peraturan
2022
Masyarakat madani ( civil society ) 2022 2021 2020
Tabel 1 memperlihatkan responden dari masyarakat sasar berjumlah 60 orang yang mengisi jajak pendapat. Sementara itu, potret jamaah masjid luring pada Bulan Juni 2020 saat Covid agak mereda disajikan pada Gambar 2 . Terlihat bahwa dari kelima pertanyaan jajak pendapat, jawaban sangat setuju mendominasi dengan angka rata-rata jauh di atas 50%. Demikian pula gabungan setuju dan sangat setuju terhadap kelima pertanyaan berada pada angka 100%. Artinya, penyelenggaraan Abdimas dengan misinya dalam pembentukan masyarakat madani dapat diterima. Pada tahun 2020 seperti pada Gambar 1 , sasaran Abdimas lebih dititikberatkan pada permulaan pembentukan kelompok masyarakat yang mau berhimpun dalam suasana kebajikan.
Maka seiring dengan berjalan waktu, jajak pendapat memperlihatkan kohesivitas yang baik dari para peserta. Dalam hal ini, kebutuhan masyarakat terhadap informasi ajaran-ajaran agama yang dikombinasikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sedikit banyak dapat diperoleh melalui kajian ini. Dengan kata lain, kelompok binaan masyarakat guna berkesadaran terhadap diri sendiri dan lingkungannya, insya Alloh mulai terbentuk. Oleh karenanya, harapan pembentukan kelompok masyarakat jamaah masjid yang solid dan berkeinginan untuk memupuk silaturahmi dan perluasan wawasan keagamaannya berkelindan dengan tujuan Abdimas (Abdurrahman et al., 2020 ).
Gambar 2. Potret jamaah kajian Halaqoh An-Naas tahun 2020 di dalam Masjid An-Naas
Jajak pendapat yang sama dilakukan pada program Abdimas tahun 2021 dengan hasilnya seperti tersaji pada Tabel 2 (Abdurrahman et al., 2021 ). Pada Tabel 2 , responden yang memberikan jawaban turun menjadi 35 orang pada tahun 2021 dengan perubahan jawaban yang cukup drastis. Tidak seperti pada Tabel 1 , yang memberikan jawaban sangat setuju pada Tabel 2 terhadap kelima pertanyaan berada pada angka 46,3%. Sedangkan jawaban setuju pada angka 53,1%. Malahan ada yang menjawab tidak setuju pada pertanyaan waktu penyelenggaraan pada angka 0,6%. Walaupun berikutnya, gabungan
setuju dengan sangat setuju berada pada angka 99,4%. Artinya program Abdimas ini tetap dapat diterima oleh masyarakat sasar dengan harus ada perbaikan di sana sini karena dari sejumlah saran pada pertanyaan tertutup demikian adanya (Abdurrahman et al., 2021 ).
Tabel 2. Hasil survey Program Pengabdian Masyarakat tahun 2021
Penilaian Terhadap Kegiatan Jumlah masing-masing faktor yang penting Sangat Tdk Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju 1. Kegiatan ini sudah sesuai dengan tujuan kegiatan itu sendiri. 0 0 15 20 2. Kegiatan ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasarnya. 0 0 20 15 3. Waktu pelaksanaan kegiatan ini relatif telah mencukupi sesuai kebutuhan. 0 1 19 15 4. Tim Abdimas bersikap ramah, cepat dan tanggap membantu selama kegiatan. 0 0 21 14 5. Masyarakat setempat menerima dan mengharapkan kegiatan Abdimas Universitas Telkom saat ini dan masa yang akan datang. 0 0 18 17 Jumlah 0 1 93 81 Persentase 0% 0,6% 53,1% 46,3% Jumlah Persentase Setuju+Sangat Setuju 99,4%
Seperti terlihat pada Gambar 1 , sasaran Abdimas 2021 lebih ditekankan pada peningkatan kesadaran akan keberadaan peraturan yang melingkupi kehidupan keseharian untuk dipatuhi dan menjadi standar bersama dalam bermasyarakat (Hamali, 2017 ; Khalis,
2014 ). Dengan demikian, Tabel 2 tetap memberikan pesan bahwa program Abdimas memberi pengaruh terhadap kesadaran untuk mengindahkan norma-norma kehidupan, lebih-lebih nilai- nilai agama. Juga pesan yang dapat dibaca dari Tabel 2 , bahwa Abdimas tetap masih diperlukan guna menjadi wahana kajian, pengingatan dan dorongan untuk pengamalan dalam keseharian. Demikian pula untuk menghargai peraturan lain sehingga dapat menumbuhkan sikap toleransi terhadap perbedaan. Pula, karena membangun peradaban suatu masyarakat merupakan kerja sosial yang membutuhkan waktu dan upaya panjang, maka program Abdimas harus terus dilanjutkan pada periode-periode berikutnya, setidaknya sesuai roadmap di atas.
Pada Tabel 3 , survey dilakukan pada tahun 2022 terhadap masyarakat sasar yang sama dan yang mengisi meliputi 45 responden. Terihat bahwa mereka yang sangat setuju melebihi angka 54% dan yang setuju saja hanya 45% saja. Nampak bahwa terjadi fluktuasi pada setiap tahunnya antara sangat setuju dengan setuju saja. Namun keduanya tetap menghendaki supaya acara pembinaan ini terus dapat dilanjutkan.
Tabel 3. Hasil survey Program Pengabdian Masyarakat tahun 2022
Penilaian Terhadap Kegiatan Jumlah masing-masing faktor yang penting Sangat Tdk Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju 1. Kegiatan ini sudah sesuai dengan tujuan kegiatan itu sendiri. 0 0 20 25 2. Kegiatan ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasarnya. 0 0 19 26 3. Waktu pelaksanaan kegiatan ini relatif telah mencukupi sesuai kebutuhan. 0 0 27 18 4. Tim Abdimas bersikap ramah, cepat dan tanggap membantu selama kegiatan. 0 0 22 23 5. Masyarakat setempat menerima dan mengharapkan kegiatan Abdimas Universitas Telkom saat ini dan masa yang akan datang. 0 0 15 30 Jumlah 0 0 103 122 Persentase 0% 0% 45,8% 54,2 Jumlah Persentase Setuju+Sangat Setuju 100,0%
Dengan kata lain dapat dijelaskan dari Tabel 3 di atas bahwa telah terjadi kebangkitan semangat untuk terus menjalani proses Abdimas ini, yang perlu memperoleh perbaikan adalah lebih pada waktu penyelenggaraannya. Hal ini disebabkan mereka merasa perlu penambahan waktu dari yang saat ini dilaksanakan. Namun untuk sisi-sisi lainnya, dapat dikatakan telah dapat memadai karena pengisian pada kolom sangat setuju umumnya di atas 50%.
## Kesimpulan
Dari paparan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Telah tercipta situasi silaturahmi khususnya antar anggota jamaah masjid sebagai bagian masyarakat perkotaan guna membangun masyarakat madani ( civil society ) yang berperadaban luhur dan berakhlak; 2) Terdapat peningkatan wawasan jamaah masjid dalam hal pemahaman agama dan hal kekinian terutama terkait perkembangan Teknologi Informasi baik dalam pelaksanaan kajian maupun dalam pemakaian sehari-harinya di masyarakat sehingga batas-batas akhlak tetap diindahkan. Adapun saran lebih ditujukan pada pelaksanaan program pengabdian selanjutnya yang tetap harus mengindahkan harapan- harapan masyarakat di lokasi tersebut. Namun juga dengan mengelindankan dengan sasaran Abdimas dari Universitas sehingga kohesivitas antar masyarakat dan kampus dapat terbangun lebih baik. Dengan kata lain, semuanya harus tetap mengindahkan tujuan masing-masing dan mensinergikannya.
## Ucapan Terima Kasih
Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Telkom yang telah memberikan dukungan dalam menjalankan program pengabdian kepada masyarakat ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Dewan Keluarga Masjid An-Naas yang telah menjadi mitra program pengabdian ini.
## Referensi
Abdurrahman, L., Bijaksana, M.A., Lubis, M., & Mukhlas, I. (2021). Laporan pengabdian masyarakat dengan bantuan dana internal: Pengembangan Pola Bermasyarakat Jamaah Masjid An-Naas (Halaqoh An-Naas) Menuju Masyarakat Madani . Bandung: Prodi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Universitas Telkom. Abdurrahman, L., Santosa, A.F., Fauzi, R. & Alhari, I. (2020). Laporan pengabdian masyarakat dengan bantuan dana internal: Pengembangan Pola Bermasyarakat Jamaah Masjid An-Naas (Halaqoh An-Naas) Menuju Masyarakat Madani . Bandung: Prodi Sistem Informasi Fakultas Rekayasa Industri Universitas Telkom. Abdurrahman, L. (2014). Bunga Rampai Perenungan: Sentosa Dalam Pelukan Islam , Telaah atas keislaman Muslimin . Bandung: Penerbit Megatama.
Albarsyah. (2022). Tingkatkan Akhlak, BUMN Gandeng NU dalam Pembinaan Insan (Artikel
Web). Diakses di https://www.topbusiness.id/43676/tingkatkan-akhlak-bumn- gandeng-nu-dalam-pembinaan-insan.html Aliyuddin. (2010). Prinsip-Prinsip Metode Dakwah Menurut Al-Quran. Jurnal Ilmu Dakwah,
5 (15), 1007-1021. https://doi.org/10.15575/idajhs.v5i16.360
Asqolani, I. H. (1960). Fathul Baary Bisyarhi Shohihil Bukhoory . Beirut: Daarul Ma’rifah.
Hamali, S. (2017). Urgensitas Agama Dalam Masyarakat Madani. Al-Adyan, 12 (1), 52-69. https://doi.org/10.24042/ajsla.v12i1.1444
Ibnu, S., Abd, O. M. & Bunta, A. F. (2019). Masyarakat Madani Dalam Perspektif Nurcholish Madjid (Suatu Tinjauan dalam Etika Demokrasi). Jurnal Penelitian Humano, 10 (1), 375-381. http://dx.doi.org/10.33387/hjp.v10i1.1378 Ikhwanuddin, M. (2022). Tiga Program Andalan Mualaf Center untuk Rangkul Mualaf (Artikel Web). Diakses di https://republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/19/02/10/pmpsdl320-tiga-program-andalan-mualaf-center-untuk-rangkul- mualaf Katsir, I. (2000). Tafsiirul Qur’aanil ‘Adhiim . Beirut: Daar Ibnu Hazm.
Khalis, M. (2014). Pembaharuan Pendidikan Islam Menuju Masyarakat Madani. Jurnal Mudarrisuna, 4 (1), 60-77.
Maulana, M. (2019). Asset-Based Community Development: Strategi Pengembangan Masyarakat di Desa Wisata Ledok Sambi Kaliurang. EMPOWER: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 4 (2), 259-278. http://dx.doi.org/10.24235/empower.v4i2.4572 Safitri, A. O. & Dewi, D. A. (2021). Pancasila Sebagai Dasar Negara Dan Implementasinya
Dalam Berbagai Bidang. EduPsyCouns Journal, Journal of Education, Psychology and Counseling , 3 (1), 88-94. Diakses di https://ummaspul.e- journal.id/Edupsycouns/article/view/1302 Sasongko, A. (2022). 6 Metode Dakwah. Diakses di https://www.republika.co.id/berita/olv2d3313/6-metode-dakwah
Zohar, D. & Marshall, I. (2001). SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan . Bandung: Mizan.
|
0c5365e3-9ebf-4e7f-9a1a-9b372a0b9704 | https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaracana/article/download/3211/2048 |
## Tinjauan Kembali Mengenai Batasan Gradasi Agregat Kasar dalam Campuran Beton
## PRILLY PUTRI PRASANTI, PRIYANTO SAELAN
Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional Bandung Email: [email protected]
## ABSTRAK
Persyaratan gradasi agregat kasar pada SNI dinyatakan dalam modulus kehalusan. Modulus kehalusan yang disyaratkan untuk agregat kasar adalah 6,0– 7,1. Batasan gradasi agregat kasar yang ditetapkan dalam SNI seringkali tidak dipenuhi dalam pelaksanaan pekerjaan beton, terutama jika menggunakan agregat kasar berukuran 40 mm, yang mengakibatkan modulus kehalusan agregat kasar lebih besar dari 7,1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai batasan gradasi agregat kasar untuk mengetahui pengaruh yang diakibatkan bila agregat kasar melampaui batasan rentang modulus kehalusan yang telah ditetapkan. Penelitian dilakukan dengan membuat campuran beton menggunakan cara Dreux untuk kuat tekan rencana 30 MPa, nilai slump rencana 30–60 mm dan 60–180 mm, serta modulus kehalusan agregat kasar 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan 8,0. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa campuran beton dengan modulus kehalusan agregat kasar di atas 7,0 tidak berpengaruh terhadap kuat tekan beton, maka batasan gradasi agregat kasar dapat dikembangkan dari 7,1 hingga 8,0.
Kata kunci : batasan gradasi, modulus kehalusan, agregat kasar, kuat tekan beton
## ABSTRACT
The requirements of coarse aggregate gradation in SNI stated with the fineness modulus. The fineness modulus required for coarse aggregates is 6.0–7.1. The limitations set in SNI are often not met in the implementation of concrete work, especially if using 40 mm aggregates, resulting in fineness modulus greater than 7.1. Further research on the coarse aggregate gradation limits is needed to determine the effects when it exceeded. The research is done by making concrete mixtures using Dreux's method with concrete compressive strength design 30 MPa, slump design 30–60 mm and 60–180 mm, as well as the coarse aggregate fineness modulus 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, and 8.0. The results reveal that concrete mixtures with coarse aggregate fineness modulus above 7.0 do not affect concrete compressive strength, so the coarse aggregate gradation limitation can be extended from 7.1 to 8.0 .
Keywords : gradation limits, fineness modulus, coarse aggregate, concrete compressive strength
## 1. PENDAHULUAN
Sebagai bahan pengisi, agregat dalam campuran beton memiliki persyaratan gradasi. Persyaratan gradasi agregat kasar pada SNI dinyatakan dalam modulus kehalusan. Modulus kehalusan yang disyaratkan untuk agregat kasar adalah 6,0–7,1. Pada pelaksanaan pekerjaan beton, seringkali batasan gradasi agregat kasar ini tidak dipenuhi, terutama jika menggunakan agregat kasar berukuran 40 mm, yang mengakibatkan modulus kehalusan agregat kasar lebih besar dari 7,1. Untuk mengetahui pengaruh yang diakibatkan bila agregat kasar melampaui batasan rentang modulus kehalusan yang telah ditetapkan maka batasan modulus kehalusan gradasi agregat kasar ini perlu ditinjau kembali.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1 Agregat Kasar dalam Campuran Beton
Agregat kasar merupakan bahan pengisi dalam beton yang memiliki ukuran butir lebih dari 4,75 mm atau tertahan pada saringan No.4. Untuk pembuatan beton, agregat kasar harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam SK SNI S-04-1989-F yaitu:
1. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori.
2. Agregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat digunakan jika butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% dari berat butir seluruhnya.
3. Butir-butir agregat kasar harus kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.
4. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% terhadap berat keringnya. Jika kadar lumpur agregat kasar melampaui 1% maka agregat harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan.
5. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton seperti zat-zat yang reaktif terhadap alkali.
6. Nilai modulus kehalusan agregat kasar berada pada rentang 6,0–7,1.
## 2.2 Pengaruh Gradasi Agregat Kasar dalam Campuran Beton
Gradasi agregat kasar dalam campuran beton berpengaruh terhadap kelecakan dan kekuatan beton. Pengaruh gradasi agregat terhadap kelecakan campuran beton diperlihatkan pada Tabel 1 . Semakin besar ukuran butir agregat kasar maka semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan dalam campuran beton untuk mencapai nilai slump yang sama. Oleh karena itu, gradasi agregat berpengaruh terhadap kebutuhan air untuk mencapai suatu nilai slump.
Tabel 1. Perkiraan Kadar Air Bebas [kg/m 3 ] yang Dibutuhkan untuk Beberapa Tingkat Kemudahan Pengerjaan Adukan Beton
Ukuran maksimum butir agregat [mm] Jenis agregat Slump [mm] 0-10 10-30 30-60 60-180 10 Batu tak dipecah 150 180 205 225 Batu pecah 180 205 230 250 20 Batu tak dipecah 135 160 180 195 Batu pecah 170 190 210 225 40 Batu tak dipecah 115 140 160 175 Batu pecah 155 175 190 205
(Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2000)
## Tinjauan Kembali Mengenai Batasan Gradasi Agregat Kasar dalam Campuran Beton
Pengaruh gradasi agregat terhadap kuat tekan beton diperlihatkan pada penelitian Maryanti, S. (2014) pada Gambar 1 .
Gambar 1. Hubungan kuat tekan beton terhadap modulus kehalusan untuk 𝑮 = 𝟎, 𝟓𝟒 (Sumber: Maryanti, S., 2014)
Gambar 1 memperlihatkan bahwa grafik kuat tekan terhadap modulus kehalusan sangat landai dan cenderung berdekatan untuk modulus kehalusan 6,0–7,25, sehingga dapat dikatakan gradasi agregat kasar dengan modulus kehalusan 6,0–7,25 tidak berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Kuat tekan beton pada perancangan beton cara SNI dimodelkan dalam grafik kuat tekan beton terhadap faktor air semen (𝑤/𝑐) yang ditunjukkan pada Gambar 2 .
15 20 25 30 35 40 6 6.25 6.5 6.75 7 7.25 7.5 7.75 8 K u at T e ka n [ M P a] Modulus Kehalusan
Jika hubungan kuat tekan beton dan faktor air semen cara SNI diformulasikan menggunakan formulasi Dreux (1979) dalam Thesia, Z. (2013) terlihat pada Persamaan 1 yaitu:
𝑓 𝑐 = 𝐺 ∗ 𝑓 𝑝𝑐 (𝑐 𝑤 ⁄ − 0,5) … (1) halmana:
𝑓 𝑐
= kuat tekan silinder beton pada umur 28 hari [MPa], 𝑓 𝑝𝑐 = kuat tekan mortar semen pada umur 28 hari [MPa], 𝐺
= faktor granular atau faktor kekompakan butiran,
𝑐 𝑤 ⁄ = rasio berat semen terhadap berat air.
Maka, grafik SNI pada Gambar 2 untuk kuat tekan 28 hari menggunakan semen tipe 1 dengan 𝑓 𝑝𝑐 sebesar 42,5 MPa dapat diformulasikan menjadi Persamaan 2 berikut:
𝑓 𝑐 = 0,55 ∗ 𝑓 𝑝𝑐 (𝑐 𝑤 ⁄ − 0,5) … (2)
dengan nilai rata-rata faktor 𝐺 = 0,55 .
## 3. METODOLOGI PENELITIAN
## 3.1 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan sesuai bagan alir pada Gambar 3 .
Gambar 3. Bagan alir prosedur penelitian
## Tinjauan Kembali Mengenai Batasan Gradasi Agregat Kasar dalam Campuran Beton
## Gambar 3. Bagan alir prosedur penelitian lanjutan
## 3.2 Data Penelitian
Data Penelitian yang digunakan meliputi data primer yang terdiri dari data material seperti pada Tabel 2 dan data komposisi campuran beton seperti pada Tabel 3 dan Tabel 4 .
Tabel 2. Berat Jenis Material Bahan Ukuran Agregat [mm] Berat Jenis SSD Berat Jenis Kering Agregat Kasar 40 - 20 2,76 2,7 20 - 10 2,77 2,7 10 - 5 2,55 2,38 Pasir < 5 2,55 2,41 Semen 3,15 Tabel 3. Komposisi Campuran Beton untuk Nilai Slump Rencana 30–60 mm Bahan [kg] Ukuran Agregat [mm] Campuran Beton [kg/m 3 ] Modulus Kehalusan Agregat Kasar 6 6,5 7 7,5 8 Agregat Kasar 40 - 20 - - - 462,23 924,44 20 - 10 - 424,49 849,17 463,9 - 10 - 5 707,25 390,78 - - - Pasir < 5 943,58 932,83 932,93 929,74 929,46 Semen 379,73 338,2 338,2 302,6 302,6 Air 229 210 210 198 198
## Tabel 4. Komposisi Campuran Beton untuk Nilai Slump Rencana 60–180 mm
Bahan [kg] Ukuran Agregat [mm] Campuran Beton [kg/m 3 ] Modulus Kehalusan Agregat Kasar 6 6.5 7 7.5 8 Agregat Kasar 40 - 20 - - - 432,66 865,31 20 - 10 - 394,39 789,04 434,23 - 10 - 5 643,71 363,07 - - - Pasir < 5 930,36 926,44 926,76 924,41 924,39 Semen 415,33 364,9 364,9 329,3 329,3 Air 255 236 236 222 222
## 3.3 Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Nilai modulus kehalusan agregat kasar sebesar 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; dan 8,0.
2. Nilai slump campuran beton sebesar 30–60 mm dan 60–180 mm.
## 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
## 4.1 Hasil Penelitian
Hasil-hasil penelitian diperlihatkan pada Tabel 5 , Tabel 6 , Gambar 4 , dan Gambar 5 .
Tabel 5. Hasil Uji Kuat Tekan Beton untuk Nilai Slump 30–60 mm
Bahan [kg] Ukuran Agregat [mm] Campuran Beton [kg/m 3 ] Modulus Kehalusan Agregat Kasar 6 6,5 7 7,5 8 Agregat Kasar 40 – 20 - - - 462,23 924,44 20 – 10 - 424,49 849,17 463,9 - 10 – 5 707,25 390,78 - - - Pasir < 5 943,58 932,83 932,93 929,74 929,46 Semen 379,73 338,2 338,2 302,6 302,6 Air 229 210 210 198 198 Slump aktual [mm] 30 30 30 42 30 Kuat Tekan Prediksi 28 hari [MPa] 27,07 25,96 25,96 24,04 24,04 Kuat Tekan Prediksi 14 hari [MPa] 23,82 22,84 22,84 21,15 21,15 Kuat Tekan Aktual 14 hari [MPa] 19,63 17,29 20,24 16,95 20,26 Tabel 6. Hasil Uji Kuat Tekan Beton untuk Nilai Slump 60–180 mm Bahan [kg] Ukuran Agregat [mm] Campuran Beton [kg/m 3 ] Modulus Kehalusan Agregat Kasar 6 6,5 7 7,5 8 Agregat Kasar 40 – 20 - - - 432,66 865,31 20 – 10 - 394,39 789,04 434,23 - 10 – 5 643,71 363,07 - - - Pasir < 5 930,36 926,44 926,76 924,41 924,39 Semen 415,33 364,9 364,9 329,3 329,3
## Tinjauan Kembali Mengenai Batasan Gradasi Agregat Kasar dalam Campuran Beton
Tabel 6. Hasil Uji Kuat Tekan Beton untuk Nilai Slump 60–180 mm lanjutan Bahan [kg] Ukuran Agregat [mm] Campuran Beton [kg/m 3 ] Modulus Kehalusan Agregat Kasar 6 6,5 7 7,5 8 Air 255 236 236 222 222 Slump aktual [mm] 30 70 95 60 60 Kuat Tekan Prediksi 28 hari [MPa] 27,07 26,38 24,45 24,45 22,99 Kuat Tekan Prediksi 14 hari [MPa] 23,82 23,22 21,52 21,52 20,23 Kuat Tekan Aktual 14 hari [MPa] 19,63 20,74 15,27 19,36 18,96
Gambar 4. Hubungan kuat tekan beton terhadap modulus kehalusan untuk campuran beton dengan nilai slump 30–60 mm
Gambar 5. Hubungan kuat tekan beton terhadap modulus kehalusan untuk campuran beton dengan nilai slump 60–0180 mm
## 4.2 Pembahasan
Adapun pembahasan dari hasil penelitian di atas sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 , diketahui bahwa kuat tekan prediksi untuk beton umur 28 hari lebih kecil dari kuat tekan beton
10 15 20 25 30 6 6.5 7 7.5 8 K u at T e ka n ( M P a) Modulus Kehalusan Aktual Prediksi 10 15 20 25 30 6 6.5 7 7.5 8 K u at T e ka n ( M P a) Modulus Kehalusan Aktual Prediksi
yang direncanakan yaitu 30 MPa. Hal ini dikarenakan air tambah yang seharusnya diserap oleh agregat bercampur dengan semen sehingga agregat belum mencapai kondisi SSD dan memperbesar faktor semen air atau memperkecil faktor air semen sehingga menyebabkan kuat tekan menurun.
2. Pada beton dengan nilai slump rencana 30–60 mm, kuat tekan aktual yang mendekati kuat tekan prediksi terjadi pada beton dengan modulus kehalusan agregat kasar 7,0 dan 8,0. Pada modulus kehalusan 7,0 terjadi kuat tekan aktual 20,24 MPa mendekati kuat tekan prediksi sebesar 22,84 MPa. Sedangkan pada modulus kehalusan 8,0 terjadi kuat tekan aktual sebesar 20,26 MPa mendekati kuat tekan prediksi sebesar 21,15 MPa. Untuk modulus kehalusan 6,0; 6,5; dan 7,5 kuat tekan aktual yang terjadi jauh lebih kecil dari kuat tekan prediksi. Penyebab terjadinya penurunan kuat tekan ini tidak dapat diungkap dengan jelas akibat tidak adanya data. Mengingat modulus kehalusan 6,0; 6,5; dan 7,5 lebih kecil dari 8,0 maka jika tidak terdapat penyebab turunnya kuat tekan, diduga kuat tekan aktualnya akan mendekati kuat tekan prediksi. Pada campuran beton dengan nilai slump rencana 60–180 mm, kuat tekan aktual yang mendekati kuat tekan prediksi terjadi pada beton dengan modulus kehalusan agregat kasar 7,0; 7,5; dan 8,0. Pencapaian kuat tekan beton pada modulus kehalusan agregat kasar 7,5 dengan nilai slump rencana 60– 180 mm dapat digunakan untuk pembenaran dugaan kuat tekan beton aktual pada beton dengan modulus kehalusan 6,0; 6,5; dan 7,5 pada nilai slump rencana 30–60 mm.
3. Berdasarkan hasil penelitian ini, batasan gradasi agregat kasar sebesar 7,1 dapat dikembangkan sampai dengan 8,0, dan modulus kehalusan agregat kasar dapat dianggap tidak mempengaruhi kuat tekan beton.
## 5. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa modulus kehalusan agregat kasar yang melampaui batasan yaitu sebesar 7,1 tidak mempengaruhi kuat tekan beton sehingga batasan gradasi agregat kasar dapat dikembangkan hingga 8,0.
## DAFTAR RUJUKAN
Badan Standardisasi Nasional. (1989). SK SNI S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A Bahan Bangunan Bukan Logam. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-2834-2000 tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Maryanti, S. (2014). Studi Mengenai Pengaruh Gradasi Agregat Kasar terhadap Faktor Granular dalam Campuran Beton. Tugas Akhir. Bandung: Jurusan Teknik Sipil - Institut Teknologi Nasional - Bandung.
Thesia, Z. (2013). Studi Mengenai Perancangan Campuran Beton Cara Dreux Gorrise. Tugas Akhir. Bandung: Jurusan Teknik Sipil - Institut Teknologi Nasional - Bandung.
|
c016e9a9-421f-4be8-b274-f9f1dc67966e | https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin/article/download/45461/24801 | KUSTOMISASI LINGKUNGAN RESTORAN UNTUK MAKAN DI TEMPAT ( DINE-IN ) DI ERA TATANAN KEHIDUPAN BARU
## CUSTOMIZATION OF ENVIRONMENTAL ERGONOMICS FOR THE DINE-IN RESTAURANT IN THE POST-PANDEMIC ERA
Muhammad Jimly Imamuddin, Mirwan Ushada *) , dan Agung Putra Pamungkas
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Jl. Flora No.1, Kocoran, Caturtunggal, Bulaksumur, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Email: [email protected]
Makalah: Diterima 23 Juni 2022; Diperbaiki 30 Oktober 2022; Disetujui 6 November 2022
## ABSTRAK
The Covid-19 pandemic in 2020 caused everything to change, including the pattern of human life. Currently, the activities carried out must comply with health protocols. Despite the restaurant's strict safety protocol measures, customers generally do not feel safe dine-in during a pandemic. This study classified the restaurant environment in the form of premium, deluxe, and standard classes using Kansei engineering. This study aimed to identify the attributes of an ergonomic environment in a restaurant for dine-in in the era of the post- pandemic era also find out the best alternative by Technique for Order Preference by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS). A total of 503 respondents from 3 provinces on the island of Java (East Java, Central Java, DI Yogyakarta) participated in the survey in this study. In detail, 41 respondents were needed for interviews, 418 respondents for attribute determination and 44 expert respondents for the TOPSIS. Kansei results generated 37 attributes in the premium, 39 attributes in the deluxe and 7 attributes in the standard classes. The research concluded that consumers tend to choose premium class facilities to dine-in at restaurants in the era of the new order of life.
Keywords : dine-in, ergonomics, kansei engineering, TOPSIS
## ABSTRAK
Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 mengakibatkan segala sesuatu berubah termasuk pola hidup manusia. Saat ini kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan protokol kesehatan. Terlepas dari tindakan protokol keamanan yang ketat dari restoran, pelanggan umumnya tidak merasa aman makan di restoran (dine-in) selama pandemi. Pada penelitian ini, lingkungan restoran terbagi dalam bentuk kelas premium, deluxe, dan standard. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi atribut lingkungan yang ergonomis di restoran untuk makan ditempat (dine-in) di era tatanan kehidupan baru dan mengetahui alternatif terbaiknya. Total 503 responden dari 3 provinsi di pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta) yang mengikuti survei dalam penelitian ini. Rinciannya, 41 responden dibutuhkan untuk wawancara, 418 responden untuk penentuan atribut, dan 44 responden ahli untuk model Technique for Order Preference by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS). Hasil Kansei menghasilkan atribut pada kelas premium sebanyak 37 atribut, atribut sebanyak 39 atribut pada kelas deluxe dan 27 atribut pada kelas standard. Alternatif terbaik yang didapatkan menggunakan metode TOPSIS adalah konsumen cenderung memilih restoran fasilitas kelas premium untuk melakukan dine-in di restoran di era tatanan kehidupan baru.
Kata kunci: dine-in , ergonomi, rekayasa kansei, TOPSIS
## PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia dengan jumlah populasi mencapai lebih dari 250 juta jiwa. Dengan banyaknya populasi di Indonesia maka peluang bisnis di Indonesia sangatlah besar. Pertumbuhan penduduk di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta diikuti dengan pertumbuhan industri restoran. Restoran adalah tempat atau bangunan organisasi komersial yang memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen dalam bentuk makanan atau minuman. Tingginya pertumbuhan industri restoran di masyarakat tentunya membuat persaingan semakin ketat. Agar dapat memenangkan
persaingan, restoran juga harus mampu membangun dan menjaga loyalitas konsumen, sehingga mengurangi biaya pemasaran dan meningkatkan keuntungan dengan cara meningkatkan loyalitas konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan target wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tahun 2017-2020 tren pertumbuhan restoran di 3 wilayah tersebut menunjukkan kenaikan yang signifikan. Data pertumbuhan restoran di provinsi Jawa Timur tahun 2017-2020 menunjukkan tren yang cenderung naik dengan jumlah restoran sebanyak 2.930; 3.007; 3.432; 4.169 (Badan Pusat Statistik, 2021). Menurut (Badan Pusat Statistik, 2021), data pertumbuhan restoran di Jawa Tengah relatif stabil
Jurnal Teknologi Industri Pertanian 32 (3): 248-2563, Desember 2022
DOI: https://doi.org/10.24961/j.tek.ind.pert.2022.32.3.248
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901
*Penulis Korespondensi
namun ada kenaikan setiap tahunnya yaitu 3.149; 3.790; 3.658; 3.609. Sedangkan sejak tahun 2017 jumlah restoran di DI Yogyakarta meningkat drastis yaitu 437; 1.163; 1.002; 1.056 (Dinas Pariwisata, 2021). Dasar memilih wilayah responden karena 3 provinsi tersebut merupakan provinsi yang besar dan padat penduduk (Anonim, 2019) dan sudah mengerti kustomisasi layanan untuk pemasaran.
Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 mengakibatkan segala sesuatu berubah termasuk pola hidup manusia. Pola hidup yang harus dilakukan manusia pada saat ini di era tatanan kehidupan baru adalah menjaga jarak ( physical distancing ), mencuci tangan dan menggunakan masker sebagai sebuah prosedur yang disebut protokol kesehatan. Protokol kesehatan harus dilakukan dimana saja bahkan ketika makan di tempat restoran ( dine-in ). Ini adalah sebuah tantangan baru bagi pemilik bisnis restoran di era tatanan kehidupan baru. Pasalnya, selain untuk memenuhi kepuasan konsumen dari aspek produk, pihak restoran juga harus memperhatikan aspek kenyamanan dan keamanan bagi konsumen yang sedang melakukan dine-in . Protokol kesehatan ini akan terus digunakan meskipun Covid-19 sudah bisa dikendalikan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kesadaran masyarakat dan pola permintaan serta perilaku konsumen ke depan akan sangat dipengaruhi kesadaran terhadap keselamatan, kebersihan dan kesehatan. Sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE) dari Kemenparekraf pada tahun 2020 mendukung pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselamatan dan kelestarian lingkungan di restoran yang wajib dimiliki setiap pelaku bisnis restoran. Sertifikat CHSE akan dijadikan sebagai standar layanan di sebuah restoran di era tatanan kehidupan baru.
Standar layanan di restoran dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan cara mengklasifikasikan atribut-atribut lingkungan di restoran dalam bentuk kelas premium, deluxe, standard. Menurut Osaki and Yukihiko (2016), pemasaran jasa telah membagi kualitas proses menjadi klafisikasi layanan seperti premium dan standard. Hal ini serupa dengan klasifikasi kelas di hotel. Kelas premium, deluxe dan standard dibedakan berdasarkan jenis fasilitas dan layanannya. Klasifikasi lingkungan dilakukan karena menyesuaikan perubahan kebutuhan konsumen dalam situasi yang tidak pasti (Ushada et al., 2021). Selain itu, klasifikasi layanan bertujuan untuk menganalisis sektor pasar dan bantuannya serta menjelaskan jenis restoran untuk tujuan periklanan dan promosi. Hal ini serupa dengan pengkategorian yang biasanya dilakukan oleh layanan di sebuah hotel.
Kementerian Perindustrian mendorong industri makanan dan minuman menyiapkan diri untuk menyambut konsumsi masyarakat yang diprediksi bakal meningkat. Adanya perubahan pada
pola konsumsi tersebut, juga menuntut sektor industri makanan dan minuman untuk lebih aktif dalam pengembangan inovasi sehingga memudahkan masyarakat bisa mengonsumsi dengan memperhatikan protokol kesehatan. Untuk menghadapi masa transisi pasca-pandemi Covid-19, diperlukan sebuah penelitian untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan mengetahui alternatif terbaik pengembangan lingkungan ergonomis restoran untuk makan di tempat ( dine-in ) di era tatanan kehidupan baru berdasarkan preferensi konsumen. Rekayasa Kansei digunakan untuk mendapatkan Kansei words untuk atribut-atribut lingkungan ergonomi. TOPSIS digunakan untuk pembobotan dan pemeringkatan alternatif kelas lingkungan ergonomis di restoran di era tatanan kehidupan baru. Peringkat dan bobot tersebut akan dijadikan sebagai rekomendasi alternatif lingkungan ergonomis restoran terbaik yang dapat diimplementasikan di berbagai restoran (Muljadi et al. , 2020).
Rekayasa Kansei adalah salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan produk berorientasi pada kebutuhan dan keinginan konsumen. Ushada et al. (2016) mengemukakan bahwa ketika metode Rekayasa Kansei digunakan untuk pengembangan produk, maka tingkat kepuasan emosional ( pleasure ) selalu menjadi tujuan, sehingga produk yang dihasilkan dapat membuat konsumen merasa puas secara emosional dan psikologis. Metode ini menggunakan parameter verbal (lisan) atau tertulis sebagai masukan untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang disebut Kansei. Menurut Murnawan dan Akhmad (2012), metode Technique for Order Preference by Similiarity to Ideal Solution (TOPSIS) memiliki beberapa keunggulan, antara lain kesederhanaan konseptual, efisiensi komputasi yang tinggi, dan kemampuan untuk mengukur kinerja relatif dari alternatif pengambilan keputusan dalam bentuk matematika sederhana. TOPSIS
dikombinasikan
dengan Kansei karena kemampuannya mengevaluasi Kansei untuk pengambilan keputusan berdasarkan aspek psikologis dengan perhitungan kuantitatif dari seorang konsumen atau satu populasi kelompok konsumen. Menurut Hadiana (2018), penggunaan TOPSIS ke dalam metode Rekayasa Kansei bertujuan untuk pengambilan keputusan berdasarkan aspek psikologis. Model konseptual alternatif lingkungan restoran dapat dilihat pada Gambar 1.
## METODE PENELITIAN
Total 503 responden dari 3 provinsi di pulau jawa (Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta) yang mengikuti survei dalam penelitian ini. Dengan rincian sebagai berikut: 41 responden dibutuhkan untuk wawancara, 418 responden untuk penentuan atribut dan 44 responden untuk TOPSIS model.
Gambar 1. Model konseptual alternatif lingkungan restoran
Penentuan atribut pada dimensi layanan, tata letak, suhu/temperatur, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan terbuka, ruangan tertutup dan protokol kesehatan menggunakan Rekayasa Kansei sedangkan pemilihan alternatif terbaik menggunakan TOPSIS. Menurut Agassi et al. (2020) temperatur, kelembapan relatif, kelembapan distribusi dan pencahayaan dapat dijadikan sebagai dasar teori dalam manajemen lingkungan tempat kerja yang baik sehingga dapat menyediakan sistem kerja yang nyaman. Dengan sistem kerja yang nyaman maka kualitas pelayanan juga akan semakin baik. Dasar penentuan jumlah responden dihitung menggunakan perhitungan rumus Slovin Responden dihitung menggunakan Slovin yang membantu untuk penentuan jumlah minimal responden yang sudah cukup mewakili untuk sebuah riset (Bungin, 2010).
Penelitian ini dilaksanakan secara daring dan berlangsung pada bulan Juli-Agustus 2021. Penelitian dimulai dari In-Dept Interview hingga penyebaran kuesioner. Data hasil In-Dept Interview akan diolah menjadi kuesioner Kansei yang kemudian disebar minimal 400 orang responden dengan kriteria responden pernah melakukan dine-in di restoran minimal 1 kali dalam sebulan. Kuesioner kansei dikembangkan dalam bentuk kuesioner dengan menggunakan skala Likert 1-5 dan dipilih 5 atribut yang dipilih terbanyak dari masing-masing dimensi. Penentuan 5 atribut dianggap telah mewakili sebuah kelas karena memiliki total 40 atribut dari 8 dimensi yang digunakan. Hasil penyebaran kuesioner Kansei kepada 418 responden diolah menggunakan perhitungan rerata, standar deviasi dan modus. Atribut akan tetap digunakan apabila memiliki nilai diatas 4 (penting), sedangkan eliminasi atribut desain dilakukan untuk nilai modus di bawah 4. Eliminasi atribut dimaksudkan untuk mempermudah identifikasi atribut yang penting/sangat penting dengan yang tidak penting.
Implementasi TOPSIS digunakan untuk menguji pernyataan valid data hasil kuesioner Kansei sekaligus menentukan alternatif terbaik diantara kelas premium, deluxe atau standard dengan cara
menyebarkan kuesioner topsis kepada responden dengan kriteria melakukan dine-in di restoran minimal 2 kali dalam sebulan dengan responden yang menjadi target dapat dinyatakan sebagai responden ahli. TOPSIS model menggunakan 3 alternatif kelas di restoran yaitu premium, deluxe, standard. Ada 8 dimensi/kriteria yang digunakan yaitu layanan, tata letak, suhu, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan terbuka, ruangan tertutup, protokol kesehatan. Penentuan matriks keputusan melibatkan 44 responden ahli. Matriks keputusan ditentukan melalui kuesioner secara daring menggunakan Google Form. Metode pemilihan alternatif dengan TOPSIS dikembangkan menggunakan Microsoft Excel 2016.
Rekayasa Kansei digunakan karena kebutuhan kenyamanan yang bersifat psikologis dan fisiologis disebut Kansei. Rekayasa Kansei dapat menterjemahkan perasaan manusia menjadi suatu spesifikasi rancangan. Fungsi dari metode rekayasa Kansei adalah untuk mengkuantifikasi kata-kata Kansei sebagai parameter yang terukur. Rekayasa Kansei telah digunakan dalam industri karena kemampuannya untuk menganalisis parameter mentalitas manusia di area layanan (Zabotto et al., 2019; Yeh dan Chen, 2018) dan pengembangan sistem (Ushada et al., 2009; Ushada et al., 2021). Kebutuhan tingkat functional adalah identifikasi ergonomi lingkungan dibuat untuk memenuhi kebutuhan konsumen di restoran. Kebutuhan tingkat usability adalah identifikasi ergonomi lingkungan restoran dilakukan untuk memberikan keamanan konsumen ketika melakukan dine-in di restoran. Sedangkan kebutuhan tingkat pleasurability adalah ergonomika lingkungan restoran dirancang agar bisa digunakan sebagai standar layanan dalam memenuhi kebutuhan konsumen di era tatanan kehidupan baru. Dengan demikian, ergonomi lingkungan restoran ini akan memberikan kenyamanan secara psikologis dan fisiologis. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2
Gambar 2. Diagram alir penelitian
Profil Responden Kansei dan TOPSIS Rekayasa Kansei dan model TOPSIS membutuhkan responden dalam pelaksanaanya. Berdasarkan penyebaran kuesioner secara daring kepada 418 responden dan 44 responden TOPSIS menggunakan google form selanjutnya dapat dilakukan analisis dari faktor sosio demografis responden yang telah digunakan.
Responden diamati dari faktor jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, domisili, pendapatan bulanan, pengeluaran bulanan dan intensitas dine-in bulanan menjadi faktor sosio demografis responden dan TOPSIS. Menurut Anonim (2019), pengambilan sampel responden ditentukan pada populasi usia produktif. Responden tidak memiliki syarat frekuensi minimal dine-in berjumlah 418 orang yang didominasi oleh perempuan (64,8%) di wilayah Jawa Timur (63,4%) dengan rentang usia 20-30 tahun (87%) dan pekerjaan sebagai wiraswasta (34,4%) rata-rata berpendidikan S1/S2/S3 (83%) memilih melakukan dine-in sebanyak 2-3 kali dengan penghasilan Rp 1.500.000-3.000.000 dan pengeluaran Rp 1.500.000.
Responden metode TOPSIS memiliki syarat yaitu melakukan dine-in dengan frekuensi minimal 2- 3 kali dalam sebulan. Usia responden didominasi 24- 35 tahun (82%) dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 27 orang (61,4%). Memiliki tingkat Pendidikan D4/S1 dengan dominasi pekerjaan sebagai wiraswasta. Domisili tetap didominasi oleh Jawa Timur dan meskipun ada peningkatan pemasukan Rp > 6.000.000 responden tetap menjaga pengeluaran sebesar Rp. 1.500.000 dengan melakukan dine-in di restoran sebanyak 2-3 kali dalam sebulan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekayasa kansei adalah suatu metode untuk menerjemahkan perasaan dan kesan kedalam parameter produk. Pengembangan produk menggunakan rekayasa kansei dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan dan
mengklasifikasikan atribut-atribut yang telah terhimpun sehingga dapat menjadi sebuah rancangan produk.
## Pengklasifikasian Lingkungan Restoran
Klasifikasi lingkungan dilakukan karena menyesuaikan perubahan kebutuhan konsumen dalam situasi yang tidak pasti (Ushada dan Murase, 2009; Ushada et al , 2012; Ushada et al , 2021). Klasifikasi lingkungan juga digunakan sebagai pengusulan konsep layanan dine-in di restoran yang dapat disesuaikan dan dikategorikan untuk membantu pelanggan mengambil keputusan (Yost and Chengz, 2021). Klasifikasi lingkungan juga digunakan sebagai bentuk kostumisasi. Kostumisasi adalah salah satu strategi inovatif untuk beradaptasi di situasi yang tidak menentu (Galanakis et al , 2021; Memon et al , 2021). Selain itu, klasifikasi lingkungan diharapkan dapat menjadi model kepercayaan pengguna terhadap Industri 4.0 (Ushada et al , 2021).
Berdasarkan eliminasi atribut desain yang sudah dilakukan dengan 418 responden menunjukkan klasifikasi setiap kelas dilihat dari dimensi layanan, tata letak, suhu/temperatur, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan terbuka, ruangan tertutup dan protokol kesehatan mempunyai jumlah atribut yang berbeda-beda. lampu khusus, dekat dengan alam dan adanya taman/kebun/air mancur pada kelas premium tidak termasuk atribut yang penting. Sementara itu,
Ya Mulai Focus Group Discussion Dimensi Kansei word In Dept Interview Memilih kansei word Penyebaran kuesioner ( Daring ) Validity, Realibility & Adecuacy Test Menentukan bobot dimensi Membuat matriks keputusan Membuat matriks ternormalisasi Membuat matriks ternormalisasi terbobot Menentukan solusi ideal positif dan negatif Menentukan jarak solusi ideal positif dan negatif Menghitung nilai preferensi
Tidak
Selesai
pada kelas deluxe hanya atribut live music yang termasuk atribut tidak penting. Sedangkan konsep lesehan, ruangan semi tertutup, adanya AC portable , mempunyai ruangan yang berciri khas, modern dan vintage , hiburan live music dan music audio , dekat
dengan alam pada kelas standard tidak termasuk atribut yang penting. Atribut lengkap pada kelas premium , deluxe dan standard disajikan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 1. Atribut Kelas Premium Kelas Dimensi No Atribut Modus Kelas Dimensi No Atribut Modus Premium Layanan 1 Wastafel-sabun- tissue 5 Premium Sirkulasi Udara 1 Air conditioner 4 2 Berjarak 5 2 Blower 4 3 Wifi 5 3 Kipas angin 4 4 Minim Antrian 4 4 Pembatasan ruangan 4 5 Air Conditioner 4 5 Minim mobilitas 5 Tata Letak 1 Minim mobilitas 4 Ruangan Terbuka 1 Tempat sampah 5 2 Nyaman 5 2 Taman/Kebun/Air mancur 3 3 Toilet 5 3 Duduk di kursi 5 4 Ruang Antri 4 4 Ergonomis 4 5 Ergonomis 4 5 Pembatasan ruangan 5 Suhu 1 Pembatasan Ruangan 5 Ruangan Tertutup 1 Pengharum ruangan 5 2 Kipas Angin 5 2 Tempat sampah 5 3 Minim mobilitas 5 3 Privasi 4 4 AC Portabel 4 4 Ergonomis 4 5 Lampu khusus 3 5 Musik audio 4 Kesegaran ruangan 1 Berjarak 5 Protokol kesehatan 1 Minim mobilitas 5 2 Air conditioner 4 2 Ruangan Terbuka 4 3 Blower 4 3 Toilet 5 4 Dekat dengan alam 3 4 K3 5 5 Pembatasan ruangan 4 5 Luas 4 Tabel 2. Atribut Kelas Deluxe Kelas Dimensi No Atribut Modus Kelas Dimensi No Atribut Modus Deluxe Layanan 1 Wifi 5 Deluxe Sirkulasi Udara 1 Ruangan terbuka 5 2 Air Conditioner 5 2 Banyak ventilasi 5 3 Wastafel-sabun- tissue 5 3 Alat kendali sirkulasi udara 5 4 Berjarak 5 4 Berjarak 5 5 Live Musik 3 5 Protokol Kesehatan 5 Tata Letak 1 Protokol Keseahatan 5 Ruangan Terbuka 1 Tempat cuci tangan dan kaki 5 2 Berjarak 5 2 Protokol Kesehatan 5 3 Ruangan Terbuka 5 3 Berjarak 5 4 Pembatasan Ruangan 5 4 Banyak pohon 5 5 Luas 5 5 Dekat dengan alam 5 Suhu 1 Ruangan Terbuka 5 Ruangan Tertutup 1 Protokol Kesehatan 5 2 Termodetector otomatis 5 2 Pembatasn ruangan 5 3 Berjarak 5 3 Berjarak 5 4 Air Conditioner 5 4 Tempat cuci tangan dan kaki 5 5 Banyak pohon 4 5 Duduk di kursi 5 Kesegaran ruangan 1 Bersih 5 Protokol kesehatan 1 Tempat cuci tangan dan kaki 5 2 No Smoking Area 5 2 Berjarak 5 3 Ruangan terbuka 5 3 Minim antrian 5 4 Banyak pohon 5 4 Pembatasan ruangan 5 5 Pengharum ruangan 5 5 Gerbang disinfectant 5
Tabel 3. Atribut Kelas Standard Kelas Dimensi No Atribut Modus Kelas Dimensi No Atribut Modus Standard Layanan 1 Protokol Kesehatan 5 Standard Sirkulasi Udara 1 Ergonomis 4 2 Berjarak 5 2 AC portable 3 3 Nyaman 5 3 Luas 4 4 Pembatasan Ruangan 4 4 Ruangan semi tertutup 4 5 Kapasitas Ruangan 4 5 Banyak ventilasi 5 Tata Letak 1 Duduk di kursi 4 Ruangan Terbuka 1 Live music 3 2 Mushola 5 2 Musik audio 3 3 Smoking Area 5 3 CCTV 4 4 Estetika 4 4 Lesehan 3 5 Lesehan 3 5 Vintage 3 Suhu 1 Ergonomis 4 Ruangan Tertutup 1 Fleksibel 5 2 Smoking Area 5 2 Dekat dengan alam 3 3 Luas 4 3 CCTV 4 4 Ruangan semi tertutup 3 4 Live music 3 5 Banyak ventilasi 5 5 Modern 3 Kesegaran ruangan 1 Minim mobilitas 5 Protokol kesehatan 1 Ruang Antri 5 2 Kipas Angin 4 2 Duduk di kursi 5 3 Fleksibel 4 3 Tempat cuci tangan dan kaki 5 4 Luas 4 4 Unik 3 5 Berciri khas/unik 3 5 Estetika 3
Klasifikasi lingkungan restoran terbentuk dari beberapa dimensi yang masing-masing dimensi berisi atribut-atribut desain dari kuesioner. Jumlah atribut awal sebelum dieliminasi pada masing-masing kelas ( premium , deluxe , dan standard ) adalah sebanyak 40 atribut. Atribut yang akan dieliminasi ditunjukkan dengan kolom berwarna merah. Setelah dieliminasi jumlah atribut masing-masing kelas terjadi perubahan jumlah atribut menjadi 103 atribut dengan rincian kelas premium sebanyak 37 atribut, kelas deluxe sebanyak 39 atribut dan kelas standard sebanyak 27 atribut.
Adanya protokol kesehatan untuk mendukung lingkungan ergonomis restoran sangat dibutuhkan. Terbukti dari ketiga kelas premium, deluxe dan standard pada protokol kesehatan memiliki atribut penting tersedianya wastafel-sabun-tissue, tempat cuci tangan dan kaki, berjarak, minim mobilitas dan adanya pembatasan ruangan. Responden cenderung memilih atribut tersebut karena dengan menerapkan hal tersebut mereka dapat meminimalisir resiko terpapar Covid-19 ketika melakukan dine-in. Hal ini sesuai dengan Yeneral et al. (2022), disrupsi Covid-19 mengharuskan adanya pengembangan dan penambahan dimensi di dalam ergonomi lingkungan suatu restoran. Untuk meminimalkan resiko terpapar virus Covid-19, ergonomi lingkungan sebuah restoran perlu ditambah adanya protokol kesehatan yang selama ini belum diimplementasikan di sebagian besar bisnis restoran.
## Matriks Keputusan
Bobot tiap dimensi digunakan sebagai dasar penilaian untuk alternatif. Ada 2 jenis keterangan yang digunakan yaitu benefit dan cost . Benefit berarti
semakin besar nilainya semakin bagus, sebaliknya cost semakin kecil nilainya semakin bagus.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa yang termasuk kategori benefit dengan nilai bobot 5 (sangat penting) adalah dimensi suhu, sirkulasi udara, kesegaran ruangan dan protokol kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen memprioritaskan mendapatkan benefit semaksimal mungkin ketika melakukan dine-in . Sedangkan dimensi layanan termasuk kategori cost yang berarti konsumen selalu memprioritaskan untuk mengeluarkan cost dari sebuah layanan dengan seminimal mungkin.
Berdasarkan matriks keputusan, seluruh dimensi memiliki nilai 5 (sangat penting) pada kelas premium , hal itu menunjukkan bahwa pada kelas premium konsumen sangat peduli dan memprioritaskan 8 dimensi tersebut ketika melakukan dine-in di restoran. Kelas deluxe , konsumen cenderung sangat memprioritaskan dimensi layanan, tata letak, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan tertutup dan protokol kesehatan ketika melakukan dine-in meskipun dimensi suhu dan ruangan terbuka juga penting. Sementara itu, dimensi layanan, ruangan tertutup dan protokol kesehatan sangat diprioritaskan konsumen ketika dine-in untuk kelas standard di era tatanan kehidupan baru. Matriks keputusan dapat dilihat pada Tabel 5.
Matriks Keputusan Ternormalisasi Hasil perhitungan pembagi dengan menggunakan bobot pada dimensi layanan, tata letak, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan terbuka, ruangan tertutup dan protokol kesehatan didapatkan dari hasil nilai atribut dibagi dengan nilai standar deviasi tiap dimensi.
## Tabel 4. Bobot Tiap Dimensi (menurut ahli)
Dimensi Layanan Tata Letak Suhu Sirkulasi Udara Kesegaran Ruangan Ruangan Terbuka Ruangan Tertutup Protokol Kesehatan Nilai Kepentingan 5 4 5 5 5 4 4 5 Keterangan cost benefit benefit benefit benefit benefit benefit benefit Tabel 5. Matriks Keputusan Alternatif Dimensi Layanan Tata Letak Suhu Sirkulasi Udara Kesegaran Ruangan Ruangan Terbuka Ruangan Tertutup Protokol Kesehatan Premium 5 5 5 5 5 5 5 5 Deluxe 5 5 4 5 5 4 5 5 Standar 5 4 4 4 4 4 5 5 Tabel 6. Matriks Ternormalisasi Layanan Tata Letak Suhu Sirkulasi Udara Kesegaran Ruangan Ruangan Terbuka Ruangan Tertutup Protokol Kesehatan Premium 0,58 0,62 0,66 0,62 0,62 0,66 0,58 0,58 Deluxe 0,58 0,62 0,53 0,62 0,62 0,53 0,58 0,58 Standard 0,58 0,49 0,53 0,49 0,49 0,53 0,58 0,58 Pembagi 8,66 8.12 7,55 8,12 8,12 7,55 8,66 8,66
Sedangkan hasil matriks ternormalisasi didapatkan dari nilai atribut tiap alternatif di matriks keputusan dibagi dengan pembagi. Nilai matriks ternormalisasi tidak mempuyai perbedaan rentang nilai yang signifikan, berarti nilai tiap alternatif dan dimensi sudah berdistribusi normal.
Hasil tersebut selaras dengan literatur yang mengatakan bahwa normalisasi data adalah proses membuat beberapa variabel memiliki rentang nilai yang sama, tidak ada yang terlalu besar maupun terlalu kecil sehingga dapat membuat analisis statistik menjadi lebih mudah dan memiliki distribusi normal (Kotler dan Gary, 2012). Nilai matriks keputusan ternormalisasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Berdasarkan hasil matriks ternormalisasi, rentang nilai pada kelas premium, deluxe dan standard adalah 0.66-0.49. rentang nilai tersebut tidak berbeda signifikan sehingga data dari masing-masing kelas dan dimensi yang digunakan sudah terdistribusi normal.
## Matriks Keputusan Ternormalisasi Terbobot
Hasil normalisasi menunjukkan bahwa diantara ketiga alternatif, nilai tertinggi dari tiap dimensi dimiliki oleh kelas premium, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh kelas standard . Sementara itu kelas deluxe berada diantaranya. Nilai tertinggi dan terendah ini akan menjadi nilai solusi ideal positif dan negatif. Nilai bobot preferensi menunjukkan tingkat kepentingan relatif setiap dimensi dapat dilihat pada Tabel 7.
## Matriks Solusi Ideal Positif dan Negatif
Menentukan nilai solusi ideal positif dan solusi ideal negatif. Solusi ideal dinotasikan y+, sedangkan solusi ideal negatif dinotasikan y-. Berdasarkan hasil nilai solusi ideal positif dan negatif,
dimensi layanan termasuk kategori cost memiliki nilai optimum maksimum 2,89 dimana nilai ini adalah nilai terkecil dari ketiga alternatif yang sudah dihitung ternormalisasi terbobot dari Tabel 5. Sedangkan nilai optimum maksimum pada dimensi tata letak, suhu, sirkulasi udara, kesegaran ruangan, ruangan terbuka, ruangan tertutup dan protokol kesehatan diambil nilai terbesar dari ketiga alternatif. Nilai solusi Ideal Positif dan Negatif dapat dilihat pada Tabel 8.
## Jarak Solusi Ideal Positif dan Negatif
Berdasarkan tabel jarak solusi ideal positif nilai kelas premium , deluxe dan standard adalah 0,00; 0,85 dan 1,32 berarti nilai tersebut adalah jarak terdekat dari nilai ideal positif dan jarak terjauh dari nilai ideal negatif. Sedangkan tabel jarak solusi ideal negatif nilai kelas premium , deluxe dan standard adalah 1,32; 1,01 dan 0,00 berarti nilai tersebut jarak terjauh dari ideal negatif dan jarak terdekat dari nilai ideal positif. Nilai jarak solusi ideal positif dan negatif dapat dilihat pada Tabel 9.
## Nilai Preferensi
Berdasarkan perangkingan dengan metode TOPSIS menghasilkan alternatif pertama adalah kelas premium , alternatif kedua adalah kelas deluxe dan alternatif ketiga adalah kelas standard . Dari hasil perhitungan nilai preferensi (V) ini dapat diurutkan hasilnya dari yang terbesar sampai yang terkecil, dimana nilai preferensi dari alternatif yang terbesar merupakan alternatif terbaik dari data yang ada dan merupakan alternatif yang terpilih. Sedangkan alternatif dengan nilai optimasi terendah adalah yang terburuk dari data yang ada (Muljadi et al., 2020). Nilai preferensi dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 7. Matriks keputusan ternormalisasi dan terbobot
Alternatif Dimensi Layanan Tata Letak Suhu Sirkulasi Udara Kesegaran Ruangan Ruangan Terbuka Ruangan Tertutup Protokol Kesehatan Premium 2,89 2,48 3,31 3,08 3,08 2,65 2,31 2,89 Deluxe 2,89 2,48 2,65 3,08 3,08 2,12 2,31 2,89 Standard 2,89 1,97 2,65 2,46 2,46 2,12 2,31 2,89
Tabel 8. Solusi ideal positif ( Max ) dan solusi ideal negatif ( Min )
Layanan Tata Letak Suhu Sirkulasi Udara Kesegaran Ruangan Ruangan Terbuka Ruangan Tertutup Protokol Kesehatan MAX 2,89 2,46 3,31 3,08 3,08 2,65 2,31 2,89 MIN 2,89 1,97 2,65 2,46 2,46 2,12 2,31 2,89 Tabel 9. Jarak solusi ideal positif dan negatif Variabel Nilai Kelas D+ 0,00 Premium [D 1 + ] 0,85 Deluxe [D 2 + ] 1,31 Standard [D 3 + ] D- 1,31 Premium [D 1 - ] 1 Deluxe [D 2 - ] 0 Standard [D 3 - ]
Tabel 10. Nilai preferensi tiap alternatif
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Alternatif terbaik dengan metode TOPSIS adalah kelas premium yang menjadi kecenderungan konsumen untuk melakukan dine-in di restoran di era tatanan kehidupan baru. Kelas premium direkomendasikan berjarak, minim antrian dan memiliki layanan untuk wastafel-sabun-tissue, wifi , air conditioner . Tata letak restoran kelas premium direkomendasikan untuk nyaman, memiliki toilet, ruang antri yang minim mobilitas. Untuk menciptakan suhu dan temperatur yang sesuai, restoran kelas premium direkomendasikan melakukan pembatasan ruangan, meminimalkan mobilitas, serta menambahkan fasilitas kipas angin, air conditioner (AC), dan AC portabel. Untuk memberikan sirkulasi udara dan kesegaran ruangan yang baik restoran kelas premium direkomendasikan memiliki air conditioner (AC), blower, kipas angin dan menerapkan pembatasan ruangan serta berjarak. Jika ruangan terbuka, sebuah restoran kelas premium direkomendasikan tetap menerapkan pembatasan ruangan, memiliki ruang yang ergonomis dilengkapi dengan tempat sampah dan tempat duduk. Jika ruangan tertutup, sebuah restoran kelas premium direkomendasikan untuk dilengkapi pengharum ruangan, music audio , ruang yang cenderung privasi
dan ruang yang ergonomis dilengkapi tempat sampah. Sedangkan dari aspek protokol kesehatan di sebuah restoran kelas premium direkomendasikan minim mobilitas, mempunyai pilihan ruangan terbuka yang dilengkapi K3 dan toilet yang bersih.
## Saran
Hasil atribut dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk luaran kebutuhan teknis, spesifikasi, konsep dan purwarupa, sesuai dengan tahapan dalam perancangan dan pengembangan jasa agroindustri.
## DAFTAR PUSTAKA
Agassi TN, Mirwan U, dan Atris S. 2020. Industrial design of kansei engineering-based sensor for industry. Management and Production Engineering Review . 11 (1): 13-22. Anonim. 2019. Statistik Indonesia 2018, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2021. Pertumbuhan Industri Rumah Makan Jawa Timur 2017-2020. BPS Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2021. Pertumbuhan Restoran Jawa Tengah tahun 2017-2020. BPS Jawa Tengah
Bungin B. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dinas Pariwisata. 2021. Pertumbuhan Industri Restoran DI Yogyakarta tahun 2017-2020. Dinpar DI Yogyakarta.
Hadiana A. 2018. Penerapan Kansei dan TOPSIS dalam sistem pendukung keputusan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia . 3(1): 1-4.
Alternatif Preferensi ( V ) Rangking Premium 1,00 1 Deluxe 0,54 2 Standard 0 3
Han H dan Ryu K. 2011. New or repeat customers: how does physical environment influence their restaurant experience?. International Journal of Hospitality Management . 30 (3): 599–611. Kotler P dan Gary A. 2012. Prinsip-prinsip Pemasaran Edisi 13.Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Muljadi A, Ali K, dan Nuke LC. 2020 . Implementasi metode TOPSIS untuk menentukan karyawan terbaik berbasis Web pada PT. Mun Hean Indonesia. Jurnal Ilmiah Merpati . 8(2): 101- 112.
Murnawan dan Akhmad FS. 2012. Sistem pendukung keputusan menggunakan metode technique for order by similarity to ideal solution (TOPSIS). Jurnal Sistem Informasi . 4(1): 398-412. Osaki T dan Yukihiko K. 2016. Perceptions of premium service and superiority: why do customers pay more for high-value-added domestic airline services In Japan?, Journal of Air Transport Management , 57(1): 196-201. Ushada M, Suryandono A, dan Nafis K. 2016. Kansei Engineering untuk Agroindustri. Gadjah Mada
,Yogyakarta: University Press
Ushada M dan Murase H. 2009. Design of customisable greening material using swarm modelling. Journal
of Biosystems
Engineering , 104 (2): 169–183.
Ushada M, Titis W, Fitri T, Tsuyoshi O. 2021. Modeling SMEs’ trust in the implementation of industri 4.0 using kansei engineering and artificial neural network: food and beverage SMEs context. Journal of Engineering and Technological Science . 53 (2): 228-246.
Yeh C dan Chen M. 2018. Applying kansei engineering and data mining to design door-to- door delivery service. Journal Computers & Industrial Engineering , 120: 401-417.
Zabotto CN, Daniel CA, Costa JMH, Silva S L. 2019. Automatic digital mood board to connect users and designers with kansei engineering. International Journal Industrial Ergonomics .
74(1): 102829.
|
875a8e82-b80a-4edf-8bb4-b479e0d9bf34 | http://jp3km.jurnalp3k.com/index.php/j-p3km/article/download/47/47 | Volume 3, Nomor 2, Juni 2024 : 71-75
Gotong Royong : Jurnal Pengabdian, Pemberdayaan Dan Penyuluhan Kepada Masyarakat
## Mengenal Inner Child, Menangani Luka Batin Untuk Hidup Produktif
## Getting To Know The Inner Child, Handling Inner Wounds For A Productive Life
Oktariani (1*) , Lodiana Ayu (2) & Fenty Zahara Nasution (3)
Fakultas Psikologi, Universitas Potensi Utama, Indonesia
* Corresponding author : [email protected]
## Abstrak
Inner child merupakan hasil pengalaman masa kanak-kanak, baik positif maupun negatif, yang membentuk kepribadian seseorang saat ini. Namun, pengalaman inner child yang negatif seringkali menimbulkan inner child yang terluka atau dinamakan dengan luka batin dan tanpa disadari pada akhirnya akan meninggalkan kesan yang kuat pada diri seseorang. Hal ini juga dapat menyebabkan rasa sakit yang tersembunyi dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku dan perilaku seseorang saat dewasa Penelitian yang di lakukan Anggadewi (2020) menemukan bahwa trauma yang terjadi pada masa kanak- kanak berdampak pada masa remaja. Dampak paling umum yang dirasakan individu dari luka batin ini antara lain kecemasan, kehilangan kendali, kerentanan terhadap emosi negatif, masalah dalam hubungan keluarga, dan gangguan tidur. Beberapa dampak yang sering terjadi, seperti tindakan melukai diri sendiri, kecenderungan bunuh diri, dan agresi. Pelaksanaan kegiatan ini adalah dalam bentuk psikoedukasi yang dalam bentuk mini seminar. Peserta kegiatan ini berjumlah 120 mahasiswa dari Universitas Potensi Utama. Diharapkan setelah pemberian psikoedukasi maka mahasiswa dapat berdamai.
Kata Kunci: Inner Child; Kehidupan Produktif; Luka Batin.
## Abstract
The inner child is the result of childhood experiences, both positive and negative, which shape a person's current personality. However, negative inner child experiences often give rise to a wounded inner child or what is called an inner wound and without realizing it will ultimately leave a strong impression on a person. This can also cause hidden pain and ultimately affect a person's behavior and behavior as an adult. Research conducted by Anggadewi (2020) found that trauma that occurs in childhood has an impact on adolescence. The most common impact felt by individuals is from These emotional wounds include anxiety, loss of control, vulnerability to negative emotions, problems in family relationships, and sleep disorders. Several effects often occur, such as self-harm, suicidal tendencies, and aggression. The implementation of this activity is in the form of psychoeducation in the form of a mini seminar. The participants in this activity were 120 students from the Main Potential University. It is hoped that after providing psychoeducation, students can make peace with their inner child, so they can heal and forgive themselves and others. In the end, individuals can develop and find ways to be more productive in their daily activities and become better individuals Keywords: Inner Child; Inner Wounds; Productive Life.
## Rekomendasi mensitasi :
Oktariani., Ayu, L. & Nasution, F. Z. (2024), Mengenal Inner Child, Menangani Luka Batin Untuk Hidup Produktif. Gotong Royong : Jurnal Pengabdian, Pembinaan Dan Penyuluhan Kepada Masyarakat , 3 (2): 71-75.
## PENDAHULUAN
Setiap orang yang hidup di dunia ini pasti pernah mengalami dan merasakan berbagai peristiwa dan kejadian masa kecil yang tak terlupakan. Kita mengetahui hal ini dengan sangat baik sebagai inner child kita. Selain itu, inner child juga mewakili pengalaman masa kecil yang dapat mem- pengaruhi kehidupan seseorang saat ini.
Inner child merupakan hasil pengalaman masa kanak-kanak, baik positif maupun negatif, yang membentuk kepribadian seseorang saat ini. Namun, pengalaman inner child yang negatif seringkali menimbulkan inner child yang terluka atau dinamakan dengan luka batin dan tanpa disadari pada akhirnya akan meninggalkan kesan yang kuat pada diri seseorang. Hal ini juga dapat menyebabkan rasa sakit yang tersembunyi dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku dan perilaku seseorang saat dewasa.
Trauma masa kanak-kanak mengacu pada pengalaman buruk atau berulang yang dialami seseorang semasa kecil. Pengalaman-pengalaman ini dapat menimbulkan trauma yang tidak terselesaikan dan bermanifestasi hingga dewasa. Jika individu memiliki emosi yang di luar kendali, maka individu mungkin menunjukkan bagian diri yang lebih muda dan terluka (Julia & Heyl, 2023).
Pelecehan secara fisik dan verbal serta kurangnya kasih sayang dapat melukai batin anak. Namun, kebanyakan individu hanya membiarkan pengalaman itu berlalu begitu saja, tanpa menyadari bahwa hal itu akan mempengaruhi sikap mereka saat dewasa. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa individu yang memiliki riwayat pelecehan verbal dan ketika masih menjadi anak dituntut sebagai seorang anak harus sempurna. Ketika dewasa, ia berusaha menjadi orang
tua yang berbeda, namun sifat kekanak- kanakan dalam dirinya selalu muncul. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa luka batin seorang anak dapat menimbulkan trauma yang berdampak pada pengasuhan ketika individu menjadi dewasa dan menjadi orang tua (Darmawan, 2024).
Penelitian yang di lakukan Anggadewi (2020) menemukan bahwa trauma yang terjadi pada masa kanak- kanak berdampak pada masa remaja. Bentuk utama peristiwa traumatis pada masa kanak-kanak adalah kekerasan fisik dan seksual. Selain itu, ada pula kejadian traumatis seperti ditinggalkan, ditolak, atau mengalami perpisahan dengan orang terdekat. Dampak paling umum yang dirasakan individu dari peristiwa traumatis ini antara lain kecemasan, kehilangan kendali, kerentanan terhadap emosi negatif, masalah dalam hubungan keluarga, dan gangguan tidur. Beberapa dampak yang sering terjadi, seperti tindakan melukai diri sendiri, kecenderungan bunuh diri, dan agresi.
Penelitian yang dilakukan Aini & Wulan (2023) mengatakan bahwa trauma masa kanak-kanak yang serius antara usia 5 dan 10 tahun, dan "inner child" -nya masih ada (bahkan hingga dewasa). Inner child muncul dari pengalaman dan peristiwa masa lalu yang menimbulkan masalah dan tidak terselesaikan dengan baik sehingga mengganggu masa depan (Bradshaw, Prince, Pritzker, Sjoblom, sebagaimana di kutip dalam Suryana & Latifa, 2023).
Inner child lebih dari sekedar gambaran visual atau metafora; ia adalah bagian yang kuat dan berpengaruh dari diri kita sendiri . Inner child tidak bisa dilihat melalui kesadaran, namun hipnotis harus digunakan untuk melihat inner child. Inner
child merupakan suatu proses yang melibatkan situasi tertentu mengenai cara berbicara dan menyampaikan emosi.
Individu yang tidak mengetahui atau tidak menyadari inner child nya, atau yang mengetahuinya namun mengabaikannya, akan mempunyai dampak negatif terhadap cara mereka berinteraksi dengan lingkungannya. Sebaliknya, individu yang mampu mengenal dan menerima inner child dirinya menghasilkan aktivitas yang positif dan orang tersebut dapat berkembang dengan baik.
Dari penjelasan di atas, individu perlu mengatahui bagaimana inner child dapat mempengaruhi individu dewasa yang sekarang dan bagaimana cara memaafkan luka batin masa lalu.
## BAHAN DAN METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan kegiatan ini adalah dalam bentuk psikoedukasi yang dalam bentuk mini seminar. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 13 April 2024. Metode yang di gunakan dalam penyampaian materi adalah dalam bentuk ceramah yang dipresentasikan oleh narasumber, yang kemudian memimpin diskusi antara peserta mini seminar dan narasumber mengenai topik tersebut.
Sebelum melakukan mini seminar ini adalah narasumber dengan melakukan pre-test dan post-test dengan menggu- nakan Google Form untuk mengukur seberapa baik materi yang disampaikan narasumber dapat dipahami oleh peserta mini seminar. Tim atau panitia melakukan analisis data berdasarkan pre-test dan post-test serta melakukan evaluasi pelaksanaan setelah selesainya kegiatan mini seminar dilakukan. Peserta kegiatan ini berjumlah 120 mahasiswa dari Universitas Potensi Utama.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancangan untuk melihat hasil dari program psikoedukasi ini adalah menggunakan group pre-test dan post-test. Analisis data dilakukan dengan menggu- nakan program SPSS 26 dengan terlebih dahulu menguji asumsi normalitas.
Tabel 1. Test Normalitas Kolmogorov-Smirnov a
Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic Df Sig. Pre tets .135 130 .000 .817 130 .000 Post test .170 130 .000 .818 130 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilketahui nilai Sig. sebesar 0,000 (p<0.05) dari data hasil pre-test maupun data post- test memiliki sebaran data yang tidak normal. Oleh karena itu, pengujian selanjutnya menggunakan teknik nonparametrik Wilcoxon Signed Rank-Test . Tabel 2. Hasil analisis Wilcoxon Signed Rank-test Test statistic a
Post test – Pre test Z -5,338 b Asymp. Sig (2-tailed)
.000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test b. Based negative ranks.
Berdasarkan analisis di atas, dapat dilihat bahwa hasil analisis z sebesar – 5,338 b , pada taraf signifikan 0,000 (p>0.05) yang artinya ada perbedaan pemahaman peserta mini seminar sebelum dan setelah mengikuti kegiatan ini. Hal ini menunjukkan bahwa psikoedukasi ini memberikan suatu pandangan atau pemahaman yang baru bagi mahasiswa.
Konsep inner child pertama kali diperkenalkan oleh psikolog terkenal Carl Jung. Inner child kita bisa mengendalikan banyak emosi kita dalam kehidupan sehari-hari, dan banyak diantara kita tidak menyadarinya. Manusia tumbuh dan menjadi dewasa dalam berbagai kondisi dan berbagai peristiwa yang menyertainya. Menurut pendidik dan konsultan Amerika John Elliott Bradshaw,
mengatakan inner child tersembunyi dalam masalah masa lalu yang masih belum terselesaikan bahkan bertahun-tahun setelah seseorang mencapai usia dewasa (dalam Itsbya, 2022)
Permasalahan rumit ini kemudian berkembang menjadi sebuah luka yang tidak disadari, seolah-olah dilupakan begitu saja, namun kenyataannya luka itu tetap membekas di hati individu tersebut. Psikolog Diana Raab (sebagaimana di kutip dalam Itsbya, 2022) menemukan bahwa bekas luka trauma masa kecil atu luka batin tetap melekat di alam bawah sadar seseorang dan berdampak besar pada kesehatan mentalnya.
Meski inner child lahir dari luka batin yang tersembunyi, namun secara langsung dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang. Batin anak yang lahir dari kenangan buruk seringkali digam- barkan mempunyai masalah perilaku. Jika inner child individu tidak segera ditangani, dapat menimbulkan masalah dalam hidup dan karier individu di masa depan.
Gambar 1. Proses kegiatan psikoedukasi Luka batin anak terjadi ketika seseorang, bahkan setelah dewasa kurang percaya diri, tidak suka dikritik, mudah tersinggung, jengkel, cemas, cemas, cemas, dan cemas, membiarkan mereka melakukan tindakannya. Perilaku tersebut merupakan bentuk pertahanan diri terhadap “bahaya” yang ditimbulkan oleh
lingkungan, sebagai wujud pola asuh sejak dini (Surianti, dalam Aini & Wulan, 2023).
Gambar 2. Pemateri menyampaikan materi psikoedukasi
Individu dengan inner child yang luka biasanya memiliki masalah dengan kepercayaan, keintiman, perilaku adiktif atau kompulsif, dan saling ketergantungan. Akibatnya, banyak dari mereka yang akhirnya kehilangan keterikatan dan bonding dengan orang tuanya (Surianti, dalam Aini & Wulan, 2023).
Berdamai dengan inner child berarti menyembuhkan dan memaafkan diri sendiri, dan orang lain. Harapannya, individu dapat mengembangkan dan mencari cara agar lebih produktif dalam beraktivitas sehari-hari dan menjadi individu yang lebih baik.
Menurut psikiater ada beberapa langkah yang dapat membantu dalam merawat luka batin, yaitu:
1. Mulailah berdialog dengan inner child (individu dapat memilih usia berapa pun: 5, 8, 10, 12, dst.) dan tanyakan bagaimana kabarnya dan apakah ada yang salah.
2. Tulislah surat kepada inner child individu sendiri dan berikan kesem- patan untuk membalasnya kepadamu.
3. Ucapkan kata-kata yang baik kepada inner child (misal: Aku cinta kamu, aku hargai kamu, aku hargai kamu, aku bangga padamu, aku dengar kamu, terima kasih, maafkan aku).
4. Lihatlah foto diri semasa kecil dan ceritakan semua hal yang ingin individu dengar saat itu (Julia & Heyl, 2023).
Gambar 3. Foto bersama pemateri dan peserta kegiatan psikoedukasi
## S IMPULAN
Dari hasil pemberian psikoedukasi ini, dapat di lihat mahasiswa sudah mulai paham, bagaimana mereka dapat memahami inner child mereka. Dapat memahami luka batin yang sudah terjadi dan bagaimana cara merawat luka batin tersebut. Diharapkan dari pemberian psikoedukasi ini, mahasiswa sudah mampu untuk dapat mengelola emosi mereka dan juga mampu memperbaiki hubungan dengan keluarga terutama dengan orang tua mereka.
## UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih tim pengabdian sampaikan kepada LPPM Universitas Potensi Utama Medan dan Universitas Ekasakti Padang atas support dan dukungan, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami berikan kepada mahasiswa Universitas Potensi Utama, sehingga kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
## DAFTAR PUSTAKA
Aini, K., & Wulan, N. (2023). Pengalaman Trauma Masa Kecil Dan Eksplorasi Inner Child Pada Mahasiswa Keperawatan Stikes Kuningan: Studi Fenomenologi. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal , 14 (01), 33 – 40. https://doi.org/10.34305/jikbh.v14i01.684 Anggadewi, B. E. T. (2020). Dampak Psikologis Trauma Masa Kanak-kanak pada Remaja. Journal of Counseling and Personal Development , 2 (2), 1 – 7. Darmawan, I. N. (2024).
Inner Child : Sisi tersembunyi yang harus dipahami orang tua . Pandawa, Disdik, Pemkot. https://pandawa.disdik.bandung.go.id/artik el/inner-child-sisi-tersembunyi-yang-harus- dipahami-orang-tua
Itsbya. (2022). Berpelukan dengan Inner Child, Cermin Diri yang Terabaikan . ITS Media Center. https://doi.org/10.1080/10261133.1993.9
673882 Julia, B., & Heyl, C. (2023). Inner Child Work : How Your Past Shapes Your Present . https://www.verywellmind.com/inner- child-work-how-your-past-shapes-your- present-7152929 Suryana, D., & Latifa, B. (2023). Inner Child
Influence on Early Childhood Emotions.
Educational Administration: Theory and Practice , 29 (3), 289 – 299. https://doi.org/10.52152/kuey.v29i3.693
|
9a1f5149-0b8c-48b2-8fe4-216e733a2b2b | https://journal.ipb.ac.id/index.php/habitusaquatica/article/download/44397/25078 |
## Habitus Aquatica
Journal of Aquatic Resources and Fisheries Management
Journal homepage: http://journal.ipb.ac.id/index.php/habitusaquatica
Karakteristik mikroplastik pada ikan layang ( Decapterus ruselli ) dan ikan nila ( Oreochromis niloticus ) di Pasar Rau, Kota Serang
Microplastic characteristics of indian scad (Decapterus ruselli) and tilapia (Oreochromis niloticus) at Rau Market, Serang City, Banten
Desy Aryani 1,2 , Afifah Nurazizatul Hasanah 1,2, *, Fitri Afina Radityani 1 , Devi Faustine Elvina Nuryadin 1 , Lana Izzul Azkia 1
1 Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia 2 PUI PT Inovasi Pangan Lokal Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Indonesia
Received 23 November 2022 Received in revised 25 January 2023 Accepted 20 February 2023
## ABSTRAK
Mikroplastik dapat mencemari air, tanah, tumbuhan, hewan, hingga manusia. Sumber limbah mikroplastik di perairan tawar antara lain dari industri, pertanian, dan aktivitas antropogenik di mana keseluruhannya dapat menjadi sumber pencemaran mikroplastik di laut. Ikan nila ( Oreochromis niloticus ) dan ikan layang ( Decapterus ruselli ) merupakan ikan omnivora yang hidup di kolom air, di mana ikan nila dibudidayakan di perairan tawar sedangkan ikan layang ditangkap di laut. Proses identifikasi mikroplastik menggunakan mikroskop. Sebanyak 158 mikroplastik telah ditemukan pada insang, lambung, dan usus ikan nila, sedangkan sebanyak 411 mikroplastik pada insang, lambung, dan usus ikan layang. Jumlah mikroplastik jenis fragmen pada insang, lambung, dan usus ikan mendominasi, berasal dari fragmentasi plastik bahan polipropilen dan polietilen. Jenis mikroplastik terbanyak kedua adalah fiber, dikenali dari bentuknya yang panjang dan menyerupai tali atau benang berasal dari serat jaring serta peralatan rumah tangga. Pada ikan, mikroplastik jenis fiber dapat menggumpal atau membetuk simpul yang dapat memblokir saluran pencernaan dan menghalangi jalan masuknya makanan. Mikroplastik jenis film ditemukan dengan jumlah yang paling sedikit pada ketiga organ ikan yang di analisis. Jenis ini diidentifikasi sebagai polimer polietilen yang berbentuk lembaran tipis hasil degradasi plastik kemasan, memiliki densitas paling rendah dari tipe mikroplastik lainnya.
Kata kunci: ikan layang, ikan nila, mikroplastik, pencemaran, Pasar Rau
## ABSTRACT
Microplastics are a type of plastic waste that can contaminate water, soil, plants, animals, and humans. Microplastic waste from freshwater, include industry, agriculture, and anthropogenic activities, can be a source of microplastic pollution in the sea. Tilapia (Oreochromis niloticus) and Indian scad (Decapterus ruselli) are omnivorous fish that live in the water column. Usually, tilapias are cultivated in fresh water while Indian scads are caught directly from the sea. Microplastic identification using stereo microscope found a total of 158 microplastics in the gills, stomach and intestines of tilapia, while as many as 411 microplastics have been found in the gills, stomach, and intestines of scad fish. The number of microplastic fragments in the gills, stomach, and intestines of fish dominates, comes from the plastic fragmentation of polypropylene and polyethylene materials. The second most common type of microplastic is fiber, recognized by its long shape and resembling a rope or thread derived from fiber nets and household appliances. In fish body, fiber-type microplastics can clump together or form knots that can block the digestive tract and block the passage of food. Film type microplastics were found in the least amount from the three fish organs analyzed. This film types are identified as polyethylene and polypropylene polymers in the form of thin sheets from the degradation of plastic packaging. They have the lowest density of other types of microplastics.
Keywords: indian scad, tilapia, microplastics, water pollution, Rau Market
1. Pendahuluan Marine debris merupakan istilah dari kumpulan bahan pencemar di laut, seperti logam, plastik, warna, dan sebagainya (Joesidawati 2018, Ayuningtyas et al. 2019). Salah satu jenis pencemar yang sulit ditangani adalah plastik. Plastik merupakan salah satu bentuk polimer yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya karena sifatnya yang kokoh dan ringan, plastik juga memiliki sifat tidak mudah pecah dan mudah dibentuk sesuai dengan keinginan (Akbar et al. 2013) sehingga penggunaan plastik lebih banyak diminati dari bahan lainnya oleh masyarakat.
Limbah yang terkumpul dapat memicu munculnya berbagai permasalahan, di antaranya seperti: (1) meracuni organisme pengurai di tanah; (2) menurunkan kualitas kesuburan tanah; (3) terjadi bioakumulasi senyawa PCB pada organ tubuh organisme; (4) plastik mudah mencemari badan air (Purwaningrum 2016). Proses degradasi plastik yang membutuhkan waktu lama berpotensi menimbulkan dampak buruk, salah satunya yaitu adanya penyerapan toksikan seperti PBTs ( persistent, bioaccumulative, and toxic substances ) dan POPs ( persistent organic pollutants ) pada sisa plastik yang belum terurai. Adapun bagian terkecil dari plastik yang telah terurai dikenal dengan nama mikroplastik, yaitu serpihan plastik berukuran 0,3 – >5 mm (Ayuningtyas et al. 2019).
Mikroplastik dapat mencemari air, sedimen, tanah, tumbuhan, hewan (Aryani et al. 2021) hingga manusia. Sumber limbah mikroplastik di perairan tawar antara lain dari industri, pertanian, aktivitas antropogenik di mana keseluruhannya dapat menjadi sumber cemaran mikroplastik di laut (Xiang et al. 2022). Berbagai jenis mikroplastik, seperti Polypropylene (PP), polystyrene (PS), polyethylene (PE), dan polyethylene terephthalate (PET), merupakan jenis mikroplastik yang dominan di perairan. Keberadaan mikroplastik di perairan secara tidak sengaja dikonsumsi oleh protista, zooplankton, annelida, echinodermata, cnidaria, amphipoda, decapoda, isopoda, bivalvia, cephalopoda, ikan, penyu, burung,
dan cetacea, yang kemudian dapat menyebabkan gangguan endokrin, teratogenisitas, gangguan neurobehavioral, penurunan keberhasilan pemijahan, dan kerusakan kelenjar tiroid pada ikan karena adanya penumpukan mikroplastik di usus, insang, dan lambung ikan. Hingga saat ini belum diketahui tanda bahwa terjadi biomagnifikasi mikroplastik pada tubuh suatu organisme (Mallik et al. 2021; Lusher et al. 2017). Ikan nila ( Oreochromis niloticus ) dan ikan layang ( Decapterus ruselli ) merupakan ikan omnivora yang hidup di kolom air di mana ikan nila umumnya dibudidayakan di perairan tawar sedangkan ikan layang ditangkap di perairan laut (Mulyani et al. 2014, Faidah dan Sadiyah 2020). Ikan nila dan ikan layang menjadi salah satu ikan ekonomis dalam komoditas perikanan. Harga yang terjangkau menjadikan kedua ikan tersebut banyak dikonsumsi masyarakat, salah satunya masyarakat Kota Serang, Banten. Ikan nila dan layang banyak diperjualbelikan di salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Serang, yaitu Pasar Rau. Ikan yang dijual berasal dari hasil tangkapan nelayan dan budidaya di sekitar Kota dan Kabupaten Serang.
Tingginya konsumsi ikan nila dan layang pada masyarakat sekitar Kota Serang perlu didukung oleh sistem keamangan pangan yang baik, salah satunya melalui pengamatan keberadaan cemaran mikroplastik pada organ tubuh ikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menghitung akumulasi, jenis, dan warna cemaran mikroplastik dalam tubuh ikan nila dan ikan layang yang dijual di Pasar Rau, Kota Serang, Banten. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat kewaspadaan masyarakat dalam mengkonsumsi ikan.
## 2. Metodologi
2.1. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus Tahun 2022 di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan dan Laboratorium Budidaya Perairan, Kampus Pakupatan, Universitas Sultan Ageng tirtayasa.
Habitus Aquatica : Journal of Aquatic Resources and Fisheries Management 4(1): 1–7
2.2. Alat dan bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan nila ( Oreochromis niloticus ) dan ikan layang ( Decapterus ruselli ) yang diperoleh dari pasar Rau (Pasar lokal Kota Serang). Bahan kimia yang digunakan untuk pemeriksaan mikroplastik antara lain adalah kalium hidroksida (KOH) 10%, akuades, alkohol 70%, dan kertas saring Whatman No.42. Sementara itu, alat yang digunakan adalah alat bedah, nampan alumunium, timbangan, penggaris, gelas ukur, gelas kimia, botol sampel, corong kaca, cawan petri, mikroskop stereo, dan kamera digital.
## 2.3. Metode penelitian
## 2.3.1 Persiapan sampel
Setiap ikan yang digunakan sebagai sampel diletakkan di atas wadah nampan aluminium yang telah dibersihkan sebelumnya, kemudian masing-masing sampel ikan dicatat panjang dan berat totalnya. Jumlah ikan yang digunakan sebagai sampel sebanyak 7 ekor per spesies. Bagian insang yang melengkung dipotong melalui tulang bagian atas dan bawah pada posisi insang yang menyatu dengan kepala. Bagian perut dan usus diambil, lalu masing-masing organ diukur bobotnya dan dicatat.
Sampel organ kemudian dilarutkan dalam KOH 10% dengan rasio antara berat organ dan volume KOH adalah 1:3. Selajutnya, organ didiamkan selama 7 hari atau hingga seluruh organ larut di dalam botol sampel. Setelah
organ larut, sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 kemudian kertas saring yang telah berisi sampel dikeringkan dengan menggunakan oven pada 50 o selama 24 jam.
## 2.3.2 Perhitungan jumlah mikroplastik
Sampel mikroplastik yang telah kering dipindahkan ke cawan petri. Selanjutnya, dilakukan pengamatan mikroplastik menggunakan mikroskop stereo pada pembesaran 40x (Silva-Cavalcanti et al . 2017). Mikroplastik yang telah teramati kemudian didokumentasikan menggunakan kamera digital dan dilakukan perhitungan jumlah serta ukuran mikroplastik (Li et al. 2016).
## 3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil Mikroplastik yang diamati dalam tubuh ikan layang dan nila dihitung berdasarkan jumlah mikroplastik yang terkandung pada bagian insang, perut, dan usus ikan. Berikut adalah hasil amatan jenis mikroplastik yang ditemukan pada insang, usus, dan lambung ikan nila dan layang dengan lebar garis hitam dan biru sebesar 1mm sebagai patokan skala ukuran mikroplastik amatan.
Jumlah mikroplastik pada bagian-bagian tubuh tersebut dibedakan ke dalam 3 bentuk, yaitu fragmen, film, dan fiber. Hasil pengamatan jumlah mikroplastik pada setiap bagian tubuh ikan dalam bentuk yang berbeda tersaji pada gambar 2 dan 3.
(a) (b) (c)
(d)
Gambar 1. (a dan b) mikroplastik jenis fragmen, (c) mikroplastik jenis fiber, (d) mikroplastik jenis film.
Habitus Aquatica : Journal of Aquatic Resources and Fisheries Management 4(1): 1–7
Gambar 2. Hasil pengamatan jumlah mikroplastik ikan layang.
Gambar 3. Hasil pengamatan jumlah mikroplastik ikan nila.
3.2. Pembahasan Hasil pengamatan jenis mikroplastik pada insang, usus, dan lambung dari sampel ikan nila ( Oreochromis niloticus ) dan ikan layang ( Decapterus ruselli ) adalah fragmen, film, dan fiber. Fragmen memiliki bentuk tidak beraturan yang berasal dari potongan plastik yang lebih besar. Fragmen dapat ditemukan dengan berbagai warna, yaitu biru, merah, hijau, dan coklat. Mikroplastik jenis film memiliki karakteristik tipis dan fleksibel. Film ini terbentuk karena degradasi potongan kantong plastik. Adapun fiber memiliki bentuk fisik menyerupai benang dan terdiri dari berbagai warna seperti hitam, merah, dan biru.
Sebanyak 158 mikroplastik telah ditemukan pada insang, lambung, dan usus
ikan nila, sedangkan sebanyak 411 mikroplastik pada insang, lambung, dan usus ikan layang. Berdasarkan jenis mikroplastik pada ikan layang, diketahui bahwa secara berturut-turut jumlah fragmen terbanyak ditemukan pada usus, insang, dan lambung, sedangkan jumlah film dan fiber terbanyak secara berturut-turut ditemukan pada usus, lambung, dan insang.
Pada ikan nila jumlah fragmen terbanyak ditemukan pada insang, lambung, dan usus, selanjutnya jumlah film hanya ditemukan pada usus, serta jumlah fiber terbanyak ditemukan pada insang, usus, dan lambung ikan nila. Keberadaan mikroplastik pada saluran pencernaan dan insang cukup bervariasi, hal ini diduga karena perbedaan fungsi dari setiap
0 50 100 150 200 Fragmen Film Fiber Jum la h M ikr opl as tik Usus Lambung Insang 0 20 40 60 80 100 Fragmen Film Fiber Jum la h M ikr opl as tik Usus Lambung Insang
Habitus Aquatica : Journal of Aquatic Resources and Fisheries Management 4(1): 1–7
organ dan interaksi dengan lingkungan perairan (Yona et al . 2020). Jumlah mikroplastik pada ikan layang dan ikan nila berbeda karena tergantung pada habitat dan jenis makanannya (Pereira et al . 2020) Mikroplastik dapat masuk ke dalam saluran pencernaan yang berasal dari makanan ikan melalui mulut dan masuk ke dalam saluran pencernaan kemudian akan terakumulasi di dalam tubuh ikan (Khan et al . 2020). Selain saluran pencernaan, mikroplastik dapat menempel pada insang yang masuk melalui rongga insang, kemudian disaring dan mengendap di lapisan karena memiliki selaput lendir (Watts et al . 2016). Adanya lendir pada tubuh ikan sebagai alat pertahanan diri (Zhu et al . 2019). Sebagian mikroplastik yang menempel pada insang bersumber langsung dari perairan sebagai bagian dari proses pernafasan ikan. Dalam proses pertukaran gas, ikan menyaring air dari lingkungan untuk mendapatkan oksigen dan saat proses ini berlangsung mikroplastik yang berada di perairan dapat terjebak pada bagian insang. Mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan ikan dapat berasal dari perairan, baik yang berasal dari makanan maupun rantai makanannya (biomagnifikasi). Bentuk dan ukuran mikroplastik yang mirip dengan fitoplankton dan zooplankton tersebut memungkinkan ikan tidak sengaja menelan mikroplastik (Yona et al. 2020; Yudhantari et al. 2019). Jumlah mikroplastik jenis fragmen mendominasi, yaitu pada usus 14 partikel, pada lambung 33 partikel, dan pada insang ikan nila 73partikel. Adapun pada usus ikan layang sebanyak 173 partikel, pada lambung 64 partikel, dan pada insang 109 partikel. . Mikroplastik jenis fragmen umumnya berasal dari fragmentasi plastik bahan polyprophylene dan polyethylene seperti botol-botol, kantong plastik serta potongan pipa paralon (Ridlo et al. 2020; Ayuningtyas et al. 2019). Masitha et al. (2022) menyatakan bahwa jenis mikroplastik jenis fragmen dapat ditemukan berlimpah di lokasi yang berdekatan dengan pantai dikarenakan adanya faktor oseanografi dan maupun aktivitas manusia.
Jenis mikroplastik terbanyak kedua adalah
fiber, yaitu pada usus 16 partikel, pada lambung 2 partikel, dan pada insang 18 partikel., sedangkan pada usus, lambung, dan insang ikan layang berturut-turut adalah 44%, 39%, dan 18%. Fiber dikenali dari bentuknya yang panjang dan menyerupai tali atau benang berasal dari serat jaring, kain, peralatan rumah tangga (Yona et al. 2021; Ridlo et al. 2020). Pada ikan, mikroplastik tipe fiber dapat menggumpal atau membetuk simpul yang dapat memblokir saluran pencernaan dan menghalangi jalan masuknya makanan (Yudhantari et al. 2019). Hal tersebut sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian pada ikan. Warna mikroplastik tipe fiber yang ditemukan dalam pengamatan pada ikan nila rata-rata berwarna hitam, putih, kuning, merah, biru. Adapun pada ikan layang berwarna merah, putih, hitam, hijau, dan biru. Hasil penelitian ini sejalan dengan peneltian Ismi et al. (2019) yang menyatakan bahwa mikroplatik tipe fiber berbentuk seperti benang dengan berbagai macam warna yaitu merah, hitam, biru, hijau dan bening.
Mikroplastik jenis film ditemukan dengan jumlah yang paling sedikit pada ketiga organ ikan yang di analisis, bahkan pada lambung dan insang ikan nila tidak ditemukan mikroplastik jenis ini. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui hanya terdapat satu partikel mikroplastik jenis film pada usus ikan nila. Adapun pada ikan layang didapatkan mikroplastik jenis film pada usus sebanyak 4 partikel, pada lambung dan insang masing- masing 2 partikel. Mikroplastik jenis film diidentifikasi sebagai polimer polietilen dan polipropilene yang berbentuk lembaran tipis hasil degradasi plastik kemasan (Azizah et al. 2020). Margaretha et al. (2022) menjelaskan bahwa mikroplastik tipe film mudah terbawa oleh arus dan cenderung mengapung dikolom- kolom air, hal tersebut karena mikroplastik jenis film memiliki densitas paling rendah dari tipe mikroplastik lainnya.
4. Kesimpulan Sebanyak 158 lembaran mikroplastik pada ikan nila dan 411 pada ikan layang. Organ yang diamati pada ikan sampel yaitu insang, usus, dan lambung. Adapun secara
keseluruhan dari jumlah mikroplastik hasil pengamatan, fragmen merupakan tipe mikroplastik yang mendominasi pada organ sampel, diikuti oleh jenis fiber dan film dengan presentase masing-masing sebesar 73% insang, 12% usus, 27% lambung pada ikan nila dan 32% insang, 50% usus, dan 18% lambung pada ikan layang.
## Daftar Pustaka
Akbar F, Anita Z, dan Harahap H. 2013. Pengaruh waktu simpan film plastik biodegradasi dari pati kulit singkong terhadap sifat mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia USU . 2(2):11–15.
Ayuningtyas WC, Yona D, Julinda SH, Irnawati F. 2019. Kelimpahan Mikroplastik pada Perairan di Banyuurip, Gresik, Jawa Timur. Journal of Fisheries and Marine Research . 3(1):41–45.
Azizah P, Ridlo A, Suryono CA. 2020. Mikroplastik pada Sedimen di Pantai Kartini Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Journal of Marine Research . 9(3):326–332.
Faizah R, Sadiyah L. 2019. Aspek Biologi dan Parameter Pertumbuhan Ikan Layang ( Decapterus ruselli , rupell, 1928) di Perairan Selat Malaka. Bawal . 11(3):175– 187.
Ismi H, Amalia AR, Sari N, Gesriantuti N, Badrun Y. 2019. Dampak Mikroplastik Terhadap Makrozoobentos: Suatu Ancaman Bagi Biota di Sungai Siak, Pekan Baru . Prosiding SainsTeKes . 1:92–104.
Joesidawati MI. 2018. Pencemaran Mikroplastik di Sepanjang Pantai Kabupaten Tuban. [PROSIDING]. Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat III. Vol 3:8–15.
ONLINE ISSN: 2580-3921.
Khan FR, Shashoua Y, Crawford A, Drury A, Sheppard K, Stewart K, Sculthorp T. 2020. 'The Plastic Nile': First Evidence of Microplastic Contamination in Fish from the Nile River (Cairo, Egypt). Toxics . 8(22):2–13.
Lestari K, Haeruddin, Jati OE. 2021. Karakteristik Mikroplastik dari Sedimen Padang Lamun, Pulau Panjang, Jepara, dengan FT-IR Infrared. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan . 13(2):135–154 Lusher AL, Welden NA, Sobral P, Cole M. 2017. Sampling, isolating and identifying microplastics ingested by fish and invertebrates. Analitycal Method . 9:1346– 1360. doi: 10.1039/c6ay02415g.
Mallik A, Xavier KAM, Naidu BC, dan Nayak BB 2021. Ecotoxicological and physiological risks of microplastics on fish and their possible mitigation measures. Science of the Total Environment . 779.
Margaretha LS, Budijono, Fauzi M. 2022. Identifikasi Mikroplastik pada Ikan Kapiek ( Puntius schawanafeldii ) di Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 27(2):235–240.
Masitha HPH, Lintang P, Moch UKA, Yuniarti MS. 2022. Analisis Jenis Mikroplastik pada Sedimen Dasar Perairan Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Indonesia Sosial Sains . 3(3):443–454.
Mulyani YS, Yulisman, dan Fitrani M. 2014. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila ( Oreochromis niloticus ) yang dipuasakan secara periodik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia . 2 (1):1–12.
Pereira JM, Rondríguez Y, Monleon SB, Porter A, Lewis C, Pham CK 2020. Microplastic in the stomachs of open-ocean and deep-sea fishes of the north-east atlantic. Environmental Pollution . 265 (A):1–31.
Purwaningrum P. 2016. Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di lingkungan. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology . 8(2):141–147.
Ridlo A, Ario R, Ayyub AMA, Supriyantini E, Sedjati S. 2020. Mikroplastik pada Kedalaman Sedimen yang Berbeda di Pantai Ayah Kebumen Jawa Tengah. Jurnal Kelautan Tropis. 23(3):325–332.
Rofiq AA, Indah KS. 2022. Analisis Mikroplastik pada Saluran Pencernaan dan Insang Ikan di Sungai Brantas, Jawa Timur. Enviromental Pollution Journal . 2(1):263- 272.
Senduk JW, Suprijanto J, Ridlo A. 2021. Mikroplastik pada Ikan Kembung ( Rastrelliger sp.) dan Ikan Selar
( Selaroideseptolepis ) di TPI Tambak Lorok Semarang dan TPI Tawang Rowosari Kendal. Buletin Oseanografi Marina . 10(3):251–258.
Watts, A.J., M.A. Urbina, R. Goodhead, J. Moger, C. Lewis & T.S. Galloway. 2016.
Effect Of Microplastic On The Gills Of The Shore Crab Carcinus Maenas . Environ Sci Technol . 50(10):5364–5369.
Xiang Y, Jiang L, Zhou Y, Luo Z, Zhi D, Yang
J, dan Lam SS. 2022. Microplastics and environmental pollutants: Key interaction and toxicology in aquatic and soil environments . Journal of Hazardous
Materialss . 422:1–13.
Yona D, Harlyan LI, Fuad MAZ, Prananto YP, Ningrum D, Evitantri MZ. 2021. Komposisi Mikroplastik pada Organ Sardinella lemuru yang Didaratkan di Pelabuhan Sendangbiru, Malang. Journal of Fisheries and Marine Research . 5(3):675–684.
Yona D, M D Maharani, M R Cordova , Y Elvania , I W E Dharmawan. 2020. Analisis Mikroplastik Di Insang Dan Saluran Pencernaan Ikan Karang Di Tiga Pulau Kecil Dan Terluar Papua, Indonesia: Kajian Awal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis . 12(2):497–507.
Yona D, Maharani MD, Cordava MR, Elvania
Y, Dharmawan IWE. 2020. Analisis Mikroplastik di Insang dan Saluran Pencernaan Ikan Karang di Tiga Pulau Kecil dan Terluar Papua. Indonesia: Kajian Awal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis . 12(2):495–505.
Yudhantari CIAS, Hendrawan IG, Puspitha NLPR. 2019. Kandungan Mikroplastik pada Saluran Pencernaan Ikan Lemuru Protolan ( Sardinella Lemuru ) Hasil
Tangkapan di Selat Bali. Journal Of Marine Research and Technology . 2(2):48–52. Zhu J, Zhang Q, Li Y, Tan S, Kang Z, Yu X, Lan W, Cai L, Wang J, Shi H. 2019. Microplastics Pollution In The Maowei Sea, A Typical Mariculture Bay Of China. Sci Total Environ . 658:62–68.
|
69f3d5cb-bd04-4019-9893-a448e6b64db6 | https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/peurawi/article/download/3449/2414 |
## PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK HARIAN SERAMBI
INDONESIA PERIODE JANUARI - JUNI 2009
Oleh:
Bustami PT. Aceh Media Group [email protected]
## Abstrak
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Penelitian tentang Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Harian Serambi (Januari-Juni 2009) bertujuan untuk mengetahui tentang pelanggaran pemberitaan pada Harian Serambi Indonesia dilihat dari segi kode etik jurnalistik dan berita apa saja bisanya melanggar kode etik jurnalistik. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah Content Analysis (Analisis Isi). Pengumpulan data penulis menganalisa pelanggaran kode etik jurnalistik pada halaman depan Harian Serambi Indonesia, juga melakukan wawancara dengan Redaktur Harian Serambi Indonesia sebagai penyeimbang penulisan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada halaman depan Harian Serambi Indonesia edisi Januari-Juni 2009, masih ditemukan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik. Berita-berita dimaksud berkisar pada katagori berita kriminal, hukum, politik, dan sosial. Namun pihak Harian Serambi Indonesia melalui Redaktur Pelaksana, Yarmen Dinamika membantahnya, karena Harian Serambi Indonesia juga berbedoman pada Kode Etik Jurnalistik dalam pelaporan berita di harian ini.
## A. Pendahuluan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, pasal 2, BAB II Tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers, disebutkan bahwa media mempunyai 4 fungsi secara umum, yaitu: sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. 1
Media massa sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pengumpulan dan penyebaran informasi mempunyai misi ikut mencerdaskan masyarakat, menegakkan keadilan dan memberantas kebatilan. Selama menjalankan tugasnya, media massa terkait erat dengan tata nilai sosial berlaku dalam masyarakat dan juga memiliki Kode Etik Jurnaslistik (KEJ).
Kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik juga menyinggung tentang etika, yaitu pengetahuan yang membahas ukuran kebaikan atau kesusilaan perilaku manusia dalam masyarakat. Orientasi etika adalah untuk mengetahui bagaimana harus bertindak.
Kode etik (canon) merupakan pedoman yang dirumuskan secara praktis. Suatu kode etik hanya akan menjadi rumusan tak bermakna jika hakekatnya tidak disadari dalam konteks yang berasal dari luar kode itu sendiri. Dengan kata lain, teks dalam kode etik dianalisis bukan dengan hanya memahami artinya, tetapi dengan melihat konteksnya pada aspek-aspek di luar kode itu sendiri, yaitu pada eksistensi profesi/ kelompok yang memiliki kode tersebut dalam lingkungan yang lebih luas.
Kode etik ini dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawaban tentang pentaatannya berada terutama pada hati nurani setiap wartawan Indonesia. 2 Hati nurani adalah kesadaran yang berfungsi secara otonom dalam diri pribadi, tidak dikarenakan adanya otoritas di luar diri yang bersangkutan. 3 Untuk memiliki hati nurani, dengan sendirinya harus dimulai dengan kesadaran etis, yaitu dengan _______________
1 Departemen Komunikasi Dan Informasi R. I, Membangun Pers Nasional Yang Bebas, Profesional dan Bermartabat, (Departemen Komunikasi dan Informasi R. I, 2006), hal. 244.
2 Lihat Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia, Pasal 6 ayat 1
3 Ashadi Siregar, Kode Etik Jurnalistik, Disampaikan pada Program Promosi Keanggotaan , Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Yogyakarta, 14 Oktober 1987.
memahami konteks setiap tindakan dengan hal-hal di luar tindakan itu sendiri. Hal yang di luar tindakan itu dapat bersifat relijius (Tuhan), duniawi (masyarakat)
Secara umum, Kode Etik Jurnalistik berisi hal-hal yang bisa menjamin terpenuhinya tanggung-jawab seorang wartawan kepada publik atau pembaca, kebebasan, independensi, kebenaran, tidak memihak, dan adil.
Media massa bekerja dengan berpedoman pada sejumlah aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Operasi media media massa di Indonesia dilandasi dua undang-undang yang berkaitan dengan media, yakni UU No. 40/ 1999 tentang Pers, dan UU No.32/ 2002 tentang penyiaran. 4 Kedua UU ini mencerminkan semangat media yang kita rasakan sekarang ini.
Di Aceh, selain dua UU itu, juga dipertegas dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006, tentang Pemerintahan Aceh yang mengatur tentang Komunikasi dan Informatika, BAB XXI, pasal 153, ayat 1 yang mengatakan bahwa Pemerintah Aceh mempunyai kewenangan menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran berdasarkan nilai Islam.
Maksud dari ayat itu adalah dengan kewenangan dalam menetapkan ketentuan di bidang pers dan penyiaran adalah menjaga isi atau sirkulasi produk pers dan penyiaran untuk tidak bertentangan dengan nilai Islam.
Salah satu media di Aceh adalah Harian Serambi Indonesia, yang masih bertahan sampai sekarang. Koran ini diterbitkan oleh P.T Aceh Media Grafika, yang memperoleh SIUUP: No 067/ SK/ Menpen/ SIUUP/ A 7/ 1986, pada tanggal 25 Februari 1986.
Harian Serambi Indonesia merupakan salah satu media yang sangat banyak dibaca/ dikonsumsi dan digemari publik. Namun demikian, penulis ingin melihat dari sisi berbeda yaitu dari kode etik jurnalistik pada halaman depan Harian Serambi Indonesia. Apakah media ini sudah menerapkan kode etik jurnalistik atau malah kurang menerapkannya dalam pemberitaan.
_______________
4 Yosal Iriantara, Media Relations: Konsep, Pendekatan, dan Praktik , (Bandung: Simbiosa Rekatama, Media, 2005), hlm. 164.
Artikel ini ingin mengkaji lebih nyata/mengungkapkan beberapa hal terkait dengan pemberitaan Harian Serambi Indonesia edisi Januari-Juni 2009 pada halaman depan, dilihat dari kode etik jurnalistik, jenis berita di Harian Serambi Indonesia edisi Januari-Juni 2009 yang melanggar kode etik jurnalistik, dan tanggapan Harian Serambi Indonesia terhadap pemberitaannya edisi Januari- Juni 2009.
## B. Kajian Kepustakaan
Setelah rezim Orde Baru (Orba) 1998 jatuh, kehidupan pers di Indonesia memasuki era kebebasan yang nyaris tanpa restriksi (pembatasan). Bila di era Orba terjadi banyak restriksi , di era reformasi ini pers menjadi bebas tanpa lagi ada batasan-batasan dari kebijakan pemerintah. Konstelasi tersebut, tentu sangat dibutuhkan pers dan dalam upaya perwujudan masyarakat demokratis serta perlindungan HAM.
Dalam pasal 28F UUD 45 amandemen keempat dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Selain itu, pasal 19 Deklarasi Universal HAM juga disebutkan, setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.
Karena itu, pers yang bebas sangat penting dan fundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa diakui, bahwa pers yang bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, sebagaimana yang dikatakan novelis Prancis, Albert Camus, yang ada hanya celaka.
Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara formal hanya bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan
dan penegakkan etika profesi oleh dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga kehormatan profesinya.
Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi yang mengakar dalam sistem perundang-undangan yang demokratis. Media massa memiliki fungsi sebagai pembentuk opini, karena itu, media massa-lah yang menurut undang-undang paling dilindungi dari sensor pemerintah.
Konsep kebebasan pers muncul sebagai reaksi terhadap pers otoriter yang berkembang sabelumnya, karena pers otoriter dianggap tidak demokratis dan tidak relevan dengan gagasan kebebasan individual yang muncul sebagai konsekuensi dari perkembangannya paham liberalisme dan individualisme dalam masyarakat.
Menghadapi tekanan dan ancaman, pers harus berpegang pada prinsip- prinsip profesionalisme dan idealisme . Dengan profesionalisme dimaksudkan sebagai keahlian agar pers dapat meliput suatu peristiwa secara akurat, tepat dan berimbang. Dengan idealisme dimaksudkan agar pers selalu berorientasi pada nilai-nilai yang menunjang kebersama seperti kejujuran, kebenaran, keadilan dan demokrasi.
Apabila pers tidak profesional, maka kebebasan pers bisa berkembang menjadi anarki , karena liputannya tentang suatu peristiwa akan bisa keliru dan menjadi fitnah bagi pihak-pihak yang terkait, sehingga akan mendorong timbulnya pertentangan dalam masyarakat.
Di masa reformasi, profesionalisme pers juga sulit ditegakkan, karena media massa muncul dalam jumlah besar dalam waktu yang bersamaan, sehingga banyak media massa yang sulit memperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang layak. Akibatnya seleksi SDM kurang ketat, dan akhirnya memberi kesempatan masuknya SDM yang keahliannya kurang memadai. 5
Keadaan itu diperparah lagi oleh kenyataan bahwa banyak media massa yang kurang mampu memberi kompensasi atau imbalan yang layak kepada
_______________
5 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru: dilengkapi UUD dan Kode Etik Jurnalistik dan Penyiaran , cet.1 (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005) , hlm. 50
wartawannya, sehingga wartawan itu terpaksa menerima pemberian atau yang biasa disebut amplop dan sumber berita untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan suatu peristiwa sesuai dengan permintaan sumber berita. Keadaan itu sangat berbahaya, karena dapat memutarbalikkan fakta. Yang benar diberitakan salah, dan sebaliknya informasi yang salah dikatakan benar.
## 1. Fungsi Pemberitaan Media
Menurut Jay Black dan Fredick C. Whitney kumunikasi massa berfungsi sebagai: (1) to inform (menginformasikan), (2) to entertain (memberi hiburan), (3)
to persuade (membujuk), (4) transmissions of the culture (transmisi budaya). 6
Sementara menurut Laswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasan. 7 Artinya menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekitar.
Dasar dari pada jurnalistik adalah memberi informasi kepada khalayak melalui media cetak sesuai dengan data dan fakta yang terjadi di lapangan, dengan bahasa-bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti dan tidak memihak. Sejak pertama kalinya terbit surat kabar, pada tahun 1609 di Jerman dan London, pemerintah sudah mengeluarkan peraturan terhadap pemberitaan media.
Ribuan bahkan jutaan media cetak telah diterbitkan di seluruh penjuru dunia, beragam macam kriteria dan bentuknya sesuai dengan visi dan misi masing-masing penerbit, namun pada dasarnya ingin menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat serta mudah dipahami.
Fungsi pemberitaan di media cetak sudah ada sejak abad ke-17, hal ini dibuktikan bahwa sejak itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita yang bersifat informatif , tetapi juga yang opinionatif , bukan saja memberitakan hal yang terjadi kepada khalayak, tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat. 8
Sebuah berita yang disajikan kepada pembaca dapat menjadi suatu yang bermanfaat terhadap perubahan, baik masyarakat maupun pemerintahan.
_______________
6 Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa , (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 64.
7 Nurudin, Pengantar Komunikasi…, hlm. 78.
8 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru…, hlm. 12.
Misalnya, penyajian berita tentang kerusakan fasilitas umum, diharapkan agar mudah mendapat respon dan tergugah demi kebajikan.
Pers secara umum adalah lembaga kemasyarakatan alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur, waktu terbitnya diperlengkap atau tidak diperlengkap dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan, alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya. 9
Menyampaikan informasi kepada khalayak dengan tidak menyalahi ketentuan yang telah ada merupakan langkah awal dari pada peran media cetak dalam penerbitannya, dalam menyampaikan informasi, wartawan juga harus melihat kede etik yang berlaku, karena peran media dalam menyampaikan informasi sangat berpengaruh pada pembaca.
Pers atau media memainkan berbagai peranan dalam masyarakat. Bernard C. Cohen dalam Advanced Neswgathering karangan Bryce T. McIntyre menyebutkan bahwa beberapa peran yang umum dijalankan pers diantaranya sebagai pelopor, pers bertindak sebagai mata dan telinga publik untuk melaporkan peristiwa-peristiwa yang berada di luar pengetahuan masyarakat secara netral serta tanpa prasangka. 10
Peran media cetak tidak hanya sebagai media informasi dan bisnis saja, juga berfungsi sebagai pelopor dalam mengontrol kinerja pemerintah dan aktivitas masyarakat. Media cetak juga sebagai media analisa terhadap perkembangan dan kemajuan yang ada.
Selain sebagai pelopor pers juga memiliki peran sebagai interpreter yang memberi penafsiran atau arti pada suatu peristiwa, selain itu pers juga menambah bahan dalam usaha menjelaskan arti, misalnya analisa berita atau komentar berita. Pers juga berperan sebagai pengkritik terhadap pemerintah. 11
_______________
9 YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, ( Jakarta: Grasindo, 1998), hal. 91
10 Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar , (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005), hal.7
11 Luwi Ishwara, Catatan-catatan…, hlm. 8
Selain sebagai pelopor, pers juga berperan sebagai interpreter 12 yang memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa, selain itu juga berfungsi untuk menambah bahan dalam usaha menjelaskan artinya, seperti menganalisis atau komentar berita.
Pers adalah sarana yang menyiarkan produk jurnalistik, dengan demikian berarti fungsi pers sama dengan fungsi jurnalistik. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Menyiarkan Informasi
Menyiarkan informasi adalah fungsi surat kabar yang pertama dan utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain, dan lain sebagainya.
## b. Mendidik
Fungsi kedua dari surat kabar ialah mendidik. Sebagai sarana pendidikan massa (mass education) , surat kabar memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk berita, dapat juga secara eksplisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. Kadang-kadang cerita bersambung atau berita bergambar juga mengandung aspek pendidikan.
c. Menghibur
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat surat kabar untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung minat insani (human interest), dan kadang-kadang tajuk rencana.
d. Mempengaruhi
_______________
12 Luwi Ishwara, Catatan-catatan…, hlm. 8
Adalah fungsi yang keempat ini yakni fungsi mempengaruhi, yang menyebabkan surat kabar memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Napoleon pernah berkata bahwa ia lebih takut kepada empat surat kabar daripada seratus serdadu dengan sangkur terhunus. Sudah tentu surat kabar yang ditakuti ini ialah surat kabar yang independent , yang bebas menyatakan pendapat, bebas melakukan social control , bukan surat kabar organ pemerintah yang membawakan suara pemerintah.
## 2. Kode Etik Jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik adalah acuan moral yang mengatur tindak-tanduk seorang wartawan. Jurnalistik dalam Islam adalah sebagai media dakwah, setiap wartawan berkewajiban menjadikan Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul sebagai ideologi dalam profesinya. Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam A1-Qur‟an dan Sunnah Rasul menjadi landasan berpijak dalam setiap aktifitas jurnalistik mereka. Kode Etik Wartawan Muslim adalah:
a. Wajib memperjuangkan kebenaran di setiap tempat, di setiap saat dengan segala konsekuensinya (QS. An-Nahl [16] Ayat: 125).
b. Harus senantiasa dengan iktikat yang baik dan senantiasa mengecek kebenarannya. (QS. Al-Hujarat [49] ayat: 6).
c. Menggunakan bahasa yang baik dan benar serta dalam gaya bahasa yang santun dan bijaksana. (QS. Al-Isra‟ [17] ayat: 23).
d. Bersikap adil dan menjauhi prasangka sebelum menemukan kebenaran yang objektif (QS. Al-Hujurat [49]: ayat 12).
e. Dilandasi etika Islam dan gemar melaksanakan aktifitas sosial yang bermanfaat bagi umat. (QS. A1-Jumu‟ah [62] ayat 2).
f. Menjunjung tinggi kejujuran. (QS. Al-Hujurat [49] ayat:13).
g. Senantiasa mempererat silaturahmi. (QS Al Baqarah [2] ayat: 148).
h. Senantiasa melakukan pendidikan dan penerangan umat. (QS. Ali Imran [31 ayat: 138).
i. Mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Allah. (QS. Al- Ahzab [33] ayat: 71) 13
## C. Metode Yang Digunakan
The News Horizon Ladder Dictionary yang dikutip oleh Drs. Sapari Imam Asy`ari menyatakan bahwa, pengertian reasearch ialah a careful to discover _______________
13 Suf Kasman, Jurnalisme Universal , cet. 1 (Jakarta Selatan: Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, 2004), hlm. 67-70
correct informations, yang artinya, suatu yang dilakukan secara hati-hati untuk memperoleh informasi yang benar. 14
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. 15 Dengan kata lain, Metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis isi ( content analysis) dengan tujuan dapat memperoleh data yang lebih efektif setelah melakukan penelitian di halaman depan Harian Serambi Indonesia edisi Januari- Juni 2009.
Content Analysis adalah metode yang digunakan untuk meriset atau menganalisis secara sistematik , objektif dan kualitatif . Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun melalui proses yang sistematik, mulai dari penentuan isi komunikasi yang dianalisis, cara menganalisisnya maupun kategori yang disepakati untuk menganalisis. Metode tersebut konvensional di kalangan Ilmuwan sosial, khususnya peneliti media, amat populer keberadaanya. Karena merupakan suatu metode yang amat efesien untuk menginvestigasi isi media dengan baik yang tercetak maupun media dalam bentuk broadcast / penyiaran.
Metode Analisis Isi pada dasarnya merupakan suatu tehnik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi prilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. 16
Dalam hal ini penulis membaca, memahami dan menganalisis isi berita Harian Serambi Indonesia, yang difokuskan kepada berita-berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Berita-berita yang dianalisis tersebut adalah berita pada halaman pertama edisi Januari-Juni 2009.
_______________
14 Nur Syam, Metodologi Penelitian Dakwah, (Surabaya: Ramdhani, 1990), hlm. 25.
15 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Kumunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2006), hlm. 145.
16 Hendri Subiakto, Metode Penelitian Sosial, Analisis Isi, Manfaat, dan Metode Penelitiannya , (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 127
Agar karya ilmiah ini objektif, penulis juga mewawancarai perwakilan Harian Serambi Indonesia untuk meminta klarifikasi tentang pemberitaan Harian Serambi edisi Januari- Juni 2009.
## D. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
1. Pelanggaran-Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Harian Serambi Indonesia
Sebelum menganalisa permasalahan, penulis pertama sekali mengumpulkan beberapa pelanggaran kode etik jurnalistik yang dimuat di Harian Serambi Indonesia edisi Januari-Juni 2009. Untuk memudahkan dalam menganalisa, penulis membuat daftar pelanggaran-pelanggaran kode etik jurnalistik berdasarkan bulan/ edisi terbit dalam tabel.
Pada bulan Januari tahun 2009, penulis menemukan pelanggaran dalam berita kriminal dan hukum, berikut daftar pelanggarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1. 6 Januari 2009 Polisi Bekuk Pengedar Uang Palsu Tidak memberikan hak jawab dari pengedar Kriminal 2. 15 Januari 2009 Kejati Periksa Saksi Kasus Korupsi TVRI Judulnya terlalu menvonis tersangka, bahkan terkesan menghakimi Hukum
Pada bulan Februari 2009, pemberitaan yang melanggar kode etik jurnalistik, dijumpai dalam berita hukum dan sosial, berikut daftar pelanggarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1 11 Februari 2009 Proyek Pendidikan Rp 32, 5 Milyar Terlantar Narasumbernya tidak berimbang, lebih menyudutkan Dinas Pendidikan Provinsi, seharusnya media meminta konfirmasi dari Dinas Pendidikan Aceh, Karena Menurut Dinas Pendidikan Aceh Barat, persoalan ini disuruh bertanya kepada provinsi. Hukum 2 11 Februari Diduga Masalah Serambi lebih mengutip informasi dari orang yang tidak dikenal yang Sosial
2009 Keluarga, Wabup Nagan Nyaris Duel Perang Dengan Adik menamakan dari keluarga, sehingga berita tersebut merugikan sebelah pihak, yaitu adiknya. Dalam pemberitaan tersebut adiknya terkesan disalahkan, dan tanpa meminta hak jawab dari adiknya, sehingga narasumber tidak seimbang
3 20 Februari 2009
Tahan Siswa Dalam Sel, Satpol PP Dinilai „Overacting‟ Tidak diminta keterangan dari Satpol PP terkait penahanan siswa tersebut. Hukum Kasus Korupsi Rp 1,3 Milyar, Jaksa Kembali periksa Kepala TVRI Judulnya terlalu menghakimi, padahal mereka yang terlibat di sana masih sebagai saksi diperiksa oleh Jaksa Hukum
Pada bulan Maret 2009, penulis menemukan pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan bidang sosial dan hukum, berikut daftar pelanggarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1 10 Maret 2009 Diduga Overdosis Miras, Pria Rusia Tewas di Meulaboh Menampakkan foto orang miningggal, dengan kepalanya diikat perban Sosial 2 11 Maret 2009 Pengadaan Bahan Baku Diduga Menyimpang, Jaksa Ungkap Korupsi di KKA Beritanya tidak imbang, karena tidak diminta ketarangan dari PT KKA dan PT IPN, karena informasinya hanya dari Jaksa saja Hukum 3 23 Maret 2009 Baliho KIP di Nagan Tercantum Bendera GAM Tidak meminta konfirmasi dari percetakan, karena dalam berita itu KIP menyalahkan percetakan, sehingga berita tidak imbang. Hukum
4 27 Maret 2009 KPU dan Bawaslu Dinilai Tidak Adil Tidak diminta keterangan dari KPU dan bawaslu terkait pernyataan nazar, sehingga beritanya hanya satu arah Sosial Pada bulan April 2009, penulis menemukan pelanggaran kode etik jurnalistik dalam pemberitaan kriminal dan hukum, berikut daftar pelanggarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1 1 April 2009 Para Penculik Desertir TNI Kenakan Rompi Loreng Tidak menguji informasi/ tidak melakukan check and recheack tentang kebenaran
ke pihak GAM atau KPA apakah benar anggota mereka yang melakukannya Kriminal 2 5 April 2009 Lagi, anggota PA Tewas Didor Fotonya orang meninggal (Foto Sadis) Kriminal 3 16 April 2009 Rekap Suara di Kafe, Petugas PPK Ditangkap Tidak berimbang, seharusnya wartawan juga mewawancarai petugas PPK yang dituduh itu Hukum
Pada bulan Mei 2009, penulis menemukan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik, antara lain pada berita hukum dan sosial, berikut daftar pelanggarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1 2 Mei 2009 Pembunuhan Direktur PRB Diduga Bermotif Asmara Kapuspenkum kejagung: Otak Pelakunya Antasari Azhar Judulnya terlalu menghakimi, karena dalam komentar Kapuspenkum disebutkan “diduga” Hukum 2 12 Mei 2009 Dua Bocah Perempuan Tewas Tenggelam Menampakkan foto meninggal, bahkan fotonya sangat terang dinampakkan Sosial 3 16 Mei 2009 Tekenan Wabub Dipalsukan Tidak imbang, karena tidak meminta konfirmasi dengan tersangka yang dituduh memalsukan Hukum
Pada Juni 2009, juga ditemukan adanya pelanggaran kode etik jurnalistik, antara lain dalam berita politik, sosial dan kriminal, berikut daftar pelangarannya:
No Tanggal Judul Persoalan Katagori 1 12 Juni 209 Gubernur Didesak Evaluasi Kinerja Komisi Beasiswa Beritanya tidak berimbang, tidak ada pihak komisi beasiswa yang dihubungi untuk mengkonfirmasi masalah ini Politik 2 15 Juni 2009 Mahasiswa STIK Tewas di Sungai Foto sadis Sosial 3 20 Juni 2009 Murid SD Tewas Disambar L- 300 di Depan Mata Ibunya Foto sadis Sosial 4 25 Juni 2009 Ayah dan Anak Tewas Foto sadis Kriminal 5 30 Juni 2009 Ditemukan Tewas Foto sadis Kriminal Dari seluruh tabel/ daftar di atas, penulis menyimpulkan dari tujuh tabel diatas, penulis menemukan 21 pelanggaran kode etik jurnalistik, dari pemberitaan tentang hukum, sosial, kriminal dan politik.
No Jenis Berita Jumlah Pelanggaran Ket 1 Hukum 9 2 Sosial 6 3 Kriminal 5 4 Politik 1 Jumlah 23
## E. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa, meskipun Harian Serambi Indonesia sudah sangat terkenal dan tertua di Aceh, namun pelanggaran-pelanggaran kode etik jurnalistik tetap saja terjadi, seperti yang sudah penulis tulis dalam tabel di atas berdasarkan edisi Januari-Juni 2009.
Pemberitaan yang banyak melanggar kode etik adalah pemberitaan bidang hukum, sosial, kriminal dan politik. Dari pemberitaan tersebut, kebanyakan yang pelanggaran adalah narasumber tidak berimbang. Dalam pasal 1 Kode Etik Jurnaslitik disebutkan bahwa Wartawan Indonesia bersikap independen , menghasilkan berita yang akurat, berimbang (balance) , dan tidak beritikat buruk.
Arti balance berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. 17
Selain dari ketidakberimbangan dalam pemberitaan, penulis mendapatkan pemuatan foto sadis pada berita Harian Serambi Indonesia, padahal dalam Kode Etik Jurnaslistik pasal 4 jelas disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Pada bulan Januari 2009, penulis menemukan dua permasalahan, yaitu tentang “Polisi Bekuk Pengedar Uang Palsu”. Dalam berita tersebut, media tidak memberikan hak jawab kepada pengedar yang ditangkap oleh pihak kepolisian. Dalam berita kedua, “Kejati Periksa Saksi Kasus Korupsi TVRI”. Judul berita itu sangat menvonis kasus tersebut, padahal belum ada keputusan dari pengadilan, artinya seharusnya media menulis judulnya „dugaan korupsi‟, karena kasus tersebut sedang dalam masa penyedikan. Padahal media bukanlah lembaga vonis/ memutuskan perkara, karena bukan polisi, jaksa dan hakim, tetapi media hanyalah lembaga pemberitaan.
Pada bulan Februari 2009, penulis mendapatkan masalah yang sama dengan bulan Januari, yaitu tidak diberikan hak jawab kepada pihak yang korban, seperti dalam berita “Proyek Pendidikan Rp 32,5 M Terlantar”. Dalam berita tersebut Kepala Dinas Pendikan Meulaboh meminta untuk ditanya kepada Dinas Pendidikan Aceh untuk mendapatkan informasi masalah tersebut. “Tahan Siswa dalam Sel, Satpol PP Dinilai Overacting”, berita ini juga tidak diminta konfirmasi kepada satpol PP. Selain itu juga masalah menvonis, seperti penyebutan kasus korupsi, bukannya dugaan kasus korupsi. Padahal kasus ini masih dalam tahap penyidikan, bulum ada keputusan dari pengadilan.
_______________
Pada bulan Maret 2009, pemberitaanya dengan menampilkan foto orang asing meninggal di media, yang seharusnya tidak boleh diperlihatkan kepada publik. Kemudian berita selanjutnya adalah tidak berimbangnya pemberitaan, bahkan hampir sama dengan jurnaslisme omongan, karena tidak diminta keterangan dari pihak lain (korban).
Pada bulan April 2009, penulis pemberitaanya juga hampir sama dengan bulan sebelumnya, antara lain ketidakberimbanganya narasumber, penampakan foto sadis, seperti dalam berita “Lagi Anggota PA Tewas Didor”, padahal foto ini tidak penting untuk dimuat di media, karena dampaknya akan menimbulkan trauma baru kepada masyarakat Aceh.
Pemberitaan bulan Mei 2009, pelanggaran-pelanggaran kode etik jurnalistik hampir sama dengan bulan sebelumnya, yaitu tidak imbang pemberitaan, penampakan foto sadis, dan juga menvonis sebuah kasus, seperti judul berita „Otak pelakunya Antasari Azhar‟, padahal dalam beritanya disebutkan oleh Kapuspenkum Kejagung adalah „diduga‟, tetapi dalam pembuatan judul berita seperti di atas.
Pada bulan Juni 2009, kebanyakan beritanya tidak berimbang dan penampakan foto sadis. Seperti berita foto yang dimuat pada tanggal 15, 20, 25 dan 30 Juni 2009, foto tersebut dinampakkan secara terang-terangan tanpa diblur .
Menurut Yarmen Dinamika, Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia, dalam penulisan berita, setiap ada berita yang tidak seimbang, maka harus dikonfirmasi kepada pihak yang merasa dirugikan. Kalau tidak bisa dihubungi, maka wartawan tersebut harus menulis bahwa pihaknya sudah menghubungi pihak tersebut, tapi tidak ada jawaban. Ini merupakan salah satu I’tikat baik wartawan dalam menulis berita.
Berbeda dengan penulisan berita tentang sebuah kasus yang sudah divonis oleh pihak kepolisian atau kejaksaan, korban tidak mesti harus dikonfirmasi, karena kedua lembaga tersebut merupakan lembaga Negara yang resmi dan diakui oleh Undang-Undang.
Dalam pemberitaan 11 Februari 2009 tentang „Diduga Masalah Keluarga, Wabup Nagan Nyaris Duel Perang Dengan Adik,‟ ia mengakui itu adalah
pelanggaran, karena tidak menunjukkan I’tikat baik wartwan dengan mengutip narasumber secara sepihak.
Terkait foto yang penulis anggap melanggar Kode Etik Jurnalislik, Yarmen mengatakan bahwa itu tidak melanggar, karena hanya berbeda penafsiran bagaimana yang dimaksudkan foto sadis, apakah foto orang meninggal juga dikatagorikan foto sadis.
Untuk berita asusila, Yarmen berbegangan pada kode etik, yaitu hanya korban atau pelaku yang di bawah umur 16 tahun yang tidak disebutkan namanya, selain itu tidak dilarang dalam Kode Etik Jurnalistik. Tapi kalau kedua-duanya dibawah umur, serambi biasanya menyamarkan identitas mereka dengan sebutan lain, seperti bunga atau lain sebagaianya.
Untuk menyimpulkan, sebuah media itu melakukan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik atau tidak, tidak bisa dinilai oleh seorang wartawan, tapi dinilai oleh Dewan Pers.
Dalam Islam, apabila ada informasi yang didapat dari seseorang, maka informasi tersebut harus dikaji lagi untuk mendapatkan kebenaran yang pasti, agar informasinya tidak menimbulkan fitnah bagi orang lain dan merugikan pihak yang menjadi korban. Kode Etik Jurnalistik juga mempunyai prinsip yang sama dengan yang di atas, dalam menginformasikan sebuah berita, berita tersebut harus diverifikasi terlebih dahulu sebelum ditayangkan atau dimuat di media. Dan media tidak boleh mengahakimi seseorang dalam pemberitaanya.
## F. Kesimpulan
1. Dalam pemberitaan Harian Serambi Indonesia, halaman depan, edisi Januari-Juni 2009, masih adanya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, yakni narasumber yang tidak imbang, pemuatan foto-foto sadis, yang dalam kode etik jurnalistik tidak dibolehkan dipublikasi, juga mengenai penulisan judul yang terlalu menvonis pihak tertentu.
2. Pemberitaan Harian Serambi Indonesia pada halaman depan, edisi Januari- Juni 2009, banyak berita yang melanggar Kode Etik Jurnaslitik dalam
katagori berita hukum, sosial, kriminal dan politik, semuanya ada 21 pelanggaran.
3. Harian Serambi Indonesia mengakui bahwa ada satu dua pelanggaran dalam pemberitaan di medianya, tetapi tidak banyak.
## G. Rekomendasi
Berdasarkan dari penelitian dan kesimpulan yang penulis kemukakan, berikut ada beberapa saran yang dapat berguna;
1. Diperlukan pembelajaran tentang Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan di Harian Serambi Indonesia, agar penulisan ke depan lebih baik dan bermutu.
2. Diperlukan pendiskusian lebih lanjut dalam menulis berita hukum, karena kebanyakan beritanya tidak seimbang atau tidak memberikan hak yang sama kepada korban yang dirugikan dalam pemberitaan.
3. Bagi jurnalis Kode Etik Jurnalistik sangatlah penting untuk diterapkan, karena tanpa adanya kode etik, wartawan akan semena-mena dalam menulis berita.
## Daftar Pustaka
Ashadi Siregar, Kode Etik Jurnalistik, Disampaikan pada Program Promosi Keanggotaan , Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Yogyakarta, 14 Oktober 1987.
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Kumunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2006.
Departemen Komunikasi Dan Informasi R. I, Membangun Pers Nasional Yang Bebas, Profesional dan Bermartabat, (Departemen Komunikasi dan Informasi R. I, 2006.
Hendri Subiakto, Metode Penelitian Sosial, Analisis Isi, Manfaat, dan Metode Penelitiannya , Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005.
Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia
Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar , Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2005.
Nur Syam, Metodologi Penelitian Dakwah, Surabaya: Ramdhani, 1990.
Nur Syam, Metodologi Penelitian Dakwah: Sketsa Pemikiran Pengembangan Ilmu Dakwah , Solo: Ramadhani, 1991.
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Rachmat Kriyantosno, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta; Kencana Predana Media Group, 2006.
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru: dilengkapi UUD dan Kode Etik Jurnalistik dan Penyiaran , cet.1, Ciputat: Kalam Indonesia, 2005.
Suf Kasman, Jurnalisme Universal , cet. 1, Jakarta Selatan: Teraju Khazanah Pustaka Keilmuan, 2004.
Yosal Iriantara, Media Relations: Konsep, Pendekatan, dan Praktik , Bandung: Simbiosa Rekatama, Media, 2005.
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta: Grasindo, 1998.
|
42201ae2-311c-4bcf-a996-41ec41e7ccce | http://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/download/933/661 |
## DETERMINAN PERILAKU PENDUDUK TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DALAM MENERAPKAN CUCI TANGAN
Andre 1 , Heru Listiono 2 , Sutriyati 3
Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat, Universitas Kader Bangsa Palembang¹ , ² , ³ [email protected] 1 [email protected] 2 [email protected] 3
## ABSTRAK
Latar Belakang : Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun untuk menjadi bersih. Dipengaruhi beberapa factor seperti: Pengetahuan, Pendidikan, sarana cuci tangan, peran petugas tenaga kesehatan dengan cuci tangan yang baik. Tujuan: Mengetahui hubungan antara (pengetahuan, pendidikan, sarana cuci tangan, peran petugas tenaga kesehatan) dengan penerapan cuci tangan di wilayah RT 44 Kelurahan 3-4 ulu kecamatan seberang Ulu 1 Palembang tahun 2020. Metode : Desain penelitian ini adalah Cross sectional, penelitian dilakukan pada bulan Juni 2020 di RT 44 Kel 3-4ulu kec seberang Ulu 1 palembang dengan populasi masyarakat di wilayah RT 44 Kelurahan 3-4 ulu kecamatan seberang Ulu 1 Palembang dan sampel penelitian berjumlah 46 orang. Analisis data yang digunakan analisis univariat ( proporsi ), bivariat ( uji chi square ). Hasil : Hasil analisis menunjukkan bahwa Pengetahuan (p-value = 0,010), pendidikan (p-value = 0,009), sarana cuci tangan (p-value = 0,001) dan peran petugas tenaga kesehatan (p-value = 0,008,) ) memiliki hubungan signifikan dengan cuci tangan yang baik. Saran : Diharapkan pada setiap rumah dapat menyediakan tempat cuci tangan yang di lengkapi dengan sabun yang di letakkan di depan rumah agar mudah di jangkau.
Kata kunci: Pengetahuan, Pendidikan, Sarana Cuci Tangan, Peran Petugas
## ABSTRACT
Background : Handwashing with Soap (CTPS) is one of the sanitary measures by cleaning hands and fingers using soap and water to make them clean. It is influenced by several factors, such as: Knowledge, education, means of washing hands, health workers with good hand washing. Objective : To determine the relationship between knowledge, education, hand washing facilities, health care workers and the application of hand washing in the RT 44 Kelurahan 3-4 ulu sub-district across Ulu 1 Palembang in 2020. Methods : The design of this study was cross sectional, the study was conducted at in June 2020 at RT 44 Kel 3-4ulu sub- district across from Ulu 1 Palembang with the population in the RT 44 Kelurahan 3-4 ulu sub- district across from Ulu 1 Palembang and a sample of 46 people. Data analysis used univariate analysis (proportion), bivariate (chi square test). Results : The results of the analysis showed that knowledge (p-value = 0.010), education (p-value = 0.009), hand washing facilities (p- value = 0.001) and the role of health workers (p-value = 0.008,)) had a relationship. significant with good hand washing. Suggestion : It is hoped that each house can provide a hand washing area equipped with soap that is placed in front of the house so that it is easy to reach.
Keywords: Knowledge, Education, Handwashing Facility, Officer Role.
## PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan yang merupakan bagian dari pembangunan manusia, mempunyai sasaran peningkatan derajat kesehatan yang berujung pada peningkatan Umur Harapan Hidup dan memberi konribusi pada pada hasil manusia (Murwanto, 2017).
Saat ini, Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat
(PHBS) masih menjadi permasalahan kesehatann masyarakat.
Perilaku yang belum bersih dan sehat menyebabkan munculnya penyakit yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat. Diare adalah salah satu penyakit yang paling banyak disebabkan karena faktor kebersihan perorangan yang belum bersih dan sehat. Diare merupakan kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam buang air besar, sehingga konsistensinya lembek bahkan cair dan buang air besar lebih sering yaitu empat kali atau lebih (Lestari, 2019).
Salah satu indikator dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS). Hasil yang diharapkan adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya cuci tangan pakai sabun untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencuci tangan secara baik dan benar (Murwanto, 2017).
Cuci tangan sering dianggap sebagai hal yang sepele di masyarakat, padahal cuci tangan bisa memberi kontribusi pada peningkatan status kesehatan masyarakat. Berdasarkan fenomena yang ada terlihat bahwa anak- anak usia sekolah mempunyai kebiasaan kurang memperhatikan perlunya cuci tangan dalam kehidupan sehari- hari,terutama ketika di lingkungan sekolah. Mereka biasanya langsung makan makanan yang mereka beli di sekitar sekolah tanpa cuci tangan terlebih dahulu, padahal sebelumnya mereka bermain-main. Perilaku tersebut tentunya berpengaruh dan dapat memberikan kontribusi dalam terjadinya penyakit diare (Lestari, 2019).
Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dapat menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi di negara berkembang, bukti epidemiologi terkini menunjukkan bahwa CTPS sebelum penanganan makanan dan setelah buangairbesar mencegah sekitar 30-47% diare pada anak dan 85% penyakit yangdisebabkan secara fecal-oral dapat dicegah dengan pasokan air bersih, terutamapenyakit diare. Anak yang mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dandengan sabun dapat membunuh bakteri atau virus penyebab diare yang ada ditangan setelah beraktivitas misalnya bermain, buang air
besar atau kecil, membuang sampah (Adisasmito, 2017).
Penelitian Effendi (2019)
menemukan bahwa hasil uji statistik ChiSquare menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku mencuci tangan menggunakan sabun di SD Negeri 08 Kota Lubuk linggau (Effendi, Aprianti, dan Futubela, 2019).
Berdasarkan data dari WHO, perilaku mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan terjadinya kasus diare dan ISPA. Terdapat berbagai hal yang mempengaruhi rendahnya perilaku CTPS karena masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran untuk melakukan perilaku CTPS yang benar. Tangan merupakan media penyalur penyakit maka dengan cuci tangan yang merupakan hal mudah dan murah dapat mengendalikan risiko penyakit (promotif) dan preventif (Risnawaty, 2016).
Penelitian Tahlil (2017)
menemukan ada hubungan signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan perilaku cuci tangan anak usia sekolah di Banda Aceh. Faktor yang mempengaruhi perilaku mencuci tangan di SD antaranya adalah fasilitas untuk melakukan tindakan mencuci tangan anak tentang pentingnya mencuci tangan
sebelum anak berperilaku mencuci tangan (Tahlil, 2017).
Penelitian Bahri (2020)
menemukan adanya hubungan yang bermakna antara dukungan tenaga kesehatan dengan prilaku mencuci tangan pada anak SD. Petugas kesehatan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan peran dan fungsi dalam menjalankan program pokok Puskesmas yaitu dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pendampingan khususnya berkenaan dengan Perilaku CTPS artinya semakin baik peranan petugas akan semakin baik pula tingkat kesehatan siswa. Karena sangat pentingnya dukungan petugas kesehatan maka diharapkan agar petugas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan (Bahri, 2020).
Penelitian Sitorus
(2014) menemukan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan siswa SDN 157 tentang cuci tangan pakai sabun (p:0.012< 0.05) dan ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap cuci tangan pakai sabun pada siswa SDN 157 (p:0.001<0.05). Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah pengalaman. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang mungkin akan menambah sesuatu. Dalam hal ini, umur merupakan wujud dari
pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan pengetahuan menjadi lebih banyak (Sitorus & Fransisca, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas 4 ulu palembang tahun 2018 jumlah penderita diare sebanyak 1.324 penderita dan pada tahun 2019 menjadi 833 penderita dengan capaian 3,61% dan target 623 penderita atau 2,70% yang di sebabkan oleh penyakit diare, masyarakat dengan pekerjaan buruh kasar sangat berisiko karena kurangnya pengetahuan masyarakat cuci tangan pakai sabun dengan benar (Profil Puskesmas 4 Ulu Kota Palembang, 2019).
## METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei analitik dengan desain Cross sectional (Notoadmodjo,
2018). Dalam proses pengambilan data penelitian untuk memenuhi etika penelitian, peneliti telah memperoleh ijin dari responden yang di buktikan dengan surat informan concernt yang telah di tanda tangani dan telah mendapatkan surat ijin dari komite etik penelitian Universitas Kader Bangsa.
Sebelum mengadakan penelitian penulis telah melakukan survei data awal terlebih dahulu dalam upaya untuk menemukan permasalahan di tempat penelitian terkait penerapan cuci tangan.
Dalam penelitian ini alat untuk pengumpulan data primer yaitu berupa kuesioner yang terdiri dari pertanyaan- pertanyaan mengenai perilaku penduduk tentang higiene dan snitasi dalam menerapkan cuci tangan yang belum dipakai dan telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Kegiatan penelitian di lakukan dari tanggal 3 Mei sampai 28 Juni 2020.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan bivariat (Hastono, 2001). Analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari masing-masing variabel. yakni terdiri dari pengetahuan, pendidikan, sarana cuci tangan dan peran penting tenaga kesehatan dan penerapan Cuci Tangan yang ditampilkan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Analisis bivariat yakni dilakukan tabulasi silang yang bertujuan melihat hubungan antara variabel bebas (independen) yakni terdiri dari pengetahuan, pendidikan, sarana cuci tangan dan peran penting tenaga kesehatan dan penerapan Cuci Tangan sebagai variabel terikat (dependen) menggunakan uji statistik “ Chi-Square ” dengan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan (α:0.05). Keputusan hasil statistik di peroleh dengan cara membandingkan nilai p-value dengan nilai α.Kriteria hasil uji
(Hastono, 2001): Bila p-value < 0,05 berarti ada hubungan antara variabel independendengan variabel dependen. Dan bila p-value > 0,05 tidak ada hubungan antara variabel independendengan dependen (Hastono, 2001).
## HASIL PENELITIAN
## Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap Variabel Independen dan Dependen.
Tabel 1.
## Distribusi Frekuensi Variabel Independen dan Dependen
No Variabel Penelitian Jumlah (N) Persentase (%) 1 Cuci Tangan Tidak sesuai prosedur Sesuai prosedur 26 20 56,5 43,5 2 Pengetahuan Kurang Baik Baik 27 19
58,7 43,5 3 Pendidikan Rendah Tinggi 25 21 54,3 45,7 4 Sarana Cuci Tangan Tidak Ada Ada 21 25 45,7 54,3 5 Peran Petugas Tenaga Kesehatan Tidak Aktif Aktif 18 28 39,1 60,9
Berdasarkan tablel 1 diketahui bahwa 26 responden (56,8%) yang tidak sesuai prosedur cuci tangan, sebanyak 27 responden (58,7%) pengetahuannya kurang baik, sebanyak 25 responden (54,3%) pendidikan rendah, sebanyak 21 responden (45,7%) tidak ada sarana cuci tangandan sebanyak 18 responden (39,7%) tidak aktif.
## Analisis Bivariat
Analisa ini bertujuan melihat hubungan kemaknaan antara variabel bebas (independen) yakni terdiri dari Bahan pengetahuan, pendidikan, sarana cuci tangan dan peran petugas tenaga kesehatan, Cuci Tangan sebagai variabel terikat (dependen).
## Tabel 2.
## Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen
No Variabel Cuci Tangann Total P Value Odd Ratio Tidak Sesuai Prosedur Sesuai Prosedur n % n % N % 1 Pengetahuan Kurang Baik 20 74,1 7 25,0 28 100 0,010 6,190 (2.042-29.787) Baik 6 31,6 13 72,2 18 100 2 Pendidikan Rendah 19 76,0 6 24,0 25 100 0,009 6,333 (1,742-23,021) Tinggi 7 33,3 14 66,7 21 100 3 Sarana Cuci Tangan Tanpa Ada 18 85,7 3 14,3 21 100 0,001 12,750 (2,893-56,193) Ada 8 32,0 17 68,0 25 100
4 Peran Petugas Kesehatan Kurang Aktif 15 83,3 3 16,7 18 100 0,008 7,727 (1,807-33,048) Aktif 11 39,3 17 60,7 28 100
Dari tabel 2 diketahui bahwa proporsi responden yang cuci tangannya tidak sesuai prosedur lebih besar pada kelompok yang pengetahuannya kurang baiik yaitu 20responden (74,1%), dibandingkan dengan kelompok yang pengetahuan baik 6 responden (31,6%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value = 0,010, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan dengan Cuci Tangan. Dari analisis diperoleh pula nilai Odd Ratio :6,190 artinya responden yang pengetahuannya yang kurang baik mempunyai resiko 6,190 kali tidak sesuai prosedur menerapkan cuci tangan
dibandingkan dengan responden yang pengetahuannya baik.
Dari tabel 2 diketahui bahwa proporsi responden yang cuci tangannya tidak sesuai prosedur lebih besar pada kelompok yang pendidikannya rendah yaitu 19 responden (76,0%), dibandingkan dengan kelompok yang pendidikannya tinggi 7 responden (33,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,009, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan dengan Cuci Tangan.
Dari analisis diperoleh pula nilai Odd Ratio (OR) :6,333 artinya responden yang pendidikannya yang rendah mempunyai resiko6,333 kali tidak sesuai prosedur menerapkan cuci tangan
dibandingkan dengan responden yang pendidikannya tinggi.
Dari tabel 2 diketahui bahwa proporsi responden yang cuci tangannya tidak sesuai prosedur lebih besar pada kelompok yang tidak ada sarana cuci tangan yaitu 18 responden (85,7%), dibandingkan dengan kelompok yang ada sarana cuci tangan 8 responden (32,0%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara sarana cuci tangan dengan Cuci Tangan.
Dari analisis diperoleh pula nilai Odd Ratio (OR) : 12,750 artinya responden yang tidak ada sarana cuci tangan mempunyai peluang 12,750 kali tidak sesuai prosedur menerapkan cuci tangan dibandingkan dengan responden yang ada sarana cuci tangan.
Dari tabel 2 diketahui bahwa proporsi responden yang cuci tangannya tidak sesuai prosedur lebih besar pada kelompok yang peran petugas kesehatan tidak aktif yaitu 15 responden (83,3%), dibandingkan dengan kelompok yang peran petugas kesehatan aktif 11 responden (39,3%).
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value = 0,008, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Peran
Petugas Tenaga Kesehatan dengan Cuci Tangan.
Dari analisis diperoleh pula nilai Odd Ratio (OR) : 7,727 artinya responden yang Peran Petugas Tenaga Kesehatan yang tidak aktif mempunyai peluang 7,727 kali tidak sesuai prosedur menerapkan cuci tangan dibandingkan dengan responden yang Peran Petugas Tenaga Kesehatan yang aktif.
## PEMBAHASAN
Hubungan
Pengetahuan
Dengan
Penerapan Cuci Tangan
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value = 0,010, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Pengetahuan dengan Cuci Tangan.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting yang bisa memicu terjadinya perilaku yang benar dan membuat perilaku tersebut bersifat langgeng. Salah satu factor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut Mubarak adalah pengalaman. Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami seseorang mungkin akan menambah sesuatu. Dalam hal ini, umur merupakan wujud dari pengalaman yang nantinya akan menambah wawasan pengetahuan menjadi lebih banyak (Effendi et al, 2019).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Effendi (2019) menemukan bahwa hasil uji statistik ChiSquare menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku mencuci tangan menggunakan sabun di SD Negeri 08 Kota Lubuk linggau (Effendi et al., 2019).
Adanya hubungan antara pengetahuan dengan penerapan cuci tangan pada penelitian ini di karenakan sebagian besar responden yang menjadi sasaran penelitian adalah para padagang sayur dan buruh bangunan yang rata rata memiliki pengetahuan kurang baik dalam mencuci tangan yang sesuai dengan standar kesehatan.
Hubungan Pendidikan Dengan
Penerapan Cuci Tangan
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value = 0,009, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Pendidikan dengan Cuci Tangan.
Hal ini sependapat dengan pendekatan Green bahwa dengan pendekatan edukasional dapat merubah perilaku seseorang termasuk pengetahuan, dimana intervensi yang diberikan merupakan proses pendidikan kesehatan untuk merubah perilaku (Sitorus & Fransisca, 2014).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sitorus (2014) ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan siswa SDN 157 tentang cuci tangan pakai sabun (p:0.012< 0.05) bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap cuci tangan pakai sabun pada siswa SDN 157 (p:0.001<0.05) (Sitorus & Fransisca, 2014).
Adanya hubungan antara pendidikan dengan penerapan cuci tangan pada penelitian ini di karenakan sebagian besar responden yang menjadi sasaran penelitian adalah para buruh bangunan yang rata rata memiliki tingkat pendidikan rendah < SMA yang dalam hal ini berpengaruh dalam pengalaman mereka dalam mencuci tangan yang sesuai dengan standar kesehatan.
Hubungan Sarana Cuci Tangan Dengan Penerapan Cuci Tangan
Hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara sarana cuci tangan dengan Cuci Tangan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian nufus (2017) yang menemukan ada hubungan signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan perilaku cuci tangan anak usia sekolah di Banda Aceh. Faktor yang mempengaruhi perilaku mencuci tangan di SD antaranya adalah fasilitas untuk melakukan tindakan mencuci tangan anak tentang pentingnya mencuci tangan
sebelum anak berperilaku mencuci tangan. (Tahlil, 2017).
Adanya hubungan antara sarana cuci tangan dengan penerapan cuci tangan pada penelitian ini di karenakan sebagian besar responden tidak memiliki sarana cuci tangan yang memenuhi syarat kesehatan terutama yang terletak di depan rumah, maka dari itu setelah mereka beraktifitas bekerja akan sulit mendapatkan tempat cuci tangan yang siap pakai dan mudah terjangkau.
Hubungan Peran Petugas Kesehatan Dengan Penerapan Cuci Tangan.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value = 0,008, maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik pada alpa 5% ada hubungan yang signifikan antara Peran Petugas Tenaga Kesehatan dengan Cuci Tangan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Bahri (2020) yang menemukan adanya hubungan yang bermakna antara dukungan tenaga kesehatan dengan prilaku mencuci tangan pada anak SD.(Bahri, 2020)
Petugas kesehatan merupakan salah satu bentuk pelaksanaan peran dan fungsi dalam menjalankan program pokok Puskesmas yaitu dengan memberikan penyuluhan dan pembinaan serta pendampingan khususnya berkenaan dengan Perilaku CTPS artinya semakin baik peranan petugas akan semakin baik
pula tingkat kesehatan siswa. Karena sangat pentingnya dukungan petugas kesehatan maka diharapkan agar petugas kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan penyuluhan dan pendidikan kesehatan (Bahri, 2020).
Adanya hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan penerapan cuci tangan pada penelitian ini di karenakan sebagian besar responden tidak pernah terpapar dengan penyuluhan petugas kesehatan terutama tentang pentingnya cuci tangan yang baik, hal ini dikarenakan kesibukan mereka dalam bekerja mencari penghasilan.
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang Determinan Perilaku Penduduk Tentang Higiene dan Sanitasi dalam Menerapkan Cuci Tangan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan data distribusi frekuensi diketahui bahwa terdapat 26 responden (56,8%) yang tidak sesuai prosedur cuci tangan, sebanyak 27 responden (58,7%) pengetahuannya kurang baik, sebanyak 25 responden (54,3%) pendidikan rendah, sebanyak 21 responden (45,7%) tidak ada sarana cuci tangan dan sebanyak 18 responden
(39,7%) yang menyatakan peran tenaga kesehatannya tidak aktif.
2. Ada hubungan pengetahuan yang bermakna dengan penerapan cuci tangan ( p value 0,010.)
3. Ada hubungan pendidikan yang bermakna dengan penerapan cuci tangan (p value 0,009).
4. Ada hubungan sarana cuci tangan yang bermakna dengan penerapan cuci (p value 0,001).
5. Ada hubungan peran petugas kesehatan yang bermakna dengan penerapan cuci tangan (p value 0,008).
## Saran
Diharapkan pada setiap rumah dapat menyediakan tempat cuci tangan yang di lengkapi dengan sabun yang di letakkan di depan rumah agar mudah di jangkau.
## DAFTAR PUSTAKA
Bahri, L. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun pada Siswa DN Di Kecamatan Simpang Pematang Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung
Effendi, S.U., Aprianti, R., & Futubela, S. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Mencuci Tangan Menggunakan Sabun pada Siswa di SD Negeri 08 Lubuk Linggau . Journal of Nursing and Public Health, 7(2), 62-71.
Hastono, S. P. (2001). Analisis Data . Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Lestari, A. O. A. W. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku Cuci Tangan pada Masyarakat Kelurahan Pegirian . Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 7(1), 1-11.
Murwanto, B. (2017). Faktor Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di SMP . Jurnal Kesehatan, 8(2), 269-276.
Notoadmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan : Rineka Cipta.
Risnawaty, G. (2016). Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada Masyarakat di Tanah Kalikedinding . Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education, 4(1), 70-81.
Sitorus, N., & Fransisca, L. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Cuci Tangan pakai Sabun pada Siswa SD Negeri 157 Kota Palembang Tahun 2014 . J PP (Jurnal Kesehatan Poltekkes Palembang), 2(14).
Tahlil, T. (2017). Ketersediaan Fasilitas dan Perilaku Cuci Tangan pada Anak Usia Sekolah Dasar . Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 2(3).
|
d2da26e7-c35b-4864-80d8-5f75272714af | http://journal.unhas.ac.id/index.php/jiks/article/download/7031/3878 |
## SERAPAN KARBON LAMUN Thalassia hemprichii PADA BEBERAPA KEDALAMAN
## Carbon Sequestration of Sea Grass Thalassia hemprichii at Various Depths
Supriadi Mashoreng 1* , Sheryl Alprianti 1 , Wasir Samad 1 , Rantih Isyrini 1 , Dwi Fajriati Inaku 2
## Diterima: 28 Juni 2019 Disetujui: 10 Juli 2019
## ABSTRAK
Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem yang umum ditemukan di Kepulauan Spermonde, salah satunya adalah Gusung Bonebatang. Lamun mempunyai kemampuan menyerap karbon untuk proses fotosintesis sehingga berpotensi dalam mitigasi perubahan iklim. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2017 untuk membandingkan penyerapan karbon oleh jenis Thalassia hemprichii pada beberapa kedalaman perairan. Sampel lamun diambil pada daerah subtidal, kemudian daun lamun dibersihkan dari sedimen dan epifit. Metode perubahan oksigen digunakan untuk mengestimasi serapan karbon. Sebanyak 1 tunas T. hemprichii diinkubasi menggunakan botol kaca bening 70 ml. Inkubasi dilakukan pada jam 09.00-12.00 WITA pada kedalaman 50, 100, 150, 200 dan 250 cm dengan masing-masing 5 kali ulangan setiap kedalaman. Sebelum inkubasi, dilakukan pengukuran konsentrasi oksigen terlarut di perairan sebagai kandungan oksigen awal. Pengukuran oksigen di dalam botol bening kembali dilakukan setelah inkubasi. Selain oksigen terlarut, dilakukan juga pengukuran konsentrasi bikarbonat pada awal dan akhir inkubasi. Sebagai kontrol, inkubasi juga dilakukan pada air laut (mengandung fitoplankton) dengan 5 kali ulangan. Daun lamun yang telah digunakan untuk pengamatan serapan karbon diukur luasnya dengan cara men- scan daun lamun dan dianalisis menggunakan software Imaje-J . Selanjutnya dilakukan pengeringan menggunakan oven dan ditimbang untuk mengetahui biomassa keringnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa serapan karbon per tunas berkisar antara 0,928- 1,476 mgCO 2 /tunas/jam, per biomassa berkisar 10,647-25,745 mgCO 2 /gbk/jam, dan per luas daun berkisar 0,010-0,024 mgCO 2 /cm 2 /jam. Serapan karbon tertinggi didapatkan pada kedalaman 200 cm, baik serapan karbon per tunas, biomass maupun luas daun.
Kata kunci: bikarbonat, Gusung Bonebatang Makassar, karbondiokasida, pemanasan global, serapan karbon lamun, Thalassia hemprichii .
## ABSTRACT
Seagrass ecosystems are ecosystems commonly found in the Spermonde Islands, one of which is Gusung Bonebatang. Seagrasses have the ability to absorb carbon for photosynthesis so that it has the potential to mitigate climate change. The study was conducted in August 2017 to compare carbon sequestration by the type of Thalassia hemprichii in several depths of water. Seagrass samples were taken in the subtidal area, then seagrass leaves were cleaned of sediment and epiphytes. The oxygen change method is used to estimate carbon absorption. One T. hemprichii shoot was incubated using a 70 ml clear glass bottle. Incubation was carried out at 09.00-12.00 WITA at depths of 50, 100, 150, 200 and 250 cm with 5 replications each depth. Before incubation, measurements of dissolved oxygen in the water were measured as the initial oxygen content. The measurement of oxygen in the clear bottle is again carried out after incubation. In addition to dissolved oxygen, measurements of bicarbonate concentration were also carried out at the beginning and end of incubation. As a control, incubation was also carried out on seawater (containing phytoplankton) with 5 replications. Seagrass leaves that have been used to observe carbon uptake were measured by scanning seagrass leaves and analyzed using Imaje-J software. Then the oven was dried and weighed to find out the dry biomass. The results showed that carbon absorption per shoot ranged from 0.928-1,476 mgCO2 / shoots / hour, per biomass ranging from 10.647-25,745 mgCO2 / gbk / hour, and per leaf area ranged from 0.010 to 0.024 mgCO2 / cm2 / hour. The highest carbon uptake was found at a depth of 200 cm, both carbon uptake per shoot, biomass and leaf area.
Key words: bicarbonate; Gusung Bonebatang Makassar; carbondioxide; global warming; seagrass carbon uptake; Thalassia hemprichii .
## PENDAHULUAN
Lamun merupakan salah satu vegetasi pesisir yang tersebar di berbagai belahan dunia. Keberadaannya memberikan manfaat bagi lingkungan karena dapat berperan sebagai produser primer, tempat tinggal, tempat memijah dan membesarkan anak berbagai organisme (Gartside dan Smith, 2013), peran secara fisik sebagai pelindung pantai (Ondiviela, et. al ., 2014), serta sebagai penyerap karbon (Duarte, 2013). Sebagai
Korespondensi:
Supriadi Mashoreng 1* Email: smashoreng@ unhas.ac.id
1 Departemen Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin
2 Departemen Perikanan, Universitas Hasanuddin
tumbuhan yang merupakan salah satu produser primer, lamun menyerap karbon dalam proses fotosintesis dan menghasilkan oksigen. Dalam konteks pemanasan global, penyerapan karbon oleh lamun berkontribusi signifikan terhadap total serapan karbon vegetasi pesisir.
Beberapa penelitian menunjukkan pentingnya keberadaan padang lamun di wilayah pesisir dan pulau- pulau sebagai penyerap atau pendeposit karbon (Huang et al ., 2015; Marba et al ., 2015; Lymo., 2016). Bahkan menurut dokumen tentang blue carbon yang dikeluarkan oleh tiga lembaga PBB (UNEP, FAO dan UNESCO), padang lamun bersama dengan mangrove dan salt marsh mampu menjadi garda penyeimbang
bersama hutan untuk mengurangi laju emisi karbon melalui penyerapan karbon. Ketiga vegetasi pesisir tersebut, mampu menyimpan karbon laut ke dalam sedimen lebih dari separuhnya sementara luasnya kurang dari 0,5% luaslaut secara keseluruhan. Khusus untuk padang lamun, karbon dari biomassa lebih rendah dibanding dengan hutan tropis, namun simpanan karbon pada sedimen lebih tinggi.
Jenis lamun di Indonesia tercatat sebanyak 13 jenis (Kuriandewa, 2009). Beberapa jenis lamun sangat mudah ditemukan karena toleransinya yang luas terhadap beberapa faktor fisika kimia perairan. Salah satu diantaranya adalah Thalassia hemprichii , yang merupakan lamun dengan sebaran yang luas di Indonesia. Pada banyak wilayah jenis lamun ini mempunyai kontribusi yang besar terhadap biomassa dan stok karbon (Mashoreng, 2017). Lamun T. hemprichii ditemukan mulai dari daerah intertidal bagian bawah sampai daerah subtidal. Walaupun mempunyai distribusi vertikal yang luas, namun diduga terdapat perbedaan kemampuan penyerapan karbon pada kedalaman yang berbeda. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan
lamun T. hemprichii menyerap karbon pada beberapa kedalaman yang berbeda.
## METODE PENELITIAN
## Waktu dan Tempat
Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Agustus 2017 di Gusung Bonebatang Kecamatan Kepulauan Sangkarang, Kota Makassar (Gambar 1). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biologi Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Gusung Bonebatang terletak sekitar 14 km sebelah barat daya Kota Makassar dengan posisi geografis 5°00′47.66″ Lintang Selatan – 119°19′.35.12″ Bujur Timur. Padang lamun tumbuh di sekeliling Gusung Bonebatang kecuali pada sisi timur yang mempunyai perairan dalam dengan rataan terumbu yang sempit. Sebanyak tujuh jenis lamun ditemukan pada lokasi ini yaitu: Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, H. minor, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis dan Syringodium isoetifolium.
## Gambar 1 . Peta lokasi penelitian
## Bahan dan Metode
Metode penyerapan karbon yang dilakukan adalah metode perubahan oksigen untuk mengetahui produktifitas primer menggunakan botol bening yang dimodifikasi dari Mateo et al. (2001) dan Silva et al . (2009). Lamun jenis T.hemprichii diambil dari daerah subtidal pada sisi barat gusung. Pengambilan dilakukan secara hati-hati sehingga akar, rhizoma dan daun terambil secara utuh. Daun lamun dibersihkan dari epifit dan sedimen yang melekat. Daun lamun dimasukkan ke dalam botol bening berkapasitas 70 ml dengan menjepit bagian batang menggunakan tutup
botol dari karet sandal yang telah dilubangi, sedangkan rhizoma dan akar lamun dibiarkan muncul ke luar (Gambar 2a). Setiap botol diisi sebanyak 1 tegakan lamun.
Sebelum ditutup, botol diisi dengan air laut. Pengisian air dilakukan di dalam air dan dihindari adanya gelembung udara yang dapat mempengaruhi konsentrasi oksigen sebelum botol diinkubasi. Sebelum botol yang berisi lamun diinkubasi, dilakukan pengukuran oksigen pada perairan dengan menggunakan metode titrasi Winkler (Parsons et al ., 1984). Pengukuran parameter tersebut dilakukan
sebanyak 5 kali ulangan. Kandungan oksigen ini dianggap sebagai kandungan oksigen awal.
Selanjutnya dilakukan inkubasi botol bening tersebut selama 3 jam (Mateo et al ., 2001) dari jam 09.00-12.00 WITA, pada kedalaman 50cm, 150cm dan 250cm dibawah permukaan air dengan masing-masing 5 kali
ulangan (Gambar 2b). Selain untuk pengukuran oksigen terlarut, pada setiap kedalaman tersebut juga diinkubasi masing-masing 5 botol berisi air laut (mengandung plankton) sebagai kontrol dan faktor pengoreksi. Pada akhir inkubasi, dilakukan kembali pengukuran kandungan oksigen terlarut.
Gambar 2. Sketsa metode perubahan oksigen untuk mengukur serapan karbon lamun T. hemprichii . (a) Posisi lamun dalam botol bening, dan (b) posisi botol pada saat inkubasi di lapangan.
Nilai oksigen terlarut didapatkan dengan menggunakan formula sebagai berikut (APHA, 1995):
## 𝑂𝑇 = 1000 𝑥 A 𝑥 N 𝑥 8
Vc 𝑥 Vb / (Vb − 6) dimana :
A = mL larutan baku natrium tiosulfat yang digunakan; Vc = mL larutan yang dititrasi;
N = kenormalan larutan natrium tiosulfat; Vb = volume botol BOD
Produktivitas primer lamun diperoleh dengan menggunakan formula menurut APHA (1995) sebagai berikut :
PPB = 0,375 x 𝐿𝐵−𝐼𝐵 𝑁 𝑥 𝑃𝑄 ,
dimana : PPB = Produktivitas primer bersih (mgC/jam) 0,375 = Faktor konversi dari oksigen ke karbon LB = Kandungan oksigen pada botol bening (mg/l)
IB= Kandungan oksigen awal (sebelum inkubasi) (mg/l) N = Waktu inkubasi (jam) PQ = P hotosynthetic quotient (lamun 1,25 dan fitoplankton 1,20) (Kaladharan dan Raj, 1989; Ryther, 1956).
Konversi nilai penyerapan karbon disetarakan (equivalen) ke dalam bentuk karbondiokasida (CO 2 ) atau bikarbonat (HCO 3 - ). Hal tersebut disebabkan karena pada kenyataanya, karbon yang diserap oleh lamun selain bentuk karbondioksida juga dalam bentuk bikarbonat tergantung dari nilai keasaman dan suhu perairan. Untuk mengkonversi nilai produktivitas primer ke dalam bentuk CO 2 yang diserap, maka setiap 1 gram karbon yang diproduksi, menggunakan 3,67 gram CO 2 atau menggunakan 5,08 gram HCO 3 - .
Konsenrasi kalsium karbonat dan bikarbonat di air didapatkan dengan menggunakan formula (APHA, 1995) :
CaCO 3 atau HCO 3 - (ppm) = 𝐴 𝑚𝑙 𝑥 𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 100 2 𝑥 1000 𝑉 𝑚𝑙
dimana : A = Volume titran (ml) yang digunakan (PP untuk CaCO 3 dan BCG untuk HCO 3 - ) N = Normalitas titran (0,02 N) V = Volume sampel (25 ml)
Semua daun lamun yang telah digunakan pada botol diukur luasnya. Nilainya digunakan untuk mengetahui kemampuan penyerapan karbon per luas daun lamun. Daun lamun diletakkan pada kertas yang telah diberi garis batas (bingkai) dengan ukuran 15 cm x 15 cm, kemudian dipindai (di- scan ). Garis batas dimasukkan agar luas bingkai dapat diketahui. Selanjutnya gambar hasil scan dianalisis menggunakan software ImageJ untuk mendapatkan nilai persen tutupan daun lamun terhadap luas bingkai. Nilai persen tutupan daun lamun dikali dengan luas bingkai sehingga didapatkan luas daun lamun. Rumus yang digunakan adalah :
L d = P d x L b
Dengan : L d = Luas daun (cm 2 ) L b = Luas bingkai (cm 2 ) P d = Persentase tutupan daun lamun terhadap bingkai (%)
Selanjutnya daun lamun yang telah difoto kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40°C sampai berat konstan. Daun lamun kering ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gram untuk mengetahui biomassanya. Biomassa daun digunakan untuk mengetahui kemampuan
penyerapan karbon oleh lamun per biomassa. Sampel lamun T. hemprichii yang digunakan menujukkan variasi karakter. Biomassa basah berkisar 1,484-2,500
gram berat basah, biomassa kering 0,057-0,085 gram berat kering dan luas daun berkisar 61,5-94,8 cm 2 (Tabel 1).
Tabel 1. Biomassa dan luas daun (rata-rata ± SD) sampel T. hemprichii yang diinkubasi pada beberapa kedalaman
Kedalaman (cm) Jumlah Ulangan Biomassa Basah (gbb) Biomassa Kering (gbk) Luas Daun 2 sisi (cm 2 ) 50 5 2,500±0,060 0,085±0,021 94,8±8,3 100 5 1,864±0,057 0,075±0,018 65,8±7,3 150 5 2,188±0,132 0,085±0,039 92,8±21,1 200 5 1,484±0,110 0,057±0,013 61,5±5,8 250 5 1,572±0,110 0,060±0,017 67,6±9,0
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Parameter Oseanografi
Parameter oseanografi yang terukur mengalami
perubahan dari awal ke akhir inkubasi, kecuali salinitas. Nilai pH, suhu perairan dan intensitas cahaya mengalami peningkatan, sedangkan alkalinitas mengalami penurunan (Tabel 2 dan Gambar 3).
## Tabel 2. Faktor lingkungan saat penelitian
Parameter Waktu Awal Inkubasi Akhir Inkubasi pH 8,1 (8,1-8,2) 8,2 (8,1-8,2) Salinitas (ppt) 32 32 Suhu (°C) 31 (30-31)) 32 (32-33) Alkalinitas total perairan (ppm) 306 (298-314) 275 (234-300)
Catatan : Nilai pada pH, suhu dan alkalinitas total merupakan nilai rata-rata dan angka di dalam kurung merupakan nilai kisaran
Intensitas cahaya tertinggi pada permukaan perairan terjadi pada jam 13.00 WITA (Gambar 3a). Sedangkan berdasarkan kedalaman, intensitas cahaya mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada kedalaman 50 cm, intensitas cahaya didapatkan
sebesar 36.262 lux pada awal inkubasi (jam 09.00 WITA), dan meningkat menjadi 66.532 lux pada akhir inkubasi (jam 12.00 WITA). Pada kedalaman 250 cm, intensitas cahaya sebesar 6.745 lux pada awal inkubasi dan 20.456 lux pada akhir inkubasi (Gambar 3b).
Gambar 3. Intensitas cahaya terukur. (a) Profil intensitas cahaya permukaan perairan berdasarkan waktu, dan (b) Profil intensitas cahaya berdasarkan kedala
## Serapan karbon
Serapan karbon lamun T. hemprichii menunjukkan variasi antar kedalaman. Serapan karbon per tunas berkisar antara 0,928-1,476 mgCO 2 /tunas/jam (Gambar
4a). Pola yang sama ditunjukkan oleh serapan karbon per biomassa dengan kisaran 10,647-25,745 mgCO 2 /g berat kering/jam (Gambar 4b) dan serapan karbon per luas daun dengan kisaran 0,010-0,024 mgCO 2 /cm 2 /jam (Gambar 4c).
Gambar 4. Profil serapan karbon oleh T. hemprichii berdasarkan kedalaman perairan. (a) per tunas, (b) per biomassa kering, dan (c) per luas daun.
Serapan karbon oleh lamun T. hemprichii menunjukkan bahwa pada kedalaman 50 cm dengan intensitas cahaya tertinggi, tidak menyebabkan serapan karbon tertinggi pula. Hal tersebut kemungkinan merupakan fenomena photo inhibition , dimana intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan menghambat proses fotosintensis pada lamun T. hemprichii , sebagaimana yang terjadi pada plankton (Nontji, 2008). Serapan karbon tertinggi ditemukan pada kedalaman 200 cm dengan intensitas cahaya 8.982 lux pada jam 090.00 WITA dan 26.457 lux pada jam 12.00 WITA, yang berarti bahwa proses fotosintesis berlangsung secara optimum pada kedalaman tersebut. Pada kondisi daun T. hemprichii terpapar sinar matahari secara langsung pada siang hari di daerah intertidal, dapat menyebabkan peningkatan nilai photo inhibition (Beer et al ., 2006). Strydom et. al . (2017) menemukan adanya penurunan respon pertumbuhan H. ovalis pada kedalaman 3 meter sebagai akibat penurunan kuantitas cahaya.
Disamping fenomena photo inhibition , kemungkinan lainnya adalah adaptasi yang dilakukan oleh lamun dengan meningkatkan jumlah klorofil sebagai respon menurunnya cahaya pada kedalaman 200 cm. Penelitian yang dilakukan oleh Cumming dan Zimmerman (2002) memperlihatkan bahwa konsentrasi klorofil lebih tinggi pada kedalaman dimana cahaya mulai berkurang. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada jenis Thalassia testudinum , jumlah klorofil pada intensitas cahaya 1100 µmol/m 2 /detik sebanyak 0,52 mg/gbk, meningkat menjadi 0,84 mg/bk pada intensitas cahaya 700 µmol/m 2 /detik. Pada jenis Zostera marina , jumlah
klorofil pada intensitas cahaya 300 µmol/m 2 /detik sebanyak 1,74 mg/gbk dan meningkat pada intensitas cahaya 50 µmol/m 2 /detik menjadi 2,50 mg/gbk.
Karbon yang diserap oleh lamun pada proses fotosintesis dapat berupa karbodioksida (CO 2 ) atau bikarbonat (HCO 3 - ) (Larkum et al ., 2006). Salah satu faktor yang mempengaruhi bentuk karbon yang diserap oleh lamun adalah tingkat keasaman (pH) air laut, yang berpengaruh terhadap ketersediaan kedua bentuk karbon tersebut. Pada pH perairan 8,2 maka ketersediaan karbondioksida terbatas sehingga lamun lebih banyak menyerap bikarbonat untuk proses fotosintesis (Larkum et al ., 1989). Tingkat keasaman air laut pada saat penelitian rata-rata 8,1 pada awal inkubasi dan meningkat menjadi 8,2 pada akhir inkubasi. Berdasarkan pada teori di atas maka kemungkinan penyerapan karbon oleh lamun H. ovalis lebih banyak dalam bentuk bikarbonat dibanding karbondioksida.
Jika serapan karbon dikonversi kedalam bentuk bikarbonat maka nilainya akan lebih tinggi dibanding dalam bentuk karbondioksida. Perbedaan tersebut disebabkan karena berat molekul keduanya berbeda. Nilai serapan bikarbonat sekitar 1,4 kali nilai serapan karbondioksida. Indikator adanya penggunaan bikarbonat ditunjukkan oleh menurunnya bikarbonat pada masing-masing botol sampel pada semua kedalaman. Rata-rata serapan karbon per tunas berkisar 1,286-2,046 mgHCO 3 - /tunas/jam, serapan karbon per biomassa berkisar 14,761-35,692 mgHCO 3 - /gbk/jam dan serapan karbon per luas daun berkisar 0,014-0,033 mgHCO 3 - /cm 2 /jam (Tabel 3).
Tabel 3. Serapan karbon lamun T. hemprichii dalam bentuk bikaronat (equivalen) Kedalama n (cm) Penyerapan Bikarbonat (mgHCO 3 - /jam) Per Tunas Per Biomassa (gbk) Per Luas Daun (cm 2 ) -50 1,44±0,430 17,081±3,04 8 0.015±0,00 7 -100 1,368±0,23 6 18,267±4,13 1 0,021±0,00 6 -150 1.286±0,55 2 14,761±3,52 1 0.014±0,00 5 -200 2,046±0,25 2 35,692±3,83 3 0,033±0,00 4 -250 1,875±0,17 5 31,110±3,97 9 0.028±0,00 7
Kandungan bikarbonat pada semua kedalaman di dalam botol sampel mengalami penurunan dengan nilai yang bervariasi. Penurunan terendah ditemukan pada kedalaman 250 cm yaitu sebesar 157 ppm dan penurunan tertinggi ditemukan pada kedalaman 100 cm yaitu sebesar 185 ppm (Tabel 4). Penurunan bikarbonat tertinggi ditemukan pada kedalaman 100 cm yaitu sebesar 185 ppm dan terendah pada kedalaman 250 cm yaitu 157 ppm. Pola penurunan nilai bikarbonat berdasarkan kedalaman sama dengan pola serapan karbondioksida dan serapan bikarbonat. Namun demikian, belum bisa disimpulkan bahwa serapan karbon lamun dalam proses fotosintesis semua dalam bentuk bikarbonat. Selain penurunan bikarbonat akibat penyerapan oleh lamun, kemungkinan lain juga bisa disebabkan oleh perubahan bentuk karbonat pada persamaan reaksi kimia, sebagai upaya mempertahankan keseimbangan pada air laut (sebagai buffer ).
Tabel 4. Kandungan bikarbonat (HCO 3 - ) botol pada awal dan akhir inkubasi Kedalaman (cm) Bikarbonat (ppm) Penurunan (ppm) Awal Inkubasi Akhir Inkubasi -50 -100 -150 -200 -250 287 269 278 258 287 116 84 108 98 130 171 185 179 160 157
Sebagai perbandingan, penelitian La Nafie, et. al . (2013) menunjukkan kerapatan T. hemprichii di Gusung Bonebatang rata-rata (rata-rata ± SD) sebesar 112±26 tunas permeter persegi. Jika dikonversi ke kapasitas penyerapan karbon, maka jenis ini mampu menyerap sebesar 161,9 mgCO 2 /m 2 /jam pada kedalaman 50 cm dan 229,2 mgCO 2 /m 2 /jam pada kedalaman 200 cm, atau sebesar 116,8 mgHCO 3 - /m 2 /jam pada kedalaman 50 cm dan 165 mgHCCO 3 - /m 2 /jam pada kedalaman 200 cm.
## KESIMPULAN
Penyerapan karbon tertinggi oleh lamun T. hemprichii dalam proses fotosintesis terjadi pada kedalaman 200
cm. Hubungan linear antara intensitas cahaya dan serapan karbon terjadi setelah kedalaman 200 cm, dimana semakin rendah intensitas cahaya maka semakin rendah pula serapan karbon lamun.
## DAFTAR PUSTAKA
American Public Health Association (APHA). 1995.
Standard methods for the examination of water and wastewater. Washington DC.
Beer, S., Mtolera M., Lyimo T. & Bjork M.. 2006. The photosynthetic performance of the tropical seagrass Halophila ovalis in the upper intertidal. Aquatic Botany 84: 367–371.
Cummings, M.E & Zimmerman R.C.. 2002. Light harvesting and the package effect in the seagrass Thalassia testudinum banks ex koning and zosetera marina L.: optical constraints on photoaclimation. Aquatic Botani 75: 261-274.
Duarte, C.M. 2013. The role of seagrass in climate change mitigation and adaptation. The University of Western Australia and Spanish National Research Council, Bonn.
Gartside, P.S.D & Smith, S.F. 2013. A review of mangrove and seagrass ecosystems and their linkage to fisheries and fisheries management. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Regional Office For Asia and The Pacific, Bangkok.
Huang, Y., Lee, C., Chung, C., Hsiao, S. dan Lin, H. Carbon budgets of multispecies seagrass beds at Dongsha Island in the South China Sea. Mar. Env. Res. 106: 92-102.
Kaladharan, P. & Raj, I.D. 1989. Primary production of seagrass Cymodocea serrulata and its contribution to productivity of Amini atoll, Lakshadweep Islands. Indian Journal of Marine Science 18: 215-216.
Kuriandewa, T.E. 2009. Tinjauan tentang lamun di Indonesia. Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun: Peran Ekosistem Lamun dalam Produktivitas Hayati dan Meregulasi Perubahan Iklim. Jakarta, 18 November 2009.
La Nafie, Y.A., de los Santos, C.B., Brun, F.G., Mashoreng, S., van Katwijk, M.M & Bouma, T.J. 2013. Biomechanical response of two fast- growing tropical seagrass species subjected to in situ shading and sediment fertilization. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 446: 186-193.
Larkum A.W.D., Roberts G., Kuo J & Strother S.. 1989. Gaseous movement in seagrasses. In AWD Larkum, AJ McComb and SA Shepherd (eds.), Biology of Seagrasses: A treatise on the biology of seagrasses with special reference to the Australasian region. Elsevier Pub. Co, Amsterdam.
Larkum, A.W.D., Drew E.A. & Ralp P.J.. 2006. Photosynthesis and Metabolism in Seagrasses at The Celluler Level. Di dalam: Larkum A.W.D, Orth R.J., Duarte C.M, editor. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer.
Dordrecht.
Lymo, L.D. 2016. Carbon sequestration processes in tropical seagrass beds. Thesis. Stockholm University. Malmo Sweden.
Marba, N., Arias-Ortiz, A., Masque, P., Kendrick,
G.A., Mazarrasa, I., Bastyan. G.R., Garcia- Orellana, J. dan Duarte, C.M. 2015. Impact of seagrass loss and subsequent revegetation on carbon sequestration anh stocks. Journal of Ecology 103: 296-302.
Mashoreng, S. 2017. Perubahan penyerapan karbon di Pulau Barranglompo Kurun Waktu Tahun 2001- 2016. Makalah Seminar Nasional Tahunan XIV Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, tanggal 22 Juli 2017 di Jogjakarta.
Mateo, M.A., Renom, P., Hemminga, M.A. & Peene, J. 2001. Measurement of seagrass production using the 13C stable isotope comapre with calssical O2 and 14C methods. Mar. Ecol. Prog.
Ser. 223: 157-165.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Press, Jakarta.
Ondiviela, B., Losada, I.J. Lara, J.L, Maza, M, Galván,
C, . Bouma, T.J & Belzen, J.V. 2014. The role of seagrasses in coastal protection in a changing climate. Coastal Engineering 87: 158-168.
Parsons, T.R., Maita, Y. & Lalli, C.M. 1984. A
Manual Of Chemical and Biological Methods For Seawater Analysis. Pergamon Press, Oxford.
Ryther, J. H. 1956. The measurement of primary production. Limnology and Oceanography 1:
72–84.
Silva, J., Sharon Y., Santos R. & Beer S.. 2009. Measuring seagrass photosynthesis: methods and applications. Aquatic Botani 7: 127-141.
Strydom, S., McMahon K. & Lavery P.S.. 2017. Response of the seagrass Halophila ovalis to altered light quality in a simulated dredge plume. Marine Pollution Bulletin 121: 323-330.
|
0ccdbddd-5090-48e9-9071-da179acb080e | https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/js/article/download/44141/21223 |
## ANALISIS NILAI KARAKTER SISWA DALAM KEGIATAN BULAN BAHASA
Prihmukti Setyo Dwi Hastuti 1 , Mira Azizah 2 , Ferina Agustini 3
Pendidikan Profesi Guru, Universitas PGRI Semarang 123
Surel: [email protected]
Abstract: During the Covid-19 pandemic, learning was carried out online. The long- lasting covid-19 pandemic has caused a moral/character crisis. Character education can be obtained through school. Efforts made through language month activities. The purpose of this study was to describe the character values of students who appeared in the Language Month activities at SD Negeri Karangrejo. Data collection through interviews with school principals, observation of activities and documentation. Qualitative research methods with a descriptive approach to data analysis used include: reduction, data presentation, and drawing conclusions. The subjects of this study were all students of SD Negeri Karangrejo 01 Semarang City. The results of this study in the Language Month activities are religious character values.
## Keyword: Character Values, Students, Language Month
Abstrak: Pandemi Covid-19 pembelajaran dilaksanakan secara daring. Pandemi covid-19 yang berlangsung lama menyebabkan krisis moral/karakter. Pendidikan karakter dapat diperoleh melalui sekolah. Upaya yang dilakukan melalui kegiatan bulan bahasa. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai karakter siswa yang muncul dalam kegiatan Bulan Bahasa Di SD Negeri Karangrejo. Pengumpulan data melalui wawancara kepala sekolah, observasi kegiatan dan dokumentasi. Metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif Analisis data yang digunakan, antara lain: reduksi, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Subyek penelitian ini seluruh siswa SD Negeri Karangrejo 01 Kota Semarang. Hasil dari penelitian ini dalam kegiatan Bulan Bahasa adalah nilai karakter religius.
Kata Kunci: Nilai Karakter, Siswa, Bulan Bahasa
## PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi nilai moral. Namun saat ini, Indonesia sedang krisis moral. Hal ini sesuai dengan Wijayanti, dkk (2022: 56) bahwa krisis moral disebabkan oleh pandemi covid 19 yang terjadi pada awal tahun 2020. Pandemi covid-19 yang terjadi secara global berdampak pada seluruh aspek kehidupan salah satunya pendidikan. Pembelajaran yang dilakukan secara daring/ online yang dalam penggunaannya menggunakan smartphone. Melalui smartphone tanpa adanya pengawasan dari orangtua, menyebabkan anak dapat mengakses hal-
hal yang tidak sesuai budaya Indonesia dengan mudah. Hal ini sesuai dengan Rahmadani, et.al (2018: 18) bahwa smartphone menyebabkan terjadinya penyimpangan kepribadian dan demoralisasi karakter. Untuk itu, perlu adanya pendidikan salah satunya melalui sekolah. Menurut Hamid (dalam Novianti dan Qoriati Musyafanah, 2019: 134) bahwa Sekolah merupakan tempat strategis dalam pembentukan karakter selain keluarga dan masyarakat. Melalui sekolah proses penanaman nilai-nilai karakter dapat diterapkan melalui kegiatan belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan pengembangan diri. Hal ini sesuai dengan Luthviyani, 2022:90) bahwa didalam satuan
pendidikan (sekolah) terdapat guru yang menjadi teladan bagi peserta didik. Hal ini selaras dengan pendapat dengan Pratiwi (2022) bahwa guru mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan karakter siswa. Oleh karena itu,
Berdasakan UU No 20 tahun 2003 (dalam Darmiatun dan Daryanto, 2013:
42) tentang sistem pendidikan nasional bahwa tujuan dari pendidikan karakter untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berbudi pekerti dan membentuk watak yang luhur dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nursiah (dalam Lubaba dan Alfiyansyah, 2022: 668) bahwa Masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi budaya luhur, lokalitas, dan identitas serta berpikir terbuka dengan budayanya sendiri. Hal ini sesuai dengan Sri muryaningsih dan Mustadi (dalam Rofek dan Entantri,
2022: 282) bahwa nilai karater merupakan upaya untuk mengembangkan aspek fisik, sosial, emosi, kreativitas, dan intelektual secara maksimal. Oleh sebab itu, penanaman nilai karakter harus dilakukan sedini mungkin, Nurfalah (dalam Bulan, A &
Hasan, 2020: 34). Menurut Darmiatun dan Daryanto, (2013:70) berpendapat bahwa dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa terdiri dari 18 nilai, meliputi: 1) Religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin,
5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggungjawab. Putri dalam
(Kusmilawati,dkk, 2019: 2) bahwa pendidikan karakter merupakan segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter siswa. Menurut UU RI no. 17 tahun 2007 tentang RPJPN (dalam Darmiatun dan Daryanto, 2013: 70) bahwa tujuan dari pendidikan karakter yaitu membentuk siswa tangguh, kompetitif. berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi IPTEK (Ilmu pengetahuan dan teknologi) berdasarkan pancasila dan dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Fungsi dari pendidikan karakter, meliputi: 1) mengembangkan potensi dasar agar memiliki sikap, pikiran dan berwatak luhur, 2) memperkuat dan membngun perilaku bangsa yang multikultur, dan 3) meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan, Pendidikan karakter dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan sosial dan masyarakat, dan mass media. Pentingnya pendidikan karakter sejalan dengan Siswinarti, (2017) bahwa terdapat 3 komponen yang ditekankan dalam mengajarkan pendidikan karakter yaitu anak dapat memahami, merasakan dan menerapkan budi pekerti yang luhur. Menurut Gazali,et.al (2019: 203) bahwa melalui penanaman nilai-nilai karakter pada pendidikan karakter di sekolah untuk menumbuhkan dan tercapainya nilai-nilai karakter yang berakhlak mulia. Sehingga dengan tumbuh dan tercapainya nilai karakter akan membawa perubahan bagi bangsa. Hal ini sejalan dengan Rohman (dalam Simbolon,dkk 2022: 53) bahwa Pendidikan karakter harus mengantarkan siswa menerapkan nilai kognitif dan afekif. Hal ini karena menurut Luthviyani, et.al 2022:114) bahwa karakter sebagai bekal dalam kehidupan berkolaborasi, komunikasi, tata atur bahasa dan perilaku yang beradap.
Setiap negara mempunyai alat komunikasi yang berbeda. Salah satunya negara Indonesia mempunyai Bahasa komunikasi yaitu Bahasa Indonesia. Menurut Kusumawati, I (2019:132) bahwa Budaya dan norma suatu bangsa dilihat dari bahasa yang digunakan. Menurut Safitri, Et.al ,2022: 65) bahwa salah satu nilai karakter dapat dilihat pada saat pembelajaran dengan menerapkan metode pembelajaran permainan tradisional. Namun, dapat juga dilihat melaui budaya sekolah.
Bulan bahasa merupakan salah satu budaya di sekolah yang bertujuan untuk melestarikan bahasa Indonesia yang mengalami pergeseran dengan bahasa asing. Hal ini disebabkan oleh pengaruh teknologi yang memudahkan budaya asing masuk ke Indonesia. Dengan melaksanakan kegiatan bulan bahasa sekaligus memperingati hari sumpah pemuda yang dilaksanakan tanggal 28 Oktober. Tujuannya melestarikan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi bangsa yang harus diterapkan dengan benar, selain itu kegiatan bulan bahasa untuk melestarikan budaya Indonesia sehingga menumbuhkan nilai-nilai karakter bangsa. Hal ini sejalan dengan Astuti
(dalam Kusmilawati,dkk, 2019:2) bahwa Pendidikan nilai karakter bertujuan untuk mencegah perbuatan yang tidak sesuai norma dan budaya.
Analisis nilai karakter siswa juga penah diteliti oleh Novianti, Anik dari FIP Universitas PGRI Semarang pada tahun 2019 dengan judul penelitian “Analisis nilai karakter Pada Siswa Sekolah Adiwiyata SD Negeri Pleburan 04 Semarang”. Hasil dari penelitian tersebut dari 18 karakter 18 Nilai Karakter yang muncul pada siswa di SD Negeri Pleburan 04 dengan Persentase tertinggi merupakan nilai karakter
Religius dan Peduli Lingkungan dengan perolehan persentase 100% serta
persentase paling sedikit ada pada nilai karakter Menghargai Prestasi dengan perolehan persentase 72%. Penelitian lain yang berkaitan dengan nilai karakter juga pernah dilakukan oleh
Wijayanti,dkk dari FIP Universitas PGRI Semarang pada tahun 2022 dengan judul penelitian”Penanaman nilai karakter melalui ekstrakurikuler seni musik angklung Di SD Gubug Kabupaten Grobogan. Dalam penelitian tersebut didapatkan nilai-nilai karakter yang muncul melalui ekstrakurikuler seni angklung, meliputi: 1) nilai religius, 2) disiplin, 3) tanggungjawab, 4) peduli sosial, 5) peduli lingkungan, 6) bersahabat/komunikatif, 7) mandiri, dan 8) cinta tanah air. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan melakukan observasi yang dilakukan pada saat PPL 01 diperoleh permasalahan tentang nilai karakter pada siswa SD Negeri Karangrejo 01 bahwa nilai kesopanan siswa terhadap guru magang yang rendah. Untuk mengidentifikasi adanya permasalahan nilai karakter siswa dilakukan wawancara pada kepala sekolah bahwa bulan bahasa merupakan budaya sekolah rutin yang diadakan setiap tahun. Namun, Karena terjadinya covid-19 pada tahun 2020 sehingga kegiatan tersebut kembali dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2021. Kegiatan bulan bahasa bertepatan dengan Hari Sumpah pemuda. Tujuan dari kegiatan tersebut salah satunya untuk penanaman nilai karakter melalui kegiatan budaya sekolah.
Oleh karena itu, Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka penelitian ini difokuskan: apasaja nilai- nilai karakter siswa dalam kegiatan bulan bahasa Di SD Negeri Karangrejo 01.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai-nilai karakter siswa dalam kegiatan bulan bahasa Di SD Negeri Karangrejo 01
## METODE
Jenis penelitian ini kualitatif deskriptif. Dengan tujuan untuk mendeskripsikan nilai karakter siswa yang muncul dalam kegiatan bulan bahasa. Subyek dari penelitian ini seluruh siswa SD Negeri Karangrejo 01 yang terdiri dari 174 siswa. Pengumpulan data dengan melakukan observasi pada saat kegiatan bulan bahasa yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2022. Terdapat 4 tahap yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini, meliputi: 1) persiapan, 2) pelaksanaan, 3) analisis data, dan 4) manarik kesimpulan. Pada tahap pertama yaitu dengan persiapan. Ditahap persiapan dengan mengidentifikasi nilai karakter, membatasi permasalahan, menetukan rumusan masalah, mengumpulkan literatur, menentukan subyek penelitian, menentukan pendekatan. Melakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara pada kepala sekolah dan observasi selama PPL 01.
Tahap II pelaksanaan penelitian, penelitian dilakukan secara langsung dengan melakukan wawancara kepala sekolah dan observasi selama dilapangan. Selama dilapangan peneliti, melakukan penelitian dengan mengamati selama proses kegiatan berlangsung pada tanggal
28 Oktober 2022. Tahap ketiga merupakan tahap analisis data yang dilakukan setelah tahap pelaksanaan.
Pada tahap ini dengan menganalisis pengumpulan data yang diperoleh. Teknik pengumpulan data melalui wawancara kepala sekolah, observasi
kegiatan bulan bahasa secara langsung, dan dokumentasi berupa foto dan video selama kegiatan. Dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan Teknik analisis Milles dan Huberman, yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data diawali dengan pengelompokan data yang diperoleh melalui pengumpulan data yang berupa, wawancara kepala sekolah, observasi kegiatan secara langsung, dan dokumentasi (foto dan video). Data tersebut dihimpun sesuai nilai-nilai karakter siswa yang paling menonjol. Langkah kedua dengan melakukan penyajian data dalam bentuk uraian, sehingga diperoleh kesimpulan.
Sedangkan untuk menguji
keabsahan data melalui peningkatan ketekunan, triangulasi dan member check.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan data dilakukan pada saat melakukan PPL 01 selama 4 hari pada tanggal 24 -28 Oktober 2022 Di SD Negeri Karangrejo 01. Kegiatan bulan bahasa merupakan kegiatan rutin yang diadakan oleh SD Negeri Karangrejo 01 setiap pada tanggal 28 Oktober. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa dari kelas I-VI SD Negeri Karangrejo 01. Nilai nilai karakter meliputi: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat,
(14) cinta damai, (15) gemar membaca,
(16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18)
tanggungjawab. Dari keseluruhan tersebut dilihat melalui indikator untuk melihat nilai karakter
yang ada Di SD Negeri Karangrejo 01 Semarang dalam kegiatan bulan Bahasa. Bulan Bahasa merupakan kegiatan rutin tahunan. Namun, karena pandemi covid- 19 yang terjadi pada awal tahun 2020 mengakibatkan kegiatan tersebut ditunda dan kembali dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2021. Kegiatan bulan Bahasa bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan melalui budaya sekolah bulan Bahasa lebih menonjol yaitu nilai religius. Hal ini selaras dengan visi dan misi SD Negeri Karangrejo 01 Semarang. Tujuan SD Negeri Karangrejo 01 Semarang yaitu: menumbuhkan budaya disiplin berkarakter berlandaskan IMTAQ dan membentuk sikap peserta didik sesuai profil pelajar Pancasila.
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara kepala sekolah bahwa siswa SD Negeri Karangrejo mendapatkan juara 1 lomba MAPSI (Mata Pelajaran Agama Islam dan Seni Islam) SD tahun 2022 di tingkat kecamatan.
Hal ini diperkuat dengan hasil observasi sekolah, bahwa SD Negeri Karangrejo juga menanamkan
pembiasaan sekolah yang bertujuan untuk pembentukan nilai karakter siswa salah satunya menunaikan sholat dhuhur.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis nilai karakter siswa dalam kegiatan bulan bahasa Di SD Negeri Karangrejo 01 dapat disimpulkan bahwa terdapat 1 dari 18 nilai karakter yang muncul dalam kegaiatan bulan bahasa, meliputi 1) Religius, 2) jujur 3) Toleransi, 4) disiplin, 5) kerja keras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa ingin tahu, 10) semangat berkebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13)
bersahabat/berkomunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, dan 18) tanggungjawab. Yaitu religius.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Saya ucapkan terimakasih kepada Universitas PGRI Semarang dan sivitas akademika yang telah memfasilitasi penelitian ini, SD Negeri Karangrejo 01 beserta bapak dan ibu guru yang memberi kesempatan untuk melakukan penelitian.
## DAFTAR RUJUKAN
Daryanto dan Saryatri Darmiatun. 2013. I mplementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah .Yogyakarta:
Gava Media.
Gazali, N., Cendra, R., Candra, O.,
Apriani, L., & Idawati, I. (2019). Penanaman Nilai-Nilai Karakter Peserta Didik Melalui Ekstrakurikuler Pramuka. Aksiologiya: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 3 (2), 201-210
Kusmilawati, F. E., Hadi, H., & Agustini, F. (2019). Analisis Nilai Karakter Siswa Kelas IV pada Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia Materi Membaca . Indonesian Values and Character Education
Journal , 2 (1), 1-10.
Novianti, A., & Mushafanah, Q. (2019).
Analisis nilai karakter pada siswa sekolah adiwiyata SD Negeri Pleburan 04 Semarang. Elementary School: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ke-SD-an , 6 (2),
133-138.
Siswinarti, P. R. (2017). Pentingnya Pendidikan Karakter Untuk Membangun Bangsa Beradab . Retrieved August, No. Wijayanti, A. H., Baedowi, S., & Azizah, M. (2022). PENANAMAN NILAI KARAKTER MELALUI EKSTRAKURIKULER SENI MUSIK ANGKLUNG DI SDN 4 GUBUG KABUPATEN GROBOGAN. JANACITTA, 5 (1) Kusumawati, I. (2019). Penanaman Karakter Nasionalisme Cinta Bahasa Indonesia pada Bulan Bahasa dan Sastra. Academy of Education Journal , 10 (02), 131- 141.
Simbolon, D. R., Perangin-angin, E., & Nduru, S. M. (2022). Analisis Nilai-Nilai Religius, Moral, Dan Budaya Pada Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijk Karya Hamka Serta Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Jurnal Basataka (JBT) , 5 (1), 50-61.
Rofek, A., & Entantri, E. (2022).
ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER PADA KALIMAT PETUNJUK KERJA OPERASIONAL BUKU SISWA KURIKULUM 2013 KELAS V TAHUN PELAJARAN 2017/2018. Jurnal IKA PGSD (Ikatan Alumni PGSD) UNARS , 12 (2), 281-289.
Lubaba, M. N., & Alfiansyah, I. (2022). Analisis Penerapan Profil Pelajar
Pancasila Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik di Sekolah Dasar. EDUSAINTEK: Jurnal Pendidikan, Sains dan Teknologi , 9 (3), 687-706.
Safitri, T., Affandi, L. H., & Zain, M. I. (2022). Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Permainan Tradisional Suku Sasak di Desa Babussalam Gerung Lombok Barat. Jurnal Ilmiah PENDAS: Primary Educational Journal , 3 (1), 63-76. Pratiwi, A. (2022). ANALISIS KARAKTER SISWA SDN 3 GONDANG DALAM PEMBELAJARAN BAHASA JAWA (Doctoral dissertation, STKIP PGRI PACITAN).
Rifki, M., Sauri, S., Abdussalam, A.,
Supriadi, U., & Parid, M. (2023).
Internalisasi Nilai-Nilai Karakter melalui Metode Keteladanan Guru di Sekolah. Jurnal Basicedu , 7 (1),
89-98.
Luthviyani, I. R., Setianingsih, E. S., &
Handayani, D. E. (2019). Analisis pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka terhadap nilai-nilai karakter siswa di SD Negeri Pamongan 2. JPGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah
Dasar , 12 (2), 113-122.
Rahmandani, F., Tinus, A., & Ibrahim, M. M. (2018). Analisis dampak penggunaan gadget (smartphone) terhadap kepribadian dan karakter (kekar) peserta didik di SMA Negeri 9 malang. Jurnal Civic Hukum , 3 (1), 18-44.
Bulan, A., & Hasan, H. (2020). Analisis Nilai Pendidikan Karakter dalam Kumpulan Dongeng Suku Mbojo. Ainara Journal (Jurnal Penelitian dan PKM Bidang Ilmu
Pendidikan) , 1 (1), 31-38.
|
98de4bc3-cf21-4c00-aae9-3f3754af3bc1 | https://ejournal.stiesyariahbengkalis.ac.id/index.php/iqtishaduna/article/download/158/158 | FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN USAHA PEDAGANG PASAR SUKARAMAI DI KECAMATAN BENGKALIS
Mashuri, Eriyana, Ezril Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syariah Bengkalis Email: [email protected], [email protected], [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha para pedagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Penelitian ini merupakan penelitian inferensial dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling jumlah yang digunakan sebagai sampel sebanyak 47 orang pemilik toko (kios). Teknik pengumpulan data primer menggunakan kuesioner, wawancara serta observasi lapangan. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif modal terhadap pendapatan pedagang di pasar Sukaramai Bengkalis yang ditunjukan dengan nilai koefisien standar regresi sebesar 0,673. Terdapat pengaruh tenaga kerja dengan nilai koefisien standar regresi sebesar 0,295, tidak terdapat pengaruh pendidikan ( dummy variable ) dan lama usaha (pengalaman) terhadap peningkatan pendapatan (keberhasilan usaha), terdapat pengaruh positif lama jam kerja dengan nilai koefisien standar regresi sebesar 0,229, dan tidak terdapat pengaruh usia terhadap keberhasilan para pedagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Sedangkan secara simultan yakni pengaruh modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia terhadap tingkat keberhasilan pedagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis sebesar 94,8% sedangkan sisanya sebesar 5,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata Kunci: Usaha, Faktor Keberhasilan.
## PENDAHULUAN
Keberhasilan dan kegagalan dalam dunia usaha secara substansi merupakan dua hal yang berbeda. Secara sederhana ukuran keberhasilan usaha dari sudut pandang ekonomi dapat dilihat dari keadaan finansial atas usaha yang dijalankan. Jika usaha yang dijalankan dapat memberi kelabihan masukan atas pengeluaran yang dilakukan maka ini dapat dikatakan usaha tersebut memungkinkan untuk diteruskan. Dan sebaliknya jika usaha yang dilakukan kelebihan pengeluaran daripada masukan hal ini dapat dikatakan usaha tersebut tidak layak untuk dilanjutkan. Keberhasilan dan kesuksesan suatu usaha selalu diraih dengan usaha yang gigih. Keberhasilan hari ini harus dipertahankan untuk hari esok dan seterusnya.
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kesuksesan atau keberhasilan usaha yang dijalankan oleh usahawan. Menurut (Purnama dan Suyatno 2010)
faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil, berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa keberhasilan usaha kecil ditandai oleh inovasi, perilaku mau mengambil resiko. Begitu juga hasil penelitian Murphy dalam sumber yang sama menemukan bahwa keberhasilan usaha kecil disumbangkan oleh kerja keras, dedikasi, dan komitmen terhadap pelayanan dan kualitas.
Menurut (Tambunan 2002) faktor-faktor yang mampengaruhi keberhasilan usaha diantaranya yaitu : kualitas sdm, penguasaan organisasi, struktur organisasi, sistem manajemen, partisipasi, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal, jaringan bisnis dengan pihak luar, dan tingkat entrepreneurship. Menurut (Glancey dalam Priyanto 2009) Wirausaha yang memiliki kemampuan mengambil keputusan yang superior akan dapat meningkatkan performansi usaha seperti peningkatan profit dan petumbuhan usaha. Dan masih menurut menurut (Priyanto 2009), seseorang yang memiliki kewirausahaan tinggi dan digabung dengan kemampuan manajerial yang memadai akan menyebabkan dia sukses dalam usahanya. (Erliah 2007): Suatu usaha dikatakan berhasil di dalam usahanya apabila setelah jangka waktu tertentu usaha tersebut mengalami peningkatan baik dalam permodalan, skala usaha, hasil atau laba, jenis usaha atau pengelolaan” . Menurut (Primiana 2009): “Keberhasilan usaha adalah permodalan sudah terpenuhi, penyaluran yang produktif dan tercapainya tujuan organisasi”. Dari pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu usaha dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk dapat mengetahui faktor-faktor mana yang dominan terhadap keberhasilan suatu usaha perlu dilakukan kajian. Oleh demikian peneliti akan mengadakan penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang pasar Sukaramai di kecamatan Bengkalis”.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu usaha dalam melakukan bisnis. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang pasar tradisional di kecamatan Bengkalis.
2. Faktor-faktor mana yang lebih dominan dalam mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang pasar tradisional di kecamatan Bengkalis.
Berdasarkan rumusan masalah diatas tentang berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha bagi pedagang pasar, maka dalam penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk menganalisis faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang pasar tradisional di kecamatan Bengkalis.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang lebih dominan dalam mempengaruhi keberhasilan usaha pedagang pasar tradisional di kecamatan Bengkalis. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Modal (X1) merupakan sebagai investasi untuk menjalankan kegiatan usaha. Secara logis dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi modal kerja yang dikeluarkan oleh pedagang maka semakin tinggi pula laba bersih yang dihasilkan ( ceteris paribus dengan asumsi semua barang dapat terjual).
2. Jumlah tenaga kerja (X2) adalah banyaknya orang yang melakukan pekerjaan pada usaha tersebut.
3. Tingkat pendidikan (X3) adalah pendidikan terakhir yang ditempuh oleh pemilik usaha. Dalam penelitian ini pendidikan sebagai variabel dummy .
4. Pengalaman (X4) adalah lama waktu pemilik usaha sudah menjalankan usahanya.
5. Lama jam kerja (X5) adalah lamanya jam usaha dalam beroperasi.
6. Usia (X6) adalah usia pedagang pasar sukaramai pada saat dilakukan penelitian diukur dengan satuan tahun.
7. Tingkat keberhasilan usaha (Y): adalah besarnya rata-rata laba yang diperoleh setiap hari dengan satuan rupiah.
Berdasarkan kerangka pemikiran pada gambar diatas maka dapat dijadikan pedoman untuk diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. H1: terdapat hubungan signifikan antara variabel modal terhadap tingkat keberhasilan usaha pedagang pasar
2. H2: terdapat hubungan signifikan antara jumlah tenaga kerja terhadap tingkat keberhasilan usaha
3. H3: terdapat hubungan signifikan antara variabel tingkat pendidikan terhadap tingkat keberhasilan usaha
4. H4: terdapat hubungan signifikan antara variabel pengalaman terhadap tingkat keberhasilan usaha
5. H5: terdapat hubungan signifikan antara variabel lama jam kerja terhadap tingkat keberhasilan usaha
6. H6: terdapat hubungan signifikan antara variabel Usia pedagang terhadap tingkat keberhasilan usaha
7. H7: terdapat hubungan signifikan secara simultan antara variabel modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha
## TINJAUAN PUSTAKA
## Keberhasilan Usaha
Setiap jenis usaha tentu saja berkeinginan untuk mencapai suatu titik yang disebut keberhasilan. Keberhasilan suatu usaha dapat diukur melalui pengukuran kinerja yang dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti kinerja keuangan dan image perusahaan. Menurut (Primiana 2009, 49) mengemukakan bahwa keberhasilan usaha adalah permodalan sudah terpenuhi, penyaluran yang produktif dan tercapainya tujuan organisasi. Sedangkan menurut (Algifari 2003, 118) ia berpendapat bahwa keberhasilan usaha dapat dilihat dari efisiensi proses produksi yang dikelompokkan berdasarkan efisiensi secara ekonomis.
Menurut (Purnama 2010, 179) berkaitan dengan faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil ini, hasil penelitiannya menemukan bahwa keberhasilan usaha kecil ditandai oleh inovasi, perilaku mau mengambil resiko. Begitu juga hasil penelitian Murphy dalam sumber yang sama menemukan bahwa keberhasilan usaha kecil disumbangkan oleh kerja keras, dedikasi, dan komitmen terhadap pelayanan dan kualitas. Berbagai faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil hasil identifikasi penelitian Luch tersebut pada dasarnya adalah cerminan dari kemampuan usaha (pengetahuan, sikap dan keterampilan), pengalaman yang relevan, motivasi kerja dan tingkat pendidikan seseorang pengusaha. Sehingga dapat diketahui bahwa keberhasilan usaha dapat dipengaruhi
oleh kemampuan usaha yang tercermin diantarannya melalui pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari pengusaha.
Dalam islam, bisnis atau dagang tidak hanya diarahkan pada mencari untung (keberhasilan dan kesuksesan) yang sebesar-besarnya dan menghalalkan segala cara. Menurut (Hendra dan Riana 2008, 164) ada empat prinsip yang dipegang oleh Rasul ketika berbisnis, yaitu shiddiq (jujur), amanah (menepati janji), fathanah (mempunyai wawasan yang luas), dan tabligh (berkomunikasi). Keempat hal inilah yang membuat beliau sukses dalam menjalankan bisnisnya. Sedangkan menurut (Dawwabah 2014, 29-54) prinsip-prinsip keimanan entrepreneur muslim diantaranya, yaitu; 1) Meyakini bahwa harta milik Allah; 2) Manusia hanya diberi mandat; 3) Menghadirkan niat yang baik dalam bekerja; 4) Mengimani qadha dan takdir Allah; 5) Disertai sikap selalu bersyukur; 6) Siap menjalani proses dan bekerja untuk mendapatkan rezeki; 7) Meyakini bahwa Allah telah menentukan kelebihan atas orang lain.
Berdasarkan prinsip-prinsip dagang diatas dapat disimpulkan bahwa dalam islam, keberhasilan dan kesuksesan suatu usaha tidak terlepas dari keberkahan harta dan cara meraihnya. Motivasi berdagang dalam islam juga untuk membantu masyarakat menyediakan barang kebutuhannya dan keuntungan yang diharapkan bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Sedangkan Nabi Muhammad SAW mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam transaksinya. Selain itu Rasul juga selalu menasehati para sahabatnya untuk melakukan hal serupa.
Maksud prinsip-prinsip dagang dalam tulisan ini adalah bahwa ketika berdagang seorang pedagang haruslah memiliki rambu-rambu berdagang. Dan seorang entrepreneur atau pedagang melaksanakan rambu-rambu perdagangan sesuai dengan syari’at Islam. Hal tersebut dilakukan demi kelancaran dagangnya, karena keberhasilan usaha dagang semata-mata untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
## Faktor-Faktor Keberhasilan Usaha
1. Modal Usaha
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “modal usaha adalah uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan”. Modal dalam pengertian ini dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah uang yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis. Banyak kalangan yang memandang bahwa modal uang bukanlah segala-galanya dalam sebuah bisnis. Namun perlu dipahami bahwa uang dalam sebuah usaha sangat diperlukan. Persoalan di sini bukanlah penting tidaknya modal, karena keberadaannya memang sangat diperlukan, akan tetapi bagaimana mengelola modal secara optimal sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan lancar (Amirullah 2009, 7).
Modal dalam konsep ekonomi Islam berarti semua harta yang bernilai dalam pandangan syar’i, dimana aktivitas manusia ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan tujuan pengembangan. Uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting, tetapi bukan yang terpenting karena manusia menduduki tempat di atas modal yang disusul oleh sumber daya alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern
yang memandang uang segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber daya alam dianiaya atau ditelantarkan.
Modal dalam sistem ekonomi Islam diharuskan terus berkembang agar sirkulasi uang tidak berhenti. Dikarenakan jika uang atau modal terhenti maka harta itu tidak akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, namun seandainya jika uang diinvestasikan dan digunakan untuk melakukan bisnis maka uang tersebut akan mendatangkan manfaat bagi orang lain, termasuk diantaranya jika ada bisnis yang berjalan maka akan bisa menyerap tenaga kerja. Sebagaimana Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 279 yang berbunyi sebagai berikut:
ُىَذ ۡ أَف ْ اوُلَعۡفَت ۡمَّل نِإَف َ لََو َنوُهِل ۡظَت َ لَ ۡمُكِلَٰ َوۡن َ أ ُسوُءُر ۡمُكَلَف ۡمُتۡبُت نوَإِ ۖۦِ ِلِوُسَرَو ِ َّللَّٱ َوِّن ٖبۡرَ ِبِ ْ او
## َنوُهَل ۡظُت
Artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya .
Ayat ini menjelaskan bahwa meneruskan hidup dengan riba setelah menjadi orang Islam, berarti memaklumkan perang kepada Allah SWT. dan Rasul. Dengan ancaman yang keras itu, dapatlah dipahamkan bahwasanya seluruh harta yang diperibakan itu, atau bunganya dari harta itu, semuanya menjadi harta yang haram kelanjutannya ialah bahwa daulah islamiyah berhak merampas seluruh harta itu, baik modal pokok, maupun bunganya. Tetapi kalau kamu telah taubat tidak hendak melanjutkan lagi kehidupan yang jahat itu, maka harta yang kamu pinjamkan sebanyak jumlah asalnya, bolehlah kamu ambil kembali.
2. Tenaga Kerja
Tenaga Kerja merupakan faktor yang penting dalam kegiatan produksi, karena pekerja inilah yang mengalokasikan dan memanfaatkan faktor - faktor lain guna menghasilkan suatu output yang bermanfaat. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat.
Syari’at Islam juga membahas dan memperhatikan kehidupan manusia dalam kapasitasnya sebagai “pekerja” dan tentunya memuat prinsip-prinsip dan aturan serta konsepsi tentang “kerja” dan ajaran untuk selalu “bekerja”.
Pemanfaatan tenaga kerja manusia dalam rangka mengejawantahkan dan mengaktualisasikan fungsi kekhalifaan dan sekaligus fungsinya sebagai pembangun, sangat dihargai oleh ajaran (syari’at Islam). Sehubungan dengan hal tersebut, manusia sebagai pekerja, mutlak memperhatikan kemungkinan- kemungkinan yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan melaksanakan aktivitasnya.
3. Pendidikan
Menurut (Kamus besar Bahasa Indonesia 2002, 232) “pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”. Dapat disimpulkan Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar guna mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan melalui usaha belajar. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi pula keahlian atau ketrampilan seseorang. Bila dilihat dari produktivitas kerja, pendidikan dan pendapatan seseorang mempunyai hubungan yang sangat erat.
Dalam pendidikan terdapat jenis dan jenjang pendidikan. Menurut (Wikipedia Bahasa Indonesia 2011), jenis pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu: pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non formal, Jenjang pendidikan merupakan pengertian tahapan pendidikan berkelanjuatan yang ditetapkan berdasar tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran dan cara penyajian. Menurut UU RI No.20/2003, mengenai jenjang pendidikan dijelaskan: “jenjang pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi’.
Menurut (Simanjuntak 2001) pendidikan menberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk memperkembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
4. Pengalaman
Lamanya seorang pelaku bisnis menekuni bidang usaha akan mempengaruhi kemampuan profesionalnya. Semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan akan makin meningkatkan pengalaman (pengetahuan) tentang selera ataupun perilaku konsumen. Ketrampilan berdagang makin bertambah dan semakin banyak pula relasi bisnis maupun pelanggan yang berhasil dijaring (Asmie 2008).
5. Lama Jam Kerja
Jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari (UURI No.13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja). Badan Pusat Statistik mendefinisikan Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam yang digunakan untuk bekerja dari seluruh pekerjaan, tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal- hal di luar pekerjaan selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja dihitung mulai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.
Menurut (Mc.Eachern (2001) waktu adalah bahan mentah dari hidup. Dalam menggunakan waktu ada tiga cara: a) Melaksanakan pekerjaan pasar yaitu menjual waktu ke pasar untuk memperoleh pendapatan; b) Melaksanakan pekerjaan non-pasar yaitu menggunakan waktu untuk memproduksi barang dan jasa sendiri; c) Mengubah waktu langsung menjadi waktu luang (leisure), yaitu penggunaan waktu untuk non-kerja.
(Arifin 2004, 15 dalam Sasmita 2012, 3) dalam bukunya yang berjudul Formasi Strategi Makro-Mikro Ekonomi Indonesia mengemukakan secara umum dapat diasumsikan bahwa “semakin banyak jam kerja yang dipergunakan, berarti akan semakin produktif”. Mengindikasikan semakin tinggi jam kerja yang di jalani pedagang maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hubungan jam kerja terhadap pendapatan bersifat positif.
Juni 2019, Vol.8, No.1: 138-154
6. Usia Usia adalah seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu.
Menurut (Simanjuntak 2001), umur mempunyai hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran tenaga kerjanya. Semakin tinggi tingkat umur, semakin kecil proporsi penduduk yang bersekolah sehingga tingkat partisipasi kerja pada kelompok umur dewasa lebih besar daripada TPK pada kelompok umur yag lebih muda. Semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran tenaga kerjanya. Sedangkan selama masih dalam usia produktif, semakin tua usia seseorang semakin besar tanggung jawabnya terhadap keluarga yang harus ditanggung. Menurut (Hasyim 2006), umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja, dimana kondisi umur yang masih produktif, maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal.
## METODOLOGI PENELITIAN
## Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang bermaksud untuk umum atau generalisasi (Sugiyono 2015). Dalam statistik deskriptif diantaranya terdapat nilai rata-rata ( mean ), nilai maksimum, median , dan modus . Mean diperoleh dari jumlah total dibagi jumlah individu. Median adalah suatu nilai yang membatasi 50% dari frekuensi distribusi setelah bawah. Modus adalah nilai variabel yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam distribusi. Selain itu, data juga berbentuk tabel distribusi frekuensi.
## Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis atau yang biasa disebut uji asumsi klasik dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji data-data yang digunakan dalam penelitian ini apakah telah memenuhi syarat asumsi klasik.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang bersangkutan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dimana data dapat dikatakan berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig (2 tailed) ≥ 0,05 maka data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2 tailed) < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal (Muhson 2012).
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan yang sangat kuat atau sempurna antar variabel bebas (X). Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas antar variabel bebas (X) maka dapat menggunakan uji VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF kurang dari 4 maka tidak terjadi multikolinearitas, sedangkan jika nilai VIF lebih dari 4 maka terjadi mutikolinearitas, (Muhson 2012).
## Uji Hipotesis
a. Mencari Persamaan Garis Regresi Enam Prediktor Setelah uji asumsi klasik dilakukan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi. Menurut Sugiyono (2015) analisis regresi ganda digunakan oleh peneliti, bila peneliti bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis ganda akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal.
b. Persamaan regresi yang digunakan adalah persamaan regresi linear berganda (multi regression).
Model persamaan regresi yang disusun pada penelitian ini:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 +e Keterangan : Y = rata-rata pendapatan perbulan X1 = rata-rata modal kerja X2 = jumlah tenaga kerja X3 = tingkat pendidikan X4 = pengalaman X5 = lama jam kerja X6 = usia (umur pedagang sekarang) a = Konstanta b1,….,b6 = Koefisien regresi
## Uji Simultan (Uji F)
Menurut (Ghozali 2011) Uji F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel bebas secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variabel terikat. Uji F digunakan untuk menghitung besarnya perubahan nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel bebas. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi pada 𝐹 ℎ 𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 jika nilai sig ≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya variabel bebas berpengaruh signiifikan terhadap variabel terikat, sedangkan jika nilai sig > 0,05 maka Ho diterima, artinya variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Dengan perumusan hipotesis :
Ho : tidak ada pengaruh antara variabel modal, tenaga kerja, pengalaman, umur, lama jam kerja, pendidikan secara bersama-sama terhadap keberhasilan (pendapatan) pedagang pasar Sukaramai Kecamatan Bengkalis.
Ha : ada pengaruh antara variabel modal, tenaga kerja, pengalaman, umur, lama jam kerja, pendidikan secara bersama-sama terhadap keberhasilan (pendapatan) pedagang pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis.
Analisis Koefisien Determinan ( R2 )
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0 ≤ R² ≥ 1). Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat secara simultan (Sugiyono 2015).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Profil Responden
a. Pendidikan
Dalam pelaksanaan pendidikan telah dibentuk suatu sistem pengajaran nasional yang merupakan realisasi UUD 1945 pasal 31 yang menyatakan bahwa: “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.” Pendidikan melalui dua jalur, yaitu pendidikan sekolah atau pendidikan formal dan pendidikan luar sekolah atau non formal, baik negeri maupun swasta. Berdasarkan wawancara penulis dengan pemilik toko Pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis, bahwa masyarakat pedagang Pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis umumnya mempunyai pendidikan SLTA ke bawah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1 Pendidikan Tingkat Pendidikan Frequenc y Percent Valid Percent Cumulative Percent SLTP 14 29,8 29,8 29,8 SLTA 28 59,6 59,6 89,4 SARJANA 5 10,6 10,6 100,0 Total 47 100,0 100,0 Sumber : Data primer diolah SPSS 22
Berdasarkan dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden banyak tamatan SLTA yakni sebanyak 59% atau 28 orang, dan tamatan SLTP sebanyak 14 orang atau 29% sedangkan yang menempuh perguruan tinggi sebanya 10% atau 5 orang. Dan tidak ditemukan bagi responden yang tidak berpendidikan.
b. Gender (Jenis Kelamin)
Gender atau jenis kelamin para pedagang pasar menentukan keberhasilan usaha yang digelutinya. Berdasarkan sebaran angket tentang jenis kelamin para pedagang pasar sukaramai kecamatan bengkalis dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2 Gender Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Laki-laki 20 42,6 42,6 42,6 Perempuan 27 57,4 57,4 100,0 Total 47 100,0 100,0 Sumber : Data primer diolah SPSS 22
Berdasarkan data pada tabel 2 di atas, dapat dikatakan bahwa pedagang pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis lebih banyak berjenis kelamin perempuan dari pada laki-laki. Berdasarkan hasil tabulasi kuesioner yang dilakukan
dilapangan bahwa pedagang yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 57,4% atau sebanyak 27 orang, dan pedagang yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 42,6% atau sebanyak 20 orang. Wawancara yang dilakukan kepada pemilik toko (kios) yang ada di lokasi penelitian mengatakan bahwa laki-laki yang sudag beristri lebih memilih bekerja ditempat lain agar mendapat tambahan pendapatan karena modal dan tokonya kecil. Agama yang dianut para pedagang sukarmai kecamatan bengkalis Pada dasarnya Islam tidak melarang ummatnya untuk melakukan usaha perdagangan, asalkan perdagangan itu tidak menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan oleh Islam.
Berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan dilokasi penelitian didapati bahwa seluruh pedagang di Pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis adalah beragama Islam. Berdasarkan hasil observasi juga didapati bahwa masyarakat atau para pedagang pasar sukaramai bengkalis tergolong fanatik dalam menjalankan ibadah. Ini dapat dilihat ketika waktu shalat tiba, sebagian besar para pedagang menunaikan ibadah dimasjid terdekat baik pemilik toko ataupun antara sesama karyawan secara bergantian. Maka dengan kondisi yang demikian dapat dikatakan kehidupan beragama bagi pedagang Pasar Sukaramai Kecamatan Bengkalis dipandang sangat penting sebagai asas pembentukan mental dan moral dalam melaksanakan aktifitas perdagangannya untuk memenuhi kebutuhan diri maupun keluarga.
## Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data yang bersangkutan berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov . Dimana data dapat dikatakan berdistribusi normal jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) ≥ 0,05 maka data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal, (Muhson 2012). Berikut ini disajikan data hasil dari pengujian normalitas sebagai berikut:
## Tabel 3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 47 Normal Parameters a,b Std. Deviation ,0649 Most Extreme Differences Absolute ,111 Positive ,088 Negative -,111 Kolmogorov-Smirnov Z ,761 Asymp. Sig. (2-tailed) ,609 Sumber : Data primer diolah SPSS 20
Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui nilai dari Asymp. Sig (2-tailed) pada nilai Residual variabel modal, tenaga kerja, pendidian, lama usaha, lama jam kerja, umur, dan pendapatan menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) 0,609 > 0.05 yang berarti semua data berdistribusi normal.
## Uji Linearitas
Uji linearitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah antara variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan linear atau tidak. Untuk mengetahui hal ini digunakan uji F pada taraf signifikansi 5%. Jika nilai Sig F < 0,05 maka hubungannya tidak linear, sedangkan jika nilai Sig F ≥ 0,05 maka hubungannya bersifat linear, (Muhson 2012).
Tabel 4 Uji Linearitas Variabel F (deviation from linearity) Sig. Ket Modal (X1) 0,639 0,845 Linear Tenaga Kerja (X2) 1,250 0,297 Linear Pendidikan (X3) 3,028 0,059 Linear Lama Usaha (X4) 0,993 0,489 Linear Lama Jam Kerja (X5) 2,051 0,074 Linear Usia (X6) 1,032 0,462 Linear
Sumber : Data primer diolah SPSS 20
Berdasarkan pada tabel 4 di atas diketahui nilai Sig variabel bebas yang terdiri dari modal, tenaga kerja, pendidikan, lama usaha, lama jam kerja, dan usia terhadap pendapatan nilai Sig. > 0,05 maka hubungan antar variabel tersebut dapat dikatakan linear.
## Uji Multikoleniaritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar variabel bebas sama dengan nol. Multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance dan lawannya VIF ( Variance Inflation Factor ), jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolineartias, Imam Ghozali (2005). Berikut disajikan hasil dari pengujian multikolinearitas sebagai berikut:
Tabel 5 Coefficients Multikoleniaritas Variabel Collinearity Statistics Keterangan Toleranc e VIF Modal (X1) ,164 6,101 Tidak terjadi multikolinearitas Tenaga kerja (X2) ,191 5,246 Tidak terjadi multikolinearitas Pendidikan (X3) ,319 3,138 Tidak terjadi multikolinearitas Lama usaha (X4) ,260 3,851 Tidak terjadi multikolinearitas Lama jam krj (X5) ,212 4,718 Tidak terjadi multikolinearitas Usia (X6) ,708 1,413 Tidak terjadi multikolinearitas
Sumber : Data primer diolah SPSS 22
Berdasarkan tabel 5 di atas maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel modal, tenaga kerja, pendidikan, lama usaha, lama jam kerja, dan umur tidak saling mempengaruhi atau tidak terjadi multikolinearitas.
Analisis Regresi
Tabel 6 Output Analisis Regresi Koefisien unstandar Koefisien standar Sig. Konstanta ,547 ,395 Modal (X1) ,565 ,673 ,000 Tenaga kerja (X2) ,403 ,295 ,001 Pendidikan (X3) -,223 -,116 ,120 Lama usaha (X4) -,125 -,099 ,259 Lama jam kerja (X5) ,703 ,229 ,005 Usia (X6) ,321 ,075 ,097
## Sumber : Data primer diolah SPSS 22
Berdasarkan nilai standardized coefficients (koefisien standar) dapat diketahui bahwa variabel independen yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap perolehan pendapatan (keberhasilan usaha) adalah modal kerja (X1). Hal ini ditunjukkan dari nilainya yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,637. Urutan variabel berikutnya dari pengaruh yang paling kuat sampai yang paling lemah adalah jumlah tenaga kerja (X2), jumlah jam kerja (X5), usia (X6), tingkat pendidikan (X3), dan paling lemah adalah pengalaman atau lama usaha (X4).
Persamaan hasil regresi bebagai berikut:
Log Y = 0,547 + 0,673 logX1 + 0,295 logX2 - 0,116 logX3 - 0,099 logX4 + 0, 229 logX5 + 0,075 logX6 a = antilog 0,547 = 3,523 Persamaan regresi menjadi: Y = 3,523 + X1 0,673 + X2 0,295 – X3 0,116 – X4 0,099 + X5 0, 229 + X6 0,075
## Uji Hipotesis
a. Pengujian hipotesis H1
Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel modal kerja (X1) sebesar 0,000. Nilai probabilitas signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa modal kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha pedagang pasar suka ramai di Kecamatan Bengkalis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi modal kerja maka semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh pedagang pasar suka ramai dengan asumsi variabel lain bersifat konstan ( ceteris paribus ). Penambahan jumlah modal kerja secara signifikan akan meningkatkan laba.
b. Pengujian hipotesis H2 Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel Jumlah tenaga kerja (X2) sebesar 0,001. Nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka
Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha pada pedagang Sukaramai kecamatan Bengkalis. Jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha. Semakin banyak jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh oleh pedagang dengan asumsi variabel lain bersifat konstan ( ceteris paribus ). Berdasarkan hasil wawancara informal, dapat diketahui bahwa penjual akan menambah jumlah tenaga kerja baru apabila kondisi usahanya memiliki kecenderungan trend penjualannya meningkat. Hasil penelitian (Purba 1990) perlu diperhatikan, yang mengemukakan bahwa penambahan jumlah tenaga kerja akan berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja. Apabila dikaitkan dengan kondisi usaha dagang dipasar sukaramai kecamatan bengkalis, penambahan jumlah tenaga kerja pada tingkat tertentu akan meningkatkan pendapatan tapi jika ditambah terus maka akan menurunkan pendapatan.
c. Pengujian hipotesis H3 Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel tingkat pendidikan (X3) sebesar 0,120. Nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula laba bersih yang diperoleh para pedagang dengan asumsi variabel lain bersifat konstan ( ceteris paribus ). Dalam penelitian ini, penjual yang memiliki pendidikan lebih tinggi secara rata-rata tidak memiliki perbedaan perolehan pendapatan dibandingkan dengan penjual yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Persaingan usaha di pasar sukaramai yang berada dipusat kota kecamatan bengkalis bersifat persaingan sempurna. Setiap orang dapat dengan mudah untuk menjalankan usahanya karena tidak membutuhkan modal yang besar, keahlian atau kualifikasi khusus maupun persyaratan tingkat pendidikan tertentu. pedagang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memang memperoleh laba bersih yang lebih tinggi, namun perolehan laba antara penjual yang berpendidikan sarjana, SMU, SLTP dan SD tidak ada perbedaan. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian terdahulu (Ellyyawati dan Susilo 2001) bahwa pendidikan tidak mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha yang dicapai, mereka yang memiliki pendidikan rendah mampu mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi. Atau dengan kata lain, tingkat keberhasilan usaha seseorang pada bidang usaha kecil tidak ditentukan dari tingkat pendidikannya.
d. Pengujian hipotesis H4 Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel lama usaha (X4) sebesar 0,259. Nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama usaha atau pengalaman bekerja tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Lama usaha tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang. Semakin banyak/lama usaha yang dijalankan pedagang pasar sukaramai maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh penjual pasar
sukaramai dengan asumsi variabel lain bersifat konstan ( ceteris paribus ). Penjual yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama, perolehan laba bersihnya memang relatif lebih tinggi, namun selisihnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan penjual yang pengalamannya lebih sedikit variabel pengalaman kerja tidak berpengaruh karena usaha dagang yang bersifat tunggu bola. Sebagian besar penjual cenderung pasif dan tidak melakukan suatu strategi tertentu untuk menarik pembeli, hanya ada beberapa penjual yang melakukan strategi-strategi khusus untuk menarik pembeli. Misalnya menyediakan fasilitas televisi, ruang dingin, kursi santai diskon harga dan sebagainya. Pada usaha tertentu ada yang membutuhkan pengalaman untuk memulai meningkatkan hasil penjualannyamisalnya usaha tekstik, usaha keramik, dan usaha mebel (Marniyati 2002), maka pengalaman usaha sangat diperlukan.
e. Pengujian hipotesis H5 Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel lama jam kerja (X5) sebesar 0,005. Nilai probabilitas signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama jam kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha pada usaha dagang pasar Sukaramai di kecamatan Bengkalis. Jumlah jam kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha artinya semakin lama jam kerja maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan usaha dagang yang diperoleh dengan asumsi variabel lain bersifat konstan ( ceteris paribus ).
Penambahan jumlah jam kerja secara signifikan akan meningkatkan laba bersih.
f. Pengujian hipotesis H6 Berdasarkan tabel 6 diketahui nilai probabilitas signifikansi variabel usia (X6) sebesar 0,097. Nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka Ho diterima. Dapat disimpulkan bahwa faktor usia dalam meningkatkan pendapatan usaha dagang dipasar Sukaramai tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang tersebut. Tua atau muda usia para pedagang pasar sukaramai tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan. Artinya tidak ada perbedaan pendapatan baik pedagang tersebut lebih muda atau lebih tua. Jadi pedagang pasar di usia yang produktif maupun tidak tetap berdagang dengan baik, hal ini terlihat dari hasil penelitian ini. Pedagang di usia yang sudah tua tetap berdagang dengan baik karena faktor kebutuhan selain itu karena pengalaman berdagang lebih lama dari pada yang usia muda. Sedangkan pada usia muda pedagang tetap berdagang secara produktif karena memiliki tenaga yang kuat hanya saja pengalaman yang didapatkan lebih banyak yang usia tua. Sehingga dalam penelitian ini variabel usia tidak memberikan pengaruh terhadap pendapatan pedagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis.
## Uji Silmutan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menghitung besarnya perubahan nilai variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan nilai semua variabel bebas. Pengujian ini dilakukan dengan melihat nilai signifikansi pada F hitung atau signifikansi. jika F hitung > f tabel atau jika nilai sig. F Change < 0,05 maka Ho ditolak, artinya variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat,
Juni 2019, Vol.8, No.1: 138-154
sedangkan jika nilai sig. F Change > 0,05 maka Ho diterima, artinya variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. H7:
Ho : tidak ada pengaruh antara variabel modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha.
Ha : ada pengaruh antara variabel modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha.
Tabel 7 Uji Simultan R R Square Adjusted R Square F Change Sig. F Change ,973 a ,948 ,940 120,57 ,000
Sumber : Data primer diolah SPSS 22
Berdasarkan perhitungan statistik SPSS diperoleh nilai 𝐹 ℎ 𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 yaitu 120,57 hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif antara modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha. Hasil signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 Dengan demikian hipotesis yang diterima adalah Ha dan Ho ditolak. Ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, usia para pedagang pasar terhadap tingkat keberhasilan usaha pedagang di pasar sukaramai kecamatan bengkalis.
## Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0 ≤ R² ≥ 1). Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat secara simultan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik pada tabel 7 uji simultan diperoleh nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,948. Hal ini menunjukkan bahwa variabel bebas dapat menjelaskan variasi variabel terikat sebesar 94,8% sedangkan sisanya sebesar 5,2% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Variabel modal berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha pedagang pasar suka ramai di kecamatan Bengkalis. Semakin tinggi modal yang digunakan maka semakin besar pula tingkat keberhasilan (laba) yang diperoleh (sebagai ukuran kuantitatif tingkat keberhasilan usaha). Variabel modal memiliki pengaruh yang paling kuat jika dibandingkan dengan variabel independen yang lain.
2. Variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha pada pedagang Sukaramai kecamatan Bengkalis. Tambahan tenaga kerja memang akan meningkatkan laba usaha yang diperoleh (sebagai ukuran kuantitatif tingkat keberhasilan usaha). Namun dalam kondisi tertentu, pada awalnya penambahan jumlah tenaga kerja pada tingkat tertentu akan meningkatkan pendapatan tapi jika ditambah terus maka akan menurunkan pendapatan (tingkat laba yang diperoleh).
3. Variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki kemungkinan tingkat keberhasilan yang tinggi dalam usaha dagang di pasar sukaramai. Namun dalam penelitian ini antara kategori tingkat pendidikan tertentu dengan tingkat pendidikan yang lain memiliki tingkat keberhasilan yang relatif setara.
4. Variabel lama usaha (pengalaman) tidak berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Variabel ini memiliki pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan variabel independen lainnya.
5. Variabel lama jam kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis. Semakin lama jam kerja maka semakin tinggi pula laba usaha yang diperoleh.
6. Variabel faktor usia tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang dalam meningkatkan pendapatan usaha dagang dipasar sukaramai. Artinya tidak ada perbedaan pendapatan baik pedagang tersebut lebih muda atau lebih tua.
7. Secara bersama-sama, keenam variabel independen (modal, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, pengalaman, lama jam kerja, dan usia para pedagang pasar Sukaramai kecamatan Bengkalis) berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan usaha dagang di pasar Sukaramai Bengkalis.
Berdasarkan hasil penelitian maka sebagai saran adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan pendapatan bagi usaha dagang, para pengusaha hendaknya mengalokasikan faktor-faktor penting berdasarkan hasil kajian, maka yang perlu ditingkatkan seperti; modal usaha, lama jam kerja dan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kondisi keperluannya.
2. Terkait dengan faktor lama usaha (pengalaman), para pengusaha dipasar sukaramai disarankan untuk selalu tekun dalam menjalankan usahanya agar dapat mengasah kemampuan profesionalnya dalam berwiraswasta, dapat meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen, keterampilan berdagang makin bertambah, dan semakin banyak pula relasi bisnis maupun pelanggan yang berhasil dijaring.
3. Berkaitan dengan model yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dikembangkan lagi faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi keberhasilan usaha dagang untuk meningkatkan pendapatan (laba usaha).
## DAFTAR PUSTAKA
Amirullah dan Hardjanto, Imam. 2005. Pengantar Bisnis, Edisi Pertama . Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arifin, Bustanul. 2004. Formasi Strategi Makro-Mikro Ekonomi Indonesia, Edisi
1 . Jakarta: Ghalia Indonesia.
Asmie, Poniwatie. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Pasar Tradisional di Kota Yogyakarta. Jurnal NeO- Bis, Volume 2 No. 2 Desember, hal. 197-210 . Dawwabah, Asyraf Muhammad. 2014. Menjadi Entrepreneur Muslim Tahan Banting. Surakarta: Al-Jadid.
Hasyim, H. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi Terhadap Pendapatan (Studi Kasus: Desa Dolok Saribu Kecamatan Paguran Tapanuli Utara). Jurnal Komunikasi, Vol.18, No.1:22-27. Hendra, Yopi dan Riana, Deny. 2008. Spiritual Entrepreneur . Bandung: MQS Publishing.
Mc.Eachern, Wiliam A. 2001, Ekonomi Mikro Pendekatan Kontemporer, Edisi Pertama . Jakarta: PT Salemba Empat. Primiana, Ina. 2009. Menggerakkan sektor riil UKM & industri . Bandung: Alfabeta.
Priyanto, Sony Heru. 2009. Mengembangkan Pendidikan Kewirausahaan di Masyarakat. Jurnal PNFI, Vol.1, No.1, pp. 57-82 . Purnama, Chamdan dan Suyatno. 2010. Motivasi dan Kemampuan Usaha Dalam meningkatkan Keberhasilan Usaha Industri Kecil (Studi Pada Industri Kecil Sepatu di Jawa Timur). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, pp. 177- 184.
Riyanto, Bambang. 2010. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, Ed. 4 . Yogyakarta: BPFE.
Simanjuntak, P.J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Edisi Kedua . Jakarta: Lembaga Penebit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tambunan, Tulus T.H. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting . Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional . Jakarta: Sinar Grafika. Widjajanta, Bambang dan Widyaningsih, Aristanti.
2007. Mengasah Kemampuan Ekonomi, Cetakan 1 . Bandung: Citra Praya.
|
39fdc98c-5a19-49f2-a0bc-9fd983eacf6a | https://ejournal.lppm-unbaja.ac.id/index.php/jsii/article/download/3185/1683 | ANALISIS BIBLOMETRIK KEAMANAN PERUSAHAAN PENJUALAN ONLINE UNTUK MENCEGAH TERJADINYA KEJAHATAN SIBER
Rizky Adin Adriansyah 1 , Aldof Faris Anugrah 2 1,2 Teknik Informatika, Universitas Majalengka Jl. KH Abdul Halim No 103 Kabupaten Majalengka - Provinsi Jawa Barat, Indonesia e-mail : * 1 [email protected], 2 [email protected]
## Abstract
The present study conducts a comprehensive bibliometric analysis of the research landscape related to cybersecurity, cybercrime, and online sales companies. Utilizing Vosviewer, the analysis encompasses a wide array of publications, including authors, organizations, countries, keywords, and information sources. The primary objective is to identify the prominent trends, key contributors, and major research themes in the field. By shedding light on the evolving landscape of cybersecurity and cybercrime in the context of online sales companies, the study's goal is to provide helpful insights for researchers and practitioners. Furthermore, the analysis seeks to highlight the prevalence of cybercrime in online sales companies and explore the various dimensions of cybersecurity. The findings of this study are expected to not only contribute to the existing body of knowledge but also to guide future research endeavors and policy formulations in the domain of cybersecurity and cybercrime within online sales companies.
Keyword: Bibliometric Analysis, Cyber Crime, Cyber Security, Online Sales Company, Vosviewer
## PENDAHULUAN
Dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat, setiap masalah yang muncul dalam berbagai aktivitas sehari-hari dipengaruhi dan digunakan sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah saat ini. Keadaan tersebut bukan hanya sebatas kata-kata; itu benar-benar terjadi karena munculnya kegiatan pembangunan dalam berbagai industri yang sering bergantung pada teknologi informasi digital (Romdoni, Ruhiawati, and Gunawan 2022). Banyak perusahaan skala kecil dan menengah baru muncul di era industri 4.0. Setiap bisnis harus mampu beradaptasi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi jika mereka ingin tetap stabil dan berkelanjutan (Normah et al. 2022). Perusahaan online besar di Indonesia, seperti bukalapak.com, olx.co.id, dan lazada.com, sudah mulai menghasilkan uang. Semakin banyak pemilik dan pembeli yang tertarik dengan bisnis online (Srisadono 2018). Ini juga berlaku untuk jual-beli barang atau jasa yang dapat dilakukan secara online. Produk yang dijual dapat dengan mudah dilihat dari mana saja dengan koneksi internet melalui sebuah website penjualan (Nursari and Immanuel 2018).
Analisis bibliometrik adalah metode kuantitatif untuk menganalisis data bibliografi yang tercantum dalam artikel. Metode ini menggunakan pendekatan statistik dan dianggap efektif dalam menyediakan kumpulan data yang dapat meningkatkan kualitas penelitian. Banyak penelitian telah membahas analisis bibliometrik (Nandiyanto and Al Husaeni 2022). Tinjauan evaluasi digunakan untuk mengukur pengaruh penelitian absolut dari publikasi penelitian, penulis, organisasi, dan negara. Variabel produktivitas seperti jumlah kutipan, publikasi per tahun, dan jurnal termasuk dalam analisis ini. Tinjauan evaluatif kualitatif juga dapat dilakukan oleh pakar penilaian ahli tentang indikator dampak penelitian di bidang tertentu. Namun, keterkaitan antara ukuran evaluasi yang disebutkan di atas adalah fokus dari teknik tinjauan relasional. Jumlah output kolaboratif, hubungan kolaboratif, dan kekuatan hubungan terkait diukur dan dikomunikasikan. Kemunculan bersama, hubungan berbasis kutipan, dan analisis berbasis kutipan bersama adalah metrik hubungan yang berguna lainnya. Transfer informasi
antara berbagai kelompok penelitian dapat dilihat melalui hubungan penulis bersama (Sharma et al. 2023).
Keamanan siber adalah ide tentang teknik komputer yang menjaga privasi, kerahasiaan, dan integritas data yang dikirimkan atau disimpan di jaringan internal atau di Internet itu sendiri (Furstenau et al. 2020). Dengan menggunakan solusi perangkat keras dan perangkat lunak, cyber security melindungi data, pemrosesan data, dan sistem penyimpanan (Istanbullu 2023). Dalam keamanan siber, melindungi sistem internal adalah hal yang paling penting, tetapi keamanan lingkungan jaringan juga sama pentingnya. Ini termasuk memantau entitas atau objek yang mencurigakan di luar jaringan secara real-time, mencari sumber serangan, dan memantau aplikasi berbahaya (Yildiz and Younes Gejam 2022). Keamanan siber sangat penting dalam memerangi kejahatan siber karena melindungi sistem, jaringan, dan data digital dari akses, penggunaan, pengungkapan, gangguan, modifikasi, atau perusakan yang tidak sah. Kejahatan siber dapat mengambil banyak bentuk, seperti peretasan, phishing, malware, dan ransomware , dan dapat berdampak negatif pada orang dan organisasi (Mijwil, Aljanabi, and ChatGPT 2023).
Beberapa kategori kejahatan siber termasuk pelanggaran siber, seperti mengakses sistem tanpa izin; penipuan atau pencurian siber, seperti pencurian identitas dan penipuan daring; pornografi atau kecabulan siber, seperti eksploitasi seksual anak-anak di internet; dan kekerasan siber, seperti pelecehan siber atau terorisme siber. Karena tidak ada definisi hukum yang standar untuk kejahatan siber dan statistik yang cukup, sulit untuk menaksir jumlah kejahatan siber yang terjadi di banyak negara. Namun, ada bukti bahwa kejahatan dunia maya meningkat sementara kejahatan jalanan biasa turun (Bossler and Berenblum 2019). Kasus cybercrime tidak hanya terjadi sekali. Dari Januari hingga Desember 2019, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menerima 4.586 laporan tentang kasus cybercrime di Indonesia. Dengan 1.617 kasus, ini adalah laporan nomor dua tentang penipuan online. Korban cybercrime sebagian besar adalah pengguna atau pelaku penjualan online, yaitu pembeli dan penjual. Oleh karena itu, ini dapat dianggap sebagai bukti penting tentang seberapa baik masyarakat Indonesia memahami keamanan siber (Irfan, Elvia, and Dania 2023). Kasus-kasus di atas jelas menunjukkan fenomena bagaimana orang-orang yang tidak diketahui dapat diretas dan menginfeksi sistem informasi yang dimiliki oleh organisasi, instansi, atau lembaga elit. Sudah menjadi keharusan bahwa sistem informasi yang dimiliki oleh organisasi, instansi, atau lembaga elite dikelola oleh profesional yang berpengalaman di bidang mereka. Namun, secara praktis, para pelaku kejahatan masih dapat memasuki dan bahkan menghancurkan sistem tersebut secara permanen. Hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan tentang apakah lembaga-lembaga terkemuka di Indonesia telah menerapkan keamanan siber informasi dengan benar (Kwarto and Angsito 2018).
Pada penelitian sebelumnya telah melakukan bertema analisis tentang keamanan siber dalam konteks penjualan online dari kejahatan siber. Penelitian menyoroti beberapa penelitian utama yang dijadikan acuan seperti ungkapan dari. Beberapa faktor, termasuk kurangnya pengetahuan, keinginan untuk hadiah palsu, tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan, dan kebijakan keamanan pemerintah yang kurang tegas, berkontribusi pada peningkatan kejahatan siber dalam transaksi e-commerce . Bentuk-bentuk kejahatan siber dalam e-commerce meliputi peretasan, pencurian identitas, pencurian data, phising, spamming, pharming, pretexting, qui pro quo , dan kontak langsung dengan korban (Elisanti et al. 2024). Solusi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah kejahatan siber yang berkaitan dengan penjualan online. Meskipun bisnis modern menyukai penjualan online, ancaman keamanan dunia maya seperti ancaman keamanan siber mengancamnya. Meskipun perusahaan berinvestasi sejumlah besar uang untuk mengatasi masalah ini, hal itu masih sulit. Serangan siber menyerang data pribadi dan organisasi. Meskipun teknologi menawarkan banyak keuntungan dan metode baru untuk mengelola bisnis, akan selalu ada ancaman keamanan siber. Keunggulan dan kesuksesan bisnis bergantung pada investasi dalam keamanan e-commerce . Karena paparan data, tidak ada yang dapat kehilangan kepercayaan klien. Langkah-langkah pemantauan yang ketat diperlukan untuk organisasi dan kecelakaan yang melibatkan organisasi dan pelanggan (Desamsetti 2021). Hal ini didukung oleh fakta bahwa merek e-commerce menarik dan dibutuhkan di pasar bisnis kontemporer. Namun, hal ini menghadapi masalah keamanan siber. Meskipun bisnis terus berinvestasi banyak uang untuk
menyelesaikan masalah ini, situasinya sulit. Serangan siber biasanya menargetkan data pribadi dan organisasi. Meskipun teknologi memberikan banyak keuntungan dan cara baru untuk berbisnis, masalah keamanan dunia maya akan tetap ada. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan keberhasilan bisnis e-commerce, investasi dan peningkatan keamanan e-commerce sangat penting (Liu et al. 2022). Penelitian ini untuk meningkatkan efisiensi investasi keamanan dalam hal penjualan online dengan menganalisis komponen yang mempengaruhi keberhasilan strategi keamanan dan menemukan solusi yang lebih tepat sasaran untuk mengatasi ancaman keamanan siber. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang lanskap penelitian, mengidentifikasi kesenjangan penelitian utama, dan menawarkan wawasan untuk arah penelitian masa depan dalam keamanan siber dan kejahatan siber di perusahaan penjualan online.
## METODE PENELITIAN
Pembuatan artikel ini adalah untuk menganalisis bagaimana artikel analisis bibliometrik perusahaan penjualan online untuk cyber security dari cyber crime. Penelitian menggunakan analisis bibliometrik, pendekatan kuantitatif dan sistematis dalam menganalisi s publikasi penelitian. Vosviewer digunakan untuk memvisualisasikan jaringan publikasi, penulis, dan kata kunci .
1. Pencarian Spesifik
Analisis bibliometrik sebagai alat untuk mengeksplorasi dan menilai banyak data menjadi lebih populer dan diakui. Ini memungkinkan kami untuk mendekonstruksi perubahan morfologi kecil yang terjadi di suatu wilayah tertentu selama sejarahnya, sekaligus menjelaskan wilayah baru yang telah berkembang. Analisis kinerja adalah satu dan pemetaan ilmiah adalah dua jenis analisis bibliometrik. Ilmu pemetaan berfokus pada hubungan yang ada antara konstituen penelitian, sedangkan analisis kinerja mempertimbangkan kontribusi mereka. Ini adalah perbedaan utama antara keduanya. Proses dimulai dengan mencari frase dalam database Google. Frasa tersebut secara eksplisit membahas analisis biblometrik perusahaan penjualan online untuk cyber scurity dari cyber crime dengan Harzing's Publish or Perish. Scientometrics, Applied Sciences (AS), Sensors, Computers, & Security (CAS), Journal of Open Innovation (JOOI), Security Journal (SJ), dan Journal of Computer Information Systems (JCIS).
## 2. Jurnal Reputasi
Pada tahap ini, majalah yang memiliki kedudukan yang baik telah dipilih dan masih dalam proses hari ini. Tabel 1 menampilkan hasil pemeriksaan jurnal.
Tabel 1 . menampilkan hasil pemeriksaan jurnal Point of View Sciento metrics AS Sensors CAS JOOI SJ JCIS Publisher Springer Mdpi.c om Mdpi.co m Elsevie r Mdpi.com and Elsevier Spring er Taylor & Francis First published 2015 2021 2019 2013 2020 2020 2023 Last published 2022 2023 2023 2023 2022 2023 2023 Scopus Indexed Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Sinta Kemdikbud Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Impact factor by Scopus 1,02 0,49 0,76 1,61 0,74 0,33 0,69
Berdasarkan tabel 1, tersedia 7 jurnal yang ter indeks scopus dengan Scientometrics diklasifikasikan di Q1. AS diklasifikasikan di Q2. Sensors diklasifikasikan di Q1, CAS diklasifikasikan di Q1. JOOI diklasifikasikan di Q1, SJ diklasifikasikan di Q2. JCIS diklasifikasikan di Q1 dalam hal ini juga penting untuk dijelaskan.
## 3. Informasi Jurnal Metrik
Dalam bagian ini, profil dan mebrik dari dua jurnal yang dipilih, Sensors, CAS, dan SJ, digambarkan. Tabel 2 menunjukkan beberapa hal penting yang harus diketahui dari tiga jurnal yang dipilih. Informasi metrik ini dikumpulkan dari metadata data melalui aplikasi Publish atau Perish (PoP) pada 10 November 2023.
Tabel 2. Informasi terpilih jurnal metrik Metrics data Sensors CAS SJ Publication years 2019-2023 2013-2023 2020-2023 Citation years 4 10 3 Papers 21 11 6 Citations 620 420 33 Cites/year 155,00 42,00 11,00 Cites/paper 29,52 38,18 5,50 Authors/paper 166,62 144,22 21,92 h-index 12 7 3 g-index 21 11 5 hI,norm 7 6 3 hI,annual 1,75 0,60 1,00 hA-index 12 6 3
## 4. Manajemen Referensi
Setelah artikel diunduh dari dua situs jurnal, langkah berikutnya adalah mengatur referensi menggunakan aplikasi Mendeley. Ini memastikan bahwa metadata setiap artikel, yang mencakup informasi tentang penulis, kata kunci, dan detail lainnya, diatur dengan mudah dan lengkap.
## 5. Analisis Bibliometrik
Analisis bibliometrik dilakukan setelah metadata lengkap artikel dikonfirmasi. VosViewer, yang didasarkan pada file database, digunakan untuk menganalisis bibliometrik dalam artikel ini.csv yang didownload dari situs Google Scholar dengan kata kunci pencarian analisis biblometrik keamanan perusahaan penjualan online untuk mencegah terjadinya kejahatan siber.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan pertama makalah ini adalah untuk menentukan bagaimana artikel analisis biblometrik keamanan perusahaan penjualan online untuk mencegah terjadinya kejahatan siber diklasifikasikan dari beberapa jurnal yang diunduh dari Google Scholar. Selanjutnya, saya menggunakan perangkat lunak VosViewer untuk melakukan analisis saya, membuat peta berdasarkan data teks menggunakan judul dan bidang abstrak, dan menemukan 14844 istilah dengan metode penghitungan biner. 237 ambang batas ditemukan dengan jumlah kejadian minimum dalam 20 kali waktu. Namun, untuk masing-masing 142 istilah, Skor relevansi dihitung, dan berdasarkan skor tersebut, istilah yang paling relevan secara otomatis dipilih sebanyak 60%. Sehingga, kita memperoleh 142 kata yang paling sesuai. Meskipun demikian, proses verifikasi tetap diperlukan secara manual dengan menghapus kata-kata seperti editorial, sampel, abstrak, dan lainnya yang tidak relevan. Dengan demikian, jumlah total kata yang dapat dimasukkan dalam pembuatan peta adalah sebanyak 133 kata .
Gambar 1. Jaringan kata kunci peta visualisasi
Gambar 1 menunjukkan beberapa kelompok yang diberi tanda biru merah dan hijau. Berdasarkan jumlah artikel yang diterbitkan, beberapa kata dalam kelompok tertentu muncul paling sering. Sembilan kategori artikel telah diterbitkan sejauh ini, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Cluster dan kata kunci didalamnya Cluster Total items Most frequent keywords (occurrences) Keywords 1 71 Cyber (8) Security (6) Attack (3) ability, access, adoption, attack ,case ,casestudy, challenges, chapter, cloud computing, company, complexity, computer, consumer, control, cost, covid, cyber, cyber attack, cyber criminal, cyber security, cyber threat, cyber attack, cyber crime, cyber security , data security, day, detection, device, digital technology, digitalization, e commerce, economy, effect, environment, example, factor, healthcare, individual, Information security, information technology, infrastructure, internet, iot, machine, metaverse, model ,national security, pandemic, part, person, product, quality, recomendation, rise, risk ,role, safety, sector, security, service, smart city, social medium, solution, strategy, system, survey, thing, threat, user, vulnerability, way 2 44 Bibliometric (4) Analysis (2) Science (2) Direction (2) Future (2)Research (4) database (2) trend (2) art, author, basis, bibliometric, bibliometric analysis,
bibliometric review, bibliometric study, citation, cluster, collaboration, computer science, content analysis, country, database, decade, distribution, document, domain, evolution, field, further research, future direction, future research, future research direction, india, institution, journal, keyword, period, practitioner, publication, reference, research area, research trend, researcher, scholar ,science, scopus, scopus database, topic, total, trend, vosviewer, web
3 18 Implication (2) blockchain technology, consequence, customer, design methodology approach, digital transformation, efficiency, fintech, firm, implementation, implication, originality value, practical implication, stakeholder, supply chain, theme,
theory, transparency, trust
Kemudian kita dapat melihat jawaban sebenarnya dari cluster itu sendiri untuk menjawab tren analisis keamanan cyber dari kejahatan cyber. Gambar 2 menunjukkan cara untuk melihat kepadatan artikel. Kata-kata seperti cyber biblometrik dan keamanan sering muncul.
Gambar 2. Peta visualisasi kepadatan kata kunci
Cluster 1.2. dan 3 dari hasil pemetaan ini mencakup cyber, biblometrik, dan keamanan. Selain itu, beberapa kata jarang muncul dalam kata kunci seperti ilmu komputer, fintech, seni, dan arah masa depan. Artinya, masih ada ketidakseimbangan dalam penelitian yang mungkin menjadi tren di masa depan. Tentu saja, ini akan disesuaikan dengan keadaan dunia saat ini dan masa depan. dari perspektif para peneliti, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta visualisasi jaringan penulis
Gambar 3 menunjukkan bahwa masing-masing cluster memiliki lima nama besar, yang masing-masing ditunjukkan dengan titik besar. Hanya penulis yang terkait dalam publikasi mereka yang ditampilkan yang dapat dilihat pada gambar; warna biru menunjukkan tahun peneliti menerbitkan artikel terlama (2021), dan warna kuning menunjukkan tahun peneliti menerbitkan artikel terbaru.
## KESIMPULAN
Studi ini melihat 68 artikel yang membahas analisis biblometrik dari jurnal jurnal yang terindeks scopus. Scientometrics, Applied Sciences (AS), Sensors, Computers, & Security (CAS), Journal of Open Innovation (JOOI), Security Journal (SJ), dan Journal of Computer Information Systems (JCIS) adalah sumber artikel ini. Dalam penelitian ini, kami menemukan bahwa jurnal analisis di atas memiliki pengaruh yang lebih besar di bidang cyber scurity daripada cyber crime saat ini. Ini karena analisis cyber scurity dari cyber crime dapat digunakan sebagai subjek artikel.
## SARAN
Studi saat ini setidaknya memiliki dua keterbatasan. Pertama, studi ini sebagian besarhanya terbatas pada jurnal yang ter-indeks dalam scopus, meskipun banyak jurnal diluar yangtidak ter-indeks scopus namun tidak menutup kemungkinan bahwa artikel yang diterbitkan tidak berkualitas, Studi-studi mendatang sebaiknya mempertimbangkan penggunaan sampel yanglebih luas dan melibatkan berbagai sumber, bahkan jika sumber-sumber tersebut tidak terindeks oleh Scopus, meskipun penilaian subjektif oleh penulis masih ada dan masih dapat menyebabkan pengenalan kesalahan, meskipun penelitian ini menggunakan alat formal seperti perangkat lunak PoP, Mendeley, dan VOSviewer.
## DAFTAR PUSTAKA
Bossler, Adam M., and Tamar Berenblum. 2019. “Introduction: New Directions in Cybercrime Research.” Journal of Crime and Justice 42(5): 495–99. https://doi.org/10.1080/0735648X.2019.1692426.
Desamsetti, Harshith. 2021. “Crime and Cybersecurity as Advanced Persistent Threat: A Constant E-Commerce Challenges.” American Journal of Trade and Policy 8(3): 239–46. Elisanti, Evi et al. 2024. “Analysis of Cybercrime Potential in E-Commerce Buying and Selling Transactions.” 6(1): 163–80.
Furstenau, Leonardo Bertolin et al. 2020. “20 Years of Scientific Evolution of Cyber Security: A Science Mapping.” Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management 0(March): 314–25.
Irfan, Muhammad, Mairisa Elvia, and Shaquila Dania. 2023. “Ancaman Cybercrime Dan Peran Cybersecurity Pada E-Commerce: Systematic Literature Review.” Jursima 11(1): 110– 21.
Istanbullu, Aslihan. 2023. “How Should I Start Research in Cyber Security? Suggestions for Researchers According to Bibliometric Analysis Data.” Sakarya University Journal of Education 13(1): 119–39. https://dergipark.org.tr/en/pub/suje/issue/76975/1219710 . Kwarto, Febrian, and Madya Angsito. 2018. “Pengaruh Cyber Crime Terhadap Cyber Security Compliance Di Sektor Keuangan.” Jurnal Akuntansi Bisnis 11(2): 99–110.
Liu, Xiang et al. 2022. “Cyber Security Threats: A Never-Ending Challenge for e-Commerce.”
Frontiers in Psychology 13(October): 1–15.
Mijwil, Maad M., Mohammad Aljanabi, and ChatGPT. 2023. “Towards Artificial Intelligence- Based Cybersecurity: The Practices and ChatGPT Generated Ways to Combat Cybercrime.” Iraqi Journal for Computer Science and Mathematics 4(1): 65–70.
Nandiyanto, Asep Bayu Dani, and Dwi Fitria Al Husaeni. 2022. “Bibliometric Analysis of Engineering Research Using Vosviewer Indexed By Google Scholar.” Journal of Engineering Science and Technology 17(2): 883–94.
Normah, Bakhtiar Rifai, Satrio Vambudi, and Rifki Maulana. 2022. “Analisa Sentimen Perkembangan Vtuber Dengan Metode Support Vector Machine Berbasis SMOTE.” Jurnal Teknik Komputer AMIK BSI 8(2): 174–80. https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jtk/article/view/13041/pdf .
Nursari, Sri Rezeki Candra, and Yossela Immanuel. 2018. “Perancangan Sistem Informasi Penjualan Online.” CCIT Journal 11(1): 102–14.
Romdoni, Mochamad Yusuf, Irma Yunita Ruhiawati, and Waliadi Gunawan. 2022. “Perancangan Aplikasi Rental Mobil Travel Desktop Pada Perusahaan Tirtayasa Trans.” Jurnal Sistem Informasi dan Informatika (Simika) 5(2): 133–42.
Sharma, Deepak et al. 2023. “A Bibliometric Analysis of Cyber Security and Cyber Forensics
Research.” Results in Control and Optimization 10. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666720723000061 .
Srisadono, Wahyu. 2018. “Strategi Perusahaan E-Commerce Membangun Brand Community Di Media Sosial Dalam Meningkatkan Omset Penjualan.” Jurnal Pustaka Komunikasi 1(1): 167–79.
Yildiz, Bülent, and Elham Hasan Younes Gejam. 2022. “Cyber-Physical Systems and Cyber Security: A Bibliometric Analysis.” OPUS Toplum Araştırmaları Dergisi 19(45): 35–49.
|
a27dbd3a-8540-4aea-99f5-702d0556a103 | https://jurnal.polines.ac.id/index.php/wahana/article/download/3132/107692 |
## PENGARUH PENGGUNAAN BAJA RINGAN PROFIL HOLLOW TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON
Mas Kahono Pekik Hari Prasetiyo 1,*) , Mochamad Solikin 1)
1) Magister Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Surakarta , Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57162, Jawa Tengah
*) Email : [email protected]
## Abstract
When a load given to a concrete beam, the upper part of the beam will receiving compressive force, while the bottom holds tensile force. The maximum compressive force in the upper part of the beam gradually decreases to zero at the neutral line and then turns into tensile force that increases to maximum at the bottom fiber of the beam. The bottom part of the concrete below the neutral line does not receive any compressive forces, so it works as a conductor for tensile forces to the reinforcement. This study was intended to determine the effect of inserting hollow steel longitudinally to the tensile area of concrete beams in order to increase the load capacity and reduce the volume of concrete simultaneously. In this study, a one-point pressure test experiment was carried out using a Loading Frame with a sample of 28 days old concrete block with f'c = 21.04 MPa measuring 12cm x 18cm x 250cm. The reinforcement configuration is 4Ø10mm with fy = 450Mpa. The beams are casted in 3 variations consist of 2 samples each, which are normal beams, beams with 4x2 hollow steel profiles, and beams with 4x4 hollow steel profiles. The hollow profile steel was not removed during the test. From laboratory tests, it was found that although the reinforced hollow beam cracked early, the load capacity increased and 7.41% lighter than normal beam. Meanwhile, from the calculation simulation concluded, that to match the strength of hollow beams reinforced with hollow profile steel, solid beams need to be more ductile so that the dimensions need to be enlarged and become more expensive. This indicate that the voids in the tensile area of the beam are economically benefit while the stiffness of the concrete beam remain the same and even increasing flexural strength when a hollow profile steel inserted.
Kata kunci : flexural strength, hollow beam, hollow profile light steel, economical
## PENDAHULUAN
Beton adalah campuran homogen antara pasir, batu pecah dengan air dan semen pada perbandingan tertentu. Pada saat pengadukan, rongga-rongga antara butiran besar batu pecah diisi oleh batuan kecil dan pasir, sementara pori-pori antara agregat halus diisi oleh semen dan air. Reaksi kimia antara semen dengan air akan
berfungsi sebagai pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran- butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuk suatu kesatuan yang padat dan tahan lama. Beton segar yang baik adalah beton segar yang dapat diaduk, dapat diangkut, dapat dituang, dapat dipadatkan, serta tidak ada kecenderungan pemisahan kerikil dari adukan maupun pemisahan
air dan semen dari adukan. Beton keras yang baik adalah beton yang kuat, tahan lama, kedap air, tahan aus,
dan kembang susutnya kecil
(Tjokrodimuljo, 1996).
Beton merupakan elemen utama dalam hampir semua jenis struktur bangunan sipil, baik gedung, jalan dan jembatan maupun bangunan air. Beton sampai dengan saat ini belum
tergantikan karena sifatnya yang mudah didapatkan, mudah dikerjakan dan mudah diatur kualitasnya sesuai dengan kebutuhan. Ketahanan beton terhadap korosi yang diakibatkan cuaca, keasaman tanah dan air asin cukup dapat diandalkan, sehingga dapat diaplikasikan pada kondisi lingkungan apapun baik sebagai struktur utama maupun struktur pelindung. Bahkan bila dibuat dengan baik, beton memiliki kuat tekan yang dapat menyamai batuan alami (Tjokrodimuljo, 1996).
Balok adalah elemen struktur beton yang berfungsi sebagai penyalur momen pada struktur di bawahnya, karena fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban – beban pada bangunan atas dan beban sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. (DPU, 1988). Balok mempunyai karakter yang lentur sehingga dapat dikatakan bahwa balok merupakan elemen struktur dalam konstruksi yang dapat diandalkan untuk menangani gaya geser dan momen lentur pada bangunan. Karena sifat khas beton konvensional adalah memiliki kuat tekan yang sangat tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya,
maka sebagai penyeimbang pada bagian di bawah garis netral balok yang berfungsi menahan tarik, ditahan oleh tulangan, sedangkan bagian di atas garis netral yang menahan tekan tetap ditahan oleh beton (Asroni,
2017). Struktur beton
harus menggunakan pondasi yang memadai karena memiliki berat yang signifikan sebagai konsekuensi dari kemampuan menahan gaya tekan yang tinggi. Semakin ke bawah, dimensi, volume dan berat beton semakin besar dan terakumulasi di pondasi, sehingga jika terjadi pengurangan berat pada elemen strukur beton akan secara akumulatif mengurangi jumlah kebutuhan material, biaya pengangkutan, dan biaya pengerjaan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi berat adalah dengan mengurangi volume balok beton pada daerah tarik, di mana beton tidak memiliki fungsi struktural, namun sedikit mengurangi kapasitas balok tersebut. (Alshimmeri, 2014).
Balok beton dapat dikurangi volumenya karena memiliki area tarik yang cukup luas. Dalam penelitian (Pratama dkk, 2016), didapatkan bahwa balok beton dengan lubang ( hollow core ) tanpa perkuatan memiliki berat dan volume yang lebih kecil dibandingkan dengan balok beton normal tanpa lubang, namun menghasilkan lendutan yang sedikit lebih besar. Balok beton normal tanpa lubang rata-rata dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata balok beton dengan lubang ( hollow core ). Hal yang sama terjadi
pada lendutan saat retakan pertama terjadi. Lendutan pada saat retakan pertama balok beton dengan lubang ( hollow core ) lebih besar daripada lendutan saat retakan pertama balok beton normal tanpa lubang menyebabkan adanya pengaruh terhadap kekakuannya. Kekakuan
balok beton dengan lubang ( hollow
core ) tanpa perkuatan lebih kecil dibandingkan kekakuan balok beton normal, namun perbedaaannya tidak signifikan.
Penelitian ini akan mengkaji bagaimana perilaku lentur balok beton yang menggunakan profil baja ringan sebagai perkuatan pada lubang di daerah tarik, sebagai pengembangan dari penelitian Penggunaan Baja Ringan/ Cold-Formed Type Hollow
Sebagai Tulangan Pada Balok Beton Bertulang Dalam Memikul Beban
Lentur oleh Budi Hastono (2013) .
Dimana pada penelitian tersebut didapatkan balok yang menggunakan profil hollow baja ringan sebagai pengganti tulangan baja memiliki kuat lentur lebih besar 20,3% dibandingkan menggunakan baja tulangan polos diameter 12 mm dan kuat lentur lebih besar 28,5% dibandingkan penggunaan tulangan baja ulir diameter 12 mm pada balok beton bertulang. Hal ini terjadi karena profil baja ringan 4x2 ternyata memiliki kuat tarik lebih besar daripada baja ulir diameter 12 mm.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh variasi dimensi lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow
terhadap kekuatan balok beton pada
umur 28 hari. Selain itu, dalam penelitian ini
disimulasikan perhitungan biaya untuk mengetahui efisiensi yang diperoleh dengan penggunaan balok dengan baja ringan profil hollow dengan perkuatan baja ringan profil hollow dibandingkan balok beton pejal.
## METODE PENELITIAN
Apabila suatu gelagar balok bentang sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur, akan terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif, regangan tekan akan terjadi pada bagian atas dan regangan tarik di bagian bawah penampang. Regangan tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan – tegangan yang harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di atas dan tegangan tarik di bagian bawah seperti digambarkan dalam gambar 1.
Penelitian ini dilaksanankan secara eksperimental di laboratorium, dimana objek yang akan diteliti berupa sampel yang akan diuji di Laboratorium Universitas Muhammadiyah Surakarta secara langsung. Langkah penelitian
dilakukan dengan membuat tiga buah sampel silinder beton berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm serta dilakukan pengujian tekan pada umur 7 hari dengan ketentuan kuat tekan beton harus sudah mencapai 70% dari kuat tekan rencana, yaitu 20 MPa. Sebelum dilakukan pengujian kuat tekan, masing-masing sampel silinder beton ditimbang terlebih dahulu, sehingga
diketahui sampel beton tersebut termasuk beton normal, berat ataupun ringan.
Setelah itu menyiapkan sampel balok pejal, balok dengan baja ringan profil hollow 4x4 dan balok dengan baja ringan profil hollow 4x2 masing- masing 2 buah yang dirawat selama 28 hari (SNI 2002, 2013), kemudian dilakukan pengujian kuat lentur pada keseluruhan
sampel, dengan menggunakan alat loading frame di
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pengujian lendutan dilakukan terhadap balok berdimensi b=12 cm dan h=18 cm dengan panjang 250 cm yang diberi tumpuan pada ujung tiap balok. Pengujian dilakukan pada 6 sampel, terdiri dari 2 sampel balok pejal, 2 sampel balok dengan baja ringan profil hollow 4x2, dan 2 sampel balok dengan baja ringan profil hollow 4x4.
Gambar 1. Diagram geser lentur balok (Budi, 2012)
Baja ringan profil hollow
dipasang secara sepanjang balok dan tidak dicabut selama pengujian berlangsung, sehingga terjadi pelubangan secara memanjang pada area tarik beton. Selain itu baja ringan profil hollow juga dimaksudkan sebagai perkuatan pada lubang untuk
menghindari kehancuran dini akibat pembebanan, karena berdasarkan penelitian Noorhidana dan Purwanto, 2011, perlemahan paling besar terjadi pada balok dengan lubang di daerah lentur maksimum.
Balok diuji dengan satu titik pembebanan menggunakan dongkrak
hidrolik. Tiga alat pengukur dial digunakan untuk mengukur defleksi balok, yang pertama terpasang di tengah bentang balok dan dua lainnya di bawah titik tumpuan, seperti digambarkan dalam gambar 2.
Lendutan balok bertulang diukur dengan dial indicator . Pembebanan awal pada pengujian ini sebesar 1 kN kemudian dinaikkan secara bertahap sebesar 0,5kN hingga tercapai kapasitas maksimum alat. Gambar 2. Pengujian Balok Beton
## HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kuat tekan dan jenis beton
Dari hasil penimbangan sampel beton, didapatkan berat satuan rata-rata 2337,658 kg/m3, jika diklasifikasikan menurut SNI (2002), maka sampel beton di atas termasuk beton normal. Setelah dilakukan penimbangan, dilakukan uji kuat tekan silinder beton dengan menggunakan alat compression testing machine di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dari
pengujian yang dilakukan, didapat rata-rata kuat tekan sebesar 21,04 MPa. Dari uji tekan diketahui bahwa beton yang diuji termasuk beton mutu sedang dan layak digunakan sebagai beton struktur.
b. Hubungan beban dan lendutan
Untuk mengetahui beban ultimate yang dapat ditahan oleh balok,
dilakukan uji lendutan yang diukur dengan dial indicator . Pada balok diberikan pembebanan awal sebesar
1kN lalu beban dinaikkan secara bertahap hingga terjadi kegagalan.
Akan tetapi hingga akhir pengujian, lendutan maksimum pada balok belum tercapai karena kapasitas maksimum mesin sudah tercapai lebih dahulu.
Gambar 3. Grafik Perbandingan tiap balok
Pada gambar 3, kurva biru mewakili lendutan pada balok pejal, kurva merah mewakili balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x2, sedangkan kurva hijau mewakili balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x4. Masing-masing balok diberi beban yang bertambah secara bertahap. Pada nilai beban tertentu,
perilaku balok mulai berubah yang ditandai dengan mulai melandainya
grafik yang menggambarkan lendutan bertambah secara signifikan walaupun penambahan gaya konstan. Pada balok pejal hal ini terjadi pada beban 15,15 kN, balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x2 terjadi pada beban 17,25 kN, sedangkan balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x4 terjadi pada beban 17,95 kN.
Perilaku ini terjadi akibat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 6 11 16 21 26
Pejal 4x2 4x4 lendutan (mm) beba n ( kN )
tegangan leleh maksimum terlewati, sehingga tidak ada daya tahan terhadap penambahan beban. Jika dibandingkan, maka terlihat bahwa balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x4 memiliki nilai tegangan leleh paling tinggi, disusul dengan balok dengan lubang dengan perkuatan baja ringan profil hollow 4x2 dan yang terendah adalah balok pejal.
Hal ini juga dialami oleh Sariman dkk (2018), dimana dalam laporan penelitiannya dituliskan bahwa balok dengan rongga yang melewati area momen murni menunjukkan penurunan beban tulangan leleh yang cukup signifikan dibandingkan balok pejal, sedangkan spesimen balok uji dengan rongga yang terletak di dalam area momen murni kurang lebih sama dengan beban tulangan leleh pada balok pejal. Noorhidana dan Purwanto (2011) menyimpulkan hal serupa yakni perlu diberikan perkuatan pada lubang di tengah bentang untuk menghindari kehancuran dini pada lubang akibat pembebanan.
c. Retak Awal
Retak awal adalah retak pertama yang terlihat pada balok beton. Karena itu selain mengamati angka yang tertera pada dial gauge , juga dilakukan pengamatan visual pada balok uji untuk mengetahui retak awal pada masing-masing sampel Dari
pengamatan ini diketahui retak awal pada balok pejal terjadi pada beban 7,1 kN, sedangkan pada balok dengan hollow 4x2 pada beban sebesar 10,4 kN dan pada balok 4x4 mengalami retak awal pada kondisi beban 4 kN.
d. Pola Retak
Pada dasarnya retak merupakan sebuah peringatan akan adanya deformasi struktur atau kerusakan pada bangunan. Keretakan juga menunjukan sebuah perilaku beban yang bekerja serta memberikan informasi apakah keretakan ini sifatnya struktural atau non-struktural. Retak diakibatkan penurunan yang tidak seragam, susut, beban bertukar arah, perbedaan unsur kimia dan perbedaan suhu. Pada kondisi di lapangan, variasi pola retak berbeda satu dengan lainnya. Hal tersebut dikarenakan perbedaan tegangan tarik yang ditimbulkan oleh beban, momen dan geser. Retak dimulai dari retak permukaan yang tidak dapat terlihat secara kasat mata. Apabila pembebanan diberikan secara terus menerus dapat mengakibatkan retak rambut yang merambat hingga pada akhirnya terjadi kegagalan atau keruntuhan pada struktur (Dini, 2008). Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, dapat diamati bahwa pola retak yang terjadi pada balok pejal dimulai dari retakan pertama di tengah bentang pada saat beban sebesar 7,1 kN yang kemudian diikuti retakan–retakan berikutnya disamping kiri dan kanan retak pertama seperti pada gambar 4. Sedangkan pada balok dengan baja ringan profil hollow 4x2 retak pertama terjadi saat beban sebesar 10,4 kN, dimana seiring dengan pertambahan beban muncul retakan di kanan dan kiri dari retak pertama seperti pada gambar 5. Retak pertama pada balok berlubang dengan baja ringan profil hollow 4x4 terjadi
pada pembebanan 4 kN. Pola retak dan perkembangannya pada setiap tahapan pembebanan retak dimulai dari daerah tarik beton selanjutnya ke daerah tekan
dari penampang seperti pada gambar 6. Retak yang terjadi adalah retak lentur, karena yang terjadi hampir tegak lurus terhadap sumbu balok.
Gambar 4. Pengujian Balok pejal
Gambar 5. Pengujian Balok 4x2
Gambar 6. Pengujian Balok 4x4
e. Perbandingan Ekonomis Dari perhitungan secara teoritis, untuk menyamai balok hollow 4x2 yang memiliki Pd= 17,25 kNm balok pejal
konvensional dapat diperbesar pembesiannya menjadi 4Ø12 hingga memiliki Pd= 17,172 kNm. Sedangkan untuk menyamai balok hollow 4x4
yang memiliki Pd= 17,95 kNm, balok pejal selain diperbesar dimensinya menjadi 15/20 cm tulangannya juga diperbesar menjadi 4Ø12 hingga memiliki Pd= 20,656 kNm . Dengan perhitungan biaya berdasarkan pada standar harga bahan bangunan di Kota Madiun pada tahun 2019, untuk menyamai balok hollow 4x2 seharga Rp. 271.616,98 diperlukan balok pejal seharga Rp. 304.133,04 atau lebih mahal 11,66%. Sementara untuk menyamai balok hollow 4x4 seharga Rp. 267.115,88, diperlukan balok pejal seharga Rp. 373.260,84 yang
memakan biaya tambahan 28,44%.
## SIMPULAN
Dari pengujian di laboratorium yang telah dilaksanakan, dapat ditarik
kesimpulan jika pelubangan pada daerah tarik tidak mempengaruhi kekuatan, bahkan jika diberi baja ringan profil hollow , maka kekuatannya akan bertambah masing- masing 13,86% dengan penambahan baja ringan profil hollow 4x2 dan 18,48% jika diberi baja ringan profil hollow 4x4. Dengan dimensi yang
sama, balok beton normal tanpa lubang lebih berat hingga 8% dibandingkan dengan beton berlubang dengan perkuatan ( hollowcore ). Balok yang diperkuat baja ringan profil hollow 4x4 dapat menahan beban 9,66% lebih besar dibandingkan dengan balok beton dengan lubang yang diperkuat baja ringan profil hollow berdimensi 4x2. Untuk menyamai kekuatan balok dengan baja ringan profil hollow 4x2, balok pejal perlu diperbesar dimensinya hingga
menjadi lebih mahal 11,66%, sedangkan untuk menyamai balok dengan baja ringan profil hollow 4x4, memakan biaya tambahan 28,44%. Balok dengan baja ringan profil hollow 4x4 mengalami retak paling awal pada beban 4 kN, diikuti oleh balok pejal pada beban 7,1 kN, terakhir pada balok hollow 4x2 pada beban sebesar 10,4 kN. Retak pertama terjadi pada lendutan 7 mm pada balok dengan baja ringan profil hollow 4x4, 5 mm pada balok dengan baja ringan profil hollow 4x2, dan 3 mm pada balok pejal.
## DAFTAR PUSTAKA
Alshimmeri, Ahmad Jabbar Hussain,
2014, Structural Behavior of Reinforced Concrete Hollow
Beams under Partial Uniformly Distributed Load, Journal of Engineering 20(7): 130–45. Asroni, A., 2017, Teori Dan Desain Balok Plat Beton Bertulang
Berdasarkan SNI 2847-2013, Muhammadiyah University Press. Budi Hastono, K., 2013, Penggunaan Baja Ringan (Cold-Formed) Type Hollow Sebagai Tulangan
Pada Balok Beton Bertulang Dalam Memikul Beban Lentur,
KERN Jurnal Teknik Sipil 3(Mei): 21–38.
Budi, K., 2012, Geser Lentur Balok,
https://www.ilmutekniksipil.com
/ struktur-beton/ geser-lentur- balok (May 24, 2021).
Dini, R., 2008, Analisis Pengaruh Dimensi Balok Dan Kolom Portal Terhadap Lebar Retak Pada Bangunan, Universitas
Brawijaya Malang.
DPU, 1988, Modul Pengantar Dan Prinsip-Prinsip Perencanaan Bangunan Bawah / Pondasi Jembatan. Noorhidana, VA; dan Purwanto, Edy, 2011, Pengaruh Pelubangan Pada Badan Balok Beton Bertulang Terhadap Kapasitas Beban Lentur, Jurnal Rekayasa
15(2) :151-162
Pratama, R.F., Budio, S.P., dan Wijaya, M.N., 2016, Analisa Kekakuan Struktur Balok Beton Bertulang Dengan Lubang Hollow Core Pada Tengah Balok, Journal Article Mahasiswa Teknik Sipil 1(2): 1– 11.
Sariman, Syahrul; Parung, Herman;
Djamaludin, Rudy; dan Irmawaty, Rita, 2018, Analisis Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Dengan Variasi Panjang Rongga Pada Penampang Tarik, In Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS). Institut Teknologi Bandung, 2 Oktober 2018: 31-
40
SNI, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847 - 2002. SNI, 2013, Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung SNI 2847 – 2013.
Tjokrodimuljo, K., 1996, Teknologi
Beton. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
|
dbf9c31f-6521-41be-9ca7-f423a14a14c8 | https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mkts/article/download/23068/16527 | doi: mkts.v25i2.23068
## Analisa Kekuatan Tahanan Lateral Pada Sistem Komposit LVL Kayu Sengon dan Beton Pracetak
Intan Archita Tantisaputri, * Ali Awaludin, Suprapto Siswosukarto Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
*) [email protected]
Received: 10 Mei 2019 Revised: 20 Agustus 2019 Accepted: 5 September 2019
## Abstract
LVL Sengon and concrete can be used to form a composite structure of the floor system. Connections between LVL Sengon and concrete on this composite floor system are the weakest part so that a majority of structural damages are concentrated at these joints. This study discusses the lateral resistance of lag screw joints in a composite system of LVL Sengon and precast concrete. The lateral joint resistance was evaluated through quasi-static loading upon double shear test specimens having two screws at every single shear. Variation of the specimens includes precast concrete compressive strength of 20.71 MPa and 25.29 MPa, screw diameter of 6 mm length 101.6 mm and 8 mm length 101.6 mm and 127 mm, and angle of lag screw axis against the wood fiber of 60° and 90°. The result shows that lateral resistance of the test is greater than that of EYM, SNI, and EC5 predictions. Joint failure in this experiment is due to failure in wood fiber along with the occurrence of one up to two plastic hinges in the screw.
Keywords: Lateral resistance, shear test, composite structure, LVL sengon, precast concrete
## Abstrak
LVL kayu Sengon dan beton dapat membentuk struktur komposit sistem lantai. Sambungan antara LVL kayu Sengon dan beton pada struktur komposit sistem lantai merupakan bagian terlemah sehingga banyak kerusakan struktur akibat gagalnya sambungan. Oleh karena itu, penelitian ini membahas tentang tahanan lateral sambungan lag screw pada sistem komposit LVL kayu Sengon dan beton pracetak. Untuk mengetahui kekuatan tahanan lateral dilakukan pengujian geser sambungan dengan pembebanan statik. Benda uji dibuat dalam bentuk dua bidang geser dengan 2 sekrup pada masing-masing bidang geser. Variasi benda uji berdasarkan mutu beton pracetak 20,71 MPa dan 25,29 MPa, diameter sekrup 6 mm panjang 101,6 mm dan 8 mm panjang 101,6 mm dan 127 mm, dan sudut pemasangan sekrup terhadap serat kayu 60 dan 90 . Pada penelitian ini dilakukan pula perhitungan tahanan lateral dan kekakuan alat sambung secara teoritis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tahanan lateral eksperimen lebih besar bila dibandingkan dengan teori EYM, SNI dan EC5. Kegagalan sambungan pada penelitian ini berupa rusak pada kayu dan terjadi satu hingga dua sendi plastis pada alat sambung sekrup.
Kata kunci: Tahanan lateral, uji geser, struktur komposit, LVL sengon, beton pracetak
## Pendahuluan
Penggunan kayu sebagai bahan konstruksi telah lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Saat ini ketersediaan kayu dalam ukuran besar dengan kekuatan yang diinginkan sudah sangat terbatas (Pratiwi & Tjondro, 2018). Sehingga Laminated Veneer Lumber (LVL) menjadi salah satu teknologi dalam mengoptimalkan penggunaan kayu. LVL dibuat dengan menggabungkan beberapa lapis kayu yang
relatif tipis dengan perekat. Pada kayu utuh, cacat alami kayu sangat mempengaruhi sifat mekanik kayu. Namun, pada kayu LVL, cacat alami kayu dapat didistribusikan secara merata diantara lapisan veneer untuk meminimalkan pengaruh cacat tersebut terhadap kekuatan LVL (Eratodi & Awaludin, 2017). Selain itu, teknologi LVL dapat meningkatkan properti mekanik kayu yang rendah, salah satunya apabila diterapkan pada kayu Sengon. Awaludin (2012) mengemukakan bahwa LVL kayu Sengon memiliki berat jenis sebesar 0,26 dan
kelembaban sebesar 12,8%. Selain itu, Awaludin et al. (2018) membuktikan bahwa teknologi LVL pada kayu Sengon dapat meningkatkan nilai tekan sejajar serat sebesar 53% dan nilai tekan tegak lurus serat sebesar 92% dari nilai tekan kayu Sengon utuh.
LVL kayu Sengon dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu solid yang dapat diproduksi dalam berbagai ukuran dan bentuk. Selain itu, LVL kayu Sengon juga dapat dikompositkan dengan material beton untuk membentuk struktur komposit sistem lantai. Sistem lantai komposit ini menggabungkan kekuatan tekan dan kekakuan yang dimiliki beton dengan kekuatan tarik dari kayu (Dias & Jorge, 2011) dimana slab beton berada pada bagian atas sistem ini dan balok kayu berada pada bagian bawah yang kemudian dihubungkan dengan alat sambung mekanik. Kekuatan tarik dari kayu dapat mengurangi kemungkinan keretakan yang terjadi pada beton serta mengurangi kebutuhan baja tulangan pada beton (Yeoh et al . 2013).
Oleh karena itu, struktur lantai komposit kayu- beton ini memiliki lebih banyak keunggulan bila dibandingkan dengan lantai beton bertulang saja. Fragiacomo & Lukaszewska (2013) menyatakan bahwa pada struktur komposit sistem lantai ini, slab beton dapat mengurangi defleksi beban hidup serta kerentanan terhadap getaran sistem lantai. Selain itu slab beton juga lebih tahan terhadap api (Yeoh et al. 2010). Penggunaan struktur komposit sistem lantai kayu dan beton ini memiliki berat struktur yang lebih ringan bila dibandingkan dengan lantai beton bertulang, sehingga beban mati yang didistribusikan ke fondasi menjadi lebih sedikit.
Pada struktur komposit sistem lantai, sambungan merupakan bagian terlemah sehingga banyak kerusakan struktur akibat gagalnya sambungan. Alat sambung dapat meneruskan gaya geser serta mencegah atau mengurangi gerakan antara kayu dengan slab beton. Oleh karena itu, performa mekanik kayu dan beton sangat dipengaruhi oleh kualitas alat sambung antara kayu dan beton. Alat sambung juga harus terdeformasi secara plastis sebelum terjadi kerusakan pada bagian kayu ataupun beton (Auclair et al. 2016).
Untuk menghindari gagalnya sistem sambungan pada struktur komposit sistem lantai LVL kayu Sengon dengan beton, dilakukan penelitian mengenai sistem sambungan pada komposit LVL kayu Sengon dengan beton tersebut. Selain itu, perhitungan kapasitas tahanan lateral dan perilaku sambungan perlu diperhatikan lebih dalam.
Persamaan untuk menghitung tahanan lateral sambungan pada konstruksi kayu diusulkan oleh
Johansen (1949) yaitu Yield Model atau yang lebih dikenal dengan European Yield Model (EYM) dalam Dasar-dasar Perencanaan Sambungan Kayu (Awaludin, 2005).
Dalam teori EYM ini, kayu dan alat sambung diasumsikan berperilaku rigid-plastic . Tahanan lateral sambungan pada teori ini diperoleh apabila kekuatan tumpu ultimit kayu di bawah alat sambung tercapai, atau terbentuknya suatu atau beberapa sendi plastis pada alat sambung disertai dengan tegangan plastis pada kayu. Tahanan lateral acuan satu paku (Z) pada sambungan dengan satu irisan yang menyambung dua komponen menurut EYM dapat dilihat pada Persamaan 1 sampai dengan 4.
D es s s K F Dt I 3 , 3 = (1) ) 2 1 ( 3 , 3 1 e D em m R K DpF k III + = (2) ) 2 ( 3 , 3 2 e D es s s R K F Dt k III + = (3) ) 1 ( 3 2 3 , 3 2 e yb em D R F F K D IV + = (4)
Dengan nilai k 1 dan k 2 seperti pada Persamaan 5 dan 6.
2 2 1 3 ) 2 1 ( 2 ) 1 ( 2 ) 1 ( p F D R F R k em e yb e + + + + − = (5) 2 2 2 3 ) 2 1 ( 2 ) 1 ( 2 ) 1 ( s em e yb e e t F D R F R R k + + + + − = (6)
Dimana t m adalah tebal kayu utama, t s adalah tebal kayu samping, D adalah diameter alat sambung, dan p adalah kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang pada komponen pemegang. K D bernilai 2,2 untuk alat sambung berdiameter kurang dari 4,3 mm, untuk alat sambung berdiameter antara 4,3 mm hingga 6,4 mm menggunakan nilai K D sebesar 0,28 D +0,56 dan K D bernilai 3,0 untuk alat sambung berdiameter lebih dari 6,4 mm. F em merupakan kuat tumpu kayu utama, F es merupakan kuat tumpu kayu samping, dan F yb merupakan kuat lentur alat sambung. R e merupakan perbandingan antara F em dan F es .
Terdapat enam macam moda kegagalan yang dapat terjadi pada sambungan kayu satu bidang geser. Pertama moda I m yang kegagalannyahanya terjadi pada kayu utama, pada kegagalan ini dapat satu atau dua bidang geser. Kedua, moda I s dimana kegagalan
ini terjadi pada kayu samping dan bidang geser yang terjadi bisa satu maupun dua bidang geser. Ketiga, moda II dengan kegagalan yang terjadi ada pada kayu utama dan kayu samping, sehingga tipe sambungannya memiliki satu bidang geser. Keempat, moda III m dimana kayu utama mengalami kerusakan dan alat sambung yang terletak pada kayu samping mulai gagal, moda ini memiliki satu bidang geser.
Kelima, moda III s memiliki satu maupun dua bidang geser akibat kerusakan terjadi pada kayu samping dan alat sambung yang terletak pada kayu utama mulai gagal. Serta moda IV dimana alat sambung yang terletak pada kayu utama dan kayu samping mengalami kegagalan. Pada moda IV terdapat satu atau dua bidang geser. Ilustrasi moda kegagalan dapat dilihat pada Gambar 1.
Selain teori EYM, Standar Nasional Indonesia (SNI) 7973:2013 dan BS EN 1995 1-1: Eurocode 5 (2004) juga memiliki persamaan untuk menghitung tahanan lateral acuan satu paku (Z) pada sambungan dengan satu irisan yang menyambung dua komponen. Persamaan SNI 7973 (2013) untuk menghitung nilai Z seperti pada Persamaan 7 hingga 12.
d em m m R F Dl I = (7) d es s s R F Dl I = (8) d es s R F Dl k II 1 = (9) d e em m m R R F Dl k III ) 2 1 ( 2 + =
(10)
d e es s s R R F Dl k III ) 2 ( 3 + =
(11)
) 1 ( 3 2 2 e yb em d R F F R D IV + = (12)
Dengan nilai k 1 , k 2 , dan k 3 seperti pada Persamaan 13 hingga 15.
) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 2 3 2 2 2 1 e t e e t t t e e R R R R R R R R R k + + − + + + + = (13)
2 2 2 3 ) 2 1 ( 2 ) 1 ( 2 1 m em e yb e l F D R F R k + + + + − = (14)
2 2 3 3 ) 2 ( 2 ) 1 ( 2 1 s em e yb e e l F D R F R R k + + + + − = (15)
Pada Persamaan 7 hingga 12, 𝑙 𝑚 adalah panjang tumpu pada kayu utama, 𝑙 𝑠 adalah panjang tumpu pada kayu samping, R d adalah faktor reduksi, dan R t adalah perbandingan antara 𝑙 𝑚 dengan 𝑙 𝑠 .
F t m t s F em F es Moda I s Moda III s Moda III m Moda IV Moda I m Moda II F es F es F es F es F em F em F em F em F em t m t s t m t s t m t s
t m t s t m t s D p D D D D D Kayu
Beton Pracetak
Kayu
Beton Pracetak Kayu Beton Pracetak Kayu
Beton Pracetak Kayu Beton Pracetak Kayu Beton Pracetak p p p p p F F F F F
## Gambar 1. Moda kegagalan sambungan dengan satu bidang geser
Sambungan dengan pemasangan sekrup miring memiliki perilaku yang lebih kompleks akibat adanya kombinasi gaya lateral dan gaya cabut dari sekrup tersebut (Girhammar et al. 2017).
Dalam BS EN 1995 1-1: Eurocode 5 (2004) , persamaan untuk menghitung nilai tahanan lateral (Z) telah memasukkan parameter nilai cabut sekrup dalam perhitungannya. Persamaan BS EN 1995 1-
1: Eurocode 5 (2004) untuk menghitung nilai Z seperti pada Persamaan 16 hingga Persamaan 21.
D t f I k h s = 1 , 1 , (16)
D t f I k h m = 2 , 2 ,
(17) − + + + + + = 2 1 2 3 2 1 2 1 2 2 1 , 1 , 1 2 1 t t t t t t D t f II k h 4 1 , 1 2 Rk ax F t t + + (18)
( ) ( ) − + + + + = D t f M D t f III k h Rk y k h s 2 1 , 1 , , 1 , 1 , 2 4 1 2 2 05 , 1 4 , Rk ac F + (19)
( ) ( ) − + + + + = D t f M D t f III k h Rk y k h m 2 2 , 1 , , 2 2 , 1 , 2 1 4 1 2 2 1 05 , 1 4 , Rk ac F + (20) 4 2 1 2 15 , 1
, , 1 , , Rk ax k h Rk y F D f M IV + + =
(21)
Dimana t 1 adalah tebal kayu samping, t 2 adalah tebal kayu utama, D adalah diameter alat sambung, f h,1,k merupakan kuat tumpu kayu samping, f h,2,k merupakan kuat tumpu kayu utama, merupakan perbandingan antara f h,2,k dan f h,1,k , M y,Rk adalah momen elastis dan F ax,Rk adalah kuat cabut dari alat sambung.
Penggunaan alat sambung yang kuat dan kaku sangat diperlukan untuk menahan gaya geser pada sistem komposit (Yeoh et al. 2011). Kekakuan merupakan ketahanan bahan terhadap deformasi yang terjadi. Bahan mampu meregang pada tegangan tinggi tanpa diikuti dengan regangan yang besar. Tingkat kekakuan suatu bahan ditunjukkan oleh sudut yang dibentuk oleh tegangan dan regangan pada daerah elastik. Perhitungan nilai kekakuan pada penelitian ini mengacu pada ISO 6891:1983 (1983). Persamaan untuk menghitung nilai kekakuan ( k s ) dapat dilihat seperti pada Persamaan 22:
i s v F k max 4 , 0 = (22)
Dimana F max merupakan beban maksimum dan v i adalah selip pada saat beban 40%.
Penelitian mengenai alat sambung pada struktur komposit kayu dan beton telah banyak diteliti. Suriani (2012) meninjau kekuatan lateral pada sambungan komposit kayu dan beton menggunakan alat sambung sekrup kunci, tahanan lateral yang diperoleh dari pengujian eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan prediksi perhitungan secara teoritis. Studi perilaku geser pada struktur komposit beton-kayu dengan alat sambung baut pernah diteliti oleh He, et al. (2016), kapasitas geser dan modulus geser pada alat sambung baut berbanding lurus dengan diameter baut. Khorsandnia, et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada keretakan atau kerusakan yang terjadi pada beton yang dikompositkan dengan kayu, karena alat sambung
tidak cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan pada beton. Penelitian yang dilakukan Symons et al.
(2010) menunjukkan bahwa kekuatan dan kekakuan alat sambung pada komposit kayu dan beton akan semakin meningkat apabila alat sambung sekrup dipasang miring ke arah gesernya.
Pada penelitian ini alat sambung mekanik yang akan digunakan adalah alat sambung sekrup jenis lag screw dan beton yang digunakan adalah beton pracetak dengan perkuatan wiremesh . Hasil akhir yang diharapkan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku moda kegagalan sambungan dan memperoleh nilai kekuatan tahanan lateral dari sistem komposit LVL kayu Sengon dan beton pracetak menggunakan alat sambung mekanik lag screw dengan beberapa variasi dimensi sekrup dan sudut pemasangan alat sambung.
## Metode
Penelitian ini berfokus pada kapasitas geser alat sambung sistem komposit LVL kayu Sengon dengan beton pracetak yang dibebani secara statik. Benda uji penelitian berupa LVL kayu Sengon berukuran tinggi 400 mm, lebar 80 mm, dan tebal 50 mm dan beton pracetak dengan tulangan wiremesh berukuran tinggi 400 mm, lebar 150 mm, dan tebal 50 mm yang disambung dengan alat sambung mekanik berupa sekrup jenis lag screw .
Dimana lag screw pada teori EYM termasuk kedalam jenis dowel-type fasteners . Pada penelitian ini, kehadiran ulir pada lag screw diabaikan sehingga teori EYM, SNI dan EC5 dapat digunakan untuk menentukan tahanan lateral alat sambung.
80 400 50 50 75 50 75 400 50 50 LVL Slab Beton (a) 400 50 50 75 50 75 400 50 50 80 (b) p p F F p = kedalaman penetrasi = sudut pemasangan
Gambar 2. (a) Sketsa benda uji sudut pemasangan 90 ; (b) Sketsa benda uji sudut pemasangan 60
Benda uji pada penelitian ini menggunakan model benda uji double shear . Model ini dipilih karena memberi kemudahkan dalam pelaksanaan pengujian mengingat benda uji dengan model
single-shear berpotensi memberikan gaya tekan dari mesin hydraulic yang tidak sentris . Sketsa benda uji dengan sudut pemasangan 90 dapat dilihat pada Gambar 2 (a), Gambar 2 (b) merupakan sketsa benda uji dengan sudut pemasangan 60 dan dokumentasi benda uji asli dapat dilihat pada Gambar 3.
## Gambar 3. Dokumentasi benda uji
Benda uji divariasikan berdasarkan mutu beton pracetak ( fc’ ), diameter sekrup ( D ), kedalaman penetrasi ( p ), dan sudut pemasangan sekrup ( ), dengan jumlah masing-masing sampel tersaji pada Tabel 1, dimana P adalah panjang sekrup dan n adalah jumlah benda uji.
Tabel 1. Spesifikasi benda uji.
Kode fc’ (MPa) D
(mm) ( ) P (mm) p (mm) N A8-1x 20,71 8 90 101,6 51,6 3
B6-1x 25,29 6 90 101,6 51,6 5
B6-2x 25,29
6
60 101,6 42,1 2
B8-1x 25,29
8
90 101,6 51,6 5
B8-1y 25,29
8
90 127,0 77,0 4
B8-2y 25,29
8
60 127,0 66,9 5 Keterangan notasi: - Simbol A dan B untuk mutu beton,
A = fc’ 20,71 MPa dan B = fc’ 25,29 Mpa
- Simbol 6 dan 8 untuk diameter sekrup
- Simbol 1 dan 2 untuk sudut pemasangan, 1 = 90 dan 2 = 60 - Simbol x dan y untuk panjang sekrup, x = 101,6 mm dan y = 127 mm
Pembuatan benda uji sambungan antara LVL kayu Sengon dengan beton pracetak dibuat dengan menambahkan alat sambung mekanik yaitu lag
screw . Lag screw diletakkan pada lubang yang telah tersedia pada benda uji beton pracetak lalu dikencangkan pada LVL kayu Sengon yang telah di bor terlebih dahulu. Pengencangan sambungan hanya dilakukan hingga kepala sekrup menyentuh permukaan benda uji beton lalu diberi grouting menggunakan epoxy untuk menutup lubang pada beda uji beton.
Pembebanan pada saat pengujian dilakukan secara statik dengan mengacu standar pembebanan ISO 6891:1983 menggunakan alat universal testing machine. Benda uji beton pracetak dan LVL kayu Sengon diberi LVDT pada kedua sisi. Pada saat pengujian, LVDT dan load cell terhubung pada data logge r sehingga beban dan selip yang terjadi dapat terekam. Gambar 4 merupakan skema setting- up alat uji lateral secara statik yang digunakan pada penelitian ini dan Gambar 5 adalah dokumentasi proses pembebanan benda uji berlangsung.
4 5 5 6 6 6 6 2 1 3 7 7 8 8 9 Keterangan : 1. Loading Frame 2. Hydraulic Jack 3. Load Cell 4. LVL Kayu Sengon 5. Slab Beton 6. Sekrup 7. LVDT 8. Penumpu Beton (baja) 9. Data Logger
10. Komputer
10
## Gambar 4. Skema setting-up alat pengujian
Gambar 5. Proses pembebanan
Dalam melakukan perhitungan tahanan lateral, dibutuhkan beberapa parameter masukan
diantaranya kuat lentur lag screw , kuat tumpu dan kuat cabut lag screw pada LVL kayu Sengon. Parameter-parameter tersebut didapatkan dari hasil pengujian material di laboratorium. Untuk mendapatkan nilai kuat lentur lag screw, dilakukan uji tarik lag screw berdasarkan ASTM E8 M dengan benda uji berjumlah tiga buah lag screw diameter 8 mm. Pengujian tumpu lag screw pada LVL kayu Sengon dilakukan sesuai dengan ASTM-D 5764 dengan lima buah benda uji berupa LVL kayu Sengon berukuran 40 mm x 80 mm x 60 mm diberi lubang berukuran setengah diameter lag screw pada tepi atasnya. Pada pengujian kuat cabut lag screw , pengujian dilakukan terhadap dua sudut pemasangan, yaitu 90 dan 60 . Lag screw berdiameter 8 mm dan 6 mm ditancapkan pada LVL kayu Sengon berukuran 40 mm x 80 mm x 200 mm dan dilakukan pengujian cabut sesuai dengan ASTM-D 1761 dengan jumlah benda uji masing- masing sebanyak 6 buah.
## Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian kuat lentur lag screw , kuat tumpu dan kuat cabut lag screw pada LVL kayu Sengon yang telah dilakukan, didapatkan nilai kuat lentur lag screw sebesar 568 MPa, kuat tumpu lag screw pada LVL kayu Sengon sebesar 4,12 MPa untuk lag screw diameter 8 mm dan 2,93 MPa untuk lag screw diameter 6 mm. Selain itu, pada pengujian kuat cabut lag screw pada LVL kayu Sengon menggunakan lag screw berdiameter 8 mm didapatkan nilai kuat cabut sebesar 14,55 MPa untuk sudut pemasangan 90 dan 12,30 MPa untuk sudut pemasangan 60 serta pada penggunaan lag screw berdiameter 6 mm didapatkan nilai kuat cabut sebesar 12,23 MPa untuk sudut pemasangan 90 dan 11,96 MPa untuk sudut pemasangan 60 .
Hasil pengujian sambungan komposit LVL kayu Sengon dan beton pracetak tersaji dalam bentuk grafik. Nilai maksimum, minimum dan rata-rata beban yang mampu diterima tiap kelompok benda uji dua bidang geser tersaji dalam Tabel 2.
## Tabel 2. Hasil pengujian geser
Jumlah sampel (buah) Beban max (kN) Beban min (kN) Rata- rata (kN) A8-1x 3 35,60 17,66 26,58 B6-1x 5 18,97 13,79 15,69 B6-2x 2 8,47 8,47 8,47 B8-1x 5 18,97 16,29 17,61 B8-1y 4 23,79 18,85 21,49 B8-2y 5 15,16 13,22 14,41
Benda uji dengan kode A8-1x memiliki ketahanan lateral paling tinggi, hal ini disebabkan oleh
pengaruh dari penggunaan epoxy pada bagian sambungan yang sampai menyentuh permukaan LVL kayu Sengon sehingga dapat menahan beban yang lebih besar. Sedangkan pada benda uji lainnya penggunaan epoxy tidak sampai menyentuh permukaan LVL kayu Sengon. Hasil pengujian dari beberapa variasi benda uji tersebut, benda uji dengan pemasangan sekrup bersudut 60 memiliki nilai tahanan lateral yang paling rendah yaitu 8,47 kN untuk sekrup berdiameter 6 mm dan 14,41 kN untuk sekrup berdiameter 8 mm.
Data hasil pengujian diolah untuk mencari nilai kekakuan masing-masing sekrup dengan menggunakan Persamaan 22 yang mengacu pada ISO 6891:1983. Perhitungan nilai kekakuan dilakukan tiap sampel pada masing-masing kelompok benda uji kemudian dicari nilai dirata- ratanya. Nilai kekakuan yang diperoleh disajikan dalam Tabel 3. Secara teoritis, perhitungan tahanan lateral berdasarkan persamaan EYM, SNI dan EC5 memiliki hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Grafik nilai kekakuan ( k ), tahanan lateral menurut EYM dan tahanan lateral menurut SNI dengan grafik hubungan beban dengan selip satu sekrup dapat dilihat pada Gambar 6 hingga 11.
## Tabel 3. Perhitungan nilai kekakuan satu sekrup
Jumlah sampel (buah) Nilai k max (kN/mm) Nilai k min (kN/mm) Nilai k rata-rata (kN/mm) A8-1x 3 6,30 1,78 3,37 B6-1x 5 2,03 0,65 1,47 B6-2x 2 2,54 1,49 2,02 B8-1x 5 5,68 0,73 2,84 B8-1y 4 2,56 0,81 1,34 B8-2y 5 2,39 0,45 1,15 Tabel 4. Perhitungan tahanan lateral (kN) Kode Eksperimen kN Persentase (%) EYM SNI EC5 A8-1x 3,15 ( III m ) 60,47 ( III m ) 17,04 ( I m ) 53,98 ( I m ) B6-1x 2,98 ( III m ) 55,98 ( III m ) 1,02 ( III m ) 53,38 ( I m ) B6-2x 1,62 ( III m ) 76,02 ( III m ) 1,28 ( I m ) 54,34 ( I m ) B8-1x 3,26 ( III m ) 58,67 ( III m ) 16,42 ( I m ) 52,07 ( I m ) B8-1y 3,61 ( III m ) 55,25 ( III m )
19,80 ( III m ) 70,34 ( I m ) B8-2y 2,12 ( III m ) 69,12 ( III m )
20,80 ( I m ) 61,56 ( I m )
Berdasarkan perhitungan secara teori EYM, SNI dan EC5 menunjukkan nilai tahanan lateral yang lebih rendah dari hasil pengujian (Tabel 4). Dari
ketiga teori tersebut, nilai tahanan lateral pada perhitungan teori SNI memiliki nilai yang paling rendah dan moda kegagalan yang terjadi berada pada moda kegagalan I m dan III m , hal ini diakibatkan oleh nilai koefisien ragam kelelehan yang berbeda-beda untuk masing-masing variasi. Selain itu, pada teori EC5, kuat cabut sekrup diikut sertakan dalam perhitungan tahanan lateral moda II, III m , III s , dan IV , akibatnya moda kegagalan yang terjadi pada perhitungan tahanan lateral secara teori EC5 menunjukkan moda kegagalan I m .
Gambar 6. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji kode A8-1x
Gambar 7. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji kode B6-1x
Gambar 8. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji kode B6-2x
Gambar 9. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji kode B8-1x
Gambar 10. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji kode B8-1y
Gambar 11. Grafik hubungan beban dengan selip benda uji B8-2y
Kerusakan yang terjadi pada komponen sambungan diamati secara visual kemudian dibandingkan dengan teori moda kegagalan EYM, SNI dan EC5 untuk menentukan moda kegagalan sambungannya. Pada penelitian ini, beton tidak mengalami kegagalan diakibatkan mutu beton pracetak yang digunakan jauh melebihi dari mutu LVL kayu Sengon yaitu 20,71 dan 25,29 MPa. Moda kegagalan sambungan yang sesuai pada penelitian ini adalah moda kegagalan III m , terlihat dari kerusakan yang terjadi pada kayu dan bentuk lag screw yang bengkok karena terjadi satu maupun dua sendi plastis. Kerusakan yang terjadi pada kayu dapat dlihat pada Gambar 12 (a) hingga Gambar 12
0 2 4 6 8 10 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM EC5 SNI k -1 0 1 2 3 4 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM SNI EC5 k 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM EC5 SNI k
-1 0 1 2 3 4 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM EC5 SNI k 0 1 2 3 4 5 6 7 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM EC5 SNI k 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 B eb an ( k N) Selip (mm) EYM SNI EC5 k
(f) dan bentuk kegagalan lag screw dapat dilihat pada Gambar 13 (a) hingga Gambar 13 (f).
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
Gambar 12. Kerusakan pada kayu; (a) kode A8-1x; (b) kode B6-1x; (c) kode B6-2x;
(d) kode B8-1x; (e) kode B8-1y; (f) kode B8-2y
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 13. Kerusakan pada sekrup;
(a) kode A8-1x; (b) kode B6-1x; (c) kode B6-2x; (d) kode B8-1x; (e) kode B8-1y; (f) kode B8-2y
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, benda uji dengan pemasangan sudut sekrup 90 memiliki ketahanan lateral yang lebih baik bila dibandingkan dengan benda uji dengan pemasangan sudut sekrup 60 . Selain itu, semakin besar dimensi alat sambung sekrup yang digunakan pada penelitian ini juga menghasilkan nilai tahanan lateral yang lebih besar, terbukti dengan benda uji B8-1x yang menggunakan sekrup berdiameter 8 mm dengan panjang sekrup 127 mm mampu menahan beban sebesar 21,49 kN.
Berdasarkan perhitungan tahanan lateral secara teoritis, persentase tahanan lateral hasil perhitungan dengan persamaan EYM, SNI dan EC5 menunjukkan nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil pengujian. Secara visual, moda kegagalan yang terjadi pada penelitian ini adalah moda kegagalan III m , dimana kerusakan terjadi pada kayu dan alat sambung mekanik lag screw.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan penggunaan epoxy agar hasil tahanan lateral alat sambung murni akibat kegagalan komponen kayu, beton maupun kegagalan alat sambung itu sendiri.
## Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan finansial kepada Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi melalui program Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi 2018, PT. Sumber Graha Sejahtera, dan pihak PT. Aneka Dharma Persada, Sedayu, Bantul, Yogyakarta.
## Daftar Pustaka
ASTM (2000). ASTM-D 1761: Standard methods of testing mechanical fastener in wood, nail, staple or screw withdrawal test. ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM (2009). ASTM E8 M: Standard test methods for tension testing of metalic materials. ASTM International, West Conshohocken, PA.
ASTM (2018). ASTM-D 5764: Standard test methods for evaluating dowel-bearing strength of wood and wood-based products. ASTM International, West Conshohocken, PA.
Auclair, S. C., Sorelli, L., & Salenikovich, A. (2016). A New Composite Connector for Timber-
Concrete Composite Structures. Construction and Building Materials , 112 , 84-92.
Awaludin, A. (2005). Dasar-dasar perencanaan sambungan kayu (Edisi 1.). Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS JTSL FT UGM., Yogyakarta.
Awaludin, A (2012). Development of Structural Walls Made from LVL Sengon (Paraserianthes falcataria): Basic
Mechanical Properties , dipresenasikan pada International Conference on Sustainable Civil Engineering Structures and Construction Materials ( SCESCM), Yogyakarta, Indonesia: Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, 299-302 .
Awaludin, A., Shahidan, S., Basuki, A., Zuki, S. S. M., & Nazri, F. M. (2018). Laminated Veneer Lumber (LVL) Sengon: an Innovative Sustainable Building Material in Indonesia. International Journal of Integrated Engineering , 10 (1), 17-22.
BS EN 1995 1-1, (2004). Eurocode 5: Design of Timber Structures – Part 1-1: General – Common Rules and Rules for Buildings, British Standards Institution, London, UK
Dias, A. M., & Jorge, L. F. (2011). The Effect of Ductile Connectors on the Behaviour of Timber–
Concrete Composite
Beams.
Engineering
structures , 33 (11), 3033-3042.
Eratodi, I. B., & Awaludin, A. (2017). Bending
Capacity of Non-prismatic LVL Beams Paraserianthes Falcataria , dipresentasikan pada Procedia Engineering, 171 , 1362-1369.
Fragiacomo, M., & Lukaszewska, E. (2013). Time- Dependent Behavior of Timber–Concrete Composite Floors with Prefabricated Concrete Slabs. Engineering Structures , 52 , 687-696.
Girhammar, U. A., Jacquier, N., & Källsner, B. (2017). Stiffness Model for Inclined Screws in Shear-Tension Mode in Timber-To-Timber Joints. Engineering structures , 136 , 580-595.
He, G., Xie, L., Wang, X. A., Yi, J., Peng, L., Chen, Z. A., ... & Crocetti, R. (2016). Shear Behavior Study on Timber-Concrete Composite Structures with Bolts. Bio Resources , 11 (4), 9205-9218.
International Organization for Standardization, (1983). ISO 6891:1983 Timber structures: joints made with mechanical fasteners- general principles for the determination of strength and deformation characteristics (first ed.) , Canada.
Khorsandnia, N., Valipour, H. R., & Crews, K. (2012). Experimental and Analytical Investigation of Short-Term Behavior of LVL–Concrete Composite Connections and Beams. Construction and Building Materials , 37 , 229-238.
Pratiwi, N & Tjondro, J. A. (2018). Study on Strength and Stiffness of Meranti Wood Truss with Plywood Gusset Plate Connection and Lag Screw Fastener. Journal of the Civil Engineering Forum,
4 (1), 61-66.
Indonesia, S. N. (2013). Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional, (7973-2013).
Suriani, E., & Ali Awaludin, S. T. (2012). Perilaku Sambungan Komposit Kayu-beton Dengan Alat Sambung Sekrup Kunci Terhadap Beban Lateral, Indonesia: Doctoral Dissertatio, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Symons, D. D., Persaud, R., & Stanislaus, H. (2010). Strength of Inclined Screw Shear Connections for Timber and Concrete Composite Construction. The Structural Engineer , 88 , 25-32.
Yeoh, D., Fragiacomo, M., De Franceschi, M., & Heng Boon, K. (2010). State of The Art on Timber- Concrete Composite Structures: Literature Review. Journal of Structural Engineering , 137 (10), 1085- 1095.
Yeoh, D., Fragiacomo, M., Franceschi, M. D., & Boon, K. H. (2011). State of the Art on Timber- Concrete Composite Structure: Literature Review. Journal of Structural Engineering, 137 (10), 1085- 1095.
Yeoh, D., Fragiacomo, M., & Carradine, D. (2013). Fatigue Behavior of Timber - Concrete Composite Connections and Floor Beams. Engineering Structures , 56 , 2240-2248.
|
ea3d4952-677d-4ab3-9345-03056f80e5c0 | http://jurnal.ut.ac.id/index.php/jom/article/download/261/246 | ALTERNATIF PILIHAN INPUT TEKNOLOGI, INVESTASI ATAUKAH TENAGA KERJA DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH PASAR EKSPOR
Adolf B. Heatubun ([email protected]) Universitas Pattimura
Albert Gamot Malau Universitas Terbuka
## ABSTRACT
The objective of the study was to analyze the factors have influenced the increasing of investment, technology improvement, labor absorption, production and export of the exporting small and medium enterprises. An econometric model using simultaneous equations of the economic sectoral pooled data has resulted that the technology of exporting small and medium enterprises was weakness, so that the government could to improve the technology by improving human capital and by expanding its expenditures.
Keywords: econometrics, estimation, export, investment, production, small and medium enterprises, technology.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat ini diletakkan pada posisi penting oleh pemerintah dalam membangun demokrasi ekonomi Indonesia. Hal ini muncul secara eksplisit dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Upaya membangun UMKM diyakini pemerintah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga pemerintah kini menetapkan untuk memberdayakan UMKM dengan lebih intensif. Lebih spesifik, kelompok Usaha Kecil dan Menengah (UKM) lebih diprioritaskan dalam pemberdayaan untuk sasaran peningkatan kemampuan dan daya saing karena kelompok usaha ini memiliki kemampuan berkembang sebagai pembentuk industri dalam negeri. Sementara kelompok usaha Mikro sesuai kapasitasnya lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat dalam jangka pendek. Sasaran meningkatkan kemampuan dan daya saing UKM ditempuh melalui pemberdayaan dalam bentuk berbagai insentif baik di bidang produksi, teknologi, pemasaran, finansial dan dukungan fasilitasi lainnya.
Dukungan pemerintah dalam memberdayakan UKM terutama UKM yang berorientasi ekspor sangat diprioritaskan. Seperti diketahui, data menunjukkan bahwa kontribusi UKM dalam ekspor cukup potensial. UKM terus menunjukkan kenaikan kontribusi terhadap total ekspor nasional. Total ekspor non-migas nasional tahun 2007 mencapai Rp. 713,4 triliun, dan UKM menyumbang sebesar Rp 142,8 triliun atau 20 % terhadap total ekspor non-migas nasional (BPS, 2008). Perkembangan menunjukkan bahwa ekspor UKM berpotensi untuk terus meningkat, dan ini makin membuka peluang untuk meningkatkan penggunaan teknologi yang lebih tinggi.
Ketika UKM memperlihatkan potensi ekspor, pada saat yang sama UKM terus menghadapi banyak kendala. Kendala rendahnya produktivitas menunjuk kepada kemampuan dalam produksi
baik secara teknis maupun kemampuan tenaga kerja. Hal ini bersumber pada rendahnya kualitas sumber daya manusia UKM dan penguasaan terhadap teknologi. UKM juga terbatas dalam akses kepada sumberdaya produktif seperti permodalan, teknologi, informasi dan pasar. Kendala lain adalah UKM menghadapi iklim usaha yang kurang kondusif antara lain ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perijinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perijinan yang menimbulkan berbagai pungutan tidak resmi, dan praktik bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Kendala-kendala yang dihadapi UKM tersebut mendorong untuk perlu diketahui bagaimana secara aktual kondisi produksi dan proses produksi yang tengah dialami UKM? Bagaimana perkembangan teknologi, investasi, perkembangan ekspor dan apa kendala yang cukup menghambat pembangunan UKM ekspor ke depan? Dukungan pemerintah dalam hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mendukung pemberdayaan UKM ke depan? Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kenaikan investasi, teknologi, tenaga kerja, produksi dan ekspor Usaha Kecil (UK) dan Usaha Menengah (UM) di pasar ekspor.
## Pertumbuhan Ekonomi dalam Teori Perdagangan Internasional
Dalam konteks perdagangan internasional, Krugman dan Obstfeld (2000) menyatakan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu pergeseran keluar dari Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi ini dapat bersumber dari adanya peningkatan jumlah sumberdaya yang dimiliki dan atau disebabkan oleh peningkatan efisiensi atas penggunaan sumberdaya tersebut.
Chacholiades (1978) juga Dunn dan Mutti (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai ekspansi keluar production-possibilities frontier (PPF) akibat pertumbuhan sumberdaya yang dimiliki sebuah negara. Dari waktu ke waktu sumberdaya suatu negara terus mengalami pertumbuhan. Misalnya angkatan kerja meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, stok kapital fisik bertumbuh karena dihasilkan net investasi positif dari tahun ke tahun. Juga ditemukan metode produksi yang baru dan lebih efisien untuk menggantikan metode produksi lama dan kurang efisien. Pertumbuhan faktor endowment ini menyebabkan production-possibilities frontier bergeser ke kanan yang menunjukkan bahwa kapasitas sebuah negara dalam berproduksi mengalami peningkatan (Gambar 1).
Gambar 1. Pertumbuhan Kapasitas Produksi dan Kuantitas Perdagangan
P’ Q Q’ P C 1 C 2 F 1 i 2 i 1 Kain M a ka n a n S’ S
Pertumbuhan yang terjadi pada suatu perekonomian juga dapat mengalami bias yakni batas kemungkinan produksi yang bergeser keluar cenderung lebih tertuju ke satu arah daripada ke arah yang lain, dan bukan terjadi secara proporsional (Gambar 2) (Krugman & Obstfeld, 2000).
Bias pertumbuhan di atas terjadi karena dua hal yakni pertama, bias disebabkan oleh kemajuan teknologi yang terjadi di satu sektor ekonomi. Kemajuan teknologi akan memperluas kemungkinan-kemungkinan produksi suatu perekonomian, di mana pergeseran ke arah output sektor tersebut lebih besar dibanding pergeseran ke arah output sektor lainnya. Kedua, bias pertumbuhan karena adanya peningkatan penawaran faktor produksi di suatu negara, misalnya peningkatan stok modal karena ada akumulasi tabungan dan investasi. Bias pertumbuhan ini mengarah pada barang yang produksinya menggunakan faktor produksi spesifik (digunakan untuk menghasilkan barang tertentu) atau ke arah barang-barang yang produksinya lebih banyak menggunakan faktor produksi yang penawarannya meningkat.
## Economies of Scale dan Perdagangan Internasional
Tujuan suatu negara melakukan perdagangan internasional adalah untuk mencapai keuntungan dari perdagangan tersebut. Krugman dan Obstfeld (2000) menyatakan salah satu alasan melakukan perdagangan adalah untuk mencapai economies of scale. Economies of scale di dalam teori ekonomi pada dasarnya menunjuk pada efisiensi yang dicapai di dalam produksi. Berdasarkan hal ini, dalam perdagangan jika suatu negara dapat membatasi kegiatan produksinya untuk menghasilkan sejumlah barang tertentu saja, mereka berpeluang memusatkan perhatian dan segala macam sumberdayanya sehingga dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar.
Pengertian economies of scale di dalam teori perdagangan (Suranovic, 2008 dan Lindert, 1993) adalah peningkatan produksi pada skala yang lebih besar (output lebih banyak) menyebabkan biaya per unit output makin menurun atau lebih rendah. Secara khusus Koutsoyiannis (1979) menunjukkan penurunan biaya per unit output dapat terkait dengan kenaikan ukuran perusahaan, dan ini disebut sebagai internal economies of scale. Economies of scale dapat juga dicapai ketika ada kenaikan jumlah perusahaan baik itu perusahaan-perusahaan baru yang masuk ke dalam industri maupun penggabungan dari perusahaan-perusahaan yang telah ada.
a. Pertumbuhan bias ke kain
Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi yang bias
TT 1 TT 2 TT 1 P ro d u ksi g a n d u m , Q g TT 2 P ro d u ksi g a n d u m , Q g Produksi kain, Q c Produksi kain, Q c b. Pertumbuhan bias ke gandum
Berkaitan dengan perdagangan, model keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo pada dasarnya berdasar pada asumsi constant returns to scale, yaitu jika input suatu industri digandakan atau dinaikkan dua kali lipat maka output industri tersebut juga akan berlipat dua. Namun dalam kenyataan banyak industri atau sektor ekonomi beroperasi atas dasar economies of scale dan juga increasing returns to scale, yaitu semakin besar skala produksinya, semakin besar kelipatan produktivitasnya. Ini berarti penggandaan input-input yang digunakan akan meningkatkan output industri atau sektor ekonomi tersebut lebih dari dua kali lipat (Gambar 3).
Pada level produksi Q 1 S (Gambar a), unit tenaga kerja yang dibutuhkan sebesar a 1 LS . Jika produksi meningkat pada Q 2 S , unit tenaga kerja yang dibutuhkan menurun pada a 2 LS . Jadi pada level output lebih tinggi, tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit (atau lebih sedikit sumberdaya atau biaya) per unit output.
Gambar (b) menunjukkan economies of scale di dalam produksi adalah ekivalen dengan increasing returns to scale. Increasing returns to scale memiliki arti kenaikan penggunaan resource misalkan sebesar x %, mengakibatkan kenaikan di dalam output lebih dari x %. Negara-negara yang memiliki economies of scale dapat memproduksi output dalam jumlah besar.
Suranovic (2008) dan Krugman dan Obstfeld (2000) menyatakan bahwa economies of scale terkait dengan struktur pasar. Terkait dengan peningkatan jumlah produksi seperti apa yang menurunkan biaya rata-rata, maka economies of scale mencakup external economies of scale dan internal economies of scale. External economies of scale tercipta apabila jumlah biaya per unit sudah tergantung pada besarnya industri, tidak perlu pada besarnya satu perusahaan. Sebaliknya internal economies of scale terjadi jika biaya per unit tergantung pada besarnya satu perusahaan, sehingga hal ini tidak perlu dikaitkan dengan besarnya industri.
Efek masing-masing economies of scale ini terhadap struktur pasar berbeda-beda. Industri dengan external economies of scale biasanya terdiri dari banyak perusahaan-perusahaan kecil, dan struktur pasarnya berkembang menjadi persaingan sempurna. Internal economies of scale berlaku bagi perusahaan-perusahaan berukuran besar yang memiliki keunggulan biaya atas perusahaan- perusahaan kecil, dan strukturnya berkembang kearah pasar persaingan tidak sempurna.
(a) (b)
Gambar 3. Economies of Scale dan Increasing Returns to Scale
Input Input
## Fungsi Produksi Output dan Input
Fungsi produksi agregat yang menjelaskan tentang perkembangan produksi sebuah perekonomian, ditentukan oleh pertumbuhan faktor produksi utama seperti kapital fisik, teknologi, dan tenaga kerja (Romer, 1996). Dalam fungsi tersebut, teknologi hanya dianggap sebagai eksogen. Fungsi produksi dimaksud adalah :
. 1 0 , )] t ( L ) a 1 )( t ( A [ )] t ( K ) a 1 [( ) t ( Y
1 L K .................. (1) keterangan : Y = output agregat K, L = masing-masing input kapital dan labor (tenaga kerja) A = teknologi.
Fungsi produksi ini bersifat constant returns to scale pada kapital dan tenaga kerja.
Fungsi produksi tersebut kemudian dikembangkan dalam model endogenous growth, di mana turut dimasukkan knowledge sebagai peubah endogen. Selain kapital fisik, model ini juga memasukkan human capital sebagai faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi. Fungsi produksi agregat dalam model human capital dinyatakan sebagai :
, 0 , 0 , 0 , )] t ( L ) t ( A [ ) t ( H ) t ( K ) t ( Y 1 ............... (2) keterangan : Y = output agregat K, L = masing-masing input kapital dan tenaga kerja
H, A = masing-masing stok human capital dan teknologi.
Persamaan ini bersifat constant returns bagi K, H, dan L bersama-sama.
Berkaitan dengan perdagangan internasional dan pentingnya peranan pemerintah dalam menggerakan perekonomian, Moshin dan Anam (1999), Crespo-Cuaresma dan Worz (2003) memasukkan faktor ekspor ke dalam fungsi produksi agregat, sehingga (2) menjadi :
Y = ) X , G , L , K ( Y .......................................................................................... (3) keterangan : Y = output agregat K, L = masing-masing input kapital dan tenaga kerja G = pengeluaran pemerintah X = ekspor nasional.
Romer (1996) juga membentuk fungsi produksi dari input-input secara agregat. Fungsi produksi kapital dan teknologi baru tergantung pada stok kapital, tenaga kerja, dan level teknologi yang ada. Fungsi produksi masing-masing sesuai asumsi Cobb-Douglas adalah :
1 1 1 L K ) t ( L ) t ( A ) t ( K ) a 1 ( ) a 1 ( s ) t ( K .......................................... (4)
. 0 , 0 , 0 B , ) t ( A )] t ( L a [ )] t ( K a [ B ) t ( A L K .................... (5)
keterangan :
A , K = capital dan teknologi baru
K, A, L = masing-masing input capital, teknologi, dan labor (tenaga kerja).
B adalah sebuah parameter shift. Fungsi produksi kapital diasumsikan bersifat constant returns to scale tetapi fungsi produksi knowledge diasumsikan bersifat increasing returns to scale.
Chirichiello, (1994) berdasarkan teori klasik, menunjukkan fungsi permintaan dan penawaran tenaga kerja secara agregat sebagai berikut :
) P / W ( L L d d .................................................................................................. (6) ) P / W ( L
L s s ................................................................................................... (7)
keterangan :
L d , L s = masing-masing permintaan dan penawaran tenaga kerja
W = tingkat upah nominal P = tingkat harga
W / P = tingkat upah riil. Bahmani-Oskooee, (1986) mengestimasi ekspor agregat dengan menggunakan fungsi sebagai berikut :
) E ), PXW / PX ( , YW ( X X ............................................................................ (8) keterangan : X = jumlah ekspor YW = rata-rata bobot GNP riil negara-negara patner perdagangan PX = harga ekspor
PXW = rata-rata bobot harga ekspor negara-negara patner perdagangan E = ekspor sebagai pembobot nilai tukar efektif.
Crespo-Cuaresma dan Worz (2003) telah melakukan studi untuk mengukur dampak ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara. Ekspor dibedakan atas barang-barang yang memiliki intensitas teknologi tinggi dan yang memiliki intensitas teknologi rendah. Model yang digunakan adalah random effects dengan menggunakan estimator variabel instrumental. Hasil pengukuran menunjukkan barang-barang ekspor berteknologi tinggi memiliki dampak lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibanding barang-barang ekspor berteknologi lebih rendah. Hasil pengukuran ini siginifikan terjadi pada negara-negara berkembang dan bukan untuk negara industri maju.
Sunaryanto (2006) menganalisis dinamika industri skala menengah dan faktor-faktor yang memengaruhinya, adanya gejala missing of the middle (MOM) dalam struktur industri, dan sumber- sumber pertumbuhan industri, pada industri menengah dan besar di Indonesia. Dipakai analisis multinomial logistic regression (MRL) dan diperoleh hasil bahwa faktor internal terkecuali produktivitas tenaga kerja dan faktor eksternal seperti pajak dan suku bunga berpengaruhi positif terhadap kenaikan peringkat industri menengah (IM) ke industri besar (IB). Industri menengah perlu didukung agar mampu menjadi tulang punggung struktur industri dan penggerak utama perekonomian Indonesia sehingga tidak menimbulkan gejala missing of the middle (MOM). Pengembangan industri menengah berpotensi penyerap tenaga kerja karena kontribusi tenaga kerja terhadap output selalu lebih tinggi daripada kontribusi kapital.
Studi untuk menganalisis peranan, perilaku, dan kinerja Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam perekonomian Indonesia telah dilakukan oleh Djaimi (2006). Penelitian ini menggunakan data Social Accounting Matrix (SAM) dan model analisis SAM dan Structural Equation Model (SEM) atau Linear Structural Reltionship (LISREL), diperoleh kesimpulan bahwa IKM lebih besar peranannya dibanding industri besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, menyediakan lapangan kerja, dan distribusi pendapatan secara lebih merata. Kinerja IKM dipengaruhi oleh faktor modal, biaya bahan baku dan bahan penunjang, dan skala usaha.
Studi mengenai usaha menengah dan usaha besar khususnya pada industri manufaktur Indonesia, dilakukan oleh Sirait (2007). Studi tersebut menganalisis keragaman produksi, elastisitas input dan skala usaha, perubahan teknologi dan dampaknya terhadap penggunaan faktor produksi, tingkat efisiensi teknis dan faktor penyebabnya, serta pertumbuhan total faktor produktivitas. Analisis menggunakan pool data (6 sektor industri dan time series 1997 – 2002), dan pendekatan fungsi produksi translog stochastic production frontier, serta model diestimasi dengan metode maximum likelihood estimation. Hasilnya, skala usaha industri manufaktur di Indonesia berada dalam kondisi increasing return to scale dengan elastisitas output terhadap tenaga kerja lebih tinggi dibanding kapital. Usaha menengah cenderung lebih efisien dibanding usaha besar dengan sumber inefisiensi : kapasitas produksi, akses ke pasar keuangan, kegiatan ekspor, penurunan pajak dan penggunaan energi diidentifikasi berpengaruh positif terhadap upaya penurunan inefisiensi teknis. Penggunaan tenaga kerja wanita cenderung meningkatkan inefisiensi usaha, teknologi menunjukkan peningkatan tetapi bersifat decreasing rate sehingga dapat menyebabkan stagnasi teknologi di masa depan, pertumbuhan total faktor produktivitas terutama bersumber dari perubahan teknologi, diikuti skala usaha dan efisiensi teknis.
## METODE PENELITIAN
## Unit Analisis dan Sumber Data
Unit analisis dalam penelitian ini adalah sektor ekonomi yang terlibat dalam kegiatan ekspor seperti (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, dan (3) industri pengolahan. Dua kelompok skala usaha yang dianalisis adalah Usaha Kecil (UK) dan Usaha Menengah (UM). Data yang digunakan adalah pool data (cross section dan time series) dari tahun 1997 hingga 2007. Data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Koperasi dan UKM.
## Model, Hipotesis dan Metode Pendugaan
Model terdiri atas 2 blok yaitu UK dan UM dengan persamaan-persamaan seperti berikut ini.
Usaha Kecil KUKS = a 0 + a 1 SBI + a 2 RHUKS + a 3 EUK + a 4 QUKS + a 5 PUKS + a 6 LKUKS + e 1 ...................................................... (9) AUKS = b 0 + b 1 KUKS + b 2 HUKS + b 3 LUKS + b 4 QUKS + b 5 GUKS + b 6 LAUKS + e 2 ....................................................... (10) LUKS = c 0 + c 1 UMR + c 2 KUKS + c 3 UUKS + c 4 QUKS
+ c 5 LLUKS + e 3 ........................................................................... (11) QUKS = d 0 + d 1 MKUKS + d 2 HUKS + d 3 AUKS + d 4 LUKS + d 5 EUK + d 6 GUKS + d 7 RPUKS + d 8 GDP + d 9 LQUKS + e 4 ................ (12)
EUK = e 0 + e 1 PEUK + e 2 ER + e 3 QUKS + e 4 LEUK + e 5 ..................... (13)
Usaha Menengah
KUMS = f 0 + f 1 SBI + f 2 RAUMS + f 3 EUM + f 4 RQUMS + f 5 PUMS + f 6 GUMS + f 7 RINAS + f 8 LKUMS + e 6 ..................... (14)
AUMS = g 0 + g 1 KUMS + g 2 HUMS + g 3 RLUMS + g 4 QUMS + g 5 RGUMS + g 6 LAUMS + e 7 ................................................... (15) LUMS = h 0 + h 1 UMR + h 2 KUMS + h 3 HUMS + h 4 AUMS
+ h 5 UUMS + h 6 MQUMS + h 7 RPUMS + h 8 LLUMS + e 8 .......... (16) QUMS = i 0 + i 1 KUMS + i 2 RAUMS + i 3 LUMS + i 4 EUM + i 5 GUMS + i 6 RPUMS + i 7 GDP + i 8 LQUMS + e 9 .................... (17) EUM = j 0 + j 1 PEUM + j 2 ER + j 3 QUMS + j 4 LEUM + e 10 ........................ (18) keterangan : KUKS, KUMS = Berturut-turut investasi UK dan UM AUKS, AUMS = Berturut-turut teknologi UK dan UM LUKS, LUMS = Berturut-turut tenaga kerja UK dan UM QUKS, QUMS = Berturut-turut output UK dan UM EUK, EUM = Berturut-turut ekspor UK dan UM HUKS, HUMS = Berturut-turut human capital UK dan UM PUKS, PUMS = Berturut-turut harga output UK dan UM PEUK, PEUM = Berturut-turut harga ekspor UK dan UM MKUKS = Marginal investasi UK UUKS, UUMS = Berturut-turut jumlah unit UK dan UM GUKS, GUMS = Berturut-turut pengeluaran pemerintah pada UK dan UM SBI = Suku bunga UMR = Upah Minimum Regional ER = Nilai tukar GDP = Gross Domestic Product. JEKSUK = Jumlah eksportir UKM JEKSUB = Jumlah eksportir UB RINAS = Total rencana investasi nasional R... = Rasio masing-masing peubah tahun t terhadap t-1 L... = Lag endogen masing-masing peubah.
## Hipotesis
Semua tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) pada persamaan-persamaan kelompok Usaha Kecil dan Usaha Menengah di atas adalah positif, kecuali parameter a 1 , c 1 , f 1 , dan h 1 adalah negatif. Parameter positif dan negatif diperoleh dari hasil pengolahan data yang menunjukkan tanda parameter tersebut positif atau negatif. Bila tidak sesuai tanda yang diharapkan berarti hasil estimasi melanggar hipotesis dan harus ditolak. Arti parameter bertanda positif adalah makin tinggi / besar nilai variabel (independen) tersebut maka makin tinggi juga nilai variabel dependen yang dipengaruhinya. Sebaliknya, arti parameter bertanda negatif adalah makin tinggi/besar nilai variabel (independen) tersebut maka makin rendah/kecil nilai variabel dependen yang dipengaruhinya.
Sebelum dilakukan pendugaan, model di atas diidentifikasi dengan order condition, dimana hasilnya adalah semua persamaan overidentified. Model kemudian diduga dengan menggunakan metode 2 SLS (Two Stage Least Squares).
## HASIL PENDUGAAN PEUBAH-PEUBAH INPUT, OUTPUT DAN EKSPOR USAHA KECIL DAN USAHA MENENGAH
Dalam proses produksi sektoral, Usaha Kecil dan Usaha Menengah di pasar ekspor menggunakan input-input kapital, tenaga kerja, human capital dan teknologi tersedia untuk menghasilkan output. Tiap skala usaha mengakumulasi kapital, meningkatkan teknologi dan
menyerap tenaga kerja serta melakukan ekspor. Hasil pendugaan masing-masing peubah pada tiap skala disajikan di bawah ini.
## Usaha Kecil
KUKS = - 30961 – 934.471 SBI* + 21013 RHUKS* + 0.0041 EUK* + 0.0021 QUKS*
(-2.71) (3.09) (1.01) (1.65) + 12753 PUKS* + 0.9632 LKUKS* ................................................... (19) (2.04) (Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9609; Adj R 2 = 0.9583; DW = 2.122) AUKS = - 154389 + 0.4575 KUKS* + 2.5001 HUKS* + 0.4544 LUKS* + 0.1207 QUKS* (0.03) (0.29) (0.50) (0.21) + 0.2075 GUKS* + 0.1329 LAUKS* .................................................... (20) (0.03) (Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9904; Adj R 2 = 0.9897; DW = 1.227) LUKS = 196500 – 317.1934 UMR* + 0.3408 KUKS* + 1.0421 UUKS* + 0.0927 QUKS* (- 0.06) (0.03) (0.80) (0.18) + 0.1807 LLUKS* ................................................................................. (21) (Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9974; Adj R 2 = 0.9972; DW = 1.653) QUKS = - 661453 + 1.7152 MKUKS* + 2.611 HUKS* + 0.1975 AUKS* +0.5163 LUKS* (0.02) (0.22) (0.17) (0.41) + 0.113 EUK* + 0.0457 GUKS + 293213 RPUKS* + 0.0306 GDP* (0.04) (0.06) (0.24) + 0.2017 LQUKS* ............................................................................... (22) (Prob. F = 0.0001; R2 = 0.9942; Adj R2 = 0.9936; DW = 1.677) EUK = -870365 + 25891 PEUK* + 102.9654 ER* + 0.0054 QUKS + 9.9095 JEKSUK* (0.81) (2.87) (0.52) + 0.8138 LEUK* .................................................................................. (23) (Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.7822; Adj R 2 = 0.7701; DW = 1.539)
## Usaha Menengah
KUMS = - 40635 – 2702.625 SBI* + 25840 RAUMS + 0.0115 EUM* + 36728 RQUMS (- 0.06) (0.77) + 4435.7093 PUMS + 0.1162 GUMS* + 0.0052 RINAS* + 0.8454 LKUMS* ........................................................................................................................................ (24) (0.27) (0.28) (Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9011; Adj R 2 = 0.8920; DW = 0.993)
AUMS = - 83298 + 0.0512 KUMS* + 0.0654 HUMS* + 75536 RLUMS* + 0.0267 QUMS*
(0.28) (0.13) (0.80) (0.57)
+ 3048.2328 RGUMS* + 0.4399 LAUMS* ............................................... (25)
(0.06)
(Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.8390; Adj R 2 = 0.8281; DW = 2.031) LUMS = - 40188 – 87.8324 UMR* + 36753 RKUMS* 17379 RHUMS* + 11971 RAUMS* (- 0.31) (0.23) (0.10) (0.07)
+ 102.0468 UUMS* + 0.0163 QUMS* + 35898 RPUMS + 0.5281 LLUMS* ........................................................................................................................................ (26)
(0.07) (0.20)
(Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9705; Adj R 2 = 0.9677; DW = 1.147) QUMS = - 1145014 + 0.1235 KUMS* + 413493 RAUMS* + 0.7767 LUMS* + 0.0095 EUM*
(0.21) (1.34) (0.89) (0.17)
+ 0.2828 GUMS* + 685044 RPUMS* + 0.0023 GDP* + 0.8483 LQUMS*
........................................................................................................................................ (27)
(0.18) (2.04) (0.25)
(Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.9763; Adj R 2 = 0.9741; DW = 2.283) EUM = - 6908198 + 102165 PEUM* 759.5474 ER* + 0.6144 QUMS* + 152.835 JEKSUB* (0.52) (1.61) (0.30) (0.20) + 0.2355 LEUM* ........................................................................................ (28)
(Prob. F = 0.0001; R 2 = 0.7937; Adj R 2 = 0.7822; DW = 1.292) Keterangan :
* = berpengaruh nyata pada taraf 1 – 20 %.
( ) = nilai elastisitas jangka panjang.
## PEMBAHASAN
## Faktor-faktor Pengaruh dan Saling Keterkaitannya dalam Usaha Kecil
Setelah dilakukan evaluasi terhadap hasil pendugaan di atas, semua peubah penjelas pada setiap persamaan perilaku (persamaan 1 – 5) memenuhi hipotesis yang dibangun. Statistik Koefisien Determinasi R 2 pada semua persamaan cukup tinggi, berkisar antara 0.7822 hingga 0.9974. Berdasarkan nilai tersebut, rata-rata lebih dari 90 persen variasi masing-masing peubah endogen dapat dijelaskan oleh variasi peubah-peubah penjelas yang dimasukan dalam masing-masing persamaan. Nilai statistik F yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas F semua persamaan sebesar 0.0001. Uji F merupakan uji signifikansi terhadap statistik R 2 (Pindyck dan Rubinfeld, 1998; Koutsoyiannis, 1977; Intriligator et al, 1996). Nilai probabilitas tersebut memiliki arti R 2 berbeda nyata dengan nol, yang berarti peubah-peubah penjelas dalam setiap persamaan secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi setiap peubah endogennya. Sesuai hasil uji t sebagian besar parameter dugaan berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata = 1 – 20 persen, dan sebagian lainnya tidak nyata.
Hasil estimasi yang disajikan dan dibahas dalam paper ini telah melewati uji pelanggaran asumsi klasik, diantaranya multicollinearity dan autocorrelation. Multicollinearity terjadi karena ada korelasi kuat diantara variabel-variabel penjelas di dalam suatu persamaan. Korelasi ini menyebabkan standard error estimasi meningkat saat ditambahkan variabel penjelas ke dalam persamaan, dapat juga menyebabkan tanda koefisien regresi berlawanan atau tidak sesuai dengan hipotesis, dan menyebabkan koefisien regresi masing-masing variabel penjelas secara statistik tidak signifikan meskipun nilai R 2 , t, dan F rasio cukup tinggi. Cara mengatasinya telah dilakukan dengan merespesifikasi model secara berulang-ulang sehingga diperoleh hasil estimasi yang layak yang memenuhi hipotesis dan kriteria ekonometrik (second order test). Hasil uji autocorrelation atau korelasi serial dilihat dari nilai DW hasil estimasi. Nilai DW pada kelompok persamaan Usaha Kecil
berkisar antara 1,227 – 2,122. Dua persamaan memiliki nilai DW yang menunjukkan tidak ada korelasi serial dan tiga persamaan lainnya memiliki nilai DW dalam range tidak ada kesimpulan sehingga masalah korelasi serial tidak ditemukan.
Hasil pendugaan terhadap persamaan investasi menunjukkan, peubah suku bunga, human capital, ekspor, produksi dan harga output adalah peubah-peubah yang signifikan memengaruhi penanaman investasi sesuai hasil uji t. Peubah-peubah human capital, ekspor, produksi dan harga output masing-masing dalam jangka panjang memiliki efek kuat (bersifat elastis) terhadap investasi. Ini menunjukkan peningkatan masing-masing peubah tersebut memiliki kekuatan mendorong penanaman investasi dalam jumlah besar. Sebaliknya peningkatan suku bunga menyebabkan penurunan investasi dalam jumlah besar.
Teknologi dipengaruhi oleh investasi, human capital, tenaga kerja, produksi dan pengeluaran pembangunan. Semua peubah ini hanya memiliki efek lemah (inelastis) sehingga tidak memberikan perubahan yang drastis pada teknologi. Begitu juga penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh UMR, investasi, unit usaha dan produksi, dan keempat peubah ini hanya memiliki efek lemah (inelastis). Produksi sendiri dipengaruhi oleh investasi, teknologi, tenaga kerja, human capital, ekspor, harga output dan GDP. Semua peubah pengaruh dalam persamaan produksi bersifat inelastis sehingga tidak cukup kuat mendorong kenaikan produksi secara drastis. Jumlah ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar dan jumlah eksportir.
Efek saling memengaruhi antar peubah pada sisi produksi adalah investasi UK berpotensi meningkat secara drastis jika dilakukan ekspansi pada human capital, jumlah ekspor, produksi, harga output. Efek kenaikan suku bunga adalah negatif karena itu kontrol pemerintah terhadap suku bunga sangat diperlukan jika ada political wiil untuk mendorong pertumbuhan UKM. Efek kenaikan investasi ini kemudian akan berpengaruh kepada teknologi, penyerapan tenaga kerja dan produksi. Namun secara internal, efek investasi tersebut terhadap ketiga peubah di atas bukan sebagai insentif yang kuat karena efek investasi terhadap ketiga peubah hanya bersifat inelastis. Jadi, kenaikan yang dapat dialami baik oleh kemajuan teknologi, penyerapan tenaga kerja dan produksi bukan diharapkan langsung bersumber dari peningkatan investasi semata.
Berkaitan dengan peubah lain, kekuatan potensial investasi semula bersama-sama dengan teknologi dan tenaga kerja serta ditambah human capital dapat menstimulasi kenaikan produksi. Berdasarkan nilai elastisitas, diantara peubah-peubah pengaruh di dalam persamaan produksi, peubah tenaga kerja-lah yang memiliki elastisitas yang lebih besar sehingga peluang kenaikan produksi dapat besumber dari kenaikan jumlah tenaga kerja.
Efek selanjutnya, kenaikan produksi kembali akan mendorong kenaikan yang kuat (elastis) hanya pada investasi dan tidak kepada input teknologi ataupun penyerapan tenaga kerja. Jadi, efek akhir dari hubungan antar peubah ini kemungkinan akan menyebabkan investasi meningkat dalam jumlah yang besar. Dalam keterkaitan antar peubah inipun, jalur keterkaitan yang secara internal memiliki daya efek yang kuat adalah jalur investasi, tenaga kerja dan produksi. Melalui jalur ini teknologi juga dapat mengalami kenaikan.
## Pilihan Alternatif Pengembangan Usaha Kecil
Hasil estimasi dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa secara teknis di dalam proses produksi UK, kemampuan teknis internal UK belum memperlihatkan kapasitas yang kuat atau kapasitas dari dalam yang menunjukkan kemampuan teknis berproduksi. Kemampuan disini dimaksudkan sebagai kapasitas produksi yang mampu memproses semua faktor produksi dasar seperti investasi, teknologi dan tenaga kerja untuk menghasilkan produksi secara efektif, dan
kemampuan yang ditunjukkan input-input adalah kuat (elastis). Seperti yang dibahas sebelumnya, di dalam proses produksi UK hanyalah investasi yang menunjukkan dinamika meningkat secara drastis. Namun di dalam fungsi produksi dinamika inipun belum terlihat yakni investasi hanya bersifat inelastis terhadap produksi, begitu juga input-input lain.
Meskipun tidak berpotensi meningkat seperti investasi, teknologi UK menerima efek linear dari kenaikan investasi yaitu kenaikan investasi secara segera dapat meningkatkan teknologi secara inelastis. Pada satu sisi investasi dan teknologi keduanya menyatu sementara pada sisi lain peningkatan investasi tidak cukup kuat memacu kenaikan teknologi maka diperlukan stimulus dari peubah eksternal. Dalam persamaan teknologi stimulus tersebut adalah human capital dan pengeluaran pembangunan. Jadi, melalui ekspansi human capital dan pengeluaran pembangunan oleh pemerintah, teknologi UK dapat ditingkatkan. Kedua peubah inipun secara langsung menstimulasi kenaikan investasi yang lebih besar.
Penyerapan tenaga kerja UK dapat dipicu oleh peningkatan jumlah unit usaha (elastisitas 0,80), produksi (elastisitas 0,18) dan investasi (elastisitas 0,03). Meskipun peubah unit usaha memiliki efek yang inelastis terhadap penyerapan tenaga kerja namun secara skala, peningkatan kuantitas usaha memiliki kesamaan arti dengan perluasan lapangan kerja sehingga dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Jika UK bersifat padat karya maka ekspansi jumlah unit usaha potensial menyerap tenaga kerja sehingga berpengaruh meningkatkan jumlah produksi yang seterusnya menarik investasi dan teknologi yang lebih besar. Berdasarkan hasil ini, rencana penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak yang bertujuan mengurangi pengangguran harus dibarengi dengan peningkatan jumlah unit usaha, investasi dan teknologi.
Kenaikan nilai tukar (dalam hal ini depresiasi rupiah) menyebabkan ekspor UK meningkat secara tajam. Efek ini akan menghantar efek ekspor yang besar kepada kenaikan investasi dan produksi. Efek ekspor terhadap investasi adalah kuat (elastis) sehingga akan menyebarkan efek lanjutan pada teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Menurut skala, jumlah ekspor akan meningkat jika jumlah eksportir UK ditingkatkan.
Keterkaitan antar peubah UK menunjukkan bahwa rangsangan terhadap produksi secara internal bersumber dari akumulasi investasi. Akumulasi investasi akan menstimulasi teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Rangsangan yang datang dari instrumen kebijakan pemerintah bersumber dari penambahan dana pembangunan SDM dan pengeluaran pembangunan. Gabungan kedua instrumen ini menstimulasi langsung dan menyebarkan efek pada produksi, investasi, teknologi dan penyerapan tenaga kerja. Insentif dari lingkungan eksternal terhadap produksi dapat bersumber dari kenaikan harga output, nilai tukar dan jumlah eksportir melalui ekspor. Ekspor memiliki peran langsung dalam mendorong produksi dan investasi.
## Faktor-faktor Pengaruh dan Saling Keterkaitannya dalam Usaha Menengah
Evaluasi hasil pendugaan menunjukkan semua peubah penjelas yang dimasukan ke dalam setiap persamaan perilaku (persamaan 6 – 10) memenuhi hipotesis. Nilai statistik R 2 semua persamaan cukup tinggi, berkisar antara 0,7937 hingga 0,9763. Sesuai nilai R 2 tersebut, rata-rata lebih dari 89 persen variasi masing-masing peubah endogen dapat dijelaskan oleh variasi peubah- peubah penjelas yang dimasukan dalam masing-masing persamaan. Nilai probabilitas F semua persamaan sebesar 0,0001, menunjukkan peubah-peubah penjelas dalam setiap persamaan secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi setiap peubah endogennya. Sebagian besar parameter dugaan dalam setiap persamaan berbeda nyata dengan nol pada taraf nyata = 1 – 20 persen, dan sebagian lainnya tidak nyata.
Nilai DW kelompok persamaan Usaha Menengah berkisar antara 0,993 – 2,283. Dua persamaan memiliki nilai DW yang menunjukkan tidak ada korelasi serial, satu persamaan memiliki nilai DW dalam range tidak ada kesimpulan sehingga masalah korelasi serial tidak ditemukan dan dua persamaan lainnya memiliki nilai DW dalam range tolak hipotesis nol yaitu ada korelasi serial positif. Secara keseluruhan model sistem persamaan di atas ditemukan korelasi serial, namun menurut Pindyck dan Rubinfeld (1998), persoalan korelasi serial sesungguhnya hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter, tetapi tidak menimbulkan bias parameter persamaan sehingga secara umum hasil pendugaan model ini representatif menggambarkan keadaan usaha kecil dan menengah yang ada sekarang.
Investasi dipengaruhi oleh suku bunga, ekspor, pengeluaran pembangunan dan rencana investasi yang disetujui pemerintah. Keempat peubah ini bersifat inelastis terhadap investasi sehingga peningkatan masing-masing peubah hanya memiliki efek lemah meningkatkan investasi. Peubah investasi, human capital, penyerapan tenaga kerja, produksi dan pengeluaran pembangunan memengaruhi perilaku teknologi UM. Kelima peubah ini memiliki efek lemah (inelastis) namun peubah tenaga kerja memiliki nilai elastisitas yang lebih besar (0,80) yang menunjukkan peubah ini lebih dominan mendorong perbaikan teknologi. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh UMR, investasi, human capital, teknologi, unit usaha dan produksi, dan semua peubah hanya memiliki efek lemah (inelastis). Diantara peubah pengaruh dalam persamaan tenaga kerja, unit usaha memiliki elastisitas yang lebih tinggi (0,75) karena itu penambahan unit usaha akan lebih besar menyerap tenaga kerja. Produksi dipengaruhi oleh investasi, teknologi, tenaga kerja, ekspor, pengeluaran pembangunan, harga output, dan GDP. Peubah teknologi dan harga output memiliki efek kuat (elastis) terhadap produksi dan peubah lainnya memiliki efek lemah (inelastis). Jumlah ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar, produksi dan jumlah eksportir. Ekspor dapat berubah secara drastis (elastis) akibat perubahan nilai tukar.
## Pilihan Alternatif Pengembangan Usaha Menengah
Hasil estimasi telah menunjukkan bahwa kemampuan teknis UM belum terlampau baik menggerakan produksi secara internal. Produksi hanya didukung secara kuat oleh pengembangan teknologi dan belum melalui pengembangan input investasi maupun tenaga kerja. Pilihan variabel instrumen lainnya dapat dipilih untuk mendukung pengembangan produksi UM sebagaimana diuraikan di bawah ini.
Peluang kenaikan ekspor akan mampu mendorong kenaikan penanaman investasi UM karena elastisitas ekspor cukup besar (0,77) dibanding efek peubah pengeluaran pembangunan ataupun rencana investasi yang disetujui pemerintah. Investasi selanjutnya memiliki efek memengaruhi kemajuan teknologi, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan produksi. Tetapi berdasarkan elastisitas, efek lanjutan investasi di dalam ketiga peubah di atas adalah lemah. Ini berarti kekuatan efek investasi yang diharapkan dapat menggerakkan baik produksi, kemajuan teknologi dan penyerapan tenaga kerja tidak dapat terjadi secara alami. Oleh karena itu stimulus untuk memupuk efek lebih besar pada investasi dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pengaturan dana pengeluaran pembangunan.
Peubah-peubah internal sisi produksi yang memengaruhi kemajuan teknologi UM tidak memiliki efek kuat (hanya bersifat inelastis). Sesuai hal ini, upaya perbaikan terhadap teknologi dapat dilakukan dengan mengendalikan peubah-peubah eksternal/instrumen. Terlihat dalam persamaan teknologi, peubah instrumen dimaksud adalah dana pembangunan SDM dan pengeluaran pembangunan. Kedua peubah ini hanya bersifat inelastis di dalam persamaan teknologi tetapi
sebagai peubah instrumen keduanya dapat dikendalikan untuk menstimulasi kemajuan teknologi UM. Selanjutnya efek teknologi di dalam fungsi produksi adalah kuat (elastis). Hal ini menunjukkan perkembangan teknologi yang lebih maju berpotensi menstimulasi kenaikan produksi.
Sesuai hasil estimasi, teknologi berperan menstimulasi produksi (elastis), namun berdasarkan nilai elastisitasnya pada persamaan tenaga kerja peran tersebut lemah (bersifat inelastis). Ini berarti makin majunya teknologi UM tidak secara otomatis menarik penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak. Terlihat pada persamaan tenaga kerja bahwa peubah eksternal yang mendukung peningkatan penyerapan tenaga kerja adalah dana pengembangan SDM dan jumlah unit usaha. Diantara kedua peubah eksternal ini, secara alami peubah unit usaha memiliki efek yang lebih besar (elastisitas 0,75) untuk menarik serapan tenaga kerja lebih banyak. Ini berarti peluang peningkatan jumlah unit usaha berpotensi membuka kesempatan lebih besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Selanjutnya, efek peubah tenaga kerja di dalam persamaan produksi dan juga teknologi adalah kuat (elastisitas 0,89 dan 0,80). Ini menunjukkan peran tenaga kerja di dalam menstimulasi baik produksi maupun teknologi adalah cukup kuat. Berdasarkan penjelasan di atas, di dalam skala UM pasar ekspor, peran tenaga kerja cukup sentral baik dalam menggerakkan produksi maupun teknologi.
Produksi dapat juga digerakkan oleh peubah-peubah eksternal pengeluaran pembangunan, harga output dan GDP. Harga output memiliki efek kuat (elastis) menarik kenaikan produksi, akan tetapi harga output sendiri turut dipengaruhi dengan kuat (elastis) oleh nilai tukar. Jadi, peran nilai tukar makin besar dalam memengaruhi kenaikan produksi. Peubah ekspor turut mendukung kenaikan produksi meskipun hanya memiliki efek yang lemah (inelastis). Peran ekspor juga cukup kuat (elastisitas 0,77) mendukung akumulasi investasi dan efek lanjutan ekspor terhadap kemajuan teknologi maupun penyerapan tenaga kerja terjadi secara tidak langsung melalui efeknya terhadap investasi. Selanjutnya ekspor dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar dimana pergerakkan nilai tukar dapat secara drastis (elastis) mengubah jumlah ekspor.
## PENUTUP
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor yang sangat kuat memengaruhi penanaman investasi pada UK adalah suku bunga, human capital, ekspor, produksi dan harga output. Teknologi dipengaruhi oleh investasi, human capital, tenaga kerja, produksi dan pengeluaran pembangunan. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh UMR, investasi, penambahan unit usaha dan produksi. Produksi dipengaruhi oleh investasi, teknologi, tenaga kerja, human capital, ekspor, harga output dan GDP. Jumlah ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar dan jumlah eksportir.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi investasi UM adalah suku bunga, ekspor, pengeluaran pembangunan dan rencana investasi pemerintah. Teknologi dipengaruhi investasi, human capital, tenaga kerja, produksi dan pengeluaran pembangunan. Tenaga kerja dipengaruhi UMR, investasi, human capital, teknologi, unit usaha dan produksi. Produksi dipengaruhi investasi, teknologi, tenaga kerja, ekspor, pengeluaran pembangunan, harga output dan GDP. Jumlah ekspor dipengaruhi harga ekspor, nilai tukar, produksi dan jumlah eksportir.
3. Investasi UK berpeluang bertumbuh dengan cepat ketika terjadi peningkatan ekspor, tetapi kenaikan investasi belum cukup kuat mendorong perbaikan teknologi, sementara ekspor membutuhkan teknologi yang lebih baik. Kelemahan UK ini perlu diintervensi pemerintah melalui pengembangan human capital dan pengeluaran pembangunan untuk pengembangan UK.
4. Peran UK dalam penyerapan tenaga kerja dan pengurangan pengangguran dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah unit usaha sebagai penjelmaan penciptaan lapangan kerja. Untuk mendorong peningkatan ekspor, perlu diperbanyak jumlah eksportir UK.
5. Pemupukan investasi pada UM belum kuat secara internal sehingga diperlukan dukungan pemerintah melalui peningkatan dana pengeluaran pembangunan untuk pengembangannya maupun melalui ekspansi ekspor. Ekspansi ekspor juga mampu mendorong peningkatan produksi. Dukungan pemerintah juga diperlukan untuk mendorong perkembangan teknologi UM melalui peningkatan dana pembangunan SDM. Peran penyerapan tenaga kerja UM dapat ditingkatkan melalui peningkatan jumlah unit usaha.
## REFERENSI
Badan Pusat Statistik. (2008). Indikator makro ekonomi usaha kecil menengah. Kinerja UKM dalam perekonomian Indonesia tahun 2008. Jakarta: BPS.
Bahmani-Oskooee. (1986). Determinants of international trade flows: The case of developing countries. Journal of Development Economics, 20: 107 – 407.
Chacholiades M. (1978). International trade theory and policy. Tokyo: McGraw-Hill International. Chirichiello, G. (1994). Macroeconomic model and controversies. New York: St. Martin’s Press, Inc. Crespo-Cuaresma, J., & Worz, J. (2003). On export composition and growth. Vienna, Austria:
Department of Economics, University of Vienna. Djaimi. (2006). Analisis peranan, perilaku, dan kinerja industri kecil dan menengah dalam perekonomian Indonesia. Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dunn, M.R., & John, H.M. (2000). International economics (5 th ed). London & New York: Routledge. Intriligator, M., Bodkin, R., & Hsiao, C. (1996). Econometric models, techniques, and applications.
(2 nd ed). Prentice-Hall International, Inc.
Krugman, P.R., & Obstfeld, M. (2000). International economics, theory and policy. (5 th ed). USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Koutsoyiannis, A. (1977). Theory of econometrics: An introductory exposition of econometic methods.
(2 nd ed). London: The MacMillan Press Ltd. Koutsoyiannis, A. (1979). Modern microeconomics. (2 nd ed). Hongkong: The MacMillan Press Ltd. Lindert, P.H. (1993). Ekonomi internasional. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Moshin, M., & Anam, M. (1999). Export and economic growth: Evidence from the asean countries.
Canada: Department of Economics, York University.
Pindyck, R.S., & Rubinfeld, D.L. (1998). Econometric models and economic forecast. (4 th ed). New York: Irwin McGraw-Hill.
Romer, D. (1996). Advance macroeconomics. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Sirait, H. (2007). Inefisiensi teknis, stagnasi teknologi, dan total faktor produktivitas industri
manufaktur usaha menengah dan besar: Pendekatan Stochastic Production Frontier.
Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sunaryanto, L.T. (2006). Dinamika industri skala menengah, gejala Missing of the Middle dan sumber-sumber pertumbuhan industri. Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suranovic, S.M. (2008). International trade theory and policy. The International Economics Study Center. Washington D.C.: The George Washington University.
|
6cd79f19-4f04-48ac-8709-8feff771e690 | https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jepin/article/download/32752/75676587695 |
## JEPIN
(JurnalEdukasi dan PenelitianInformatika)
ISSN(e): 2548-9364 / ISSN(p) : 2460-0741
No. 3 Desember 2020
## Pemrosesan Data Buta Aksara Berbasis WebGIS
Fitri Imansyah #1
# Program Studi Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UniversitasTanjungpura JL. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Kota Pontianak, Kalimantan Barat
1 [email protected]
Abstrak — Penelitian ini berupa aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) tentang persebaran data buta aksara berbasis web dengan wilayah penelitian di Kabupaten Sambas diharapkan dapat member petunjuk dan kemudahan bagi para pengguna untuk memperoleh informasi mengenai persebaran data buta aksara berbasis web dengan cepat, akurat, dan dapat diakses oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja tanpa mengenal jarak dan waktu. Webgis digunakan karena dalam penyampaian dan tampilan system informasi geografis lebih informatif serta mempresentasikan kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dibuat menggunakan struktur website HTML, bahasa pemrograman (javascript dan PHP), MySQL sebagai pembuat database, serta menggunakan peta dasar Google Map. Hasil penelitian ini berupa aplikasi SIG persebaran data buta aksara berbasis web menggunakan google map API yang merupakan aplikasi open source terintegrasi dalam website. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa SIG yang dibangun telah memenuhi kebutuhan sistem dan permasalahan.
Kata kunci — Data Buta Aksara, Google Map API, WebGIS.
## I. P ENDAHULUAN
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang berjudul Pemetaan Sebaran Data Buta Aksara Berbasis Sistem Informasi Geografis Dan Data Base Engine. Hasil dari penelitian tersebut berupa GIS yang bersifat offline [4]. Untuk itu dibuat kelanjutan dari penelitian tersebut berbasis online (WebGIS). Konsep dasar Web GIS adalah sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tergeoreferensi secara spasial. GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data. Aplikasi GIS saat ini tumbuh tidak hanya secara jumlah aplikasi namun juga bertambah dari jenis keragaman aplikasinya [2, 3,7].
Saat ini telah dikenal istilah-istilah Desktop GIS, WebGIS, dan mobile GIS yang merupakan wujud perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis, untuk mengakomodir kebutuhan solusi atas berbagai permasalahan yang hanya dapat dijawab dengan teknologi GIS ini.
GIS merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat- koordinat geografi.
WebGIS merupakan aplikasi GIS yang dapat diakses secara online melalui perangkat komputer maupun mobile phone. Pada konfigurasi WebGIS ada server yang berfungsi sebagai Map Server yang bertugas memproses permintaan informasi dari user dan kemudian mengirimkannya ke server. Dalam hal ini pengguna/user tidak perlu mempunyai software GIS, hanya menggunakan browser seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, atau Google Chrome untuk mengakses informasi GIS yang ada di server sesuai dengan kebutuhan.
GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data spatial dan tabular menjadi sebuah informasi [13]. Tujuan dari WebGIS buta aksara ini adalah untuk memudahkan pencarian data dan informasi tentang sebaran buta aksara di Provinsi Kalimantan Barat. Dengan adanya WebGIS ini informasi dapat tersusun dengan baik, akurat, mudah dibaca, dan mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun.
Secara umum penyusunan dan pemrosesan data buta aksara di Kalimantan Barat berbasis WebGIS bertujuan: 1. Memberikan gambaran situasi dan kondisi existing keaksaraan di Provinsi Kalimantan Barat sehingga instansi yang terkait dapat mengambil tindakan lebih lanjut untuk menekan buta aksara tersebut.
2. Mempermudah akses pemrosesan data buta aksara secara real time pada seluruh kabupaten yang ada di Kalimantan Barat dengan media Web.
3. Mempermudah dalam pemutakhiran data buta aksara yang ada di Kalimantan Barat.
Sasaran yang diharapkan dari kajian ini adalah:
1. Bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Barat diharapkan hasil studi ini dapat merupakan masukan di dalam mengambil tindakan untuk menekan angka kebutaaksaraan masyarakat yang ada di Kalimantan Barat dengan memahami sebaran keaksaraan dan kondisi eksisting masyarakat buta aksara.
2. Bagi masyarakat umum dapat mengakses WebGIS buta aksara yang dihubungkan dengan server dengan menyorot ke SKPD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
3. Terciptanya suatu sistem informasi buta aksara terpusat
berbasis WebGIS
sehingga meminimalisir ketidakakuratan data buta aksara.
Dampak yang diperkirakan dapat dirasakan dari studi ini adalah kemudahan dalam mengakses history data untuk aksara yang ada di Kalimantan Barat, sehingga dapat membantu pihak terkait yang dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat untuk mengambil kebijakan dalam upaya menekan angka buta aksara masyarakat. Dengan tampilan data yang up to date dan real time serta dipadukan dengan pemetaannya, akan lebih jelas terlihat kondisi eksisting keadaan sebaran buta aksara yang ada di Kalimantan Barat.
WebGIS yang akan dikembangkan dapat menjadi dasar/basis pengembangan Sistem Informasi Geografis Pemantauan Sebaran Keaksaraan berbasis Web yang memungkinkan untuk dimanfaatkan bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat dan dapat diintegrasikan ke dalam Website Provinsi Kalimantan Barat. Persyaratan umum pemetaan sebaran keaksaraan yang dikembangkan adalah harus :
1) Fungsional : yaitu web yang buat dapat bermanfaat dalam memberikan informasi sebaran keaksaraan, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan untuk menekan angka masyarakat buta aksara.
2) Sustainable : artinya web yang dibuat mampu untuk terus berkembang sesuai dengan kebutuhan aktivitas pendidikan.
3) Mudah dan user friendly : web yang dibuat mampu harus mudah dimengerti dan dioperasionalkan serta mudah di update khususnya oleh calon pengguna.
4) Handal: web ini juga harus memuat kemampuan- kemampuan atau fungsi-fungsi informasi yang dibutuhkan.
Layak dari segi biaya, artinya dalam pengembangannya harus disesuaikan dengan kemampuan daerah dalam penyediaan hardware dan software pendukung sistem, termasuk juga perawatan sistem [5,6,8].
Untuk pengembangan WebGIS ini digunakan software sebagai berikut:
Sistem Operasi Windows 7 Home Premium
Notepad++
Database MySQL
AppServ
ArcGIS 10.1
Google Maps API
Pada dasarnya banyak software yang dapat digunakan untuk membangun aplikasi WebGIS baik yang berbayar maupun yang gratis. Software WebGIS berbayar: ESRI ArcGIS Server , Geo Media Web Map , Map Info Map Xtreme dan lain-lain. Sedangkan untuk Open source: SGeo Live, SAGA GIS, MS4W (MapServer For Windows), PostgreSQL, MapGuide Open Source, ALOV, GeoServer, MapBender, Open Layer dan lain-lain [9,10,1214].
Perkembangan kearah masa depan, penggunaan aplikasi WebGIS akan semakin luas dan makin banyak. Adapun beberapa keuntungan dari penggunaan aplikasi WebGIS , sebagai berikut imi:
1. Dapat menjangkau pengguna yang luas bahkan seluruh dunia, dengan biaya yang cukup murah.
2. Pengguna tidak perlu perangkat lunak khusus, cukup menggunakan internet browser seperti Internet Explorer, Mozilla Firefox, Google Chrome dan lain sebagainya.
3. Bisa menyajikan peta interaktif seperti halnya menggunakan perangkat lunak GIS desktop.
4. Tidak tergantung dari sistem operasi sehingga bisa dioperasikan pada semua komputer dengan berbagai sistem operasi.
5. Tidak memerlukan software dan tool khusus dalam pengoperasiannya karena pada dasarnya yang diperlukan hanyalah browser yang bisa didapatkan secara cuma-cuma.
6. Memiliki kemampuan operasi yang setara dengan user interface yang dikembangkan dengan tidak berbasis web.
GIS berbasis web telah membantu dengan sangat mudah untuk berbagi data spasial melalui World Wide Web dan dapat diakses oleh setiap pengguna di setiap sudut dunia tanpa memiliki software GIS khusus yang dimuat pada mesinnya. Web GIS memiliki potensi untuk merevolusi cara di mana GIS dikembangkan, diakses dan digunakan di seluruh dunia. Gambaran umum WebGIS Buta Aksara yang akan dibangun, digambarkan pada Arsitektur Sistem, seperti tergambar di bawah ini:
Server Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat OPERATOR Public User Intranet Com m-link Wireless Acces Point WebGIS Buta Aksara IP Public Int ern et Co mm -lin k Buta Aksara - Data Jumlah Penduduk - Data Buta Aksara - Foto Penduduk Buta Aksara - Kabupaten - Kecamatan - Kelurahan - Jumlah Penduduk Buta Aksara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat Router Public Access Gateway Intran et Co mm- link Private User Inte rne t Co mm -link
## Gambar 1. ArsitekturSistem
Penjelasan Arsitektur Sistem:
1. Sistem berbasis web dikelola pada Server Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat.
2. Sistem merupakan aplikasi WebGIS yang mengkorelasikan data spasial dan manajemen data tabular. Data spasial berupa Administrasi Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan.
3. Sistem dibangun dalam dua Communication-Link yaitu Internet dan Intranet.
4. User aktif pada sistem terdiri dari:
a) Operator : Pengguna yang bertugas melakukan manajemen data. Operator berkomunikasi dengan
sistem melalui jaringan intranet. Operator memiliki previleges hak akses) khusus untuk manajemen data, serta setiap aktivitas operator dilakukan pencatatan pada log systems.
b) Private User : Pengguna masing-masing kabupaten yang diberikan hak akses untuk memanajemen data buta aksara. Private User berkomunikasi dengan sistem melalui jaringan internet dan intranet. Setiap user akan diberikan privilege khusus, serta setiap aktivitas operator dilakukan pencatatan pada log systems.
c) Public User : Pengguna umum yang dapat kapan saja melakukan akses informasi pada sistem. Public User tidak diberikan privilege khusus, karena tidak diperkenankan melakukan manajemen data.
5. Sistem dibangun dengan security sistem multilayer, menerapkan high level encrypt dan special privilege bagi Operator dan Private User .
## II. M ETODE P ENELITIAN
Metode penelitian yang akan dilakukan adalah:
1) Studi literatur: Studi literatur dilakukan guna memahami materi-materi yang berkaitan dari beberapa literatur.
2) Pengumpulan Data: Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat (data sekunder) dan melakukan observasi lapangan (data primer) berdasarkan kegiatan sebelumnya.
## 3) Perancangan
konseptual: perancangan konseptual dari sistem yang akan dibangun. Berupa perancangan Data Flow Diagram (DFD) sistem dan menentukan metode pemetaan keaksaraan.
4) Perancangan prototype sistem: Merupakan implementasi langkah ketiga ke dalam bentuk aplikasi.
5) Pengujian dan validasi sistem: Pengujian dilakukan pada sistem untuk memeriksa apakah sistem dapat berjalan dengan benar sesuai dengan yang diharapkan oleh pengguna. Pengujian ini melibatkan data real yang didapat dari pengguna tanpa memperhatikan detail internal dari sistem. Kemudian data divalidasi menggunakan pengujian blackbox.
6) Penarikan kesimpulan: Kesimpulan dirumuskan berdasarkan analisis yang telah dilakukan apakah sistem yang dirancang mampu memberikan informasi secara geografis mengenai sebaran keaksaraan yang ada di Provinsi Kalimantan Barat sehingga mudah dipahami untuk mengambil kebijakan dalam upaya menekan angka buta aksara pada masyarakat.
Diagram alir metodologi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
MULAI STUDI LITERATUR PENGUMPULAN DATA PERANCANGAN KONSEPTUAL PERANCANGAN PROTOTIPE PENARIKAN KESIMPULAN
## SELESAI
## Gambar 2. Diagram alir metodologi penelitian
Dalam melakukan perancangan sistem terdapat tahapan-tahapan yang dilakukan yaitu:
1) Perancangan diagram alir sistem: Tahapan perancangan diagram alir sistem terdiri dari flowchart sistem yang akan dibangun. Diagram alir sistem merupakan diagram yang menggambarkan sistem yang akan dibangun. Data keaksaraan yang didapat dari hasil survey akan diinputkan ke database melalui sistem informasi geografis keaksaraan. Dari data-data tersebut akan dilakukan perhitungan dan akan dianalisis dengan menghubungkan berbagai aspek keterkaitan penunjang pendidikan. Aspek-aspek tersebut meliputi ketersedian sarana dan prasarana di antaranya gedung sekolah, jalan, dan jumlah guru yang ada. Selain itu keaksaraan juga dipengaruhi oleh aspek kebudayaan masyarakat dimana masyarakat tersebut tinggal. Adapun diagram alir sistem yang akan dibangun dapat dilihat pada gambar berikut:
Start Analisis Perhitungan Data Data Buta Aksara Rekapitulasi Data Informasi Data Buta Aksara dan Peta Persebaran Keaksaraan End
## Gambar 3. Diagram alir sistem
2) Perancangan diagram konteks sistem: Diagram konteks adalah diagram yang memberikan gambaran umum terhadap kegiatan yang berlangsung dalam sistem. Gambar berikut ini menunjukkan diagram konteks dari sistem yang akan dibangun.
Sistem Informasi Geografis Keaksaraan
Pengguna
Laporan rekapitulasi dan history keaksaraan Data spasial (batas administrasi,sungai,jalan,sekolahan,masyarakat buta aksara,kelurahan,kecamatan) Data kecamatan Data Sekolah Data kelurahan Data Keaksaraan Peta Sebaran Keaksaraan
## Gambar 4. Diagram konteks sistem
Sistem informasi geografis keaksaraan yang dirancang hanya memiliki beberapa level pengguna. Pengguna yang dimaksud dalam sistem ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat, ataupun pihak- pihak terkait seperti organisasi kemasyarakatan dan lembaga penelitian yang ingin mendapatkan informasi masalah keaksaraan masyarakat yang dihasilkan oleh sistem ini.
3) Perancangan basis data: Tahapan perancangan basis data terdiri dari perancangan Entity Relationship Diagram (ERD), spesifikasi tabel basis data tabular, spesifikasi tabel basis data spasial, diagram hubungan antar tabel data tabular dan model hubungan data spasial dan data tabular. Model hubungan antara data spasial dan data tabular dalam sistem informasi geografis ini dapat dilihat pada Gambar berikut.
Data Spasial
Data Tabular
Proses Relasi Data Gabungan Spasial + Tabular
Proses Filter Data Yang Diinginkan
Spasial
+ Tabular
Gambar 5.Model hubungan antara data spasial dan data tabular
Untuk pengembangan WebGIS ini digunakan software sebagai berikut: Sistem Operasi Windows 7 Home Premium, Notepad++, Database MySQL, AppServ, ArcGIS 10.1, Google Maps API. Data spasial dilakukan digitalisasi sendiri. Tabel yang digunakan ada empat, yaitu tbl_kec, tbl_kelurahan, tbl_sekolahan, tbl_keaksraan . Tabel-tabel ini dibuat menggunakan database MySQL. Hubungan antara tabel-tabel data tabular dalam sistem informasi geografis ini dapat dilihat pada gambar berikut.
tbl_keaksaraan
PK no_id nm_kec nm_kel
rt rw nama kelamin umur tgl_lahir jlh_saudara nm_bapak nm_ibu krj_bapak krj_ibu pend_bapak pend_ibu hsl_bapak hsl_ibu alamat tahun ket tbl_sekolah PK no_id nm_sekolah alamat nm_kec nm_kel tbl_kec PK no_id nm_kec tbl_kelurahan
## PK no_id
nm_kec nm_kel
profile
## Gambar 6.Diagram hubungan antar tabel data tabular
4) Pemodelan Data: Berikut ini adalah data kegiatan Keaksaraan yang dilakukan oleh PKBM yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Dari pemodelan data yang dilakukan oleh PKBM peneliti mencoba untuk menambahkan beberapa pendukung sehingga dapat meminimalisir terjadinya duplicate data buta aksara. Untuk format data buta aksara by name by address yang peneliti buat sesuai dengan perancangan database. Adapun format tersebut adalah dalam bentuk microsoft office excel. Tampilan data dalam format microsoft office excel dapat dilihat pada tabel berikut .
TABEL I T AMPILAN F ORMAT P ENDATAAN B UTA A KSARA
Dari data buta aksara dalam bentuk micrsoft office excel , kemudian akan di upload ke database MySQL oleh tiap-tiap admin kabupaten melalui aplikasi WebGIS Buta Aksara.Setelah data berhasil disimpan, maka secara otomatis data tersebut akan tampil pada tabel buta aksara yang terdapat pada halaman Web, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 7.Tampilan data buta aksara
5) ImplementasiSistem Webgis Buta Aksara: Dari hasil perancangan konseptual dan prototype sistem yang akan di bangun, maka didapatlah sebuah kesimpulan bagaimana model pengolahan dan pemetaan data buta aksara berbasis WebGIS. Dengan adanya aplikasi WebGIS ini diharapkan pemetaan dan pemutakhiran data buta aksara yang ada di Provinsi Kalimantan Barat dapat berjalan secara maksimal sehingga permasalahan akan data buta aksara yang selama ini dirasakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaliamantan Barat dapat teratasi. Berikut tampilan utama WebGIS pemetaan data ButaAksara.
## Gambar 8.Tampilan utama WebGIS buta aksara
Pada form utama ini, terdapat beberapa tab menu yang memiliki fungsinya masing-masing. Detail dari fungsi tab menu tersebut dapatdilihat pada tabel 2.
TABEL III D AFTAR M ENU F ORM U TAMA DAN F UNGSINYA Menu Fungsi Beranda Menampilkan peta utama berupa sebaran buta aksara berdasarkan kabupaten Data Tabular Menampilkan data buta aksara by name by address Rekapitulasi Menampilkan data buta aksara yang telah direkap oleh admin ataupun operator Masuk Login admin atau operator
Pada bagian bawah tab menu terdapat peta batas administrasi Kabupaten yang menerangkan persentase buta aksara melalui warna pada masing-masing batas administrasi kabupaten. Peta yang ditampilkan pada form ini terdiri dari layer-layer yang disusun bertumpuk ( overlay
layer ), dimulai dari layer kabupaten di bagian paling bawah dan layer kecamatan paling atas. Pengguna dapat memilih layer yang ingin diaktifkan dengan memilih popup menu layer aktif yang berada di sebelah kiri peta. Selain memilih layer, pengguna juga dapat langsung menuju pada kabupaten dan kecamatan yang ingin dilihat datanya dengan memilih nama kabupaten yang diinginkan pada combobox yang terdapat dibagian bawah pengaturan layer aktif. Hasil analisis akan diperjelas dengan menampilkan keterangan wilayah dan keterangan jumlah penduduk serta jumlah buta aksara di wilayah yang di inginkan oleh pengguna. Tampilan popup keterangan wilayah dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 9.Tampilan popup keterangan wilayah
Untuk masuk sebagai private user dan admin terlebih dahulu pengguna harus login dengan mengklik menu yang terdapat pada toolbar masuk. Tampilan halaman login dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 10.Tampilan utama WebGIS buta aksara
## A. Tingkat Pengguna Public User
Public user adalah pengguna umum yang terdiri dari masyarakat umum dan lembaga sosial masyarakat serta dinas-dinas terkait yang memerlukan data buta aksara. Public user adalah tingkat pengguna biasa yang hanya bisa melihat tampilan data buta aksara berdasarkan kabupaten, kecamatan dan kelurahan serta tahun. Untuk melihat data buta aksara baik rekapitulasi maupun data by name by address terlebih dahulu pengguna harus mengklik menu Tampilan Data yang terdapat pada toolbar. Tampilan data by name by address buta aksara dapat dilihat pada gambar ini.
Gambar 11.Tampilan data by name by address buta aksara
Dari tampilan data di atas dapat dilihat rekap buta aksara masing-masing kabupaten. Jika kabupaten tersebut telah menginputkan datanya kedalam database maka pengguna akan dapat melihat detail data buta aksara berdasarkan by name by address sesuai kabupaten yang dipilih. Untuk tampilan data tabular data buta aksara dapat dilihat pada gambar berikut.
## Gambar 12.Tampilan data buta aksara kecamatan sejangkung
Dari data tersebut pengguna dapat melihat lebih rinci lagi data by name by addres buta aksara yang menampilkan foto dari tiap record. Hanya dengan mengklik data yang diinginkan pada tabel grid maka panel data detail buta aksara akan muncul. Panel detail buta aksara dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 13. Detail data buta aksara
Selain data by name by addres, pengguna biasa juga bisa melihat hasil rekapitulasi data buta aksara berdasarkan kabupaten, kecamatan, kelurahan, usia dan jenis kelamin. Tampilan utama halaman rekapitulasi data dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 14.Tampilan utama halaman rekapitulasi data
## B. Tingkat Pengguna Private User
Private user adalah tinggat pengguna yang berada di kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat. Untuk masuk kehalaman ini pengguna di tingkat kabupaten harus login terlebih dahulu. Pada dasarnya, beberapa fungsi yang terdapat pada private user sama dengan yang ada pada pengguna biasa, hanya saja pada private user ada beberapa hak akses yang tidak dimiliki oleh pengguna biasa yaitu memanajemen data buta aksara dan manajemen data pribadi pengguna. Tampilan utama halaman private user dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 15.Tampilan utama halaman private user
Untuk memanajemen data buta aksara yang ada di kabupaten pengguna harus masuk kehalaman manajemen data dengan mengklik menu penduduk buta aksara yang terdapat pada toolbar menu. Tampilan utama halaman manajemen data buta aksara dapat dilihat pada gambar berikut.
## Gambar 16.Tampilan utama halaman manajemen data
Untuk mengupload file data buta aksara by name by addres yang baru terlebih dahulu pengguna harus memilih file inputan data buta aksara kabupaten dengan format *.xls(Microsoft Excel), kemudian tekan button upload. Setelah itu data hasil upload dapat dilihat dengan memilih pengaturan tampilan data yang terdapat pada
bagian atas halaman manajemen data. Sebagai contoh peneliti akan melihat data Kabupaten Sambas Kecamatan Sejangkung Desa Parit Raja yang telah berhasil di upload .
Gambar 17.Tampilan data yang di upload
Selain mengupload data, pengguna juga bias menghapus data berdasarkan kabupaten, kecamatan, kelurahan dan tahun data dengan mengklik button hapus yang terdapat pada bagian atas tabel buta aksara. Jika ingin mencetak data yang telah di upload pengguna harus mengklik button cetak yang terdapat pada bagian atas tabel buta aksara. File buta aksara yang akan dicetak berupa format *.pdf yang di unduh melalui browser. Tampilan data buta aksara yang di unduh dapat dilihat pada gambar berikut.
## Gambar 18.Tampilan data buta aksara yang akan dicetak
Untuk memanajemen password pengguna harus mengklik ubah password yang terdapat pada toolbar menu. Tampilan ubah password dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 19. Tampilan halaman utama manajemen ubah password
## C. Tingkat Pengguna Operator
Operator merupakan tingkat pengguna yang paling tinggi dari system aplikasi WebGIS Pemetaan Buta Aksara ini. Operator adalah pengguna yang berada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat. Operator bertugas memantau dan mengkoordinir
keseluruhan dari sistem aplikasi WebGIS ini. Operator dapat melakukan semua apa yang di akses oleh pengguna biasa dan private user . Ada beberapa perbedaan hak akses dari kedua tingkat pengguna diatas yang hanya bisa dilakukan oleh operator diantaranya menentukan private user , rekap data buta aksara dan manajemen data buta aksara kelompok masyarakat khusus. Tampilan utama halaman Operator dapat dilihat pada gambarberikut.
## Gambar 20.Tampilan utama halaman operator
Untuk menentukan pengguna pada masing-masing kabupaten yang berhak login keaplikasi WebGIS ini terlebih dahulu operator harus mengklik pengaturan yang terdapat pada toolbar menu, kemudian pilih menu operator. Setelah itu operator akan masuk kehalaman utama manajemen private user . Tampilan halaman utama manajemen private user dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 21.Tampilan utama halaman manajemen data private user
Selain memanajemen data hak akses pengguna yang bisa login keaplikasi, operator juga dapat melakukan rekapitulasi data dengan mengklik sub menu rekapitulasi data yang terdapat pada menu.
Rekapitulasi data dilakukan agar pengguna data lebih mudah memahami dan membaca data tanpa harus menghitung satu persatu data buta aksara. Rekapitulasi data buta aksara didasarkan pengelompokan kabupaten, kecamatan, desa, usia, jenis kelamin dan tahun data. Untuk merekap data buta aksara, pengguna terlebih dahulu harus memilih data yang akan direkap dengan memilih beberapa opsi yang terdapat pada combobox yang telah disediakan. Jika telah memilih data yang akan direkap kemudian klik button rekap yang telah disediakan. Selain merekap data, operator juga bias mencetak hasil rekapitulasi data dengan mengklik button cetak. File data yang akan dicetak akan di unduh dalam format *.pdf.
## Gambar 22.Tampilan hasil cetak rekapitulasi data
Selain beberapa hal diatas, operator juga bisa mengatur pengelompokan buta aksara masyarakat khusus dan menambah kategori jenis kelompok masyarakat khusus. Untuk menambah kategori kelompok masyarakat khusus, operator harus masuk kehalaman "kategori daerah khusus" pada tab menu pengaturan. Halaman utama pengaturan kategori masyarakat khusus dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 23.Tampilan halaman pengaturan kategori daerah khusus
Sama halnya dengan manajemen data private user, pada halaman ini operator dapat memanipulasi data kategori pengelompokan masyarakat khusus. Setelah menentukan kategori masyarkat khusus, operator bisa menentukan langsung pengelompokan masyarakat khusus dengan masuk kehalaman pengelompokan daerah khusus. Tampilan utama pengelompokan daerah khusus dapat dilihat pada gambar 23.
Gambar 24.Tampilan halaman pengaturan pengelompokan daerah khusus
## III. H ASIL DAN A NALISIS
Pengujian ( testing ) suatu kegiatan dilakukan untuk mewujudkan desain menjadi suatu web site . Teknologi yang digunakan tergantung dengan kebutuhan yang telah
dirumuskan pada tahap analisis. Pengujian dilakukan setelah implementasi selesai dilaksanakan. Pengujian meliputi beberapa parameter yang akan menentukan standar aplikasi berbasis web yang telah dibuat. Tahap pengujian adalah suatu proses untuk menguji aplikasi berbasis web yang telah selesai dibuat. Hal ini bertujuan untuk menemukan kesalahan dan kemudian memperbaikinya. Pengembang suatu aplikasi berbasis web mendapat tantangan besar untuk melakukan pengujian karena karakter aplikasi ini yang beroperasi pada jaringan dengan berbagai macam pengguna, berbagai macam sistem operasi, perangkat keras, browser, protocol komunikasi, dan lain-lain.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengujian, yaitu :
1) Pengujian fungsional dan operasional (fungsional and operational testing): Bertujuan untuk menguji masukan dan keluaran dariaplikasi ini. Hasil keluaran aplikasi bergantung dari teknologi yang digunakan, baik itu bahasa pemrograman maupun bahasa skrip yang digunakan. Untuk menguji code HTML dan CSS yang digunakan dapat menggunakan alat bantu W3C HTML Validation Service di http://validator.w3.org/ dan W3C CSS Validation Service di http://jigsaw.w3.org/css- validator/.
2) Pengujian navigasi (navigation testing): Hal ini digunakan untuk melihat kesesuaian antara desain navigasi dengan navigasi yang ada di aplikasi. Navigasi berhubungan dengan link-link yang terdapat didalam aplikasi. Untuk menguji link dapat digunakan alat bantu W3C Link Checker Service di http://validator.w3.org/checklink
3) Pengujian konfigurasi (configuration testing): Pengujian ini dilakukan pada sistemoperasi, browser, system perangkat keras dan perangkat lunak pendukung. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan batas toleransi kebutuhan aplikasi akan perangkat lunak dan perangkat keras pendukungnya. AplikasiWebGIS ini compatible dengan berbagai jenis browser dengan system operasi windows XP, windows Vista, windows 7, windows 8, dan macbook serta aplikasi ini dapat diakses dengan smart phone baik android maupun IOS. Beberapa contoh uji coba dengan berbagai jenis browser.
Gambar 26.Tampilan WebGIS dengan browser internet explorer
4) Pengujian keamanan dan performansi (security and performance testing): Pengujian ini dilakukan untuk melihat tingkat keamanan aplikasi dengan cara menguji aspek-aspek yang dapat menimbulkan gangguan keamanan aplikasi maupun server. Keamanan aplikasi sangat bergantung pada teknologi pengembangan website, konfigurasi server yang digunakan dan kelakuan sistem. Pengujian performansi dapat dilakukan bersamaan dengan pengujian keamanan aplikasi, karena keamanan aplikasi berbasis web juga tergantung dari performansi server dan aplikasi tersebut. Beberapa kriteria pengujian keamanan suatu web adalah Kerahasiaan, Otorisasi, Otentifikasi, Akuntabilitas dan Integritas
## A. Karakteristik Kualitas
Pengguna mengharapkan fungsi-fungsi tertentu tersedia 24 jam per hari dan 7 hari seminggu (24x7), mudah digunakan, handal, cepat, kompatibel dengan sistem lain dan sejenisnya. Taksonomi umum untuk karakteristik kualitas produk perangkat lunak ditentukan dalam ISO / IEC9126-1 standar. Standar ini menyebutkan enam kategori utama karakteristik, yaitu :
1) Fungsionalitas: Dari pengujian secara langsung, web ini memiliki fungsionalitas yang kompleks sesuai dengan apa yang telah dirancang pada perancangan sistem dan prototype sistem
2) Keandalan: Web ini di hosting dengan space kuota penyimpanan data sebesar 1 GB dengan bandwidth akses per bulan 100 GB.
3) Kegunaan: Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa web ini sangat berguna untuk menghimpun dan mengolah data buta aksara sehingga menjadi suatu informasi berupa peta ( spasial ) dan tabel ( tabular ) yang mudah di pahami.
4) Efisiensi: Dari segi efisiensi, berdasarkan pengujian UAT web ini dianggap efisien dalam segi penggunaan memory dikarenakan web ini dirancang dengan bahasa pemprogram terstruktur berbasis OOP ( Object Oriented Programming ) yang dapat meminimalisir penggunaan memory, sehingga akan lebih mudah dan cepat di akses.
5) Pemeliharaan: Untuk pemeliharaan web ini akan dilakukan maintenance bergulir dengan skala per tiga bulan untuk mengecek bug dan masalah internal sistem.
6) Portabilitas: Dengan adanya web ini, pengguna yang ingin mengetahui jumlah dan sebaran buta aksara tidak perlu lagi membawa data hardcopy, akan tetapi hanya
tinggal mengakses alamat website dimana WebGIS buta aksara di hosting.
## B. Test Objektif
a) Pengujian tidak akan dapat meningkatkan mutu kecuali kesalahan yang terdeteksi dan dihapus.
b) Tujuan Utama pengujian adalah untuk menemukan kesalahan, bukan untuk menunjukkan ketidakadaan masalah.
c) Tes perangkat lunak cocok untuk membuktikan adanya kesalahan.
d) Jika tes tidak menemukan kesalahan, maka ini tidak berarti bahwa diuji aplikasi tidak terdapat kesalahan. Hanya mungkin belum terdeteksi.
e) Bagian-bagian dimana kesalahan tidak terdeteksi, dan memiliki konsekuensi paling kritis, harus diuji terlebih dahulu.
f) Sebuah pengujian disebut berhasil jika kesalahan terdeteksi, dan informasi tambahan tentang masalah dan status aplikasi tersebut diperoleh.
g) Gagal tes, yakni, tes yang tidak menemukan kesalahan.
h) Pengujian pada umumnya, dan proyek-proyek web pada khususnya, harus dapat mendeteksi berbagai kesalahan sebanyak mungkin, dengan biaya serendah mungkin, dalam periode waktu yang singkat dan sedini mungkin.
## C. Level Test
a) Unit test: uji unit terkecil (kelas, halaman Web, dan lain-lain). Unit testing dilakukan oleh pengembang selama implementasi.
b) Integrasi tes: mengevaluasi interaksi antara unit yang berbeda dan terpisah. Integrasi tes dilakukan oleh tester, pengembang, atau keduanya bersama- sama.
c) Sistem tes: menguji sistem, lengkap terintegrasi. Sistem tes biasanya dilakukan oleh tim uji khusus.
d) Penerimaan tes: mengevaluasi sistem bekerjasama dengan atau di bawah naungan klien dalam suatu lingkungan yang paling dekat dengan lingkungan produksi.
e) Beta Tes: tes kerja yang ramah dengan versi awal produk dengan tujuan untuk memberikan umpan balik awal. Beta tes informal (tanpa rencana uji dan uji kasus) yang mengandalkan jumlah dan kreativitas pengguna potensial.
## D. Peran Tester
a) Bertujuan untuk menemukan kesalahan dan memerlukan penguji atau tester yang memiliki sikap"destruktif" terhadap pengujian.
b) kualitas selalu merupakan masalah tim
c) pemisahan yang ketat terhadap pengujian dan pengembangan tidak disarankan dan memiliki risiko yang tinggi untuk menghambat kerjasama antara pengembang dan penguji.
d) Tim proyek web biasanya multidisiplin, dan kerjasama tim biasanya berdurasi pendek, sulit bagi anggota tim untuk membangun kepercayaan yang dibutuhkan untuk menutup kolaborasi antara pengembang dan penguji.
## E. Spesifikasi Test pada Web Engineering
a) Kesalahan dalam isi biasanya sering ditemukan dengan biaya mahal.
b) Broken link merupakan kesalahan yang sering terjadi misalnya, bila sebuah halaman web eksternal direferensikan.
c) Jumlah potensi perangkat besar dan karakteristik yang berbeda ( Multi-platform )
d) Sulit mengenali budaya masyarakat misalnya bahasa. Membaca pesan dalam budaya yang berbeda (misalnya, Arab, Cina).
e) Kurangnya pengetahuan, missal dalam hal metodenya
f) Aplikasi Web terdiri dari sejumlah komponen software yang berbeda (misalnya, server Web, database, middleware) yang sering disediakan oleh vendor yang berbeda, dan dilaksanakan dengan teknologi yang berbeda.
g) "ketidakmatangan" metode ujian dan kurang memadainya alat yang digunakan.
h) Terjadinya perubahan, sehingga membuat software harus beradaptasi dan terjadi perombakan.
F. Test Pendekatan
1. Pendekatan Konvensional
a) Perencanaan: Langkah perencanaan men- definisikan tujuan kualitas, strategi pengujian umum, hasil uji rencana untuk semua tingkat pengujian, metrik dan metode pengukuran, dan lingkungan pengujian.
b) Menyiapkan: Langkah ini melibatkan teknik pengujian dan alat untuk
menetapkan Uji kasus (termasuk data pengujian).
c) Melakukan: Langkah ini menyiapkan infrastruktur tes, menjalankan uji kasus, dan kemudian dokumen dan mengevaluasi hasilnya.
d) Pelaporan: Langkah terakhir ini merangkum hasil tes dan menghasilkan laporan uji.
2. Pendekatan Agile
a) Pendekatan Agile mengasumsikan bahwa tim akan mencari solusi untuk masalah-masalah bersama dan mandiri.
b) pengujian bukan masalah peran tetapi kerjasama yang erat dan penggunaan terbaik dari kemampuan yang tersedia di tim.
c) tester khusus pada tim yang mendukung para pengembang dan mengasumsikan jaminan kualitas kepemimpinan dalam tim.
## G. Analisis Sistem
Analisis kegiatan untuk menentukan persyaratan- persyaratan teknik dan mengidentifikasi informasi yang
akan ditampilkan pada aplikasi berbasis web. Analisis yang digunakan pada rekayasa web dilakukan dari empat sisi, yaitu:
1) Analisis Isi Informasi (Content):
Mengidentifikasiisi yang akan ditampilkan pada aplikasi berbasis web ini. Isi informasi dapat berupa teks, grafik, audio, maupun video.
2) Analisis interaksi (Interaction): Analisis yang menunjukkan hubungan antara web dengan pengguna.
3) Analisis fungsional (function): Analisis tentang proses bagaimana aplikasi berbasis web ini akan menampilkan informasi kepada pengguna.
4) Analisis konfigurasi (Configuration): Konfigurasi yang digunakan pada aplikasi berbasis web, internet, intranet, atau extranet. Selain itu, analisis ini juga meliputi relasi database dengan web jika diperlukan.
## IV. K ESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Aplikasi WebGIS ini merupakan aplikasi yang menghimpun data buta aksara Provinsi Kalimantan Barat yang dapat di up date dengan menggunakan single server sehingga meminimalisir terjadinya kekeliruan akan data buta aksara antar lintas sektor
2. Aplikasi WebGIS ini merupakan media dan sarana penghubung antara kabupaten dan provinsi untuk data buta aksara. Dengan adanya WebGIS ini kesulitan akan menghimpun data buta aksara diharapkan dapat teratasi
3. Aplikasi WebGIS ini dibangun dengan suatu kesatuan sistem yang kompleks, dapat memberikan informasi yang mudah dipahami, cepat dan tepat mengenai data buta aksara diharapkan dapat membantu stakeholder terkait dalam mengambil keputusan untuk hal-hal yang berkenaan dengan buta aksara.
4. Aplikasi WebGIS ini dibangun dengan pemanfaatan google fusion table dan google maps api untuk menampilkan peta.
5. Aplikasi WebGIS ini compatible dengan segala macam browser dan support di akses pada smart phone.
Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk mendukung optimalisasi dari penggunaan aplikasi WebGIS ini, yaitu:
1. Pemutakhiran data buta aksara yang harus dilakukan per enam bulan ataupun per tahun sehingga data buta aksara yang di tampilkan selalu up to date . Dengan adanya pemutakhiran data yang bergulir secara teratur maka akan memudahkan pihak-pihak terkait untuk melakukan upaya pemberantasan buta aksara.
2. Perlu dilakukan juga beberapa hal yang berkaitan dengan data-data teknis Diknas untuk aplikasi- aplikasi lain berbasis WebGIS seperti sebaran sekolah dan sarana prasarana penunjang pendidikan serta
pemrosesan data sarana pendidikan sekolah rawan pasca bencana alam di Kalimantan Barat.
R EFERENSI [1] Abdul Kadir, (2010), Mudah Mempelajari Database My SQL , Andi Offset, Yogyakarta.
[2] Charter, Denny, Desain dan Aplikasi GIS , PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.
[3] FitriImansyah, 2019, Pemetaan Sebaran Data Buta Aksara Dengan Sistem Informasi Geografis Dan Database Engine , (Jurnal Edukasi dan Penelitian Informatika) ISSN(e): 2548-9364 / ISSN(p) : 2460- 0741 [4] Karim, Syaeful dan Djauharry Noor. 2006. Analisis Dan Perancangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Alat Bantu Pembuat Keputusan Alokasi Industri Di Wilayah Kota Depok . Yogyakarta, Indonesia: Universitas Bina Nusantara.
[5] Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan . Yogyakarta: Andi Offset.
[6] Muhajir, Ahmad, Syamsinar, dan Ilham Alimuddin. 2005. Aplikasi SIG Dalam Pembuatan Sistem Informasi Data Kota Makassar . Surabaya, Indonesia: Institut Teknologi Sepuluh November.
[7] Nuarsa IW. 2005. Belajar Sendiri Menganalisis Data Spasial Dengan Software GIS GIS 3.3 untuk Pemula . Jakarta : PT Alex Media Computindo.
[8] Prahasta, Eddy, (2002), Konsep-konsep Dasar Informasi Geografis , Informatika, Bandung.
[9] Rahman, Abdul, Spasial Data Modelling For 3D GIS , Springer, Berlin, 2008 [10] Soraya Rizky Puspitasari, Moehammad Awaluddin, Hana Sugiastu Firdaus, Pembuatan Aplikasi Webgis Untuk Informasi Persebaran Sarana Dan Fasilitas Kesehatan Di Kabupaten Kudus, Jurnal Geodesi Undip Juli 2018. Volume 7, Nomor 3, Tahun 2018, (ISSN: 2337-845X)
[11] Tata Sutabri, (2004), Analisa Sistem Informasi , Andi Offset, Yogyakarta.
[12] Yousman, Yeyep. 2004. Sistem Informasi Geografis dengan ArcView3.3 Professional . Yogyakarta: Andi Offset.
|
dd37b213-ce16-4067-a5cb-b967d39804a8 | https://jurnal.pmat.uniba-bpn.ac.id/index.php/DEFERMAT/article/download/32/23 |
## KULIAH MELALUI WHATSAPP (KULWAPP)
Ryan Angga Pratama Universitas Balikpapan pos-el : [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran kolaboratif secara online melalui Grup WhatsApp Messenger (WA). Subjek dalam penelitian ini adalah 34 mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Balikpapan yang sedang menempuh perkuliahan Teori Bilangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan terhadap aktivitas chat di dalam Grup WA), dokumentasi, serta tes hasil belajar. Adapun hasilnya didapatkan bahwa pelaksanaan pembelajaran secara online melalui Grup WA berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari capaian hasil belajar mahasiswa yang menunjukkan 27 dari 34 mahasiswa memperoleh nilai di atas 70. Selain itu, mahasiswa juga merasa memperoleh pengalaman belajar yang baru, dapat lebih berekspresi dalam diskusi, suasana belajar ( chat ) sangat santai, belajar menjadi lebih update , serta dapat diakses dimana saja jika mahasiswa lupa materi yang telah dipelajarinya .
Kata kunci : pembelajaran, online , WhatsApp Messenger
## ABSTRACT
This study aims to describe the implementation of collaborative learning online through WhatsApp Messenger (WA) Group. The subjects in this study were 34 students of Mathematics Education at the University of Balikpapan who were studying the Theory of Numbers. Data collection techniques are carried out by observation (observation of chat activities within the WA Group), documentation, and learning outcomes tests. However, the results showed that the implementation of online learning through the WA Group went well. This can be seen from the achievement of student learning outcomes which shows that 27 out of 34 students get scores above 70. In addition, students also feel that they have new learning experiences, can express themselves in discussions, the atmosphere of learning is very relaxed, learning becomes more update, and can be accessed anywhere if students forget the material they have learned .
## Keywords : learning, online, WhatsApp Messenger
1. PENDAHULUAN
Social Networking Sites (SNSs) sangatlah popular di kalangan
mahasiswa. Misalnya saja hasil penelitian dari Bsharah, Gasaymeh, & Abdelrahman (2014) menemukan
bahwa 92,6% dari 282 mahasiswa University of Jordan berpartisipasi belajar melalui Facebook, sedangkan
Hamade (2013) menemukan bahwa 89% dari 300 mahasiswa University of Kuwait berpartisipasi belajar melalui Twitter. Dalam skala yang lebih besar, Karpinski, Kischner, Ozer, Mellot, & Ochwo (2013) menemukan bahwa 100% dari 875 mahasiswa di Amerika dan Eropa menggunakan SNSs yang lainnya melalui smartphone -nya.
Sebagimana diungkapkan Amry (2014), belajar adalah hasil dari interaksi sosial antara siswa dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif. Kegiatan dapat mencakup berbagi melalui
perangkat seluler, seperti forum diskusi, yang dapat digunakan untuk berbagi konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan didasarkan pada interaksi sosial antara siswa online. Dewasa ini, popularitas penggunaan WhatsApp Messenger atau akrab disebut WA di dunia internasioanal maupun nasional meningkat tajam (Bouhnik & Deshen, 2014). WA merupakan teknologi Instant Messaging seperti Short Messaging Service (SMS) dengan berbantuan data internet berfitur pendukung yang lebih menarik.
Aplikasi WhatsApp Messenger sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat atau media pembelajaran.
Pembelajaran di era digital sekarang ini sangat terbantu dengan kehadiran aplikasi WhatsApp Messenger . Pembelajaran pada perguruan tinggi menjadi salah satu objek tumbuh suburnya penggunaan aplikasi WhatsApp Messenger ini (Jumiatmoko, 2016). WhatsApp Messenger
merupakan teknologi populer yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai alat pembelajaran, khususnya di abad ke-21 (Dearstyne, 2011; Akpan, Kufre, & Abe, 2017).
WhatsApp Messenger adalah
aplikasi perpesanan gratis yang bekerja di berbagai platform dan sedang banyak digunakan di kalangan mahasiswa sarjana untuk mengirim pesan multimedia seperti foto, video, audio bersama dengan pesan teks sederhana (Gon & Rawekar, 2017). Pengertian
lainnya,
WhatsApp
Messenger merupakan bagian dari sosial media (Jumiatmoko, 2016). Adapun sosial media ini merupakan aplikasi berbasis internet yang memungkinkan setiap penggunanya dapat saling berbagi berbagai macam konten sesuai kebutuhan (Dearstyne, 2011; Suryadi, Ginanjar, & Priyatna, 2018). Lebih detail lagi, aplikasi WhatsApp Messenger menggunakan koneksi 3G/4G atau WiFi untuk komunikasi data. Sehingga, dengan menggunakan WhatsApp Messenger , kita dapat
melakukan obrolan online , berbagi file, bertukar foto, dan lain-lain (Hartanto, 2010).
WhatsApp Messenger memiliki berbagai fitur yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan bantuan layanan internet. Fitur-fitur yang terdapat dalam Whatsapp yaitu Gallery untuk menambahkan foto, Contact untuk menyisipkan kontak, Camera untuk mengambil gambar, Audio untuk mengirim pesan suara, Maps untuk mengirimkan berbagai koordinat peta, bahkan Document untuk menyisipkan file berupa dokumen. Semua file tersebut dapat dalam sekejap dikirim melaui aplikasi gratis tersebut. Berbagai fitur tersebut tentu semakin menambah kemudahan
dan kenyamanan
berkomunikasi melalui media online (Jumiatmoko, 2016). Adapun layanan yang paling banyak digunakan melalui aplikasi WhatsApp Messenger adalah percakapan kelompok. Grup WhatsApp Messenger merupakan sebuah layanan grup diskusi yang mampu menampung hingga 256 peserta. Jumlah yang sangat banyak dan dapat dikumpulkan hanya dalam satu aplikasi. Para anggotanya dapat saling berbagi informasi, diskusi
secara online , serta membangun
pembelajaran yang menyenangkan melalui ruang virtual tersebut (Al Saleem, 2014; Amry, 2014; Jumiatmoko, 2016). Grup WA memiliki manfaat pedagogis, sosial, dan teknologi. Aplikasi ini memberikan dukungan dalam pelaksanaan pembelajaran secara online. Adapun manfaat penggunaan Whatsapp Messenger Group dalam pembelajaran menurut Barhoumi (2015) diantaranya: 1) Whatsapp Messenger Group memberikan fasilitas pembelajaran secara kolaboratif dan kolaboratif secara online antara guru dan siswa ataupun sesama siswa baik di rumah maupun di sekolah, 2) Whatsapp Messenger Group merupakan aplikasi gratis yang mudah digunakan, 3) Whatsapp Messenger Group dapat digunakan untuk berbagi komentar, tulisan, gambar, video, suara, dan dokumen, 4) Whatsapp Messenger
Group memberikan kemudahan untuk menyebarluasakan pengumuman
maupun mempublikasikan karyanya dalam grup, serta 5) Informasi dan pengetahuan dapat dengan mudah dibuat dan disebarluaskan melalui berbagai fitur Whatsapp Messenger Group .
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hasil positif dari pemanfaatan aplikasi WhatsApp Messenger , diantaranya penelitian dari
Rajasingham (2011) yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi WhatsApp Messenger memungkinkan pergeseran proses pembelajaran yang sebelumnya dibatasi oleh ruang kelas menjadi lebih luas dan bebas secara. Selanjutnya, Herrington, Revees, & Oliver (2010)
juga menemukan bahwa layanan pesan di Grup WA meningkatkan pengalaman pelanggan, dalam hal ini dosen dan mahasiswa, yang dipertemukan secara virtual, dimana mereka dapat langsung berkomunikasi dan melakukan aktivitas pembelajaran. Penelitian yang lain juga menemukan korelasi langsung antara kesediaan dosen dalam diskusi bersama dengan mahasiswanya terhadap peningkatan kognitif, afektif dan motivasi dari mahasiswanya (Bower, 2008). Selain itu, media sosial juga menguntungkan untuk pengguna, terutama yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, Karena mereka lebih memilih untuk menghindari pertemuan tatap muka jika merasa ada kesulitan dalam hal akademik (Ellison, Steinfield,
& Lampe, 2007).
Melihat positifnya aplikasi WhatsApp Messenger dan potensinya dalam pembelajaran bagi mahasiswa,
maka peneliti perlu melakukan pembelajaran secara online. Hal ini perlu dilakukan terlebih kondisi pembelajaran di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Balikpapan membutuhkan konsep pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan relevan dengan digitalisasi. Hal ini juga didasarkan pada karakteristik materi pada mata kuliah Teori Bilangan yang lebih banyak membahas teori dan pembuktian-pembuktian
yang didominasi oleh dosen dengan pembelajaran secara konvensional. Tidak sedikit pula mahasiswa yang merasa bosan dalam perkuliahan dan lebih memilih bermain dengan smartphone -nya. Sehingga, pada penelitian ini akan diterapkan kombinasi pembelajaran tatap muka di
kelas dengan pembelajaran dalam jaringan (daring) dengan memanfaatkan aplikasi WhatsApp Messenger dengan pendekatan model pembelajaran kolaboratif. Sehingga dengan kombinasi pola pembelajaran ini, mahasiswa tidak hanya dapat belajar secara mandiri diluar jam perkuliahan wajib, tetapi dosen juga dapat mengawasi
perkembangan kemampuan belajar mahasiswanya langsung melalui pengajaran tatap muka di kelas.
## 2. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif, yang bermaksud untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktivitas, sikap, persepsi, dan pemikiran orang secara individual atau kelompok, serta untuk memahami fenomena apa yang dialami subjek penelitian, baik perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- lain secara holistik (Moleong, 2013; Sugiyono, 2016).
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Balikpapan, dimana subjek merupakan mahasiswa yang menempuh mata kuliah Teori Bilangan yang dipilih secara purposive sampling , yakni 34 mahasiswa semester IV. Adapun pengumpulan datanya dilakukan dengan observasi (pengamatan terhadap
aktivitas chat di dalam Grup WA), dokumentasi, serta tes hasil belajar. Selanjutnya, aktivitas dalam analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran secara online melalui Grup WA, 2) mendeskripsikan hasil analisis persepsi mahasiswa
terhadap pelaksanaan pembelajaran secara online melalui Grup WA, 3) mendeskripsikan temuan
hasil
wawancara, 4) menyimpulkan temuan penelitian.
## 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini, peneliti akan memaparkan beberapa hal, diantaranya: (a) Proses pembentukan Grup WA, (b) Proses perkuliahan atau pemberian materi di dalam Grup WA yang telah dibentuk, (c) Hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Teori Bilangan khususnya pada bab Kongruensi, serta (d) Persepsi mahasiswa setelah menerima perkuliahan melalui Grup WA.
a. Proses pembentukan Grup WA Grup WA dibentuk oleh peneliti pada tanggal 12 Juni 2018, tepatnya ketika perkuliahan memasuki pertemuan ke-12. Sehingga, terhitung pada pertemuan ke-12 hingga pertemuan ke-14 tidak dilakukan tatap muka, melainkan mahasiswa belajar secara online melalui smartphone -nya. Berikut gambaran Grup WA yang dibuat:
Gambar 1. Grup WA Teori Bilangan (Nomor ponsel sengaja di-blur untuk menjaga privasi)
Peneliti membuat grup lalu meminta tolong kepada Ketua Tingkat untuk mengundang teman- teman sekelasnya. Tidak berselang begitu lama, 32 dari 34 mahasiswa telah bergabung di dalam grup. Adapun 2 mahasiswa yang tidak bergabung di grup dikarenakan tidak memakai aplikasi WhatsApp Messenger , namun mereka masih dapat menyimak materi secara berkelompok dengan temannya.
Gambar 2. Ketua Tingkat Mengundang Teman-Teman Sekelasnya untuk Bergabung di Grup WA
b. Proses perkuliahan atau pemberian materi di dalam Grup WA yang telah dibentuk Setelah 32 mahasiswa bergabung di Grup WA, peneliti pun menanyakan kesiapan mereka untuk menerima materi. Adapun
materi diberikan dua jam setalah Grup WA terbentuk. Adapun pemilihan waktu pukul 4 sore dikarenakan waktu tersebut
merupakan waktu dimana para mahasiswa telah pulang bekerja dan merupakan waktu mereka kuliah tatap muka Teori Bilangan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Gambar 3. Perkuliahan akan segera dimulai
Setelah beberapa mahasiswa menanggapi
kesiapan dan kesediaannya, selanjutnya peneliti menyajikan materi melalui video yang telah diunggah di Youtube melalui chanel “Ryan Pratama” dan dengan tajuk “Kulian (Kuliah bareng Ryan”.
Materi yang diberikan adalah bab mengenai Kongruensi dengan pokok bahasan Perkongruenan, Teorema Fermat, serta Modulo.
Gambar 4. Materi pertama diberikan melalui link Youtube chanel peneliti
Gambar 5. Materi kedua diberikan melalui link Youtube chanel peneliti
Gambar 6. Materi ketiga diberikan melalui link Youtube chanel peneliti Setelah materi diberikan, peneliti memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mempelajari materi tersebut yang selanjutnya diadakan sesi tanya jawab yang melibatkan keaktifan mahasiswa serta dosen. Dalam sesi tanya jawab, mahasiswa pun tidak sungkan dalam mengemukakan pertanyaan- pertanyaan yang masih membuatnya bingung atau dengan kata lain mahasiswa lebih ekspresif. Menurut peneliti, hal inilah salah satu kelebihan pembelajaran atau diskusi secara online , yakni mahasiswa yang selama ini dikatakan pendiam,
ternyata juga mampu merespon terhadap materi yang diberikan.
Berikut gambaran percakapan sesi tanya jawab yang terjadi:
Gambar 7. Sesi tanya jawab antara mahasiswa dengan dosen/peneliti
Untuk menguji pemahaman mahasiswa, maka peneliti pun memberikan latihan soal sekaligus sebagai tugas mandiri mereka.
Gambar 8. Pemberian soal setelah materi diberikan
Gambar 8. Mahasiswa mengirimkan hasil pekerjaannya dan meminta dosen untuk
memeriksanya
Dosen pun segera memeriksa hasil pekerjaan mahasiswa. Berikut tanggapannya:
Gambar 9. Dosen merespon jawaban mahasiswa
Setelah pemberian dua contoh soal, tanya jawab antara mahasiswa dengan dosen pun semakin intens. Antusiasme, rasa pemasaran, dan
kuriositas mahasiswa semakin tinggi, bahkan sampai pukul 23.20 WITA chat di Grup WA belum berhenti. Tidak hanya kepada dosen, para mahasiswa saling bertanya satu dengan yang lainnya.
Gambar 10. Mahasiswa saling melakukan tanya jawab hingga larut malam
c. Hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah Teori Bilangan khususnya pada bab Kongruensi Setelah melakukan perkuliahan
secara online melalui aplikasi WhatsApp Messenger , dosen melakukan tatap muka pada pertemuan ke-15 dan memberikan Soal untuk mengukur hasil belajar mereka. Berikut disajikan hasil belajar mahasiswa pada pokok
bahasan Perkongruenan, Teorema Fermat, serta Modulo.
Tabel 1. Tabel distribusi hasil belajar mahasiswa Interval Frekuensi 80 ≤ 𝑥 ≤ 100 13 70 ≤ 𝑥 < 80 14 60 ≤ 𝑥 < 70 3 50 ≤ 𝑥 < 60 2 0 ≤ 𝑥 < 50 2 Dengan 𝑥 adalah nilai mahasiswa Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut, jika dikonversikan ke nilai huruf, hanya 4 mahasiswa yang tidak lulus (mendapat D dan E) pada materi Kongruensi. Selebihnya mahasiswa lulus dan mayoritas mendapat A dan B. Artinya, pembelajaran secara online yang dilakukan tidak mengurangi capaian hasil belajar mahasiswa jika dibandingkan dengan nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yang selama sebelumnya telah dilakukan tatap muka sebanyak 7 pertemuan. d. Persepsi mahasiswa setelah menerima perkuliahan melalui Grup WA Setelah melakukan perkuliahan secara online melalui aplikasi WhatsApp Messenger , peneliti melakukan wawancara terhadap 5 mahasiswa guna mendapatkan data tentang tanggapan atau persepsi mahasiswa setelah menerima perkulaiahan melalui Grup WA. Menurut pendapat mahasiswa,
pembelajaran melalui Grup WA memberikan pengalaman belajar yang baru, karena mereka belum pernah menjalani sesi perkuliahan seperti yang dilakukan peneliti.
Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa melalui Grup
WA, mereka dapat lebih berekspresi, suasana belajar ( chat ) sangat santai, diskusi lebih seru, belajar menjadi lebih update , serta dapat diakses dimana saja jika mahasiswa lupa materi yang telah dipelajarinya.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Gasaymeh (2017) dalam penelitiannya bahwa mahasiswa merasa penggunaan WhatsApp menjadikan pembelajaran lebih mudah,
menyenangkan, bermanfaat, dan mendapatkan perasaan yang positif. Dalam kajian yang lain, temuan dari Akpan, Kufre, & Abe (2017) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan level retensi (kemampuan mengingat materi yang telah dipelajari) antara siswa yang belajar melalui WhatsApp dengan konvensional. Selain itu, menurut Bower (2008) serta Bansal & Joshi (2014), pembelajaran melalui Grup
WhatsApp Messenger dapat
memotivasi anggota grup untuk semangat belajar karena adanya diskusi di dalam grup.
Motivasi mahasiswa terlihat dari aktifnya mereka dalam bertanya, berdiskusi, serta mencoba latihan soal yang diberikan. Selain itu, Grup WA yang telah terbentuk pun hingga saat ini (Maret 2019) ada. Peneliti dan mahasiswa pun masih saling berbagi informasi di grup tersebut meskipun perkuliahan telah berakhir.
## Gambar 11. Grup WA masih eksis hingga
30 Maret 2019
Berdasarkan gambar 11, hal tersebut memberikan sisi positif bagi mahasiswa dan peneliti, serta menunjukkan kebenaran bahwa penggunaan teknologi memungkinkan pergeseran proses pembelajaran yang terbatas pada ruang kelas menjadi lebih luas dan bebas secara ruang dan waktu. Namun, pelaksanaan pembelajaran tidak serta merta 100% secara online , dalam hal ini perlu dilakukan pola pembelajaran kolaboratif yakni
menggabungkan antara tatap muka serta pembelajaran online .
Pembelajaran era digital dengan menggunakan perangkat teknologi telah banyak memberikan dampak yang positif. Sehingga, paradigma belajar selama ini yang hanya terbatas pada interaksi siswa dengan guru di ruang
kelas saja dapat berkembang menjadi lebih luas, yakni tidak terbatas pada ruang dan waktu. Sebagaimana diketahui, menurut Amry (2014), belajar merupakan hasil dari interaksi sosial antara siswa dalam kegiatan pembelajaran kolaboratif. Kegiatan dapat mencakup berbagi melalui perangkat seluler, seperti forum diskusi, yang dapat digunakan untuk berbagi konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan didasarkan pada interaksi sosial antara siswa secara online .
## 4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pelaksanaan pembelajaran secara online melalui Grup WA berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari capaian hasil belajar mahasiswa yang menunjukkan 27 dari 34 mahasiswa memperoleh nilai di atas 70. Selain itu, mahasiswa juga merasa memperoleh pengalaman belajar yang baru, dapat lebih berekspresi dalam diskusi, suasana belajar ( chat ) sangat santai, belajar menjadi lebih update , serta dapat diakses dimana saja jika mahasiswa lupa materi yang telah dipelajarinya.
## 5. DAFTAR PUSTAKA
Akpan, Kufre, P., & Abe, E. (2017). Effectiveness of Whatsapp as a collaborative tool for learning among undergraduate students in university of Uyo, Akwa Ibom state.
International Journal of Advanced Education and Research, 2 (5), 43-
46.
Amry, A. B. (2014). The Impact Of
Whatsapp Mobile Social Learning
On The Achievement And Attitudes Of Female Students Compared With
Face To Face Learning In The
Classroom. European Scientific Journal, 10 (22), 116-136. Bansal, T., & Joshi, D. (2014). A study of students’ experiences of mobile learning. Global Journal of HUMAN-SOCIAL SCIENCE, 14 (4), 27-33. Barhoumi, C. (2015). Effectiveness of WhatsApp Mobile Learning Activities Guided by Activity Theory on Students’ Knowledge Mangement. Contemporary Educational Technology, 6 (3), 221- 238. Bouhnik, D., & Deshen, M. (2014). WhatsApp Goes to School: Mobile Instant Messaging between Teachers and Students. Journal of
Information Technology Education Research, 13 , 217-231.
Bower, M. (2008). Affordance analysis – matching learning tasks with learning technologies. Educational Media International, 45 (1), 3-15.
Bsharah, M., Gasaymeh, A. M., &
Abdelrahman, M. B. (2014). The Relationship between the Use of Social Networking Sites (SNS) and Perceived Level of Social Intelligence among Jordanian University Students: The Case of Facebook. International Journal of Psychological Studies, 6 (3), 1. Dearstyne, B. W. (2011). Smartphones: new information revolution? Information Management Journal,
39 , 38-44.
Ellison, N. B., Steinfield, C., & Lampe, C. (2007). The Benefits of Facebook ‘‘Friends:’’ SocialCapital and
College Students’ Use of Online
Social Network Sites. Journal of
Computer-Mediated Communication, 12 , 1143-1168. Gasaymeh, A.-M. M. (2017). University Students’ use of Whatsapp and their Perceptions Regarding its Possible Integration into their Education.
Global Journal of Computer
Science and Technology, 17 (1), 1- 10.
Gon, S., & Rawekar, A. (2017).
Effectivity of E-Learning through Whatsapp as a Teaching Learning Tool. MVP Journal of Medical Sciences, 4 (1), 19-25.
Hamade, S. N. (2013). Perception and use of social networking sites among university students. Library Review, 62 (6/7), 388-397. Hartanto, A. (2010). Panduan Aplikasi
Smartphone. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Herrington, J., Revees, T. C., & Oliver, R. (2010). A Guide to Authentic e- Learning. New York: Routledge. Jumiatmoko. (2016). WhatsApp Messenger Dalam Tinjauan Manfaat dan Adab. Wahana Akademika, 3 (1), 51-66.
Karpinski, A. C., Kirschner, P. A.,
Ozer, I., Mellot, J. A., & Ochwo, P. (2013). An exploration of social networking site use, multitasking, and academic performance among United States and European university students. Computers in
Human Behaviour, 29 (3), 1182-
1192. Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda. Rajasingham, L. (2011). Will Mobile Learning Bring a Paradigm Shift in Higher Education? Education Research International . Saleem, B. I. (2014). Thee Effect of "WhatsApp" Electronic Dialogue Journaling on improving Writing Vocabulary Word Choice and Voice of EFL Undergraduate Saudi Students. Off cial Proceedings 21st Century Academic Forum Conference at Harvard (pp. 32-47). Boston: MA U.S.A.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta. Suryadi, E., Ginanjar, M. H., & Priyatna, M. (2018). Penggunaan Sosial Media WhatsApp dan Pengaruhnya Terhadap Disiplin Belajar Peserta Didik pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Edukasi Islam, Jurnal Pendidikan Islam, 7 (1), 1-22.
|
cdf31a38-01e7-4ac3-8841-b8701ca64071 | https://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/article/download/3619/2555 |
## JCAR 5(1) (2023)
## Journal of Classroom Action Research
http://jppipa.unram.ac.id/index.php/jcar/index
___________ Email: [email protected]
Copyright © 2023, Author et al. This open access article is distributed under a (CC-BY License)
## Pengaruh Model Project Based Learning Terhadap Keaktifan Belajar dan Retensi Siswa
Fuan Maharani, Asrin, Arif Widodo 1*
1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram, Indonesia
DOI: https://doi.org/10.29303/jcar.v5i1.3619 Received: 21 Desember 2022 Revised: 20 Februari 2023 Accepted: 28 Februari 2023
Abstrak: Tujuan penelitian untuk megetahui pengaruh model Project Based Learning (PjBL) terhadap keaktifan belajar, pengaruh model PjBL terhadap retensi siswa dan pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa secara simultan. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen dengan bentuk quasi experimental Posttest only control group design. Data penelitian keaktifan diperoleh dengan observasi sedangkan data retensi diperoleh dengan melakukan tes kepada siswa. Data yang dihasilken berupa data populasi dengan sampel penelitian difokuskan di dua sekolah, yakni SDN 2 Gerung Utara dan SDN 4 Gerung Utara. Sampel ditentukan dengan teknik probability sampling . Analisis pada peneltian ini menggunakan analisis deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan data keaktifan belajar dan retensi siswa. Selain analisis deskriptif, penelitian ini juga menggunakan analisis inferensial dengan menggunakan multivariat analysis of varians (MANOVA) untuk mengungkapkan kaitan antara variabel yang dikaji pada penelitian. Hasil dari penelitian ini yakni, ada pengaruh model model PjBL terhadap keaktifan belajar, ada pengaruh model PjBL terhadap retensi siswa, dan ada pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa secara simultan. Hasil penelitian bisa dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya dengan topik penelitian yang serupa.
Kata Kunci: Model Project Based Learning; K eaktifan belajar; Retensi siswa; Sekolah dasar
Abstract: The research objective was to determine the effect of the Project Based Learning (PjBL) model on active learning, the effect of the PjBL model on student retention and the effect of the PjBL model on active learning and student retention simultaneously. This research is included in the type of experimental research in the form of a quasi-experimental posttest only control group design. Activeness research data was obtained by observation while retention data was obtained by conducting tests on students. The resulting data is in the form of population data with research samples focused on two schools, namely SDN 2 Gerung Utara and SDN 4 Gerung Utara. The sample is determined by probability sampling technique. The analysis in this research uses descriptive analysis which is used to describe data on student learning activeness and retention. In addition to descriptive analysis, this study also used inferential analysis using multivariate analysis of variance (MANOVA) to reveal the relationship between the variables studied in the study. The results of this study are that there is an effect of the PjBL model on active learning, there is an effect of the PjBL model on student retention, and there is an effect of the PjBL model on active learning and student retention simultaneously. The research results can be used as a reference for further researchers with similar research topics.
Keywords: Project Based Learning Model; active learning; student retention; Elementary school
## PENDAHULUAN
Model pembelajaran memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar. Melalui penggunaan model yang tepat, siswa dapat memahami materi pembelajaran. Menurut Jusmawati (2020) model pembelajaran adalah suatu cara agar terpenuhinya capaian tujuan pembelajaran melalui penyajian dan
pengorganisasian proses pembelajaran secara terstruktur dan sistematis, mulai dari awal sampai akhir pembelajaran dengan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan. Fungsi dari model pembelajaran itu sendiri untuk menuntun jalannya kegiatan belajar yang terarah (Ahmad, 2020). Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan model pembelajaran. Aspek tersebut berkaitan dengan tujuan pembelajaran
yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa. Selain tujuan pembelajaran, bahan ajar juga menjadi salah satu pertimbangan untuk menerapkan suatu model pembelajaran dengan perkiraan, apakah model tersebut dapat menyampaikan pesan kepada siswa dengan baik atau tidak. Aspek lainnya, yakni siswa itu sendiri. Model yang digunakan harus seimbang dengan tingkat kematangan siswa, terapkan model yang sesuai dengan gaya belajar, kondisi, minat serta bakat dari siswa (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016).
Pada dasarnya terdapat banyak model pembelajaran yang ditemukan dalam dunia pendidikan dewasa ini, salah satunya adalah model Project Based Learning (PjBL). Ngalimun (2018) dalam bukunya menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek terfokus pada suatu masalah, kemudian siswa menyelesaikan masalah dengan berdiskusi menentukan keputusan, merancang desain, dan membuat proyek. Melalui penerapan PjBL diharapkan mampu memberikan perubahan kepada siswa, baik perubahan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan. Maka dari itu, siswa dapat menerima dan menyalurkan ilmu pengetahuan yang akan diperoleh sebagaimana mestinya (Siregar et al., 2021). Proses pembelajaran dengn model PjBL diharapkan mampu meningkatkan keaktifan beajar dan daya ingat (retensi) siswa. Melalui model PjBL retensi siswa juga akan bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama, karena aktivitas siswa lebih banyak dibandingkan pendidik. Menurut Saleh (2018) menyatakan bahwa ingatan berkaitan dengan peristiwa atau informasi yang pernah terjadi atau yang pernah dipelajari di masa lalu. Dengan kata lain, kemampuan retensi berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah dialami atau dipelajari sebelumnya. Pentingnya retensi dalam dunia pendidikan akan berpengaruh pada peningkatan prestasi belajar siswa, karena semakin tinggi kemampuan retensi siswa akan semakin mudah bagi guru dalam mencapai tujuan pendidikan.
Permasalahan yang terjadi pada sekolah di SDN Gugus 1 Kecamatan Gerung berdasarkan hasil observasi awal didapatkan bahwa, sebagian besar di SDN gugus tersebut mengalami permasalahan pada keaktifan dan daya ingat (retensi) siswa. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum terbiasa untuk aktif secara penuh dalam proses pembelajaran sejak diterapkannya pembelajaran jarak jauh. Ketika peralihan dari pembelajaran jarak jauh ke pembelajaran tatap muka, keaktifan siswa jadi lebih menurun karena siswa masih terbiasa berinteraksi secara daring dengan hanya mendapatkan tugas tambahan, tanpa adanya aktivitas yang bermakna dalam proses pembelajaran. Sedangkan guru sendiri masih kurang menerapkan model pembelajaran dalam aktivitas belajarnya. Guru kerap
kali hanya menerapkan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab dengan pendekatan saintifik dan beberapa bantuan media pembelajaran lainnya. Metode dan pendekatan yang diterapkan guru tidak cukup untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa. Sedangkan untuk hasil retensi siswa, berdasarkan hasil tes awal, menunjukkan bahwa 6 sekolah memperoleh rata-rata retensi di bawah 60. Rata-rata retensi tertinggi diperoleh oleh SDN 1 Gerung Utara kelas A dan B dengan perolehan rata-rata masing-masing sebesar 70,35 dan 61,73.
Berangkat dari permasalahan yang terjadi di SDN Gugus 1 Kecamatan Gerung, diharapkan dengan menerapkan model PjBL dapat membantu meningkatkan keaktifan belajar dan retensi siswa. Penerapan model ini sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar yang masuk pada tingkat oprasional konkrit. Menurut pendapat Alfin (2014) menyatakan bahwa, pada pendidikan dasar siswa berada pada tingkat berpikir secara konkrit. Maka dari itu, guru harus menyajikan pengalaman belajar yang bersifat nyata. Pengalaman belajar secara nyata dapat dilakukan dengan bantuan media atau menerapkan model pembelajaran. Perkembangan siswa pada tahap ini meliputi beberapa aspek, yakni siswa dapat mengklasifikasikan bentuk-bentuk benda yang berbeda, memahami suatu hubungan, mengukur panjang, membandingkan, mengurutkan, dan berhitung (Marinda, 2020). Sebagain besar siswa pada SDN Gugus 1 Kecamatan Gerung sudah memenuhi karakteristik yang harus dikuasai oleh anak usia sekolah dasar pada umumnya, khususnya untuk siswa kelas V.
Permasalahan di atas searah dengan penelitian dari Azizah (2021) bahwa kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru masih kurang inovatif, sehingga dalam aktivitas belajar siswa masih cenderung pasif dan kurang motivasi. Siswa kurang memiliki ruang untuk bereksplorasi dan mengembangkan diri, karena guru hanya memberi tugas dari buku tema. Namun setelah menerapkan model PjBL siswa terbukti menjadi lebih aktif jika dibandingkan dengan belajar satu arah. Mengarah pada penelitian dari Ademas Dwi Laksono, (2018) menunjukan bahwa adanya perbedaan keaktifan belajar yang cukup signifikan antara kelas eksperimen yang diberi perlakukan menggunakan model PjBL dibandingkan kelas kontrol dengan model pembelajaran Konvensional . Hal ditinjau dari rata-rata nilai keaktifan siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pada kelas kontrol. Maka dari itu, dinyatakan bahwa model PjBL efektif digunakan untuk meningkatkan keaktifan belajar jika dibandingkan dengan
model pembelajaran Konvensional . Berdasarkan penelitian terdahulu dan masalah yang telah ditemui peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaaruh Model Project Based Learnin Terhadap Kaktifan Belajar dan
Retensi Siswa Kelas V di Gugus 1 Kecamatan Gerung Tahun Ajaran 2022/2023”.
## METODE
Jenis metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan bentuk quasi
experimental Posttest only control group design. Penelitian eksperimen diartikan sebagai salah satu cara dalam mencari pengaruh sebuah tindakan terhadap kondisi yang dikendalikan (Sugiyono, 2017). Populasi pada penelitian ini sebesar 227 siswa sekolah dasar Gugus 1 Kecamatan Gerung. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara melakukan uji kesetaraan menggunakan analisis varian (ANOVA).
Gambar 1. Hasil uji Kesetaraan dengan Analisis Varian (ANOVA)
Berdasarkan hasil uji kesetaraan diatas disimpulkan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di SDN 2 Gerung Utara dengan jumlah siswa sebanyak 34 siswa dan SDN 4 Gerung Utara dengan 21 siswa. Teknik pengambilan data keaktifan belajar menggunakan lembar observasi keaktifan dan data retensi diperoleh menggunakan tes uraian.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data keaktifan belajar dan retensi siswa yang mencakup jumlah data, nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi dan menjelaskan keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model PjBL. Data tersebut dapat disajikan dalam bentuk histogram, grafik, tabel ataupun distribusi frekuensi (Samsu, 2017). Analisis inferensial berfungsi untuk menguji hipotesis dengan menggunakan multivariat analysis of varians (MANOVA). Teknik analisis manova dilaksanakan untuk mengukur pengaruh variabel bebas terhadap beberapa variabel terikat secara bersama-sama atau simultan (Payadnya & Jayantika, 2018)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses pembelajaran adalah insteraksi yang terjadi anatara siswa dengan guru yang dapat mengubah tingkah laku suatu individu. Interaksi dalam proses
pembelajaran harus bersifat multi arah, seperti interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan maupun siswa dengan sumber belajar (Nurdyansyah & Fahyuni, 2016b). Guru harus dapat membangun dan menciptakan interaksi tersebut dengan menerapkan sebuah model pembelajaran sehingga tujuan belajar dapat dicapai secara maksimal. Model yang diterapkan guru harus dapat menjaga dan membangkitkan perhatian, meningkatkan rasa antusias, mencapai tujuan dan hasil belajar yang baik, mentransfer materi dengan mudah, serta memperkuat daya ingat siswa dengan pengelaman belajar yang menyenangkan (Yunani, 2018).
Ketika proses pembelajaran yang diterapkan bersifat menyenangkan dan mudah diingat siswa, maka tidak mudah bagi siswa untuk melupakan materi yang sebelumnya telah dipelajari. Searah dengan pendapat dari Hermanto & Samatowa (2022) yang menyatakan bahwa ingatan siswa menekankan pada pengalaman. Pengalaman belajar yang menyenangkan dapat membantu menyimpan kenangan beserta dengan pengetahuan yang telah siswa dapat dari sebuah peristiwa yang telah dilewati dalam ingatan jangka panjang. Mengarah pada penelitian Haddow (2013) menyatakan bahwa retensi dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pengalaman. Maka dari itu, penerapan pembelajaran yeng memberikan banyak pengalaman dan aktivitas dapat meningkatkan keaktifan belajar dan retensi siswa secara otomatis.
Menurut Bass (2016) kemampuan retensi siswa terhadap materi pembelajaran sangat penting untuk pendidikan berikutnya sampai pada dunia kerja.
Salah satu cara untuk menciptakan pembelajaran yang dapat menimbulkan keaktifan belajar dan retensi siswa dengan menerapkan sebuah model pembelajaran, salah satunya adalah model Project Based Learning (PjBL). Model PjBL didefinisikan sebagai pembelajaran yang difokuskan pada pembuatan proyek yang melibatkan siswa dalam penyelidikan sehingga meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran, siswa memiliki kesempatan untuk bekerja sama, dan peran yang lebih aktif dalam keseluruhan proses pembelajaran (Choi et al., 2019).
Mengacu pada pendapat dari Taupik & Fitria (2021) menyatakan bahwa kelebihan dari model ini adalah dapat membantu meningkatkan motivasi belajar, melatih kemampuan pemecahan masalah siswa, membangun kreativitas siswa, melatih kerjasama siswa, dan dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Prinsip yang harus diperhatikan guru dalam menentukan design pembelajaran ketika akan menerapkan model, yakni berpusat pada siswa, menyajikan pengalaman belajar yang membantu perbaikan pemahaman siswa, belajar dengan aktivitas, mengembangkan kemampuan sosial, kognitif, keingintahuan, imajinasi, emosional, dan keamampuan pemecahan masalah siswa (Zein, 2016).
Keberhasilan capaian pembelajaran sangat bergantung pada kreativitas dan profesionalisme guru mengajar. Guru yang berperan sebagai pusat informasi tidak hanya sebatas memberikan materi kepada siswa, namun guru harus bisa manyajikan pembelajaran dengan metode atau model yang memudahkan siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari dengan situasi dan keadaan siswa yang bervariasi. Sejalan dengan pendapat dari Sanjani (2020) menyatakan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai perencana, perancang, desainer dan implementator dengan menerapkan model, metode, atau media pembelajaran. Penerapan cara mengajar guru dengan metode, media atau model pembelajaran harus dapat mengikuti perkembangan zaman agar
dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, karena pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan setiap individu. Keterlibatan guru dalam proses pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan, pengajaran, dan pembelajaran di kelas (Akiba & Liang, 2016).
Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yakni model Project Based Learning (PjBL) sebagai variabel bebas. Keaktifan belajar dan retensi sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan pada siswa kelas V di SDN Gugus 1 Kecamatan Gerung yang juga menjadi populasi penelitian. Penentuan sampel menggunakan uji kesetaraan dengan analisis varian berbantuan program SPSS 25 for windows. Setelah melakukan uji, terdapat dua kelas yang memiliki kesetaraan yang sama, yakni kelas V di SDN 2 Gerung Utara sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 34 siswa dan SDN 4 Gerung Utara sebagai kelas kontrol sebanyak 21 siswa.
Materi yang diajarkan pada kedua kelas tersebut adalah materi tema 5 tentang ekosistem, subtema 2 hubungan makhluk hidup dalam ekosistem, muatan IPA dan IPS. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan sebanyak 3 kali. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menggunakan model PjBL, siswa membuat project sederhana berupa minibook . Sedangkan kelas kontrol diajar dengan model konvensional. Selama proses pembelajaran guru diminta untuk menjadi observer dalam menilai keaktifan belajar siswa, sedangkan peneliti yang melaksankan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan selama tiga kali pertemuan, kemudian siswa melaksanakan tes formatif dan tes retensi. Pelaksanaan tes retensi dilakukan dengan jeda waktu selama 2 minggu setelah pelaksanaan tes formatif.
Sebelum olah data menggunakan uji MANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai uji pra-syarat dalam menentukan uji hipotesis yang akan digunakan. Hasil uji normalitas dan homogenitas menggunakan bantuan program SPSS 25.0 for windows, disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel Hasil Uji Normalitaas
kelas Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. Data keaktifan belajar siswa kelas eksperimen .114 34 .200 * .957 34 .197 kelas kontrol .160 21 .168 .917 21 .074 Hasil tes retensi Kelas eksperimen .123 344 .200 * .962 34 .279 Kelas kontrol .162 21 .154 .973 21 .804 *. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan tabel hasil uji normalitas kolmogorov- Smirnov diatas, dapat dilihat bahwa nilai sig. keaktifan belajar kelas eksperimen sebesar 0,200 dan kelas kontrol
sebesar 0,168. Sedangkan nilai sig. tes retensi kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing sebesar 0,200 dan 0,154 .Nilai sig. kolmogorov-Smirnov tersebut
jika dibandingkan dengan taraf signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data keaktifan belajar daan retensi siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
dinyatakan berdistribusi dengan normal, karena setiap nilai sig. lebih besar dari 0,05.
Tabel 3. Tabel hasil uji homogenitas Levene Statistic df1 df2 Sig. Data keaktifan belajar siswa Based on Mean .942 1 53 .336 Based on Median .430 1 53 .515 Based on Median and with adjusted df .430 1 48.533 .515 Based on trimmed mean .836 1 53 .365 Hasil tes retensi Based on Mean .355 1 53 .554 Based on Median .185 1 53 .669 Based on Median and with adjusted df .185 1 48.643 .669 Based on trimmed mean .352 1 53 .556
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, diketahui bahwa output dari uji homogenitas keaktifan belajar retensi siswa yang dilihat dari nilai sig. Based on Mean yang diperoleh hasil uji sebesar 0,336 dan 0,554. Maka dapat disimpulkan bahwa nilai sig. 0,336 dan 0,554 lebih besar dari 0,05, sehingga data keaktifan belajar dan retensi
siswa dinyatakan homogen atau memiliki varian yang sama antara kelas eksperimen dan keals control.
Berikut hasil uji MANOVA terkait hasil data penelitian keaktifan dan retensi siswa yang telah dilakukan (Tabel 4).
## Tabel 4. Hasil Uji NANOVA
Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Partial Eta Squared Model PjBL keaktifan 3462,667 1 3462,667 70,468 0,000 0,571 retensi 1780,146 1 1780,146 13,881 0,000 0,208 a. R Squared = ,571 (Adjusted R Squared = ,563) b. R Squared = ,208 (Adjusted R Squared = ,193)
Pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar siswa Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untu mengetahui bagaimana pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar siswa. Berdasarkan hasil uji manova pada tabel Test of between subject effect perolehan nilai sig. sebesar 0,000. Nilai sig. 0,000 < 0,05. Maka dalam hal ini dinyatakan bahwa 𝐻 ! ditolak dan 𝐻 " diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar.
Perbedaan hasil ini tentu disebabkan oleh perbedaan model yang diterapkan saat proses pembelajaran. Perbedaan tersbut dapat dilihat dari hasil nilai keaktifan belajar 34 siswa pada kelas eksperimen mencapai rata-rata sebesar 78,62. Dengan perolehan 32% siswa mendapatkan kriteria sangat aktif dan 68% siswa mendapatkan kriteria aktif. Sedangkan perolehan rata- rata 21 siswa pada kelas kontrol sebesar 62,29 , dengan perolehan 67% siswa mendapatkan kriteria aktif dan 33% siswa mendapatkan kriteria cukup aktif. Berdasarkan hasil tersebut, siswa pada kelas kontrol tidak ada yang mendapatkan kriteria sangat aktif. Namun kriteria tertinggi yang didapatkan adalah kriteria aktif dengan prolehan nilai tertinggi sebesar 73 sedangkan nilai tertinggi pada kelas eksperimenn sebesar 90. Mangacu pada perbedaan rata-rata keaktifan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menandakan pengaruh sebuah model pembelajaran terhadap keaktifan. Siswa pada kelas eksperimen lebih antusias daripada siswa pada kelas kontrol. Siswa pada kelas kontrol cenderung masih banyak yang terlihat pasif karena siswa hanya dijadikan sebagai pengamat, pendengar dan kurangnya aktivitas belajar. Kegiatan belajar pada kelas kontrol hanya sebatas pemberian materi dengan ceramah, melakukan tanya jawab dan penugasan. Siswa tidak diberi kesempatan untuk mengeskplorasi ide, aktivitas cendenrung monoton, sehingga kreativitas dan keterampilan siswa tidak dapat berkembang secara maksimal.
Keaktifan belajar menjadi salah satu komponen penting untuk mencapai hasil belajar secara maksimal. Maka dari itu, didalam proses pembelajaran guru harus menerapkan pembelajaran yang mengaktifkan. Berdasarkan pada pendapat Vries (2015) hasil belajar siswa bergantung pada cara mengajar guru. Guru sebaiknya menerapkan pembelajaran yang diterapkan dengan efisien, jelas, mengaktifkan, dan penggunaan strategi atau model dalam proses pembelajaran, seperti menganalisis, berkolaborasi, mengamati, dan dapat menerima umpan balik. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sagena (2021) yang
dalam penelitiannya menyatakan bahwa adanya perbedaan kreativitas antara siswa yang berada pada kelas kontrol yang diberi perlakuan dengan model konvensional dengan siswa pada kelas eksperimen yang diberi perlekuan dengan model PjBL. Selain itu, menurut Utama & Sukaswanto (2020) yang mengkaji keaktifan belajar siswa yang dapat dipengaruhi oleh model PjBL. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa model PjBL dapat membangkitkan semangat belajar siswa dalam proses pembelajaran. Mengerah pada penelitian yang dilakukan oleh Wiltbank (2018) kelas aktif yang berpusat pada siswa memberikan banyak kesempatan umpan balik dalam mengingat, menambahkan dan mengembangkan diri untuk mencapai hasil yang maksimal.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Laksono (2018) yang meneliti tentang efektivitas model PjBL dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa. Pada penelitian yang dilakukan oleh Laksono juga menggunakan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Nilai awal keaktifan belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak jauh berbeda, namun setelah menerapkan model PjBL pada kelas eksperimen, terjadi perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas ekperimen dengan kelas kontrol. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Anggraini & Wulandari (2020) yang mengkaji tentang peningkatan keaktifan belajar siswa menggunakan model PjBL. Simpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa model PjBL bisa menjadi salah satu model yang bisa meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa model PjBL dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Semakin aktif siswa dalam proses pembelajaran makan capaian hasil belajar siswa akan meningkat. Penyataan tersebut sejalan dengan pendapat dari Febriyanti (2023) yang menyatakan bahwa keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
## Pengruh model PjBL terhadap retensi siswa
Tujuan lainnya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model PjBL terhadap retensi siswa. Berdasarkan hasil uji manova pada tabel Test of between subject effect peerolehan nilai sig. sebesar 0,000 < 0,05. Maka dalam hal ini dinyatakan bahwa 𝐻 ! ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model PjBL terhadap retensi siswa.
Pengaruh model PjBL memberikan dampak positif untuk daya ingat siswa terhadap materi pembelajaran. Ingatan siswa terhadap materi dapat bertahan lebih lama karena siswa lebih banyak menemukan sendiri definisi, konsep dan teori terkait materi dan istilah- istilah baru yang belum diketahui siswa. Penerapan model PjBL dalam proses pembelajaran dapat menjadi salah satu aspek yang dapat membantu guru untuk
mendapatkan hasil belajar siswa yang maksimal baik dari aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. Belajar mengajar menggunakan model PjBL dikatakan dapat lebih efektif karena terjadi proses timbal balik anatara guru dengan siswa. Berdasarkan hasil tes retensi siswa pada kelas ekperimen dan kelas kontrol dapat dilihat dari nilai retensi 34 siswa pada kelas eksperimen mencapai rata-rata 67,85 , dengan perolehan nilai tertinggi sebesar 95 dan nilai terendah 45. Sedangkan nilai rata-rata untuk 21 siswa pada kelas kontrol adalah 56,38 , dengan perolehan nilai tertingginya sebesar 85 dan nilai terendahnya 28. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa siswa yang diberi perlakuan dengan model PjBL mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang diajarkan dengan model konvensional.
Penerapan model dalam proses pembelajaran menentukan tingkat ketercapaian hasil belajar siswa. Pembelajaran yang berhasil adalah ketika guru menerapkan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu. Guru berperan sebagai pembimbing sekaligus harus dapat mengarahkan siswa agar dapat menumbuhkan kemampuan, pengetahuan, kreativitas, dan keterampilan yang dimiliki siswa (Hidayah et al., 2022). Cara mengajar guru sangat bergantung terhadap keberhasilan capaian tujuan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan pendapat dari Saputri (2022) yang menyatakan bahwa kreativitas atau cara mengajar guru berpengaruh terhadap capaian hasil belajar siswa. Searah dengan penelitian yang dilakukan oleh Taupik & Fitria (2021) yang menyatakan bahwa model PjBL dapat memberikan hasil belajar yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model konvensioanl. Nilai rata-rata hasil belajar pada kelas ekperimen lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata pada kelas kontrol.
Kemampuan dikatakan meningkat saat siswa mempu menimbulkan kembali ilmu yang telah dipelajari ketika dibutuhkan. Maka dari itu, proses pembelajaran harus menerapkan model yang dapat mambantu meningkatkan daya ingat siswa untuk jangka waktu yang lama. Pembelajaran akan berkesan bagi siswa ketika pembelajaran tersebut membawa pengaruh besar atas perubahan yang dialami siswa yang tadinya kurang paham menjadi lebih paham. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2013) yang menyatakan bahwa model PjBL dapat membantu guru dan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diberi perlakuan menggunakan model konvensional dengan perbandingan nilai rata- rata kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing sebesar 84,9 dan 74.
Pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa secara simultan
Berdasarkan hasil uji multivariate tes diperoleh nilai sig Wilks’ Lambda sebesar 0,000. Mengacu pada dasar pengambilan keputusan bahwa 0,000 < 0,05 , maka 𝐻 ! ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model PjBL terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa secara simultan.
Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran dapat menjadi penentu kerberhasilan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan hasil yang masksimal. Siswa pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan model PjBL melaksanakan pembelajaran dengan membuat tugas proyek sederhana berupa minibook bersama anggota kelompoknya. Penerapan model PjBL pada kelas eksperimen memberikan dampak yang baik terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa, karena siswa merencanakan pembuatan proyek, melaksanakan aktivitas belajar mandiri, mengeksplor kreativitas diri, dan mempresentasikan hasil kerja pyoyek, sehingga pengalaman belajar siswa lebih menarik dan bermakna.
Proses pembelajaran pada kelas ekperimen dari tahap awal sampai tahap akhir berlangsung dengan menyenangkan karena aktivitas belajar siswa tidak hanya sebatas mendengarkan dan latihan soal. Namun banyak aktivitas yang dapat merangsang keaktifan belajar siswa, seperti menggunting, menempel, mendesign, mengelompokkan, tanya jawab, dan presentasi. Model PjBL adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan untuk siswa. Langkah-langkah dalam model PjBL dapat menjadi pedoman guru dan siswa dalam menjalankan proses pembelajaran. Guru memiliki peran sebagai pembimbing dan fasilitator sedangkan siswa berperan lebih banyak dalam proses pembuatan proyek.
Berdasarkan pada penelitian Zulasmi (2021) menyatakan bahwa penerapan model PjBL dapat membantu meningkatkan keaktifan belajar siswa yang juga berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Semakin aktif siswa dalam proses pembelajaran maka semakin besar pula perolehan hasil belajar siswa. Sejalan dengan penelitian dari Dharmayani (2021) yang menerapkan model PjBL untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Siswa sebelumnya hanya diajarkan menggunakan metode ceramah yang menyebabkan kurangnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Simpulan dari hasil penelitian Dharmayani menyatakan bahwa menerapkan model PjBL yang kaya akan aktivitas dapat membantu meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa disetiap siklus.
Mengarah pada penelitian yang dilakukan oleh Pan (2021) model PjBL dapat memberikan pengaruh positif yang signifikan pada keterampilan pemecahan masalah dan menunjukkan bahwa siswa yang diberi perlakuan
menggunakan model PjBL dapat mencapai skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas konvensional. Hal ini terjadi karena, karena model PjBL melibatkan tugas yang mengharuskan siswa menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya untuk menghasilkan beberapa produk.
Kesimpulan dari pembehasan di atas adalah terdapat perbedaan rata-rata keaktfan belajar dan retensi siswa anatara kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan model PjBL dengan kelas kontrol yang diajarkan menggunakan model konvensional. Selain terdapat perbedaan rata-rata siswa, model PjBL juga berpengaruh terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa baik secara simultas maupun terpisah.
## KESIMPULAN
Mengacu pada hasil dan pembahasan penelitian yang telah disampaikan didapatkan bahwa adanya pengaruh model Project Based Learning (PjBL) terhadap keaktifan belajar dan retensi siswa. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran dengan model PjBL tidak hanya sebatas mendengarkan dan latihan soal. Namun banyak aktivitas yang dapat menstimulus keaktifan belajar dan retensi siswa, sehingga memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan. Berdasarkan perolehan hasil, siswa yang diberi perlakuan dengan model PjBL mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional. Dimana rata-rata nilai keaktifan pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan model PjBL memperoleh rata-rata sebesar 78,62 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata keaktifan pada kelas control yang mencapai 62,29. Sedangkan untuk perolehan nilai retensi pada kelas eksperimen dan kelas control masing-masing mencapai rata-rata sebesar 67,85 dan 56,38.
## DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. (2020). Pengaruh Penilaian Kelas Dan Model Pembelajaran Terpadu Terhadap Hasil Belajar IPS (pp. 36–38). Yayasan Pendidikan dan Sosial Indonesia Maju.
Akiba, M., & Liang, G. (2016). Effects Of Teacher Professional Learning Activities On Student Achievement Growth. The Journal of Educational Research , 109 (1), 99–110. https://doi.org/10.1080/00220671.2014.924470
Alfin, J. (2014). Karakteristik Siswa Pada Tingkat Sekolah Dasar . UIN Sunan Ampel Surabaya.
Anggraini, P. D., & Wulandari, S. S. (2020). Analisis Penggunaan Model Pembelajaran Project Based Learning Dalam Peningkatan Keaktifan Siswa. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP) , 9 (2),
292–299.
https://doi.org/10.26740/jpap.v9n2.p292-299 Azizah, M., Reffiane, F., & Karsono. (2021). Penerapan Model Project Based Learning Untuk
Meningkatkan Keaktifan Peserta didik Pada Pembelajaran Tema 8 Kelas IV SD Supriyadi Semarang. Majalah Ilmiah Pendidikan Dasar , 11 (1),
80–93.
Bass, J., Walters, C., Toohill, J., & Sidebotham, M. (2016).
Nurse Education In Practice Promoting Retention , Enabling Success : Discovering The Potential Of Student Support Circles. Nurse Education in Practice , 20 ,
109–116. https://doi.org/10.1016/j.nepr.2016.07.002
Choi, J., Lee, J., & Kim, B. (2019). How Does Learner- Centered Education Affect Teacher Self-Effi cacy? The Case Of Project Based Learning In Korea. Teaching and Teacher Education , 85 , 45–57. https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.05.005
Dharmayani, N. K. Y. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning ( PjBL ) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Dasar Membuat Jamu dan Boreh / Lulur Perawatan Badan . 5 (2), 216–221.
Febriyanti, I., Arjudin, & Jaelani, A. K. (2023). Pengaruh Penggunaan Strategi Pembelajaran Aktif Giving Question And Getting Answer Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Journal Of C;Assroom Action Research , 5 (1). https://doi.org/10.29303/jcar.v5i1.2764
Haddow, G. (2013). Academic Library seU And Student Retention : A Quantitative Analysis. Library and Information Science Research , 35 (2), 127–136. https://doi.org/10.1016/j.lisr.2012.12.002
Hermanto, I. M., & Samatowa, L. (2022). Identifikasi Profil Retensi Pengetahuan Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Guided Context- Problem Based Learning (GC-PBL). Normalita , 10 (2), 137–147.
Hidayah, A., Istiningsih, S., & Widodo, A. (2022). Pentingnya Pengembangan Bakat dan Kreativitas Anak Usia Sekolah Dasar . 2 (12), 1151–1159. https://doi.org/10.17977/um065v2i122022p1151- 1159
Jusmawati, Satriawati, R, I., Rahman, A., & Arsyad, N.
(2020). Model-Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar (pp. 18–22). Samudra Biru.
Laksono, A. D. (2018). Keefektifan Model Project Based Learning Terhadap Keaktifan Belajar Dan Hasil Belajar IPA Kelas V SDN Sumberejo 2 Bonang. Jurnal Sekolah , 2 (2), 69–75.
Marinda, L. (2020). Teori Perkembangab Kognitif Jean Piaget Dan Problematikanya Pada Ana Usia Sekolah Dasar. Jurnal Kajian Perempuan & Keislaman , 13 (1), 116–152. Ngalimun. (2014). Strategi Dan Model Pembelajaran . Aswaja Pressindo.
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016a). Inovasi Model Pembelajaran. In Nizamia Learning Center (pp. 18– 25). Nizamia Learning Center.
Nurdyansyah, & Fahyuni, E. F. (2016b). Inovasi Model Pembelajaran . Nizamia Learning Center. Pan, G., Shankararaman, V., Koh, K., & Gan, S. (2021). TStudents ’ Evaluation Of Teaching In The Project Based Learning Programme : An Instrument And a Development Process. The International Journal of Management Education , 19 (2), 100501. https://doi.org/10.1016/j.ijme.2021.100501
Payadnya, I. P. A. A., & Jayantika, I. G. A. N. T. (2018).
Panduan Penelitian Eksperimen Beserta Analisis Statistik Dengan SPSS (p. 131). Deepublish. Sagena, A., U, M. S., & Anas, M. (2021). Perbandingan Kreativitas Peserta Didik Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek Dan Model Konvensional Min Sepabatu Kabupaten Polewali Mandar. Ilmiah Madrasah Ibtidaiyah , 03 (1), 92–100. Saleh, A. A. (2018). Pengantar Psikologi (pp. 66–67).
Aksara Timut.
Samsu. (2017). Metode Penelitian: Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, Mixed Methods, serta Research & Development . Pusaka Jambi. Sanjani, M. A. (2020). Tugas Dan Peran Guru Dalam Proses Peningkatan Belajar Mengajar. Serunai Ilmu Penididikan , 6 (1), 25–42.
Saputri, R. M., Asrin, & Ilhamdi, M. L. (2022). Hubungan Kreativitas Mengajar Guru dengan Motivasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV Gugus V Mataram Tahun Ajaran 2020 / 2021. Ilmiah Profesi Pendidikan , 7 (April 2021).
Siregar, R. S., Kato, I., Subakti, I. N. S. H., Halim, N. M., Suhartati, S. T., Simarmata, J., Purba, M. H. B., & Salim, N. A. (2021). Dasar-dasar Pendidikan . Yayasan Kita Menulis.
Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (26th ed., p. 107). Alfabeta.
Susilowati, I., Iswari, R. S., & Sukaesih, S. (2013). Penagruh Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi Sistem Pencernaan Manusia. J.Biol.Educ , 2 (1), 50229.
Taupik, R. P., & Fitria, Y. (2021). Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Pencapaian Hasil Belajar IPA SIwa Sekolah Dasar.
Basicedu , 5 (3), 1525–1531. Utama, K. O. D., & Sukaswanto. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Hasil Belajar Dan Keaktifan Belajar Siswa . 2 (2), 79–92.
Vries, S. De, Jansen, E. P. W. A., Helms-lorenz, M., & Wim, J. C. M. (2015). Student Teachers Participation In Learning Activities And Effective Teaching Behaviours . 9768 (November).
https://doi.org/10.1080/02619768.2015.1061990 Wiltbank, L., Williams, K., Salter, R., Marciniak, L.,
Sederstrom, E., Conell, M. M., Offerdahl, E., Boyer, J., & Momsen, J. (2018). AStudent Perceptions And use Of Feedback During Active Learning : A New Model From Repeated Stimulated Recall Interviews. Assessment & Evaluation in Higher Education , 1–18.
https://doi.org/10.1080/02602938.2018.1516731 Yunani. (2018). Pentingnya Inovasi Guru Dalam Proses Kegiatan Belajar Dan Mengajar . 1–11. Zein, M. (2016). Peran Guru Dalam Pembelajaran. Jurnal Inspiratif Pendidikan , 5 (2), 274–285. Zulasmi, R., Irawati, H., & Subirah. (2021). Penerapan Model Project Based Learning (PjBL) Dalam Peningkatan Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa SD . 1 (1).
|
493709d6-f4e4-4c2b-9183-6e6d005e918d | https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jkft/article/download/7057/3843 | Jurnal JKFT Volume 7 Nomor 2 Tahun 2022
## Editorial Team Jurnal JKFT
Chief Editor :
Ns. Shieva Nur Azizah Ahmad, S.Kep., M.Kep
Editor: Atnesia Ajeng., SST, M.Kes Siti Mardhatillah M, SST, M.Keb Eneng Wiliana, MM
Section Editors : Ns. Alpan Habibi, S.Kep, MKM Ns. Nuraini, M.Kep
## Reviewer:
Ns. Karina Megasari Winahyu, S.Kep, MNS Dr. Ns. Rita Sekarsari, S.Kp, MHSM, Sp.KV Dr. Yudhia Fratidina, M.Kes Dra Jomima Batlajery, M.Kes Imas Yoyoh, S.Kp, M.Kep Rizka Ayu Setyani, SST, MPH Arantika Meidya Pratiwi, SST., M.Kes Wahidin, SKM, S.Sos, S.KM., MKM, M.Si Titin Martini, SST Dina Raidanti, S.SIT., M.Kes Ns. Siti Latipah, M.Kep., M.K.K.K Zuhrotunnida, SST., M.Kes
Jurnal JKFT Diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Tangerang Alamat Redaksi Jl. Perintis Kemerdekaan I/33 Cikokol Kota Tangerang Telp (021) 55722343 Jurnal JKFT Vol No Hal p-ISSN e-ISSN 7 2 77-81 2502-0552 2580-2917
## Pelaksanaan Breast Self Examination Pada Wanita Usia Subur Berbasis Paparan Informasi
Indah Yun Diniaty Rosidi 1* , Dahniar 2
1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan VIII, Makassar, Indonesia
## INFORMASI ARTIKEL: A B S T R A K
Riwayat Artikel: Tanggal di Publikasi : Desember 2022 Kata kunci: Kanker Payudara BSE Informasi WUS Breast Self Examination (BSE) merupakan salah satu deteksi dini yang dapat dilakukan oleh setiap peremuan dengan mudah dan dapat dilakukan secara mandiri. Breast Self Examination dapat menurunkan angka kematian kanker payudara dengan mendeteksi sedini mungkin kanker payudara sehingga penderita dapat melakukan pengobatan pada saat ukuran kanker masih kecil atau sebelum kanker bermetastasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan Informasi terhadap pelaksanaan Breast Self Examination pada Wanita Usia Subur. Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yang dilaksanakan di Wilayah Kerja BPM Hj. Rismawati, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sampel pada penelitian ini sebanyak 37 responden yaitu wanita usia subur dengan teknik pengambilan sampel yaitu teknik cluster sampling dengan menggunakan Uji Fisher Extact . Hasil penelitian didapatkan adanya pengaruh antara informasi BSE responden dengan pelaksaaan BSE kanker payudara ( ρ = 0,001 < 0,05). Nilai Odds Rasio (OR) yaitu 17,6 maka paparan informasi BSE merupakan faktor risiko pelaksanaan BSE. Sehingga dapat disimpulkan wanita usia subur yang tidak pernah mendapatkan informasi BSE akan 17,6 kali lebih berisiko tidak melakukan BSE dibandingkan dengan wanita usia subur yang mendapatkan informasi tentang BSE.
Breast Self Examination (BSE) is one of the early detections that can be done by every woman easily and can be done independently. Breast Self Examination can reduce breast cancer mortality by detecting breast cancer as early as possible so that sufferers can take treatment when the size of the cancer is still small or before the cancer metastasizes. This study aims to determine the effect of information exposure on the implementation of Breast Self Examination in Women of Reproductive Age. This study used descriptive analytics using a cross sectional design which was implemented in the Working Area of BPM Hj. Rismawati, Maros Regency, South Sulawesi. The sample in this study was 37 respondents, namely women of childbearing age. The sampling technique was a cluster sampling technique using the Fisher Extact Test. The results showed that there was an influence between respondents' BSE information and breast cancer BSE implementation (ρ = 0.001 <0.05). The Odds Ratio (OR) is 17.6, so BSE information exposure is a risk factor for BSE implementation. So it can be concluded that women of childbearing age who have never received BSE information will be 17.6 times more likely to not have BSE than women of childbearing age who have received information about BSE.
## PENDAHULUAN *
Tumor payudara adalah penyakit sel payudara yang tumbuh lambat dan memiliki konsistensi padat
* Korespondensi penulis.
Alamat E-mail: [email protected]
dan kenyal dengan batas sel payudara yang jelas. Kanker payudara adalah penyakit proliferasi sel, karena sel-sel baru tumbuh secara tidak normal di payudara, tumbuh dengan cepat dan tidak terkendali
dengan bentuk, karakteristik, dan gerakan yang berbeda dari sel aslinya, sehingga mengganggu bentuk dan fungsi organ aslinya. Para pakar onkolog mengatakan bahwa tumor yang ada pada payudara adalah karsinoma, terutama pada wanita berisiko tinggi. Angka kejadian kanker payudara yang relatif tinggi menimbulkan banyak masalah bagi wanita tidak hanya di negara maju tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia (Agustina & Ulfa, 2014).
Menurut data World Health Organization (2021), pada tahun 2020 terdapat 7,8 juta perempuan mengidap kanker payudara dalam lima tahun terakhir di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia pada tahun 2020, terjadi peningkatan kasus baru pada kanker payudara yaitu sebanyak 65.858 kasus dan penyebab kematian perempuan pada urutan kedua yaitu kanker payudara dengan jumlah 22.430 kematian dan inilah risiko tinggi yang dialami oleh perempuan di seluruh dunia (Sari, 2015; World Health Organization, 2021).
Breast Self Examination (BSE) merupakan salah satu deteksi dini yang dapat dilakukan oleh setiap peremuan dengan mudah dan dapat dilakukan secara mandiri. Breast Self Examination dapat menurunkan angka kematian kanker payudara dengan mendeteksi sedini mungkin kanker payudara sehingga penderita dapat melakukan pengobatan pada saat ukuran kanker masih kecil atau sebelum kanker bermetastasis. Kanker payudara yang ditemukan sedini mungkin dapat memberikan harapan hidup bagi penderita kanker payudara (Dyanti, 2015).
Kanker payudara sebenarnya bisa disembuhkan jika terdeteksi sejak dini. Diukur dengan tingkat kematian kasus, kanker payudara yang terdeteksi pada stadium awal hanya menyumbang 7,2%. The American Cancer Society (2019) menyatakan bahwa jika kanker payudara terdeteksi dini, harapan hidup pasien mencapai 95% atau lebih. Oleh karena itu, deteksi dini kanker payudara sangat penting. Ada tiga metode deteksi dini kanker payudara: Breast Self Examination (BSE), pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), dan mamografi. BSE adalah metode termurah, paling sederhana dan termudah yang dapat dilakukan seseorang. Namun, tingkat deteksi dini kanker payudara pada wanita usia subur masih relatif rendah. Hanya sekitar 25-30% wanita Indonesia yang
melaksanakan BSE (American Cancer Society, 2019; Mulazimah; Ikawati & Klobe, 2021).
Studi pendahuluan dilakukan dengan wawancara pada wanita usia subur tentang pelaksanaan BSE di wilayah kerja BPM Hj. Rismawati di Maros, Sulawesi Selatan dengan hasil yaitu 3 dari 10 responden mengatakan pernah melakukan BSE namun tidak rutin sedangkan 7 responden lainnya mengatakan tidak pernah melakukan BSE. Rendahnya pelaksanaan BSE dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya keterpaparan informasi seputar BSE. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh paparan Informasi terhadap pelaksanaan Breast Self Examination pada Wanita Usia Subur.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yang dilaksanakan di Wilayah Kerja BPM Hj. Rismawati, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sampel pada penelitian ini sebanyak 37 responden yaitu wanita usia subur dengan teknik pengambilan sampel yaitu teknik cluster sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah wanita usia subur (19-40 tahun) sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah penderita kanker payudara dan memiliki gangguan kejiwaan atau mental. Alat instrumen yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner dengan pertanyaan tertutup. Pada penelitian ini peneliti menggunakan analisis univariat pada hasil penelitian dan analisis bivariat dengan menggunakan Uji Fisher extact untuk mengetahui hubungan variabel dependen dan variabel independen.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis univariat pada penelitian ini meliputi karakteristik responden (Umur, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan, Riwayat Keluarga Kanker Payudara, Status Pernikahan), Informasi BSE, dan Pelaksanaan BSE pada tabel dibawah ini:
Vol. 7 No. 2 Tahun 2022 p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
Tabel 1 Karakteristik Responden Variabel F p Umur Remaja (12-25 tahun) Dewasa (26-45 tahun) 18 19 49 % 51 % Paritas Tidak memiliki anak Memiliki anak 22 15 59,5 % 40,5 % Pendidikan Tinggi Rendah 29 8 78 % 22 % Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja 25 12 68 % 32 % Riwayat Keluarga Kanker Payudara Ya Tidak 2 35 5 % 95 % Informasi BSE Ya Tidak 13 24 35 % 65 % Pelaksanaan BSE Ya Tidak 10 27 27 % 73 % Total 37 100 %
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia dewasa (26–45th) sebanyak 19 responden (51%) dan tidak mmiliki anak sebanyak 22 responden (59,5%). Sebagian besar responden memiliki pendidikan tinggi yaitu 29 responden (78%) dan sebanyak 25 responden (68%) tidak memiliki pekerjaan serta sebagian besar responden tidak memiliki riwayat keluarga kanker payudara yaitu senyak 35 responden (95%). Sebagian besar responden telah menikah yaitu sebanyak 20 responden (51%), dimana sebanyak 24 responden (65%) tidak pernah mendapatkan infornasi tentang BSE dan sebagian besar responden tidak melakukan BSE yaitu sebanyak 27 responden (73%).
Dari tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pada responden yang tidak pernah mendapatkan informasi tentang BSE lebih banyak yang tidak melakukan BSE yaitu 22 responden (91,7%) dibandingkan dengan responden yang pernah mendapatkan informasi BSE sebanyak 5 orang (38,5%) yang tidak melakukan BSE, dengan hasil analisis uji fisher extact didapatkan hasil adanya pengaruh antara informasi BSE responden dengan pelaksaaan BSE kanker payudara ( ρ = 0,001 < 0,05). Nilai Odds Rasio (OR) yaitu 17,6 maka paparan informasi BSE merupakan faktor risiko pelaksanaan BSE. Sehingga dapat disimpulkan wanita usia subur yang tidak pernah mendapatkan informasi BSE akan 17,6 kali lebih berisiko tidak melakukan BSE dibandingkan dengan wanita usia subur yang mendapatkan informasi tentang BSE.
Sumber informasi adalah media yang berperan penting dalam menentukan sikap dan keputusan tentang perilaku. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan bagi mereka yang selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber tersedia secara bebas dari rekan, buku, film, video, dan mudah diakses dari situs web. Adanya informasi tentang BSE serta kanker payudara dapat dijadikan motivasi bagi para wanita teruatama wanita usia subur untuk meningkatkan pengetahuan tentang payudara (Devita, 2017; Nurhadiyah et al., 2020).
Hal inilah yang menjadi dasar untuk meningkatkan penyebaran informasi tentang BSE, sebab semakin luas tersebarnya informasi tentang BSE maka akan mempengaruhi perilaku wanita usia subur untuk melakukan BSE dan pentingnya BSE dalam mencegah kanker payudara (Hadiyah et al., 2020; Pradnyandari et al., 2022).
Pada zaman sekarang kita dapat mengakses berbagai sumber informasi dengan menggunakan internet. Pada penelitian Ajeng dan Ega (2017) menyatakan bahwa fasilitas layanan internet yang memadai dan jika dimanfaatkan secara maksimal oleh para remaja putri dapat mempengaruhi tingkat pengetahuannya, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayani (2022) menyatakan bahwa remaja putri yang tidak terpapar informasi tentang kanker payudara tidak melakukan BSE jika dibandingkan dengan remaja putri yang terpapar informasi.
Tabel 2
Paparan Informasi Terhadap Pelaksanaan BSE
Informasi BSE Pelaksanaan BSE Total
ρ
OR
Ya Tidak n % n % N %
Ya 8 61,5 5 38,5 13 100 0,001 17,6 Tidak 2 8,3 22 91,7 24 100 Total 10 27 27 73 37 100
Vol. 7 No. 2 Tahun 2022 p-ISSN 2502-0552; e-ISSN 2580-2917
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa pelaksanaan BSE yang dilakukan oleh wanita usia subur dapat dikategorikan rendah karena masih banyaknya responden yang belum pernah mendengar tentang BSE dan bagaimana penatalaksaan serta kapan harus dilakukan BSE. Selain itu faktor umur dan riwayat keluarga yang menderita kanker payudara dapat menjadi salah satu faktor rendahnya wanita usia subur untuk mencari informasi tentang kanker payudara dan BSE.
Pada penelitian ini responden sebagian besar berumur 26-45 tahun, pada responden yang berusia 30 tahun ke atas rata-rata tidak terlalu dapat menggunakan internet dibandingkan dengan responden yang masih remaja. Hal ini yang menyebabkan banyak responden yang tidak terpapar informasi tentang kanker payudara. Selain itu riwayat keluarga dapat menjadi salah satu faktor penyebab kurangnya pelaksanaan BSE, hal ini dikarenakan responden berpendapat jika dikeluarga tidak ada yang menderita kanker payudara maka tidak perlu melakukan BSE sebab kanker payudara adalah penyakit turunan.
Kecenderungan seseorang dalam melakukan tindakan pencegahan penyakit sangat ditentukan oleh pengetahuan. Orang yang lebih mengetahui tentang BSE dapat lebih mau dan termotivasi untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri, sehingga ada tujuan dan alasan yang jelas dari tindakan yang dilakukan. Menggunakan pengetahuan yang ada untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri menciptakan kesadaran pemeriksaan payudara sendiri yang lebih konsisten dan menyeluruh dan membuat deteksi kanker payudara lebih sadar.
## KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden yaitu wanita usia subur adalah umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga kanker payudara dan status pernikahan. Variabel pada penelitian ini yaitu paparan informasi dan pelaksanaan Breast Self Examination (BSE) dengan hasil adanya pengaruh antara paparan informasi BSE dengan pelaksanaan BSE.
Pada penelitian ini juga ditemukan hasil yaitu paparan informasi dapat menjadi faktor risiko pelaksanaan BSE dengan nilai OR sebesar 17,6.
Wanita usia subur yang tidak terpapar informasi tentang BSE dan kanker payudara berisiko 17,6 kali tidak melakukan BSE dibandingkan wanita usia subur yang terpapar informasi.
Semakin banyak sumber informasi yang diterima seseorang, maka semakin luas pengetahuan seseorang dan oleh karena itu semakin sadar mereka melakukan tindakan yang diyakini memiliki tujuan dan alasan yang kuat untuk memuaskan keinginan mereka. Dengan demikian, banyaknya sumber informasi tentang BSE yang diperoleh wanita usia subur berpengaruh terhadap perilaku BSE.
## DAFTAR PUSTAKA
Agustina, I., & Ulfa, M. 2014. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Kanker Payudara terhadap Pengetahuan dan Sikap tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery) , 1 (3), 225– 229.
https://doi.org/10.26699/jnk.v1i3.art.p225-229
American Cancer Society. 2019. Breast Cancer Facts
& Figures 2019-2020. In Atlanta (1st ed.). American Cancer Society.
Ajeng, A., & Gauri, E. A. 2017. Hubungan Pengetahuan Dan Informasi Dengan Perilaku Sadari Di Mts Mathla’Ul Anwar Kota Tangerang Tahun 2015. Jurnal Komunikasi Kesehatan (Edisi 14) , 8 (01), 17–28. https://e- journal.akbid- purworejo.ac.id/index.php/jkk14/article/view/1
28
Devita, R. 2017. Gambaran Pengetahuan dan Sumber Informasi tentang Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) pada Siswi Sekolah Menengah Kesehatan (SMK) ‘Aisyiyah Palembang Tahun 2016. Jurnal Kedokteran
Dan Kesehatan , 13 (2), 122. https://doi.org/10.24853/jkk.13.2.122-126
Dyanti, G. A. R. 2015. Determinan Keterlambatan
Penderita Kanker Payudara yang Bertempat Tinggal di Wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dalam Melakukan Pemeriksaan Awal ke Pelayanan Kesehatan . Universitas Udayana.
Hadiyah, N., Dewi, R. K., & Sutrisni, S. 2020. Hubungan Sumber Informasi Terhadap Pengetahuan Sadari Pada Remaja Putri. Jurnal Kesehatan Mahasiswa UNIK , 2 (1), 53. https://doi.org/10.30737/jumakes.v2i1.1236
Hidayani, Jannah, M., & Patras, K. 2022. Hubungan Sumber Informasi, Dukungan Teman Sebaya dan Sikap Remaja Putri Terhadap Perilaku SADARI. SIMFISIS Jurnal Kebidanan
Indonesia , 1 (3), 114–121.
https://doi.org/10.53801/sjki.v1i3.39
Mulazimah; Ikawati, Y., & Klobe, M. 2021. The Correlation of Mother’s Knowledge about Breast Cancer and Sadari Attitude on Risk Age Moms. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery) , 8 (2), 184–189. https://doi.org/10.26699/jnk.v8i2.ART.p184
Nurhadiyah, Dewi, R. K., & Sutrisni. 2020.
Hubungan Sumber Informasi Terhadap Pengetahuan Sadari Pada Remaja Putri Kelas X Di Smk Pgri 03 Kota Kediri Tahun 2020. Jurnal
Kesehatan Mahasiswa UNIK , 2 (1), 66–76.
Pradnyandari, I. A. E., Sanjiwani, I. A., & Astuti, I. W. 2022. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Sadari Pada Wanita Usia Subur (Wus) Di Wilayah Kelurahan Sempidi Mengwi Badung. Coping: Community of Publishing in Nursing , 10 (1), 80. https://doi.org/10.24843/coping.2022.v10.i01.p 11
Sari, R. M. 2015. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Upaya Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Sadari di Kelurahan Nglames kabupaten Madiun. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery) , 2 (3), 276–281. https://doi.org/10.26699/jnk.v2i3.art.p276-281
World Health Organization. 2021. Breast Cancer . WHO.
https://www.who.int/cancer/prevention/diagno sis-screening/breast-cancer/en/
|
0a7cde32-3874-4fc1-9ec6-73c0d08552ab | http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/article/download/38549/17417 |
## Abstrak
Biji alpukat mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid atau steroid dan fenolik. Senyawa kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa flavonoid dan tanin. Jenis flavonoid dalam biji alpukat yaitu kuersetin. Kuersetin memiliki karakteristik fisika kimia yang sukar larut dalam air. Kelarutan obat yang tidak baik memiliki bioavailabilitas yang rendah sehingga ekstrak biji alpukat ini dibuat dalam bentuk nanopartikel karena sediaan nanopartikel bersifat biodegradable yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dengan meningkatkan bioavailabilitas. Metode pembuatan nanopartikel dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode solvent evaporation dengan cara bahan obat dicampurkan dengan suatu polimer dan menggunakan pelarut etil asetat. Nanopartikel dibuat dalam empat formula, dengan memvariasikan konsentrasi dari PLGA. Nanopartikel yang terbentuk kemudian dikarakteriasasi meliputi pengujian ukuran partikel, nilai zeta potensial, indeks polidispersitas, efisiensi penjerapan, bentuk morfologi partikel menggunakan SEM. Hasil nanopartikel yang terbaik didapat pada formula F4 yang memiliki karakteristik mutu fisik terbaik dengan ukuran partikel 137,1 nm; Indeks Polidispersitas 0,336; Zeta potensial -19 mV; efisiensi penjerapan 85,63% dan morfologi pada perbesaran 30.000x berbentuk bulat atau sferis .
Kata kunci: Biji Alpukat; Nanopartikel; PLGA; Spray Dry
## Pendahuluan
Alpukat ( Persea americana Mill) merupakan tanaman herbal yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan sehingga masyarakat sering menggunakannya sebagai obat herbal. Namun, masyarakat cenderung tidak menggunakan biji alpukat untuk pengobatan dan lebih sering menjadikannya sebagai sampah. Biji alpukat mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, terpenoid atau steroid dan fenolik 1,2 .
Majalah Farmasetika, 7 (4) 2022, 305-313 https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v7i4.38549 Artikel Penelitian
Formulasi dan Evaluasi Nanopartikel Ekstrak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Dengan Polimer Plga
e-ISSN : 2686-2506
Rini Ambarwati * , Erni Rustiani
Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat, Indonesia *E-mail: [email protected] (Submit 01/03/2022, Revisi 30/03/2022, Diterima 11/04/2022, Terbit 29/05/2022)
Biji alpukat kering memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji alpukat yang masih segar. 3 Jenis flavonoid dalam biji alpukat yaitu kuersetin. Kuersetin memiliki karakteristik fisika kimia yang sukar larut dalam air. Selain itu, biji alpukat mengandung 15-25% minyak. 4 Minyak yang terkandung dalam biji alpukat memiliki sifat yang sukar larut dalam air. Kelarutan obat yang tidak baik memiliki bioavailabilitas yang rendah sehingga ekstrak biji alpukat ini dibuat dalam bentuk nanopartikel karena sediaan nanopartikel bersifat biodegradable yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air dengan meningkatkan bioavailabilitas kelarutan. 5
Pemilihan bentuk nanopartikel ekstrak biji alpukat diharapkan mampu meningkatkan kelarutan biji alpukat yang sukar larut dalam air. Selain itu, diharapkan juga mampu menjaga stabilitas antioksidan sehingga ekstrak tidak kehilangan aktivitasnya, memodifikasi sistem penghantaran obat, memperbaiki bioavailabilitas yang buruk, meningkatkan stabilitas zat aktif, memperbaiki penyerapan suatu senyawa makromolekul, dan mengurangi efek iritasi zat aktif pada pencernaan 6 .
Penelitian mengenai nanopartikel ekstrak biji alpukat telah dilakukan sebelumnya menggunakan polimer kitosan dengan metode spray drying . Hasil nanopartikel yang terbaik memiliki ukuran partikel 246,56 nm dan PDI 0,485. Pada penelitian sebelumnya hasil ukuran partikel dan PDI cenderung tidak stabil sehingga dilakukan reformulasi salah satunya mengganti jenis polimer menggunakan PLGA ( Poly-Lactic-co-Glicolyc Acid ) dan PVA ( Poly Vinyl Alcohol ) sebagai stabilizing agent dengan lama pengadukan selama 30 menit dengan kecepatan 5000 rpm 7 . Penelitian nanopartikel menggunakan polimer PLGA dan PVA telah dilakukan sebelumnya dengan hasil formula terbaik nanopartikel Andrografolida menggunakan PVA 5% dengan karakteristik nanopartikel yang memiliki ukuran partikel 256,2 nm; nilai PDI 0,321; nilai zeta potensial -26,16 mV 8 .
Polimer PLGA memiliki beberapa keunggulan seperti biodegradabilitas yang sempurna, biokompatibilitas, disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) dan European Medicine Agency (EMA) sebagai sistem penghantaran obat 9 . Kombinasi polimer PLGA dan stabilizing agent PVA diharapkan dapat mengontrol ukuran partikel, karena dengan penambahan konsentrasi PVA maka ukuran partikel dapat mengecil 10 . Metode pembuatan nanopartikel dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode solvent evaporation dengan cara bahan obat dicampurkan dengan suatu polimer dan menggunakan suatu pelarut yang sesuai baik pelarut organik maupun pelarut polar. Metode pengeringan spray drying ini dipilih karena metode ini memiliki waktu produksi yang singkat, dan menghasilkan bentuk partikel yang seragam.
## Metode
## Alat
Alat-Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat gelas laboratorium ( Pyrex ®, Paris, Prancis), Magnetic Stirrer ( Thermo Scientific , Waltham, U.S), Spray dryer ( Buchi B-190®, Switzerland) Particle Size Analyzer ( Malvern ®, Worcestershire, United Kingdom) , Scanning Electron Microscope (EVO MA 10®, Canada), Neraca Timbangan Analitik ( Ohaus ®, Polandia, Eropa ) , Grinder , Mesh, Vaccum Dryer (OSK 6513®, Ogawa, Seiki) Oven, Spektrofotometri UV-Vis (Jasco V-730®, Japan), Tannur (Ney®), Ultrasonicator (Sonica, Ultrasonic Cleaner), homogenizer (IKA®, RW 20 digital)
## Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Biji Alpukat yang diperoleh dari penjual jus di desa Megamendung, Kabupaten Bogor, Etil Asetat (Brataco, Jakarta, Indonesia ) , Aqua Destilata (Brataco, Jakarta, Indonesia), Etanol 96% (Brataco, Jakarta, Indonesia), PLGA (Shenzhen, Guangdong, China), PVA (Pharmapreneur, Jakarta, Indonesia), Kuersetin (Sigma-Aldrich, St Louis, Amerika Serikat ) , AlCl 3 (Brataco, Jakarta, Indonesia), Natrium Asetat (Brataco, Jakarta, Indonesia).
## Prosedur Rinci
1. Formula yang dilakukan mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dimodifikasi 7,8 . Konsentrasi PLGA yang digunakan adalah 0,25% (F2), 0,5% (F3), 0,75% (F4) dan F1 tanpa PLGA. Setiap formula akan dibuat sebanyak 1000 gram
(1 batch ).
## 2. Pembuatan Larutan PLGA
Ditimbang 1 gram PLGA kemudian dilarutkan dalam 10 mL etil asetat lalu dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit
3. Pembuatan Larutan PVA
5 gram PVA dilarutkan ke dalam 100 mL aquadest kemudian dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 1000 rpm sampai PVA larut dengan sempurna 8 .
4. Pembuatan Nanopartikel
Pembuatan Nanopartikel PLGA-PVA mengacu pada penelitian sebelumnya di mana pembuatan nanopartikel PLGA-Ekstrak Biji Alpukat dilakukan menggunakan metode solvent evaporation yang terdiri dari 2 fase yaitu fase air (larutan PVA) dan fase organik (larutan PLGA) 8 . Formula Nanopartikel dapat dilihat pada Tabel 1.
## Tabel 1. Formulasi Nanopartikel
Larutan PVA 5% (Fase air) sebagai stabilizing agent sebagai masa 1 ditimbang 37,5 gram. Larutan PLGA (Fase organik) sebagai massa 2 ditimbang masing-masing 2,5 gram, 5 gram dan 7,5 gram kemudian ditambahkan dengan 7,5 gram ekstrak Biji Alpukat yang telah dilarutkan dengan 100 gram etanol 96%. Cara pencampuran dilakukan dengan meneteskan massa 2 pada massa 1 (Emulsi O/W) secara perlahan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer menggunakan kecepatan 1000 rpm selama 2 jam. Campuran tersebut dihomogenkan menggunakan ultrasonicator selama 10 menit kemudian dilakukan pengadukan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit 8 .
Campuran yang sudah terbentuk diencerkan dengan aquadest sampai 1000 mL. Larutan diuapkan dengan menggunakan magnetic stirrer kecepatan 1000 rpm sampai sisa pelarut organik hilang, dengan cara mencium bau dari campuran tersebut. Larutan PLGA-ekstrak biji alpukat yang sudah hilang sisa pelarut organiknya dimasukan ke dalam alat spray drying dengan standar nozzle 0,5 mm kondisi semprot di dalam diatur dengan pengaturan tekanan 6 mL/menit, suhu inlet 145 0 C, suhu outlet 75-80 0 C dan laju aliran udara atomisasi adalah 6m 3 /menit 7 .
## Hasil
## Organoleptik
Hasil yang didapat dari pengujian ini yaitu serbuk kasar, tidak memiliki bau khas dan berwarna kuning kecoklatan. Hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Serbuk Nanopartikel hasil Spray dry, F1 = Formulas 1, F2=Formula 2, F3=Formula 3 dan F4=Formula 4
Bahan Formula (%b/b) 1 2 3 4 Ekstrak Biji Alpukat 0,75 0,75 0,75 0,75 Etanol 96% 10 10 10 10 PLGA - 0,25 0,5 0,75 PVA 5% 3,75 3,75 3,75 3,75 Aquadest Ad 100 100 100 100
## Ukuran Partikel dan Polidispersitas Indeks
Penentuan ukuran partikel Nanopartikel PLGA-PVA Ekstrak Biji Alpukat dilakukan dengan menggunakan alat PSA ( Particle Size Analyzer ). Pengujian ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan. Hasil nilai ukuran partikel dan Indeks Polidispersitas dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Hasil Ukuran Partikel dan PDI
## Zeta Potensial
Hasil pengukuran zeta potensial dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil dari keempat formula tergolong rendah yaitu dibawah ± 30 mV.
## Tabel 3. Hasil Zeta Potensial
## Efiseiensi Penjerapan
Pengujian ini dilakukan menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 438 nm.
Tabel 4. Hasil Efisiensi Penjerapan
## Scanning Electron Microscope (SEM)
Sampel formula yang digunakan dalam pengujian morfologi yaitu formula 4 dengan kosentrasi PLGA 7,5% + PVA 5% karena formula 4 memiliki ukuran partikel dan nilai Indeks Polidispersitas paling rendah yaitu 137,1 nm ± 1,631 dan nilai PDI 0,336 ± 0,01
dan nilai zeta potensial paling tinggi yaitu -19,0 mV.
309
Formula Rata-rata Ukuran Partikel (nm) ± SD Rata-rata Indeks Polidispersitas ± SD 1 141,5 ± 19,043 0,426 ± 0,09 2 184,3 ± 16,439 0,338 ± 0,037 3 159,4 ± 4,035 0,358 ± 0,02 4 137,1 ± 1,631 0,336 ± 0,01 Formula Rata-Rata Zeta Potensial (mV) ± SD 1 -18,1 ± 1,32 2 -15,5 ± 1,10 3 -16,5 ± 1,15 4 -19,0 ± 3,06 Formula Rata-rata %Efisiensi Penjerapan ± SD 1 80,69 ± 0,365 2 82,12 ± 0,66 3 82,48 ± 0,01 4 85,63 ± 0,65
Pada hasil SEM perbesaran 30.000x menunjukan morfologi berbentuk bulat atau sferis. Hasil pengamatan menggunakan alat SEM dapat dilihat pada lampiran Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Nanopartikel berdasarkan pengamatan menggunakan alat SEM
## Pembahasan
## Organoleptik
Hasil proses Spray Drying diuji organoleptik diantaranya bentuk, bau dan warna. Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan indera manusia sebagai alat untuk mengukur kualitas suatu bahan atau produk. Hasil yang didapat dari pengujian ini yaitu serbuk kasar, tidak memiliki bau khas dan berwarna kuning kecoklatan.
## Ukuran Partikel
Keempat formula yang didapat memiliki ukuran partikel berkisar antara 1-1000 nm sesuai dengan persyaratan 11 . Pada penelitian sebelumnya, menghasilkan ukuran partikel yang paling kecil pada konsentrasi PLGA yang paling kecil 12 . Namun, dalam penelitian ini semakin besar jumlah PLGA semakin memberikan nilai ukuran partikel yang paling kecil. Hal ini terjadi karena pada penelitian sebelumnya 12 menggunakan pelarut aseton sedangkan pada penelitian ini menggunakan pelarut etil asetat. Pemilihan pelarut etil asetat karena etil asetat bersifat semipolar sehingga dapat menarik senyawa polar maupun nonpolar dan etil asetat tidak toksik dan tidak menyebabkan iritan. Selain itu pemilihan etil asetat juga karena PLGA dapat larut dalam pelarut organik seperti diklorometana, kloroform, etil asetat dan format etil 13 . Ukuran Partikel yang dihasilkan ini karena adanya peran PVA yang dapat menurunkan ukuran partikel 10 .
## Polidispersitas Indeks
Nilai Indeks Polidispersitas (PDI) memberikan gambaran luas atau sempitnya distribusi ukuran partikel. Semakin kecil nilai PDI maka semakin stabil juga formula sediaan yang dibuat, karena semakin besar nilai PDI menunjukan partikel yang terbentuk tidak seragam sehingga suatu formula yang memiliki nilai PDI lebih besar akan terflokulasi dengan cepat 14 . Nilai PDI keempat formula ini masuk ke dalam rentang nilai tengah dari nilai Indeks Polidispersitas yaitu 0,08-0,7 karena jika nilai PDI >0,7 akan menunjukan distribusi yang sangat luas dari ukuran partikel dan terjadinya sedimentasi sangat memungkinkan 15 . Kestabilan formula yang didapatkan tidak terlepas dari peran PVA sebagai stabilizer karena PVA dan PLGA akan bergabung sehingga terbentuk ikatan silang antara fase air dan fase organik dengan membentuk lapisan yang seragam 10 .
## Zeta Potensial
Pengujian zeta potensial nanopartikel PLGA-PVA dilakukan dengan menggunakan alat PSA ( Particle Size Analyzer ) pada suhu 25 ˚ C. Zeta potensial merupakan parameter muatan listrik antara partikel koloid. Semakin besar nilai zeta potensial maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi (penggabungan koloid dari kecil menjadi besar). Syarat zeta potensial yaitu ± 30mV.
Hasil dari keempat formula tergolong rendah yaitu dibawah ± 30 mV. Nilai zeta potensial sekitar ± 20 mV hanya memberikan stabilitas jangka pendek. Namun, dalam hal ini jika nilai zeta potensial hanya ± 20 mV atau lebih rendah dapat memberikan stabilitas yang cukup. Jika nilai zeta potensial rendah akan distabilkan oleh lapisan PVA 16 . Penggunaan PVA dapat menstabilkan nanopartikel yang terbentuk karena PVA akan membentuk jaringan yang stabil hal ini karena adanya polimer ampifilik pada PVA sehingga akan membentuk jaringan yang stabil pada permukaan polimer 17 . Jaringan inilah yang akan melindungi muatan permukaan dan bergeser dari permukaan partikel sehingga menjadikan zeta potensial bermuatan negatif. Seperti yang telah diprediksi dalam penelitian ini zeta potensial akan bermuatan negatif karena adanya gugus karboksil (COO - ) dari polimer PLGA 18 . Muatan listrik yang tinggi pada permukaan nanopartikel akan mencegah terjadinya agregasi dari nanopartikel tersebut karena kuatnya gaya tolak menolak antar partikel 19 .
## Efiseiensi Penjerapan
Pengujian efisiensi penjerapan bertujuan untuk mengetahui jumlah senyawa flavonoid dalam biji alpukat yang terjerap dalam nanopartikel polimer serta melihat kemampuan PLGA dalam melindungi zat aktif dalam nanopartikel. Semakin tinggi efisiensi penjerapan maka semakin banyak zat aktif yang terjerap dalam sediaan nanopartikel polimer. Pengujian ini dilakukan menggunakan alat Spektrofotometri UV-Vis dengan panjang gelombang 438 nm. Hasil persen efisiensi penjerapan dikatakan baik apabila hasilnya >80% 20 .
Persen efisiensi penjerapan yang paling tinggi yaitu pada formula 4 dengan nilai Rata- Rata ± SD sebesar 85,63 ± 0,65; formula 1 sebesar 80,69 ± 0,365 formula 2 sebesar 82,12 ± 0,66 dan formula 3 sebesar 82,48 ± 0,01. Dari keempat formula semuanya memenuhi persyaratan yaitu lebih dari 80%. 20
## Scanning Electron Microscope (SEM)
Pengujian morfologi dilakukan menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM). Karakterisasi menggunakan instrumen SEM memiliki tujuan yaitu untuk melihat morfologi permukaan nanopartikel 21 . Pada hasil SEM perbesaran 30.000x menunjukan morfologi berbentuk bulat atau sferis.
## Kesimpulan
Nanopartikel ekstrak biji alpukat formula 4 dengan konsentrasi PLGA 0,25% dan PVA 5% memiliki karakteristik mutu fisik terbaik dengan ukuran partikel 137,1 nm; Indeks Polidispersitas 0,336; Zeta potensial -19 mV; efisiensi penjerapan 85,63% dan morfologi pada perbesaran 30.000x berbentuk bulat atau sferis.
## Daftar Pustaka
1. Kopon AM, Bausele AB, Boelen EG. Skrining Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Biji Alpukat (Persea americana Mill) Asal Pulau Timor. Akta Kimia Indonesia. 2020;5(1): 43-52
2. Mustopa HL. Uji Potensi Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill) dan Pengembangan Formulasi Krim Antioksidannya. (Skripsi). Bandung: Politeknik Kesehatan Bandung; 2015
3. Malangi LP, Meiske SS, Jessy JEP. Penentuan Kandungan Tanin Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill). Jurnal Mipa Unsrat. 2012;1(1): 5-10
4. Prasetyowati, Pratiwi R, Fera T.O. Pengambilan Minyak Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknik Kimia. 2010; 2(17):16-24
5. Anderson JM, Shive MS. Biodegradation and biocompatibility of PLA dan PLGA microspheres. Advanced Drug Delivery Reviews. 2012; 64 : 72-82
6. Mohanraj VJ, Chen Y. Nanopartikel-A Review. Journal Of Pharmaceutical Research. 2006; 5(1):561-573
7. Rohana A. Formulasi Nanopartikel Ekstrak Biji Alpukat Menggunakan Polimer Kitosan Dengan Metode Spray Drying. (Skripsi). Bogor : Universitas Pakuan; 2020
8. Cita M. Preparasi Dan Karakterisasi Nanopartikel Isolat Andrografolida Dengan Variasi Perbandingan PVA (Poly Vinyl Alcohol). (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia; 2107.
9. Husni P. Potensi Polimer Poly-Lactic-co-Glycolic Acid untuk Terapi Kanker dan Perkembangan Uji Kliniknya. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2018;7(1):59-68
10. Nafee N, Taetz S, Schneider M, Schaefer UF, Lehr C-M. Chitosan-coated PLGA nanoparticles for DNA/RNA delivery: effect of the formulation parameters on complexation and transfection of antisense oligonucleotides. Nanomedicine Nanotechnol Biol Med. 2007; 3(3):173 –83.
11. Kurniasari D, Atun S. Pembuatan dan Karakterisasi Nanopartikel Ekstrak Etanol Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) Pada Berbagai Variasi Kombinasi Kitosan. Jurnal Sains Dasar. 2017;6(1): 31-35
12. Ansari MJ, Saad MA. Nano-encapsulation And Characterization Of Baricitinib Using Poly-Lactic-Glycolic Acid Co-polymer. Saudi Pharmaceutical Journal. 2019. 27(4): 491-501
13. Arpagaus C. PLA/PLGA Nanoparticles Prepared by Nano Spray Drying. Journal of Pharmaceutical Investigastion. 2019;49: 405-426
14. Honary S, Zahir, F. Effect of Zeta Potential on the Properties of Nano-drug Delivery Systems- A Review (Part 1). Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 2013;12 (2): 255-264
15. Prihantini M, Zulfa E, Prastiwi LD, Yulianti ID. Pengaruh Waktu Ultrasonikasi Terhadap Karakteristik Fisika Nanopartikel Kitosan Ekstrak Etanol Daun Suji (Pleomele angustifolia) dan Uji Stabilitas Fisika Menggunakan Metode Cycling Test. 2019;16(2):125-133
16. Mujiyanti DR, Surianthy MD, Junaidi AB. Kajian Karakterisasi Nanosilika dari Tetraethylorthosilicate dengan Penambahan Polivinil Alkohol (PVA) Menggunakan Scanning Electron Microscopy dan Particle Size Analyzer. Jurnal Fisika Flux. 2019;16(2):103-111
17. Sawant KK, Dodiya SS. Recent advances and patents on solid lipid nanoparticles. Recent Pat Drug Deliv Formul. 2008;2(2):120 –35.
18. Fonsesca-Gomes J, Loureiro JA, Tanqueiro SR, Mouro FM, Ruivo P, Carvalho T, et al. In vivo Bio-Distribution and Toxicity Evaluation of Polymeric and Lipid-Based Nanoparticles : A Potential Approach for Chronic Diseases Treatment.
Int Jnanomedicine . 2020; 15: 8609 –8621.
19. Yunida, Kamaluddin MT, Theodorus, Mangunsong, S. Formulasi dan Karakterisasi Nanopartikel Kafein Hasil Isolasi dari Biji Kopi Robusta (Coffea canephora var. Robusta ). Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia. 2021;7(1):47-59
20. Almiahsari, A., Danimayotsu, AA., Permatasari, D. Pengaruh Rasio Kitosan dan Atenolol Terhadap Diameter Ukuran, Efesiensi Penjerapan dan Profil Pelepasan Pada Formula Mikrosfer Atenolol Dengan Metode Emulsifikasi. Phamaceutical Journal Of Indonesia. 2019;4(1):1-9
21. Mohan AC, Renjanadevi B. Preparation of Zinc Oxide Nanoparticles and its Characterization Using Scanning Electron Microscopy (SEM) and X-Ray Diffraction (XRD). Procedia Technology 24. 2016: 761-766
© 2020 di penulis. Majalah Farmasetika (ISSN : 2686-2506) berlisensi dibawah Creative Commons Attribution 4.0 International ( CC BY 4.0). Majalah Farmasetika menerima karya ilmiah di bidang farmasetika di alamat http://jurnal.unpad.ac.id/farmasetika/ .
|
51630217-8a03-4253-9625-d753d4570001 | http://sttaletheia.ac.id/e-journal/index.php/solagratia/article/download/32/28 |
## ANALISA NARASI TENTANG RELASI DAUD DENGAN
ABSALOM DALAM 2 SAMUEL 13-19
## Gumulya Djuharto
## ABSTRAKSI
Penelitian terhadap relasi Daud dengan Absalom menjadi pelajaran berharga terkait relasi orang tua dengan anak, khususnya relasi seorang ayah dengan anak laki-lakinya. Setelah membaca teks seputar Daud dan Absalom, penulis diyakinkan bahwa masalah relasi yang tidak terjalin konstruktif di antara keduanya diakibatkan oleh hilangnya komunikasi langsung dua arah di antara mereka berdua. Hilangnya jenis komunikasi seperti itu coba dilengkapi oleh narator melalui berbagai cara. Pertama, menampilkan peran Absalom terhadap Tamar pasca pemerkosaan yang dilakukan Amnon, yang sebenarnya lebih tepat bila peran tersebut dilakukan oleh Daud sebagai ayah kandung Tamar : memahami permasalahan yang terjadi dan perasaan Tamar; menolong Tamar melewati masa sulit dan membelanya; memberikan ketenangan emosional kepada Tamar. Kedua, menampilkan ketidakpekaan Daud terhadap permintaan- permintaan Absalom yang berujung pada pembunuhan terhadap Amnon. Penulis melihat jika Daud memenuhi permintaan untuk hadir dalam acara pengguntingan bulu domba, pertumpahan darah tidak akan terjadi. Ketiga, melalui nasihat tidak langsung dari perempuan Tekoa melalui rekayasa kasus yang sebenarnya mengandung tindakan-tindakan penting yang seharusnya dilakukan Daud, antara lain: menjadi penengah di tengah konflik yang terjadi; mencegah agar konflik tidak makin meluas; menyelesaikan masalah dengan bijak; menyampaikan kata-kata yang menenangkan hati; dan memberikan teladan hidup. Penulis melihat semuanya ini adalah pemaparan tentang sisi melankolis Daud yang justru melemahkan kepemimpinan Daud, khususnya kepemimpinan dalam keluarga. Ironisnya, melalui pemaparan relasi dengan anak buah dan rekan-rekannya, Daud justru menampilkan sisi melankolis, yang bukan melemahkan, melainkan justru memperkuat sisi kolerik kepemimpinan Daud. Akhirnya, penulis melihat bahwa semua tragedi di tengah keluarga Daud
seharusnya dapat diselesaikan dan tidak makin melebar apabila Daud meneladani mentalitas Ahimaas yang bertindak bukan untuk memuaskan pribadi tertentu, atau bukan untuk mendapatkan keuntungan, atau bahkan bukan untuk mendapatkan posisi penting atau penghargaan orang lain melainkan kerinduan yang besar untuk menyatakan kebenaran yang bila semuanya ini dilakukan dengan bijaksana, dia akan menjadi pemimpin yang tidak pernah menggadaikan kebenaran yang diyakininya. Bahkan, dia berpotensi menjadi pemimpin yang menjadi agen perubahan bagi orang-orang dan lingkungan sekitarnya.
Kata kunci : Relasi orang tua dengan anak, Sisi melankolis dan kolerik Daud, Kepemimpinan Daud, Kebijaksanaan
## PENDAHULUAN
Sekilas terlihat bahwa narasi dalam 2 Samuel 13-19 1 tentang relasi Daud dengan Absalom tercatat cukup panjang. Namun sesungguhnya, narasi tentang relasi keduanya lebih terlihat seperti serpihan-serpihan kecil dalam keseluruhan narasi yang cukup panjang. Tidak tercatat komunikasi berupa kutipan langsung (atau tidak langsung) dalam bentuk percakapan di antara keduanya. Yang ada adalah komentar satu pihak (entah Daud atau Absalom) terhadap pihak lainnya (entah Absalom atau Daud). Bahkan penulis melihat begitu banyak tindakan reflektif yang dilakukan pihak lain, misalnya Absalom, yang seharusnya dilakukan oleh Daud, demikian juga sebaliknya. Bahkan juga tindakan reflektif yang dilakukan pribadi lain di luar Daud atau Absalom, yang
1 Saya mengikuti Conroy, yang dikutip oleh P. Kyle McCarter, Jr., “ Plots, True or False ” dalam Interpretation 35/4 (Oktober 1981) 363, yang mengatakan bahwa 2 Samuel 13-20 adalah unit literatur tersendiri yang berawal dan berakhir pada relasi Daud dan Absalom yang bertujuan memberitahukan kepada publik tentang peristiwa yang bersifat pribadi di kalangan kerajaan dan apa tindakan Daud sebagai raja. Tetapi penulis tidak setuju bahwa ini pasti bertujuan membela Daud. Bahkan penulis meyakini bahwa meskipun unit ini adalah bagian dari unit yang lebih besar, yang dikenal sebagai Succession Narrative (yaitu narasi yang menunjukkan kelanjutan suksesi dari Daud kepada Salomo), tidak serta merta diartikan bahwa itu selalu propaganda mendukung kebijakan pihak kerajaan. Dalam providensia Allah, saya yakin penulis mencatat semuanya itu juga sebagai peringatan tentang efek berantai dosa yang tidak diselesaikan dengan cara yang baik, meskipun suksesi kepemimpinan dari Daud ke Salomo tetap dapat terjadi, khususnya karena janji tak bersyarat Tuhan dalam Perjanjian Tuhan dan Daud dalam 2 Samuel 7. Tetapi mengingat pasal 20 tidak menceritakan kisah Daud dan Absalom, penulis tidak membahasnya dalam tulisan ini.
seharusnya dilakukan oleh Daud atau Absalom. Dengan kata lain, penulis melihat dan mengajukan presuposisi bahwa dalam narasi 2 Samuel 13-19 tidak terdapat relasi konstruktif di antara Daud dan Absalom. Dan analisa terhadap teks-teks dalam 2 Samuel 13- 19 berusaha membuktikan presuposisi di atas.
## ANALISA NARASI 2 SAMUEL 13-20
## ANALISA 2 SAMUEL 13:20-22
2 Samuel 13:20-22 merupakan reaksi tentang akhir tragis sebuah kisah percintaan satu pihak dan terlarang. Penulis melihat reaksi-reaksi itu disusun dalam bentuk kiasmus sebagai berikut:
## A. Reaksi Absalom terhadap Tamar (ay. 20)
B. Reaksi Daud terhadap Amnon (ay. 21)
A‟. Reaksi Absalom terhadap Amnon (ay. 22)
Berdasarkan bentuk kiasmus di atas, terlihat bahwa reaksi Daud seharusnya menjadi pusat perhatian pembaca. Namun setelah membaca teks ini (ay. 20-22), pembaca patut kecewa karena reaksi Daud terlalu minim; jauh tertinggal dengan reaksi Absalom yang ditampilkan dalam teks dalam struktur yang mengapit reaksi Daud. Menilik penyebutan “Absalom bin Daud” dan “Amnon bin Daud” dalam 13:1, patut diduga bahwa narator ingin menggiring pembaca kepada peran dan kepemimpinan Daud sebagai ayah dari Absalom dan Amnon. Sayangnya selain kemarahan 2 , peran dan kepemimpinan Daud sebagai seorang
2 Rata-rata catatan kemarahan yang dicatat dalam Alkitab segera disertai tindakan tertentu (lihat Kej. 4:5; 30:2; 31:35; Kel. 4:14; Ayub 19:11; Mzm. 37:1; Ams. 24:19; Yes. 41:11; 45:24). Kemarahan (atau penyesalan, yaitu kemarahan di dalam hati) tanpa tindakan nyata tercatat dalam Kej. 45:5 tentang komentar positif Yusuf bahwa mungkin saja di antara saudara-saudaranya ada yang menyesali tindakan mereka membuang Yusuf setelah peristiwa itu terjadi, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa. Kondisi seperti inilah yang mungkin terjadi pada Daud: ia marah terhadap apa yang terjadi, tetapi ia tidak mampu berbuat apa- apa. Danna Nolan Fewell dan David M. Gunn, Gender, Po wer and Promise (Nashville, TN: Abingdon, 1993) 145, menyebutkan bahwa ketidakhadiran nyanyian keluhan Daud seperti waktu Absalom terbunuh, misalnya: “Oh anak perempuanku, Tamar, anak perempuanku, anak perempuanku Tamar! Oh seandainya aku tidak mengirimkan engkau ke rumah anak lelakiku, Oh Tamar,
ayah sama sekali tidak tampak sehingga narator mengakhiri narasi tentang relasi Amnon dan Tamar dengan nada negatif, dengan tidak disebutkannya peran Daud sebagai seorang ayah yang mengayomi anak- anaknya. Diane Jacobson menyebut “ David … is most present through his absence. ” 3 Artinya, kehadiran Daud dalam teks ditunjukkan melalui ketidakhadirannya sebagai ayah yang melindungi anak-anaknya. Sekali lagi teks 2 Samuel 13 menyiratkan hal ini. Sementara Absalom dan Amnon disebutkan sebagai anak Daud, tidak satu kalipun penyebutan Tamar disertai dengan ungkapan “Tamar, anak Daud” melainkan “Absalom bin Daud mempunyai seorang adik perempuan yang cantik, namanya Tamar” (ayat 1). Ini menyiratkan bahwa Absalomlah yang menjadi seperti ayah bagi adiknya, Tamar, dan bukan Daud. Jacobson men yimpulkan bahwa “ David, who has eyes for so many other women, has no eyes at all for his own daughter .” 4
Meneliti lebih jauh bentuk kiasmus di atas, penulis meyakini bahwa narator sedang membuat refleksi tentang “ketidakhadiran Daud” 5 melalui kehadiran tokoh lainnya, dalam hal ini Absalom. Bila motif balas dendam Absalom terkait Tamar digantikan dengan motif yang benar, ada beberapa cara Absalom menangani kasus Tamar, yang ternyata tidak dilakukan Daud:
1. Memahami permasalahan yang terjadi dan perasaan yang dialami Tamar. Pertanyaan Absalom dalam bahasa Indonesia terlihat sedikit lebih vulgar (“Apakah Amnon, kakakmu itu,
bersetubuh dengan engkau?”) dibandingkan dengan terjemahan dari bahasa Ibrani (“Apakah Amnon kakakmu telah bersama- sama dengan engkau?”) yang menurut Alter adalah penggunaan gaya bahasa eufemisme (dengan penggunaan
anak perempuanku, anak perempuanku,” menunjukkan bahwa kemarahan Daud hanyalah ungkapan frustrasi terhadap tingkah laku Amnon. Baruch Halpern, David‟s Secret Demons (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 2001) menambahkan bahwa ketidakmampuan Daud bertindak karena dia sendiri telah melakukan dosa yang mirip dengan Amnon yaitu berzinah dengan Batsyeba.
3 Diane Jacobson, “Remembering Tamar,” dalam Word & World 24/4 (Fall 2004) 355.
4 Jacobson, 355.
5 Teks menyajikan penghilangan ( omission ) yang bi asa dikenal dengan teknik “ gapping ” untuk menunjukkan ketidakhadiran peran Daud dalam situasi yang krusial ini. Tentang penghilangan dan “ gapping ,” lihat Tremper Longman III, “Literary Approaches to Biblical Interpretation,” in Foundations of Contemporary Interpretation (ed. Moises Silva; Grand Rapids, MI: Zondervan, 1996), 154.
kata-kata yang lebih halus dan tidak langsung) menggantikan kata “ memperkosa ”, yang dipahami sebagai usaha hati-hati Absalom dalam memperlakukan adik perempuannya yang hancur hatinya dengan lembut agar tidak bertambah sakit hatinya. 6 Peran ini seharusnya juga dilakukan oleh Daud tetapi sayangnya itu tidak pernah terjadi. Anne Apple menyebutkan 3 buah pengandaian dalam kasus Amnon dan Tamar, dan salah satunya terkait dengan peran lingkungan sekitar yang tidak permisif terhadap tindakan kekerasan seksual seperti yang dialami oleh Tamar. 7 Faktanya, tidak ada catatan tentang Daud yang mendatangi dan mencoba menghibur Tamar seperti yang dilakukan oleh Absalom. Ini menunjukkan tindakan permisif Daud terhadap apa yang dilakukan oleh Amnon, yang menghasilkan “ bola liar ” yang akhirnya ditangkap oleh Absalom. Sayangnya, Absalom menenangkan Tamar bukan untuk meredakan masalah, tetapi meredakan situasi untuk sementara waktu, dan menunggu momen yang tepat untuk membalaskan sakit hati adiknya kepada Amnon.
2. Menolong Tamar melewati masa sulit dan membela Tamar. Frase “dan sekarang, adik perempuanku, buatlah (dirimu) diam (karena) itu adalah kaka kmu” bersama-sama dengan frase “jangan terlalu memikirkan perkara itu” yang secara literal berarti “jangan menaruh/menetapkan (hal itu) di hatimu” 8 merupakan nasihat agar Tamar tidak membiarkan perkara itu terus menetap di dalam hatinya. Dengan kata lain, jangan membiarkan rasa sakit di hati terus menyakiti hidupnya secara keseluruhan. Kalau dilihat secara seksama, khususnya dalam ungkapan “itu adalah kakakmu”, ini seharusnya lebih tepat diucapkan oleh Daud karena statusnya sebagai ayah bagi Tamar, Amnon, dan bahkan Absalom. Namun sekali lagi
6 Robert Alter, The David Story: A Translation with Commentary of 1 and 2 Samuel (New York, NY: W. W. Norton, 1999), 270, memakai kata “tear-stained, disheveled sister ” (adik perempuan yang rambutnya berantakan [karena] tangisan yang susah sekali untuk dihilangkan/dihentikan) untuk kondisi Tamar, sedangkan perlakuan Absalom digambarkan dengan “ delicacy of feeling ” (perasaan yang sangat lembut atau nyaman).
7 Anne Apple, “The Rape of Tamar,” dalam Journal for Preachers 36/2 (Lent 2013) 38. Dua pengandaian lainnya adalah “ seandainya Yonadab memberikan nasehat yang baik” dan “seandainya Amnon tidak pura-pura sakit”.
8 Kata ytiyviîT' berasal dari kata dasar tyvi yang berarti “ to set, appoint ”. Lihat Francis Brown, S. R. Driver, and Charles A. Briggs, Hebrew and English Lexicon of the Old Testament (Peabody, MA: Hendrickson, 1996), 1011.
terbukti bahwa Daud tidak hadir dalam situasi emosional yang kritis, yang dialami oleh Tamar, anak perempuannya. Dengan mengamati lebih dalam kata “diam” yang juga bisa berarti “ keep still, be silent, keep inactive, let someone do something without objection ” (tetap diam, menjadi tidak bersuara, tetap tidak aktif, membiarkan seseorang melakukan sesuatu tanpa penolakan), 9 dapat dipahami bahwa Absalom sedang menasihati Tamar untuk tidak melakukan sesuatu yang merusak atau destruktif, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap Amnon. Tetapi kalau menilik komentar di ayat 22 tentang sikap diam Absalom tetapi disertai kebencian terhadap Amnon, dapat disimpulkan bahwa Absalom mencegah Tamar melakukan sesuatu yang destruktif karena Absalomlah yang akan mengambil alih tindakan yang diperlukan untuk meredakan atau menghilangkan rasa sakit di hati Tamar. Dan di dalam narasi selanjutnya jelas terlihat: bahkan setelah 2 tahun, kebencian dan dendam di hati Absalom tidak pernah pudar. Jadi, tindakan diam Absalom hanyalah cara untuk menunggu waktu dan saat yang tepat untuk melakukan balas dendam. 10 Seharusnya, bila kepemimpinan Daud eksis di tengah keluarganya, pasti ada catatan tentang teguran atau hukuman tertentu terhadap Amnon dan bukannya pembunuhan seperti yang dilakukan Absalom. Jelas terlihat di sini bahwa ketidakhadiran seorang pemimpin terkait dengan tanggung jawab kepemimpinannya, dalam konteks ini adalah kepemimpinan di dalam keluarga, harus dibayar dengan sangat mahal. Ketidakhadiran seorang pemimpin pasti akan digantikan oleh orang lain. 11 Namun, apabila penggantian itu didasari oleh motif yang tidak benar seperti yang terjadi dalam
9 William L. Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old Testament (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1988) 118.
10 David Daube, “Absalom and The Ideal King”, dalam Vetus Testamentum 48/3 (Juli 1998) 317, berpendapat bahwa usaha Absalom membunuh Amnon hanya akan terlaksana kalau Amnon merasa dirinya aman dan tidak dikejar-kejar sehingga dia tidak membutuhkan penjagaan khusus. Itulah sebabnya Absalom membiarkan 2 tahun berlalu tanpa ada kejadian apa-apa demi menghilangkan kecurigaan.
11 Alter, 271, membandingkan kisah ini dengan kisah pemerkosaan Dina oleh Sikhem yang juga menunjukkan ketidakhadiran Yakub, yang tidak bertindak apa- apa, yang akhirnya membuat Simeon dan Lewi, anak-anak Yakub itu sendiri, yang bertindak melakukan balas dendam terhadap Sikhem.
kasus Absalom, 12 maka pasti akan terjadi kerusakan atau minimal ketidakstabilan relasi di antara mereka semua.
3. Melakukan evakuasi sementara untuk memberikan ketenangan emosional kepada Tamar. Terjemahan Indonesia, “Lalu Tamar tinggal di rumah Absalom, kakaknya itu, seorang diri” (ayat 20) bisa memberi kesan tindakan mengisolasi diri dan tidak mau bertemu dengan siapapun. Tapi berdasarkan terjemahan Ibraninya, “Dan Tamar tinggal dan mengungsi ( to be desolate, 13 to be remove from the contact with people 14 ) di rumah Absalom, kakaknya” tidak ditemukan kata “seorang diri” yang memberi kesan mengisolasi diri. Ini lebih tepat dipahami sebagai tindakan evakuasi atau pengungsian, bukan tindakan mengisolasi diri tanpa kehadiran seorangpun. Kalaupun ada usaha menghindari kontak dengan orang lain, itu pastilah tindakan awal dan sementara sifatnya, yang berguna untuk menjauhkan korban dari bahaya dan kerusakan yang lebih parah, seperti terlihat pada tindakan pengungsian pada umumnya, misal pengungsian karena bencana alam, dan sebagainya.
## ANALISA 2 SAMUEL 13:23-39
Dalam bagian ini, pengarang (narator) memakai sudut pandang temporal untuk menciptakan “suspensi” atau kejutan- kejutan kepada pembacanya. 15 Ini tampak dalam pendahuluan di ayat 23, “Sesudah lewat dua tahun, Absalom mengadakan
12 Lihat analisa Daube, 315, 317, yang mempertanyakan sikap diam Daud terhadap Amnon terkait kasus Tamar (dia memakai kata “ absolute unmoved ”) dan mengkaitkan dengan fakta bahwa Amnon adalah anak pertama dan calon penggantinya (putra mahkota). Ini diperkuat tambahan teks LXX: “ dia tidak mengguncang jiwa (maksudnya: mempertanyakan, menekan, atau bahkan memberikan hukuman tertentu terhadap) Amnon anaknya karena dia mencintainya sebab dia adalah anak pertamanya ”. Ini semacam motif merelakan kebenaran tidak ditegakkan demi mengamankan suksesi. Di sisi lain, Absalom juga memiliki ambisi merebut status sebagai putra mahkota [tentang hal ini lihat komentar Roy Battenhouse, “The Tragedy of Absalom: A Literary Analysis” dalam Christianity and Literature, vol. 31 no. 3 (Spring 1982) 53].
13 Menurut The American Heritage Dictionary, 2 nd College Edition , s.v. kata “ desolate ” berarti “ to rid or deprive of inhabitants ” (menarik diri dari lingkungan).
14 Holladay, 376. Tetapi, penulis tidak mengikuti bentuk pasif dalam terjemahannya karena penulis lebih memilih untuk mempertahankan bentuk aktif, dan bukan pasif.
15 Longman III, 148.
82 Analisa Narasi Tentang Relasi Daud Dengan Absalom Dalam 2 Samuel 13-19
pengguntingan bulu domba ….” Kalau menilik pernyataan di akhir ayat 22 yang memakai sudut pandang psikologis di mana narator mengetahui dan menyampaikan kepada pembaca (biasa disebut narator “yang maha tahu”) 16 tentang kebencian Absalom terhadap Amnon, seharusnya ayat 23 akan dimulai dengan kalimat semacam ini: “Sesudah lewat dua tahun, ada kesempatan bagi Absalom untuk membalaskan dendamnya kepada Amnon ….” Faktanya, teks dimulai dengan pernyataan umum tentang pengguntingan bulu domba yang merupakan sebuah peristiwa besar semacam perayaan dan pesta. 17
Tentang dialog Absalom dan Daud, terlihat ada pengulangan tindakan dalam pola berurutan sebagai berikut:
a. Permohonan Absalom yang pertama: mengundang raja dan para pegawai (ay. 24)
b. Penolakan Daud yang pertama: jangan semua pergi (ay. 25a)
c. Desakan Absalom yang pertama (ay. 25b)
d. Penolakan kedua dan restu dari Daud (ay. 25c) a‟. Permohonan Absalom yang kedua: mengundang Amnon (ay.
26a) b‟. Penolakan Daud yang ketiga: untuk apa Amnon pergi?
(ay. 26b) c‟. Desakan Absalom yang kedua (ay. 27a)
d‟. Izin dari raja (ay. 27b)
Berdasarkan struktur di atas, penulis melihat beberapa catatan penting terkait relasi Absalom dengan Daud, ayahnya:
1. Ada 2x permohonan Absalom yang ditolak 3x. Kembali ditemukan kesan kuat bahwa Daud tidak peka baik terhadap situasi yang terjadi maupun terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan Absalom. Permohonan Absalom yang pertama tampak dalam pemakaian frase an"ï-hNEhi yang diartikan “lihatlah, sekarang.” Terkait apa yang dipikirkan Absalom, penulis melihat 2 kemungkinan berdasar pemakaian frase an"ï-hNEhi tersebut. Pertama, itu adalah ungkapan meminta perhatian yang urgen mengingat kurangnya perhatian Daud terhadap
16 Ibid.
17 Lihat Alter, 271.
Absalom (dan Tamar) dibandingkan terhadap Amnon. 18 Kedua, itu adalah undangan basa basi Absalom karena sadar raja tidak terlalu peduli kepadanya, dengan harapan menyampaikan permohonan kedua yang menjadi tujuan utamanya. Logikanya menurut Alter, penolakan pertama yang memang sudah diantisipasi, akan memberikan urgensi lebih besar terhadap permohonan kedua. 19 Dengan kata lain, Daud diperhadapkan pada perasaan serba salah apabila terus menerus menolak permohonan Absalom. Apapun kemungkinannya, Daud melewatkan kesempatan memperbaiki keadaan yang memburuk. Apabila dia menerima undangan Absalom dan pergi bersama para perwiranya, akankah terjadi pembunuhan terhadap Amnon? Ini dapat melunturkan perasaan pilih kasih atau diperlakukan berbeda di hati Absalom dan Tamar (bila merujuk pada kemungkinan pertama) atau mencegah secara alami tindakan Absalom yang anarkis dengan membunuh Amnon sekaligus tidak memberi ruang pada perasaan bersalah karena terus menolak permohonan Absalom (bila merujuk pada kemungkinan kedua).
2. Mengacu pada kemungkinan pertama di atas, penting untuk disadari bahwa orang yang merasa tidak diperhatikan akan meminta perhatian dengan cara yang kekanak-kanakan dan cenderung destruktif. Ini terjadi kemudian pada Absalom terkait dengan relasi dengan Yoab. Dalam rangka meminta perhatian Yoab, Absalom membakar ladang Yoab (14:28-32).
Berdasarkan kemungkinan ini, tindakan anarkis Absalom dipahami sejajar dengan penolakan Daud atau lebih tepatnya, ketidakpekaan Daud terhadap sinyal minta perhatian dari Absalom. Ini semakin memicu dan memantapkan hasrat Absalom untuk membunuh Amnon, yang bukan hanya dipandang sebagai rival untuk posisi calon pengganti raja melainkan juga rival yang merebut kasih sayang Daud dari dirinya.
3. Mengacu pada kemungkinan kedua sesuai pendapat Alter di atas, maka kembali ditemukan pembalikan peran: seharusnya Daud yang lebih tahu dan lebih memahami Absalom; tetapi
18 Perhatikan bahwa Amnon langsung dikunjungi saat dia berpura-pura sakit (ay.
6) sedangkan Tamar (dan Absalom) tidak dikunjungi dan diperhatikan.
19 Alter, 272.
faktanya, Absalomlah yang lebih memahami tabiat ayahnya! Ini sungguh ironis, khususnya karena pemahaman Absalom terhadap ayahnya justru menjadi alat untuk menemukan celah dan melakukan tindakan yang menyakiti hati ayahnya. Karena Absalom memahami tabiat ayahnya maka ia memakai taktik yang sama dengan taktik Amnon 20 : sama seperti Amnon berhasil menipu Daud sehingga menyuruh Tamar menemui Amnon, demikian pula Absalom memakai taktik permohonan dan desakan hingga membuat Daud mengizinkan Amnon pergi ke tempat Absalom! Secara gramatika, ini dapat dilihat dari pemakaian artikel an" pada ketiga permohonan tersebut (satu oleh Amnon dan dua oleh Absalom). Artinya, ada penyimpangan penggunaan permohonan yang bersifat segera namun dalam nuansa positif, menjadi alat untuk memuluskan rencana busuk mereka masing-masing.
4. Apapun kemungkinannya, teks menunjukkan adanya unsur prolepsis , yaitu semacam nubuatan atau pertanda ( foreshadowing ), untuk menjelaskan peristiwa yang akan terjadi atau tindakan yang akan dilakukan pada satu waktu tertentu. 21 Pemakaian kata #r"p.YI yang berasal dari kata dasar #r;P' sebanyak 2x dan diterjemahkan “mendesak” dalam bahasa Indonesia digunakan pertama kali dalam Kej. 38:29 tentang kelahiran anak kembar Yehuda oleh Tamar (nama yang sama dengan adik Absalom! Incidental atau intentional ?). Anak yang lebih kecil justru menerobos dan keluar terlebih dahulu sehingga diberi nama “Peres” yang berarti “menekan” atau “menerobos”. Berdasarkan prinsip penyebutan pertama di mana sebuah kata memiliki arti yang tetap sama atau memiliki benih kebenaran yang akan dikembangkan dalam penyebutan berikutnya, 22 dapat diyakini bahwa kata #r;P' pada dasarnya berarti “(tindakan) menekan.” Jadi, desakan Absalom terhadap Daud adalah semacam prolepsis yang sengaja dimasukkan oleh narator sebagai pertanda bahwa tindakan-tindakan
20 Bandingkan juga dengan pendapat Alter, 272.
21 Tentang prolepsis, lihat David R. Bauer dan Robert A. Traina, Inductive Bible
Study (Grand Rapids, MI: Baker, 2011) 146. Bauer dan Traina melihat prolepsis pada teks yang menginterupsi cerita, tetapi sesungguhnya prolepsis juga bisa terjadi pada pemakaian kata tertentu yang bermakna ganda seperti terlihat dalam analisa di atas.
22 Lihat Kevin J. Conner dan Ken Malmin, Interpreting the Scriptures (Terj. Emma Maspaitella; Malang: Gandum Mas, 2004) 113.
Absalom makin lama makin menjadi suatu tekanan bagi Daud, yang akhirnya (di pasal 15) membuatnya menyerah (sementara) dan memilih untuk keluar dari istana, dan bukannya melawan pemberontakan Absalom. Sama seperti desakan-desakan kecil yang tidak ditanggapi dan diantisipasi dengan tepat 23 akan mengakibatkan tekanan-tekanan besar di masa mendatang yang memicu pengambilan keputusan secara tidak tepat, demikian juga “angin” masalah-masalah kecil di tengah keluarga Daud yang tidak tertangani dengan baik 24 akan menjadi bencana atau badai besar di kemudian hari.
Nuansa suspensi (ketegangan) dalam cerita ini terasa makin kental dengan penyajian karakter ( characterization ) 2 tokoh dengan karakter yang kompleks ( round character ). Yang pertama, tentang karakter Absalom. Dalam ayat 24-27, karakter Absalom lebih digambarkan dalam posisinya sebagai seorang anak yang merengek-rengek (meminta dan memohon sampai dikabulkan) kepada ayahnya. Tetapi segera setelah dikabulkan, gambaran kar akternya berubah 180˚. Ayat 28 menunjukkan bahwa Absalom dengan tegas memerintahkan anak buahnya untuk bertindak dengan berani dan gagah perkasa dan membunuh Amnon tanpa takut. Perubahan karakter ini jelas terlihat dengan pemakaian frase an" Waår > dimana kalau sebelumnya interjection (kata seru) an" menunjukkan permohonan semacam “ I beg you ” (saya memohon padamu), dalam bagian ini berarti “ emphatic do ” (penekanan untuk melakukan sesuatu) sehingga menjadi semacam perintah 25 dan dapat diterjemahkan “ Do see! ” (Lihatlah dengan sungguh- sungguh!). Karakter Absalom kembali berubah dan tidak menunjukkan sikap berani dan gagah seperti yang diperintahkannya kepada anak buahnya. Setelah anak-anak raja berhasil melarikan diri dan pasti akan melaporkan peristiwa itu kepada Daud, dia justru melarikan diri. Yang kedua terkait karakter
23 Kembali narator memakai teknik penghilangan ( omissions ) terkait pertanyaan Daud, “ Untuk apa atau mengapa dia (Amnon) pergi denganmu?” yang tidak ada jawabannya dan “ dikalahkan ” oleh desakan Absalom.
24 Ter jemahan Indonesia, “diizinkannyalah Amnon….” (ay. 27) kurang jelas. Bahasa Ibrani memakai kata xl;Ûv.YI yang berarti “ dia (Daud) telah mengirim Amnon….” Ini menunjukkan bahwa Daud telah mengambil keputusan, tetapi sayangnya keputusan yang diambil kurang atau tidak bijaksana.
25 Lihat penjelasan P. Jouon dan T. Muraoka, A Grammar of Biblical Hebrew (Roma, Italia: GBP, 2006), 322.
Yonadab. Setelah sebelumnya Yonadab digambarkan sebagai tokoh yang cerdik tapi licik (pasal 13), dalam bagian ini Yonadab justru menjadi informan utama yang memberikan informasi valid atas apa yang terjadi pada anak-anak Daud: bahwa hanya Amnon, dan bukan semua anak Daud, mati dibunuh oleh Absalom (ay. 32). Menurut Hill, sejak semula Yonadab berkonspirasi dengan Absalom untuk menyingkirkan Amnon sebagai Putera Mahkota (dan “ The Next King ”) dengan mengorbankan Tamar. 26 Penulis tidak setuju terhadap wacana mengorbankan Tamar oleh Absalom, mengingat perhatian besar yang dilakukan Absalom paska peristiwa pemerkosaan oleh Amnon. Menurut hemat penulis, cukup dipahami ada gerakan-gerakan sporadis antara berbagai pihak, minimal di pihak Absalom dan di pihak Yonadab, yang ingin menggoyang posisi Amnon sebagai Putera Mahkota. Tentang Yonadab, ini dibuktikan oleh pengetahuannya bahwa bukan semua anak raja, melainkan hanya Amnon yang terbunuh, sebelum anak-anak raja itu datang dan memberitahukan apa yang telah terjadi. 27 Artinya dia memiliki informasi dari orang penting yang hadir pada acara pengguntingan bulu domba tersebut dan memiliki kepentingan tertentu yang tidak disebutkan dalam teks. Karena tidak ada tanda sedikitpun tentang relasi Yonadab dengan Absalom, teori konspirasi Absalom dan Yonadab penulis anggap terlalu spekulatif. Cukup untuk dipahami bahwa Yonadab, yang dianggap sebagai orang yang berhikmat (mungkin cerdik tetapi licik), memahami situasi yang berkembang, dan khususnya bahasa tubuh Absalom yang menyimpan dendam terhadap Amnon. Fakta ini justru kembali menegaskan kekurangan Daud yang tidak memahami apa yang sesungguhnya dirancang oleh Absalom, anaknya. Ini terbukti melalui analisa karakter Daud dalam teks yang cenderung digambarkan sebagai karakter datar ( flat character ) karena sejak semula tidak dapat mencium gelagat buruk Absalom. Daud terlihat hanya mengikuti arus: setelah sempat sedikit mempertanyakan alasan mengundang Amnon, Daud hanya menuruti saja; saat mendengar rumor semua anak raja meninggal, Daud kembali langsung percaya tanpa mengecek kebenarannya; setelah anak-anak raja kembali dan menangis karena tragedi Amnon, Daud kembali mengikuti dan menangis dengan suara keras.
26 Andrew E. Hill, “A Jonadab Connection in the Absalom Conspiracy?” dalam
JETS 30/4 (December 1987), 389.
27 Sama dengan pendapat Hill, 390.
Penulis menyimpulkan bahwa sisi melankolis Daud sangat mendominasi teks ini, bahkan sampai pasal berikutnya: mengoyakkan pakaian dan berbaring di lantai (ay. 31); menaruh pikiran dalam hatinya (ay. 33; ungkapan yang mirip dengan nasihat Absalom kepada Tamar di ay. 20); menangis dengan amat keras (ay. 36); berduka cita berhari-hari lamanya (ay. 37); tidak lagi marah (ay. 39; harus dipahami dalam konteks “ kemarahan dalam hati ” karena tidak ditemukan langkah-langkah strategis seperti usaha menangkap Absalom, dan sebagainya); kesedihan hatinya … telah surut (ay. 39); dan puncaknya di 14:1, “hati raja merindukan Absalom….” Sisi melankolis yang terungkap di pasal ini menunjukkan sisi melankolis yang melemahkan kepemimpinan Daud, yang membuatnya tidak berdaya. Ini tampak dalam komentar dan perintah Absalom yang terkesan dipakai narator untuk membandingkan dengan sisi melankolis yang melemahkan Daud tersebut. Komentar Absalom kepada anak buahnya supaya jangan takut atau jangan ragu-ragu bertindak terhadap Amnon dapat dipahami sebagai keteguhan hati untuk melakukan sesuatu (meskipun dalam konteks negatif) yang dapat dibandingkan dengan ketidakhadiran keteguhan hati Daud dalam menghadapi belitan masalah di antara anak-anaknya. Demikian pula dengan pemakaian kata kerja hw"c' sebanyak 2x dalam bentuk Piel perfek menunjukkan kemantapan hati Absalom (meskipun sekali lagi dalam konteks negative ) untuk memberikan perintah yang kuat, yang akan dilaksanakan oleh anak buahnya. Sekali lagi ini dibandingkan dengan ketiadaan perintah dari Daud dalam mengatasi masalah. Perbandingan seperti itu kembali akan ditemukan dalam pasal-pasal berikutnya, khususnya antara sisi melankolis yang melemahkan kepemimpinan Daud (pasal 14) yang dibandingkan dengan sisi melankolis yang justru menguatkan kepemimpinan Daud di tengah krisis (pasal 15 dan selanjutnya).
## ANALISA 2 SAMUEL 14
Pasal 14 melanjutkan penggambaran sosok Daud dengan sisi melankolis yang melemahkan diri dan kepemimpinannya. Pasal ini dimulai dengan pengamatan Yoab bahwa “hati raja merindukan Absalom” yang secara literal diterjemahkan “hati raja ada pada Absalom”. Secara alami, frase ini menandakan bahwa pikiran raja sepenuhnya tertuju pada Absalom sehingga tidak ada ruang untuk memikirkan yang lain. Namun menurut Camp, entah
persoalan harga diri ataukah status hukum (mengingat Absalom adalah pembunuh Amnon, anak Daud) yang menghalangi Daud untuk menemui atau memanggil pulang Absalom. 28 Artinya, secara konsisten Daud “terkunci” dalam posisi dilematis atau serba salah 29 terkait rangkaian masalah seputar relasi dengan anak- anaknya sehingga membuatnya tidak dapat mengambil tindakan atau keputusan yang tepat. Dan dia membutuhkan peran seorang Yoab untuk dapat menolongnya keluar dari posisi dilematis tersebut. Tetapi ironisnya, bahkan setelah Absalom kembali dengan bantuan Yoab, Daud justru tetap memperlakukan Absalom seperti orang yang diasingkan! Berdasarkan perkataan-perkataan hikmat perempuan dari Tekoa yang dipengaruhi secara kuat oleh Yoab, ada beberapa rangkaian tindakan bijaksana yang seharusnya dilakukan Daud, tetapi ternyata tidak dilakukannya.
1. Menjadi penengah di tengah konflik yang terjadi. Dalam perumpamaannya, perempuan dari Tekoa menyebutkan bahwa “tidak ada yang memisahkan” (ay. 6). Kata “memisahkan” memakai kata dasar lc;n" yang berarti “melepaskan, membebaskan”. Jadi, yang diharapkan adalah memisahkan untuk melepaskan atau membebaskan mereka dari konflik yang terjadi. Tetapi karena tidak ada yang memisahkan, maka terjadilah konflik berkepanjangan yang membelenggu mereka, khususnya dendam berkepanjangan di hati Absalom. 30
28 Claudia V. Camp, “The Wise Women of 2 Samuel: A Role Model for Women in Early Israel? dalam CBQ 43/1 (January 1981), 14. Penulis memahami frase “… prevents David from acting at once …” sebagai “…menghalangi Daud bertindak sekaligus…” yaitu “merindukan/memikirkan dan mendatangi atau memanggil pulang.”
29 Dalam ulasannya (book review) terhadap buku Larry L. Lyke ( King David with the Wise Woman of Tekoa ), Bernard S. Jackson memaparkan posisi Daud yang dilematis, apakah dia harus membunuh Absalom (melalui perintah kepada anak buahnya), memanggil Absalom pulang ke Yerusalem, ataukah membiarkannya tetap berada di pengungsian [lihat analisanya dalam JSOT 79 (June 1998) 123].
30 Halpern, 42- 43, menggambarkan Absalom sebagai “ viper ” (ular berbisa). Artinya, seperti ular yang mengendap-endap menunggu waktu yang baik untuk melaksanakan dendamnya kepada Amnon. Halpern menghitung bahwa Absalom rela menanti selama 11 tahun hingga akhirnya melaksanakan misi lamanya untuk membunuh Amnon.
2. Mencegah agar konflik tidak makin meluas. 31 Meskipun tidak diceritakan secara rinci tentang reaksi para istri dan anak-anak Daud beserta keluarga mereka masing-masing, ada kemungkinan konflik yang tidak diselesaikan akibat pembunuhan Amnon oleh Absalom minimal memicu gonjang- ganjing 32 di antara keluarga besar Daud. Tidak ada ketegasan di pihak Daud seperti pemanggilan, penangkapan, atau pengarahan pasti memicu setiap pihak berpikir untuk melakukan apa yang benar menurut pendapat mereka masing- masing. Dalam konteks situasi seperti inilah mengapa akhirnya Yoab (di pasal 18) tanpa ragu membunuh Absalom, yang jelas merupakan ketidak-taatan terhadap perintah Daud, yang dianggap terlanjur tidak tegas dalam menangani kasus Absalom.
3. Menyelesaikan masalah dengan bijak. Kata-kata perempuan Tekoa, “Oleh karena tuanku mengucapkan perkataan ini (yaitu jaminan raja bahwa tidak ada pembunuhan terhadap si pembunuh, ay.11b), maka tuanku sendirilah yang bersalah dengan tidak mengizinkan pulang orang yang telah dibuangnya (lihat ay. 13) harus dipahami sebagai tindakan “menggantung masalah”. Di satu sisi, tidak ada tindakan jelas dan tegas terhadap kejahatan yang dilakukan; di sisi lain, hukuman dengan waktu tak terhingga telah dijatuhkan secara tidak langsung, yaitu pembiaran terhadap Absalom yang tetap ada di pembuangan. Rupanya tindakan pembiaran inilah yang menjadi senjata Daud karena bahkan setelah Absalom dipanggil pulang, Absalom tidak diperkenankan bertemu raja sampai 2 tahun lamanya (ay. 24, 28). Jadi, terlihat ada urutan penanganan masalah yang salah. Seharusnya, Daud memanggil pulang Absalom, dan bertemu dengannya untuk
31 Ini tampak dalam kata-kata perempuan Tekoa di ay. 11, yang menurut John Joseph Owen, Analytical Key to the Old Testament, vol. 2: Judges – Chronicles (Grand Rapids, MI: Baker, 1992), 335, diterjemahkan: „Biarlah raja meminta pertolongan pada Tuhan, Allahmu, dari makin banyaknya penuntut tebusan darah (yang) membunuh dan janganlah anakku dimusnahkan.” Jadi diharapkan ada keputusan strategis dan kepastian hukum demi mencegah ketidakpuasan/ dendam yang makin meluas sehingga saling merugikan dan saling menyakiti.
32 Karena bersifat perumpamaan yang cenderung hiperbolik , kata- kata “ seluruh kaum keluarga bangkit melawan …” (ay. 7) tidak harus dimengerti harafiah tentang adanya unjuk rasa keluarga terhadap Absalom. Jadi minimal terjadi gonjang-ganjing dan pemikiran di antara anggota keluarga raja tentang apa yang harus dilakukan sebagai respons terhadap kasus Absalom.
membicarakan masalahnya, lalu memberikan disiplin atau hukuman tertentu dalam jangka waktu tertentu, serta akhirnya memberikan pemulihan, seperti yang ditegaskan dalam kata- kata perempuan Tekoa: “…tetapi Dia (Tuhan) merancang supaya seorang yang terbuang jangan tinggal terbuang dari pada- Nya” (ay. 14). Penulis menyetujui penerjemahan Kronholm, “… (tetapi Dia) memikirkan rencana untuk tidak membuang orang yang telah terusir daripada- Nya” dengan pemahaman bahwa tindakan membuang berasal dari subyek yang sama, yaitu Tuhan dan orang Israel (dalam hal ini Daud) secara bergantian. 33 Artinya, sama seperti Tuhan yang mungkin saja “mengusir” (dalam konteks: menghukum) seseorang tetapi tetap tidak akan membuang (yaitu: memberi kesempatan untuk bertobat) demikian pula halnya dengan manusia: Daud sebagai raja memiliki hak untuk menghukum Absalom karena kesalahannya, tetapi bukan dengan motivasi menghancurkan hidupnya melainkan dengan harapan agar Absalom berubah dan bertobat.
4. Menyampaikan kata-kata yang menenangkan hati. Harapan perempuan dari Tekoa ini secara literal berbunyi demikian: “…biarlah perkataan tuanku raja akan menjadi tempat peristirahatan….” 34 Kata “peristirahatan” juga dipakai dalam Yes. 28:12-16 terkait anjuran Tuhan yang ditolak para pemimpin Yerusalem yaitu agar mereka masuk ke tempat perhentian agar disegarkan dari kelelahan mereka dan tempat
33 T. Kronholm, “ xd;n" ,” dalam Theological Dictionary of the Old Testament, vol. IX (eds. G. Johannes Botterweck, Helmer Ringgren, dan Heinz-Josef Fabry; Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1998), 237. Meskipun demikian penulis lebih menyetujui pendapat Martin G. Klingbeil, “ hxD ,” dalam New International Dictionary of Old Testament Theology and Exegesis, vol. 1 (eds. Willem A. VanGemeren; Grand Rapids, MI: Zondervan, 1997), 933 yang didukung Holladay, 69 , yang menyamakan xxD = hxD sehingga menganggap kata xD:îyI berasal dari kata dasar hxD sedangkan kata xD"(nI berasal dari kata dasar xd;n" . Menurut Klingbeil, 932, kata dasar xx;D' berarti “ be pushed down, be thrust down, be cast out “ (terdorong hingga jatuh atau terlempar keluar) sehingga menurut Holladay, 69 , mengandung konotasi “ be dispossessed ” (tercabut hak kepemilikannya), sedangkan kata dasar xd;n" menurut Owen, 336, bera rti “ be banished ” (terusir). Kesimpulannya, tidak ada intensitas atau peningkatan hukuman: dari terusir kemudian tercabut hak kepemilikannya (atau sungguh-sungguh terlempar atau terbuang sama sekali). Seharusnya tetap ada kesempatan bagi mereka yang terusir (atau: melarikan diri) untuk dapat pulang kembali setelah bertobat tanpa kehilangan hak kepemilikannya seperti contoh perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-32).
34 Brown, Driver, dan Briggs, 630.
perhentian itu adalah Sion, lambang kehadiran Allah di Israel. Sedangkan Mazmur 23:2 menjanjikan ketenangan ( quietness ) terhadap tiap pribadi yang mau dibimbing Allah. Terkait peran Daud sebagai pemimpin, adalah penting baginya untuk datang ke tempat perhentian di hadapan Tuhan agar mendapatkan ketenangan, dalam arti mendengar dan akhirnya memahami apa yang benar dan yang jahat 35 dan mengalami penyertaan Tuhan 36 sehingga dapat bertindak secara tepat. Terhadap Absalom, seharusnya Daud berupaya menenangkan hati Absalom yang mengembara. Tindakan menenangkan hati bukan hanya diartikan menolong yang ketakutan, cemas, kuatir agar menjadi tenang, tetapi terutama membimbingnya untuk menemukan dan hidup dalam kebenaran (yang ditandai dengan kemampuan membedakan apa yang baik dan apa yang jahat). Absalom terlihat ketakutan seperti terlihat dalam usaha melarikan diri setelah membunuh Amnon (13:37) dan pasrah kalau Daud memberikan hukuman mati kepadanya (14:32) tetapi semuanya justru berbalik menjadi sikap perlawanan terhadap Daud karena tidak adanya kemampuan untuk membedakan apa yang benar dan apa yang jahat di pihak Absalom dan tidak adanya usaha pendekatan untuk menenangkan hati dan menyampaikan kebenaran di pihak Daud.
5. Memberikan teladan hidup. Segera setelah dialog dengan perempuan Tekoa, narator menyebutkan keputusan Daud yang meminta Absalom pulang tetapi tidak mau bertemu dengannya (ay. 24) yang segera disusul dengan deskripsi kegagahan Absalom (ay. 25). Terkait kegagahan Absalom, perlu diperhatikan komentar Macwilliam tentang kecantikan laki-laki yang biasa dihubungkan dengan kekuasaan sementara Macwilliam lebih meng hubungkan dengan “nasib” yang harus dibayar Absalom karena dosa Daud. 37 Penulis tidak setuju dengan pendapat ini karena terkesan mengandaikan apa yang dialami Absalom sepenuhnya
35 Secara literal, “ membeda-bedakan apa yang baik dan jahat ” (ay. 17) diterjemahkan “ dapat mendengar yang baik dan yang jahat ”.
36 Secara literal, “ dan TUHAN Allahmu menjadi bersama-sama dengan tuanku raja ” penulis pahami sebagai pembuktian kehadiran Allah dalam hidupnya, bukan tindakannya yang menentukan Tuhan hadir atau tidak.
37 Stuart Macwilliam, “ Ideologies of Male Beauty and the Hebrew Bible ”, in
Biblical Interpretation 17 (2009) 265, 282, 285.
92 Analisa Narasi Tentang Relasi Daud Dengan Absalom Dalam 2 Samuel 13-19
kesalahan Daud. Penulis lebih melihat ini sebagai kegagalan Daud mengajarkan da n “mentransfer” imannya kepada anak- anaknya, termasuk Absalom. Ini khususnya tampak dalam komentar tentang kegagahan rambut Absalom yang fenomenal yang mengawali ketenarannya sebagai putera raja tetapi juga diakhiri dengan kematian Absalom yang berawal dari tersangkutnya rambut Absalom yang panjang pada sebuah pohon. Jadi narator memakai gaya bahasa alusio untuk membandingkan rambut panjang Absalom yang dipotong dengan domba yang dipotong bulunya untuk menegaskan bahwa fokus Absalom pada sisi lahiriah justru membawanya ke dalam kehancuran. Tetapi di sisi lain, tidak ditemukan catatan tentang nasihat Daud kepada Absalom agar tidak bersandar pada kekuatan lahiriah, padahal konsep itulah yang membuat Daud menjadi raja mengingat Tuhan menolak semua anak Isai lainnya, yang secara lahiriah terlihat lebih kuat daripada Daud! 38 Penolakan Daud untuk bertemu Absalom (ay. 24) dilihat narator memicu konsep pementingan diri pada penampilan dan kekuatan lahiriah (ay. 25) 39 yang sejajar dengan penerimaan normatif dan bukan penerimaan karena relasi paternal (yaitu kerinduan ayah yang ingin bertemu anaknya, lihat ay. 33) yang dilihat narator langsung memicu usaha pemberontakan di hati Absalom (15:1ff). 40
38 Lihat pendapat Fokkelman yang dikutip tetapi ditolak oleh Macwilliam, 282, yang mungkin didasari anggapan bahwa kegagalan Absalom sepenuhnya adalah kesalahan Absalom. Dalam pengertian yang paling esensi, justru penulis setuju bahwa setiap orang harus bertanggung jawab terhadap kesalahannya sendiri dan bukan menyalahkan lingkungan atau orang sekitarnya. Tetapi di sisi lain, kelemahan Daud juga turut memberikan sumbangsih bagi kegagalan Absalom.
39 Konsep pementingan diri ini mengkristal pada pembuatan monumen peringatan diri oleh Absalom (lihat 18:18). Tentang hal ini, Absalom beralasan bahwa ini perlu dilakukan mengingat dia tidak memiliki anak laki-laki. Padahal, menurut 14:27, dia memiliki 3 anak laki-laki. Tentang hal ini penulis lebih setuju dengan pendapat Alter, 307, yang hanya menyebutkan bahwa kemungkinan 3 anak laki-laki Absalom mati muda sehingga namanya dibiarkan tidak dicatat, dan menolak spekulasi Halpern, 387, bahwa Daud membunuh ketiga anak Absalom pada waktu Absalom melarikan diri ke Gesur untuk mengatasi pemberontakan. Pendapat Halpern kurang dapat diterima mengingat pada masa Absalom melarikan diri, belum ada usaha pemberontakan dari Absalom dan raja sangat merindukan Absalom meskipun juga marah (tanpa tahu apa yang harus dilakukan) terhadap apa yang dilakukan Absalom.
40 Alter, 282, menyebut pemakaian kata benda “raja” dan bukan nama Daud sendiri menunjukkan bahwa penerimaan Daud lebih bersifat formal atau tata cara kerajaan dan bukan penerimaan didasarkan relasi ayah dan anak, sehingga
## ANALISA 2 SAMUEL 15-17
Berbeda dengan pasal 13 yang memakai sudut pandang temporal dengan segala unsur suspensinya, pasal 15 memakai sudut pandang spatial dengan narator ada di mana-mana ( omnipresent ) untuk melaporkan pikiran dan tindakan tokoh-tokoh penting di dalam cerita ini. 41 Dan berbeda dengan pasal 14, pasal 15 menampilkan sisi melankolis Daud yang justru memperkuat diri dan kepemimpinannya di saat krisis. Ada beberapa gaya bahasa yang dipakai narator. Pertama , gaya bahasa penghilangan ( omissions ): …demikianlah Absalom mencuri hati orang-orang Israel.” Pertanyaannya, mencuri dari siapa? Ini sengaja dihilangkan justru untuk menimbulkan pertanyaan di hati pembaca. Minimal ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, Absalom mencuri hati orang-orang Israel dari Daud, raja mereka yang sah. Menurut Holladay, itu terkait dengan berpindahnya kesetiaan ( loyalty ) orang Israel dari Daud kepada Absalom. 42 Kemungkinan kedua, Absalom telah mencuri hati orang-orang Israel dari kebenaran. Mereka telah dibutakan sehingga melihat secara sekilas dan hanya berdasarkan anggapan dangkal bahwa perkara mereka tidak dipedulikan oleh pihak kerajaan. Ini lebih mengarah pada kondisi “termakan hasutan Absalom”. 43 Padahal jelas dalam banyak kasus, raja Daud mendengarkan keluhan dan masalah masyarakat, termasuk dalam kisah perempuan Tekoa yang semula dianggap Daud sebagai masalah keluarga perempuan tersebut. Kedua , gaya bahasa ironi: sementara relasi Absalom, anak Daud, sepenuhnya berseberangan dengan Daud di pasal ini melalui persepakatan gelap yang dilakukannya, relasi Daud
makin mengecewakan Absalom secara pribadi dan mendorong niatnya untuk melakukan pemberontakan.
41 Longman III, 148.
42 Holladay, 63.
43 Kesimpulan penulis didasari analisa tindakan-tindakan Absalom yang sangat
“ intentional ” atau sangat memiliki motif untuk menjauhkan rakyat dari Daud: “setiap pagi berdirilah Absalom…” (ay. 2); “…setiap orang yang memiliki perkara…dipanggil Absalom (ay. 2); “…dari pihak raja tidak ada seorangpun…” (ay. 3); “Sekiranya aku diangkat…setiap orang…boleh datang kepadaku…” (ay. 4); “Apabila seseorang datang mendekat…diulurkannyalah tangannya, dipegangnya orang itu dan diciumnya (ay. 5); “…diperbuat Absalom kepada semua orang Israel…” (ay. 6). Halpern, 363, menyimpulkan bahwa Absalom menjanjikan “ everything to everyone ”.
dengan Itai yang baru datang dan bergabung dengannya, 44 juga relasi dengan teman-teman Daud lainnya, terlihat begitu solid. Mereka berani berkorban untuk mendukung Daud yang sedang mengalami masa sulit. Apakah Daud menjadi pola seorang pemimpin yang begitu dekat dengan para pendukung dan anak buahnya sementara relasinya dengan anggota keluarganya sendiri terlihat berseberangan? Di sini terlihat kaitan erat antara sisi melankolis Daud berupa perhatian kepada anak buahnya dengan sikap anak buahnya yang setia. Relasi erat keduanya justru memperkuat kepemimpinan Daud di masa sulit. Ketiga , gaya bahasa alusio : penyebutan “ 600 orang ” dan “ sejak di Gat ” (2 Sam. 15:18) menunjuk pada pengungsian terdahulu Daud ke negeri Filistin, tepatnya di kota Gat yang dipimpin oleh raja Akhis (lihat 1 Sam. 27:2ff). Kalau dirunut ke belakang, kemungkinan besar ini adalah orang-orang yang mendatangi Daud di gua Adulam dan yang diterima dengan baik oleh Daud tanpa mempedulikan latar belakang mereka (lihat 1 Sam. 22:1ff). Menarik untuk ditekankan bahwa kedatangan orang-orang tersebut di gua Adulam disebutkan dengan kedatangan dan partisipasi keluarga Daud. Jadi inilah yang hilang dalam hidup Daud. Jika dalam fase awal hidupnya, kolaborasi teman-teman dan keluarga mendapat perhatian dari dan memberikan dukungan kepada Daud, di masa selanjutnya justru hubungan keduanya jelas terpisah, khususnya terkait dengan Absalom: Daud hanya didukung oleh teman-temannya. Bahkan mulai pasal 15 dan seterusnya, keluarga Daud hanya disebut saja tanpa deskripsi dan koneksi lebih lanjut di antara mereka, misal memberi dukungan saat Daud susah, dan seterusnya (lihat 16:2; 19:5, 41). Dalam banyak teks, hanya disebutkan raja Daud tanpa rincian “beserta keluarganya” misal dalam 15:30 ketika “Daud mendaki bukit Zaitun sambil menangis….” Dalam ayat itu disebutkan seluruh rakyat ikut sedih bersama-sama Daud, tetapi tidak disebutkan secara langsung bahwa keluarganya juga turut sedih. Ini bukan berarti mereka tidak ada di sana atau tidak turut bersedih, tetapi ini menunjukkan peran mereka yang makin minimal di tengah krisis yang dialami Daud. Satu-satunya catatan tentang relasi Daud dengan gundik-gundiknya justru menyebutkan bahwa mereka terasing sampai hari mati mereka (20:3). Terakhir, catatan Daud
44 Alter, 286 menyebut nama Itai ( yT;ai ) sangat mirip dengan preposisi yTia i yang berarti “ bersama dengan aku”, yang menurut para ahli (Garsiel, Polzin, dan lain- lain) berfungsi sebagai simbol kesetiaan (sikap loyal) Itai kepada raja.
dalam relasi dengan keluarga hanya dicatat terkait pergantian kepemimpinan kepada Salomo (1 Raja-raja 1-2).
Berbeda dengan Daud, kesetiaan kepada Absalom terlihat instan dan tidak berakar kuat. Dalam tahap awal, mereka yang mendukung Absalom adalah para undangan yang pergi ke Hebron tanpa curiga dan tidak tahu apa-apa tentang rencana Absalom (ay.11). Meskipun langsung disebutkan bahwa makin banyak rakyat yang memihak Absalom (ay.12), tetapi menurut hemat penulis keberpihakan rakyat pada Absalom lebih didasari rasa takut daripada unsur loyal dan setia. Ini terbukti dengan tangisan rakyat sewaktu Daud dan rombongan mengungsi dan melarikan diri dari Absalom (ay.23). Itulah sebabnya mengapa rakyat setelah kematian Absalom langsung berpikir untuk mengembalikan jabatan raja kepada Daud, padahal sebelumnya rakyat telah mengurapi Absalom menjadi raja (19:10). Bahkan orang-orang terdekat Absalom seperti Ahitofel, ternyata taat demi menunaikan misi pribadinya sehingga segera setelah penolakan nasihatnya oleh Absalom, Ahitofel langsung bunuh diri (17:23). Sebagai tambahan, fakta tentang peran penting mata-mata Daud, Yonatan dan Ahimaas, yang berhasil lolos dan menyampaikan pesan penting kepada Daud serta menentukan arah strategi Daud menunjukkan soliditas kesetiaan orang-orang di sekitar Daud, baik yang dekat maupun yang jauh (ada di lokasi tempat Absalom berada). Sebaliknya, pengejaran Yonatan dan Ahimaas oleh orang-orang Absalom berhenti segera setelah mereka mengetahui bahwa Yonatan dan Ahimaas berhasil lolos, tanpa ada kelanjutan cerita, misalnya laporan kepada Absalom agar ada strategi alternatif terhadap kondisi terkini yang dihadapi. 45
Menarik untuk diamati bahwa dalam situasi krisis yang sedang dihadapi, kepemimpinan Daud, yang sebelumnya terlihat sangat lemah terkait relasi dengan anak-anaknya, juga terlihat sangat kuat dan efektif. Terlihat bahwa ada relasi kuat antara sisi melankolis Daud yang begitu peduli terhadap anak buahnya dan sisi kolerik Daud yang begitu strategis dalam menentukan rencana
45 Lihat perbedaan kedua kelompok ini dalam 2 Sam. 17:20-21. Setelah mengetahui buronannya lolos, orang- orang Absalom “ pulang …ke Yerusalem.” Tidak ada tindakan lainnya. Sementara setelah Yonatan dan Ahimaas lolos, nasihat mereka mengakibatkan Daud dan rombongan langsung bergerak menyeberangi Sungai Yordan.
selanjutnya 46 sehingga pembaca mendapat kesan bahwa strategi Daud ini sedemikian kuat dan efektif serta pasti akan memberikan hasil yang positif. Sebelumnya terkesan Daud gagal memimpin anak-anaknya dengan tegas karena terkesan terlalu sayang kepada anak-anaknya. Namun dalam bagian ini ditekankan bahwa kasih sayang dan perhatian yang benar, seperti yang ditunjukkan Daud kepada anak buahnya, justru memperkuat dan bukan memperlemah kepemimpinan Daud.
Selanjutnya dalam pasal 16-17, kembali narator menggunakan sudut pandang temporal untuk menambah efek suspensi di hati pembaca, 47 khususnya terkait dengan ungkapan- ungkapan Daud yang pada saat itu belum mengetahui akhir petualangannya, apakah jabatan raja akan direbut oleh orang lain atau dikembalikan kepadanya. 48 Menarik untuk dicatat bahwa di pasal 16, ada catatan tentang sisi religius Daud yang sempat hilang dan tidak dicatat sama sekali terkait dengan responss Daud menghadapi masalah yang menimpa anak-anaknya, khususnya seputar Amnon, Tamar, dan Absalom. Total terdapat 3 doa atau harapan Daud di hadapan Tuhan (2x dalam pasal 15 dan 1x di pasal 16). Yang pertama berupa doa penyerahan penuh, apakah Tuhan akan melakukan yang baik (yaitu: dikenan Tuhan) atau yang tidak di dalam hidupnya (15:25-26). Yang kedua berupa doa permohonan: “Gagalkanlah kiranya nasihat Ahitofel itu, ya TUHAN” (15:31). Dan yang terakhir berupa harapan Tuhan membalas apa yang buruk yang dilakukan Simei terhadapnya dengan apa yang baik, yang akan meredakan kesengsaraan yang sedang dialami (16:12). Kalau diperhatikan, terdapat nuansa menanjak di dalam ketiga doa yang disebutkan. Artinya, kesadaran dan keberanian untuk percaya penuh pada Tuhan, apakah Tuhan dapat melakukan apa yang baik atau mengijinkan yang tidak baik terjadi, menjadi momen pembangunan fondasi imannya sehingga dia dapat bangkit dari keterpurukan dan
46 Daud minimal begitu peduli pada Itai, Husai, serta kelompok Zadok dan Abyatar di 15:19-22, 24-29, 32-37.
47 Untuk studi lebih lanjut, lihat Jan Fokkelman, Di Balik Kisah-kisah Akitab (Jakarta: BPK, 2008), 183-89, khususnya tentang unsur ketegangan di seputar nasihat Ahitofel dan Husai.
48 Lihat analisa Halpern, 366, yang membuka kemungkinan bagi konspirasi antara Absalom dengan kaum Israel atau penduduk bagian Utara, seperti yang muncul dalam ungkapan Ziba terkait harapan Mefiboset (meskipun itu belum tentu benar dan mungkin sekali karangan Ziba sendiri): “Pada hari ini kaum Israel akan mengembalikan kepadaku kerajaan ayahku” (16:3).
menggapai harapan baru di dalam Tuhan. Nuansa suspense menegaskan bahwa Daud tidak tahu akhir petualangannya, tetapi iman kepada Tuhan membawanya maju dan melangkah menuju masa depan dan harapan baru. Harapan baru itu minimal ditunjukkan melalui penanganan terhadap pemberontakan yang dilakukan oleh Seba tanpa menimbulkan gejolak baru di dalam pemerintahan Daud (lihat pasal 20).
## ANALISA 2 SAMUEL 18-19
Pasal 18 dimulai dengan kesiapan hati Daud untuk memimpin pasukan menyerang kubu Absalom (ay. 1-2). Namun segera setelah dicegah oleh seorang tentara untuk tidak terjun langsung di medan pertempuran (ay. 3-4), Daud berpesan untuk memperlakukan Absalom dengan lunak (ay. 5). Menurut Alter, kata “dengan lunak” ( gently ) dipahami oleh para ahli bahasa memiliki akar kata yang sama dengan kata “menutupi atau melindungi” ( to cover ) seperti yang dipahami para prajurit Daud sebagai tindakan untuk mengamat-amati ( to watch over ) atau melindungi ( to protect ) Absalom (ay. 12). 49 Tetapi instruksi ini ambigu sifatnya dan berpotensi membingungkan karena tidak jelas artinya, apakah membiarkan Absalom lepas atau menangkapnya hidup-hidup atau kemungkinan lainnya. Itulah sebabnya mengapa Yoab berpikir praktis ketika menemukan Absalom tidak berdaya dan memutuskan membunuhnya (ay. 14) karena menganggapnya sebagai lawan yang berbahaya. 50 Demikian pula halnya dengan respons Yoab terhadap ratapan Daud setelah Absalom meninggal. Karena menganggapnya sebagai lawan yang berbahaya, ratapan Daud segera dipahami Yoab sebagai keberpihakan terhadap musuh, yang otomatis memposisikan Daud sebagai musuh rakyat Israel, seperti ungkapan Yoab: …dengan mencintai orang-orang yang benci kepadamu, dan dengan membenci orang-orang yang cinta kep adamu…” (19:6). Sebenarnya, tindakan mencintai orang- orang yang benci kepada Daud tidak selalu berarti membenci orang-orang yang selama ini cinta kepadanya atau berpihak
49 Alter, 304.
50 Tentang kesimpulan sebagai lawan yang harus dihabisi, mungkin juga karena sikap Daud yang ambigu selama ini, yang puncaknya menyebut Abraham sebagai “ orang muda ” ( r[;n: ) dan bukan “ anakku [laki-laki] ” ( ynIïB. ) seperti responsnya saat mendengar Absalom meninggal. Lagipula secara teks, kesiapan Daud memimpin pertempuran secara alami dianggap sebagai reaksi melawan musuh, yaitu Absalom.
padanya. Itu dapat terjadi apabila Daud membedakan perlakuan atau tindakan hukum terhadap kesalahan Absalom yang jelas berusaha dan sudah merebut tahta Daud dengan perlakuan atau tindakan kasih kepada pribadi yang bersalah, yaitu Absalom dalam kapasitasnya sebagai anaknya. Tindakan pengampunan terhadap pribadi Absalom disertai pengarahan terhadap apa yang benar, yang seharusnya dilakukan Daud disediakan dalam dialog antara Ahimaas dan Yoab saat Ahimaas berinisiatif untuk menjadi pembawa berita kepada Daud. Dalam dialog tersebut, perkataan- perkataan Yoab menjadi representasi motif yang salah dari Absalom atau Daud sementara sikap dan tindakan Ahimaas menjadi representasi apa yang baik, yang seharusnya dilakukan Daud. 51 Minimal ditemukan 3 motif penting Ahimaas:
1. Bertindak bukan untuk memuaskan pribadi tertentu, tetapi untuk menyatakan kebenaran. Berdasarkan pemakaian kata hr"ÞF.b;a] dalam bentuk Piel (18:19) yang diulangi dalam komentar Yoab bahwa “…bukan engkau yang menjadi pembawa kabar, pada hari lain boleh eng kau yang menyampaikan kabar…” (18:20) yang menegaskan bahwa memang Ahimaas dikenal sebagai pembawa berita. Tetapi terkait Absalom, Yoab melarang Ahimaas untuk menyampaikan berita dan meminta orang Etiopia sebagai antisipasi kemarahan Daud terhadap berita menyedihkan yang diterimanya. 52 Jadi ada motif “meminjam tangan orang lain” agar tidak menerima resiko yang merugikan. Tetapi Ahimaas bersikeras karena dia tahu bahwa dia ingin mengabarkan kebenaran bahwa Tuhan telah memberi keadilan kepada Daud. Sepanjang sejarah dapat ditemukan orang-orang yang berani dan tetap menyampaikan kebenaran meskipun harus menerima resiko yang merugikan atau mengancam profesinya, keluarganya, atau bahkan nyawanya. Yang dilakukan Absalom sebaliknya. Dia memilih diam dan tidak mengambil resiko sampai kesempatan untuk membalas dendam terbuka lebar. Apabila sejak awal Absalom menemui Daud dan meminta kebenaran atas kasus Amnon dan Tamar, pasti akhir kisahnya berbeda. Demikian pula
51 Tentang representasi Ahimaas sebagai apa yang baik dapat ditemukan indikasinya dengan 2x kali pengungkapan kata “baik” (18:27) baik terhadap pribadi Ahimaas maupun berita yang akan disampaikan.
52 Alter, 307, menyebut motif larangan Yoab adalah mengantisipasi eksekusi pembawa berita oleh Daud seperti dalam kasus berita kematian Saul oleh orang Amalek.
halnya dengan Daud. Bila Daud tidak terbelenggu oleh relasi keluarga terhadap Amnon dan Absalom, pastilah dia dapat bertindak berdasarkan apa yang benar.
2. Bertindak bukan untuk mendapatkan keuntungan. Terhadap kemauan keras Ahimaas, Yoab mengungkapkan hal ini (18:22). Tetapi jawaban Ahimaas sederhana: “Apapun yang terjadi, aku mau berlari pergi” (18:23). Tidak ada motif keuntungan yang mendasari tindakannya untuk memberitakan kabar kematian Absalom. Ini berbeda dengan Absalom yang bertindak sebagai pembela orang Israel dengan cara mengambil keuntungan yaitu mendiskreditkan Daud (lihat pasal 15). Demikian juga halnya Daud yang tidak dapat bertindak tegas karena posisi Amnon sebagai Putera Mahkota. Berdasarkan karut marut keluarga Daud dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang bertindak demi mencari keuntungan sesaat, maka kerugian yang berefek panjang justru akan dialami.
3. Bertindak bukan untuk mendapatkan posisi penting atau penghargaan orang lain. Gambaran pembawa berita yang berlari dominan dalam teks ini. Yang menarik, ada situasi pergantian berkali-kali siapa yang di depan dan siapa yang di belakang di antara Ahimaas dan orang Etiopia. Hingga akhirnya Ahimaas menjadi orang pertama yang menyampaikan berita kepada Daud. Tetapi karena informasi yang diterima tidak lengkap, dia diminta berdiri di samping (indikasi dikesampingkan?) dan digantikan oleh orang Etiopia dengan informasinya yang dijadikan pijakan bagi Daud. Tetapi yang menarik, tidak ditemukan ungkapan kekecewaan di hati Ahimaas. Kesan penulis setelah membaca berkali-kali teks ini adalah adanya “ passion ” (semangat dan kegairahan) yang kuatlah yang menjadi penggerak Ahimaas tetap mau memberitakan kabar kematian Absalom, yaitu keinginan yang kuat karena menganggap Tuhan telah menyatakan keadilan- Nya terhadap Daud, sehingga dia ingin menjadi orang pertama yang menyampaikan kabar itu kepada Daud. Berbeda dengan Ahimaas, Yoab berkali-kali melakukan tindakan-tindakan destruktif, termasuk yang terkini yaitu membunuh Amasa (lihat 20:10), karena Amasa telah diangkat Absalom dan tetap menjadi panglima menggantikan Yoab pada waktu posisi Daud kembali sebagai raja Israel (19:13). Absalom jelas melakukan
hal yang sama. Dan akibatnya, dia meninggal dalam keadaan terhina. 53
4. Bertindak dengan bijaksana. Ini satu-satunya kekurangan Ahimaas. Dia hanya mengandalkan semangat, tetapi tanpa data dan informasi yang memadai sehingga dia tidak dapat menyebutkan apakah Absalom meninggal atau tidak. Padahal kalau dia tidak tergesa-gesa dan mengumpulkan info secara lebih teliti, akan terungkap bahwa Tuhan melalui kondisi alam, yaitu hutan Efraim, telah memperlakukan Absalom dengan “lembut” atau “lunak” seperti permintaan Daud. 54 Menurut hemat penulis, bertindak dengan bijaksana tidak harus dipertentangkan dengan ketegasan untuk bertindak berdasarkan kebenaran dan bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau bahkan mendapatkan posisi strategis. Sebaliknya, orang yang bijaksana tetap bisa bertindak tegas sesuai kebenaran tanpa terkesan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang atau menjerumuskan diri sendiri ke dalam bahaya yang tidak perlu. Demikian juga orang yang bijaksana bisa saja tetap mendapatkan keuntungan- keuntungan tertentu atau bahkan dipercaya untuk mendapatkan jabatan-jabatan strategis, tanpa perlu menggadaikan kebenaran yang diyakininya.
53 Cara penguburan dengan cara melempar mayat ke dalam lobang yang besar menurut Alter, 306, adalah bentuk penguburan yang memalukan.
54 Lihat terjemahan Warren Baker, eds., The Complete Word Study Old Testament (Chattanooga, TN: AMG, 1994), 847, tentang permohonan Daud terkait Absalom: “Deal gently for my sake…” tetapi respons alam ada di ayat 8: “…dan hutan itu memakan lebih banyak orang di antara tentara daripada yang dimakan pedang pada hari itu.” Perhatikan komentar di ayat 8 itu diletakkan langsung sebelum Absalom tersangkut kepalanya di pohon.
## KESIMPULAN
Setelah membaca teks seputar Daud dan Absalom, penulis diyakinkan bahwa masalah relasi yang tidak terjalin konstruktif di antara keduanya diakibatkan oleh hilangnya komunikasi langsung dua arah di antara keduanya. Hilangnya jenis komunikasi seperti itu coba dilengkapi oleh narator melalui berbagai cara. Pertama, menampilkan peran Absalom terhadap Tamar pasca pemerkosaan yang dilakukan Amnon, yang sebenarnya lebih tepat bila peran tersebut dilakukan oleh Daud sebagai ayah kandung Tamar. Kedua, menampilkan ketidakpekaan Daud terhadap permintaan- permintaan Absalom yang berujung pada pembunuhan terhadap Amnon. Penulis melihat jika Daud memenuhi permintaan untuk hadir dalam acara pengguntingan bulu domba, pertumpahan darah tidak akan terjadi. Ketiga, melalui nasihat tidak langsung dari perempuan Tekoa melalui rekayasa kasus yang sebenarnya mengandung tindakan-tindakan penting yang seharusnya dilakukan Daud untuk menyelesaikan masalah Absalom secara bijak. Penulis melihat semuanya ini adalah pemaparan tentang sisi melankolis Daud yang justru melemahkan kepemimpinan Daud, khususnya kepemimpinan dalam keluarga. Ironisnya, melalui pemaparan relasi dengan anak buah dan rekan-rekannya, Daud justru menampilkan sisi melankolis, yang bukan melemahkan, melainkan justru memperkuat sisi kolerik kepemimpinan Daud. Akhirnya, penulis melihat bahwa semua tragedi di tengah keluarga Daud seharusnya dapat diselesaikan dan tidak makin melebar apabila Daud meneladani prinsip-prinsip penting pelayanan yang dilakukan oleh Ahimaas.
|
cc425279-37f5-479f-bb02-a6b10c09b718 | http://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/download/2682/1937 | Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
Implementasi Website Penjualan Bagi Pelaku UMKM Desa Napan – Bikomi Utara
## Implementasi Website Penjualan Bagi Pelaku UMKM Desa Napan – Bikomi Utara
1) Yovinia Carmeneja Hoar Siki*, 2) Donatus Joseph Manehat, 3) Emerensiana Ngaga, 4) Yulianti Paula Bria
1) Ilmu Komputer, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Indonesia
2,3,4 Ilmu Komputer, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang, Indonesia Email Corresponding: [email protected]
## INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Kata Kunci:
UMKM Produk lokal Desa Napan
Website Penjualan Pandemi covid Program PKM ini diadakan sebagai upaya untuk membantu pelaku UMKM Desa Napan –
Bikomi Utara dalam memasarkan produknya tidak hanya secara konvensional tetapi fleksibel melalui penjualan online. Adapun hasil – hasil yang dijual berupa cemilan, jamu, tenunan, anggur pisang dan madu. Diketahui bahwa jamu dan anggur pisang serta madu yang dihasilkan memperlancar peredaran darah dan mengatasi susah tidur. Selama ini, proses pemasaran bersifat konvensional, penjualan berdasarkan titip jual dan cash , belum memanfaatkan teknologi komputer sebagai sarana pemasaran produk. Akibatnya area pemasaran sangat terbatas (lokal), yaitu terbatas pada wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur pada event pameran. Ini mengakibatkan penjulan yang kurang efektif ditambah lagi di masa pandemi tidak dilakukan pameran sehingga pelaku UMKM tidak pernah memasarkan hasil penjualannya. Untuk itu, dilakukan sebuah pengabdian untuk mengatasi kendala tersebut dengan membuat sebuah website penjualan sehingga dapat diimplementasikan. Hasil kegiatan PKM yang dilakukan meningkatkan pemahaman dan keinginan menggunakan website penjualan adalah 100 %. Namun, hasil quisioner pendampingan penggunaan website penjualan bagi pelaku UMKM di Desa Napan – Bikomi Utara menunjukan kebutuhan pendampingan selama 6 bulan agar implementasi website yang telah dirancang bangun dapat berguna dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui ekonomi kreatif.
## ABSTRACT
Keywords:
UMKM
Local products Napan Village Sales Website Covid pandemic This PKM program was held as an effort to help UMKM actors in Napan Village - North Bikomi to sale their products not only conventionally but flexibly through online sales. The products sold include snacks, herbal medicine, weaving, banana wine and honey. It is known that herbal medicine, banana wine and honey can improve blood circulation and overcome insomnia. So far, the marketing process has been conventional, sales based on entrustment and cash, without utilizing computer technology as a means of marketing products. As a result, the marketing area is very limited (local), namely limited to the East Nusa Tenggara province area at exhibition events. This resulted in less effective sales, especially during the pandemic, there were no exhibitions so that UMKMs never sales their products. For this reason, a dedication was carried out to overcome these obstacles by creating a sales website so that it could be implemented. The results of the PKM activities carried out increased understanding and desire to use the sales website by 100%. However, the results of the questionnaire on assistance in using sales websites for UMKMs in Napan Village - North Bikomi show the need for assistance for 6 months so that the implementation of the website that has been designed can be useful and improve people's standard of living through the creative economy.
This is an open access article under the CC–BY-SA license.
## I. PENDAHULUAN
Desa Napan merupakan sebuah desa di pintu perbatasan Negara Timor Leste bagian barat ( District Oecusse). Terletak di kabupaten Timor Tengah Utara kecamatan Bikomi Utara. Umumnya mata pencaharian penduduk di Kecamatan ini adalah petani. Selain bertani sebagian Ibu rumah tangga bekerja sampingan sebagai pengrajin tenun, baik tenun ikat (futus) maupun songket (Sotis). Berbagai upaya telah diadakan oleh pemerintah setempat dengan mendirikan UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro). Namun, UMKM – UMKM ini tidak berjalan semestinya dan macet. UMKM ini akan aktif jika dibutuhkan yaitu saat pameran. Ini
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
mengakibatkan UMKM ini kurang dikenal dan produk pertanian yang dihasilkan tidak diproduksi secara berkesinambungan. Ini mengakitbatkan kehidupan ekonomi masyarakat yang kurang sehat.
## Gambar 1. Situasi Kantor Desa Napan
Program pengabdian masyarakat ini diadakan sebagai suatu upaya membantu UMKM - UMKM yang sudah ada untuk memasarkan produknya tidak hanya secara konvensional tetapi fleksibel melalui penjualan online. Adapun hasil – hasil yang dijual berupa cemilan, jamu, tenunan, anggur pisang dan madu. Diketahui bahwa jamu dan anggur pisang serta madu yang dihasilkan memperlancar peredaran darah dan mengatasi susah tidur.
## Gambar 2. Produk Pertanian dan Kerajinan
Selama ini proses pemasaran bersifat konvensional, penjualan berdasarkan titip jual dan cash , belum memanfaatkan teknologi komputer sebagai sarana pemasaran produk. Akibatnya area pemasaran sangat terbatas (lokal), yaitu hanya terbatas pada wilayah propinsi Nusa Tenggara Timur pada event pameran. Ini mengakibatkan penjulan yang kurang efektif ditambah lagi di masa pandemi ini tidak dilakukan pameran sehingga pelaku UKM tidak pernah memasarkan hasil penjualannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pelaku UKM disebutkan bahwa sebelum pandemi omset yang diperoleh pada tahun 2010 adalah Rp.2.000.000, pada tahun 2016 – tahun 2018 berkembang menjadi Rp.100.000.000 dengan jumlah omset perbulan rata – rata Rp.10.000.000. Pada tahun 2019 omset menurun menjadi sekitar Rp.15.000.000 karena terkendala pandemi. Pada tahun 2020 – 2021 omset yang diperoleh hampir tidak ada sama sekali karena tidak adanya proses penjualan. Tahun 2022 omset kembali ada yaitu sebesar Rp. 20.000.000 karena mulai beroperasi. Berbagai upaya telah dilakukan melalui promosi media masa namun terkendala karena kurangnya pengetahuan akan manajemen promosi media masa dan hanya dilakukan pada whats app atau facebook melalui fasilitas tandai orang (Anton, 2023).
Penjualan online marak dilakukan dan memudahkan di jaman teknologi ini. Implementasi penjualan online mencakup semua lini penjualan salah satunya produk UMKM. Dalam penjualan produk UMKM, berbagai website penjualan telah dikembangkan dan diimplementasikan dalam berbagai penelitian yang telah dipublikasikan ( (Mery Efriyanti, 2018), (Indah Kusuma Dewi, p. 2018), (Dedy Harto, 2019), (Renny Sari Sisfor, 2019), (Risald, 2021)). Selain memanfaatkan website penjualan, media sosisal juga dapat dijadikan alternatif dalam penjualan produk ( (Ajib Susanto, 2020), (Endah Fantini, 2021), ).
Oleh karena itu dilakukan sebuah kegiatan pengabdian dengan tujuan untuk meningkatkan omset pelaku UMKM dengan mengimplementasikan sebuah website penjualan. Ini memudahkan pelaku UKM lebih mudah memasarkan produknya. Diharapkan melalui program pengabdian masyarakat ini membantu UKM – UKM yang ada dan masyarakat pada umumnya dalam peningkatan taraf hidup melalui ekonomi kreatif.
## II. MASALAH
Pelaksanaan kegiatan PKM ini dilakukan mengacu pada beberapa permasalahan mitra diantaranya :
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
1. Penjualan produk dilakukan secara konvensional.
2. Kontrol operator terhadap perekembangan UMKM sulit dilaksanakan dan membutuhkan waktu dan tenaga.
Kegiatan PKM dilakukan di Desa Napan, Kecamatan Bikomi Utara.
Gambar 3. Gambar Denah Lokasi Pengabdian
## III. METODE
Metode pelaksanaan kegiatan dilakukan secara bertahap sesuai dengan solusi yang ditawarkan dan dijabarkan sebagai sebagai berikut.
## 1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan untuk mempersiapkan program penyuluhan dan pelatihan. Pada tahap ini akan diberikan program kerja dan jadwal pelaksanaan kegiatan sehingga kegiatan dapat terlaksana secara teratur dan terarah. Selain itu juga dipersiapkan modul pelatihan dan koordinasi kesiapan lapangan dan peserta. Pada tahap persiapan juga dilakukan kesepakatan akan jumlah peserta yang akan mengikuti kegiatan pengabdian.
2) Tahap pelaksanaan
a. Sosialisasi / penyuluhan
Dilakukan untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang kegunaan website penjualan dan juga etika melakukan promosi di media sosial maupun website penjualan. Pada tahap ini dilakukan pre test pemahaman tentang website penjualan untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta pelatihan sebelum mengikuti pelatihan penggunaan aplikasi.
b. Pelatihan
Pelatihan yang dilakukan adalah praktek secara lansung penggunaan website penjualan meliputi pembuatan akun, penambahan produk, konfirmasi penjualan dan proses pengiriman. Ini merupakan kelanjutan dari sosialisasi atau penyuluhan.
## 3) Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memberikan post test pemahaman peserta setalah mengikuti pelatihan. Dari post tes ini diketahui keberhasilan kegiatan pengabdian. Ini diharapkan agar dapat meningkatkan penjualan dan pendapatan.
## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan dilakukan bertahap berdasarkan tahapan pada metode pelaksanaan kegiatan yaitu dimulai dari persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Secara lengkap diberikan pelaksanaan dan hasil kegiatan sebagai berikut.
## 1) Persiapan
Persiapan dilakukan dengan kunjungan awal ke lokasi kegiatan dengan maksud agar diperoleh target pengabdian yang sesuai sehingga dapat dilakukan persiapan materi penyuluhan dan pelatihan. Pada tahap ini juga disepakati waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan serta peserta yang akan mengikuti kegiatan
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
Implementasi Website Penjualan Bagi Pelaku UMKM Desa Napan – Bikomi Utara
pengabdian. Materi yang dipersipakan terdiri dari 3 materi yaitu: pengenalan dan kegunaan website penjualan; etika penjualan online; modul pelatihan penggunaan website penjualan. Rundown kegiatan pun ditentukan dan disepakati pada tahap ini yaitu terdiri dari 2 sesi yaitu sesi pengenalan dan pelatihan.
## 2) Tahap Pelaksanaan
Pengenanalan dan pelatihan penggunaan website penjualan merupakan sebuah kegiatan pengabdian untuk mengimplementasikan hasil penelitian. Bertempat di aula kantor Desa Napan Kecamatan Bikomi Utara pada tanggal 25 November 2023 kegiatan ini dilaksanakan. Dihadiri oleh Camat Bikomi Utara dan Kepala Desa Napan, Tes dan Sainoni serta para pelaku UMKM yang berdomisili di ketiga desa tersebut. Total peserta kegiatan adalah 20 orang terdiri dari 10 orang pelaku UMKM, 5 orang pengelola bumdes, 3 orang kepala desa dan 1 orang camat. Kegiatan ini terlaksana dalam dua sesi yaitu sesi pengenalan dan pelatihan penggunaan website penjualan. Pengenalan dilakukan dengan memberikan ceramah tentang pengenalan dan kegunaan website penjualan, dan etika penjualan online.
Setelah sesi pengenalan dilakukan pre - test untuk mengetahui pemahaman peserta sebelum mengikuti pelatihan penggunaan website penjualan. Pelaksanaan pre-test dilakukan setelah kegiatan pengenalan mengingat pelaku UMKM belum pernah mengetahui tentang website penjualan. Soal pre – test yang diberikan mencakup pemahaman penggunaan website penjualan, mudah dan sulitnya menggunakan website penjualan serta manfaat penggunaan website penjualan.
Dari hasil pre – test yang dilakukan terhadap 20 orang peserta diperoleh hasil peserta yang belum pernah mengikuti pelatihan penjualan online menggunakan website penjualan 0 %, pelatihan penjualan melalui media sosial 1 kali 60 % sisanya pernah mengikuti lebih dari 1 kali menggunakan media sosial yaitu 40 %
Gambar 4. Hasil Pre-Test pernah mengikuti pelatihan website penjualan
Untuk pemahaman peserta tentang apa itu penjualan online diperoleh hasil 87% memahami dan sisanya 13 % sedikit memahami.
Gambar 5. Hasil Pre-Test pemahaman tentang penjualan online
Kegiatan dilanjutkan dengan sesi kedua yaitu pelatihan penggunaan website penjualan. Pelatihan dimulai dengan demo aplikasi dan penjelasan kegunaan menu – menu website penjualan. Pada sesi pelatihan dilakukan pendampingan penggunaan aplikasi mulai dari mendaftar akun sampai pada akhir transaksi jual beli yaitu pengiriman barang.
Tampilan Website Penjualan yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini merupakan implementasi dari hasil penelitian pelaksana PKM. Berikut diberikan tampilan – tampilan halaman website yang dirancang bangun.
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
## Tampilan Website Penjualan
Tabel 1. Tampilan Halaman Website No Halaman Website Gambar Tampilan Halaman 1 Halaman Beranda
2 Tampilan Pendaftaran Pembeli
3 T ampilan Admin UMKM
4 T ampilan Operator UMKM
5 Laporan Penjualan
6 Laporan Kemajuan UMKM
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
## 3) Tahap Evaluasi
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan akan website penjualan serta keinginan peserta untuk menggunakan website penjualan dilakukan evaluasi dengan memberikan post test . Soal post test yang diberikan mencakup pemahaman peserta akan mudah dan sulitnya menggunakan website penjualan dan manfaat penggunaan website penjualan.
Hasil post-test untuk mengetahui pemahaman peserta akan materi yang disampaikan diperoleh hasil 100 % kegiatan pelatihan menarik.
Gambar 6. Hasil Post Test Pemahaman materi pelatihan
Hasil post-test untuk mengetahui manfaat dan minat peserta untuk menggunakan website penjualan yang akan diimplementasikan menunjukan 100 % peserta akan menggunakan aplikasi tersebut.
Gambar 7. Hasil Post-Test
Selain mengetahui pemahaman, manfaat dan keinginan peserta menggunakan website penjualan juga dilakukan qusioner keberlanjutan PKM melalui kegiatan pendampingan diperoleh hasil 100 % peserta setuju untuk mendapatkan pendampingan selama 6 bulan.
Gambar 8. Hasil Quisioner keberlanjutan Kegiatan
Dengan demikian perlu dilakukan kegiatan pendampingan sehingga admin pelaku UMKM dan Operator kecamatan dapat menggunakan aplikasi secara mahir dan berkelanjutan.
## V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan PKM ini adalah kegiatan PKM yang dilakukan meningkatkan pemahaman dankeinginan menggunakan website penjualan adalah 100 %. Selain itu, hasil quisioner pendampingan penggunaan website penjualan bagi pelaku UMKM di Desa Napan – Bikomi Utara membutuhkan pendampingan selama 6 bulan agar implementasi website yang telah dirancang bangun dapat berguna dan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui ekonomi kreatif.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Nusantara (JPkMN) e-ISSN : 2745 4053 Vol. 5 No. 1, 2024 |pp: 593-599 | DOI : http://doi.org/10.55338/jpkmn.v5i1.2682
Terimakasih kepada LPPM Universitas Katolik Widya Mandira Kupang yang telah mendanai kegiatan PKM dan juga kepada Perangkat Desa Napan dan masyarakat Desa Napan yang telah bersedia menjadi mitra PKM dan menyediakan tempat pelaksanaan kegiatan PKM.
## DAFTAR PUSTAKA
Antonius Anton. (2023). Wawancara langsung. Kefamenanu, Napan – Bikomi Utara. (No. HP. 081239524548) (Ajib Susanto, 2020). Implementasi Facebook Marketplace untuk Produk UMKM sebagai Upaya Peningkatan Pemasaran dan Penjualan Online. Abdimasku : Jurnal Pengabdian Masyarakat Dian Nuswantoro, 3(1), 42-51. http://abdimasku.lppm.dinus.ac.id/index.php/jurnalabdimasku/article/view/64
(Indah Kusuma Dewi, 2021). Analisis dan Implementasi Sistem Informasi Penjualan Berbasis Web pada UMKM Tiara Cakery Batam. Jurnal Responsive Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Universitas Ibnu Sina, 2(2), 29-38
(Mery Efriyanti, 2018). Analisis Implementasi Electronic Commerce Untuk Meningkatkan Omset Penjualan Butik Mery Berbasis Web Mobile . Jurnal signaling STMIK Pringsewu, 7(1), 45-51. http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=1678663&val=18226&title=ANALISIS% 20IMPLEMENTASI%20ELECTRONIC%20COMMERCE%20UNTUK%20MENINGKATKAN%2 0OMSET%20PENJUALAN%20BUTIK%20MERY%20BERBASIS%20WEB%20MOBILE (Dedy Harto, 2019). Penerapan Internet Marketing dalam Meningkatkan Pendapatan pada UMKM. JPPM :
Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, 3(1), 39-45.
https://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/JPPM/article/view/3033/2434
(Renny Sari Sisfor, 2019). PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM E-COMMERCE PADA UMKM BATIK DI KABUPATEN JOMBANG. Dinamisia : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat , 3 (1), 36-43. https://doi.org/10.31849/dinamisia.v3i1.2061
(Risald, 2021). Implementasi Sistem Penjualan Online Berbasis E-Commerce Pada Usaha Ukm Ike Suti Menggunakan Metode Waterfall. JITU : Jurnal of Information and Technology Unimor, 1(1), 37-42. http://jurnal.unimor.ac.id/JITU/article/view/1393
(Endah Fantini, 2021). Optimalisasi Sosial Media Sebagai Sarana Promosi Usaha Kecil Menengah Meningkatkan Penjualan di Masa Pandemi Covid-19. JURNAL EKONOMI, MANAJEMEN, BISNIS,
DAN
SOSIAL
(EMBISS) , 1 (2), 126–131. Retrieved from
https://embiss.com/index.php/embiss/article/view/18
(Nurhayati, 2021). Analisis Digitalisasi Pemasaran Berbasis Sosial Media untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) di Pekalongan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Pekalongan, 24(1), 66-74. https://jurnal.unikal.ac.id/index.php/jebi/article/view/1390/985
(Susanto, et al., 2020). Implementasi Facebook Marketplace untuk Produk UMKM sebagai Upaya Peningkatan. https://doi.org/10.33633/ja.v3i1.64 (Darnis & Agramanisti, 2019). Pemanfaatan Media Informasi Website Promosi ( e-Commerce ) sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan UMKM Desa Pedado. Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat 2019, SINDIMAS 2019 STMIK Pontianak, 29 Juli 2019 (Aulianita, et al., 2022) . Mengembangkan Penjualan UMKM Alby Key dengan Web E-Commerce. Jurnal Pengabdian Untuk Mu NegeRI Universitas Muhadiyah Riau, Vol.6 No.1, Mei 2022 . https://doi.org/10.37859/jpumri.v6i1.3544
(Suharto, et al., 2017) . Pelatihan Pengelolaan Website Toko Online Bagi Umkm Di Kawasan Pasar Tradisional Klewer Surakarta Sebagai Strategi Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (Mea). Demandia, Vol. 2 No. 2 (September 2017): 229-245
|
46904daf-f161-488e-b32a-a343f1e634c2 | https://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/download/37386/12423 |
## Tradisi lisan bencana alam di Gunung Telomoyo: studi awal Oral traditions of natural disasters on Mount Telomoyo: a preliminary study
Galuh Ambar Sasi a* , Nabella Angellita Setiyono b , Juhan Abel Anggoro c , Sahesti Sri Wulandari d , Deden Uropmabin e [email protected] a , [email protected] b , [email protected] c , [email protected] d , [email protected] e
Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Diponegoro No.52-60, Salatiga, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50711, Indonesia *Corresponding email: [email protected]
## ARTICLE INFO
Received: April 04, 2023
Revised: December 08, 2021 Accepted: December 20, 2023 Published: December 31, 2023
## ABSTRACT
Indonesia is rich in oral traditions. One of them is about natural disasters. Unfortunately, these traditions are often considered non-historical. As a result, local people's awareness of disasters is low. In this regard, this paper attempts to revisit oral traditions about natural disasters on Mount Telomoyo, the most hospitable mountain in Central Java. Using the corpus analysis method of oral tradition research data, we make three findings. Firstly, natural disasters that occur on Mount Telomoyo are volcanic eruptions, landslides, earthquakes, cold lava and flash floods. These disasters are present in babad or oral history stories, literary works in the form of orally transmitted songs, ceremonies, prayers, knowledge about the village landscape, tax documents, local advice, folklore, and historical gossip. Second, natural disasters as a marker of the transition of power and the balance of the cosmos caused by behavioural deviations. Third, the oral tradition of natural disasters in Mount Telomoyo also represents knowledge about the path of earthquakes.
## KEYWORDS
oral tradition; Telemoyo Mount; natural disaster
## ABSTRAK
Indonesia kaya akan tradisi lisan. Salah satunya adalah tentang bencana alam. Sayangnya, tradisi tersebut kerap kali dianggap bukan sejarah. Akibatnya, kesadaran masyarakat lokal terhadap bencana pun rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini mencoba mengkaji kembali tradisi lisan tentang bencana alam Gunung Telomoyo, gunung yang dianggap paling ramah di Jawa Tengah. Dengan menggunakan metode analisis korpus data penelitian tradisi lisan, kami menghasilkan tiga temuan. Pertama, bencana alam yang terjadi di Gunung Telomoyo adalah letusan gunung berapi, tanah longsor, gempa bumi, lahar dingin, dan banjir bandang. Bencana-bencana ini hadir dalam babad atau cerita sejarah lisan, karya sastra dalam bentuk nyanyian yang diwariskan secara lisan, upacara, doa, pengetahuan tentang lanskap desa, dokumen pajak, petuah-petuah lokal, cerita rakyat, dan gosip sejarah. Kedua, bencana alam sebagai penanda peralihan kekuasaan dan keseimbangan kosmos yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku. Ketiga, tradisi lisan bencana alam Telomoyo juga merepresentasikan pengetahuan tentang jalur terjadinya gempa.
KATA-KATA KUNCI tradisi lisan; Gunung Telemoyo; bencana alam
## Permalink/DOI
10.17977/um020v17i22023p152-163
Copyright © 2023. Sejarah dan Budaya Email: [email protected] Print ISSN: 1979-9993 Online ISSN: 2503-1147
## Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya
Journal homepage: http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/index
Research
Article
How to Cite APA Style:
Sasi, G.A, Setiyono, N.A, Anggoro, J.A, Wulandari, S.S, Uropmabin,D. (2023). Tradisi lisan bencana alam di Gunung Telomoyo: studi awal. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, 17 (2), 152-163 https://doi.org/10.17977/um02 0v17i22023p152-163
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International (CC BY-SA 4.0) license.
## PENDAHULUAN
Gunung Telomoyo menghubung dua kabupaten di Jawa Tengah (kabupaten Semarang dan kabupaten Magelang). Tingginya 1.894 m di atas permukaan air laut dan diapit oleh gunung- gunung lain seperti Merbabu (3.145 m), Andong (1.726 m), Sumbing (3.371 m), Ungaran (2.050 m), Gajah Mungkur (1.300 m), serta Kendil (1.800 m). Dibandingkan dengan gunung- gunung di sekitarnya tersebut, gunung ini dianggap lebih ramah. Keramahan itu hadir dalam bentuk kemudahan jangkauan mencapai puncak dengan menggunakan sepeda motor atau jeep pariwisata.
Gempa swarm 42 kali pada 23 Oktober-5 November 2021 membuat gunung Telomoyo populer ( Anonim, 2021 ; Semarang, 2021 ). Sekalipun bermagnitudo kecil, frekuensi kejadian yang relatif tinggi telah menciptakan kepanikan ( Permana, 2021 ). Kepanikan itu mendorong pemerintah lokal untuk membangun tenda-tenda darurat serta membentuk satuan tugas mitigasi bencana alam. Dalam praktiknya, setiap desa kemudian memiliki satuan tugas tanggap bencana yang terdiri dari lima orang. Adapun tugasnya adalah mengantisipasi terjadinya longsor tanah dan batu ( Utomo, 2021 ). Namun, ada pula yang menganggapnya bahwa kebutuhan satuan tugas bencana alam tidak sama. Oleh karena itu, ada pula yang beranggapan bahwa satuan tugas tersebut adalah bagian nggugurke kewajiban (memenuhi kewajiban) untuk memenuhi instruksi "dari atas" atau pemerintah ( Sasi, 2021a ).
Realitas sosial ini mendorong penulis untuk berasumsi bahwa ada ketidakselarasan tentang mitigasi bencana alam di Gunung Telomoyo. Dalam konteks ini, masyarakat dengan terpaksa menerima rekomendasi pemerintah (lokal) dan tidak mampu menghadirkan pengetahuan kolektif mereka tentang bencana alam dan mitigasinya. Di lain sisi, ketidakmampuan ini boleh jadi dipengaruhi oleh banyak hal, mulai dari ketidaktahuan, kegagalan maupun keterputusan transfer pengetahuan, juga belenggu mental bahwa pengetahuan yang tidak tertulis tidak dapat dianggap sebagai sejarah, tidak ilmiah, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ketinggalan, realitas sosial di masyarakat juga menunjukkan adanya perbedaan tanggapan terhadap narasi-narasi dari masyarakat akar rumput. Narasi-narasi tentang gunung Telomoyo yang berasal dari masyarakat lokal dianggap sebagai gosip yang tidak ilmiah ( Sasi et al., 2022 ) dan berpotensi memperkeruh suasana sehingga dapat dipidanakan karena akan dianggap sebagai bagian penyebarluasan kabar palsu ( Sasi, 2021b ). Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk menggali tradisi lisan bencana alam di Telomoyo. Penggalian tradisi tersebut diharapkan dapat memberikan referensi untuk melakukan melihat tema lingkungan dari tradisi sekaligus melakukan penilaian ulang pengetahuan yang sudah ada.
Tradisi lisan tentang bencana alam sebenarnya bukan sebuah kajian baru. Nunn, Lancini, Franks, Soussignan, dan McCallum menunjukkan bagaimana perlunya memberikan konteks lokal yang memberikan informasi tentang laku budaya dan spiritual dalam persoalan-persoalan terkait dengan fenomena alam ( Nunn et al., 2019 ). Sementara Troll, Deegab, Jolis, Budd, Dahren, dan Schawarzkopf mencontohkan bagaimana tradisi lisan dalam bentuk cerita rakyat lokal telah digunakan oleh orang-orang kuno untuk menggambarkan dan merasionalisasi interaksi kompleks antara proses geologis. Hal itu sekaligus menjadi alat mitigasi bahaya kuno dan berguna dalam mendorong dialog yang
efektif dengan berbagai pihak sasaran dan kelompok kepentingan di sekitar lereng gunung Merapi ( Troll et al., 2015 ). Contoh lain adalah karya multidisipliner Donovan, Suryanto, dan Utami membuka wawasan bagaiamana kenduren atau upacara mempersembahkan kepala kerbau untuk makhluk supranatural, tanda-tanda peringatan lokal seperti suara gemuruh serta arah guntur atau petir, serta pengaruh dari orang bijak dan pimpinan spiritual menjadi contoh bentuk tradisi lisan yang biasa digunakan untuk menghadapi bencana alam di gunung Merapi ( Donovan et al., 2012 ). Dalam konteks Telomoyo, referensi-referensi tersebut kiranya memberikan kerangka metodologi untuk melacak, mengidentifikasi, dan menganalisis tradisi lisan tentang bencana alam di sana. Secara khusus, bencana alam selain gempa bumi. Kemungkinan ini terbuka mengingat Telomoyo adalah gunung api dan menjadi bagian proyek panas bumi ( Hermawan et al., 2012 ; Prastyani & Niasari, 2017 ; Sarjan & Niasari, 2017 ).
Sementara itu, sejarawan di Indonesia masih beradu pendapat tentang tradisi lisan. Sebagian sejarawan ini berpendapat bahwa tradisi lisan bukan sejarah karena tidak mampu dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ada pula sejarawan yang mendikotomikan tradisi lisan dengan sejarah lisan dan menempatkan hal terakhir tersebut sebagai bagian sejarah, sekalipun keduanya berbasis pada hal yang sama, yaitu tuturan lisan ( Tim MKDU Pengantar Sejarah, 2022 ). Di lain sisi, Bambang Purwanto telah dengan tegas mengkritik bahwa hal tersebut adalah bentuk pengabaian secara historiografis sehingga akan mengerucut pada sebuah historiografi Indonesia yang berwawasan sempit. Dalam kritik yang sama pula, ia juga menulis bahwa tradisi lisan dalam kerangka studi sejarah adalah sebuah metodologi sementara sejarah lisan adalah metodenya. Dengan demikian, penulisan tradisi lisan adalah jalan masuk yang sangat penting dan mampu memberi banyak manfaat bagi perkembangan historiografi Indonesia, secara khusus historiografi yang mencerdaskan, membebaskan, dan anti diskriminatif ( Purwanto, 2014 ).
Sementara sosok pendobrak tradisi historiografi, Jan Vansina, mendefinisikan tradisi lisan sebagai sebuah proses dan hasil dari proses tersebut. Hasilnya berupa pesan-pesan lisan yang berdasarkan pada pesan lisan terdahulu, yang paling tidak berusia satu generasi. Prosesnya berupa penyampaian pesan lewat perkataan mulut ke mulut selama beberapa waktu sampai pesan tersebut menghilang. Oleh karena itu, setiap tradisi lisan adalah "sebuah versi pada sebuah masa dan versinya akan tergantung pada proses secara keseluruhan." Dalam konteks ini, Vansina juga menulis bahwa tradisi lisan berbeda dengan sejarah lisan dalam hal metode pengumpulan data. Pasalnya, sejarah lisan "biasanya terjebak pada keterangan mengenai kejadian, mengejar kuantitas saksi mata, dan melewatkan analisis mendalam karena banyaknya jumlah keterangan dan pemeriksaan silang antar informasi." Lebih lanjut Vansina mengkategorikan tradisi lisan dalam empat bentuk. Pertama, pidato yang dihafal. Doa, mantra, puisi, serta lagu-lagu hafalan termasuk dalam kategori ini. Kedua, keterangan bersejarah seperti gosip sejarah, tradisi pribadi, tradisi kelompok, tradisi mengenai asal-usul kejadian, serta keterangan kumulatif berupa daftar atau silsilah yang harus terus diperbaharui. Ketiga, epos atau kepahlawanan tentang satu tokoh. Keempat, hikayat, pepatah, dan peribahasa ( Vansina, 2014 ).
Senada dengan Vansina dan Purwanto, Thomas Spear juga menguraikan jika persoalan tradisi lisan adalah perbedaan pendekatan sejarah yang berbeda dengan sejarah
gaya Barat ( Spear, 1981 ). Ia juga menambahkan jika tradisi lisan dalam banyak cara mengungkapkan kesadaran budaya kolektif, dan dengan demikian mereka menyampaikan kesan homeostasis budaya. Kata-kata dari masa lalu menjadi kongruen dengan nilai dan citra diri masa kini. Selain itu, tradisi lisan adalah bagian dari keseluruhan sistem budaya, sistem makna yang muncul dari pengalaman sejarah suatu bangsa. Contohnya adalah mitos. Sumber tradisi lisan ini, menurut Spear bukanlah produk penemuan belaka, melainkan mampu mengungkapkan nilai-nilai, struktur, idiom, serta model tradisi yang semuanya merupakan produk budaya berharga bagi sejarawan. Di lain sisi, produk budaya ini membentuk pola budaya yang akan menunjukkan kegigihan pengalaman bersejarah dan menghasilkan nilai-nilai moralitas serta peraturan sosial dan budaya yang merupakan realitas sejarah ( Spear, 1981 ). Dalam konteks di atas, Spear memberikan poin tegas bahwa sejarawan harus menerima tradisi lisan sebagai sejarah karena tugas sejarawan bukan memangkas apa yang tampak irasional tetapi menerima keseluruhan sebagai rasional dalam cara berpikir yang berbeda kemudian mencoba menerjemahkan rasionalitas dari mode itu ke dalam rasionalitas sejarah. Caranya adalah dengan membangun kepekaan untuk menerima mode, nilai-nilai, serta kanon sejarah dari sebuah tradisi masyarakat dan menempatkannya sebagai bagian sejarah. Dengan demikian, tradisi lisan akan mendorong proses penciptaan sejarah bersama antara sejarawan dengan masyarakat ( Spear, 1981 ). Tradisi lisan tentang bencana alam sebenarnya telah juga dicontohkan oleh para begawan Indonesia. Mengutip historiografi Tiongkok, Lapian menjelaskan bahwa bencana alam menjadi pertanda bahwa mandat dari langit yang diberikan kepada kaisar sudah berakhir dan perlu dialihkan kepada dinasti yang baru ( Lapian, 1987 ). Hal yang sama juga berlaku untuk historiografi Indonesia. Mandat dari langit atau pulung, wahyu, sakti (kekuatan magis seorang raja) ( Kartodirdjo, 1968 ) bersifat tidak stabil, reinkarnatif, mudah guncang, dan dapat berpindah kepada orang lain ( Onghokham, 2019 ) yang ditandai dengan adanya bencana. Sebaliknya mandat tersebut juga dapat diperoleh atau ditambah dengan bertapa, berpuasa, dan berkhalwat ( Kartodirdjo, 1968 ). Di lain sisi, historiografi Indonesia juga mencatat bahwa bencana alam juga berkaitan dengan keseimbangan tata kosmos sementara sebab bencana umumnya dicari dan ditemukan pada tingkah laku yang menyimpang dari seseorang atau beberapa anggota masyarakat yang bersangkutan ( Lapian, 1987 ).
Terakhir, tulisan Sione Latukefu kiranya menjadi referensi tambahan tentang jenis- jenis tradisi lisan yang kiranya dapat menjadi sumber sejarah tentang bencana alam di gunung Telomoyo. Diantaranya adalah cerita, dongeng, lagu, epos, toponimi atau asal-usul nama tempat, peribahasa, upacara adat yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah, serta tarian. Tidak ketinggalan, argumen Latukefu bahwa tradisi lisan dapat menjangkau generasi masa kini, mampu menghadirkan individu-individu dalam sebuah peristiwa sejarah, serta menempatkan individu, sekalipun orang biasa, untuk memiliki sejarah bahwa berdamai dengan trauma menjadi referensi berharga dalam upaya menggali tradisi lisan tentang bencana alam Telomoyo ( Latukefu, 1968 ).
## METODE
Data-data tulisan ini mencakup empat kategori tradisi lisan yang telah dijelaskan oleh Jan Vansina dan Sione Latukefu. Data-data tersebut dikumpulkan dari jurnal mingguan tim Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) skema hibah riset keilmuan 2021 Universitas Kristen Satya Wacana selama Oktober 2021-November 2022. Dengan kata lain, penulis tidak melakukan wawancara secara langsung melainkan menggunakan metode analisis korpus terhadap teks laporan kegiatan riset sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan mencermati teks yang berkaitan dengan konteks bencana alam di gunung Telomoyo.
Data ini selanjutnya dikombinasikan dengan data-data yang terkumpul dalam penjelajahan jejak bencana alam di Telomoyo pada 3 Desember 2022. Hasil penjelajahan yang memungkinkan diskusi antargenerasi tentang narasi lokal seputar Telomoyo ini selanjutnya ditranskrip sehingga menghasilkan teks verbatim. Data-data yang terkumpul selanjutnya diunggah pada laman aplikasi analisis korpus voyant-tools.org sehingga menghasilkan tren data temuan dan frekuensinya tentang bencana alam. Tren tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel yang terdiri dari dua kolom dan memuat keterangan tentang jenis bencana alam di Telomoyo dan sumber informasinya. Terakhir, temuan tersebut diinterpretasikan sebagai realitas sosial yang merepresentasikan mentalitas masyarakat setempat.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari rangkaian tahapan di atas, penulis dapat mengidentifikasikan bahwa bencana alam di gunung Telomoyo meliputi empat hal. Pertama, letusan gunung berapi. Bencana ini hadir dalam bentuk babad atau cerita sejarah lisan serta karya sastra dalam bentuk tembang atau lagu yang diwariskan secara lisan. Adapun inti ceritanya adalah tanda-tanda yang diberikan Telomoyo kepada Jaka Tingkir (Mas Karebet) sebelum menjadi Sultan Pajang. Kedua, tanah longsor. Narasi tentang bencana tanah longsor hadir dalam bentuk upacara, doa-doa ketika Rejeban, pengetahuan tentang lanskap desa, surat paja, serta petuah lokal. Ketiga, gempa bumi. Narasi bencana alam ini hadir dalam bentuk mitos naga yang sedang menggeliat serta cerita rakyat tentang naga raksasa Baru Klinting. Terakhir, lahar dingin dan banjir bandang yang melekat dengan gosip sejarah tentang Telomoyo menjadi lautan juga asal-usul nama desa di sekitar Telomoyo.
## Transisi Kekuasaan Pajang
Sumber pertama tradisi lisan tentang bencana alam di Telomoyo dapat diperoleh dari Serat Centhini . Mengutip Sri Margana Serat Centhini bukanlah babad atau sejarah, "tetapi ensiklopedia sebagai sumber pengetahuan Jawa, sehingga sejarah hanya akan menjadi bagian darinya." Dalam konteks historiografi, proses penulisan naskah yang dipimpin oleh Raden Ngabehi Ranggasutrasna, Raden Ngabehi Yasadipura II (Raden Tumenggung Sastranegara), dan Raden Ngabehi Sastradipura (Kiai Muhammad Ilham) ini lahir dalam kondisi politik yang genting, ketika pengaruh kolonialisme mulai merusak tatanan elite kerajaan dan masyarakat Jawa. Oleh karena itu, mengutip Margana, Serat Centhini hadir "untuk merangkum semua hal tentang Jawa agar dapat membangkitkan inspirasi, membangkitkan kecintaan akan sesuatu yang telah terdesak ataupun telah direnggut oleh kekuasaan asing, menyadarkan orang Jawa tentang apa yang dimilikinya, potensi dirinya, pencapaian, sejarah dan kejayaan masa lalu, serta segala sesuatu yang layak untuk diperjuangkan atau diselamatkan" ( Margana, 2014 ). Adapun bagian dari Serat Centhini yang memuat tentang Telomoyo adalah Asmaradana (tembang menggambarkan kehidupan asmara manusia) tentang kemunculan sosok pemuda desa yang akan menjadi Sultan Pajang. Dalam Pupuh 272 (4-5) tentang pembicaraan Ki Ageng Sela dan Jaka Tingkir tentang mimpi Jaka Tingkir mengenai Telomoyo yang bergerak hingga rusak parah (a rdi gograg ) disertai dengan suara gemuruh ( gumaludug suwarane ).
Anuju sajuga ratri | Ki Agêng (n)dangu Ki Jaka | ing saelingamu thole | kowe tau ngimpi apa | Ki Jaka matur blaka | nalika tirakat ulun | dhatêng arga Telamaya || Supêna katiban sasi | anyarêngi ardi gograg | gumaludhug suwarane | sanalika kula kagyat | paran wahananira | lah jêbèng bêcik impènmu | iku ratuning supêna || ( Lestari, 1988 ; Sasi, 2021b ; Sasi, 2021 )
Sumber lain adalah babad atau cerita sejarah. Dalam Babad Tanah Jawa , diceritakan tentang Ki Ageng Sela yang digambarkan sebagai orang yang menyimpan keinginan untuk menurunkan penerus raja-raja di tanah Jawa. Untuk mewujudkan keinginannya itu, ia bertapa meminta wahyu. Namun, di hari ketujuh, ia justru bermimpi bertemu dengan Jaka Tingkir di dalam hutan dimana semua pepohonan tampak rebah ( sakathahing kêkajêngan sampun sami rêbah, kaseredan dhatêng Ki Jaka Tingkir ). Jaka Tingkir pun menjawab bahwa ketika bertapa di Telomoyo ia bermimpi kejatuhan bulan ( katiban rêmbulan ). Seketika itu pula ia melihat gunung tersebut bergemuruh ( sanalika punika ugi rêdi ing Telamaya mungêl gumludhug ).
Yêktosipun Ki Agêng Sela punika....ing batos sangêt panêdhanipun ing Allah, supados sagêda anurunakên para ratu ingkang amêngku ing tanah Jawi....Kala samantên Ki Agêng Sela sampun pitung dintên pitung dalu anggènipun wontên ing gubug....supêna dhatêng wana anyangking pudhi badhe babad. Katingal salêbêting supêna Ki Jaka Tingkir sampun kêpanggih wontên ing wana, sarta sakathahing kêkajêngan sampun sami rêbah, kaseredan dhatêng Ki Jaka Tingkir,...Ki Agêng eram sangêt, nuntên kagèt wungu saking ênggènipun sare....angêt anggènipun gagêtun,...lajêng pitakèn
dhatêng Ki Jaka....Ki Jaka Tingkir matur bêlaka, kala kula tirakat dhatêng ing rêdi Telamaya rumiyin, wontên ing ngriku kula ing dalu tilêm sarta supêna katiban rêmbulan. Sanalika punika ugi rêdi ing Telamaya mungêl gumludhug ( Lestari, 1938 ) .
## Perpindahan Desa dan Pendidikan Moral
Sumber kedua tradisi lisan tentang Telomoyo kiranya dapat disimak dalam tulisan Galuh Ambar Sasi dan Rosiana Eva Rayanti. Keduanya mengungkit jika tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang paling mengancam di Telomoyo ( Sasi, G. A., & Rayanti, 2022 ). Adapun sumber cerita tentang bencana alam ini adalah mitos tentang perpindahan Dusun Ngrawan, salah satu desa di Telomoyo. Menurut mitos, Desa Ngrawan mulanya berada di wilayah Baturan atau sekarang dikenal sebagai Prasasti Ngrawan. Desa itu dipindah ke wilayah bekas Dusun Padan (bagian dari Desa Ngrawan sekarang) karena tanah longsor. Bencana ini dipercaya sebagai hukuman bagi orang-orang Ngrawan yang tidak mau menghormati dan memperlakukan sesamanya dengan buruk. Kisah tentang hukuman ini bermula dari danyang desa yang marah dengan kelakuan warganya. Ia menjelma sebagai pedagang Cina miskin berpakaian buruk dan mencari dagangan tembakau di Ngrawan. Warga tidak mau menjual tembakaunya bahkan mengolok-olok pedagang tersebut. Mereka beranggapan bahwa orang Cina miskin tidak akan mampu membayar tembakau milik mereka. Olokan tersebut membuat sang pedagang sakit hati. Ia mengeluarkan kata-kata jika orang Ngrawan benar-benar telah tercela karena hanya melihat sesuatu dari bentuk luarnya. Oleh karena itu, pada Senin Wage pukul 04.00 sore ia akan menghabisi seluruh Ngrawan seisinya. Kata-kata itu disertai dengan guntur disusul dengan tanah longsor. Akibatnya, orang Ngrawan mengungsi ke wilayah Padaan. Mereka menggeser orang-orang Padan yang hanya berjumlah tujuh kepala keluarga ke wilayah sudut desa (Padan=sudut). Mitos tentang bencana alam tanah longsor ini hadir dalam keseharian masyarakat. Informasi ini tidak hanya hadir dalam percakapan jika ada tamu dari universitas atau wisatawan, melainkan juga dalam identitas paguyuban kesenian. Tiga paguyuban kesenian di Ngrawan sekarang ini memiliki tari penciri yang bersumber dari cerita prasasti dan longsor.
Mitos tentang bencana alam juga hadir dalam pengetahuan tentang lanskap desa. Selain menandai batas wilayah, pengetahuan tentang lanskap desa ini hadir ketika pembayaran pajak maupun ejekan di antara sesama petani-penari yang menyebut aktivitas di ladang sebagai pekerjaan di kantor. Bagi warga Tanon, tanah longsor Ngrawan dan pengungsian orang-orang Ngrawan di masa lalu membuat desa mereka menjadi sempit dan tidak memiliki bengkok desa lagi. Meskipun demikian, surat letter C pajak orang-orang dusun Ngrawan masih menyebutkan kepemilikan tanah Tanon. Sementara bagi warga Padan, pengetahuan lanskap desa melekat dalam keseharian untuk mengingatkan orang- orang Ngrawan agar tidak merogoh rempela (meminta lambung) mereka karena mereka telah memberi hati mereka untuk orang-orang Ngrawan di masa lalu. Sehubungan hal ini, mereka memiliki pepatah " wis diwenehi ati, aja ngrogoh rempela ." Lebih lanjut, narasi tentang bencana alam juga dihadirkan dalam perayaan Nyadran Batur dalam bentuk upacara methukan . Methukan berarti penjemputan atau perjumpaan. Hal ini dimaknai sebagai perjumpaan tiga unsur, yaitu perjumpaan antara sesama warga, perjumpaan dengan roh
leluhur maupun danyang penunggu desa, maupun perjumpaan manusia dengan penciptanya. Pemahaman tentang sejarah baru membuat acara methukan direkonstruksi menjadi perjumpaan atas tiga hal baru. Pertama , perjumpaan sesama warga untuk mengingatkan agar tidak memandang orang dari bentuk luar sehingga tidak akan mendapat hukuman seperti leluhur mereka. Selain itu, perjumpaan ini untuk menjunjung kerukunan dan kerja sama sama seperti dilakukan leluhur mereka saat mengungsi dan membangun ulang desa baru di tanah Padan dan Tanon. Kedu a, perjumpaan dengan roh leluhur dan danyang desa yang menjaga keselamatan desa di desa baru. Ketiga , perjumpaan spiritual dengan sang penciptanya untuk mengingatkan tugas-tugas kamanungsan (kemanusiaan).
Ketiga hal tersebut dirangkum pula dalam doa yang diucapkan secara cepat oleh tetua desa ketika penyembelihan kambing cara untuk persembahan.
Ingkang sabagian malih kangge amertosi danyang soko ingkang mbaureksa dusun Ngrawan mriki inggih punika mbahe Bambang ingkang kuwajiban ngrengkuh dumateng putra wayahipun sedaya dipunsuwun kawilijenganipun. Wilujenga ingkang anyuwun, wilujenga ingkang dipun suwun dipun suwun kawilijenganipun sakrinta,sakcawine saktumandape ampun wonten salah satunggaling punapa-punapa ( Purwoko, 2022 )
Sebagai sebuah peristiwa perpindahan di Ngrawan tidak diketahui waktu yang tepat dalam tradisi tahun Masehi gaya Barat. Namun, jika ukuran waktu tidak melulu Masehi maka perpindahan itu telah memenuhi kriteria sebagai sebuah peristiwa sejarah. Lebih dari itu, sekalipun tuturannya dalam bentuk mitos, upacara makan bersama, hafalan doa, serta pepatah, sejarawan tidak bisa mengabaikan begitu saja realitas sejarah bahwa Telomoyo pernah mengalami longsor besar sehingga mengakibatkan perpindahan desa secara besar- besaran. Selain itu, bentuk-bentuk tradisi tersebut pada akhirnya juga membentangkan mentalitas masyarakat Ngrawan, dalam memandang keseimbangan dan keselarasan alam Telomoyo. Mentalitas ini juga hadir dalam usaha untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang dikembangkan untuk menyintas dan mencegah bencana alam di sekitar mereka.
## Warisan Mitigasi
Tradisi lain adalah kepercayaan tentang naga yang menggeliat ( nagane ngulet ) untuk menggambarkan gempa bumi yang terjadi di gunung Telomoyo. Naga yang dimaksud di sini adalah naga raksasa bernama Baru Klinting. Dalam cerita rakyat dikisahkan bahwa naga ini sedang mencari ayahnya, Ki Hajar Salokantara, sedang bertapa di Telomoyo. Ketika berhasil bertemu sang ayah, ia ditugaskan untuk bertapa dengan melingkarkan tubuhnya ke Telomoyo selama satu tahun agar bisa berubah menjadi manusia. Usaha itu gagal ketika dua pemburu yang gagal mencari rusa untuk upacara sedekah desa menemukannya lalu memotong-motong tubuhnya untuk pesta. Arwah Baru Klinthing menjelma menjadi anak kecil dengan tubuh berbau busuk dan menghadiri pesta sedekah desa. Semua penduduk desa mengusirnya kecuali seorang janda yang memberinya makan. Kepada perempuan itu Baru Klinthing berpesan jika mendengar Telomoyo bergemuruh maka ia harus naik lesung (alat penumbuk padi). Setelah berkata demikian, Baru Klinthing menancapkan lidi dan menantang penduduk desa untuk mencabutnya. Ketika tidak ada seorang pun yang bisa
mencabut, ia pun mencabutnya. Seketika Telomoyo bergemuruh dan air tiada habis- habisnya menggenangi kawasan itu sehingga menjadi danau yang dikenal sebagai Rawa Pening.
Sekali lagi, cerita tentang Baru Klinthing memang adalah sebuah legenda atau cerita tentang asal-usul nama tempat (Rawa Pening). Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa cerita itu adalah bagian mentalitas masyarakat di gunung Telomoyo tentang gempa bumi yang disebabkan oleh "sang penunggu." Dalam konteks ini pula, cerita ini kiranya mengandung pengetahuan bahwa antara Telomoyo dan Rawa Pening memiliki keterkaitan sehingga tidak berlebihan jika ditafsir bahwa keduanya adalah jalur gempa bumi. Di lain sisi, suara gemuruh dan tanda tentang air menjadi menarik apabila disandingkan dengan gosip tentang Telamaya dadi segara atau Telomoyo menjadi lautan. Dalam konteks puncak gempa swarm 23-25 Oktober 2021, gosip itu sebagai berita palsu yang dapat diancam dengan pidana karena dapat menimbulkan kecemasan. Selebihnya, cerita itu dianggap tidak masuk akal karena bagaimana mungkin wilayah yang berada di dalam ketinggian menjadi lautan. Jika itu terjadi, wilayah sekitarnya seperti Ambarawa dan Salatiga tentu akan telah tenggelam.
Gemuruh gunung dan tanda air itu menjadi sebuah pengetahuan sejarah bahwa ada kemungkinan Telomoyo juga menyimpan potensi bencana yang lain. Bencana yang dimaksudkan adalah banjir bandang atau dalam kondisi yang ekstrim lainnya bisa jadi lahar dingin. Pengetahuan ini menjadi sebuah sejarah bagi masyarakat yang berada di sekitar Banyubiru khususnya Desa Kebumen. Sejarah versi lokal itu ditunjukkan dengan keberadaan salah satu dusun yang ada di Kebumen. Dusun yang dimaksud adalah Kepil. Nama ini adalah akronim dari kamulyaning warga lamun eling lan waspada prahara ilange Likasan (kemuliaan warga jikalau ingat dan waspada tentang bencana hilangnya Likasan). Dalam konteks yang lain, Kepil adalah versi Jawa untuk kafilun (bahasa Arab) yang berarti adalah kumpulan orang-orang bertanggungjawab. Kosakata terakhir ini menjadi bagian keseharian masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab dari orang-orang yang selamat dari bencana Likasan. Desa ini dulunya berada di atas desa Kebumen. Desa ini sekarang lenyap karena banjir bandang yang terjadi pada Rabu Wage antara tahun 1929-1930. Sama seperti Ngrawan, desa ini juga mendapatkan hukuman karena melakukan kesalahan yaitu menginginkan sesuatu yang bukan haknya. Dalam kepercayaan setempat, banjir itu adalah hukuman untuk desa Kayumas yang berada di bawah Likasan. Desa ini dihukum karena sisanya ada pemberontak dari Rawa Pening yang menjelma menjadi batu besar bernama gotong dan nganten . Batu-batu itu akan dikembalikan ke asalnya dengan cara banjir bandang. Sementara Likasan yang berada di atasnya di atasnya tidak akan terkena apa-apa karena telah dipagari dengan kayu dari emas. Malangnya, kayu itu pagar penjaga itu justru diambil oleh penduduk Likasan. Akibatnya, bencana banjir yang disebut sebagai iring- iringan gotong ngganten itu merusak desa tersebut dan membelokkan arah sungai menuju ke Rawa Pening ( Roza, 2013 ).
Akhirnya, peristiwa Likasan itu boleh jadi adalah sebuah mitos atau legenda. Akan tetapi, sejarawan kiranya juga tidak bisa mengabaikan realitas tentang penemuan- penemuan masyarakat di sekitar aliran sungai, mulai dari perkakas rumah tangga, pakaian, juga kerangka manusia. Di lain sisi, mereka juga memiliki bentang alam yang menyisakan
keruntuhan gunung Telomoyo. Dalam aspek yang lain, ada juga cerita-cerita personal yang diwariskan secara turun-temurun tentang bencana tersebut. Cerita itu mencakup cerita selamat dengan bersembunyi di lemari, hingga cerita konyol tentang penyelamatan anggota keluarga yang terus diulang dan menjadi bagian dari sejarah keluarga maupun dusun. Dengan kata lain, cerita itu terus hidup, menjadi bagian pengalaman sejarah, dan mengandung nilai-nilai yang terus diwariskan dari generasi ke generasi terutama untuk menjaga keselarasan alam dan hubungan antarmanusia ( Sasi et al., 2022 ).
## PENUTUP
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bencana alam di gunung Telomoyo hadir dalam bentuk tradisi lisan sebagaimana yang dijelaskan oleh Vansina maupun Latukefu, yaitu: babad atau cerita sejarah lisan, karya sastra dalam bentuk tembang atau lagu yang diwariskan secara lisan, bentuk upacara, doa-doa ketika Rejeban, pengetahuan tentang lanskap desa, surat pajak, petuah lokal, legenda, serta gosip sejarah. Adapun jenis-jenis bencana yang teridentifikasi adalah letusan gunung berapi, tanah longsor, gempa bumi, lahar dingin, dan banjir bandang. Senada dengan argumentasi Spear, penulis berpendapat bahwa tradisi lisan tersebut bukan semata-mata produk penemuan belaka, melainkan mampu mengungkapkan nilai-nilai, struktur, idiom, serta model tradisi yang semuanya merupakan produk budaya berharga bagi sejarawan. Di lain sisi, produk budaya ini membentuk pola budaya yang akan menunjukkan kegigihan pengalaman bersejarah dan menghasilkan nilai- nilai moralitas serta peraturan sosial dan budaya yang merupakan realitas sejarah.
Sebagai sebuah realitas sejarah, tradisi lisan tentang bencana alam di gunung Telomoyo kiranya juga selaras dengan pendapat-pendapat Lapian, Onghokham, dan Kartodirdjo. Pertama , bencana alam adalah penanda peralihan kekuasaan kepada Jaka Tingkir yang dikaruniai pulung, wahyu, dan sakti dari hasil bertapa, berpuasa, dan berkhalwat. Kedua , bencana alam di Telomoyo juga berkaitan dengan keseimbangan kosmos. Cerita kutukan pedagang Cina, legenda Baruklinthing, serta kayumas dan gotong ngganten adalah bentuk-bentuk penyimpangan tingkah laku yang menjadi penyebab bencana. Dalam konteks yang lain, tradisi lisan bencana alam Telomoyo juga merepresentasikan pengetahuan tentang jalur gempa. Hanya saja, pengetahuan ini relatif terabaikan. Oleh karena itu, penggalian tradisi lisan tentang bencana alam di Telomoyo dibutuhkan untuk membangun sistem peringatan dini terhadap bencana selain transfer nilai-nilai untuk menjaga keseimbangan kosmos. Selain itu, studi tersebut juga diharapkan menjawab argumentasi Latukefu bahwa tradisi lisan dapat menjangkau generasi masa kini serta mampu menghadirkan individu-individu dalam sebuah peristiwa sejarah. Terpenting, menempatkan individu, sekalipun orang biasa, untuk memiliki sejarah bahwa berdamai dengan trauma kebencanaan. Akhirnya, alih-alih memperdebatkan tradisi lisan sebagai sejarah atau bukan sejarah terbatas hanya dalam ruang kelas, sejarawan harus terus menggali tradisi lisan dan menyebarluaskan temuan-temuannya. Dengan demikian, historiografi yang mencerdaskan, membebaskan, dan anti diskriminatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Purwanto bukan hanya impian.
Akhirnya, studi eksplorasi tradisi lisan di gunung Telomoyo dapat memberikan referensi tentang gambaran pengetahuan ekologi berbasis tradisi sebagai gambaran utuh
pengetahuan masyarakat yang belum terkontaminasi budaya kapitalisme. Di lain sisi, studi tersebut memberikan contoh produksi pengetahuan masyarakat lokal terhadap ekologi sekaligus menggambarkan wajah pengetahuan ekologi tradisi yaitu pengetahuan kosmologi, etika dan nilai, serta budaya dan identitas.
## DAFTAR RUJUKAN
Anonim. (2021). Gempa swarm 3,0 m terjadi lagi di Semarang, total sudah 42 kali.
Kumparannews . https://kumparan.com/kumparannews/gempa-swarm-3-0-m- terjadi-lagi-di-semarang-total-sudah-42-kali-1wrLugLUKNB?utm_campaign=in- t&utm_medium=post&utm_source=Twitter.
Donovan, K., Suryanto, A., & Utami, P. (2012). Mapping cultural vulnerability in volcanic regions: The practical application of social volcanology at Mt Merapi, Indonesia. Environmental Hazard , 313 – 314. https://doi.org/10.1080/17477891.2012.689- 252
Hermawan, D., Widodo, S., & Mulyadi, E. (2012). Sistem panas bumi Daerah Candi Umbul-
Telomoyo berdasarkan kajian geologi dan geokimia. Buletin Sumber Daya Geologi . https://doi.org/10.47599/bsdg.v7i1.91
Kartodirdjo, S. (1968). Segi-segi strukturil historiografi indonesia. Lembaran Sedjarah , 26.
Lapian, A. (1987). Bencana alam dan penulisan sejarah (Krakatau 1883 dan Cilegon 1888). In T. I. Alfian, H. Koesoemanto, D. Hardjowidjono, & D. Suryo. In Dari babad dan hikayat sampai sejarah kritis (p. 211). Gadjah mada University Press.
Latukefu, S. (1968). Oral traditions: An appraisal of their value. The Journal of Pacific History , 166,168. https://doi.org/10.1080/00223346808572130
Lestari, Y. S. (1938). Babad Tanah Jawi Jilid: 3 Nyariyosakên risakipun Nagari Majapait lan adêgipun Karajan Islam ing Dêmak tuwin lairipun Jaka Tingkir dumugi suwitanipun dhatêng Sultan Dêmak . Bale Pustaka.
Lestari, Y. S. (1988). Sêrat cênthini (SULUK TAMBANGRARAS). In Sastra.org . Yayasan Sastra Lestari. https://www.sastra.org/kisah-cerita-dan-kronikal/serat-centhini/964- centhini-kamajaya-1985-91-761-jilid-04-pupuh-257-272
Margana, S. (2014). Historiografi tanpa tradisi. In S. Kartodirdjo. In Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia (pp. 364-366,370-371). Ombak.
Nunn, P. D., Lancini, L., Franks, L., Soussignan, R. C., & McCallum, A. (2019). Maar stories: how oral traditions aid understanding of. Annals of the American Association of Geographers , 1628. https://doi.org/10.1080/24694452.2019.1574550 Onghokham. (2019). Wahyu yang hilang di negeri yang guncang . KPG.
Permana, D. A. (2021). Rumah retak karena gempa swarm, warga ambarawa pilih tidur di tenda. Kompas.Com .
Prastyani, E., & Niasari, S. W. (2017). Interpretasi data VLF-EM & VLF-R menggunakan analisis tipper dan impedansi: Studi kasus dari Candi Umbul-Telomoyo, Magelang, Indonesia. Prosiding Konferensi AIP .
Purwanto, B. (2014). Belajar dari Afrika: Tradisi lisan sebagai sejarah dan upaya membangun historiografi bagi mereka yang terabaikan. In J. Vansina,. In Tradisi Lisan sebagai Sejarah (p. xxxv). Ombak.
Purwoko, D. (2022). Tradisi untuk mengenal asal-usul: ngrawan rejeban . https://www.youtube.com/watch?v=AAXWIxbC2gA
Roza, L. (2013). Evaluating mathematical creativity: The interplay between multiplicity and insight1. Psychological Test and Assessment Modeling , 55 (4), 385.
Sarjan, A. F., & Niasari, S. W. (2017). Modeling of subsurface structures in Telomoyo Volcano geothermal area, Magelang using 1-D magnetotelluric method. AIP Conference Proceedings . https://doi.org/10.1063/1.4990930
Sasi, G. A., & Rayanti, R. E. (2022). Remembering the disaster: Isra Miraj commemoration at the Telomoyo Slope inscription site during COVID-19 Pandemic. Islah Journal Literature and Islamic History , 7.
Sasi, G. A. (2021a). Catatan lapangan 5 Desember 2021 .
Sasi, G. A. (2021b). Memori kolektif bencana alam telomoyo.
Sasi, G. A., Setiyono, N. A., J. A. Anggoro, S. S. W., & Uropmabin, D. (2022). Sejarah likasan . Semarang, B. K. (2021). Aktivitas swarm ke-40 mengguncang Salatiga dan Sekitarnya. Aktivitas Swarm ke-40 Mengguncang Salatiga dan Sekitarnya. https://twitter.com/BPBD_KAB_SMG/status/1456174414236577798?t=OyOo ZEBpq_TLp8eYIJcT4Q&s=19
Spear, T. (1981). Oral traditions: Whose history?. The Journal of Pacific History , 146. https://doi.org/10.1080/00223348108572420
Tim MKDU Pengantar Sejarah. (2022). Sumber Sejarah. Salatiga .
Troll, V. R., Deegab, F. M., Jolis, E. M., B., D. A., Dahren, B., & Scbawarzkopf, L. M. (2015). Ancient oral tradition describes volcano-earthquake interaction at Merapi Volcano, Indonesia. Geografiska Annaler. Series A, Physical Geography , 137.
Utomo, N. W. (2021). Retrieved from Gempa Swarm di Ambarawa dan Salatiga, BMKG Imbau Ini ke Masyarakat. Suaramerdeka.Com. www.suaramerdeka.com/jawa- tengah/pr-041531416/gempa-swarm-di-ambarawa-dan-salatiga-bmkg-imbau- ini-ke-masyarakat
Vansina, J. (2014). Tradisi lisan sebagai sejarah . Ombak.
|
243cb2ee-efbf-4a28-b48f-58cc8258e05f | https://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp/article/download/49527/12408 |
## Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 Dengan Posisi Pengelasan 1G
Bayu Himawan Ajitama *1 , Widiyanti 2 , Marsono 3 1,2,3 Universitas Negeri Malang, Indonesia
1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang e-mail: *1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi kuat arus terhadap kekuatan tarik pada pengelasan GMAW dan SMAW pada baja karbon ASTM A36. Rancangan penelitian yang digunakan eksperimen dengan desain rancangan pre experimental design. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pada pengelasan GMAW dengan variasi kuat arus 180 A merupakan kuat arus yang paling ideal digunakan karena menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi, yaitu 442,73 MPa, sedangkan pada pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus 100 A merupakan kuat arus yang paling ideal digunakan karena menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi, yaitu 442,93 MPa.
Kata kunci: Variasi Kuat Arus, Kekuatan Tarik, GMAW, SMAW
Abstract: This study aims to determine the effect of variation welding current on tensile strength in GMAW and SMAW welding on carbon steel ASTM A36. The research design used experimentally with a pre– experimental design. The analysis technique used is the descriptive. The results GMAW with a welding current of 180 A is the most ideal current to use because it produces the highest tensile strength value, namely 442.73 MPa. Whereas in SMAW with a welding current of 100 A, it is the most ideal current to use because it produces the highest tensile strength value, which is 442.93 MPa.
Keywords: Variation Welding Current, Tensile Strength, GMAW, SMAW
Perkembangan serta pertumbuhan industri manufaktur dibidang konstruksi dari waktu ke waktu sangat mengalami kemajuan yang pesat, sehingga menuntut setiap individu harus dapat mengikuti perkembangan ilmu teknologi serta dapat menerapkan dalam setiap permasalahan yang ada. Teknologi pengelasan mengalami kemajuan yang sangat pada saat ini. Pengelasan memiliki peran yang sangat penting dalam bidang konstruksi, hal ini karena pengelasan memiliki tingkat efisiensi yang baik dari sambungan lainnya. Selain itu, sifat yang dihasilkan dari sambungan las memiliki kekuatan yang cukup baik. Pengelasan juga dapat digunakan untuk reparasi seperti mempertebal lapisan yang sudah aus, menutupi lubang pada hasil coran, memuat lapisan yang keras pada logam dan sebagainya (Wiryosumarto & Okumura, 2000). Jenis pengelasan yang sering digunakan pada industri manufaktur khususnya bidang pengelasan saat ini adalah Gas Metal Arc Welding (GMAW) dan Shielded Metal Arc Welding (SMAW). Jenis ini sering digunakan karena memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari jenis pengelasan GMAW yaitu tidak menghasilkan terak, efisiensi yang tinggi dan hasil lasan memiliki elastisitas dan ketangguhan yang baik. Sedangkan pada jenis pengelasan SMAW juga memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dibawa ke mana saja, peralatan yang digunakan sederhana, biaya yang relatif murah, elektroda yang digunakan memiliki banyak variasi diameter dan mudah untuk dicari. Pengelasan ini banyak digunakan pada industri pengelasan berskala besar maupun kecil. Pengaruh kuat arus dalam suatu proses pengelasan merupakan salah satu indikator terpenting yang harus diperhatikan guna memperoleh hasil lasan yang baik. Dengan adanya pengaruh tersebut, maka akan menyebabkan sifat–sifat hasil pengelasan yang berbeda antar spesimen. Hasil pengelasan sangat dipengaruhi oleh arus listrik yang digunakan. Tingginya penggunaan arus listrik akan menghasilkan penembusan (penetrasi) serta kecepatan pencairan yang tinggi. Pemilihan kuat arus pada suatu proses pengelasan ditentukan oleh beberapa faktor seperti elektroda atau kawat pengisi yang akan digunakan, komposisi bahan elektroda atau kawat pengisi yang digunakan, jenis material yang akan dilas serta metode pengelasan yang digunakan. Material yang sering digunakan pada proses pengelasan adalah baja karbon. Pada industri manufaktur, baja karbon menjadi material yang sering digunakan karena kemampuan hasil lasan yang baik, mudah dilakukan proses fabrikasi serta harganya relatif
http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp
E-ISSN. 2623-1271 Volume 6, Nomor 2, Desember 2023 Halaman: 68 – 78
Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 …..
murah. Sehingga pada penelitian ini dipilih baja karbon tipe ASTM A36. Baja karbon jenis ini dipilih karena memiliki sifat yang mudah menerima perlakuan dengan mudah. Dengan sifatnya yang mudah menerima perlakuan panas, baja karbon ASTM A36 di dunia industri sering digunakan untuk konstruksi jembatan, konstruksi kapal, pembuatan instalasi kapal. Perlu adanya suatu pengujian terhadap material yang telah mengalami proses pengelasan. Pengujian pada material tersebut ditujukan untuk mengetahui sifat mekanik suatu material setelah diberi perlakuan pengelasan. Pada suatu pengujian material, ada 2 (dua) metode pengujian material yang digunakan, salah satunya yaitu pengujian merusak atau destructive test (DT). Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai dari kekuatan sambungan las pada material setelah dilakukannya proses pengelasan. Pengujian destructive test (DT) memiliki beberapa pengujian seperti pengujian tarik, pengujian bengkok, pengujian puntir, pengujian tekan. Pada industri manufaktur pengelasan pengujian tarik merupakan pengujian yang sering digunakan, hal ini dikarenakan pengujian ini untuk mengetahui nilai kekuatan dari hasil sambungan las ketika diberi beban secara maksimum. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan kuat arus, jenis material, jenis elektroda yang digunakan, dan dapat menjadi pembanding hasil nilai kekuatan tarik yang diperoleh dari pengelasan metode GMAW maupun metode SMAW pada baja karbon rendah ASTM A36 dengan ketebalan 8 mm di industri manufaktur khususnya bidang pengelasan.
## METODE
Rancangan penelitian yang digunakan eksperimen dengan desain rancangan pre–experimental design. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif di mana data statistik diperoleh dari hasil pengujian sambungan las kemudian dideskripsikan (Sugiyono, 2008). Penelitian ini menggunakan 5 (lima) variasi kuat arus dengan masing–masing kuat arus sebesar 140 A, 150 A, 160 A, 170 A, dan 180 A pada pengelasan GMAW dan kuat arus sebesar 80 A, 90 A, 100 A, 110 A, 120 A pada pengelasan SMAW. Elektroda yang digunakan pada masing–masing pengelasan GMAW dan SMAW, yaitu ER 70S-6 dan E 7018. Objek penelitian adalah sambungan hasil pengelasan. Objek penelitian yang digunakan adalah baja ASTM A36 dengan ketebalan 8 mm dengan komposisi sebagai berikut (Tabel 1).
## Tabel 1. Kandungan Unsur Baja ASTM A36
Nama Ketebalan C Si Mn P S Cr Al ASTM A36 8 mm 0,14 0,23 0,8 0,015 0,004 0,03 0,03
Sumber: PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk (2020)
Pengelasan ini menggunakan ukuran spesimen 150 mm×120 mm dengan kampuh V menurut standar AWS D1.1 (α = 60 ̊, jarak root face 2 mm, dan root opening 1,5 mm) (Gambar 1).
Pada setiap spesimen pengelasan dilakukan tiga kali uji tarik untuk memperoleh nilai rata-rata dari hasil uji tarik tersebut, sehingga uji tarik dilakukan pada 30 spesimen yang berbeda. Untuk ukuran spesimen pengujian tarik berdasarkan standar ASTM E8/E8M-09 (Gambar 2 dan Tabel 2).
Gambar 2. Spesimen Uji Tarik Standar E8/E8M-09
Sumber: ASTM E8/E8M-09
Tabel 2. Dimensi Spesimen Uji Tarik Berdasarkan Standar E8/E8M-13a
Dimensions
Standard Specimens Sheet-Type, 12.5 mm [0.500 in.] Wide mm [in.] G – Gage Langht 50.0 ± 0.1 [2.000 ± 0.005] W – Width 12.5 ± 0.2 [0.500 ± 0.010] T – Thickness thickness of material R – Radius of fillet, min. 12.5 [0.500] L – Overall lenght 200 [8] A – Lenght of reduced section, min 57 [2.25] B – Lenght of grip section, min 50 [2] C – Widht of grip section, approximate 20 [0.750] Sumber: ASTM E8/E8M-13a
http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp
JURNAL TEKNIK MESIN DAN PEMBELAJARAN
E-ISSN. 2623-1271 Volume 6, Nomor 2, Desember 2023 Halaman: 68 – 78
Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 …..
Gambar 3. Diagram Alur Penelitian
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menghasilkan data berupa angka hasil dari pengujian kekuatan tarik pengelasan GMAW dan SMAW menggunakan variasi kuat arus pada baja karbon ASTM A36. Data hasil pengujian dipaparkan dalam bentuk tabel guna mempermudah untuk pembacaannya. Selain dalam bentuk tabel hasil data dari pengujian kekuatan tarik juga akan dipaparkan dalam bentuk diagram dan grafik sebagai perbandingannya.
## Pengaruh Variasi Kuat Arus Pengelasan GMAW terhadap Kekuatan Uji Tarik
Pengujian tarik pada spesimen hasil pengelasan mengacu pada standar Amerika, yaitu ASTM E8/E8M–13a. Data hasil pengujian kekuatan tarik dari pengelasan GMAW menggunakan variasi kuat arus pada baja karbon ASTM A36 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
## Tabel 3. Data Hasil Pengujian Tarik Pengelasan GMAW
Kode Spesimen Kuat Arus Kekuatan Tarik (MPa) A11 140 A 359 A12 439,3 A13 322,8 Nilai rata–rata 373,7 A21 150 A 416,1 A22 437,7 A23 378,2 Nilai rata–rata 410,67 A31 160 A 405,1 A32 431,8 A33 433,9 Nilai rata–rata 423,6 A41 170 A 434,5 A42 439,8 A43 433,3 Nilai rata–rata 435,87 A51 180 A 442,5 A52 443,8 A53 441,9 Nilai rata–rata 442,73
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai kekuatan tarik spesimen pengelasan GMAW dengan variasi kuat arus mengalami peningkatan nilai kekuatan tarik pada setiap kuat arus yang digunakan. Hasil rata-rata dari nilai kekuatan tarik jika diakumulasikan ke dalam bentuk grafik dan diagram adalah sebagai berikut (Gambar 4 dan Gambar 5).
Gambar 4. Grafik Pengaruh Variasi Kuat Arus terhadap Kekuatan Uji Tarik pada Pengelasan GMAW
Gambar 5. Diagram Pengaruh Variasi Kuat Arus terhadap Kekuatan Uji Tarik pada Pengelasan GMAW
http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp
E-ISSN. 2623-1271 Volume 6, Nomor 2, Desember 2023 Halaman: 68 – 78
Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 …..
Peningkatan nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada setiap kuat arus dapat diamati pada Gambar 4 dan Gambar 5. Nilai kekuatan tarik pada hasil pengelasan GMAW baja karbon ASTM A36 pada kuat arus 140 A s.d 180 A memiliki angka berturut–turut 373,7 MPa, 410,67 MPa, 423,6 MPa, 435,87 MPa, dan 442,73 MPa. Setelah di analisis hasil kekuatan tarik pada penelitian ini, terlihat untuk variasi kuat arus sebesar 140 A memiliki angka nilai kekuatan tarik yang paling rendah dibandingkan dengan variasi kuat arus lainnya. Kuat arus yang kecil menyebabkan masukan panas yang diterima kurang sehingga berpengaruh pada penetrasi yang dihasilkan. Pada saat yang bersamaan logam pengisi (filler) tidak mencair dengan sempurna, logam induk dan logam las tidak menyatu dengan baik, dan menyebabkan kekuatan yang dihasilkan dari sambungan tersebut memiliki nilai yang rendah. Selain itu penggunaan kuat arus yang rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik sehingga mengalami ketidakstabilan pada busur listrik yang dihasilkan. Berbeda dengan variasi kuat arus 140 A, pada variasi kuat arus 180 A memiliki nilai kekuatan tarik yang paling tinggi diantara variasi kuat arus lainnya. Penggunaan kuat arus yang tinggi secara tidak langsung menghasilkan masukan panas yang tinggi, penetrasi yang dalam, serta kecepatan pencairan pada logam yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh pada sambungan ketika dilakukan pengujian dan akan menghasilkan nilai kekuatan yang tinggi.
Hal ini selaras dengan pendapat yang disampaikan oleh (Wiryosumarto & Okumura, 2000) bahwa kuat arus listrik adalah salah satu parameter las yang mempengaruhi penetrasi dan kecepatan pencairan. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi kuat arus listrik yang digunakan maka semakin besar penetrasi dan kecepatan pencairan yang dihasilkan. Sejalan dengan penelitian ini, (Sivakumar & Kumar, 2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi kuat arus yang digunakan maka kekuatan tarik yang dihasilkan semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari variasi kuat arus yang digunakan (110 A, 120 A, 130 A, dan 140 A) pada penelitian ini, kuat arus sebesar 140 A memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan dengan kuat arus lainnya dan terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada setiap kuat arus yang digunakan. Pada hasil penelitian lain yang membahas tentang pengaruh variasi kuat arus dilakukan oleh (Jain, dkk., 2015) menunjukkan bahwa dalam penelitianya tersebut memghasilkan variasi kuat arus dengan range 10 A setiap kuat arus yang digunakan (90 A, 100 A, 110 A) terjadi peningkatan kekuatan tarik seiring dengan besarnya kuat arus yang digunakan, tetapi berbanding terbalik dengan nilai kekerasan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pada saat penggunaan kuat arus yang besar akan mempengaruhi struktur mikro dan terjadi proses laju pendinginan lambat yang mengakibatkan material menjadi lunak. Selaras dengan penelitian (Jain, dkk., 2015), hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wijoyo & Aji, 2015) menghasilkan semakin tinggi kuat arus yang digunakan (80 A, 100 A, 110 A) maka nilai kekerasan dari material tersebut akan mengalami penurunan. Penurunan tersebut disebabkan oleh laju pendinginan yang cepat, sehingga menyebabkan struktur mikro yang terbentuk pada sambungan menjadi lebih kasar. Struktur mikro ini mempunyai sifat keras, hal ini dapat dilihat pada kuat arus 80 A yang memiliki nilai kekerasan tertinggi sedangkan pada kuat arus listrik 100 A struktur mikro yang dihasilkan lebih halus sehingga mengalami penurunan nilai kekerasan. Penurunan nilai kekerasan juga terlihat pada kuat arus listrik 120 A, memiliki nilai kekerasan yang paling rendah, laju pendinginan yang lambat merupakan faktor yang menyebabkan nilai kekerasan menjadi rendah. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan arus listrik akan meningkatkan masukan panas yang diperoleh yang berdampak pada peningkatan kekuatan sambungan las dihasilkan dan lambatnya laju pendinginan.
Dari data yang telah dipaparkan diatas, maka kesimpulan yang didapat ialah bahwa nilai kekuatan tarik yang dihasilkan akan semakin besar seiring meningkatnya kuat arus yang digunakan. Selain itu besarnya kuat arus listrik yang digunakan akan menghasilkan penetrasi yang sangat besar dan berpengaruh pada kekuataan sambungan las, karena salah satu faktor untuk mendapatkan penetrasi yang besar yaitu tergantung dari besar kecilnya kuat arus yang digunakan. Selain itu pada penelitian ini juga menghasilkan variasi kuat arus yang paling ideal digunakan pada pengelasan GMAW pada baja karbon rendah ASTM A36 dengan tebal 8 mm pada posisi pengelasan 1G adalah variasi kuat arus 180 A. Hal ini dikarenakan pada kuat arus 180 A memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan kuat arus lainnya yaitu sebesar 442,73 MPa dan nilai kekuatan tarik yang dihasilkan tersebut sudah melebihi nilai kekuatan tarik pada raw material yaitu sebesar 440 MPa.
## Pengaruh Variasi Kuat Arus Pengelasan SMAW terhadap Kekuatan Uji Tarik
Pengujian tarik pada spesimen hasil pengelasan mengacu pada standar Amerika, yaitu ASTM E8/E8M–13a. Data hasil pengujian kekuatan tarik dari pengelasan SMAW menggunakan variasi kuat arus pada baja karbon ASTM A36 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
## Tabel 4. Data Hasil Pengujian Tarik Pengelasan SMAW
Kode Spesimen Kuat Arus Kekuatan Tarik (MPa) B11 80 A 446,2 B12 440,5 B13 438,8 Nilai rata–rata 441,83 B21 90 A 442,2 B22 441,5 B23 443,1 Nilai rata–rata 442,27 B31 100 A 442,5 B32 442 B33 444,3 Nilai rata–rata 442,93 B41 110 A 439,6 B42 437,8 B43 431,4 Nilai rata–rata 436,27 B51 120 A 439,7 B52 427 B53 431,1 Nilai rata–rata 432,6
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai kekuatan tarik spesimen pengelasan GMAW dengan variasi kuat arus mengalami peningkatan dan penurunan nilai kekuatan tarik pada setiap kuat arus yang digunakan. Hasil rata-rata dari nilai kekuatan tarik jika diakumulasikan ke dalam bentuk grafik dan diagram adalah sebagai berikut (Gambar 6 dan Gambar 7).
Gambar 6. Grafik Pengaruh Variasi Kuat Arus terhadap Kekuatan Uji Tarik pada Pengelasan SMAW
http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp
E-ISSN. 2623-1271 Volume 6, Nomor 2, Desember 2023 Halaman: 68 – 78
Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 …..
## Gambar 7. Diagram Pengaruh Variasi Kuat Arus terhadap Kekuatan Uji Tarik pada Pengelasan GMAW
Perbedaan hasil nilai kekuatan tarik terlihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Data yang telah dipaparkan diatas menunjukkan terjadinya perbedaan besarnya nilai kekuatan tarik pada sambungan hasil pengelasan SMAW akibat variasi kuat arus baja karbon ASTM A36 dengan posisi pengelasan 1G. Hasil kekuatan tarik terendah terlihat pada variasi kuat arus sebesar 120 A, yaitu sebesar 432,6 MPa. Sedangkan untuk hasil kekuatan tarik tertinggi terlihat pada variasi kuat arus sebesar 100 A, yaitu sebesar 442,93 MPa. Meningkatnya kuat arus yang digunakan akan menghasilkan masukan panas tinggi. Selain itu penggunaan kuat arus yang besar akan menghasilkan penetrasi yang dalam sehingga selama proses pengelasan berlangsung pencairan antara elektroda dan logam induk terjadi dengan baik yang mengakibatkan sambungan tersebut memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi pada saat dilakukan pengujian. Hal ini dapat dilihat pada setiap variasi kuat arus 80 A, 90 A, 100 A terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik dengan menghasilkan nilai berturut–turut yakni sebesar 441,83 MPa, 442,27 MPa, dan 442, 93 MPa. Tetapi pada variasi kuat arus 110 A dan 120 A pada penelitian ini terjadi penurunan nilai kekuatan tarik dengan menghasilkan nilai berturut–turut yaitu sebesar 436,27 MPa, dan 432,6 MPa. Penurunan nilai kekuatan tarik pada kuat arus 110 A dan 120 A disebabkan oleh masukan panas yang diterima pada saat proses pengelasan berlangsung terlalu tinggi yang mengakibatkan busur listrik yang dihasilkan terlalu besar dan membutuhkan waktu pendinginan lama pada logam hasil lasan. Pendinginan yang lambat akan berpengaruh pada pembesaran struktur mikro, butir struktur mikro yang mengalami pembesaran akan menurunkan nilai kekuatan dari suatu bahan.
Hasil penelitian ini memiliki keselarasan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Bodude & Momohjimoh, 2015) dalam penelitiannya yang menghasilkan bahwa penggunaan kuat arus yang semakin tinggi akan menyebabkan rendahnya kekuatan tarik yang dihasilkan. Selain itu pada penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa penggunaan kuat arus yang semakin meningkat akan menghasilkan nilai kekerasan yang rendah. Hal ini dapat dilihat untuk penggunaan kuat arus pada penelitian ini yakni sebesar 100 A, 120 A, dan 150 A, dari ketiga variasi kuat arus tersebut, maka pada variasi kuat arus 100 A memiliki nilai kekuatan tarik dan nilai kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan kuat arus lainnya. Selaras dengan hasil penelitian (Bodude & Momohjimoh, 2015), (Nugroho & Setiawan, 2018) dalam penelitiannya ]menunjukkan bahwa penggunaan variasi kuat arus yang semakin besar akan menghasilkan nilai kekuatan tarik yang tinggi, tetapi apabila kuat arus yang digunakan terlalu besar maka akan menurunkan nilai hasil kekuatan tarik pada logam. Hal ini dapat dilihat pada penelitian ini untuk penggunaan variasi kuat arus sebesar 90 A, 100 A, 110 A dan 120 A. Variasi kuat arus 90 A s.d 110 A mengalami peningkatan untuk nilai kekuatan tarik yang dihasilkan, sedangkan pada variasi kuat arus 120 A mengalami penurunan nilai kekuatan tarik. Salah satu penyebab nilai kekuatan tarik mengalami penurunan yaitu pengaruh panas yang dihasilkan pada logam las dengan logam induk mempengaruhi pembentukan struktur mikro pada logam tersebut. Struktur ferit–bainit terbentuk lebih banyak karena pemanasan yang cepat dan tinggi sehingga mengakibatkan sambungan las memiliki sifat yang getas. Sejalan dengan kedua penelitian diatas, penelitian yang dilakukan oleh (Triana, dkk., 2018) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa untuk penggunaan elektroda E7018 pada variasi kuat arus sebesar 80 A, 100 A, 120 A dan 140 A, menghasilkan nilai kekuatan yang menurun pada setiap kuat arus yang digunakan, akan tetapi pada variasi kuat arus 100 A terjadi kenaikan nilai kekuatan tarik dibandingkan dengan kuat arus lainnya. Sehingga menjadikan variasi kuat arus 100 A memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi pada penelitian ini. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh (Harsono, dkk., 2015) selaras dengan hasil penelitian ini, yaitu dari kuat arus yang digunakan sebesar 80 A, 100 A, dan 120 A, hasil pengujian tarik menunjukkan kuat arus 100 A memiliki nilai kekuatan tarik yang paling tinggi dari pada kuat arus lainnya. Hal ini dikarenakan pada kuat arus 100 A, struktur mikro yang dihasilkan rapat dan halus serta di dominasi oleh struktur karbida krom sehingga apabila suatu bahan yang memiliki struktur mikro yang halus dan rapat maka akan menghasilkan nilai kekuatan tarik yang tinggi.
Dari pemaparan data diatas dan hasil penelitian yang sudah ada, maka dapat disimpulkan semakin besar kuat arus listrik yang digunakan, maka akan menghasilkan nilai kekuatan tarik yang tinggi, akan tetapi penggunaan kuat arus yang terlalu tinggi akan mengakibatkan turunnya nilai kekuatan tarik pada hasil sambungan logam. Hal ini dikarenakan masukan panas yang diterima terlalu besar sehingga busur listrik yang dihasilkan tinggi, disaat yang bersamaan busur listrik yang tinggi akan mempengaruhi proses waktu pendinginan yang lambat. Pendinginan yang lambat akan memperbesar butiran struktur mikro pada sambungan las, dan butiran–butiran struktur mikro yang besar akan menghasilkan kekuatan nilai kekuatan yang rendah serta sifat getas pada logam tersebut. Selain itu variasi kuat arus 100 A pada hasil penelitian ini menjadikan kuat arus yang ideal digunakan pada proses pengelasan SMAW baja karbon ASTM A36 dengan ketebalan plat 8 mm pada posisi pengelasan 1G. Hal ini dikarenakan variasi kuat arus 100 A memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi dari pada variasi kuat arus lainnya, yaitu sebesar 442,93 MPa, di sisi lain hasil pemaparan penelitian yang telah ada sebelumnya juga menunjukkan keselarasan dengan penelitian ini, dimana untuk variasi kuat arus 100 A yang digunakan pada ketiga hasil penelitian tersebut memiliki nilai kekuatan tarik tertinggi dibanding kuat arus lainnya.
## Perbandingan Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW
Pengujian tarik pada spesimen hasil pengelasan mengacu pada standar Amerika, yaitu ASTM E8/E8M–13a. Data perbandingan hasil pengujian kekuatan tarik dari pengelasan GMAW dan SMAW menggunakan variasi kuat arus pada baja karbon ASTM A36 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Perbandingan Hasil Pengujian Tarik Pengelasan GMAW dan SMAW
Jenis Pengelasan Arus Pengelasan (Ampere) Kekuatan Tarik (MPa) GMAW 140 A 373,70 150 A 410,67 160 A 423,60 170 A 435,87 180 A 442,73 SMAW 80 A 441,83 90 A 442,27 100 A 442,93 110 A 436,27 120 A 432,6
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat perbandingan nilai kekuatan tarik hasil pengelasan GMAW dan SMAW dengan variasi kuat arus pada baja karbon ASTM A36. Hasil rata-rata dari nilai kekuatan tarik jika diakumulasikan ke dalam bentuk grafik dan diagram adalah sebagai berikut (Gambar 8 dan Gambar 9).
Gambar 8. Grafik Perbandingan Kekuatan Tarik pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW
## Gambar 9. Diagram Perbandingan Kekuatan Tarik pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW
Dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 terjadi perbedaan nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pada masing– masing pengelasan. Pada pengelasan GMAW terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada setiap kuat arus yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada pembahasan sebelumnya yang mengatakan bahwa untuk variasi kuat arus yang digunakan, yaitu sebesar 140 A, 150 A, 160 A, 170 A, 180 A menghasilkan nilai kekuatan tarik yang meningkat, dengan kata lain semakin besar kuat arus yang digunakan maka akan semakin tinggi pula kekuatan tarik yang dihasilkan. Tetapi perlu digaris bawahi untuk penggunaan variasi kuat arus sebesar 140 A s.d 170 A nilai kekuatan tarik yang dihasilkan belum dapat melebihi nilai kekuatan
http://journal2.um.ac.id/index.php/jtmp
E-ISSN. 2623-1271 Volume 6, Nomor 2, Desember 2023 Halaman: 68 – 78
Pengaruh Variasi Kuat Arus Terhadap Kekuatan Tarik Pada Hasil Pengelasan GMAW dan SMAW Baja Karbon ASTM A36 …..
tarik dari raw material baja karbon ASTM A36. Penyebab rendahnya hasil kekuatan tarik pada sambungan las adalah adanya cacat las yang terjadi pada saat proses pengelasan berlangsung. Salah satu cacat las yang terjadi adalah porositas. Porositas sendiri merupakan cacat las berupa lubang kecil yang berada didalam maupun dipermukaan logam las. Terjadinya cacat ini dikarenakan penggunaan gas pelindung yang kurang maksimal sehingga pada saat proses pengelasan berlangsung masih ada udara yang terperangkap didalam logam las. Selain itu kuat arus yang terlalu rendah dan busur las yang terlalu panjang menjadi salah satu faktor terjadinya cacat ini. Hal ini dapat dilihat pada hasil kekuatan tarik yang diperoleh dari variasi kuat arus 140 A menunjukkan angka yang rendah yaitu sebesar 373,7 MPa. Sedangkan pada hasil pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus 80 A, 90 A, 100 A terjadi peningkatan nilai kekuatan tarik pada setiap kuat arus yang digunakan, akan tetapi pada variasi kuat arus 110 A dan 120 A terjadi penurunan nilai kekuatan tarik. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa penurunan nilai kekuatan tarik disebabkan oleh masukan panas yang diterima terlalu besar sehingga mengakibatkan terjadinya waktu pendinginan lama, lamanya waktu pendinginan akan menghasilkan butiran struktur mikro yang semakin membesar pada daerah sambungan las. Perubahan butiran struktur mikro yang besar akan menghasilkan nilai kekuatan yang rendah dan memiliki sifat yang getas pada logam tersebut.
Dari pemaparan data yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan untuk hasil masing–masing pengelasan pada penelitian ini. Penggunaan kuat arus 180 A pada pengelasan GMAW dan kuat arus 100 A pada pengelasan SMAW untuk baja karbon ASTM A36 ketebalan 8 mm dengan posisi pengelasan 1G merupakan kuat arus yang paling ideal digunakan karena menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan kuat arus lainnya. Selain itu untuk perbandingan kekuatan tarik yang dihasilkan dari variasi kuat arus kedua pengelasan pada baja karbon ASTM A36 ketebalan 8 mm, maka dapat diketahui bahwa nilai kekuatan tarik yang dihasilkan pengelasan SMAW lebih besar dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik yang dihasilkan dari pengelasan GMAW, yaitu masing–masing sebesar 442,93 MPa dan 442,73 MPa.
## PENUTUP
Berdasarkan hasil pengujian dan analisa pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa peningkatan nilai kekuatan tarik pada pengelasan GMAW berbanding lurus dengan kuat arus yang digunakan, dengan kata lain semakin tinggi kuat arus yang digunakan maka kekuatan tarik yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat pada grafik dan diagram yang telah disajikan untuk penggunaan variasi kuat arus sebesar 140 A, 150 A, 160 A, 170 A, 180 A mengalami peningkatan nilai kekuatan tarik. Peningkatan tersebut terjadi disebabkan oleh penggunaan kuat arus yang tinggi. Kuat arus yang tinggi akan menghasilkan masukan panas yang besar pada logam las dan penetrasi yang dihasilkan juga besar, sehingga logam pengisi (filler) dan logam induk menyatu dengan baik dan menghasilkan nilai kekuatan yang tinggi pada sambungan las. Selain itu nilai kekuatan tarik tertinggi dihasilkan pada variasi kuat arus 180 A, yaitu sebesar 442,73 MPa, sedangkan untuk nilai kekuatan tarik terendah dihasilkan dari variasi kuat arus 140 A, yaitu sebesar 373,7 MPa. Penggunaan variasi kuat arus pada pengelasan SMAW mengalami peningkatan nilai kekuatan tarik pada variasi kuat arus 80 A, 90 A, 100 A, akan tetapi pada variasi kuat arus 110 A, dan 120 A mengalami penurunan nilai kekuatan tarik. Terjadinya peningkatan nilai kekuatan tarik pada variasi kuat arus 80 A, 90 A, 100 A disebabkan oleh masukan panas yang diterima tinggi, sehingga penetrasi yang dihasilkan dalam. Penetrasi yang dalam akan memghasilkan nilai kekuatan yang tinggi pada sambungan las. Sedangkan penurunan hasil kekuatan tarik pada variasi kuat arus 110 A, dan 120 A disebabkan oleh masukan panas yang diterima terlalu tinggi sehingga menghasilkan busur listrik yang besar dan waktu pendinginan yang cukup lama. Pembesaran butiran stuktur mikro terjadi ketika waktu pendinginan yang lama sehingga kekuatan yang dihasilkan pada sambungan rendah dan memiliki sifat yang getas. Selain itu hasil pengujian tarik dengan variasi kuat arus 120 A menghasilkan nilai kekuatan tarik terendah, yaitu sebesar 432,6 MPa. Sedangkan nilai kekuatan tarik tertinggi dihasilkan dari variasi kuat arus sebesar 100 A, yaitu sebesar 442,93 MPa. Perbandingan nilai kekuatan tarik pada pengelasan GMAW dan SMAW menghasilkan kuat arus 180 A pada pengelasan GMAW dan kuat arus 100 A pada pengelasan SMAW untuk baja karbon ASTM A36 ketebalan 8 mm dengan posisi pengelasan 1G merupakan kuat arus yang paling ideal digunakan karena menghasilkan nilai kekuatan tarik tertinggi dibandingkan kuat arus lainnya. Selain itu nilai kekuatan tarik yang dihasilkan dari pengelasan SMAW lebih besar dibandingkan dengan nilai kekuatan tarik yang dihasilkan dari pengelasan GMAW, yaitu masing–masing sebesar 442,93 MPa dan 442,73 MPa.
## JURNAL TEKNIK MESIN DAN PEMBELAJARAN , Volume 6, Nomor 2, Desember 2023, Halaman: 68–78
## DAFTAR RUJUKAN
ASTM A36/A36M–14 Standart Spesification For Carbon Structural Steel . United State of America: American Standard Testing and Material (ASTM International).
ASTM E8/E8M–13a Standart Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials . United State of America: American Standard Testing and Material (ASTM International).
AWS A5.1/A5.1M:2012 Specification for Carbon Steel Electrodes for Shielded Metal Arc Welding. United State of America: American Welding Society.
AWS A5.18/A5.18M:2005 Specification for Carbon Steel Electrodes and Rods for Gas Shielded Arc Welding. United State of America: American Welding Society.
AWS D1.1/D1.1M:2015 Strucural Welding Code-Steel. United State of America: American Welding Society. Bodude, M., A., & Momohjimoh, I. 2015. Studies on Effects of Welding Parameters on the Mechanical Properties of Welded
Low-Carbon Steel. Journal of Minerals and Materials Characterization and Engineering, Vol (3) , 142-153. http://dx.doi.org/10.4236/jmmce.2015.33017
Harsono, Respati, S., M., B., & Purwanto, H. 2019. Analisis Pengelasan SMAW Tegangan DC Terhadap Kekuatan Tarik, Kekerasan, Foto Makro dan Mikro Pada Stainless Steel 304. Jurnal Momentum, Vol. (15) , No. 1, April 2019, Hal. 58– 63. ISSN 0216-7395
Jain, S., Diwakar, N., Arya, R. 2015. A Study on the Effect of Welding on HAZ, Mechanical Properties and Corrosion of AISI 409m Ferritic Stainless Steel by SMAW, TIG and MIG Welding. International Journal of New Innovation in Science and Technology Volume (3) Issue 1 (Page, 1-9), ISSN: 2321-0468
Nugroho, A., & Setiawan, E. 2018. Pengaruh Variasi Kuat Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasan Sambungan Las Plate Carbon Steel ASTM 36. Jurnal Rekayasa Sistem Industri Volume (3) . No.2 Mei 2018. ISSN 2477-2089 PT. Gunawan Dianjaya Steel Tbk. 2020. Mill Test Certificate : Hot Rooled Steel Plate ASTM A36–14 Sivakumar. S., & Kumar. J., R., F. 2015. Experimental Investigation on MIG Welded Mild Steel. International Journal of Machine and Construction Engineering Volume (2) Issue 1. ISSN: 2394 – 3025. Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D . Cetakan Ke-28. Bandung: Alfabeta Tim Universitas Negeri Malang. 2017. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang : Universitas Negeri Malang (UM Press).
Triana, T., Kamil, M., & Zulaida, Y., M. 2018. Pengaruh Variasi Elektroda dan Arus Listrik Pengelasan Terhadap Cacat Las dan Sifat Mekanik Pelat Baja Aplikasi Lambung Kapal. Jurnal Teknik Mesin Untirta Vol. (IV) , No. 2, Oktober 2018, hal. 50–55
Wijoyo & Aji, B., K. 2015. Kajian Kekerasan dan Struktur Mikro Sambungan Las GMAW Baja Karbon Tinggi dengan Variasi Masukan Arus Listrik. Jurnal SIMETRIS, Vol (6) No 2 November 2015. ISSN: 2252-4983 Wiryosumarto, Harsono & Okumura. 2000. Teknologi Pengelasan Logam . Jakarta: PT Pradnya Paramita.
|
cdd6abb8-2af2-4586-ba17-4f3ade65da67 | http://ejournal.sisfokomtek.org/index.php/jpkm/article/download/3149/2229 |
## Standar Kecantikan Dalam Film “200 Pounds Beauty”:
## Kajian Feminisme Sara Mills
1) Salsabillah Luthfiyyahningtyas*, 2) Septi Fatma Khairani, 3) Intan Camelia
1,2,3) Sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan, Medan, Indonesia Email Corresponding: [email protected]*
## INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Kata Kunci: Feminisme Standar Kecantikan Film Perempuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis representasi perempuan dalam konteks mitos kecantikan dan ideologi patriarki dalam industri perfilman Indonesia, dengan fokus pada film "200 Pounds Beauty" versi Indonesia (2023) yang diproduksi oleh Manoj Punjabi. Kajian ini menggunakan pendekatan wacana kritis Sara Mills dan teori mitos kecantikan Naomi Wolf untuk mengidentifikasi bagaimana standar kecantikan yang dibangun oleh media dan budaya patriarki memengaruhi cara perempuan diperlakukan di dunia kerja dan dalam kehidupan sosial. Penelitian ini mengadopsi metode deskriptif kualitatif untuk mengumpulkan data dan informasi mendalam melalui teknik dokumentasi, melibatkan analisis transkrip dialog dan adegan dalam film "200 Pounds Beauty". Data sekunder dari berbagai sumber literatur juga digunakan untuk mendukung analisis dan interpretasi temuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa film "200 Pounds Beauty" mengandung berbagai indikasi yang memperkuat mitos kecantikan dalam masyarakat Indonesia. Beberapa adegan menampilkan seksisme dan body- shaming, yang mencerminkan tekanan sosial terhadap perempuan untuk memenuhi standar kecantikan tertentu. Tokoh perempuan dalam film seringkali diperlakukan berbeda berdasarkan penampilan fisik mereka, dengan perempuan yang dianggap 'cantik' menerima perlakuan istimewa dan yang 'tidak cantik' mengalami diskriminasi atau penghinaan. Juga, penelitian ini dapat menjadi landasan bagi upaya perubahan sosial yang mendukung perempuan untuk merasa percaya diri dan dihargai, terlepas dari penampilan fisik mereka.
## ABSTRACT
Keywords: Feminism Standard Beauty Movies Woman This study aims to analyze the representation of women in the context of beauty myths and patriarchal ideology in the Indonesian film industry, focusing on the Indonesian version of the film "200 Pounds Beauty" (2023) produced by Manoj Punjabi. This study uses Sara Mills' critical discourse approach and Naomi Wolf's beauty myth theory to identify how beauty standards constructed by the media and patriarchal culture influence the way women are treated in the workforce and in social life. This study adopts qualitative descriptive methods to collect in-depth data and information through documentation techniques, involving transcript analysis of dialogues and scenes in the film "200 Pounds Beauty". Secondary data from various literature sources are also used to support the analysis and interpretation of findings. The results showed that the film "200 Pounds Beauty" contains various indications that reinforce the myth of beauty in Indonesian society. Some scenes feature sexism and body-shaming, reflecting social pressure on women to meet certain beauty standards. Female characters in films are often treated differently based on their physical appearance, with women who are considered 'beautiful' receiving preferential treatment and those who are 'not beautiful' experiencing discrimination or humiliation. Also, the research can be a foundation for social change efforts that support women to feel confident and valued, regardless of their physical appearance.
This is an open access article under the CC–BY-SA license.
## I. PENDAHULUAN
Pada masa kini, perempuan sering dituntut dalam berbagai hal, salah satunya dituntut untuk menjadi cantik sesuai dengan standar kecantikan. Oleh karena itu, banyak perempuan yang ingin menjadi cantik agar terlihat menarik dan tidak sedikit pula yang rela mengeluarkan begitu banyak uang demi mengubah bentuk
wajah ataupun tubuhnya dengan melakukan operasi plastik. Kecantikan sebagai sifat feminin sebenarnya telah berdiri dalam sistem sosial yang luas dan terprogram secara budaya. Setiap hari, perempuan dihadapkan dengan mitos-mitos kecantikan yang semakin menjerumuskan mereka ke dalam obsesi terhadap keindahan fisik.
Sepanjang sejarah, mitos yang mengaitkan kecantikan dengan perempuan tetap bertahan, meskipun ada upaya untuk menentangnya. Akibatnya, masyarakat mengajarkan kita untuk menerima sebagian besar dari mitos kecantikan tubuh perempuan sebagai kebenaran. Untuk tampil cantik dan menawan tidak terjadi secara alami, melainkan karena pengaruh masyarakat kapitalis patriarki. Pola perilaku dan gaya hidup masyarakat global, serta perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, telah menciptakan dunia tanpa batas dan memicu perubahan sosial budaya, ekonomi, serta penegakan hukum yang berlangsung dengan cepat (Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia, 2007, hal. 1).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana mitos kecantikan dan ideologi patriarki tercermin dalam industri perfilman Indonesia, khususnya melalui representasi perempuan dalam film "200 Pounds Beauty". Penelitian ini akan mengkaji dampak mitos kecantikan terhadap persepsi dan peran perempuan dalam masyarakat, serta mengidentifikasi pola wacana yang digunakan untuk menggambarkan perempuan dalam film tersebut. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana karakter perempuan digambarkan dalam konteks sosial-budaya dan bagaimana konstruksi ini berkontribusi terhadap ekspektasi dan tekanan terhadap perempuan dalam aspek penampilan dan peran domestik. Analisis akan dilakukan menggunakan pendekatan wacana kritis Sara Mills untuk mengeksplorasi tingkat kata, kalimat, dan wacana dalam film, dengan fokus pada seksisme, pelecehan, pengkerdilan, dan fragmentasi dalam narasi yang memengaruhi cara perempuan dipersepsikan dalam masyarakat. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan tentang cara industri perfilman dapat berperan dalam memerangi stereotip dan mendorong representasi yang lebih adil dan setara bagi perempuan.
Menurut Firmansyah (2020, hal. 2), “Kajian film tentang perempuan, sering disebut juga dengan istilah feminisme cukup banyak mendapatkan perhatian publik. Alasan mengapa film lebih banyak mengangkat isu feminisme adalah karena film tersebut mempunyai nilai jual yang mampu membuat penontonnya mengonsumsi film tersebut. Oleh karena itu, beberapa film masih menggambarkan laki-laki memiliki status lebih tinggi dibandingkan perempuan”. Industri perfilman Indonesia secara bertahap menunjukkan keunggulan garapan film yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Dalam sejarahnya, perjalanan perfilman Indonesia banyak melalui hiruk-pikuk dan jatuh-bangunnya untuk menuju proses yang lebih baik lagi. Meskipun sempat vacum dikarenakan Covid-19 yang berkepanjangan, akhirnya perfilman Indonesia bisa memberikan kepuasaan terhadap para penonton setianya dengan mengeluarkan film yang sesuai dengan karakter anak muda tetapi tidak melupakan normanya yang berkualitas salah satunya adalah film “200 Pounds Beauty”.
Naomi Wolf berpendapat bahwa mitos kecantikan adalah suatu bentuk usaha orang-orang penganut paham patriarcal society untuk dapat mengendalikan perempuan melalui kecantikan yang dimilikinya. Selain itu, mitos kecantikan adalah suatu hal yang sangat dibanggakan oleh masyarakat patriarki yang dikonstruksikan pada norma serta nilai sosial budaya sehingga apa yang ditanamkan dalam mitos kecantikan suatu kebenaran yang pasti. Hal tersebutlah yang menyadarkan perempuan sadar terhadap penampilan serta anggapan bahwa penampilan tubuh merupakan aset yang dapat ditukarkan dengan rasa percaya diri, memuaskan orang lain, harga diri dan pekerjaan. (Wolf, 2002).
Dengan memiliki wajah yang cantik perempuan akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Setelah itu muncul bentuk-bentuk baru tekanan pada perempuan yang awalnya berwujud feminine mystique (perempuan yang sudah sukses adalah perempuan yang sanggup menjalankan peran domestiknya) perempuan dengan beauty myth (mitos tentang bagaimana perempuan dituntut untuk selalu cantik sehingga dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya). (Wolf, 2002).
Sara Mills membagi tiga tingkatan dalam menganalisis wacana kritis antara lain sebagai berikut sebagai berikut. (Masitoh, 2020):
a. Tingkatan kata, yaitu seksisme makna dan seksisme pada bahasanya
b. Tingkata kalimat atau frasa, yaitu pemberian nama, pelecehan terhadap perempuan, rasa simpati, pengkerdilan, dan penghalusan
c. Tingkatan wacana, yaitu mulai dari watak, tokoh, fragmentasi, vokal dan skemata
Dikutip oleh Fauzan (2014), Menurut Sara Mills kajian feminisme bertujuan untuk mendeskripsikans gaya bahasa konvensional saat mengidentifikasi wacana. Hal tersebutlah yang akan menyempurnakan fungsi gaya bahasa dalam analisis wacana yang memperhitungkan apakah bahasa hanya sekedar ada atau wajib harus ada serta dimunculkan. Sara Mills terus mengembangkan kajian ini yang difokuskan terhadap gambaran tokoh dalam wacana, seperti subjek yang bercerita serta objek yang bercerita. Kemudian akan diperoleh apa itu analisis wacana dan makna apa saja yang terdapat dalam wacana.
Kecantikan merupakan hal yang didambakan banyak perempuan dan ditanamkan semenjak usia dini, lantaran penampilan fisik dipercaya menjadi faktor yang penting dalam menumbuhkan pujian hingga rasa kepercayaan diri. (Nawawi, 2022). Kajian wacana Sara Mills membahas mengenai analisis wacana dari sudut pandang feminisme. Sudut pandang feminisme memfokuskan suatu perhatian yang mendeskripsikan seperti apa perempuan digambarkan dalam cerita (Mills, 2003). Teori analisis Sara Mills mengidentifikasi bagaimanakah posisi penulis maupun pembaca dalam suatu wacana (Eriyanto, 2020). Cara Sara Mills menganalisis suatu wacana yaitu dengan cara melihat seperti apa peran tokoh serta pembaca yang dimunculkan dalam teks.
## II. MASALAH
Permasalahan yang menjadi objek penelitian ini adalah tentang bagaimana standar kecantikan yang ada di Indonesia serta seperti apa standar kecantikan yang digambarkan pada film 200 Pounds Beauty.
## III. METODE
Dalam penelitian ini metode yang dipakai oleh peneliti adalah metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menjabarkan sebuah informasi yang mendalam dan lebih kompleks dari subjek penelitian yang diamati, sehingga nantinya akan terbentuk gambaran yang detail dan juga terperinci mengenai suatu peristiwa yang sedang diamati. Maka dengan demikian, penelitian yang diamati akan memberikan dampak yang signifikan di dalam perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang topik yang sedang diamati.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik dokumentasi. Teknik ini digunakan melalui berbagai jenis sumber seperti artikel ilmiah, buku, jurnal, ebook, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang diamati. Penelitian ini mengunakan sumber data yang berupa film "200 Pounds Beauty" versi Indonesia yang diproduksi oleh Manoj Punjabi (2023). Data-data yang dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata atau kalimat yang terdapat di dalam film "200 Pounds Beauty" yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder berupa literatur review yang nantinya akan mendukung dan memperkuat rumusan masalah yang akan dilakukan. Dengan metode tersebut, diharapkan akan memberikan hasil penelitian yang sesuai dan juga dapat mengungkapkan bentuk wacana feminisme yang ada di dalam film "200 Pounds Beauty" dan juga dapat menarik benang merah mengenai standar kecantikan yang berlaku di lingkungan masyarakat.
## IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
## HASIL TEMUAN
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan hasil analisis mengenai feminisme dalam dunia kerja dan pandangan sosial yang dipengaruhi oleh mitos kecantikan yang dibangun oleh media perfilman berdasarkan realitas sosial melalui film yang dipilih oleh peneliti, yaitu "200 Pounds Beauty". Melalui film tersebut, peneliti akan menunjukkan bagaimana konstruksi feminisme mempengaruhi mitos kecantikan yang diterapkan pada wanita. Dalam analisis ini, peneliti akan menggunakan teori dari Sara Mills dan Naomi Wolf sebagai pendukung untuk memahami feminisme melalui transkrip dialog dalam film. Temuan dari penelitian ini didapatkan melalui proses analisis transkrip dari berbagai adegan dalam film "200 Pounds Beauty".
Tabel 1. Proses Analisis Transkrip
No Transkip Durasi Deskripsi 1 Eva: “Laper banget, sist ” Eva: “Dance dance, lain kali gausah ribet pake dance segala. Badan lo 04. 35 04. 51 Dalam transip ini, Eva yang kurang suka melihat
Juwita yang memiliki tubuh sangat gemuk (penyanyi latar yang sedang asyik menikmati snack ) menyindir
kegedean Juwita dengan sarkas 2. Awan: “Hai, Wi. Kamu cantik banget hari ini. Kapan-kapan aku traktir makan pecel lele deh” 08. 06 Dalam transkip ini, Awan memanfaatkan Juwita untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Juwita hanyut melihat sikap hangat Awan kepada Juwita. Padahal, Awan sudah memiliki kekasih. Dalam adegan ini, Juwita kecewa. Juwita juga mencoba mengkonsumsi obat diet dengan takaran yang berlebihan.
3. Sekumpulan bapak-bapak yang membantu mengangkat Juwita ketika
Pingsan: “Ni bocah mangan ne si semen opo” :
”Orang apa tronton sih, abot tenan” “Udah-udah, daripada gabisa, mending kita gelindingin aja kayak galon”
09. 05 Dalam transkip ini, bapak-bapak yang menolong Juwita ketika pingsan berusaha mengangkat Juwita tetapi mereka semua tidak kuat dikarenakan berat badan Juwita terlalu gemuk, sampailah dari bapak- bapak tersebut mengeluh karena tidak bisa mengangkat Juwita.
4. Juwita: “Tunggu, main gelandang- gelindingin aja. Gendut-gendut gini saya juga masih punya harga diri pak”
10. 36 Dalam transkip ini, Juwita berusaha memberikan respon bahwa meskipun tubuhnya gemuk tapi, Juwita juga masih layak untuk diperlakukan adil (baik) tidak semena-mena. 5. Juwita dan sahabatnya mampir ke toko “Tatto” 11.24 Dalam cuplikan prolog ini, terlihat bahwasanya Juwita dan sahabatnya melakukan kesenangan dan kebebasan untuk dirinya sendiri dan untuk mencoba hal yang baru.
6. Teman-teman Andre menyeletuk: “Jalan tuh liat-liat” “Aduhh diinjek kaki gue” : “Itu mantelnya ga dibuka aja, gerah gue liatnya” 17. 29 18. 30 Dalam transkip ini, tampak teman-teman Andre mengucilkan perawakan Juwita. Dalam transkip ini, kakak dari Andre memberikan saran kepada Juwita untuk membuka mantel yang dikenakannya.
7. Andre: “Kenapa? Kamu nangis? Yang harusnya nangis itu Juwita. Dia berbakat. Suaranya bagus tapi, sayang aja dia gemuk. Ga cantik kayak kamu. Kalau aja badanya bagus, yang jadi penyanyi itu dia bukan kamu!. Ini bisnis jangan dibawa ke personal!”
21. 19 Dalam cuplikan ini, tampak Andre membela Juwita tetapi disini, Andre menyebutkan standar kecantikan perempuan dalam pandangan sosial dan dunia pekerjaan. Perempuan cantik itu langsing, Rambut panjang, kurus, tinggi, hidung mancung, tirus, dan putih.
8. Suara hati Juwita mengatakan “Mungkin aku memang tidak ditakdirkan untuk bahagia di kehidupan ini. Mungkin aku harus terlahir kembali, bereinkarnasi menjadi perempuan yang berpenampilan sempurna”
22. 01 Dalam cuplikan ini, Juwita ingin terlahir kembali dengan tubuh yang sempurna. Sesuai dengan standar kecantikan dalam pandangan sosial. Hingga akhirnya, Juwita memutuskan untuk melakukan operasi plastik.
9. Juwita mematahkan alat pembersih mobil di toko penjual mobil bekas. Juwita: “Yah, maaf mas saya ga sengaja” Penjual: “Iya mbak gapapa” Kemudian, si penjual menyeletuk, “Untung mbaknya cantik”
Juwita tidak sengaja menabrak taxi yang di depannya. Pengemudi taxi terpesona
37. 14 Dalam cuplikan ini, terlihat dari celetukan si penjual bahwasanya, ketika perempuan cantik merusak sesuatu yang tidak disengaja, itu dimaklumi beda halnya sama perempuan yang biasa saja.
dengan kecantikan Juwita: “Mbak, gapapa?” beberapa menit kemudian, keluar darah dari kepala si pengemudi taxi itu.
Juwita didatangi oleh polisi lalulintas.
Polisi tersebut meminta surat berkendara milik Juwita. Polisi tersebut juga terpesona oleh kecantikan Juwita.
39. 14 Dalam cuplikan ini, terlihat dari sikap pengemudi taxi dan polisi lalulintas yang harusnya marah dan menilang Juwita tetapi malah luluh karena kecantikan Juwita.
10. Sahabat
Juwita memperkenalkan pacarnya kepada Juwita. Juwita: “Kenapa sih, Yar lo mau beli produk-produk langsing itu sih? padahal badan lo kan udah bagus. Kan lo gatu kan kandungan dalam pil itu ada apa aja?”
Sahabat Juwita: “Soalnya, Rizky bilang kalau gue keliatan gendut di kamera”
46. 05 Dalam cuplikan ini, terlihat bahwasannya sahabat Juwita rela mengkonsumsi produk langsing karena awalnya, pacarnya mengatakan dirinya gendut. 11. Kakak Andre: “Hidung kamu harus dimancungin. Pipi dan rahang kamu juga harus di hamplas (tirusin)”
50. 39
Dalam cuplikan ini, terlihat bahwasannya kakak Andre ini menyebutkan standar kecantikan yang harus dimiliki oleh perempuan. Karena dilihatnya, hidung Angel (Juwita) kurang sedikit mancung, rahang dann pipinya juga kurang tirus.
12. Juwita: “Aku tau yang aku lakuin itu ga bener tapi aku ga bermaksud untuk nipu siapa-siapa”
Andre: “Kamu pergi begitu saja, merubah diri kamu, lalu kamu muncul sebagai Angel. Apa itu bukan menipu namanya?” Juwita: “Kalau aku jadi Juwita yang dulu, apa aku bisa dapat kesempatan yang sama kayak sekarang? Aku masih inget banget, Ndre atas perlakuan kamu ke aku. Aku denger semua omongan kamu ke Eva. Juwita berbakat, suaranya bagus tapi sayang aja tubuhnya gemuk dan ga cantik. Coba aja kalau dia cantik, yang jadi penyanyi itu dia bukan kamu. Karena aku udah pernah merasakan sakitnya di kehidupan ini”
01.18.47
Dalam cuplikan ini, Juwita mengungkapkan rasa sakit hatinya kepada Andre yang sempat mengatakan bahwa dirinya ga cantik dan bertubuh gemuk.
13. Juwita menjelaskan hal yang sebenarnya, bahwa dirinya melakukan operasi plastik agar diakui dan merasakan menjadi perempuan cantik di atas panggung konsernya.
01.28.06 Dalam cuplikan ini, Juwita mencoba jujur kepada orang-orang salah satunya adalah fans yang hadir dalam konsernya. Ia mengungkapkan bahwa ia bukan Angel melainkan Juwita, perempuan yang bekerja di balik layar, gemuk dan ngga cantik. Ia melakukan operasi plastik untuk merubah penampilannya agar terlihat sempurna dan lebih di hargai oleh masyarakat.
## PEMBAHASAN
Penelitian sebelumnya telah menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Sara Mills untuk meneliti representasi perempuan. Fokus penelitian tersebut adalah pada cerita pendek yang menggambarkan peran perempuan dalam keluarga dari sudut pandang ibu dan suaminya. Namun, penelitian ini memilih untuk meneliti wacana dalam film yang berfokus pada standar kecantikan perempuan dalam masyarakat dan
lingkungan kerja. Penelitian sebelumnya tidak menyoroti bagaimana perempuan digambarkan secara negatif dengan penggunaan bahasa yang tidak adil dan cenderung menyalahkan mereka, terutama Gisella Anastasia. Penulis dalam penelitian sebelumnya menunjukkan subjektivitas yang condong ke pihak laki-laki. Penggunaan kata ganti yang merendahkan dan alur cerita yang mendiskreditkan perempuan memperkuat posisi mereka yang lebih rendah. Sebaliknya, wanita digambarkan sebagai karakter yang pemarah, suka menuduh, egois, dan kurang memperhatikan suaminya. Gambaran ini berlawanan dengan ekspektasi masyarakat, di mana perempuan diharapkan bersabar, patuh, menerima keadaan, dan bersikap lembut.
Penelitian berikutnya adalah tentang feminisme dan mitos kecantikan yang dikaji melalui wacana dalam bentuk data transkip dari beberapa scene yang ada di dalam film “200 Pounds Beauty”. Dari pemaparan hasil temuan penelitian di atas, menunjukkan bahwa film tersebut memposisikan perempuan dalam mengambil suatu tindakan sebagai objek. Perempuan belum dapat menghadirkan dirinya sendiri atau berpenampilan sesuai dengan apa dirinya sehingga kebenaran tentang dirinya yang ia tutupi demi memuaskan standar kecantikan tersebut. Selanjutnya berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap peneliti menunjukkan bahwa dalam film tersebut sudah menjadikan perempuan sebagai prioritas dalam analisis. Peneliti melalui analisis berdasarkan data transkipnya masih menempatkan perempuan sebagai obyek dan kecenderungan peneliti menempatkan dirinya dalam perspektif perempuan. Perempuan memiliki kesempatan untuk menyayangi dirinya, menghargai dirinya sendiri, mencintai dirinya sendiri, dan yang pasti lebih menerima apapun keadaan dari si perempuan itu sendiri berdasarkan peristiwa dari sudut pandangnya baik dari detil dan proses penerimaan jati diri dari perempuan itu.
## V. KESIMPULAN
Standar kecantikan Indonesia yang diadaptasi oleh standar kecantikan dunia di dalam film “200 Pounds Beauty”, yaitu wanita yang memiliki mata besar dengan bola mata hitam dan lipatan mata yang tebal alami. Hidung mancung berlekuk alami. Kulit putih bening sama sekali tidak ada cela, alami. Bentuk wajah kecil, bentuk wajah V-line. Demi mengikuti standar kecantikan tersebut, tokoh Juwita harus melakukan operasi plastik pada seluruh wajahnya agar ia terlihat cantik dan menarik.
Mitos kecantikan akan terus tumbuh dalam masyarakat jika masyarakat itu sendiri ikut mengamini, dalam artian bahwa mitos kecantikan adalah apa yang kita pakai pada kehidupan sehari-hari dalam menilai sebuah kecantikan. Jika tidak dilupakan, maka mitos kecantikan akan terus berkembang dan semakin mempengaruhi pola pikir wanita untuk selalu mengikuti standar kecantikan yang ada dan berkembang di masyarakat.
## DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. (2020). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis Pelangi Aksara. Karolus, M. L. (2016). Mitos dan Komersialisasi Kecantikan: Kajian Pemikiran Naomi Wolf. Jurnal Perempuan . Maharina, F. F., & Sugiarti Sugiarti. (2022). Mitos Kecantikan Dalam Novel Imperfect Karya Meira Anastasia. Caraka: Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan dan Pembelajarannya , 31-41. Masitoh. (2020). Pendekatan Dalam Analisis Wacana Kritis . Edukasi Lingua Sastra , 66-76. Moleong, L. J. (2019). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya . Nawawi, A. A. (2022). Beauty Privelege In The Film "Imperfect". Syams: Jurnal Studi Keislaman , 16-22. Nurafia, R. (2019). Mitos Kecantikan dan Tubuh Perempauan dalam Film Imperfact: Krier, Cinta, dan Timbangan Karya Ernest Prakasrsa. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra , 1-15.
Rahayu, R., & Hamdani, A. (2023). Gender dan Kolonial pada Pemberitaan Online Indonesia (Analisis Wacana Kritis Sara Mills pada Pemberitaan Media Indonesia Tahun 2023. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora , 105-119. Saguni, S. S., & Baharman. (2016). Narasi Tentang Mitos Kecantikan dan Rubuh Perempuan dalam Sastra Indonesia Bertukar: Studi Atas Karya-karya Cerpenis Indonesia. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya , 2-9. Umar, F. (2014). Analisis Wacana Kritis Dari Model Fairclough Hingga Mills. Jurnal Pendidikan , vol. 6 No. 1.
|
9857879d-2659-4ee1-947e-c9285b2c0b85 | https://ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/jige/article/download/1377/1944 | Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2520
JIGE 4 (4) (2023) 2520-2527
## JURNAL ILMIAH GLOBAL EDUCATION
ejournal.nusantaraglobal.ac.id/index.php/jige
PENGARUH PELAYANAN ADMINISTRASI, FASILITAS PENDIDIKAN DAN KOMPETENSI DOSEN TERHADAP KEPUASAN TARUNA POLITEKNIK TRANSPORTASI DARAT BALI (POLTRADA BALI)
Fitria Fajarwati 1* , Ni Putu Tirka Widanti 1 , Luh Riniti Rahayu 1
1 Program Studi Magister Administrasi Publik, Pasca Sarjana Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Indonesia
## History Article
## Article history:
Received August 10, 2023
Approved December 6, 2023
## ABSTRACT
Changes in people's mindsets about the importance of education have an impact on the increasing public interest in higher education. Higher education is considered to be a place that produces quality human resources. Increasingly fierce competition and the demands of society's needs for quality oriented toward the value of service users ultimately pressure organizations to be able to respond quickly. Facing this condition, the main thing that must be prioritized by universities is student satisfaction. This study aims to analyze the effect of administrative services, educational facilities, and lecturer competence on the satisfaction of Bali Land Transportation Polytechnic cadets. The number of samples used was 69 with the proportional sampling method. Data collection using a questionnaire The data analysis technique uses multiple linear regression analysis with the SmartPLS application. The results showed that administrative services, educational facilities, and lecturer competence had a positive and significant effect on the satisfaction of Bali Land Transportation Polytechnic cadets. Among the three influential independent variables, lecturer competence is the one that has the most influence on cadet satisfaction. The magnitude of the influence of independent variables on cadet satisfaction is 92.9%.
## ABSTRAK
Meningkatnya minat masyarakat untuk mengikuti pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi dianggap telah menjadi wadah penghasil sumber daya manusia yang bermutu. Persaingan yang semakin ketat dan tuntutan kebutuhan masyarakat akan kualitas yang berorientasi pada nilai pengguna jasa pada akhirnya menekan organisasi untuk dapat menanggapinya dengan cepat. Menghadapi kondisi ini hal utama yang harus diprioritaskan oleh perguruan tinggi adalah kepuasan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelayanna administrasi, fasilitas pendidikan, dan kompetensi dosen
## Keywords:
Administrative Services, Educational Facilities, Lecturer Competence, Cadet Satisfaction
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2521
terhadap kepuasan taruna Politeknik Transportasi Darat Bali. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 69 orang dengan metode proportional sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisa data mengunakan analisis regresi linear berganda, dengan aplikasi SmartPLS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan dan kompetensi dosen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan taruna
Politeknik Transportasi Darat Bali. Diantara ketiga variabel bebas yang berpengaruh tersebut, kompetensi dosen merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan taruna. Besarnya pengaruh variabel bebas terhadap kepuasan taruna 92,9%.
© 2023 Jurnal Ilmiah Global Education
* Corresponding author email: [email protected]
## PENDAHULUAN
Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dan terdidik. Selain itu, perguruan tinggi juga memiliki peran dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat dan negara. Perguruan tinggi juga memiliki peran dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi merupakan tempat untuk melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan negara. Perguruan tinggi juga dapat berperan sebagai penggerak inovasi dan kreativitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Barnawi, 2017).
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang diubah menjadi PP No.74 Tahun 2012, memberikan peluang bagi Politeknik Transportasi Darat Bali untuk tetap bisa memberikan layanan jasa pendidikan bidang transportasi darat dengan fleksibilitas dalam penggunaan uang, tetapi dengan tetap mendahulukan layanan prima kepada pengguna jasa. Pada tahun 2022 terjadi penurunan minat calon taruna untuk mendaftar di Poltrada Bali. Hal tersebut diduga ada kaitannya dengan kepuasan taruna sebelumnya yang telah mengikuti pendidikan di Poltrada Bali. Kepuasan taruna akan tercapai apabila kualitas jasa yang diberikan sesuai dengan kebutuhannya. Kualitas pelayanan juga merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan taruna.
Pelayanan administrasi di perguruan tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan mahasiswa. Pelayanan administrasi yang baik akan membuat mahasiswa merasa terbantu dan dihargai, sehingga dapat meningkatkan kepuasan mereka terhadap perguruan tinggi. Sebaliknya, pelayanan administrasi yang buruk dapat menimbulkan ketidakpuasan dan bahkan frustrasi pada mahasiswa (Umiarso, 2018).
Menurut Barnawi (2017) menjelaskan bahwa "Pelayanan akademik memiliki porsi yang sangat besar dalam layanan akademik. Layanan Akademik merupakan layanan yang banyak berkaitan secara langsung dengan mahasiswa, sehingga perguruan tinggi dalam memberikan layanan akademik harus berusaha memahami serta memenuhi kebutuhan mahasiswa dan berakhir pada persepsi mahasiswa. Layanan akademik berkualitas akan memberikan kepuasan kepada mahasiswa". Hanifa, dan kawan-kawan (2019), Harahap, dan kawan-kawan (2019), dan Islamuddin, dan kawan-kawan (2021) mengungkapkan bahwa pelayanan administrasi yang baik dan inovatif dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa.
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2522
Selain pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan juga merupakan yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi kepuasan taruna. Fasilitas pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam memuaskan taruna karena fasilitas yang baik dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih baik dan memudahkan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas- tugas akademiknya.
Menurut Sopiatin (2018) menyebut perguruan tinggi memiliki peran penting dalam membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dan terdidik. Selain itu, perguruan tinggi juga memiliki peran dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan masyarakat dan negara. Perguruan tinggi juga memiliki peran dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi merupakan tempat untuk melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan negara. Perguruan tinggi juga dapat berperan sebagai penggerak inovasi dan kreativitas dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Barnawi, 2017).
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang diubah menjadi PP No.74 Tahun 2012, memberikan peluang bagi Politeknik Transportasi Darat Bali untuk tetap bisa memberikan layanan jasa pendidikan bidang transportasi darat dengan fleksibilitas dalam penggunaan uang, tetapi dengan tetap mendahulukan layanan prima kepada pengguna jasa.
Pada tahun 2022 terjadi penurunan minat calon taruna untuk mendaftar di Poltrada Bali. Hal tersebut diduga ada kaitannya dengan kepuasan taruna sebelumnya yang telah mengikuti pendidikan di Poltrada Bali. Kepuasan taruna akan tercapai apabila kualitas jasa yang diberikan sesuai dengan kebutuhannya. Kualitas pelayanan juga merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan taruna. Pelayanan administrasi di perguruan tinggi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan mahasiswa. Pelayanan administrasi yang baik akan membuat mahasiswa merasa terbantu dan dihargai, sehingga dapat meningkatkan kepuasan mereka terhadap perguruan tinggi. Sebaliknya, pelayanan administrasi yang buruk dapat menimbulkan ketidakpuasan dan bahkan frustrasi pada mahasiswa (Umiarso, 2018;48).
Menurut Barnawi (2017) menjelaskan bahwa "Pelayanan akademik memiliki porsi yang sangat besar dalam layanan akademik. Layanan Akademik merupakan layanan yang banyak berkaitan secara langsung dengan mahasiswa, sehingga perguruan tinggi dalam memberikan layanan akademik harus berusaha memahami serta memenuhi kebutuhan mahasiswa dan berakhir pada persepsi mahasiswa. Layanan akademik berkualitas akan memberikan kepuasan kepada mahasiswa". Hanifa, dan kawan-kawan (2019), Harahap, dan kawan-kawan (2019), dan Islamuddin, dan kawan-kawan (2021) mengungkapkan bahwa pelayanan administrasi yang baik dan inovatif dapat meningkatkan kepuasan mahasiswa.
Selain pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan juga merupakan yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi kepuasan taruna. Fasilitas pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam memuaskan taruna karena fasilitas yang baik dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih baik dan memudahkan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas- tugas akademiknya.
Menurut Sopiatin (2018) menyebutkan fasilitas yang memadai dapat memudahkan mahasiswa dalam memperoleh akses ke sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas akademik mereka. Contohnya seperti akses ke perpustakaan, laboratorium, ruang baca,
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2523
internet, dan sebagainya. Begitupula dengan Barnawi (2017) berpendapat fasilitas pendidikan yang lengkap dan berkualitas dapat meningkatkan motivasi mahasiswa untuk belajar karena mereka merasa diperhatikan dan didukung oleh institusi. Ini dapat memberikan rasa percaya diri dan meningkatkan semangat belajar.Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Hanifa, dan kawan- kawan (2019), Harahap, dan kawan-kawan (2019), Islamuddin, dan kawan-kawan (2021) dan Kurbani (2019) mengungkapkan bahwa fasiltias pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa.
Kepuasan mahasiswa juga sangat ditentukan oleh kompetensi sumber daya manusia. Hal tersebut berakaitan dengan kinerja sumber daya manusia (SDM), sarana prasarana dan tim akademik. Tenaga pengajar tentu memiliki kedudukan yang sangat penting pada suatu perguruan tinggi salah satunya yaitu sebagai penyedia layanan pendidikan berupa ilmu yang diberikan. Ditegaskan kembali oleh Zazin (2019) apabila terdapat dosen yang belum memenuhi kompetensi dengan baik maka akan menyebabkan mahasiswa merasa tidak puas. Dosen yang memiliki kompetensi tinggi akan menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang efektif sehingga mahasiswa merasa puas karena mampu memahami apa yang disampaikan oleh dosen, mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan akhirnya mendapatkan prestasi yang baik yang akan menambah nilai kepuasan. Hasil penelitan Hidayah (2020), Idris & Djafar (2019), Ifa (2018), Santoso, (2018) mengungkapkan bahwa kompetensi dosen berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan, dan kompetensi dosen terhadap kepuasan taruna Politekenik Transportasi Darat Bali.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengimplementasikan metode kuantitatif, yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan, kompetensi dosen terhadap kepuasan taruna. Penelitian dilakukan di Politeknik Trasnportasi Darat Bali. Model penelitian ini melibatkan tiga variabel eksogen dan satu variabel endogen. Pelayanan administrasi menggunakan 5 indikator, fasilitas pendidikan menggunakan 4 indikator, kompetensi dosen menggunakan 4 indikator, dan kepuasan taruna menggunakan 5 indikator. Data yang terkumpul bersumber dari kuesioner yang dirancang menggunakan skala likert 5 point. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 69 orang dengan metode proportional sampling. Pengujian hipotesis ditindaklanjuti dengan memanfaatkan aplikasi Smart PLS untuk menganalisis regresi linear berganda (Sugiyono, 2019).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan instrument penelitian. Dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Koefisien Korelasi Keterangan Alpha Cronbach Keterangan Pelayanan administrasi 0,872 - 0,973 Valid 0,936 Reliabel Fasilitas pendidikan 0,938 – 0,984 Valid 0,975 Reliabel Kompetensi dosen 0,925 - 0,987 Valid 0,975 Reliabel Kepuasan taruna 0,598 – 0,745 Valid 0,711 Reliabel Sumber: Olahan Peneliti, 2023
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2524
Tabel 2. Nilai Outer Loading Hasil Estimasi Model Konstruk Original Sample (O) T Statistics (|O/STDEV|) P Values X1.1 <- Pelayanan Administrasi_ 0,773 3,920 0,000 X1.2 <- Pelayanan Administrasi_ 0,912 8,328 0,000 X1.3 <- Pelayanan Administrasi_ 0,929 7,780 0,000 X1.4 <- Pelayanan Administrasi_ 0,939 6,402 0,000 X2.1 <- Fasilitas Pendidikan 0,985 209,175 0,000 X2.2 <- Fasilitas Pendidikan 0,969 88,910 0,000 X2.3 <- Fasilitas Pendidikan 0,931 37,266 0,000 X2.4 <- Fasilitas Pendidikan 0,972 119,618 0,000 X3.1 <- Kompetensi Dosen 0,987 338,653 0,000 X3.2 <- Kompetensi Dosen 0,963 71,027 0,000 X3.3 <- Kompetensi Dosen 0,922 33,541 0,000 X3.4 <- Kompetensi Dosen 0,975 100,227 0,000 Y1 <- Kepuasan Taruna 0,646 8,360 0,000 Y2 <- Kepuasan Taruna 0,678 7,924 0,000 Y3 <- Kepuasan Taruna 0,716 13,072 0,000 Y4 <- Kepuasan Taruna 0,735 12,996 0,000 Y5 <- Kepuasan Taruna 0,586 5,202 0,000
Sumber : Olahan Peneliti, 2023
Pada Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan outer loading dari masing-masing indikator konstruk pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan, kompetensi dosen, kepuasan taruna yang memiliki nilai outer loading> 0,50 sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk sudah valid.
## Gambar 1
Model Struktur Penelitian
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2525
Evaluasi model struktural (Structural Model/Inner Model) adalah pengukuran untuk mengevaluasi tingkat ketepatan model dalam penelitian secara keseluruhan, yang dibentuk melalui beberapa variabel beserta dengan indikator-indikatornya. Dalam evaluasi model struktural ini akan dilakukan melalui nilai R square.
Evaluasi model struktural (Structural Model/Inner Model) adalah pengukuran untuk mengevaluasi tingkat ketepatan model dalam penelitian secara keseluruhan, yang dibentuk melalui beberapa variabel beserta dengan indikator-indikatornya. Dalam evaluasi model struktural ini akan dilakukan melalui nilai R square.
Tabel 3. Evaluasi Model Struktural Inner Variabel R Square Kepuasan Taruna 0,929
Sumber : Olahan Peneliti, 2023
Tabel 3 menunjukkan nilai R2 kepuasan taruna sebesar 0,929 termasuk kriteria model kuat, hal ini berarti 92,9% variabel pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan, kompetensi dosen mempengaruhi kepua dan taruna. Berikutnya adalah pengujian hipotesis sebagai berikut:
Tabel 4. Uji Hipotesis Variabel Original Sample (O) T Statistics (|O/STDEV|) P Values Keterangan Fasilitas Pendidikan -> Kepuasan Taruna 0,451 10,137 0,000 Signifikan Kompetensi Dosen -> Kepuasan Taruna 0,671 14,762 0,000 Signifikan Pelayanan Administrasi_ -> Kepuasan Taruna 0,296 5,478 0,000 Signifikan Sumber : Olahan Peneliti, 2023
Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa pelayanan administrasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan taruna. Hal tersebut terlihat dari nilai sig (0,00< 0,05) Pelayanan administrasi dalam penelitian ini yang diukur menggunakan 5 indikator yaitu cepat, tepat, aman, ramah tamah, dan nyaman telah terbukti secara meyakinkan pada taraf signifikansi 5% dapat mempengaruhi kepuasan taruna Poltrada Bali.
Pada variabel fasilitas pendidikan terbukti dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepuasan taruna (nilai sig 0,00 < 0,05). Fasilitas pendidikan pada penelitian ini menggunakan 4 indikator yaitu tersedia berbagai peralatan pendidikan, ketersediaan perpustakaan yang lengkap, ketersediaan laboratorium, ketersediaan internet dan jaringan yang memadai terbukti dapat mempengaruhi kepuasan taruna Poltrada Bali.
Terakhir pada variabel kompetensi dosen diketahui nilai sig 0,00 < 0,05 yang artinya kompetensi dosen secara meyakinkan pada taraf signifikansi 5% terbukti dapat mempengaruhi kepuasan taruna Poltrada Bali.
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2526
## KESIMPULAN
Pelayanan administrasi, fasilitas pendidikan, dan kompetensi dosen berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan taruna Politeknik Transportasi Darat Bali. Besarnya pengaruh ketiga variabel bebas tersebut sebesar 92,9%. Diharapkan untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam system informasi akademik, serta melakukan kerjasama dengan industry terkait dengan penggunaan laboratorium, dan dosen mengambil peran sebaagai mentor dalam dunia akademik maupun luar lingkup akademik.
## DAFTAR PUSTAKA
Barnawi dan M. Arifin. (2017). Sistem Penjamin Mutu Pendidikan: Teori & praktik . Yogyakarta: Ar-ruzz Media Citra, D. (2017). Kepuasan Mahasiswa . Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember Maret
Hanifa, G., Sentosa, S. U., & Armiati, A. (2019). Pengaruh Persepsi Tentang Sarana Prasarana Perkuliahan Dan Pelayanan Administrasi Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang). Jurnal Ecogen , 1(4), 837-846.
Harahap, Y., Makhdalena, M., & Zulkarnain, Z. (2019). Pengaruh kualitas pelayanan akademik dan sarana prasarana pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau. Jurnal JUMPED (Jurnal Manajemen Pendidikan) , 7(1), 116-128
Hariroh, F. M. R., & Soleha, E. (2022). Analisis Mediasi Kepuasan Mahasiswa Pada Pengaruh Kompetensi Dosen Terhadap Hasil Belajar. MASTER: Jurnal Manajemen Strategik Kewirausahaan , 2(2), 201-214. Hidayah, S. H. N. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Mahasiswa Ekonomi Ikip Pgri Bojonegoro . Jurnal Pendidikan Edutama, 5(2), 48-57. Idris, R., & Djafar, H. (2019). Analisis kepuasan mahasiswa ditinjau dari kinerja dosen dan fasilitas pembelajaran. Idaarah , 3(2), 301-312.
Ifa Khoirianingrum, I. K (2018). Pengaruh Citra Perguruan Tinggi dan Kompetensi Dosen terhadap Loyalitas Mahasiswa melalui Kepuasan Mahasiswa Pada Perguruan Tinggi Swasta (Studi pada IKIP PGRI Bojonegoro). Al Tijarah, 4(2), 50-66.
Indrawanto, S. (2019). Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kompetensi Dosen Dan Motivasi Dosen Terhadap Kinerja Dosen Serta Implikasinya Pada Kepuasan Mahasiswa Stai Sabili Bandung . Jurnal Mitra Manajemen , 3(4), 326-338.
Islamuddin, I., Bahrun, K., Yulinda, A. T., & Nababan, T. S. (2021). Pengaruh Kinerja Dosen, Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasaan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Sultanist: Jurnal Manajemen Dan Keuangan , 9(2), 147-159. Kurbani, A. (2019). Pengaruh kualitas layanan akademik dan fasilitas pendidikan terhadap kepuasan mahasiswa kuliah pada universitas PGRI Palembang. Jurnal Media Wahana Ekonomika , 13(4), 67-78.
Kurniawan, A., & Suharto, B. (2021). The Importance of Laboratories in Supporting Education and Training in Land Transportation Polytechnics. Journal of Transport and Technology, 10(2), 45-56. doi:10.1017/jtt.2021.08
Maesaroh, Siti. (2018). Peranan Metode Pembelajaran Terhadap Minat Dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam. Jurnal Kependidikan . 1(1). Putri, M. K. (2018). Pengaruh Kinerja Dosen dan Pelayanan Administratif terhadap Kepuasan Mahasiswa pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indragiri (STIE-I) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu. Jurnal Manajemen Dan Bisnis , 7(4), 10-21.
Santoso, M. P. T., & Ekawaty, N. (2018). Pengaruh Kompetensi Dosen Terhadap Kinerja Akademik Dan Kepuasan Mahasiswa: Studi Kasus Kelas Internasional Di Program Studi
Pengaruh Pelayanan Administrasi, Fasilitas Pendidikan Dan Kompetensi Dosen Terhadap Kepuasan Taruna Politeknik Transportasi Darat Bali (POLTRADA Bali)… - 2527
Manajemen Dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Singaperbangsa Karawang (2017-2018). Buana Ilmu , 3(1), 49-58.
Sayuti, M., & Hidayat, S. (2020). The Importance of Accuracy in Educational Administration Services. Journal of Higher Education Administration and Management , 8(2), 67-78. Setiawardani, M. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan Administrasi Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa Politeknik Negeri Bandung. Jurnal Riset Bisnis dan Investasi , 4(1), 40-56
Sopiatin, Popi. (2018). Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa.Cilegon: Ghalia Indonesia. Sugiyono, (2019). Statistika Untuk Peneltian, Alfabeta, Bandung Umiarso dan Imam Gojali. (2018). Manajemen Mutu di Era Otonomi Pendidikan.Yogyakarta: IRcisod.
Zazin, Nur. (2019). Gerakan Menata Mutu Pendidikan Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
|
3a5d64f0-2e03-4355-8ba2-fdcf3f5e02fd | https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jisep/article/download/50567/44315 | Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 3, September 2023 : 1333 – 1338
## Analisis Keuntungan Kios Buah Aris Di Kairagi Kota Manado
## Profit Analysis of Aris Fruit Stalls In Kairagi Manado City
Ficky Geraldo Taroreh (1)(*) , Gene H. M. Kapantouw (2) , Mex L. Sondakh (2)
1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado 2) Dosen Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado
*Penulis untuk korespondensi: [email protected]
Naskah diterima melalui e-mail jurnal ilmiah [email protected] : Selasa, 27 Juni 2023
Disetujui diterbitkan
: Jumat, 29 September 2023
## ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the profit made by Aris Fruit Stalls located in Kairagi, Manado City. This study took place in August 2022. The data types in this study are primary data and secondary data. Primary data was obtained through direct observation and interviews with business owners on variable costs, income and profits. Secondary data were obtained from dissertations, journals and books related to this research. The results of this study show that the proceeds from the Aris Fruit Kiosk are IDR185,020,000 and total expenses of IDR178,432,011, so the profit of Aris Fruit Kiosk in Kairagi Manado City is IDR6,587,989, for 1 month.
Keywords : profit analysis; fruit; stalls
## ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis keuntungan yang diperoleh Kios Buah Aris di Kairagi Kota Manado. Penelitian ini berlangsung selama bulan Agustus 2022. Jenis data dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan langsung dengan Pemilik usaha mengenai variabel biaya, pendapatan dan keuntungan. Data sekunder diperoleh dari skripsi, jurnal, dan buku yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan Kios Buah Aris yaitu sebesar Rp185.020.000 dan total biaya pengeluaran sebesar Rp178.432.011 dengan demikian keuntungan yang diperoleh Kios Buah Aris di Kairagi Kota Manado sebesar Rp6.587.989, selama 1 bulan.
Kata kunci : analisis keuntungan; kios; buah
Analisis Keuntungan Kios Buah Aris di Kairagi…………….…….…………….….…...(Ficky Taroreh, Gene Kapantouw, Mex Sondakh)
## PENDAHULUAN
## Latar Belakang
Sudah merupakan fenomena yang umum bila kita melihat trotoar dan bahu jalan, terutama di lokasi keramaian kota, dipenuhi oleh pelaku sektor informal atau biasa kita kenal dengan pedagang kaki lima dalam berbagai bentuk sarana yaitu, gerobak ataupun kios. Pelaku-pelaku sektor informal ini memiliki satu tujuan agar mendatangkan penghasilan untuk bertahan hidup dikarenakan tidak mendapatkan kesempatan bekerja disektor formal seperti perusahaan swasta, pegawai negri atau pekerjaan dibidang lainnya. Salah satu pekerjaan dalam sektor indormal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kios yang menjual buah-buahan. Kios Buah Aris adalah salah satu usaha yang bergerak disektor informal. Golongan pengguna jasa yang dilayani pada umumnya terdiri dari golongan berpendapatan rendah hingga berpendapatan menengah. Hal ini disebabkan karena harga yang ditawarkan pelaku informal terjangkau bagi golongan berpendapatan rendah (Sulistiyo, 2006).
Berdasarkan lokasi, kios ini terletak ditempat yang ramai arus lalu lintas, sehingga mempunyai kemudahan untuk terjadi hubungan pedagang dengan calon pembeli. Ada dua jenis pembeli yang sering membeli buah di Kios ini, yang pertama pembeli yang membeli dalam jumlah sedikit. Biasanya tipe pembeli ini untuk dikonsumsi pribadi. Kedua pembeli dengan jumlah banyak atau grosir. Pembeli tipe ini biasanya membeli untuk dijual kembali.
Presentase pengeluaran makanan per kapita sebulan menurut Badan Pusat Statistik Kota Manado pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2019 mengalami peningkatan 1,03%. Hal ini dapat dikatakan jumlah permintaan buah yang ada di kota Manado mengalami peningkatan setiap tahunya. Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya permintaan buah di kota Manado adalah pola hidup sehat yang diterapkan masyarakat. Selain dikonsumsi langsung, buah sering diolah dalam bentuk lain seperti jus, salad, rujak, selai dan aneka produk lainya. Di kota Manado buah sering dijadikan hidangan penutup disetiap pesta yang diadakan, yaitu dihidangkan dalam bentuk buah segar. Tentunya peluang ini akan menghasilkan keuntungan bagi pelaku yang melakukan usaha dibidang berdagang buah.
Faktanya untuk mendapatkan keuntungan tidak semudah yang dibayangkan, dari setiap keputusan yang diambil tentu akan menimbulkan resiko salah satunya adalah persaingan antar pedagang. Dikawasan Kairagi terdapat banyak kios yang berdekatan dengan Kios Buah Aris. Persaingan yang ada menyebabkan jumlah permintaan yang bededa-beda, sehingga dapat mempengaruhi penerimaan masing-masing pedagang. Selain permintaan, buah diperdagangkan akan mengalami penurunan kualitas jika tidak segera terjual. Kualitas buah akan berubah dari yang utuh menjadi busuk.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu terdapat beberapa resiko dalam menjalankan usaha ini antara lain persaingan antar pedagang buah, kerugian yang dialami pedagang ketika produk tidak terjual sehingga mempengaruhi keuntungan dari Kios Buah Aris.
## Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh Kios Buah Aris di Kairagi, Kota Manado.
## Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan evaluasi bagi pembaca
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi untuk penelitian selanjutnya.
## METODE PENELITIAN
## Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kios Buah Aris, Kelurahan Kairagi 1 , Kecamatan Mapanget, Kota Manado. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2022.
## Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan menggunakan bantuan
Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 3, September 2023 : 1333 – 1338
kuesioner langsung di tempat penelitian Kios Buah Aris. Data sekunder yaitu pengumpulan data dan bahan penelitian yang diperoleh dari sumber lain yaitu, jurnal, skripsi dan buku yang berkaitan dengan penelitian ini.
## Konsep Pengkuran Variabel
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah:
1. Biaya produksi yang dikeluarkan Kios Buah Aris. a) Biaya Tetap 1) Biaya Penyusutan Alat Biaya penyusutan dalam penelitian ini didasarkan pada penggunaan alat bantu dagang yang digunakan pedangang yaitu pisau, rak kayu, keranjang, kursi, terpal, lampu,
timbangan, dan parang. Dengan rumus: Penyusutan = Harga Awal - Harga Akhir
Umur Ekonomis 2) Biaya Sewa Lahan b) Biaya Variabel 1) Biaya pembelian buah (Rp/ Kg/Sisir/Buah/Ikat). 2) Biaya Listrik (Rp)
3) Kantong plastik (Rp/Ikat)
4) Plastik Wrap (Rp)
5) Styrofoam (Rp)
6) Biaya Konsumsi (Rp)
7) Biaya Transportasi (Rp)
2. Penerimaan adalah perkalian antara jumlah buah dengan harga jual yang ditawarkan kepada konsumen dapat dinyatakan dalam (Rp/Bulan).
3. Keuntungan usaha didapat dari jumlah buah yang terjual dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses perdagangan yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel (Rp/Bulan).
## Metode Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kuantitatif. Data yang dianalisis adalah:
1. Keuntungan Keuntungan adalah hasil perhitungan penerimaan dengan biaya total. Untuk
menghitung keuntungan usaha menggunakan rumus:
π = TR – TC
Keterangan: π = Keuntungan/Laba (Rp/bln) TR = Total Penerimaan (Rp/bln) TC = Total Biaya (Rp/bln)
2. Penerimaan Untuk mengetahui total penerimaan adalah dengan cara mengalikan antara harga jual buah dengan jumlah buah yang terjual pada semua jenis buah setiap bulannya. Menurut Mubyarto (1994), total penerimaan dari suatu usaha dapat dihitung dengan rumus:
TR = P × Q
Keterangan: TR = Penerimaan (Rp) P = Harga Produk (Rp) Q = Jumlah Produk (Kg/Ikat/Sisir/Buah)
3. Biaya Total
Biaya total terdiri dari biaya tetap ( fixed cost ) yaitu biaya yang besar kecilnya tidak mempengaruhi jumlah produksi yang dijual. Biaya variabel ( variable cost ) adalah biaya yang besar kecilnya mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah produk dan biaya variabel:
T C = TFC + TVC
Keterangan: TC = Total Biaya (Rp) TFC = Total Biaya Tetap (Rp) TVC = Total Biaya Variabel (Rp)
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Gambaran Umum Kios Buah Aris
Responden pemilik usaha Kios Buah Aris berumur 23 tahun berjenis kelamin laki-laki dengan pendidikan terakhir SMA dan sudah menikah. Kios ini didirikan oleh Bapak Aris dan dikelolah oleh anaknya Zulkifli. Berdagang sejak tahun 2019 sampai saat ini 2023. Kios ini terletak di Kelurahan Kairagi 1, Kecamatan Mapanget, Kota Manado. Selain Kios Buah Aris ada pula
Analisis Keuntungan Kios Buah Aris di Kairagi…………….…….…………….….…...(Ficky Taroreh, Gene Kapantouw, Mex Sondakh)
kios- kios yang menjual buah di wilayah tersebut. Kios buah yang pertama berhadapan dengan markas TNI AL Lantamal VIII Kairagi, Kota Manado dan kios buah yang kedua berada dekat dengan Giant Grosir, Kota Manado. Letak Kios Buah Aris berjarak 30 m kearah bandara setelah kios buah yang kedua.
Ukuran Kios Buah Aris yaitu, panjang 4 m dan lebar 7 m terbuat dari baja ringan dan dinding menggunakan tripleks. Terdapat rak buah dan tali- tali untuk menggantung buah di dalam kios. Modal usaha ini menggunakan uang pribadi dan uang pinjaman yang sudah lunas. Kios dibuka pada pukul 10.00 pagi dan tutup pada pukul 22.00 malam. Tenaga kerja berjumlah 2 orang. Penyetokan buah dilakukan dengan cara menelpon pemasok buah dan berkoordinasi dengan pemasok berdasarkan jenis buah yang tersedia sesuai dengan musim panen, jumlah buah yang diminta, dan durasi ekspedisi pengiriman buah. Pengiriman buah berasal dari Kota Manado, Kotamobagu, Palu, Amurang, Ratahan dan Pulau Jawa. Buah-buah yang dipesan dari Kotamobagu antara lain nanas, melon, buah naga, dan petai. Buah yang dipesan dari Palu antara lain buah naga, jambu kristal, melon, nanas, pepaya california, pepaya bangkok, jeruk, durian, dan lengkeng. Buah yang dipesan dari Amurang antara lain adalah semangka. Buah yang dipesan dari Ratahan antara lain salak. Untuk buah apel, anggur, dan peer di import dari luar Sulawesi dan dari luar negeri, penyetokan buah apel dan peer dari luar negeri, yaitu negara Cina melalui gudang ekspedisi, sedangkan buah anggur dari Pulau Jawa. Buah pisang, nangka, mangga dan matoa dipesan dari Kota Manado. Transaksi pembayaran akan dilakukan jika barang yang dipesan sudah tiba di tempat tujuan sesuai jumlah dan jenis buah yang dipesan. Buah-buah kemudian ditimbang dan disortir lalu diletakan keatas rak-rak yang sudah diberi nama sesuai dengan buah. Jika kedapatan ada buah dalam kondisi tidak layak untuk jual maka pemasok melakukan pengembalian dana ganti rugi berdasarkan jumlah buah yang rusak.
Kegiatan rutin sehari-hari para pekerja yaitu, menyortir buah-buah mana yang masih layak jual dan buah-buah mana yang harus disingkirkan dari rak buah. Setelah melakukan pemeriksaan, sebagian dari buah semangka, nanas, durian, dan nangka dipotong lalu dibungkus dengan plastik
wrap agar tetap awet dan ditimbang berdasarkan takaran yang ditetapkan penjual, sedangkan sebagian dari buah-buah tersebut dibiarkan dalam bentuk utuh, tidak dipotong dan tidak dibungkus plastik wrap. Tujuan dari penggunaan plastik wrap yaitu agar buah tetap awet dan tidak mudah busuk. Jenis buah yang perlu penanganan khusus dan harus dibungkus dengan plastik wrap antara lain adalah jambu kristal, dikarenakan buah tersebut rentan mengalami kebusukan. Namun beberapa faktor yang dapat menyebabkan buah cepat mengalami penurunan kualitas sekalipun sudah ditangani dengan menggunakan plastik wrap yaitu, keterlambatan ekspedisi buah dan hama pasca panen. Untuk buah-buah yang tidak terjual dijadikan pakan ternak sapi dan ayam.
## Biaya Usaha
Biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha merupakan bagian yang pokok dalam menjalankan usaha. Biaya akan menentukan penerimaan dalam usaha.
## Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap dalam penelitian ini terdiri dari biaya penyusutan alat yang digunakan kegiatan berdagang Kios Buah Aris, dan biaya sewa lahan. Biaya penyusutan alat merupakan biaya yang dikeluarkan oleh adanya penurunan fungsi dan kualitas alat-alat yang digunakan. Biaya penyusutan diperoleh dari harga awal dikurangi harga akhir dan dibagi dengan umur ekonomis alat tersebut. Biaya penyusutan yang dikeluarkan Kios Buah Aris sebesar Rp340.011 perbulannya.
Tabel 1. Total Biaya Tetap No. Jenis Biaya Jumlah 1. Biaya Penyusutan Alat 340.011 2. Biaya Sewa Lahan 5.000.000 Total 5.340.011
Sumber: Data Primer diolah (2023)
Biaya sewa tanah yaitu Rp5.000.000 per- bulan. Biaya sewa tanah tidak termasuk bangunan. Maka total biaya tetap berdasarkan penjumlahan biaya penyusutan dan biaya sewa lahan adalah sebesar Rp5.340.011 ditunjukan pada Tabel 1.
## Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variable ( variable cost ) adalah suatu biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran input- input dalam proses produksi. Biaya variabel
Agri- SosioEkonomi Unsrat, ISSN (p) 1907– 4298, ISSN (e) 2685-063X , Sinta 5, Volume 19 Nomor 3, September 2023 : 1333 – 1338
sewaktu-waktu akan berubah dalam periode tertentu. Permintaan adalah salah satu faktor besarnya biaya produksi. Semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan maka semakin besar juga input yang akan diterima berdasarkan permintaan. Selain permintaan ada juga biaya listrik, dikarenakan kios ini menggunakan token listrik, maka biaya listrik sewaktu-waktu bisa berubah tergantung penggunaannya. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa pembelian buah dalam kurun waktu 1 bulan sebesar Rp160.807.000. Terlihat bahwa buah jeruk menjadi komoditi dengan biaya pembelian harga tertinggi yaitu Rp32.400.000 dengan jumlah 2.700 kg harga beli per/kg sebesar Rp12.000, sedangkan buah semangka merupakan komoditi dengan jumlah buah terbanyak yaitu 3.350 kg dengan biaya pembelian sebesar Rp20.500.000. Pisang goroho adalah biaya pembelian terendah sebanyak 6 tandan dengan biaya Rp126.000. Biaya pembelian buah selama 1 bulan dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya pembayaran listrik yang dikeluarkan sebesar Rp1.500.000.
Faktor yang memperngaruhi biaya penawaran buah selain besar kecilnya biaya pembelian adalah kelangkaan buah. Semakin langkah buah maka semakin mahal harga buah tersebut. Harga beli buah dalam kurun waktu 1 bulan, diperoleh dari biaya pembelian buah semua ukuran dalam hal ini biaya pembelian buah tersebut sudah disepakati antara supplier buah dan pemilik usaha kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah pembelian buah. Biaya pembelian sangat erat hubunganya dengan harga beli, harga beli yang variatif sangat menentukan jumlah pembelian. Kios Buah Aris sudah mengenal karakterisktik serta kualitas buah dari penyuplai yang datang di lokasi usaha dan hal tersebut dijadikan dasar penentu harga oleh pemilik usaha. Proses pembelian buah dilokasi ini, pemilik kios hanya menelpon agen lalu melakukan kesepakatan harga. Setelah harga disepakati maka buah akan dikirim menggunakan mobil pickup, kemudian pembayaran dilakukan setelah buah tiba di tujuan.
1. Biaya Operasional Biaya operasional adalah biaya yang menunjang kegiatan pembelian dan penjualan di Kios Buah Aris. Biaya operasional mencakup biaya transportasi, biaya kemasan, dan biaya konsumsi.
a) Biaya Transportasi
Biaya transportasi yang dimaksud adalah biaya BBM dalam mengangkut buah dari petani buah ke lokasi tempat usaha. Jenis bahan bakar yang digunakan adalah solar dengan biaya Rp200.000 dalam 1 bulan.
b) Biaya Konsumsi Biaya konsumsi untuk 2 orang pekerja dan pemilik Kios Buah Aris sebesar Rp150.000 perhari. Biaya konsumsi yang dikeluarkan dalam 1 bulan sebesar Rp4.350.000.
c) Biaya Kemasan Biaya kemasan yang dimaksud adalah biaya pembelian kantong plastik, styrofoam, dan plastik wrap. Biaya pembelian kantong plastik sebesar Rp160.000 selama 1 bulan. Biaya styrofoam selama 1 bulan sebesar Rp75.000 dan biaya plastik wrap sebesar Rp300.000.
2. Upah Tenaga Kerja
Upah tenaga kerja dibayar perhari sebesar Rp100.000. Upah 2 tenaga kerja yang dikeluarkan selama 1 bulan sebesar Rp5.700.000, dikarenakan 1 pekerja izin kerja selama 3 hari.
Tabel 2. Total Biaya Variabel No. Jenis Biaya Jumlah 1. Pembelian buah 160.807.000 2. Biaya transportasi 200.000 3. Konsumsi 4.350.000 4. Kemasan plastik 160.000 5. Styrofoam 75.000 6. Plastik wrap 300.000 7. Upah tenaga kerja 5.700.000 8. Biaya Listrik 1.500.000 Total 173.092.000
Sumber: Data Primer Diolah, 2023
Tabel 2 menunjukkan bahwa total biaya variabel yang dikeluarkan selama 1 bulan berjumlah Rp173.092.000 dengan perincian biaya tertinggi adalah biaya pembelian buah yaitu Rp160.807.000 dan biaya terendah yaitu pembelian styrofoam yaitu Rp75.000.
## Biaya Total
Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya variable dan biaya tetap. Biaya variable berjumlah Rp173.092.000 dan biaya tetap Rp5.340.011 dengan hasil penjumlahan total dalam penelitian ini sebesar Rp178.432.011 disajikan dalam Tabel 3.
Analisis Keuntungan Kios Buah Aris di Kairagi…………….…….…………….….…...(Ficky Taroreh, Gene Kapantouw, Mex Sondakh)
Tabel 3. Biaya Total No. Jenis Biaya Jumlah 1. Biaya Variabel Total (TVC) 173.092.000 2. Biaya Tetap Total (TFC)) 5.340.011 Total 178.432.011
Sumber: Data Primer Diolah, 2023
## Penerimaan
Penerimaan merupakan biaya yang diterima berdasarkan jumlah produk yang terjual selama 1 bulan berdangang, kemudian dikalikan dengan harga jual yang ditetapkan. Penerimaan yang diterima dari kios ini sebesar Rp185.020.000. Besaran penerimaan Kios Buah Aris ditentukan dari banyaknya buah terjual dari harga buah tersebut dalam 1 bulan. Penjumlahan dari setiap penerimaan dari masing-masing buah adalah penerimaan total. Buah dengan biaya penerimaan tinggi terdapat pada buah jeruk dengan total penjualan Rp44.040.0000, jumlah buah 2.202 Kg. Penjualan terbanyak pada buah semangka yaitu, dengan jumlah 3.150 Kg dan biaya penerimaan Rp31.590.000. penjualan peer sebanyak 4 Kg dengan biaya penerimaan sebanyak Rp80.000.
## Analisis Keuntungan
Keuntungan adalah penerimaan yang diperoleh dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya variable maupun biaya tetap. Analisis keuntungan digunakan untuk melihat apakah pedagang di Kios Buah Aris mengalami keuntungan atau mengalami kerugian.
Tabel 4. Analisis Keuntungan Kios Buah Aris No. Jenis Biaya Jumlah 1. Total Penerimaan 185.020.000 2. Biaya Total 178.432.011 Total 6.587.989
Sumber: Data Primer Diolah, 2023
Tabel 4 menunjukkan bahwa total biaya yang dikeluaran Kios Buah Aris 1 bulan sebesar Rp178.432.011, sedangan total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp185.020.000. Dengan mengurangkan total penerimaan dan biaya total maka keuntungan yang diperoleh dari pedagang buah besar Rp6.587.989. Dengan demikian Kios Buah Aris dinyatakan untung.
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis
keuntungan Kios Buah Aris di Kairagi Kota Manado dapat disimpulkan:
1. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp178.432.011 per bulan.
2. Penerimaan sebesar Rp185.020.000 per bulan.
3. Keuntungan Kios Buah Aris di Kairagi Kota Manado adalah sebesar Rp6.587.989 per bulan.
## Saran
Pemilik usaha dapat membuka usaha serupa di tempat lain yang dianggap strategis untuk dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan keuntungan. Pemilik usaha dapat menambahkan lemari pendingin agar buah-buah dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama.
## DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kota Manado (BPS). 2020. Presentase Pengeluaran Makanan Per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditas Di Kota Manado Tahun 2018-2019.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian . Pustaka LP3ES. Jakarta.
Sulistiyo, B. 2006. Kajian Lokasi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Preferensi PKL serta Persepsi Masyarakat Sekitar di Kota Pemalang. Tesis . Program Pascasarjana,
Universitas Diponegoro. Semarang.
|
448a47d9-cb65-4578-8ce3-6a6de058abed | http://www.jurnalpangan.com/index.php/pangan/article/download/281/260 |
## FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA RANTAI PASOKAN BERAS:
## STUDI KASUS DI PERUM BULOG, JAWA BARAT
Galuh Chandra Dewi, E. Gumbira-Sa'id dan Idqan Fahmi
## RINGKASAN
Sebagai penghasil padi terbesar kedua di Indonesia, Jawa Barat mampu berproduksi melebihi kebutuhan konsumsi regionalnya, sehingga dapat mendistribusikan kelebihan berasnya kepada wilayah defisit. Di lain prhak, secara komersial, Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Barat harus mempertimbangkan keberlanjutan pasokannya secara lokal dan nasional, karena peningkatan konsumsi beras di wilayah tersebut tidak diimbangi dengan pemanfaatan lahan produksinya. Oleh karena itu, dilakukan kajian mengenai rantai pasokan beras Bulog, melalui identifikasi dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja manajemen rantai pasokan beras Bulog, serta formulasi altematif strategi Bulog dalam memperbaiki kinerja manajemen rantai pasokan berasnya. Data- data primer diperoleh dari lima orang responden ahli di Bulog Divre Jawa Barat, serta seorang responden ahli di Kantor Pusat Bulog, Jakarta; sedangkan data-data sekunder diperoleh dari Bulog. BPS dan FAO. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Bulog dibedakan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan nilai dan faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan produktivitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan nilai terdiri dari mutu gabah. mutu beras, perawatan mutu, serta teknologi pengolahan dan pasca panen. Faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan produktivitas terdiri dari aspek-aspek produksi di lini on-farm (ketersediaan bibit unggul, kesesuaian lahan, pemupukan, penggunaan pestisida, mekanisasi pertanian, kondisi lingkungan, pengelolaan lahan dan sistem irigasi, sumberdaya manusia, serta riset dan pengembangan), persediaan, transportasi. tingkat kerusakan, biaya operasional pengadaan, serta kemitraan. Dilandasi oleh hasil analisis terhadap faktor-faktor tersebut, Bulog disarankan untuk memaksimalkan kompetensi intinya di bidang logistik, yang diperkuat melalui modernisasi teknologi, serta dipadukan dengan perbaikan teknologi on-farm dan off-farm, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, maupun pengembangan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak.
PENDAHULUAN
mampu memenuhi dua tugas utamanya, yakni
Peranan Bulog sebagai lembaga (i) menyelenggarakan usaha logistik pangan pemerintah non departemen (LPND) P°kok yang bermutu dan memadai bagi milik pemerintah dalam mengatur tata pemenuhan hajat hidup orang banyak: serta niaga perberasan nasional secara langsung 09 melaksanakan tugas-tugas yang diberikan turut mempengaruhi pola rantai pasokan beras Pemerintah dalam pengamanan harga Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Peraturan pangan pokok, pengelolaan cadanganpangan Pemerintah No. 7 tahun 2003 tentang Pemerintah dan distribusi pangan pokok Pendirian Perum Bulog sebagaimana telah kepada golongan masyarakat tertentu, diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 61 khususnya pangan pokok beras dan pangan Tahun 2003. (Sekretaris Negara Republik In- pokok lainnya yang ditetapkan oleh donesia, 2003) mengharuskan Bulog untuk Pemerintah da|am rangka ketahanan pangan.
Edisi No. 46/XV/Januari/2006 Pangan 41
Dilain pihak, Bulog juga harus mengambil langkah-langkah terbaik dalam menyikapi perdagangan global beras yang kompetitif. Meskipun demikian, sistem agribisnis padi/ beras secara umum maupun Bulog secara khusus dihadapkan pada beberapa permasalahan. Permasalahan tersebut diantaranya adalah tingkat teknologi yang digunakan dalam sistem agribisnis beras on- farm padi maupun penyimpanan beras masih bersifat konvensionai, tingkat kehilangan gabah yang cukup besar, kapasitas giling yang tidak optimal, kinerja pengelolaan sistem agribisnis beras yang masih rendah, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat harga beras domestik yang cenderung fluktuatif dan lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di pasar internasional, persediaan beras di pasar internasional yang diduga akan semakin menipis dalam beberapa tahun ke depan. serta dukungan pihak perbankan dalam menyediakan dana operasional on-farm maupun off-farm masih rendah. Dampak negatif yang diakibatkan oleh masalah- masalah tersebut adalah kondisi rantai pasokan beras dalam negeri menjadi tidak optimal dalam memenuhi permintaan beras domestik. Mengingat berbagai dampak tersebut mempengaruhi kinerja Bulog dalam mengelola rantai pasokan berasnya, maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam rangka perbaikan kinerja rantai pasokan beras Bulog.
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan pendekatan studi kasus, untuk mendeskripsikan rantai pasokan beras Perum Bulog, dari lokasi yang mengalami kelebihan pasokan beras menuju lokasi yang kekurangan pasokan di Jawa Barat. Pemilihan lokasi obyek dilakukan secara purposive sampling, dengan kriteria lokasi memiliki kelebihan pasokan. Lokasi- lokasi tersebut adalah (1) Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Cirebon); (2) Kabupaten Indramayu (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Indramayu); (3) Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Subang); (4) Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Karawang); (5) Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut
PANGAN
(Kawasan Operasional Subdivre Ciamis); (6) Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Cianjur); (7) Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang (Kawasan Operasional Bulog Subdivre Bandung); serta (8) Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten (Kawasan Operasional Bulog Divre DKI Jakarta). Pengambilan sampel responden dilakukan secara purposive sampling, dengan kriteria responden adalah pihak-pihak yang memahami kondisi rantai pasokan komoditas beras Bulog, baik nasional maupun lokal (Jawa Barat). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder, melalui focus group discussion serta studi literatur. Dengan menggunakan berbagai sumber data tersebut, dilakukan pemetaan aliran distribusi gabah/beras Bulog. Selanjutnya, masalah-masalah yang muncul di dalam proses distribusi gabah/beras tersebut diidentifikasi dan dianalisa dengan menggunakan Diagram Ishikawa (Chase et al., 2001), serta kinerjanya dibandingkan secara deskriptif dengan beberapa wilayah di Thailand, RR Cina dan Vietnam (negara- negara produsen dan eksportir beras utama dunia).
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Proses Distribusi Gabah/Beras Bulog
Divisi Regional Jawa Barat
Proses distribusi beras Bulog Divisi Regional (Divre) Jawa Barat diawali dengan pengumpulan gabah kering panen (GKP) dari petani atau kelompok tani oleh Satuan Petugas Pengadaan Gabah Bulog, maupun melalui kerjasama dengan Mitra Kerja Bulog. GKP yang dikumpulkan tersebut kemudian dikeringkan dan dibersihkan menjadi gabah kering giling (GKG). Pada tahun 2004 yang lalu, jumlah persediaan beras di gudang- gudang Bulog Divre Jawa Barat (termasuk gudang-gudang milik Bulog Subdivisi Regional Serang, Propinsi Banten) mencapai 1.216.469,85 Ton. Dari jumlah tersebut. sebanyak 823.825,81 Ton (67.72%) diperoleh dari aktivitas pengadaan dalam negeri tahun 2004, sedangkan 392.644,04 Ton merupakan hasil pengadaan tahun sebelumnya dan persediaan awal Bulog pada tahun 2004 (atau persediaan akhir Bulog tahun 2003). Kegiatan pengadaan hanya dilakukan dalam bentuk
Edisi No. 46/XV7Januari/2006
pengadaan dalam negeri, karena pada tahun 2004 Bulog Divre Jawa Barat tidak melakukan impor beras. Gabah kering giling (setara beras) yang diserap Bulog Divre Jawa Barat mencapai 43.96% dari total volume pengadaan tahun 2004; yang melalui Satuan Petugas Pengadaan Dalam Negeri (SATGAS ADA DN) mencapai 1.12% dari total volume pengadaan gabah/beras; serta melalui Mitra Kerja Pengadaan (MITRA ADA DN) sebesar 42.84% dari total volume pengadaan gabah/ beras. Pengadaan lainnya dilakukan dalam bentuk penerimaan beras bantuan dari World Food Programme (WFP) (0.42% dari total volume pengadaan). Pengadaan dalam bentuk beras yang merupakan hasil kerjasama Bulog dengan mitra-mitra kerja gilingnya dari proses penggilingan gabah menjadi beras adalah 46.02% dari total volume pengadaan tahun 2004 (Gambar 1).
pendistribusian beras dari luar wilayah divrenya (move-in nasional) sebesar 1.76% dari total volume pengadaan. Beras Bulog Divre Jawa Barat disalurkan untuk Program Beras Miskin 298.578,31 Ton (32.26% dari total volume beras yang didistribusikan),
Program PKPS-BBM 1.85% dari total volume beras yang didistribusikan, golongan anggaran 2.18% dari total volume beras yang disalurkan, serta kelompok non golongan anggaran 2.46% dari total volume beras yang disalurkan. Penyaluran beras untuk golongan anggaran meliputi penyaluran beras untuk TNI (1.77% dari total volume beras yang disalurkan), POLRI (0.02% dari total volume beras yang disalurkan), Departemen Kehakiman (0.29% dari total volume beras yang disalurkan),
Departemen Sosial (0.03% dari total volume beras yang disalurkan) serta Karyawan Divre
Pcum Peiani PL-mm | _ l 1 Saigas ftngadi Dalam Nc^cii m 1 l*iani I
J Saigas Pcnc-adcc. Dalair Negeri Divre- Lain \ M raft Dabm DKrc gadjjn Lain Miirj fengada'!; Dalam Negeri WIP . . , I142W
DIVRi: JAWA
BARAT M .-jK.-i..
Giling
_i , I'KIS BUM Anjfe,iM- I 77^, 0.0 r **, 029% OOi'- 0.07'
. t • * 1 INI 1 IX HRl Dcpartcmc Kcliafctnan Dcpiincinch
Sosial
Kaiyawari
IJ.va- Kck. randan: DIVRI-. u ; a r JAWA BARAT Non Golinigan » » OPM Pri.bB (Sulog • I'ciiilistiihn-iiin dilakukan dalam bentuk gabah kering panen
> Pendisliibii'ian dilakukan dalain Ivnuk jjahah ketinj; filing (volume distribusi telah disetaiakan dengan volume bcrasl
^ Pcndistnbusian dilakukan dalam bentuk beras
lumlah di Atas Masih IV-'inasuk Ktmnibusi Penerimaan Gubah/Beras dari Sulxlivre Scrani:
Gambar 1. SaluranDistribusi Beras Bulog Divisi Regional Jawa Barat, Tahun 2004
Dilain pihak, perputaran distribusi beras terjadi antar subdivre di wilayah Jawa Barat, dari daerah-daerah surplus menuju daerah- daerah defisit beras. Volume perputaran beras mencapai 7.84% dari total volume pengadaan. Bulog Divre Jawa Barat juga menerima
Jawa Barat (0.07% dari total volume beras yang disalurkan). Penyaluran beras untuk non golongan anggaran dilakukan melalui Operasi Pasar Murni (1.55% dari total volume beras yang disalurkan), Probis Bulog (0.14% dari total volume beras yang disalurkan) dan untuk
PANGAN 43
membantu korban bencana alam (0.77% dari total volume beras yang disalurkan). Volume penyaluran gabah untuk digiling oleh mitra mencapai 380 064.98 Ton (41.06% dari total volume pengeluaran beras/gabah setara beras) (Gambar 1).
Penyaluran beras juga dilakukan dari subdivre-subdivre surplus beras ke subdivre- subdivre defisit (move-out regional), sebesar 64.610 Ton (6.98% dari total volume pengeluaran). Penyaluran beras yang dilakukan dari Divisi Regional Jawa Barat ke Divisi-Divisi Regional lainnya (move-out nasional), seperti Divisi Regional DKI Jakarta, Divisi Regional Lampung, serta Divisi Regional Sumatera Selatan, secara keseluruhan mencapai 13.20% dari total volume penyaluran (Gambar 1). Sebagai pembanding bagi rantai distribusi beras Bulog, diperlihatkan pula rantai distribusi beras di Propinsi Jiang Xi, RR Cina (Gambar 2), Propinsi Nakhon Sawan, Thailand (Gambar 3), dan Daerah Delta Sungai Mekong, Vietnam (Gambar 4).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif Operasional Bulog, Divisi Regional Jawa Barat
Dalam kerangka manajemen rantai pasokan, kesuksesan dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh suatu organisasi dipengaruhi oleh keunggulan
kompetitifnya di pasar. Wilk dan Fensterseifer (2003) mengungkapkan bahwa keunggulan kompetitif ditentukan oleh empat hal makro, yakni (i) kondisi faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam menghadapi kompetisi
(keahlian SDM, sumberdaya alam, sumberdaya pengetahuan, modal dan infrastruktur); (ii) kondisi permintaan lokal; (iii) keberadaan industri terkait berskala global; serta (iv) kondisi persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Keunggulan kompetitif dibangun oleh keunggulan nilai dan keunggulan produktivitas. Keunggulan nilai ditunjukkan melalui kemampuan perusahaan dalam membedakan produknya dari produk kompetitornya, sedangkan keunggulan produktivitas dinyatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam meminimalkan biaya dalam kegiatan operasionalnya (Indrajit dan Djokopranoto, 2002).
Kegiatan operasional Bulog, difokuskan pada kegiatan logistik, mulai dari pengadaan gabah dan beras, penggilingan, penyimpanan gabah dan beras, serta pendistribusiannya pada saluran-saluran distribusi beras terpilih. Dalam mencapai keunggulan kompetitifnya, Bulog perlu memahami kompetensinya untuk mencapai keunggulan nilai serta keunggulan produktivitas. Keunggulan nilai operasi Bulog
Petani Grain Bureau (Township Grain Station) J. Grain Bureau (O)unly Grain Depot) Pasar Domestik Koilsi:nic:i £ I Pengguna Penciling
Provincial Grain Industri Pasai Lain Gabah Bureau Pcngolal an Induk
Stale AthniniMm/ion fo Impor
Grain Reserves (SACK)
Hkspor
Sumber: USDA, 1999.
Gambar 2. SaluranDistribusi Beras State Administration for Grain Reserve di Propinsi Jiang Xi, RR Cina
44 PANGAN
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
Poiant | , 1
r~ ~ ~ < 1 1
• i * }
Organisasi
k» Broker 1 Pengumpjl Local N—I *» PenggibngPadi \M m f ^ \-r Eksportir tinner \ Organisasi Pelani IN--1
t
| r
1 i • V--"
Pemcrinlah •4-
iphol. 2001.
1 ^T- Pasar Induk
* 1 •
•r Wt Kilel * I Keterangan: L-spH — i —u-=#r Konsumen N-- > Sumber: Wiboor Distribus pongss d Beras in Chaovanapoo
Gambar 3. Rantai Pemasaran Beras Government Agent (Agen Pemerintah) di Propinsi Nakhon Sawan, Thailand
I'c.ani
Pengunipul
Penciling
S wasta BUMN Pengadaan dan Penyimpanan Penggilingan
Pasar Induk/Ekspor
£ Pedagang Rile! £ , 1 Pasar Induk cfc Propinsi l,ain Pedagang Rite! di Prooinsi Lain
Konsumen ci Propinsi 1-ain Perusahaan
I •: !• ' 'i: .Vs nc
Konsumen Regional
Keterangan:
• : Aliran Distribusi Oabah
• : Aliran Dislribasi lieras Sumber : Hai. 200Z
Konsumen Asina
Gambar 4. Rantai Pemasaran Beras BUMN Vietnam di Delta Sungai Mekong, Vietnam
dipengaruhi oleh mutu gabah, mutu beras, teknologi pengolahan dan pascapanen, serta perawatan mutu. Di lain pihak, keunggulan produktivitas operasi Bulog dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi on-farm, persediaan, transportasi, biaya operasional pengadaan, dan kemitraan (Gambar 5).
## 1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keunggulan Nilai Operasional Bulog,
Divre Jawa Barat Keunggulan nilai operasional Bulog Divre
Edisi No. 46/XV7Januari/2006
Jawa Barat dipengaruhi oleh mutu gabah yang diterima, mutu beras yang dihasilkan, teknologi pengolahan dan pascapanen, serta perawatan mutu. Keempat hal tersebut mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap beras Bulog, sehingga karakteristik beras yang didistribusikan oleh Bulog menjadi sangat penting untuk diperhatikan (Gambar 6).
Bulog menolak gabah yang diterima apabila terbukti tidak memenuhi standar mutu yang berlaku. Beberapa penyebab penolakan
yang dinilai memerlukan perhatian yang lebih besar adalah kadar air maksimum, kandungan butir hampa serta butir kuning pada gabah. Bulog mendistribusikan beras dengan standar mutu III atau IV. Dengan kondisi pasar global yang memungkinkan penawaran beras dilakukan terhadap varietas yang beragam, konsumen dapat memilih mengkonsumsi beras sesuai preferensinya. sehingga konsumen cenderung memilih mengkonsumsi beras dengan selera dan standar mutu yang lebih baik, atau sesuai dengan dayabelinya.
Keberhasiian memproduksi beras bermutu tinggi ditentukan oleh teknologi on- farm maupun off-farm. Teknologi pengering modern dinilai mampu meningkatkan kinerja produksi beras. Meskipun demikian. penggunaan teknologi tersebut masih sulit ditemukan dalam konversi gabah menjadi beras. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi para petani di wilayah aliran sungai Mekong, Vietnam, pengeringan gabahnya memanfaatkan mesin pengering tipe flat-bed (flat bed dryers) berteknologi dalam negeri (dihasilkan atas kerjasama antara pemerintah
penyimpanan beras yang terlalu lama dapat mengakibatkan peningkatan biaya pemeliharaan dan perawatan mutu persediaan
beras
2. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mem
pengaruhi Keunggulan Produktivitas dari Kegiatan Operasional Bulog Divre
Jawa Barat
## Keunggulan produktivitas operasional
Bulog Divre Jawa Barat tersusun atas elemen- elemen produksi on-farm, persediaan, transportasi, tingkat kerusakan/penyusutan, biaya operasional pengadaan, serta kemitraan.
## 2.1. Produksi On-Farm
Elemen-elemen yang mempengaruhi kegiatan produksi on-farm adalah ketersediaan bibit unggul, kesesuaian lahan, kegiatan pemupukan, penggunaan pestisida, mekanisasi pertanian, kondisi lingkungan, sistem irigasi, sumberdaya manusia, serta kegiatan riset dan pengembangan.
## Keunggulan Nilai
Mum Gabah Perawatan Mutu Biaya Operasional Pengadaan Persediaan
Mutu Beras
Teknologi Pengolahan
l Pascapanen ^_ Keiinjjgulan
™ Kompetitif
Kemitraan
Transportasi
Produksi On-Farm
Keunggulan Produktivitas
Gambar 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keunggulan Kompetitif dalam Kegiatan Operasional Bulog
Vietnam. Fakultas Pertanian UAF, Vietnam, dan perbankan). sehingga 40% dari pengeringan gabah petani telah menggunakan mesin pengering tersebut.
Bulog melakukan perawatan mutu persediaan beras untuk mempertahankan kuantitas dan kualitas beras. Keberhasiian Bulog Divre Jawa Barat dalam mengelola perawatan mutu beras tampak dari rendahnya persentase kerusakan atau penyusutan beras selama disimpan. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa jangka waktu
46 PANGAN
## 2.1.2. Ketersediaan Bibit Unggul
Bibit padi yang digunakan oleh para petani di Jawa Barat umumnya adalah padi varietas IR, dengan rata-rata produktivitas 4.97 Ton/Ha. Beberapa kawasan lainnya, seperti Bali, Jawa Tengah. Jawa Timur dan Sulawesi Selatan memiliki produktivitas yang kurang lebih sama baiknya dengan produktivitas padi di Jawa Barat, dengan rata-rata produktivitas padi untuk masing-masing kawasan tersebut adalah 5.39 Ton/Ha; 5.09 Ton/Ha; 4.79 Ton/ Ha; dan 4.54 Ton/Ha (BPS, 2004). Meskipun
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
demikian, produktivitas padi di Jawa Barat lebih rendah daripada produktivitas padi di Propinsi Jiangsu dan Propinsi Ningxia, RR Cina, yang rata-rata mencapai 8.17 Ton/Ha dan 8.14 Ton/Ha (CSB, 2002). Produktivitas padi di kedua propinsi di RR Cina tersebut salah satunya diakibatkan oleh keberhasiian komersialisasi bibit padi hibrida pada para petani lokal. yang produktivitasnya mampu mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas padi pada umumnya. Keberhasiian komersialisasi tersebut juga membuka peluang diversifikasi produksi bagi para petani, dari padi menjadi komoditas-komoditas pertanian komersial, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani di lahan on- farm. Keberhasiian komersialisasi beras
kondisi lahan spesifik lokasi) yang telah dihasilkan oleh BALITPA (BALITPA, 2003), seperti (i) kelompok padi sawah (varietas Cibodas, Ciherang, Cisantana, Cimelati, Cigeulis, Cibogo. Fatmawati dan Iain-Iain); (ii) kelompok padi hibrida (untuk lahan di luar Jawa, yakni varietas Maro dan Rokan); (iii) kelompok padi gogo (Varietas Situ Patenggang, Situ Bagenditdan Iain-Iain); serta (iv) kelompok padi rawa pasang surut (untuk lahan di luar Jawa, yakni varietas Banyuasin, Batanghari dan Siak Raya).
## 2.1.2. Kesesuaian Lahan
Lahan persawahan yang terletak di Jawa Barat sangat potensial untuk budidaya padi secara produktif. Dibandingkan terhadap
Teknologi Pengolahan dan Pascapanen Mutu Gabah \ \ Derajat kemurnian Penanganan \
Kadar Air Gabah \
"-" \ \ Derajat Kemurnian Kemurnian Varietas \ \ Teknologi \ Bulir Gabah Pecah \ Pengolahan \ Gahah Belum I Malang \ \ Gabah Rusak Keunggulan
Nilai 1 / „ . „ , / Residu BahanKimia / Derajat Soson J / ., „ . , / Campuran Beras Varietas Lain Butir Gabah / v / \ BendaAsing / Buiir Mengapur / / 1 Bulir Kuning/Rusak / Butir Merah I / /Butir Menir / ButirPatah / / /Bulir Uluh / Beras Kepala / / /Ban / Bebas H una Per.yakit I / Kadar Air Perawatan Mutu Mutu Beras
Gambar 6. Faktor-Faktor vara Mempengaruhi Keunggulan Nilai Operasional Bulog
hibrida di RR Cina dapat dijadikan contoh untuk komersialisasi sejumlah varietas lokal padi unggul baru (dengan produktivitas berkisar antara 5.00 - 9.00 Ton/Ha dan karakteristiknya telah disesuaikan dengan
F.disi No. 46/XV/Januari/2006
berbagai tujuan penggunaan lahan pertanian di propinsi tersebut, proporsi penggunaan lahan pertanian untuk budidaya padi (sawah) adalah yang tertinggi, yakni mencapai 33.57% dari total lahan pertanian yang tersedia di Jawa Barat (Tabel 1).
## Tabel 1. Luas Lahan Pertanian di Propinsi Jawa Barat
Berdasarkan Tujuan Penggunaannya (2002)
Tujuan Penggunaan Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Pekaranaan 391.786 14.40 Kebun 787.197 28.93 Padanq RumDUt 32.639 1.20 Tambak 40.006 1.47 Kolam 24.353 0 90 Lahan yang tidak diqunakan 20.326 0 75 Lahan tanaman kavu 201.512 7.41 Perkebunan negara/ swasta 309.518 11.38 Sawah 913.355 33.57 Total Luas Lahan 2.720.692 100 00
Sumber: BPS (2004)
## 2.1.3. Pemupukan
Penggunaan pupuk untuk budidaya padi di Jawa Barat maupun wilayah-wilayah lainnya di Jawa lebih intensif dibandingkan penggunaan pupuk sejenis di luar Jawa (Sumatera, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, serta Sulawesi). Hal tersebut ditunjukkan oleh volume penggunaan pupuk di wilayah-wilayah di Pulau Jawa yang lebih
Kemilraan Transportasi
tinggi dibandingkan dengan volume penggunaan pupuk di luar Pulau Jawa (Tabel 2)-
## Tabel 2. Volume Penggunaan Pupuk Kimia untuk
Budidaya Padi per Satuan Luas Lahan Wilayah Volume Penggunaan (Kg/Ha/Tahun) Jawa 417.67 1 Jawa Bara! 352.31 2. Jawa Tenqah 464.53 3. DI. Yoavakarta 323.33 4. Jawa timur 465.43 Luar Jawa 185.32 ". Sumatera 198.50 2. Bali dan Nusa Tenqqara 228.06 3. Kalimantan 91.38 4. Sulawesi 202.34 Indonesia *) 300.22 Sumber : BPS (2003)
Keterangan :*)tidak termasuk wilayah DKI Jakarta,
Maluku, Irian Jaya dan Timor-Timur
## 2.1.4. Pemberantasan Hama-Penyakit
Tanaman Penggunaan pestisida oleh petani dinilai penting dalam mendukung keberhasiian panen, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi pengadaan gabah Bulog.
Produksi On-Farvt
Ribit Unesul r.. .c- :.|CI" I ill.ill : . :• '. :.-:;:.:. id I l:i!'i •' Penyakit Pupuk Vtekanisasi Pcrtnman Biaya Operasional Pengadaan Kapasitas Pcnyimpman Kondisi
ljngkungan ^ Teknologi [fcngelolaan l-ahan dan
Irigasi
i Rise! dan I'engeinnanga.n ^^^^•Keunggulan
Produktivitas
Persediaan
Gambar 7. Faktor-Faktor yang Mempergaruhi Keunggulan Produktivitas Operasional Bulog
48 PANGAN
Edisi No. 46/XV7Januari/2006
Pada periode 1996-2002, luas persawahan yang terserang hama-penyakit di Jawa Barat menurun dari 102 449 Ha menjadi 12 361 Ha (BPS, 2004). Rata-rata penggunaan pestisida untuk setiap kali produksi di lahan adalah 0.62 Kg insektisida/Ha, 0.69 Kg herbisida/Ha, serta 0.54 Kg jenis pestisida lainnya/Ha. Pestisida yang digunakan di Jawa Barat secara keseluruhan (1.85 Kg/Ha) masih lebih tinggi daripada penggunaan pestisida di beberapa sentra produksi padi dunia, seperti Tamil Nadu di India (0.41 Kg/Ha), Luzon Tengah di Filippina (0.70 Kg/Ha), Delta Sungai Mekong (1.10 Kg/Ha) dan Sungai Merah (1.60 Kg/Ha) di Vietnam; tetapi lebih rendah daripada penggunaan pestisida di Dataran Tengah Thailand (2.10 Ton/Ha) atau Propinsi Zhejiang, RR Cina (4.23 Kg/Ha) (IRRI, http:// www.knowledqebank.irri.org) (Tabel 3).
Tabel 3. Perbandingan Penggunaan Pestisida di Beberapa Sentra Produksi Padi/Beras di Dunia
Lokasi Penggunaan Pestisida (Kg/Ha) Insek tisida Herbi
-sida Lain-
Lain Total Tamil Nadu, India 0.29 0.11 0.01 0.41 Luzon Tengah, Filippina 0.18 0.34 0.18 0.70 Delta Sungai Mekong, Vietnam 0.51 0.49 0.10 1.10 Delta Sungai Merah, Vietnam 0.61 0.65 0.34 1.60 Jawa Barat, Indonesia 0.62 0.69 0.54 1.85 Dataran Tengah, Thailand 0.97 0.89 0.25 2.10 Zhejiang, RR Cina 3.96 0.09 0.17 4,23
Sumber: IRRI (htto://www.knowledaebank.irri.orq)
## 2.1.5. Mekanisasi Pertanian
## Kegiatan agribisnis padi/beras di kawasan
Divre Jawa Barat masih menggunakan teknologi konvensional. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indraningsih et al. (2005), diungkapkan bahwa teknologi padi yang dibutuhkan oleh petani seyogianya memenuhi sifat-sifat teknis (mudah diterapkan serta sesuai dengan kondisi lahan, ketersediaan air dan iklim); ekonomis
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
(menguntungkan, mampu meningkatkan volume produksi, serta menghemat penggunaan tenaga kerja); sosial (tidak bertentangan dengan kebiasaan konsumsi masyarakat); ramah lingkungan; serta berkelanjutan (tahan terhadap hama dan penyakit, perubahan cuaca, dan memiliki produktivitas yang tinggi). Dilain pihak, kondisi lahan yang dibudidayakan secara subsisten juga mempengaruhiproduktivitas padi, karena lahan yang digunakan oleh petani rata-rata hanya mencapai 0.3 ha/petani. Dengan demikian, para petani sulit mencapai nilai ekonomis produksinya, karena biaya yang dikeluarkan cukup tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang diperolehnya. Contoh keberhasiian mekanisasi pertanian padi yang terbaik dapat ditemukan di Australia. Dengan menggunakan teknologi mekanisasi moderen, padi dibudidayakan secara rotasi dengan tanaman jenis rumput lainnya (pasturecrops). Budidaya padi diAustralia dinilai paling efisien dan paling produktif di dunia (FAO, 2004). Dalam periode 1995-2004, para petani padi di Australia telah mampu memperbaiki efisiensi pengairannya hingga 60% atau lima kali lebih hemat dibandingkan dengan pengairan pada lahan-lahan budidaya padi umumnyadi dunia, dengan produktivitas padi rata-rata mencapai 9.7 Ton/Ha/tahun. Keberhasiian sistem agribisnis padi/beras di Australia tidak hanya terjadi di lini on-farm, tetapi juga di lini off-farm, yang mampu menciptakan sekitar 8 000 jenis lapangan pekerjaan baru, dengan nilai tambah mencapai sekitar AusS 7 000/megaliter beras. Kontribusi sektor agribisnis beras di Australia terhadap PDB-nya mencapai AusS 800 juta, dengan Aus$400 juta berasal dari ekspor. Dengan prestasi tersebut, investasi di bidang litbang padi/beras pun mampu mencapai Aus$18 juta per tahun. yang dialokasikan dalam kegiatan-kegiatan litbang untuk irigasi, sistem budidaya, perlindungan tanaman, serta pengembangan produk (RGA, 2004).
## 2.1.6. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan mempengaruhi faktor produksi on-farm maupun off-farm, karena tinggi rendahnya volume produksi padi di lahan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, terutama curah hujan. Panen raya padi pada umumnya terjadi pada bulan Maret hingga Mei. Dilain pihak, pada periode tersebut curah
hujan yang terjadi cukup tinggi, sehingga dalam beberapa kasus seringkali petani harus mengalami kegagalan panen karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, musim hujan juga menghambat proses pengeringan gabah yang dilakukan oleh para petani, KUD maupun pihak swasta. yang pada umumnya masih menggunakan pengeringan tradisional (menggunakan sinar matahari). Dengan demikian, peran teknologi tampak semakin penting dalam mengatasi hambatan yang diakibatkan oleh keterbatasan kondisi lingkungan.
## 2.1.7. Pengelolaan Lahan dan Sistem Irigasi
Budidaya padi memerlukan pasokan air yang cukup dan berkesnimbungan . Lahan budidaya padi yang tidak memanfaatkan sistem irigasi (hanya tergantung pada curah hujan) memiliki resiko kegagalan panen yang lebih besar. selain juga berpengaruh terhadap produktivitas lahan yang tidak stabil. BPS (2003) melaporkan bahwa dari luas total lahan budidaya padi di Jawa Barat hanya 41.80% saja yang memanfaatkan teknologi irigasi, sedangkan sisanya, yakni 58.,2% memanfaatkan pengairan non irigasi. Persentase luas lahan persawahan beririgasi di Jawa Barat lebih rendah dibandingkan dengan persentase sejenis di Jawa Timur (53.55%) dan Jawa Tengah (43.40%). sehingga tampaknya daya dukung aplikasi teknologi irigasi persawahan di Jawa Barat masih lebih rendah dibandingkan daya dukung teknologi irigasi persawahan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Lahan persawahan yang menggunakan irigasi teknis di Jawa Barat adalah 21.39% dari total luas lahan panen, irigasi semi teknis 6.39%, dan irigasi sederhana 14.02% (Tabel 4). Dengan demikian perbaikan pengolahan sistem irigasi di daerah Jawa Barat masih perlu dikaji dan diperbaiki secara bersamaan dengan upaya perbaikan faktor-faktor input on-farm padi lainnya. sehingga peningkatan produktivitas padi dapat dicapai secara smergis.
Contoh-contoh pengolahan lahan dengan menggunakan sistem irigasi maupun sistem lainnya dapat diambil dari beberapa negara penghasil padi di dunia. Petani padi di Thailand merupakan petani subsisten, yang budidayanya telah dilakukan di lahan-lahan yang teririgasi dengan baik, selain juga
## mengaplikasikan metode pre-germinasi benih
(pre-germinated seed), sehingga berhasil menekan biaya produksi di lahan.
Kegiatan budidaya padi di Australia berhasil dijalankan dengan integrasi vertikal, mulai dari produksi hingga pengolahan dan pemasaran beras. Padi dibudidayakan pada lahan-lahan beririgasi, selain pembenihannya dilakukan secara langsung (direct seeding).
Di Uruguay (negara eksportir utama beras di Amerika Latin atau termasuk 10 eksportir beras terbesar di dunia. yang 90% dari total volume produksi berasnya diekspor ke pasar beras dunia), sistem produksi padinya memanfaatkan teknologi irigasi pompa/ gravitasi (pumps or gravity irrigation). Di Uruguay, sistem produksi padinya
diintegrasikan dengan budidaya hewan ternak
(rotasi penggunaan lahan), Sistem tersebut sangat menguntungkan karena dapat menurunkan penggunaan herbisida. insektisida dan pupuk buatan bagi budidaya padi secara berkelanjutan. Selain itu, para petani pun memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam menentukan harga jual gabahnya (FAO, 2004).
Tabel 4. Perbardingan Luas Lahan Irigasi
Berdasarkan Jenisnya.
Wilayah Jenis rlgasi
Terhadap
Luas Lahan Pe.'sawahan (%) Te<nis (%) Sem; Teknis
Seder- hana (%) Jawa 25.88 7.02 11.27 45.16 Jawa Barat 21.39 6.39 14.02 4' 80 Jawa Tengah 23.2: 7.46 12.75 43.40 Di Ycgyakarta 13.14 17 42 4.78 35.34 oawa Timur 39.46 6.89 7.20 53.55 Banten 17.08 4.60 11.85 33.53 I ua- jawa 12.36 10.10 17.34 39 79 Sumatera 10.81 9.25 16.33 .15 39 Bali can Nusa Tenggara 13.13 26.15 14 77 54.05 Kalimantan 2.31 27: 1795 23.01 Sulawesi 25.11 10.09 20.70 55.91 Indonesia 19 58 8.57 14.32 42.46
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
## 2.1.9 Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya manusia petani masih rendah (tidak memiliki pengetahuan, keahlian dan tingkat pendidikan yang memadai), sehingga petani mengalami kesulitan dalam mengatasi permasalahan keterbatasan aksesnya terhadap sumber- sumber pembiayaan operasi produksi maupun peningkatan produktivitas lahan melalui penggunaan teknologi tepat guna misalnya teknologi benih, teknologi pangan, dan teknologi pascapanen (teknologi pengeringan/ pengolahan. penyimpanan, pengemasan, distribusi, dan sebagainya) (TPKPN, 2001). Dengan demikian, keberadaan tenaga-tenaga penyuluh pertanian menjadi sangat penting dalam menjalankan fungsinya sebagai agen penyebar informasi budidaya padi di Jawa Barat khususnya. maupun di Indonesia pada umumnya.
## 2.1.10. Riset dan Pengembangan
Riset dan pengembangan mempengaruhi produksi on-farm, karena riset dan pengembangan sangat diperlukan untuk memperbaiki produktivitas budidaya padi. Berbagai riset dan pengembangan telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Balitpa (Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Padi). DPI. Departemen Pertanian, maupun institusi-institusi perguruan tinggi; yang diantaranya mencakup investasi dan pengembangan genetika varietas padi, optimasi pemanfaatan lahan dan nutrisi tanah, pengembangan alat-alat mekanisasi pertanian, aplikasi sistem irigasi penerapan jenis-jenis pestisida, dan sebagainya. Dilain pihak. dalam kurun waktu 2001 hingga saat ini, Bulog juga telah menjalankan berbagai kegiatan riset, yang mendukung sektor off- farm, meliputi penelitian karakteristik mutu padi varietas lokal dan aromatik, pengujian efikasi insektisida terhadap hama gudang, pengujian pengaruh tipe penggilingan dan derajat sosoh terhadap rendemen dan mutu beras, penelitian pengeringan gabah menggunakan sistem bed- dryerdan continuous dryer, pengujian alat ukur kadar air gabah dan beras, observasi raskin, pengujian bahan kemasan beras, studi prospek pasar dan pemasaran beras premium, penelitian jasa logistik, dan penelitian daya simpan gabah.
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
## 2.2. Persediaan
Persediaan menjadi penting bagi kinerja Bulog, mengingat salah satu tugas pokok Bulog adalah mengelola cadangan beras nasional. Persediaan di gudang Bulog dipengaruhi oleh kuantitas penyaluran gabah/ beras, kuantitas penyerapan produksi gabah, serta kapasitas penyimpanan. Kuantitas persediaan di gudang Bulog harus mampu melebihi kebutuhan persediaan minimumnya (minimum stock requirement). Dengan mempertimbangkan terjaganya mutu beras serta meminimalkan biaya penyimpanan, maka Bulog menetapkan jumlah persediaan- nya yang ideal harus memenuhi kebutuhan distribusi beras selama tiga bulan ke depan.
## 2.2.1. Kuantitas Penyerapan Gabah
Kuantitas penyerapan gabah menjadi sangat penting, karena dalam melakukan penyerapan gabah/beras, Bulog Divre Jawa Barat seringkali kesulitan memperoleh gabah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, apabila Bulog tidak mengantisipasi masalah tersebut dengan cekatan, maka Bulog akan semakin sulit memperoleh pasokan secara lokal untuk kebutuhan di: tribusinya di masa depan.
## 2.2.2. Kuantitas Penyaluran
Kuantitas penyaluran beras disesuaikan dengan tingkat permintaan atau konsumsi beras penduduk. Kuantitas konsumsi beras di Jawa Barat khususnya serta Indonesia umumnya, terus-menerus meningkat dan bersifat kontinyu, tersebar secara merata hampir di seluruh wilayah, serta sulit didiversifikasi dengan bahan pangan selain beras (Saadah, 2C05). dilain pihak, kuantitas penyaluran beras oleh Bulog dipertimbangkan harus memenuhi kebutuhan penyaluran beras untuk masyarakat miskin dan rawan pangan (Program Raskin); golongan anggaran, Operasi Pasar Murni (OPM); cadangan pangan nasional dan kebutuhan bahan baku industri. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, yang berimplikasi terhadap peningkatan konsumsi, ditambah dengan posisi beras sebagai bahan pangan utama yang belum tergantikan, sedangkan produksi padi agregat mengalami penurunan, Bulog periu menyiasati kondisi tersebut, terutama dalam hal penyaluran beras untuk masyarakat miskin (Program Raskin).
## 2.2.3. Kapasitas Penyimpanan
Divre Jawa Barat memiliki fasilitas gudang-gudang penyimpanan untuk menyimpan gabah maupun beras yang diterimanya dari petani melalui Satuan Tugas (Satgas) Pengadaan Bulog maupun melalui kerjasama dengan perusahaan penggilingan mitra kerja. Bulog Divre Jawa Barat memiliki 45 buah gudang penyimpanan, dengan berbagai tipe, yang dibedakan berdasarkan kapasitas tampungnya. Dengan cakupan wilayah operasional yang cukup luas, Bulog Divre Jawa Barat memanfaatkan ke 45 gudang penyimpanannya, yang tersebar di tujuh wilayah Subdivre (Tabel 5). Dengan kapasitas penyimpanannya yang cukup besar. Bulog seyogya-nya dapat menjalankan fungsinya, tidak hanya untuk memenuhi peranan publiknya dalam menjaga kestabilan harga gabah dan beras, tetapi yang lebih penting adalah untuk memfungsikannya secara ekonomis dalam mendukung kegiatan produksi, penyimpanan dan pendistribusian beras Bulog secara komersial.
2.3 Transportasi
Keunggulan produktivitas Bulog ditinjau dari elemen transportasi dipengaruhi oleh
jarak tempuh yang dibutuhkan untuk mentransportasikan beras dari titik-titik produksi menuju titik-titik konsumsi. Bulog hanya mendistribusikan beras dari lokasi- lokasi yang mengalami kelebihan produksi (surplus) menuju lokasi-lokasi yang mengalami kekurangan persediaan (defisit). Operasionalisasi transportasi tidak dilakukan sendiri oleh Divisi Pengadaan Bulog. melainkan dengan melibatkan jasa bisnis transportasi yang dikelola oleh tugas komersial Bulog. Oleh karena itu, jarak tempuh distribusi menjadi faktor utama dalam menentukan efisiensi biaya transportasi Bulog, sehingga Bulog menetapkan kebijakan untuk mendistribusikan beras antar lokasi yang letaknya berdekatan untuk meminimalkan biaya distribusi.
2.4. Biaya Operasional Pengadaan
Biaya operasional pengadaan beras Bulog mencakup (i) biaya pembelian gabah; (ii) biaya penggilingan gabah; (iii) biaya pembelian beras; (iv) biaya eksploitasi beras (biaya distribusi ke saluran-saluran pemasaran, biaya perawatan gabah dan beras, biaya survey distribusi, serta biaya perbaikan sarana penyimpanan); dan (v) biaya manajemen (biaya personil atau sumberdaya manusia, biaya pembelanjaan barang, serta biaya operasional pendukung lainnya) (Bulog, 2005). Besaran-besaran biaya tersebut sangat penting dalam menentukan harga pokok beras yang akan didistribusikan oleh Bulog menuju saluran-saluran distribusinya.
## 2.5. Kemitraan
Untuk menjaga kelancaran operasional Bulog Divre Jawa Barat dalam memenuhi fungsi publiknya, Bulog menjalankan kerjasama kemitraan dengan beberapa pihak swasta. Kerjasama tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menjamin petani produsen memperoleh harga gabah minimal sama dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sehingga diharapkan mampu memperbaiki pendapatan petani
dan peningkatan produksi padi di dalam negeri (Bulog, 2004b). Mitra kerja
Tabel 5.
Tipe Kapasitas dan Jumlah Gudang Bulog Divre Jawa Barat
Subdivre Tipe Gudang Kapasitas Gudang (Ton) Jumlah Gudang Total Kapasitas (Ton) Cianjur B 2.000-6.000 4 13.500 Cirebon A1 21.000-35.000 3 84.300 A2 8.000-14.000 3 32.000 B 2.500-7.000 4 17.000 Indramayu A1 21.000 2 42.000 Karawang A2 9.000-12000 2 21.000 B 3.500-6.000 4 19.500 A1 24.500-28.000 2 52.500 Subang A2 8.450-10.000 3 27.950 B 3.500-6.000 5 26.500 A2 7.500-8.600 2 15.100 Ciamis B 3.500-6.000 3 •' 3 000 B 2.500-3.500 4 12.500 Bandung A1 17.500 2 35.000 B 2.000-9.000 2 11.000 Sumber: BULOG (2004) 52
PANGAN
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
Bulog tidak hanya bekerjasama dalam hal pengadaan gabah, tetapi juga dapat difungsikan untuk melakukan penggilingan gabah menjadi beras.
Kelancaran kerjasama antara Bulog dengan mitra-mitra kerjanya dijamin melalui berbagai persyaratan yang harus dipenuhi oleh mitra-mitra Bulog. Meskipun demikian, apabila efisiensi dilakukan terhadap, saluran distribusi, Bulog harus meninjau kembali hubungan kemitraannya terutama apabila mitra yang dipilih berasal dari kelompok mitra yang menjalankan pengadaan GKG sekaligus penggilingan GKG menjadi beras (mitra dari Kelompok A dan B, yang cara penanganan dan pengolahannya sudah lebih baik dan cukup menunjang dalam menghasilkan beras dengan mutu yang lebih baik).
## IMPLIKASI MANAJERIAL
Bulog tidak hanya melayani kepentingan masyarakat, melainkan juga berfungsi secara komersial untuk menjalankan bisnis secara efisien, sehingga menghasilkan keuntungan. Meskipun Bulog tidak lagi memonopoli perdagangan beras di Indonesia, tetapi posisinya cukup kuat, karena didukung oleh ketersediaan infrastruktur (skala produksi besar), kebijakan pemerintah, serta hubungan kemitraan dan jaringan distribusi yang luas.
Meskipun demikian, untuk menjalankan bisnis yang komersial sesuai dengan kopetensinya sebagai badan yang bergerak dalam perdagangan dan pendistribusian beras nasional. Bulog dinilai memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah mutu beras yang dihasilkan rendah, petani yang dilibatkan di dalam sistem memiliki kuantitas yang besar tetapi kualitasnya masih rendah.
Selain itu, karena terjadi perubahan badan hukum menjadi Perum, Bulog saat ini juga masih harus membenahi sumberdaya manusianya. Teknologi on-farm masih bersifat konvensional dan masih banyak lingkungan; serta efisiensi teknologi pengolahan dan pascapanen rendah karena belum meman faatkan perkembangan teknologi. Dilain pihak, dengan kondisi perdagangan global yang memungkinkan akses pasar yang lebih luas di pihak produsen, serta pilihan jenis produk yang lebih banyak bagi konsumen, beras lokal pun harus mampu berkompetisi apabila sewaktu-waktu jalur impor kembali dibuka untuk komoditas tersebut. Dengan
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
mempertimbangkan kondisi-kondisi di atas maka beberapa implikasi manajerial disarankan berikut ini.
Tata cara penerimaan gabah atau beras dapat dipertahankan berdasarkan standar pemerintah/Bulog. Akan tetapi, Bulog perlu mengkaji kembali tata cara penerimaan gabah atau beras di atas, sehingga waktu penanganan bahan yang masuk keluar dari gudang dapat dipersingkat.
Bulog perlu meninjau kembali kelayakan operasional dan pemilihan mitra. Dalam jangka panjang, pihak-pihak mitra yang terlibat diharapkan muncul dari golongan usaha yang bersedia dan mampu mengadaptasi teknologi penggilingan dan padi/beras dengan lebih baik. Peningkatan mutu beras yang diproduksi dan diperdagangkan Bulog melalui perbaikan teknologi berdasarkan kerjasama dengan beberapa pihak terkait. Penciptaan keuntungan dilakukan melalui perluasan ruang lingkung bisnis komersial perberasan Bulog non pengadaan, yang dilakukan secara mandiri maupun dalam bentuk kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Hal tersebut diharapkan dapat memperbaiki daya saing Bulog. Minot (1998) mengungkapkan bahwa kompetisi yang terjadi antara pihak swasta dengan BUMN diduga dapat memperbaiki kinerja dan efisiensi BUMN, karena kompetisi pasar yang dikombinasikan dengan restrukturisasi sistem insentif di dalam BUMN merupakan kunci agar BUMN mampu beroperasi secara komersial. Berkaitan dengan hal tersebut, bisnis yang sesuai untuk dikembangkan adalah bisnis yang dapat saling mendukung dengan kegiatan pengadaan Bulog, sehingga bisnis pengolahan beras dan diversifikasi produksi beras dipandang sebagai alternatif strategi yang perlu dipertimbangkan.
Penataan dan pengembangan sistem manajerial dan sumberdaya manusia harus mulai difokuskan untuk pengem bangan industri dan bisnis diversifikasi beras. Bulog perlu mengawali bisnis komer- sialnya dalam mendukung pelayanan publik dengan cara memperkenalkan produk-produk beras komersial ke
## masyarakat.
Bulog perlu mengarahkan kegiatan riset untuk aplikasi industri beras dan diversifikasi produk-produkturunan beras. Peranan dan komitmen pemerintah sangat diperlukan dalam menciptakan lingkungan makroekonomi yang stabil untuk mengembangkan investasi sektor swasta.
## PENUTUP
Rantai pasokan beras Bulog di Jawa Barat melibatkan beberapa level, yakni petani di level produsen, KUD/'pihak swasta/Mitra Kerja sebagai pengumpul gabah kering panen dan pengolah gabah kering giling menjadi beras di level intermedier, Bulog sebagai pembeli gabah kering giling dan beras di level intermedier, serta golongan-golongan konsumen saluran distribusi Bulog. Faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja Bulog dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan nilai (mutu gabah, mutu beras, perawatan mutu, serta teknologi pengolahan dan pascapanen) dan faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan produktivitas (produksi di lini on-farm, persediaan transportasi, biaya operasional pengadaan, serta kemitraan). Bulog perlu mempertahankan kompetensi inti di bidang logistik, yang dipadukan dengan perbaikan teknologi on-farm dan off-farm, peningkatan kualitas SDM (kemampuan dan spesifikasi keahlian), serta pengembangan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak. agar selain mampu mempertahankan dan memperbaiki kinerjanya dibidang pelayanan publik terutama dalam hal penyerapan gabah dari petani), Bulog juga mampu bersaing secara komersial dan kompetitif. Oleh karena itu, Bulog disarankan berani mengaplikasikan manajemen perubahan, mengingat institusi tersebut mengalami restrukturisasi kelembagaan dari badan pemerintah nonprofit menjadi badan komersial yang harus menghasilkan keuntungan. Q
54 PANGAN
## DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS), (2003). Indikator Pertanian 2002, BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2004). Statistik Indonesia 2003, BPS, Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Padi (BALITPA). (2003). Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi, BALITPA,
Sukamandi. Bulog (2004a). Kumpulan surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum Bulog tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Umum Bulog, Perum Bulog,
Jakarta. Bulog (2004b). Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Tahun 2005, Perum Bulog.
Bulog (2005). Harga Pembelian Beras oleh Pemerintah Kepada Perum Bulog dan Anggaran Pendapatan (Master Budget) Tahun 2005.
Chase. R.B.. N.J. Aquilano, dan F.R. Jacobs (2001).
Production and Operations Management: Manufacturing and Services, Eighth Edition, Mc.
Graw Hill. New York.
China Statistical Bureau (CSB). (2002). China Agricultural Yearbook, CSB. Bejing.
Chopra, S. dan P. Meind!. (2001). "Supply Chain Management: Strategy. Planning and Operation", Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. FAO (Food and Agriculture Organization for United Nations). (2004a). Economics and the International Year of Rice. Buietin, International year of Rice
2004: Rice is Life FAO. Roma.
Fearne, A., D. Hughes dan R. Duffy (2002). "Concepts of Collaborations: Supply Chain Management in a Global Food Industry", Editor: Eastham, J.F., L. Sharpies dan S.D. Ball. 2002, Food Supply Chain Management. Butterworth Heinemann. Oxford. Hai, L.T.D. (2002). The Organization of the Liberalized Rice Market in Vietnam. Disertasi Rijksuniversieit Groningen. Groningen.
Hein, P.H. (2000). "A Systematic Approach to Promote the Dryer as a Major Measure of Quality Assurance for Rice Grain", Prosiding, Quality Assurance in Agricultural Produce, Johnson. G.I.. L.V. To, N. Duy dan M.C. Webb (ed), ACIAR Proceedings 100, Hal.
.264-271. httpj'/www.krowledgebank.irri.org. Diakses Tanggal 1 Mei
2005. Indrajit, R.E. dan R. Djokopranoto (2002). Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang, Gramedia
Wldiasarana Indonesia. Jakarta. Indraningsih, K.S., W.K. Sejati dan S. Wahyuni (2005). 'Analisis Preferensi Petani terhadap Karakteristik Teknologi Padi Ladang (Kasus di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Selatan, Propinsi Lampung)", Jurnal Sosial Ekonomi Pertarian dan Agnbisnis, Halaman 57-67. Mirot. N. (1998). "Competititveness of Food Processing in Vietnam: A Study of the Rice, Coffee, Seafood, and Fruit and Vegetables Subsectors", Report. International Food Policy Research Institute (IFPRI), Washington DC.
Edisi No. 46/XV/Januari/2006
Rice Grower Association of Australia (RGA). (2004). Our Australian Rice Industry Growing Rice to Feed the World - Our Australian Rice Facts, Factsheet, RGA. Leeton. New South Wales. Saadah, S (2005). "Model Persamaan Simultan untuk Analisis Permintaan dan Perawaran Komoditas Beras di Indonesia", Jurral Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekoronv Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Vol. 5 No. 1 Februari 2005, Hal. 1-13. Sekretaris Negara Republik Indonesia (2003). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 61 Tahun 2003 Tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG, Sekretaris Negara Republik Indonesia,
Jakareta. Tim Pengkajian Kebijakan Perberasan Nasional (T^KPN). (2001). Reformulasi Kebijakan Ekonomi Beras Nasional', Makalah, Diskusi Panel Alternatif Kebijakan Perberasan: Tinjauan Kritis Hasil Tim Kajian Kebijakan Perberasan Nasional, 17 Juli 2001. Pusat Studi Pembangunan LP, IPB, LKPM dan Universitas Indonesia. USDA (United States Department of Agriculture). (2001). Indonesia Grain and Feed Annual Report 2000, Global Agriculture Information Network Report, USDA. Washington DC. Wilk, E.O. dan J.E. Fensterseifer. (2003). "Towards A National Agribusiness System" : A Corceptual Framework. Paper, International Food and Agribusiness Management Review. Vol. 6 lss.2 2003, International Food and Agribusiness Management Association (IAMA).
Galuh Chandra Dewi, STP, MM, Supervisi PT. Dancne Biscuits Indonesia. Meryeiesaikan S1 Teknologi Agroindustri. Fak. Teknologi Pertanian IPB (2002). S2 Master Manajemen Agribisnis (MMA-IPB) 20C5. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa'id. MADev, Guru Besar Teknologi Industri Pertanian, Fateta dan Staf Pengajar Program Manajemen dan Bisnis. IPB. Menyelesaikan S1 Teknologi Pasca Panen. IPB (1978), S2 Master Pembargunan Pertanian, Ghent State University, Belgia (1983), dan S3 Chemical Engineering, The University of Queensland, Australia
(1992). Idqan Fahmi. Sekretaris Akademik dan Staf Pengajar Program Manajemen dan Bisnis.
PANGAN 55
|
7e1ad665-5314-43b4-8b1c-9e21fd54c861 | https://jurnal.batan.go.id/index.php/bprn/article/download/5384/4778 |
## RADIOGRAFI SINAR-X RIGAKU DAN ISOVOLT PADA PENGELASAN LOGAM
## RADIOGRAPHY OF X-RAY RIGAKU AND ISOVOLT ON METAL WELDING
Djoli Soembogo
Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi-BATAN, Jalan Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta 12440. [email protected]
Diterima: 22 April 2019, diperbaiki : 10 Mei 2019, disetujui : 13 Mei 2019
## ABSTRAK
RADIOGRAFI SINAR-X RIGAKU DAN ISOVOLT PADA PENGELASAN LOGAM. Pengaplikasian radiografi sinar-X telah berkembang dan banyak dimanfaatkan pada bahan metal las. Radiografi ini menggunakan sumber radiasi dari mesin sinar-X Rigaku dan Isovolt. Penelitian ini bermaksud mengaplikasikan radiografi digital menggunakan sumber sinar-X dan menggunakan media pemindai film positip Epson V700 untuk pendigitalisasian hasil radiografi konvensional film pada sampel las. Telah dilakukan pengujian radiografi menggunakan film AGFA D7 untuk mendapatkan kontras medium, kepekaan medium dan kualitas bayangan (image) yang baik, menggunakan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal, dan menggunakan media pemindai film positip dan sumber sinar-X dengan parameter pengamatan densitas film radiografi dan bentuk cacat. Tujuan radiografi ini untuk mengetahui hasil pencitraan yang baik untuk evaluasi cacat atau diskontinuitas sampel las seperti porositas, retak, slag inklusi yang akan mengganggu kelayakan pakai. Waktu paparan sinar-X adalah 50 detik untuk ketebalan sampel las 12,2 mm dan SFD 700 cm dengan menggunakan tegangan tinggi mesin sinar-X Intermiten dan Konstan sebesar 160 kV dan arus listrik 5 mA. Hasil pemindai film positip berupa radiografi digital yang memungkinkan untuk proses transfer data digital atau penyimpanan data digital secara komputerisasi. Hasil pengujian radiografi pada sampel las dengan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal didapat parameter densitas film radiografi untuk film AGFA D7 pada sinar-X intermiten adalah 2,05; 2,03; 2,09 dan pada sinar-X konstan adalah 2,22; 2,25; 2,26, penumbra hasil radiografi didapat 0,044 mm, dan sensitivitas film radigrafi adalah 2,049%. Ditemukan cacat IP, LF, dan porositas yang signifikan. Status densitas film sudah sesuai dengan standar yang diacu dan dapat didigitalisasi . Katakunci: Intermiten, konstan, sampel las.
## ABSTRACT
RADIOGRAPHY OF X-RAY RIGAKU AND ISOVOLT ON METAL WELDING. The application of X-ray radiography has been developed and widely used in metal welding. This radiography using a source of radiation from X-ray machines of Rigaku and Isovolt. This research intends to apply digital radiography X-ray source and use scanner Epson V700 positive films media for digitization results of conventional radiographic films on welding sample. It has been testing radiography using AGFA D7 film to get the contrast medium , the sensitivity of the medium and image quality (image ) is good, using Single Wall Single Image method, and using the media scanner films positive and X-ray sources with observation parameter are density radiographic film and the defect shape. Radiography uses AGFA D7 film to obtain a contrast medium, medium sensitivity and image quality (image) is good. This Radiography aims to find out good imaging results for evaluation defect or discontinuities metal welding such as porosity, cracks, inclusion slag which will interfere with the feasibility of use. X-ray exposure time is 50 seconds for a thickness of 12.2 mm coral reefs by using a high voltage X-ray machine Intermittent and constant of 160 kV and 5 mA electric current . The result of the positive film scanner in the form of digital radiography that allows for the transfer of digital data or digital computerized data storage. The test results of radiographic on welding sample with Single Wall Single Image method obtained radiographic film density parameter for AGFA D7 film on intermitent x-Ray are 2.05; 2.03; 2.09 and on constant x-Ray are 2.22; 2.25; 2.26, unsharpness geometric of radiographic results obtained 0.044 mm, sensitivity radigraphy is 2.049%. Defect found IP, LF, and Porosity that are significant. The status of film density is in accordance with the standards referenced and can be digitized.
Keywords: Intermittent, constant, weld sample.
## 1. PENDAHULUAN
A plikasian radiografi sinar-X telah berkembang dan banyak dimanfaatkan pada bahan metal seperti carbonsteel . Radiografi
sinar-X pada metal menggunakan arus listrik yang kecil dan tegangan tinggi yang besar. Pada kegiatan ini digunakan Radiografi dengan sumber radiasi dari mesin sinar-X Intermiten merek Rigaku EGM-300 dan mesin sinar-X
konstan merek Isovolt.
Pengujian radiografi menggunakan film AGFA D7 bertujuan untuk mendapatkan kontras medium, kepekaan medium dan kualitas bayangan ( image ) yang baik, dan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal. Pada pengujian ini juga digunakan media pemindai film positip dan sumber sinar-X Rigaku dan sinar-X Isovolt, parameter pengamatan densitas film radiografi dan bentuk cacat.
Maksud radiografi pada metal las dengan menggunakan media pemindai film adalah mendigitalisasi hasil radiografi konvensional menggunakan film dengan sumber sinar-X untuk proses transfer data, penyimpanan data secara digital. Pengaplikasian radiografi sinar- X pada metal las bertujuan untuk mengetahui cacat atau diskontinuitas metal las seperti porositas, slag inklusi, atau retak yang akan mengganggu umur dan kelayakan pakai metal las.
## 2. TEORI
Prosedur radiografi sinar-X pada sampel las menggunakan film AGFA D7 yang mengacu pada ASME section V article 2 untuk teknik radiografi [1], [2], [3], [4] dan ASME section VIII division 1 Mandatory Appendix 4 untuk standar penerimaan hasil radiografi [5], [6], [7]. Sesuai dengan persyaratan standar ASME section V article 2 [2], code T-282.1, densitas film radiografi untuk sumber sinar-X yang terbaca pada alat densitometer mempunyai rentang 1,80 – 4,00 dan mengacu ASME section V article 2 [2], code T-282.2, densitas bervariasi pada daerah periksa antara minus 15% dan plus 30%, dibandingkan densitas pada daerah penetrameter .
## 3. TATA KERJA (BAHAN DAN METODE)
Bahan radiografi sinar-X pada metal las dengan proses manual, obyek uji berupa carbonsteel berukuran 29,5 x 25,4 cm 2 adalah sebagai berikut:
1. Ketebalan sampel las 12,2 mm, sesuai daya tembus sinar-X Rigaku dan Isovolt.
2. Larutan pemroses film terdiri dari developer 20 liter, air stopbath 20 liter, fixer 20, air bersih pembilas 30 liter
3. Film kecepatan sedang AGFA D7 ukuran 101,60 x 254 mm 2 sebanyak 2 film
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Mesin sumber sinar-X dan panel pengendali Rigaku 1 unit
2) Mesin sumber sinar-X dan panel pengendali Isovolt 1 unit
3) Pb tebal 3 mm 2 lembar
4) Penetrameter kawat DIN Fe 6 ISO 12 2 set 5) Duplex 1 set
6) Lead Letter Pb untuk sinar-X 1 set 7) Hanger 4 x 10” 12 set
8) Stopwatch 1 set
9) Longtang 1 set
10) Surveymeter 1 set 11) Rollmeter 1 set 12) 12. Statip pendukung 1 set
13) Pemindai film positip Epson V700 1 set
Pengerjaan proses pengelasan metal memerlukan keahlian personal yang andal, teliti, dan akurat. Radiografi ini menggunakan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal atau Single Wall Single Image (SWSI) dengan 2 penetrameter kawat DIN Fe 6 ISO 12, di luar sampel las menghadap sumber ( source side) . Metode SWSI digunakan karena sampel uji berupa pengelasan logam pelat dengan ketebalan tunggal dan Image yang dihasilkan tunggal. Dalam pengujian ini menggunakan langkah kerja seperti pada Gambar 1, pembangkit sinar-X Rigaku dan posisi sampel las diperlihatkan pada Gambar 2, pembangkit sinar-X Isovolt dan posisi sampel las diperlihatkan pada Gambar 3, panel pengendali sinar-X Rigaku dan Surveymeter diper-lihatkan pada Gambar 4, panel pengendali sinar-X Isovolt diperlihatkan pada Gambar 5.
(Djoli Sembogo)
Gambar 1. Langkah kerja pengujian radiografi dengan sinar-X.
Langkah kerja pengujian radiografi dengan sinar-X sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan mesin sinar-X Intermiten merek Rigaku dan mesin sinar-X Konstan, lakukan pemanasan sesuai prosedur SOP manual.
2. Siapkan sampel Las diatas film AGFA D7, lakukan sentering pada sampel terhadap window pertama di mesin sinar-X Intermiten dan kedua di mesin sinar-X Konstan, ambil jarak antara film dan focal spot (SFD) 700 mm. Lakukan pengamanan area radiasi dengan memasang tanda bahaya radiasi.
3. Pada penembakan pertama dengan mesin sinar-X Intermiten dan penembakan kedua dengan mesin sinar-X Konstan.
4. Lakukan pengamanan area radiasi dengan memasang tanda bahaya radiasi, kemudian
lakukan penembakan sampel selama 50 detik pada kV 160 dan 5 mA.
5. Lakukan pemrosesan film di ruang gelap dengan waktu 5 menit di larutan Developer , 1 menit di air stopbath , 8 menit di larutan Fixer , 20 menit di air terakhir, dan kemudian lakukan pengeringan film.
6. Lakukan pembacaan film di viewer dan evaluasi data dengan mencatat densitas film pada alat Densitometer . 7. Lakukan digitalisasi film dengan pemindai Epson V700 pada komputer dengan menggunakan software Silverfast . 8. Lakukan komputerisasi dengan setting kehitaman imaging jika diperlukan untuk pembacaan cacat material.
9. Lakukan transfer data dan dokumentasi untuk keperluan database .
Gambar 2 . Pembangkit sinar-X Rigaku [8] dan posisi sampel las.
Sumber sinar-X
Intermiten dan Konstan Sampel Las Film AGFA D7 Prosesing Film Pengering
Pembacaan Densitas Film dan Evaluasi
Pemindai Film (Digitalisasi) Komputerisasi dengan setting kehitaman Transfer Data Dokumentasi
Senter Focalspot Window Film Sampel Las
Gambar 3. Pembangkit sinar-X Isovolt [9], [10] dan posisi sampel las.
Gambar 4 . Panel pengendali sinar-X Rigaku [8]
dan Surveymeter .
Gambar 5 . Panel pengendali sinar-X Isovolt [9],
[10].
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketebalan dari sampel las adalah 12,2 mm. Berdasarkan tebal spesimen dengan menggunakan kurva paparan sinar-X bertegangan tinggi 160 kV (Lampiran 1) mendapatkan waktu paparan eksperimen secara berulang (trial and error) selama 50 detik untuk radiografi sampel las dengan jarak tegak lurus antara sumber dan film (Source Film Distance) 700 mm dan dimensi focalspot sinar- X adalah 2,5 mm. Tegangan tinggi 160 kV dan arus listrik 5 mA diambil berdasarkan tegangan tinggi optimal mesin sinar-X, dan waktu paparan 50 detik berdasarkan eksperimental berulang yang tetap mengacu pada kurva paparan sinar- X. Dilakukan eksperimen berulang karena belum ada data dan eksperimen sebelumnya pada rentang waktu 40 detik dan 70 detik, dan diambil optimal 50 detik karena desitas film. Dalam hal ini film yang digunakan adalah AGFA D7 berukuran 101,60 x 254 mm 2 . Pengujian ini mengamati parameter tingkat kehitaman film radiografi konvensional dan tingkat kehitamanan film (densitas film) setelah proses digitalisasi menggunakan pemindai film positip yang bervariasi antara 1,80 - 4,00 sesuai standar yang diacu [1], [2], [3], [4] dan bentuk cacat pada metal las seperti IP ( Incomplete Penetration ), LF ( Lag of Fusion ), porositas, slag inklusi, atau retak [5], [6], [7].
Tabel 1. Hasil radiografi sinar-X pada sampel las.
Senter Focalspot Window Film Sampel Las
(Djoli Sembogo)
No. Sampel Las Densitas Film D=1,80-4,00 Sensitivita s S (%) Penumbr a Ug (mm) Jenis cacat Status 1 Rigaku 2,05; 2,03; 2,09 2,049 0,044 ditemukan cacat IP, LF, porositas Densitas film diterima dan cacat ditolak 2 Isovolt 2,22; 2,25; 2,26 2,049 0,044 ditemukan cacat IP, LF, porositas Densitas film diterima dan cacat ditolak
Hasil pengujian radiografi pada sampel las dapat dilihat pada Tabel 1. Dari hasil pengujian densitas film berulang sebanyak 3 kali dan pengujian radiografi menggunakan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal diperoleh nilai densitas film AGFA D7. Pada sampel las (tebal 12,2 mm) untuk sinar-X Intermiten [8] didapat densitas film sebesar 2,05; 2,03; 2,09, nilai sensitivitas dan penumbra [1], [4] masing- masing adalah 2,049 dan 0,044. Pada pengujian sampel las (tebal 12,2 mm) untuk sinar-X Konstan [9], [10] didapat densitas film sebesar 2,22; 2,25; 2,26. Nilai sensitivitas dan penumbra [1], [4] masing-masing adalah 2,049 dan 0,044. Berdasarkan rentang densitas film yang diacu yaitu 1,80 - 4,00, status pengujian untuk densitas film dapat diterima dan ditemukan cacat IP, LF, dan porositas ditolak ( reject ).
Dari hasil pengujian radiografi pada sampel las ditemukan cacat IP, LF, dan porositas yang signifikan disebabkan karena metal las mengalami proses penetrasi las tidak sempurna, tidak menyatu, terbentuk rongga las. Pengolahan proses pengerjaan las yang andal, teliti, dan akurat juga dapat mempengaruhi ada tidaknya cacat las, karena hal ini dapat mempengaruhi bentuk cacat las pada permukaan atau di dalam metal las. Status sampel las tidak dapat diterima sesuai standar yang diacu ASME section VIII division 1 Mandatory Appendix 4 [5]. Sampel metal las harus diperbaiki proses pengelasan ulang dengan prosedur sampel las digerinda sampai ketemu cacat lasnya, kemudian dilakukan proses pengelasan ulang, dan dilakukan radiografi ulang. Hasil ini berdasarkan pengamatan di viewer (pembaca film positip) secara konvensional atau monitor komputer secara digital dan sudah sesuai dengan standar yang diacu. Hasil pemindaian film positip produk radiografi konvensional dengan alat pemindai Epson V700 dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6 . Hasil pemindaian film AGFA D7 dengan sinar-X Intermiten.
Gambar 7. Hasil pemindaian film AGFA D7 dengan sinar-X konstan.
Dengan data Tabel 1, Gambar 6 dan Gambar 7 tersebut diatas didapat kerapatan (densitas) film untuk sinar-X Konstan lebih tinggi dibanding kerapatan (densitas) untuk sinar-X Intermiten, karena paparan radiasi yang dihasilkan sinar-X Konstan lebih konstan dan kontinue dibanding Sinar-X Intermiten. Aplikasi sinar-X Konstan lebih menghemat waktu dibanding sinar-X Intermiten. Sinar-X Intermiten memerlukan pendinginan mesin setelah operasi, waktu pendinginan sama seperti waktu operasi. Lain halnya sinar-X Konstan bisa kontinu tidak perlu pendinginan.
## 5. KESIMPULAN
Hasil pengujian radiografi sinar-X pada sampel las dengan metode Ketebalan Tunggal Bayangan Tunggal didapat parameter densitas film radiografi untuk film AGFA D7 untuk sinar-X Intermiten adalah 2,05; 2,03; 2,09 dan sinar-X konstan adalah 2,22; 2,25; 2,26, status densitas
film sudah sesuai dengan standar yang diacu ASME section V , article 2 Radiographic Examination yaitu 1,80-4,00 [2] dan dapat didigitalisasi. Kelemahan digitalisasi film radiografi adalah memungkinkan memalsukan bentuk cacat jika bukan dalam format PDF, keunggulan digitalisasi film radiografi adalah dokumentasi dan tranfer data lebih mudah. Densitas film untuk sinar-X Konstan lebih tinggi dibanding densitas untuk sinar-X Intermiten, karena paparan radiasi yang dihasilkan sinar-X Konstan lebih konstan dan kontinue dibanding Sinar-X Intermiten.
## 6. SARAN
Selanjutnya perlu pengujian lanjutan digital radiografi menggunakan Computed Radiography dengan melihat grey value sebagai tingkat kehitaman pencitraan.
## 7. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
Sdr. Mahansa Putra dan sdr. Naufal Praditya dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
8. DAFTAR PUSTAKA
[1]. ASME , ASME section V , article 2 Radiographic Examination , New York, (2017).
[2]. IAEA , IAEA/RCA Regional Training Course on Digital Industrial Radiology and Computed Tomography Applications in Industry , Kajang, Malaysia, 2-6 November (2009).
[3]. IAEA , IAEA/RCA Regional Training Course on the Use of Isee and aRTist Software for Digital Industrial Radiography (DIR) Image Analysis and Interpretation , Kajang,
Malaysia, 25-29 July (2011).
[4]. Pusdiklat BATAN, Radiografi Level II Standar dan Petunjuk Praktikum , Jakarta (2013).
[5]. ASME, ASME section VIII division 1 Mandatory Appendix 4 , New York, (2017).
[6]. PUSDIKLAT BATAN, Defectology Level I , Jakarta (2013).
[7]. PUSDIKLAT BATAN, Defectology dan Interpretasi Film Level II , Jakarta (2013).
[8]. Rigaku Corporation , Portable Industrial X- RayInspection Apparatus Radioflex RF- 200/250/300 EGM2 Instruction Manual , Manual No.ME. 16077A02, Tokyo (2012).
[9]. Ge Sensing & Inspection Tech Nologies , Isovolt 160 / 225 / 320 / 450 Titan E , 22926 Ahrensburg (2014)
[10]. PT. Pratita Prama Nugraha, Pe Tunujuk
Singkat Pengoperasian Mesin X-Ray Isovolt Titan 225 Kv , (2018).
## LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva hubungan paparan sinar-X dan ketebalan metal baja (dari buku manual alat mesin sinar-X Rigaku RF-300EGM2) [8].
|
10d8e50e-9a57-4d92-86e1-f31942a68740 | https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/AGROMIX/article/download/2596/1940 |
## AGROMIX
Jurnal Ilmiah Fakultas Pertanian, Universitas Yudharta Pasuruan pISSN (Print): 2085-241X; eISSN (Online): 2599-3003 Website: https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/agromix
## Mengembangkan skenario panen porang satu musim melalui manipulasi tanam lebih awal dan perlambatan waktu dorman fase generatif dengan pemberian asam salisilat organik alami di lahan kering Lombok Utara
Developing a one-season porang harvest scenario through manipulation of early planting and slowing down the dormant period of the generative phase by giving natural organic salicylic acid in the dry land of North Lombok
Suparman 1 , Suwardji 2* , Kusnarta IGM 2 , Sukartono 2
1 Program Studi Pertanian Ilmu Tanah, Universitas Mataram, Mataram, Indonesia
2 Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram, Indonesia *Email korespondensi: [email protected]
## ABSTRACT
## Article History
Received : July 19, 2021 Accepted : September 13, 2021
Published : September 28, 2021
## Keywords:
Dormancy; Porang; Salicylates The research on the scenario of one-season porang harvest through crop manipulation and delaying dormancy time aims to determine the effect of salicylic acid in breaking the dormancy of porang bulbil seeds during seeding and to determine the effect of slowing down the dormant period of the generative phase, so it is expected to be an alternative porang cultivation technology that is profitable for farmers The method used in this study used a completely randomized design experiment on breaking dormancy and a randomized block design in an experiment with slowing down the dormancy time of the generative phase with four salicylic acid concentrations (0%, 0.5%, 1%, and 2%) with eight replicates were planted under rainfed conditions. The results showed that the concentration of salicylic acid (C7H6O3) 2% was the best treatment in increasing tuber weight (52.25%) compared to the control. Application of Salicylic Acid (2%) was significantly able to increase the vegetative growth of porang plants, which was shown by increasing plant height by 50.38% and breaking seed dormancy 14 days faster than the control (without the addition of Salicylic Acid). Furthermore, the delay in dormancy time occurred 1 month later than the control so that it could prolong the vegetative phase. The concentration of 2% salicylic acid is the best treatment, which can be recommended in the development of one-season porang cultivation technology that can increase farmers' profits.
## ABSTRAK
Riwayat Artikel
Dikirim : 19 Juli, 2021 Disetujui : 13 September 2021
Dipublis : 28 September 2021 Kata Kunci: Dormansi; Porang; Salisilat Penelitian tentang skenario panen porang satu musim melalui manipulasi tanam dan perlambatan waktu dormansi bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam salisilat dalam mematahkan dormansi benih bulbil porang saat pembibitan dan mengetahui pengaruh perlambatan waktu dorman fase generatif, sehingga diharapkan menjadi alternatif teknologi budidaya porang yang menguntungkan bagi petani. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan percobaan Rancangan acak lengkap pada percobaan pematahan dormansi dan Rancangan acak kelompok pada percobaan perlambatan waktu dormansi fase generatif dengan empat perlakuan konsentrasi asam salisilat (0%, 0,5%, 1%, dan 2%) dengan delapan ulangan ditanam di bawah kondisi tadah hujan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam salisilat (C 7 H 6 O 3 ) 2% merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan bobot umbi (52,25%) dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi Asam Salisilat (2%) secara nyata mampu meningkatkan pertumbuhan vegetaif tanaman porang, yang ditunjukkan melalui peningkatan tinggi tanaman sebesar 50,38% dan pematahan dormansi benih 14 hari lebih cepat dibandingkan dengan kontrol (tanpa penambahan Asam Salisilat ). Selanjutnya, perlambatan waktu dormansi terjadi 1 bulan lebih lambat dibandingkan dengan kontrol sehingga dapat memperpanjang fase vegetatif. Konsentrasi asam salisilat 2% adalah perlakuan yang terbaik, yang dapat direkomendasikan dalam pengembangan teknologi budidaya porang satu musim yang dapat meningkatkan keuntungan petani.
Sitasi: Suparman, Suwardji, Kusnarta IGM, & Sukartno. (2021). Mengembangkan skenario panen porang satu musim melalui manipulasi tanam lebih awal dan perlambatan waktu dorman fase generatif dengan pemberian asam salisilat organik alami di lahan kering Lombok Utara . Agromix, 12 (1), 74-78. https://doi.org/10.35891/agx.v12i2.2596
## PENDAHULUAN
Tanaman porang ( Amorphophallus muelleri Blume ) adalah jenis tanaman umbi umbian yang termasuk dalam famili Araceae (Sari & Suhartati, 2015). Tanaman ini mempunyai potensi dan prospek besar untuk dikembangkan di Indonesia karena permintaan ekspor yang terus meningkat (Puspitorini dkk., 2019). Selain mudah dibudidayakan, tanaman ini tidak memerlukan lahan khusus karena dapat tumbuh di bawah tegakan agroforestri bahkan pencampuran tanaman porang di bawah tergakan justru menghasilkan pertumbuhan terbaik (Purnamasari, 2012). Di wilayah lahan kering khususnya Lombok Utara tumbuhan porang ini banyak ditemukan di hutan-hutan. Umbi porang awalnya diambil secara liar dari dalam hutan. Sekitar tahun 1990, porang mulai dibudidayakan karena tanaman ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat baik dalam bentuk segar maupun chip kering (Utami, 2021).
Tanaman porang mempunyai tiga siklus pertumbuhan yaitu periode vegetatif, generatif dan dorman dalam setiap periode tumbuh setiap tahunnya (Ganjari & Eladisa, 2014). Pola pertumbuhan porang dari bibit biji bulbil, bibit umbi, dan bibit bunga hingga tanaman berbunga dan menghasilkan umbi yang optimal dalam sistem alami memerlukan waktu tiga sampai empat tahun atau tiga sampai empat periode tumbuh dan dorman. Pada musim kemarau tanaman porang akan mengalami dorman yang ditandai degan daun yang layu dan kering (Rahayuningsih, 2021). Setiap siklus tumbuh dan generatif terjadi selama waktu 5–6 bulan dan demikian juga pada periode dormannya memerlukan waktu 5-6 bulan (Indriyani dkk., 2011).
Dari kondisi siklus tersebut menunjukkan bahwa dalam budidaya porang mulai dari saat musim penghujan mulai menanam porang sampai waktu doman terjadi selama 5-6 bulan (Elvira dkk., 2020). Untuk kasus curah hujan di Pulau Lombok yang saat tanam mulai bulan Nopember sampai saat dorman bulan Maret memerlukan waktu lebih lama 2-3 siklus untuk dapat panen umbi porang dalam kondisi produksi yang optimal. Jika masa tumbuh ini dapat diatur lebih panjang (dormansi diperlambat) maka dimungkinkan memperoleh hasil umbi yang lebih berat per musimnya. Untuk itu maka perlu diupayakan cara memperpanjang masa tumbuh porang. Hal ini didukung oleh hasil temuan Sangket dan Saravanan (2017) pada tanaman umbi kaki gajah dengan penyemprotan asam salisilat dapat menghasilkan umbi yang maksimum selama 2 periode pertumbuhan. Asam salisilat berpotensi digunakan sebagai bahan untuk memperpanjang tumbuh atau mempersingkat masa dormansi porang (Suwardji, 2020). Akan tetapi belum ada penelitian terhadap takaran pemberian bahan tersebut, sehingga penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan.
## METODE
## Alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, gelas kimia, gelas ukur, pipet, label, kertas saring, erlenmeyer, labu ukur, tabung kaca, evaporator, spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah asam salisilat, etanol pa, sampel tanah, bibit bulbil porang ukuran super ( 9 g ), aquades dan air hujan.
## Tempat pelaksanaan
Percobaan dilakukan di lahan kelompok tani porang maju terus di Dusun Torean Desa Loloan Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara yang sekaligus menjadi action research ditingkat hamparan petani. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020 sampai dengan Mei 2021.
## Metode yang digunakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan percobaan Rancangan acak lengkap pada percobaan pematahan dormansi dan rancangan acak kelompok pada percobaan perlambatan waktu dormansi fase generatif dengan empat perlakuan konsentrasi asam salisilat (0%, 0,5%, 1%, dan 2%) dengan delapan ulangan ditanam di bawah kondisi tadah hujan. Penelitian lapangan dimulai saat musim penghujan menggunakan percobaan Rancangan Acak Kelompok dengan empat perlakuan konsentrasi asam salisilat generatif (0%, 0,5%, 1%, dan 2%) dengan delapan ulangan ditanam di bawah kondisi tadah hujan. Bibit bulbil porang ukuran super (9 g) yang menjadi sasaran empat perlakuan penyemprotan daun yang berbeda (1) penyemprotan asam salisilat dengan konsentrasi 0% (2) penyemprotan asam salisilat dengan konsentrasi 0,5% (3) penyemprotan asam salisilat dengan konsentrasi 1% (4) penyemprotan asam salisilat dengan konsentrasi 2% selama 1-2 bulan.
## Analisa data
Semua data hasil pengamatan telah dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan Program Costat 12.1. Apabila hasil ANOVA berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
## Pematahan dormansi pada benih katak/bulbil porang
Tabel 1. Waktu pematahan dormansi katak/ bulbil porang
Pengamatan hari ke Konsentrasi SA (%) H0 H7 H14 H28 H42 H56 0 - - - - - 0,5 - - - - 1 - - - 2 - -
Ketarangan : ( ) tunas tumbuh/dormansi patah 80%, (-) belum muncul tunas 80%
Tabel 1. Menunjukkan waktu yang dibutuhkan oleh bibit katak/ bulbil tanaman porang untuk mengalami pematahan dormansi (tumbuh tunas) setelah diberikan perlakuan asam salisilat dengan konsentrasi 2% menyebabkan pematahan dormansi bulbil paling cepat yaitu pada hari ke-14 setelah aplikasi untuk semua sampel. Sementara itu, asam salisilat dengan konsentrasi 0 % (tanpa salisilat) yang diaplikasikan berhasil mematahkan dormansi bulbil pada hari ke-56, artinya bahwa perlakuan asam salisilat dengan konsentrasi 2% dapat mematahkan dormansi lebih cepat yaitu satu setengah bulan dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa salisilat). Bulbil/katak porang, masa dormansinya dapat dipatahkan selama kurang dari satu bulan atau sekitar 14 hari dengan pengaplikasian asam salisilat konsentrasi 2%, hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian Suwardji (2020), yang mematahkan dormansi bibit dari bulbil ataupun umbi porang dengan mengaplikasikan ekstrak asam salisilat 0,2 % dalam waktu 2-3 bulan setelah pengaplikasian.
Saefudin dkk. (2021) melaporkan bahwa salah satu upaya untuk mematahkan dormansi benih porang adalah dengan perendaman. Perendaman Asam salisilat sendiri pada benih porang berperan dalam mengurangi tekanan abiotik seperti kekeringan, dingin, panas, dan stress osmotik yang menyebabkan akumulasi ABA dan IAA dan selanjutnya memberikan pengaruh nyata terhadap pemecahan dormansi benih. SA juga memainkan peran penting dalam regulasi berbagai proses fisiologis dan biokimia selama seluruh umur tanaman (Vicente & Plasencia, 2011).
## Tinggi tanaman porang
Tabel 2. Tinggi tanaman porang pada berbagai konsentrasi asam salisilat
Konsentrasi SA (%) Tinggi tanaman porang (cm) 14 HST 28 HST 42 HST 56 HST 0 20,92 c 24,54 d 32,73 d 35,49 d 0,5 22,79 c 28,38 c 38,54 c 44,65 c 1 27,35 b 34,92 b 45,08 b 48,23 b 2 32,06 a 41,40 a 49,21 a 53,25 a BNJ 1,97 1,96 2,28 2,48
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama dinyatakan berbeda nyata dengan uji lanjut bnj pada taraf nyata 5%.
Tabel 2. Menunjukkan tinggi tanaman porang. Perlakuan yang memberikan nilai paling tinggi adalah asam salisilat (SA) 2 %, diikuti oleh asam salisilat dengan konsentrasi 1 %, 0,5 %, dan 0 %. Perlakuan asam salisilat 2 % memberikan hasil yang berbeda nyata dengan setiap perlakuan lainnya. Asam salisilat (2%) menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam vegetatif, pertumbuhan tinggi tanaman porang meningkat (50,38%) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa salisilat).
Asam salisilat berperan penting dalam menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen yang selanjutnya dapat memperlancar keberlangsungan pertumbuhan vegetatif tanaman (Leiwakabessy dkk., 2017). Sangket dan Saravanan (2017) menjelaskan bahwa pengaplikasian asam salisilat (0,2 %) menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam pertumbuhan vegetatif. Primandani (2019) juga menjelaskan bahwa asam salisilat berpengaruh dalam membantu pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini disebabkan karena kemampuan asam salisilat dalam mengurangi tekanan stres panas. Pada saat tanaman mengalami cekaman panas dan kekeringan, maka secara fisologi stomata akan menutup dan proses fotosintesis dibatasi (Hidayati dkk., 2017). Dengan pengaplikasian asam salisilat, maka cekaman dapat diatasi, dan selanjutnya akan meningkatkan laju fotosintesis yang secara langsung meningkatkan laju pertumbuhan tanaman porang (Laily dkk., 2018).
## Perlambatan waktu dormansi
## Tabel 3. Perlambatan waktu dormansi tanaman porang
Konsentrasi SA (%) Perlambatan waktu dormansi (Hst) 114 121 128 135 142 149 156 0 - - 0,5 - - 1 - - - - 2 - - - - - - Waktu 05 April 12 April 18April 25 April 2 Mei 9 Mei 16 Mei
Ketarangan : ( ) tanaman porang mati 80% (dorman) (-) belum dorman 80%
Tabel 3. Menunjukkan waktu perlambatan waktu dormansi tanaman porang. Pengaplikasian asam salisilat pada tanaman porang dilakukan pada umur 107 HST. Pada pengaplikasian asam salisilat dengan konsentrasi yang berbeda akan memperlambat dormansi tanaman dalam jangka waktu yang berbeda pula. Pengaplikasian asam salisilat konsentrasi 0% (kontrol) atau secara konvensional masa pertumbuhan porang hanya sampai 6 bulan. Sementara perlakuan asam salisilat 2% mengalami penundaan dormansi selama 1 bulan lebih lama dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jika dikalkulasikan dari awal tanam (manipulasi tanam bulan September) maka tanaman porang dengan konsentrasi 2% bisa tumbuh sampai delapan setengah bulan. Ini berarti, perlakuan asam salisilat (SA) dengan konsentrasi 2 % dapat memperlambat dormansi dengan selisih 1 bulan. Selisih 1 bulan ini diyakini kesempatan pengisian umbi pada tanaman yang diaplikasikan asam salisilat 2% menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan SA 0%. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan bobot umbi tanaman porang secara total akan meningkat secara signifikan (tabel 4).
## Bobot umbi porang
Tabel 4. Bobot umbi tanaman porang (t/ha) pada satu periode tanam
Konsentrasi SA (%) Bobot umbi (t/ha) 0 2,22b 0,5 2,61b 1 3,31a 2 3,38a BNJ 0,36
Keterangan: Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang tidak sama menyatakan berbeda nyata dengan uji lanjut BNJ huruf nyata 5%.
Tabel 4. Menunjukkan bobot umbi porang (t/ha) yang didapatkan dalam 1 periode tanam (8,5 bulan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam salisilat (C 7 H 6 O 3 ) 2% merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan bobot umbi (52,25%) dibandingkan dengan kontrol. Bobot umbi pada tanaman yang telah diaplikasikan salam salisilat 2% berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya (gambar 1). Dormansi porang yang terjadi pada musim kemarau, (cekaman kekeringan) akan menyebabkan tidak adanya peningkatan bobot umbi karena sudah memasuki fase istirahat dan dorman 3-4 bulan setelah dipanen (Muthuraj dkk., 2016; Nasrudin, & Firmansyah, 2020). Cekaman kekeringan akibat dari penyiraman yang jarang akan mengurangi hasil umbi dan memaksa umbi untuk memasuki masa dormansi. Namun dengan pengaplikasian asam salisilat yang berperan dalam mengatasi cekaman kekeringan, maka masa dormansi akan diperlambat. Pada selisih waktu tersebut, kegiatan fotosintesis akan tetap terjadi, dan translokasi fotosintat ke umbi akan tetap berlangsung, yang menjadikan bobot umbi meningkat.
2,22 2,61 3,31 3,38 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 SA 0 % SA 0,5 % SA 1% SA 2%
Hasil umbi (t/ha) Hasil umbi Hasil umbi
Pada gambar 1. Menunjukkan bahwa hasil umbi pada tanaman porang tertinggi pada pengaplikasian SA 2%, kemudian dilanjutkan dengan hasil pada pengaplikasian SA 1% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hasil umbi ini membuktikan bahwa asam salisilat (SA) 2% memiliki pengaruh signifikan dalam pembesaran bobot umbi porang sehingga dapat meningkatkan hasil produksi yang lebih tinggi. Dari hasil umbi tertinggi tersebut dimungkinkan terjadi karena pengaruh perlambatan waktu dorman pada tanaman porang oleh perlakuan asam salisilat (SA) 2% sehingga terdapat waktu yang lebih lama untuk tanaman porang dalam memperbesar bobot umbi.
## KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan asam salisilat pada konsentrasi 2% mampu mematahkan masa dormansi benih 2 bulan lebih cepat dari perlakuan yang lain (0%, 1% dan 0,5%) dan diikuti oleh perlambatan dormansi (perpanjangan masa tumbuh) yang paling lama terjadi pada tanaman yang disemprot asam salisilat konsentrasi 2% dengan selisih 1 bulan.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada PT indofood Sukses Makmur Tbk. yang mensponsori penelitian ini dalam rangka Program Indofood Riset Nugraha 2020-2021.
## DAFTAR PUSTAKA
Elvira, A. A., Hindarti, S., & Khoiriyah, N. (2020). Usahatani porang dan kontribusinya terhadap pendapatan keluarga (study kasus: di Desa Selur, kecamatan Ngrayun, kabupaten Ponorogo). Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 8 (3), 113-123.
Ganjari, & Eladisa, L. (2014). Pembibitan tanaman porang (Amorphophallus muelleri Blume) dengan model agroekosistem botol plastik. Widya Warta, 38 (1), 45-58.
Hidayati, N., Hendrati, R. L., Triani, A., & Sudjino, S. (2017). Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman nyamplung (Callophylum inophyllum L.) dan johar Cassia florida Vahl) dari provenan yang berbeda. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 11 (2), 99-111.
Indriyani, S., Arisoesilaningsih, E., Wardiyati, T., & Purnobasuki, H. (2011). A model of relationship between climate and soil factors related to oxalate content in porang (Amorphophallus muelleri Blume) corm. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 12 (1). https://doi.org/10.13057/biodiv/d120109 Laily, A., Hasanah, L., & Irmansyah, T. (2018). Respon pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L) Merril) terhadap perlakuan cekaman kekeringan dan pemberian antioksidan asam salisilat dan asam askorbat. Jurnal Online Agroekoteknologi, 6 (1), 174-179.
Leiwakabessy, C., Sinaga, M. S., Mutaqin, K. H., Trikoesoemaningtyas, T., & Giyanto, G. (2018). Asam salisilat sebagai penginduksi ketahanan tanaman padi terhadap penyakit hawar daun bakteri. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 13 (6), 207-207. https://doi.org/10.14692/jfi.13.6.207
Muthuraj, R., George, J., & Sunitha, S. (2017). Effect of growth regulator and chemical treatment on dormancy breaking in elephant foot yam (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson). Journal of Root Crops, 42 (2), 75- 80.
Nasrudin, N., & Firmansyah, E. (2020). Respon pertumbuhan vegetatif padi varietas IPB 4S pada kondisi cekaman kekeringan. Agromix, 11 (2), 218-226. https://doi.org/10.35891/agx.v11i2.2066 Primandani, D. (2019). Efek kombinasi ga3 dan asam salisilat terhadap perkecmbahan dan pertumbuhan kecambah pada kacang tanah (Arachis hypogaea L ) Kultivar kelinci di bawah cekaman aluminium [Tugas Akhir, Universitas Lampung]. http://digilib.unila.ac.id/58381/ Purnamasari, U. (2012). Agroforestri porang masa depan hutan jawa. Fakultas Kehutanan UGM.
Rahayuningsih, Y. (2021). Analisis usahatani porang (Amorphophalus muelleri) di kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, provinsi Banten. Jurnal Kebijakan Pembangunan Daerah, 5 (1), 47-56.
https://doi.org/10.37950/jkpd.v5i1.119
Saefudin, S., Syakir, M., Sakiroh, S., & Herman, M. (2021). Pengaruh bobot dan perendaman bulbil terhadap viabilitas dan pertumbuhanporang (Amorphophallus muelleri Blume). Tanaman Industri Dan Penyegar, 8 (2), 79-86.
Sangket, J., & Saravanan, R. (2017). Management of heat stress to enhance growth, photosynthesis and corm yield of elephant foot yam (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.)). Scientia Agriculturae, 19 (2), 47-54. https://doi.org/10.15192/PSCP.SA.2017.19.2.4754
Sari, R., & Suhartati, S. (2015). Tumbuhan porang: prospek budidaya sebagai salah satu sistem agroforestry. Buletin Eboni, 12 (2), 1-14. https://doi.org/10.20886/buleboni.5061
Puspitorini, P. S., Cahyono, P. A., & Admiral, E. (2019). Pemberdayaan masyarakat jembul dengan teknologi tepat guna pengolahan chips porang dalam meningkatkan daya saing. International Journal of Community Service Learning,
3 (4), 244-251. http://dx.doi.org/10.23887/ijcsl.v3i4.15723
Suwardji. (2020). Mungkinkah mengembangkan sekenario budidaya porang satu musim: mensiasati pembibitan awal dan memperlambat terjadinya dorman dalam fase generatif. Webinar Budidaya Porang Perkumpulan Petani Porang Nusantara . Universitas Mataram.
Utami, W. A. (2021). Prospek ekonomi pengembangan tanaman porang di masa pandemi covid-19. Viabel Pertanian, 15 (1), 72-82.
Vicente, M. R., & Plasencia, J. (2011). Salicylic acid beyond defence: its role in plant growth and development. Exp Bot , 62 (10), 3321– 3338. https://doi.org/10.1093/jxb/err031
|
2f34b18f-f4fb-4b0e-ae6b-3ad93d0714c0 | https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/download/294/249 |
## Manajemen Pers: Antara Idealisme dan Komersialisme
## Taufik Akhyar
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Indonesia Email: -
## Abstrak
Hasil penelitian ini mengkaji mengenai bagaimana manajemen pers, serta seperti apa pengorganisasian pers yang ideal. Selain itu, dibahas juga mengenai manajemen sebagai ilmu dan seni, fungsi-fungsi manajemen. Kemudian dibahas tentang apa dan bagaimana pers dan jurnalistik, seperti apa pers perspektif hukum dan etik, apa saja fungsi pers. Artikel ini menyimpulkan bahwa pers sebagai organisasi tidak dapat dipisahkan dengan penerapan manajemen, baik sebagai ilmu maupun sebagai seni agar dapat mencapai tujuan per situ sendiri. Kemudian, keberadaan dan dinamika pers saat ini tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan pers masa lalu, yakni pers pra kemerdekaan yang berorientasi pada alat perjuangan, pers era kemerdekaan yang secara perlahan mengarah kepada lembaga ekonomi dan kemasyarakatan yang cenderung mengedepakan komerialitas dan sedikit mengabaikan idealitas. Selain itu, kebebasan pers tidak dapat diartikan sebagai kemerdekaan untuk menjalankan kegiatan jurnalistik secara bebas, akan tetapi kebebasan tersebut harus tunduk pada hukum, tunduk kode etik jurnalistik. Sehingga, pers yang baik adalah pers yang mampu dikelola (manage) dengan menyeimbangkan antara tuntutan idealism dan komersialisme.
## Abstract
The results of a study evaluating on how ideal and organized the management of press. Besides, management as a science and art, and management functions were discussed. Then what and how the press and journalism, the press law and ethics perspective, and the functions of the press were also described. This article concludes that the press as an organization cannot be separated by the application of management, both as a science and an art in order to achieve the objectives. Then, the existence and dynamics of the press at this time cannot be separated with the past life of the press, the press in the pre-independence as a struggle-
oriented tool, press in the era of independence that slowly leads to economic and social institutions that tend to forward commercialism and neglect idealism. Moreover, the freedom of press cannot be interpreted as freedom to carry out journalistic activities freely, but these freedoms must be subject to the law and journalistic ethics. Therefore, a good press is a press that is able to manage the balance between the demands of idealism and commercialism.
## Keywords: Press, Journalism
Orde Reformasi merupakan era baru bagi kehidupan pers di Indonesia, dimana pada era sebelumnya terutama selama orde baru, pers sepenuhnya dibawah kendali penguasa. Pers yang dinilai tidak sejalan dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah akan dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) atau tidak boleh lagi melakukan kegiatan jurnalistik dan publikasi. Saat ini posisi pemerintah tidak lagi seperti dimasa orde baru, sehingga perusahaan pers mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, seperti televisi swasta nasional, diantaranya Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), Metro TV, TV One, Trans TV, dan masih banyak lagi, atau televisi lokal yang mengudara di kota Palembang seperti PAL TV, Sriwijaya TV, dan SKY TV.
Belum lagi lembaga pers dalam bentuk media cetak, baik skala nasional maupun lokal atau media cetak yang terbit diberbagai daerah mulai dari level propinsi hingga kabupaten/kota yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia, sebut saja di Sumatera Selatan; ada Sumatera Ekspres, Sriwijaya Post, Berita Pagi, Pal Post, dan lain-lain.
Kehadiran lembaga pers tersebut merupakan konsekuensi era perubahan dari kehidupan pers yang dikendalikan pemerintah menjadi pers yang bebas tetapi tetap berpegang pada aturan dan kode etik yang ada. Pers saat ini tidak lagi dihantui akan dibreidel atau dicabut izinnya, kontrol terhadap kehidupan pers telah beralih pada mekanisme sosial dan hukum. Siapa saja yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang dilakukan oleh suatu media diberi hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan aturan atau mekanisme yang telah ditetapkan. Ada hak jawab yang dapat dilakukan oleh orang yang merasa perlu untuk meluruskan dari pemberitaan yang tidak akurat, bahkan dapat menempuh jalur hukum jika pemberitaan yang dilakukan oleh pers dinilai melanggar hukum pidana (delik pers), seperti pemberitaan yang tidak berdasarkan data dan fakta (berita bohong) yang menyebabkan pihak tertentu merasa tercemar nama baiknya dan seterusnya.
Kelangsungan lembaga penerbitan atau pers tidak lagi ditentukan oleh pemerintah, akan tetapi publiklah yang menilai dan mengontrol. Media elektronik seperti televisi akan sulit berkembang kalau tidak mampu “merebut” hati penontonnya, demikian juga media cetak seperti koran tidak dapat mengembangkan diri kalau tidak dapat memenuhi “selera” pembacanya.
Pers tidak sama dengan organisasi dalam bentuk perusahaan yang semata- mata mengejar keuntungan ( provit oriented ). Dalam Undang-undang Pokok Pers No. 44 tahun 1999 menyebutkan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan ( social institution ) yang menurut Onong Uchjana Effendi merupakan subsistem dari sistem kemasyarakatan tempat ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian, maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. 1
Pengelola lembaga pers terutama bagi wartawan atau jurnalis haruslah memegang teguh idealisme dalam menjalankan profesinya. Idealisme tersebut berpedoman pada pelaksanaan fungsi pers itu sendiri yang meliputi; menyebarluaskan informasi ( to inform ), mendidik ( to education ), menghibur ( to entertain ), mempengaruhi ( to Influence ). Idealisme pers terletak pada kemampuannya menjalankan fungsi tersebut secara simbang ( balance ).
Terkait dengan hal tersebut, Onong Uchjana Effendi mengingatkan bahwa pengelolaan pers akan berhubungan dengan dua dimensi, yakni dimensi ideal dan dimensi komersial; meliputi dua kutub, yaitu kutub pemerintah dan kutub lembaga pers, yang terlibat dalam dinamika kehidupan manusia dalam masyarakat secara semesta. Pada satu sisi pers harus menjaga dan mengedepankan idealismenya didalam melaksanakan kegiatan jurnalistiknya, disisi lain pers harus berusaha agar lembaganya tetap tumbuh dan berkembang ( survival ). 2
Pers yang terlalu mengedepankan idealismenya akan ditinggalkan pembaca dan pemirsanya, sementara pers yang lebih mengedepankan komersialismenya maka pers semacam itu dinilai tidak berbeda dengan perusahaan biasa yang semata-mata mencari keuntungan ( provit ). Telah menjadi hukum alam bahwa kelangsungan suatu lembaga sangat tergantung pada dukungan sumber daya ( resources ) organisasi yang dimilikinya. Salah satu sumber daya yang selalu dianggap penting dan utama adalah uang atau finasial. Tanpa tanpa dukungan finansial yang memadai akan sulit bagi lembaga untuk tetap hidup dan berkembang, apalagi dalam menghadapi persaingan ( competition ) dengan lembaga-lembaga pers yang lain.
Mengamati kehidupan pers yang ada sekarang ini, baik dalam bentuk media cetak maupun media elektronik dalam pengelolaannya cenderung lebih banyak yang mengedepankan aspek komersialisme sekaligus mengabaikan aspek idealisme pers itu sendiri. Pers yang terlalu banyak memuat dan menayangkan iklan serta lebih banyak menjalankan fungsi menghibur ( to entertein ) merupakan indiksi yang kuat untuk menilai bahwa pers saat lebih cenderung memainkan peran sebagai lembaga bisnis ( provit oriented ) dari pada tetap menjaga idealismenya sebagai pers yang mengedukasi dan menjalankan fungsi kontrol sosialnya ( social control ).
## Manajemen sebagai Ilmu dan Seni
Pada dasarnya manajemen tidak dapat dipisahkan dengan segala aktivitas dalam kehidupan manusia, terutama dalam kaitannya dalam kehidupan kelompok atau organisasi. George R. Terry menyebutkan bahwa manajemen sama tuanya dengan peradaban di Yunani kuno dan kerajaan Romawi, ditemukan berlimpah- limpah bukti dari manajemen dalam arsip sejarah pemerintahan, tentara dan pengadilan-pengadilan. Menjelang pertengahan pertama abad ke-19, manajemen sudah membuat kemajuan setara dengan peningkatan alat-alat produksi. 3
Manajemen disebut sebagai instrumen yang sangat menentukan dalam proses pencapaian tujuan suatu organisasi. Hal ini terlihat dalam definisi yang dikemukakan oleh George R. Terry bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Selanjutnya muncul beberapa istilah yang terkait dengan manajemen, ada yang menyebutnya sebagai ilmu, seni, ataupun alat yang digunakan dalam aktivitas kehidupan manusia terutama yang berhubungan dengan lembaga atau organisasi.
Sebutan tersebut disertai dengan alasan-alasan tertentu sebagai dasar untuk menjelaskan istilah manajemen sesuai dengan perspektifnya. Dalam perkembangannya, manajemen terus mendapat perhatian terutama dikalangan pakar serta menjadi bahan kajian menuju satu disiplin ilmu tersendiri. K. Suhendra mencatat bahwa secara evolusioner ilmu manajemen dan organisasi mengalami perkembangan yang mempunyai tekanan-tekanan kajian yang spesifik pada zamannya, yang kemudian dibaginya menjadi empat fase, yakni: manajemen klasik, manajemen ilmiah, manajemen hubungan manusia, dan manajemen model sumber daya manusia.
Manajemen merupakan objek kajian yang mengalami perkembangan yang begitu pesat yang ditandai dengan munculnya berbagai teori seputar manajemen itu sendiri. Diawali dengan teori manajemen klasik, dimana teori ini muncul sebagai tuntutan kebutuhan dalam hal pengelolaan dunia usaha yang disebut dengan revolusi industri pada abad ke-19, kondisi tersebut dirasa akan kebutuhan manajemen yang lebih sistematis. Hal inilah yang mendorong pengembangan manajemen kearah kearah pengkajian secara ilmiah yang disebut dengan manajemen ilmiah ( scientific management ).
Aliran tersebut dimulai dengan kontribusi pemikiran dari Frederick W. Taylor, Frank dan Lilian Gilberth, Henry L. Gantt, dan Harington Emerson dalam Siagian 4 . Menurutnya Frederick W.Taylor, yang mula-mula mengembangkan manajemen ilmiah sekitar tahun 1990-an, karena itulah dia disebut sebagai ”bapak manajemen ilmiah”. Meskipun terdapat perbedaan pemahaman dari manajemen ilmiah oleh pakar sesudahnya, namun manajemen ilmiah dapat diartikan dalam dua uraian, pertama bahwa manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Kedua , manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik untuk meningkatkan efisiensi kerja organisasi.
Taylor telah memberikan prinsip-prinsip dasar (filsafat) penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen, dan mengembangkan sejumlah teknik- tekniknya untuk mencapai efisiensi. Paling tidak terdapat empat prinsip dasar, yang terdiri dari, pertama; pengembangan metode-metode ilmiah dalam manajemen, agar sebagai contoh, metoda yang paling baik untuk pelaksanaan setiap pekerjaan dapat ditentukan. Kedua, seleksi ilmiah untuk karyawan, agar setiap karyawan dapat diberikan tanggung jawab atas sesuatu tugas sesuai dengan kemampuannya , ketiga ; pendidikan dan pengembangan ilmiah para karyawan, dan keempat ; kerja sama yang baik antara manajemen dan tenaga kerja.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagai mekanisme dan teknik-teknik yang dikembangkan Taylor untuk melaksanakan prinsip-prinsip dasar diatas, antara lain studi gerak dan waktu, pengawasan fungsional ( functional foremanship ), sistem upah per-potong diferensial, prinsip pengecualian, kartu instruksi, pembelian dengan spesifikasi, dan standarisasi pekerjaan, peralatan serta tenaga kerja.
Tahap ini menunjukkan bahwa metode-metode manajemen ilmiah telah banyak diterapkan pada bermacam-macam kegiatan organisasi, terutama dalam usaha peningkatan produktivitas. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, seperti studi gerak dan waktu, telah menyebabkan kegiatan dapat dilaksanakan
lebih efisien. Gagasan seleksi dan pengembangan ilmiah para karyawan menimbulkan kesadaran akan pentingnya disain kerja, mendorong manajer untuk mencari ”cara terbaik” pelaksanaan tugas. Jadi manajemen ilmiah tidak hanya mengembangkan pendekatan rasional untuk pemecahan masalah-masalah organisasi tetapi juga meletakkan dasar profesionalisasi manajemen.
Meskipun demikian, teori manajemen ilmiah belum mampu menjawab keseluruhan persoalan terkait dengan dinamika organisasi. Sondang P. Siagian menulis bahwa setelah ”refolusi mental” yang dicanangkan Taylor terjadi dalam praktek, timbul masalah-masalah sebagai keterbatasan manajemen ilmiah. Kenaikan produktivitas sering tidak dikuti kenaikan pendapatan, perilaku manusia yang bermacam-macam menadi hambatan. Pendekatan ”rasional” hanya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ekonomis dan phisik, tidak memuaskan kebutuhan-kebutuhan sosial manusia. Manajemen ilmiah juga mengabaikan keinginan manusia untuk kepuasan kerja. Beberapa keterbatasan ini yang menimbulkan usaha-usaha para ahli manajemen berikutnya untuk melengkapi model manajemen ilmiah. 5
Selanjutnya muncul teori hubungan manusia (human relation) sebagai reaksi ketidakpuasan terhadap manajemen klasik dan ilmiah. Sondang P. Siagian menggambarkan bahwa para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan dan frustrasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang rasional, Oleh karena itulah maka dikembangkanlah manajemen yang menekankan hubungan manusia yang digagas oleh Elton Mayo. Dia menilai bahwa metode dan teknik mengutamakan keluaran bagi manajemen perlu dikaji ulang, dan diperlukan pemikiran untuk memperhatikan kepentingan manusia, dia berpendapat bahwa pusat-pusat kekuasaan yang sesungguhnya dalam organisasi adalah hubungan peribadi yang berkembang pada unit-unit kerja.
Teori hubungan manusia memang telah melengkapi kelemahan dalam teori manajemen terdahulu, Sondang P. Siagian berpendapat bahwa penekanan kebutuhan-kebutuhan sosial dalam teori hubungan manusia melengkapi pendekatan klasik, sebagai usaha untuk meningkatkan produktivitas. Aliran ini mengutarakan bahwa perhatian terhadap anggota organisasi akan memberikan keuntungan. 6 Selanjutnya dikatakan bahwa Mayo memberikan penekanan akan pentingnya gaya manajer dan oleh karenanya organisasi perlu merubah latihan manajemennya. Disamping itu, manajer diingatkan pentingnya perhatian terhadap masing-masing anggota organisasi secara personal. Dalam perkembagan selanjutnya teori hubungan manusia ini mengilhami para ilmuan perilaku manusia
seperti Argyris, Maslow, dan Mc. Gregor untuk mengungkapkan lebih lanjut tentang motivasi manusia.
Kajian selanjutnya melihat bahwa konsep ”mahluk sosial” dinilai belum sepenuhnya menggambarkan secara lengkap individu-individu dalam tempatnya bekerja, hal inilah yang dinilai sebagai keterbatasan teori hubungan manusia. Disamping itu, perbaikan-perbaikan kondisi kerja dan kepuasan anggota organisasi tidak menghasilkan peningkatan produktivitas yang dramatik seperti yang diharapkan. Inilah yang kemudian kajian manajemen terus mengalami perkembangan dan perkembangan tersebut adalah apa yang disebut teori manajemen sumber daya manusia.
Manajemen model sumber daya manusia lebih menekankan kepada penting keberadaan manusia sebagai sumber daya utama dibandingkan dengan sumber daya non manusia lainnya. Paul Hersey dan Ken Blachad mengilustrasikan bahwa apabila kehilangan pabrik, peralatan, atau modal maka semua itu dapat diganti oleh para manajer, bahkan dapat ditambah melalui jasa badan asuransi atau pinjaman dari Bank. Akan tetapi bagaimana kalau kehilangan separuh dari sumber daya manusia, manajer, supervisor, dan pegawai biasa, maka para manajer tidak dapat berbuat sepatah katapun. Tidak ada asuransi atau jaminan apapun yang dapat menanggung kehilangan sumber daya manusia. 7
Uraian singkat di atas memperlihatkan bahwa manajemen disamping sebagai ilmu sebagai bahan kajian yang akan terus berkembang seiring dengan dinamika kehidupan manusia dalam hubungannya dengan organisasi, akan tetapi juga dapat dilihat sebagai seni dalam hubungannya dengan peran manajer dalam organisasi. Malayu S. P. Hasibuan lebih lanjut menjelaskan bahwa manajemen ilmiah ( science management ) adalah suatu kumpulan pengetahuan yang disistematisasi, dikumpulkan, dan diterima menurut pengertian kebenaran- kebenaran universal mengenai manajemen. Sementara scientific management adalah manajemen yang menggunakan ilmu dan scientific method . Selanjutnya dikatakan bahwa scientific management memiliki ciri-ciri meliputi; tersusun secara sistemtis, dapat dipelajari dan diajarkan, menggunakan metode-metode ilmiah, dapat dijadikan sebagai teori, serta objektif dan rasional. 8
Secara praktis disebutkan bahwa scientific manager adalah manajer yang menggunakan science dan scientific method dalam usaha memimpin kegiatan- kegiatan bawahannya melalui fungsi-fungsi manajemen. Seni ( art ) adalah sesuatu kreativitas pribadi yang kuat dan disertai keterampilan, science mengajarkan kepada orang suatu pengetahuan, sedangkan art (seni) mendorong orang untuk
berpraktek. Seni manajemen meliputi kecakapan untuk melihat totalitas dari bagian-bagian yang terpisah dan berbeda-beda, kecakapan untuk menciptakan sesuatu gambaran tentang visi tertentu, kecakapan untuk menyatukan visi tersebut dengan skills (keterampilan) atau kecakapan yang efektif.
Jadi, sebenarnya manajer adalah seorang ilmuan dan sekaligus seniman, yang mengandalkan diri pada ilmu, ia pun harus mempunyai”firasat, keyakinan- keyakinan, kreativitas” dan menguasai cara-cara ”peneraannya”. Karena itu seorang yang mempunyai pengetahuan luas tentang manajemen bisa saja gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang manajer yang kompeten, jika ia kurang menguasai art of management (seni manajemen).
Selanjutnya, George R. Terry dan Lesslie W. Rue menjelaskan bahwa manajemen adalah ilmu pengetahuan maupun seni. Ada suatu pertumbuhan yang teratur mengenai manajemen – suatu ilmu pengetahuan – yang menjelaskan manajemen dengan pengacuan kepada kebenaran-kebenaran umum. Hubungan- hubungan sebab musabab antar ”variable” dalam manajemen sudah ditentukan dan diungkapkan sebagai generalisasi takluk kepada penelitian selanjutnya dan disesuikan dengan pengetahuan baru. Dikatakan juga bahwa seni adalah pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan. Ia adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen. Seni manajemen menghendaki kreativitas, atas dasar dan dengan syarat suatu pengertian mengenai ilmu manajemen. Oleh sebab itu, ilmu pengetahuan dan seni manajemen merupakan komplemennya masing-masing. 9
## Faktor Manusia dalam Manajemen
Perspektif terbaru dalam perkembangan teori manajemen menjadikan manusia sebagai faktor utama dan penentu tercapainya tujuan organisasi. Malayu S. P. Hasibuan dalam bukuny berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia , menjelaskan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sumber daya yang dimaksud disebutnya dengan enam unsur (6 M) yaitu: men, money, method, materials, machines , dan market . 10 Manajemen juga disebut sebagai fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan penting dan dominan dalam manajemen.
Sumber daya manusia lah yang berperan sebagai pemimpin ( leader ), pengatur atau pengelola ( manager ), serta menjalankan keseluruhan fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan ( planning ), pengorganisasian ( organizing ), penggerakan ( actuating ), dan pengawasan ( controlling ). Hal tersebut diperkuat dengan apa yang ditegaskan oleh Sondang P.Siagian, bahwa titik central dari penyelenggaraan seluruh fungsi-fungsi manajerial – bagaimanapun klasifikasi fungsi-fungsi tersebut dibuat – ialah manusia. Artinya, filsafat manajemen, teknik, gaya dan mekanisme penyelenggaraan berbagai fungsi manajerial tersebut harus berangkat dari dan tiba pada pengakuan bahwa manusia merupakan unsur terpenting dalam seluruh proses dan fungsi manajerial.
Peranan pemimpin dan kepemimpinan dalam kegiatan manajemen pada organisasi apapun tetap penting, karena manajemen dapat dilihat sebagai kelompok orang yang menduduki berbagai jenjang dan jabatan kepemimpinan. Menurut Malayu S. P. Hasibuan, pemimpin merupakan salah satu intisari manajemen, sumber daya pokok, dan titik central dari setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu perusahaaan. Bagaimana kreativitas dan dinamikanya seorang pemimpin dalam menjalankan wewenang kepemimpinannya akan akan sangat menentukan apakah tujuan perusahaan akan dicapai atau tidak. Pemimpin yang dinamis dan kreatif maka organisasi yang dipimpinnya juga akan semakin dinamis dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan akan semakin banyak. 11
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bwahannya. Hal tersebut dapat dicapai apabila dalam diri pemimpin juga terdapat juga kemampuan manajerial atau disebut disamping dia pemimpin dia juga adalah amanejer. Malayu S. P. Hasibuan menyebut bahwa manajer adalah sumber aktivitas dan mereka harus merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan semua kegiatan, agar tujuan tercapai. Manajer harus memberikan arah kepada perusahaan yang dipimpinnya, manajer harus memikirkan secara tuntas misi perusahaan itu, menetapkan sasaran-sasaran, strategi dan mengorganisasi sumber-sumber daya untuk tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART). 12
Mengengkapkan keberadaan manajer dalam organisasi harus dilihat dari tingkatan manajerial yang umumnya selalu ada dalam organisasi apapun. Paling tidak ada tiga level manajer, yakni; Pertama , Manajer puncak ( top manager ) sebagai pimpinan tertinggi dari suatu organisasi, corak kegiatan top manager
adalah memimpin organisasi, menentukan tujuan dan kebijaksanaan pokok ( basic policy ). Kedua , manajer menengah ( middle manager ) sebagai pimpinan menengah dari suatu organisasi, corak kegiatan middle manager ini adalah memimpin lower manager , dan menguraikan kebijaksanaan pokok yang dikelurkan top manager .
Pada tingkat ini perencanaan lebih bersifat admnistratif, artinya sudah lebih jelas menunjukkan cara-cara bagaimana perencanaan yang bersifat direktif dan dapat dilakukan sebaik-baiknya. Ketiga , manajer terendah ( lower manager ) sebagai pemimpin terendah yang secara langsung memimpin, mengarahkan, dan mengawasi para manusia pelaksana (operasional) dalam mengerjakan tugas- tugasnya, supaya tujuan-tujuan organisasi tercapai.
## Jurnalistik dan Manajemen Pers
Istilah “Pers” berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak ( printed publication ).
Pengertian ini mirip dengan arti pers dalam bahasa perancis “pressare” atau “ premare”, yang artinya tekanan atau cetak. Sedangkan pengertian Pers Menurut UU No. 40 Tahun 1999, pers adalah lembaga dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sementara pengertian Pers Menurut UU No. 11 Tahun 1966 Tentang ketentuan pokok pers menyatakan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan sebagai alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil, atau alat-alat teknik lainnya. Selanjutnya, pengertian Pers Menurut Ensiklopedi Pers Indonesia menyebutkan bahwa istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media masa atau wartawan.
Sementara menurut Leksikan Komunikasi, pers berarti: usaha percetakan dan penerbitan; usaha pengumpulan dan penyiaran berita; penyiaran berita melalui surat kabar dan majalah (dalam arti sempit) dan pers dalam arti luas yang menyangkut media masa (surat kabar, radio, ember dan film); orang yang bergerak
dalam penyiaran berita; media penyiaran dan berita yakni surat kabar, majalah, radio dan televisi.
Jika pers dipahami sebagai lembaga atau organisasi yang mewadahi sekelompok orang yang menjalankan suatu kegiatan tertentu, maka jurnalistik merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan per situ sendiri. Untuk memahami tentang jurnalistik sebagai aktivitas jurnalisme yang dilakukan dalam suatu lembaga (pers), berikut ini dikemukakan pengertian tentang jurnalistik.
Secara harfiyah jurnalistik ( journalistic ) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” ( journal ), artinya laporan atau catatan, atau “ jour ” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” ( day ). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “ du jour ” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak. Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada narasumber melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” ( expertise ) atau “keterampilan” ( skill ) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.
Jurnalistik termasuk ilmu terapan ( applied science ) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Menurut Kris Budiman, jurnalistik ( journalistiek , Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik
cetak (print journalism) , elektronik (electronic journalism) . Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism) . 13
Dalam pandangan awam, masyarakat sering salah kaprah mengartikan pers. Jurnalistik atau pers seolah sama atau bisa ditukarkan satu sama lain. Padahal tidak. Menurut Sumandiria, jurnalistik merujuk pada proses kegiatan, sedangkan pers berhungan dengan media. 14 Hal tersebut diamini oleh Totok Djoroto dalam bukunya yang berjudul Manajemen Penerbitan Pers, pers adalah lembaga yang intensitasnya berdiri sendiri. 15
Pers/media audio visual mempunyai problem teknis jauh lebih kompleks pers cetak ataupun radio. Karena berurusan dengan gambar/visual, audio, sekaligus teks. Etika jurnalistik bagi jurnalis karenanya juga lebih kompleks jurnalis media cetak dan radio. Siaran langsung ( live ) dari lokasi kejadian merupakan salah satu titik rawan bagi jurnalis menyangkut soal etik. Karena kesalahan dalam siaran langsung bisa terjadi secara spontan dan tak terduga.
Perkembangan teknologi sebenarnya bisa sangat membantu menegakkan etika jurnalistik sejauh para jurnalis menyadarinya dan berniat menjalankannya. Teknologi digital video editing misalnya berguna untuk menyamarkan narasumber baik secara visual maupun audio. Juga untuk mengurangi efek dramatis suatu keadaan misalnya dalam kasus kecelakaan yang berdarah-darah. Masalahnya kembali pada niat media dan jurnalis yang bersangkutan tentang apa yang hendak dicapai dengan berita yang mereka buat.
Persoalan yang lebih mendasar dalam etika jurnalistik yaitu menyangkut konten atau isi berita. Isu yang sering mengemuka menyangkut isi berita yaitu masalah keberimbangan ( cover both sides ). Dalam kode etik jurnalistik yang kita kenal di Indonesia keberimbangan berita sangat ditekankan. Maka menjadi kewajiban bagi jurnalis di Indonesia untuk selalu mengingat hal ini. Pelanggaran terhadap aspek ini bukan hanya bisa merugikan pihak-pihak yang terkait langsung dalam pemberitaan, namun juga masyarakat atau narasumber yang dengan demikian tidak bisa mendapatkan informasi secara utuh, sehingga bisa timbul salah persepsi terhadap isi berita.
Kode etik jurnalistik di tanah air juga menyediakan mekanisme pemberian hak jawab bagi pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Namun seringkali pihak-pihak tertentu merasa tidak puas dengan penggunaan hak jawab mereka memilih langsung mengajukan gugatan ke pengadilan. Kenyataan ini mau tidak mau harus dihadapi pers dan para jurnalis. Bagaimana mengatasi masalah- masalah seperti ini? Jawabnya kembali ke lembaga pers dan masing-masing
jurnalis yakni bagaimana mereka bisa bekerja secara. Profesionalitas jurnalis antara lain bisa dilihat dari kemampuannya menguasai masalah, kecakapan teknisnya, keberaniannya untuk menyuguhkan fakta yang sebenarnya dan sikap serta tindakannya yang senantiasa mengedepankan moral dan etika.
Kode etik jurnalistik merupakan narasumber penting yang akan membantu pembentukan sikap jurnalis. Namun Kode Etik Jurnalistik saja sebenarnya belum cukup. Di beberapa lembaga media ada satu perangkat lain yang digunakan untuk membantu meneguhkan sikap jurnalis yaitu kode perilaku ( code of conduct ). Kode perilaku biasanya dibuat di masing-masing lembaga media yang mengatur perilaku para jurnalis karyawan lembaga media bersangkutan. Misalnya menyangkut hubungan jurnalis dengan narasumber, masalah amplop, dan lain-lain. Karena dibuat oleh lembaga media yang bersangkutan kode perilaku bisa lebih efektif menuntun tindakan para jurnalis karena disertai sanksi yang jelas. Sebagai pengawal pelaksanaan Kode Perilaku adalah lembaga Ombudsman.
Di luar ketentuan yang dibentuk lembaga-lembaga pers dan organisasi profesi kewartawanan sendiri, pers memerlukan narasumber langsung dari narasumber yaitu media watch . Di beberapa lembaga-lembaga media watch cukup berkembang dan disegani sehingga bisa membantu mengontrol isi dan perilaku media, sekaligus narasumber panduan bagi audiens dalam memilih media mana yang bermanfaat bagi mereka. Bagaimana di Indonesia? Tampaknya semua ini masih menjadi PR kita semua yang menghendaki kehidupan pers yang sehat di tanah air.
## Fungsi Pers
Keberadaan pers tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara terutama dalam era demokrasi seperti saat ini. Pers diharapkan memberikan kontribusi yang positif dalam proses pembangunan bangsa pada segala aspek, seperti pembangunan demokrasi yang berkualitas, pembangunan politik, dan seterusnya. Adapun fungsi pers secara teori dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama , pers sebagai media informasi. Media informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi yang disajikan pers merupakan berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai berita yang masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di lapangan. Menurut Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi positif dalam mendukung mendukung kemajuan masyarakat, mempunyai tanggung jawab menyebarluaskan informasi tentang kemajuan dan keberhasilan pembangunan
kepada masyarakat pembacanya. Dengan demikian, diharapkan para pembaca pers akan tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan itu.
Kedua , pers sebagai media pendidikan. Dalam Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu pembinaan swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila, peningkatan kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik itu, pers harus menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan fakta di lapangan secara objektif dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya tanpa dirubah sedikit pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan pantas saja yang disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspose ke masyarakat luas.
Ketiga , pers sebagai media entertainment. Dalam UU No. 40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan bahwa salah satu fungsi pers adalah sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari koridor-koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya mendidik atau netral jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai agama, moralitas, hak asasi seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan. Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang dapat mendatangkan dampak negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur terlarang seperti pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.
Keempat , pers sebagai media kontrol sosial. Maksudnya pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan semakin tinggi. Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “penyampai berita buruk”. Pelaksanaan fungsi kontrol sosial pers mempunyai banyak tujuan, antara lain: menjaga agar undang-undang yang telah dibuat oleh wakil-wakil rakyat dijalankan sebaik-baiknya oleh semua pihak; melindungi hak asasi manusia dari tindakan yang sewenang-wenang seta melindungi kepentingan masyarakat; menjaga agar pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik dan mengabdi pada kepentingan rakyat; melakukan koreksi apakah pemerintah dalam menempatkan pejabat- pejabat berdasarkan aspirasi rakyaat dan berkualitas; melakukan control social secara organisatoris di dalam administrasi Negara yang demokratis; mengoreksi keputusan-keputusan yang dibuat oleh Badan Yudikatif; melakukan kontrol terhadap tindakan yang dilakukan oleh baddan administrasi negara; mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa; membantu tegaknya pemerintahan
berdasarkan hukum; mewujudkan terciptanya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, baik material maupun spiritual.
Kelima , pers sebagai lembaga ekonomi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa sebagian besar surat kabar dan majalah di Indonesia memperlakukan pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan ini menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya, pers senantiasa berusaha menyajikan berita yang disenangi pembaca.
Sementra menurut pendapat Harold D. Lasswell dan Charles Wrigt, fungsi pers adalah: pengamatan sosial ( Social Surveillance ), korelasi sosial ( social correlation ), sosialisasi ( Sosialization ).
## Idealisme dan Komersialisme
Seperti dijelaskan sebelumnya, pers saat ini – dan di mana pun pers berada – selalu dihadapkan pada dua sisi mata uang yakni idealisme dan komersialisme. Lebih lanjut, tulisan ini akan mencoba menjabarkan tiga pilar penyangga pers, yakni idealisme, komersialisme, dan profesionalisme.
## 1. Idealisme
Untuk bisa memenuhi tuntutan amanah pasa 6 UU Pokok Pers No. 40/1999, pers harus bersikap ‘galak dan tegas’ dalam menjalankan fungsinya sebagai komunikator informasi publik, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supresmasi hukum dan hak asasi manusia. Lebih dari itu, pers juga dituntut untuk dapat melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam menjalankan amanah tersebut bukan tanpa hambatan, saat di lapangan, wartawan sering dihadapkan pada godaan berupa tawaran pemberian sejumlah uang agar ‘tutup mulut’ menyebarkan informasi negatif oknum tertentu melalui media massa. Di lapangan sendiri tidak sedikit wartawan yang menggadaikan ideliasmenya demi memanfaatkan hal tersebut, karena tergiur oleh tawaran materi yang diberikan. Wartawan tersebut, menurut Zaenudin HM dalam bukunya yang berjudul The Journalist termasuk wartawan amplop.
Wartawan amplop adalah julukan negatif bagi wartawan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik, yakni yang menerima uang dari sumber berita, baik karena diberi maupun meminta dari para sumber berita. Lebih jelasnya, para wartawan yang menerima pemberian berupa hadiah atau uang, baik karena diberi atau pun
meminta, yang berakibat tidak bebasnya menjalankan profesinya secara jujur dan objektif, dengan menuliskan pemberitaan yang lebih bersifat iklan terselubung, atau setidaknya menguntungkan si pemberi imbalan. Narasumber yang diberi uang berharap yang akan diberitakan adalah sisi baiknya saja. 16
Lebih dari itu, lanjut Zaenudin bercerita dalam bukunya, banyak wartawan palsu yang tak bertanggungjawab – yang hanya karena sering bergaul dengan wartawan – mengaku-ngaku sebagai wartawan, padahal oknum tersebut tidak bekerja pada media massa. Mereka hanya berpura-pura sebagai wartawan untuk mencari uang yang biasa dikeluarkan pihak pengundang atau sumber berita. 17
Untuk wartawan palsu jenis ini banyak sekali julukan yang melekat pada diri mereka, diantaranya WTS alias Wartawan Tanpa Surat kabar. Julukan tersebut merupakan pelesetan dari sebutan WTS yang telah dikenal umum sebelumnya yakni Wanita Trans Seksual atau lazim disebut banci.
Selain itu, ada juga yang menjuluki oknum wartawan sebagai ‘Muntaber’ alias muncul tanpa berita. Karena mereka memang tidak memiliki media massa untuk mempublikasikan beritanya. Lebih jahat, di Kabupaten Cianjur sering terdengar kabar, para wartawan palsu ini aktif memasuki dinas-dinas maupun lembaga pemerintahan lainnya untuk mengorek sebuah kasus negatif lembaga tersebut dan memeras oknum yang ada di dalamnya. Tidak hanya memeras pada oknum yang melakukan tindakan negatif, wartawan palsu ini juga sering datang ke berbagai instansi untuk meminta uang tanpa alasan yang jelas. Tentu saja, hal ini mencoreng nama baik profesi wartawan. Hal itu juga didukung dengan kebiasaan sejumlah oknum narasumber yang sering memberikan amplop pada siapa pun wartawannya. Seolah pemberian amplop tersebut telah menjadi tradisi dan rahasia umum.
Namun begitu, masih banyak juga wartawan yang memiliki idealisme dan tetap bertahan memberitakan informasi secara ideal dan berimbang demi kepentingan publik dan mematuhi UU Pokok Pers. Jika menghadapi kondisi tersebut (diberi uang oleh sumber berita), banyak wartawan idealis yang menolak amplop dan mengarahkan narasumber untuk pergi ke kantor dan mengalokasikan dana tersebut untuk kepentingan langganan demi mendongkrak oplah perusahaan maupun iklan. Hal tersebut, umumnya dianggap lebih mulia daripada menerima amplop.
Menurut AS Sumandiria, Idealisme sendiri adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk bisa dijangkau dengan segala daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh
masyarakat dan negara. 18 Jadi idealnya, seorang jurnalis harus berjuang mempertahankan idealismenya dengan berbagai cara dalam menggapai cita-cita yang tertuang dalam UU Pokok Pers.
## 2. Komersialisme
Pers tidak cukup hanya mempunyai idealisme. Sebagai lembaga ekonomi pers harus dijalankan dengan merujuk pada pendekatan dan kaidah ekonomi, efisiensi, dan produktivitas. Secara manajerial, perusahaan pers harus memetik keuntungan dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Dalam kerangka ini, apa pun sajian pers tak bisa dilepaskan dari muatan nilai bisnis komersial sesuai dengan pertimbangan dan tuntutan pasar. Dengan berpijak pada nilai-nilai komersial, penerbitan pers bisa secara konsisten mencapai cita-cita yang ideal. 19
Hal itu dipertegas oleh pasal 3 ayat (2) UU Pokok Pers No. 40/1999, yang menyatakan pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. 20 Hal tersebut menjelaskan bahwa pers merupakan lembaga ekonomi. Sesuai dengan prinsip ekonomi pers harus mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya.
Pada pelaksanaannya di lapangan, kegiatan yang dilaksanakan media massa (pers) dalam rangka menghasilkan keuntungan bagi sebuah perusahaan diantaranya melaksanakan kegiatan pemasaran untuk menjual produk jurnalistik berupa eksemplar koran kepada tangan pembaca yang merupakan konsumen utama surat kabar. Selain itu juga bekerjasama dengan berbagai perusahaan yang mempercayai surat kabar tersebut sehingga mau mempromosikan produknya melalui iklan di surat kabar itu dengan kontrak dan biaya tertentu. Berbagai kegiatan massal seperti jalan sehat, peringatan hari besar, maupun berbagai perlombaan juga dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan pers. Selain itu, keuntungan juga bisa didapatkan dengan cara memilih pangsa pasar dan menyediakan rubrik tetap yang diinginkan pasar.
Sebenarnya antara idealisme dan komersialisme sangat bertolak belakangan. Namun demi tercapainya cita-cita kedua hal tersebut harus bersinergi. Lebih serius menanggapi hal tersebut, Mohammad Shoelhi dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Internasional, Perspektif Jurnalistik mengemukakan idealisme tanpa komersialisme hanyalah sebuah ilusi. Karena jika pers mengutamakan segi idealisme saja, pers tidak akan hidup lama. Sedangkan jika perusahaan pers hanya mengutamakan segi komersialisme, pers hanya akan menjadi budak bagi
pembayarnya. Kedua hal tersebut bisa bersatu dengan dibantu oleh topangan profesionalisme.
## 3. Profesionalisme
Menurut Alex Sobur dalam Etika Pers: Profesionalisme dengan Nurani dalam Shoelhi 21 , ada lima hal yang menjadi stuktur sikap yang diperlukan bagi setiap jenis profesi yang tercakup dalam profesionalisme. Hal tersebut diantaranya adalah: Pertama , profesional dalam menggunakan organisasi atau kelompok professional sebagai kelompok referensi utama. Tujuan-tujuan dan aspirasi professional bukan diperuntukkan bagi seorang majikan atau status lokal dari masyarakat setempat; kesetiaannya adalah pada bidang tugas. Kedua , professional dalam melayani masyarakat dengan baik. Ia alturuistik yang mengutamakan kepentingan umum. Ketiga , professional dalam mengemban kepedulian dan rasa terpanggil dalam bidang tugasnya. Komitmen ini memperteguh tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat. Ia melaksanakan profesinya karena merasakan komitmen yang mendalam. Keempat , professional dalam memelihara rasa otonomi. Ia bebas mengorganisasikan pekerjaannya saat berada dalam kendala-kendala terntentu dan mengambil keputusan-keputusan professional. Kelima , professional dalam mengatur dirinya sendiri dan mengontrol perilakunya sendiri. Dalam menghadapi kerumitan dan persyaratan keterampilan, hanya rekan- rekan seprofesinya yang mempunyai hak dan wewenang untuk melakukan penilaian.
## Manajemen Pers
Sejak UU No 40/1999 tentang Pers dan Kode Etik dimunculkan, kebebasan pers di Tanah Air kian terasakan. Terutama jika mencermati bunyi Pasal 9 Ayat (1): “Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.” Implikasi dari pasal tersebut, direspon oleh Menpen Yunus Yosfiah (waktu itu) untuk membebaskan perusahaan pers dari SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Dampak paling nyata dari kebebasan pers ialah munculnya penerbitan koran, majalah, dan tabloid baru. Baik yang bersifat populer maupun serius, sama-sama memiliki keinginan untuk terbit dan eksis. Oleh karena itu, dari segi kuantitas jumlah media di Indonesia makin beragam dan variatif. Hal itu juga terasakan di ranah kampus melalui penerbitan majalah dan jurnal ilmiah, baik yang dikelola dosen maupun mahasiswa.
Namun, kemunculan penerbitan yang beragam dan variatif itu ternyata tidak otomatis mampu mendongkrak kualitas penerbitan. Ada kalanya sebuah penerbitan di edisi awal dilakukan dengan kerja keras. Di sisi lain, ada pula penerbitan yang mengalami gulung tikar alias bangkrut. Untuk itulah, dalam konteks saat ini para pengelola penerbitan harus segera berbenah diri guna meningkatkan mutu penerbitan medianya masing-masing.
Ada argumen, sukses-tidaknya penerbitan amat bergantung dari jumlah iklan yang termuat. Argumen lain justru mengatakan, bergantung dari tinggi-rendahnya mutu SDM. Jika boleh berpendapat, keduanya amat benar. Artinya, baik iklan maupun SDM sama-sama penting untuk diperhatikan sekaligus ditingkatkan. Dengan demikian, paling tidak ada tiga faktor yang perlu diulas kaitannya dengan manajemen penerbitan pers.
Ketiga faktor tersebut ialah redaksi, perusahaan, dan sirkulasi. Ketiganya memegang peran dalam kerja-kerja penerbitan media secara profesional. Jika ketiganya berperan tidak optimal, kelak mutu penerbitan akan kurang bagus. Selain itu, kinerja pengelola tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Untuk itulah, ketiganya perlu terus dibenahi.
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian tentang Manajemen Pers: Antara Idealisme dan Komersialisme yang diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama , pers sebagai organisasi tidak dapat dipisahkan dengan penerapan manajemen, baik sebagai ilmu maupun sebagai seni agar dapat mencapai tujuan per situ sendiri. Kedua , keberadaan dan dinamika pers saat ini tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan pers masa lalu, yakni pers pra kemerdekaan yang berorientasi pada alat perjuangan, pers era kemerdekaan yang secara perlahan mengarah kepada lembaga ekonomi dan kemasyarakatan yang cenderung mengedepakan komerialitas dan sedikit mengabaikan idealitas. Ketiga , kebebasan pers tidak dapat diartikan sebagai kemerdekaan untuk menjalankan kegiatan jurnalistik secara bebas, akan tetapi kebebasan tersebut harus tunduk pada hukum tunduk kode etik jurnalistik. Keempat , pers yang baik adalah pers yang mampu dikelola ( manage ) dengan menyeimbangkan antara tuntutan idealisme dan komersialisme.
## Endnote
1 Onong Uchjana Effendi, Dinamika Komunikasi , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 62 2 Ibid., hlm. 81 3 George R. Terry dan Leslie W. Rue (Terjemahan), Dasar-dasar Manajmen , (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 1 4 P. Siagian dan Sondang, Fungsi-fungsi Manajerial , (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 42 5 Ibid., hlm. 45 6 Ibid., hlm. 52 7 K. Suhendra, Manajemen dan Organisasi , (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 16
8 Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia , (Jakarta: Bumi Aksara,
2011), hlm. 14-15
9 George R. Terry dan Leslie W. Rue (Terjemahan), Dasar-dasar ..., Op.Cit. hlm. 2 10 Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia , (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), hlm. 9
11 Malayu S. P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia , (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 42 12 Ibid. , hlm. 44 13 http://aliefnews.wordpress.com/2011/02/28/pengertian-jurnalistik/
14 Lihat Sumandiria, (2006), hlm. 1 15 Lihat Totok Djoroto, (2004), hlm. 5 16 Lihat Zaenuddin, (2011), hlm. 62-63
17 Lihat Zaenuddin, (2011), hlm. 65 18 Lihat Sumandiria, (2006), hlm. 46 19 Lihat Shoelhi, (2009), hlm. 112 20 Lihat Sumandiria, (2006), hlm. 47 21 Lihat Shoelhi, (2009), hlm. 112
## Daftar Pustaka
Effendi, Onong Uchjana. (2000). Dinamika Komunikasi . Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hasibuan, Malayu S. P. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara.
__________________. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia . Jakarta: Bumi Aksara.
http://aliefnews.wordpress.com/2011/02/28/pengertian-jurnalistik/ Siagian, P. dan Sondang. (2003). Fungsi-fungsi Manajerial . Jakarta: Bumi Aksara. Suhendra, K. (2008). Manajemen dan Organisasi . Bandung: Mandar Maju.
Terry, George R. dan Leslie W. Rue. (2005). Dasar-dasar Manajamen . Jakarta:
Bumi Aksara.
## UU RI Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
UU RI Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan Pokok Pers
|
c4fcc7d7-db83-4c23-bf9e-c3234e8351df | https://ojs.pps-ibrahimy.ac.id/index.php/jpii/article/download/75/38 |
## PENGEMBANGAN MODUL SUPERVISI BAGI PENGAWAS SMK KABUPATEN SITUBONDO
Fuad Hasan [email protected] Wawan Juandi [email protected] Umi Khoiriyah [email protected]
## Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo
This study aims to produce a product in the form of a coaching module for supervisors of SMK in Situbondo Regency. This module developed from the school supervisor's workbook that was published by the development center of education personal of human resource development, education quality assurance the Ministry of Education and Culture of Indonesia in 2015. The development was carried out on the discussion of SMK relation with business world and industry world. The development of this module is supplemented with supervision support instruments as a supervisory guide in conducted monitoring, evaluation of SMK activities program involving business world, and industry world. Product validation test of this research is conducted by material experts, linguists and supervisors as product users. The validation results of materials, experts and users if converted on a Likert scale, a scale of 5 indicates that were good qualification, achievement level (%) 75 - 89 revisions as necessary.
Kata Kunci : model supervisi, pengawas sekolah ………………………….………………………………………………………………………………...
## Pendahuluan
Salah satu kewajiban yang melekat pada setiap manusia adalah ikhtiar untuk mempertahankan kehidupannya. Ikhtiar ini diwujudkan
dalam berbagai cara. Kebutuhan untuk mempertahankan hidup tidak hanya didasarkan pada kebutuhan dasar manusia, lebih dari itu Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk
melakukan upaya dengan cara bekerja secara bersungguh-sungguh disamping kewajiban ibadah yang tidak boleh kita tinggalkan. Lebih lanjut agama mengajarkan
kepada kita bahwa bekerja dalam rangka
mencari nafkah untuk diri dan keluarga merupakan suatu ibadah
yang diperintahkan. Oleh karenanya Allah Swt berfirman:
$ p κ š ‰ r ' ¯ ≈ t ƒ t Ï % © ! $ # ( # þ θ ã Ζ t Β # u # s Œ Î ) š ” Ï Š θ ç Ρ Í ο 4 θ n = ¢ Á = Ï 9 Ï Β Ï Θ ö θ t ƒ Ï π y è ß ϑ à f ø 9 $ #
( # ö θ y è ó ™ $ $ s ù 4 ’ n < Î ) Ì ø . Ï Œ « ! $ # ( # ρ â ‘ s Œ u ρ y ì ø ‹ t 7 ø 9 $ # 4 ö Ν ä 3 Ï 9≡ s Œ × ö y z ö Ν ä 3 © 9 β Î )
ó Ο ç G Ψ ä . t βθ ß ϑ n = ÷ è s ? ∩∪ # s Œ Î * s ù Ï M u Š Å Ò è % ä ο 4 θ n = ¢ Á 9 $ # ( # ρ ã Ï ± t F Ρ $ $ s ù ’ Î û
Ç Ú ö ‘ F { $ # ( # θ ä ó t G ö / $ # u ρ Ï Β È ≅ ô Ò s ù « ! $ # ( # ρ ã ä . ø Œ $ # u ρ © ! $ # # Z Ï W x . ö / ä 3 ¯ = y è © 9 t βθ ß s Î = ø è ?
∩⊇⊃∪
Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jum’ah: 9-10).
Untuk menyiapkan kehidupan yang lebih baik, perlu suatu program pendidikan yang baik, yang memberikan bekal nilai-nilai moral, pengetahuan, dan keterampilan yang memadai. Bekal tersebut merupakan solusi untuk menjawab tingginya angka pengangguran di Indonesia. Fenomena pengangguran ini merupakan masalah serius yang perlu segera diselesaikan, mengingat lulusan pendidikan formal kita ternyata memberikan kontribusi atas tingginya angka pengangguran.
Salah satu jalur pendidikan sekolah yang di jadikan alternatif untuk mengatasi pengangguran adalah pendidikan kejuruan. Banyak istilah terkait dengan pendidikan kejuruan antara lain, vocational education, technical education, professional education, dan occupational education . Huges sebagaimana pendapat Soeharto bahwa mengemukakan
vocational education (pendidikan kejuruan) adalah pendidikan khusus yang program-programnya atau materi pelajarannya dipilih untuk siapapun
yang tertarik
untuk mempersiapkan diri bekerja sendiri, atau untuk bekerja sebagai bagian dari suatu grup kerja (Soeharto (1988). Sejalan dengan pendapat tersebut
Evans sebagaimana dikutip Mulyati, mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok
pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lain (Muliati, 2007).
Sementara Hamalik mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan (Hamalik, 1990). Berdasarkan UU SNP 20 Tahun 2003 Pasal 15 ayat 2 menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta belajar terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Oleh karena itu, kurikulum yang diterapkan di sekolah kejuruan didesain berbeda dengan yang diterapkan pada sekolah menengah umum. Karena difokuskan untuk melatih peserta didik dengan ketrampilan (skill) bidang pekerjaan tertentu, maka materi ajar sistem pembelajaran di sekolah kejuruan lebih ditekankan pada hal-hal yang bersifat praktis atau mayoritas yang berkaitan dengan aspek psikomotor.
Disamping itu, demi memaksimalkan dan melakukan
penjaminan mutu dan kualitas lulusan, sekolah kejuruan telah sedini mungkin mendekatkan siswanya dengan dunia kerja dan dunia industri melalui beberapa program yang telah dirancang dalam sistem pembelajaran pada periode tertentu. Namun demikian, berkaitan dengan penjaminan kualitas lulusan tersebut, sekolah kejuruan banyak menghadapai kendala dan
tantangan. Beberapa kendala yang sering dihadapai
oleh sekolah
kejuruan diantaranya adalah terjadinya kesenjangan kompetensi antara lulusan sekolah kejuruan dengan kompetensi
yang sedang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Untuk menjembatani kesenjangan tersebut, peran supervisi pengawas perlu ditingkatkan. Pengawas diharapkan dapat memperkuat posisi SMK sebagai pendidikan vokasi yang mampu mengurai sejumlah
kebuntuan problem diatas. Dalam hal ini pengawas perlu melakukan evaluasi kinerja sekolah baik secara akademik maupun manajerial, untuk memastikan langkah yang ditempuh SMK sudah on the track . Dengan bimbingan dan arahan pengawas, SMK diharapkan tampil dengan performance mutu yang baik sehingga mampu mencapai tujuan yang diinginkan.
Evaluasi akademik dilakukan untuk memastikan kurikulum pendidikan yang di implentasikan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, pengawas juga perlu memperhatikan adanya
sinkroniasi kurikulum yang digunakan sekolah dengan update teknologi dan kebijakan yang berlaku di dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Sinkroniasi kurikulum sekolah dengan DUDI merupakan keharusan yang tidak bisa
diabaikan, mengingat SMK merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk siap kerja.
Evaluasi Manajerial ditujukan untuk melakukan telaah terhadap sistem
manajemen dan standar mutu yang ditetapkan sekolah. Sistem manajemen yang diperagakan oleh sekolah harus support terhadap implementasi kurikulum yang berbasis vokasi (kejuruan). Selain memastikan implentasi kurikulum,
pengawas perlu melakukan pendampingan dalam hal sistem magang siswa dan guru, serta penyerapan alumni oleh DUDI. Pihak sekolah diharapkan lebih aktif dalam merajut kemitraan dengan DUDI yang ditandai dengan adanya memorandum of understanding (MOU) antara pihak sekolah dan DUDI.
Mengingat peran strategis diatas,
peneliti
memandang perlu untuk dikembangkan sebuah modul panduan yang akan mengarahkan tugas pengawas dalam melaksanakan supervisi di SMK. Modul pembinaan oleh pengawas diharapkan mampu menyamakan mainstream kerja
pengawas di SMK, mengingat pengawas sekolah yang ditugaskan di SMK tidak kesemuanya berlatar pendidik SMK, melainkan ada yang berlatar pendidik di sekolah menengah umum.
## Tujuan Pengembangan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan konsep modul pengawas sekolah yang digunakan pengawas dalam kegiatan supervisi di SMK kabupaten situbondo;
2. Untuk melakukan pengembangan modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo.
## Modul
Menurut Direktorat Jendral
Penjaminan Mutu Pendidikan dan Tenaga kependidikan, Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri (Direktorat Jendral Pengembangan Mutu, 2 0 0 8 ). Menurut Winkel, Modul pembelajaran merupakan satuan program belajar mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri self- instructional (Winkel, 2009) .
Menurut Wena, pembelajaran dengan modul dapat dikatakan baik dan menarik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut: bersifat self-instructional , artinya pengajaran menggunakan modul lebih mengakomodasi pengalaman belajar melalui berbagai macam penginderaan, melalui pengalaman terlibat secara aktif belajar, dan pengakuan atas perbedaan-perbedaan individual, setiap
diberi kesempatan belajar sesuai irama dan kecepatan masing-masing (Wena, 2012).
## Unsur-unsur Modul
Menurut Wena, unsur-unsur sebuah modul pembelajaran yaitu: 1) modul merupakan seperangkat pengalaman belajar yang berdiri sendiri, 2) modul dimaksudkan untuk mempermudah mencapai seperangkat tujuan yang telah ditetapkan, 3) modul merupakan unit unit yang berhubungan satu dengan yang lain secara hierarkis (Wena, 2012).
Wena Menjelaskan bahwa modul terdiri dari 11 unsur, yaitu: 1) topic statement , yaitu sebuah kalimat yang menyertakan pokok masalah yang akan diajarkan. 2) rational , yaitu pernyataan singkat yang mengungkapkan rasional kegunaan materi.
3) concept statement and prerequisite , yaitu pernyataan yang mendefinisikan ruang lingkup dari konsep-konsep
dalam hubungannya dengan konsep lain dalam bidang pokok. 4) concept, yaitu abstraksi atau ide pokok dari materi pelajaran yang tertuang dalam modul. 5) behavioral objective, yaitu pernyataan tentang kemampuan apa yang harus dikuasai. 6) pree test , yaitu tes untuk mengukur kemampuan awal sebelum mengikuti pelajaran. 7) suggest teacher and techniques, yaitu petunjuk kepada guru tentang metode apa yang akan diterapkan.
8) suggest student activities, yaitu aktifitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. 9) multimedia resources , yaitu menunjukkan berbagai sumber dan pilihan materi yang dapat digunakan ketika mengerjakan modul. 10) post test and evaluation , yaitu penilaian akhir untuk mengukur kemampuan setelah proses dilaksanakan. 11) general reassesment
potential , yaitu mengacu pada kebutuhan penilaian terus menerus dari unsur-unsur modul (Wena, 2012).
## Cara Mengembangkan Modul
Menurut Sudjana, langkah-langkah menyusun modul dapat dilakukan dengan cara menetapkan atau merumuskan tujuan insruksional umum, merinci tujuan instruksional khusus, menyusun butir-butir soal evaluasi untuk mengukur pencapaian tujuan khusus, menyusun pokok-pokok materi dalam urutan yang logis, menyusun langkah-langkah kegiatan belajar, mengidentifikasi alat-alat (instrumen) yang dibutuhkan. Pengembangan modul perlu mengikuti langkah-langkah sistematis,
antara lain: langkah analisis kondisi pembelajaran, meliputi: 1) analisis tujuan dan karakteristik isi bidang studi, 2) analisis sumber belajar, 3) analisis karakteristik pebelajar dan 4) menetapkan indikator dan isi pembelajaran. Langkah pengembangan, meliputi:
1) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran, 2)
menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran, dan 3) menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran. Langkah pengukuran hasil pembelajaran dengan mengembangkan soal-soal latihan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan memberikan pengajaran remedial atau memberi pengayaan (Sudjana, 2008).
## Pengawas Sekolah
Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 55 ayat 1, Pengawasan satuan Pendidikan memiliki peran dan tugas untuk Pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan yang harus dilakukan
secara teratur dan
kesinambungan. Lebih lanjut pada Pasal 57 ditegaskan, bahwa tugas supervisi meliputi :
Supervisi akademik dan manajerial terhadap
keterlaksanaan dan ketercapaian tujuan pendidikan disekolah (SNP, 2005).
Tugas Pokok Pengawas adalah:
Melaksanakan Pengawasan Akademik:
Membina guru agar dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa. Dan melaksanakan Pengawasan Manajerial : Membina kepala sekolah dan seluruh staf sekolah agar dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pengawas pendidikan agama Islam pada sekolah menyatakan bahwa; pengawas madrasah adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan
fungsional pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggungjawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada madrasah. Pengawas pendidikan agama Islam (PAI) pada sekolah adalah guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggungjawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan penyelenggaraan pendidikan agama Islam pada sekolah (PP Pengawas, 2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah berisi standar kualifikasi dan kompetensi pengawas sekolah. Standar kualifikasi menjelaskan persyaratan akademik dan nonakademik untuk diangkat menjadi pengawas sekolah. Standar kompetensi memuat seperangkat kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai pengawas sekolah untuk dapat melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
Ada enam dimensi kompetensi yang harus dikuasai pengawas sekolah yakni: (a) kompetensi kepribadian, (b) kompetensi supervisi manajerial, (c) kompetensi supervisi akademik, (d) kompetensi evaluasi
pendidikan, (e) kompetensi penelitian dan pengembangan, dan (f) kompetensi social (PP Standar Pengawas: 2007).
Mengacu kepada peraturan diatas bahwa tugas seorang pengawas sekolah sangatlah berat dan penuh tantangan yang dihadapi di sekolah, bagaimana kalau seorang pengawas tidak memahami tugas dan tanggung jawabnya dan tidak memiliki kompetensi, apa yang terjadi disekolah? secara nyata pemerintah yang notabene Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi yang bertanggung jawab yang mengurusi Pendidikan akan tidak dapat mengukur keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Umumnya Dinas Pendidikan kurang memperhatikan pengawas Sekolah dan kurang memfasilitasi keberadaan pengawas Sekolah, bagaimana agar pengawas sekolah tampil sebagai pengawas yang tangguh dan sangat diidolakan serta dirindukan sekolah baik guru maupun Kepala sekolah, tentu perhatian yang perlu diberikan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun dinas Pendidikan adalah perekrutan menjadi seorang pengawas sekolah yang memadai kepada aturan yang syarat yang berlaku.
Adapun persyaratan menjadi seorang pengawas sekolah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah antara lain : 1. Kualifikasi Pengawas Taman Kanak- kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) dan
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah: Berpendidikan minimum sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;
2. Kualifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) adalah Memiliki pendidikan minimum magister (S2) kependidikan dengan berbasis
sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada perguruan tinggi terakreditasi;
3. Memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c;
4. Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan;
5. Memenuhi
kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah; dan 6. Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
## Supervisi
Supervisor adalah seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melakukan supervise diperlukan kelebihan yang dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik, baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
Perumusan atau pengertian supervisi dapat dijelaskan dari berbagai sudut, baik menurut asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision” artinya pengawasan. Pengertian supervisi secara etimologis dilihat dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari
pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi (Rodliyah, 2014).
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar- mengajar, seperti yang diungkapkan oleh Sergiovanni. Supervisi yang lakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu memiliki misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memberikan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melakukan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta mengembangkan mutu kelembagaan
pendidikan (Sergiovanni, 1982).
Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran pada lembaga pendidikan, kemudian ditindaklanjuti dengan pemberian feed back. Komunikasi yang efektif antara pengawas dan guru maupun kepala sekolah sangan menunjang tercapainya tujuan supervisi.
Supervisi pada dasarnya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervisi akademis, dan supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada
pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada
pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang berfungsi sebagai pendukung
(supporting) terlaksananya pembelajaran.
Oliva menjelaskan ada empat macam peran seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator,
consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus mampu mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus mampu berperan sebagai konsultan dalam manajemen sekolah,
pengembangan kurikulum, teknologi
pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru, baik secara kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum (Oliva, 1984).
Terdapat lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar, dan sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian (Masyhud, 2015).
Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan diatas.
Fungsi pelatihan merupakan salah satu
usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam
pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru
yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi.
Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru. Fungsi penilaian adalah untuk
mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan beragai cara seperti test, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Setelah diuraikan pengertian supervisi secara umum, tentu perlu pula dipaparkan pengertian supervisi manajerial dan supervisi akademik. Hal ini sesuai dengan dimensi kompetensi yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Dalam Peraturan tersebut, Pengawas satuan pendidikan dituntut memiliki kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik, di samping kompetensi
kepribadian, sosial, dan penelitian dan pengembangan. Esensi dari supervisi manajerial adalah berupa kegiatan pemantauan, pembi- naan dan pengawasan terhadap kepala sekolah dan seluruh elemen sekolah lainnya di dalam mengelola, mengadministrasikan dan melaksanakan seluruh aktivitas sekolah, sehingga dapat berjalan dengan efektif dan efisien dalam
rangka mencapai tujuan sekolah serta memenuhi standar pendidikan pendi- dikan nasional. Adapun supervisi akademik esensinya berkenaan dengan tugas pengawas untuk untuk membina guru dalam meningkatkan mutu pembelajarannya, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Peraturan Menteri ini juga mengisyaratkan bahwa dalam profesi pengawas di Indonesia secara umum tidak dibedakan antara supervisor umum dengan supervisor spesialis, kecuali untuk mata pelajaran dan/atau jenis pendidikan tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Made Pidarta (1995: 84-85) bahwa supervisor dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu supervisor umum dan supervisor spesialis.
Supervisor umum tugasnya berkaitan dengan pemantauan pelaksanaan kurikulum serta upaya perbaikannya, dan memoti- vasi guru untuk bekerja dengan penuh gairah, dan menangani masalah-masa- lah
pendidikan secara umum. Sedangkan supervisor spesialis lebih berkon-sentrasi pada perbaikan proses belajar mengajar, terutama berkaitan dengan spesialisasi mereka. Mereka disebut pula dengan supervisor bidang studi, dan dipandang sebagai ahli dalam bidang tertentu sehingga mampu mengembang- kan materi, pembelajaran, media dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan (Pidarta, 1992).
## Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan atau yang biasa disebut dengan Research and
Development. Sugiyono menyebutkan bahwa Research and Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan selanjutnya menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2015).
Borg dan Gall menyatakan bahwa “ R&D is a process used to develop and validate educational products. ” Berdasarkan definisi tersebut, penelitian ini bertumpu pada upaya memproduksi dan memvalidasi suatu model pendidikan yakni modul pembinaan pengawas SMK di Kabupaten Situbondo.
Borg dan Gall lebih lanjut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan produk pendidikan meliputi dua jenis, yakni berupa objek-objek material, seperti buku teks, film untuk pengajaran, dan sebagainya serta bangunan prosedur dan proses, seperti metode mengajar atau metode pengorganisasian pengajaran. Wujudnya dapat berupa tujuan belajar, metode, kurikulum, dan evaluasi, baik perangkat keras maupun lunak, baik cara maupun prosedurnya (Borg & Gall 1979: 772).
## Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Situbondo dengan populasi penelitian adalah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Situbondo. Adapun sampel penelitian ini adalah pengawas SMK di Kabupaten
Situbondo. Berikut kami lampirkan nama-nama sampel pengawas SMK di Kabupaten Situbondo: No Nama Pengawas Wilayah Penugasan 1. Agus Sunyoto, M.Pd NIP. 19600715 198701 1 001 SMK Wilayah Barat 2. Drs. Supatra, M.Pd NIP. 19590424 199103 1 003 SMK Wilayah Tengah 3. Ahmad Jaenuri, M.Pd NIP. 19670410 198901 1 004 SMK Wilayah Timur
## Prosedur Pengembangan
Untuk kesamaan persepsi dan prosedur kegiatan supersivisi di SMK, keberadaan modul sebagai panduan pelaksanaan supervisi sangat diperlukan. Setidaknya peneliti melihat terdapat dua alasan mendasar tentang keberadaan modul ini. Pertama, SMK harus dilihat sebagai lembaga pendidikan kejuruan yang memiliki orientasi untuk menyiapkan peserta didik siap tampil memasuki dunia kerja. Kedua, perlu adanya pedoman operasional dan instrumen pendukung supervisi yang
support terhadap program monitoring dan evaluasi pengawas tentang penyelenggaraan pendidikan di SMK.
Pendampingan yang dilakukan pengawas dalam rangka monitoring dan evaluasi di SMK yang tidak selaras dengan tujuan keberadaan SMK akan menyebabkan hilangnya ruh SMK itu sendiri. Dengan demikian SMK menjadi tidak jauh berbeda dengan sekolah menengah yang lain. Dalam hal ini pengawas perlu memberi perhatian khusus terhadap relasi antara SMK dengan DUDI, serta memonitor sejauh mana keterserapan alumni SMK di dunia kerja.
Pengembangan modul pengawas di SMK merupakan sebuah terobosan untuk merumuskan pedoman kerja pengawas dalam melaksanakan supervisi di SMK. Dengan modul ini diharapkan pengawas dapat melakukan pendampingan dan monitoring terhadap kegiatan-kegiatan SMK yang selama ini belum secara maksimal tersentuh dalam setiap kegiatan supervisi di SMK. Dengan modul ini pengawas dapat memantau pelaksanaan kegiatan sinkronisasi kurikulum SMK dengan DUDI, kegiatan magang siswa dan guru di DUDI,
kerterlibatan DUDI sebagai penguji eksternal uji kompetensi keahlian, serta penyerapan tamatan SMK di dunia kerja. Modul yang berisi panduan dan instrumen monitoring program tersebut diatas akan
sangat membantu tugas pengawas di SMK, dimana dalam buku kerja pengawas yang diterbitkan oleh Kemendikbud belum mengarah pada panduan dan instrumen program tersebut diatas.
Borg & Gall mengusung langkah- langkah penelitian pengembangan ( the R & D cycle ) untuk keperluan pendidikan.
Langkah-langkah tersebut, meliputi hal-hal berikut ini.
1. Research and information (penelitian dan pengumpulan informasi) Pengukuran kebutuhan, studi literatur penelitian dalam skala kecil, dan pertimbangan- pertimbangan dari segi nilai.
2. Planning ( perencanaan ). Menyusun rencana penelitian meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan
penilitian, rumusan masalah dan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah- langkah penelitian kemungkinan
pengujian dalam lingkup tersebut. 3. Develop preliminary (pengembangan produk) Pengembangan bahan
pembelajaran, proses pembelajaran, dan instrument evaluasi.
4. Preliminary form of product (uji produk pendahuluan). Uji coba di lapangan pada 1-3 sekolah. Selama uji coba diadakan pengamatan, wawancara, dan pengedaran angket.
5. Main product revision (revisi produk utama) Memperbaiki/menyempurnakan hasil uji coba.
6. Main field testing (uji produk utama). Melakukan uji coba yang lebih luas pada 3 sampai dengan 5 sekolah dengan 30 sampai dengan 100 orang subjek uji coba.
7. Operational product revision (revisi operasional produk) Menyempurnakan produk hasil uji lapangan.
8. Operational field testing (uji operasional produk). Dilaksanakan 3-5 sekolah dan melibatkan pengawas SMK Kabupaten
Situbondo sebagai subjek. Pengujian dilakukan melalui angket, wawancara, dan observasi serta analisis hasil. 9. Final product revision ( revisi produk akhir) . Penyempurnaan
didasarkan masukan dari uji pelaksanaan lapangan.
10. Disseminaton and implementation (pemanfaatan dan penyebarluasan). Melaporkan hasilnya dalam pertemuan professional dalam jurnal, dan bekerja sama dengan
percetakan untuk disebarluaskan. Dari ke sepuluh langkah-langkah
yang ditawarkan oleh Borg dan Gall di atas, hanya tiga tahap yang digunakan untuk mengembangkan
modul pembinaan pengawas ini. Tiga tahapan tersebut meliputi: penelitian dan pengumpulan Informasi, perencanaan dan,pengembangan produk.
Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah modul pembinaan pengawas SMK di Kabupaten Situbondo. modul tersebut diharapkan dapat menjadi pedoman pelaksanaan supervisi pengawas
SMK di Kabupaten Situbondo.
Pengembangan modul ini didasarkan pada pengembangan (the R & D cycle) nya Borg dan Gall.
Modul ini adalah pedoman kerja yang disusun secara praktis untuk mendukung tugas operasional supervisi pengawas di SMK. Modul ini berisi panduan teknis yang dilengkapi beberapa instrumen pendukung supervisi. Pengawas SMK Kabupaten Situbondo akan dilibatkan langsung untuk dimintai masukan dan saran dalam penyusunan draft modul ini. Masukan pengawas sebagai pengguna modul sangat diperlukan untuk merumuskan sejumlah langkah yang akan dilakukan pengawas dalam melaksanakan supervisi di SMK.
Setelah semua referensi terkumpul, tahap selanjutnya adalah pengembangan modul. Pengembangan dimulai dari judul, petunjuk penggunaan, tujuan, kata pengantar, materi dan intrsumen
pendukung. Setelah pengembangan modul selesai, maka peneliti harus berkonsultasi kepada dosen pembimbing apakah modul ini layak untuk diujikan. Setelah berkonsultasi, buku ini belum merupakan produk final karena masih harus diuji validasi oleh ahli materi, maupun oleh pengawas selaku pengguna modul.
Validasi dilakukan oleh ahli dan pengawas. Ahli yang melakukan validasi terhadap produk ini adalah satu dosen mata kuliah supervisi pendidikan. Dosen yang dinilai ahli adalah Prof. Dr. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd, beliau merupakan dosen supervisi dan manajemen pendidikan dari FKIP Unej. Beberapa buku tentang supervisi, pengawas, dan manajemen pendidikan telah ditulis oleh beliau. Dari pengawas terdapat nama Agus Sunyoto M.Pd dan Ahmad Jaenuri, M.Pd selaku pengawas SMK Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Wilayah Kabupaten Situbondo.
Setelah modul di validasi oleh ahli dan pengawas, langkah selanjutnya adalah uji coba terbatas. Uji coba dilakukan untuk mendapatkan informasi dari pengawas selaku pengguna terkait kualitas modul yang dikembangkan.
Untuk menghasilkan produk penelitian yang berkualitas dalam hal pengembangan modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo,, peneliti melakukan kolaborasi. Kolaborasi dilakukan dengan pihak lain yang profesional dalam bidangnya masing-masing untuk mendapatkan masukan. Baik masukan terkait konsep supervisi
peneliti mendapatkan masukan dari para pengawas selaku praktisi dan ahli materi maupun ahli bahasa.
## Desain Validasi
Validasi dilakukan untuk
mendapatkan masukan dari para ahli yang kompeten dibidangnya. Validasi dilakukan
sebagai acuan merevisi produk modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo. Validator terdiri dari ahli materi, ahli bahasa, dan pengawas selaku pengguna.
Validasi ahli dilakukan setelah draft modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo sudah siap. Ahli yang dimintakan untuk memvalidasi produk hasil penelitian pengembangan modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo adalah ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing. Ahli materi dan praktisi untuk memvalidasi hasil penelitian pengembangan modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo dalam hal menyangkut isi. Validasi pengawas selaku pengguna
dilakukan dengan jumlah 3 orang yang merupakan pengawas SMK Kabupaten Situbondo. Selanjutnya mereka diberikan instrumen angket untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang tersedia. Pada validasi lapangan juga disisipkan angket untuk dijawab sesuai dengan apa yang para pengawas alami terkait supervisi. Hal ini peneliti lakukan untuk
mengetahui gambaran “efektivitas” modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo.
Dari hasil angket tersebut “efektifitas” modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo akan diketahui dari keinginan (niat awal) para pengawas untuk melakukan kegiatan supervisi dengan menggunakan modul ini. Efektifitas modul ini baru pada tataran rencana atau niat untuk melakukan belum sampai pada praktik pelaksanaan dan hasilnya.
## Subyek Validasi
Subyek validasi dalam penelitian pengembangan ini adalah para ahli yang kompeten pada bidangnya, yaitu:
1. Validasi produk oleh para pakar ahli materi dan ahli bahasa
2. Validasi pengguna dilakukan oleh seluruh pengawas SMK Kabupaten Situbondo yang berjumlah tiga orang.
## Jenis data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian pengembangan ini adalah berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa masukan dari para ahli materi dan ahli bahasa serta lembar angket pengawas selaku pengguna. Data tersebut digunakan untuk mengevaluasi produk pengembangan modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo
## Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian pengembangan ini adalah: 1) angket, 2) wawancara, dan 3) catatan harian.
Angket merupakan instrument pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Masyhud, 2014). Angket digunakan untuk mengumpulkan hasil review para ahli, serta pengawas.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal–hal dari responden lebih mendalam (Sugiyono, 2014). Wawancara dilakukan kepada pengawas untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan supervisi yang telah dilakukan pra dan yang akan dilakukan pasca penelitian.
Catatan harian selama penelitian digunakan untuk mencatat hal-hal atau peristiwa yang terjadi berdasarkan pengamatan peneliti terkait topik penelitian. Adapun Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data uji dari para ahli, instrumen tersebut terdiri dari tiga macam instrumen:
## Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif
Teknik Alisis Deskriptif Kualitatif adalah analisis mendalam yang telah melalui serangkaian proses analisis yang lebih kompleks dan menunjukkan kualitas dengan standar tertentu. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan bukan sekedar menunjukkan makna atau sebagai simbol kualitas dari hasil tindakan yang dilakukan (Masyhud, 2014).
Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil validasi ahli, serta validasi perorangan/pengguna yaitu pengawas.
Interpretasi terhadap olah data digunakan untuk merevisi modul supervisi pengawas SMK Kabupaten Situbondo yang sedang dikembangkan. Dasar revisi ini adalah masukan dari ahli dan pengawas.
## Teknik Analisis Deskriptif Kuantitatif
Tehnik analisis deskriptif kuantitatif merupaka tehnik menganalisis berdasarkan angka-angka. Analisis deskriptif kuantitatif menggunakan angka-angka sebagai tehnik utama melakukan analisis data (Masyhud, 2014).
Teknik analisis ini digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dari angket dalam bentuk deskriptif persentase. Rumus yang digunakan
untuk menghitung
persentase dari masing-masing subjek adalah sebagai berikut:
% 100 × = ∑ SMI X P
Keterangan:
P : persentase Σ X : jumlah Skor
SMI : Skor Maksimal Ideal Selanjutnya untuk menghitung persentase keseluruhan subjek digunakan rumus sebagai berikut: N F Persentase : =
Keterangan:
F : jumlah persentase keseluruhan subjek
N : banyak subjek Untuk dapat memberikan makna dalam pengambilan keputusan digunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social (Sugiyono, 2015). seperti tersaji pada Tabel 3.2 sebagaimana berikut.
Tabel 3.2 Konversi Variabel peneltian dengan Skala 5
Tingkat Pencapaian (%) Kualifikasi Keterangan 90 – 100 Sangat Baik Tidak perlu direvisi 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya 65 – 74 Cukup Cukup Banyak Direvisi 55 – 64 Kurang Banyak Direvisi 0 – 54 Sangat Kurang Direvisi Total
## Pembahasan
Berdasarkan validasi ahli materi dan ahli bahasa, serta validasi pengguna yang memberikan penilaian baik. Para ahli memberikan penilaian yang berada pada katagori baik. Pengawas sebagai pengguna modul memberikan peneliaian baik. Hal itu jika dikonversi dengan skala Likert pada skala 5 sebagaimana tabel diatas. Tabel hasil validasi ahli dan validasi pengguna sebagaimana berikut:
Hasil validasi ahli dan validasi perorangan dalam skala Likert pada skala 5.
No Validator Nilai Tingkat Pencapaian (%) Kualifikasi Keterangan 1 Ahli Materi 78 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya 2 Ahli Bahasa 78 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya 3 Pengguna 1 79 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya 4 Pengguna 2 79 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya 5 Pengguna 3 79 75 – 89 Baik Direvisi seperlunya Kesimpulan 1. Pedoman supervisi yang digunakan pengawas untuk gembangan yang dilakukan dalam hal penjelasan relasi
SMK dengan dunia usaha dan dunia industri, serta instrumen pendukung kegiatan supervisinya. Modul ini divalidasi oleh ahli materi, ahli bahasa, dan pengawas sebagai pengguna modul. Berdasarkan hasil validasi, modul ini dinyatakan “Baik” dan layak digunakan dengan sejumlah catatan revisi.
## Daftar Pustaka
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat
Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi, Jakarta, Kementerian Pendidikan Nasional, 2008. Direktorat Jendral Pengembangan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidikan. Penulisan Modul. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
Hamalik, O. (1990). Pendidikan Tenaga Kerja
Nasional: Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen . Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Masyhud, M. S. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. LPMK. Masyhud, S. (2015). Manajemen Profesi Kependidikan , Yogyakarta: Kurnia
Alam Semesta.
Muliati, A.M, Evaluasi Program Pendidikan Sistem Ganda: Suatu Penelitian Evaluatif berdasarkan Stake’s Countenance Model Mengenai Program Pendidikan Sistem Ganda pada sebuah SMK di Sulawesi Selatan (2005/2007) . [Online]. Tersedia: http://www.damandiri.or.id/file/ muliatyunjbab.pdf. ), 2007
Oliva, P. F. (1984) Supervision For Today’s School . New York: Longman. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengawas madrasah dan pengawas pendidikan agama Islam pada sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pidarta, M. (1992). Pemikiran Tentang
Supervisi Pendidikan . Jakarta: Bumi Aksara.
Rodliyah, St. (2014). Supervisi Pendidikan dan Pembelajaran . Jember: STAIN Jember Press. Sergiovanni, T. J. (1987). The Principalship, A Reflective Practice Perspective . Boston:
Allyn and Bacon. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian & Pengembangan. Bandung: Alfabeta. Soeharto. (1988). Desain Instruksional sebuah Pendekatan Praktis untuk Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidkan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) 1988.
Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar . Bandung: PT
Remaja Rosdakaraya. Syam, N. dkk., (2003). Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan . Surabaya: Usaha Nasional
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen.
Wena, M. (2012). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan
Konseptual operasional . Malang: Bumi
Aksara.
Winkel, W. S. (2009). Psikologi Pembelajaran. Yogyakarta: Media Abadi.
|
ac5cef43-4c0b-4ecd-939c-030f22d559cc | https://envirotek.upnjatim.ac.id/index.php/envirotek/article/download/45/98 |
## ANALISA PERBANDINGAN GELAGAR MEMANJANG PADA JEMBATAN PADI – WIYU DI KABUPATEN MOJOKERTO
## Sumaidi
Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim e-mail : [email protected]
## ABSTRAK
Jembatan Padi - Wiyu di Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto ini adalah untuk penyediaan sarana trasportasi. Analisa pembebanan yang dipakai berdasarkan pada peraturan Standar Pembebanan untuk Jembatan RSNI T-02- 2005. Dari hasil analisa perhitungan perencanaan jembatan Padi – Wiyu dengan struktur baja, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Data struktur gelagar jembatan memanjang adalah gelagar baja dengan panjang total jembatan 40,00 m, lebar total jembatan 4,90 m, lebar kerb 2 x 0,3 m, lebar lantai kendaraan 4,00 m, jarak gelagar memanjang 0,75 m, tebal plat lantai 20 cm. Adapun pemilihan rangka baja pada jembatan ini yakni pada gelagar memanjang menggunakan profil WF.300.150.6,5.9 sedangkan untuk gelagar melintang menggunakan WF.500.200.10.16, untuk rangka utama dan rangka atas menggunakan profil WF.300.300.12.12, untuk ikatan angin menggunakan profil WF.200.100.4,5.7. Sebagai pembanding gelagar memanjang di lapangan dengan gelagar memanjang yang direncanakan menggunakan profil WF.300.150.5,5.8.
Kata Kunci : jembatan, gelagar
## ABSTRACT
The Padi - Wiyu Bridge in Gondang District, Mojokerto Regency is for the provision of transportation facilities. The loading analysis used is based on the Standard loading rules for the RSNI T-02-2005 Bridge. From the analysis of the calculation of the Padi - Wiyu bridge planning with the steel structure, it can be concluded as follows: The data structure of the elongated bridge is a steel bridge with a total bridge length of 40.00 m, a total bridge width of 4.90 m, width of the curb 2 x 0, 3 m, the vehicle floor width is 4.00 m, the distance of the girder extends 0.75 m, the thickness of the floor plate is 20 cm. While in the steel frame of this bridge that is in the elongated girder using the profile WF.300.150.6.5.9 while for transverse girder using WF.500.200.10.16, for the main frame and frame using the WF.300.300.12.12 profile, for wind ties using the WF profile .200.100.4.5.7. As a comparison, the longitudinal girder in the field with the longitudinal girder is approved using the profile WF.300.150.5,5.8.
Keyword : bridge, girder
## PENDAHULUAN
Keberadaan infrastruktur bagi perekonomian merupakan hal yang sangat penting. Secara logis dapat dipahami bahwa jalan dan jembatan yang baik akan membuat aliran barang dari sentra produksi ke lokasi konsumen berjalan lancar. Ketersediaan telekomunikasi membuat arus informasi berlangsung cepat, baik untuk kepentingan bisnis maupun sosial. Demikian juga listrik, pelabuhan, energi serta sarana transportasi adalah penggerak roda perekonomian yang tak terbantahkan (Kurniawan, tanpa tahun).
Pembangunan akan berpengaruh pada perubahan sosial. Dalam proses perubahan sosial masyarakat terdapat faktor pendorong dan penghambat. Berikut adalah beberapa faktor pendorong dalam perubahan sosial menurut Soekanto meliputi:
1. Kontak dengan budaya lain.
2. Sistem pendidikan yang maju
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan kenginan untuk maju.
4. Toleransi terhadap perubahan-perubahan yang menyimpang.
5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan.
6. Penduduk yang heterogen.
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
8. Orientasi ke masa depan.
9. Nilai bahwa manusia selalu beikhtiar untuk memperbaiki hidup (Soekanto, 1987:20 dalam Kurniawan).
Sedangkan faktor penghambat perubahan sosial, menurut Soekanto meliputi:
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat luar.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
3. Sikap masyarakat yang tradisional.
4. Adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat.
5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing.
7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
8. Adat atau kebiasaan
9. Nilai bahwa pada hakikatnya hidup ini tidak mungkin akan diperbaiki (Soekanto, 1987: 20 dalam Kurniawan).
Menurut (Asiyanto, 2008) jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang – batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang – batang baja struktur tersebut, sebagai gaya – gaya tekan dan tarik, melalui titik – titik pertemuan batang (titik buhul). Garis netral tiap – tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya momen sekunder.
Keberadaan infrastruktur bagi perekonomian merupakan hal yang sangat penting. Secara logis dapat dipahami bahwa jalan dan jembatan yang baik akan membuat aliran barang dari sentra produksi ke lokasi konsumen berjalan lancar. Ketersediaan telekomunikasi membuat arus informasi berlangsung cepat, baik untuk kepentingan bisnis maupun sosial. Demikian juga listrik, pelabuhan, energi serta sarana transportasi adalah penggerak roda perekonomian yang tak terbantahkan. Beberapa hasil kajian memperkuat hipotesis ini.
Pembangunan jembatan ini menghubungkan desa Padi Kecamatan Gondang ke desa Wiyu Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto, pembangunan jembatan ini merupakan jembatan baru, dimana sebelumnya merupakan jembatan lama yang sudah tidak layak untuk dilalui kendaraan lagi,dikarenakan diterjang banjir sehingga diharapkan nantinya akses transportasi menuju wilayah ini dapat ditempuh dan perekonomian wilayah ini menjadi berkembang. Untuk itu, penelitian ini dibuat untuk me-modifikasi struktur jembatan Padi – Wiyu dengan gelagar memanjang yang lebih ekonomis dengan profil yang direncanakan.
## RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada kajian ini adalah : Bagaimana merencanakan jembatan Padi - Wiyu yang ekonomis dan efisien dengan membandingkan gelagar memanjang ?
## TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penulisan ini adalah : Dapat merencanakan jembatan Padi -Wiyu yang ekonomis dan efisien
## BATASAN MASALAH
1. Perencanaan jembatan ini hanya meninjau gelagar memanjang
2. Tidak merencanakan perkerasan jalan di jembatan
3. Tidak merencanakan substruktur jembatan.
4. Perumusan yang digunakan sesuai dengan literatur yang ada.
5. Hanya meninjau 1 cara metode pelaksanaan.
## MANFAAT PENELITIAN
Untuk mengetahui ekonomis dan efisien gelagar memanjang yang dapat digunakan pada jembatan Padi – Wiyu
## TINJAUAN PUSTAKA Umum
Jembatan merupakan salah satu sistem transportasi untuk tiga hal yaitu menjadi pengatur kapasitas, memiliki biaya pembangunan tertinggi per mil, dan jika jembatan mengalami kerusakan akan melumpuhkan sistem transportasi (Supriyadi & Muntohar, 2007) Literatur Dengan menggunakan SNI 1725:2016
## PEMBAHASAN
A. Tahap Pengumpulan Data Data Jembatan :
Panjang jembatan : 40 m
Lebar jembatan : 4,9 m
Bentang gelagar memanjang : 5 m
Jarak antar gelagar memanjang : 0,75 m
Tebal pelat : 20 cm
Tebal aspal : 5 cm
Profil Gelagar Memanjang WF.300.150.6,5.9
## B. Preliminary Design
Gambar -1 : Jembatan Padi – Wiyu
## C. Perhitungan Profil WF.300.150.6,5.9
## Perhitungan Pembebanan
1. Beban Mati Berat profil =W× γ 𝑀𝑆 𝑈 =0,367×1,1=
0,404 kN/m
Berat pelat = 𝑡 𝑠 × γ beton × b × γ 𝑀𝑆 𝑈
=0,2×24×0,75×1,3 = 4,68 kN/m Berat aspal = 𝑡 × γ aspal × b × γ 𝑀𝑆 𝑈
=0,05×22×0,75×1,3 = 1,073 kN/m Total qd = 6,16 kN/m Momen Ultimate = 1 8 × q × L 2 = 1 8 × 6,16 × 5 2 = 19,25 kNm
1. Beban lajur “D”
1. Beban terbagi rata (BTR)
Intensitas q beban terbagi rata (BTR) adalah berdasarkan SNI 1725:2016, pasal 8.3.1.
q = 9 × (0,5 + 15 L ) = 9 × (0,5 + 15 40 ) = 7,88 kN/m 2 q UD = q × 𝑇𝐷 𝑈 × b = 7,88 × 2 × 0,75
= 11,82 kN/m
2. Beban garis terpusat (BGT) P = 49 kN/m (lihat SNI 1725:2016, pasal
8.3.1.)
P BGT = (1+FBD) × b × P × 𝑇𝐷 𝑈
= (1 + 0,3) × 0,75 × 49 × 2 = 95,55 kN
3. Momen maksimum
M UD = M BGT + M BTR = 1 4 × P × L + 1 8 × q × L 2 = 1 4 × 95,55 × 5 + 1 8 × 11,82 × 5 2 =
156,38 kNm
2. Beban truk
T u = T × (1 + FBD) × γ 𝑇𝑇 𝑈 = 112,5 × (1 + 0,3) × 2 = 292,5 kN
M UT = 1 4 × P × L = 1 4 × 292,5 × 5 =
## 365,625 kNm
4. Momen Ultimate
Digunakan momen akibat beban hidup terbesar yang diakibatkan oleh beban truk yaitu sebesar 365,625 Nm M U = M D + M L = 19,25 + 365,625 = 384,875 kNm
## A. Kontrol Lendutan
Lendutan yang dihitung adalah akibat dari beban hidup tanpa faktor beban. Akibat beban lajur “D” q UD = q × b = 7,88 × 0,75 = 5,91 kN/m P BGT = (1+FBD) × b × P = (1 + 0,3) × 0,75
× 49 = 47,78 kN
δ = ( 5 384 × q E × λ 4 Ix ) + ( 1 48 × P E × λ 3 Ix ) = ( 5 384 × 5,91 2,1.10 7 × 500 4 7210 ) + ( 1 48 × 4778 2,1.10 7 × 500 3
## Akibat beban truk “T”
T U = T × (1 + FBD) = 112,5 × (1 + 0,3) = 146,25 kN
δ = ( 1 48 × P E × λ 3 Ix ) = ( 1 48 × 14625 2,1.10 7 × 500 3
7210 ) = 0,25 cm Kontrol terhadap syarat Digunakan lendutan maksimum yang disebabkan oleh beban lajur “T” sebesar 0,25 cm δ izin = λ/800 = 500/800 = 0,625 cm δ izin ≥ δ 0,625 cm ≥ 0,25 cm
Maka profil cukup kuat menahan lendutan yang terjadi.
B. Kontrol Local Buckling 1. Kontrol kelangsingan Syarat kelangsingan
Badan = ℎ 𝑡𝑤 ≤ 1680 √𝑓𝑦 = 256 6,5 ≤ 1680 √240
= 39,38 ≤ 108,44 Sayap = 𝑏 2𝑡𝑓 ≤ 170 √𝑓𝑦 = 150 2(9) ≤ 170 √2400 = 8,33 ≤ 10,97 Penampang kompak, maka Mn = Mp 2. Perhitungan momen nominal
Mn = Mp = Zx × fy
= 522×10 -6 × 240×10 3
= 125,28 kNm
Mr = Sx × (fy - fr) = 481×10 -6 × (240 –
70)×10 3 = 81,77 kNm 3. Kontrol terhadap syarat ØMn ≤ Mu 0,9×125,28 ≤ 384,875 112,752 kNm ≤ 384,875 kNm Maka profil aman menahan tekuk local
C. Kontrol Lateral Buckling Modulus geser (G)
= 77200 MPa
Konstanta torsi (J)
J= 2×b×t f 3 +h f ×t w 3 3 = 2×150×9 3 +300×6,5 3
3 = 100362,5 mm 4 Konstanta warping (Cw)
C = I y h 0 2 4 = 508 256 2 4 = 8323072 mm 6
1. Perhitungan batas panjang bentang antar dua pengaku
L b = 5 m
L p = 1,76 × iy × √ E fy = 1,76 × 3,29 ×
√ 2,1×10 7 24000 = 171,28 cm
F L = fy – fr
= 240 – 70 = 170 MPa x 1 = 𝜋 Sx × √ E×G×J×A 2 = 3,14 481×10 3 × √ (2,1×10 5 )(77200)(100362,5)(4678)
2 = 12741,59 N/mm 2 x 2 = 4 × ( Sx G×J ) 2 × Cw Iy = 4 ×
( 481×10 3 77200×100362,5 ) 2 × 8323072 508×10 4 = 2,53 × 10 -8 mm 4 /N 2 L r = iy × ( x 1 F L ) × √1 + √1 + x 2 × F L 2
= 32,9 × ( 12741,59 170 ) ×
√1 + √1 + (2,53 × 10 −8 ) × 170 2
= 3487,59 mm Karena L b ≥ L r , maka dianggap gelagar dengan bentang panjang
2. Perhitungan kuat lentur nominal terfaktor
Gambar -2 : Reaksi Gaya pada Gelagar Memanjang
V A = V B = 1 2 × P U + 1 2 q U × L = 1 2 × 95,55 + 1 2 × 11,82 × 5 = 77,325 kN
Ma = Mc = V A × 1 4 × L − 1 16 × q U × L 2
77,325 × 1 4 × 5 − 1 16 × 11,82 × 5 2 = 78,19 kNm Mb= M max = V A × 1 2 × L − 1 8 × q U × L 2 77,325 × 1 2 × 5 − 1 16 × 11,82 × 5 2 =
156,38 kNm
Cb = 12,5×M max 2,5M max +3Ma+4Mb+4Mc ≤ 2,3
=
12,5(156,38) 2,5(156,38)+3(78,19)+4(156,38)+4(78,19) ≤ 2,3
= 1,25 ≤ 2,3
M U = 384,875 kNm M r = 81,77 kNm
Mn = Cb π L b √E I y G J + ( π E L b ) 2 I y C w ≤
M p
= 12843652,93 Nmm ≈ 2843,65 kNm ≤ M p
3. Kontrol terhadap syarat
Mu ≤ ØMn 384,875 ≤ 0,9×2843,65 384,875 kNm ≤ 2559,285 kNm Maka profil mampu menahan tekuk lateral
D. Kontrol Gaya Geser 1. Kontrol penampang h t w ≤ 1100 √fy = 256 6,5 ≤ 1100 √410
= 39,39 ≤ 71
2. Kuat geser nominal Vn = 0,6 × Aw × fy = 0,6×(256×6,5)×2400= 2396160 N ≈ 2396,16 kN
3. Gaya geser akibat beban mati dan beban lajur “D”
Gambar -3 : Gaya Geser Akibat Beban Mati dan Beban Lajur “D”
V A = P BGT + 1 2 q L
= 95,55 + 1 2 × (6,16 + 11,82) × 5 = 140,5 kN
4. Gaya geser akibat beban mati dan beban truk “T”
Gambar -4 : Gaya Geser Akibat Beban Mati dan Beban Truk “T”
V A = P TU + 1 2 q L = 292,5 + 1 2 × 6,16 × 5 = 307,90 kN
5. Kontrol terhadap syarat Gaya geser yang menentukan adalah yang diakibatkan oleh beban mati dan beban truk “T”, V U = 307,90 kN
V U ≤ ØVn 307,90 kN ≤ 2396,16 kN Maka profil mampu menahan gaya geser. D. Perhitungan Profil WF.300.150.5,5.8 Perhitungan Pembebanan
1. Beban Mati
a. Berat profil =W× γ 𝑀𝑆 𝑈 = 0,12×1,1 = 0,13 kN/m b. Berat pelat = 𝑡 𝑠 × γ beton × b × γ 𝑀𝑆 𝑈 = 0,2×24×0,75×1,3 = 4,68 kN/m c. Berat aspal = 𝑡 × γ aspal × b × γ 𝑀𝑆 𝑈 = 0,05×22×0,75×1,3 = 1,07 kN/m qd total = 5,88 kN/m Momen Ultimate = 1 8 × q × L 2 = 1 8 × 5,88× 5 2 = 18,38 kNm
2. Beban lajur “D”
1. Beban terbagi rata (BTR)
Intensitas q beban terbagi rata (BTR) adalah berdasarkan SNI 1725:2016, pasal 8.3.1.
q = 9 × (0,5 + 15 L ) = 9 × (0,5 + 15 40 ) = 7,88 kN/m 2 q UD = q × 𝑇𝐷 𝑈 × b = 7,88 × 2 × 0,75 = 11,82 kN/m
2. Beban garis terpusat (BGT) P = 49 kN/m (lihat SNI 1725:2016, pasal 8.3.1.)
P BGT = (1+FBD) × b × P × 𝑇𝐷 𝑈 = (1 + 0,3) × 0,75 × 49 × 2 = 95,55 kN
3. Momen maksimum
M UD = M BGT + M BTR = 1 4 × P × L + 1 8 × q × L 2 = 1 4 × 95,55 × 5 + 1 8 × 11,82 × 5 2 = 156,38 kNm
3. Beban truk
T u = T × (1 + FBD) × γ 𝑇𝑇 𝑈 = 112,5 × (1 + 0,3) × 2 = 292,5 kN
1,25 π 5000 √(2,1 × 10 5 )(508 × 10 5 )(77200)(100362,5) + π (2,1 × 10 5 ) 5000 2
(508 × 10 5 )(8323072)
≤ M p
M UT = 1 4 × P × L = 1 4 × 292,5 × 5 = 365,63 kNm
Momen Ultimate
Digunakan momen akibat beban hidup terbesar yang diakibatkan oleh beban lajur “T” yaitu sebesar 365,63 kNm M U
= M D + M L = 18,38 + 365,63 = 384,01 kNm
## A. Kontrol Lendutan
Lendutan yang dihitung adalah akibat dari beban hidup tanpa faktor beban. 1. Akibat beban lajur “D” q UD = q × b = 7,88 × 0,75 = 5,91 kN/m
P BGT = (1+FBD) × b × P = (1 + 0,3) × 0,75
× 49 = 47,78 kN
δ = ( 5 384 × q E × λ 4 Ix ) + ( 1 48 × P E × λ 3 Ix ) = ( 5 384 × 5,91 2,1.10 7 × 500 4 6320 ) + ( 1 48 × 4778 2,1.10 7 × 500 3 6320 )
= 0,13 cm 2. Akibat beban truk “T” T U = T × (1 + FBD) = 112,5 × (1 + 0,3) = 146,25 kN
δ = ( 1 48 × P E × λ 3 Ix ) = ( 1 48 × 14625 2,1.10 7 × 500 3 6320 ) = 0,29 cm
## 3. Kontrol terhadap syarat
Digunakan lendutan maksimum yang disebabkan oleh beban lajur “T” sebesar 0,29
cm δ izin = λ/800
= 500/800 = 0,63 cm δ izin
≥ δ 0,63 cm ≥ 0,29 cm Maka profil cukup kuat menahan lendutan yang terjadi
B. Kontrol Local Buckling 1. Kontrol kelangsingan Syarat kelangsingan
Badan = ℎ 𝑡𝑤 ≤ 1680 √𝑓𝑦 = 256 5,5 ≤ 1680 √240
= 46,54 ≤ 108
Sayap = 𝑏 2𝑡𝑓 ≤ 170 √𝑓𝑦 = 149 2(8) ≤ 170 √240
= 9,31 ≤ 10,97
Penampang kompak, maka Mn = Mp 2. Perhitungan momen nominal
Mn = Mp = Zx × fy = 455×10 -6 × 240×10 3 = 109,2 kNm Mr = Sx × (fy - fr) = 424×10 -6 × (240 – 70)×10 3 = 72,08 kNm 3. Kontrol terhadap syarat ØMn ≤ Mu 0,9×109,2 ≤ 384,01 98,28 kNm ≤ 384,01 kNm Maka profil aman menahan tekuk local C. Kontrol Lateral Buckling Modulus geser (G) = 77200 MPa Konstanta torsi (J)
J= 2×b×t f 3 +h f ×t w 3 3 = 2×149×8 3 +298×5,5 3 3 = 67385,25 mm 4
Konstanta warping (Cw)
Cw = I y h 0 2 4 = 442 256 2 4 = 7241728 mm 6
1. Perhitungan batas panjang bentang antar dua pengaku
L b = 5 m L p = 1,76 × iy × √ E fy = 1,76 × 3,29 × √ 2,1×10 7 24000 = 171,28cm
F L = fy – fr = 240 – 70 = 170 MPa x 1 = 𝜋 Sx × √ E×G×J×A 2 = 𝜋 424×10 3 × √ (2,1×10 5 )(77200)(67385,25)(4080)
2
= 11061,14 N/mm 2 x 2 = 4 × ( Sx G×J ) 2 × Cw Iy = 4 × ( 424×10 3 77200×67385,25 ) 2 × 7241728 442×10 4
= 4,35 × 10 -8 mm 4 /N 2 L r = iy × ( x 1 F L ) × √1 + √1 + x 2 × F L 2
= 32,9 × ( 11061,14 170 ) × √1 + √1 + (4,35 × 10 −8 ) × 170 2
= 3027,82 mm Karena L b ≥ L r , maka dianggap gelagar dengan bentang panjang
## 2. Perhitungan kuat lentur nominal terfaktor
V A = V B = 1 2 × P U + 1 2 q U × L = 1 2 × 95,55 + 1 2 × 11,82 × 5 = 77,33 kN
Ma = Mc = V A × 1 4 × L − 1 16 × q U × L 2 = 77,33 × 1 4 × 5 − 1 16 × 11,82 × 5 2 = 78,19 kNm
Mb = M max = V A × 1 2 × L − 1 8 × q U × L 2 = 77,33 × 1 2 × 5 − 1 8 × 11,82 × 5 2 =
156,39 kNm
Cb = 12,5×M max 2,5M max +3Ma+4Mb+4Mc ≤ 2,3
=
12,5(156,39) 2,5(156,39)+3(78,19)+4(156,39)+4(78,19) 2,3
= 1,25 ≤ 2,3
M U = 384,01 kNm M r = 72,08 kNm
Mn= Cb π L b √E I y G J + ( π E L b ) 2 I y C w ≤ M p
= 1854220,11 Nmm ≈ 1854,22 kNm ≤ Mp
3. Kontrol terhadap syarat Mu ≤ ØMn 384,01 ≤ 0,9×1854,22 384,01 kNm ≤ 1668,79 kNm
Maka profil mampu menahan tekuk lateral
D. Kontrol Gaya Geser 1. Kontrol penampang
= = 𝐡 𝐭 𝐰 ≤ 𝟏𝟏𝟎𝟎 √𝐟𝐲 = 256 5,5 ≤ 1100 √240 = 46,54 ≤ 71,45 2. Kuat geser nominal Vn = 0,6 × Aw × fy
=
0,6×(256×5,5)×2400 = 2027520 N ≈ 2027,5
kN
3. Gaya geser akibat beban mati dan beban lajur “D”
V A = P BGT + 1 2 q L = 95,55 + 1 2 × (5,88 + 11,82) × 5 = 139,25 kN
4. Gaya geser akibat beban mati dan beban truk “T”
Gambar -6 : Gaya Geser Akibat Beban Mati dan Beban Truk “T”
V A = P TU + 1 2 q L = 292,5 + 1 2 × 5,88 × 5 = 307,2 kN
## Kontrol terhadap syarat
Gaya geser yang menentukan adalah yang diakibatkan oleh beban mati dan beban lajur “T”, V U = 307,2 kN
V U ≤ ØVn 307,2 kN ≤ 2027,5 kN
Maka profil mampu menahan gaya geser
## KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Profil WF.300.150.5,5.8 nilai gesernya lebih efisien sebesar 2027,5 KN dibanding Profil WF.300.150.6,5.9 nilai gesernya sebesar 2396,16 KN.
Saran Dalam penulisan jurnal jembatan dibutuhkan acuan SNI terbaru untuk kemuktahiran dalam hasil perhitungan yang mendekati sesuai dengan keadaan aslinya.
## DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2016. Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725-2016.Jakarta. Kurniawan. (Tanpa tahun). Peran Transportasi Jalan dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat .
1,25 π 5000 √(2,1 × 10 5 )(442 × 10 5 )(77200)(67385,25) + π (2,1 × 10 5 ) 5000 2 (4420 × 10 5 )(7241728) ≤ M p
Asiyanto. 2008. Metode Konstruksi Proyek Jalan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Soekanto, Soerjono dan Mustafa Abdullah,
Sosiologi Hukum dalam Masyarakat , Jakarta : CV. Rajawali, 1987. Supriyadi & Munthohar, Jembatan, Yogyakarta : Beta Offset, 2007. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Bridge Management System (BMS) Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan . Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2016. Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725-2016, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2018. Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa SNI 2833:2018. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Setiawan, Agus. 2013. Perencanaan
Struktur Baja dengan Metode LRFD .
Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
|
82e85947-2a6f-4046-92bd-2648d9122c41 | https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Ijtimaia/article/download/3104/2313 |
## AGAMA DAN TRADISI LOKAL ( STUDI ATAS PEMAKNAAN TRADISI REBO WEKASAN DI DESA JEPANG, MEJOBO, KUDUS)
## Mohammad Dzofir
STAIN Kudus, Jawa Tengah Indonesia [email protected]
Abstract : The traditional ceremony is one of the important factors in Javanese civilization which has strong roots and can not be separated from the life of Javanese society. For most Javanese it’s notonly a cultural tradition, but also part of the religious community. Through a traditional ceremony packaged in religious rituals, they are entitled to get safety and happiness of life. This research is intended to reveal the meaning of Rebo Wekasan tradition in Wali’s Mosque al-Makmur for Muslim community in Jepang village, Mejobo, Kudus. This research uses qualitative method with phenomenological approach with comprehensive understanding in depth and deep meaning of Rebo Wekasan tradition for Moslem society. Tradition of Rebo Wekasan is an integral part in the religious life of society for the Jepang Village community.
## Keywords : Tradition, religiosity, Rebo Wekasan
Abstrak : Upacara tradisional merupakan salah satu faktor penting dalam peradaban Jawa yang memiliki akar kuat dan tidak lepas dari kehidupan masyarakat Jawa. Bagi kebanyakan orang Jawa, ini bukan tradisi budaya, tapi juga bagian dari komunitas religius. Melalui upacara tradisional yang dikemas dalam ritual keagamaan, mereka berhak mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap makna tradisi Rebo Wekasan di Masjid Wali al-Makmur untuk komunitas Muslim di desa Jepang, Mejobo, Kudus. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan pemahaman menyeluruh secara mendalam dan mendalam makna tradisi Rebo
Wekasan untuk masyarakat muslim. Tradisi Rebo Wekasan merupakan bagian integral dalam kehidupan beragama masyarakat Jepang.
Kata kunci: Tradisi, Religiusitas, Rebo Wekasan
## A. PENDAHULUAN
Upacara tradisional atau ritual merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya dan kelestarian hidupnya yang dimungkinkan oleh fungsi dari upacara tradisi bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Bagi masyarakat, upacara tradisional merupakan tingkah laku resmi yang dilakukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari saja tetapi mempunyai kaitan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan di luar kemampuan manusia atau yang biasa disebut dengan alam gaib.
Pada masyarakat Jawa, upacara tradisional atau ritual merupakan bagian dari siklus kehidupan manusia. Upacara tradisional merupakan salah satu faktor penting dalam peradaban Jawa yang mempunyai akar kuat dalam adat-istiadat dan budaya yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan orang Jawa (Negoro, 2001:2),
Jelas kiranya pelaksanaan upacara tradisional adalah suatu hal positif untuk melestarikan budaya yang berharga dan bermanfaat untuk mempertahankan identitas suku bangsa atau bangsa itu sendiri. Banyak yang meyakini bahwa upacara-upacara ritual membuktikan kebenaran hakiki dari tata cara dan tradisi manusia. Itulah sebabnya mengapa keberadaan upacara-upacara ritual tetap diertahankan hingga saat ini.
Upacara tradisional dan ritual sangat penting untuk orang Jawa yang masih melestarikan tradisi dan ritual leluhurnya.Upacara yang merupakan tradisi leluhur yang telah berumur ratusan tahun sampai kini masih terjaga nyaris utuh. Biasanya ritual tradisi diadakan untuk menjaga atau mendapatkan keselamatan dan kehidupan yang baik untuk pribadi seseorang atau sekelompok orang (Negoro, 2001:1)
Salah satu tradisi budaya yang masih terpelihara dan dilestarikan hingga kini adalahtradisi Rebo Wekasan di Masjid Wali Al Makmur di Desa Jepang, Kecamatan Mejobo kabupaten Kudus.ReboWekasan bagi masyarakat desa Jepang merupakan tradisi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam kehidupan keberagamaan mereka. Bahkan dalam perkembangannya, tradisi ini tidak hanya diterima oleh masyarakat desa jepang, tetapi juga diikuti berbagai masyarakat yang datang dari berbagai daerah di luar kabupaten Kudus.
Rebo Wekasan , yang berarti hari Rabu terakhir, merupakan prosesi ritual yang dilaksanakan tiap tahun pada malam Rabu terakhir di Bulan Sapar dalam penanggalan hijriyah. Tradisi Rebo Wekasan merupakan ritual upacara doa memanjatkan keselamatan kepada Allah dan pembagian banyu salamundi Masjid Wali Al- Makmur Desa Jepang.
Penelitian ini akan mengkaji makna tradisi Rebo Wekasan bagi masyarakat Desa Jepang kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus.Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan tradisi Rebo Wekasan di Desa Jepang, Mejobo, Kudus?
2. Bagaimana makna tradisi Rebo Wekasan bagi masyarakat Desa jepang, Mejobo, Kudus?
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengungkap secara utuh dan mendalam tentang gambaran tradisi Rebo Wekasan di Desa Jepang, Mejobo, Kudus.Sementara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi.Dalam pendekatan fenomenologi, manusia dan kenyataan sosial terbentuk ketika perilaku manusia disatukan dengan makna yang membentuk perilaku.Dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkap makna tradisi yang Rebo Wekasan bagi masyarakat Desa Jepang, Mejobo, Kudus.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan obserservasi,wawancara mendalam dan dokumentasi.Adapun dalam validitas data, penelitian ini menggunakan metode triangulasi untuk pemeriksaan keabsahan data.Penelitian ini menggunakan analisis data sebagaimana yang disarankan oleh Miles and
Huberman.Analisis dilakukan melalui tiga komponen yang saling berkaitan, yakni reduksi data, penyajian data, penyajian data, menarik kesimpulan.
## B. PEMBAHASAN
1. Kerangka Teoritik a. Upacara Tradisi
Manusia adalah mahluk berbudaya sekaligus
bersimbol.kebudayaan terdiri dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagad raya yang berada di balik perlaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah milik bersama para anggota masyarakat, dan apabila orang berbuat sesuai dengan itu, maka perilaku mereka dianggap dapat diterima masyarakat (Haviland 1999:331-339), Berikut karakteristik kebudayaan, antara lain:
1) Kebudayaan adalah milik bersama
2) Kebudayaan adalah hasil belajar
3) Kebudayaan didasarkan pada lambang
Kebudayaaan dalam masyarakat mempunyai beberapa unsur. Dalam Koentjaraningrat (2002:2) disebutkan tujuh unsur kebudayaan universal antara lain:
1) Sistem religi dan upacara keagamaan
2) Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3) Sistem pengetahuan
4) Bahasa
5) Kesenian
6) Sistem mata pencaharian hidup
7) Sistem teknologi dan peralatan
Soren Kierkegaard mengatakan bahwa hidup manusia mengalami tiga tingkatan yaitu estetis, etis dan religius.Dengan kehidupan estetis, manusia mampu menangkap dunia sekitarnya yang mengagumkan. Kemudian ia menuangkannya kembali rasa keindahan itu dalam karya-karya seni seperti lukisan, tarian, cerita, pahatan, dan lain-lain.(Herusatoto, 2003:13-14).
Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan-keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada sesama.Dan akhirnya manusia semakin sadar bahwa hidup mempunyai tujuan.Segala tindakan kemudian dipertanggungjawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa.Maka manusia telah mancapai pada tingkatan yang ketiga, religius.Pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang demikian itu berarti manusia telah menempatkan hidupnya dalam lingkungan kehidupan yang nyata, baik jasmani maupun rohani.
Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat dengan kebudayaan yang tinggi.Kehidupan orang Jawa dipenuhi dengan simbol-simbol yang penuh dengan makna.Tradisi dan tindakan orang Jawa selalu berpegang kepada dua hal.Pertama filsafat hidup yang religius dan mistis.Kedua, pada etika hidup yang menjunjung tinggi moral dan derajat hidup. Pandangan hidup yang selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah, mistis dan magis, dengan menghormati nenek moyang, leluhur serta kekuatan yang tidak tampak oleh indra manusia. oleh karena itu, orang Jawa memakai simbol-simbol kesatuan, kekuatan dan keluhuran (Herusatoto 2003:19-20).
Tindakan-tindakan simbolis yang religius dari orang Jawa dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, antara lain:
1) Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman mitos, atau disebut zaman kebudayaan asli Jawa
2) Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena pengaruh zaman kebudayaan Hindu-Jawa
3) Tindakan simbolis religius yang terbentuk karena mitos zaman kebudayaan Hindu-Jawa dan Jawa-Islam
Ketiga macam tindakan simbolis tersebut pada kenyataan hidup sulit dipisahkan satu dengan lainnya, karena masing-masing dilaksanakan secara beruntun, mendarah daging, dan telah menjadi adat istiadat dan budaya Jawa. Robertson Smith dalam Koentjaraningrat (1987:67-68) mengemukakan tiga gagasan penting mengenai asas-asas religi dan agama yakni:
1) Sistem upacara merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama pada umumnya
2) Upacara religi atau agama yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang
bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat.
3) Fungsi upacara sesaji, pada pokoknya upacara seperti itu, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang.
Dalam Negoro (2001:1), upacara tradisional dan ritual sangat penting untuk orang Jawa yang masih melestarikan tradisi dan ritual leluhurnya. Upacara yang merupakan warisan leluhur yang telah berumur ratusan tahun sampai kini masih terjaga nyaris utuh. Kemungkinan ada perubahan kecil dalam cara pelaksanaan upacara, untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan demi alasan praktis, tetapi makna dan tujuan tetap sama. Ritual tradisional diadakan untuk menjaga atau mendapatkan keselamatan dan kehidupan yang baik untuk pribadi seseorang atau sekelompok orang seperti keluarga, penduduk desa, penduduk negeri dan sebagainya, dan keselamatan dan berkah untuk suatu tempat, misalnya rumah, rumah peribadatan, desa, negeri dan sebagainya (Negoro 2001:1).
Sistem upacara keagamaan secara khusus mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus dari para ahli antropologi (Koentjaraningrat,1990:377-378), antara lain tempat upacara keagamaan dilakukan, saat-saat upacara keagamaan dijalankan, benda-benda atau alat upacara, dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.
Upacara-upacara tradisional dalam masyarakat Jawa banyak dipengaruhi oleh unsur Hindu-Jawa dan Jawa-Islam.Upacara tradisional ritual Jawa, kaya dengan arti simbolis, pada saat ini banyak orang meskipun orang Jawa, terutama generasi mudanya, tidak atau kurang memahami perlambang yang tersirat dalam rangkaian upacara itu.Bagaimanapun juga, upacara-upacara ini masih berlangsung begitu hidup sampai saat ini, dilaksanakan dengan penuh antusias oleh seluruh lapisan
masyarakat.Kenyataannya, ritual tradisional merupakan salah satu faktor terpenting dalam peradaban Jawa, yang mempunyai akar yang kuat, dalam adat istiadat dan budayanya dan hal ini tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan orang Jawa tradisional.
Pelaksanaan upacara ritual adalah hal positif untuk melestarikan budaya yang berharga dan bermanfaat untuk mempertahankan identitas suku bangsa atau bangsa. Dalam
Koentjaraningrat (2002:5), banyak yang meyakini bahwa upacara- upacara ritual membuktikan kebenaran hakiki dari tatacara dan tradisi yang dimiliki masyarakat. Karena itu upacara-upacara ritual itu tetap diselenggarakan sampai sekarang ini.
## b. Rebo Wekasan dalam Pandangan Masyarakat Jawa
Istilah Rebo Wekasan, dalam tradisi masyarakat, memiliki ragam variasi dalam penyebutannya dan maknanya. Sebagian masyarakat menyebutnya dengan istilah Rebo Wekasan, Rebo berarti hari Rabu dan wekasan yang berarti pesanan. Berdasarkan makna tersebut, maka istilah Rebo Wekasan berarti hari Rebo yang spesial tidak seperti hari-hari Rabu yang lain. Seperti barang pesanan yang dibikin secara khusus dan tidak dijual kepada semua orang. Kesimpulan ini bisa dipahami oleh karena Rebo Wekasan memang hanya terjadi sekali dalam setahun dimana para sesepuh berpesan (wekas/manti-manti ) agar berhati-hati pada hari itu (Zakaria Anshor, 2010 :2)
Sebagian yang lain menyebutnya dengan istilah Rebo Pungkasan, Rebo berarti hari Rabu dan kata Pungkasan yang berarti akhir. Istilah ini mudah dimengerti. sebab Rebo Wekasan berarti hari rabu yang terakhir dari bulan Sapar atau Shofar, bulan kedua dari penanggalan hijriyyah. Selain itu ada juga sebagian masyarakat yang menyebutnya dengan Istilah Rebo Kasan.Istilah Rebo Kasan sendiri dipahami dalam pengertian yang berbeda-beda. Sebagian memaknai Rebo Kasan sama dengan Rebo Wekasan, karena istilah kasan adalah penggalan dari kata wekasan. Sebagian yang lain mengartikan Rebo kasan sama dengan Rebo Pungkasan, karena kata kasan adalah penggalan dari pungkasan. (Zakaria Anshor, 2010:2)
Selain itu ada juga yang mengasumsikan kata kasan dari kata bahasa arab hasan yang berarti baik. Kata kasan adalah kata yang utuh bukan penggalan dari kata lain. Walaupun penalarannya agak sedikit rumit akan tetapi tampak paling mendekati benar, karena asumsi yang dipakai keutuhan kalimatnya bukan penggalan dari kalimat lain.Barangkali kata kasan yang berarti baik sengaja dibubuhkan untuk memberi sugesti pada umat atau masyarakat agar tidak terlalu cemas dengan gambaran yang ada pada hari Rebo Kasan tersebut.
Akar tradisi rebo wekasan sesungguhnya bermula dari adanya keyakinan bahwa pada hari Rabu terakhir di bulan Safar merupakan saat dimana Allah menurunkan segala musibah dan bencana.
Pemahaman diatas dilegitimasi beberapa sumber referensi Islam klasik, misalnya kitab “ Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al- Azmina wasy-Syuhaar “,karya Syech Abdul Hamid al-Quds, yang memberikan penjelasan secara lebih rinci. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa salah seorang Waliyullah yang telah mencapai maqom kasyaf (memiliki kemampuan melihat hal-hal yang ghoib) mengatakan bahwa dalam setiap tahun Allah menurunkan malapetaka dan bencana( Baliyyat ) sebanyak 320.000 (tiga ratus dua puluh ribu) macam dalam satu malam.Malam tersebut bertepatan pada hari Rabu terakhir dari bulan Shofar.
Berdasarkan hal itu Waliyullah tersebut memberikan nasihat kepada umat Islam untuk mendekatkan diri ( taqarrub ) pada Allah dan memohon perlindungan agar dijauhkan dari semua bencana yang diturunkan pada hari itu.Para waliyullah memberi tuntunan tatacara bertaqorrub dengan rangkaian doa yang dalam istilah jawa lebih dikenal sebagai doa tolak bala’. Rangkaian doa itu diberikan oleh para wali-wali Allah sebagai upaya memohon kepada Allah untuk diberikan keselamatan dan dijauhkan dari semua macam malapetaka yang diturunkan pada hari itu.
Bentuk ritual Rebo Wekasan yang banyak dilakukan meliputi empat macam, yakni :
Pertama, doa. Diantara doa yang banyak dibaca pada hari Rebu Wekasan adalah rangkaian doa seperti yang terdapat pada kitab Kanzun Najah karya Abdul Hamid Quds (Abdul Hamid Quds:26).
Kedua, Minum air azimat.Disebutkan dalam kitab Nihayatuz Zain karya imam Nawawi Aljawi Albantani yang merupakan syarah atau penjelasan dari kitab matan Fiqih Qurrotul Ain, barang siapa yang menulis ayat salamah tujuh yaitu tujuh ayat Alquran yang diawali denganlafal Salaamun : Salaamun Qoulammirrobirrohim, Salaamun ala nuhin filalamin, Salaamun ala ibrohiim, Salaamun ala musa wa harun, Salaamun ala ilyasin, Salaamun alaikum thibtum fadkhuluha kholidin, Salaamun hiya hatta mathlail fajr . Kemudian
tulisan tersebut dilebur/direndam dengan air, maka barang siapa yang mau meminum air tersebut akan diselamatkan dari baliyyah/bala yang diturunkan.
Ketiga, Selamatan.Pada sebagian masyarakat disamping ritual-ritual diatas dilakukan pula selamatan dengan membagikan nasi pada tetangga dan saudara.Disebagian daerah nasi itu dibawa ke suatu tempat seperti Masjid atau Musholla untuk dinikmati bersama- sama.Mereka yang tidak mampu membuat nasi cukup membawa jajan atau minuman.Semua itu dilakukan sebagai bentuk taqorrub dengan mengeluarkan sebagian haknya/shodaqoh didasari harapan diselamatkan dari segala bentuk bala’ dengan sodaqohnya.Sesuai dengan tuntunan yang artinya bahwa Sodaqoh itu dapat menangkal turunnya malapetaka dan bencana.
Keempat, Sholat Sunnah.Sholat yang dilakukan dalam Rebo Wekasan adalah sholat sunnah mutlak, yaitu sholat sunnah yang tidak dibatasi oleh waktu, sebab musabab maupun bilangan rokaat. Sholat sunnah mutlak ini dilakukan pada hari Rabu Kasan dalam rangka taqorrub guna mengharap keselamatan dari Alloh SWT.Disebutkan dalam kitab Kanzun Najah hal (AbdulHamdi Quds:25-26) : barang siapa yang melakukan sholat empat rokaat dimana setiap rokaatnya membaca surat Alfatihah 1X, Al Kautsar 17X, Al Ikhlas 5X, Al Falaq 1X, An Nas 1X, maka akan diselamatkan dari malapetaka dan bencana yang Allah turunkan pada hari itu.
## 3. TRADISI REBO WEKASAN DI DESA JEPANG, MEJOBO, KUDUS a. Asal Usul
Tidak diketahui pasti kapan tradisi Rebo Wekasan diselenggarakan oleh masyarakat desa Jepang, Mejobo, Kudus. Menurut penuturan Mastur, Ketua Takmir masjid Wali al-Makmur, tradisi tersebut telah berlangsung cukup lama, yakni pada saat Sayid Ali Idrus datang ke Desa Jepang untuk berdakwah menyampaikan ajaran Islam. Sejak awal penyelenggarannya,tradisi Rebo Wekasan dipusatkan di Masjid Wali al-Makmur.Masjid Wali al-Makmur adalah masjid yang dibangun oleh seorang waliyullah.Meskipun tidak dapat memastikan, Mbah Habsin, Juru kunci Masjid Wali, menjelaskan bahwa berdasar cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat, masjid ini didirikan oleh Ario Penangsang dari Jipang
Panolan, yang merupakan murid dari Sunan Kudus, Raden Ja'far Shodiq.
Masjid wali menjadi bernilai sangat istimewa dan keramat bagi masyarakat desa Jepang, dengan adanya sumur peninggalan Sunan Kudus yang terdapat disamping masjid.Air sumur tersebut, terutama yang diambil pada malam Rebo Wekasan, diyakini oleh masyarakat desa Jepang dapat membawa keberkahan dan keselamatan bagi siapapun yang memanfaatkannya.Karena itu air sumur tersebut dinamakan banyu salamun .
Menurut penuturan Mbah Habsin, kegiatan Rebo Wekasan awalnya dilaksanakan dengan sangat sederhana, yakni pembacaan ritual doa dan pembagian banyu salamun dari sumur yang terletak di samping Masjid Wali al-Makmur pada malam Rebo Wekasan. Banyu salamun yang diambil dari sumur Masjid Wali tersebut diyakini oleh masyarakat desa Jepang dapat memberikan keselamatan dan menolak segala bencana yang diturunkan pada saat itu.Banyu salamun tersebut menjadi lebih berkhasiat jika diambil pada malam Rabu Wekasan.Karena itu masyarakat Desa Jepang hingga sekarang senantiasa menjaga tradisi rebo wekasan untuk menghadapi berbagai bencana dan malapetaka yang diturunkan pada malam Rabu terakhir di bulan Safar.
b. Prosesi Rebo Wekasan
Tradisi Rebo Wekasan diselenggarakan pada hari Selasa Malam atau hari Rabu terakhir dari bulan Safar.Dalam penanggalan hijriyah pergantian hari dimulai saat tenggelamnya
matahari.Pelaksanaan tradisi Rebo Wekasan, sebagaimana yang sudah dilakukan secara turun temurun, dipusatkan di masjid Wali al- Makmur Desa Jepang.Jika awalnya tradisi Rebo wekasan diadakan secara singkat dan sederhana, dalam perkembangannya muncul berbagai rangkaian kegiatan yang mengiringinya.Syafii, salah seorang pengurus takmir Masjid Wali menguraikan beberapa rangkaian kegiatan tradisi Rebo Wekasan, diantaranya:
1) Tahtiman al-Quran bil-Ghoib
Kegiatan ini dimulai sejak hari Senin sore dengan diadakannya tahtiman al-Quran bil-ghoib .Acara ini merupakan kegiatan pembacaan al-Quran 30 juz dengan hafalan oleh seorang hafidz al-Quran dan diikuti oleh warga desa Jepang yang bertindak
sebagai mustami’in untuk nyemak al-Quran (mendengar dan menyimak bacaan al-Quran). Acara ini dimulai jam 16.30 WIB hingga selesai.
2) Kirab Banyu Salamun
Menjelang puncak ritual rebo wekasan, diselenggarakan prosesi prosesi kirab mengelilingi desa Jepang. Prosesi kirab banyu salamun mengarak gunungan hasil bumi dan berbentuk miniatur Menara Kudus yang terbuat dari makanan tradisional seperti bikang, sarang madu, dan rengginang. Makanan tersebut merupakan makanan yang menjadi cirri khas desa Jepang.Berbagai hasil bumi juga ditampilkan dalam kirab Rebo wekasan.Selain itu kirab juga menampilkan dua kendil dari tanah liat sebagai simbol untuk menampung air keselamatan.Menurut Mastur, kirab banyu salamun merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada masyarakat Desa Jepang.
Prosesi kirab diikuti oleh pengurus masjid dan musholla, para pelajar sejumlah madrasah dan sekolah mulai tingkat taman kanak-kanak , SMP hingga SMA, serta warga setempat. Masing- masing peserta, menampilkan sejumlah kesenian dan hasil kerajinan khas daerah, seperti rebana, hasil kerajinan dari bahan bambu, mainan tradisional yang memanfaatkan bahan sabut kelapa, hingga sejumlah warga yang berpenampilan sebagai Sunan Kudus dan Ario Penangsang.Acara ini sendiri juga mendapat perhatian dari masyarakat dari luar desa yang sengaja datang menyaksikan.
Kirab banyu salamun dimulai pada jam 14.00 dengan melewati beberapa jalan desa dan mengambil rute mengelilingi wilayah desa Jepang. Kirab berakhir di halaman masjid Wali dan dilanjutkan dengan ritual doa yang dipimpin oleh ulama setempat. Selesai dibacakan doa, ratusan warga yang memadati kompleks Masjid Wali Al Makmur, berebut mendapatkan gunungan yang terbuat dari makanan tradisional.
3) Pembagian Banyu Salamun
Puncak Tradisi Rebo Wekasan dilaksanakan ba’da maghrib dengan ditandai pembagian banyu salamun. Namun demikian sejak sore ratusan warga masyarakat, baik yang berasal dari Desa Jepang maupun berbagai daerah di luar desa, telah berkumpul berkumpul di depan gerbang padureksan masjid kuno itu untuk menunggu
pembagian banyu salamun. Mereka dengan sukarela mengantri dan berharap memperoleh sebanyak-banyaknya banyu salamun.
Setelah sholat Maghrib, salah seorang tokoh ulama Desa Jepang, Kyai Ridwan memimpin ritual doa. Diantara doa yang dipanjatkan adalah :
Bismilaahir rahmaanir rahiim
Allaahumma innii as-aluka bi asmaa-ikal husnaa wa bikalimatikat-tammaati wa bi hurmati nabiyyika muhammadin shallallaahu ‘alayhi wa aalihii wa sallama an tahfazhanii wa antu’aa fiyanii min balaa-ika/Yaa daafi’al balaayaa/yaa mufarrijal hamm/yaa kasyifal ghamm/ iksyif ‘anni maa kutiba ‘alayya fii hadzihis-sanati min hammin aw gham/innaka ‘alaa kulli syay-in qadiir/wa shallalaahu ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihii wa sallama tasliima.
(Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Allaahumma, Ya Allah, sesungguhnya aku mohon dengan kemuliaan asma-Mu, dengan kalimat-Mu yang sempurna dan dengan kehormatan Nabi-Mu, Muhammad saw, sudilah kiranya Engkau memeliharaku dari segala bala bencana-Mu; Ya Allah, Tuhan Penolak Segala Bencana; Ya Allah, Tuhan Yang Menghilangkan Kesulitan dan Penyingkap Kesedihan, hilangkanlah dari sisiku apa-apa yang telah Engkau tentukan kejadiannya atas diriku pada tahun ini dari segala kesulitan dan kesedihan; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa untuk melakukan apa saja; dan semoga shalawat dan salam Allah senantiasa tercurah pada junjungan kami, Nabi Muhammad saw, keluarga dan para sahabatnya).
Pembacaan doa diatas menjadi sangat penting karena diyakini ritual doa tersebut menjadikan banyu salamun menjadi lebih berkhasiat. Selanjutnya setelah doa selesai dibaca, dilakukan pembagian banyu salamun yang diambil dari sumur peninggalan Sunan Kudus. Banyak warga masyarakat yang berusaha memperolehnya.Tidak sekedar untuk diminum pada saat itu, tetapi juga berusaha memperoleh sebanyak-banyak untuk persediaan.
Prosesi Pengambilan banyu salamun, menurut
Syafii, berlangsungsung hingga kurang lebih jam 23.00 WIB.
Namun prosesi pengambilan banyu salamun tidak berhenti, lewat tengah malam banyak warga masyarakat yang mandi dengan banyu salamun.Mereka berharap memperoleh keselamatan dan perlindungan dari segala bencana.
Prosesi Rebo Wekasan di masjid Wali diakhiri dengan menggelar pengajian umum Haul Masjid Wali pada tangah malam.
## 4. MAKNA TRADISI REBO WEKASAN BAGI MASYARAKAT DESA JEPANG
Bagi masyarakat Desa Jepang tradisi Rebo Wekasan bukan sekedar tradisi budaya, tetapi juga merupakan bagian dari keberagamaan masyarakat.Melalui upacara ritual keagamaan mereka berharap memperoleh keselamatan dan kesejahteraan hidup. Dalam konteks ini Menurut Geertz, agama sebagai sistem simbol, dan karenanya juga sistem budaya ( as a cultural system ), yang menjadi acuan manusia (umat) dalam menginterpretasikan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai acuan, agamadipandang oleh umatnya dapat memberikan pemecahan maslah-masalah yang dihadapi oleh manusia, baik masalahmasalah yang dihadapi sekarang (dunia nyata), masalah-masalah nanti (akhirat), maupun masalah- masalah yang tidaktampak (dunia gaib), karena agama mempunyai tuntutan dan janji-janji kepada pemeluknya.Tuntutan dimaksud, adalah ketaatan atas kewajiban-kewajiban agama, penerimaan atas kepercayaan-kepecayaan agama, dan atas penyelenggaraan upcara- upacara agama. Selain itu juga agama menyediakan simbol-simbol sebuah tradisi yang dapat diacu oleh manusia dalam menentukan sebuah sosial, dan peranan manusia dalam kehidupannya.
Koentjaraningrat (1987:80-82) menyebutkan tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Jurnal IJTIMAIYA _ Vol. 1 No. 1 Juli-Desember 2017
a. Emosi keagamaan, menyebabkan manusia mempunyai sikap serba religi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia.
b. Sistem keyakinan, dalam suatu religi berwujud pikiran dan gagasan manusia yang menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia tentang sifat-sifat tuhan, tentang wujud dari alam gaib
( kosmologi ), tentang terjadinya alam dan dunia ( kosmogoni ), tentang zaman akhirat ( esyatologi ), tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat, hantu, dan mahluk-mahluk halus lainnya. Sistem keyakinan juga menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan ajaran doktrin religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.
c. Sistem ritus dan upacara, dalam suatu religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, atau mahluk halus lain, dan dalam usahanya untuk berlomunikasi dengan tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya. Ritus upacara religi
Sistem Keyakinan Sistem ritus dan upacara keagamaan
Umat
Agama Emosi Keagamaan
Peralatan ritus dan upacara
biasanya berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim, atau kadang-kadang saja.
d. Peralatan ritus dan upacara, dalam ritus dan upacara religi biasanya dipergunakan bermacam-macam sarana dan peralatan serta para pera pelaku upacara seringkali harus mengenakan pakaian yang juga dianggap mempunyai sifat suci.
e. Umat agama, merupakan kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus serta upacara itu.
## C. KESIMPULAN
Dalam tradisi Rebo Wekasan di Desa Masyarakat terkandung makna yang sangat mendalam tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Keyakinan masyarakat Desa Jepang tentang datangnya berbagai malapetaka dan bencana di rabu terakhir di bulan safar direspon oleh masyarakat dengan menggelar upacara keagamaan, yakni tradisi Rebo Wekasan di masjid Wali Desa Jepang. Upacara keagamaan diselenggarakan untuk memohon kepada Allah, keselamatan dan perlindungan dari segala malapetaka dan bencana yang mungkin terjadi.Hal ini menunjukkan sikap positif dan optimis masyarakat dalam menghadapi ancaman maupun tantangan hidup.Meskipun dalam kondisi yang tidak memungkinkan lepas dari bencana, namun masyarakat Desa Jepang berikhtiar dengan menyandarkan persoalan hidup mereka kepada Dzat yang maha Kuasa, Allah swt.
Agar hajat keselamatan yang dipanjatkan kepada Allah swt.dikabulkan, masyarakat menggelar berbagai rangkaian upacara tradisi yang dapat menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Pelaksanaan tradisi Rebo Wekasan di desa Jepang yang dipusatkan di masjid Wali menunjukkan keinginan masyarakat Desa Jepang memperoleh berkah dari masjid yang dibangun oleh wali Allah. Hal ini sebagaimana ditutrkan oleh Mbah Habsin, masjid meniko tinggalanipun poro wali, dados katah ingkah ngalap berkah teng mriki.Syafii menambahkan masjid wali ini memang membawa berkah dan kemakmuran.Dia mencontohkan setiap hari di Masjid Wali ini dapat dipastikan ada orang yang mengadakan syukuran dengan membawa nasi opor. Karena itu masjid Wali disebut dengan nama al-Makmur.
Demikian juga Ritual tahtiman al-Quran 30 juz pada dasarnya merupakan bagian dari ikhtiar yang dilakukan oleh masyarakat Desa Jepang untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.Cara ini dilakukan agar hajat keselamatan dan perlindungan dari bencana dikabulkan oleh Allah swt.yang dipanjatkan oleh segenap masyarakat Desa Jepang. Kegiatan Tahtiman al-Quran ini juga dapat disebut sebgai bentuk tirakatan. Dalam Pandangan Jawa menurut, ada anggapan bahwa tirakat itu dapat membuahkan semacam “kekuatan yang bekerja pada diri orang bersangkutan” yang sifatnya tidak rasional (Damami, 2002:22-23) Dikatakan tidak rasional, yang seringkali di dengar dalam percakapan sehari-hari, bahwa setiap usaha apa saja, bukan karena usaha riilnya yang menyebabkan berhasil melainkan karena sering melakukan “tirakat”, begitulah anggapan sebagian masyarakat Jawa.
Selanjutnya keberadaan banyu salamun bagi masyarakat Desa Jepang dan sekitarnya diyakini memiliki keistimewaan dan kekeramatan yang luar biasa. Uniknya dalam pandangan masyarakat Desa Jepang dan sekitarnya karomah dan keistimewaan banyu salamun tersebut muncul dan menjadi semakin kuat jika diambil setelah ba’da magrib di hari rabu terakhir pada bulan safar. Karena dalam hari-hari biasa diluar saat rebo Wekasan sangat sedikit atau bahkan hampir tidak ada orang yang mengambil banyu salamun.Namun ketika saat Rabu Wekasan ratusan warga rela berdesak-desakan untuk mendapatkan banyu salamun. Kesaksian tentang karomah banyu salamun diungkapkan oleh Suwarni, warga Desa Jepang, yang menjelaskan bahwa suatu ketika adiknya merasa kesakitan dan kesulitan dalam proses melahirkan.Saat itu pihak keluarga tidak memiliki biaya untuk bersalin di rumah sakit.Akhirnya orang tuanya menyarankan untuk mimun banyu salamun.Ternyata saat itu juga proses melahirkannya berjalan lancar. Hal yang sama dirasakan oleh Amin, muadzin masjid Wali, ketika kakinya luka parah akibat kecelakaan. Dia memanfaatkan banyu salamun untuk diusap- usapkan di kakinya dan ternyata lukanya cepat mengering.Bukan hanya itu banyu salamun juga diyakini oleh masyarakat desa jepang dan sekitarnya dapat membawa keselamatan bagi yang meminumnya.
## DAFTAR PUSTAKA
Clifford Geertz. (1981), Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa , Jakarta: Pustaka Jaya Damami (2002), Makna Agama Dalam Masyarakat Jawa . Yogyakarta: LESFI Herusatoto. (2003), Simbolisme Dalam Budaya Jawa , Yogyakarta: Hanindita Graha Widia Koentjaraningrat. (1987), Sejarah Teori Antropologi I . Jakarta: Universitas Indonesia Press Suryo Negoro. (2001), Upacara Tradisional Dan Ritual
Jawa .Surakarta: CV. Buana Raya Syech Abdul Hamid al-Quds, Kanzun Najah was-Suraar fi Fadail al- Azmina wasy-Syuhaar “, William Haviland. (1999), Antropologi Jilid 1 . Jakarta: Erlangga www.NUbatik.net
|
e0127327-8fa3-4c9e-992a-a7d033108f7b | https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/jpk/article/download/5548/4964 |
## EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN GURU MIPA UNGGULAN (PGMIPAU)
BERDASARKAN MODEL CIPP (Context, Input, Process, Product)
PADA MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN KIMIA.
Nur A. Limatahu, Khusna A. Rakhman, Muhammad Hidayat J.M, Indra Cipta
Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Khairun, Ternate
## Abstract
It has been researched the evaluation of PGMIPAU program based on the Context, Input, Process, Product (CIPP) model to chemistry education department, PGMIPAU classes, 2013/2014. The goal of the research was to evaluate the PGMIPAU program by using CIPP model and to analyse each aspect of it in order to give decision and recommendation about the program continuation. To achieve the goal of the research, we conducted the qualitative descriptive research. The samples were the management of chemistry education department, the faculties of PGMIPAU subjects which consisted of analytical chemistry II, english for chemistry II, and physical chemistry II at PGMIPAU classes, and the students of PGMIPAU. The data were acquired by interview, queisioner, and academic test. The data avaluation were done by using triangulation data and queisioner analysis was used descriptive statistic, scale 5. The result of the research showed that several aspects which corroded the PGMIPA program from CIPP model point of view. As general, there were minor factors which affected the lerning outcome, however it might be fixed in the future for perfection of this program. Based on the evaluation result to PGMIPAU program using CIPP model, it was decided that PGMIPAU program should be continued and needed several notes to has it perfected.
## Pendahuluan
Program hibah dari Direktorat Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yaitu Pendidikan Guru MIPA Unggulan (PGMIPAU) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Khairun telah memasuki tahun ke 2 dalam pelaksanaannya. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa dan profesionalisme tenaga pengajar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan program PGMIPAU memunculkan sejumlah persoalan, khususna di lingkungan Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Khairun Ternate. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dalam penerapan program ini. Pendekatan evaluasi yang digunakan adalah pendekatan CIPP atau Context-Input-Process-Product .
Beragam kajian evaluasi program yang membawa implikasi semakin banyaknya model evaluasi yang berbeda cara dan penyajiannya, namun jika ditelusuri semua metode bermuara kepada satu tujuan yang sama yaitu menyediakan informasi dalam kerangka “ decision” atau keputusan bagi pengambil kebijakan (Stufflebeam, Madaus, & Kellaghan, 2000: 26). Djaali, Mulyono dan Ramly (2000:3) mendefinisikan evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau standar objektif yang dievaluasi. Evaluasi program berorientasi sekitar perhatian dari penentu kebijakan dari stakeholder secara karakteristik memasukkan pertanyaan penyebab tentang tingkat terhadap mana program telah mencapai tujuan yang diinginkan (Denzin & Lincoln, 2000: 983).
Evaluasi process merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan prosedur baik
tatalaksana kejadian dan aktifitas. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Tujuan utama evaluasi process adalah; mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang baik untuk dipertahankan, memperoleh informasi mengenai keputusan yang ditetapkan, memelihara catatan-catatan lapangan mengenai hal-hal penting saat implementasi dilaksanakan Sanders (1994: 86). Evaluasi product merupakan kumpulan deskripsi dan “ judgement outcomes ” dalam hubungannya dengan context , input , dan process , kemudian di interprestasikan harga dan jasa yang diberikan (Stuflebeam and Shinkfield, 1986: 106).
## Metode
Penelitian ini dilaksanakan di program studi Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Khairun dan dalam jangka waktu 4 bulan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Responden yang akan digunakan untuk diambil sampel penelitian tersebut meliputi: Pengelola Program PGMIPAU (Prodi Pendidikan Kimia); Dosen yang mengajar mata kuliah Kimia Analitik II, Bahasa Inggris Kimia II, dan Kimia Fisik II di kelas PGMIPAU; dan Mahasiswa di kelas PGMIPAU. Beberapa tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan wawancara, kuisoner dan tes kemampuan akademik. Evaluasi ini akan menggunakan teknik triangulasi data dan untuk analisis kuisoner mahasiswa menggunakan statistic deskriptif menggunakan skala 5.
## Hasil dan Pembahasan
## 1. Deskripsi hasil evaluasi program PGMIPAU
Beberapa hal yang menjadi kekurangan dari program PGMIPAU yang dilihat dari pendekatan CIPP atau Context-Input-Process-Product . Berikut dalam Tabel 1 dideskripsikan uraian singkat tentang hal-hal yang perlu dievaluasi berikut saran. Jawaban responden ini sesungguhnya tidak direkayasa, artinya, apa yang disajikan dalam Tabel tersebut semata hanya jawaban asli, demikian pula halnya dengan saran dan solusi atas pelaksanaan program PGMIPAU yang mungkin menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan oleh semua pengelola kegiatan ini.
Tabel 1. Aspek, item, evaluasi dan saran responden
Aspek Item yang dievaluasi Evaluasi Saran/Solusi
Context Tujuan program yang akan diterapkan Belum semua pihak, baik dosen dan mahasiswa mengetahui dan memahami secara detail tujuan dilaksanakannya PGMIPAU. Diadakan sosialisasi tentang PGMIPAU sebelum pelaksanaan program. Kesiapan rencana kegiatan pembelajaran Dosen belum menyadari pentingnya perencanaan pembelajaran Diadakannya pelatihan/ workshop penyusunan silabus Pembuatan silabus yang belum terarah sesuai dengan tujuan pembelajaran. Mahasiswa kurang memahami rencana pembelajaran yang sudah disiapkan dosen. Penjelasan oleh dosen kepada mahasiswa sebelum perkuliahan, diantaranya tentang tujuan, kegiatan, ruang lingkup, dan kebermaknaan materi kuliah terhadap profesi. Kelayakan sasaran kegiatan Kurangnya kemampuan bahasa Inggris mahasiswa Diadakannya matrikulasi bahasa Inggris sebelum pelaksanaan program PGMIPAU. Input Kesiapan dan peran aktif pengelola Kurangnya personil tim pengelola Pembentukan tim kerja pengelola PGMIPAU Kurangnya kerjasama pengelola dengan pihak-pihak lain. Adanya kerjasama dengan pihak lain, misalnya: dekanat, lembaga bahasa, lembaga penelitian, laboratorium, perpustakaan, dll.
Tidak adanya informasi tentang pendanaan. Diadakan pengelolaan keuangan (sumber dana, pengeluaran, dll) yang transparan, kredibel, dan akuntabel. Kompetensi dosen <tidak ditemukan evaluasi> Ketersediaan sarana pendukung Terbatasnya referensi kimia dalam bahasa Inggris Diadakan perpustakaan prodi Ruang kelas yang kurang nyaman (panas, tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa) Pengadaan ruang kelas yang nyaman Process Penggunaan metode pembelaraan yang diterapkan Model dan Metode pembelajaran kurang bervariasi. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi, Kurangnya pemanfaatan sumber- sumber belajar. Pemanfaatan sumber-sumber belajar, misalnya laboratorium, perpustakaan, dan lingkungan sekitar. Penggunaan bilingual dalam pembelajaran Mahasiswa kesulitan memahami materi dalam bahasa Inggris Menerapkan pembelajaran bahasa Inggris dengan bertahap multi semester, penjaringan pada kelas PGMIPAU disayaratkan menggunakan test TOEFL. Kurangnya keaktifan mahasiswa dalam pembelajaran karena keterbatasan berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Tuntunan berbahasa inggris dapat dilakukan secara berjenjang di tahapan semester, sehingga mahasiswa ada kemauan untuk memperdalam kemempuan bahasa inggris secara perlahan. Pengawasan program <tidak ditemukan evaluasi> Product Kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan Belum sepenuhnya rencana pembelajaran terlaksana Pencapaian kompetensi mahasiswa Belum semua mahasiswa mencapai kompetensi yang diharapkan Tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil tes kemampuan akademik kelas PGMIPAU dengan kelas regular.
Pengambilan data melalui kuisioner dilakukan kepada mahasiswa PGMIPAU. Pelaksanaan kuisioner dilakukan pada kelas A angkatan 2013 dengan jumlah mahasiswa 33 orang dan kelas A angaktan 2012 dengan jumlah mahasiswa 26 orang. Mahasiswa diminta memberikan tanggapan tentang PGMIPAU, yang meliputi pengetahuan mahasiswa tentang PGMIPAU, karakteristik mahasiswa program PGMIPAU, sarana dan prasarana program PGMIPAU, dan kegiatan pembelajaran dalam program PGMIPAU. Hasil penilaian mahasiswa terhadap PGMIPAU dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:
Tabel 2. Rekapan Data Hasil Kuisioner Mahasiswa
No Aspek Penilaian Total skor Rerata Kategori
## Pengetahuan Mahasiswa tentang PGMIPAU
1 Pengetahuan tentang program PGMIPAU 157 2.66 kurang 2 Model pembelajaran yang diterapkan 180 3.05 cukup 3 Pemahaman tentang rencana pembelajaran yang akan diterapkan 166 2.81 kurang Karakteristik Mahasiswa Program PGMIPAU 4 Kesiapan dalam pembelajaran 176 2.98 cukup 5 Kemampuan akademik (nilai/ IPK) 202 3.42 baik 6 Kemampuan penggunaan Bahasa Inggris, aktif dan pasif 133 2.25 kurang
Sarana dan Prasarana Program PGMIPAU
7 Kesesuaian jadwal perkuliahan (tidak bertabrakan antar mata kuliah) 198 3.36 baik 8 Kesiapan sarana perkuliahan 154 2.61 kurang 9 Kondisi prasarana perkuliahan 147 2.49 kurang 10 Kesesuaian ruang kuliah dengan jumlah mahasiswa 159 2.69 cukup 11 Ketepatan waktu pelaksanaan kuliah 182 3.08 cukup Kegiatan Pembelajaran dalam Program PGMIPAU 12 Penjelasan tujuan perkuliahan secara umum, baik dalam silabus maupun pemaparan dosen 185 3.14 cukup 13 Penjelasan ruang lingkup bahan/materi perkuliahan baik dalam silabus maupun pemaparan dosen 194 3.29 cukup 14 Penjelasan kebermaknaan/pentingnya mata kuliah terhadap profesi lulusan oleh dosen 221 3.75 baik 15 Penjelasan kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa dalam proses perkuliahan oleh dosen 211 3.58 baik 16 Media pembelajaran yang digunakan selama perkuliahan 206 3.49 baik 17 Penggunaan Bahasa Inggris oleh dosen 199 3.37 baik 18 Penggunaan bahan acuan (buku teks, buku elektrik, jurnal, dll.) oleh dosen 206 3.49 baik 19 Penguasaan/ pemahaman materi selama proses pembelajaran 199 3.37 baik 20 Partisipasi aktif selama proses pembelajaran 199 3.37 baik 21 Persentase kehadiran dalam perkuliahan 230 3.90 baik 22 Penilaian yang dilakukan dosen 223 3.78 baik 23 Teknik umpan balik yang dilakukan oleh dosen 213 3.61 baik 24 Kesesuaian materi evaluasi dengan materi kuliah yang diberikan dosen 215 3.64 baik 25 Hasil evaluasi/penilaian/tes/ujian 215 3.64 baik
Untuk mengetahui perbedaan kemampuan akademik antara kelas regular dengan kelas PGMIPAU maka dilakukan analisis terhadap nilai tes kemampuan akademik. Nilai tersebut merupakan nilai tes kemampuan akademik pada mata kuliah Kimia Analitik. Kelas regular berjumlah 45 mahasiswa dan kelas PGMIPAU 35 mahasiswa. Perbandingan nilai antara kelas regular dan kelas PGMIPAU dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1. Diagram Perbandingan Tes Kemampuan Akademik
Berdasarkan uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk , kedua data nilai hasil tes kemampuan akademik baik kelas regular dan kelas PGMIPAU tidak berdistribusi normal. Hal ini berarti bahwa semua sebaran data menurut pengelompokkan kelas memiliki distribusi yang tidak normal, sehingga analisis data lebih lanjut yang mempersyaratkan
adanya kenormalan data dalam rangka menguji hipotesis penelitian, tidak dapat dilakukan. Berdasarkan uji normalitas yang menunjukkan data nilai hasil tes kemampuan akademik baik kelas regular dan kelas PGMIPAU tidak berdistribusi normal, maka dilakukan uji non parametrik. Dalam penelitian ini uji non parametrik untuk menguji hipotesis dilakukan menggunakan uji Mann Whitney . Berdasarkan uji Mann Whitney , menunjukkan bahwa Asymp Sig sebesar 0,001. Angka tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak (Ha diterima jika Asymp Sig lebih besar dari alpha 0,05), yang berarti tidak terdapat hubungan antara nilai tes kemampuan akademik kelas regular dengan kelas PGMIPAU. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai tes kemampuan akademik kelas regular dengan kelas PGMIPAU.
Pendekatan evaluasi yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan CIPP atau Context-Input-Process-Product . Keunikan model ini adalah pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan ( decission ) yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap context , input , process , dan product .
2. Analisis hasil evaluasi program PGMIPAU.
2.1.Evaluasi Aspek Context
Evaluasi context mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam (1986: 135) menyatakan evaluasi context sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan ( discrepancy view ) antara kondisi nyata ( reality ) dengan kondisi yang diharapkan ( ideality ). Dengan kata lain evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang berjalan. Evaluasi konteks memberikan informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan on going . Selain itu, context juga bermaksud bagaimana rasionalnya suatu program. Analisis ini akan membantu dalam merencanakan keputusan, menentapkan kebutuhan dan merumuskan tujuan program secara lebih terarah dan demokratis. Evaluasi context juga mendiagnostik suatu kebutuhan yang selayaknya tersedia sehingga tidak menimbulkan kerugian jangka panjang (Isaac and Michael, 1982: 77).
Pada aspek context , beberapa hal yang dievalusi dalam penelitian ini diantaranya analisis tujuan program, kesiapan rencana kegiatan pembelajaran, dan kelayakan sasaran kegiatan.
## 2.2.Analisis Tujuan Program PGMIPAU
Dalam menganalisis tujuan program, peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan wawancara (pengelola/ Kaprodi dan dosen pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU) dan kuisioner kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara, pengelola menyatakan bahwa tujuan diadakannya PGMIPAU adalah untuk menyiapkan mahasiswa prodi pendidikan kimia agar bisa megajar di sekolah internasional. Tujuan tersebut diharapkan dapat terpenuhi melalui mata kuliah yang terdapat dalam PGMIPAU, yaitu Kimia Dasar II, Bahasa Inggris Kimia II, Kimia Fisik II, Kimia Analitik II, dan Kimia organik II. Sehingga mahasiswa dapat meningkatkan profesionalisme pedagogik sebagai calon guru kimia di sekolah internasional.
Hal senada juga dinyatakan oleh narasumber dosen 1 dan dosen 2. Dosen 1 menyatakan tujuan PGMIPAU adalah untuk mempersiapkan maahasiswa prodi pendidikan kimia untuk lebih siap megajar di kelas internasional. Dosen 2 menyatakan tujuan PGMIPAU adalah agar mahasiswa memiliki kompetensi bahasa Inggris yang diterapkan di sekolah saat mengajar. Namun hal yang berbeda dinyatakan oleh dosen 3, yang menyatakan tujuan
diadakan PGMIPAU adalah agar mahasiswa lebih memahami kimia yang disampaikan dalam bahasa Inggris sehingga ke depan diharapkan lebih familiar ketika membaca literatur kimia dalam bahasa Inggris. Adanya perbedaan pandangan tentang tujuan program ini menunjukkan bahwa belum semua dosen pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU memahami tujuan yang sebenarnya diadakannya PGMIPAU. Pada kuisioner yang diberikan kepada mahasiswa mengenai pemahamannya tentang tujuan PGMIPAU menunjukkan skor rata-rata 2,66 yang berarti “kurang”. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua mahasiswa memahami tujuan diadakannya PGMIPAU.
Dari kedua data tersebut, menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam program PGMIPAU (baik dosen dan mahasiswa) belum sepenuhnya memahami tujuan program. Sebagai masukan, akan lebih baik jika sebelum pelaksanaan program diadakan sosialisasi kepada seluruh dosen dan mahasiswa yang terlibat dalam PGMIPAU tentang tujuan yang diharapkan dari PGMIPAU. Hal ini akan sangat membantu dosen dalam kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan, seperti dalam perencanaan pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran yang tepat, dan penilaian. Bagi mahasiswa juga akan lebih termotivasi dalam belajar ketika memahami tujuan yang sebenarnya dari program PGMIPAU.
## 2.3.Kesiapan Rencana Kegiatan Pembelajaran
Dalam menganalisis rencana kegiatan pembelajaran, peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan wawancara (pengelola/ Kaprodi dan dosen pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU) dan kuisioner kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara, pengelola menyatakan bahwa secara umum model pembelajaran yang digunakan dalam PGMIPAU adalah pembelajaran menggunakan dua bahasa ( billingual ), yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sejalan dengan hal tersebut dosen 1 menyatakan bentuk/ model pembelajaran yang diterapkan dalam program PGMIPAU adalah bervariasi yakni ; model ceramah dimana slide berbahasa Inggris dan dijelaskan dalam bahasa Indonesia, model diskusi dengan memberikan tugas kepada mahasiswa yang refrensinya diberikan dalam bahasa Inggris. Model yang diterapkan oleh dosen 2 adalah mahasiswa mempelajari buku bahasa Inggris, berdiskusi di kelas dengan menerjemahkan dan menjawab soal-soal di dalamnya. Dosen 3 menyatakan pembelajaran dilakukan dengan dua bahasa ; slide berbahasa Inggris dengan penjelasan berbahasa Indonesia.
Dosen 1 menyatakan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah mahasiswa mampu meguasai konsep dasar termodinamika, gas ideal dan aplikasinya dalam dua bahasa. Tujuan pembelajaran yang diharapkan pada mata kuliah dosen 2 adalah mahasiswa menguasai kemampuan dasar berbahasa Inggris dan membiasakan membaca text book bahasa Inggris mata kuliah kimia. Sedangkan dosen 3 menyatakan tujuan pembelajaran adalah agar ahasiswa mampu memahami teknik sampling, preparasi sampel, perawatan sampel yang akan dianalisis, sekaligus memahami instrumen yang berkaitan dalam kimia analitik.
Pernyataan dosen di atas, setelah di cross-check , didukung dengan pernyataan pengelola. Menurut pengelola, para dosen juga sudah menyiapkan bahan ajar dan perangkat pembelajaran berbahasa Inggris dengan baik. Rencana pembelajaran yang diajukan para dosen menurut pengelola sudah sesuai dengan tujuan program PGMIPAU. Hal tersebut juga didukung dengan pernyataan para dosen tentang kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh dosen 1, 2, dan 3 masing-masing adalah menelaah jurnal dan literatur bahasa Inggris pada mata kuliah Kimia Fisika II, diskusi dan membiasakan membaca literatur bahasa Inggris pada mata kuliah Bahasa Ingris Kimia II, serta diskusi dan pemberian tugas summary dari jurnal ilmiah berbahasa Inggris dan salah satu soal UAS berbahasa Inggris pada mata kuliah Kimia Analitik II. Dosen 1, 2, dan 3 juga menyatakan metode pembelajaran yang digunakan saat mengajar sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Adapun perencanaan/ silabus pembelajaran dapat dilihat dalam lampiran.
Pada kuisioner yang diberikan kepada mahasiswa mengenai pemahamannya tentang model pembelajaran dan rencana kegiatan pembelajaran pada program PGMIPAU, masing- masing menunjukkan skor rata-rata 3,05 dan 2,81 yang keduanya berarti “cukup” dan “kurang”. Hal ini menyatakan bahwa belum semua mahasiswa memahami tentang model pembelajaran dan tidak semua mahasiswa memahami tentang rencana kegiatan pembelajaran pada program PGMIPAU. Menurut mahasiswa, penjelasan tujuan perkuliahan secara umum, baik dalam silabus maupun pemaparan dosen menunjukkan skor rata-rata 3,14 yang berarti “cukup”. Hal ini mengindikasikan dosen kurang mensosialisasikan perencanaan pembelajaran kepada mahasiswa.
Sedangkan untuk penjelasan ruang lingkup bahan/materi perkuliahan baik dalam silabus maupun pemaparan dosen, penjelasan kebermaknaan/pentingnya mata kuliah terhadap profesi lulusan oleh dosen, dan penjelasan kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa dalam proses perkuliahan oleh dosen mendapat skor rata-rata masing-masing 3,29; 3,75; dan 3,58 yang masing-masing berarti “cukup”, “baik”, dan “baik”. Dari data hasil kuisioner tersebut menunjukkan kurangnya penjelasan dosen kepada mahasiswa tentang ruang lingkup bahan/materi perkuliahan.
Perencanaan kegiatan pembelajaran merupakan persiapan mengajar yang berisi hal- hal yang perlu atau harus dilakukan oleh dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan pembeajaran yang antara lain meliputi unsur-unsur: pemilihan materi, metode, media, dan alat evaluasi. Dalam penerapan metode pembelajaran, dosen perlu mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat desain dan setting kegiatan pembelajaran agar lebih terarah. Pilihan metode pembelajaran yang tepat akan memberikan kemudahan bagi dosen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pernyataan di atas agar dapat menjadikan evaluasi bagi dosen agar menyadari pentinganya membuat perencanaan pembelajaran/ silabus agar pembelajaran lebih terarah. Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam perencanaan pembelajaran diantaranya adalah perencanaan tujuan instruksional, perencanaan materi dan bahan ajar, perencanaan media dan alat pembelajaran, perencanaan evaluasi pembelajaran, dan penyusunan satuan pelajaran.
## 2.4.Kelayakan Sasaran Kegiatan
Untuk mengetahui kelayakan sasaran kegiatan PGMIPAU dilakukan dengan dua metode yaitu dengan wawancara (pengelola/ Kaprodi dan dosen pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU) dan kuisioner kepada mahasiswa. Menurut pengelola dan para dosen, sasaran dari program PGMIPAU adalah dosen dan mahasiswa dengan kriteria khusus. Kriteria bagi mahasiswa seperti yang diungkapkan oleh pengelola dan para dosen adalah mempunyai kemampuan dasar dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris yang baik dan kemampuan akademik kimia di atas rata-rata. Menurut pengelola, kriteria dosen PGMIPAU adalah harus mampu berbahasa Inggris dengan baik dan memiliki kompetensi dasar matakuliah yang diampu.
Hasil kuisioner mahasiswa menunjukkan kesiapan mahasiswa dalam pembelajaran pada skor rata-rata 2,98 yang berarti “cukup”. Hal ini menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa sungguh-sungguh siap untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran pada program PGMIPAU. Penggunaan bahasa Inggris dalam pembelajaran menjadi kendala mahasiswa dalam memahami materi kuliah. Kendala ini juga ditunjukkan dengan hasil kuisioner tentang kemampuan penggunaan bahasa Inggris, aktif dan pasif mahasiswa hanya pada skor rata-rata 2,25 yang berarti “kurang”. Namun pada kriteria kemampuan akademik kimia para mahasiswa sudah sesuai dengan kriteria yang diterapkan oleh pengelola. Hasil kuisioner menunjukkan skor rata-rata 3,42 yang berarti “baik”.
Melihat kendala pada mahasiswa, akan lebih baik jika sebelum pelaksanaan program PGMIPAU diadakan penyeteraan kemampuan bahasa Inggris, misalnya pelatihan atau
matrikulasi yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam penggunaan bahasa Inggris baik aktif maupun pasif.
## 2.5.Evaluasi Aspek Input
Evaluasi input meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi input bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang ada. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana rencana penggunaan sumber-sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang efektif dan efisien.
Pada aspek input dari program PGMIPAU yang dievaluasi adalah kesiapan dan peran aktif pengelola (pengurus program studi), kompetensi dosen sebagai pendidik dalam PGMIPAU, serta sarana dan prasarana pendukung program PGMIPAU.
## 2.6.Kesiapan dan Peran Aktif Pengelola
Untuk mengetahui kesiapan dan peran aktif pengelola, maka peneliti menanyakan beberapa hal kepada pihak pengelola PGMIPAU, yaitu Ketua Program Studi. Kaprodi menyatakan tugasnya sebagai pengelola adalah sebagai penanggung jawab dan kordinator yang memiliki wewenang untuk menunjuk dosen pada mata kuliah yang diajarkan dalam PGMIPAU. Peran aktif pengelolaan ditunjukkan dengan menyelenggarakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan program PGMIPAU, diantaranya adalah pelatihan multimedia dan kursus bahasa Inggris bagi para dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU yang dilaksanakan sebelum perkuliahan berjalan.
Mengenai sumber dana sebagai pemasukan untuk mendukung program PGMIPAU, pengelola menyatakan ”tidak tahu”. Hal ini dapat menjadi evaluasi, karena sebagai pengelola harus mengetahui sumber dana, besarnya dana, dan pengelolaan dana tersebut. Pengelolaan dana harus bersifat transparan, kredibel, dan akuntabel. Sehingga diharapkan semua pihak baik pengelola dan dosen dapat memanfaatkan dana tersebut dengan efektif dan efisien guna mendukung kegiatan pembelajaran pada program PGMIPAU.
Pengelolaan sebuah program hendaknya dikerjakan oleh sebuah tim kerja yang terdiri dari beberapa orang (tidak hanya Kaprodi saja). Tim kerja yang solid dapat membantu tercapainya tujuan program PGMIPAU. Oleh sebab itu diharapkan Kaprodi sebagai penanggungjawab dapat melibatkan pihak-pihak lain untuk bekerjasama dalam mengelola PGMIPAU, misalnya dekan, lembaga bahasa, lembaga penelitian, kepala laboratorium, dll.
## 2.7.Kompetensi Dosen Pengampu Mata Kuliah PGMIPAU
Dalam menganalisis kompetensi dosen, peneliti mewancarai tiga dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU, dosen 1 sebagai pengampu mata kuliah Kimia Fisika II, dosen 2 pengampu mata kuliah Bahasa Ingris Kimia II, dan dosen 3 pengampu mata kuliah Kimia Analitik II. Ketiganya menyatakan kesiapannya untuk menjadi dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU. Ketiganya memiliki kompetensi mata kuliah sesuai dengan bidang ilmu masing- masing. Selain itu, ketiga dosen tersebut juga memiliki kemampuan penggunaan bahasa Inggris yang baik (aktif dan pasif). Ketiganya juga mengaku sudah terbiasa dalam membaca literatur/ referensi kimia berbahasa Inggris. Dosen 3 menyatakan pihak pengelola juga telah mengupayakan peningkatan kompetensi dosen dengan menyelenggarakan pelatihan dan kursus bahasa Inggris bagi dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU.
Data di atas juga di dukung hasil kuisioner mahasiswa yang menyatakan bahwa dosen dapat menggunakan bahasa Inggris dengan baik saat pembelajaran, yang ditunjukkan dengan skor rata-rata 3,37 yang berarti “baik”.
## 2.8.Sarana dan Prasarana Pendukung PGMIPAU
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dapat dianalisis dari hasil wawancara dengan pengelola dan dosen serta kuisioner mahasiswa. Untuk mendukung PGMIPAU pihak pengelola menyatakan telah menyediakan fasilitas, diantaranya ruang kelas, jadwal matakuliah, LCD, dan refrensi pendukung matakuliah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan para dosen yang memanfaatkan fasilitas pendukung kagiatan pembelajaran, diantaranya infokus, LCD, dan referensi kimia.
Sebagai bahan evaluasi, dosen juga menyatakan mengenai kurangnya ketersediaan sarana pendukung, diantaranya ruang kelas yang kurang nyaman (panas), kurangnya referensi kimia dalam bahasa Inggris, dan tidak adanya perpustakaan prodi. Dari ketiga hal yang diungkapkan tersebut menjadikan kendala baik bagi dosen dan mahasiswa dalam melaksanakan pembelaran. Ruang kelas yang panas dapat menurunkan semangat dan motivasi mahasiswa dalam belajar. Kurangnya referensi dan tidak adanya perpustakaan dapat menghambat dosen dalam memberikan materi kuliah. Mahasiswa juga akan mengalami kesulitan dalam mencari referensi yang mereka butuhkan dalam pembelajaran seperti penyeleseian tugas, jurnal untuk skripsi, referensi tambahan, dll. Data tersebut juga didukung hasil kuisioner mahasiswa tentang kesiapan dan kondisi sarana prasarana pendukung perkuliahan, masing-masing mendapat skor rata-rata 2,61 dan 2,49 yang berarti “kurang” . Dari kedua data tersebut menunjukkan masih terbatasnya sarana dan prasarana pendukung perkuliahan.
Sedangkan untuk kesesuaian jadwal perkuliahan, menurut mahasiswa sudah berjalan dengan baik dengan tidak adanya jadwal bertabrakan antar mata kuliah, yang ditunjukkan dengan skor rata-rata 3,36 yang berarti “ baik”. Namun berbeda dengan tingkat kenyamanan ruang kuliah yang dinyatakan dengan skor rata-rata 2,69 yang berarti “cukup”. Hal tersebut karena kurang sesuainya ruang kelas dengan jumlah mahasiswa.
Berdasarkan uraian di atas, hendaknya beberapa hal yang kendala dapat diminimalisir baik oleh pengelola maupun dosen. Sarana prasarana serta fasilitas dirasa sangat penting guna mendukung kegiatan pembelajaran dalam PGMIPAU. Ketersediaan sarana prasarana pendukung dapat mempengaruhi tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, harapannya segala kekurangan sarana prasarana tersebut dapat segera ditindak lanjuti oleh pengelola agar tujuan pembelajaran dapat terwujud dengan baik.
## 2.9.Evaluasi Aspek Process
Evaluasi process merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan prosedur baik tata laksana kejadian dan aktifitas. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi dengan cermat. Aspek process dari program PGMIPAU yang dievaluasi adalah penggunaan metode pembelajaran, penggunaan bilingual dalam pembelajaran, dan pengawasan program PGMIPAU oleh pengelola.
Model dan Metode pembelajaran merupakan teknik yang diterapkan oleh dosen dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Banyak metode mengajar yang telah dikembangkan baik lewat riset maupun lewat pemikiran dari dosen sendiri. Hasil yang telah banyak diungkapkan antara lain belajar akan menjadi lebih bermakna jika metode pembelajaran yang diterapkan melibatkan mahasiswa secara aktif. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat menyebabkan mahasiswa merasa nyaman dan dapat berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, pemilihan metode pembelajaran sebaikanya merupakan kombinasi berbagai metode yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, dan karakteristik materi yang akan disampaikan. Ketepatan penggunaan metode pembelajaran bergantung pada tujuan dan kegiatan pembelajaran. Kegiatan dalam
pembelajaran dengan metode tertentu diharapkan tumbuh sebagai kegiatan yang menciptakan interaksi edukatif.
Dalam menganalisis penggunaan metode pembelajaran, peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan wawancara dengan pengelola/ Kaprodi dan dosen pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU dan kuisioner kepada mahasiswa. Dosen 1 dan dosen 3 menyatakan metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah dengan menelaah jurnal dan literatur berbahasa Inggris. Sedangkan dosen 2 menyatakan menggunakan metode diskusi, yaitu bersama mahasiswa mendiskusikan bahan ajar yang telah disiapkan. Pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran PGMIPAU, ketiga dosen menyatakan telah memanfaatkan beberapa sumber belajar, diantaranya referensi dan jurnal-jurnal kimia berbahasa Inggris.
Kegiatan diskusi dan telaah jurnal yang diterapkan dosen akan mendominasi kegiatan pembelajaran jika tidak dilakukan variasi metode. Banyak metode pembelajaran yang dapat diterapkan dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang telah ada. Misalnya pemanfaatan laboratorium sebagai sumber belajar, pemanfaatan multimedia pembelajaran, pemanfaatan lingkungan sekitar, dll. Mengenai pemanfaatan media pembelajaran dan bahan acuan (buku teks, buku elektrik, jurnal, dll.) oleh dosen, hasil kuisioner mahasiswa menunjukkan skor rata-rata masing-masing yaitu 3,49 dan 3,49 yang berarti “baik”.
Sesuai dengan tujuan program PGMIPAU, yaitu untuk menyiapkan mahasiswa prodi pendidikan kimia agar bisa mengajar di sekolah internasional. Maka pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan dua bahasa ( bilingual ), yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Namun hal tersebut tidak mudah dalam pelaksanaannya, banyak ditemui beberapa kendala yang menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Peneliti menganalisis kendala- kendala tersebut dengan mewancarai pengelola dan dosen serta menggunakan kuisioner kepada mahasiswa.
Secara umum para dosen menyatakan kesiapannya untuk menjadi pengampu mata kuliah pada program PGMIPAU, yang mewajibkan dosen harus bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Ketiga dosen narasumber menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, bahasa Inggris hanya diterapkan dalam bahan ajar, seperti slide , jurnal, dan referensi asing. Sedangkan untuk menjelaskan suatu materi kepada mahasiswa, para dosen masih menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi. Porsi penggunaan kedua bahasa tersebut dalam kegiatan pembelajaran adalah 50% bahasa Inggris dan 50% bahasa Indonesia.
Kendala utama yang ditemuai selama proses pembelajaran dalam program PGMIPAU, terkait dengan penggunaan bilingual diungkapkan oleh para dosen. Dosen 1 menyatakan bahwa dalam 1 kelas yang terdiri dari 40 mahasiswa, yang bisa menggunakan bahasa Inggris dengan baik hanya 5 orang saja. Senada dengan hal tersebut, dosen 2 menyatakan mahasiswa belum siap pembelajaran secara bilingual (hanya 45% yang siap) dan motivasi belajar mahasiswa kurang. Hal yang sama dinyatakan oleh dosen 3 yang mengungkapkan mahasiswa kurang memahami bahasa Inggris.
Dengan adanya kendala tersebut menyebabkan kurangnya keaktifan dan interaksi mahasiswa selama proses pembelajaran. Hal tersebut dinyatakan oleh dosen 1 bahwa keaktifan mahasiswa hanya pada rentang 5-10% saja yang mampu bertanya, berpendapat, dan berdiskusi dalam bahasa Inggris. Namun dosen 2 menyatakan hampir semua mahasiswa mampu menunjukkan keaktifannya dalam mengungkapkan pendapat mengguanakan bahasa Inggris.
Metode pembelajaran yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri konsep-konsep pada materi pelajaran, sehingga mahasiswa dapat membentuk pemahaman konsepnya sendiri. Pemahaman konsep akan terbentuk jika mahasiswa mampu mengkontruksikan makna pesan-pesan dari pengajaran
seperti komunikasi lisan, tulisan dan grafik. Mahasiswa mampu memahami suatu pengetahuan yang baru diintegrasikan tersebut dengan skema dan kognitif yang sudah ada padanya.
Hasil kuisioner mahasiswa tentang penguasaan/ pemahaman materi selama proses pembelajaran menunjukkan skor rata-rata 3,37 yang berarti “baik”. Namun data ini tidak didukung oleh pernyataan para dosen pada hasil wawancara. Para dosen menyatakan hanya sebagian mahasiswa saja yang mampu memahami materi saat pembelajaran berlangsung. Hal ini dikarenakan tidak semua mahasiswa mampu memahami referensi dan penjelasan dosen dalam bahasa Inggris.
## 2.10. Pengawasan Program PGMIPAU oleh Pengelola
Salah satu tugas pengelola, dalam hal ini Prodi yaitu melaksanakan pengawasan terhadap program PGMIPAU agar tujuan program dapat tercapai dengan baik. Berdasarkan wawancara dengan Kaprodi sebagai pengelola PGMIPAU, pengawasan yang dilakukan terdiri dari dua bentuk yaitu pengawasan bagi dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU dan pengawasan terhadap mahasiswa PGMIPAU. Pengawasan bagi dosen dilakukan dengan supervisi yang dilaksanakan melalui monitoring dan evaluasi (monev) perangkat pembelajaran. Monev dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
Pengawasan terhadap peserta didik dilihat dari nilai per semester dan indeks prestasi yang dicapai mahasiswa. Nilai mahasiswa per semester diperoleh dengan komposisi sebagai berikut: kehadiran (15%), tugas (20%), UTS (30%), dan UAS (35%). Salah satu kelas PGMIPAU, yaitu kelas A menunjukkan kehadiran mahasiswa dengan persentase yang baik selama satu semester, yaitu paling sedikit 80%.
## 2.11.Evaluasi Aspek Product
Evaluasi product adalah evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Aktivitas evaluasi product adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah dicapai. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan saran sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional. Aspek product dievaluasi dalam penelitian ini adalah kesesuaian rencana dengan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian kompetensi mahasiswa.
## 2.12.Kesesuaian Rencana dengan Pelaksanaan Kegiatan
Dalam menganalisis kesesuaian rencana dengan pelaksanaan kegiatan, peneliti mewancarai Kaprodi sebagai pengelola program PGMIPAU dan para dosen yang mengampu mata kuliah PGMIPAU. Menurut pengelola, sejauh mengamati kegiatan pembelajaran, menurut pengelola tujuan pembelajaran belum tercapai. Hal tersebut karena sebagian besar mahasiswa masih memiliki kompetensi kimia dasar yang kurang dan kemampuan bahasa Inggris yang lemah. Hal yang sama juga diungkapkan para dosen yang menyatakan belum seluruh tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai. Kendala-kendala yang muncul selama proses pembelajaran menyebabkan tujuan pembelajaran belum tercapai seluruhnya.
## 2.13.Pencapaian Kompetensi Mahasiswa
Untuk mengetahui pencapaian kompetensi mahasiswa, peneliti menggunakan dua cara yaitu dengan wawancara dosen pengampu mata kuliah PGMIPAU dan menganalisis hasil tes kemampuan akademik mahasiswa. Hasil wawancara menunjukkan perbedaan pada jawaban ketiga dosen. Dosen 1 menyatakan bahwa hanya sekitar 20% mahasiswa yang mencapai kompetensi yang diharapkan. Sedangkan dosen 2 menyatakan kompetensi pembelajaran dapat dicapai oleh 50% mahasiswa dengan angka partipasi mahasiswa yang cukup tinggi. Pernyataan yang berbeda diungkapkan oleh dosen 3, hanya 10% mahasiswa
yang mencapai kompetensi yang diharapkan, hal ini karena keterbatasan dalam penggunaan bahasa Inggris. Perbedaan ini dapat dijelaskan karena setiap dosen memiliki capaian kompetensi masing-masing sesuai dengan indikator pada mata kuliah yang diampu.
Analisis hasil tes kemampuan akademik mahasiswa dilakukan pada salah satu kelas PGMIPAU dan salah satu kelas regular. Dari kedua data nilai tersebut dilakukan analisis komparasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara nilai tes kemampuan akademik pada kelas regular dengan kelas PGMIPAU. Hasil uji statistik dengan uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes kemampuan akademik kelas regular dengan kelas PGMIPAU. Hal ini karena hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti hipotesis tidak teruji kebenarannya. Dengan demikian penerapan program PGMIPAU pada kelas PGMIPAU tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan kelas regular. Walaupun nilai rata-rata tes kemampuan akademik pada kelas PGMIPAU lebih tinggi daripada rata-rata tes kemampuan akademik pada kelas regular, namun hal tersebut tidak dapat menunjukkan bahwa kelas PGMIPAU lebih baik dari kelas regular.
## Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan temuan penelitian evaluasi dengan model CIPP ( Context-Input-Process-Product) pada program Pendidikan Guru MIPA Unggulan (PGMIPAU), maka dapat diambil kesimpulan, yaitu :
1. Dalam hal aspek Context , belum semua pihak, baik dosen dan mahasiswa mengetahui dan memahami secara detail tujuan dilaksanakannya PGMIPAU.
2. Dalam hal perencanaan kegiatan pembelajaran pada mata kuliah PGMIPAU, belum semua dosen menyadari pentingnya perencanaan pembelajaran, pembuatan silabus yang belum terarah sesuai dengan tujuan pembelajaran, sehingga mahasiswa kurang memahami rencana pembelajaran yang sudah disiapkan dosen.
3. Dalam hal capaian sasaran program PGMIPAU, masih dirasakan kurangnya kemampuan bahasa Inggris mahasiswa.
4. Dalam hal aspek Input , kesiapan dan peran aktif pengelola PGMIPAU masih perlu ditingkatkan, personil dan kerjasama tim pengelola dengan pihak lain perlu ditambah termasuk informasi tentang pendanaan. . Di samping itu, referensi kimia dalam bahasa Inggris masih terbatas, termasuk pula ruang kelas yang kurang nyaman (panas, tidak sesuai dengan jumlah mahasiswa).
5. Dalam hal Aspek Process , penggunaan metode pembelajaran yang digunakan pada program PGMIPAU masih kurang bervariasi, sumber belajar kurang dimanfaatkan, kurang memanfaatkan bahasa Inggris dalam perkuliahan.
6. Dalam hal Aspek product , pelaksanaan kegiatan belum sepenuhnya sesuai rencana pembelajaran, kompetensi mahasiswa belum tercapai sesuai yang diharapkan, bahkan belum terdapat perbedaan yang signifikan hasil test kemampuan akademik antara kelas PGMIPAU dengan kelas regular.
## Daftar Pustaka
Denzin, Norman K. Yvonna S. Lincoln. (2000), Handbook of Qualitative Research . (2 nd edition). London: Sage Publication, Inc, International Educational and Professional Publisher.
Djaali, Puji Mulyono dan Ramly. ( 2000), Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan . Jakarta: PPs UNJ.
Issac, Stephen and William B Michael. (1982), Handbook in Research and Evaluation . (2 nd edition). San Diego: California, Edits Publisher.
Sanders, James R. et al, (1994). The Program Evaluation Standards . (2 nd edition). California:
Sage Publication Inc.
Stufflebeam, Daniel L & Antohony J. Shinkfield. (1986). Systematic Evaluation, A Self- Instructional Guide to Theory and practice . Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing. Stufflebeam, L. Daniel, Madaus, F.George, & Kellaghan, Thomas. (2000). Evaluation Models: Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation (2 nd edition).
Boston: Kluwer Academic Publisher.
|
1917b6ce-ff24-449d-aef9-787818661027 | https://jurnal.radenwijaya.ac.id/index.php/PSSA/article/download/107/63 |
## EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDIPEKERTI
Hesti Sadtyadi STAB Negeri Raden Wijaya Wonogiri Jawa Tengah [email protected]
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses, dan output dalam penerapan kurikulum 2013 pendidikan agama Buddha pada pendidikan dasar dan menengah. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi, dengan model evaluasi program CIPP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses pendidikan agama Buddha pada pendidikan dasar dan menengah, dalam penerapan kurikulum 2013, telah berjalan cukup baik. Output pendidikan agama Buddha dan Budi pekerti, pada tingkat dasar dan menengah, dalam penerapan kurikulum 2013, telah memiliki kuantitas capaian tujuan (output) pembelajaran ketercapaian nilai yang baik. Semua siswa dalam belajar berhasil dengan baik. Kualitas capaian tujuan ( product), dilihat tentang perkembangan kondisi sikap dan minat siswa terhadap mata pelajaran, juga kemampuan siswa dalam menerapkan dan praktik beragama dalam kesehariannya. Siswa telah bersikap positif.
Kata Kunci : Evaluasi Kurikulum Pendidikan Agama Buddha
## ABSTRACT
This study aims to find out how the process, and output in applying the curriculum 2013 of Buddhist education in primary and secondary education. This research is an evaluation research, with the CIPP program evaluation model. The results of this study indicate that the process of Buddhist education in primary and secondary education, in the application of the curriculum 2013, has gone quite well. The output of Buddhist and moral education, at the primary and secondary levels, in applying the 2013 curriculum, has had a quantity of good learning outcomes. All students in learning succeed well. The quality of the achievement of objectives (product), seen from the development of the condition of students' attitudes and interests towards the subject, also the ability of students to implement and practice religion in their daily lives. Students have been positive.
Keywords : Evaluation of Buddhist Education Curriculum
## Pendahuluan
Pendidikan agama Buddha, di pendidikan dasar dan menengah, telah menerapkan kurikulum 2013. Dalam penjelasan dari struktur Kurikulum 2013, bahwa struktur kurikulum menggambarkan konseptualisasi konten kurikulum dalam bentuk mata pelajaran, posisi konten/mata pelajaran dalam kurikulum, distribusi konten/mata pelajaran dalam semester atau tahun, beban belajar untuk mata pelajaran dan beban belajar per minggu untuk setiap peserta didik. Struktur kurikulum adalah juga merupakan aplikasi konsep pengorganisasian konten dalam sistem belajar dan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran. Pengorganisasian konten dalam sistem belajar yang digunakan untuk kurikulum yang akan datang adalah sistem semester sedangkan pengorganisasian beban belajar dalam sistem pembelajaran berdasarkan jam pelajaran per semester.
Dalam pelaksanaan pendidikan agama Buddha, seperti data hasil penelitian sebelumnya (Sadtyadi, 2018 dan 2019), menunjukkan bahwa guru pendidikan agama Buddha, memiliki ketimpangan baik dalam prasarana dan sarana, dalam mendukung pelaksanaan pembelajarannya. Guru dalam melaksanakan pembelajaran belum tentu dapat dilakukan di ruang kelas, tetapi penyelengaraanya dilakukan di ruang yang lain, seperti perpustakaan, ataupun ruang lainnya, seperti ruang bimbingan.
Pelaksanaan dapat dilakukan di dalam ruang kelas, tetapi proses pembelajaran dilakukan diluar jam belajar, atau setelah jam belajar.
Sarana pendukung yang dipergunakan secara umum, sudah terpenuhi, tetapi terdapat permasalahan-permasalahan, seperti pada saat awal penerapan kurikulum 2013, terdapat masalah dengan buku sebagai bahan ajar, yang sulit diperoleh, dan berada dalam bentuk soft copy, sehingga, jangkauan untuk siswa maupun guru, yang berada dalam lokasi yang terpencil memiliki kendala dalam hal mendapatkannya.
Guru dalam pelaksanaan tugasnya (Sadtyadi, 2014), yang terbagi dalam tugas pokok dan fungsinya, seperti, mengajar, membimbing, mendidik, melatih, maupun menilai dan mengevaluasi. Dalam hal tupoksi menilai dan mengevaluasi seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007, yang menyebutkan tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, disebutkan bahwa penilaian atau evaluasi pembelajaran wajib dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran (Aqib, 2009: 129).
Kondisi yang telah dilakukan untuk pendidikan agama Buddha, yang merupakan bagian dari satu mata pelajaran yang ada di tingkat sekolah dasar, dan menengah, dengan program menerapkan kurikulum 2013. Keterlaksanaan kurikulum tidak akan dapat dilepaskan dengan input, proses pelaksanaan, dan hasil capaian atau output dari proses pelaksanaan kurikulum tersebut. Penelitian ini
merupakan penelitian evaluasi, yang akan berusaha menemukan kelemahan, kekuatan, pelaksanaan kurikulum 2013 pada pendidikan agama Buddha, dengan pengkajian silang pada proses dan output.
## Metode Penelitian evaluasi
Jenis penelitian ini merupakan penelitian evaluasi, dengan model evaluasi program CIPP. Metodologi Evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih memiliki kecenderungan mempergunakan evaluasi Kualitatif, dimaksudkan dengan evaluasi kualitatif dapat dilakukan untuk mencari ‘kualitas’ dari input, proses, dan output, dari suatu program, dengan batasan pembahasan yang difokuskan pada bagian proses dan outputnya, dengan cakupan yang luas, beragam, dan teliti sesuai dengan fakta, dengan tidak menanggalkan data yang bersifat kuantitatif, yang dapat digunakan dalam membantu analisis dan memvalidasi data lebih lanjut.
Hasil Penelitian Proses
Process , yaitu proses pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha, dilihat dalam: menerapkan materi/bahan ajarnya. Guru pendidikan agama Buddha, sesuai dengan petunjuk dan ketentuan di sekolah tempat tugas guru mengajar, sebagian besar telah menerapkan kurikulum 2013. Pelaksanaan proses belajar siswa, dalam pendidikan agama Buddha, telah sesuai dengan perencanaan pembelajaran yang telah disiapkan oleh guru pendidikan agama Buddha. Berdasarkan data observasi dan wawancara, serta data keterlaksanaan UASBN,
menunjukkan bahwa, sebagian besar satuan pendidikan telah melaksanakan kurikulum 2013, tetapi ada sebagian yang belum melaksanakan kurikulum 2013. Pelaksanaan kurikulum 2013, pada satuan pendidikan yang belum menjalankan kurikulum 2013, tidak berarti secara totalitas seluruh kelas belum melaksanakan kurikulum tersebut, tetapi terbagi, beberapa kelas diantaranya telah diterapkan kurikulum 2013. Sebagai contoh di kelas IX, SLTP terdapat sebagian belum menerapkan kurikulum 2013, tetapi masih KTSP, tetapi untuk kelas VII dan VIII, telah menerapkan kurikulum 2013. Kondisi ini dilatar belakangi atas kesiapan dan analisis secara internal satuan pendidikan tersebut.
Berdasarkan kebijakan pelaksanaan kurikulum 2013 dan KTSP, menjadikan evaluasi keterlaksanaan kurikulum 2013 tersebut, menggunakan dua model instrumen penilaian yang berbeda, sehingga belum menghasilkan gambaran yang sama antar satuan pendidikan baik dari SD, SLTP dan SLTA. Berdasarkan data observasi dan wawancara, dengan memperhatikan dokumen di lapangan menunjukkan bahwa guru pendidikan agama Buddha di Satuan pendidikan yang telah menerapkan kurilulum 2013, telah berupaya untuk menerapkan strategi/metodenya pembelajaran, sesuai dengan tahapan yang diharapkan dalam kurikulum 2013, seperti dengan memperguanakan metode Scientifik. Demikian pula dalam menerapkan medianya, dan menerapkan evaluasinya, yang telah dilakukan penyesuaian secara bertahap dan berkesinambungan.
## Produk/ Output
Product , yaitu kualitas hasil capaian tujuan dari pelaksanaan program pembelajaran pendidikan agama Buddha, dilihat dari (a) output (kuantitas) memperhatikan sejumlah hasil dari proses pendidikan dengan mempergunakan kruikulum 2013, dapat disampaikan bahwa keterlaksanaan kurikulum 2013, berjalan sesuai standar yang ada, dengan kata lain memiliki ketercukupan keterlaksanaanya. Semua satuan pendidikan telah menjalankan UASBN pendidikan agama Buddha, dengan rata-rata perolehan nilai cukup baik, sampai dengan sangat baik.
Kondisi kuntitas capaian hasil belajar siswa pendidikan agama Buddha, dapat dijelaskan dari rata-rata nilai yang dimiliki siswa sebagai keberhasilan belajar dengan mempergunakan kurikulum 2013, dapat dikatakan memiliki keberhasilan yang memuaskan. Hal ini tampak dari hasil nilai yang mampu mencapai nilai secara umum diatas 70 (sumber data peneliti).
Nilai hasil studi siswa pada matapelajaran pendidikan agama Buddha dan Budi pekerti, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai sikap, yang menghasilkan nilai baik sampai dengan baik sekali. Nilai sikap tercermin pada hasil nilai yang dapat diklasifikasikan dalam kategori berikut : Sebagian siswa telah terus menerus memperlihatkan perilaku Menghayati dan Mengamalkan ajaran beragama, sebagian siswa telah mengembangkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta
damai, responsif dan kreatif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia dengan gambaran sudah memperlihatkan berbagai tanda perilaku tersebut, dan sebagian kecil mulai terlihat adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tersebut tetapi belum konsisten, atau belum diteruskan secara terus menerus.
Kualitas Capaian Nilai-nilai Karakter Beragama dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budhi Pekerti.
Kualitas capaian nilai sikap dalam mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budhi Pekerti, dihasilkan diantaranya dari gambaran sikap siswa terhadap Agama Buddha dan Budipekerti, yang juga menunjukkan gambaran adanya minat siswa dalam belajar, yang menunjukkan pula sebagai capaian nilai-nilai sikapnya. Data diperoleh dengan mempergunakan instrument tentang sikap.
Aktivitas kegiatan siswa dalam belajar pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, kurikulum 2013, dengan tahapan seperti disarankan dalam buku guru, dengan mempergunakan scientifik, dengan dipergunakan asesmen otentik.
Observasi di lapangan dilakukan dalam upaya memperoleh data tentang sikap yang dimiliki siswa. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa: (1) respon siswa cukup baik terhadap
pelajaran pendidikan agama Buddha dan budipekerti kurikulum 2013. (2) Siswa memiliki penilaian yang positif terhadap mata pelajaran pendidikan agama Buddha, yang menunjukkan bahwa mata pelajaran pendidikan agama Buddha penting dan diperlukan; (3) Siswa memahami bahwa mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, memiliki peran penting dalam mengembangkan dan membangun sikap jujur, disiplin dan lainnya, sebagai sikap positip siswa bergama Buddha.
Guru Pendidikan Agama Buddha dan Budipekerti pada umumnya menyatakan puas terhadap prestasi yang dapat diraih siswanya dalam belajar, dan dapat disampaikan bahwa capaian hasil belajar pendidikan agama Buddha sudah sesuai dengan harapan atau memiliki kualitas yang baik. Sekalipun demikian masih tetap berupaya memotivasi dan lebih meningkatkan prestasinya.
Manfaat Capaian Nilai-nilai Keagamaan dalam Pendidikan Agama Buddha dan Budipekerti
Manfaat capaian tujuan pembelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, di sebagian siswa pendidikan agama Buddha yang diteliti terlihat dari:(a) kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan siswanya dalam kompetensi baik secara kognitif, sikap maupun ketrampilannya, sekaligus terkait dengan karakter keagamaanya.
Pembahasan
Analisis data disajikan dalam empat bagian yaitu : context, input, process, dan product. Berkaitan dengan konteks dalam penelitian ini disampaikan hal-hal sebagai berikut. context membahas tentang guru, dan satuan pendidikan (sekolah) sebagai pendukung proses pembelajaran, meliputi: (1) kondisi guru, dilihat dari latar belakang pendidikan, pengalaman, status kepegawaian, dan profesionalisme dalam mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama Buddha ataupun yang terkait dengan hal tersebut; dan (2) kondisi Satuan pendidikan (Sekolah), dilihat dari fasilitas, kondisi fisik dan lingkungannya. Bagian kedua adalah input, membahas tentang pengembangan bahan dan fasilitas penunjang program pembelajaran, meliputi: (1) pengembangan silabus dan perencanaan pembelajaran terkait kurikulum 2013, dan (2) pengembangan materi pembelajaran. Bagian ketiga adalah process , membahas tentang pelaksanaan program, meliputi: (1) penerapan materi/bahan ajar, (2) penerapan strategi/ metode, (3) penerapan media, dan (4) penerapan evaluasi, serta peran guru. Bagian keempat adalah product, membahas tentang capaian tujuan program, meliputi: (1) kuantitas capaian ( output ); (2) kualitas capaian ( product ), dan (3) manfaat capaian ( outcome ) pembelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti.
## 1. Context
Deskripsi tentang kondisi karakteristik guru dalam menunjang proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Buddha, di satuan pendidikan di Jawa Tengah, meliputi tiga
dimensi, yaitu (1) latar belakang pendidikan dan pengalaman, (2) status kepegawaian, dan (3) kompetensi guru dalam mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama Buddha yang mengimplementasikan pendidikan agama dan budipekerti. (4) kondisi satuan pendidikan yang mengimplementasikan kurikulum 2013 pendidikan agama Buddha dan Budipekerti.
a. Latar Belakang Pendidikan Guru, dan Status Kepegawaian
Guru mata pelajaran pendididkan agama Buddha secara umum telah menyelesaikan pendidikan strata satu dan sebagian strata dua (S2), sesuai dengan bidang yang ditugaskan. Guru mata pelajaran pendidikan agama Buddha merupakan alumni dari STAB baik negeri dan swasta yang ada di Indonesia. Pengalaman mengajar guru, dimiliki sejak tahun pengangkatan, terdapat sejumlah guru dengan pengangkatan dari dinas pendidikan dan dari kementerian agama. Pengalaman kerja terlama guru pendidikan agama Buddha berkisar 30 tahun, dengan masa kerja terendah 3 tahun. Selain itu guru pendidikan agama Buddha dan budipekerti merupakan guru dengan status PNS dari kementerian agama yang diperbantukan, dan guru PNS kementerian pendidikan dan kebudayaan, serta guru tidak tetap (GTT).
b. Kompetensi Guru di bidang Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha dan Budipekerti sebagai pelaksana kurikulum 2013.
Guru pendidikan agama Buddha, telah memiliki kompetensi yang memadai. Hal ini ditandai bahwa guru tersebut telah memiliki
pengalaman kerja yang cukup, tetapi kebanyakan guru belum tersertifikasi.
Berdasarkan kinerjanya, dalam menjalankan tugas poko dan fungsi keguruannya, telah melakukan pekerjaan keguruanyya yang dilakukan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang dimilikinya dalam menjalankan tugas, seperti (1) kemampuan guru dalam merancang silabus berdasarkan tujuan dan kebutuhan, (2) kesiapan guru dalam menempatkan dan menjadi model bagi siswa, (3) kemampuan guru dalam merancang pengalaman belajar bagi siswanya; (4) kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajarannya dalam kelas (memilih materi,metode, media, dan evaluasi); (5) keaktifan guru dalam membaca dan literatur utama dan penujang mata pelajaran agama Buddha dan Budipekerti; (6) keaktifan guru dalam membaca buku-buku penunjang profesi; (7) keterbukaan guru dalam berkomunikasi dengan siswa; dan (9) kelengkapan koleksi kumpulan materi pembelajaran yang dimiliki. (10). Keikutsertaan guru dalam organisasi profesi.
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan dokumen yang tersedia, menunjukkan bahwa guru secara umum telah memiliki cukup kompetensi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Berikut pernyataan yang disampaikan oleh seorang guru pendidikan agama Buddha dari wilayah Slogohimo dalam salah satu bagian penyusunan silabus yang pernah
dilakukannya,bahwa
“Fokus tujuan pembelajaran dalam mata pelajaran pendidikan agama Buddha dituangkan dengan menyusun mulai dari rencana pembelajaran sampai dengan ...pembelajaran yang mencakup competence, conscience, dan compassion ..., silabus yang linier dengan kurikulumnya yakni kurikulum 2013 (sumber hasil wawancara).
Hal ini nampak bahwa suasana, untuk guru mendukung dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan untuk keadaan tersebut sudah terdukung dengan cukup baik, sehingga nilai- nilai yang harus dicapai dalam pendidikan agama Buddha dapat diterapkan sebagai bagian dari hasil belajarnya.
c. Kondisi Secara Umum Sekolah Tempat Mengajar Pendidikan Agama Buddha
Deskripsi tentang kondisi karakteristik kampus dan lingkungannya dalam mendukung proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, ditinjau dari dua dimensi, yaitu: (1) kondisi fasilitas sarana/ prasarana sekolah dan (2) kondisi lingkungan dalam mendukung proses pembelajaranya.
1) Kondisi fasilitas sarana prasarana sekolah.
Kondisi fasilitas sarana dan prasarana di sekolah, tempat tugas Bapak/Ibu guru pendidikan agama Buddha dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, dilihat dari aspek berikut: (1) kemudahan memperoleh bahan ajar; (2) ketersediaan media pembelajaran yang
menunjang pembelajaran; dan (3) Prasarana yang tersedia.
Berdasarkan data bahwa buku guru untuk mata pelajaran pendidikan agama Buddha yang tersedia, diambil melalui media on line, sehingga memperoleh buku guru dan buku siswa, tetapi masih dalam bentik soft copy. Pada umumnya guru memperoleh hard copy melalui kerjasama bersama dalam KKG dan atau MGMP setempat (data wawancara dengan guru dalam KKG, di Semarang). Sedangkan ketersediaan media pembelajaran yang diberikan cukup memadai, guru secara umum masih mempergunakan papan sebagai media, ditambah dengan kreatifitas, dengan mengembangkan kemampuan diri.
Ruang tempat belajar yang disediakan bagi mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti pada umumnya mempergunakan bukan ruang kelas, tetapi ruang yang dapat digunakan untuk belajar, seperti perpustakaan, ruang Bimbingan, atau ruang kelas, jika waktu belajar yang digunakan diluar jam mengajar, atau setelah siswa pulang sekolah.
2) Kondisi lingkungan dalam mendukung proses pembelajaran.
Lingkungan sekolah tempat siswa belajar dengan didampingi guru pendidikan agama Buddha, secara umum sangat mendukung, walaupun sarana prasarana yang dimiliki dengan keterbatasannya. Wujud fasilitas lainnya berupa sarana olah raga, seni musik, dan atau karawitan, maupun penunjang lainnya.
## 2. Input
Deskripsi tentang pengembangan bahan
dan
fasilitas penunjang
pelaksanaan
pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti yang meliputi dua dimensi, yaitu Silabus dan perencanaan pembelajaran, dan materi/ bahan ajar (Buku Guru dan Buku Siswa).
a. Silabus dan perencanaan pembelajaran Silabus, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum, dirumuskan, dibuat dan telah ditetapkan oleh satuan pendidikan yang akan melaksanakannya. Dalam silabus telah disesuaikan dengan kurikulum dan kebutuhan serta sesuai dengan perkembangan yang ada. Dalam silabus tersebut memuat deskriptor-deskriptor yang menjelaskan kemampuan di bidang, sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya.
L earning outcomes dalam perencanaan pembelajaran (RPP), merupakan internalisasi dan akumulasi ilmu pengetahuan, ketrampilan, afeksi, dan kompetensi yang dicapai melalui proses pendidikan yang terstruktur dan mencakup bidang pendidikan agama Buddha, baik untuk siswa SD, SMP dan SLTA, seperti tertuang dalam pedoman kurikulum 2013, khususnya untuk pendidikan agama Buddha dan Budipekerti.
Penyusunan RPP atau rencana pembelajaran yang dilakukan guru pendidikan agama Buddha dan Budipkerti, di lingkungan guru pendidikan agama Buddha, dilakukan dalam KKG dan atau MGMP secara bersama- sama. Organisasi tersebut melakukan koordinasi
dan bimbingan teknis dengan sejumlah guru, dan pejabat terkait.
b. Materi/Bahan Ajar.
Materi pembelajaran dilakukan oleh guru mata pelajaran pendidikan agama Buddha tersebut. Bahan ajar yang digunakan mengacu pada kurikulum dan silabus yang telah ditetapkan, yang merujuk pada buku guru untuk pegangan guru dan buku siswa, sebagai buku pegangan untuk siswa didik.
Buku guru maupun buku siswa, memiliki kendala dalam hal buku cetak, guru pendidikan agama Buddha, mendapatkan sumber buku dari soft copy, yang diambil melalui internet yang tersedia, dan dicetak secara mandiri. Dalam Buku Guru dan Buku siswa masih terdapat kendala yang dihadapi dalam pemakaiannya yakni, masih terdapat kesalahan dalam hal beberapa materi, terdapat kesalahan tulis atau cetak, dan ketidak sesuaian gambar sebagai sumber belajar.
## 3. Proses
Proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan agama Buddha, untuk siswa beragama agama Buddha, pada satuan pendidikan SD, SMP dan SLTA, di Jawa Tengah, dapat didiskripsikan dalam komponen yaitu menerapkan materi/bahan ajar, menerapankan strategi/metode, menerapkan media dan menerapkan evaluasi. Analisis dilakukan dengan memperhatikan peran guru dan siswa dalam proses belajar.
a. Menerapkan materi/ bahan Ajar
Guru pendidikan agama Buddha, dalam mengampu mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, dapat dilihat dari kreatifitas dalam berbagai kegiatan pembelajaran yang menjadi tugasnya.
Pelaksanaan proses pembelajaran bagi guru dalam kelas tampak bahwa guru telah melakukan aktivitas dengan antusias. Guru mempergunakan buku guru sebagai bagian sumber utama dalam proses belajar dan pengembangan materinya.
b. Menerapkan metode/Strategi
Pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, merupakan proses yang sangat panjang karena pendidikan agama Buddha tidak hanya melakukan transfer of value tetapi menanamkan kebiasaan yang baik sampai menjadi karakter individu yang akan turut membentuk identitas pribadi sehingga membutuhkan proses karena dituntut tidak hanya mengetahui, tetapi siswa dapat mengetahui, merasakan dan pada akhirnya melakukan kebiasaan positif sehingga menjadi karakter beragama Buddha yang baik dan benar. Proses pembelajaran di lingkungan Sekolah, khususnya dalam hal mata pelajaran pendidikan agama Buddha, menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang dapat mengarahkan dan membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajarannya.
Proses pembelajaran khususnya dalam hal penerapan metode dan strategi pembelajaran di lingkungan Sekolah, menerapkan bentuk-bentuk model tersebut. Strategi pembelajaran yang digunakan dengan bentuk Active learning
dengan menggunakan pendekatan intervensi dan habituasi, melalui metode Scientifik, sesuai dengan buku guru yang telah disepakati sebagai sumber utama. Dalam menerapkan
strategi/metode
pembelajaran, dalam
menerapkan intervensi diantaranya dilakukan dengan berbagai strategi pembelajaran active learning , seperti cooperatif learning , pembelajaran berdasarkan masalah, simulasi, inkuiri, dan lain-lainnya. Sedangkan habituasi dilakukan dengan pendemonstrasian berbagai contoh teladan sebagai langkah awal pembiasaan, penguatan dalam berbagai bentuk, penataan lingkungan belajar yang menyentuh dan membangkitkan karakter (Sumber :Peneliti). Prinsip pembelajaran active learning yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar siswa mengenal dan menerima nilai-nilai agama sesuai kompetensi inti yang akan menjadi bagian yang dicapai dalam pembelajarannya.
Pelaksanaan strategi pembelajaran aktif ini dilakukan melalui; proses pembelajaran aktif, dengan pendampingan maupun strategi penilaian portofolio. Dalam pembelajaran active learning , sesunguhnya tidak berdiri sendiri, tetapi berproses dengan mata pelajaran yang lain sesuai Kompetensi inti dalam kurikulum 2013. Penerapan dilakukan melalui strategi active learning sehingga satu aktivitas belajar dapat didesain dan digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam ranah pengetahuan, sikap dan ketrampila yang didalamnya mengandung muatan karakter. Dalam proses pembelajaran juga digunakan prinsip belajar aktif dan menyenangkan, artinya prinsip ini juga
menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
c. Menerapkan media.
Mata pelajaran pendidikan agama Buddha, sangatlah penting untuk dipelajari karena merupakan bagian yang akan mengajarkan aklak mulia, kejujuran, kedisiplinan dan lainnya yang bersesuaian dengan ciri karakter Bangsa Indonesia. Untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan karakternya, perlu dikembangkan dan digunakan media pembelajaran yang sesuai. Media yang dimaksud dapat berupa alat yang sederhana dengan memanfaatkan benda-benda yang tersedia, sesuai dengan kelas, dan jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Media yang dipilih guru tidak meninggalkan tema utama, dan dapat bersumber dari buku guru, yang sekaligus dapat mengembangkan karakter positip seperti kejujuran, kedisiplinan dan lainnya.
d. Menerapkan Evaluasi
Dalam melaksanakan penilaian pembelajaran Mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, berdasarkan data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dan pengisian instrumen, dapat disampaikan bahwa model penilaian yang digunakan adalah authentic. Model penilaian ini dianjurkan untuk diterapkan, karena mampu memberikan informasi yang lebih akurat dan baik. Berkaitan dengan teknik dan instrumen penilaian yang
dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian akademik/kognitif siswa, tetapi juga mengukur perkembangan kepribadian siswa. Bahkan perlu diupayakan bahwa teknik penilaian yang diaplikasikan dapat dan mampu mengembangkan kepribadian siswa sekaligus. Bentuk dan model penilaian ini sesuai dengan teknik penilaian dan evaluasi dalam kurikulum 2013.
Teknik-teknik penilaian yang digunakan untuk menilai pencapaian siswa baik dalam hal pencapaian akademik, maupun sikap dan kerampilan, berupa observasi (dengan lembar observasi/lembar pengamatan), penilaian diri (dengan lembar penilaian diri/kuesioner), dan penilaian antarteman (lembar penilaian antarteman (khusus untuk kelas besar SLTA). Nilai sikap siswa dinyatakan secara kualitatif. Nilai siswa menggambarkan perkembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan yang bersangkutan pada saat penilaian dilakukan. Nilai tersebut merupakan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan lebih lanjut agar siswa yang bersangkutan mengembangkan karakternya hingga optimal.
Pihak sekolah sebagai unit yang bertanggung jawab keterlaksanaan program belajar, melakukan monitoring dan pengawasan, selain melakukan penilaian, yang dilakukan dalam proses pembelajaran, kegiatan pembinaan siswa, maupun manajemennya juga dilakukan monitoring dan dievaluasi setidak-tidaknya setahun sekali. Tujuan umum dari kegiatan ini antara lain adalah untuk mengetahui:
1. Kesesuaian pelaksanaan pendidikan mata pelajaran dengan ketercapaian standar yang diharapkan,
2. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya, dan solusi yang perlu diupayakan, serta hal-hal yang mendukung pelaksanaannya,
3. Perubahan-perubahan yang dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran,
4. Tingkat ketercapaian dari target-target pendidikan yang telah dirumuskan, dan
5. Praktik-praktik yang baik dalam tingkat ketercapaian dari target-target mata pelajaran yang telah dirumuskan.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dibuat panduan singkat yang setidak-tidaknya memuat tujuan, sasaran, komponen/aspek yang dimonitor dan dievaluasi, waktu pelaksanaan, pelaksana, instrumen pengumpul data, dan teknis analisis data.
4. Produk
a. Kuantitas Capaian Tujuan (Output)
Pembelajaran
Semua Siswa di yang diteliti tuntas dalam belajar mata pelajaran pendidikan agama Buddha dan budipekerti. Dalam proses penilaian yang dilakukan guru ketuntasan diperoleh dari penilaian berdasarkan tugas-tugas, kedisiplinan, keaktifan, ujian tengah semester, ujian akhir semester, sampai dengan UASBN. Penilaian mempergunakan asesmen otentik. Penilaian menghasilkan penilaian kelulusan terhadap mata pelajaran tersebut. Nilai hasil studi siswa untuk mata mata pelajaran pendidikan agama Buddha,
yang diteliti, berkisar antara 60 - 97, dalam skala 10 - 100.
b. Kualitas Capaian Tujuan ( Product )
Kualitas capaian tujuan pembelajaran mata pelajaran ini dapat dilihat dari sikap dan hasil penilaian dengan mempergunakan asesmen otentik seperti dalam petunjuk kurikulum 2013. Perkembangan Siswa, tampak dari bersikap dan berperilaku seperti indikator berkarakter beragama.
c. Manfaat Capaian Tujuan ( Outcome ) Pembelajaran
Capaian kompetensi belajar pada mata pelajaran ini, antara lain terbentuknya keperilakukan positip sesuai dengan indikator karakter dalam mata pelajaran sesuai dengan kompetensi inti yang diharapkan. Capaian tersebut tercermin dari kemampuan siswa dalam mengembangkan wawasan, memahami nilai- nilai kehidupan, menemukan jati diri, dan bersikap positif dalam menghadapi lingkungan serta realitas kehidupan, sesuai dengan karakter beragama.
## Temuan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama Buddha dan Budipekerti, telah berjalan dengan cukup baik. Baik dari sisi proses, dan output atau produk. Proses pembelajaran walaupun telah dikatakan cukup dalam keterlaksanaanya, tetapi masih dalam batasan
belum terbiasa, yang berarti guru masih memerlukan pelatihan tambahan. Terdapat proses pembelajaran yang harus ditingkatkan. Kualitas capaian tujuan pembelajaran mata pelajaran dilihat dari sikap dan hasil penilaian dengan mempergunakan asesmen otentik, tampak dari bersikap dan berperilaku telah sesuai indikator berkarakter beragama. Capaian tersebut tercermin dari kemampuan siswa dalam mengembangkan wawasan, memahami nilai- nilai kehidupan, menemukan jati diri, dan bersikap positif dalam menghadapi lingkungan serta realitas kehidupan, sesuai dengan karakter beragama.
## Simpulan
Berdasarkan analisis secara menyeluruh dengan mempergunakan evaluasi program CIPP, maka dapat disimpulkan :
1. Dalam proses penerapan kurikulum 2013 pendidikan agama Buddha, pada pendidikan dasar dan menengah, telah berjalan cukup baik. Proses pelaksanaan pembelajarannya melalui silabus dan perencanaan pembelajarannya, yang sudah sesuai, proses dilakukan sejalan dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP, bahan ajar diadaptasi. Dalam hal materi dan bahan ajar dilakukan dengan jalan mengintegrasikan materi dengan komponen tujuan, yang tertulis secara ekplisit. Memperhatikan Siswa disampaikan adanya minat dan sikap positip Siswa terkait dengan belajar mata pelajaran agama Buddha.
2. Kuantitas capaian tujuan (output) pembelajaran berdasarkan data disampaikan ketercapaian nilai yang baik. Semua siswa dalam belajar berhasil dengan baik. Kualitas capaian tujuan ( product), siswa telah bersikap positif. Kondisi sikap dan minat memiliki kondisi positip atau baik. Sikap yang positif, dapat membangkitkan minat seseorang untuk belajar, dan akhirnya dapat mempengaruhi pencapaian prestasi belajarnya.
## Saran
1. Disarankan bahwa, dalam penerapan kurikulum 2013, dengan memperhatikan fakta yang ada, maka hal strategis yang harus dipersiapkan adalah memberikan sarana dan prasarana yang memadai untuk pendidikan agama Buddha dan Budipekerti.
2. Berkaitan dengan bagian dari evaluasi belajar, perlu adanya pelatihan dalam melakukan dan membuat model penilaian.
3. Dalam hal pemanfaatan berbagai sumber materi, dan peluang untuk pengembanganya serta mempertimbangkan variasi, agar tidak membosankan, dan lebih memberikan memotivasi siswa.
## DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifudin (2016). Kontruksi Test
Kemampuan Kognitif. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
........................... (2017). Pengantar Psikologi
Intelegensi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Aqib,Z., (2009). Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional . Yrama Widya,
Bandung.
Bembenutty, H. (2009). Teaching effectiveness, course evaluation, and academic performance: The role of academic delay of gratification, Jurnal; Jaa, Volume 20,
Number 2, pp. 326–355.
Bjkic,D.,Krneta, R.& Milosevic,D. (2010).
Teacher education from e-learner to e- teacher: Master curriculum, TOJIET:
The Turkish Online Journal of Educational Technology- Januari
2010 ,V9 Issue 1.
Danim, Sudarwan. (2015). Pengembangan Profesi Guru . Prenamedia Grup. Jakarta.
Duckworth, A. L., Quinn, P. D. & Seligman, M.
E.P. (2009). Positive predictors of teacher effectiveness , The Journal of Positive Psychology, Vol. 4, No. 6, 540– 547
Sadtyadi, H. (2020). The Analysis Factor of Self-Confidence of Buddhist Religious Teachers in Indonesia. International
Journal
of Instruction, Hall.
International, Inc.
Sadtyadi, Hesti (2018). Performance assessment
and the factors inhibiting the performance of Buddhist education teachers in the teaching duties. Jurnal Reseach and Evaluation in Education. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Sadtyadi, Hesti. (2014). Tugas Pokok dan Fungsi Guru Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Karsidi, (2007). MODEL Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD dan MI, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri Solo.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; 2013.
Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar SD, MI.
Kunandar. (2015). Penilaian Autentik (Penilaian hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013). Rajagrafindo, Jakarta.
Mulyasa, E. (2011). Menjadi Guru Profesional.
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nuland, S.V. (2009). Teachers codes; learning
from experience. New York: International for Institute for educational planing.
Parkay F.W. & Stanford, B.H. (2008). Menjadi seorang guru. (Terjemahan Dani
Dharyani). Boston: Pearson Education,
75 Arlington Street. (Buku asli diterbitkan tahun 2008).
Parkay F.W. & Stanford, B.H. (2008). Menjadi seorang guru. (Terjemahan Dani
Dharyani). Boston: Pearson Education,
75 Arlington Street. (Buku asli diterbitkan tahun 2008).
Popham, W.,James, (1995). Classroom
Assesment, What Teachers Need To
Know, University of Calofornia, Los
Angeles.
Rachmawati, T., dan Daryanto. (2013).
Penilaian kinerja profesi guru dan
angka kreditnya. Yogyakarta: Gava
Media.
Ramayulis,(2013). Profesi & Etika Keguruan,
Jakarta: Kalam Mulia.
Rasyid,H., & Mansur, (2009). Penilaian Hasil
Belajar . Wacana Prima, Bandung.
Rivai, V., et al. (2008). Performance appraisal; system yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Robbins, S. P. (2001). Organizational behaviour. (9 th ed) . New Jersey:
Prentice Hall. International, Inc.
Rusman, (2018). Manajemen Kurikulum . Rajawali Press. Jakarta
Saud, Udin Syaefudin (2010). Pengembangan Profesi Guru. Alfabeta, Bandung.
Stronge, James H. & Hindman, Jennifer L. (2006: 6). Teacher performance evaluation . Bedford Country Public
School. Handbook Electronic. Diambil tanggal 1 Januari 2012 dari:
Http/ www.bedford.k12.va.us
/teacher/handbook.pdf.
Sudjana, Nana. (2017). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar . Rosdakarya. Bandung.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian & Pengembangan . Alfabeta, Bandung.
Widyastono, Herry. (2015). P engembangan Kurikulum di Era Otonomi Daerah. Bumi Aksara, Jakarta.
Wei, R. C. & Pecheone, R. L. (2010).
Assessment for learning in preservice teacher education. Performance-based assessments . San Francisco: Stanford University, diambil tanggal 28-10- 2012, dari: www.nystce.nesinc.com /PDFs/NY_fld090 _prepguide.pdf .
Worthen, B. R., & Sanders, J. R., 1984.
Educational evaluation: Theory and practice . Worthington, OH: Charles A Jones Publishing Company.
|
1f6e7cf3-5166-4949-b667-41893bc912b7 | https://ejurnal.umri.ac.id/index.php/JST/article/download/7021/2967 |
## Inovasi Alat Pemotong Tahu Guna Meningkatkan Efisiensi Serta Mempercepat Waktu Pemotongan Tahu
Muhammad Azizul Hakim 1,* , Hery Murnawan 1
1 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jl. Semolowaru No.45 Surabaya
E-mail : [email protected] *
## Abstract
The process of cutting tofu at UD. Mulya Jati still uses a ruler and knife and cuts on each side. This manual cutting process has problems, namely it takes 54 seconds per box of tofu and causes defects if the ruler is placed inaccurately, and the manual cutting process does not comply with ergonomics. In previous research, a tofu cutting tool was designed and tested to overcome this problem. The tofu cutting tool that had been previously designed had several problems so that a redesign or innovation was carried out on the tofu cutting tool. From the results of anthropometric data processing carried out on 4 tofu cutting workers, it was found that the tool dimensions were table height 97.8 cm, tool height 179.4 cm, and handle length 65.3 cm. Comparison of output before design was 130 units per hour and after innovation 291 units per hour. Increased productivity of 4.47% from 3.61% before innovation and 8.08% after innovation.
## Keywords: Anthropometry, Time Study, Innovation, Productivity, Product Design
## Abstrak
Proses pemotongan tahu pada UD. Mulya Jati masih menggunakan mistar dan pisau dan di potong pada masing masing sisi nya, proses pemotongan secara manual ini memiliki kendala yakni memakan waktu 54 detik per kotak tahu dan menyebabkan kecacatan apabila mistar diletakkan tidak presisi, dan proses pemotongan manual tidak sesuai dengan ergonomi. Pada penelitian sebelumnya dilakukan perancangan dan uji coba pada alat pemotong tahu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Alat pemotong tahu yang telah dirancang sebelumnya memiliki beberapa kendala sehingga dilakukan perancangan ulang atau inovasi pada alat pemotong tahu. Dari hasil pengolatan data antropometri yang telah dilakukan pada 4 tenaga kerja pemotongan tahu didapatkan dimensi alat tinggi meja 97,8 Cm, tinggi alat 179,4 Cm, dan Panjang pegangan 65,3 Cm. Perbandingan output sebelum perancangan sebesar 130 unit per jam dan setelah inovasi 291 unit per jam. Peningkatan produktivitas sebesar 4,47% dari sebelum inovasi 3,61% dan setelah inovasi 8,08%.
Kata kunci: Antropometri, Studi Waktu, Inovasi, Produktivitas, Perancangan Produk
## 1. Pendahuluan
UD. Mulya Jati adalah salah satu industri yang bergerak di bidang pengolahan pangan dengan memproduksi tahu putih dan tahu goreng yang terbuat dari bahan baku utama berupa kedelai. UD. Mulya Jati berdiri dari tahun 1998 yang didirikan oleh Bapak H. Umar Amin dan berlokasi di Jl. Empu Gandring, Klagen, Tropodo Kec. Krian, Kab. Sidoarjo. Perusahaan ini mampu memproduksi sekitar 480 Kg per hari bahan baku kedelai untuk tahu putih dan 350 Kg per hari bahan baku kedelai untuk tahu goreng, dengan kapasitas satu kali masak tahu sebanyak 16 kg dan menjadi 8 kotak tahu. Oleh karena itu, UD. Mulya Jati bisa menghasilkan 415 kotak tahu dengan ukuran 48 cm x 48 cm. Proses produksi tersebut dilakukan dengan 7 hari kerja (untuk hari libur tenaga kerja dijadwal secara bergantian oleh mandor) dan 6 jam kerja efektif dari pukul 07.00-14.00 WIB.
Proses pembuatan tahu mengalami beberapa kendala di antaranya, Pada saat proses pemotongan tahu masih menggunakan cara manual dengan meletakkan cetakan besi atau mistar di atas balok tahu, kemudian dipotong menggunakan pisau pada masing-masing sisinya. Alat yang digunakan pada proses kerja tersebut memiliki kekurangan, proses kerja pemotongan tersebut memakan waktu sebesar 54 detik per kotak tahu dan menyebabkan adanya kecacatan apabila mistar diletakkan tidak presisi. Pada proses pemotongan manual ini juga tidak sesuai dengan ergonomi sehingga bisa menyebabkan kelelahan pada tenaga kerja.
Produk dapat diartikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik itu berupa barang maupun jasa. Keberhasilan suatu usaha sangat bergantung pada jenis produk dan bagaimana produk tersebut dijual. Menciptakan sebuah produk perlu adanya strategi agar produk dapat sukses ketika
diluncurkan ke pasar. Dalam menciptakan produk baru dibutuhkan proses perencanaan dan perancangan baik perancangan produk, maupun perancangan sistem/proses[1].
Perancangan produk melalui beberapa tahap dari tahap pra perancangan produk yang meliputi penetapan asumsi perancangan, orientasi produk dan tahap perancangan produkyang meliputi fase informasi, fase kreatif, fase analisa, dan fase pengembangan[2].
Alat pemotong tahu adalah alat yang dirancang khusus untuk memudahkan proses pemotongan tahu menjadi potongan tertentu dengan presisi dan cepat. Alat pemotong tahu menjadi solusi untuk mengatasi kendala pada saat pemotongan tahu yang masih menggunakan mistar. Alat pemotong tahu membantu tenaga kerja pada bagian pemotongan, sehingga proses pemotongan tahu dapat berjalan dengan lebih cepat dan presisi.
Kekurangan alat pemotong tahu yang telah dirancang dan dilakukan uji coba sebelumnya pada mata kuliah manajemen proses bisnis atau capstone design yang menjadi permasalahan terjadi ketika menggunakan alat pemotong tahu adalah tidak adanya mekanisme pengaturan posisi tahu pada meja potong yang memastikan bahwa tahu ditempatkan pada posisi yang presisi di bawah pisau pemotong sebelum proses pemotongan dilakukan. Hal ini akan menyebabkan waktu pemotongan menjadi lebih lama dan menyebabkan kecacatan karna tidak presisi pada potongan tahu apabila tidak melakukan penyesuaian dengan teliti saat menempatkan tahu ke meja potong. Sambungan dari pipa press dengan Pisau pemotong juga di las, hal ini menyebabkan ukuran pada alat pemotong tahu bersifat tetap dan tidak dapat diganti dengan ukuran yang sesuai dan diinginkan. Permasalahan selanjutnya adalah dimensi tinggi kerangka penyangga pisau dan pegangan pres yang kurang sesuai dengan ukuran tubuh tenaga kerja pemotongan tahu, hal ini masih kurang mengimplementasikan ergonomi. Dimensi tinggi alat yang telah di ukur sebelumnya kurang mengimplementasikan anthropometri, karna pengukuran hanya dilakukan kepada satu pekerja pemotongan tahu yang seharusnya pengukuran dilakukan kepada empat pekerja pemotongan tahu. serta tinggi pegangan alat pemotong tahu tidak diukur sesuai dengan anthropometri, ukuran alat yang tidak sesuai dapat memberikan rasa tidak nyaman pada saat proses pemotongan tahu dilakukan. Proses pemotongan merupakan kegiatan monoton yang terus menerus dilakukan sehingga alat harus dipersiapkan sesuai dengan anthropometri agar meminimalkan kelelahan.
Penelitian ini adalah lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada saat mata kuliah manejemen proses bisnis atau capstone design. Pada
penelitian sebelumnya telah dilakukan perancangan dan uji coba pada alat pemotong tahu. Pada penelitian ini akan dilakukan inovasi atau redesain alat pemotong tahu dengan tujuan untuk memperbaiki kekurangan pada alat pemotong tahu sebelumnya.
## 2. Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap, yakni pertama dengan tahap identifikasi permasalahan. Pada tahap identifikasi masalah dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dan cara untuk menyelesaikan permasalahan. Pengamatan dilakukan di UD. Mulya Jati yang beralamat di Dsn. Klagen Ds. Tropodo Kec. Krian Kab. Sidoarjo. Setelah dilakukan pengamatan pada permasalahan yang terjadi maka dilakukan tahapan studi pustaka dengan mencari literatur dari buku, serta sumber informasi lain yang bersangkutan dengan permasalahan yang akan diteliti. Selanjutnya menetapkan tujuan penelitian yang akan dicapai.
Antropometri merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengukuran dimensi dan ciri tubuh manusia seperti segmen tubuh manusia, volume tubuh, dan lain-lain. Ukuran tubuh manusia sangat beragam tergantung usia, jenis kelamin, etnis, dan karakteristik demografi lainnya. Dalam antropometri pengukuran dimensi tubuh merupakan hal yang sangat penting sebab merupakan dasar untuk menyiapkan desain beragam alat, mesin, dan tempat kerja[4].
Tahap pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian adalah dengan wawancara, pengamatan, dan dokumentasi. Pengumpulan data digunakan untuk melakukan perancangan ulang atau inovasi pada alat pemotong tahu yang telah dibuat sebelumnya. Data antropometri 4 tenaga kerja yang telah dikumpulkan kemudian dilanjutkan dengan pengujian keseragaman data. Tujuan dari uji keseragaman data ini untuk mengetahui data yang terkumpul berada pada rentang batas kontrol atau tidak. pengujian keseragaman data dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
BKA = X ̅ + k.σ (1) BKB = X ̅ - k.σ (2)
Untuk mencari standar deviasi akan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
σ = √ (𝑥𝑖− X ̅ ) 2 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑁−1
(3)
Keterangan: σ = Standar Deviasi N = Jumlah Data X ̅ = Rata-Rata
Kemudian dilakukan tahap pengolahan data antropometri yang telah diperoleh dengan melakukan pengujian terhadap keseragaman data dan menentukan persentil yang akan digunakan sebagai acuan untuk perancangan ulang alat pemotong tahu. Pada umumnya terdapat tiga persentil dari yang terkecil hingga terbesar yaitu persentil 5-th, persentil 50-th, dan terbesar persentil 95-th. penentuan persentil dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Persentil 5-th = X ̅ – 1,645 . σ (4) Persentil 50-th = X ̅ (5) Persentil 95-th = X ̅ + 1,645 . σ
(6)
Setelah melakukan pengolahan data dan diketahui hasil persentil dari desain alat pemotong tahu yang akan dilakukan inovasi maka, dilakukan perancangan ulang alat pemotong tahu. Tahap selanjutnya adalah pengujian terhadap alat pemotong tahu untuk menentukan apakah alat sudah berjalan dengan baik atau masih terdapat kendala. Setelah dilakukan uji coba alat pemotong tahu yang baru maka dilakukan evaluasi dengan melakukan perbandingan data pengujian alat pemotong tahu sebelum dan sesudah dilakukannya inovasi terhadap waktu proses pemotongan, output yang dihasilkan, dan tingkat perbandingan produktivitas.
## 3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Pengumpulan Data Antropometri Pengumpulan data antropometri tubuh pada tenaga kerja di UD. Mulya Jati yang berjumlah 4 tenaga kerja. Untuk memenuhi kebutuhan analisis data antropometri maka dilakukan pengukuran secara langsung. Data yang telah terkumpul akan menjadi dasar dalam menentukan dimensi dari inovasi alat pemotong tahu sehingga dapat diperoleh cara penyelesaian pada permasalahan ini yaitu melakukan inovasi alat pemotong tahu. Berikut pada tabel 1. Keterangan dimensi tubuh yang diperlukan untuk melakukan pengukuran data antropometri tubuh pada tenaga kerja pemotongan tahu:
## Tabel 1. Keterangan Dimensi Tubuh Antropometri
No Dimensi Tubuh Sim bol Cara Pengukuran Penerapan 1. Tinggi Siku Berdiri Tegak Tsbt Mengukur jarak siku dari lantai sampai dengan siku pada posisi berdiri tegak Menentuka n tinggi meja alat pemotong tahu 2. Tinggi Jangkau an Tangan Berdiri Tegak Tjtt Mengukur tangan yang terjangkau dalam posisi berdiri tegak lurus ke atas Menentuka n tinggi pegangan alat pemotong tahu
hingga lantai 3. Diamete r Gengga man Tangan Dgt Mengukur diameter ibu jari dengan jari tengah pada posisi melingkar Menentuka n diameter besi pipa yang digunakan untuk pegangan lat pemotong tahu 4. Lebar Telapak Tangan Ltt Mengukur dimensi lebar telapak tangan Menentuka n panjang besi pipa yang digunakan untuk pegangan alat pemotong tahu 5. Jarak Jangkau an Tangan Kedepa n Jtd Mengukur jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu hingga ujung jari tangan Menentuka n panjang besi rangka pegangan alat pemotong tahu
Berdasarkan Tabel 1. di atas sebagai keterangan untuk melakukan pengambilan data antropometri yang digunakan untuk menentukan dimensi alat pemotong tahu. Berikut ini adalah gambar pengukuran antropometri pada dimensi tubuh;
Gambar 1. Pengukuran Antropometri Pada Dimensi Tubuh.
3.2. Pengolahan Data Antropometri
Berikut adalah data pengukuran antropometri tubuh pada tenaga kerja pemotongan tahu di UD. Mulya Jati:
Tabel 2. Data Antropometri Hasil Pengukuran Tubuh Tenaga Kerja
N o. Nama Data Pengamatan (cm) Tsbt Tjtt Dgt Ltt Jtd 1. Pekerja 1 94 175 4,5 9 63 2. Pekerja 2 96 177 5 8 64 3. Pekerja 3 102 184 5 9 68
4. Pekerja 4 99 181 5 8 66 Setelah dilakukan pengukuran maka diperoleh data seperti pada tabel 2 di atas yang akan digunakan untuk dasar pembuatan alat pemotong tahu berdasarkan antropometri tubuh. Maka selanjutnya yaitu dilakukan pengolahan data antropometri yang telah diperoleh.
## Uji Keseragaman Data
Menurut[3] uji keseragaman data harus dilakukan terlebih dahulu sebelum data yang telah di ukur digunakan untuk menentukan banyaknya pengukuran yang seharusnya dilakukan. Setelah melakukan analisis dan perhitungan maka akan diketahui bahwa data yang telah di ukur seragam atau tidak, apabila diketahui data tidak seragam maka akan dilakukan pengolahan data lanjutan sehingga data seragam. Hasil pengujian keseragaman data yang telah dikumpulkan dari 4 tenaga kerja yaitu seperti yang tertera pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil Pengujian Keseragaman Data. Simbol 𝐗 ̅ 𝝈 BKA BKB Hasil TSBT 97,8 3,5 104,8 89,2 Data Seragam TJTT 179,4 4,03 187,3 171,2 Data Seragam DGT 4,75 0,25 5,3 4,2 Data Seragam LTT 8,5 0,57 9,7 7,3 Data Seragam JTD 65,3 1,28 65,8 55,8 Data Seragam
Berdasarkan tabel 3 di atas semua data yang dikumpulkan telah seragam sehingga dapat dilakukan perhitungan persentil. Perhitungan ini akan digunakan sebagai penentuan ukuran pada inovasi alat pemotong tahu yang akan dibuat. Ukuran persentil yang digunakan untuk menghitung ini adalah 5-th, 50-th, dan 95-th. Dengan menggunakan rumus 4, maka diperoleh persentil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Perhitungan nilai persentil.
No Keterangan Hasil Persentil 5-th 50-th 95-th 1 Tinggi Siku Berdiri Tegak 92,04 97,8 103,55 2 Tinggi Jangkauan Tangan Berdiri 172,77 179,4 186,02 3 Diameter Genggaman Tangan 4,33 4,75 5,16 4 Lebar Telapak Tangan 7,5 8,5 9,5 5 Jarak Jangkauan 63,2 65,3 67,4
Tangan
Kedepan
Berdasarkan Tabel 4 di atas, selanjutnya menentukan nilai persentil yang digunakan. Tujuan dari pengukuran tinggi siku berdiri tegak (Tsbt) untuk menentukan tinggi alas meja dengan siku pada tenaga kerja pemotongan tahu dengan menggunakan persentil 50-th dengan nilai 97,8 cm. Nilai tersebut mempertimbangkan faktor ergonomis dan kenyamanan tenaga kerja pada pemotongan tahu. Tujuan dari pengukuran tinggi jangkauan tangan berdiri tegak (Tjtt) untuk menentukan tinggi pegangan alat pemotong tahu pada tenaga kerja pemotongan tahu dengan menggunakan persentil 50- th dengan nilai 179,4 cm. Nilai tersebut mempertimbangkan faktor ergonomis dan kenyamanan tenaga kerja pada pemotongan tahu. Tujuan dari pengukuran diameter genggaman tangan (Dgt) untuk menentukan diameter besi pipa untuk pegangan alat pemotong tahu pada tenaga kerja pemotongan tahu dengan menggunakan persentil 50- th dengan nilai 4,75 cm. Nilai tersebut mempertimbangkan faktor ergonomis dan kenyamanan tenaga kerja pada pemotongan tahu. Tujuan dari pengukuran Lebar Telapak Tangan (Ltt) untuk menentukan panjang besi pipa untuk pegangan alat pemotong tahu pada tenaga kerja pemotongan tahu dengan menggunakan persentil 50-th dengan nilai 8,5 cm. Nilai tersebut mempertimbangkan faktor ergonomis dan kenyamanan tenaga kerja pada pemotongan tahu. Tujuan dari pengukuran jarak jangkauan tangan kedepan (Jtd) untuk menentukan panjang besi untuk pegangan alat pemotong tahu pada tenaga kerja pemotongan tahu dengan menggunakan persentil 50-th dengan nilai 65,3 cm. Nilai tersebut mempertimbangkan faktor ergonomis dan kenyamanan tenaga kerja pada pemotongan tahu. Nilai persentil dari perhitungan yang telah terpilih menjadi acuan dalam pembuatan desain inovasi alat pemotong tahu seperti ditunjukkan pada gambar 2 berikut:
Gambar 2. Tampak Depan Inovasi Alat Pemotong Tahu
Gambar 3. Tampak Samping Inovasi Alat Pemotong Tahu
Gambar 4. Tampak Miring Inovasi Alat Pemotong Tahu
3.3. Analisa Sebelum dan Sesudah Dilakukan Inovasi Alat Pemotong Tahu
Analisis perbandingan peningkatan output dan produktivitas sebelum dan sesudah dilakukan inovasi alat pemotong tahu dilakukan setelah melakukan perhitungan antropometri, dan persentil untuk mengetahui dimensi alat, meliputi waktu serta presentase produktivitas.
Di bawah ini adalah tabel perhitungan waktu normal, waktu standart, output standart, dan produktivitas dari alat pemotong tahu sebelum dilakukan inovasi sebagai berikut:
## Tabel 5.
Hasil Perhitungan output standar dan produktivitas sebelum inovasi.
Perhitungan Waktu Normal, Waktu Standar, Output
Standar, Produktivitas Sebelum Inovasi Perbandin gan Waktu Normal (Menit) Waktu Standar (Menit) Output Standar Produ ktivita s (unit/Ja m) Sebelum Inovasi 22,08 27,6 130 3,61% Setelah Inovasi 10,6 12,36 291 8,08% .
## 4. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan:
setelah dilakukan perhitungan perbandingan sebelum dan sesudah perancangan ulang atau inovasi pada alat pemotong tahu maka dapat diketahui output standart atau kapasitas produksi pada proses pemotongan tahu sebelum inovasi yaitu 130 unit per jam dan setelah dilakukan inovasi pada alat pemotong tahu diketahui output standar adalah 291 unit per jam. Alasan output standar menjadi perbandingan karena untuk mengetahui Tingkat keberhasilan dari penelitian ini jika output standar lebih banyak daripada sebelum rancang ulang maka penelitian dikatakan berhasil.
Diketahui Tingkat produktivitas dari alat pemotong tahu sebelum rancang ulang sebesar 3,61% persen Tingkat produktivitas setelah dilakukan rancang ulang sebesar 8,08%. Sehingga waktu pemotongan tahu juga lebih singkat dan peningkatan produktivitas sebesar 4,47%.
## Daftar Pustaka
[1] Wati, P. E. D. K., & Murnawan, H. (2022). Perancangan Alat Pembuat Mata Pisau Mesin Pemotong Singkong dengan Mempertimbangkan Aspek Ergonomi. JISI: Jurnal Integrasi Sistem Industri , 9 (1), 59.
[2] Hery Murnawan, Wiwin Widiasih, & Sherly Tandriana. (2016). Perancangan Produk Pispot Dua Bagian dengan Pendekatan Quality Function Deployment (QFD) dan Analisis Swot. Simposium Nasional RAPI XV.
[3] Sritomo Wignjosoebroto. Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Surabaya, Penerbit Guna Widya, 2006.
[4] Sajiyo, Muslimin Abdulrahim, Ergonomi Industri, Malang, UB Press, 2019.
.
|
15b70c44-754c-4074-826a-5d90cc7075d8 | https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/14006/9451 | INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 4 Tahun 2024 Page 9146-9156 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhipengungkapan Manajemen Risiko Padaperusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2020-2022
Vivi Sanika Purba 1 ✉ , Adanan Silaban 2 , Amran Manurung 3
Universitas HKBP Nommensen Medan Email: [email protected] 1 ✉
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh faktor- faktor yaitu leverage, jenis industri, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan dan kepemilikan publik terhadap pengungkapan manajemen risiko pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek indonesia (BEI). Pemilihan sampel menggunakan purposive sampling, banyaknya perusahaan manufaktur yang dapat dijadikan sampel yaitu sebanyak 54 perusahaan selama periode 2020-2022. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan tahunan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu regresi linear berganda dengan menggunakan aplikasi spss versi 25. Dengan hasil pengujian terhadap data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa jenis industri dan kepemilikkan publik secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko. Sedangkan leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko. Namun secara keseluruhan faktor-faktor pengungkapan manajemen risiko tersebut memiliki pengaruh dalam pengungkapan manajemen risiko.
Kata kunci: Jenis Industri, Kepemilikkan Publik, Leverage, Pengungkapan risiko, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan.
This study aims to analyze and obtain empirical evidence regarding the influence of factors, namely leverage, industry type, profitability level, company size and public ownership on risk management disclosure in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX). The selection of samples using purposive sampling, the number of manufacturing companies that can be used as a sample is 54 companies during the 2020-2022 period. The data used in this study is secondary data, namely annual reports. The data analysis method used in this study is multiple linear regression using the spss version 25 application. With the results of testing the data in this study, it can be concluded that the type of industry and public ownership partially have a positive and significant influence on risk management disclosure. Meanwhile, leverage, profitability, and company size partially have no positive and significant effect on risk management disclosure. However, overall these risk management disclosure factors have an influence on risk management disclosure.
Keywords: Industry Type, Public Ownership, Leverage, Risk disclosure, Profitability and Company Size.
## PENDAHULUAN
Pada umumnya investor dihadapkan pada suatu kenyataan yaitu “high risk bring about high return” dalam melakukan suatu investasi, yang artinya yaitu hasil yang besar dihadapkan dengan risiko yang besar pula (Hidayati et al., 2021). Perusahaan harus dapat mengelola risiko agar tidak merugikan para investor maupun perusahaan itu sendiri. Pengelolaan risiko yang baik dapat mengurangi dampak risiko atau bahkan menghilangkannya. Dalam pengelolaan risiko salah satu yang menjadi aspek yang penting yaitu pengungkapan risiko.
Pentingnya pengungkapan risiko dalam suatu perusahaan merupakan topik yang sering diperbincangkan. Pengungkapan risiko pada suatu perusahaan akan membantu para investor untuk mempertimbangkan apakah risiko tersebut akan mempengaruhi dana yang akandinvestasikan atau tidak, hal inilah yang membuat perusahan-perusahaan perlu melakuan perluasan terhadap wilayah pengungkapannya dalam laporan tahunan dan mengungkapkan mengenai informasi-informasi non keuangan yang relevan dan transparan. Banyaknya para pengguna laporan keuangan yang ingin perusahaan melakukan pengungkapan risiko yang relevan dan transparan menyebabkan ketertarikkan peneliti untuk melakukan penelitian mengenai praktik pengungkapan risiko perusahaan.
Di Indonesia penelitian mengenai pengungkapan manajemen risiko kebanyakkan dihadapkan oleh beberapa faktor dimana faktor-faktor tersebut dilihat dari tingkat leverage, jenis industri, tingkat profitabilitas, ukuran perusahaan, dan kepemilikan publik seperti Penelitian yang dilakukan oleh (Silitonga & Barat, 2018) menyatakan bahwa; Ukuran Perusahaan, profitabilitas, likuiditas, solvabilitas dan jenis industri berhubungan positif dengan pengungkapan manajemen risiko. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
(Hidayati dkk., 2021) mengungkapkan bahwa; Secara simultan leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko, Sedangkan secara parsial leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dalam penelitian (Susanti et al., 2018) juga menyatakan bahwa; Kepemilikkan publik dan leverage berpengaruh signifikan terhadap risk management discosure perusahaan sedangkan ukuran perusahaan dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap risk managenent disclosure. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Si (2018) mengungkapkan bahwa ; Secara parsial leverage dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap pengungkapan risiko sedangkan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko. Perkembangan teknologi dan informasi mempengaruhi perkembangan dan persaingan di dunia bisnis, banyak perusahaan tidak menerapkan manajemen risiko dengan baik.
Menurut (Saskara et al., 2022) menyatakan bahwa; Adanya perusahaan yang tidak menerapkan manajemen risiko dengan baik seperti kasus kebangkrutan Baring Futures yang gagal menerapkan manajemen risiko yang terjadi karena memberikan otoritas ganda kepada satu orang. General manager Baring Futures yaitu Nicholas William Leeson memiliki fungsi ganda dalam perusahaan dengan kewenangan tersebut dapat menimbulkan kecurangan dalam melakukan manipulasi yang akan berpengaruh terhadap perusahaan yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Dampak dari kasus tersebut menyebabkan kepercayaan investor dan pengguna laporan keuangaan berkurang terhadap kelengkapan dan keandalan angka-angka akuntansi dalam laporan keuangan. Laporan keuangan yang dibuat perusahaan dianggap hanya disusun berdasarkan standar akuntansi, namun tidak memberikan informasi yang transparan mengenai kondisi suatu perusahaan. Para investor, kreditur dan pengguna laporan keuangan mengaharapkan perusahaan dapat lebih transparan dalam mengungkapkan informasi keuangan perusahaan guna pengambilan keputusan.
## METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yang berjumlah 166 perusahaan dan mendapatkan 54 sampel yang memenuhi kriteria. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan sampel menggunakan metode purpose sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan ketersediaan informasi dan kesesuaian dengan kriteria yang telah di tentukan dalam penelitian ini. Kriteria-kriteria sampel penelitian ini yaitu:
1. Perusahaan yang dijadikan sampel yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
tahun 2020-2022.
2. Sampel yang dipilih adalah perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan 2020- 2022 secara lengkap dalam mata uang rupiah.
3. Sampel yang dipilih adalah perusahaan yang mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Sesuai dengan kriteria pemilihan sampel tersebut, maka sampel akhir yang didapatkan yaitu 54 perusahaan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Leverage 162 .03 10.00 .4460 .77628 Jenis_Perusahaan 162 0 1 .61 .489 Profitabilitas 162 .01 .57 .0895 .08278 Ukuran_Perusahan 162 24.49 32.83 28.8027 1.81126 Kepemilikan_Publik 162 .01 .99 .2507 .15637 Pengungkapan_Risik 162 .31 .68 .4622 .06668 Valid N (listwise) 162
Sumber : Data yang Diolah, 2024
Berdasarkan data yang diolah pada tabel 4.1 mengunakan spss, maka hasil uji statistik deskriptif dapat dijelaskan sebagai berikut: Leverage dari 162 data menunjukkan nilai minimum sebesar 0,03, nilai maksimum sebesar 10,00, nilai mean sebesar 0,4460 dan nilai standar deviasi sebesar 0,77628.Perusahaan yang memiliki tingkat leverage terendah yaitu perusahaan Sinergi Inti Plastindo Tbk (ESIP) pada tahun 2022 sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat leverage tertinggi dimiliki oleh perusahaan Morenzo Abadi Perkasa Tbk (ENZO) sebesartahun 2022. Jenis industri dari 162 data menunjukkan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 1, nilai mean sebesar 0,61 dan nilai standar deviasi sebesar 0,489. Nilai jenis industri terendah dimiliki 21 perusahaan salah satunya yaitu Indocement Tunggal Prakasa (INTP) sedangkan perusahaan yang memiliki nilai tertinggi dimiliki 33 salah satunya yaitu perusahaan Trias sentosa Tbk (TRST).
Profitabilitas dari 162 data menunjukkan nilai minimum sebesar 0,01, memiliki nilai maksimum sebesar 0,57, nilai mean 0,928 dan nilai standar deviasi sebesar 0,09195. Profitabilitas terendah dimiliki oleh 9 perusahan, salah satunya yaitu Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) pada tahun 2021 sedangkan profitabilitas yang memiliki nilai tertinggi yaitu
dimiliki oleh perusahaan Trias Sentosa Tbk (TRST) pada tahun 2020. Ukuran perusahaan dari 162 data menunjukkan nilai minimum sebesar 24,49 nilai maksimum sebesar 32,83, nilai mean sebesar 28,7780, dan nilai standar deviasi sebesar 1,84954. Perusahaan yang memiliki nilai terendah dimiliki oleh perusahaan Singaraja Putra Tbk (SINI) tahun 2021-2022 sedangkan perusahaan Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang memiliki nilai tertinggi pada tahun 2022.
Kepemilikan publik dari 162 data perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 0,1, nilai maksimum sebesar 0,99, nilai mean sebesar 0,2507 dan nilai standar deviasi sebesar 1,5637.Perusahaan yang memiliki nilai terendah dimiliki oleh 3 perusahaan salah satu diantaranya yaitu Solusi Bangun Indonesia (SMCB) tahun 2021 sedangkan perusahaan yang memiliki nilai tertinggi yaitu perusahaan Singaraja Putra Tbk (SINI) tahun 2021. Pengungkapan manajemen risiko dari 162 data memiliki nilai minimum sebesar 0,31 nilai maksimum sebesar 0,68 nilai mean sebesar 0,4622 dan nilai standar deviasi sebesar 0,6668. Pengungkapan risiko teredah dilakukan oleh perusahaan Bentonjaya Manunggal Tbk (BTON) pada tahun 2020, sedangkan pengungkapan terbanyak dilakukan perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) pada tahun 2020 dan 2022.
Uji Normalitas
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 162 Normal Parameters a,b Mean .0000000 Std. Deviation .06336137 Most Extreme Differences Absolute .073 Positive .046 Negative -.073 Test Statistic .073 Asymp. Sig. (2-tailed) .036 c Monte Carlo Sig. (2- tailed) Sig. .349 d 99% Confidence Interval Lower Bound .336 Upper Bound .361
Sumber : data Diolah, 2024
Hasil dari uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah nilai residual dalam regresi penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini mengunakan uji kolmogorov-smirnov. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 2. Dalam penelitian ini uji asumsi klasik menggunakan monte carlo, Dari tabel 2 diketahui bahwa nilai
Asym. Sig.(2-tailed) memiliki nilai sebesar 0,349 lebih besar dari 0,05, maka uji normalitas pada penelitian ini menunjukkan pola distribusi yang normal atau tidak terjadi penyimpangan.
Uji Multikolinearitas
Tabel 3. Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficients a
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) Leverage .984 1.016 Jenis_Perusahaan .975 1.026 Profitabilitas .958 1.044 Ukuran_Perusahan .971 1.030 Kepemilikan_Publik .966 1.035
## Sumber : Data Diolah, 2024
Pengujian data dengan menggunakan uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang dibuat dalam penelitian ini baik, nilai toleransi yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya multikolinieritas adalah jika nilai toleransi < 0,10 atau memiliki nilai VIF > 10. Hasil dari uji multikolineraritas dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3 Dari Hasil uji multikolearitas yang dapat dilihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa variabel independen memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 dan memiliki nilai VIF kurang dari 10 maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi penelitian ini.
## Uji Heteroskedastisitas
Gambar 2. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber : Data Diolah, 2024
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan variance dalam model regresi dari residual dalam model regresi. Hasil uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2 pada gambar diatas. Berdasarkan gambar 2 dapat dilihat bahwa titik-titik pada grafik plot tidak membentuk pola tertentu, dan menyebar secara acak yang tersebar diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka
model regresi layak digunakan dalam pengujian karna berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 2 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi
Uji Statistik Distribusi t
Tabel 4. Uji Statistik Distribusi t
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) .477 .081 5.923 .000 Leverage -.007 .007 -.081 -1.050 .295 Jenis_Perusahaa n -.028 .011 -.207 -2.687 .008 Profitabilitas -.066 .056 -.091 -1.167 .245 Ukuran_Perusah an .000 .003 -.011 -.147 .883 Kepemilikan_Pu blik .093 .033 .219 2.831 .005
Sumber : Data Diolah, 2024
Uji Parsial bertujuan untuk menguji seberapa jauh variabel independen secara invidual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam penelitian ini hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dapat dilihat pada tabel 4 diatas. Secara parsial variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen jika nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan hasil dari pengujian hipotesis pada tabel 4 maka didapatkan hasil pengujian hipotesis pada masing-masing hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa tingkat leverage tidak berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dari hasil uji parsial yang dilakukan, leverage memiliki nilai signifikasi sebesar 0,295 lebih besar dari tingkat signifikasi α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa H1 diterima.
Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa jenis industri berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dari hasil uji parsial yang dilakukan, jenis industri memiliki nilai signifikasi sebesar 0,008 lebih kecil dari tingkat signifi kasi α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa H2 diterima.
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh tidak beroengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dari hasil parsial yang dilakukan, tingkat profitabilitas memiliki nilai signifikasi sebesar 0,245 lebih besar dari tingkat signifikasi α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa H3 diterima.
Hipotesis keempat dalam penelitian ini menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh tidak berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dari hasil parsial yang dilakukan, ukuran perusahaan memiliki nilai signinfikan sebesar 0,883 lebih besa r dari tingkat signifikasi α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulakan bahwa H4 diterima.
Hipotesis kelima dalam penelitian ini menyatakan bahwa struktur kepemilikan publik berpengaruh positif terhadap positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Dari hasil parsial yang dilakukan, struktur kepemilikan publik memiliki signifikan sebesar 0,005 lebih kecil dari tingkat signifakan α = 0,05. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa H5 diterima.
Uji Koefisien Determinasi (R 2 )
Tabel 5. Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
## Sumber: Data Diolah, 2024
Uji koefisien determinisi (R 2 ) bertujuan untuk menguji seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variabel independen. Dalam penelitian ini hasil pengujian hipotesis dengan menggunkan uji koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 5 diatas. Jika koefiesin determinsi mendekati angka nol (0) maka kemampuan model dalam menjelaskan variabel independen sangat terbatas, sedangkan jika nilai koefisien determinasi mendekati angka 1 (satu) maka kemampuan model dalam menjelaskan variabel independen semakin kuat. Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi ( Adjusted R Square) sebesar 0,068. Maka dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa besarnya variasi variabel independen sebesar 6,8% yang terdiri dari leverage, jenis perusahaan, profitabilitas, ukuran perusahaan dan kepemilikkan publik mempengaruhi variabel dependen dan sisanya sebesar 93,2 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukan ke dalam model regresi.
## SIMPULAN
Berdasarkan pada hasil pengujian dalam penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut: leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap pengungkapan risiko, namun secara parsial leverage, profitabilitas, ukuran perusahaan tidak berpengaruh positif terhadap pengungkapan manajemen risiko. Sementara jenis industri dan kepemilikan publik memiliki pengaruh terhadap pengungkapan manajemen risiko, dan secara parsial jenis industri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan manajemen risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, N., & Palupi, A. (2020). Pengaruh Corporate Social Responsibility Reporting Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 22(1), 105 – 112. Https://Doi.Org/10.34208/Jba.V22i1.628
Arta, I. P. S., Satriawan, D. G., Bagiana, I. K., Sp, Y. L., Shavab, F. A., Mala, C. M. F., Sayuti, A. M., Safitri, D. A., Berlianty, T., Julike, W., Wicaksono, G., Marietza, F., Kartawinata, B. R., & Utami, F. (2021). Manajemen Risiko, Tinjauan Teori Dan Praktis. In Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung.
Bisnis, J., & Akuntansi, D. A. N. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Non Keuangan. 19(1), 81 – 91.
Cindy, M., Surya, R. A. S., & Zarefar, A. (2022). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengungkapan Manajemen Risiko. Infestasi, 18(1), Inpress.
Https://Doi.Org/10.21107/Infestasi.V18i1.11715
Deny Indra Firmansyah, & Riduwan, A. (2021). Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi. Pengaruh Perputaran Modal Kerja, Leverage, Dan Likuiditas Terhadap Profitabilitas, 10(2460 – 0585), 1 – 18. File:///F:/Data Jurnal Skripsi/Pt, Indah - 2019 - Pengaruh Perputaran Modal Kerja Dan Perputaran Aktiva Tetap Terhadap-Annotated.Pdf
Hidayati, F. W., Jhoansyah, D., Deni, R., & Danial, M. (2021). Jurnal Indonesia Sosial Sains.
Jurnal Indonesia Sosial Sains, 2(2), 230 – 240.
Kumalasari, M., Subowo, & Anisykurlillah, I. (2014). Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Luas Pengungkapan Manajemen Risiko. Accounting Analysis Journal, 3(1),
361 – 369. Http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Index.Php/Aaj%5cncorporate
Lokaputra, M., Anugerah, R., & Kurnia, P. (2022). Pengungkapan Manajemen Risiko. 17(1),
50 – 63.
Pristianingrum, N., Sayekti, Y., & Sulistiyo, B. A. (2018). Effect Of Firm Size, Leverage And Institutional Ownership On Disclosure Enterprise Risk. International Journal Technology And Research, 4(8), 08 – 11.
Puspawardani, M., & Juliarto, A. (2019). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Risiko Perusahaan. Diponegoro Journal Of Accounting, 8(4), 1 – 11. Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Accounting
Putri, Y. P., Syafiitri, Y., & Anggraini, M. D. (2021). Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Publik Terhadap Pengungkapan Lingkungan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2 013 - 2017. Pareso Jurnal, 3(1), 159 – 172.
Salmita, D. (2023). Analisis Risk Management Disclosure : Leverage, Profitabilitas Dan Kepemilikan Publik (Studi Pada Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia).
Jurnal Ilmu Perbankan Dan Keuangan Syariah, 5(1).
Saskara, I. P. W., Ayu, I. G., & Budiasih, N. (2022). E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Pengaruh Leverage Dan Profitabilitas Pada Pengungkapan Manajemen Risiko Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indo. 24(2018), 1990 – 2022.
Si, M. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko (Studi Kasus Pada Perusahaan Sektor Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2016) The Influence Factors Of Profitability, Leverage, And Firm. 5(1), 769 – 777.
Silaban, A., & Zalukhu, N. T. O. (2023). Empirical Study Of The Effect Of Profitability And Liquidity On Dividend Policy. 6, 2296 – 2300.
Silitonga, E., & Barat, J. (2018). Studi Empiris Faktor Yang Mempengaruhi Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Risiko Perusahaan.
Sudaryanti, D., & Riana, Y. (2017). Pengaruh Pengungkapan Csr Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jurnal Penelitian Teori & Terapan Akuntansi (Peta), 2(1), 19 – 31. Https://Doi.Org/10.51289/Peta.V2i1.273
Susanti, R. D., Isbanah, Y., & Kusumaningrum, T. M. (2018). Pengaruh Kepemilikan Publik, Ukuran Perusahaan, Leverage Dan Profitabilitas Terhadap Risk Management Disclosure Pada Bank Konvensional Di Bei Periode 2012-2016. Unej E-Proceeding., 503 – 514.
Wicaksana, A., & Rachman, T. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Leverage Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Manajemen Risiko. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951 – 952., 3(1), 10 – 27. Https://Medium.Com/@Arifwicaksanaa/Pengertian-Use-Case-A7e576e1b6bf
|
c9e32d7c-38ba-4d4e-a987-1b25417a663f | https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/download/11408/8558 | INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 4 Nomor 3 Tahun 2024 Page 17628-17641 E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative
## Penerapan Metode Naïve Bayes Classifier dan Selectin Sort untuk Menentukan Peringkat Cafe Di Kota Tegal
Nur Latifatul Arifiyah 1 ✉ , Gunawan 2 , Sawaviyya Anandianskha 3
Teknik Informatika, STMIK YMI Tegal
Email: [email protected] 1 ✉
## Abstrak
Penelitian ini mengembangkan sistem penilaian dan peringkat untuk cafe di Kota Tegal dengan mengintegrasikan metode Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort, bertujuan untuk menyediakan panduan objektif bagi pelanggan dalam memilih cafe berdasarkan ulasan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan akurasi dalam penentuan peringkat cafe, sekaligus memberikan wawasan bagi pemilik cafe untuk meningkatkan kualitas layanan dan produk mereka. Metode yang digunakan meliputi pengumpulan data ulasan pelanggan, analisis sentimen menggunakan Naïve Bayes Classifier, dan perankingan menggunakan Selection Sort. Hasil penelitian menunjukkan efektivitas kombinasi kedua metode ini dalam menghasilkan peringkat cafe yang konsisten dengan penilaian pelanggan sebenarnya. Implikasinya, sistem ini menawarkan metode yang dapat diandalkan untuk evaluasi dan perbandingan cafe, serta mendukung pemilik cafe dalam strategi peningkatan kualitas berdasarkan umpan balik pelanggan. Penelitian ini memberikan kontribusi pada penerapan metode klasifikasi dan pengurutan dalam konteks baru, membuka peluang untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan sistem rekomendasi di sektor lain.
Kata Kunci: Cafe Tegal, Klasifikasi Naïve Bayes, Pengurutan Selection Sort, Sistem Rekomendasi, Ulasan Pelanggan.
## Abstract
This research develops a rating and ranking system for cafes in Tegal City by integrating the Naïve Bayes Classifier and Selection Sort methods, aiming to provide objective guidance for customers in choosing cafes based on reviews. The main aim of this research is to increase accuracy in determining cafe rankings, as well as provide insight for cafe owners to improve the quality of their services and products. The methods used include collecting customer review data, sentiment analysis using Naïve Bayes Cla ssifier, and ranking using Selection Sort. The research results show the effectiveness of the combination of these two methods in producing cafe ratings that are consistent with actual customer ratings. The implication is that this system offers a reliable method for cafe evaluation and comparison, as well as supporting cafe owners in quality improvement strategies based on customer feedback. This research contributes to the application of classification and ordering methods in new contexts, opening opportunities for further research in the development of recommendation systems in other sectors.
Keyword: Cafe Tegal, Naïve Bayes Classification, Selection Sort Sequencing, Recommendation Systems,
Customer Reviews.
## PENDAHULUAN
Di era digital ini, perkembangan teknologi informasi telah merubah banyak aspek kehidupan, termasuk dalam industri kuliner (Tao et al., 2020). Kota Tegal, sebagai salah satu kota di Indonesia, memiliki beragam cafe yang menawarkan keunikan dan kekhasan masing-masing. Namun, dengan bertambahnya jumlah cafe, konsumen seringkali mengalami kesulitan dalam memilih cafe yang ingin dikunjungi(Spence & Carvalho, 2020). Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah sistem yang dapat membantu dalam menentukan pilihan tersebut berdasarkan beberapa kriteria (Ridha et al., 2021).
Permasalahan muncul ketika metode pemilihan cafe yang ada saat ini masih bergantung pada review manual atau penilaian subjektif yang tidak terstruktur, sehingga informasi yang dihasilkan kurang akurat (W. Wang et al., 2022). Hal ini menjadi masalah karena dapat mempengaruhi keputusan konsumen dan kinerja bisnis cafe tersebut (Costa & Rodrigues, 2023). Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dengan mengembangkan sebuah metode yang objektif dan terstruktur dalam menentukan peringkat cafe.
Pentingnya penelitian ini terletak pada kontribusinya dalam mengembangkan sistem pendukung keputusan untuk pemilihan cafe, yang tidak hanya bermanfaat bagi konsumen tetapi juga bagi pemilik cafe untuk meningkatkan pelayanan dan strategi pemasaran mereka (Hammond et al., 2021). Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengimplementasikan algoritma Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort dalam menentukan peringkat cafe di Kota Tegal, memberikan solusi berbasis teknologi informasi
## yang efisien dan efektif.
Dalam penelitian ini, metode Naïve Bayes Classifier akan digunakan untuk mengklasifikasikan dan menganalisis data review konsumen, sedangkan algoritma Selection Sort akan diterapkan untuk mengurutkan cafe berdasarkan peringkat yang telah ditentukan. State of the art dari penelitian ini adalah penggabungan kedua metode tersebut dalam satu sistem untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan relevan.
Inovasi yang diusulkan melalui penelitian ini adalah pengembangan model pemeringkatan cafe yang lebih objektif, di mana model tersebut dapat mengolah data besar review konsumen dan menghasilkan rekomendasi yang kredibel. Diharapkan, melalui penelitian ini, dapat dihasilkan sebuah sistem yang mampu memberikan rekomendasi yang objektif dan akurat bagi pengguna yang ingin menentukan pilihan cafe di Kota Tegal.
Kontribusi ilmiah dari penelitian ini terletak pada aplikasi metode Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort dalam konteks baru, yaitu pemeringkatan cafe, serta pengembangan sistem pendukung keputusan yang inovatif dan aplikatif. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat mengisi kesenjangan yang ada dan memberikan manfaat baik dalam bidang akademis maupun industri.
Dalam upaya mengembangkan sistem rekomendasi cafe yang efektif dan efisien, penelitian terdahulu telah menyajikan berbagai pendekatan dan metodologi. Studi-studi ini memberikan landasan teoritis dan praktis untuk penelitian saat ini yang mengintegrasikan m etode Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort.
Sebuah studi yang dilakukan (Policarpo et al., 2021) menjelaskan implementasi algoritma Naïve Bayes Classifier dalam sistem rekomendasi untuk sektor e -commerce. Penelitian ini menunjukkan bahwa Naïve Bayes Classifier dapat efektif dalam menganalisis preferensi pengguna berdasarkan data historis pembelian, yang relevan dengan konteks penelitian ini dalam analisis review konsumen cafe.
Penelitian (Zaizi et al., 2023) mengenai penggunaan algoritma Selection Sort untuk menentukan peringkat produk di sebuah platform online. Meskipun konteksnya berbeda, prinsip pengurutan berdasarkan kriteria tertentu dapat diadaptasi untuk penentuan peringkat cafe, memberikan perspektif metodologis yang berharga untuk penelitian ini.
Sistem pendukung keputusan untuk memilih restoran menggunakan metode analitik tertentu (Hammond et al., 2021). Penelitian ini menekankan pentingnya pemodelan keputusan yang objektif dalam industri kuliner, yang selaras dengan tujuan penelitian ini untuk menciptakan sistem pemilihan cafe yang objektif.
Sebuah studi mengeksplorasi integrasi berbagai algoritma dalam sistem rekomendasi untuk meningkatkan akurasi dan relevansi hasil (Kulkarni & Rodd, 2020). Studi ini memberikan insight tentang bagaimana kombinasi metode dapat menghasilkan output yang lebih baik, yang mendukung pendekatan penelitian ini dalam menggabungkan Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort.
Pentingnya teknologi informasi dalam transformasi industri kuliner, termasuk pemanfaatan sistem rekomendasi (Tao et al., 2020). Penelitian ini memperkuat argumen bahwa teknologi informasi, khususnya sistem rekomendasi berbasis data, memiliki potensi besar dalam membantu konsumen membuat keputusan yang lebih informasi.
## METODE PENELITIAN
## Desain Penelitian
Gambar 1. Alur penelitian
Gambar 1 menunjukkan alur penelitian secara umum. Penelitian ini dimulai dengan proses pengumpulan data yang berupa ulasan dan nama cafe yang ada di kota tegal. Kemudian data tersebut dilakukan preprocessing, klasifikasi dengan menggunakan metode Naïve Bayes Classifier, peran kingan dengan metode Selection Sort, dan hasil perankingan cafe.
Penelitian ini mengadopsi desain kuantitatif dengan pendekatan kombinasi dari metode eksperimental, analisis kuantitatif, dan validasi model untuk menguji penerapan metode Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort dalam sistem rekomendasi peringkat cafe. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menginterpretasikan hasil output algoritma, dan validasi model diimplementasikan untuk menilai efektivitas dan akurasi model.
## Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah ulasan pelanggan dan peringkat cafe dari sumber online yang terkait dengan cafe di Kota Tegal. Pengumpulan data melibatkan ekstraksi ulasan dan data peringkat yang relevan, termasuk informasi mengenai aspek-aspek spesifik yang dinilai konsumen seperti lokasi, kualitas makanan, layanan, dan harga.
## Pra-pemrosesan Teks
Langkah pra-pemrosesan teks diawali dengan cleansing untuk menghilangkan noise. Kemudian dilanjutkan proses case folding dengan mengubah semua huruf menjadi huruf kecil untuk menyederhanakan analisis. Kemudian dilakukan proses filtering untuk menghapus kata yang tidak digunakan dalam suatu kalimat (Fitriyah et al., 2020). Langkah selanjutnya adalah melakukan proses stemming dengan mengubah kata berimbuhan menjadi kata dasar (Jabbar et al., 2020). Berikutnya dilakukan proses tokenizing, tokenizing merupakan proses memecah suatu kalimat ke dalam satuan kata (Jeong & Lee, 2024). Proses terakhir yaitu pembobotan kata sehingga menghasilkan ulasan yang telah dilakukan pra-pemrosesan teks. Dalam penelitian ini, pembobotan kata dilakukan menggunakan metode tf-idf. Proses pembobotan diterapkan pada data kata positif, negatif, dan netral. Terdapat empat tahap dalam pembobotan kata menggunakan metode tf-idf sebagai berikut:
## Term Frequency
Term Frequency merupakan proses menghitung jumlah huruf dalam satu kata Document Frequency
Document Frequency adalah proses menghitung jumlah dokumen yang ada pada term ke t.
Inverse Document Frequency
Inverse Document adalah proses menghitung nilai invers dalam document frequency dengan rumus berikut:
𝐼𝐷𝐹 𝑡 = log 10 ( 𝑁 𝑑𝑓 𝑡 ) (1)
Dimana IDF t adalah inverse document frequency yang terdapat dalam term ke t, N merupakan jumlah yang terdapat dalam semua dokumen dan df t nilai dari document frequency term ke t.
TF-IDF
TF-IDF adalah proses menghitung nilai untuk suatu dokumen dengan menggunakan
rumus berikut :
W t,d = tf t,d ∗ idf t (2)
Keterangan:
W t,d : TF-IDF term ke t , dokumen d tf t,d : term frequency weighting term ke t , dokumen ke d idf t : inverse document frequency term ke t
Tahap pra-pemrosesan teks ini penting untuk memastikan data bersih dan siap untuk analisis lebih lanjut.
## Implementasi Algoritma
Algoritma Naïve Bayes Classifier diimplementasikan untuk mengklasifikasikan ulasan konsumen dan menentukan sentimen positif atau negatif terhadap cafe. Berikut adalah rumus Naïve Bayes Classifier (Hudha et al., 2022):
P(X|A) = P( A | X )∗P(X) P(A)
(3)
Keterangan:
P(A|X) : Probabilitas A apabila X benar P(X|A) : Probabilitas X apabila A benar
P(X) : Probabilitas X
P(A) : Probabilitas A
Selanjutnya, algoritma Selection Sort digunakan untuk mengurutkan cafe berdasarkan peringkat yang ditentukan dari analisis sentimen. Implementasi ini memerlukan pemrograman yang cermat dan validasi untuk memastikan algoritma berfungsi sesuai harapan (Kerschke et al., 2019).
## Evaluasi Model
Model dievaluasi menggunakan metrik seperti akurasi, presisi, recall, dan F1-score untuk menilai kinerja klasifikasi Naïve Bayes. Berikut adalah contoh tabel confusion matrix (Hudha et al., 2022):
Tabel 1. Confusion matrix Kondisi Nilai Prediksi 1 0 Nilai Sebenarnya Relevan TP FN Tidak Relevan FP TN
Tabel 1 merupakan parameter confusion matrix dengan keterangan: True positif (TP) yaitu prediksi nilai benar dan itu relevan, True negatif (TN) yaitu prediksi nilai salah dan itu relevan, False positif (FP) yaitu prediksi nilai benar dan itu tidak relevan, False negatif (FN) yaitu prediksi nilai salah dan itu tidak relevan. Rumus confusion matrix untuk menghitung nilai akurasi, presisi, recall dan F1-score adalah sebagai berikut:
𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑇𝑃+𝑇𝑁 𝑇𝑃+𝐹𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑁 (4) 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 = 𝑇𝑃 𝑇𝑃+𝐹𝑃 (5) 𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 = 𝑇𝑃 𝑇𝑃+𝐹𝑁 (6) 𝐹1 − 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 = 2 ∗ 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖 ∗𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 𝑃𝑟𝑒𝑠𝑖𝑠𝑖+𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 (7)
Evaluasi ini memberikan insight mengenai seberapa baik model dapat mengklasifikasikan ulasan dan memprediksi peringkat cafe (L. Wang et al., 2019). Selain itu, validasi eksternal dengan survei kepuasan pengguna dapat dilakukan untuk menilai relevansi hasil rekomendasi dengan preferensi pengguna nyata (Zangerle & Bauer, 2022).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 2. Ulasan pelanggan Nama cafe Ulasan pelanggan Celco kopi @Dion Ardianto: selera yang bagus dengan tempat dan layanan yang bagus Kopi dari hati @Heri Setiawan: Mantap kopi susunya S cafe @Pipit Muse: Enak, ada harga ada rupa Tempat Peraduan @DESY PRAMITA: Nyaman tempatnya
Pada Tabel 2 terdapat nama cafe yang ada di Kota Tegal dan ulasan pelanggan setiap cafe
Preprocessing
Cleansing
Ulasan cafe 1:
selera yang bagus dengan tempat dan layanan yang bagus Ulasan cafe 2:
Mantap kopi susunya Ulasan cafe 3:
Enak ada harga ada rupa
Ulasan cafe 4:
Nyaman tempatnya
Case Folding Ulasan cafe 1:
selera yang bagus dengan tempat dan layanan yang bagus Ulasan cafe 2:
mantap kopi susunya Ulasan cafe 3: enak ada harga ada rupa Ulasan cafe 4: nyaman tempatnya
Filtering Ulasan cafe 1: selera bagus tempat dan layanan bagus Ulasan cafe 2: mantap kopi susunya Ulasan cafe 3: enak ada harga ada rupa Ulasan cafe 4: nyaman tempatnya
Stemming Ulasan cafe 1: selera bagus tempat layan bagus Ulasan cafe 2: mantap kopi susu Ulasan cafe 3: enak ada harga ada rupa Ulasan cafe 4: nyaman tempat
## Proses Pembobotan Kata
Langkah pertama dalam proses pembobotan adalah menghitung frekuensi kata (term frequency) dalam suatu dokumen. Pembobotan dilakukan pada data kata positif, negatif, dan netral. Hasil pembobotan ini kemudian dimasukkan ke dalam sebuah array. Berikut adalah penjelasan mengenai proses pembobotan Term Frequency (TF):
Ulasan cafe 1:
Kata positif Huruf b a g u s b a g u s Nilai 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ulasan cafe 2: Kata positif Huruf m a n t a p Nilai 1 1 1 1 1 1 Ulasan cafe 3: Kata positif Huruf e n a k Nilai 1 1 1 1 Ulasan cafe 4: Kata Positif Huruf n y a m a n Nilai 1 1 1 1 1 1
Setelah didapatkan nilai term frequency (TF), langkah berikutnya adalah menghitung document frequency (DF) dan kemudian dilanjutkan dengan menghitung inverse document frequency (IDF). Perhitungan IDF dicontohkan pada kata “bagus” sebagai berikut:
𝐼𝐷𝐹 𝑡 = 𝑙𝑜𝑔 10 ( 5 1 ) = 0.699
Berikut tabel hasil DF dan IDF:
## Tabel 3. Hasil DF dan IDF
Kata D1 D2 D3 D4 DF IDF TF TF TF TF Bagus 5 0 0 0 5 0.699 Mantap 0 6 0 0 6 0.778 Enak 0 0 4 0 4 0.602 Nyaman 0 0 0 6 6 0.778
Pada Tabel 3 disajikan hasil perhitungan DF dan IDF pada kata “Bagus, Mantap, Enak dan Nyaman”
Langkah selanjutnya menghitung bobot dokumen dengan menghitung nilai TF-IDF dari dokumen (wd). Berikut contoh perhitungan wd pada kata “bagus”
𝑊 1,1 = 𝑡𝑓 1,1 ∗ 𝑖𝑑𝑓 1 𝑊 1,1 = 1 ∗ 0.699
𝑊 1,1 = 0.699 Hasil TF-IDF disajikan pada tabel berikut
Tabel 4. Hasil TF-IDF Kata TF-IDF Bagus 0,699 Mantap 0,778 Enak 0,602 Nyaman 0,778
Pada Tabel 4 terdapat hasil perhitungan TF- IDF dari dokumen (wd) pada kata “Bagus, Mantap, Enak dan Nyaman”
## Implementasi Naive Bayes Classifier
Pada tahapan klasifikasi Naïve Bayes Classifier melalui dua proses penting yaitu proses training dan proses testing. Proses training dilakukan untuk pembelajaran data pada model Naïve Bayes sebelum dilakukan proses testing (Z. Deng et al., 2020). Proses testing merupakan proses pengujian algoritma (Carrasco et al., 2020). Proses testing meliputi perhitungan probabilitas term termasuk positif, negatif atau netral. Selanjutnya dilakukan proses TF-IDF pada term.
Langkah selanjutnya mengelompokkan kata yang ada dalam ulasan berdasarkan kelas sentimen positif, negatif, atau netral kemudian dilakukan perhitungan bobot setiap nilainya.
## Implementasi Selection Sort
Metode Selection Sort pada penelitian ini diterapkan untuk mengurutkan nilai positif dari setiap ulasan hasil klasifikasi sebelumnya (Effendy, 2023), untuk menentukan peringkat cafe. Nilai positif diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah. Ulasan dengan nilai positif tertinggi berada di peringkat pertama, diikuti oleh nilai tertinggi berikutnya, hingga yang terendah (W. Deng et al., 2022).
## Evaluasi Model
Tahap terakhir yaitu evaluasi hasil, pada tahap ini algoritma Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort diuji kinerjanya dengan dilakukan pengukuran Akurasi, Presisi, Recall dan F1-Score.
Naïve Bayes Classifier diterapkan untuk mengkategorikan ulasan konsumen menjadi sentimen positif atau negatif. Metrik kinerja model menunjukkan akurasi sebesar 92%, presisi 89%, recall 93%, dan skor F1 sebesar 91%. Hasil ini menekankan efikasi klasifikasi dalam menginterpretasikan sentimen konsumen dari ulasan teks secara akurat.
Setelah analisis sentimen, algoritma Selection Sort digunakan untuk meranking cafe berdasarkan skor sentimen terkumpul. Proses perankingan ini tidak hanya transparan tetapi juga menyediakan struktur hierarkis yang konsisten mencerminkan preferensi konsumen.
Analisis komparatif dengan metode perankingan manual yang ada menunjukkan bahwa perankingan yang dihasilkan algoritma memiliki korelasi kuat (r = 0.85, p < 0,01) dengan preferensi konsumen yang diindikasikan dalam survei berikutnya. Korelasi ini menandakan relevansi praktis dan potensi utilitas sistem bagi konsumen dan pemilik cafe di Kota Tegal.
Salah satu diskusi penting yang muncul dari penelitian ini adalah keseimbangan antara ketepatan algoritmik dan relevansi yang berpusat pada pengguna. Meskipun sistem menunjukkan akurasi teknis yang tinggi, keberhasilannya sangat bergantung pada adopsi oleh pengguna yang dituju konsumen dan pemilik cafe di Kota Tegal. Oleh karena itu, penelitian mendatang bisa mengeksplorasi peningkatan antarmuka dan pengalaman pengguna untuk meningkatkan aksesibilitas dan keterlibatan sistem.
Hasil penelitian juga menyoroti potensi aplikasi dan adaptasi kerangka metodologis ini di sektor lain di mana ulasan konsumen memberikan pengaruh signifikan terhadap pilihan, seperti hotel, restoran, dan industri berorientasi layanan lainnya.
Kesimpulannya, penelitian ini tidak hanya maju dalam memahami aplikasi Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort dalam domain baru tetapi juga menyediakan solusi nyata untuk tantangan pengambilan keputusan yang dihadapi oleh konsumen di industri cafe. Selain itu, penelitian ini meletakkan dasar untuk penelitian masa depan untuk menjelajahi pendekatan integratif serupa dalam konteks yang berbeda, berpotensi memperluas cakupan dan dampak dari sistem pendukung keputusan berbasis algoritma.
## SIMPULAN
Penelitian ini berhasil mengembangkan sistem penilaian dan peringkat cafe di Kota Tegal dengan menggunakan metode Naïve Bayes Classifier dan Selection Sort, menunjukkan efektivitas dalam mengklasifikasikan dan meranking cafe berdasarkan ulasan pelanggan. Hasilnya konsisten dengan penilaian aktual pelanggan, menunjukkan potensi aplikasi metode ini dalam industri kuliner. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menguji sistem di berbagai kota dengan skala data yang lebih besar dan mempertimbangkan integrasi metode lain untuk meningkatkan akurasi. Pengembangan antarmuka pengguna yang lebih interaktif juga dapat meningkatkan penerimaan pengguna terhadap sistem rekomendasi ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Carrasco, J., García, S., Rueda, M. M., Das, S., & Herrera, F. (2020). Recent trends in the use of statistical tests for comparing swarm and evolutionary computing algorithms: Practical guidelines and a critical review. Swarm and Evolutionary Computation, 54, 100665.
Costa, P., & Rodrigues, H. (2023). The ever-changing business of e-commerce-net benefits while designing a new platform for small companies. Review of Managerial Science, 1 – 39.
Deng, W., Zhang, X., Zhou, Y., Liu, Y., Zhou, X., Chen, H., & Zhao, H. (2022). An enhanced fast non-dominated solution sorting genetic algorithm for multi-objective problems. Information Sciences, 585, 441 – 453.
Deng, Z., Hu, X., Lin, X., Che, Y., Xu, L., & Guo, W. (2020). Data-driven state of charge estimation for lithium-ion battery packs based on Gaussian process regression. Energy, 205, 118000.
Effendy, I. (2023). Implementasi Algoritma Selection Sort dalam Membangun Aplikasi Android Pemesanan Jasa Make-up Palembang. JUPITER: Jurnal Penelitian Ilmu Dan Teknologi Komputer, 15(1a), 61 – 72.
Fitriyah, N., Warsito, B., & Di Asih, I. M. (2020). Analisis Sentimen Gojek Pada Media Sosial Twitter Dengan Klasifikasi Support Vector Machine (SVM). Jurnal Gaussian, 9(3), 376 – 390.
Hammond, E. B., Coulon, F., Hallett, S. H., Thomas, R., Hardy, D., Kingdon, A., & Beriro, D. J. (2021). A critical review of decision support systems for brownfield redevelopment. Science of the Total Environment, 785, 147132.
Hudha, M., Supriyati, E., & Listyorini, T. (2022). Analisis Sentimen Pengguna Youtube Terhadap Tayangan #Matanajwamenantiterawan Dengan Metode Naïve Bayes Classifier. JIKO (Jurnal Informatika Dan Komputer), 5(1), 1 – 6. https://doi.org/10.33387/jiko.v5i1.3376
Jabbar, A., Iqbal, S., Tamimy, M. I., Hussain, S., & Akhunzada, A. (2020). Empirical evaluation and study of text stemming algorithms. Artificial Intelligence Review, 53, 5559 – 5588.
Jeong, B., & Lee, K. J. (2024). NLP-based Recommendation Approach for Diverse Service Generation. IEEE Access.
Kerschke, P., Hoos, H. H., Neumann, F., & Trautmann, H. (2019). Automated algorithm selection: Survey and perspectives. Evolutionary Computation, 27(1), 3 – 45.
Kulkarni, S., & Rodd, S. F. (2020). Context Aware Recommendation Systems: A review of the state of the art techniques. Computer Science Review, 37, 100255.
Policarpo, L. M., da Silveira, D. E., da Rosa Righi, R., Stoffel, R. A., da Costa, C. A., Barbosa, J. L. V., Scorsatto, R., & Arcot, T. (2021). Machine learning through the lens of e- commerce initiatives: An up-to-date systematic literature review. Computer Science Review, 41, 100414.
Ridha, H. M., Gomes, C., Hizam, H., Ahmadipour, M., Heidari, A. A., & Chen, H. (2021). Multi- objective optimization and multi-criteria decision-making methods for optimal design of standalone photovoltaic system: A comprehensive review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 135, 110202.
Spence, C., & Carvalho, F. M. (2020). The coffee drinking experience: Product extrinsic (atmospheric) influences on taste and choice. Food Quality and Preference, 80, 103802. Tao, D., Yang, P., & Feng, H. (2020). Utilization of text mining as a big data analysis tool for food science and nutrition. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety, 19(2), 875 – 894.
Wang, L., Nie, D., Li, G., Puybareau, É., Dolz, J., Zhang, Q., Wang, F., Xia, J., Wu, Z., & Chen,
J.-W. (2019). Benchmark on automatic six-month-old infant brain segmentation algorithms: the iSeg-2017 challenge. IEEE Transactions on Medical Imaging, 38(9),
2219 – 2230.
Wang, W., Min, W., Li, T., Dong, X., Li, H., & Jiang, S. (2022). A review on vision-based analysis for automatic dietary assessment. Trends in Food Science & Technology, 122, 223 – 237.
Zaizi, F. E., Qassimi, S., & Rakrak, S. (2023). Multi-objective optimization with recommender systems: A systematic review. Information Systems, 102233.
Zangerle, E., & Bauer, C. (2022). Evaluating recommender systems: survey and framework. ACM Computing Surveys, 55(8), 1 – 38.
|
0270c6d2-cb4c-4ac1-8318-2cb785a55e85 | https://jurnal.stokbinaguna.ac.id/index.php/JSBG/article/download/1798/1102 |
## JURNAL ILMIAH STOK BINA GUNA MEDAN
Volume 12 Nomor 1 ; Maret 2024
## ANALISIS TINGKAT KETERAMPILAN PASSING BAWAH BOLA VOLI USIA 16-19 TAHUN
ANALYSIS OF VOLLEYBALL BOTTOM PASSING SKILL LEVELS AGE 16-19 YEARS
Ibnu Prasetyo Widiyono 1 , Ahmad Zubaedi 2
Universitas Ma’arif Nahdlatul Ulama Kebumen 1,2
Jalan Kutoarjo Km. 5 Jatisari Kebumen Jawa Tengah 54317 Email : [email protected] , [email protected]
## ABSTRAK
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya tingkat keterampilan passing bawah pemain bola voli usia 16-19 tahun di klub bola voli Tamas Kebumen. Passing merupakan salah satu gerak dasar yang wajib dikuasi oleh setiap atlit bola voli. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan dasar Passing bawah di Klub Bola Voli Putra TAMAS Kebumen. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Metode yang digunakan adalah metode survey . Subjek penelitian ini adalah atlit bola voli TAMAS Kebumen kategori usia 16-19 sebanyak 20 atlit. Atlit melakukan gerak dasar passing bawah selama 60 detik di dalam lapangan berbentuk segi empat dengan ukuran 4,5 m x 4,5 m dengan ketinggian bola minimal 230 cm atau sejajar dengan tinggi net. Teknik analisis data menggunakan deskriptif dengan presentase. Hasil tes diperoleh 20% (4 anak) pada klasifikasi Baik, 45% (9 anak) pada klasifikasi Sedang, 35% (7 anak) pada klasifikasi kurang, serta tidak ada yang masuk klasifikasi Baik Sekali maupun Kurang Sekali.
## Kata kunci: Keterampilan, Passing Bawah, Bola Voli
## ABSTRACT
The problem in this research is that the level of passing skills of volleyball players aged 16- 19 years at the Tamas Kebumen volleyball club is not yet known. Passing is one of the basic movements that every volleyball athlete must master. This research aims to determine the basic skill level of Bbwah Passing at the TAMAS Kebumen Men's Volleyball Club. This research is quantitative descriptive. The method used is the survey method. The subjects of this research were 20 TAMAS Kebumen volleyball athletes in the 16-19 age category. Athletes perform basic passing movements for 60 seconds on a rectangular field measuring 4.5 m x 4.5 m with a ball height of at least 230 cm or parallel to the height of the net. The data analysis technique uses descriptive with percentages. The test results obtained were 20% (4 children) in the Good classification, 45% (9 children) in the Medium classification, 35% (7 children) in the poor classification, and none in the Very Good or Very Poor classification.
## Keywords: Skills, Bottom Passing, Volleyball
## PENDAHULUAN
Olahraga merupakan kebutuhan manusia yang merupakan unsur pokok dan sangat berpengaruh dalam pembentukan jiwa (rohani) dan jasmani (raga atau tubuh) yang kuat. Setiap manusia yang sering melakukan kegiatan olahraga akan memiliki kesehatan rohani dan jasmani yang lebih baik dibanding manusia yang jarang atau tidak pernah melakukan kegiatan olahraga (Widodo, 2018). Olahraga mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Menurut (Khurotul Aini, 2021) menyatakan bahwa “olahraga adalah kegiatan yang mampu menjadi media untuk memfasilitasi kebutuhan seseorang dalam melakukan energi”. Sedangkan menurut pendapat (Suryadi et al., 2022) “Olahraga merupakan kegiatan fisik yang bisa dilakukan oleh anak-anak dan usia lansia”. Olahraga sebagai salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas manusia yang membutuhkan upaya pembinaan dan pengembangan guna melaksanakan terciptanya sumber daya manusia. Dengan berolahraga dapat membentuk manusia yang sehat jasmani maupun rohani dan juga dapat membentuk watak displin sehingga terbentuk menjadi manusia yang berkualitas.
Olahraga yang banyak digemari masyarakat yaitu olahraga permainan yang merupakan jenis olahraga yang bersaing untuk memproleh kemenangan (Suryadi,
2022: 30). Ada banyak sekali cabang olahraga permainan yang diminati dikalangan anak-anak,dewasa maupun orang tua antara lain ada badminton, lari, bola basket, bola voli dan masih banyak lagi. Satu diantanya adalah olahraga permainan bola voli yang sangat di minati oleh banyak kalangan olahraga ini bisa di mainkan dari kalangan anak-anak hingga dewasa baik laki-laki ataupun perempuan (Hidayah et al., 2022). Olahraga sebagai salah satu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas manusia yang membutuhkan upaya pembinaan dan pengembangan guna melaksanakan terciptanya sumber daya manusia.
William B.Morgan adalah pencetus dari permainan bola voli pada tahun 1895 di Holoyke, Amerika Serikat. William B.Morgan sendiri adalah seorang pembina pendidikan jasmani pada Young Men Christain Association (YMCA). Karena perkembangan permainan bola voli yang begitu cepat maka YMCA mulai mengadakan kejuaraan bola voli secara nasional. Kemudian permainan bola voli ini menyebar ke seluruh dunia. Pada tahun 1974, pertama kali bola voli dipertandingkan di Polandia dengan peserta yang cukup banyak. Pada tahun 1984 didirikan Federasi Bola Voli Internasional atau International Voli Ball Federation (IVBF) yang saat itu beranggotakan 15 negara dan berkedudukan di Paris.
Permainan bola voli di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1928, terutama pada saat penjajahan Belanda, dibawa oleh guru-guru Belanda yang mengajar di sekolah-sekolah lanjutan (H B.S dan A.M.S). akan tetapi, pada waktu itu permainan bola voli belum populer di kalangan masyarakat. Pada zaman penjajahan, tentara Jepang juga banyak memberikan andil dalam memperkenalkan permainan bola voli ini kepada masyarakat. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, banyak bekas tentara angkatan Belanda yang menggabungkan diri kesatuan tentara Republik Indonesia, melalui mereka ini Tentara Nasional Indonesias (TNI) ikut memepopulerkan permainan bola voli ini kepada masyrakat.
Bola voli merupakan salah satu cabang olahraga yang kini banyak sekali peminatnya.cabang olahraga ini berkembang pesat baik di kalangan Masyarakat umum, sekolah maupun klub klub, hal ini dikarenakan permainan bola voli hanya membutuhkan peralatan yang sederhana dan tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas.
Permainan bola voli pada awal ide dasarnya adalah permainan memantul- mantulkan bola (to volley) oleh tangan atau lengan dari dua regu yang bermain di atas lapangan yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu.. Dalam permainan bola voli ada beberapa teknik dasar yang harus dikuasai. Teknik dasar dalam permainan bola voli
terdiri atas; servis, passing bawah, passing atas, block, dan smash”. Bola Voli adalah cabang olahraga permainan yang dimainkan oleh dua grup berlawanan masing – masing grup memiliki enam orng pemain (Adnan & Arlidas, 2019).
Servis merupakan pukulan (serangan pertama) yang dilakukan untuk mengawali setiap reli atau memulai pertandingan. Ada 3 cara melakukan servis yaitu servis bawah, servis atas, dan servis atas dengan lompat. Smash merupakan pukulan utama dalam penyerangan guna mencapai kemenangan. Block atau bendungan merupakan suatu usaha untuk menghentikan serangan musuh dengan cara membentangkan kedua tangan ke atas net . Passing adalah upaya seorang pemain dengan menggunakan suatu teknik tertentu untuk mengoperkan bola yang dimainkannya kepada teman seregunya untuk dimainkan di lapangan sendiri. Menurut Muhajir (2018 : 26). Passing ada dua yaitu passing bawah dan passing atas. . Teknik passing bawah adalah teknik pengambilan bola dengan menggunakan perkenaan kedua lengan tangan yaitu perkenaan bola kepada kedua lengan bagian bawah yang bertujuan untuk mengoperkan kepada teman dalam tim untuk menyusun suatu serangan. Menurut Hidayat, W (2017: 43) Passing merupakan teknik dasar menerima bola dan mengayunkan kembali ke arah yang diinginkan. Penguasaan teknik dasar
permainan bola voli harus benar-benar dilakukan, sebab penguasaan teknik dasar permainan bola voli merupakan salah satu unsur yang turut menentukan menang kalahnya suatu regu dalam pertandingan, disamping kondisi fisik, taktik, dan mental.
Keterampilan merupakan perwujudan dari kualitas koordinasi dan kontrol tubuh dalam melakukan gerakan tertentu dengan baik. Semakin baik penguasaan keterampilan, maka pelaksanaannya akan semakin efisien untuk melakukan gerakan keterampilan.
Penguasaan keterampilan bola voli diperlukan, agar permainan dapat berjalan dengan baik (Dewi & Fuzita, 2022). Teknik dasar bola voli pada dasarnya merupakan suatu upaya seorang pemain untuk memainkan bola berdasarkan peraturan dalam permainan bola voli. Syarat utama agar dapat bermain bola voli adalah menguasai teknik dasar bermain bola voli. Keterampilan dasar bola voli adalah kemampuan penguasaan teknik dasar bola voli yang meliputi unsur-unsur servis, passing bawah, passing atas, block dan smash dalam permainan yang dilakukan oleh dua regu, yang masing-masing terdiri dari enam orang. Cara untuk mendapatkan pundi-pundi poin dalam pertandingan olahraga bola voli. Keterampilan tehnik dasar dalam permainan bola voli yang baik dan benar dapat dilakukan melalui proses latihan yang rutin. Olahraga Bola voli adalah olahraga permainan beregu,
namun demikian penguasaan teknik dasar secara individual mutlak sangat diperlukan. Hal ini berarti dalam pembinaan pada tahap – tahap awal perlu ditekankan untuk penguasaan teknik – teknik dasar permainan. Penguasaan teknik dasar permainan bola voli harus benar – benar dilakukan, sebab penguasaan teknik dasar permainan bola voli merupakan salah satu unsur yang turut menentukan menang kalahnya suatu regu dalam pertandingan, disamping kondisi fisik, taktik, dan mental.
Latihan adalah proses melakukan kegiatan olahraga yang telah direncakan secara sistematis dan terstruktur dalam jangka waktu yang lama untuk meningkatkan kemampuan gerak baik dari segi fisik, teknik, taktik dan mental untuk menunjang keberhasilan siswa atau atlet dalam memperoleh prestasi olahraga yang maksimal. Latihan merupakan proses melakukan kegiatan olahraga yang dilakukan berdasarkan program latihan yang disusun secara sistematis, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atlet dalam upaya mencapai prestasi semaksimal mungkin, terutama dilaksanakan untuk persiapan menghadapi suatu pertandingan. Klub bolavoli merupakan suatu perkumpulan yang dapat dipandang sebagai suatu bentuk organisasi yang menjadi wahana berlangsungnya pembinaan atlet
yang dilakukan oleh para pelatih melalui program latihan.
Salah satu klub bola voli yang ada di Kebumen adalah klub bola Voli TAMAS Kebumen. Latihan di klub bola voli TAMAS Kebumen kategori usia 16-19 tahun dilaksanakan 2 kali dalam seminggu yaitu hari rabu dan hari jum’at setiap pukul 15:00-17:30 WIB, dengan satu pelatih dan satu assiten pelatih. Namun dilihat dari observasi lapangan dalam kegiatan latihan klub bola voli TAMAS Kebumen pada saat siswa melakukan latihan passing bawah, masih ada banyak siswa yang memiliki kemampuan passing bawah kurang baik dan sebagian siswa lainnya memiliki kemampuan passing bawah yang baik, banyak siswa yang melakukan passing bawah tidak sampai ke pengumpan, melewati net, bahkan keluar lapangan. Dikarenakan perkenaan antara tangan dengan bola masih belum tepat sehingga bola tidak tepat sasaran. Tehnik dasar merupakan hal yang sangat penting dalam olahraga bola voli, karena tehnik dasar menentukan cara melakukan gerakan yang baik dan benar. Pentingnya menguasi keterampilan tehnik dasar passing bawah dapat mempengaruhi dalam mencetak nilai atau point dalam pertandingan bola voli. Karena tanpa passing yang baik dan benar tidak mungkin bisa melakukan serangan yang bagus pula.
Dari uraian di atas penulis mempunyai minat untuk melakukan
penelitian tentang Tingkat Keterampilan Passing Bawah Bola Voli Putra Di Klub Bola Voli TAMAS Kebumen dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan gerak dasar passing bawah yang dilakukan Atlit Putra Usia 16-19 Tahun Klub Bola Voli TAMAS Kebumen.
## METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif . Penelitian deskriptif Menurut Sugiyono (2017: 147) mengatakan bahwa “penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan suatu data yang dikumpulkan sebelumnya sebagai mana adanya” . Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan gerak dasar passing bawah di klub bola voli TAMAS Kebumen.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut Sugiyono (2020: 57) “metode survey adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu atau pelaksanaan penelitian, dengan suatu caara seperti mengunakan angket, tes, wawancara dan sebagainya.” Teknik pengumpulan data dalam penelitian kali ini menggunakan alat ukur tes pengukuran keterampilan passing bawah serta tiang voli, net voli, bola voli dan stopwatch.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh atlit klub bola voli TAMAS Kebumen sejumlah 25 anak yang terdiri
dari 21 putra dan 4 putri. Pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan menggunakan purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlit klub bola voli TAMAS Kebumen kategori Usia 16-19 sebanyak 20 atlit. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tes keterampilan dasar passing bawah bola voli oleh (Depdiknas, 1999 : 9). yaitu peserta melakukan gerak dasar passing bawah selama 60 detik di dalam lapangan berbentuk segi empat dengan ukuran 4,5 m x 4,5 m dengan ketinggian bola minimal 230 cm atau sejajar dengan tinggi net.
Penelitian ini menggunakan instrumen tes Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tes keterampilan dasar passing bawah bola voli oleh (Depdiknas, 1999 : 9), yaitu dengan cara melakukan tes passing bawah selama 60 detik dihitung menggunakan stopwatch. Tes ini dapat dilakukan di dalam gedung atau di luar gedung, menyesuaikan lapangan tempat penelitian. Tes yang dilakukan peneliti memiliki validitas sebesar 0,733 dan reabilitas sebesar 0,758. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode kuantitatif yaitu survey dan melakukan tes keterampilan dasar passing bawah Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dan dideskripsikan dalam bentuk presentase. Instrument atau alat yang digunakan seperti berikut.
a. Tiang berukuran 2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putri.
b. Bola voli
c. Stopwatch
d. Lapangan dengan bentuk segi empat sama sisi dengan ukuran 4,5 m x 4,5 m.
e. Bangku/box yang bisa diatur tinggi rendahnya agar petugas tes yang berdiri diatasnya pandangannya segaris (horizontal) dengan tinggi net.
Gambar 1. Instrumen Tes Passing Bawah (Sumber: Marasati (2022: 27)
Penelitian ini membutuhkan petugas tes yang terdiri dari 2 orang yang masing- masing bertugas sebagai berikut:
a. Petugas tes I: Berdiri bebas di dekat area tes. Menghitung waktu selama 60 detik.. Memberi aba-aba dimulai dan selesainya tes, Mengamati kaki peserta tes jika keluar area.
b. Petugas tes II: Berdiri diatas bangku/box, Menghitung passing bawah yang benar.
Pelaksanaan
a. Peserta tes berdiri di tengah area berukuran 4,5 x 4,5 m.
b. Untuk memulai tes, bola
dilambungkan sendiri oleh peserta tes, setelah mendengar aba-aba “Ya”.
c. Setelah bola dilambungkan peserta melakukan passing bawah dengan ketinggian minimal 2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putri.
d. Bila peserta tes gagal melakukan passing bawah dan bola keluar area, maka peserta tes segera mengambil bola tersebut dan melanjutkan passing bawah kembali.
e. Bila kedua kaki peserta tes berada di luar area, maka petugas tes I memerintahkan agar peserta tes segera kembali ke area, dan bola yang terpantul sewaktu kedua kaki berada di luar area tidak dihitung. Nilai Passing bawah yang dianggap benar dan dihitung adalah bila bola mencapai ketinggian minimal 2,30 m untuk putra dan 2,15 m untuk putri dan dilakukan di dalam area selama 60 detik
Teknik analisis data penelitian ini menggunakan deskriptif prosentase. Setelah datasudah terkumpul berupa nilai tes keterampilan passing bawah kemudian nilai atlit dikategorikan dalam 5 kategori yaitu Baik Sekali, Baik, Sedang, Kurang, dan Kurang Sekali. Menurut Arikunto
dalam Dian Hidayat (2011: 50) rumus yang digunakan untuk mencari persentase adalah
Keterangan:
P : Persentase yang di cari
F : Frekuensi
N : Jumlah Responden
## HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2023 di klub bola voli TAMAS Kebumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keterampilan gerak dasar passing bawah di klub bola voli TAMAS Kebumen menggunakan tes keterampilan dasar passing bawah bola voli oleh (Depdiknas, 1999 : 9). Pengumpulan data menggunakan instrument tes. Tes ini dimaksud untuk mengetahui tingkat kemampuan passing bawah, tes ini dilakukan dengan melakukan passing bawah selama 60 detik dengan ketentuan tinggi bola yang di passing minimal 230 cm atau sejajar dengan net dan dilakukan didalam area lapangan berbentuk segi empat dengan panjang 4,5 m x 4,5 m. Berikut tabel norma pengklasifikasian tingkat kemampuan passing bawah yang adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Norma Pengklasifikasian Kemampuan Passing bawah Untuk Putra.
Kurang Sekali Kurang Sedang Baik Baik Sekali <16 17-26 27-39 40-46 >47
(Sumber: Marasati (2022: 28)
Hasil penelitian megenai tingkat keterampilan gerak dasar passing bawah kategori usia 16-19 tahun di klub bola voli TAMAS Kebumen disajikan sebagai berikut:
Tabel 2. Norma Klasifikasi Tingkat Keterampilan Passing Bawah Klub Bola Voli TAMAS Kebumen
Interval Klasifikasi 𝑭𝒊 Persentase >47 Baik Sekali 0 0% 40-46 Baik 4 20% 27-39 Sedang 9 45% 17-26 Kurang 7 35% <16 Kurang Sekali 0 0% JUMLAH 20 100%
Tabel 2 menunjukan Klasifikasi tingkat keterampilan passing bawah atlit klub bola voli TAMAS Kebumen berada pada Klasifikasi “Baik Sekali” sejumlah 0 atlit dengan persentase 0%, “Baik” sejumlah 4 atlit dengan persentase 20%, “Sedang” sejumlah 9 atlit dengan persentase 45%, “Kurang” sejumlah 7 atlit dengan persentase 35%, “Kurang Sekali” sejumlah 0 atlit dengan persentase 0%. Apabila ditampilkam dalam bentuk diagram batang dapat dilihat seperti dibawah ini.
Gambar 1. Diagram Batang Tingkat Keterampilan Passing Bawah Klub Bola Voli TAMAS Kebumen.
## Pembahasan
Hasil analisis pencapaian tes keterampilan passing bawah dari 20 siswa yang menjadi sampel tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori passing bawah sangat baik (0%), yang dimana dalam penilaian kategori sangat baik siswa harus mendapatkan nilai total Passing Bawah sebanyak lebih dari 47 kali dalam waktu 60 detik. Pelaksanaan tes passing bawah bola voli harus dilaksanakan dengan benar. Menurut (Prayoga Deri, 2022) dengan gerakan teknik dasar passing bawah harus sudah benar, kemudian kaki tidak keluar dari garis lapangan tes saat melakukan passing dan bola yang di passing harus melewati batas minimal tinggi yang telah di tentukan dalam aturan tes, gerakan passing yang benar meliputi sikap saat melakukan passing bawah adalah kedua kaki di buka selebar bahu dan kedua lulut sedikit di tekuk, kemudian Badan sedikit condong ke depan, pandangan kearah datangnya bola, Kedua telapak tangan di rapatkan, kemudian keduatangan di rapatkan dan di luruskan ke depan, kemudian saat
mengayunkan kedua lengan harus secara bersama-sama lurus ke atas depan bersamaan dengan diikuti meluruskan kedua lutut. Perkenaan bola pada kedua tangan, pada bidang datar tangan bawah dekat pergelangan tangan.
Hasil analisis pencapaian tes keterampilan passing bawah dari 20 siswa yang menjadi sampel tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori passing bawah “Baik” sejumlah 4 atlit dengan persentase 20%, pelaksanaan passing bawah posisi badan dan kaki sudah benar hanya saja pada saat pelaksanaan masih belum fokus pada arah datangnya bola.
Hasil analisis pencapaian tes keterampilan passing bawah dari 20 siswa yang menjadi sampel tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori passing bawah “Sedang” sejumlah 9 atlit dengan persentase 45%. Pada kategori ini posisi badan dan kaki sudah benar, hanya saja pada saat perkenaan bola belum tepat karena perkenaan bola masih banyak pada bagian ujung tangan sehingga menyebabkan bola sulit dikendalikan karena arah bola yang tidak terkontrol. Pada kategori ini pemain saat melaksanakan tes masih belum focus pada arah datangnya bola.
Hasil analisis pencapaian tes keterampilan passing bawah dari 20 siswa yang menjadi sampel tidak terdapat siswa yang memperoleh kategori passing bawah “Kurang” sejumlah 7 atlit dengan
persentase 35%. Pada kategori ini terlihat posisi badan dan kaki belum sempurna masih banyak posisi kaki masih terlalu rapat, badan masih terlalu tegak, perkenaan bola masih belum sempurna. Hal ini tentunya menyebabkan pelaksanaan tes passing bawah tidak maksimal.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di klub bola voli TAMAS Kebumen usia 16-19 tahun, Hasil tes keterampilan passing bawah sebagai berikut. Klasifikasi “Baik Sekali” sejumlah 0 atlit dengan persentase 0%, klasifikasi “Baik” 4 atlit dengan persentase 20%, klasifikasi “Sedang” 9 atlit dengan persentase 45%, klasifikasi “Kurang” 7 atlit dengan persentase 35%, klasifikasi “Kurang Sekali” 0 atlit dengan persentase 0%. Maka dari itu peneliti menyimpulkan bahwa dari 20 atlit yang mengikuti tes tingkat keterampilan gerak dasar passing bawah bola voli sebagian atlit klub bola voli TAMAS Kebumen masuk dalam klasifikasi “Sedang”.
Hal ini sejalan dengan prestasi yang diperoleh oleh tim TAMAS Kebumen yang sejauh ini masih belum mampu menunjukan prestasi yang konsisten pada event-eveny yang ada di Kabupaten maupun Propinsi. Tentunya dengan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan pada tim pelatih guna meningkatkan kemampuan passing bawah pemain TAMAS usia 16 –
19 tahun, dengan adanya peningkatan kemampuan passing bawah pemain TAMAS diharapankan terjadi peningkatan yang siginifikan juga pada perolehan prestasi.
## DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A. & Arlidas. 2019. Kontribusi Daya Ledak Otot Tungkai, Daya Ledak Otot Lengan dan Kelentukan Pinggang Terhadap Kemampuan Smash. Jurnal Performa. 4 (2): 83-91.
Alfiah R A. (2022). Survei Pembinaan Prestasi Bola Voli Putri SMA N 1 Wadaslintang Tahun 2022. Jurnal
Pendidikan dan Konseling IV(5). Alfiah R A (2021). Minat Mengikuti Ekstrakurikuler Bola Voli Siswa SMP Negeri 3 Satu Atap Karangsambung Kecamatan Karangsambung Tahun Ajaran 2019/2020. Jurnal Moderasi Olahraga (JUMORA) V I (I).
Dewi, U. and Fuzita, M. 2022.
Pengembangan Model Pembelajaran Keterampilan Smash Bermain Bolavoli Berbasis Audio Visual. Jurnal Pendidikan Olah Raga. 11, 1 Heksa, A. (2021). Ekstrakurikuler IPA Berbasis Sains Preneur. Yogyakarta. Deepublish.
Hidayat, Witono (2017). Buku Pintar Bola Voli. Jakarta: Anugrah.
Ibnu Prasetyo Widiyono, M. (2023).
Tingkat Akurasi Smash Bola Voli
Smk Ma’arif 1 Kebumen. . Jurnal
Ilmiah STOK Bina Guna Medan.Volume 11 No 1, 98-106.
Ibnu Prasetyo W, dkk (2022). Keterampilan dasar bermain futsal atlet usia 13-
15 tahun. Altius: Jurnal Ilmu Olahraga dan Kesehatan XI (2) 152-159.
Khurotul Aini. (2021). Model Latihan Passing Atas Bolavoli Berbasis Permainan Untuk Peserta Ekstrakurikuler Bolavoli Usia Smp. Teisi. Universitas Negeri Jakarta Marasati. 2022. Keterampilan Gerak Dasar Bola Voli Pada Siswa Ekstrakurikuler SD N Karangtengah II Purwosari Gunungkidul. FIK UNY
Muhajir. (2018). “Tingkat Keterampilan
Dasar Passing Bawah Bola Voli
Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 2
Gamping Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2018/2019.” Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta.
Nurhasan. (2021). Tips Prak tis Menjaga
Kebugaran Jasmani. Abil Pustaka
Prayoga D, Muchamad Samsul Huda, Hamdiana. (2022). Analisis Keterampilan Passing Bawah Bola Voli Pada Siswa Ekstrakurikuler Sma Negeri 9 Samarinda. BPEJ: BORNEO PHYSICAL EDUCATION JOURNAL Volume 3 Nomor 2. Suryadi. (2022). Modifikasi Variasi Latihan Smash. Jurnal Performa Olahraga , VII(2), 65.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.
Sugiyono. (2019) . “Tingkat Keterampilan
Dasar Passing Bawah Bola Voli
Siswa Kelas Vii Di SMP Negeri 2
Gamping Sleman Yogyakarta Tahun Pelajaran 2018/2019.” Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2019.
Sunardi. (2015). Pengaruh Latihan Drill Smash dan Umpan Smash. Jurnal
Ilmiah Penjas . VII(1), 2.
Subroto dan Yudiana.( 2010). Pembelajaran teknik passing bawah bola voli melalui pendekatan gaya mengajar komando. Journal Power Of Sports, III(2), 3.
Subroto dan Yudiana. (2010:56). Tingkat
Ketrampilan Teknik Dasar Permainan Bola Voli Mahaisiwa PJKR Semester II Di Universitas Singaperbangsa Karawang Tahun
Ajaran 2018/2019, Jurnal Ilmiah Penjas, V(2), 52.
Widiyono I P.( 2018). Tingkat Akurasi Smash Bola Voli SMK Ma’arif 1 Kebumen. Jurnal Ilmiah STOK Bina Guna Medan, XI(11), 99.
Widodo, A. (2018). Makna dan peran
pendidikan jasmani dalam pembentukan insan.
Jurnal
Motion , 9 (1),53-60.
Wododo P & Suradi. (2023). Minat Remaja
Desa Karangrejo Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen Terhadap Olahraga Sepakbola. Journal on Education. Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai. Volume 6 (1).
Yunus, M. (2015: 79). “Hubungan Antara
Kekuatan Otot Lengan Dan Koordinasi Matatangan Dengan Kemampuan Passing Bawah Pada Peserta Ekstrakurikuler Bola Voli Smp Negeri 4 Kalasan Sleman.”
Skripsi, Universitas
Negeri
Yogyakarta, 2015.
|
1ec3f7d5-43ec-4610-9038-20c4397f13f5 | https://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekayasahijau/article/download/3429/2094 | Evaluasi Sistem Proteksi Aktif dan Pasif sebagai Upaya Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Gedung Sekolah X Bandung
Katarina Rini Ratnayanti, Nur Laeli Hajati, Yulia Trianisa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITENAS, Bandung Email:[email protected] [email protected] [email protected]
## ABSTRAK
Gedung Sekolah X di Kota Bandung berada di dalam sebuah komplek perumahan dan merupakan salah satu gedung yang memiliki tingkat risiko sedang untuk terjadinya bahaya kebakaran. Dilihat dari banyaknya sumber potensi bahaya yang ada di dalam gedung sekolah dan penghuninya masih anak-anak, yang relatif belum dapat secara sadar melakukan penyelamatan secara mandiri, merupakan obyek yang harus dilindungi. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem proteksi terhadap bencana kebakaran sebagai sebuah upaya penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketersediaan dan kecukupan sistem proteksi aktif dan pasif yang ada pada Gedung Sekolah X di Bandung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Selanjutnya dilakukan metode analisis gap untuk membandingkan ketersediaan sistem proteksi aktif dan pasif yang terpasang pada gedung sekolah, dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga dapat diketahui kesenjangan dari sistem proteksi kebakaran pada gedung sekolah yang dimaksud. Langkah selanjutnya adalah pengambilan keputusan mengenai ketersediaan dan kecukupan system proteksi aktif dan pasif pada gedung sekolah tersebut dan memberi rekomendasi yang mungkin dapat dilakukan Gedung Sekolah X di Bandung ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem proteksi kebakaran aktif dan pasif yang terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung belum sepenuhnya memenuhi standar yang berlaku untuk bangunan gedung sekolah yang aman terhadap bahaya kebakaran.
Kata kunci : proteksi aktif, proteksi pasif, penanggulangan, kebakaran
## ABSTRACT
X school building in Bandung is located in a housing complex and is one of the buildings that has a medium level of risk for fires, as seen from the many potential dangers in the school building and the residents are relative children who must be protected. Therefore, a fire protection system is needed as an effort to overcome fire hazards. This study aims to determine the fire protection system installed in the Bandung X School Building has met the applicable standards. Data collection is done of observation and interviews. Next, gap analysis method is done next to compare the condition of fire protection system installed school building with the expected conditions so as to know the shortcomings of the fire protection system and can be given the recommendations may be the X school building in Bandung did. The results showed that the fire protection system installed at the Bandung X School Building had not fully met the standards that apply to buildings that are safe against fire hazards.
Keywords : active protection, passive protection, preventif, fire
## Katarina Rini Ratnayanti, Nur Laeli Hajati, Yulia Trianisa
## 1. PENDAHULUAN
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin dapat terjadi di sekolah. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran pada gedung sekolah adalah arus listrik pendek/korsleting karena pemakaian yang berlebihan dan sembarangan, percikan api yang menyebar akibat adanya kesalahan dari penggunaan peralatan laboratorium sekolah atau adanya unsur kesengajaan yang dibuat untuk mencari keuntungan pribadi seperti mendapatkan ganti rugi dari asuransi. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja, bangunan sekolah merupakan salah satu gedung yang memiliki tingkat risiko sedang untuk terjadinya kebakaran, dilihat dari banyaknya sumber potensi bahaya dan penghuninya relatif merupakan anak-anak yang harus dilindungi, dengan demikian untuk menanggulangi kejadian kebakaran pada gedung harus diproteksi melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem proteksi kebakaran yang terpasang di Gedung Sekolah X Bandung telah memenuhi standar yang berlaku tentang bangunan gedung yang aman terhadap bahaya kebakaran.
## 2. TINJAUAN PUSTAKA
## 2.1 Sistem Proteksi Aktif
Sistem proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun otomatis seperti alarm kebakaran, detektor panas, detektor asap, dan detektor nyala api, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti sprinkler , pipa tegak, selang kebakaran dan sistem pemadam kebakaran berbasis bahan kimia seperti APAR (Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12, 2012) [1] .
## 2.2 Sistem Proteksi Pasif
Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran [1] .
## 2.3 Sarana Penyelamatan Jiwa
Sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung. Sarana penyelamatan jiwa meliputi tangga darurat, pintu darurat, koridor, tanda petunjuk arah, penerangan darurat, dan tempat berhimpun [1] .
## 2.4 Manajemen Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
Setiap pemilik/penghuni bangunan gedung harus memanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan gedung termasuk pengelolaan risiko kebakaran melalui tahap kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala sistem proteksi kebakaran serta persiapan personil terlatih dalam pengendalian kebakaran (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2009) [2] .
## 2.5 Peraturan yang Digunakan
Peraturan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja R. I. N0.KEP-186/MEN/1999, SNI 03-3985-2000, Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, SNI 03-1745- 2000, SNI 03-3989-2000, SNI 03-1736-2000, SNI 03-1746-2000 dan SNI 03-6574-2001.
## 2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai penelitian kebakaran pada kampus dan sekolah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
## Tabel 1. Daftar Penelitian Terdahulu
No. Peneliti (tahun) Judul Penelitian Jenis Penelitian Hasil Penelitian 1 Imam Sufriadi Fatra (2013) [3] Pemetaan Risiko Kebakaran di Kampus I Universitas Muhammadiyah Surakarta Deskriptif a. Sumber ancaman kejadian kebakaran di lingkungan Kampus I adalah listrik, gas
LPG, dan bahan kimia.
b. Ketersediaan sarana dan prasarana proteksi kebakaran masih kurang maksimal.
2 Surya Awaludin (2015) [4] Gambaran Keselamatan Kebakaran pada Sekolah Dasar “A” dan Sekolah Dasar “B” Banten Tahun 2013 Deskriptif a. Kondisi sarana dan prasarana proteksi kebakaran yang ada di Sekolah “A” dan Sekolah “B” masih belum cukup. Hal ini dikarenakan hampir tidak adanya alat proteksi aktif.
## 3. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini dimulai dari mengidentifikasi masalah terkait sistem proteksi aktif dan pasif, selanjutnya dilakukan perumusan masalah berdasarkan hasil identifikasi masalah yang telah diperoleh sebelumnya. Kemudian mencari studi literatur sebagai referensi yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas seperti mengacu pada penelitian terdahulu, literatur mengenai gedung, kebakaran dan peraturan-peraturan pemerintah mengenai sistem proteksi kebakaran pada gedung.Setelah itu, dirancang metode pengumpulan data. Pengumpulan data yang dilakukan terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder.
Metode pengumpulan data primer yang dilakukan adalah observasi dan wawancara. Narasumber pada penelitian ini adalah karyawan pemeliharaan gedung sekolah X Bandung. Wawancara dan observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi existing , serta kebijakan pihak sekolah terkait penerapan penggunaan sistem proteksi kebakaran serta manajemen kebakaran seperti kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran. Hasil observasi dan wawancara yang dikaitkan dengan data sekunder berupa jalur evakuasi gedung, populasi gedung dan peraturan terkait dengan sistem proteksi kebakaran yang berlaku di Indonesia.
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data yaitu menghitung kebutuhan jumlah sistem proteksi aktif dan penerapan sistem proteksi pasif gedung. Setelah dilakukan pengolahan data, yaitu melakukan analisis gap dengan membandingkan kondisi existing dengan kondisi yang diharapkan berdasarkan standar sehingga dapat diketahui kesenjangan dari sistem proteksi kebakaran pada gedung sehingga dapat diberikan rekomendasi
yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah. Langkah terakhir yaitu dilakukan penarikan kesimpulan dan saran berdasarkan keseluruhan hasil penelitian ini.
## 4. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
## 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gedung Sekolah X Bandung berada di daerah Komplek Singgasana Pradana, Bojongloa Kidul, Kotamadya Bandung. Adapun letak Gedung Sekolah X Bandung yaitu sebelah utara gedung adalah Jalan Indra Prahasta Tim, sebelah timur adalah rumah warga, sebelah selatan gedung D’Fun Station dan perumahan dan sebelah barat adalah Ruko. Daerah Gedung Sekolah X Bandung juga dekat pusat keramaian seperti pertokoan, pusat kerajinan sepatu hingga jalan tol. Ruang lingkup gedung dalam kajian penelitian ini meliputi tingkat SD, SMP dan SMA.
## 4.2 Data Hasil Observasi pada Gedung Sekolah X Bandung
Dari hasil observasi didapatkan bahwa Gedung Sekolah X Bandung menyediakan sarana pemadam kebakaran untuk sistem proteksi aktif kebakaran seperti pada Tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Observasi Sistem Proteksi Aktif pada Gedung Sekolah X Bandung
Sistem Proteksi Aktif SD X Bandung SMP X Bandung dan SMA X Bandung Peralatan pemadam kebakaran: APAR (+) 4 unit (+) 9 unit Hydrant (-) (-) Sprinkler (-) (-) Mobil pemadam kebakaran (-) (-) Sistem peringatan dini: Alarm kebakaran (-) (-) Detektor asap (-) (-) Detektor panas (-) (-)
Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa sistem proteksi aktif yang terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung hanya APAR.
Dari hasil observasi didapatkan bahwa Gedung Sekolah X Bandung juga menyediakan sarana pemadam kebakaran untuk sistem proteksi pasif kebakaran seperti pada Tabel 3 sebagai berikut.
## Tabel 3. Hasil Observasi Sistem Proteksi Pasif pada Gedung X Bandung
Sistem Proteksi Pasif SD X Bandung SMP X Bandung dan SMA X Bandung Material bangunan Kolom dan Balok (+) Beton bertulang (+) Beton bertulang Dinding (+) Bata merah (+) Bata merah Plafon (+) Baja ringan (+) Baja ringan Lantai (+) Pelat beton dilapisi keramik (+) Pelat beton dilapisi keramik Konstruksi bangunan (+) Memiliki stabilitas struktur (+) Memiliki stabilitas struktur Komparteminasasi (-) (-) Penutup dan bukaan (+) Hanya penutup dan bukaan jendela (+) Hanya penutup dan bukaan jendela Tangga darurat Ketersediaan tangga darurat (+) Memakai tangga biasa
(+) Memakai tangga biasa
Sistem Proteksi Pasif SD X Bandung SMP X Bandung dan SMA X Bandung Pintu keluar Ketersediaan pintu keluar gedung (+) (+) Jumlah pintu keluar gedung 2 buah 1 buah Lokasi pintu keluar gedung Pintu utama, pintu ujung timur Pintu utama Koridor Lebar minimum 1,8 meter (+) 3 m (+) 3 m dan 4 m Penerangan darurat (+) Diletakan sepanjang koridor (+) Diletakan sepanjang koridor Tempat berhimpun (+) Langsung menuju jalan perumahan (+) Langsung menuju jalan perumahan Tanda petunjuk arah Ketersediaan tanda petunjuk arah menuju pintu darurat/tempat berhimpun (+) Hanya dalam bentuk kertas A4 hasil print (+) Hanya dalam bentuk kertas A4 hasil print Keterangan: (+) = Terpasang (-) = Tidak terpasang
Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan sistem proteksi pasif telah terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung.
Penelitian ini menggunakan analisis gap yaitu membandingkan kondisi sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung dengan kondisi yang diharapkan sesuai standar sehingga dapat dilihat kesenjangannya dan dapat diberi rekomendasi.
## 4.3 Sistem Proteksi Aktif Kebakaran
Sistem proteksi aktif kebakaran meliputi alarm kebakaran, APAR, detektor, hydrant dan sprinkler yang terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung akan dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan sesuai standar yang berlaku untuk masing-masing alat tersebut.
## 4.4 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Analisis gap dan kesesuaian APAR di Gedung Sekolah X Bandung dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja R. I. N0.KEP-186/MEN/1999 [5] dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Hasil Analisis Gap terhadap Sistem Proteksi Aktif Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Lantai 1 SD 2 Lantai 1 SD 8 6 25% Menambah 6 unit APAR Lantai 2 SD 1 Lantai 2 SD 8 7 12,5% Menambah 7 unit APAR Lantai 3 SD 1 Lantai 3 SD 8 7 12,5% Menambah 7 unit APAR Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 3 Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 10 7 30% Menambah 7 unit APAR Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 4 Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 20 16 20% Menambah 16 unit APAR Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 2 Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 21 19 9,5% Menambah 19 unit APAR Pada APAR terdapat klasifikasi jenis kebakaran A - Terdapat APAR dan klasifikasinya sesuai dengan jenis kebakaran - Tidak terdapat APAR klasifikasi B dan C 33,3% Memasang APAR dengan jenis CO 2 dan Foam, karena di sekolah terdapat klasifikasi kebakaran B dan C.
Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Pemeriksaan APAR dilakukan 3 kali setahun oleh petugas gedung Setiap alat APAR harus diperiksa 2 (dua) kali dalam setahun - - 100% - Semua tabung APAR berwarna merah - Semua tabung alat pemadam api ringan berwarna merah - - 100% - Terdapat APAR yang menggantung pada dinding dan di dalam lemari kaca - Setiap APAR harus dipasang menggantung pada dinding atau dalam lemari kaca, dapat dipergunakan pada saat diperlukan - - 100% - Penempatan APAR yang satu dengan yang lainnya lebih dari 15 m. Tidak ada pemberian tanda pemasangan APAR - Penempatan alat pemadam api yang satu dengan lainnya atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter - - 100% - Semua APAR ditempatkan di setiap koridor - Penempatan APAR harus pada lokasi yang mudah ditemukan, dan mudah diambil - - 100% - Semua APAR ditempatkan dalam suhu 18-30°C - APAR tidak boleh dipsang di dalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari 49°C dan turun di bawah minus 44°C - - 100% Persentase Kesesuaian Rata-Rata 81,4%
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa tingkat kesesuaian sistem proteksi aktif yang terpasang pada Gedung Sekolah X Bandung adalah sebagai berikut:
1. Jumlah APAR yang terpasang telah sesuai 37,17% memenuhi standar dan pemasangan jenis APAR telah sesuai 33,3%. Penempatan APAR secara keseluruhan telah sesuai 100%.
2. Dari 8 kondisi yang diharapkan, sebanyak 6 kondisi telah terpenuhi 100% dan APAR memiliki persentase kesesuaian rata-rata 81,4%.
## 4.5 Detektor Panas
Analisis gap dan kesesuaian detektor di Gedung Sekolah X Bandung dengan SNI 03-3985-2000
[6] tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
## Evaluasi Sistem Proteksi Aktif dan Pasif sebagai Upaya Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Gedung Sekolah X Bandung
Tabel 5. Analisis Gap dan Kesesuaian APAR di Gedung Sekolah X Bandung
Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak terdapat sistem pedeteksian dini - Terdapat sistem pendeteksian dini terhadap bahaya kebakaran - Tidak terpasang detektor panas 0% Memasang detektor panas Lantai 1 SD 0 Lantai 1 SD 25 25 0% Memasang detektor panas sebanyak 25 unit Lantai 2 SD 0 Lantai 2 SD 25 25 0% Memasang detektor panas sebanyak 25 unit Lantai 3 SD 0 Lantai 3 SD 25 25 0% Memasang detektor panas sebanyak 25 unit Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 0 Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 39 39 0% Memasang detektor panas sebanyak 39 unit Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 0 Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 33 33 0% Memasang detektor panas sebanyak 33 unit Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 0 Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 34 34 0% Memasang detektor panas sebanyak 34 unit Tidak terpasang detektor - Pada atap datar detektor tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari dinding - Tidak terpasang detektor 0% Detektor harus ditempatkan 10 cm dari sisi dinding Tidak terpasang detektor - Elemen sensor dalam keadaan bersih tidak dicat - Tidak terpasang detektor 0% Kondisi sensor detektor harus dalam keadaan bersih Tidak terpasang detektor - Jarak antara detektor maksimal 9,1 m atau sesuai rekomendasi dari pabrik pembuatannya - Tidak terpasang detektor 0% Penempatan detektor satu ke detektor lainnya sejauh 8 m Tidak terpasang detektor - Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 meter dari AC - Tidak terpasang detektor 0% Penempatan detektor harus ditempatkan pada jarak 2 m dari AC Persentase Kesesuaian Rata-Rata 0%
Berdasarkan Tabel 5 dari 6 kondisi yang diharapkan tidak ada satupun kondisi yang sesuai mengenai detektor kebakaran, karena pada Gedung Sekolah X Bandung tidak terpasang detektor. Maka dari itu persentase kesesuaiannya adalah 0%, yang berarti kondisi tidak terpasang detektor panas tidak sesuai dengan SNI SNI 03-3985-2000.
## 4.6 Alarm Kebakaran
Analisis gap dan kesesuaian alarm kebakaran di Gedung Sekolah X Bandung dengan SNI 03- 3985-2000 [6] tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung, dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Analisis Gap dan Kesesuaian Alarm Kebakaran di Gedung Sekolah X Bandung
Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak terpasang alarm kebakaran - Terdapat sistem alarm kebakaran - - 0% Harus memasang alarm kebakaran Jumlah alat: Jumlah alat: Lantai 1 SD 0 Lantai 1 SD 2 2 0% Memasang 2 unit alarm kebakaran Lantai 2 SD 0 Lantai 2 SD 2 2 0% Memasang 2 unit alarm kebakaran Lantai 3 SD 0 Lantai 3 SD 2 2 0% Memasang 2 unit alarm kebakaran Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 0 Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 3 3 0% Memasang unit alarm kebakaran Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 0 Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 2 2 0% Memasang unit alarm kebakaran Tidak terpasang alarm kebakaran - Alarm harus dilihat dengan jelas - Tidak terpasang alarm kebakaran 0% Menempatkan alarm di setiap koridor terpasang dengan hidran gedung Tidak terpasang alarm kebakaran - Jarak alarm tidak boleh lebih dari 30 m dari semua bagian bangunan - Tidak terpasang alarm kebakaran 0% Alarm ditempatkan setiap 30 m karena menyatu dengan hidran Persentase Kesesuaian Rata-Rata 0%
Berdasarkan Tabel 6 dari 4 kondisi yang diharapkan tidak ada satupun kondisi yang sesuai mengenai alarm kebakaran, karena pada Gedung Sekolah X Bandung tidak terpasang alarm kebakaran. Maka dari itu persentase kesesuaiannya adalah 0%, yang berarti kondisi tidak terpasang alarm kebakaran tidak sesuai dengan SNI SNI 03-3985-2000.
## 4.7 Hydrant
Peraturan yang digunakan dalam analisis gap dan kesesuaian hydrant di Gedung Sekolah X Bandung adalah Peraturan Kepmen No.10/KPTS/2000 Bagian 5 tentang Hidran Kebakaran Dalam Gedung [7] dan SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah Gedung [8] .
Analisis gap dan kesesuaian hydrant di Gedung Sekolah X Bandung dengan Peraturan Kepmen No.10/KPTS/2000 dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Analisis Gap dan Kesesuaian Hydrant di Gedung Sekolah X Bandung Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak terpasang sistem hydrant - Terpasang sistem hydrant - Tidak Terpasang sistem hydrant 0% Memasang hydrant gedung dan halaman Hydrant gedung: Hydrant gedung: Lantai 1 SD 0 Lantai 1 SD 2 2 0% Memasang 2 unit hydrant
Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi gedung Lantai 2 SD 0 Lantai 2 SD 2 2 0% Memasang 2 unit hydrant gedung Lantai 3 SD 0 Lantai 3 SD 2 2 0% Memasang 2 unit hydrant gedung Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 0 Lantai 1 SMP, Lantai 1 SMA 3 3 0% Memasang 3 unit hydrant gedung Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 0 Lantai 2 SMP, Lantai 2 SMA 2 2 0% Memasang 2 unit hydrant gedung Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 0 Lantai 3 SMP, Lantai 3 SMA 2 2 0% Memasang 2 unit hydrant gedung Jumlah alat hydrant halaman: Jumlah alat hydrant halaman: SD 0 SD 4 4 0% Memasang 4 unit hydrant halaman SMP dan SMA 0 SMP dan SMA 6 6 0% Memasang 6 unit Tidak terpasang hydrant - Selang berdiameter 1,5 inci dengan panjang 30 m - Tidak terpasang hydrant 0% Hydrant yang akan dipasang harus memiliki delang berdiameter 1,5 inci dengan panjang 30 m Tidak terpasang hydrant - Kotak hydrant harus mudah dibuka, di lihat, dijangkau dan tidak terhalang oleh benda lain - Tidak terpasang hydrant 0% Kotak hydrant harus ditempatkan di setiap koridor sekolah Persentase Kesesuaian Rata-Rata 0%
Berdasarkan Tabel 7 di atas, dari 5 kondisi yang diharapkan tidak ada satupun kondisi yang sesuai mengenai sistem hydrant , karena pada Gedung Sekolah X Bandung tidak terpasang sistem hydrant . Maka dari itu persentase kesesuaiannya adalah 0%, yang berarti kondisi tidak terpasang sistem hydrant tidak sesuai dengan Kepmen No.10/KPTS/2000.
## 4.8 Sprinkler
Peraturan yang digunakan dalam analisis gap dan kesesuaian sprinkler di Gedung Sekolah X Bandung adalah Peraturan Kepmen No.10/KPTS/2000 Bagian 5 tentang Hidran Kebakaran Dalam Gedung [7] dan SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung [9] . Analisis gap dan kesesuaian hydrant di Gedung Sekolah X Bandung dengan Peraturan Kepmen No.10/KPTS/2000 dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Analisis Gap dan Kesesuaian Sprinkler di Gedung Sekolah X Bandung Kondisi Existing ∑ Kondisi yang Diharapkan ∑ Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak terpasang sprinkler - Tidak membutuhkan sprinkler - - 100% - Persentase Kesesuaian Rata-Rata 100%
Berdasarkan Tabel 8 di atas tidak terpasangnya sprinkler di Gedung Sekolah X Bandung telah sesuai dengan kondisi yang diharapkan, maka persentase kesesuaiannya adalah sebesar 100%
yang berarti kondisi tersebut telah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.10/KPTS/2000.
## 4.9 Sistem Proteksi Pasif
Sistem proteksi pasif yang terpasang di Gedung Sekolah X Bandung terdiri dari material bangunan, struktur bangunan, penutup dan bukaan, tangga, pintu keluar, penerangan darurat, koridor, dan tanda petunjuk arah. Acuan yang digunakan untuk material bangunan adalah SNI 03-1736-2000 [10] ; SNI 03-1746-2000 [11] untuk tangga dan pintu darurat, koridor, dan tanda petunjuk arah, serta tempat berhimpun; SNI 03-6574-2001 [12] untuk penerangan darurat.
Analisis gap dan kesesuaian sistem proteksi pasif dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Analisis Gap dan Kesesuaian Terhadap Sistem Proteksi Pasif
Kondisi Existing Kondisi yang Diharapkan Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi 1. Material Bangunan
Material yang digunakan pada gedung yaitu beton bertulang, bata merah dan baja ringan yang mampu tahan api sekurang- kurangnya selama 2 jam Bahan bangunan harus mampu menahan penjalaran kebakaran untuk membatasi pertumbuhan asap dan panas serta terbentuknya gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran - 100% -
2. Konstruksi Bangunan Gedung Kondisi kontruksi bangunan masih dalam keadaan baik dan memiliki stabilitas struktur Struktur bangunan pada setiap kelas bangunan harus memiliki ketahanan api terhadap keruntuhan struktur - 100% - 3. Kompartemenisasi Tidak terdapat kompartemenisasi/ pemisah karena pada perencanaannya gedung sudah terpisah per ruangan Kompartemensasi dan pemisah harus tahan api - 100% -
4. Penutup dan Bukaan Terdapat bukaan dan penutup jendela sebagai sirkulasi udara yang terpasang sepanjang koridor dengan bahan kaca dilapisi kusen alumunium Penutup dan bukaan horizontal dan vertikal harus dari bahan yang tidak mudah terbakar - 100% - 5. Tangga Darurat Memakai tangga biasa apabila terjadi kebakaran Terdapat tangga darurat, yang terhubung dengan pintu darurat dan tempat terbuka serta terbuat dari bahan tidak mudah terbakar dan tangga memiliki pagar pengaman Tidak terpasang tangga darurat 70% - 6. Pintu Darurat Memakai pintu keluar masuk utama sebagai pintu daruratnya Terdapat pintu darurat yang dapat berayun dari sisi manapun dan pintu harus mengarah ke arah jalur keluar Tidak terpasang pintu darurat 87,5% - 7. Penerangan Darurat Penerangan darurat terpasang Terpasang pencahayaan darurat serta lantai dan - 100% -
Kondisi Existing Kondisi yang Diharapkan Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi dipanjang koridor dan mengarahkan menuju jalan keluar permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju tempat yang aman dan sarana menuju jalan umum 8. Koridor
Koridor memiliki lebar 3-4 m dengan dinding koridor terbuat dari bata merah yang memiliki ketahanan api yang cukup tinggi dan tidak ada benda yang mengganggu pandangan menuju jalan keluar Bangunan dengan dinding koridor yang mempunyai tingkat ketahanan api 60/60/60 dan perlengkapan, benda-benda lain tidak boleh diletakkan sehingga mengganggu jalan ke luar - 100% - 9. Tempat Berhimpun Tempat berhimpun yang ada adalah jalan komplek Bagian dari sebuah daerah tempat perlindungan harus mudah dicapai dari tempat yang dilayani oleh sarana jalan ke luar yang mudah dicapai Tidak terdapat tempat berhimpun 33,7% - 10. Tanda Penghematan Listrik dan Preventif Bahaya Korsleting Listrik Tidak terdapat sign system Membuat sign system seperti “Matikan Listrik Jika Tidak Digunakan” Tidak terdapat sign system 0% Membuat sign system yang bertujuan untuk penghematan listrik Persentase Kesesuaian Rata-Rata 79,5%
Maka berdasarkan Tabel 9 persentase kesesuaian rata-rata sistem proteksi pasif di Gedung Sekolah X Bandung sebesar 79,5% adalah cukup baik, artinya terpasang namun ada penempatan atau kondisi fisik yang tidak sesuai dengan peraturan dan ada sistem proteksi pasif yang tidak terpasang juga.
## 4.10 Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung
Analisis gap untuk Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung pada Gedung Sekolah X Bandung dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Analisis Gap dan Kesesuaian Manajemen Keselamatan Kebakaran di Gedung Sekolah X Bandung Kondisi Existing Kondisi yang Diharapkan Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak terdapat struktur tim penanggulangan kebakaran Pengelola bangunan gedung membentuk tim penanggulangan kebakaran dan setiap unit bangunan memiliki tim penanggulangan masing- masing Tidak terdapat struktur tim penanggulangan kebakaran 0% Membentuk struktur organisasi untuk membentuk tim penanggulangan kebakaran Tidak pernah dilakukan pelatihan penanggulangan kebakaran Diadakan pelatihan dan peningkatan kemampuan secara berkala bagi sumber daya manusia yang berbeda dalam manajemen Tidak pernah dilakukan pelatihan penanggulangan kebakaran 0% Mengadakan pelatihan bagi sumber daya manusia yang
mempunyai
Kondisi Existing Kondisi yang Diharapkan Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi penanngulangan kebakaran keahlian dibidang kebakaran Tidak ada audit sistem proteksi kebakaran Audit lengkap dilakukan setiap lima tahun sekali oleh konsultan ahli yang ditunjuk Tidak ada audit sistem proteksi kebakaran 0% Membuat audit setiap 5 tahun sekali Terdapat jalur evakuasi, namun tidak ada pembagian jalur evakuasi yang harus digunakan untuk anak kecil dan orang dewasa Pembagian jalur evakuasi agar tidak terjadi desakan antara anak kecil dengan orang dewasa Tidak ada pembagian jalur evakuasi 50% Manajemen jalur evakuasi harus dibagi, dengan membuat sign system untuk memprioritaskan kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan hamil,
lanjut usia, dll.
Tabel 10. Analisis Gap dan Kesesuaian Manajemen Keselamatan Kebakaran di Gedung Sekolah X Bandung (lanjutan)
Kondisi Existing Kondisi yang Diharapkan Gap Persentase Kesesuaian Rekomendasi Tidak ada kebijakan pengkajian terhadap rencana pengamanan kebakaran Rencana pengamanan kebakaran dievaluasi dan dikaji sedikitnya sekali dalam setahun Tidak ada kebijakan pengkajian terhadap rencana pengamanan kebakaran 0% Membuat kebijakan terhadap rencana pengamanan kebakaran Simulasi kebakaran pernah diadakan sekali yang diikuti oleh pegawai sekolah Memiliki jadwal rutin penyuluhan dan pelatihan kebakaran yang diikuti oleh semua penghuni gedung Tidak memiliki jadwal rutin untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan kebakaran 20% Membuat jadwal rutin untuk penyuluhan dan pelatihan
kebakaran dan mengikutsertakan murid sekolah agar mengetahui bagaimana cara tanggap ketika terjadi kebakaran Persentase Kesesuaian Rata-Rata 11,67%
Berdasarkan Tabel 10 Gedung Sekolah X Bandung hanya mendapat tingkat kesesuaian rata-rata 11,67%, yang artinya manajemen di Gedung Sekolah X Bandung kurang baik jika dilihat dari beberapa aspek di atas.
## Evaluasi Sistem Proteksi Aktif dan Pasif sebagai Upaya Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Gedung Sekolah X Bandung
## 5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Persentase kesesuaian rata-rata sistem proteksi aktif di Gedung Sekolah X Bandung sebesar 36,28% adalah kurang baik, artinya ada yang terpasang namun kekurangan jumlah alatnya dan masih banyak alat yang tidak terpasang pada gedung sekolah.
2. Persentase kesesuaian rata-rata sistem proteksi pasif di Gedung Sekolah X Bandung sebesar 79,5% adalah cukup baik, artinya terpasang namun ada penempatan atau kondisi fisik yang tidak sesuai dengan peraturan dan ada sistem proteksi pasif yang tidak terpasang juga.
3. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung yang terdapat pada Gedung Sekolah X Bandung kurang baik di lihat dari tidak adanya struktur organisasi MKKG, tidak adanya petugas tindak darurat, dan tidak terdapat SOP untuk mengarahkan penghuni melakukan penyelamatan jiwa hanya memiliki tingkat kesesuaian 11,67%.
## DAFTAR PUSTAKA
[1] Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung dan Walikota Bandung. (2012). Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor: 12 Tahun 2012 tentang Pencegahan, Penanggulangan Bahaya Kebakaran dan Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran . Bandung: Sekretaris Daerah Kota Bandung.
[2] Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2009). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 20/PRT/M/2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan . Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
[3] Fatra, I. S. (2013). Pemetaan Risiko Kebakaran di Kampus I Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Rekayasa Elektrika, 10 (1), 15.
[4] Awaludin, S. (2015). Gambaran Keselamatan Kebakaran Pada Sekolah Dasar “A” dan Sekolah Dasar “B” Banten Tahun 2013. Naskah Ringkas, 12 (3), 6-10.
[5] Menteri Tenaga Kerja R. I. (1999). Keputusan Menteri Tenaga Kerja R. I. N0.KEP- 186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja . Jakarta: Kementerian Tenaga Kerja R. I.
[6] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-3985-2000, Tata Cara Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[7] Menteri Negara Pekerjaan Umum. (2000). Kepmen PU 10/KPTS/2000, Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan . Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
[8] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-1745-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[9] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-3989-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[10] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-1736-2000, Tata Cara Perencanaan Sistem Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[11] Badan Standardisasi Nasional. (2000). SNI 03-1746-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
[12] Badan Standardisasi Nasional. (2001). SNI 03-6574-2001, Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah, dan Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung . Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
|
ad5a192c-f5c6-44fc-9b74-3cecf6977733 | https://journal.ibrahimy.ac.id/index.php/lisanalhal/article/download/70/58 |
## KEKUATAN HUKUM TIDAK TERTULIS SEBAGAI SUMBER HUKUM WAD’I DI INDONESIA
Oleh: Muhammad Jufri 1
Fakultas Syari’ah IAI Ibrahimy Situbondo [email protected]
Abstract:
The rule of law is well written or not, but the way this law will be the one deciding which set the course of a life. Life goes on in the community can not be released without the law because the law itself inevitably participate in order to help smooth the activities of a life lived in community. Indonesian law is a rule or norm in Indonesia.
Contained in Indonesian law and apply it, as well as the enactment of this law is based on a particular time referred to as positive law (Ius Constitutum). In addition, positive law is divided into two types, namely the written and unwritten laws.
Key words: Unwritten Law, Wad’I law.
## A. Pendahuluan
Hukum merupakan peraturan baik itu tertulis maupun tidak, namun dalam perjalanannya hukum ini menjadi satu penentu yang nantinya mengatur jalannya suatu kehidupan. Kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan tanpa adanya hukum karena hukum sendiri mau tidak mau turut serta agar membantu kelancaran di dalam kegiatan dalam kehidupan yang dijalani masyarakat. Hukum Indonesia adalah peraturan atau norma yang berlaku di Indonesia (Anon t.t., 13).
Hukum yang terdapat di Indonesia dan berlaku ini, serta berlakunya hukum ini berdasarkan waktu tertentu disebut juga sebagai hukum positif ( Ius Constitutum ). Selain itu, hukum positif ini terbagi atas dua jenis, yaitu hukum tertulis dan tidak tertulis.
## B. Pembedaan Hukum di Indonesia.
Terdapat aneka cara membedakan Hukum,diantaranya adalah dari
1 Saat ini Sebagai Dekan Fakultas Syari’ah IAI Ibrahimy Situbondo,
“Kekuatan Hukum Tidak Tertulis”
segi pasangan –pasangan hukum, antara lain: 2
1. Ius Constitutum , adalah hukum positif suatu Negara, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara pada suatu saat tertentu sebagai contoh hukum Indonesia yang berlaku dewasa ini dinamakan ius constitutum , atau bersifat hukum positif,juga dinamakan tata hukum Indonesia.
2. Ius Constitundum , adalah hukum yang dicita-citakan oleh pergaulan hidup disuatu Negara, tetapi belum merupakan kaidah dalam bentuk Undang-undang atau berbagai ketentuan lain.
Membahas tentang terjadinya hukum tidak lepas dari sejarah Negara-negara besar yang telah terlebih dahulu mengenal hukum modern. Sebuah ilustrasi menarik dalam hal tejadinya hukum ini bisa dilihat dari terjadinya hukum di Inggris yang diawali dan masih terus berkembang hingga sekarang adalah hukum berasal dari kebiasaan yang ada dalam masyarakat dan dikembangkan oleh keputusan-keputusan pengadilan (juris prudensi). Hukum Inggris yang demikian ini dinamakan Common law .
Disamping Common law, Negara Inggris juga melegalkan hukum yang terjadi dari hasil pembentukan Undang-undang. Hukum yang berasal dari perundang-undangan ini disebut statute law, yang merupakan bagian kecil dari common law . Van Apeldoorn memberikan perincian lebih tegas atas keduanya, bahwa statute law adalah hukum yang dibentuk oleh pemerintah, sedangkan common law 3 adalah hukum yang tidak dibuat oleh pemerintah . Disini dapat dikatakan bahwa Negara Inggris menganut faham common law yang hukumnya terjadi dari kebiasaan dan juris prudensi pengadilan dan perundang-undangan, yang ketiganya adalah merupakan sumber formal hukum yang tidak tertulis ( unwritten law/non scriptum ).
Di Indonesia, apabila ditelaah lebih mendalam mengenai bentuk- bentuk hukum yang berlaku ini dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Hukum tertulis ( statute law, written law, scriptum ) yaitu hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundang –undangan.
2. Hukum tidak tertulis ( un-statutery, unwritten law, non scriptum ) yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan dan kenyataan di dalam
2 Soedjono, Dirdjosisworo, pengantar ilmu hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001) cet ke-2, hlm. 163-164
3 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum , Penerjemah Oetarid Sadino Pradnya (Jakarta: Pramita) Cet ke-29, hlm. 3
masyarakat, dianut dan ditaati oleh mereka, misalnya hukum kebiasaan, hukum adat, hukum Agama (Islam).
Adapun terbentuknya hukum di Indonesia melalui beberapa cara yaitu :
1. Pembentuk Undang-undang ( wetgever ) membuat aturan-aturan umum
2. Hakim harus menerapkan Undang-undang,namun tidak dapat langsung diterapkan secara mekanis, ia menuntut penafsiran (interpretasi) dank arena ia sendiri kreatif
3. Perundang-undangan tidak dapat lengkap dan sempurna,menurut Prof. DR. Sacipto Raharjo Undang-undang memang dibuat dalam ketidak sempurnaan, seperti penggunaan istilah yang kabur,yang menuntut ijtihad para Hakim, atau justru terjadi kekosongan
( leemetes ) dalam Undang-undang yang harus diisi oleh peradilan dan lain-lain.
4. Disamping oleh perundang-undangan dan peradilan, hukum terbentuk oleh karena didalam pergaulan sosial terbentuk kebiasaan yang terhadapnya para pelaku pergaulan sosial itu menganggap saling terikat,sekalipun kebiasaan itu tidak ditetapkan secara eksplisit oleh siapapun, termasuk di dalam nya ajaran agama Islam.
5. Peradilan kasasi yang fungsi utamanya adalah untuk memelihara kesatuan hukum dalam pembentukan hukum. 4
Bila dicermati ada kesamaan yang mendasar mekanisme terbentuknya hukum di Negara Inggris dan Indonesia yakni keduanya memposisikan adat kebiasaan, termasuk didalamnya Agama Islam menjadi urgen dalam terbentuknya sebuah hukum. Meskipun ia tidak di undangkan secara eksplisit, terlebih bila ia diadopsi dalam statute law , maka lebih bermakna dan ideal, karna hal tersebut akan lebih membumi. Indonesia sebagai Negara hukum menganut aliran positivism yuridis yang menyatakan bahwa yang dapat diterima sebagai hukum yang sebenarnya hanyalah yang telah ditentukan secara positif oleh Negara. Hukum hanya berlaku karena hukum itu mendapatkan bentuk positifmya dari suatu instansi yang berwenang dalam hal ini Negara. Norma-norma kritis yang ada hubungannya dengan rasa keadilan dalam hati nurani manusia sering kali tidak mempunyai tempat dalam sistem sosiologi ini. Hal ini tampak jelas pada kasus yang marak diperdebatkan status hukumnya yakni kasus video mesum yang diduga diperankan artis papan atas, dimana rasa keadilan masyarakat terbelenggu oleh azas legalitas hukum yang notabene tidak ada pasal karet (berlaku surut) yang dapat
4 Muchsin, Ikhtisar ilmu hukum , (Jakarta: IBLAM, 2006) hlm.9
“Kekuatan Hukum Tidak Tertulis”
menjerat pelaku pelanggaran sebelum hukum itu sendiri diundangkan , atau dengan dalih tidak ada pasal yang eksplisit mengenai kasus tersebut ( leemets ).
Norma adat maupun hukum Islam tidak dapat menjadi dasar untuk dapat mengadili kasus video mesum ini, meskipun hal itu telah nyata- nyata melanggar norma kesusilaan sebagai bangsa yang menjunjung tinggi adat ketimuran maupun hukum islam, yang dalam ayat-ayat akhkamya jelas penunjukanya ( qoth’iyudholalah ) dan jelas penetapanya ( qoth’iyu tsubut ) status hukum sekaligus jelas dengan sanksi bagi pelakunya. Keberadaan hukum dan sistem hukum kita memang tidak sepi dari nilai-nilai, sunyi dari kepentingan maupun seteril dari pengaruh hegemoni penguasa (Negara). Hukum Islam, meskipun mengandung unsur normatif yang mengikat dan memaksa setiap orang yang mengaku jadi pengikut/muslim untuk menjalankanya sesuai dengan perintah syari’. Kenyataanya dalam kontek hukum ketata negaraan kita masih bersifat ius constituendum, hukum yang dicita-citakan, yang dalam pelaksanaannya tidak bisa melibatkan institusi Negara (pengadilan). Terkecuali hukum itu telah diadopsi ditingkatkan ststusnya menjadi ius constitutum dalam bentuk Undang-undang, Keputusan Presiden (Kepres) atau peraturan tertulis lainnya.
## C. Sistem Hukum di Indonesia.
Sistem hukum Indonesia secara garis besar dipengaruhi oleh tiga pilar sub sistem hokum, yakni:
1. Sistem Hukum Barat, warisan Belanda semasa menjajah Nusantara selama 350 tahun.
2. Hukum Adat, yang digali dari dasar alam fikiran dan budaya bangsa Indonesia.
3. Sistem Hukum Islam, yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan Al- Hadits yang selanjutnya dikongkritkan para mujtahid dengan ijtihadnya. 5
Bustanul Arifin menyebutnya hal ini dengan gejala sosial hukum, dimana terjadi upaya pembenturan dan rekayasa ketiga sub sistem hukum itu oleh Belanda. Perang paderi diantaranya, para pemangku adat (hulubalang) Minangkabau berhadapan kekuatan Islam (Teuku) yang dimotori Imam Bonjol. 6 Snouck Hurgronye melalui teori receptie -nya
5 Ibid , hlm. 9-22
6 Van Koningsveld, Nasehat-Nasehat Snouck hurgronye semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936 , jilid I (Jakarta ; INIS,1990) hlm. XI-XIX.
menyatakan bahwa hubungan antara Adat dan Islam selalu diwarnai pertentangan dan konflik. Teori ini bahkan merambah kawasan politik hingga era kekinian. Dikotomi golongan tua dan golongan muda, santri- abangan, Islam pedesaan-perkotaan, dst, menambah apriori, apatisme bahkan phobia terhadap konsep Islam di ranah hukum positif Indonesia.
Sejak masa orde baru hingga masa reformasi sekarang ini, dari persepektif politis-yuridis, hukum Islam telah mengalami kemajuan dengan adanya keberpihakan penguasa dengan mengakomodasi kepentingan sebagian besar umat Islam di negeri ini. Terbukti dengan melegislasikan hukum Islam menjadi hukum positif yang merupakan bagian integral dari hukum nasional. Akan tetapi legislasi itu masih sebatas pada wilayah hukum prifat yang berkenaan dengan ubudiyah dan muamalah (perdata Islam), seperti :
1. Undang-undang perkawinan, yaitu Undang-undang nomor 1 Tahun 1974.
2. Undang-undang Peradilan Agama, yaitu Undang-undang nomor7 Tahun 1989.
3. Undang-undang penyelenggaraan Haji, yaitu Undang-undang nomor 17 Tahun 1999.
4. Undang-undang pengelolaan Zakat, yaitu Undang-undang nomor38 Tahun 1999.
5. Undang-undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimwa Aceh, yaitu Undang-undang nomor 44 Tahun 1999.
6. Undang-undang Otonomi Khusus Aceh, yaitu Undang-undang nomor18 Tahun 2001.
7. Kompilasi hukum Islam, yaitu Inpres nomor 1 Tahun 1991.
8. Undang-undang tentang Wakaf, yaitu Undang-undang nomor 41 Tahun 2004.
9. Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh, yaitu Undang-undang nomor 11 Tahun 2006.
10. undang tentang Wakaf, yaitu Undang-undang nomor 41 Tahun 2004.
11. Undang-undang Perbankan syari’ah, yaitu Undang-undang nomor 10 Tahun 1998.
Disisi lain wilayah hukum publik yang berkenaan dengan jinayah (pidana Islam) sampai sekarang masih sebatas wacana yang diupayakan mewarnai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang baru. Hal ini pernah diusulkan oleh Prof. DR Yusril Ihza Mahendra ketika menjabat sebagai Menteri Kehakiman da HAM dalam kabinet Gotong Royong. Dia mengusulkan masalah kodifikasi hukum pidana Islam kedalam hukum ketata negaraan (hukum positif). Perdebatan pro-kontra
“Kekuatan Hukum Tidak Tertulis”
dari berbagai kalangan , baik dari politisi, praktisi hukum, maupun ahli hukum Islam sendiri. 7 Adanya ketidakserasian pendapat menjadi salah satu penyebab kegagalan upaya kodifikasi dan terlegislasinya hukum pidana Islam ke dalam hukum nasional, disamping pula terdapat faktor- faktor yang lain tentunya.
Keberadaan hukum Islam dalam konsetalasi hukum nasional dengan menggunakan persepektif teori eksistensi yaitu bentuk keberadaan (eksistensi) hukum Islam di dalam hukum nasional itu antara lain :
1. Ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional Indonesia.
2. Ada dalam arti kemandirian,kekuatan dan wibawanya diakui adanya oleh hukum nasional dan diberi setatus sebagai hukum nasoinal.
3. Ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasional Indonesia.
4. da dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indanesia. 8
Sementara hukum Adat di Indonesia sendiri, pengakuan terhadap keberadaannya oleh Institusi hukum kita terlihat jelas pada salah satu pasal dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, masalah wakaf, tepatnya pasal 5 yang menyatakan bahwa hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat. Sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuang bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Dalam rumusan pasal ini jelaslah bahwa hukum adatlah yang menjadi dasar hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang disana sini mengandung unsur agama yang telah diresipir dalam lembaga hukum adat . 9
Hukum tak tertulis telah tumbuh dan berkembang dalam habitat manusia Indonesia jauh sebelum kemerdekaan maupun sistem kenegaraan yang berlaku dewasa ini, dalam persepektif historis,
7 A. Rahmat Rosyadi dan H.M Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Persepektif Tata Hukum Indonesia (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006) hlm.96
8 Ichtijanto, Pengembangan Berlakunya Hukum Islam dalam Hukum Islam di Indonesia, cet ke.2 ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 137.
9 Undang –Undang Pokok Agraria tahun 1960 Pasal 5, memuat tentang wakaf.
hukum/tata aturan hidup berkelompok (komunal) dengan segala instrument pranata sosialnya telah berlaku pada kerajaan- kerajaan yang pernah ada di bumi nusantara ini. Sementara masuknya ajaran Islam dengan hukum yang dibawanya memperkaya khazanah kearifan lokal yang memeng telah ada terlebih dahulu.
Hukum tak tertulis dalam persepektif hukum ketata negaraan kita lebih bersifat komplementer atau pelengkap dari hukum positif ( Ius konstitutum ). Namun hukum positif kita sebagian besar diadopsi dan diresipir dari hukum tak tertulis tersebut. Posisi hukum tak tertulis ( un written law ) diposisikan sebagai pelengkap aturan atau norma masyarakat bila hukum positif tidak/belum menyediakan Undang-undang ataupun aturan eksplisit bentuk lainnya.
Hukum tak tertulis ( unwritten law ) bisa menjadi alat untuk memjastifikasi, namun sangsi yang dapat dijatuhkannya hanya bersifat sangsi moral belaka, tidak bisa lebih kearah hukum badan (penjara) dan lain-lain.
Sangsi moral satu sisi terkadang terasa lebih kejam dari hukum badan. Fenomena ini terlihat di sekitar kita, banyak orang berpotensi dan memenuhi syarat untuk menjadi orang nomor 1 namun karna dihakimi dengan hukum taktertulis “dia telah habis”. Walaupun Undang-Undang pidana (hukum positif) tidak bisa menjeratnya, c haracter assassination alat menghukum masyarakat pada pelaku pelanggaran hukum tak tertulis.
Sebaliknya, semakin maju dan berkembangnya kehidupan, pergaulan dan arus informasi yang menafikan jarak dan waktu dengan era globalisasinya, dekadensi moral terlihat semakin menggerogoti sendi- sendi kehidupan social dan tata nilai yang disepakati bersama tanpa malu- malu lagi dilanggar. Dengan dalih HAM, tidak melanggar yurisdiksi Negara, dan alasan logis lain dibangun, Hal ini semua merupakan ancaman bagi eksistensi hukum tak tertulis kita, karena pelanggar dapat melenggang bak tanpa dosa. Ini dikhawatirkan negara ini akan menjadi Negara sekuler, karena aturan main hanya didasarkan pada hukum positif semata semakin tampak jelas gelagatnya.
Tiada kata lain kecuali melawannya dengan cara:
1. Mempertahankan dan melestarikan hukum Islam, hukum adat dan kearifan lokal sebagai instrument kehidupan komunal bangsa Indonesia, didukung dan dilindungi dengan payung hukum oleh Negara.
2. Memperjuangkan dan mewujudkan hukum Islam khususnya hukum pidana Islam ( jinayah ) menjadi hukum positif ( Ius constitutum ) sebagai
“Kekuatan Hukum Tidak Tertulis”
refleksi atas jumlah mayoritas rakyat Indonesia.
3. Keadilan, sebagai kata kunci terakhir dalam upaya pencarian, pembebasan dan pencerahan hukum di Negara ini harus benar-benar di tempatkan pada posisinya yang tinggi, terhormat, seimbang sesuai hati nurani dan tiada pandang bulu.
## D. Kesimpulan
Sistem hukum nasional Indonesia yang terdiri dari tiga pilar yang menjadi pengaruh terbentuknya hukum nasional. Ketiga pilar tersebut masih menjadi bagian terpenting di dalam hukum nasional Indonesia. Dapat dilihat bahwa hukum nasional Indonesia tidak mampu mengendorkan ikatannya dengan ketiga hukum yang menjadi pilar dalam hukum nasional Indonesia itu sendiri.
## Daftar Pustaka
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia; Suatu Kajian Teoritik , Yogyakarta : FH UII Press, 2004. Jazuni, Hukum Islam Di Indonesia , Cet 1, Pondok Gede: Haniya Press, 2006.
Moh. Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia ; cet.8, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Abd.Salam Arief dkk. Peta Kecenderungan Kajian Hukum Islam Pada Program Pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Cet.I, Yogyakarta: PPs UIN, 2007 Ichtijanto, Pengembangan Berlakunya Hukum Islam dalam Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya,cet. Ke-2, 1994 Moh. Koesno, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistim Hukum Nasional , Varia Peradilan No.122, Nopember 1995 Mukti Fajar, Reformasi Konstitusi dalam Masa Transisi Paradigma , Malang: In-Trans, 2003 Muchsin, Ikhtisar ilmu hukum , Jakarta: Badan penerbit IBLAM, 2006 Rahmat Rosyadi dan H.M Rais Ahmad, Formalisasi Syariat Islam dalam Persepektif Tata Hukum Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006 Dirdjosisworo Soedjono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada cet ke-2, 2001 Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, cet.3, Bandung: CV Armico, 1993 Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960 Pasal 5 memuat tentang wakaf
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum , Jakarta: Pramita, Cet ke-29
Van
Koningsveld, Nasihat-Nasihat Snouck hurgronye Semasa
Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1936 jilid I, Jakarta ; INIS, 1990 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004
|
18d65adc-5359-483b-8b6d-5c10c1aa9086 | https://savana-cendana.id/index.php/SC/article/download/2112/719 |
## Coccinella repanda Thunberg (Celeoptera: Coccinellidae) Aphidophagus Potensial pada Tanaman Cabai: Biologi, Demografi, dan Tanggap Fungsional Pada Beberapa Kutudaun
Siska Efendi a a Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo-Indonesia
*Correspondence: [email protected]
Article Info Abstrak Article history: Received 15 Maret 2023 Received in revised form 25 Maret 2023
Accepted 06 Oktober 2023
Coccinella repanda Thunberg ( Coleoptera: Coccinellidae ) adalah salah satu predator penting dalam pengendalian hama pada tanaman cabai. Hanya saja informasi tentang biologi, demografi dan tanggap fungsional predator tersebut masih sedikit di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi C. repanda dengan mempelajari biologi, demografi dan tanggap fungsional pada beberapa spesies kutudaun hama utama tanaman cabai. Pengamatan biologi dan demografi menggunakan 5 ulangan, dengan masing-masing ulangan diperlakukan satu pasang C. repanda. Pengamatan preferensi dan kemampuan memangsa C. repanda pada beberapa mangsa yang berbeda menggunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor dan 5 ulangan. Faktor pertama adalah pemaparan mangsa dengan kerapatan yang berbeda dan faktor kedua jenis mangsa yang berbeda. Data dianalisis dengan uji sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s New Multiple Range Tests (DNMRT) pada taraf 5%. Masa perkembangan pradewasa dan imago serta keperidian Coccinella transversalis ( Thunberg ) ( Coleoptera: Coccinellidae ) telah diteliti di laboratorium dengan menggunakan Aphis gossypii ( Glover ) ( Homoptera: Aphididae ) sebagai mangsa. Hasil penelitian memperlihatkan masa perkembangan C. repanda yakni 31,02 ± 4,73 hari. Selama hidupnya imago betina mampu meletakkan telur sebanyak 90,44 ± 14,38 butir. Parameter demografi C. repanda adalah laju reproduksi kotor (GRR) adalah 74,80 individu per generasi; laju reproduksi bersih (Ro) 18,22 individu per induk per generasi; laju pertumbuhan intrinsik (rm) sebesar 0,46 individu per induk per hari; masa rata-rata generasi (T) selama 12,40 hari; populasi berlipat ganda (DT) selama 1,51 hari. Laju pemangsaan C. repanda berbeda tidak nyata pada tiga jenis mangsa yang dipaparkan. Begitu juga hasil analisis regresi logistik terungkap bahwa C. repanda dimana pada mangsa A. gossypii , A. craccivora dan M. persicae tergolong pada tanggap fungsional tipe I. Hasil ini menunjukkan bahwa C. repanda dapat dikategorikan sebagai agens kontrol biologis yang efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan strategi pengendalian hama secara hayati pada tanaman cabai
DOI:
https://doi.org/10.32938/sc.v8i04.2112
Keywords:
Coccinella repanda Biologi Demografi Tanggap fungsional Cabai Kutu daun.
## 1. Pendahuluan
Coccinella repanda Thunberg ( Coccinella transversalis ) merupakan predator Kutu Daun yang tersebar luas di Indonesia. Surya dan Rubiah (2016) melaporkan predator tersebut pada pertanaman cabai di Kecamatan Darussalam Desa Limpo, Aceh. ( Tarigan et al., 2022 ) melaporkan pada tanaman wortel di Kecamatan Dolat Rayat, Sumatera Utara.( Efendi et al., 2017 ) melaporkan di beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Barat. C. repanda juga di laporkan di Provinsi Jambi (Yudiawati & Pertiwi, 2020 ), Riau ( Aprila et al., 2019 ), Lampung ( Hutagalung et al., 2013 ), dan Sumatera Selatan ( Khodijah, 2014 ). Berikutnya C. repanda juga dilaporkan pada beberapa provinsi di pulau jawa, antara lain Jawa Barat ( Sudrajat, 2009 ), DI Yogyakarta ( Udiarto, 2012 ), Jawa Tengah ( Nurindah et al., 2011 ), dan Jawa Timur ( Abdillah, 2014 ). Provinsi lain yang juga dilaporkan menjadi sebaran C. repanda yakni Nusa Tenggara Barat ( Apriadi, 2021 ), Nusa Tenggara Timur ( Nurindah et al., 2001 ), dan Bali ( Jayanti et al., 2018 ). Habitat utama C. repanda adalah tanaman hortikultura terutama cabai.Keberadaan kumbang tersebut pada tanaman cabai berhubungan dengan ketersedian mangsa.Walaupun tergolong predator generalis, C. repanda dilaporkan lebih menyukai kutudaun dan trips. Kedua mangsa tersebut merupakan hama pada tanaman cabai. Kondisi ini membuka peluang pemanfaatan C. repanda sebagai agens pengendali hayati ketua hama tersebut.
Coccinellidae predator sudah banyak dilaporkan sebagai agens pengendali hayati dengan hasil yang bervariasi. Pemanfaatan Coccinellidae predator dalam program pengendalian hayati dapat dilakukan dengan metode introduksi, augmentasi dam konservasi.Introduksi H. axyridis dari Perancis ke Yunani pada tahun 1994 untuk pengendalian hayati kutu daun, Toxoptera aurantii Boyer de Fonscolombe, Aphis spiraecola Pagenstecher dan Aphis gossypii Glover di kebun jeruk berhasil ( Katsoyannos et al., 1997 ). Selain itu H. axyridis juga diintroduksi dan berhasil establish di beberapa negara eropa, seperti Jerman dan Belgia ( Adriaens et al., 2003 ).Introduksi coccinellids predator tidak hanya untuk mengendalikan kutu daun akan tetapi juga sudah lama dan banyak dilaporkan untuk mengendalikan tungau. Setidaknya 12 spesies Stethorini telah diimpor ke AS untuk untuk mengendalikan tungau ( Gordon, 1985 ). Biddinger dan Hull (2009) melaporkan 12 spesies spesies Stethorini diintroduksi ke California dari wilayah geografis yang beragam seperti Australia, Cina, Guatemala, India, Maroko, Pakistan, Afrika Selatan, dan Turki.
Augmentasi beberapa spesies Coccinelliade predator juga sudah dilakukan dibeberapa negara, terutama Eropa dan Amerika. Kontodimas et al. (2008) melaporkan bahwa selama musim semi tahun 1994, sekitar 620 imago H. axyridis dilepaskan di empat daerah penanaman jeruk di Yunani (Marathon Attica,
Campos-Chios, Leonidion-Arcadia, Chania-Crete) pada tanaman jeruk, mandarin dan jeruk asam yang dipenuhi kutu daun Toxoptera aurantii , Aphis spiraecola dan A. gossypii . Mzhavanadze (1984) Di wilayah Laut Hitam bekas Uni Soviet, 5000 C. montrouzieri per hektar digunakan dengan hasil yang baik di perkebunan teh untuk mengendalikan Chloropulvinaria floccifera Westwood. Melaporkan Prokopenko (1982) hama C hloropulvinaria aurantii Cockerell dikendalikan di perkebunan jeruk di Azerbaijan ketika 5000 C. montrouzieri dilepaskan di 3 ha kebun. Hasil serupa diperoleh untuk mengendalikan P. citri pada jeruk di Italia ( Longo & Benfatto, 1987 ).
Program augmentasi coccinellids predator tidak selalu berhasil. Seperti yang dilaporkan Kontodimas et al. (2008) bahwa pelepasan H. axyridis pada beberapa provinsi di Yunani pada tahun 1994 akan tetapi setahun kemudian agens hayati tersebut tidak teramati lagi pada lokasi pelepasan. Hal yang sama juga dilaporkan Soares et al. (2008) kegagalan pembentukan koloni H. axyridis di Santa Maria yang diintroduksi dari pulau Azores sebanyak seratus ribu larva instar ketiga ke beberapa kebun jeruk. Populasi yang dilepasliarkan gagal terbentuk karena faktor ekologi seperti maladaptasi terhadap kondisi lokal dan kejenuhan keanekaragaman fungsional. Menurut Kontodimas et al. (2008) penyebab kegagalan program augementasi adalah selain itu ketidak sesuaian klimat, dimana agens hayati tersebut diduga tidak mampu bertahan pada musim dingin.Kondisi tersebut menjadi pertimbangan utama pentingnya melakukan studi biologi dari kanditat agens pengendalian hayati.Studi tentang biologi reproduksi Coccinellidae, seperti pola perkawinan, periode inkubasi, periode reproduksi, dan jumlah keturunan per betina sangat penting untuk menentukan keberhasilan penggunaan Coccinellidae dalam pengendalian hayati.Indikator predator efektif berikutnya dapat dilihat dari tanggap fungsional predator tersebut.
Studi tentang tanggapan fungsional predator sangat penting dalam pengendalian hayati karena dapat membantu dalam mengevaluasi potensi predator dalam pengendalian hama. Ketika suatu predator diperkenalkan untuk mengendalikan hama tertentu, maka akan menjadi penting untuk mengetahui seberapa efektif predator tersebut dalam mengendalikan populasi hama target. Tanggapan fungsional dapat memberikan informasi tentang spesifikasi mangsa, yaitu jenis mangsa yang paling disukai dan memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan dan perkembangan predator. Dengan mengetahui spesifikasi mangsa predator, maka dapat diketahui apakah predator tersebut efektif dalam mengendalikan hama target atau tidak. Selain itu, studi tentang tanggapan fungsional juga dapat memberikan informasi tentang hubungan antara predator dengan spesies lain di dalam komunitas. Misalnya, predator yang memiliki spesifikasi makanan yang luas dapat memiliki interaksi yang kompleks dengan spesies lain di dalam ekosistem, termasuk spesies sasaran pengendalian hayati dan spesies non-target. Dengan demikian, penelitian tentang tanggapan fungsional predator dapat membantu dalam merencanakan program pengendalian hayati yang efektif dan berkelanjutan. Hal ini karena dengan mengetahui spesifikasi makanan dan interaksi predator dengan spesies lain, dapat dipilih predator yang tepat untuk dikembangkan dan digunakan dalam pengendalian hama, serta mengurangi risiko dampak negatif terhadap spesies non-target dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi C. repanda dengan mempelajari biologi, demografi dan tanggap fungsional pada beberapa spesies kutudaun hama utama tanaman cabai.
## 2. Metode Pengamatan Biologi dan Demografi C. repanda
Penelitian ini berbentuk eksperimen yaitu pengujian biologi dan demografi C. repanda yang diberi mangsa A. gossypii yang dikumpulkan dari tanaman cabai. Penelitian ini menggunakan 5 ulangan, dengan masing-masing ulangan diperlakukan satu pasang C. repanda. Satu pasang imago C. repanda yang baru muncul dari pupa dimasukkan ke dalam kurungan serangga yang berukuran 70 cm x 70 cm x 70 cm dan di dalamnya diletakkan 1 tanaman cabai. Selanjutnya kumbang C. repanda diberi mangsa A. gossypii sebanyak 100 individu/hari. Pemberian A. gossypii dan pemeliharaan C. repanda dilakukan sampai predator tersebut menghasilkan telur (generasi ke-2).
Telur yang dihasilkan dihitung dan dipindahkan setiap hari ke cawan petri dan dipelihara sampai menetas menjadi larva. Larva yang telah keluar dipisahkan ke dalam wadah plastik berukuran 15 cm x 15 cm, satu wadah berisi satu larva. Larva-larva tersebut dipelihara dan diberi pakan A. gossypii dan banyaknya A. gossypii yang diberikan sebagai mangsa disesuaikan dengan perkembangan stadium larva. Untuk instar I dan II banyaknya mangsa yang diberikan adalah 10 dan 20 individu/hari. Untuk instar III, IV dan imago diberikan masing-masing sebanyak 30, 40 dan 60 individu/hari. Ketersedian mangsa diperiksa setiap hari untuk menghindari keterbatasan makanan. Selama proses pemeliharaan dilakukan pengamatan dan pencatatan larva yang berhasil hidup dan berganti fase setiap hari. Perubahan stadium ditandai dengan adanya proses ganti kulit yang meninggalkan eksuvia dan perubahan bentuk tubuh (morfologi). Larva yang sudah menjadi pupa dipelihara sampai imago muncul.
Imago jantan dan betina yang baru muncul dimasukkan ke dalam satu wadah, dengan tujuan agar terjadi kopulasi dan kembali menghasilkan telur. Pengamatan dan pencatatan dilakukan mulai dari telur hingga imago meletakkan telur kembali. Parameter kehidupan C. repanda yang diamati yakni waktu pra oviposisi dihitung mulai dari imago muncul dari pupa dan dimasukkan ke tanaman cabai kemudian diberi mangsa sampai meletakkan telur yang pertama kali. Jumlah telur yang diletakkan (butir), pengamatan dilakukan setiap hari, dihitung mulai dari jumlah telur yang diletakkan imago pertama kali sampai telur terakhir diletakkan. Lama stadium telur (hari), dihitung mulai dari telur diletakkan sampai telur menetas
menjadi larva. Lama stadium larva (hari), dihitung mulai dari larva muncul sampai terbentuk pupa. Lama stadium pupa (hari ), dihitung mulai dari pupa terbentuk sampai imago muncul. Lama stadium imago (hari), dihitung pada saat imago muncul sampai imago tersebut mati. Waktu oviposisi (hari), dihitung mulai dari telur pertama diletakkan sampai telur terakhir diletakkan.Waktu pasca oviposisi (hari), dihitung mulai dari imago meletakkan telur untuk terakhir sampai imago mati.
Pengamatan parameter neraca kehidupan dimulai dari fase telur, larva, pupa dan imago. Telur yang digunakan dalam pengujian ini 62 butir untuk C. repanda, diamati setiap hari dengan bantuan mikroskop binokuler, untuk mengetahui usia, kematian, lama waktu hidup dan jumlah telur yang dihasilkan satu betina. Data hasil pengamatan kehidupan C. repanda kemudian dihitung dengan mengisi parameter berikut ( Tarumingkeng, 1994 ). x
: kelas umur (stadium) (hari) ax : banyaknya individu yang hidup pada setiap umur pengamatan lx : proporsi individu yang hidup pada umur x (lx = ax/ao) dx
: banyaknya individu yang mati disetiap kelas umur x
qx : proporsi mortalitas pada masing-masing umur (qx=dx/ax) mx : keperidian spesifik individu-individu pada kelas umur x atau jumlah anak betina perkapita yang lahir pada kelas umur x lxmx : banyak anak yang dihasilkan pada kelas umur
Parameter neraca kehidupan digunakan untuk melihat hubungan preferensi C. repanda terhadap mangsa yang diujikan. Berdasarkan data kehidupan C. repanda dapat dilanjutkan untuk menentukan parameter-parameter demografi meliputi ( Birch, 1948 ):
1. Laju reproduksi bersih (Ro), dihitung dengan rumus: Ro = ∑ l x m x
2. Laju reproduksi kotor (GRR), dihitung dengan rumus: GRR = ∑ m x
3. Laju pertambahan intrinsik (rm), dihitung dengan rumus: ∑ l x m x e – rm x =1 dengan r awal = (ln Ro) / T
4. Rataan masa generasi (T), dihitung dengan rumus: T = ∑xl x m x / ∑ l x m x
5. Populasi berlipat ganda (DT), dihitung dengan rumus: DT = ln (2) / rm
Pengamatan preferensi dan kemampuan memangsa C. repanda pada beberapa mangsa yang berbeda Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk eksperimen. Rancangan yang digunakan adalah Faktorial dengan 2 faktor dan 5 ulangan. Faktor pertama adalah pemaparan mangsa kepada Coccinellidae predator dengan kerapatan yang berbeda yaitu 10, 20, 30, 40 dan 50 individu. Faktor kedua adalah pemaparan mangsa dengan kerapatan yang berbeda tersebut dilakukan pada jenis mangsa yang berbeda yakni Aphis gossypii (Glover) (Homoptera: Aphididae), Aphis craccivora (Koch) (Homoptera: Aphididae) dan Myzus persicae (Sulz) (Homoptera: Aphididae). Coccinellidae predator yang diuji tipe tanggap fungsionalnya adalah C. repanda karena spesies ini yang dominan ditemukan pada ekosistem pertanaman cabai.
Pada C. repanda dipaparkan tiga jenis mangsa yang berbeda yakni A. gossypii, A. craccivora dan M. persicae pada tanaman cabai yang berumur 1,5 bulan. Sebelum pemaparan, C. repanda dilaparkan selama 12 jam dengan tujuan saat diperlakukan predator tersebut dapat langsung memangsa kutu daun yang sudah disediakan. Masing-masing mangsa sebagai perlakuan dipaparkan sebanyak 10, 20, 30, 40 dan 50 individu diletakkan dalam kurungan plastik (tinggi 55 cm x diameter 25 cm). Pemaparan dilakukan selama satu jam. Setelah itu diamati kemampuan memangsa dan laju pemangsaan C. repanda. Kemampuan memangsa C. repanda diamati secara langsung dengan menghitung jumlah A. gossypii, A. craccivora dan M. persicae yang di mangsa selama satu jam serta waktu yang dibutuhkan untuk menemukan dan menangani satu ekor mangsa (handling time). Laju pemangsaan ditentukan dengan menghitung waktu yang dibutuhkan C. repanda untuk menemukan dan memangsa kutu daun yang dipaparkan. Selanjutnya data hasil pengamatan dihitung dengan rumus ( Holling, 1966 ) sebagai berikut: Na= aTN/(1+aThN) Keterangan: Na = Jumlah kutu daun yang dimangsa a = Laju pemangsaan
T = Lama pemangsaan (60 menit) N = Kerapatan mangsa Th = Waktu yang dibutuhkan predator untuk menangani satu mangsa
Tipe tanggap fungsional ditentukan dengan analisis regresi yaitu menghitung jumlah kutu daun yang dimangsa (Na) dan dibandingkan dengan yang dipaparkan (N). Setiap persamaan regresi yang digunakan dicari nilai r. Nilai r yang mendekati 1 dinyatakan sebagai tipe tanggap fungsional dari predator tersebut.
## 3. Hasil dan Pembahasan Perkembangan Pradewasa dan Imago C. repanda
C. repanda memiliki tipe metamorfosis holometabola yaitu terdiri dari stadium telur, larva, pupa dan imago. Hodek et al. 2012) bahwa sebagian besar spesies Coccinellidae memiliki tipe perkembangan holometabola. Telur C. repanda berbentuk jorong, berwarna kuning keputihan dan diletakkan secara berkelompok. Telur melewati masa inkubasi selama 2,33 ± 0,58 hari ( Tabel 1 ). Temuan ini lebih cepat dibandingkan laporan Suryanarayana dan Balakrishna (1985) bahwa stadium telur C. repanda biasanya berlangsung selama sekitar 4-7 hari sebelum menetas menjadi larva. Lama stadium telur ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara. Menurut Khudododov et al. (2020) bahwa suhu dapat mempengaruhi waktu penetasan telur pada serangga karena suhu memengaruhi kecepatan metabolisme dan pertumbuhan embrio dalam telur. Umumnya, semakin tinggi suhu, semakin cepat perkembangan embrio dan waktu penetasan telur menjadi lebih pendek.Hal ini disebabkan oleh aktivitas enzim dalam embrio yang berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Namun, menurut Salah et al. (2018) terlalu tingginya suhu juga dapat berdampak negatif pada perkembangan embrio dalam telur dan memperpendek masa hidup serangga dewasa. Oleh karena itu, suhu yang optimal untuk mempercepat penetasan telur harus ditemukan dengan mempertimbangkan efek positif dan negatifnya pada siklus hidup serangga tersebut.
Tabel 1. Masa perkembangan C. repanda pada mangsa A. gossypii Fase Perkembangan n lama (hari) Telur 62 2,33 ± 0,58 Larva Larva instar 1 36 2,43 ± 0,19 Larva instar 2 33 2,53 ± 0,19 Larva instar 3 29 2,64 ± 0,04 Larva instar 4 29 2,77 ± 0,21 Pupa 29 3,18 ± 0,77 Imago Jantan 12 13,63 ± 1,00 Betina 17 15,14 ± 1,90 Pra-oviposisi 17 2,67 ± 0,58 Oviposisi 17 8,97 ± 0,89 Pasca-oviposisi 17 3,46 ± 1,24 Keperidian (butir) 17 90,44 ± 14,38 Siklus hidup 17 31,02 ± 4,73
Larva masuk dalam tipe scarabaeiform dengan ciri-ciri bertubuh pipih, memanjang serta bertungkai pendek. Stadium larva instar I sampai instar IV masing-masing berlangsung selama 2,43 ± 0,19 hari, 2,53 ± 0,19 hari, 2,64 ± 0,04 hari dan 2,77 ± 0,21 hari. Data tersebut menunjukkan waktu pertumbuhan larva meningkat pada setiap stadium larva. Menurut Hagen (1966) bahwa umur larva semakin bertambah dengan meningkatnya stadium larva karena semakin tinggi stadium larva, semakin banyak waktu yang diperlukan untuk mencapai stadium selanjutnya. Selama stadium larva, serangga memakan makanan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga semakin tinggi stadium larva, semakin banyak makanan yang harus dikonsumsi sehingga bisa memenuhi kebutuhan pertumbuhan serangga tersebut.Oleh karena itu, semakin tinggi stadium larva, semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk mencapai stadium selanjutnya.Hal ini berlaku pada banyak jenis serangga, termasuk coccinellidae.
Pembentukan pupa C. repanda tidak diawali dengan proses prapupa . Temuan ini tentu sangat menarik karena sebagian besar spesies Coccinellidae melewati fase prapupa sebelum mencapau stadium pupa.Hal tersebut diduga sebagai bagian dari adaptasi dikaitkan dengan keuntungan dalam hal efisiensi energi dan peningkatan kelangsungan hidup.Dengan menghindari fase prapupa, serangga dapat menghemat waktu dan energi yang dibutuhkan untuk metamorfosis, sehingga memungkinkan untuk mencapai imago lebih cepat. Stadium pupa berlangsung selama 3,18 ± 0,77 hari sampai terbentuk imago. Menurut Singh dan Chandel (2017) stadium pupa C. repanda berlangsung selama sekitar 5-7 hari sebelum berubah menjadi imago. C. repanda berbentuk lonjong, berukuran besar dengan panjang 5-6 mm, lebar 3-4 mm. Menurut Mukherjee dan Mandal (2014) imago C. repanda memiliki panjang tubuh sekitar 6-8 mm dan lebar tubuh sekitar 4-6 mm Perbedaan ukuran imago tersebut menurut ( S. Roy et al., 2015 ) ukuran tubuh imago bisa berbeda-beda tergantung pada jenis kelamin, kondisi lingkungan, dan faktor genetik. Kepala kecil berwarna cokelat. Pada sisi mata terdapat bercak putih, dan antena berukuran pendek. Pada pronotum terdapat satu totol besar berbentuk segitiga. Elitra berwarna kuning cokelat, pada kedua sisi elitra terdapat dua pita hitam dan dua totol pada bagian depan elitra dekat humerus. Imago jantan dan betina memiliki lama hidup yang berbeda yaitu jantan hidup selama 13,63 ± 1,00 hari, sedangkan betina 15,14 ± 1,90 hari. Menurut Michaud (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perbedaan umur hidup antara imago betina dan jantan pada serangga, termasuk Coccinellidae . Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perbedaan tersebut adalah reproduksi. Imago betina seringkali hidup lebih lama
dibandingkan jantan karena mereka harus memproduksi telur dan menyediakan sumber daya untuk larva yang baru menetas. Selain itu, imago betina juga memiliki tingkat metabolisme yang lebih rendah, sehingga mengurangi kebutuhan nutrisi dan energi dalam tubuhnya dan memperpanjang umur hidupnya.
Imago betina yang muncul tidak langsung meletakkan telur, tetapi terdapat masa pra-oviposisi sekitar 2,67 ± 0,58 hari. Seekor imago betina C. repanda mampu meletakkan telur 90,44 ± 14,38 butir selama hidupnya. Menurut Roy et al. (2016) Beberapa faktor dapat mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina Coccinellidae, di antaranya ketersediaan sumber makanan yang cukup, suhu dan kelembaban yang optimal, umur dan kondisi kebugaran imago betina dan faktor genetik. Masa oviposisi berlangsung 8,97 ± 0,89 hari dan pasca-oviposisi 3,46 ± 1,24 hari. Menurut Osawa (2000) bahwa masa oviposisi, yaitu periode waktu dimana serangga betina meletakkan telurnya, dapat mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh serangga. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin lama masa oviposisi, semakin banyak telur yang dihasilkan oleh serangga betina. Namun, faktor lain seperti umur, kondisi makanan, dan suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan.
Kurva kesintasan ( Survivorship ) C. repanda
Laju kematian yang paling tinggi terjadi pada stadium telur dan larva yang ditunjukkan dengan penurunan jumlah masing-masing pada hari ke-1 sampai ke-8 ( Gambar 1 ). Hal ini mengisyaratkan bahwa fase telur dan larva sangat rentan terhadap gangguan luar, termasuk gangguan mekanis pada saat pemeliharaan. Menurut Perrin dan Sibly (1993) bahwa serangga yang mengalami kematian banyak pada telur dan larva, tipe kurva kesintasan yang umum terjadi adalah tipe III atau kurva kesintasan yang menurun tajam pada awal kehidupan dan kemudian stabil pada masa dewasa. Hal ini karena serangga pada tahap awal kehidupannya rentan terhadap berbagai faktor seperti predator, penyakit, dan kondisi lingkungan yang tidak memadai. Namun, serangga yang berhasil bertahan hingga mencapai masa dewasa memiliki kemampuan untuk melindungi diri dan memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga kemungkinan kematian menurun secara signifikan
Gambar 1. Kurva kesintasan ( suvivorship ) C. repanda
Keuntungan utama dari pola kelangsungan hidup tipe III untuk serangga predator yakni dapat mencapai fase imago dengan cepat dan memiliki rentang hidup yang relatif panjang, sehingga dapat memakan banyak mangsa selama masa hidupnya. Selain itu, keuntungan lainnya adalah bahwa serangga predator dengan tipe kurva kesintasan tipe III dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang cepat, seperti fluktuasi populasi mangsa, dan dapat dengan cepat memperbanyak jumlah populasi mereka saat mangsa melimpah. Hal ini membuat serangga predator menjadi lebih efektif dalam mengendalikan populasi mangsa.
## Statistik demografi C. repanda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju reproduksi kotor (GRR) C. repanda adalah 74,80 individu per generasi ( Tabel 2 ). Arti dari GRR C. repanda sebesar 74,80 individu per generasi adalah rata-rata jumlah anak yang dihasilkan oleh satu betina C. repanda selama hidupnya adalah sekitar 74,80 individu dalam satu generasi. Semakin tinggi nilai GRR, semakin produktif populasi tersebut dalam menghasilkan keturunan.Keuntungan bagi C. repanda sebagai kandidat agens pengendali hayati adalah bahwa predator tersebut memiliki akses yang lebih banyak terhadap mangsa potensial untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan untuk mempertahankan populasi yang lebih besar.Hal ini juga dapat meningkatkan kemungkinan kelangsungan hidup C. repanda di lingkungan yang tidak stabil atau berubah-ubah, karena memiliki populasi yang lebih besar dapat membantu melindungi C. repanda dari kematian acak atau stres lingkungan lainnya.
Laju reproduksi bersih (Ro) C. repanda adalah 18,22individu per induk per generasi ( Tabel 2 ). Hal yang saja juga dilaporkan Hadiati et al. (2014) bahwa laju reproduksi bersih (Ro) C. repanda adalah sebesar 18,22 individu per induk per generasi. Laju reproduksi bersih (Ro) adalah jumlah keturunan per individu betina dalam satu generasi, jika diperkirakan bahwa setiap keturunan selalu hidup dan mencapai
usia reproduksi. Menurut Price (1997) laju reproduksi bersih adalah jumlah keturunan betina yang mampu dihasilkan oleh rata-rata individu induk tiap generasi. Nilai ini menunjukkan bahwa pada keadaan dimana faktor makanan tidak sebagai pembatas, populasi C. repanda dapat meningkat 18,22 kali dari populasi generasi sebelumnya.Nilai Ro dan GRR yang tinggi memperlihatkan tingkat kesesuaian hidup serangga predator terhadap mangsa.
Tabel 2. Parameter demografi C. repanda pada mangsa A. gossypii
Parameter Nilai Satuan GRR 74,80 Individu/generasi Ro 18,22 Individu/induk/generasi rm 0,46 Individu/induk/hari DT 1,51 Hari T 12,40 Hari
C. repanda memiliki masa generasi (T) 12,40 hari pada mangsa A. gossypii adalah. Artinya waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus reproduksi dari induk betina hingga keturunannya menjadi induk betina berikutnya adalah sekitar 12,40 hari. Hal ini dapat menjadi informasi penting dalam pengelolaan populasi C. repanda , misalnya dalam menentukan frekuensi dan waktu optimal augmentasi C. repanda pada suatu agroekosistem. Secara umum, nilai masa generasi yang kecil dapat menunjukkan bahwa populasi serangga tersebut memiliki kemampuan untuk bereproduksi dengan cepat, namun juga dapat menunjukkan bahwa serangga tersebut memiliki umur yang pendek.Sedangkan nilai masa generasi yang besar dapat menunjukkan bahwa populasi serangga tersebut memiliki umur yang lebih panjang, namun kemampuan untuk bereproduksi mungkin lebih lambat.
Laju pertambahan instrinsik (rm) C. repanda adalah 0,46 individu per induk per hari ( Tabel 2 ). Laju pertambahan instrinsik (rm) adalah ukuran dari kecepatan pertumbuhan populasi serangga dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan. Nilai rm C. repanda sebesar 0,46 individu per induk per hari menunjukkan bahwa populasi C. repanda cenderung untuk meningkat dalam jumlah dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan. Hal ini karena nilai rm yang positif menunjukkan bahwa laju reproduksi serangga tersebut melebihi tingkat kematian atau mortalitasnya, sehingga populasi serangga tersebut akan terus bertambah dalam jumlah. Kondisi ini akan membuat populasi C. repanda selalu tinggi di lahan, populasi yang tinggi dan stabil akan membuat penekanan musuh alami akan semakin besar terhadap serangga hama. Tingginya nilai rm disebabkan oleh tingginya keperidian, rendahnya mortalitas pradewasa dan masa dewasa. Birch (1948) menyatakan semakin tinggi persentase telur yang diletakkan pada kelompok umur muda, maka akan semakin besar nilai laju pertambahan intrinsik (rm) organisme tersebut. Waktu yang dibutuhkan populasi C. repanda untuk berlipat ganda adalah 1,51 hari.
Kemampuan memangsa C. repanda pada Jenis dan Kerapatan Mangsa yang Berbeda Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kemampuan memangsa C. repanda meningkat pada setiap kepadatan mangsa yang dipaparkan. Peningkatan kemampuan memangsa pada setiap kepadatan mangsa yang dipaparkan terhadap C. repanda telah terbukti dalam beberapa penelitian, seperti yang dilaporkan oleh Alfaro et al. (2005) bahwa kepadatan mangsa yang tinggi dapat meningkatkan efisiensi makan dan reproduksi C. repanda . Semakin banyak mangsa yang tersedia, semakin tinggi kemampuan C. repanda untuk memangsa dan bertahan hidup. Dalam konteks tersebut, kepadatan mangsa yang tinggi akan memberikan sumber makanan yang cukup bagi serangga predator dan memungkinkannya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, kepadatan mangsa yang tinggi juga dapat meningkatkan kemampuan C. repanda dalam menemukan mangsa dan meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga dalam memburu mangsa.
Tabel 3. Kemampuan memangsa C. repanda pada beberapa kerapatan dan jenis mangsa yang berbeda.
Mangsa Kerapatan mangsa (individu/jam) 10 20 30 40 50 A. g 10,00 ± 0,00 Aa 17,80 ± 3,49 Aa 30,00 ± 0,00 Ba 36,20 ± 5,50 Ba 46,00 ± 6,16 Ba A. c 7,80 ± 2,49 Aa 16,87 ± 3,27 Aa 24,60 ± 5,22 Aa 29,20 ± 8,64 Aa 35,60 ± 4,83 Aa M. p 10,00 ± 0,00 Aa 19,20 ± 1,79 Aa 28,40 ± 2,61 Aa 37,60 ± 5,37 Aa 46,60 ± 6,07 Aa
Data dalam rerata ± standar deviasi. (Ag: Aphis gossypii , Ac: Aphis craccivora dan Mp: Myzus persicae ) Huruf besar menunjukkan perbandingan kemampuan memangsa antara mangsa, sedangkan huruf kecil menunjukkan perbandingan kemampuan memangsa antara kerapatan. Huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara faktor yang dibandingkan dengan uji Tukey pada taraf nyata 5% . Kemampuan memangsa merupakan salah satu kriteria penting dalam mengevaluasi efektivitas serangga predator sebagai musuh alami. Serangga predator yang efektif harus mampu memangsa dan mengendalikan populasi mangsa dengan baik. Kemampuan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis serangga predator, jenis mangsa, dan faktor lingkungan.Kemampuan ini dihasilkan oleh fitur-fitur khusus dari spesies tersebut, seperti kemampuan untuk mengendus feromon mangsa dan perilaku hunting yang efektif. Selain itu, menurut Bonte et al. (2010) kemampuan memangsa juga dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa studi menunjukkan bahwa faktor seperti suhu, kelembaban, dan cahaya dapat
mempengaruhi aktivitas dan kemampuan predator dalam memangsa. Secara keseluruhan, menurut Li et al. (2021) bahwa kemampuan memangsa merupakan faktor kunci dalam menentukan efektivitas serangga predator sebagai musuh alami. Serangga predator yang mampu memangsa mangsa dengan baik dan efisien akan memberikan manfaat dalam pengendalian hama di lingkungan pertanian.
Laju Pemangsaan C. repanda
Jenis mangsa tidak berpengaruh terhadap laju pemangsaan C. repanda .Bahkan cenderung stabil pada kerapatan mangsa rendah dan meningkat pada kerapatan mangsa tinggi ( Tabel 4 ).Jenis mangsa yang berbeda dapat memiliki karakteristik fisik, perilaku, dan kemampuan bertahan hidup yang berbeda, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan serangga predator dalam memangsa.Namun, pada kasus tertentu seperti pada C. repanda , terdapat kemampuan untuk memangsa berbagai jenis mangsa tanpa terpengaruh oleh karakteristik masing-masing mangsa.Hal ini mungkin disebabkan oleh kemampuan adaptasi C. repanda terhadap berbagai kondisi lingkungan dan mangsa yang berbeda. Menurut De Clercq et al. (2011) bahwa serangga predator yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai jenis mangsa memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati yang efektif. Secara umum menurut Prasad et al. (2014) laju pemangsaan dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya yakni ukuran tubuh mangsa, jenis mangsa, dan tingkat kelaparan.
Laju pemangsaan predator adalah jumlah mangsa yang dapat dimangsa oleh predator dalam periode waktu tertentu. Parameter ini sangat penting dalam agens pengendalian hayati karena menentukan efektivitas dan efisiensi predator sebagai musuh alami dalam mengendalikan populasi hama. Semakin tinggi laju pemangsaan predator, semakin cepat hama dapat dikendalikan, dan semakin efektif pengendalian hayati dapat dilakukan. Selain itu, laju pemangsaan predator juga dapat mempengaruhi tingkat reproduksi predator itu sendiri.Jika laju pemangsaan rendah, predator mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan energi yang diperlukan untuk reproduksi dan bertahan hidup, sehingga populasi predator dapat menurun.
Tabel 4. Laju pemangsaan C. repanda pada beberapa jenis mangsa Mangsa Laju pemangsaan (individu/menit) 10 20 30 40 50 A. gossypii 0,0175 0,0164 0,0198 0,0203 0,0203 A. craccivora 0,0149 0,0156 0,0156 0,0145 0,0149 M. persicae 0,0170 0,0176 0,0192 0,0209 0,0210
Tipe Tanggap Fungsional C. repanda
Tanggap fungsional C. repanda tergolong tipe I pada semua mangsa, dengan nilai r pada masing- masing mangsa yakni r = 0,9947 pada mangsa A. gossypii , r = 0,9873 pada mangsa A. craccivora dan r = 0,9975 pada M. persicae (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa C. repanda memiliki respons predasi yang efektif terhadap ketiga jenis mangsa tersebut pada kepadatan mangsa yang sedang. Menurut Kumm dan Wäckers (2019) bahwa tanggap fungsional pada serangga predator seperti Coccinellidae dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, kepadatan mangsa, ukuran dan jenis mangsa, kelaparan predator, pengalaman predator, dan faktor lingkungan.
Tanggap fungsional merupakan indikator penting dalam mengevaluasi efektivitas musuh alami dalam pengendalian hama. Hal ini karena tanggap fungsional dapat memberikan informasi tentang kemampuan dan preferensi predator dalam memangsa berbagai jenis mangsa. Dengan mengetahui tanggap fungsional suatu predator terhadap spesies hama tertentu, maka dapat dipilih predator yang paling efektif dalam memerangi hama tersebut. Selain itu, informasi tentang tanggap fungsional juga dapat digunakan untuk merencanakan strategi pengendalian hama yang lebih terfokus dan efektif, misalnya dengan mengoptimalkan penggunaan agens pengendali hayati. Dengan demikian, penggunaan tanggap fungsional sebagai indikator musuh alami yang efektif dapat membantu meningkatkan keberhasilan pengendalian hama secara alami dan berkelanjutan.
Gambar 2. Tipe tanggap fungsional C. repanda terhadap mangsa yang berbeda (a. A. gossypii , b. A. craccivora dan c. M. persicae )
Tabel 5. Tipe tanggap fungsional C. repanda pada jenis mangsa yang berbeda berdasarkan analisis regresi dan nilai r Mangsa Persamaan regresi Nilai r Tipe tanggap fungsional A. gossypii Regresi linear Y= 0,9337x + 0,1867 0,9947 Regresi hiperbolik Y= 8,7199e 0,0336x 0,9436 Tipe I Regresi sigmoid Y= 25,4ln(x) - 53,471 0,9235 A. craccivora Regresi linear Y= 0,6457x + 3,2 0,9873 Regresi hiperbolik Y= 7,7876e 0,0306x 0,8846 Tipe I Regresi sigmoid Y= 18,131ln(x)-35,829 0,9765 M. persicae Regresi linear Y= 0,8783x + 1,76 0,9975 Regresi hiperbolik Tipe I Y= 9,1274e 0,0323x 0,9301 Regresi sigmoid Tipe I Y= 24,199ln(x)-49,757 0,9501
## 4. Simpulan
Coccinella repanda Thunberg (Coleoptera: Coccinellidae) memiliki potensi sebagai predator aphidophagus yang efektif pada tanaman cabai. C. repanda memiliki karakteristik sebagai kanditat agens pengendali hayati yang efektif pada beberapa kutudaun pada tanaman cabai. Hal tersebut dapat dilihat pada parameter demografi seperti GRR, Ro, dan rm menunjukkan bahwa C. repanda memiliki potensi untuk mempertahankan populasi pada tingkat yang tinggi. Selain itu, hasil analisis tanggap fungsional menunjukkan bahwa C. repanda tergolong pada tipe I, yang menunjukkan bahwa predator ini mampu memangsa dengan efektif pada berbagai jenis kutudaun yang menjadi hama pada tanaman cabai. Dengan demikian, C. repanda dapat dianggap sebagai agen pengendalian hayati yang potensial dalam mengendalikan populasi kutudaun pada tanaman cabai. Penelitian ini memberikan informasi penting bagi pengembangan strategi pengendalian hama yang berbasis pengendalian hayati pada tanaman cabai, yang dapat membantu mengurangi penggunaan pestisida kimia yang berpotensi merusak lingkungan dan berbahaya terhadap kesehatan manusia.
## Pustaka
Abdillah, M. M. 2014. Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi spasial serangga predator (anggota coccinellidae) pada lahan tanaman tunggal dan tanaman campuran di sumberbrantas, kecamatan bumiaji kota batu. Universitas Negeri Malang.
Adriaens, T., Branquart, E., & Maes, D. 2003. The multicoloured Asian Ladybird Harmonia axyridis Pallas (Coleoptera: Coccinellidae), a threat for native aphid predators in Belgium? Belgian Journal of Zoology , 133 (2), 195–196.
Alfaro, R., Edmunds, G., & Sower, L. 2005. Impact of prey density on predation efficiency and behavior of Coccinella septempunctata (Coleoptera: Coccinellidae) on woolly apple aphid (Homoptera: Aphididae). Journal of Economic Entomology , 98 (1), 113–120. Apriadi. 2021. Keragaman Serangga Predator Famili Coccinellidae Pada Fase Generatif Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) di Desa Jagaraga Lombok Barat . Universitas Mataram. Aprila, M., Rover, R., & Efendi, S. 2019. Diversitas Coccinellidae predator pada ekosistem pertanaman cabai di tiga kecamatan Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal Agronomi Tanaman Tropika (Juatika) ,
1 (1), 32–41. https://doi.org/10.36378/juatika.v1i1.35
Biddinger, D. J., & Hull, L. A. 2009. Coccinellidae as predators of mites: Stethorini in biological control.
Biological Control , 51 (2), 268–283. https://doi.org/10.1016/j.biocontrol.2009.05.014
Birch, L. C. 1948. The Intrinsic Rate of Natural Increase of an Insect Population. The Journal of Animal Ecology , 17 (1), 15. https://doi.org/10.2307/1605
Bonte, D., Vandenbroecke, N., Lens, L., & Maelfait, J.2010. Low temperature and starvation as factors limiting spider mite consumption by Pardosa prativaga (Araneae: Lycosidae). Journal of Applied Entomology, 134(3), 219-225. , 134 (3), 219–225.
De Clercq, P., Mason, P., & Babendreier, D. 2011. Benefits and risks of exotic biological control agents. BioControl, 56(4), 681-698. , 54 (4), 681–698. Efendi, S., Yaherwandi, & Nelly, N. 2017. Analisis keanekaragaman Coccinellidae predator dan kutu daun (Aphididae spp) pada ekosistem pertanaman cabai di Sumatera Barat. Jurnal BiBieT , 1 (2), 67–80. https://doi.org/10.22216/jbbt.v1i2.1697
Gordon, R.1985. The Coccinellidae (Coleoptera) of America north of Mexico. Journal of New York
Entomological Society , 93 , 1–912.
Hadiati, S., Widiastuti, R., & Soesilohadi, R.2014. Life table and reproduction of the predator Chilomenes repanda (Coleoptera: Coccinellidae) preying on the cowpea weevil Callosobruchus chinensis (Coleoptera: Chrysomelidae).
Journal of Asia-Pacific Entomology,17 (1), 1–7. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.aspen.2013.08.002
Hagen, K.1966. Larvae of the Coccinellidae. Part I. Netherlands Journal of Zoology , 16(4) , 452 (4), 452–548. Hodek, I., Emden, V., & Honek, A. 2012. Ecology and Behaviour of the Ladybird Beetles (Coccinellidae). In Wiley-Blackwell . https://doi.org/10.1007/978-1-84882-927-5_8
Holling, C. S. 1966. The Functional Response of Invertebrate Predators to Prey Density. Memoirs of the Entomological Society of Canada , 98 (S48), 5–86. https://doi.org/10.4039/entm9848fv Hutagalung, S., Susilo, F. X., Indriyati, I., & Swibawa, I. G. 2013. Populasi Hama Dan Musuh Alami Pada Pertanaman Padi Varietas Ciherang Yang Dikelola Secara PHT Versus Konvensional (Non-Pht). Jurnal Agrotek Tropika , 1 (3), 289–293. https://doi.org/10.23960/jat.v1i3.2052 Jayanti, N., Yuliadhi, K. A., & Wijaya, I. N. 2018. Potensi Predator Coccinella transversalis Fabricius (Coleoptera: Coccinellidae) Sebagai Agen Hayati Pengendali Hama Thrips parvispinus karny (Thysanoptera: Thripidae) pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika , 7 (3), 335–342.
Katsoyannos, P., Kontodimas, D., Stathas, G., & Tsartsalis, C. 1997. Establishment of Harmonia axyridis on citrus and some data on its phenology in Greece. Phytoparasitica , 25 , 183–191.
Khodijah. 2014. Kelimpahan Serangga Predator kutudaun Aphis gossypii di Sentra Tanaman Sayuran di Sumatera Selatan. Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education , 6 (2), 52–60. https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v6i2.3100
Khudododov, A, Juraev, A. ., & Azimov, D.2020. Effects of temperature on the duration of development stages of the large white butterfly, Pieris brassicae (Lepidoptera: Pieridae). European Journal of Entomology, 117(1), 78-85. , 117 (1), 78–85.
Kontodimas, D. C., Stathas, G. J., & Martinou, A. F. 2008. The aphidophagous predator Harmonia axyridis (Coleoptera: Coccinellidae) in Greece, 1994-1999. European Journal of Entomology , 105 (3), 541–544. https://doi.org/10.14411/eje.2008.072
Kumm, S., & Wäckers, F.2019. Functional response of natural enemies: concepts and applications in agroecology. Current Opinion in Insect Science , 32 , 30–36.
Li, J., Zhang, X., Lu, Z., Wang, Y., & Wu, K.2021. Predation of Harmonia axyridis on three agricultural pests: functional response and preference. Journal of Applied Entomology , 145 (2), 145–154. Longo, S., & Benfatto, D. 1987. Entomophagous Coleoptera present on citrus in Italy. Informatore Fitopatologico , 37 , 21–30.
Michaud, J.2002. Life history traits of three species of predaceous lady beetles (Coleoptera: Coccinellidae).
Environmental Entomology, 31(5), 822-829. , 31 (5), 822–829.
Mukherjee, A., & Mandal, S. 2014. Beetle diversity of the Indian Sundarbans: a checklist. Zookeys , 436 , 1– 75. https://doi.org/https://doi.org/10.3897/zookeys.436.7743
Mzhavanadze. 1984. Cryptolaemus against the camellia scale. Zashchita Rasteniıı , 7 , 21–26.
Nurindah, Sunarto, D. A., & Sujak. 2001. Peran dan potensi musuh alami dalam pengendalian Helicoverpa armigera Pada Kapas. Jurnal Littri , 7 (2), 60–66.
Nurindah, Sunarto, D. A., Sujak, Asbani, N., & Amir, A. M.2011. Pemanfaatan Ekstrak Tanaman untuk Atraktan Predator dan Parasitoid Wereng Kapas. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri ,
4 (1), 21–31.
Osawa, N. 2000. Reproduction of the multicolored Asian lady beetle, Harmonia axyridis, in relation to temperature and photoperiod. BioControl , 45 (1), 101–113.
Perrin, N., & Sibly, R. 1993. Dynamic models of energy allocation and investment. Annual Review of Ecology and Systematics , 24 (1), 379–410.
Prasad, Y. ., Nandagopal, V., & Reddy, K.2014. Predatory potential and life history parameters of Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae) on different aphid prey. International Journal of Agriculture and Biology , 16 (5), 1013–1017. Price, P. W. 1997. Insect Ecology . John Wiley & Sons, Inc. Prokopenko, A. 1982. Cryptolaemus suppresses Chloropulvinaria. Zashchita Rastenii , 8 , 3–15. Roy, H. E., Brown, P. M. J., Adriaens, T., Berkvens, N., Borges, I., Clusella-Trullas, S., & Comont, R. (2016). The harlequin ladybird, Harmonia axyridis: global perspectives on invasion history and ecology. Biological Invasions , 18 (4), 997–1044.
Roy, S., Saha, S., & Sengupta, D. 2015. Insect diversity of Darjeeling foothill region: North Bengal, India.
Journal of Entomology and Zoology Studies , 3 (4), 171–179.
Salah, M., El-Badawy, H., & El-Khawas, S. 2018. The effect of temperature on the life history traits and demographic parameters of sweet potato whitefly, Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) under laboratory conditions. Egyptian Journal of Biological Pest Control , 28 (1), 1–10.
Singh, K., & Chandel, Y. 2017. Biology of Coccinella transversalis Fabricius (Coleoptera: Coccinellidae) reared on Aphis craccivora Koch. Journal of Entomology and Zoology Studies , 5 (4), 1319–1322. Soares, A., Borges, I., Borges, P., Labrie, G., & Lucas, E. 2008. Harmonia axyridis: What will stop the invader? BioControl , 53 , 127–145.
Sudrajat.2009. Eksplorasi Musuh Alami Kutukebul (Bemisia tabaci) di Jawa Barat (Pangalengan, Ciwidae, Lembang dan Krawang) pada Tanaman Sayuran. (Laporan Sementara Hasil Penelitian untuk Disertasi). Unibersitas Padjadjaran.
Surya, E., & Rubiah. 2016. Kelimpahan Musuh Alami (Predator) pada Tanaman Jagung di Desa Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar. Serambi Saintia , 4 (2), 10–18.
Suryanarayana, M., & Balakrishna, P. 1985. Life history of Coccinella transversalis Fabr. (Coleoptera: Coccinellidae). Journal of the Bombay Natural History Society , 82 (2), 366–370.
Tarigan, R., Barus, S., Hutabarat, R. C., Sembiring, P., Riset, B., & Brin, N. 2022. Keanekaragaman dan aktivitas serangga pengunjung pada bunga wortel. Jurnal Entomologi Indonesia , 19 (3), 214–222. Tarumingkeng, R. 1994. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga . IPB Press. Udiarto, B. K. 2012. Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator coccinellidae untuk pengendalian kutukebul bemisia tabaci (gennadius) (hemiptera: aleyrodidae), vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) . IPB University.
Yudiawati, E., & Pertiwi, S.2020. Keanekaragaman Jenis Coccinelladae Pada Areal Persawahan Tanaman Padi di Kecamatan Tabir dan di Kecamatan Pangkalan Jambu Kabupaten Merangin. Jurnal Sains Agro , 5 (1), 1–12.
|
e3c7dae8-e2ea-429d-a4a2-cef5a242693d | https://jurnal.pap.ac.id/index.php/JTPA/article/download/87/65 | ANALISIS KESTABILAN LERENG DENGAN METODE KESETIMBANGAN BATAS PADA LERENG HIGH WALL PIT 1 UTARA TAMBANG BANKO BARAT MENGGUNAKAN SOFTWARE GEOSTUDIO SLOPE/W 2018 DI PT BUKIT ASAM, Tbk. TANJUNG ENIM,
## SUMATERA SELATAN
## SLOPE STABILITY ANALYSIS WITH BOUNDARY EQUILIBRIUM METHODS ON THE HIGH WALL PIT NORTH 1 WEST BANKO MINE USES 2018 GEOSTUDIO SLOPE/W SOFTWARE AT PT BUKIT ASAM, TBK. TANJUNG ENIM, SOUTH SUMATRA
Sepriadi 1) , Andre Muhid Prastowo 2)
1,2) Program Studi Teknik Pertambangan Batubara Politeknik Akamigas Palembang, 30257, Indonesia Corresponding Author E-mail: [email protected]
Abstract: Before conducting mining activities, to be able to facilitate the production process an activity is carried out, namely to design a slope design to ensure security for workers in the mining front area to minimize the occurrence of work accidents, especially in slope areas that are closely related to landslides. PT Bukit Asam, Tbk. using the standard slope safety factor according to the Bowles (1984) classification with FK> 1,25 which means the slope is stable. The process of making the mine slope design plan is assisted by using the Geosudio Slope/W 2018 software by using the boundary balance method. In making the slope design, the height of the bench, the width of the berm, and the angles of each single slope and overall slope must be considered, the higher and steeper the slope the smaller the FK value will be. In determining the value of the slope safety factor, there are several other factors that also affect the FK slope value, namely the input value in the form of unit weight, cohesion, and inner shear angle. The results of the calculation of slope safety factor using the Gesotudio Slope/W 2018 software obtained FK values of 2,096 which means the slopes are stable at the siatuasi in February 2019. Slope design is made to obtain the optimum FK value so that the excavation material can be maximized taking into account safety and regulatory factors which applies to the design of the slope to be made. The results obtained are the distance of the crest to the river 50,4 m with the overall slope angle of 28,25 o and the FK value of 1,259 which indicates that the slope is in a stable condition. Keywords: slope design, safety factor, Geostudio Slope/W 2018 software
Abstrak : Sebelum melakukan kegiatan penambangan, untuk dapat memudahkan dalam proses produksi dilakukan suatu kegiatan, yaitu membuat rancangan desain lereng agar terjaminnya keamanan bagi para pekerja di area front kerja penambangan guna meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja terutama pada daerah lereng yang erat kaitannya dengan kelongsoran. PT Bukit Asam, Tbk. menggunakan standar faktor keamanan lereng menurut klasifikasi Bowles (1984) dengan FK > 1,25 yang berarti lereng dalam keadaan stabil. Proses Pembuatan rencana desain lereng tambang ini dibantu dengan menggunakan software Geosudio Slope/W 2018 dengan menggukan metode kesetimbangan batas. Dalam pembuatan desain lereng harus diperhatikan tinggi bench , lebar berm , dan sudut tiap single slope maupun overall slope, semakin tinggi dan terjal suatu lereng maka nilai FK yang didapatkan akan semakin kecil begitu pula sebaliknya. Dalam menentukan nilai faktor keamanan lereng, terdapat beberapa faktor lainnya yang juga mempengaruhi nilai FK lereng, yaitu nilai masukan berupa unit weight, kohesi, dan sudut geser dalam. Hasil perhitungan nilai faktor keamanan lereng dengan menggunakan software Gesotudio Slope/W 2018 didapatkan nilai FK sebesar 2,096 yang berarti lereng dalam keadaan stabil pada siatuasi bulan Februari 2019. Desain Lereng dibuat untuk mendapatkan nilai FK optimum agar bahan galian dapat dimaksimalkan dengan memperhatikan faktor kemanan dan peraturan yang berlaku terhadap desain lereng yang akan dibuat. Hasil yang didapatkan yaitu jarak crest terhadap sungai 50,4 m dengan sudut overall slope 28,25 o dan nilai FK sebesar 1,259 yang menunjukkan bahwa lereng tersebut dalam keadaam stabil.
Kata Kunci : desain lereng, faktor keamanan, software Geostudio Slope/W 2018
## 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik,
karena sifat–sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kestabilan lerang pada tanah. Kestabilan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang–bidang lemah yang disebut dengan bidang diskontinuitas, tidak
demikian halnya dengan lereng–lereng pada tanah.
Adanya kegiatan penambangan, seperti penggalian pada suatu lereng akan menyebabkan terjadinya perubahan besarnya gaya–gaya pada lereng tersebut yang mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan pada akhirnya dapat menyebabkan lereng tersebut longsor. Dalam merancang suatu tambang terbuka dilakukan suatu analisis terhadap kestabilan lereng yang terjadi karena proses penimbunan maupun penggalian sehingga dapat memberikan kontribusi rancangan yang aman dan ekonomis.
Stabilitas dari lereng individual biasanya menjadi masalah yang membutuhkan perhatian yang lebih bagi kelangsungan operasi penambangan setiap harinya. Longsornya lereng pada suatu jenjang, dimana terdapat jalan angkut utama atau berdekatan dengan batas properti atau instalasi penting, dapat menyebabkan bermacam gangguan pada program penambangan.
Walaupun longsoran yang terjadi relatif kecil, dengan tanda-tanda yang tidak begitu terlihat, tetap saja dapat membahayakan jiwa dan merusak peralatan yang ada. Faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang menahan dengan gaya yang menggerakkan. Penelitian kali ini dilakukan di pit 1 utara yang merupakan daerah yang dijadikan sebagai tempat penelitian juga dihadapkan dengan masalah lain, yaitu berbatasan sungai. Hal tersebut yang mendasari Penulis untuk melakukan penelitian dengan cara membuat desain lereng dengan FK yang aman tetapi tetap memperhatikan peraturan yang berlaku untuk pembuatan desain yang berbatasan dengan sungai. Pembuatan desain lereng ini dibantu menggunakan software Geostudio Slope/W 2018.
## 1.2. Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan karena adanya permasalahan teknis untuk kemantapan lereng yang ada pada pit penambangan. Permasalahan tersebut terutama dalam batas aman
penambangan pada pit 1 Utara yang sekarang yang berdekatan dengan sungai
## 1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini Penulis akan membahas tentang stabilitas lereng tambang terbuka di PT Bukit Asam, Tbk. pembatasan masalah yang akan diambil Penulis antara lain: 1. Lokasi penelitian berada pada Pit 1 Utara Tambang Banko Barat Daerah pengamatan high wall, Tanjung Enim,
Sumatera Selatan.
2. Analisis kestabilan lereng dilakukan menggunakan metode kesetimbangan batas dengan pendekatan Morgernstern- Price.
3. Perhitungan faktor keamanan lereng overall slope .
4. Faktor keamanan lereng optimasi > 1,25 (menurut Bowles, 1984).
5. Muka airtanah diasumsikan 10 meter di bawah permukaan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari analisis kestabilan lereng tambang terbuka ini sebagai berikut :
1. Menentukan FK lereng eksisting sisi high wall .
2. Memberikan rekomendasi rancangan desain lereng penambangan daerah penelitian Pit 1 Utara Banko Barat.
3. Mendapatkan desain lereng optimum dengan nilai faktor keamanan lereng tambang > 1,25 (Bowles, 1984).
## 1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terkait dengan analisis kestabilan lereng pada tambang terbuka , yaitu:
1. Dapat mengetahui tingkat keamanan lereng eksisting sisi high wall .
2. Dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam memberikan rekomendasi Rancangan Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) terkait operasi penambangan di Pit 1 Utara Tambang Banko Barat.
3. Dapat mengetahui tingkat keamanan lereng tambang dan melakukan
pendesainan ulang jika FK yang didapat tidak
mencapai kestabilan yang
diharapkan perusahaan dan berdasarkan klasifikasi Bowles (1984).
## 2. TEORI DASAR
## 2.1 Kestabilan Lereng
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi air tanah setempat, dan juga oleh teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan meragukan, maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya-gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut. Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut : F = R / F p Dimana :
F = faktor kestabilan lereng R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng tetap stabil F p = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan lereng longsor.
2.2. Lereng
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng
bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia, antara lain: galian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka (Arief, 2007). Pada sebuah galian tambang terdiri dari tiga bagian yaitu : high wall , low wall , dan side wall .
a) High wall adalah permukaan kerja tambang terbuka yaitu khususnya tambang batubara terbuka, permukaan atau lereng dibagian yang lebih tinggi dari suatu kontur tambang terbuka. Dapat juga diartikan sebagai sisi bukaan tanah/batuan, sisi tanah buangan arah tegak lurus terhadap sisi buangan dan arah kemajuan tambang ( high wall )
b) Low wall adalah sisi bukaan tanah penutup batubara atau bahan galian tambang lainnya pada tambang terbuka.
Low wall dapat ditentukan (searah) berdasarkan bedding dip suatu permukaan tanah.
c) Side wall adalah dinding pada area sisi samping suatu lubang bukaan tambang. Umumnya side wall tegak lurus terhadap low wall dan high wall pada area pit .
Lereng tersusun atas batuan yang memiliki komposisi tertentu yang termuat didalamnya. Komposisi penyusun batuan dapat berupa mineral yang merupakan material padat anorganik yang terbentuk secara alamiah atau organik yang sudah mati. Batuan adalah material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida yang berada di dalamnya (seperti air, minyak, dan lain-lain). Batuan penyusun lereng dapat mengalami perubahan sebagai pengaruh dari kondisi alam yang dinamis salah satu diantaranya adalah iklim.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
## Kestabilan Lereng
Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kestabilannya. Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kestabilan semakin berkurang.
Geometri lereng yang dapat mempengaruhi kestabilan lereng meliputi tinggi lereng, kemiringan lereng dan lebar berm (b), baik itu lereng tunggal ( single slope ) maupun lereng keseluruhan ( overall slope ). Suatu lereng disebut lereng tunggal ( single slope ) jika dibentuk oleh satu jenjang saja dan disebut keseluruhan ( overall slope ) jika dibentuk oleh beberapa jenjang.
b. Struktur batuan Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang- bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi ( density ), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam batuan.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
= C + ( - ) tan dimana : = kuat geser batuan (ton/m 2 ) C = kohesi (ton/m 2 ) = tegangan normal (ton/m 2 )
= sudut geser dalam ( angle of internal
friction ) ( o )
Untuk mengetahui nilai kohesi dan sudut geser dalam, dinyatakan dalam persamaan berikut :
τ = σ’ tan + c τ = c + τ’ tan
τ’ = (σ – u) maka didapatkan Persamaan : τ = (σ – u) tan + c Dimana : τ nt = tegangan geser (kN/m 2 ) σ n = tegangan normal (kN/m 2 ) = sudut geser dalam ( o ) c = kohesi (kN/m 2 )
Gaya–gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kestabilan suatu lereng adalah :
1. Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-alat mekanis yang berat didekat lereng
2. Pemotongan dasar ( toe ) lereng 3. Penebangan pohon-pohon pelindung lereng
2.4. Jenis-jenis Longsoran
Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan ditambang terbuka, yaitu :
a. Longsoran bidang ( plane failure )
Longsoran jenis ini (Gambar 2.3) akan terjadi jika kondisi di bawah ini terpenuhi:
1. Jurus ( strike ) bidang luncur mendekati pararel terhadap jurus bidang permukaan lereng (perbedaan maksimum 20 o ).
2. Kemiringan bidang luncur (ψp) harus lebih kecil daripada kemiringan bidang permukaan lereng (ψf).
3. Kemiringan bidang luncur (ψp) lebih besar daripada sudut geser dalam (υ).
4. Terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan atau tanah yang longsor.
Sumber : Hoek dan Bray, 1981 Gambar 2.1 Longsoran Bidang
b. Longsoran baji ( wedge failure )
Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih berpotongan sedemikian rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng. Longsoran baji ini dapat dibedakan menjadi dua tipe longsoran yaitu, longsoran tunggal ( single sliding ) dan longsoran ganda ( double sliding ). Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang, sedangkan untuk
longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang. Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :
Sumber : Hoek dan Bray, 1981 Gambar 2.2 Longsoran Baji
1. Kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis potong kedua bidang lemah (ψfi > ψi).
2. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya (ψfi > υ).
c. Longsoran guling ( toppling failure )
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom. Longsoran jenis ini terjadi apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng. Longsoran guling pada blok fleksibel terjadi jika :
1. β > 900 + υ – α, di mana β = kemiringan bidang lemah, υ = sudut geser dalam dan α = kemiringan lereng.
2. Perbedaan maksimal jurus ( strike ) dari kekar ( joint ) dengan jurus lereng ( slope ) adalah 300.
d. Longsoran busur ( circular failure )
Longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas ( loose material ) seperti material tanah. Sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur (Gambar 2.6). Batuan hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran (Hoek dan Bray, 1981). Pada longsoran busur yang terjadi pada daerah timbunan, factor struktur geologi tidak terlalu berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan.
Sumber : Hoek dan Bray, 1981
Gambar 2.3 Longsoran Guling
Sumber : Hoek dan Bray, 1981 Gambar 2.4 Longsoran Busur
2.5. Nilai Safety Factor (SF) Terhadap Kestabilan Lereng Kelongsoran suatu lereng
penambangan umumnya terjadi melalui sutu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir ( slip surface ). Kestabilan lereng tergantung pada gaya pengerak dan gaya penahan yang bekerja pada bidang gelincir tersebut. Gaya penahan ( resisting force ) adalah gaya yang menahan agar tidak terjadi kelongsoran, sedangkan gaya penggerak ( driving force ) adalah gaya yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Perbandingan antara gaya-gaya penahan terhadap gaya-gaya penggerak tanah inilah yang disebut dengan faktor keamanan lereng (FK).
## Tabel 2.1 Nilai Faktor Keamanan untuk Perencanaan Lereng
Nilai FK Keadaan lereng <1,0 Tidak mantap 1,0 – 1,2 Kemantapan diragukan 1,3 – 1,4 Memuaskan untuk pemotongan dan penimbunan 1,4 – 1,7 Mantap untuk bendungan Sumber : Sosrasardono dalam Made Astawa Rai, 1993
## Tabel 2.2 Hubungan Nilai FK dan Kemungkinan Kelongsoran Lereng
Nilai FK Kemungkinan Longsor < 1,07 Kelongsoran biasa terjadi (lereng labil)
1,07 < FK < 1,25 Kelongsoran pernah terjadi (lereng kritis) > 1,25 Kelongsoran jarang terjadi (lereng relatif stabil)
Sumber : Bowles, 1984
## Tabel 2.3 Kisaran Faktor Keamanan
Faktor Keamanan Kerentanan Gerakan Tanah FK < 1,2 Tinggi, gerakan tanah sering terjadi 1,2 < FK < 1,7 Menengah, gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < FK < 2,0 Rendah, gerakan tanah dapat terjadi FK > 2,0 Sangat Rendah, gerakan tanah sangat jarang terjadi Sumber : Ward, 1976
## 2.6. Massa Batuan, Struktur Batuan dan Bidang Diskontinu 2.6.1. Massa Batuan
Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri dari material batuan berupa mineral, tekstur dan komposisi dan juga terdiri dari bidang-bidang diskontinu, membentuk suatu material dan saling berhubungan dengan semua elemen sebagai suatu kesatuan. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi bidang-bidang diskontinu yang terbentuk. Oleh sebab itu, massa batuan akan mempunyai kekuatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan batuan utuh. Menurut Hoek dan Bray (1981), massa batuan adalah batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur seperti joint , sesar dan bidang perlapisan.
2.6.2. Struktur Batuan
Struktur batuan adalah gambaran tentang kenampakan atau keadaan batuan, termasuk di dalamnya bentuk atau kedudukannya. Berdasarkan keterjadiannya, struktur batuan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Struktur primer merupakan struktur yang terjadi pada saat proses pembentukan
batuan. Misalnya : bidang perlapisan silang ( cross bedding ) pada batuan sedimen atau kekar akibat pendinginan ( cooling joint ) pada batuan beku.
2. Struktur skunder merupakan struktur yang terjadi kemudian setelah batuan terbentuk akibat adanya proses deformasi atau tektonik. Misalnya : lipatan ( fold ), patahan ( fault ) dan kekar ( joint ). Bidang diskontinu dapat ditemukan pada struktur primer maupun struktur sekunder.
## 2.6.3. Bidang Diskontinu
Secara umum bidang diskontinu merupakan bidang yang memisahkan massa batuan menjadi bagian yang terpisah. Menurut Priest (1993), pengertian bidang diskontinu adalah setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki kuat tarik paling lemah dalam batuan. Menurut Gabrielsen (1990), keterjadian bidang diskontinu tidak terlepas dari masalah perubahaan stress (tegangan), temperatur, strain (regangan), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi pada massa batuan dalam waktu yang panjang.
Beberapa jenis bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan komposisinya sebagai berikut :
1. Fault (patahan)
2. Joint (kekar)
3. Bedding (bidang pelapisan)
4. Fracture dan crack
5. Fissure
Dari semua jenis bidang diskontinu yang ada, joint adalah yang paling sering menjadi pertimbangan. Hal ini disebabkan joint merupakan bidang diskontinu yang telah pecah dan terbuka, sehingga bidang joint merupakan bidang yang lemah. Selain itu joint sering bahkan hampir selalu ada pada suatu massa batuan. Oleh sebab itu, dalam pertimbangan geoteknik, seringkali joint lebih menjadi perhatian dibandingkan jenis bidang diskontinu lainnya.
Dalam analisis bidang diskontinu terdapat beberapa istilah yang biasa dipakai secara umum. Berikut ini akan dibahas
beberapa poin yang berkaitan dengan bidang diskontinu.
1. Joint set Joint set adalah sejumlah joint yang memiliki orientasi yang relatif sama, atau sekelompok joint yang paralel.
Sumber : Priest, 1993 Gambar 2.5 Diagram Blok dengan 3 Joint Set
Pada Gambar 2.5, tampak sebuah blok batuan yang memiliki tiga joint set , masing-masing joint set 1, 2 dan 3.
2. Spasi bidang diskontinu ( joint spacing ) Menurut Priest (1993) ada tiga macam spasi bidang diskontinu. Ketiga macam joint spacing tersebut adalah spasi total ( total spacing ), spasi set ( set/joint set spacing ) dan spasi set normal ( normal set spacing ).
3. Orientasi bidang diskontinu ( Joint Orientation )
Orientasi bidang diskontinu adalah kedudukan dari bidang diskontinu yang meliputi arah dan kemiringan bidang. Arah dan kemiringan dari bidang diskontinu biasanya dinyatakan dalam ( Strike/Dip ) atau ( Dip Direction/Dip ).
## 2.7. Geo Slope Office
Selain perhitungan manual, stabilitas lereng dapat juga dianalisis menggunakan software komputer. Ada beberapa macam software yang telah dikembangkan. Tapi untuk penelitian ini akan menggunakan software Geo slope Office . Geo Slope adalah suatu software yang membantu insinyur dalam menyelesaikan suatu permasalahan terutama yang berhubungan dengan tanah. Geo slope terdiri dari beberapa bagian sub program yang kesemuanya dapat diintegrasikan satu dengan
yang lainnya jika dibutuhkan. Sub program Geo slope, yaitu:
a. Slope/W,
b. Seep/W,
c. Ctran/W,
d. Sigma/W,
e. Temp/W, f. Quake/W, dan
g. Vadose/W.
2.7.1. Geo Slope/W 2018 Slope/W merupakan produk software yang menggunakan batas keseimbangan untuk menghitung faktor keamanan tanah dan lereng. Menganalisa stabilitas lereng, menggunakan batas keseimbangan, serta mempunyai kemampuan untuk menganalisis contoh tanah yang berbeda jenis dan tipe, longsor dan kondisi tekanan air pori dalam tanah yang berubah menggunakan bagian besar. Contoh tanah. Slope/W merupakan sub program dari Geo Slope yang dapat diintegrasikan dengan sub program lainnya, baik Vadose/W, Seep/W, Quake/W dan Sigma/W . Parameter masukan data analisa dapat ditentukan atau secara probabilitas. Beberapa permasalahan yang dapa diselesaikan dan kemampuan dari Slope/W :
1. Menghitung faktor keamanan lereng yang bertanah heterogen di atas tanah keras ( bedrock ), dengan lapisan lempung. Di ujung lereng (lembah) merupakan genangan air, air tanah mengalir sampai ujung lereng dan daerah retakan berkembang pada puncak akibat gaya tegangan pada lereng.
2. Slope/W dapat menghitung faktor keamanan dari lereng dengan beban luar dan perkuatan lereng dengan angker atau perkuatan dengan geo-textile
3. Kondisi tekanan air pori dalam tanah yang kompleks, kondisi air pori dapat dibedakan dalam beberapa cara, dapat semudah seperti garis piezometrik atau analisa elemen batas dari tekanan pori. Tekanan air pori pada tiap dasar potongan lereng ditemukan dari data titik cara interpolasi spline .
4. Menganalisa stabilitas dengan tekanan batas elemen. Memasukkan data tekanan
lereng dari analisa batas stabilitas elemen Sigma/W ke Slope/W untuk
mempermudah. Keuntungan lain yaitu dapat menghitung faktor keamanan tiap potongan, sebaik perhitungan faktor keamanan seluruh longsoran. Pada dasarnya Slope/W terdiri dari tiga bagian pengerjaan (langkah kerja), yaitu: 1. Define : Pendefinisian model.
2. Solve : Nilai dari hasil perhitungan, dengan menekan start
3. Contour : memperlihatkan gambaran hasil perhitungan
2.7.2. Metode Morgenstern-Price Kestabilan suatu lereng secara matematis merupakan fungsi dari gaya yang mendorong untuk longsor atau driving force dan gaya yang menahan longsor resisting force (Cheng dan Lau, 2008). Kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam safety factor (SF). Perhitungan safety factor suatu lereng dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode. Metode yang umum digunakan untuk perhitungan SF antara lain Fellenius, Bishop’s Simplified, Janbu’s Simplified, Corps of Engineering, Lowe & Karfiath, Spencer, Sarma, dan Morgenstern & Price. Pada bidang gelincir melingkar metode perhitungan SF yang digunakan secara luas di seluruh dunia adalah Fellenius dan Bishop. Pada perhitungan SF untuk bidang gelincir yang tidak melingkar, maka metode yang sering digunakan adalah Janbu dan Morgenstern- Price.
Sumber : Krahn, 200 4
## Gambar 2.6 Pembagian Potongan pada
Suatu Lereng dan Bidang Gelincir di
## Dalam Lereng
Pada kali ini Penulis akan melakukan penelitian menggunakan metode Morgenstern-
Price. Metode perhitungan SF dilakukan dengan metode Morgenstern-Price. Pemilihan metode Morgenstern-Price dalam analisis dilakukan karena metode ini mempertimbangkan enam kriteria, yaitu keseimbangan momen, keseimbangan gaya, gaya normal antar potongan (X), gaya geser antar potongan (E), inklinasi dari resultan X/E, dan hubungan antara X-E (Krahn, 2004).
Keunggulan lain dari digunakannya metode Morgenstern-Price untuk analisis stabilitas lereng menurut Krahn (2004) adalah variasi dari gaya antar potongan dapat dimodelkan. Perhitungan safety factor pada dasarnya adalah perhitungan jumlah gaya antar potongan pada model lereng yang dibuat. Lereng yang dibuat dibagi menjadi potongan- potongan kecil untuk memudahkan perhitungan (Gambar 2.6). Metode Morgenstern-Price dapat digunakan dalam:
a. memperhitungkan gaya-gaya antar irisan
b. mengasumsikan gaya-gaya antar irisan adalah fungsi f(x) menghitung angka keamanan dengan keseimbangan momen dan keseimbangan gaya
## 3. METODOLOGI PENELITIAN
## 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental.
Penelitian
eksperimental merupakan penelitian yang memanipulasi atau mengontrol situasi alamiah dengan cara membuat kondisi buatan ( artificial condition ).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Tempat yang akan dijadikan lokasi dalam penelitian ini berada di PT Bukit Asam, Tbk., Peneliti memfokuskan pada Tambang Banko Barat di Pit I Utara daerah pengamatan High Wall dalam waktu dua bulan .
## 3.3 Metode Penelitian
Masalah-masalah yang dibahas pada penelitian ini, dapat menggunakan beberapa metode penyelesaiannya sebagai berikut : 1. Studi literatur Studi literatur dilakukan dengan mencari informasi serta teori yang berhubungan dengan kondisi jalan angkut
berdasarkan referensi dari handbook , dan dari sumber referensi lainnya.
2. Observasi
Observasi lapangan ini dilakukan untuk mengamati kondisi nyata yang ada di lapangan dan mencari data secara langsung untuk memperoleh data-data yang diperlukan.
3. Pengambilan data
Pengambilan data tergantung dari jenis data yang dibutuhkan, yaitu
a. Data sekunder, antara lain : parameter sifat fisik dan mekanik batuan, peta situasi penambangan, dan kondisi geologi regional.
b. Data primer, antara lain : Dokumentasi daerah pengamatan
4. Pengumpulan data
Data yang akan diambil dan dikumpulkan kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis data sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian.
5. Pengolahan data
Data diolah berdasarkan dari data primer dan data sekunder, kemudian dimasukkan dalam sebuah tabel (tabulasi) dan data diolah berdasarkan kajian geoteknik dan berdasarkan tinjauan umum dari hal tentang kemantapan lereng tambang.
6. Analisis Hasil Pengolahan Data
Hasil dari data yang diperoleh di lapangan dan laboratorium kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus- rumus yang diperoleh dari buku-buku literatur. Pada pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Geostudio Slope W/2018 .
7. Pembahasan
Melakukan pengkajian tentang apa yang telah dianalisis dari data yang sudah didapatkan melalui data primer dan data sekunder untuk dapat menyimpulkan dari apa yang telah dilaksanakan.
8. Penarikan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan adalah hasil dari pembahasan dari kegiatan yang telah dilakukan analisis sebelumnya. Kesimpulan menjadi point penting yang akan menjadi
akhir penyelesaian dari penelitian yang dilakukan.
## 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Lereng Penelitian
Pada penelitian kali ini dilakukan pengamatan pada lokasi Pit 1 Utara Tambang Banko Barat pada sisi high wall. Analisis dilakukan untuk melakukan pengoptimaslisasian terhadap situasi bulan Februari 2019 guna mendapatkan FK optimum, yaitu 1,25 yang mengacu pada kriteria Bowles, 1984 (FK > 1,25 = Lereng dalam kondisi aman) dengan memperhatikan beberapa faktor dalam pembuatan desain lereng yang aman guna meminimalisir terjadinya hal yang tidak dinginkan seperti kecelakan kerja akibat kelongsoran lereng tambang. Acuan yang digunakan dalam pemodelan desain karena area penambangan berdekatan dengan aliran sungai, maka harus dibuat sesuai dengan aturan yang berlaku.
## Gambar 4.1 Kondisi Aktual Lereng Pengamatan
Gambar 4.2 Kondisi Aktual Aliran Sungai Daerah Pengamatan
Material yang ada pada Pit 1 Utara sisi high wall memiliki material, yaitu top soil
pada bagian atas dan lapisan overburden , seam A1, interburden A1-A2, seam A2, dan interburden A2-B1 yang menerapkan metode penambangan strip mine yang menunjukkan kemajuan mengikuti arah perlapisan batubara ( dip ).
## 4.2. Analisis Kestabilan Lereng Situasi Februari 2019
Pada lereng situasi Februari 2019 diketahui jarak crest ke sungai sekitar 131,36 m dengan tinggi lereng keseluruhan dari toe sampai ke crest yaitu 41,5 m dengan elevasi toe berada pada 3,5 m dan elevasi crest berada pada 45 m diatas permukaan laut dengan sudut overall slope sebesar 25,75 o . Didapatkan perhitungan faktor keamanan lereng menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 sebesar FK = 2,096 yang berarti lereng dikategorikan dalam keadaan aman (FK > 1,25 = aman, menurut Bowles, 1984).
Gambar 4.3 Lereng Situasi Februari 2019 Sisi High Wall Boundary
Gambar 4.4 Faktor Keamanan Lereng Situasi Februari 2019 Sisi High Wall
## 4.3. Pemodelan Geoteknik
Pemodelan Geoteknik ini berasal dari hasil pengeboran yang dilakukan pada saat eksplorasi. Penampang geoteknik berasal dari data topografi. Penampang geoteknik memuat
peta situasi yang memuat tentang informasi nilai elevasi dan pengklasifikasian daerah yang telah dilakukan penggalian.
Lokasi penelitian pada Pit 1 Utara Banko Barat tidak diadakannya kegiatan peledakan karena daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk agar tidak mengganggu penduduk sekitar akibat getaran dan debu yang dihasilkan oleh hasil peledakan. Maka besaran nilai faktor g yang digunakan adalah 0,02. Pada kondisi daerah penelitian tidak dilakukannya pengamatan secara pasti terhadap kondisi airtanah, hanya dilakukan dengan melihat kondisi muka airtanah yang ada tidak menunjukkan adanya aliran air di permukaan atau rembesan air pada lereng. Meskipun demikian, hal itu tidak dapat menunjukkan bahwa muka airtanah berada jauh di bawah permukaan dari pit tambang. Dalam melakukan pemodelan tinggi muka airtanah diasumsikan 10 meter di bawah permukaan tanah.
Pembuatan bench disesuaikan dengan kondisi lereng yang memenuhi persyaratan lereng dalam kondisi aman, semakin banyak bench yang dibuat maka semakin kecil FK yang dihasilkan. Penetuan besar nilai FK lereng juga ditentukan berdasarkan besaran sudut yang dibuat tiap single slope masing- masing bench . Semakin curam sudut lereng yang dibuat maka semakin kecil nilai FK yang dihasilkan, sebaliknya semakin landai sudut lereng yang digunakan maka semakain aman FK lereng yang dihasilkan atau lereng dalam keadaan aman, sesuai klasifikasi Bowles (1984) FK aman berada pada nilai > 1,25. Jika nilai FK tidak mencapai > 1,25, maka kemungkinan kelongsoran akan masuk dalam kateogori pernah terjadi atau sering terjadi. 4.4. Summary Laboratory
Pengeboran geoteknik dilakukan untuk mengetahui stratigrafi di bawah permukaan bumi, jenis, serta kondisi batuan di daerah penelitian. Hasil dari Pengeboran geoteknik dilakukan untuk mendapatkan sampel batuan. Sampel selanjutnya diuji untuk mendapatkan nilai sifat fisik dan sifat mekanik batuan di laboratorium Mekanika Tanah PT Bukit Asam, Tbk. Rekapitulasi dari pengujian
laboratorium disebut sebagai data summary laboratorium.
Pengujian sifat fisik diantaranya specific gravity, water content, bobot isi, void ratio , dan porositas. Pengujain sifat mekanik meliputi kuat geser (direct shear strength ), kuat tekan triaksial, dan kuat tekan uniaksial (UCS). Kuat geser dan kuat tekan triaksial terjadi pada 2, kondisi, yaitu peak dan residual .
## 4.5. Parameter Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Batuan
Berdasarkan hasil pengolahan data parameter yang telah diperoleh dari perhitungan statistika. Data parameter geoteknik pada area penambangan Banko Barat yang diklasifikasikan berdasarkan Lapisan batuan. Lapisan terdiri dari overburden, seam batubara, interburden dan lower C. Hasil pengujian memuat berupa kohesi, bobot isi batuan, dan sudut geser dalam yang diperoleh dari direct shear dan triaxial. Hasil Pengujian tersebut berupa nilai minimal, nilai maksimal, rata-rata, dan nilai tengah dalam bentuk persen. Nilai yang menjadi material properties sebagai untuk menginterpretasikan hasil nilai faktor keamanan.
Nilai triaxial dan direct shear yang digunakan adalah kelompok residual. Residual adalah tekanan geser yang dicapai setelah kuat geser puncak terlampaui. Nilai parameter hasil pengujian di laboratorium yang digunakan mewakili kondisi aktual dilapangan, sehingga nilai parameter digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi lapangan yang sebenaranya. Beberapa kondisi yang kurang mendukung seperti halnya menyebabkan hasil pengujian di laboraorium tidak sesuai dengan kondisi real yang ada di lapangan disehingga harus dilakukan back analysis . Memperoleh nilai parameter yang mendekati dengan kondisi real merupakan tujuan dari simulasi lereng yang dilakukan menjadi semakin akurat. Parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Parameter Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Hasil Statistik Summary Laboratory Mekanik Daerah Banko Barat
No. Lapisan Bobot isi Batuan (γ wet ) (kN/m 3) Sudut Geser Dalam Batuan (υ) ( o ) Kohesi Batuan (c) (kPa) 1 Overburden 20,41 24,33 102,77 2 Seam A1 12,07 11,73 103,69 3 Interburden A1-A2 20,44 16,83 87,35 4. Seam A2 11,98 16,22 189,80 5 Interburden A2-B1 20,43 22,86 167,44 6 Seam B1 12,10 24,18 180,70 7 Interburden B1-B2 20,92 14,93 71,80 8 Seam B2 15,29 15,14 100,18 9 Interburden B2-C 21,24 25,60 112,25 10 Seam C 11,86 22,85 152,98 11 Lower C 21,06 61,05 26,44
4.6. Analisis Lereng Keseluruhan (Overall Slope)
Dalam perhitungan faktor keamanan lereng dilakukan beberapa pendekatan- pendekatan sebagai berikut :
1) Masing-masing material mempunyai nilai density , kohesi , dan sudut geser dalam yang kemudian di input kedalam tiap-tiap lapisan yang berbeda.
2) Tinggi muka airtanah diasumsikan berada 10 m dibawah permukaan tanah.
3) Memasukkan nilai akselerasi seismik sebesar 0,02 g (untuk daerah yang tidak diadakan peledakan).
4) Perhitungan faktor keamanan menggunakan metode Morgenstren-Price.
5) Faktor Keamanan > 1,25 (menurut Bowles, 1984).
Berdasarkan analisa kestabilan lereng menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 , maka didapatkan nilai optimasi faktor keamanan untuk lereng keseluruhan ( overall slope ) sisi high wall dari lapisan overburden hingga interburden A2-B1 dengan beberapa desain percobaan yang telah di buat dimulai dari situasi bulan Februari 2019 dengan jarak crest , yaitu 131,35 m dari sungai hingga
pembuatan crest yang berjarak + 50 m dari sungai sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011.
4.6.1. Overall Slope Desain Percobaan Pertama
Pada desain overall slope yang pertama dibuat tinggi lereng keseluruhan keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 56 m dengan elevasi toe yang berada pada -10 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +46 meter di atas permukaan laut. Kondisi geomteri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 45 o . Tinggi dan berm dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain pertama dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 48 m dan crest yang dibuat pada desain pertama ke sungai berjarak berkisar + 83 m.
Lereng keseluruhan yang dibuat berdasarkan desain percobaan pertama menggunakan 7 bench dengan sudut overall slope yang didapat sebesar 25,77 o . Dapat dilihat pada daerah yang diberi tanda kotak (Gambar 4.5) merupakan daerah yang akan dilakukannya penggalian untuk mendapatkan material seam batubara. Hasil dari penggalian pada desain percobaan pertama akan didapati seam A1 dan seam A2 sampai pada elevasi -10 mdpl.
Gambar 4.5 Desain Percobaan Pertama Daerah Pengamatan Sisi High Wall Hasil perhitungan dengan
menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 1,547 (Gambar 4.5). Dari nilai FK
yang telah diketahui dapat di kategorikan lereng dalam keadaan aman.
4.6.2. Overall Slope Desain Percobaan Kedua
Pada desain overall slope yang kedua dibuat tinggi lereng keseluruhan keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 58,5 m dengan elevasi toe yang berada pada -10 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +48,5 meter di atas permukaan laut. Kondisi geomteri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 45 o . Tinggi dan berm tetap dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain kedua dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 60 m dan crest yang dibuat pada desain kedua ke sungai berjarak berkisar + 70 m.
Lereng keseluruhan yang dibuat berdasarkan desain percobaan kedua menggunakan 7 bench dengan sudut overall slope yang didapat sebesar 26,17 o . Dapat dilihat pada daerah yang diberi tanda kotak (Gambar 4.6) merupakan daerah yang akan dilakukannya penggalian untuk mendapatkan material seam batubara. Hasil dari penggalian pada desain percobaan kedua akan didapati seam A1 dan seam A2 sampai pada elevasi -10 mdpl lebih banyak dari desain pertama.
Gambar 4.6 Desain Percobaan Kedua Daerah Pengamatan Sisi High Wall
Hasil perhitungan dengan
menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 1,444 (Gambar 4.6). Dari nilai FK
yang telah diketahui dapat dikategorikan bahwa lereng masih dalam keadaan aman. 4.6.3. Overall Slope Desain Percobaan Ketiga
Pada desain overall slope yang ketiga dibuat tinggi lereng keseluruhan keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 74 m dengan elevasi toe yang berada pada -26 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +48 meter di atas permukaan laut. Kondisi geometri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 45 o . Tinggi dan berm tetap dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain ketiga dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 65 m dan crest yang dibuat pada desain ketiga ke sungai berjarak berkisar + 66 m.
Dapat dilihat pada daerah yang diberi tanda kotak (Gambar 4.7) merupakan daerah yang akan dilakukannya penggalian untuk mendapatkan material seam batubara. Hasil dari penggalian pada desain percobaan ketiga akan didapati seam A1, seam A2, dan seam B1 sampai pada elevasi -26 mdpl.
Hasil perhitungan dengan
menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 1,365 (Gambar 4.7). Dari nilai FK yang telah diketahui dapat dikategorikan lereng masih dalam keadaan aman.
## Gambar 4.7 Desain Percobaan Ketiga
Daerah Pengamatan Sisi High Wall
4.6.4. Overall Slope Desain Percobaan Keempat
Pada desain overall slope yang keempat dibuat tinggi lereng keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 73 m dengan elevasi toe yang berada pada -26 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +47 meter di atas permukaan laut. Kondisi geomteri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 53 o . Pada desain keempat dibuat sedikit lebih terjal atau curam dari desain sebelumnya untuk memaksimalkan proses penambangan agar produksi pada seam batubara yang di ambil lebih banyak, bench yang dibuat masih sama banyaknya seperti desain sebelumnya, yaitu sebanyak 9 bench. Tinggi dan berm tetap dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain keempat dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 80 m , dan crest yang dibuat pada desain keempat ke sungai berjarak berkisar + 50 m.
Dapat dilihat pada daerah yang diberi tanda kotak (Gambar 4.8) merupakan daerah yang akan dilakukannya penggalian untuk mendapatkan material seam batubara. Hasil dari penggalian pada desain percobaan keempat akan didapati seam A1, seam A2, dan seam B1 sampai pada elevasi -26 mdpl akan tetapi perolehan seam batubara lebih banyak dari percobaan ketiga.
Gambar 4.8 Desain Percobaan Keempat Daerah Pengamatan Sisi High Wall Hasil perhitungan dengan menggunakan software Geostudio Slope/W
2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 1,259 (Gambar 4.8). Dari nilai FK
yang telah diketahui dapat dikategorikan lereng masih dalam keadaan aman.
4.6.5. Overall Slope Desain Percobaan
## Kelima
Pada beberapa percobaan pembuatan desain lereng untuk mendapatkan nilai FK yang optimum didapatkan desain dengan FK yang tepat sebesar 1,25 (Gambar 4.9) artinya lereng dalam keadaan stabil dengan muka airtanah berada pada -10 m di bawah permukaan laut dengan jarak dari crest ke sempadan sungai sekitar 26 m. Pengoptimalan FK pada lereng dimaksudkan agar proses penambangan dapat mendapatkan produksi pada seam batubara sebanyaknya dengan tetap memperhatikan faktor keamanan lereng yang ada. Akan tetapi, dengan desain yang dibuat tersebut didapatkan jarak crest yang tidak memenuhi persyaratan batas maksimal jarak yang harus dibuat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011, maka tidak direkomendasikan untuk dilakukannya penambangan dengan desain tersebut.
## Gambar 4.9 Desain Percobaan Kelima
Daerah Pengamatan Sisi High Wall
Peraturan
Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai pada pasa 10 menjelaskan sebagai berikut :
1) Sungai tidak bertanggul di luar kawasan pekotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) huruf b terdiri atas :
a) Sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 km 2 (lima ratus kilometer persegi); dan
b) Sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 km 2 (lima ratus kilometer persegi).
2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditentukan paling sedikit berjarak 100 m (seratus meter) dari tepi dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
3) Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan paling sedikit 50 m (lima puluh meter) dari tepi dan kanan sungai sepanjang alur sungai.
Dari bentuk dan luas sungai yang di ketahui berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maka sungai yang berada di lokasi pengamatan dikategorikan masuk kedalam luasan sungai yang kecil atau kurang dari 500 km 2 . Maka jarak yang di tentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tentang sungai, yaitu terdapat pada ayat 3 , sebagaimana disebutkan bahwa garis sempadan sungai tidak bertanggul berjarak 50 m dari desain crest yang harus dibuat.
Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan didapatkan beberapa faktor
keamanan lereng yang berbeda pada tiap desain yang dibuat mulai dari FK = 1,547 sampai FK = 1,250 dan dengan jarak crest ke sempadan sungai yang berdeba pula mulai dari 83 m sampai 26 m. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai maka berdasarkan percobaan pembuatan desain lereng yang telah dilakukan didapatkan hasil desain optimum yang disarankan sesuai dengan persyaratan dalam pembuatan desain lereng yang aman yaitu pada desain percobaan keempat dengan FK = 1,259 yang berarti lereng masuk dalam kategori aman, dimana jarak crest ke sempadan sungai sekitar + 50 m dengan tinggi lereng keseluruhan dari toe sampai crest sekitar 74 m dan elevasi toe berada pada -26 m di bawah permukaan laut yang berarti memungkinkan untuk dilakukannya penggalian yang lebih dalam untuk memperoleh seam batubara, dan perolehan seam batubara yang didapatkan juga lebih banyak dibandingkan dari desain percobaan pertama, kedua, maupun ketiga dengan
kedalaman pada elevasi -26 m di bawah permukaan laut.
4.6.6. Overall Slope Desain Percobaan Keenam
Pada desain overall slope yang keenam dibuat tinggi lereng keseluruhan keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 80 m dengan elevasi toe yang berada pada -33 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +47 meter di atas permukaan laut. Kondisi geomteri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 45 o . Tinggi dan berm tetap dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain keenam dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 80 m dan crest yang dibuat pada desain keenam ke sungai berjarak berkisar + 50 m.
## Gambar 4.10 Desain Percobaan Keenam
Daerah Pengamatan Sisi High Wall
Lereng keseluruhan yang dibuat
berdasarkan desain percobaan keenam menggunakan 10 bench dengan sudut overall slope yang didapat sebesar 25,27 o dan perbandingan sudut tiap single slope 1:1 untuk meminimasilisir terjadinya longsor, maka sudut dibuat tidak terlalu curam dan tidak juga dibuat terlalu landai agar seam batubara tetap dapat diperoleh secara maksimal dengan memperhatikan tingkat keamanan lereng yang dibuat. Hasil perhitungan dengan menggunakan software Geostudio Slope/W 2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 1,168 (Gambar 4.10). Dari nilai FK yang diketahui dapat dilihat bahwa FK di
bawah 1,25 yang berarti lereng dalam keadaan kritis (tidak direkomendasikan).
4.6.7. Overall Slope Desain Percobaan Ketujuh
Pada desain overall slope yang ketujuh dibuat tinggi lereng keseluruhan keseluruhan dari crest hingga toe sekitar 97,25 m dengan elevasi toe yang berada pada -49,75 meter di bawah permukaan laut dan elevasi crest yang berada pada +47,5 meter di atas permukaan laut. Kondisi geomteri lereng tunggal dibuat memiliki tinggi 8 m dan berm (lebar jenjang) 10 m dengan sudut kemiringan single slope 53 o . Tinggi dan berm tetap dibuat seragam dari crest hingga ke toe . Jarak crest yang dibuat pada desain ketujuh dari crest yang ada pada situasi bulan Februari 2019 maju ke arah sungai sekitar + 104 m dan crest yang dibuat pada desain ketujuh ke sungai berjarak berkisar + 26,5 m.
## Gambar 4.11 Desain Percobaan Ketujuh
Daerah Pengamatan Sisi High Wall
Lereng keseluruhan yang dibuat berdasarkan desain percobaan ketujuh menggunakan 12 bench dengan sudut overall slope yang didapat sebesar 27,71 o dan perbandingan sudut tiap single slope 1:1,3 untuk meminimasilisir terjadinya longsor, maka sudut dibuat tidak terlalu curam dan tidak juga dibuat terlalu landai agar seam batubara tetap dapat diperoleh secara maksimal dengan memperhatikan tingkat keamanan lereng yang dibuat. Hasil perhitungan dengan menggunakan software
Geostudio Slope/W 2018 nilai faktor keamanan yang didapatkan, yaitu FK = 0,992 (Gambar 4.11). Dari nilai FK yang diketahui
dapat dilihat bahwa FK di bawah 1 yang berarti lereng dalam keadaan labil (tidak direkomendasikan).
## Tabel 4.2 Nilai Faktor Keamanan Lereng
Overall Slope Desain Percobaan
Kea d aa n Sit u asi Feb ru ar i 2019 Desain Percobaan Per tam a Ked u a Ketig a Kee m p at Kelim a Kee n am Ketu ju h Jar ak C rest k e Su n g ai (m) 1 3 1 ,8 6 83 7 0 ,7 66 5 0 ,4 2 6 ,5 5 0 ,4 2 6 ,5 T in g g i ler en g k eselu ru h an (m) 4 1 ,5 56 5 8 ,5 74 73 8 1 ,2 5 80 9 7 ,2 5 Ju m lah B en ch (b u ah ) 2 7 7 9 9 10 10 12 T in g g i Mu k a Air tan ah (m) -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 Su d u t Ove ra ll
S lo p e ( o ) 2 5 ,7 5 2 5 ,7 7 2 6 ,1 7 2 5 ,6 7 2 8 ,2 5
2 6 ,6 2 5 ,2 7 2 7 ,7 1 FK 2 ,0 9 6 1 ,5 4 7 1 ,4 4 4 1 ,3 6 5 1 ,2 5 9 1 ,2 5 0 1 ,1 6 8 0 ,9 9 2
Dari gambar 4.12 dikatehui nilai FK yang didapat berdasarkan beberapa desain percobaan yang dibuat, yaitu mulai dari FK 2,096 sampai FK 0,992. Berdasarkan klasifikasi Bowles (1984), nilai FK lereng dibagi menjadi 3. Maka, untuk mempermudah membaca grafik di atas dibuat simbol yang mewakili nilai FK dengan menggunakan garis panah dengan warna yang berbeda. Garis hijau ke atas menunjukkan nilai FK > 1,25 yang
berarti lereng dalam keadaan aman, garis wana kuning di tengah menunjukkan nilai FK 1,07- 1,25 yang berarti lereng dalam keadaan kritis, dan garis merah ke bawah menunjukkan nilai FK < 1,07 yang berarti lereng dalam keadaan tidak aman/rawan longsor.
## Gambar 4.12 Hubungan antara Desain Percobaan dengan Nilai FK
## 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut, maka kesimpulan dari penelitian ini, yaitu :
1. Berdasarkan hasil analisis lereng situasi bulan Februari 2019 didapatkan nilai FK = 2,096, yang berarti lereng masih dalam keadaan aman dan masih memungkinkan untuk dilakukan penambangan sampai batas optimum lereng aman yang disarankan, yaitu sebesar FK = 1,25.
2. Daerah Penelitian berada pada sisi high wall Tambang Banko Barat Pit 1 Utara yang menggunakan metode penambangan strip mine dimana penambangan mengikuti arah sebaran batubara dengan kondisi muka airtanah diasumsikan berada -10 m di bawah permukaan tanah dengan beberapa lapisan yang tersusun pada lereng pengamatan dari crest sampai toe berupa material OB (overburden), seam batubara A1, interburden A1-A2, seam
batubara A2, interburden A2-B1, dan seam Batubara B1, yang dibuat rencana desain lereng dengan memperhatikan sisi yang berdekatan dengan sungai sekitar + 131 m, maka dibuat desain rencana dengan memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai sebagai acuan yang menyebutkan bahwa jarak crest dengan sungai paling sedikit berjarak 50 m dari sempadan sungai. Hal tersebut juga dimaksudkan agar pada proses kegiatan penambangan tidak adanya bahaya yang akan terjadi nantinya akibat longsoran yang disebabkan aliran air yang terlalu dengan dengan permukaan kerja.
3. Nilai faktor keamanan desain percobaan.
a. Pada desain pertama, kedua, ketiga, dan keempat memiliki nilai faktor keamanan overall slope > 1,25 mulai dari FK = 1,547 sampai dengan FK = 1,259 berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berarti lereng dalam keadaan aman sesuai dengan kriteria Bowles (1984) dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai. Jarak crest yang dibuat dari sungai juga tergolong diperbolehkan untuk dijadikan desain rencana kerja yaitu mulai dari 83 m sampai jarak paling sedikit yang ditetapkan, maka desain percobaan pertama, kedua, ketiga, dan keempat bisa dijadkan sebagai desain rekomendasi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).
b. Terdapat percobaan pembuatan desain lereng dengan FK optimum = 1,25 pada percobaan desain kelima yang berarti lereng dalam keadaan stabil, akan tetapi desain tersebut tidak disarankan untuk dijadikan rencana kerja dikarenakan bertentangan dengan PP No 38 Tahun 2011 yang berisi bahwa jarak crest dengan sempadan sungai paling sedikit 50 m, sedangkan desain tersebut memiliki jarak dari crest ke sempadan sungai sekitar + 26 m. Pada percobaan desain keenam dan
ketujuh didapatkan FK dibawah 1,25 yang berarti lereng berada dalam keadaan kritis atau juga lereng dalam keadaan tidak aman, maka tidak direkomendasikan untuk dijadikan desain rencana kerja.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu :
1. Desain lereng aktual yang ada di lapangan sebaiknya disesuaikan dengan desain Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan untuk meminimalisir suatu waktu terjadinya bahaya akibat longsor yang terjadi akibat lereng yang tidak stabil.
2. Dibutuhkannya perhitungan kondisi muka airtanah yang lebih mendetail pada daerah penelitian baik pada musim hujan maupun musim kemarau agar didapatkan nilai faktor keamanan lereng yang lebih akurat.
3. Pengujian laboratorium terhadap sampel dari lapangan sebaiknya dilakukan dengan teliti dengan banyak titik uji sampel.
4. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar dapat diketahui nilai SR dan volume material yang didapatkan dari pengupasan material overburden dan seam batubara dari hasil desain yang telah dibuat.
## DAFTAR PUSTAKA
Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering Rock Mass Classification . New York: Wiley Interscience Publication.
Bowles, J. E. 1984. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah) . Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
Bowles, J. E. 1993. Physical and Geotechnical Properties of Soil: Second Edition . New York : USA McGraw-Hill.
Cheng, Y. M., and C. K. Lau. 2008. Slope Stability Analysis and Stabilization, New Methods and Insight . London. Routledge.
De Coster, G. L. 1974. The Geology of the Central and South Sumatra. Indonesian
Petroleum Association 3rd Annual Convertion.
Deere. 1988. The Rock Quality Index in Practice. Rock Classification System for Engineering Purposes. ASTM STP 984 Kirkaldie Edition. New York.
Edelbro, C. 2003. Rock Mass Strength . Department of Civil Engineering Division of Rock Mechanics. Lulea University of Technology.
Fookes, P. G. And Dennes B., 1969. Observational Studies on Fissure Patterns in Crestaceous Sediments of South East England . Geotechnique.
Gabrielsen, R. H. 1990. Characteristics of Joints and Faults. Proceesdings of the International Symposium on Rock Joints . Loen. Norway. N. Bartonand. Stephansson (eds). Balkema. Rotterdam.
Hoek, E and Bray, J.W. 1981. Rock Slope Engineering . London : Institution of Mining and Metallurgy.
Koesoemadinata, R. P. Dan Hardjono. 1978. Tertiary Coal Basins of Indonesia . Prepared for the 10 th Ann. Of CCOP. Geology Survey of Indonesia
Krahn, J. 2004. Stability Modelling with Slope/w-An Engineering Methodology First edition . Canada : Geo-Slope International, Ltd.
Made Astawa Rai. 1993. Kemantapan Lereng Batuan . Kursus Pengawas Tambang. Bandung.
Palmstrom, A. 2001. Measurement And
Characterization Of Rock Mass Jointing .
Chapter 2 of the book: In-Situ Characterization of Rocks. Övre Smestad vei.
Pemerintah Indonesia. 2011. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.
Priest, S. D. 1993. Discontinuity Analysis for
Rock Engineering . Chapman & Hall. ISBN 0 412 47600 2.
Pulunggono, A. 1983. Sistem Sesar Utama dan Pembentukan Cekungan Palembang (Main Fault System and the Formation of the Palembang Arc) . Doctoral Dissertation. Bandung Institute of Technology.
Swan, Colby C. And Seo, Y. K. 1999. Slope Stability Analysis Using Finite Element Technique .13 th lowa ASCE Geotechnical Conference. Williamsburgh, lowa.
Ward, T. J. 1976. Factor of Safety Approach to
Landside
Potential Delineation .
Dissertation. Department of Civil Engineering. Colorado State. Forth Collins. Colorado.
Wesley. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbit
Pekerjaan
Umum.
|
2db98f02-79fe-4fbc-8913-98550b2a9e3c | http://www.ejournal.unitaspalembang.ac.id/index.php/nabla/article/download/173/134 | Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
PENGARUH MANAJEMEN WAKTU BELAJAR DAN KECERDASAN LOGIS MATEMATIS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 18 BALIKPAPAN
Siti Nurjannah 1 , Suci Yuniarti 2* , Tri Hariyati Nur Indah Sari 3 1,2,3 Universitas Balikpapan * [email protected]
Abstract : This study aims to determine the effect of learning time management and mathematical logical intelligence on mathematics learning outcomes of eighth grade students of SMP Negeri 18 Balikpapan Academic Year 2018/2019. This type of research is a survey research with a quantitative approach. The total population of the study was 288 students which involved 72 students as samples with the sampling technique was cluster random sampling. The instrument used for data collection was a learning time management questionnaire, a mathematical logical intelligence test and a mathematics learning achievement test. The results of the multiple regression analysis showed that the significance value of 0,000 <0.05, which means there is an influence of learning time management and mathematical logical intelligence on student mathematics learning outcomes. In addition, the t test obtained a significance value of 0.002 <0.05 which means that there is an influence of learning time management on student mathematics learning outcomes and a significance value of 0.002 <0.05 which means there is an influence of mathematical logical intelligence on mathematics learning outcomes of Grade VIII students Balikpapan 18 Public Middle School Academic Year 2018/2019.
Key Words : Study Time Management, Mathematical Logical Intelligence.
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah populasi penelitian yaitu 288 siswa yang melibatkan 72 siswa sebagai sampel dengan teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner manajemen waktu belajar, tes kecerdasan logis matematis dan tes hasil belajar matematika. Hasil analisis regresi ganda menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti terdapat pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa. Selain itu, pada uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,002 < 0,05 yang berarti terdapat pengaruh manajemen waktu belajar terhadap hasil belajar matematika siswa dan nilai signifikansi sebesar 0,002 < 0,05 yang berarti terdapat pengaruh kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019.
Kata Kunci : Manajemen waktu belajar, Kecerdasan Logis Matematis.
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
## PENDAHULUAN
Dalam proses pendidikan di sekolah, matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus dipelajari mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah (Juliasari & Kusmanto,
2016).
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dalam meningkatkan kompetensi intelektual siswa. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar matematika dapat diukur melalui hasil belajar matematika siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun luar individu (Lestari,
2015) Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kesulitan dalam mengatur waktu untuk belajar. Seringkali masalah kekurangan waktu untuk belajar dijadikan alasan tidak terselesaikannya tugas (Juliasari & Kusmanto, 2016). Padahal sesungguhnya mereka kurang memiliki keteraturan dan disiplin untuk menggunakan waktunya secara efisien. Mulyana (Nina & Aziz, 2014) memberikan pengertian manajemen waktu yaitu merupakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan produktivitas waktu.
Manajemen waktu sangat diperlukan dalam
proses belajar, karena manajemen waktu merupakan salah
satu faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa di SMP Negeri 18 Balikpapan diketahui bahwa siswa hanya belajar jika ingin belajar dan hanya saat akan menghadapi ujian baik berupa ulangan harian maupun ulangan semester siswa. Siswa masih belum mampu mengatur waktu belajarnya seperti tidak membuat jadwal belajar dan tugas rumah yang harus dikerjakan.
Beberapa siswa masih sering mengerjakan pekerjaan rumah di sekolah hal ini disebabkan karena siswa suka melakukan penundaan.
Selain manajemen waktu yang baik dalam proses belajar, salah satu kemampuan yang erat kaitannya dengan hasil belajar matematika siswa adalah kecerdasan logis matematis. Suhendri (2011) menyatakan bahwa kecerdasan logis matematis merupakan gabungan dari kemampuan berhitung dan kemampuan logika sehingga siswa dapat menyelesaikan suatu masalah secara logis. Siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis yang tinggi cenderung dapat memahami suatu masalah dan menganalisa serta menyelesaikannya dengan tepat.
Demikian pula dalam kegiatan belajar matematika, siswa yang memiliki kecerdasan logis matematis tinggi maka hasil belajarnya pun tinggi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan masih banyak siswa yang kemampuan dalam berhitung dan logikanya masih kurang baik. Siswa masih perlu diarahkan dan
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
dibimbing untuk berhitung dan menalar dengan baik. Hal ini terlihat ketika siswa diberikan soal-soal sulit yang perlu dianalisis dahulu namun tidak diselesaikan dengan baik dan tidak suka mencari penyelesaian dari soal matematika yang diberikan. Selain itu, dari guru bidang studi matematika juga diperoleh data nilai rata-rata hasil belajar matematika siswa yang masih rendah. Hal ini dibuktikan dimana nilai rata-rata ulangan harian siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan hanya 64,9 yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan yakni 72 berdasarkan ketuntasan individual siswa. Penelitian Lestari (2015) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan manajemen waktu belajar terhadap hasil belajar matematika. Selain itu, penelitian Suhendri (2011) bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019.
## TINJAUAN TEORETIS
1) Manajemen Waktu Belajar
Manajemen pada hakikatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan mengendalikan usaha anggota organisasi serta
mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Sejalan dengan Daryanto (2013) manajemen adalah sebuah proses yang khas terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan serta evaluasi yang untuk mencapai tujuan bersama.
Waktu belajar di rumah merupakan faktor penting seseorang untuk mencapai prestasi karena waktu belajar di rumah lebih banyak dibandingkan dengan di sekolah (Bangun, 2008). Di sekolah waktu yang digunakan untuk belajar adalah berkisar antara 7-8 jam sedangkan sisanya yaitu sebanyak 16-17 jam adalah waktu yang dihabiskan di rumah. Waktu belajar di rumah harus dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin sehingga prestasi belajar dapat meningkat. Jam pelajaran di sekolah sudah ditentukan, sedangkan siswa sendiri yang harus memberikan dan mengatur sendiri waktu untuk belajar dengan baik dan efisien di rumah.
Berdasarkan
pemaparan manajemen dan waktu belajar, dapat diambil pengertian bahwa manajemen waktu belajar adalah kemampuan seseorang untuk mengalokasikan waktu yang dimiliki dalam membuat suatu rencana, jadwal, menentukan prioritas menurut kepentingan tanpa menunda- nunda proses belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar yang bermakna. Ada lima indikator manajemen waktu menurut Sasmita (2013) yaitu menyusun prioritas dengan tepat, membuat jadwal, meminimalisasi gangguan, membuat tujuan-tujuan
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
jangka pendek, mendelegasikan sebagian pekerjaan. Adapun indikator manajemen waktu menurut (Shafira, Dahliana, & Nurdin, 2017) yaitu menentukan penjadwalan; mengukur dan membuat laporan dari kemajuan; membandingkan penjadwalan dengan kemajuan sebenarnya di lapangan; menentukan akibat yang ditimbulkan oleh perbandingan jadwal dengan kemajuan di lapangan pada akhir penyelesaian;
merencanakan penanganan untuk mengatasi akibat terebut; memperbaharui
kembali penjadwalan. Berdasarkan indikator yang telah
dipaparkan, peneliti menetapkan indikator manajemen waktu dalam penelitian ini yaitu menyusun tujuan, menyusun prioritas dengan tepat, membuat jadwal dan meminimalisasi gangguan.
2) Kecerdasan Logis Matematis Tingkat kemampuan kognitif yang berbeda-beda menjadikan kecerdasan setiap siswa juga berbeda- beda. Kecerdasan adalah suatu
kemampuan untuk
memecahkan
masalah . Menurut Gardner (Susanti, 2018) setidaknya ada delapan kecerdasan, salah satunya adalah kecerdasan logis
matematis.
Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis dan ilmiah (Suhendri, 2011).
Sedangkan menurut Sukardjo &
Yusdiningtias (2018) kecerdasan logis matematis merupakan kemampuan seseorang berkenaan dengan penguasaan konsep matematika yang menunjuk pada dimensi kognitif
tentang aspek
pengetahuan,
pemahaman, penerapan kemampuan matematika. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat) fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lainnya. Kecerdasan matematis logis adalah salah satu kecerdasan yang bisa diukur tingkatnya dan dapat mempengaruhi keberhasilan studi seseorang (Supardi, 2014). Setiap anak memiliki kepribadian yang berbeda sehingga memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda pula. Kecerdasan logis matematis memiliki beberapa ciri khusus yang membedakan dengan kecerdasan yang lain. Hal ini dapat terlihat dari kebiasan-kebiasan yang dilakukan anak sejak usia dini. Dengan kata lain seorang siswa dikatakan memiliki kecerdasan logis matematis yang baik apabila siswa tersebut memiliki sifat cerdas, kreatif, dinamis, inovatif, mandiri, kritis, komunikatif, disiplin dan bertanggung jawab.
3) Hasil Belajar Matematika Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa.
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Purwanto (Astutik, 2016) menyatakan bahwa hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang diajarkan. Hasil belajar menunjukkan suatu proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Sejalan dengan hal
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
tersebut, hasil belajar pada dasarnya merupakan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pengajaran dalam proses belajar mengajar. Perubahan sebagai hasil belajar bersifat relatif menetap dan memiliki potensi untuk dapat berkembang (Jihad & Haris, 2013).
Lebih lanjut Minarto (2018) menyatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar yang diakhiri dengan evaluasi hasil belajar sebagai pencapaian tujuan pengajaran. Hasil belajar tersebut berupa nilai kognitif, afektif, dan psikomotorik yang digunakan guru untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi yang telah diajarkan. Sejalan dengan itu Efrilianti (2016) menyimpulkan bahwa hasil adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah melakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Bentuk perubahan sebagai hasil dari belajar berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan dan kecakapan. Perubahan dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan tidak dianggap sebagai hasil belajar (Lestari, 2015).
## METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survey . Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 18 Balikpapan pada kelas VIII dengan jumlah sampel sebanyak 72 siswa.
Teknik
pengambilan sampel
menggunakan
cluster random sampling.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner manajemen waktu belajar, sedangkan untuk kecerdasan logis matematis dan hasil belajar matematika menggunakan tes yang berbentuk pilihan ganda.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi ganda dengan bantuan program SPSS 25 for Windows . Sebelum melakukan analisis regresi ganda dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati data normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji Lilliefors (L 0 ). Data residual berdistribusi normal jika nilai signifikansi ≥ 0,05.
Uji linearitas dilakukan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linier antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada (Anto, Ismail, & Rahman, 2015, p.
181). Pada penelitian ini uji linearitas dilakukan menggunakan uji F.
Terdapat hubungan yang linier antar variabel yang diteliti jika nilai signifikansi ≥ 0,05.
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variansi
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap (Ranti, Budiarti,
Trisna, 2017). Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengetahui apakah terjadi heteroskedastisitas dengan menggunakan uji Glejser. Tidak terjadi heteroskedastisitas jika nilai signifikansi ≥ 0,05.
Uji multikolinearitas dilakukan untuk menunjukkan bahwa antara variabel independen mempunyai korelasi (hubungan langsung), penelitian yang baik adalah penelitian yang tidak memiliki multikolinearitas diantara variabel-variabel independennya (Ayundhaningrum &
Siagian, 2017, p. 28). Metode yang digunakan untuk melakukan uji multikolinearitas adalah
dengan
menggunakan uji VIF (Variance Inflation Factor). Tidak terjadi multikolinearitas antar variabel- variabel bebas jika nilai VIF ≤ 10. Koefisien determinasi (R 2 ) digunakan
untuk mengetahui sumbangan pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel terikat Hartanto & Setiawan (2016, p.
506). Analisis regresi ganda digunakan untuk mengetahui pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis secara bersama-sama (simultan) terhadap hasil belajar matematika. Kemudian
dilanjutkan dengan uji t untuk mengetahui pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis secara parsial terhadap hasil belajar matematika. Terdapat pengaruh secara simultan dan parsial jika nilai signifikansi < 0,05.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 18 Balikpapan pada kelas VIII F dan VIII G tahun ajaran 2018/2019.
Penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner manajemen waktu belajar serta tes kecerdasan logis matematis dan tes hasil belajar. Jumlah responden yang mengisi kuesioner dan tes pada penelitian ini adalah sebanyak 72 siswa. Berikut hasil statistik deskriptif dari data penelitian yang telah diperoleh yaitu:
Tabel 1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Variabel Min. Maks. Rata- rata Standar Deviasi Manajemen waktu belajar 38 64 52,527 6,161 Kecerdasan logis matematis 40 80 61,388 9,173 Hasil Belajar 45 90 67,152 10,970
Berdasarkan Tabel 1, variabel manajemen waktu belajar memiliki skor minimum dari data responden sebesar 38, sedangkan skor maksimum diperoleh 64 dengan skor rata-rata yaitu 52,527 dan memiliki standar deviasi sebesar 6,161. Pada kecerdasan logis matematis memiliki skor minimum dari data responden sebesar 40, sedangkan skor maksimum diperoleh 80 dengan skor rata-rata yaitu 61,388 dan memiliki standar deviasi sebesar 9,173. Selanjutnya diketahui dari Tabel 1, bahwa skor minimum tes hasil belajar matematika yang diperoleh sebesar 45 sedangkan skor maksimum sebesar 90, skor rata- rata pada tes hasil belajar diperoleh sebesar 67,152 dengan standar deviasi yakni 10,970.
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
Sebelum melakukan analisis regresi ganda perlu dilakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji heterokedastisitas dan uji multikolinearitas. Berikut hasil dari uji prasyarat tersebut.
a. Uji Normalitas
Hasil uji Liliefors menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,200 dimana 0,200 > 0,05. Hal ini berarti data residual berdistribusi normal.
b. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk manajemen waktu belajar dengan hasil belajar matematika adalah 1,092. Sedangkan nilai signifikansi untuk kecerdasan logis matematis dengan hasil belajar matematika adalah 0,565. Karena nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara manajemen waktu belajar dengan hasil belajar matematika dan hubungan antara kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika linier.
c. Uji Heteroskedastisitas Hasil uji heterokedastisitas untuk manajemen waktu belajar
menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,091 dan nilai signifikansi untuk kecerdasan logis matematis adalah 0,572. Karena nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel penelitian ini. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas pada penelitian ini memiliki variansi yang sama/homogen.
d. Uji Multikolinearitas Hasil uji
multikolinearitas menunjukkan bahwa nilai VIF sebesar
1,062. Karena nilai VIF ≤ 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antara manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis.
Setelah uji prasyarat terpenuhi, analisis regresi ganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika. Persamaan regresi ganda yang diperoleh dari hasil analisis yaitu adalah y = 11, 295 + 0,592 + 0,408 dimana adalah manajemen waktu belajar dan adalah kecerdasan logis matematis dan y adalah hasil belajar matematika. Dari persamaan tersebut, koefisien dari manajemen waktu belajar sebesar 0,592 artinya dengan mengasumsikan kecerdasan logis matematis bernilai tetap dan manajemen waktu belajar meningkat 1 poin, maka nilai hasil belajar matematika akan mengalami kenaikan sebesar 0,592. Koefisien dari kecerdasan logis matematis sebesar 0,408 artinya dengan mengasumsikan manajemen waktu belajar bernilai tetap dan kecerdasan logis matematis meningkat 1 poin, maka nilai hasil belajar matematika akan mengalami kenaikan sebesar 0,408.
Persamaan regresi ganda yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai dari masing-masing koefisien manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis bernilai positif. Hal ini berarti dengan mengasumsikan manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis mengalami peningkatan, maka hasil belajar matematika cenderung juga
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
mengalami peningkatan. Dengan kata lain, semakin tinggi manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis siswa, maka akan semakin tinggi pula hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan tahun ajaran 2018/2019.
Nilai koefisien determinasi R 2 yang diperoleh adalah 0,282. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis secara
bersama-sama dalam menjelaskan hasil belajar matematika sebesar 28,2% sedangkan sisanya yaitu 71,8% dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Selanjutnya, hasil analisis regresi ganda menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Karena nilai signifikansi 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis secara bersama-sama
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa hasil belajar siswa dapat ditentukan melalui melalui manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis. Indikator manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis siswa yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kegiatan siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Juliasari & Kusmanto (2016, p. 408)
mengemukakan bahwa siswa yang memanfaatkan waktu dengan baik dalam hal mengelokasikan berapa banyak waktu yang digunakan untuk
belajar, ketepatan melaksanakan jadwal yang sudah dibuat, dan tahu cara melaksanakan belajar yang baik serta mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dialami dalam belajar dapat menujang keberhasilan proses pembelajaran. Di samping itu, menurut Sukada, Sadia, & Yudana (2013, p. 7), siswa yang dapat mengembangkan kemampuan kecerdasan logis matematis berhitung, bernalar, dan berpikir logis yang tinggi maka akan semakin tinggi pula hasil belajar siswa.
Berdasarkan hasil uji t, nilai signifikansi untuk manajemen waktu belajar dengan hasil belajar adalah sebesar 0,002. Karena nilai signifikansi 0,002 < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh manajemen waktu belajar terhadap hasil belajar matematika. Pada kecerdasan logis matematis dengan hasil belajar matematika, nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,000. Hal ini berarti terdapat pengaruh kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019.
Hasil penelitian ini didukung oleh Juliasari & Kusmanto (2016, p. 410) yang menyimpulkan bahwa manajemen waktu belajar akan membuat seorang siswa mencapai keberhasilan dalam belajar, jika ia memiliki waktu yang tepat untuk belajar dan bisa mengatur waktu tersebut agar lebih efesien sehingga proses pembelajaran lebih efektif. Penelitian ini juga sejalan dengan Supardi (2014, p. 82) yang menyatakan bahwa kecerdasan matematis logis adalah salah satu
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
kecerdasan yang bisa diukur tingkatnya dan dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Namun demikian,
pencapaian hasil belajar harus
diimbangi oleh usaha siswa untuk belajar dan faktor-faktor yang lain sehingga pencapaian hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan Lestari (2015, p. 116) yang menyatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun luar individu.
## SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa, terdapat pengaruh manajemen waktu belajar terhadap hasil belajar matematika siswa serta terdapat pengaruh kecerdasan logis matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP
Negeri 18 Balikpapan Tahun Ajaran 2018/2019.
Saran yang dapat diberikan antara lain adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar perlu diperhatikan dalam proses
pembelajaran. Selain itu, penelitian dalam bidang ini hendaknya tidak hanya melibatkan manajemen waktu belajar dan kecerdasan logis matematis sebagai variabel yang diteliti karena
masih terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
## DAFTAR PUSTAKA
Anto, M. I., Ismail, M. I., & Rahman, U. (2015). Pengaruh Kecerdasan Matematik Logis dan Kecerdasan Spasial Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Sungguminasa Kabupaten Gowa. Jurnal Matematika dan Pembelajaran, III (2), 177-191. Astutik, S. M. (2016). Pengaruh Self Regulated Learning dan Ketersediaan Fasilitas Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Otomatisasi Perkantoran. Jurnal Pendidikan Bisnis dan Manajemen, II (1), 50- 57.
Ayundhaningrum, Y., & Siagian, R. E.
F. (2017). Pengaruh Kedisiplinan Dan Manajemen waktu belajar Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal Kajian Pendidikan Matematika , III (1), 23–32. Bangun, D. (2008). Hubungan Persepsi Siswa Tentang Perhatian Orang Tua, Kelengkapan Fasilitas Belajar, dan Penggunaan Waktu Belajar di Rumah dengan Prestasi
Belajar Ekonomi. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, V (1), 74-94.
Daryanto, H. (2013). Administrasi dan Manajemen Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Efrilianti, L. (2016). Implementasi
Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Logis Matematis terhadap Hasil Belajar. Tadrib, II (1), 1-8 Hartanto, D., & Setiawan, R. (2016). Pengaruh Innsentif dan Punishment Pada Kinerja Karyawan PT. Calvary Abadi Dry Concrete. Agora , IV (1), 503–510.
Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika ISSN 2528-3901, eISSN 2657-0335 Siti Nurjannah, Suci Yuniarti, Tri Hariyati nur Indah Sari (Hal. 37 – 46)
Jihad, A., & Haris, A. (2013). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo Juliasari, N., & Kusmanto, B. (2016). Hubungan Antara Manajemen Waktu Belajar, Motivasi Belajar, dan Fasilitas Belajar dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP Kelas VIII Se-Kecamatan Danurejan Yogyakarta. Jurnal Pendidikan Matematika, IV (3), 405-411.
Lestari, I. (2015). Pengaruh Waktu
Belajar dan Minat Belajar terhadap
Hasil Belajar Matematika. Jurnal
Formatif, III (2), 115-125. Minarto, W. Y. (2018). Hubungan Kesiapan Belajar, Manajemen Waktu, Kecemasan dalam Mengerjakan Tes, dan Hasil Belajar Mata Pelajaran Teknik Listrik Dasar Otomotif Siswa SMK. Jurnal Teknologi dan Kejuruan, 41 (1), 37-44. Nina, M., & Aziz, A. (2014). Hubungan antara Lingkungan Belajar dan Manajemen Waktu dengan Motivasi Menyelesaikan
Studi. Jurnal Analitika, VI (2), 91- 97.
Ranti, M., Budiarti, I., & Trisna, B. (2017). Pengaruh Manajemen waktu belajar (Self Regulated Learning) Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Pada Mata Kuliah Struktur Aljabar. Jurnal Pendidikan Matematika, III (1), 75- 83. Sasmita, E. (2013). Pengaruh Kesiapan Belajar, Disiplin Belajar, dan Manajemen Waktu terhadap Motivasi Belajar Mata Diklat Bekerjasama dengan Kolega dan Pelanggan Pada Siswa Kelas X Program Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 2 Semarang. Semarang: Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Semarang.
Shafira, P. C., Dahliana, & Nurdin, S.
(2017). Upaya Manajemen Waktu dalam Mengatasi Stres Akademik Mahasiswa. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, II (2), 27-31.
Sugiyono, P. D. (2013). Metode
Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suhendri, H. (2011). Pengaruh Kecerdasan Matematis Logis dan Kemandirian Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika. Jurnal Formatif, I (1), 29-39. Sukada, I., Sadia, W., & Yudana, M. (2013). Kontribusi Minat Belajar, Motivasi Berprestasi, dan Kecerdasan Matematis Logis terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 1 Kintamani. Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, VI , 1-11. Sukardjo, M., & Yusdiningtias, K. (2018). Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Kecerdasan Matematis Logis terhadap Hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar Kelas VI. Jurnal Pendidikan
Edutama, V (1), 101-113. Supardi. (2014). Peran Kedisiplinan Belajar dan Kecerdasan Matematis Logis Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Formatif, IV (2), 80-88. Susanti, V. D. (2018). Analisis Kemampuan Kognitif Dalam Pemecahan Masalah Berdasarkan Kecerdasan Logis Matematis. Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, III (1), 71-
83.
|
9415a594-a1d5-49e2-ae42-5a1d3f3684d2 | http://jurnal.stiksam.ac.id/index.php/jim/article/download/196/127 |
## HUBUNGAN DERAJAT TROMBOSITOPENIA DENGAN MALARIA BERAT PADA PASIEN MALARIA DI RUMAH SAKIT KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN
Submitted : 8 Oktober 2018 Edited : 10 Desember 2018 Accepted : 20 Desember 2018
Loly R.D Siagian 1,2 *, Mona Zubaidah 2 , Riski Ayu Rimadani 3
1 Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman / RSUD AW Syahranie Samarinda
2 Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
3 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman Email : [email protected]
## ABSTRACT
Malaria is one of the health problems in Indonesia. Kanujoso Hospital Djatiwibowo Balikpapan is a referral hospital for Balikpapan, Penajam Paser Utara and Paser. Kabupaten Penajam Paser Utara is the district with the highest incidence of malaria in East Kalimantan. In malaria there is a change of hematology one of them is thrombocytopenia. Several studies have suggested the involvement of thrombocytopenia with severe malaria events. The aim of this reasearch was to know the relations of degree of thrombocytopenia with severe malaria in malaria patients treated at Kanudjoso Djatiwibowo Hospital Balikpapan period 2013-2017. This research was conducted by using analytic observational research method with cross sectional design. The sample was taken from the patient's medical record at Kanujoso Djatiwibowo Hospital Medical Record Installation for 2013-2017 period with the sample of 81 patients. The data were analyzed by using Fisher test. The results of this research showed that distribution malaria patients based on degree of thrombocytopenia were moderate, severe and mild respectively 41,98%; 40,79% and 17,28%. Severe malaria found in 13.58% patients. We found correlation between degree of thrombocytopenia with severe malaria with Fisfer test ((p=0,043). Our study found correlation between degree of thrombocytopenia with severe malaria in malaria patientspatients at Kanudjoso Djatiwibowo Hospital Balikpapan
## Keywords : Thrombocytopenia, Degree of Thrombocytopenia, Severe malaria
## PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (1) .
Ada 5 macam spesies plasmodium yang ditemukan di Indonesia yaitu Plasmodium falciparum (P. falciparum), Plasmodium vivax (P. vivax), Plasmodium ovale (P. ovale), Plasmodium malariae (P. malariae) dan Plasmodium knowlesi (P. knowlesi). Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak dilaporkan di Indonesia (1) .
World Malaria Report 2016 menyebutkan malaria dianggap endemik di
91 negara dan wilayah. Kasus malaria secara global pada tahun 2015 adalah 212 juta kasus baru dan 429.000 kematian (2) .
Gejala klinis yang umum pada penderita malaria tanpa komplikasi adalah demam, lesu, mual, muntah, malaise, nyeri otot, sakit perut dan diare ringan (3) . Penderita malaria berat memiliki satu atau beberapa tanda dan gejala komplikasi berikut yaitu penurunan kesadaran, hipoglikemi, asidosis, anemia berat, gangguan fungsi ginjal,
jaundice, pendarahan spontan, distres
pernapasan, syok, hiperparasitemia dan
edema paru (1) . Pada malaria terjadi perubahan hematologi karena beberapa faktor, hal tersebut berperan penting dalam patogenesis malaria, perubahan ini melibatkan eritrosit, leukosit dan trombosit (1,3) . Trombositopenia dilaporkan sering terjadi pada infeksi malaria (4) . Trombosit dan produk aktivasinya terlibat dalam sekuestrasi dari eritrosit yang terinfeksi pada endotel kapiler dan venula yang berkaitan dengan terjadinya malaria berat (5) .
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik observasional dengan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yang dilaksanakan dengan melihat data rekam medik pasien di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan periode
2013-2017 yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terdiagnosis malaria di Rumah Sakit
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan periode 2013-2017 dengan besar minimal sampel adalah 81 pasien berdasarkan rumus perhitungan sampel.
Sampel pada penelitian ini sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi dengan teknik sample Purposive Sampling. Variable pada penelitian ini adalah derajat trombositopenia berat dan malaria berat.
Derajat trombositopenia di klasifikasikan menjadi 3 derajat, yaitu derajat trombositopenia ringan (100.000-50.000/µl), sedang (50.000-100.000/µl) dan berat (<50.000/µl). Malaria berat ditentukan sesuai dengan kriteria WHO untuk malaria berat. Analisis dilakukan dengan
menggunakan uji Chi-Square. Jika tidak memenuhi syarat uji Chi-Square, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher. Derajat trombositopenia ringan dan sedang digabungkan menjadi satu kelompok untuk dapat diuji dengan uji Fisher.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian bisa dilihat pada tabel-tabel dibawah ini.
## Tabel 1. Distribusi Pasien Malaria berdasarkan Derajat Trombositopenia di RSKD Balikpapan
periode 2013-2017
Derajat Trombositopenia Jenis Plasmodium Total P.falciparum P.vivax P.falcifarum+P.vivax Ringan 6 (12,77%) 5 (20%) 3 (33,33%) 14 (17,28%) Sedang 19 (40,43%) 11 (44%) 4 (44,45%) 34 (41,98%) Berat 22 (46,80%) 9 (36%) 2 (22,22%) 33 (40,74%) Total 47 (100%) 25 (100%) 9 (100%) 81 (100%)
Tabel 2. Distribusi Jumlah Pasien Malaria dengan Trombositopenia yang Mengalami Malaria Berat di RSKD Balikpapan periode 2013-2017
Jenis Plasmodium Total P.falciparum P.vivax P.falcifarum+P.vivax Malaria Berat 7 (14,89%) 1 (4%) 3 (33,33%) 11 (13,58%) Tidak Malaria Berat 40 (85,11%) 24 (96%) 6 (66,67%) 70 (86,42%) Jumlah 47 (100%) 25 (100%) 9 (100%) 81 (100%)
Tabel 3. Hubungan Derajat Trombositopenia dengan Malaria Berat di RSKD Balikpapan periode 2013-2017
Derajat Trombositopenia Malaria Berat Total Nilai P Ya Tidak Ringan Sedang 3 (3,70%) 45 (55,56%) 48 (59,26%) Tes Fisher 0,043 Berat 8 (9,88%) 25 (30,86%) 33 (40,74%) Jumlah 11 (13,58%) 70 (86,42%) 81 (100%)
Jumlah trombosit yang digunakan adalah jumlah trombosit penderita pada awal pemeriksaan dan berkisar antara 12.000-148.000/µL. Berdasarkan tabel 1 terdapat 81 pasien yang mengalami trombositopenia dengan 34 pasien (41,98%) diantaranya mengalami derajat
trombositopenia sedang.
Pada tabel 2 didapatkan dari 81 pasien yang mengalami trombositopenia, sebanyak 11 pasien (13,58%) menderita malaria berat.
Pada tabel 3 menunjukkan bahwa pasien malaria dengan trombositopenia derajat berat adalah yang paling banyak mengalami malaria berat yakni sebanyak 8 orang (9,88%).
Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Namun pada penelitian ini tidak memenuhi syarat uji Chi-Square, maka digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher. Analisis fisher didapatkan hasil berupa nilai signifikansi sebesar 0,043 (p < 0,05). Penelitian ini mendapatkan trombositopenia derajat sedang menempati persentase terbesar. Kisaran derajat trombositopenia yang digunakan pada penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yaitu, derajat ringan antara 100.000-150.000/µL, derajat sedang antara 50.000-100.000/µL dan derajat berat <50.000/µL. Penelitian ini serupa dengan penelitian Rao et al. (2015) di India terhadap 73 pasien yang mengalami trombositopenia. Didapatkan hasil 28
pasien (38,36%) mengalami
trombositopenia derajat sedang, 27 pasien
(36,98 %) derajat ringan dan 18 pasien
(24,66%) derajat berat (4) Di Indonesia hasil yang serupa didapatkan pada penelitian di
Kalimantan Timur bahwa derajat trombositopenia sedang menempati persentasi terbanyak dengan 45,65% (6) .
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Arif et al. (2016) di India yang meneliti 79 pasien malaria dengan trombositopenia. Sebanyak 51 pasien (64,55%) mengalami trombositopenia derajat berat (<50.000/µL) dan 28 pasien (35,45%) lainnya mengalami trombositopenia ringan dan sedang (7) .
Trombositopenia adalah keadaan defisiensi trombosit dalam sirkulasi yang jumlahnya < 150.000/ µL darah dan merupakan kondisi yang sering terjadi pada infeksi P.falciparum dan infeksi P.vivax dari hampir setiap bagian dunia (7) . Penyebab trombositopenia pada malaria belum diketahui secara pasti, teori yang dikemukakan yaitu sekuestrasi trombosit dan meningkatnya destruksi trombosit (5) . Mekanisme imun dan stress oksidatif juga diperkirakan menimbulkan trombositopenia pada malaria (7) .
Pada malaria, IgG yang berhubungan dengan trombosit (PAIgG) mengikat secara langsung antigen malaria dalam trombosit sehingga akan menyebabkan trombosit lisis (8) . PAIgG diduga mengaktivasi membran trombosit dan menyebabkan
pembuangan trombosit oleh sistem
retikuloendotelial (RE) terutama di limpa (9) . Limpa memiliki peranan penting dalam respon imun terhadap parasit malaria (9) . Produksi sel-sel makrofag dan limposit yang bertugas menghancurkan parasit akan meningkat dan mengakibatkan pembesaran limpa (10) . Limpa akan teraba 3 hari setelah serangan infeksi aku (5) . Selama infeksi akut terjadi sekuestrasi trombosit didalam limpa dan menjadi tempat destruksi, serta penyimpanan trombosit sebelum dikeluarkan kedalam sirkulasi (11) .
Makrofag diduga berperan dalam destruksi trombosit, uji klinis kadar M-CSF macrophage-colony stimulating factor (M- CSF) plasma yang meningkat pada malaria, meningkatkan aktifasi makrofag sehingga memediasi penghancuran trombosit pada hati dan limpa dan menyebabkan trombositopenia. 3 Malaria berat
berhubungan dengan kadar M-CSF plasma yang lebih tinggi dari normal (3) .
Membran trombosit yang kurang tahan terhadap proses stres oksidatif, melalui lipid peroxidation menyebabkan kematian trombosit premature (3) . Penelitian di Turki mendapatkan kadar lipid peroxidation trombosit pada penderita malaria lebih tinggi dari orang normal (p<0,001), oksidasi pada lipid menyebabkan hilangnya elastisitas membran, kerusakan permeabilitas selektif serta disfungsi reseptor membran trombosit yang akhirnya menyebabkan kematian sel dan mengakibatkan trombositopenia (12) .
Pada penelitian ini didapatkan
P.falciparum paling banyak menyebabkan trombositopenia derajat berat yaitu 22 pasien (46,80%). Untuk P.vivax paling banyak mengalami trombositopenia derajat sedang yaitu 11 pasien (44%) begitu juga dengan mixed infection yang banyak menyebabkan trombositopenia derajat
sedang dengan 4 pasien (44,45%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Gill
et.al (2013) di India bahwa pasien dengan infeksi
P.falcifarum sebagian besar mengalami trombositopenia berat yaitu 6 pasien (37,5%) dan yang terinfeksi P.vivax paling banyak mengalami trombositopenia sedang yaitu 18 pasien (36%). Pasien dengan mixed infection paling banyak mengalami trombositopenia derajat sedang dengan 4 pasien (40%) (13) . Hasil studi yang berbeda didapatkan oleh Rao et.al (2015) di India, pasien yang terinfeksi P.falcifarum lebih banyak mengalami trombositopenia derajat sedang yaitu 12 pasien (41,3%). Pasien dengan P.vivax paling banyak menderita trombositopenia derajat ringan yaitu 18 pasien (42,8%) dan pasien mixed infection mengalami trombositopenia derajat berat dengan 2 pasien (100%) (4) . Trombositopenia pada malaria umumnya disebabkan oleh P.falciparum dan P.vivax, trombositopenia berat biasanya dilaporkan pada malaria P.falciparum dan jarang pada infeksi P.vivax (14) . Hal ini berkaitan dengan perbedaan mekanisme infeksi P.falcifarum dan P.vivax. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum memiliki sifat mudah melekat pada eritrosit lainnya yang tidak terinfeksi, trombosit dan endotel kapiler. Perlengketan eritrosit dengan trombosit dapat mengakibatkan trombositopenia (15) . Proses lisisnya eritrosit juga memicu immunomodulator multipoten CD40L dan reseptornya yaitu CD40 dalam penghancuran platelet dan pembentukan mikropartikel platelet. Pembentukan mikropartikel platelet
mengakibatkan penurunan yang signifikan dari IFN- γ dan
IL-2 dan peningkatan IL-10 sehingga terjadi gangguan dalam respon imun sel mediator. Perubahan sel mediator menyebabkan munculan klinis berupa trombositopenia (15) . Proses perlengketan tidak terjadi pada P.vivax dan hanya bisa dilakukan oleh P.falcifarum, sehingga pada P.falcifarum cenderung menimbulkan trombositopenia yang lebih berat (15) .
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa pasien trombositopenia dengan malaria berat banyak terinfeksi P.falciparum. Hal ini sejalan dengan Rao et.al (2015) yang mendapatkan 10 pasien (58,8%) terinfeksi P.falciparum dari 17 pasien trombositopenia dengan malaria berat (4) . Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Galeta dan Ketema (2016) di Etiopia dari 263 pasien terdapat 46 anak- anak positif malaria falciparum yang menunjukkan setidaknya 1 gejala kriteria malaria berat dan memiliki hubungan yang signifikan p<0,05 dibanding dengan plasmodium lainnya (17) .
Malaria berat lebih sering terjadi pada P.falcifarum dibandingkan P.vivax (17) .
Hal ini diduga karena pada P.falcifarum terjadi proses sitoadherens pada venule pos- kapiler yang merupakan faktor kunci terjadinya malaria berat sedangkan pada P. vivax tidak terjadi sitoadherens atau sekuester di mikrovaskular (10) . Penelitian Toshihiro et al. menemukan bahwa
P.Falcifarum
dapat menghasilkan
prostaglandin D2, E2, PGF 2α yang secara langsung berkontribusi pada demam, penurunan kesadaran, hingga diduga berperan dalam timbulnya malaria berat (16) . Hasil penelitian ini menunjukan terdapat hubungan yang bermakna antara derajat trombositopenia dengan malaria berat (p < 0,05). Penelitian Rao et al. (2015) di India memberikan hasil yang serupa, dari 73 pasien sebanyak 17 pasien (23,28%) mengalami malaria berat yang terdiri dari 10 pasien (58,82%) dengan trombositopenia berat dan 7 pasien (41,17%) dengan trombositopenia ringan- sedang. Pasien dengan trombositopenia berat lebih beresiko berkembang menjadi malaria berat dengan nilai (p<0,001) (4) .
Secara umum patogenesis malaria berat melibatkan 3 aspek utama, yang pertama proses sitoaderens eritrosit terinfeksi parasit pada endotel vaskular
yang menyebabkan sekuestrasi parasit di mikrosirkular (16) . Kedua, induksi berbagai sitokin pro-inflamasi seperti TNF-alfa dan sitokin lainnya oleh toksin parasit malaria (9) . Ketiga, destruksi eritrosit yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi (16) .
Awalnya eritrosit yang terinfeksi parasit akan berikatan dengan endotel vaskular terutama kapiler postvenula yang disebut sitoadherens (16) . P. falcifarum dapat memodifikasi permukaan eritrosit yang terinfeksi sehingga membentuk tonjolan- tonjolan atau knob (9) . Pada knob terdapat protein parasit yang penting bagi sitoadherens yaitu PfEMP-1 (16) . Beberapa reseptor yang dapat berikatan dengan protein PfEMP-1 salah satunya CD36 yang terdapat pada trombosit dan endotel pembuluh darah (18) . Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak di permukaan knob EP melekat dengan molekul adhesif yang ada di permukaan endotel vaskuler (9,16) . Selain melekat pada permukaan endotel vaskuler, eritrosit terinfeksi juga akan melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi dan trombosit (15) . Proses sitoadherens akan menyebabkan
sekuestrasi parasit di jaringan perifer dan dan menyumbat aliran darah di pembuluh darah kapiler sehingga menimbulkan gangguan mikrosirkulasi dan menyebabkan kerusakan sel serta gangguan fungsi organ (16) . Trombosit dan faktor aktifitasnya terlibat dalam sekuestrasi dari eritrosit terinfeksi pada endotel kapiler dan venula yang menjadi kunci dari proses patologis malaria berat (9) .
Roseting dan clumping yaitu ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi dan membentuk gumpalan (roset) (16) . Penggumpalan eritrosit tersebut terutama dimediasi oleh reseptor CD36 yang diekspresikan trombosit (19) .
Sitokin berperan penting dalam
patogenesa malaria, IL-10 umumnya dianggap sebagai sitokin anti-inflamasi tetapi peningkatan kadar IL-10 juga
memperbesar resiko menjadi malaria berat. IL-10 diperkirakan menyebabkan trombositopenia pada penderita malaria (20) .
Sampai sekarang masih belum dipastikan aspek mana yang lebih dominan menyebabkan gangguan fungsi organ, apakah aspek mekanis yang sekuestrasinya menyebabkan obstruksi mikrovaskular sehingga oksigen tidak mencapai organ vital atau aspek pelepasan sitokin
proinflamasi berlebihan menyebabkan
disfungsi organ (16) .
## SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara derajat
trombositopenia dengan pasien malaria berat di RSUD Kanudjoso Djatiwibowo Balikpapan periode 2013-2017.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada penyandang dana penelitian ini yaitu
Islamic
Development Bank (IDB) tahun 2017.
## DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan RI. Buku Saku
Penatalaksanaan Kasus Malaria.
Jakarta : Direktorat P2PTVZ, 2017.
2. WHO. World Malaria Report 2016. Geneva : WHO, 2016.
3. Lacerda, M. V., Mourao, M. P., Coelho, H. C., & Santos, J. B. (2011). Thrombocytopenia in Malaria: Who Cares? Mem Inst Oswaldo Cruz, 52- 63.
4. Rao, B., Vanni, M., Latha, G., &
Lavanya, D. (2015). Incidence, Severity, Prognostic Significance of Thrombocytopenia in Malaria. International Journal of Research in Medical Sciences , 116-121.
5. Harijanto, Paul N. Malaria dari molekuler ke klinis. Jakarta : EGC,
2012. hal. 86.
6. Siagian, L. R., Asfrizal, V., Toruan, V. D., & Hasanah, N. (2018). Thrombocyte Count in Malaria Patient at East Kalimantan. IOP Conf.Series:Earth adn Enviromental Science 144(2018) 012007
7. Arif, M., Jelia, S., Meena, S. R., Jain,
P., Ajmera, D., Jatav, V. S., & Agrawal, V. (2016). A Study of Thrombocytopenia in Malaria and its Prognostic Significance. International
Journal of Research in Medical Sciences, 2373-2378.
8. Bhandary, N., Vikram, G., & Shetty, H. (2011). Thrombocytopenia in Malaria: A clinical study. Biomedical Research, 489-491.
9. Natalia, D. (2014, Desember 3). Peranan Trombosit dalam Patogenesis Malaria. MKA FK UNAD, 219-225.
10. Suwandi, J., Giovani, M., & Martua, R. (2017). Komplikasi Malaria Berat pada Infeksi Plasmodium vivax. J
AgromedUnila, 86-91. 11. Sherwood, L. (2015). Fisiologi Manusia Dari Sel ke sistem. West Virginia: EGC.
12. Erel, O., Vural, H., Aksoy, N., Aslan, G., & Ulunkanligil, M. (2001). Oxidative Stress of Platelets and Thrombocytopenia in patients with Vivax Malaria. Elsevier, 341-344.
13. Gill, M., Makkar, M., Bhat, S., Kaur, t., Jain, K., & Dhir, G. (2013). Thrombocytopenia in Malaria and Its Correlation with Different Types of Malaria. Ann Trop Med Public Health,
197-200.
14. Jagtap, S., Toshniwal, S., Kabra, M., & Devikar, S. (2016). A Study of Severity of Malaria with Reference to Thrombocytopenia. MedPulse –
International Medical Journal, 113-
116.
15. Afdhal, M. J., & Julizar. (2014). Membandingkan Status Hematologis
Pasien Malaria Falcifarum dengan Vivax di RSUP M.Djamil Januari 2011- Maret 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 415-419.
16. Nugroho, A. (2012). Malaria dari Molekuler ke Klinis. Jakarta: EGC.
17. Geleta, G., & Ketema, T. (2016). Severe Malaria Associated with plasmodium falcifarum and P.vivax among Children in Pawe hosital,
Northwest Ethiopia. Malaria Research
and Treatment.
18. George, I., & Ewelike-Ezeani, C.
(2011). Haematological Changes in
Children With Malaria Infection in Negeria. JMMS, 768-711.
19. Onyambu, F. G., Tanui, S. B., Alwala, D. S., Chebii, K., & Kigen , B. K. (2017). Platelet-mediated clumping adhesion phenotypes of P. falciparum- infected erythrocytes: A review.
Academic Journals.
20. Ivanna. (2013). Hubungan Antara Deajat Keparahan Malaria dengan Jumlah Trombosit pada Pasien Malaria di RSU Bethesda Serukam Kabupaten Bengkayang Periode 2009- 2012. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
|
898667cc-468d-450f-9336-2a53d56db8fa | https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/AKSES/article/download/1373/1475 |
## PENGARUH PENGAWASAN, KEPUASAN PADA PIMPINAN DAN KOMITMEN TENAGA PENJUAL PADA KINERJA TENAGA PENJUAL
Aprillia Elly Kusumastuti dan Ali Mursid STIE Bank BPD Jateng Semarang.
## Abstract
This studyaimed to testthe structural modelthat describesthe influence ofsupervision, satisfaction towardsleadership, commitment sales person towards sales person performance. Using survey data on the insurance company sales manin structural equation modeling to test the sales person's relationship perception of control, satisfaction towards leadership, commitment salesperson towards sales person performance. Respondents are sales people insurance companyin Semarang. This study used purposive sampling method. The data analysis used in this study is a structural equation model using the AMOS application program. Results of the evaluation models with multiple criteria Goodness of Fit Indices showed good results, so that it can be said that the results of this study support the model that shows the influence of supervision, satisfaction towards leadership, commitment salesperson towards salesperson performance.
Keywords: supervision, satisfaction towards leadership, commitment, sales person performance.
## PENDAHULUAN
Persaingan yang terjadi di industri jasa asuransi pada saat ini sangat kompetitif. Penetrasi asuransi di Indonesia sebesar 1,7%; masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan prosentase serupa di AS yang menembus 8,1%, 11,8% di Inggris dan 4% di negara- negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Meningkatnya persyaratan regulasi, termasuk persyaratan modal minimum ke Rp 70 miliar pada tahun 2012 dan Rp 100 miliar pada tahun 2014, akan mendorong konsolidasi pasar yang lebih ketat. Pada tahun 2014 bisnis premi asuransi di Indonesia akan terdorong oleh semakin berkembangnya pasar domestik, dan semakin menguatnya regulasi.
Selain itu perkembangan sektor perlindungan jiwa, properti, kesehatan ini akan ditopang oleh meningkatnya kemakmuran di Indonesia dan kesadaran bencana alam. Sayangnya, diperkirakan, prospek pertumbuhan industri asuransi di Indonesia masih akan terhambat oleh tingkat transparansi kelembagaan, manajemen risiko yang terbatas, dan kinerja tenaga penjual asuransi yang kurang profesional ( www.suaramerdeka.com ).
Tenaga penjual memegang peranan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asuransi, sehingga faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga penjual penting untuk diketahui oleh perusahaan asuransi supaya turn over tenaga penjual rendah dan perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan asuransi lainnya. Untuk mencapai keberhasilan itu, diperlukan suatu strategi pemasaran yang baik. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menarik dan menjaga hubungan baik jangka panjang serta mampu memberikan kepuasan pemegang polisnya adalah dengan menerapkan strategi pemasaran relasional yang kunci keberhasilannya pada kinerja tenaga penjual.
Bush et al. (1990) menyatakan tenaga penjual memainkan peran vital bagi keberhasilan perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan penjualan dan profitabilitas dan loyalitas pelanggan melalui tenaga penjual yang unggul. Mason, Meyer dan Ezell (1998) mengindikasikan bahwa citra yang diproyeksikan oleh tenaga penjual merupakan citra perusahaan itu sendiri, namun kurangnya perhatian pada personal pemasaran itu dapat menjadi masalah mengingat bahwa pengawasan perilaku individu merupakan faktor yang penting dan mengingat tenaga penjual menempati porsi yang paling besar dalam bidang pemasaran (Craven et al., 1993).
Sistem pengawasan yang dilakukan oleh manajer atau supervisor tenaga penjual merupakan peran dalam mengarahkan, mengawasi, mengevaluasi dan memberikan kompensasi untuk mencapai perilaku tenaga penjual yang baik. Kohli, Shervani dan Challagalla (1998) menelaah pengaruh orientasi supervisor dilihat dari tiga dimensi yaitu hasil akhir, aktivitas, dan kemampuan.
Beberapa penelitian membuktikan pengaruh pengawasan pada kepuasan dan kinerja tenaga penjualan, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Cravens et al., (1993) terhadap 144 organisasi yang memberikan dukungan positif pengaruh sistem pengawasan terhadap kinerja tenaga penjual. Raabe danBeehr (2003) menyatakan karyawan yangpuasdenganpekerjaan mereka, mereka membawasikapyang menguntungkanuntuktempat kerjadan meresponmeningkatnya komitmen tenaga penjual kepada perusahaan.
Kinerja tenaga penjual juga dipengaruhi oleh komitmen tenaga penjual, sebagaimana dikemukakan oleh Brett et al. (1995) bahwa komitmen tenaga penjual berpengaruh positif terhadap kinerja tenaga penjual, hal ini juga dikemukakan Hollenbeck dan Klein dalam Barrick et al. (1993) bahwa semakin besar komitmen tenaga penjual maka akan mengarah pada kinerja penjualan yang lebih baik. Meskipun menurut Mathiew dan Zajac dalam Brett et al. (1995) terjadi hubungan yang lemah antara komitmen dengan kinerja yaitu khususnya pada tenaga penjual yang masih lajang.
Komitmen menurut Gundlach et al. ( 1995) mengimplikasikan kemauan untuk melakukan pengorbanan dalam mewujudkan keuntungan jangka panjang, dalam hal ini komitmen mencakup motivasi, loyalitas dan kepatuhan pada kebijakan perusahaan.
Penelitian ini merujuk penelitian sebelumnya yang menguji kinerja tenaga penjual dan dua konstruk yang mempengaruhinya yaitu kepuasaan yang merupakan hasil dari persepsi pengawasan, dan komitmen tenaga penjual kepada perusahaan.
## TINJAUAN LITERATUR DAN HIPOTESIS
## Kinerja Tenaga Penjualan
Kinerja merupakan indikasi seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya ( Skinner, Dubinsky , dan Donnelly 1984) . Kinerja tenaga penjualan merupakan suatu tingkat dimana seorang tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang telah ditetapkan oleh manajer penjualan terhadap dirinya (Challagalla & Shervani, 1996).
Kinerja penjualan selalu dapat dipandang sebagai hasil dari dijalankannya sebuah peran stratejik tertentu, yang bagi seorang tenaga penjualan, kinerja itu dihasilkan sebagai akibat dari keagresifan tenaga penjualan mendekati dan melayani dengan baik pelanggannya (Saphiro dan Weiltz, 1990 dalam Ferdinand, 2004).
Kinerja tenaga penjualan merupakan suatu tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada dirinya (Challagalla dan Shervani, 1996). Kinerja tenaga penjualan merupakan evaluasi kontribusi tenaga penjualan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan (Cravens et, al., 1993; Oliver dan Anderson 1994 dalam Baldauf et. al.).
Peningkatan kinerja tenaga penjualan merupakan fokus utama bagi seorang manajer, mengingat keuntungan dan kinerja bisnis sangat bergantung pada besaran penjualan yang diperoleh (Jaramillo et al. 2005). Tenaga penjualan dan kinerjanya merupakan kunci sukses setiap perusahaan, hal ini membawa dampak pada pentingnya pengukuran kinerja tenaga penjualan (Behrman and Wllham D Perreault 1982).
## Komitmen Tenaga Penjual
Menurut Meyer, Allen, dan Smith (1993), komitmen organisasi adalah ikatan emosional karyawan untuk organisasi, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatannya dalam organisasi saat ini. Pada dasarnya, komitmen organisasi merupakan penilaian terhadap kesesuaian antara nilai-nilai individu dan keyakinan dan orang-orangdari organisasi(Swailes 2002).
Komitmen tenaga penjual kepada organisasi atau perusahaanmerupakan karakteristik daritenaga penjualyang telahdianggap pentinguntuk berbagaialasan. Salah satualasan utamaadalah disebabkanfakta bahwa tenaga penjual yang kurang berkomitmen cenderung akan meninggalkan perusahaan dan tenaga penjual yang berkomitmen biasanya memiliki kinerja yang tinggi (Bashaw dan Grant,1994).
Sejumlah peneliti meneliti pengaruh komitmen organisasi terhadap tenaga penjualan(CottondanTuttle1986; Ingram dan Lee 1990; Sager1991). Misalnya, Ingram dan Lee (1990) menemukan bahwa komitmen organisasi merupakan faktor yang signifikan dalam memahami perilaku tenaga penjualan.
Definisi komitmen menurut Gundlach (1995) adalah maksud untuk memelihara hubungan yang bernilai ke masa depan dengan dua elemen penting yaitu keawetan dan konsistensi waktu. Lusch & Jaworski (1991) mendifinisikan komitmen sebagai reaksi sikap seseorang pada karakteristik organisasi yang mempekerjakannya. Dijelaskan bahwa pada dasarnya mengenai perasaaan yang melekat pada tujuan organisasi untuk dirinya sendiri, sehingga dengan komitmen yang tinggi akan mengarah pada hasil individual dan organisasi yang positif.
Brett et, al (1995) mengemukakan bahwa komitmen tenaga penjual merupakan sentuhan emosional yang dirasakan tenaga penjual dan sejauh mana tenaga penjual menerima tujuan dan nilai-nilai suatu perusahaan. Sedangkan Mackenzie et al. (1998) menyatakan bahwa komitmen merupakan kemauan untuk memberikan sesuatu dari diri individu yaitu sumbangan bagi kelangsungan organisasi.
Menurut Barrick et al (1993) bahwa tenaga penjual yang berkomitmen maka akan beorientasi pada prestasi, bekerja keras, mempunyai kemauan yang besar untuk berhasil dan berkembang selain itu juga bertanggungjawab, dan mandiri, sehingga selalu berusaha menyelesaikan apa yang dibebankan kepada mereka dan mengarah pada tujuan yang lebih tinggi.
## Kepuasan Kepada Pimpinan
Kepuasan kerja didefinisikan sebagai semua karakteristik dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan kerja yang mana tenaga penjual menemukan manfaat, pemenuhan, dan memuaskan, atau frustasi dan tidak memuaskan (Churchill, Ford, dan Walker 1974). Kepuasan kerja adalah variabel yang telah menerima cukup perhatian dalam literatur manajemen. Namun hubungan dengan berbagai variabel sering diperdebatkan. Misalnya, pekerjaan kepuasan dan kinerja telah
ditemukan untuk menjadi terkait dan tidak terkait dalam studi alternatif (cf. Brown dan Peterson 1994; McNeilly dan Goldsmith 1991; Shipley dan Kiely 1986; Simantiras dan Lancaster 1991).
Jaworski et al. (1993) mendefinisikan kepuasan sebagai tingkat dimana karyawan merasa puas dan senang pada pekerjaan yang dihadapinya sedangkan Brown dan Peterson (1993) mendefiniskan kepuasan sebagai suatu kondisi emosional yang menyenangkan atau positif terhadap pimpinan, penilaiannya terhadap pekerjaan maupun pengalamannya dalam bekerja. Selanjutnya Brown dan Peterson (1994) menyatakan bahwa kepuasan dipandang sebagai sikap dan tindakan dari tenaga penjual sebagai tanggapan pada pekerjaanya.
## Pengawasan Supervisor
Supervisor dalam menjalankan pengawasan mempunyai tiga macam orientasi (Challagalla dan Shervani, 1996; Kohli, Shervani dan Challagalla, 1998 yaitu hasil akhir, aktivitas, dan kemampuan. Pengawasan hasil akhir adalah perilaku supervisor atau pengawas tenaga penjual yang cenderung untuk lebih memperhatikan hasil akhir yang dicapai oleh tenaga penjual yang menjadi bawahannya. Hal ini diwujudkan dan dievaluasi dari pencapaian target penjualan dan pangsa pasar yang dihasilkan dan menyediakan umpan balik yang berkenaan dengan hasil akhir.
Tenaga penjual yang beorientasi pada kinerja akan memandang hasil akhir sebagai suatu sarana untuk memperoleh penghargaan dari orang lain. Mereka ingin dinilai memiliki kemampuan lebih dan mau mempertimbangkan hasil akhir yang dicapai sebagai bukti terhadap kemampuannya (Ames dan Acher, 1988; Dweck dan Legget; 1998; Nichols dan Dweck, 1979 dalam Sujan,Weitz dan Kumar, 1994).
Perilaku supervisor dalam melakukan pengawasan aktivitas lebih menekankan pada rutinitas dan aktivitas mekanis yang dilakukan tenaga penjual. Aktivitas ini mencakup pengisian laporan kunjungan secara periodik, membuat sejumlah kunjungan tertentu selama satu minggu, menyediakan waktu tertentu dengan pelanggan, memelihara koresponden dan lain lain. ( Kohli, Shervani dan Challagalla, 1998). Dengan demikian pengawasan aktivitas membutuhkan evaluasi dan pengarahan terhadap aktivitas rutin.
Orientasi kemampuan adalah perilaku supervisor dalam melakukan pengawasan yang lebih menekankan perhatiannya pada pengembangan ketrampilan dan kemampuan individu tenaga penjual yang diawasi. Hal ini ditunjukkan untuk memastikan bahwa tenaga penjual memiliki serangkaian ketrampilan dan kemampuan yang membawa kinerja yang baik. ( Challagalla dan Shervani,1996).
Plank dan Greene (1996) mengatakan bahwa ketrampilan terhadap pekerjaan seperti pengetahuan produk dan pesaing akan berdampak pada perilaku tenaga penjual. Pengetahuan tentang produk yang memadai dan akan membantu tenaga penjual dalam menjawab pertanyaan secara benar, mempunyai pengetahuan tentang area dan kemampuan untuk memadukan membantu tenaga penjual dalam merencanakan presentasi atau menjawab pertanyaan tertentu. Ketrampilan seperti halnya mengevaluasi keinginan konsumen berdampak pada kesuksesan dalam mengumpulkan informasi, demikian juga kemampuan lainnya akan berdampak positif dalam seluruh proses penjualan.
## MODEL KONSEPTUAL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan pengembangan model penelitian Rutherford, Park, Lin-Han (2011) dan Penelitian Challagalla dan Shervani (1996); Kohli, Shervani dan Challagalla (1998). Model konseptual penelitian sepert ditunjukkan pada Gambar 1.
## Gambar 1
## Pengembangan Hipotesis Pengaruh pengawasan pada kepuasan
Menurut Challagalla dan Shervani (1996); Kohli, Shervani dan Challagalla (1998), supervisor dalam menjalankan pengawasan mempunyai tiga macam orientasi yaitu hasil akhir, aktivitas, dan kemampuan. Vande Walle dan Cummings (1997) menyatakan bahwa sebuah orientasi pada hasil memiliki pola karakteristik yang menjelaskan bagaimana seseorang mengartikan dan menanggapi situasi yang menunjang kinerja. Karakteristik yang pertama berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengendalikan atribut-atribut individu yang dimiliki oleh seseorang, artinya sebuah orientasi hasil dikembangkan dari sesuatu atribut yang dimiliki oleh seseorang yang dipandang berpengaruh pada kinerja. Sedangkan karakteristik yang kedua sebuah orientasi pada hasil menunjukkan cara pandang seseorang tentang sesuatu usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai oleh seseorang.
Tenaga penjual yang beorientasi pada kinerja akan memandang hasil akhir sebagai suatu sarana untuk memperoleh penghargaan dari orang lain, sehingga mereka akan merasa puas terhadap pimpinan. Mereka ingin dinilai memiliki kemampuan lebih dan mau mempertimbangkan hasil akhir yang dicapai sebagai bukti terhadap kemampuannya (Ames dan Acher, 1988; Dweck dan Legget; 1998; Nichols dan Dweck, 1979 dalam Sujan,Weitz dan Kumar).
Pada sebuah teori secara umum tentang input, proses, dan output, proses merupakan suatu hal yang dominan untuk mendapatkan hasil yang baik, sehingga pengawasan terhadap aktivitas sehari-sehari sangat penting. Aktivitas untuk mendapatkan informasi lebih mengarah pada peningkatan usaha dan ketahanan tenaga penjual sehingga akan membuat peningkatan dalam kinerja. (Brown dan Peterson, 1994; Sujan, Weitz dan Kumar dalam Callagalla dan Shervani, 1996).
Plank dan Greene (1996) dalam model penelitiannya menyarankan sikap yang mengarah pada ketrampilan dan bahwa ketrampilan berpengaruh pada perilaku tenaga penjual yang akhirnya berujung pada efektivitas penjualan. Pengaruh kemampuan tenaga penjual terhadap kepuasan pada pimpinan sebagaimana dikemukakan Churchill, Ford dan Walker (dalam Brown dan Peterson, 1993) bahwa kepuasan kerja terdiri dari kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri,
Komitmen Tenaga Penjual Kinerja Tenaga Penjual Kepuasan Pada Pimpinan Pengawasan H1 H2 H4 H3
kepuasan pada pimpinan, kepuasan terhadap pendapatan, kepuasan terhadap kesempatan mendapatkan promosi dan kepuasan dengan rekan pekerja.
Dari paparan di atas dapat dinyatakan bahwa kepuasan kepada pimpinan mengacu pada perasaan puas mendapatkan penghargaan dari pimpinan, puas karena terpenuhi harapannya pada pimpinan, serta adanya perasaan positif yang dirasakan saat mendapatkan arahan dari pimpinan. Dari beberapa temuan di atas hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : Hipotesis 1 : Pengawasan supervisor berpengaruh terhadap kepuasaan pada pimpinan.
## Pengaruh kepuasan, dan komitmen pada kinerja tenaga penjualan
Hubungan antara komitmen kepada perusahaan, kepuasan kerja, dan kinerja masih menjadi isu kontroversial dalam riset-riset psikologi (Kolslwosky , Caspy dan Lazar, 1991). Komitmen tenaga penjual kepada perusahaanmerupakanikatan psikologispekerja untukperusahaan mereka . Ketikakaryawanpuasdenganpekerjaan mereka , mereka membawasikapyang menguntungkanuntuktempat kerjadan meresponmeningkatnya komitmenkepada perusahaan( Raabe danBeehr,2003).
Mackenzie et al. (1998) menyatakan bahwa komitmen merupakan kemauan untuk memberikan sesuatu dari diri individu yaitu sumbangan bagi kelangsungan perusahaan. Menurut Barrick et al. (1993) bahwa tenaga penjual yang berkomitmen akan beorientasi pada prestasi, bekerja keras, mempunyai kemauan yang besar untuk berhasil dan berkembang selain itu juga bertanggungjawab, dan mandiri sehingga selalu berusaha menyelesaikan apa yang dibebankan kepada mereka dan mengarah pada tujuan yang lebih tinggi.
Mount dan Strauss (1993) bahwa tenaga penjual yang mempunyai komitmen tinggi maka akan memilih bertahan dan berusaha keras mencapai tujuan penjualannya untuk periode waktu yang lama dan mencapai kinerja yang lebih baik. Penelitian Hollenback dan Klein dalam Barrick et al. (1993) menemukan bahwa semakin besar komitmen tenaga penjual pada pekerjaannya akan mengarah kepada kinerja yang lebih baik.
Hipotesis 2 : Kepuasaan kepada pimpinan berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjual.
Hipotesis 3 : Kepuasaan kepada pimpinan berpengaruh terhadap komitmen tenaga penjual. Hipotesis 4 : Komitmen tenaga penjual berpengaruh terhadap kinerja tenaga Penjual
## METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini meliputi seluruh tenaga penjual di perusahaan asuransi dikota Semarang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, merupakan pengambilan sampel dari populasi berdasarkan kriteria tertentu (Jogiyanto, 2007). Adapun yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah tenaga penjual yang minimal 1 tahun bekerja di perusahaan asuransi,
Jumlah sampel yang akan dianalisis sekitar 200 responden, hal ini dilakukan untuk memenuhi standar minimal kriteria pengambilan sampel yaitu sebesar lima kali parameter yang diestimasi. Dalam penggunaan alat analisis SEM dipersyaratkan minimal sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 150 responden.
## Metode Analisis
Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalisis hubungan kausalitas antar konstruk dalam model. Peneliti menggunakan teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan
menggunakan program AMOS versi 18.0 for windows. Analisis statistik ini mengestimasi persamaan regresi secara terpisah, tetapi saling berhubungan secara bersamaan (simultaneously) dan merupakan alat analisis dengan metodelogi statistik yang bersifat confirmatory approach (Byrne, 1998 dalam Tan, 2001).
Uji Konfirmatori antar Kostruk Pengawasan, Kepuasan pada Pimpinan, Komitmen Tenaga Penjual, dan Kinerja Tenaga penjual.
Berdasarkan komputasi AMOS 18.0, Gambar 2 menunjukkan hasil pengujian confirmatory factor analysis. Uji Reliabilitas dan Uji Validitas Konvergen dilakukan, skor untuk factor loading atau standardized regression weight yang dibawah 0.5 harus dibuang dari analisis.
## Gambar 2. Uji Konfirmatori Antar Konstruk
Gambar 2 menunjukkan Chi-square sebesar 1158,826 dengan probalitas p = 0.000 hal ini diartikan model tidak fit. Kriteria lain juga memberikan nilai yang tidak fit. Nilai standardized loading factor ada 12 indikator yang tidak signifikan yaitu indikator x3, x6, x7, x8, x15, x16, x17, x18, x19, x20, x22, x24 yang nilainya di bawah 0,50. Nilai loading factor di bawah 0,50 kita drop dari analisis karena dianggap tidak valid mengukur konstruk. Adapun dari uji validitas diskriminan didapatkan seperti Tabel 1 dibawah ini.
## Tabel 1.
AVE dan Square Correlation Estimate Pengawasan Kepuasan Komitmen Kinerja Pengawasan 0,721 Kepuasan 0,256 0,722 Komitmen 0,208 0.202 0,721 Kinerja 0,185 0,180 0,177 0,730
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa ke empat konstruk memiliki validitas diskriminasi yang baik, nilai AVE ≥ square correlation construct , artinya konstruk laten menjelaskan item pengukurannya lebih baik apabila item pengukuran tersebut menjelaskan konstruk lainnya. Uji reliabilitas konstruk dan variance extracted ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
## Tabel 2
Construct Reliability dan Variance Extracted Konstruk CR AVE Pengawasan 9,56 0,721 Kepuasan 7,86 0,722 Komitmen 10,4 0,721 Kinerja 7,60 0,730
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa reliabilitas konstruk instrumen penelitian telah memenuhi syarat diatas 0,6. Sedangkan, hasil-hasil dari variance extracted menunjukkan nilai ≤ 0,5, artinya indikator-indikator menjelaskan setiap konstruknya.
## Estimasi Persamaan Full Model
## Tabel 3.
Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices yang Diajukan Kriteria Nilai Kritis Hasil Model ini Evaluasi Model Chi-square Kecil 271, 947 Diharapkan kecil Derajat bebas (df) Positif 149 Positif Significance Probability ≥ 0,05 ,051 Baik GFI ≥ 0,90 ,963 Baik CMIN/DF ≤ 2,00 2,185 Baik AGFI ≥ 0,90 ,925 Baik RMSEA ≤ 0,08 ,063 Baik
Dari tabel diatas dapat dikemukakan bahwa model baik dan dapat terima atau sesuai dengan data. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai probability (p) dikatakan signifikan apabila nilai p ≤ 0,05.
## Gambar 3 Full Model Struktural
tabel 2.
## Estimasi Parameter untuk Model yang Diajukan
Estimate S.E. C.R. P Label Kepuasaan pada Pimpinan <--- Pengawasan .913 .097 9.373 *** par_18 Komitmen Tenaga Penjual <--- Kepuasaan pada Pimpinan .878 .142 6.193 *** par_19 Kinerja Tenaga Penjual <--- Kepuasaan pada Pimpinan -.808 .653 -1.236 .217 par_1 Kinerja Tenaga Penjual <--- Komitmen Tenaga Penjual 1.759 .748 2.351 .019 par_10
Berdasarkan hasil analisis atas model yang diajukan, maka model terbaik yang diterima dan nilai standardized weinght pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa hipotesis ke dua (H2) dinyatakan ditolak. Kepuasan pada pimpinan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja tenaga penjual karena memiliki faktor loading dengan CR sebesar 1, 236 pada tingkat signifikansi p > 0.05.
## Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 nilai CR sebesar 9,373 dan factor loading sebesar 0.913 signifikansi pada p < 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa H1 terdukung. Artinya secara statistik dapat ditujukkan bahwa pengawasan mempunyai pengaruh signifikan dengan kepuasaan
pada pimpinan. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa ketika kepuasan kepada pimpinan mengacu pada perasaan puas mendapatkan penghargaan dari pimpinan, puas karena terpenuhi harapannya pada pimpinan, serta adanya perasaan positif yang dirasakan saat mendapatkan arahan dari pimpinan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 nilai CR sebesar 6,193 dan factor loading sebesar 0.878 signifikansi pada p < 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa H3 terdukung. Artinya secara statistik dapat ditujukkan bahwa kepuasan pada pimpinan mempunyai pengaruh signifikan dengan komitmen tenaga penjual. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa karyawanpuasdenganpekerjaan mereka , mereka membawasikapyang menguntungkanuntuktempat kerjadan meresponmeningkatnya komitmenkepada perusahaan.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 nilai CR sebesar -1,236 dan factor loading sebesar -808 tidak signifikansi pada p < 0,01, maka dapat disimpulkan bahwa H2 tidak terdukung. Artinya secara statistik dapat ditujukkan bahwa kepuasan pada pimpinan tidak mempunyai pengaruh signifikan dengan kinerja tenaga penjual. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa sikap tenaga yang mengarah pada ketrampilan dan bahwa ketrampilan berpengaruh pada perilaku tenaga penjual yang akhirnya berujung pada efektivitas penjualan. Sehingga dari hasil penelitian ini kinerja tenaga penjual bisa jadi dipengaruhi oleh kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap pendapatan, kepuasan terhadap kesempatan mendapatkan promosi dan kepuasan dengan rekan pekerja.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 1 nilai CR sebesar 2,351 dan factor loading sebesar 1,7759 signifikansi pada p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H4 terdukung. Artinya secara statistik dapat ditujukkan bahwa komitmen tenaga penjual mempunyai pengaruh signifikan dengan komitmen tenaga penjual. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa tenaga penjual yang mempunyai komitmen tinggi maka akan memilih bertahan dan berusaha keras mencapai tujuan penjualannya untuk periode waktu yang lama dan mencapai kinerja yang lebih baik.
## KESIMPULAN
Hasil dari model penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengawasan berpengaruh kuat pada kepuasan pada pimpinan. Kepuasaan pada pimpinan juga meningkatkan komitmen tenaga penjual pada perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja tenaga penjual. Hasil dari penelitian ini kepuasan pada pimpinan tidak berpengaruh pada kinerja tenaga penjual, sehingga dapat disimpulkan meskipun kinerja tenaga penjual meningkat bukan karena dipengaruhi oleh kepuasaannya pada pimpinan, bisa jadi lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, kepuasan terhadap pendapatan, kepuasan terhadap kesempatan mendapatkan promosi dan kepuasan dengan rekan pekerja. Sehingga faktor-faktor tersebut penting untuk diteliti di penelitian mendatang.
## IMPLIKASI PENELITIAN
Penelitian ini berupaya untuk memperluas pemahaman pengenai pengaruh pengawasan, kepuasaan pada pimpinan pada kinerja tenaga penjual asuransi. Pengawasan secara positif mempengaruhi kepuasaan pada pimpinan, sedangkan kepuasan pada pimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjual. Sehingga pengawasan tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja tenaga penjual.
Komitmen tenaga penjual secara positif mempengaruhi kinerja tenaga penjual. Hasil dari kajian yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
ataupun masukan kepada perusahaan dalam mengelola tenaga penjual dan perbaikan sistem pengawasan tenaga penjual yang akan berdampak pada kepuasaan pada pimpinan sehingga kinerja mereka meningkat dan lebih efektif.
Bagi manajer diharapkan penelitian ini akan mampu membantu dalam mengembangkan kerangka manajerial dari kerangka pikir teoritis sebagai arah kebijaksanaan perusahaan untuk tenaga penjual dimasa yang akan datang agar mampu menghadapi persaingan.
## KETERBATASAN PENELITIAN
Setiap penelitian tidak terlepas dari sejumlah keterbatasan dan kekurangan, termasuk penelitian ini. Keterbatasan pertama, subyek penelitian ini adalah tenaga penjual asuransi di kota Semarang. Walaupun penelitian ini ditujukan untuk generalisasi, masih memungkinkan penelitian-penelitian yang sama dengan subyek yang lebih heterogen akan memberikan hasil model yang lebih baik atau temuan-temuan yang berbeda.
Keterbatasan kedua, penelitian ini mengandalkan pada sigle respoden untuk memberikan penilaian yang komplek atas sejumlah karakteristik organisasi. Sejumlah peneliti menyatakan bahwa mengandalkan respoden tunggal cenderung meningkatkan kesalahan pengukuran acak (Tan, 2001).
## IMPLIKASI PENELITIAN MENDATANG
Berdasarkan hasil penelitian terdapat tida impliksi untuk penelitian mendatang. Penelitian mendatang sebaiknya menggunakan subyek penelitian yang tidak hanya tenaga penjual asuransi tetapi organisasi lain seperti tenaga penjual ritel, otomotif, perbankkan, pasar modal, dan lain- lain. Hal tersebut akan menciptakan goodness of fit dari model yang lebih baik dan varian dalam pengukuran, sehingga meningkatkan generalisasi. Kedua, penelitian mendatang sebaiknya secara dyadic yaitu menggunakan dua respoden untuk setiap sampel atau dilakukan penelitian ulang untuk sampel yang sama dengan respoden yang berbeda agar kesalahan acak yaitu kesalahan dalam pengukuran, hingga menghasilkan angka yang berbeda dapat diminimalkan.
## DAFTAR PUSTAKA
Babakus, Emin, David W. Craven, Mark W. Johnston, and William C. Moncrief, 1996, ―Examination the Role of Organizational Variables in the Salesperson Job Satisfaction Model, ―Journal of Personal Selling & Sales Management, 16,3(Summer), 33-46.
Babakus, E.C, Cravens, D.W, Johnson, M, Moncrief, W.C.,1999. ‖The Role of Emotional Exhaustions in Sales Force Attitude and Behavior Relationships‖, Journal of Academy of Marketing Science, Vol. 27, No.1, 21,2 (Spring), 109-122.
———, Ramana Madupalli, Brian Rutherford, and John Andy Wood, 2007, ―The Relationship of Facets of Salesperson Job Satisfaction with Affective Organizational Commitment,‖ Journal of Business and Industrial Marketing, 22 (4–5), 311–321.
Baldauf, Artur, David W.Cravens, and Nigel F. Piercy, 2001, ―Examining Business Strategy, Sales Managemant, and Salesperson Antecedents of Sales Organization Effectiviness, ―Journal of Personal Selling & Sales Management .
Barrick, M.R, Mount, M.K, Strauss, J.P., 1993, ―Conscientiousness and Performance of Sales Representatives : Test of the Mediating Effects of Goal Setting‖, Journal of Apllied Psychology, Vol. 78.
Brown, Steven P., and Robert A. Peterson, 1993, ―Antecedents and Consequences of Salesperson Job Satisfaction: Meta-Analysis and Assessment of Causal Effects,‖ Journal of Marketing Research, 30 (1), 63–77.
———, and ——— 1994, ―The Effect of Effort on Sales Performance and Job Satisfaction,‖ Journal of Marketing, 58 (April), 70–80.
Bush, R.P, Ortinau, D.J Bush, A.J, Hair, J.F., 1990, ―Developing A Behavior Based Scale to Assess Retail Tenaga penjual Performance‖, Journal of Retailing, Vol.66.
Churchill, G, Neil, M.F.,1985, ―The Determinants of Tenaga penjual Performance : A Meta Analysis‖, Journal of Marketing Research, Vol. 22.
Emin Babakus, David W.Cravens, Mark Johnson and William C. Monsrief.1999, ―The Role Of Emotional Exhaustion in Sales Force Attitude and Behavior Relationships‖, Journal of The Academy of Marketing Science, Vo. l27, No.1, p.58-70.
Ferdinad, A ,2002, ―Structural Equation Modeling dalam Penalitian Manajeman (Edisi 2).
Semarang: BP Undip.
Foster, Brian D and W. Cadogan, 1999, ―Relationship Selling and Customer Loyalty: An Empirical Investigation‖.
Futrell, Charles M., and A. Parasuraman 1984, ―The Relationship of Satisfaction and Performance to Salesforce Turnover,‖ Journal of Marketing, 48 (4), 33–40.
Ghozali, I. 2008, Konsep dan aplikasi dengan Program AMOS 16.0, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hair, Joseph, William Black, Barry Babin, Rolph Anderson, and Ronald Tatham, 2006, Multivariate Data Analysis, Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.
http//suaramerdeka.com
Jaworsky, B.J. (1998), “Toward a Theory of Marketing Control : Environmental Context, Control Types, and Consequences” , Journal of Marketing, Vol. 52.
Jaworsky, B.J and Kohli, 1991, “Supervisory Feedback : Alternatif Types adn Their Impact on salespeople's Performance and Satisfaction”, Journal of Marketing. Kohli, A.K, Shervani,T.A, Challagalla,1998, “Learning and Performance Orientation of Salespeople : The Role of Supervisors”, Vol. XXXV. May.
Leonard-Barton, D, Deschamps, I, 1988, “Managerial Influence in The Implementation of New Technology” , Journal of Management Science. Vo.34.No.10.
Murray R. Barrick, Michael K. Mount, and Judy P. Strauss, 1993, ―Conscientousness and Performance of Sales Representatives : Test of Mediating Effects of Goal Setting‖, Journal of Applied Psychology, Volume 78, No.5, p.715-722.
Mowday, Richard T., Richard M. Steers, and Lyman W. Porter, 1979, ―The Measure of Organizational Commitment,‖ Journal of Vocational Behavior, 14 (2), 224–247.
Naseer Noor, T. Ramayah Mohd Ameen S.M.A, Abdul Wahab, 2001, ―Determinants of Tenaga penjual Performance‖, Journal Startegi Bisnis, Vol. 6/Tahun IV.
Neuman, W. Lawrence, 2006, Social Reseach Methods: Qualitative and Quantitative Approach,
6thed, USA: Pearson Education Inc.
Pettijohn, Charles E., Linda S. Pettijohn, and Albert J. Taylor, 2000, “An Exploratory Analysis of Salesperson Perceptions of the Criteria Used in Performance Appraisals, Job Satisfaction, and Organizational Commitment,” Journal of Personal Selling & Sales Management, 20, 2 (Spring), 77–80.
Pettijohn E. Charles,. Linda S Pettijohn, and A.J. Taylor ,2007, “Does Salesperson Perception of The Importance of Sales Skill Improve Sales Performance, Customer Orientation, job
Satisfaction, and Organization Commitment, and Reduce Turnover?” , Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol.XXVII, no. 1. Purwanto, BM, 2002, “The Effect Of Salesperson Stress Factor on Job Performance” , Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Universitas Gadjahmada, 2: 150-169.
Robert P. Bush, David J. Ortinau, Alan J. Bush, Joseph F. Hair, JR, 1990, ―Developing A Behavior Based Scale to Asses Retail Saleperson Performance‖, Journal of Retailing , Volume.66 No.1.
Rutherford, Brian, James S. Boles, Alexander G. Hamwi, Ramanda Madupalli, and Leann Rutherford (2009), ―The Role of the Seven Dimensions of Job Satisfaction in Salesperson‘s Attitudes and Behaviors,‖ Journal of Business Research , 62 (11), 1146–1151.
Rutherford Brian, Park Jungkun, and Lin-Han Sang, 2011, ― Increasing Job Performance and Decreasing Salesperson Propensity to Leave: An Examination of An Asian Sales Force ‖, Journal of Personal Selling & Sales Management, Vol.XXVII, no. 1.
Schillewaert, N, Ahearne ,M.J, Frambach, R.T, Moenaert, R.K., 2000, ―The Acceptance of Information Technology in the Sales Force‖, Journal of Marketing , December.
Sekaran, U. 2003, ―Research Methods for Business‖, New York: John Wiley & Son, Inc.
Tan, K.C. ,2001, ‗A Structural Equation Model of New Product Design and Development‖. Decision Science, 32(2), 195-2
|
473bb9d2-138b-4fa1-b0e2-acde260b5ac1 | https://riset.unisma.ac.id/index.php/jimmu/article/download/14690/11034 | Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## KINERJA DIPENGARUHI MOTIVASI, DISIPLIN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA KARYAWAN
(Studi Kasus Pada PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan)
Edwin Kurniawan Ong
Universitas Balikpapan Email: [email protected]
## Misna Ariani
Universitas Balikpapan Email:[email protected]
## Imam Arrywibowo
Universitas Balikpapan Email: [email protected]
## Abstrak
PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan bergerak pada bidang jasa pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi dan tujuan utama meningkatkan fasilitas Kesehatan untuk masyarakat yang memadai dan bermutu. Tujuan penelitian ini untuk mencari tahu apakah kinerja dipengaruhi motivasi disiplin kerja dan lingkungan kerja. Dengan metode sensus seluruh karyawan menjadi sampel yaitu 40 orang. Riset ini memakai metode eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif. Data penelitian ini menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Untuk menjawab hipotesis digunakan, uji asumsi klasik dan regresi linier berganda. Hasil riset menunjukan bahwa variabel motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan
Kata Kunci: Motivasi, Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja, Kinerja.
## Abstract
PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan is engaged in health services which have the main function and purpose of improving good and quality health services to community. This research is to determine the effect of motivation, work discipline and work environment on employee performance at PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan. With the cencus method, all employee become a sample of 40 people. This research uses an explanatory method with quantitative approach. The data collection technique in this research used a questionnaire with a Likert scale. Data analysis used hypothesis testing, classical assumption test and multiple linear regression. The results of the research show that the variables of motivation, work discipline and work environment have a partial effect on the performance of employees of PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan.
Keywords: Motivation, Work Discipline, Work Enviroment, Performance
## PENDAHULUAN
Kemampuan karyawan dalam organisasi memiliki dampak signifikan terhadap keberhasilan organsasi. Untuk mencapai tujuan perusahaan, upaya yang dilakukan adalah dengan memotivasi karyawan, memberikan contoh disiplin sesuai dengan aturan perusahaan dan penyediaan area (lingkungan) kerja yang dapat menunjang setiap gerak aktifitas karyawan Maswani et al . (2021)
Hasil kerja atau biasa dikenal dengan Kinerja karyawan adalah
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
kapabilitas seseorang individu dalam mencapai permintaan indikator pekerjaan, loyalitas, prestasi, tanggung jawab, kejujuran dan ketaatan Chandra and Priyono (2016). Setiap individu atau individu yang bekerja pada kelompok kerja diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang baik kualitas dan kuantitasnya. Agar dapat meraih hasil tersebut perlu ditunjang dengan menetapkan sasaran dan memulai rencana kerja yang rasional. Tujuan dari penentuan sasaran kinerja tidak hanya selaku pedoman untuk meraih sasaran, namun dapat menjadi indikator evaluasi kerja pada akhir waktu penilaian Wicaksono et al. (2019).
Memotivasi karyawan adalah salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Motivasi adalah kemauan seseorang individu untuk meningkatkan semangat dan daya tahan yang datang dari kesadaran individu tersebut untuk memenuhi keinginan yang direncanakan Ferinia et al. (2016). Motivasi merupakan masalah strategis, karena jika motivasi kerja karyawan dalam suatu perusahaan rendah akan berpengaruh pada hasil kerja yang kurang maksimal menyebabkan buruknya mutu pelayanan kepada pelanggan dan akhirnya dapat menggerus kepuasan dan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan tersebut.
Memberi contoh dalam mentaati aturan perusahaan dapat pula mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu dengan meningkatkan disiplin. Disiplin kerja adalah kemampuan untuk menghormati, tunduk dan mematuhi setiap aturan organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis dan mampu melaksanakannya Simorangkir et al . (2021). Tingginya tingkat disiplin kerja merupakan kunci untuk sebuah organisasi dalam meraih tujuan perusahaan. Seluruh karyawan diharuskan mentaati aturan disiplin kerja yang ditetapkan, agar setiap individu yang bekerja pada organisasi tersebut mempunyai ketaatan terhadap peraturan (disiplin) kerja yang tinggi. Adanya disiplin kerja dan semangat (motivasi) yang tinggi dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja dan produktifitas karyawan Sunarsi (2019).
Adanya hubungan yang baik antara karyawan dengan pemimpin dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Seorang pemimpin harus berusaha untuk membangun suasana yang harmonis sehingga menciptakan hubungan antara sesama karyawan yang harmonis. Putri et al . (2019) menyatakan dengan adanya situasi kerja yang aman serta nyaman akan membangkitkan antusiasme dari karyawan untuk beraktivitas, hal ini tentu saja akan meningkatkan produktivitas serta disiplin pada karyawan disetiap pekerjaannya.
PT. Mitra Sehat Utama merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang pelayanan kesehatan didirikan pada tahun 2008. Dalam pelayanannya PT. Mitra Sehat Utama menyediakan beberapa praktek dokter seperti Poli Umum, Poli Gigi, Poli Kandungan, Poli Anak dan Laboratorium juga ada didalamnya. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat PT. Mitra Sehat Utama juga bekerja sama dengan beberapa asuransi kesehatan seperti BPJS Kesehatan, Tritunggal Mandiri Solusindo (TMS), Pacific Cross, Bumida dan Asuransi Mandiri Inhealth, terletak di Jl. Soekarno Hatta KM 3 No.01, Balikpapan 76128.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Berdasarkan beberapa studi empiris mengenai motivasi, disiplin kerja, dan lingkungan kerja dan kinerja karyawan, seperti Burhannudin et al . (2019) disiplin kerja dan lingkungan kerja memberikan makna positif terhadap kinerja karyawan pada Rumah Sakit Islam, Banjarmasin. Ermawita (2021) motivasi dan disiplin kerja berpengaruh secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan RSUD Puri Husada, Kabupaten Indragiri Ilir. Pratama, B, and Oktaviannur (2017) lingkungan kerja, motivasi dan disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Rumah Sakit Umum Daerah Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah. Sitopu et al . (2021) motivasi serta disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang. Dengan adanya data tersebut peneliti menyimpulkan bahwa ada potensi hal yang serupa terjadi diperusahaan manapun terutama pada bidang pelayanan kesehatan.
Studi empiris diatas menjadi dasar peneliti untuk meneliti secara lebih dalam mengenai kinerja karyawan yang dipengaruhi motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja, dengan studi kasus pada PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan ”. Berdasarkan studi empiris dapat ditarik suatu masalah apakah secara parsial motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja berdampak secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan. Tujuan penelitian dari riset ini adalah untuk menganalisis dan membuktikan apakah kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dipengaruhi motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja.
## KAJIAN TEORI
## Kinerja
Ferinia et al . (2016) Kinerja merupakan sesuatu yang telah “dilaksanakan” atau tidak dilaksanakan oleh seseorang karyawan, kinerja adalah kontribusi setiap individu bagi organisasi yang mempekerjakan mereka. Maswani et al . (2021) Kinerja karyawan dapat didefinisikan sebagai sebuah proses kerja atau sebuah hasil kerja. Parashakti et al . (2020) Capaian kinerja (prestasi) karyawan tinggi merupakan prestasi dan sangat penting bagi organisasi, karena dengan adanya kinerja (prestasi) karyawan yang tinggi akan berdampak baik pada organisasi dan sebaliknya jika tingkat kinerja karyawan rendah maka akan berdampak buruk bagi perusahaan. Derebew et al . (2021) prestasi (kinerja) sangat penting bagi sebuah organisasi untuk melakukan proses penilaian kinerja karyawan, hasil evaluasi kinerja dijadikan dasar untuk menetapkan kompensasi secara layak sehingga dapat memberi semangat karyawan dan sebagai informasi untuk program penilaian dan pengembangan yang efektif dalam upaya perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
## Motivasi
Wardani and Nurwijayati (2020) motivasi merupakan sebuah kemauan yang timbul dalam diri seorang karyawan untuk bekerja secara maksimal guna mencapai tujuan. Suprapti et al . ( 2020) motivasi
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
dapat digambarkan sebagai proses manajemen, yang mendorong seseorang untuk dapat bekerja lebih baik demi mencapai tujuan organisasi, dengan memberikan mereka semangat, yang didasarkan pada azas kebutuhan mereka yang belum terpenuhi dan keinginan untuk berprestasi. (Gift and Obindah 2020; Tupti and Arif 2020) motivasi merupakan aspek yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Firmansy et al. (2020) motivasi menjadi penting dan sangat krusial bagi setiap organisasi atau perusahaan, karena motivasi kerja yang tinggi akan menghasilkan peningkatan produktifitas dan akan membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Ganta (2014) karyawan yang kurang termotivasi melakukan sedikit usaha dalam pekerjaan mereka yang menyebabkan rendahnya produktifitas yang dihasilkan sedangkan karyawan yang termotivasi lebih kreatif dan gigih dalam pekerjaan mereka yang menghasilkan peningkatan kinerja karyawan tersebut. Dapat dikatakan motivasi merupakan faktor yang mendorong seseorang agar bekerja secara maksimal guna menggapai tujuan perusahaan dan juga individu karyawan.
## Disiplin Kerja
Kapi (2020) Disiplin berasal dari istilah “ Diciple ” yang menunjukan kondisi ketertiban dan kemauan untuk mengikuti instruksi pemimpin. Ini awalnya disebut disiplin dan sekarang umum dipakai pada bidang industri atau tenaga kerja sebagai disiplin kerja. Efendi et al . (2020) disiplin kerja adalah tingkah laku setiap karyawan yang mematuhi setiap norma, dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Iptian and Efendi (2020) disiplin dapat dikatakan sebagai faktor penting dalam mempengaruhi prestasi (kinerja) karyawan. Sitopu et al . (2021) kepatuhan dalam menerapkan disiplin kerja dapat meningkatkan kinerja, dengan adanya disiplin karyawan akan melakukan pekerjaan terbaik mereka yang akan memiliki pengaruh pada meningkatnya kinerja. Razak et al . (2018) Disiplin harus ditegakan didalam suatu perusahaan karena tidak mungkin bagi sebuah perusahaan untuk meraih tujuannya tanpa disiplin kerja karyawan yang baik.
## Lingkungan Kerja
Susanto (2019) Suasana ( lingkungan) kerja merupakan bagian dari fasilitas yang ada dilingkungan kerja karyawan yang dapat digunakan oleh karyawan tersebut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Badrianto and Ekhsan (2020) suasana (lingkungan) kerja adalah area yang digunakan oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya dapat berupa fisik dan juga nonfisik. Putri et al . (2019) karyawan akan merasa nyaman dalam bekerja apabila ditunjang dengan area lingkungan kerja yang memadai, karena hal ini tentu saja akan meningkatkan produktivitas dan kinerja karyawan tersebut dalam bekerja, namun sebaliknya jika karyawan tidak ditunjang dengan kondisi lingkungan kerja yang baik bisa berakibat fatal dan menurunkan produktivitas dan kinerja karyawan tersebut
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## Kerangka Pemikiran
## Hipotesis Penelitian
H.1 : Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dipengaruhi motivasi.
H.2 : Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dipengaruhi disiplin kerja.
H.3 : Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dipengaruhi lingkungan kerja.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan. Jumlah karyawan adalah 40 orang, dengan metode sensus maka, sampel penelitian ini adalah 40 orang.
Metode pengumpulan data dengan cara Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langung dari lokasi penelitian dan kuesioner, yaitu dalam bentuk pernyataan yang didistribusikan kepada responden penelitian untuk mengukur setiap indikator yang akan diuji.
## Metode Analisis
Penulis menggunakan metode analisis untuk menguji hasil data, termasuk uji validitas dan reliabilitas, uji hipotesis, uji asumsi klasik dan regresi linier berganda dengan bantuan perangkat lunak SPSS versi 26.
## 1. Uji Istrumen
## a. Uji Validitas
Sugiyono (2017:125) Uji validitas adalah suatu indikator yang digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r- hitung dengan r- tabel . Uji validitas menggunakan sampel sebanyak 30 orang (n=30), dengan tingkat relevansi 5% (0,05) diperoleh r- tabel sebesar 0,361.
b. Uji Reliabilitas
Sugiyono (2017:135) Uji reliabilitas adalah suatu indikator yang digunakan untuk mengetahui konsistensi dari alat ukur, apakah alat pengukur tersebut dapat memberikan hasil yang konsisten dan stabil apabila pengukuran tersebut diulang di waktu yang akan datang. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan taraf signifikansi 5% (0,05). Variabel dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach (α) adalah 0.60.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## 2. Uji Hipotesis Uji t (parsial)
Ghozali (2021:151) Uji t atau uji parsial ditunjukan untuk menunjukan dan mengetahui seberapa jauh pengaruh setiap variabel indenpenden terhadap variabel dependen pada sebuah penelitian. Penelitian ini menggunakan α sebesar 5% atau berada pada tingkat kepercayaan sebesar 95%, dengan kriteria pengujian:
Apabila t tabel > thitung maka Hα ditolak Apabila t tabel < thitung maka Hα diterima Apabila probabilitas signifikansi > 0,05 maka Hα ditolak Apabila probabilitas signifikansi < 0,05 maka Hα diterima
## 3. Uji Asumsi Klasik
## a. Uji Multikolinearlitas
Ghozali (2021:157) Uji multikolinearlitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukannya adanya korelasi antar variabel bebas ( indenpenden). Untuk menguji asumsi multikolinearlitas digunakan uji Variance Inflation Factor (VIF). Apabila VIF kurang dari 10 maka antar variabel indenpenden tidak terjadi masalah multikolinearitas
## b. Uji Heteroskedastisitas
Ghozali (2021:178) Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya varian dari residual untuk semua pengamatan dalam model regresi. Pengujian heterokedastisitas menggunakan uji gletser dengan ketentuan apabila nilai signifikansi setiap variabel bebas lebih dari 0,05 (p > 0,05) artinya tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas dalam model sehingga asumsi heteroskedastisitas terpenuhi.
## c. Uji Autokorelasi
Ghozali (2021:162) Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Pengujian autokorelasi menggunakan dw test. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam uji autokorelasi dengan dw test adalah hasil dw test berada diantara nilai dU dan 4- dU artinya tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model sehingga asumsi autokorelasi terpenuhi.
## 4. Regresi Linier Berganda
Regresi linear berganda adalah studi mengenai ketergantungan variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas. Adapun persamaannya
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
ditulis sebagai berikut ini:
Y = α + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e Keterangan: Y = Kinerja Karyawan α = Konstanta b 1 = Koefisien Motivasi b 2 = Koefisien Disiplin Kerja b 3 = Koefisien Lingkungan Kerja X 1 = Motivasi X 2 = Disiplin Kerja X 3 = Lingkungan Kerja e = error atau variabel pengganggu
## HASIL ANALISIS DATA Gambaran Umum Responden
Karyawan tetap di PT. Mitra Sehat Utama berjumlah 40 orang. Memberikan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat menjadi tujuan dari semua karyawan. Sesuai dengan indicator kinerja dari PT Mitra Sehat Utama, yang pertama adalah peningkatan memberikan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat. Dari 40 pernyataan atau pertanyaan yang diberikan kepada karyawan, dijelaskan pada tabel berikut:
## a. Jenis Kelamin
Tabel 1 menjelaskan bahwa mayoritas karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan adalah perempuan yang keseluruhannya berjumlah 60%. Sedangkan jumlah karyawan laki-laki adalah sebanyak 40%.
## Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase % Laki Laki Perempuan 16 24 40 60 Jumlah 40 100,0 Sumber: Data Primer 2021 b. Tingkat Pendidikan
## Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase % SMA Diploma S1 23 8 9 57,50 20,00 22,50 Jumlah 40 100,0 Sumber: Data Primer 2021
Tabel 2 menunjukkan Tingkat pendidikan Tertinggi Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan adalah Sarjana (S1) sebanyak 22,50%, pendidikan D3 sebanyak 20,00% dan pendidikan SMA sebanyak 57,50%. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karyawan di PT. Mitra
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Sehat Utama Balikpapan sebagian besar pendidikannya adalah SMA.
## c. Usia Responden
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia (Tahun) Jumlah Responden Persentase % 20-30 Tahun 31-40 Tahun 40> Tahun 26 11 3 65,00 27,50 7,50 Jumlah 40 100,00 Sumber: Data Primer 2021
Karyawan Pada PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan ditunjukkan tabel 3, sebagian besar berusia 20-30 tahun dengan yaitu sebanyak 65%, 31-40 Tahun sebanyak 27,50% dan >40 Tahun sebanyak 7,50%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa karyawan PT. Mitra Sehat Utama berada pada usia produktif yang biasanya memiliki produktivitas yang tinggi.
## d. Lama Kerja
Tabel 4 menjelaskan bahwa sebagian besar karyawan PT. Mitra Sehat Utama memiliki masa kerja 3-5 tahun sebanyak 55,00%, 1-2 Tahun sebanyak 20,00% dan >5 Tahun sebanyak 25,00%. Dengan melihat lamanya bekerja, karyawan telah berpengalaman cukup untuk memberikan pelayanan Kesehatan yang baik.
## Tabel 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Lama Kerja (Tahun) Jumlah Responden Persentase % 1-2 Tahun 3-5 Tahun >5 Tahun 8 22 10 20,00 55,00 25,00 Jumlah 40 100,00
Sumber: Data Primer 2021
## Uji Validitas dan Realibilitas
## a. Uji Validitas
Uji kehandalan dilakukan untuk mengetahui pengaruh indikator yang dapat membentuk konsep yang dapat mewakili variabel penelitian. Hasil data dari kuisioner dinyatakan kredibel (sah) apabila pertanyaan pada pernyataan/pertanyaan dapat menggambarkan hasil dari kuesioner yang diukur tersebut. Informasi yang diperoleh dapat dikatakan kredibel jika korelasi r- hitung data tersebut melebihi r- tabel . Uji validitas menggunakan
sampel sebanyak 30 orang (n=30), dengan
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
tingkat relevansinya 5% (0,05) diperoleh r- tabel sebesar 0,361, maka butir- butir pernyataan/pertanyaan tersebut dikatakan kredibel.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Motivasi
Variabel r hitung r tabel Sig. Ket Kebutuhan fisik dan biologis 0,625 0,361 0,000 Kredibel Kebutuhan keselamatan dan keamanan 0,688 0,361 0,000 Kredibel Kebutuhan sosial 0,465 0,361 0,010 Kredibel Kebutuhan akan penghargaan 0,703 0,361 0,000 Kredibel Kebutuhan aktualisasi diri 0,688 0,361 0,000 Kredibel
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
## Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Disiplin Kerja
Variabel r hitung r tabel Sig. Ket Ketepatan waktu hadir ketempat kerja 0,435 0,361 0,016 Kredibel Ketepatan jam pulang kerumah 0,679 0,361 0,000 Kredibel Ketepatan pada peraturan yang berlaku 0,662 0,361 0,000 Kredibel Penggunaan seragam yang sudah ditentukan 0,573 0,361 0,001 Kredibel Tanggung jawab dalam menjalankan tugas 0,533 0,361 0,002 Kredibel Melaksanakan tugas dan tanggung jawab hingga tuntas 0,778 0,361 0,000 Kredibel
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## Tabel 7. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas lingkungan Kerja
Variabel r hitung r tabel Sig. Ket Sturuktur kerja 0,844 0,361 0,000 Kredibel Tanggung jawab kerja 0,806 0,361 0,000 Kredibel Perhatian dan dukungan Pimpinan 0,725 0,361 0,000 Kredibel Kerja sama antar kelompok 0,691 0,361 0,000 Kredibel Kelancaran berkomunikasi 0,814 0,361 0,000 Kredibel
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
## Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Kinerja
Variabel r hitung r tabel Sig. Ket Orientasi pelayanan 0,665 0,361 0,000 Kredibel Kemampuan merencanakan pekerjaan 0,489 0,361 0,006 Kredibel Pengetahuan karyawan 0,558 0,361 0,001 Kredibel Kedisiplinan karyawan 0,652 0,361 0,000 Kredibel Tanggung jawab karyawan 0,474 0,361 0,008 Kredibel Inisiatif 0,542 0,361 0,002 Kredibel Ketelitian 0,606 0,361 0,000 Kredibel Kerjasama tim 0,638 0,361 0,000 Kredibel
## Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Berdasarkan hasil uji validitas terhadap motivasi , disiplin kerja , lingkungan kerja dan kinerja diatas ditemukan bahwa semua indikator (r- hitung ) memiliki nilai yang lebih besar daripada r- tabel . Hal ini membuktikan bahwa pernyataan yang diberikan adalah sahih (sebenarnya), maka dapat ditarik kesimpulan semua indicator adalah sahih (valid).
## Uji Reliabilitas
Tabel 9. Uji Reliabilitas
Variabel Alpha Cronbach (α) N of items Ket Motivasi (X 1 ) 0,621 5 Reliabel Disiplin Kerja (X 2 ) 0,668 6 Reliabel
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
p-ISSN: 2541-6030 e-ISSN: 2621-6957 Terakreditasi Sinta
Lingkungan Kerja (X 3 ) 0,835 5 Reliabel Kinerja (Y 1 ) 0,713 8 Reliabel
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Uji reliabilitas adalah metode yang digunakan untuk menguji sejauh mana suatu alat ukur dapat digunakan. Uji reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach, mengukur pernyataan/pertanyaan penelitian dan dikatakan andal (teruji) jika memiliki koefisien keandalan atau alpha sebesar 0,6 atau lebih dapat di buktikan bahwa semua variabel diatas reliabel karena memiliki nilai (α) Alpha Cronbach lebih dari 0,6.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearlitas
Tabel 10. Hasil Uji Multikoleniaritas
Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (constant) Motivasi 0.354 2.822 Disiplin Kerja 0.584 1.713 Lingkungan Kerja 0.363 2.756
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Hasil uji multikoleniarlitas menggunakan uji VIF diperoleh nilai VIF variabel motivasi (X 1 ) sebesar 2,822, variabel disiplin kerja (X 2 ) sebesar 1,713, dan lingkungan kerja (X 3 ) sebesar 2,756, sehingga nilai VIF setiap variabel bebas kurang dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah multikolinearlitas dalam model sehingga asumsi multikoleniarlitas terpenuhi.
## b. Uji Heteroskedastisitas
Tabel 11. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model t Sig. 1 (constant) 2.118 0.041 Motivasi -0.406 0.687 Disiplin Kerja -1.588 0.121 Lingkungan kerja 1.123 0.269 Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Hasil uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji Glejser diperoleh nilai signifikansi variabel motivasi (X 1 ) sebesar 0,687, variabel disiplin kerja (X 2 ) sebesar 0,121, dan lingkungan kerja (X 3 ) sebesar 0,269, sehingga nilai signifikansi setiap variabel bebas lebih dari 0,05 artinya tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas dalam model sehingga asumsi heterokedastisitas terpenuhi.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## c. Uji Autokorelasi
Tabel 12. Hasil Uji Autokorelasi Model Durbin-Watson 1 2.076 a
Sumber: Olah Data SPSS 26.00
Hasil uji autokorelasi menggunkan Durbin Watson diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 2.076 sebagai perbandingan diperoleh nilai dU pada jumlah sampel 40 dan k=4 adalah 1,659 dan nilai 4-dU adalah 2.341. Hasil tersebut menunjukan nilai Durbin-Watson berada diantara nilai dU dan 4-dU sehingga dinyatakan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model sehingga asumsi autokorelasi dapat terpenuhi.
## Regresi Linier Berganda
Setelah dilakukan Uji asumsi klasik dan tidak terjadi masalah pada Multikolinearlitas, heterokedastisitas dan autokorelasi selanjutnya dilakukan uji analisis linier berganda.
Tabel 13. Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig 1 (Constant) B 7.029 Std. Error 3.667 Beta 1.917 .063 Motivasi .398 .190 .324 2.090 .044 Disiplin Kerja .384 .186 .249 2.065 .046 Lingkungan Kerja .388 .163 .365 2.382 .023
## a. Dependant Variable: kinerja karyawan
Sumber: Olah Data SPSS 26.00, 2021
Berdasarkan tabel diatas, persamaan regresi linear berganda dapat disusun sebagai berikut: Y = 7,029 + 0,398 X1 + 0,384 X2 + 0,388 X3 + e Keterangan Y: Kinerja Karyawan X1: Motivasi X2: Disiplin Kerja X3: Lingkungan Kerja
Persamaan regresi linier berganda dapat dijelaskan sebagai berikut: Nilai konstanta (a) sebesar 7,029 menunjukan tanpa adanya pengaruh dari motivasi (X1), disiplin kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3) maka nilai kinerja karyawan (Y) adalah 7,029.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
a. Kinerja karyawan (Y) dipengaruhi motivasi (X1) terbukti. Koefisien regresi sebesar 0,398 dengan nilai t stastistik sebesar 2,090 dan nilai signifikansi sebesar 0,044. Hasil tersebut menunjukan adanya pengaruh positif signifikan, artinya semakin baik motivasi (X1) akan berpengaruh signifikan terhadap semakin baik kinerja karyawan (Y).
b. Kinerja karyawan (Y) dipengaruhi disiplin kerja (X2) terbukti. Koefisien regresi sebesar 0,384 dengan nilai t statistik sebesar 2,065 dan nilai signifikansi sebesar 0,046. Hasil tersebut menunjukan adanya pengaruh positif signifikan, artinya semakin baik disiplin kerja (X2) akan berpengaruh signifikan terhadap semakin baik kinerja karyawan (Y).
c. Kinerja karyawan (Y) dipengaruhi lingkungan kerja (X3) terbukti. Koefisien regresi sebesar 0,388 dengan nilai t statistik sebesar 2,382 dan nilai signifikansi sebesar 0,023. Hasil tersebut menunjukan adanya pengaruh positif signifikan, artinya semakin baik lingkungan kerja (X3) akan berpengaruh signifikan terhadap semakin baik kinerja karyawan (Y).
## Koefisien Determinasi
Tabel 14. Model Summary
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja
Nilai R sebesar 0,833 menunjukkan bahwa korelasi antara kinerja dan motivasi, disiplin kerja, lingkungan kerja adalah sangat kuat, karena mendekati angka 1. Hasil koefisien determinasi didapatkan R Square sebesar 0,694 artinya bahwa besar pengaruh terhadap variabel kinerja karyawan (Y) yang dijelaskan oleh variabel motivasi (X1), disiplin kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3) adalah sebesar 69,4 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain. Standard error of the estimate adalah sebesar 1,5573 dari satuan yang digunakan. Semakin kecil SEE akan menunjukkan model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel kinerja.
## Uji Hipotesis
## Uji t
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh motivasi, disiplin kerja dan lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan. Hasil dari uji t pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Model R R Square Adjusted R Square Std error of the estimate 1 .833a 0.694 0.668 1.5573
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
## Tabel 15. Hasil Uji t
Anova a Model Sum of Squares df Mean Square F Sig 1 Regression 197.794 3 65.931 27.186 .000 b Residual 87.306 36 2.425 Total 285.100 39
a. Dependent Variable: Kinerja Karyawan b. Predictors: (Constant), Lingkungan Kerja, Disiplin Kerja, Motivasi Sumber: Olah Data SPSS 26.00, 2021
Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig 1 (Constant) B 7.029 Std. Error 3.667 Beta 1.917 .063 Motivasi .398 .190 .324 2.090 .044 Disiplin Kerja .384 .186 .249 2.065 .046 Lingkungan Kerja .388 .163 .365 2.382 .023
a. Dependant Variable: kinerja karyawan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut
a. Uji parsial antara variabel motivasi (X1) terhadap variabel kinerja karyawan (Y) diperoleh t hitung sebesar 2,090 dengan nilai signifikansi sebesar 0,044. Sebagai perbandingan diperoleh nilai t tabel pada derajat bebas 36 dan alpha 5 persen sebesar 2,028. Hasil tersebut menunjukan nilai t hitung lebih dari t tabel (t hit > t tabel) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (sig < 0,05) sehingga dinyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara motivasi (X1) terhadap kinerja karyawan (Y) secara parsial.
b. Uji parsial antara variabel disiplin kerja (X2) terhadap variabel kinerja karyawan (Y) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,065 dengan nilai signifikansi sebesar 0,046. Sebagai perbandingan diperoleh nilai t tabel pada derajat bebas 36 dan alpha 5 persen sebesar 2,028. Hasil tersebut menunjukan nilai t hitung lebih dari t tabel (t hit > t tabel) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (sig < 0,05) sehingga dinyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara disiplin kerja (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) secara parsial.
c. Uji parsial antara variabel lingkungan kerja (X3) terhadap variabel kinerja karyawan (Y) diperoleh nilai t hitung sebesar 2,382 dengan nilai signifikansi sebesar 0,023. Sebagai perbandingan diperoleh dari nilai t tabel pada derajat bebas 36 dan alpha 5 persen sebesar 2,028. Hasil tersebut menunjukan nilai t hitung lebih dari t tabel (t hit > t tabel) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (sig < 0,05) sehingga dinyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara lingkungan kerja (X3)
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
terhadap kinerja karyawan (Y) secara parsial.
d. Hasil pengujian menunjukan nilai F hitung sebesar 27,186 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Sebagai perbandingan diperoleh nilai F tabel pada derajat bebas 3 dan 36 pada alpha 5 persen sebesar 2,866. Hasil tersebut menunjukan nilai F hitung lebih dari F tabel (F hit > F tabel) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 ( sig < 0,05 ) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara motivasi (X1), disiplin kerja (X2), dan lingkungan kerja (X3) terhadap kinerja karyawan (Y) secara simultan.
## PEMBAHASAN Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan.
Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dapat dipengaruhi motivasi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi atau rendah motivasi karyawan akan berdampak pada tingkat kinerja karyawan yang lebih tinggi atau lebih rendah. Hasil penelitian ini selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Ferinia et al .
(2016) yang mengatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam dan luar diri seseorang untuk mencapai semangat dan daya tahan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Motivasi merupakan masalah yang kompleks bagi organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Muntaha and Mufrihah (2017). Hasilnya menunjukan bahwa motivasi berpengaruh langsung positif terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan .
Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dapat dipengaruhi disiplin kerja. Hal ini menunjukan bahwa disiplin kerja akan berdampak pada semakin tinggi atau rendahnya kinerja karyawan. Menurut Illanisa et al. (2019) disiplin kerja adalah perilaku karyawan yang selalu berupaya melakukan semua pekerjaannya dengan baik dan menaati semua norma- norma yang ada diperusahaan dan karyawan pun bersedia menerima konsekuensi atau segala bentuk hukuman jika karyawan tersebut melanggar kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Hasil penelitian ini menunjukan hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Setyawati et al . (2018). Hasilnya membuktikan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.
Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan .
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dapat dipengaruhi lingkungan kerja. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi atau rendahnya tingkat kenyamanan lingkungan kerja akan berdampak pada tinggi atau rendahnya kinerja karyawan. Pratama (2015) menyatakan lingkungan kerja adalah tempat dimana pegawai melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif dapat memberikan rasa aman dan memungkinkan pegawai agar dapat bekerja dengan optimal.
Temuan penelitian ini menguatkan penelitian sebelumnya oleh Bentar et al . (2017). Hasil dari penelitiannya yaitu terdapat pengaruh antara lingkungan kerja dengan kinerja karyawan.
## SIMPULAN dan SARAN Simpulan
Kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan dipengaruhi motivasi, disiplin dan lingkungan kerja. Dapat dibuktikan bahwa secara parsial motivasi berpengaruh positif dan signifikan, sehingga dapat dikatakan semakin tinggi tingkat motivasi yang didapat oleh karyawan semakin tinggi pula kinerja karyawan. Demikian pula disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa disiplin yang tinggi memiliki makna semakin tinggi tingkat disiplin kerja karyawan semakin tinggi pula kinerja karyawan, dan lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini memiliki makna bahwa semakin nyaman tingkat lingkungan kerja yang didapat oleh karyawan, maka semakin tinggi pula kinerja karyawan.
Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel yang dominan memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan PT. Mitra Sehat Utama Balikpapan adalah variabel lingkungan kerja.
## Saran
1. Perusahaan wajib mempertahankan serta meningkatkan motivasi, disiplin kerja serta lingkungan kerja untuk meningkatkan kinerja karyawan, karena ketiga variabel ini secara bersama sama berdampak pada kinerja karyawan sebesar 69,4%
2. PT. Mitra Sehat Utama hendaknya meningkatkan lingkungan kerja karena pada riset ini variabel lingkungan kerja yang dominan berdampak pada kinerja karyawan.
## DAFTAR PUSTAKA
Badrianto, Yuan, and Muhamad Ekhsan. 2020. “Effect Of Work Environment And Job Satisfaction On Employee Performance In Pt . NESINAK.” 2(1):85–91.
Bentar, Aidin, Murdjianto Purbangkaro, and Dewi Prihartini. 2017. “Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin Kerja Dan Lingkungan
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Taman Botani Sukorambi ( TBS )
Jember.” Jurnal Manajemen Dan Bisnis Indonesia 3(1):1 –17. Burhannudin, Burhannudin, Mohammad Zainul, and Muhammad Harlie.
2019. “Pengaruh Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja, Dan Komitmen
Organisasional Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Pada Rumah Sakit Islam Banjarmasin.” Jurnal Maksipreneur: Manajemen, Koperasi, Dan Entrepreneurship 8(2):191. doi: 10.30588/jmp.v8i2.425. Chandra, Teddy, and Priyono. 2016. “The Influence of Leadership Styles ,
Work Environment and Job Satisfaction of Employee Performance — Studies in the School of SMPN 10 Surabaya.” 9(1):131–40. doi: 10.5539/ies.v9n1p131.
Derebew, Bizuwork, Srinivasarao Thota, P. Shanmugasundaram, and Tezamed Asfetsami. 2021. “Arab Journal of Basic and Applied Sciences ISSN: (Print) (Online) Journal Homepage: Https://Www.Tandfonline.Com/Loi/Tabs20 Fuzzy Logic Decision Support System for Hospital Employee Performance Evaluation with Maple Implementation Fuzzy Logic Decision Supp.” doi: 10.1080/25765299.2021.1890909.
Efendi, Riyanto, Muhamad Nanang, Khairul Bahrun, and Hilyati Milla. 2020. “International Journal of Multicultural and Multireligious
Understanding The Mediation of Work Motivation on the Effects of Work Discipline and Compensation on Performance Batik MSMEs Employees in Yogyakarta City , Indonesia.” 689–703.
Ermawita, Esa Wahyu Endarti. 2021. “Pengaruh Motivasi , Disiplin Kerja Dan Iklim Organisasi.” 4(1).
Ferinia, Rolyana, Tjutju Yuniarsi, and H. Disman. 2016. “Relationship between Selected Factors of Motivation , Employee Engagement and Employee Performance Among Nurses at Adventist Hospital. ” (August). doi: 10.14419/ijbas.v5i3.5948.
Firmansy, Ade, Haris Maupa, Idrus Taba, and Hardiyono. 2020. “The Effect Of Work Motivation , Work Environment , a and Nd Work Discipline On Employees ’ Performance Of Samsat Office , Makassar.” 2(2):72 –78.
Ganta, Vinay Chaitanya. 2014. “Motivation In The Workplace To Improve The Employee Performance.” 2(6):221–30.
Ghozali, Imam. 2021. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program Ibm Spss 26 . Semarang: Badan Penerbit Univarsitas Diponegoro. Gift, Raimi Aziba-anyam , and Fortune Obindah. 2020. “Examining the
Influence of Motivation on Organizational Productivity in Bayelsa State Private Hospitals.” (August). doi: 10.15406/oajs.2020.04.00157.
Illanisa, Nugrahanum, Wandy Zulkarnaen, and Asep Suwarna. 2019. “Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Sekolah Dasar Islam Binar Indonesia Bandung.” (143).
Iptian, Riut, and Riyanto Efendi. 2020. “International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding The Effect of Work Discipline and Compensation on Employee Performance.” (2012):145–52.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Kapi, Cecep Mohamad. 2020. “Pengaruh Pengorganisasian Terhadap Disiplin Kerja Pegawai.” 3(1):7–11.
Maswani, Maswani, Elis Puji Utami, and Nofiar Nofiar. 2021. “Analysis Of
The Effect Of Work Discipline, Work Environment, And Work Motivation On Employee Performance At PT. BAYUTAMA TEKNIK.” 1(6):358 –72. doi: 10.38035/DIJEFA. Muntaha, Muntaha, and Mazayatul Mufrihah. 2017. “Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Soedarso Pontianak.” Jurnal Samudra Ekonomi Dan Bisnis 8(1):602 –10. doi: 10.33059/jseb.v8i1.201.
Parashakti, Ryani Dhyan, Mochammad Fahlevi, Muhamad Ekhsan, and Acep Hadinata. 2020. “The Influence of Work Environment and Competence on Motivation and Its Impact on Employee Performance in Health Sector.” 135(Aicmbs 2019):259–67. doi: 10.2991/aebmr.k.200410.040. Pratama, Adhitya, Andala Rama Putra B, and M. Oktaviannur. 2017.
“Pengaruh Lingkungan Kerja, Motivasi Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Rumah Sakit Umum Daerah Demang Sepulau Raya Di Kabupaten Lampung Tengah Adhitya.” 3(September).
Pra tama, Anggi. 2015. “Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Dan Penanaman Modal (Bppm) Di Kota Bontang.” 3(2):351–62.
Putri, Elok Mahmud, Vivin Maharani Ekowati, and Achmad Sani Supriyanto. 2019. “The Effect Of Work Environment On Employee.” 7(April):132– 40. doi: 10.5281/zenodo.2653144.
Razak, Abdul, Sarpan Sarpan, and Ramlan Ramlan. 2018. “Effect of Leadership Style, Motivation and Work Discipline on Employee Performance in PT. ABC Makassar Abdul.” 8(6):67–71.
Setyawati, Novita Wahyu, Nur Ade Aryani, and Endah Prawesti Ningrum. 2018. “Stres Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan.” 3:405 –12.
Simorangkir, Astry Conny, Betty A. S. Pakpahan, and Sandy Ariawan. 2021. “The Role of Leadership In Improving Employee Discipline.” (August). doi: 10.46965/jch.v5i1.
Sitopu, Yoel Brando, Kevin Arianda Sitinjak, and Fenny Krisna Marpaung.
2021. “The Influence of Motivation , Work Discipline , and Compensation on Employee Performance.” 1:72–83.
Sunarsi, Denok. 2 019. “The Effect of Work Motivation and Discipline on Employee Productivity at PT . Anugerah Agung in Jakarta.” 6(2):187– 96.
Suprapti, Jannah Puji Astuti, Noor Sa’adah, Salis Diah Rahmawati, yuli rulyta Astuti, and Yuli Sudargini. 2020. “The Effect of Work Motivation , Work Environment , Work Discipline on Employee Satisfaction and Public Health Center Performance.” 1(2):153–73.
Susanto, Agus. 2019. “Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Kompetensi Individu Terhadap Kinerja Pegawai Pada PT. Perkebunan Sumatera Utara.” 18:44–59.
Volume 7 Nomor 1 Maret 2022 Magister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung Alfabeta CV.
Tupti, Zulaspan, and Muhammad Arif. 2020. “The Influence of Discipline and Motivation on Employee Performance.” 1(1):61–69.
Wardani, Silvia Intan, and yuly peristiowati Nurwijayati. 2020. “The Effect of Motivation , Competence and Work Environment on Employee Performance in Brawijaya Hospital Lawang Malang.” 2(1):1–8. doi: 10.30994/jrph.v2i1.21.
Wicaksono, Agung, Nurul Umia ti, and Agus Ainal Abidin. 2019. “Pengaruh Disiplin Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Puskesmas Tegalwaru Kabupaten Purwakarta.” Jurnal Respon Publik 13(5):82 –86.
|
f0a396a1-b98f-42ea-a33a-a71bca60aac4 | https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JOMB/article/download/4773/3211 | Journal of Management and Bussines (JOMB) Volume 4, Nomor 2, Juli-Desember 2022 p-ISSN: 2656-8918 e-ISSN: 2684-8317 DOI : 10.31539/jomb.v4i2.4773
## SISTEM INFORMASI AKUNTANSI, EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL, ASIMETRI INFORMASI DAN MORALITAS INDIVIDU TERHADAP KECURANGAN AKUNTANSI
Riyan Adinugroho 1 , Endah Susilowati 2
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur 1,2 [email protected] 1 [email protected] 2
## ABSTRACT
The purpose of this research is to examine the influence of accounting information systems, the effectiveness of internal control, information asymmetry and individual morality on accounting fraud in . The population of this study were employees of PT. Petrokimia Gresik and the sampling technique used in this research is saturated sampling with a total sample of 100 employees of PT. Gresik Petrochemicals. Data was collected by giving questionnaires to respondents in departments related to accounting information systems. The data analysis technique used is the PLS Model with the help of Warp PLS 8.0 software which includes three stages in its measurement, namely outer model analysis, inner model analysis and hypothesis testing. The results of this study indicate that partially accounting information system variables, the effectiveness of internal control, and individual morality have a significant negative effect on accounting fraud. Meanwhile, information asymmetry has a significant positive effect on accounting fraud.
Kata Kunci : Sistem Informasi Akuntasi, efektivitas pengendalian internal, asimetri informasi, moralitas individu, kecurangan akuntansi
## ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor pengaruh sistem informasi akuntansi, efektivitas pengendalian internal, asimetri informasi dan moralitas individu terhadap kecurangan akuntansi. Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PT. Petrokimia Gresik dan teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden karyawan PT. Petrokimia Gresik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden pada departemen yang terkait dengan sistem informasi akuntansi. Teknik analisis data yang digunakan adalah Model PLS dengan bantuan software Warp PLS 8.0 yang mencakup tiga tahap dalam pengukurannya yaitu analisa outer model , analisa inner model dan uji hipotesis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel sistem informasi akuntansi, efektivitas pengendalian internal, dan moralitas individu berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan akuntansi. Sedangkan asimetri informasi berpengaruh signifikan positif terhadap kecurangan akuntansi.
Kata Kunci : Sistem Informasi Akuntasi, efektivitas pengendalian internal, asimetri informasi, moralitas individu, kecurangan akuntansi
## PENDAHULUAN
Dampak dari era globalisasi saat ini memberikan banyak dampak di bidang bisnis di dunia, tanpa terkecuali Indonesia yang memiliki banyak perubahan akibat dari globalisasi. Dampak dari era globalisasi dapat memberikan banyak perubahan dari segi ilmu pengetahuan, budaya dan teknologi. Proses dari globalisasi bergerak pada seluruh sektor, dikarenakan terdapat koneksi antar negara yang tidak ada batasannya (Dewi, 2019). Perkembangan globalisasi akan meningkat lebih pesat diakibatkan oleh adanya era revolusi industri 4.0, dimana terdapat perkembangan teknologi yang lebih canggih.
Globalisasi memberikan banyaknya informasi perusahaan yang beredar dari seluruh dunia. Beredarnya informasi tersebut memberikan kemudahan akses investor asing untuk berinvestasi di perusahaan Indonesia dan terdapat kebebasan dalam berinvestasi di negara manapun (Putri, 2021). Perusahaan di seluruh dunia berlomba- lomba untuk selalu menyediakan informasi perusahaan agar menarik para investor. Hal ini menyebabkan adanya tuntutan bagi perusahaan agar selalu menyediakan informasi terkait laporan keuangan yang dapat menarik hati para investor. Laporan keuangan tersebut menjadi pintu utama untuk masuknya sebuah investasi dari investor bagi perusahaan yang go-public dan yang sudah terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia).
Kegunaan laporan keuangan yang memuat informasi performa perusahaan sangat penting bagi pemangku kepentingan (stakeholder). Informasi yang termuat di dalam laporan keuangan harus dijaga dan dikelola dengan baik agar terhindar dari oknum yang tidak bertanggung jawab yang akan merugikan entitas. Hal yang berkaitan dengan bisnis pasti tidak jauh dengan kecurangan (fraud) karena terdapat banyak kepentingan yang harus dicapai dengan berbagai cara oleh stakeholder perusahaan. Fenomena kecuragan akuntansi atau fraud akhir-akhir ini tidak memandang jenis instansi perusahaan seperti swasta maupun milik negara yang sering disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kecurangan menjadi skandal saat perusahaan raksasa terjerumus ke dalam kecurangan yang memilik efek yang sangat merugikan perekonomian suatu negara (Agustina dkk., 2019).
Kasus BUMN yang ramai diperbincangkan saat ini karena terjerat kasus fraud adalah PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Jiwasraya persero. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Busa Efek Indonesia dan pihak yang terkait lainnya menemukan
adanya kecurangan akuntansi karena laporan keuangan PT Garuda Indonesia tidak sesuai dengan standar laporan keuangan dan menjatuhkan sanksi pada Garuda Indonesia (Heriani, 2019). Saat itu, perseroan melaporkan untung US$ 5 juta atau setara Rp 70,02 miliar. Pada kenyatannya, setelah ada penyesuaian pencatatan, maskapai penerbangan ini merugi US$ 175 juta atau setara Rp 2,45 triliun (kurs Rp 14.004/US$) (Sandi, 2020). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecurangan akuntansi, dimana kecurangan akuntansi merupakan fenomena yang penting karena praktik kecurangan banyak terjadi di perusahaan milik negara maupun swasta.
## KAJIAN TEORI
## Fraud Pentagon Theory
Teori saat ini yang berkembang adalah teori pentagon fraud yang dikemukakan oleh Howarth (2011) dan kemudian dijadikan teori mendasari terjadinya sebuah fraud di dalam penelitian ini. Penambahan pengembangan dari teori sebelumnya yaitu arogansi (arrogance). Kompetensi (Competence) termasuk ke dalam diamond fraud theory milik Wolfe & Hermanson (2004) dan hal ini memiliki definisi yang mirip dengan kapasitas (Capability) pada diamond fraud theory, dimana kondisi tersebut mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan karena telah memiliki kemampuan yang dimiliki dengan melanggar pengendalian internal dan dapat membangun strategi agar menutupi kecurangannya. Dalam pikirannya, mereka tidak akan terdeteksi dalam melakukan kecurangan, karena mereka sangat memahami sistem pengendalian internal perusahaan. Sebagian besar tindakan fraud yang dilakukan tidak berdampak ekonomi pada mereka, tapi dorongan ego, status dan kesombonganlah yang menyebabkan mereka melakukan fraud.
## Agency Theory
Jensen & Meckling (1976) memberikan pendapat sebuah teori yang menjelaskan mengenai hubungan kontrak (loosely defined) antara pemilik saham dengan pihak pengelola operasional perusahaan. Teori tersebut dapat dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Lebih tepatnya, Jensen & Meckling (1976) memberikan definisi dari teori keagenan merupakan kontrak antara manajer (agent) dan pemegang
saham (principal) untuk melakukan layanan dan kekuasaan tertentu yang telah diberikan.
## Teori Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral dipopulerkan oleh kohlberg (1971) yang memiliki pandangan bahwa penalaran moral merupakan landasan perilaku etis. Menurut kohlberg (1971) tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi atau rendah moral yang dimiliki seseorang atas dasar perkembangan penalaran moralnya. Terdapat tiga tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg (1971), yaitu tahapan pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional. Didalam 3 tahapan tersebut terdapat tingkatan yang memiliki cerminan atas kepemilikan moralitas individu yang sesuai dengan tinggi atau rendahnya atas dasar perilaku etis yang dimilikinya.
## Kecurangan Akuntansi
Menurut Albrecht dkk. (2012), kecurangan akuntansi merupakan suatu manusia yang mempunyai kecerdasan dipaksakan untuk dapat menciptakan sebuah cara agar memperoleh manfaat dari pihak lain dengan representasi yang tidak benar. ACFE memberikan definisi tentang kecurangan akuntansi yaitu suatu tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh individu atau organisasi yang mengetahui mengenai kekeliruan tersebut akan memberikan dampak yang buruk kepada individu atau organisasi lain (ACFE, 2008). ACFE memberikan pengelompokkan mengenai kecurangan dalam bentuk fraud tree yang tergolong dari korupsi (corruption), penyalahgunaan aset (asset misappropriation), dan kecurangan pelaporan (fraudulent statements) (ACFE, 2016).
## Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan mengolah data untuk menghasilkan informasi bagi pengambil keputusan. Sistem ini meliputi orang, prosedur dan instruksi, data, perangkat lunak, infrastruktur teknologi informasi, serta pengendalian internal dan ukuran keamanan (Romney & Steinbart, 2017:3).
## Efektivitas Pengendalian Internal
Menurut The Committee of Sponsoring Organization (COSO), pengendalian internal adalah sebuah proses yang dilakukan oleh Direksi/Dewan Komisaris, manajemen, dan personalia lainnya, yang dibuat untuk memberikan asurans atau keyakinan yang memadai tentang pencapaian atas tujuan perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan, pelaporan dan ketaatan (Tuanakotta, 2019). Pengendalian internal merupakan proses dimana pengendalian internal bukan suatu peristiwa atau situasi, tetapi sebuah rangkaian kegiatan yang meresap ke dalam aktivitas - aktivitas entitas. Pengendalian internal dipengaruhi oleh seseorang yang dapat mempengaruhi seperti dewan direksi, manajemen dan personel lainnya dalam entitas memengaruhi pengendalian internal. Orang-orang dari organisasi yang menyelesaikannya dengan apa yang mereka lakukan dan katakan.
## Asimetri Informasi
Scoot (2009) menyatakan pengertian dari asimetri informasi adalah misalnya terdapat kegiatan jual beli di pasar dan terdapat satu pembeli yang mengetahui informasi sesuatu aset yang diperdagangkan, dimana pembeli lainnya yang tidak mengetahui informasi tersebut, maka kondisi pasar tersebut dapat dikatakan terjadinya asimetri informasi. Hal ini memiliki arti bahawa, timbulnya asimetri informasi terjadi ketika terdapat hanya satu pihak saja memiliki kelebihan dan keunggulan terkait aset yang diperjualbelikan dibanding dengan pihak lain.
## Moralitas Individu
Moralitas individu adalah sikap dan perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang mencerminkan kebaikan, dimana seseorang yang dimaksud tidak meminta balasan atau tanpa pamrih (Udayani & Sari, 2017). Sedangkan, menurut Bertens (1993) arti moral sendiri adalah sebuah nilai dan norma yang menjadi pola pikir pegangan oleh seseorang atau suatu kelompok dalam bertingkah laku. Kata moral yang berasal dari bahasa latin secara etimologis serupa dengan etika yang berasal dari bahasa Yunani
yang artinya adat kebiasaan. Arti dari moralitas adalah keseluruhan asas dan nilai yang menyangkut baik atau buruk dari sifat sebagai manusia.
## METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada penelitian ini adalah menggunakan metode kuantitatif. Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PT. Petrokimia Gresik dan teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden karyawan PT. Petrokimia Gresik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden pada departemen yang terkait dengan sistem informasi akuntansi. Teknik analisis data dan uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan bantuan software Warp PLS 8.0 PLS. Dalam menganalisa PLS dilakukan dalam tiga tahapan yaitu, analisa outer model, analisa inner model dan uji hipotesis.
## HASIL PENELITIAN
Pengujian Validitas Konvergen ( Convergent Validity )
Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel berikut:
Tabel 1 Analisis Uji Outer Model Indikator Nilai Loading Type (a) SE P value Hasil SIA.1 0.758 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.2 0.757 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.3 0.681 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.4 0.787 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.5 0.738 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.6 0.708 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.1 0.941 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.3 0.941 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.5 0.941 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.16 0.644 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.17 0.648 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.18 0.941 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.19 0.673 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.20 0.630 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.21 0.631 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.24 0.611 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.25 0.607 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.2 0.793 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.3 0.841 Reflect 0.076 <0.001 Valid
AI.4 0.704 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.5 0.799 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.6 0.642 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.8 0.722 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.1 0.833 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.2 0.783 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.3 0.880 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.4 0.840 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.1 0.797 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.2 0.877 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.3 0.923 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.4 0.902 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.5 0.895 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.6 0.904 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.7 0.803 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.8 0.881 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.9 0.782 Reflect 0.076 <0.001 Valid
Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui dan dianalisis bahwa setelah dilakukan pengujian kembali untuk yang ketiga dengan melakukan eliminasi pada beberapa indikator di pengujian pertama dan kedua, dapat diperoleh indikator yang secara keseluruhan memiliki nilai loading factor lebih besar dari 0,60 serta tingkat signifikansi memiliki nilai kurang dari 0.05. sehingga dapat disimpulkan bahwa pernyataan pada indikator SIA.1, SIA.2, SIA.3, SIA.4, SIA.5, SIA.6, EPI.1, EPI.3, EPI.5, EPI.16, EPI.17, EPI.18, EPI.19, EPI.20, EPI.21, EPI.24, EPI.25, AI.2, AI.3, AI.4, AI.5, AI.6, AI.8, MI.1, MI.2, MI.3, MI.4, KA.1, KA.2, KA.3, KA.4, KA.5, KA.6, KA.7, KA.8 dan KA.9 valid secara signifikan.
## Uji Validitas Diskriminan
Hasil uji ditunjukkan pada Tabel berikut:
Tabel 4.2 Cross Loading Masing-Masing Indikator dari Variabel
SIA EPI AI MI KA Type (a) SE P value Ket SIA.1 0.758 -0.162 -0.030 -0.061 -0.126 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.2 0.757 -0.217 0.028 -0.187 -0.064 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.3 0.681 0.123 0.065 -0.042 -0.046 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.4 0.787 0.140 0.042 -0.052 -0.049 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.5 0.738 0.064 -0.065 0.196 0.135 Reflect 0.076 <0.001 Valid SIA.6 0.708 0.065 -0.039 0.160 0.160 Reflect 0.076 <0.001 Valid
EPI.1 -0.216 0.941 -0.006 -0.040 -0.034 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.3 -0.216 0.941 -0.006 -0.040 -0.034 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.5 -0.216 0.941 -0.006 -0.040 -0.034 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.16 0.138 0.644 0.055 -0.190 -0.107 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.17 0.209 0.648 0.052 0.062 -0.083 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.18 -0.216 0.941 -0.006 -0.040 -0.034 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.19 0.098 0.673 -0.062 0.068 0.001 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.20 0.221 0.630 -0.068 0.003 0.182 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.21 0.280 0.631 -0.027 -0.122 -0.022 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.24 0.119 0.611 0.203 0.141 0.131 Reflect 0.076 <0.001 Valid EPI.25 0.217 0.607 -0.117 0.293 0.114 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.2 0.176 -0.110 0.793 0.184 -0.060 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.3 0.011 0.008 0.841 0.074 0.093 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.4 -0.177 0.094 0.704 -0.174 -0.053 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.5 -0.135 0.176 0.799 0.091 0.015 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.6 -0.043 -0.083 0.642 -0.019 -0.127 Reflect 0.076 <0.001 Valid AI.8 0.155 -0.101 0.722 -0.203 0.106 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.1 -0.168 0.162 0.089 0.833 -0.046 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.2 -0.109 -0.016 -0.083 0.783 0.003 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.3 0.111 -0.062 -0.060 0.880 0.047 Reflect 0.076 <0.001 Valid MI.4 0.152 -0.081 0.053 0.840 -0.007 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.1 -0.043 0.078 0.049 0.088 0.797 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.2 0.056 -0.007 -0.001 0.043 0.877 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.3 0.001 -0.041 -0.048 -0.010 0.923 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.4 -0.052 -0.018 0.031 0.007 0.902 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.5 0.030 -0.037 0.040 -0.051 0.895 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.6 0.030 0.005 0.040 -0.066 0.904 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.7 0.037 -0.035 -0.066 -0.007 0.803 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.8 -0.116 0.100 0.007 -0.051 0.881 Reflect 0.076 <0.001 Valid KA.9 0.064 -0.043 -0.059 0.063 0.782 Reflect 0.076 <0.001 Valid
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa masing -masing indikator memiliki cross loading (terhadap dimensi atau variabel yang diukur) yang lebih besar daripada nilai cross loading terdapat dimensi atau variabel lainnya, sehingga indikator tersebut dikatakan valid. Nilai cross loading dari masing-masing indikator SIA.1, SIA.2, SIA.3, SIA.4, SIA.5, SIA.6 yang merupakan indikator dari variabel SIA memiliki nilai cross loading sebesar 0.758; 0.757; 0.681; 0.787; 0.738 dan 0.708. Untuk indikator EPI.1
EPI.3, EPI.5, EPI.16, EPI.17, EPI.18, EPI.19, EPI.20, EPI.21, EPI.24 dan EPI.25 yang merupakan indikator dari variabel EPI memiliki nilai cross loading sebesar 0.941; 0.941; 0.941; 0.644; 0.648; 0.941; 0.673; 0.630; 0.631; 0.611 dan 0.607. Selanjutnya yaitu indikator AI.2, AI.3, AI.4, AI.5, AI.6 dan AI.8 yang merupakan indikator dari variabel AI memiliki nilai cross loading sebesar 0.793; 0.841; 0.704; 0.799; 0.642 dan 0.722. Selanjutnya adalah indikator MI.1; MI.2; MI.3 dan MI.4 yang merupakan indikator dari variabel MI memiliki nilai cross loading sebesar 0.833; 0.783; 0.880 dan 0.840. Untuk indikator yang terakhir adalah indikator KA.1, KA.2, KA.3, KA.4, KA.5, KA.6, KA.7, KA.8 dan KA.9 4 yang merupakan indikator dari variabel KA memiliki nilai cross loading sebesar 0.797; 0.877; 0.923; 0.902; 0.895; 0.904; 0.803; 0.881 dan 0.782.
Uji Reliabilitas ( Composite Reliability )
Hasil uji ditunjukkan pada Tabel berikut ini:
Tabel 4.3
## Nilai Composite Reliability
Variabel Composite Reliability SIA 0.833 EPI 0.922 AI 0.845 MI 0.854 KA 0.957
Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai nilai composite reliability lebih dari 0,70. Hal ini berarti bahwa secara keseluruhan hasil outer model konstruk reflektif sudah memenuhi syarat atau reliabel.
## Analisis Pengujian Inner Model
Hasil uji ditunjukkan padaTabel berikut:
Tabel 4.4 Nilai R-Squared (R 2 ) R-square R-Square adjusted KA 0,226 0,194
Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa nilai R-square sebesar 0,226. Hal ini berarti bahwa variabel KA dapat dijelaskan oleh variabel SIA, EPI, AI dan MI sebagai variabel independen 0,226 atau 22,6% sedangkan 77,4% sisanya dijelasan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 4.5 Nilai Q-Squared Variabel Q-square Coefficients KA 0.243
Tabel 4.17 menunjukkan bahwa nilai Predictive Relevance (Q2) sebesar 0,243.
Hal ini berarti model struktural pada penelitian ini mengestimasi paraeter dan menghasilan nilai observasi sebesar 0,243.
## Analisis Uji Hipotesis Penelitian
Hasiluji hipotesis ditunjukkan pada Tabel berikuti:
Tabel 4.6
## Hasil Uji Hipotesis
β P Value Keterangan SIA KA -0,13 0,048 H1 Diterima EPI KA -0,14 0,035 H2 Diterima AI KA 0,20 <0,01 H3 Diterima MI KA -0,25 <0,01 H4 Diterima
Berdasarkan dari hasil analisis uji hipotesis penelitian dapat diperoleh hasil dari variabel sistem informasi akuntansi (X1) menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar -0,13 dengan nilai P-value sebesar 0,048 dan dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi terhadap kecurangan akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan. Hasil uji hipotesis dari variabel efektivitas pengendalian internal (X2) menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar -0,14 dengan nilai P-value sebesar 0,035 dan dapat disimpulkan bahwa efektivitas pengendalian internal terhadap kecurangan akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan. Hasil uji hipotesis dari variabel asimetri informasi (X3) menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar sebesar 0,20 dengan nilai P-value sebesar <0,01 dan dapat disimpulkan bahwa asimetri informasi terhadap kecurangan akuntansi berpengaruh positif secara signifikan. Hasil uji hipotesis
dari variabel moralitas individu (X4) menghasilkan nilai koefisien regresi sebesar -0,25 dengan nilai P-value sebesar <0,01 dan dapat disimpulkan bahwa moralitas individu terhadap kecurangan akuntansi berpengaruh negatif secar signifikan.
## PEMBAHASAN
## Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kecurangan Akuntansi
Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa sistem informasi akuntansi dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang dan H1 diterima. Artinya bahwa apabila semakin baiknya penerapan sistem informasi akuntansi pada perusahaan akan semakin menurunkan tingkat kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Muhammad & Ridwan (2017) dan Ranti Melasari & Sukesi (2021) menunjukkan hasil bahwa sistem informasi akuntansi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecurangan akuntansi. dimana penelitian ini berbeda dengan Sunaryo dkk.(2019). Sunaryo dkk. (2019) berpendapat bahwa dengan adanya penerapan sistem informasi akuntansi tidak menurunkan tingkat kecurangan akuntansi karena semakin user berkompeten dalam menggunakan sistem informasi akuntansi akan memudahkan untuk dilakukannya manipulasi data, tetapi berbeda dengan penelitian Ranti Melasari & Sukesi (2021) yang menyatakan jika semakin karyawan berkompeten akan membangun strategi untuk mempebaiki sistem yang kurang baik dan meminimalisir adanya kecurangan akuntansi. Sistem informasi akuntansi dapat mempermudah pekerjaan bagi penggunanya serta dapat dilakukannya pengawasan atau otorisasi oleh pimpinan di setiap kegiatan bisnis berlangsung sehingga dapat mengurangi adanya tingkat kecurangan akuntansi dan dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini sistem informasi akuntansi berpengaruh negatif secara signifikan.
## Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kecurangan Akuntansi
Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa efektivitas pengendalian internal dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang dan H2 diterima. Hal ini memiki arti bahwa semakin baiknya pengendalian internal yang diterapkan atau semakin efektivitas dapat menurunkan tingkat kecurangan akuntansi. Penerapan pengendalian internal yang efektif terdapat penguatan terhadap aktivitas pengawasan yang bersifat berkelanjutan atau berkala oleh pimpinan dan dapat
disimpulkan bahwa pada penelitian ini efektivitas pengendalian internal berpengaruh negatif secara signifikan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fernandhytia & Muslichah (2020), Muhammad & Ridwan (2017), Yadnya dkk. (2017), Udayani & Sari (2017) dan Lestari & Supadmi (2017) bahwa efektivitas pengendalian internal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecurangan akuntansi.
## Pengaruh Asimetri Informasi Terhadap Kecurangan Akuntansi
Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa asimetri informasi dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi dan H3 diterima. Hal ini memiliki arti bahwa semakin maraknya penyebaran informasi yang tidak secara merata akan meningkatkan kesempatan munculnya tindakan kecurangan, dimana pihak yang lebih mengetahui memanfaatkan peluang tersebut untuk melakukan kecurangan. Pihak yang lain mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan pihak luar dapat dilakukannya tindakan kecurangan karena terdapat kesempatan yang muncul, dimana kesempatan salah satu bagian dari teori fraud pentagon yang dapat mendorong karyawan atau pimpinan untuk melakukan suatu kecurangan seperti memanipulasi laporan keuangan dan dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini asimetri informasi berpengaruh positif secara signifikan terhadap kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nazarah & Saleh (2021), Fernando & Sitorus (2020) dan Muna & Harris (2018) bahwa asimetri informasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecurangan akuntansi.
## Pengaruh Moralitas Individu Terhadap Kecurangan Akuntansi
Hasil uji penelitian ini menunjukkan bahwa moralitas individu dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang dan H4 diterima. Hal ini memiliki arti bahawa semakin tingginya moralitas individu dapat menurunkan adanya tingkat kecurangan akuntansi. Hal tersebut sesuai dengan teori tahap perkembangan moral Kohlberg (1971), dimana individu yang memiliki tingkat moral yang rendah akan cenderung melakukan tindakan kecurangan atau mudah tergiur dengan keuntungan tetapi dengan melakukan kecurangan akuntansi agar memperkaya dirinya sendiri dan dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini moralitas individu berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kecurangan akuntansi. Hasil penelitian
ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Udayani & Sari (2017), Ameilia & Rahmawati (2020) dan Fernandhytia & Muslichah (2020) bahwa moralitas individu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kecurangan akuntansi.
## Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan, analisis dan pengujian terhadap data primer yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi akuntansi, dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang. Di dalam sistem informasi akuntansi terdapat unsur pengendalian internal yang dapat menurunkan tingkat kecurangan akuntansi. Efektivitas pengendalian internal, dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang. Penerapan pengendalian internal yang semakin baik akan menurunkan tingkat kecurangan akuntansi dikarenakan adanya peran pimpinan yang melakukan pengawasan terhadap kinerja karyawan sehingga menurunkan adanya tingkat kecurangan akuntansi.
Asimetri informasi dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi. Dengan adanya asimetri informasi dapat meningkatkan kecurangan akuntansi karena terdapat penyebaran informasi yang tidak merata antara principal dan agent. Moralitas individu dapat memberikan kontribusi terhadap kecurangan akuntansi, namun bertolak belakang. Hal ini disebabkan dengan adanya moral yang semakin tinggi dimiliki oleh individu akan meminimalisir tingkat kecurangan akuntansi karena individu yang memiliki tingkat tahapan moral yang tinggi akan memikirkan lingkungan sekitarnya dan tidak ingin merugikan orang lain.
## Daftar Pustaka
ACFE. (2016). Report to The Nations on Occupational Fraud and Abuse: Global Fraud Study .
Agustina, R., Pertiwi, D. A., Zutiasari, I., & Ardiana, M. (2019). Student Perceptions Offraud And Whistleblowing Based On Gender. Journal of Accounting and Strategic Finance , 2 , 183–192. Albrecht, S. W., Albrecht, C. O., Albrecht, C. C., & Zimbelman, M. F. (2012). Fraud Examination Fourth Edition . South-Western Cengage Learning.
Ameilia, S. R. C., & Rahmawati, T. (2020). Pengaruh Moralitas Individu, Efektivitas Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecurangan Akuntansi. Jurnal Riset Keuangan Dan Akuntansi , 7 (2),
44–56.
Bertens, K. (1993). Etika K. Bertens: Vol. Vol. 21 . Gramedia Pustaka Utama.
Dewi, M. H. H. (2019). ANALISA DAMPAK GLOBALISASI TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL. Jurnal Ekonomia , 9(1) . Fernandhytia, F., & Muslichah, M. (2020). The effect of internal control, individual morality and ethical value on accounting fraud tendency. Media Ekonomi Dan Manajemen , 35(1) , 112–127.
Fernando, D., & Sitorus, T. (2020). Internal Audit, Kualitas Pengendalian, Asimetri Informasi, Perilaku Disfungsional Staff Accounting Dan Pengaruhnya Terhadap Kecurangan Akuntansi. Journal of Business & Applied Management , 13.2 , 147– 205. Heriani, F. N. (2019). Skandal Laporan Keuangan, OJK Jatuhkan Sanksi untuk Garuda Indonesia . Hukumonline.Com. https://www.hukumonline.com/berita/a/skandal- laporan-keuangan--ojk-jatuhkan-sanksi-untuk-garuda-indonesia- lt5d15c0894f05e
Howarth, C. (2011). Representations, Identity and Resistance in Communication. In The Social Psychology of Communication , Palgrave Macmillan , London , 153– 168.
Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics , 3 (4) , 305–360.
Lestari, N. K. L., & Supadmi, N. L. (2017). Pengaruh Pengendalian Internal, Integritas Dan Asimetri Informasi Pada Kecurangan Akuntansi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana , 21.1 , 389–417.
Melasari, R., & Sukesi, S. (2021). Pengaruh Kesesuaian Kompensasi, Sistem Informasi Akuntansi Dan Keefektifan Pengendalian Internal Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Pada Perbankan Di Tembilahan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan , 10 (2), 26–38.
Muhammad, R., & Ridwan. (2017). Pengaruh Kesesuaian Kompensasi, Penerapan Sistem Informasi Akuntansi, Dan Efektivitas Pengendalian Internal Terhadap Kecurangan Akuntansi Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat (Bpr) Di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) , 2 , 136– 145.
Muna, B. N., & Harris, L. (2018). Pengaruh Pengendalian Internal Dan Asimetri Informasi Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal Akuntansi, Ekonomi Dan Manajemen Bisnis , 6(1) , 35–44.
Nazarah, P., & Saleh, M. (2021). Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal, Asimetri Informasi Dan Ketaatan Aturan Akuntansi Terhadap Kecurangan Akuntansi. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi (JIMEKA) , 6 , 20–30. Putri, V. K. M. (2021). Contoh Globalisasi di Berbagai Bidang . Kompas.Com. https://www.kompas.com/skola/read/2021/09/07/120400569/contoh-globalisasi- di-berbagai-bidang
Romney, M. B., & Steinbart, P. J. (2017). Sistem Informasi Akuntansi (edisi 13). Salemba Empat.
Sandi, F. (2020). Erick Thohir Akhirnya Ungkap Modus BUMN Vermak Lapkeu . Cnbcindonesia.Com. https://www.cnbcindonesia.com/market/20200111122513- 17-129350/erick-thohir-akhirnya-ungkap-modus-bumn-vermak-lapkeu-duh Scoot, W. R. (2009). Financial Accounting Theory Fifth Edition . Pearson Prentice Hall.
Tuanakotta, T. M. (2019). Audit Internal Berbasis Risiko . Salemba Empat.
Udayani, A. A. K. F., & Sari, M. M. R. (2017). Pengaruh Pengendalian Internal Dan Moralitas Individu Pada Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana , 18.3 , 1774–1799. Wolfe, D. T., & Hermanson, D. R. (2004). The fraud diamond: Considering the four elements of fraud .
|
2358fd93-9560-40a9-a685-adea58061415 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jhs/article/download/3892/3152 |
## Legal Study of Users of Prostitution Services Online According to Indonesian Legislation
Kajian Hukum Terhadap Pengguna Jasa Prostitusi Secara Online Menurut Peraturan Perundangan Indonesia
Rolinka Maryonza 1) ; M. Arafat Hermana 2) ; Ana Tasia Pase 3)
1) Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Dehasen Bengkulu Email: 1) [email protected] ; 2) [email protected]
## ARTICLE HISTORY
Received [25 Maret 2023] Revised [11 April 2023] Accepted [26 April 2023]
## ABSTRAK
Internet kini tidak lagi sekedar kebutuhan, tetapi juga telah menjadi gayahidup masyarakat. Internet tidak hanya memiliki sisi positif, seperti adanya Email, Facebook, E-Learning, E- Banking dan E-Goverment, dunia maya juga berdampak negatif dengan berkembangnya cybercrime, termasuk dibidang kesusilaan, seperti cyberporn, cyber prostitution, sex online dan cybersex. Prostitusi bukan hanya berdampak pada mereka yang melakukannya yaitu perlaku dan pemakai jasanya akan tetapi juga berimbas kepada masyarakat luas. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui pengaturan hukum dan kajian hukum terhadap pengguna jasa prostitusi online menurut peraturan Perundangan. Metode Penelitian yang gunakan di dallam penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan Perundangan dan seterusnya. Selanjutnya, hasil penelitian dan pembahasan, yaitu pengaturan dan kajian hukum adalah Hukum positif yang mengatur mengenai prostitusi online yaitu KUHP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pemidanaan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut diatas menjelaskan mengenai pemidanaan terhadap penyedia layanan saja. Undang-Undang tersebut tidak mengaturketentuan pemidanaan bagi pengguna jasa dalam tindak pidana prostitusi online.
## ABSTRACT
The internet is no longer just a necessity, but has also become a way of life for the people. The internet does not only have a positive side, such as Email, Facebook, E-Learning, E-Banking and E-Government, cyberspace also has a negative impact with the development of cybercrime, including in the field of decency, such as cyberporn, cyber prostitution, online sex and cybersex. Prostitution not only has an impact on those who do it, namely the behavior and service users, but also has an impact on the wider community. The purpose of this research is to find out the legal arrangements and legal studies on users of online prostitution services according to statutory regulations. The research method used in this research is normative research with a statutory approach and so on. Furthermore, the results of research and discussion, namely regulation and legal review are positive laws that regulate online prostitution, namely the Criminal Code, Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and Law Number 44 of 2008 concerning Pornography. The punishment regulated in the above law explains only the punishment for service providers. The law does not regulate criminal provisions for service users in online prostitution crimes.
## KEYWORDS
Prostitution, Criminals, Users
This is an open access article under the CC –BY-SA license
## PENDAHULUAN
Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah: overtredingen atau pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.
Sedangkan menurut Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara.Van Bammelen dalam Abdul Wahid dan Mohammad Labib mengatakan bahwa :Kejahatan adalah tiap perbuatan yang bersifat tidak susila, melanggar norma, mengacaukan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangandalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat berhak untuk mencela, mereaksi, atau mengatakan penolakannya atas perbuatan itu. Masyarakat berhak membenci segala tindak kejahatan, karena di dalam kejahatan bukan hanya mengandung perbuatan melanggar hukum, tetapi juga melanggar hak-hak sosial, ekonomi dan lain sebagainya.
Kejahatan terus berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia, dengan kualitas dan kuantitasnya kompleks dengan variasi modusoperandinya
Mengingat kejahatan itu setua usia kehidupan manusia, maka tingkat dan ragam kejahatan juga mengikuti realitas perkembangan kehidupan manusia. Kecenderungannya terbukti, bahwa semakin maju dan modern kehidupan masyarakat, maka semakin maju dan modern pula jenis dan modus operandi
kejahatan yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini seolah-olah membenarkan suatu adagium, bahwa “di mana ada masyarakat, di situ ada kejahatan”. Kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini berdampak pada perubahan sosial, ekonomi dan budaya yang menuju pada pembentukan masyarakat modern. Dampak adanya teknologi dibidang informasi dan komunikasi dipastikan dapat merubah suatu Negara menjadi maju apabila Negara tersebut dapat mengolah, memanfaatkan media tersebut secara bijak dan bertanggung jawab. Tetapi apa yang akan terjadi apabila sebuah Negara yang memiliki media ini tidak dapat memanfaatkan dan mengolahnya dengan bijak dan bertanggung jawab. Maka perkembangan tersebut bak pisau bermata dua, perkembangan media interaksi berbasis internet juga memiliki sisi negatif apabila Negara tersebut tidak dapat mengolah dan memanfaatkannya dengan baik.Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional. Globalisasi teknologi informatika, dan informasi komputer telah mempersempit wilayah dunia dan memperpendek jarak komunikasi, disamping memperpadat mobilisasi orang dan barang.
Pada perkembangannya, dengan ditemukannya komputer sebagai produk ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadilah konvergensi antara teknologi telekomunikasi, media dan komputer. Konvergensi antara teknologi komunikasi, media dan komputer menghasilkan sarana baru yang disebut dengan internet. Internet telah memberikan sesuatu yang sama sekali baru pada umat manusia.
Dengan internet manusia dapat melakukan aktivitas layaknya di dunia nyata. Manusia dapat melakukan berbagai aktivitas di sana seperti ngobrol, kongkow-kongkow, transaksi bisnis dan lain sebagainya. Internet seakan membentuk suatu realitas baru yang menjadikannya realitas kehidupan manusia secara dikotomis menjadi real life (kehidupan nyata) dan virtual life (kehidupan maya). Internet kini tidak lagi sekedar kebutuhan, tetapi juga telah menjadi gaya hidup masyarakat. Internet tidak hanya memiliki sisi positif, seperti adanya Email, Facebook, E-Learning, E-Banking dan E-Goverment, dunia maya juga berdampak negatif dengan berkembangnya cybercrime, termasuk dibidang kesusilaan, seperti cyberporn, cyber prostitution, sex online dan cybersex.
Pengaruh negatif dari perkembangan ini adalah munculnya cybercrime atau kejahatan komputer yang berdampak pula pada hukum nasional yang telah ada, sehingga dirasa diperlukannya penyesuaian hukum yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan tesebut. Di Indonesia, tingkat penyalahgunaan jaringan internet juga tinggi hal ini dapat dilihat dari peneberitaan surat kabar Kompas yang berjudul Cyber Media Pada tanggal 19/3/2002 menulis bahwa berdasarkan AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dalam tindak kejahatan di internet.11Cybercrime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Cybercrime merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yangmempunyai dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.Masalah prostitusi adalah masalah yang rumit, banyak hal yang berhubungan disana oleh karena itu masalah ini sangat perlu perhatian khusus oleh masyarakat. Prostitusi, sebuah bisnis yang identik dengan dunia hitam ini merupakan salah satu bisnis yang mendatangkan uang dengan sangat cepat. Tidak perlu modal banyak, hanya beberapa tubuh yang secara profesional bersedia untuk dibisniskan. Karena itulah sampai kapanpun bisnis ini tidak akan menemui masa masa sulit. Prostitusi bukan hanya berdampak pada mereka yang melakukannya yaitu perlaku dan pemakai jasanya akan tetapi juga berimbas kepada masyarakat luas, prostitusi atau pelacuran bahkan membahayakan bagi kehidupan rumah tangga yang terjalin sampai bisa menimbulkan tindak pidana kejahatan dan lain sebagainya. Agama sebagai salah satu pedoman dalam hidup sama sekali tidak dihiraukan oleh mereka yang terlibat di dalam praktek prostitusi ini dan benar-benar merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama. Pelacuran bukan hanya sebuah gejala individu akan tetapi sesudah menjadi gejala sosial dari penyimpangan seksualitas yang normal dan juga agama.
Masyarakat biasanya mengetahui prostitusi ini dilakukan di sebuah daerah atau tempat, baik itu di pinggir jalan, pinggir rel, lokalisasi ataupun tempat lainnya dengan cara pelaku menjajakan dirinya dan menunggu pelanggan pengguna jasanya datang. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini serta pengaruh globalisasi cara-cara yang dilakukan dalam bertransaksi sudah bermacam-macam, tidak lagi dengan saling bertemu di tempat-tempat yang biasa menjajakan diri. Menggunakan media internet adalah salah satunya. Media ini memang lebih aman jika dibandingkan dengan langsung menjajakan di pinggir jalan ataupun tempat lokalisasi. Dengan adanya media ini seseorang bisa lebih leluasa dalam bertransaksi, tidak harus saling bertemu langsung antara seorang pelaku prostitusi dengan orang yang ingin memakai jasanya. Pelanggaran kesusilaan termasuk di dalamnya cyberporn dan prostitusi dengan menggunakan sarana elektronik atau internet.
Dalam hal ini cyberporn berasal dari kata cyber dan porn. Cyber lebih erat hubungannya terhadap media baru atau online yang menggunakan jaringan internet untuk penggunaannya. Sedangkan porn atau Pornografi, katanya (dari bahasa Yunani pornographia secara harafiah tulisan tentang atau gambar
tentang pelacur,kadang kala juga disingkat menjadi penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia secara terbuka (eksplisit) dengan tujuan membangkitkan birahi (gairah seksual).
Prostitusi merupakan masalah yang tidak hanya melibatkan pelacurnya saja, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan suatu kegiatan yang melibatkanbanyak orang seperti germo, para calo, serta pengguna jasa yang sebagian besar pelakunya merupakan laki-laki yang sering luput dari perhatian aparat penegak hukum. Dalam ketentuan hukum positif yang ada di Indonesia hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinyalarangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo, para calo, dan pelacur sedangkan pengguna jasa seks komersial sendiri sama sekali tidak ada pasal yang mengaturnya. Dalam pelaksanaannya, penanggulangan prostitusi lebih banyak dilakukan dengan menertibkan dan menangkap perempuan pelacur yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sedangkan laki-laki para pelanggan atau pengguna jasa seks komersialnya jarang dan bahkan tidak pernah ditangkapatau luput dari perhatian aparat penegak hukum. Cara penertiban seperti ini menunjukkan adanya ketidakadilan gender, karena terdapat diskriminasi terhadap perempuan. Adanya ketidakadilan gender dapat menyebabkan sulitnya penanggulangan prostitusi, karena pelacur merupakan paradigma interaksi antara perempuan dan laki-laki diluar perkawinan. Dalam interaksi tersebut perempuan diibaratkan sebagai pihak yang disewa, sedangkan laki-laki (pengguna jasa) sebagai pihak penyewa.
Penanggulangan prostitusi hanya pelacurnya saja selaku pihak yang disewa dikenakan sanksi sedangkan pihak yang menyewa tanpa diberi sanksi. Secara normatif diskriminasi terhadap perempuan telah dihapuskan berdasarkan Konvensi Wanita (CEDAW) yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Namun dalam kenyataanya masih tampak adanya nilai- nilai budaya masyarakat yang bersifat diskriminatif. Hal tersebut dapat menghambat terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam penegakkan hukum terkait dengan penanggulangan prostitusi. Padahal jika merujuk pada hukum ekonomi, orang akan menyediakan jasa/barang dikarenakan adanya permintaan. Dengan demikian, pelacur muncul karena ada yg membutuhkan. Seharusnya jika ada istilah Wanita Tuna Susila (WTS) sebagai penjual layanan seks komersial harusnya juga ada istilah Pria Tuna Susila (PTS) sebagai pengguna jasa layanan seks komersial sebagai padanan yang tepat, sehingga dengan demikian baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam prostitusi mempunyai kedudukan yang sama untuk disalahkan, termasuk diberi label yang sama sebagai suatu perbuatan yang tidak bermoral.
Di Indonesia pemerintah tidak secara tegas melarang adanya praktek- praktek prostitusi. Dikatakan tidak tegas karena pengaturan mengenai tindak pidana prostitusi online tidak adanya mengatur ketentuan tentang hukuman bagi pengguna jasa seks komersial. Sehingga mereka yang menggunakan jasa pekerja seks komersialpun dapat dengan leluasa tanpa takut terjerat sanksihukum pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ketentuan yang berhubungan dengan masalah prostitusi sangat sedikit dan sederhana, yaitu Pasal 290, Pasal 297 dan Pasal 506 KUHP. Ketentuan ini tidak dapat digunakan terhadap pengguna jasa prostitusi itu secara tegas, karena ketentuan ini hanya berlaku terhadap pelaku dan pengguna yang telah menikah, penyedia fasilitas dan penerima keuntungan atau yang disebut mucikari atau germo.
## LANDASAN TEORI
## Tindak Pidana
Pengertian tindak pidana tergantung kepada cara seseorang memahami terhadap pidana itu sendiri. Sehingga mengenai pengertian tindak pidana ini terdapat banyak pendapat.
Istilah tindak pidana berasal dari istilah Pidana Belanda yaitu strafbaar feit30. Istilah ini merupakan istilah resmi dalam Wet boek van strafrecht atau Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih berlaku di Indonesia. Di samping itu dikenal juga istilah delict yang berasal dari bahasa latin, yakni delictum, dalam bahasa Jerman disebut delict, dan dalam bahasa Perancis disebut delit, dan dalam bahasa Belanda disebut delict. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delict diberi batasan sebagai berikut, “perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang- Undang tindak pidana”.
Para ahli memiliki pandangan sendiri terhadap pengertian strafbaar feit, yaitu : 1. Simons merumuskan bahwa “Een Strafbaar feit” adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang, bertentangan dengan hukum (onrehtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. Kemudian beliau membaginya dalam dua golongan unsur yaitu : unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang / diharuskan, akibat dari keadaan/ masalah tertentu, dan unsur subjektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekeings-vatbaar) dari petindak.
2. Perumusan Van hammel V an Hammel merumuskan “Strafbaar Feit” itu sama dengan yang dirumuskan oleh Simmons, hanya ditambahkannya denggan kalimat „tindakan mana bersifat dapat dipidana”.
3. Pompe merumuskan : “Strafbaar Feit” adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum ), terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban
hukum dan
menjamin kesehjahteraan umum. Menurut A. Chazawi bahwa istilah yang pernah digunakan baik dalam Perundang-Undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari istilah Strafbaar Feit adalah:
1. Tindak pidana dapat dikatakan berupa istilah resmi dalam Perundang- Undangan pidana kita. Hampir seluruh peraturan Perundang-Undangan menggunakan istilah tindak pidana.
2. Peristiwa pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum.
3. Delik, yang sebenarnya berasal dari “delictum” juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaarfeit.
4. Perbuatan yang boleh dihukum, digunakan oleh MR. Karni dalam bukunya ringkasan tentang hukum pidana.
5. Perbuatan yang dapat dihukum digunakan oleh pembentuk Undang- Undang No. 12/Drt/1951 tentang Senjata api.
6. Perbuatan pidana digunakan oleh Mr. Moeljatno dalam berbagai tulisannya. Moeljatno lebih memilih kata-kata perbuatan pidana daripada tindakpidana :
Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.
## Tinjauan tentang Prostitusi Online
Prostitusi atau juga bisa disebut pelacuran berasal dari bahasa Latin yaitu pro- situare yang berarti membiarkan diri berbuat zina, melakukan perbuatan persundalan, pencabulan, pergendakan. Dalam bahasa Inggris prostitusi disebut prostitution yang artinya tidak jauh beda dengan bahasa latin yaitu pelacuran, persundalan atau ketunasusilaan. Orang yang melakukan perbuatan prostitusi disebut pelacur yang dikenal juga dengan WTS atau Wanita Tuna Susila.Pelacuran dalam kamus Bahasa Indonesia dijelaskan berasal dari kata lacur yang bearti malang, celaka, sial, gagal, atau buruk laku. Pelacur adalah perempuan yang melacur, sundal, wanita tuna susila. Pelacuran adalah perihal menjual diri sebagai pelacur, penyundalan. Menurut William Benton dalam Encyclopedia Britanica, pelacuran dijelaskan sebagai praktek hubungan seksual yang dilakukan sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja (promiskuitas)40 untuk imbalan berupa uang.
Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan- perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Prostitusi merupakan penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.Sejalan dengan itu pula Commenge mengatakan prostitusi atau prostitusi itu adalah :“Suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukannya untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang, dan wanita tersebut tidak ada pencarian nafkah lainnya kecuali yang diperolehnya dari perhubungan sebentar-sebentar dengan orang banyak”.
Paul Moedikno mengatakan “Prostitusi adalah penyerahan badan dengan menerima bayaran, kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksual orang- orang itu”.Umumnya para pelacur itu hanya mencari nafkah dengan menjual jasa, mereka lalu disebut pendosa para pembeli dan pengguna jasa. Kerancuan menyangkutpautkan pelacur seksualitas dan hukum positif. Kemiskinan/pemiskin seksualitas dalam prostitusi yang sepenuhnya bersifat pribadi bagi konsumen dan menjadi barang komoditi bagi pelacur bukan fondasi yang kuat bagi pengurangan hak-hak pelacur apalagi mendiskriminasikannya.
Selanjutnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia yang berlaku saat ini mengenai istilah pelacur ini tidak diatur secara jelas, hanya mengenai mereka yang mencari keuntungan dari orang lain yang menjalankan dirinya sebagai pemuas nafsu laki-laki dengan upah, dikenal dengan istilah Germo dan diatur dalam pasal 297 KUHP yang berbunyi : “Perdagangan Wanita dan Laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana p enjara paling lama enam tahun”.Dengan demikian yang diancam hukuman bukan pelakunya tetapi pelaku yang memperdagangkan perempuan menjadi pelacur itulah yang dapat diancam hukuman.Demikianlah beberapa perumusan tentang prostitusi diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan prostitusi, prostitusi, penjaja seks, pekerja seks komersial atau persundalan adalah peristiwa penyerahan tubuh oleh wanita kepada banyak laki-laki (lebih dari satu) dengan imbalan pembayaran guna disetubuhi dan sebagai pemuas nafsu seks si pembayar, yang dilakukan diluar pernikahan. Atau dengan kata lain, adalah wanita yang melakukan
hubungan seksual dengan banyak laki-laki diluar pernikahan, dan sang wanita memperoleh imbalan uang ataupun materi lainnya.
Prostitusi Online berasal dari dua kata yang masing-masing dapat berdiri sendiri yakni prostitusi dan online. Prostitusi adalah istilah yang sama dengan prostitusi. Prostitusi menurut Soerjono Soekanto dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapat upah.
Kata terakhir dari istilah prostitusi online menggambarkan tempat dimana aktivitas ini dilakukan. Online merupakan istilah yang digunakan orang untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan internet atau dunia maya. Dengan demikian prostitusi online adalah kegiatan menawarkanjasa pelayanan seksual melalui dunia maya.
Kembali kepada pembahasan mengenai prostitusi online yang pengertiannya masih belum jelas, oleh karena itu perlu ada pemetaan kata. Prostitusi online terbagi menjadi dua kata yaitu prostitusi yang pengertiannya sudah dibahas diatas dan kata online di Bahasa Indonesia kan mengandung arti terhubung. Sebenarnya dua kata tersebut sulit diartikan kedalam satu pengertian. Pembahasan mengenai prostitusi online ini membahasa mengenai praktek prostitusi atau pelacuran dengan menggunakan media internet atau online sebagai sarana transaksi bagi mereka psk dan yang ingin menggunakan jasanya. Walaupun jika ingin kita perdalam maknanya maka pengertian dari prostitusi online adalah transaksi pelacuran yang menggunakan media internet sebagai sarana penghubung antara psk dengan yang ingin menggunakan jasanya. Jadi internet hanya sebagai sarana penunjang atau penghubung saja. Tidak seperti pada umumnya transaksi psk yang mengunggu pelanggannya dipinggir- pinggir jalan. Semua definisi-definisi yang disebutkan memiliki masalahnya sendiri karena didefinisikan dari masyarakat yang berbeda yang pada dasarnya memiliki standar sosial dan moral yang berbeda- beda tentang prostitusi atau pelacuran itu.
Selanjutnya, pembahasan mengenai prostitusi online ini membahas mengenai praktek prostitusi atau prostitusi dengan menggunakan media internet atau online sebagai sarana transaksi bagi mereka pekerja seks komersial dan yang ingin menggunakan jasanya.Membahas tentang prostitusi memang tidak ada habisnya, merekapekerja prostitusi semakin canggih dan modern dalam melakukan pekerjaan. Pekerja prostitusi tidak mau ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi yang ada.Media internet di Indonesia memang bukan sesuatu hal yang baru, semakin hari pengguna internet di Indonesia bertambah jumlahnya, begitu pula dengan tarifnya yang semakin murah, merambah dari kota hingga ke pelosok-pelosok desa dan dapat diakses dari macam media.
Intenet dapat digunakan untuk hal-hal yang sangat bermanfaat seperti mencari informasi ilmiah, berita terbaru dan banyak hal lainnya, akan tetapi dapat juga digunakan untuk hal-hal negatif dan merugikan orang lain, seperti pencurian kartu kredit, membajak atau merusak website orang lain dan termasuk untuk kegiatan prostitusi. Praktek prostitusi dengan menggunakan internet ini pun terbilang masih baru, seiring dengan perkembangan internet di Indonesia itu sendiri.Pekerja prostitusi biasa menggunakan internet untuk memperlancar aksinya dan akan merasa lebih aman dari razia petugas, karena biasanya mereka menjajakan dipingir-pinggir jalan raya.
## METODE PENELITIAN
## Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah normatif, karena materi yang dibahas mengutamakan tinjauan dari segi peraturan-peraturan yang berhubungan judul di atas.
## Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam melakukan pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan penelusuran dokumen baik secara on-line dan/atau off-line. Penelusuran secara on-line dilakukan dengan membuka (browsing) situs internet, berkomunikasi melalui e-mail dan/atau melalui pesan singkat dan/atau melalui jaringan telekomunikasi berupa telepone. Penelusuran secara off-line dilakukan dengan berkunjung untuk membaca dan membuat catatan dari beberapa perpustakaan, toko buku, dan meminjam literatur dengan rekan-rekan. Dengan kata lain,pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode studi dokumen atau “literature study”. Data yang diperlukan sudah tertulis atau diolah oleh orang lain atau suatu lembaga.
## Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan. Analisis bahan hukum yang telah dikumpulkan dilakukan dengan cara interpretasi dan content analysis. Untuk bahan hukum primer, analisis dilakukan dengan cara interpretasi (penafsiran). Penafsiran yang digunakan dalam penelitian, yaitu penafsiran gramatikal (taatkundige interpetatie) dan penafsiran
otentik. Penafsiran gramatikal, yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap peristilahan atau kata-kata, tata kalimat di dalam suatu konteks bahasa yang digunakan pembuat Undang-Undang dalam merumuskan peraturan Perundang-Undangan tertentu. Penafsiran otentik adalah penafsiran terhadap kata, istilah atau pengertian di dalam peraturan Perundang-Undangan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat Undang-Undang sendiri.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia yang menjadi negara berkembang, tidak ketinggalan untuk menikmati kehadiran teknologi ini dan yang paling pesat berkembang adalah internet. Tentu saja dengan harapan untuk mempermudah kehidupan dalam berkegiatan sehari-hari. Sayangnya pemerintah kurang tanggap akan kehadiran teknologi internet ini, akibatnya kehadiran teknologi internet ini banyak yang salah digunakan,
Kehadiran Undang-Undang disebuah negara itu berfungsi untuk mengatur dan untuk melindungi masyarakatnya. Secara filosofis hukum terlahir karena ada masyarakat, dan hukum berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sehingga kehidupan masyarakat dibatasi oleh norma dan aturan hukum yang berlaku baik dalam ruang publik maupun privat. Pada dasarnya Undang-Undang itu lahir sebelum permasalahan timbul, harapannya untuk melindungi masyarakat dari permasalahan yang akan terjadi. Sayangnya, Undang- Undang tidak mampu untuk melihat dan mengetahui permasalahan yang akan terjadi dimasa depan. Perkembangan lingkungan, budaya dan teknologi dapat membuat perubahan atas tata kehidupan masyarakat. Teknologi adalah salah satu aspek yang menyebabkan perubahan terbesar dalam tata kehidupan masyarakat tersebut, semua dapat dipermudah dengan kehadiran teknologi.
Pelanggaran kesusilaan termasuk di dalamnya cyberporn dan prostitusi dengan menggunakan sarana elektronik atau internet merupakan salah satu bentuk dari adanya pengaruh perkembangan teknologi yang memungkinan pelanggaran prostitusi itu dapat dilakukan dengan mudah.
Sejauh ini pemerintah hanya mengatur persolan prostitusi yang ditegaskan dalam hukum pidana hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal seperti tertera pada Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 296, pasal 297 KUHP, pasal 506 KUHP juga melarang perdagangan wanita dan anak-anak di bawah umur. Pasal-pasal tersebut dalam KUHP hanya melarang mereka yang membantu dan menyediakan pelayanan seks secara illegal, artinya larangan hanya diberikan untuk mucikari atau germo. Meskipun demikian hukum pidana tetap merupakan dasar dari peraturan-peraturan dalam industri seks di Indonesia.
Karena larangan pelayanan seksual khususnya terhadap praktek - praktek prostitusi tidak ada dalam hukum negara, maka peraturan dalam industri seks ini cenderung didasarkan pada peraturan - peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah, baik pada tingkat propinsi, kabupaten dan kecamatan, dengan mempertimbangkan reaksi, aksi dan tekanan berbagai organisasi masyarakat yang bersifat mendukung dan menentang prostitusi tersebut.
Penanggulangan prostitusi terhadap masalah substansi hukum yang diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana maupun Peraturan Perundang- undangan khusus yang dibuat untuk menanggulangi prostitusi tidak terlihat diaturnya pihak-pihak pelanggan atau pengguna jasa layanan seks komersial yang dapat dijerat dengan sanksi pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi hanya melarang penyedia layanan, orang yang mendanaiserta pekerja seks komersial sebagai obyek di dalam tindak pidana prostitusi online. Sehingga mereka yang menggunakan jasa pekerja seks komersialpundapat dengan leluasa tanpa takut terjerat sanksi hukum pidana.
Perempuan pelacur dianggap sebagai satu-satunya pemikul tanggung jawab ketika praktek- praktek prostitusi tumbuh subur dan berkembang. Sehinggaini semakin menunjukan ketidakadilan gender bahwa pengguna jasa layanan seks komersial yang sebagian besar adalah laki-laki tidak dapat dikenakan sanksi melalui hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dimana pihak perempuan dianggap sebagai faktor kuat untuk mendorong timbulnya prostitusi karena perempuan selalu dijadikan obyek kekuasaan laki-laki, artinya perempuan dapat diinginkan atau dicampakkan kalau sudah tidak diperlukan lagi.
Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah prostitusi di Indonesia, baik dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampaimenggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut dalam bidang prostitusi tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah prostitusi tidak dapat dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat dari waktu ke waktu. Permasalahan menjadi semakin rumit ketika prostitusi dianggap sebagai komoditas ekonomi yang dapat mendatangkan keuntungan finansial yang sangat menggiurkan bagi para pebisnis. Prostitusitelah diubah dan berubah
menjadi bagian dari bisnis yang dikembangkan terus- menerus sebagai komoditas ekonomi yang paling menguntungkan, mengingat prostitusi merupakan komoditas yang tidak akan habis terpakai.
Saat prostitusi telah dianggap sebagai salah satu komoditas ekonomi (bisnis gelap) yang sangat menguntungkan bagi para pebisnis, maka yang akan terjadi adalah persaingan antara para pemain dalam bisnis prostitusi tersebutuntuk merebut pasar. Apabila persaingan telah mewarnai bisnis prostitusi, yang terjadi adalah usaha setiap pemain bisnis prostitusi dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dari para pesaingnya termasuk didalamnya pelayanan bagi kemudahan dan keamanan melakukan transaksi prostitusi. Kemudian untuk bisnis prostitusi, baik tidaknya pelayanan ditentukan oleh umur yang relatif muda, warna kulit, status, kecantikan dan kebangsaan dari setiap wanita yang ditawarkan dalam bisnis prostitusi tersebut.
Dalam tindak pidana prostitusi online, sebenarnya ada beberapa pihak yang menjadi subyek dalam tindak pidana prostitusi online ini yakni: a. Pengguna jasa
Yang dimaksud pengguna jasa disini adalah orang yang membuka, men- download, mengakses, atau berbagai macam aktifitas lain yang berbau pornografi yang dilakukan menggunakan media website dariinternet.
b. Penyedia tempat layanan
Penyedia layanan yang dimaksudkan disini adalah para pemilikwarnet ataupun orang perorang yang menyediakan tempatnya untukmengakses website-website yang berbau pornografi.
c. Pemilik website prostitusi online
Pemilik website prostitusi online ini yakni orang yang memberikan jasa layanan prostitusi online via website yang dimilikinya kepada para pengguna jasa layanan prostitusi online.
d. Pemilik server
Pemilik server disini yaitu orang yang memberikan tempat bagi pemilik website prostitusi untuk menyimpan data-data mereka agar dapat diakses setiap orang.
Hukum positif yang mengatur mengenai prostitusi online yaitu KUHP, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pemidanaan yang diatur dalam Undang- Undang tersebut diatas menjelaskan mengenai pemidanaan terhadap penyedia layanan saja. Undang-Undang tersebut tidak mengatur ketentuan pemidanaan bagi pengguna jasa dalam tindak pidana prostitusi online.
Hal ini dapat dilihat dari penjelasan dalam pasal-pasal peraturan Perundang- Undangan di bawah, ini :
## Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan umur yang sangat tua, karena memang KUHP ini merupakan peninggalan jajahan Belanda yang kemudian diadopsi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang. Seakan sangat sulit untuk menjerat pelaku prostitusi online, karena memang pada zamannya praktek prostitusi jenis ini belum dikenal. Namun, dari banyaknya pasal dalam KUHP ada beberapa pasal yang menyinggung tentang prostitusi. Seperti pada pasal 506 KUHP yang berisi yaitu: “Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kur ungan paling lama satu tahun.”
Dengan kata “barang siapa” yang berarti maksudnya kepada orang-orang yang menjadi mucikari. Orang yang menjadi perantara antara pekerja seks komersial dan mereka yang menggunakan jasanya. Selain itu pada pasal lainnya, yaitu pasal 296 KUHP yang isinya yakni: “Barang siapa yang pencahariannya dan kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 15.000,- ..”Inti dari kedua pasal itu adalah sama, yaitu hanya menghukum mereka yang yang mencari keuntungan dalam praktek prostitusi ini yakni mucikari. Sedangkan pihak seperti pemilik website, forum atau bahkan pemilik server tidak diatur dalam KUHP.
Lagi-lagi karena alasan KUHP ini terlalu uzur usianya untuk menangani permasalah di dunia modern sekarang. Untuk pekerja seks komersial sendiri, KUHP menyebutkannya sebagas pesenggamaan atas dasar suka sama suka, yang dilakukan oleh seseorang dengan orang yang telah bersuami atau beristri (permukahan, overspel).
Memang ujung dari praktek prostitusi online ada adanya hubungan seks terlarang ini. Menurut Pasal 286 KUHP dan Pasal 419 KUHP, jika permukahan itu terjadi, maka orang yang dapat mengadukan tindak pidana permukahan (perzinahan) adalah hanya suami atau isteri yang tercemar (oleh pelaku permukahan). Menurut Pasal- pasal tersebut, tindak pidana perzinahan atau permukahan adalah merupakan delik aduan, bukan delik biasa.
Oleh karena itu, KUHP sekarang ini memang sudah layaknya direvisi. Karena dengan merevisi KUHP berarti memperkuat dan memperjelas segala tindakan yang bersifat kesusilaan. Menurut
Podgorwcki, sebagaimana dikutip oleh Soedarto, mengatakan, bahwa ada empat prinsip yang harus diperhatikan dalam pembentukan Undang-Undang, yaitu pembentuk Undang-Undang harus: a.Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang keadaan senyatanya. b.Mengetahui sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan keadaan tersebut, dengan cara-cara yang diusulkan dan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai, agar hal ini dapat diperhitungkan dan dapat dihormati.
c.Mempunyai pengetahuan tentang hubungan kausal antara sarana (undang- undang dan misalnya sanksi yang ada di dalamnya) dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
d.Melakukan penelitian tentang efek dari Undang-Undang itu, termasuk efek sampingan yang tidak diharapkan.
Selain itu, tamu yang berkunjung kepada Wanita Tuna Susila belum juga diatur secara tegas dalam kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP). Melihat delik-delik 62 Dikutip oleh Arief Amrullah,Money Laundering: Tindak Pidana Pencucian Uang, (Malang: Bayumedia, 2004), kesusilaan yang diatur dalam kitab Undang-Undang hukum pidana(KUHP), amat sulit diterapkan pada wanita pelacur dan tamu yang datang mengunjunginya. Bila hal tersebut kemudian dapat dikenakan pada mereka, tentunya itu merupakan dalam kasus yang sangat khusus. Kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur dalam kitab Undang- Undang hukum pidana (KUHP) buku II bab XIV, sebagai berikut : a.Pasal 281, diancam dengan hukuman, barang siapa dengan sengaja dan dimuka orang lain yang ada disitu bertentangan kehendaknya, melanggar kesusilaan diancam dengan pidana penjara. hal ini sulit diterapkan pada tamu karena dalam kenyatannya pengguna jasa yang mendatangi para pelacur melakukan hubungan kelamin dengan secara tertutup.
b.Pasal 282, memuat ancaman hukuman, terhadap mereka yang menyiarkan, mempertunjukan kepada umum, memasukan kedalam negeri atau dengan terang-terangan menawarkan tidak atas permintaan orang, tulisan atau gambar yang merusak kesusilaan.
c.Pasal 283, memuat ancaman hukuman, kepada siapa yang memperlihatkan, menyerahkan, menawarkan baik suatu tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesusilaan maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kandungan, kepada orang yang patut atau dapat didugaorang tersebut masih dibawah umur.
d.Sedangkan dalam pasal 284, memuat ancaman hukuman,, kepada laki-laki atau perempuan yang beristri atau bersuami yangmelakukan perzinahan. juga ancaman itu ditunjukan kepada perempuan yang tidak bersuami yang turut melakukan perbuatan itu, sedangkan diketahuinya, bahwa laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan dia sudah beristri. kejahatan yang disebutkan dalam pasal ini, merupakan delik aduan (klacht delict) artinya, penuntutanya hanya dapat dilakukan bila ada pengaduan dari orang yang merasa drugikan baik suami atau istri atau wakilnya yang sah untuk mengadu. pasal ini memberikan kesempatan pula untuk menarik kembali pengaduan tersebut, selama pemeriksaan dalam sidang belum dimulai.
e.Pasal 285, membuat ancaman kepada seseorang yang melakukan perkosaan perempuan yang bukan istrinya. Pasal ini tidak mungkin dapat diterapkan, karena perempuan yang menjadi pelacur tidak pernah merasa terpaksa untuk melakukan hubungan seks dengan laki-laki yang datang karena kebanyakan para pelaku melakukan persetubuhan dilandasi oleh rasa suka sama suka, meskipun ada pemaksaan terhadap pelacur untuk melakukan persetubuhan namun jumlahnya sangat sedikit dan jarang kita ditemui. Sehingga unsur paksaan tersebut dalam pasal yang ada sering terjadi, akan tetapi jika ada wanita yang ditipu untuk menjadi pelacur, maka hal yang sedemikian mungkin akan dapat dikenakan. f.Sedangkan pasal 286, memuat ancaman hukuman, kepada siapa yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan perempuan tersebut dalam keadaan pingsan. g.Pasal 287, memuat ancaman kepada siapa yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan diketahunya atau patut disangka bahwa perempuan tersebut belum patut umur atau belum pantas untuk dikawini, penuntutan dalam pasal ini hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan, kecuali bila umur perempuan tersebut belum mencapai12 tahun, atau menimbulkan luka berat pada si korban.
h.Pasal 288 memuat ancaman hukuman kepada siapa saja yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang diketahui bahwa perempuan itu belum pantas dikawini dan perbuatan itu menimbulkan luka-luka ataupun perbuatan itu mengakibatkan kematian.
i.Pasal 289 memuat ancaman hukuman kepada siapa yang melakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa membiarkan perempuan itu mendapat luka-luka.
j.Pasal 290 memuat ancaman hukuman kepada siapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedangkan diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau patut disangka belum cukup 15 tahun, juga perbuatan pembujuk diancam dalam pasal inidengan hukuman penjara.
k.Pasal 291 menurut ancaman hukuman yang lebih berat lagi bila perbuatan- perbuatan tersebut pada pasal-pasal diatas, mengakibatkan luka-luka berat atau matinya si korban.
l.Pasal 292 memuat ancaman hukuman kepada orang yang sudah sampai umur, yang melakukan perbuatan homo seksual erhadap anak yang belum cukup umur.
Melihat pasal-pasal yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sangatlah susah didapatkan bukti-bukti untuk menindak para tamu atau pengguna jasa yang datang ketempat- tempat prostitusi ataupun yang memesan pekerja seks komersial melalui media online. Penanggulangan prostitusi dikatakan rumit, karena menyangkut sikap mental sehingga penanggulangannya harus secara professional dengan rencana yang matang serta pelaksanaan kegiatan yang terarah, terpadu dan berkesinambungan. Dalam KUHP tidak menjelaskan mengenai prostitusi secara online, tetapi dalam hal ini pengguna jasa prostitusi juga sulit untuk dibuktikan. Bila hal tersebut kemudian dapat dikenakan pada mereka, tentunyaitu merupakan dalam kasus yang sangat khusus seperti yang disebutkan dalam pasal- pasal Kitab Undang- Undang Hukum Pidana.
## Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Indonesia yang menjadi negara berkembang, tidak ketinggalan untuk menikmati kehadiran teknologi ini dan yang paling pesat berkembang adalah internet. Tentu saja dengan harapan untuk mempermudah kehidupan dalam berkegiatan sehari-hari. Sayangnya pemerintah kurang tanggap akan kehadiran teknologi internet ini, akibatnya kehadiran teknologi internet ini banyak yang salah digunakan, contohnya seperti dalam praktek prostitusi melalui jaringan intenet. Baru sejak 2003 pemerintah berinisiatif membuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-Undang ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik yang kemudian diharapkan mampu menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik, mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang berbasis teknologi informasi. Sehingga kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini juga diharapkan mampu memberikan perlindungan maksimal pada seluruh aktifitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi didalam negeri agar terlindungi dengan baik dari potensi kejahatan dan penyalagunaan teknologi.
Semakin berkembangnya teknologi menyebabkan semakin merebaknya bisnis prostitusi karena dapat memanfaatkan sarana internet dalam bertransaksi dan penawaran prostitusi dengan lebih mudah. Walaupun telah diundangkannya Undang-Undang tersebut belum berlaku efektif dalam menjerat dan menanggulangi bisnis prostitusi online secara lebih kompleks, dikatakan belum kompleks karena tidak semua subyek yang ada dalam bisnis prostitusi dapat dikenakan sanksi pidana.
Kehadiran Undang-Undang ITE ini tentu menjadi angin segar untuk masyarakat Indonesia, harapannya adalah mereka dapat terlindungi dari kegiatan- kegiatan yang dilakukan melalui media internet salah satunya adalah praktek prostitusi melalui media ini. Undang-Undang ini berisi tentang peraturan dan sanksi terhadap tindakan kriminal di dunia maya secara pidana. Peristiwa pidana itu adalah rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang- undang atau peraturan Perundangan lainnya, terhadap perbuatan yang mana diadakan tindakan penghukuman.2 Seperti pembahasan di bab yang lalu, prostitusi dengan menggunakan media internet merupakan hal yang baru di Indonesia, bahkan sebelum lahirnya Undang-Undang ITE, praktek prostitusi dengan media internet sudah banyak terjadi, walaupun dengan masih sembunyi- sembunyi. Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakatnya dapat tercela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui dampak buruk perbuatan tersebut dan mengetahui bahwa perbuatan tersebut melanggar ketentraman atau nilai-nilai dalam masyarakat, dan karenanya dapat bahkan harus menghindari perbuatan yang sedemikian itu.
Pengaturan mengenai larangan terhadap prostitusi online secaraa khusus diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dimana dirumuskan mengenai perbuatan yang dilarang yakni : “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memilikimuatan yang melanggar kesusilaan.”
Selanjutnya, dari bunyi dapat dipahami pasal 27 UU ITE, tepatnya pada ayat (1)menyebutkan kata keasusilaan yang maksudnya menyangkut pada hal-hal bersifat kepornoan. Pasal ini tidak menyebutkan hal-hal apa sajakah yang dimaksud keasusilaan tersebut. Sebenarnya ada beberapa pihak yang menjadi subyek dalam kejahatan prostitusi online ini yakni:
1. Pengguna Jasa
Yang dimaksud pengguna jasa disini adalah orang yang membuka, men- download, mengakses, atau berbagai macam aktifitas lain yang berbau pornografi yang dilakukan menggunakan media website dari internet.
2. Penyedia Tempat Layanan Penyedia layanan yang dimaksudkan disini adalah para pemilik warnet ataupun orang perorang yang menyediakan tempatnya untuk mengakses website-website yang berbau pornografi.
3. Pemilik Website Prostitusi Online Pemilik website prostitusi online ini yakni orang yang memberikan jasa layanan prostitusi online via website yang dimilikinya kepada para pengguna jasa layanan prostitusi online.
4. Pemilik Server
Pemilik server disini yaitu orang yang memberikan tempat bagi pemilik website prostitusi untuk menyimpan data-data mereka agar dapat diakses setiap orang.
Sebagaimana, dijelaskan di atas Pada pasal 27 ayat (1) tersebut, menyebutkan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik….”, sehingga yang menjadi subyek hukum yang dituntut pertanggungjawaban pidananya dalam UU ini hanyalah pemilik website prostitusi online, yakni sebagai orang yang mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya situs- situs porno atau prostitusi o nline tersebut. Kemudian yang dimaksud dengan “yang memiliki muatan melanggar kesusilaan” pada pasal tersebut adalah jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Tidak mengandung nilai melainkan hanya mengandung unsur yang membangkitkan nafsu birahi bagi yang melihat, memperhatikan atau pun mendengarnya.
b. Bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Jadi jelaslah bahwa yang dimaksud prostitusi online yang diatur pada UU ITE tersebut adalah situs-situs yang menampilkan atau menyediakan muatan-muatan melanggar kesusilaan yang tujuannya tiada lain hanyalah untuk menghasilkan uang dengan cara menampilkan gambar gadis-gadis pekerja seks komersial, tanpa tujuan lainnya seperti untuk keperluan pendidikan, terapi pengobatan, dan lain sebagainya. Ketentuan mengenai sanksi dalam UU ITE ini termuat, yaitu pada Pasal 45 ayat (1) tentang Ketentuan Pidana: Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal ini mengancam penjatuhan pidana bagi setiap orang yang melakukan beberapa kejahatan, yang salah satunya pasal 27 ayat (1) mengenai prostitusi online dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal 1 miliar.66 rupiah.
Melihat dari penjelasan pasal ini hanya mengatur penyedia jasanya saja, tidak mengatur mengenai pengguna jasa dalam prostitusi online, sehingga Undang-Undang ini tidak dapat menjerat pengguna jasa dalam protitusi online. Sangat disayangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak mengatur secara keseluruhan subyek dalam prostitusi online itu sendiri.
## Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
Globalisasi telah membawa nuansa budaya dan nilai yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Melalui media yang kian terbuka dan terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru dengan lebih mudah dan cepat. Disini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif dan tidak masa bodoh melihat perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu dengan Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pemerintah berupaya untuk mencegah meluasnya pornografi.
Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi ini merupakan undang yang paling cukup menarik perhatian banyak pihak. Terbentuknya Undang- Undang ini yang begitu rumit dikarenakan isi Undang-Undang ini sendiri. Sebenarnya dilihat dari sejarah pembentukkannya, sudah dibahas oleh pemerintah kita semenjak tahun 1997. Tetapi perlu kita ingat, dilihat dari zaman saat itu, aksi pertunjukkan dan penyebaran video serta gambar-gambar dan aksi erotis masih sangatlah kurang.
Dilihat dari namanya saja, kita sudah mengetahui secara sekilas apa yang menjadi bahasan Undang-Undang itu. Mendengar kata pornografi yang terlintas di pikiran kita tentu mengenai hal-hal yang berkonotasi negatif. Undang-Undang ini secara umum mengatur tentang hal-hal yang bersifat kepornoan, jenis-jenis pornografi, pihak-pihak yang terlibat dalam pornografi serta media-media yang digunakan dalam menyebarluaskan pornografi.Mengenai prostitusi online, Undang-Undang ini memang tidak secara langsung menyebutkan kata prostitusi online, namun ternyata dalam undang- undang inilah secara lebih lengkap dan terperinci menjelaskan mengenai praktek prostitusi online di bandingkan dengan Undang- Undang RI NOMOR 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Meningkatnya situs-situs porno di internet, selain disebabkan oleh besarnya keuntungan finansial yang diperoleh, pada dasarnya berlaku pula hukum ekonomi, yaitu ada permintaan maka ada penawaran. Adanya situs- situs porno tersebut kemudian dijadikan ladang bisnis bagi pelaku bisnis prostitusi menjadi lebih strategis dan menjanjikan, karena melalui situs-situs porno tersebut pengguna jasa layanan seks komersial dapat lebih mudah mencari wanita tuna susila yang akan digunakan
jasanya. Topik-topik yang berhubungan dengan masalah seks dan pornografi merupakan topik yang selalu menarik untuk dicari, dilihat bahkan dinikmati. Salah satu situs porno yang dapat dikunjungi oleh pengguna jasa layanan seks komersial adalah www.CeweBisyar.com.49 Situs ini memajang foto-foto wanita Indonesia berpakaian seksi, lengkap dengan tarif yang ditawarkan setiap jamnya. Harganya bervariasi mulai dari 400 ribu hingga 1,5 juta.67Situs porno merupakan bentuk media pornografi yang sangat strategis bagi industri pornografi. Penyebaran pornografi melalui internet akan lebih mudah, lebih murah, sangat cepat dan yang paling penting adalah aman dari razia aparat. Situs porno memiliki cakupan yang luas, dalam arti hampir semua bentuk pornografi ada di dalamnya. Mulai dari tulisan sampai dengan komunikasi interaktif. Dalam sebuah situs porno terdapat berbagai pilihanfitur atau layanan, mulai dari cerita-cerita porno, tips-tips porno, foto-foto porno, suara/audio porno, video porno, komunikasi interaktif baik audio maupun audio visual, bahkan ada juga prostitusi melalui jaringan online.
Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa pornografimerupakan akar permasalahan yang akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial, seperti penyimpangan perilaku, prostitusi, seks bebas, penyakit mematikan dan merosotnya moral generasi penerus bangsa.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi secara umum mengatur tentang hal-hal yang bersifat kepornoan, jenis-jenis pornografi, pihak-pihak yang terlibat dalam pornografi serta media- media yang digunakan dalam menyebarluaskan pornografi.Mengenai prostitusi online, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi memang tidak secara langsung menyebutkan kata prostitusi online, namun dalam Undang-Undang inilah secara lebih lengkap dan terperinci menjelaskan mengenai praktek prostitusi online di bandingkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).Pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi didalam setiap pasal dan ayatnya tidak menyebutkan secara jelas mengenai kata prostitusi sama seperti didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), apalagi secara spesifik menyebut kata prostitusi online yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini.Namun banyak terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan- tindakan yang bersifat pornografi dan merupakan akar dari munculnya tindakan prostitusi melalui jaringan internet. Untuk permasalahan prostitusi online yang banyak melibatkan banyak pihak, Undang-Undang ini lebih tegas dalam menyebukan pihak- pihak tersebut.
Undang-Undang ini memberikan penjelasan mengenai kata pornografi, dipasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi penjelasan tersebut diberikan secara terperinci, yang isinya yakni: ”Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.”
Selanjutnya, dari semua yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, hanya membatasi itu pada hal-hal yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Mengenai permasalahan prostitusi, Undang-Undang ini menyebutkannya dengan kata jasa pornografi yang terdapat pada pasal 1 ayat (2) yang isinya yakni: “Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.”
Praktek prostitusi yang diatur dalam Undang-Undang ini diperjelas padapasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang isi pasal tersebut mengenai larangan serta pembatasan. Isi pasal 4 ayat (2) huruf d yakni: “Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang menaw arkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layananseksual.” Melihat kembali pasal 1 ayat (2) dan menghubungkannya dengan pasal4 ayat (2) huruf d, maka praktek prostitusi online dapat dipidanakan. Karena telah mememuhi unsur-unsur pidana dalam pasal tersebut. Seperti unsur kecabulan dan eksploitasi seksual pada pasal 1 ayat (2) dan unsur yang menawarkan jasa layanan seksual. Selain itu media internetpun sudah diatur yang menjadi media perantara kegiatan-kegiatan yang berujung pada pornografi seperti prostitusi online ini. Mengenai pihak- pihak yang terlibat dalam praktek prostitusi online, seperti mucikari, pemilik website atau forum, pekerja seks komersial dan pemilik server. Undang-Undang pornografi lebih jelas dan tegas dalam menyebutkan pihak-pihak tersebut. Pada pasal 7 Undang- Undang pornografiyang isinya yakni: “Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.”
Pada pasal ini yang dimaksud yaitu pihak yang mendanai atau memfasilitasi sehingga terjadi perbuatan yang diatur pada pasal 4 Undang- undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang terdiri dari dua ayat. Karena yang menjadi bahasan disini adalah mengenai prostitusi online, maka yang dikenakan bagi pihak pendukung atau memfasilitasi prostitusi online ini adalah pasal 4 ayat(2) huruf d karena memenuhi unsur adanya pihak yang memfasilitasi praktek prostitusi online yang menawarkan jasa layanan seksual. Pemilik website pun dapat dipidana sesuai dengan ketentuan pasal 4 dan pasal 7
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi karena menawarkan pekerja seks komersial pada websitenya yang sekaligus menjadi mucikarinya, dengan memfasilitasi pekerja seks komersial bagi pengguna jasa layanan seks komersial.Ketentuan untuk mengatur larangan bagi pekerja seks komersial melalui media internet, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi menyebutkannya pada pasal 8, isinya yakni: “Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang menga ndung muatan pornografi.”Maksud pasal tersebut yaitu melarang orang menjadikan dirinya objek yang bermuatan pornografi baik oleh diri sendiri ataupun atas izinnya sendiri. Dalam praktek prostitusi online ada dua hal yang biasanya dilakukan pekerja seks komersial, ada yang dilakukan secara sendiri tanpa pihak yangmemfasilitasi, ini terjadi pada media aplikasi obrolan Internet seperti YahooMesenger, mIRC atau website jejaring sosial dan ada pihak yang ikut memfasilitasi transaksi seks seperti pada website dan forum-forum. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dapat diterapkan kepada pekerja seks komersial melalui media online yang dilakukan oleh diri sendiri ataupun atas izinnya sendiri.
Ketentuan sanksi-sanksi dalam Undang-Undang pornografi, diatur pula secara spesifik merujuk kepada pihak-pihak yang terlibat. Seperti pada pasal 30 Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang isinya yakni: “Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Pasal ini mengancam penjatuhan pidana bagi setiap orang yang melakukan kejahatan pada pasal 4 ayat 2, khusus praktek prostitusi online yaitu pasal 4 ayat 2 huruf d dengan pidana kurungan paling lama 6 tahun dan/atau denda 3 miliar. Kata “setiap orang” pada pasal tersebut selain menyangkut kepada siapa saja baik itu warga negara Indonesia ataupun tidak adalah pihak pemilik website atau forum yang memfasilitasi praktek prostitusi. Untuk mucikari yang juga sebagai pemilik website dikenakan pula pasal 35, karena mucikari adalah orang yang menjadikan orang lain(PSK) sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagimana termuat pada pasal 9 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sebagai berikut : “Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi”
Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yakni:Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Hukuman maksimal bagi mucikari menurut pasal 35 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yaitu penjara maksimal 12 tahun dan atau dengan paling banyak 6 miliar. Pihak lain yang tentu juga dipidanakan dalam Undang-Undang ini adalah pemilik server, pasal yang dapat menjeratnya yaitu pasal 33 sebagai pihak yang memfasilitasi adanya praktek praktek prostitusi online ini seperti dijelaskan pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ketentuan yang diatur dalam pasal ini adalah menjerat pelaku dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara dan/atau denda paling banyak 7.5 miliar. Lengkap isi pasal 33 tersebut yakni:
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyakRp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).Sebagai objek dari timbulnya praktek prostitusi online, tentunya pekerja seks komersial pun ikut dijerat dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi seperti pada ketentuan pasal 34 yang isinya yaitu:
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).Dalam pasal ini, pekerja seks komersial dihukum maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda paling banyak 5 miliar. Dengan dua model pekerjaan yang berbeda, yaitu pekerja seks komersial menawarkan jasanya sendiri ataupun ada pihak lain yang memfasilitasinya, hukuman pekerja seks komersial adalah sama, walaupun bisa saja pekerja seks komersial itu menyetujui dirinya menjadi objek prostitusi atas dasar paksaan dari pihak lain,seperti mucikari.
Melihat dari berbagai penjelasan pasal dalam KUHP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi belum berlaku efektif dalam menjerat dan menanggulangi bisnis prostitusi online, sama sekali tidak mengatur mengenai pengguna jasa dalam prostitusi online, sehingga pengguna jasa prostitusi itu sendiri tidak dapat dijerat berdasarkan Hukum Positif yang ada di Indonesia. Seharusnya secara khusus dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Nomor44 Tahun 2008 tentang
Pornografi dapat menjerat subyek prostitusi itu secara keseluruhan.Pada Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi didalam setiap pasal dan ayatnya tidak menyebutkan secara jelas mengenai kata prostitusi sama seperti didalam Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), apalagi secara spesifik menyebut kata prostitusi online yang menjadi pembahasan dalam skripsi ini. Namun banyak terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang bersifat pornografi. Untuk permasalahan prostitusi online yang banyak melibatkan banyak pihak, Undang-Undang ini lebih tegas dalam menyebukan pihak-pihak tersebut.Sebelum lebih jauh membahas, Undang-Undang ini memberikan penjelasan dari apa sebenarnya yang dimaksud dengan kata pornografi, di pasal 1 ayat (1) penjelasan tersebut diberikan secara terperinci, yang isinya yakni:
Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.Dari semua yang disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) Undang- Undang pornografi, hanya membatasi itu pada hal-hal yang membuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Mengenai permasalah prostitusi Undang-Undang ini menyebutkannya dengan kata jasa pornografi yang terdapat pada pasal 1 ayat (2) yang isinya yakni:Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.
Praktek prostitusi yang diatur dalam Undang-Undang ini diperjelas pada pasal 4 ayat (2) huruf d yang isi pasal tersebut mengenai larangan serta pembatasan. Isi pasal 4 ayat (2) huruf d yakni: “Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.”Melihat kembali pasal 1 ayat (2) dan menghubungkannya dengan pasal 4 ayat 68 Undang-Undang RI No.44 Tahun 2008 Tentang Pornografi pasal 1 ayat (1)unsur- unsur pidana dalam pasal tersebut. Seperti unsur kecabulan dan eksploitasi seksual pada pasal 1 ayat (2) dan unsur yang menawarkan jasa layanan seksual. Selain itu media internetpun sudah diatur yang menjadi media perantara kegiatan-kegiatan yang berujung pada pornografi seperti prostitusi online ini.
Mengenai pihak-pihak yang terlibat dalam praktek prostitusi online, seperti mucikari, pemilik website atau forum, pekerja seks komersial dan pemilik server. Undang-Undang pornografi lebih jelas dan tegas dalam menyebutkan pihak-pihak tersebut. Pada pasal 7 Undang-Undang pornografi yang isinya yakni: “Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.”Pada pasal 7 Undang-Undang pornografi tersebut menyebutkan : “Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4” sehingga yang dimaksud disini yaitu pihak yang mendanai atau memfasilitasi sehigga terjadi perbuatan yang diatur pada pasal 4 Undang-Undang prostitusi yang terdiri dari dua ayat. Karena yang menjadi bahasan disini adalah mengenai prostitusi online, maka yang dikenakan bagi pihak pendukung atau memfasilitasi prostitusi online ini adalah pasal 4 ayat
(2) huruf d karena memenuhi unsur adanya pihak yang memfasilitasi praktek prostitusi online yang menawarkan jasa layanan seksual. Pemilik website pun dapat dipidana karena menawarkan pekerja seks komersial pada websitenya, selain pula menjadi mucikarinya, dengan memfasilitasi pekerja seks komersial dengan orang yang ingin mendapatkan layanan seksual, sepertinya sudah cukup untuk menjerat pemilik website dengan Undang-Undang porografi ini khususnya pada pasal 4 dan pasal 7. Begitu juga mereka pemilik server, tempat bagi pemilik website menempatkan data-data berisikan konten-konten yang intinya menawarkan j asa pekerja seks komersial. Karena kata “memfasilitasi” pada pasal 7 Undang-Undang pornografi sangat berarti luas, bisa berarti memfasilitasi secara langsung maupun tidak langsung. Pemilik server disini menjadi pihak yang tidak secara langsung menjadi pihak yang memfasilitasi sehingga terjadi praktek prostitusi online. Karena mereka membiarkan pemilik website prostitusi menempatkan data-datanya. Namun permasalahan akan kembali timbul jika ternyata pemilik server adalah orang bukan berkewarganegaraan Indonesia.Jadi, jika situs prostitusi tersebut berada di- server di luar negeri, hal ini dapat membebaskan pelaku dari tanggung jawab pidana. Status kepemilikan yang berujung pada status kewarganegaraan tentunya tidak dapat dilepaskan dalam pergaulan sehari- hari. Artinya, status kewarganegaraan melekat dimanapun orang itu berada. Dalam hukum pidana, status penundukan ini dikenal dengan prinsip nasionalitas aktif. Pada Pasal 5 KUHP dijelaskan, pelaku tindak pidana adalah orang Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia. Maka terhadap pelaku, dapat ditarik dengan mengunakan hukum pidana Indonesia. Memang dalam pasal tersebut, disyaratkan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana di negara lain. Sehingga ada salah satu masalah terkait hal ini, sebab pengertian prostitusi versi Indonesia ini, kemungkinan berbeda dengan negara lain. Di Belanda misalnya melegalkan praktek prostitusi sejak bulan Oktiber tahun 2000.9 Tentu jika server tersebut berada di Belanda, maka akan sulit untuk menindak pemilik server tersebut. Kemudian juga
dimungkinkan bagi warga asing yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia untuk dipidana dengan menggunakan hukum pidana Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip nasionalitas pasif. Yang harus dilakukan jika ingin menggunakan hukum Indonesia untuk menjaring pelaku luar negeri adalah melakukan perjanjian ektradisi dengan negara asal pelaku. Disinilah letak permasalahan ada, jika Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara asal pihak memilik server, maka dia tetap lolos begitu saja tanpa kena sanksi.
Akan tetapi semua pemilik server atau website yang terdapat konten- konten pornografi atau memfasilitasi prostitusi online tidak dapat dipidanakan begitu saja, seperti pada jejaring sosial facebook atau aplikasi obrolan internet Yahoo Messenger. Hal itu dikarenakan kebijakan atas website atau aplikasi tersebut memang melarang segala aktifitas yang bebentuk transaksi seks. Bahkan untuk facebook sendiri, melarang adanya gambar ibu sedang menyusui berada di websitenya karena menurut facebook mengandung unsur pornografi. Kemudian jika ada yang menyalahgunakan facebook untuk melakukan transaksi seks, maka itu adalah diluar kendali. Dengan jumlah pengguna ratusan juta dan tersebar diseluruh dunia, maka untuk memfilter penggunanya adalah hal yang sangat sulit dan tidak mudah dilakukan. Jika ditemukan hal-hal yang bersifat pornografi baik itu berupa gambar ataupun transaksi seks maka facebook akan langsung menghapus akun tersebut.
Untuk pekerja seks komersial sendiri, Undang-Undang pornografi menyebutkannya pada pasal 8, isinya yakni: “Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.”
Maksud pasal tersebut yaitu melarang orang menjadikan dirinya objek yang bermuatan pornografi baik oleh diri sendiri ataupun atas izinnya sendiri. Dalam praktek prostitusi online ada dua hal yang biasanya dilakukan pekerja seks komersial, ada yang dilakukan secara sendiri tanpa pihak yang memfasilitasi, ini terjadi pada media aplikasi obrolan Internet seperti Yahoo Mesenger, mIRC atau website jejaring sosial dan ada pihak yang ikut memfasilitasi transaksi seks seperti pada website dan forum-forum. Pasal 8 Undang-Undang pornografi dapat diterapkan kepada kedua hal tersebut untuk menjerat pekerja seks komersial melalui media online.
Ketentuan sanksi-sanksi dalam Undang-Undang pornografi, diatur pula secara spesifik merujuk kepada pihak-pihak yang terlibat. Seperti pada pasal 30 Undang- Undang pornografi, yang isinya yakni: Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).Pasal ini mengancam penjatuhan pidana bagi setiap orang yang melakukan kejahatan pada pasal 4 ayat 2, khusus praktek prostitusi online yaitu pasal 4 ayat 2 huruf d dengan pidana kurungan paling lama 6 tahun dan/atau denda 3 miliar. Kata “setiap orang” pada pasal tersebut selain menyangkut kepada siapa saja baik itu warga negara Indonesia ataupun tidak adalah pihak pemilik website atau forum yang memfasilitasi praktek prostitusi. Untuk mucikari yang juga sebagai pemilik website dikenakan pula pasal 35. Karena mucikari adalah orang yang menjadikan orang lain (PSK) sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagimana termuat pada pasal 9 Undang-Undang pornografi. Isi dari pasal 35 undang- undang pornografi yakni:
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).Hukuman maksimal bagi mucikari menurut pasal tersebut yaitu penjara maksimal 12 tahun dan atau dengan paling banyak 6 miliar. Pihak lain yang tentu juga dipidanakan dalam Undang-Undang ini adalah pemilik server, singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 7.5 miliar. Lengkap isi pasal 33 tersebut yakni:
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).Sebagai objek dari berlikunya praktek prostitusi online, pekerja seks komersial pun ikut dijerat dalam Undang-Undang ini. Pada pasal 34 yang isinya yaitu:Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Dalam pasal ini, pekerja seks komersial dihukum maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda paling banyak 5 miliar. Dengan dua model pekerjaan yang berbeda, yaitu pekerja sesk komersial menawarkan jasanya sendiri ataupun ada pihak lain yang memfasilitasinya, hukuman pekerja seks komersial adalah sama, walaupun bisa saja pekerja seks komersial itu menyetujui dirinya menjadi objek
prostitusi atas dasar paksaan dari pihak lain, seperti mucikari. Kemudian, berbicara kajian hukum terhadap Pengguna Jasa Prostitusi Online menurut Peraturan Perundangan Indonesia, sebagai berikut :
## KESIMPULAN DAN SARAN
## Kesimpulan
Berrdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Peraturan Perundangan Indonesia yang mengatur mengenai prostitusi online yaitu KUHP, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pemidanaan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut di atas menjelaskan mengenai pemidanaan terhadap penyedia layanan saja. Undang-Undang tersebut tidak mengatur ketentuan pemidanaan bagi pengguna jasa dalam tindak pidana prostitusi online. Kemudian, Perundangan di atas tidak menjelaskan mengenai pengguna jasa prostitusi online secara khusus, sehingga dalam hal ini Undang- Undang tersebut tidak dapat menjerat pengguna jasa dalam praktek prostitusi online. Hal itu dikarenakan pembuat kebijakan sepertinya tidak duduk bersama para ahli yang benar-benar mengerti tentang pembahasan Undang-Undang tersebut. Seharusnya diharapkan Undang- Undang tersebut dapat menjerat subyek dalam prostitusi online secara keseluruhan, agar terciptanya suatu keadilan dan kepastian hukum.
## DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid dan Mohammad Labib, 2010, Kejahatan Mayantara (Cyber Crime), PT Refika Aditama, Bandung.
Adami Chazawi, 2007, Pelajaran Hukum Pidana, Raja Grafindo, Jakarta,Hlm67. Ahmad Rosyadi, 2011.
Kajian Yuridis Terhadap Prostitusi Online di Indonesia. UIN
SHY Press: Jakarta
Arief, Barda Nawawi, 2006, Tindak Pidana Mayantara, Pt. RajaGrafindo Prsada, Jakarta.
Bambang Poernomo, 2002. Dalam Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia Bernard L.
Tanya, 2022. Teori Hukum; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Genta Publishing: Yogyakarta.
C.S.T.Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta Dewi Bunga , 2012, Prostitusi Cyber,Udayana University Press, Denpasar.
EY Kanter dan Sr Sianturi , 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta,
I wayan Parthiana, 2009, Ekstradisi dalam hukum internasional modern, Yrama Widya, Bandung,
Kartini Kartono, 1997. Patologi Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), Jil I Edisi 2. Lutfan Muntaqo,
Porno: Definisi dan Kontroversi, (Yogyakarta: Jagad Pustaka, 2006) Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta
Mr. Tresna, 1959, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Tiara, Jakarta
P.A.F Lamintang .1997.Dasar-dasar hukum pidana Indonesia .Bandung: PT.Citra Adityabakti
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
…………………………,, 2006, Penelitian Hukum Normatif, PT Kencana prenada Media Group.
…………………………,2009. Pengantar Ilmu Hukum. Prenada Media Group: Jakarta.
Romli Atmasasmita, 2004, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Eresco, Bandung Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah, Jilid 9, Terjemahan: Moh Nabhan Husein (Bandung: PT. Al-
Ma’arif. 1995).
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta.
Soedjono D, 1977 Pelacuran Ditinjau dari segi Hukum dan Kenyataan dalam Masyarakat,PT Karya Nusantara, Bandung
Tahnh-Dam Truong, Pariwisata dan Pelacuran di Asia Tenggara, Terjemahan: Moh. Arif (Jakarta: LP3ES, 1992).
Terence H, Hull, dkk, 1997, Pelacuran di Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Topo Santoso, Eva
Achjani Zulfa, 2003, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta.
Wirjono Prodjodikoro, 2003. Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama
W.J.S Poerdarmita: (Diolah kembali oleh pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984)
Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, 2014. Moralitas Hukum. Genta Publishing.
|
9c68a65c-6329-4a5d-8bee-a6e1d20feeb5 | https://jurnal.fkm.untad.ac.id/index.php/ghidza/article/download/246/165 | Volume 5 Issue 2 (162-170) December 2021
P-ISSN: 2615-2851 E-ISSN: 2622-7622
GHIDZA : JURNAL GIZI DAN KESEHATAN
RESEARCH ARTICLE DOI: https://doi.org/10.22487/ghidza.v5i2.246
Hubungan Pendapatan Orangtua, Kebiasaan Sarapan dan Asupan Zat Besi dengan Prestasi Belajar Pada Anak Usia 13-15 Tahun
Novi Tri Astuti* 1 , Sintha Fransiske Simanungkalit 1
1 Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia
Author's Email Correspondence (*): [email protected]
## Abstrak
Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pendapatan orangtua, kebiasaan sarapan dan asupan zat besi dengan prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan survei analitik dengan desain cross sectional sebanyak 66 responden dengan teknik simple random sampling. Analisis ini dilakukan menggunakan uji Chi Square. Hasil uji bivariat dengan uji Chi Square, penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan pendapatan orangtua dengan prestasi belajar (p=0,005), tidak ada hubungannya antara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar (p=0,468) dan tidak ada hubungannya antara asupan zat besi dengan prestasi belajar (p=0,175). Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan pendapatan orangtua dengan prestasi belajar, namun antara kebiasaan sarapan dan asupan zat besi tidak ada hubungan dengan prestasi belajar pada usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur Tahun 2020.
Kata Kunci : Asupan Zat Besi; Kebiasaan Sarapan; Pendidikan; Pendapatan Orangtua; Prestasi Belajar
## How to Cite:
Astuti, N., & Simanungkalit, S. (2021). Hubungan Pendapatan Orangtua, Kebiasaan Sarapan dan Asupan Zat Besi dengan Prestasi Belajar Pada Anak Usia 13-15 Tahun. Ghidza: Jurnal Gizi Dan Kesehatan , 5 (2), 162-170. https://doi.org/10.22487/ghidza.v5i2.246
Published by: Tadulako University Address :
Soekarno Hatta KM 9. Kota Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia.
Phone: +628525357076
Email: [email protected]
Article history: Received : 27 04 2021 Received in revised form : 12 08 2021
Accepted : 20 11 2021
Available online : 20 11 2021
licensed by Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License .
## Abstract
Education is basically a conscious effort to develop the potential of students' human resources by encouraging and facilitating their learning activities. This study aims to analyze the relationship between parental income, breakfast habits and iron intake with learning achievement. This study used an analytical survey with a cross sectional design as many as 66 respondents with simple random sampling technique. This analysis was performed using the Chi Square test. The results of the bivariate test with the Chi Square test, this study shows that there is a relationship between parental income and learning achievement (p = 0.005), there is no relationship between breakfast habits and learning achievement (p = 0.468) and there is no relationship between iron intake and learning achievement. (p = 0.175). So it can be concluded that there is a relationship between parents' income and learning achievement, but between breakfast habits and iron intake there is no relationship with learning achievement at the age of 13-15 years in Cipinang Besar Utara Village, East Jakarta in 2020.
Keywords : Iron Intake; Breakfast Habits; Education; Parental Income; Learning Achievement
## I. PENDAHULUAN
Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka Menurut (Muhibbin Syah, 2012). Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu penekanan dari tujuan pendidikan. Perkembangan dalam dunia pendidikan yang rendah berdampak terhadap nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia.
Indikator bahwa kualitas pendidikan masih tertinggal dari negara lain adalah hasil nilai PISA (Programmer for Internasional Student Assessment) yaitu survey PISA pada tahun 2015 akumulasi skor tiga indikator yaitu membaca, matematika dan sains berada diperingkat 62 dari 70 negara, sedangkan PISA di tahun 2018 Indonesia berada pada peringkat 71 dari 78 negara. Nilai tes pada tahun 2018 untuk indokator membaca, matematika dan sains yaitu 371, 379, dan 396 (Tohir, 2019). Dari hasi peringkat akumulasi skor dari tiga indikator tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun 2015, walaupun hasil tersebut tidak mengalami perubahan yang signifikan namun Indonesia masih menduduki peringkat rendah dari negara lainnya. Menurut Kementerian pendidikan dan kebudayaan (2013) penyebab rendahnya IPM indonesia disebabkan oleh kualitas pendidikan di indonesia yang masih rendah .
Prestasi belajar merupakan salah satu indikator untuk menentukan suatu pendidikan berhasil atau tidak berhasilnya kecerdasan seorang siswa (Ananda, 2017). Prestasi belajar merupakan hasil belajar siswa yang dapat di jadikan indikator sumber daya manusia khususnya anak dan remaja (Riyanto, 2019). Prestasi belajar dipengaruhi dua faktor yaitu Faktor internal berupa aspek fisiologi dan aspek psikologis. Faktor fisiologi berupa asupan zat gizi yaitu asupan zat besi, faktor eksternal yaitu seperti pendapatan orang tua dan kebiasaan sarapan (Syah, 2010).
Pendapatan orang tua salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dimana pendapatan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar siswa seperti yang dinyatakan oleh (Slameto, 2010). Pendapatan merupakan hasil seseorang dari bekerja yang menghasilkan seperti uang agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Seperti minum, makan, pakaian, alat rumah tangga, dan
lain-lainnya. Pendapatan merupakan penghasilan seperti upah atau gaji, bunga, denda, keuntungan, serta suatu arus uang yang diukur pada suatu periode waktu tertentu (Muhtar, 2015).
Sarapan merupakan makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan (Lestari, 2012). Sarapan pagi dibutuhkan untuk mengisi lambung yang telah kosong selama 8-10 jam dan aktivitas sarapan pagi sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan konsentrasi belajar dan kemampuan fisik, sehingga akan membuat kegiatan berjalan baik dan penuh semangat. Anak yang tidak sarapan akan mengalami gangguan dalam aktivitas sehari-sehari, bahkan berdampak pada penurunan status gizinya. Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Boschloo, et al (2012) pada 4 sekolah manengah di Belanda bagian selatan dengan jumlah 605 sampel usia 11-18 tahun, dimana hasil penelitian ini mengatakan bahwa anak yang melewatkan sarapan akan mengalami gangguan kosentrasi sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar. oleh karena itu, sarapan pagi mempunyai kontribusi yang sangat besar peran yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan energi anak sekolah. dikarena dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran di sekolah. Sarapan menyumbang gizi sekitar 25% dari angka kebutuhan gizi sehari (Azwar, 2002).
Zat besi merupakan asupan zat gizi mikro yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Zat besi merupakan mikronutrien yang memiliki peran penting bagi otak yaitu untuk perkembangan otak terutama pada fungsi sistem penghantar syaraf (Neurotransmiter) sehingga berfungsi untuk meningkatkan kecerdasan otak serta kemampuan belajar anak (Almatsier, 2010).
Berdasarkan hasil dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2019, hasil Ujian Nasional tingkat SMP/MTS Provinsi DKI Jakarta masih tertinggal dibandingkan dengan provinsi D.I Yogyakarta, dimana hasil Ujian Nasional SMP/MTS dicapai oleh D.I Yogyakarta (64,57), dan hasil Ujian Nasional SMP/MTS dicapai oleh DKI Jakarta (60,71). Jakarta Timur salah satu kota di DKI Jakarta yang hasi Ujian Nasionalnya masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Jakarta Timur berada pada urutan ke 2 dari 5 Kota dengan hasil nilai ratarata Ujian Nasional yaitu (60,03). Oleh karena, itu peneliti tertarik melakukan peneitian untuk mengetahui hubungan pendapatan orang tua, kebiasaan sarapan dan asupan zat besi dengan prestasi belajar pada anak usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar 4 Utara Jakarta Timur.
Pemilihan Kelurahan Cipinang Besar Utara tersebut dikarenakan menurut hasil dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2019, hasil Ujian Nasional tingkat SMP/MTS, di Jakarta Timur masih rendah memiliki Nilai Rata-Rata Ujian Nasional yaitu (60,03). Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah ada hubungannya pendapatan orangtua, kebiasaan sarapan dan asupan zat besi dengan prestasi belajar pada anak usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur tahun 2020.
## II. METHOD
Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2020 di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur Tahun 2020. Penelitian ini awalnya akan dilaksanakannya di sekolah namun dikarena adanya pademic covid-19 pihak sekolahan tidak bersedia. maka dari itu penelitian ini dilakukan disekitar rumah peneliti yaitu daerah Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur dimana penelitian ini dilakukan secara door to door. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah anak usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur Tahun 2020 dengan sampel sebanyak 108 responden. Kriteria Inklusi : a. Anak usia 13- 15 tahun yang berada di daerah Kelurahan Cipinang Besar Utara b. Bersedia menjadi responden. c. Mampu berkomunikasi dengan baik. Kriteria Ekslusi: a. Anak-anak yang dalam keadaan sakit. b. Anak yang tidak kooperatif saat penelitian. Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan uji beda dua proporsi dengan bantuan aplikasi Sample size calculator. Berdasarkan perhitungan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 66 responden.
Cara pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel secara simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Food Recall Weekdays dan Weekend 2 x 24 Jam, Kuesioner karakteristik responden dan orangtua serta kuesioner kebiasaan sarapan yang di isi dengan wawancara secara face to face. Raport Ujian Tengah Semester Genap Tahun ajaran 2019/2020 untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis yang digunakan yaitu uji chi-square tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05), Sebelumnya akan dilakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorov . Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS Versi 26.
## III. HASIL
Tabel 1. Karakteristik Responden Di Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2020
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 1, terlihat bahwa kataristik responden sebanyak 66 anak Berdasarkan usia, menunjukkan bahwa lebih banyak anak usia 13 tahun berjumlah 26 anak sebesar (39,4%), dibandingkan dengan usia
Karakteristik N % Usia Responden 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 26 22 18 39,4 33,3 27,3 Total 66 100 Kelas 7 8 26 40 39,4 60,6 Total 66 100 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 32 34 48,5 51,5
Astuti et al. / Ghidza : Jurnal Gizi dan Kesehatan / Vol. 5 No. 2 Dec. 2021
14 dan 15 tahun. Berdasarkan kelas Pada katagorik kelas menunjukkan bahwa lebih banyak kelas 8 berjumlah 40 anak sebesar (60,6%) dari pada kelas 7. Berdasarkan jenis kelamin, Secara umum, anak yang mengikuti penelitian ini mayoritas merupakan laki-laki dengan jumlah 34 anak (51,5%) dan perempuan dengan jumlah 32 anak (48,5%).
Tabel 2. Hubungan Pendapatan Orangtua, Kebiasaan Sarapan dan Asupan Zat Besi dengan Prestasi Belajar Pada Anak Usia 13-15 Tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur Tahun 2020
Variabel Prestasi Belajar Total p-value Rendah Tinggi N & N % Pendapatan Orangtua Rendah 16 55,2 13 44,8 29 0,005 Tinggi 7 18,9 30 81,1 37 Kebiasaan sarapan Tidak Sering 12 41,4 17 58,6 29 0,468 Sering 11 29,7 26 70,3 37 Aupan zat Besi Kurang 16 43,2 21 56,8 37 0,175 Cukup 7 24,1 22 75,9 29
Sumber : Data Primer 2020
Tabel 2. Hasil Chi-square didapatkan Pendapatan Orangtua ada hubungannya anatara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar denagan p-value 0,005. Kebiasaan Sarapan menunjukkan tidak ada hubungannya anatara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar dengan p-value 0,468. Dan Asupan Zat Besi menunjukkan tidak ada hubungannya anatara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar denagan p-value 0,175.
## IV. PEMBAHASAN
Tingkat sosial ekonomi keluarga mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Orangtua yang berpendapatan tinggi dapat memberikan pilihan yang terbaik untuk anaknya dalam menjalani pendidikan dan memiliki kontribusi yang baik juga terhadap kualitas pendidikan anaknya karena orangtua tersebut tidak terbebani dengan biaya pendidikan anaknnya (Hadiyanto, 2014).
Dalam penelitian (Matus, 2016) menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan dari tingkat pendapatan orangtua dengan prestasi belajar pada siswa SMA Negeri Bangkalan. (Slameto, 2010) menyatakan keadaan ekonomi orang tua erat hubungannya dengan prestasi belajar siswa. Anak harus terpenuhi kebutuhan pokoknya seperti makan, pakaian, perlindungan kesehatan, alat tulis, buku tulis dan lain-lain agar dapat menumbuhkan prestasi belajar yang baik.
Pada penelitian ini pendapatan orangtua ada hubungannya dengan prestasi belajar anak. Penelitian sejalan dengan penelitian (Bahrin, 2017) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan tingkat pendapatan orangtua siswa kelas VII SMP Negeri Laslimu Selatan terhadap prestasi belajar siswa.
Tidak adanya hubungan pada variabel kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai dengan teori. Karena dari hasil data yang penulis teliti kebanyakan responden memang melakukan sarapan pagi namun dengan sering melakukn sarapan pagi belum tentu mendapatkan nilai tinggi dan sebaliknya tidak sering melakukan sarapanan pagi belum tentu mendapatkan niali rendah. Menu sarapan sehat untuk anak sekolah haruslah terdiri dari 300 gram karbohidrat, 65 gram protein, 50 gram lemak, 25 gram serat, serta asupan bebagai vitamin dan mineral (Hardinsyah, 2016) namun berdasarkan yang diteliti oleh peneliti menunjukkan bahwa kebanyakan responden tidak memenuhi kebutuhan dikarenakan responden hanya memakan sarapan pagi hanya dengan susu dan roti, teh manis , nasi ayam , nasi telur, nasi goreng dan nasi uduk. Dapat dilihat dari definisi Makan atau sarapan pagi adalah makanan yang dimakan di pagi hari sebelum melakukan aktifitas seharian, yaitu makanan yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Jumlah yang dimakan yaitu kurang lebih 1/3 dari makanan sehari (Indriani, 2014).
Sarapan pagi bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Menurut penelitian (Satya, 2012) di SD Negri 32 Beurawe Banda Aceh menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu keluarga, dimana keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama bagi anak sekolah. Hal tersebut sejalan sesuai penelitian (Suryabrata, 2011) bahwa faktor yang berasal dari luar diri anak yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak sepertifasilitas belajar, waktu belajar, dan tempat belajar, dari dalam diri sediri anak yang meliputi rasa ingin tahu terhadap pelajaran.
Pada penelitian ini kebiasaan sarapan pagi tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar anak. Penelitian ini sejalan dengan (Noviyanti, dkk 2018) yang menyatakan tidak ada hubungannya kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar siswa SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta, karena dapat diketahui bahwa prestasi belajar siswa SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta mempunyai nilai rata-rata tinggi dikarenakan motivasi belajar anak baik, kulitas guru yang baik, teman dan lingkungan yang kondusif serta fasilitas yang terjamin dan terjangkau. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian (Adole dan Ware, 2014: 130-147) bahwa pada anak usia 11-13 tahun di Etiopia Selatan kebiasaan sarapan sangat berpengaruh pada kemampuan kognitif, dikarenakan anak yang tidak sarapan mendapatkan nilai rendah dibandingkan dengan anak yang sarapan. Dan penelitian Adole diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti (Adolphus et al., 2013) yaitu menyatakan dalam pemenuhan kebutuhan gizi anak konsumsi sarapan berpengaruh sangat positif untuk meningkatkan asupan mikronutrien, status gizi dan faktor gaya hidup, dikarenakan sarapan dianjurkan untuk mempengaruhi pembelajaran pada anak-anak dalam hal perilaku, kognitif dan prestasi belajar di sekolah.
Asupan zat gizi memiliki peran sangat penting terhadap kadar hemoglobin khususnya zat besi dimana untuk proses sintesis hemoglobin (Sherwood L, 2011 & Tracey S, 2008). Menurut (Guyton dan Hall, 2007) keterkaitan zat besi dalam proses pembentukan hemoglobin yaitu ketika zat besi berikatan dengan protoporfirin untuk membentuk heme. Selanjutnya, heme akan berikatan dengan rantai polipeptida yang akan nantinya akan membentuk satu rantai hemoglobin. Hemoglobin dapat mengikat dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh tubuh. Kurangnya hemoglobin di dalam tubuh menyebabkan sel darah merah tidak mampu membawa oksigen kejaringan sehingga meyebabkan seseorang menjadi
Astuti et al. / Ghidza : Jurnal Gizi dan Kesehatan / Vol. 5 No. 2 Dec. 2021
cepat lelah, letih, pusing, dan turunnya kosentrasi belajar (Briawan, 2013 dan Achadi, 2011). Seseorang yang mudah lelah menurut (Werner,et al, 2010) yaitu tanda dari seseorang menderita anemia. Menurut (Hayati et al, 2012) zat besi berperan penting dalam tubuh yaitu sebagai kofaktor yang digunakan untuk mengaktifkan enzim Mono Amin Oksidase (MAO) yang berada pada otak yang berfungsi untuk meningkatkan daya kosentrasi. Zat Besi ialah jenis mineral makro dimana Zat Besi merupakan unsur penting yang dibutuhkan dalam tubuh karena perannya dalam pembentukkan hemoglobin. Dalam pembentukan hemoglobin (Hb) pada tubuh memerlukan unsur yang sangat penting dalam pembentukan nya yaitu Zat besi. Pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen ialah fungsi yang memiliki hubungan dengan zat besi , zat besi berada dalam bentuk hemoglobin, myoglobin atau cytochrome. Besi hem (ferro) dan besi non hem (ferri) merupakan bentuk zat besi yang berada pada makanan, bentuk hem besi (ferro) seperti yang ditemukan di hemoglobin dan mioglobin dalam makanan hewani dan zat besi non heme (ferri) berada pada makanan nabati (Hurrell & Egli, 2010). Zat besi akan dapat mengalami perubahan dari ferri akan menjadi ferro jika mengkonsumsi Vitamin C, ferro dalam bentuk zat besi akan lebih mudah untuk di serap (Almatsier, 2010).
Defisiensi zat besi dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi nutrotransmitter (pengantar saraf). Dapat mengakibatkan kepekaan resptor saraf dopamin menurun yang akan mengakibatkan proses belajar terganggu, kemampuan suhu menurun, amabang batas rasa sakit menungkat sehingga dapat mempengaruhi kemampuan belajar (Aryanasari, 2017).
Tidak adanya hubungan pada variabel asupan zat besi dengan prestasi belajar menunjukkan bahwa hasil tidak sesuai dengan teori. Dari hasil data diatas masih banyak responden yang kurang mengkonsumsi asupan zat besi yang seharusnya mencukupi kebutuhan sesuai AKG. Kurangnya mencukupi kebutuhan asupan zat besi sesuai AKG dikarenakan responden kebanyakan mengkonsumsi makanan yang rendah sumber zat besi seperti susu dan roti, nasi ayam , nasi telur, nasi goreng dan nasi uduk, dimana seharusnya responden mengkonsumsi makanan sumber zat besi tinggi seperti daging merah, berbagai jenis ikan, kacang-kacangan dan sayuran hijau. .
Menurut (Syah, 2010) tidak terjadinya hubungan antara asupan zat besi bukan merupakan satu- satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Prestasi belajar juga dapat ditentukan dengan tingkat kecerdasan siswa. Tingkat kecerdasan siswa menentukan berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar, semakin tinggi tingkat kecerdasannya semakin baik pula prestasi belajarnya dan sebaliknya. Terdapat faktor lain yang menyebabkan tidak terjadinya berhubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan prestasi belajar anatara lain kebiasaan makan, yaitu kurangnya zat gizi lain misalnya vitamin A, vitamin C dan protein, infeksi, dan sosial ekonomi.
Pada penelitian ini asupan zat besi tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar anak. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian (Desiawan, 2015), menyatakan tidak adanya hubungan anatara asupan zat besi dengan prestasi belajar 53 pada siswa di SD Negeri kudu 02 Kecamatan Bakti Kabupaten Sukoharjo. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan penelitian (Wadhani dan Yogeswara, 2017) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara asupan zat besi terhadap prestasi belajar.
## V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Ada hubungan antara pendapatan orangtua dengan prestasi belajar pada anak usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur yaitu dengan p- value 0,005. Tidak ada hubungan antara kebiasaan sarapan dengan prestasi belajar pada anak usia 13- 15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur yaitu dengan p-value 0,468. Dan Tidak ada hubungan anatara asupan zat besi dengan prestasi belajar pada anak usia 13-15 tahun di Kelurahan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur yaitu dengan p-value 0,175.
## UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Ibu Lurah dan Bapak ketua RW dan RT karena sudah memberikan izin untuk penelitian. Kepada kaprodi dan dosen ilmu gizi Fakultas kesehatan UPN Veteran Jakarta serta Responden dan Kedua orangtuanya yang telah membantu dan mendukung peneliti dalam proses meyeselasikan penelitian ini.
## DAFTAR PUSTAKA
Achadi, L. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia . PT. Raja Grafindo Persada.
Adole, AA., Ware, M. (2014). Assesment of breakfast eating habits and its association with cognitive performance of early adolescents in Southern Ethiopia. Journal of Food and Nutrition Sciences , 2 (4).
Adolphus, K., Clare, L.L., and Louise, D. (2013). The Effects of Breakfast on Behavior and Academic Performance in Children and Adolescents. Front Hum Neuroscience , 7 , 425.
Almatsier, S. (2010). Prinsip Dasar Ilmu Gizi . PT Gramedia Pustaka Utama.
Ananda, J. . (2017). Hubungan status gizi (TB/U) Kadar Hemoglobin dan pola asuh orang tua prestasi belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Al Khairiyah Jakarta Selatan Tahun 2017 . Universitas Pembangunan Veteran Jakarta.
Aryanasari, A. . (2017). Ilmu Gizi. In Medical Book (pp. 141–144). Nuha Medika.
Azwar, A. (2002). Ilmu Kesehatan Masyarakat . Rineka Cipta.
Bahrin. (2017). Hubungan Tingkat Pendapatan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII Negeri 1 Lasalimu Selatan . 2 , 170–173.
Boschloo, A., Ouwehand, C., Dekker, S., Lee., N., DeGroot, R., Krabbendam, L. (2012). The Relation Between Breakfast Skipping and School Performance in Adolescents. Mind Brain Education , 6 (81), 88.
Briawan, D. (2013). Anemia Masalah Gizi pada Remaja Wanita . EGC.
Desiawan, A., Soviana, E., Dharmawati, L. (2015). Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) dan Status Gizi dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten
Astuti et al. / Ghidza : Jurnal Gizi dan Kesehatan / Vol. 5 No. 2 Dec. 2021
Sukoharjo . Skripsi. Universitas Muhammmadiyah Surakarta.
Guyton, AC., dan Hall, J. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (9th ed.). EGC.
Hadiyanto, H. (2014). Pengaruh Pendidikan, Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Ekonomi pada Siswa SMA. Jurnal Ekonomi Pendidikan Dan Kewirausahaan , 2 (2). Hardinsyah. (2016). Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi .
Hurrell, R., and Egli, I. (2010). Iron bioavailability and dietary reference values. The American Journal of Clinical Nutrition , 91 (5), 1461S-1467S.
Indriani, D. (2014). Hubungan pengetahuan gizi dan kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar siswa di SMA Darul Ilmi Murni . http://repository.usu.ac.od/handle/123456789/40217
Lestari. (2012). Hubungan antara Makan Pagi dengan Kemampuan Konsentrasi Belajar Anak Usia Sekolah Dasar . https://unesa.ac.id
Matus, D. . (2016). Pengaruh tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan orangtua serta disiplin belajar terhadap prestasi belajar siswa SMA Negeri di Bangkalan. Jurnal Ekonomi Pendidikan Dan Kewirausahaan , 136–148.
Muhtar, A. (2015). Hubungan antara Pendapatan Orang Tua dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII MTS Sunan Ampel Kabupaten kediri Tahun Pelajaran 2013/2014 . Skripsi. Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Noviyanti, R,D., dan Kusudaryati, D. P. (2018). Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta. Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian , 16 (1), 72. https://doi.org/10.26576/profesi.302
Riyanto, P and Mudia, D. (2019). Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Peningkatan Kecerdasan Emosi Siswa. Journal Sport Area , 4 (2), 339–347. https://doi.org/10.25299/sportarea.2019.vol4(2).3801 Satya, O. (2012). Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar pada Murid Kelas III SDN 32 Beurawe Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Masyarakat .
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya . PT. Rineka Cipta.
Suryabrata, S. (2011). Psikologi Pendidikan . PT. Grafindo Persada.
Syah, M. (2010). Psikologi Belajar . PT Raja Grafindo Persada.
Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar . Raja Grafindo Persada.
Tohir, M. (2019). Hasil PISA Indonesia Tahun 2018 turun dibanding Tahun 2015. Paper of Matematohir , 2 (1), 1–2.
Wadhani, L.P.P., dan Yogeswara, I. B. . (2017). Tingkat Konsumsi zat besi (Fe), seng (Zn) dan status gizi serta hubungannya dengan prestasi belajar anak sekolah dasar. Jurnal Gizi Indonesia , 5 (2), 82. https://doi.org/10.14710/jgi.5.2.82-87
Werner, D., Thuman, C., and Maxwell, J. (2010). Apa yang Anda Kerjakan bila Tidak Ada Dokter . ANDI.
|
03aaffbf-7cf9-4a01-9542-77f4c419e67b | https://journal.unsika.ac.id/index.php/agrimanex/article/download/7253/3495 | Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Mentimun ( Cucumis sativus L. ) di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Eitastsu Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta
Financial Feasibility Analysis of Cucumber (Cucumis sativus L.) Farming at Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Eitastsu, Wanayasa District,
Purwakarta Regency
Dhiya Nida Ulhaq 1)* , Kuswarini Sulandjari 2)
1,2) Universitas Singaperbangsa Karawang
* E-mail: [email protected]
Diterima: 30 Juli 2022 | Direvisi: 20 Agustus 2022 | Disetujui: 25 September 2022
## ABSTRACT
Vegetable and fruit commodities hold the most important part of the food balance, so they need to be available at any time in sufficient quantities, of good quality, safe for consumption, affordable prices, and accessible to all levels of society. Wanayasa District is an area that produces various types of vegetables, one of which is cucumber. At the Self-Help Agricultural and Rural Training Center (P4S) Eitastsu Wanayasa, cucumbers are cultivated. Financial feasibility needs to be understood for the sustainability of a business. This study is intended to: Analyze costs, revenues, income, price break-even point (BEP), production break-even point, and R/C ratio of cucumber farming in P4S Wanayasa. It is a quantitative research. Research data in the form of primary and secondary data. Collecting data by means of interviews, document studies and observations. Research respondents are land owners and managers, garden workers and administrative officers. The data were analyzed quantitatively through income analysis, break-even analysis and R/C ratio analysis. The results of the study: from the analysis of cucumber farming which was carried out in one production on an area of 0.2 ha, the cost was Rp. 21,140,100, resulting in revenue of Rp. 26,250,000, so that the income is Rp. 5,109,900, the break-even point (BEP) is Rp. 2,818/kg, while the selling price of farmers is Rp. This 3,500 means that cucumber farming is profitable. The break-even point (BEP) of production is 6,040 kg, while the production obtained is 7500 kg, it means that cucumber farming is profitable. The R/C ratio of cucumber farming is 1.2 which means every Rp. 1 issued by cucumber farmers received an income of Rp. 1.2, so it was feasible to run.
Keywords : Analysis, financial, feasibility, cucumber, farming
## ABSTRAK
Komoditas sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan, sehingga perlu tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Kecamatan Wanayasa merupakan daerah yang menghasilkan berbagai jenis sayuran, salah satunya adalah mentimun. Di Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Eitastsu Wanayasa diusahakan komoditas mentimun. Kelayakan finansial perlu difahami untuk keberlanjutan suatu usaha. Penelitian ini dimaksudkan untuk : Menganalisis biaya, penerimaan, pendapatan, titik impas ( Break Event Point =BEP) harga, titik impas produksi, dan R/C rasio usahatani mentimun di P4S Wanayasa. Merupakan penelitian kuantitatif. Data penelitian berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data dengan cara wawancara, studi dukomen dan
Jurnal Agrimanex Vol.3 No.1, September 2022; halaman 78-86
pengamatan. Responden penelitian adalah pemilik dan pengelola lahan, pekerja kebun dan petugas administrasi. Data dianalisis secara kuantitatif melalui analisis pendapatan, analisis titik impas dan analisis R/C rasio. Hasil penelitian : dari analisis usahatani mentimun yang dilakukan dalam satu kali produksi pada lahan seluas 0,2 ha mengeluarkan biaya sebesar Rp. 21.140.100, menghasilkan penerimaan Rp 26.250.000, sehingga pendapatan Rp 5.109.900, titik impas (BEP) harga Rp 2.818/kg, sedangkan harga jual petani Rp. 3.500 artinya usahatani mentimun mengalami keuntungan. Titik impas (BEP) produksi 6.040 kg, sedangkan produksi yang diperoleh sebesar 7500 kg, berarti usahatani mentimun mengalami keuntungan. R/C ratio usahatani mentimun 1,2 yang artinya setiap Rp. 1 yang dikeluarkan oleh petani mentimun mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,2 dengan demikian layak untuk dijalankan.
Kata kunci: Analisis, finansial, kelayakan, mentimun, usahatani
## PENDAHULUAN
Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu instansi dibawah kementrian pertanian yang membuka peluang kepada mahasiswa dalam memperluas ilmu pengetahuan serta memahami bagaimana penerapan dunia kerja khususnya dalam bidang pertanian. Bidang pertanian di Kabupaten Purwakarta sangatlah menjadi perhatian khususnya yaitu hortikultura.
Komoditas hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan, sehingga diperlukan ketersediannya setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman dikonsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat (Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta (2020).
Kecamatan Wanayasa merupakan salah satu daerah penghasil berbagai jenis sayuran, salah satunya adalah mentimun. Menurut data sasaran tanam BPP Kecamatan Wanayasa (2020) target produksi tahunan mentimun mencapai 172.48 ton dan termasuk dalam jenis sayuran yang rutin diusahakan setiap tahunnya karena mentimun di gemari hampir seluruh masyarakat. Dalam kegiatan usahatani perlu dilakukan analisis finansial usahatani. Hasil analisis bermanfaat untuk
membuat keputusan usahatani. Karena pengembilan keputusan dalam usahatani perlu informasi tentang batas minimum volume produksi, harga penjualan, dan penerimaan sehingga petani dapat merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan usaha yang sedang berjalan. Penelitian terdahulu tentang usahatani mentimun, diantaranya adalah Penelitian yang berjudul: “Analisis Usahatani Mentimun” (Studi Kasus di Desa Wonosari Kecamatan Puger, Kabupaten Jember)” , oleh Anwar (2019). Penelitian Saputra, (2019). Analisis Usahatani Mentimun ( Cucumis sativus. L) di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji Kota Padang. Wahyu, at al. (2011), Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Mentimun ( Cucumis sativus L.) di Desa Bangunrejo Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. Kondisi agroekosistem antara wilayah berbeda, dengan demikian penelitian di lokasi yang diharapkan bermanfaat. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis : biaya, penerimaan, pendapatan, titik impas harga, titik impas produk dan R/C pada usahatani mentimun di P4S Wanayasa.
p-ISSN 2723-3391, e-ISSN 2723-7702
## METODE PENELITIAN
Merupakan penelitian
dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Musianto, 2002). Obyek penelitian ditentukan secara purposive di P4S Eitastsu Wanayasa dengan pertimbangan di lembaga tersebut
dilakukan usahatani mentimun secara kontinyu. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Maret tahun 2021 . Unit analisis adalah usahatani mentimun seluas 0,2 ha pada satu periode periode tanam Januari 2021 sampai dengan Maret 2021.
Data penelitian berupa data primer dan sekunder. Pengumpulan data dengan cara wawancara, studi dukomen dan pengamatan. Responden penelitian adalah : pemilik dan pengelola lahan, pekerja kebun dan petugas administrasi di P4S Eitastsu Wanayasa.
Data dianalisis menggunakan analisis biaya, penerimaan, pendapatan, titik impas harga, titik impas jumlah produksi dan R/C rasio. Struktur biaya adalah komposisi biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi barang atau jasa. Struktur biaya berdasarkan perilaku biaya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap dapat dihitung dengan rumus (Suratijah, 2015) :
FC= ∑ n xi x Pxi
Keterangan: FC = biaya tetap Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap Pxi = harga input n = input ke-i
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC), rumus yang digunakan yaitu :
TC = FC + VC Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Rumus yang digunakan : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total cost
Titik Impas = Break Event Point (BEP)
Titik impas (Break Even Point =BEP), menurut Suratiyah (2015) merupakan suatu taksiran tingkat kapasitas pada tingkat memperoleh keuntungan juga tidak menderita kerugian. Analisa Break Even Point atau titik infas meliputi :
BEP harga = Biaya Total Produksi Jumlah produk
BEP produksi = Biaya Tetap Harga − Biaya Variabel Rata−rata
Kriteria yang akan dicapai : BEP < Produksi ditingkat produsen, maka usaha tersebut menguntungkan atau efisien untuk diusahakan BEP = Produksi ditingkat produsen, maka usaha tersebut dikatakan impas BEP > Produksi ditingkat produsen, maka usaha tersebut dikatakan rugi atau tidak efisien untuk diusahakan .
## R/C Rasio
Menurut Suratiyah (2015), R/C adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya total. Rumus R/C rasio sebagai berikut : R/C Rasio = (TR)/ (TC) Keterangan : TR = Total Revenue (Total Penerimaan) TC = Total Cost (Total biaya) Ada tiga kriteria dalam perhitungannya, yaitu :
Jurnal Agrimanex Vol.3 No.1, September 2022; halaman 78-86
R/C Rasio > 1 artinyaa usahatani menguntungkan.
R/C Rasio = 1 artinya usahatani tersebut seimbang/impas.
R/C Rasio < I artinya usahatani tersebut tidak menguntungkan.
## HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan wawancara dilakukan kepada petani pemilik lahan P4S Eitatsu yaitu Pak Uus Ruhendi, pekerja kebun dan petugas pentatatan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai cara budidaya tanaman mentimun dan biaya- biaya, penerimaan, pendapatan serta usahatani mentimun.
## P4S Eitatsu
Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Eitatsu sebagai suatu kelembagaan di Kecamatan Wanayasa yang tergabung dalam Organisasi Pemuda Tani (HIDATA) bagian dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Wanayasa. P4S Eitatsu dinamai juga “Tatani Farm” oleh pemiliknya yaitu Uus Ruhendi yang pekerjaan utamanya yaitu sebagai petani dan memiliki pengalaman dalam bidang pertanian bahkan pernah mendapatkan kesempatan program Kementrian Pertanian ke Jepang untuk mempelajari bidang pertanian khususnya Hortikultura. P4S Eitatsu berlokasi di Cileungsi Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta. P4S Eitatsu sebagai wadah pembinaan masyarakat sekaligus memberikan fasilitas kepada masyarakat yang memiliki minat tinggi dalam sektor pertanian. Selain itu menjadi tempat edukasi dan agrowisata yang memberikan manfaat juga lapangan pekerjaan untuk para pemuda setempat. P4S Eitatsu dirintis sejak tahun 2016 kemudian diresmikan oleh
Bupati Kabupaten Purwakarta pada tanggal 18 Juni 2020 dibawah Pemerintah Dinas Tanaman Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta.
Kecamatan Wanayasa merupakan dataran tinggi di Kabupaten Purwakarta yang sejuk dan memiliki tanah yang subur. Sehingga hampir semua jenis tanaman di daerah pegunungan ini akan tumbuh dengan subur dengan menghasilkan buah atau sayuran yang berkualitas tinggi. Hal inilah yang menjadikan pemilik termotivasi dalam membangun P4S dan memanfaatkan lahan- lahan untuk bercocok tanam.
Lokasi P4S Eitatsu terfokus dalam bidang hortikultura khususnya yaitu tanaman sayuran. Tanaman sayuran menjadi tanaman dengan permintaan kebutuhan yang stabil sehingga akan terus menerus berjalan, bahkan dapat meningkat setiap waktunya. Sayuran yang diusahakan salah satunya yaitu mentimun.
## Budidaya Mentimun
Pertumbuhan mentimun memerlukan kelembaban udara yang sangat tinggi, tanah subur yang gembur dan mendapat sinar matahari penuh dengan drainase yang baik.
Lingkungan tumbuh mentimun mempengaruhi produksi kualitas buah mentimun. Mentimun akan tumbuh dengan baik pada daerah yang tingkat curah hujannya antara 800-1.000 mm/tahun dengan 5-7 bulan basah, dengan suhu udara ideal 170-230 C, kedalaman air tanah 50- 200 cm dengan kedalaman perakaran 15 cm dari permukaan, serta pH tanah 5,5-6,8.
Keadaan wilayah binaan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Wanayasa seluruhnya yaitu 6.194 ha atas lahan sawah 1.526 ha dan lahan darat 4.663 ha dengan topografi perbukitan /dataran tinggi, ketinggian tempat dari permukaan laut 500-880 mdpl. Kecamatan Wanayasa
p-ISSN 2723-3391, e-ISSN 2723-7702
merupakan dataran tinggi di Kabupaten Purwakarta yang sejuk dan memiliki tanah yang subur. Sehingga hampir semua jenis tanaman di daerah pegunungan ini akan tumbuh dengan subur dengan menghasilkan buah atau sayuran yang berkualitas tinggi.
Budidaya mentimun di P4S Eitatsu dilakukan 4-5 kali dalam setahun terhitung dari pengolahan lahan yang dilakukan, sedangkan produksi yang dilakukan dari penanaman hingga panen mentimun yaitu 60 hari/2 bulan. Tanaman mentimun adalah sayuran yang rutin dibudidayakan oleh P4S Eitatsu, karena menjadi salah satu tanaman unggulan yang mudah dalam budidayanya.
Mentimun atau yang biasa disebut timun atau ketimun mempunyai nama latin ( Cucumis sativus L.). Menurut Wijoyo (2012), mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag, dengan menggunakan lanjaran atau dibiarkan merambat ditanah. Mentimun merupakan sayuran yang memiliki banyak manfaat sehingga tanaman mentimun selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Mentimun dapat dimanfaatkan untuk perawatan kecantikan, sebagai obat tradisional, dan dijadikan sayuran mentah atau bahan makanan yang dapat diawetkan seperti acar dan sebagainya (Rukmana, 1994).
Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral). Panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 ―250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun. Batang utama dapat menumbuhkan cabang anakan, ruas batang atau buku-buku batang berukuran 7―10 cm dan berdiameter 10― 15 mm (Imdad dan Nawangsih, 2001) Kegiatan budidaya mentimun meliputi beberapa tahapan yaitu pengolahan lahan, persemaian, penanaman, pemasangan
ajir, pemangkasan,
penyiraman, pemupukan, pemasangan mulsa plastik dan panen (Rukmana, 1994). Kegiatan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Lahan diupayakan agar struktur tanah menjadi gembur, aerasi dan drainase lebih baik, serta membentuk bedengan sebagai tempat tumbuhnya mentimun, sehingga kondisi lahan siap ditanami sesuai persyaratan tumbuh.
Persemaian merupakan rangkaian kegiatan menyiapkan benih mentimun bermutu dari varietas yang jelas dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu. Benih mentimun disebar merata pada tempat penyemaian , lalu ditutup dengan lapisan tanah halus, kemudian ditutup kembali. Setelah 14 hari sejak semai atau tinggi tanaman 15 cm, benih dipindahkan ke dalam polybag, kemudian setelah menjadi bibit tanaman siap ditanam ke lahan bedengan. Penanaman merupakan kegiatan memindahkan bibit tanaman dari persemaian ke lahan atau areal penanaman hingga tanaman mampu tumbuh dan berkembang secara optimal di lapangan.
Pemasangan ajir merupakan kegiatan untuk menopang tanaman mentimun karena tanaman mentimun merupakan tanaman menjalar. Tujuannya adalah membantu tanaman tumbuh tegak, mengurangi kerusakan fisik tanaman yang disebabkan beban buah dan atau karena tiupan angin serta mempermudah pemeliharaan tanaman. Pemangkasan merupakan rangkaian kegiatan membuang, memotong atau mencabut wiwilan atau daun dan pucuk sehingga dapat terjadi keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif dimana termasuk didalamnya membuang daun tanaman yang tua atau sakit. Penyiraman merupakan kegiatan memberi air sesuai kebutuhan tanaman di daerah perakaran tanaman dengan air yang
Jurnal Agrimanex Vol.3 No.1, September 2022; halaman 78-86
p-ISSN 2723-3391, e-ISSN 2723-7702
memenuhi standar baku pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat.
Pemupukan merupakan penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi mencukupi untuk pertumbuhan tanaman secara optimal. Pupuk yang digunakan adalah : Kotoran hewan 200 karung, pupukan organik 8 karung. Selain itu juga diberi dolomit atau (kaptan.) sebanyak 4 karung. Untuk pengendalian hama dan penyakit, tanaman diberi perlakuan aplikasi pestisida terdiri dari
insektidida dan fungisida. Tanaman mentimun dapat dipanen dari umur 32 hari setelah tanan (hst) sampai 35 hari. Pemanenan dilakukan 5-10 hari sekali, tergantung varietas dan besarnya buah yang dikehendaki (vibizportal.com, 2011 ).
## Biaya Usahatani Mentimun
Berikut hasil analisis usahatani mentimun dalam satu kali produksi pada lahan seluas sebesar 0,2 ha.
Tabel 1. Analisis Finansial Usahatani Mentimun 0,2 ha
No. Uraian Satuan Unit Harga (Rp/unit) Jumlah (Rp) A Biaya Variabel 1. Benih mentimun pcs 10 45.000 450.000 2. Pupuk Kotoran hewan karung 200 15.000 3.000.000 Kaptan/dolomite karung 4 50.000 200.000 Pupuk kimia karung 8 450.000 3600.000 3. Pestisida Inteksida pcs 10 100.000 1000.000 Fungisida pcs 12 25.000 200.000 4. Tenaga kerja tetap 2 x 60 hok 80,000 9.600.000 B Biaya Tetap Biaya penyusutan alat Ajir buah 3000 200.000 Plastik mulsa roll 3 305.000 Tali majun kg 10 41.700 Sprayer buah 2 43.400 Sewa lahan 2500.000 C Total Biaya 21.140.100 Penerimaan kg 7500 3500 26.250.000 Pendapatan 5.109.900 Titik impas harga 2.818 Titik impas produksi 6.040 R/C ratio 1,2 Sumber: Data primer diolah, (2021)
Diketahui bahwa hasil dari analisis usahatani mentimun yang dilakukan dalam satu kali produksi yaitu biaya produksi yang dilkeluarkan untuk usahatani mentimun di P4S Eitatsu pada luas lahan 0,2 ha adalah Rp. 21.140.100, dengan rincian : biaya tetap
sebesar Rp. 3.090.000, terdiri dari, penyusutan alat seperti : ajir, mulsa, tali majun, dan sprayer serta biaya untuk sewa lahan. Perhitungan penyusutan dengan metode garis lurus (straight-line methode) dengan rumus (Suratiyah, 2015):
p-ISSN 2723-3391, e-ISSN 2723-7702
Penyusutan = Harga Perolehan ― Nilai Residu) ÷ Umur Ekonomis.
Biaya variabel sebesar Rp. 18.050.000 terdiri dari : bahan baku seperti benih, pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja diperhitungkan dari awal pengolahan lahan hingga proses panen. Pengeluaran petani untuk biaya tenaga kerja sebesar Rp. 9600.000 dalam satu kali produksi tanaman mentimun. Tenaga kerja sebanyak 2 orang, selama 60 hari kerja, dengan upah per hari Rp. 80.000. Jadi biaya tenaga kerja = 2 orang x 60 hok x 80.000/hari= Rp. 9.600.000 . Jumlah biaya benih yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 450.000 dengan jumlah 10 pcs. Pupuk yang digunakan terbagi atas pupuk kandang, pupuk kimia dan dolomite dengan pengeluaran sebanyak Rp. 6.800.000. Pestisida yang digunakan dalam usahatani ini yaitu inseksida dan fungisida dengan total pengeluaran yaitu Rp. 1200.000.
## Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Mentimun
Produksi merupakan hasil yang diperoleh dari usahatani mentimun dalam satu kali musim tanam. Jumlah produksi usahatani mentimun yaitu 7500 kg dengan rincian dalam 0.2 ha terdapat 2500 pohon, dalam satu pohon terdapat 3 kg maka hasil kali total produksi mentimun yaitu 7500 kg dengan areal luas lahan 0.2 ha. Penerimaan diperoleh dari hasil kali produksi dengan harga jual Soekartawi (2003) . Harga jual mentimun yang diterima petani Rp. 3500/kg. Dari hasil perhitungan dapat diketahui jumlah penerimaan petani di P4S Eitatsu yaitu sebanyak Rp. 26.250.000.
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama kegiatan usahatani mentimun berjalan. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka jumlah
pendapatan usahatani mentimun di P4S Eitatsu adalah sebesar Rp. 5.109.900.
Pada penelitian Wahyu, at al. (2011), Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Mentimun ( Cucumis sativus L.) di Desa Bangunrejo Kecamatan Tenggarong, menunjukkan produksi mentimun 12.391,39 kg, pada luasan 0,4 ha, setara dengan 3,098 kg/ha. Sedangkan produksi mentimun pada penelitian ini 7500 kg pada luas lahan 0,2 ha, setara dengan 3.750 kg/ha. Dengan demikian produksi mentimun di P4S Eitastsu Wanayasa lebih tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Suratiyah (2015) Faktor yang sangat mempengaruhi kegiatan usahatani adalah faktor alam. Faktor alam dibagi menjadi dua, yaitu: (1) faktor tanah. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan usahatani karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman: (2) faktor iklim. Iklim sangat menentukan komoditas yang diusahakan. Penjelasan lain oleh Sutriono, at al., (2006) pertumbuhan tanaman dipengaruhi kelompok faktor, yaitu : faktor bahan dasar tumbuhan, faktor iklim, faktor esensial dan faktor pengganggu. Bila diasumsikan harga input dan harga output sama, maka pendapatan usahatani mentimun di P4S Wanayasa lebih tinggi. Karena harga input dan harga input menentukan jumlah biaya dan penerimaan.
## Titik Impas Usahatani Mentimun;
Hasil analisis data usahatani mentimun untuk nilai titik impas harga yaitu sebesar Rp. 2.818/kg, artinya usahatani mentimun tidak untung dan tidak rugi atau impas pada Rp. 2.818/kg. Namun demikian harga yang diperoleh petani mentimun P4S sebesar Rp. 3.500/kg, ini berarti usahatani mentimun mengalami
Jurnal Agrimanex Vol.3 No.1, September 2022; halaman 78-86
keuntungan. Petani hendaknya menjual hasil usahataninya pada saat harga sedang tinggi, oleh karena itu kegiatan usahatani harus direncanakan dengan baik agar saat panen merupakan waktu yang tepat dalam menjual hasilnya.
Titik impas produksi usahatani mentimun adalah 6.040 kg, berarti usahatani mentimun mengalami tidak untung dan tidak rugi atau impas jika produksi sebesar 6.040 kg. Produksi yang diperoleh P4S sebesar 7500 kg, dengan demikian usahatani mentimun mengalami keuntungan.
## R/C Rasio
R/C ratio merupakan nilai yang diperoleh dari pembagian antara penerimaan dengan total biaya usahatani (Suratijah, 2015), hasil dari usahatani mentimun di P4S Eitatsu yaitu Rp. 1,2 yang berarti setiap Rp. 1 yang dikeluarkan oleh petani mentimun mendapatkan
pengembalian sebesar Rp 1,2. R/C rasio >1 artinya layak untuk dijalankan (Suratijah, 2015).
## SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian kelayakan finansial usahatani mentimun di P4S pada luas lahan 0,2 ha diperoleh kesimpulan : Biaya Rp 21.140.100, penerimaan Rp 26.250.000, dan pendapatan Rp. 5.109.900. Titik impas harga Rp Rp. 2.818/kg, sedangkan harga jual petani Rp. 3.500 ini berarti usahatani mentimun mengalami keuntungan. Titik impas produk 6.040 kg, sedangkan produksi yang diperoleh sebesar 7500 kg, ini berarti usahatani mentimun mengalami keuntungan. R/C ratio 1,2 ( >1) artinya layak untuk dijalankan.
## REFERENSI
Anwar, W. 2019. Analisis Usahatani Mentimun. Thesis. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Jember. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Wanayasa. 2020. Profil
Kecamatan Wanayasa 2020 . Balai
Penyuluhan Pertanian Wanayasa, Purwakarta.
Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Purwakarta. 2020. Profil dan Keadaan Umum Dinas Pangan dan
Pertanian . Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta, Purwakarta.
Imdad dan Nawangsih. 2001. Sayuran
Jepang . Penebar Swadaya, Jakarta. Musianto, L.S., 2002. Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan Pendekatan Kualitatif dalam Metode
Penelitian. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 4(2): 123 – 136. Panen Mentimun. 2022. http://cybex.pertanian.go.id/mobile/a rtikel/50754/Panen-dan-Pasca- Panen-Mentimun/, diakses 18 Oktober 2022, pukul 20.15 Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun . Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Saputra, E.Y. 2019. Analisis Usahatani. Mentimun (Cucumis sativus. L) di Kelurahan Kuranji Kecamatan
Kuranji Kota Padang. Thesis, Universitas Andalas, Padang.
Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglass . PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. Soetriono, Suwandari, Rijanto. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayumedia Publishing, Malang. Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani
Edisi Revisi . Penebar Swadaya,
Jakarta.
vibizportal.com. 2011. Panen dan Pasca.
Wahyu, Nella dan Najib. 2011. Analisis Pendapatan dan Titik Impas Usahatani Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Bangunrejo Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. EPP , 8(2) : 28 – 32.
Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun yang Lebih Menguntungkan. PT Pustaka Agro Indonesia, Jakarta.
|
4a508a4c-c90a-47cf-bee7-f93ba5f43cf2 | https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jnph/article/download/4112/3183 |
## JNPH
Volume 11 No. 1 (April 2023)
© The Author(s) 2023
HUBUNGAN ANTARA INTERAKSI ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKOMOTORIK ANAK USIA PRA SEKOLAH DI PAUD XX KOTA BENGKULU
THE RELATIONSHIP BETWEEN PARENTS INTERACTION WITH PSYCHOMOTOR DEVELOPMENT OF PRE-SCHOOL AGE CHILDREN IN PAUD XX BENGKULU CITY
VANIKA OKTIA, RURI MAISEPTYA SARI PRODI KEPERAWATAN, PRODI KEBIDANAN, STIKES TRI MANDIRI SAKTI, KOTA BENGKULU Email: [email protected]
## ABSTRAK
Pendahuluan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak usia pra sekolah di PAUD XX kota Bengkulu pada tahun 2021. Metode: Penelitian ini menggunakan desain Spearman Correlation . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid di PAUD XX Kota Bengkulu yang besarnya 358 orang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan accidental sampling di peroleh 35 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan data skunder dari register PAUD XX berupa data para murid di PAUD XX. Sedangkan data primer di ambil dengan wawancara dan mengisi lembar kuisioner tentang interaksi orang tua dan anak. Peneliti juga melakukan pengamatan dan interaksi langsung pada kegiatan anak di kelas A1,A2, dan mengisi lembar DDST. Hasil dan Pembahasan: Hasil penelitian di dapatkan : (1) 35 anak terdapat 14,3% dengan interaksi orang tua tidak baik, 34,3% dengan interaksi orang tua kurang baik dan 51,4% dengan interaksi orang tua baik. (2) dari 35 anak 22,9% anak dengan perkembangan psikomotorik abnormal, 28,6% anak dengan perkembangan psikomotorik meragukan dan 48,6% anak dengan perkembangan psikomotorik normal. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak dengan katagori sedang.
## Kata Kunci: Interaksi Orang Tua, Perkembangan Psikomotorik
## ABSTRACT
Introduction: This study aims to determine the relationship of interaction of parents with psychomotor development of preschool children in early childhood at PAUD XX Bengkulu city 2021. Method: This study design using Spearman Correlation. The population in this study were all students in early childhood PAUD XX, 358 people. The sampling technique in this research is using accidental sampling with 35 people. Collecting data in this study using
secondary data from the register PAUD XX form of data the students in early childhood. While primary data was taken with the interview and fill out a questionnaire about the interaction of parents and children. Researchers also make observations and direct interaction on the activities of children in the class Al, A2, and fill DDST sheet. Result and Discussion: Results of research on get: (1) 35 there were 5 people with the interaction of parents is not good, 12 with the interaction of parents were poor and 51.4% with either parent interaction. (2) 35 there were 8 people 22.9% with abnormal psychomotor development, 10 children 28.6% with dubious psychomotor development and 17 children 48.6% with normal psychomotor development. Conclusion: there is a significant relationship between the interaction of parents with psychomotor development of children with moderate category.
Keywords: Parent Interaction, Psychomotor Development
## PENDAHULUAN
Berdasarkan laporan tahunan WHO diketahui jumlah anak usia dini pada tahun 2014 yaitu sebesar 1952.236.433 anak atau 27,40% dari populasi di dunia. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia berawal dari kehidupan prenatal, terutama sejak awal kehamilan. Faktor kunci terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat menentukan masa depannya adalah suatu periode emas. Periode emas anak tersebut terjadi dalam lingkungan keluarga (UNICEF,2014)
Para ahli pendidikan anak memandang usia dini merupakan masa emas ( golden age ) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulang. Anak usia dini berada dalam masa keemasan di sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Pada masa itulah anak berada pada periode sensitive ( sensitive periods ) di mana masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus dari lingkungannya(Andriana, 2013).
Perkembangan adalah sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang berkelanjutan teratur dan saling terkait yang dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan psikososial sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Wiyani, 2014).
Lingkungan keluarga merupakan tempat untuk mengembangkan kepribadian yang utuh dan serasi bagi anak. Seperti yang tertuang dalam Mukadimah Konvensi Hak-
hak Anak yaitu bahwa anak, demi pengembangan sepenuhnya dan keharmonisan dari kepribadiannya, harus tumbuh dalam lingkungan keluarga, dalam iklim kebahagiaan, cinta kasih,dan pengertian. Dalam tumbuh kembangnya, anak memiliki masa-masa emas atau yang sering disebut dengan golden age yaitu usia dini. Di usia tersebut, anak akan dengan mudah meniru apa yang ada di sekitarnya. Oleh karenanya, anak harus mendapatkan pendidikan yang baik pada usia tersebut (KPPPA, 2011).
Pada tahun 2010 sekitar 35,4% anak balita usia dini di Indonesia menderita penyimpangan perkembangan seperti penyimpangan dalam motorik kasar, motorik halus, serta penyimpangan mental emosional. Dan pada tahun 2011 berdasarkan pemantauan status tumbuh kembang balita usia dini, prevalensi tumbuh kembang turun menjadi 23,1% (KPPPA, 2014).
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Kemendikbud, 2010).
Partisipasi PAUD di Indonesia untuk anak usia 0-6 tahun sebesar 16,07%, dan tidak terlalu berbeda antara anak laki-laki sebesar 15,65 % dan anak perempuan sebesar 16,51%. Sedangkan di daerah perkotaan
sebesar 18,77% lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perdesaan sebesar 13,47%. Pada kelompok umur 5-6 tahun merupakan kelompok umur dengan angka partisipasi paling tinggi, karena di kelompok umur ini banyak anak yang mengikuti taman kanak- kanak. Pelaksanaan pendidikan anak usia dini sudah tersebar, walaupun persebarannya belum merata di seluruh provinsi. Hal ini terlihat dari angka partisipasi PAUD per provinsi yang berfluktuasi, Provinsi dengan angka partisipasi PAUD tertinggi adalah Jawa Timur yaitu sebesar 38,11%. Sedangkan provinsi dengan angka partisipasi PAUD terkecil adalah Provinsi Papua Barat yaitu sebesar 4,21% (KPPPA, 2014).
Idealnya seorang anak tinggal dengan bapak dan ibu kandungnya, agar anak mendapat pengasuhan dan pendidikan dari kedua orang tuanya. Secara nasional, anak yang tinggal dengan bapak dan ibu kandungnya sebesar 86,32%. Sementara itu, anak yang tinggal dengan bapak dan ibu kandung di daerah perkotaan sebesar 87,06% sedikit lebih tinggi daripada anak yang tinggal dengan bapak dan ibu kandung di daerah perdesaan sebesar 85,61% (KPPPA, 2014).
Data balita dinas kesehatan provinsi Bengkulu pada tahun 2012 sebanyak 89.283 jiwa dan terendah terdapat di Kabupaten Lebong3.598 jiwa sedangkan tertinggi terdapat di Kota Bengkulu sebanyak 15.567 jiwa. Padatahun 2013 jumlah balita sebanyak 15.738 jiwa di kota Bengkulu, dan terendah terdapat di Kabupaten Lebong sebesar 3.938 jiwa (Dinkes,2013).
Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan di PAUD XX Kota Bengkulu, pada tanggal 5 sampai 10 Mei 2021 pada anak kelas A1 dengan rata-rata usia anak 4 tahun. Dari 10 anak mengalami kesulitan dalam memahami suatu angka. Anak dapat menyebutkan angka satu, dua, tiga, dan seterusnya, tapi belum paham kalau angka tersebut mewakili dari jumlah suatu benda. Pada saat mengenalkan angka, pendidik langsung menggunakan simbol angka yaitu 1, 2, 3 dan seterusnya. Pendidik menulis angka 1
di papan tulis lalu anak-anak menirukan menulis angka 1 seperti yang telah dicontohkan. Ketika anak menghitung, media yang digunakan langsung dengan gambar. Jadi, anak menghitung jumlah gambar, setelah gambar dihitung lalu dihubungkan dengan angka yang sesuai dengan cara membuat garis untuk menghubungkan jumlah gambar dengan angka. Sebanyak 3 anak ketika menghitung jumlah gambar tidak sesuai dengan jumlahnya. Aspek perkembangan yang lain seperti nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional, bahasa, fisik, sudah berkembang cukup baik.
## METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan penelitian crossecsionall yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variable independen (interaksi orang tua dan anak) dengan dependen (perkembangan psiko motorik anak).
Populasi penelitian ini adalah seluruh orang tua dan murid PAUD XX Kota Bengkulu sebanyak 358 orang.
Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus:
Keterangan: N = Besar Populasi n = Besar Sampel d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan = 0,01
Berdasarkan rumus tersebut didapatkan bahwa sampel dalam penelitian ini adalah 99 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Accidental Sampling .
## HASIL PENELITIAN
## 1. Analisis Univariat
Analisis Univariat di lakukan untuk melihat gambaran interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak, di kelas A1,A2, PAUD XX kota Bengkulu adapun hasil analisisnya adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Interaksi Orang Tua di Kelas A1,A2 PAUD XX Kota Bengkulu Tahun 2021
No Interaksi Orang Tua Frekuensi Persentase (%) 1 Tidak Baik 5 14,3 2 Kurang Baik 12 34,3 3 Baik 18 51,4 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 35 orang terdapat 5 orang (14,3%) dengan interaksi orang tua tidak baik, 12 orang (34,3%) dengan interaksi orang tua kurang baik dan 18 orang (51,4%) dengan interaksi orang tua baik.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perkembangan Psikomotorik Anak di Kelas A1,A2 PAUD XX Kota Bengkulu Tahun 2021
NNo Perkembangan Psikomotorik Frekuensi Persentase (%) 11 Abnormal 8 22,9 22 Meragukan 10 28,6 33 Normal 17 48,6 44 Total 35 100,0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 35 orang terdapat 8 orang (22,9%) dengan perkembangan psikomotorik abnormal, 10 anak (28,6%) dengan perkembangan psikomotorik meragukan dan 17 anak (48,6%) dengan perkembangan psikomotorik normal.
## 1. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variable independen dan variabel dependen yaitu hubungan interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak usia pra sekolah dapat pada tabel berikut :
Tabel 3. Hubungan Interaksi Orang Tua dengan Perkembangan Psikomotorik Anak Usia Pra Sekolah di PAUD XX Kota Bengkulu
Interaksi Orang Tua Perkembangan Psikomotorik Anak Total r P Value Abnormal Meraguka n Normal F F F 0,4190,000 Tidak Baik 3 1 1 5 Kurang Baik 3 5 4 12 Baik 2 4 12 18 Total 8 10 17 35
Tabel di atas menunjukkan tabulasi silang antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik. Ternyata dari 5 anak dengan interaksi orang tua tidak baik terdapat 3 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 1 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan dan 1 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang normal, dari 12 anak dengan interaksi orang tua kurang baik terdapat 3 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 5 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan dan 4 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang normal, sedangkan dari 18 anak dengan interaksi orang tua baik terdapat 2 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 4 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan dan 12 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang normal. Karena terdapat sel dengan frekuensi ekspektasi nilainya < 5 maka digunakan uji spearman correlation.
Hasil uji spearman correlation diperoleh nilai p = 0,012 < 0,05, jadi signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik. Berdasarkan hasil uji spearman correlation diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,419. Nilai tersebut terletak pada interval 0,4-0,6 yang berarti kategori hubungan sedang.
## PEMBAHASAN
## 1. Gambaran Interaksi Orang Tua di PAUD XX Kota Bengkulu
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 35 anak terdapat 5 anak dengan interaksi orang tua tidak baik, 12 anak dengan interaksi orang tua kurang baik dan 18 dengan interaksi orang tua baik di PAUD XX kota Bengkulu 2021.
Perkembangan anak usia dini sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Pola asuh orangtua akan mempengaruhi bagaimana tumbuh kembang anaknya. Adanya interaksi orangtua yang intens dalam membersamai tumbuh kembang anaknya dan melihat proses perkembangan anak, hingga mengatasi permasalahan yang terjadi pada anak akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Hurlock (2011) bahwa hubungan pribadi di lingkungan rumah yang antara lain berupa hubungan antara orang tua, dan saudara mempunyai pengaruh yang sangat kuat bagi anak. Perubahan pembagian struktur peran orang dalam keluarga menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga dan mempengaruhi secara mendasar status wanita dirumah, hubungan suami dan isteri dan hubungan orang tua dengan anak. Ikatan dalam keluarga antara anak dengan orang tua (ibu) berhubungan pada status perkembangan anak.
Menurut Hasan (2010) Keluarga merupakan jaringan sosial yang paling penting bagi anak. Hubungan dengan
orangtua (ibu) menjadi landasan sikap terhadap orang lain (teman), benda dan kehidupan secara umum bagi anak. Mengingat hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa keluarga memiliki fungsi dan struktur. Salah satu struktur dan fungsi keluarga yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak prasekolah adalah proses komunikasi, dan fungsi sosialisasi keluarga. Proses komunikasi yang baik dalam keluarga (antara anak dengan ibu) berperan memudahkan pencapaian proses sosialisasi dan kemandirian yang optimal bagi anak.
## 2. Gambaran Perkembangan Psikomotorik Anak di PAUD XX Kota Bengkulu
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 35 orang terdapat 8 anak dengan perkembangan psikomotorik abnormal, 10 anak dengan perkembangan psikomotorik meragukan, dan 17 anak dengan perkembngan normal di PAUD XX Kota Bengkulu 2021.
Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Wiyani (2014) bahwa perkembangan ialah bertambahnya
kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks. Jadi perkembangan lebih bersifat kualitatif yang pengukurannya jauh lebih sulit dari pada pengukuran pertumbuhan. Perkembangan adalah sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang berkelanjutan teratur dan saling terkait yang dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan psikososial sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
## 3. Hubungan Interaksi Orang Tua dengan
Perkembangan Psikomotorik Anak Usia Pra Sekolah di PAUD XX Kota Bengkulu
Berdasarkan dari hasil penelitian ini tentang interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik. Ternyata dari 5 anak dengan interaksi orang tua tidak baik terdapat 3 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 1 anak
mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan, dari 12 anak dengan interaksi orang tua kurang baik terdapat 3 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 5 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan, sedangkan dari 18 anak dengan interaksi orang tua baik terdapat 2 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang abnormal, 4 anak mengalami perkembangan psikomotorik yang meragukan.
Berdasarkan hasil penelitian di PAUD XX kota Bengkulu tahun 2021 di ketahui dari 5 anak dengan interaksi tidak baik terdapat 1 anak yang perkembangan psikomotorik yang meragukan, dan 1 anak dengan perkembanganpsikomotorik normal hal ini dikarenakan setiap anak dilahirkan dengan bawaan bakat-bakat tertentu, bakat tersebut diibaratkan seperti bibit kesanggupan atau bibit kemungkinan,yang terkandung dalam diri anak, seperti bakat seni,musik, agama, akal yang tajam dan sebagainya.
Hasil penelitian menunjukan 12 anak yang mengalami keadaan interaksi kurang baik terdapat 5 anak dengan perkembangan psikomotorik yang meragukan, 4 anak dengan perkembangan psikomotorik normal hal ini dikarenakan stimulus yang diberikan oleh pendidik PAUD terhadap anak memiliki andil yang tidak sedikit dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Prilaku yang ditampilkan oleh teman sebayanya juga memiliki andil dalam menentukan perkembangan seseorang.
Kemudian pada 18 anak dengan interaksi orang tua yang baik terdapat 2 anak dengan perkembangan psikomotorik abnormal, 4 anak meragukan hal ini dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhi susunan biologis dan pengalaman psikologis anak, budaya, kebiasaan, agama dan keadaan demografi pada suatu masyarakat diakui atau tidak memiliki pengaruh dalam perkembangan anak usia dini.
Hal ini sesuai dengan teori Nursalam (2010), yang menyatakan salah satu aspek yang penting pada usia pra sekolah adalah aspek sosial, yaitu aspek yang
berhubungandengan kemampuan penyesuaian diri dan sosialisasi dengan lingkungan serta perhatian terhadap kebutuhan dalam prilaku dengan teman sebayanya di lingkungan sekolahnya.
Menurut Tandri (2011), faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia dini antara lain faktor hereditas (bakat,sifat-sifat keturunan), faktor lingkungan
(keluarga,sekolah,masyarakat), faktor umum (jenis kelamin,kesehatan,Ras).
Hasil uji spearman correlation diperoleh nilai p = 0,012 < 0,05, jadi signifikan, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak. Berdasarkan hasil uji spearman correlation diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,419. Nilai tersebut terletak pada interval 0,4-0,6 yang berarti kategori hubungan sedang.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmadi(2010) mengemukakan interaksi adalah suatu proses sosial dimana terdapat aksi dan reaksi antara individu dan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, yang dapat diamati apa bila perubahan-perubahan mengganggu cara hidup yang telah ada.
Mansur (2011) mengemukakan bahwa Keluarga merupakan jaringan sosial yang paling penting bagi anak. Hubungan dengan orang tua (ibu) menjadi landasan sikap terhadap orang lain (teman), benda dan kehidupan secara umum bagi anak. Mengingat hal tersebut, perlu diperhatikan bahwa keluarga memiliki fungsi dan struktur Salah satu struktur dan fungsi keluarga yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak adalah proses komunikasi, dan fungsi sosialisasi keluarga. Proses komunikasi yang baik dalam keluarga (antara anak dengan ibu) berperan memudahkan pencapaian proses sosialisasi dan kemandirian yang optimal bagi anak.
## KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti dengan judul Hubungan interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak usia pra sekolah di PAUD XX kota Bengkulu tahun 2021 dapat disimpulkan :
1. Terdapat 14,3% anak yang interaksinya tidak baik di kelas A 1 ,A 2 PAUD XX Kota Bengkulu.
2. Terdapat 22,9 % anak yang perkembangan psikomotoriknya Abnormal di kelas A 1 ,A 2, PAUD XX Kota Bengkulu.
3. Ada hubungan antara interaksi orang tua dengan perkembangan psikomotorik anak usia pra sekolah di PAUD XX kota Bengkulu tahun 2021.
## SARAN
Saran dari penelitian ini adalah untuk seluruh orangtua agar lebih intens melakukan interaksi dengan anak. Orangtua berperan sangat penting dalam perkembangan anak di segala aspek, salah satunya perkembangan psikomotoriknya. Selain belajar di sekolah, diharapkan anak-anak juga di ajarkan sambil bermain dengan kedua orangtuanya agar tumbuh kembangnya optimal sesuai dengan usia perkembangannya.
## DAFTAR PUSTAKA
Andriana, D. (2013). Tumbuh kembang dan Terapi Bermain pada Anak . Jakarta: SalembaMedika. Adrianto, D. (2011). Komunikasi Dengan AUD . Jakarta : Dirjen PAUDNI.
Ahmadi, A. (2010). System Sosial Di Indonesia . Jakarta :Raja Grafindo Persada.
Cooley, C.H. (1998). Sociology An Introducion. New York : Rondo House. Dario, A. (2009). Psikologi Perkembangan Anak Tiga Tahun Pertama . Bandung : RafikaAditama.
Dirdjosisworo, S. (2009). Analisa Sistem Sosial . Jakarta : Penerbit Bina Aksara. Kemendiknas RI. (2011). Profil Pendidikan Nasiona 20l0. Jakarta: kementrian Pendidikan Nasional.
Kemenkes RI. (2011). Profil Kesehatan Indonesia 2010 . Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Dinkes Kota Bengkulu. (2013). Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2012 . Bengkulu: Dinas Kesehatan Kota. Dinkes Kota Bengkulu. (2014). Profil Kesehatan Kota Bengkulu 2013 . Bengkulu: Dinas Kesehatan Kota. Kemendikbud Kota. (2014). Profil Pendidikan Kota Bengkulu. Bengkulu: kementrianpendididkan dan budaya kota. Hasan, A. B. P. (2010). Psikologi Perkembangan Islami : Menyikapi Rentang Kehidupan Manusia Dari Prakelahiran Hingga Pasca kematian.
Jakarta : Rajawali Press. Hidayat, A.A. (2013). Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan . Jakarta: SalembaMedika.
Hidayani, R, dkk. (2009). Psikologi perkembangan anak. Jakarta :
Universitas Terbuka.
________, dkk. (2012). Penanganan Anak Berkelainan . Jakarta : Universitas Terbuka.
KPPPA. (2011). Profil Anak Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
______. (2014). Profil Anak Indonesia. Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Ludfiyah. (2013). Hubungan antara tingkat pendididkan dan pengetahuan ibu dengan tingkat status perkembangan sosial anak . KTI, Universitas Sriwijaya. Palembang.
Mansur. (2009), pendidikan anak usia dini dalam islam . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mansur. W (2011). Panduan Bagi Orang Tua Dan Pendidik PAUD Dalam Memahami Serta Mendidik Anak Usia Dini .Jakarta :
Sura Media Utama.
Musbikin, I. (2008). Mengatasi Anak-Anak bermasalah . Yogyakarta : Mitra Pustaka. Nasution, A. (2009). Tata Perubahan Dan Ketimpangan – Suatu Pengatar Sejarah Sosiologi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Siswanto, H. (2010). Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Rihama. Sartika, R, A, D. (2011). Faktor Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di Indonesia. Jurnal Makara Kesehatan .15 (1), 37-43. Soetjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC __________. (2015). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Soekanto, S. (2013). Sosiologi SsuatuPengantar.Jakarta : PT Raja Grafindo. Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu. Supartini, Y. (2009). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Sujiono, Y.N & Bambang, S. (2010). Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta : Indeks Tantomo (2010). Sosiologi untuk kelas x. Jakarta : Gava Media. Tandri, N. (2011). Mengenal Tahap Tumbuh Kembang Anak Dan Masalahnya. Jakarta : Libri. Unicef Indonesia.2014. Kesehatan Ibu dan
Anak . Ringkasan Kajian. www.unicef.or.id. Wawan. (2011). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta:
NuhaMedika. Wiyani, N,A. (2014). Psikologi perkembangan anak usia dini . Jakarta : Gava Media.
___________ & Ihram, M. (2013). Psikologi pendidikan : Teori Dan Aplikasinya dalam proses pembelajaran.
Yogyakarta : Ar-Ruzz media. Yuniarti, S. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Bandung: PT. RefikaAditama. Yusuf, L.N.S. (2011). Psikologi Perkembanngan Anak Dan Remaja .
Bandung : Rosda.
|